17
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Produksi
Proses produksi adalah serangkaian aktifitas yang diperlukan untuk mengolah
ataupun merubah sutu kumpulan masukan (input) menjadi sejumlah keluaran (output)
yang memiliki nilai tambah (added value). Pengolahan ataupun perubahan yang
terjadi di sini bisa secara fisik ataupun non fisik, dimana perubahan tersebut bisa
terjadi terhadap bentuk, dimensi maupun sifat-sifatnya.
2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas
1. Faktor Teknis : Yaitu faktor yang berhubungan dengan pemakaian
dan penerapan fasilitas produksi secara lebih baik, penerapan
metode kerja yang lebih efektif dan efisien, dan atau pengunaan
bahan baku yang lebih ekonomis.
2 Faktor Manusia : Yaitu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap
usaha-usaha yang dilakukan manusia didalam menyelesaikan
pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Di sini ada
dua hal pokok yang menentukan, yaitu kemempuan kerja (ability)
dari pekerja tersebut dan yang lain adalah motivasi kerja yang
18
merupakan pendorong kea rah kemajuan dan peningkatan prestasi
kerjaatas seseorang.
2.2 Pengukuran Waktu kerja
Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara
kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Berikut
adalah pengukuran-pengukuran yang terdapat didalam pengukuran waktu kerja. (Studi
Gerak dan Waktu, 1995, P169)
2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Pengukuran Langsung
Pengukuran waktu kerja dengan pengukuran langsung merupakan
pengukuran waktu kerja yang dilakukan secara langsung yaitu ditempat
pengamatan pekerjaan yang diamati. (Sritomo, 1995, P170)
Pada pengukuran kerja langsung dimana setiap aktivitas yang
dilakukan sesuai dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan. Pengukuran ini dapat dengan mengunakan jam henti
(stopwatch time study) atau dengan mengunakan sampling kerja (work
sampling). Disini waktu yang dihasilkan tentu saja akan menghasilkan sebuah
data yang tentunya dapat dimanfaatkan untuk operasi kerja lainnya. Hal ini
tentunya dipertimbangkan sebagai langkah yang tidak efisien, karena
bagaimanapun berbagai macam pekerjaan / operasi akan memiliki elemen-
19
elemen kerja yang tidak sama. Berikut dibawah ini akan dibahas secara
singkat kedua metode pengukuran waktu kerja secara langsung ini.
2.2.1.1 Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (Stop Watch)
Metode ini dilakukan untuk pekerjaan yang berlangsung
singkat dan berulang-ulang (repetitive) dimana pengukurannya
dilakukan dengan alat ukur yang disebut jam henti atau stop watch.
(Studi gerak dan waktu, 1995, P171)
Pengukuran kerja ini pertama kali diperkenalkan oleh Federick
W. Taylor pada abad ke 19. Dari hasil pengukuran yang dilakukan
dengan metode ini maka akan diperoleh waktu baku yang diperlukan
untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan, dan dapat juga digunakan
sebagai satu standar waktu untuk pekerja lain yang menyelesaikan
pekerjaan yang sama. (Studi gerak dan waktu, 1995, P171)
Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini umumnya
diaplikasikan pada industri manufaktur yang memiliki karakteristik
kerja yang berulang-ulang, terspesifikasi jelas, dan menghasilkan
output yang relatif sama. Meskipun demikian aktivitas ini bisa juga
diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan non-manufakturing seperti
yang bisa ditemui dalam aktivitas kantor gudang atau jasa pelayanan
lainnya asalkan memiliki kriteria-kriteria seperti :
20
Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive dan
uniform.
Isi / macam pekerjaan itu harus homogen.
Hasil kerja (output) harus dapat dihitung secara kuantitatif baik
secara keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang
berlangsung.
Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur
sifatnya sehingga akan memadai untuk diukur dan dihitung
waktu bakunya.
Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara
pengukuran yang obyektif karena disini waktu ditetapkan
berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi
secara subyektif. Disini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar
sebagai berikut :
Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama
dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan
waktu baku ini untuk pekerjaan yang serupa.
Operator harus memahami benar prosedur dan metode
pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja.
21
Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini
diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang
sama dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan
mutlak pada waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu
kerjanya benar-benar memiliki tingkat kemampuan yang rata-rata.
Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relative tidak jauh
berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja
dilakukan.
Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai
dengan seluruh periode kerja yang ada.
2.2.1.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Metode Sampling
Kerja (Work Sampling)
Pengukuran ini dilakukan dengan mengadakan sejumlah besar
pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, operator, maupun
proses. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh LHC Tippett
dalam aktivitas penelitian industri tekstil. Secara umum metode ini
dapat digunakan untuk mengukur ratio delay, menetapkan
performance level, dan menentukan waktu baku suatu proses atau
operasi. ( Sritomo ,1995, P207 )
22
2.2.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Pengukuran Tidak langsung
Pengukuran kerja tidak langsung adalah penetapan waktu baku suatu
pekerjaan yang dapat dilakukan meskipun pekerjaan itu sendiri belum
dilaksanakan. Sehingga di sini kita dapat memperkirakan berapa lama waktu
yang dibutuhkan oleh pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dan
aktivitas yang dilakukan hanya dengan melakukan perhitungan waktu kerja
dengan membaca tabel-tabel waktu yang tersedia hanya dengan mengetahui
urutan-urutan pekerjaan yang ada, cara ini bisa dilakukan dalam aktivitas data
waktu baku (standard data) dan data waktu gerakan (predetermined time
system).( Studi Gerak dan Waktu, 1995, P232 ). Berikut ini akan dijelaskan
beberapa macam metode yang dapat digunakan dalam pengukuran waktu
kerja secara tidak langsung.
2.2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Sistem Faktor Kerja
(Work Factor System)
Sistem Faktor kerja merupakan salah satu sistem dari
Predetermined Time System yang paling awal dan sering digunakan.
Sistem pengukuran ini menggunakan data waktu gerakan yang telah
ditetapkan. (Studi Gerak dan Waktu, 1995, P245)
23
2.2.2.2 Pengukuran Kerja Dengan Metode Analisa Regresi
Metode pengukuran dengan mengunakan rumus (formula)
klasik yang dikembangkan melalui rumus-rumus Standard atau teoritis
maupun bersikap eksperimen, seringkali akan sangat bermanfaatdalam
kasus-kasus dimana elemen kerja tidak berupa variable-variabel yang
sama dengan yang telah didefinisikan dalam formulasi yang telah di
standardkan dan atau rumus-rumus baku yang telah tersedia.
2.2.2.3 Pengukuran Kerja Dengan Metode Standard
Data/Formula
Adalah pengukuran kerja yang seringkali dilaksanakan
hanya untuk satu jenis operasi tertentu saja dan sama sekali tidak ada
pemikiran jauh bahwa data yang diperoleh akan bisa dimanfaatkan
untuk operasi kerja lainnya.
24
2.3 Teknik Pengukuran Data dengan Jam henti
Di dalam penelitian ini, Pengukuran proses operasi sangat di butuhkan dalam
menentukan waktu baku setiap proses operasi. Pengukuran waktu proses dan waktu
siklus mengunakan jam henti atau (stopwatch). Cara ini banyak dikenal dan sangat
banyak dipakai. Keunggulan dari cara ini adalah salah satunya kesederhanaan aturan
pemakaian yang digunakan (Sutalaksana, 1979).
2.3.1 Penetapan Tujuan Pengukuran
Sebagaimana dengan aktifitas-aktifitas lain maka tujuan untuk
melaksanakan suatu kegiatan haruslah bisa diidentifikasikan dan ditetapkan
terlebih dahulu. Dalam pengukuran kerja, hal-hal penting yang harus
diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran (dalam hal ini
tentu saja waktu baku) tersebut akan digunakan/ dimanfaatkan didalam
kaitannya dengan proses produksi. Biasanya penetapan waktu baku akan
dikaitkan dengan maksud-maksud pemberian insentif/bonus pekerja langsung
(direct labor). Apabila memang dikaitkan dengan maksud ini maka ketelitian
dan tingkat keyakinan tentang hasil pengukuran harus tinggi karena
mengangkut prestasi dan pendapatan dari kerja.
25
2.3.2 Persiapan Awal Pengukuran Waktu Kerja
Tujuan utama dari aktifitas pengukuran kerja adalah waktu baku
yang harus dicapai oleh seorang pekerja untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Waktu baku yang ditetapkan untuk suatu pekerjaan tidak akan
benar jika metode yang untuk melaksanakan pekerjaan tersebut berubah,
material yang di pergunakan sudah tidak lagi sesuai dengan dengan
spesifikasi semula, kecepatan kerja mesin atau proses produksi lainnya
berubah pula, dan atau kondisi kerja lainnya sudah berbeda dengan kondisi
kerja pada saat waktu baku tersebut ditetapkan. Jadi waktu baku pada
dasarnya adalah waktu penyelesaian pekerjaan untuk suatu sistem kerja yang
dijalankan pada saat pengukuran berlangsungsehingga waktu penyelesaian
tersebut juga hanya akan berlaku untuk sistem kerja tersebut. Adanya
penyimpangan pada system tersebut dapat memberikan waktu penyelesaian
yang berbeda dengan apa yang telah diterapkan.
Drai hal tersebut diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa waktu
kerja yanghendak dilakukan hendaknya merupakan waktu kerja yang
diperoleh dari kondisi dan metode kerja yang baik. Dengan lain perkataan
pengukuran waktu kerja hendaknya dilaksanakan apabila kondisi dan metode
kerja dari pekerjaan yangakan diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi
yang ada ini hendaknya diperbaiki kemudian distandarkan terlebih dahulu.
Empelajari kondisi kerja dan metode kerja kemudian memperbaiki kemudian
26
membakukannya adalah apa yang dilakukan dalam langkah penelitian
pendahuluan yang harus dipersiapkan. Tentunya hal ini berlaku jika
pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada dan bukan pekerjaan
yang baru. Dalam keadaan yang terakhir ini, maka yang dilakukan adalah
bukan memperbaiki melainkan merancang kondisi kerja yang baik serta yang
baru sama sekali. Pembakuan kondisi dan cara kerja ini dikenal dengan
kegiatan studi gerakan.
Selain mempersiapkan kondisi dan cara kerja dalam langkah awal ini
yang tidak kalah pentingnya juga adalah langkah untuk memilih operator yang
akan melakukan pekerjaan yang diukur. Operator atau pekerja ini harus
memenuhi persyaratan tertentu agar pengukuran dapat diandalkan hasilnya,
yaitu dia harus memiliki kemampuan atau skill yang normal dan mudah diajak
kerja sama didalam kegiatan pengukuran kerja nantinya.
Pengamatan kerja dan analisa metode kerja ada dasarnya akan
memusatkan perhatiannya pada bagaimana (how) suatu macam perkerjaan
akan diselesaikan. Dengan mengaplikasikan prinsip dan teknik pengaturan
cara kerja yang optimal dalam system kerja tersebut, maka akan diperoleh
alternatif metode pelaksanaan kerja yang dianggap memberikan hasil yang
efektif dan efisien. Suatu pekerjaan akan dikatakan diselesaikan secara efisien
apabila waktu penyelesaiannya paling singkat. Untuk menghitung waktu baku
(standard time) penyelesaiaan pekerjaan guna memilih metode kerja yang
27
terbaik, maka perlu diterapkan prinsip – prinsip dan teknik – teknik
pengukuran kerja. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan
usaha – usaha untuk menetapkan waktu baku yang dibutuhkan guna
menyelesaikan metode penetapan keseimbangan antara kegiatan manusia
yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan.
Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh mesin untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan disini sesudah melakukan set up untuk suatu
mesin
Pengukuran waktu kerja secara langsung disebut demikian karena
pengukurannya dilaksanakan secara langsung yaitu tempat dimana pekerjaan
yang diukur dijalankan. Dua cara termasuk didalamnya adalah cara
pengukuran kerja menggunakan jam henti (stopwatch) dan sampling kerja
(work sampling).
28
2.3.3 Langkah – langkah sebelum melakukan pengukuran
Hal penting didalam pengukuran kerja agar mengasilkan waktu baku
yang sebaik – baiknya dalam melaksanakan pengukuran antara lain
adalah :
1. Penentuan Tujuan Pengukuran
Dalam suatu pengukuran, tujuan merupakan faktor yang sangat
penting dalam melakukan suatu kegiatan pengukuran. Tujuan
dari pengukuran tersebut diantaranya adalah kegunaan dari
penggunaan, mengetahui tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran.
2. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Pengukuran waktu disetiap stasiun kerja memiliki waktu yang
berbeda – beda. Waktu tersebut akan mempengaruhi oleh
faktor yang menyebebkan waktu yang harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungannya. Kondisi lingkungan tempat
kerja meliputi berbagai hal, diantaranya pencahayaan, ventilasi
udara, keergonomian perlengkapan kerja, dan lain – lain
29
3. Memilih Operator
Operator merupakan orang yang mempunyai tugas untuk
menjalankan suatu mesin sehingga mesin tersebut dapat
menghasilkan produk yang diinginkan. Kemampuan operator
dalam bekerja berbeda – beda yaitu dari berkemampuan rendah
sampai tinggi. Pengukuran waktu dalam penelitian ini adalah
pengukuranwaktu pada operator yang bekerja secara wajar atau
berkemampuan rata – rata.
4. Menyiapkan Alat – Alat Pengukuran
Setelah langkah diatas sudah dijalankan dengan baik, tibalah
sekarang pada langkah terakhir sebelum melakukan
pengukuran yaitu menyiapkan alat – alat yang diperlukan. Alat
– alat tersebut adalah:
1. Jam henti
2. Lembaran – lembaran pengamatan
3. Pena atau pensil
4. Papan pengamatan
30
2.3.4 Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat
waktu – waktu kerja baik setiap elemen ataupun waktu siklus
dengan menggunakan alat – alat yang telah disiapkan.
2.4 Menentukan Tingakat ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Pengukuran waktu yang idealnya tentu dilakukan pengukuran-
pengukuran yang sangat banyak (sampai tidak terhingga kali), sehingga
dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Akan tetapi hal tersebut tidak
memungkinkan Karena dipengaruhi oleh faktor keterbatasan waktu, tenaga
dan biaya.
Penggukuran waktu yang tidak banyak akan menyebabkan
pengukuran kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan atau rata – rata
waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh
pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat
banyak.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan
dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang harus dicari).
Sedangkan tingkat keyakinan menunjukan besarnya keyakinan pengukur
31
bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Dan dinyatakan
dalam bentuk persen. Jadi tingakat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%
memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata – rata hasil pengukurannya
menyimpang sejauh 10% dari rata – rata sebenarnya, dan kemungkinan
barhasil mendapatkan hal lain adalah 95%.
2.5 Uji Kecukupan Data
Uji kecukupan data dilakukan untuk memastikan kecukupan jumlah
data pengukuran yang telah dilaksanakan. Pada penelitian ini tingkat
kepercayaan (convidence level) yang digunakan adalah 95% dan tingkat
ketelitian (degree of accuracy) yang digunakan adalah 5%. Hal ini berarti
sekurang – kurangnya 95 dari 100 harga rata – rata dari waktu yang dicatat
atau diukur untuk suatu elemen kerja akan memiliki penyimpangan tidak lebih
dari 5% (Wignjosoebroto S., 1992), yang menggunakan rumus sebagai berikut
N’ =( )
22240
⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢
⎣
⎡
∑∑ ∑
x
xxn
Keterangan : N = Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan
N’ = Jumlah pengamatan teoritis yang
diperlukan
X = Waktu penyelesaian
32
Jika N’ ≤ N maka data dianggap cukup dan tidak perlu
mengambil sampel atau data lagi, sedangkan N’> N maka data
belum cukup dan harus diambil data sebanyak N’ – N kali.
2.6 Uji Keseragaman Data
Pada uji keseragaman ini, dapat diketahui keseragaman pada data –
data yang telah diambil sebagai sampel. Data – data yang seragam akan
berada pada daerah batas control yaitu terletak diantara daerah BKA dan
BKB. Adapun langkah – langkah yangdilakukan penulis dalam pengujian
keseragaman data ini adalah sebagai berikut :
1. Menghitung standard deviasi, dengan rumus sebagai berikut :
1)(......)()( 22
22
1
−
−++−+−=
Nxxxxxx nσ
2. Menghitung Batas Kontrol Atas (BKA) dan Batas Kontrol
Bawah (BKB), Menggunakan rumus sebagai berikut :
BKA = σ3+x
BKB = σ3−x
33
2.7 Melakukan Perhitungan Waktu Standar / Waktu Baku
Untuk menentukan waktu standart menurut buku pengamatan oleh
Buku “Teknik Tata Cara Kerja” karangan Sutalaksana, Anggawisastra,
Tjakraatmadja terlebih dahulu harus dicari waktu siklus.Waktu siklus
adalah merupakan waktu yang tercatat selama pekerja menyelesaikan
pekerjaannya.
Dari. hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat dicari waktu siklus
rata – rata dengan rumus :
NX
WS ∑=
Setelah waktu siklis diketahui maka dapat dicari dan ditentukan waktu
normalnya dengan rumus :
WN = WS * P
Selanjutnya, dari waktu normal yang sudah didapat maka waktu
standar / waktu baku dapat kita hitung dengan rumus :
WB = WN + (WN +λ )
Keterangan :
WS / CT = Waktu siklus
WN = Waktu normal
X = Waktu siklus dalam pengamatan ke – j
N = Jumlah siklus pengamatan
34
P = Faktor penyesuaian : jiak P<1maka pekerja bekerja lambat,
jika P=1, maka pekerja bekerja normal, dan jika P>1 maka pekerja
bekerja cepat.
WB / Wi = Waktu standar / waktu baku
λ = Jumlah faktor kelonggaran setiap stasiun kerja
2.8 Pengaruh Waktu Siklus terhadap Penyusunan Stasiun Kerja
Waktu siklus amat berpengaruh terhadap penyusunan stasiun kerja.
Waktu siklus ditentukan dari tingkat kapasitas, permintaan, serta waktu
operasi terpanjang. Jelas sekali bahwa perubahan waktu siklus akan
memperngaruhi susunan operasi yang dibebankan pada stasiun kerja.
Jika tidak dibatasi oleh waktu operasi terpanjang, maka waktu siklus
akan menentukan jumlah stasiun kerja. Misalnya jika waktu siklus yang
diinginkan 90 menit sementara waktu operasi tertinggi adalah 10 menit,
maka waktu siklus dapat ditetapkan antara 10 sampai 90 menit. Semakin
rendah waktu siklus, kecepatan lintas perakitan akan semakin tinggi
sehingga jumlah produk per satuan waktu semakin besar, di lain pihak
jumlah stasiun kerja yang dibutuhkan akan semakin banyak dan begitu
pula sebaliknya, waktu siklus yang semakin besar berarti kecepatan lintas
perakitan akan semakin rendah tetapi jumlah stasiun kerja yang
dibutuhkan menjadi semakin sedikit.
35
2.9 Peta Proses Operasi ( Operation Process Chart )
Merupakan peta yang menggambarkan langkah – langkah proses
yang dialami oleh komponen, bahan atau bahan baku dari awal proses
sampai menjadi suatu produk jadi. Teknik ini terutama untuk operasi
mandiri dari tiap komponen atau rakitan.
Peta ini akan memberi gambaran yang lebih cermat tentang pola aliran
produksi. Beberapa keuntungan dan kegunaan OPC adalah :
1. Menunjukkan operasi yang harus dilakukan untuk tiap komponen.
2. Memberikan informasi mengenai hubungan antar komponen.
3. Menunjukkan sifat pola aliran bahan.
4. Membedakan antara komponen yang dirakit dan yang dibeli.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan OPC adalah :
A. Bahan – bahan.
Kita harus mempertimbangkan semua alternatif bahan yang
digunakan, proses penyelesaian dan toleransi sehingga sesuai
dengan fungsi, reliabilitas dan waktu.
B. Operasi.
Harus mempertimbangkan mengenai alternatif proses pengolahan,
pembuatan, pengerjaan dengan mesin, metode perakitan dan
perlengkapan yang digunakan.
36
C. Pemeriksaan.
Dalam hal ini kita harus mempunyai standar kualitas.
D. Waktu
Untuk mempersingkat waktu penyelesaian maka perlu diperhatikan
semua alternatif mengenai metode, peralatan dan perlengkapan
khusus.
2.10 Faktor Penyesuaian
Besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukuran
melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai
dengan pengukuran dia menentukan harga P dimana bila operator
bekerja di atas normal (terlalu cepat) maka harga P nya akan lebih besar
dari satu (P>1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja di bawah
normal maka P akan lebih kecil dari satu (P<1). Dan seandainya
pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga
P nya sama dengan satu (P=1). Harga P itu akan menghasilkan waktu
normal bila harga P ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya contoh
pengukur mendapat P = 110%. Jika waktu siklusnya telah terhitung sama
dengan 14,6 menit, maka waktu normalnya :Wn = 14,6 * 1,1 = 16,6
menit
37
Ada beberapa metode untuk menentukan performance rating,
musalnya metode Bedeaux, Westinghouse dan objektif. Dalam penelitian
ini metode yang dipakai adalah metode Westinghouse den objektif.
A. Metode Westinghouse
Menurut buku “Teknik Tata Cara Kerja” karangan Sutalaksana,
Anggawisastra, Tjakraatmadja metode wastinghouse ini
mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan
kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu Keterampilan,
Usaha, Kondisi kerja, dan Konsistensi.
1. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan
sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan.
Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya sampai
ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan
maksimal yang dapat diberikan pekerja yang nersangkutan.
Keterampilan dapat juga menurun yaitu bila telah terlampau
lama tidak menangani fatique yang berlebihan, pengaruh
lingkungan social dan sebagainya.
2. Usaha didefinisikan sebagai kesungguhan yang ditunjukkan
atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
38
3. Kodisi Kerja didefinisikan sebagai kodisi fisik lingkungannya
seperti keadaan pencahayaan, temperature, dan kebisingan
ruangan.
4. Kosistensi adalah faktor yang sangat perlu diperhatikan karena
kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka – angka
yang dicatat tidak pernah semuanya sama disebabkan karena
pekerja dalam waktu menyelesaikan pekerjaannya tidak
semuanya tetap melainkan memiliki waktu yang berbeda – deba
baik dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam bahkan
dari hari ke hari.
B. Metode Objektif
Dalam metode objektif ini ada beberapa 2 faktor yang perlu
diperhatikan yaitu:
1. Kecepatan kerja
Kecepatan kerja adalah kecepatan dalam melakukan
pekerjaannya
2. Tingkat kesulitan pekerja
Kesulitan kerja adalah keadaan kesulitan kerja yang
memerlukan banyak anggota badan.
39
2.11 Pengertian Line Balancing
Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana
tugas – tugas yang dikerjakan dalam proses harus dibagi kepada seluruh
operator agar beban kerja dari para operator merata. Jadi masalah
keseimbangan adalah bagaimana agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan
dengan beban kerja setiap stasiun kerja seimbang dan menghasilkan jumlah
keluaran (output) yang hampir sama persatuan waktu.
Atau dengan kata lain keseimbangan lini dimaksudkan adalah
persamaan kapasitas keluaran/output tersebut tidak sama, maka keluaran
maksimum yang mungkin tercapai untuk lintasan tersebut secara keseluruhan
akan ditentukan oleh operasi yang paling lambat dalam urutan itu. Operasi
yang paling lambat atau yang mengalami kemacetan itulah yang akan
membatasi arus pada lintasan tersebut.
2.11.1 Lini Produksi
Menurut buku pengamatan oleh Buku “Perencanaan dan
pengendalian produksi” karangan Teguh Baroto” menjelaskankan
bahwa lini produksi adalah penempatan area – area kerja dimana
operasi – operasi diatur secara berurutan dan material bergerak secara
kontinu melalui operasi yang terangkai seimbang. Menurut
karakteristiknya proses produksinya, lini produksi dibagi menjadi dua
:
40
1. Lini fabrikasi, merupakan merupakan lintasan produksi yang terdiri
atas sejumlah operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau
mengubah bentuk benda kerja.
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas
sejumlah operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun
kerja dan digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini
produksi yang baik adalah sebagai berikut :
1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur
susunan dan tempat kerja
2. Aliran benda kerja (material), mencangkup gerakan dari benda kerja
yang kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan
bukan oleh jumlah spesifik.
3. Pembagian tugas terjadi secara merata yang disesuaikan dengan
keahlian maing – masing pekerja sehingga pemanfaatan tenaga kerja
lebih efisien.
4. Pengerjaan operasi yang serentak (simultan) yaitu setiap operasi
dikerjakan pada saat yang sama di seluruh lintasan produksi.
5. Operasi unit. Lintasan dimaksudkan sebagai penghasil unit tunggal,
satu seri operasi atau grup pekerja ditugaskan untuk suatu produk.
Seluruh lintasan merupakan satu unit produksi.
41
6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set – up dari lintasan dan
bersifat tetap.
7. Proses memerlukan waktu yang minimum.
Dan persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang
kelangsungan lintasan produksi antara lain sebagai berikut :
1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja
yang terdapat di suatu lintasan produksi fabrikasi atau suatu lintasan
perakitan yang bersifat manual.
2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinyu pada kecepatan yang
seragam. Alirannya tergantung pada waktu operasi.
3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah
penyebaran dan mecegah timbulnya atau setidk – tidaknya
mengurangi waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja.
4. Produksi yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda
kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada
lintasan produksi secara kontinu.
2.11.2 Definisi Line Balancing
Menurut buku pengamatan oleh Buku “Perencanaan dan
pengendalian produksi” karangan Teguh Baroto” menjelaskankan bahwa
line balancing atau bisa disebut sebagai penyeimbang lini adalah metode
42
penugasan terhadap sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja – stasiun
kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap
stasiun kerja memiliki waktu stasiun yang besarnya tidak melebihi waktu
siklus dari stasiun kerja tersebut. Hubungan atau saling keterkaitan antara
satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya digambarkan dalam suatu
precedence diagram.
2.11.3 Tujuan Line Balancing
Kriteria umum keseimbangan lintasan produksi adalah
memaksimumkan efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan
pokok dari metode ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan
waktu menganggur (idle time) pada lintasan yang ditentukan oleh operasi
yang paling lambat.
Tujuan perencanaan keseimbangan lintasan adalah mendistribusikan
unit – unit kerja atau elemen – elemen kerja pada setiap stasiun kerja
agar waktu menganggur dari stasiun kerja pada suatu lintasan produksi
dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga pemanfaatan dari peralatan
maupun operator dapat digunakan semaksimal mungkin. Tujuan tersebut
dapat terjadi apabila :
1. Lintasan produksi bersifat seimbang, dimana setiap stasiun kerja
mendapat tugas yang sama nilainya yang diukur dengan waktu (line
efficiency).
43
2. Stasiun – stasiun kerja berjumlah minimum dan kesetimbangan
waktu senggang (balance delay).
3. Jumlah menganggur di setiap stasiun kerja sepanjang lintasan
produksi minimum (idle time).
Salah satu manfaat dari waktu baku / standar adalah untuk
menyeimbangkan lintasan produksi (the balancing of production lines).
Proses keseimbangan lintasan pada dasarnya merupakan satu hal yang
tidak pernah mencapai kesempurnaan. Disini sedikit waktu lebih dikenal
dengan istilah “balancing delay” tetap harus ditambahkan pada setiap
stasiun kerja. Hal ini tentu saja akan menambah besarnya waktu baku
yang telah dihitung atau ditetapkan. Kondisi inilah yang merupakan satu
hal yang merugikan dan terdapat dalam sistem lintasan perakitan
(assembly line).
Disamping kerugian dalam hal pertambahan besarnya waktu standar,
terdapat beberapa keuntungan – keuntungan seperti pengurangan
aktivitas material handling, pembagian tugas secara merata sehingga
kemacetan – kemacetan bisa dihindari, serta memacu operator untuk
selalu bekerja dengan target – target tertentu yang harus dicapai.
Dalam memperoleh suatu lintasan yang seimbang ada beberapa
petunjuk menurut Wignjosoebroto, Sritomo., (1995. P.302) :
44
1. Mengubah kecepatan proses kerja seperti mesin, hand tool speeds,
dan kritis.
2. Menempatkan operator yang memiliki keterampilan terbaik pada
stasiun kerja yang kritis.
3. Memperbaiki metode kerja khususnya pada stasiun – stasiun kerja
yang kritis, yaitu stasiun kerja yang cenderung untuk dilanggar batas
waktu siklus yang telah ditetapkan.
4. Hindari terjadinya oi – process storage, terutama yang sering
dijumpai pada stasiun kerja yang kritis dengan cara melakukan kerja
extra (overtime).
5. Gunakan stasiun kerja ganda (multiple stations), dua atau lebih
stasiun kerja dalam melaksanakan elemen – elemen aktivitas yang
sama untuk meningkatkan siklus waktu secara efektif.
2.11.4 Istilah – istilah Dalam Line Balancing
Ada beberapa istilah lazim line balancing dalam penggunaan line
balancing tersebut menurut buku pengamatan oleh Buku
“Perencanaan dan pengendalian produksi” karangan Teguh Baroto”
menjelaskankan, antara lain adalah :
A. Precedence diagram. Precedence diagram merupakan gambaran
secara grafis dari urutan operasi kerja, serta ketergantungan pada
45
operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudahkan
pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya.
Adapun tanda – tanda yang dipakai sebagai berikut :
1. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.
2. Tanda panah menunjukan ketergantungan dan urutan proses
operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah
berarti mendahului operasi kerja yang ada pada ujung anak
panah.
3. Angka diatas symbol lingkaran adalah waktu standar yang
diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.
B. Assemble product adalah produk yang melewati urutan work station
dimana tiap work station memberikan proses tertentu hingga selesai
menjadi produk akhir pada perakitan akhir.
C. Work elemen (elemen kerja/operasi), merupakan bagian dari seluruh
proses perakitan yang dilakukan.
D. Waktu operasi (Wi), adalah waktu standar untuk menyelesaikan
suatu operasi.
46
E. Work station adalah tempat pada lini perakitan di mana proses
perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus, maka
jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut
WS
Wik
n
i∑== 1
min
Di mana :
Wi = Waktu operasi / elemen (I=1,2,3,….,n)
WS = Waktu siklus stasiun kerja
mink = Jumlah stasiun kerja minimal
F. Cycle time (WS) / (waktu siklus), merupakan waktu yang diperlukan
untuk membuat satu unit produk per satu station. Apabila waktu
produksi dan target produksi telah ditentukan, maka waktu siklus
dapat diketahui dari hasil bagi waktu produksi dan target produksi.
Dalam mendesain keseimbangan lintasan produksi untuk sejumlah
produksi tertentu, waktu siklus harus sama atau lebih besar dari waktu
operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya bottle neck
(kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari
jam kerja efektif perhari di bagi jumlah produksi per hari, yang secara
matematis dinyatakan sebagai berikut :
47
QPWSWimaks ≤≤
Dimana:
maksWi = Waktu operasi terbesar pada lintasan
WS = Waktu siklus (cycle time)
P = Jam kerja efektif per hari
Q = Jumlah produksi per hari
G. Station time (∑Wi ), jumlah waktu dari elemen kerja yang dilakukan
pada suatu station kerja yang sama.
Idle time (IT), merupakan selisih (perbedaan) antara cycle time (WS)
dan station time (∑Wi ) atau WS dikurangi ∑Wi .
IT = N*WS – ∑=
n
iWi
1
H. Balance delay (DT), sering disebut balancing loss, adalah ukuran dari
ukuran ketidaksesuaian lintasan yang dihasilkan dari waktu
menganggur sebenarnya yang disebabkan karena pengalokasian yang
kurang sempurna di antara stasiun – stasiun kerja.
48
Balance delay ini dinyatakan dalam prosentase. Balance delay dapat
dirumuskan sebagai berikut :
%100*)*(
)*(1
WSn
WiWSnDT
n
i∑=
−=
Di mana :
N = Jumlah stasiun kerja
WS = Waktu siklus terbesar dalam stasiun kerja
∑Wi = Jumlah waktu operasi dari semua operasi
Wi = Waktu operasi
DT = balance delay (%)
I. Line efficiency (LE), adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja
dibagi dengan waktu siklus dikalikan jumlah stasiun kerja.
%100*)(*)(
1
WSn
WiLE
n
i∑==
49
Di mana :
n = jumlah stasiun kerja
WS = waktu stasiun terbesar (cycle time actual)
Wi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun kerja
i = 1,2,3,4,……
J. Smoothness index (SI), adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran
relative dari penyeimbang lini perakitan tertentu, dimana bila nilai SI
mendekati 0 maka menendakan bahwa lini produksi berjalan dengan lancar.
∑=
−=k
i
WiWiSI1
2max )(
Dimana :
maxWi = Maksimum waktu di stasiun
Wi = Waktu stasiun di stasiun kerja ke –i
2.12 Metode-metode dalam Line Balancing
A. Metode Ranked Positional Weight (RPW)
Metode Ranked positional Weight (RPW) disebut juga sebagai
metode Hegelson – Barnie. Menentukan positional weight
(bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaannya dari suatu
50
operasi dengan memperhatikan precedence diagram. Cara
penentuan bobotnya sebagai berikut :
Bobot RPW = Waktu proses tersebut +waktu proses operasi –
operasi berikutnya
Pengelompokan operasi ke dalam stasiun kerja
dilakukan atas dasar urutan RPW (dari yang terbesar), dan juga
memperhatikan pembatas berupa waktu siklus. Metode ini
mengutamakan waktu elemen kerja yang terpanjang, dimana
elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk
ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja
yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengna memberikan
bobot.
Bobot ini diberikan pada setiap elemenkerja dengan
memperhatikan precedence diagram. Dengan sendirinya
elemen pekerjaan memiliki bobot semakin besar pula, dengan
kata lain akan lebih diprioritaskan. Prosedur dalam metode ini
terdiri dari :
1. Mengambarkan jaringan precedence diagram sesuai dengan
yang sebenarnya.
2. Menentukan elemen pekerjaan berdasarkan positional
weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaan dari
51
suatu operasi yang memiliki waktu penyelesaian terpanjang
mulai dari awal pekerjaan hingga akhir elemen pekerjaan
yang memiliki waktu penyelesaian terendah.
3. Mengurutkan elemen pekerjaan berdasarkan positional
weight pada langkah kedua diatas. Elemen kerja yang
memiliki positional weight tertinggi diurutkan pertama
kali.
4. Melanjutkan dengan menempatkan elemen pekerjaan yang
memiliki positional weight tertinggi hingga ke yang
terendah ke setiap stasiun kerja.
5. Jika pada setiap stasiun kerja terdapat kelebihan waktu
dalam hal ini waktu stasiun melebihi waktu siklus, tukar
atau ganti elemen pekerjaan yang ada dalam stasiun kerja
tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi
precedence diagram.
6. Mengulangi langkah 4 dan 5 diatas sampai seluruh elemen
pekerjaan sudah ditempatkan ke dalam stasiun kerja.
52
B. Metode Largest Candidate Rule (LCR)
Langkah – langkah penyeimbangan lini dengan metode
Largest Candidate Rule (LCR) ini adalah :
1. Mengurutkan semua elemen operasi dari yang memiliki
waktu paling besar hingga yang paling kecil.
2. Elemen kerja pada stasiun kerja pertama diambil dari urutan
yang paling atas. Elemen kerja dapat diganti atau
dipindahkan ke stasiun kerja berikutnya, apabila jumlah
elemen kerja telah melebihi waktu siklus.
3. Melanjutkan proses langkah kedua, hingga semua elemen
kerja telah berada dalam stasiun kerja dan memenuhi / lebih
kecil sama dengan waktu siklus.
C. Metode Region Approach (RA)
Langkah – langkah penyeimbangan lini dengan menggunakan region
approach (RA) ini adalah:
1. Membuat precedence diagram
2. Menentukan wilayah precedence diagram dari kiri ke kanan
3. Dalam tiap – tiap wilayah precedence, mengurutkan
pekerjaan dari waktu yang maksimum ke waktu yang
53
minimum. Hal ini akan menyakinkan pekerjaan terbesar akan
diperimbangkan terlebih dahulu, memberikan kesempatan
untuk memperoleh kombinasi yang lebih baik dengan
pekerjaan – pekerjaan yang lebih dengan pekerjaan –
pekerjaan yang lebih kecil.
4. Mengumpulkan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut :
1. Di akhir – akhir stasiun kerja, memutuskan apakah
penggunaan waktunya dapat diterima. Jika tidak,
periksa semua pekerjaan yang memiliki hubungan
precedence. Tentukan apakah penggunaan waktu akan
meningkat bila dilakukan pertukaran dengan pekerjaan
yang sedang dipertimbangkan.
2. Meneruskan hingga semua elemen pekerjaan
ditempatkan pada semua stasiun kerja.
3. Menghitung efisiensi lini, smmothness index dan
balance delay dari lini produksi tersebut
54
2.13 Kerangka Pemikiran
Selanjutnya, usulan keseimbangan lini ini penulis akan
melakukan pengujian dengan tiga metode yaitu metode Helgelson
Bernie (RPW), metode Largest Candidate Rule (LCR) dan metode
Region Approach (RA). Sampel yang direncanakan adalah waktu
siklus tiap proses.
Hasil penelitian ini diharapkan membuktikan bahwa metode
keseimbangn lini usulan lebih baik daripada keseimbangan lini
awalnya. Tetapi penulis anggap ini juga sebagai feedback bagi
perusahaan yang sedang diteliti agar perusahan dapat meningkatkan
produktivitas serta kinerja para operator sehingga output yang
dihasilkan dapat optimal.
Top Related