7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
1/28
1
BAB 1. LAMBUNG
1.1Anatomi dan Fisiologi LambungLambung (Gaster /ventriculus) merupakan suatu kantong yang terletak di
bawah diafragma, berbentuk huruf J. Fungsi lambung secara umum adalah tempat
di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil sari-sari makanan diserap. Lambung
dapat dibagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah kardia, fundus dan pilorus. Kardia
adalah bagian atas, daerah pintu masuk makanan dari esofagus. Fundus adalah
bagian tengah, bentuknya membulat. Pilorus adalah bagian bawah, daerah yang
berhubungan dengan duodenum.
Gambar 1.1 Anatomi Gaster
Keterangan:
1.Esofagus, 2.Kardia, 3.Fundus, 4.Selaput Lendir, 5.Lapisan Otot,
6.Mukosa Lambung, 7.Korpus, 8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus, 10.Duodenum
Dinding lambung tersusun menjadi empat lapisan, yakni mukosa,
submukosa, muscularis, dan serosa. Mukosa ialah lapisan dimana sel-sel
mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan hormon.
Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas
dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat
dikeluarkan. Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena
http://id.wikipedia.org/wiki/Duodenumhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Submucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muscularis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Arterihttp://id.wikipedia.org/wiki/Venahttp://id.wikipedia.org/wiki/Venahttp://id.wikipedia.org/wiki/Arterihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Serosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Muscularis&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Submucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mucosa&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Duodenum7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
2/28
2
dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel lambung
sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari
sel-sel tersebut. Muscularis adalah lapisan otot yang membantu lambung dalam
pencernaan mekanis. Lapisan ini d ibagi menjadi 3 lapisan otot polos, yaitu o tot
obliq, circuler dan longitudinal. Kontraksi dari ketiga macam lapisan otot tersebut
mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik
menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Lapisan terluar yaitu
serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung lambung. Sel-sel di lapisan ini
mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara
lambung dengan anggota tubuh lainnya.
Di lapisan mukosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan,
yaitu sel goblet (goblet cell), sel parietal (parietal cell), dan sel chief(chief cell).
Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan
terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal
berfungsi untuk memproduksi asam lambung (Hydrochloric acid) yang berguna
dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi
1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung
mencapai pH 2 yang bersifat sangat asam. Sel chief berfungsi untuk memproduksi
pepsinogen, yaitu enzimpepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi
dalam bentuk t idak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki
oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut.
Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdapat kelenjar-kelenjar yang
menghasilkan getah lambung. Aroma, bentuk, warna, dan selera terhadap
makanan secara refleks akan menimbulkan sekresi getah lambung. Getah lambung
mengandung asam lambung (HCI), pepsin, musin, dan renin. Asam lambung
berperan sebagai pembunuh mikroorganisme dan mengaktifkan enzim pepsinogen
menjadi pepsin.Pepsin merupakan enzim yang dapat mengubah protein menjadi
molekul yang lebih kecil. Musin merupakan mukosa protein yang melicinkan
makanan. Renin merupakan enzim khusus yang hanya terdapat pada mamalia,
berperan sebagai kaseinogen menjadi kasein. Kasein digumpalkan oleh Ca2+ dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Ureahttp://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksidahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_goblet&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_parietal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_chief&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsinogen&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Enzimhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Reninhttp://id.wikipedia.org/wiki/Reninhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Enzimhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pepsinogen&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_chief&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_parietal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sel_goblet&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Karbon_dioksidahttp://id.wikipedia.org/wiki/Urea7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
3/28
3
susu sehingga dapat dicerna oleh pepsin. Tanpa adanya renin, susu yang berwujud
cair akan lewat begitu saja di dalam lambung dan usus tanpa sempat dicerna.
Gambar 1.2 Histologi Gaster
Kerja enzim dan pelumatan oleh otot lambung mengubah makanan
menjadi lembut seperti bubur, disebut chime (kim). Otot lambung bagian pilorus
mengatur pengeluaran kim sedikit demi sedikit dalam duodenum. Otot pilorus
yang mengarah ke lambung akan relaksasi (mengendur) jika tersentuh kim yang
bersifat asam. Sebaliknya, otot pilorus yang mengarah ke duodenum akan
berkontraksi (mengerut) jika tersentuh kim. Bila kim yang bersifat asam tiba di
pilorus depan, maka pilorus akan membuka, sehingga makanan lewat. Oleh
karena makanan asam mengenai pilorus belakang, pilorus menutup. Makanan
tersebut dicerna sehingga keasamannya menurun. Makanan yang bersifat basa
dibelakang pilorus akan merangsang pilorus untuk membuka. Akibatnya,
makanan yang asam dari lambung masuk ke duodenum. Demikian seterusnya.
Makanan melewati pilorus menuju duodenum segumpal demi segumpal agar
makanan tersebut dapat tercerna efektif setelah 2 samapi 5 jam, lambung kosong
kembali.
Pengaturan peristiwa ini terjadi baik melalui saraf maupun hormon. Impuls
parasimpatik yang disampaikan melalui nervus vagus akan meningkatkan
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
4/28
4
motilitas, secara reflektoris melalui vagus juga akan terjadi pengosongan
lambung. Refleks pengosongan lambung ini akan dihambat oleh isi yang penuh,
kadar lemak yang tinggi dan reaksi asam pada awal duodenum. Keasaman ini
disebabkan oleh hormon saluran cerna terutama sekretin dan kholeistokinin-
pankreo-zimin, yang dibentuk dalam mukosa duodenum dan dibawa bersama
aliran darah ke lambung. Dengan demikian proses pengosongan lambung
merupakan proses umpan balik humoral.
1. 2 Asam Lambung
Kelenjar di lambung setiap hari membentuk sekitar 2-3 liter getah
lambung. Diantaranya merupakan larutan asam klorida yang hampir isotonis
dengan pH antara 0,8-1,5. Asam klorida menyebabkan denaturasi protein
makanan dan menyebabkan penguraian enzimatik lebih mudah. Asam klorida
juga menyediakan pH yang cocok bagi enzim lambung dan mengubah pepsinogen
yang tak aktif menjadi pepsin. Asam klorida juga akan membunuh bakteri yang
terbawa bersama makanan.
Pengaturan sekresi getah lambung sangat kompleks. Seperti pada
pengaturan motilitas lambung serta pengosongannya, disini pun terjadi pengaturan
oleh saraf maupun hormon. Berdasarkan saat terjadinya, maka sekresi getah
lambung dibagi atas fase sefalik, lambung (gastral) dan usus (intestinal).
Fase sefalik diatur sepenuhnya melalui saraf. Penginderaan, penciuman,
pikiran, dan rasa akan menimbulkan impuls saraf eferen, yang disistem saraf pusat
akan merangsang serabut vagus. Stimulasi nervus vagus akan menyebabkan
dibebaskannya asetilkolin dari dinding lambung. Ini akan menyebabkan stimulus
langsung pada sel parietal dan sel epitel serta akan membebaskan gastrin dari sel
G antrum (G cell). Melalui aliran darah, gastrin akan sampai pada sel parietal dan
akan menstimulasinya sehingga sel itu membebaskan asam klorida. Pada sekresi
asam klorida ini, histamin juga ikut berperan. Histamin ini dibebaskan oleh
mastosit karena stimulasi vagus. Secara tak langsung dengan pembebasan
histamine ini gastrin dapat bekerja.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
5/28
5
Gambar 1.3 Fase Sefalik
Fase lambung, Sekresi getah lambung disebabkan oleh makanan yang
masuk kedalam lambung. Relaksasi serta rangsang kimia seperti hasil ura i protein,
kafein atau alkohol, akan menimbulkan refleks kolinergik local dan pembebasan
gastrin. Jika pH turun dibawah 3, pembebasan gastrin akan dihambat.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
6/28
6
Gambar 1.4 Fase Lambung
Pada fase intestinal, mula-mula akan terjadi peningkatan dan kemudian
akan diikuti dengan penurunan sekresi getah lambung. J ika k im yang asam masuk
ke duodenum, maka sekretin akan dibebaskan. Ini akan menekan sekresi asam
klorida dan merangsang pengeluaran pepsinogen. Hambatan sekresi getah
lambung lainnya dilakukan oleh kholesitokinin pankreozimin, terutama jika kimyang banyak mengandung lemak sampai pada usus halus bagian atas.
Disamping zat-zat yang sudah disebutkan, ada hormon saluran cerna
lainnya yang berperan pada sekresi dan motilitas. GIP (gastric inhibitory
polypeptide) menghambat sekresi HCl dari lambung dan merangsang sekresi
insulin dari kelenjar pankreas.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
7/28
7
Gambar 1.5 Fase Intestinal
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
8/28
8
BAB 2. ACID RELATED DISEASE
2.1 Pendahuluan
Acid related disease atau penyakit terkait asam adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan berbagai macam kondisi dimana asam
merupakan penyebab dari penyakit. Acid related disease melibatkan berbagai
gangguan yang dapat memengaruhi esofagus, lambung dan duodenum.
Prevalensi penyakit terkait asam kronis di Amerika Serikat adalah sekitar 2,3%,
dimana lebih dari setengahnya adalah gastro esofageal reflux disease (GERD).
American College of Gastroenterology (ACG) memperkirakan bahwa lebih dari
60 juta orang di Amerika Serikat mengeluhkan gejala nyeri dada seperti terbakar
(heartburn), setidaknya sekali dalam sebulan, dan beberapa survei menunjukkan
bahwa lebih dari 15 juta orang Amerika mengeluhkan gejala tersebut setiap
harinya.
Prevalensi di Asia Timur 5,2 %-8,5 % (tahun 2005-2010), sementara
sebelum 2005 2,5%-4,8%; Asia Tengah dan Asia Selatan 6,3%-18,3%, Asia Barat
yang diwakili Turki menempati posisi puncak di seluruh Asia dengan 20%. Asia
Tenggara juga mengalami fenomena yang sama; di Singapura prevalensinya
adalah 10,5%, di Malaysia insiden GERD meningkat dari 2,7% (1991-1992)
menjadi 9% (2000-2001), sementara belum ada data epidemiologi di Indonesia.
Di Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI-RSUPN
Cipto Mangunkusumo didapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8 % dari semua
pasien yang menjalani endoskopi atas dasar dispepsia. Kondisi ini mengurangi
kualitas hidup dan meningkatkan biaya perawatan untuk pasien, dan akhirnya
dapat berkembang menjadi keganasan seperti adenokarsinoma.
2.2 Gastroesophageal Reflux Diseas
2.2.1 Definisi
Berdasarkan Genval Workshop, definisi pasien GERD adalah semua
individu yang terpapar risiko komplikasi fisik akibat refluks gastroesofageal, atau
mereka yang mengalami gangguan nyata terkait dengan kesehatan (kualitas hidup)
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
9/28
9
akibat gejala-gejala yang terkait dengan refluks. Secara sederhana, definisi GERD
adalah gangguan berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan heartburn dan
gejala lain. Terdapat dua kelompok GERD. Yang pertama adalah GERD erosif
(esofagitis erosif), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala refluks dan
kerusakan mukosa esofagus distal akibat refluks gastroesofageal. Pemeriksaan
baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran cerna atas.
Yang kedua adalah penyakit refluks nonerosif (non-erosive reflux disease,
NERD), yang juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan sebagai
GERD dengan gejala-gejala refluks tipikal tanpa kerusakan mukosa esofagus saat
pemeriksaan endoskopi saluran cerna. Saat ini, telah diusulkan konsep yang
membagi GERD menjadi tiga kelompok, yaitu penyakit refluks non-erosif,
esofagitis erosif, dan esofagus Barrett.
2.2.2 Etiologi dan Patogenesis
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis
dapat terjadi sebagai akibat refluks esofageal apabila : 1). Terjadi kontak dalam
waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, 2).
Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus. Esofagus dan gaster
dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan
oleh kontraksi LES. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan
kecuali pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus
melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
10/28
10
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya
tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograd pada saat terjadinya
peningkatan intraabdomen. Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat
akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh
proses menelan. Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekres i oleh
kelenjar saliva dan kelenjar esofagus. Mekanisme bersihan ini sangat penting,
karena makin lama kontak antara bahan refluksat dengan esofagus (waktu transit
esofagus), makin besar kemungkinan terjadinya esofagitis. Refluks pada malam
hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan kerusakan esofagus
karena selama tidur sebagian besar mekanisme bers ihan esofagus tidak aktif.
Faktor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD
adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis,
antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric
emptying.
Peranan infeksiHelicobacter pylori (H. pylori) dalam patogenesis GERD
relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi H.
pylori terhadap GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta
pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Tingginya angka infeksiH. pylori di
Asia dengan rendahnya sekresi asam sebagai konsekuensinya, telah
dipostulasikan sebagai salah satu alasan mengapa prevalensi GERD di Asia lebih
rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Dalam keadaan di mana bahan
refluksat bukan bersifat asam atau gas (non acid reflux), timbulnya gejala GERD
diduga karena hipersensitivitas viseral.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
11/28
11
Gambar 2.1 Patogenesis GERD
Gambar 2.2 PenyebabHeartburn
2.2.3 Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai
rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
12/28
12
demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak selalu
berkorelas i dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak
retrosternal yang mirip dengan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan
makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang
berkembang dari Barrets esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi
ulserasi esofagus yang berat.
Gejala tidak khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang
meliputi nyeri dada non kardiak (non cardiac chest pain /NCCP), suara serak,
laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan tidur, dan lain-lain. Di lain pihak,
beberapa penyakit paru dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD
karena terjadi perubahan anatomis di daerahgastroesophageal high pressure zone
akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES, misalnya theofilin.
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu,
umumnya pasien dengan GERD memerlukan tatalaksana secara medis.
2.2.4 Diagnosis
Secara klinis, diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan klinis yang seksama. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD adalah : endoskopi saluran
cerna bagian atas, pemantauan pH 24 jam, tes Bernstein, manometri esofagus,
sintigrafi gastroesofageal, dan tes supresi asam/proton pump inhibitor(PPI).
ACG mempublikasikan Updated Guidelines for the Diagnosis and
Treatment of Gastroesophageal Reflux Disease, yaitu :
a. Anamnesis gejala khas GERD
b. Jika gejala pasien khas untuk GERD tanpa komplikasi, maka diuji dengan
terapi empiris (termasuk modifikasi gaya hidup). Bila tidak ada respon, tidak
mengeluarkan dari diagnosis GERD.
c. Endoskopi adalah teknik pilihan yang digunakan untuk mengidentifikasi
dugaan Barrets esophagus dan untuk mendiagnosis komplikasi GERD. Biopsi
harus dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya epitel Barret dan untuk
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
13/28
13
mengevaluasi displasia. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pasien dengan
gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
Tabel 2.2Klasifikasi Los Angeles
Derajat Kerusakan Gambaran Endoskopi
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan
diameter< 5 mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5
mm tanpa saling berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi
seluruh lumen
D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial
(mengelilingi seluruh lumen )
d. Ambulator pemantau refluks (ambulatory reflux monitoring) esofagus, dengan
tes pH merupakan cara terbaik untuk mengetahui adanya bahan refluksat. Cara ini
membantu untuk konfirmasi adanya reluks gastroesofageal pada pasien dengan
gambaran endoskopi normal, dan dengan gejala menetap (baik khas maupun tidak
khas) meskipun pasien menjalani tes supresi asam atau terapi.
e. Manometri esofagus dapat digunakan untuk memastikan lokasi penempatan
ambulatory pH monitoring probes dan dapat membantu sebelum dilakukannya
pembedahan anti refluks.
Selain karena gejala-gejala pada pasien GERD yang seringkali tidak
menunjukkan gejala khas (heartburn, regurgitasi) sehingga menyulitkan untuk
diagnosis akurat, banyak pasien GERD tidak memiliki kelainan gambaran
endoskopi, sehingga evaluasi tingkat keparahan gejala, kualitas hidup serta respon
terapi menjadi sangat penting. Kuesioner berisi gejala-gejala yang dinilai oleh
pasien sendiri saat ini merupakan instrumen kunci pada berbagai penelitian k linis.
Salah satu kuesioner diagnostik yang banyak digunakan adalah Frequency Scale
for the Symptoms of GERD (FSSG). FSSG terdiri dari 12 pertanyaan yang
berhubungan dengan gejala-gejala yang tersering dialami oleh pasien, tidak hanya
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
14/28
14
heartburn dan acid taste, tetapi juga gejala-gejala dispepsia seperti perut penuh
dan merasa cepat kenyang. Diagnosis GERD dinyatakan dengan kuesioner ini
pada nilai cut-off8 poin.
Tabel 2.3Frequency Scale for the Symptoms of GERD
2.2.5 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya
hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta terapi endoskopik (dalam tahap
penelitian). Target penatalaksanaan GERD adalah: 1) menyembuhkan lesi
esofagus, 2) menghilangkan gejala/keluhan, 3) mencegah kekambuhan, 4)
memperbaiki kualitas hidup, 5) mencegah timbulnya komplikas i.
Modifikasi gaya hidup tidak direkomendasikan sebagai pengobatan primer
GERD. Penelitian objektif belum memperlihatkan bahwa alkohol, diet, dan faktorpsikologis berperan signifikan dalam GERD. Modifikasi gaya hidup dapat
mengurangi episode refluks individual; pasien yang mengalami eksaserbasi gejala
refluks yang berhubungan dengan makanan atau minuman tertentu dapat
direkomendasikan untuk menghindari makanan atau minuman bersangkutan.
Algoritme penatalaksanaan GERD atas alur proses diagnostik, menurut
PAPDI adalah sebagai berikut.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
15/28
15
Gambar 2.5 Algoritme dugaan GERD
Gejala peringatan untuk rujukan dini endoskopi saluran cerna atas meliputi
penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, riwayat kanker
lambung dan/ atau esofagus dalam keluarga, penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid, disfagia progresif, odinofagia, dan usia >40 tahun di daerah prevalensi
tinggi kanker lambung.
Terapi medikamentosa untuk memperingan gejala GERD mencakup
pemberian antasida, prokinetik, antagonis H2, sukralfat dan PPI. Pembedahan
dengan funduplikasi merupakan terapi alternatif yang penting bila terapi
medikamentosa gagal.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
16/28
16
Antasida berfungsi sebagai buffer terhadap asam. Antasida doen I
merupakan tablet kunyah dengan kandungan Magnesium hydroxide 200 mg.
Dosis 4 dd tab I atau 4 dd tab II.
Antagonis H2berfungsi sebagai penekan sekresi asam lambung. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian sebagai berikut. Simetidin 2 x 800 mg
atau 4 x 400mg. Ranitidine 4 x 150 mg. Famotidine 2 x 20 mg. Nizatidine 2 x 150
mg.
PPI merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat
ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan memengaruhi enzim
H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam
lambung. Dosis omeprazole 2x20mg. Lansoprazole 2x30mg. Pantoprazole
2x40mg. Rabeprazole 2x10mg. Esomeprazole 2x40mg. Umumnya pengobatan
diberikan selama 6-8 minggu (terapi awal) yang dapat dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya. Efektivitas golongan obat ini semakin
bertambah jika dikombinasi dengan golongan prokinetik.
Prokinetik berfungsi untuk meningkatkan motilitas LES.
Metoklopramide 3x10mg. Domperidone 3x10-20mg. Obat ini bekerja sebagai
antagonis reseptor dopamin.
Sukralfat (Amonium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Obat ini bekerja
dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai buffer terhadap
HCl di esofagus, serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat
ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi). Dosis
4x1gram.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
17/28
17
Gambar 2.6 Farmakodinamik obat
2.3 Ulkus Peptikum
2.3.1 Definisi
Penyakit ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel. Penyakit ulkus peptikum umumnya terjadi di
duodenum dan lambung, Ini juga dapat terjadi pada esofagus, pylorum, dan
jejenum. Penyakit ulkus peptikum terjadi ketika faktor agresif (gastrin, pepsin)
menembus faktor defensif yang melibatkan resistensi mukosa (mucus, bikarbonat,
mikrosirkulasi, prostaglandin, dinding mukosa) dan dari efek Helicobacter pylori.
2.3.2 PatogenesisA. Faktor Asam Lambung No Acid No Ulcer
Sel parietal/oxyntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik/ zimogen
mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah jadi pepsin dimana HCl dan
pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin dengan pH < 4. Bahan iritan akan
menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin
terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timb ul dilatasi dan
peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,
gastritis akut/kronik dan ulkus lambung.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
18/28
18
Produksi asam lambung (HCl) distimulasi oleh gastrin yang disekresi oleh
sel G pada antrum, asetilkolin dilepaskan oleh nervus vagus dan histamin
dilepaskan oleh sel entero-chromaffin-like (ECL), yang semuanya menstimulasi
reseptor pada sel parietal yang merupakan penghasil asam.
Ulkus duodenum sangat jarang terjadi pada orang yang tidak
menghasilkan asam lambung, ulkus rekuren terjadi ketika produksi asam sangat
meningkat, sebagai contoh, oleh tumor yang mensekresi gastrin. Bagaimanapun,
produksi asam lambung biasanya rendah pada orang-orang dengan ulkus lambung
dan ini dapat menghasilkan gastritis kronik.
B. Obat Anti Inflamasi Non- Steroid (OAINS)Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) merupakan salah satu obat yang
paling sering digunakan dalam berbagai keperluan. Pemakaian OAINS secara
kronik dan reguler dapat menyebabkan terjadinya resiko perdarahan
gastrointestinal 3 kali lipat dibanding yang tidak menggunakannya.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal
penggunaan OAINS adalah ak ibat efek toksik/ iritas i langsung pada mukosa yang
memerangkap OAINS yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam
berbagai tingkat, namun yang paling utama adalah efek OAINS yang
menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat
sehingga menekan produksi prostaglandin/prostasiklin. Seperti diketahui,
prostaglandin endogen sangat berperan dalam memelihara keutuhan mukosa
dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan
bikarbonat, mengatur fungsi immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada
penggunaan OAINS melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan
bikarbonat, terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa,
berkurangnya aliran darah mukosa dan kerusakan mikrovaskular yang diperberat
oleh kerja sama platelet dan mekanisme koagulasi.
C. Helicobacter pyloriBakteri spiral pada lambung telah diketahui selama lebih ratusan tahun,
dan menjadi lebih signifikan pada tahun 1982 ketika Warren dan Marshall
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
19/28
19
melakukan kultur dari 11 pasien dengan gastritis dan dr Marshall
mendemonstrasikan bahwa hal itu menyebabkan gastritis. Infeksi H. Pylori
sebagian besar ditemukan pada pasien dengan ulkus peptikum, meskipun hanya
sekitar 15% dari infeksi tersebut berkembang menjadi ulkus. Eradikasi infeksi H.
Pylori secara permanent dapat mengobati sebagian besar pasien dengan ulkus
peptikum.
Kebanyakan kuman patogen memasuki barier dari mukosa lambung, tetapi
HP sendiri jarang sekali memasuki epitel mukosa lambung ataupun bagian yang
lebih dalam dari mukosa tersebut. Bila HP bersifat patogen maka yang pertama
kali terjadi adalah HP dapat bertahan dalam suasana asam di lambung; kemudian
terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung; dan pada akhirnya HP berkolonisasi
di lambung tersebut. Pada keadaan tersebut beberapa faktor dari HP memainkan
peranan penting diantaranya urease memecah urea menjadi amoniak yang bersifat
basa lemah yang melindungi kuman tersebut terhadap asam lambung.
Infeksi H. Pylori pada antrum gaster, yang menstimulasi produksi gastrin,
menyebabkan hipersekresi asam dan ulkus duodenum, sementara infeksi pada
corpus lambung, dimana terdapat sel parietal paling banyak, menyebabkan
berkurangnya produksi asam lambung dan dihubungkan dengan gastritis, ulkus
lambung, kanker lambung, dan lymphoma gaster.
Ulkus peptikum merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara faktor
gastroprotektif, seperti lapisan mukus dan prostaglandins, dan faktor agresif,
seperti asam lambung dan efek dari merokok, alkohol, dan NSAIDs. Ulkus
lambung kebanyakan disebabkan infeksi HP (30- 60%) dan OAINS sedangkan
ulkus duodenum hampir 90% disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah Sindrom
Zollinger Elison.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
20/28
20
Gambar 2.7 Ulkus Peptikum
2.3.3 Gambaran Klinis
Secara umum, pasien dengan ulkus peptikum biasanya mengeluh
dispepsia. Dispepsia adalah suatu sindroma klinik/ kumpulan gejala pada salurancerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa
penuh dan cepat merasa kenyang.
Pada ulkus duodenum rasa sakit timbul waktu pasien merasa lapar, rasa
sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan
dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief = HPFR). Sakit yang
dirasakan seperti rasa terbakar, rasa tidak nyaman yang mengganggu dan tidak
terlokalisir.
Pada ulkus lambung rasa sakit timbul setelah makan, rasa sakit di rasakan
sebelah kiri, anoreksia, nafsu makan berkurang, dan kehilangan berat badan.
Walaupun demikian, rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis ulkus
lambung karena dispepsia non ulkus juga dapat menimbulkan rasa sakit yang
sama. Muntah juga kadang timbul pada ulkus peptikum yang disebabkan edema
dan spasme seperti pada ulkus kanal pilorik (obstruction gastric outlet).
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
21/28
21
Klasifikasi
Klasifikasi ulkus berdasarkan lokasi:
Ulkus duodenal Ulkus Lambung
Insiden
Usia 30-60 tahun
Pria: wanita3:1
Terjadi lebih sering daripada ulkus lambung
Insiden
Biasanya 50 tahun lebih
Pria:wanita 2:1
Tanda dan gejala
Nyeri terjadi 2-3 jam setelah makan; sering
terbangun dari tidur antara jam 1 dan 2 pagi.
Makan makanan menghilangkan nyeri
Hemoragi jarang terjadi d ibandingkan ulkus
lambung tetapi bila ada melena lebih umum
daripada hematemesis.
Lebih mungkin terjadi perforasi daripada
ulkus lambung.
Tanda dan gejala
Nyeri terjadi sampai 1 jam setelah makan;
arang terbangun pada malam hari;
Makan makanan tidak membantu dan kadang
meningkatkan nyeri.
Hemoragi lebih umum terjadi daripada ulkus
duodenal, hematemesis lebih umum terjadi
daripada melena.
Kemungkinan Malignansi
Jarang
Kemungkinan malignansi
Kadang-kadang
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan: 1) anamnesis
(dispepsia/ rasa sakit pada ulu hati); 2) pemeriksaan penunjang (radiologi dengan
barium meal kontras/ colon in loop dan endoskopi); dan 3) hasil biopsi untuk
pemeriksaan kuman H. Pylori.
Ulkus Duodenum, Upper Gastrointestinal Endoscopy (UGIE) atau Upper
Gastrointestinal barium radiografi. Ulkus lambung, Upper Gastrointestinal
Endoskopi. Deteksi H. Pylori, Deteksi antibodi pada serum dan rapid urease test
pada biopsi antral. Urea breath test umumnya digunakan untuk mengetahui
eradikasi dari H. Pylori j ika perlu.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
22/28
22
2.3.5 Terapi
Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan, menyembuhkan/
memperbaiki ulkus, mencegah kekambuhan/rekurensi ulkus, dan mencegah
komplikasi. Walaupun ulkus lambung dan ulkus duodenum sedikit berbeda dalam
patofisiologi tetapi respon terhadap terapi sama. Ulkus lambung biasanya
ukurannya lebih besar, akibatnya memerlukan waktu terapi yang lebih lama.
Untuk pengobatan ulkus lambung sebaiknya dilakukan biopsi untuk
menyingkirkan adanya suatu keganasan/kanker lambung.
Terapi terhadap ulkus peptikum terdiri dari: Non-medikamentosa,
medikamentosa, dan tindakan operasi.
Terapi Non-Medikamentosa
Diet. Walaupun tidak diperoleh bukti yang kuat terhadap berbagai bentuk
diet yang dilakukan, namun pemberian diet yang mudah cerna khususnya pada
ulkus yang aktif perlu dilakukan. Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering,
lebih baik daripada makan yang sekaligus kenyang.
Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam lambung/
pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat- zat lain yang dapat
mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal. Beberapa peneliti menganjurkan
makanan biasa, lunak, tidak merangsang dan diet seimbang.
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks
duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus sekaligus meningkatkan
kekambuhan ulkus. Merokok sebenarnya tidak mempengaruhi sekresi asam
lambung tetapi dapat memperlambat pemyembuhan luka serta meningkatkan
angka kematian karena efek peningkatan kekambuhan penyakit saluran
pernafasan dan penyakit jantung koroner.
Alkohol belum terbukti mempunyai bukti yang merugikan. Air jeruk yang
asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh ulserogenik tetapi dapat
menambah sekresi asam lambung dan belum jelas dapat menghalangi
penyembuhan luka dan sebaiknya jangan diminum sewaktu perut kosong.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
23/28
23
Terapi Medikamentosa
1. Antasida.Pada saat ini antasida sudah jarang digunakan, antasida sering digunakan
untuk menghilangkan keluhan rasa sakit/dispepsia. Preparat yang mengandung
magnesium tidak dianjurkan pada gagal ginjal karena menimbulkan
hipermagnesemia dan kehilangan fosfat sedangkan alumunium menyebabkan
konstipasi dan neurotoksik tapi bila dikombinasi dapat menghilangkan efek
samping. Dosis anjuran 4 x 1 tablet, 4 x 30 cc.
2. Koloid Bismuth (Coloid Bismuth Subsitrat/Cbs Dan BismuthSubsalisilat/Bss).
Mekanisme belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan penangkal
bersama protein pada dasar ulkus dan melindunginya terhadap pengaruh asam
dan pepsin, berikatan dengan pepsin sendiri, merangsang sekresi PG,
bikarbonat, mukus. Efek samping jangka panjang dosis tinggi khusus CBS
neuro toksik.
Obat ini mempunyai efek penyembuhan hampir sama dengan ARH2 serta
adanya efek bakterisidal terhadap Helicobacter pylori sehingga kemungkinan
relaps berkurang. Dosis anjuran 2x2 tablet sehari dengan efek samping berupa
tinja berwarna kehitaman sehingga menimbulkan keraguan dengan
perdarahan.
3. Sukralfat.Suatu kompleks garam sukrosa dimana grup hidroksil diganti dengan
aluminium hidroksida dan sulfat. Mekanisme kerja kemungkinan melalui
pelepasan kutub aluminium hidroksida yang berikatan dengan kutub positif
molekul protein membentuk lapisan fisikokemikal pada dasar ulkus, yang
melindungi ulkus dari pengaruh agresif asam dan pepsin. Efek lain membantu
sintesa prostaglandin, menambah sekresi bikarbonat dan mukus,
meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosal. Dosis anjuran 4x1 gr
sehari.
4. Prostaglandin.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
24/28
24
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus, bikarbonat, dan meningkatkan aliran darah mukosa serta pertahanan
dan perbaikan mukosa. Efek penekanan sekresi asam lambung kurang kuat
dibandingkan dengan ARH2. Biasanya digunakan sebagai penangkal
terjadinya ulkus lambung pada pasien yang menggunakan OAINS. Dosis
anjuran 4x200 mg atau 2x400 mg pagi dan malam hari. Efek samping diare,
mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi otot uterus sehingga tidak
dianjuran pada orang hamil dan yang menginginkan kehamilan.
5. Antagonis Reseptor H2/ARH2.Struktur homolog dengan histamin. Mekanisme kerjanya memblokir efek
histamin pada sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk
mengeluarkan asam lambung. Inhibisi ini bersifat reversibel. Pengurangan
sekresi asam post prandial dan nokturnal, yaitu sekresi nokturnal lebih
dominan dalam rangka penyembuhan dan kekambuhan ulkus.
Dosis terapeutik :
Cimetidin : dosis 2x400 mg atau 800 gr malam hari
Ranitidin : 300 mg malam hari
Nizatidine : 1x300 mg malam hari
Famotidin : 1x40 mg malam hari
Roksatidin : 2x75 mg atau 150 mg malam hari
Dosis terapetik dari keempat ARH2 dapat menghambat sekresi asam
dalam potensi yang hampir sama, tapi efek samping simetidin lebih besar dari
famotidin karena dosis terapeutik lebih besar.
6. Proton Pump Inhibitor/ PPI.Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim K+ H+ ATPase yang
akan memecah K+ H+ ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam HCl dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli, menyebabkan
pengurangan rasa sakit pasien ulkus, mengurangi aktivitas faktor agresif
pepsin dengan pH>4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh triple drugs
regimen.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
25/28
25
Dosis Terapetik :
Rabeprazole 2x 20 mg/ hari
Omeprazole 2x 20 mg/ hari
Esomesoprazole 2x 20 mg/ hari
Lanzoprazole 2x 30 mg/ hari
Pantoprazole 2x 40 mg/ hari
7. Regimen Terapi Helicobacter Pylori
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
26/28
26
Bila belum berhasil, dianjurkan kultur dan tes sensitivitas.
2.3.6 KomplikasiKomplikasi yang dapat timbul pada umumnya perdarahan : hematemesis/
melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan perdarahan tersembunyi.
Anemia : Anemia dapat terjadi apabila terjadi kekurangan daraha berlebihan dan
anemia kronik. Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis.
Gastric Outlet Obstruction : keluhan pasien akibat komplikasi ini berupa cepat
kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan/
post prandial, berat badan menurun. Obstruksi yang terjadi akibat peradangan
daerah peri pilorik timbul odema, spasme. Bisa obstruksi permanen akibat fibrosis
dari suatu tukak sehingga mekanisme pergerakan antro duodenal terganggu.
2.3.7 PrognosisPrognosis tergantung dari perjalanan penyakit dan komplikasi yang terjadi.
Kebanyakan pasien berhasil diobati dengan eradikasi infeksi H pylori,
menghindari NSAID, dan penggunaan yang tepat terapi anti sekresi.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
27/28
27
BAB 3. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di lambung
terdapat beberapa jenis sel, diantaranya adalah sel parietal yang memproduksi
asam lambung yang dapat mencapai pH 2. Asam yang dihasilkan lambung
nantinya dapat menjadi bahan refluksat yang menyebabkan terjadinya penyakit
terkait asam. Acid related disease atau penyakit terkait asam adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan berbagai macam kondisi dimana asam
merupakan penyebab dari penyakit.Acid related disease memiliki prevalensi yang
tinggi, dimana lebih dari setengahnya adalah GERD.
GERD didefinisikan sebagai terpaparnya mukosa esofagus oleh refluks
kandungan lambung. Gejala klinik yang khas dari GERD adalah rasa terbakar
(heartburn) dan atau regurgitasi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri
dari modifikasi gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta terapi
endoskopik (dalam tahap penelitian). Terapi medikamentosa untuk memperingan
gejala GERD mencakup pemberian antasida, prokinetik, antagonis H2, sukralfat
dan PPI. Pembedahan dilakukan bila terapi medikamentosa gagal.
Ulkus peptikum adalah putusnya kontinuitas mukosa lambung yang
meluas sampai di bawah epitel. Terapi ulkus peptikum meliputi non
medikamentosa dan medikamentosa.
7/27/2019 BAB 1 - Rev.1
28/28
DAFTAR PUSTAKA
AGA Institute. 2008. American Gastroenterological Association Institute
Technical Review on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease.
Gastroenterology, 135: 1392-1413.
Bestari, Muhammad Begawan. 2013. Penatalaksanaan GERD. Bandung:
Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung.
Makmun, Dadang. 2009. Penyakit Refluks Gastroesofageal Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Mejia, Alex. 2009. Acid Peptic Disease: Pharmacological Approach To
Treatment. Expert Rev Clin Pharmacol, 2(3): 295-314.
Kusano, dkk. 2011. A Review of the Management of Gastric Acid-Related
Disease: Focus on Rabeprazole. Clinical Medicine Insight: Gastroenterology, 3 :
31-43.
Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. 2011. 18th Edition
Harrisons Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill
Professional.
Practicing Clinicians. 2010. Acid-Related Disorders: Successful
Management Strategies in Primary Care: 85-102. www.practicingclinicians.com.Qadeer, Mohammed dan Falk, Gary. 2010. Acid Peptic Disorders.
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/gastroent
erology/acid-peptic-disorders/.
Soll, Andrew H, dan Feldman, Mark. 2012. Phisiology of Gastric Acid
Secretion. Uptodate Editorial: Uptodate Inc.
Tim Revisi Formularium. 2008. Formularium Rumah Sakit Umum Dokter
Soetomo. Surabaya: Tim Penerbit.