Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)
Elisabeth Janice Rusli
102013307
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061
Pendahuluan
Penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat
fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi
miokard dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (Non STEMI) dan
angina pektoris tidak stabil (UAP) dimana ketiga jenis penyakit tersebut mempunyai gejala
angina pectoris dan merupakan bagian dari sindroma koroner akut. Penyakit ini timbul akibat
tersumbatnya pembuluh darah koroner oleh aterosklerosis yang terbentuk secara progresif.
Sedangkan angina pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan
sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri.
Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera
hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya.
Makalah ini diharapkan dapat membantu penulis dan pembaca mengerti mengenai STEMI
dalam hal anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, working
diagnosis, differential diagnosis, etiologi, patofisiologi, epidemiologi, faktor resiko,
penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, pencegahan. Dengan demikian, penanganan kasus
STEMI dapat dilaksanakan dengan baik.
Skenario
Seorang perempuan berusia 50 tahun datang diantar anaknya ke IGD RS dengan keluhan
nyeri dada kiri yang muncul tiba-tiba dan menjalar ke lengan kiri sejak 3 jam yang lalu. Nyeri
dirasakan sedikit berkurang saat beristirahat namun akan terus-menerus muncul kembali dan
semakin memberat. Keluhan tidak disertai demam ataupun batuk. Sebelumnya pasien juga
pernah merasakan nyeri dada kiri, namun tidak terlalu sakit dan hanya berlangsung 5 menit.
1
Anamnesis
Anamnesis adalah wawancara yang dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis
penyakit tertentu. Anamnesis memiliki tujuan untuk menentukan diagnosis kemungkinan
sehingga membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan
fisik dan penunjang. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis)
atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.1
Penyakit mengenai sistem kardiovaskular bisa timbul dengan berbagai macam keluhan,
yaitu: nyeri dada, sesak napas, edema, palpitasi, sinkop, kelelahan, stroke, dan penyakit
vaskular perifer. Berikut hal yang dapat ditanyakan yang berhubungan dengan pasien di
skenario:1
Identitas pasien.
Keluhan utama: Nyeri dada.
Riwayat penyakit sekarang:
- Lokasi nyeri: Dada sebelah kiri.
- Onset: 3 jam yang lalu.
- Berapa lama rasa nyeri itu muncul?
- Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?
- Apakah rasa nyeri muncul pada waktu tertentu?
- Penjalaran: Lengan kiri.
- Faktor yang memperberat dan memperingan: Sedikit berkurang saat istirahat, tetapi
akan muncul kembali dan semakin berat.
- Keluhan penyerta: Tidak disertai demam dan batuk.
Riwayat penyakit dahulu: Nyeri dada kiri, namun tidak terlalu sakit dan hanya
berlangsung 5 menit.
Riwayat pengobatan.
Riwayat keluarga: Ayah pasien meninggal pada usia 40 tahun karena serangan jantung.
Riwayat sosial: Merokok atau minum minuman beralkohol?
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang pertama dilakukan adalah melihat kesadaran dan keadaan umum
pasien. Selanjutnya pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah memeriksa tanda-tanda vital
2
yang terdiri dari suhu, tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Suhu tubuh yang
normal adalah 36-37oC. Pada pagi hari suhu mendekati 36oC, sedangkan pada sore hari
mendekati 37oC. Tekanan darah diukur dengan menggunakan tensimeter dengan angka
normalnya 120/80 mmHg. Pemeriksaan nadi biasa dilakukan dengan melakukan palpasi a.
radialis. Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 60-100 kali permenit. Dalam keadaan
normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit.2
Pada pemeriksaan dada dan jantung, pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan urutan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskulitasi.2
Inspeksi, secara umum hal-hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung diamati,
misalnya tampak lelah, kelelahan karena cardiac output rendah, sesak yang menunjukkan
adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki
berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga dengan ada tidaknya edem.
Khusus inspeksi organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks, trikuspidal,
pulmonal, aorta. Perlu juga melihat bentuk dada dan pergerakan napas.2
Pada palpasi, dengan menggunakan ujung-ujung jari atau telapak tangan, tergantung rasa
sensitivitasnya, meraba area-area apeks, trikuspidal, septal, pulmonal, dan aorta. Yang
diperhatikan dalam pemeriksaan adalah:2
Pulsasi.
Thrill yaitu getaran yang terasa pada tangan pemeriksa. Hal ini dapat teraba karena adanya
bising yang minimal derajat 3. Dibedakan thrill sistolik atau thrill diastolic tergantung
difase mana berada.
Heaving yaitu rasa gelombang yang kita rasakan di tangan kita. Hal ini karena overload
ventrikel kiri.
Lift yaitu dorongan terhadap tangan pemeriksa. Hal ini karena adanya peningkatan
tekanan di ventrikel.
Ictus cordis yaitu pulsasi apeks, biasanya terletak pada 2 jari medial dari garis
midclavikula kiri.
Dalam melakukan perkusi, telapak tangan kiri berikut jari-jarinya diletakkan di dinding
dada, dengan jari tengah sebagai landasan ketok, sedangkan telapak dan keempat jari lain
agak diangkat, tujuannya agar tidak meredam suara ketukan. Hal yang dilakukan dalam
perkusi adalah mencari batas jantung kanan, kiri, atas, bawah, dan pinggang jantung. Batas
kanan jantung dicari dari batas paru-hati, lalu naik 2 jari dan diperkusi ke arah medial. Batas
kiri jantung ditentukan dari garis axilaris anterior kiri, perkusi ke arah medial pada sela iga
3
tiga hingga enam, yang mana yang paling lateral. Batas atas jantung ditentukan pada garis
sternal kiri. Pinggang jantung ditentuan pada garis parasternal kiri.2
Dengan auskultasi akan didengarkan bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung bila
ada kelainan. Bunyi jantung normal terdiri atas bunyi jantung (BJ) I dan II. Di area apeks dan
tirkuspidalis BJ I lebih keras daripada BJ II, sedangkan di area basal yaitu pulmonal dan aorta,
BJ I lebih lemah daripada BJ II. Lokasi-lokasi pemeriksaan auskultasi sebagai berikut:2
Apeks untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral.
Sela iga IV-V sternal kiri dan sela iga IV-V kanan untuk mendengarkan bunyi jantung
yang berasal dari katup trikuspidal.
Sela iga III kiri untuk mendengarkan bunyi patologis yang berasal dari septal bila ada
kelainan ASD dan VSD.
Sela iga II kiri untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup pulmonal.
Sela iga II kanan untuk mendengarkan bunyi jantung yang berasal dari katup aorta.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien compos mentis. Keadaan umum
pasien tampak sakit berat. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/90mmHg,
frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas 20x/menit, dan suhu 36,3oC. Pada pemeriksaan
mata didapatkan konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik. Kemudian pada auskultasi
bagian thorax didapatkan suara napas vesikuler, ronkhi dan wheezing (-/-), BJ I dan II murni
reguler, murmur dan gallop (-). Pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan (-) dan bising usus (+)
normal.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada
atau keluhan yang dicurigai STEMI. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk
STEMI terapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI. EKG serial
dengan 5-10 menit atau pematauan EKG 12 sandapan secara kontinu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.3
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi trombus
tidak total, obtruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak
ditemukan segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau
4
non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan
gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan
jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnnya gelombang R dan infark miokard non
trasmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T,
namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark
(mural/tramsmural) sehingga terminologi infark miokard akut (IMA) gelombang Q dan non Q
menggantikan IMA mural/nontrasmural.3
Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalui 3 stadium (lihat gambar 1):3
Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T.
Elevasi segmen ST.
Munculnya gelombang Q baru.
Gambar 1. Perubahan EKG pada daerah infark miokardium. Inversi gelombang T (kiri),
elevasi segmen ST (tengah), gelombang Q yang menonjol (kanan).4
Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran darah
yang adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran
darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami inverse
berarti telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati).3
Elevasi segmen ST menandakan cedera miokardium. Cedera kemungkinan
menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari sekedar iskemia, tetapi
kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung dengan gelombang T.3
Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah terjadi kematian sel miokardium
yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru merupakan tanda diagnostik infark
miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang patologis. Gelombang Q yang
menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam. Namanya adalah gelombang Q
signifikan.3
Kriteria gelombang:3
Durasi gelombang Q harus lebih besar dari 0,04 detik.
Kedalaman gelombang Q sekurang-kurangnya harus 1/3 gelombang R pada kompleks
QRS yang sama.
5
Pada kasus ini hasil EKG pasien menunjukan adanya elevasi dari segmen ST pada
sadapan V4, V5, dan V6 (lihat gambar 2). Hal ini menandakkan adanya cedera iskemia pada
jantung pasien. Sehingga iskemia yang terjadi pada pasien memiliki resiko infark dan
tergolong dalam STEMI.
Gambar 2. Hasil Pemeriksaan EKG dari skenario.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan CK (Creatin Kinase) dan CK-MB.
Creatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada
otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. CK meningkat
setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali
normal dalam 3-4 hari. CK memiliki 2 jenis isoenzim yaitu B dan M. Dan dapat
dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian: MM (otot rangka dan sebagian jantung), MB
(jantung), dan BB (dalam otak). CK-MB meningkat 3 jam setelah miokard infark dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CK-MB. Peningkatan dan penurunan
CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot paling spesifik seperti pada infark
miokardium, dimana setelah infark miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat.5
Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin).
Troponin jantung-spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) juga merupakan petunjuk adanya cedera
miokardium. Tropinin-troponin ini merupakan protein regulator yang mengendalikan
hubungan aktin dan miosin yang diperantarai kalsium; peningkatan kadar serum bersifat
spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Yang perlu diingat, troponin serum dapat
meningkat pada gagal jantung kongestif, hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis dan
pada saat kemoterapi yang bersifat toksik pada miokardium. Enzim ini meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.5
6
Pemeriksaan Mioglobin.
Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen, dimana ditemukan dalam sel otot
rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Mioglobin
mencapai puncaknya setelah terjadi infark miokard selama 8-12 jam. Nilai rujukan: 12-90
ng/ml.5
Lactic dehydrogenase (LDH).
LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan
kembali normal dalam 8-14 hari.5
Pemeriksaan Kolesterol Serum.
Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam sel darah
merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator penyakit arteri
koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia menyebabkan penumpukan plak di arteri
koroner sehingga menyebabkan miokard infark. Peningkatan kolesterol juga bisa karena obat-
obatan seperti aspirin. Nilai rujukan: Nilai ideal <200mg/dL. Risiko sedang: 200-240 mg/dL.
Risiko tinggi: >240 mg/dL.5
Pemeriksaan Lipoprotein
Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein: HDL
(kelompok α), LDL, VLDL (kelompok β). Kelompok β merupakan kontributor terbesar
terjadinya aterosklerosis pada penyakit arteri koroner. Kelompok α membantu mengurangi
deposit lemak di pembuluh darah. Nilai rujukan: HDL >50 mg/dL, LDL <100 mg/dL.5
Diagnosis
Working Diagnosis
STEMI merupakan oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang
pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard tergatung
pada letak dan lama sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah
miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat.2
Diagnosis STEMI ditegakkan dengan ditemukan 2 dari kriteria diagnostik berupa adanya
nyeri dada yang khas, gambaran EKG (adanya elevasi ST minimal dalam 2 sadapan
prekordial), atau adanya kenaikan enzim yang bermakna.2
Dengan rasa nyeri dada kiri yang disertai penjalaran ke lengan kiri dan adanya elevasi dari
segmen ST pada hasil EKG pasien, maka diambil working diagnosis STEMI.
7
Differential Diagnosis
NSTEMI
Angina pectoris tak stabil (unstable angina= UA) dan infark miokard akut tanpa elevasi
ST (non ST elevation myocardial infarction=NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya
penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan
manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan
biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi
salah satu gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.2
Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau
tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.2
Pada pemeriksaan gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST merupakan
hal penting yang menentukan resiko pada pasien. Dengan memberatnya depresi segmen ST
maupun perubahan troponin T, keduanya memberikan tambahan informasi prognosis pasien-
pasien dengan NSTEMI.2
Unstable Angina Pectoris (UAP)
Angina Pectoris adalah nyeri dada yang menjalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri.
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang
bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama,
mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada
dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas.2
Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau
NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang
dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan
dapat disebabkan karena hal lain.2
Angina Prinzmetal
Dideskripsikan oleh Prinzmetal pada tahun 1959, angina varian adalah gejala angina saat
istirahat dan elevasi segmen ST pada EKG yang menandakan iskemia transmural. Keadaan
8
yang tidak biasa ini tampaknya berhubungan dengan adanya tonus arteri koroner yang
bertambah, yang cepat hilang dengan pemberian nitrogliserin dan dapat diprovokasi oleh
asetilkolin. Angina varian dapat terjadi pada arteri koroner yang strukturnya normal, pada
penyakit arteri koroner campuran ‘tetap’ atau dalam keadaan stenosis oklusif koroner berat.2
Angina varian atau Prizmetal bisa tidak terduga, terjadi tanpa peringatan ketika pasien
sedang istirahat, sebaliknya dapat menghilang oleh kegiatan fisik. Angiogram pada angina
Prinzmetal menunjukkan tidak adanya sumbatan atau stenosis, dan sangat sedikit bukti
ateroma. Namun, ketika dilakukan angiogram selama serangan, mereka menunjukkan bahwa
arteri koroner berada dalam keadaan spasme. Olahraga akan meredakan spasme, artinya juga
meredakan angina. Biasanya terjadi peningkatan segmen ST pada EKG.2
Salah satu gejala klinis Angina Prinzmetal adalah nyeri dada, dimana gejala dapat
terlokalisasi di lengan (paling sering pada sisi kiri), rahang, atau leher, dan lebih jarang pada
epigastrium. Angina cenderung menyebar dari axila ke arah bawah menuju bagian dalam
lengan dan bukannya ke arah aspek lateral lengan, yang lebih khas untuk nyeri
musculoskeletal yang berasal dari tulang belakang servikal. Gejala sensorik pada lengan (rasa
baal, rasa berat, dan hilangnya fungsi) sering didapatkan. Nyeri angina berlangsung cepat,
kurang dari 5 menit, dan biasanya di provokasi oleh aktivitas fisik, emosi, makanan, ansietas,
perubahan temperatur sekitar, atau merokok. Aktivitas fisik dengan menggunakan lengan
(misalnya mencukur, menggosok gigi) tampaknya sangat potensial dalam memprovokasi
angina.2
Diseksi Aorta
Diseksi Aorta adalah suatu keadaan yang sering berakibat fatal, dimana lapisan dalam dari
dinding aorta mengalami robekan sedangkan lapisan luarnya utuh, sehingga darah mengalir
melalui robekan dan membelah lapisan tengah serta membentuk saluran baru di dalam
dinding aorta.2
Kelainan patologi utama adalah robekan intima, dimana tempat robekan pertama disebut
robekan intima primer (primary or entry intimal tear). Robekan intima primer merupakan
lubang masuknya darah dari aorta. Seringkali terdapat robekan intima sekunder (re-entry
tear), yang merupakan tempat keluarnya darah dari lumen palsu aorta. Re-entry tear disebut
juga faktor penyembuh alami (imperfect natural cure) yang membatasi perluasan diseksi.2
Gejala-gejalanya antara lain nyeri yang sangat luar biasa, yang muncul secara tiba-tiba.
Sebagian besar penderita menggambarkan dadanya seperti dicabik-cabik atau dirobek. Nyeri
9
juga sering dirasakan di punggung, diantara kedua bahu. Nyeri sering mengikuti jalannya
pembelahan di sepanjang aorta.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya yang khas. Pada pemeriksaaan fisik,
65% penderita memiliki denyut nadi yang lemah atau sama sekali tidak teraba di tungkai dan
lengan. Diseksi aorta yang arahnya berbalik menuju ke jantung, bisa menyebabkan murmur,
yang bisa terdengar melalui stetoskop. Bisa terjadi penimbunan darah di dada. Darah dari
suatu diseksi yang merembes ke sekitar jantung bisa mengganggu denyut jantung dan
menyebabkan tamponade jantung. Foto rontgen menunjukkan pelebaran aorta pada 90%
penderita yang memiliki gejala. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan
USG.2
Pericarditis Akut
Perikarditis akut adalah peradangan primer maupun sekunder perikardium
parietalis/visceralis atau keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis,
jamur, uremia, neoplasia, autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Keluhan
paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke
lengan kiri. Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini
cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam. Perikarditis dapat
menyebabkan tamponade jantung, suatu keadaan yang bisa berakibat fatal. Keluhan lainnya
rasa sulit bernafas karena nyeri pleuritik di atas atau efusi perikard.2
Pemeriksaan fisik didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi
banyak atau cepat terjadi, akan didapatkan tanda tamponade. EKG menunjukkan elevasi
segmen ST.2
Etiologi
Pada lebih dari 90% kasus iskemia miokardium disebabkan oleh berkurangnya aliran
darah koronaria karena obstruksi arteri koronaria oleh aterosklerosis. Infark miokard dapat
terjadi pada semua umur dengan frekuensi yang meningkat progresif seiring bertambahnya
usia dan terdapat tidaknya faktor predisposisi. Faktor predisposisi sendiri termasuk hipertensi,
merokok, diabetes melitus, dan hiperkolestrol maupun hyperlipidemia.6
Patofisiologi
10
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian
ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi
bertahap fatty plak di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam
lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah
ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.2
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes melitus tipe II, hipertensi, dan
inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di
atas menimbulkan luka bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi
memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai
vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel.2
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit
bermigrasi ke subendotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan trombosit
menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi
ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian
ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak
lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.2
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu,
obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.2
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan
dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard.
Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya.
Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner
berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.2
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur
sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan
11
air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas
membransel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan
Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20 menit) atau
ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard.2
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi
infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI). Perkembangan perlahan dari stenosis
koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk
pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner
tersumbat cepat. Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus
yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner.2
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial (nontransmural). Infark
miokard transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu dalam
beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis
dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian
miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.2
Epidemiologi
Insiden dari infark miokard akut (IMA) tidak diketahui, namun sekitar 150.000 kematian
akibat penyakit jantung koroner terjadi di Inggris tahun 1995. Insiden dan mortalitas IMA
membaik seiring waktu sebagai hasil dari usaha-usaha yang ditargetkan pada pencegahan
primer dan pengurangan faktor resiko, kesadaran pasien, tenaga paramedic ambulans, unit
perawatan koroner, terapi obat, trombolisis, rehabiltasi, stratifikasi pasca infark dan
revaskularisasi.6
Hampir 10% infark miokard terjadi pada usia kurang dari 40 tahun dan 45% terjadi pada
orang berusia lebih dari 65 tahun. Pria mempunyai presentasi terkena infark miokard bila
dibandingkan wanita usia subur. Namun saat telah terjadi menopause wanita dan pria
mempunyai presentasi yang sama. Hal ini diduga faktor hormonal seperti estrogen melindungi
wanita.6
12
Faktor Resiko
Secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya penyakit
jantung koroner (PJK), dimana ada yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi.7
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:7
Usia.
Jenis Kelamin.
Riwayat Keluarga dengan penyakit arterosklerosis.
Ras.
Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi:7
Hipertensi.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Serta tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini
menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering
didapatkan pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.
Hiperkolesterolemia.
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh
darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit dan proses ini disebut
aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi
lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang
fungsinya memberi O2 ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 akan menyebabkan otot
jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.
Merokok.
Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat
menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedangkan
glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri.
Obesitas.
Diabetes Melitus.
13
Stress.
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan umum, oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.8
Medikamentosa
Nitrat.
Nitrat dapat menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan
memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut, nitrogliserin (NTG) atau isosorbid
dinitrat diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena. Sediaan NTG tersedia adalah
dalam bentuk tablet sublingual dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan dalam 3 dosis dengan
interval 5 menit, sedangkan isosorbid dinitrat dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-
4 mg per jam. Karena adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke
waktu. Bila keluhan sudah terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per-oral.8
Beta-bloker.
Apabila morfin tidak dapat mengatasi nyeri dada pasien maka pemberian beta-bloker
intravena dapat membantu meringankan rasa nyeri. Dapat diberikan metoprolol 5 mg setiap 2-
5 menit sampai total 3 dosis dengan beberapa syarat yaitu frekuensi jantung lebih dari 60 kali
per-menit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih dari 0,24 detik dan
ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. 15 menit setelah pamberian dosis terakhir,
diberikan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan
dengan 100 mg tiap 12 jam.8
Antitrombotik.
Aspirin merupakan antitrombotik standar untuk pasien STEMI. Aspirin diberikan sebagai
obat pencegahan sekunder untuk menghambat proses yang ada karena umumnya sudah terjadi
arterosklerosis di pembuluh darah lain yang nantinya akan berlangsung terus. Pada kasus
emergensi aspirin diberikan dengan dosis 160-320 mg selanjutnya diberikan dengan dosis 80-
160 mg.8
ACE inhibitor.
14
ACE inhibitor menurunkan angka mortalitas pasca STEMI. Diberikan dalam 24 jam
pertama. Tetapi pemberian tanpa batas dapat mengakibatkan gagal jantung, penurunan fungsi
ventrikel kiri, atau abnormalitas pergerakan dinding global.8
Non-medikamentosa
Terapi Bedah
Terapi bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat
dilakukan, yaitu:8
- Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit
mencapai terapi obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi
kardiak dengan balon.
- Percutaneous coronary intervention (PCI), yaitu suatu teknik untuk menghilangkan
trombus dan melebarkan pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai
kateter dan seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan
penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali,
sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. PCI primer ialah pengobatan infark
jantung akut yang terbaik saat ini, karena dapat menghentikan serangan infark jantung
akut dan menurunkan mortalitas sampai di bawah 2%.
- Coronary artery bypass graft (CABG), dimana akan dibuat saluran baru disamping arteri
yang terkena aterosklerosis sehingga aliran darah masih bisa berlanjut dan tidak terjadi
oklusi. Biasanya arteri yang dipakai adalah arteri mamaria interna (paling sering), vena
saphena, arteri radialis arteri gastroepiploica, atau arteri epigastrika.
Indikasi untuk Revaskularisasi
Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan
tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial
untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi
dilakukan pada pasien, jika:8
- Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien.
- Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard.
- Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
15
- Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan biasa dan
sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.
Komplikasi
Gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menyebabkan kongesti pada vena pulmonalis.
Sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan menyebabkan kongesti vena
sistemik. Kegagalan pada kedua ventrikel disebut kegagalan biventrikular. Gagal jantung kiri
merupakan komplikasi mekanis yang paling seding terjadi setelah infark miokard. 7
Disfungsi Ventrikular.
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan dalam bentuk ukuran dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventrikular
dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan
ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan
prognosis lebih buruk.7
Gangguan Hemodinamik.
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di Rumah Sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.7
Edema Paru Akut.
Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan
miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru.
Seiring dengan semakin parahnya gagal ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh
paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam
jaringan intersitium dan rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti
16
sirkulasi paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenanya peningkatan beban
kerja bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya
menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan.7
Syok kardiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung
kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot jantung kehilangan
kekuatan kontraktilitasnya, menimbulkan penurunan curah jantung dengan perfusi jaringan
yang tidak adekuat ke organ vital (jantung, otak, ginjal). Derajat syok sebanding dengan
disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai
komplikasi miokard infark, namun bisa juga terajdi pada temponade jantung, emboli paru,
kardiomiopati dan aritmia.7
Infark ventrikel kanan.
Infark ventrikel kanan secara klnis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi. Elevasi
segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering dijumpai dalam 24
jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan.7
Ekstrasistol ventrikel.
Depolarisasi prematur ventrikel spontan yang tidak sering dapat terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi.7
Takikardia dan fibrilasi ventrikel.
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa
tanda bahaya aritmia sebelumnya. Hipokalemia dan hipomagnesimia merupakan faktor risiko
fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI.7
Fibrilasi atrium.
Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang
membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal. Irama abnormal ini dapat
terjadi secara sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau berdebar, kontraksi atrium begitu
cepat sehingga dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah tidak dipompa secara efektif ke
ventrikel. Pada fibrilasi, irama atrium tidak beraturan sehingga irama ventrikel juga tidak
beraturan, dalam debar, irama atrium dan ventrikel biasanya teratur. Untuk kedua hal di atas,
detak ventrikel lebih lambat daripada atrium karena nodus atrioventrikular dan simpul His
tidak dapat mengatur impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata dan hanya beberapa detik
17
hingga 4 detik impuls berlangsung. Sedangkan detak ventrikel terlalu cepat untuk terisi secara
penuh. Sehingga jumlah darah yang dipompa keluar ke jantung tidak memadai, tekanan darah
jatuh dan gagal jantung bisa terjadi.7
Prognosis
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan hasil akhir prognosis yaitu, potensi
terjadinya aritmia gawat, potensi serangan iskemia yang lebih jauh, dan potensi terjadinya
hemodinamik yang memburuk. Sehingga dapat diperkirakan bahwa prognosisnya adalah
ditentukan oleh seberapa cepat dan tepatnya penanganan terhadap pasien.2
Pencegahan
Dengan menerapkan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-harinya dan
menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan, dapat mencegah
terjadinya penyakit jantung, diantaranya adalah:9
1. Tidak merokok.
2. Hadapi dan hindari stress.
3. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga yang teratur. Dilakukan minimal 30 menit dalam
sehari agar mempunyai efek terhadap sistim jantung & pembuluh darah.
4. Makan-makanan sehat dan gizi seimbang.
Hindari makanan yang banyak mengandung kolesterol, pilihlah daging putih (ikan, ayam
tanpa kulit) dan hindari daging merah (sapi, kambing dll). Banyak makan makanan yang
mengandung serat. Jangan terlalu banyak kalori, hal ini menjaga dari kelebihan berat
badan/obesitas. Jadi pada intinya makan harus seimbang gizi dan kalori.9
Kesimpulan
Penyakit jantung koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat
fase akut dari iskemia miokard yang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi
miokard. Berdasarkan perbedaan gejala dan tandanya, penyakit jantung koroner akut dibagi
menjadi STEMI, NSTEMI, dan UAP. Faktor-faktor resiko infark miokard antara lain penyakit
jantung koroner, hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan gaya hidup seperti stres, obesitas,
merokok, dan kurangnya aktivitas fisik. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis,
18
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, pemeriksaan laboratorium. Terapi definitif adalah
terapi bedah. Adapun obat-obat yang digunakan untuk terapi farmakologis yaitu golongan
nitrat, beta-blocker, antitrombotik, ACE inhibitor. Untuk terapi non farmakologis dapat
berupa modifikasi gaya hidup.
Referensi
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2006. h. 26-7.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 66-8, 115-24, 141-54, 159.
3. Thaler MS. Satu-satu buku EKG yang anda butuhkan. Edisi 5. Wahab S, penerjemah.
Jakarta: EGC; 2009. h. 17-9.
4. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Vol.
1. Brahm UP, penerjemah. Jakarta: EGC; 2006. h. 450.
5. Kee, LeFever J. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta:
EGC; 2008. h. 129-30.
6. Gray H, Dawkins K, Morgan J, Simpson I. Lectures notes cardiology. Jakarta: Erlangga;
2006. h. 132.
7. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi V. Jilid 2. Jakarta: InternaPublishing; 2009. h. 55-6, 68-71.
8. Aaronson PI, Ward JPT. At a glance sistem kardiovaskular. Edisi 3. Jakarta: Erlangga;
2010. h. 77-9.
9. Bickley, Lynn B. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta:
EGC; 2009. h. 21.
19
Top Related