0
Laporan Akhir
KajianTentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati
Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap
Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara
Dr. Ir. Sabam Malau
Ir. Parlindungan LB Raja, M.Si
Ir. Benika Naibaho, MS
Ir. Susana Tabah Trina Sumihar, MS
Ir. Rosnawyta Simanjuntak, MS
Universitas HKBP Nommensen
Jalan Sutomo 4-A
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja
Medan 2012
1
2
Abstrak
Hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) dapat dikendalikan dengan menggunakan
perangkap yang dilengkapi dengan atraktan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan
menetapkan jenis bahan nabati alami lokal sebagai atraktan, menetapkan gambaran tentang
pengetahuan petani mengenai budidaya dan proteksi tanaman kopi, dan menetapkan respons
masyarakat tentang pemanfaatan atraktan dari bahan nabati alami lokal. Penelitian menggunakan
metode survey, wawancara dan percobaan. Survey digunakan untuk menentukan intensitas serangan
PBKo, dan wawancara untuk memerolah informasi tentang teknik budidaya yang terkait dengan
pengendalian PBKo dan respons petani kopi terhadap rencana penggunaan bahan nabati alami sebagai
atraktan. Lokasi survey dan wawancara adalah Kabupaten Dairi, Samosir, Simalungun dan Tapanuli
Utara pada masing-masing satu kecamatan. Pada setiap kecamatan, sebanyak tiga kebun dipilih
secara acak. Setiap kebun memiliki setidak-tidaknya 90 tanaman. Dari 90 tanaman tersebut dipilih 9
tanaman sampel secara acak dengan metode zigzag sehingga keseluruhan 27 tanaman kopi per
Kecamatan. Dari survei ini ditetapkan satu tempat percobaan pada tanaman Arabica di mana terdapat
kebun yang memiliki tingkat serangan PBKo tertinggi. Wawancara dilakukan langsung berhadapan
muka dengan menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terbuka. Jumlah responden 40 orang yang
tersebar pada 4 kabupaten tersebut, artinya 10 orang dari setiap kecamatan. Percobaan dilakukan di
Dairi di Kecamatan Sumbul penghasil terbanyak kopi pada 1 (satu) kebun yang terbanyak serangan
PBKo. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok nonfaktorian dengan 5 kelompok dan 6
taraf perlakuan. (air sebagai kontrol, arak, brem dari beras ketan, etanol, metanol, dan campuran
etanol-metanol 2:1). Perangkap terbuat dari botol aqua yang dilobangi sehingga terbentuk jendela
berukuran lebar 2 x tinggi 8 cm, dan didalamnya diletakkan kantongan plastik berisi atraktan, dan di
dasar botol terdapat air yang dicampur dengan deterjen. Kantongan plastik atraktan digantung di
dalam botol. Botol digantung pada ranting kopi pada ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah.
Pengamatan dilakukan setiap 4 hari sebanyak 10 kali. Bahan atraktan (50 ml) diganti setiap 4 hari.
Hasil survey mengungkapkan bahwa rata-rata intensitas serangan PBKo pada buah kopi bervariasi
antara 21.8% hingga 31.5% dengan intensitas tertinggi 85.8%. Dari hasil wawancara diperoleh
gambaran pengetahuhuan budidaya dan proteksi kopi di level petani sebagai berikut. Dari
perbandingan keseluruhan aspek teknik pembudidayaan kopi (100%), ranking pertama (35,0%)
adalah kurangnya pengetahuan petani tentang teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman
kopi, dan urutan kedua (25%) adalah kurang mengetahui teknik penanganan setelah panen
(pascapanen). Dari seluruh aspek sarana (100%), masalah yang paling utama adalah kurang
ketersediaan pupuk kimia (anorganik) di pasar (45.0%), dan urutan kedua adalah kurang tersedianya
pestisida dan herbisida. Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan menunjukkan bahwa
kebanyakan (67,5%) dari mereka menyatakan bahwa penyuluhan sangat penting. Gambaran
tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan nabati lokal untuk proteksi tanaman kopi di masa
yang akan datang adalah hampir keseluruhan (85.0%) petani berpendapat bahwa pemanfaatan bahan
nabati lokal untuk proteksi tanaman kopi sangat penting. Hasil percobaan dengan atraktan
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antartaraf perlakuan berdasarkan Uji-F.
Selama percobaan, jumlah PBKo yang mati terperangkap dalam wadah terendah (355 ekor) pada taraf
perlakuan air dan tertinggi (4.390 ekor) pada taraf perlakuan campuran metanol dengan etanol. Hasil
Uji Duncan menunjukkan bahwa semua taraf perlakuan lebih baik secara sangat nyata dibandingkan
dengan kontrol. Pengaruh atraktan tuak lebih baik secara sangat nyata daripada kontrol, dan lebih
rendah secara nyata dibandingkan dengan brem. Pengaruh atraktan brem sangat nyata lebih baik
dibandingkan tuak. Pengaruh etanol sama dengan pengaruh brem. Pengaruh metanol sangat nyata
lebih baik dibandingkan dengan etanol. Pengaruh campuran metanol dan etanol sangat nyata lebih
baik dibandingkan dengan metanol. Dengan demikian. bahan nabati alami lokal berupa arak dan
brem dapat dimanfaatkan sebagai atraktan.
3
Kata Pengantar
Perkopian Sumatera Utara memiliki arti stragtegis bagi perekonomian Indonesia
umumnya dan Sumatera Utara khususnya karena memberikan devisa yang besar dan
menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, berbagai kebijakan dan program perlu
diterapkan untuk mengatasi segala kendala yang dihadapi. Salah satu kendala sekarang ini
adalah rendahnya produktivitas kopi akibat dari serangan hama penggerek buah kopi.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari solusi bagi masalah tersebut. Solusi tersebut
adalah atraktan dari bahan nabati alami lokal untuk mengendalikan serangan hama penggerek
buah kopi.
Pada kesempatan ini, kami Tim Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Kepala Badan Pengembangan dan Penelitian
Provinsi Sumatera Utara yang telah mendanai penelitian ini melalui APBD Sumatera Utara
Tahun Anggaran 2012. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para reviewer yang
telah memberikan beberapa masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan proposal dan
laporan akhir penelitian.
Medan, 2012
Tim Peneliti
4
Daftar Isi
Abstrak
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Bagan
Daftar Lampiran
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah 3
1.3. Hipotesis 4
1.4. Tujuan Penelitian 4
1.5. Manfaat Penelitian 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Peranan Kopi 6
2.2. Masalah Perkopian Sumatera Utara 8
2.3. Penggrek Buah Kopi 10
2.4. Metanol, Etanol, Cairan Fermentasi Tape Beras Pulut dan Tuak 12
2.4.1. Metanol 12
2.4.2. Etanol 13
2.4.3. Etanol pada fermentasi ketan 13
2.4.4. Etanol pada arak 14
BAB III. METODE PENELITAN 15
3.1. Lokasi survey dan percobaan 15
3.2. Wawancara 15
3.3. Percobaan 16
3.3.1. Lokasi, lama dan rancangan percobaan 16
3.3.2. Peralatan dan bahan 22
3.3.3. Pengolahan Data 22
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25
4.1. Hasil penelitian 25
4.1.1. Intensitas Serangan PBKo 25
4.1.2. Hasil percobaan atraktan 28
4.1.3. Gambaran pengetahuhuan budidaya dan proteksi kopi di level petani kopi 29
4.1.4. Gambaran tangapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan nabati lokal untuk
proteksi tanaman kopi di masa yang akan datang 31
4.2. Pembahasan 32
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 37
5.1. Kesimpulan 37
5.2. Saran 37
DAFTAR PUSTAKAN 39
LAMPIRAN 41
5
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Konsumsi kopi per kapita (ICO 2011) 8
Tabel 2.2. Produktivitas kopi Sumatera Utara dan beberapa negara di dunia untuk kopi
Arabica dan Robusta (BPS 2011, ICO 2011) 9
Table 4.1. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Kabupaten Dairi (n =
27) 25
Tabel 4.2. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Samosir (n = 27) 26
Tabel 4.3. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Simalungun (n = 27)
27
Tabel 4.4. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Tapanuli Utara (n
= 27) 28
Tabel 4.5. Sidik ragam pengaruh atraktan terhadap PBKo tertangkap 28
Tabel 4.6. PBKo yang mati dalam perangkap 29
Tabel 4.7. Gambaran petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi (n =40) 30
Tabel 4.8. Masalah utama dalam aspek sarana (n =40) 31
Tabel 4.9. Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan (n = 40) 31
Tabel 4.10. Tanggapan petani kopi terhadap urgensi pemanfaatan bahan alami (n = 40) 32
6
Daftar Gambar
Gambar 1. Metanol dan Etanol (kiri) dan botol perangkap 17
Gambar 2. Botol perangkap perlakuan campuran Metanol dan Etanol (C) 18
Gambar 3. Botol perangkap perlakuan Metanol (M) 19
Gambar 4. Botol perangkap perlakuan Etanol (E) 19
Gambar 5. Botol perangkap perlakuan cairan tape beras pulut (P) 20
Gambar 6. Botol perangkap perlakuan tuak (T) 20
Gambar 7. Botol perangkap perlakuan dengan air (kontrol, K) 21
Gambar 8. Pengeluaran air dari wadah 21
Gambar 9. Pengamatan menggunakan kaca pembesar 22
7
Daftar Bagan
Bagan 1. Keterkaitan antara model pembelajaran dengan tingkat memorisasi (Wyatt dan
Loper 1999) 35
8
Daftar Lampiran
Lampiran 1. Jadual dan Jenis Kegiatan Kerja 41
Lampiran 2. Kuesioner 41
Lampiran 3. Karakteristik Responden (n = 40) 44
Lampiran 4. Bagan percobaan 44
9
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di Sumatera Utara, perkopian memiliki arti yang sangat besar dan strategis karena
menciptakan banyak lapangan kerja dan sumber devisa yang besar. Di Indonesia, Sumatera
Utara adalah penghasil dan sekaligus pengekspor Kopi Arabica terbanyak. Sebahagian besar
diekspor terutama ke Amerika Serikat, Jepang dan Eropah.
Kebutuhan kopi dunia terus meningkat dengan laju peningkatan 15% per tahun
sementara laju penambahan produksi kopi dunia hanya meningkat 10% (ICO 2012). Harga
biji kopi dipasar Internasional cenderung meningkat dan mengalami puncaknya pada tahun
2011, dan menurun kembali pada tahun 2012. Akan tetapi Indonesia umumnya dan
Sumatera Utara khususnya tidak dapat memeroleh manfaat maksimal ketika harga kopi naik
ke harga tertingi pada tahun 2011 akibat menurunnya volume ekspor (ICO 2012). Artinya,
nilai ekspor tahun 2011 memang naik pada menjadi US$ 205,2 juta, tapi kenaikan nilai
ekspor tersebut semata-mata akibat dari kenaikan harga, bukan karena kenaikan volume
ekspor.
Penurunan volume ekspor dapat disebabkan oleh penurunan produksi sebagai dari
menurunnya produktivitas. Poduktivitas kopi Arabica dan Robusta Sumatera Utara rendah
dibandingkan dengan produktivitas kopi di negara-negara lain. Produktivitas yang rendah
tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya pemahaman petani kopi
tentang budidaya kopi, rendahnya dosis pupuk, kurangnya pemeliharaan tanaman, tidak
adanya tanaman penaung, tuanya umur tanaman, dan tingginya serangan hama Penggerek
Buah Kopi (PBKo).
Serangan PBKo beberapa tahun terakhir ini sangat serius di berbagai kabupaten
penghasil kopi di Sumatera Utara. Hama PBKo menggerek buah kopi, lalu hidup di
10
dalamnya, dan memakan biji kopi. Hasil penelitian Malau (2010) menunjukkan bahwa
serangan PBKo di Sumatera Utara dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 92%
sehingga diperkirakan telah menimbulkan kerugian bagi Sumatera Utara hingga Rp. 837
milyar pada tahun 2010.
PBKo ini telah dicoba dikendalikan dengan teknik Good Agriculture Practice seperti
menggunakan perangkap dengan hypotan, naungan, jamur, pupuk organik, tindakan teknik
manual, dan replanting. Di beberapa tempat di Sumatera Uatar, petani menggunakan hypotan
untuk mengendalikan PBKo. Hypotan adalah atraktan dari bahan buatan berupa campuran
dari senyawa kimia methanol dan etanol. Masing-masing methanol dan etanol berbau seperti
bau-bau yang dikeluarkan jantan PBKo sehingga PBKo betina akan mendekati atraktan
tersebut. Bahan buatan methanol atau etanol dapat digunakan sebagai atraktan secara sendiri-
sendiri maupun dicampur (Mathieu dkk 1997). Atraktan dari bahan buatan tersebut dapat
digunakan sebagai pemancing masuknya PBKo betina kedalam perangkap.
Akan tetapi, upaya melalui penggunaan atraktan dari bahan buatan baik hypotan
maupun metanol dan etanol tersebut nampaknya belum berhasil diterapkan secara meluas dan
berkesinambungan oleh petani kopi. Salah satu yang mungkin menjadi penyebabnya adalah
ketidaktersediaan atraktan dari bahan buatan tersebut secara terus menerus di tingkat petani.
Hypotan misalnya harus didatangkan dari dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa
Timur. Metanol dan etanol tersedia di toko-toko yang umumnya berada di kota.
Perilaku petani kopi mungkin dapat menjadi penyebab tingginya intensitas serangan
pbko. kucel, kangire dan egonya (2012) menekankan bahwa untuk mencari penyebab
tingginya intensitas serangan PBKO dan untuk mencari cara pengendalian PBKo diperlukan
penelitian untuk memeroleh pemahaman tentang sistem pertanian kopi dan budidaya kopi
11
serta peranannya dalam perkembangan PBKo, termasuk pemahaman yang memadai tentang
peranan petani kopi dalam perkebangan PBKo.
1.2. Perumusan Masalah
Tingginya intensitas serangan PBKo di Sumatera Utara dapat disebabkan oleh
kelangkaan ketersediaan atraktan dari bahan buatan dan ketidakpahaman petani dalam
merawat tanaman kopi. Kesulitan petani memeroleh atraktan dari bahan buatan pada saat
dibutuhkan perlu diatasi dengan mencari atraktan dari bahan-bahan alami lokal sebagai
pengganti atraktan dari bahan-bahan buatan. Bahan-bahan buatan dapat berupa methanol dan
etanol serta hypotan yang merupakan campuran dan methanol dan etanol. Bahan-bahan
alami tersebut mestilah mengandung etanol yang berfungsi sebagai atraktan, dan harus pula
tersedia di lokal atau mudah terjangkau oleh petani kopi. Perkembangan PBKo sangat pesat
pada kebun yang tidak terawat oleh petani. Petani yang tidak memahami perawatan
kesehatan tanaman telah memberikan kesempatan bagi PBKo untuk berkembang dengan
pesat. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari atraktan dari bahan alami lokal, dan
penelitian tentang pengetahuan petani tentang perawatan tanaman. Rumusan masalah yang
akan dijawab oleh penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh atraktan dari bahan nabati lokal sebagai pengendali
PBKo?
2. Bagaimanakah gambaran tentang pengetahuan petani kopi tentang budidaya dan
proteksi tanaman kopi?
3. Bagaimanakah respons masyarakat tentang pemanfaatan atraktan dari bahan
nabati lokal?
12
1.3. Hipotesis
Pada percobaan dengan atraktan ditetapkan hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang
nyata antaratraktan, dan bahwa pengaruh atraktan dari bahan nabati alami lokal sama dengan
pengaruh atraktan dari bahan buatan.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menetapkan jenis bahan nabati lokal sebagai atraktan.
2. Menetapkan gambaran tentang pengetahuan petani tentang budidaya dan proteksi
tanaman kopi.
3. Menetapkan respons masyarakat tentang pemanfaatan atraktan dari bahan alami
lokal.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini sebagai berikut:
1. Manfaat bagi petani kopi adalah petani dapat menggunakan atraktan dari bahan
nabati lokal untuk pengendalian PBKo demi peningkatan produktivitas kopi.
2. Manfaat bagi Bagi Gubernur dan DPRD adalah rekomendasi kebijakan dari hasil
penelitian ini menjadi bahan bagi Gubernur untuk menetapkan arah kebijakan
dalam rangka meningkatkan produktivitas kopi melalui perbaikan budi daya kopi
umumnya dan melalui proteksi tanaman khususnya.
3. Manfaat bagi Badan Penelitian dan Pengembangan adalah rekomendasi kebijakan
dari hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi penetapan programnya, dan
menjadi saran kebijakan untuk disampaikan kepada Gubernur.
13
4. Manfaat bagi Dinas-dinas terkait adalah rekomendasi kebijakan dari hasil
penelitian ini menjadi bahan bagi penetapan program dan kegiatan dalam rangka
meningkatkan produktivitas kopi melalui perbaikan budi daya kopi umumnya dan
melalui proteksi tanaman khususnya.
14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Kopi
Perkopian di Sumatera Utara memberikan manfaat yang sangat besar dan strategis
ditinjau dari aspek ekonomi yakni lapangan kerja dan devisa. Perkopian di Sumatera Utara
menjadi sumber nafkah secara langsung bagi sekitar 1.000.000 (angka prediksi) penduduk
baik petani produsen, pedagang pengumpul, tenaga kerja perusahaan pengolahan, eksportir
kopi maupun pengusaha kedai kopi. Kabupaten Dairi memroduksi 13,3 ribu ton/tahun,
Tapanui Utara 10,5 ribu ton/tahun, Simalungun 9,5 ribu ton/tahun, Karo 7,2 ribu ton/tahun,
dan Humbang Hasundutan 5,7 ribu ton/tahun, dan berbagai kabupaten lainnya (BPS 2011).
Total produksi Kopi Sumatera Utara 55 ribu ton/tahun.
Di Indonesia, Sumatera Utara adalah penghasil dan sekaligus pengekspor Kopi
Arabica terbanyak. Sumatera Utara memroduksi kopi (Robusta dan Arabika) sebanyak 55,6
ribu ton pada tahun 2010 dengan luas lahan 78.709,56 Ha (BPS 2011). Sebahagian besar
(sekitar 50.000 ton, 95%) diekspor terutama ke Amerika Serikat, Jepang dan Eropah.
Meskipun data statistik yang dikeluarkan BPS menunjukkan kenaikan produksi pada tahun
2010 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun banyak pihak - misalnya Ketua
Assosiasi Eksportir Indonesia (AEKI) - meragukan kenaikan ini dan menyakini bahwa terjadi
penurunan produksi. Nilai ekspor biji dan bubuk kopi Sumut diperkirakan US$ 192,5 juta
pada tahun 2009, turun dari US$ 207,8 juta pada tahun 2008. Dibandingkan tahun2010, nilai
ekspor tahun 2011 naik menjadi US$ 205,2 juta semata-mata akibat dari kenikan harga,
bukan karena kenaikan volume ekspor.
Negara-negara kopi nampaknya berbeda beda dalam menangani perkopian di
negaranya yang diindikasikan dengan kuantitas ekspornya. Dari 54 negara penghasil kopi, 19
diantaranya mengalami peningkatan ekspor kopi pada tahun 2011, sedangkan 25 negara
15
mengalami penurunan ekspor. Peningkatan ekspor tertinggi (24.09%) dialami oleh Brasilia,
sedangkan Indonesia mengalami penurunan ekspor sebesar 30% pada tahun 2011, sementara
produksi juga menurun dari 683.000 ton pada tahun 2009 menjadi 570.000 ton pada tahun
2010 atau terjadi penurunan sebanyak 16,52% (ICO, 2011), dan menurun kembali pada tahun
2011 menjadi 369.540 ton (ICO 2012). Akibat penurunan ekspor tersebut, Indonesia tidak
dapat memeroleh manfaat maksimal ketika harga kopi naik ke harga tertingi pada tahun 2011.
Harga kopi dunia cenderung terus meningkat meskipun kadang dibarengi dengan
penurunan harga. Harga kopi Arabica telah memecahkan rekor dunia pada tahun 2011.
Harga cenderung turun pada tahun 2012 (ICO 2012). Fluktuasi harga di pasaran dunia
nampaknya berpengaruh terhadap harga di dalam negeri. Pada saat harga puncak di pasaran
dunia pada tahun 2011, harga kopi di Sumatera Utara juga mengalami puncaknya yakni Rp.
65.000/kg biji hijau kering untuk Arabica dan Rp. 27.000/kg untuk Robusta. Pada bulan
Oktober 2012, harga turun menjadi Rp. 45.000/kg untuk Arabica dan Rp. 15.000/kg untuk
Robusta. Para ahli menyebut bahwa penurunan harga tersebut karena penurunan daya beli
akibat pelemahan ekonomi dunia meskipun kebutuhan kopi tetap tinggi.
Konsumsi kopi per kapita berbeda-beda antarnegara. Kampanye untuk
mengonsumsi kopi marak dilakukan oleh berbagai perusahaan besar di luar dan dalam
negeri. Dari 146 negara di dunia, Finladia merupakan negara dengan konsumsi terbesar (12
kg/kapita/tahun), sedangkan Indonesia berada pada urutan 104 (0,5 kg/kapita/tahun) (Tabel
2.1, ICO 2011).
16
Tabel 2.1. Konsumsi kopi per kapita (ICO 2011)
Rangking Negara Konsumsi per kapita (Kg/tahun)
1 Finlandia 12,0
2 Norway 9,9
3 Islandia 9,0
(data 2006)
4 Denmark 8,7
5 Belanda 8,4
12 Jerman 6,4
17 Brasilia 5,8
(data 2009)
26 Amerika Serikat 4,2
58 Kolombia 1,8
69 Ethiopia 1,3
92 Vietnam 0,7
104 Indonesia 0,5
146 Burkina Faso 0,1
(data 2006)
2.2. Masalah Perkopian Sumatera Utara
Produktivitas kopi Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas
kopi di negara-negara lain. Produktivitas Kopi Arabica Sumatera Utara hanya 1.154
kg/ha/tahun sedangkan Costa Rica 1.610 kg/ha/tahun. Produktivitas Robusta 649 kg/ha/tahun
dibandingkan Laos 738 kg/ha/tahun (Tabel 2.2). Produktivitas yang rendah tersebut bisa
disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani kopi tentang budidaya kopi, seperti rendahnya
masukan pupuk, kurangnya pemeliharaan tanaman, tidak adanya tanaman penaung, tuanya
umur tanaman, dan tingginya serangan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo).
17
Tabel 2.2. Produktivitas kopi Sumatera Utara dan beberapa negara di dunia untuk kopi Arabica dan Robusta (BPS 2011, ICO 2011)
Jenis Negara Produktivitas
(kg/ha)
Arabica (A) Cota Rica (A) 1.810
Brasilia (A/R) 1.259
Sumatera Utara (A) 1.130
El Salvador (A) 920
Kolombia (A) 938
Guatemala (A/R) 690
Hoonduras (A) 690
Robusta (R) Laos (R) 738
Vietnam (R) 2.734
(di Provinsi Daklok, 2004)
Sumatera Utara (R) 670
Di berbagai Kabupaten penghasil kopi di Sumatera Utara, intensitas serangan
PBKo beberapa tahun terakhir ini sangat tinggi. Hama PBKo yang hidup di dalam buah
memakan biji kopi. PBKo ini telah dicoba dikendalikan dengan teknik Good Agriculture
Practice seperti penggunaan hypotan, naungan, jamur, pupuk organik, tindakan teknik
manual, dan peremajaan tanaman. Nampaknya tindakan-tindakan tersebut belum cukup
berhasil terbukti dari masih tingginya serangan PBKo. Hasil penelitian Malau (2010)
menunjukkan serangan PBKo di Sumatera Utara dapat menyebabkan penurunan produksi
hingga 92% dengan modus 31-35% dan rata-rata 28,4% sehingga diperkirakan telah
menimbulkan kerugian bagi Sumatera Utara hingga Rp. 837 milyar pada tahun 2010.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah telah berupaya untuk membantu mengatasi
tersebut dengan cara membagikan hypotan kepada petani. Hypotan adalah campuran dari
senyawa kimia methanol dan etanol. Hypotan diproduksi oleh Pusat Penelitian Kakao dan
18
Kopi Jember (Astuti 2011). Kedua senyawa tersebut diproduksi di pabrik melalui proses
fabrikasi. Bagi PBKo betina, hypotan ini berbau seperti bau-bau yang dikeluarkan jantan
PBKO sehingga PBKo betina akan mendekati hypotan tersebut. Dengan demikian hypotan
dapat digunakan sebagai pemancing masuknya PBKo betina kedalam perangkap. Akan
tetapi, upaya melalui penggunaan hypotan tersebut nampaknya belum berhasil diterapkan
secara meluas dan berkesinambungan oleh petani kopi. Salah satu yang mungkin menjadi
penyebabnya adalah ketidaktersediaan hypotan secara terus menerus di lapang karena harus
didatangkan dari dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa Timur. Petani kopi
juga kesulitan dalam menjangkau atraktan dari bahan buatan methanol dan etanol karena
kedua bahan tersebut dijual hanya di apotik atau toko-toko kimia yang umumnya berada di
kota-kota Kabupaten.
Mengingat kesulitan tersebut, maka perlu dicari atraktan alternatif yang berasal dari
bahan-bahan nabati alami yang ada disekitar petani. Bahan-bahan nabati alami tersebut
diharapkan dapat berfungsi sebagai atraktan pada perangkap PBKo. Dengan cara tersebut
petani dapat terus menerus memasang perangkap bagi PBKo. Mengacu kepada Kucel,
Kangire dan Egonya (2012), perilaku petani kopi di Sumatera Utara mungkin dapat menjadi
penyebab tingginya intensitas serangan PBKo di Sumatera Utara. Para ahli tersebut
menekankan bahwa untuk mencari penyebab tingginya intensitas serangan PBKo dan untuk
menemukan teknik pengendalian PBKo diperlukan pemahaman tentang sistem budidaya kopi
serta peranan petani kopi dalam perkembangan PBKo.
2.3. Penggerek Buah Kopi
PBKo diberi nama lmiah Hypothenemus hampei. PBKo dalam Bahasa Inggris adalah
Coffee Berry Borer (CBB) atau Broca. Malau (2010) menamainya Setan Hitam (Black
19
Devil). PBKo berasal dari Afrika. PBKo adalah Kumbang berukuran kecil. Dewasa
berwarna hitam. Ukuran betina dewasa panjang 1.41.8 mm, jantan lebih kecil 1.21.6 mm.
Betina dapat terbang dalam jarak dekat. Jantan tidak dapat terbang karena tidak punya sayap.
Cara PBKo bekerja dapat dijelaskan sebagai berikut. PKBo membor (menggerek)
buah kopi pada diktus. Tapi, bila populasi PBKo sangat tinggi pada musim kering dan panas,
PBKo sering membor dari sisi lain dari buah kopi. Dengan demikian, identifikasi serangan
tidak boleh hanya melihat diktus saja, tapi juga sisi buah. Biasanya, 1 buah dimasuki oleh 1
betina. Kebiasaan ini yang membuat penyebaran PBKo luar biasa cepatnya. Setelah membor
buah, hama tersebut hidup dalam buah. Induk dan anak-anaknya memakan semua biji
sehingga tidak ada lagi biji dalam buah meskipun buah nampak sehat (hijau mulus, atau
merah saat matang). Serangan pada buah yang sangat muda membuat buah membusuk, lalu
buah gugur.
PBKo sangat berbahaya karena berkembang biak sangat cepat dan jumlah banyak
sekali. Dalam 1 tahun, keturunan dari 1 ekor betina berjumlah 100.000 (seratus ribu) ekor.
Dalam 2-3 tahun, semua buah bisa terserang sehingga tidak ada lagi biji yang dapat dipanen.
Siklus hidup (life cycle, dari telur ke dewasa) PBKo hanya 24-45 hari (tergantung cuaca).
Dua hari setelah memasuki buah, betina sudah bertelur. Satu betina bertelur sebanyak 35-50
butir yang terdiri dari 33-46 (92%) betina. Harapan hidup (life expectation) betina
maksimum 190 hari, sedangkan jantan maksimum 40 hari. Setelah kawin di dalam buah,
kebanyakan betina keluar dari buah, dan hanya beberapa betina tetap di dalam buah. Betina
yang keluar tersebut membor biji-biji lainnya, lalu siklus diulangi lagi. Jantan tidak pernah
keluar dari dalam biji.
20
2.4. Metanol, Etanol, Cairan Fermentasi Tape Beras Pulut dan Tuak
2.4.1. Metanol
Metanol atau metil alkohol dengan rumus kimia (CH3OH) sangat beracun bagi
mahluk hidup. Meskipun dalam jumlah sedikit, metanol dapat menyebabkan buta hingga
kematian. Spiritus merupakan metanol yang dicampur dengan senyawa cupri sulphate
sehingga berwarna biru untuk membedakannya dengan metanol teknis dengan alkohol.
Metanol mempunyai sifat fisik antara lain berbentuk cairan yang bening dan
mempunyai wangi seperti alkohol. Metanol dapat bercampur dengan air, mudah menguap
dan mudah terbakar. Metanol dibuat melalui proses pabrikasi yang mengunakan teknologi
tinggi. Pada tahun 1932, BASF mengenalkan proses sintesis metanol dari karbon monoksida
(CO) dan gas hydrogen (H2) dengan menggunakan katalis dan teknologi tekanan tinggi dalam
industri kimia (Universitas Indonesia 2012). Selanjutnya, pada tahun 1996 ICI memperbaki
teknlogi pembuatan metanol dengan menggunakan katalis cooper/zincoxide/alumina
sehingga metanol dapat dihasilkan pada temperatur kurang dari 300 oC dan tekanan lebih
rendah (50-100 bar). Metanol sering disebut sebagai alkohol kayu sebab dihasilkan dari
hasil sampingan dari destilasi (penyulingan) destruktif kayu. Tetapi sekarang metanol
dihasilkan secara sintetis melalui proses bertahap. CO dan H2 dhasilkan dari gas alam.
Dewasa ini, gas sintetik sebagai bahan dasar pembuatan metanol lebih banyak dihasilkan dari
komponen metan yang terdapat pada gas alam dari pada batu bara. Metanol dihasilkan dari
sintesis gas alam melalui tahapan reaksi berikut:
CH4 + H2O 3 H2 + CO
CO + 2 H2 CH3OH
CO2 + 3 H2 CH3OH + H2O
21
Menurut HASKA (2012), di Indonesia tepatnya di Kalimatan Timut terdapat 2 pabrik
penghasil metanol dengan skala industri besar yakni Kilang Bunyu di Tarakan dan Kilang
Kaltim Metanol Industri di Bontang.
2.4.2. Etanol
Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH telah digunakan manusia sejak
zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Etanol juga
digunakan sebagai bahan pelarut pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan.
Pembuatan Etanol dilakukan secara komersial di pabrik melalu proses hidrasi etilena
(Wikipedia 2012):
C2H4 + H2O => CH3CH2OH
Etanol dapat juga dihasilkan melalui fermentasi dengan menggunakan ragi. Ragi
mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida:
C6H12O6 ==> 2 CH3CH2OH + 2 CO2
2.4.3. Etanol pada fermentasi ketan
Pembuatan tape sudah jamak dilakukan orang. Fermentasi dilakukan dengan
menggunakan ragi pada beras biasa dan beras pulut (ketan). Etanol yang dihasilkan pada
fermentasi tersebut harus dikeluarkan dari tabe agar ragi dapat berkembang biak pada tape.
Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi. Ragi yang paling toleran sekalipun
hanya dapat bertahan hidup pada lingkungan 15% etanol (Wikipedia 2012). Kadar etanol
pada tape bisa mencapai 7,581% (bobot/bobot) pada lama fermentasi 120 jam.
Pembuat tape menampung tirisan larutan etanol pada suatu wadah di bawah media
fermentasi. Menurut Sumatri (2012), secara keseluruhan selama proses fermentasi cairan
22
tape yang tiris tersebut banyaknya kurang lebih 50% dari berat ketan yang diolah. Bila tape
kentan tersebut dipres, akan keluar juga cairan tape sekitar 50% dari berat ketan yang diolah.
Brem muda adalah sebutan bagi cairan tersebut.
2.4.4. Etanol pada arak
Tuak adalah sejenis minuman di daerah beretnis Batak. Tuak merupakan hasil
fermentasi dari cairan nira. Tuak disebut juga arak. Arak tersebut mengandung etanol
dengan kadar yang cukup tinggi yang bisa mencapai lebih dari 10% (Adiati 2012). Tuak
dibuat dengan memasukkan kulit kayu raru ke dalam cairan nira untuk terjadi fermentasi.
23
BAB III. METODE PENELITAN
3.1. Lokasi survey dan percobaan
Survey dilaksanakan 18 Hari Kerja untuk pengamatan serangan PBKo dan
pengumpulan data sekunder serta informasi tentang ketersediaan bahan nabati alami yang
ada. Pembahagian jadual kerja disusun pada Tabel Lampiran 1. Survei tentang intensitas
serangan PBKo dilakukan di kabupaten Dairi, Samosir, Simalungun dan Tapanuli Utara.
Pada masing-masing kabupaten tersebut dipilih satu kecamatan penghasil kopi Arabica
sebagai tempat pengukuran tingkat serangan PBKo yakni Kecamatan Sumbul (Dairi),
Kecamatan Purba (Simalungun), Kecamatan Ronggur Ni Huta (Samosir), dan Kecamatan
Tarutung (Tapanuli Utara). Kebun Arabica untuk pengamatan dipilih secara acak sebanyak
3 kebun per kecamatan. Kebun memiliki setidak-tidaknya 90 tanaman. Dari 90 tanaman
tersebut dipilih 9 tanaman sampel secara acak dengan metode zigzag sehingga keseluruhan
27 tanaman per kecamatan per Kabupaten. Dari survei ini ditetapkan satu tempat percobaan
pada tanaman Arabica di mana terdapat kebun yang memiliki tingkat serangan PBKo
tertinggi yakni kebun di Kecamatan Sumbul yang memiliki tingkat infeksi sebesar 85.8%
(Tabel 4.1).
3.2. Wawancara
Wawancara kepada petani kopi dilakukan untuk memerolah informasi tentang teknik
budidaya yang terkait dengan pengendalian PBKo dan respons mereka terhadap rencana
penggunaan bahan alami sebagai atraktan. Wawancara dilakukan langsung berhadapan
muka (in-depth interview) dengan menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terbuka
(Lampiran 2). Jumlah responden 40 orang yang tersebar pada 4 kabupaten (Dairi, Samosir,
Simalungun dan Tapanuli Utara) masing-masing 1 kecamatan dan 10 orang dari setiap
24
kecamatan. Dibutuhkan 20 Hari Kerja untuk melakukan wawancara. Hasil wawancara
tentang responden menunjukkan bahwa responden memiliki karakterisitik yang sangat
beragam dalam hal jenis kelamin, umur, pendidikan, jumlah anak, klasifikasi sebagai pelaku
utama, dan lama menjadi petani (Lampiran 3).
3.3. Percobaan
3.3.1. Lokasi, lama dan rancangan percobaan
Percobaan dilakukan di Dairi di Kecamatan Sumbul penghasil terbanyak kopi pada 1
(satu) kebun yang terbanyak serangan PBKo (Tabel 4.1). Mengingat siklus idup PBKo 24-
45 hari (lihat penjelasan pada bahagian 2.2), maka percobaan berlangsung selama 40 Hari
Kalender untuk memberikan selang waktu yang cukup bagi PBKo untuk berpindah dari
buah ke buah yang lain. Pengamatan dilakukan setiap 4 hari sebanyak 10 kali pengamatan.
Selesai pengamatan dilakukan penggantian air. Bahan atraktan (50 ml) diganti setiap 4 hari.
Percobaan adalah percobaan nonfaktorial dengan 6 taraf perlakuan yakni campuran
metanol dan etanol degan perbandingan 2:1 (C), methanol (M), Etanol (E), cairan tape beras
pulut (P), tuak (T) dan air bersih (kontrol, K). Percobaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (Gomez dan Gomez 1984, Malau 2006) dengan 5 kelompok sehingga terdapat
30 unit percobaan. Keragaman nila-nilai pengamatan (total keragaman) bersumber dari (1)
keragaman akibat perlakuan, (2) keragaman akibat pengelompokan dan (3) keragaman
akibat galat. Oleh karena itu, model matematik linear aditif yang ditetapkan adalah :
Yij = + i + j + ij dengan ketentuan
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i di kelompok ke-j
= nilai tengah
i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3 . . . . t)
25
j = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3 . . . . r)
ij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i di kelompok ke-j
Setiap unit percobaan terdiri atas 4 tanaman sehingga tanaman percobaan sebanyak 30
x 4 = 120 tanaman. Bagan percobaan dicantumkan pada Lampiran 4.
Perangkap menggunakan botol aqua yang dilobangi sehingga terbentuk jendela
berukuran lebar 2 x tinggi 8 cm, dan didalamnya diletakkan kantongan plastik berisi
atraktan, dan di dasar botol terdapat air yang dicampur dengan deterjen. Kantongan plastik
atraktan tersebut digantung di dalam botol. Botol perangkap digantung pada ranting kopi
pada ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah (Dufour dan Frerot 2008. ) mengingat pola
distribusi PBKo berkelompok di sektor bawah (Manurung 2010). Ketika penelitian dimulai,
pada kantong atraktan tersebut dibuat lobang sebanyak 10 lobang dengan menusukkan
peniti.
Pada Gambar 1 terlihat botol-botol atraktan buatan (metanol dan etanol) dan botol-
botol aqua yang berfungsi sebagai perangkap yang digunakan pada penelitian ini.
Gambar 1. Metanol dan Etanol (kiri) dan botol perangkap
26
Pada Gambar 2 berikut ditunjukkan botol perangkap dari perlakukan campuran
Metanol dan Etanol (C).
Gambar 2. Botol perangkap perlakuan campuran Metanol dan Etanol (C). Wadah
botol aqua yang didalamnya terdapat bungkus platik yang mengandung
atraktan. Diisi dengan air sabun. Botol aqua dilobangi 2 (lebar) x 8
(tinggi) cm di sisi botol. Botol digantung pada ketinggian 1.2 m di atas
tanah pada ranting. Atraktan lepas ke udara sebagai uap/gas secara
perlahan-lahan. Karena tertarik dengan wangi atraktan, PBKo betina
akan masuk ke dalam wadah atraktan tersebut. Benturan PBKo dengan
dinding bahagian dalam akan membuat PBKo jatuh ke dalam larutan
sabun di bahagian bahwa botol, sehingga PBKo tidak dapat terbang lagi
atau terperangkap. Akhirnya PBKo tersebut mati.
27
Gambar 3. Botol perangkap perlakuan Metanol (M)
Gambar 4. Botol perangkap perlakuan Etanol (E)
28
Gambar 5. Botol perangkap perlakuan cairan tape beras pulut (P)
Gambar 6. Botol perangkap perlakuan tuak (T)
29
Gambar 7. Botol perangkap perlakuan dengan air (kontrol, K)
Parameter adalah jumlah PBKo yang mati dalam botol perangkap. Pada saat
pengamatan, air dikeluarkan dari wadah (Gambar 5)
Gambar 8. Pengeluaran air dari wadah
30
Untuk lebih memastikan PBKo yang diamati, pengamatan menggunakan kaca
pembesar (Gambar 9).
Gambar 9. Pengamatan menggunakan kaca pembesar
3.3.2. Peralatan dan bahan
Peralatan terdiri atas kamera, laptop, gelas ukur, cutter, tali rafia, kaca pembesar,
botol, dan kantong plastk. Bahan terdiri dari metanol, etanol, brem dari tape beras pulut,
tuak dan air.
3.3.3. Pengolahan Data
Data wawancara dianalisa dengan metode kualitatf. Data percobaan diolah sesuai
dengan rancangan percobaan yang digunakan berdasarkan Gomez dan Gomez (1984) dan
31
Malau (2006). Ragam disidik dengan menghitung jumlah kuadrat (JK) dan rataan kuadrat
(RK) dan nilai F hitung untuk dibandingkan dengan nilai F tabel. Masing-masing dihitung
dengan rumus:
Faktor Koreksi = FK = G2/(tr)
JK Total = JKT = Yij2 FK
Kj2
JK Kelompok = JKK = FK t
Pi
2
JK Perlakuan = JKP = FK r
JK Galat = JKT JKK JKP
RK Kelompok = RKK = JKK/dbK
RK Perlakuan = RKP= = JKP/dbP
RK Galat = RKG = JKG/dbG
Fhit Kelompok = RKK/RKG
Fhit Perlakuan = RKP/RKG
Karena hasil penyidikan terhadap ragam (Uji-F) menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang sangat nyata (P = 99%) antartaraf perlakuan (Tabel 4.5), maka Uji Duncan
pada taraf Uji P = 95% dan P = 95% telah dilakukan untuk menguji beda antarrataan taraf
perlakuan. Pada Uji Duncan dibutuhkan satu seri nilai pembanding (nilai SSR = shortest
significant ranges = selang nyata terpendek) yang sesuai dengan pasangan yang
32
dibandingkan. Pada Uji Duncan, nilai tersebut tergantung pada sd khas dari pasangan yang
dibandingkan.
sd = (2 RKG)/r
sd = galat baku
RKG = rataan kuadrat galat
r = jumlah kelompok (ulangan)
(rp)(sd)
SSR = untuk p = 2, 3, 4, . . . . . t
2
dengan ketentuan
t = banyaknya perlakuan
rp = nilai SSR (significant studentized ranges)
p = jarak dalam urutan (ranking) rataan yang dibandingkan.
Hasil Uji Duncan tersebut dicantumkan pada Tabel 4.6.
33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil penelitian
4.1.1. Intensitas Serangan PBKo
Hasil survey tentang serangan PBKo di Dairi dicantumkan pada Tabel 4.1. Tanaman
yang diamati berumur 3 hingga 9 tahun. Rata-rata umur tanaman 5,2 tahun. Median umur
tanaman adalah 4 tahun. Umur tanaman yang paling sering muncul (modus) adalah 5 tahun.
Cabang terinfeksi minimum 20,5% dan maksimum 93,2% dengan rata-rata 54,3%. Median
cabang yang terinfeksi adalah 54,5% dengan modus 62,4%. Buku yang mengandung buah
yang terinfeksi minimum 26,3%, maksimum 63,6%, dan rata-rata 48,9%, media 51,1%, dan
modus 58,2%. Buah yang terinfeksi minimum 12,8% dan maksimum 63,6% dengan rata-rata
48,9%. Buah yang terinfeksi memiliki median 36,2% dan modus 46,1%.
Table 4.1. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Kabupaten Dairi (n =
27)
Nr
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi
(%)
Buku yang mengandung
buah yang terinfeksi
(%)
Buah terinfeksi
(%)
1 Minimun 3 20.5 26.3 12.8
2 Maksimum 9 93.2 63.6 85.8
3 Rata-rata 5.2 54.3 48.9 31.5
4 Median 4 54.5 51.1 36.2
5 Modus 5 62.4 58.2 46.1
Pada Tabel 4.2 dipaparkan hasil survey tentang serangan PBKo di Samosir. Umur
tanaman yang diamati terserang adalah 4 hingga 12 tahun dengan rata-rata 5,5 tahun. Nilai
tengah umur tanaman adalah 5 tahun dan modus adalah 6 tahun. Cabang terinfeksi berkisar
antara 13,4 hingga 77,1% dengan rata-rata 55,2% dan median 55,9% serta modus 54,5%.
34
Persentase buku yang mengandung buah yang terserang oleh PBKo minimum 24,3%,
maksimum 85,2% dengan rata-rata 33,6% dan median 46,1% serta modus 42,2%. Persentase
buah yang terserang minimum 6,5%, maksimum 69,9% dengan rata-rata 21,8%, dan median
20,2% serta modus 28,8%.
Tabel 4.2. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Samosir (n = 27)
Nr
Umur
tanaman
(tahun)
Cabang
terinfeksi
(%)
Buku yang
mengandung
buah yang
terinfeksi
(%)
Buah
terinfeksi
(%)
1 Minimun 4 13.4 24.3 6.5
2 Maksimum 12 77.1 85.2 69.9
3 Rata-rata 5.5 55.2 33.6 21.8
4 Median 5 55.9 46.1 20.2
5 Modus 6 54.5 42.2 28.8
Tingkat infeksi PBKo untuk Simalungun dicantumkan pada Tabel 4.3. Umur
tanaman bervariasi mulai dari 3 hingga 10 tahun dengan rata-rata 5,2 tahun, dan medan 4
tahun serta modus 5 tahun. Persenase cabang terinfeksi minimum 45,5%, maksimum 69,8%
dengan rata-rata 51,5%, dan median 43,8% serta modus 48,5%. Buku yang terinfeksi
minimum 21,8% dan maksimum 69,3% dengan rata-rata 45,6%. Median dari buku yang
terinfeksi adalah 36,9% dan modusnya 38,4%. Persentase buah yang terinfeksi mulai dari
5,1% hingga 45,2% dengan rata-rata 27,1%. Median dan modus dari buah yang terinfeksi
masing-masing 20,1% dan 19,5%.
35
Tabel 4.3. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Simalungun (n = 27)
Nr
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi
(%)
Buku yang mengandung buah yang terinfeksi
(%)
Buah terinfeksi
(%)
1 Minimun 3 45.5 21.8 5.1
2 Maksimum 10 69.8 69.3 45.2
3 Rata-rata 5.2 51.6 45.6 27.1
4 Median 4 43.8 36.9 20.1
5 Modus 5 48.5 38.4 19.5
Informasi tentang tingkat serangan PBKo di Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel
4.4. Umur tanaman yang diamati beragam mulai dari 3 hingga 9 tahun dengan rata-rata 5,2
tahun. Median umur tanaman adalah 4 tahun, dan modusnya adalah 5 tahun. Persentase
minimum dari cabang yang terserang adalah 25,9%, maksimum 80,5%, dan rata-rata 45,3%.
Median dari persentase cabang yang terinfeksi adaah 43,8%, dedangkan modusnya adalah
49,5%. Buku yang terinfeksi minimum25,4%, maksimum 77,5%, dan rataaanya 50,3%,
sedangkan mediannya adalah 3,1%, dan modusnya 40,2%. Serangan pada buah minimum
9,2%, maksimum 40,3% dan rata-rata 23,2%. Median dari persentase buah yang terinfeksi
adalah 31,6%, sedangkan modusnya adalah 33,5%.
36
Tabel 4.4. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Tapanuli Utara (n
=27)
Nr
Umur tanaman (tahun)
Cabang terinfeksi
(%)
Buku yang mengandung buah yang terinfeksi
(%)
Buah terinfeksi
(%)
1 Minimun 3 25.9 25.4 9.2
2 Maksimum 9 80.5 77.5 40.3
3 Rata-rata 5.2 45.3 50.3 23.2
4 Median 4 43.8 39.1 31.6
5 Modus 5 49,5 40.2 33.5
4.1.2. Hasil percobaan atraktan
Hasil penyidikan terhadap ragam dicantumkan pada Tabel 4.5. Penyidikan terhadap
ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antartaraf perlakuan.
Tabel 4.5. Sidik ragam pengaruh atraktan terhadap PBKo tertangkap
Sumber
keragaman db JK RK Fhit
Ftabel
0.05
Ftabel
0.01
Kelompok 4 28917.67 7229.42 12.51** 2.87 4.43
Perlakuan 5 2160114.17 432022.83 747.81** 2.71 4.10
Galat 20 11554.33 577.72
Total 29 2200586.17
KK (%) 5.04
Hasil UJi Duncan dicantumkan pada Tabel 4.6. Jumlah PBKo yang mati
terperangkap dalam wadah terendah pada taraf perlakuan air dan tertinggi pada taraf
perlakuan campuran metanol dengan etanol. Semua taraf perlakuan berbeda sangat nyata
terhadap kontrol. Pengaruh atraktan tuak lebih baik secara sangat nyata daripada kontrol, dan
37
lebh rendah secara nyata dibandingkan dengan brem. Pengaruh atraktan brem ketan berbeda
sangat nyata dengan tuak. Pengaruh etanol sama dengan pengaruh brem ketan. Pengaruh
metanol berbeda sangat nyata dengan etanol. Pengaruh campuran metanol dan etanol
berbeda sangat nyata dengan metanol.
Tabel 4.5. PBKo yang mati dalam perangkap
Atraktan
Total PBKo
yang mati
dalam wadah
(ekor)
Rataan PBKo
yang mati
dalam wadah
(ekor)
Kontrol 355 71eE
Tuak (Arak) 1.135 227dD
Brem Ketan 2.460 492cC
Etanol 2.560 512cC
Metanol 3.415 683bB
Campuran Metanol dengan Etanol 4.390 878aA
Total 11.532 2.883
KK = 5.04%
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada P
= 95% (huruf kecil) dan sangat nyata pada P = 99% (huruf besar)
berdasarkan Uji Duncan
4.1.3. Gambaran pengetahuhuan budidaya dan proteksi kopi di level petani kopi
Gambaran tentang petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi dicantumkan
pada Tabel 4.7. Dari perbandingan keseluruhan aspek teknik pembudidayaan kopi, ranking
38
pertama (35,0%) adalah kurangnya pengetahuan petani tentang teknik mengatasi serangan
hama dan penyakit tanaman kopi. Pada urutan kedua (25,0%) adalah kurangnya pengetahuan
petani kopi tentang teknik penanganan setelah panen (pascapanen). Selanjutnya pada urutan
ketiga (15,0%) adalah kurangnya pengetahuan petani tentang kegunaan dan teknik
pembuatan pupuk kandang/kompos/organik, dan pada urutan keempat (12,5%) adalah
kurangnya pengetahuan petani tentang teknik pemupukan. Urutan kelima (10,0%) adalah
kurangnya pengetahan petani tentang teknik pemanenan, dan urutan keenam (2,5%) adalah
kurangnya pengetahuan petani tentang teknik menanam kopi.
Tabel 4.7. Gambaran petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi (n =40)
No Msalah petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi % Ranking
1 Kurang mengetahui teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman 35.0 1
2 Kurang mengetahui teknik penanganan setelah panen (Pascapanen) 25.0 2
3
Kurang mengetahui kegunaan dan teknik pembuatan pupuk kandang/kompos/organik 15.0
3
4 Kurang mengetahui teknik pemupukan 12.5 4
5 Kurang mengetahui teknik pemanenan 10.0 5
6 Kurang mengetahui teknik menanam 2.5 6
Jumlah 100,0
Pada Tabel 4.8 dicantumkan masalah petani kopi dalam aspek sarana. Masalah yang
paling utama adalah kurang ketersediaan pupuk kimia (anorganik) di pasar (45.0%), kedua
(27,5%) kurang tersedia pestisida dan herbisida, ketiga kurang tersedia benih/bibit unggul
(22,5%), dan paling terakhir adalah kurangnya ketersediaan peralatan pertanian (5.0%).
39
Tabel 4.8. Masalah utama dalam aspek sarana (n =40)
No Masalah petani kopi dalam aspek sarana % Ranking
1 Kurang tersedia pupuk kimia (anorganik) di pasar 45.0 1
2 Kurang tersedia Pestisida dan herbisida 27.5 2
3 Kurang tersedia benih/bibit unggul 22.5 3
4 Kurang tersedia peralatan pertanian 5.0 4
Jumlah 100,0
Pada Tabel 4.9 dicantumkan tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan. Ketika
kepada petani diajukan pertanyaan bagaimana pandangan mereka terhadap urgensi
penyuluhan, maka kebanyakan (67,5%) menyatakan bahwa penguluhan sangat penting.
Sebahagian (25%) menyatakan penting, 5% menyatakan kurang penting, dan 2,5%
menyatakan tidak penting.
Tabel 4.9 Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan (n = 40)
No Tanggapan petani kopi terhadap urgensi
penyuluhan % Ranking
1 Sangat penting 67.5 1
2 Penting 25.0 2
3 Kurang penting 5.0 3
4 Tidak penting 2.5 4
Jumlah 100,0
4.1.4. Gambaran tangapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan nabati lokal untuk
proteksi tanaman kopi di masa yang akan datang
Pada Tabel 4.10 dicantumkan tanggapan petani kopi terhadap urgensi pemanfaatan
bahan nabati lokal untuk proteksi tanaman kopi di masa yang akan datang. Hampir
40
keseluruhan (85.0%) petani berpendapat bahwa pemanfaatan bahan nabati lokal untuk
proteksi tanaman kopi sangat penting, hanya 2,5% menganggapnya tidak penting.
Tabel 4.10 Tanggapan petani kopi terhadap urgensi pemanfaatan bahan alami (n = 40)
No
pemanfaatan bahan alami lokal untuk proteksi tanaman kopi %
Ranking
1 Sangat penting 85.0 1
2 Penting 10.0 2
3 Kurang penting 2.5 3
4 Tidak penting 2.5 4
Jumlah 100,0
4.2. Pembahasan
Penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk menetapkan atraktan dari bahan nabati
alami lokal dengan harapan dapat menjadi subtitusi terhadap atraktan dari bahan buatan yang
dihasilkan melalui proses industri. Tujuan lainnya adalah menetapkan gambaran tentang
pengetahuan budidaya dan proteksi tanaman kopi di tingkat petani dengan maksud
menjelaskan peranan petani terhadap intensitas serangan PBKo yang ada. Penelitian ini juga
bertujuan untuk menetapkan gambaran tanggapan masyarakat terhadap introduksi atraktan
yang terbuat dari bahan nabati alami lokal manakala ditemukan atraktan dari bahan nabati
alami lokal.
Tidak berbedanya kemampuan brem sebagai atraktan dibandingkan dengan daya
perangkap etanol (Tabel 4.6) membuktikan bahwa atraktan dari bahan nabati alami lokal
dapat menjadi subsitusi terhadap atraktan dari bahan buatan. Kandungan etanol dalam brem
yang konsentrasinya 9-25% (Sumatri 2012) terbukti berfungsi sebagai atraktan bagi PBKo.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Dufour dan Frerot (2008). Mereka
41
berdua menyimpulkan bahwa bahan nabati tidak mempunyai fungsi sebagai atraktan. Hal ini
mereka buktikan melaui percobaan yang hasilnya menunjukkan bahwa kafein atau bubuk biji
kopi hijau atau ekstrak alkohol dari dari buah segar kopi yang ditambahkan ke dalam larutan
metanol-etanol (1:1) tidak dapat meningkatkan daya atraktan tersebut dibadingkan dengan
campuran metanol-etanol saja. Hasil penelitian Dufour dan Frerot (2008) juga membuktikan
ketidakbenaran prediksi dari Ortiz dkk (2004) bawa berbagai senyawa kimia pada buah dan
biji kopi mungkin dapat digunakan untuk menambah daya atraktif dari atraktan untuk
memerangkap PBKo.
Fungsi dan penggunaan atraktan dari bahan buatan seperti metanol dan etanol
dilaporkan oleh para peneliti dan lembaga-lembaga berwewenang (Bioworks 2011, IPM
2009, Kucel, Kangire dan Egonyu 2011, Kumar 2010, Frst dan Bergleiter 2010, Sate of
Hawaii Dept Agriculture 2011).
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tingkat serangan rata-rata di Dairi, Samosir,
Simalungun dan Tapanuli Utara tingkat serangan PBKo pada buah kopi sudah sangat tinggi
yakni rata-rata serangan 25,9% dengan intensitas tertinggi terdapat di Dairi (85.8%) (Tabel
4.1, 4.2, 4.3, 4.4). Tingkat intensitas serangan ini jauh melebihi ambang batas ekonomi yang
besarnya 5%. Namun demikan, tingkat serangan yang diungkapkan penelitian ini sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan data tahun 2010. Malau (2010) menunjukkan bahwa rata-
rata tingkat serangan PBKo di Sumatera Utara adalah 28,4% dan tertinggi 92%. Penurunan
ini mungkin disebabkan adanya program Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dalam
mengendalikan PBKo. Pada Laporan LKPJ Gubernur Sumatera tahun 2011 dapat dibaca
adanya kegiatan pengadaan jamur Beauvaria bassiana untuk mematikan PBKo.
Penyebab tingginya tingkat serangan PBKo sebagaimana diungkapkan oleh hasil
penelitian ini tersebut dapat dijelaskan oleh data-data yang dihasilkan penelitian ini.
42
Tingginya intensitas serangan PBKo tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman
petani kopi terhadap pengendalian PBKo (Tabel 4.7) dan kurangnya tindakan pencegahan
serangan PBKo akibat dari sulitnya petani memeroleh atraktan dari bahan buatan untuk
pengendalian pengendalian PBKo serta kurang perawatan terhadap tanaman seperti
pemupukan dan penmbuhan tanaman penaung kopi (Tabel 4.8). Arroyo (2004 dalam
Uemura-Lama dkk 2010) membuktikan bahwa naungan pada tanaman kopi meningkatkan
penangkapan PBKo dibandingkan tanpa naungan. Fakta-fakta tersebut mendukung pendapat
Kucel, Kangire dan Egonya (2012) yang menyatakan bahwa kondisi faktual serangan PBKo
dapat ditelusuri dari sistem budidaya kopi serta dari tingkat pemahanan petani kopi dan
tindakan petani kopi terhadap PBKo.
Dengan mengetahui masalah-masalah utama petani kopi sebagaimana telah
diidentifikasikan oleh penelitian ini (Tabel 4.7 dan 4.8), maka penyuluhan yang sangat
diharapkan oleh petani kopi (Tabel 4.9) akan dapat bedaya guna dengan baik. Hal ini sesuai
denga pendapat Ginting (1979) yang menyatakan bahwa identifikasi masalah adalah langkah
pertama dalam pemecahan masalah. Selanjutnya adalah penetapan penyebab masalah,
pengumpulan fakta-fakta, pemilihan beberapa alternatip penyelesaian, pelaksanaan
pemecahan, dan penilaian (evaluasi hasil). Metode penyuluhan perlu mendapat perhatian
yang serius. Training atau pelatihan atau kursus adalah cara yang paling disukai petani.
Pilihan petani tersebut sudah tentu sangat sesuai dengan kaidah pembelajaran yang
menyatakan bahwa Belajar Sambil Melakukan (learning by doing) atau Melakukan Hal
Nyata (doing the real thing) adalah cara terbaik. Hal ini dijelaskan oleh Wyatt dan Loper
(1999) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara model pembelajaran dengan
tingkat memorisasi peserta didik (Bagan 1). Bila peserta didik hanya membaca, maka tingkat
memorisasinya 10%. Bila ia melihat dengan menggunakan alat-alat visual, maka tingkat
43
memorisasinya meningkat menjadi 30%. Tingkat memorisasi akan terus meningkat sejalan
dengan peningkatan keaktivan peserta didik dalam proses pembelajaran. Bila peserta didik
melakukan atau mempraktekkan materi yang sedang dipelajari, maka tingkat memorisasinya
dapat mencapai hingga 90%.
Passive
Reading Reading
Hearing words
Looking at picture Watching video
Looking at an exhibition Watching a demonstration Seeing it done on location
Participating in a discussion Giving a talk Doing a dramatic presentation Simulating the real experience
Doing the real thing Active
Tingkat Model pembelajaran Tingkat Memorisasi Keterlibatan
Bagan 1. Keterkaitan antara model pembelajaran dengan tingkat memorisasi.
(Wyatt dan Loper 1999)
10%
20%
30%
50%
70%
90%
Verbal recei-ving
Visual receiving
Partici-pating
Doing
44
Respons yang sangat positif dari petani kopi terhadap urgensi penggunaan bahan
nabati alami lokal sebagai atraktan di masa depan (Tabel 4.10) haruslah ditindaklanjuti
dengan kegiatan nyata oleh seluruh aparat pemerintah dan penyuluhan dilaksanakan sesuai
dengan model pembelajaran dari Wyatt dan Loper (1999) tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut, pada setiap tingkatan perlu melaksanakan peranan masing-masing. Kepala Daerah
dan Legislatif perlu menetapkan kebijakan (policy) dan strategi (strategy). Kebijakan adalah
suatu pernyataan umum yang menunjukkan arah-arah yang akan dituju atau aturan yang
memandu putusan-putusan yang akan diambil oleh para pembuat putusan untuk mewujudkan
Visi dan Misi Penyuluhan. Strategi (strategy) adalah pendekatan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam
kurun waktu tertentu. Dengan mengacu kepada kebijakan dan strategi tersebut, Badan
Penelitian dan Pengembangan perlu meningkatkan peranannya dengan lebih mendorong dan
memfasilitasi penelitian dan pengembangan bahan-bahan nabati alami lokal sebagai pestisida.
Dinas Pertanian dan Perkebunan perlu meningkatkan jumlah penyuluh yang berkompeten dan
meningkatkan ketersediaan bahan-bahan alami lokal untuk mengendalikan PBKo.
45
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil-hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Bahan nabati alami lokal dari cairan tape beras sama efektifnya dengan bahan
buatan etanol sebagai atraktan. Dibandingkan dengan air, bahan nabati alami
brem dan tuak lebih baik sebagai atraktan. Atraktan dari brem lebih baik daripada
tuak. Bahan nabati alami tuak lebih baik secara sangat nyata dibandingkan air
(kontrol) sebagai atraktan.
2. Pengetahun petani kopi tentang budidaya kopi tidak cukup baik, Dua masalah
utama yang belum dikuasi oleh petani adalah teknik mengatasi serangan hama
dan penyakit tanaman serta teknik penanganan setelah panen (Pascapanen).
Dalam hal sarana, dua kesulitan utama yang dialami petani adalah kurangnya
ketersediaan pupuk organik dan pestisida dan herbisida di pasar. Petani kopi
berpendapat bahwa penyuluhan sangat penting buat mereka.
3. Petani kopi antusias terhadap rencana penggunaan bahan alami sebagai atraktan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil-halil penelitian ini disarankan sebagai berikut.
1. Gubernur dan DPRD Sumatera utara perlu menetapkan bahwa arah kebijakan
pengembangan kopi Sumatera Utara adalah meningkatkan produktivitas melalui
pemanfaatan bahan-bahan nabati alami lokal sebagai pestisida.
2. Untukmewujudkan kebijkan tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan perlu
semakin mendorong dan memfasilitasi penelitian dan pengembangan bahan-bahan
alami lokal sebagai pestisida.
46
3. Pada tataran operasional, Dinas Pertanian dan Perkebunan perlu meningkatkan jumlah
penyuluh dan penyediaan bahan-bahan alami lokal untuk mengendalikan PBKo.
47
DAFTAR PUSTAKA
Adiati, T. 2012. Tuak, Kebiasaan Minum Masyarakat Lombok. Reportase Indosiar.
http://www.indosiar.com/ ragam/tuak- kebiasaan-minum-masyarakat-
lombok_39188.html
Ame rico Ortiz, Aristo feles ortiz, fernando e. Vega, and Francisco posada. 2004. Volatile Composition of Coffee Berries at Different Stages of Ripeness and Their
Possible Attraction to the Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei (Coleoptera:
Curculionidae)
Astuti, Y. 2011. Hypotan, senyawa penarik hama penggerek buah kopi (PBKo)
Hypotheneus hampei. Puslitkoka. Jember.
Bioworks. 2011. Control Of The Coffee Berry Borer. www.bioworksinc.com
BPS. 2011. Sumut Dalam Angka.
Dufour, B. P dan B. Frerot. 2008. Optimization of coffee berry borer, Hypothenemus
hampei Ferrari (col., Scolytidae), mass trapping with a attractant mixture. J. Appl.
Entomol. 132, 591-600.
Frst, M. dan S. Bergleiter. 2010. Biological Control of Coffee Berry Borer in Organic
Coffee.
Ginting, M. 1979. Penyuluhan. USU. Medan.
Ginting, M. 2006. Pembangunan Masyarakat Desa. USU. Medan.
Gomez, G dan A. Gomez. 1984. Statistical Procedure for Agricultural Research.
Hasanah, H. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam
(Oryza sativa L var forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl).
Skripsi. Univiversitas Islam Negeri Malang. http://lib.uin-
malang.ac.id/thesis/fullchapter/03530008-chafidatul-hasanah.ps
HASKA. 2012. Proses Pembuatan Metanol. http://haska.org/2012/08/23/metanol/
ICO. 2012. ICO Composite and group indicator prices and the 2nd/3rd positions in London
and New York futures markets Annual and monthly averages: 2010 to 2012 US
cents/lb. www
IPM. 2009. Specialists and Scientists in Puerto Rico Tackle the Coffee Berry Borer.
Kucel, P., A. Kangire and J. P. Egonyu. 2011. Status and Current Research Strategies Status
and Current Research Strategies for Management of the Coffee Berry Borer
(Hypothenemus hampei Ferr) in Africa.
Kumar, PKV. 2010. Managing The Coffee Berry Borer The Indian Experience. www.
48
LKPJ Gubsu 2011.
Malau, S. 2006. Perancangan Percobaan. UHN.
Malau, S. 2010. Serangan Penggerek Buah Kopi dan Dampaknya di Samosir.
Malau, S. 2010. Infection of Coffee Berry Borer in North Sumatera Province of Indonesia.
Survey Report. USAID.
Manurung, N. Ekologi Pengerek Buah Kopi (hypothenemus hampei) pada Tanaman Kopi
Arabica (Coffea Arabica) di Kabupaten Pakpak Bharat. Thesis. PS Magister Biologi.
FMIPA. USU. Medan.
Mathieu, F., L.O. Brun, C. Marchillaud and B Frerot. 1997. Trapping of the coffee berry
borer Hyothenemus hampei Ferr. (Col., Scolytidae) within a meshenclosed
environment: interaction of olfactory and visual stimuli. J. App. Ent. 121, 181-186.
Ortiz, A., A. Ortiz, F. E. Vega, and F. Posada. 2004. Volatile composition on coffee berries
at different stages of ripeness and their possible attractionto the coffee berry borer
Hypothenemus hampei (coleoptera: curculionidae). J. Agric. Food Chem, 52, 5914-
5918.
Sate of Hawaii, Dept Agriculture. 2011. Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei
(Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae).
Sumantri, D. 2012. Tape Beras Ketan dan Brem. http://www.gogreen.web.id/2007/08/tape-
beras-ketan-dan-brem.html
Uemura-Lama, D. H., M. U, Ventura, A. Y. Mikami, F. C dda Silva, dan L. Morales. 2010.
Response of Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleptera:
Scolytidae), to Vertical Distribution of Methanol:Ethanol Traps. Neotropical
Entomology 39 (6): 930-933.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);
Universitas Indonesia. 2012. Metanol. http://staff.ui.ac.id/internal/131803508/ material/
METHANOL.pdf
Wikipedia. 2012. Metanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Metanol
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadual dan Jenis Kegiatan Kerja
Nr Kegiatan Bulan
I Bulan
II Bulan
III Bulan
IV 1 Survey x 2 Wawancara x x 3 Percobaan Lapang x x 4 Penyusunan Laporan I x 5 Presentasi Laporan I x 6 Penyusunan Laporan II x x x 7 Presentasi Hasil II x 8 Penyerahan Laporan Akhir x
Lampiran 2. Kuesioner
A. Data responden
1. Jenis Kelamin : ___________________
2. Umur : ______________(tahun)
3. Pendidikan tertinggi : ________________
4. Jumlah anak : __________________
5. Klasifikasi petani (penuh petani kopi, paru waktu): _______________
6. Lama menjadi petani:
B. In-depth interview
B.1. Aspek teknik pembudidayaan kopi
a. Bagaimanakan Anda mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman kopi?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
50
b. Bagaimanakah Anda penanganan setelah panen (Pascapanen)?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
c. Bagaimanakah Anda membuat pupuk organik?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
d. Bagaimakah Anda memupuk kopi?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
e. Bagaimanakah Anda memanen buah kopi?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
e. Bagaimanakah Anda menanam bibit kopi?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
f. Dari keseluruhan masalah-masalah tersebut, bisakah Anda mengurutkannya (mulailah dari
yang paling utama hingga paling tidak penting).
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
B.2. Aspek sarana
a. Bagaimanakah Anda memeroleh pupuk kimia (anorganik)?
...................................................................................................................................
51
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
b. Bagaimanakah Anda memeroleh pestisida dan herbisida?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
c. Bagaimanakah Anda memeroleh benih/bibit?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
d. Bagaimanakah Anda memeroleh peralatan pertanian?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
B.3. Aspek penyuluhan
Bagaimanakah pentingnya penyuluhan menurut pendapat Anda?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
B.4. Aspek atraktan dari bahan nabati alami
Bagaimanakah respons Anda bila kelak ditemukan antraktan dari bahan aami lokal?
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
...................................................................................................................................
52
Lampiran 3. Karakteristik Responden (n = 40)
No Karakteristik %
1 Jenis Kelamin Laki-laki (orang) 21 52,5
Perempuan (orang) 19 47,5
2 Umur Rataan (tahun) 35.9
Selang (tahun) 27-60
3 Pendidikan SD (orang) 7 19.7
SLTP (orang) 13 40.9
SLTA (orang) 17 37.9
PT (orang) 3 1.5
4 Jumlah Anak Rataan (orang) 3.3
Selang (orang) 1-6
5 Klasifikasi sebagai pelaku utama Petani kopi penuh (orang) 8 20
Petani kopi dan komoditi lainnya (orang)
32 80
6 Lama Menjadi petani Rataan (tahun) 8.5
Selang (tahun) 4-35
Catatan : Semua laki-laki berstatus suami dalam keluarga, dan semua perempuan berstatus istri dalam keluarga.
Lampiran 4. Bagan percobaan.
xx xx xx xx xx xx xx xx
K-1
xx
xx
C 4
xx
xx
P 4
xx
xx
M4
xx
xx
K 4
xx
xx
T 4
xx
xx
E4
xx
xx
xx
xx
Xx xx xx xx xx xx Xx Xx
K-2
xx
xx
P 4
xx
xx
M 4
xx
xx
E 4
xx
xx
K 4
xx
xx
C 4
xx
xx
T4
xx
xx
xx
xx
Xx xx xx xx xx xx Xx Xx
K-3
xx
xx
E 4
xx
xx
K 4
xx
xx
P 4
xx
xx
C 4
xx
xx
T 4
xx
xx
M4
xx
xx
xx
xx
Xx xx xx xx xx xx Xx Xx
K-4
xx
xx
T 4
xx
xx
E 4
xx
xx
M4
xx
xx
K 4
xx
xx
C 4
xx
xx
P4
xx
xx
xx
xx
Xx xx xx xx xx xx Xx Xx
K-5
xx
xx
T 4
xx
xx
E 4
xx
xx
M4
xx
xx
C 4
xx
xx
K 4
xx
xx
P4
xx
xx
xx
xx
Xx xx xx xx xx xx Xx Xx
Top Related