1
2
3
4
5
ABSTRAK
Indri Sutopo, 6661101843, 2016. Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima di Kota Serang Tahun 2015. Program Studi Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Anis
Fuad, S.Sos, M.Si (Pembimbing I), Yeni Widyastuti, S.Sos, M.Si (Pembimbing
II).
Penataan dan pemberdayaan PKL adalah program Pemerintah Daerah Kota Serang
yang bertujuan untuk mengelola PKL di Kota Serang. Lokus dalam penelitian ini
adalah di Kota Serang yang memiliki jumlah PKL yang banyak dan harus dikelola.
Fokus dalam penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di
Kota Serang Pada Tahun 2015. Masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah
sumber daya pelaksana yang masih kurang, komunikasi antar organisasi belum
maksimal, petunjuk teknis belum ada. Dengan rumusan masalahnya yaitu
bagaimanakah Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Penataan dan Pemberdayaan PKL Di Kota Serang Tahun 2015. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, instrumen penelitiannya adalah
peneliti itu sendiri dengan menggunakan cara wawancara dengan informan penelitian,
studi dokumentasi dan triangulasi. Informan dalam penelitian ini sebanyak 13 orang.
Penelitian menggunakan teori Donald Van Metter dan Carl Van Horn yang memuat 6
indikator yaitu ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen
pelaksana, sikap/kecenderungan para pelaksana, komunikasi antar organisasi dan
aktivitas pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Adapun hasil dari
penelitian ini berdasarkan wawancara dengan semua informan menunjukan bahwa
Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Pada Tahun 2015
dapat dikatakan belum berjalan optimal. Dilihat dari adanya hambatan yang muncul
dari kurangnya sumber daya pelaksana dan komunikasi antar organisasi yang belum
berjalan dengan maksimal dan ditambah dengan belum terbitnya petunjuk teknis dari
Pemerintah Daerah Kota Serang. Saran dari peneliti diharapkan program penataan dan
pemberdayaan PKL bisa dilaksanakan dengan optimal dan berkelanjutan karena
program tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat Kota Serang.
Kata Kunci: Implementasi, Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
6
ABSTRACT
Indri Sutopo, 6661101843, 2016. Implementation of Regional Regulation No. 4 of
2014 of Serang City on Structuring and Empowerment of Street Vendors in
Serang City in the year of 2015. Study Program of Public Administration,
Faculty of Social and Political Sciences at Sultan Ageng Tirtayasa University.
Anis Fuad, S.Sos , M.Si (Advisor I), Yeni Widyastuti, S. Sos, M.Si (Advisor II).
Structuring and empowerment of Street vendors is the program from Serang Local
Government which is aimed to manage street vendors around the City of Serang. The
focus of this research was Serang City, because it has the large number of vendors
that should be managed. The focus of this research was the Implementation of
Regional Regulation No. 4 Of 2014 In Serang On Structuring and Empowerment of
Street Vendors in Serang City in 2015. Problems of this research were the lack of
executors, the communication between organizations which has not been maximal yet
and the absence of technical guidelines. The formulation of the problem was how The
Implementation of The Regional Regulation No. 4 Of 2014 About Structuring and
Empowerment of Street Vendors In Serang City In 2015. The method used in this
study was qualitative. Research instruments were the researcher himself by using
interviews with informants, documentation and triangulation. The number of
Informants in this research were 13 people. This research used the theory of Donald
Van Metter and Carl Van Horn that includes six indicators, they are measurement
and policy objectives, resources, characteristics of the executing agency, the attitude /
tendency of the implementers, communication between the organization and
implementing activities, economic environment, social and political. The results of
this study which was based on interviews with all of the informants showed that the
Implementation of Serang City Regional Regulation No. 4 Of 2014 In 2015 has not
been implemented optimally. It can be seen from the obstacles appeared from a lack
of resources and communication between organizations that have not done maximal
so did the absence of the technical guidelines from the Local Government of Serang
City. This research suggested that the structuring and empowerment program of street
vendors should be implemented optimally and sustainably, because this program is
needed by the citizen of Serang City.
Keywords: Implementation, Structuring and Empowerment of street vendors.
7
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur seluruhnya hanyalah milik Allah SWT, yang selalu dan
senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Shalawat serta
salam semoga selalu senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW, kepada keluarga, sahabat, dan kita semua.
Hasil penelitan skripsi ini diajukan untuk memenuhi satu syarat memperoleh
gelar sarjana ilmu sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul ”Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di
Kota Serang Tahun 2015”. Peneliti menyampaikan rasa terimakasih tak terhingga
kepada pihak-pihak berikut:
1. Yth. Bapak Prof. H. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
2. Yth. Bapak DR. Agus Sjafari, M.Si., Dekan FISIP Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik
3. Yth. Ibu Rahmawati, S.Sos.,M.Si., Wakil Dekan I FISIP Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
4. Yth. Iman Mukhroman, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan II Fisip Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
8
5. Yth. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos.,M.Si., Wakil Dekan III FISIP
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
6. Yth. Ibu Listyaningsih, S.Sos.,M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi
Negara FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
7. Yth. Bapak Riswanda, Ph.D., Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara
FISIP Untirta
8. Yth. Bapak Anis Fuad. S.Sos., M.Si, Dosen Pembimbing I Skripsi
9. Yth. Ibu Yeni Widyastuti, S.Sos., M.Si., Dosen pembimbing II Skripsi
10. Kepada yang terhormat seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi
Negara yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bekal-bekal ilmiah kepada peneliti selama proses belajar
mengajar
11. Terutama sekali untuk Ayahanda Sutrisno dan Ibunda Setyaningsih yang
selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada peneliti sehingga bisa
lebih termotivasi.
12. Yth. Ibu Dra. Sri Kusminingsih, Kasi Pengelolaan dan Pengembangan Pasar
Disperindagkop Kota Serang
13. Yth. Ibu Lily Muslihat, SH.M.Si., Kepala Sub Bagian Perundang-undangan
Setda Kota Serang
14. Kepada One Lailla Trisanti, M.Pd yang selalu mendukung peneliti dalam
penelitian ini.
9
15. Kepada sahabatku, Iwan Hermawan, S.Sos, Syandi Negara, Lia Dwi Utami
yang selalu membantu peneliti dalam penelitian ini.
16. Kepada kawan-kawan seperjuangan, Noel Ricky, Firmansyah, Wahyu
Firmansyah, Yogi M. Akbar, S.Sos, Syaiful Bahri, S.Sos, Asep Hidayat,
S.Sos, Sughron Jazilah, Ibnu Saputra, Randi Apriandi, Andri Wijaya, Abdul
Yusuf, Habibullah, Ingga Andika Putra dan Amalia Anjani, yang telah
memberikan semangat kepada peneliti.
17. Kepada teman-teman kelas F dan G Non Reguler angkatan 2010 Ilmu
Administrasi Negara yang telah menjadi sahabat dan menemani peneliti
selama perkuliahan dikampus.
18. Teman–teman Mesiu, Arsenal Indonesia Supporter Regional Serang dan
Gunner Untirta terimakasih sudah menjadi sahabat setia dan keluarga selama
ini.
19. Kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu, terimakasih
telah bersedia membantu dan memberikan informasi dalam penyusunan
skripsi ini.
Semoga amal baik yang diberikan kepada Peneliti mendapat limpahan yang
setimpal dari Allah SWT dan senantiasa skripsi ini dapat bermamfaat khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi semua pihak. Akhir kata Peneliti berharap agar skripsi ini
dapat membawa kemaslahatan bagi semua umat. Amiin
Serang, April 2016
Indri Sutopo
10
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL ...……………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….. x
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ...................................................................... 14
1.3 Batasan Masalah ........................................................................... 15
1.4 Rumusan Masalah ......................................................................... 15
1.5 Tujuan Penelitian .......................................................................... 15
1.6 Manfaat Penelitian ........................................................................ 16
11
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
2.1 Landasan Teori ............................................................................. 17
2.1.1 Pengertian Kebijakan........................................................... 18
2.1.2 Pengertian Kebijakan Publik ............................................... 19
2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik .......................................... 21
2.1.4 Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik............ 22
2.1.5 Pedagang Kaki Lima (PKL)………………………………. 33
2.2 Penelitian Terdahulu…………………………………………… 34
2.3 Kerangka Berfikir…………………….………………………… 40
2.4 Asumsi Dasar……………………….………………………….. 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian ......................................................................... 45
3.2 Fokus Penelitian ........................................................................... 45
3.3 Lokasi Penelitian…………………………………………………. 46
3.4 Variabel Penelitian……………………………………………….. 46
3.4.1. Definisi Konsep………………………………………….... 46
3.4.2. Definisi Operasional…………………………………........ 47
3.5 Instrumen Penelitian……………………………………………… 49
3.6 Informan Penelitian…………...………………………………….. 49
12
3.6.1. Tekhnik Pengumpulan Data..……………………………... 52
3.6.2. Jenis dan Sumber Data…..………………………………... 55
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data……………………………. 55
3.8 Jadwal Penelitian…………………………………………………. 59
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ………………………………….….. .. 60
4.1.1 Profil Kota Serang ……..…………………………….... 60
4.1.2 Profil Disperindagkop ……………………………….... 65
4.1.3 Profil Satpol PP Kota Serang …………………….……. 70
4.1.4 Profil Data Kecamatan Di Kota Serang ……………..,,,, 73
4.2 Deskripsi Data …………………………………………………….. 82
4.2.1. Informan Penelitian .................................................. ..... 83
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... ..... 85
4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ……………………. ........... 87
4.3.2 Sumber Daya ..……………………………………….. ...... 94
4.3.2.1 Sumber Daya Manusia ……………………………. .... 94
4.3.2.2 Sumber Daya Anggaran ……………………… ........... 100
4.3.2.3 Sumber Daya Sarana dan Prasarana …………….. ....... 106
4.3.2.4 Sumber Daya Waktu ………………………………..... 110
4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana …………………………… .. 115
13
4.3.3.1 Birokrasi/Lembaga ………………………………. ...... .. 115
4.3.4 Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana ………………… ..... .. 120
4.3.4.1 Inisiatif ……………………………………………… .. .. 120
4.3.4.2 Partisipatif ……………………………………………. .. 125
4.3.5 Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana … .. 129
4.3.5.1 Komunikasi dan Koordinasi ………………………….. 129
4.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik ……………….....
....................................................................................... 135
4.4 Pembahasan ………………………………………………………..
........................................................................................................ 140
BAB V PENUTUP
5.1.Kesimpulan ……………………………………………………………… 158
5.2. Saran …………………………………………………………………….. 161
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
14
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Rekapitulasi Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang tahun 2015………. 10
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian……………………………………….. 48
Tabel 3.2. Sumber Informan Penelitian…………………………………………... 51
Tabel 3.3. Pedoman Wawancara.………………………………………………… 54
Tabel 3.4. Jadwal Penelitian..…………………………………………………….. 59
Tabel 4.1 Informan Penelitian ................................................................................. 84
15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Model Pendekatan The Policy Implementation process …………….. 24
Gambar 2.2. Implementasi Kebijakan Menurut Grindle ….……………………...... 28
Gambar 2.3. Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on Implementation….. 29
Gambar 2.4. Kerangka Berfikir………...…………………………………………... 43
Gambar 3.3. Analisis Data menurut Miles dan Huberman…………………………. 56
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Member Check
Lampiran 2 Dokumentasi
Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 4 Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 5 Kartu Bimbingan Skripsi
17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai macam cara masyarakat untuk bertahan hidup di situasi
perekonomian yang semakin hari dituntut untuk bisa lebih kreatif dalam
pengembangan kondisi perekonomiannya. Dengan latar belakang ekonomi yang
baik maupun kondisi ekonominya yang bisa dibilang serba kekurangan, setiap
masyarakat akan melakukan atau meningkatkan derajat hidupnya dengan cara
mencari nafkah demi kondisi keuangannya yang semakin membaik. Karena di era
global ini, setiap orang dituntut untuk mempunyai latar belakang pekerjaan yang
tetap untuk bisa bertahan hidup.
Pemerintah sebagai abdi negara sudah seharusnya bisa menjawab kebutuhan
masyarakat dan bisa membangun level kehidupan yang layak untuk masyarakat yang
selama ini bergantung dari lapangan pekerjaan yang diberikan oleh pemerintah atau
sektor formal. Indikator suksesnya pembangunan di suatu wilayah adalah dengan
adanya lapangan pekerjaan yang cukup untuk masyarakat demi kehidupan yang
layak dan bisa hidup dengan kondisi ekonomi yang tercukupi.
Pelaksanaan pembangunan nasional maupun lokal regional harus tetap
diperhatikan, hal tersebut sangat penting mengingat kelangsungan hidup sangat
dipengaruhi oleh pembangunan, sehingga muncul konsep pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang tetap
18
memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, sehingga sumber daya alam yang ada
tetap bisa dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang. Sistem pembangunan di
Indonesia akan berdampak positif dan bisa dirasakan hingga generasi selanjutnya
dengan cara memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi sosial di Indonesia.
Selama beberapa tahun kebelakang, pemerintah sedikit demi sedikit
menjawab kebutuhan masyarakat, dengan memberikan lapangan pekerjaan dan
memberikan informasi tentang kegiatan berwirausaha dalam meningkatkan
perekonomian. Terbukti perekonomian di daerah sedikit lebih meningkat dengan
adanya lapangan pekerjaan yang bertambah dan penyuluhan wirausaha yang
diterapkan oleh pelaku usaha rumahan. Dengan bertumbuhnya perekonomian di
Indonesia pada tahun 2014 diharapkan bisa menekan jumlah kemiskinan dan bisa
meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat menjadi lebih baik lagi. Dalam
kenyataannya, pertumbuhan ekonomi ini bermanfaat hampir di seluruh kota di
Indonesia, tidak terkecuali di kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya.
Di Provinsi Banten yang terletak tidak jauh dari Kota Jakarta juga menerima
dampak postifnya, ekonomi Provinsi Banten meningkat 15,09% dari tahun-tahun
sebelumnya. Kontribusi terbesar dari meningkatnya pertumbuhan perekonomian di
Banten datang dari sektor lapangan usaha pertanian, kehutan dan perikanan. (Dikutip
dari www.bps.go.id, diakses 12 agustus 2015, 22.00 wib).
Ketersediaan lapangan pekerjaan dalam sektor formal turut mendukung
meningkatnya perekonomian masyarakat dan membantu kebutuhan masyarakat.
19
Namun lapangan pekerjaan dalam sektor informal yang berkontribusi lebih dalam
peningkatan perekonomian di Banten juga tidak kalah berkembang dari seketor
formal, terbukti dari data yang menjelaskan bahwa peningkatan perekonomian
terbesar berasal dari sektor informal. Dalam kaitannya, sektor informal
meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat yang sangat baik dampaknya, faktanya
sektor informal di Banten berasal dari penyediaan barang dan jasa yang ditawarkan.
Kota Serang adalah wilayah bagian dari Provinsi Banten. Pembentukan Kota
Serang sebagai hasil dari pemekaran Kabupaten Serang yang diresmikan pada 02
November 2007 melalui Undang-Undang Nomor 32 tahun 2007 tentang
pembentukan Kota Serang merupakan salah satu implementasi dari otonomi daerah.
Kota Serang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Banten memiliki potensi daerah
yang sangat besar, dilihat dari aspek sumber daya alam dan kewilayahannya. Kota
Serang memiliki potensi pada bidang jasa, perdagangan, wisata, dan pendidikan.
Dengan letaknya yang strategis diantara Kota Jakarta dan Pulau Sumatera,
dampak positif yang diterima oleh masyarakat Kota Serang dalam pertumbuhan
ekonomi Banten ialah majunya industri perdagangan di Kota Serang, hal ini dapat
dilihat dari data jumlah PKL yang didapat dari UPT pasar Disperindagkop Kota
Serang. Pedagang Kaki Lima (PKL) termasuk dalam industri sektor informal yang
berkembang pesat di Kota Serang, dengan berbagai jenis barang dagangan yang
dijajakan di setiap pinggir jalan kota. Dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja
yang tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan pekerjaan formal mengakibatkan
20
bertambah besarnya angka pengangguran. Adanya fenomena pertumbuhan PKL
diharapkan bisa membantu mengurangi angka pengangguran di Kota Serang.
Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disebut PKL merupakan sebuah komunitas
yang berjualan dengan memanfaatkan area pinggir jalan raya untuk mengais rezeki
dengan menggelar dagangannya dalam gerobak.
Pengangguran di Kota Serang bisa sedikit teratasi dengan adanya lapangan
pekerjaan menjadi PKL di pinggir jalan raya Kota Serang. Pengangguran sendiri
adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau
sedang mempersiapkan suatu yang baru. Dengan fenomena menjamurnya PKL di
Kota Serang, di harapkan pemerintah bisa melakukan seusatu untuk mengatur
kegiatan ekonomi, sehingga pemerintah memiliki peranan yang cukup penting dalam
permasalahan perekonomian.
Dengan adanya perundang-undangan mengenai pemeliharaan PKL, maka
pemerintah Kota Serang mengeluarkan Peraturan Daerah no. 4 Tahun 2014 Tentang
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang. Pemerintah Kota
Serang bertujuan untuk memberdayakan para PKL di Kota Serang dan menciptakan
tata kota yang bersih dan tertib karena PKL adalah pelaku usaha sektor informal
dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian masyarakat Kota Serang, dengan
dinas terkait yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan PKL yaitu
Disperindagkop Kota Serang, Satpol PP Kota Serang dan Kecamatan Serang yang
21
tertuang pada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 BAB V Pasal
20.
Pedagang Kaki Lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh masyarakat
yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai modal terbatas. Dalam
bidang ekonomi, pedagang kecil ini termasuk dalam sektor informal, dimana
merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan tidak terampil serta golongan-golongan
yang tidak terikat pada aturan hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada
batas-batas tertentu. Pedagang Kaki Lima juga tidak bersifat tetap, atau berpindah-
pindah lokasi berjualannya dan kebanyakan dari mereka menggunakan tempat
berjualannya bukan milik mereka sendiri. Terdapat 2194 PKL yang terdaftar tidak
mempunyai tempat milik sendiri yang digunakan untuk mendirikan usaha di pinggir
jalan (data Disperindagkop 2015). Kecamatan Serang sebagaimana dijelaskan pada
Perda Nomor 4 tahun 2014 adalah salah satu dari dinas terkait yang mengurus PKL
di Kota Serang yang mendapatkan tugas dalam mencatat PKL yang ada di Kota
Serang. Pedagang Kaki Lima yang ingin mendaftarkan diri untuk perijinan
mendirikan usaha di pinggir jalan bisa langsung datang ke kantor Kecamatan
Serang di bagian penertiban PKL di kota serang.
Pedagang Kaki Lima di Kota Serang terkenal dengan ketidakteraturan dalam
kegiatan usahanya, sembarangan dalam memilih tempat dan tidak jarang PKL
membuang sampah tidak pada tempatnya. Jika PKL, petugas pemerintah dan
masyarakat bisa saling bekerja sama dalam menerapkan fungsi dari Perda, maka
22
akan menciptakan ruang publik yang bersih dan nyaman. Penyelenggaraan
Peraturan Pemerintah Daerah akan dapat berjalan dengan baik apabila kondisi
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di daerah kondusif, dimana
pemerintah dan masyarakat dapat melakukan kegiatan secara aman, tertib, tentram
dan teratur (sumber : Wawancara dengan bapak Hendi Abadi selaku staff
perdagangan Disperindagkop Kota Serang, 12 juni 2015).
Sesuai dengan isi dari Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2014 Tentang Penataan
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima pada BAB III Pasal 4 Tentang Penataan
dan Pemberdayaan PKL menjelaskan bahwa yang dimaksud penatan PKL meliputi
pendataan PKL yang dilakukan berdasarkan identitas PKL, lokasi PKL, jenis
tempat usaha, bidang usaha, modal usaha dan volume penjualan. Pendaftaran PKL
yang dilakukan oleh SKPD yang membidangi perdagangan bersama dengan camat.
Penempatan dan pemindahan PKL dilakukan setelah PKL mendapat Tanda Daftar
Usaha (TDU) sesuai dengan lokasi yang telah ditetapkan. Penetapan dan
penghapusan lokasi PKL dilakukan dengan memperhatikan kepentingan umum,
sosial, budaya, estetika, ekonomi, keamanan, ketertiban, kesehatan dan kebersihan
lingkungan. Peremajaan lokasi dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Serang
yang terkait dengan Perda.
Sedangkan yang dimaksud dengan pemberdayaan PKL adalah peningkatan
kemampuan usaha, fasilitas akses permodalan, fasilitas bantuan sarana dagang,
23
penguatan kelembagaan, fasilitas peningkatan produksi, pengolahan dan
pengembangan jaringan dan promosi, pembinaan bimbingan teknis.
Faktor pendukung dari berjalannya kebijakan adalah dari dua hal, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor utama internal meliputi kebijakan yang
akan diimplementasikan dan faktor-faktor pendukungnya, seperti dari dinas yang
bertanggung jawab atas kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan PKL di Kota
Serang. Sementara itu faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan dan pihak-pihak
terkait, seperti para PKL dan pengguna jalan raya di Kota Serang. Dalam kaitannya
dengan pelaksanaan otonomi daerah, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota
Serang sebagai aparatur pemerintah daerah mempunyai arti yang strategis dalam
membantu tugas kepala daerah dalam menyelenggarakan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat di daerah sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan
dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan
aman.
Dengan adanya Peraturan Daerah Tentang Penataan Dan Pemberdayaan PKL
di Kota Serang, pemerintah berkoordinasi dengan satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) Kota Serang untuk mewujudkan ketertiban dalam aktivitas perdagangan
yang dilakukan oleh PKL di Kota Serang, karena Satpol PP adalah penegak Perda
tentang penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang, yang bertugas
menertibkan dan menata tempat usahanya PKL. Satpol PP Kota Serang ditugaskan
untuk membatu dalam urusan penataan ruang terbuka di Kota Serang sesuai dengan
24
UU No. 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 65 poin b. yaitu
memelihara ketentraman dan kebersihan, dalam hal ini yang bertanggung jawab
adalah Dinas Satpol PP Kota Serang. Satpol PP adalah perangkat Pemerintah
Daerah dengan tugas pokok menegakan Peraturan Daerah (Perda),
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat sebagai
pelaksanaan tugas desentralisasi, dengan cara mengurus dan membina PKL untuk
berjualan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Adanya Peraturan Daerah
tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang,
diharapkan PKL untuk tetap menjaga sarana dan prasarana kawasan perkotaan,
estetika, kebersihan serta menjaga ruang milik publik dan tidak mengganggu
kelancaran lalu lintas di Kota Serang.
Selain itu juga pemerintah daerah bekerja sama dengan Dinas Perindustrian,
Perdagangan Dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Serang dalam menaungi atau
memberdayakan pelaku bidang usaha mikro, kecil dan menengah yang memiliki
peranan yang cukup besar dalam pengembangan ekomoni lokal khususnya di Kota
Serang, termasuk PKL.
Berdasarkan observasi awal pada bulan Juni yang dilakukan oleh peneliti dan
dibenarkan oleh narasumber, dalam beberapa tahun ini lokasi PKL yang menjadi
sorotan publik dengan masalahnya yang kompleks ialah di kawasan Pasar Royal
Kota Serang. Keberadaan PKL di Pasar Royal Kota Serang sudah terlalu banyak
25
sehingga permasalahan seperti menganggu kelancaran lalu lintas, menggaggu
kenyamanan pengguna jalan dan mengambil sebagian sisi jalan sudah biasa kita lihat
(Sumber: wawancara dengan bapak Samsudin selaku anggota Satpol PP Kecamatan
Serang, 11 Juni 2015) Fenomena yang seperti ini sudah menjadi tanggung jawab
pemerintah daerah sebagai pengurus segala sesuatu yang terjadi pada daerahnya.
Ruang terbuka harus bisa diterapkan di kawasan yang di gunakan usaha oleh
para pelaku PKL di Kota Serang karena kondisinya yang sudah mulai menggaggu
kenyamanan pengguna jalan yang melintas (Sumber: Wawancara dengan Bapak
Zakaria selaku Kasi. Trantib Kecamatan Serang 11 juni 2015). Dengan
ditertibkannya PKL mulai dari kawasan Pasar Royal, diharapkan PKL di Kota
Serang bisa seluruhnya mengikuti peraturan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
dalam menanggulangi keamanan dan kenyamanan disemua kawasan PKL di Kota
Serang.
Selain jumlah PKL di Kota Serang yang terdaftar, ada juga beberapa PKL
musiman yang hanya berjualan di waktu-waktu tertentu dan tidak setiap hari mereka
berjualan di satu tempat. Diberlakukannya aturan waktu bagi aktivitas PKL di Kota
Serang, diharapkan bisa membantu dalam menertibkan ruang terbuka publik untuk
mengatasi kemacetan jalan raya. Seperti di Kawasan Pasar Royal dan Alun-Alun
Kota Serang yang hanya diperbolehkan beroperasi mulai dari pukul 16.00 wib. Jika
ada PKL yang melanggar peraturan yang sudah ditetapkan, maka akan dikenakan
sanksi berupa pencabutan Tanda Daftar Usaha (TDU) PKL yang dilakukan oleh
26
Satpol PP Kota Serang dan apabila ada PKL yang melakukan pelanggaran, maka
sanksi terberatnya adalah mendapat kurungan 2 bulan atau didenda Rp. 5.000.000
(lima juta rupiah) sesuai yang tertera pada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4
Tahun 2014 Pasal 28 No. 2 tentang Ketentuan Pidana.
Berdasarkan informasi yang didapat dari UPT Pasar Disperindagkop Kota
Serang terdapat 7 wilayah di Kota Serang yang sudah terdaftar sebagai lokasi yang
diperbolehkan digunakan untuk usaha para PKL. Berikut adalah tabel lokasi yang
digunakan usaha oleh para PKL yang terdaftar di Disperindagkop Kota Serang.
Tabel 1.1
Rekapitulasi Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang tahun 2015
NO. LOKASI JUMLAH PKL
1 Pasar Kalodran 270
2 Pasar Rau 520
3 Pasar Kepandean 254
4 Serang Plaza 533
5 Kawasan Banten Lama 351
6 Taman Sari 56
7 Alun – Alun 210
Jumlah 2194
( Sumber: Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang 2015)
Dari tabel di atas menunjukan bahwa jumlah PKL di Kota Serang cukup
banyak. Padahal jika dilihat dari kondisi jalanan Kota Serang, masih kurang luas
untuk dijadikan sebagai ruang bagi para PKL dan untuk pengguna ruang publik
27
lainnya, seperti pengguna trotoar oleh pejalan kaki, pengguna jalan raya oleh mobil
pribadi maupun angkutan umum. Kebanyakan dari PKL tidak mau tempat jualannya
dipindahkan atau diusir, karena di Kota Serang sendiri belum ada lokasi untuk PKL
berjualan selain di pasar-pasar yang ada, karena penataan PKL Kota Serang masih
cenderung berwujud larangan dan aturan-aturan yang keras dan kaku, daripada
pembinaan dan pewadahan yang sebenarnya di butuhkan oleh PKL. Terlihat dari
belum siapnya pemerintah daerah dalam memberikan ruang untuk para PKL di Kota
Serang.
Upaya-upaya pemerintah dalam mengatasi masalah PKL sangat penting,
karena pasar adalah pusat perbelanjaan di Kota Serang. Selain itu juga dengan
adanya upaya pemerintah kota serang dalam mewujudkan nilai keindahan di Kota
Serang bisa menumbuhkan nilai perekonomian masyarakat sekaligus bisa menggali
potensi dagang jika para PKL dikelola dengan baik. Penataan PKL adalah salah satu
solusi sebagai penyelesaian masalah sosial antara kepentingan PKL dan publik.
Berdasarkan observasi awal peneliti dan wawancara pendahuluan, di temukan
beberapa masalah dan kendala-kendala yang terkait dengan keberadaan PKL di Kota
Serang. Pertama, Perda masih belum berjalan seperti yang tertuang pada isi Perda
Nomor 4 Tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan PKL. Penataan PKL di
Kota Serang masih belum menemui solusinya, dinas terkait seperti Disperindagkop
Kota Serang masih belum bisa memberikan lokasi yang seharusnya ditempatkan
untuk PKL dan selama ini hanya sebatas pengaturan ruang PKL yang ada. Karena
28
sesuai dengan Perda No.4 Tahun 2014 pasal 3 yang bertujuan dengan adanya Perda
tersebut untuk mewujudkan lingkungan tertib, bersih, indah dan aman dengan sarana
dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan. Masalah
tersebut bisa terjadi karena SKPD terkait masih ada yang belum memahami tugas
pokok dan fungsinya dalam Perda No. 4 tahun 2014 tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang.
Kedua, pemberdayaan PKL belum terealisasi karena pihak-pihak penanggung
jawab yaitu Disperindagkop, Kecamatan Serang dan Satpol PP Kota Serang belum
melakukan tugasnya sesuai dengan isi dari Peraturan Daerah Kota Serang no.4 tahun
2014. Pemberdayaan PKL di Kota Serang seharusnya sudah menjadi tanggung
jawab dinas terkait, seperti dinas Perindustrian, Koperasi dan Perdagangan Kota
Serang sebagai dinas yang menetapkan pemindahan dan penempatan para PKL.
Satpol PP Kota Serang sebagai SKPD yang terkait penataan ruang dan dinas
Kecamatan Kota Serang sebagai SKPD yang mendata para PKL yang ingin
mendaftar sebagai PKL tetap di Kota Serang. Dari pendapatan pajak yang ditarik
setiap harinya seharusnya bisa diimbangi dengan fasilitas yang diharapkan untuk
PKL yang berimbas positif untuk pendapatan PKL itu sendiri.
Ketiga, koordinasi antar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi dan
Kecamatan masih belum maksimal dalam melakukan sosialisasi maupun
perencanaan penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang. Perencanaan dan
sosialisasi dari dinas yang terkait sangat perlu, karena dari koordinasi yang baik akan
29
mewujudkan pelaksanaan yang sesuai harapan, seperti adanya relokasi bagi para
PKL yang lebih terjamin usahanya dan bisa menumbuhkan minat masyarakat dalam
menciptakan lowongan pekerjaan di sektor informal. Selain itu juga bisa
menciptakan ruang terbuka yang tertib dan indah untuk di kawasan Kota Serang.
Keempat, belum terbitnya Surat Keputusan yang disusun oleh Disperindagkop
tentang penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang ini juga menjadi hambatan
dalam pelaksanaannya, karena tim pelaksana penataan dan pemberdayaan PKL yang
baru belum ada dan Disperindagkop melakukan penataan dan pemberdayaan PKL
dengan tim pelaksana seadanya yang melibatkan Satpol PP Kota Serang dan petugas
dari Kecamatan Serang, karena yang selama ini digunakan adalah surat keputusan
dari Perda sebelumnya, yaitu Perda No. 10 Tahun 2010 Tentang Ketertiban,
Kebersihan dan Keindahan. Meliputi tim pelaksana dalam penataan dan
pemberdayaannya. (Sumber: wawancara dengan Bapak Sugiri selaku Kepala Bidang
Pasar Disperindagkop Kota Serang, 19 Agustus 2015)
Dengan penataan dan pemberdayaan, diharapkan dapat memberikan solusi
untuk meminimalisir dampak negatif terhadap keberadaan PKL selama ini.
Penelitian ditujukan kepada pembuat kebijakan dan stakeholder lainnya yang terkait
dengan masalah PKL terutama yang berkaitan dengan tata ruang perkotaan.
Diharapkan dengan arahan penataan dan pemberdayaan yang telah dirumuskan dapat
meningkatkan tanggung jawab PKL atas pemanfaatan ruang publik. Demikian
30
dengan masyarakat agar dapat memahami dan berpartisipasi dari fenomena
keberadaan PKL di ruang perkotaan ini.
Dari latar belakang yang telah diungkapkan di atas, peneliti tertarik untuk
mengkaji lebih dalam mengenai “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di
Kota Serang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasikan
permasalahan sebagai berkut :
1. Implementasi peraturan Daerah masih belum optimal, terbukti dari
penataannya yang masih belum sesuai dengan tujuan dari Peraturan
Daerah dan terdapat dinas terkait yang belum memahami isi dari
Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2014 tentang penataan dan
pemberdayaan PKL di Kota Serang.
2. Masih kurangnya sumber daya manusia dalam melakukan pemberdayaan
PKL di Kota Serang, karena pelaksana dari kebijakan belum semua
bekerja sesuai dengan tugasnya.
3. Koordinasi dan sosialisasi antar dinas terkait masih belum maksimal.
Perencanaan pemberdayaan yang belum menemukan solusi bagi PKL di
Kota Serang.
31
4. Petunjuk teknis dari Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014
Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, tidak ada.
Selama ini masih menggunakan petunjuk teknis dari Perda sebelumnya.
1.2 Batasan Masalah
Peneliti menyadari bahwa permasalahan di lokasi sangat kompleks, tetapi
peneliti hanya membatasi masalah dengan implementasi kebijakan terkait dengan
penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang.
Selanjutnya yang dimaksud oleh peneliti di sini adalah Implementasi
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang Tahun 2015 dengan fokus
penelitian pada PKL yang berada atau berjualan di pusat keramaian di Kota Serang.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui masalah yang terkait
dengan PKL adalah tidak adanya penataan dan pemberdayaan bagi PKL yang baik
dan berkelanjutan yang mengakibatkan kurangnya ketertiban PKL di Kota Serang.
Berkenaan dengan itu, maka dalam penelitian rumusan masalahnya adalah
bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan
dan Pemberdayaan PKL Di Kota Serang Tahun 2015?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan dari Peraturan Daerah
32
Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL Di
Kota Serang.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian yang berjudul Implementasi
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan PKL
di Kota Serang.
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan
dan pengetahuan karena akan memperkaya pengetahuan dalam dunia
akademis khususnya ilmu Adminstrasi Negara, terutama yang berkaitan
dengan kebijakan.
2. Secara Praktis
Bagi penulis, diharapkan penelitian ini dapat mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti
selama mengikuti pendidikan di Program Studi Administrasi Negara
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga saat ini. Selain itu, karya
peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan refrensi bagi pembaca dan
peneliti selanjutnya.
33
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
2.1 Landasan Teori
Teori dalam administrasi mempunyai peran yang hampir sama dengan teori
yang ada di dalam ilmu fisika, kimia maupun biologi yaitu berfungsi untuk
menjelaskan dan panduan dalam penelitian seperti yang dikemukakan oleh Hoy dan
Miskel dalam Sugiyono (2007:55) “theory is a set of interrelated concepts,
assumption, and generalizations that systematically describes and explains
regularaties in behavior in organizations”.
Berdasarkan hal di atas teori didefinisikan sebagai alat seperangkat konsep,
asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi baik organisasi formal maupun
organisasi informal.
Menurut Sugiyono (2007:56), berdasarkan definisi tersebut dapat
dikemukakan ada empat kegunaan teori dalam penelitian yaitu :
1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis.
2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi
perilaku yang memiliki keteraturan.
3. Teori sebagai stimulant dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan.
4. Teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.
34
Tinjauan pustaka dalam suatu penelitian merupakan uraian sistematis tentang
teori dan hasil penelitian yang relevan dengan variabel yang diteliti, berapa jumlah
kelompok teori yang perlu dikemukakan atau dideskripsikan akan tergantung pada
luasnya permasalahan dan secara teknis tergantung pada jumlah variabel yang
diteliti, melalui pendefinisian dan uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai
referensi, sehingga ruang lingkup kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar
variabel yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan terarah.
2.1.1 Pengertian Kebijakan
Kebijakan (policy) mengandung arti yang bermacam-macam. Menurut Kamus
Bahasa Indonesia, kebijakan merupakan sebagai rangkaian konsep poko dan asas
yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau suatu konsep dasar
yang jadi pedoman dalam melaksanakan suatu kepemimpinan dan cara bertindak.
Selain itu definisi kebijakan lainnya diungkapkan oleh Suharto (2008:3), yang
menjelaskan bahwa :
“kebijakan (policy)adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan saja dalam
arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan
governance yang menyentuh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan
pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan
yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya
alam, finansial dan manusia demi kepentingan publik yakni rakyat banyak,
penduduk, masyarakat atau warga negara. Kebijakan merupakan hasil dari
adanya sinergi, kompromi atau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan,
teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik
suatu negara.”
35
Pengertian di atas memberikan gambaran pada kita bahwa kebijakan
merupakan alat yang digunakan pemerintah yang juga memperhatikan sumber daya
yang dimiliki untuk kepentingan publik. Definisi kebijakan dikemukakan oleh
Laswell dalam wayne, parson (2014;17):
Definisi kebijakan menurut Laswell memberikan pengertian bahwa kebijakan
diyakini bebas dari unsur politis yang kerap di mak“kata kebijakan (policy)
umumnya di pakai untuk menunjukan pilihan terpenting yang diambil baik
dalam kehidupan organisasi maupun privat. Kebijakan bebas dari konotasi
yang dicakup dalam kata politis yang sering kali diyakini mengandung makna
keberpihakan dan korupsi.”
nai sebagai sebuah konsolidasi. Kebijakan merupakan pilihan penting dalam
organisasi. Menurut Jones dalam Winarno (2002:14) istilah kebijakan digunakan
dalam praktek-praktek sehari-hari. Namun, digunakan untuk menggantikan kegiatan
atau keputusan yang berbeda. Istilah ini sering di pertukarkan dengan tujuan,
program, keputusan, standar, proposal dan grand design. Secara umum, istilah
kebijakan dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor dalam suatu bidang
kegiatan tertentu.
Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep pokok yang menjadi garis
besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang mengandung program pencapaian
tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah bercirikan konsistensi dan
pengulangan tingkah laku dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
2.1.2 Pengertian Kebijakan Publik
36
Setelah memahami definisi dari kebijakan yang telah dikemukakan
sebelumnya, yang selanjutnya akan dijelaskan adalah pengertian dari kebijakan
publik. Eulau dan Prewitt dalam Agustino (2012:6-7), dalam perspektif mereka
mendefinisikan kebijakan publik sebagai: “keputusan tetap yang dicirikan dengan
konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan
dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.”
Definisi lain dikemukakan oleh Dye dalam Agustino (2012:7), bahwa
“kebijakan publik adalah apa yang dipilih pemerintah untuk dikerjakan atau
tidak untuk dikerjakan” seperti ungkapannya dalam subarsono (2005:2) public
policy is whatever governments choose to do or not to do.
Sedangkan menurut Dunn dalam Wicaksana (2006:64), kebijakan ialah pola
ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang tergantung,
termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau
kantor pemerintah. Rose berupaya mengemukakan definisi lain dalam Agustino
(2012:7), yaitu kebijakan publik sebagai, “sebuah sebuah rangkaian panjang dari
banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki konsekuensi
bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan.”
Widodo (2007:12) mendefinisikan kebijakan publik adalah “serangkaian
tujuan dan sasaran dari program-program pemerintah.” Kebijakan publik merupakan
suatu pilihan atau tindakan yang menghasilkan suatu keputusan yang diambil oleh
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang bertujuan
mencapai mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk kepentingan masyarakat.
37
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik
adalah serangkaian saran dan tujuan serta putusan keputusan tetap yang dicirikan
dengan konsistensi dan suatu pilihan atau tindakan yang menghasilkan suatu
keputusan yang diambil oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu hal yang bertujuan mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk kepentingan
masyarakat.
2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik
Pada tahap selanjutnya dalam deskripsi teori ini akan dikemukakan definisi
implementasi publik, setelah sebelumnya diuraikan tentang definisi formulasi
publik. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Wibawa (1994:21),
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai :
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-
pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijkasanaan”
Sedangkan Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2012:139),
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan-keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam
bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk peritah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.
Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin
diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.”
Dari kedua definisi di atas bisa diketahui bahwa implementasi kebijakan
adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat
38
dalam kegiatan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan dan menghasilkan
sesuatu dari kegiatan yang telah dilakukan.
Dari uraian di atas bisa dikatakan implementasi dapat dilihat dari proses dan
capaian tujuan berupa hasil akhir. Ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Lester
dan Stewart dalam Agustino (2012:139), di mana mereka mengatakan bahwa
implementasi sebagai suatu proses dan pencapaian suatu hasil akhir (Output), yaitu:
tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.
Grindle pun berpendapat serupa dengan peryataan sebelumnya dalam
Agustino (2012:139), bahwa :
“Pengukuran hasil implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan
mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dnegan yang telah
ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual project dan yang
kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”
Definisi lain dikemukakan oleh Pressman dan Wildavsky dalam Parsons
(2001:468), yaitu :
“implementasi menjadikan orang melakukan apa-apa yang diperintahkan dan
mengontrol urutan tahap dalam sebuah sistem dan implementasi adalah soal
pengembangan sebuah program control yang meminimalkan konflik dan
deviasi dari tujuan yang ditetapkan oleh hipotesis kebijakan.“
Dari keseluruhan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu
atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan implementasi dapat dilihat dari proses dan capaian hasil akhir.
2.1.4. Model Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik
39
Setelah mengetahui pengertian dari implementasi kebijakan publik,
berikutnya akan diuraikan beberapa model implementasi kebijakan publik menurut
beberapa ahli, diantaranya yaitu :
1) Model Donald Van Meter Dan Carl Van Horn
Meter dan Horn dalam Agustino (2012:141), yang biasa disebut juga A Model
Of Policy Implementation, proses implemetasi ini merupakan sebuah abstraksi atau
performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya sengaja dilakukan
untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung
dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi
kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelakasana dan
kinerja kebijakan publik.
Ada enam variabel menurut Van Meter dan Van Horn dalam Agustino
(2012:142), yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:
1. Ukuran Dan Tujuan Kebijakan.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dan hanya
jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio-kultur
berada dilevel pelaksana kebijakan.
2. Sumber Daya.
Keberhasilan proses implementasi kebijakan tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumberdaya
yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
40
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi
informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat
penting karena kinerja implemtasi kebijakan publik akan sangat akan banyak
dipengaruhi ciri-ciri dengan tepat serta cocok dengan agen pelaksananya.
4. Sikap/Kecendrungan (Disposition) Para Pelaksana.
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implemntasi kebijakan publik.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana.
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan
publik. Semakin baik koordinasi komunikasi antar pihak-pihak yang terlibat
dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan
sangat kecil terjadi. Dan begitulah sebaliknya.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.
Sejauh mana lingkungan eksternal ikut mendorong keberhasilan kebijakan
publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sodial, ekonomi dan politik yang tidak
kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja implementasi
kebijakan.
41
Gambar 2.1 Model Pendekatan The Policy Implementation Process
(Doneld Van Metter Dan Carl Van Horn, Dalam Agustino, 2012:144)
2) Model Mazmanian dan Sabatier
Dalam Nugroho (2011:629), dijelaskan bahwa model ini dikembangkan oleh
Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1983) yang mengemukakan bahwa
inplementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model Mazmanian
dan Sabatier disebut sebagai model Kerangka Analisis Implementasi (A Framework
From Implementation Analysis). Duet Mazmanian dan Sabatier mengklasifikasikan
implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel.
Pertama, variabel independen, mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang
berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksana, keragaman objek,
dan seperti apa yang dikehendaki.
42
Kedua, variabel Intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk
menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi
tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan
hirarki diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan
perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar, dan variabel di luar
kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan
indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis
konsituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen dan kualitas
kepemimpinan dari para pejabat pelaksana.
Ketiga, variabel independen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan
lima tahapan-pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya
kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atasa hasil nyata
tersebut, dan pada akhirnya mengarah pada revisi atau kebijakan yang dibuat atau
dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.
3) Model Hogwood dan Gunn
Model selanjutnya atau model yang ketiga adalah model Brian W. Hogwood
dan Lewis A. Gunn (1978) dalam Nugroho (2011:630). Menurut kedua pakar ini,
untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat.
Syarat pertama berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang
dihadapai lembaga/badan pelaksana tidak akan melakukan maslaah besar. Syarat
kedua, apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang memadai,
termasuk sumber daya waktu. Syarat ketiga, apakah perpaduan sumber-sumber yang
43
diperlukan benar-benar ada. Syarat keempat, apakah kebijakan yang akan
diimplementasikan didasari hubungan kausal yang andal. Syarat kelima, seberapa
banyak hubungan kausalitas yang terjadi. Syarat keenam, apakah hubungan saling
ketergantungan kecil. Syarat ketujuh, pemahaman yang mendalam dan kesepakatan
terhadap tujuan. Syarat kedelapan, bahwa tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan
dalam urutan yang benar. Syarat kesembilan, koordinasi dan komunikasi yang
sempurna. Syarat kesepuluh, bahwa pihak-pihak yang memiliki wewenang
kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
4) Model Goggin, Bowman, dan Lester
Dalam Nugroho (2011:633), Malcolm Goggin, Ann Bowmann, dan James
Lester mengembangkan apa yang disebut “communication model” untuk
implementasi kebijakan, yang disebutnya sebagai “ generasi ketiga model
implementasi kebijakan” (1990). Goggin, dkk. Bertujuan mengembangkan sebuah
model implementasi kebijakan yang “ lebih ilmiah” dengan mengedepankan
pendekatan “metode penelitian” dengan adanya independen, intervening, dan
dependen, dan meletakkan faktor “komunikasi” sebagai penggerak dalam
implementasi kebijakan.
5) Model Merille S. Gridle
Menurut Grindle (1980) dalam Wibawa (1994:22), implementasi kebijakan
ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya bahwa
setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijkan di lakukan.
44
Keberhasilannya ditentukan oleh derajat Implementability dari kebijakan tersebut. Isi
kebijakannya mencakup hal-hal sebagai berikut :
1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
2. Jenis manfaat yang dihasilkan
3. Drajat perubahan yang diinginkan
4. Kedudukan pembuat kebijakan
5. Pelaksana program
6. Sumber daya yang dikerahkan
Sementara itu dari isi yang mencakup hal-hal yang diatas terdapat konteks
implementasinya adalah sebagai berikut :
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Tujuan
kebijakan
Tujuan yg
ingin di
capai
Proyek aksi dan proyek individu yang didesain
Melaksanakan kegiatan dipengaruhi oleh
a) Isi kebijakannya
1. Kepentingan yg terpengaruh oleh kebijakan
2. Jenis manfaat yg akan dihasilkan 3. Drajat perubahan yg diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Pelaksana program yg di kerahkan
b) Konteks implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi actor
yg terlibat
2. Karakteristik lembaga dan penguasa
Hasil kebijakan
a) Dampak pada masyarakat,
individu dan kelompok
b) Perubahan dan penerimaan
oleh masyarakat
45
Gambar 2.2
Model Implementasi Kebijakan Menurut Grindle Dalam Wibawa (1994:22)
6) Model Elmore, dkk
Model ini disusun oleh Richard Elmore (1979), Michael Lipsky (1971), dan
Beny Hijern & David O’Porter dikemukakan dalam Nugroho (2011:635-636),
bahwa dalam model ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat
dalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas,
dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model implementasi ini didasarkan pada
jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri
implementasi kebijakannya atau tetap melibatkan pejabat pemerintah namun hanya
di tataran rendah.
7) Model George C. Edward III
Dalam agustino (2012:150-153), dijelaskan bahwa model implementasi yang
dikembangkan oleh Edward III berspektif top down. Edward III menemakan model
implementasi kebijakan publiknya dengan direct and indirect impact on
implementation. Dalam pendekatan yang diterangkan oleh Edward III, terdapat
empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan,
yaitu : 1) komunikasi 2) sumberdaya 3) disposisi 4) struktur birokrasi.
Mengukur
keberhasilan
46
Gambar 2.3 Model Pendekatan Direct And Indirect Impact On Implementation
(George Edward III) Agustino (2012:150-153)
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan, menurut George Edward III adalah komunikasi. Terdapat tiga indikator
yang dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu :
1. Transmisi: penyakuran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik juga. Seringkali yang
terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertian,
hal tersebut disebabkan karena komunikasi telah melalui tingkatan
birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
2. Kejelasan: komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan
haruslah jelas dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan tidak
selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu para
pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan.
Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut akan menyelewengkan
tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang ditetapkan.
47
3. Konsistensi: perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi haruslah jelas dan konsisten. Karena jika perintah yang
diberikan sering berubah-ubah, maka akan menimbulkan
kebingungan pada pelaksana di lapangan.
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan
implementasi adalah sumber daya. Indicator dari sumber daya terdari beberapa
elemen, yaitu :
1. Staf : sumberdaya yang paling utama dalam implementasi kebijakan
adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi pada implementasi
kebijakan adalah salah satunya disebabkan oleh karena staf yang
tidak mencukupi,memadai, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.
Penambahan jumlah staf dan implementator saja tidak mencukupi,
tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan
atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.
2. Informasi: dalam implementasi kebijakan, iformasi mempunyai dua
bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang
harus mereka lakukan disaat mereka diberi perinttah untuk melakukan
tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para
pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah
ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang
48
terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap
hokum.
3. Wewenang: pada umumnya wewenang harus bersifat formal agar
perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan adalah otoritas atau
legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan
implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat
menggagalkan proses implementasi kebijkan.
4. Fasilitas: fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam
implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki sifat yang
mencukupi, mengerti apa yang di lakukannya, dan memiliki
wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas
pendukung maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasil implementasi
kebijakan publik adalah disposisi. Hal-hal yang perlu dicermati pada variabel
disposisi, menurut George Edward III adalah :
1. Pengangkatan birokrat: disposisi atau sikap para pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi
kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-
kebijakan yang diinginkan pejabat-pejabat tinggi. Karena itu,
pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang
49
yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih
khusus lagi bagi kepentingan warga.
2. Insentif: Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang
disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana
adalah dengan memenipulasi insentif. Oleh karena itu, pada
umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka
memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi
tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu akan menjadi faktor pendorong yang
membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan
baik. hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi
(Self Interest) atau organisasi.
Variabel keempat, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk
melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui
apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melakukan suatu
kebijakan, kemungkinan suatu kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana karena
terdapatnya kelemahan dalam suatu struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu
kompleks menuntut adanya kerja sama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak
kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan
sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan mengahambat jalannya
kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung
50
kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi
dengan baik.
Dari beberapa toeri yang peneliti jelaskan sesuai dengan identifikasi masalah
yang diperoleh, maka peneliti mengambil salah satu teori yang menurut peneliti
paling sesuai untuk menyelesaikan masalah penelitian yaitu teori Donald Van
Metter dan Carl Van Horn (a model of the policy implementation), yang dikutip
dalam Agustino (2012:141-144), terdapat enam variabel yang memperngaruhi
kinerja kebijakan publik, yaitu, satu ukuran dan tujuan kebijakan, kedua
sumberdaya, ketiga karakteristik agen pelakasana, keempat sikap/kecendrungan
para pelaksana, kelima komunikasi antar oeganisasi dan aktivitas pelaksana,
keenam lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
2.1.5 Pedagang Kaki Lima (PKL)
Istilah Pedagang Kaki Lima berasal dari masa penjajahan kolonial belanda.
Peraturan pemerintah pada waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang
dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk
pejalan kaki adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter.
Pengertian Pedagang Kaki Lima adalah istilah untuk menyebut penjaja
dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah
kaki yang dipakai oleh pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut ialah dua kaki
pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak, yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua
roda dan satu kaki. Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang dijalanan
pada umumnya.
51
Seperti pada Perda No. 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan
PKL Pasal 1 No. 8 Pedagang Kaki Lima adalah pelaku usaha yang melakukan
usaha dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak,
menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan
milik pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah kota/swasta yang
sementara.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang pertama dari jurnal yang dibuat oleh Muh Abdurohman Najib
dari Universitas Negeri Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Prodi Ilmu
Administrasi Negara, yang berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Magelang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima Di Kota Magelang” yang dibuat pada tahun 2012.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, subjek penelitian
ditentukan dengan cara Purposive. Data diperoleh dengan wawancara, dokumentasi
dan pengamatan, dan peniliti menggunakan teori dari William, dengan indikator
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan
dan penilaian kebijakan. Untuk memeriksa keabsahan data digunakan teknik
triangulasi. Teknis analisis data digunakan teknik induktif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) keberadaan PKL di Kabupaten
Magelang yang berjualan tidak pada tempatnya dan tidak tertata perlu dilakukan
penataan dan pemberdayaan terhadap Pedagang Kaki Lima yang didasarkan pada
Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penataan
52
dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, (2) implementasi Perda Kabupaten
Magelang No 7 Tahun 2009 belum dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan
karena masih terkendala mengenai penyediaan lahan sebagai pengganti tempat PKL
jika mendapat penertiban dari Dinas Satpol PP Kabupaten Magelang, (3) kendala -
kendala yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang dalam penataan
dan pemberdayaan PKL yaitu PKL yang berjualan tidak pada tempatnya dan tidak
tertata, masih banyak PKL yang tidak memiliki izin usaha, tidak ada lahan atau
tempat khusus bagi PKL, masih banyak PKL yang tidak mengerti dan kurang
paham tentang Perda Kabupaten Magelang No 7 Tahun 2009, belum ada jaminan
pengganti lokasi usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang terhadap
pedagang kaki lima.
Persamaan dari penelitian “Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Magelang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima di Kota Magelang” dengan penelitian "Implementasi Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima Di Kota Serang” adalah sama – sama melatarbelakangi permasalahan
tentang penataan dan pemberdayaan PKL yang bertujuan untuk mengoptimalkan
kegiatan ekonomi dari sektor informal dan sama – sama meneliti tentang bagaimana
Perda tentang PKL dijalankan. Persamaan lainnya ialah peneliti sama- sama
menggunakan metode kualitatif dan fokus penelitian pada Pedagang Kaki Lima.
Perbedaan dari penelitian ini adalah pada penggunaan teori yang disesuaikan
dengan permasalahan dari pelaksanaan dan implementasinya. Selain itu juga
53
perbedaan terdapat pada lokasi penelitian. Saran dari peneliti untuk pemerintah
daerah magelang adalah adanya upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah
Kabupaten Magelang dalam mengatasi kendala-kendala penataan dan
pemberdayaan PKL diantaranya memberikan tempat lokasi usaha yang telah
ditentukan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang, mendorong PKL untuk
membuat surat izin lokasi usaha, penyediaan rest area atau tempat khusus bagi
PKL, menambah daya tampung pasar di masing-masing daerah Kabupaten
Magelang, memberikan penyuluhan dan pembinaan terhadap PKL, memberikan
jaminan lokasi usaha terhadap PKL yang mendapatkan penggusuran.
Adapun penelitian terdahulu selanjutnya adalah jurnal yang dibuat oleh Astri
Ayeti Syafardi yang berjudul “Penata Kelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Buah
Kota Padang” dari Universitas Andalas, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
(Fisip) prodi Administrasi Negara pada tahun 2012. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan menggunakan teori dari Edward III yang indikatornya adalah
komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi, subjek penelitian
ditentukan dengan cara Purposive. Data diperoleh dengan wawancara, dokumentasi
dan pengamatan.
Dalam penelitian ini, masalah yang diketahui ialah PKL menghambat lalu
lintas, merusak keindahan kota, membuat lingkungan menjadi kotor akibat
membuang sampah sembarangan. PKL sebagai bagian dari masyarakat pelaku
usaha memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan diberdayakan. Maka dari
itu, perlu adanya pemahaman lebih menyeluruh mengenai kebijakan penataan PKL.
54
Di kota Padang sendiri, relokasi pasar hingga kini belum terealisasi dengan baik,
apalagi terjadinya gempa 30 September 2009 yang menggucang Sumatera Barat,
menghancurkan beberapa bangunan pasar dan memperburuk tatanan pasar yang
telah ada. Hal ini mempengaruhi performa penataan PKL dalam banyak aspek.
Saran yang diberikan oleh peneliti adalah pemerintah sebaiknya memprogramkan
pemberian bantuan permodalan, memberikan jaminan perlindungan bagi PKL,
Memberikan pembinaan PKL dan pengaturan usaha, Memberikan pembinaan,
bimbingan dan penyuluhan kemampuan manajerial, melakukan kerjasama kemitraan
usaha, memberikan Legalisasi usaha dan izin usaha dari pemerintah dan
Menciptakan Perda tentang penataan PKL yang menunjang iklim usaha dalam hal
sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, kesempatan berusaha, promosi
dagang, dan dukungan kelembagaan bagi PKL buah di kota Padang.
Persamaan penelitian “Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4
Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima” dengan
penelitian skripsi ini yang berjudul Penata Kelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL)
Buah Kota Padang adalah peneliti sama – sama membahas tentang penataan
Pedagang Kaki Lima dan menggunakan metode kualitatif. Perbedaannya adalah
pada teori yang digunakan, selain itu juga lokasi penelitian yang diambil berbeda
tempat. Penelitian ini juga lebih memfokuskan pada PKL buah saja, tidak semua
jenis PKL yang diteliti.
Penelitian selanjutnya dari skripsi yang dibuat oleh Fredi Anton Saputro dari
Universitas Negeri Semarang, Fakultas Ilmu Sosial Jurusan Politik dan
55
Kewarganegaraan. Penlitian skripsi tersebut berjudul “Peranan Satuan Polisi
Pamong Praja dalam Mengimplementasikan Peraturan Daerah Tentang Pedagang
Kaki Lima di Surakarta” yang dibuat pada tahun 2013. Metode yang digunakan
adalah metode kualitatif yang menggunakan teori dari Donald Van Metter dan Carl
Van Horn yang indikatornya adalah ukuran dan tujuan kebijakan, sumberdaya,
karakteristik agen pelaksana, sikap dari pelaksana, komunikasi antar organisasi dan
lingkungan ekonomi, sosial, politik.
Keberdaan PKL yang semakin pesat di Kota Surakarta menumbuhkan minat
wirausaha bagi masyarakatnya, fenomena ini terjadi karena masyarkat berfikir
lapangan pekerjaan bukan lagi hanya dari sektor formal melainkan dari sektor
informal. Fakta meningkatnya kegiatan wirausaha ini bisa terlihat dari banyaknya
masyarkat yang beralih menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL) di pinggir jalan Kota
Surakarta, tidak hanya orang tua yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan,
banyak juga yang menjadi PKL di Kota Surakarta ini adalah anak muda yang
memberikan variasi jajanan.
Dengan meningkatnya PKL, sudah bisa dipastikan bahwa sampah yang
ditimbulkan dari para PKL ini terus bertambah setiap harinya. Menjadi tugas
tambahan lagi bagi pegawai Dinas Pekerja Umum Kota Surakarta untuk terus
membersihkan sampah bekas dagangan PKL, selain itu juga tugas tambahan bagi
para Satpol PP Kota Surakarta dalam menertibkan dan menata PKL yang kerap
melanggar aturan.
56
Dari hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan permasalahan yaitu
peran Satpol PP yang masih kurang tegas dalam melaksanakan tugasnya menata
PKL, razia yang dilakukan hanya 1 minggu sekali, fasilitas sarana dan prasarana
yang dimiliki oleh dinas Satpol PP yang dirasa kurang cukup untuk menata PKL
dan peran dinas terkait lainnya yang kurang dalam paham dari Perda yang
disosialosasikan karena adanya komunikasi yang kurang antar dinas terkait.
Saran dari peneliti adalah perlunya penyuluhan secara intensif tentang Perda
No. 3 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta.
Memberikan relokasi tempat untuk PKL yang akan ditata dan Pemkot memberikan
fasilitas sarana dan prasarana untuk Satpol PP dalam menjalankan tugasnya.
Persamaan dari penelitian skripsi yang berjudul “Peranan Satuan Polisi
Pamong Praja dalam Mengimplementasikan Peraturan Daerah Tentang Pedagang
Kaki Lima di Surakarta” dengan penelitian yang berjudul “ Implementasi Peraturan
Daerah Kota Serang No. 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima di Kota Serang” adalah sama – sama menggunakan teori dari
Donald Van Metter dan Carl Van Horn dalam mengatasi permasalahan pada
penelitiannya. Selain itu juga pendekatan yang digunakan dalam penelitian sama –
sama menggunakan metode kualitatif.
Perbedaan pada skripsi ini adalah penelitian hanya meneliti peran dinas dari
Satpol PP dalam menata PKL, tetapi penelitian yang berjudul “Implementasi
Peraturan Daerah Kota Serang No. 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
57
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang” meneliti dari pelaksanaan
Perda terkait yang mengenai tentang penataan dan pemberdayaan PKL.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan alur pemikiran peniliti dalam penelitian dan
sebagai kelanjutan dari teori memberikan penjelasan dari Implementasi Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima Di Kota Serang, maka dalam penelitian ini dibuatkan kerangka berfikir.
Sehingga dengan adanya kerangka berfikir ini, baik peneliti maupun pembaca
mudah memahami dan mengetahui tujuan yang ingin dicapi dari penelitian.
Menurut Sugiyono (2010:65) menyatakan bahwa kerangka berfikir
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai factor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting. Oleh
karenanya peneliti berangkat dari identifikasi masalah untuk meneliti masalah untuk
membuat kerangka berfikir. Adapun masalah-masalah yang ada terkait
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pentaan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang diantaranya:
1. Peraturan Daerah masih belum optimal, terbukti dari penataannya yang
masih belum sesuai dengan tujuan dari Peraturan Daerah.
2. Terdapat dinas terkait yang belum memahami isi dari peraturan daerah
nomor 4 tahun 2014 Kota Serang tentang penataan dan pemberdayaan
PKL.
58
3. Masih kurangnya sumber daya manusia dalam melakukan pemberdayaan
PKL di Kota Serang, karena pelaksana dari kebijakan belum semua
bekerja sesuai dengan tugasnya.
4. Koordinasi dan sosialisasi antar dinas terkait masih belum maksimal.
Perencanaan pemberdayaan yang belum menemukan solusi bagi PKL di
Kota Serang.
Berdasarkan dari permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka
dikiranya dibutuhkan suatu alat untuk mengetahui Implementasi Perda Nomor 4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota
Serang sudah berjalan dengan baik ataupun tidak, karena dalam sebuah penelitian
tidak akan menemukan kesimpulan jika tidak diimbangi dengan teori yang
berkaitan dengan masalah yang ada di lapangan. Dibawah ini akan dijelaskan
mengenai implementasi yang menjadi titik acuan untuk mengetahui Implementasi
Perda ini dengan menggunakan indicator implementasi kebijakan publik menurut
Donald van metter dan carl van horn (A Model Of The Policy Implementation),
yang dikutip dalam Agustino (2012:141-144), terdapat enam variabel yang
mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan.
2. Sumberdaya.
3. Karakteristiik agen pelaksana.
4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana.
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana.
59
6. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik.
Variabel implementasi kebijakan publik yang di sebutkan diatas dinilai lebih
rasional dan tepat untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada pada
implementasi Perda ini. Sesuai dengan indikator yang bisa menjawab identifikasi
masalah yang ada pada pelaksanaan Perda. Selain itu juga pemilihan teori dari
Donald Van Metter dan Carl Van Horn ini mempunyai variabel yang terkait dengan
konsentrasi peneliti, yaitu konsentrasi kebijakan publik. Inkator dari teori tersebut
harus bisa menjadi acuan penelitian yang di lakukan oleh peneliti di lapangan.
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir bisa dilihat pada gambar 2.4 di bawah
ini :
60
Donald van metter dan carl van horn (a model of the policy implementation), yang
dikutip dalam agustino (2012:141-144), terdapat enam variabel yang mempengaruhi
kinerja kebijakan publik, yaitu :
1. Ukuran dan tujuan kebijakan.
2. Sumberdaya.
3. Karakteristiik agen pelaksana.
4. Sikap/kecenderungan (disposition) para pelaksana.
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana.
6. Lingkungan ekonomi, social dan politik.
(Sumber : Peneliti 2015)
Gambar 2.4 Kerangka Berfikir
PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN
PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SERANG
Identifikasi masalah
1. Implementasi peraturan Daerah masih belum optimal, dari penataannya yang masih
belum sesuai dengan tujuan dari Peraturan Daerah dan terdapat dinas terkait yang
belum memahami isi dari Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2014 tentang penataan
dan pemberdayaan PKL di Kota Serang.
2. Masih kurangnya sdm dalam melakukan pemberdayaan PKL di Kota Serang, karena
pelaksana dari kebijakan belum semua bekerja sesuai dengan tugasnya.
3. Koordinasi antar dinas terkait masih belum maksimal. Perencanaan pemberdayaan
yang belum menemukan solusi bagi PKL di Kota Serang.
4. Petunjuk teknis dari Perda Kota Serang Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, tidak ada. masih menggunakan petunjuk teknis
dari Perda sebelumnya.
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG
PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KOTA SERANG
BERJALAN DENGAN MAKSIMAL
61
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan suatu anggapan atau suatu dugaan yang diterima
sebagai dasaar yang dijadikan sebagai landasan berfikir karena dianggap benar.
Asumsi yang disimpulkan berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan yang
menunjukan adanya berbagai permasalahan yang ada di lapangan. Selain itu juga
peneliti menarik asumsi berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber
dengan cara wawancara yang dilakukan dengan informan, dan menemukan
berbagai permasalahan yang ada.
Berdasarkan masalah-masalah dan kerangka pemikiran di atas, peneliti
berasumsi bahwa Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun
2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang,
belum berjalan dengan maksimal.
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Menurut Sugiono (2010:1), secara umum metode penelitian diartkan sebagai
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode
yang digunakan dalam penelitian yang berjudul Implementasi Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima Di Kota Serang ini adalah metode penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif.
Menurut Moleong (2013:6) metode penelitian kualitatif adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahamii fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara
holistikdan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Sedangkan Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2013:4) mendefinisikan,
metodologi penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
63
3.2. Fokus Penelitian
Agar penelitian lebih terstruktur dan sistematis, maka ruang lingkup
penelitian difokuskan pada Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4
Tahun 2014
Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang.
3.3. Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi sangat penting dalam rangka mempertanggungjawabkan
data yang diambil. Dalam penelitian ini lokasi yang diambil adalah di Kota Serang.
Khususnya pertama di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
(Disperindagkop) Kota Serang, kedua di Kecamatan Serang, ketiga di Satpol PP
Kota Serang. Alasan mengapa peneliti memilih lokasi penelitian di Kota Serang
ialah peneliti ingin mengetahui pelaksanaan dari Peraturan Daerah Kota Serang
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL Di Kota Serang.
Maka dari itu peneliti meneliti tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota
Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima Di Kota Serang.
64
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan penelitian yang berkaitan
dengan Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang. adapun teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan dari Van
Metter dan Van Horn dalam Agustino (2012:141-144),yang menjelaskan
terdapatnya enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu :
1. Ukuran Dan Tujuan Kebijakan.
2. Sumberdaya.
3. Karakteristk Agen Pelaksana.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana.
5. Komunikasi Antar Organisasi Dan Aktifitas Pelaksana.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial Dan Politik.
Variabel implementasi kebijakan publik yang disebutkan di atas dianggap
tepat untuk menjawab masalah-masalah yang ada pada implementasi Perda ini.
3.4.2 Definisi Operasional
Pada penelitian Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun
2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang,
teori yang digunakan adalah teori implementasi Van Metter dan Van Horn yang
mengemukakan enam indikator suksesnya sebuah implementasi kebijakan, yaitu
ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana,
sikap/kecenderungan para pelaksana, komunikasi antar orgasnisasi dan aktivitas
65
pelaksana, lingkungan sosial, ekonomi dan politik. Jika indikator-indikator tersebut
sudah bisa dilakukan dengan baik, dengan demikian pelaksanaan kebijakan akan
berjalan dengan baik juga karena dari indikator-indikator tersebut bisa menjawab
kebutuhan dari PKL sekaligus mewujudkan perencanaan program tentang penataan
dan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kota Serang. Berikut rincian dari dimensi
dan indikator yang digunakan pad
66
a tabel 3.1 di bawah ini :
Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian
Dimensi Indikator Pertanyaan
Implementasi
Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor
4 Tahun 2014
Tentang Penataan
dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki
Lima Di Kota
Serang
Ukuran dan tujuan kebijakan
Ukuran kebijakan: Apakah sudah realistis ukuran
dari kebijakan ini pada level pelaksana kebijakan?
Tujuan kebijakan: Apakah sudah realistis tujuan dari
kebijakan ini pada level pelaksana kebijakan?
Sumberdaya
Sumberdaya manusia: Apakah jumlah dan
kompetensi pelaksana untuk penataan dan
pemberdayaan PKL ini sudah cukup?
Sumberdaya anggaran: Darimana anggaran di dapat?
Sumberdaya waktu: Apakah ada waktu yang
ditentukan dalam pelaksanaan kebijakan?
Sumberdaya waktu: Apakah waktu yang ada sudah
cukup membantu?
Sumberdaya sarana dan prasarana: Bagaimana
dengan fasilitas sarana dan prasarana?
Karakteristik agen pelaksana
Birokrasi/lembaga: Apakah karakteristik
implementor sudah sesuai untuk kebijakan ini?
Birokrasi/lembaga: Siapa saja yang dilibatkan dalam
pelaksana kebijakan ini?
Sikap/ kecenderungan
(disposition)para pelaksana
Inisiatif: Adakah kepedulian terhadap lingkungan
sekitar wilayah?
Partisipatif: Adakah partisipasi dari lingkungan
internal dan eksternal?
Komunikasi antar organisasi
dan aktivitas pelaksana
Komunikasi: Bagaimana komunikasi internal dan
eksternal yang dilakukan?
Koordinasi: Seperti apa proses koordinasi yang
dilakukan antar SKPD dan kepada pedagang kaki
lima?
Lingkungan sosial, ekonomi
dan politik
Sosial: Apakah lingkungan sosial turut
mempengaruhi kebijakan ini?
Ekonomi: Apakah kondisi ekonomi turut
mempengaruhi kebijakan ini?
67
Politik: Apakah kondisi politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
(Sumber: Peneliti, 2015)
3.5 Instrumen Penelitian
dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono, (2012:222) yang menjadi
instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti
sebagai instrument juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.
Selanjutnya Nasution (1988) dalam Sugiyono (2012:60) menyatakan :
“dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya
belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur
penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil hasil itu semua tidak dapat
secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan
sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan ttidak
jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu
- satunya yang dapat mencapainya”.
Berdasarkan pernyataan dari para ahli di atas, peneliti menarik garis besar
bahwa instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian ini,
peneliti sebagai instrument utama yang memiliki kewajiban mencari data dan
informasi dalam penelitian guna mendapatkan data yang akurat dan relevan dari
berbagai sumber yang sedang diteliti.
68
3.6 Informan Penelitian
Pemeilihan informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah
berdasarkan pada asas subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan
bersedia memberikan informasi lengkap dan akurat. Infroman yang bertindak
sebagai sumber data dan informasi harus memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah informan, tetapi bisa
tergantung dari pemilihan informan kunci, dan komplesitas dari keragaman
fenomena social yang diteliti. Dengan demikian, informan ditentukan dengan teknik
purposive (bertujuan). Penelieti memilih informan sesuai dengan kriteria tertentu
yang telah ditetapkan. Kriteria ini harus sesuai dengan topik peneliti. Mereka yang
dipilihpun harus dianggap kredibel untuk menjawab masalah penelitian. Walaupun
demikian dalam penelitian nanti, tidak menutup kemungkinan peneliti juga akan
menggunakan teknik Snowball disesuaikan dengan kondisi atau situasi yang ada di
lapangan.
Dalam penelitian yang dilakukan yang akan menjadi informan peneliti adalah
Kasubag Perdagangan Disperindagkop Kota Serang, Kepala Bidang pasar
Disperindagkop, staff Disperindagkop Kota Serang, Satpol PP Kota Serang dan
Satpol PP Kecamatan Serang beberapa instansi pemerintahan sebagai informan
kunci (Key Informan) yang dapat memberi informasi tentang bagaimana
pelaksanaan Perda nomor 4 tahun 2014 tentang penataan dan pemberdayaan
pedagang kaki lima di Kota Serang, kemudian informan pendukung (Second
69
Informan) akan ditentukan untuk memberi petunjuk dan dapat dijadikan sebagai
sumber data dan informasi lain yang dibutuhkan dalam penelitian.
Untuk mengetahui informan dalam penelitian ini, berikut adalah uraian
informan yang berkaitan dalam penelitian :
Tabel 3.2
Sumber Informan Penelitian
Kode Informan Informan Keterangan
I1
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
I1.5
I1.6
I1.7
I1.8
I1.9
I1.10
Instansi Pemerintah
1. Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar
Disperindagkop Kota Serang.
2. Kepala Uptd Pasar
Disperindagkop Kota Serang.
3. Kasubag Perundang–Undangan
Bagian Hukum Setda Kota
Serang
4. Sekertaris Satpol PP Kota
Serang.
5. Kasi Trantib Kec. Serang.
6. Sekertaris Camat Kec. Cipocok
Jaya.
7. Kasi Trantib Kec. Curug.
8. Sekertaris Camat Kec.
Taktakan
9. Kasi Ekonomi Pembangunan
Kec.Kasemen
10. Sekertaris Camat Kec.
Walantaka
Key Informan
70
I2
I2.1
I2.2
I2.3
Masyarakat
1. Pedagang Kaki Lima.
2. Paguyuban Pedagang Kaki
Lima (PPKLI)
3. Pengguna Jalan Raya.
Secondary Informan
(Sumber: Peneliti, 2015)
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data akan cara pengumpulan data serta jenis dan
sumber data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian yang dialkukan. Dalam
penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu:
1. Observasi
Menurut moleong (2013:175) observasi (pengamatan) adalah kegiatan untuk
mengoptimalkan kemapuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian,
perilaku tidak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Pengamatan diklasifikasikan atas
pengamatan melalui cara berperan serta (Partisipan) dan yang tidak berperan serta
(non partisipan). Pada pengamatan tanpa peran serta, peneliti hanya melakukan satu
fungsi, yaitu mengadakan pengamatan saja. Sedangkan pengamatan berperan serta
melakukan dua peranan sekaligus, yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi
anggota resmi dari kelompok yang diamati. Pada penelitian ini, peneliti berperan
sebagai non partisipan atau tidak berperan serta, karena dalam penelitian ini peneliti
tidak terlibat secara langsung dalam proses Implementasi Peraturan Daerah Kota
Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
71
Lima Di Kota Serang. peneliti hanya melakukan pengamatan saja untuk mengetahui
bagaiman implementasi Perda tersebut.
2. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan suatu teknik dengan pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen terulis,
gambar maupun elektronik yang bersumber dari dokumen yang resmi dan relevan
dengan permasalahan yang sedang diteliti.
3. Wawancara
Wawancara adalah proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap
muka antara pihak penanya (interviewer) dengan pihak yang ditanya atau penjawab.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti. Teknik laporan ini mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri (self
report) atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.
(Sugiyono, 2012:72).
Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang pengumpulan
datanya didasarkan pada percakapan intensif dengan suatu tujuan tertentu untuk
mencari informasi sebanyak-banyaknya. Wawancara dilakukan dengan cara
mendapatkan berbagai informasi menyangkut masalah yang diajukan dalam
penelitian. Wawancara dilakukan pada informan yang dianggap menguasasi
mengenai apa yang diteliti. Adapaun wawancara yang digunakan dalam penelitian
72
ini adalah wawancara terstruktur yang pewawancaranya menetapkan masalah yang
akan diajukan peneliti kepada informan.
Untuk kelancaran wawancara, peneliti sebelumnya telah mempersiapkan
berupa panduan wawancara. Mengingat sebagai instrument pengumpul data adalah
peneliti sendri yang dihadapkan langsung dengan informan, maka harus diciptakan
suasana sedemikian rupa antara kedua belah pihak agar tercipta kemudahan
memperoleh informasi. Berikut adalah pedoman wawancara yang peneliti buat :
Tabel 3.3
Pedoman Wawancara
Dimensi Indikator Pertanyaan Kode
Informan
Ukuran Dan Tujuan
Kebijakan
1. Ukuran realistis
kebijakan
2. Tujuan realistis
kebijakan
1. Seperti apa ukuran realistis
kebijakannya?
2. Seperti apa tujuan realistis
kebijakannya?
I1, I2.1,
I2.2, I2.3
I1, I2, I2.2,
I2.3
Sumberdaya 1. Sumberdaya
manusia
2. Sumberdaya
anggaran
3. Sumberdaya sarana
dan prasarana
4. Sumberdaya waktu
1. Apakah jumlah dari pelaksana
dari penataan dan pemberdayaan
PKL sudah cukup?
2. Darimana sumber anggaran yang
didapat?
3. Apakah fasilitas pelaksanaan
sudah cukup memadai?
4. Apakah waktu yang diberikan
sudah cukup membantu?
I1, I2.3
I1
I1
I1
Karakteristik Agen
Pelaksana
1. Birokrasi/lembaga
1. Apakah karakteristik dari
implementor sudah sesuai untuk
kebijakan ini?
2. Siapa saja yang turut dilibatkan
dalam pelaksanaan kebijakan ini?
I1, I2
I1, I2.3
73
Sikap/Kecenderungan
Para Pelaksana
1. Inisiatif
2. Partisipatif
1. Adakah kepedulian untuk
lingkungan sekitar wilayah?
2. Adakah partisipasi dari
lingkungan internal dan
eksternal?
I1
I1,I2, I2.3
Komunikasi Antar
Organisasi dan
Aktivitas Pelaksana
1. Komunikasi
2. koordinasi
1. Bagaimana proses komunikasi
dilakukan ?
2. Seperti apa koordinasi yang
dilakukan antar SKPD dan
kepada pedagang?
I1, I2
I1
Lingkungan Ekonomi,
Sosial dan Politik
1. Ekonomi, Sosial dan
Politik
1. Apakah kondisi ekonomi, sosial
dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
I1, I2,
(Sumber : Peneliti, 2015)
1.6.2 Jenis Dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif ini adalah data primer dan sekunder.
Sumber data primer yaitu data-data yang didapat langsung dari lapangan atau
tempat penelitian yang langsung dari sumbernya dan masih bersifat data mentah
karena belum diolah. Sedangkan data sekunder ini merupakan sumber data yang
diperoleh melalui kegiatan studi literature atau studi kepustakaan dan dokumentasi
mengenai data yang diteliti. Adapun alat bantu lainnya yang peneliti gunakan dalam
melakukan penelitian ini adalah:
1. Alat perekam.
2. Kamera.
3. Catatan lapangan.
3.7 Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
74
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki
lapangan, selama di lapangan, dan seelah selesai di lapangan. Dalam hal ini
Nasution (1988) dalam Sugiyono (2012:245) menyatakan “analisis telah mulai
sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Analisis data menjadi
pegangan penelitian yang selanjutnya sampai jika mungkin, teori yang “Grounded”.
Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan penumpulan data.
Maksud dari analisis data adalah untuk penyederhanaan data ke dalam
formula yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah diinterpretasikan.
Maksudnya analisis data di sini tidak saja memberikan kemudahan interpretasi
tetapi mampus memberikan kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati
sehingga implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat diajadikan sebagai
bahan kesimpulan akhir penelitian. Analisis data dimulai sejak pengumpulan data
dan dilakukan lebih intensif lagi setelah kembali dari lapangan. Seluruh data yang
ditelaah dan reduksi sehingga terbentu suatu informasi. Satuan informasi inilah
yang ditafsirkan dan diolah dalam bentuk hasil penelitian sampai pada tahap
kesimpulan akhir.
Dalam prosesnya analisis data dalam penelitian ini menggunakan model
interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles dan Hubberman (1984) dalam
Sugiyono (2012:246) yang mengemukakan dalam aktifitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan dengan cara interktif dan berlangsung secara terus menerus
75
sampai tuntas, datanya jenuh. Aktifitas dalam analisis data, yaitu pengumpulan data
(data collecting), reduksi data (Data Reduction), penyajian data (Data Display) dan
penarikan kesimpulan/verifikasi. Apabila digunkan proses tersebut akan nampak
sebagai berikut :
Gambar 3.1
Analisis Data menurut Miles dan Huberman
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan
kegiatan berulang – ulang secara terus menerus. Ketiga hal utama itu merupakan
sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan
data. Ketiga kegiatan di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi dicatat
dalam catatan lapangan yang terdari dari dua bagian yaitu deskriptif dan reflektif.
Catatan deskriptif adalah catatan alami yang meliputi catatan tentang apa
yang dilihat, didengar, disaksikan dan dialami sendiri oleh peneliti terhadap
fenomena yang dialami. Catatan reflektif adalah catatan yang berisi kesan,
Data Reduction
Data Display
Conclusion:
Drawing/ verivying
76
komentar, pendapat, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai, dan
merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya.
2. Reduksi Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya dibuat reduksi data guna memilih data
yang relevan dan bermakna, memfokuskan data yang mengarah untuk memecahkan
masalah, penemuan, pemaknaan atau untuk menjawab pertanyaan penilitian.
3. Data Display
Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.
Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola
hubungan, sehingga akan mudah dipahami.
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan
mendisplaykan data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang telah
difahami tersebut.
4. Conclusion Drawing/Verification
Langkah keempat dalam tahap analisis kualitatif selanjutnya adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan tetapi, apabila
kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti (data) yang valid dan konsisten yang
peneliti temukan dilapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel.
77
Adapun pengujian keabsahan data pada penelitian ini, peneliti melakukan
pengujian dengan menggunakan metode triangulasi. Denzin dalam Prastowo
(2011;269) membedakan triangulasi menjadi lima, yaitu :
a. Triangulasi sumber, yaitu suatu teknis pengecekan kredibilitas data yang
dilakukan dengan memeriksa data yang didapatkan melalui beberapa
sumber.
b. Triangulasi teknik, yaitu suatu teknik pemgecekan kredibilitas data yang
dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan
teknik berbeda.
c. Triangulasi waktu, suatu teknik pengecekan kredibilitas data dengan cara
melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain
dalam waktu atau situasi berbeda.
d. Triangulasi penyidik, yaitu cara pemeriksaan kredibilitas data yang
dilakukan dengan memanfaatkan pengamat lain untuk pengecekan derajat
kepercayaan data.
e. Triangulasi teori, yaitu cara pemeriksaan kredibilitas data yang dilakukan
dengan menggunakan lebih dari satu teori untuk memeriksa data temuan
penelitian.
Dari berbagai macam triangulasi di atas, peneliti melakukan analisis data
menggunakan triangulasi Sumber dan Tenik. Triangulasi sumber dalam penelitian
ini dilakukan dengan membandingkan data hasil wawancara dari pada informan
yang dituju. Sedangkan triangulasi teknik dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengecek data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yaitu data yang
diperoleh dengan wawancara, kemudian dicek dengan observasi dilapangan dan
dokumentasi.
3.8 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti bagaimana Implementasi
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan
78
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang. Adapaun waktu penelitian ini
dimulai dari bulan Maret 2015.
Tabel 3.4
Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
Waktu Penelitian
2015 2016
mar apr mei Jun jul agu sept okt nov des jan feb mar apr
1 Observasi
Awal
2
Pengajuan
BAB I, II,
III
3
Bimbingan
Dan Revisi
BAB I, II, III
4 Seminar
Proposal
5 Revisi
Proposal
6 Penyusunan
BAB IV-V
8
Penyusunan
Laporan
Akhir
9 Sidang
Skripsi
(Sumber : Peneliti, 2016)
79
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian
4.1.1 Profil Kota Serang
Kota Serang adalah wilayah baru hasil pemekaran dari Kabupaten Serang
Provinsi Banten. Sebagai ibukota provinsi, kehadirannya adalah sebuah
konsekuensi logis dari keberadaan Provinsi Banten. Terdiri dari 6 (enam)
Kecamatan yaitu; Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen, Kecamatan Walantaka,
Kecamatan Curug, Kecamatan Cipocok Jaya dan Kecamatan Taktakan. Kota
Serang memiliki luas wilayah 266,77 km2
dengan jumlah penduduk sekitar 523.384
jiwa.
Batas wilayahnya diantaranya adalah sebelah Utara yaitu Teluk Banten
Sebelah Timur yaitu Kecamatan Pontang dan Kecamatan Kragilan Kabupaten
Serang, sebelah Selatan yaitu Kecamatan Cikeusal, Kecamatan Petir dan
Kecamatan Baris Kabupaten Serang serta Sebelah Barat yaitu Kecamatan Pabuaran,
Kecamatan Waringin Kurung dan Kecamatan Kramatwatu Kabupaten Serang.
Dari 6 (enam) Kecamatan tersebut sendiri 20 kelurahan dan 46 desa. Kota ini
diresmikan pada tanggal 2 November 2007 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kota Serang, setelah sebelumnya RUU Kota Serang disahkan
17 Juli 2007 kemudian dimasukkan dalam lembaran Negara Nomor 98 Tahun 2007
80
dan tambahan lembaran Negara nomor 4748, tertanggal 10 Agustus 2007.
Sebelumnya, pemerintah Provinsi Banten dalam mempercepat terwujudnya
pemerintahan Kota Serang telah mempersiapkan empat kelompok kerja (Pokja)
yang akan bekerja sebelumnya ditetapkan Pejabat WaliKota Serang. Keempat pokja
tersebut terdiri dari Pokja Personil, Pokja Keuangan Perlengkapannya dan Pokja
Partai Politik.
Pembentukan dan susunan personil masing masing pokja diisi oleh pejabat
Pemprov Banten dan Pemkab Serang. Untuk menjalankan roda pemerintahan
sebelum diselenggarakan pilkada, Asisten Daerah (Asda) 1 Pemprov Banten
Asmudji HW akhirnya terpilih sebagai Depdagri menyaring tiga nama calon yang
diajukan Gubernur Banten saat itu.
Asmudji dilantik d Jakarta oleh Mendagri pada 02 Novemver 2007.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota
Serang, Pertimbangan pembentukan Kota Serang adalah perlunya peningkatan
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan publik
guna terwujudnya kesejahteraan masyarakatnya.
Pada 5 Desember 2008 melalui pemilihan kepala daerah langsung,
dilantiklah Walikota dan Wakil WaliKota Serang definitif. Sejak saat itu hingga 5
tahun ke depan Kota Serang akan dipimpin oleh duet kepemimpinan H. Bunyamin
dan TB. Chaerul Jaman yang mengusung visi terwujudnya landasan Kota Serang
yang global dan berwawasan lingkungan dan misi menyiapkan proses perencanan
81
tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
Kota Serang; Menyiapkan tata pemerintahan yang baik dan benar; Meningkatkan
iklim usaha yang kondusif bagi pelaku ekonomi di berbagai sektor; Meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia melalui pendidikan formal dan non formal yang
terjangkau dan bekualitas.
4.1.1.1. Keadaan Geografis Kota Serang
Kota Serang secara geografis terletak antara 5099’-60 22’ Lintang
Selatan dan 1060 07’-1060 25’ Bujur Timur. Apabila memakai koordinat
system UTM (Universal Transfer Mercator) zone 48E wilayah Kota Serang
terletak pada koordinat 618.000 m sampai dengan 638.000 m dari Barat ke
Timur dan 9.337.725 m sampai dengan 9.312.475 m dari Utara ke Selatan.
Jarak terpanjang menurut garis lurus dari Utara ke Selatan adalah sekitar 21,7
Km dan jarak terpanjang dari Barat ke Timur adalah sekitar 20 Km. Sebelah
Utara Kota Serang berbatasan dengan Laut Jawa, dan sebelah Timur
berbatasan dedngan Kabupaten Serang, begitu juga di sebelah Selatan dan
disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Serang.
Kota Serang mempunyai kedudukan sebagai pusat pemerintahan
Provinsi Banten, juga sebagai daerah alternatif dan penyangga (hinterland)
ibukota Negara, karena dari Provinsi DKI Jakarta hanya berjarak sekitar 70
km. wilayah Kota Serang sebagian besar adalah dataran rendah yang memiliki
ketinggian kurang dari 500 mdpl dan beriklim tropis dengan curah hujan yang
82
cukup tinggi dan hari hujan banyak dengan ukuran tertinggi dalam sebulan 70
mm dan rata-rata 19 hari hujan.
4.1.1.2. Slogan Kota Serang Madani
Menegaskan tujuan pemerintahan Kota Serang untuk mewujudkan
Kota Serang yang madani, yang pada dasarnya mempunyai prinsip sebagai
berikut :
1) Menghormati kebebasan beragama (5 agama yang diakui pemerintah
Indonesia yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945)
2) Menjaga persaudaraan antar umat beragama
3) Menjaga perdamain dan kedamaian
4) Menjaga persatuan
5) Etika politik yang bebas bertanggung jawab
6) Pemerintahan yang melindungi hak dan kewajiban warga Negara
(masyarakat)
7) Konsistensi penegakan hukum berdasarkan kebenaran dan keadilan
8) Terciptanya masyarakat yang demokratis
9) Menghormati hak-hak azasi individu
10) Selalu berada dalam koridor agama
Semua itu diharapkan bisa terwujud dalam pemerintahan kota yang
bersih, adil, bertanggung jawab, agung, dan berwibawa, sehingga bisa
83
menciptakan masyarakat Kota Serang yang sejahtera di semua bidang (sosial,
politik, budaya dan pendidikan)
4.1.1.3.Visi Misi Kota Serang
1) Visi
Terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan pimpinan dan
pelayanan publik di bidang informasi dan kehumasan yang berkualitas.
2) Misi
a. Mengembangkan aparatur kehumasan yang professional dalam mengolah
informasi
b. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat di bidang informasi dan
komunikasi
c. Meningkatkan kualitas dan kuantitas system informasi dan komunikasi
Dalam penelitian tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota
Serang ada beberapa instansi yang terkait dalam penanganannya, yaitu
Sekretariat Daerah Kota Serang, Disperindagkop Kota Serang, Satpol PP Kota
Serang dan Kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Serang.
4.1.2. Profil Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang.
84
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Penanaman Modal dibentuk
berdasarkan Perda/Perwal No.3 Tahun 2007 tanggal 27 November 2007 yang pada
waktu itu beralamat di Gedung Balai Kota Jl.Jendral Sudirman No.5. Pada tanggal
05 November 2008 pindah alamat di Jl.Letnan Jidun No.4 Kepandean.
Berdasarkan PP 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan
dikeluarkanlah Perda No.9 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Dinas Darah yang didalamnya terdapat Dinas Perindustrian, Perdagangan
dan Koperasi.
Terdapat 3 bagian pada dinas perindustrian, perdagangan dan koperasi Kota
Serang. Perindustrian, perdagangan, koperasi dan UMKM. Masing-masing
mempunyai 3 seksi pada bidangnya, seperti bidang Perindustrian mempunyai Seksi
Industri Kimia dan Hutan, Seksi Industri Agro, Aneka dan Kerajinan, Seksi Industri
Logam, Mesin, Elektronik dan Tekstil. Pada bidang Perdagangan mempunyai Seksi
Perdagangan Dalam Negeri dan Luar Negeri, Seksi Pengelolaan Informasi dan
Perlindungan, Seksi Pengelolaan dan Pengembangan Pasar. Pada bidang Koperasi
dan UMKM mempunyai Seksi Bina Koperasi, Seksi Bina Usaha Mikro Kecil dan
Menengah, Seksi Fasilitas dan Kemitraan.
Selain itu juga Disperindagkop Kota Serang mempunyai Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) Pasar yang membidangi untuk Pasar Rau, Pasar Lama, Pasar
Kepandean, Pasar Kaloran, Pasar Banten Lama dan Pasar Karangantu. Dengan
adanya UPTD Pasar di beberapa pasar tradisional di Kota Serang diharapkan dapat
85
meningkatkan keamanan dan ketentraman untuk pedagang yang berjualan di pasar-
pasar tersebut dengan adanya peran pemerintah dalam menertibkan lokasi dagang.
4.1.2.1. Visi Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
Perumusan visi dan misi Dinas Perindustrian, Perdagangan dan
Koperasi Kota Serang berpedoman visi dan misi pembangunan Kota Serang
tahun 2014-2018. Visi pembangunan Kota Serang yaitu: “Terwujudnya Kota
Serang Madani Sebagai Kota Pendidikan Yang Bertumpu Pada Potensi
Perdagangan, Jasa, Pertanian dan Budaya”. Pembangunan Kota Serang
mempunyai lima pilar penting yaitu:
1. Pembangunan dan peningkatan infrastruktur;
2. Pembangunan dan peningkatan kualitas pendidikan;
3. Pembangunan dan peningkatan kualitas kesehatan;
4. Peningkatan ekonomi kerakyatan serta optimalisasi potensi pertanian dan
kelautan;
5. Peningkatan tata kelola pemerintahan, hukum dan peningkatan
penghayatan terhadap nilai agama.
Fungsi pelayanan dari Dinas Perdagangan, Perindustrian dan Koperasi
Kota Serang, yaitu khususnya pada pilar pembangunan Kota Serang yang ke 4.
“Meningkatkan Perekonomian Daerah Melalui Penciptaan Iklim Usaha dan
Investasi yang Kondusif serta perkuatan ekonomi kerakyatan (bagi
berkembangnya usaha kecil dan menengah dan koperasi serta industri) yang
86
mampu mendayagunakan Potensi Daerah (Pemanfaatan SDA dan Sosial)
secara berkelanjutan”. Kemudian Lima Pilar Pembangunan Kota Serang yang
Ke-4 adalah “Peningkatan Ekonomi Kerakyatan Serta Optimalisasi Potensi
Pertanian dan Kelautan”
Dengan demikian Visi dari Disperindagkop Kota Serang ialah
“Terwujudnya Pelaku Usaha Yang Berdaya Saing, Modern, Maju, dan Mandiri
Sebagai Motor Penggerak Perekonomian Daerah Dalam Membangun Kota
Serang Madani“. Diharapkan dengan adanya visi Disperindagkop Kota Serang
bisa menjadi pemacu pegawai dalam menertibkan sekaligus membangkitkan
perekonomian rakyat dalam berwirausaha. Makna dari visi Disperindagkop
Kota Serang ialah:
a) Pelaku Usaha: Pelaku Usaha adalah semua orang yang terlibat dalam
menggerakan sektor perekonomian melalui kegiatan perdagangan barang
dan jasa.
b) Berdaya Saing: Kemampuan bertahan dari Pelaku Usaha maupun
Produknya dalam memasuki persaingan di dunia usaha.
c) Modern: Adanya sentuhan penggunaan teknologi dan mesin dari Pelaku
Usaha maupun Produknya dalam memasuki persaingan di dunia usaha.
d) Maju: Kemampuan pelaku usaha dalam peningkatan pengembangan usaha
maupun pendapatan usahanya.
87
e) Mandiri: Kemampuan dari pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan
usahanya.
f) Motor Penggerak Perekonomian Daerah: Kemampuan pelaku usaha dalam
menjalankan roda perekonomian daerah.
4.1.2.2. Misi Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota
Serang
Guna mendukung visi Disperindagkop Kota Serang, maka
dirumuskanlah 6 misi yang mefokuskan tujuan dan sasaran dalam rangka
melakukan pembangunan di bidang perekonomian sektor informal di wilayah
Kota Serang.
Misi tersebut antara lain :
1. Mewujudkan terbentuknya aparatur yang disiplin dan bertanggungjawab;
2. Mewujudkan Pengembangan Industri Kecil Menengah yang Potensial;
3. Melaksanakan Pengendalian Aktivitas Perdagangan Barang Dan Jasa;
4. Mengembangkan Kapasitas dan Kemitraan Koperasi;
5. Mengembangkan Kapasitas dan Kualitas Usaha Kecil Menengah.
6. Mengembangkan Kapasitas dan Distribusi Energi dan Sumber Daya
Mineral
Adapun tujuan dari misi Disperindagkop tersebut adalah sebagai
berikut:
88
1. Terciptanya penguatan basis ekonomi kerakyatan dan perluasan lapangan
kerja melalui kegiatan industri kecil dan dagang kecil, kerajinan, industri
rumah tangga dan pedesaan;
2. Terciptanya iklim usaha yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya
usaha perindustrian, perdagangan, energi dan sumber daya mineral menjadi
sistem distribusi yang efisien dan efektif guna menjamin ketersediaan
kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang layak dan terjangkau oleh
masyarakat, serta perlindungan konsumen;
3. Tersedianya kompetensi SDM Industri, ESDM dan Niaga bagi pelayanan
teknis teknologi dan kemetrologian;
4. Ketersediaan sistem layanan komunikasi dan informasi pasar bagi
peningkatan kompetensi pelaku usaha menghadapi persaingan global;
5. Meningkatkan koperasi yang mandiri;
6. Meningkatnya kualitas sumber daya, pelaku Koperasi dan UMKM serta
pengembangan kelembagaan Koperasi dan UMKM;
7. Meningkatkan produktivitas daya saing dan fungsi pasar dalam berbagai
sektor dan kegiatan usaha;
8. Meningkatnya dukungan database yang akurat tentang Koperasi dan
UMKM;
4.1.2.3 Sasaran Dinas Perindustrian, Perdagangan Dan Koperasi Kota
Serang
Sasaran adalah penjabaran tujuan secara terukur, yaitu sesuatu yang
akan dicapai/ dihasilkan secara nyata oleh Dinas Perdagangan, Perindustrian
dan Koperasi Kota Serang dalam jangka waktu tahunan, sampai lima tahun
mendatang.
Sasaran di dalam Dinas Dinas Perdagangan, Perindustrian dan
Koperasi Kota Serang Tahun 2014 - 2018 adalah:
1. Berkembangnya industri kecil dan kerajinan rakyat yang berkualitas.
2. Terkendalinya pemanfaatan dan penggunaan kawasan perdagangan dan
jasa Kota Serang.
3. Tertatanya sektor informal perkotaan dan tradisional di desa.
89
4. Peningkatan usaha koperasi dan UKM sebagai pelaku ekonomi yang
mandiri.
5. Terkendalinya Pemanfaatan dan Penggunaan Energi dan Sumber Daya
Mineral di Kota Serang.
4.1.3 Profil Satpol PP Kota Serang
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang dibentuk berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Serang yang mempunyai tugas pokok membantu walikota dalam
memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta
menegakkan Peraturan Daerah, Peraturan Walikota dan Keputusan Walikota.
Terdapat permasalahan yang terlihat kasat mata diantaranya adalah
pelanggaran hokum yang tertuang dalam Peraturan Daerah yang merupakan
kebijakan Pemerintah Daerah. Yang perlu ditegakkan antara lain, maraknya PKL,
becak, gelandangan dan pengemis. Beredarnya minuman keras dan adanya warung
remang-remang yang identik dengan tempat mangkalnya pekerja seks komersial dan
pelanggaran-pelanggaran peraturan perijinan lainnya.
Dengan teridentifikasinya permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang telah melaksanakan langkah baik secara
prevensi maupun representative dalam menyelesaikan permasalahan baik sebelum
terjadi, saat terjadi, maupun sesudah terjadi sehingga diharapkan masalah-masalah
tersebut dapat diselesaikan dengan komprehensif.
90
Penyelesaian masalah tidaklah mudah karena banyak faktor-faktor yang
menjadi kendala baik yang berasal dari faktor internal maupun eksternal. Faktor
internal seperti masih kurangnya personil, belum maksimalnya waktu dalam
sosialisasi serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan-peraturan
yang diberlakukan di Kota Serang. Sedangkan dari faktor eksternalnya minimnya
tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat, dan terbatasnya lokasi untuk area
pedagang informal dan belum tersedianya tempat rehabilitasi sosial bagi penyakit
masyarakat.
Disamping kelemahan yang menjadi penghambat juga terdapat faktor
kekuatan yang menjadi peluang, kemudian faktor-faktor itu dituangkan dalam
Renstra Satuan Kerja Perangkat Daerah yang didalamnya terkandung visi, misi,
kebijakan, program dan kegiatan yang kemudian hal-hal tersebut dapat menjadi
cerminan kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang.
4.1.3.1 Visi dan Misi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
Visi dan misi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang secara
umum, visi merupakan cara pandang jauh ke depan, kemana suatu organisasi
dibawa agar tetap dapat eksis. Visi organisasi harus merupakan gambaran yang
menentang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi di
tahun yang akan datang, sesuai dengan sifat Perencanaan Strategis Manajemen
Satuan Polisi Pamong Praja yang merupakan perencanaan jangka panjang,
selain itu juga peran Satuan Polisi Pamong Praja agar diarahkan untuk
91
mendukung pencapaian visi dan misi Kota Serang. Seiring dengan upaya
tersebut, maka visi dari Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang adalah
“Terwujudnya Aparatur Daerah Kota Serang Yang Berkualitas Dalam
Penegakan Peraturan Daerah Dan Keputusan Kepala Daerah”.
Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan
organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik dan sesuai dengan apa
yang ditetapkan.
Adapun misi Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap aturan norma hukum,
norma agama, hak asasi manusia, dan norma-norma sosial lainnya yang
hidup dan berkembang di masyarakat.
2. Meningkatnya partisipasi masyarakat menyelesaikan perselisihan warga
masyarakat yang dapat mengganggu ketentraman dan ketertiban umum.
3. Meningkatnya pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban daerah.
4. Menigkatnya kesadaran masyarakat dalam mematuhi dan mentaati
Peraturan Daerah dan Keputusan Daerah.
4.1.4 Profil Data Kecamatan Di Kota Serang
Kecamatan Serang adalah salah satu dari enam Kecamatan yang ada di
wilayah Kota Serang yang telah terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
92
Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten yang terdidir
dar I 12 kelurahan.
Peraturan Walikota Kota Serang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok
dan Fungsi Kecamatan dan Kelurahan Kota Serang secara umum merupakan hal-
hal yang harus bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau
pegawai dalam suatu instansi secara rutin sesuai dengan dengan kemampuan yang
dimilikinya untuk menyelesaikan program kerja yang telah dibuat berdasarkan
tujuan, visi dan misi suatu organisasi. Setiap pegawai seharusnya melakukan
kegiatan yang lebih rinci yang dilaksanakan secara jelas dan dalam setiap bagian
atau unit. Rincian tugas-tugas tersebut digolongkan ke dalam satuan praktis dan
konkrit sesuai dengan kemampuan dan tuntutan masyarakat.
Kecamatan Serang sendiri terbagi menjadi dua belas kelurahan, yaitu
Kelurahan Serang, Kelurahan Cipare, Kelurahan Sumurpecung, Kelurahan
Cimuncang, Kelurahan Kotabaru, Kelurahan Lontarbaru, Kelurahan Kagungan,
Kelurahan Lopang, Kelurahan Unyur, Kelurahan Kaligandu, Kelurahan Terondol,
dan Kelurahan Sukawana, dengan ibukota Kecamatan terletak di Kelurahan
Kaligandu.
Kecamatan Serang sebagai salah satu SKPD yang harus
mensukseskan visi RPJMD Walikota dan Wakil WliKota Serang periode
2014-2018 dan berupaya mensinergikan visi tersebut ke dalam Visi
Renstra Kecamatan Serang, maka Kecamatan Serang menyusun Visi
93
Kecamatan Serang periode 2014-2018 adalah “Terwujudnya Kecamatan
Serang Yang Unggul Dalam Pelayanan Prima Dan Partisipatif Dalam
Pembangunan.”
a) Terwujudnya adalah menjadikannya benar-benar ada.
b) Unggul adalah lebih dalam sesuatu hal dibandingkan dengan orang
lain.
c) Pelayanan prima adalah terjemahan dari “excellent service”, yang
berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik.
d) Partisipatif dalam pembangunan adalah berperan dan melibatkan
masyarakat secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan
pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan,
pelaksanaan kegiatan baik berupa sumbangan tenaga, pikiran atau
dalam bentuk materil untuk menggali dan membangun potensi Daerah
Kota Serang khususnya di wiliyah Kecamatan Serang.
Berdasarkan definisi visi tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa
Kecamatan Serang ingin menjadikan Kecamatan Serang memiliki akses
pelayanan terbaik di kelasnya dan dapat berperan aktif bagi masyarakat
dalam pembangunan dan pengembangan potensi wilayah mulai dari
perencanaan hingga pengawasan.
Maka untuk merealisasikan visi Kecamatan Serang sebagaimana
dinyatakan di atas, akan dilaksanakan melalui 4 misi yaitu:
94
Misi ke 1: Menyelanggarakan pelayanan publik yang profesional berbasis
teknologi infomasi.
Misi ke 2: Meningkatkan kapasitas kelembagaan melalui pembinaan,
pemberdayaan dan pelatihan.
Misi ke 3: Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengembangan
potensi dan pembangunan di wilayahnya.
Misi ke 4: Mewujudkan Kondisi Lingkungan Sosial yang aman, tertib
dan berbudaya.
Selain itu juga ada Kecamatan Curug yang termasuk dalam cakupan wilayah
Kota Serang dan berkaitan dengan program Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4
Tahun 2015 Tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL.
Kecamatan Curug merupakan wilayah pembangunan bagian Selatan dari
Kota Serang. Wilayah Pembangunan Bagian Selatan ini diarahkan dengan fungsi
utama Pemerintahan/perkantoran, perumahan, perdagangan dan jasa serta berbagai
fasilitas umum.
Kecamatan Curug merupakan wilayah Kota Serang yang menjadi Pusat
Kawasan Pemerintahan Propinsi Banten. Tepatnya di Desa Sukajaya telah dibangun
beberapa kantor Pemerintah Propinsi dan hingga saat ini masih terus berkembang
yang disebut dengan KP3B yaitu Kawasan Pusat Pemerintahan Propinsi Banten.
Secara geografis Kecamatan Curug berada di wilayah Selatan Kota Serang.
95
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cipocok Jaya, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Baros Kabupaten Serang, sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Pabuaran Kabupaten Serang dan sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Walantaka dan Kecamatan Cikeusal Kabupaten Serang. Bentuk
topografi wilayah Kecamatan Curug sebagian besar merupakan dataran, dengan
ketinggian rata-rata kurang dari 60m dari permukaan laut.
Berdasarkan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang di undang-
undang-kan pada tahun 2012, Kecamatan Curug akan dijadikan salah satu daerah
perdagangan dan jasa di Kota Serang. Yang semula Kecamatan Curug dominan
dengan peternakannya maka mulai tahun 2011 Pemerintah Kota Serang tidak akan
memberi ijin pembukaan usaha peternakan di Kecamatan Curug dan secara
bertahap lokasi peternakan akan dipindah ke Kecamatan Taktakan. Menurut
pernyataan dari Kasi Ekbang Kecamatan Curug, sampai saat ini Kecamatan Curug
sendiri belum mempunyai pasar tradisional yang beroperasi tetap atau mempunyai
jam aktifitas yang pasti. Selama ini pedagang yang berasal dari Kecamatan Curug
menjajakan dagangannya ke luar daerah, seperti pedagang sayuran yang sebagian
berjualan di pasar tradisional Rau dan Pasar Lama.
Kecamatan Walantaka sedikit berbeda dengan kondisi di Kecamatan Curug,
Kecamatan Walantaka mempunyai satu pasar tradisional yang masuk dalam
wilayah Kecamatan Walantaka, yaitu pasar Kalodran. Salah satu pendukung
berjalannya roda perekonomian di Kecamatan Walantaka adalah sektor pertanian.
Data yang tercatat pada Dinas Pertanian Kota Serang, padi dan palawija yang
96
terdapat di Kecamatan Walantaka adalah padi yang terdiri dari padi sawah serta
palawija yang terdiri dari jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah.
Dengan ketersediaan pasar tradisional yang berfungsi dalam kegiatan jual-
beli di kawasan Kecamatan Walantaka, diharapkan bisa mengatasi kesulitan
pemasaran hasil industri rumah tangga dan mengatasi pengangguran yang cukup
tinggi karena Kecamatan Walantaka memilki misi yang mendukung program–
program pembangunan dan pemerintahan Walikota Serang dan misinya adalah
menjadikan masyarakat Kecamatan Walantaka terdepan dalam pembangunan di
Kota Serang.
Kecamatan Cipocok Jaya merupakan Kecamatan pemekaran dari
Kecamatan Serang. Letak Kecamatan Cipocok Jaya membujur dari Selatan ke
Timur seakan melingkari Kecamatan induknya yaitu Kecamatan Serang. Menurut
pembagian wilayah pengembangan Kota Serang, Kecamatan Cipocok Jaya
termasuk Wilayah Pengembangan Tengah, dengan peruntukan sebagai pusat
pemerintahan/perkantoran, perdagangan, jasa, perumahan/ pemukiman,
pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Kecamatan Cipocok Jaya secara administratif terdiri dari 8 kelurahan dengan
ibukota Kecamatan terletak di Kelurahan Cipocok Jaya, berjarak 5 km dari pusat
pemerintahan Kota Serang. Kontur wilayah Kecamatan Cipocok Jaya sebagian besar
merupakan dataran, dengan koordinat Garis Lintang 6,0812 LS dan Garis Bujur
106,1036 bt sedangkan ketinggian rata-rata kurang dari 60 m dari permukaan laut.
97
Sebagian kecil wilayah Kecamatan Cipocok Jaya adalah Daerah Aliran Sungai
(DAS) Cibanten, satu-satunya sungai besar yang membelah Kota Serang.
Sektor perekonomian informal di Kecamatan Cipocok Jaya dalam bidang
terbaiknya ialah perkebunan yang mana akan dijual di pasar-pasar tradisional di
Kota Serang maupun di pasar-pasar tradisional di kota lain.
Dalam penataan dan pemberdayaan meliputi juga Kecamatan Taktakan,
Kecamatan Taktakan merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kota Serang,
terletak di bagian Barat dari wilayah Kota Serang. Kecamatan Taktakan terdiri dari
6 desa dan 6 kelurahan. Ibukota Kecamatan berada di Kelurahan Taktakan.
Kecamatan Taktakan merupakan wilayah pembangunan bagian Barat dari
Kota Serang yang berjarak 5,8 KM dari Kantor Gubernur Banten dan 12,6 KM
dari Kantor WaliKota Serang. Wilayah Pembangunan Bagian Barat ini diarahkan
dengan fungsi utama perkantoran, perdagangan, perumahan dan fasilitas umum
dengan pusatnya diarahkan di Desa Drangong dan Taman Baru .
Salah satu pendukung berjalannya roda perekonomian di Kecamatan Taktakan
adalah sektor pertanian. Data yang tercatat pada Dinas Pertanian Kota Serang, padi dan
palawija yang terdapat di Kecamatan Taktakan adalah padi yang terdiri dari padi sawah
dan padi ladang serta palawija yang terdiri dari jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah
dan kacang hijau.
98
Kecamatan Taktakan merupakan penghasil kacang tanah terbesar di Kota Serang
dengan jumlah produksi 2.818 ton pada tahun 2011. Selain kacang tanah ada juga
produksi ubi kayu, yaitu sebesar 1.402 ton. Produksi ubi jalar, jagung dan kacang hijau
masing-masing sebesar 747 ton, 661 ton dan 158 ton.
Salah satu pusat perekonomian bagi suatu daerah adalah pasar. Sehingga
keberadaannya sangatlah penting tidak hanya bagi pendorong roda perekonomian
tapi juga bagi ketersediaan bahan pokok bagi masyarakat sekitar. Kehidupan Secara
keseluruhan di Kecamatan Taktakan terdapat 2 pasar tradisional, yaitu pasar Soyog
di Kelurahan Taktakan dan pasar Jakung di Kelurahan Cilowong serta 1 pasar
modern yakni Pasar Bersih Serang City di Kelurahan Drangong .
Namun keberadaan pasar tradisional yakni pasar Soyog di Kelurahan
Taktakan dan pasar Jakung di Kelurahan Cilowong ini belum berjalan dengan baik,
pedagangnya hanya beberapa yang beraktivitas. Bahkan pasar Jakung di Kelurahan
Cilowong nampak belum ada aktifitas yang berarti meskipun pasar ini belum lama
di dirikan tapi terkesan terbengkalai. Menurut pantauan dilapangan, alasan kenapa
pasar tidak berjalan, antara lain karena lokasinya kurang strategis, kalah bersaing
dengan ritel modern, dan bahkan keberadaan pasar tidak diinginkan masyarakat.
Perlu adanya dukungan serius dari berbagai pihak agar pasar ini tetap berlangsung
keberadaannya serta memilki aktifitas yang optimal.
Dengan adanya beberapa pasar, bisa diharapkan meningkatnya angka
perekonomian masyarakat Kecamatan Taktakan. Selain itu juga bisa menambah
99
kegiatan jual-beli khususnya di daerah Kecamatan Taktakan, karena kebanyakan
dari warga Taktakan berjualan di luar daerah Kecamatan Taktakan. Selama ini
masyarakat menjual barang dagangnya ke beberapa pasar di Kota Serang, seperti di
Pasar Rau, Pasar Lama, Pasar Royal, Khususnya hasil pertanian yang menjadi
andalan masyarakat Taktakan selama ini.
Selain itu ada Kecamatan Kasemen yang termasuk dalam wilayah Kota
Serang, Kecamatan Kasemen merupakan wilayah pembangunan bagian Utara dari
Kota Serang. Wilayah Pembangunan Bagian Utara ini diarahkan dengan fungsi
utama pariwisata cagar budaya dan cagar alam, pelabuhan, perdagangan dan jasa,
perumahan dan berbagai fasilitas umum. Di wilayah Kecamatan Kasemen melintas
sebuah sungai yang cukup besar dan terkenal yaitu Sungai Cibanten yang bermuara
di Karangantu yang ada di wilayah Kecamatan Kasemen. Di Kecamatan Kasemen
juga terdapat Cagar Budaya Banten Lama dan Cagar Alam Pulau Dua. Cagar
Budaya Banten Lama ini merupakan tempat ziarah yang banyak dikunjungi oleh
peziarah baik dari daerah Banten sendiri maupun dari luar daerah Banten, serta
masih banyak peninggalan sejarah di masa Kesultanan Banten yang ada di wilayah
Kecamatan Kasemen.
Dalam kegiatannya, Kecamatan Kasemen selalu berlandaskan visi yang
sudah ditetapkan. Visinya adalah terwujudnya konsistensi permbangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang terpadu, terukur dan berkesinambungan di
Kecamatan Kasemen. Untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, setiap
100
organisasi harus memiliki misi yang jelas. Misi merupakan pernyataan yang
menetapkan tujuan organisasi kepada suatu fokus. Misi menjelaskan mengapa
organisasi ada, apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Misi Kecamatan
Kasemen adalah:
1. Meningkatkan Kualitas Aparatur Yang Bersih Dan Berwibawa;
2. Meningkatkan Pembangunan dan Pelayanan Masyarakat;
3.Mewujudkan Kecamatan Kasemen sebagai pintu gerbang ekonomi Kota
Serang, Provinsi Banten dan Nasional;
4. Meningkatkan Usaha Kecil dan Menengah;
5.Meningkatkan Kualitas Hasil Pertanian, Perikanan, Pariwisata, Pendidikan,
Perdagangan dan Jasa.
4.2 Deskripsi Data
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari observasi penelitian. Dalam penelitian mengenai Implementasi
Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang Tahun 2015, peneliti
menggunakan Teori Donald Van Metter dan Carl Van Horn (A Model of The Policy
Implementation). Teori tersebut dinilai dan dianggap lebih rasional dan tepat untuk
101
menjawab permasalahan-permasalahan yang ada pada Implementasi Perda ini.
Adapun indikator dan variabel yang mempengaruhi keberhasilan suatu
implementasinya ialah:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
2. Sumberdaya
a. Manusia
b. Anggaran
c. Sarana dan prasarana
d. Waktu
3. Kaarakteristik Agen Pelaksana
a. Birokrasi/lembaga
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.
a. Inisiatif
b. Partisipatif
5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
a. Komunikasi
b. Koordinasi
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Berdasarkan kategori di atas, maka peneliti membuat matrik agar data-data
yang ada dari hasil kategorisasi dapat dibaca dan dipahami secara keseluruhan.
Setelah itu dianalisis kembali untuk mencari kesimpulan yang signifikan selama
102
penelitian. Setelah data dan informasi yang didapatkan bersifat jenuh, artinya telah
ada pengulangan informasi, maka kesimpulan tersebut dapat diambil untuk
dijadikan jawaban dalam membahas masalah penelitian.
4.2.1. Informan Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive (bertujuan).
Informan yang telah ditentukan peneliti adalah semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL. Dengan adanya klasifikasi key
informan dan secondary informan yang peneliti lakukan bisa mempermudah dalam
mencari data yang dibutuhkan peneliti sesuai dengan latar belakang jabatan dari
informan tersebut.
Adapun informan-informan yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Informan Penelitian
No. Kode Informan Nama/Jabatan Informan
1 I1.1 Kasi Pengelolaan dan Pengembangan Pasar
Disperindagkop
2 I1.2 Kepala UPTD Pasar Disperindagkop Kota Serang
3 I1.3 Kasubag Perundang – Undangan Bagian Hukum
Setda Kota Serang
103
4 I1.4 Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang
5 I1.5 Kasi Trantib Kecamatan Serang
6 I1.6 Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya
7 I1.7 Kasi Trantib Kecamatan Curug
8 I1.8 Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan
9 I1.9 Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen
10 I1.10 Sekertaris Camat Kecamatan Walantaka
11 I2.1 Pedagang Kaki Lima
12 I2.2 Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota
Serang (PPKLI)
13 I2.3 Pengguna Jalan Raya
(Sumber: Peneliti, 2016)
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Mengingat jenis dan analisis data yang digunakan adalah dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh bersifat deskriptif
berbentuk kata dan kalimat dari hasil wawancara dengan para informan penelitian,
hasil observasi lapangan, catatan lapangan dan data-data atau hasil dokumentasi
lainnya yang relevan dengan fokus penelitian yang peneliti lakukan. Seperti yang
telah dikemukakan pada bab sebelumnya, analisis data dalam penelitian ini
menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan oleh Miles dan Huberman
104
yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis datanya, yaitu pengumpulan data (Data
Collection), reduksi data (Data Reduction), penyajian data (Data Display), dan
penarikan kesimpulan/verifikasi (Conclusion Drawing/Verivication).
Berdasarkan teknik analisa data kualitatif data-data tersebut dianalisis selama
penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui
observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dilakukan triangulasi data yaitu
proses check and recheck antara sumber data dengan sumber data lainnya, serta
diberi kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama dan
berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian.
Disini peneliti melakukan berbagai kegiatan penelitian guna mengetahui
bagaimanakah Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang No 4 Tahun 2014
Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang dan
mengaitkannya dengan fakta dilapangan. Hal ini dilakukan agar kita dapat
mengetahui apakah hasil temuan-temuan peneliti dilapangan sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya dan memiliki keterkaitan dengan Implementasi Peraturan Daerah
Kota Serang No 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima Di Kota Serang Tahun 2015.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di lapangan, peneliti menemukan
berbagai informasi, kondisi, dan berbagai fenomena atau berbagai gejala mengenai
berbagai permasalahan dalam Implementasi Perda No 4 Tahun 2014 Tentang
105
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang. Setelah
melakukan survey dan penelitian serta wawancara dengan berbagai pihak atau
dengan para informan, peneliti menemukan berbagai informasi, kondisi, tanggapan
dan permasalahan mengenai Implementasi Perda No 4 Tahun 2014 Tentang
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang Tahun 2015.
Dengan banyaknya informasi yang didapat di lapangan, maka peneliti
mengambil garis besar permasalahan yang relevan dengan kajian teori mengenai
indikator Teori Donald Van Metter dan Carl Van Horn (A Model of The Policy
Implementation), yang mengemukakan bahwa proses implementasi ini merupakan
sebuah abstraksi atau performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada
dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan
yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari keputusan
politik, pelaksana dan kinerja kebijakan publik, model ini dipengaruhi oleh
beberapa variabel, seperti ukuran dan tujuan kebijakan, sumberdaya, karakteristik
agen pelaksana, sikap para pelaksana, komunikasi antar organisasi dan aktivitas
pelaksana, lingkungan sosial, ekonomi dan politik. Peneliti bisa mengetahui pokok
permasalahan dari penelitiannya dari hasil wawancara yang dilakukan dengan para
stakeholder. Adapun hasil wawancara yang telah peneliti lakukan adalah sebagai
berikut:
4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan
106
Kinerja suatu implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya
dan jika hanya ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosial
kultur yang berada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau
tujuan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka
agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik sampai titik yang dapat
dikatakan berhasil.
Kebijakan yang berbentuk peraturan daerah seperti Peraturan Daerah Nomor
4 tahun 2014 Tentang penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima adalah
kebijakan yang ditujukan untuk dinas yang terkait dengan keberadaan PKL di Kota
Serang khususnya, dalam permasalahan ukuran atau tujuan Perda ini sebetulnya
sudah cukup realistis diterapkan di Kota Serang karena Peraturan Daerah tersebut
adalah peraturan daerah yang memang sangat dibutuhkan oleh Kota Serang dalam
penataan kegiatan PKL di Kota Serang dengan cara memberikan ruang khusus
untuk pedagang.
Hal tersebut seperti yang dikemukan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang,
beliau mengungkapkan sebagai berikut:
“Ukuran dari kebijakan ini ya sejauh mana Disperindagkop bisa
memberdayakan PKL, minimal kita bisa menata lokasi PKL yang ada. Kalo
tujuannya untuk memberikan solusi bagi PKL yang dianggap ilegal atau
banyak melakukan pelanggaran”. (Wawancara: Selasa, 22 Desember 2015,
11.00 WIB. Kantor Disperindagkop Kota Serang).
Berdasarkan wawancara dengan I1.1 dengan memberikan lokasi khusus
pedagang, Peraturan Daerah ini dirasa cukup efektif dalam pemberdayaan PKL di
107
Kota Serang dan bisa memberikan solusi bagi pedagang yang masih melakukan
pelanggaran dalam kegiatannya sehari-hari.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Kepala UPTD Pasar Disprindagkop Kota
Serang:
“Ukuran dari pelaksanaan Perda ini adalah Pemerintah Daerah Kota
Serang bisa membantu urusan penghasilan dari PKL selama berjualan,
kalau bisa yaa bantu tambah penghasilan mereka dengan cara memberikan
lahan yang dibolehkan oleh pemerintah daerah Kota Serang. tujuannya
untuk memberikan tempat yang bagus dan representative untuk berjualan,
tempat yang bersih dan nyaman untuk di pandang”. (Wawancara: Selasa 15
Desember 2015 10.00 WIB. Kantor UPTD Pasar Disprindagkop, Pasar Rau)
Apa yang di katakana oleh I1.2 sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Kasubag Perundang – Undangan Bagian Hukum Setda Kota Serang:
“Ukuran dari perda tersebut adalah bagaimana menertibkan PKL dengan
cara menata dan memberdayakan PKL di Kota Serang. Sementara tujuannya
adalah menjadikan lokasi PKL menjadi lebih indah, bersih dan tertib dari
tempat yang sebelumnya”. (Wawancara: Rabu 6 Januari 2016 10.00 WIB.
Kantor Sekertariat Daerah Kota Serang).
Berdasarkan wawancara dengan I1.3 dan I1.2 Memberikan lokasi pedagang
yang lebih baik dari sebelumnya adalah solusi dalam permasalahan kegiatan
ekonomi sektor informal ini. Hal ini juga di perkuat dengan pernyataan dari
Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang:
“Ukuran dari kebijakan ini adalah sejauh mana semua SKPD terkait
menjalankan tugasnya, seperti halnya Satpol PP Kota Serang yang menjadi
penegak perda. Kalau tujuannya jelas ya, untuk memberikan tempat untuk PKL
di Kota Serang agar tidak ada lagi yang melanggar peraturan daerah yang
sudah dibuat”. (Wawancara: Kamis 17 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
108
Dari pernyataan yang diungkapakan oleh I1.4 di atas serupa dengan apa yang
di kemukakan oleh Kasi Trantib Kecamatan Serang, beliau mengatakan:
“Kita lihat dari pelaksanaannya, penataan dan pemberdayaan ini ga
gampang. Karena pelaksanaan ini menyangkutpautkan ruang publik,
kenyamanan masyarakat, keamanan pedagang. Jadi menurut saya ukuran
dari kebijakan ini adalah bagaimana kita bisa mewujudkan kenyamanan dan
keamanan masyarakat khususnya di Kota Serang.
Tujuannya untuk menciptakan ruang publik yang dibutuhkan masyarakat dan
memberikan solusi kepada para pedagang agar masuk ke status pedagang
yang dibolehkan oleh pemerintah dan mengurangi pelanggaran-pelanggaran
yang dibuat”. (Wawancara: Jumat 27 November 2015 09.00 WIB. Kantor
Kecamatan Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.5 yang mengatakan bahwa pelaksanaan
penataan dan pemberdayaan ini tidak mudah karena melibatkan masyarakat umum
Kota Serang, dan tujuannya untuk memberikan ruang publik yang dibutuhkan
masyarakat dan memberikan solusi kepada para pedagang agar tidak bermasalah
dalam kegiatannya. Hal ini juga dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan
Cipocok Jaya:
“Mengenai penataan dan pemberdayaan PKL, Kecamatan Cipocok sudah
memberikan sanksi kepada PKL yang berjualan di atas trotoar, di atas
saluran irigasi dan pedagang-pedagang yang berjualan di bahu jalan.
Ukuran dari kebijakan ini Kecamatan Cipocok bisa menata PKL di Cipocok,
yang nantinya akan dipindahkan di wilayah Kelurahan Banjarsari dengan
tujuan untuk memberikan ruang untuk jalan raya dan ruang untuk pejalan
kaki, sekaligus memberikan ruang khusus PKL yang dibolehkan oleh
pemerintah”. (Wawancara: Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor
Kecamatan Cipocok Jaya)
Senada dengan yang dikatakan I1.6, Kasi Trantib Kecamatan Curug juga
mengatakan:
“ukuran dari pelaksanaannya sudah jelas ya, minimal kita bisa membenahi
tenda-tenda yang digunakan PKL dan memberi ruang legal untuk PKL
109
dalam melakukan aktifitasnya. Tujuan juga seperti itu, memberi tempat untuk
PKL dan menjadikan pembeli nyaman jika berbelanja di tempat yang
diperbolehkan pemerintah daerah”. (Wawancara: Selasa 24 November 2015
13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
Berdasarkan wawancara dengan I1.7 bahwa ukuran dan tujuan dari
pelaksanaannya sudah jelas, Dalam kaitannya juga di Kecamatan Curug peneliti
mewawancarai Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan yang juga mengatakan:
“Ukuran dari pelaksanaannya yaa bisa dilihat dari pertanggung jawaban
setiap SKPD yang ada di perda, bagaimana mereka bisa melakukan
penataan dan pemberdayaan yang dibutuhkan para PKL. Tujuan dari
pelaksanaanya agar semua PKL bisa merasakan fasilitas yang legal dari
pemerintah, seperti tempat usaha yang diberikan”. (Wawancara: Senin 23
November 2015 10.00 WIB. Kantor Kecamatan Taktakan).
Berdasarkan wawancara dengan I1.8 di atas bahwa bertanggung jawab dalam
tugas yang diberikan pemerintah seperti yang tertera di Peraturan Daerah tersebut
dengan cara memberikan tempat usaha legal bagi pedagang-pedagang di Kota
Serang. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh Kasi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Kasemen yang mengatakan:
“Ukuran dari pelaksanaanya khususnya di Kasemen, minimal pemerintah
daerah bisa memperbaiki fasilitas yang ada aja dulu, masalah lokasi tinggal
kita cari nanti karena di Kasemen ini juga masih banyak lahan yang bagus
buat lokasi PKL. Tujuannya jelas untuk membina PKL yang ada di Kasemen
dan sekitarnya”. (Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00 WIB. Kantor
Kecamatan Kasemen)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I1.9 di atas, bahwa fasilitas adalah
jalan keluar dalam masalah pemberdayaan PKL di Kecamatan Kasemen, setelah
fasilitas sudah diberikan maka pelaksanaan dari pemberdayaan dan penataan di
wilayah Kecamatan Kasemen bisa dengan lancar dilakukan. Dari pernyataan I1.9,
110
diperkuat dengan pernyataan sekertaris Camat Kecamatan Walantaka, beliau
mengatakan:
Kecamatan Walantaka dalam pelaksanaannya tidak telalu sering ya, di
Kecamatan Walantaka saja hanya pasar kalodran yang selama ini kita
lakukan penataan dan pemberdayaan. Jadi ya ukuran dari perda ini menurut
saya adalah menjadikan Pedagang Kaki Lima sebagai pemandangan baru
yang harus diindahkan. Tujuannya agar Pasar Kalodran lebih aman dan
nyaman, baik untuk pedagang atau bahkan untuk pembeli. (Wawancara:
Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Kecamatan Walantaka).
Dengan pernyataan I1.10 di atas, kita bisa mengetahui bahwa di Kecamatan
Walantaka sendiri tidak terlalu sering melakukan penataan dan pemberdayaan PKL
karena pusat kegiatan pedagang di Kecamatan Walantaka hanya ada di pasar
kalodran dan dengan itu petugas Kecamatan Walantaka hanya melakukan
komunikasi saja dengan para pedagang setiap satu bulan sekali agar bisa menjaga
lapaknya masing-masing. Petugas Kecamatan Walantaka hanya mengontrol kondisi
di pasar kalodran satu bulan sekali, karena di lokasi pasar kalodran sudah ada
petugas yang mengatur segala kegiatan di dalam pasar maupun diluar pasar.
Dengan adanya ukuran tujuan dari kebijakan ini, dari aspek yang terkait
lainnya juga berharap bisa yang terbaik, seperti yang dikatakan oleh Pedagang Kaki
Lima di Pasar Royal Kota Serang, beliau mengatakan:
“Saya sebagai pedagang sih maunya semua yang berjualan di sini bisa
dengan aman, karena kita cari rezeki cuma dari jualan. Harapannya tempat
ini jadi lebih baik, petugas juga gak sembarangan bongkar grobak kita”.
(Wawancara: Rabu 27 Januari 2016 16.00 WIB. Pasar Royal Kota Serang)
Dalam wawancara dengan I2.1, peneliti juga menemukan jawaban yang sama,
menurut Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang (PPKLI), yang
111
berharap adanya kebijakan ini akan menghasilkan sesuatu yang bisa meningkatkan
perekonomian masyarakat dan bisa mengurangi angka kemiskinan khususnnya di
Kota Serang. Beliau mengatakan:
“Kita sebagai organisasi yang menaungi PKL, ya kita berharap tujuan dari
pelaksanaan dari perda ini adalah menciptakan peluang ekonomi untuk PKL
dengan cara menata dan memberdayakan PKL dan memberikan tempat yang
stratgis sekaligus yang tidak melanggar peraturan. Ukuran dari pelaksanaan
perda ini pemerintah bisa memberikan contoh kepada lokasi PKL selain di
Kota Serang, bagaimana menciptakan lokasi yang benar”. (Wawancara:
Kamis 24 Desember 2015 10.00 WIB. Kediaman Informan, Cikepuh.
Berdasarkan wawancara dengan I2.2 yang mengatakan bahwa sebagai
oraganisasi yang menaungi PKL berharap tujuan kebijakan ini adalah menciptakan
peluang ekonomi yang lebih besar lagi dengan cara menata dan memberdayakan
lokasi PKL. Sejauh ini data yang diterima oleh peneliti sudah ada beberapa lokasi
PKL yang sudah ditata dan diberdayakan, seperti penempatan lokasi PKL di
kawasan Stadion Maulana Yusuf, pedagang batu cincin di Tamansari dan penataan
PKL di kawasan Banten Lama. Serupa dengan yang disampaikan oleh masyarakat
yang sehari-hari menggunakan layanan publik. Seperti yang dikatakan oleh
Pengguna Jalan Raya. Beliau mengatakan:
“Menurut saya ukuran dari kebijakan ini ya dari pemerintah daerahnya yang
bisa melakukan sesuatu untuk kemajuan para PKL terutama untuk lokasi
PKL. Minimal bisa memperbaiki lokasi PKL yang sudah ada saat ini.
Tujuannya adalah untuk memperindah lokasi PKL, khususnya di kawasan
Kota Serang, karena menurut saya warga Kota Serang juga berharap kalau
ada pasar atau lokasi pedagang yang teratur dan tertib”. (Wawancara: Rabu
27 Januari 2016 14.00 WIB. Alun-alun Kota Serang)
112
Dari wawancara yang dilakukan kepada I2.3 bisa disimpulkan bahwa ukuran
dan tujuan sangat penting bagi kebijakan yang menyangkut kebutuhan orang
banyak dan berharap lokasi pedagang jadi bisa lebih tertib dan teratur.
Dalam pelaksanaan program Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima Di Kota Serang ini, ukuran dan kebijakan berperan sangat penting untuk bisa
mencapai kesuksesan dalam membangun lokasi yang diinginkan dan bisa merubah
lokasi Pedagang Kaki Lima yang harus di tertibkan di Kota Serang.
Sejauh ini ukuran dan tujuan kebijakan sudah sesuai dengan sosio kultur
yang artinya adalah sudah sesuai dengan kebiasaan dan kebutuhan dengan
lingkungan sekitar lokasi PKL, namun dalam pelaksanaannya masih harus
maksimal terutama dalam membangun lokasi baru untuk PKL.
4.3.2 Sumber Daya
4.3.2.1 Sumber Daya Manusia
Indikator yang mempengaruhi suatu pelaksanaan dari kebijakan ialah sumber
daya, salah satunya adalah sumber daya manusia. Sumber daya manusia adalah
aspek penting dalam sebuah pelaksanaan kebijakan yang menyangkut orang
banyak, karena kesuksesan dari sebuah pelaksanaan kebijakan adalah bagaimana
pendekatan dari seorang implementor. Sumber daya manusia yang ada di Kota
Serang dipilih sesuai dengan tugas dan fungsinya, sesuai dengan harapan semua
masyarakat bahwa sumber daya yang menjalankan kebijakan sudah seharusnya
113
orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya, khususnya dalam penanganan
penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang ini.
Seperti yang di katakan oleh Kasubag Perundang – Undangan Bagian Hukum
Setda Kota Serang, tentang sumber daya pelaksana dan kesesuaian dengan
permasalahan. Beliau mengatakan:
“Menurut saya sudah sesuai, karena semua pelaksana yang tercantum di
perda sudah sesuai dengan bidangnya. Sudah cukup ya pasti, karena kita
bertugas menyampaikan peraturan perundang-undangan, jadi enggak butuh
banyak pelaksana.” (Wawancara: Rabu 6 Januari 2016 10.00 WIB. Kantor
Sekertariat Daerah Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.3 di atas dapat diketahui bahwa para
pelaksana dari kebijakan ini dipilih sesuai dengan tugasnya, seperti di Setda Kota
Serang yang bertugas menyampaikan peraturan perundang-undangan sudah ada
implementornya yang sesuai dengan tugasnya. Dalam pelaksanaanya, dinas terkait
adalah Disperindagkop Kota Serang sebagai pelaksana kebijakan, Satpol PP Kota
Serang sebagai penegak Perda dan Kecamatan sebagai dinas yang membantu
mengontrol lokasi PKL sekaligus dinas yang melakukan pendataan kepada PKL.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kasi Pengelolaan dan Pengembangan
Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
“Kalo kita sih sudah sesuai, karena di Disperindagkop ada bidang yang
mengurusi pasar,retribusi dan lain-lain yang berhubungan dengan PKL
Kota Serang. Untuk Disperindagkop personel yang bertugas di lapangan
untuk meninjau lokasi sudah cukup, kita gunakan personel dari kebijakan
yang sebelumnya, jadi enggak ada masalah dalam jumlah personel.”
(Wawancara: selasa 22 desember 2015 11.00 WIB. Kantor Disperindagkop
Kota Serang)
114
Berdasarkan wawancara dengan I1.1 dapat kita ketahui bahwa pegawai yang
bertugas sudah sesuai dengan bidangnya, demikian juga dengan pegawai yang
bertugas menijau di lokasi sudah sesuai dan sudah cukup jumlahnya jika dari
Disperindagkop sendiri. Senada dengan yang dikatakan oleh Kepala UPTD Pasar
Disprindagkop Kota Serang, beliau mengatakan:
“Ya, sudah sesuai. Disprindagkop memang tugasnya ini, membantu
meningkatkan perekonomian dari sektor informal. Dari jumlah petugas saya
rasa sudah cukup, sudah ada bagiannya masing-masing di Disperindagkop.”
(Wawancara: Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor UPTD Pasar
Disprindagkop, Pasar Rau)
Berdasarkan wawancara dengan I1.2 bahwa Disperindagkop adalah dinas
yang mengemban tugas sebagai implementor yang membangun perekonomian di
Kota Serang, sudah sewajarnya jika UPTD pasar Disperindagkop juga bisa
membantu karena ini adalah tugasnya, dari jumlah petugas sudah cukup, sudah ada
tugasnya masing-masing. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Sekertaris Camat
Kecamatan Walantaka. Beliau mengatakan:
“Sudah sesuai menurut saya, ada dinas yang terkait dengan tugasnya
mengenai PKL ini. Untuk di sini sudah cukup, PKL di sini enggak banyak
jumlahnya.” (Wawancara: Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor
Kecamatan Walantaka)
Berdasarkan wawancara dengan I1.10 dapat diketahui bahwa petugas yang ada
sudah sesuai dengan tugasnya dan bidangnya. Jumlah pegawainya di Kecamatan
Walantaka juga sudah cukup karena tidak banyak PKL yang ada di wilayah
Kecamatan Walantaka. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Kasemen. Beliau mengatakan:
115
“Sdm untuk penataan PKL di Kecamatan Kasemen sudah sesuai menurut
saya, di setiap Kecamatan pasti ada Satpol PP yang bertugas menata PKL.
Tim pelaksana dalam perda juga yang saya lihat sudah sesuai dengan
tugasnya, sesuai dengan bidangnya. Jumlahnya enggak banyak, tapi cukup
untuk Kasemen.” (Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00 WIB. Kantor
Kecamatan Kasemen)
Menurut hasil wawancara dengan I1.9 mengatakan bahwa setiap di
Kecamatan sudah pasti ada Satpol PP yang bertugas menertibkan Pedagang Kaki
Lima di Kecamatannya masing-masing. Untuk di Kecamatan Kasemen sudah cukup
dan sesuai jika untuk di wilayah Kecamatan Kasemen saja.
Pernyataan I1.9 yang menganggap bahwa sudah sesuainya sumber daya yang
ada dan pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan oleh Sekertaris Camat
Kecamatan Taktakan. Beliau mengatakan:
“Sudah ya. Kecamatan Taktakan ada Satpol PP yang ngurusin PKL, dan
mereka siap kapan saja. Anggota Satpol PP Kecamatan sudah cukup, paling
kita minta bantuan beberapa anggota Satpol PP Kota Serang untuk
pelaksanaannya.” (Wawancara: Senin 23 November 2015 10.00 WIB.
Kantor Kecamatan Taktakan)
Menurut I1.8 sumber daya yang ada sudah sesuai dengan tugasnya, di
Kecamatan Taktakan ada Satpol PP yang bertugas menangani Pedagang Kaki Lima,
jika jumlah dari petugas suatu saat kekurangan, pihak Kecamatan Taktakan biasa
minta bantuan kepada Satpol PP Kota Serang yang sudah siap bertugas. Hal senada
juga disampaikan oleh Kasi Trantib Kecamatan Curug. Beliau mengatakan:
“Kalau di Kecamatan Curug sendiri sudah sesuai ya, karena kita juga ada
Satpol PP Kecamatan yang membantu. Di Kecamatan Curug sini, petugas
penertiban PKL sudah cukup, PKL enggak banyak di sini.” (Wawancara:
Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
116
Berdasarkan wawancara dengan I1.8 dan I1.7 bisa diketahui bahwa Satpol PP
Kecamatan tidak mempunyai banyak anggota, karena pada intinya Satpol PP
Kecamatan dibutuhkan hanya pada saat-saat tertentu saja. Kecamatan juga bisa
meminta bantuan Satpol PP Kota Serang dengan alasan menertibkan wilayahnya.
Hal tersebut juga di kuatkan oleh penyataan dari Sekertaris Camat Kecamatan
Cipocok Jaya. Beliau mengatakan:
“SDM di Kecamatan menurut saya pribadi sudah sesuai, ada tim yang saya
pikir cocok untuk menangani masalah PKL ini. Satpol PP KecamatanCipocok
hanya ada 8 anggotanya, kalau di lapangan kadang terjadi kekurangan
personel dari Satpol PP Kota Serang, kita pasti bantu sebisa mungkin.”
(Wawancara: Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok
Jaya)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I1.6 sama seperti yang diungkapkan
oleh Kasi Trantib Kecamatan Serang. Beliau mengatakan:
“Disperindagkop Kota Serang, Satpol PP dan Kecamatan yang terkait
menurut saya sudah sesuai, semua sudah ada kaitannya dengan PKL yang
dituju. Kadang Satpol PP Kota Serang juga minta bantuan kita yaa, kita juga
enggak banyak punya anggota, cuma ada 6, tapi siap untuk membantu.”
(Wawancara: Jumat 27 November 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan
Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.6 dan I1.5 dapat diketahui bahwa Satpol PP
Kota Serang juga membutuhkan banyak personel dalam pelaksanaanya, maka dari
itu tak jarang antara Satpol PP Kota Serang dengan Satpol PP Kecamatan saling
membantu menambah personel dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima. Pola koordinasi yang dilakukan selama ini adalah dengan
cara Satpol PP Kota Serang mengirim surat pernyataan bahwa ada pelaksanaan
117
mengenai PKL yang membutuhkan tambahan personel dari Kecamatan terkait,
surat tersebut dikirim sebelum pelaksanaanya.
Berdasarkan pernyataan di atas, dalam kenyataannya bukan hanya Satpol PP
Kota Serang dan Satpol PP Kecamatan saja yang ikut andil dalam penataan dan
pemberdayaannya, melainkan dari masyarakat dan organisasi yang menaungi
Pedagang Kaki Lima di Kota Serang juga ikut andil dalam persoalan tersebut
karena keterkaitannya dengan semua Pedagang Kaki Lima di Kota Serang. seperti
yang diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang
(PPKLI). Beliau mengatakan:
“Kalau untuk petugas yang siap dalam membantu dari PPKLI Kota Serang,
ada. Jumlahnya ada sekitar 9 orang yang siap. 9 orang cukup untuk membantu
Satpol PP Kota Serang, karena nanti juga ada bantuan petugas dari
Kecamatan.” (Wawancara: Kamis 24 Desember 2015 10.00 WIB. Kediaman
Informan, Cikepuh.)
Seperti yang diungkapkan oleh I2.2 yang mengatakan bahwa jumlah dari
anggota yang sudah siap membantu Satpol PP dalam pelaksanaannya berjumlah 9
orang. Selain dari organisasi yang menaungi Pedagang Kaki Lima, ada juga dari
beberapa masyarakat sekitar yang membantu dalam menata grobaknya sendiri atau
gerobak dari sanak saudaranya. Seperti yang dikatakan oleh Pengguna Jalan Raya.
Beliau mengatakan:
“Saya pernah lihat ada beberapa warga setempat yang ikut dalam
penertiban itu. Yang saya lihat sih sudah cukup, walaupun enggak banyak
warga yang membantu yaa..” (Wawancara: Rabu 27 Januari 2016 14.00
WIB. Alun-alun Kota Serang)
118
Dari pernyataan I2.3 yang mengatakan bahwa ada beberapa warga setempat
yang membantu pelaksanaannya di lokasi. Hal ini juga dibenarkan oleh Sekertaris
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang. Beliau mengatakan bahwa:
“Sudah sesuai kalau di Satpol PP Kota Serang ya, tim saya sudah dapat
pelatihan khusus dalam penanganan masalah PKL. Kalau untuk pegawai sih
sudah cukup di sini, tapi untuk pelaksana di lapangan itu masih kurang, kita
Cuma bisa turunin 10 personel dari 1 tim, paling banyak ya 15. Padahal
kalau dilihat di lapangan, PKL itu malah bisa lebih banyak dan lebih ganas
dari kita. Sudah sesuai kalau di Satpol PP Kota Serang ya, tim saya sudah
dapat pelatihan khusus dalam penanganan masalah PKL. Kalau untuk
pegawai sih sudah cukup di sini, tapi untuk pelaksana di lapangan itu masih
kurang, kita Cuma bisa turunin 10 personel dari 1 tim, paling banyak ya 15.
Padahal kalau dilihat di lapangan, PKL itu malah bisa lebih banyak dan
lebih ganas dari kita.” (Wawancara: Kamis 17 Desember 2015 09.00 WIB.
Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Dari pernyataan I1.4 bisa diketahui bahwa anggota dari Satpol PP juga
sebenarnya kekurangan dalam pelaksanaanya di lapangan, maka dari itu Satpol PP
Kota Serang meminta bantuan dari berbagai lembaga yang terkait dengan aktivitas
Pedagang Kaki Lima di wilayahnya.
Setelah peneliti mewawancarai semua informan, mengobservasi, dan melihat
dokumentasi terkait sumber daya ini terutama dalam hal sumber daya manusia
dapat menarik kesimpulan bahwa implementor sudah sesuai dengan tugas dan
bidangnya masing-masing. Seperti Setda Kota Serang sebagai ketua pelaksana,
Disperindagkop Kota Serang sebagai pelaksana, Satpol PP Kota Serang sebagai
penegak Perda dan Kecamatan sebagai dinas yang bertugas mengontrol wilayahnya
sekaligus sebagai dinas yang melakukan pendataan PKL di wilayahnya. Namun
jumlah dari Satpol PP atau penegak Perda tersebut masih ada yang kekurangan,
119
selama ini masih ada bantuan Satpol PP dari Kecamatan dan mekanisme bantuan
Satpol PP tersebut ialah dengan cara Satpol PP Kota Serang mengirim surat kepada
Kecamatan mengenai bantuan petugas pelaksana yang diberikan satu hari sebelum
pelaksanaan.
4.3.2.2 Sumber Daya Anggaran
Dalam suatu pelaksanaan kebijakan, sumber daya anggaran sangat vital
perannya karena dengan adanya anggaran yang lancar diberikan kepada dinas
terkait, besar harapan pelaksanaanya berjalan dengan lancar juga. Adanya anggaran
di setiap implementasi akan menggerakkan suatu lembaga bisa menjalankan dengan
cepat, anggaran yang dikhususkan untuk Kebijakan Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima di Kota Serang ini membutuhkan lumayan banyak dalam
pelaksanaanya, karena penataan dan pemberdayaan bukan hanya membenahi lokasi
Pedagangan Kaki Lima yang sudah ada, melainkan memberikan atau menyediakan
tempat baru bagi Pedagang Kaki Lima yang harus ditata ulang oleh Pemerintah
Daerah.
Seperti yang dikatakan oleh Van Metter dan Van Horn bahwa sumber daya
kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber
daya kebijakan ini juga harus tersedia dalam rangka untuk memperlancar
administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau
insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan suatu kebijakan. Kurangnya
dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan adalah merupakan sumbangan
besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.
120
Dengan adanya anggaran yang sudah ada, Pemerintah Daerah Kota Serang
memulai dengan memperbaiki Pedagang Kaki Lima yang ada di beberapa jalan
protokol Kota Serang, kondisi tersebut dibenarkan juga oleh Kasi Trantib
Kecamatan Serang. Beliau mengatakan:
“Semua anggaran kita didapat dari APBD, pemerintah Kota Serang mulai
serius dalam penanganan PKL. Sudah ada beberapa yang di relokasi, mulai
dari pedagang yang ada di stadion, wlaupun sifatnya sementara. Selain itu
ada pedagang di pasar rau juga yang nantinya akan di pindahkan ke dalam
RTC yang semula ada di luar RTC.”(Wawancara: Jumat 27 November 2015
09.00 WIB. Kantor Kecamatan Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.5 dapat diketahui bahwa anggaran yang
ada selama ini didapat dari APBD Kota Serang. Pernyataan tersebut dikuatkan
dengan pernyataan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan. Beliau
mengatakan:
“Anggaran itu bisa kita dapat dari APBD Kota Serang. Kota Serang sudah
siap untuk anggaran ini yaa saya pikir.”(Wawancara: Senin 23 November
2015 10.00 WIB. Kantor Kecamatan Taktakan)
Dari wawancara dengan I1.5 dan I1.8 bisa kita ketahui bahwa pemerintah
daerah Kota Serang sudah siap, terbukti dari sudah adanya beberapa tempat di Kota
Serang yang di benahi lokasinya yang di dapat dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), ada yang sudah permanen dan ada juga yang sifatnya
masih sementara, karena Pemerintah Daerah Kota Serang sudah mulai serius dalam
mengatasi masalah Pedagang Kaki Lima.
Pernyataan tersebut juga di benarkan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop). Beliau mengatakan:
121
“Yang kita dapat anggaran selama ini dari APBD Kota Serang, dan menurut
saya pribadi anggaran yang ada untuk pelaksanaan kebijakan ini sudah
cukup.” (Wawancara: Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor
Disperindagkop Kota Serang)
Setelah melakukan wawancara dengan I1.1 yang mengatakan bahwa anggaran
yang digunakan untuk pelaksanaan didapat dari APBD Kota Serang, dan selama ini
anggaran tersebut sudah cukup. Sama seperti yang dikatakan oleh Kepala UPTD
Pasar Disprindagkop Kota Serang. Beliau mengatakan:
“Sumber anggaran dari APBD. Menurut saya sudah cukup, toh kita dengan
jumlah anggaran yang didapat bisa memberikan tenda baru dan lain-lainnya
untuk PKL.” (Wawancara: Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor
UPTD Pasar Disprindagkop, Pasar Rau)
Dari wawancara dengan I1.1 dan I1.2 dapat diketahui bahwa anggaran yang
selama ini yang digunakan untuk penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
di Kota Serang adalah berasal dari APBD. Dengan anggaran yang sudah diberikan,
dinas terkait sudah bisa membenahi beberapa PKL, walaupun hanya dengan
memberikan tenda untuk pedagang yang belum di relokasi.
Sesuai dengan tanggapan dari Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Serang. Beliau mengatakan:
“Anggaran kita dapat dari APBD, dan menurut saya sudah cukup kalau
untuk penertiban saja ya.”(Wawancara: Kamis 17 Desember 2015 09.00
WIB. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1.4 dapat diketahui bahwa anggaran
selama ini yang diterima untuk pelaksanaan kebijakan berasal dari APBD dan
sejauh ini sudah cukup dengan anggaran yang ada. Sama seperti tanggapan yang
diungkapkan oleh Kasi Trantib Kecamatan Curug yang mengatakan:
122
“Anggaran untuk Kecamatan selama ini di dapat dari APBD Kota Serang.”
(Wawancara: Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan
Curug)
Berdasarkan wawancara dari I1.4 dan I1.7 bisa kita ketahui bahwa anggaran
yang selama ini didapat dari APBD, yang nantinya akan di salurkan untuk penataan
Pedagang Kaki Lima di wilayahnya.
Pernyataan singkat dari I1.7 juga di kuatkan oleh Sekertaris Camat Kecamatan
Walantaka. Beliau mengatakan:
“Anggaran didapat dari APBD ya, jadi saya rasa sudah cukup karena
pemerintah Kota Serang juga tau kondisi di Kecamatan Walantaka ini.”
(Wawancara: Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Kecamatan
Walantaka)
Sama seperti yang dikatakan oleh I1.10 di atas, Kasi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Kasemen juga mengatakan bahwa:
“Anggaran sudah cukup ya, tinggal jadwal pelaksanaan aja yang harus
tepat, biar ga molor waktunya. Anggaran di dapat selama ini ya dari
APBD.”(Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00 WIB. Kantor
Kecamatan Kasemen)
Pernyataan dari I1.9 dan I1.10 juga diperkuat oleh Sekertaris Camat Kecamatan
Cipocok Jaya yang mengatakan bahwa:
“Kita dapat anggaran untuk penanganan PKL ini dari APBD, tapi kalau
Disperindagkop mungkin dapat dari APBD atau apbn juga. Dan dengan
anggaran yang ada, Kecamatan Cipocok sendiri cukup untuk sekedar
penataan dan pemberdayaan PKL.”(Wawancara: Selasa 1 Desember 2015
09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Menurut wawancara dengan I1.6 dapat diketahui bahwa anggaran yang
didapat semuanya dari APBD, dari Kecamatan sudah siap dengan anggaran yang
ada dan dengan petugas yang ada. Dari wawancara di atas bisa diketahui bahwa
123
Kecamatan menerima anggaran dari APBD dan harus siap dengan anggaran yang
ada dengan kinerja yang maksimal dan dibantu dengan dinas terkait lainnya.
Semua pernyataan jika anggaran di dapat dari APBD itu dibenarkan oleh
Kasubag Perundang – Undangan Bagian Hukum Setda Kota Serang yang
mengatakan bahwa:
“Anggaran yang di dapat untuk pelaksanaan perda ini ya berasal dari
APBD Kota Serang untuk penyediaan tempat PKL” (Wawancara: Rabu 6
Januari 2016 10.00 WIB. Kantor Sekertariat Daerah Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.3 yang mengatakan bahwa Sekertariat
Daerah Kota Serang membenarkan bahwa anggaran yang didapat untuk penataan
dan pemberdayaan ini dari APBD dan memang jelas diperuntukan agar
pelaksanaannya berjalan dengan lancar.
Berbeda dengan hasil wawancara dari beberapa dinas yang terkait tentang
anggaran yang didapat, Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang
(PPKLI) mengatakan bahwa:
“PPKLI belum bekerjasama dengan pemerintah, jadi anggaran yang didapat
yaa dari uang kas yang terkumpul. Tapi kalau anggaran yang di dapat untuk
instansi, itu dari APBD menurut saya.”(Wawancara: Kamis 24 Desember
2015 10.00 WIB. Kediaman Informan, Cikepuh.)
Menurut wawancara dengan I2.2 PPKLI belum bekerja sama dengan
pemerintah daerah sehingga tidak mendapatkan anggaran dalam membantu
penertiban PKL yang ada di Kota Serang. PPKLI selama ini menggunakan dana
yang didapat dari kas yang terkumpul.
124
Sumber daya anggaran sangat penting bagi berjalannya sebuah pelaksanaan,
tidak dipungkiri bahwa kekuatan dana yang ada bisa menjadi pemacu lancarnya
sebuah pelaksanaan atau perintah yang harus dijalankan.
4.3.2.3 Sumber Daya Sarana dan Prasarana
Sumber Daya Sarana dan Prasarana adalah bukan lagi sekedar indikator
kesuksesan suatu pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah, melainkan suatu
kebutuhan bagi dinas dalam pelaksanaannya dan kebutuhan juga bagi masyarakat
sebagai penerima sarana dan prasarana sekaligus pengguna sarana dan prasarana
yang ada, khususnya yang ada di Kota Serang.
Dalam pelaksanaan kebijakan akan mewujudkan suatu tujuan yang
diinginkan jika suatu dinas terkait mempunyai akses yang tidak menyulitkan dalam
menjalankan tugasnya, seperti Disperindagkop Kota Serang yang mempunyai
kendaraan operasional yang selama ini digunakan untuk membantu pelaksanaan
pada saat di lapangan, kondisi tersebut di katakan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
“Disperindagkop Kota Serang ada kok kendaraan operasional, kita punya
satu mobil untuk menuju ke lokasi PKL, sekalian untuk angkut barang-
barang yang dibutuhin.”(Wawancara: Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB.
Kantor Disperindagkop Kota Serang)
Seperti yang dikatakan oleh I1.1, Disperindagkop mempunyai satu buah
kendaraan operasional berupa mobil yang selama ini digunakan untuk membawa
barang-barang yang dibutuhkan pada saat pelaksanaan di lapangan. Selain
125
Disperindagkop yang mempunyai mobil untuk peninjauan ke lapangan. Dalam
pembahasan tentang sarana dan prasarana ini, Sekertaris Satuan Polisi Pamong
Praja Kota Serang memberikan keterangan yang sama, beliau mengatakan:
“Sarana dan prasarana cukup buat kita, mau minta apalagi. Mobil truk ada
satu, mobil operasional anggota ada satu”(Wawancara: Kamis 17 Desember
2015 09.00 WIB. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.4, Satpol PP Kota Serang mempunyai
kendaraan operasional berupa satu mobil truk dan satu mobil operasional anggota.
Semua digunakan untuk penertiban Pedagang Kaki Lima yang ada di Kota Serang,
selain itu juga dua kendaraan operasional Satpol PP ini sangat bermanfaat untuk
mengangkut barang dari pedagang yang diangkut dan dibawa ke Kantor Satpol PP
Kota Serang. Selain dari Disperindagkop dan Satpol PP Kota Serang, ada juga
Kecamatan Serang yang memiliki kendaraan operasional berupa mobil. Seperti
yang di katakana oleh Kasi Trantib Kecamatan Serang yang mengatakan:
“Cukup, Kecamatan punya fasilitas satu mobil khusus untuk Satpol PP. saya
rasa cukup untuk kegiatan”(Wawancara: Jumat 27 November 2015 09.00
WIB. Kantor Kecamatan Serang)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I1.5, Kecamatan Serang mempunyai
satu buah mobil untuk kendaraan operasional yang berguna untuk penanganan
Pedagang Kaki Lima yang ada di Kecamatan Serang.
UPTD Pasar Disperindagkop Kota Serang juga mempunyai kendaraan
operasional berupa motor untuk membantu pegawai dalam menuju ke lokasi
pelaksanaan. Seperti yang diungkapkan oleh Kepala UPTD Pasar Disprindagkop
Kota Serang yang menyatakan bahwa:
126
“Kalau fasilitas sih UPTD pasar ini ada dua motor, yang kegunaannya ya
untuk meninjau pasar setiap harinya, dua motor juga cukup kok”
(Wawancara: Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor UPTD Pasar
Disprindagkop, Pasar Rau.)
Menurut I1.2, UPTD Pasar Disperindagkop Kota Serang mengatakan bahwa
dengan kendaraan motor sudah cukup untuk menijau ke beberapa pasar yang akan
dilakukan penataan dan pemberdayaan di Kota Serang.
Hampir semua dinas mempunyai kendaraan operasional, termasuk di kantor
Kecamatan juga sudah pasti mempunyai kendaraan operasional. Seperti yang di
katakana oleh Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan yang mengatakan:
“Ada dua motor untuk fasilitas di Kecamatan, ya termasuk fasilitas untuk
pelaksanaan masalah PKL ini juga” (Wawancara: Senin 23 November 2015
10.00 WIB. Kantor Kecamatan Taktakan)
Dengan memiliki dua kendaraan operasional berupa motor yang berguna
untuk melaksanakan Kebijakan Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang
Kaki Lima di wilayah Kecamatan Taktakan.
Sama seperti yang diungkapkan oleh I1.8 yang memiliki sebuah motor untuk
operasional dinas dalam pelaksanaan kebijakan, Sekertaris Camat Kecamatan
Walantaka juga mengatakan:
“Ada tuh motor untuk fasilitas pegawai, bermanfaat juga kok untuk kegiatan
penanganan PKL”(Wawancara: Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB.
Kantor Kecamatan Walantaka).
Berdasarkan wawancara dengan I1.10 yang mengatakan bahwa Kecamatan
Walantaka mempunyai kendaraan operasional berupa motor yang selama ini masih
digunakan untuk semua kegiatan, termasuk penanganan PKL. Dengan ketercukupan
127
mengenai sarana dan prasarana ini juga diungkapkan oleh Kasubag Perundang –
Undangan Bagian Hukum Setda Kota Serang yang mengatakan:
“Sarana dan prasarana menurut saya sudah cukup kayanya, fasilitas juga
cukup untuk koordinasi dengan beberapa dinas.” (Wawancara: Rabu 6
Januari 2016 10.00 WIB. Kantor Sekertariat Daerah Kota Serang)
Sarana yang sudah ada sudah cukup seperti yang diungkapkan I1.3 juga
dibenarkan oleh Kasi Trantib Kecamatan Curug. Beliau mengatakan:
“Fasilitas sudah cukup, kalau hanya untuk meninjau lokasi selama ini.”
(Wawancara: Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan
Curug)
Berdasarkan wawancara dengan I1.7 yang mengatakan bahwa fasilitas yang
ada di Kantor Kecamatan Curug sudah cukup, jarak antara lokasi pedagang tidak
terlalu jauh. Selain itu juga jumlah Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Curug tidak
terlalu banyak karena mayoritas masyarakat Kecamatan Curug berjualan ke pasar-
pasar yang ada di luar daerah Kecamatan Curug.
Ada juga komentar tentang sarana dan prasarana yang ada di Kecamatan,
seperti yang diungkapkan Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen yang
mengatakan:
“Di Kasemen sudah cukup, ada beberapa kendaraan untuk para pegawai
menuju lokasi PKL.”(Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00 WIB.
Kantor Kecamatan Kasemen)
Menurut pernyataan yang diungkapkan oleh I1.9 bahwa di Kecamatan
Kasemen memiliki kendaraan operasional berupa motor yang berguna untuk
menuju ke lokasi atau langsung ke pasar ke daerah pelaksanaan penataan dan
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di daerah Kecamatan Kasemen. Berbeda
128
dengan pernyataan yang diungkapkan oleh I1.9, bahwa ada Kantor Kecamatan yang
masih menyayangkan belum lengkapnya fasilitas untuk pelaksanaan kebijakan
penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Seperti yang diungkapkan oleh
Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya. Beliau mengatakan:
“Di Kecamatan Cipocok ini jujur ya menurut saya sarana dan prasarana
masih kurang kalau untuk penanganan PKL, untuk kendaraan
operasionalnya saja saya rasa masih kurang, cuma ada motor”(Wawancara:
Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Menurut wawancara dengan I1.6, beliau mengungkapkan bahwa kendaraan
operasional kantor dengan hanya sebuah motor masih dirasa kurang dalam kegiatan
pelaksanaan kebijakan. Selama ini pegawai yang bertugas untuk meninjau
Pedagang Kaki Lima menggunakan kendaraannya masing-masing.
Memiliki kendaraan operasional untuk sebuah kantor dinas sangat penting
perannya, karena kendaraan operasional sangat diperlukan dalam kegiatan diluar
ruangan seperti peninjauan lokasi di beberapa tempat khususnya di Kota Serang,
sayangnya masih ada beberapa kantor dinas yang masih kekurangan memiliki
kendaraan operasional untuk beberapa kegiatan.
4.3.2.4 Sumber Daya Waktu
Dalam sebuah kebijakan memiliki waktu yang harus dijadwalkan,
Pemerintah Daerah harus bisa mengatur jadwal tersebut agar tidak saling tumpang
tindih dengan kebijakan daerah lainnya. Sumber daya waktu adalah merupakan
indikator penting dalam sebuah pelaksanaan kebijakan, dengan adanya sumber daya
129
waktu, pemerintah daerah bisa mengetahui kapan kebijakan itu harus dilakukan dan
kapan kebijakan itu sudah harus selesai.
Menurut Van Meter dan Van Horn, sumber daya waktu merupakan indikator
penentu pemerintah dalam merencanakan dan melaksanakan kebijakan. Dalam
kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang
ini, pemerintah daerah Kota Serang sudah mulai melakukan penataan Pedagang
Kaki Lima di Kota Serang, seperti yang dikatakan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
“Dengan waktu yang ada, kami sudah berusaha dengan optimal sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Saya rasa cukup”(Wawancara: Selasa 22
Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Disperindagkop Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.1 Dengan waktu yang ada, Disperindagkop
Kota Serang sudah berusaha dengan optimal sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dengan faktanya, Disperindagkop selama ini sudah melakukan beberapa penataan
kepada Pedagang Kaki Lima di Kota Serang, mulai dengan memberikan tenda
sampai merelokasi pedagang. Pernyataan tersebut juga di benarkan oleh Kepala
UPTD Pasar Disprindagkop Kota Serang, beliau mengatakan:
“Disprindagkop sangat memanfaatkan waktu yang ada ya menurut saya,
sejauh ini juga sudah ada beberapa lokasi PKL yang
diberdayakan”(Wawancara: Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor
UPTD Pasar Disprindagkop, Pasar Rau.)
Berdasarkan wawancara dengan I1.2 yang mengatakan bahwa Disperindagkop
sudah sangat memanfaatkan waktu yang ada, sejauh ini sudah ada beberapa lokasi
130
Pedagang Kaki Lima yang diberdayakan. Disperindagkop dan Uptd pasar sudah
memberikan kebutuhan pedagang, sedikit demi sedikit semua pedagang yang ada di
sekitar pasar sudah mulai di tata.
Dalam penataannya, waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama karena hanya
melakukan penataan yaitu memperindah lokasi pedagang yang sudah ada. Seperti
yang dikatakan oleh Kasi Trantib Kecamatan Curug, beliau mengatakan:
“Saya rasa waktunya sudah cukup untuk Kecamatan menata PKL”
(Wawancara: Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan
Curug)
Menurut I1.7 waktu yang diberikan sudah cukup untuk Kecamatan menata
pedagang. Dengan waktu yang ada, Kecamatan bisa dengan cepat melakukan
sosialisasi kepada pedagang. Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Camat
Kecamatan Taktakan, beliau mengatakan:
“Waktu yang diberikan sudah cukup saya rasa, kami melakukan penataan
dan pemberdayaan ini kepada PKL di Kecamatan Taktakan bisa
melakukannya dengan waktu yang diberikan. Walaupun baru beberapa PKL
yang kami tata dan berdayakan.” (Wawancara: Senin 23 November 2015
10.00 WIB. Kantor Kecamatan Taktakan)
Menurut wawancara yang dilakukan dengan I1.8 dapat diketahui bahwa
Kecamatan Taktakan sudah melakukannya dengan maksimal, terbukti dengan
pelaksanaannya yang sudah dilakukan ke beberapa pedagang yang ada di daerah
Taktakan. Pada dasarnya Disperindagkop tidak memberikan tenggang waktu yang
ditetapkan, Disperindagkop hanya menyarankan untuk pihak Kecamatan bisa
melakukan dengan cepat dalam kegiatan sosialisasinya kepada pedagang, seperti
yang dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Walantaka, beliau mengatakan:
131
“Disperindagkop ga kasih harus berapa hari dalam penyelesaian
pelaksanaannya, tapi Disperindagkop menyarankan untuk cepat
menyelesaikan dan kita sudah semaksimal mungkin untuk cepat
menyelesaikannya.”(Wawancara: Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB.
Kantor Kecamatan Walantaka)
Menurut I1.10, Disperindagkop tidak memberikan tenggang waktu mengenai
kapan kebijakan harus selesai dilakukan, Disperindagkop hanya menyarankan agar
Kecamatan bisa dengan cepat melakukan sosialisasi kepada pedagang. Sama seperti
yang dikatakan oleh Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Kalau Satpol PP sih tinggal pelaksanaan yaa, kita ga pernah dikasih batas
waktu tertentu dari Disperindagkop selaku dinas yang berkoordinasi dengan
kita, tapi kita pasti selesaikan secepat mungkin.”(Wawancara: Kamis 17
Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.4 yang mengatakan bahwa Satpol PP tidak
diberikan batas waktu, namun Satpol PP menyelesaikan pelaksanaannya secepat
mungkin. Penataan Pedagang Kaki Lima sebenarnya tidak membutuhkan waktu
lama, jika dalam pelaksanaannya meliputi relokasi pedagang mungkin pihak
Kecamatan membutuhkan waktu lebih dalam pemilihan dan pencarian lokasi baru
untuk pedagang. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Trantib Kecamatan Serang,
beliau mengatakan:
“Cukup. Penataan PKL saya pikir cuma butuh beberapa hari saja ya. Yang
penting semua SKPD siap. Tapi kalau untuk pemberdayaan PKL khususnya
relokasi PKL, itu memang butuh waktu banyak”(Wawancara: Jumat 27
November 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Serang)
132
Menurut wawancara dengan I1.5 menerangkan bahwa waktu yang diberikan
sudah cukup jika hanya melakukan penataan kepada pedagnag, tapi jika harus
merelokasi pedagang waktu yang diberikan kurang cukup untuk pelaksanaannya.
Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya, beliau
mengatakan:
“Waktu dalam penataan PKL ga butuh waktu lama, tapi kalau
pemberdayaan PKL yang harus memberikan tempat atau ruang khusus PKL,
ya butuh waktu lama untuk cari lokasi yang pas.”(Wawancara: Selasa 1
Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Pernyataan dari I1.6 tersebut diperkuat oleh Kasi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Kasemen, beliau mengatakan:
“Kalau cuma menata PKL sih cukup, tapi untuk merelokasi PKL kan butuh
waktu lebih dan biaya lebih juga dalam memberikan lahan untuk
mereka.”(Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00 WIB. Kantor
Kecamatan Kasemen)
Menurut wawancara dengan I1.6 dan I1.9 bahwa waktu yang diberikan untuk
penataan sudah cukup, namun jika dalam pelaksanaannya harus melakukan
pemberdayaan atau memberikan tuang khusus untuk pedagang akan membutuhkan
waktu yang lebih biaya yang tidak sedikit untuk lahan yang cocok. Dengan
pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh Kasubag Perundang – Undangan Bagian
Hukum Setda Kota Serang, beliau mengatakan:
“Sebenarnya kurang membantu dengan waktu yang diberikan, karena kita
membutuhkan waktu lebih untuk mencari lokasi yang pas untuk PKL itu
sendiri.” (Wawancara: Rabu 6 Januari 2016 10.00 WIB. Kantor Sekertariat
Daerah Kota Serang)
133
Menurut wawancara dengan I1.3 menyatakan bahwa pelaksanaan
pemberdayaan yang mengharuskan memberikan lokasi baru untuk pedagang
membutuhkan waktu yang lebih, karena lokasi yang baru harus lebih baik dan pas
bagi pedagang.
Setelah peneliti mewawancarai semua informan terkait sumber daya ini
terutama dalam hal sumber daya waktu peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa
dalam waktu yang diberikan untuk penataan tidak membutuhkan waktu yang
banyak jika semua SKPD yang terkait bisa menjalankan tugasnya dengan baik dan
cepat. Namun jika dalam pelaksanaannya mengharuskan pemberdayaan atau
merelokasi pedagang, waktu yang diberikan masih dirasa kurang untuk
penyelesaiannya, karena butuh waktu dan biaya lebih dalam mendapatkan lahan
yang cocok untuk pedagang nantinya.
4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana
4.3.3.1 Birokrasi/Lembaga
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal
ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri
yang tepat dan cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan
konteks kebijakan yang akan dilaksanakan, pada beberapa kebijakan dituntut
pelaksana yang ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana
yang demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
134
Dalam Peraturan Daerah Kota Serang yang menyangkut penataan dan
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang ini, semua dinas yang terkait
sudah sesuai, seperti yang di katakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok
Jaya, beliau mengatakan:
“Dilihat dari SKPD terkait di perda, saya rasa sudah sesuai.”(Wawancara:
Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Berdasarkan wawancara dengan I1.6 dilihat dari SKPD yang terkait sudah
sesuai. Dengan tugas yang ada, yaitu dalam penataan dan pemberdayaan pedagang
di Kota Serang dirasa sudah cukup dan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-
masing. Sama seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Camat Kecamatan
Walantaka, beliau mengatakan:
“Menurut saya sudah, semua dinas terkait sudah sesuai dengan tugasnya
masing-masing, jadi sudah pasti tahu apa yang harus dilakukan”
(Wawancara: Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Kecamatan
Walantaka)
Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala UPTD Pasar Disprindagkop
Kota Serang, beliau mengatakan:
“Dengan instansi yang ada di perda, saya rasa sudah sesuai.”(Wawancara:
Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor UPTD Pasar Disprindagkop,
Pasar Rau.)
Dari wawancara oleh I1.10 dan I1.2 dapat kita ketahui bahwa semua pelaksana
yang ada sudah sesuai dengan tugasnya, dari segi anggota di masing-masing
pelaksananya juga sudah sesuai. Seperti yang diungkapkan oleh Kasi Trantib
Kecamatan Curug, beliau mengatakan:
135
“Di Kecamatan Curug sudah ada Satpol PP yang menangani PKL, jadi
menurut saya jika di Kecamatan sendiri sudah sesuai impelementornya.
Antar SKPD yang terkait juga sudah sesuai dengan bidangnya”(Wawancara:
Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
Senada dengan pernyataan I1.7 di atas, Sekretaris Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Serang juga menyatakan hal yang sama, beliau mengatakan:
“Dari SKPD yang terkait di perda ini, saya rasa sudah sesuai. Di tim saya
juga sudah sesuai, anggota kita sudah kompeten dalam
bidangnya.”(Wawancara: Kamis 17 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Dari pernyataan I1.7 dan I1.4 bisa diketahui bahwa para pelaksana sudah sesuai
dengan kriteria yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan ini, selain itu juga
anggota dari pelaksana yang ada sudah dipilih sesuai dengan karakter yang cocok
untuk kebijakannya.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kasi Pengelolaan dan Pengembangan
Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
“Iya sudah sesuai, di kebijakan ini semua dinas terkait PKL ikut andil.
Satpol PP selaku penegak Perda, Kecamatan setempat sebagai instansinya.
Jadi ya sudah sesuai. Kalau dari Disperindagkop sendiri punya tim dalam
penataan PKL, ada dari UPTD Pasar yang membantu sosialisasikan
kebijakan ke PKL maupun ke tokoh setempat.”(Wawancara: Selasa 22
Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Disperindagkop Kota Serang)
Seperti yang diungkapkan oleh I1.1 bahwa semua dinas yang terkait sudah
sesuai, semua dinas juga ikut andil dalam pelaksanaannya termasuk Satpol PP Kota
Serang sebagai penegak Perda. Beberapa anggota Disperindagkop ada yang
bertugas untuk membantu petugas Kecamatan setempat dalam memberikan
136
sosialisasi terkait penataan dan pemberdayaan pedagang yang akan dilakukan di
Kecamatan tersebut.
Dengan pernyataan yang mengatakan bahwa pelaksana di lapangan sudah
sesuai juga dipertegas oleh Kasubag Perundang – Undangan Bagian Hukum Setda
Kota Serang, beliau mengatakan:
“Sudah sesuai, semua yang terkait saya pikir sudah pas sesuai dengan tugas
pokoknya masing-masing, seperti Satpol PP, Disperindagkop juga”
(Wawancara: Rabu 6 Januari 2016 10.00 WIB. Kantor Sekertariat Daerah
Kota Serang)
Sama seperti yang dikatakan I1.3 di atas, Pedagang Kaki Lima di Pasar Royal
Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau pelaksananya sih sudah sesuai, ada Satpol PP yang biasa kesini.”
(Wawancara: Rabu 27 Januari 2016 16.00 WIB. Pasar Royal Kota Serang)
Dari wawancara dengan I1.3 dan I2.1 di atas dapat diketahui bahwa tim
pelaksana sudah sesuai dengan tugasnya, dan pekerjaan dinas yang terkait juga
sudah sampai kepada pedagang dalam sosialisasi. Selain dari pernyataan pedagang,
peneliti juga mewawancarai pihak Kecamatan yang mengungkapkan hal yang sama,
Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan mengatakan bahwa:
“Dari implementor yang ada di Kecamatan sudah sesuai, ada Satpol PP
yang membantu dalam pelaksanaanya.”(Wawancara: Senin 23 November
2015 10.00 WIB. Kantor Kecamatan Taktakan)
Berdasarkan wawancara dengan I1.8 yang mengatakan bahwa implementor
dari Kecamatan sudah sesuai, ada Satpol PP juga yang membantu. Dalam
pelaksanaanya di lapangan, kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan oleh pihak
137
Kecamatan, melainkan ada juga bantuan dari Satpol PP yang terkadang datang ke
lokasi Pedagang Kaki Lima.
Tentang sudah sesuainya implementor dalam pelaksanaannya, Kasi Trantib
Kecamatan Serang juga mengatakan bahwa:
“Yang saya lihat sih sudah sesuai ya, ada Disperindagkop Kota Serang juga
yang terkait, karena memang bidangnya Disperindagkop.”(Wawancara:
Jumat 27 November 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Serang)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I1.5 di atas juga dibenarkan oleh Kasi
Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen mengatakan bahwa:
“Menurut saya sih sesuai, Disperindagkop sebagai pelaksana, kita orang
Kecamatan sebagai pengontrol dan pemberi ijin di lapangan, Satpol PP
sebagai penegak perda.”(Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00 WIB.
Kantor Kecamatan Kasemen)
Berdasarkan wawancara dengan I1.9 di atas yang menyebutkan bahwa semua
dinas sudah sesuai, Disperindagkop sebagai pelaksana, Kecamatan sebagai
pengontrol dan pemberi ijin, Satpol PP sebagai penegak Perda. Sama seperti yang
diungkapkan oleh Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang (PPKLI)
beliau mengatakan:
“Menurut saya sudah sesuai. Kita juga biasa ada koordinasi dengan
Disperindagkop Kota Serang dan Satpol PP Kota Serang.”(Wawancara:
Kamis 24 Desember 2015 10.00 WIB. Kediaman Informan, Cikepuh.)
Dari pernyataan I2.2 di atas sesuai seperti yang diungkapkan oleh Pengguna
Jalan Raya yang mengatakan:
“Satpol PP sudah pasti, Disperindagkop juga. Pemerintah daerah sebagai
pembuat keputusan peraturan juga pasti.”(Wawancara: Rabu 27 Januari
2016 14.00 WIB. Alun-alun Kota Serang
138
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I2.2 dan I2.3 bisa kita ketahui bahwa
semua dinas yang terkait sudah sesuai dengan tugasnya dan berkompeten dalam
bidangnya.
Karakteristik agen pelaksana merupakan salah satu indikator penting dalam
setiap pelaksanaan kebijakan, karena jika dalam pelaksanaanya terdapat pelaksana
yang tidak sesuai dan tidak berkompeten akan menimbulkan masalah di lapangan.
Hal ini sangat dihindari karena menyangkut dengan masyarakat publik dan rawan
menimbulkan benturan kepentingan atau bentrokan antara pedagang dengan
pelaksana di lapangan.
4.3.4 Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana
4.3.4.1 Inisiatif
Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang
mereka rasakan. Tetapi kebijakan biasanya bersifat top down yang sangat mungkin
para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh
kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan.
Dalam indikator Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana ini, terdapat variabel
tentang inisiatif. Variabel inisiatif dalam arti inisiatif dari para pelaksana yang
langsung terjun ke lapangan dan melihat kondisi di sekitar wilayah pedagang yang
sudah ada dalam permasalahan penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
139
ini. Inisiatif yang dimaksud adalah meliputi insiatif dari para pelaksana dalam
mencari lokasi yang pas dan tidak mengganggu fasilitas publik lainnya, misal para
pelaksana memilih tempat yang tidak mengesampingkan lingkungan atau merusak
lingkungan alam sekitar. Seperti yang diungkapkan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
“Ya sudah pasti, kita sangat memperhatikan lingkungan lokasi baru untuk
relokasi PKL. Kita cari tempat yang tidak merusak lingkungan alam juga,
kita perhatikan pohon-pohon dan kita juga lihat aspek perkembangan
ekonominya”(Wawancara: Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor
Disperindagkop Kota Serang)
Menurut I1.1 Disperindagkop Kota Serang sudah melihat dan meninjau lokasi
yang pas untuk melakukan relokasi pedagang ke tempat yang baru dengan tidak
mengesampingkan lingkungan alam yang dipelihara. Seperti yang dikatakan selaku
Kasi Trantib Kecamatan Curug, beliau mengatakan:
“Ya kita lihat kondisi lingkungan di Curug, tapi disini belum ada lokasi
untuk PKL, kita enggak banyak punya lokasi baru untuk PKL.”(Wawancara:
Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I1.7 di atas yang mengatakan akan
melihat kondisi lingkungan yang nantinya tidak akan mengganggu, namun sampai
saat ini belum menemukan lokasi yang cocok di Kecamatan Curug karena di Curug
sendiri tidak banyak mempunyai lahan untuk pedagang. Begitu juga yang dikatakan
oleh Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya, beliau mengatakan:
“Di Cipocok kita lihat lokasi baru untuk PKL, karena disini juga kita enggak
banyak lokasi pemerintah yang diperuntukan pengembangan ekonomi sektor
informal, jadi ya kita sudah pasti lihat kondisi lingkungan
140
sekitar.”(Wawancara: Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor
Kecamatan Cipocok Jaya)
Seperti yang diungkapkan oleh I1.6 di atas bahwa di Cipocok Jaya akan
ditinjau kembali dalam mencari lokasi bagi pedagang, karena tidak terlalu banyak
lahan kosong milik pemerintah yang ada di Kecamatan Cipocok Jaya. Dalam
pelaksanaannya, pihak Kecamatan harus bisa melihat apakah lokasi yang baru bisa
menumbuhkan minat jual-beli dari pedagang maupun konsumennya. Seperti yang
dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan, beliau mengatakan:
“Sampai saat ini kita belum menemukan lokasinya, tapi sekarang kita sudah
menentukan lokasi yang dibolehkan atau tidak dibolehkan untuk berjualan
dan kita juga memilih lokasi tersebut sesuai dari kondisi lapangan yang
mendukung kegiatan jual-beli atau tidak.”(Wawancara: Senin 23 November
2015 10.00 WIB. Kantor Kecamatan Taktakan)
Berdasarkan pernyataan dari I1.8 di atas yang mengatakan bahwa sampai saat
ini belum menemukan lokasi atau lahan untuk pedagang berjualan, tapi sekarang
sudah menemukan wilayah yang pas untuk pedagang. Menentukan lahan untuk
berjualan tidak mudah, harus melihat dari berbagai aspek yang mendukung kegiatan
pedagang agar semua bisa diuntungkan, Kecamatan Taktakan sudah menemukan
lokasi wilayahnya, namun belum menemukan lokasi lahan untuk pedagang itu
sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Serang, beliau mengatakan:
“Selain kita melaksanakan apa yang diberikan tugas oleh Disperindagkop
untuk hal ini, kita juga pastinya lihat lokasi. Lokasi yang baru dan lokasi
yang lama, kalau lokasi yang lama benar-benar menggangu atau melanggar
peraturan, ya pasti kita tindak lanjuti. Dan lokasi yang baru kita juga lihat
bagaimana kondisi dan apakah menyelesaikan solusi untuk PKL itu
141
sendiri.”(Wawancara: Kamis 17 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Satuan
Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Dari pernyataan I1.4 di atas dapat di ketahui bahwa selain melaksanakan tugas
yang disosialisasikan oleh Disperindagkop Kota Serang, Satpol PP Kota Serang
juga melihat dan meninjau lokasi yang baru apakah memberikan solusi dalam
kegiatan dari pedagang itu atau tidak. Jika lokasi yang baru tridak menguntungkan
untuk pedagang untuk apa dipindahkan jika tidak menguntungkan untuk pedagang.
Seperti yang dikatakan oleh Kasi Trantib Kecamatan Serang, beliau mengatakan:
“Iya pasti, kita juga enggak sembarangan kasih ijin untuk relokasi kalau
lokasi yang lama masih sangat menguntungkan dan lokasi yang lama
merusak atau tidak menguntungkan untuk PKL.”(Wawancara: Jumat 27
November 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Serang)
I1.5 mengatakan bahwa tidak sembarangan dalam menentukan lokasi untuk
pedagang jika lokasi yang lama masih menguntungkan untuk pedagang itu sendiri.
Seperti yang dikatakan oleh Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen,
beliau mengatakan:
“Pasti, kita hanya mengijinkan lokasi yang baru yang nantinya akan
menaikan nilai perekonomian disini, khususnya lokasi atau jalur wisata
religi di kawasan Banten Lama ini.”(Wawancara: Rabu 25 November 2015
13.00 WIB. Kantor Kecamatan Kasemen)
Dari pernyataan yang diungkapkan oleh I1.9 di atas yang mengatakan bahwa
Kecamatan Kasemen hanya mengijinkan untuk lokasi yang benar-benar
menguntungkan pedagang yang ada di Kawasan Religi Banten Lama agar para
pedagang tidak kehilangan mata pencaharian yang selama ini sudah lama dilakukan.
142
Selain itu juga pihak Kecamatan tidak mau kehilangan eksistensi keberadaan
Kompleks Banten Lama yang selama ini menjadi ikon Kecamatan Kasemen.
Sama seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Walantaka
yang mengatakan bahwa:
“Sebenarnya kita juga lihat kondisi lingkungan sekitar, di Pasar Kalodran
pedagang sampai ke bahu jalan, makanya kita berlakukan waktu berjualan
mereka yang ada di bahu jalan sampai siang, sore sudah tidak ada yang
berjualan.”(Wawancara: Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor
Kecamatan Walantaka)
I1.10 mengatakan bahwa kondisi sekitar lahan pedagang harus sesuai dengan
kebutuhan, di Pasar Kalodran sebenarnya tempat yang pas, namun ada saja
pedagang yang masih berjualan di bahu jalan, maka dari itu pihak Kecamatan
memberikan jadwal kegiatan jualan untuk para pedagang di bahu jalan hanya siang
hari, sore hari harus sudah tidak ada pedagang yang ada dibahu jalan agar tidak
mengganggu lalu lintas.
Dari semua yang peneliti wawancarai, hampir semua mengatakan bahwa
memilih lokasi untuk berjualan tidaklah mudah, pada intinya membutuhkan
karakteristik dari para pelaksana sebagai penentu dan pemberi lahan bagi pedagang
yang akan direlokasi. Sikap dari pelaksana juga sudah seharusnya bisa menerima
keluhan maupun masukan dari para pelaku usaha di Kota Serang agar bisa
menentukan lahan yang pas dan tidak menimbulkan masalah di lapangan dengan
adanya inisiatif dari pelaksana dalam memberikan lokasi pedagang.
4.3.4.2 Partisipatif
143
Dalam pelaksanaannya, implementor harus mengetahui betul tentang kondisi
di lokasi yang akan dilakukan penataan karena dengan memahami situasi di sekitar
lokasi, pelaksanaan kebijakan bisa dipastikan berhasil dan tanpa mengalami
kendala. Dalam pelaksanaannya juga, implementor seharusnya bisa ikut partisipasi
dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaannya. Selain dari implementor,
partisipasi juga harusnya datang dari warga sekitar yang membantu dalam
pelaksanaannya. Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Serang, beliau mengatakan:
“Biasanya ada dari Kecamatan dan warga sekitar yang
membantu.”(Wawancara: Kamis 17 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Sama seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Walantaka,
beliau mengatakan:
“Ada, Satpol PP Kecamatan, Satpol PP Kota Serang dan ada juga dari PKL
yang berjualan disitu, bantu menertibkan lapaknya sendiri.”(Wawancara:
Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Kecamatan Walantaka)
Dari wawancara dengan I1.4 dan I1.10 bisa kita ketahui bahwa adanya bantuan
ekternal selain dari Kecamatan yang terkait, yaitu bantuan dari warga dan pedagang
itu sendiri. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan
Taktakan, beliau mengatakan:
“Masyarakat selama ini membantu dan mendukung kegiatan yang kami
sosialisasikan.”(Wawancara: Senin 23 November 2015 10.00 WIB. Kantor
Kecamatan Taktakan)
Sama seperti yang dikatakan oleh Kasi Trantib Kecamatan Curug, beliau
mengatakan:
144
“Ada beberapa PKL yang membantu juga penataannya.”(Wawancara: Selasa
24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
Berdasarkan wawancara dengan I1.8 dan I1.7 bisa kita ketahui bahwa ada
bantuan dari pedagang yang merapihkan gerobaknya sendiri sesuai dengan arahan
dari implementor di lapangan. Senada dengan yang dikatakan oleh Kasi Trantib
Kecamatan Serang, beliau mengatakan:
“Kita minta bantuan dari warga atau tokoh masyarakat untuk pelaksanaanya
merapihkan gerobak.”(Wawancara: Jumat 27 November 2015 09.00 WIB.
Kantor Kecamatan Serang)
Ada juga pernyataan dari Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen,
beliau mengatakan:
“Ada, kita juga dibantu sama PKL itu sendiri dan ada juga bantuan dari
warga kelurahan sekitar.”(Wawancara: Rabu 25 November 2015 13.00
WIB. Kantor Kecamatan Kasemen)
Berdasarkan wawancara dengan I1.5 dan I1.9 bisa kita ketahui bahwa pedagang
dan petugas dari Kecamatan saling bekerja sama untuk pelaksanaan penataan
Pedagang Kaki Lima. Seperti yang dikatakan oleh Kepala UPTD Pasar
Disprindagkop Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kalau disini ya semua membantu, pedagangnya juga ikut membantu
merapihkan tenda atau gerobaknya yang dipindahkan”(Wawancara: Selasa
15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor UPTD Pasar Disprindagkop, Pasar
Rau.)
Pernyataan dari I1.2 di atas juga diperkuat oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
145
“Dari internal ada dari Kecamatan. Kalau eksternal bantuan dari warga
yang kita minta bantuannya, mereka enggak keberatan bantu kita
kok.”(Wawancara: Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor
Disperindagkop Kota Serang)
Dari pernyataan yang dikatakan oleh I1.2 dan I1.1 bisa kita ketahui bahwa
adanya bantuan dari warga maupun pedagang yang memiliki gerobak yang sedang
dalam penataan. Ada beberapa yang membantu dalam pelaksanaannya dan tidak
sungkan untuk mengikuti instruksi yang diberikan oleh implementor. Seperti yang
dikatakan oleh Pedagang Kaki Lima di Pasar Royal Kota Serang, beliau
mengatakan:
“Ada beberapa warga sini yang ikut penertiban, ada juga sebagian dari
pedagang di sini yang ikut menertibkan, kalau sudah ada tempat untuk kita
dan tempatnya bagus untuk jualan.”(Wawancara: Rabu 27 Januari 2016
16.00 WIB. Pasar Royal Kota Serang)
Pernyataan dari I2.1 diperkuat oleh Pengguna Jalan Raya, beliau mengatakan
bahwa:
“Saya pernah lihat ada beberapa warga setempat yang ikut dalam
penertiban itu. Yang saya lihat sih sudah cukup, walaupun enggak banyak
warga yang membantu yaa..”(Wawancara: Rabu 27 Januari 2016 14.00 WIB.
Alun-alun Kota Serang)
Dari wawancara dengan I2.1 dan I2.3 di atas dapat kita ketahui bahwa adanya
bantuan dari warga yang ada di sekitar sudah cukup membantu dan warga juga ikut
mendukung program penataan dari pemerintah dengan tidak melakukan
perlawanan. Selain dari warga, bantuan dari eksternal juga datang dari organisasi
yang menaungi Pedagang Kaki Lima di Kota Serang, beliau adalah Ketua
Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang (PPKLI), beliau mengatakan:
146
“Selama ini kita ikut partisipasi, kalau ada panggilan dari pemerintah
daerah yang meminta bantuan, pasti kita bantu dalam mengembangkan
PKL.” (Wawancara: Kamis 24 Desember 2015 10.00 WIB. Kediaman
Informan, Cikepuh.)
Dari wawancara yang dilakukan dengan I2.2 dapat kita ketahui bahwa selain
bantuan dari warga setempat juga ada bantuan dari PPKLI selaku organisasi yang
menaungi Pedagang Kaki Lima juga ikut andil dalam pelaksanaan Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang.
Namun tidak semua Pedagang Kaki Lima yang dengan sukarela membantu
dan mau ikut dalam program pelaksanaan penataan pedagang, ada beberapa
pedagang juga justru menolak keras dalam implementasinya dan memberontak pada
saat pelaksanaannya. Seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan
Cipocok Jaya, beliau mengatakan:
“Selama ini sih kita dapat bantuan hanya dari Satpol PP Kota Serang, dari
warga sekitar hanya beberapa yang mendukung kebijakan ini.”(Wawancara:
Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Dari wawancara dengan I1.6 bisa diketahui bahwa ada beberapa warga yang
justru menolak dengan diadakannya penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima yang dalam kegiatannya adalah memindahkan lokasi pedagang dari tempat
yang lama ke tempat yang baru yang diberikan dari Pemerintah Daerah.
Partisipasi dari implementor sangat penting dalam pelaksanaannya, karena
dengan cara itu implementor bisa memahami kondisi di sekitar lokasi yang akan
dilakukan penataan dan pemberdayaan. Selain itu juga dengan cara partisipasi,
implementor bisa mengenal sekaligus bisa mengetahui tokoh-tokoh setempat seperti
147
Ketua RT setempat atau bahkan keluarga dari PKL tersebut yang berdomisili di
wilayah tersebut yang akan dijadikan sebagai perantara atau penyambung informasi
sosialisasi tentang pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL, selain itu juga
tokoh-tokoh tersebut bisa diberdayakan sebagai pembantu dalam pelaksanaan
penertiban PKL.
4.3.5 Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
4.3.5.1 Komunikasi dan Koordinasi
Komunikasi adalah cara yang paling ampuh dalam suatu pelaksanaan,
pelaksanaan kebijakan publik bisa berjalan dengan baik jika di dalamnya terdapat
kegiatan komunikasi yang lancar. Menurut Van Metter dan Van Horn (dalam
agustino 2012) kebijakan publik bisa berjalan dengan baik dan efektif jika
implementor bisa memahami standard dan tujuan dari kebijakannya. Komunikasi
dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang
apa yang menjadi standard dan tujuan harus konsisten dan seragam dari berbagai
sumber informasi. Disamping itu koordinasi juga merupakan mekanisme yang
ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di
antara pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan
akan semakin kecil, demikian sebaliknya. Komunikasi yang dilakukan untuk
kebijakan ini sudah sesuai, antar dinas ada yang berinteraksi langsung kepada dinas
pelaksana yang terkait, seperti yang dikatakan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop), beliau mengatakan:
148
“Kami melakukan komunikasi dengan cara mendatangi kantor dinas yang
terkait dan membicarakan pelaksanaan dari kebijaknnya.”(Wawancara
dengan I1.1 Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Disperindagkop
Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.1 bahwa komunikasi dilakukan dengan
cara mendatangi kantor dinas terkait dan membicarakan pelaksanaan dari
kebijakannya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Kasubag Perundang – Undangan
Bagian Hukum Setda Kota Serang, beliau mengatakan:
“Komunikasi kita berjalan baik, kita bisa langsung koordinasi dengan
Disperindagkop maupun Satpol PP kota.”(Wawancara dengan I1.3 Rabu 6
Januari 2016 10.00 WIB. Kantor Sekertariat Daerah Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.3 bisa diketahui bahwa komunikasi
berjalan dengan baik dan bisa langsung berkoordinasi dengan Disperindagkop
maupun Satpol PP Kota Serang. pernyataan tersebut dibenarkan oleh Sekertaris
Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang, beliau mengatakan:
“Kita berkoordinasi masalah PKL ini dengan cara mendatangi dinas yang
terkait, kita juga sering kok kedatangan orang dari
Disperindagkop.”(Wawancara dengan I1.4 Kamis 17 Desember 2015 09.00
WIB. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.4 dapat didketahui bahwa koordinasi soal
Pedagang Kaki Lima ini dengan cara mendatangi dinas terkait dan Satpol PP Kota
Serang juga sering kedatangan dari dinas Disperindagkop. Sama seperti yang
dikatakan oleh Kepala UPTD Pasar Disprindagkop Kota Serang yang mengatakan
bahwa:
“Dinas yang berkoordinasi dengan kita adalah Disprindagkop, mereka
adatang bertemu dengan saya terkait sosialisasi masalah PKL, dan selama
ini lancar tidak ada hambatan dalam komunikasi”(Wawancara dengan I1.2
149
Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor UPTD Pasar Disprindagkop,
Pasar Rau.)
Berdasarkan wawancara dengan I1.2 dapat kita ketahui bahwa
Disperindagkop sering mendatangi UPTD Pasar terkait masalah Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang, dan komunikasi tersebut
berjalan lancar. Selain itu juga pihak sosialisasi harus berkoordinasi dengan
Kecamatan setempat dalam pelaksanaanya terkait pengawasan dalam Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Seperti yang dikatakan oleh Kasi Trantib
Kecamatan Serang, beliau mengatakan:
“Komunikasi antar dinas dilakukan dengan cara Disperindagkop sosialisasi
ke kantor Kecamatan, dan selama ini komunikasi berjalan dengan
baik.”(Wawancara dengan I1.5 Jumat 27 November 2015 09.00 WIB. Kantor
Kecamatan Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.5 dapat kita ketahui bahwa komunikasi
dilakukan dengan Disperindagkop sosialisasi ke Kecamatan, dan selama ini
komunikasi berjalan dengan lancar. Pernyataan tersebut dipertegas oleh Sekertaris
Camat Kecamatan Walantaka yang mengatakan:
“Disperindagkop datang ke kantor kecamataan dan sosialisasi itu berjalan
dengan baik.”(Wawancara dengan I1.10 Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB.
Kantor Kecamatan Walantaka)
Berdasarkan wawancara dengan I1.10 bisa kita ketahui bahwa komunikasi
dilakukan dengan cara Disperindagkop datang ke Kecamatan dan selama ini
berjalan dengan baik. sama seperti yang dikatakan oleh Sekertaris Camat
Kecamatan Cipocok Jaya yang mengatakan:
150
“Komunikasi yang kita lakukan dengan cara kita sebagai Kecamatan
setempat ada pembicaraan khusus tentang penataan ini dengan
Disperindagkop, setelah itu baru kita hubungi Satpol PP Kota Serang terkait
bantuan dalam pelaksanaan di lapangan. Kalau komunikasi dengan PKL,
kita lakukan setelah dapat jadwal pelaksanaan penataan Disperindagkop di
Kecamatan Cipocok.”(Wawancara dengan I1.6 Selasa 1 Desember 2015 09.00
WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Berdasarkan wawancara dengan I1.6 dapat kita ketahui bahwa komunikasi
dilakukan dengan cara ada pembicaraan khusus tentang Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima dengan Disperindagkop, setelah itu pihak
Kecamatan berkoordinasi dengan Satpol PP Kota Serang dan setelah dapat jadwal
dari Disperindagkop, baru Kecamatan mulai berkomunikasi dengan para PKL.
Pembicaraan khusus yang dilakukan sama seperti dengan komunikasi
Disperindagkop dengan Kecamatan lainnya, yaitu dengan cara mendatangi Kantor
Kecamatan yang yang terkait dalam pelaksanaannya. Sama seperti yang dikatakan
oleh Kasi Trantib Kecamatan Curug, beliau mengatakan:
“Komunikasi Disperindagkop dengan Kecamatan cukup lancar, mereka
datang ke kantor untuk melaksanakan penataan.” (Wawancara dengan I1.7
Selasa 24 November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
Berdasarkan wawancara dengan I1.7 bisa kita ketahui bahwa komunikasi
Disperindagkop dan Kecamatan sudah cukup lancar, Disperindagkop mendatangi
Kecamatan untuk melaksanakan penataan yang sebelumnya telah ada sosialisasi.
Selain bersosialisasi dengan pihak Kecamatan setempat, sosialisasi juga seharusnya
dilakukan kepada Pedagang Kakki Lima, seperti yang katakana oleh Sekertaris
Camat Kecamatan Taktakan, beliau mengatakan:
151
“Kami berkoordinasi dengan PKL yang sudah cukup lama berjualan di
Kecamatan Taktakan, jadi yaa ada bantuan juga dari warga
setempat.”(wawancara dengan I1.8 Senin 23 November 2015 10.00 WIB.
Kantor Kecamatan Taktakan)
Berdasarkan wawancara dengan I1.8 dapat kita ketahui bahwa pihak
Kecamatan sudah berkoordinasi dengan pedagang yang sudah berjualan lama di
daerah Taktakan, pihak Kecamatan juga bisa minta bantuan dengan warga
setempat. Komunikasi dan koordinasi dilakukan tidak hanya dilakukan antara
Kecamatan dengan pedagang, melainkan ada organisasi yang menaungi Pedagang
Kaki Lima juga di Kota Serang yang siap membantu. Selama ini komunikasi dan
koordinasi sudah dilakukan, seperti yang dikatakan oleh Ketua Paguyuban
Pedagang Kaki Lima Kota Serang (PPKLI), beliau mengatakan:
“Komunikasi yang dilakukan terutama dari Disprindagkop kepada kita
dengan cara mereka menghubungi saya, nah dari situ nanti saya beritahu
teman-teman PPKLI yang lainnya.”(Wawancara dengan I2.2 Kamis 24
Desember 2015 10.00 WIB. Kediaman Informan, Cikepuh.)
Berdasarkan wawancara dengan I2.2 dapat kita ketahui bahwa komunikasi
yang dilakukan terutama dari Disperindagkop kepada PPKLI dengan cara
menghubungi dan bertemu membicarakan pelaksanaan lalu memberitahu kepada
anggota lainnya. Namun dalam pelaksanaan komunikasi koordinasi tidak selamanya
berjalan dengan lancar, seperti yang dikatakan oleh Kasi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Kasemen yang mengatakan bahwa:
“Komunikasi dari Disperindagkop dilakukan lancar-lancar saja, cuma
terkadang mereka ijin kepada kami itu waktunya mepet, misalkan hari ini
Disperindagkop hubungi kita tapi besok lusa sudah mulai pelaksanaan. Kita
sebagai orang Kecamatan juga kan harus komunikasi ke PKL yang ada, biar
152
gak kaget pada saat pelaksanaan perda.”(Wawancara dengan I1.9 Rabu 25
November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Kasemen)
Berdasarkan wawancara dengan I1.9 dapat kita ketahui bahwa komunikasi
dari Disperindagkop berjalan lancar, namun terkadang permohonan ijin dari
Disperindagkop dengan jadwal pelaksaan kurang pas dan terlalu cepat, hal ini
sebaiknya bisa diperbaiki karena bisa berakibat sulitnya pihak Kecamatan
bersosialisasi dengan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Kasemen. Selain itu juga
ada beberapa keluhan dari Pedagang Kaki Lima yang mengeluhkan hal yang sama.
Seperti yang dikatakan oleh Pedagang Kaki Lima di Pasar Royal Kota Serang,
beliau mengatakan:
“Komunikasi dari Satpol PP ke kita masih kurang mas, selama ini kita di
beritahu sama orang Kecamatan, sosialisasi dari Kecamatan juga waktunya
kadang enggak pas, baru beberapa hari kasih tahu ke kita tapi besoknya
sudah langsung eksekusi.”(Wawancara dengan I2.1 Rabu 27 Januari 2016
16.00 WIB. Pasar Royal Kota Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I2.1 dapat kita ketahui bahwa komunikasi
yang dilakukan dengan Kecamatan kepada Pedagang Kaki Lima masih dirasa
kurang, karena selama ini pedagang selalu telat mendapatkan informasi tentang
penataan dan pemberdayaan yang seharusnya didapat dari Kecamatan maupun dari
Satpol PP Kota Serang.
Berdasarkan wawancara dengan semua informan mengenai komunikasi dan
koordinasi, peneliti menarik kesimpulan bahwa Pelaksanaan Program Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang masih kurang maksimal,
dikarenakan masih ada beberapa dinas terkait yang belum menjalankan metode
153
komunikasi dengan baik dan capat yang menimbulkan ketidaksiapan dari beberapa
dinas maupun elemen yang terkait penataan dan pemberdayaan ini.
4.3.6 Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan
kebijakan publik. Lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang tidak kondusif dapat
menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Karena
itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang
kondusif.
Lingkungan eksternal harus sangat mempengaruhi kebijakan agar
pelaksanaannya bisa berjalan sesuai dengan perencanaan dan tujuannya. Dari aspek
tersebut bisa mewujudkan solusi dalam pertumbuhan perekonomian Pedagang Kaki
Lima sesuai dengan karena ketiga aspek tersebut masing-masing mewakili
kebutuhan dari Pedagang Kaki Lima itu sendiri. Ketiga aspek itu juga sangat
mempengaruhi kebijakan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota
Serang, seperti yang dikatakan oleh Kasi Pengelolaan dan Pengembangan Pasar
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang (Disperindagkop)
yang mengatakan bahwa:
“Ya, sudah pasti kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi.
Karena kondisi itu semua ada hubungannya juga sama PKL.”(Wawancara
dengan I1.1 Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor Disperindagkop
Kota Serang)
154
Berdasarakan wawancara dengan I1.1 dapat kita ketahui bahwa kondisi
ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi kebijakan, karena kondisi itu
semua ada hubungannya dengan Pedagang Kaki Lima. Sama seperti yang dikatakan
oleh Kasi Trantib Kecamatan Serang yang mengatakan bahwa:
“Sudah pasti mempengaruhi, kondisi ekonomi, sosial dan politik pasti
mempengaruhi untuk kebijakan ini.”(Wawancara dengan I1.5 Jumat 27
November 2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Serang)
Berdasarkan wawancara dengan I1.5 kondisi tersebut sangat mempengaruhi
kebijakan ini. Kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi maka dari
itu para pelaksana harus melihat semua aspek tersebut agar tidak terjadi masalah
dalam pelaksanaannya. Seperti yang diungkapkan oleh Sekertaris Satuan Polisi
Pamong Praja Kota Serang, beliau mengatakan:
“Pasti, kondisi itu semua mempengaruhi kebijakan ini, kita juga dalam
pelaksanaannya melihat aspek-aspek itu”(Wawancara dengan I1.4 Kamis 17
Desember 2015 09.00 WIB. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Serang)
Dari wawancara dengan I1.4 dapat kita ketahui bahwa kondisi tersebut sangat
mempengaruhi, Satpol PP harus melihat aspek tersebut dalam pelaksanaannya.
Sama seperti dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Kasubag Perundang –
Undangan Bagian Hukum Setda Kota Serang yang mengatakan:
“Ya sudah pasti kondisi ekonomi, sosial, dan politik mempengaruhi. Karena
semua ada keterkaitan dengan perda ini”(Wawancara dengan I1.3 Rabu 6
Januari 2016 10.00 WIB. Kantor Sekertariat Daerah Kota Serang)
Sama seperti yang diungkapkan oleh Kepala UPTD Pasar Disprindagkop
Kota Serang yang mengatakan bahwa:
155
“Kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi kebijakan ini,
karena semua aspek itu ya terkait satu sama lainnya.”(Wawancara dengan
I1.2 Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB. Kantor kec Pasar Disprindagkop,
Pasar Rau.)
Berdasarkan wawancara dengan I1.3 dan I1.2 di atas, dapat kita ketahui bahwa
kondisi tersebut sangat mempengaruhi kebijakan, karena semua aspek tersebut
saling terkait satu sama lainnya. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Kasi Trantib
Kecamatan Curug, beliau mengatakan:
“Ya, kondisi ekonomi, sosial dan politik ikut mempengaruhi Perda ini. Semua
itu berpengaruh dalam pelaksanaannya”(Wawancara dengan I1.7 Selasa 24
November 2015 13.00 WIB. Kantor Kecamatan Curug)
Pernyataan tersebut di perkuat dengan pernyataan dari Sekertaris Camat
Kecamatan Walantaka yang mengatakan:
“Kondisi ekonomi, sosial dan politik menurut saya juga mempengaruhi,
semua kondisi di lapangan bisa berpengaruh dengan pelaksanaan.”
(Wawancara dengan I1.10 Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB. Kantor
Kecamatan Walantaka)
Berdasarkan pernyataan dari I1.7 dan I1.10 di atas, dapat kita ketahui bahwa
kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi dalam pelaksanaan
Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Sama seperti yang diungkapkan
oleh Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan, beliau mengatakan:
“Kondisi ekonomi dan sosial sudah pasti, dari kondisi politik juga
berpengaruhi kebijakan ini, khususnya di Kecamatan Taktakan
ya.”(Wawancara dengan I1.8 Senin 23 November 2015 10.00 WIB. Kantor
Kecamatan Taktakan)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1.8 di atas, dapat kita ketahui bahwa
kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi kebijakan, khususnya di
156
Kecamatan Taktakan. Sama seperti yang diungkapkan oleh Pengguna Jalan Raya,
beliau mengatakan:
“Sudah pasti harus mempengaruhi, kalau bisa bikin lahan yang sesuai
dengan kebutuhan PKL, jangan cuma lihat dari sisi keindahan saja. Selain
itu juga dari sisi sosial kalau bisa jangan sampai mengabaikan keberadaan
warga sekitar.”(Wawancara dengan I2.3 Rabu 27 Januari 2016 14.00 WIB.
Alun-alun Kota Serang)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2.3 di atas, dapat kita ketahui bahwa
kondisi tersebut sudah pasti mempengaruhi, dan kalau bisa memberikan lahan yang
sesuai dengan kebutuhan Pedagang Kaki Lima, jangan hanya melihat dari sisi
keindahan tempat saja melainkan dilihat dari sisi sosial yang tidak mengabaikan
keberdaan warga sekitar. Jika dilihat dari aspeknya, sehausnya pemerintah daerah
sudah bisa mengetahui apa yang akan dilakukan pada saat di lapangan. Seperti yang
dikatakan oleh Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya, beliau mengatakan:
“Kondisi ekonomi sosial dan politik amat sangat mempengaruhi pelaksanaan
perda ini, karena dari tiga aspek itu kita bisa tahu harus mulai darimana
penataan dan pemberdayaannya”(Wawancara dengan I1.6 Selasa 1 Desember
2015 09.00 WIB. Kantor Kecamatan Cipocok Jaya)
Berdasarkan wawancara dengan I1.6 di atas, dapat kita ketahui bahwa kondisi
ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi pelaksanaan perda, karena dari
ketiga aspek itu bisa mengetahui pemerintah daerah harus memulai darimana
Pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Jika ketiga aspek
tersebut sudah dipahami oleh Pemerintah Daerah Kota Serang, sudah hampir
dipastikan pelaksanaan di lapangan berhasil, karena yang diharapkan dari semuanya
adalah mewujudkan solusi yang menguntungkan. Sesuai dengan yang dikatakan
157
oleh Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang (PPKLI), beliau
mengatakan bahwa:
“Semua kebijakan harus mengeluarkan solusi, kalau kebijakan ini tidak ada
solusi khususnya untuk para PKL itu sendiri, buat apa juga kita dukung,
kasihan para PKL itu.”(Wawancara dengan I2.2 Kamis 24 Desember 2015
10.00 WIB. Kediaman Informan, Cikepuh.)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2.2 di atas dapat kita ketahui bahwa
semua kebijakan harus mengeluarkan solusi, jika kebijakan tidak ada solusi untuk
Pedagang Kaki Lima, untuk apa PPKLI mendukung kebijakan tersebut. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen yang
mengatakan bahwa:
“Ya jelas sangat mempengaruhi untuk Perda ini, bagaimanapun situasi
ekonomi, lingkungan sosial dan politik bisa membantu atau bahkan menjadi
penghalang untuk Perda ini jika salah satu diantaranya ada yang
bermasalah.”(Wawancara dengan I1.9 Rabu 25 November 2015 13.00 WIB.
Kantor Kecamatan Kasemen)
Jelas sangat mempengaruhi untuk Peraturan Daerah ini, bagaimanapun
situasi ekonomi, sosial dan politik bisa membantu atau atau bahkan menjadi
penghalang untuk Peraturan Daerah ini jika salah satunya ada yang bermasalah.
Pelaksanaan penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota
Serang ini sangat erat dengan adanya kontroversi dari pedagang atau warga sekitar,
jika dalam pelaksanaannya tidak melihat beberapa aspek penting yang terkait
dengan Pedagang Kaki Lima seperti lokasi yang menguntungkan atau tidak dan
melihat apakah lokasi yang baru akan merusak lingkungan atau tidak, maka
158
pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima di Kota Serang
kurang maksimal.
4.4 Pembahasan
Program Pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima
pada Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 di Kota Serang ini dibuat
oleh Pemerintah Daerah Kota Serang dengan tujuan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan kemampuan usaha Pedagang Kaki Lima menjadi usaha ekonomi
mikro yang tangguh dan mandiri sekaligus mewujudkan kota yang bersih, indah,
tertib dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan
berwawasan lingkungan, sesuai yang tertuang pada lembaran Peraturan Daerah
Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Bab II Pasal 3.
Dalam penelitian ini peneliti akan fokus pada pelaksanaan penataan dan
pemberdayaan PKL di Kota Serang, dimana berdasarkan mekanisme implementasi
kebijakan menurut Donald Van Metter dan Carl Van Horn ada enam faktor yang
mempengaruhi agar implementasi kebijakan bisa berjalan dengan baik, yaitu:
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan: Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
2. Sumber Daya: Manusia, Anggaran, Sarana dan Prasaran, Waktu.
3. Karakteristik Agen Pelaksana: Birokrasi/Lembaga.
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana: Inisiatif, Partisipatif.
159
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana: komunikasi dan
koordinasi.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik: Ekonomi, Sosial, Politik.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai
pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang dinilai masih belum
optimal karena hasil dari observasi dan didukung dengan hasil wawancara peneliti
dengan para informan terdapat masalah-masalah teknis dalam pelaksanaan penataan
dan pemberdayaan PKL. Hal ini sesuai dengan pembahasan dimensi-dimensi yang
peneliti gunakan sebagai pedoman penelitian, yaitu:
1. Ukuran Dan Tujuan Kebijakan
Pelaksanaan kebijakan sangat membutuhkan perencanaan pelaksanaan dan
perencanaan pencapaian yang baik, dimana implementor yang bertugas sudah
seharusnya mengetahui ukuran pelaksanaan dan tujuan dari pelaksanaan tersebut
agar bisa berjalan dengan sesuai perencanaan dalam pelaksanaannya maupun
tujuannya. Dalam indikator ukuran dan tujuan disini memiliki variabel yang sama,
yaitu ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam penelitian ini, ukuran dari kebijakan ini adalah bagaimana para
implementor melakukan penataan sesuai dengan perencanaan dan sesuai dengan
kebutuhan dari Pedagang Kaki Lima di Kota Serang itu sendiri. Dalam penelitian
ini, peneliti melakukan wawancara dengan beberapa lapisan masyarakat maupun
lembaga yang terkait dan mempengaruhi dengan kebijakan tentang Penataan dan
160
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dari indikator tujuan kebijakannya adalah
bagaimana Pemerintah Daerah Kota Serang bisa memberikan solusi yang bisa
menjamin keberlangsungan kegiatan Pedagang Kaki Lima dengan tidak melakukan
pelanggaran. Dan dari hasil penelitian menunjukan bahwa ukuran dan tujuan
kebijakan sangat mempengaruhi Perda tentang penataan dan pemberdayaan PKL di
Kota Serang ini, hasilnya cukup memuaskan dengan pelaksanaan yang sudah
berjalan di akhir tahun 2015 dengan bukti adanya beberapa lokasi PKL yang sudah
ditata. Disperindagkop sebagai dinas yang bertanggung jawab sebagai pelaksana di
lapangan sudah memulai penataan yang diawali dari daerah pinggir Kota Serang,
mulai dari daerah Kecamatan Kasemen yang memiliki lokasi PKL di kawasan
Banten Lama. Pada pelaksanaan penataan PKL di Kecamatan Kasemen,
Disperindagkop sudah memfasilitasi 100 tenda yang diberikan untuk PKL di sekitar
kawasan Banten Lama.
Pada wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada pihak Disperindagkop
yang bertanggung jawab tentang penataannya, beliau mengatakan bahwa sudah ada
perencanaan perpindahan ruang PKL di kecamatan kasemen yang akan dilakukan
mulai dari tahun 2016. Disperindagkop membuka ruang baru dan melakukan
penataan yang di mulai dari Kecamatan Kasemen karena dalam perencanaannya,
Disperindagkop ingin memberikan wajah baru bagi kawasan religi yang semula
penuh sesak dan kumuh akibat sampah dari pedagang yang membuang sampah
sembarangan menjadi kawasan religi yang tidak jauh dengan pusat oleh-oleh khas
Banten sekaligus menciptakan lokasi dagang yang bersih dan tertib.
161
Sesuai dengan salah satu tujuan kebijakan yang tertera di lembaran Peraturan
Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 yang adanya peremajaan lokasi untuk
menigkatkan fungsi sarana, prasarana dan utilitas kota.
Dari indikator ukuran dan tujuan kebijakan tersebut, peneliti dapat
mengambil kesimpulan sementara bahwa dalam pelaksanaan penataan dan
pemberdayaan PKL di Kota Serang sudah jelas dan terperinci namun
Disperindagkop membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaannya terkait
pemberian lahan baru.
2. Sumber Daya
Indikator yang kedua yang juga mempengaruhi keberhasilan dari
implementasi kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal yang
penting, seperti yang diungkapkan oleh Van Metter dan Van Horn bahwa sumber
daya kebijakan harus juga tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi
implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri dari sumber daya manusia,
sumber daya anggaran, sumber daya saran dan prasarana, sumber daya waktu.
Pertama yaitu sumber daya manusia, seluruh pelaksana atau sumber daya
yang terkait dalam kebijakan ini dipilih sesuai dengan bidang dan tugasnya selama
ini agar dalam pelaksanaannya tidak menemukan permasalahan di lapangan, karena
pelaksanaan kebijakan ini menyangkut masyarakat publik.
Dalam penelitian, peneliti menemukan masalah dalam pelaksanaan penataan
dan pemberdayaan PKL di Kota Serang. Terdapat kekurangan personel yang dalam
pelaksanaannya membutuhkan personel yang lebih banyak yang berfungsi dalam
162
penertiban PKL. Dalam pelaksanaannya Satpol PP Kota Serang dan Satpol PP
Kecamatan bekerjasama dalam penambahan anggota penertiban di lokasi PKL
dengan mekanisme Satpol PP Kota Serang mengirim surat perihal permintaan
bantuan anggota Satpol PP Kecamatan yang dikirim satu hari sebelum pelaksanaan.
Dalam indikator sumber daya manusia ini, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa faktor sumber daya manusia dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaan
PKL belum berjalan dengan optimal dengan faktanya yang masih kekurangan
personel dalam penertiban PKL. Jika dalam pelaksanaanya mengalami kekurangan
implementor di lapangan, maka akan timbul masalah baru yaitu penertiban yang
ditunda.
Kedua yaitu anggaran, dalam keterangan yang ada di lembaran peraturan
daerah sudah tertuang bahwa anggaran di dapat dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) dan bisa juga di dapat dari Anggaran Penerimaan dan
Belanja Negara (APBN), namun disini peneliti menanyakan hal tersebut ke
beberapa informan yang terkait, dan hasilnya anggaran tersebut benar di dapat dari
APBD Kota Serang. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh semua informan yang
mewakili dinas terkait dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL di Kota
Serang yang mengatakan bahwa anggaran selama ini didapat dari APBD Kota
Serang, termasuk pernyataan yang diungkapkan oleh pihak Kecamatan yang
mengatakan bahwa Kecamatan menerima anggaran dari APBD Kota Serang.
Dari semua lembaga yang peneliti wawancarai mengatakan bahwa anggaran
yang diberikan dinilai sudah cukup dalam pelaksanaan penataan PKL, namun jika
163
dalam pelaksanaannya meliputi pemberian lahan baru untuk PKL masih kurang
anggaran yang didapat selama ini. Hal tersebut diungkapkan oleh Kasi Pengelolaan
dan Pengembangan Pasar Disperindagkop Kota Serang yang mengatakan bahwa
akan membutuhkan dana lebih pemberian lokasi dagang yang baru, terbukti
Disperindagkop sudah memberikan surat perihal penambahan anggaran yang
digunakan untuk pembelian lahan baru, dan sejauh ini penambahan anggaran sudah
ada untuk beberapa lahan baru di Kecamatan yang dipilih Disperindagkop dalam
pelaksanaan pemberdayaan PKL di Kota Serang.
Dari penjelasan di atas, peneliti berasumsi bahwa indikator sumber daya
anggaran sudah berjalan walaupun belum sepenuhnya optimal, namun dengan fakta
yang ditemukan peneliti di lapangan, hal tersebut sudah memberikan gambaran
bagaimana upaya yang sudah dilakukan oleh Disperindagkop dalam pelaksanaan
penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang.
Ketiga yaitu sarana dan prasarana, yang dimaksud dalam penelitian ini
peneliti mendefinisikan sarana dan prasarana yaitu fasilitas yang tersedia untuk
pelaksanaan yang dimiliki oleh para pelaksana. Dari semua pelaksana memiliki
fasilitas dalam pelaksanaanya masing-masing yang berbeda, beberapa dinas terkait
sudah memiliki mobil sebagai kendaraan operasional menuju lokasi pelaksanaan
dan ada yang hanya membutuhkan motor sebagai kendaraan operasionalnya untuk
menuju ke lokasi.
Pada pelaksanaannya, hanya beberapa dinas yang membutuhkan kendaraan
operasional berupa mobil dalam angkutannya untuk pelaksanaan penataan dan
164
pemberdayaan PKL. Seperti yang diungkapkan oleh Kasi Pengelolaan dan
Pengembangan Pasar Disperindagkop yang membutuhkan mobil dalam
pelaksanaannya karena akan melibatkan anggota yang dibawa ke lokasi PKL.
Selain itu juga Sekretaris Satpol PP Kota Serang mengungkapkan bahwa
ketersediaan mobil adalah suatu kebutuhan yang harus dimiliki oleh Satpol PP
dalam pelaksanaan penertiban di lokasi, hal ini dikarenakan pelaksanaannya
membutuhkan banyak anggota terkait penertiban PKL dan membutuhkan alat bantu
yang harus siap dibawa oleh anggota pengak Perda di lapangan.
Berbeda dengan SKPD terkait lainnya yang hanya membutuhkan motor
sebagai kendaraan operasional dalam pelaksanaannya dikarenakan jarak tempuh
lokasi PKL dengan dinas terkait tidak jauh dan tidak membutuhkan banyak anggota
yang terlibat dalam pelaksanaannya, selain itu juga dengan menggunakan motor
untuk pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL bisa lebih efektif.
Dengan penjelasan tentang sumber daya sarana dan prasarana, peneliti
beranggapan bahwa sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SKPD terkait sudah
cukup dan selama ini sudah berjalan dengan optimal dengan kendaraan operasional
yang dimiliki.
Keempat yaitu waktu, pelaksanaan suatu kebijakan membutuhkan waktu
yang fungsinya untuk memacu pelaksanaan kebijakan bisa berjalan sesuai dengan
perencanaan. Dari semua informan yang peneliti wawancarai, hampir semua
mengatakan bahwa waktu yang diberikan sudah cukup dan sesuai jika hanya
melakukan penataan, namun tidak untuk pelaksanaan pemberdayaan yang meliputi
165
penyediaan lahan baru untuk pedagang atau relokasi pedagang. Menurut hasil
penelitian di lapangan, waktu yang diberikan sudah cukup membantu dan belum
ada kendala dalam faktor waktu, karena dalam pelaksanaannya tidak ada batas
waktu penyelesaian. Lain hal dalam waktu pelaksanaan, dalam waktu mulai
pelaksanaan, Disperindagkop sudah memulai pelaksanaan sesuai dengan instruksi
dalam Perda yang mengharuskan pelaksanaannya di mulai dalam waktu 6 bulan
setelah Perda diterbitkan.
Dalam hal ini Kecamatan membenarkan tidak adanya batas waktu yang
ditentukan, pihak Kecamatan menerima instruksi yang diberikan oleh
Disperindagkop perihal ijin pelaksanaan penataan dan pemberdayaan di lokasi
tersebut dan bantuan dalam hal pengontrolan proses pelaksanaannya.
Penliti mengambil kesimpulan bahwa dalam indikator sumber daya waktu ini
sudah berjalan dengan optimal, karena tidak ada batas waktu penyelesaian dalam
pelaksanaannya.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Karakteristik agen pelaksana adalah bidang dan tugas dari masing-masing
implementor yang terkait dalam pelaksanaannya. Dari semua informan yang
peneliti wawancarai mengatakan bahwa karakteristik agen pelaksana sudah sesuai
dengan bidangnya, selain itu juga agen pelaksana sudah berkompeten dalam tugas
yang diberikan dalam program penataan dan pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Seperti yang dikatakan oleh I2.1 bahwa pelaksana sudah sesuai karena
meliputi anggota Satpol PP yang sudah lebih dulu melakukan penataan kepada
166
Pedagang Kaki Lima. Pemilihan implementor yang terkait dalam pelaksanaan ini
dilakukan dengan cara pencarian dinas yang terkait dengan PKL dan berkompeten
dalam bidangnya seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan yang
membenarkan bahwa dinas yang terkait sudah sesuai dengan tugas pokoknya.
Dalam kenyataannya di lapangan, terdapat organisasi yang menaungi PKL di
Kota Serang yang dalam pelaksanaan kebijakan penataan dan pemberdayaan PKL
ikut andil membantu penertiban PKL. Selain itu peran dari organisasi tersebut juga
membantu pegawai Kecamatan dalam tugasnya mendata dan melakukan sosialisasi
tentang adanya penertiban di lokasi tertentu. Hal ini jelas membantu dalam
pelaksanaan program penataan dan pemberdayaan PKL di Kota Serang yang selama
ini sifatnya sulit dalam menerima informasi tentang penertibannya.
Organisasi yang menaungi PKL tersebut bernamakan Paguyuban Pedagang
Kaki Lima atau yang disingkat menjadi PPKLI. Organisasi tersebut terbentuk pada
tahun 2014 yang dipimpin oleh H. M. Urip Saman, beliau juga sempat menjadi
penasehat di orgasnisasi yang menaungi PKL di Kota Serang, yaitu asosiasi
pedagang kaki lima (PKLI). Dalam wawancaranya yang dilakukan oleh peneliti,
beliau juga menganggap bahwa implementor yang terlibat dalam kebijakan ini
sudah sesuai karena beliau sudah mengenal beberapa implementor yang
berkompeten dalam penertiban PKL di Kota Serang.
Dalam penjelasan di atas, peneliti beranggapan bahwa indikator agen
pelaksana yang definisinya adalah kesesuaian implementor dalam pelaksanaan
kebijakan ini sudah optimal atau sudah sesuai dengan tugasnya.
167
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana
Pelaksana yang tersedia dalam pelaksanaannya adalah pelaksana yang sudah
terpilih sesuai dengan tugas dan bidangnya, maka dari itu sebisa mungkin pelaksana
yang bertanggung jawab di lapangan ialah para pelaksana yang sudah seharusnya
ahli pada tugasnya dan tidak ada masalah ataupun penolakan dalam pemberian
tugas menangani PKL. Dalam indikator sikap/kecenderungan para pelaksana disini,
peneliti meliputi variabel insiatif dan partisipatif.
Pertama inisiatif yaitu, suatu gagasan dari para pelaksana yang terlibat
tentang lingkungan di sekitar yang tetap melihat dari aspek lingkungan dalam
pelaksanaannya. Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan peneliti menunjukan
bahwa semua dinas yang terkait sudah mempertimbangkan segala pelaksanaannya
dengan lingkungan disekitar wilayah Pedagang Kaki Lima di Kota Serang.
Dalam pelaksanaanya semua dinas terkait sangat mementingkan beberapa
aspek yang dinilai memungkinkan untuk membantu dalam pelaksanaan penataan
dan pemberdayaan PKL yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli dan
memberikan kenyamanan kepada pengunjung. Hal ini adalah salah satu dari
kebutuhan yang diharapkan oleh para pedagang dan masyarakat Kota Serang, sesuai
dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu pengguna jalan
raya, beliau yang sehari-harinya berbelanja dan melewati jalan yang terkenal
dengan banyaknya jumlah PKL tersebut mengatakan bahwa penataan PKL itu
memang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Serang sebagai pengguna jalan raya
168
yang setiap harinya melakukan aktifitas dan melewati jalanan yang penuh dengan
PKL.
Dalam kaitannya antara insiatif dari implementor dengan lokasi PKL adalah
bagaimana implementor bisa melihat suatu kebutuhan PKL yang berguna untuk
meningkatkan nilai perekonomian pedagang dengan cara menciptakan ruang khusus
PKL yang aman, nyaman dan tertib.
Dalam penjelasan tentang sikap/kecenderungan para pelaksana dalam faktor
inisiatif, semua SKPD terkait pelaksanaan program penataan dan pemberdayaan
PKL di Kota Serang sudah sesuai dan bisa mengerti kebutuhan dari pedagang.
Faktor tsebut sangat penting, karena dengan bisa melihat kebutuhan dari pedagang,
pelaksanaan kebijakan ini akan berjalan sesuai dengan perencanaan, yaitu
membantu meningkatkan pendapatan PKL.
Kedua partisipatif yaitu, pelaksanaan kebijakan sangat membutuhkan adanya
kerja tim yang solid agar menimbulkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan.
Dalam variabel partisipatif ini dinas yang terkait dalam pelaksanaan penataan dan
pemberdayaan Pedagang Kaki Lima harus mengetahui apa yang menjadi tugasnya
selama di lapangan. Seperti pelaksanaannya yang selama ini mendapatkan bantuan
dari sektor internal maupun ekstrnal. Dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti
kepada semua informan, partisipasi dari internal sudah ada dan hal tersebut sangat
membantu dalam pelaksanaannya. Bantuan dari sektor internal datang dari
Kecamatan yang di luar tugasnya sebagai pendata PKL, yaitu pengontrol lokasi
PKL yang akan dilakukan penataan dan sebagai penyalur informasi sosialisasi
169
tentang penertiban kepada PKL diwilayahnya. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh peneliti menemukan fakta bahwa pegawai yang bertugas tidak hanya dari
Satpol PP Kecamatan, melainkan dari beberapa staff yang diinstruksikan untuk
membantu kegiatan penertiban PKL. Hal tersebut membantu meringkan tugas dari
para implementor lainnya yang harus mengamati lokasi PKL di Kecamatan tersebut
dan dinilai efektif dalam pelaksanaannya.
Selain itu juga adanya bantuan dari eksternal yang datang dari warga sekitar
maupun dari organisasi yang menaungi Pedagang Kaki Lima yang membantu
pelaksanaan penataan dan pemberdayaan PKL. Adanya bantuan dari warga sekitar
karena warga tersebut menilai bahwa tujuan dari program tersebut sangat
membantu dalam meningkatkan angka pendapatan PKL dengan fasilitas yang
berikan oleh Pemerintah Daerah. Partisipasi yang datang dari warga tersebut
dilakukan dengan cara membantu menertibkan gerobak yang dimiliki oleh PKL.
Namun dengan adanya kondisi tersebut di lapangan, bukan berarti tidak ada
perlawanan dari pedagang yang ditertibkan. Perlawanan dan penolakan pasti ada
seperti yang terjadi di salah satu Kecamatan yang ada beberapa warga sekitar yang
menolak untuk dipindahkan. Seperti yang dikatakan oleh I2.1 bahwa jika sudah ada
lahan yang pasti, pedagang pasti mau dipindahkan. Dalam faktanya yang terjadi,
adanya penolakan tersebut terjadi karena para PKL yang sudah sejak lama berjualan
di lokasi tersebut dan tidak ingin lahannya digusur atau dipindahkan.
Dalam penjelasan di atas, peneliti beranggapan bahwa indikator
sikap/kecenderungan para pelaksana ini dengan variabel parisipatif sudah sesuai
170
atau sudah sangat membantu dalam pelaksanaan program penataan dan
pemberdayaan PKL di Kota Serang.
5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana
Komunikasi merupakan suatu variabel yang tidak kalah penting dalam
pelaksanaan kebijakan, karena dengan adanya komunikasi yang lancar bisa
mewujudkan pelaksanaan yang baik dan lancar juga.
Dalam kenyataannya pada pelaksanaan Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima ini komunikasi sudah lancar belum dilakukan dengan baik
atau belum sesuai dengan harapan, faktanya masih adanya praktek komunikasi dan
koordinasi antar dinas yang bermasalah dalam pelaksanaannya. Terdapat dinas
terkait yang melakukan koordinasi dengan dinas lainnya dengan waktu yang sangat
dekat dengan waktu pelaksanaannya, hal tersebut dapat menimbulkan ketidaksiapan
pihak dari Kecamatan yang berkomunikasi dengan para pedagang jika waktu dalam
pemberitahuannya sangat dekat dengan waktu pelaksanaan.
Pada prakteknya, komunikasi dan koordinasi membutuhkan waktu yang
cukup untuk bersosialisasi dengan beberapa PKL mengenai penertiban di lokasinya.
Hal tersebut dibenarkan oleh salah satu informan yang diwawancarai oleh peneliti,
beliau mengatakan bahwa Kecamatan selaku pelaksana yang berkoordinasi dengan
PKL membutuhkan waktu yang cukup dalam melakukan sosialisasi penertiban,
karena dengan waktu yang sangat sempit akan beresiko terjadinya penolakan dari
PKL karena tidak semua PKL menerima informasi tersebut.
171
Permasalahan tersebut sudah pernah terjadi di Kecamatan Kasemen yang
disebabkan oleh mekanisme komunikasi dan koordinasi yang buruk antara pihak
Kecamatan dan PKL di kawasan Banten Lama. Dari pernyataan yang diungkapkan
oleh informan yang juga menjabat di Kecamatan Kasemen mengatakan bahwa hal
tersebut tidak boleh terulang kembali di Kasemen khususnya, karena sangat
merugikan baik untuk lokasi, implementor dan PKL itu sendiri.
Dari penjelasan di atas, peneliti beranggapan bahwa indikator komunikasi
antar organisasi dan aktifitas pelaksana belum berjalan dengan optimal, dengan
adanya masalah tersebut yang akan menimbulkan penolakan dari PKL dan
mengakibatkan terbengkalainya pelaksanaan kebijakan tersebut.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial Dan Politik
Variabel yang menerangkan tentang lingkungan ekonomi, sosial dan politik
ini bisa diketahui oleh para pelaksana jika anggota pelaksana yang terkait sudah
meninjau lokasi yang akan dituju. Menurut wawancara peneliti dengan semua
informan, dengan melihat kondisi lingkungan ekonomi, sosial dan politik dinas
terkait bisa mengambil keputusan dalam memilih lahan yang akan diberikan untuk
PKL yang akan di relokasi ke tempat yang baru. Tujuan dari dinas terkait meninjau
lebih dahulu agar bisa mengetahui apakah lahan yang baru bisa menguntungkan
pedagang atau tidak. Sesuai dengan wawancara peneliti kepada informan terkait,
hasilnya menunjukan bahwa dinas terkait sudah meninjau terlebih dahulu untuk
pembangunan lahan baru bagi PKL agar bisa sesuai dengan kebutuhan PKL.
172
Dari sektor ekonomi yang sudah seharusnya para implementor memahami
bahwa faktor apa saja yang bisa menigkatkan nilai ekonomi dari PKL, karena
dengan memberikan fasilitas yang mempengaruhi ekonomi PKL itu sendiri, maka
akan bisa menarik minat PKL untuk mengikuti instruksi dari Pemerintah Daerah
untuk memindahkan lahan dagangnya ke lokasi dagang yang baru sesuai dengan
rencana pemerintah. Dalam pelaksanaanya, aspek ekonomi yang di tinjau selama ini
oleh para implementor sudah sesuai, pemberdayaan PKL yang meliputi pemberian
lahan baru sangat membutuhkan aspek ekonomi yang terus meningkat.
Disperindagkop Kota Serang mengalami kesulitan dalam pencarian lahan baru
untuk PKL dalam pelaksanaan pemberdayaan PKL, karena di Kota Serang tidak
banyak mempunyai lahan yang diperuntukan bagi lokasi dagang PKL.
Dan Disperindagkop Kota Serang selama ini melakukan penataan lokasi PKL
tidak hanya menata lahan yang lama, melainkan memfasilitasi gerobak dagang PKL
di lokasi yang lama yang berguna untuk menarik minat belanja dengan
menyuguhkan gerobak dagang yang nyaman dan teduh. Selain dari aspek ekonomi,
pemerintah daerah Kota Serang juga melihat aspek pendukung lainnya seperti aspek
sosial dan politik. Aspek sosial yang berhubungan dengan warga sekitar lokasi PKL
juga sudah di lakukan sosialisasi oleh Disperindagkop tentang penempatan lahan
dagang PKL yang keberadaannya dekat dengan pemukiman warga. Selain itu juga
Disperindagkop melakukan sosialisasi dengang warga setempat di lokasi yang lama
perihal penataan lokasi PKL karena dengan bersosialisasi dengan warga sekitar,
Disperindagkop bisa mendapatkan ijin melakukan penataan yang selama ini sudah
173
dilakukan di beberapa Kecamatan, termasuk penataannya di Pasar Royal di
Kecamatan Serang yang dalam pelaksanaannya meliputi pemindahan jadwal
kegiatan PKL yang berjualan di mulai dari pukul 16.00 – 24.00 WIB. Permintaan
ijin kepada aspek sosial dengan tujuan untuk mendapatkan ijin kepada warga
setempat terkait kegiatan dagang yang sampai dini hari.
Dan aspek yang berpengaruh lainnya ialah dari aspek politik. Aspek politik
melibatkan peran Pemerintah Daerah yang sama-sama ingin menciptakan ruang
khusus PKL yang aman, nyaman dan tertib. Hal tersebut diwujudkan dengan
adanya dukungan untuk menerbitkan Peraturan Daerah mengenai penataan dan
pemberdayaan PKL di Kota Serang. Karena dengan dukungan dari Pemerintah
Daerah Kota Serang dalam menciptakan ruang khusus PKL, akan menambah minat
masyarakat dalam meningkatkan usahanya di Kota Serang. Dimulai dari dukungan
Pemerintah Daerah, masyarakat dan Pemerintah Daerah Kota Serang bisa menilai
kinerja dari dinas yang terkait dengan kegiatan ekonomi di Kota Serang, dan selama
ini pemerintah Daerah Kota Serang sudah melakukan hal tersebut dan terbukti
efektif dalam menilai kinerja suatu dinas dan dengan mudah memberikan prestasi
kerja atas kinerjanya sesuai dengan tugas pokoknya.
Dengan penjelasan di atas, peneliti berasumsi bahwa indikator lingkungan
ekonomi, sosial dan politik sudah dilakukan sesuai dengan perencanaan awal yang
bertujuan untuk meningkatkan angka perekonomian di Kota Serang dari sektor
informal.
174
BAB V
PENUTUP
5.3. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan peneliti di lapangan
mengenai Implementasi Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014
Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang Tahun
2015 masih belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari faktor penghambat yang
peneliti temui dalam kondisi di lapangan, masih ada beberapa masalah yang
menghambat dalam pelaksanaan kebijakannya di Kota Serang. Sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Donald Van Metter dan Carl Van Horn yang dikutip dalam
Agustino (2012:141-144), bahwa implementasi kebijakan akan berjalan dengan
baik jika faktor-faktor seperti ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya,
karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan para pelaksana, komunikasi
antar organisasi dan aktifitas pelaksana, lingkungan ekonomi, sosial dan politik
sudah dijalankan dengan baik oleh Pemerintah Daerah.
Adapun penjelasan dari penelitian ini menurut faktor-faktor dari Donald Van
Metter dan Carl Van Horn yang mempengaruhi implementasi kebijakan, antara lain
sebagai berikut:
1. Ukuran dan tujuan kebijakan
Pada kenyataannya di lapangan, peneliti menemukan hasil yang baik pada
indikator ukuran dan tujuan kebijakan untuk pelaksanaan Perda No. 4 Tahun 2014.
Terbukti dari Kawasan Banten Lama yang sudah mulai ditata oleh Disperindagkop
175
dengan diberikannya lebih dari 100 tenda untuk PKL yang bersedia dipindahkan
dengan tujuan untuk mengurangi kepadatan PKL yang berada di sekitar Kawasan
Banten Lama.
2. Sumberdaya
Dalam penelitian ini, Sumberdaya terdiri dari sumberdaya manusia,
sumberdaya anggaran, sumberdaya sarana dan prasarana, sumberdaya waktu. Dari
semua indikator di faktor sumberdaya ini yang belum berjalan sesuai dengan
sebagaimana mestinya adalah dari sumberdaya manusia yang masih kekurangan
dalam pelaksanaan di lapangan, Satpol PP Kota Serang yang masih membutuhkan
tambahan personel dari Satpol PP Kecamatan pada pelaksanaannya selama ini.
3. Karakteristik Agen Pelaksana
Terdapat Sekretaris Daerah Kota Serang sebagai ketua pelaksana,
Disperindagkop Kota Serang sebagai pelaksana di lapangan, Satpol PP Kota Serang
sebagai penegak perda dan Kecamatan di Kota Serang yang bertugas mengontrol
sekaligus petugas pendata PKL selain dari Satpol PP Kota Serang. Selain itu juga
ada dari organisasi yang menaungi PKL di Kota Serang, yaitu Paguyuban Pedagang
Kaki Lima (PPKLI). Selama ini peran dari PPKLI sangat membantu dengan
keterlibatannya untuk menertiban PKL di Kota Serang.
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana
Dalam indikator ini meliputi inisiatif dan partisipatif. Pada pelaksanaanya
semua dinas terkait sangat mementingkan beberapa aspek yang dinilai
memungkinkan untuk membantu dalam pelaksanaan penataan dan pemberdayaan
176
PKL yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli dan memberikan kenyamanan
kepada pengunjung. Selama ini pelaksanaan dari program Penataan dan
Pemberdayaan PKL ini sudah berjalan dengan baik, dengan adanya tindakan dari
SKPD terkait yang melakukan peninjauan terlebih dahulu untuk lokasi PKL.
Dalam indikator selanjutnya, yaitu indikator partisipatif, peneliti menemukan
bahwa sudah adanya partisipasi dari SKPD terkait. Terbukti dari adanya bantuan
yang datang dari Kecamatan dalam tugasnya mengontrol lokasi PKL dan sebagai
penyalur informasi kepada masyarakat atau PKL di lokasi, selain mendata para
PKL itu sendiri. Variabel inisiatif dan partisipatif tersebut memberikan hasil yang
menurut peneliti indikator dari sikap/kecenderungan para pelaksana sudah berjalan
dengan baik.
5. Komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana
Faktor penghambat pelaksanaan kebijakan datang dari proses komunikasi
koordinasi yang masih belum optimal karena prosesnya yang dilakukan pada waktu
yang dekat dengan pelaksanaan yang dilakukan oleh Disperindagkop Kota Serang
sebagai pelaksana di lapangan yang melakukan perencanaan dalam pelaksanaannya
yang melibatkan Kecamatan setempat sebagai penyambung sosialisasi kepada PKL.
Kecamatan membutuhkan waktu setidaknya satu minggu sebelum pelaksanaan
untuk bisa mensosialisasikan kepada PKL dan melakukan perencanaan
pemberdayaan yang akan meliputi pemindahan lokasi PKL.
Pada pelaksanaannya dinilai belum optimal karena kebijakan ini belum
dilakukan dengan berkelanjutan, Disperindagkop masih belum menemukan solusi
177
dalam melakukan pemberdayaan yang memberikan lahan baru dikarenakan tidak
banyaknya lahan milik pemerintah yang diperuntuk bagi PKL.
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
Pada variabel ini menurut penliti menjelaskan bahwa kondisi di lapangan
terkait dengan kondisi ekonomi PKL, kondisi sosial atau respon dari warga sekitar
tentang keberadaan PKL dan kondisi politik yang mempengaruhi atau menunjang
dari Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima Di Kota Serang ini menunjukan bahwa hasilnya sudah cukup
memuaskan.
Dengan adanya pelaksanaan yang meliputi peninjauan PKL dari sektor
lingkungan ekonomi, sosial dan politik, dinas yang terkait sudah melakukan dengan
baik dan sesuai dengan kebutuhan PKL yang menginginkan adanya peningkatan
penjualan dan bisa merubah perekonomian PKL, selain itu dinas terkait sudah
melihat lingkungan sekitar lokasi PKL yang akan ditata dan diberdayakan dengan
lokasi yang baru maupun lokasi yang lama.
5.2 Saran
Berdasarkan permasalahan yang peneliti dapatkan dari hasil observasi dan
wawancara dengan sejumlah informan maka peneliti memberikan saran sebagai
berikut:
1. Diharapkan kepada Pemerintah Daerah Kota Serang untuk bisa menjalankan
program penataan dan pemberdayaan PKL dengan baik dan memberikan
fasilitas sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pedagang. Fasilitas yang
178
dimaksud seperti tenda baru yang lebih baik kondisinya dan lebih rapih,
selain itu juga fasilitas dalam kebersihan juga akan menunjang keberhasilan
upaya peningkatan perekonomian PKL dengan tersedianya bak sampah di
sekitar lokasi PKL dan memberikan jadwal tetap dalam pengelolaan
kebersihan.
2. Dengan pelaksanaannya yang berhubungan dengan masyarakat dan
pedagang, seharusnya Pemerintah Daerah Kota Serang sudah menyiapkan
anggota dalam pelaksanaannya dengan jumlah yang sesuai agar tidak
mengalami kesulitan di lapangan pada pelaksanaan program Penataan dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
3. Dengan SKPD yang sudah ditentukan, sudah seharusnya bisa melakukan
koordinasi dengan baik sesuai dengan prosedur yang melakukan koordinasi
dengan waktu yang tidak memberatkan dinas lainnya agar bisa melakukan
program penataan dan pemberdayaan PKL yang berjalan dengan lancar dan
baik sesuai dengan harapan.
4. Diharapkan Pemerintah Daerah Kota Serang bisa secepatnya menerbitkan
petunjuk teknis guna pelaksanaan di lapangan berjalan sesuai dengan
petunjuk yang baru dan tidak lagi menggunakan petunjuk teknis yang lama.
179
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Agustino, Leo. 2012. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ernawan, Erni R. 2007. Business Ethics. Bandung: Alfabeta.
Moleong, Lexy J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant D. 2011. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Parsons, Wayne 2001. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Prastowo, A. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif (dalam perspektif rancangan
penelitian). Yogyakarta: Arruzz Media
Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
------------ 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.
Susanto. 2007. A Strategic Management Approach Corporate Social Responsibility.
Jakarta: The Jakarta Consulting Group Partner In Change.
Wibawa, Samodra. dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafika
Persada.
180
Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Proses
Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
Wicaksana, Kristian. 2006. Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Jogjakarta:
Graha Ilmu.
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media
Pressindo.
DOKUMEN DAN PERATURAN PERUNDANG-UDANGAN:
Peraturan Derah Kota Serang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penataan Dan
Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
SUMBER LAIN :
www.bps.go.id : Data Peningkatan Ekonomi Provinsi Banten. Diakses Tanggal 12
Agustus 2015. 22:00 WIB.
Jurnal Muh. Abdurohman Najib. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten
Magelang Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan
Pedagang Kaki Lima Di Kota Magelang 2012.
Jurnal Astir Ayeti Syafardi. Penata Kelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL) Buah Di
Kota Padang 2012.
Skripsi Fredi Anton Saputro. Peranan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam
Mengimplementasikan Peraturan Daerah Tentang Pedagang Kaki Lima Di
Surakarta 2013.
181
MEMBER CHECK
Nama : Dra. Sri Kusminingsih
Jabatan : Kasi Pengelolaan dan Pengembangan Pasar Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Serang
(Disperindagkop)
Waktu wawancara : Selasa 22 Desember 2015 11.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Disperindagkop Kota Serang
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Ukurun dari kebijakan ini ya sejauh mana Disperindagkop bisa
memberdayakan PKL, minimal kita bisa menata lokasi PKL yang ada.
Kalo tujuannya untuk memberikan solusi bagi PKL yang dianggap
ilegal atau banyak melakukan pelanggaran.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Pelaksanaan perdanya kita lakukan secara berkala, mulai dari menijau
lokasi, ijin kepada instansi setempat, setelah itu baru kita coba menata
lokasi PKL.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
Kalo dari kita, agak sulit kalau kita harus langsung mensosialisasikan
perda ini ke PKL, kita harus cari tokoh setempat dulu.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
Kalo kita sih sudah sesuai, karena di Disperindagkop ada bidang yang
mengurusi pasar,retribusi dan lain-lain yang berhubungan dengan PKL
Kota Serang.
Untuk Disperindagkop personel yang bertugas di lapangan untuk
meninjau lokasi sudah cukup, kita gunakan personel dari kebijakan
yang sebelumnya, jadi enggak ada masalah dalam jumlah personel.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah sukup dengan anggaran yang ada?
Yang kita dapat anggaran selama ini dari APBD Kota Serang, dan
menurut saya pribadi anggaran yang ada untuk pelaksanaan kebijakan
ini sudah cukup.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Disperindagkop Kota Serang ada kok kendaraan operasional, kita
punya satu mobil untuk menuju ke lokasi PKL, sekalian untuk angkut
barang-barang yang di butuhin.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
182
dengan waktu yang ada, kami sudah berusaha dengan optimal sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Saya rasa cukup.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Iya sudah sesuai, di kebijakan ini semua dinas terkait PKL ikut andil.
Satpol PP selaku penegak perda, Kecamatan setempat sebagai
instansinya. Jadi ya sudah sesuai. Kalau dari Disperindagkop sendiri
punya tim dalam penataan PKL, ada dari UPTD pasar yang membantu
sosialisasikan kebijakan ke PKL maupun ke tokoh setempat.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Ya sudah pasti, kita sangat memperhatikan lingkungan lokasi baru
untuk relokasi PKL. Kita cari tempat yang tidak merusak lingkungan
alam juga, kita perhatikan pohon-pohon dan kita juga lihat aspek
perkembangan ekonominya
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Dari internal ada dari Kecamatan. Kalau eksternal bantuan dari warga
yang kita minta bantuannya, mereka enggak keberatan bantu kita kok.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Kami melakukan komunikasi dengan cara mendatangi kantor dinas
yang terkait dan membicarakan pelaksanaan dari kebijaknnya.
12. Bagaimana proses koordinasi antar skpd terkait?
Biasanya kita yang langsung ke Kecamatan dan Satpol PP, kalau di
lapangan sih kita serahkan ke petugas Kecamatan.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Ya, sudah pasti kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat
mempengaruhi. Karena kondisi itu semua ada hubungannya juga sama
PKL.
Tanda Tangan
Dra. Sri
Kusminingsih
183
MEMBER CHECK
Nama : Sugiri, ST., M.Si
Jabatan : Kepala UPTD Pasar Disprindagkop Kota Serang
Waktu wawancara : Selasa 15 Desember 2015 10.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor UPTDd Pasar Disprindagkop, Pasar Rau.
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Ukuran dari pelaksanaan Perda ini adalah Pemerintah Daerah Kota
Serang bisa membantu urusan penghasilan dari PKL selama berjualan,
kalau bisa yaa bantu tambah penghasilan mereka dengan cara
memberikan lahan yang dibolehkan oleh pemerintah daerah kota
serang. tujuannya untuk memberikan tempat yang bagus dan
representative untuk berjualan, tempat yang bersih dan nyaman untuk di
pandang.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Kami sebagai unit pelaksana teknis (UPTD) pasar disprindagkop
membantu dalam mensosialisasikan segala peraturan yang ditetapkan
oleh Disperindagkop Kota Serang.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
Kendalanya pada saat di lapangan banyak pedagang yang sulit
dipindahkan. Mereka juga sulit untuk diajak kerjasama, selalu
semaunya sendiiri.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
184
Ya, sudah sesuai. Disprindagkop memang tugasnya ini, membantu
meningkatkan perekonomian dari sektor informal. Dari jumlah petugas
saya rasa sudah cukup, sudah ada bagiannya masing-masing di
Disperindagkop.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah cukup dengan anggaran yang ada?
Sumber anggaran dari apbd. Menurut saya sudah cukup, toh kita
dengan jumlah anggaran yang didapat bisa memberikan tenda baru dan
lain-lainnya untuk PKL.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Kalau fasilitas sih UPTDd pasar ini ada dua motor, yang kegunaannya
ya untuk meninjau pasar setiap harinya, dua motor juga cukup kok.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Disprindagkop sangat memanfaatkan waktu yang ada yaa menurut
saya, sejauh ini juga sudah ada beberapa lokasi PKL yang
diberdayakan.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Dengan instansi yang ada di perda, saya rasa sudah sesuai.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Kalau kita sejauh ini hanya mengurus di bagian pasar dan sekitarnya,
jadi kalau melihat dari segi lingkungan wilayahnya, ya sudah pasti kita
lihat segi lingkungan yang ada di sekitar pasar yang menurut kita enggak
ganggu jalan atau parkiran.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Kalau disini ya semua membantu, pedagangnya juga ikut membantu
merapihkan tenda atau gerobaknya yang di pindahkan
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
185
Dinas yang berkoordinasi dengan kita adalah Disprindagkop, mereka
datang bertemu dengan saya terkait sosialisasi masalah PKL, dan
selama ini lancer tidak ada hambatan dalam komunikasi.
12. Bagaimana proses koordinasi antar SKPD terkait?
Disperindagkop kadang datang ke kantor ngobrol soal kebijakan yang
bakal di kerjakan.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi kebijakan ini,
karena semua aspek itu yaa terkait satu sama lainnya.
Tanda Tangan
Sugiri, ST., M.Si
186
MEMBER CHECK
Nama : Lily Mushlihat, SH. M.Si
Jabatan : Kasubag Perundang – Undangan Bagian Hukum Setda
Kota Serang
Waktu wawancara : Rabu 6 Januari 2016 10.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Sekertariat Daerah Kota Serang
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Ukuran dari Perda tersebut adalah bagaimana menertibkan pedagang
kaki lima dengan cara menata dan memberdayakan PKL di kota serang.
sementara tujuannya adalah menjadikan lokasi PKL menjadi lebih
indah, bersih dan tertib dari tempat yang sebelumnya.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Semua SKPD yang terkait seharusnya menjadi tim yang bisa
melaksanakan penataan dan pemberdayaan PKL di kota serang ini,
karena ini menyangkut keterkaitan yang ada di Perda tersebut.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
187
Kadang kesulitan itu datang dari PKL itu sendiri, PKL yang sulit untuk
di pindahkan dari tempat yang sebelumnya, karena mereka menganggap
tempat yang di berikan kurang menguntungkan.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
Menurut saya sudah sesuai, karena semua pelaksana yang tercantum di
Perda sudah sesuai dengan bidangnya. Sudah cukup yaa pasti, karena
kita bertugas menyampaikan peraturan perundang-undangan, jadi
enggak butuh banyak pelaksana.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan Perda
ini ? apakah sukup dengan anggaran yang ada?
Anggaran yang di dapat untuk pelaksanaan Perda ini ya berasal dari
APBD kota serang untuk penyediaan tempat PKL.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Sarana dan prasarana menurut saya sudah cukup kayanya, fasilitas
juga cukup untuk koordinasi dengan beberapa dinas.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Sebenarnya kurang membantu dengan waktu yang diberikan, karena
kita membutuhkan waktu lebih untuk mencari lokasi yang pas untuk
PKL itu sendiri.
188
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Sudah sesuai, semua yang terkait saya pikir sudah pas sesuai dengan
tugas pokoknya masing-masing, seperti Satpol PP, diperindagkop juga.
9. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Komunikasi kita berjalan baik, kita bisa langsung koordinasi dengan
Disperindagkop maupun Satpol PP kota.
10. Bagaimana proses koordinasi antar SKPD terkait?
Kita yang hubungi Disperindagkop, kadang kita yang ke kantor atau
sebaliknya, pegawai Disperindagkop kota serang yang ke kantor.
11. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Ya sudah pasti kondisi ekonomi, sosial, dan politik mempengaruhi.
Karena semua ada keterkaitan dengan Perda ini.
Tanda Tangan
Lily Mushlihat, SH. M.Si
189
MEMBER CHECK
Nama : Aji
Jabatan : Pengguna Jalan Raya
Waktu wawancara : Rabu 27 Januari 2016 14.00 WIB
Lokasi wawancara : Alun-alun Kota Serang
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan seharusnya dari kebijakan perda ini?
Menurut saya ukuran dari kebijakan ini ya dari pemerintah daerahnya yang
bisa melakukan sesuatu untuk kemajuan para PKL terutama untuk lokasi PKL.
Minimal bisa memperbaiki lokasi PKL yang sudah ada saat ini. Tujuannya
adalah untuk memperindah lokasi PKL, khususnya di kawasan kota serang,
karena menurut saya warga kota serang juga berharap kalau ada pasar atau
lokasi pedagang yang teratur dan tertib.
2. Ada berapa jumlah petugas yang melaksanakan kebijakan tentang penataan
dan pemberdayaan ini?
Saya gak tau pasti ya, tapi yang jelas ada sekitar 10 sampai 15 petugas satpol
pp yang menegakkan kebijakan ini yang saya lihat.
3. Siapa saja yang terlibat dalam kebijakan ini? Apakah sudah sesuai?
Satpol pp sudah pasti, Disperindagkop juga. Pemerintah daerah sebagai
pembuat keputusan peraturan juga pasti.
190
4. Adakah ada partisipasi dari sektor internal dan eksternal? Apakah sudah
cukup ?
Saya pernah lihat ada beberapa warga setempat yang ikut dalam penertiban
itu. Yang saya lihat sih sudah cukup, walaupun enggak banyak warga yang
membantu yaa..
5. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi kebijakan
ini?
Wah ya sudah pasti harus mempengaruhi, kalau bisa bikin lahan yang sesuai
dengan kebutuhan PKL, jangan cuma lihat dari sisi keindahan saja. Selain itu
juga dari sisi soial kalau bisa jangan sampai mengabaikan keberadaan warga
sekitar.
Tanda Tangan
Aji
191
MEMBER CHECK
Nama : Achmad Suja’izakaria
Jabatan : Kasi Trantib Kecamatan Serang
Waktu wawancara : Jumat 27 November 2015 09.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Kecamatan Serang
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Kita lihat dari pelaksanaannya, penataan dan pemberdayaan ini ga
gampang. Karena pelaksanaan ini menyangkutpautkan ruang publik,
kenyamanan masyarakat, keamanan pedagang. Jadi menurut saya
ukuran dari kebijakan ini adalah bagaimana kita bisa mewujudkan
kenyamanan dan keamanan masyarakat khususnya di Kota Serang.
Tujuannya untuk menciptakan ruang publik yang dibutuhkan
masyarakat dan memberikan solusi kepada para pedagang agar masuk
ke status pedagang yang dibolehkan oleh pemerintah dan mengurangi
pelanggaran-pelanggaran yang dibuat.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Ada jadwal khusus untuk penataan dan pemeberdayaan kepada pkl di
kota serang, khususnya pedagang yang masuk di Kecamatan serang.
192
kita terima jadwal dari Disperindagkop untuk penataan dan
pemberdayaannya, kalau sosialisasi kita selalu lakukan 2 minggu sekali
kepada pedagang yang ada di Kecamatan serang ini.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
Kalau kesulitan kita ada pada penempatan lokasi dagang ya, karena ga
gampang kasih pengertian kepada pkl yang ada.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
Disperindagkop kota serang, Satpol PP dan Kecamatan yang terkait
menurut saya sudah sesuai, semua sudah ada kaitannya dengan pkl
yang dituju. Kadang Satpol PP kota serang juga minta bantuan kita
yaa, kita juga enggak banyak punya anggota, cuma ada 6, tapi siap
untuk membantu.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah cukup dengan anggaran yang ada?
Semua anggaran kita didapat dari apbd, pemerintah kota serang mulai
serius dalam penanganan pkl. Sudah ada beberapa yang di relokasi,
mulai dari pedagang yang ada di stadion, wlaupun sifatnya sementara.
Selaian itu ada pedagang di pasar rau juga yang nantinya akan di
pindahkan ke dalam rtc yang semula ada di luar rtc.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
193
Cukup, Kecamatan punya fasilitas satu mobil khusus untuk Satpol PP.
saya rasa cukup untuk kegiatan.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Cukup. Penataan pkl saya pikir cuma butuh beberapa hari saja ya. Yang
penting semua skpd siap. Tapi kalau untuk pemberdayaan pkl khususnya
relokasi pkl, itu memang butuh waktu banyak.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Yang saya lihat sih sudah sesuai ya, ada Disperindagkop kota serang
juga yang terkait, karena memang bidangnya Disperindagkop.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Iya pasti, kita juga enggak sembarangan kasih ijin untuk relokasi kalau
lokasi yang lama masih sangat menguntungkan dan lokasi yang lama
merusak atau tidak menguntungkan untuk pkl.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Kita minta bantuan dari warga atau tokoh masyarakat untuk
pelaksanaanya merapihkan gerobak.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Komunikasi antar dinas dilakukan dengan cara Disperindagkop
sosialisasi ke kantor Kecamatan, dan selama ini komunikasi berjalan
dengan baik.
194
12. Bagaimana proses koordinasi antar skpd terkait?
Disperindagkop sih yang biasa ke Kecamatan, Disperindagkop kan
yang menjalankan, kita yang bertanggung jawab selaku tuan rumah.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Sudah pasti mempengaruhi, kondisi ekonomi, sosial dan politik pasti
mempengaruhi untuk kebijakan ini.
Tanda Tangan
Achmad Suja’izakaria
195
MEMBER CHECK
Nama : H. Tb. Yassin
Jabatan : Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya
Waktu wawancara : Selasa 1 Desember 2015 09.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Kecamatan Cipocok Jaya
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Mengenai penataan dan pemberdayaan PKL, Kecamatan cipocok sudah
memberikan sanksi kepada PKL yang berjualan di atas trotoar, di atas
saluran irigasi dan pedagang-pedagang yang berjualan di bahu jalan.
Ukuran dari kebijakan ini Kecamatan cipocok bisa menata PKL di
cipocok, yang nantinya akan dipindahkan di wilayah kelurahan
banjarsari dengan tujuan untuk memberikan ruang untuk jalan raya dan
ruang untuk pejalan kaki, sekaligus memberikan ruang khusus PKL
yang dibolehkan oleh pemerintah.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Kecamatan cipocok melakukannya kebijakan ini dibantu dengan tim
dari Disperindagkop kota serang dan Satpol PP kota serang.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
196
Ada perlawanan dari PKL dan lingkungan sekitar yang masih
mendukung para PKL berjualan di bahu jalan. Karena sebagian PKL
masih belum percaya dengan lokasi yang diberikan oleh pemerintah.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
Sdm di Kecamatan menurut saya pribadi sudah sesuai, ada tim yang
saya pikir cocok untuk menangani masalah PKL ini. Satpol PP
Kecamatancipocok hanya ada 8 anggotanya, kalau di lapangan kadang
terjadi kekurangan personel dari Satpol PP kota serang, kita pasti bantu
sebisa mungkin.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah cukup dengan anggaran yang ada?
Kita dapat anggaran untuk penanganan PKL ini dari APBD, tapi kalau
Disperindagkop mungkin dapat dari APBD atau apbn juga. Dan dengan
anggaran yang ada, Kecamatan cipocok sendiri cukup untuk sekedar
penataan dan pemberdayaan PKL.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Di Kecamatan cipocon ini jujur ya menurut saya sarana dan prasarana
masih kurang kalau untuk penanganan PKL, untuk kendaraan
operasionalnya saja saya rasa masih kurang, cuma ada motor.
197
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Waktu dalam penataan PKL ga butuh waktu lama, tapi kalau
pemberdayaan PKL yang harus memberikan tempat atau ruang khusus
PKL, ya butuh waktu lama untuk cari lokasi yang pas.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Dilihat dari SKPD terkait di perda, saya rasa sudah sesuai.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Di cipocok kita lihat lokasi baru untuk PKL, karena disini juga kita
enggak banyak lokasi pemerintah yang diperuntukan pengembangan
ekonomi sektor informal, jadi ya kita sudah pasti lihat kondisi
lingkungan sekitar.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Selama ini sih kita dapat bantuan hanya dari Satpol PP kota serang,
dari warga sekitar hanya beberapa yang mendukung kebijakan ini.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Komunikasi yang kita lakukan dengan cara kita sebagai Kecamatan
setempat ada pembicaraan khusus tentang penataan ini dengan
Disperindagkop, setelah itu baru kita hubungi Satpol PP kota serang
terkait bantuan dalam pelaksanaan di lapangan. Kalau komunikasi
198
dengan PKL, kita lakukan setelah dapat jadwal pelaksanaan penataan
Disperindagkop di Kecamatan cipocok.
12. Bagaimana proses koordinasi antar SKPD terkait?
Saya yang biasa di panggil ke kantor Disperindagkop kota serang, saya
memang dekat sama beberapa orang Disperindagkop, jadi ya kalau
masalah koordinasi saya tinggal tunggu panggilan dari Disperindagkop
soal penanganan PKL ini.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Kondisi ekonomi sosial dan politik amat sangat mempengaruhi
pelaksanaan perda ini, karena dari tiga aspek itu kita bisa tahu harus
mulai darimana penataan dan pemberdayaannya.
Tanda Tangan
H. Tb. Yassin
199
MEMBER CHECK
Nama : H. Rafiudin SH, MSi
Jabatan : Kasi Trantib Kecamatan Curug
Waktu wawancara : Selasa 24 November 2015 13.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Kecamatan Curug
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
ukuran dari pelaksanaannya sudah jelas ya, minimal kita bisa
membenahi tenda-tenda yang digunakan PKL dan memberi ruang legal
untuk PKL dalam melakukan aktifitasnya. Tujuan juga seperti itu,
memberi tempat untuk PKL dan menjadikan pembeli nyaman jika
berbelanja di tempat yang diperbolehkan pemerintah daerah.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Karena bisa dibilang Kecamatan curug ini belum punya pasar
tradisional yang tetap, jadi kita dalam melaksanakan perda ini ke PKL
yang ada dan kita lakukan se-adanya saja. Setidaknya mereka tidak
berjualan di bahu jalan.
3. Kesulitan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
200
Sosialisasi langsung pada saat di lapangan yang sedikit lebih sulit,
karena banyak PKL yang sulit diatur.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apkaah sudah cukup ?
Kalau di Kecamatan curug sendiri sudah sesuai ya, karena kita juga
ada satpol pp Kecamatan yang membantu. Di kec. Curug sini, petugas
penertiban PKL sudah cukup, PKL enggak banyak di sini.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah sukup dengan anggaran yang ada?
Anggaran untuk Kecamatan selama ini di dapat dari apbd kota serang.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Fasilitas sudah cukup, kalau hanya untuk meninjau lokasi selama ini.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Saya rasa waktunya sudah cukup untuk Kecamatan menata PKL.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Di Kecamatan curug sudah ada satpol pp yang menangani PKL, jadi
menurut saya jika di Kecamatan sendiri sudah sesuai impelementornya.
Antar SKPD yang terkait juga sudah sesuai dengan bidangnya.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
201
Ya kita lihat kondisi lingkungan di curug, tapi disini belum ada lokasi
untuk PKL, kita enggak banyak punya lokasi untuk baru untuk PKL.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Ada beberapa PKL yang membantu juga penataannya.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Komunikasi Disperindagkop dengan Kecamatan cukup lancer, mereka
datang ke kantor untuk melaksanakan penataan.
12. Bagaimana proses koordinasi antar SKPD terkait?
Kita yang dapet panggilan dari Disperindagkop, setelah itu baru kita
koordinasi ke PKL.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Ya, kondisi ekonomi, sosial dan politik ikut mempengaruhi perda ini.
Semua itu berpengaruh dalam pelaksanaannya.
Tanda Tangan
H. Rafiudin SH, MSi
202
MEMBER CHECK
Nama : Drs. H. Mustofa, M.Si
Jabatan : Sekertaris Camat Kecamatan Taktakan
Waktu wawancara : Senin 23 November 2015 10.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Kecamatan Taktakan
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Ukuran dari pelaksanaannya yaa bisa dilihat dari pertanggung
jawaban setiap skpd yang ada di perda, bagaimana mereka bisa
melakukan penataan dan pemberdayaan yang dibutuhkan para PKL.
Tujuan dari pelaksanaan agar semua PKL bisa merasakan fasilitas
yang legal dari pemerintah, seperti tempat usaha yang diberikan.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Di Kecamatan Taktakan ini tidak ada pasar terdisional yang seperti di
banyak daerah di kota serang, jadi yaa pelaksanaan dari penataan dan
pemberdayaan PKL disini tidak terlalu sering, karena jumlah PKL tidak
terlalu banyak.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
203
kendalanya adalah sulitnya berkomunikasi dengan PKL yang sulit
diajak kerjasama, padahal ini buat kebaikan mereka juga.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
Sudah yaa, Kecamatan Taktakan ada Satpol PP yang ngurusin PKL,
dan mereka siap kapan saja. Anggota satpol pp Kecamatan sudah
cukup, paling kita minta bantuan beberapa anggota Satpol PP Kota
Serang untuk pelaksanaannya.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah sukup dengan anggaran yang ada?
Anggaran itu bisa kita dapat dari apbd kota serang. kota serang sudah
siap untuk anggaran ini yaa saya piker
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Ada dua motor untuk fasilitas di Kecamatan, ya termasuk fasilitas untuk
pelaksanaan masalah PKL ini juga.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Waktu yang diberikan sudah cukup saya rasa, kami melakukan
penataan dan pemberdayaan ini kepada PKL di Kecamatan Taktakan
bisa melakukannya dengan waktu yang diberikan. Walaupun baru
beberapa PKL yang kami tata dan berdayakan.
204
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Dari implementor yang ada di Kecamatan sudah sesuai, ada satpol pp
yang membantu dalam pelaksanaanya.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Sampai saat ini kita belum menemukan lokasinya, tapi sekarang kita
sudah menentukan lokasi yang dibolehkan atau tidak dibolehkan untuk
berjualan dan kita juga memilih lokasi tersebut sesuai dari kondisi
lapangan yang mendukung kegiatan jual-beli atau tidak.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Masayrakat selama ini membantu dan mendukung kegiatan yang kami
sosialisasikan.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Kami berkoordinasi dengan PKL yang sudah cukup lama berjualan di
Kecamatan Taktakan, jadi yaa ada bantuan juga dari warga setempat.
12. Bagaimana proses koordinasi antar skpd terkait?
Taktakan selalu koordinasi dengan Disperindagkop kalau soal PKL ini,
kita yang langsung koordinasi dan komunikasi ke PKL.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Kondisi ekonomi dan sosial sudah pasti, dari kondisi politik juga
berpengaruhi kebijakan ini, khususnya di Kecamatan Taktakan ya.
Tanda Tangan
Drs. H. Mustofa, M.Si
205
MEMBER CHECK
Nama : Jainudin, S.Sos. M.Si
Jabatan : Kasi Ekonomi Pembangunan Kecamatan Kasemen
Waktu wawancara : Rabu 25 November 2015 13.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Kecamatan Kasemen
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Ukuran dari pelaksanaanya khususnya di Kasemen, minimal
pemerintah daerah bisa memperbaiki fasilitas yang ada aja dulu,
masalah lokasi tinggal kita cari nanti karena di Kasemen ini juga masih
banyak lahan yang bagus buat lokasi PKL.
Tujuannya jelas untuk membina PKL yang ada di Kasemen dan
sekitarnya.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Pelaksanaan penataan dan pemberdayaan ini tidak lepas dari bantuan
Disperindagkop kota serang, kita yang memberi sedikit arahan
mengenai lokasi dan kita juga sebagai pihak yang ditugaskan untuk
mengontrol segala aktifitasnya karena kita yang punya wilayah.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
206
Engga gampang ngobrol tentang perda dengan PKL, mereka ga akan
mau kalau disuruh pindah. Kendalanya yaa itu, sulit berkomunikasi
dengan PKL.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
Sdm untuk penataan PKL di Kecamatan Kasemen sudah sesuai menurut
saya, di setiap Kecamatan pasti ada Satpol PP yang bertugas menata
PKL. Tim pelaksana dalam perda juga yang saya lihat sudah sesuai
dengan tugasnya, sesuai dengan bidangnya. Jumlahnya enggak banyak,
tapi cukup untuk Kasemen.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah sukup dengan anggaran yang ada?
Anggaran sudah cukup ya, tinggal jadwal pelaksanaan aja yang harus
tepat, biar ga molor waktunya. Anggaran di dapat selama ini ya dari
APBD.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Di Kasemen sudah cukup, ada beberapa kendaraan untuk para pegawai
menuju lokasi PKL.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
207
Kalau cuma menata PKL sih cukup, tapi untuk merelokasi PKL kan
butuh waktu lebih dan biaya lebih juga dalam memberikan lahan untuk
mereka.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Menurut saya sih sesuai, Disperindagkop sebagai pelaksana, kita orang
Kecamatan sebagai pengontrol dan pemberi ijin di lapangan, Satpol PP
sebagai penegak perda.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Pasti, kita hanya mengijinkan lokasi yang baru yang nantinya akan
menaikan nilai perekonomian disini, khususnya lokasi atau jalur wisata
religi di kawasan banten lama ini.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Ada, kita juga dibantu sama PKL itu sendiri dan ada juga bantuan dari
warga kelurahan sekitar.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Komunikasi dari Disperindagkop dilakukan lancar-lancar aja, Cuma
terkadang mereka ijin kepada kami itu terkadang waktunya mepet,
misalkan hari ini Disperindagkop hubungi kita tapi besok lusa sudah
mulai pelaksanaan. Kita sebagai orang Kecamatan juga kan harus
208
komunikasi ke PKL yang ada, biar ga kaget pada saat pelaksanaan
perda.
12. Bagaimana proses koordinasi antar SKPD terkait?
Di Kasemen langsung didatangi Disperindagkop biasanya, koordinasi
kita langsung dari Disperindagkop.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Ya jelas sangat mempengaruhi untuk perda ini, bagaimanapun situasi
ekonomi, lingkungan sosial dan politik membantu atau bahkan menjadi
penghalang untuk perda ini jika salah satu diantaranya ada yang
bermasalah.
Tanda Tangan
Jainudin, S.Sos. M.Si
209
MEMBER CHECK
Nama : Fauji Abdullah, M.Si
Jabatan : Sekertaris Camat Kecamatan Walantaka
Waktu wawancara : Selasa 29 Desember 2015 11.00 WIB
Lokasi wawancara : Kantor Kecamatan Walantaka
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
Kecamatan walantaka dalam pelaksanaannya tidak telalu sering ya, di
Kecamatan walantaka saja hanya pasar kalodran yang selama ini kita
lakukan penataan dan pemberdayaan. Jadi ya ukuran dari perda ini
menurut saya adalah menjadikan pedagang kaki lima sebagai
pemandangan baru yang harus diindahkan.
Tujuannya agar pasar kalodran lebih aman dan nyaman, baik untuk
pedagang atau bahkan untuk pembeli.
2. Bagaimana pelaksanaan dalam Perda ini ?
Kita bekerjasama dengan pengelola pasar yang ada di pasar kalodran
untuk penataannya, disana juga ada tim yang bertugas yang selalu
membantu.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
PKLitu susah dikasih arahan, jadi mau ga mau kita harus mencati
pedgaang kaki lima yang menjadi tokoh di pasar.
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah
sesuai dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
210
Sudah sesuai menurut saya, ada dinas yang terkait dengan tugasnya
mengenai PKLini. Untuk di sini sudah cukup, PKLdi sini enggak banyak
jumlahnya.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda
ini ? apakah cukup dengan anggaran yang ada?
Anggaran didapat dari apbd ya, jadi saya rasa sudah cukup karena
pemerintah Kota Serang juga tau kondisi di Kecamatan walantaka ini.
6. Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
Ada tuh motor untuk fasilitas pegawai, bermanfaat juga kok untuk
kegiatan penanganan pkl.
7. Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
Disperindagkop ga kasih harus berapa hari dalam penyelesaian
pelaksanaannya ya, tapi Disperindagkop menyarankan untuk cepat
menyelesaikan dan kita sudah semaksimal mungkin untuk cepat
menyelesaikannya.
8. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Menurut saya sudah, semua dinas terkait sudah sesuai dengan tugasnya
masing-masing, jadi sudah pasti tahu apa yang harus dilakukan.
9. Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
Sebenarnya kita juga lihat kondisi lingkungan sekitar, di pasar kalodran
pedagang sampai ke bahu jalan, makanya kita berlakukan waktu
berjualan mereka yang ada di bahu jalan sampai siang, sore sudah
tidak ada yang berjualan.
10. Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
Ada, Satpol PP Kecamatan, Satpol PP Kota Serang dan ada juga dari
PKLyang berjualan disitu, bantu menertibkan lapaknya sendiri.
11. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
211
Disperindagkop datang ke kantor kecamataan dan sosialisasi itu
berjalan dengan baik.
12. Bagaimana proses koordinasi antar SKPD terkait?
Kalau ada rapat soal PKLseperti ini, kita selalu dapat panggilan dari
Disperindagkop, panggilan itu pasti kita dapat.
13. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
Kondisi ekonomi sosial dan politik menurut saya juga mempengaruhi,
semua kondisi di lapangan bisa berpengaruh dengan pelaksanaan.
Tanda Tangan
Fauji Abdullah, M.Si
212
MEMBER CHECK
Nama : Rohim
Jabatan : Pedagang Kaki Lima di Pasar Royal Kota Serang
Waktu wawancara : Rabu 27 Januari 2016 16.00 WIB
Lokasi wawancara : Pasar Royal Kota Serang
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan seharusnya dari kebijakan perda ini?
Saya sebagai pedagang sih maunya semua yang berjualan di sini bisa
dengan aman, karena kita cari rezeki cuma dari jualan. Harapannya
tempat ini jadi lebih baik, petugas juga gak sembarangan bongkar
grobak kita.
2. Bagaiamana dengan petugas pelaksananya? Sudah sesuai dengan
bidangnya?
Menurut saya sih sudah sesuai, yang kesini menertibkan kita semua
pedagang yaa Satpol PP.
3. Apakah ada partisipasi dari warga setempat dalam pelaksanaan
penataan dan pemberdayaan ini?
Ada beberapa warga sini yang ikut penertiban, ada juga sebagian dari
pedagang di sini yang ikut menertibakan, kalau sudah ada tempat untuk
kita dan tempatnya bagus untuk jualan.
4. Komunikasi selama ini yang dilakukan seperti apa?
213
Komunikasi dari Satpol PP ke kita masih kurang mas, selama ini kita di
beritahu sama orang kecamatan, sosialisasi dari kecamatan juga
waktunya kadang enggak pas, baru beberapa hari kasih tahu ke kita
tapi besoknya sudah langsung eksekusi.
5. Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
Kalau pelaksananya sih sudah sesuai, ada Satpol PP yang biasa kesini.
Tanda Tangan
Rohim
214
MEMBER CHECK
Nama : H. M. Urip Saman
Jabatan : Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima Kota Serang (PPKLI)
Waktu wawancara : Kamis 24 Desember 2015 10.00 WIB
Lokasi wawancara : Kediaman Informan, Cikepuh.
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4 Tahun
2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ini ?
Kita sebagai organisasi yang menaungi PKL, ya kita berharap tujuan dari
pelaksanaan dari Perda ini adalah menciptakan peluang ekonomi untuk PKL
dengan cara menata dan memberdayakan PKL dan memberikan tempat yang
stratgis sekaligus yang tidak melanggar peraturan. Ukuran dari pelaksanaan
Perda ini pemerintah bisa memberikan contoh kepada lokasi PKL selain di
kota serang, bagaimana menciptakan lokasi yang benar.
2. Apakah PPKLI ikut berpartisipasi dalam pelaksanaannya ?
Selama ini kita ikut partisipasi, kalau ada panggilan dari pemerintah daerah
yang meminta bantuan, pasti kita bantu dalam mengembangkan PKL.
3. Kesuliatan/kendala apa dalam pelaksanaannya ?
Kesulitan di lapangan ada di PKL yang susah diajak kerjasama, padahal kita
udah coba bujuk dengan tokoh masyarakatnya juga.
215
4. Apakah SDM dalam pelaksanaan sudah ada? Berapa jumlah dari pelaksana
PPKLI Serang? apakah sudah cukup ?
Kalau untuk petugas yang siap dalam membantu dari pPKLi Kota Serang,
ada. Jumlahnya ada sekitar 9 orang yang siap. 9 orang cukup untuk membantu
Satpol PP Kota Serang, karena nanti juga ada bantuan petugas dari
Kecamatan.
5. Darimana sumber anggaran yang didapat untuk PPKLI ini?
PPKLi belum bekerjasama dengan pemerintah, jadi anggaran yang didapat
yaa dari uang kas yang terkumpul. Tapi kalau anggaran yang di dapat untuk
instansi, itu dari APBD menurut saya.
6. Apakah karakteristik dari implementor yang ada di Perda sudah sesuai
untuk kebijakan ini?
Menurut saya sudah sesuai. Kita juga biasa ada koordinasi dengan
Disprindagkop Kota Serang dan Satpol PP Kota Serang.
7. Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
Komunikasi yang dilakukan, terutama dari Disprindagkop kepada kita dengan
cara mereka menghubungi saya, nah dari situ nanti saya beritahu teman-
teman PPKLi yang lainnya.
8. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi kebijakan
ini?
Semua kebijakan harus mengeluarkan solusi, kalau kebijakan ini tidak ada
solusi khususnya untuk para PKL itu sendiri, buat apa juga kita dukung,
kasihan para PKL itu.
Tanda Tangan
H. M. Urip Saman
216
MEMBER CHECK
Nama : Aji
Jabatan : Pengguna Jalan Raya
Waktu wawancara : Rabu 27 Januari 2016 14.00 WIB
Lokasi wawancara : Alun-alun Kota Serang
Hasil wawancara :
1. Seperti apa ukuran dan tujuan seharusnya dari kebijakan perda ini?
Menurut saya ukuran dari kebijakan ini ya dari pemerintah daerahnya yang
bisa melakukan sesuatu untuk kemajuan para PKL terutama untuk lokasi PKL.
Minimal bisa memperbaiki lokasi PKL yang sudah ada saat ini. Tujuannya
adalah untuk memperindah lokasi PKL, khususnya di kawasan kota serang,
karena menurut saya warga kota serang juga berharap kalau ada pasar atau
lokasi pedagang yang teratur dan tertib.
2. Ada berapa jumlah petugas yang melaksanakan kebijakan tentang penataan
dan pemberdayaan ini?
Saya gak tau pasti ya, tapi yang jelas ada sekitar 10 sampai 15 petugas satpol
pp yang menegakkan kebijakan ini yang saya lihat.
3. Siapa saja yang terlibat dalam kebijakan ini? Apakah sudah sesuai?
Satpol pp sudah pasti, Disperindagkop juga. Pemerintah daerah sebagai
pembuat keputusan peraturan juga pasti.
217
4. Adakah ada partisipasi dari sektor internal dan eksternal? Apakah sudah
cukup ?
Saya pernah lihat ada beberapa warga setempat yang ikut dalam penertiban
itu. Yang saya lihat sih sudah cukup, walaupun enggak banyak warga yang
membantu yaa..
5. Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi kebijakan
ini?
Wah ya sudah pasti harus mempengaruhi, kalau bisa bikin lahan yang sesuai
dengan kebutuhan PKL, jangan cuma lihat dari sisi keindahan saja. Selain itu
juga dari sisi soial kalau bisa jangan sampai mengabaikan keberadaan warga
sekitar.
Tanda Tangan
Aji
218
Lampiran
Pengangkutan gerobak pedagang Di Kantor Satpol PP setelah razia di Pasar Royal
Kecamatan Serang
Kondisi lahan baru di lantai atas Pasar Rau Kecamatan Serang
219
Lahan Pedagang Kaki Lima di depan Pasar Kalodran Kecamatan Walantaka pada
siang hari
Tenda baru yang diberikan oleh Disperindagkop Kota Serang di Kawasan Banten
Lama
Kecamatan Kasemen
220
Wawancara peneliti dengan Bapak Achmad Suja’izakaria (Kasi Trantib Kecamatan
Serang)
Wawancara peneliti dengan Bapak Rohim (Pedagang Kaki Lima di Pasar Royal Kota
Serang)
221
Wawancara peneliti dengan Bapak Sugiri, ST., M.Si (Kepala UPTD Pasar Disprindagkop
Kota Serang)
Wawancara peneliti dengan Bapak H. Juanda, SH, MSi (Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Serang)
222
Wawancara peneliti dengan Ibu Dra. Sri Kusminingsih (Kasi Pengelolaan dan Pengembangan
Pasar Disperindagkop)
Wawancara peneliti dengan Bapak Drs. H. Mustofa, M.Si (Sekertaris Camat Kecamatan
Taktakan)
223
Wawancara peneliti dengan Bapak H. Rafiudin SH, MSi (Kasi Trantib Kecamatan Curug)
Wawancara peneliti dengan Bapak Jainudin, S.Sos. M.Si (Kasi Ekonomi Pembangunan
Kecamatan Kasemen)
224
Wawancara peneliti dengan Bapak H. Tb. Yassin (Sekertaris Camat Kecamatan Cipocok Jaya)
Wawancara peneliti dengan Bapak H. M. Urip Saman (Ketua Paguyuban Pedagang Kaki Lima
Kota Serang)
225
Wawancara peneliti dengan Bapak Fauji Abdullah, M.Si (Sekertaris Camat Kecamatan
Walantaka)
Wawancara peneliti dengan Bapak Lily Mushlihat, SH. M.Si (Kasubag Perundang – Undangan
Bagian Hukum Setda Kota Serang)
226
227
228
229
230
231
MATRIKS HASIL WAWANCARA
1. Ukuran dan tujuan kebijakan
1.1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Q
I
Seperti apa ukuran dan tujuan realistis dari pelaksanaan Perda No.4
Tahun 2014 Tentang Penataan Dan Pemberdayaan Pedagang Kaki
Lima ini ?
I1.1 Ukurun dari kebijakan ini ya sejauh mana Disperindagkop bisa
memberdayakan PKL, minimal kita bisa menata lokasi PKL yang ada.
Kalo tujuannya untuk memberikan solusi bagi PKL yang dianggap
ilegal atau banyak melakukan pelanggaran.
I1.2 Ukuran dari pelaksanaan Perda ini adalah Pemerintah Daerah Kota
Serang bisa membantu urusan penghasilan dari PKL selama
berjualan, kalau bisa yaa bantu tambah penghasilan mereka dengan
cara memberikan lahan yang dibolehkan oleh pemerintah daerah kota
serang. tujuannya untuk memberikan tempat yang bagus dan
representative untuk berjualan, tempat yang bersih dan nyaman untuk
di pandang
I1.3 Ukuran dari perda tersebut adalah bagaimana menertibkan pedagang
kaki lima dengan cara menata dan memberdayakan PKL di kota
serang. Sementara tujuannya adalah menjadikan lokasi PKL menjadi
lebih indah, bersih dan tertib dari tempat yang sebelumnya.
232
I1.4 Ukuran dari kebijakan ini adalah sejauh mana semua skpd terkait
menjalankan tugasnya, seperti halnya Satpol PP kota serang yang
menjadi penegak perda. Kalau tujuannya jelas ya, untuk memberikan
tempat untuk pedagang kaki lima di kota serang agar tidak ada lagi
yang melanggar peraturan daerah yang sudah dibuat.
I1.5 Kita lihat dari pelaksanaannya, penataan dan pemberdayaan ini ga
gampang. Karena pelaksanaan ini menyangkutpautkan ruang publik,
kenyamanan masyarakat, keamanan pedagang. Jadi menurut saya
ukuran dari kebijakan ini adalah bagaimana kita bisa mewujudkan
kenyamanan dan keamanan masyarakat khususnya di Kota Serang.
Tujuannya untuk menciptakan ruang publik yang dibutuhkan
masyarakat dan memberikan solusi kepada para pedagang agar
masuk ke status pedagang yang dibolehkan oleh pemerintah dan
mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang dibuat.
I1.6 Mengenai penataan dan pemberdayaan PKL, Kecamatan cipocok
sudah memberikan sanksi kepada PKL yang berjualan di atas trotoar,
di atas saluran irigasi dan pedagang-pedagang yang berjualan di
bahu jalan. Ukuran dari kebijakan ini Kecamatan cipocok bisa menata
PKL di cipocok, yang nantinya akan dipindahkan di wilayah
kelurahan banjarsari dengan tujuan untuk memberikan ruang untuk
jalan raya dan ruang untuk pejalan kaki, sekaligus memberikan ruang
233
khusus PKL yang dibolehkan oleh pemerintah.
I1.7 ukuran dari pelaksanaannya sudah jelas ya, minimal kita bisa
membenahi tenda-tenda yang digunakan PKL dan memberi ruang
legal untuk PKL dalam melakukan aktifitasnya. Tujuan juga seperti
itu, memberi tempat untuk PKL dan menjadikan pembeli nyaman jika
berbelanja di tempat yang diperbolehkan pemerintah daerah.
I1.8 Ukuran dari pelaksanaannya yaa bisa dilihat dari pertanggung
jawaban setiap skpd yang ada di perda, bagaimana mereka bisa
melakukan penataan dan pemberdayaan yang dibutuhkan para PKL.
Tujuan dari pelaksanaan agar semua PKL bisa merasakan fasilitas
yang legal dari pemerintah, seperti tempat usaha yang diberikan.
I1.9 Ukuran dari pelaksanaanya khususnya di kasemen, minimal
pemerintah daerah bisa memperbaiki fasilitas yang ada aja dulu,
masalah lokasi tinggal kita cari nanti karena di kasemen ini juga
masih banyak lahan yang bagus buat lokasi PKL. Tujuannya jelas
untuk membina PKL yang ada di kasemen dan sekitarnya
234
I1.10 Kecamatan walantaka dalam pelaksanaannya tidak telalu sering yaa,
di Kecamatan walantaka saja hanya pasar kalodran yang selama ini
kita lakukan penataan dan pemberdayaan. Jadi yaa ukuran dari perda
ini menurut saya adalah menjadikan pedganag kaki lima sebagai
pemandangan baru yang harus diindahkan.
Tujuannya agar pasar kalodran lebih aman dan nyaman, baik untuk
pedaganga atau bahkan untuk pembeli.
I2.1 Saya sebagai pedagang sih maunya semua yang berjualan di sini bisa
dengan aman, karena kita cari rezeki cuma dari jualan. Harapannya
tempat ini jadi lebih baik, petugas juga gak sembarangan bongkar
grobak kita
I2.2 Kita sebagai organisasi yang menaungi PKL, yaa kita berharap tujuan
dari pelaksanaan dari perda ini adalah menciptakan peluang ekonomi
untuk PKL dengan cara menata dan memberdayakan PKL dan
memberikan tempat yang stratgis sekaligus yang tidak melanggar
peraturan. Ukuran dari pelaksanaan perda ini pemerintah bisa
memberikan contoh kepada lokasi PKL selain di kota serang,
bagaimana menciptakan lokasi yang benar.
I2.3 Menurut saya ukuran dari kebijakan ini yaa dari pemerintah
daerahnya yang bisa melakukan sesuatu untuk kemajuan para PKL
terutama untuk lokasi PKL. Minimal bisa memperbaiki lokasi PKL
235
yang sudah ada saat ini. Tujuannya adalah untuk memperindah lokasi
PKL, khususnya di kawasan kota serang, karena saya menurut saya
warga kota serang juga berharap banget kalau ada pasar atau lokasi
pedagang yang teratur dan tertib.
2. Sumberdaya
2.1 Sumberdaya Manusia
Q
I
Apakah SDM dalam pelaksanaan/implementasi Perda ini sudah sesuai
dengan kebijakan Perda tersebut ? apakah sudah cukup ?
I1.1 Kalo kita sih sudah sesuai, karena di Disperindagkop ada bidang yang
mengurusi pasar,retribusi dll yang berhubungan dengan PKL kota
serang.
Untuk Disperindagkop personel yang bertugas di lapangan untuk
meninjau lokasi sudah cukup, kita gunakan personel dari kebijakan
yang sebelumnya, jadi enggak ada masalah dalam jumlah personel.
236
I1.2 Ya, sudah sesuai. Disprindagkop memang tugasnya ini, membantu
meningkatkan perekonomian dari sektor informal. Dari jumlah
petugas saya rasa sudah cukup, sudah ada bagiannya masing-masing
di disperindagkop.
I1.3 Menurut saya sudah sesuai, karena semua pelaksana yang tercantum
di perda sudah sesuai dengan bidangnya. Sudah cukup yaa pasti,
karena kita bertugas menyampaikan peraturan perundang-undangan,
jadi enggak butuh banyak pelaksana.
I1.4 Sudah sesuai kalau di Satpol PP kota serang yaa, tim saya sudah
dapat pelatihan khusus dalam penanganan masalah PKL. Kalau untuk
pegawai sih sudah cukup di sini, tapi untuk pelaksana di lapangan itu
masih kurang, kita Cuma bisa turunin 10 personel dari 1 tim, paling
banyak yaa 15. Padahal kalau dilihat di lapangan, PKL itu malah bisa
lebih banyak dan lebih ganas dari kita.
I1.5 Disperindagkop kota serang, Satpol PP dan Kecamatan yang terkait
menurut saya sudah sesuai, semua sudah ada kaitannya dengan PKL
yang dituju. Kadang Satpol PP kota serang juga minta bantuan kita
yaa, kita juga enggak banyak punya anggota, cuma ada 6, tapi siap
untuk membantu.
237
I1.6 Sdm di Kecamatan menurut saya pribadi sudah sesuai, ada tim yang
saya pikir cocok untuk menangani masalah PKL ini. Satpol PP
Kec.Cipocok hanya ada 8 orang anggotanya, kalau di lapangan
kadang terjadi kekurangan personel dari Satpol PP Kota Serang, kita
pasti bantu sebisa mungkin.
I1.7 Kalau di Kecamatan curug sendiri sudah sesuai ya, karena kita juga
ada Satpol PP Kecamatan yang membantu. Di kec. Curug sini,
petugas penertiban PKL sudah cukup, PKL enggak banyak di sini.
I1.8 Sudah yaa, Kecamatan taktakan ada Satpol PP yang ngurusin PKL,
dan mereka siap kapan saja. Anggota Satpol PP Kecamatan sudah
cukup, paling kita minta bantuan beberapa anggota Satpol PP kota
serang untuk pelaksanaannya.
I1.9 Sdm untuk penataan PKL di Kecamatan kasemen sudah sesuai
menurut saya, di setiap Kecamatan pasti ada Satpol PP yang bertugas
menata PKL. Tim pelaksana dalam perda juga yang saya lihat sudah
sesuai dengan tugasnya, sesuai dengan bidangnya. Jumlahnya enggak
banyak, tapi cukup untuk kasemen.
I1.10 Sudah sesuai menurut saya, ada dinas yang terkait dengan tugasnya
mengenai PKL ini. Untuk di sini sudah cukup, PKL di sini enggak
banyak jumlahnya
I2.1 -
238
I2.2 Kalau untuk petugas yang siap dalam membantu dari pPKLi serang,
ada. Jumlahnya ada sekitar 9 orang yang siap. 9 orang cukup untuk
membantu Satpol PP kota serang, karena nanti juga ada bantuan
petugas dari Kecamatan.
I2.3 Saya pernah lihat ada beberapa warga setempat yang ikut dalam
penertiban itu. Yang saya lihat sih sudah cukup, walaupun enggak
banyak warga yang membantu yaa..
2.1 Sumberdaya Anggaran
Q
I
Darimana sumber anggaran yang didapat untuk pelaksanaan perda ini ?
apakah sukup dengan anggaran yang ada?
I1.1 Yang kita dapat anggaran selama ini dari APBD Kota Serang, dan
menurut saya pribadi anggaran yang ada untuk pelaksanaan
kebijakan ini sudah cukup.
I1.2 Sumber anggaran dari apbd. Menurut saya sudah cukup, toh kita
dengan jumlah anggaran yang didapat bisa memberikan tenda baru
dan lain-lainnya untuk PKL.
I1.3 Anggaran yang di dapat untuk pelaksanaan perda ini ya berasal dari
apbd kota serang untuk penyediaan tempat PKL.
239
I1.4 Anggaran kita dapat dari apbd, dan menurut saya sudah cukup kalau
untuk penertiban saja ya.
I1.5 Semua anggaran kita didapat dari apbd, pemerintah kota serang mulai
serius dalam penanganan PKL. Sudah ada beberapa yang di relokasi,
mulai dari pedagang yang ada di stadion, wlaupun sifatnya sementara.
Selaian itu ada pedagang di pasar rau juga yang nantinya akan di
pindahkan ke dalam rtc yang semula ada di luar rtc.
I1.6 Kita dapat anggaran untuk penanganan PKL ini dari apbd, tapi kalau
Disperindagkop mungkin dapat dari apbd atau apbn juga. Dan dengan
anggaran yang ada, Kecamatan cipocok sendiri cukup untuk sekedar
penataan dan pemberdayaan PKL.
I1.7 Anggaran untuk Kecamatan selama ini di dapat dari apbd kota serang.
I1.8 Anggaran itu bisa kita dapat dari apbd kota serang. kota serang sudah
siap untuk anggaran ini yaa saya pikir
I1.9 Anggaran sudah cukup ya, tinggal jadwal pelaksanaan aja yang harus
tepat, biar ga molor waktunya. Anggaran di dapat selama ini ya dari
apbd.
I1.10 Anggaran didapat dari apbd ya, jadi saya rasa sudah cukup karena
pemerintah kota serang juga tau kondisi di Kecamatan walantaka ini.
I2.1 -
240
I2.2 PPKLi belum bekerjasama dengan pemerintah, jadi anggaran yang
didapat yaa dari uang kas yang terkumpul. Tapi kalau anggaran yang
di dapat untuk instansi, itu dari apbd menurut saya.
I2.3 -
2.3 Sumberdaya Sarana Dan Prasarana
Q
I
Bagaimana dengan sarana dan prasarana, apakah sudah cukup untuk
fasilitas pelaksana?
I1.1 Disperindagkop kota serang ada kok kendaraan operasional, kita
punya satu mobil untuk menuju ke lokasi PKL, sekalian untuk angkut
barang-barang yang di butuhin.
I1.2 Kalau fasilitas sih UPTDD pasar ini ada dua motor, yang
kegunaannya ya untuk meninjau pasar setiap harinya, dua motor juga
cukup kok.
I1.3 Sarana dan prasarana menurut saya sudah cukup kayanya, fasilitas
juga cukup untuk koordinasi dengan beberapa dinas.
I1.4 Sarana dan prasarana cukup buat kita, mau minta apalagi. Mobil truk
ada satu, mobil operasional anggota ada satu.
I1.5 Cukup, Kecamatan punya fasilitas satu mobil khusus untuk Satpol PP.
saya rasa cukup untuk kegiatan.
241
I1.6 Di Kecamatan cipocon ini jujur ya menurut saya sarana dan
prasarana masih kurang kalau untuk penanganan PKL, untuk
kendaraan operasionalnya saja saya rasa masih kurang, cuma ada
motor.
I1.7 Fasilitas sudah cukup, kalau hanya untuk meninjau lokasi selama ini.
I1.8 Ada dua motor untuk fasilitas di Kecamatan, ya termasuk fasilitas
untuk pelaksanaan masalah PKL ini juga.
I1.9 Di kasemen sudah cukup, ada beberapa kendaraan untuk para
pegawai menuju lokasi PKL.
I1.10 Ada tuh motor untuk fasilitas pegawai, bermanfaat juga kok untuk
kegiatan penanganan PKL.
I2.1 -
I2.2 -
I2.3 -
2.4 Sumberdaya Waktu
Q
I
Apakah waktu yang diberikan sudah cukup membantu?
I1.1 Dengan waktu yang ada, kami sudah berusaha dengan optimal sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Saya rasa cukup.
242
I1.2 Disprindagkop sangat memanfaatkan waktu yang ada ya menurut
saya, sejauh ini juga sudah ada beberapa lokasi PKL yang
diberdayakan.
I1.3 Sebenarnya kurang membantu dengan waktu yang diberikan, karena
kita membutuhkan waktu lebih untuk mencari lokasi yang pas untuk
PKL itu sendiri.
I1.4 Kalau Satpol PP sih tinggal pelaksanaan, kita ga pernah dikasih batas
waktu tertentu dari Disperindagkop selaku dinas yang berkoordinasi
dengan kita, tapi kita pasti selesaikan secepat mungkin.
I1.5 Cukup. Penataan PKL saya pikir cuma butuh beberapa hari saja ya.
Yang penting semua skpd siap. Tapi kalau untuk pemberdayaan PKL
khususnya relokasi PKL, itu memang butuh waktu banyak.
I1.6 Waktu dalam penataan PKL ga butuh waktu lama, tapi kalau
pemberdayaan PKL yang harus memberikan tempat atau ruang khusus
PKL, ya butuh waktu lama untuk cari lokasi yang pas.
I1.7 Saya rasa waktunya sudah cukup untuk Kecamatan menata PKL.
I1.8 Waktu yang diberikan sudah cukup saya rasa, kami melakukan
penataan dan pemberdayaan ini kepada PKL di Kecamatan taktakan
bisa melakukannya dengan waktu yang diberikan. Walaupun baru
beberapa PKL yang kami tata dan berdayakan.
243
I1.9 Kalau cuma menata PKL sih cukup, tapi untuk merelokasi PKL kan
butuh waktu lebih dan biaya lebih juga dalam memberikan lahan
untuk mereka.
I1.10 Disperindagkop ga kasih harus berapa hari dalam penyelesaian
pelaksanaannya, tapi Disperindagkop menyarankan untuk cepat
menyelesaikan dan kita sudah semaksimal mungkin untuk cepat
menyelesaikannya.
I2.1 -
I2.2 -
I2.3 -
3. Karakteristik Agen Pelaksana
3.1 Birokrasi/Lembaga
Q
I
Apakah karakteristik dari implementor sudah sesuai untuk kebijakan
ini? Siapa saja yang terlibat?
I1.1 Iya sudah sesuai, di kebijakan ini semua dinas terkait PKL ikut andil.
Satpol PP selaku penegak perda, Kecamatan setempat sebagai
instansinya. Jadi ya sudah sesuai. Kalau dari Disperindagkop sendiri
punya tim dalam penataan PKL, ada dari UPTD pasar yang
membantu sosialisasikan kebijakan ke PKL maupun ke tokoh setempat.
244
I1.2 Dengan instansi yang ada di perda, saya rasa sudah sesuai.
I1.3 Sudah sesuai, semua yang terkait saya pikir sudah pas sesuai dengan
tugas pokoknya masing-masing, seperti Satpol PP, diperindagkop
juga.
I1.4 Dari skpd yang terkait di perda ini, saya rasa sudah sesuai. Di tim
saya juga sudah sesuai, anggota kita sudah kompeten dalam
bidangnya.
I1.5 Yang saya lihat sih sudah sesuai ya, ada Disperindagkop kota serang
juga yang terkait, karena memang bidangnya disperindagkop.
I1.6 Dilihat dari skpd terkait di perda, saya rasa sudah sesuai.
I1.7 Di Kecamatan curug sudah ada Satpol PP yang menangani PKL, jadi
menurut saya jika di Kecamatan sendiri sudah sesuai
impelementornya.
Antar skpd yang terkait juga sudah sesuai dengan bidangnya.
I1.8 Dari implementor yang ada di Kecamatan sudah sesuai, ada Satpol
PP yang membantu dalam pelaksanaanya.
I1.9 Menurut saya sih sesuai, Disperindagkop sebagai pelaksana, kita
orang Kecamatan sebagai pengontrol dan pemberi ijin di lapangan,
Satpol PP sebagai penegak perda.
245
I1.10 Menurut saya sudah, semua dinas terkait sudah sesuai dengan
tugasnya masing-masing, jadi sudah pasti tahu apa yang harus
dilakukan.
I2.1 Kalau pelaksananya sih sudah sesuai, ada Satpol PP yang biasa
kesini.
I2.2 Menurut saya sudah sesuai. Kita juga biasa ada koordinasi dengan
Disprindagkop Kota Serang dan Satpol PP Kota Serang.
I2.3 Satpol PP sudah pasti, Disperindagkop juga. Pemerintah daerah
sebagai pembuat keputusan peraturan juga pasti.
4. Sikap/Kecenderungan Para Pelaksana
4.1 Inisiatif
Q
I
Adakah kepedulian untuk lingkungan sekitar wilayah?
I1.1 Ya sudah pasti, kita sangat memperhatikan lingkungan lokasi baru
untuk relokasi PKL. Kita cari tempat yang tidak merusak lingkungan
alam juga, kita perhatikan pohon-pohon dan kita juga lihat aspek
perkembangan ekonominya
I1.2 Kalau kita sejauh ini hanya mengurus di bagian pasar dan sekitarnya,
jadi kalau melihat dari segi lingkungan wilayahnya, ya sudah pasti
kita lihat segi lingkungan yang ada di sekitar pasar yang menurut kita
246
enggak ganggu jalan atau parkiran.
I1.3 -
I1.4 Selain kita melaksanakan apa yang diberikan tugas oleh
Disperindagkop untuk hal ini, kita juga pastinya lihat lokasi. Lokasi
yang baru dan lokasi yang lama, kalau lokasi yang lama benar-benar
menggangu atau melanggar peraturan, ya pasti kita tindak lanjuti.
Dan lokasi yang baru kita juga lihat bagaimana kondisi dan apakah
menyelesaikan solusi untuk PKL itu sendiri.
I1.5 Iya pasti, kita juga enggak sembarangan kasih ijin untuk relokasi
kalau lokasi yang lama masih sangat menguntungkan dan lokasi yang
lama merusak atau tidak menguntungkan untuk PKL.
I1.6 Di cipocok kita lihat lokasi baru untuk PKL, karena disini juga kita
enggak banyak lokasi pemerintah yang diperuntukan pengembangan
ekonomi sektor informal, jadi ya kita sudah pasti lihat kondisi
lingkungan sekitar.
I1.7 Ya kita lihat kondisi lingkungan di curug, tapi disini belum ada lokasi
untuk PKL, kita enggak banyak punya lokasi baru untuk PKL.
247
I1.8 Sampai saat ini kita belum menemukan lokasinya, tapi sekarang kita
sudah menentukan lokasi yang dibolehkan atau tidak dibolehkan untuk
berjualan dan kita juga memilih lokasi tersebut sesuai dari kondisi
lapangan yang mendukung kegiatan jual-beli atau tidak.
I1.9 Pasti, kita hanya mengijinkan lokasi yang baru yang nantinya akan
menaikan nilai perekonomian disini, khususnya lokasi atau jalur
wisata religi di kawasan banten lama ini.
I1.10 Sebenarnya kita juga lihat kondisi lingkungan sekitar, di pasar
kalodran pedagang sampai ke bahu jalan, makanya kita berlakukan
waktu berjualan mereka yang ada di bahu jalan sampai siang, sore
sudah tidak ada yang berjualan.
I2.1 -
I2.2 -
I2.3 -
4.2 Partisipatif
Q
I
Adakah partisipasi dari lingkungan internal dan eksternal?
I1.1 Dari internal ada dari Kecamatan. Kalau eksternal bantuan dari
warga yang kita minta bantuannya, mereka enggak keberatan bantu
248
kita kok.
I1.2 Kalau disini ya semua membantu, pedagangnya juga ikut membantu
merapihkan tenda atau gerobaknya yang di pindahkan
I1.3 -
I1.4 Biasanya ada dari Kecamatan dan warga sekitar yang membantu.
I1.5 Kita minta bantuan dari warga atau tokoh masyarakat untuk
pelaksanaanya merapihkan gerobak.
I1.6 Selama ini sih kita dapat bantuan hanya dari Satpol PP kota serang,
dari warga sekitar hanya beberapa yang mendukung kebijakan ini.
I1.7 Ada beberapa PKL yang membantu juga penataannya.
I1.8 Masayrakat selama ini membantu dan mendukung kegiatan yang kami
sosialisasikan.
I1.9 Ada, kita juga dibantu sama PKL itu sendiri dan ada juga bantuan
dari warga kelurahan sekitar.
I1.10 Ada, Satpol PP Kecamatan, Satpol PP kota serang dan ada juga dari
PKL yang berjualan disitu, bantu menertibkan lapaknya sendiri.
I2.1 Ada beberapa warga sini yang ikut penertiban, ada juga sebagian dari
pedagang di sini yang ikut menertibkan, kalau sudah ada tempat untuk
kita dan tempatnya bagus untuk jualan.
249
I2.2 Selama ini kita ikut partisipasi, kalau ada panggilan dari pemerintah
daerah yang meminta bantuan, pasti kita bantu dalam
mengembangkan PKL.
I2.3 Saya pernah lihat ada beberapa warga setempat yang ikut dalam
penertiban itu. Yang saya lihat sih sudah cukup, walaupun enggak
banyak warga yang membantu yaa..
5. Komunikasi Antar Oragnisasi dan Aktivitas Pelaksana
5.1 Komunikasi dan Koordinasi
Q
I
Bagaimana proses komunikasi dilakukan?
I1.1 Kami melakukan komunikasi dengan cara mendatangi kantor dinas
yang terkait dan membicarakan pelaksanaan dari kebijaknnya.
I1.2 Dinas yang berkoordinasi dengan kita adalah Disprindagkop, mereka
adatang bertemu dengan saya terkait sosialisasi masalah PKL, dan
selama ini lancar tidak ada hambatan dalam komunikasi.
I1.3 Komunikasi kita berjalan baik, kita bisa langsung koordinasi dengan
Disperindagkop maupun Satpol PP kota.
I1.4 Kita berkoordinasi masalah PKL ini dengan cara mendatangi dinas
yang terkait, kita juga sering kok kedatangan orang dari
disperindagkop.
250
I1.5 Komunikasi antar dinas dilakukan dengan cara Disperindagkop
sosialisasi ke kantor Kecamatan, dan selama ini komunikasi berjalan
dengan baik.
I1.6 Komunikasi yang kita lakukan dengan cara kita sebagai Kecamatan
setempat ada pembicaraan khusus tentang penataan ini dengan
disperindagkop, setelah itu baru kita hubungi Satpol PP kota serang
terkait bantuan dalam pelaksanaan di lapangan. Kalau komunikasi
dengan PKL, kita lakukan setelah dapat jadwal pelaksanaan
penataan Disperindagkop di Kecamatan cipocok.
I1.7 Komunikasi Disperindagkop dengan Kecamatan cukup lancar,
mereka datang ke kantor untuk melaksanakan penataan.
I1.8 Kami berkoordinasi dengan PKL yang sudah cukup lama berjualan
di Kecamatan taktakan, jadi yaa ada bantuan juga dari warga
setempat.
I1.9 Komunikasi dari Disperindagkop dilakukan lancar-lancar saja, cuma
terkadang mereka ijin kepada kami itu waktunya mepet, misalkan
hari ini Disperindagkop hubungi kita tapi besok lusa sudah mulai
pelaksanaan. Kita sebagai orang Kecamatan juga kan harus
komunikasi ke PKL yang ada, biar gak kaget pada saat pelaksanaan
perda.
251
I1.10 Disperindagkop datang ke kantor kecamataan dan sosialisasi itu
berjalan dengan baik.
I2.1 Komunikasi dari Satpol PP ke kita masih kurang mas, selama ini kita
di beritahu sama orang Kecamatan, sosialisasi dari Kecamatan juga
waktunya kadang enggak pas, baru beberapa hari kasih tahu ke kita
tapi besoknya sudah langsung eksekusi.
I2.2 Komunikasi yang dilakukan terutama dari Disprindagkop kepada kita
dengan cara mereka menghubungi saya, nah dari situ nanti saya
beritahu teman-teman PPKLi yang lainnya.
I2.3 -
6. Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik
6.1 Ekonomi, Sosial dan Politik
Q
I
Apakah kondisi ekonomi, sosial dan politik turut mempengaruhi
kebijakan ini?
I1.1 Ya, sudah pasti kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat
mempengaruhi. Karena kondisi itu semua ada hubungannya juga sama
PKL.
I1.2 Kondisi ekonomi, sosial dan politik sangat mempengaruhi kebijakan
ini, karena semua aspek itu ya terkait satu sama lainnya.
I1.3 Ya sudah pasti kondisi ekonomi, sosial, dan politik mempengaruhi.
252
Karena semua ada keterkaitan dengan perda ini.
I1.4 Pasti, kondisi itu semua mempengaruhi kebijakan ini, kita juga dalam
pelaksanaannya melihat aspek-aspek itu.
I1.5 Sudah pasti mempengaruhi, kondisi ekonomi, sosial dan politik pasti
mempengaruhi untuk kebijakan ini.
I1.6 Kondisi ekonomi sosial dan politik amat sangat mempengaruhi
pelaksanaan perda ini, karena dari tiga aspek itu kita bisa tahu harus
mulai darimana penataan dan pemberdayaannya.
I1.7 Ya, kondisi ekonomi, sosial dan politik ikut mempengaruhi perda ini.
Semua itu berpengaruh dalam pelaksanaannya.
I1.8 Kondisi ekonomi dan sosial sudah pasti, dari kondisi politik juga
berpengaruhi kebijakan ini, khususnya di Kecamatan taktakan ya.
I1.9 Ya jelas sangat mempengaruhi untuk perda ini, bagaimanapun situasi
ekonomi, lingkungan sosial dan politik bisa membantu atau bahkan
menjadi penghalang untuk perda ini jika salah satu diantaranya ada
yang bermasalah.
I1.10 Kondisi ekonomi, sosial dan politik menurut saya juga mempengaruhi,
semua kondisi di lapangan bisa berpengaruh dengan pelaksanaan.
I2.1 -
I2.2 Semua kebijakan harus mengeluarkan solusi, kalau kebijakan ini tidak
ada solusi khususnya untuk para PKL itu sendiri, buat apa juga kita
253
dukung, kasihan para PKL itu.
I2.3 Sudah pasti harus mempengaruhi, kalau bisa bikin lahan yang sesuai
dengan kebutuhan PKL, jangan cuma lihat dari sisi keindahan saja.
Selain itu juga dari sisi sosial kalau bisa jangan sampai mengabaikan
keberadaan warga sekitar.
254
255
256
257
\ DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Identitas Pribadi
Nama : INDRI SUTOPO
NIM : 6661101843
Tempat Tanggal Lahir : Sukoharjo, 27 Maret 1991
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kh. Abdul Latief, Sumur Pecung Rt 03/01 Kel.
Sumur Pecung Kec. Serang, Provinsi Banten.
2. Identitas Orang Tua
Nama Ayah : Sutrisno
Nama Ibu : Setyaningsih
3. Riwayat Pendidikan
SD : SDN 20 Serang (1998-2003)
SMP : SMPN 6 Serang (2003-2006)
SMA : SMA Prisma Sanjaya (2006-2009)
Perguruan Tinggi (S1) : Adm. Negara FISIP UNTIRTA (2010-2016)
Top Related