BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembicaraan tentang Tuhan merupakan pembicaraan yang menyedot
pemikiran manusia sejak jaman dahulu kala. Manusia senantiasa bertanya tentang
siapa di balik adanya alam semesta ini. Tuhan merupakan sesuatu yang
dipentingkan oleh manusia, sehingga manusia merelakan diri dikuasai oleh-Nya.
Tercakup di dalamnya yang dipuja, dicintai, diagungkan, diharap-harapkan dapat
memberikan kemashlahatan atau kegembiraan dan termasuk pula sesuatu yang
ditakuti akan mendatangkan bahaya atau kerugian. Bertitik-tolak dari keinginan
manusia untuk mengetahui keberadaan alam semesta ini, maka manusia mencoba
mengkajinya sesuai dengan kemampuan akal yang dimilikinya. Hasil dari kajian-
kajian yang dilakukan, manusia sejak jaman primitif sudah mempercayai adanya
kekuatan lain di luar diri manusia yang disebut dengan Tuhan. Namun,
kepercayaan kepada adanya Tuhan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena
perbedaan tingkat kemampuan akal manusia.
Menurut Ibnu Thufail yang menulis novel Hayy bin Yaqdzan mengatakan
bahwa manusia dengan akalnya mampu mempercayai adanya Tuhan. Demikian
juga para pemikir dari semua aliran teologi dalam Islam seperti Mu’tazilah,
Asy’ariyah, Maturidiyah Bukhara dan Samarkand berpendapat bahwa mengetahui
Tuhan dapat diketahui melalui akal. Mengingat kepercayaan terhadap Tuhan
berbeda-beda, lantas apakah semua Tuhan yang dipercayai oleh manusia
merupakan Tuhan yang Haq (benar)? Bagaimana cara mengetahui Tuhan yang
Haq (benar) tersebut? Tulisan ini akan menjelaskan tentang Tuhan yang Haq
(benar) dalam perspektif Islam dan menguji Tuhan-Tuhan yang ada dalam
kepercayaan manusia di luar Islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan teologi ketuhanan?
1
2. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan?
3. Bagaimana konsep ketuhanan dalam Islam?
4. Apa manfaat mempelajari konsep ketuhanan dalam Islam?
5. Apa saja problem ketuhanan dalam Islam di zaman modern?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian teologi ketuhanan.
2. Mengetahui sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan.
3. Mengetahui konsep ketuhanan dalam Islam.
4. Mengetahui manfaat mempelajari konsep ketuhanan dalam Islam.
5. Mengetahui problem ketuhanan dalam Islam di zaman modern.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teologi Ketuhanan
Teologi dari segi etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu theologia.
Yang terdiri dari kata theos yang berarti tuhan atau dewa dan logos yang artinya
ilmu. Sehingga teologi adalah pengetahuan ketuhanan. Gove mengatakan bahwa
teologi merupakan penjelasan tentang keimanan, perbuatan, dan pengalaman
agama secara rasional. Menurut William L. Resse, teologi berasal dari bahasa
Inggris yaitu theology yang artinya discourse or reason concerning god (dikursus
atau pemikiran tentang Tuhan). Reese lebih jauh mengatakan, “Teologi
merupakan disiplin ilmu yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta
independensi filsafat dan ilmu pengetahuan.” Sedangkan menurut Fergilius Ferm,
teologi adalah the discipline which consern God (or yhe divine Reality)and God
relation to the word (pemikiran sistematis yang berhubungan dengan alam
semesta). Dalam ensiklopedia Everyman’s disebutkan tentang teologi sebagai
science of religion, dealing therefore with god, and man his relation to god
(pengetahuan tentang agama, yang karenanya membicarakan tentang tuhan dan
manusia dalam pertaliannya dengan tuhan). Disebutkan dalam New English
Dictionary, susunan Collins, teologi merupakan the science treats of the facts and
phenomena of religion and the relation between God and men (ilmu yang
membahas fakta-fakta dan gejala-gejala agama dan hubungan-hubungan antara
Tuhan dan manusia.
Tradisi perbincangan tentang Tuhan ini dalam studi keilmuan biasanya
dibahas dalam teologi. Di dalam kajian teologi ini, banyak tokoh intelektual
mencoba untuk memperbincangkan persoalan-persoalan yang terkait dengan
Tuhan dengan berbagai perspektif, namun sebanyak tokoh itu pula ditemukan
beragam pendapat tentang Tuhan. Dengan berbagai sudut pandang, mungkinkah
manusia memperbincangan tentang Tuhan bisa sampai dan menjangkau pada
eksistensi Tuhan yang sebenarnya?
Tuhan yang bersifat mutlak untuk dijadikan sebagai obyek kajian akan
selalu menghadirkan beragam pendapat. Pencarian pemikiran tentang Tuhan ini
3
akan terus berlangsung sepanjang zaman, mulai dari pencarian melalui
pengalaman empiris, intuitif, filosofis sampai pada sudut keilmuan, namun
hasilnya tetap masih dapat diperdebatkan. Bahkan bisa jadi, Tuhan yang
diperbincangan itu bukan Tuhan yang sebenarnya.
2.2 Sejarah Pemikiran Manusia tentang Tuhan
Dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori
yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat sederhana, lama-
kelamaan meningkat menjadi sempurna. Teori tersebut mula-mula dikemukakan
oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh E.B. Taylor, Robertson Smith,
Lubbock dan Javens. Proses perkembangan pemikiran tentang Tuhan menurut
teori evolusionisme adalah sebagai berikut:
Dinamisme
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui
adanya kekuatan yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu
yang berpengaruh tersebut ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai
pengaruh pada manusia, ada yang berpengaruh positif dan ada pula yang
berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada benda disebut dengan nama
yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah (Melayu),
dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau
diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun nama tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan.
Animisme
Masyarakat primitif pun mempercayai adanya peran roh dalam
hidupnya. Setiap benda yang dianggap benda baik mempunyai roh. Oleh
masyarakat primitif, roh dipercayai sebagai sesuatu yang aktif sekalipun
bendanya telah mati. Oleh karena itu, roh dianggap sebagai sesuatu yang
selalu hidup, mempunyai rasa senang dan tidak senang apabila kebutuhannya
dipenuhi. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif
dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Sejian yang
4
sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi
kebutuhan roh.
Politeisme
Kepercayaan dinamisme dan animisme lama-lama tidak memberikan
kepuasan, karena terlalu banyak yang menjadi sanjungan dan pujaan. Roh
yang lebih dari yang lain kemudian disebut dewa. Dewa mempunyai tugas
dan kekuasaan tertentu sesuai dengan bidangnya. Ada dewa yang
bertanggung jawab terhadap cahaya, ada yang membidangi masalah air, ada
yang membidangi angin dan lain sebagainya.
Henoteisme
Politeisme tidak memberikan kepuasan terutama terhadap kaum
cendekiawan. Oleh karena itu dari dewa-dewa yang diakui, diadakan seleksi,
karena tidak mungkin mempunyai kekuatan yang sama. Lama-kelamaan
kepercayaan manusia meningkat menjadi lebih definitif (tertentu). Satu
bangsa hanya mengakui satu dewa yang disebut dengan Tuhan, namun
manusia masih mengakui Tuhan (Ilah) bangsa lain. Kepercayaan satu Tuhan
untuk satu bangsa disebut dengan henoteisme (Tuhan tingkat nasional).
Monoteisme
Kepercayaan dalam bentuk henoteisme melangkah menjadi
monoteisme. Dalam monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh
bangsa dan bersifat internasional. Bentuk monoteisme ditinjau dari filsafat
Ketuhanan terbagi dalam tiga paham, yaitu: deisme, panteisme, dan teisme.
a) Deisme yaitu suatu paham yang berpendapat bahwa Tuhan sebagai
pencipta alam berada di luar alam. Tuhan menciptakan alam dengan
sempurna dan karena telah sempurna, maka alam bergerak menurut
hukum alam. Antara alam dengan Tuhan sebagai penciptanya tidak lagi
mempunyai kontak. Ajaran Tuhan yang dikenal dengan wahyu tidak lagi
diperlukan manusia. Dengan akal, manusia mampu menanggulangi
kesulitan hidupnya.
b) Panteisme berpendapat bahwa Tuhan sebagai pencipta alam ada bersama
alam. Di mana ada alam, di situ ada Tuhan. Alam sebagai ciptaan Tuhan
5
merupakan bagian daripada-Nya. Tuhan ada di mana-mana, bahkan
setiap bagian dari alam adalah Tuhan.
c) Teisme (eklektisme) berpendapat bahwa Tuhan Yang Maha Esa sebagai
pencipta alam berada di luar alam. Tuhan tidak bersama alam dan Tuhan
tidak ada di alam. Namun Tuhan selalu dekat dengan alam. Tuhan
mempunyai peranan terhadap alam sebagai ciptaan-Nya. Tuhan adalah
pengatur alam. Tak sedikit pun peredaran alam terlepas dari control-Nya.
Alam tidak bergerak menurut hukum alam, tetapi gerak alam diatur oleh
Tuhan.
Evolusionisme dalam kepercayaan terhadap Tuhan sebagaimana
dinyatakan oleh Max Muller dan E.B. Taylor (1877), ditentang oleh
Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam
masyarakat primitif. Dia mengemukakan bahwa orang-orang yang
berbudaya rendah juga sama monoteismenya dengan orang-orang
Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan
sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak mereka berikan
kepada wujud yang lain.
Dengan lahirnya pendapat Andrew Lang, maka berangsur-angsur
golongan evolusionisme menjadi reda dan sebaliknya sarjana-sarjana
agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan
memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka
menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi
dengan relevansi atau wahyu. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
pada penyelidikan bermacam-macam kepercayaan yang dimiliki oleh
kebanyakan masyarakat primitif. Dalam penyelidikan didapatkan bukti-
bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah
monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan.
2.3 Konsep Ketuhanan dalam Islam
Jika kita berbicara tentang konsep ketuhanan dalam Islam, pembicaraan itu
pastilah berhubungan dengan teologi Islam. Teologi islam adalah ilmu yang
membahas aspek ketuhanan dan segala sesuatu yang berkait dengan-Nya secara
6
rasional. Pemikiran terhadap Tuhan yang melahirkan Ilmu Tauhid di kalangan
umat Islam, timbul sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW. Secara garis besar,
ada aliran yang bersifat liberal, tradisional, dan ada pula yang bersifat di antara
keduanya. Pemikiran ini telah mewarnai sejarah pemikiran ilmu ketuhanan dalam
Islam. Muhammad Abduh:
ان يجوز وما صفاته من له يثبت ان يجب وما الله وجود عن يبحث علم التوحيدومما عليهم يكونوا ان رسالتهم الثبات الرسل وعن عنه ينفى ان يجب وما به يوصف
بهم يلحق ان يمتنع وما اليهم ينسب ان .يجوز
“Tauhid adalah ilmu yang membahas tentang wujud Allah, tentang sifat
yang wajib tetap pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, sifat-
sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari pada-Nya; juga membahas tentang
rasul-rasul Allah, meyakinkan keyakinan mereka, meyakinkan apa yang ada pada
diri mereka, apa yang boleh dihubungkan kepada diri mereka dan apa yang
terlarang menghubungkanya kepada diri mereka.”
Pengkajian manusia tentang Tuhan, yang hanya didasarkan atas
pengamatan dan pengalaman serta pemikiran manusia, tidak akan pernah benar.
Sebab, Tuhan merupakan sesuatu yang ghaib, sehingga informasi tentang Tuhan
yang hanya berasal dari manusia biarpun dinyatakan sebagai hasil renungan
maupun pemikiran rasional, tidak akan benar.
Informasi tentang asal-usul kepercayaan terhadap Tuhan antara lain tertera
dalam:
QS. Al-Anbiya 21:92, “Sesungguhnya agama yang diturunkan Allah
adalah satu, yaitu agama Tauhid. Oleh karena itu seharusnya manusia menganut
satu agama, tetapi mereka telah berpecah belah. Mereka akan kembali kepada
Allah dan Allah akan menghakimi mereka.
Ayat di atas memberi petunjuk kepada manusia bahwa sebenarnya tidak
ada perbedaan konsep tentang ajaran ketuhanan sejak zaman dahulu hingga
sekarang. Melalui Rasul-Nya, Allah memperkenalkan diri-Nya melalui ajaran-
Nya yang dibawa para Rasul, Adam sebagai Rasul pertama sampai dengan
Muhammad sebagai Rasul terakhir.
Jika terjadi perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara
agama-agama adalah karena perbuatan manusia. Ajaran yang tidak sama dengan
7
konsep ajaran aslinya merupakan manipulasi dan kebohongan manusia yang
teramat besar.
QS. Al-Maidah 5:72, “Al-Masih berkata, “Hai Bani Israil, sembahlah
Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka pasti mengharamkan kepadanya syurga dan tempat
mereka adalah neraka.”
QS. Al-Ikhlas 112: 1-4, “Katakanlah, Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung pada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak
dan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”
Dari ungkapan ayat-ayat tersebut, jelas bahwa Tuhan adalah Allah. Kata
Allah adalah nama isim jumid atau personal name, merupakan suatu pendapat
yang keliru. Jika nama Allah diterjemahkan dengan kata “Tuhan”, karena
dianggap sebagai isim musytaq.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Hal ini dinyatakan
antara lain dalam Surat Ali Imran ayat 62, Surat Shad 35 dan 65, Surat
Muhammad ayat 19. Dalam Al-Quran diberitahukan pula bahwa ajaran tentang
Tuhan yang diberikan kepada Nabi sebelum Muhammad adalah Tuhan Allah juga.
Perhatikan antara lain Surat Hud ayat 84 dan Surat Al-Maidah ayat 72. Tuhan
Allah adalah esa sebagaimana dinyatakan dalam Surat Al-Ankabut ayat 46, Surat
Thaha ayat 98, dan Surat Shad ayat 4.
Dengan mengemukakan alasan-alasan di atas, maka menurut informasi Al-
Quran, sebutan yang benar bagi Tuhan yang benar-benar Tuhan adalah sebutan
“Allah”, dan kemahaesaan Allah tidak melalui teori evolusi melainkan melalui
wahyu yang datang dari Allah. Hal ini berarti konsep tauhid telah ada sejak
datangnya Rasul Adam di muka bumi. Esa menurut Al-Quran adalah esa yang
sebenar-benarnya esa, yang tidak berasal dari bagian-bagian dan tidak pula dapat
dibagi menjadi bagian-bagian.
Keesaan Allah adalah mutlak. Ia tidak dapat didampingi atau disejajarkan
dengan yang lain. Sebagai umat Islam, yang mengikrarkan kalimat syahadat La
ilaaha illa Allah harus menempatkan Allah sebagai prioritas utama dalam setiap
tindakan dan ucapannya. Konsepsi kalimat La ilaaha illa Allah yang bersumber
dari Al-quran memberi petunjuk bahwa manusia mempunyai kecenderungan
8
untuk mencari Tuhan yang lain selain Allah dan hal itu akan kelihatan dalam
sikap dan praktik menjalani kehidupan.
2.4 Manfaat Mempelajari Monsep Ketuhanan dalam Islam
Teologi Islam merupakan salah satu dari tiga pondasi Islam dan
pemahamanya harus ada dalam diri seorang manusia yang beriman. Sedangkan
iman itu dinyatakan pertama, nutqun bil lisan (menyatakan keislam secara lisan)
harus berlandaskan ilmu yang kuat yang di antaranya adalah Ilmu Kalam ini.
Kedua, a’malu bil arkan (melaksanakan keislaman secara fisik) dengan
berlandaskan ilmu yang hak di antaranya Ilmu Fiqh. Ketiga, tashdiqu bil qolbi
(membenarkan islam dengan hatinya), harus berpangkal dengan ilmu batin yang
benar dan yang membenarkan adalah Ilmu Tasawuf. Dari itu, mempelajari ilmu
teologi sangat penting karena dapat memberikan landasan kuat bagi kebenaran,
kayakinan, keberislaman atau keberagamaan seseorang. Hal ini menjadi kekuatan
keimanan seseorang muslim.
Aspek lain, ketuhanan merambah dan mengisi pada berbagai organisasi
tertentu, sehingga menyebabkan timbulnya konflik. Dengan ilmu teologi ini
mengkaji kebenaran tentang ketuhanan, sehingga konflik tersebut dapat diatasi
dan tidak mendiskriminasikan antara satu aliran dengan aliran yang lain.
Akhir-akhir ini, teologi islam sebagai sebuah aksiologi, telah banyak
ditulis. Tulisan itu dimaksudkan mengadvokasi berbagai ketimpangan sosial, baik
aspek sosial keperempuan, seperti teologi gender, dan lain-lain. Dengan teologi
ini, diharapkan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereleminasi atau teratasi
secara baik dan benar.
2.5 Problem Ketuhanan dalam Islam di Zaman Modern
Masalah yang sedang dihadapi umat Islam pada zaman sekarang
merupakan masalah yang sangat serius. Di samping masalah pemikiran, masalah
tentang ketuhanan pun menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh umat Islam.
Masalah tersebut tidak lepas dari peranan bangsa Barat yang sangat gencar
mempengaruhi pemikiran umat Islam. Berbagai bidang ilmu pengetahuan barat
9
banyak dimasukan, bahkan diaplikasikan ke dalam keilmuan Islam, di antaranya
tentang teologi.
Konsep ketuhanan yang begitu komplek yang ada dalam Islam dengan
berbagai pendapat yang ada di dalamnya, serta pengertian–pengertian dalam
konsep ketuhanan yang telah berkembang dari satu fase ke fase yang lainnya dan
keraguan serta penolakan terhadap Tuhan. Semuanya menjadi sebuah
keberagaman dalam memandang wujud Tuhan. Islam dengan aliran–aliran Kalam
dan perbedaan pendapat di dalamnya, mampu mempersatukan umat di bawah
naungan keesaan Allah SWT. Teisme, Deisme dan Panteisme mampu
memberikan contoh dari pengertian dalam konsep ketuhanan kepada umat Islam
agar bisa membedakan satu dengan yang lainnya.
Berbagai disiplin ilmu serta paham ideologi yang berkembang di Barat
banyak ditawarkan kepada umat Islam, menjadi sebuah tantangan dalam
memahami arti dari eksistensi Tuhan. Sebagian dari mereka berpandangan bahwa
wujud Tuhan tidak benar dan tidak dapat dibuktikan keberadaanya, karena suatu
kebenaran diukur dari fakta yang ada. Pencampakan Tuhan serta berkeyakinan
kepada-Nya adalah sikap yang memalukan, merupakan suatu masalah yang
sedang dan akan dihadapi oleh umat Islam di zaman modern ini. Untuk
membentengi diri dari itu semua, umat Islam sadar bahwa paham ideologi tersebut
berasal dari Barat dan bertolak belakang dengan ajaran Islam yang berlandaskan
Al-Qur’an dan Sunnah. “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian” (QS. An-Nisa
4:59).
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tradisi perbincangan tentang Tuhan dalam studi keilmuan biasanya
dibahas dalam teologi. Di dalam kajian teologi ini, banyak tokoh intelektual
mencoba untuk memperbincangkan persoalan-persoalan yang terkait dengan
Tuhan dengan berbagai perspektif, namun sebanyak tokoh itu pula ditemukan
beragam pendapat tentang Tuhan.
Mula-mula, dalam literatur sejarah agama, dikenal teori evolusionisme,
yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari kepercayaan yang amat
sederhana, lama-kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Tuhan yang haq dalam konsep Al-Quran adalah Allah. Jika terjadi
perbedaan-perbedaan ajaran tentang ketuhanan di antara agama-agama adalah
karena perbuatan manusia.
Mempelajari teologi Islam sangat penting karena dapat memberikan
landasan kuat bagi kebenaran, kayakinan, keberislaman atau keberagamaan
seseorang.
Untuk membentengi diri dari pengaruh bangsa Barat, umat Islam sadar
bahwa paham ideologi yang berasal dari Barat, bertolak belakang dengan ajaran
Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.
3.2 Saran
Semoga untuk dikesempatan yang akan datang, kita dapat memperkokoh
keimanan kita agar tidak terpengaruh dengan teologi ketuhanan yang menyimpang
dari ajaran agama Islam.
11
Top Related