PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT ETNIS PESISIR TENTANGTUMBUHAN YANG BERKHASIAT OBAT DI LIMA KECAMATAN
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
(Skripsi)
Oleh
Arum Asterini
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG
2016
PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT ETNIS PESISIR TENTANGTUMBUHAN YANG BERKHASIAT OBAT DI LIMA KECAMATAN
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
Arum Asterini
ABSTRAK
Tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang memiliki khasiat obat dan digunakansebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Tumbuhan obatmempunyai khasiat yang bekerja sebagai antioksidan, antiradang, analgesik, danlain-lain. Potensi tumbuhan obat pada etnis pesisir belum terdata dengan baik,oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian mengenai tumbuhan bekhasiat obat dibeberapa Kecamatan Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui keragaman jenis tumbuhan yang berkhasiat obat berdasarkanpengetahuan yang dimiliki masyarakat etnis pesisir Kabupaten Lampung Selatan.Penelitian ini dilaksanakan di 5 Kecamatan yang berada di Kabupaten LampungSelatan, yaitu : Kecamatan Rajabasa, Kecamatan Kalianda, KecamatanSidomulyo, Kecamatan Penengahan, dan Kecamatan Katibung, pada bulan Maretsampai Mei 2016. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan 101 jenis tumbuhanyang berkhasiat obat dari 45 suku. Suku tumbuhan yang paling banyak digunakanadalah Zingiberaceae. Sedangkan jenis penyakit yang banyak diobatimenggunakan tumbuhan obat oleh masyarakat etnis pesisir di 5 KecamatanKabupaten Lampung Selatan adalah diabetes dan darah tinggi. Habitus yangbanyak digunakan adalah herba dan yang paling sedikit adalah liana. Sedangkanbagian yang paling banyak digunakan adalah daun.
Kata Kunci : Tumbuhan Obat, Kabupaten Lampung Selatan, Etnis Pesisir
PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT ETNIS PESISIR TENTANG
TUMBUHAN YANG BERKHASIAT OBAT DI LIMA KECAMATAN
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh
Arum Asterini
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada tanggal
18 Juni 1995, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara
buah pernikahan dari Bapak Apridanto, S.T dan Ibu
Sukatini.
Penulis mulai menepuh pendidikan pertama di Sekolah
Taman Kanak-kanak di TK Dwi Tunggal pada tahun 1998, dilanjutkan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Sepang Jaya pada tahun 2000 dan selesai
pada tahun 2006, setelah itu dilanjutkan kependidikan Sekolah Menengah Pertama
di SMP Al-Azhar 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009, selanjutnya
dilanjutkan kependidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Al-Azhar 3 Bandar
Lampung diselesaikan pada tahun 2012. Kemudian pada tahun 2012, penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung melalu jalur Mandiri.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif di Organisasi Himpunan
Mahasiswa Biologi (HIMBIO) FMIPA Unila sebagai anggota Bidang Kominfo.
Pada tahun 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukaraja
3, Kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung dan
Kerja Praktik di Taman Satwa Lembah Hijau Lampung dengan judul “Aktivitas
Harian Burung Kakatua Besar Jambul Kuning (Cacatua galerita) Di Taman
Satwa Lembah Hijau Lampung”. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum
untuk mata kuliah Biologi umum, Botani umum, dan Bryologi.
MOTTO
“Saya percaya proses yang menentukankeberhasilan, bukan tinggi atau rendahnya nilai
akhir” (D-A-F)
Ucapan sahabat yang jujur lebih besar harganyadaripada harta benda yang diwarisi nenek moyang
–Ali bin Abi Thalib-
Jangan pernah mengutuk, menyesali danmenyalahkan kepergian. Sebab perpisahan adalah
awal dari pertemuan baru yang lebih baik–ayumdaigo-
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “ Pengetahuan Lokal Masyarakat Etnis Pesisir Tentang Tumbuhan
yang Berkhasiat Obat di Lima Kecamatan Kabupaten Lampung Selatan”.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Yulianty, M. Si., selaku pembimbing 1 yang telah banyak
membimbing dan meluangkan waktu untuk memberikan ide, kritik, saran,
arahan dan nasihat yang telah diberikan dengan penuh kesabaran selama
penulisan skripsi.
2. Ibu Dra. Tundjung T. Handayani, M.S., selaku pembimbing 2 yang telah
memberikan bimbingan, arahan, saran, kritik serta nasihat selama proses
penulisan skripsi.
3. Bapak Jani Master, M.Si., selaku pembahas yang telah banyak memberikan
saran, ide, kritik, arahan, dan nasihat yang telah diberikan dengan penuh sabar
selama proses penulisan skripsi.
4. Orangtuaku tercinta dan terkasih (Bapak Apridanto, S.T., Ibu Sukatini, Bapak
Sukardi dan Ibu Suyati), yang selalu mencurahkan kasih sayang, doa,
semangat, dukungan, dan motivasi kepada penulis.
5. Ibu Dra. Nuning Nurcahyani, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Unila yang telah memberikan masukan dan saran selama penulisan skripsi.
6. Bapak Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas MIPA
Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Gregorius Nugroho Susanto, M.Sc., selaku Pembimbing
Akademik atas bimbingan kepada penulis dalam menempuh pendidikan di
Jurusan Biologi.
8. Bapak dan Ibu Dosen, seluruh staff dan laboran di Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Lampung atas bantuannya.
9. Adik-adikku tersayang (Sindy Ayu Puspita dan Fera Apriana) yang telah
memberikan semangat, bantuan, dan dukungan kepada penulis.
10. Seorang lelaki yang kelak akan menemani hidupku di dunia menuju Jannah
Sang Ilahi.
11. Sahabat-sahabatku Jevica Ayu Setia, Choirun Nisa, Sheila Puspita Amanda,
dan Dewi Nurainy Anggrainy yang selalu memberikan dukungan, semangat,
motivasi dan perhatian kepada penulis selama masa perkuliahan.
12. Teman-teman KKN Ajeng Dyah Wahyuni, Arizka Antartika P, Dwi Derti S,
Marcella Taweru, Rian Apriyanti, dan Ahmad Hanafi yang selalu
memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.
13. Keluarga dari Jevica Ayu S, yang telah banyak membantu serta memberikan
fasilitas yang sangat baik kepada penulis selama proses penelitian.
14. Sahabat-sahabatku dari SMA sampai sekarang Ika Yunika, Terawati, Sri
Tiya Dewi, M. Arief Catur P dan Bendra Musthofa yang telah memberikan
semangat kepada penulis.
15. Teman-temanku angkatan 2012, Erika, Welmi, Indi, Putri Minggar, Amalia,
Mustika, Dwi, Imamah, Sayu, Meri, Abdi, Afrisa, Nora, Agustina, Larasati,
Apri, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima
kasih atas dukungan, kebersamaan dan canda tawa kepada penulis.
16. Kakak dan adik tingkat serta pengurus HIMBIO FMIPA Unila atas
kebersamaan dan motivasinya.
Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang
terbaik bagi pihak yang telah membantu dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Bandar Lampung, 04 Oktober 2016
Penulis
Arum Asterini
DAFTAR ISI
HalamanABSTRAK i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
DAFTAR GAMBAR vi
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1B. Tujuan Penelitian 5C. Manfaat Penelitian 5D. Kerangka Pikir 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 7
A. Definisi Tumbuhan Obat 7B. Penggunaan Tumbuhan Obat 8C. Ketepatan Dosis 10D. Kelebihan Tumbuhan Obat 10E. Bagian-bagian yang Digunakan 11F. Gambaran Lokasi Penelitian 12
1. Kecamatan Rajabasa 162. Kecamatan Kalianda 183. Kecamatan Katibung 204. Kecamatan Penengahan 225. Kecamatan Sidomulyo 25
III. METODE PENELITIAN 29
A. Waktu dan Tempat 29B. Alat dan Bahan 29
iv
C. Prosedur Kerjaa) Jenis Data 30b) Metode Pengambilan Data 30
D. Perhitungan Persen Habitus 32E. Perhitungan Persen Bagian yang Digunakan 32F. Perhitungan Suku Tumbuhan yang Digunakan 32G. Pembuatan Herbarium 33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35
A. Hasil Penelitian1. Suku tumbuhan yang digunakan sebagai obat 352. Habitus yang banyak digunakan sebagai tumbuhan
obat 373. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat 384. Jenis tumbuhan yang digunakan untuk
mengobati penyakit 39B. Pembahasan
1. Suku tumbuhan yang digunakan sebagai obat 392. Habitus yang banyak digunakan pada tumbuhan
obat 413. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat 434. Jenis tumbuhan yang digunakan untuk
mengobati penyakit 455. Bentuk pengolahan tumbuhan obat 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN 52A. Kesimpulan 52B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung SelatanTahun 2015 12
Tabel 2. Persentase habitus yang banyak digunakan sebagaitumbuhan obat di 5 Kecamatan Kabupaten LampungSelatan 37
Tabel 3. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan sebagaitumbuhan obat di 5 Kecamatan Kabupaten LampungSelatan 38
Tabel 4. Daftar tumbuhan yang digunakan di 5 KecamatanKabupaten Lampung Selatan 59
Tabel 5. Jenis dan manaat tumbuhan obat di 5 KecamatanKabupaten Lampung Selatan 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Kabupaten Lampung Selatan 15
Gambar 2. Grafik persentase suku tumbuhan yang digunakandi 5 Kecamatan Kabupaten Lampung Selatan 36
Gambar 3. Grafik habitus yang banyak digunakan sebagaitumbuhan obat di 5 Kecamatan Kabupaten LampungSelatan 37
Gambar 4. Grafik bagian tumbuhan yang digunakan sebagaitumbuhan obat di 5 Kecamatan Kabupaten LampungSelatan 38
Gambar 5. Grafik jenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobatipenyakitdi 5 Kecamatan Kabupaten LampungSelatan 39
Gambar 6. Wayit 80
Gambar 7. Daun mindi (Kumbang raden) 80
Gambar 8. Cabe jawa 80
Gambar 9. Bangle 80
Gambar 10. Patah tulang 80
Gambar 11. Mangkokan 80
Gambar 12. Anting-anting 80
Gambar 13. Kembang telong 81
Gambar 14. Awar-awar 81
vii
Gambar 15. Ki tolod 81
Gambar 16. Sesuruhan (sirih-sirihan) 81
Gambar 17. Urang-aring 81
Gambar 18. Sisik naga 81
Gambar 19. Pegagan (Kaki kuda) 81
Gambar 20. Ciplukan 81
Gambar 21. Namnam 82
Gambar 22. Delima 82
Gambar 23. Sirih merah 82
Gambar 24. Kembang pukul empat 82
Gambar 25. Sambiloto 82
Gambar 26. Meniran 82
Gambar 27. Tapak dara 82
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang
memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi, dari sekian banyak
keanekaragaman tumbuhan, terdapat tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat
dan telah digunakan sebagai pengobatan tradisional berdasarkan pengalaman
dan ketrampilan secara turun temurun yang masih dimanfaatkan hingga saat
ini (Sutardjo, 1999). Selain itu Indonesia tidak hanya kaya akan
keanekaragaman hayati dan ekosistem, tetapi juga memiliki keanekaragaman
suku/etnis dengan pengetahuan tradisional dan budaya yang berbeda dan unik
tersebar dari Sabang sampai Merauke (Fakhrozi, 2009).
Seiring dengan tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan, penggunaan
obat tradisional mulai digemari dibandingkan dengan obat-obat modern, selain
itu ada beberapa faktor yang mendasari masyarakat menggunakan obat
tradisional yaitu :
a) Pada umumnya harga obat-obatan pabrik sangat mahal, sehingga
masyarakat mencari alternatif pengobatan yang lebih murah.
2
b) Efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil
dibandingkan obat modern.
c) Kandungan unsur kimia yang terkandung di dalam obat tradisional
sebenarnya menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. Artinya,
pembuatan obat-obat pabrik menggunakan rumus kimia yang telah
disintetis dari kandungan bahan alami ramuan tradisional (Santosa, 1989).
Pengetahuan tentang obat tradisional atau pengobatan tradisional diperoleh
masyarakat secara turun-temurun. Mereka mepercayai dukun/ahli pengobat
tradisional sebagai tempat untuk berobat. Umumnya pengetahuan pengobatan
tradisional dimiliki oleh para tetua sejak nenek moyang. Generasi muda saat
ini kurang termotivasi untuk menggali pengetahuan dari generasi tua dan
lambat laun mulai ditinggalkan karena beberapa faktor. Kondisi seperti ini,
menjadikan warisan tradisional lambat laun akan mengalami kepunahan di
tempat aslinya (Noorcahyati, 2012).
Saat ini permasalahan tersebut mulai diatasi dengan adanya pengetahuan dan
pemahaman masyarakat mengenai tumbuhan berkhasiat obat yang semakin
berkembang. Masyarakat mulai memahami bahwa penggunaan tumbuhan
untuk obat sebenarnya bisa sejajar dan saling mengisi dengan pengobatan
modern. Penggunaan tumbuhan obat dengan berbagai alasan herbal sering
dijadikan pilihan pertama untuk pengobatan (Kusuma dan Zaky, 2005).
Tumbuhan obat mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat, baik
sebagai sumber mata pencaharian dan pendapatan petani sekitar hutan maupun
3
sebagai peluang yang menjanjikan banyak pilihan usaha tani mulai dari pra
sampai pasca budidaya (Sitepu dan Sutigno, 2001).
Tumbuhan obat adalah segala jenis tumbuhan yang diketahui mempunyai
khasiat baik dalam membantu memelihara kesehatan maupun pengobatan
suatu penyakit. Tumbuhan obat sangat erat kaitannya dengan pengobatan
tradisional, karena sebagian besar pendayagunaan tumbuhan obat belum
didasarkan pada pengujian klinis laboratorium, melainkan lebih berdasarkan
pada pengalaman penggunaan (Yuni et al., 2011).
Data dan informasi tentang tumbuhan obat di 5 Kecamatan Kabupaten
Lampung Selatan belum banyak diketahui, sementara kita ketahui hal ini
sangat penting untuk mengembangkan jenis tumbuhan obat asli daerah
setempat. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mendokumentasikan
pengetahuan pengobatan tradisional yang seiring dengan upaya pelestarian
tumbuhan berkhasiat obat untuk pengetahuan, konservasi dan kesejahteraan
masyarakat. Salah satu cara pendokumentasian tersebut adalah melalui kajian
etnobotani tumbuhan berkhasiat obat. Etnobotani merupakan cabang ilmu
yang interdisipliner, yaitu mempelajari hubungan manusia, tumbuhan dengan
lingkungannya. Etnobotani sebagai suatu studi yang menjelaskan hubungan
antara manusia dengan tumbuh-tumbuhan yang secara keseluruhan
menggambarkan peran dan fungsi tumbuhan dalam suatu budaya. Etnobotani
tumbuhan obat merupakan salah satu bentuk interaksi antara masyarakat
dengan lingkungan alamnya. Interaksi pada setiap suku memiliki karakteristik
4
tersendiri dan bergantung pada karakteristik wilayah dan potensi kekayaan
tumbuhan yang ada. Pengkajian tumbuhan obat menurut etnobotani suku
tertentu dimaksudkan untuk mendokumentasikan potensi sumberdaya
tumbuhan obat dan merupakan upaya untuk mengembangkan dan
melestarikannya (Hastuti, 2012).
Etnobotani menekankan bagaimana mengungkap keterkaitan budaya
masyarakat dengan sumberdaya tumbuhan di lingkungannya secara langsung
ataupun tidak langsung. Penekanannya pada hubungan mendalam budaya
manusia dengan alam nabati sekitarnya. Mengutamakan persepsi dan
konsepsi budaya kelompok masyarakat dalam mengatur sistem pengetahuan
anggotanya menghadapi tumbuhan dalam lingkungan hidupnya. Menurut
Rifai (1998), kelompok etnis tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan
jati diri budaya yang sudah jelas terdefinisi, diduga kemungkinan besar
persepsi dan konsepsi masyarakat terhadap sumberdaya di lingkungan
berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan
sebagai obat tradisional yang masih berkembang dalam etnis pesisir
Kabupaten Lampung Selatan. Menurut Ristoja (2015), adanya upaya untuk
menggali pengetahuan lokal masing-masing suku/etnis dan keanekaragaman
tumbuhan berkhasiat obat di suatu daerah sebagai dasar pengembangan
pengetahuan mengenai obat tradisional yang belum maksimal. Etnis pesisir
Kabupaten Lampung Selatan dinamakan suku peminggir karena masyarakat
5
setempat sebagian besar berdiam di tepi pantai sehingga disebut juga suku
pesisir.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman khususnya
tumbuhan obat tradisional berdasarkan pengetahuan yang dimiliki masyarakat
etnis pesisir Kabupaten Lampung Selatan serta mengetahui manfaat dari
tumbuhan yang ada.
C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang
pemanfaatan tumbuhan yang dijadikan sebagai obat tradisional dan dikenal
oleh masyarakat etnis pesisir Kabupaten Lampung Selatan
D. Kerangka Pikir
Indonesia memiliki keragaman tumbuh-tumbuhan yang melimpah, salah satu
jenisnya adalah tumbuhan obat yang dapat digunakan oleh masyarakat sekitar
sebagai obat herbal yang banyak khasiatnya. Tumbuhan obat adalah bahan
alami yang berasal dari tumbuhan yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Tumbuhan obat tradisional yang
lebih populer disebut juga dengan jamu merupakan kebutuhan pokok dalam
memenuhi tuntutan kesehatan disamping obat-obat farmasi. Pengobatan
dengan tumbuhan tradisional merupakan bagian dari sistem budaya
6
masyarakat yang potensi manfaatnya sangat besar dalam pembangunan
kesehatan masyarakat.
Kabupaten Lampung Selatan adalah Kabupaten yang terletak di ujung selatan
Provinsi Lampung. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara
105ᵒsampai dengan 105 4o5' BT dan antara 5 1o5' sampai dengan 6ᵒLS.
Keanekaragaman hayatinya juga didukung oleh potensi pengetahuan
tradisional yang dimiliki berbagai etnis asli di Lampung Selatan. Kekayaan
keanekaragaman hayati ini memiliki keterikatan dengan budaya masyarakat
setempat. Salah satunya melalui pemanfaatan berbagai jenis tumbuhan
berkhasiat obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional etnis pesisir
Kabupaten Lampung Selatan.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tumbuhan Obat
Tanaman obat adalah semua jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai
ramuan obat, baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan
dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan
pengaruh terhadap kesehatan (Rahayu, 2006). Tanaman obat sebagai tanaman
yang mengandung bahan yang dapat digunakan sebagai pengobatan dan
bahan aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat sintetik.Tanaman obat
umumnya merupakan tumbuhan hutan yang sejak nenek moyang telah
menjadi tumbuhan pekarangan dan secara turun temurun dijadikan sebagai
tanaman obat (Simbala, 2009). Pemanfaatan tanaman obat di Indonesia sudah
berkembang dengan pesat. Peran tanaman obat memang dapat
dikembangakan secara luas di Indonesia. Peran tanaman sebagai bahan obat
sangat penting diketahui oleh masyarakat, untuk mempertahankan
kelangsungan hidup mereka (Wardah dan Setyowati, 2007).
Tumbuhan obat tidak berarti tumbuhan yang ditanam sebagai tumbuhan obat.
Tumbuhan obat yang tergolong rempah-rempah atau bumbu dapur, tumbuhan
pagar, tumbuhan buah, tumbuhan sayur atau bahkan tumbuhan liar juga dapat
8
digunakan sebagai tumbuhan yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai
macam penyakit. Penemuan-penemuan kedokteran modern yang berkembang
pesat menyebabkan pengobatan tradisional terlihat ketinggalan zaman.
Banyak obat-obatan modern yang terbuat dari tumbuhan obat, hanya saja
peracikannya dilakukan secara klinis laboratorium sehingga terkesan modern.
Penemuan kedokteran modern juga mendukung penggunaan obat-obatan
tradisional (Hariana, 2008).
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, obat tradisional adalah
bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan
mineral, sediaan sariaan (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Depkes, 1992). Tumbuhan obat mempunyai khasiat yang
bekerja sebagai antioksidan, antiradang, analgesik, dan lain-lain, mengarah
pada penyembuhan suatu penyakit. Hal ini tidak terlepas dari adanya
kandungan bahan kimia tumbuhan obat yang berasal dari metabolisme
sekunder. Setiap tumbuhan menghasilkan bermacam-macam senyawa kimia
yang merupakan bagian dari proses normal dalam tumbuhan (Andrianto,
2013).
B. Penggunaan Tumbuhan Obat
Obat tradisional telah berada dalam masyarakat dan digunakan secara empiris
dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan kesehatan tubuh dan
pengobatan berbagai penyakit
9
Departemen Kesehatan mengklasifikasikan obat tradisional sebagai jamu,
obat herbal terstandar, dan fitofarmaka obat tradisional adalah ramuan dari
berbagai macam jenis dari bagian tumbuhan yang mempunyai khasiat untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit. Sehingga khasiat obat tradisional
mungkin terjadi dengan adanya interaksi antar senyawa yang mempunyai
pengaruh yang lebih kuat (Nurhayati, 2008).
Dalam penggunaan tumbuhan obat sebagai obat bisa dengan cara diminum,
ditempel, untuk mencuci/mandi, dihirup sehingga penggunaannya dapat
memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam menerima senyawa kimia atau
rangsangan. Hingga sekarang, pengobatan tradisional masih diakui
keberadaannya di kalangan masyarakat luas. Ini sejalan dengan kebijakan
pemerintah yang terus membina dan mengembangkannya. Salah satu
pengobatan tradisional yang sedang trend saat ini adalah ramuan Tumbuhan
obat secara empirik, ramuan tradisional dengan tumbuhan obat paling banyak
digunakan oleh masyarakat. Penggunaan ramuan tradisonal tidak hanya untuk
menyembuhkan suatu penyakit, tetapi juga untuk menjaga dan memulihkan
kesehatan (Sudibyo, 2006).
Salah satu prinsip kerja obat tradisional adalah proses (reaksinya) yang
lambat (namun bersifat konstruktif), tidak seperti obat kimia yang bisa
langsung bereaksi (tapi bersifat destruktif/merusak). Hal ini karena obat
tradisional bukan senyawa aktif. Obat tradisional berasal dari bagian
tumbuhan obat yang diiris, dikeringkan, dan dihancurkan. Jika ingin
mendapatkan senyawa yang dapat digunakan secara aman, tumbuhan obat
10
harus melalui proses ekstraksi, kemudian dipisahkan, dimurnikan secara fisik
dan kimiawi (difraksinasi) (Herdiani, 2012).
C. Ketepatan Dosis
Beberapa tumbuhan mempunyai ambang batas dosis yang memberikan
khasiat. Namun, bukan berarti jika dosis ditambah, secara otomatis juga
berdampak positif. Tumbuhan obat bisa saja menjadi racun yang justru
melemahkan kesehatan tubuh orang yang mengkonsumsinya. Tepatnya
ukuran dosis sangat penting, terutama untuk tumbuhan obat yang diekstrak.
Jika mengonsumsinya melebihi dosis walaupun 1 gram bisa sangat
berbahaya. Lain halnya jika tumbuhan obat tersebut hanya direbus karena
relatif lebih aman. Proses perebusan menyebabkan bahan aktif yang
terkandung dalam ramuan tersebut memiliki konsentrasi rendah. Itulah
sebabnya, beberapa pakar tanaman obat menganjurkan agar satuan ukuran
harus jelas dan tepat. Zaman dulu masyarakat belum mengenal satuan bobot
tertentu yang akurat dan bersifat universal, seperti gram dan ons. Sebagai
gantinya, mereka memanfaatkan satuan tertentu seperti genggam atau potong
untuk menakar bahan baku obat. Umumnya bahan-bahan yang menggunakan
satuan genggam memiliki ukuran yang kecil. Genggaman yang diacu adalah
genggaman orang dewasa (Duryatmo, 2011).
D. Kelebihan Tumbuhan Obat
Keunggulan dari penggunaan tumbuhan alami sebagai obat terletak pada
bahan dasarnya yang bersifat alami sehingga efek sampingnya dapat ditekan
seminimal mungkin, meskipun dalam beberapa kasus dijumpai orang-orang
11
yang alergi terhadap tumbuhan herbal. Namun alergi tersebut juga dapat
terjadi pada obat-obatan kimia.Tidak dapat dipungkiri bahwa obat obatan
medis sering menimbulkan efek samping yang menyebabkan munculnya
berbagai penyakit lain (Utami, 2008).
Kelebihan dari pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara
tradisional tersebut adalah sedikitnya efek samping yang ditimbulkan seperti
yang terjadi pada pengobatan kimiawi.
Ada beberapa tumbuhan obat yang secara empiris dinyatakan sama. Salah
satu contohnya adalah komponen tumbuhan obat untuk pelangsing, terdiri
dari : kulit kayu rapet, daun jati belanda, daun jungrahap, rimpang kunyit dan
temulawak. Formulasi ini menggambarkan nafsu makan ditingkatkan oleh
temulawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat ditahan oleh
kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh kurangnya defekasi dinetralisir
oleh temulawak dan kunyit sebagai pencahar, sehingga terjadi proses
pelangsingan sedangkan proses defekasi dan dieresis tetap berjalan
sebagaimana biasa (Ilyas, 2010).
E. Bagian-bagian yang digunakan
Tumbuhan obat pada umumnya memiliki bagian-bagian tertentu yang
digunakan sebagai obat (Widyastuti, 2004) :
a. Akar (radix) misalnya pacar air dan cempaka.
b. Rimpang (rhizome) misalnya kunyit, jahe, temulawak
c. Umbi (tuber) misalnya bawang merah, bawang putih, teki
d. Bunga (flos) misalnya jagung, piretri dan cengkih
12
e. Buah (fruktus) misalnya delima, kapulaga dan mahkota dewa
f. Biji (semen) misalnya saga, pinang, jamblang dan pala
g. Kayu (lignum) misalnya secang, bidara laut dan cendana jenggi
h. Kulit kayu (cortex) misalnya kayu manis dan pulosari
i. Batang (cauli) misalnya kayu putih, turi, brotowali
j. Daun (folia) misalnya saga, landep, miana, ketepeng, pegagan dan
sembung
k. Seluruh tumbuhan (herba) misalnya sambiloto, patikan kebo dan meniran
F. Gambaran Lokasi Penelitian
Daerah Kabupaten Lampung Selatan mempunyai daerah daratan kurang lebih
adalah 2.007,01 Km². Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara
105 4o1' sampai dengan 105 4o5' Bujur Timur dan 5 1o5' sampai dengan 6ᵒ
Lintang Selatan (Lampung Selatan, 2015). Jumlah penduduk di Kabupaten
Lampung Selatan setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2015
jumlah penduduk di Kabupaten Lampung Selatan adalah 961.879 jiwa,
sedangkan Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Natar yaitu
183.522 jiwa dan yang terkecil di Kecamatan Way Panji, yaitu 16.817,
dengan demikian konsentrasi penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Natar.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2015
No Kecamatan JumlahPenduduk (Jiwa)
Luas(Km²)
KepadatanPenduduk/Km²
1 Natar 183.522 213,77 858,502 Jati Agung 109.834 164,47 667,813 Tanjung Bintang 72.978 129,72 562,584 Tajung Sari 28.409 103,32 274,965 Katibung 65.261 175,77 371,296 Way Sulan 22.170 46,54 476,36
13
No Kecamatan JumlahPenduduk (Jiwa)
Luas(Km²)
KepadatanPenduduk/Km²
7 Merbau Mataram 48.147 113,94 422,568 Sidomulyo 57.652 122,53 470,519 Candipuro 53.169 84,69 627,8110 Way Panji 16.817 38,45 437,3711 Kalianda 85.760 161,40 531,3512 Rajabasa 21.764 100,39 216,7913 Palas 55.749 171,39 325,2814 Sragi 32.776 81,92 400,1015 Penengahan 36.773 132,98 276,5316 Ketapang 48.517 108,60 446,7517 Bakauheni 22.599 57,13 395,57
Jumlah 961.897 2.007,01 479,27Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Selatan, 2015
Penduduk asli lampung, khususnya suku peminggir umumnya berkediaman
di sepanjang pantai pesisir seperti Kecamatan Penengahan, Kecamatan
Kalianda, dan Kecamatan Katibung, sedangkan panjang garis pantai
Kabupaten Lampung Selatan mencapai ± 247,76 Km. Kisaran muka laut rata-
rata di Teluk Lampung mencapai sekitar 88,02 cm. Kisaran pasut yang besar
terjadi pada waktu pasut purnama (116,25 cm). Kabupaten Lampung Selatan
secara eksisting berjumlah 17 kecamatan dan selanjutnya terdiri dari desa-
desa dan kelurahan sebanyak 248 desa dan 3 kelurahan.
Wilayah administrasi Kabupaten Lampung Selatan mempunyai batas – batas
sebagai berikut :
Sebelah Utara : berbatasan dengan wilayah Kab. Lampung Tengah dan
Lampung Timur
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Selat Sunda
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kota Bandar Lampung dan Kabupaten
Pesawaran
14
Sebelah Timur : berbatasan dengan Laut Jawa.
Pulau – pulau yang terdapat di Kabupaten Lampung Selatan antara lain Pulau
Krakatau, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Rimau, dan Pulau Kandang. Di
wilayah Kabupaten Lampung Selatan juga terdapat beberapa sungai yang
penting antara lain, Way Sekampung, Way Jelai, Way Ketibung, Way Pisang
dan Way Gatal. Pada umumnya, sungai-sungai ini dimanfaatkan untuk
mengairi (irigasi) sawah dengan pembuatan dam-dam (Lampung Selatan,
2015).
15
Gambar 1. Peta Kabupaten Lampung Selatan
(Sumber Peta : Kabupaten Lampung Selatan, 2015)
Daerah Penelitian
16
1. Kecamatan Rajabasa
Pada tahun 2001 kecamatan Rajabasa terbentuk dengan luas wilayah
100,12 Km². Secara geografis Kecamatan Rajabasa berada di sebelah
barat laut ibukota Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah administrasi
Kecamatan Rajabasa antara lain, Sebelah Utara berbatasan dengan
Gunung Rajabasa, Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan
Kalianda, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bakauheni,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Sunda (Kecamatan Rajabasa,
2015).
Penduduk kecamatan Rajabasa setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Pada tahun 2013 jumlah penduduk terdapat 20,9 ribu jiwa, sementara
tahun 2014 jumlah penduduk telah mencapai 21,2 ribu jiwa atau
bertambah sebanyak 150 jiwa. Pada tahun 2014, untuk setiap 100
penduduk laki-laki terdapat 81 penduduk perempuan, yang artinya
penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan jenis
kelamin perempuan (Kecamatan Rajabasa, 2015).
Menurut mata pencaharian penduduk kecamatan setempat bervariasi,
yaitu sebagai petani, PNS (Pegawai Negeri Sipil), pedagang keliling,
peternak, bidan, pengusaha kecil dan menengah, dukun kampung,
pensiunan TNI/POLRI/PNS. Dari beberapa mata pencaharian tersebut
yang paling dominan adalah petani.
17
Persentase penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis di Kecamatan
Rajabasa cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Sekitar 96,04%
memiliki kemampuan membaca yang artinya 3,96% yang belum dapat
membaca dan menulis. Persentase jumlah sekolah di kecamatan Rajabasa
pada tingkat TK (Taman Kanak-kanak) yaitu 8,12%, tingkat SD yaitu
43,64%, tingkat SLTP yaitu 11,16%, dan tingkat SLTA yaitu 5,8%.
Tingkat SD (Sekolah Dasar) merupakan tingkatan sekolah yang dominan
di kecamatan Rajabasa (Kecamatan Rajabasa, 2015).
Berbagai jenis tanaman perkebunan yang dikembangkan di Kecamatan
Rajabasa, tanaman kelapa dalam, kelapa sawit dan kakao merupakan
yang terbanyak dari jumlah produksi. Tidak hanya sektor perkebunan
saja, kecamatan Rajabasa merupakan salah satu kecamatan tempat
pengembangbiakkan sapi potong di Kabupaten Lampung Selatan.
Sarana kesehatan adalah salah satu fasilitas yang sangat penting untuk
masyarakat. Secara umum di Kecamatan Rajabasa terdapat 2 puskesmas,
4 puskesmas pembantu, 3 balai pengobatan, 3 dokter, 25 bidan, 69
posyandu, dan 62 dukun bayi. Sebagai rujukan bagi penduduk Rajabasa
fasilitas kesehatan tertinggi dimanfaatkan adalah puskesmas.
Sejak otonomi daerah diberlakukan, Kecamatan Rajabasa tidak
mengalami pemekaran sejak tahun 2007. Desa yang terdapat di
Kecamatan Rajabasa yaitu Desa Tejang Pulau Sebesi, Desa Hargo
Pancoran, Desa Kerinjing, Desa Cugung, Desa Batu Balak, Desa Kunyir,
18
Desa Waymuli, Desa Sukaraja, Desa Rajabasa, Desa Banding, Desa
Canti, Desa Canggung, Desa Betung, Desa Tanjung Gading, dan Desa
Kota Guring (Kecamatan Rajabasa, 2015).
2. Kecamatan Kalianda
Kecamatan Kalianda merupakan ibukota Kabupaten Lampung Selatan.
Batas-batas Kecamatan Kalianda antara lain, sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Sidomulyo, sebelah selatan berbatasan dengan
Kecamatan Rajabasa, sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda, dan
sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Penengahan dan Palas.
Wilayah Kecamatan Kalianda ± 216,42 Km² dengan daerah daratan yang
merupakan daerah pertanian (Kecamatan Kalianda, 2015).
Kecamatan Kalianda terdiri dari 29 Desa, terbagi menjadi 141 Dusun dan
397 Rukun Tetangga (RT). Pada tahun 2014 jumlah penduduk laki-laki
Kecamatan Kalianda lebih besar dibandingkan penduduk perempuan.
Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 44.737 jiwa sedangkan jumlah
penduduk perempuan sebanyak 40.978 jiwa. Dengan luas wilayah 216,42
Km², maka kecamatan Kalianda memiliki kepadatan penduduk 396,06
jiwa/km² ini berarti setiap 1 Km² ditempati penduduk sebanyak 396 jiwa
(Kecamatan Kalianda, 2015).
Di Kecamatan Kalianda sudah terdapat 10 Taman Kanak-kanak (TK), 51
Sekolah Dasar (SD), 12 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 7 Sekolah
Menengah Atas (SMA), 5 Akademi/Perguruan Tinggi, dan 7 Pondok
19
pesantren. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan merupakan aspek
yang sudah cukup diperhatikan pemerintah daerah. Jumlah tenaga medis
di Kecamatan Kalianda masih sangat minim, tidak bertambah banyak
dari tahun ke tahun yaitu sejumlah 66 bidan, 12 dokter, dan 61 dukun
bayi.
Kecamatan Kalianda memiliki luas wilayah 21.642 ha terdiri dari lahan
sawah seluas 5.518 ha dan sisanya 16.124 ha adalah lahan bukan sawah
yang teridiri dari lahan pertanian non sawah dan lahan/bukan pertanian
(rumah, bangunan, jalan, sungai, danau, dll). Lahan sawah yang ada di
Kecamatan Kalianda sebesar 25% adalah sawah tadah hujan yang
sebagian besar hanya ditanami satu kali. Dengan luasnya areal pertanian
yang ada di Kecamatan Kalianda tanaman pangan seperti padi jagung
dan ubi merupakan komoditi unggulan sektor pertanian (Kecamatan
Kalianda, 2015).
Desa yang terdapat di Kecamatan Kalianda antara lain Desa Jondong,
Desa Tengkujuh, Desa Pauh Tanjung Iman, Desa Maja, Desa Bumi
Agung, Desa Kalianda, Desa Sumur Kumbang, Desa Buah Berak, Desa
Kesugihan, Desa Pematang, Desa Kecapi, Desa Babulang, Desa
Sukaratu, Desa Palembapang, Desa Tajimalela, Desa Marga Catur, Desa
Suka Tani, Desa Canggu, Desa Kedaton, Desa Way Urang, Desa Merak
Belantung, Desa Gunung Terang, Desa Munjuk Sempurna, Desa Bulok,
Desa Agom, Desa Negeri Pandan, Desa Taman Agung, Desa Wai Lubuk,
dan Desa Hara Banjar Manis.
20
3. Kecamatan Katibung
Luas kecamatan Katibung secara keseluruhan adalah 212,87 Km².
Kecamatan Katibung terdiri dari 12 Desa, dengan pusat pemerintahan
terletak di desa Tanjung Ratu. Disebelah Utara kecamatan Katibung
berbatasan dengan Kecamatan Merbau Mataram, di sebelah Selatan
berbatasan dengan kecamatan Sidomulyo, di sebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Lampung Timur, dan di sebelah Barat berbatasan
dengan Kota Bandar Lampung.
Seluruh kecamatan Katibung merupakan daerah daratan dengan letak
astronomis antara 105 1o4' dan 105 4o5' Bujur Timur dan antara 5 1o5'
dan 6ᵒLintang Selatan. Kecamatan Katibung terbentuk dari program
pemekaran Kecamatan Sidomulyo yang berstatus perwakilan Kecamatan
Katibung (Kecamatan Katibung, 2015). Sama halnya dengan Kecamatan
lain, sejak otonomi daerah diberlakukan pada tahun 2001, Kecamatan
Katibung mengalami pemekaran Kecamatan tepatnya pada tanggal 22
Februari 2001 secara resmi dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu
Kecamatan Katibung dan Kecamatan Merbau Mataram.
Jumlah penduduk di Kecamatan Katibung pada tahun 2010 sebesar
61.422 jiwa. Angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2014
dengan jumlah 65.261 jiwa. Secara umum jumlah penduduk laki-laki
lebih banyak dibanding perempuan, yaitu setiap 106 penduduk laki-laki
terdapat 94 penduduk perempuan (Kecamatan Katibung, 2015).
21
Persentase penduduk yang memiliki kemampuan baca tulis di Kecamatan
Katibung cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Penduduk laki-laki
memiliki kemampuan baca tulis lebih tinggi dibandingkan penduduk
perempuan. Di Kecamatan Katibung jumlah sekolah tingkat Sekolah
Dasar (SD) merupakan yang terbanyak dibanding tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Jumlah fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Katbung antara
lain 2 puskesmas, 7 puskesmas pembantu, 2 dokter, 18 bidan, 39 dukun
bayi dan 21 posyandu (Kecamatan Katibung, 2014). Produksi tanaman
palawija di Kecamatan Katibung adalah jagung. Selama periode 2014
produksi jagung mengalami peningkatan rata-rata 40-50% pertahun.
Sektor pertanian memberikan peranan yang cukup besar terhadap
pertumbuhan perekonomian di Kecamatan Katibung. Perkembangan
industri di Kecamatan Katibung tidak menunjukkan peningkatan yang
cukup berarti. Industri kerajinan rakyat di Kecamatan Katibung tahun
2014 terbanyak adalah industri kayu yaitu sebanyak 21, sedangkan
industri anyaman sebanyak 35, dan industri makanan dan minuman
sebanyak 20.
Kecamatan Katibung memiliki potensi yang besar dibidang pariwisata,
terlebih didukung dengan letaknya yang strategis membuat semakin
banyak dan beragamnya obyek-obyek wisata. Pada tahun 2014 dari
obyek wisata yang ada lebih dari 50% pengunjung mendatangi obyek
wisata pantai pasir putih dan pantai tanjung selaki.
22
Desa yang terdapat di Kecamatan Katibung yaitu Desa Tarahan, Desa
Karya Tunggal, Desa Babatan, Desa Pardasuka, Desa Sukajaya, Desa
Tanjungratu, Desa Tanjung Agung, Desa Tanjungan, Desa Trans
Tanjungan, Desa Neglasari, Desa Rangai Tri Tunggal, Desa Sidomekar
(Kecamatan Katibung, 2015).
4. Kecamatan Penengahan
Kecamatan Penengahan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Lampung Selatan yang terletak di sebelah selatan kota Kalianda, ibukota
Kabupaten. Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Palas dan
Kecamatan Sragi, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
Bakauheni , di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Ketapang,
dan di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kalianda. Luas
Kecamatan Penengahan secara keseluruhan adalah 97,59 Km² dengan
desa penengahan sebagai desa terluas, yaitu 9,28 Km². Sedangkan desa
Sukajaya adalah desa terkecil, yaitu 1,65 Km². Kecamatan penengahan
tersiri dari 22 desa dengan letak astronomis antara 105 1o4' dan 105 4o5'
Bujur Timur dan antara 5 1o5' dan 6ᵒLintang Selatan. Sedangkan
topografi permukaan daratan sebagian besar berupa daratan tinggi
dengan rata-rata ketinggian dari permukaan laut sekitar 127 mdpl
(Kecamatan Penengahan, 2015).
Pada tahun 2001 Kecamatan Penengahan mengalami pemekaran wilayah,
tepatnya pada tanggal 22 Februari 2001 secara resmi dimekarkan menjadi
dua kecamatan yaitu Kecamatan Penengahan dan Kecamatan Ketapang.
23
Pada tahun 2007 Kecamatan Penengahan kembali mengalami
pemekaran, tepatnya pada tanggal 30 Juli 2007 Kecamatan Penengahan
resmi dimekarkan menjadi Kecamatan Penengahan dan Kecamatan
Bakauheni yang membawahi 5 desa. Dengan adanya pemekaran tersebut
Kecamatan Penengahan membawahi 22 desa (Kecamatan Penengahan,
2015).
Berdasarkan angka proyeksi, jumlah penduduk Kecamatan Penengahan
tahun 2014 mencapai 36.551 orang, terdiri dari 18.913 orang laki-laki
dan 17.638 0rang perempuan. Penyebaran penduduk antar desa di
Kecamatan Penengahan belum bisa dikatakan merata, karena kepadatan
penduduknya yang berbeda. Sebaran penduduk terbanyak ada di 3 desa
yaitu desa Pasuruan, Sukabaru dan Kelaten, dimana penduduk di ketiga
desa tersebut lebih dari 2,5 ribu jiwa.
Banyaknya sarana pendidikan di Kecamatan Penengahan negeri dan
swasta adalah 5 taman kanak-kanak (TK), 11 Sekolah Dasar (SD), 8
Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 4 Sekolah Menengah Atas
(SMA). Tenaga kesehatan di Kecamatan Penengahan terdapat 71 orang
dibawah pengawasan puskesmas dengan perincian 3 dokter, 43 bidan, 22
perawat dan 3 analis kesehatan. Fasilitas kesehatan yang tersedia adalah
1 unit puskesmas rawat inap, 3 unit puskesmas pembantu, 8 unit
poskesdes, dan 39 posyandu (Kecamatan Penengahan, 2015).
24
Kecamatan Penengahan memiliki luas wilayah 9.759 Ha terdiri dari
lahan sawah seluas 2.225 Ha dan sisanya adalah lahan bukan sawah dan
lahan bukan pertanian. Pada tahun 2014, produksi jagung mengalami
penurunan sebesar 13,53%. Sedangkan tanaman kacang tanah, ubi kayu,
dan ubu jalar mengalami kenaikan hasil produksi pada tahun 2014. Selain
memproduksi tanaman pangan, Kecamatan Penengahan juga
memproduksi hortikultura yang berupa sayur-sayuran dan buah-buahan
(pisang paling mendominasi).
Perkembangan industri di Kecamatan Penengahan tidak menunjukkan
peningkatan yang cukup berarti. Industri kerajinan rakyat di Kecamatan
Penengahan tahun 2014 terbanyak adalah industri makanan yaitu
sebanyak 52, sedangkan industri dari kayu sebanyak 29, industri kopra
sebanyak 22, dan industri gula merah sebanyak 19. Sementara untuk
industri mikro pada tahun 2014 terdiri dari 18 industri penggilingan padi
dan 32 industri pengolahan makanan (Kecamatan Penengahan, 2015).
Kecamatan Penengahan telah membangun jalan aspal sepanjang 50 km
dan jalan batu sepanjang 32 km. Sedangkan 53 km jalan merupakan jalan
tanah. Desa Pasuruan memiliki panjang jalan dengan klasifikasi jalan
aspal dan batu tertinggi dibanding dengan desa lain yang masing-masing
9,5 km dan 5,4 km. Sedangkan desa Belambangan dengan luas wilayah
relative kecil memiliki panjang jalan terendah (Kecamatan Penengahan,
2015).
25
Desa yang terdapat di Kecamatan Penengahan yaitu Desa Tanjung
Heran, Desa Pisang, Desa Sukabaru, Desa Tetaan, Desa Sukajaya, Desa
Penengahan, Desa Gayam, Desa Gedungharta, Desa Way Kalam, Desa
Padan, Desa Kampungbaru, Desa Banjarmasin, Desa Klaten, Desa
Pasuruan, Desa Ruang Tengah, Desa Kelau, Desa Taman Baru, Desa
Kuripan, Desa Rawi, Desa Belambangan, Desa Kekiling dan Desa
Gandri.
5. Kecamatan Sidomulyo
Kecamatan Sidomulyo secara geografis berada di sebelah utara ibukota
Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sidomulyo merupakan daerah
tujuan transmigrasi dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Seiring dengan
pesatnya perkembangan daerah maka Kecamatan Sidomulyo telah dua
kali mengalami pemekaran Kecamatan yaitu Kecamatan Candipuro dan
Kecamatan Way Panji. Kecamatan Sidomulyo berbatasan dengan empat
Kecamatan yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Candipuro,
di sebelah selatan berbatasan dengan Selat Sunda, di sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Way Panji dan Kecamatan Kalianda dan
di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Katibung. Luas wilayah
kecamatan Sidomulyo tercatat 153,76 Km² yang terdiri dari 16 desa
dengan desa terluas adalah Desa Suak (20,00 Km²) sedangkan desa
dengan luas terkecil adalah Desa Seloretno (1,80 Km²). Topografi
permukaan daratan Kecamtan Sidomulyo merupakan dataran rendah
dengan ketinggian dari permukaan laut rata-rata 65,73 mdpl (Kecamatan
Sidomulyo, 2015).
26
Pada tahun 2001 Kecamatan Sidomulyo mengalami pemekaran tepatnya
pada tanggal 22 Februari 2001 secara resmi dimekarkan menjadi
Kecamatan Sidomulyo dan Kecamatan Candipuro. Pada tahun 2007
Kecamatan Sidomulyo mengalami pemekaran kembali, tepatnya pada
tanggal 30 Juli 2007 resmi dimekarkan menjadi Kecamatan Sidomulyo
yang membawahi 16 desa dan Kecamatan Way Panji yang membawahi 4
desa. Jumlah penduduk Kecamatan Sidomulyo 65122 jiwa pada tahun
2013. Angka ini merupakan angka hasil proyeksi penduduk tahun 2013
dengan luas wilayah sekitar 153,76 Km², setiap 1 Km² ditempati
penduduk sebanyak 423 jiwa pada tahun 2014 (Kecamatan Sidomulyo,
2015).
Salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan
adalah tersedianya fasilitas pendidikan yang memadai. Pada tahun ajaran
2014/2015 jumlah sarana pendidikan menurut jenjang pendidikan di
Kecamatan Sidomulyo untuk tingkat Sekolah Dasar (SD) yaitu 44 ,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 baik negeri maupun swasta, serta
Sekolah Menengah Atas (SMA) 7. Jumlah fasilitas kesehatan yang
terdapat di Kecamatan Sidomulyo yaitu 1 puskesmas, 4 puskesmas
pembantu, 5 balai pengobatan, 86 posyandu dan 3 tempat praktek dokter.
Sedangkan jumlah tenaga kesehatan yaitu 5 dokter, 13 perawat, 23 bidan
dan 51 dukun bayi. Sebagai rujukan bagi penduduk Kecamatan
Sidomulyo untuk berobat jalan, fasilitas kesehatan tertinggi yang
dimanfaatkan adalah puskesmas. Fasilitas tersebut banyak digunakan
27
karena cukup mudah dijangkau oleh penduduk (Kecamatan Sidomulyo,
2014).
Pertumbuhan produksi tertinggi di Kecamatan Sidomulyo pada beberapa
tahun terakhir justru ditunjukkan olehh komoditas jagung. Selama
periode 2014 produksi jagung mencapai 40897 ton dengan produktivitas
mencapai 5,18 ton per hektar. Sedangkan produksi tanaman palawija di
Kecamatan Sidomulyo adalah tanaman ubi kayu mencapai 219 ton.
Kecenderungan petani saat ini memanfaatkan lahan yang ada untuk
ditanami dengan tanaman keras atau tanaman perkebunan sehingga lahan
untuk tanaman padi dan palawija semakin berkurang (Kecamatan
Sidomulyo, 2015).
Industri kerajinan rakyat di Kecamatan Sidomulyo tahun 2014 terbanyak
adalah industri makanan yaitu sebanyak 762, sedangkan industri dari
kulit dan kayu sebanyak 23, industri anyaman sebanyak 23 industri.
Sementara untuk industri mikro dan kecil pada tahun 2014 terdiri dari 71
industri penggilingan padi, 67 industri tobong bata dan genteng, 65
industri pengolahan makanan tahu dan tempe. Pada tahun 2014 panjang
jalan untuk jenis aspal dan batu tidak mengalami perubahan yang artinya
tidak ada pembangunan jalan baru di Kecamatan Sidomulyo. Untuk
mendukung transportasi darat Kecamatan Sidomulyo telah membangun
jalan aspal sepanjang 70 km dan jalan batu sepanjang 62 km serta 100
km adalah jalan tanah (Kecamatan Sidomulyo, 2015).
28
Kecamatan Sidomulyo membawahi 16 desa yaitu Desa Suak, Desa Siring
Jaha, Desa Budi Daya, Desa Sukamaju, Desa Sukamarga, Desa
Sidowaluyo, Desa Sidorejo, Desa Sidodadi, Desa Seloretno, Desa Kota
Dalam, Desa Sukabanjar, Desa Talang Baru, Desa Bandar Dalam, Desa
Campang Tiga, Desa Sidomulyo dan Desa Banjarsuri (Kecamatan
Sidomulyo, 2014).
29
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai Mei 2016 di 5
Kecamatan yaitu, Kecamatan Rajabasa, Kalianda, Sidomulyo, Katibung, dan
Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan.
B. Alat dan Bahan
Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kamera SLR yang
berfungsi untuk mengambil gambar atau memotret objek, lembar data sebagai
hasil catatan yang telah ditulis, kuisioner digunakan untuk mengumpulkan
informasi, cutting branch berfungsi untuk memotong tumbuhan yang
ditemukan, spritus digunakan untuk pengawetan, lakban digunakan sebagai
perekat, oven digunakan untuk proses pengeringan herbarium, amplop plastik
digunakan untuk menyimpan spesimen, kertas merang berfungsi untuk
membungkus spesimen, etiket gantung digunakan untuk penomoran sampel,
papan triplek (sasak) digunakan untuk mengepres spesimen, kertas karton
tebal digunakan untuk melindungi spesimen, species folder digunakan untuk
menyimpan herbarium kering, genus folder digunakan untuk menyimpan
herbarium kering yang disimpan di species folder, serta selotip digunakan
30
untuk merekatkan ranting, daun, dan bagian lain yang kecil dan tipis.
Bahan yang digunakan adalah tumbuhan obat yang terdapat di sekitar
kawasan Kabupaten Lampung Selatan.
C. Prosedur Kerja
a) Jenis dan Metode Pengambilan Data
Jenis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer yaitu data hasil pengamatan secara
langsung yang diperoleh di lapangan melalui wawancara langsung
dengan pengobat tradisional (batra) sebagai informan dengan bantuan
kuisioner. Untuk data sekunder meliputi sumber yang terkait baik dari
kepala suku, kepala daerah, dukun, dan lain-lain.
b) Metode Pengambilan Data
Metode Observasi
Obervasi lapangan dan pengambilan spesimen tumbuhan obat
berdasarkan pada keterangan yang diperoleh dari pengobat tradisional.
Observasi lapangan meliputi:
Pengamatan di lokasi informan terkait
Koleksi tumbuhan obat.
Pengelolaan tumbuhan obat
Cara penggunaan ramuan obat, khasiat tumbuhan obat dan
bagian yang digunakan untuk penyembuhan penyakit.
31
Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap pengobat tradisional yang mengetahui
tentang penggunaan tumbuhan sebagai obat. Dalam penelitian ini
digunakan informan kunci, yaitu anggota masyarakat yang dianggap
mampu memberikan informasi yang akurat seperti dukun atau pengobat
tradisional. Untuk mendapatkan pengobat tradisional tersebut harus
didasarkan atas rekomendasi dari tokoh adat atau tokoh masyarakat
setempat (Purwanto, 2007). Selanjutnya mencari informasi dari pengobat
tradisional tersebut mengenai nama lokal dari tumbuhan tersebut,
organ/bagian tumbuhan yang digunakan, manfaat dalam mengobati
penyakit dan cara pengolahan/pemakaiannya. Wawancara dilakukan
scara terstruktur dan bebas langsung ke pengobat tradisional.
Metode yang digunakan dalam observasi awal ini adalah metode
purposive sampling yaitu teknik pemilihan pengobat tradisional dengan
pertimbangan tertentu, berdasarkan pada pengetahuan atau karakteristik
tertentu merupakan ciri pokok dari batra yang akan diwawancarai.
Menurut Arikunto (2006), purposive sampling adalah teknik mengambil
sampel dengan tidak berdasarkan random, daerah atau strata, melainkan
berdasarkan atas adanya pertimbangan yang berfokus pada tujuan
tertentu.
Dalam satu Kecamatan terdapat 2 Desa dan masing-masing Desa terdapat
1 pengobat tradisional. Pemilihan Kecamatan dilakukan secara acak
berdasarkan etnis. Etnis pesisir merupakan masyarakat yang menetap
32
atau berdiam diri di wilayah yang dekat dengan pantai atau pesisir.
Sehingga peneliti memilih 5 Kecamatan (Rajabasa, Kalianda,
Penengahan, Sidomulyo, dan Katibung) tersebut karena wilayah tersebut
sangat dekat dengan pesisir. Sesudah pengumpulan data, dilakukan
pengumpulan spesimen tumbuhan berupa dokumentasi dan identifikasi.
Setiap jenis tumbuhan obat yang ditemukan dianalisis mengenai habitus,
kegunaan, dan bagian yang digunakan.
D. Perhitungan Persen Habitus
Hasil perhitungan memperlihatkan jumlah habitus terbanyak dan paling
sedikit. Kelompok habitus yang digunakan adalah pohon, perdu, semak,
herba, dan liana. Analisis persen habitus menggunakan rumus sebagai berikut
(Fakhrozi, 2009):
Persen habitus tertentu =∑ ∑ 100%
E. Perhitungan Persen Bagian yang Digunakan
Bagian tumbuhan obat yang digunakan meliputi daun, batang, rimpang, akar,
buah, bunga, biji, dan bagian lainnya. Analisis persen bagian yang digunakan
menggunakan rumus sebagai berikut (Fakhrozi, 2009) :
Persen bagian yang digunakan =∑∑ 100%
F. Perhitungan Suku Tumbuhan yang Digunakan
Persen suku yang digunakan =∑ 100%
33
G. Pembuatan Herbarium
Langkah – langkah dalam pembuatan herbarium dalam Ristoja (2015), adalah
sebagai berikut :
1. Sampel tumbuhan yang diambil dari lapangan / lokasi terdiri atas ranting
lengkap dengan daunnya, jika ada bunga dan buahnya pun diambil
kemudian dipotong menggunakan gunting.
2. Sampel dimasukkan ke dalam kertas koran dan diatur sedemikian rupa
lalu dilengkapi dengan etiket gantung. Penulisan etiket gantung
menggunakan pensil 2B.
3. Sampel dimasukkan kedalam kantong plastik yang berukuran 40x60cm.
4. Sampel dibasahi dengan spiritus hingga seluruh sampel dan kertas buram
basah. Kemudian sisi atas dan bawah kantong plastik dilipat dan
dilekatkan menggunakan lakban cokelat.
5. Setelah sampai di Laboratorium spesimen dikeluarkan dari kantong
plastik dan diletakkan pada kertas buram yang baru, posisi spesimen
diatur sedemikian rupa menunjukkan morfologi semua bagian sampel.
6. Setiap tumpukan kertas buram dibatasi oleh kertas karton, sejumlah
maksimal 10 tumpukan karton disusun sedemikian rupa, kemudian
dijepit sasak/alat pres dan dikencangkan.
7. Selanjutnya herbarium di oven dengan suhu 50-70 Co selama ± 48 jam.
8. Herbarium yang telah dikeringkan kemudian dipindahkan dan disusun di
kertas herbarium, kemudian ditempel menggunakan selotip.
9. Etiket tempel herbarium dilekatkan pada bagian kiri bawah kertas
herbarium menggunakan lem serta dilengkapi dengan keterangan-
34
keterangan yang diperlukan. Kemudian diidentifikasi di Laboratorium
dengan menggunakan buku Cronquist (1981) dan buku Hsuan Keng
(1978).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Ditemukan 101 jenis tumbuhan dari 45 suku, salah satu suku yang paling
banyak adalah Zingiberaceae (10 jenis tumbuhan) yang digunakan di 5
Kecamatan Kabupaten Lampung Selatan.
2. Habitus yang banyak digunakan adalah herba (47,68 %) dan yang paling
sedikit adalah liana (2,45 %).
3. Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan adalah daun (39,43 %)
dan yang sedikit adalah getah (2,02 %)
B. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen bioaktif
serta bioaktifitasnya sehingga pemanfaatan secara tradisional oleh pengobat
tradisional dapat terbukti secara ilmiah.
53
DAFTAR PUSTAKA
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1992. Undang-Undang Kesehatan No 23Tahun 1992. Tentang Kesehatan. Jakarta.
Adnyana, M. 2012. Cara Pengolahan Obat Tradisional Baik dan Benar. Diaksesmelalui http://herbaltarupramana.com/artikel-18 pada tanggal 03 Juni 2016
Afifah, E., dan Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak RimpangPenyembuh Penyakit. Agromedia Pustaka.
American Diabetes Association. 2014. Diagnosis and Classification of DiabetesMellitus. Diabetes Care, 37(1): 81-90
Andrianto, Riko. 2013. Kandungan Albumin Dan Organoleptik Telur AyamLeghorn Dan Ayam Kampung Setelah Penambahan Ekstrak Bawang Putih(Allium sativum) Dengan Konsentrasi Yang Berbeda. (Skripsi). Surakarta:FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta.Jakarta
Arizona. 2011. Etnobotani Dan Potensi Tumbuhan Berguna di Taman NasionalGunung Ceremai Jawa Barat. Fakultas Kehutanan. Institut PertanianBogor.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka 2015.Lampung Selatan : Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Kalianda Dalam Angka 2015. LampungSelatan: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Katibung Dalam Angka 2015. LampungSelatan: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Penengahan Dalam Angka 2015.Lampung Selatan: Badan Pusat Statistik.
54
Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Rajabasa Dalam Angka 2015. LampungSelatan: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2015. Kecamatan Sidomulyo Dalam Angka 2015. LampungSelatan: Badan Pusat Statistik.
Cowan, Marjorie Murphy. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. ClinicalMicrobiology Review, Vol 12: 564-82
Daniar R, Yulianty, Martha LL. 2014. Inventarisasi Tumbuhan Yang BerkhasiatObat di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. ProsidingSeminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. (8) hlm. 494
Duryatmo. 2011. Aneka Ramuan Berkhasiat dari Temu-temuan. Diakseshttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34578/4/Chapter%20II.pdf pada tanggal 27 Januari 2016 pukul 23.00 WIB.
Dweck, A.C., 2006. Andawali (Tinospora crispa) – a review.http://dweckdata.co.uk/Published_papers/Tinospora_crispa.pdf - DiaksesJuli 2016.
Fakhrozi, I. 2009. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Tradisional di SekitarTaman Nasional Bukit Tigapuluh (studi kasus di Desa Rantau Langsat,Kecamatan Batang Gangsal, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau).(Skripsi). Bogor : Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Gunawan IGW, Gede Bawa IGA, Sutrisnayanti NL, 2008. Isolasi dan IdentifikasiSenyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri pada Herba Meniran(Phyllanthus Niruri L.). Jurnal Kimia, 2 (1): 31-39.
Handayani. 2003. Membedah Rahasia Ramuan Madura. Agromedia Pustaka.Jakarta.
Hariana, A. 2008. Tumbuhan Obat dan khasiatnya. Penebar Swadaya. Depok.
Hastuti. 2012. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional Di Desa Tranya, KecKintamani, Kab Bangli. Universitas Udayana. Jurnal Bumi Lestari,Volume 13 No. 1. Februari 2012. Hlm: 120-122
Herdiani. E. 2012. Potensi Tanaman Obat. http://www.bbpp-lembang.info/index.php/en/arsip/artikel/artikel-pertanian/585-potensi-tanaman-obat-indonesia [24 Januari 2016]
Ilyas, S. 2010. Upaya Pengembangan Tanaman Obat Asal Sumatera UtaraMelalui Riset Biomedis. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap.FMIPA USU. Medan
55
Kaplan, N.M & Stamler, J. 1991. Hipertensi dan Pencegahan Penyakit JantungKoroner. Jakarta: EGC
Kartasapoetra, A.,G. 1988. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Bina Aksara.Jakarta.
Kusuma, F dan Zaky, B., M. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. Cetakan I.Jakarta. Agromedia Pustaka Hlm. 2.
Latifah. 2000. Studi Etnobotani Tumbuhan Obat di Dusun Parit Timur Pada ArealPT Inhutani II Kecamatan Tanjung Satai Pulau Maya Karimata KabupatenKetapang. (Skripsi). Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan UNTAN,Pontianak.
Mangunwardoyo W, Cahyaningsih E, dan Usia T, 2009. Ekstraksi dan IdentifikasiSenyawa Antimikroba Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.). IlmuKefarmasian Indonesia, 7 (2): 57-63.
Maryani & Kristiana. 2009. Khasiat dan Manfaat Rosella. Agromedia Pustaka.Tangerang.
Miranti, L., 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferiagalanga L.) dengan Basis Salep Larut Air terhadap Sifat Fisik Salep danDaya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus secara In vitro. Skripsi.Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Noorcahyati, 2012. Tumbuhan Berkhasiat Obat Etnis Asli Kalimantan. BalaiPenelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Badan LitbangKementrian Kehutanan. Samboja.
Nurhayati, T. 2008. Uji Efek Sediaan Serbuk Instan Rimpang Kencur SebagaiTonikum Terhadap Mencit Jantan Galur. Universitas MuhamadyahSurakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/2231/1/K100030231.pdf
Nursal, Wulandari, S., Juwita, W.S.,. 2006. Bioaktifitas Ekstrak Jahe (Zingiberofficinale) dalam Menghambat Pertumbuhan Koloni Bakteri Eschericiacoli dan Bacillus subtilis. Jurnal Biogenesis Vol. 2(2): 64-66
Parmer, V.S., Jain, S.C., Bisht, K.S., Jain, R., Taneja, P., Jha, A., Tyagi, O.D.,Prasad, A.K., Wengel J., Olsen, E.S., Boll, P.M., 1997, Phytochemistry ofThe Genus Piper, 46: 597-673.
Pramana, V.F., 2012. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Tekanan Drah PadaLansia di Desa Pomahan Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo.
Purwanto, Y. 2007. Ethnobiologis. Ilmu interdisipliner, metodologi, aplikasi, danprosedurnya dalam pengembangan sumberdaya tumbuhann. Bahan KuliahPascasarjana. IPB. Bogor.
56
Rahayu Mulyanti, Siti Sunarti, Diah Sulistiarini, Suhardjono Prawiroatmodjo.2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Secara Tradisional Oleh MasyarakatLokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Bogor. Biodiversitas Vol: 7,No. 3. Juli 2006, hal. 245-250
Rifai, M. A., 1998. Pemasakinian etnobotani Indonesia : Suatu keharusan demipeningkatan upaya pemanfaatan, penyeimbangan, dan penguasaanya.Bali.
Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (Ristoja). 2015. Pedoman Koleksi SampelTumbuhan, Dokumentasi, Pembuatan Herbarium dan DeskripsiMorfologi. Tawangmangu. Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan.
Ruan C.T., Lam S.H., Chi T.C., Lee S.S., Su M.J., 2012. Borapetoside C fromTinospora crispa improves insulin sensitivity in diabetic mice.Phytomedicine, 19 (2012): 719-724.
Ruan C.T., Lam S.H., Lee S.S., Su M.J., 2013. Hypoglycemic action ofborapetoside A from the plant Tinospora crispa in mice. Phytomedicine,20 (2013): 667-675.
Santosa, O.S., 1989. Penggunaan Obat Tradisional Secara Rasional. CerminDunia Kedokteran No.59 (hlm 7-10).
Setyohadi R, Abdullah AAHA, dan Narwastu ACLK, 2011. Uji EfektifitasAntibakteri Ekstrak Meniran (Phyllanthus niruri) Terhadap Streptococcuspyogenes Secara In Vitro. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang:Universitas Brawijaya.
Simbala, Herny. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis TumbuhanObat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Manado. Pacific Journal. Juli2009. Vol: 1 (4): 489-494
Sitepu, D dan Sutigno, P. 2001. Peranan Tanaman Obat dalam PengembanganHutan Tanaman. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2 (2) :61-77. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Sudibyo, B., R.. 2006. Ramuan Tradisional Ala Eyang Broto. Penebar Swadaya.Jakarta.
Sukarii, M.A., N.W.M. Sharif, A.,L.,C. Yap, S.W., Tang, B.K., Neoh, M.Rahmani, G.C.L. Ee, Y.H. Taufiq-Yap, and U.K. Yusof. 2008. ChemicalConstituens Variations of Essential Oils from Rhizome of FourZingiberaceae Species. The Malaysian J. Anal. Sci. 12:3, 638-644
Suryati. 2005. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya HipertensiEssensial di Rumah Sakit Islam Jakarta Tahun 2005. Jakarta.
57
Sutardjo, R., M, dan Edhi. 1999. Pengobatan Tradisional. Semarang. Aneka Ilmu.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Trisnawati S.K., dan Setyorogo S.. 2013. Faktor Resiko Kejadian DiabetesMellitus Tipe II di Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Jakarta BaratTahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5 (1): 6-11
Utami, P., 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. PT Agromedia Pustaka. JakartaSelatan.
Wardah dan Setyowati. 2007. Keanekaragaman Tumbuhan Obat MasyarakatTalang Mamak Disekitar Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Riau.Volume-8
Widyastuti, Y. 2004. Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersil. EdisiRevisi. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 17.
Yuni, V., F. Harmida dan Sarno. 2011. Studi Etnofitomedika di Desa LawangAgung Kecamatan Mulak Ulu. Kabupaten Lahat Sumatera Selatan. JurnalBumi Lestari. Volume 14(1D)14110. Sumatera Selatan: UniversitasSriwijaya. Hlm. 42
Zuhud E.A.M dan Haryanto. 1994. Pelestarian Pemanfaatan KeanekaragamanTumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan KonservasiSumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Lembaga Alam TropikaIndonesia.
Top Related