BAB VII
ARITMIA
A. Pengertian
Normal EKG dinamakan sinus rhythm, sedangkan aritmia atau dysritmia
adalah gangguan irama pada bioelektrikal jantung baik itu terjadi karena adanya
gangguan pembentukan impuls atau gangguan pengahantaran impuls yang semua
ini sebabkan oleh suatu penyakit yang terjadi pada sel pacemaker jantung atau
pada sistem konduksi. Aritmia atau dysritmia bisa juga disebabkan karena proses
fisiologi jantung sendiri atau pengaruh obat-obatan. (L.Brent Mitchell, 2010; Abu
Nazmah, 2011)
Saat istirahat, jantung normalnya teraktifkan dengan frekuaensi 60-100
denyut/menit. Irama abnormal jantung (Aritmia) bisa terlalu lambat
(Bradiaritmia), terlalu cepat (Takiaritmia) atau terhalang (Blok). (Patrick Davey,
2009).
B. Epidemiologi
Di Amerika, lebih dari 850,000 orang dirawat di rumah sakit karena aritmia
setiap tahunnya. Umumnya terjadi pada orang dewasa yang lebih tua. Aritmia
yang terjadi pada usia lebih dari 60 bersifat serius dan berat. Tipe aritmia yang
sering teradi pada anak-anak dan remaja adalah tipe Paroxysmal Supraventricular
Tachycardi (Sinus Aritmia). (Elizabeth J. Corwin, 2009)
C. Etiologi
Penyebab dari aritmia jantung biasanya satu atau gabungan dari kelainan berikut ini
dalam sistem irama-konduksi jantung:
1. Irama abnormal dari pacu jantung.
2. Pergeseran pacu jantung dari nodus sinus ke bagian lain dari jantung.
3. Blok pada tempat-tempat yang berbeda sewktu menghantarkan impuls
melalui jantung.
4. Jalur hantaran impuls yang abnormal melalui jantung.
5. Pembentukan yang spontan dari impuls abnormal pada hamper semua bagian
jantung.
Beberapa kondisi atau penyakit yang dapata menyebabkan aritmia adalah :
a. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat
anti aritmia lainnya.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
f. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
g. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
h. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
i. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
j. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
k. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung).
D. Klasifikasi
Aritmia atau distrimia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (Tim Penelitian
dan pengembangan YAGD 118, 2011)
1. Aritmia karena gangguan pembentukan impuls
a. Nodus SA
- Takikardi Sinus (ST)
- Bradikardi Sinus (SB)
- Aritmia Sinus
- Sinus Arest
b. Atrium
- Ekstrasistol atrial
- Atrial takikardi
- Flutter Atrial
- Fibrilasi Atrial
c. Nodus AV
- Irama Junctional (UR)
- Ekstrasistol Junctional
- Takikardi Junctional
d. Supraventrikel
- Ektrasistol Supraventrikel
- Takikardi Supraventrikel
e. Ventrikel
- Irama Idioventrikuler
- Ekstrasistol Ventrikuler
- Takikardi Ventrikel
- Vibrilasi Ventrikel
2. Aritmia karena gangguan penghantaran impuls
a. Nodus SA
- Blok Sinoatrial (SA Blok)
b. Nodus AV
- Blok AV derajat 1 (First degree AV block)
- Blok AV derajat 2 (Second degree AV block)
- Blok AV derajat 2 mobitz I (Wenckebach)
- Blok AV derajat 2 mobitz II
- Blok AV derajat 3 (Total AV block)
c. Interventrikuler
- Right bundle branch block (RBBB)
- Left bundle branch block (LBBB)
Kriteria irama sinus normal
Kriteria irama Sinus normal adalah:
Irama : Teratur
Frekuensi Jantung (HR) : 100-60x/menit
Gelombang : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang QRS dan gelombang T
Interval PR : Normal (0,12-0,20 detik)
Gelombang QRS : Normal (0,06-0,12)
Gambar Irama Sinus Normal
Jenis-Jenis Aritmia
1. Takikardi Sinus (ST)
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : > 100-150x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang QRS dan gelombang T
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
- Sering pada bayi dan anak kecil
- Etiologi & F. resiko : Aktifitas fisik, demam, hipotiroidisme,
anemia, infeksi, sepsis, hipovolemia,
PPOK, katekolamin, hormon tiroid, dan
gagal jantung
Gambar Sinus Tachycardia
2. Bradikardi Sinus (SB)
- Sering ditemukan pada olahragawan terlatih
- pada usia lanjut biasanya karena ada gangguan faal nodus sinus
- Etiologi : Miksadema (Hipotiroidisme), hipotermia,
vagotonia, dan tekanan intrakranial yang
tinggi
- Gejala Klinis : Pandangan gelap/sinkop
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : < 60x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelombang QRS dan gelombang T
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Bradikardi Sinus
3. Aritmia Sinus
Kelainan irama jantung di mana irama sinus menjadi lebih cepat pada
waktu inspirasi dan menjadi lebih lambat pada waktu ekspirasi
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Biasanya antara 60-100x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gelombang
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Sinus Aritmia
4. Sinus Arest
- Terdapat episode hilangnya satu atau lebih gelombang P, QRS dan T
- Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi Jantung (HR) : Biasanya antara 60x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gelombang P diikuti
gelombang QRS
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
- Hilangnya gelombang P, QRS dan gelombang T menyebabkan Gap
melebihi 2 kali R-R interfal.
Gambar Sinus Arrest
5. Ekstrasistol Atrial (AES/PAB/PAC)
Ekstrasistol Atrial adalah adanya impuls yang berasal dari atrium yang
timbul secara premature. Kadang menjadi pencetus takikardi supraventrikuler
dan fibrilasi atrial.
- Irama : Tidak teratur, karena ada irama yang
timbul dari awal
- Frekuensi Jantung (HR) : Tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Bentuknya berbeda dari irama dasarnya
dan timbul prematur
- Interval PR : Normal atau memendek
Gambar Ekstrasistol Atrial
6. Takhikardi Supraventrikel (SVT)
Asal depolarisasi pada SVT yaitu berasal dari atrium atau disekitar
atrioventrikuler. Biasanya karena ada re-entry di atrium atau nodus AV.
- Gejala : Jantung berdebar cepat sekali, keringat
dingin, lemah. Kadang timbul sesak nafas,
hipotensi, pada pasien PJK, takikardi
muncul pada serangan angina.
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : 150-250x/menit
- Gelombang P : Gelombang P sukar dilihat, kadang terlihat
tetapi kecil
- Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Supraventrikuler Tachycardi
7. Fluter Atrial (AFL)
- Irama : Biasanya teratur, bisa juga tidak teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Bervariasi, bisa normal, lambat atau cepat
- Gelombang P : Tidak normal, seperti gigi gergaji, teratur
dan dapat dihitung, misal P:QRS = 2:1, 3:1
atau 4:1
- Interval PR : Tidak dapat dihitung
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Atrial Flutter
8. Fibrilasi Atrial
- Terjadi eksitasi & recovery yang sangat tidak teratur dari atrium è impuls
listrik yang timbul dari atrium sangat cepat dan tidak teratur. Fibrilasi
atrial dapat berlangsung sebentar atau menetap
- Disebabkan oleh penyakit katup mitral
- Pemeriksaan klinis: Irama jantung tidak teratur dgn bunyi jantung yang
intensitasnya tidak sama. sering kali didapatkan adanya defisit pulsus
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Bervariasi, (bisa normal, lambat atau cepat)
Rafid Respon : HR > 100 x/menit
Normo Respon : HR 60 -100x/menit
Slow Respon : HR > 60 x/menit
- Gelombang P : Tidak dapat diidentifikasi, sering terlihat
keriting
- Interval PR : Tidak dpt dihitung
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Atrial Fibrillation
9. Irama Junctional (JR)
- Pada irama nodal,maka nodus atrioventrikularis bertindak sbg pusat
ektopik yang memacu jantung
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : 40 - 60x/menit
- Gelombang P : Terbalik di depan atau dibelakang
Gelombang QRS
- Interval PR : Kurang dari 0,12 detik atau tidak dapat
dihitung
- Gelombang QRS : Normal
- Belum memerlukan pengobatan khusus kecuali bila frek.jantung sangat
lambat (<40x/menit) & timbulkan gang.hemodinamik è atropin sulfat (iv)
Gambar Irama unctional
10. Ekstrasistol Junctional (JES)
- Gangguan irama dimana timbul denyut jantung prematur yang berasal dari
fokus yang terletak di ventrikel. Ekstrasistol dapat berasal dari 1 fokus
atau lebih
- F. resiko : Usia, peminum caffein, perokok & Stress
- Etiologi : Iskemi miokard, AMI, GJ, sindrom QT
memanjang, prolaps katup mitral,
cerebrovaskular accident, keracunan
digitalis, hipokalemi, miokarditis,
kardiomiopati
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang
muncul lebih awal
- Frekuensi Jantung (HR) : Tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Tidak ada atau tidak normal sesuai dengan
letak impuls
- Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Ekstrasistol Ventrikel
11. Takikardi Junctional
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : >100x/menit
- Gelombang P : Tidak ada atau terbalik kedepan atau
kebelakang gelombang QRS
- Interval PR : Tidak dapat dihitung atau memendek
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Takikardi Nodal (AV Junctional Tachycardia)
12. Irama Idioventrikuler
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : 20-40x/menit
- Gelombang P : Tidak terlihat
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : Lebar (> 0,12 detik)
Gambar Irama Idioventrikuler
13. Ekstrasistol Ventrikel (VES)/(PVC)
- Irama : Tidak teratur, karena ada gelombang yang
timbul lebih awal
- Frekuensi Jantung (HR) : tergantung irama dasarnya
- Gelombang P : Tidak ada
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : timbul prematur (> 0,12 detik) dan bentuk
bizzare (aneh)
Gambar 2.7 VES/PVC
14. Takikardi Ventrikel
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : >100x/menit
- Gelombang P : Tidak terlihat
- Interval PR : Tidak ada
- Gelombang QRS : Lebar (> 0,12)
Gambar Takikardi Ventrikel
15. Fibrilasi Ventrikel (VF)
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Tidak dapat dihitung
- Gelombang P : Tidak ada
- Gelombang QRS : Tidak dapat dihitung, bergelombang dan
tidak teratur
-
Gambar Ventrikel Fibrillation
16. Blok Sinoatrial (SA Blok)
- Keadaan di mana pembentukan impuls di nodus sinus masih normal tapi
impuls dari nodus tidak dapat mencapai atrium secara lengkap
- Etiologi : Stimulasi vagus yang berlebihan,
miokarditis, PJK, infark bagian inferior,
keracunan digitalis atau obat anti aritmia
yang lain
- Gejala : Sinkop
- Irama : Teratur, kecuali pada yang hilang
- Frekuensi Jantung (HR) : < 60x/menit
- Gelombang P : gel P tidak muncul pada waktunya, jarak
interval P-P à 2x jarak interval PP yang
normal
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Blok sinoatrial
17. Blok Atrioventrikuler (AV Blok) Derajat I
- Disebabkan karena ganngguan konduksi di proksimal his Bundle
- Etiologi karena intoksikasi digitalis,peradangan,proses degenerasi atau
variasi normal
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : 60-100x/menit
- Gelombang P : Normal, selalu diikuti gelombang QRS
- Interval PR : Memanjang > 0,20 detik
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Blok AV Tingkat I
18. Blok Atrioventrikuler (AV Block) Derajat II Mobitz 1 (Wenchebah)
- Irama : Tidak teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : 60-100x/menit atau < 60x/menit
- Gelombang P : Normal, tetapi ada satu gelombang P yang
tidak diikuti Gelombang QRS
- Interval PR : Makin lama makin panjang sampai ada
gelombang P yang tidak diikuti gelombang
QRS, kemudian siklus makin panjang
diulang
- Gelombang QRS : Normal
19. Blok Atrioventrikuler Derajat II Morbitz 2
- Etiologi : IM akut, miokarditis, proses degenerasi
- Dapat timbul serangan sinkop dan sebaiknya dilakukan pemasangan pacu
jantung.
- Irama : Umumnya tidak teratur, kadang bisa teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Bisa lambat, < 60 x/menit
- Gelombang P : Normal, ada satu atau lebih gelombang P
yang tidak diikuti gelombang QRS
- Interval PR : Normal/memanjang secara konstan
kemudian ada blok
- Gelombang QRS : Normal
Gambar Blok AV Tingkat II
20. Blok Atrioventrikuler Derajat III (Total AV Block)
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : < 60x/menit
- Gelombang P : Normal, tetapi gelombang P dan
gelombang QRS berdiri sendiri-sendiri
gelombang P kadang diikuti gelombang
QRS kadang tidak.
- Interval PR : Berubah-ubah
- Gelombang QRS : Normal atau lebih dari 0,12 detik
Gambar Blok AV Tingkat III
21. Right Bundle Branch Blok (RBBB)
Suatu jenis blockade konduksi yang melibatkan interupsi sebagian atau
seluruhnya aliran impuls elektrik melalui berkas cabang kanan atau kiri.
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Umumnya antara 60-100x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gelobang QRS dan T
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Lebar lebih dari 0,12 detik
Gambar Right Bundle Branch Blok
22. Left Bundle Branch Blok (LBBB)
- Irama : Teratur
- Frekuensi Jantung (HR) : Umumnya normal antara 60-100x/menit
- Gelombang P : Normal, setiap gelombang P selalu diikuti
gel QRS dan T
- Interval PR : Normal
- Gelombang QRS : Ada bentuk rsR’ (M Shape) di V5 dan V6.
Gel Q yang lebar dan dalam di V1 dan V2.
ST segmen dan gelombang T di V5 dan V6
Gambar Left Bundle Branch Blok
E. Patofisiologi
SA node adalah sumber utama normal pacemaker, dimana impuls yang
dikeluarkan oleh SA node akan menyebar ke seluruh sel-sel otot atrium melalui
lintasan khusus (tractus nodal), setelah semua otot-otot atrium terdepolarisasi
yang menyebabkan atrium berkontraksi, impuls akan diteruskan AV node melalui
sistem konduksinya yaitu bundle his dengan cabangnya, kemudian diteruskan ke
purkinje fiber untuk mendepolarisasi otot-otot ventrikel yang menyebakan otot
ventrikel berkontraksi. (Patrick Davey, 2009)
Apabila impuls utama berasal dari luar SA node, atau terjadi perlambatan/
percepatan pada sistem konduksi, atau adanya bypass konduksi, ini semua akan
menyebabkan gambaran EKG yang berbeda dengan normal EKG atau dinamakan
aritmia/ dysritmia. (Patrick Davey, 2009)
Mekanisme aritmogenik disebabkan oleh ganguan pembentukan impuls dan
gangguan konduksi. (Patrick Davey, 2009)
1. Gangguan pembentukan impuls
Terdapat dua mekanisme dalam gangguan ini, yaitu:
a. Kelainan automatisasi
Pada keadaan normal, automatisasi (depolarisasi spontan) hanya
terjadi pada nodus SA. Hal ini disebabkan karena impuls-impuls yang
dicetuskan di nodus SA sedemikian cepatnya sehingga menekan proses
automatisasi di sel lain. Apabila terjadi perubahan tonus susunan saraf
pusat otonom atau karena suatu penyakit di Nodus SA sendiri maka dapat
terjadi aritmia
b. Trigger automatisasi
Dasar mekanisme trigger automatisasi ialah adanya early dan
delayed after-depolarisation yaitu suatu voltase kecil yang timbul sesudah
sebuah potensial aksi, apabila suatu ketika terjadi peningkatan tonus
simpatis misalnya pada gagal jantung atau terjadi penghambatan aktivitas
sodium-potassium-ATP-ase misalnya pada penggunaan digitalis,
hipokalemia atau hipomagnesemia atau terjadi reperfusi jaringan miokard
yang iskemik misalnya pada pemberian trombolitik maka keadaan-
keadaan tersebut akan mnegubah voltase kecil ini mencapai nilai ambang
potensial, sehingga terbentuk sebuah potensial aksi prematur yang
dinamakan “Trigger Impuls”. Trigger impuls yang pertama dapat
mencetuskan sebuah trigger impuls yang kedua kemudian yang ketiga dan
seterusnya samapai terjadi suatu iramam takikardi.
2. Gangguan konduksi
a. Re-entry
Bilamana konduksi dalam satu jalur tergaggu sebagai akibat iskemia
atau masa refrakter, maka gelombang depolarisasi yang berjalan pada jalur
tersebut akan berhenti, sedangkan gelombang pada jalur B tetap berjalan
sepeti semula bahkan dapat berjalan secara retrograd masuk dan terhalang
di jalur A. Apabila beberapa saat kemudian terjadi penyembuhan pada
jalur A atau masa refrakter sudah lewat maka gelombang depolarisasi dari
jalur B akan menemus rintangan jalur A dan kembali mengkatifkan jalur B
sehingga terbentuk sebuah gerakan sirkuler atau re-entri loop. Gelombang
depolarisasi yang berjalan melingkar ini bertindak seagi generator yang
secara terus-menerus mencetuskan impuls.
Reentr loop ini dapat berupa lingkaran besar melalui jalur tambahan
yang disebut macroentrant atau microentrant.
b. Concealed conduction (konduksi yang tersembunyi)
Impuls-impuls kecil pada janutng kadang-kadang dapat menghambat
dan menganggu konduksi impuls utama. Keadaan ini disebut concealed
conduction. Contoh concealed conduction ini ialah pada fibrilasi atrium,
pada ekstrasistol ventrikel yang dikonduksi secara retrograd. Biasanya
gangguan konduksi jantung ini tidak memiliki arti klinis yang penting.
c. Blok
Blok dapat terjadi di berbagai tempat pada sistem konduksi sehingga
dapat dibagi menjadi blok SA (apabila hambatan konduksi pada perinodal
zpne di nodus SA); blok AV (jika hambatan konduksi terjadi di jalur
antara nodus SA sampai berkas His); blok cabang berkas (bundle branch
block=BBB) yang dapat terjadi di right bundle branch block atau left
bundle branch block.
F. Manifestasi Klinis
Gejala klinis aritmia dapat “Silent” atau tidak menimbulkan gejala apapun
atau juga dapat menimbulkan gejala seperti: (Patrick Davey, 2009)
- Palpitasi
- Dada berdebar-debar
- Pusing (Dizziness) dan fertigo
- Sesak nafas
- Dada terasa tidak nyaman atau nyeri dada
- Kelelahan (Weakness or fatigue)
- Kesadaran menurun & Sinkop
- Henti jantung mendadak
Episode sinkop klasik yang disebabkan oleh bradiaritmia adalah serangan
Stokes-Adams. Ciri-cirinya adalah: (Patrick Davey, 2009)
- Onset mendadak tanpa peringatan (dalam beberapa detik)
- Kolaps langsung dengan hilangnya kesadaran
- Pucat atau diam seperti ‘orang mati’
- Lamanya mulai dari beberapa detik sampai 1 atau 2 menit.
- Cepat pulih menjadi normal, sebagian besar pasien mengalami disorientasi
sementara selama beberapa menit tanpa tanda atau gejala neurologis fokal.
Tanda-tanda klinis yang dapat terjadi :
- Bradikardi atau takikardi
- Hipotensi
- Syok
- Edema paru
- Akral dingin
- Penurunan kondisi urin
G. Penegakan Diagnosa
1. EKG: Sebuah gambaran impuls listrik yang berjalan melalui otot jantung.
Hasil EKG tercatat pada kertas grafik, melalui penggunaan elektroda yang
melekat pada lengan, dada dan kaki. Hal yang perlu dinilai dari EKG adalah
menentukan irama jantung (Rhythm), frekuensi (Heart Rate), Sumbu Jantung
(Axis), ada atau tidaknya tanda hipertrofi, ada atau tidaknya tanda
iskemia/infrak dan ada atau tidaknya tanda akibat gangguan lain seperti obat-
obatan atau gangguan keseimbangan elektrolit.
2. Ambulatory monitors, seperti :
- Holter monitor: Rekorder kecil yang portable dimana menempel pada
elektroda di dada pasien. Merekam ritme jantung secara kontinu selama
24 jam.
- Transtelephonic monitor: monitor kecil ditempelkan pada elektroda,
biasanya di jari atau pergelangan tangan. Melalui alat ini, ritme jantung
pasien dikirim melalui line telepon ke dokter.
- Transtelephonic monitor with a memory loop: rekorder kecil yang
portable dipakai terus-menerus dalam jangka waktu tertentu untuk
merekam dan menyimpan informasi ritme jantung pasien.
3. Echocardiogram: alat ultrasound untuk melihat jantung dan menentukan jika
ada kelainan otot atau katup jantung yang menyebabkan aritmia. Tes ini
dilakukan saat istirahat atau dengan aktivitas.
4. Stress test: sebuah tes untuk merekam aritmia yang muncul atau memburuk
dengan latihan. Tes ini membantu untuk menentukan apakah ada penyakit
jantung atau jantung koroner yang menjadi penyebab kelainan ritme.
5. Cardiac catheterization: menggunakan local anestesi, kateter dimasukan
melalui pembuluh darah dan diarahkan dengan mesin x-ray. Pada kateter
dimasukan kontras sehingga dapat tampak gambaran arteri koroner, rongga
jantung dan katup. Tes ini dapat mendeteksi kerja otot dan katup jantung.
6. Electrophysiology Study (EPS): kateterisasi khusus jantung yang dapat
mengevaluasi sistem konduksi jantung. Kateter dimasukan untuk merekam
aktivitas elektrik jantung. Alat ini digunakan untuk menentukan penyebab
kelainan ritme jantung dan penanganan yang sesuai. Selama tes, aritmia dapat
dimunculkan dan dihentikan.
7. Tilt Table Test (passive head-up tilt test or head upright tilt test): merekam
tekanan darah dan nadi setiap menitnya saat meja dinaikkan dengan posisi
kepala diatas pada level yang berbeda-beda. Hasil tes ini digunakan untuk
mengevaluasi ritme jantung, tekanan darah.
8. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium à
disritmia
9. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin
10. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan meningkatkan disritmia
H. Komplikasi
- Henti jantung
- Angina
- Gagal Jantung
- Stroke
I. Penatalaksanaan
American Heart Association menggunakan 4 rantai penyelamatan yang
menggambarkan waktu merupakan hal penting dalam penyelamatan penderita,
khususnya pada penderita dengan VF dan SCA, yaitu: (Tim Penelitian dan
pengembangan YAGD 118, 2011)
1. Cepat mengenali keadaan gawat darurat dan mengaktifkan sistemn gawat
darurat
2. Cepat melakukan RJP
3. Cepat melakukan defibrilasi; RJP dengan defibrilasi dalam 3-5 menit awal,
dapat meningkatkan angka keberhasilan antara 49%-75%.
4. Cepat melakukan bantuan hidup lanut diikuti pertolongan pasca resusitasi
oleh petugas kesehatan
Empat irama pada aritmia yang tampak henti jantung seperti, Ventrikel
Fibrilasi (VF), Ventrikel Takikardia (VT), Pulseless Electrical Activity (PEA),
dan asistol.
Ventrikel Fibrilasi (VF)
Ventrikel Fibrilasi (VF), merupakan kasus terbanyak yang sering
menimbulkan kematian jantung mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat
melakukan fungsi kontraksinya, dimana antung hanya mampu bergetar saja,
sehingga keadaan ini dapat segera membawa kematian. Keadaan ini sering kali
didahului dengan adanya takikardi ventrikel. Pada kasus ventrikel fibrilasi
tindakan yang harus segera dilakukan adalah DC-shock atau defibrilasi, jangan
menunda tindakan hanya karena sebab lain seperti pemasangan infuse dan lain
sebagainya, dan tindakan ini sama sama seperti yang dilakukan pada ventrikel
takikardi tanpa nadi. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Oleh karena gawatnya keadaan ini DC shock/Defibrilasi yang tersedia
haruslah terpasang pada modus Unsynchronized, sehingga dapat digunakan
segera. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Ventrikel Takhikardi
Mekanisme penyebab takikardi biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi (pembentukan impuls) ataupun akibat adanya gangguan konduksi.
Takhikardi ventrikel dapat berasal dari bawah percabangan berkas his sepanjang
jalur konduksi tersebut, otot jantung, ataupun gabungan dan keduanya. Keadaan
ini biasanya didahului dengan timbulnya irama ekstra sistole lebih dari 3 buah.
(Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Takhikardi ventrikel dapat berlangsung dengan gangguan hemodinamik atau
tanpa gangguan hemodinamik. Pada keadaan dimana terjadi takhikardi ventrikel
dengan keadaan hemodinamik stabil pemilihan terapi secara medika mentosa
dengan obat-obatan antiaritmia intravena lebih diutamakan. Pada kasus-kasus
dimana terjadi takhikardi ventrikel dengan gangguan hemodinamika sampai
terjadi henti jantung, maka pemberian terapi elektrik dengan menggunakan DC
shock merupakan pilihan utama. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118,
2011)
Takhikardi ventrikel dapat menyebabkan penurunan curah jantung (Cardiac
Output), berikut ini adalah meanisme yang dapat menelaskan terjadinya
penurunan curah jantung: (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
a. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri
akan memendek, akibatnya pengisian darah ke ventrikel juga berkurang,
curah jantung akan menurun
b. Hilangnya sinkronisasi antara atrium dan ventrikel
c. Tidak terkoordinasinya kontraksi atrium dan ventrikel
Penyakit jantung koroner sudah banyak menimbulkan takikardi ventrikel,
sudah banyak penelitian yang menghubungkan iskemia dengan takikardi
ventrikel. Pada serangan infrak miokard akut, takikardi ventrikel dapat timbul
dalam 24 jam pertama, dengan mengakibatkan kematian yang tinggi.
Beberapa obat-obatan antiaritmia juga dapat menimbulkan takhikardi
ventrikel, tindakan yang harus segera dilakukan pada ventrikel takhikardi tanpa
nadi adalah DC shock/defibrilasi segera, jangan ditunda.
Pulseless Electrical Activity (PEA)
Adalah suatu keadaan dimana aktifitas listrik antung tidak menghasilkan
kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan
nadi tidak teraba. Irama EKG yang masuk dalam kondisi PEA adalah irama
idioventrikuler, ventrikuler escape, bradisistolik. PEA dengan QRS yang lebar dan
nadi yang rendah biasanya merupakan prognosis yang buruk. Pada kasus PEA
mencari penyebab bukan merupakan kasus yang berat timbul respon yang baik
pada kasus-kasus tertentu
Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung,
dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada ventrikel
fibrilasi halus irama yang terlihat hampir menyerupai asistoleh, oleh sebab itu
monitor EKG haruslah diperhatikan dengan benar karena menyangkut pada teknik
pertolongan yang berbeda. Lead yang lepas juga memberikan gambaran yang
sama, pengecekan juga merupakan salah satu hal yang penting pada kasus ini.
Fibrilasi ventrikel, PEA, sering kali mendahuluai adanya asistole. Pada kasus-
kasus AV blok total/AV blok derajat iiiyang tanpa escape pace maker uga sering
sebagai penyebab asistole. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Pada saat henti antung, bantuan hidup dasar dan tindakan defibrilasi secara
dini merupakan tindakan terpenting yang pertama dan pemberian obat-obatan
adalah tindakan penting yang kedua. Obat-obatan tersebut diberikan melaui
intravena atau melalui alat bantu jalan nafas. (Tim Penelitian dan pengembangan
YAGD 118, 2011)
Gambar Algoritma penatalaksanaan henti jantung pada aritmia
Penjelasan Algoritma Ventrikel Fibrilasi dan ventrikel Takhikardi tanpa nadi.
Kotak 1 dan 2
Segera lakukan RJP secara terus menerus pada menit pertama. dan tindakan
defibrilasi harus dilakukan secepat mungkin (Kelas1)
Jika VF/VT tanpa nadi tidak tersaksikan RJP dilakukan selama 5 siklus
sebelum defibrilasi dilakukan pada orang dewasa yang mengalami henti jantung
yang sudah lama pemberian defibrilasi memberikan keberhasilan setelah
dilakukan kompresi dada yang adekuat. Tetapi ika VF/VT tanpa nadi yang
tersaksikan dan defibrilasi tersedia, setelah diberikan bantuan nafas 2 kali dan
pemeriksaan nadi ternyata tidak teraba segera lakuakn tindakan defibrilasi. (Tim
Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Kotak 3, 4, dan 5
Defibrilasi dilakuakn satu kali dengan energi 360 Joule dengan menggunakan
defibrilator monofasik, untuk defibrilator bifasik menggunakan energi 120-200
joule. ika tidak diketahui enis defibrilasi yang digunakan energi yang diberikan
adalah 200 joule. Setelah defibrilasi dilakukan segera lakukan RJP selama 5 siklus
(kira-kira 2 menit), kemudian lakukan penegecekan irama, jika tidak terjadi
perubahan irama lanjutkan RP selama 5 siklus. disertai dengan pemasangan alat
bantu jalan nafas. Jika alat bantu jalan nafas sudah terpasang (endotrakheal tube,
laryngeal mask, conbitube), maka kompresi tidak perlu dihentikan pada saat
pemberian ventilasi. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Kompresi dilakukan dengan kecepatan 100x/menit dan ventilasi diberikan
sekitar 8-10 x/menit. Kompresor harus digantikan selma 2 menit untuk
menghindari kelelahan yang dapat mengakibatkan kompresi dada tidak adekuat.
Pengecekan nadi dan irama antung tidak perlu dilakukan setelah pemberian
defibrilasi, hanya dilakukan setelah RJP selama 5 siklus (kira-kira 2 menit). Pada
saat RJP kompresi tidak diizinkan untuk terlalu sering dihentikan, karena akan
menurunkan perfusi ke otak. Idealnya berhenti pada saat ventilasi diberikan jika
belum menggunakan alat bantu jalan nafas definitive, saat mengecek irama antung
atau saat defibrilasi siap diberikan. Segera lakukan pemasangan intravena tetapi
tidak boleh mengganggu tindakan RJP atau tindakan defibrilasi. (Tim Penelitian
dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Kotak 6 & 7
Obat-obatan pada algoritma VF/VT tanpa nadi diberikan setelah 1 atau 2 kali
defibrilasi dan RJP dilakukan. Terapi pilihan pertama yaitu vasopressor yaitu
adrenalin 1 mg diberikan sebagai pengganti adrenalin atau sebagai obat kedua.
vasopresor diberikan dengan dosis 40 unit. setelah obat diberikan RJP dilakukan
selama 5 siklus atau 2 menit kemudian pastikan irama lalu defibrilasi dilakukan
dengan energi sama dengan energi sebelumnya. (Tim Penelitian dan
pengembangan YAGD 118, 2011)
Kotak 8
Jika setelah dilakukan 2 atau 3 defibrilasi RJP serta vasopresor telah
diberikan dan irama belum berubah. maka anti aritmia seperti amiodaron (kelas
Iib) dapat dipertimbangkan untuk diberikan, dengan dosis awal amiodaron adalah
300 mg diencerkan dalam 20-30 ml cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9% diikuti
cairan pembilas dextrose 5% atau NaCl 0,9 sebanyak 20 ml, amiodaron dapat
diulang dengan dosis 150 mg per IV/IO. Jika amiodaron tidak tersedia lidokain
diberikan dengan dosis awal 1-1,5 mg/kg diberikan per IV/IO. Pemberiannya
dapat diulang 5-10 menit dengan dosis 0,5-0,75 mg/kg jika VF/VT tanpa nadi
menetap, dosis maksimal 3 mg/kg. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD
118, 2011)
Pemberian obat-obatan pada saat RJP diberikan tanpa harus menghentikan
RJP yaitu segera setelah pengecekan irama dilakukan dan dapat diberikan
sebelum atau sesudah defibrilasi. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118,
2011)
Pengecekan irama harus dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, dan
pengecekan nadi hanya dilakukan jika terjadi perubahan irama dan irama tersebut
teratur (QRS jelas, teratur dan sempit). Jika terdapat keraguan mengenai keadaan
nadi (terba atau tidak keraba) lakukan RJP. Jika penderita kembali pada sirkulasi
spontan (nadi teraba) segera mulai penatalaksanaan pada paska resusitasi. Apabila
irama menjadi asistole atai PEA lihat algoritma selnjutnya (kotak 9 dan 10). (Tim
Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Penjelasan Algoritma Asistole dan Pulseless Electrical Activity (PEA)
Kotak 9
Pada monitor menunjukkan irama PEA dan asistole
Kotak 10
RJP dilakukan selama 5 siklus diikuti dengan pemasangan alat bantu jalan
nafas devinitif dan pemasangan intra vena, tanpa menghentikan tindakan tindakan
RJP. Setelah alat bantu jalan nafas terpasang, RJP dilakukan tanpa harus
menghentikan kompresi dada untuk pemberian ventilasi 8-10 x/menit. (Tim
Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Vasopresor seperti adrenalin atau vasopresor diberikan segera setelah
intravena terpasang. Adrenalin diberikan dengan dosis 1 mg setiap 3-5 menit.
Vasopresin dapat diberikan sebagai pengganti adrenalin atau sebagai obat kedua
setelah adrenalin, dengan dosis tunggal 40 unit. Waktu yang tepat untuk
pemberian obat adalah segera setelah dilakukan pengecekan nadi, setelah
pemberian obat kemudian RJP dilakukan selama 2 menit, kemudian pengecekan
nadi dilakukan kembali. (Tim Penelitian dan pengembangan YAGD 118, 2011)
Pengecekan nadi dilakukan kembali untuk memastikan terjadinya perubahan
irama. Jika irama tidak berubah maka RJP dilanjutkan kembali seperti pada kotak
10, jika irama berubah membutuhkan tindakan defibrilasi lihat algoritma pada
kotak 4 dan jika irama berubah menjadi irama yang teratur, nadi teraba,
identifikasi irama EKG tersebut dan lakukan penatalaksanaan sesuai irama yang
tampak atau lakukan penatalaksanaan sesuai irama yang tampak. (Tim Penelitian
dan pengembangan YAGD 118, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Soedomo, Suryadi, dkk. 2011. Buku Panduan BT&CLS Edisi keempat. Jakarta.
Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. Bantuan Hidup Dasar. Hal 160-171