Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
ANALISIS STUDI KASUS
PERTANIAN BERLANJUT DIPADUKAN DENGAN PERTANIAN TERPADU
TERKAIT ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN
(Studi Kasus “ Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan
Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapat Petani”,
Oleh Ketut Kariyasa Tahun 2005)
I. PERTANIAN BERKELANJUTAN
I.1 Definisi dan Konsep Pertanian Berkelanjutan
Di kalangan para pakar ilmu tanah atau agronomi, istilah sistem pertanian
berkelanjutan lebih dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture) atau LISA (Low Input Sustainable Agriculture), yaitu sistem pertanian yang
berupaya meminimalkan penggunaan input (benih, pupuk kimia, pestisida, dan bahan
bakar) dari luar ekosistem, yang dalam jangka panjang dapat membahayakan
kelangsungan hidup sistem pertanian. (Salikin, 2003)
Kata sustainable mengandung dua makna, yaitu maintenance dan prolong.
Artinya, pertanian berkelanjutan harus mampu merawat atau menjaga (maintenance)
untuk jangka waktu yang panjang (prolong). Karena lahir sebagai solusi alternatif untuk
mengatasi kegagalan pertanian modern di masa lalu, pertanian berkelanjutan juga dapat
disebut pertanian pascamodern atau pertanian posmo. (Salikin, 2003)
Libunao (1995) menyatakan bahwa dalam perspektif kelembagaan paling
tidak terdapat delapan ciri spesifik agar suatu pertanian dikatakan berkelanjutan,
meliputi:
1. Bernuansa ekologi (ecologically sound)
2. Berjiwa sosial (social just)
3. Bernilai ekonomis (economically viable)
4. Berbasis ilmu holistik (based on holistic)
5. Berketepatan teknik (technically appropriate)
6. Berketepatan budaya (culturally appropriate)
7. Dinamis (dynamic)
8. Peduli keseimbangan gender (committed to gender balance)
(Salikin, 2003)
1
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
Menurut FAO yang disebut Pertanian Berkelanjutan adalah setiap prinsip,
metode, praktek, dan falsafah yang bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara
lingkungan dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan
secara sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan dengan
pendekatan holistik. (Hasna, 2011)
Menurut Thrupp (1996) Pertanian Berkelanjutan sebagai praktek-praktek
pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial
dapat dipertanggung-jawabkan. (Hasna, 2011)
Menurut Nasution (1995) dalam Salikin (2003), pertanian berkelanjutan
merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial dari
pengelolaan sumberdaya biologis dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi
produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup dan produktivitas
sumberdaya sepanjang masa. Menurut Soekartawi (1995) dalam Salikin (2003), terdapat
tiga alasan mengapa pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan yaitu:
sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian
nasional masih dominan. Kontibusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto
adalah sekitar 20 % dan menyerap 50 % lebih tenaga kerja di pedesaan. Kedua,
agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung
pembangunan sektor lainnya. Ketiga, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi
keharusan agar sumberdaya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk
waktu yang relatif lama. Sektor pertanian tetap menduduki peran vital yang mendukung
kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.
Sehingga pada dasarnya, pertanian Berkelanjutan merupakan sistem usaha
tani yang mampu mempertahankan produktivitas, dan kemanfaatannya bagi masyarakat
dalam waktu yang tidak terbatas. Sistem demikian harus dapat mengkonservasikan
sumberdaya, secara sosial didukung, secara ekonomi bersaing, dan secara lingkungan
dapat dipertanggungjawabkan. Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan
ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi.
I.2 Ciri-ciri Sistem Pertanian Berkelanjutan
Sistem pertanian berkelanjutan ini mempunyai ciri-ciri atau sifat sebagai
berikut:
1. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically
viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup
dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir/diterima.
2
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
2. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem dipelihara atau
ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi
keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem
yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan
(stress dan shock).
3. Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses
dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa
membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis.
4. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan
memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan
pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai tatanan
nilai, spirit dan pengetahuan lokal
5. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang
selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan
perubahan konstalasi pasar.
(Damson, 2012)
II. PERTANIAN TERPADU
II.1 Definisi dan Konsep Pertanian Terpadu
Pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang selaras dengan kaidah
alam, yaitu mengupayakan suatu keseimbangan di alam dengan membangun suatu pola
relasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di antara setiap komponen
ekosistem pertanian yang terlibat, dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan
memanfaatkan bahan-bahan limbah organik. Pada dasarnya alam diciptakan dalam
keadaan seimbang oleh sang pencipta, sehingga alam mempunyai cara tersendiri untuk
memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan manusia sebagai bagian dari unsur alam
memiliki tugas untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan baik dan
proporsional. Peningkatan kaenekaragaman hayati merupakan hal penting dalam
menanggulangi hama penyakit, pengurangan resiko, sedangkan pemanfaatan limbah
organik perlu untuk menciptakan keseimbangan siklus energi (terutama unsur hara) yang
berkelanjutan, serta untuk kepentingan konservasi tanah dan air. (Utomo, 2012)
Sistem pertanian terpadu adalah sistem yang memadukan subsektor pertanian
atau pertanian secara luas untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya
3
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
lahan yang dapat berlangsung secara berkelanjutan yang dapat menciptakan suatu
ekosistem yang meniru cara alam bekerja. (Suan, 2012)
Tujuan dari sistem pertanian terpadu antara lain yaitu, memasyarakatkan
sistem pertanian terpadu sebagai pertanian yang lestari dimana lokasi tanah diperhatikan
dan ditingkatkan untuk menjamin kelangsungan siklus yang berkesinambungan.
Membentuk masyarakat tani yang mandiri dan peduli lingkungan dan sadar akan jati
dirinya sebagai penjaga alam. Meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat yang
adil dan merata dengan pola pikir maju dan pola hidup sederhana. Membentuk suatu
ikatan kerjasama dalam bentuk pertanian inti rakyat serta membangun kerjasama yang
sejajar dalam memenuhi kebutuhan sektor pertanian. Memenuhi kebutuhan pasar akan
makanan yang sehat dan bebas polusi guna meningkatkan kualitas dalam persaingan.
(Utomo, 2012)
Dalam prakteknya, sistem pertanian terpadu tidaklah semudah dan
sesederhana seperti yang banyak disangka orang. Diperlukan strategi-strategi jitu agar
tujuan dari sistem pertanian terpadu dapat tercapai sesuai dengan apa yang telah
diharapkan. Strategi yang harus dibangun adalah usaha tani terpadu yang berorientasi
kepada pasar serta pelestarian nilai budaya tradisional dengan sistem kegiatan
manajemen modern. Strategi-strategi yang perlu dibangun tersebut yaitu, yang pertama
ialah pertanian tradisional dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya yang dimiliki
serta dikelola dengan manajemen modern yang bertujuan mengurangi ketergantung
terhadap pupuk anorganik. (Utomo, 2012)
II.2 Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu
Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan
seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara
seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara
efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu
kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Peternakan adalah
salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Pertanian terpadu
berbasis peternakan terbukti sangat menguntungkan. Integrasi ternak dengan lahan
pertanian merupakan upaya percepatan pengembangan peternakan dengan penerapan
keterpaduan antar komoditas ternak dengan usaha tanaman pangan, perkebunan dan
perikanan yang saling menguntungkan berupa limbah usaha tanaman pangan,
perkebunan dan perikanan yang digunakan sebagai pakan ternak untuk ternak dan
4
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
kotoran ternak dalam bentuk kompos yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan
lahan pertanian. (Apriyani, 2011)
Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki
ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah
karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi
peningkatan hasil produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.
(Apriyani, 2011)
III. INTEGRASI PERTANIAN BERKELANJUTAN DAN PERTANIAN TERPADU
Cakupan pertanian sangat luas, namun sesungguhnya saling berinteraksi dalam
suatu ekosistem. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri, maka sisa tanaman,
atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan
penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha
pertanian. Bila demikian halnya sama seperti pada pengembangan ilmu pertanian, secara
produksi pun memerlukan keterpaduan atau pertanian terpadu. Oleh karena itu, pertanian
terpadu merupakan pilar utama kebangkitan bangsa Indonesia, karena akan mampu
menyediakan pangan yang aktual bagi bangsa ini secara berkelanjutan.
Sistem pertanian terpadu yang berkelanjutan dilihat dari tiga aspek, yaitu ekologi,
ekonomi dan sosial. Secara aspek ekologi, sistem pertanian terpadu dapat menciptakan
pertanian yang ramah lingkungan sehingga dapat menjadi solusi dalam mencegah
menurunnya kesuburan lahan. Secara aspek ekonomi, dapat memberikan keuntungan. Salah
satunya karena sistem pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan maksimal sumber
daya lahan. Sehingga dalam luas lahan tertentu mendapatkan keuntungan dari beberapa jenis
usahatani yang diusahakan dalam area tersebut. Sedangkan secara aspek sosial, sistem
pertanian terpadu dengan konsep kearifan lokal yang mudah diterima oleh masyarakat.
(Apriyani, 2011)
Sistem pertanian berkelanjutan bukan merupakan sistem usahatani tradisional
yang stagnan tanpa masukan input dari luar, melainkan dengan menggunakan input luar
secara arif mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka panjang dengan pertimbangan
sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya alam serta lingkungan. Oleh karena
itu dalam menerapkan pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan sumberdaya manusia,
pengetahuan dan teknologi, permodalan, hubungan produk dan konsumen, serta masalah
keseimbangan misi pertanian dalam pembangunan.
5
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
Suatu agroekosistem yang keanekaragamannya tinggi akan memberi jaminan
yang lebih tinggi bagi petani. Namun, keanekaragaman tidak selalu mengakibatkan
kestabilan, bahkan dapat menyebabkan ketidakstabilan jika komponen-komponennya tidak
dipilih dengan baik, misalnya beberapa jenis pohon merupakan inang hama atau penyakit
berbahaya bagi tanaman; dan tanaman, hewan atau pohon bisa bersaing dalam
ketenagakerjaan, unsur hara dan air. Jika keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan
mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan
berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, maka bukan hanya kestabilan yang dapat
diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan input yang lebih rendah.
(Adianto, 1993)
Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal
mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yang menggunakan sumberdaya
dan input yang ada secara optimal. Tantangannya adalah menemukan kombinasi tanaman,
hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta
konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan
modal. (Adianto, 1993)
Guna mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga
kelestarian lingkungan, maka pengelolaan sumberdaya secara efektif dari segi ekologi
maupun ekonomi mutlak dilakukan. Berbagai bentuk pendekatan yang dapat diterapkan,
diantaranya adalah : sistem tanam ganda; komplementari hewan ternak dan tumbuhan; usaha
terpadu peternakan dan perkebunan; agroforestry; pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya
genetik; dan pengelolaan hama terpadu. Berbagai pendekatan tersebut di atas dilaksanakan
secara terpadu, dan untuk mendukung keberkelanjutannya, harus di dukung oleh inovasi
teknologi yang di rancang berdasarkan kesesuaian dengan kondisi wilayah baik bio-fisik
maupun sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal. (Safuan, 2008)
Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan
mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu
ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur
yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga
meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara
organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan
berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga
keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi
6
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi
dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien. (Suan, 2012)
IV. ANALISIS STUDI KASUS JURNAL
“Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi
Pupuk dan Peningkatan Pendapat Petani”, Oleh Ketut Kariyasa Tahun 2005
Eksploitasi terhadap sumber daya lahan yang dicirikan oleh penggunaan pupuk
anorganik secara terus menerus dalam upaya meningkatkan produksi pertanian nasional telah
menyebabkan banyak lahan pertanian di Indonesia berada pada kondisi “sakit” (Kariyasa dan
Pasandaran, 2004). Disisi lain, penggunaan tenaga pada sektor pertanian, khususnya untuk
usahatani semusim seperti padi dan jagung hanya bersifat musiman, sementara ketersediaan
tenaga kerja keluarga sepanjang waktu. Sehingga pada saat-saat tertentu banyak tenaga kerja
keluarga yang menganggur atau belum digunakan secara optimal.
Usaha ternak seperti sapi telah banyak berkembang di Indonesia, akan tetapi pada
umumnya masih memelihara sebagai usaha sambilan, dimana tujuan utamanya adalah
sebagai tabungan, sehingga manajemen pemeliharaannya masih dilakukan secara
konvensional. Kendala utama dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan
tanaman adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau
(Muzani, et al. 2004). Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya
walaupun dengan harga relatif murah. (Ilham, et al. 2001)
Upaya mengatasi permasalahan tersebut, petani di beberapa lokasi di Indonesia
sejak dulu telah mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak (Crop Livestock System,
CLS). Pada umumnya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan nyata antara
musim hujan dan musim kemarau dengan bulan kering lebih dari 3 bulan berturut-turut.
Di sisi lain, fenomena di lapang menunjukkan bahwa petani cenderung tidak
lagi memperhatikan penggunaan pupuk secara berimbang, mengingat di satu sisi harga jual
produksi pertanian yang sangat fluktuatif dan cenderung merugikan petani dan di sisi lain
semakin mahalnya biaya produksi. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akan
menyebabkan sektor pertanian sema kin tidak menarik bagi petani dan pada akhirnya
berdampak terhadap ketahanan pangan nasional (Adnyana dan Kariyasa, 2000).
Untuk mengurangi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia sejak tahun
2003 kembali menerapkan kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor pertanian
(tanaman pangan dan perkebunan rakyat), dengan tujuan untuk membantu petani agar
dapat membeli pupuk sesuai kebutuhan dengan harga yang lebih murah, dengan harapan
7
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
produktivitas dan pendapatan petani meningkat (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004).
Kebijakan tersebut masih berjalan pada tahun ini dan kinerjanya akan terus dievaluasi
sebagai bahan pertimbangan untuk penerapan pada tahun berikutnya. Upaya pemerintah
selama ini untuk melindungi petani melalui kebijakan subsidi pupuk tampaknya tidak
efektif, terbukti masih seringnya terjadi fenomena lonjak harga dan langka pasok di
tingkat petani. Artinya, hak subsidi pupuk yang dirancang untuk petani lebih banyak
dinikmati oleh pabrikan pupuk dan pelakunya.
Konsep dan Keunggulan Sistem Integrasi Tanaman Ternak
Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau
keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani
memanfaatkaan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya, kemudian
memanfaaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak. Kelebihan dari adanya
pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatan “ketahanan pakan”khususnya
pada musim kering, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari
rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala
pemeliharaan ternak. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik disamping mampu
menghemat penggunaan pupuk an organik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur
dan ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya
produktivitas lahan. Semua petani mengatakan penggunaan pupuk organik mampu
mengurangi penggunaan pupuk anorganik, walaupun dalam prakteknya petani tidak
mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan.
Dari aspek peningkatan produksi dan pendapatan petani, hasil kajian empiris
Kariyasa dan Pasandaran (2004) di tiga provinsi (Jateng, Bali, dan NTB) menunjukkan
bahwa usahatani padi yang dikelola tanpa dipadukan dengan tanaman ternak sapi
mampu berproduksi sekitar 4,4 – 5,7 ton/ha (La mpiran 1), sementara usahatani padi
yang pengelolaannya dipadukan dengan ternak sapi potong mampu berproduksi sekitar
4,7 – 6,2 ton/ha (Lampiran 3). Artinya usahatani padi yang pengelolaannya dipadukan
dengan ternak atau yang menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9 -
8,8 persen lebih tinggi dibanding usahatani padi yang dikelola secara parsial tanpa
menggunakan pupuk kandang.
Dari sisi biaya, usahatani yang dikelola secara terpadu dengan ternak sapi hanya
membutuhkan biaya pupuk sekitar Rp 500 ribu – Rp 600 ribu/ha, sedangkan yang dikelola
secara parsial membutuhkan biaya pupuk berkisar Rp 621 ribu – Rp 733 ribu/ha. Dengan
kata lain, penggunaan pupuk kandang pada usahatani padi yang dikelola secara terpadu
8
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
mampu menghemat pengeluaran biaya pupuk sekitar 18,14 – 19,48 persen atau sekitar
8,8 persen terhadap total biaya. Usaha ternak yang dikelola secara terpadu dengan
usahatani padi yaitu dengan memanfaatkan jeraminya sebagai pakan hanya membutuhkan
biaya tenaga kerja berkisar Rp 410 ribu – Rp 889 ribu per ekor, sedangkan usaha ternak sapi
yang dikelola secara parsial (tidak menggunakan jerami) membutuhkan biaya tenaga
kerja berkisar Rp 735 ribu – Rp 1.377 ribu per ekor . Dengan kata lain usaha ternak yang
memanfaatkan limbah pertanian mampu menghemat biaya tenaga kerja berkisar 35,44 -
44,22 persen, atau berkisar 5,26 - 6,38 persen terhadap total biaya usaha ternak.
Tampak bahwa keuntungan baik menurut usaha maupun secara keseluruhan
jika dikelola secara terpadu mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi.
Usahatani padi dan ternak sapi yang dikelola secara terpadu di Jawa Tengah mampu
memberikan keuntungan sekitar 15,86 persen lebih tinggi dari usahatani padi dan ternak
sapi yang dikelola secara parsial. Fenomena yang sama juga terjadi di Bali dan NTB
mampu memberikan tambahan keuntungan berturut-turut 29,19 persen dan 27,72 persen.
Keunggulan usahatani padi dan ternak yang dikelola secara terrpadu terlihat juga dari
efektivitas penggunaan input atau biaya produksi, yang ditunjukkan oleh nilai BCR lebih
tinggi pada semua lokasi kajian.
Dari aspek permintaan pasar, ada kecenderungan konsumen akan lebih suka
memilih produk-produk pertanian organik (menggunakan pupuk organik dan bebas pestisida)
sekalipun dengan harga yang jauh lebih tinggi, karena pertimbangan kesehatan. Maka
pendapatan petani bisa meningkatan 2-3 kali dari sekarang (asumsi produktivitas dan biaya
produksi relatif bersaing).
Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk
Kebijakan pemberian subsidi pupuk yang diulang kembali sejak tahun 2003
ternyata tidak cukup efektif sampai di tingkat petani yang sebenarnya berhak untuk
menikmati. Ketidakefektifan kebijakan ini terlihat masih seringnya terjadi fenomena
lonjak harga dan langka pasok di tingkat petani. Di sisi lain, pengalaman menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dan cenderung berlebih telah
menyebabkan banyak lahan pertanian di Indonesia berada pada “kondisi sakit”. Terbukti
pertumbuhan produksi pertanian Indonesia relatif masih lamban. Ada kecenderungan
peningkatan produksi lebih banyak ditentukan oleh luas panen, sebaliknya tidak banyak
ditentukan oleh produktivitas.
Pada pasar yang semakin terbuka yang diikuti oleh adanya perbaikan daya beli
masyarakat, pengembangan produk-produk pertanian organik, termasuk didalamnya
9
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
produk pertanian yang menggunakan pupuk kandang, mempunyai prospek yang lebih
menjanjikan dibandingkan dengan produk-produk pertanian yang sarat dengan pemakaian
bahan anorganik. Prospek ini tidak hanya sebatas meningkatnya jumlah permintaan
terhadap produk ini, tetapi juga konsumendiyakini mau membayar ( willingness to pay )
dengan harga yang lebih tinggi.
Berpijak dari fenomena di atas, maka ada baiknya pemerintah melihat
kembali kebijakan subsidi pupuk yang selama ini diberlakukan. Permasalahannya bukan
pada mekanisme pemberian subsidi pupuk tersebut (subsidi gas lewat pabrikan pupuk
ataukah langsung ke petani), tetapi lebih pada adanya peluang bagi para pabrikan pupuk
dan pelakunya untuk merampas hak petani, serta didukung oleh tidak adanya penerapan
sangsi secara memadai.
Jika pemerintah konsisten untuk tetap memberikan subsidi ke petani, maka
kebijakan subsidi pupuk an organik yang ditetapkan selama ini sebaiknya dialihkan pada
kebijakan subsidi pupuk organik. Pemberian subsidi pupuk organik dapat ditempuh lewat
produsen pupuk kandang (dalam hal ini adalah para peternak), baik itu peternak rakyat
maupun swasta.
Ada banyak dampak positif yang bisa diperoleh dari pengalihan subsidi ini.
Pertama, secara tidak langsung memberikan insentif bagi berkembangnya sektor
peternakan. Ada sumber pendapatan baru yang cukup menarik bagi peternak jika
melakukan pengolahan limbah (kotoran) ternak secara baik sesuai dengan permintaan
konsumen. Dampak secara tidak langsung penga lihan subsidi ini adalah adanya
peningkatan produksi peternakan dalam negeri, dan di sisi lain semakin berkurangnya
ketergantung terhadap pasar impor. Kedua, penggunaan pupuk kandang (organik)
secara masal di tingkat petani, selain mampu memperbaiki kondisi lahan yang “sakit”
dan mengurangi biaya produksi, yang terlihat dari membaiknya produktivitas dan
pendapatan petani, sekaligus juga mampu mengatasi kelangkaan pupuk yang sering
terjadi secara berulang-ulang pada awal musim tanam. Ketiga, meningkatnya produksi
dalam negeri (tanaman pangan dan ternak) selain mampu menghemat devisa negara,
secara otomatis menyebabkan semakin membaiknya ketahanan pangan lokal maupun
nasional.
Analisis Sinergisme Pendekatan Ekonomi, Sosial, dan Ekologi Pertanian dalam
Konsep Pertanian Terpadu
Konsep pertanian terpadu akan lebih tampak manfaat dan peranannya apabila
ditunjang oleh berbagai aspek dan model pendekatan, yaitu ekonomi, sosial, dan ekologi.
10
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
Pendekatan dalam bidang ekonomi tampak dari adanya berbagai usaha tani. Dewasa ini,
konsep usaha tani sering dikembangkan dengan agribisnis. Usaha tani ini meliputi usaha
produksi pertanian, pengembangan usaha produksi pertanian, maupun dalam hal
pemasaran. Pada studi kasus dalam jurnal sebagaimana dianalisis di atas, konsep
pertanian terpadu dalam kasus tersebut menunjukkan akan adanya peningkatan usahatani
dan keberlanjutan usahatani pada penerapan pertanian terpadu sistem integrasi tanaman-
ternak.
Pendekatan sosial melalui sistem integrasi tanaman-ternak sebagai bentuk
penerapan pertanian terpadu, akan meningkatkan skill para pelaku usahatani atau petani
di daerah tersebut, baik dalam hal manajemen pemasaran maupun pengembangan
usahatani yang dapat mandiri. Pengembangan dalam bidang usaha tani ini diharapkan
masyarakat pada umumnya dapat mempunyai kreativitas tinggi dalam memanfaatkan
segala potensi SDA agar tidak terbuang sia-sia.
Pengelolaan SDA secara optimal ini akan bersinergi kuat dengan dimensi
ekologi dalam kaitannya dengan pemanfaatan limbah pertanian. Pemanfaatan limbah
pertanian untuk pembuatan pupuk dan pakan ternak secara tidak langsung akan
mengurangi jumlah limbah di lingkungan di samping mengurangi ketergantungan petani
terhadap pupuk kimia sintetik yang keberadaannya mengalami kelangkaan baik karena
masalah subsidi maupun daya beli masyarakat yang masih rendah. Selain itu akan sangat
bersahabat dengan lingkungan yang dapat memperbaiki kondisi lahan yang dikatakan
‘sakit’.
11
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni.
Adnyana M.O. dan K. Kariyasa. 2000. Perumusan Kebijaksanaan Harga Gabah dan
Pupuk Dalam Era Pasar Bebas. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Sosial Ekonomi Pertanian.
Apriyani, Asih, dkk. 2011. Pertanian Berkelanjutan dan Pertanian Terpadu. Purwokerto:
Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.
Damson, Raymond. 2012. Pertanian Organik dan Pertanian Berkelanjutan. (Online),
(http://sumberajaran.blogspot.com/2012/02/pertanian-organik-dan-pertanian.html),
diakses pada 22 Oktober 2012.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2004. Pedoman Pengawasan pupuk Bersubsidi.
Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina sarana
Pertanian.
Hasna, Qolamul. 2011. Definisi Pertanian Berkelanjutan. (Online),
(http://planthospital.blogspot.com/2011/08/bab-5-pertanian-berkelanjutan.html),
diakses pada 22 Oktober 2012.
Ilham N., K. Kariyasa, B. Wiryono, M. N. A. Kriom, dan S. Hastuti. 2001. Analisis
Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan. Bogor: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Kariyasa K. dan E. Pasandaran. 2004. Dinamika Struktur Usaha dan Pendapatan Tanaman-
Ternak Terpadu. Makalah disampaikan dalam Seminar Kelembagaan Usahatani
Tanaman Ternak tanggal 30 Nopember – 2 Desember 2004 di Denpasar-Bali.
Jakarta: Proyek PAATP.
Muzani A., Y. G. Bulu, K. Puspadi dan T.S. Penjaitan, 2004. Potensi Pakan dalam Sistem
Integrasi Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding
Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Jakarta: Badan
Litbang Pertanian.
Safuan, La Ode, dkk. 2008. Pertanian Terpadu, Suatu Strategi Mewujudkan Pertanian
Berkelanjutan. (Online), (http://walhijabar.wordpress.com/2008/01/10/pertanian-
terpadu-suatu-strategi-untuk-mewujudkan-pertanian-berkelanjutan/), diakses pada
22 Oktober 2012.
Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.
12
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012
Suan, Ati, dkk. 2012. Sistem Pertanian Organik sebagai Sistem Pertanian Terpadu. (Online),
(http://yosefhatininu.blogspot.com/2012/01/sistem-pertanian-organik-sebagai-
sistem.html), diakses pada 22 Oktober 2012.
Utomo, Satrio. 2012. Upaya Pengembangan Agribisnis Berbasis Pertanian Terpadu.
(Online), (http://satrio-u.blogspot.com/2012/01/pertanian-terpadu.html), diakses
pada 22 Oktober 2012.
13
Top Related