Analisis Studi Kasus

20
Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012 ANALISIS STUDI KASUS PERTANIAN BERLANJUT DIPADUKAN DENGAN PERTANIAN TERPADU TERKAIT ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN (Studi Kasus “ Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapat Petani”, Oleh Ketut Kariyasa Tahun 2005) I. PERTANIAN BERKELANJUTAN I.1 Definisi dan Konsep Pertanian Berkelanjutan Di kalangan para pakar ilmu tanah atau agronomi, istilah sistem pertanian berkelanjutan lebih dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) atau LISA (Low Input Sustainable Agriculture), yaitu sistem pertanian yang berupaya meminimalkan penggunaan input (benih, pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar) dari luar ekosistem, yang dalam jangka panjang dapat membahayakan kelangsungan hidup sistem pertanian. (Salikin, 2003) Kata sustainable mengandung dua makna, yaitu maintenance dan prolong. Artinya, pertanian berkelanjutan harus mampu merawat atau menjaga (maintenance) untuk jangka waktu yang panjang (prolong). Karena lahir sebagai solusi alternatif untuk mengatasi kegagalan pertanian modern di masa lalu, pertanian berkelanjutan juga dapat disebut pertanian pascamodern atau pertanian posmo. (Salikin, 2003) Libunao (1995) menyatakan bahwa dalam perspektif kelembagaan paling tidak terdapat delapan ciri spesifik agar suatu pertanian dikatakan berkelanjutan, meliputi: 1

Transcript of Analisis Studi Kasus

Page 1: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

ANALISIS STUDI KASUS

PERTANIAN BERLANJUT DIPADUKAN DENGAN PERTANIAN TERPADU

TERKAIT ASPEK SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

(Studi Kasus “ Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan

Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapat Petani”,

Oleh Ketut Kariyasa Tahun 2005)

I. PERTANIAN BERKELANJUTAN

I.1 Definisi dan Konsep Pertanian Berkelanjutan

Di kalangan para pakar ilmu tanah atau agronomi, istilah sistem pertanian

berkelanjutan lebih dikenal dengan istilah LEISA (Low External Input Sustainable

Agriculture) atau LISA (Low Input Sustainable Agriculture), yaitu sistem pertanian yang

berupaya meminimalkan penggunaan input (benih, pupuk kimia, pestisida, dan bahan

bakar) dari luar ekosistem, yang dalam jangka panjang dapat membahayakan

kelangsungan hidup sistem pertanian. (Salikin, 2003)

Kata sustainable mengandung dua makna, yaitu maintenance dan prolong.

Artinya, pertanian berkelanjutan harus mampu merawat atau menjaga (maintenance)

untuk jangka waktu yang panjang (prolong). Karena lahir sebagai solusi alternatif untuk

mengatasi kegagalan pertanian modern di masa lalu, pertanian berkelanjutan juga dapat

disebut pertanian pascamodern atau pertanian posmo. (Salikin, 2003)

Libunao (1995) menyatakan bahwa dalam perspektif kelembagaan paling

tidak terdapat delapan ciri spesifik agar suatu pertanian dikatakan berkelanjutan,

meliputi:

1. Bernuansa ekologi (ecologically sound)

2. Berjiwa sosial (social just)

3. Bernilai ekonomis (economically viable)

4. Berbasis ilmu holistik (based on holistic)

5. Berketepatan teknik (technically appropriate)

6. Berketepatan budaya (culturally appropriate)

7. Dinamis (dynamic)

8. Peduli keseimbangan gender (committed to gender balance)

(Salikin, 2003)

1

Page 2: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

Menurut FAO yang disebut Pertanian Berkelanjutan adalah setiap prinsip,

metode, praktek, dan falsafah yang bertujuan agar pertanian layak ekonomi, secara

lingkungan dapat dipertanggungjawabkan, secara sosial dapat diterima, berkeadilan, dan

secara sosial budaya sesuai dengan keadaan setempat, serta dilaksanakan dengan

pendekatan holistik. (Hasna, 2011)

Menurut Thrupp (1996) Pertanian Berkelanjutan sebagai praktek-praktek

pertanian yang secara ekologi layak, secara ekonomi menguntungkan, dan secara sosial

dapat dipertanggung-jawabkan. (Hasna, 2011)

Menurut Nasution (1995) dalam Salikin (2003), pertanian berkelanjutan

merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial dari

pengelolaan sumberdaya biologis dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi

produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup dan produktivitas

sumberdaya sepanjang masa. Menurut Soekartawi (1995) dalam Salikin (2003), terdapat

tiga alasan mengapa pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan yaitu:

sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian

nasional masih dominan. Kontibusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto

adalah sekitar 20 % dan menyerap 50 % lebih tenaga kerja di pedesaan. Kedua,

agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung

pembangunan sektor lainnya. Ketiga, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi

keharusan agar sumberdaya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk

waktu yang relatif lama. Sektor pertanian tetap menduduki peran vital yang mendukung

kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia.

Sehingga pada dasarnya, pertanian Berkelanjutan merupakan sistem usaha

tani yang mampu mempertahankan produktivitas, dan kemanfaatannya bagi masyarakat

dalam waktu yang tidak terbatas. Sistem demikian harus dapat mengkonservasikan

sumberdaya, secara sosial didukung, secara ekonomi bersaing, dan secara lingkungan

dapat dipertanggungjawabkan. Pertanian Berkelanjutan mengutamakan pengelolaan

ekosistem pertanian yang mempunyai diversitas atau keanekaragaman hayati tinggi.

I.2 Ciri-ciri Sistem Pertanian Berkelanjutan

Sistem pertanian berkelanjutan ini mempunyai ciri-ciri atau sifat sebagai

berikut:

1. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically

viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup

dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir/diterima.

2

Page 3: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

2. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem dipelihara atau

ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta konservasi

keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan ekologi adalah sistem

yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap tekanan dan gangguan

(stress dan shock).

3. Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan dalam akses

dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi yang terlibat tanpa

membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama atau kelompok etnis.

4. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan

memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam pengembangan

pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal dan menghargai tatanan

nilai, spirit dan pengetahuan lokal

5. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi yang

selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan kebijaksanaan yang baru dan

perubahan konstalasi pasar.

(Damson, 2012)

II. PERTANIAN TERPADU

II.1 Definisi dan Konsep Pertanian Terpadu

Pertanian terpadu merupakan sistem pertanian yang selaras dengan kaidah

alam, yaitu mengupayakan suatu keseimbangan di alam dengan membangun suatu pola

relasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di antara setiap komponen

ekosistem pertanian yang terlibat, dengan meningkatkan keanekaragaman hayati dan

memanfaatkan bahan-bahan limbah organik. Pada dasarnya alam diciptakan dalam

keadaan seimbang oleh sang pencipta, sehingga alam mempunyai cara tersendiri untuk

memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan manusia sebagai bagian dari unsur alam

memiliki tugas untuk mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan baik dan

proporsional. Peningkatan kaenekaragaman hayati merupakan hal penting dalam

menanggulangi hama penyakit, pengurangan resiko, sedangkan pemanfaatan limbah

organik perlu untuk menciptakan keseimbangan siklus energi (terutama unsur hara) yang

berkelanjutan, serta untuk kepentingan konservasi tanah dan air. (Utomo, 2012)

Sistem pertanian terpadu adalah sistem yang memadukan subsektor pertanian

atau pertanian secara luas untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas sumber daya

3

Page 4: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

lahan yang dapat berlangsung secara berkelanjutan yang dapat menciptakan suatu

ekosistem yang meniru cara alam bekerja. (Suan, 2012)

Tujuan dari sistem pertanian terpadu antara lain yaitu, memasyarakatkan

sistem pertanian terpadu sebagai pertanian yang lestari dimana lokasi tanah diperhatikan

dan ditingkatkan untuk menjamin kelangsungan siklus yang berkesinambungan.

Membentuk masyarakat tani yang mandiri dan peduli lingkungan dan sadar akan jati

dirinya sebagai penjaga alam. Meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat yang

adil dan merata dengan pola pikir maju dan pola hidup sederhana. Membentuk suatu

ikatan kerjasama dalam bentuk pertanian inti rakyat serta membangun kerjasama yang

sejajar dalam memenuhi kebutuhan sektor pertanian. Memenuhi kebutuhan pasar akan

makanan yang sehat dan bebas polusi guna meningkatkan kualitas dalam persaingan.

(Utomo, 2012)

Dalam prakteknya, sistem pertanian terpadu tidaklah semudah dan

sesederhana seperti yang banyak disangka orang. Diperlukan strategi-strategi jitu agar

tujuan dari sistem pertanian terpadu dapat tercapai sesuai dengan apa yang telah

diharapkan. Strategi yang harus dibangun adalah usaha tani terpadu yang berorientasi

kepada pasar serta pelestarian nilai budaya tradisional dengan sistem kegiatan

manajemen modern. Strategi-strategi yang perlu dibangun tersebut yaitu, yang pertama

ialah pertanian tradisional dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya yang dimiliki

serta dikelola dengan manajemen modern yang bertujuan mengurangi ketergantung

terhadap pupuk anorganik. (Utomo, 2012)

II.2 Produksi dalam Sistem Pertanian Terpadu

Produksi dalam pertanian terpadu pada hakekatnya adalah memanfaatkan

seluruh potensi energi yang terdapat dalam pertanian sehingga dapat dipanen secara

seimbang dan berkesinambungan. Agar proses pemanfaatan tersebut dapat terjadi secara

efektif dan efisien, maka sebaiknya produksi pertanian terpadu berada dalam suatu

kawasan yang terdiri atas minimal produksi tanaman dan peternakan. Peternakan adalah

salah satu bagian dari pertanian yang memiliki nilai strategis tersendiri. Pertanian terpadu

berbasis peternakan terbukti sangat menguntungkan. Integrasi ternak dengan lahan

pertanian merupakan upaya percepatan pengembangan peternakan dengan penerapan

keterpaduan antar komoditas ternak dengan usaha tanaman pangan, perkebunan dan

perikanan yang saling menguntungkan berupa limbah usaha tanaman pangan,

perkebunan dan perikanan yang digunakan sebagai pakan ternak untuk ternak dan

4

Page 5: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

kotoran ternak dalam bentuk kompos yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan

lahan pertanian. (Apriyani, 2011)

Keberadaan sektor-sektor ini akan mengakibatkan kawasan tersebut memiliki

ekosistem yang lengkap dan seluruh komponen produksi tidak akan menjadi limbah

karena pasti dimanfaatkan oleh komponen lainnya. Di samping itu akan terjadi

peningkatan hasil produksi sehingga efektivitas dan efisiensi produksi akan tercapai.

(Apriyani, 2011)

III. INTEGRASI PERTANIAN BERKELANJUTAN DAN PERTANIAN TERPADU

Cakupan pertanian sangat luas, namun sesungguhnya saling berinteraksi dalam

suatu ekosistem. Apabila pertanian dikembangkan secara sendiri-sendiri, maka sisa tanaman,

atau kotoran dari ternak merupakan limbah yang dapat menimbulkan masalah dan

penanganannya memerlukan biaya tinggi sehingga akan meningkatkan biaya produksi usaha

pertanian. Bila demikian halnya sama seperti pada pengembangan ilmu pertanian, secara

produksi pun memerlukan keterpaduan atau pertanian terpadu. Oleh karena itu, pertanian

terpadu merupakan pilar utama kebangkitan bangsa Indonesia, karena akan mampu

menyediakan pangan yang aktual bagi bangsa ini secara berkelanjutan.

Sistem pertanian terpadu yang berkelanjutan dilihat dari tiga aspek, yaitu ekologi,

ekonomi dan sosial. Secara aspek ekologi, sistem pertanian terpadu dapat menciptakan

pertanian yang ramah lingkungan sehingga dapat menjadi solusi dalam mencegah

menurunnya kesuburan lahan. Secara aspek ekonomi, dapat memberikan keuntungan. Salah

satunya karena sistem pertanian terpadu merupakan konsep pemanfaatan maksimal sumber

daya lahan. Sehingga dalam luas lahan tertentu mendapatkan keuntungan dari beberapa jenis

usahatani yang diusahakan dalam area tersebut. Sedangkan secara aspek sosial, sistem

pertanian terpadu dengan konsep kearifan lokal yang mudah diterima oleh masyarakat.

(Apriyani, 2011)

Sistem pertanian berkelanjutan bukan merupakan sistem usahatani tradisional

yang stagnan tanpa masukan input dari luar, melainkan dengan menggunakan input luar

secara arif mendasarkan pada produktivitas tinggi jangka panjang dengan pertimbangan

sosio-ekonomi, budaya dan pemeliharaan sumber daya alam serta lingkungan. Oleh karena

itu dalam menerapkan pertanian berkelanjutan diperlukan dukungan sumberdaya manusia,

pengetahuan dan teknologi, permodalan, hubungan produk dan konsumen, serta masalah

keseimbangan misi pertanian dalam pembangunan.

5

Page 6: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

Suatu agroekosistem yang keanekaragamannya tinggi akan memberi jaminan

yang lebih tinggi bagi petani. Namun, keanekaragaman tidak selalu mengakibatkan

kestabilan, bahkan dapat menyebabkan ketidakstabilan jika komponen-komponennya tidak

dipilih dengan baik, misalnya beberapa jenis pohon merupakan inang hama atau penyakit

berbahaya bagi tanaman; dan tanaman, hewan atau pohon bisa bersaing dalam

ketenagakerjaan, unsur hara dan air. Jika keanekaragaman fungsional bisa dicapai dengan

mengkombinasikan spesies tanaman dan hewan yang memiliki sifat saling melengkapi dan

berhubungan dalam interaksi sinergetik dan positif, maka bukan hanya kestabilan yang dapat

diperbaiki, namun juga produktivitas sistem pertanian dengan input yang lebih rendah.

(Adianto, 1993)

Pemanfaatan keanekaragaman fungsional sampai pada tingkat yang maksimal

mengakibatkan sistem pertanian yang kompleks dan terpadu yang menggunakan sumberdaya

dan input yang ada secara optimal. Tantangannya adalah menemukan kombinasi tanaman,

hewan dan input yang mengarah pada produktivitas yang tinggi, keamanan produksi serta

konservasi sumberdaya yang relatif sesuai dengan keterbatasan lahan, tenaga kerja dan

modal. (Adianto, 1993)

Guna mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga

kelestarian lingkungan, maka pengelolaan sumberdaya secara efektif dari segi ekologi

maupun ekonomi mutlak dilakukan. Berbagai bentuk pendekatan yang dapat diterapkan,

diantaranya adalah : sistem tanam ganda; komplementari hewan ternak dan tumbuhan; usaha

terpadu peternakan dan perkebunan; agroforestry; pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya

genetik; dan pengelolaan hama terpadu. Berbagai pendekatan tersebut di atas dilaksanakan

secara terpadu, dan untuk mendukung keberkelanjutannya, harus di dukung oleh inovasi

teknologi yang di rancang berdasarkan kesesuaian dengan kondisi wilayah baik bio-fisik

maupun sosial ekonomi dan budaya masyarakat lokal. (Safuan, 2008)

Sistem pertanian terpadu adalah satu sistem yang menggunakan ulang dan

mendaur ulang menggunakan tanaman dan hewan sebagai mitra, menciptakan suatu

ekosistem yang meniru cara alam bekerja. Satu praktek budidaya aneka tanaman/aneka kultur

yang beragam dimana output dari salah satu budidaya menjadi input kultur lainnya sehingga

meningkatkan kesuburan tanah dengan tindakan alami menyeimbangkan semua unsur hara

organik yang pada akhirnya membuka jalan untuk pertanian organik ramah lingkungan dan

berkelanjutan. Pertanian pada hakekatnya merupakan pertanian yang mampu menjaga

keseimbangan ekosistem di dalamnya sehingga aliran nutrisi (unsur hara) dan energi terjadi

6

Page 7: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

secara seimbang. Keseimbangan inilah yang akan menghasilkan produktivitas yang tinggi

dan keberlanjutan produksi yang terjaga secara efektif dan efisien. (Suan, 2012)

IV. ANALISIS STUDI KASUS JURNAL

“Sistem Integrasi Tanaman-Ternak dalam Perspektif Reorientasi Kebijakan Subsidi

Pupuk dan Peningkatan Pendapat Petani”, Oleh Ketut Kariyasa Tahun 2005

Eksploitasi terhadap sumber daya lahan yang dicirikan oleh penggunaan pupuk

anorganik secara terus menerus dalam upaya meningkatkan produksi pertanian nasional telah

menyebabkan banyak lahan pertanian di Indonesia berada pada kondisi “sakit” (Kariyasa dan

Pasandaran, 2004). Disisi lain, penggunaan tenaga pada sektor pertanian, khususnya untuk

usahatani semusim seperti padi dan jagung hanya bersifat musiman, sementara ketersediaan

tenaga kerja keluarga sepanjang waktu. Sehingga pada saat-saat tertentu banyak tenaga kerja

keluarga yang menganggur atau belum digunakan secara optimal.

Usaha ternak seperti sapi telah banyak berkembang di Indonesia, akan tetapi pada

umumnya masih memelihara sebagai usaha sambilan, dimana tujuan utamanya adalah

sebagai tabungan, sehingga manajemen pemeliharaannya masih dilakukan secara

konvensional. Kendala utama dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan

tanaman adalah tidak tersedianya pakan secara memadai terutama pada musim kemarau

(Muzani, et al. 2004). Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa menjual ternaknya

walaupun dengan harga relatif murah. (Ilham, et al. 2001)

Upaya mengatasi permasalahan tersebut, petani di beberapa lokasi di Indonesia

sejak dulu telah mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak (Crop Livestock System,

CLS). Pada umumnya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan nyata antara

musim hujan dan musim kemarau dengan bulan kering lebih dari 3 bulan berturut-turut.

Di sisi lain, fenomena di lapang menunjukkan bahwa petani cenderung tidak

lagi memperhatikan penggunaan pupuk secara berimbang, mengingat di satu sisi harga jual

produksi pertanian yang sangat fluktuatif dan cenderung merugikan petani dan di sisi lain

semakin mahalnya biaya produksi. Jika kondisi ini dibiarkan berlanjut, maka akan

menyebabkan sektor pertanian sema kin tidak menarik bagi petani dan pada akhirnya

berdampak terhadap ketahanan pangan nasional (Adnyana dan Kariyasa, 2000).

Untuk mengurangi permasalahan di atas, pemerintah Indonesia sejak tahun

2003 kembali menerapkan kebijakan pemberian subsidi pupuk untuk sektor pertanian

(tanaman pangan dan perkebunan rakyat), dengan tujuan untuk membantu petani agar

dapat membeli pupuk sesuai kebutuhan dengan harga yang lebih murah, dengan harapan

7

Page 8: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

produktivitas dan pendapatan petani meningkat (Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2004).

Kebijakan tersebut masih berjalan pada tahun ini dan kinerjanya akan terus dievaluasi

sebagai bahan pertimbangan untuk penerapan pada tahun berikutnya. Upaya pemerintah

selama ini untuk melindungi petani melalui kebijakan subsidi pupuk tampaknya tidak

efektif, terbukti masih seringnya terjadi fenomena lonjak harga dan langka pasok di

tingkat petani. Artinya, hak subsidi pupuk yang dirancang untuk petani lebih banyak

dinikmati oleh pabrikan pupuk dan pelakunya.

Konsep dan Keunggulan Sistem Integrasi Tanaman Ternak

Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau

keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani

memanfaatkaan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya, kemudian

memanfaaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak. Kelebihan dari adanya

pemanfaatan limbah adalah disamping mampu meningkatan “ketahanan pakan”khususnya

pada musim kering, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari

rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala

pemeliharaan ternak. Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik disamping mampu

menghemat penggunaan pupuk an organik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur

dan ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya

produktivitas lahan. Semua petani mengatakan penggunaan pupuk organik mampu

mengurangi penggunaan pupuk anorganik, walaupun dalam prakteknya petani tidak

mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan.

Dari aspek peningkatan produksi dan pendapatan petani, hasil kajian empiris

Kariyasa dan Pasandaran (2004) di tiga provinsi (Jateng, Bali, dan NTB) menunjukkan

bahwa usahatani padi yang dikelola tanpa dipadukan dengan tanaman ternak sapi

mampu berproduksi sekitar 4,4 – 5,7 ton/ha (La mpiran 1), sementara usahatani padi

yang pengelolaannya dipadukan dengan ternak sapi potong mampu berproduksi sekitar

4,7 – 6,2 ton/ha (Lampiran 3). Artinya usahatani padi yang pengelolaannya dipadukan

dengan ternak atau yang menggunakan pupuk kandang mampu berproduksi sekitar 6,9 -

8,8 persen lebih tinggi dibanding usahatani padi yang dikelola secara parsial tanpa

menggunakan pupuk kandang.

Dari sisi biaya, usahatani yang dikelola secara terpadu dengan ternak sapi hanya

membutuhkan biaya pupuk sekitar Rp 500 ribu – Rp 600 ribu/ha, sedangkan yang dikelola

secara parsial membutuhkan biaya pupuk berkisar Rp 621 ribu – Rp 733 ribu/ha. Dengan

kata lain, penggunaan pupuk kandang pada usahatani padi yang dikelola secara terpadu

8

Page 9: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

mampu menghemat pengeluaran biaya pupuk sekitar 18,14 – 19,48 persen atau sekitar

8,8 persen terhadap total biaya. Usaha ternak yang dikelola secara terpadu dengan

usahatani padi yaitu dengan memanfaatkan jeraminya sebagai pakan hanya membutuhkan

biaya tenaga kerja berkisar Rp 410 ribu – Rp 889 ribu per ekor, sedangkan usaha ternak sapi

yang dikelola secara parsial (tidak menggunakan jerami) membutuhkan biaya tenaga

kerja berkisar Rp 735 ribu – Rp 1.377 ribu per ekor . Dengan kata lain usaha ternak yang

memanfaatkan limbah pertanian mampu menghemat biaya tenaga kerja berkisar 35,44 -

44,22 persen, atau berkisar 5,26 - 6,38 persen terhadap total biaya usaha ternak.

Tampak bahwa keuntungan baik menurut usaha maupun secara keseluruhan

jika dikelola secara terpadu mampu memberikan keuntungan yang lebih tinggi.

Usahatani padi dan ternak sapi yang dikelola secara terpadu di Jawa Tengah mampu

memberikan keuntungan sekitar 15,86 persen lebih tinggi dari usahatani padi dan ternak

sapi yang dikelola secara parsial. Fenomena yang sama juga terjadi di Bali dan NTB

mampu memberikan tambahan keuntungan berturut-turut 29,19 persen dan 27,72 persen.

Keunggulan usahatani padi dan ternak yang dikelola secara terrpadu terlihat juga dari

efektivitas penggunaan input atau biaya produksi, yang ditunjukkan oleh nilai BCR lebih

tinggi pada semua lokasi kajian.

Dari aspek permintaan pasar, ada kecenderungan konsumen akan lebih suka

memilih produk-produk pertanian organik (menggunakan pupuk organik dan bebas pestisida)

sekalipun dengan harga yang jauh lebih tinggi, karena pertimbangan kesehatan. Maka

pendapatan petani bisa meningkatan 2-3 kali dari sekarang (asumsi produktivitas dan biaya

produksi relatif bersaing).

Reorientasi Kebijakan Subsidi Pupuk

Kebijakan pemberian subsidi pupuk yang diulang kembali sejak tahun 2003

ternyata tidak cukup efektif sampai di tingkat petani yang sebenarnya berhak untuk

menikmati. Ketidakefektifan kebijakan ini terlihat masih seringnya terjadi fenomena

lonjak harga dan langka pasok di tingkat petani. Di sisi lain, pengalaman menunjukkan

bahwa penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dan cenderung berlebih telah

menyebabkan banyak lahan pertanian di Indonesia berada pada “kondisi sakit”. Terbukti

pertumbuhan produksi pertanian Indonesia relatif masih lamban. Ada kecenderungan

peningkatan produksi lebih banyak ditentukan oleh luas panen, sebaliknya tidak banyak

ditentukan oleh produktivitas.

Pada pasar yang semakin terbuka yang diikuti oleh adanya perbaikan daya beli

masyarakat, pengembangan produk-produk pertanian organik, termasuk didalamnya

9

Page 10: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

produk pertanian yang menggunakan pupuk kandang, mempunyai prospek yang lebih

menjanjikan dibandingkan dengan produk-produk pertanian yang sarat dengan pemakaian

bahan anorganik. Prospek ini tidak hanya sebatas meningkatnya jumlah permintaan

terhadap produk ini, tetapi juga konsumendiyakini mau membayar ( willingness to pay )

dengan harga yang lebih tinggi.

Berpijak dari fenomena di atas, maka ada baiknya pemerintah melihat

kembali kebijakan subsidi pupuk yang selama ini diberlakukan. Permasalahannya bukan

pada mekanisme pemberian subsidi pupuk tersebut (subsidi gas lewat pabrikan pupuk

ataukah langsung ke petani), tetapi lebih pada adanya peluang bagi para pabrikan pupuk

dan pelakunya untuk merampas hak petani, serta didukung oleh tidak adanya penerapan

sangsi secara memadai.

Jika pemerintah konsisten untuk tetap memberikan subsidi ke petani, maka

kebijakan subsidi pupuk an organik yang ditetapkan selama ini sebaiknya dialihkan pada

kebijakan subsidi pupuk organik. Pemberian subsidi pupuk organik dapat ditempuh lewat

produsen pupuk kandang (dalam hal ini adalah para peternak), baik itu peternak rakyat

maupun swasta.

Ada banyak dampak positif yang bisa diperoleh dari pengalihan subsidi ini.

Pertama, secara tidak langsung memberikan insentif bagi berkembangnya sektor

peternakan. Ada sumber pendapatan baru yang cukup menarik bagi peternak jika

melakukan pengolahan limbah (kotoran) ternak secara baik sesuai dengan permintaan

konsumen. Dampak secara tidak langsung penga lihan subsidi ini adalah adanya

peningkatan produksi peternakan dalam negeri, dan di sisi lain semakin berkurangnya

ketergantung terhadap pasar impor. Kedua, penggunaan pupuk kandang (organik)

secara masal di tingkat petani, selain mampu memperbaiki kondisi lahan yang “sakit”

dan mengurangi biaya produksi, yang terlihat dari membaiknya produktivitas dan

pendapatan petani, sekaligus juga mampu mengatasi kelangkaan pupuk yang sering

terjadi secara berulang-ulang pada awal musim tanam. Ketiga, meningkatnya produksi

dalam negeri (tanaman pangan dan ternak) selain mampu menghemat devisa negara,

secara otomatis menyebabkan semakin membaiknya ketahanan pangan lokal maupun

nasional.

Analisis Sinergisme Pendekatan Ekonomi, Sosial, dan Ekologi Pertanian dalam

Konsep Pertanian Terpadu

Konsep pertanian terpadu akan lebih tampak manfaat dan peranannya apabila

ditunjang oleh berbagai aspek dan model pendekatan, yaitu ekonomi, sosial, dan ekologi.

10

Page 11: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

Pendekatan dalam bidang ekonomi tampak dari adanya berbagai usaha tani. Dewasa ini,

konsep usaha tani sering dikembangkan dengan agribisnis. Usaha tani ini meliputi usaha

produksi pertanian, pengembangan usaha produksi pertanian, maupun dalam hal

pemasaran. Pada studi kasus dalam jurnal sebagaimana dianalisis di atas, konsep

pertanian terpadu dalam kasus tersebut menunjukkan akan adanya peningkatan usahatani

dan keberlanjutan usahatani pada penerapan pertanian terpadu sistem integrasi tanaman-

ternak.

Pendekatan sosial melalui sistem integrasi tanaman-ternak sebagai bentuk

penerapan pertanian terpadu, akan meningkatkan skill para pelaku usahatani atau petani

di daerah tersebut, baik dalam hal manajemen pemasaran maupun pengembangan

usahatani yang dapat mandiri. Pengembangan dalam bidang usaha tani ini diharapkan

masyarakat pada umumnya dapat mempunyai kreativitas tinggi dalam memanfaatkan

segala potensi SDA agar tidak terbuang sia-sia.

Pengelolaan SDA secara optimal ini akan bersinergi kuat dengan dimensi

ekologi dalam kaitannya dengan pemanfaatan limbah pertanian. Pemanfaatan limbah

pertanian untuk pembuatan pupuk dan pakan ternak secara tidak langsung akan

mengurangi jumlah limbah di lingkungan di samping mengurangi ketergantungan petani

terhadap pupuk kimia sintetik yang keberadaannya mengalami kelangkaan baik karena

masalah subsidi maupun daya beli masyarakat yang masih rendah. Selain itu akan sangat

bersahabat dengan lingkungan yang dapat memperbaiki kondisi lahan yang dikatakan

‘sakit’.

11

Page 12: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

DAFTAR PUSTAKA

Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Bandung: Alumni.

Adnyana M.O. dan K. Kariyasa. 2000. Perumusan Kebijaksanaan Harga Gabah dan

Pupuk Dalam Era Pasar Bebas. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan

Sosial Ekonomi Pertanian.

Apriyani, Asih, dkk. 2011. Pertanian Berkelanjutan dan Pertanian Terpadu. Purwokerto:

Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman.

Damson, Raymond. 2012. Pertanian Organik dan Pertanian Berkelanjutan. (Online),

(http://sumberajaran.blogspot.com/2012/02/pertanian-organik-dan-pertanian.html),

diakses pada 22 Oktober 2012.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2004. Pedoman Pengawasan pupuk Bersubsidi.

Jakarta: Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Bina sarana

Pertanian.

Hasna, Qolamul. 2011. Definisi Pertanian Berkelanjutan. (Online),

(http://planthospital.blogspot.com/2011/08/bab-5-pertanian-berkelanjutan.html),

diakses pada 22 Oktober 2012.

Ilham N., K. Kariyasa, B. Wiryono, M. N. A. Kriom, dan S. Hastuti. 2001. Analisis

Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan. Bogor: Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Kariyasa K. dan E. Pasandaran. 2004. Dinamika Struktur Usaha dan Pendapatan Tanaman-

Ternak Terpadu. Makalah disampaikan dalam Seminar Kelembagaan Usahatani

Tanaman Ternak tanggal 30 Nopember – 2 Desember 2004 di Denpasar-Bali.

Jakarta: Proyek PAATP.

Muzani A., Y. G. Bulu, K. Puspadi dan T.S. Penjaitan, 2004. Potensi Pakan dalam Sistem

Integrasi Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding

Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Jakarta: Badan

Litbang Pertanian.

Safuan, La Ode, dkk. 2008. Pertanian Terpadu, Suatu Strategi Mewujudkan Pertanian

Berkelanjutan. (Online), (http://walhijabar.wordpress.com/2008/01/10/pertanian-

terpadu-suatu-strategi-untuk-mewujudkan-pertanian-berkelanjutan/), diakses pada

22 Oktober 2012.

Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.

12

Page 13: Analisis Studi Kasus

Analisis Pertanian Berkelanjutan Dipadukan dengan Pertanian Terpadu 2012

Suan, Ati, dkk. 2012. Sistem Pertanian Organik sebagai Sistem Pertanian Terpadu. (Online),

(http://yosefhatininu.blogspot.com/2012/01/sistem-pertanian-organik-sebagai-

sistem.html), diakses pada 22 Oktober 2012.

Utomo, Satrio. 2012. Upaya Pengembangan Agribisnis Berbasis Pertanian Terpadu.

(Online), (http://satrio-u.blogspot.com/2012/01/pertanian-terpadu.html), diakses

pada 22 Oktober 2012.

13