BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengamatan
Tujuan pembangunan kesehatan yang telah tercantum pada Sistem
Kesehatan Nasional adalah suatu upaya penyelenggaraan kesehatan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia guna mendapatkan kemampuan hidup sehat
bagi setiap masyarakat agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
yang mana dikatakan bahwa peningkatan derajat kesehatan masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan, pelayanan kesehatan, tindakan
serta bawaan (congenital). Hidup sehat merupakan hak yang dimiliki oleh setiap
manusia yang ada di dunia ini, akan tetapi diperlukan berbagai cara untuk
mendapatkannya.1
Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2011, pemerintah
telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang kesehatan antara
lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2MM) baik yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan kegiatan
pelayanan kesehatan.1
Untuk dapat mengukur derajat kesehatan masyarakat digunakan beberapa
indikator, salah satunya adalah angka kesakitan dan kematian balita. Angka
kematian balita yang telah berhasil diturunkan dari 45 per 1000 kelahiran hidup
pada tahun 2003 menjadi 44 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap
tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang, dimana
1
pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta
anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun, 2006).
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati
urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu
ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan
ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,37% dari seluruh kematian balita.1
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya,
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.1
Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian
diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi
kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan
meninggal bila tidak segera diobati. Usia Balita adalah kelompok yang paling
rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataannya bahwa angka morbiditas
dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita di negara berkembang.1
Di wilayah kerja Puskesmas Cililin ISPA merupakan jumlah kasus yang
selalu menduduki 10 besar penyakit tersering pada setiap bulannya. ISPA
merupakan salah satu penyakit yang sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan.
Di wilayah kerja Puskesmas Cililin angka kejadian ISPA yang diterima masih
cukup tinggi terutama kunjungan berobat di bagian rawat jalan.
2
Tabel 1.1 Rekapitulasi Sepuluh Penyakit Terbanyak 2011
NO. Nama Penyakit Jumlah
1 ISPA 7209
2 GIGI 4755
3 MYALGIA 1852
4 GASTRITIS 2173
5 HYPERTENSI 2579
6 OBS. FEBRIS 1566
7 KULIT 1744
8 DIARE 905
9 ASMA 320
10 VARISELLA 97
Sumber: Laporan Tahunan 2011 Puskesmas Cililin
Atas dasar tersebut diatas penulis berkeinginan untuk melakukan
pengamatan untuk mengetahui lebih lanjut mengenai prevalensi, penyebab ISPA
yang timbul di wilayah kerja Puskesmas Cililin, serta program P2M ISPA untuk
menanggulanginya.2
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana gambaran masalah ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin
2. Mengetahui mengenai program P2M ISPA serta faktor – faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi dan menghambat jalannya program P2M ISPA
di Puskesmas Cililin
3
3. Usaha apa yang dilakukan tenaga kesehatan di Puskesmas untuk
meningkatkan cakupan program P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Cililin
1.3 Tujuan Pengamatan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Memberikan gambaran tentang program Pemberantasan Penyakit
Saluran Pernapasan Akut (P2M ISPA) di wilayah kerja Puskesmas
Cililin
2. Mengetahui mengenai program P2M ISPA serta faktor- faktor yang
mempengaruhi timbulnya ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi dan faktor-faktor yang
menghambat jalannya program P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Cililin
4. Mengetahui upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bemaksud untuk meningkatkan cakupan P2M ISPA diwilayah kerja
Puskesmas Cililin.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di Puskesmas Cililin untuk meningkatkan cakupan program
P2M ISPA
1.4 Manfaat Pengamatan
1.4.1 Bagi Puskesmas
Mengetahui gambaran mengenai angka kejadian ISPA di wilayah kerja
Puskesmas Cililin sebagai masukan untuk pihak Puskesmas untuk
meningkatkan kegiatan di bidang program P2M ISPA.
4
1.4.2 Bagi Pengamat
Untuk menambah pengetahuan kepada pengamat mengenai ISPA,
program P2M ISPA dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak yang berakibat timbul gejala penyakit.3
ISPA sering disalah artikan sebagai Infeksi Saluran Pernapasan Atas. ISPA
meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,
dengan pengertian sebagai berikut:4
- Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
- Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract).
- Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.
6
2.2 Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih 370 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain darin genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pnemococcus, Haemophyllus, Bordetella dan Corynobacterium. Virus penyebab
ISPA antara lain adalah golongan Mixovirus, Adenovirus, Coronavirus,
Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus.5
Sebagian besar dari Infeksi Saluran Pernapasan hanya bersifat ringan
seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun
demikian, jika anak menderita pneumonia dan jika infeksi paru ini tidak diobati
dengan antibiotik, maka akan dapat mengakibatkan kematian.5,6
2.3 Klasifikasi ISPA menurut Program P2M ISPA7,8
Program Pemberantasan Penyakit (P2M) ISPA membagi penyakit ISPA
dalam 2 golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia, namun yang
menjadi acuan penilaian angka kejadian ISPA adalah golongan pneumonia.
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses
infeksi akut pada bronkus (biasa disebut bronchopneumonia). Gejala penyakit ini
berupa nafas cepat dan sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas
nafas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih
pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau
lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada anak dibawah usia
2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.9
Pneumonia dibagi atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat
dan pneumonia tidak berat.
Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada ke
dalam (chest indrawing).
Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya nafas cepat.
Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa nafas cepat.
7
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
Pneumonia berat: ditemukan tarikan kuat dinding pada bagian bawah atau
nafas cepat. Batas nafas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60
kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau nafas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit
yaitu :
Pneumonia berat: bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta).
Pneumonia: bila disertai nafas cepat. Batas nafas cepat ialah untuk usia 2 -12
bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40
kali per menit atau lebih.
Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan
napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
Epidemiologi
Dari data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, didapatkan
bahwa kejadian kematian ISPA adalah sebesar 74 kejadian dari populasi balita
sebesar 23.336. Dengan demikian, angka kematian balita akibat ISPA di
Indonesia adalah sebesar 2,7 per 1000 balita atau jika dibulatkan adalah sebesar 3
per 1000 balita.1
Diagnosis
8
Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau
kesukaran bernafas disertai adanya peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)
sesuai dengan umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung
frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak
50x/ menit atau lebih untuk anak usia 2 bulan- < 1 tahun dan 40x/menit atau lebih
untuk anak usia 1 tahun-<5 tahun. Pada anak < 2 bulan tidak dikenal diagnosis
pneumonia.7
Diagnosis pneumonia berat didasarkan adanya batuk dan atau kesukaran
bernafas disertai adanya sesak nafas atau penarikan dinding dada sebelah bawah
ke dalam.7
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40oC, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernafas dengan suara nafas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronkhi
basah halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi.
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/µl. Jika disebabkan oleh virus atau mikoplasma,
jumlah lekosit dapat normal atau menurun dan pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri, juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah positif pada 20 –
25 % penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar
ureum darah, akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal.6
Analisa darah menunjukan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.
Foto thorak merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto
thorak saja tidak secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air
bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh S. pneumoniae.6
Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman
Klebsiella sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas
9
kanan, kadang-kadang dapat mengenai penderita beberapa lobus. Gambaran
lainnya dapat berupa bercak-bercak kavitas. Kelainan radiologis lainnya yang
khas yaitu penebalan (bulging) fisura interlobaris.
Penatalaksanaan penderita:1,4,6
1. Penderita yang tidak dirawat
Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi dikompres.
Minum banyak
Obat-obat penurun panas, mukolitik dan ekspektoran
Antibiotika
Bila pneumonia berat : kirim segera atau rujuk ke rumah sakit, beri
antibiotika bila jarak ke rumah sakit jauh
Bila bukan pneumonia : Berikan nasihat cara perawatan di rumah : jaga bayi
agar tidak kedinginan, teruskan pemberian ASI lebih sering, bersihkan hidung
bila tersumbat.
2. Perawatan di rumah sakit.
Indikasi rawat penderita pneumonia adalah penderita dengan keadaan
klinis berat, adanya penyakit lain yang mendasarinya, adanya komplikasi,
maupun tidak adanya respon terhadap pengobatan yang diberikan.
a. Penatalaksanaan umum
Pemberian oksigen.
Pemasangan oksigen untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu lebih
dari 40OC, takikardi atau terjadi kelainan jantung.
Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.
Obat-obatan khusus pada keadaan tertentu.
Prognosis pneumonia secara umum baik, tergantung dari kuman penyebab
dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan
intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
10
BAB III
PERENCANAAN PROGRAM
Pelaksanaan Program P2M ISPA ditujukan pada kelompok usia balita,
yaitu bayi (0 s/d <1 tahun ) dan balita (1 s/d <5 tahun) dalam bentuk upaya
penanggulangan penyakit pneumonia.1
Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan pada
kenyataan bahwa angka mortalitas dan morbiditas ISPA pada kelompok umur
balita masih tinggi di Indonesia, di samping itu keberhasilan upaya program P2M
ISPA dapat mempunyai daya ungkit dalam penurunan angka kematian bayi di
Indonesia.7 P2M atau program pemberantasan dan pencegahan penyakit menular
merupakan bagian dari program basic six yang mencakup banyak subprogram.
Tujuan program P2M ISPA adalah menurunkan angka kematian balita
akibat pneumonia dan menurunkan angka kesakitan balita akibat pneumonia.
Upaya penurunan angka kematian merupakan prioritas upaya karena dirasakan
mendesak mengingat tingginya angka kematian pneumonia pada balita di
Indonesia. Di samping itu upaya penurunan kematian diharapkan memberikan
dampak yang lebih cepat dibandingkan dengan upaya penurunan kesakitan.9
Upaya penurunan angka kematian pneumonia pada balita dilakukan
dengan melaksanakan kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita. Menurut
perkiraan yang dibuat WHO, pelaksanaan tatalaksana standar pada penderita
pneumonia di sarana kesehatan tingkat pertama dan di sarana kesehatan rujukan
dapat mencegah kematian pada balita sebesar 60-80%.
Prioritas kegiatan pada Pelita VI adalah :
1. Penemuan dan tatalaksana penderita
2. Penyediaan dan distribusi logistik untuk mendukung tatalaksana penderita
3. Pelatihan dan penyebaran informasi tentang program P2M ISPA pada tenaga
kesehatan
11
4. Penyuluhan dan pelaksanaan kegiatan komunikasi dengan khalayak sasaran
ibu balita
Kegiatan pokok program P2M ISPA terdiri atas 8 kegiatan pokok, yaitu:7
a. Penemuan dan tatalaksana penderita
b. Pelatihan tenaga kesehatan
c. Pengadaan, distribusi dan pengelolaan logistik
d. Pemantauan dan evaluasi
e. Komunikasi dan penyebaran informasi
f. Kerjasama lintas program dan lintas sektor serta peningkatan peran serta
masyarakat
g. Peningkatan manajemen program
h. Penelitian, pengembangan dan penyelidikan9
3.1 Target
Target penemuan penderita pneumonia balita bagi suatu puskesmas
didasarkan pada angka insidens pneumonia pada balita dan jumlah balita di
wilayah kerja puskesmas yang bersangkutan.
Target cakupan penderita penemuan penderita pneumonia di Puskesmas
Cililin mengacu pada target yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung Barat. Untuk tahun 2011 ini, target SPM yang ditetapkan adalah 10 %.10
3.2 Proses
A. Planning
Puskesmas Cililin menentukan beberapa rencana aktivitas dalam
melaksanakan subprogram P2M ISPA , diantaranya ialah :
1. Penyusunan target : 10% dari jumlah balita yang ada = 446 balita/ tahun
(Asumsi jumlah balita adalah 10% jumlah penduduk)
2. Penyusunan kebutuhan logistik rutin berupa penyediaan parasetamol 500 mg,
12
sirup parasetamol 120 mg/5ml dan cotrimoksazole 480 mg setiap waktu di
Puskesmas.
3. Kegiatan pemeriksaan dan pengobatan penderita ISPA
Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas poklinik umum atau MTBS
jam 08.00 sampai 13.00 WIB
Dilaksanakan pada setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu
dilaksanakan setiap 1 kali setiap bulan di setiap RW, dari pukul 08.00
sampai 12.00 WIB.
Dilaksanakan oleh dokter atau bidan swasta setiap hari kerja (tergantung
jam praktek dokter atau bidan swasta).
4. Kegiatan penyuluhan ISPA masyarakat
5. Pembinaan peran aktif masyarakat melalui kader
6. Kunjungan rumah penderita pneumonia
5. Kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat
6. Pencatatan dan Pelaporan
B. Organizing
Untuk melaksanakan subprogram ini, dilakukan koordinasi pihak Puskesmas
Cililin dengan para dokter atau bidan swata dalam hal pemeriksaan, pengobatan,
dan pendataan jumlah penderita ISPA. Pihak puskesmas juga melakukan
koordinasi melalui pertemuan berkala satu bulan satu kali dengan para kader,
serta melakukan kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh
masyarakat di wilayah kerja puskesmas.
Pemegang program P2M ISPA bekerjasama dengan program Kesehatan
Lingkungan, Gizi, dan KIA.
C. Actuating
Aktifitas yang dilaksanakan Puskesmas Cililin untuk mencapai cakupan
program ini selama bulan Oktober - Desember 2011 adalah:
13
1. Kegiatan pemeriksaan dan pengobatan penderita ISPA
Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas poklinik umum atau MTBS
jam 08.00 sampai 13.00 WIB
Dilaksanakan pada setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu
dilaksanakan setiap 1 kali setiap bulan di setiap RW, dari pukul 08.00
sampai 12.00 WIB.
Dilaksanakan oleh dokter atau bidan swasta setiap hari kerja (tergantung
jam praktek dokter atau bidan swasta).
2. Kegiatan penyuluhan ISPA masyarakat
3. Pembinaan peran aktif masyarakat melalui kader
4. Kerjasama lintas sektoral dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat
setempat
5. Pencatatan dan Pelaporan
D. Controlling
Sistem pengawasan yang dilaksanakan Puskesmas Cililin untuk subprogram
ini adalah pengawasan langsung oleh kepala puskesmas dan koordinator program
P2M ISPA kepada dokter atau bidan swasta, serta kader yang melaksanakan
program ini melalui laporan tertulis setiap bulannya.
Pelaporan dan rapat bulanan antar penanggung jawab program dengan
Kepala Puskesmas merupakan suatu langkah yang perlu dipertimbangkan untuk
dilakukan secara rutin. Melalui rapat inilah, Kepala Puskesmas dan perangkatnya
dapat menilai cakupan penemuan kasus terhadap target dalam bulan sebelumnya,
kendala atau permasalahan apa yang dihadapi pada saat itu dan membicarakan
modifikasi metode pendekatan yang dapat dilakukan untuk program bulan
selanjutnya.
Pada tahap ini, program telah berjalan, maka evaluasi terhadap hasil
akumulasi terhadap sisa target perlu diperhatikan. Sebab dengan tidak tercapainya
targeet bulan lalu, itu merupakan beban yang perlu diakumulasikan pada program
bulan selanjutnya.
14
Pemantauan kegiatan yang meliputi :
- Pencatatan medik penderita
Pencatatan medik penderita dilakukan di poliklinik umum atau MTBS
(manajemen terpadu balita sakit).
- Logistik
Logistik yang diperlukan dipantau oleh pemegang program, namun untuk
ketersediaan obat-obatan masih digabungkan dengan pengobatan penyakit
yang lain di bagian apotek.
- Pencatatan dan Pelaporan penderita
Pencatatan dan pelaporan jumlah penderita dilakukan setiap bulan pada rapat
bulanan pemegang program.
3.3 Sumber Daya
Sumber daya yang direncanakan Puskesmas Cililin untuk tercapainya target
subprogram P2M ISPA oleh tenaga kesehatan meliputi 7M, yaitu :
a. Ketenagaan (Man)
Jumlah : 1 orang
Lama bekerja : 20 tahun
Pendidikan tenaga : 15 tahun
Pendidikan terakhir : DIII Akademi Keperawatan
b. Pembiayaan (Money)
Dana untuk pembiayaan berasal dari dinas kesehatan untuk program P2M
ISPA digabungkan dengan program P2MM lainnya, namun jumlah untuk
P2M ISPA sendiri tidak menentu karena digunakan bersama dengan program
lainnya. Sejak tahun 2011 dana didapatkan dari dana BOK, namun pada tahun
2011 dana bantuan operasioanal ini belum cair.
c. Bahan (Material)
Bantuan dari dinas kesehatan berupa obat parasetamol 500 mg, sirup
parasetamol 120mg/5ml, dan cotrimoksazole 480 mg.
15
d. Peralatan (Machine)
Terdapat bantuan alat dari dinas kesehatan berupa 3 (lima) buah sound timer
yang terdapat di Puskesmas. Saat ini, semua alat yang sudah tidak berfungsi
dengan baik. Dahulu alat tersebut tidak selalu digunakan karena tidak semua
tenaga kesehatan dapat menggunakan alat tersebut.
e. Teknik Yang dikuasai (Method) :
Teknik penentuan diagnosa, penanganan pertama dan perujukan ke fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan. Selain itu juga dilakukan teknik penjaringan dan
penilain faktor resiko dengan melakukan kunjungan rumah penderita
pneumonia.
f. Sasaran (Market)
a. Langsung : balita (2 bulan s/d <5 tahun).
b. Tidak langsung : ibu yang mempunyai balita yang sakit pneumonia.
g. Waktu (Minute)
Dilaksanakan di dalam gedung puskesmas poklinik umum atau MTBS
jam 08.00 sampai 13.00 WIB
Dilaksanakan pada setiap kegiatan posyandu, dimana posyandu
dilaksanakan setiap 1 kali setiap bulan di setiap RW, dari pukul 08.00
sampai 12.00 WIB.
Dilaksanakan oleh dokter atau bidan swasta setiap hari kerja (tergantung
jam praktek dokter atau bidan swasta).
16
BAB IV
HASIL KEGIATAN PROGRAM
ISPA merupakan penyakit dengan jumlah kasus yang selalu menduduki
peringkat 10 besar penyakit di Puskesmas Cililin. Dari hasil wawancara dengan
pemegang program P2M ISPA diketahui bahwa:.
Kegiatan penemuan dan pelaporan penderita dilaksanakan oleh petugas
kesehatan, khususnya pemegang program, dokter atau bidan swasta,
posyandu, kader kesehatan dan masyarakat. Waktu pelaksanaan dilaksanakan
saat dilaksanakannya kegiatan posyandu atau disesuaikan dengan anggaran
yang diberikan Dinkes atau dilakukan di tempat rawat jalan setiap hari kerja.
Kegiatan yang dilaksanakan biasanya adalah pemantauan penderita ISPA,
terutama ISPA sedang (pneumonia) dan ISPA berat (pneumonia berat).
Petugas harus mampu melaksanakan penatalaksanaan penderita termasuk
rujukannya, petugas mampu melakukan penyuluhan dan penggerakan
partisipasi masyarakat dan petugas mampu melakukan pencatatan dan
pelaporan.
Sumber pendanaan program berasal dari Dinas Kesehatan baik secara dana
maupun bantuan peralatan berupa sound timer (alat bantu hitung pernafasan)
dan obat-obatan. Alat hitung pernafasan digunakan untuk membantu petugas
mengklasifikasi penderita ISPA secara tepat melalui perhitungan frekuensi
nafas dalam 1 menit. Obat yang digunakan (bila demam) adalah paracetamol
500 mg, sirup parasetamol 120mg/5ml, dan antibiotoka kotrimoksazol 480
mg. Jika keluhan disertai batuk maka dapat diberikan OBH (obat batuk
hitam). Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan bersifat ringan seperti
batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan antibiotika, namun jika
dibiarkan atau tidak diobati, keadaan tersebut dapat berkembang menjadi
17
pneumonia (radang paru) yang apabila tidak diobati dengan antibiotika dapat
menyebabkan kematian.
Cakupan penentuan penderita ISPA ditujukan pada 2 kelompok usia. Kedua
kelompok yang dimaksud adalah kelompok bayi (<1 tahun) dan anak balita
(1-5 tahun) dengan fokus penanggulangan pada penyakit pneumonia.
Pemilihan kelompok ini sebagai target populasi program didasarkan data
epidemik bahwa angka morbiditas dan mortalitas ISPA pada kelompok umur
ini masih cukup tinggi.
Jumlah target penemuan ISPA adalah sebesar 10% dari total populasi
dibagi dengan target cakupan penemuan penderita pneumonia di wilayah kerja
Puskesmas Cililin, yang berarti 10% dari populasi balita dalam 1 tahun. Populasi
balita di wilayah kerja adalah 446 bayi (sebanyak 10 % dari jumlah penduduk
yang berjumlah 44.679 jiwa). Untuk target perbulannya yaitu 446 : 12 bulan = 37
orang perbulan. Jumlah target dalam 1 tahun yaitu 37 balita x 12 bulan = 444
balita.
Perhitungan target perbulan P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas
Cililin adalah sebagai berikut :
Target penemuan = 10% x Total Populasi Balita
= 10% x 44.679
= 446
Target perbulan = Target Penemuan : 12 bulan
= 446 : 12
= 37
Nilai 10% dari populasi balita merupakan target penemuan kasus yang
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat yang mengacu pada
target populasi. Perhitungan berdasarkan pada nilai rata-rata insidensi kejadian
ISPA balita di propinsi Jawa Barat.
18
Cakupan yang diperoleh tiap bulannya selama Oktober - Desember 2011
yaitu :
Bulan Oktober 2011 :
Cakupan =
=
Kesenjangan =
=
Bulan November 2011:
Cakupan =
Kesenjangan =
Bulan Desember 2011 :
Cakupan =
Kesenjangan =
19
HasilX 100%
Target
14X 100% = 46,67%
37
Selisih HasilX 100%
Target
16X 100% = 53,33%
37
16X 100% = 53,33%
37
14X 100% = 46,67%
37
23X 100% = 76,67%
37
17X 100% = 23,23%
37
Jumlah cakupan dalam 3 bulan (tahun 2011) = 53 balita
Persentase(%) cakupan dalam 3 bulan (tahun 2011)
=
Persentase (%) kesenjangan =
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka
cakupan penemuan penderita pneumonia selama bulan Oktober - Desember 2011
sebesar 58,89%. Angka ini hanya diperoleh dari kegiatan program yang dilakukan
di poliklinik (balai pengobatan) dan saat dilakukannya kegiatan posyandu yang
sasarannya adalah populasi balita, baik yang ditemukan oleh petugas kesehatan,
khususnya pemegang program, dokter atau bidan swasta, kader ataupun yang
dilaporkan oleh masyarakatnya sendiri.
Grafik 4.1 Rekapitulasi Pelaporan P2M ISPA
20
53X 100% = 58.89%
90
37X 100% = 41,11%
90
Puskesmas Cililin Kurun Waktu Oktober - Desember 2011
Oktober November Desember0
5
10
15
20
25
30
35
Target Cakupan Kesenjangan
Grafik 4.2 Rekapitulasi Persentase P2M ISPA
Puskesmas Cililin Kurun Waktu Oktober - Desember 2011
Oktober November Desember0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
TARGET (%)CAKUPAN (%) KESENJANGAN (%)
Tahap evaluasi bertujuan untuk menilai apakah angka pencapaian kegiatan
telah memenuhi angka target yang diharapkan atau tidak. Selain itu, tahap ini juga
bertujuan untuk mengidentifikasi masalah serta hambatan yang dihadapi sehingga
21
PER
SEN
TASE
JUM
LAH
KA
SUS
dapat ditentukan langkah-langkah perbaikan selanjutnya termasuk perencanaan
penganggaran. Proses ini dapat dilakukan dengan melaksanakan survey data
perkembangan morbiditas dan mortalitas akibat ISPA serta perkembangan lain
yang mencakup kinerja program dan dampak program seperti pengetahuan, sikap
dan perilaku ibu balita yang berkaitan dengan ISPA, tatalaksana standar penderita
pneumonia, keadaan logistik ISPA di unit pelayanan kesehatan dan sebagainya.
Berdasarkan perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
penemuan penderita pneumonia tidak sesuai dengan perencanaan. Dalam 3 bulan
ini penemuan kasus masih fluktuatif . Dalam pelaksanaan program P2M ISPA
yang menjadi target penemuan penderita adalah penderita pneumonia saja,
sedangkan penderita ISPA non pneumonia tidak merupakan target program
namun diberikan tatalaksana atau pengobatan sesuai dengan pola yang berlaku di
sarana kesehatan.
Dari keluaran program P2M ISPA ini dapat kita nilai beberapa hal, yaitu:
Continuity
Kegiatan penyuluhan rutin tentang pentingnya pemeriksaan penyakit pada
penderita oleh orang tuanya tidak berkesinambungan, hal ini mungkin
disebabkan oleh kurangnya sumber daya manusianya (tenaga kesehatan) dan
faktor pengetahuan dan pendidikan orang tua penderita serta faktor sosio
ekonomi, serta melakukan kegiatan pembinaan dan pengetahuan kepada kader-
kader yang tidak rutin/terus menerus dalam rangka menciptakan kualitas
penyuluhan bagi orang tua penderita ISPA (pneumonia).
Care
Tingkat kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan (dokter atau bidan
praktek swasta) mengenai kasus ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin
masih kurang,
Comprehensibility
Program P2M ISPA ini sudah direncanakan secara komprehensif, namun
dalam pelaksanannya terhambat banyak kendala yang menyebabkan target
22
tidak tercapai. Pada masyarakat juga masih terdapat asumsi yang salah
mengenai penyakit ISPA, sehingga menjadi dasar dari kurangnya peran aktif
masyarakat dalam pelaporan kasus ISPA di lingkungannya. Masyarakat
cenderung beranggapan bahwa bilamana sakitnya tidak berat atau parah maka
tidak perlu dibawa ke Posyandu atau Puskesmas.
Analisis SWOT
STRENGTH
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kekuatan Puskesmas Cililin
dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :
Tersedianya sumber daya manusia (pemegang program dan dokter)
Tersedianya peralatan dan obat-obatan
Tersedianya poliklinik umum dan MTBS di gedung puskesmas tiap hari
kerja dari jam 08.00-13.00 WIB dan di luar gedung oleh dokter atau bidan
praktek swasta dan di setiap kegiatan posyandu dari pukul 08.00 sampai
12.00 WIB.
Adanya pertemuan berkala pemegang program P2M ISPA dengan Dinas
Kesehatan setiap 3 bulan sekali.
WEAKNESS
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kelemahan Puskesmas
Cililin dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :
Motivasi sumber daya manusia untuk pelaksanaan program P2M ISPA
dirasakan kurang, karena pemegang program juga memegang beberapa
program lainnya, sehingga kurang dapat fokus dalam menjalankan
program ini.
Untuk wilayah kerja yang cukup luas, perbandingan antara jumlah
karyawan puskesmas maupun jumlah kader masih sangat kurang jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada
23
Kurangnya kesadaran dari petugas kesehatan (dokter atau bidan swasta)
untuk melaksanakan pencatatan dan pelaporan yang teratur dan sistematis
Kurangnya dana yang memadai untuk pelaksanaan dan sosialisasi program
ini kepada masyarakat.
Kurangnya sosialisasi dan media soasialisasi seperti poster yang dapat
ditempel di stiap posyandu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya pneumonia.
OPPORTUNITY
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kesempatan Puskesmas
Cililin dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :
Adanya dukungan dari aparat pemerintah setempat melalui dana BOK
(Biaya Operasional Kesehatan) terutama untuk bidang promotif dan
preventif. Jika dana ini dapat dicairkan dan dialokasikan untuk
pengembangan program P2M ISPA, diharapkan dapat meningkatkan
cakupan dan menurunkan nilai kesenjangan dalam target program.
THREATH
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang menjadi kendala bagi Puskesmas
Cililin dalam pelaksanaan program P2M ISPA adalah :
Adanya banyak praktek dokter atau bidan swasta sebagai alternatif
masyarakat berobat, sehingga mengurangi angka cakupan program P2M
ISPA yang terdata.
Tidak adanya sistem yang mengharuskan dokter atau bidan praktek swasta
untuk membuat laporan bulanan mengenai angka kejadian ISPA, sehingga
menyulitkan pendataan kasus yang sebenarnya terjadi di masyarakat.
Masih kurangnya peran aktif dan pengetahuan masyarakat untuk
membawa anak atau balita ke tenaga kesehatan apabila terkena penyakit,
terutama mengenai cara membedakan ISPA pneumonia dengan ISPA biasa
sehingga pelaporan datangnya penderita ISPA pneumonia ke sarana
kesehatan masih jarang ditemukan.
24
Belum turunnya dana operasional sejak bulan Januari sehingga program
penyuluhan dan kunjungan ke rumah penderita masih sulit dijalankan.
25
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dianalisis dapat diambil
kesimpulan, antara lain sebagai berikut:
Penyakit ISPA adalah salah suatu penyakit yang banyak diderita bayi dan
anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia.
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua
pihak, yaitu peran serta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dan
kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka kematian
dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.
Angka cakupan penemuan penderita pneumonia balita di Puskesmas Cililin
bulan Oktober - Desember 2011 hanya yaitu 53 orang (58,89%), tetapi masih
kurang dari target yang ditetapkan yaitu 90 orang (41,11%).
Faktor-faktor yang mungkin dapat mempengaruhi angka kejadian ISPA serta
cakupan program P2M ISPA di wilayah kerja Puskesmas Cililin, yaitu :
Tidak masuknya semua data dari dokter atau bidan swasta yang melakukan
pelayanan pengobatan ke Puskesmas Cililin, sehingga cakupan terhadap
kasus pneumonia tidak tercapai.
Pelaporan kasus yang kurang akurat, baik dari kader kesehatan maupun dari
petugas Puskesmas sendiri
Kurangnya dana yang memadai dan jumlah kader kesehatan untuk
mensosialisasikan mengenai program penanganan ISPA.
Perilaku penduduk yang masih menganggap ringan bila mengalami batuk
pilek, sehingga masyarakat berobat setelah dalam keadaan yang sudah
berat.
26
Kurangnya penyuluhan atau sosialisasi mengenai perilaku hidup bersih
dan sehat.
5.2. Saran
Dengan angka kejadian ISPA yang masih cukup tinggi di wilayah kerja
Puskesmas Cililin, pengamat mencoba memberi masukan berupa saran yang
semoga dapat ikut membantu meningkatkan kegiatan P2MP ISPA, yang dimana
penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia, maka diharapkan
penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat diprioritaskan.
Di samping itu dapat dilakukan beberapa hal seperti:
Penyuluhan kepada ibu-ibu tentang PHBS dan penyakit ISPA perlu
ditingkatkan dan dilaksanakan.
Penyediaan media sosialisasi seperti poster di setiap posyandu, sehingga
dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam
penanggulangan ISPA.
Pelatihan kader ISPA dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan kader untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini
dapat dilakukan kepada kader disetiap RW di wilayah kerja puskesmas.
Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan
sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Syair, Abdul. 2008. Faktor Resiko Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Pada Balita. (Available with update at
www.wordpress.com/faktorresikoispabalita)
2. Puskesmas Cililin. 2011. Laporan Tahunan 2011. Cimahi.
3. Sudoyo AW, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 2.
Pneumonitis dan Penyakit Paru Lingkungan. FK UI. Jakarta.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Untuk Petugas Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
5. Garna, Herry, dkk. 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi kedua. Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unpad RSUP Dr.
Hasan Sadikin Bandung.
6. Yunus F, dkk. 1992. Pulmonologi Klinik. Edisi 1. FK UI. Jakarta. (hal. 87-94)
7. Praptiningsih CY, dkk. 2005. BUKU PEDOMAN P2MP ISPA. 2005.
Departemen Kesehatan RI.
8. Silalahi, L. 2006. ISPA pada Balita. (Available with updates at
http://www.temporoaktif.com/hg/narasi/2004/03/26/nrs,20040326-07.id.html)
9. Tim Revisi Buku Pedoman Kerja Puskesmas. 1990. Pedoman Kerja
Puskesmas Jilid II. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
10. Tim Pemegang Program P2M ISPA. 2011. Rekapitulasi Laporan P2M ISPA di
Puskesmas Cililin Bulan Januari sampai dengan Maret 2011. Puskesmas
Cililin.
28
Top Related