ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI KERITING
(Capsicum annuum L) DI MUSIM HUJAN DAN MUSIM
KEMARAU (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)
SKRIPSI
Pahrul Rozi
11140920000055
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULlAH
JAKARTA
2019 M /1440 H
ii
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CABAI KERITING
(Capsicum annuum L) DI MUSIM HUJAN DAN MUSIM
KEMARAU (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)
Pahrul Rozi
11140920000055
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M /1
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Pahrul Rozi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Bogor, 13 Oktober 1994
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Madnoer No. 67 Rt 01/04 Desa Iwul
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor
No. Hp : 083819021103
PENDIDIKAN FORMAL
2001-2007 : SDN Babakan 01
2007-2010 : SMPN 1 Ciseeng
2011-2014 : SMA Yadika 7 Bogor
2014-2019 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2015-2016 : Ketua Divisi Kerohanian HMJ Agribisnis
UIN Jakarta
PENGALAMAN KERJA
2018 : PKL di PT. Intidaya Agrolestari, Bogor
vi
RINGKASAN
Pahrul Rozi, Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Keriting (Capsicum annuum
L) di Musim Hujan dan Musim Kemarau (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari,
Bogor). (Di bawah Bimbingan Armaeni Dwi Humaerah dan Titik Inayah).
Pertanian merupakan sektor yang sangat berperan penting dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Selain hasil dari pertanian sebagai sumber makanan untuk
penduduk Indonesia, mata pencaharian penduduk Indonesia pun mayoritas di
sektor pertanian. Salah satu sub sektor pertanian yang sangat penting dalam
kehidupan sehari-hari adalah komoditas hortikultura, karena merupakan
komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi
untuk terus dikembangkan. Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk
dikembangkan adalah komoditi cabai merah terutama cabai merah besar dan cabai
merah keriting, karena komoditi cabai merah bernilai ekonomi tinggi (High
Economic Value Commodity) dan komoditas unggulan baik nasional maupun
daerah.
PT Intidaya Agrolestari merupakan perusahaan yang bergerak di usaha
pertanian. Salah satu jenis usahanya yaitu usahatani cabai keriting yang
merupakan jenis usaha yang baru dilakukan dan dalam tahap pengembangan.
Lahan yang digunakan untuk budidaya cabai keriting seluas 2 hektare, yang
diproduksi di dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Budidaya cabai
keriting sangat dipengaruhi oleh faktor musim, yaitu musim hujan dan kemarau,
yang memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah output cabai yang didapat dan
menjadi kendala dalam proses produksi cabai keriting. Kendala dan hambatan
faktor musim dalam produksi cabai keriting ini sangat mentukan jumlah output
atau panen yang dihasilkan sehingga sangat berpengaruh terhadap pendapatan
usahatani, semakin besar output atau panen yang dihasilkan maka semakin besar
pula pendapatan yang diterima. Untuk itu dalam penelitian ini penulis mencoba
untuk meneliti pendapatan usahatani cabai keriting di musim hujan dan kemarau
pada PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO), Bogor.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui biaya usahatani cabai
merah keriting di musim hujan dan kemarau. (2) Mengetahui pendapatan
usahatani cabai merah keriting di musim penghujan. (3) Mengetahui kelayakan
usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau dengan
menggunakan R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point (BEP).
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan
pertimbangan bahwa PT. Intidaya Agrolestari yang beralamat di JL. Raya
Jampang Karihkil Km 7, Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat, merupakan salah satu tempat yang sedang
mengembangkan usaha budidaya cabai keriting. Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dari peninjauan langsung ke lapangan dan wawancara langsung kepada pihak
manajemen PT Intidaya Agrolestari yang menjadi narasumber. Data sekunder
vii
diperoleh dari studi literatur-literatur baik yang diperoleh di perpustakaan,
website, maupun tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu dan instansi-
instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian seperti Badan Pusat
Statistika, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa (1) Total biaya usahatani cabai
keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1 ha yaitu Rp. 128.574.400,-lebih
besar jika dibandingkan dengan total biaya usahatani cabai keriting pada musim
kemarau dengan luas lahan 1ha yaitu Rp. 117.691.400,-. (2) Total pendapatan atau
keuntungan usahatani cabai keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1 ha
yaitu sebesar Rp. 28.425.875 ,-lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan
usahatani cabai keriting pada musim kemarau dengan luas lahan 1 ha yang
mengalami kerugian sebesar Rp. 77.691.400. (3) Analisis Tingkat Pendapatan
usahatani cabai keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1 ha dilihat dari R/C
rasio, B/C rasio, dan BEP dapat dikatakan layak untuk dilanjutkan. Karena
memperoleh nilai R/C rasio lebih dari 1 yaitu sebesar 1,22 B/C rasio lebih dari 0
yaitu sebesar 0,22 dan telah menghasilkan total produksi sebanyak 5.627,25 kg,
dengan harga jual Rp. 27.900, yang masing-masing telah melewati nilai BEP
produksi sebanyak 4.608 kg dan nilai BEP Harga sebesar Rp. 22.849. Sedangkan
Analisis Tingkat Pendapatan usahatani cabai keriting pada musim kemaraudengan
luas lahan 1 ha dilihat dari R/C rasio, B/C rasio, dan BEP dapat dikatakan tidak
layak. Karena memperoleh nilai R/C rasio kurang dari 1 yaitu sebesar 0,34, B/C
rasio kurang dari 0 yaitu sebesar -0,66 dan telah menghasilkan total produksi
sebanyak 1000 kg, dengan harga jual Rp. 20.000, yang masing-masing tidak
melewati batas nilai BEP produksi sebanyak 5.885 kg dan nilai BEP Harga
sebesar Rp. 58.846.
Kata Kunci : Pendapatan, Usahatani, Cabai Keriting, PT. Intidaya Agrolestari,
Musim Hujan dan Musim Kemarau
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahin
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Cabai
Keriting (Capsicum annum L.) di Musim Hujan dan Musim Kemarau (Studi
Kasus : PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)”. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarga beliau serta semua
kaum muslimin semoga kita selalu mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat
serta diberikan syafa’at oleh beliau.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini, penulis
memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan kali ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan
dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini. Oleh
karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang tidak
terhingga kepada:
1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS selaku Ketua Prodi Agribisnis Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir, Armaeni Dwi Humaerah, M.Si dan Ibu Titik Inayah, SP. M.Si selaku
dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II yang tiada henti selalu
memberikan banyak pengarahan dan bimbingannya disela-sela kesibukannya.
ix
4. Bapak Ujang Maman selaku dosen penguji I dan bapak Iwan Aminudin selaku
dosen penguji II yang telah meluangkan waktunya dan tenaganya dalam
sidang munaqosyah serta memberikan saran dan mengarahkan penulis.
5. Bapak Nurjaya dan segenap Pegawai Divisi Cabai dan Sayuran Semusim PT.
Intidaya Agrolestari, Bogor yang telah memberikan bantuan dan informasi
yang dibutuhkan untuk penelitian skripsi ini.
6. Seluruh dosen Pengajar Prodi Agribisnis yang tidak dapat disebutkan satu
persatu tanpa mengurangi rasa hormat atas segala ilmu dan pelajaran dalam
perkuliahan maupun luar perkuliahan.
7. Kedua orang tuaku (Bapak dan Ibu) terima kasih tak terhingga teruntuk kalian
atas cinta dan kasih sayang yang telah kalian berikan selama ini serta do’a
yang selalu kalian panjatkan atas putramu ini, juga semangat yang tiada henti-
hentinya diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan
baik.
8. Kakakku Selvi Ariyanti, dan adikku Pahmi Ramadan atas dukungan cinta dan
kasihnya.
9. Teman-teman Agribisnis 2014atas kebersamaan, kekeluargaan, doa, dan
keceriaan yang telah kita ukir bersama. Mudah-mudahan silaturahmi kita tidak
pernah putus.
10. Teman-teman KKN NASA (061) atas kerjasama dan kekeluargaannya.
11. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis tuliskan satu
persatu namun tidak mengurangi rasa hormat, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
x
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun dari seluruh pembaca. Semoga skripsi ini dapat
berguna bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Usahatani ......................................................................... 8
2.2 Cabai (Capsicum annuum L) ............................................................. 11
2.3 Peluang Usaha Agribisnis Cabai ........................................................ 17
2.4 Risiko Usaha Agribisnis Cabai .......................................................... 19
2.5 Biaya Usahatani ................................................................................ 20
2.6 Penerimaan Usahatani ....................................................................... 22
2.7 Pendapatan Usahatani ....................................................................... 22
2.8 Analisis Penerimaan Atas Biaya (R/C Ratio) ................................... 23
2.9 Analisis Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio) ................................... 23
2.10 Break Event Point (BEP) ................................................................. 24
2.11 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 24
2.12 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................... 26
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 29
3.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 29
3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 30
3.4 Metode Analisis Data ........................................................................ 31
3.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani ................................................ 31
3.4.2 Analisis R/C Ratio ................................................................... 32
3.4.3 Analisis Benefit dan Cost Ratio (B/C Ratio) .......................... 32
3.4.4 Analisis Break Event Point (BEP) ........................................... 33
3.5 Definisi Operasional .......................................................................... 33
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah dan Perkembangan PT Intidaya Agrolestari (INAGRO) ...... 35
4.2 Lokasi Perusahaan .............................................................................. 36
4.3 Bidang Usaha Perusahaan .................................................................. 36
4.4 Struktur Organisasi ............................................................................ 37
4.5 Gambaran Budidaya Cabai Keriting di PT Intidaya Agrolestari ....... 38
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ............................. 45
5.1.1 Biaya Investasi Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO…. 45
5.1.2 Biaya Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO…….. 46
5.1.3 Biaya Tidak tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO. 48
5.1.4 Total Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO…….. 61
5.2 Penerimaan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO .................... 62
5.3 Pendapatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO .................... 64
5.4 Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ........ 65
5.4.1 Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya (R/C Ratio) ............... 65
5.4.2 Analisis Rasio Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio)............... 66
5.4.3 Analisis Break Event Point (BEP) ........................................... 68
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 72
6.2 Saran ................................................................................................... 73
xiii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 74
LAMPIRAN ...................................................................................................... 77
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kebutuhan Kapur Per Hektare Pada Berbagai Tingkat PH Tanah .............. 14
2. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 24
3. Komponen Biaya Investasi Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ..... 45
4. Komponen Biaya Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ................................................. 47
5. Komponen Biaya Tidak Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dengan Luas Areal 1 Ha PadaTahun 2018 .................................................. 49
6. Total Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas
Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ....................................................................... 61
7. Penerimaan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas
Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ....................................................................... 63
8. Pendapatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas
Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ....................................................................... 64
9. Analisis Rasio Penerimaan Atas Biaya (R/C Ratio) Usahatani Cabai
Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ....... 65
10. Analisis Rasio Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio) Usahatani Cabai
Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ....... 67
11. BEP Produksi yang diperoleh Usahatani Cabai Keriting
di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ...................... 68
12. BEP Harga yang diperoleh Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018 ................................................. 70
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Jawa, Luar jawa, dan
Indonesia Tahun 1991-2015 ......................................................................... 3
2. Perkembangan Harga Rata-rata Cabai di Indonesia Pada Tahun 2017........ 4
3. Kurva Total Fixed Cost ............................................................................... 21
4. Kurva Variable Cost .................................................................................... 21
5. Kurva Total Cost ......................................................................................... 22
6. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 28
7. Pelubangan Mulsa ........................................................................................ 39
8. Jarak Tanam Tanaman Cabai ....................................................................... 39
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Struktur Organisasi PT. Intidaya Agrolestari ............................................... 77
2. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO .... 78
3. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO ................. 79
4. Dokumentasi Penelitian ............................................................................... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, maka dari itu pertanian merupakan
sektor yang sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Selain ketersediaan sumber pangan untuk makhluk hidup ditentukan oleh adanya
kegiatan di bidang pertanian, pertanian juga merupakan mata pencaharian utama
bagi mayoritas penduduk Indonesia. Dari 121,02 juta penduduk Indonesia yang
bekerja, 35,92 juta jiwa bekerja di bidang pertanian (BPS, 2017:160).
Pertanian yang ada di Indonesia terdiri dari beberapa sub sektor, antara lain
tanaman bahan pangan, peternakan, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan
hortikultura. Salah satu sub sektor pertanian yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari adalah komoditas hortikultura. Komoditas hortikultura merupakan
komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan memiliki potensi
untuk terus dikembangkan. Dari sisi penawaran atau produksi, luas wilayah
Indonesia dengan keragaman agroklimatnya memungkinkan pengembangan
berbagai jenis tanaman hortikultura yang mencakup 323 jenis komoditas terdiri
atas 60 jenis komoditas buah-buahan, 80 jenis komoditas sayuran, 66 jenis
komoditas biofarmaka, dan 117 jenis komoditas tanaman hias (Ditjen
Hortikultura, 2016:1)
Salah satu komoditas hortikultura potensial untuk dikembangkan adalah
komoditi cabai merah terutama cabai merah besar dan cabai merah keriting.
Beberapa alasan penting pengembangan komoditas cabai merah adalah :
2
(1) komoditas bernilai ekonomi tinggi (High Economic Value Commodity), (2)
komoditas unggulan nasional dan daerah, (3) menduduki posisi penting dalam
menu pangan, walaupun diperlukannya dalam jumlah kecil (4 kg/kapita/tahun)
namun setiap hari dikonsumsi oleh hampir seluruh penduduk Indonesia, (4)
gejolak harga komoditas cabai merah memiliki pengaruh yang nyata terhadap
inflasi, (5) memiliki beragam tujuan pasar, baik untuk pasar tradisional, pasar
modern (supermarket), maupun industri pengolahan (Saptana dkk, 2012 : 1).
Perkembangan produksi cabai merah selama tahun 1991 - 2015 berfluktuasi
cenderung meningkat (Gambar 1). Pada tahun 1991 produksi cabai Indonesia
sebesar 627,169 ribu ton, peningkatan produksi terjadi cukup tinggi dimana pada
tahun 2015 produksi cabai telah mencapai 1.915,12 ribu ton dengan rata-rata
pertumbuhan selama periode tersebut sebesar 9,76% per tahun. Perkembangan
produksi cabai di pulau Jawa memiliki pola yang sama dengan pertumbuhan
produksi cabai Indonesia, dengan rata-rata pertumbuhan per tahun selama 1991 –
2015 sebesar 10,22% per tahun, dengan persentase rata-rata pertumbuhan
produksi yang cukup besar terjadi pada tahun 1995 dan 2003 masing-masing naik
sebesar 68,14 % dan 50,74 %. Sementara itu produksi cabai di Luar Jawa rata-rata
meningkat sebesar 12,00%. (Pusat Data dan Informasi Pertanian,2016: 9).
3
Gambar 1. Perkembangan Produksi Cabai Merah di Jawa, Luar Jawa, dan
Indonesia Tahun 1991 - 2015
Kendala produktivitas cabai sangat dipengaruhi oleh faktor musim, sehingga
tidak jarang terjadi fluktuasi harga yang cukup tajam. Pada umumnya, budidaya
cabai banyak dilakukan oleh petani pada musim kemarau(on-season). Hasil survei
Vos (1994) dalam Soetiarso dkk (2006 : 2) menyebutkan bahwa budidaya cabai
pada musim kemarau biasanya dilakukan di lahan sawah, sedangkan budidaya
cabai merah di lahan tegalan pada musim kemarau dapat dilaksanakan apabila
tersedia cukup air, baik lewat saluran irigasi, sungai ataupun sumur didekatnya.
Menurut Anwarudin dkk (2015:40) pada musim hujan (off-season) yaitu
bulan November – bulan Februari, produksi cabai biasanya selalu rendah
karena sebagian besar sawah ditanami padi, dan di lahan kering banyak
petani yang enggan menanam cabai karena risiko gagal panen tinggi yaitu
karena meningkatnya serangan penyakit seperti fusarium dan antraknosa,
meningkatnya kerontokan bunga dan buah, dan lahan yang mengalami kebanjiran,
0200400600800
100012001400160018002000
19
91
19
92
19
93
19
94
19
95
19
96
19
97
19
98
19
99
20
00
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
20
15
(000 Ton)
Jawa Luar Jawa Indonesia
4
menyebabkan biaya produksi tinggi terutama untuk pestisida, sehingga pasokan
cabai tidak setiap waktu dapat memenuhi permintaan.
Kurangnya pasokan cabai di musim hujan (November-Februari) akibat
banyak petani yang gagal panen itu menyebabkan kenaikan harga sesuai dengan
hukum permintaan dan penawaran. Pada bulan januari (musim hujan) harga cabai
keriting pada posisi tertinggi yaitu Rp. 46.450, pada musim kemarau yang di
awali pada bulan maret sampai oktober harga cabai keriting terus mengalami
penurunan yaitu dari Rp. 40.450/kg menjadi Rp. 31.350,kg, dan pada awal musim
hujan (november-desember) yaitu dari Rp. 34.150/kg menjadi Rp. 36.000/kg.
Perkembangan harga cabai setiap bulan pada tahun 2017 dapat dilihat pada
Gambar 2 di bawah ini (Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, 2018 ).
Gambar 2. Perkembangan Harga Rata-rata Cabai Keriting di Indonesia Pada tahun
2017
PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) adalah perusahaan agribisnis yang
berlokasi di JL. Raya Jampang Karihkil Km 7, Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor. PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO )merupakan
sebuah perusahaan yang memiliki kebun seluas 76 hektare yang digunakan
Rp. 46.450
Rp. 45.950
Rp. 40.450
Rp. 32.300
Rp. 31.750
Rp. 29.100
Rp. 31.800
Rp. 31.450
Rp. 31.350
Rp. 32.900
Rp. 34.150
Rp. 36.000
Rp.25,000
Rp.30,000
Rp.35,000
Rp.40,000
Rp.45,000
Rp.50,000
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Harga Cabai Keriting per Kg
5
sebagai sentra produksi hortikultura, bibit berkualitas, perikanan, dan pupuk
hayati. Salah satu tanaman hortikultura yang diproduksi di PT. Intidaya
Agrolestari (INAGRO) adalah cabai keriting.Usahatani cabai keriting ini
merupakan jenis usaha yang baru dilakukan oleh PT Intidaya Agrolestari dan
dalam tahap pengembangan. Lahan yang digunakan untuk budidaya cabai keriting
seluas 2 hektare, yang diproduksi di dua musim yaitu musim hujan dan musim
kemarau.
Budidaya cabai keriting sangat dipengaruhi oleh faktor musim, yang mana
masing-masing musim tersebut, yaitu musim hujan dan kemarau memberikan
pengaruh yang nyata dan menjadi kendala dalam proses produksi cabai keriting.
Kendala tersebut yaitu pada musim hujan banyak tanaman cabai keriting terkena
serangan penyakit seperti fusarium dan antraknosa, dan kerontokan bunga dan
buah, sedangkan pada musim kemarau mengalami kekeringan sehingga tanaman
menjadi kecil dan layu. Dari masing-masing hambatan faktor musim dalam
produksi cabai keriting di atas sangat menentukan jumlah output atau panen yang
dihasilkan. Jumlah output atau panen yang dihasilkan sangat berpengaruh
terhadap pendapatan usahatani, semakin besar output atau panen yang dihasilkan
maka semakin besar pula pendapatan yang diterima. Oleh karena itu untuk
mengetahui kelayakan finansial usahatani cabai keriting maka perlu dilakukan
analisis pendapatan usahatani cabai keriting pada musim hujan dan kemarau di
PT. Intidaya Agrolestari. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian perlu
dilakukan dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Cabai Keriting
6
(Capsicum annuum L)di Musim Hujan dan Musim Kemarau (Studi Kasus
PT. Intidaya Agrolestari, Bogor)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu :
1. Berapa biaya usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau?
2. Berapa pendapatan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan
kemarau?
3. Bagaimana kelayakan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan
kemarau dilihat dari R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point (BEP) ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara
umum penelitian ini bertujuan :
1. Mengetahui biaya usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan kemarau.
2. Mengetahui pendapatan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan
kemarau.
3. Menganalisis kelayakan usahatani cabai merah keriting di musim hujan dan
kemarau dengan menggunakan R/C ratio, B/C ratio, dan Break Event Point
(BEP)
7
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :
1. Perusahaan dan Petani, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan usahatani cabai merah keriting.
2. Peneliti lain, sebagai referensi dalam melakukan penelitian sejenis
ataumenyempurnakan penelitian ini.
3. Mahasiswa, sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Jakarta
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Usahatani
Menurut Mosher dalam Shinta (2011:1), usahatani merupakan pertanian
rakyat dari perkataan farm dalam bahasa Inggris. Dr. Mosher memberikan
definisi farm sebagai suatu tempat atau sebagian dari permukaan bumi di mana
pertanian diselenggarakan oleh seorang petani tertentu, apakah ia seorang pemilik,
penyakap atau manajer yang digaji, atau usahatani adalah himpunan dari sumber-
sumber alam yang terdapat pada tempat itu yang diperlukan untuk produksi
pertanian seperti tanah dan air, perbaikan- perbaikan yang dilakukan atas tanah
itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah itu dan
sebagainya .
Menurut Suratiyah (2015:8), usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang
atau sekumpulan orang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi
berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga dapat memberikan
manfaat sebaik-baiknya. Menurut Firdaus (2009:6), usahatani (farm) adalah
organisasi dari alam (lahan), tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada
produksi di lapangan pertanian, yang ketatalaksanaannya berdiri sendiri oleh
seseorang atau sekumpulan orang sebagai pengelolanya. Dapat disimpulkan
bahwa usahatani adalah sesesorang atau sekumpulan orang yang menggunakan
sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar
diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah alam, tenaga kerja, modal dan
manajemen.
9
1. Alam
Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam
dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Faktor Iklim
Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik tanaman
maupun ternak. Komoditas yang diusahakan harus cocok dengan iklim
setempat agar produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang lebih
baik bagi manusia. Iklim juga mempengaruhi dalam penentuan teknologi
mana yang cocok untuk digunakan pada saat usahatani itu berlangsung
(Suratiyah.2015:19).
Menurut Nurdin (2011:7), Sektor pertanian sangat rentan terhadap
perubahan iklim karena berpengaruh pada pola tanam, waktu tanam,
produksi, dan kualitas hasil. Dampak perubahan iklim terhadap pertanian
bersifat langsung dan tidak langsung dan mencakup aspek biofisik maupun
social ekonomi. Dampak biofisik antara lain mencakup: (a) efek fisiologis
pada tanaman maupun ternak/ikan, (b) perubahan sumberdaya lahan dan air,
(c) meningkatnya gangguan OPT, dan (d) peningkatan permukaan laut dan
salinitas, dan sebagainya. Dampak sosial ekonomi lain meliputi: (i) turunnya
produktivitas dan produksi, (ii) fluktuasi harga komoditas pangan, (iii)
meningkatnya jumlah penduduk rawan pangan, dan sebagainya (Sumaryanto.
2012 : 74)
10
b. Faktor Tanah
Tanah merupakan faktor yang penting dalam usahatani karena tanah
merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani
keseluruhannya. Tanah juga mempunyai sifat istimewa antara lain bukan
merupakan barang produksi, tidak dapat diperbanyak, dan tidak dapat
dipindah-pindah. Oleh karena itu, tanah dalam usahatani mempunyai nilai
terbesar.
2. Tenaga Kerja
Menurut Shinta (2011:40), tenaga kerja adalah energi yang dicurahkan dalam
suatu proses kegiatan untuk menghasilkan suatu produk. Tenaga kerja manusia
(laki-laki, perempuan, dan anak-anak) bisa berasal dari dalam maupun luar
keluarga.
Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penentu terutama bagi usahatani
yang sangat tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja mengakibatkan
mundurnya waktu penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan
tanaman, produktivitas, dan kualitas produk. Kebutuhan tenaga kerja dapat
diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas
yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh usahatani. Satuan yang
sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HKO (hari
kerja orang) dan JKO (jam kerja orang) (Suratiyah, 2015:24).
3. Modal
Menurut Shinta (2011:42), yang termasuk modal dalam usahatani yaitu
seperti tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, saprodi, piutang
11
dari bank, dan uang tunai. Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik
sendiri, pinjaman (kredit dari bank, dari tetangga, atau keluarga), warisan, dari
usaha lain dan kontrak sewa.
4. Pengelolaan (Manajemen)
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam merencanakan,
mengorganisir, mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengawasi faktor
produksi yang dikuasai/dimiliknya sehingga mampu memberikan produksi
seperti yang diharapkan. (Shinta, 2011:49).
2.2 Cabai (Capsicum annuum L)
Cabai merupakan tanaman terna tahunan yang tegak dengan batang berkayu,
banyak cabang serta ukuran yang mencapai tinggi 120 cm dan lebar tajuk tanaman
hingga 90 cm. Umumnya, daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap,
tergantung varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun mempunyai
tulang menyirip.Daun cabai berbentuk bulat telur, lonjong, ataupun oval dengan
ujung yang meruncing, tergantung spesies dan varietasnya.Bentuk buah cabai
berbeda-beda, dari cabai keriting, cabai besar yang lurus dan biasa mencapai
ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit yang kecil-kecil tapi pedas, dan cabai paprika
berbentuk seperti buah apel (Redaksi Agromedia, 2008:23).
Menurut Zulkarnain (2013:46), kedudukan tanaman cabai didalam sistem
klasifikasi botani sebagai berikut:
Divisi : Spermatofita
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiledon
12
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : capsicum sp.
Cabai (Capsicum annuum) merupakan sumber vitamin dan mineral yang luar
biasa, pada 100 gram buah cabai mengandung 143,7 mg vitamin C, 0,5 mg
vitamin B-6 (piridoksin), 952 IU vitamin A, 1,03 mg besi, 0,129 mg tembaga, dan
322 mg kalium. Buah cabai juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
manusia, selain dimanfaatkan sebagai sayur, cabai yang memiliki kandungan
Capsaicin yang tinggi merupakan bahan baku pembuatan koyo dalam industri
obat-obatan (Zulkarnain, 2013:57).
Cabai merupakan tanaman asli daerah Amerika Tengah. Tepatnya berasal
dari daerah Bolivia.Awalnya cabai tumbuh liar dan penyebaran bijinya dibantu
oleh bangsa burung (aves). Orang yang paling berjasa dalam penyebaran cabai ke
seluruh dunia adalah Christophorus Colombus (1451-1506), dan diperkirakan
tanaman cabai datang ke Indonesia pertama kali dibawa oleh seorang pelaut
Portugis bernama Ferdinand Magellan (1480-1521) (Redaksi Agromedia,
2008:15). Bangsa Portugis menyebarkan cabai ke wilayah jajahannya atau
wilayah-wilayah yang dikunjungi untuk melakukan perdagangan rempah-rempah,
seperti India, China, Korea, Jepang, Filipina, Malaka, dan Indonesia (Zulkarnain,
2013:43).
Budidaya tanaman cabai memiliki beberapa tahapan yaitu (Redaksi
Agromedia, 2008:42) :
13
1) Pengolahan Lahan
Lahan yang bisa digunakan dalam budidaya tanaman cabai yaitu lahan
sawah berpengairan teknis, lahan sawah tadah hujan, dan lahan tegalan. Dalam
pengolahan lahan tanaman cabai terdiri dari lima tahapan yaitu :
a. Pencangkulan
Pencangkulan bertujuan untuk menggemburkan tanah, mengusir beberapa
jenis hama dan penyakit, serta memberi kesempatan tanah untuk beroksidasi.
Kedalaman cangkulan biasanya sedalam mata cangkul atau kira-kira 20 cm,
sehingga sisa-sisa gulma yang masih ada akan terkubur ke dalam tanah
bersamaan dengan pencangkulan ini.
b. Pembuatan Bedengan
Pembuatan bedengan dilakukan dengan cara mencangkul, menggali selokan
disekeliling bedengan dan buang tanah galiannya keatas bedengan, lalu
meratakan tanah yang ada di atas bedengan. Biasanya ukuran bedengan dengan
lebar 100 cm – 120 cm dengan panjang 10 - 12 meter, sedangkan lebar antar
selokannya 30 – 50 cm.
c. Pengapuran
Pengapuran dilakukan bila tanah terlalu asam atau PH-nya rendah. Tanah
asam akan menghambat penyerapan beberapa unsur hara oleh tanaman. Selain
itu beberapa penyakit tanaman cabai juga senang berada ditanah yang asam.
Berikut tabel kebutuhan kapur per hektare pada berbagai tingkat ph tanah.
14
Tabel 1. Kebutuhan kapur per hektare pada berbagai tingkat pH tanah.\
PH Tanah Kebutuhan Kapur (Ton/Ha)
4,0 10,24
4,5 7,87
5,0 5,49
5,5 3,12
6,0 0,75
Sumber: Redaksi Agromedia, 2008
d. Pemupukan Pertama (Pupuk Dasar)
Pupuk dasar yang disebarkan di permukaan bedengan adalah pupuk organik
dan pupuk anorganik.Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang
seperti kotoran sapi, kotoran kambing, dan kotoran ayam. Dosis yang
digunakan kira-kira 4 kg untuk setiap satu meter panjang bedengan. Sedangkan
pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk buatan seperti ZA, Urea, TSP,
KCL, dan Borat.
e. Pemasangan Mulsa
Pemasangan mulsa bertujuan untuk mengurangi pertumbuhan gulma,
menjaga kelembapan, menjaga suhu, menjaga kegemburan tanah, dan
mengoptimalkan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Mulsa memiliki dua
jenis yaitu mulsa jerami, dan mulsa plastik hitam perak. Lebar mulsa yang
digunakan tergantung lebar bedengan yang dipakai. Pemasangan mulsa
sebaiknya dipasang pada siang hari, sewaktu matahari sedang terik-teriknya,
sehingga mulsa plastik dapat ditarik dan bedengan tertutup dengan baik. Cara
memasang mulsa plastik yaitu bedengan ditutup dengan plastik mulsa lalu
sekeliling mulsa di jepit engan cutik. Pelubangan mulsa untuk lubang tanam
bibit cabai bisa menggunakan pisau, kaleng bekas susu, atau pelat pemanas
berbentuk tabung.
15
2) Penanaman Cabai
Langkah pertama dalam menanam cabai yaitu memilih benih
unggul.Langkah selanjutnya melakukan penyemaian yaitu menyiapkan media
tanam yang terdiri dari tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1.
Tambahkan ke media tanam 100 gram pupuk NPK dan 70 gram insektisida
bubuk, lalu aduk hingga rata. Isi tray dengan media tanam lalu masukan benih
cabai ke masing-masing lubang di dalam tray. Tutup bedengan penyemaian
dengan plastik dengan tinggi atap plastik sekitar 0,5 meter. Penyiraman bibit cabai
dilakukan bila dirasa kelembapan berkurang dan tanah di tray kering.
Setelah bibit berumur 30 hari atau berdaun 6-8 helai, bibit siap ditanam
dilahan permanen .Penanaman dilakukan minimal dua minggu setelah lahan
dipasangi mulsa plastik. Waktu penanaman yang baik adalah pada sore hari,
karena bibit tidak akan terkena sinar matahari yang terik dan masih bisa
beradaptasi dengan keadaan lahan hingga esok hari.
3) Pemeliharaan Tanaman Cabai
Dalam pemeliharaan tanaman cabai terdiri dari lima tahapan yaitu :
a. Penyulaman Tanaman Cabai
Penyulaman sangat perlu dilakukan dalam budidaya cabai karena tidak
semua bibit cabai yang ditanam di lahan akan hidup dengan baik. Bibit yang
mati, terserang penyakit, atau lambat pertumbuhannya akan disulam atau
diganti dengan bibit yang tersedia. Penyulaman diawali dengan membongkar
bibit yang mati, terserang penyakit, ataut lambat pertumbuhannya, lalu ambil
bibit tersebut dan musnakan, terutama tanaman yang terserang hama dan
16
penyakit. Sebagai bahan sulam pilih bibit yang pertumbuhannya yang bagus
dan seragam.Sebelum ditanam celupkan bibit ke dalam larutan pestisida.
b. Pemasangan Ajir (Turus)
Pemasangan ajir bertujuan untuk menopang tanaman cabai agar tanaman
menjadi tegak dan terhindar dari angin kencang yang bisa merobohkan
tanaman cabai. Ajir dibuat dari bambu yang dibelah-belah kecil dengan
panjang 1-1,5 m dan diameter sekitar 5 cm. Pemasangan ajir dilakukan dengan
cara ditancapkan tegak lurus di samping tanaman cabai dengan kedalaman 25 –
30 cm, pada proses ini harus berhati-hati jangan sampai melukai perakaran
tanaman.
c. Perompesan
Perompesan bertujuan untuk membuang bagian tanaman yang
keberadaannya kurang bermanfaat seperti tunas air dan bunga yang pertama
muncul. Tunas air tidak produktif dan terus berkembang secara vegetatif
sehingga menghabiskan energi, dan ketika bunga yang pertama muncul,
sebenarnya tanaman masih perlu berkembang baik secara vegetatif dan belum
siap untuk berproduksi, maka dari itu tunas air dan bunga yang pertama
muncul harus di buang.
d. Pemupukan
Hasil panen cabai agar mendapatkan yang maksimal yaitu salah satunya
dengan cara melakukan pemupukan yang lengkap dan seimbang. Sebab bila
tanaman kekurangan salah satu jenis pupuk maka proses pertumbuhannya baik
vegetatif maupun generatif akan terganggu. Dalam mengaplikasikan pupuk
17
terdapat tiga jenis yaitu memupuk dengan pupuk NPK dan KNO3, memupuk
dengan pupuk daun dan penggunaan zat perangsang tumbuh (ZPT).
e. Pengendalian Hama Tanaman Cabai
Pengendalian hama tanaman cabai harus diarahkan secara bijaksana dengan
menerapkan pengendalian hama terpadu (HPT) yang aman terhadap
lingkungan dan ekonomis. Bentuk-bentuk pengendalian hama pada cabai
diantaranya pengendalian kultur teknik, penggunaan varietas toleran,
pengendalian hayati, pengendalian mekanik, dan pengendalian secara kimiawi.
f. Panen Cabai
Di Indonesia, pemanenan buah cabai biasanya menggunakan tangan. Panen
pertama dilakukan pada umur 100 hari setelah tanam, dan umumnya panen
dilakukan 3 -4 hari sekali atau paling lambat seminggu sekali. Normalnya,
panen biasa dilakukan 12 -20 kali hingga tanaman berumur 6 -7 bulan.
Keadaan ini sangat tergantung pada keadaan pertanaman dan perlakuan yang
diberikan. Masa panen cabai rawit lebih lama bila dibandingkan dengan cabai
jenis lainnya
2.3 Peluang Usaha Agribisnis Cabai
Redaksi agromedia (2008:1), menyatakan lemahnya nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, tampaknya malah memberi keuntungan yang
berlipat bagi para pelaku usaha di sektor pertanian. Hal ini bisa terjadi karena
banyak hasil-hasil usaha sektor agribisnis yang dilempar ke pasar luar negeri
dengan transaksi penjualan dalam dolar, sementara itu biaya-biaya seperti ongkos
produksi menggunakan rupiah.
18
Redaksi agromedia (2008:1), juga menyatakan dari berbagai usaha yang
banyak ditawarkan disektor agribisnis. Agribisnis cabai merupakan salah satu
agribisnis yang cukup menarik investor dimana dari berbagai jenis sayuran dan
buah-buahan, cabai dinilai sebagai produk yang mempunyai harga paling tinggi
dan umurnya tergolong genjah sehingga modal cepat kembali.
Pada umumnya siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang
event tertentu, seperti memasuki bulan puasa dan lebaran, natal, dan tahun baru.
Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diikuti dengan harga yang
melambung. Selain Faktor diatas, harga cabai menjadi mahal karena saat event
tersebut bertepatan dengan musim hujan, biasanya petani yang menanam cabai
hanya sedikit dan banyak pula yang gagal panen karena serangan hama dan
penyakit. Akibatnya keberadaan cabai dipasaran menjadi langka dan secara
otomatis harganya melonjak tajam.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri pasar cabai untuk luar
negeri pun masih luas. Menurut Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (2016:28),
tujuan ekspor cabai segar tahun 2015 berdasarkan proporsinya dari yang terbesar
hingga terkecil adalah ke Singapura dengan proporsi 43,67% (234,2 ton),
Malaysia 39,53% (212 ton), Arab Saudi 12,67% (67,98 ton), UEA 2,12% (11,4
ton), Jepang 0,96% (5,1 ton) dan sisanya ke negara-negara lain seperti Qatar,
Vietnam, Swiss, Spanyol, Christmas Islands, Belanda, dan Italia sebanyak total
5,6 ton. Sedangkan tujuan ekspor cabai olahan tahun 2015 berdasarkan
proporsinya dari yang terbesar hingga terkecil adalah ke Arab Saudi dengan
proporsi 32,87% (4,72 ribu ton), Malaysia 22,69% (3,26 ribu ton), Nigeria
19
11,68% (1,67 ribu ton), Taiwan 4,04% (579,54 ton), Singapura 3,15% (451,9 ton),
UEA 3,08% (441,75 ton), India 2,72% (389,8 ton) dan sisanya ke 41 negara
lainnya diantara Australia, Kuwait, Cina dan lain-lain dengan total kuantitas
ekspor sebesar 2,84 juta ton. Dari gambaran kebutuhan cabai diatas, jelas bahwa
bertanam cabai masih mempunyai peluang yang cukup potensial baik cabai
keriting, cabai besar maupun cabai rawit.
2.4 Risiko Usaha Agribisnis Cabai
Logisnya, setiap kegiatan usaha yang mempunyai tingkat keuntungan tinggi,
pasti memiliki risiko yang tinggi pula. Begitu juga dengan kegiatan agribisnis
cabai, ketika banyak orang bertanam cabai dan memetik keuntungan yang berlipat
ganda ada pula yang mengalami kerugian dan menjadi frustasi. Berdasarkan
hitung-hitungan, tingkat keuntungan usaha agribisnis cabai sangatlah tinggi,
namun hal itu juga dibarengi dengan risiko yang tinggi. Berikut ini beberapa
risiko agribisnis cabai yang perlu dicermati (Redaksi Agromedia, 2008:7)
a. Harga Jatuh
Masalah yang paling signifikan dan sering membuat petani cabai ketakutan
adalah harga jual cabai. Harga jual cabai yang rendah, tidak memenuhi harapan,
tidak sesuai dengan perhitungan awal atau lebih rendah dari BEP, merupakan
salah satu faktor pemicu kerugian. Harga cabai yang rendah ketika panen
membuat petani rugi, terutama bila hasil panennya melimpah. Akhirnya, banyak
petani yang menganggap bertanam cabai sepeti perjudian.
20
b. Serangan Hama
Umumnya, hama banyak menyerang tanaman cabai pada saat musim
kemarau yang panas. Banyak hama yang menyerang tanaman cabai karena sangat
suka buah maupun daun cabai. Efek serangan hama yang lebih merusak biasanya
disebabkan oleh bakteri atau virus yang disebarkan oleh hama tersebut (vektor).
Pada beberapa kasus, serangan hama bisa menggagalkan panen hingga 100%.
c. Serangan Penyakit
Secara signifikan, serangan penyakit pada cabai terjadi saat musim hujan.
Ada dua penyakit penting yang kerap menyerang cabai yakni layu fusarium, dan
layu bakteri yang disebabkan oleh cendawan fusarium, dan bakteri pseudomonas.
Dua penyakit ini bisa mematikan tanaman dan menyebabkan kegagalan panen
hingga 100%.
d. Kerusakan dalam Pengemasan dan Pengangkutan
Salah satu risiko lain dari agribisnis cabai adalah rusaknya buah cabai saat
pengemasan dan pengangkutan. Selain rusak, selama pengangkutan jarak jauh
berat atau bobot buah cabai juga akan menyusut. Berdasarkan pengalaman
penyusutan berat ini bisa mencapai 10 %.
2.5 Biaya Usahatani
Menurut Soekartawi (2003:55) biaya produksi adalah nilai dari semua faktor
produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses
produksi berlangsung. Adapun menurut Widilestariningtyas (2012:10) biaya
adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah
terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.
21
Menurut Shinta (2011 : 81), biaya usahatani dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Total Fixed Cost (TFC): biaya yang dikeluarkan perusahaan atau petani yang
tidak mempengaruhi hasil output / produksi. Berapapun jumlah output yang
dihasilkan biaya tetap itu sama saja. Contoh: sewa tanah, pajak, alat pertanian,
iuran irigasi, seperti pada gambar 3 di bawah ini :
Gambar 3. Kurva Total Fixed Cost
2. Total Variable Cost(TVC) yaitu biaya yang besarnya berubah searah dengan
berubahnya jumlah output yang dihasilkan, seperti pada gambar 4 di bawah ini:
Gambar 4. Kurva Variable Cost
3. Total Cost (TC) yaitunilai semua masukan yang habis terpakai atau jumlah
dari Total Fixed Cost (TFC)ditambah Total Variable Cost(TVC), seperti pada
gambar 5 di bawah ini :
22
Gambar 5. Kurva Total Cost
2.6 Penerimaan Usaha Tani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan
dengan harga jual. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
Tri = Yi . Pyi
Bila komoditi yang diusahakan lebih dari satu maka rumusnya menjadi:
Keterangan : TR = Total penerimaan
Y = Produksi yang dihasilkan dalam suatu usahatani i
Py = Harga jual Y
n = Jumlah macam tanaman yang diusahakan
Bila dalam sebidang lahan ditanami 3 tanaman secara monokultur (padi,
jagung dan ketela pohon) dan tanaman yang diteliti hanya salah satu macam
tanaman saja maka analisisnya disebut analisis partial, sedangkan jika ketiga-
tiganya maka disebut analisis keseluruhan usahatani (Whole farm analysis)
(Shinta, 2011:83).
2.7 Pendapatan Usaha Tani
Menurut Hanafie (2010:203), pendapatan atau keuntungan adalah selisih
antara penerimaan total dan semua biaya. Menurut Soeharto (1999:163),
pendapatan adalah semua arus kas masuk yang berasal dari pelayanan, penjualan
23
produk dari fasilitas publik hasil proyek. Analisis usahatani dapat dipakai untuk
melihat seberapa besar keberhasilan kegiatan usahatani dan untuk tolak ukur
untuk rancangan keadaan yang akan datang.
2.8 Analisis Penerimaan atas Biaya (R/C ratio)
Menurut Soekartawi (2016:85), analisis R/C rasio merupakan analisis yang
membandingkan antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C rasio adalah
singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah)
antara penerimaan dan biaya.
Nilai R/C rasio lebih besar dari satu menunjukan bahwa penambahan biaya
satu satuan mata uang (dalam hal rupiah), maka akan menghasilkan tambahan
penerimaan yang lebih besar dari pada satu satuan mata uang. Sebaliknya jika
nilai R/C rasio lebih kecil dari satu menunjukan bahwa penambahan biaya satu
satuan mata uang, maka akan menghasilkan penerimaan kurang dari pada satu
satuan mata uang. Suatu usahatani dapat dikatakan layak dan akan
menguntungkan apabila nilai R/C rasio lebih besar dari satu, jika R/C rasio lebih
kecil dari satu maka usahatani dikatakan merugikan, jika R/C rasio sama dengan
satu maka usahatani dikatakan tidak menguntungkan dan tidak merugikan.
2.9 Analisis Keuntungan atas Biaya (B/C ratio)
Menurut Hanafie (2010:204) B/C Ratio menunjukkan apakah perubahan
pola usahatani atau manajemen suatu tanaman memberikan hasil yang lebih baik
atau malah sebaliknya. Sedangkan menurut Rahardi dan Hartono (2003 : 69)
analisis B/C Ratio adalah perbandingan antara tingkat keuntungan atau
pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha
24
dikatakan layak dan memberi manfaat apabila nilai B/C Ratio lebih besar dari
nol (0), semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin besar pula manfaat yang
akan diperoleh dari usaha tersebut.
2.10 Break Event Point (BEP)
Analisis titik pulang pokok (break event point) adalah suatu alat analisis
yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel di dalam
kegiatan perusahaan, seperti luas produksi atau tingkatan produksi yang
dilaksanakan dengan biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima
dari kegiatan perusahaan. Pendapatan perusahaan merupakan penerimaan karena
bersumber dari kegiatan perusahaan sedangkan biaya operasi merupakan
pengeluaran yang bersumber dari kegiatan perusahaan (Umar, 2003:202)
2.11 Penelitian Terdahulu
Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-
penelitian sebelumnya sebagaimana terangkum dalam Tabel 2.di bawah ini
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No
Peneliti,
Tahun, Dan
Judul
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian Hasil Penelitian
1 Risza Astari
Safutri. 2014.
Efesiensi dan
Pendapatan
Usahatani
Cabai Keriting
di Desa
Perbawati Kec.
Sukabumi
Kab.
Sukabumi
Jawa Barat
Menganalisis
efisiensi
penggunaan
faktor-faktor
produksi dan
pendapatan
usahatani
cabai keriting
Menggunaka
n analisis
fungsi
produksi
Coub-
douglasdan
analisis
pendapatan,p
enerimaan
dan
R/C ratio.
Usahatani cabai
keriting di
Desa Perbawati secara
ekonomis belum
efisien, karena dilihat
dari rasio NPM
terhadap harga faktor
produksi lahan, benih,
pupuk kandang,
fungisida maupun
tenaga kerja memiliki
nilai yang tidak sama
dengan satu,dan nilai
pendapatan bersih
25
usahatani (Net Farm
Income)yang diperoleh
sebesar Rp 25.535.859
per hektar dengan R/C
rasio sebesar 1,92.
No Peneliti,
Tahun, Dan
Judul
Tujuan
Penelitian
Metode
Penelitian
Hasil Penelitian
2 Nining
Mayanti
Siregar. 2011.
Analisis
Pendapatan
dan Faktor-
faktor yang
mempengaruhi
produksi Cabai
Merah
Keriting di
Desa Citapen
Kec. Ciawi
Kab. Bogor
Menganalisis
tingkat
pendapatan
dan Faktor-
faktor yang
mempengaruhi
produksi Cabai
Merah
Keriting di
Desa Citapen
Kec. Ciawi
Kab. Bogor
Analisis
data yang
digunakan
adalah
deskriptif
kualitatif dan
kuantitatif.
Analisis
kuantitatif
menggunaka
n
analisisfungsi
produksi
Coub-
douglas,
Analisis
pendapatan,
penerimaan
dan
R/C ratio.
Usahatani cabai merah
Keriting di Desa Citapen
Kec. Ciawi Kab. Bogor
menguntungkan dan
layak dengan pendapatan
sebesar Rp 86.863.853
per ha, danR/C biaya
total sebesar 2,46.
Berdasarkan fungsi
produksi Coub-douglas
diperoleh nilai R-sq
sebesar 86,5% yang
mengartikan bahwa
variabel bebas (benih,
pupuk kandang, pupuk
NPK, SP36, KCL,
pestisida, nutrisi, dan
tenaga kerja) dapat
menjelaskan 86,5%
variabel tidak bebas
(hasil Produksi).
3 Eko
Hendrawanto.
2008. Analisis
Pendapatan
dan Produksi
Cabang
Usahatani
Cabai Merah
Menganalisis
tingkat
pendapatan
cabang
usahatani cabai
merah,
Menganalisis
faktor-faktor
produksi yang
berpengaruh
terhadap
produksi dan
skala usaha
(return to
scale) cabang
usahatani cabai
Menggunaka
n analisis
Pendapatan
R/C Ratio,
dan Analisis
produksi
pendekatan
fungsi
produksi
eksponensial
Pendapatan kerja petani
sebesar Rp 4. 597. 870,
97, dan pendapatan
keluarga petani sebesar
Rp 7. 278. 902, 09, R/C
Ratio masing-masing
sebesar 2,59 dan 1,59.
Faktor yang berpengaruh
terhadap produksi
usahatani cabai merah
yaitu tenaga kerja,
benih, pupuk urea, SP
36, KCl dan pupuk
kandang.
Elastisitas produksi
sebesar 1,28533, berarti
26
merah, dan
Menganalisis
dampak
perubahan
harga cabai
merah
terhadap
efisiensi
alokasi faktor
produksi
cabang
usahatani cabai
merah
cabang usahatani
tersebut
berada pada skala
meningkat . Tingkat
penggunaan tenaga
kerja, pupuk urea, SP
36, KCl dan pupuk
kandang belum optimum
atau dapat dikatakan
bahwa efisiensi harga
belum
dicapai. Kondisi tersebut
tidak berubah meskipun
terjadi fluktuasi harga
hingga 22,23 persen dari
harga rata-rata.
2.12 Kerangka Pemikiran Operasional
PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) memiliki lahan yang digunakan untuk
budidaya cabai keriting seluas 2 hektare, yang diproduksi di dua musim yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Budidaya cabai keriting sangat dipengaruhi
oleh faktor musim, kedua musim tersebut memberikan pengaruh yang nyata
terhadap jumlah panen cabai yang didapat dan menjadi kendala dalam proses
produksi cabai keriting. Kendala tersebut yaitu pada musim hujan banyak tanaman
cabai keriting yang terserang penyakit seperti fusarium,antraknosa, dan
kerontokan bunga dan buah, sedangkan pada musim kemarau mengalami
kekeringan sehingga tanaman menjadi kecil dan layu. Dari masing-masing
hambatan faktor musim dalam produksi cabai keritingtersebut sangat menentukan
jumlah output atau panen yang dihasilkan. Jumlah output atau panen yang
dihasilkan sangat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, semakin besar
27
output atau panen yang dihasilkan maka semakin besar pula pendapatan yang
diterima.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani cabai
keriting di musim hujan dan kemarau. Pendapatan diperoleh dari penerimaan
dikurangi dengan biaya produksi. Penerimaan ini berasal dari total produksi dikali
dengan harga jual. Sedangkan biaya produksi berasal dari jumlah antara total
biaya tetap dan total biaya tidak tetap. Analisis pendapatan usahatani cabai
keriting ini menggunakan Indikator R/C rasio, B/C rasio, dan Break Even Point
(BEP). Berdasarkan uraian di atas, maka gambaran kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
28
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO)
Biaya :
Tetap
Variabel
Penerimaan
Analisis
Pendapatan
R/C Ratio
B/C Ratio
BEP
Informasi Perbedaan Pendapatan Usahatani dan
Kelayakan Usahatani Antara Usahatani Cabai Keriting
di Musim Hujan dengan Usahatani Cabai Keriting di
Musim Kemarau
Usahatani Cabai Keriting
Pada Musim Kemarau
Usahatani Cabai Keriting
Pada Musim Penghujan
Biaya :
Tetap
Variabel
Penerimaan
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Intidaya Agrolestari yang beralamat di JL.
Raya Jampang Karihkil Km 7, Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan Ciseeng,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa PT. Intidaya Agrolestari
merupakan salah satu tempat yang sedang mengembangkan usaha budidaya cabai
keriting. Pengambilan data dilakukan selama dua bulan yaitu bulan Agustus dan
September 2018.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer berupa data biaya tetap, biaya variabel, biaya investasi,
data produksi cabai, data harga cabai data penjualan dan informasi budidaya cabai
yang diperoleh dari peninjauan langsung ke lapangan dan wawancara
langsung kepada pihak manajemen PT Intidaya Agrolestari yang menjadi
narasumber. Data sekunder berupa data perkembangan produksi cabai di
Indonesia, data produktivitas cabai di Indonesia, dan data analisis usahatani cabai
daripenelitian lain yang diperoleh dari studi literatur-literatur baik yang diperoleh
di perpustakaan, website, maupun tempat lain berupa hasil penelitian terdahulu
dan instansi-instansi yang terkait dengan permasalahan penelitian seperti Badan
Pusat Statistika, Badan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
30
3.3 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua cara yaitu
wawancara (interview) dan dokumentasi.
1. Wawancara (interview)
Wawancara (interview) yaitu sebagai metode pengumpulan data atau
informasi dengan cara tanya-jawab sepihak, dikerjakan secara sistemik dan
berlandaskan pada tujuan penyelidikan (Subyantoro, dan F.X. Suwarto, 2006:97).
Wawancara ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada tiga orang
narasumber yaitu manajer divisi cabai dan sayuran semusim untuk mendapatkan
data biaya tetap, biaya variabel, biaya investasi, dan data produksi cabai, manajer
marketing untuk mendapatkan data harga cabai dan data penjualan, dan yang
terakhir pegawai divisi cabai dan sayuran semusim untuk mendapatkan informasi
tentang proses budidaya cabai keriting di musim hujan, dan musim kemarau.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen (Usman dan Purnomo, 2009:69). Metode dokumentasi yang dilakukan
pada penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen mengenai
gambaran perusahaan dan usahatani cabai keriting di PT. Intidaya Agrolestari dan
foto-foto atau dokumentasi kondisi budidaya cabai di musim hujan dan musim
kemarau.
31
3.4 Metode Analisis Data
Metode Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data usahatani cabai
keriting musim hujan dan kemarau. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah
analisis pendapatan, analisis R/C ratio, B/C ratio, Break Event Point.Analisis
pendapatan yaitu selisih antara penerimaan dan biaya petani dalam melakukan
usaha tani cabai keriting di PT. Intidaya Agrolestari.Analisis Pendapatan
dilakukan dengan menghitung selisih antara total penerimaan dengan total biaya
yang terdri dari biaya variabel dan biaya tetap. Dilakukan juga penghitungan nilai
R/C ratio untuk mengetahui kondisi usahatani tersebut apakah menguntungkan
atau tidak, perhitungan nilai B/C ratio untuk mengetahui suatu usaha tani apakah
memberikan manfaat atau tidak, dan perhitungan nilai BEP untuk mengetahui titik
impas suatu usaha tani. Berikut perhitungannya :
3.4.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui seberapa besar
tingkat pendapatan pada usaha tani cabai keriting musim hujan dan kemarau di
PT. Intidaya Agrolestari Bogor. Pendapatan usahatani dapat diperoleh dari semua
penerimaan (revenue)dikurang dengan biaya-biaya (cost), yang dikeluarkan
selama periode usahatani. Biaya-biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Adapun perhitungannya dapat ditulis sebagai berikut :
π = TR – TC
32
Keterangan :
π = Pendapatan Usahatani Cabai Keriting (Rp)
TR = Total Penerimaan Usahatani Cabai Keriting (Rp)
TC = Total Biaya Usahatani Cabai Keriting (Rp)
3.4.2 Analisis R/C ratio
R/C ratio merupakan perbandingan antara nilai output terhadap nilai
inputnya atau perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran usahatani.
Untuk mengetahuinilai R/C ratio dilakukan penghitungan dengan
menggunakan rumus:
R/C ratio = Total Penerimaan Usahatani Cabai Keriting
Total Biaya Produksi Cabai Keriting
Jika :
R/C Ratio > 1 = usahatani menguntungkan
R/C Ratio < 1 = usahatani rugi
R/C Ratio = 1 = usahatani impas
3.4.3 Analisis Benefit and Cost ratio (B/C Ratio)
Analisis Benefit and Cost ratio (B/C Ratio) adalah tingkat keuntungan atau
pendapatan yang diperoleh dengan total keseluruhan biaya yang dikeluarkan.
Pada dasarnya suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat positif
pada suatu usaha apabila nilai B/C Ratio lebih besar dari nol (B/C
Ratio > 0). Semakin besar suatu nilai B/C Ratio semakin besar pula manfaat
positif yang akan diterima dalam suatu usaha tersebut (Rahardi, 2003: 69).
Analisis B/C Ratio dapat dihitung dengan rumus :
33
B/C ratio = Total Keuntungan Usahatani Cabai Keriting
Total Biaya Produksi Cabai Keriting
3.4.4 Analisis Break Event Point (BEP)
Menurut firdaus (2009:138) analisis Break Event Point (BEP) atau titik
impas adalah suatu teknik analisis untuk mempelajari hubungan antara biaya
(biaya tetap dan variabel), keuntungan dan volume kegiatan. Adapun menurut
redaksi agromedia (2008:125), analisis Break Event Point (BEP) dapat di hitung
dengan rumus :
BEP (produksi) = Total Biaya Usahatani Cabai Keriting
Harga Jual Cabai Keriting
BEP (harga jual) = Total Biaya Usahatani Cabai Keriting
Total Produksi Cabai Keriting
3.5 Definisi Operasional
1. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis biaya yaitu biaya tetap
dan biaya variabel.
2. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang
besarnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan.
3. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya dipengaruhi
oleh banyaknya produksi yang dihasilkan.
4. Biaya total adalah penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel.
5. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala
keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha.
6. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total.
7. Penerimaan merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual.
34
8. R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dengan biaya produksi
selama satu musim.
9. B/C Ratio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya produksi
selam satu musim.
10. BEP (Break Even Point) adalah titik pertemuan antara biaya dan penerimaan
dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung.
35
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah dan PerkembanganPT Intidaya Agrolestari (INAGRO)
PT Intidaya Agrolestari (INAGRO) merupakan sebuah perusahaan yang
memiliki kebun seluas 76 hektare yang menjadi tempat pendidikan terpadu dan
sentra produksi hortikultura dan perikanan, serta bibit berkualitas dan pupuk
hayati. PT. INAGRO memiliki tujuan yaitu mengintegrasikan dunia pertanian
Indonesia seperti produksi, pelatihan pertanian, edukasi pertanian, dan wisata
agro, dan berkomitmen mengembangkan pertanian berbasis inovasi dan teknologi
baru.
Perkembangan PT INAGRO, pertama kali didirikan oleh Bapak M. Hasan
dan Bapak Asmaning Tjipto Wigjoprajitno tahun 1993, yang secara hukum berdiri
berdasarkan akte notaries No. 9 dihadapan notaris Jacinta Susanti, SH. Tertanggal
7 Oktober 1993 di Jakarta. Secara operasional perusahaan ini baru berjalan sejak
tanggal 1 januari 1994.
Semenjak berdirinya PT INAGRO sampai sekarang mengalami beberapa
kali pergantian kepemilikan usaha yaitu pertama dimiliki oleh Bapak M. Hasan
dan Bapak Asmaning Tjipto Wigjoprajitno dari tahun 1993 sampai tahun 2000.
Namun karena pemilik PT INAGRO mempunyai masalah dengan APKINDO
mengenai kasus uang APKINDO yang digunakan untuk pembangunan PT
INAGRO akhirnya kepemilikan PT INAGRO diambil alih oleh APKINDO mulai
tahun 2000. Namun pada tahun 2016 PT INAGRO mengalami kebangkrutan dan
36
pada pertengahan tahun 2016 PT Inagro dibeli oleh pengusaha pemilik PT Kalbe
Farma yaitu Bapak Bing Aryanto.
4.2 Lokasi Perusahaan
PT. Intidaya Agrolestari yang beralamat di JL. Raya Jampang Karihkil Km
7, Desa Cibeuteung Udik, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Lokasi ini terletak ± 143 km dari Ibukota Propinsi dan ± 28 km dari Ibukota
Kabupaten dan berada sekitar 125 meter di atas permukaan laut (mdpl).
4.3 Bidang Usaha Perusahaan
Bidang usaha yang dilaksanakan oleh PT. Intidaya Agrolestari
(INAGRO) meliputi beberapa bidang antara lain :
1) Bidang Produksi
PT.Intidaya Agrolestari (INAGRO) dalam usahanya memproduksi buah-
buah unggul seperti durian, manggis, jambu kristal, semangka, rambutan, sayuran
hidroponik seperti bayam, kangkung, caisim, dan aneka selada, sayuran
konvensional seperti cabai keriting, okra, bibit kultur jaringan seperti aneka jenis
pisang, stevia, anggrek, pupuk hayati mikoriza, perikanan seperti gabus, lele, patin
dan tabulampot
2) Bidang Pelatihan Pertanian
PT. Intidaya Agrolestari yang mempunyai komitmen untuk mendukung
pengembangan dunia pertanian Indonesia yang lebih produktif, inovatif, dan
berkelanjutan, sehingga PT.Intidaya Agrolestari (INAGRO) membuka pusat
pelatihan pertanian yang meliputi aspek kapasitas dasar seperti motivasi,
pembangunan karakter, dan membuka wawasan, aspek kapasitas inti seperti
37
pelatihan teknis budidaya, panen, dan pasca panen serta aspek kapasitas
pendukung seperti kemampuan pemasaran, membangun jejaring di hulu-hilir,
mengelola kelompok dan organisasi dan mengakses permodalan.
3) Bidang Edukasi dan Wisata Pertanian
Bidang Edukasi dan Wisata Pertanian meliputi mengenal inovasi dan
teknologi pertanian seperti menanam sayuran hidroponik dan konvensional,
produksi mikoriza, produksi kultur jaringan, dan berkunjung ke wahana-wahana
seperti wahana outbond, kantin, area kamping, jogging track, kandang rusa,
kandang burung merak, wahana kano, dan wahana minapadi
4.4 Struktur Organisasi
Struktur organisasi pada PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) termasuk
kedalam bentuk lini dan staf. Struktur organisasi ini memberikan gambaran
tentang tugas dan tanggung jawab yang ada untuk memperlancar pekerjaan.
Sedangkan tujuan dari pengorganisasian adalah untuk memperlancar
pelaksanaan tugas karyawan dan mempermudah pimpinan dalam mengawasi
bawahannya.
PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) dipimpin oleh seorang direktur
operasional yang membawahi dua belas divisi yaitu keuangan, HR/GA dan legal,
training center, kultur jaringan, mikoriza, marketing IT, kebun buah non durian,
hidroponik dan durian, tabulampot, perikanan, dan sayuran semusim dan benih
(Lampiran 1).
38
4.5 Gambaran Budidaya Cabai Keriting di PT Intidaya Agrolestari
Budidaya cabai keriting di PT. Intidaya Agrolestari meliputi beberapa
tahapan diantaranya persiapan lahan, penyemaian, penanaman, pemeliharaan
serta panen.
1. Persiapan Lahan
Persiapan lahan dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah
sebelum penanaman cabai sehingga diharapkan memperoleh hasil yang maksimal.
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan lahan cabai keriting
diantaranya melakukan pengolahan tanah yaitu tanah digemburkan dengan
menggunakan cangkul dan garpu dengan kedalaman kira-kira 20 cm agar akar
tanaman dapat dengan leluasa memperoleh zat hara yang ada di dalam
tanah, dan untuk membuang gulma. Selanjutnya pembuatan bedengan yaitu pada
musim hujan dengan lebar 120 cm, tinggi 50 cm, lebar selokan antara 80
cm,dan panjang bedengan ± 12 meter. Musim kemarau lebar bedengan 100 cm,
tinggi bedengan sekitar 30 cm, lebar selokan antara 80 cm, dan panjang bedengan
± 12 meter. Pembuatan bedengan dilakukan dengan cangkul, dan tali plastik
sebagai patokan agar rapi. Setelah menentukan ukuran bedengan, gali selokan
disekeliling bedengan, dan buang tanah galiannya keatas bedengan, setelah itu
ratakan tanah yang ada di atas bedengan.
Setelah bedengan siap langkah selanjutnya menaburkan pupuk kandang
sekitar 40 kg per bedengan dan kapur dolomit sekitar 4,7 kg perbedengan lalu
tutup bedengan dengan mulsa plastik hitam perak dan sekeliling plastik mulsa
dijepit dengan pasak yang terbuat dari bambu yang dilekungkan. Tahap
39
selanjutnya pembuatan lubang tanam menggunakan pelat panas berbentuk tabung
dengan diameter sekitar 10 cm dan kedalaman sekitar 15 cm seperti pada gambar
7 dibawah ini.
Gambar 7. Pelubangan Mulsa
Lubang tanam cabai keriting untuk musim hujan lebih banyak yaitu 17.000
lubang tanam jika dibandingkan di musim kemarau yaitu 12.000 lubang tanam,
hal itu dikarenakan pada musim hujan setiap bedengan terdapat dua baris lubang
tanam dengan jarak tanam 70 cm x 60 cm, sedangkan musim kemarau setiap
bedengan terdapat hanya satu baris lubang tanam dengan jarak antar tanaman 40
cm x 130 cm, seperti pada gambar 8 dibawah ini.
Gambar 8. Jarak Tanam Tanaman Cabai
Setelah itu pada lubang tanam diberikan furadan dan campuran pupuk
kimia seperti urea, SP36, KCL, dan ZA, dengan dosis masing-masing yaitu pada
musim hujan furadan 20 kg/ha, urea 154 kg/ha, SP36 232 kg/ha, KCL 309 kg/ha,
ZA 154 kg/ha, dan musim kemarau furadan 20 kg/ha, urea 109 kg/ha, SP36 164
kg/ha, KCL 218 kg/ha, dan ZA 109 kg/ha. Kemudian bedengan tersebut
Musim Hujan Musim Kemarau
60
70 40 130
40
dibiarkan selama 10 hari sebelum masa tanam dilakukan agar pupuk yang
ditaburkan memiliki waktu untuk diserap dan diuraikan oleh tanah.
2. Penyemaian Benih dan Penanaman
PT. INAGRO dalam proses penyemaian menggunakan tray dan media
tanam berupa campuran pupuk kandang dan tanah. Varietas benih yang digunakan
oleh PT. INAGRO yaitu jinawi. PT. INAGRO pada musim hujan populasi
tanaman cabai yang ditanam dalam satu hektar sebanyak 17.000 pohon,
sedangkan pada musim kemarau hanya 12.000 pohon, sehingga jumlah benih
cabai yang dibutuhkan jika diasumsikan 1 gram terdapat 170 benih dan untuk
penyulaman 10 %, maka benih cabai untuk musim hujan sebanyak 110 gram,
sedangkan untuk musim kemarau sebanyak 80 gram. Benih kemudian ditanam
satu persatu diatas tray yang telah disiapkan. Penyiraman dengan air
menggunakan handsprayer harus dilakukan secara hati-hati. Selanjutnya
penyiraman dilakukan hanya ketika media semai mulai mengering.
Setelah bibit berumur 2 minggu atau cirinya sudah memiliki 4 daun sejati,
bibit siap ditanam dilahan permanen. Bibit dilepaskan beserta media
perakarannya kemudian ditanam di tengah lubang tanam yang telah digali
kemudian ditimbun kembali dengan media tanam bekas galian sebelumnya
hingga kembali cukup padat. Hal ini bertujuan agar akar tanaman lebih kokoh
dan tanaman tidak mudah goyah.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan setelah bibit ditanam ke bedengan hingga
tanaman cabai selesai dipanen. Kegiatan pemeliharaan tanaman cabai keriting
41
antara lain pemasangan ajir, penyulaman, penyiraman, ikat dan perempelan,
pemupukan tambahan , pengobatan untuk pengendalian hama dan penyakit,
dan penyiangan. Setelah bibit tanaman cabai ditanam di lahan langkah
selanjutnya yaitu pemasangan ajir. Pemasangan ajir yaitu penancapan bambu
dengan panjang satu meter dan lebar sekitar tiga cm yang berfungsi sebagai
penyangga tanaman agar ajek dan tidak roboh terkena embusan angin. Setelah
bibit tanaman cabai ditanam di lahan biasanya banyak tanaman cabai yang terkena
penyakit sehingga tanaman cabai banyak yang mati dan mengalami pertumbuhan
yang lambat, maka dari itu diperlukan penyulaman. PT. INAGRO menyediakan
bibit tanaman untuk penyulaman sebanyak 10% dari total bibit yang ditanam.
Penyiraman cabai di musim hujan dilakukan sejak bibit cabai ditanam dilahan
sampai dua minggu setelah tanam, menggunakan handsprayer agar tanaman cabai
tidak roboh, dan dilakukan dua kali sehari pada saat pagi dan sore bila tidak hujan.
Sedangkan di musim kemarau penyiraman cabai dilakukan sejak bibit cabai
ditanam dilahan sampai panen saat pagi dan sore, hal ini karena pada musim
kemarau tanaman cabai mudah kekeringan.
Setelah tanaman cabai semakin membesar maka rawan sekali roboh terkena
angin, dan tumbuh tunas air yang dapat mengganggu pertumbuhannya, oleh
karena itu perlu dilakukan pengikatan pohon cabai ke ajir agar tanaman menjadi
kokoh, dan melakukan perempelan yaitu kegiatan memangkas tunas dan daun
yang tumbuh di batang utama cabai hingga titik percabangan. Perempelan
dilakukan menggunakan tangan hingga ke pangkal tangkai daun. Biasanya hingga
muncul percabangan, PT. INAGRO merempel daun dan tunas sebanyak 3- 4 kali.
42
Bunga dan buah pertama yang muncul di percabangan juga termasuk yang
dirempel. Tujuannya untuk memaksimalkan pertumbuhan tanaman dan
mempertinggi produksi cabai per tanaman.
Penggunaan pupuk kimia untuk pemupukan tambahan diperlukan agar
tanaman cabai keriting mendapatkan cukup nutrisi makanan yang tersedia
dalam tanah. Pemupukan tambahan dilakukan pada saat 20 hari setelah
tanam dengan menggunakan pupuk NPK dan biasanya dilakukan delapan kali
susulan selama musim tanam. Pemupukan dilakukan dengan teknik kocoran
karenaagar tanah yang sudah tertutup mulsa pada permukaan dapat dengan
mudah menyerap nutrisi pupuk, caranya yaitu dengan mencampurkan pupuk
dengan air dengan dosis 14,7 gram NPK dicampur dengan satu liter air, dan dosis
pemakaian pupuk untuk satu kali susulan sebanyak 200 ml/pohonnya, sehingga
pupuk NPK yang diperlukan di musim hujan dengan populasi 17.000 tanaman
cabai keriting yaitu400 kg/ha, dan musim kemarau dengan populasi 12.000
tanaman cabai keritingyaitu 282 kg/ha. Selain menggunakan pupuk NPK sebagai
unsur makro untuk tanaman cabai, PT. INAGRO juga memberikan Pupuk
Pelengkap Cair (PPC) sebagai unsur mikro yang dibutuhkan tanaman cabai. PPC
yang diperlukan di musim hujan yaitu 30 liter/ha, dan musim kemarau yaitu 21
liter/ha, dengan dosis 3 ml/liter dan diberikan dalam sebulan tujuh kali.
Pemberian obat-obatan dilakukan dengan tujuan mengendalikan dan
mencegah serangan hama serta penyakit pada tanaman cabai keriting. Obat-obatan
yang digunakan oleh petani cabai keriting di PT. INAGRO terdiri dari fungisida
dan insektisida. Jenis fungisida untuk tanaman cabai keriting yang biasa
43
digunakan diantaranya Caminox 250 SC, Nufarm Kuproxat 345 SC, Ridomil
Gold, Utama 250 EC, Nativo, dan Infinito. Sedangkan jenis insektisida yang
digunakan antara lain Floric 340 EC, Arrivo 30 EC, Abacel 18 EC, Metachlor
650 EC, dan Duit 18 EC. PT. INAGRO melakukan penyemprotan obat-obatan
setiap tujuh kali dalam sebulan. Penggunaan dosis obat-obatan berbeda-
beda pada setiap musimnya, untuk musim hujan dengan luas lahan 1 ha,
penggunaan fungisida sebanyak 50 liter dan insektisida sebanyak 40 liter,
dengan harga rata-rata Rp 200.000 per liternya. Sedangkan musim kemarau
dengan luas lahan 1 ha, penggunaan fungisida sebanyak 30 liter dan insektisida
sebanyak 50 liter, dengan harga rata-rata Rp 200.000 per liternya.
Kebersihan lahan juga sangat berhubungan dengan serangan hama
dan penyakit. Rumput dan gulma yang tidak disiangi akan menjadi lebat
sehingga sering dijadikan tempat persembunyian hama pada siang hari.
Selain itu, rumput dan gulma yang tidak dibersihkan juga bisa meningkatkan
kelembapan disekitar tajuk tanaman sehingga cendawan, jamur, dan
sejenisnya lebih mudah berkembang biak. PT. INAGRO menggunakan mulsa
pada lahannya, sehingga para karyawan biasanya melakukan penyiangan hanya
satu kali dalam satu bulan
4. Panen
Pemanenan cabai keriting pertama kali dapat dilakukan setelah usia
tanaman memasuki bulan keempat atau sekitar 100 hari setelah tanam.
Tanaman cabai keriting di PT. INAGRO rata-rata memiliki usia produktif
(masa panen) selama 15 minggu dengan intensitas panen dua kali setiap
44
minggunya. Cara pemetikan buah dilakukan dengan memegang pangkal
tangkai buah yang sudah matang kemudian mengungkitnya ke atas sampai
terlepas dari percabangan.
Setelah selesai melakukan pemanenan, PT. INAGRO biasanya
mengemas cabai keriting hasil panen dalam karung ukuran 40 kilogram. PT.
INAGRO menjual hasil panen kepada pedagang pengumpul di pasar TU
Kemang Bogor. PT. INAGRO tidak harus mengantarkan hasil panennya
kepada pedagang pengumpul, karena para pedagang pengumpul akan
mengambil langsung ke PT. INAGRO sehingga PT. INAGRO tidak
mengeluarkan biaya angkut atau transportasi.
45
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Biaya usahatani cabai keriting di PT. INAGRO terdiri dari empat jenis biaya
yaitu biaya investasi, biaya tetap (fixed cost), biaya tidak tetap (variable cost), dan
total biaya. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
5.1.1 Biaya Investasi Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala
keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha. Biaya investasi yang
dikeluarkan untuk usahatani cabai keriting dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah
ini:
Tabel 3. Komponen Biaya Investasi Usahatani Cabai Keriting di PT INAGRO
Sumber: Data Primer setelah diolah, 2018
No Komponen Biaya Umur Ekonomis (th) Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah Persentasi (%)
1 Bangunan 20 1 30.000.000 30.000.000 57,53
2 Timbangan 2 1 1.000.000 1.000.000 1,92
3 Tray Semai 2 80 15.000 1.200.000 2,30
4 Toren air 5000 liter 15 1 5.000.000 5.000.000 9,59
5 Sumur dan peralatan 15 1 2.500.000 2.500.000 4,79
6 Handsprayer, 2 2 130.000 260.000 0,50
7 Power Sprayer 2 2 3.000.000 6.000.000 11,51
8 Cangkul 2 4 100.000 400.000 0,77
9 Arit 2 4 50.000 200.000 0,38
10 Garpu 2 4 100.000 400.000 0,77
11 Mesin air 5 2 1.500.000 3.000.000 5,75
12 Selang Air 5 1 700.000 700.000 1,34
13 Sepatu Boots 2 6 65.000 390.000 0,75
14 Drum 2 4 200.000 800.000 1,53
15 Ember 2 15 10.000 150.000 0,29
16 Pelubang Mulsa 2 3 50.000 150.000 0,29
52.150.000 100Total Biaya Investasi
46
Berdasarkan Tabel 3 di atas, komponen investasi terdiri dari bangunan
seluas 40 m2, berbentuk permanen yang terdiri dari tiga ruangan yaitu ruangan
pertama untuk penyimpanan pupuk, ruangan kedua untuk tempat penyimpanan
obat-obat tanaman, peralatan pertanian dan ruangan ketiga untuk tempat istirahat
pegawai. Sumur, mesin air dan toren untuk menyiram tanaman, serta alat-alat
pertanian yang dibutuhkan. Dari komponen-komponen investasi di atas, dapat
dililhat bahwa total biaya investasi yang dikeluarkan yaitu sebesar Rp 52.150.000.
Biaya investasi terbesar adalah biaya bangunan sebesar Rp 30.000.000,- (57,53
%), dan biaya investasi terkecil adalah biaya ember dan pelubang mulsa sebesar
Rp 150.000,- (0,29 %).
Jika dibandingkan dengan total biaya investasi dari penelitian terdahulu oleh
Nining Mayanti Siregar tahun 2011, yaitu sebesar Rp. 600.000, total biaya
investasi usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan komponen biaya investasi yang digunakan oleh petani cabai di desa
Citapen masih sangat sederhana seperti cangkul, koret, garpu, dan ember
sedangkan komponen biaya investasi yang digunakan oleh PT INAGRO sudah
modern sehingga menggunakan biaya investasi yang lebih besar.
5.1.2 Biaya Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Menurut Shinta (2011:81) biaya tetap atau Fixed Cost adalah biaya yang
dikeluarkan perusahaan atau petani yang tidak dipengaruhi hasil output atau
produksi. Biaya tetap dalam penelitian ini meliputi biaya penyusutan alat dan
biaya pajak lahan. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk usahatani cabai keriting
dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini :
47
Tabel 4.Komponen Biaya Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
No Komponen biaya Musim Hujan Musim Kemarau
1 Penyusutan Alat Rp 8.715.000 Rp 8.715.000
2 Pajak Lahan Rp 1.640.000 Rp 1.640.000
Total Biaya Tetap Rp 10.355.000 Rp 10.355.000
Sumber: Data Primer setelah diolah, 2018
Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat diketahui bahwa total biaya tetap
usahatani cabai keriting di musim hujan sama dengan usahatani cabai keriting di
musim kemarau yaitu sebesar Rp. 10.355.000.
Berikut ini merupakan kategori biaya tetap yaitu penyusutan alat dan pajak
lahan. Adapun Penjelasannya sebagai berikut:
1) Biaya Penyusutan Alat
Biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan berdasarkan alokasi
sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu aset selama usia ekonomisnya.
Terdapat 16 komponen alat yang digunakan dalam usahatani cabai keriting pada
musim hujan dan kemarau yaitu bangunan, timbangan, toren air, tray semai,
sumur bor, power sprayer, hand sprayer, selang air, cangkul, garpu, arit, mesin air,
sepatu boot, drum, pelubang mulsa dan ember. Pembelian alat tersebut tidak
dilakukan pada tiap musim panen ataupun tiap tahun, karena alat tersebut dapat
digunakan hingga tidak terpakai kembali (rusak). Namun alat pertanian yang
digunakan tersebut akan mengalami penyusutan tiap tahunnya yang dapat dihitung
melalui metode garis lurus, dimana biaya penyusutan didapat dari selisih antara
harga beli dengan nilai sisa, yaitu nilai aset itu pada akhir masa manfaatnya.
Jumlah biaya penyusutan peralatan usahatani cabai keriting pada musim hujan dan
kemarau pertahun sebesar Rp.8.715.000,- (Lampiran 2).
48
2. Biaya Pajak Lahan
Biaya pajak lahan adalah biaya yang dikeluarkan PT. INAGRO untuk
membayar pajak lahan seluas satu hektar per satu tahun. Biaya NJOP per m2
untuk lahan cabai PT. INAGRO dikenai tarif sebesar Rp. 82.000, sehingga biaya
pajak lahan (PBB) seluas satu hektar yang harus dibayar per tahun sebesar Rp.
1.640.000
5.1.3 Biaya Tidak Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Menurut Shinta (2011:81) biaya tidak tetap atau Variable Cost adalah biaya
yang besarnya berubah searah dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan.
Biaya tidak tetap dalam penelitian ini meliputi biaya benih cabe, pupuk kandang,
pupuk urea, SP36, ZA, KCl, NPK mutiara, kapur dolomit, furadan, mulsa, cutik,
arang, tali rapia, bakteri pengurai, bensin, fungisida, insektisida, pupuk pelengkap
cair (PPC), perekat, tenaga kerja, dan listrik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 5 di bawah ini.
49
Tabel 5. Komponen Biaya Tidak Tetap Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa total biaya tidak tetap
usahatani cabai keriting pada musim hujan yaitu Rp. 118.219.400,-lebih besar jika
dibandingkan dengan total biaya usahatani cabai keriting pada musim kemarau
yaitu Rp. 107.336.400,-.
Berikut ini merupakan kategori biaya tidak tetap yaitu biaya benih cabe,
pupuk kandang, pupuk urea, SP36, ZA, KCl, , NPK mutiara, kapur dolomit,
furadan, mulsa, cutik, arang, rapia, bakteri pengurai, bensin, fungisida, insektisida,
pupuk pelengkap cair (PPC), perekat, tenaga kerja, dan listrik. Adapun
Penjelasannya sebagai berikut:
1) Biaya Benih
Benih menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Benih yang unggul
cenderung menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Pemakaian benih
Jumlah Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp) Jumlah Harga Satuan (Rp) Total Harga (Rp)
1 Benih Cabe Gram 110 10.000 1.100.000 80 10.000 800.000
2 Pupuk Kandang Kg 18000 667 12.000.000 18000 667 12.000.000
3 Urea Kg 154 1.800 277.200 108 1.800 194.400
4 SP36 Kg 232 2.000 464.000 164 2.000 328.000
5 ZA Kg 154 1.500 231.000 108 1.500 162.000
6 KCl Kg 309 6.000 1.854.000 218 6.000 1.308.000
7 NPK Kg 400 12000 4.800.000 282 12.000 3.384.000
8 Kapur Dolomit Kg 2000 500 1.000.000 2000 500 1.000.000
9 Furadan Kg 20 15.000 300.000 20 15.000 300.000
10 Mulsa Rol 10 700.000 7.000.000 10 700.000 7.000.000
11 Cutik Batang 20.000 50 1.000.000 19.000 50 950.000
12 Arang Pack 30 5.000 150.000 22 5.000 110.000
13 Bakteri Pengurai Liter 20 150.000 3.000.000 20 150.000 3.000.000
14 Bensin Liter 84 7.800 655.200 80 7.800 624.000
15 Fungisida Liter 50 200.000 10.000.000 30 200.000 6.000.000
16 Insektisida Liter 40 200.000 8.000.000 50 200.000 10.000.000
17 PPC Liter 30 50.000 1.500.000 21 50.000 1.050.000
18 Perekat ml 180 100 18.000 160 100 16.000
19 Tali Rapia Rol 20 30.000 600.000 20 30.000 600.000
20 Karung Buah 140 2.000 280.000 50 2.000 100.000
21 Tenaga Kerja HKP 779 60.000 46.740.000 766 60.000 45.960.000
22 Ajir Batang 17.000 1.000 17.000.000 12.000 1.000 12.000.000
23 Listrik 250.000 450.000
Total Biaya Tidak Tetap 118.219.400 107.336.400
Musim KemarauNo Komponen Biaya Satuan
Musim Hujan
50
yang digunakan PT. INAGRO untuk usahatani cabai keriting dimusim hujan dan
musim kemarau menggunakan jenis benih cabai yang sama yaitu varietas jinawi.
Jumlah penggunaan benih untuk usahatani cabai keriting di musim hujan berbeda
dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau karena jumlah lubang tanam
per bedengan dan jarak tanam yang digunakan berbeda, Musim hujan setiap
bedengan terdapat dua baris lubang tanam dengan jarak tanam 60 x 70, sedangkan
musim kemarau setiap bedengan terdapat hanya satu baris lubang tanam dengan
jarak antar tanaman 40 cm.
Pada musim hujan populasi tanaman cabai yang ditanam pada lahan satu
hektar sebanyak 17.000 tanaman, sehingga membutuhkan benih cabai dengan
asumsi 1 gram berisi 170 benih dan untuk penyulaman 10 persen, maka benih
yang dibutuhkan sebanyak 110 gram. Sedangkan pada musim kemarau populasi
tanaman cabai yang ditanam pada lahan satu hektar sebanyak 12.000 tanaman,
sehingga membutuhkan benih cabai dengan asumsi 1 gram berisi 170 benih dan
untuk penyulaman 10 persen, maka benih yang dibutuhkan sebanyak 80 gram.
Jadi dengan harga benih cabai per satu gram sebesar Rp. 10.000, maka total biaya
benih untuk usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 1.100.000 dan
total biaya benih untuk usahatani cabai keriting musim kemarau sebesar Rp.
800.000.
2) Biaya Pupuk Kandang
Pupuk kandang yang digunakan PT. INAGRO adalah dari kotoran ayam.
Kotoran ayam dipilih karena mudah didapat dalam jumlah besar dibandingkan
dengan jenis pupuk kandang yang lain. Pupuk kandang ini digunakan pada proses
51
pengolahan lahan, dengan cara ditaburkan diatas bedengan dan dosis
penggunaannya sekitar 40 kg per bedengan. Jumlah penggunaan pupuk kandang
untuk usahatani cabai keriting di musim hujan sama dengan usahatani cabai
keriting di musim kemarau yaitu masing-masing membutuhkan pupuk kandang
sebanyak 18.000 kg. Jadi dengan harga per kg-nya sebesar Rp. 667 total biaya
pupuk kandang untuk usahatani cabai keriting di musim hujandan kemarau
sebesar Rp. 12.000.000.
3) Biaya Pupuk Urea
Pupuk urea mengandung unsur N yang merupakan hara makro yang
dibutuhkan tanaman cabai. Pupuk urea digunakan pada proses pengolahan lahan,
dengan dosis 9, gram per tanaman dan dalam aplikasinya sebelum ditaruh ke
tanaman harus dicampur dengan pupuk lainnya seperti ZA, SP36, dan KCL.
Jumlah penggunaan pupuk urea untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim
hujan dengan populasi tanaman sebanyak 17.000 maka pupuk urea yang
dibutuhkan sebanyak 154 kg. Musim kemarau dengan populasi tanaman
sebanyak 12.000 maka pupuk urea yang dibutuhkan sebanyak 109 kg. Jadi
dengan harga per kg-nya sebesar Rp. 1.800, maka total biaya pupuk urea untuk
usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 277.200 dan musim kemarau
sebesar Rp. 194.400.
4) Biaya Pupuk SP36
Pupuk SP36 mengandung unsur P yang merupakan hara makro yang
dibutuhkan tanaman cabai. Pupuk SP36 digunakan pada proses pengolahan lahan,
52
dengan dosis 13,6 gram per tanaman dan dalam aplikasinya sebelum ditaruh ke
tanaman harus dicampur dengan pupuk lainnya seperti ZA, Urea, dan KCL.
Jumlah penggunaan pupuk SP36 untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim
hujan dengan populasi tanaman sebanyak 17.000 maka pupuk SP36 yang
dibutuhkan sebanyak 232 kg. Musim kemarau dengan populasi tanaman sebanyak
12.000 maka pupuk SP36 yang dibutuhkan sebanyak 164 kg. Jadi dengan harga
per kg-nya sebesar Rp. 2.000, maka total biaya pupuk SP36 untuk usahatani cabai
keriting di musim hujan sebesar Rp. 464.000 dan musim kemarau sebesar Rp.
328.000.
5) Biaya Pupuk ZA
Biaya Pupuk ZA merupakan biaya penggunaan pupuk ZA yang dikeluarkan
PT. INAGRO pada usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim kemarau.
Pupuk ZA mengandung unsur Nitrogen dan Sulfur yang merupakan hara makro
yang dibutuhkan tanaman cabai. Pupuk ZA digunakan pada proses pengolahan
lahan, dengan dosis 9 gram per tanaman dan dalam aplikasinya sebelum ditaruh
ke tanaman harus dicampur dengan pupuk lainnya seperti Urea, SP36 dan KCL.
Jumlah penggunaan pupuk ZA untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim
hujan dengan populasi tanaman sebanyak 17.000 maka pupuk ZA yang
dibutuhkan sebanyak 154 kg. Musim kemarau dengan populasi tanaman sebanyak
12.000 maka pupuk SP36 yang dibutuhkan sebanyak 108 kg. Jadi dengan harga
per kg-nya sebesar Rp. 1.500, maka total biaya pupuk ZA untuk usahatani cabai
53
keriting di musim hujan sebesar Rp. 231.000 dan musim kemarau sebesar Rp.
162.000.
6) Biaya Pupuk KCL
Biaya Pupuk KCL merupakan biaya penggunaan pupuk KCL yang
dikeluarkan PT. INAGRO pada usahatani cabai keriting di musim hujan dan
musim kemarau. Pupuk KCL mengandung unsur Kalium yang merupakan unsur
hara makro yang dibutuhkan tanaman cabai. Pupuk KCL digunakan pada proses
pengolahan lahan, dengan dosis 18,2 gram per tanaman dan dalam aplikasinya
sebelum ditaruh ke tanaman harus dicampur dengan pupuk lainnya seperti Urea,
SP36 dan ZA. Jumlah penggunaan pupuk KCL untuk usahatani cabai keriting di
musim hujan berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu
pada musim hujan dengan populasi tanaman sebanyak 17.000 maka pupuk KCL
yang dibutuhkan sebanyak 309 kg.Musim kemarau dengan populasi tanaman
sebanyak 12.000 maka pupuk KCL yang dibutuhkan sebanyak 218 kg. Jadi
dengan harga per kg-nya sebesar Rp. 6000, maka total biaya pupuk KCL untuk
usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 1.854.000 dan musim
kemarau sebesar Rp. 1.308.000.
7) Biaya Pupuk NPK
Pupuk NPK digunakan pada proses pemeliharaan tanaman cabai, dengan
cara pengocoran. Jumlah penggunaan pupuk NPK untuk usahatani cabai keriting
di musim hujan berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu
pada musim hujan dengan populasi tanaman sebanyak 17.000 maka pupuk NPK
yang dibutuhkan sebanyak 400 kg dan musim kemarau dengan populasi tanaman
54
sebanyak 12.000 maka pupuk NPK yang dibutuhkan sebanyak 282 kg. Jadi
dengan harga per kg-nya sebesar Rp. 12.000, maka total biaya pupuk NPK untuk
usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 4.800.000 dan musim
kemarau sebesar Rp. 3.384.000.
8) Biaya Kapur Dolomit
Kapur dolomit digunakan pada proses pengolahan lahan, dengan cara
ditaburkan di atas bedengan dan dosis penggunaannya sekitar 4,7 kg per
bedengan. Jumlah penggunaan kapur dolomit untuk usahatani cabai keriting di
musim hujan sama dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu
masing-masing membutuhkan sebanyak 2000 kg. Jadi dengan harga per kg-nya
sebesar Rp. 500, maka total biaya kapur dolomit untuk usahatani cabai keriting di
musim hujan dan musim kemarau sebesar Rp. 1.000.000.
9) Biaya Furadan
Furadan digunakan pada proses pengolahan lahan, dengan jumlah
penggunaan furadan untuk usahatani cabai keriting di musim hujansama dengan
usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada masing-masing sebanyak
20 kg. Jadi dengan harga per kg-nya sebesar Rp. 15.000, maka total biaya furadan
untuk usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim kemarau sebesar Rp.
300.000.
10) Biaya Mulsa
Mulsa yang dipakai yaitu mulsa plastik hitam perak karena mulsa plastik
hitam perak dapat mengurangi pertumbuhan gulma, menjaga kelembapan,
menjaga suhu, menjaga kegemburan tanah, dan mengoptimalkan sinar matahari
55
untuk proses fotosintesis. Mulsa ini digunakan pada proses pengolahan lahan,
mulsa yang digunakan untuk musim hujan dan kemarau adalah baru. Jumlah
penggunaan mulsa untuk usahatani cabai keriting di musim hujansama dengan
usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu mulsa yang dibutuhkan masing-
masing sebanyak 10 rol. Jadi dengan harga per rolnya sebesar Rp. 700.000, maka
total biaya mulsa untuk usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim
kemarau masing-masing sebesar Rp. 7.000.000.
11) Biaya Cutik
Biaya cutik merupakan biaya penggunaan alat penjepit mulsa yang
dikeluarkan PT. INAGRO pada usahatani cabai keriting di musim hujan dan
musim kemarau. Cutik terbuat dari bambu yang dipotong kecil-kecil dengan
ukuran kira-kira panjang 15 cm dan lebar 2 cm, yang dilengkungkan menyerupai
huruf U. Cutik ini digunakan pada proses pengolahan lahan, dengan jumlah
penggunaan cutik untuk usahatani cabai keriting di musim hujan berbeda dengan
usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim hujan sebanyak
20.000 batang dan musim kemarau sebanyak 19.000 batang. Jadi dengan harga
per batangnya sebesar Rp. 50, maka total biaya cutik untuk usahatani cabai
keriting di musim hujan sebesar Rp. 1.000.000 dan musim kemarau sebesar Rp.
950.000.
12) Biaya Arang
Arang digunakan untuk melubangi mulsa yang nantinya menjadi lubang
tanam. Cara penggunaannya yaitu arang dibakar lalu ditaruh di pelat pemanas
berbentuk tabung, lalu pemanas tersebut ditaruh ke plastik mulsa yang sudah
56
diukur jarak tanamnya. Arang ini digunakan pada proses pengolahan lahan,
dengan jumlah penggunaan arang untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim
hujan sebanyak 30 bungkus dan musim kemarau sebanyak 22 bungkus. Jadi
dengan harga per bungkusnya sebesar Rp. 5.000, maka total biaya arang untuk
usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 150.000 dan musim kemarau
sebesar Rp. 110.000.
13) Biaya Bakteri Pengurai
Bakteri Pengurai digunakan pada proses pengolahan lahan, dengan jumlah
penggunaan bakteri pengurai untuk usahatani cabai keriting di musim hujan sama
dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu masing-masing sebanyak
20 liter. Jadi dengan harga per liternya sebesar Rp. 150.000, maka total biaya
bakteri pengurai untuk usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim
kemarau masing-masing sebesar Rp. 3.000.000.
14) Biaya Bensin
Bensin digunakan pada proses pemeliharaan tanaman yaitu digunakan
sebagai bahan bakar mesin power sprayer untuk penyemprotan. Jumlah
penggunaan bensin untuk usahatani cabai keriting di musim hujan berbeda dengan
usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim hujan sebanyak 84
liter dan musim kemarau sebanyak 80 liter. Jadi dengan harga per liternya sebesar
Rp. 7.500, maka total biaya bensin untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
sebesar Rp. 655.200 dan musim kemarau sebesar Rp. 624.000.
57
15) Biaya Fungisida
Fungisida digunakan pada proses pemeliharaan tanaman cabai, yang
dilakukan secara rutin dengan diaplikasikan tujuh kali dalam sebulan sampai masa
panen. Jenis fungisida yang digunakan seperti Caminox 250 SC, Nufarm
Kuproxat 345 SC, Ridomil Gold, Utama 250 EC, Nativo, dan Infinito. Jumlah
penggunaan fungisida untuk usahatani cabai keriting di musim hujan lebih besar
dibandingkan dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau, yaitu jumlah
penggunaan fungisida pada usahatani cabai keriting di musim hujan sebanyak 50
liter dengan harga per liternya sebesar Rp. 200.000. Sehingga total biaya
fungisida usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 10.000.000.
Sedangkan jumlah penggunaan fungisida pada usahatani cabai keriting di musim
kemarau sebanyak 30 liter dengan harga per liternya sebesar Rp. 200.000.
Sehingga total biaya fungisida usahatani cabai keriting di musim kemarau sebesar
Rp. 6.000.000,-. Hal itu karena jumlah populasi tanaman di musim hujan lebih
banyak dibandingkan dengan musim kemarau dan pada musim hujan tanah
menjadi lembab, sehingga jamur mudah berkembang biak dan menyerang
tanaman cabai. Sedangkan pada musim kemarau tanah biasanya kering sehingga
jamur tidak bisa berkembang biak dan menyerang tanaman cabai.
16) Biaya Insektisida
Biaya insektisida merupakan biaya penggunaan insektisida yang
dikeluarkan PT. INAGRO pada usahatani cabai keriting di musim hujan dan
musim kemarau. Insektisida ini digunakan pada proses pemeliharaan tanaman
cabai, yang dilakukan secara rutin dengan diaplikasikan tujuh kali sebulan sampai
58
masa panen. Jenis insektisida yang digunakan seperti Floric 340 EC, Arrivo 30
EC, Abacel 18 EC, Metachlor 650 EC, dan Duit 18 EC. Jumlah penggunaan
insektisida untuk usahatani cabai keriting di musim hujan lebih kecil
dibandingkan dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau, yaitu jumlah
penggunaan insektisida pada usahatani cabai keriting di musim hujan sebanyak 40
liter dengan harga per liternya sebesar Rp. 200.000. Sehingga total biaya
insektisida usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 8.000.000.
Sedangkan jumlah penggunaan insektisida pada usahatani cabai keriting di musim
kemarau sebanyak 50 liter dengan harga per liternya sebesar Rp. 200.000.
Sehingga total biaya insektisida usahatani cabai keriting di musim kemarau
sebesar Rp. 10.000.000,-. Hal itu karena jumlah populasi tanaman di musim hujan
lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau dan banyak hama tanaman
cabai keriting seperti thrips menyerang dimusim kemarau dibandingkan musim
hujan.
17) Biaya Pupuk Pelengkap Cair (PPC)
Pupuk pelengkap cair ini mengandung unsur mikro yang dibutuhkan
tanaman cabai. Pupuk pelengkap cair digunakan pada proses pemeliharaan
tanaman cabai yang dilakukan secara rutin dengan diaplikasikan tujuh kali
sebulan sampai masa panen. Jumlah penggunaan pupuk pelengkap cair untuk
usahatani cabai keriting di musim hujan berbeda dengan usahatani cabai keriting
di musim kemarau yaitu pada musim hujan sebanyak 30 liter dan musim kemarau
sebanyak 21 liter. Jadi dengan harga per liternya sebesar Rp. 50.000, maka total
59
biaya bakteri pengurai untuk usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp.
1.500.000 dan musim kemarau sebesar Rp. 1.050.000.
18) Biaya Perekat
Perekat digunakan untuk membantu menyebarkan, menempelkan, dan
meratakan larutan pupuk daun dan pestisida yang diaplikasikan pada tanaman.
Perekat ini digunakan pada proses pemeliharaan tanaman cabai, dengan dosis 2 ml
per liter insektisida atau fungisida. Jumlah penggunaan perekat untuk usahatani
cabai keriting di musim hujan berbeda dengan usahatani cabai keriting di musim
kemarau yaitu pada musim hujan sebanyak 180 ml dan musim kemarau sebanyak
160 ml. Jadi dengan harga per mililiternya sebesar Rp. 100, maka total biaya
perliter untuk usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 18.000 dan
musim kemarau sebesar Rp. 16.000.
19) Biaya Tali Rafia
Tali rafia digunakan pada proses pengolahan lahan yaitu untuk pembatas
pada saat membuat bedengan dan pemeliharaan yaitu untuk mengikat tanaman
cabai keriting di ajir. Jumlah penggunaan tali rafia untuk usahatani cabai keriting
di musim hujan sama dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu
masing-masing sebanyak 20 rol. Jadi dengan harga per rolnya sebesar Rp.
30.000, maka total biaya tali rafia untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
dan musim kemarau masing-masing sebesar Rp. 600.000.
20) Biaya Karung
Biaya Karung merupakan biaya penggunaan karung yang dikeluarkan PT.
INAGRO pada usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim kemarau.
60
Karung ini digunakan untuk pengemasan cabai yang akan dijual ke pasar.Jumlah
penggunaan karung untuk usahatani cabai keriting di musim hujan berbeda
dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu pada musim hujan
sebanyak 140 buah dan musim kemarau sebanyak 50 buah. Jadi dengan harga per
buahnya sebesar Rp. 2.000, maka total biaya karung untuk usahatani cabai
keriting di musim hujan sebesar Rp. 280.000 dan musim kemarau sebesar Rp.
100.000.
21) Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan biaya upah pegawai yang dikeluarkan PT.
INAGRO pada usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim kemarau.
Biaya tenaga kerja pada proses produksi cabai keriting yang terdiri dari tiga
proses yaitu biaya proses persiapan lahan, biaya proses pemeliharaan, dan biaya
proses pemanenan. PT. INAGRO menggunakan tenaga kerja harian lepas (TKHL)
dengan jam kerja sebanyak delapan jam sehari, dan biaya tenaga kerja per harinya
sebesar Rp. 60.000. Total biaya tenaga kerja untuk usahatani cabai keriting di
musim hujan lebih besar dibandingkan dengan musim kemarau yaitusebesar Rp.
46.740.000 sedangkan musim kemarau sebesar Rp. 45. 960.000. Hal ini
dikarenakan jumlah populasi tanaman cabai keriting musim hujan lebih besar
dibandingkan musim kemarau yaitu 17.000 pohon sedangkan musim kemarau
12.000, untuk lebih jelasnya dapat dilihat di Lampiran 3.
22) Ajir
Ajir atau turus digunakan pada proses pemeliharaan yaitu untuk membuat
tanaman cabai keriting lebih tegak dan tidak mudah roboh tertiup angin. Jumlah
61
penggunaan ajir untuk usahatani cabai keriting di musim hujan berbeda dengan
usahatani cabai keriting di musim kemarau yaitu di musim hujan sebanyak
17.000 batang sedangkan di musim kemarau sebanyak 12.000 batang. Jadi dengan
harga per batangnya sebesar Rp. 1.000, maka total biaya tali rafia untuk usahatani
cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 17.000.000 sedangkan untuk usahatani
cabai keriting di musim kemarau sebesar Rp. 12.000.000.
23) Biaya Listrik
Biaya penggunaan listrik untuk usahatani cabai keriting di musim hujan
lebih kecil dibandingkan dengan usahatani cabai keriting di musim kemarau, yaitu
sebesar Rp. 250.000,- sedangkan penggunaan listrik untuk usahatani cabai
keriting di musim keemarau sebesar Rp. 450.000. Hal ini karena pada musim
kemarau biaya listrik ini lebih besar difungsikan sebagai sarana pendukung mesin
air untuk menyiram tanaman.
5.1.4 Total Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Total biaya adalah hasil penjumlahan dari total biaya tetap (fixed cost)
ditambah dengan total biaya tidak tetap (variable cost). Gambaran mengenai total
biaya usahatani cabai keriting dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Total Biaya Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas
Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
No Komponen Biaya Musim Hujan Musim Kemarau
1 Total Biaya Tetap (Fixed Cost) Rp 10.355.000 Rp 10.355.000
2 Total Biaya Tidak Tetap
(Variable Cost)
Rp118.219.400 Rp107.336.400
Total Biaya Rp. 128.574.400
Rp. 117.691.400
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
62
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa total biaya usahatani cabai
keriting pada musim hujan yaitu Rp. 128.574.400,-lebih besar jika dibandingkan
dengan total biaya usahatani cabai keriting pada musim kemarau yaitu Rp.
117.691.400,-. Hal ini dikarenakan jumlah populasi tanaman cabai keriting
dimusim hujan lebih banyak yaitu 17.000 pohon sedangkan di musim kemarau
yaitu 12.000 pohon.
Jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu tentang analisis pendapatan
cabai keriting (Nining 2011, Rozfaulina 2000, dan Nizam 2000) yaitu masing
sebesar Rp. 59.673.680/ha, Rp. 30.870.023/ha, dan Rp. 25.014.991/ha. Total
biaya usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh lebih tinggi, hal ini karena
biaya tenaga kerja di PT. INAGRO lebih besar dibandingkan penelitian terdahulu
yang dibawah Rp. 25.000/hok, alat-alat yang digunakan oleh penelitian terdahulu
juga masih sederhana seperti cangkul, koret, garpu, dan ember.
5.2 Penerimaan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Penerimaan usahatani cabai keriting merupakan hasil panen usahatanai
cabai keriting yang diperoleh dikali dengan harga jual. Hasil panen cabai keriting
pada musim hujan dengan luas lahan satu hektar sebesar 5.627,25 Kg, sedangkan
hasil panen cabai keriting pada musim kenarau dengan luas lahan satu hektar
sebesar 2.000 Kg. Harga jual tanaman cabai keriting pada musim hujan rata-rata
per kg Rp. 27.900, sedangkan pada musim kemarau rata-rata per kg Rp. 20.000.
Mengenai penerimaan usahatani cabai keriting dapat dilihat pada Tabel 7 di
bawah ini.
63
Tabel 7. Penerimaan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas
Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
Uraian Musim Hujan Musim Kemarau
A. Hasil Panen (Kg) 5.627,25 2.000
B. Harga (Rp/kg) 27.900 20.000
Penerimaan (A x B) Rp. 157.000.275 Rp. 40.000.000
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa total penerimaan usahatani
cabai keriting pada musim hujan yaitu Rp. 157.000.275,-lebih besar jika
dibandingkan dengan penerimaan usahatani cabai keriting pada musim kemarau
yaitu Rp. 40.000.000. Hal ini dikarenakan jumlah populasi tanaman cabai keriting
dimusim hujan lebih banyak yaitu 17.000 pohon sedangkan di musim kemarau
yaitu 12.000 pohon.
Jika dibandingkan dengan produktivitas cabai nasional tahun 2015 yaitu
7,49 ton/ha, dan dari penelitian terdahulu oleh Nining Mayanti Siregar tahun
2011, yaitu sebesar 8.37 ton/ha, produksi cabai di PT. INAGRO masih jauh lebih
rendah. Hal ini karena pada saat proses produksi cabai di PT. INAGRO
mengalami berbagai kendala dan hambatan yang mempengaruhi hasil panen
cabai, yaitu pada usahatani cabai keriting di musim hujan, terjadi angin badai
yang mengakibatkan banyak pohon cabai yang tumbang dan banyak tanaman
yang terkena antraknosa sehingga produksi menurun sekitar 30%. Pada usahatani
cabai keriting di musim kemarau, tingkat produktivitas tanaman cabai keriting
mengalami penurunan yang diakibatkan kekeringan sehingga tanaman menjadi
layu dan buahnya menjadi kecil.
64
5.3 Pendapatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Menurut Hanafie (2010:203), pendapatan atau keuntungan adalah selisih
antara penerimaan total dan semua biaya. Menurut Soeharto (1999:163),
pendapatan adalah semua arus kas masuk yang berasal dari pelayanan, penjualan
produk dari fasilitas publik hasil proyek. Pendapatan usahatani cabai keriting
merupakan hasil dari penerimaan usahatani cabai keriting dikurang dengan total
biaya usahatani cabai keriting. Gambaran mengenai pendapatan usahatani cabai
keriting disajikan pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Pendapatan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas
Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
Uraian Musim Hujan Musim Kemarau
Penerimaan (A) Rp. 157.000.275 Rp. 40.000.000
Total Biaya (B) Rp. 128.574.400 Rp. 117.691.400
Total Pendapatan (A-B) Rp. 28.425.875 Rp. ( 77.691.400)
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa total pendapatan usahatani
cabai keriting pada musim hujan yaitu Rp. 28.425.875 ,-dan pendapatan usahatani
cabai keriting pada musim kemarau yaitu mengalami kerugian sebesar Rp.
77.691.400.
Jika dibandingkan dengan total pendapatan dari penelitian terdahulu oleh
(Nining 2011, dan Iwan 2017) yaitu masing-masing sebesar Rp. 86.863.853, dan
Rp. 31.308.460, total pendapatan usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh
lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada proses produksi cabai keriting di PT
INAGRO mengalami masalah sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas.
Namun jika dibandingkan total pendapatan penelitian terdahulu tentang
analisis pendapatan cabai di musim hujan oleh (I Nyoman 2010 dan Nizam 2000)
65
yaitu masing-masing sebesar Rp.26.058.627 dan Rp. 15.760.962, total pendapatan
usahatani cabai keriting di musim hujan di PT. INAGRO jauh lebih tinggi. Hal ini
dikarenakan harga jual cabai dari penelitian terdahulu lebih kecil dari PT.
INAGRO, yaitu dibawah Rp. 7.500.
5.4 Analisis Kelayakan Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dalam penelitian ini untuk melakukan suatu analisis kelayakan usahatani
cabai keriting di PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO) menggunakan tiga cara yaitu
R/C Rasio, B/C Rasio, dan Break Event Point (BEP).
5.4.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C rasio)
R/C ratio merupakan perbandingan antara nilai output terhadap nilai
inputnya atau perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran usahatani. Di
dalam penerapannya analisis R/C rasio merupakan suatu analisis yang diperlukan
untuk melihat sampai sejauh mana perbandingan antara nilai penerimaan terhadap
nilai biaya. Gambaran mengenai analisis rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio)
usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim kemarau disajikan pada Tabel
9 di bawah ini.
Tabel 9. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) Usahatani Cabai
Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas Area 1 Ha Pada Tahun 2018
No Uraian Musim Hujan Musim Kemarau
1 Penerimaan (Rp.) 157.000.275 40.000.000
2 Total Biaya Usahatani (Rp.) 128.574.400 117.691.400
Nilai Penerimaan atas Biaya (R/C
Rasio)
1,22 0,34
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 9, dapat dilihat bahwa usahatani cabai keriting pada
musim hujan layak karena nilai R/C rasionya lebih dari 1 yaitu 1,22, yang
mengindikasikan bahwa setiap Rp. 1.000.000 atas keseluruhan biaya usahatani
66
yang dikeluarkan, maka usahatani cabai keriting di musim hujan memberikan
penerimaan sebesar Rp. 1.220.000. Sedangkan usahatani cabai keriting pada
musim kemarau tidak layak karena nilai R/C rasionya kurang dari 1 yaitu 0,34,
yang mengindikasikan bahwa setiap Rp. 1.000.000 atas keseluruhan biaya
usahatani yang dikeluarkan, maka usahatani cabai keriting di musim hujan
memberikan penerimaan sebesar Rp. 340.000, atau mengalami kerugian Rp.
660.000
Jika dibandingkan dengan nilai R/C rasio dari penelitian terdahulu tentang
analisis pendapatan usahatani cabai keriting oleh Nining Mayanti Siregar tahun
2011, yaitu sebesar 2,46 dan oleh Risza Astari Safutri tahun 2014 yaitu sebesar
1,92. R/C rasio usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh lebih rendah, hal ini
dikarenakan pada proses produksi cabai keriting di PT INAGRO mengalami
masalah sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas dan mengakibatkan
penerimaan yang diterima PT. INAGRO sedikit.
5.4.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C rasio)
Menurut Hanafie (2010:204) B/C Ratio menunjukan apakah perubahan pola
usahatani atau manajemen suatu tanaman memberikan hasil yang lebih baik atau
malah sebaliknya. Di dalam penerapannya analisis B/C rasio merupakan suatu
analisis yang diperlukan untuk melihat sampai sejauh mana perbandingan antara
nilai manfaat terhadap nilai biaya. Suatu usaha dikatakan layak dan memberi
manfaat apabila nilai B/C Ratio lebih besar dari nol (B/C Ratio > 0), semakin
besar nilai B/C Ratio maka semakin besar pula manfaat yang akan di peroleh
dari usaha tersebut. Gambaran mengenai analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C
67
rasio) usahatani cabai keriting di musim hujan dan musim kemarau disajikan pada
Tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) Usahatani Cabai
Keriting di PT. INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
No Uraian Musim Hujan Musim Kemarau
1 Pendapatan (Rp.) 28.425.875 ( 77.691.400)
2 Total Biaya Usahatani (Rp.) 128.574.400 117.691.400
Nilai Penerimaan atas Biaya (B/C
Rasio)
0,22 -0,66
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 10, dapat dilihat bahwa usahatani cabai keriting pada
musim hujan layak karena nilai B/C rasionya lebih dari 0 yaitu 0,22, yang
mengindikasikan jika modal yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.000.000, maka
pemilik usahatani cabai keriting di musim hujanmendapatkankeuntungan atau
pendapatan sebesar Rp. 220.000. Sedangkan usahatani cabai keriting pada musim
kemarau tidak layak karena nilai B/C rasionya kurang dari 0 yaitu -0,66, yang
mengindikasikan jika modal yang dikeluarkan sebesar Rp. 1.000.000, maka
pemilik usahatani cabai keriting di musim hujan mendapatkan kerugian sebesar
Rp. 660.000.
Jika dibandingkan dengan nilai B/C rasio dari penelitian terdahulu tentang
analisis pendapatan usahatani cabai keriting oleh Nining Mayanti Siregar tahun
2011, yaitu sebesar 1,46, B/C rasio usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh
lebih rendah, hal ini dikarenakan pada proses produksi cabai keriting di PT
INAGRO mengalami masalah sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas
dan mengakibatkan pendapatan atau keuntungan yang diterima PT. INAGRO
sedikit, dan total biaya yang dikeluarkan oleh PT. INAGRO lebih besar
dibandingkan dengan penelitian terdahulu.
68
5.4.3 Analisis Break Even Point (BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan titik impas karena pada titik tersebut
suatu usahatani cabai keriting tidak memperoleh untung dan tidak pula rugi.
kondisi ini akan menghasilkan laba yang diperoleh adalah nol (impas).
Analisis Break Even Point (BEP), titik impas produksi selain dinyatakan
dalam satuan kilogram, juga dinyatakan dalam satuan rupiah. Perhitungan BEP
memiliki dua cara yaitu BEP produksi dan BEP harga.
1. BEP Produksi
Analisis BEP Produksi merupakan hasil pembagian antara total biaya
usahatani cabai keriting pada musim hujan dan musim kemarau yang dikeluarkan
PT. INAGRO dengan harga jual cabai keriting yang berlaku saat itu. Gambaran
mengenai analisis BEP produksi usahatani cabai keriting di musim hujan dan
musim kemarau disajikan pada Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. BEP Produksi yang Diperoleh Usahatani Cabai Keriting di PT.
INAGRO Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
No Uraian Musim Hujan Musim Kemarau
1 Total Biaya Usahatani (Rp.) 128.574.400 117.691.400
2 Harga Jual (Rp/Kg) 27.900 20.000
BEP Produksi (Kg) 4.608 5.885
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 11, menunjukan bahwa hasil BEP produksi yang harus
dihasilkan oleh usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar 4.608 kg. Artinya
jika usahatani cabai keriting di musim hujan ingin menguntungkan harus
menghasilkan lebih dari 4.608 kg, jika kurang dari 4.608 kg maka usahatani cabai
keriting di musim hujan akan mengalami kerugian. Sedangkan hasil BEP produksi
yang harus dihasilkan oleh usahatani cabai keriting di musim kemarau sebesar
69
5.885 kg. Artinya jika usahatani cabai keriting di musim hujan ingin
menguntungkan harus menghasilkan lebih dari 5.885 kg, jika kurang dari 5.885 kg
maka usahatani cabai keriting di musim kemarau akan mengalami kerugian.
Jadi dari perhitungan BEP produksi menyatakan bahwa usahatani cabai
keriting dimusim hujan dinyatakan layak dan menguntungkan karena hasil
produksinya lebih tinggi dari 4.608 kg yaitu 5.627,25 kg, sedangkan usahatani
cabai keriting dimusim kemarau dinyatakan tidak layak dan rugi karena hasil
produksinya lebih rendah dari 5.885 kg yaitu 2.000 kg. Hal itu karena pada saat
proses produksi cabai di musim kemarau mengalami berbagai kendala dan
hambatan yang mempengaruhi hasil panen cabai, yaitu tingkat produktivitas
tanaman cabai keriting mengalami penurunan yang diakibatkan kekeringan
sehingga tanaman menjadi layu dan buahnya menjadi kecil.
Jika dibandingkan dengan nilai BEP produksi usahatani cabai dari penelitian
terdahulu oleh Abdul Kholik Hidayah tahun 2014, yaitu sebesar 1.888 kg. BEP
produksi usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh lebih tinggi, hal ini karena
total biaya produksi dan harga jual cabai di penelitian terdahulu yaitu di kelurahan
Lempake kota Samarinda lebih rendah yaitu dengan total biaya sebesar Rp.
28.320.793 dan harga jual sebesar Rp. 15.000/kg.
2. BEP Harga
Analisis BEP Harga merupakan hasil pembagian antara total biaya usahatani
cabai keriting pada musim hujan dan musim kemarau yang dikeluarkan PT.
INAGRO dengan total produksi atau jumlah panen yang dihasilkan.Gambaran
70
mengenai analisis BEP produksi usahatani cabai keriting di musim hujan dan
musim kemarau disajikan pada Tabel 12 di bawah ini.
Tabel 12. BEP Harga yang Diperoleh Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Dengan Luas Areal 1 Ha Pada Tahun 2018
No Uraian Musim Hujan Musim Kemarau
1 Total Biaya Usahatani (Rp.) 128.574.400 117.691.400
2 Total Produksi (Kg) 5.627,25 2.000
BEP Harga (Rp/Kg) 22.849 58.846
Sumber: Data Primer (diolah), 2018
Berdasarkan tabel 12, menunjukan bahwa hasil BEP harga yang harus dijual
oleh usahatani cabai keriting di musim hujan sebesar Rp. 22.849/Kg Artinya jika
usahatani cabai keriting di musim hujan ingin menguntungkan harus dapat
menjual cabai keriting dengan harga lebih dari Rp. 22.849/Kg, jika kurang dari
22.849/Kg, maka usahatani cabai keriting di musim hujan akan mengalami
kerugian. Sedangkan hasil BEP harga yang harus dijual oleh usahatani cabai
keriting di musim kemarau sebesar Rp. 58.846/Kg. Artinya jika usahatani cabai
keriting di musim hujan ingin menguntungkan harus menjual cabai dengan harga
lebih dari Rp. 58.846/Kg, jika kurang dari Rp. 58.846/Kg maka usahatani cabai
keriting di musim kemarau akan mengalami kerugian
Jadi dari perhitungan BEP harga menyatakan bahwa usahatani cabai keriting
dimusim hujan dinyatakan layak dan menguntungkan karena harga jual lebih
tinggi dari Rp. 22.849/Kg yaitu Rp. 27.900/Kg, sedangkan usahatani cabai
keriting dimusim kemarau dinyatakan tidak layak dan rugi karena harga jualnya
lebih rendah dari Rp. 58.846/Kg yaitu Rp. 20.000/Kg.
Jika dibandingkan dengan nilai BEP harga usahatani cabai dari penelitian
terdahulu oleh Abdul Kholik Hidayah tahun 2014, yaitu sebesar Rp. 6.276. BEP
71
harga usahatani cabai keriting di PT. INAGRO jauh lebih tinggi, hal ini karena
total biaya produksi dan total produksi cabai di penelitian terdahulu yaitu di
kelurahan Lempake kota Samarinda lebih rendah yaitu dengan total biaya sebesar
Rp. 28.320.793 dan total produksi sebesar 4.512,5 kg.
72
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan dan uraian mengenai “Analisis
Pendapatan Usahatani Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) Di Musim Hujan
Dan Musim Kemarau (Studi Kasus : PT. Intidaya Agrolestari (INAGRO)) maka
dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut :
1. Total biaya usahatani cabai keriting pada musim hujan dengan luas lahan 1
ha yaitu Rp. 128.574.400,-lebih besar jika dibandingkan dengan total biaya
usahatani cabai keriting pada musim kemarau dengan luas lahan 1ha yaitu
Rp. 117.691.400,-.
2. Total pendapatan atau keuntungan usahatani cabai keriting pada musim
hujan dengan luas lahan 1 ha yaitu sebesar Rp. 28.425.875 ,-lebih besar jika
dibandingkan dengan pendapatan usahatani cabai keriting pada musim
kemarau dengan luas lahan 1 ha yang mengalami kerugian sebesar Rp.
77.691.400.
3. Analisis Tingkat Pendapatan usahatani cabai keriting pada musim hujan
dengan luas lahan 1 ha dilihat dari R/C rasio, B/C rasio, dan BEP dapat
dikatakan layak untuk dilanjutkan. Karena memperoleh nilai R/C rasio lebih
dari 1 yaitu sebesar 1,22 B/C rasio lebih dari 0 yaitu sebesar 0,22 dan telah
menghasilkan total produksi sebanyak 5.627,25 kg, dengan harga jual Rp.
27.900, yang masing-masing telah melewati nilai BEP produksi sebanyak
4.608 kg dan nilai BEP Harga sebesar Rp. 22.849. Sedangkan Analisis
73
Tingkat Pendapatan usahatani cabai keriting pada musim kemarau dengan
luas lahan 1 ha dilihat dari R/C rasio, B/C rasio, dan BEP dapat dikatakan
tidak layak. Karena memperoleh nilai R/C rasio kurang dari 1 yaitu sebesar
0,34, B/C rasio kurang dari 0 yaitu sebesar -0,66 dan telah menghasilkan
total produksi sebanyak 1000 kg, dengan harga jual Rp. 20.000, yang
masing-masing tidak melewati batas nilai BEP produksi sebanyak 5.885 kg
dan nilai BEP Harga sebesar Rp. 58.846.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, saran yang
diberikan berkaitan usahatani cabai keriting sebagai berikut :
1. Sebaiknya PT. Intidaya Agrolestari dalam melakukan usahatani cabai
keritingnya di musim hujan untuk melakukan pengendalian hama dan
penyakit secara intensif sehingga mendapatkan hasil panen yang maksimal.
2. Sebaiknya PT. Intidaya Agrolestari dalam melakukan usahatani cabai
keritingnya di musim kemarau disarankan agar penyiraman diberikan
dengan jumlah yang cukup sehingga tanaman tidak kekeringan.
74
DAFTAR PUSTAKA
Andrianto, Nizam. 2000. Analisis Efesiansi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
dan Pendapatan Usahatani Cabai Merah (Studi Kasus : Desa Karawang
Kecamatan Sukabumi). [Skripsi]. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Anwarudin, M. Jawal. Apri L. Sayekti, Aditia Marendra. dan Yusdar, Hilman.
2015. Dinamika Produksi dan Volalitas Harga Cabai: Antisipasi Strategi
dan Kebijakan Pengembangan. Jurnal Pengembangan inovasi
Pertanian,Vol. 8 No. 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Badan Pusat Statistika. 2017. Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia. BPS, Jakarta
Ditjen Hortikultura. 2016. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura
Kementerian Pertanian 2015-2019 Revisi. Kementerian Pertanian, Jakarta
Ditjen Perdagangan Dalam Negeri. 2016. Profil Komoditas Barang Kebutuhan
Pokok Dan Barang Penting Komoditas Cabai.Kementerian Perdagangan,
Jakarta
Firdaus, Muhammad. 2009. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara, Jakarta
Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Andi, Yogyakarta
Hendrawanto, Eko. 2008. Analisis Pendapatan dan Produksi Cabang Usahatani
Cabai Merah. [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hidayah, Abdul Kholik. 2014. Analisis Finansial Usahatani Cabai Merah Skala
Petani di Kota Samarinda (Studi Kasus : Kelurahan Lempake Samarinda).
Jurnal AGRIFOR Vol 13 No. 1. Fakultas Pertanian Universitas 17 Agustus
1945.
Iwan. Soetoro. Tito. 2010. Analisis Biaya, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C
Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.) Varietas Hot Beauty (Suatu
Kasus di Desa Cibeureum Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa AGROINFO GALUH Vol. 4. No. 3. Universitas
Galuh.
Nurdin. (2011). Antisipasi perubahan iklim untuk keberlanjutan ketahanan
pangan. Sulawesi Utara: Universitas Negeri Gorontalo.
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2016. Outlook Cabai Merah Tahun
2016. Kementerian Pertanian, Jakarta
75
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional. 2018. Perkembangan Harga
Pangan. Hal.http://hargapangan.id/tabelharga/pangannasional/komoditas,
diakses pada tanggal 27 April 2018: 15.21 WIB
Rahardi, F dan Rudi Hartono.2003. Agribisnis.Penebar Swadaya, Jakarta.
Redaksi, Agromedia. 2008. Panduan Lengkap Budidaya dan Bisnis Cabai. PT.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Rozfaulina. 2000. Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatni Cabai Merah
Keriting (Kasus : Tiga Desa di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi).
[Skripsi]. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Safutri, Risza Astari. 2014. Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Cabai Keriting
di Desa Perbawati Kec. Sukabumi Kab. Sukabumi Jawa Barat [Skripsi].
Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Saptana, N.K. Agustin, dan A.M. Ar-Rozi. 2012. Kinerja Produksi dan Harga
Komoditas Cabai Merah. PSEKP, Bogor
Shinta, Agustina. 2011. Ilmu Usahatani. Universitas Brawijaya Press, Malang.
Siregar, Nining Mayanti. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen Kec. Ciawi
Kab. Bogor.[Skripsi]. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Soeharto, Iman. 1999. Manajemen Proyek (Dari Konseptual Sampai
Operasional). Erlangga, Jakarta.
Soekartawi. 2003. Agribisnis :Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Soekartawi. 2016. Analisis Usahatani. UI-Press, Jakarta.
Soetiarso. M. Ameriana. L. Prabaningrum. dan N. Sumarni. 2006. Pertumbuhan,
Hasil, dan Kelayakan Finansial, Penggunaan Mulsa dan Pupuk Buatan
Pada Usahatani Cabai Merah di Luar Musim.Jurnal Hortikultura Vol 16
No. 1. Balai Penelitian Sayuran.
Subyantoro, Arief. dan FX. Suwarto. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial.
Andi, Yogyakarta.
76
Sumaryanto. 2012. Strategi peningkatan kapasitas adaptasi petani tanaman
pangan menghadapi perubahan iklim. Jurnal Forum Penelitian Agro
Ekonomi. Vol. 30 No. 2. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suwastawa, I Nyoman Goya. 2010. Analisis Usahatani Cabai Merah (Capsicum
annum L) di Subak Iseh, Desa Sinduwati, Kecamatan Sindemen, Kabupaten
Karangasem, Bali. Jurnal Ilmiah Prodi Agribisnis. Vol. 1 No. 1. Fakultas
Pertanian Universitas Dwijendra
Umar, Husein. 2003. Studi Kelayakan Edisi 2. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Widilestariningtyas, Ony.Sonny, W. F. dan Sri Dewi Anggradini. 2012. Akuntansi
Biaya.Graha Ilmu, Yogyakarta.
Zulkarnain. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Bumi Aksara, Jakarta.
77
LAMPIRAN-LAMPIRAN
78
Lam
pira
n 1.
Stru
ktur
Org
anisa
si PT
. Int
iday
a Agr
oles
tari
Dire
ktur
Ope
rasio
nal
Man
ager
Trai
ning
Cen
ter
Man
ager
Kul
tur
Jarin
gan
Man
ager
Mik
oriza
Man
ager
Mar
ketin
g
Man
ager
IT
Man
ager
Perk
ebun
an
Man
ager
Hid
ropo
nik
& D
uria
n
Man
ager
Cab
ai &
Sayu
ran
Sem
usim
Man
ager
Perik
anan
Man
ager
Tabu
lam
pot
Man
ager
HR/G
A &
Leg
al
Man
ager
Keu
anga
n
79
Lampiran 2. Biaya Penyusutan Peralatan Usahatani Cabai Keriting di PT.
INAGRO
80
Lampiran 3. Biaya Tenaga Kerja Usahatani Cabai Keriting di PT. INAGRO
Jumlah (HOK) Harga Satuan Total Harga Jumlah (HOK) Harga Satuan Total Harga
1 Cangkul/pembajakan 80 60.000Rp 4.800.000Rp 80 60.000Rp 4.800.000Rp
2 Pembuatan Bedengan 40 60.000Rp 2.400.000Rp 40 60.000Rp 2.400.000Rp
3 Tabur Pupuk Kandang 18 60.000Rp 1.080.000Rp 16 60.000Rp 960.000Rp
4 Pemupukan Pertama 10 60.000Rp 600.000Rp 8 60.000Rp 480.000Rp
5 Tabur Dolomit 10 60.000Rp 600.000Rp 8 60.000Rp 480.000Rp
6 Ngaduk Pupuk 15 60.000Rp 900.000Rp 10 60.000Rp 600.000Rp
8 Merapikan Bedengan 30 60.000Rp 1.800.000Rp 28 60.000Rp 1.680.000Rp
9 Pasang Mulsa 30 60.000Rp 1.800.000Rp 28 60.000Rp 1.680.000Rp
10 Pembuatan Lubang Tanam 15 60.000Rp 900.000Rp 12 60.000Rp 720.000Rp
11 Penyemaian 15 60.000Rp 900.000Rp 10 60.000Rp 600.000Rp
12 Tanam 30 60.000Rp 1.800.000Rp 22 60.000Rp 1.320.000Rp
13 Sulam 10 60.000Rp 600.000Rp 8 60.000Rp 480.000Rp
14 Penyiraman 20 60.000Rp 1.200.000Rp 168 60.000Rp 10.080.000Rp
15 pasang ajir 30 60.000Rp 1.800.000Rp 20 60.000Rp 1.200.000Rp
16 Ikat dan Wiwil 30 60.000Rp 1.800.000Rp 20 60.000Rp 1.200.000Rp
17 Pemupukan kedua 80 60.000Rp 4.800.000Rp 56 60.000Rp 3.360.000Rp
18 PHPT 80 60.000Rp 4.800.000Rp 56 60.000Rp 3.360.000Rp
19 Penyiangan 36 60.000Rp 2.160.000Rp 36 60.000Rp 2.160.000Rp
20 Panen 200 60.000Rp 12.000.000Rp 140 60.000Rp 8.400.000Rp
46.740.000Rp 45.960.000Rp
No UraianMusim Hujan Musim Kemarau
Total Biaya
81
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
Garpu Cangkul
Pelubang Mulsa Tray Semai
Toren Air Mulsa Plastik Hitam Perak
82
Lampiran 4. Lanjutan
Mesin Air Tali Plastik
Pupuk Kandang Pupuk Kimia
Top Related