Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Faktor-Faktor yang ... · FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI...
Click here to load reader
Transcript of Analisis Pendapatan Usaha Tani dan Faktor-Faktor yang ... · FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI...
i
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAIMERAH KERITING DI DESA CITAPEN, KECAMATAN
CIAWI, KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
NINING MAYANTI SIREGARH34096072
DEPARTEMEN AGRIBISNISFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011
ii
RINGKASAN
NINING MAYANTI SIREGAR. Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting. Skripsi.Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut PertanianBogor (di bawah bimbingan SUHARNO).
Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomiannasional, hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah salah satu sektor yangmemiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional, dimana peranan sektorpertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen padatahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor pertanianberada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektorindustri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. Sayuran merupakan salah satukomoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Saat ini,kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, dimana haltersebut ditunjukkan oleh tingkat konsumsi sayuran penduduk Indonesia yangmengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun,kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun dan tahun 2007 sebesar 40,90kg/ kapita/tahun serta tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun. Halini diikuti pula dengan perkembangan produksi tanaman sayuran Indonesia yangmeningkat sebesar 5,6 persen pada tahun 2009.
Cabai merupakan salah satu jenis sayuran yang penting untukdibudidayakan di Indonesia. Pada tahun 2009, komoditas cabai mengalamiperkembangan produksi yang positif yaitu pada angka sebesar 19,57 persen,angka tersebut merupakan peningkatan yang cukup tinggi jika dibandingkandengan angka peningkatan produksi sayuran lainnya. Cabai merah keriting adalahjenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat hal ini dikarenakan hasilpertanian ini sudah menjadi bagian dari budaya makanan kuliner masyarakatIndonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah keriting sangat potensialuntuk dibudidayakan oleh petani Indonesia.
Salah satu daerah yang menghasilkan cabai merah keriting di KabupatenBogor adalah Desa Citapen. Rata-rata produktivitas cabai merah keriting di DesaCitapen hanya mampu mencapai 7,33 ton perhektar, sedangkan produktivitasoptimal cabai merah keriting seharusnya dapat mencapai 13-17 ton perhektar.Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat selisih sebesar 5,67- 9,67 ton perhektarantara produktivitas optimal dengan produktivitas cabai merah keriting di DesaCitapen. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat pendapatanusahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, KabupatenBogor, dan (2) menganalisis faktor- faktor produksi yang mempengaruhiusahatani cabai merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, KabupatenBogor.
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, KabupatenBogor pada bulan Mei hingga Juni 2011. Data yang digunakan terdiri dari dataprimer dan data sekunder. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 30orang, dimana responden diambil dengan menggunakan metode SnowballSampling. Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif.
iii
Analisis deskriptif kualiatitatif meliputi gambaran umum perusahaan, prosesproduksi atau teknik budidaya cabai merah keriting, dan faktor-faktor produksiyang digunakan dalam usahatani tersebut. Analisis data secara kuantitatif antaralain analisis fungsi produksi Cobb-Douglass untuk menganalisis fungsi produksidan analisis pendapatan usahatani, penerimaan usahatani dan R/C rasio. Datayang dianalisis secara kuantitatif akan diolah dengan bantuan program MicrosoftOffice Excel 2007 dan Minitab 15, kemudian disajikan secara tabulasi dandiinterpretasikan serta diuraikan secara deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa usahatani cabai merahkeriting yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara umumdikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai R/C atasbiaya tunai dan R/C atas biaya total menunjukkan nilai yang lebih dari satu, yaknisebesar 2,65 dan 2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petaniresponden dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biayausahatani yang dikeluarkan. Hasil penelitian juga mengkonfirmasikan bahwafaktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting di DesaCitapen adalah benih, pupuk kandang, pupuk NPK, petisida, nutrisi dan tenagakerja, dan seluruh variabel independen tersebut memiliki nilai koefisien regresiyang positif, kecuali pestida dan nutrisi. Benih dan pupuk kandang berpengaruhnyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen, sedangkan pupukNPK dan nutrisi berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan90 persen. Dan variabel yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99persen adalah pestisi dan dan tenaga kerja, sedangkan variabel lain yaitu pupukSP-36 dan pupuk KCL tidak berpengaruh nyata terhadap produksi baik padatingkat kepercayaan 85 persen ataupun 90 persen. Berdasarkan model fungsiproduksi Cobb-Douglass, diperoleh nilai R-sq sebesar 86,5 persen. Angkatersebut mengartikan bahwa variabel bebas (benih, pupuk kandang, pupuk NPK,pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja) dapat menjelaskansebesar 86,5 persen variabel tidak bebas (hasil produksi), dan sisanya sebesar 13,5persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model (komponenerror).
Upaya meningkatkan pendapatan usahatani cabai merah keriting salah satucara yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting. Variabelyang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata seperti benih,pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja penggunaannya masih dapatditambah lagi. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari penggunaan benih,pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja dapat meningkatkan produksi cabaimerah keriting. Sementara untuk variabel yang memiliki nilai koefisien regresiyang negatif dan berpengaruh nyata yaitu pestisida dan nutrisi, sebaiknyapenggunaannya tidak ditambah lagi, karena jika penambahan terhadap pestisidadan nutrisi tetap dilakukan, selain akan meningkatkan biaya produksi, juga dapatmengurangi jumlah produksi cabai merah keritingnya.
iv
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI CABAIMERAH KERITING DI DESA CITAPEN, KECAMATAN
CIAWI, KABUPATEN BOGOR
NINING MAYANTI SIREGARH34096072
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNISFAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2011
v
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor
Nama : Nining Mayanti Siregar
NRP : H34096072
DisetujuiPembimbing
Dr. Ir. Suharno, M.AdevNIP. 19610610 198611 1 001
DiketahuiKetua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan ManajemenInstitut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MSNIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis
Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai
Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor” adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkam maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2011
Nining Mayanti Siregar(H34096072)
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 19 Maret 1987.
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
H.Irwansyah Siregar dan Ibunda Hj. Maya Sari Harahap.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 124402 Pematang
Siantar pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada
tahun 2002 di SLTP Negeri I Pematang Siantar. Pendidikan lanjutan menengah
atas di SMA Taman Siswa Pematang Siantar diselesaikan pada tahun 2005.
Penulis menyelesaikan pendidikan diploma pada Program Studi Diploma III
Agribisnis Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan, Politeknik Pertanian
Universitas Andalas pada tahun 2008. Penulis diterima pada Departemen
Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada
Tahun 2009.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya yang senantiasa memberkati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
serta salam senantiasa tercurahkan kepada keluarga dan para sahabat.
Puji syukur penulis ucapkan atas terselesaikannya penyusunan skripsi
yang berjudul “Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan
Ciawi, Kabupaten Bogor”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam
penyusunan skripsi ini, namun kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang
terkait dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2011
Nining Mayanti Siregar
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan kepada :
1. Kedua orangtua Ayahanda H.Irwansyah Siregar dan Ibunda Hj. Maya Sari
Harahap, serta kepada kak Sari, Kak wiwik, Bang Ismail, Bang daniel dan
Dek Putra untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan.
Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
2. Dr. Ir. Suharno, M.Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan,
arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Burhanuddin, MM selaku dosen evaluator pada kolokium penelitian
yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran.
4. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Arif Karyadi, SP selaku dosen penguji
pada ujian sidang penulis, yang telah meluangkan waktu serta memberikan
kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
5. Ir. Popong Nurhayati, MM yang telah menjadi pembimbing akademik dan
seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis.
6. Bapak H.Misbah, Pak Jamil, Pak Cecep serta seluruh petani yang telah
berkenan menjadi responden dan atas semua bantuan yang telah diberikan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat tercinta Resha, Nisa, Ika, Helen, Winda, Werry, Riski,
Kak Eta, Naiya, Imel, Bang Sofyan, Irfan, Mas Ruslan, Mas Nurdin, Amri
yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis Angkatan VII
atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi,
serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih
atas bantuannya.
Bogor, Agustus 2011
Nining Mayanti Siregar
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ..................................................................... 11.1. Latar Belakang .................................................................... 11.2. Perumusan Masalah ............................................................ 71.3. Tujuan Penelitian ................................................................ 91.4. Manfaat Penelitian .............................................................. 101.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 112.1. Gambaran Umum Cabai Merah Keriting ............................. 112.2. Kajian Peluang Usaha Agribisnis Cabai .............................. 122.3. Studi Penelitian Terdahulu .................................................. 132.4. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu ............................ 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 173.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................. 17
3.1.1. Konsep Usahatani ....................................................... 173.1.2. Penerimaan Usahatani ................................................ 193.1.3. Biaya Usahatani ......................................................... 203.1.4. Pendapatan Usahatani .................................................. 213.1.5. Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) ............. 223.1.6. Teori Produksi ............................................................. 233.1.7. Fungsi Produksi Cobb-Douglass .................................. 273.1.8. Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale) .......... 29
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 32
IV. METODE PENELITIAN ......................................................... 324.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................... 324.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................ 324.3. Metode Pengambilan Responden ........................................ 324.4. Metode Pengumpulan Data .................................................. 334.5. Metode Analisis Data .......................................................... 33
4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani..................................... 334.5.2. Analisis R/C ................................................................ 344.5.3. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Cabai Merah Keriting .................................................. 344.6. Definisi Operasional ................................................................ 40
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..................... 425.1. Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen ........................ 425.2. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ......................... 425.3. Karakteristik Petani Contoh ............................................... 45
5.3.1. Status Usaha ............................................................... 46
xi
5.3.2. Umur............................................................................ 465.3.3. Pendidikan ................................................................. 475.3.4. Pengalaman dalam Usahatani Cabai Merah Keriting .. 485.3.5. Luas Areal Usahatani ................................................. 495.3.6. Status Kepemilikan Lahan .......................................... 49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 516.1. Gambaran Umum Usahatani Cabai Merah Keriting
Di Desa Citapen .................................................................... 516.1.1. Persemaian ............................................................... 516.1.2. Pengolahan Lahan .................................................... 526.1.3. Penanaman ............................................................... 536.1.4. Pemeliharaan ............................................................ 546.1.5. Panen dan Pascapanen .............................................. 556.1.6. Hama dan Penyakit Tanaman ................................... 55
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Petani Responden .............. 576.2.1. Penerimaan Usahatani ............................................... 576.2.2. Analisis Biaya Usahatani ........................................... 596.2.3. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C
Cabai Merah Keriting ................................................ 656.3. Analisis Fungsi Produksi ..................................................... 68
6.3.1. Analisis Model Fungsi ProduksiCabai Merah Keriting ................................................ 68
6.3.2. Analisis Elastisitas Produksi Cabai Merah Keriting ..... 726.4. Analisis Skala Usaha (Return to Scale) ................................ 78
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 797.1. Kesimpulan ......................................................................... 797.2. Saran ................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 81
LAMPIRAN .................................................................................... 83
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk DomestikBruto (PDB) Atas Dasar Harga yang Berlaku MenurutSubsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia Tahun2005-2009 .............................................................................. 1
2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan ProduktivitasHortikultura Tahun 2007-2008 ................................................ 2
3. Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2008-2009 ....... 4
4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah diKabupaten Bogor Tahun 2004 sampai 2009 ........................... 6
5. Produksi, Luas Panen dan Produtivitas Cabai Merah KeritingDesa Citapen Tahun 2006 – 2010............................................. 8
6. Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Umur dan JenisKelamin Tahun 2009 .............................................................. 43
7. Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan tingkatPendidikan Tahun 2009............................................................ 44
8. Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Mata PencaharianTahun 2009 ............................................................................ 45
9. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keritingdi Desa Citapen Berdasarkan Status Usaha ............................. 46
10. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah KeritingBerdasarkan Umur ................................................................. 47
11. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah KeritingBerdasarkan Tingkat Pendidikan ............................................ 48
12. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah KeritingBerdasarkan Pengalaman Bertani ........................................... 49
13. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah KeritingBerdasarkan Luas Lahan ........................................................ 49
14. Karakteristik Responden Petani Cabai Merahk KeritingStatus Kepemilikan Lahan ...................................................... 50
15. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata UsahataniCabai Merah Keriting di Desa Citapen ..................................... 59
16. Komponen Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting di DesaCitapen .................................................................................. 60
17. Penggunaan TKDK dan TKLK dalam Usahatani Cabai MerahKeriting di Desa Citapen ........................................................ 63
xiii
Nomor Halaman
18. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan padaUsahatani Usahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen ..... 65
19. Analisis Pendapatan dan R/C Rasio Usahatani UsahataniCabai Merah Keriting di Desa Citapen ...................................... 67
20. Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi per Hektar padaUsahatani Cabai Merah Keriting di Desa Citapen ...................... 68
21. Uji Signifikansi Model Produksi Usahatani Cabai MerahKeriting di Desa Citapen ........................................................... 69
22. Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi per Hektar PetaniResponden pada Usahatani Cabai Merah Keriting di DesaCitapen ..................................................................................... 71
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ..................... 25
2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ........................... 31
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Karakteristik Petani Responden Desa Citapen................ 84
2. Rata-Rata Harga Cabai Merah Keriting di Tingkat Petanidari Tahun 2010 sampai Pertengahan 2011 di KecamatanCiawi ..................................................................................... 85
3. Data Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi UsahataniCabai Merah Keriting Per Hektardi Desa Citapen Perhektaruntuk Satu Kali Musim Tanam................................................ 86
4. Analisi Biaya Sewa Lahan Tunai dan Diperhitungkan sertaPajak Lahan pada Usahatani Cabai Merah KeritingPer Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk Satu KaliMusim Tanam ........................................................................ 87
5. Analisi Biaya Penggunaan Turus, Tali Rapia, Karung danPolybag pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektardi Desa Citapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam ...... 88
6. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani CabaiMerah Keriting di Desa Citapen dengan Metode OLS ............ 89
7. Uji Normalitas dan Homoskedasitas Fungsi ProduksiCabai Merah Keriting di Desa Citapen ..................................... 90
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat
luas dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor
pertanian. Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam
perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu
sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Peranan
sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5
persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor
pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB
setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.1 Kontribusi
subsektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang
berlaku menurut subsektor lapangan usaha pertanian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan UsahaPertanian di Indonesia Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* 2009**
Tanaman Bahan Makanan 181.331 214.346(18,2)
265.090(23,7)
349.795(32,0)
418.963(19,8)
Perkebunan 56.433 63.401(12,3)
81.664(28,8)
105.969(29,8)
112.522(6,2)
Peternakan 44.202 51.074(15,5)
61.325(20,1)
82.676(34,8)
104.040(25,8)
Kehutanan 22.561 30.065(33,3)
36.154(20,3)
40.375(11,7)
44.952(11,3)
Perikanan 59.639 74.335(24,6)
97.697(31,4)
137.249(40,5)
177.773(29,5)
Keterangan :* Angka sementara** Angka sangat sementara
Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan dari tahun sebelumnya
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah
1 Kementerian Pertanian. 2010. Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. www.bbpp-lembang.deptan.go.id. diakses Tanggal 17 Maret 2011
2
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa PDB subsektor tanaman bahan makanan
memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan subsektor lainnya. PDB
tanaman bahan makanan menempati urutan pertama yang menyumbang terhadap
PDB sektor Pertanian. Pada tahun 2009, PDB tanaman bahan makanan
diperkirakan akan meningkat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu
minimal 19,8 persen.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memegang
peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola
Pangan Harapan (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).2 Pertumbuhan tanaman
hortikultura sebagian besar mengalami peningkatan pada tahun 2005 sampai
tahun 2008, baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas.
Tabel 2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas HortikulturaTahun 2005-2008
UraianTahun
Pertumbuhan*
2005 2006 2007 2008
Sayuran
Produksi (Ton) 9.101.986 9.527.463 9.455.463 10.035.093 10,25
Luas panen (Ha) 944.695 1.007.839 1.001.606 1.026.990 8,71
Produktivitas 9,63 9,45 9,44 9,77 1,42
Buah-buahan
Produksi (Ton) 14.786.599 16.171.130 17.116.622 18.027.889 21,92
Luas panen (Ha) 717.428 728.218 756.766 781.333 8,91
Produktivitas 20,61 22,21 22,62 23,07 11,95
Tanaman Hias
Produksi (tangkai) 173.240.364 166.645.684 179.374.218 205.564.659 18,66
Luas panen (m) 14.791.004 6.205.093 9.189.976 10.877.307 -26,46
Produktivitas 11,71 26,86 9,52 18,90 61,35
Tan.Biofarmaka
Produksi (kg) 321.889.429 416.870.624 444.201.067 398.808.803 23,90
Luas panen (m) 182.917.951 222.662.711 245.253.798 227.952.040 24,62
Produktivitas 1,76 1,87 1,81 1,75 -0,58
Keterangan* Pertumbuhan tahun 2008 atas tahun 2005
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), diolah
2 Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Pedoman Umum Pelaksanaan PengembanganHortikutura Tahun 2011. Hlm 1
3
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan hortikultura meliputi
sayuran, buah-buahan dan tanaman hias mengalami pertumbuhan positif baik dari
segi produksi, luas panen dan produktivitas, kecuali luas panen tanaman hias dan
produktivitas tanaman biofarmaka. Kelompok komoditi sayuran menunjukkan
pertumbuhan produktivitas yang stabil setiap tahunnya yaitu pada angka sembilan
persen.
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berkembang
pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi pemenuhan
kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, sayuran juga
telah memberikan kontribusi PDB sebesar 38,07 persen pada tahun 2008 terhadap
sub sektor hortikultura.3 Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap
sayuran terus meningkat, hal tersebut merupakan adanya akibat dari pola hidup
sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Perubahan paradigma menuju
pemahaman hidup yang sehat tidak hanya memerlukan protein dan kalori saja,
tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan
untuk menjalani pola konsumsi gizi yang seimbang. Tingkat konsumsi sayuran
masyarakat Indonesia mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar
35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun dan
tahun 2007 sebesar 40,90 kg/ kapita/tahun serta tahun 2008 meningkat sebesar
51,31 kg/kapita/tahun (Departemen Pertanian, 2009).
Seiring dengan meningkatnya konsumsi sayuran masyarakat Indonesia
diikuti pula dengan peningkatan produksi tanaman sayuran. Data perkembangan
produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.
3 Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2010. PedomanTeknis Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk dan Tanaman ObatBerkelanjutan (1771). Hlm 1
4
Tabel 3. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2006-2009
KomoditasSayuran
Produksi (Ton) Perkembang-an* (%)2006 2007 2008 2009
Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 13,07
Kentang 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 9,78
Kubis 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 2,60
Cabai 1.185.057 1.128.793 1.153.060 1.378.727 19,57
Sawi/Petsai 590.401 564.912 565.636 562.838 -0,49
Wortel 391.371 350.170 367.111 358.014 -2,48
Bawang Putih 21.050 17.312 12.339 15.419 24,96
Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 0,30
Kembang Kol 135.518 124.252 109.497 96.038 -12,29
Lobak 49.344 42.076 48.376 29.759 -38,48
Kacang Merah 125.250 112.271 115.817 110.051 -4,98
Kacang Panjang 461.239 488.499 455.524 483.793 6,21
Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 17,51
Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 5,71
Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 9,17
Ketimun 598.890 581.205 540.122 583.139 7,96
Labu siam 212.697 254.056 394.386 321.023 -18,60
Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 11,50
Bayam 149.435 155.863 163.817 17.375 -89,39
Blewah 67.708 57.725 55.991 75.124 34,17
Sayuran lainnya 447.956 410.596 513.367 560.188 9,12
Total 9.632.092 9.491.130 10.035.093 10.597.044 5,60
Keterangan :*Perkembangan dari tahun 2008 sampai tahun 2009
Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian tanaman sayur mengalami
penurunan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009, antara lain sayuran bayam
dengan penurunan sebesar 89,39 persen. Tetapi tidak sedikit pula tanaman
sayuran yang mengalami kenaikan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009.
5
Perkembangan yang cukup baik ditunjukkan oleh cabai, dimana komoditas
tersebut menunjukkan perkembangan produksi yang positif pada angka sebesar
19,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cabai merupakan komoditas
komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Cabai adalah hasil pertanian yang sudah menjadi bagian dari budaya
kuliner Indonesia dimana pada umumnya masyarakat Indonesia sangat
menyenangi makanan pedas. Pada tahun 2002, 2005 dan 2008 pola konsumsi
masyarakat Indonesia terhadap cabai mengalami peningkatan, yaitu masing-
masing sebesar 1,42 kg/tahun/kapita, 1,51 kg/tahun/kapita, dan 1,54
kg/tahun/kapita (Ditjen Hortikultura, 2009). Selain dengan meningkatnya pola
konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai, cabai juga dikatakan penting jika
dilihat dari total areal pertanaman cabai di Indonesia, dimana pada tahun 2007
areal pertanaman cabai sebesar 20,3 persen dari total areal pertanaman sayuran,
kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 20,6 persen dari total
luas areal sayuran di Indonesia (Departemen Pertanian, 2009).
Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam
tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis
cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan
dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah
keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus
dibandingkan cabai merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa
yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar (Sari, 2009).
Cabai merah keriting adalah jenis cabai yang paling digemari di kalangan
masyarakat, hal ini dikarenakan hasil pertanian ini sudah menjadi bagian dari
budaya makanan kuliner masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
cabai merah keriting sangat potensial untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia.
Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai terbesar di
Indonesia pada tahun 2006 sampai 2008. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi
cabai Provinsi Jawa Barat dari tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar
(Ton) 254.667; 264.477; dan 241.362. Angka tersebut merupakan angka produksi
cabai tertinggi jika di bandingkan dengan provinsi lain di seluruh Indonesia
dengan total produksi cabai Indonesia masing masing sebesar (Ton) 1.185.059
6
tahun 2006; 1.128.792 tahun 2007 dan 1.153.060 tahun 2008. Hal ini
menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan sumbangan produksi cabai pada
tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar 21,48 persen, 23,43 persen dan
20,93 persen (Departemen Pertanian, 2009).
Salah satu daerah yang menghasilkan cabai merah keriting di Provinsi
Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan di Kabupaten Bogor
adalah buah-buahan seperti pisang, manggis raya, papaya dan durian, sedangkan
sayuran seperti cabai, buncis, dan sawi, serta tanaman hias seperti anggrek,
agrasena dan masih banyak lagi. Produktivitas cabai merah tertinggi di
Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2007 yaitu 8,82 ton per hektar, kemudian
mengalami penurunan sebesar 2,25 persen pada tahun 2008 dan pada tahun 2009
mengalami penurunan kembali dari tahun 2008 dengan persentase yang lebih
tinggi yaitu sebesar 27,4 persen. Penurunan produktivitas tersebut berlawanan
dengan peningkatan luas panen pada tahun 2009. Data tentang usahatani cabai
merah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di KabupatenBogor Tahun 2004 sampai 2009
Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)
2004 3726 713 5,23
2005 6391 741 8,62
2006 6880 943 7,30
2007 4683 531 8,82
2008 6215 721 8,62
2009 5181 828 6,26
Rata-rata 5512,67 746,17 7,47
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010), diolah
Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciawi
merupakan salah satu penghasil cabai merah keriting. Kecamatan Ciawi memiliki
kemiringan yang relatif tinggi dari 5 persen sampai dengan 40 persen dengan
tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Sedangkan curah hujan yang tinggi
mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan, hal ini di karenakan letaknya diapit
oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung
7
Salak sehingga Kecamatan Ciawi sangat cocok dijadikan sebagai salah satu
daerah sentra produksi sayuran.
Desa Citapen merupakan satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi,
dimana saat ini Desa Citapen sedang mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri
dengan mengembangkan komoditas sayuran bersama gapoktan (gabungan
kelompok tani) yang dapat meningkatkan pendapatan desa dalam bidang
pertanian. Selain itu daerah ini juga mempunyai kondisi geografis yang sangat
mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting yaitu dengan ketinggian
tempat 450 sampai 700 diatas permukaan laut (DPL), pH Tanah 5,0 sampai 7,0
dan beriklim basah (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Kondisi geografis ini sangat
mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting dimana menurut Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) bahwa ketinggian tempat yang
sesuai untuk pertumbuhan cabai merah keriting adalah 0 sampai 1000 meter dpl,
dengan kondisi tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik
dan PH tanah antara 6 sampai 7.
1.2. Perumusan Masalah
Desa Citapen merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Bogor
yang memiliki luas wilayah 268.066 Ha, dimana sebagian besar penduduknya
adalah bermatapencaharian sebagai petani.4 Saat ini Desa Citapen sedang
melakukan pengembangan usahatani guna mengoptimalkan potensi daerahnya,
dimana salah satu komoditas yang menjadi unggulan di Desa Citapen adalah cabai
merah keriting. Selain karena cabai merah keriting telah dibudidayakan secara
turun temurun, Desa Citapen juga memiliki kondisi geografis yang sangat
mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting, hal ini dikarenakan iklim di
wilayah desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu rata – rata antara
20oC sampai 32oC dengan keasaman tanah (pH) antara 4,5 sampai 7 dengan jenis
tanah latosol dan andosol, sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi
tanaman, sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam
pegunungan (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Karakteristik tanah dan iklim seperti
4 Pemerintah Kabupaten Bogor Kecamatan Ciawi. 2010. Potensi Desa CitapenKecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Tahun 2009
8
itu sangat potensial dalam membudidayakan produk-produk hortikultura
khususnya cabai merah.
Permasalahan pada cabang usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen
dapat didekati dari produktivitas tanaman, dimana peningkatan produktivitas
cabai merah keriting dapat dilakukan dengan meningkatkan produksinya.
Meskipun kondisi geografis yang dimiliki oleh Desa Citapen sangat mendukung
dalam pertumbuhan cabai merah keriting, tetapi tidak serta merta meningkatkan
produksi dari usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani Desa
Citapen. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh
kondisi tanah yang subur saja, dimana menurut Rahmat dalam Nurmala (2011)
dalam peningkatan produksi dapat ditempuh dengan usaha penanaman varietas
hibrida (unggul), penggunaan pupuk dan pestisida yang berimbang serta
penanganan pascapanen yang tepat. Data mengenai produksi, luas panen dan
produtivitas cabai merah keriting desa citapen tahun 2006-2010 dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah Keriting DesaCitapen Tahun 2006 – 2010
Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)
2006 726,45 93 7,81
2007 548,32 86 6,38
2008 751,58 91 8,26
2009 844,56 112 7,54
2010 687,5 103 6,67
Rata-rata 7,33
Sumber : Gapoktan Rukun Tani (2011), diolah
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata produktivitas cabai merah
keriting di Desa Citapen hanya mampu mencapai 7,33 ton perhektar, sedangkan
produktivitas optimal cabai merah seharusnya dapat mencapai 13-17 ton perhektar
(Nixon MT, 2010). Kondisi ini menunjukkan bahwa terdapat selisih sebesar 5,67-
9,67 ton perhektar antara produktivitas optimal dengan produktivitas cabai merah
keriting di Desa Citapen. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan adanya
kendala yang dihadapi petani dalam pengembangan usahatani cabai merah keritng
9
di Desa Citapen. Kesenjangan (Gap) ini dapat berimplikasi terhadap pendapatan
yang diperoleh petani.
Produktivitas yang tidak optimal diduga dapat mempengaruhi kondisi
pendapatan petani cabai merah keriting. Oleh karena itu, untuk melihat dampak
dari adanya produktivitas yang tidak optimal tersebut, maka perlu dilakukan suatu
analisis terhadap pendapatan petani cabai merah keriting di Desa Citapen, dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan usahatani cabai merah keriting
memberikan keuntungan bagi petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor.
Disamping mempengaruhi pendapatan, produktivitas yang tidak optimal
juga sangat erat kaitannya dengan penggunaan faktor produksi. Faktor produksi
mempengaruhi jumlah produksi yang akan dihasilkan dalam suatu usahatani.
Penggunaan faktor produksi perlu diperhatikan dalam kegiatan usahatani agar
tidak terjadi penggunaan yang berlebihan yang dapat merugikan petani atau
mempengaruhi pendapatan dan menyebabkan tingkat produksi yang tidak
optimal, serta terjadinya peningkatan terhadap biaya produksi. Kendala yang
umumnya dihadapi para petani adalah bagaimana mengalokasikan faktor-faktor
produksi tersebut untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Berdasarkan
uraian permasalahan diatas, maka yang menjadi pertanyaan yang akan dikaji pada
penelitian ini adalah:
1. Apakah Usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor Menguntungkan?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah
keriting di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa
Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi produksi usahatani cabai
merah keriting di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
10
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dan
pertimbangan bagi petani di Desa Citapen selaku unit pengambil keputusan
tentang usahatani cabai merah keriting, dan sebagai bahan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya serta pihak lain yang berkepentingan. Bagi peneliti sendiri
hasil penelitian ini digunakan sebagai saran untuk menerapkan ilmu yang
diperoleh di bangku perkuliahan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya membahas tentang komoditas cabai merah keriting
yang dibudidayakan oleh petani di Desa Citapen. Objek penelitian untuk analisis
usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting
adalah petani yang ada di Desa Citapen dimana petani yang dipilih adalah petani
cabai merah keriting yang melakukan musim tanam pada bulan oktober 2010
sampai dengan januari 2011.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Cabai Merah Keriting
Cabai merah keriting atau lombok merah (Capsicum annum, L) merupakan
tanaman hortikultura sayur–sayuran semusim untuk rempah-rempah yang
diperlukan oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai penyedap masakan dan
penghangat badan. Cabai merah keriting termasuk dalam famili Solanaceae.
Tanaman ini merupakan tanaman herba tegak yang memiliki akar tunggang
dengan banyak akar samping yang dangkal. Bagian batang yang muda berambut
halus, bercabang banyak, serta bisa mencapai tinggi 1 – 2.5m. Daunnya tersebar
dengan helaian daun bulat telur memanjang atau elips berbentuk lanset, serta
pangkal dan ujung meruncing, sedangkan bunga cabai merah mengangguk dengan
ukuran tanggai 10 – 18 mm. Bentuknya seperti terompet kecil dan umumnya
berwarna putih, walau ada juga yang berwarna ungu. Buah cabai merupakan buah
buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya
berupa keping-keping tidak berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di
dalam ruangan buah dan melekat pada plasenta.5
Pada umumnya tanaman cabai merah keriting dapat ditanam di daerah
dataran tinggi maupun di dataran rendah, yaitu lebih dari 500 – 1200 m di atas
permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa.
Meskipun luasan lahan yang cocok untuk cabai merah keriting masih sangat luas,
tetapi penanaman cabai merah keriting di dataran tinggi masih sangat terbatas.
Pengembangan tanaman cabai merah, lebih diarahkan ke areal pengembangan
dengan ketinggian sedikit di bawah 800 m di atas permukaan laut. Terutama pada
lokasi yang air irigasinya sangat terjamin sepanjang tahun. Pola Tanam Budidaya
atau usahatani tanaman cabai merah selama ini dilakukan secara monokultur dan
pola rotasi tanaman. Pada pola rotasi tanaman maka pola yang lazim dianut para
petani adalah dengan melakukan pergiliran tanaman pola 1 : 2 yaitu satu kali
tanaman cabai merah dan 2 – 3 kali tanaman palawija/sayuran lainnya yang tidak
sama famili tanamannya dengan cabai merah. Untuk model kelayakan ini
5 Khasiat Buah. 2010. Khasiat Cabai Merah. http://khasiatbuah.com/cabai-merah.htmdiakses Tanggal 26 April 2011
12
digunakan monokultur cabai merah sepanjang tahun, dengan masa lahan kosong
selama 1 bulan di antara siklus tanam.
Aspek teknik budidaya keberhasilan usaha produksi cabai merah sangat
ditentukan oleh aspek teknis budidaya di lapangan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dengan baik dalam pelaksanaan teknis budidaya tanaman cabai
merah adalah sebagai berikut:
1. Pemakaian benih cabai merah yang unggul yang tidak terkontaminasi virus.
2. Ketersediaan air yang cukup sepanjang periode tanam/sepanjang tahun. Pola
tanaman yang baik dan sesuai dengan iklim.
3. Pengolahan tanah yang disesuaikan dengan kemiringan lereng dan arah
lereng.
4. Pemberantasan hama dan penyakit tanaman cabai merah dilaksanakan secara
teratur sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit.
5. Cara panen serta penanganan pasca panen cabai merah yang baik dan benar.6
2.2 Kajian Peluang Usaha Agribisnis Cabai
Nixon MT (2010) menyatakan bahwa lemahnya nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS, justru malah memberikan keuntungan yang berlipat bagi para
pelaku usaha di sektor pertanian. Hal ini dikarenakan banyak hasil-hasil usaha
sektor agribisnis yang dipasarkan ke pasar luar negeri dengan transaksi penjualan
dalam Dolar, sementara biaya produksi yang dikeluarkan dalam memproduksi
menggunakan Rupiah.
Nixon MT (2010), juga menyebutkan bahwa dari berbagai usaha yang
banyak ditawarkan di sektor agribisnis, agribisnis cabai adalah salah satu
agribisnis yang cukup menarik investor, dimana dari berbagai jenis sayuran dan
buah-buahan, cabai dinilai sebagai produk yang mempunyai harga yang paling
tinggi dan umurnya tergolong genjah sehingga modal cepat kembali. Namun
ketika banyak petani yang membudidayakan cabai dan menerima keuntungan
yang berlipat ganda, di sisi lain ada pula petani yang mengalami kerugian dan
menjadi frustasi. Hal ini dikarenakan agribisnis cabai yang menjanjikan
keuntungan ternyata juga mempunyai banyak kendala, mulai dari cuaca yang
6Pupuk Bio Organik Herbafarm. 2005. Budidaya Cabai Merah.http://www.google.com/2005/gml/expr. Diakses 12 April 2011
13
tidak bisa ditolerir, serangan hama dan penyakit, pencurian dan penjarahan sampai
dengan jatuhnya harga jual karena kelebihan penawaran.
Pada umumnya siklus kebutuhan cabai di Indonesia meningkat menjelang
waktu-waktu tertentu, misalnya memasuki bulan puasa, lebaran, natal, dan tahun
baru. Pada saat-saat tersebut, permintaan cabai yang tinggi diiringi dengan harga
yang melambung. Selain faktor tersebut, harga cabai menjadi sangat mahal
karena pada waktu-waktu tersebut biasanya bertepatan dengan musim hujan.
Biasanya petani yang menanam cabai sedikit dan banyak pula yang gagal panen
karena serangan hama dan penyakit, akibatnya keberadaan cabai di pasaran
menjadi sangat langka dan secara otomatis harganya melonjak tajam.
Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pasar cabai untuk luar
negeri pun masih luas. Saat ini pasar yang masih bisa dibidik adalah Hongkong,
Amerika, Eropa dan yang paling utama adalah RRC, sebab RRC masih
memprioritaskan industrinya sehingga sebagian besar sayur-sayuran dan buah-
buahan yang dibutuhkan untuk konsumsi terpaksa harus diimpor dari luar (Nixon
MT, 2010). Dari gambaran kebutuhan tersebut, jelas bahwa bertanam cabai
masih mempunyai prospek yang cukup potensial, baik cabai hibrida, cabai besar,
cabai rawit maupun cabai keriting.
2.3 Studi Penelitian Terdahulu
Analisis pendapatan usahatani banyak digunakan untuk mengetahui sejauh
mana kegiatan usahatani yang dilakukan memberikan manfaat untuk orang yang
melakukannya (petani). Studi mengenai analisis pendapatan dilakukan oleh
Hendrawanto (2008) dan Siregar (2010), dimana keduanya menganalisis tentang
usahatani cabai merah di daerah yang berbeda yaitu di Desa Sukagalih, Kabupaten
Bogor dan di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor. Alat analisis yang
digunakan yaitu analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C. Hasil analisis
pendapatan usahatani yang dilakukan menunjukkan secara garis besar adalah
sama, dimana kegiatan usahatani cabai merah dapat memberikan keuntungan bagi
petani.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendrawanto (2008) memperlihatkan
bahwa usahatani cabai merah petani per 2.080 meter persegi di Desa Sukagalih
menghasilkan penerimaan total sebesar Rp 12.393.734,32 dengan biaya tunai
14
yang dikeluarkan sebesar Rp 4.793.752,22 dan biaya total sebesar Rp
7.820.121,47; sehingga pendapatan kerja petani yang diterima yaitu sebesar Rp
4.597.870,97; maka diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,59 dan R/C atas
biaya total sebesar 1,59. Hasil penelitian Siregar (2010) menunjukkan bahwa,
nilai R/C usahatani cabai merah organik lebih tinggi jika dibandingkan nilai R/C
pada cabai merah non organik, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan harga yang
diterima antara petani organik dengan petani non organik. Harga cabai yang
diterima petani organik lebih tinggi dibandingkan petani non organik. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan untuk cabai merah non organik dengan luasan
lahan 1 ha menghasilkan penerimaan sebesar Rp 78.000.000 dengan biaya tunai
yang dikeluarkan sebesar Rp 18.827.500 dan biaya total sebesar Rp 52.634.166;
sehingga pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 59.172.500
dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 52.365.834; maka diperoleh
nilai R/C atas biaya tunai sebesar 4,14 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 3,04.
Sedangkan untuk cabai merah organik dengan luasan lahan 1 ha menghasilkan
penerimaan sebesar Rp 176.000.000 dengan biaya tunai yang dikeluarkan sebesar
Rp 26.841.000 dan biaya total sebesar Rp 38.069.666 sehingga pendapatan atas
biaya tunai yang diperoleh yaitu sebesar Rp 149.159.000 dan pendapatan atas
biaya total adalah sebesar Rp 137.930.334; maka diperoleh nilai R/C atas biaya
tunai sebesar 6,56 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 4,62.
Penelitian yang menganalisis mengenai pendapatan usahatani pada
komoditas sayuran dilakukan oleh Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana (2010).
Hasil penelititian Sujana (2010) menunjukkan bahwa penerimaan yang diterima
oleh petani tomat anggota kelompok tani adalah Rp 93.408.741 sedangkan total
biaya yang dikeluarkan adalah Rp 65.079.497; sehingga pendapatan atas biaya
total sebesar Rp 28.329.244 maka nilai R/C atas biaya total yang diperoleh yaitu
sebesar 1,44. Untuk petani tomat non anggota kelompok tani, memperoleh
penerimaan sebesar Rp 90.541.310 dan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp
69.776.249; sehingga pendapatan atas biaya total sebesar Rp 20.765.060 sehingga
menghasilkan nilai R/C atas biaya total sebesar 1,30. Nadhwatunnaja (2008)
menunjukkan bahwa pendapatan petani paprika hidroponik anggota Koptan Mitra
Sukamaju lebih tinggi dibandingkan petani non anggota petani paprika hidroponik
15
yaitu dengan pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani anggota Koptan
Mitra Sukamaju masing-masing sebesar Rp 19.638.973,12 dan Rp 7.916.973,12.
Sedangkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non
anggota masing-masing sebesar Rp 15.943.192,79 dan Rp 4.221.192,79. Begitu
juga dengan nilai R/C, nilai R/C pada petani anggota Koptan Mitra Sukamaju
lebih tinggi dibandingkan dengan non anggota, yaitu dengan nilai R/C atas biaya
tunai petani adalah 1,74 dan nilai R/C 1,21. Sedangkan nilai R/C petani non
anggota adalah 1,62 untuk biaya tunai dan 1.11 untuk biaya total. Walaupun
terdapat perbedaan karakteristik produk, namun secara garis besar dapat diambil
kesimpulan bahwa kegiatan usahatani sayuran, termasuk cabai merah memberikan
keuntungan bagi petani yang dapat dilihat dari hasil analisis pendapatan usahatani
yang nilainya lebih dari nol dan nilai R/C yang nilainya lebih dari 1.
Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi digunakan untuk
mengetahui sejauh mana efisiensi penggunaan faktor produksi (input) yang dapat
mempengaruhi produksi (output). Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor
produksi dapat dilakukan dengan menggunakan analisis fungsi produksi Cobb-
Douglas dan rasio NPM/BKM. Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglass
masih dilakukan oleh peneliti yang sama yaitu Nadhwatunnaja (2008) dan Sujana
(2010). Hasil penelitian keduanya menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) pada usahatani paprika hidroponik dan usahatani tomat apel
menunjukkan nilai lebih dari 50 persen dimana nilai tersebut mengartikan bahwa
model yang dihasilkan layak untuk meramalkan kondisi ke depan secara akurat.
Selain itu jika dilihat dari uji multikolinieritas melalui nilai VIF yang kurang dari
10, maka tidak terdapat masalah multikolinieritas pada kedua model penelitian
tersebut. Melalui uji statistik diperoleh bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
nyata terhadap produksi tomat apel pada petani anggota kelompok tani yaitu
variabel benih, pupuk kandang, pupuk P, pupuk K, pestisida cair dan tenaga kerja,
dan pada petani non kelompok tani variabel yang berpengaruh nyata pada
produksi tomat apel yaitu benih, pupuk kandang, pupuk K, pestisida cair dan
tenaga kerja. Sedangkan untuk produksi paprika hidroponik dari hasil penelitian
menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi pada
selang kepercayaan 99 persen adalah nutrisi dan pestisida, dimana pada selang
16
kepercayaan 99 persen mengartikan bahwa faktor-faktor produksi tersebut sangat
berpngaruh terhadap produksi paprika hidroponik, karena tingkat kesalahannya
hanya satu persen. Untuk selang kepercayaan 95 persen faktor produksi yang
dianggap berpengaruh adalah faktor produksi luas lahan. Sedangkan faktor
produksi yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi paprika adalah tenaga
kerja.
2.4 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, penulis mencoba menganalisis
pendapatan usahatani cabai merah keriting serta menganalisi faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Dengan adanya penelitian terdahulu, maka
dapat dilihat bahwa terdapat persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu
dengan penelitian ini. Persamaannya adalah sama-sama menganalisis tentang
pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani dengan
menggunakan alat analisis yang sama yaitu analisis pendapatan, analisis R/C ratio
dan analisis faktor fungsi produksi Cobb-Douglass. Untuk perbedaannya yaitu
lokasi penelitian yang berbeda, komoditi yang berbeda dan responden/petani yang
digunakan juga berbeda, sehingga hasil yang diharapkan juga berbeda.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Usahatani
Ada banyak definisi mengenai ilmu usahatani yang telah banyak di
kemukakan oleh mereka yang melakukan analisis usahatani, diantaranya yang
dikemukakan oleh Soekartawi (2006), bahwa yang dikatakan ilmu usahatani yaitu
suatu tujuan untuk mencapai keuntungan maksimum dimana seseorang harus
melakukan secara efektif dan efisien dalam mengalokasikan sumberdaya yang
ada. Pengertian efektif jika produsen dapat mengalokasikan sumberdaya sebaik-
baiknya dan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan
keluaran yang melebihi masukan.
Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal
relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada
rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi et al, 1986). Menurut Rahim A dan
Hastuti RDR (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi
pertanian, yaitu :
1. Lahan Pertanian
Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi
komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang
digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh
lahan tersebut. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari
segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek
kesuburan tanah, macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan dan
sebagainya) dan topografi (tanah dataran pantai, rendah dan dataran
tinggi).
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu
diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja
harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu
mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi
untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi.
Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja.
18
Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai.
Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut
usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja
keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain
menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli.
Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK),
sedangkan dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga
kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP).
3. Modal
Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi
kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses
tersebut, modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap (fixed
cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap (fixed cost) terdiri
atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang
dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses
produksi, sedangkan modal yang tidak tetap (variable cost) terdiri dari
benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.
Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala
usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani
sangat menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala
usahatani, makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya.
Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian
juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit
sangat menentukan keberhasilan usahatani.
4. Pupuk
Pupuk sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan
pupuk anorganik. Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir
dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan
binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano
dan tepung tulang. Sementara itu, pupuk organik atau pupuk buatan
19
merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk,
misalnya pupuk urea, TSP dan KCL.
5. Pestisida
Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi
hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang
mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada
tanaman.
6. Bibit
Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul
biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi
dibandingkan dengan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di
pasar.
7. Teknologi
Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap
tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh,
tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya
perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat
dipanen tiga kali setahun.
3.1.2 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang
diperoleh dengan harga jual, dimana dalam menghitung total penerimaan
usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan
usahatani (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Soekartawi et al. (1986)
berpendapat bahwa penerimaan dinilai berdasarkan perkalian antara total produksi
dengan harga pasar yang berlaku; yang mencakup semua produk yang dijual,
dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih,
digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan.
Menurut Soeharjo dan Patong (1973) bahwa penerimaan usahatani
berwujud pada tiga hal, yaitu :
1. Hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produk yang akan dijual.
Adakalanya yang dijual ialah hasil ternak, misalnya susu, daging dan telur.
20
Adakalanya pula yang dijual adalah hasil dari pekarangan yaitu pisang,
kelapa, dan lain-lain.
2. Produk yang dikonsumsi pengusaha dan keluarganya selama melakukan
kegiatan.
3. Kenaikan nilai inventaris. Nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani,
berubah-ubah setiap tahun. Dengan demikian akan ada perhitungan. Jika
terjadi kenaikan nilai benda-benda inventaris yang dimiliki petani, maka
selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun perhitungan merupakan
penerimaan usahatani.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam melihat penerimaan
usahatani adalah (1) Penerimaan tunai usahatani (farm receipt), yang didefinisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et
al, 1986). Pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Penerimaan tunai tidak
mencakup yang berupa benda. Sehingga, nilai produk usahatani yang dikonsumsi
tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani
yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani seperti pinjaman tunai, harus
ditambahkan. (2) Penerimaan Tunai luar usahatani, yang berarti penerimaaan yang
diperoleh dari luar aktivitas usahatani seperti upah yang diperoleh dari luar
usahatani. (3) Penerimaan Kotor Usahatani (gross return), yang didefenisikan
sebagi penerimaan dalam jangka waktu (biasanya satu tahun atau satu musim),
baik yang dijual (tunai) maupun yang tidak dijual (tidak tunai seperti konsumsi
keluarga, bibit, pakan, ternak). Penerimaan kotor juga sama dengan pendapatan
kotor atau nilai produksi.
3.1.3 Biaya Usahatani
Menurut Soekartawi dkk (1986) bahwa biaya adalah nilai penggunaan
sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang
bersangkutan. Sedangkan biaya usahatani menurut Rahim A dan Hastuti DRD
(2008) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan
dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang
maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya
tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan
sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
21
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak
tetap atau biaya variabel biasanya diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya di
pengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2006).
Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya
pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta
biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung
berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga.
Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan
alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam biaya
yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris
usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut
rusak, hilang atau terjadi penyusutan.
3.1.4 Pendapatan Usahatani
Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor
produksi. Menurut Soekartawi (2006) Pendapatan usahatani adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya. Adapun fungsi pendapatan memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Dijelaskan oleh
Soekartawi et all (1986) bahwa selisih antara penerimaan tunai usahatani dan
pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cash
flow) dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang
tunai. Soekartawi et all (1986) juga menjelaskan bahwa pendapatan usahatani
dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Dimana pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan yang diperoleh atas
biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas
biaya total merupakan pendapatan setelah dikurangi biaya tunai dan biaya
diperhitungkan
Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pd = TR – TC
TR = Y × Py
TC = FC + VC
22
dimana :
Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan (total revenue)
TC = total biaya (total cost)
FC = biaya tetap (fixed cost)
VC = biaya variabel (variable cost)
Y = produksi yang diperoleh dalam usahatani
Py = harga Y
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi
dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang
mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan,
ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaan input
modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status
penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaan input dan tingkat
pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Sedangkan faktor-
faktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana
transpotasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat
harga output dan input, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat
dan kebijaksanaan pemerintah.
3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan danBiaya (R/C)
Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang
dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/C ratio). Analisis Return Cost (R/C) ratio
merupakan perbandingan (ratio atau nisbah) antara penerimaan dan biaya (Rahim
A dan Hastuti DRD, 2008). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui
keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C dapat
menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam
satu satuan biaya.
Menurut Soekartawi (2006) bahwa R/C adalah perbandingan (nisbah)
antara penerimaan dan biaya. secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai
berikut :
a = R/C
23
R = Py × Y
C = FC + VC
a = [ (Py × Y) / (FC + VC) ]
dimana :
R = penerimaan
C = biaya
Py = harga output
Y = output
FC = biaya tetap (fixed cost)
VC = biaya variabel (variable cost)
R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai
manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa R/C dibedakan atas jenis
biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.
Adapun kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu jika R/C > 1, berarti penerimaan
yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai R/C < 1 maka tiap unit yang
dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan
kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha berada pada
kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan
keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian.
3.1.6 Teori Produksi
Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor
produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output
usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macam input
yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini
dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986),
fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi
(output).
Fungsi produksi dengan n jenis input X dan satu output Y dinyatakan
sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3,......,Xn)
24
Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh
sejumlah n input, dimana input X1, X2, X3,......,Xn dapat dikategorikan menjadi
dua, yaitu input yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk,
tenaga kerja dan lainnya; dan input yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti
iklim.
Menurut Soekartawi (2008) bahwa untuk megukur tingkat produktivitas
dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal (PM) dan
produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input X yang
dapat menyebabkan pertambahan/pengurangan satu satuan output (Y) sedangkan
produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total perjumlah input.
Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang
disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dalam elastisitas
produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output
sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Model yang sering
digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalah the law
of deminishing return. Model ini menunjukkan hubungan fungsional yang
mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Menurut Billas
dalam Rahim dan Astuti (2008), bila input dari salah satu sumber daya dinaikkan
dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya
yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu
titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil. Berikut
adalah gambar dari kurva fungsi produksi yang menunjukkan elastisitas produksi.
25
Gambar 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas ProduksiSumber : Soekartawi, 2003
Keterangan :TPP = Produk TotalAPP = Produk Rata-rataMPP = Produk MarjinalY = ProduksiX = Faktor Produksi
Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam
tiga daerah (Gambar 1) yaitu sebagai berikut :
1. Daerah produksi I dengan Ep > 1, merupakan daerah yang tidak rasional,
karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan
menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen.
Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena
OutputY
TPP
I II IIIEp >1 0< Ep<1 Ep <0
Input XdY/dX Y/X
APP
MP Input X
26
pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel
dinaikkan.
2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep ≤ 1, pada daerah ini penambahan input
sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi
sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan
tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah
produksi rasional.
3. Daerah produksi III dengan Ep < 0, pada daerah ini penambahan pemakaian
input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut
dengan daerah yang tidak rasional.
Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi
tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003):
1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan.
2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi.
3. Dapat diterima secara teoritis dan logis.
4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati.
Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan
fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi
análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi
(2003), antara lain : Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi
produksi Transendental dan Fungsi produksi Cobb-Douglass.
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan
hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas.
Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi
linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila
hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi
linear sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan
untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan
karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara
cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang
dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain,
maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan
27
dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya
mengunakan garis linear berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X
yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi
garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi
tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik.
Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam
prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu
variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebih baik dan tidak begitu bias
bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana.
Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linear (sederhana dan
berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru
mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum akan tercapai bila turunan pertama
dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu
menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan
menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki
oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor
produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya yaitu: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena
dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya
menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d)
dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam
fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum
yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah
kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi
terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif
(Soekartawi dalam Putra, 2011).
3.1.7 Fungsi Produksi Cobb-Douglass
Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi di lokasi
penelitian adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Rahim
dan Hastuti (2008) mengatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas adalah
suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel
bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable).
28
Menurut Soekartawi (2008) bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan
suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel
yang satu disebut variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut
dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya
berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input.
Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada
pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, antara lain:
a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas
menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor
produksi yang digunakan dalam menghasilkan output.
b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi
yang berlangsung.
c). Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan dalam bentuk log
e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.
d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk
persamaan linear.
e). Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian
khususnya bidang pertanian.
f). Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien
regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkan return to scale.
Disamping kelebihan yang dimiliki, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki
kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Heady dan Dillon (1964) dalam
Nugroho (2008) adalah: 1). model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga
tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; 2). Nilai
pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan bias apabila faktor produksi
yang digunakan tidak lengkap; 3). Model tidak dapat digunakan untuk menduga
tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaanya adalah nol;
dan 4). Apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input di atas rata-
rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas.
29
Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis
sebagai berikut :
Y = aX1b1 X2
b2 X3b3 ........Xn
bn eu
dimana :
Y = Variabel yang dijelaskan
X = Variabel yang menjelaskan
a,b= Besaran yang akan diduga
u = kesalahan
e = Logaritma natural (e = 2,718)
Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier,
maka model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :
Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + ...... + bn ln xn + u
Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi
(output) digunakan analisis numerik menggunakan metode Ordinary Least Square
(OLS). Metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa :
1. Variasi unsur sisa menyebar normal
2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang
diharapkan bersyarat (conditional expected value).
3. Homoskedasitas atau ragam merupakan bilangan tetap.
4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas)
5. Tidak ada hubungan linier sempurna antara peubah bebas.
6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan.
3.1.8 Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale)
Rahim A dan Hastuti RDR (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui
skala usahatani dapat dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter
elastisitasnya, yaitu :
β1 + β2 + .......+ βn
Dengan mengikuti kaidah return to scale (RTS) yaitu :
1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing
return to scale), bila β1 + β2 + .......+ βn > 1, berarti bahwa proporsi
penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang
proporsinya lebih besar.
30
2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to
scale), bila 0 < β1 + β2 + .......+ βn ≤ 1, berarti bahwa dalam keadaan
demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan
penambahan faktor produksi yang diperoleh.
3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing
return to scale), bila β1 + β2 + .......+ βn < 0, berarti bahwa proporsi
penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tanaman cabai merah keriting sudah cukup lama dibudidayakan dan
merupakan salah satu komoditas pertanian yang disukai oleh para petani di Desa
Citapen untuk dibudidayakan. Hal ini karena kondisi geografis di Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor sangat cocok untuk tanaman cabai merah
keriting. Namun kondisi geografis tersebut tidak serta merta meningkatkan
produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen, hal ini dikarena dalam
peningkatan produktivitas harus di dukung pula dengan penggunaan input-input
produksi yang berimbang.
Masalah bagi petani di Desa Citapen dalam usahatani cabai merah
keriting, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi produktivitas yang
masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, yakni hanya sebesar 7,33
ton per hektar, dimana produktivitas optimal cabai merah keriting seharusnya
mampu mencapai 13-17 ton per hektar. Secara teoritis, produktivitas dapat
menggambarkan penggunaan input (faktor produksi) dalam suatu usahatani.
Selain terkait dengan penggunaan input produksi, produktivitas yang belum
optimal juga dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani cabai
merah keriting Desa Citapen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan
melihat fakta di lapangan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa
Citapen. Dengan harapan agar bermanfaat bagi petani atau pihak lain dalam
penyajian informasi tentang usahatani padi organik dan sebagai rekomendasi bagi
pihak pemerintah dalam pembuatan kebijakan.
Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani.
Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis
31
pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani
sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam
usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam
menggunakan sumberdaya yang ada. Dan analisis faktor-faktor produksi
usahatani cabai merah keriting berfungsi untuk melihat input-input apa saja yang
dapat mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen.
Hasil analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi usahatani akan menjadi
rekomendasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Berdasarkan uraian diatas,
maka kerangka operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen masih belummampu mencapai produktivitas optimal, sehingga diduga
mempengaruhi pendapatan usahatani dan sangat erat kaitannyadengan penggunaan faktor-faktor produksi
Analisi faktor-faktorproduksi
- Benih (X1)- Pupuk kandang (X2)- Pupuk NPK (X3)- Pupuk SP-36 (X4)- Pupuk KCL (X5)- Pestisida (X6)- Nutrisi (X7)- Tenaga Kerja (X8)
Analisis Fungsi ProduksiCobb-Douglass
Analisis PendapatanUsahatani
- Penerimaan usahatani- Biaya usahatani- Pendapatan usahatani- R/C
Informasi Pendapatan Usahatani dan EfisiensiPenggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Cabai
Merah keriting di Desa Citapen
32
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Desa Citapen telah
menjadikan cabai merah keriting sebagai komoditas unggulan dimana hal ini di
dukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan cabai merah
keriting. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Mei 2011 sampai
dengan Juli 2011 dikarenakan pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen
cabai merah keriting.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan
petani responden. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan
kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada
tahap pemasaran.
Pengambilan data yang diperoleh melalui data primer, menurut waktu
penggunaannya adalah menggunakan jenis data cross section dimana data yang
diambil adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu, yaitu data yang
diambil dari petani cabai merah keriting yang melakukan musim tanam Oktober
2010 sampai dengan Januari 2011. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari
laporan atau catatan setiap petani, Perpustakaan Pertanian Kota Bogor, BP3K
Kecamatan Ciawi, Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor, artikel dan literatur yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan serta catatan atau laporan dari Gapoktan
Rukun Tani yang terletak di Desa Citapen.
4.3 Metode Pengambilan Responden
Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani cabai
merah keriting Desa Citapen yang membudidayakan cabai merah keriting pada
msim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Pemilihan petani
33
responden pertama diperoleh melalui informasi dari Ketua Gapoktan Rukun Tani
yang ada di Desa Citapen. Sedangkan untuk petani responden selanjutnya
dilakukan dengan metode snowball sampling, yaitu responden dipilih melalui
rekomendasi dan saran dari responden sebelumnya, yang diambil sesuai dengan
kriteria sebaran normal yakni sebanyak 30 petani. Metode ini dilakukan karena
tidak terdapat data mengenai daftar petani cabai merah keriting yang ada di Desa
Citapen.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
pengamatan langsung (obsevasi) dan metode kuesioner. Pengamatan langsung
(observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan
budidaya cabai merah keriting yang berlangsungnya di lokasi penelitian. Peneliti
juga melakukan wawancara dengan para petani dan ketua Gapoktan Rukun Tani
untuk mengetahui sistem budidaya cabai merah keriting.
4.5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis
secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam
bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuan Microsof Office
Excel dan bantuan Minitab versi 15.
4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Rahim dan Hastuti (2008) biaya usahatani merupakan
pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam
mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Penerimaan
usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya,
dimana pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau
biaya diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar
pengeluaran tunai yang dibutuhkan petani untuk mejalankan kegiatan
usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya
34
pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga
diperhitungkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus :
- Pendapatan (π) = TR - TC
- Pendapatan (π) = (P × Q) – (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan)
dimana :
TR = Total Penerimaan
TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan
4.5.2 Analisis R/C
Setelah melakukan analisis penerimaan dan biaya usahatani selanjutnya
akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan
dan biaya (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang
diperoleh dari usaha tertentu (dihitung selama satu periode) cukup
menguntungkan. R/C meliputi R/C tunai dan R/C total, R/C tunai merupakan
perbandingan penerimaan dengan biaya tunai sedangkan R/C total merupakan
perbandingan penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Formulasi rumus
sebagai berikut :
Penerimaan Total Q × PR/C = =
Biaya Total BT + BDdimana :
Q = Total Produksi (Kg)
P = Harga Jual Produk (Rp)
BT = Biaya Tunai (Rp)
BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)
Secara teoritis R/C menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya. Apabila nilai
R/C > 1 maka usahatani yang dilakukan menguntungkan, namun sebaliknya
apabila nilai R/C < 1 maka usahatani yang dilakukan tidak mendatangkan
keuntungan atau rugi.
4.5.3 Analisis Faktor-faktor yang MempengaruhiProduksi Cabai Merah Keriting
Penelitian ini menganalisis fungsi produksi dengan menggunakan fungsi
produksi Cobb Douglass. Menurut Soekartawi dalam Rahim A dan Hastuti RDR
35
(2008) fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan
variabel tidak bebas/dependent variable).
Karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan
diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi sebelum seseorang menggunakan fungsi Cobb-Douglas.
Persyaratan tersebut antara lain 1). tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol.
Sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui
(infinite) 2). dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective
technologies), ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglass yang dipakai sebagai
model dalam suatu pengamatan; dan bila diperlukan analisis yang memerlukan
lebih dari satu model katakanlah dua model, maka perbedaan model tersebut
terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut
3). tiap variabel x adalah perfect competition 4). perbedaan lokasi (pada fungsi
produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan.
Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglass pada penelitian ini
didasari dengan alasan 1). bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih
mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain 2). hasil pendugaan garis melalui
fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga
menunjukkan besaran elastisitas 3). besaran elastisitas tersebut sekaligus
menunjukkan tingkat besaran returns to scale.
Pada fungsi produksi Cobb- Douglass, untuk menganalisi hubungan antara
faktor-faktor produksi digunakan alat analisis regresi dengan Ordinary Least
Square (OLS). Metode ini digunakan untuk menguji nilai F-hitung, t-hitung dan
R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi
OLS, meliputi multikolinieritas, homosdekisitas dan normalitas error. Apabila
asumsi tesebut dapat dipenuhi maka koefisien regresi (parameter) yang diperoleh
merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias (Gujarati 1978 dalam Nurmala,
2011). Adapun tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai
berikut :
36
1. Identifikasi Variabel Bebas dan Terikat
Identifikasi variabel dengan mendaftarkan faktor-faktor produksi yang
diduga berpengaruh dalam usahatani cabai merah keriting. Variabel yang menjadi
variabel dependent (variabel yang dipengaruhi) adalah produksi cabai merah
keriting. Faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani Desa Citapen dalam
usahatani cabai merah keriting, antara lain benih, pupuk kandang, Kapur, NPK,
ZA, SP-36, KCL, pestisida, nutrisi dan tenaga kerja, dimana dari faktor-faktor
produksi tersebut tidak seluruhnya dijadikan sebagai variabel independent
(variabel yang mempengaruhi). Adapun variabel yang diduga menjadi variabel
independent (variabel yang mempengaruhi) antara lain benih benih, pupuk
kandang, NPK, SP-36, KCL, pestisida, nutrisi dan tenaga kerja. Variabel
independent tersebut ditentukan berdasarkan pada penggunaan input yang
digunakan oleh 30 petani responden, artinya dari seluruh petani responden tidak
ada satu pun petani yang tidak menggunakan input-input produksi tersebut.
Sedangkan untuk input produksi kapur dan pupuk kimia ZA tidak termasuk ke
dalam model fungsi produksi.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa kapur dan pupuk kimia
ZA tidak dimasukkan kedalam model, dikarenakan kapur dan pupuk kimia ZA
jarang digunakan oleh petani responden, dimana hanya ada 11 orang petani
responden yang menggunakan kapur dan untuk pupuk kimia ZA hanya digunakan
oleh delapan orang petani responden, sehingga untuk petani responden yang tidak
menggunakan input produksi kapur dan pupuk kimia ZA bernilai nol. Kondisi ini
tidak memenuhi salah satu persyaratan dalam menganalisis fungsi produksi Cobb
Douglas, dimana menurut Soekartawi (1990) bahwa salah satu syarat dalam
menganalisis fungsi produksi Cobb Douglas adalah tidak ada nilai pengamatan
yang bernilai nol, sebab nilai logaritma dari bilangan nol adalah suatu bilangan
yang besarnya tidak diketahui.
2. Analisis Regresi
Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis
sebagai berikut :
Y = aX1b1 X2b
2 X3b3 ........Xn
bneu
dimana :
37
Y = Variabel yang dijelaskan (variabel dependent)
X = Variabel yang menjelaskan (variabel independent)
a,b= Besaran yang akan diduga
u = kesalahan
e = Logaritma natural (e = 2,718)
Fungsi produksi Cobb-Douglass dapat diubah menjadi bentuk regresi
linier, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + b7
ln X7 + b8 ln X8 + u
dimana :
Y = produksi cabai merah keriting (Kg)
a = konstanta
b1...b8 = koefisien arah regresi masing-masing variabel bebas
X1 = benih cabai merah keriting (gr)
X2 = pupuk kandang (Kg)
X3 = pupuk NPK (Kg)
X4 = pupuk SP-36 (Kg)
X5 = pupuk KCL (Kg)
X6 = pestisida (Lt)
X7 = nutrisi (Lt)
X8 = tenaga kerja
u = Gangguan stokhastik atau kesalahan
Dengan menggunakan regresi linier ini maka akan diperoleh besarnya nilai
t-hitung, F-hitung dan R2. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik
apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai,
secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y).
Apabila hasilnya menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel, maka
parameter yang di uji tersebut berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas,
namun apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai t-tabel, maka parameter tersebut
tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas.
Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang
digunakan yaitu X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8 secara bersama-sama berpengaruh
38
nyata terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila hasil dari F-hitung lebih besar
dari F-tabel, maka parameter bebas tersebut secara bersama-sama berpengaruh
nyata terhadap parameter tidak bebas, dan sebaliknya. Koefisien determinasi (R2)
adalah besaran yang dipakai untuk menunjukkan sampai sejauh mana keragaman
determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaman hasil
produksi dapat dijelaskan oleh faktor produksinya.
3. Pengujian Hipotesa
Pengujian hipotesa ini dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi
yang dihasilkan dari pengolahan data, pengujian yang dilakukan yaitu :
a. Pengujian terhadap Model penduga
Pengujian terhadap model penduga dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak atau tidak untuk
menduga parameter dan fungsi produksi. Prosedur untuk mengevaluasi model
penduga dilakukan melalui kriteria :
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran
deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya.
Koefisien determinasi (R2) mengukur besaranya keragaman total data yang
dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1- R2) dijelaskan oleh komponen
error. Semakin tinggi nilai R2 berarti model dugaan yang diperoleh
semakin akurat untuk meramalkan variabel dependent, atau dengan kata
lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin
tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana besar
keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter
tidak bebas (Y).
Uji Signifikansi Model Penduga
Pemeriksaan akurasi model dugaan, disamping menggunakan ukuran
deskriptif melalui koefisien determinasi (R2), juga dibutuhkan pemeriksaan
melalui inferensia statistika yakni uji signifikansi model penduga. Hasil
uji signifikansi model dugaan, dapat dilihat di bagian Analysis of Variance,
yaitu pada nilai F. Adapun kriteria pengujiannya adalah dengan
39
membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel, yaitu apabila nilai F-
hitung > F-tabel (n-k-1) pada taraf nyata α maka disimpulkan secara
bersama-sama variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap
produksi, begitu juga sebaliknya apabila nilai F-hitung < F-tabel (n-k-1)
pada taraf nyata α maka disimpulkan variabel yang digunakan secara
bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.
Uji untuk Masing-masing Parameter
Apabila model dugaan disimpulkan signifikan, maka perlu perlu diperiksa
lebih lanjut, variabel bebas mana saja yang berpengaruh signifikan
terhadap variabel tidak bebas.
t – hitung > t-tabel (α, n-k-1), maka tolak H0
t – hitung < t-tabel (α, n-k-1), maka terima H0
dimana :
n = jumlah variabel
k = jumlah data
Jika H0 ditolak, maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata
terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan sebaliknya bila terima H0
maka variable bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas
(produksi). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai
P, dengan kriteria jika nilai P-value < α, maka variabel yang di uji (faktor
produksi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (produksi) dan
sebaliknya apabila P-value > α, maka variabel yang di uji tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas.
Asumsi OLS
Metode pendugaan OLS bersifat BLUE, bila asumsi OLS terpenuhi.
Adapun asumsi OLS yang dimaksud adalah :
1) Model linier dalam koefisien (parameter)
2) Tidak terdapat Multikolinier diantara variabel bebas, dimana untuk
menguji adanya multikolinieritas, diantaranya menggunakan kriteria
Variance Inflation Factor variabel independent ke-j (VIFxj). Apabila
nilai VIFxj lebih besar dari 10, maka disimpulkan terdapat masalah
multikolinieritas diantara variabel independent.
40
3) Komponen Error tidak berpola (acak/random), menyebar normal
dengan nilai tengah nol dan ragamnya homogen (Homoskedisitas).
b. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk
melaksanakan penelitian adalah bahwa semua faktor produksi yaitu benih (X1),
pupuk kandang (X2), NPK (X3), SP-36 (X4), KCL(X5), pestisida (X6), nutrisi (X7),
dan tenaga kerja (X8) memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh
nyata terhadap tingkat produksi cabai merah keriting.
4.6 Definisi Operasional
1. Petani cabai merah keriting, adalah petani yang melakukan budidaya tanaman
cabai merah keriting, memproduksi dan melakukan penjualan cabai merah
keriting.
2. Luas lahan garapan, adalah luas areal usahatani cabai merah keriting yang
merupakan lahan yang dipakai untuk menanam cabai keriting dengan
tanaman tumpangsari dalam satuan hektar.
3. Modal, adalah barang ekonomi berupa lahan, bangunan, alat-alat dan mesin
tanaman di lapangan, sarana produksi dan uang tunai yang digunakan untuk
menghasilkan cabai merah keriting diukur dalam satuan rupiah.
4. Tenaga kerja, adalah yang digunakan dalam proses produksi baik untuk
persiapan bibit, pengolahan lahan, penanaman dan pemeliharaan, pemanenan
dan pengangkutan. Tenaga kerja ini dibedakan menjadi tenaga kerja dalam
dan luar keluarga. Seluruh tenaga kerja disetarakan dengan hari orang kerja
(HOK).
5. Produksi total, adalah hasil cabai merah keriting yang didapat dari luas lahan
tertentu, diukur dalam satuan kilogram.
6. Biaya tunai, adalah besarnya nilai uang tunai yang dikeluarkan petani untuk
membeli pupuk, bibit, insektisida dan pestisida, upah tenaga kerja luar
keluarga dan lain-lain dalam satuan rupiah.
7. Biaya yang diperhitungkan, adalah pengeluaran unutk pemakaian input milik
sendiri dan pembayaran upah tenaga kerja untuk keluarga, berdasarkan
tingkat upah yang berlaku.
41
8. Biaya total, merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan.
9. Harga produk, adalah harga cabai merah keriting ditingkat petani dalam satu
musim panen. Satuan yang digunakan adalah rupiah per kilogram.
10. Penerimaan usahatani, merupakan nilai produksi yang diperoleh dari produk
total dikalikan dengan harga jual ditingkat petani. Satuan yang dipakai
adalah rupiah.
11. Pendapatan usahatani, merupakan selisih antara penerimaan dan biaya
usahatani. Karena ada dua macam biaya, maka perhitungan pendapatan
dilakukan atas biaya tunai dan biaya toatal. Pendapatan atas biaya tunai
merupakan selisih penerimaan usahatani dengan biaya tunai, sedangkan
pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan usahatani
dengan biaya total.
12. Produktivitas adalah hasil yang diperoleh per luas lahan, diukur dalam
kilogram perluas lahan.
13. Harga Tingkat Petani, adalah harga transaksi yang dilakukan antara petani
dan pembeli/tengkulak di lokasi produk dihasilkan.
14. Harga Eceran/ Harga Konsumen, adalah harga transaksi antara penjual dan
pembeli untuk setiap cabai merah yang diecerkan.
42
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen
Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan
Kabupaten Bogor, tercatat bahwa Kabupaten Bogor terdiri dari 40 Kecamatan,
428 Desa/Kelurahan, 3.639 rukun warga, 14.403 rukun tetangga yang terdapat
dalam registrasi.
Luas lahan yang dimiliki Desa Citapen menurut ekosistem di WKBP3K
Ciawi pada tahun 2009 yaitu seluas 393,0 Ha dengan rincian lahan basah
sederhana seluas 115 Ha, lahan basah tadah hujan 38 Ha dan lahan kering iklim
basah seluas 240 Ha. Jarak jangkauan ke kantor kecamatan ±10 Km, dan jarak ke
ibu kota kabupaten ±25 Km. Sedangkan jarak ke Pasar Teknik Umum (TU)
Induk Kemang ±25 Km, jarak ke Pasar Induk Jakarta ±60 dengan alat transportasi
lancar.
Wilayah desa Citapen berada pada ketinggian tempat antara 450 m dpl
sampai dengan 800 mdpl. Drainase baik dan sangat cocok untuk diusahakan
berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan juga pemeliharaan ternak. Secara
topografi Iklim di wilayah desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu
rata – rata antara 20oC sampai 32oC dengan keasaman tanah (pH) antara 4,5
sampai 7. Menurut ekosistem yang ada, pemanfaatan lahan sawah dan darat bisa
ditanami sepanjang tahun/tidak ada lahan bera. Jenis tanah latosol, andosol,
inseptisol sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi tanaman.
Jumlah penduduk desa Citapen adalah 8.491 orang yang terdiri dari 4.481
orang laki-laki dan 4.410 orang perempuan. Jumlah Kepala Keluarga (KK) adalah
2.105 dan jumlah KK Tani 1.684 KK atau sekitar 80% dari KK yang ada, bermata
pencaharian di sektor pertanian.
5.2 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Penduduk merupakan salah satu indikator penting dari perkembangan dan
pembangunan suatu wilayah, sehingga perlu laju pertumbuhan penduduk perlu
diperhatikan dengan baik. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi akan
mencerminkan laju pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi pula. Salah satu
43
indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah adalah dengan melihat
pertumbuhan ekonomi dan sumber daya manusia yang handal di wilayah tersebut.
Jumlah penduduk di Desa Citapen pada tahun 2009 mencapai 8.496 jiwa,
dimana penduduk perempuan berjumlah 4.054 jiwa dan jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 4.442 jiwa. Desa Citapen jumlah penduduk laki-laki lebih besar
dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan dengan persentase 52,3 persen
untuk laki-laki dan 47,7 persen untuk perrempuan. Sebagian besar penduduk
Desa Citapen baik laki-laki maupun perempuan berada pada usia produktif, yaitu
usia antara 14 sampai 45 tahun. Jumlah penduduk laki-laki pada usia produktif
adalah 2.443 jiwa atau 55 persen dan penduduk perempuan pada usia produktif
berjumlah 2.229 jiwa atau 54,98 persen. Jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Umur dan Jenis KelaminTahun 2009
Golongan Umur Laki-laki(Jiwa)
Perempuan(Jiwa)
Perssentase (%)
Laki-laki Perempuan
0 - 14 Tahun 1332 1013 29,99 24,99
14 - 45 Tahun 2443 2229 55,00 54,98
> 46 Tahun 667 812 15,02 20,03
Jumlah 4442 4054 100,00 100,00
Sumber : Data Kependudukan Kecamatan Ciawi Tahun (2009), diolah
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan,
pertumbuhan dan perkembangan suatu daerah, serta merupakan faktor utama
untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM). Jumlah penduduk menurut
tingkat pendidikan akan berimplikasi pada keadaan sumber daya manusia baik
dari segi kualitas maupun kuantitasnya, karena semakin tinggi tingkat pendidikan
yang dicapai maka semakin tinggi kemampuan ekonomi, sosial, dan budaya serta
kemampuan sumber daya manusianya. Tingkat pendidikan di Desa Citapen dapat
digolongkan menjadi beberapa jenjang pendidikan diantaranya adalah belum
sekolah, tidak pernah sekolah, SD tidak tamat, SD, SLTP, SLTA, Diploma 1,2,3
dan Sarjana.
44
Pada tahun 2009 penduduk di Desa Citapen didominasi oleh penduduk
yang tamat SD yaitu sebanyak 1.312 jiwa atau sebesar 35,06 persen. Sedangkan
yang belum sekolah sebanyak 967 jiwa atau sebesar 25,84 persen, jumlah
penduduk yang tidak tamat jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) adalah 125
jiwa atau sebesar 3,34 persen, sedangkan jumlah penduduk yang tamat jenjang
pendidikan SLTP adalah 783 jiwa atau sebesar 20,92 persen, untuk jumlah
penduduk yang tamat jenjang pendidikan SLTA sebanyak 493 jiwa atau sebesar
13,17 persen, kemudian untuk jumlah penduduk yang tamat jenjang pendidikan
akademi (DIII) adalah 29 jiwa atau 0,77 persen dan untuk jumlah penduduk yang
tamat jenjang pendidikan Perguruan Tinggi sebanyak 33 jiwa atau sebesar 0,88
persen. Kondisi masyarakat Desa Citapen berdasarkan tingkat pendidikan pada
tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Citapen Berdasarkan tingkat Pendidikan Tahun2009
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) %
1 Belum Sekolah 967 25,84
2 Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah 0 0,00
3 SD tidak tamat 125 3,34
4 Tamat SD/Sederajat 1312 35,06
5 SLTP/Sederajat 783 20,92
6 SLTA/Sederajat 493 13,17
7 Diploma (1,2,3) 29 0,77
8 S-1, S-2, S-3 33 0,88
Jumlah Penduduk 3742 100,00
Sumber : Pemerintah Kabupaten Bogor Kecamatan Ciawi (2009), diolah
Mata pencaharian penduduk Desa Citapen sebagian besar adalah sebagai
petani tanaman pangan dan buruh tani. Faktor ini disebabkan dengan keadaan
alam di wilayah ini yang subur sehingga cocok untuk lahan pertanian dan kondisi
alam dengan ketinggian tempat 450 sampai 700 DPL, dimana kondisi ini sangat
cocok untuk aktivitas pertanian, khususnya pertanian dataran tinggi termasuk
untuk budidaya sayuran dan padi, walaupun terdapat juga beberapa wilayah yang
45
dijadikan wilayah perkebunan, perikanan dan peternakan. Sehingga masyarakat
Desa Citapen lebih memilih menjadi petani sebagai mata pencaharian.
Penduduk di Desa Citapen yang bermata pencaharian sebagai petani
adalah sebanyak 535 jiwa atau 24 persen. Maka sektor ini merupakan sumber
pendapatan utama yang menopang hidup masyarakat di Desa Citapen. Adapun
mata pencaharian dengan persentase terkecil adalah jenis pekerjaan TNI/Polri
yaitu sebanyak 2 jiwa atau hanya 0,1 persen. Kondisi penduduk Desa Citapen
berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Citapen Menurut Mata Pencaharian Tahun2009
Jenis Pekerjaan Jumlah penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Petani Tananman Pangan 535 24,0
Peternak 66 3,0
RTP Perikanan 111 5,0
Perkebunan 89 4,0
Pedagang 245 11,0
TNI/Polri 2 0,1
PNS 17 0,8
Jasa 312 14,0
Buruh Tani 223 10,0
Lain-lain 631 28,3
Total 2231 100,0
Sumber : Data kependudukan Kecamatan Ciawi (2009), diolah
5.3. Karakteristik Petani Contoh
Petani responden dalam penelitian ini adalah petani yang berusahatani
cabai merah keriting yang ada di Desa Citapen, dimana responden yang dipilih
adalah petani yang melakukan musim tanam antara Oktober 2010 sampai dengan
Januari 2011, hal ini dilakukan agar informasi yang diperoleh dari hasil
wawancara lebih akurat. Beberapa karakteristik responden yang dianggap penting
meliputi status usaha, umur, pendidikan, luas lahan, pengalaman dalam usahatani
cabai merah keriting dan kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap
penting karena selain mempengaruhi pelaksanaan usahatani terutama dalam
46
pelaksanaan teknik budidaya yang nantinya akan berpengaruh terhadap produksi,
juga diperlukan untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap biaya,
penerimaan dan pendapatan usahatani serta produktivitas tanaman cabai merah
keriting.
5.3.1 Status Usaha
Seluruh petani yang menjadi responden menjadikan bertani sebagai mata
pencaharian utama. Selain karena kondisi lahan yang cocok untuk dijadikan lahan
pertanian juga disebabkan karena kebiasaan yang secara turun temurun dari orang
tua yang sejak kecil dilatih bertani, maka sebagian besar penduduknya hanya
memiliki keahlian sebagai petani. Karakteristik petani responden dilihat dari
status usahanya dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting di Desa CitapenBerdasarkan Status Usaha
Status Usaha Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Utama 29 97
Sampingan 1 3
Jumlah 30 100
5.3.2 Umur
Petani cabai merah keriting di Desa Citapen, berdasarkan tingkat umurnya
dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu responden petani di bawah 20
tahun, 21-50 tahun, dan kelompok usia 51 tahun keatas. Jumlah petani responden
pada usia 21 – 50 tahun yakni sebanyak 26 orang atau 87 persen, sedangkan
sisanya untuk petani pada usia lebih dari 51 tahun yaitu sebanyak 4 orang atau 13
persen.
Gambaran tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan bertani banyak
dilakukan oleh penduduk yang berusia produktif, yang mana pada usia tersebut
mereka masih mempunyai kekuatan fisik yang memadai dan semangat yang
tinggi, sehingga dapat melakukan kegiatan pertanian dengan baik. Sedangkan
untuk usia lebi dari 51 tahun, kemampuan fisiknya sudah terbatas, walaupun
apabila dilihat dari segi pengalaman, memungkinkan pada usia ini memiliki
47
pengalaman yang jauh lebih banyak. Data mengenai karateristik petani responden
berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting BerdasarkanUmur
Kelompok Umur Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
< 20 0 0
21 – 50 26 87
> 51 4 13
Jumlah 30 100
5.3.3 Pendidikan
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh dalam melaksanakan kegiatan
usahatani, baik cara terhadap cara pengelolaan secara teknis ataupun terhadap
manajemen kegiatan usahatani dan penyerapan teknologi baru, dengan tingkat
pendidikan yang tinggi diharapkan para petani mampu menjalankan kegiatan
usahataninya dengan lebih baik, karena didukung oleh pengetahuan dan wawasan
yang semakin luas. Tingkat pendidikan cukup berpengaruh dalam pelaksanaan
usahatani cabai merah keriting, termasuk dalam tingkat penyerapan teknologi
baru. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas, pada umumnya
menggunakan teknologi secara sederhana dan turun temurun dalam kegiatan
usahataninya.
Tingkat pendidikan petani responden terdiri dari Sekolah Dasar (SD) dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) serta Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebagian besar petani responden yang menjadi petani cabai merah keriting adalah
dengan tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 22 orang atau 73 persen, SLTP
sebanyak 3 orang atau 10 persen dan SMA sebanyak 5 orang atau 17 persen.
Karakteristik dari petani cabai merah keriting yang menjadi responden di Desa
Citapen berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 11.
48
Tabel 11. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting BerdasarkanTingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
SD 22 73
SLTP 3 10
SMA 5 17
Jumlah 30 100
5.3.4 Pengalaman dalam Usahatani Cabai Merah Keriting
Pengalaman dalam usahatani dapat mempengaruhi kemampuan dalam
mengelola usahatani, dengan pengalaman yang cukup lama petani memiliki
pemahaman yang lebih baik terhadap usahatani yang dijalankannya. Pemahaman
yang lebih baik tersebut dapat berupa kemampuan dalam menentukan dan
mengorganisasikan faktor produksi yang digunakan ataupun dalam bentuk
penanganan masalah yang dihadapi secara baik. Tingkat pengalaman yang
dimiliki oleh seorang petani, dapat dilihat dari berapa lama petani tersebut terjun
dalam kegiatan usahatani.
Sebagian besar petani memiliki pengalaman dalam usahatani cabai merah
keriting cukup lama, karena mata pencaharian bertani adalah usaha turun temurun.
Dengan demikian, secara teknis para petani ini sudah sangat mengetahui apa yang
harus dilakukan apabila terdapat masalah, baik hama ataupun penyakit yang
dihadapi dalam usahatani cabai merah keritingnya. Adapun lama pengalaman
bertani pada petani responden Desa Citapen dibagi menjadi tiga yaitu pengalaman
bertani kurang dari 5 tahun yakni sebanyak 5 orang atau 17 persen, pengalaman
bertani antara 5 sampai dengan 10 tahun yakni sebanyak 9 orang atau 30 persen
dan pengalaman bertani lebih dari 10 tahun sebanyak 16 orang atau 53 persen.
Karakteristik responden petani cabai merah keriting berdasarkan pengalaman
bertaninya dapat dilihat pada Tabel 12.
49
Tabel 12. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting BerdasarkanPengalaman Bertani
Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
< 5 5 17
5 - 10 9 30
> 10 16 53
Jumlah 30 100
5.3.5 Luas Areal Usahatani Cabai Merah Keriting
Petani responden di Desa Citapen memiliki luas lahan yang diusahakan
untuk usahatani cabai merah keriting cukup beragam, yaitu antara 0,06 – 5 hektar
dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,837 hektar. Persentase luas lahan tertinggi
berada pada kategori luas lahan antara 0,5 – 1 hektar, yaitu sebesar 63 persen atau
sebanyak 19 orang dari total petani responden, sedangkan luas lahan kuran dari
0,5 hektar sebesar 10 persen atau sebanyak 3 orang dan untuk luas lahan lebih dari
satu hektar sebesar 27 persen atau sebanyak delapan orang. Karakteristik sebaran
responden berdasarkan luas lahannya dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting BerdasarkanLuas Lahan
Luas Lahan (Hektar) Jumlah (orang) Persentase (%)
< 0,5 3 10
0,5 - 1 19 63
> 1 8 27
Jumlah 30 100
5.3.6 Status Kepemilikan Lahan
Sebagian besar petani responden, merupakan petani penyewa dengan
persentase 77 persen atau sebanyak 23 orang, dan 23 persen atau sebanyak 7
orang dengan petani dengan status kepemilikan lahan sebagai pemilik. Lahan
yang dimiliki oleh petani ada yang berasal dari hasil membeli sendiri dan adapula
yang berasal dari warisan yang telah menjadi hak milik. Karakteristik petani
50
cabai merah keriting dapat dilihat berdasarkan status kepemilikian lahannya dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Karakteristik Responden Petani Cabai Merah Keriting StatusKepemilikan Lahan
Status Kepemilikan Jumlah Responden (orang) Persentase (%)
Pemilik 7 23
Penyewa 23 77
Jumlah 30 100
51
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Gambaran Umum Usahatani CabaiMerah Keriting di Desa Citapen
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pada umumnya sebagian besar
penduduk Desa Citapen adalah bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar
24 persen dari total seluruh penduduk Desa Citapen. Petani tersebut terdiri dari
petani padi sawah, petani sayuran, petani palawija dan sisanya adalah petani
campuran. Untuk kegiatan bertanam sayuran, disamping membudidayakan cabai
merah keriting, para petani juga membudidayakan komoditas lain seperti sawi
(caisin), mentimun, tomat, daun bawang dan kubis. Sebagian besar petani
membudidayakan cabai merah keriting secara monokultur, walaupun terdapat juga
petani yang membudidayakan cabai merah keriting secara tumpangsari dengan
sawi (caisin). Pada metode tumpangsari, cabai merah keriting merupakan
komoditas utama yang dibudidayakan sedangkan sawi (caisin) adalah komoditas
sampingan. Pada umumnya para petani melakukan metode tumpang gilir dalam
pembudidayaan cabai merah keriting, dalam artian bahwa setelah cabai merah
keriting selesai panen maka lahan digunakan untuk membudidayakan komoditas
lainnya seperti mentimun dan buncis, namun karena ruang lingkup penelitian
terbatas pada komoditas cabai merah keriting, maka yang akan menjadi
pembahasan adalah hanya komoditas cabai merah keriting saja. Adapun
gambaran kegiatan usahatani cabai merah keriting yang dilakukan oleh petani
Desa Citapen dapat dilihat pada penjelasan berikut dibawah ini.
6.1.1 Persemaian
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menyemai benih cabai
adalah menyiapkan media tanam, yakni berupa campuran dua ember tanah subur
yang telah diberikan kapur untuk menetralkan PH tanah dan satu ember pupuk
kandang. Tanah dan pupuk kandang ini harus diayak terlebih dahulu, kemudian
bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk hingga rata. Setelah itu media tanam
tersebut dimasukkan ke dalam polybag berukuran 12 × 8 cm yang sudah
dilubangi guna meneruskan kelebihan air siraman. Setelah itu polybag diletakkan
di bedengan tersendiri.
52
Bedengan pembibitan harus aman dari berbagai gangguan. Salah satu cara
yang dilakukan oleh petani adalah dengan membuat atap dari plastik transparan.
Tinggi atap plastik dari permukaan bedengan sekitar 0,5 meter. Selain berguna
untuk mencegah terpaan dari sinar matahari langsung, atap plastik juga berfungsi
menjaga bedengan dari siraman air hujan, perlindungan terhadap hama penyakit
dan menjaga kelembaban. Beberapa pekerjaan yang dilakukan petani cabai merah
keriting di Desa Citapen adalah penyiraman dan penyemprotan. Penyiraman
dilakukan bila dirasa kelembaban berkurang dan tanah polybag terlihat kering.
Alat yang digunakan untuk penyiraman adalah sprayer halus untuk menyemprot
bibit cabai, hal ini dikarenakan jika penyiraman dilakukan dengan menggunakan
gembor maka dapat merusak bibit tanaman cabai yang masih lemah. Pada saat
penyiraman, sungkup plastik dapat dibuka atau digulung. Sedangkan untuk
penyemprotan dengan menggunakan puradan dilakukan untuk menghindari bibit
dari serangan hama dan penyakit. Penyemprotan dilakukan pada saat umur bibit
cabai telah berumur 10 hari setelah tanam.
6.1.2 Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, sehingga
tanah menjadi gembur serta aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik.
Pengolahan lahan yang dilakukan meliputi pembersihan lahan, pencangkulan dan
pembuatan bedengan. Proses pengolahan lahan di Desa Citapen biasanya
dilakukan bersamaan dengan persemaian.
Pengolahan lahan dilakukan melalui tiga tahap, tahap pertama yaitu
pembersihan lahan dari gulma dan bekas tanaman sebelumnya, pembersihan lahan
ini dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja manusia. Tahap
kedua adalah membalik tanah dengan cara mencangkul tanah secara tipis-tipis, hal
ini dilakukan agar tanah pada lapisan dalam dapat terangkat ke permukaan
sehingga tanah menjadi gembur dan akar tanaman mudah menembus tanah untuk
mengambil zat-zat makanan. Tahap ketiga adalah pembuatan bedengan, dimana
ukuran bedengan cabai merah keriting harus mempertimbangkan beberapa faktor.
Saat musim hujan, ukuran bedengan harus lebih lebar untuk mengurangi
kelembaban yang tinggi. Pada umumnya, lebar bedengan 100 – 120 cm dengan
lebar selokan antara 30 sampai dengan 50 cm. Panjang bedengan biasanya
53
mengikuti keadaan lahan, apakah berbukit-bukit atau rata. Prinsipnya bedengan
yang tidak terlalu panjang akan memudahkan dalam perawatan tanaman. Panjang
bedengan yang biasa digunakan petani cabai merah keriting di Desa Citapen
adalah 10 – 12 meter.
Pembuatan bedengan dilakukan dengan cangkul, tali plastik sebagai
patokan agar rapi. Setelah menentukan ukuran bedengan, gali selokan di
sekeliling bedengan dan buang tanah galiannya ke atas bedengan. Tanah yang
dibuang diatas bedengan harus diratakan juga. Setelah bedengan rata dan tidak
ada lagi bongkahan tanah diatasnya, kemudian bedengan di beri pengapuran untuk
menaikkan PH tanah yang asam. Kapur ditebarkan merata dipermukaan
bedengan. Selanjutnya, tanah dicangkul kembali untuk kedua kalinya. Kapur
akan tercampur rata dengan sendirinya karena proses pencangkulan. Tahap
selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam, lubang tanam dibuat dengan
kedalaman 30 cm dengan diameter lingkaran 5 cm. Setelah itu pada lubang tanam
diberikan pupuk kandang, Pupuk kimia yaitu SP36 dan KCL. Kemudian
bedengan tersebut dibiarkan selama 10 hari sebelum masa tanam dilakukan agar
pupuk yang telah ditaburkan mempunyai waktu untuk diserap dan diuraikan oleh
tanah.
6.1.3 Penanaman
Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit hasil persemaian ke
lahan pertanaman. Bibit yang siap dipindahkan ke lahan pertanaman haruslah
bibit yang sehat. Cara pemindahan bibit yang dilakukan yaitu terlebih dahulu
dilepaskan dari polybag dan tanam bibit di lubang tanam. Kembalikan sisa tanah
galian ke sekeliling bibit. Bibit cabai merah keriting biasanya ditanam dengan
menggunakan jarak tanam yaitu 40 × 60 centimeter. Ukuran jarak tanam tersebut
digunakan dengan alasan untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan
tanaman cabai merah keriting, karena jika tidak menggunakan jarak tanam maka
pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai merah keriting akan terhambat
dan tidak tumbuh maksimal.
Waktu penanaman yang baik adalah pada sore hari, karena bibit tdak akan
terkena sinar matahari yang terik dan masih bisa beradaptasi dengan keadaan
lahan hingga esok pagi. Pada umumnya penanaman bibit dikerjakan oleh banyak
54
orang secara serempak. Tujuannya agar pertumbuhan tanaman nantinya bisa
seragam dan memudahkan dalam perawatan.
6.1.4 Pemeliharaan
Tanaman yang telah ditanam perlu mendapat perhatian dan pemeliharaan.
Pemeliharaan tanaman cabai merah keriting membutuhkan perhatian yang cukup
besar. Kegiatan pemeliharaan cabai merah keriting di Desa Citapen meliputi
penyulaman, pengajiran, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan
penyakit. Penyulaman dimaksudkan untuk mengganti tanaman yang mati, rusak
atau kurang baik pertumbuhannya, kemudian ditanam kembali bibit baru yang
berasal dari persemaian yang sama dengan terdahulu. Penyulaman ini dilakukan
setelah tanaman ditanam selama satu minggu di lahan.
Pengajiran berfungsi untuk membantu tanaman tumbuh tegak, karena
tanaman cabai merah keriting mempunyai batang yang kurang kuat untuk
menopang buah dan mendukung tegaknya batang. Turus terbuat dari batang
bambu yang memiliki panjang 220 centimeter. Bagian bawah turus dibuat
meruncing agar mudah untuk ditancapkan. Satu turus diperuntukkan untuk satu
tanaman, dan dipasang dengan di lengkungkan ke bagian dalam dan dihubungkan
satu sama lain, lalu diikat dengan menggunakan tali pengajiran ini dilakukan
setelah tanaman berumur sekitar 20 hingga 25 hari setelah tanam.
Penyiangan perlu dilakukan untuk membersihkan gulma (tanaman
pengganggu) yang terdapat dibedengan seperti rumput dan tanaman lain yang
tidak diinginkan. Selain mengganggu, gulma juga merebut makanan yang
seharusnya untuk tanaman utama. Alat yang biasa digunakan untuk melakukan
penyiangan adalah cangkul atau koret.
Pemupukan dilakukan pada awal penanaman bibit. Pupuk yang digunakan
adalah SP36, KCL dan pupuk kandang. Dosis penggunaan pupuk tergantung
pengetahuan dan kebiasaan petani. Selain dilakukan pada awal penanaman,
pemupukan juga dilakukan untuk tahap lanjutan, dimana pemupukan lanjutan
dilakukan dengan cara disemprot yaitu dengan menggabungkan pupuk NPK,
KCL, SP-36 dan pupuk kandang. Pencegahan dan pemberantasan terhadap hama
dan penyakit tanaman dilakukan untuk melindungi tanaman dari ancaman
kerusakan yang ditimbulkan. Pemberantasan hama dan penyakit dilakukan secara
55
intensif, dengan selang waktu antara tiga sampai empat hari sekali dan apabila
musim hujan selang waktunya lebih dekat lagi yaitu antara dua hingga tiga hari
sekali. Hal tersebut dilakukan karena pada saat musim hujan pestisida mudah
tercuci oleh air, selain itu kondisi menjadi lembab sehingga penyakit mudah
berkembang.
6.1.5 Panen dan Pascapanen
Panen awal dan lamanya waktu panen tergantung pada jenis atau varietas
cabai. Walaupun berasal varietas dan waktu tanam yang sama, panen awal
didataran rendah dan dataran tinggi menunjukkan perbedaan. Tanaman cabai
yang ditanam didataran rendah, panen awalnya lebih cepat dibandingkan dengan
tanaman cabai yang ditanam didataran tinggi.
Umumnya panen cabai merah kertiting yang dilakukan oleh petani Desa
Citapen yakni tiga sampai dengan empat hari sekali atau paling lambat seminggu
sekali. Rata-rata panen yang dilakukan petani responden sebanyak 10 – 25 kali
hingga tanaman berumur 6 – 7 bulan. Keadaan ini sangat bergantung pada
keadaan pertanaman dan perawatan yang diberikan. Satu tanaman cabai merah
keriting biasanya menghasilkan 300 sampai 1.000 gram buah mulai dari awal
penanaman hingga akhir. Waktu panen biasanya dilakukan pada pagi hari.
Penggunaan tenaga kerja untuk panen dan angkut biasanya dibayar oleh
petani tomat. Setelah panen selesai, cabai merah keriting dikemas dalam karung
dengan kapasitas perkarung hingga 35 kilogram. Seluruh petani responden
memasarkan hasil panen cabai merah keritingnya ke Gapoktan Rukun Tani, dan
untuk pemasaran selanjutnya dilakukan oleh Gapoktan Rukun Tani untuk
dipasarkan ke Pasar TU Induk Kemang.
6.1.6 Hama dan Penyakit Tanaman
Seperti pada tanaman lainnya, keberadaan hama dan penyakit pada
tanaman cabai merah keriting juga dapat mendatangkan kerugian pada petaninya.
Masalah tersebut umumnya dapat diatasi dengan mengetahui secara pasti hama
dan penyakit yang menyerang, sehingga dapat menggunakan jenis pestisida yang
sesuai untuk diaplikasikan. Namun sampai saat ini masih banyak petani yang
sulit membedakan antara serangan hama dan penyakit, akibatnya sering terjadi
kesalahan pemberian obat, juga sebagian besar petani menggunakan pestisida
56
hanya berdasarkan pada pengalamannya dan sering tidak memperhatikan aturan
pakai yang telah ditentukan, sehingga pemakaian pestisida tersebut melebihi dosis
dari aturannya.
Hama adalah semua jenis hewan yang mengganggu budidaya tanaman
cabai merah keriting. Hama juga dapat menimbulkan kerusakan sehingga
penanganannya harus tepat, apabila penanganannya salah maka dapat
menyebabkan rendahnya produksi tanaman cabai merah keriting. Penyakit pada
tanaman cabai merah keriting dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri. Penyakit
tidak hanya menyerang tanaman pada saat persemaian, tetapi juga pada saat
tanaman sudah besar. Hama yang menyerang usahatani cabai merah keriting di
Desa Citapen adalah :
1. Thrip
Thrips ini berwarna kuning kecoklatan. Nimpha berwarna putih dan
sangat aktif. Telur berbentuk oval diletakkan dalam jaringan daun. Pada daun
muda, gejala serangan ditandai dengan adanya noda keperakan yang tidak
beraturan. Luka ini terjadi karena dimakan oleh serangga. Noda keperakan lebih
lanjut berubah menjadi cokelat tembaga dan menyebabkan daun mengeriting ke
atas. Pada musim kemarau populasi serangga ini sangat tinggi dan penyebarannya
dibantu oleh tiupan angin, karena serangga dewasa tidak dapat terbang.
Pengendaliannya dilakukan secara kimia dengan menyemprotkan insektisida.
2. Ulat Buah
Ulat ini menyerang buah cabai sejak masih hijau. Buah yang terserang
kelihatan berlubang. Jika buah cabai dibelah, ulatnya akan terlihat. Ulat hidup
dalam buah, membuat buah menjadi busuk dan akhirnya rontok.
3. Lalat Buah
Lalat buah termasuk serangga polifag atau mempunyai banyak inang.
Serangga ini menyerang buah cabai, ditandai dengan adanya titik hitam di pangkal
buah. Buah cabai membusuk dan akhirnya rontok. Serangga betina dewasa
meletakkan telurnya dengan jalan menusukkan ovipositor-nya ke dalam buah.
Selanjutnya, telur menetas dan menjadi ulat didalam buah. Larva buah memiliki
kemampuan melentingkan badannya sehingga mampu meloncat ke mana-mana.
57
Pada siang hari, kadang-kadang larva tersebut terlihat di daun dan bunga cabai.
Larva ini kemudian keluar dari buah dan membentuk puva didalam tanah.
Penyakit yang menyerang tanaman cabai merah keriting adalah :
1. Penyakit Antraknosa
Penyakit ini biasa menyerang biji, batang, daun dan buah. Serangan
penyakit ini ditandai dengan gejala yaitu biji gagal kecambah, batang
kecambah rapuh sehingga mudah rebah, pucuk mati dan infeksinya ke
bagian bawah, bercak di permukaan kulit buah melesak ke dalam daging
buah dan membentuk lingkaran seperti terkena sengatan terik matahari dan
serangan terjadi menjelang buah masak. Keberadaan penyakit busuk buah
terutama dipicu oleh iklim mikro di pertanaman yang lembab, temperatur
tinggi, cuaca berkabut dan berembun.
2. Bercak Daun
Serangan ditangkai buah membuat pertumbuhan dan perkembangan buah
terhambat. Daun dan bunga yang diserang rontok. Pada tahap lebih
lanjut, calon buah berguguran. Gejala serangan ditandai dengan adanya
bercak bulat dengan garis sirkuler. Serangan ini dipicu terutama bila
kondisi kelembaban lebih dari 90 persen dan temperatur cukup panas,
yakni 28 – 320 C. Penyakit ini mampu mengagalkan panen karena daun
tanaman rontok.
3. Layu Fusarium
Penyakit ini disebabkan oleh cendawan yang berada dalam pembuluh kayu
tanaman cabai merah keriting. Infeksi awal terjadi di pangkal leher batang
tanaman yang berdekatan dengan tanah. Gejala serangan ditandai dengan
layunya tanaman, dari kanopi bawah menjalar ke tajuk atas. Ranting
muda berubah warna menjadi cokelat dan mati, dan seluruh tanaman akan
layu dalam waktu 14 sampai 90 hari.
6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Petani Responden
Analisis pendapatan usahatani penting untuk diketahui, untuk memberikan
gambaran mengenai keuntungan dari kegiatan usahatani. Analisis pendapatan
usahatani meliputi analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan
atas biaya total. Pada komponen biaya, biaya yang dikeluarkan oleh petani terdiri
58
dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai terdiri dari biaya sarana
produksi yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting seperti benih,
pupuk, pestisida, sewa lahan, pajak lahan, biaya angkut, biaya tenaga kerja luar
keluarga dan biaya lain-lain. Sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan
termasuk didalamnya adalah biaya penyusutan peralatan dan biaya tenaga kerja
dalam keluarga.
6.2.1 Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani merupakan nilai yang diperoleh dari total produksi
usahatani yang dikelola oleh petani responden di Desa Citapen pada jangka
waktu tertentu. Penerimaan hasil penjualan produksi disebut juga sebagai
pendapatan kotor karena belum dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan
pada usahatani. Output yang dihasilkan dari usahatani cabai merah keriting di
Desa ini adalah cabai merah keriting. Cabai merah keriting yang baru di panen
biasanya dijual oleh petani di Gapoktan Rukun Tani yang ada di Desa Citapen dan
kemudian oleh gapoktan Rukun Tani dipasarkan lagi ke pasar TU Induk Kemang
Bogor.
Nilai penerimaan yang diperoleh petani merupakan nilai dari perhitungan
hasil panen dari seluruh petani responden yang dikalikan dengan harga jual cabai
merah keriting rata-rata yang sudah terlebih dahulu dikonversi ke dalam luasan
satu hektar. Analisis penerimaan usahatani petani responden yang dilakukan tidak
dikurangi dengan iuran-iuran seperti iuran pengairan, zakat produksi, dan
sebagainya, karena hal ini dilakukan bukan atas dasar kewajiban, namun
tergantung keiklasan dari para petani, dan biasanya iuran ini berlaku pada petani
yang menggarap lebih dari satu ha lahan.
Meskipun sebagian besar petani responden bukan anggota Gapoktan
Rukun Tani tetapi semua petani responden melakukan penjualan hasilnya ke
Gapoktan Rukun Tani, hal ini memberikan keuntungan untuk petani karena harga
yang ditawarkan oleh Gapoktan Rukun Tani lebih tinggi daripada harga di
tengkulak dan biaya transportasi yang dikeluarkan oleh petani responden menjadi
lebih murah dibandingkan dengan jika petani melakukan pemasaran ke pasar,
karena letak Gapoktan tersebut masih terletak di Desa Citapen sehingga lebih
mudah dijangkau. Harga yang ditetapkan oleh pihak gapoktan adalah sama ke
59
seluruh petani. Penerimaan yang diperoleh oleh petani responden dari
produktivitas rata-rata adalah sebesar 8.374 kg per ha (perhitungan pada Lampiran
3) dengan harga rata-rata yang diperoleh dari bulan Januari hingga Juni adalah Rp
17.5000 per kg (perhitungan pada Lampiran 2), sehingga diperoleh penerimaan
sebesar adalah Rp 146.537.533. Adapun rincian penerimaan cabai merah keriting
dari petani responden Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Produktivitas, Harga, dan Penerimaan Rata-Rata Usahatani CabaiMerah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen
No. Uraian Satuan Nilai
1. Produktivitas Kg/Ha 8.374,57
2. Harga Rp/Kg 17.500,00
3. Penerimaan Rp 146.537.533 ,00
6.2.2 Analisis Biaya Usahatani
Pengeluaran usahatani adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani
dalam usahatani cabai merah keriting pada suatu periode tanam tertentu. Biaya
usahatani pada penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok. Biaya usahatani
yang tergolong pada biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai pada
usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah biaya benih, pupuk
kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, pestisida, nutrisi, Tenaga Kerja
Luar Keluarga (TKLK), sewa lahan, turus, tali rafia, polybag, karung dan pajak
lahan. Sedangkan biaya yang termasuk pada biaya diperhitungkan (tidak tunai)
pada usahatani cabai merah keriting ini adalah biaya Tenaga Kerja Dalam
Keluarga (TKDK), sewa lahan milik sendiri yang dikonversikan pada sewa lahan
umum, dan penyusutan alat. Biaya tunai dan biaya diperhitungkan pada usahatani
tersebut menghasilkan Total biaya seperti yang dapat disajikan pada Tabel 16.
60
Tabel 16. Komponen Biaya Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanamper Satu Hektar di Desa Citapen
No Komponen Jumlah Harga (Rp) Nilai (Rp) (%)A. Biaya Tunai1. Benih (Gr) 91 12.000 1.092.000 1,832. Pupuk kandang (Kg) 11665 500 5.832.448 9,773. Pupuk NPK (Kg) 308 2.540 781.473 1,314. Pupuk SP-36 (Kg) 233 1.600 373.333 0,635. Pupuk KCL (Kg) 240 1.700 408.452 0,686. Pestisida (Liter)
Rubigan 6,8 175.000 1.194.888,9 2,00Decis 5,5 175.000 965.638,9 1,62Winder 6,7 156.000 1.051.572,5 1,76Agrimex 9,2 240.000 2.219.272,4 3,72Curacron 5,8 110.000 636.339,5 1,07Pelengket 6,0 30.000 180.422,4 0,30
7. Nutrisi (Liter)Atonik 10,5 120.000 1.259.656,2 2,11Supergo 10,2 40.000 407.595,2 0,68Bayfolan 7,6 55.000 419.047,6 0,70Gandasil B 8,3 30.000 250.219,5 0,42Gandasil D 5,0 32.000 160.848,8 0,27
8. Tenaga Kerja LuarKeluarga (HOK)
1260 24.000 30.247.170 50,69
9. Sewa Lahan 2.158.333 3,6210. Turus (Batang) 17395 200 3.479.000 5,8311. Tali Rafia (Gulung) 11 25.000 277.004 0,4612. Polybag (Kg) 58 25.000 1.449.583 2,4313. Karung (buah) 239 2.000 478.490 0,8014. Pajak Lahan 78.750 0,13
Jumlah Total BiayaTunai
55.401.539
B. Biaya Diperhitungkan1. Tenaga Kerja Dalam
Keluarga (HOK)154 24000 3.689.228 6,18
2. Sewa LahanDiperhitungkan
503.611 0,84
3. Penyusutan Peralatan 79.302 0,13Jumlah Total BiayaDiperhitungkan
4.272.142
C. Jumlah Total Biaya 59.673.680 100,00
61
Biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya
diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 15, diperoleh biaya tunai sebesar Rp
55.401.539 sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.272.142. Total biaya
yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp 59.673.680. Berdasarkan
uraian biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani cabai merah
keriting di Desa Citapen adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar
keluarga pada biaya tunai, yakni sebesar 50,69 persen dan biaya terkecil adalah
pajak lahan dan penyusutan, yakni sebesar 0,13 persen dari total biaya.
Benih yang digunakan pada usahatani cabai merah keriting di lokasi
penelitian diperoleh dari Gapoktan Rukun Tani, dan varietas yang ditanam oleh
petani responden adalah Varietas Seminis (TM 999) dan Ciko 99. Harga beli
yang diperoleh petani responden dari Gapoktan Rukun Tani adalah sama untuk
setiap varietas, yakni Rp 120.000 perbungkus dengan berat 10 gram. Biaya yang
dikeluarkan untuk benih adalah Rp 1.092.000 atau sebesar 1,83 persen dari total
biaya yang dikeluarkan.
Usahatani cabai merah keriting menggunakan pupuk kandang dan
penggunaan pupuk kimia. Pupuk kandang digunakan untuk menambah unsur
hara tanah, mengurangi kerusakan tanah, dan khususnya untuk memperbaiki
struktur organik tanah yang sudah hilang akibat penggunaan bahan kimia pada
usahatani beberapa tahun sebelumnya. Jenis pupuk kandang yang digunakan oleh
petani responden adalah jenis pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi dan
kotoran ayam. Jika dinominalkan berdasarkan harga yang umumnya berlaku di
Desa Citapen, maka harga pupuk kandang perkilogram adalah Rp 500,00.
Jumlah pupuk kandang rata-rata yang digunakan oleh petani responden adalah
11.665 kilogram per hektar (perhitungan pada Lampiran 3), sehingga biaya total
yang dikeluarkan untuk pupuk kandang adalah Rp 5.832.448 atau sebesar 9,77
persen dari biaya total.
Terdapat tiga macam pupuk kimia yang digunakan dalam usahatani cabai
merah keriting di Desa Citapen, yakni pupuk NPK, SP-36 dan KCL. Biaya yang
dikeluarkan untuk pupuk NPK lebih Besar dibanding biaya yang digunakan untuk
pupuk SP-36 dan KCL. Pupuk NPK yang digunakan petani responden berada
62
pada rata-rata sebesar 308 kg per hektar, dan penggunaan pupuk SP-36 adalah 233
kg per ha dan 240 kg untuk pupuk KCL (perhitungan pada Lampiran 3). Jika
dilihat berdasarkan biaya total yang dikeluarkan pada usahatani cabai merah
keriting di Desa Citapen, maka pupuk NPK mengkontribusi sebesar 1,31 persen,
pupuk SP-36 sebesar 0,63 persen dan KCL sebesar 0,68 persen.
Pestisida digunakan untuk membasmi hama dan penyakit secara dan
penyakit secara kimia. Pestisida yang digunakan adalah dalam bentuk cair.
Berdasarkan wawancara di lapangan, pestisida yang sering digunakan oleh petani
cabai merah keriting di Desa Citapen adalah Rubigan, Decis, Winder, Agrimex,
Chorachron dan Pelengket. Jumlah rata-rata pestisida yang digunakan petani
responden dalam usahatani cabai merah keriting adalah 40 liter per ha
(perhitungan pada Lampiran 3), dengan total biaya yang dikeluarkan petani untuk
seluruh pembelian pestisida adalah Rp 6.248.135 per ha atau sekitar 9,48 persen
dari total biaya seluruhnya.
Penggunaan nutrisi sangat dianjurkan dalam penanaman cabai merah
keriting. Nutrisi ini berguna untuk merangsang sel-sel tanaman sehingga bekerja
lebih giat dalam menyerap unsur hara. Adapun jenis nutrisi yang sering
digunakan petani cabai merah keriting adalah Athonic, Supergo, Bayfolan,
Gandasil B dan Gandasil C. Jumlah rata-rata nutrisi yang digunakan petani
responden dalam usahatani cabai merah keriting adalah 42 liter per ha
(perhitungan pada Lampiran 3), dengan biaya yang dikeluarkan petani untuk
seluruh pembelian nutrisi adalah Rp 2.497.367 per ha atau sekitar 4,20 persen dari
total biaya seluruhnya.
Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam menjamin keberlangsungan
usahatani. Tenaga kerja diperlukan dalam setiap tahap dalam usahatani, yakni dari
tahap persemaian, tahap persiapan lahan hingga tahap panen. Tenaga kerja yang
digunakan dalam usahatani cabai merah keriting terdiri dari tenaga kerja dalam
keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Dalam setiap kelompok tenaga kerja
tersebut hanya terdapat tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan.
Tenaga kerja yang cenderung digunakan dalam usahatani cabai merah keriting ini
adalah tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan
telah dikonversikan kedalam satuan yang sama, yaitu HOK. Adapun HOK yang
63
digunakan dalam penelitian ini adalah HOK yang berlaku di Desa Citapen,
dimana satu HOK sama dengan 5 jam kerja dalam satu hari. Rata-rata upah
tenaga kerja yang dikeluarkan oleh ke-30 petani responden adalah sebesar Rp
24.000 per HOK. Tenaga kerja luar keluarga cenderung lebih banyak digunakan
dibanding tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja luar keluarga yang
digunakan sekitar 50,69 persen sedangkan tenaga kerja dalam keluarga hanya 6,18
persen dari total biaya. Perbedaan penggunaan jenis tenaga kerja tersebut dalam
usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Penggunaan TKDK dan TKLK dalam Usahatani Cabai MerahKeriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen
Uraian Jumlah (HOK) Nilai (Rp) %
Tenaga kerja luar keluarga 1260 30.247.170 89,129
Tenaga kerja dalam keluarga 154 3.689.228 10,871
Total Tenaga Kerja 1414 33.936.398 100
Lahan yang digunakan oleh petani responden Desa Citapen dalam
usahatani cabai merah keriting adalah lahan yang disewa, dan milik sendiri.
Lahan yang disewa mengeluarkan biaya sewa pada komponen biaya tunai.
Sedangkan lahan milik sendiri dijadikan terpisah pada komponen biaya lain, yakni
biaya diperhitungkan sebagai sewa lahan yang dikonversi dari lahan milik sendiri.
Biaya yang dikeluarkan dalam menyewa lahan adalah Rp 2.158.333 (perhitungan
pada Lampiran 4) dengan persentase sebesar 3,62 persen dari total biaya dan biaya
sewa lahan milik sendiri sebesar 0,84 persen dengan biaya adalah Rp 503.611
permusim tanam.
Turus yang digunakan pada usahatani cabai merah keriting berfungsi
sebagai penopang agar tanaman tetap tegak pada saat rawan angin kencang.
Turus terbuat dari bambu yang dibelah kecil-kecil. Panjang ajir yang digunakan
oleh petani responden di Desa Citapen adalah 2,20 cm. Turus ditancapkan tegak
lurus dengan kedalaman 25-30 cm kemudian dimiringkan ke setiap batang
tanaman. Banyak penggunaan turus sama dengan banyak populasi yang ada
dilahan petani responden. Rata-rata penggunaan turus petani responden perhektar
adalah sebanyak 17.395 batang (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga
64
untuk setiap petani Rp 200 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani
responden per hektar adalah sebesar Rp 3.479.767 atau 5,83 persen dari total
biaya.
Tali Rafia digunakan pada saat pembuatan bedengan sebagai patokan agar
bedengan rapi dan tidak miring, selain itu digunakan juga pada saat pengikatan
batang tanaman ke ajir. Rata-rata penggunaan tali Rafia petani responden
perhektar adalah sebanyak 11,08 gulung (perhitungan pada Lampiran 5) dengan
harga untuk setiap petani Rp 25.000 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan
oleh petani responden per hektar adalah sebesar Rp 277.004 atau 0,46 persen
dari total biaya. Sedangkan penggunaan polybag berukuran 12×8 cm dilakukan
pada saat persemaian cabai merah keriting, dimana petani responden membeli
polybag dengan ukuran per kilogram. Satu kilogram polybag biasanya berjumlah
300 polybag. Adapun rata-rata penggunaan polybag petani responden perhektar
adalah sebanyak 58 kg (perhitungan pada Lampiran 5) dengan harga untuk setiap
petani Rp 25.000 sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani responden
per hektar adalah sebesar Rp 1.449.583 atau 2,43 persen dari total biaya.
Hasil panen cabai merah keritiing yang diperoleh oleh petani responden
biasanya dikemas dengan karung plastik untuk mempermudah pemasaran. Satu
buah karung plastik mampu menampung 35 kg cabai merah keriting dengan harga
perkarung sebesar Rp 2000 untuk setiap petani responden. Maka rata-rata
penggunaan karung petani responden perhektar adalah sebanyak 239 unit
(perhitungan pada Lampiran 5) dengan sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan
oleh petani responden untuk karung per hektar adalah sebesar Rp 478.490 atau
0,80 persen dari total biaya.
Alat-alat yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani cabai
merah keriting cenderung berasal dari alat yang di bawa oleh petani buruh untuk
petani responden yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga, misalnya seperti
cangkul, sorongan, garokan, koret, sprayer dan sebagainya. Sehingga alat
pertanian yang dimiliki sendiri untuk usahatani seperti cangkul, garu, koret, ember
dan sprayer hanya dimiliki dalam jumlah sedikit. Meskipun demikian
perhitungan penyusutan alat yang dimiliki petani responden tetap perlu dilakukan.
Penyusutan alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani usahatani cabai
65
merah keriting di Desa Citapen pada musim tanam Oktober 2010 - Januari 2011
dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Penyusutan Alat-Alat Pertanian yang Digunakan pada UsahataniUsahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektardi Desa Citapen
No Nama Alat JumlahHarga(Rp)
TotalBiaya (Rp)
Umurekonomis(Tahun)
Penyusutan(Tahun)
1 Cangkul 2 49.833 99.667 4 24.508
2 Koret 2 28.833 57.667 4 14.417
3 Sprayer 1 255.000 255.000 5 46.667
4 Ember 8 6.250 50.000 3 16.667
5 Garpu 3 45.667 137.000 4 33.689
Jumlah Penyusutan Pertahun (Rp) 135.947
Jumlah Penyusutan Permusim Tanam (Rp) 79.302
6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani dan R/CCabai merah keriting
Pendapatan merupakan salah satu indikator keberhasilan kegiatan
usahatani. Pendapatan usahatani juga dapat memberikan gambaran mengenai
keuntungan dari kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani cabai merah keriting
yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari selisih antara penerimaan dengan
biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani tersebut. Analisis
pendapatan dapat dibedakan berdasarkan biaya yang dikeluarkan, yaitu
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Pendapatan atas biaya tunai pada usahatani ini diperoleh dari hasil
pengurangan antara penerimaan dengan biaya tunai, sedangkan pendapatan atas
biaya total diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan dengan biaya total.
Berdasarkan hasil analisis usahatani, penerimaan yang diperoleh dari usahatani
cabai merah keriting di Desa Citapen adalah sebesar Rp 146.537.533; biaya tunai
sebesar Rp 55.401.539; dan total biaya sebesar Rp 59.673.680; maka diperoleh
pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 91.135.995; dan pendapatan atas biaya
total sebesar Rp 86.863.853.
66
Keberhasilan usahatani petani responden cabai merah keriting di Desa
citapen juga dapat digambarkan oleh hasil analisis penerimaan atas biaya yang
dikeluarkan (R/C) pada usahatani tersebut. Analisis usahatani ini menunjukkan
berapa penerimaan yang akan diperoleh petani dari setiap biaya yang dikeluarkan
untuk kegiatan usahatani cabai merah keriting. Nilai R/C yang diperoleh
dibedakan berdasarkan biaya tunai dan biaya total, sehingga dalam analisis R/C
usahatani cabai merah keriting terdapat R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya
total. R/C atas biaya tunai diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan
dengan biaya tunai, sedangkan R/C atas biaya total dapat diperoleh dari hasil
perbandingan antara penerimaan dengan biaya total.
Nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total pada penelitian ini dapat
dikatakan layak untuk diusahakan karena nilai R/C atas kedua pengelompokan
biaya tersebut lebih besar dari satu. Nilai R/C atas biaya tunai yang diperoleh pada
usahatani cabai merah keriting adalah 2,65; yang artinya dari setiap satu rupiah
yang dikeluarkan petani responden sebagai biaya tunai untuk usahataninya dapat
menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2,65. Sedangkan nilai R/C atas
biaya total yang diperoleh adalah 2,46; dengan pengertian setiap pengeluaran
biaya sebesar satu rupiah maka akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp
3,42. Nilai R/C tersebut menunjukkan bahwa nilai R/C atas biaya tunai lebih
tinggi dari R/C atas biaya total. Hal ini dikarenakan oleh biaya tunai lebih kecil
dibanding biaya total, biaya tunai hanya terdiri dari biaya tunai sedangkan biaya
total terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hasil analisis pendapatan
dan R/C pada usahatani cabai merah keriting dapat dilihat pada Tabel 19.
Biaya tunai pada suatu usahatani cenderung lebih tinggi dibanding biaya
diperhitungkan. Berdasarkan Tabel 19, diperoleh biaya tunai sebesar Rp
55.401.539 sedangkan biaya diperhitungkan sebesar Rp 4.272.142. Total biaya
yang diperoleh pada usahatani tersebut adalah Rp 59.673.680. Berdasarkan uraian
biaya tersebut, maka biaya yang paling tinggi dalam usahatani cabai merah
keriting adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga pada
biaya tunai, yakni sebesar 50,69 persen dan biaya terkecil adalah penyusutan alat
dan sewa, yakni sebesar 0,13 persen.
67
Tabel 19. Analisis Pendapatan dan R/C Usahatani Usahatani Cabai MerahKeriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen
Komponen Jumlah Harga Nilai (Rp) (%)
A. Total Penerimaan 8.374 17.500 146.537.533
B. Biaya Tunai
1. Benih (Gr) 91 12.000 1.092.000 1,83
2. Pupuk kandang (Kg) 11665 500 5.832.448 9,77
3. Pupuk NPK (Kg) 308 2.540 781.473 1,31
4. Pupuk SP-36 (Kg) 233 1.600 373.333 0,63
5. Pupuk KCL (Kg) 240 1.700 408.452 0,68
6. Pestisida (Liter)
Rubigan 6,8 175.000 1.194.888,9 2,00
Decis 5,5 175.000 965.638,9 1,62
Winder 6,7 156.000 1.051.572,5 1,76
Agrimex 9,2 240.000 2.219.272,4 3,72
Curacron 5,8 110.000 636.339,5 1,07
Pelengket 6,0 30.000 180.422,4 0,30
7. Nutrisi (Liter)
Atonik 10,5 120.000 1.259.656,2 2,11
Supergo 10,2 40.000 407.595,2 0,68
Bayfolan 7,6 55.000 419.047,6 0,70
Gandasil B 8,3 30.000 250.219,5 0,42
Gandasil D 5,0 32.000 160.848,8 0,27
8. Tenaga Kerja Luar Keluarga (HOK) 1260 24.000 30.247.170 50,69
9. Sewa Lahan 2.158.333 3,62
10. Turus (Batang) 17395 200 3.479.000 5,83
11. Tali Rafia (Gulung) 11 25.000 277.004 0,46
12. Polybag (Kg) 58 25.000 1.449.583 2,43
13. Karung (buah) 239 2.000 478.490 0,80
14. Pajak Lahan 78.750 0,13
Jumlah Total Biaya Tunai 55.401.539
C. Biaya Diperhitungkan
1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga (HOK) 154 24.000 3.689.228 6,18
2. Sewa Lahan Diperhitungkan 503.611 0,84
3. Penyusutan Peralatan 79.302 0,13
Jumlah Total Biaya Diperhitungkan 4.272.142
D. Jumlah Total Biaya 59.673.680 100,00
E. Pendapatan Atas Biaya Tunai 91.135.995
F. Pendapatan Atas Biaya Total 86.863.853
G. R/C Atas Biaya Tunai 2,65
H. R/C Atas Biaya Total 2,46
68
6.3. Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi didasarkan pada data yang terkumpul dari 30
responden. Data yang dikumpulkan meliputi data produksi sebagai variabel yang
dijelaskan atau dependen (Y), sedangkan data mengenai jumlah benih, jumlah
pupuk pupuk kandang, jumlah pupuk NPK, jumlah pupuk SP-36, jumlah pupuk
KCL, jumlah pestisida, jumlah nutrisi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan
oleh petani responden per luasan lahan yang diusahakan dijadikan sebagai
variabel yang menjelaskan atau independen (Xi) pada penelitian ini. Faktor
produksi yang digunakan dalam usahatani petani responden dikonversi ke dalam
luasan lahan yang sama, sehingga perbandingan faktor usahatani yang lebih
mempengaruhi pada setiap faktor produksi, layak untuk dibandingkan karena pada
satuan yang sama. Data rata-rata penggunaan faktor-faktor produksi per hektar
yang digunakan dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen disajikan
pada Tabel 20.
Tabel 20. Rata-Rata Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usahatani CabaiMerah Keriting per Periode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen
No. Uraian Satuan Jumlah
1. Benih Gram91
2. Pupuk Kandang Kilogram 11665
3. Pupuk NPK Kilogram308
4. Pupuk SP-36 Kilogram233
5. Pupuk KCL Kilogram240
6. Pestisida Liter40
7. Nutrisi Liter42
8. Tenaga kerja HOK 1260
6.3.1 Analisis Model Fungsi Produksi CabaiMerah Keriting
Berdasarkan hasil olahan minitab dengan menggunakan data yang
diperoleh dari hasil penelitian, maka dapat diketahui bahwa hubungan antara
faktor produksi berkorelasi dengan hasil produksi pada petani cabai merah
keriting di Desa Citapen. Hubungan tersebut dapat dilihat dari nilai F–hitungnya,
apabila nilai F–hitung lebih besar dari nilai F–tabelnya maka dapat dikatakan
69
secara bersama-sama faktor-faktor produksi yang digunakan berpengaruh
terhadap produksi cabai merah keriting.
Uji-F yang diperoleh adalah sebesar 16,85; hal ini menunjukkan bahwa
model dugaan nyata pada selang kepercayaan 95 persen, karena nilai F-hitung
lebih besar dari nilai F-tabelnya, dimana nilai F-tabel pada selang kepercayaan 95
persen adalah 2,42. Selain itu jika dilihat dari nilai p-value yang diperoleh pada
uji ini adalah 0,000; dimana nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan nilai α
satu persen maka dapat dikatakan P-value nyata pada tingkat kepercayaan 99
persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama faktor produksi yang
digunakan dalam proses produksi berkaitan atau berkorelasi terhadap produksi
cabai merah keriting atau dengan kata lain variabel benih, pupuk kandang, pupuk
NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga kerja secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi petani cabai merah keriting di
Desa Citapen.
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa faktor-faktor produksi ini sangat
mempengaruhi produksi cabai merah keriting, yang mana penggunaan dari faktor-
faktor produksi ini baik benih, pupuk, pestisida, nutrisi hingga tenaga kerja tidak
dapat dilepaskan dari budidaya cabai merah keriting petani responden, karena
masing-masing faktor produksi memiliki peranan dalam perkembangan,
pertumbuhan, dan produktivfitas tanaman cabai merah keriting. Uji signifikansi
model produksi pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen dapat dilihat
pada Tabel 21.
Tabel 21. Uji Signifikansi Model Produksi Usahatani Cabai Merah Keriting perPeriode Tanam per Satu Hektar di Desa Citapen
SumberRagam
DerajatBebas
JumlahKuadrat
Jumlah KuadratTengah
F-Hitung Peluang
Regresi 8 3,18165 0,39771 16,85 0,000
Galat 21 0,49561 0,02360
Total 29 3,67726
70
Selain dilihat dari nilai F-hitungnya, model dapat dikatakan akurat atau
tidaknya dilihat dari nilai koefisien determinasinya (R-sq). Koefisien determinasi
(R-sq) ini dapat menggambarkan apakah model yang dihasilkan baik atau tidak
dalam meramalkan kondisi ke depan, apabila nilai R-sq lebih besar dari 50 persen,
maka dapat dikatakan bahwa model ini layak digunakan karena dapat meramalkan
kondisi kedepan secara akurat. Berdasarkan model fungsi produksi diperoleh
nilai R-sq sebesar 86,5 persen untuk petani responden cabai merah keriting di
Desa Citapen. Angka tersebut berarti bahwa variabel bebas (benih, pupuk
kandang, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk KCL, perstisida, nutrisi dan tenaga
kerja) dapat menjelaskan sebesar 86,5 persen variabel tidak bebas (hasil
produksi), dan sisanya sebesar 13,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
terdapat dalam model (komponen error).
Nilai koefisien korelasi (R-sq adj) menunjukkan akan adanya perubahan
apabila terdapat penambahan faktor produksi yang dimasukan ke dalam model.
Penambahan faktor produksi tersebut dapat mengakibatkan perubahan pada nilai
R-sq nya dan nilai derajat bebasnya, dimana nilai R-sq akan semakin besar. Untuk
melihat pengaruh dari masing-masing-masing faktor produksi atau variabel
independen terhadap variabel dependen (produksi) yang dihasilkan, dapat
dilakukan dengan menggunakan uji-t. Hasil Parameter penduga fungsi produksi
tersebut disajikan pada Tabel 22.
71
Tabel 22. Hasil Parameter Penduga Fungsi Produksi pada Petani Respondenpada Usahatani Cabai Merah Keriting per Periode Tanam per SatuHektar di Desa Citapen
PendugaKoefisien
Regresi
Simpangan
Bakut-hitung Peluang VIF
Konstanta 5,25 1,233 4,26 0,000
Benih (X1) 0,10451** 0,04252 2,46 0,023 1,26
Pupuk Kandang (X2) 0,16330** 0,05899 2,77 0,012 2,04
Pupuk NPK (X3) 0,17400* 0,09674 1,80 0,086 1,83
Pupuk SP-36 (X4) 0,07470 0,08760 0,85 0,403 1,20
Pupuk KCL (X5) 0,0878 0,1228 0,71 0,483 1,56
Pestisida (X6) -0,2499*** 0,08464 -2,95 0,008 1,71
Nutrisi (X7) -0,0619* 0,03545 -1,75 0,095 1,32
Tenaga Kerja(X8) 0,13120*** 0,4525 2,90 0,009 1,52
R-sq 86,5%
R-sq (adjusted) 81,4%
t-tabel 1 % 2,518
t-tabel 5 % 1,721
t-tabel 10 % 1,323
Keterangan:* Nyata pada tingkat kepercayaan 90 %** Nyata pada tingkat kepercayaan 95 %*** Nyata pada tingkat kepercayaan 99 %
Berdasarkan data pada Tabel 22 dapat dilihat nilai koefisien regresi
masing-masing faktor, nilai t hitung dan nilai p-valuenya. Pada tabel terlihat
bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha tani cabai merah
keriting berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen, 95 persen dan 90
persen. Nyata pada selang kepercayaan 99 persen berarti bahwa faktor produksi
tersebut sangat berpengaruh atau responsif terhadap produksi cabai merah
keriting, atau faktor produksi tersebut berpengaruh terhadap produksi cabai merah
keriting sebesar 99 persen. Nyata pada selang kepercayaan 95 persen berarti
bahwa, faktor produksi yang digunakan berpengaruh atau responsif terhadap
produksi cabai merah keriting sebesar 95 persen. Faktor-faktor produksi yang
72
berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen terhadap produksi cabai
merah keriting adalah pestisida dan tenaga kerja. Faktor-faktor produksi yang
berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi cabai
merah keriting adalah benih dan pupuk kandang, dan untuk faktor-faktor produksi
yang berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen adalah pupuk NPK
dan nutrisi. Sedangkan faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata atau
tidak mempengaruhi terhadap produksi cabai merah keriting adalah pupuk SP-36
dan pupuk KCL.
Uji multikolinieritas dapat dilihat dari nilai VIF yang kurang dari 10,
dilihat dari hasil output Minitab pada petani cabai merah keriting di Desa Citapen
tidak terdapat masalah multikoliniaritas, karena tidak ada nilai VIFnya yang lebih
dari 10. Untuk analisis asumsi homoskedastisitas, dilakukan dengan pendekatan
grafik, dimana grafik pencar untuk petani cabai merah keriting di Desa Citapen
dapat dilihat pada Lampiran 4, yang menunjukkan bahwa gambar diagram pencar
dari petani responden Desa Citapen tidak membentuk pola atau acak, sehingga
tidak mengalami gangguan heterokedastisitas. Fungsi produksi usahatani cabai
merah keriting petani responden di Desa Citapen diduga sebagai berikut:
Ln Y = 5,38 + 0,105 Ln X1 + 0,163 Ln X2 + 0,174 Ln X3 + 0,0747 Ln X4 +
0,088 Ln X5 - 0,250 Ln X6 - 0,0619 Ln X7 + 0,131 Ln X8
6.3.2 Analisis Elastisitas Produksi Cabai merah keriting
Pada fungsi Cobb Douglas, besaran koefisien regresi adalah merupakan
nilai dari elastisitas produksinya dari variabel tersebut. Pengaruh dari masing-
masing variabel independen (faktor produksi) terhadap variabel dependen (hasil
produksi), adalah sebagai berikut:
Benih (X1).
Nilai koefisien regresi benih adalah 0,10451; dimana nilai ini nyata pada
selang kepercayaan 95 persen. Benih memiliki nilai koefisien yang positif serta
berpengaruh nyata pada produksi cabai merah keriting, artinya apabila
penggunaan benih sebagai salah satu faktor produksi ditambahkan sebanyak satu
persen, maka produksi cabai merah keriting akan meningkat sebesar 0,10451
persen cateris paribus, dan tingkat kesalahan dari pendugaan ini adalah sebesar
73
lima persen, dimana pada tingkat kesalahan lima persen maka penggunaan benih
ini dapat dikatakan cukup responsif terhadap produksi cabai merah keriting yang
dihasilkan.
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa benih memang berpengaruh
terhadap produksi cabai merah keriting, benih sangat menentukan apakah hasil
produksi cabai merah keriting akan baik atau tidak serta menentukan tingkat
produktivitasnya. Hampir 90 persen petani cabai merah keriting di Desa Citapen
menggunakan benih bersertifikat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana
benih yang digunakan adalah benih hibrida varietas Seminis yang dikeluarkan
oleh PT. Panah Merah. Benih ini adalah benih cabai yang sangat adaptif, baik
ditanam di daerah dataran rendah maupun dataran sedang, produktivitasnya
tinggi, ukuran buah relatif seragam, berbiji banyak, rasa pedas dan mempunyai
daya simpan yang relatif lama.
Pupuk Kandang (X2)
Pupuk kandang memiliki nilai koefisien regresi yang positif dan
berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 95 persen. Pada selang kepercayaan
95 persen ini, berarti faktor produksi pupuk kandang berpengaruh terhadap
produksi cabai merah keriting, karena tingkat kesalahannya adalah hanya lima
persen. Nilai koefisien regresi untuk pupuk ini adalah 0,16330, nilai positif ini
menggambarkan bahwa setiap adanya penambahan penggunaan dari pupuk
kandang, maka produksi cabai merah keriting akan bertambah sebesar nilai
tersebut cateris paribus.
Hal ini berkorelasi positif dengan kondisi di lapangan yang menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk kandang sangat diperlukan, karena dapat menambah
unsur hara dalam tanah serta memperbaiki struktur fisik tanah. Pupuk kandang ini
biasanya digunakan pada saat persemaian benih dan pemupukan dasar. Pupuk
kandang yang biasanya digunakan adalah kotoran sapi dan kotoran ayam, dimana
sebelum ditebarkan diatas bedengan pupuk harus sudah matang. Pupuk yang
sudah matang ditandai dengan bentuknya yang remah, kering dan tidak berbau.
Pupuk kandang mempunyai kandungan unsur hara yang lebih sedikit
dibandingkan dengan pupuk buatan. Namun, pupuk kandang mempunyai
keunggulan, yakni mampu mengembalikan kualitas tanah yang jelek karena
74
terlalu banyak disuplai pupuk anorganik. Sehingga penggunaan pupuk kandang
sangat dianjurkan untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Pupuk NPK (X3)
Berdasarkan nilai p-value yang ditunjukkan pada Tabel 22, pupuk NPK
tidak berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen dan selang
kepercayaan 95 persen, tetapi jika pada selang kepercayaan 90 persen pupuk NPK
beperngaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting karena nilai p-value
lebih kecil dari α 10 persen begitu juga dengan nilai t-hitung yang lebih besar dari
nilai t-tabel α lima persen. Hal ini menandakan bahwa input produksi NPK masih
berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting petani responden Desa
Citapen. Nilai koefisien regresi pupuk NPK bernilai positif yakni 0,174; yang
artinya apabila penggunaan NPK sebagai salah satu faktor produksi ditambahkan
sebanyak satu persen, maka produksi cabai merah keriting akan bertambah
sebesar 0,174 ceteris paribus, dengan tingkat kesalahan dari pendugaan ini adalah
sebesar 10 persen, dimana pada tingkat kesalahan 10 persen maka produksi cabai
merah keriting yang dihasilkan masih dapat dikatakan responsif terhadap
penggunaan pupuk ini.
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang mengandung unsur makro
sekunder Ca, Mg, S, dan unsur mikro Zn, Br, Mo. Ketersediaan unsur tersebut
akan memacu tanaman tumbuh cepat dan berproduksi secara optimal. Kondisi
dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk NPK yang dilakukan oleh
petani responden Desa Citapen memang sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan cabai keriting. Selain karena dapat mempercepat pertumbuhan
tanaman dan menjadikan tanaman lebih sehat dan kuat, juga lebih praktis, hemat
biaya, hemat waktu dan dosis lebih terukur lebih efisien, karena sekali pemberian
pupuk sudah sekaligus mencakup unsur hara makro, mikro dan organik yang
dibutuhkan tanaman.
Pupuk SP-36 (X4)
Pupuk SP-36 merupakan salah satu pupuk yang dikategorikan sebagai
pupuk P. Pupuk P merupakan sumber unsur Phosphor yang diperlukan untuk
memacu pertumbuhan akar, pertumbuhan generatif (pembungaan) dan pemasakan
buah. Pertumbuhan generatif tanaman ditunjukkan dengan pertumbuhan bunga
75
yang kemudian menjadi buah. Nilai koefisien regresi pupuk SP-36 adalah 0,0747;
hal ini menunjukkan bahwa pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi cabai merah keriting, artinya walaupun penggunaan dari pupuk P telah
ditambahkan atau dikurangkan dalam penggunaannya, maka tidak akan
bepengaruh terhadap produksi cabai merah keriting.
Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk SP-36 masih
kurang, terutama penggunaannya pada awal penanaman yang membutuhkan
kandungan unsur phospor yang cukup tinggi. Rata-rata penggunaan pupuk SP-36
yang dilakukan oleh ke 30 petani responden adalah sebanyak 233 kg per hektar,
sementara rekomendasi pupuk SP-36 yang dianjurkan dalam pemupukan cabai
merah adalah 300-400 kg perhektar.7 Sehingga dari hasil olahan Minitab
menginterpretasikan bahwa pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap
produksi cabai merah keriting petani responden Desa Citapen.
Pupuk KCL (X5)
Pupuk KCL adalah sumber unsur kalium. Kalium berfungsi untuk
mengaktifkan aktivitas 60 enzim dalam tanaman, sintesis karbohidrat dan protein
serta meningkatkan kadar air dalam tanaman sehingga meningkatkan ketahanan
dan kemampuan tanaman terhadap stress kekeringan, dingin dan salinitas. Nilai
koefisien regresi pupuk KCL adalah 0,0878 dan bernilai positif, namun jika
dilihat dari nilai t-hitung yang lebih kecil dari nilai t-tabel dan nilai p-value yang
lebih besar dari nilai α maka variabel pupuk KCL tidak berpengaruh nyata
terhadap produksi cabai merah keriting. Karena secara statistik variabel pupuk
KCL tidak berpengaruh nyata, maka jika petani responden melakukan
penambahan dan pengurangan terhadap pemberian pupuk KCL maka hal ini tidak
akan berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting itu sendiri.
Kondisi lapangan menunjukkan bahwa para petani responden Desa
Citapen tidak menggunakan pupuk KCL sesuai dengan dosis. Para petani
menganggap bahwa walaupun penggunaan pupuk tidak sesuai dosis, tetapi
pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tidak berbeda jauh jika dibandingkan
7Sejathi. 2010. Pemupukan dan Pengairan pada Tanaman Cabai Merah.http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/2122274-pemupukan-dan-pengairan-pada-tanaman/ [28 Juli 2011]
76
dengan penggunaan pupuk yang sesuai dosis, hal ini dipicu juga karena
keterbatasan dana yang dimiliki oleh para petani. Dosis yang dianjurkan untuk
pemakaian pupuk KCL pada budidaya tanaman cabai keriting perhektarnya adalah
400 kilogram (Nixon MT, 2010), tetapi penggunaan rata-rata yang dilakukan oleh
sebagian besar petani responden Desa Citapen adalah kurang dari 400 kilogram
perhektar yaitu sebanyak 240 Kg.
Pestisida (X6)
Faktor produksi pestisida berpengaruh negatif pada produksi cabai merah
keriting pada petani responden Desa Citapen. Berdasarkan nilai uji statistiknya
pestisida sangat berpengaruh nyata terhadap produksi cabai merah keriting, hal ini
dapat dilihat dari nilai t-hitung yang lebih besar dari nilai t-tabel dengan taraf
nyata satu persen dan nilai P-value yang lebih kecil dari α sebesar satu persen.
Nilai koefisien regresi dari pestisida yakni sebesar 0,249 sehingga jumlah
produksi cabai merah keriting akan menurun sebesar 0,249 persen apabila
penggunaan pestisida ditingkatkan sebesar satu persen.
Pestisida terdiri dari insektisida dan fungisida dalam bentuk cair dengan
satuan liter. Insektisida berfungsi untuk membasmi hama dan fungisida berfungsi
dalam pengendalian jamur. Berdasarkan aplikasi penggunaannya yang tertera
pada label kemasan, insektisida baik digunakan dengan intensitas selang waktu 7
hari sekali sedangkan fungisida baik digunakan dengan intensitas waktu 8 hari
sekali. Tapi pada kenyataan, petani cabai merah keriting Desa Citapen sering
mengambil langkah praktis, dimana mereka langsung menyemprot dengan
pestisida tanpa memperhatikan nilai ambang ekonomi hama, dosis anjuran dan
jenis pestisida serta selang waktu aplikasi penggunaannya. Selain itu, dalam
menggunakan pestisida petani beranggapan bahwa penggunaan pestisida sama
dengan penggunaan pupuk, sehingga penggunaannya tidak dapat dikontrol. Pada
umumnya petani Desa Citapen melakukan penyemprotan baik insektisida maupun
fungisida dalam selang waktu tiga sampai lima hari, dan hal ini menyebabkan
tanaman cabai merah keriting melebihi ambang dosis yang dianjurkan. Hal inilah
yang menyebabkan kenapa koefisien pestisida bernilai negatif, disebabkan karena
penggunaan pestisida yang berlebihan. Penggunaan pestisida yang berlebihan
tersebut akan berdampak pada penurunan produksi dan tentunya juga akan
77
meningkatnya biaya produksi yang dikeluarkan. Kerugian lainnya yaitu terjadi
kerusakan lingkungan, membahayakan kesehatan petani dan buruh tani, selain itu
penyakit-penyakit tanaman yang muncul jadi lebih resisten (kebal), dan sulit
untuk dibasmi.
Nutrisi (X7)
Penggunaan nutrisi sangat dianjurkan dalam penanaman cabai merah
keriting secara intensif, dimana kelebihan dari penggunaan nutrisi diantaranya
adalah meningkatkan produksi, menambah kualitas produksi atau bobot buah dan
meningkatkan daya tahan pascapanen. Jenis nutrisi yang pada umumnya yang
digunakan oleh petani responden Desa Citapen yakni Athonic, Supergo, Bayfolan,
Gandasil B dan Gandasil D. Nilai koefisien regresi nutrisi bernilai negatif dan uji
statistiknya menunjukkan bahwa nutrisi berpengaruh nyata terhadap produksi
cabai merah keriting pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai koefisien regresi
nutrisi adalah 0,0619 dimana setiap penambahan penggunaan nutrisi sebesar satu
persen maka akan menyebabkan berkurangnya produksi sebesar 0,0619 persen
cateris paribus.
Nutrisi bekerja dengan mekanisme merangsang sel-sel tanaman sehingga
bekerja lebih giat dalam menyerap unsur hara. Jadi, semacam obat penambah
“nafsu makan” pada manusia. Aplikasi penggunaan nutrisi yang sesuai dengan
anjuran yaitu penyemprotan nutrisi pada periode waktu awal penanaman dan yang
dilakukan sebanyak satu sampai dengan dua kali penyemprotan dengan interval
14 hari. Kondisi dilapangan menunjukkan bahwa petani menggunakan dosis
pemakaian nutrisi secara berlebihan, penyebabnya yaitu selain karena kurang
memperhatikan dosis pemakaian nutrisi, petani juga tidak memperhatikan waktu
aplikasi pemakaian nutrisi yang sebaiknya diikuti sesuai dengan petunjuk yang
tertera di kemasan. Hal ini dapat dilihat dari intensitas penyemprotan nutirisi
yang dilakukan petani Desa Citapen pada umumnya yaitu dengan interval
seminggu sekali, yang dilakukan sebanyak lebih dari empat kali penyemprotan.
Kondisi tersebut sangat merugikan petani karena mengakibatkan tanaman justru
tidak bertambah subur sehingga terjadi penurunan produksi, dan dari segi
finansial terjadi peningkatan pada biaya produksi yang akan berdampak pada
berkurangnya pendapatan.
78
Tenaga Kerja (X8)
Tenaga kerja memiliki nilai koefisien regresi yang positif dan berpengaruh
nyata pada selang kepercayaan 99 persen, artinya faktor produksi tenaga kerja
sangat berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting, karena tingkat
kesalahannya adalah hanya satu persen. Nilai koefisien regresi untuk tenaga kerja
adalah 0,1312; dimana nilai positif ini menggambarkan bahwa setiap adanya
penambahan penggunaan tenaga kerja sebanyak satu persen maka produksi cabai
merah keriting akan meningkat sebesar 0,1312 persen ceteris paribus. Kondisi
dilapangan menunjukkan bahwa tenaga kerja memang sangat dibutuhkan dalam
budidaya tanaman cabai merah keritig. Tenaga kerja yang diperlukan dalam
budidaya tanaman cabai merah keriting sangatlah banyak dimana kegiatan yang
paling membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah banyak yaitu pada kegiatan
pemeliharaan, mulai dari penyiangan, pemupukan sampai dengan penyemprotan.
Oleh karena itu tenaga kerja sangat berpengaruh terhadap produksi cabai merah
keriting.
6.4 Analisis Skala Usaha (Return to Scale)
Pada model fungsi produksi Cobb Douglas, penjumlahan dari koefisien
regresi merupakan nilai elastisitas produksi total yang dapat menunjukkan skala
ekonomi usaha. Berdasarkan model fungsi produksi diperoleh nilai elastisitas
produksi total petani cabai merah keriting di Desa Citapen adalah sebesar 0,423.
Dimana nilai ini berada pada besaran elastisitas produksi 0 < Ep < 1; hal ini
menunjukkan bahwa tingkat skala usaha berada pada skala kenaikan hasil yang
menurun, artinya bahwa setiap kenaikan satu persen dari masing-masing faktor
produksi akan meningkatkan produksi cabai merah keriting yang semakin
berkurang, dimana peningkatan produksi yang terjadi sebesar 0,423 persen, atau
dengan kata lain proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi
penambahan produksi.
79
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian tentang analisis
pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting
di Desa Citapen ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan yang diperoleh dari usahatani cabai
merah keriting yang dilakukan oleh petani responden di Desa Citapen secara
umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. al ini dapat
ditunjukkan dari pendapatan/keuntungan bersih rata-rata yang dicapai petani
responden yakni Rp 86.863.853. Selain itu nilai R/C atas biaya tunai dan R/C
atas biaya total juga menunjukkan hal yang sama, yakni sebesar 2,65 dan
2,46; dengan artian bahwa penerimaan yang diperoleh petani responden
dalam mengusahakan cabai merah keriting dapat menutupi biaya usahatani
yang dikeluarkan.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi cabai merah keriting di
Desa Citapen adalah benih, pupuk kandang, pupuk NPK, petisida, nutrisi dan
tenaga kerja, dan seluruh variabel independen tersebut memiliki nilai
koefisien regresi yang positif, kecuali pestida dan nutrisi. Benih dan pupuk
kandang berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95
persen, sedangkan pupuk NPK dan nutrisi berpengaruh nyata terhadap
produksi pada tingkat kepercayaan 90 persen. Dan variabel yang
berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen adalah pestisi dan
tenaga kerja, sedangkan variabel lain yaitu pupuk SP-36 dan pupuk KCL
tidak berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada tingkat kepercayaan 85
persen ataupun 90 persen.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan serta kesimpulan, maka disarankan:
1. Dalam upaya meningkatkan pendapatan usahatani cabai merah keriting salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memperhatikan penggunaan
faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting.
Variabel yang memiliki nilai koefisien regresi positif dan berpengaruh nyata
80
seperti benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja penggunaannya
masih dapat ditambah lagi. Hal ini dikarenakan setiap penambahan dari
penggunaan benih, pupuk kandang, pupuk NPK dan tenaga kerja dapat
meningkatkan produksi cabai merah keriting. Sementara untuk variabel yang
memiliki nilai koefisien regresi yang negatif dan berpengaruh nyata yaitu
pestisida dan nutrisi, sebaiknya penggunaannya tidak ditambah lagi, karena
jika penambahan terhadap pestisida dan nutrisi tetap dilakukan, selain akan
meningkatkan biaya produksi, juga dapat mengurangi jumlah produksi cabai
merah keritingnya.
2. Diperlukan pembinaan dan penyuluhan lebih intensif dari Dinas Pertanian
melalui petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) mengenai teknik
budidaya yang lebih tepat yang dapat mengoptimalkan penggunaan faktor-
faktor produksi agar diperoleh hasil dan pendapatan yang optimal, sehingga
pengetahuan dan keterampilan petani pun dapat lebih meningkat.
81
DAFTAR PUSTAKA
Abdina MF. 2008. Analisis pendapatan usahatani jagung manis dengan polatanam tumpangsari dan monokultur: kasus Desa Ciapus dan DesaSukaharja, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[BPPP] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologibudidaya cabai merah. Bandar Lampung: Balai Besar Pengkajian danPengembangan Teknologi Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Sayuran di Indonesia. Badan PusatStatistik Republik Indonesia. http://www.bps.go.id/images/bps.ico. [17Maret 2011].
[BP3K] Badan Penyuluh Pertanian Perikanan Peternakan dan Kehutanan WilayahCiawi. 2010. Monografi UPT PTPHPK wilayah Ciawi. KabupatenBogor : BP3K wilayah Ciawi.
Hendrawanto E. 2008. Analisis pendapatan dan produksi cabang usahatani cabaimerah [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Iriawan N, Astuti PA. 2009. Mengolah data statistik dengan mudahmenggunakan minitab 14. Jakarta: Penerbit Andi.
[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jendral Hortikultura. 2009. Konsumsi Per kapitaHortikultura. Jakarta: Ditjen Hortikultura, Kementrian Pertanian.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Ministry of Agriculture Republic ofIndonesia. Departemen Petanian. Jakarta.
Nadhwatunnaja N. 2008. Analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yangmempengaruhi produksi paprika hidroponik di Desa Pasir Langu,Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nixon MT. 2010. Panduan lengkap budidaya dan bisnis cabai. Jakarta:Agromedia Pustaka
Nugroho MH. 2008. Analisis pendapatan dan faktor yang mempengaruhi hasilproduksi pembenihan ikan gurami petani bersertifikat SNI (kasus di DesaBeji Kecamatan Kedung Banteng Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut PertanianBogor
Nurmala SN. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ubi jalar (studikasus: Kelompok Tani Hurip, Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga,Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor.
82
Putra IWDD. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatanusahatani jagung manis di Desa Sukajadi, Kecamatan Taman Sari,Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor.
Rahim A, Hastuti RDR. 2008. Pengantar, teori, dan kasus ekonomika pertanian.Penebar Swadaya. Jakarta.
Sari RM. 2009. Risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar diIndonesia [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Siregar FBS. 2010. Analisis pendapatan usahatani Jambu biji Desa Cimanggis,Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: FakultasPertanian, Institut Pertanian Bogor.
Siregar FM. 2008. Anaslisis usahatani cabai merah organik: studi kasus kelopoktani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Bogor[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Soeharjo dan Patong. 1973. Sendi-sendi pokok ilmu usahatani. Jurusan IlmuSosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu usahatani danpenelitian untuk pengembangan petani kecil. Jakarta: UniversitasIndonesia Press
Soekartawi. 2003. Teori ekonomi produksi dengan pokok bahasan analisis fungsiCobb Douglass. PT. Grafindo Persada. Jakarta
Soekartawi. 2006. Analisis usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. UI PressJakarta.
Sujana W. 2010. Analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi yangmempengaruhi usahatani tomat di Desa Lebak Muncang, KecamatanCiwidey, Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor.
Sumbara B. 2008. Analisis pendapatan usahatani tembakau mole dan virginia diKabupaten Garut [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut PertanianBogor.
Suratiyah K. 2008. Ilmu usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wahyudi. 2011. Panen cabai sepanjang tahun. Jakarta: Agromedia Pustaka.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1. Data Karakteristik Petani Responden Desa Citapen
NamaUmur
(Tahun)Jenis
KelaminPendidikan
PekerjaanUtama
PekerjaanSampingan
Pengalaman
BertaniCabai
(Tahun)
StatusLahan
LuasLahan
1. Jamil 47 Laki-laki SMA PetaniPengurusGapoktan
5 Penyewa 1
2. Dulloh 30 Laki-laki SD Petani - 10 Penyewa 0,5
3. Misbah 40 Laki-laki SD Petani Pedagang 10 Pemilik 1
4. Wawan 45 Laki-laki SD Petani Pedagang 15 Penyewa 0,7
5. Asik 35 Laki-laki SD Petani Pedagang 15 Penyewa 0,5
6. Rohim 27 Laki-laki SLTP Petani Pedagang 2 Pemilik 0,5
7. Didik 37 Laki-laki SD Petani Pedagang 1,5 Penyewa 0,5
8. Uut 60 Laki-laki SD Petani Pedagang 41 Penyewa 0,2
9. Anwar 35 Laki-laki SD Petani Agen Mobil 7 Penyewa 5
10. Jaja 36 Laki-laki SLTA Petani Pedagang 2 Penyewa 2
11. Ajoi 27 Laki-laki SD Petani Pedagang 3 Penyewa 1
12. Surya 39 Laki-laki SLTP Petani - 6 Penyewa 0,5
13. Dudus 42 Laki-laki SD Petani - 6 Penyewa 0,5
14. Iyus 33 Laki-laki SD Petani Ngojeg 1 Penyewa 0,3
15. Ajid 35 Laki-laki SD Petani - 1 Penyewa 0,5
16. Nur 42 Laki-laki SD Petani Pedagang 4 Penyewa 0,7
17. Umar 35 Laki-laki SD Petani - 5 Penyewa 3
18.Jainudin 30 Laki-laki SD Petani Pedagang 5 Penyewa 0,5
19. Udih 45 Laki-laki SD Petani - 7 Penyewa 0,05
20. Harun 30 Laki-laki SMP Petani - 4 Penyewa 0,2
21. Acep 39 Laki-laki SD Petani - 12 Penyewa 1
22. Ujang 35 Laki-laki SD Petani Pedagang 3 Penyewa 0,6
23. Irsan 54 Laki-laki SMA PNS Petani 27 Penyewa 0,5
24. Rahmat 28 Laki-laki SD Petani Ngojeg 3 Penyewa 0,06
25. Arun 38 Laki-laki SMA Petani Pedagang 12 Pemilik 1
26. Icep M 55 Laki-laki SD Petani - 14 Pemilik 0,2
27.Kosasih 70 Laki-laki SD Petani Pedagang 40 Pemilik 1
28. Hajar 38 Laki-laki SD Petani - 20 Penyewa 0,2
29. Jamil 2 34 Laki-laki SD Petani Pedagang 10 Pemilik 1
30. Enday 42 Laki-laki SLTA Petani Pedagang 1 Pemilik 0,4
85
Lampiran 2. Rata-Rata Harga Cabai Merah Keriting di Tingkat Petani dari Tahun2010 sampai Pertengahan 2011 di Kecamatan Ciawi
BulanRata-rata Harga perkilogram (Rp)
Tahun 2010 Tahun 2011
Januari 35.30035.300
Februari 18.32525.550
Maret 14.55018.200
April 15.20015.250
Mei 20.9406.100
Juni 25.3504.600
Juli 28.170 -
Agustus 12.500 -
September 8.330 -
Oktober 9.450 -
November 16.200 -
Desember 31.700 -
Rata-Rata 19.668 17.500
Sumber : Kelompok Tani Pondok Menteng (2011)
86
Lampiran 3. Data Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi Usahatani CabaiMerah Keriting Per Hektar di Desa Citapen Perhektar untuk SatuKali Musim Tanam
Responden
Produksi(Y)
Benih(X1)
P.Kand(X2)
NPK(X3)
SP-36(X4)
KCL(X5)
Pestd(X6)
Nutrs(X7)
TK(X8)
Kg Gr Kg Kg Kg Kg Ltr Ltr HOK
1. Jamil 6200 51 4076 193,83 140 396 51 39 848,00
2. Dulloh 4500 82 3892 175,37 140 214 82 25 424,00
3. Misbah 10000 120 4241 415,35 350 314 30 63 1272,00
4. Wawan 5600 30 5134,3 369,2 350 246 49 38 848,43
5. Asik 13600 84 22746 553,8 280 262 19 88 1696,84
6. Rohim 7940 166 12620 415,35 420 158 44 163 1272,00
7. Didik 6240 166 4884 239,98 210 144 65 31 424,18
8. Uut 8500 30 12905 286,13 245 125 64 39 847,71
9. Anwar 10640 74 18638,4 203,06 210 222 25 44 2120,60
10. Jaja 11850 89,5 22916 738,4 154 363 24 31 848,15
11. Ajoi 4800 25 3925 193,83 266 219 62 63 848,01
12. Surya 6600 74 4584 203,06 280 162 46 38 1697,43
13. Dudus 10192 50 5806 267,67 210 218 20 13 2121,20
14. Iyus 6035 30 4093,3 193,83 280 267 49 26 847,67
15. Ajid 7450 50 11610 323,05 140 216 29 39 848,00
16. Nur 15480 74 23832,8 738,4 280 290 21 26 6362,00
17. Umar 11280 224 21174,6 230,75 175 201 26 31 848,47
18. Jainudin 8500 166 16134 230,75 140 236 65 1 848,30
19. Udih 3600 30 4340 212,29 350 180 72 39 222,46
20. Harun 13200 90 22150 193,83 420 270 21 4 847,57
21. Acep 8000 166,5 13264 221,52 140 169 39 45 847,96
22. Ujang 7500 43,3 4461,6 276,9 280 270 23 53 423,33
23. Irsan 8000 200 3892 295,36 140 268 44 51 5089,97
24. Rahmat 4080 16,6 9416,6 184,6 210 150 23 31 211,90
25. Arun 9800 28 17844 369,2 140 313 34 39 848,22
26. Icep M 8520 50 17110 323,05 210 265 39 6 847,99
27. Kosasih 8000 30 15944 230,75 140 272 20 46 1271,97
28. Hajar 6100,2 165 5775 203,06 210 220 49 39 1696,79
29. Jamil 2 9000 74 17337 286,13 210 387 38 63 4241,10
30. Enday 10000 250 15200 461,5 280 193 27 40 848,25
Rata-Rata 8373,5 90,98 11664,9 307,67 233 240 40 41,7 1414
87
Lampiran 4. Analisi Biaya Sewa Lahan Tunai dan Diperhitungkan serta PajakLahan pada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di DesaCitapen Perhektar untuk Satu Kali Musim Tanam
No RespondenStatus
PenguasaanLahan
BiayaSewa Lahan
Tunai(Rp)
BiayaSewa Lahan
Diperhitungkan(Rp)
PajakLahan(Rp)
1 Jamil Penyewa 5.000.000 - -2 Dulloh Penyewa 3.500.000 - -3 Misbah Pemilik - 3.700.000 500.0004 Wawan Penyewa 5.000.000 - -5 Asik Penyewa 5.000.000 - -6 Rohim Pemilik - 3.700.000 500.0007 Didik Penyewa 2.500.000 - -8 Uut Penyewa 2.500.000 - -9 Anwar Penyewa 5.000.000 - -
10 Jaja Penyewa 3.000.000 - -11 Ajoi Penyewa 5.000.000 - -12 Surya Penyewa 4.000.000 - -13 Dudus Penyewa 4.500.000 - -14 Iyus Penyewa 5.000.000 - -15 Ajid Penyewa 2.500.000 - -16 Nur Penyewa 4.000.000 - -17 Umar Penyewa 7.000.000 - -18 Jainudin Penyewa 5.000.000 - -19 Udih Penyewa 6.000.000 - -20 Harun A Penyewa 6.000.000 - -21 Acep Penyewa 6.500.000 - -22 Ujang Penyewa 7.000.000 - -23 Irsan Penyewa 6.000.000 - -24 Rahmat Penyewa 5.000.000 - -25 Arun Pemilik - 3.700.000 500.00026 Icep M Pemilik - 3.700.000 800.00027 Kosasih Pemilik - 3.700.000 750.00028 Hajar Pemilik - 3.700.000 500.00029 Jamil 2 Pemilik - 3.700.000 500.00030 Enday Penyewa 6.000.000 - -Rata-rata Per Tahun 3.700.000 863.333 135.000Rata-rata Permusim Tanam 2.158.333 503.611 78.750
88
Lampiran 5. Analisi Biaya Penggunaan Turus, Tali Rapia, Karung dan Polybagpada Usahatani Cabai Merah Keriting Per Hektar di Desa CitapenPerhektar untuk Satu Kali Musim Tanam
RespondenLuas
Lahan(Ha)
Penggunaan Alat perluas lahansebenarnya
Penggunaan Alat Per Hektar
Turus(Batang)
TaliRapia(Unit)
Karung(Unit)
Polybag(Kg)
Turus(Batang)
TaliRapia(Unit)
Karung(Unit)
Polybag(Kg)
1. Jamil 1 12.400 10 177 41 12.400 10 177 41
2. Dulloh 0,5 9.000 4 64 30 18.000 8 129 60
3. Misbah 1 20.000 7 286 67 20.000 7 286 67
4. Wawan 0,7 11.200 6 112 37 16.000 9 160 53
5. Asik 0,5 8.000 4 194 27 16.000 8 389 53
6. Rohim 0,5 9.925 6 113 33 19.850 12 227 66
7. Didik 0,5 7.800 5 89 26 15.600 10 178 52
8. Uut 0,2 3.400 3 49 11 17.000 15 243 57
9. Anwar 5 66.500 45 1.520 222 13.300 9 304 44
10. Jaja 2 31.600 18 677 105 15.800 9 339 53
11. Ajoi 1 16.000 12 137 53 16.000 12 137 53
12. Surya 0,5 5.000 8 94 17 10.000 16 189 33
13. Dudus 0,5 8.000 9 146 27 16.000 18 291 53
14. Iyus 0,3 5.100 4 52 17 17.000 13 172 57
15. Ajid 0,5 7.450 4 106 25 14.900 8 213 50
16. Nur 0,7 10.500 7 310 35 15.000 10 442 50
17. Umar 3 36.000 25 967 120 12.000 8 322 40
18.Jainudin 0,5 10.000 5 121 33 20.000 10 243 67
19. Udih 0,05 1.500 1 5 5 30.000 20 103 100
20. Harun 0,2 6.000 2 75 20 30.000 10 377 100
21. Acep 1 16.000 2 229 53 16.000 2 229 53
22. Ujang 0,6 9.000 6 129 30 15.000 10 214 50
23. Irsan 0,5 8.000 5 114 27 16.000 10 229 53
24. Rahmat 0,06 1.440 1 7 5 24.000 17 117 80
25. Arun 1 20.000 11 280 67 20.000 11 280 67
26. Icep M 0,2 4.800 2 49 16 24.000 10 243 80
27. Kosasih 1 16.000 13 229 53 16.000 13 229 53
28. Hajar 0,2 3.600 4 35 12 18.000 20 174 60
29. Jamil 2 1 12.000 10 257 40 12.000 10 257 40
30. Enday 0,4 6.400 3 114 21 16.000 8 286 53
Rata-rata 0,84 12753,83 8,07 224,58 42,51 17395 11,08 239,24 57,98
89
Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Cabai MerahKeriting di Desa Citapen dengan Metode OLS
The regression equation isProduksi = 5,38 + 0,105 Benih + 0,163 Pupuk Kandang + 0,174 Pupuk NPK
+ 0,0747 Pupuk SP36 + 0,088 Pupuk KCL - 0,250 Pestisida- 0,0619 Nutrisi + 0,131 Tenaga Kerja
Predictor Coef SE Coef T P VIFConstant 5,376 1,237 4,35 0,000Benih 0,10451 0,04252 2,46 0,023 1,264Pupuk Kandang 0,16330 0,05899 2,77 0,012 2,046Pupuk NPK 0,17400 0,09674 1,80 0,086 1,830Pupuk SP36 0,07470 0,08760 0,85 0,403 1,206Pupuk KCL 0,0878 0,1228 0,71 0,483 1,562Pestisida -0,24997 0,08464 -2,95 0,008 1,712Nutrisi -0,06190 0,03545 -1,75 0,095 1,325Tenaga Kerja 0,13120 0,04525 2,90 0,009 1,521
S = 0,153624 R-Sq = 86,5% R-Sq(adj) = 81,4%
PRESS = 1,22747 R-Sq(pred) = 66,62%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F PRegression 8 3,18165 0,39771 16,85 0,000Residual Error 21 0,49561 0,02360Total 29 3,67726
Durbin-Watson statistic = 1,90477
90
Lampiran 7. Uji Normalitas dan Homoskedasitas Fungsi Produksi Cabai MerahKeriting di Desa Citapen
Normalitas
Homoskedisitas