ANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2009-2011
FERRY IRAWAN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
ANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2009-2011
(Analysis the Achievement of Community Nutrition Program in Musi Banyuasin District in 2009 until 2011)
Ferry Irawan1, Evy Damayahti2, Leily Amalia3
Abstract The aim of this research was to analyze the achievement of community
nutrition programs in Musi Banyuasin District in 2009 until 2011. Cross-sectional design was used in this study. Data retrieval is performed in the Dinas Kesehatan of Musi Banyuasin in July 2012 which is derived from the data 25 Clinics in 11 town in Musi Banyuasin. Research results on average index W/U 10.39%. TB/U index 45.31%, the index W/TB 11.84%. Of achievement an Breast feeding 38.38%. In achievement of Fe-I in pregnant women 85.44%. In achievement of Fe-III in pregnant women 78,53%. Achievement of vitamin A blue capsules for baby in February 83.59%, August 75.37%, while achievement of vitamin A red capsules in February 86.81%, August 80.99%. The average achievement toddler having KMS (K/S) 79.02%. The average achievement of community participation (D/S) 61.62%. The average achievement toddler is his weight (N/D) 51.81%. The average achievement program weighing scope (D/K) 61.62%. Policies of nutrition program have reached the target, but for some programs still need more intensive treatment-related increases of the achievement program through the scaling up nutrition through collaboration between Government, private sector, cross through in CSR program and community empowerment through non-governmental organizations.
Key words: breast milk, Fe tablets, nutritional status, performance nutrition
program (SKDN), vitamin A
RINGKASAN
FERRY IRAWAN. I14104039. Analisis Pencapaian Program Gizi Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011, Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI, LEILY AMALIA
Data Statistik WHO 2010 menyatakan bahwa gizi salah di seluruh dunia menyumbang 11% dari beban global penyakit, menyebabkan gangguan kesehatan jangka panjang, kemiskinan, kecacatan, gangguan pendidikan dan gangguan perkembangan. Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan masih besarnya prevalensi gizi kurang pada anak balita seperti kurang energi protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia kurang zat besi dan Kurang Yodium. Prevalensi KEP pada periode 1989-1999 menurun dari 29.5% menjadi 27.5% atau rata-rata terjadi penurunan 0.40% per tahun, namun pada periode 2000-2005 prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) meningkat kembali dari 24.6% menjadi 28.0%. (Riskesdas 2007)
Secara umum tujuan penelitian ini adalah Analisis pencapaian program gizi masyarakat untuk Kesiapan Gerakan Scaling up Nutrition (SUN) di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. Tujuan khusus (1) Menganalisis status gizi balita di Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2009-2011 (2) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program perbaikan status gizi di Kabupaten Musi BanyuasinTahun 2009-2011 (3) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program pemberian kapsul vitamin A pada balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (4) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamildi Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (5) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian program pemberian ASI Ekslusif pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (6) Mengidentifikasi cakupan dan pencapaian hasil kinerja program gizi (SKDN)
Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada 8 indikator keluaran yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan khususnya bidang perbaikan gizi yaitu; 100% balita gizi buruk ditangani/dirawat, 85% balita ditimbang berat badannya, 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 90% rumah tangga mengonsumsi garam beryodium, 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A, 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, 100% kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi, dan 100% penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana.
Di Indonesia, anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi untuk penyakit kekurangan energi protein (KEP) dan defisiensi vitamin A serta anemia defisiensi Fe. Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya (Sediaoetama 2004).
Data sekunder yang digunakan bersumber dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011. Data-data tersebut meliputi data hasil survey Penilaian Status Gizi dari 25 Puskesmas yang tersebar di 11 kecamatan, jumlah bayi yang mendapat ASI Esklusif, jumlah ibu hamil yang mendapat tablet besi, jumlah bayi balita yang mendapat kapsul vitamin A, dan kinerja program gizi melalui penimbangan balita (SKDN) di posyandu.
Berdasarkan indeks BB/U tahun 2009 (9.34%), 2010 (9.58%), 2011 (5,56%) standar WHO < 10% pertahun, rata-rata indek BB/U pertahun mengalami penurunan angka KEP total berdasarkan standar acuan yang ditetapkan. Berdasarkan indeks TB/U status gizi pendek tahun 2009 (31.62%), 2010 (12.50%), 2011 (3.56%), standar WHO < 20%, Balita Pendek mengalami
penurunan dari tahun ketahun. Berdasarkan indeks BB/TB sangat kurus dan kurustahun 2009 (12.54%), 2010 (8.76%), 2011(3.4%) standar WHO 10,1-15, Balita dengan status gizi sangat kurus dan kurus mengalami penurunan dari tahun ketahun.
Pencapaian program pemberian ASI Esklusif di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (38.38%) kurang baik. Pencapaian pemberian tablet Fe1 pada ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (85.44%) kurang baik. Pencapaian program pemberian tablet Fe3 pada ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (78.53%) kurang baik dan tidak mencapai target dari tahun ke tahun.
Pencapain pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin pada bulan Februari 2009-2011 (83.59%) rata-rata baik, bulan Agustus 2009-2011 (75.37%) rata-rata kurang baik. Pencapaian program pemberian kapsulvitamin A merah pada balita bulan Februari 2009-2011 (86.81%), bulan Agustus 2009-2011(80.99%) rata- rata baik dan memenuhi target, pencapaian program pemberiankapsulvitamin A merah pada balita memenuhi target yang diharapkan.
Pencapaian K/S Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 adalah kurang baik (79.02%), pencapaian rata-rata K/S belum memenuhi target yang diharpkan.PencapaianD/S Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 adalah kurang baik (61.62%), pencapaian rata- rata D/S tahun 2009-2011 belum memenuhi target yang ditetapkan. PencapaianN/D Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 adalah baik (84.09%), pencapaian rata-rata N/D telah memenuhi target yang diharapkan.PencapaianD/K Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 (75.55%) kurang baik, pencapaian rata-rata D/K belum memenuhi target yang diharapkan.
Secara keseluruhan Analisis pencapaian program gizi dilihat berdasarkan (1). Status gizi balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 indeks BB/U pertahun mengalami penurunan angka KEP total berdasarkan (standar WHO 10%), indeks TB/U Balita Pendek mengalami penurunan (standar WHO < 20%), indeks BB/TB sangat kurus dan kurus mengalami penurunan (standar WHO 10.1-15%). (2). Pencapaian target program ASI Esklusif, Tablet Fe-I, Tablet Fe-III masih termasuk kategori kurang baik. Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Februari 2009-2011 termasuk kategori baik, sedangkan Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Agustus pada bayi katagori kurang baik, sedangkan pada balita katagori baik. Pencapaian target K/S, D/S, D/K termasuk kategori kurang baik, sedangkan N/D termasuk kategori baik.
ANALISIS PENCAPAIAN PROGRAM GIZI MASYARAKAT DI KABUPATEN MUSI BANYUASIN TAHUN 2009-2011
FERRY IRAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
Dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Pencapaian Program Gizi Masyarakat Di Kabupaten
Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Nama : Ferry Irawan
NIM : I141040039
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS Leily Amalia,STP,MSi
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 10 Februari 1976 dari pasangan
Bapak H. Matcik, BBA dan Ibu Paiqoh. Penulis menamatkan SD Negeri No 42
tahun 1988, dan SMP Negeri 13 tahun 1991 dan menamatkan SMA Negeri 02
tahun 1995, dan Jenjang Diploma III di Akademi Gizi Palembang tahun 1999.
Pada tahun 2001 penulis mendapat kesempatan bekerja di PT Kimia Farma, Tbk
sampai dengan tahun 2005, dan pada tahun 2005 tersebut Penulis mendapat
kesempatan mengabdi di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sampai
dengan sekarang, dan penulis juga mendapat kesempatan melanjutkan
pendidikan ke jenjang strata satu (S1) di Institut Pertanian Bogor (IPB) dari tahun
2010 sampai dengan tahun 2013 dengan mendapat beasiswa dari Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin.
PRAKATA
Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan kasih
sayangnya yang telah tercurah dan tidak terhingga banyaknya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pencapaian Program Gizi
Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011”. Penyusunan
skripsi ini merupakan syarat bagi penulis untuk mendapat gelar Sarjana Gizi
pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS
selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah memberikan kesempatan,
motivasi, bimbingan, dan arahan sejak awal penelitian dan penulisan skripsi ini.
Leily Amalia, STP, MSi.selaku dosen pembimbing II yang telah senantiasa sabar
membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan penelitian dan
penyelesaian penulisan skripsi. Dr. Ir. Cecilia Meti, M.Sc selaku dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan sejak masa awal
perkuliahan. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati. MS selaku dosen penguji skripsi yang
telah berkenan menjadi penguji skripsi saya. Keluarga tercinta : (Alm) kedua
orangtua, (Alm) Bapak dan ibu mertua, istri, dan anak-anak, saudara-saudara
tercinta yang penulis sayangi, yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan,
semangat, kesabaran, ketulusan, kasih sayang dan do’anya. Teman-teman
seperjuangan Alih Jenis Gizi Masyarakat angkatan 44 tahun 2010 dan teman-
teman satu bimbingan. Sejawat penulis di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pihak-
pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan dan
dukungannya. Penulis juga menyadari dan berharap hasil penelitian ini dapat
terlaksana dengan baik sehingga bermanfaat bagi semua. aamiin
Bogor, Maret 2013
Ferry Irawan
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 4
Manfaat ................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA
Sasaran Pembangunan Gizi ................................................................................ .5
Penilaian Status Gizi .............................................................................................. 7
Gizi Buruk ............................................................................................................. 8
Pemberian ASI Eksklusif ...................................................................................... 10
Pemberian Tablet Fe pada Ibu Hamil ................................................................... 11
Pemberian Kapsul Vitamin A ............................................................................... 13
Kinerja Program Gizi (SKDN) di Posyandu .......................................................... 14
Surveilaince Gizi ................................................................................................. 16
Tugas Pokok dan Fungsi ..................................................................................... 16
Program dan Target Program .............................................................................. 18
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................... 19
METODE PENELITIAN
Desain, waktu, dan tempat .................................................................................. 22
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ..................................................................... 22
Pengolahan Data ................................................................................................. 22
Pengkategorian Variabel Penelitian ..................................................................... 22
Analisis Data ....................................................................................................... 22
Definisi Operasional ............................................................................................. 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah ................................................................................... 26
Balita dan Ibu Hamil ............................................................................................. 28
Status Gizi Balita ................................................................................................. 29
Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur. ............................... 29
Status Gizi Balita Berdasarkan Tinggi Badan Menurut Umur ............................... 32
ii
Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Tinggi Badan .................... 33
Program Pemberian ASI Esklusif ......................................................................... 35
Pencapaian Program Pemberian ASI Esklsusif ................................................... 36
Program Pemberian Tabet Besi (Fe) Pada Ibu Hamil .......................................... 39
Distribusi Tablet Besi (Fe) ................................................................................... 40
Target Program Pemberian Tablet Besi (Fe) ....................................................... 40
Pencapaian Program Pemberian Tablet Besi (Fe) ............................................... 40
Program Pemberian Kapsul Vitamin A ................................................................. 43
Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Biru ..................................... 44
Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Merah .................................. 46
Kinerja Program Gizi (SKDN)............................................................................... 48
Pencapaian K/S .................................................................................................. 48
Pencapaian D/S ................................................................................................... 49
Pencapaian N/D .................................................................................................. 51
Pencapaian D/K ................................................................................................... 53
Rekomendasi Perbaikan Program Gizi ................................................................ 54
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................................................... 56
Saran ................................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 58
LAMPIRAN .......................................................................................................... 62
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Kategori Status Gizi ....................................................................................... 8
2. Program dan Target Program Gizi di Kabupaten Musi Banyuasin .................. 18
3. Pengkategorian Variabel ................................................................................ 23
4. Distribusi Jumlah Penduduk .......................................................................... 27
5. Jumlah Posyandu .......................................................................................... 28
6. Distribusi Balita Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................. 28
7. Distribusi Balita Berdasarkan Umur................................................................ 29
8. Distribusi Ibu Hamil ........................................................................................ 29
9. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator BB/Umur ......................... 31
10. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator TB/Umur.......................... 33
11. Distribusi StatusGizi Balita Berdasarkan Indikator BB/TB ............................. 35
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Prioritas Pembangunan pada Scaling Up Nutrition 6
2. Tumbuh Kembang Janin dan Bayi 7
3. Alur Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Surveilance Program Gizi ............... 16
4. Kerangka Konsep ............................................................................................ 21
5. Persentase Gizi Buruk di Kecamatan .............................................................. 30
6. Persentase Gizi Kurang di Kecamatan ............................................................ 31
7. Persentase Gizi Pendek di Kecamatan ........................................................... 32
8. Persentase Gizi Sangat Kurus di Kecamatan .................................................. 34
9. Persentase Gizi Kurus di Kecamatan .............................................................. 34
10. Persentase Pencapaian Program ASI Esklusif di Kecamatan ........................ 36
11. Analisis Pencapaian Program ASI Esklusif di Kabupaten ................................ 37
12. Persentase Pencapaian Program Pemberian Tablet Fe-I di Kecamatan ......... 41
13. Persentase Pencapaian Program Pemberian Tablet Fe-III di Kecamatan ....... 42
14. Analisis Pencapaian Program Pemberian Tablet Fe-I dan Fe-III di
Kabupaten ....................................................................................................... 42
15. Program Pemberian Kapsul Vitamin A ............................................................ 43
16. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Biru Bulan
Februari di Kecamatan .................................................................................... 44
17. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Biru Bulan
Agustus di Kecamatan ................................................................................... 44
18. Analisis Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Biru Bulan
Februari dan Agustus di Kabupaten ................................................................ 45
19. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Merah Bulan
Februari di Kecamatan .................................................................................... 46
20. Persentase Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Merah Bulan
Agustus di Kecamatan .................................................................................... 46
21. Analisis Pencapaian Pemberian Kapsul Vitamin A Merah Februari
dan Agustus di Kabupaten .............................................................................. 47
22. Persentase Pencapaian K/S di Kecamatan ..................................................... 48
23. Analisis cakupan dan pencapaian program K/S di Kabupaten ......................... 49
24. Persentase Pencapaian D/S di Kecamatan ..................................................... 49
25. Analisis Cakupan dan Pencapain program D/S di Kabupaten ......................... 50
v
26. Persentase Pencapaian N/D di Kecamatan .................................................... 51
27. Analisis Cakupan dan Pencapaian N/D di Kabupaten ..................................... 52
28. Persentase Pencapaian D/K di Kecamatan .................................................... 53
29. Analisis Cakupan dan Pencapaian D/K di Kabupaten ..................................... 53
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Analisis Masalah dan Penaganan Masalah Gizi di Kabupaten ....................... 62
2. Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan Renstra
Tahun 2012 – 2017 Kabupaten Musi Banyuasin ............................................ 64
3. Renstra SKPD Badan Ketahanan Pangan Daerah(BKPD)
Kabupaten Musi Banyuasin............................................................................ 66
4. Distribusi Jumlah Puskesmas, Posyandu, dan Kader Posyandu .................... 67
5. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ..................................... 68
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data Statistik WHO (2010) menyatakan bahwa gizi salah di seluruh
dunia menyumbang 11% dari beban global penyakit, menyebabkan gangguan
kesehatan jangka panjang, kemiskinan, kecacatan, gangguan pendidikan dan
gangguan perkembangan. Sebanyak 186 juta anak-anak di seluruh dunia
mengalami gangguan pertumbuhan. Beberapa faktor penyebab masalah
tersebut diantaranya yaitu gizi buruk, berat badan rendah, pemberian ASI yang
tidak optimal, kekurangan vitamin dan mineral, khususnya vitamin A, zat besi,
yodium dan seng yang berpengaruh terhadap 3,9 juta kematian (35% dari total
kematian) dan 144 juta cacat yang hidup (33% dari jumlah cacat hidup) pada
anak kurang dari lima tahun (Soekirman 2012).
Menurut WHO (2010) anak pendek adalah anak yang tinggi badannya
pada umur tertentu lebih rendah dari standar WHO yang telah disepakati menjadi
patokan yang berlaku universal. Misalnya anak perempuan umur 4 tahun
tingginya 94 cm adalah pendek karena kurang 8,6 cm dari standar seharusnya
yaitu 102,6 cm (standar WHO) (Soekirman 2012).
Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan masih
besarnya prevalensi gizi kurang pada anak balita seperti kurang energi protein
(KEP), kurang Vitamin A (KVA), anemia kurang zat besi dan kurang Yodium.
Prevalensi KEP pada periode 1989-1999 menurun dari 29.5% menjadi 27.5%
atau rata-rata terjadi penurunan 0.40% per tahun, namun pada periode 2000-
2005 prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) meningkat kembali dari 24.6%
menjadi 28.0% (Riskesdas 2007).
Dari 23 juta anak balita di Indonesia, menurut data Kementerian
Kesehatan (2010) 7,6 juta di antaranya (36%) adalah pendek. Dengan jumlah
tersebut menurut WHO Indonesia tercatat menduduki peringkat ke 5 terbanyak
anak pendek di dunia. Ilmu pengetahuan mutakhir dan diakui oleh lembaga-
lebaga PBB, faktor utama pendek adalah lingkungan yang tidak mendukung
proses pertumbuhan dan perkembangan anak sejak usia janin. Faktor
lingkungan yang dominan di negara berkembang dan miskin adalah kekurangan
gizi dan penyakit infeksi. Faktor tersebut menjadi penyebab sepertiga sampai
separuh ibu hamil sejak awal kehamilan kekurangan gizi dan tidak sehat.
2
Keadaan ini menyebabkan anak kekurangan gizi sejak dalam kandungan (janin),
bayi dan berlangsung terus sampai usia 2 tahun (Soekirman 2012).
Menurut penelitian di Inggris berbagai kegiatan atau intervensi gizi yang
spesifik sektor kesehatan (Posyandu, PMT, gizi seimbang, kapsul vitamin A,
tablet Besi, taburia, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan
dan lain-lainnya) hanya 30% efektif mengatasi masalah gizi. Sisanya (70%)
memerlukan intervensi lintas sektor untuk kegiatan yang secara tidak langsung
dan sensitif berdampak pada gizi anak pada 1000 hari pertama (Soekirman
2012).
Gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) bermaksud untuk memadukan dan
mengarahkan intervensi gizi spesifik dan sensitif menjadi suatu gerakan
kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat yang terpadu dan konvergen
menuju sasaran sama yaitu mencegah dan mengatasi masalah gizi, baik
kekurangan gizi, kegemukan maupun penyakit tidak menular (PTM).
Undang-undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang
Kesehatan Bab.XIII pasal 167 mengenai Pengelolaan Kesehatan menyatakan
bahwa : Pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau masyarakat melalui pengelolaan administrasi kesehatan,
informasi kesehatan, sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatan, serta pengaturan hukum kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Pengelolaan Kesehatan dilakukan secara berjenjang di
Pusat dan di Daerah serta dibuat dalam suatu Sistem Kesehatan Nasional.
Untuk mempercepat hasil pemerataan pembangunan telah dikeluarkan
Undang-Undang RI No. 22 yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang No.
32 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 33 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000
tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah
otonom. Undang-undang tersebut memberikan keleluasaan kepada pemerintah
Kabupaten/Kota untuk menentukan prioritas pembangunan di daerahnya,
dengan demikian daerah diharapkan memiliki kemampuan memilih prioritas
penanggulangan masalah gizi sesuai dengan masalah dan sumber daya yang
tersedia.
3
Berbagai upaya telah dilakukan Dinas Kesehatan dan Puskesmas yang
merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dengan melibatkan peran
serta masyarakat untuk menangani masalah gizi yang pada hakikatnya adalah
masalah kesehatan masyarakat. Namun demikian penanggulangan tidak dapat
dilakukan hanya dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.
Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan
penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait (Supariasa
2002)
Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas
Kesehatan telah berupaya mengumpulkan data cakupan program perbaikan gizi
masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin. Hal tersebut tercermin pada data tahun
2003 yang telah dipublikasikan, dimana cakupan kapsul vitamin A balita bulan
Februari dan Agustus 88,90%, cakupan vitamin A bayi bulan Februari dan
Agustus 66,95%, cakupan ibu hamil mendapat tablet tambah darah (Fe) 75,9%,
cakupan penimbangan balita yaitu yang ditimbang dibagi jumlah sasaran (D/S)
mencapai 41,1%, untuk cakupan balita yang mengalami kenaikan berat badan
dibagi jumlah sasaran (N/D) yaitu pada balita mencapai 71,93%. Kabupaten Musi
Banyuasin menargetkan cakupan penimbangan balita di posyandu mencapai
90% (Direktorat Gizi Masyarakat 2005). Data Cakupan vitamin A bayi bulan
Februari dan Agustus 2006 (83,80%), cakupan kapsul vitamin A balita bulan
Februari dan Agustus (86,08%), KEP balita tahun 2006 (9,7%), data
penimbangan tahun 2006 Kabupaten Musi Banyuasin yaitu K/S (77%), D/S
(55%), D/K (72%), N/D (65%) (Dinkes Musi Banyuasin).
Data cakupan BB/U balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2007
(20%), cakupan TB/U balita (37%), cakupan BB/TB balita (20,1%), total vitamin
A (61,6%), cakupan penimbangan (19,4%), kepemilikan kartu menuju sehat
(KMS) sebesar (25%) (Riskesdas 2007). Data Kabupaten Musi Banyuasin tahun
2008 yaitu cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita 2 x pemberian
(82,34%), ibu hamil mendapat 90 tablet Fe (5,17%), cakupan ASI Esklusif
(44,22%) (Dinkes Musi Banyuasin 2008). Dengan masih rendahnya hasil
cakupan dan pencapaian program gizi di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun
ke tahun maka penulis tertarik untuk menganalisis program gizi masyarakat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin selama tiga tahun berjalan apakah
sudah tercapai atau belum dan bagaimana cara meningkatkan cakupan dan
pencapaian program tersebut, sehingga target yang diharapkan dapat tercapai.
4
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pencapaian program gizi masyarakat di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi dan menganalisis status gizi balita di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian program
pemberian tablet tambah darah (Fe) pada ibu hamil di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian program
pemberian kapsul vitamin A di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011.
4. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian program
pemberian ASI Ekslusif yang telah dilaksanakan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011.
5. Mengidentifikasi dan menganalisis cakupan dan pencapaian kinerja program
gizi (SKDN) di Posyandu.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini :
1. Bagi Pengambil Kebijakan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan data cakupan program
perbaikan gizi masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin, masukan atau
pertimbangan bagi penyusun dan penentu kebijakan dalam mengupayakan
peningkatan pelaksanaan program perbaikan gizi masyarakat.
2. Bagi Peneliti
Menambah informasi tentang cakupan program perbaikan gizi masyarakat di
Kabupaten Musi Banyuasin.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Menambah literatur kepustakaan tentang cakupan program perbaikan gizi
masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Sasaran Pembangunan Gizi
WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan
kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Sejak janin dalam kandungan, bayi,
balita, anak, remaja, dewasa, dan umur lanjut, makanan yang memenuhi syarat
gizi merupakan kebutuhan utama untuk pertahanan hidup, pertumbuhan fisik,
perkembangan mental, prestasi kerja, kesehatan dan kesejahteraan (Soekirman
2000).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-
2014 telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan, yaitu; 1)
Meningkatkan Umur Harapan Hidup menjadi 72 tahun; 2) Menurunkan Angka
Kematian Bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup; 3) Menurunkan Angka
Kematian Ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup; dan 4) Menurunkan
prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan menurunkan prevalensi balita pendek
menjadi 32%. Untuk mencapai sasaran RPJMN Tahun 2010-2014 bidang
kesehatan, Kementerian Kesehatan telah menetapkan Rencana Strategi
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014, yang memuat indikator keluaran
yang harus dicapai, kebijakan dan strategi.
Di bidang perbaikan gizi telah ditetapkan 8 indikator keluaran, yaitu;
100% balita gizi buruk ditangani/dirawat, 85% balita ditimbang berat badannya,
80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif, 90% rumah tangga
mengonsumsi garam beryodium, 85% balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin
A, 85% ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, 100% kabupaten/kota melaksanakan
surveilans gizi, dan 100% penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah
bencana (Kemenkes 2010).
Di Indonesia, anak kelompok balita menunjukkan prevalensi paling tinggi
untuk penyakit kekurangan kalori protein (KKP) dan defisiensi vitamin A serta
anemia defisiensi Fe. Kelompok umur ini sulit dijangkau oleh berbagai upaya
kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya (Sediaoetama 2004). Selain itu
Indonesia juga menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan
masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh
kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan
(sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan
kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium) (Almatsier 2009).
6
Arah pembangunan Gizi sesuai dengan UU 17/2007 : Rencana
Pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) 2005-2025 menitikberatkan
pada pembangunan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor, yang
meliputi : 1) produksi, 2) pengolahan, 3) distribusi, 4) konsumsi pangan, 5)
kandungan gizi yang cukup seimbang, 6) terjamin keamanannya.
Faktor-faktor penyebab terjadinya kekurangan gizi pada balita antara
lain karena faktor kemiskinan sehingga orang tua tidak mampu memberikan
makanan bergizi, faktor ketidaktahuan ibu tentang makanan bergizi, serta faktor
penyakit yang diderita balita hingga menyebabkan nafsu makan berkurang
(Siswono 2006).
Selain itu faktor penyebab lain timbulnya gizi kurang pada anak balita
lebih komplek, maka upaya penanggulangannya memerlukan pendekatan dari
berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi. Artinya tidak cukup dengan
memperbaiki aspek makanan, tetapi juga lingkungan hidup anak seperti pola
pengasuhan, pendidikan ibu, air bersih dan kesehatan lingkungan, mutu
pelayanan kesehatan dan sebagainya (Soekirman 2000).
Dalam pelaksanaan program perbaikan gizi dan prioritas pembangunan
pada gerakan Scaling Up Nutrition (SUN) memiliki beberapa program yang
dapat dilihat pada Gambar 1:
Sumber : Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional
Gambar 1 Prioritas Pembangunan pada Scaling Up Nutrition
Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa prevalensi KEP Nasional pada
balita dimana prevalensi status gizi buruk sebesar 4.9% dan status gizi kurang
sebesar 13%. Program Scaling Up Nutrition (SUN) movement merupakan upaya
global dari berbagai negara dalam rangka memperkuat komitment dan rencana
aksi percepatan perbaikan gizi, khususnya penanganan gizi sejak 1000 hari dari
masa kehamilan hingga usia 2 tahun. Periode tumbuh kembang janin dan bayi
Kebijakan Dengan Prioritas pada
pangan, gizi, dan jaminan
kesehatan untuk semua
Pengarusutamaan
pembangunan gizi
pada lintas sektor
Cakupan Luas Pada
Intervensi gizi
7
apabila tidak ditangani dengan baik dapat berdampak jangka pendek dan jangka
panjang ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :
Dampak jangka pendek Dampak jangka panjang
Sumber : Short and long term effect of early nutrition ( James et al 2000)
Gambar 2 Tumbuh Kembang Janin dan Bayi
Penilaian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel-
variabel tertentu. Status gizi juga merupakan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau
keadaan fisiologik akibat dari kondisi ketersediaan zat gizi dalam seluruh tubuh
(Supariasa, 2002). Status gizi merupakan salah saru faktor yang menentukan
sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Status gizi didefinisikan sebagai
keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi (Riyadi 2001).
Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian konsumsi
pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif Cara lain yang sering
digunakan untuk mengetahui status gizi yaitu dengan cara biokimia, antropometri
ataupun secara klinis (Baliwati dan Khomsan 2004). Saat ini pengukuran
antropometri (ukuran – ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian
status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi
dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran
pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak
tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non – fat mass) (Baliwati dan
Khomsan 2004).
Gizi pada 1000
hari pertama
kehidupan
( janin dan bayi)
2 tahun)
Perkembangan
Otak
Pertumbuhan massa
tubuh dan komposisi
badan
Metabolisme glukosa,
lipids, protein,
Hormon/receptor/gen
Kekebalan
Kapasitas kerja
Diabetes, Obesitas,
Penyakit jantung dan
pembuluh darah,
kanker, stroke, dan
disabilitas
Kognitif dan
prestasi belajar
Mati
8
Indikator status gizi balita (bawah lima tahun) merupakan salah satu
indikator yang dapat menunjukkan tingkat sosial ekonomi suatu wilayah. Saat ini
kegiatan pemantauan status gizi (PSG) secara Nasional dilakukan melalui dua
kegiatan yaitu pengumpulan data antropometri dalam Survey Sosial Ekonomi
Sosial (SUSENAS) yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dan kedua
Pengumpulan data Antropometri melalui Pemantauan Status Gizi (PSG) yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan.
Pelaksanaan Pemantauan Status Gizi (PSG) di Kabupaten Musi
Banyuasin Tahun 2006, dimaksudkan untuk menyediakan informasi status gizi
balita yang akurat dan tepat secara berkala untuk membantu penentu kebijakan
dan perencanaan program pangan dan gizi di Kabupaten Musi Banyuasin.
Selain itu hasil PSG juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menilai
tingkat keberhasilan suatu program yang terkait dengan peningkatan status gizi
masyarakat (Profil Gizi Kab. Musi banyuasin 2006)
Tabel 1 Kategori Status Gizi dengan didasarkan pada nilai Z-nya
Ambang Batas (cut off point) Kategori
BB/U TB/U BB/TB
> 2 SD Gizi Lebih - Gemuk - 2 SD s/d + 2 SD Gizi Baik Normal Normal < -2 SD Gizi Kurang Pendek Kurus < -3 SD Gizi Buruk Pendek Sekali Sangat Kurus
Sumber: (Adisasmito, 2007)
Gizi Buruk
Balita adalah anak usia dibawah 5 tahun (anak usia 0-59 bulan) yang
ada di wilayah kerja pada kurun waktu tertentu, Gizi buruk adalah status gizi
berdasarkan indeks berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi
badan (TB) dengan nilai Z-score < -3 SD dengan atau tanpa gejala klinis,
ditangani/dirawat adalah tindakan yang diberikan kepada balita gizi buruk yang
ditemukan mulai dari rujukan, klarifikasi dan konfirmasi, pengobatan dan
pemberian makanan tambahan yang disertai dengan penyuluhan, baik rawat
jalan maupun rawat inap. Menurut Sediaoetama (2008), anak balita merupakan
kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kg berat badannya. Anak balita ini
justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat
kekurangan gizi.
Khomsan (2004) bayi sampai anak berusia 5 tahun yang lazim disebut
balita termasuk sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan
9
zat gizi termasuk KEP. Terjadinya gizi kurang pada anak balita tidak selalu
didahului dengan terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan sehingga
upaya penangulangannya memerlukan pendekatan. Salah satunya adalah
dengan memperbaiki aspek makanan.
Anak yang menderita KEP terutama pada tingkat berat (gizi buruk)
mengalami hambatan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, daya
tahan terhadap penyakit menurun sehingga meningkatkan angka kesakitan dan
risiko kematiannya cukup tinggi. Risiko Relative (RR) angka kematian bagi
penderita KEP berat 8.4 kali, KEP sedang 4.6 kali dan KEP ringan 2,4 kali
dibandingkan dengan gizi baik (Soekirman, 2000). Ketidakseimbangan
(kelebihan atau kekurangan) antara zat gizi dengan kebutuhan tubuh akan
menyebabkan kelainan patologi bagi tubuh manusia. Keadaan demikian disebut
malnutrition (gizi salah atau kelainan gizi). Secara umum, bentuk kelainan gizi
digolongkan menjadi 2 yaitu overnutrition (kelebihan gizi) dan under nutrition
(kekurangan gizi). Overnutrition adalah suatu keadaan tubuh akibat
mengkonsumsi zat-zat gizi tertentu melebihi kebutuhan tubuh dalam waktu yang
relative lama. Undernutrition adalah keadaan tubuh yang disebabkan oleh
asupan zat gizi sehari-hari yang kurang sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh (Gibson, 2005).
Notoadmojdo (2007), menyatakan bahwa salah satu kondisi yang
menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan adalah anak balita
sudah mulai bermain di tanah atau di luar rumahnya sendiri. Dengan demikian
anak-anak balita lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang
memungkinkan untuk terkena berbagai penyakit.
Munculnya kasus gizi buruk dimasyarakat seharusnya dapat dicegah
dan diketahui secara dini melalui kegiatan penimbangan bulanan balita di
Posyandu (Soekirman, 2000). Untuk itu tugas yang harus dilakukan oleh
pengelolah program gizi yaitu selain menggabungkan data kegiatan Pembinaan
Gizi Masyarakat dari Puskesmas, pengelola kegiatan gizi juga perlu melakukan
kompilasi laporan kasus gizi buruk yang dirawat di RS atau informasi dari
masyarakat dan media. Bila ada laporan kasus gizi buruk dari masyarakat atau
media, pengelola gizi perlu melakukan klarifikasi ke puskesmas mengenai
laporan atau informasi tersebut untuk melakukan konfirmasi status gizinya.
Klarifikasi laporan kasus gizi buruk dapat dilakukan melalui telepon dan
sms. Bila hasil konfirmasi ternyata balita tersebut benar gizi buruk (BB/PB atau
10
BB/TB <-3 SD dengan atau tanpa gejala klinis) maka perlu dilakukan pelacakan
atau penyelidikan kasus. Pelacakan kasus meliputi waktu kejadiannya,
tempat/lokasi kejadian dan identitas orangnya termasuk umur, jenis kelamin dan
penyebab terjadinya kasus gizi buruk.
Pelacakan kasus gizi buruk dilakukan apabila: Kasus gizi buruk belum
mendapatkan penanganan, kasus gizi buruk terkonsentrasi pada satu wilayah,
dicurigai kemungkinan adanya rawan pangan (pedoman survailance gizi).
Keluaran yang diharapkan dari langkah pengumpulan data adalah adanya
rekapitulasi laporan terkait dengan jumlah puskesmas yang melapor, ketepatan
waktu, kelengkapan dan kebenaran data yang dilaporkan (Dinkes Muba 2006).
ASI Eksklusif
ASI adalah satu-satunya makanan yang lengkap mengandung zat gizi
yang dibutuhkan bayi. Selain mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi, ASI juga mengandung zat kekebalan atau
anti-body yang melindungi anak dari infeksi terutama diare dan ISPA. Menurut
UNICEF pada tahun 1997 kurang lebih 95 persen bayi Indonesia pernah diberi
ASI, dan hanya lima persen atau kurang lebih 200.000 bayi yang sama sekali
tidak pernah mendapat ASI. Dari 95 persen bayi yang mendapat ASI hanya
sebagian kecil yang memperoleh ASI eksklusif atau ASI penuh tanpa diberikan
makanan atau minuman lain (Soekirman 2000).
Definisi ASI eksklusif bermacam-macam tetapi definisi yang sering
digunakan adalah definisi WHO yang menyebutkan ASI eksklusif adalah
pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan padat apapun kecuali
vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 6 bulan.
Beberapa studi menggunakan definisi ASI ekslusif yang berbeda seperti sebagai
pemberian hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir: 1). Bayi 0–6 bulan adalah
seluruh bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang ada di wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu, 2). ASI Esklusif 0–6 bulan adalah ASI saja yang
diberikan kepada bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari tanpa
makanan/cairan lain selama sehari sebelum dilakukan pencatatan (recall 24
jam), 3). Bayi usia 0–6 bulan yang diberikan ASI Eksklusif adalah bayi usia 0
bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang diberikan ASI saja selama sehari
sebelum dilakukan pencatatan (recall 24 jam) yang ada diwilayah kerja pada
kurun waktu tertentu ( Riskesdas 2010).
11
ASI Eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian ASI secara
esklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila
mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, la harus mulai
diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai
bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun (Roesli, 2005).
Gizi seimbang memerlukan keanekaragaman makanan oleh karena
tidak ada satu jenis makanan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan
manusia, kecuali air susu ibu (ASI) untuk bayi sampai umur enam bulan.
Beberapa jenis makanan kaya akan zat gizi tertentu, sedang jenis makanan lain
kaya akan zat gizi lainnya. Dengan makan yang beraneka ragam berarti
kekurangan zat gizi dari sesuatu makanan dapat diisi oleh zat gizi dari makanan
lain (Soekirman 2000).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui program perbaikan
gizi masyarakat telah menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan sebesar 80%.
Namun demikian angka ini sangat sulit untuk dicapai bahkan kecenderungan
prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke tahun terus menurun. Data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia 1997-2007 memperlihatkan terjadinya
penurunan prevalensi ASI eksklusif dari 40.2% pada tahun 1997 menjadi 39.5%
dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (BPS 2002-2007).
Studi kualitatif (Fikawati & Syafiq 2009) melaporkan faktor predisposisi
kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor predisposisi yaitu pengetahuan dan
pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang menyebabkan
terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan Inisiasi
Menyusui Dini.
Pemberian Tablet Fe pada Ibu hamil
Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses yang dikonsumsi
sehari-hari. Zat besi secara alamiah dapat diperoleh dari makanan, Kekurangan
zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan
penyakit anemia gizi atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kurang
darah. Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau
setara dengan 10 – 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi
12
pada pangan hewani lebih tinggi penyerapannya, yaitu 20 – 30% sedangkan dari
sumber nabati hanya 1 – 6% (Anonim 2006).
Menurut Almatsier (2002), makan besi heme dan non heme secara
bersama dapat meningkatkan penyerapan besi non heme. Daging, ayam, dan
ikan mengandung suatu faktor yang membantu penyerapan besi. Faktor ini terdiri
atas asam amino yang mengikat besi dan membantu penyerapannya. Susu sapi,
keju, dan telur tidak mengandung faktor ini hingga tidak dapat membantu
penyerapan besi.
Anemia Gizi Besi (AGB) terutama banyak diderita oleh wanita hamil,
wanita menyusui, dan wanita usia subur pada umumnya, karena fungsi kodrati.
Peristiwa kodrati wanita adalah haid, hamil, melahirkan dan menyusui. Karena itu
menyebabkan kebutuhan Fe atau zat besi relatif lebih tinggi dibandingkan
kelompok lain. Kelompok lain yang rawan AGB adalah anak balita, anak usia
sekolah, dan buruh serta tenaga kerja berpenghasilan rendah. Tablet Fe-I adalah
Tablet Tambah Darah (TTD) yang mengandung 60 mg elemenental iron dan 250
mcg asam folat, sedangkan Fe-III tablet adalah tablet tambah darah Fe yang
diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet sampai masa nifas. (Kemenkes
2010)
Anemia gizi besi dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dari tingkat
ringan sampai berat. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko:
mendapatkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan
pada saat persalinan, dan bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan
bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Pada ibu hamil lebih
banyak terjadi perdarahan kronis, yaitu perdarahan sedikit-sedikit tetapi terus
menerus dalam waktu yang lama (Riyadi, Hardinsyah, & Anwar 1997).
Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh banyak faktor, yaitu faktor
langsung, tidak langsung dan mendasar. Secara langsung anemia disebabkan
oleh seringnya mengkonsumsi zat penghambat absorbsi zat besi, kurangnya
mengkonsumsi promotor absorbsi zat besi non heme serta adanya infeksi
parasit. Adapun kurang diperhatikannya keadaan ibu pada waktu hamil
merupakan faktor tidak langsung. Namun secara mendasar anemia pada ibu
hamil disebabkan oleh rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta faktor
ekonomi yang masih rendah (Darlina 2003).
Di Indonesia dari laporan depkes (2005) prevalensi anemia pada remaja
wanita (15-19 tahun) 26.5%, dan pada wanita subur 26.9%. Masalah anemia gizi
13
besi tidak hanya terjadi pada remaja tetapi juga terjadi pada kelompok usia
lainnya, misalnya prevalensi pada balita (47%), ibu hamil (40.1%) termasuk
kategori defesiensi tingkat berat, dan bahkan pada manula 45.8%. Data nasional
(SUSENAS) menunjukkan prevalensi rumah tangga yang defisit zat gizi (< 50%
AKG) cukup besar, yaitu untuk zat besi 37.9%, vitamin C 53.8%, dan Vitamin A
(35.3%) dilakukan dengan menggunakan pendekatan konsumsi pangan.
Pemberian kapsul vitamin A
Balita 6-59 bulan adalah balita usia 6-59 bulan yang ada di wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu. Kapsul vitamin A adalah kapsul yang mengandung
vitamin A dosis tinggi (100.000 SI warna kapsul biru untuk bayi usia 6-11 bulan
dan 200.000 SI warna kapsul merah untuk anak balita 12-59 bulan).
Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup tiga fungsi, yaitu fungsi dalam
proses melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Program
penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan pemberian
vitamin A secara cuma-cuma melalui Puskesmas atau Posyandu (Notoatmodjo
2003).
Program penanggulangan Kurang Vitamin A (KVA) telah dilaksanakan
sejak tahun 1970-an dan sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah
gizi utama di Indonesia. Masalah vitamin A subklinis masih merupakan salah
satu masalah gizi utama di Indonesia, karena dari hasil survai xeroftalmia tahun
1992 menunjukkan bahwa 50% anak balita mempunyai kadar serum vitamin A
dibawah standar kecukupan yang ditentukan oleh WHO (< 20 mg/ dl ).
Sejak tahun 1980-an diketahui bahwa angka kematian meningkat pada
anak balita yang kurang vitamin A, bahkan sebelum terlihat adanya tanda-tanda
xerophthalmia. Di banyak negara pemberian atau suplemen vitamin A dapat
menurunkan angka kematian akibat infeksi sebanyak 19.0 persen hingga 54.0
persen dan menurunkan resiko kematian akibat penyakit campak. Diperkirakan
sekurang-kurangnya satu juta anak dapat dicegah dengan meningkatkan
konsumsi vitamin A (Soekirman 2000).
Hasil Studi Masalah Gizi Mikro di 10 propinsi yang dilakukan Puslitbang
Gizi dan Makanan Departemen Kesehatan RI pada Tahun 2006 memperlihatkan
balita dengan Serum Retinol kurang dari 20 μg/dl adalah sebesar 14.6%. Hasil
studi tersebut menggambarkan terjadinya penurunan bila dibandingkan dengan
Survei Vitamin A Tahun 1992 yang menunjukkan 50% balita mempunyai serum
retinol kurang dari 20 μg/dl. Oleh karena itu, masalah kurang Vitamin A (KVA)
14
sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi karena berada di
bawah 15% (batasan IVACG). Hal tersebut salah satunya berkaitan dengan
strategi penanggulangan KVA dengan pemberian suplementasi Vitamin A yang
dilakukan setiap bulan Februari dan Agustus (Bulan Kapsul Vitamin A).
Strategi penanggulangan kurang vitamin A di Kabupaten Musi
Banyuasin masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi, yang
diberikan pada bayi (6-11 bulan), balita (1-5 tahun) dan ibu nifas. Distribusi
vitamin A dilakukan secara serentak pada bulan promosi vitamin A di 11
Kecamatan dan 25 Puskesmas dalam Kabupaten Musi Banyuasin (profil Gizi
Kab. Musi Banyuasin 2006).
Kinerja program gizi di Posyandu
Sistem yang digunakan di Posyandu adalah menggunakan sistem balok
SKDN. SKDN adalah hasil penimbangan balita di posyandu yang merupakan
data berupa pencatatan dan pelaporan pada lingkungan kelurahan. Kegiatan
bulanan di posyandu merupakan kegiatan rutin yang bertujuan untuk : (a)
memantau pertumbuhan berat badan balita dengan menggunakan kartu menuju
sehat (KMS), (b) memberikan konseling gizi, (c) memberikan pelayanan gizi dan
kesehatan dasar. Untuk tujuan pemantauan pertumbuhan balita dilakukan
penimbangan balita setiap bulan. Dalam KMS berat badan balita hasil
penimbangan akan diisikan dengan titik dan dihubungkan dengan garis,
sehingga membentuk garis pertumbuhan anak. Berdasarkan garis pertumbuhan
ini dapat dinilai apakah berat badan anak hasil penimbangan dua bulan berturut-
turut = NAIK (N) atau TIDAK NAIK (T) dengan cara yang telah ditetapkan dalam
panduan penggunaan KMS (Depkes, 2005).
Berat badan adalah indikator kesehatan yang penting bagi setiap orang.
Oleh karena itu penting menimbang berat badan secara teratur dan mengetahui
apakah berat badannya sudah ideal, kurang, atau lebih. Berat badan yang ideal
menunjukkan status gizi yang baik atau normal (Soekirman 2000).
Anak yang berumur antara empat bulan sampai dengan tiga tahun
sebaiknya ditimbang setiap bulan, karena pada periode umur tersebut
merupakan penyesuaian dengan makanan orang dewasa, asupan makanan
sering tidak mencukupi, dan ASI mulai tidak mencukupi kebutuhan anak karena
anak mulai disapih, dan anak masih rentan terhadap penyakit sehingga sering
terjadi gangguan pertumbuhan (Soetjiningsih 1995).
15
Hasil Penimbangan Balita di Posyandu yang dilakukan setiap bulan
menghasilkan data penimbangan, yaitu:
• Jumlah balita (S) yang ada di wilayah desa.
• Jumlah balita yang memiliki KMS (K).
• Jumlah balita yang datang ditimbang (D) pada bulan penimbangan.
• Jumlah balita yang naik berat badannya (N) pada bulan penimbangan.
• Jumlah anak balita Bawah Garis Merah (BGM).
• Jumlah balita yang tidak naik berat badannya (T).
• Jumlah balita yang datang bulan ini, tetapi bulan lalu tidak datang (O).
• Jumlah balita baru yang datang (B).
Dari data hasil penimbangan tersebut dapat dihasilkan cakupan kinerja program
gizi, Cakupan hasil program gizi di Posyandu tersebut adalah sebagai berikut :
1). Cakupan Program (K/S)
Cakupan program (K/S) adalah Jumlah Balita yang memiliki Kartu Menuju
Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu
kemudian dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah
balita diwilayah tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan
program di daerah tersebut telah tercapai.
2). Cakupan Partisipasi Masyarakat (D/S)
Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah Jumlah Balita yang ditimbang
di Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu
kemudian dikali 100%. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar
jumlah partisipasi masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai.
3). Cakupan Hasil Penimbangan (N/D)
Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) adalah Rata–rata jumlah balita yang naik
berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di Posyandu
kemudian dikali 100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa besar
hasil penimbangan didaerah tersebut yang telah tercapai.
4). Cakupan Kelangsungan Penimbangan (D/K)
Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K) adalah Jumlah Balita yang
ditimbang di Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang telah memiliki KMS
kemudian dikali 100%. Persentase D/K disini, menggambarkan berapa besar
kelangsungan penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai (Depkes
2008).
16
Surveilance Gizi
Manfaat umum surveilans (Thacker, 2000) adalah perencanaan,
implementasi, dan evaluasi kegiatan kesehatan masyarakat. Adapun manfaat
khusus surveilance adalah memperkirakan kuantitas masalah, menggambarkan
riwayat alamiah penyakit, mendeteksi wabah/KLB, menggambarkan distribusi
masalah kesehatan, memfasilitasi penelitian dan epidemiologis dan laboratoris,
membuktikan hipotesis, menilai kegiatan pencegahan dan penanggulangan,
memonitor perubahan agen infeksius, memonitor upaya isolasi, mendeteksi
perubahan kegiatan, merencanakan kegiatan. Dibawah ini adalah alur kegiatan
surveilans:
Sumber:
Sumber : (Hidajah 2007)
Gambar 3 Alur Kegiatan Pencatatan dan Pelaporan Surveilance Program Gizi
(Dinkes Muba 2009)
Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas pokok Dinas Kesehatan Musi Banyuasin di bidang pelayanan
kesehatan meliputi penyelenggaraan pelayanan kesehatan ibu anak, gizi
masyarakat dan institusi. Melalui bidang pelayanan kesehatan dengan
membawahi beberapa seksi diantaranya yaitu Seksi Kesga mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan KIA-Gizi masyarakat dan institusi
b. Menyelenggarakan pelayanan KIA-Gizi masyarakat dan institusi
c. Melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan KIA-Gizi
masyarakat dan institusi. Untuk menyelenggarakan fungsi sebagaimana maksud
diatas, maka program Gizi mempunyai uraian tugas sebagai berikut :
a. Menyusun rencana kegiatan program gizi masyarakat dan institusi setiap
tahunnya dan langkah-langkahnya.
Pengumpulan Data Pengolahan dan
penyajian data
Analisis dan
Interpretasi data
Tindakan pencegahan dan
penanggulangan
Pembuatan Laporan,
rekomendasi tindak lanjut
dan diseminasi informasi
17
b. Menyiapkan usulan dana penyelenggaraan pemberian pelayanan program
gizi masyarakat dan institusi.
c. Melaksanakan koordinasi dengan instansi lain yang terkait dalam
pelaksanaan pelayanan gizi masyarakat dan institusi.
d. Menyiapkan dan melaksanakan monitoring pelaksanaan pelayanan program
gizi masyarakat dan institusi.
e. Melaksanakan evaluasi pelaksanaan pelayanan program gizi masyarakat dan
institusi.
f. Menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas kegiatan setiap tahunnya.
g. Melaksanakan koordinasi kegiatan monitoring dan pembinaan dengan lintas
program dalam rangka perbaikan gizi masyarakat.
h. Memberikan saran pertimbangan dan informasi untuk bahan penetapan garis
kebijakan umum Bidang Pelayanan Kesehatan.
i. Melaksanakan tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh Kepala Bidang
Pelayanan Kesehatan.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi program Gizi maka kegiatan yang
dilaksanakan pada tahun 2009, 2010 dan 2011 antara lain :
1. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) melalui kegiatan penimbangan balita
setiap bulan di posyandu, distribusi tablet tambah darah (tablet Fe)
2. untuk ibu hamil serta distribusi kapsul vitamin A untuk bayi, balita dan ibu
nifas.
3. Pemantauan status gizi balita melalui kegiatan Bulan Penimbangan Balita
(BPB).
4. Pencegahan dan penanggulangan balita gizi buruk melalui kegiatan
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P)
5. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI).
6. Peningkatan cakupan ASI Eksklusif melalui kegiatan Pelatihan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif bagi petugas Puskesmas.
7. Penilaian kinerja Posyandu setiap tahunnya.
8. Penilaian petugas gizi teladan setiap tahunnya.
Disamping tugas pokok dan fungsi di atas program gizi memiliki
kegiatan rutin yang harus dilaksanakan setiap bulan yaitu pengumpulan,
pengolahan dan analisa data program perbaikan gizi masyarakat dan hasil
pemantauan status gizi yang dilaporkan oleh masing-masing petugas pelaksana
gizi puskesmas se-Kabupaten Musi Banyuasin setiap bulannya. Selanjutnya,
18
laporan puskesmas tersebut direkap, diolah, dan dianalisis. Kemudian hasilnya
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan.
Program dan Target Program Gizi
Program Perbaikan Gizi diarahkan tercapainya keadaan gizi yang
optimal bagi seluruh penduduk yang dicerminkan dengan semakin meningkatnya
jumlah keluarga yang berperilaku gizi seimbang. Dalam melaksanakan berbagai
kegiatan tersebut, ditentukan beberapa indikator yang disertai dengan target
pencapaian program, dengan tujuan untuk memantau dan mengevaluasi
jalannya kegiatan.
Tabel 2 Program dan Target Program Gizi tahun 2009-2011 di Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin
Program Indikator Target
2009 2010 2011
Upaya Perbaikan Gizi Keluarga ( UPGK )
K/S 80% 80% 80%
D/S 80% 80% 80%
N/S 80% 80% 80%
D/K 80% 80% 80%
N/D 80% 80% 80%
Fe-I 90% 90% 90%
Fe-III 90% 90% 90%
ASI Esklusif 80% 80% 80%
Vitamin A Bayi 80% 80% 80%
Vitamin A Balita 80% 80% 80%
Pencegahan dan Penanggulangan Balita
Gizi Buruk
Gizi Buruk < 20 % < 20 % < 20 %
BGM < 15 % < 15 % < 15 %
Gizi Buruk mendapat Perawatan 100% 100% 100%
MP-ASI Baduta Gakin BGM
100% 100% 100%
Kecamatan Bebas Rawan Gizi 80% 80% 80%
Sumber : Bidang Yankes Dinas Kesehatan Musi Banyuasin S = Jumlah balita disuatu wilayah, K = Jumlah balita disuatu wilayah yang memiliki kartu menuju sehat (KMS), D= Jumlah Balita yang ditimbang disuatu wilayah, dan N= Jumlah Balita disuatu wilayah yang naik timbangannya.
19
KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia mempunyai masalah gizi yang besar ditandai dengan masih
besarnya prevalensi gizi kurang pada anak balita, kurang vitamin A (KVA),
anemia gizi besi. Prevalensi gizi kurang pada periode 1989-1999 menurun dari
29.5% menjadi 27.5% atau rata-rata terjadi penurunan 0.40% per tahun, namun
pada periode 2000-2005 terjadi peningkatan prevalensi gizi kurang dari 24.6%
menjadi 28.0% (Depkes 2008).
Penduduk sasaran program kesehatan sangatlah beragam sesuai
dengan karakteristik kelompok umur tertentu atau didasarkan pada kondisi siklus
kehidupan yang terjadi. Beberapa upaya program kesehatan memiliki sasaran
ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas atau ibu menyusui, sedangkan beberapa
program lainnya dengan penduduk sasaran terfokus pada bayi, anak balita, anak
usia sekolah, wanita usia subur, usia lanjut dan lain-lain. Bagi petugas
kesehatan, data sasaran program tersebut diperlukan untuk menyusun rencana
kegiatan tahunan atau menghitung pencapaian indikator dalam rangka evaluasi
keberhasilan upaya kesehatan (Depkes 2009).
Pelaksanaan program gizi atau surveilans gizi di Kabupaten/Kota
meliputi :
1. Pemantauan kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita.
2. Pemantauan pertumbuhan balita (K/S), (D/S), (N/D) dan (D/K) yang
merupakan cerminan tingkat cakupan program, partisipasi masyarakat, hasil
penimbangan dan keberlangsungan program penimbangan.
3. Pemantauan pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan.
4. Pemantauan pemberian kapsul vitamin A pada balita.
5. Pemantauan pemberian Fe 90 tablet pada ibu hamil.
Input dari Pemantauan tersebut didapat dari berbagai laporan
diantaranya laporan rutin bulanan Rumah Sakit atau Puskesmas, dan
direkapitulasi setiap tahun oleh Dinas Kesehatan Musi Banyuasin. Selain itu
untuk memudahkan pencatatan dan pelaporan yang diharapkan. Kementrian
Kesehatan telah menyediakan formulir standar baku pelaporan mengenai
kegiatan-kegiatan yang dilakukan setiap bulan oleh setiap puskesmas yang ada
di seluruh wilayah Indonesia. Formulir standar baku tersebut yaitu Formulir
LB3/FIII Gizi yang berfungsi sebagai formulir pencatatan, pelaporan dan
rekapitulasi hasil kegiatan sebagai indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat di
tingkat Kabupaten/Kota.
20
Proses dari hasil pemantauan tersebut perlu dianalisis sehingga
menghasilkan data-data dasar berupa data gizi buruk, data distribusi kapsul
vitamin A, data distribusi tablet Fe, data penimbangan (SKDN), dan data ASI
eksklusif. Setelah data-data tersebut tersedia dari hasil proses pemantauan yang
telah dilakukan, diharapkan adanya output berupa besaran cakupan program
gizi, dimana dari hasil cakupan program ini data yang ada mencerminkan kondisi
yang sebenarnya. Keberhasilan program yang diharapkan berhasil dengan baik
ditetapkan berdasarkan target yang hendak dicapai yaitu kasus gizi buruk < 20%,
cakupan Kurang Vitamin A ≥ 80%, cakupan pemberian tablet Fe ≥ 90%, SKDN ≥
80%, Cakupan ASI Eksklusif ≥ 80%. Adapun penyajian data yang dijadikan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.
21
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang diteliti
= Hubungan yang tidak diteliti
LB3/FIII adalah formulir pencatatan, pelaporan dan rekapitulasi hasil kegiatan sebagai indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat di tingkat
Kabupaten/Kota
Gambar 4 Kerangka konsep, Status Gizi Balita, Cakupan SKDN, Cakupan Vitamin A, Cakupan Fe Bumil, Cakupan ASI Esklusif,
di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
input Output Proses
Keputusan Tindakan Hasil Tindakan
Analisis Data Cakupan Program 1. Laporan RS/Puskesmas/ Masyarakat (from
Lap. KLB Gizi RS dan From lap.Bulanan
Gizi buruk
2. Laporan Puskesmas (LB3/FIII Gizi)
3. Laporan Puskesmas (from ASI esklusif)
Penerimaan
Data Dasar 1. Data Gizi Buruk 2. Data Distribusi Kapsul Vit. A 3. Data Distribusi Tablet Fe 4. Data SKDN 5. Data ASI Esklusif
Data Dasar 1. Analisis Data Gizi Buruk 2. Analisis Data Distribusi Kapsul Vit. A 3. Analisis Data Distribusi Tablet Fe 4. Analisis Data SKDN 5. Analisis Data ASI Esklusif
Target 1. Gizi Buruk <20%
2. KVA ≥ 80%
3. Anemia Gizi Besi≥ 90%
4. Penimbangan 80% 5. Asi Eksklusif ≥ 80%
Keluaran
Target
Acuan
22
METODE PENELITIAN
Desain, Waktu danTempat
Rancangan penelitian yang digunakan pada data cakupan program gizi
masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin ini adalah cross-
sectional study dimana antara variabel independen dan variabel dependen diukur
pada saat yang sama. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
menggunakan data sekunder yaitu untuk mendapat gambaran status gizi balita,
cakupan pemberian ASI Esklusif pada bayi 0-6 bulan, cakupan pemberian tablet
Fe bumil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, cakupan informasi posyandu
(SKDN) anak balitadi Kabupaten Musi Banyuasin. Pengambilan data dilakukan
di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin bulan Juli Tahun 2012 yang
berasal dari data 25 Puskesmas dalam 11 Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin.
Jenis dan Cara pengumpulan Data
Data-data tersebut meliputi data hasil survey Penilaian Status Gizi dari
25 Puskesmas yang tersebar di 11 kecamatan, dimana data yang dikumpulkan
adalah kualitas subyek ( umur, jenis kelamin ), status gizi (BB/U, PB/U, dan
BB/PB), cakupan SKDN, jumlah ibu hamil yang mendapat tablet besi, jumlah bayi
balita yang mendapat kapsul vitamin A, dan jumlah bayi yang mendapat ASI
Esklusif. Data tersebut di dapatkan dari hasil laporan penimbangan tiap bulan.
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Excel 2007.
Data Sekunder untuk nilai z-score ditentukan berdasarkan BB/TB, BB/U
danTB/U.
Pengkatagorian Variabel
Pengkatagorian variabel pada penelitan ini dapat dilihat pada tabel 3.
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum
tentang data cakupan kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Tujuannya adalah
untuk menetapkan daerah prioritas untuk pembinaan wilayah.
Analisis Analitik
Analisa analitik dimaksudkan untuk memberikan gambaran hubungan
antar 2 (dua) atau lebih indikator yang saling terkait, sehingga bila antar dua
23
variabel tersebut mengalami penurunan maka perlu dilakukan suatu tindakan
sehingga wilayah tersebut perlu mendapat prioritas dalam kegiatan pembinaan
gizi.
Tabel 3 Cara pengkategorian variable
No Subyek Data Kategori Pengukuran Sumber
Acuan
1. Karakteristik
Umur
Nominal 1. 00-06 bulan 2. 06-11 bulan 3. 12-59 bulan
Depkes (2008)
Jenis kelamin Nominal 1. Laki-laki 2. Perempuan
Depkes (2008)
2. Anak balita Penilaian Status gizi
Indikator BB/U Ordinal Gizi buruk Z-skor < -3.0 Gizi Kurang Z-skor ≥ -3.0 s/d Z-skor < -2.0 Gizi Baik Z-skor ≥ -2.0 s/d Z-skor ≤ 2.0 Gizi lebih Z-skor ≥ 2.0 Indikator PB/U Normal Z-skor - 2,0 s/d + 2 SD Pendek/Stunted Z-skor -3 s/d< -2,0 SD ) Sangat Pendek <-3 SD Indikator BB/PB Gemuk Z-skor > 2,0 Normal Z-skor (- 2,0 s/d + 2,0 ) Kurus / wasted Z-skor (< - 2,0 s/d – 3,0) Sangat Kurus Z-skor (< - 3,0)
Depkes RI
(2008)
3. Anak Balita Cakupan ASI Esklusif
Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 80% dari populasi
- Kurang apabila <80% dari populasi
SPM (2010)
4. Anak balita Pemberian Kapsul
Vit A
Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 80% dari populasi
- Kurang apabila < 80% dari populasi
SPM (2010)
5. Ibu hamil Pemberian
Tablet Fe
Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 90% dari populasi
- Kurang apabila < 90% dari populasi
6. Anak Balita SKDN Ordinal :
- Baik apabila cakupan ≥ 80% dari populasi
- Kurang apabila < 80% dari populasi
SPM (2010)
24
Definisi Operasional
Status gizi adalah gambaran keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi, dilakukan dengan pengukuran BB/U,
PB/U, dan BB/TB
Gizi Buruk adalah status gizi dengan indikator berat badan menurut umur
(BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan tinggi badan
menurut umur (TB/U) dengan Z-score <−3, dan atau dengan tanda-
tanda klinis : marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor.
Defisiensi vitamin A adalah suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam
tubuh berkurang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kadar serum retinol
dalam darah kurang dari 20μg/dl.
Anemia gizi besi adalah kondisi tubuh akibat kekurangan zat besi dalam
makanan sehari-hari secara berkelanjutan yang ditandai dengan kada
HB serum ˂ 12 mg/dl. Anemia Gizi Besi (AGB) terutama banyak diderita
oleh wanita hamil, wanita menyusui, dan wanita usia subur pada
umumnya, karena fungsi kodrati.
Sistem informasi posyandu (SKDN) adalah hasil penimbangan balita di
posyandu yang merupakan data berupa pencatatan dan pelaporan pada
lingkungan kelurahan atau desa.
ASI eksklusif adalah pemberian hanya ASI saja tanpa cairan atau makanan
padat apapun kecuali vitamin, mineral atau obat dalam bentuk tetes atau
sirup sampai usia 6 bulan.
Penilaian status gizi adalah penafsiran informasi yang diperoleh dari berbagai
cara penilaian, yakni antropometri, konsumsi makanan, laboratorium
dan klinik. Informasi digunakan untuk menetapkan status kesehatan
individu atau kelompok masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi
dan penggunaan zat-zat gizi oleh tubuh. Cara penilaian status gizi yang
paling sering digunakan adalah antropometri. Antropometri digunakan
untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara
asupan protein dan energi. Dibawah ini adalah pengkategorian status
gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB.
Cakupan Gizi Buruk adalah persentase balita gizi buruk ditangani/dirawat
adalah jumlah balita gizi buruk yang ditangani dibagi dengan jumlah
balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja puskesmas pada
kurun waktu tertentu.
25
Cakupan Kapsul Vitamin A adalah persentase balita 6-59 bulan dapat kapsul
vitamin A adalah jumlah balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin
A dibagi dengan jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
CakupanTablet Fe adalah persentase ibu hamil mendapat tablet Fe 90 adalah
jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD dibagi dengan jumlah seluruh
ibu hamil trimester 3 yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
Cakupan SKDN adalah diantara kegiatan sistem informasi posyandu yaitu
ketrampilan dalam pengisian KMS, KMS adalah suatu pencatatan
lengkap tentang kesehatan seorang anak. KMS harus dibawa ibu setiap
kali ibu menimbang anaknya atau memeriksa kesehatan anak dengan
demikian pada tingkat keluarga KMS merupakan laporan lengkap bagi
anak yang bersangkutan, sedangkan pada lingkungan kelurahan bentuk
pelaporan tersebut dikenal dengan SKDN. Pengertiannya S adalah
jumlah balita yang ada di wilayah posyandu, K adalah jumlah balita yang
terdaftar dan yang memiliki KMS, D adalah jumlah balita yang datang
ditimbang bulan ini, N adalah jumlah balita yang naik berat badanya.
Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat cakupan kegiatan
penimbangan (K/S), kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu
(D/K), tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan (D/S),
kecenderungan status gizi (N/D), efektifitas kegiatan (N/S).
Cakupan Asi Ekslusif adalah persentase bayi usia 0 – 6 bulan mendapat ASI
Eksklusif yaitu jumlah bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5 bulan 29 hari
yang diberikan ASI saja selama sehari sebelum dilakukan pencatatan
(recall 24 jam) dibagi dengan jumlah bayi usia 0 bulan 0 hari sampai 5
bulan 29 hari yang ada pada saat dilakukan pencatatan di wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah
Kondisi Geografis
Berdasarkan data dasar profil Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009,
2010 dan 2011, Kabupaten Musi Banyuasin berada di wilayah Propinsi Sumatera
Selatan yang memiliki luas wilayah ± 14.265,96 km atau sekitar 15 persen dari
luas propinsi Sumatera Selatan setelah terjadi pemekaran menjadi Kabupaten
Musi Banyasin dan Banyuasin. Secara geografis Kabupaten Musi Banyuasin
terletak antara 1.3 sampai dengan 4 Lintang Selatan dan 103 sampai dengan
105 40’ Bujur Timur. Batas wilayah Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebelah
utara berbatasan dengan Propinsi Jambi, sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Muara Enim, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Musi
Rawas, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin.
Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai iklim trofis dan basah dengan
variasi curah hujan antara 26.5 – 251.0 mmdengan curah hujan tidak menentu.Di
sebelah Timur dari Kabupaten Musi Banyuasin adalah Kecamatan Sungai Lilin,
sebelah Barat Kecamatan Bayung Lincir kemudian di daerah pinggiran aliran
Sungai Musi sampai ke Kecamatan Babat Toman tanahnya terdiri dari rawa-
rawa dan dipengaruhi oleh pasang surut. Daerah rawa-rawa tersebut luasnya
mencapai 53% dan selebihnya 35% tanah datar, serta12% tanah bergelombang.
Gambaran Administrasi Pemerintahan
Sejak terbentuknya otonomi daerah Kabupaten Musi Banyuasin dibagi
menjadi 9 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 203 desa. Tahun 2006
terjadi pemekaran beberapa desa dan kecamatan sehingga jumlah kecamatan
bertambah menjadi 11 kecamatan dan jumlah desa menjadi 218 desa.
Kabupaten Musi Banyuasin terbagi dalam 11 Kecamatan, yakni: (1)
Kecamatan Sangadesa, (2) Kecamatan Babat Toman, (3) Kecamatan Plakat
Tinggi, (4) Kecamatan Batanghari Leko, (5) Kecamatan Sungai Keruh, (6)
Kecamatan Sekayu, (7) Kecamatan Lais, (8) Kecamatan Sungai Lilin, (9)
Kecamatan Keluang, (10) Kecamatan Bayung Lencir, (11) Kecamatan Lalan.
Pada awal tahun 2012 telah terjadi pemekaran beberapa desa dan kecamatan
sehingga jumlah kecamatan bertambah menjadi 14 kecamatan dan jumlah desa
menjadi 239 desa.
27
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin dilihat dari sebaran
penduduk di masing-masing Kecamatan termasuk kabupaten/kota dengan
jumlah penduduk yang tidak terlalu padat dibandingkan dengan luas wilayah
hampir 15 ribu km2. Jumlah penduduk akhir tahun 2009 mencapai 473210 jiwa.
Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2009
adalah 33 jiwa/km². Jumlah penduduk akhir tahun 2010 mencapai 523025 jiwa.
Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2010
adalah 37 jiwa/km². Jumlah penduduk akhir tahun 2011 mencapai 609773 jiwa.
Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2011
adalah 43 jiwa/km². Jumlah dan distribusi penduduk dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Distribusi jumlah penduduk di Kecamatan di Kabupaten Musi
BanyuasinTahun 2009- 2011
NO KECAMATAN Luas Wilayah Jumlah Penduduk
2009 2010 2011
1 Sanga Desa 1523 27685 31112 31050
2 Babat Toman 247 49437 50649 54424
3 Plakat Tinggi 2108 24785 21450 22790
4 Batang Hari Leko 317 17407 23174 21873
5 Sungai Keruh 629 35285 35204 41971
6 Sekayu 702 61513 77026 83411
7 Lais 756 54492 57125 81302
8 Sungai Lilin 885 68037 72499 88651
9 Keluang 401 24431 28105 29303
10 Bayung Lincir 5668 74095 88155 116084
11 Lalan 1031 36043 38526 38914
Jumlah 14266 473210 52025 607664
Sumber : BPS Kabupaten Musi Banyuasin (2009-2011)
Sarana Kesehatan
Puskesmas binaan diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin sebanyak 25 buah terdiri dari lima puskesmas dengan perawatan dan
20 tanpa perawatan yang tersebar di seluruh wilayah Kecamatan. Jumlah rumah
sakit sebanyak tiga buah rumah sakit terdiri dari satu rumah sakit tipe C dan dua
rumah sakit tipe D. Selain itu sarana kesehatan yang dibangun oleh masyarakat
antara lain pada tahun 2009 posyandu yang terdaftar ada 465, pada tahun 2010
posyandu yang terdaftar ada 500 buah, dan pada tahun 2011 posyandu yang
terdaftar ada 501 buah. Rasio sarana kesehatan terhadap jumlah penduduk
tahun 2009 (0.098%), tahun 2010 (0.096%), tahun 2011 (0.082%). Dengan
28
melihat perbandingan rasio tersebut kecenderungan daya dukung sarana
kesehatan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di
Kabupaten Musi Banyuasin sehingga memerlukan perhatian yang khusus untuk
menambahan sarana pelayanan kesehatan.
Tabel 5 Jumlah posyandu yang melapor di Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
No. Kecamatan
Jumlah Posyandu tahun 2009
Jumlah Posyandu tahun 2010
Jumlah Posyandu tahun 2011
Terdaftar Lapor Terdaftar Lapor Terdaftar Lapor
1 Sanga desa 20 18 20 18 23 21 2 Babat Toman 39 28 38 38 38 38 3 Plakat Tinggi 27 25 28 25 28 25 4 Batanghari Leko 20 18 23 18 19 19 5 Sungai Keruh 40 34 40 33 44 37 6 Sekayu 48 48 52 52 52 52 7 Lais 40 33 55 40 41 36 8 Sungai Lilin 53 53 53 49 54 50 9 Keluang 42 41 44 44 44 44
10 Bayung Lencir 70 70 74 74 85 84 11 Lalan 66 66 73 73 73 71
Jumlah 465 434 500 464 501 477
Sumber: Bidang Yankes Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
Balita dan Ibu Hamil
Jumlah contoh Balita yang dikumpulkan dalam penelitian ini didasarkan
rekapitulasi hasil laporan bulanan selama tiga tahun di Kabupaten Musi
Banyuasin dari tahun 2009-2011. Berdasarkan klasifikasi jenis kelamin, dapat
diketahui bahwa sebagian besar contoh berjenis kelamin perempuan 50.48%
dan laki-laki 49.52% pada tahun 2009, berjenis kelamin perempuan 48.90% dan
laki-laki 51.10% pada tahun 2010, dan berjenis kelamin perempuan 51.24% dan
sisanya adalah laki-laki 48.76% seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 6 Distribusi balita berdasarkan jenis kelamin di Kabupaten Musi Banyuasin
tahun 2009-2011
Jenis Kelamin 2009 2010 2011
n % n % n %
Laki-laki 34073 49.52 35523 51.10 35031 48.76
Perempuan 34738 50.48 33998 48.90 36819 51.24
Umur contoh pada penelitian ini berkisar antara 0 bulan hingga 60
bulan. Pada tabel 7 terlihat bahwa sebagian besar umur contoh termasuk ke
29
dalam kategori 12-59 bulan 81.15% (2009), 78.45% (2010), dan 77.51% (2011)
dengan umur minimum 0-6 bulan sedangkan umur maksimum 59 bulan. Rata-
rata umur contoh adalah 38.6 bulan dengan standar deviasi 11.1 bulan.
Tabel 7 Distribusi balita berdasarkan umur di Kabupaten Musi Banyuasin tahun
2009-2011
Umur Balita 2009 2010 2011
n % n % n %
0-6 bulan 4132 6.00 6359 9.15 6935 9.65
6-11 bulan 8836 12.84 8620 12.40 9221 12.83
12-59 bulan 55843 81.15 54542 78.45 55694 77.51
Jumlah balita akhir tahun 2009 mencapai 68.088 jiwa yang terdiri dari
bayi 0-6 bulan sebesar 4132, bayi 6-11 bulan sebesar 8836, dan balita 12-59
bulan sebesar 55843. Jumlah Balita akhir tahun 2010 mencapai 69.516 jiwa
yang terdiri dari bayi 0-6 bulan sebesar 6359, bayi 6-11 bulan sebesar 8620, dan
balita 12-59 bulan sebesar 54542. Jumlah Balitanya akhir tahun 2010 mencapai
68.088 jiwa yang terdiri dari bayi 0-6 bulan sebesar 6935, bayi 6-11 bulan
sebesar 9221, dan balita 12-59 bulan sebesar 47869. Pada tabel 8 jumlah ibu
hamil berturut-turut berjumlah 12961 di tahun 2009, 25044 di tahun 2010, dan
13759 di tahun 2011.
Tabel 8 Distribusi ibu hamil di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011
Ibu hamil 2009 2010 2011
n % n % n %
Total 12961 2.74 25044 4.79 13759 2.26
Status Gizi Balita
Status Gizi Balita berdasarkan Berat Badan menurut Umur
Pengukuran status gizi pada balita dan anak dapat dilakukan dengan
menggunakan indeks antropometri sebagai berikut : 1). Indeks berat badan
menurut umur (BB/U), 2). Indeks berat badan menurut panjang atau tinggi badan
(BB/PB atau BB/TB) 3). Indeks panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U
atau TB/U) 4). Indeks gabungan (BB/U, BB/TB,TB/U) 5). Lingkar Lengan Atas
(LILA) 6). Indeks lingkar kepala menurut Umur (LK/U) 7). Tebal lipatan lemak
dibawah kulit (TLBK) (Baliwati dan Khomsan 2004).
Penilaian Skor gizi kurang balita di Kabupaten Musi Banyuasin
ditentukan dari prevalensi gizi kurang menurut berat badan terhadap umur
(BB/U) di bawah minus dua standar deviasi (<-2 SD) di Kabupaten bersangkutan.
30
Selanjutnya ditentukan 4 skor dengan memperhatikan nilai rata-rata prevalensi
gizi kurang. Tahun 2003, nilai rata- rata prevalensi gizi kurang adalah 27.5%.
Secara nasional, skor 1 ditentukan jika prevalensi gizi kurang < 20%, skor 2 jika
prevalensi antara 20 s/d 29.9%, skor 3 jika prevalensi antara 30-39.9%, dan skor
4 jika prevalensi antara ≥ 40%. Kategori status gizi pada berbagai ukuran
antropometri untuk balita dan anak yaitu pengukuran dengan menggunakan
pengukuran berdasarkan Indeks BB/U
a. Gizi Lebih (> 2.0 SD baku WHO NCHS)
b. Gizi Baik (- 2.0 SD s/d + 2.0 SD)
c. Gizi Kurang (< - 2.0 SD)
d. Gizi Buruk (< - 3.0 SD) (Baliwati dan Khomsan 2004)
Indeks BB/U mencerminkan status gizi saat ini karena berat badan
menggambarkan massa tubuh (otot dan lemak) yang sensitif terhadap
perubahan yang mendadak, seperti infeksi otot dan tidak cukup makan (Tarwotjo
& Djuwita 1990).
Gambar 5 Persentase gizi buruk di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase jumlah gizi buruk di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 5 dapat ditunjukkan
bahwa jumlah kasus gizi buruk tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan
Batanghari Leko sebesar 5.00% dan terendah Kecamatan Plakat Tinggi dan
Keluang sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi buruk tertinggi tahun 2010 terjadi
pada Kecamatan Batanghari Leko sebesar 3.45% dan terendah pada
Kecamatan Sanga Desa, Babat Toman, Lais, Sungai Lilin, Keluang, dan Lalan
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
% g
izi b
uru
k
2009
2010
2011
31
sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi buruk tertinggi tahun 2011 terjadi pada
Kecamatan Lalan sebesar 1.28% dan terendah Kecamatan Sanga Desa, Lais,
dan Keluang sebesar 0.00%.
Gambar 6 Persen gizi kurang di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin
Tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase jumlah gizi kurang di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 6 dapat ditunjukkan
bahwa jumlah kasus gizi kurang tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan
Lalan sebesar 18.00% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 0.00%.
Jumlah kasus gizi kurang tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sungai
Keruh sebesar 13.57% dan terendah pada Kecamatan Keluang sebesar 4.38%.
Jumlah kasus gizi kurang tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan
sebesar 13.07% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 0.94%.
Tabel 9 Distribusi status gizi balita berdasarkan indikator BB/U di Kabupaten
Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Status gIzi Balita 2009 2010 2011
BB/U n % n % n %
Gizi Buruk 29 1.56 19 0.56 68 0.30
Gizi Kurang 145 7.78 306 9.03 1180 5.26
Gizi Baik 1584 85.02 2980 87.85 20708 92.39
Gizi Lebih 105 5.64 87 2.56 458 2.05
Jumlah 1863 100 3392 100 22414 100
Berdasarkan jumlah status gizi balita KEP menurut Indeks BB/U di
Kabupaten Musi Banyuasin didapat persentase balita KEP sebesar 9.34% terjadi
pada tahun 2009, persentase balita KEP sebesar 9.58% terjadi pada tahun 2010,
dan persentase balita KEP sebesar 5.56% terjadi pada tahun 2011. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Deni Wismaati (2002) disimpulkan bahwa ada
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,0018,0020,00
% g
izi k
ura
ng
2009
2010
2011
32
hubungan antara kejadian KEP Balita dengan tingkat pencapaian D/S Posyandu.
Berdasarkan acuan WHO KEP total yaitu sebesar 10%. Jumlah kasus gizi buruk
di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan
terjadinya penurunan, hasil ini disebabkan upaya dan program-program yang
dilaksanakan terus-menerus oleh Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu
dengan mengadakan pelacakan gizi buruk yang terjadi dan menanggulangi
kejadian-kejadian kasus gizi buruk di wilayahnya.
Status Gizi Balita berdasarkan Tinggi Badan menurut Umur
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) mencerminkan
status gizi masa lalu karena pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif
terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek (Supariasa et al. 2002).
Penilaian Status Gizi balita berdasarkan indeks TB/U di setiap kecamatan di
kabupaten yang bersangkutan. Kategori status gizi pada berbagai ukuran
antropometri untuk balita dan anak yaitupengukuran dengan menggunakan
pengukuran berdasarkan Indeks PB/U.
a). Normal (≥ - 2.0 SD baku WHO NCHS)
b). Pendek / Stunted (< -2.0 SD)(Baliwati,Khomsan 2004)
Gambar 7 Persentase status gizi pendek di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase status gizi pendek di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 7 dapat ditunjukkan
bahwa jumlah kasus gizi balita pendek (stunting) tertinggi tahun 2009 terjadi
pada Kecamatan Lalan sebesar 75.00% dan terendah Kecamatan Lais sebesar
9.47%. Jumlah kasus gizi balita pendek (stunting) tertinggi tahun 2010 terjadi
pada Kecamatan Lalan sebesar 26.67% dan terendah Kecamatan Sanga Desa
sebesar 2.28%. Jumlah kasus gizi balita pendek (stunting) tertinggi tahun 2011
0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,00
% p
en
de
k
2009
2010
33
terjadi pada Kecamatan Bayung Lencir sebesar 5.30% dan terendah Kecamatan
Sanga Desa sebesar 0.00%. Menurut Salimar et al. (2009), prevalensi balita
pendek tertinggi berada di pedesaan (65.1%).
Tabel 10 Distribusi status gizi balita berdasarkan PB/U di Kabupaten Musi
Banyuasin Tahun 2009-2011
Status gizi Balita 2009 2010 2011
PB/U n % n % n %
Normal 1274 68.38 2968 87.5 21616 96.44
Pendek 589 31.62 424 12.5 798 3.56
Jumlah 1863 100 3392 100 22414 100
Berdasarkan jumlah status gizi balita pendek menurut Indeks PB/U
pada tabel 10 didapat persentase balita dengan status gizi pendek sebesar
31.62% pada tahun 2009, persentase balita dengan status gizi pendek sebesar
12.50% pada tahun 2010, dan persentase balita dengan status gizi pendek
sebesar 3.56% pada tahun 2011. Berdasarkan acuan WHO kependekan yang
ditetapkan sebesar 10%.
Indeks PB/U digunakan untuk mengetahui status gizi yang dipengaruhi
oleh pemenuhan gizi di masa lalu. Riyadi (2001) menyatakan bahwa defisit TB/U
menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara kumulatif dalam jangka
panjang. Stunting merefleksikan proses kegagalan untuk mencapai pertumbuhan
linear sebagai akibat dari keadaan gizi dan atau kesehatan yang subnormal.
Status Gizi Balita berdasarkan Berat Badan menurut Tinggi Badan
Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini, karena pada keadaan normal
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan
dengan kecepatan tertentu (Supariasa et al. 2002). Penilaian status gizi balita
berdasarkan indeks BB/TB di dilakukan disetiap Kecamatan di Kabupaten yang
bersangkutan. Indeks BB/TB merupakan indikator kurang gizi akut yang paling
sensitif dan paling umum digunakan. Kategori status gizi pada berbagai ukuran
antropometri untuk balita dan anak yaitupengukuran dengan menggunakan
pengukuran berdasarkan Indeks BB/PB
a. Gemuk (> 2.0 SD baku WHO NCHS)
b. Normal (- 2.0 SD s/d + 2.0 SD)
c. Kurus / wasted (< - 2.0 SD s/d – 3.0 SD)
d. Sangat Kurus (< - 3.0 SD) (Baliwati dan Khomsan 2004)
34
Gambar 8 Persentase status gizi sangat kurus di setiap Kecamatan di Kabupaten
tahun 2009- 2011
Berdasarkan persentase status gizi sangat kurus di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 8 dapat ditunjukkan
bahwa jumlah kasus gizi balita sangat kurus tertinggi tahun 2009 terjadi pada
Kecamatan Sekayu sebesar 5.08% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko,
Keluang dan Lalan sebesar 0.00%. Jumlah kasus gizi balita sangat kurus
tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 3.49% dan
terendah Kecamatan Lais, Sungai Lilin, dan Keluang sebesar 0.00%. Jumlah
kasus gizi balita sangat kurus tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan
sebesar 0.80% dan terendah Kecamatan Sanga Desa, Babat Toman, Sungai
Lilin dan Keluang sebesar 0.00%.
Gambar 9 Persentase status gizi kurus di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase jumlah status gizi kurus di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 9 dapat ditunjukkan
bahwa jumlah kasus gizi balita kurus tertinggi tahun 2009 terjadi pada
Kecamatan Sungai Keruh sebesar 15,86 % dan terendah Kecamatan Batanghari
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
% g
izi s
anga
t ku
rus
2009
2010
2011
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,0018,00
% g
izi k
uru
s 2009
2010
2011
35
Leko sebesar 0.00 %. Jumlah kasus gizi balita kurus tertinggi tahun 2010 terjadi
pada Kecamatan Lalan sebesar 11.48 % dan terendah Kecamatan Keluang
sebesar 3.19 %. Jumlah kasus gizi balita kurus tertinggi tahun 2011 terjadi pada
Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 6.05% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh
sebesar 0.50%.
Tabel 11 Distribusi status gizi balita berdasarkan BB/PB menurut Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Status gizi Balita 2009 2010 2011
BB/PB n % n % n %
Sangat Kurus 44 2.36 41 1.21 53 0.24
Kurus 171 9.18 256 7.55 701 3.13
Normal 1312 70.42 2911 85.82 20816 92.87
Gemuk 336 18.04 184 5.42 844 3.77
Jumlah 1863 100 3392 100 22414 100
Berdasarkan status gizi balita dari tabel 11 didapat proporsi status gizi
balita dalam rumah tangga berdasarkan Indeks BB/PB dengan status gizi sangat
kurus dan kurus di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009 tercatat sebesar
11.54% balita. Proporsi status gizi balita dalam rumah tangga berdasarkan
Indeks BB/PB dengan status gizi kurus sekali dan kurus di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2010 tercatat sebesar 8.76% balita. Proporsi status gizi balita
dalam rumah tangga berdasarkan Indeks BB/PB dengan status gizi sangat kurus
dan kurus di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2011 tercatat sebesar 3.37%
balita. Indeks BB/PB merupakan indikator penentuan status gizi yang paling baik
karena menggambarkan pemenuhan gizi pada masa sekarang dan pemenuhan
gizi di masa lalu. Berdasarkan acuan badan WHO urusan pengungsi (UNHCR)
yaitu 10.1-15%.
Berdasarkan kriteria WHO, masalah gizi dan kesehatan masyarakat
tergolong sangat tinggi apabila prevalensi kurus (wasting) di atas 15.0%, maka
masalah gizi dan kesehatan pada penelitian ini tergolong sangat tinggi. Riyadi
(2001) menyatakan bahwa wasting secara luas digunakan untuk menjelaskan
proses yang mengarah pada terjadinya kehilangan berat badan, sebagai
konsekuensi dari kelaparan akut dan atau penyakit berat.
Program Pemberian ASI Esklusif di Kabupaten Musi Banyuasin
Prevalensi ASI eksklusif menurut data SDKI hanya 32.7% menurut
penelitian Mercy Corps sebesar 7.4% (ASI predominan pada bayi usia 0-5 bulan)
dan 28.9% (ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi usia 0-5 bulan)
36
(Anonim 2009), dan penelitian awal sehat untuk hidup sehat sebesar 9.2%
(Fikawati, Syafiq 2003). Survei yang dilakukan oleh Helen Keller International
menyebutkan bahwa rata-rata bayi di Indonesia hanya mendapatkan ASI
eksklusif selama 1.7 bulan. (Syafiq, Fikawati 2007).
Perlu upaya yang terarah untuk mencapai target yang diharapkan salah
satu cara yang di lakukan oleh Pemerintan Kabupaten Musi Banyuasin pada
tahun 2011 dalam meningkatkan pengetahuan anggota keluarga, tenaga
kesehatan dan masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI adalah melalui
pelatihan konselor ASI Eksklusif, khususnya kepada para tenaga kesehatan
yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan terdepan dalam hal ini rumah sakit.
Pencapaian Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin
Survey yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrition and Health
Surveillance System (NSS) bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller
International di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Semarang,Makasar) dan 8 pedesaan
(Sumatera Barat, Lampung, Banten, JawaBarat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
NTB, Sulawesi Selatan), menunjukkan bahwa pencapaian pemberian ASI
Eksklusif 4-5 bulan di perkotaan antara 4-12%, sedangkan di pedesaan 4-25%.
Pencapaian ASI Eksklusif 5-6 bulan di perkotaan antara 1-13%, sedangkan
dipedesaan 2-13% (Depkes RI, 2004). Pesentase pencapaian program
pemberian ASI eksklusif di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin
tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Pesentase pencapaian program ASI eksklusif di setiap Kecamatan
di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian ASI eksklusif
tahun 2009-2011 pada Gambar 10 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi
tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 78.65% dan terendah
0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00
100,00
% A
SI E
kskl
usi
f 2009
2010
2011
37
Kecamatan Lalan sebesar 12.26%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada
Kecamatan Keluang sebesar 88.67% dan terendah Kecamatan Plakat Tinggi
sebesar 10.09%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan
Keluang sebesar 70.66% dan terendah Kecamatan Sungai Lilin sebesar 8,26%.
Hasil pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Musi
Banyuasin dari tahun ke tahun memiliki kecenderungan menurun. Alasan yang
menjadi penyebab kegagalan praktek ASI eksklusif bermacam-macam seperti
misalnya budaya memberikan makanan pralaktal, memberikan tambahan susu
formula karena ASI tidak keluar, menghentikan pemberian ASI karena bayi atau
ibu sakit, ibu harus bekerja, serta ibu ingin mencoba susu formula, bidan tidak
melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sehingga air susu ibu sering sulit keluar.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Roesli, 2005) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menyusui adalah (1)
komitmen ibu untuk menyusui, (2) dilaksanakan secara dini (early initiation), (3)
posisi menyusui yang benar baik untuk ibu maupun bayi, (4) menyusui atas
permintaan bayi (on demand), dan (5) diberikan secara eksklusif. ASI Eksklusif
atau lebih tepat disebut pemberian ASI secara eksklusif, artinya bayi hanya diberi
ASI saja, tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,
air putih, juga tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi ataupun tim mulai lahir sampai usia 6 bulan.
Masih rendahnya pencapaian program pemberian ASI eksklusif di
masing-masing wilayah Kecamatan tersebut, menyebabkan Pemerintah
Kabupaten Musi Banyuasin terus berupaya untuk menanggulangi rendahnya
pencapaian pemberian ASI eksklusif yang terjadi di wilayahnya dengan
melaksanakan program pojok ASI pada ibu yang bekerja dalam lingkup instansi
pemerintah, penyuluhan-penyuluhan disetiap posyandu tentang manfaat ASI.
Pencapaian program pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin
Tahun 2009-2011 dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11 Pencapaian program ASI eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin
Tahun 2009-2011
40.56 34.66
42.32
0
10
20
30
40
50
2009 2010 2011
% A
SI E
kskl
usi
f
38
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian ASI
eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 11
didapat persentase sebesar 20.74% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang
baik, 47.49% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik, dan 42.32% pada
tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Masih rendahnya pencapaian
program pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin dapat
menyebabkan angka kematian bayi semakin meningkat ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Edmond et al (2005) menunjukkan bahwa 16%
kematian bayi baru lahir seharusnya dapat diselamatkan dengan pemberian ASI
pada hari pertama dan meningkat 22% jika menyusui dimulai pada 1 jam
pertama setelah melahirkan. Selain itu Wiryo (2007) menyatakan bahwa bayi
yang tidak pernah mendapat kolostrum akan mudah terkena infeksi
gastrointestinal dan diare karena bayi tidak mendapatkan senyawa-senyawa
imun yang terkandung dalam kolostrum.
Penelitian Anita, di salah satu rumah sakit pusat rujukandi Jakarta Pusat
menunjukkan hubungan yang signifikan antara bidan yang mempunyai sikap
positif terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dengan penerapan praktik Inisiasi
Menyusui Dini (IMD). Artinya bidan yang bersikap positif akan lebih besar
kemungkinan pasienyauntuk melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD). Sikap
positif bidan terhadap Inisiasi Menyusui Dini (IMD) antara lain adalah bidan
merasa senang bila ibu mengerti akan pentingnya Inisiasi Menyusui Dini (IMD),
bidan mau menyebarluaskan informasi tentang pentingnya Inisiasi Menyusui Dini
(IMD), bidan mau membantu melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), dan
bidan tidak mau memberikan susu botol kepada bayi.
Upaya peningkatan pemberian ASI selama ini mulai memberikan hasil
yang menggembirakan. Data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) tahun 2007
menunjukkan telah terjadi peningkatan cakupan pemberian ASI secara eksklusif
pada bayi dibawah 6 bulan (0-6 bulan) dari 58.5% pada tahun 2006 menjadi
62.2% pada tahun 2007. Cakupan pemberian ASI secara eksklusif selama 6
bulan sebesar 21.2% pada tahun 2006 meningkat menjadi 28.6% pada tahun
2007.
Secara nasional pencapaian pemberian ASI eksklusif di Indonesia
berfluktuasi dan menunjukan kecenderungan menurun selama tiga tahun
terakhir. Pencapaian pemberian ASI eksklusif 0–6 bulan turun dari 62.2% tahun
2007 menjadi 56.2% pada tahun 2008. Pencapaian pemberian ASI eksklusif
39
pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28.6% tahun 2007 menjadi 24.3% pada
tahun 2008 (Susenas 2007– 2008). Target pencapaian program pemberian ASI
Eksklusif di Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 80%, Propinsi Sumatera Selatan
yaitu sebesar 71.8% (susenas 2010), dan Nasional sebesar 80%.
Program Pemberian Tablet Besi pada Ibu Hamil di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh di antaranya
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat
angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim
di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2009). Badan Kesehatan Dunia (WHO)
melaporkan bahwa prevalensi ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar
35-75% (Riswan M, 2003).
Anemia gizi besi merupakan salah satu dari 4 (empat) masalah gizi
utama di Indonesia. Program penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil dan
WUS ditujukan dalam rangka mempersiapkan kondisi fisik wanita usia subur
(WUS), sebelum dan selama kehamilan, agar ibu hamil dan WUS siap menjadi
ibu yang sehat, dan pada saat hamil tidak menderita anemia serta mencegah
pendarahan pada saat melahirkan. Penanggulangan masalah anemia gizi besi
saat ini masih terfokus pada pemberian tablet besi (Fe) atau yang lebih dikenal
masyarakat sebagai tablet tambah darah. Ibu hamil mendapat tablet tambah
darah 90 tablet selama kehamilannya (Kemenkes, 2010). Suatu penelitian
menunjukan bahwa wanita hamil yang tidak minum pil besi mengalami
penurunan ferritin (cadangan besi) cukup tajam sejak minggu ke 12 usia
kehamilan (Khomsan, 2003).
Suplementasi pemberian tablet besi dalam program penanggulangan
anemia gizi telah dikaji dan diuji secara ilmiah efektifitasnya apabila dilaksanakan
sesuai dengan dosis dan ketentuan. Namun, program pemberian tablet besi
pada wanita hamil yang menderita anemia kurang menunjukan hasil yang nyata.
Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu : 1). Kepatuhan minum tablet besi yang
tidak optimal; dan 2). Status besi Wanita Usia Subur (WUS) sebelum hamil
sangat rendah, sehingga jumlah tablet besi yang dikonsumsi tidak cukup untuk
meningkatkan Hemoglobin (Hb) dan simpanan besi (Depkes, 2002). Menurut
40
Riyadi et al. (1997), konsumsi zat besi ibu hamil dibedakan antara konsumsi
rendah (<15mg/kapita/hari) dan konsumsi tinggi (>15mg/kapita/hari).
Distribusi Tablet Besi di Kabupaten Musi Banyuasin
Distribusi tablet Fe-I dan Fe-III dilaksanakan di seluruh desa dalam
Kabupaten Musi Banyuasin yang berjumlah 218 Desa yang termasuk dalam 25
wilayah kerja puskesmas. Dalam hal pendistribusian tablet besi, Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin pada bagian obat (gudang farmasi) tidak
mendistribusikan langsung ke tiap puskesmas. Tetapi puskesmas yang
mengambil tablet besi ke gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
banyuasin. Tablet besi dibagikan atau didistribusikan ke tiap puskesmas pada
awal tahun, dengan bentuk sachet (1 sachet berisi 30 tablet Fe). Jumlah tablet
Fe yang akan didistribusikan ke tiap puskesmas dihitung berdasarkan jumlah
kebutuhan di tiap wilayah puskesmas, yaitu dengan cara setiap puskesmas
mengajukan usulan permintaan kebutuhan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing puskesmas yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil pengamatan pada program gizi Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin, pendistribusian kebutuhan Puskesmas dilakukan
dengan cara puskesmas langsung mengambil tablet besi ke gudang farmasi
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sangat efisien dikarenakan selain
mengambil tablet besi pihak puskesmas pun sekaligus mengambil kebutuhan
program lain untuk kebutuhan selama 1 tahun. Padahal menurut Depkes (1999)
pendistribusian tablet besi di tingkat Kabupaten, didistribusikan dari gudang
farmasi Kabupaten ke tiap puskesmas. Faktor utama yang menyebabkan sulitnya
penurunan prevalensi anemia ini antara lain karena rendahnya cakupan distribusi
dan kepatuhan ibu mengkonsumsi tablet besi. Survei Kesehatan Rumah Tangga
melaporkan bahwa distribusi tablet besi sebesar 27% dan kepatuhan ibu
mengkonsumsi tablet besi sebanyak 23% (Ernawati, 2000).
Target Pencapaian Program Pemberian Tablet Besi pada Ibu Hamil
Program KIA-Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin, pada
tahap ini yang menjadi sasaran dalam evaluasi program adalah berupa keluaran
(output) dari program pemberian tablet besi yaitu berupa besaran jumlah
cakupan dan pencapaian program pemberian tablet besi pada ibu hamil. Untuk
target cakupan dan pencapain program pemberian tablet Fe-I adalah 90% dan
Fe-III adalah 90%.
41
Program KIA-gizi pada dinas kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
yang telah berjalan hanya mengacu pada hasil laporan yang dikirimkan ke dinas
kesehatan Propinsi Sumatera Selatan dalam bentuk output untuk semua
program kesehatan termasuk salah satunya program pemberian tablet besi yang
dilaporkan ke dinas kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Untuk pengamatan
proses pelaksanaan (pemberian tablet Fe kepada ibu hamil) dan dampak dari
adanya pelaksanaam program untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat
kurang dievaluasi.
Menurut Mantra dalam Santri (2010), evaluasi pada tahap proses
dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk
mengukur apakah program yang sedang berjalan telah sesuai dengan rencana
atau tidak atau apakah telah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan
pencapaian tujuan dari program. Evaluasi dampak menurut Notoatmodjo (2003),
ditujukan untuk menilai sejauh mana program itu mempunyai dampak terhadap
peningkatan kesehatan masyarakat. Evaluasi terhadap dampak dilakukan
dengan cara melihat apakah prevalensi anemia dari tahun ke tahun menurun
atau semakin meningkat.
Pencapaian Pemberian Tablet Fe-I di Kabupaten Musi Banyuasin Pencapaian ibu hamil mendapat tablet besi adalah pencapaian ibu hamil
yang mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
Gambar 12 Persentase pencapaian pemberian tablet Fe-I di Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian Fe-I tahun 2009-2011 pada
Gambar 12 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi
pada Kecamatan Bayung Lencir sebesar 108.27% dan terendah Kecamatan
Lalan sebesar 38.73%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% F
e-I
2009
2010
2011
42
Sanga Desa sebesar 98.75% dan terendah pada Kecamatan Batanghari Leko
sebesar 61.08%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Lalan
sebesar 112.28% dan terendah Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 71.81%.
Pencapaian Pemberian Tablet Fe-III di Kabupaten Musi Banyuasin
Fe-III tablet adalah tablet tambah darah Fe yang diberikan kepada ibu
hamil sebanyak 90 tablet sampai masa nifas.
Gambar 13 Persentase pencapaian pemberian tablet Fe-III di setiap Kecamatan
di Kabupaten Musi banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian Fe-III tahun 2009-2011 pada
Gambar 13 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi
pada Kecamatan Bayung Lencir sebesar 99.57% dan terendah Kecamatan Lalan
sebesar 35.59%. Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan
Sanga Desa sebesar 98.47% dan terendah pada Kecamatan Lalan sebesar
32.43%. Pencapaian tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi
sebesar 101.29% dan terendah Kecamatan Keluang sebesar 64.37%.
Gambar 14 Pencapaian pemberian tablet besi Fe-I dan Fe-III pada ibu hamil di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian tablet
besi Fe-I pada Gambar 14 didapat persentase sebesar 92.08% ibu hamil di
tahun 2009 termasuk kategori baik, 80.43% pada tahun 2010 termasuk kategori
kurang baik, 88.31% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Hal ini
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% F
e-I
II 2009
2010
2011
92.08 84.73 80.43 73.72
88.31 81.43
0
20
40
60
80
100
Fe-I Fe-III
% F
e-I
dan
Fe
-III
2009
2010
2011
43
menunjukkan bahwa masih rendahnya cakupan Fe-I dalam dua periode,
walaupun sebagian sudah memenuhi target pencapaian. Hal ini disebabkan
masih rendahnya distribusi Fe-I dimasing-masing wilayah oleh karena itu
Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terus berupaya untuk menanggulangi
rendahnya pencapaian Fe-I yang terjadi diwilayahnya dengan cara melakukan
penyuluhan ke posyandu-posyandu oleh tenaga kesehatan.
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian tablet
besi Fe-III pada Gambar 14 didapat persentase sebesar 84.73% terjadi pada
tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 73.72% pada tahun 2010 termasuk
kategori kurang baik, dan 81.43% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang
baik. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian Fe-III di Kabupaten Musi
Banyuasin masih rendah. Akibat masih rendahnya pencapaian total Fe-III pada
Ibu Hamil di Kabupaten Musi Banyuasin yang disebabkan oleh beberapa faktor
yaitu adanya pernyataan ibu hamil yang merasa mual ketika mengkonsumsi Fe
tablet yang dibagikan gratis dari Puskesmas, adanya ibu hamil baru melakukan
pemeriksaan setelah usia kehamilan trimester III, sehingga mempengaruhi hasil
pencapaian program pemberian tablet besi yang masih dibawah target yang
akan dicapai sebesar 90 % untuk Fe-I dan Fe-III.
Program Pemberian Kapsul Vitamin A
Masih rendahnya cakupan suplementasi vitamin A ini mengindikasikan
bahwa manajemen dan sosialisasi program vitamin A tingkat Kabupaten/Kota
belum berjalan optimal. Berkaitan hal tersebut diperlukan pelatihan penyegaran
terkait dengan manajemen suplementasi vitamin A bagi petugas dalam rangka
meningkatkan cakupan program khususnya pada Kabupaten/Kota dengan
pencapaian rendah.
Hasil survei menunjukkan bahwa di provinsi Kalimantan Barat cakupan
vitamin A pada bayi (6-11bulan) adalah sebesar 55.8% dan anak balita (12-59
bulan) sebesar 56.6%, sementara untuk provinsi Lampung cakupan pada bayi
adalah 82.4% dan anak balita 80.4%, dan Sulawesi Tenggara adalah 70.5%
pada bayi dan anak balita sebesar 62.2%. Hasil survei juga menemukan bahwa
sebanyak 70.2% bayi umur 6-11 bulan dan 13.9% anak balita umur 12-59 bulan
mendapatkan suplementasi vitamin A dengan dosis yang tidak sesuai umur
(Kemenkes 2009)
44
Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Biru tahun 2009-2011
Gambar 15 Persentase pencapaian vitamin A biru di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin bulan Februari 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian vitamin A biru bulan Februari
2009-2011 pada gambar 15 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian tertinggi tahun
2009 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 100% dan terendah
Kecamatan Sungai Keruh sebesar 80.20%. Pencapaian tertinggi pada tahun
2010 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 96.92% dan terendah pada
Kecamatan Keluang sebesar 49.16%. Pencapaian tertinggi pada tahun 2011
terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 98.75% dan terendah Kecamatan
Bayung Lencir sebesar 81.70%.
Gambar 16 Persentase pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru di setiap
Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin bulan Agustus 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian kapsul vitamin
A biru bulan Agustus 2009-2011 pada gambar 16 dapat ditunjukkan bahwa
pencapaian tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Lais sebesar
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% v
itam
in A
bir
u
2009
2010
2011
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% v
itam
in A
bir
u
2009
2010
2011
45
91.57% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 32.49%. Pencapaian
tertinggi pada tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar
101.82% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 63.65%. Pencapaian
tertinggi pada tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sekayu sebesar 92.82% dan
terendah Kecamatan Bayung Lencir sebesar 70.36%.
Gambar 17 Pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten
Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian kapsul
vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada
Gambar 17 didapat persentase sebesar 88.46% bayi pada bulan Februari 2009
termasuk kategori baik, 65.78% pada bulan Agustus 2009 termasuk kategori
kurang baik, terjadi penurunan yang tidak sesuai dengan target. Hal ini
disebabkan ketersediaan vitamin A biru dosis 100.000 IU tidak mencukupi serta
pendistribusian kapsul vitamin A kepada kelompok sasaran juga mengalami
penurunan, dimana ibu balita yang mempunyai bayi dan balita tidak datang ke
posyandu untuk mendapatkan kapsul vitamin A.
Pencapaian pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi sebesar 75.35%
pada bulan Februari 2010 termasuk kategori kurang baik, 84.47% pada bulan
Agustus 2010 termasuk kategori baik. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A
biru pada bayi sebesar 87.43% pada bulan Februari 2011 termasuk baik, 80.87%
pada bulan Agustus 2011 termasuk kategori baik sesuai dengan target walaupun
hasilnya mengalami penurunan. Sedangkan untuk hasil cakupan dan pencapaian
program pemberian kapsul vitamin A biru pada bayi di Kabupaten Musi
Banyuasin dalam periode tahun 2009-2011 terdapat sebesar 77.78% pada tahun
2009, 79.88% pada tahun 2010, dan 84.07% pada tahun 2011, terdapat adanya
tren kenaikan hasil yang dicapai seiring dengan meningkatnya kesadaran
masyarakat.
88.46
65.78 75.35
84.47 87.43 80.87
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
Februari Agustus
% v
itam
in A
bir
u
2009
2010
2011
46
Pencapaian Program Pemberian Kapsul Vitamin A Merah tahun 2009-2011
Gambar 18 Persentase pencapaian program kapsul vitamin A merah di setiap
Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin bulan Februari 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian kapsul vitamin
A merah bulan Februari 2009-2011 pada gambar 18 dapat ditunjukkan bahwa
pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar
95.43% dan terendah Kecamatan Sanga Desa sebesar 64.97%. Pencapaian
tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Keluang sebesar 95.43% dan
terendah pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 58.58%. Pencapaian tertinggi
tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sungai Keruh sebesar 99.80% dan terendah
Kecamatan Bayung Lencir sebesar 75.60%.
Gambar 19 Persentase pencapaian vitamin A merah di setiap Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin bulan Agustus 2009-2011
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% v
itam
in A
me
rah
2009
2010
2011
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% V
itam
in A
me
rah
2009
2010
2011
47
Berdasarkan persentase pencapaian program pemberian kapsul vitamin
A merah bulan Agustus tahun 2009-2011 pada gambar 19 dapat ditunjukkan
bahwa pencapaian tertinggi tahun 2009 terjadi pada Kecamatan Keluang
sebesar 91.62% dan terendah Kecamatan Sungai Keruh sebesar 75.89%.
Pencapaian tertinggi tahun 2010 terjadi pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar
96.37% dan terendah Kecamatan Batanghari Leko sebesar 70.67%. Pencapaian
tertinggi tahun 2011 terjadi pada Kecamatan Sungai Lilin sebesar 92.88% dan
terendah Kecamatan Lais sebesar 41,22%.
Gambar 20 Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah pada balita di
Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program pemberian kapsul
vitamin A merah di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar
20 didapat persentase sebesar 87.11% balita pada bulan Februari 2009
termasuk kategori baik, 86.53% pada bulan Agustus 2009 termasuk kategori baik
sesuai target yang diharapkan. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah
sebesar 85.86% pada bulan Februari 2010 termasuk kategori baik, 84.39% pada
bulan Agustus 2010 termasuk kategori baik sesuai target walaupun sedikit
mengalami penurunan. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah sebesar
87.82% pada balita bulan Februari 2011 termasuk kategori baik, 79.44% pada
bulan Agustus 2011 termasuk kategori kurang baik dimana terjadi penurunan
yang tidak sesuai dengan target. Kecenderung terjadinya penurunan cakupan
dan pencapaian program ini diakibatkan oleh rendahnya distribusi kapsul vitamin
A, dan balita yang datang ke posyandu pada saat bulan vitamin A, dimana
daerah-daerah tertentu di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin sudah masuk
waktunya musim tanam dan banyak ibu-ibu yang tinggal dan menetap ditalang-
talang untuk menyadap getah karet sehingga ibu-ibu yang mempunyai balita
jarang membawa balitanya ke posyandu.
87.11 86.53 85.86 84.39
87.46
76.12
70
75
80
85
90
Februari Agustus
% V
itam
in A
me
rah
2009
2010
2011
48
Kinerja Program Gizi (SKDN) di Posyandu
Hasil analisis data di kelompok penimbangan yang dilakukan setiap
bulan berguna sebagai survailance gizi untuk pemantauan perkembangan balita
ditingkat posyandu. Indikator yang ada di kelompok penimbangan meliputi tingkat
partisipasi masyarakat (D/S), D merupakan jumlah balita yang ditimbang
sedangkan S adalah jumlah seluruh balita. Tingkat keberhasilan program (N/D),
N merupakan jumlah balita yang ditimbang yang berat badannya naik.
Keterjangkauan program (K/S) dan pencapaian program (D/K), K adalah jumlah
balita yang memiliki kartu.
Pencapaian K/S
Pencapaian program (K/S) adalah: Jumlah Balita yang memiliki Kartu
Menuju Sehat (KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu
kemudian dikali 100%. Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah
balita diwilayah tersebut yang telah memiliki KMS atau berapa besar cakupan
program di daerah tersebut telah tercapai. Cakupan K/S juga merupakan salah
satu indikator di kelompok penimbangan yang menggambarkan besarnya akses/
keterjangkauan dalam kegiatan penimbangan di posyandu.
Gambar 21 Persentase pencapaian K/S di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian K/S tahun 2009-2011 pada
Gambar 21 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian K/S tertinggi tahun 2009 terjadi
pada Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 80.02% dan terendah Kecamatan Babat
Toman sebesar 40.18%. Pencapaian K/S tertinggi tahun 2010 terjadi pada
Kecamatan Sanga Desa sebesar 45.29% dan terendah Kecamatan Babat
Toman sebesar 10.81%. Pencapaian K/S tertinggi tahun 2011 terjadi pada
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% K
/S 2009
2010
2011
49
Kecamatan Keluang sebesar 101.65% dan terendah Kecamatan Babat Toman
sebesar 54.25%.
Gambar 22 Pencapaian K/S di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program K/S total di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 22 didapat
persentase sebesar 58.42% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik.
Pencapaian rata-rata K/S total sebesar 17.8% pada tahun 2010 termasuk
kategori kurang baik. Pencapaian rata- rata K/S total sebesar 82.44% pada tahun
2011 termasuk kategori baik. Masih rendahnya pencapaian K/S di Kabupaten
Musi Banyuasin disebabkan ketersediaan KMS yang tidak mencukupi, dan juga
disebabkan terjadinya perubahan KMS lama ke KMS baru, serta banyaknya KMS
yang hilang oleh ibu balita.
Pencapaian D/S
Pencapaian D/S merupakan wujud partisipasi (keikutsertaan)
masyarakat pada kegiatan Posyandu adalah merupakan bentuk dari perilaku
masyarakat terhadap kesehatan. Indikator D/S menggambarkan tingkat
partisipasi masyarakat di kelompok penimbangan.
Gambar 23 Persentase pencapaian D/S di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009- 2011
58.42
17.8
82.44
0
20
40
60
80
100
2009 2010 2011
% K
/S
0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00
% D
/S
2009
2010
2011
50
Berdasarkan persentase pencapaian D/S tahun 2009-2011 pada
Gambar 23 dapat ditunjukkan bahwa pencapaian D/S tertinggi tahun 2009 terjadi
pada Kecamatan Keluang sebesar 70.46% dan terendah Kecamatan Babat
Toman sebesar 17.32%. Pencapaian D/S tertinggi tahun 2010 terjadi pada
Kecamatan Sanga Desa sebesar 40.48% dan terendah Kecamatan Batanghari
Leko sebesar 8.48%. Pencapaian D/S tertinggi tahun 2011 terjadi pada
Kecamatan Keluang sebesar 90.79% dan terendah Kecamatan Babat Toman
sebesar 38.64%.
Gambar 24 Pencapaian D/S di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program D/S total di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada gambar 24 didapat
persentase sebesar 45.94% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik.
15.52% pada tahun 2010 termasuk kategori kurang baik. 61.15% pada tahun
2011 termasuk kategori kurang baik. Partisipasi masyarakat (D/S) adalah
indikator keberhasilan penimbangan balita di Posyandu yang didapatkan dari
hasil : jumlah Balita yang ditimbang (D) dibagi dengan semua jumlah Balita yang
ada (S) dikali 100 dan hasilnya dalam bentuk persentase. Menurut Soekirman
(2000) menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kasus kurang gizi
pada masyarakat karena tidak berfungsinya lembaga – lembaga sosial dalam
masyarakat seperti Posyandu.
Walaupun untuk tingkat pencapaian D/S total di Kabupaten Musi
Banyuasin masih rendah disebabkan sebagian besar balita hanya aktif dibawa
posyandu sebelum mendapatkan imunisasi lengkap, tetapi setelah balita
berumur 9 bulan atau telah mendapatkan imunisasi lengkap, sebagian besar ibu-
ibu tidak lagi melakukan penimbangan secara rutin sehingga pencapaian
penimbangan atau partisipasi masyarakat di kelompok penimbangan untuk usia
di atas 9 bulan tidak mencapai target akan tetapi untuk target pada pada tingkat
45.94
15.52
61.15
0
10
20
30
40
50
60
70
2009 2010 2011
% D
/S
51
Kecamatan masih ada yang melampaui target yang telah ditentukan. Ini sejalan
dengan hasil penelitian Satoto dkk (2002) menunjukkan bahwa sekitar 35%
desa di Indonesia masih melaksanakan Posyandu sampai sekarang dan
sebagian masyarakat miskin masih menggunakan Posyandu sebagai tempat
pelayanan kesehatan.
Teori yang menyatakan bahwa ada 3 faktor utama yang mempengaruhi
perilaku masyarakat dalam bidang kesehatan yaitu : (a) Faktor-faktor predisposisi
(predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, tradisi, norma sosial dan unsur – unsur lain yang terdapat dalam diri
individu dan masyarakat. (b) faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya (c) faktor-faktor
pendorong (reinforcing factors), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat. Keberadaan Posyandu dalam hal ini masuk dalam faktor
pendukung (enabling factors) (Sarwono, 2004).
Pencapaian N/D
Pencapaian Hasil Penimbangan (N/D) adalah : Rata–rata jumlah balita
yang naik berat badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di
Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa
besar hasil penimbangan di daerah tersebut yang telah tercapai.
Gambar 25 Persentase pencapaian N/D di setiap Kecamatan di kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian N/D tahun 2009-2011 pada
Gambar 25, dapat ditunjukkan bahwa pencapaian N/D tertinggi tahun 2009
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% N
/D
2009
2010
2011
52
terjadi pada Kecamatan Sanga Desa sebesar 90.00% dan terendah Kecamatan
Keluang sebesar 56.97%. Pencapaian N/D tertinggi tahun 2010 terjadi pada
Kecamatan Babat Toman sebesar 93.91% dan terendah Kecamatan Batanghari
Leko sebesar 43.68%. Pencapaian N/D tertinggi tahun 2011 terjadi pada
Kecamatan Sanga Desa sebesar 97.64% dan terendah Kecamatan Babat
Toman sebesar 80.79%.
Gambar 26 Pencapaian N/D di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011
Indikator N/D di gunakan untuk menilai tingkat keberhasilan program di
kelompok penimbangan. Hal ini berarti setiap balita yang ditimbang diharapkan
ada kenaikan berat badan. Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program
N/D total di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 26
didapat proporsi rata- rata pencapaian N/D total Kabupaten Musi Banyuasin
sebesar 75.02% pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik. 86.05% pada
tahun 2010 termasuk kategori baik. 90.14% pada tahun 2011 termasuk kategori
baik. Pencapaian N/D tahun 2009, 2010, dan 2011 cenderung mengalami
kenaikan walaupun pencapaian N/D Kabupaten Musi Banyuasin secara total
masih belum memenuhi target yang diharapkan yaitu setiap balita yang
ditimbang mengalami peningkatan berat badannya. Belum tercapainya target
hasil penimbangan disebabkan masih adanya balita yang tidak rutin melakukan
penimbangan sehingga tidak dapat dinilai kenaikan berat badan balita tersebut,
dan juga disebabkan beberapa desa di Kecamatan ini merupakan daerah
terpencil sehingga pencapain N/D masih sangat rendah.. Tetapi dalam dua tahun
terakhir adanya peningkatan dengan adanya kenaikan yang melampaui target.
Hal ini disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk menimbang balitanya di
posyandu dan juga adanya peran aktif dari petugas kesehatan dengan dibantu
oleh peran serta masyarakat.
75.02
86.05 90.14
0
20
40
60
80
100
2009 2010 2011
% N
/D
53
Pencapaian D/K
Gambar 27 Persentase pencapaian D/K di setiap Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin tahun 2009-2011
Berdasarkan persentase pencapaian D/K tahun 2009-2011 pada
gambar 27, dapat ditunjukkan bahwa pencapaian D/K tertinggi tahun 2009 terjadi
pada Kecamatan Sungai Lilin sebesar 100.00% dan terendah Kecamatan Babat
Toman sebesar 43.11%. Pencapaian D/K tertinggi tahun 2010 terjadi pada
Kecamatan Sungai Keruh sebesar 96.84% dan terendah Kecamatan Batanghari
Leko sebesar 63.04%. Pencapaian D/K tertinggi tahun 2011 terjadi pada
Kecamatan Sungai Keruh sebesar 96.69% dan terendah Kecamatan Lais
sebesar 65.80%. Cakupan dan pencapaian D/K tahun 2009, 2010, dan 2011
cenderung berubah-ubah. Cakupan dan pencapaian D/K total tingkat Kecamatan
belum mencapai target, dimana diharapkan setiap balita yang datang
mempunyai KMS sebagai rapor dalam pemantauan pertumbuhan balita.
Gambar 28 Pencapaian D/K di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011
Indikator D/K dikelompok penimbangan dapat digunakan untuk
memberikan gambaran besarnya pencapaian program penimbangan di
posyandu. Berdasarkan proporsi rata-rata pencapaian program N/D total di
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
% D
/K
2009
2010
2011
78.64
87.19
75.55
65
70
75
80
85
90
2009 2010 2011
% p
en
cap
aian
54
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2009-2011 pada Gambar 28 didapat
persentase D/K total Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 78.64% pada tahun
2009 termasuk kategori kurang baik. 87.19% pada tahun 2010 termasuk kategori
baik. 75.55% pada tahun 2011 termasuk kategori kurang baik. Masih rendahnya
pencapaian D/K disebabkan ketersediaan KMS yang ada belum mampu
memenuhi jumlah balita yang datang, sehingga masih ada balita yang datang
dan ditimbang tidak mempunyai KMS sebagaimana mestinya.
Dari analisis program yang telah dilaksanakan perlu adanya
pengawasan dan pembinaan yang lebih intensif yaitu dengan melakukan
pemberdayaan dan peningkatan kemampuan petugas, fasilitas pelayanan
kesehatan, kader posyandu, dan masyarakat serta pentingnya promosi
kesehatan yang berkaitan erat dengan pelaksanaan program gizi di daerah yang
dapat dilihat pada lampiran 1.
Rekomendasi Perbaikan Program Gizi
Pelaksanaan program gizi yang telah dilaksanakan di Kabupaten Musi
Banyuasin masih terdapat kekurangan-kekurangan yang perlu diperbaiki dan
memerlukan program tindaklanjut yang berkesinambungan, dimana Menurut
Notoatmodjo (2003) evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan
terhadap tiga hal, yakni evaluasi terhadap proses pelaksanaan program, evaluasi
terhadap hasil program, dan evaluasi terhadap dampak program.
Melihat hasil yang telah diperoleh perlu dilakukan evaluasi yang
berkelanjutan terhadap program-program yang telah dilaksanakan. Menurut
Notoatmodjo (2003), evaluasi inii ditujukan untuk menilai sejauh mana program
itu mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Dalam
melaksanakan program-program perlu dilakukan pendekatan-pendekatan yang
berkesinambungan. Manfaat yang diperoleh dari hasil evaluasi adalah setiap
informasi yang ada dapat menghasilkan suatu keputusan yang tepat bersifat
rasional dan realistik. Rasional artinya dilandasi oleh gagasan yang baik. Bersifat
realistik artinya mempertimbangkan kenyataan yang ada. Keputusan yang baik
adalah gagasan yang baik berdasarkan iformasi yang dapat dipercaya meliputi 1)
Perencanaan 2). Pemantauan 3). Evaluasi dan 4) intervensi.
Peranan lintas sektor yang ada diharapkan dapat menerapkan program
perbaikan gizi masyarakat tercemin pada rencana strategis daerah (Renstra)
pada masing-masing steakholder atau (SKPD) sehingga dapat terpenuhinya
kebutuhan pangan masyarakat yang cukup baik jumlah, mutu, aman, merata dan
55
terjangkau, dan berkurangnya angka penduduk miskin dapat dilihat pada
lampiran 3 dan 4.
56
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan indeks BB/U di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 9.34%
balita KEP tahun 2009, 9.58% tahun 2010, 5.56% tahun 2011. Berdasarkan
indeks TB/U terdapat balita pendek 31.62% tahun 2009, 12.50% tahun 2010,
3.56% tahun 2011. Indeks BB/TB terdapat 12.54% tahun 2009 balita kurus dan
kurus sekali, 8.76% tahun 2010, 3.4% tahun 2011.
Pencapaian program pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Musi
Banyuasin terdapat 20.74% bayi yang memperoleh ASI eksklusif tahun 2009,
47.49% tahun 2010, 42.32% tahun 2011, pencapaian program pemberian ASI
eksklusif ini termasuk kategori kurang baik. Pencapaian program Fe-I di
Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 92.08% ibu hamil tahun 2009 termasuk
kategori baik, 80.43% tahun 2010 kurang baik, 88.31% tahun 2011 kurang baik.
Terjadi penurunan dari tahun ketahun untuk cakupan total Fe-I. Pencapaian Fe-
III terdapat 84.73% ibu hamil tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 73.72%
tahun 2010 kurang baik, 81.43% tahun 2011 kurang baik, pencapaian Fe-III tidak
mencapai target dari tahun ke tahun.
Pencapaian program pemberian kapsul vitamin A biru di Kabupaten
Musi Banyuasin terdapat 88,46% bayi pada bulan Februari 2009 termasuk
kategori baik, 65.78% bulan Agustus 2009 kurang baik. 75.35% bayi pada bulan
Februari 2010 termasuk kategori kurang baik, 84.47% bulan Agustus 2010 baik.
87.43% bayi pada bulan Februari 2011 termasuk kategori baik, 80.87% bulan
Agustus 2011 baik. Pencapaian pemberian kapsul vitamin A merah di Kabupaten
Musi Banyuasin terdapat 87.11% balita pada bulan Februari 2009 termasuk
kategori baik, 86.53% bulan Agustus 2009 baik. 85.86% bayi pada bulan
Februari 2010 termasuk kategori baik, 84.39% bulan Agustus 2010 baik, 8.82%
pada bulan Februari 2011 termasuk kategori baik, 79.44% bulan Agustus 2011
kurang baik, pencapaian program pemberian kapsul vitamin A ini terjadi
penurunan yang tidak sesuai dengan target.
Pencapaian K/S di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 58.42% balita
pada tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 17.8% tahun 2010 kurang baik,
82.44% tahun 2011 baik. Pencapaian D/S di Kabupaten Musi Banyuasin terdapat
45.94% balita tahun 2009 termasuk kategori kurang baik, 15.52% tahun 2010
kurang baik, 61.15% tahun 2011 kurang baik. Pencapaian N/D di Kabupaten
Musi Banyuasin terdapat 75.02% balita tahun 2009 termasuk kategori kurang
57
baik, 86.05% tahun 2010 baik, 90.14% tahun 2011 baik. Pencapaian D/K di
Kabupaten Musi Banyuasin terdapat 78.64% balita tahun 2009 termasuk kategori
kurang baik, 87.19% tahun 2010 baik, 75.55% tahun 2011 kurang baik.
Secara keseluruhan Analisis pencapaian program gizi dilihat berdasarkan
(1). Status gizi balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2009-2011 indeks
BB/U pertahun mengalami penurunan angka KEP total berdasarkan standar
WHO 10%, Indeks TB/U balita pendek mengalami penurunan standar WHO <
20%, indeks BB/TB sangat kurus dan kurus mengalami penurunan standar WHO
10,1-15%. (2). Pencapaian target program ASI Esklusif, Tablet Fe-I, Tablet Fe-III
masih termasuk kategori kurang baik. Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan
Vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A merah pada balita dan pencapaian hasil
program untuk bulan Februari 2009-2011 termasuk kategori baik, sedangkan
Tren waktu pelaksanaan kegiatan bulan Vitamin A biru pada bayi, dan vitamin A
merah pada balita dan pencapaian hasil program untuk bulan Agustus pada bayi
katagori kurang baik, sedangkan pada balita katagori baik. Pencapaian target
K/S, D/S, D/K termasuk kategori kurang baik, sedangkan N/D termasuk kategori
baik.
Saran
Sebaiknya seluruh steakholder melakukan pemantauan dan evaluasi
yang terus menerus, dan memberikan penyuluhan dan pengetahuan ke
posyandu-posyandu tentang pentingnya gizi dan program gizi yang dilaksanakan
demi tercapainya status gizi yang berkualitas, baik pada bayi, Balita, Ibu hamil
dan Ibu menyusui, dan melakukan program intervensi bagi wilayah-wilayah yang
dianggap rawan akan permasalahan yang berkaitan dengan gizi. Perlu adanya
kerjasama antarlembaga-lembaga, baik itu Dinas Kesehatan maupun lintas
sektor yang terkait dengan permasalahan yang terjadi khusunya masalahan gizi
di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin sehingga permasalahan yang terjadi dapat
diatasi dengan baik.
58
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada
Anonim. 2001. Mabuk Pagi, Ibu Hamil Bisa Kurang Gizi. terhubung
berkala.http://www.indomedia.com/intisari/2001/Sept/warna_hamil.htm.
Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2002-2003. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2003.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan. Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2007.
Baliwati, Yayuk Farida dan Ali Khomsan. 2004. Pengantar Pangan dan
Gizi.Jakarta. Penebar Swadaya.
Bapenas 2012. Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional Inisiatif Global
Scaling Up Nutrition (SUN). Jakarta
Darlina. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia
Gizipada Ibu Hamil (skipsi). Bogor : Departemen Gizi Masyarakat
danSumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Departemen Kesehatan. 2004 Petunjuk Teknis Standar pelayanan Minimal,
Jakarta
Departemen Kesehatan. 2005 Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), Jakarta
Departemen Kesehatan. 2005 Gizi Dalam Angka, Jakarta
Departemen Kesehatan. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-GIZI
BURUK Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta
Departemen Kesehatan. 2008. Petunjuk Teknis bantuan sosial (bansos)
perbaikan gizi masyarakat. Jakarta
Departemen Kesehatan. 2009. Data penduduk Sasaran Program Kesehatan
tahun 2007-2011. Jakarta
Departemen Kesehatan. 2009. Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A.
Jakarta
Departemen Kesehatan. 2011. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas)
2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Dinas Kesehatan 2006. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan
program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin
Dinas Kesehatan 2009. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan
program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin
59
Dinas Kesehatan 2010. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan
program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin
Dinas Kesehatan 2011. Profil Seksi Gizi Gambaran pencatatan dan pelaporan
program gizi dinas Kesehatan, Kabupaten Musi Banyuasin
Edmond, K.M., C. Zandoh, M.A. Quigley, S.A. Etego, S.O. Agyei, B.R. Kirkwood.,
2006. Delayed Breastfeeding Initiation Increases Risk of Neonatal
Mortality, Pediatrics 117, p. 380-386.
Fikawati S, Syafiq A. Hubungan antara Immediate Breastfeeding dan ASI
eksklusif 4 bulan. Jurnal Kedokteran Trisakti 2003; 22(2): 47-55.
Fikawati S, Syafiq A. Praktik pemberian ASIeksklusif, penyebab-penyebab
keberhasilan dankegagalannya. Jurnal Kesmas Nasional 2009;4(3):120-
131.
Gibson RS, 2005. Principle of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford
University Press. New York.
James, P., Norum, K. R., Smitasiri, S., Swaminathan, M. S., Tagwireyi, J., Uauy,
R. & Haq, M. U. (2000) The selection of reference data in the
assessment of growth: the new World Health Organization reference.
Ending malnutrition by 2020: an agenda for change in the millennium.
Final Report to the ACC/SCN by the Commission on the Nutrition
Challenges of the 21st Century .
Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Surveilance Gizi di
Kabupaten dan kota, Jakarta
Notoatmodjo S. 2003. Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoajmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan.Edisi Revisi. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Riyadi H. 2001. Metode penilaian status gizi secara antropometri. Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Riyadi H, Hardinsyah, F Anwar. 1997. Faktor-faktor Resiko Anemia pada
IbuHamil. Media Gizi dan Keluarga tahun XXI No 2.
Roesli, U., 2005, Mengenal ASI Eksklusif, Trubus Agriwidya, Jakarta, hal. 2-47.
Rusnita A. Faktor-faktor yang Berhubungandengan Pelaksanaan Inisiasi
Menyusu Dini diKamar Bersalin IGN RSUPN Dr. CiptoMangunkusumo
60
Jakarta November 2008. Skripsi.Fakultas Kesehatan Masyarakat,
UniversitasIndonesia. Indonesia, 2008.
Salimar et al. 2009. Karakteristik masalah pendek (stunting) pada balita di
seluruh wilayah Indonesia. Jurnal Penelitian Gizi dan Makanan, 3 (67),
63-74.
Satoto, A.B. Jauhari dan Soekirman., 2002, Growth Data From Posyandu in
Indonesia: Precision, Accuracy, Reliability and Utilization. Jakarta : Gizi
Indonesia 2002, 26:17 – 23 : http: // www.Gizi net.
Sediaoetama, Achmad Djaeni. 2004. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi.
Dian Rakyat, Jakarta.
Sediaoetama. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: PT Dian Rakyat.
Soekirman. 2000. ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat .
Dirjen Dikti, Depdiknas, Jakarta.
Soekirman. 2012. Kurang Gizi, Anak Bertubuh Pendek. Opini dan Editorial Suara
Pembaruan, Jakarta.
Soetjiningsih, 2001, Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Surabaya.
Supariasa IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan
danKebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat
antarUniversitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Suhardjo 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara, Jakarta.
Syafiq A, Fikawati S. Mercy Corps Healthy Start Baseline Survey North Jakarta,
Indonesia, Final Report. Depok: Center For Health Research University
of Indonesia, 2007.
Syahrul, Fachriani dan Hidajah, A. C. (2007) Bahan Ajar Dasar Epidemiologi.
Surabaya: FKM UNAIR
Tarwotjo, R Djuwita. 1990. Penerapan prinsip epidemiologi dalam penilaian
status gizi. Gizi Indonesia, X/V (2), hlm 15-25.
Undang- undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Bab.XIII pasal 167
UNICEF, WHO. 2006. Baby-Friendly Hospital Initiative: Revised, Updated and
Expanded for Integrated Care. New York.
61
Utomo, B., 2000, The Slowing Progress of Breastfeeding Promotion Program in
Indonesia: Causes and Recommendation, KumpulanMakalah Diskusi
Pakar bidang Gizi tentang ASI-MP ASI,Antropometri, dan BBLR,
Kerjasama antara Persatuan Ahli GiziIndonesia, LIPI, dan UNICEF.
WHO. 2010. Infant and young chlid nutrition. New York.
Wiryo, H., 2007, The Effect of Early Solid Food Feeding and The Absence
of Colostrum Feeding On Neonatal Mortality, FK Universitas Udayana.
Diakses pada tanggal 03 Oktober 2012, dari
www.tempointeraktif.com.
62
Lampiran 1
Analisis masalah dan penanganan masalah gizi di Kabupaten Musi Banyuasin
Indikator Masalah Analaisis Masalah dan penanganan masalah
Puskesmas/ Kecamatan Dinkes Pemda
Status Gizi BB/U (KEP) ↗ a. Klarifikasi dan konfirmasi data a. Meningkatkan kemampuan petugas Anggaran
TB/U (Pendek) ↗ b. Penanganan Balita apabila puskesmas dan rumah sakit dalam
BB/PB ( Sangat terjadi gizi buruk melakukan surveilans gizi.
Kurus dan Kurus ) ↗ c. Pemberian PMT b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan Anggaran
d. Merujuk apabila tdk tertangani dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan
tatalaksana gizi buruk.
c. Memberikan PMT pemulihan untuk Anggaran
balita gizi buruk rawat jalan dan
pasca rawat.
d. Melakukan pemantauan kasus yang Anggaran
lebih intensif pada daerah dengan
risiko tinggi terjadinya kasus gizi
buruk.
e. Melakukan penyelidikan kasus Anggaran
bersama dengan lintas program dan
lintas sektor terkait
ASI Esklusif Pencapain Rendah Pembentukan KP-ASI atau 1. Meningkatkan kemampuan, kinerja Anggaran
kelas ibu petugas puskesmas dan rumah sakit
dalammelakukan konseling ASI.
Pemberian bimbingan Konseling 2. Meningkatkan promosi dan advokasi Anggaran
oleh konselor tentang Peningkatan Pemberian Air
Susu Ibu (PP ASI).
3. Membina puskesmas untuk Anggaran
memberdayakan konselor dan
motivator ASI yang telah dilatih.
63
Analisis masalah dan penanganan masalah gizi di Kabupaten Musi Banyuasin
Indikator Masalah Analaisis Masalah dan penanganan masalah
Puskesmas/ Kecamatan Dinkes Pemda
Vitamin A Pencapaian Rendah 1. Penyuluhan ttg manfaat kapsul 1. Penyuluhan ttg manfaat kapsul vitamin A Anggaran
vitamin A 2. Menyediakan kapsul vitamin A Anggaran
2. Sweeping balita yg Belum
mendapat kapsul vitamin A
3. Evaluasi stok kapsul
vitamin A
Fe1 dan Fe3 Pencapaian Rendah 1. penyuluhan manfaat TTD 1. Penyuluhan ttg manfaat TTD Anggaran
2. Sweeping ibu hamil yg belum 2. Menyediakan TTD
mendapat TTD 3. Melakukan koordinasi dengan Anggaran
3. Evaluasi stok TTD program KIA dan program lain
SKDN K/S Rendah 1. Koordinasi dengan camat dan PKK 1. Melakukan koordinasi dengan Camat Anggaran
D/S Rendah 2. Pembentukan wadah pembinaan dan PKK tingkat kecamatan untuk
N/D Rendah berupa forum-forum di desa menggerakan masyarakat datang ke
D/K Rendah c. Promosi manfaat kegiatan posyandu.
posyandu b. Memanfaatkan kegiatan pada Anggaran
forum-forum yang ada di desa, yang
bertujuan untuk menggerakan
masyarakat datang ke posyandu.
c. Melakukan promosi tentang manfaat Anggaran
kegiatan di posyandu
64
Lampiran 2
Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, Strategi, dan Arah Kebijakan Renstra Tahun 2012 - 2017
Kabupaten Musi Banyuasin
TABEL. STRATEGI VISI : Terwujudnya Ketahanan Pangan di Kabupaten Musi Banyuasin dengan Penganekaragaman Pola Komsumsi Pangan Beragam, Bergizi dan Berimbang
Menuju Permata Muba 2017
MISI : 1.
Memantapkan ketersediaan pangan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang dimiliki secara bijaksana dan berkelanjutan serta mencegah dan menanggulangi kerawanan pangan
2.
Meningkatkan Kemampuan Masyarakat dalam Mengelola Produk Pangan Lokal Berbasis Sumber Daya Lokal
Tujuan Sasaran Strategi Arah kebijakan
1.1. Terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat yang cukup baik jumlah, mutu, aman, merata dan terjangkau
1.1.1. Meningkatnya Ketahanan Pangan
Masyarakat
1.1.1. Pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat sampai
tingkat rumah tangga
1.1.1. Peningkatan Ekonomi Kerakyatan
1.1.2. Berkurangnya jumlah penduduk rawan
pangan 1 % pertahun
1.1.2. Menumbuhkembangkan koordinasi ketersedian pangan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kerawanan
pangan
1.1.2. Mencegah dan menanggulangi kondisi rawan pangan secara
dinamis
1.1.3. Terwujudnya keanekaragaman & keamanan pangan
1.1.3. Menumbuhkembangkan koordinasi dan sinergi dalam upaya gerakan percepatan konsumsi pangan beragam, bergizi dan berimbang serta
melakukan pengawasan keamanan pangan masyarakat.
1.1.3. Peningkatan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang makanan beragam, bergizi, berimbang
serta mutu dan keamanan pangan
65
MISI II : Meningkatkan Kualitas dan Kinerja SDM yang memadai dan mampu menjadi akselelator dan dinamisator pembangunan
Tujuan Sasaran Strategi Arah kebijakan
2.1. Meningkatnya kinerja aparatur 2.1.1. Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana
aparatur
2.1.1. Tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan
aparatur
2.1.1. Memberikan pertanggung jawaban atas pelaksanaan
program kerja
2.1.2. Meningkatnya kualitas aparatur
2.1.2. Memberdayakan sarana dan prasarana yang tersedia
2.1.2. Mengoptimalkan pemenuhan sarana dan
prasarana aparatur
2.1.3. Meningkatnya Kinerja Aparatur
2.1.3. Mendorong aparatur untuk meningkatkan kinerja
2.1.3. Mendorong dan memfasiltasi upaya peningkatan SDM
66 Lampiran 3 Renstra SKPD Badan Ketahanan Pangan Daerah(BKPD) Kabupaten Musi Banyuasin
No Indikator Kinerja sesuai
Tugas dan Fungsi SKPD
Target SPM
Target IKK
Target Indikator Lainnya
Target Renstra SKPD Tahun ke- Realisasi Capaian Tahun ke-
2008 2009 2010 2011 2012 2008 2009 2010 2011 2012
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
1. Ketersediaan Energi dan Protein
/Kapita/Tahun 90 - - 0
E : 4.605 K P : 57,6 Gr
E : 4.387 K P : 84,6 Gr
E : 3.772 K P : 102 Gr
E: 3.379
0 E:4.824 K P : 63Gr
E:4.558K P : 88 Gr
E: 4.231 K P : 114Gr
E: 3.955 K P : 105 g
2. Penguatan Cadangan Pangan
60 - - 0 15 Ton 30 Ton 45 Ton 60 Ton 0 40 Ton 70 Ton 115 Ton 215 Ton
3. Ketersediaan Informasi Pasokan,Harga dan
Akses Pangan di Daerah
90 - - 0 25% 50% 75% 90% 0 82% 87% 86% 89%
4. Stabilitas Harga dan Pasokan Pangan
90 - - 0 25% 50% 75% 90% 0 85% 87% 87% 89%
5. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
90 - - 0 80,8 82,6 89,2 79,3 0 79,1 83,8 74,1 86,10
6. Pengawasan dan Pembinaan Keamanan
Pangan 80 - - - - - - - - - - - -
7. Penanganan Daerah Rawan Pangan
60 - - 0 30% 35% 40% 45% 0 25% 25% 25% 35%
9. Tingkat pemenuhan jasa administrasi
perkantoran - - 100 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%
10. Tingkat ketersediaan sarana dan prasarana
aparatur - - 100 100% 100% 100% 100% 100% 75% 80% 85% 90% 90%
11. Prosentase aparatur yang mempunyai
kompetensi dibidangnya
- - 100 100% 100% 100% 100% 100% 70% 75% 80% 85% 85%
67 Lampiran 4
Distribusi Jumlah Puskesmas, Posyandu, dan Kader Posyandu Menurut Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Musi Banyuasin
Tahun 2009-2011
No. Kecamatan Jumlah Posyandu tahun 2009 Jumlah Posyandu tahun 2010 Jumlah Posyandu tahun 2011
Terdaftar Lapor Terdaftar Lapor Terdaftar Lapor
1 Sanga desa 20 18 20 18 23 21 2 Babat Toman 39 28 38 38 38 38 3 Plakat Tinggi 27 25 28 25 28 25 4 Batanghari Leko 20 18 23 18 19 19 5 Sungai Keruh 40 34 40 33 44 37 6 Sekayu 48 48 52 52 52 52 7 Lais 40 33 55 40 41 36 8 Sungai Lilin 53 53 53 49 54 50 9 Keluang 42 41 44 44 44 44 10 Bayung Lencir 70 70 74 74 85 84 11 Lalan 66 66 73 73 73 71
Jumlah 465 434 500 464 501 477
Sumber : Bidang Yankes Dinas Kesehatan Musi Banyuasin
68
Lampiran 5
Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan di Kab. Musi Banyuasin
Tahun 2009-2011
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
1 Sanga Desa 13.852 13.833 27.685 15.734 15.378 31.112 15.747 15.303 31.050
2 Babat Toman 27.329 22.108 49.437 25.615 25.034 50.649 27.506 26.918 54.424
3 Plakat Tinggi 12.747 12.038 24.785 10.848 10.602 21.450 11.651 11.139 22.790
4 Batang Hari Leko 8.817 8.590 17.407 11.720 11.454 23.174 11.350 10.523 21.873
5 Sungai Keruh 17.929 17.356 35.285 17.804 17.400 35.204 21.288 20.683 41.971
6 Sekayu 31.213 30.300 61.513 38.954 38.072 77.026 41.126 40.176 81.302
7 Lais 27.730 26.762 54.492 28.890 28.235 57.125 41.126 40.176 81.302
8 Sungai Lilin 35.225 32.812 68.037 36.665 35.834 72.499 45.486 43.165 88.651
9 Keluang 12.513 11.918 24.431 14.212 13.893 28.105 15.061 14.242 29.303
10 Bayung Lincir 39.029 35.066 74.095 44.582 43.573 88.155 61.206 54.878 116.084
11 Lalan 19.171 16.872 36.043 19.484 19.042 38.526 20.470 18.444 38.914
245.555 227.655 473.210 264.508 258.517 523.025 312.017 295.647 607.664Jumlah
Penduduk 2010jumlah
Penduduk 2009jumlah
Penduduk 2011jumlahNO KECAMATAN
Sumber : Dinas transmigrasi dan kependudukan 2009, Badan Pusat statistik 2010, dan 2011 Kabupaten Musi Banyuasin
69
70
Top Related