ANALISIS KINERJA ROUTING PROTOCOL
AOMDV dan DSDV MENGGUNAKAN 802.11 dan 802.11p
PADA VANET (VEHICULAR AD-HOC NETWORK)
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer (S.Kom)
Oleh:
Ahmad Rifki Firmansyah
NIM: 11150910000069
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
i
ANALISIS KINERJA ROUTING PROTOCOL
AOMDV dan DSDV MENGGUNAKAN 802.11 dan 802.11p
PADA VANET (VEHICULAR AD-HOC NETWORK)
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer (S.Kom)
Oleh:
Ahmad Rifki Firmansyah
NIM: 11150910000069
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M / 1440 H
ii
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Januari 2019
Ahmad Rifki Firmansyah
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Ahmad Rifki Firmansyah
NPM : 11150910000069
Program Studi : Teknik Informatika
Departemen : Teknik Informatika
Fakultas : Sains dan Teknologi
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Hak Bebas
Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah
yang berjudul:
Analisis Kinerja Routing Protocol
AOMDV Dan DSDV Menggunakan 802.11 Dan 802.11p
Pada Vanet (Vehicular Ad-Hoc Network)
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Univesitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta berhak
menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan
data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilih Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di: Jakarta
Pada tanggal: 30 Januari 2019
Yang menyatakan
(Ahmad Rifki Firmansyah)
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas nikmat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Komputer Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Proses penyelesaian skripsi
ini tidak lepas dari berbagai bantuan, dukungan, saran, dan kritik yang telah penulis
dapatkan, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Kedua Orang tua dan keluarga penulis yang selalu mendo’akan, dan
mendukung penulis dalam mengerjakan skripsi.
2. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Ibu Arini, ST. MT., selaku ketua Program Studi Teknik Informatika, serta
Bapak Feri Fahrianto M.Sc., selaku sekretaris Program Studi Teknik
Informatika.
4. Ibu Siti Ummi Masruroh, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Luh
Kesuma Wardhani, M.T., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan kepada penulis sehingga
skripsi ini bisa selesai dengan baik.
5. Seluruh Dosen, Staf Karyawan Fakultas Sains dan Teknologi, khususnya
Program Studi Teknik Informatika yang telah memberikan bantuan dan
kerja sama dari awal perkuliahan.
6. Kepada teman seperjuangan Teknik Informatika angkatan 2015, khususnya
TI-C yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terima
kasih atas semua kenangan dan kebersamaan selama ini. Semoga kita bisa
lebih baik lagi dan sukses di masa yang akan datang.
7. Teman-teman kontrakan Ibu Ema yang berbagi suka dan duka bersama
selama satu kontrakan : Nurul Zaenal, Ahmad Akbar Azter, Ahmad Maulana
vii
Fazri, Luthfi Alif, Fahrizal, Abdul Yamin, Faisal Rifqi, dan Yudha.
8. Teman-teman HIMTI, KKN ALIVE 96, dan Rumah Koding UIN Jakarta
yang memberikan motivasi tambahan bagi penulis.
9. Bang Fidaq Imaduddin Ashsidiq, bang Angga Zain Sauqy Perdana, dan Mr.
Knudfl sebagai tempat bertanya, membantu dan membimbing dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10. Yu’thika Mardiyah sebagai seseorang yang telah mendengarkan keluh kesah
penulis, bertukar pikiran, dan memberikan motivasi, hingga akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
11. Yusran Syuja Farghani, Afie Yudha Triadi dan Lutfi Alif sebagai teman
seperjuangan skripsian.
12. Sahabat sekaligus teman suka duka serta canda tawa bersama semasa kuliah
: Ahmad Maulana Fazri, Farid Evan Ramadhan, Ahmad Akbar Azter, Ismail,
Herdi Hardianto, Kunhadji Rahmata, M Zaenal Abidin, Ade Lutfi, Alif
Rivaldi, Ilham, Raihan Prahastian, Dieqy, Dhiyaaulhaq, Arfi Bayu, Alif Noer
Ikhsan, Muchtar Ali Anwar, Bima Perdana Sentosa, Bima Adi Sukma, Dede
Agung Gunawan.
13. Seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Apabila ada kebenaran dari penulisan ini maka kebenaran
tersebut datangnya dari Allah, tetapi apabila ada kesalahan dalam penulisan ini
maka kesalahan ini berasal dari penulis. Semoga skripsi ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu. Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu dan meridhai segala usaha kita.
Ciputat, Januari 2019
Ahmad Rifki Firmansyah
11150910000069
viii
Nama : Ahmad Rifki Firmansyah (11150910000069)
Program Studi : Teknik Informatika
Judul : Analisis Kinerja Routing Protokol AOMDV Dan
DSDV Menggunakan 802.11 Dan 802.11p Pada VANET (Vehicular Ad-Hoc
Network)
ABSTRAK
VANET (Vehicular Ad-hoc Network) merupakan jaringan ad-hoc berbasis
wireless yang dikembangkan untuk mendukung pengembangan teknologi
Intelligent Transportation Systems (ITS). VANET yang menggunakan kendaraan
sebagai nodenya diharapkan dapat mengendalikan kemacetan dan mengurangi
risiko kecelakaan, untuk memanfaatkan potensi – potensi yang ada pada VANET,
saat ini IEEE sedang mengembangkan suatu perubahan standar untuk VANET
yaitu IEEE 802.11p atau yang biasa disebut dengan WAVE (Wireless Access
Vehicular Environments). Karena VANET jaringan yang spontan dan tidak
terstruktur yang didasarkan pada komunikasi kendaraan langsung ke kendaraan
dengan topologi yang selalu berubah serta karena tingginya mobilitas simpul
kendaraan, maka dalam merancang suatu jaringan VANET membutuhkan
pemilihan routing protocol. Pada penelitian ini menggunakan routing protocol
reaktif dan proaktif yaitu, AOMDV dan DSDV. Kemudian menggunakan standar
IEEE 802.11 dan pengembangannya 802.11p. Pada penelitian ini menggunakan
metode simulasi dan beberapa software pendukung yaitu, NS2, SUMO, dan
MS.Excel. Parameter quality of service yang digunakan throughput, PDR, delay,
dan routing overhead. Simulasi dilakukan dengan variasi node 30, 90, dan 150 node
serta kecepatan maximal 13,89 m/s. Hasil yang diperoleh, routing protocol
AOMDV unggul pada parameter PDR, dan DSDV pada throughput, delay, dan
routing overhead. Serta standar IEEE 802.11p unggul pada throughput, PDR,
delay, 802.11 pada routing overhead.
Kata Kunci : 802.11p, 802.11, VANET, AOMDV, DSDV, NS2,
SUMO, QoS, Throughput, PDR, delay, dan routing
overhead.
Jumlah Pustaka : 5 Buku + 30 Jurnal
Jumlah Halaman : 6 BAB + xvii Halaman + 115 Halaman + 16 Gambar + 34
Tabel + 20 Grafik
ix
Name : Ahmad Rifki Firmansyah (11150910000069)
Study Program : Teknik Informatika
Title : Analysis of Routing Protocol Performance AOMDV and
DSDV Using 802.11 and 802.11p on VANET (Vehicular Ad-hoc Network)
ABSTRACT
VANET (Vehicular Ad-hoc Network) is an ad-hoc wireless-based network
developed to support the development of Intelligent Transportation Systems (ITS)
technology. VANET that uses the vehicle as its node is expected to control
congestion and reduce the risk of accidents, to utilize the potentials that exist on
VANET. Currently, IEEE is developing a change in the standard for VANET IEEE
802.11p protocol or commonly called WAVE (Wireless Access Vehicular
Environments). Because VANET networks are spontaneous and unstructured based
on direct vehicle communication to vehicles with ever-changing topologies and
because of the high mobility of vehicle nodes, designing a VANET network requires
the selection of a routing protocol. In this study using the reactive and proactive
routing protoco, AOMDV and DSDV. Then use the IEEE 802.11 standard and
802.11p. In this study using a simulation method and some supporting software,
NS2, SUMO, and MS.Excel. Quality of service parameters used throughput, PDR,
delay, and routing overhead. Simulation with variations of nodes 30, 90, and 150
nodes and a maximum speed of 13.89 m/s. The results is AOMDV routing protocol
better in PDR, and DSDV better in throughput, delay, and routing overhead. IEEE
802.11p standards better in throughput, PDR, delay, 802.11 better in routing
overhead.
Keywords : 802.11p, 802.11, VANET, AOMDV, DSDV, NS2,
SUMO, QoS, Throughput, PDR, delay, dan routing
overhead.
Bibliography : 5 Books + 30 Journal
Number of Pages : 6 Chapters + xvii pages + 115 pages + 16 images + 34
tables + 20 graphs
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS .......................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS .....................................................................................v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................................. viii
ABSTRACT .................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................xv
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xvi
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1. Latar Belakang ...............................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ..........................................................................................3
1.3. Batasan Masalah .............................................................................................4
1.3.1. Proses ......................................................................................................4
1.3.2. Metode ....................................................................................................4
1.3.3. Tools .......................................................................................................4
1.4. Tujuan Penelitian ............................................................................................5
1.5. Manfaat Penelitian ..........................................................................................5
1.5.1. Bagi Penulis: ...........................................................................................5
1.5.2. Bagi Universitas: ....................................................................................5
1.5.3. Bagi Masyarakat: ....................................................................................6
1.6. Metodologi Penelitian ....................................................................................6
1.6.1. Metode Pengumpulan Data.....................................................................6
xi
1.6.2. Metode Simulasi .....................................................................................6
1.7. Sistematika Penulisan .....................................................................................7
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................10
2.1. Jaringan Komputer .......................................................................................10
2.2. Perangkat Jaringan .......................................................................................10
2.2.1. NIC (Network Interface Card) ..............................................................10
2.2.2. Router ...................................................................................................11
2.2.3. OBU ......................................................................................................11
2.3. Routing .........................................................................................................12
2.4. Protocol ........................................................................................................12
2.5. Model OSI ....................................................................................................13
2.6. Model TCP/IP ..............................................................................................16
2.7. Protokol TCP dan UDP ................................................................................17
2.7.1. TCP .......................................................................................................17
2.7.2. UDP ......................................................................................................18
2.11. VANET (Vehicular Ad-hoc Network) ......................................................18
2.11.1. Karakteristik VANET ...........................................................................19
2.11.2. Routing Protocol Pada VANET ...........................................................21
2.12. Wireless 802.11 ........................................................................................22
2.13. Wireless 802.11p (Wireless Access Vehicular Environments) .................22
2.14. AOMDV ...................................................................................................24
2.14.1. Kelebihan AOMDV ..............................................................................24
2.14.2. Cara Kerja AOMDV .............................................................................25
2.15. DSDV .......................................................................................................27
2.15.1. Kelebihan DSDV ..................................................................................28
2.15.2. Cara Kerja DSDV .................................................................................28
xii
2.16. Software Pendukung .................................................................................28
2.17. Metode Simulasi .......................................................................................31
2.18. Quality of Service (QoS) ...........................................................................31
BAB III METODOLOGI PENGEMBANGAN SISTEM ...........................................34
3.1. Metode Pengumpulan Data ..........................................................................34
3.2. Metode Simulasi ...........................................................................................37
3.2.1. Problem Formulation ...........................................................................38
3.2.2. Conceptual Model .................................................................................38
3.2.3. Input Output Data .................................................................................38
3.2.4. Modelling ..............................................................................................38
3.2.5. Simulation .............................................................................................38
3.2.6. Verification and Validation ..................................................................39
3.2.7. Experimentation ....................................................................................39
3.2.8. Output Analysis .....................................................................................39
3.3. Alasan Menggunakan Metode Simulasi .......................................................39
3.4. Kerangka Berpikir ........................................................................................40
3.5. Alur Penelitian ..............................................................................................41
BAB IV IMPLEMENTASI SIMULASI DAN EKSPERIMEN ..................................42
4.1. Problem Formulation ...................................................................................42
4.2. Conceptual Model ........................................................................................42
4.3. Input/Output Data ........................................................................................44
4.3.1. Input ......................................................................................................44
4.3.2. Output ...................................................................................................45
4.4. Modelling .....................................................................................................45
4.4.1. Skenario Simulasi A .............................................................................47
4.4.2. Skenario Simulasi B .............................................................................48
xiii
4.4.3. Skenario Simulasi C .............................................................................49
4.4.4. Skenario Simulasi D .............................................................................50
4.5. Simulation .....................................................................................................51
4.5.1. Konfigurasi .osm Menjadi .tcl ..............................................................51
4.5.2. Konfigurasi Setdest ...............................................................................54
4.5.3. Konfigurasi Skenario A ........................................................................56
4.5.4. Konfigurasi Skenario B ........................................................................61
4.5.5. Konfigurasi Skenario C ........................................................................63
4.5.6. Konfigurasi Skenario D ........................................................................68
4.6. Verification and Validation ..........................................................................70
4.7. Experimentation ...........................................................................................70
4.8. Output Analisys ............................................................................................71
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................71
5.1. Verification and Validation ..........................................................................71
5.2. Experimentation ...........................................................................................74
5.2.1. Pengujian Konfigurasi Simulasi ...........................................................74
5.2.2. Pengujian Pengiriman Paket UDP ........................................................76
5.2.3. Pengujian Source dan Destination ........................................................77
5.3. Output Analisys ............................................................................................78
5.3.1. Skenario A ............................................................................................78
5.3.2. Skenario B ............................................................................................81
5.3.3. Skenario C ............................................................................................85
5.3.4. Skenario D ............................................................................................89
5.3.5. Skenario A, B, C, dan D .......................................................................93
BAB VI PENUTUP ...................................................................................................106
6.1. Kesimpulan .................................................................................................106
xiv
6.2. Saran ...........................................................................................................107
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................108
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................113
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 NIC (Network Interface Card) .................................................................11
Gambar 2.2 Contoh Router ..........................................................................................11
Gambar 2.3 OBU (On Board Unit) .............................................................................12
Gambar 2.4 Arsitektur VANET berdasar V2V ...........................................................19
Gambar 2.5 Alokasi penggunaan frekuensi untuk komunikasi vehicular menurut IEEE
802.11p ........................................................................................................................23
Gambar 2.6 Propogation of RREQ & RREP packet in AOMDV .................................25
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ....................................................................................40
Gambar 3.2 Alur Penelitian .........................................................................................41
Gambar 4.1 Pengambilan area simulasi dengan open street map ................................43
Gambar 4.2 Simulasi VANET di SUMO ....................................................................53
Gambar 5.1 Verifikasi dan Validasi 30 Node ..............................................................72
Gambar 5.2 Verifikasi dan Validasi 90 Node ..............................................................73
Gambar 5.3 Verifikasi dan Validasi 150 Node ............................................................74
Gambar 5.4 Pengujian Konfigurasi Simulasi ..............................................................75
Gambar 5.5 Pengujian Pengiriman Paket UDP ...........................................................76
Gambar 5.6 Pengujian source dan destination ............................................................77
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Elemen Protokol ..........................................................................................13
Tabel 2.2 Model OSI Layer .........................................................................................14
Tabel 2.3 Model OSI Layer .........................................................................................16
Tabel 2.4 Parameter end to end delay ..........................................................................32
Tabel 2.5 Parameter throughput ..................................................................................33
Tabel 3.1 Studi Literatur Sejenis .................................................................................35
Tabel 3.2 Resume Studi Literatur Sejenis ....................................................................36
Tabel 4.1 Parameter penelitian M. Yusuf ....................................................................46
Tabel 4.2 Parameter penelitian I. Rahardjo .................................................................46
Tabel 4.3 Skenario A ...................................................................................................47
Tabel 4.4 Skenario B ...................................................................................................48
Tabel 4.5 Skenario C ...................................................................................................49
Tabel 4.6 Skenario D ...................................................................................................50
Tabel 5.1 Hasil Throughput Skenario A ......................................................................78
Tabel 5.2 Hasil PDR Skenario A .................................................................................79
Tabel 5.3 Hasil Avarage end to end delay Skenario A ................................................80
Tabel 5.4 Hasil Routing Overhead Skenario A ...........................................................80
Tabel 5.5 Hasil Throughput Skenario B ......................................................................82
Tabel 5.6 Hasil PDR Skenario B .................................................................................83
Tabel 5.7 Hasil Avarage end to end delay Skenario B ................................................83
Tabel 5.8 Hasil Routing Overhead Skenario B ............................................................84
Tabel 5.9 Hasil Throughput Skenario C ......................................................................86
Tabel 5.10 Hasil PDR Skenario C ...............................................................................86
Tabel 5.11 Hasil Avarage end to end delay Skenario C ..............................................87
xvii
Tabel 5.12 Hasil Routing Overhead Skenario C ..........................................................88
Tabel 5.13 Hasil Throughput Skenario D ....................................................................90
Tabel 5.14 Hasil PDR Skenario D ...............................................................................91
Tabel 5.15 Hasil Avarage end to end delay Skenario D ..............................................91
Tabel 5.16 Hasil Routing Overhead Skenario D .........................................................92
Tabel 5.17 Hasil Throughput Skenario A, B, C, dan D ...............................................94
Tabel 5.18 Hasil PDR Skenario A, B, C, dan D ..........................................................96
Tabel 5.19 Hasil Avarage end to end delay Skenario A, B, C, dan D .........................98
Tabel 5.20 Hasil Routing Overhead Skenario A, B, C, dan D ..................................100
Tabel 5.21 Hasil Throughput, Packet Delivery Ratio, End to End Delay, dan Routing
Overhead Skenario A, B, C, dan D ...........................................................................103
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1 Hasil Throughput Skenario A .....................................................................78
Grafik 5.2 Hasil PDR Skenario A ................................................................................79
Grafik 5.3 Hasil Avarage end to end delay Skenario A ...............................................80
Grafik 5.4 Hasil Routing Overhead Skenario A ..........................................................81
Grafik 5.5 Hasil Throughput Skenario B .....................................................................82
Grafik 5.6 Hasil PDR Skenario B ................................................................................83
Grafik 5.7 Hasil Avarage end to end delay Skenario B ...............................................84
Grafik 5.8 Hasil Routing Overhead Skenario B ..........................................................85
Grafik 5.9 Hasil Throughput Skenario C .....................................................................86
Grafik 5.10 Hasil PDR Skenario C ..............................................................................87
Grafik 5.11 Hasil Avarage end to end delay Skenario C .............................................88
Grafik 5.12 Hasil Routing Overhead Skenario C ........................................................89
Grafik 5.13 Hasil Throughput Skenario D ...................................................................90
Grafik 5.14 Hasil PDR Skenario D ..............................................................................91
Grafik 5.15 Hasil Avarage end to end delay Skenario D .............................................92
Grafik 5.16 Hasil Routing Overhead Skenario D ........................................................93
Grafik 5.17 Hasil Throughput Skenario A, B, C, dan D ..............................................94
Grafik 5.18 Hasil PDR Skenario A, B, C, dan D .........................................................96
Grafik 5.19 Hasil Avarage end to end delay Skenario A, B, C, dan D ........................98
Grafik 5.20 Hasil Routing Overhead Skenario A, B, C, dan D .................................101
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi wireless untuk sistem jaringan komunikasi
telah dikembangkan tidak hanya sebatas pada penggunaannya untuk interaksi
dan mobilitas manusia dengan berbagai perangkat elektroniknya. Namun
perkembangan teknologi wireless telah diarahkan pada mobilitas manusia
dan kendaraan yang digunakannya sehari-hari. Perkembangan teknologi ini
sebagai alternatif solusi untuk memecahkan sejumlah permasalahan pada
sistem transportasi. Jenis teknologi jaringan wireless yang dikembangkan
untuk menjadi solusi dalam pemecahaan permasalahan transportasi ini adalah
vehicular ad-hoc networks (VANET) (Afdhal, 2015).
VANET merupakan jaringan ad-hoc berbasis wireless yang
dikembangkan untuk mendukung pengembangan teknologi Intelligent
Transportation Systems (ITS). VANET terdiri dari kendaraan dan Road Side
Unit (RSU). Setiap kendaraan yang berada dalam jangkauan jaringan dapat
bertukar informasi melalui metode komunikasi antar kendaraan atau vehicle
to vehicle (V2V) dan komunikasi kendaraan dengan infrastruktur jaringan
atau vehicle to infrastructure (V2I). Isi pesan tersebut bisa berupa informasi
kemacetan, kecelakaan yang menyebabkan jalan tidak dapat diakses,
informasi mengenai lalu lintas pada rute-rute tertentu ataupun pesan lainnya
(Heriansyah, 2018).
Permasalahan utama yang biasa terjadi pada lalu lintas di kota-kota
besar adalah kemacetan dan kecelakaan. Hal tersebut biasanya disebabkan
oleh kepadatan jumlah kendaraan dan kecepatan kendaraan (Anisia &
Munadi, 2016). VANET yang menggunakan kendaraan sebagai nodenya
diharapkan dapat mengendalikan kemacetan dan mengurangi risiko
kecelakaan, dengan kata lain, penerapan VANET harus dapat mengelola arus
lalu lintas dan harus siap memberikan solusi baru untuk strategi manajemen
dan rekayasa lalu lintas dengan target utamanya tetap memprioritaskan
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
keselamatan lalu lintas yang dapat mencegah tabrakan dan menyelamatkan
nyawa manusia.
Saat ini IEEE sedang mengembangkan suatu perubahan standar untuk
jaringan VANET yaitu IEEE 802.11p atau yang biasa disebut dengan WAVE
(Wireless Access Vehicular Environments). WAVE merupakan
penyempurnaan standar IEEE 802.11 yang diperlukan untuk mendukung
pengaplikasian ITS. WAVE juga merupakan pengembangan sistem IEEE
802.11 dengan meningkatkan pada physical layer dan MAC layer yang dapat
memberikan tingkat latency rendah (Rahardjo, Anggoro, & Arunanto, 2017)
Karena VANET jaringan yang spontan dan tidak terstruktur yang
didasarkan pada komunikasi kendaraan langsung ke kendaraan dengan
topologi yang selalu berubah serta karena tingginya mobilitas simpul
kendaraan, maka dalam merancang suatu jaringan VANET membutuhkan
pemilihan routing protocol, agar pada saat komunikasi antar kendaraan satu
dengan yang lain berjalan dengan baik (Heriansyah, 2018).
Routing protocol pada jaringan MANET terbagi dalam beberapa
kategori di antaranya, protokol routing on demand yang bersifat reaktif,
protokol routing table driven yang bersifat proaktif, dan protokol routing
hybrid yang merupakan gabungan dari kedua protokol reaktif dan proaktif
(Nugroho, Setiawan, Teknik, & Mada, 2015). Vehicular Ad Hoc Network
(VANET) merupakan bagian dari MANET, sehingga protokol routing yang
ada dalam MANET juga bisa diimplementasikan pada VANET (Yusuf &
Anggoro, 2018).
Routing proaktif, protokol yang menentukan table routingnya dengan
memperbaharui setiap waktu jika terjadi perubahan (Anisia & Munadi, 2016).
Penelitian sebelumnya tentang membandingkan beberapa jenis routing yaitu
routing reaktif, proaktif, dan hybird. Pada routing proaktif lebih baik routing
DSDV dari segi throughput, end to end delay, dan routing overhead
dibandingkan CGSR, WRP, dan OLSR (Jana, Saikat. Singha, Jayashree.
Singha, 2016). Sedangkan routing reaktif melakukan pencarian rute ketika
suatu node akan mulai melakukan komunikasi dengan node lain (Anisia &
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Munadi, 2016). Pada penelitian sebelumnya membandingkan performansi
routing reaktif dan proaktif. Hasil penelitian tersebut routing AOMDV
routing protokol paling baik dari segi PLR, PDR, jitter, delay, dan throughput
(Prabhakar D. Dorgea, Dr. Sanjay S. Dorleb, 2018).
Adapun beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain dengan
judul Network Performance in IEEE 802.11 and IEEE 802.11p Cluster
Based on VANET (Prakaulya, Pareek, & Singh, 2017), Selain itu, terdapat
penelitian dengan judul QoS performance evaluation of AODV and DSR
Routing Protocols in City VANET Scenarios (Meraihi, Acheli, & Ramdane-
Cherif, 2017), terdapat juga penelitian lain dengan judul Studi Kinerja
802.11P pada Protokol Ad Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) di
Lingkungan Vehicular Ad Hoc Network (VANET) Menggunakan Network
Simulator 2 (NS-2) (Rahardjo et al., 2017), dan penelitian lain dengan judul
Analisis Perbandingan Wireless Network Standard 802.11a Dan 802.11p
Berdasarkan Protokol Dynamic Source Routing Di Lingkungan Vehicular
Ad Hoc Networks (Yusuf & Anggoro, 2018). Dalam beberapa penelitian
tersebut ada yang memakai hanya satu standar IEEE saja atau menggunakan
satu jenis routing protocol saja dalam skenario simulasinya. Untuk itu
diperlukan analisis kinerja routing protocol reaktif dan proaktif
menggunakan standar IEEE 802.11 dan pengembangannya IEEE 802.11p
pada jaringan VANET.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dilakukan
penelitian dengan judul “ Analisis Kinerja Routing Protocol AOMDV Dan
DSDV Menggunakan 802.11 dan 802.11p Pada Vehicular Ad Hoc Network
(VANET)“.
1.2. Rumusan Masalah
Atas dasar permasalahan yang telah dipaparkan di latar belakang, maka
dapat dirumuskan bahwa permasalahan yang akan dibahas adalah,
“Bagaimana analisis kinerja routing protocol AOMDV dan DSDV
menggunakan 802.11p dan 802.11 pada vehicular ad hoc network ?”.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3. Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terarah berdasarkan rumusan masalah dan
sesuai dengan batasan kemampuan penulis, maka batasan masalah dalam
penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.3.1. Proses
1. Penelitian berisi tentang analisis kinerja dari routing protocol
AOMDV dan DSDV dengan menggunakan standar IEEE 802.11
dan 802.11p pada jaringan VANET
2. Analisis kinerja berdasarkan parameter throughput, packet delivery
ratio, avarage end to end delay, routing overhead.
3. Transmission protocol menggunakan UDP.
4. Menggunakan komunikasi vehicle to vehicle.
5. Vehicle yang digunakan mobil.
6. Menggunakan maximum kecepatan yaitu 50 KM/Jam setara
dengan 13.89 M/Detik.
7. Menggunakan 3 variasi node berbeda 30 node, 90 node, 150 node.
8. Penelitian ini menggunakan metode simulasi dalam
pengembangannya.
9. Area simulasi menggunakan jalanan sekitar Jendral Sudirman Kota
Tangerang dengan luas 683m x 592m.
1.3.2. Metode
1. Metode pengumpulan data adalah studi literatur.
2. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
metode simulasi jaringan.
1.3.3. Tools
1. Sistem Operasi yang digunakan untuk melakukan penulisan adalah
Windows 10 Pro (64-bit).
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Penulisan dilakukan dengan spesifikasi laptop Asus X450JN
processor Intel Core i7-4720HQ @ 2.60Ghz (8CPUs) dan RAM
sebesar 8 GB.
3. Simulasi dilakukan menggunakan Sistem Operasi Ubuntu 14.04
LTS
4. Simulasi dilakukan dengan spesifikasi laptop Toshiba Satellite
L740 processor Intel Core i3-380M @ 2.50 GHz (4CPUs) dan
RAM sebesar 2GB.
5. Area simulasi dibuat dengan Open Street Map.
6. Aplikasi simulasi jaringan yang digunakan NS2 (Network
Simulator 2) versi 2.35.all-in-one sebagai compiler, NAM
(Network Animator) sebagai simulator dari hasil compile dan Excel
sebagai visualisasi grafik dari kinerja routing protocol jaringan.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja routing protocol
AOMDV dan DSDV menggunakan 802.11 dan 802.11p pada vehicular ad
hoc network.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Penulis:
1. Untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan strata satu (S1)
Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai tolak ukur ilmu penulis selama menuntut ilmu di Program
Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.5.2. Bagi Universitas:
1. Memberikan gambaran terhadap penerapan ilmu pengetahuan
yang telah diterima selama kuliah.
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Menjadi sumbangan literatur karya ilmiah dalam disiplin ilmu
teknologi khususnya bidang jaringan komputer.
1.5.3. Bagi Masyarakat:
1. Mengetahui analisis kinerja routing protocol AOMDV dan DSDV
menggunakan 802.11 dan 802.11p pada Vehicular Ad Hoc
Network.
2. Sebagai bahan referensi pada penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan routing protocol AOMDV dan DSDV,
Vehicular Ad Hoc Network (VANET), ataupun standar IEEE
802.11 dan 802.11p.
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Metode Pengumpulan Data
1. Studi Literatur
Studi literatur yang dilakukan secara manual yaitu dengan
mempelajari buku-buku serta jurnal terkait dengan informasi
penelitian seperti routing protocol, AOMDV, DSDV, 802.11,
802.11p, VANET, dan informasi–informasi lainnya. Selain
mencari secara manual dilakukan juga pencarian secara online
untuk membantu dalam bagian pengembangan simulasi.
1.6.2. Metode Simulasi
1. Problem Formulation
2. Conceptual Model
3. Input Output Data
4. Modelling
5. Simulation
6. Verfication dan Validation
7. Experimentation
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Output Analisys
1.7. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, dibagi menjadi enam bab sebagai berikut
:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang berhubungan
dengan permasalahan yang diambil. Teori-teori tersebut diambil
dari literatur-literatur.
BAB III METODOLOGI PENGEMBANGAN SISTEM
Pada bab ini dijelaskan mengenai metode yang digunakan dalam
skripsi ini, teknik pengumpulan data, metode simulasi dan
kerangka berpikir.
BAB IV IMPLEMENTASI SIMULASI DAN EKSPERIMENTAL
Pada bab ini dijelaskan mengenai simulasi dari serangkaian
analisa, perancangan, sampai pada implementasi jaringan.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil dan pembahasan berisi
semua tahapan dari proses pengembangan aplikasi serta
pembahasan mengenai hasil analisis kinerja routing protocol
AOMDV dan DSDV menggunakan 802.11 dan 802.11p
berdasarkan parameter throughput, packet delivery ratio, routing
overhead, dan avarage end to end delay.
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB VI PENUTUP
Pada bab ini akan memaparkan kesimpulan simulasi yang telah
dilakukan. Bab ini juga berisi tentang saran-saran bagi pembaca
guna mengembangkan penelitian yang telah dilakukan agar
menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Jaringan Komputer
Jaringan komputer adalah suatu himpunan interkoneksi sejumlah
komputer autonomous dapat dijelaskan bahwa jaringan komputer adalah
kumpulan beberapa komputer (dan perangkat lain seperti router, switch, dan
sebagainya) yang saling terhubung satu sama lain melalui media perantara
(Sofana, 2013).
Jaringan komputer adalah salah satu bentuk komunikasi antar
komputer, sama halnya seperti yang dilakukan oleh manusia dengan manusia,
dalam jaringan komputer tidak hanya melibatkan komputer saja, namun juga
mampu menggabungkan piranti lain, seperti hub, router, modem, printer, dan
sebagainya (Komputer, 2014).
2.2. Perangkat Jaringan
2.2.1. NIC (Network Interface Card)
NIC merupakan peralatan yang berhubungan langsung dengan
komputer dan didesain agar komputer komputer jaringan dapat saling
berkomunikasi, NIC perangkat yang bekerja pada layer pertama OSI
atau layer physical (Sofana, 2013).
Network Interface Card adalah sebuah hardware komputer
yang didesain guna memungkinkan komputer berkomunikasi
menggunakan jaringan, NIC memungkinkan user untuk terhubung
satu dengan lainnya menggunakan kabel atau wireless (Komputer,
2014).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.1 NIC (Network Interface Card)
(Sumber, Dini, 2015)
2.2.2. Router
Router adalah piranti jaringan yang berfungsi meneruskan
paket data sepanjang jaringan menggunakan header dan tabel
forwarding untuk menentukan rute terbaik transportasi data. Router
bekerja di layer network di model TCP/IP atau layer ketiga di model
OSI (Komputer, 2014).
Gambar 2.2 Contoh Router
(Sumber, Yovi, 2015)
2.2.3. OBU
OBU adalah alat yang terpasang pada kendaraan, berfungsi
untuk membaca tag pasif RFID yang membawa nomor identitas
kendaraan dan mengirimkan identitas ini ke OBU Reader saat
memasuki gerbang tol. (Fatkhurrahman, Syafei, & Darjat, 2017)
Setiap kendaraan yang menjadi bagian atau node dari VANET
dilengkapi dengan teknologi khusus yang dikenal sebagai On Board
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Unit (OBU) dan Application Unit (AU). OBU bertindak sebagai
terminal sekaligus router wireless. Dalam jaringan vehicular ini,
OBU dapat dianggap sebagai node yang bergerak dan RSU adalah
node yang diam (Aziza, Siswipraptini, & Cahyaningtyas, 2017).
Gambar 2.3 OBU (On Board Unit)
(Sumber, Rayanti, 2017)
2.3. Routing
Routing adalah proses memindahkan data dari satu network ke network
lain dengan cara mem-forward paket data via gateway. Routing menentukan
ke mana datagram akan dikirim agar mencapai tujuan yang diinginkan
(Sofana, 2013).
Routing adalah protokol yang digunakan untuk mendapatkan rute dari
satu jaringan ke jaringan lain. Rute ini disebut dengan route dan informasi
route secara dinamis dapat diberikan ke router yang lain ataupun dapat
diberikan secara statis ke router lain (Syamsu, 2013).
2.4. Protocol
Protokol adalah sebuah aturan yang mendefinisikan beberapa fungsi
yang ada dalam sebuah jaringan komputer, misalnya mengirim pesan, data,
informasi, dan fungsi lain yang harus dipenuhi oleh sisi pengirim
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(transmitter) dan sisi penerima (receiver) agar komunikasi berlangsung
dengan benar, selain itu protokol juga berfungsi untuk memungkin dua atau
lebih komputer dapat berkomunikasi dengan bahasa yang sama (Syamsu,
2013).
Protocol dapat diartikan sebagai sekumpulan peraturan / konvensi /
sinkronisasi yang digunakan oleh suatu komputer untuk bertukar data pada
sebuah jaringan komputer, misalnya melakukan pengiriman e-mail,
mentransfer file, mengakses halaman web pada internet, chatting antar
komputer, dan lain sebagainya (MADCOMS, 2015).
Protokol memiliki elemen yang harus diperhatikan, menurut Suryadi
berikut tabel yang berisi elemen yang diperhatikan (Syamsu, 2013) :
Tabel 2.1 Elemen protokol
(Sumber, Syamsu, 2013)
Elemen
Fungsi
Syntax
Format data dan cara pengodean yang
digunakan untuk mengodekan sinyal.
Semantix
Mengetahui maksud dari informasi yang
dikirim dan mengoreksi kesalahan yang
terjadi dari informasi
Timing Mengetahui kecepatan transmisi data.
2.5. Model OSI
OSI adalah sebuah model arsitektural jaringan yang dikembangkan oleh
badan International Organization for Standardization (ISO) di Eropa pada
tahun 1997, OSI sendiri merupakan singkatan dari Open System
Interconnection (Sofana, 2013).
OSI adalah sebuah standar baku dan ia hanyalah sebuah rujukan, OSI
model dibuat dengan tujuan agar komunikasi data dapat berjalan melalui
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
langkah-langkah yang jelas, langkah-langkah ini biasa disebut dengan nama
“layer” dan model OSI terdiri dari 7 lapisan (Syamsu, 2013).
Secara umum, fungsi dan penjelasan masing-masing layer dapat dilihat
pada Tabel 2.2 (Sofana, 2013) :
Tabel 2.2 Model OSI layer
(Sumber, Sofana, 2013)
Lapisan (layer) Fungsi
Lapisan 7 - Application Berfungsi sebagai antarmuka (penghubung) aplikasi
dengan fungsionalitas jaringan, mengatur
bagaimana aplikasi dapat mengakses jaringan, dan
kemudian membuat pesan-pesan kesalahan. Pada
layer inilah sesungguhnya user “berinteraksi dengan
jaringan”
Contoh protokol yang berada pada lapisan ini HTTP,
WWW, FTP, TELNET, SMTP, POP3, dan NFS.
Lapisan 6-Presentation Berfungsi untuk menerjemahkan data yang hendak
ditransmisikan oleh aplikasi ke dalam format yang
dapat ditransmisikan melalui jaringan. Protokol
yang berada pada level ini adalah sejenis redirector
software, seperti network shell (semacam Virtual
Network Computing (VNC) atau Remote Dekstop
Protocol (RDP). Kompresi data dan enkripsi juga
ditangani oleh layer ini.
Lapisan 5 - Session Berfungsi untuk mendefinisikan bagaimana koneksi
dimulai, dipelihara, dan diakhiri. Selain itu, di level
ini juga dilakukan resolusi nama. Layer Session,
sering disalah artikan sebagai prosedur login pada
network dan berkaitan dengan keamanan.
Beberapa protokol pada layer ini:
• NETBIOS, protokol yang dikembangkan
IBM, menyediakan layanan ke layer
presentation dan layer application.
• ADSP (AppleTalk Data Stream Protocol)
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
• PAP (Printer Acces Protocol), protokol
untuk printer postscript pada jaringan
Appletalk
Lapisan 4 - Transport Berfungsi untuk memecah data menjadi paket-paket
data serta memberikan nomor urut setiap paket
sehingga dapat disusun kembali setelah diterima.
Paket yang diterima dengan sukses akan diberi tanda
(ack). Sedangkan paket yang rusak akan dikirim
ulang.
Contoh protokol yang digunakan pada layer ini
seperti : UDP dan TCP.
Lapisan 3 - Network Berfungsi untuk mendefinisikan alamat-alamat IP.
Membuat header untuk paket-paket, dan melakukan
routing melalui internet working dengan
menggunakan router dan switch layer 3. Pada layer
ini juga dilakukan proses deteksi error dan transmisi
ulang paket-paket yang error.
Contoh protokol yang digunakan seperti: IP
Lapisan 2 - Data Link Berfungsi untuk menentukan bagaimana bit-bit data
dikelompokan menjadi format yang disebut frame.
Pada level ini terjadi error correction, flow control,
pengalamatan perangakat keras (MAC address), dan
menentukan bagaimana perangkat-perangkat
jaringan seperti bridge dan switch layer 2 beroperasi.
Menurut spesifikasi IEEE 802, layer ini
dikelompokan menjadi dua, yaitu Logical Link
Control (LLC) dan Media Access Control (MAC)
Contoh protokol yang digunakan pada layer ini
adalah 802.11, 802.2, 802.5.
Lapisan 1 - Physical Berfungsi untuk mendefinisikan media transmisi
jaringan, metode pensinyalan, sinkronisasi bit,
arsitektur jaringan, topologi jaringan, dan
pengkabelan. Selain itu, level ini juga
mendefinisikan bagaimana NIC berinteraksi dengan
media wire atau wireless.
Layer physical berkaitan langsung dengan besaran
fisis seperti listrik, magnet, gelombang. Data biner
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dikodekan berbentuk sinyal yang dapat ditransmisi
melalui media jaringan.
2.6. Model TCP/IP
Model TCP/IP adalah sebuah referensi protokol jaringan yang
diusulkan oleh departemen pertahanan Amerika Serikat, model ini disebut
juga internet model. Pada mulanya TCP/IP digunakan pada jaringan bernama
APRANET. Namun, saat ini telah menjadi protokol standar bagi jaringan
yang lebih umum yang disebut internet (Sofana, 2013).
Protokol TCP/IP dikembangkan sebelum model OSI dipublikasikan,
karenanya TCP/IP tidak menggunakan model OSI sebagai rujukan. Model
TCP/IP hanya terdiri dari empat layer antara lain : (Syamsu, 2013)
Tabel 2.3 Model protokol TCP/IP
(Sumber, Syamsu, 2013)
Lapisan (layer) Fungsi
Lapisan 4 - Application Lapisan ini bagian dari TCP/IP di mana permintaan
data atau servis diproses, aplikasi pada layer ini
menunggu di portnya masing-masing dalam suatu
antrian untuk diproses.
Contoh aplikasi populer yang bekerja pada layer ini
misalnya FTP dan HTTP
Lapisan 3 - Transport Pada Layer ini menentukan bagaimana host
pengirim dan host penerima dalam membentuk
sebuah sambungan sebelum kedua host tersebut
berkomunikasi, serta seberapa sering kedua host ini
akan mengirim ack dalam sambungan tersebut satu
sama lainnya. Transport Layer hanya terdiri dari
dua protokol yaitu TCP dan UDP, TCP bertugas
membentuk sambungan, mengirim ack, dan
menjadi terkirimnya data, sedangkan UDP dapat
membuat transfer data menjadi cepat.
Lapisan 2 - Internet Layer Inter-networking atau biasa disebut juga
layer internet atau layer network berisi protokol
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang bertanggung jawab dalam pengalamatan dan
routing paket. Pada layer ini terdapat beberapa
protokol, di antaranya : IP, ICMP, IGMP, ARP,
RARP.
Lapisan 1 - Network
Interface
Layer network interface disebut juga layer link atau
layer data link, layer terbawah dari model TCP/IP
yang bertanggung jawab dalam menentukan sebuah
komputer dapat terkoneksi ke dalam suatu jaringan
komputer, hal ini sangat penting karena data harus
dikirimkan dari dan ke suatu host melalui
sambungan jaringan.
2.7. Protokol TCP dan UDP
2.7.1. TCP
Transmission Control Protocol (TCP) adalah suatu protokol yang
berada di lapisan transport (baik itu dalam tujuh lapis model OSI atau
TCP/IP) yang berorientasi sambungan (connection oriented) dan
dapat diandalkan (reliable) (Syamsu, 2013).
Menurut Wijaya TCP memiliki karakteristik sebagai berikut
(Wijaya & Putra, 2017) :
1. Connection oriented, yaitu mekanisme untuk menjaga
keterhubungan antar host.
2. Full duplex, yaitu pengiriman dan penerimaan data dapat
berlangsung dalam satu waktu.
3. Reliable, yaitu pengiriman data yang dapat diandalkan.
Apabila paket hilang/rusak sebagian, maka akan dilakukan
transmisi ulang pada paket tersebut.
4. Flow control, yaitu fitur untuk menjaga agar komunikasi yang
terjadi tidak mengganggu komunikasi lain yang terjadi pada
jaringan yang sama. Dengan kata lain, mencegah pengiriman
data yang terlalu banyak dalam satu waktu sehingga membuat
kemacetan pada jaringan.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.7.2. UDP
Protokol UDP digunakan untuk pengiriman data yang bersifat
lebih mementingkan kecepatan dibandingkan dengan ketepatan data.
UDP umumnya digunakan untuk streaming data suara dan video.
UDP tidak memiliki fitur flow control atau koreksi kesalahan seperti
pada TCP, sehingga memiliki kecepatan yang lebih baik dibandingkan
dengan TCP. Berikut ini adalah karakteristik UDP (Wijaya & Putra,
2017) :
1. Connectionless, tidak adanya mekanisme untuk menjaga
keterhubungan antar host.
2. Unreliable, yaitu pesan-pesan yang dikirimkan dengan
protokol UDP, tidak dapat dijamin akan sampai secara utuh
atau tidak akan ada paket yang hilang dalam pengiriman.
2.11. VANET (Vehicular Ad-hoc Network)
Jaringan Ad-hoc Vehicular atau VANET (Vehicular Ad-hoc Network)
adalah jaringan dengan node-node berupa kendaraan-kendaraan yang mobile.
Kendaraan tersebut dapat berkomunikasi dengan kendaraan lainnya, maupun
dengan berbagai piranti komunikasi yang ada di sepanjang jalan raya.
VANET ini merupakan bagian dari MANET (Mobile Ad-hoc Network),
namun node-node pada VANET memiliki tingkat mobilitas yang lebih tinggi
(Aziza et al., 2017).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.4 Arsitektur VANET berdasar V2V
(Sumber, Aziza et al., 2017)
VANET secara garis besar, tersusun dari dua bagian yaitu bagian yang
mobile dan bagian yang tetap. Kelompok yang pertama meliputi kendaraan
dan berbagai alat komunikasi mobile, termasuk piranti navigasi. Bagian
kedua adalah piranti-piranti pendukung komunikasi VANET, yang dapat
berupa titik akses, gateaway, dan lain sebagainya. Titik akses pada VANET
dikenal dengan istilah Road Side Unit (RSU). RSU ditempatkan di lokasi-
lokasi strategis di sepanjang jalan, misalkan di persimpangan jalan atau pada
lampu lalu lintas. Berdasarkan referensi dari V2V (vehicle to vehicle) setiap
kendaraan yang menjadi bagian atau node dari VANET dilengkapi dengan
teknologi khusus yang dikenal sebagai On Board Unit (OBU) dan Application
Unit (AU). OBU bertindak sebagai terminal sekaligus router wireless. Dalam
jaringan vehicular ini, OBU dapat dianggap sebagai node yang bergerak dan
RSU adalah node yang diam (Aziza et al., 2017).
2.11.1. Karakteristik VANET
VANET memiliki karakteristik sebagai berikut (Aziza et al.,
2017):
1. Jumlah Node dan kepadatan node pada VANET bervariasi.
Jumlah node bisa sangat besar di daerah perkotaan pada jam
sibuk. Namun jumlah node VANET bisa sangat sedikit di daerah
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pedesaan dengan jumlah mobil yang dilengkapi kemampuan
komunikasi sangat terbatas. Protokol MAC harus mampu bekerja
dengan baik pada kedua keadaan tersebut.
2. Mobilitas node yang tinggi, kendaraan sebagai node dari VANET
dapat bergerak dengan kecepatan tinggi, lebih dari 100 km/jam.
Hal ini sering menyebabkan disconnection antar node. Jika,
dimisalkan, suatu kendaraan yang melaju kencang berkomunikasi
dengan kendaraan yang berjalan lambat, maka link komunikasi
yang terbentuk akan berumur pendek. Hubungan akan terputus
karena jarak yang memisahkan kedua node tersebut semakin
besar. Protokol MAC harus dapat bekerja baik dengan umur link
komunikasi yang singkat.
3. Topologi jaringan yang berubah-ubah, karena node-node
VANET memiliki mobilitas tinggi, maka topologi jaringan
VANET yang terbentuk juga terus-menerus mengalami
perubahan.
4. Topologi jaringan yang dapat diprediksi Walaupun node-node
VANET banyak bergerak, namun pergerakannya dibatasi oleh
topologi jalan raya yang dilaluinya.
5. Ketersediaan informasi lokasi Informasi lokasi dari node yang
diberikan oleh GPS dapat mengurangi waktu pengiriman data dan
meningkatkan throughput jaringan. Selain itu, informasi posisi
dan kecepatan node-node melaju juga dapat membantu
memperkirakan pola mobilitas dari node-node tersebut.
6. Metode komunikasi, metode yang digunakan untuk pengiriman
pesan dari pengirim ke penerima adalah broadcast.
7. Lingkungan komunikasi yang berbeda VANET memiliki dua tipe
lingkungan komunikasi yang berbeda, yaitu: lingkungan trafik
jalan raya (highway) dan lingkungan trafik perkotaan. Tipe yang
pertama lebih sederhana dibandingakan tipe trafik di perkotaan.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8. Tidak memiliki pusat pengendali node-node pada VANET dapat
saling terhubung dan berkomunikasi tanpa adanya pengendalian
yang terpusat.
9. Sumber tenaga/baterai yang tak terbatas Dibandingkan node-
node MANET yang memiliki daya listrik terbatas, node VANET
memiliki daya yang tidak terbatas. Baterai dari kendaraan yang
melaju mampu menyediakan daya terus-menerus untuk
mengaktifkan mengaktifkan peralatan komunikasi node tersebut.
2.11.2. Routing Protocol Pada VANET
Protokol routing untuk VANET dibagi menjadi beberapa
kelompok. Pengelompokkan tersebut tidak seragam. Salah satu
taksonomi atau pengelompokkan protokol routing menjadi dua bagian
yaitu routing berdasarkan topologi menggunakan informasi link yang
terdapat pada tabel routing di jaringan untuk meneruskan paket dari
pengirim ke penerima. Kelompok ini dibagi menjadi protocol routing
proaktif, reaktif, dan hybrid (Aziza et al., 2017).
1. Protokol routing reaktif adalah protokol yang bekerja
berdasarkan permintaan untuk membuat rute baru atau
perubahan rute. Contoh protokol routing reaktif adalah
AOMDV dan DSR (Setijadi, Purnama, & Purnomo, 2018).
2. Protokol routing proaktif adalah protokol berdasarkan routing
table yang terus menerus diperbarui secara reguler. Contoh
protokol routing proaktif adalah DSDV dan OLSR (Setijadi
et al., 2018).
3. Hybrid routing protocol merupakan perpaduan antara
proactive dan reactive. Proactive routing melakukan routing
dengan node tujuan yang berada di dalam zona lokal.
Sedangkan reactive routing melakukan routing menuju node
tujuan yang berada di luar zona lokal (Anthoni & Mahyastuty,
2014).
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.12. Wireless 802.11
Standar 802.11 dikeluarkan oleh IEEE sebagai standar komunikasi
untuk bertukar data di udara/ nirkabel. Untuk berkomunikasi di udara/
wireless/ tanpa kabel, standar 802.11 menyatakan bahwa operasinya adalah
half duplex dan menggunakan frekuensi yang sama untuk mengirim dan
menerima data dalam sebuah WLAN. Tidak diperlukan lisensi untuk
menggunakan standar 802.11, namun harus mengikuti ketentuan yang telah
dibuat oleh Federal Communications Commission (FCC) (Forda & Septana,
2014).
IEEE mendefinisikan standar agar sesuai dengan peraturan FCC. FCC
tidak hanya mengatur frekuensi yang dapat digunakan tanpa lisensi tetapi juga
level power di mana WLAN dapat beroperasi, teknologi transmisi yang dapat
digunakan, dan lokasi di mana peralatan WLAN tertentu dapat di
implementasikan. Untuk mendapat bandwith dari Sinyal RF (Radio
Frequency). Pengiriman data sebagai sinyal elektrik menggunakan metode
pemancaran tertentu, salah satunya adalah spread spectrum. Pada tahun 1986,
FCC menyetujui penggunaan spread spectrum di pasar komersial
menggunakan apa yang disebut pita frekuensi industry, scientific, dan
medical (ISM)/ ISM Band (Forda & Septana, 2014).
Pada tahun 1997, sebuah lembaga independen bernama IEEE membuat
spesifikasi/ standar WLAN pertama yang diberi kode 802.11. Peralatan yang
sesuai standar 802.11 dapat bekerja pada frekuensi 2,4GHz, dan kecepatan
transfer data (throughput) teoritis maksimal 2Mbps (Iskandar & Hidayat,
2015).
2.13. Wireless 802.11p (Wireless Access Vehicular Environments)
Standar IEEE 802.11p dikembangkan oleh grup IEEE 802.11 untuk
komunikasi antar kendaraan yang bergerak (V2V), maupun kendaraan
dengan infrastruktur (V2I) dan beroperasi pada daerah frekuensi 5.850-5.925
MHz (US). Spektrum tersebut dibagi menjadi 8 kanal, 1 kanal 5 MHZ untuk
guard band dan 7 kanal untuk transmisi masing-masing sebesar 10 MHz. Dari
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ketujuh kanal tersebut, 1 kanal difungsikan sebagai kanal kendali (Control
Channel, CCH) dan 6 kanal untuk kanal servis (Service Channel, SCH). CCH
atau kanal 178, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5, digunakan untuk
mengirim pesan-pesan kendali. Kanal 172,174, 176, 180,182,184 digunakan
sebagai kanal SCH. Kanal nomor 172 dan 184 digunakan untuk pengiriman
pesan-pesan penting yang berhubungan dengan keselamatan. Pasangan kanal
174-176 dan 180-182 dapat digunakan bersama sebagai kanal berukuran 20
MHz, yaitu kanal nomor 175 dan kanal 181. Pembagian frekuensi yang
digunakan untuk standar ini ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Aziza et al.,
2017).
Gambar 2.5 Alokasi penggunaan frekuensi untuk komunikasi vehicular
menurut IEEE 802.11p.
(Sumber, Aziza et al., 2017)
Hampir semua peningkatan pada 802.11p ini terjadi di layer fisik,
karena pada IEEE 802.11 standar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
melakukan pemindaian kanal untuk beacon dari Basic Service Set (BSS) dan
melakukan banyak handshakes untuk membangun suatu komunikasi.
Sedangkan di dalam VANET memiliki lingkungan mobilitas yang sangat
tinggi, dan ketika berkomunikasi antar node membutuhkan kemampuan
pertukaran data yang sangat cepat, sehingga sangat penting pada semua
perangkat IEEE 802.11p memiliki konfigurasi kanal yang memiliki BSSID
yang sama untuk keamanan komunikasi tanpa jeda. Di dalam mode WAVE,
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan data tanpa perlu mengontak BSS
(Yusuf & Anggoro, 2018).
WAVE sendiri beroperasi pada band 5.9 GHz dengan menggunakan
sistem multiplexing OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing)
dan dapat mencapai kecepatan pentransmisian data antara 6 – 27 Mbps
(Rahardjo et al., 2017).
2.14. AOMDV
Ad Hoc On-Demand Multipath Distance Vector (AOMDV) adalah
routing protocol reaktif pengembangan dari protokol routing unipath AODV
untuk meminimalisir seringnya terjadi kegagalan hubungan dan rute yang
terputus. Sama halnya dengan routing protocol lainnya, AOMDV juga
menyediakan dua layanan utama yaitu route discovery dan maintenance.
AOMDV memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan AODV.
AOMDV berbasis vektor dan menggunakan pendekatan hop-by-hop.
Bahkan, AOMDV juga hanya melakukan pencarian rute ketika dibutuhkan
dengan menggunakan prosedur route discovery (Anisia & Munadi, 2016).
Perbedaan utama antara AODV dan AOMDV terletak pada jumlah
rute yang ditemukan dalam tiap kali pencarian rute atau route discovery.
AOMDV dalam pencarian rute tidak seperti AODV yang hanya memilih satu
RREP, tetapi pada AOMDV setiap RREP akan dipertimbangkan oleh node
asal sehingga beberapa path bisa ditemukan dalam satu pencarian rute.
Dengan ditemukannya beberapa path atau pilihan rute, apabila terjadi
kegagalan rute maka dapat dialihkan ke rute alternatif lain. Dan pencarian
rute baru hanya akan dilakukan apabila semua rute yang sudah ditemukan
mengalami kegagalan (Anisia & Munadi, 2016).
2.14.1. Kelebihan AOMDV
AOMDV memiliki tiga kelebihan dibanding multipath routing
lain yaitu (Anisia & Munadi, 2016) :
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. AOMDV tidak memiliki overhead koordinasi antar node yang
tinggi karena komunikasi pada AOMDV hanya dilakukan saat
dibutuhkan saja.
2. AOMDV menjamin rute alternatif saling disjoint atau beririsan
melalui komputasi yang terdistribusi pada tiap node tanpa perlu
komputasi dari node sumber saja sehingga rute yang ditemukan
diharapkan tidak akan terjadi loop.
3. AOMDV menghitung atau menemukan alternatif rute dengan
tambahan overhead yang minim dibandingkan dengan AODV.
Hal tersebut dilakukan dengan memanfaatkan semaksimal
mungkin informasi routing jalur alternatif yang sudah ada. Inti
dari protokol AOMDV adalah menjamin multiple path yang
ditemukan adalah loop-free, disjoint, dan efisien dalam
pencariannya. Aturan update rute pada AOMDV dilakukan
secara mandiri oleh tiap node.
2.14.2. Cara Kerja AOMDV
Gambar 2.6 Propagation of RREQ (Route Request) & RREP
(Route Reply) packet in AOMDV
(Sumber, Anisia & Munadi, 2016)
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada Gambar 2.6 memperlihatkan langkah- langkah
protokol AOMDV dalam melakukan pencarian rute (route
discovery) dan pemeliharaan rute (route maintenance), yaitu
(Anisia & Munadi, 2016) :
1. Ketika source node akan melakukan komunikasi dengan
node tujuan, maka S akan melakukan flooding paket route
request (RREQ) ke jaringan.
2. Karena RREQ membanjiri jaringan, sebuah node mungkin
dapat menerima beberapa salinan dari RREQ yang sama.
Jika pada AODV, hanya salinan yang pertama yang
digunakan untuk membuat reverse paths lain halnya
dengan AOMDV.
3. Pada AOMDV, semua salinan RREQ diperiksa untuk
membuat reverse paths alternatif, tapi reverse paths hanya
dibuat menggunakan salinan RREQ yang dapat
mempertahankan loop-freedom dan disjointness mulai dari
node asal.
4. Ketika intermediate node menerima reverse path melalui
salinan RREQ, node ini akan mengecek apakah ada satu
atau lebih forward paths ke destination yang valid. Jika ada,
node ini akan membuat paket RREP dan mengirim kembali
melalui reverse path ke source node.
5. Saat destination node menerima salinan RREQ, node tsb
juga membuat reverse paths dengan cara yang sama dengan
yang dilakukan oleh intermediate node. Namun, RREP
yang dibuat oleh destination dibuat dengan aturan yang
lebih “longgar”. Maksudnya adalah destination bisa
mengirim RREP melalui reverse path yang loop-free tanpa
harus disjoint. Hal ini dilakukan untuk mencegah “route
cutoff” atau rute yang dihapus karena terjadi suppressing
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
atau ketika sebuah node harus memilih satu dari dua atau
lebih path.
6. Route maintenance pada AOMDV adalah penambahan
sederhana pada AODV. Sama seperti AODV, AOMDV
menggunakan paket RERR (Route Error). Sebuah node
akan membuat atau meneruskan paket RERR untuk
destination saat path terakhir ke destinasi rusak. AOMDV
juga melakukan optimasi untuk menyelamatkan paket yang
sedang dikomunikasikan lewat link yang rusak dengan
meneruskan ulang paket tersebut.
2.15. DSDV
DSDV termasuk dalam kategori tabel driven routing protocol dalam
jaringan VANET. DSDV menggunakan metode routing distance vector yang
dilengkapi dengan adanya sequence number. Dengan metode distance vector,
memungkinkan setiap node dalam jaringan untuk dapat bertukar tabel routing
melalui node tetangganya, namun salah satu kekurangan dari metode ini dapat
mengakibatkan terjadinya looping dalam jaringan sehingga digunakanlah
suatu sequenced number tertentu untuk mencegah terjadinya looping
(Febrian, Syamsu, & Rachman, 2018).
DSDV merupakan protokol routing yang efisien. Dengan adanya
sequence number, DSDV bebas dari pengulangan (loop free). Delay
(keterlambatan) untuk penemuan rute baru juga realtif rendah karena saat
dibutuhkan destination yang baru, source node telah menyimpan rute dari
source ke destination didalam routing table yang diperbarui (Nauval,
Muhamad, & Rachman, 2018).
Dengan metode routing DSDV, setiap node memelihara sebuah tabel
forwarding dan menyebarkan tabel routing ke node tetangganya. Tabel
routing tersebut memuat informasi sebagai berikut (Febrian et al., 2018) :
1. Alamat node tujuan (berupa MAC Address).
2. Jumlah hop yang diperlukan untuk mencapai node tujuan.
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Sequence number dari informasi yang diterima. Sequence number
tersebut berasal dari node tujuan.
2.15.1. Kelebihan DSDV
Pada protokol DSDV memiliki 4 kelebihan yaitu (Febrian et al.,
2018) :
1. Untuk menghindari loops
2. Menghindari hitungan sampai tak hingga
3. Mengurangi routing overhead yang tinggi
4. Mengurangi latency untuk penemuan rute yang rendah.
2.15.2. Cara Kerja DSDV
Mekanisme DSDV dalam menemukan rute di dalam VANET
berbeda. Routing tabel yang digunakan dalam protokol ini menyimpan
hop (loncatan) selanjutnya dari node awal, cost dari node awal ke node
tujuan, serta destination sequence number yang berasal dari node
tujuan. Pada dasarnya algoritma Distance Vector tidak bebas
pengulangan (loop free), oleh karena itu destination sequence number
digunakan supaya tidak terjadi looping dalam proses routing.
Destination sequence number juga berguna untuk menjaga informasi
routing table supaya menjadi informasi yang baru dengan
memperbaharui rute lama menjadi rute yang baru (Nauval et al.,
2018).
2.16. Software Pendukung
2.16.1. NS2 (Network Simulator-2)
Network simulator-2 adalah perangkat lunak untuk kebutuhan
simulasi aplikasi, protocol, tipe jaringan, elemen-elemen jaringan,
pemodelan jaringan, dan pemodelan lalu-lintas jaringan. network
simulator-2 menggunakan dua buah bahasa pemrograman standar,
yaitu simulator berorientasi obyek yang ditulis dalam C++ dan OTcl
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(object oriented extension of Tcl) untuk eksekusi terhadap perintah-
perintah yang ditulis sebagai script dari NS-2 (Kusuma, Risqiwati, &
Akbi, 2017).
Bahasa C++ digunakan pada library karena C++ mampu
mendukung runtime simulasi yang cepat, meskipun simulasi
melibatkan simulasi jumlah paket dan sumber data dalam jumlah besar.
Sedangkan bahasa Tcl memberikan respon runtime yang lebih lambat
daripada C++, namun jika terdapat kesalahan, respon Tcl terhadap
kesalahan syntax dan perubahan script berlangsung dengan cepat dan
interaktif. NS bersifat Open Source di bawah Gnu Public (Pradana,
Negara, & Dewanta, 2017).
License (GPL), sehingga NS dapat didownload dan digunakan
secara gratis melalui website http://www.isi.edu/nsnam/. Sifat open
source mengakibatkan pengembangan NS menjadi lebih dinamis. NS
bisa digunakan di berbagai macam OS seperti Windows, FreeBSD,
Linux, Solaris, dan Mac. Jika ingin menggunakan NS-2, ada 4
komponen yang diinstall untuk menjalankan NS-2, yaitu (Pradana et
al., 2017) :
1. TCL, TK, Otcl, Tclcl. Tcl adalah script yang dibuat, berisi
skenario jaringan yang akan disimulasikan.
2. NS, tempat menjalankan file tcl.
3. NAM, untuk melihat tampilan grafis dari simulasi yang dibuat.
4. Xgraph (Unix) atau Tracegraph (windows a atau Unix), untuk
memperlihatkan grafik dari hasil simulasi.
2.16.2. SUMO (Simulation Of Urban Mobility)
Simulation of Urban Mobility (SUMO) adalah salah satu tools
untuk mobility generators yang digunakan untuk simulasi VANET.
SUMO merupakan paket simulasi lalu lintas mikroskopik open source
yang didesain untuk menangani jaringan dengan jalur luas. Fitur
utamanya termasuk pergerakan kendaraan bebas tabrakan, perbedaan
tipe kendaraan, multi jalur, dan lain-lain. Maka dari itu, dengan
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengkombinasikan SUMO dengan openstreetmap.org dapat
disimulasikan lalu lintas dengan lokasi beragam di dunia. Namun,
karena SUMO merupakan murni traffic generator, jalur yang di-
generate ini tidak bisa langsung digunakan pada network simulator.
Sebagai traffic simulation, SUMO membutuhkan representasi road
networks dan traffic demand untuk mensimulasikannya dalam format
sendiri. Road networks pada SUMO dapat dihasilkan menggunakan
aplikasi yang bernama netgen atau dihasilkan dengan mengimpor
digital road map. Road networks importer bernama netconvert
menyediakan fitur untuk membaca network dari traffic simulator yang
lain seperti VISUM, Vissim, atau MATsim (Pradana et al., 2017).
2.16.3. Microsoft Excel
Microsoft Excel adalah sebuah program aplikasi lembar kerja
spreadsheet yang dibuat dan didistribusikan oleh Microsoft
Corporation untuk Sistem Operasi Microsoft Windows dan Mac OS.
Aplikasi ini memiliki fitur kalkulasi dan pembuatan grafik yang baik,
dengan menggunakan strategi marketing microsoft yang agresif,
menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program komputer yang
populer di gunakan di dalam computer mikro hingga saat ini. Bahkan,
saat ini program ini merupakan program spreadsheet yang paling
banyak di gunakan oleh banyak pihak, baik di platform PC berbasis
Windows maupun berbasis Mac OS, semenjak versi 5.0 di terbitkan
pada tahun 1993 (Rahman, Yuridka, & Sari, 2015).
2.16.4. Open Street Map
Open Street Map (OSM) adalah sebuah proyek berbasis web untuk
membuat peta seluruh dunia yang gratis dan terbuka, dibangun
sepenuhnya oleh sukarelawan dengan melakukan survey menggunakan
GPS, mendigitalisasi citra satelit, dan mengumpulkan serta
membebaskan data geografis yang tersedia di publik (Rauf, Runtulalo,
& Ode, 2018).
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.17. Metode Simulasi
Pada penelitian ini menggunakan metode simulasi, simulasi sendiri
merupakan teknik penyusunan model dari suatu keadaan nyata (sistem) dan
kemudian melakukan percobaan pada model tersebut (Siregar, 2016).
Menurut (Fahri, Fiade, & Suseno, 2018) metode simulasi memiliki
beberapa langkah yang akan dilakukan yaitu:
1. Problem Formulation
2. Conceptual Model
3. Input Output Data
4. Modeling
5. Simulation
6. Verfication and Validation
7. Experimentation
8. Output Analysis
2.18. Quality of Service (QoS)
Quality of Service (QoS) merupakan metode pengukuran tentang
seberapa baik jaringan dan merupakan suatu usaha untuk mendefinisikan
karakteristik dan sifat dari satu servis. QoS digunakan untuk mengukur
sekumpulan atribut kinerja yang telah dispesifikasikan dan diasosiasikan
dengan suatu servis (Wulandari, 2016).
Parameter Quality of Service pada penelitian ini terdiri dari :
1. End to end delay
End to end delay adalah waktu yang diperlukan oleh suatu
paket data yang berasal dari node sumber hingga mencapai
node tujuan. End to end delay secara tidak langsung
berhubungan dengan kecepatan transfer data suatu jaringan.
Keseluruhan bagian dari end to end delay ini terletak pada layer
ketiga dalam OSI layer, yaitu network layer, berikut persamaan
perhitungan end to end delay (Nauval et al., 2018) :
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 = ∑ 𝑡𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒𝑑 [𝑖]−𝑡_𝑠𝑒𝑛𝑡[𝑖]𝑛
𝑖=0
𝑝𝑘𝑡𝐶𝑜𝑢𝑛𝑡𝑒𝑟𝑥 1000 (2.1)
Tabel 2.4 Parameter end to end delay
(Sumber, Wulandari, 2016)
2. PDR (Packet Delivery Ratio)
Packet delivery ratio adalah rasio antara banyaknya paket
yang diterima oleh tujuan dengan banyaknya paket yang dikirim
oleh sumber. Rumus dari packet delivery ratio dapat dilihat pada
persamaan berikut (Nauval et al., 2018) :
𝑃𝐷𝑅 = 𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑟𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑒
𝑃𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡_𝑠𝑒𝑛𝑡 𝑋 100% (2.2)
3. Throughput
Throughput yaitu kecepatan (rate) transfer data efektif, yang
diukur dalam bps (bit per second). Throughput adalah jumlah
total kedatangan paket yang sukses yang diamati pada tujuan
selama interval waktu tertentu dibagi oleh durasi interval waktu
tersebut. Dalam penelitian ini throughput dibuat satuan kbps,
rumus dari throughput dapat dilihat pada persamaan berikut
(Nauval et al., 2018) :
𝑇ℎ𝑟𝑜𝑢𝑔ℎ𝑝𝑢𝑡 = 𝑃𝑎𝑘𝑒𝑡 𝐷𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
𝐿𝑎𝑚𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑋
8
1000 (2.3)
Kategori End-to-End
Delay
Besar Delay
Sangat Bagus < 150 ms
Bagus 150 s/d 300 ms
Sedang 300 s/d 450 ms
Jelek > 450 ms
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.5 Parameter throughput
(Sumber, Wulandari, 2016)
4. Routing Overhead
Routing overhead merupakan jumlah paket routing control
yang ditransmisikan selama simulasi terjadi. Paket kontrol yang
dihitung adalah jumlah Route Request (RREQ), Route Reply
(RREP) dan Route Error (RRER), rumus dari packet routing
overhead dapat dilihat pada persamaan berikut (Rahardjo et al.,
2017)
Kategori
Throughput
Throughput
Buruk 0 - 338 kbps
Cukup Baik 338 – 700 kbps
Baik 700 – 1200 kbps
Lebih Baik 1200 kbps – 2.1
Mbps
Terbaik > 2.1 Mbps
34
BAB III
METODOLOGI PENGEMBANGAN SISTEM
3.1. Metode Pengumpulan Data
Data diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka dan penelitian
sejenis yang membahas tentang routing protocol AOMDV dan DSDV serta
standar IEEE 802.11p dan 802.11 pada VANET.
Studi pustaka dilakukan secara manual yaitu mencari referensi di
perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dan secara online melalui
internet. Referensi yang diperoleh untuk menyusun landasan teori,
metodologi-metodologi penelitian dan pengembangan sistem secara
langsung. Pustaka-pustaka yang dijadikan bahan acuan dapat dilihat pada
daftar pustaka penelitian ini.
Studi penelitian sejenis yang digunakan adalah melakukan pencarian
jurnal-jurnal penelitian sejenis untuk membandingkannya dengan penelitian
ini. Perbandingan di lakukan untuk menghindari kesamaan topik yang sudah
pernah dilakukan oleh peneliti lainnya. Perbandingan ini diharapkan
membantu agar peneliti lainnya dapat mengembangkan penelitian ini. Pada
Tabel 3.1 dan merupakan beberapa studi literatur sejenis yang telah
didapatkan dan Tabel 3.2 merupakan resume dari studi literatur sejenis,
sebagai berikut :
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Studi Literatur Sejenis
Judul Penulis Isi Kekurangan Perbedaan
Network
Performance in
IEEE 802.11 and
IEEE 802.11p
Cluster Based on
VANET
(Prakaulya et al.,
2017)
Vibhavarsha
Prakaulya,
PROF. Neelu
Pareek,
Upendra
Singh
Mengevaluasi
kinerja 802.11p
menggunakan
routing protokol
LAR dan
DREAM pada
VANET
menggunakan
skenario jalan tol
dengan jalan
perkotaan.
Menggunakan
parameter
Packet Delivery
Ratio (PDR), end
to end delay, dan
routing overhead
1. Tidak
menggunak
an
parameter
throughput
2. Hanya
menggunak
an jenis
Standar
IEEE
802.11p
saja.
1. Mengguna
kan
parameter
throughput
2. Mengguna
kan standar
IEEE
802.11 dan
802.11p
QoS
performance
evaluation of
AODV and DSR
Routing
Protocols in City
VANET
Scenarios
(Meraihi et al.,
2017)
Yassine
Meraihi,
Dalila Acheli,
Amar
Ramdane
Cherif Lisv
Mengevaluasi
performansi
routing protokol
AODV dan
DSDV
menggunakan
802.11 pada
VANET dengan
parameter
Packet Delivery
Ratio (PDR),
jitter,
throughput, dan
end to end delay.
1. Tidak
menggunak
an
parameter
routing
overhead
2. Hanya
menggunak
an jenis
routing
protokol
reaktif saja
3. Hanya
menggunak
an jenis
standar
IEEE 802.11
saja.
1. Mengguna
kan
parameter
routing
overhead
2. Mengguna
kan routing
protocol
reaktif dan
proaktif
3. Mengguna
kan standar
IEEE
802.11p
dan 802.11
Studi Kinerja
802.11P pada
Protokol Ad Hoc
On-Demand
Distance Vector
(AODV) di
Lingkungan
Vehicular Ad
Hoc Network
(VANET)
Menggunakan
Network
Ilmal
Alifriansyah
Rahardjo,
Radityo
Anggoro, dan
F.X.
Arunanto
Mengevaluasi
kinerja IEEE
802.11p
menggunakan
routing protocol
AODV pada
VANET
menggunakan
parameter PDR,
avarage end to
end delay, dan
routing overhead
1. Tidak
menggunak
an
parameter
throughput
2. Hanya
menggunak
an jenis
routing
protokol
reaktif saja
1. Mengguna
kan
parameter
throughput
2. Mengguna
kan routing
protocol
reaktif dan
proaktif
3. Mengguna
kan standar
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Simulator 2 (NS-
2)
(Rahardjo et al.,
2017)
3. Hanya
menggunak
an standar
IEEE
802.11p
saja.
IEEE
802.11p
dan 802.11
Analisis
Perbandingan
Wireless Network
Standard 802.11a
Dan
802.11p
Berdasarkan
Protokol
Dynamic Source
Routing Di
Lingkungan
Vehicular Ad
Hoc Networks
(Yusuf &
Anggoro, 2018)
Muhammad
Yusuf,
Radityo
Anggoro
Mengevaluasi
kinerja 802.11a
dan 802.11p
menggunakan
routing protokol
DSR pada
VANET dengan
parameter
Packet Delivery
Ratio (PDR),
routing
overhead, dan
end to end delay.
1. Tidak
menggunak
an
parameter
throughput
2. Hanya
menggunak
an jenis
routing
protokol
reaktif saja
1. Mengguna
kan
parameter
throughpu
t
2. Mengguna
kan
routing
protocol
reaktif dan
proaktif
Tabel 3.2 Resume Studi Literatur Sejenis
Penelitian Peneliti 1 Peneliti 2 Peneliti 3 Peneliti 4 Penulis
802.11
802.11p
Routing
Proaktif
Routing
Reaktif
VANET
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Packet
Delivery
Ratio
(PDR), end
to end
delay, dan
routing
overhead
Packet
Delivery
Ratio
(PDR),
jitter,
throughput,
dan end to
end delay.
PDR,
avarage
end to end
delay, dan
routing
overhead
Packet
Delivery
Ratio
(PDR),
routing
overhead,
dan end to
end delay.
Packet
Delivery
Ratio
(PDR),
routing
overhead,
end to end
delay, dan
throughput.
Pada tabel 3.1 terdapat beberapa penelitian sejenis yang dijadikan
sebagai perbandingan dengan penelitian ini dan pada Tabel 3.2 terdapat
beberapa kekurangan yang kemudian akan dijadikan acuan untuk
pengembangan penelitian pada simulasi jaringan ini. Berdasarkan studi
literatur sejenis , maka dapat disimpulkan beberapa kelebihan pada
penelitian ini sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan routing protocol reaktif (AOMDV), dan
proaktif (DSDV).
2. Penelitian ini menggunakan standar IEEE 802.11p dan standar IEEE
802.11.
3. Parameter pengujian melengkapi kekurangan penelitian lain yaitu
throughput, end to end delay, packet delivery ratio, dan routing
overhead.
3.2. Metode Simulasi
Pada penelitian ini menggunakan metode simulasi sebagai metode
untuk menganalisis kinerja routing protocol AOMDV dan DSDV
menggunakan 802.11 dan 802.11p pada VANET berdasarkan parameter
throughput, end to end delay, packet delivery ratio, dan routing overhead
dengan cara melakukan uji coba simulasi menggunakan NS2 (Network
Simulator). Metode simulasi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2.1. Problem Formulation
Permasalahan utama yang diperoleh setelah melakukan studi
pustaka dan studi penelitian sejenis, yaitu terletak pada menganalisis
kinerja routing protocol AOMDV dan DSDV menggunakan standar
IEEE 802.11 dan 802.11p menggunakan parameter throughput, end
to end delay, packet delivery ratio, dan routing overhead.
3.2.2. Conceptual Model
Setelah mendapatkan permasalahan, lalu membuat konsep
model simulasi. Pada penelitian ini dalam membuat model jaringan
VANET dibuat menggunakan open street map dan berdasarkan
jalanan sekitar Jendral Sudirman Kota Tangerang.
3.2.3. Input Output Data
Setelah membuat konsep simulasi, pada tahap ini akan
menetapkan input dan output yang akan digunakan pada simulasi.
Input merupakan atribut yang digunakan dalam simulasi, digunakan
input seperti banyaknya jumlah node, role, dan packet size.
Kemudian output adalah permasalahan yang diidentifikasi, seperti
throughput, end to end delay, packet delivery ratio, dan routing
overhead.
3.2.4. Modelling
Pada tahap ini akan menentukan parameter yang akan
digunakan selama simulasi, tahap ini juga dilakukan pembuatan
skenario-skenario pada simulasi.
3.2.5. Simulation
Pada tahap ini akan melakukan penerapan model yang telah
dibuat sebelumnya, model akan disimulasikan dengan variabel dan
parameter yang telah ditentukan. Pada simulasi jaringan VANET
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan Simulation Urban Mobility (SUMO) sebagai simulasi
kendaraan, lalu lintas, dan kondisi jalanan berdasarkan file .osm
yang kemudian diconvert sehingga dapat berjalan diaplikasi SUMO.
3.2.6. Verification and Validation
Pada tahap ini adalah proses terpenting selama melakukan
simulasi yaitu melakukan pengecekan data dan menilai apakah hasil
dari simulasi dapat digunakan ke tahap selanjutnya.
3.2.7. Experimentation
Pada tahap ini akan dilakukan percobaan dengan semua
skenario yang telah dikonsepkan pada tahap sebelumnya. Percobaan
skenario menggunakan NS2 (Network Simulator 2).
3.2.8. Output Analysis
Tahap ini adalah tahap terakhir yaitu, akan dianalisis data
hasil dari skenario yang sudah dilakukan pada tahap
experimentation, pada tahap ini akan mengumpulkan data
berdasarkan file .tr yang dihasilkan ketika experimen menggunakan
file AWK, setalah itu data tersebut diolah dan divisualisasikan
menggunakan MS. Excel kemudian dianalisis.
3.3. Alasan Menggunakan Metode Simulasi
Dalam metode pengembangan sistem pada jaringan terdapat beberapa
metode di antaranya, metode simulasi dan NDLC (Network Development
Lifecyle). Pada metode NDLC terdapat beberapa tahapan yaitu, Analysis,
Design, Simulation Prototyping, Implementation, Monitoring, dan
Management. Dipilihnya metode simulasi sebagai metode pengembangan
sistem pada jaringan dengan alasan sebagai berikut :
1. Pada penelitian ini bukan mengimplementasikan fisik menggunakan
alat melainkan implementasi berupa simulasi yang nantinya akan
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dianalisis berdasarkan data data yang diperoleh berdasarkan simulasi
tersebut.
2. Pada penelitian ini tidak diperlukan fase Monitoring, dan Management
karena berupa eksperimen untuk dibuat kesimpulan bukan sifatnya
yang kontinu.
3.4. Kerangka Berpikir
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
(Puspitasari, 2017)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.5. Alur Penelitian
Gambar 3.2 Alur Penelitian
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
IMPLEMENTASI SIMULASI DAN EKSPERIMEN
4.1. Problem Formulation
Routing protocol menjadi salah satu faktor yang penting pada jaringan
Vehicular Ad-hoc Networks (VANET), dikarenakan pada jaringan VANET
node node yang bergerak memiliki mobilitas yang sangat tinggi sehingga
proses pertukaran data tidak sebaik ketika mobilitas rendah atau diam saja.
Oleh karena itu IEEE mengeluarkan standar baru untuk jaringan VANET ini
yaitu WAVE (Wireless Access Vehicular Environments).
Untuk menentukan routing protocol pada jaringan VANET maka
dibutuhkan analisis kinerja pada protocol yang digunakan dengan
menggunakan perubahan standar IEEE dan standar IEEE sebelumnya
berdasarkan parameter dari quality of service (QoS). Untuk itu diperlukan
analisis kinerja routing protocol AOMDV dan DSDV menggunakan 802.11
dan 802.11p.
Pada penelitian ini akan dianalisis kinerja routing protocol AOMDV
dan DSDV menggunakan standar IEEE 802.11 dan 802.11 pada jaringan
vehicular ad-hoc networks dengan parameter throughput, end to end delay,
packet delivery ratio, dan routing overhead.
4.2. Conceptual Model
Pada tahapan ini akan dilakukan konfigurasi seperti konfigurasi yang
dilakukan pada vehicular ad-hoc networks. Pada simulasi ini node-node akan
berjalan di area simulasi sesuai kondisi jalanan yang ditentukan, pengambilan
area simulasi menggunakan open street map, lokasi yang digunakan untuk
membuat area simulasi ini adalah jalanan sekitar Jendral Sudirman Kota
Tangerang dengan luas 683m x 592m.
Karena Kota Tangerang sebagai kota seribu industri dan sejuta jasa,
pertumbuhan kendaraan di Tangerang alami peningkatan di tiap tahunnya,
menurut Dinas Perhubungan Kota Tangerang (Tampubolon, 2017) persoalan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kemacetan lalu lintas di sejumlah titik di Kota Tangerang terjadi sejak 2013
lalu. Hal itu terjadi setelah bertambahnya kendaraan baru sebanyak 5 persen
pertahun. Baik itu kendaraan roda dua maupun roda empat. Kenaikan jumlah
kendaraan tersebut tidak sebanding dengan jalan yang ada di Kota
Tangerang hanya mencapai 555.36 km2.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Kota Tangerang
(Tampubolon, 2017) terdapat beberapa ruas jalan yang menjadi lokasi
kemacetan lalu lintas. Diantaranya, Jalan MH Thamrin, Jalan Hasyim Ashari,
Jalan Teuku Umar, Jalan Daan Mogot, Jalan Jenderal Sudirman dan
beberapa jalan utama lain yang menghubungan Kota Tangerang dengan Kota
Tangerang Selatan (Tangsel), Kabupaten Tangerang dan DKI Jakarta.
Untuk mengambil area simulasi yang akan digunakan dalam simulasi,
bisa dengan cara membuat area seleksi sesuai dengan wilayah yang
diinginkan atau bisa juga secara menyeluruh, sesuai dengan kebutuhan.
Setelah area seleksi yang diinginkan sudah terpilih, kemudian dilakukan
export pada OpenStreetMap.
Gambar 4.1 Pengambilan area simulasi dengan open street map
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3. Input/Output Data
4.3.1. Input
Terdapat beberapa atribut input yang diperlukan pada
simulasi penelitian ini, yaitu:
1. Node
Node merupakan sebuah titik di mana lokasi sebuah
perangkat (kendaraan) yang berada pada jaringan. Pada VANET
setiap node memiliki posisi masing-masing dan berpindah dari
titik satu ke titik lainnya berdasarkan kondisi jalanan, dalam
penelitian ini berarti node berjalan sesuai jalanan sekitar Jendral
Sudirman Kota Tangerang. Jumlah node pada simulasi ini
berdasarkan penelitian sebelumnya (Yusuf & Anggoro, 2018)
yaitu menggunakan variasi 30 node menandakan lenggang, 90
node sedang, dan 150 node padat/macet. Kemudian setiap
variasi node tersebut akan di lakukan eksperimen sebanyak 5
kali dan kemudian hasilnya data yang didapat akan dirata-
ratakan seperti penelitian sebelumnya yaitu (Auparay, Anggoro,
& Ijtihadie, 2017) agar menurunkan risiko kesalahan pada hasil
data penelitian.
2. Role
Role adalah sebuah tugas tertentu yang diberikan kepada
node. Pada simulasi ini terdapat 2 role berbeda yaitu, sender
(pengirim) dan receiver (penerima). Source bertugas untuk
mengirim packet ke penerima. Sedangkan receiver bertugas
menerima packet yang dikirimkan oleh sender.
3. Packetsize
Packetsize adalah besaran yang menunjukkan jumlah satuan
data yang akan dikirim dalam satu waktu komunikasi. Jumlah
packetsize yang digunakan pada simulasi ini yaitu sebesar 512
bytes mengikuti penelitian sebelumnya yaitu (Rahardjo et al.,
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2017), secara default, proses baca atau tulis selalu melibatkan
satu sektor, yang di mana 1 sector setara dengan 512 byte
(Susana, Ichwan, & Phard, 2016).
4. Kecepatan
Kecepatan adalah ciri khas pada jaringan VANET, pada
penelitian ini digunakan kecepatan maximal 50 km/jam atau
setara dengan 13,89 m/s, hal ini sesuai peraturan kementerian
perhubungan tentang kecepatan suatu kendaraan di jalanan
perkotaan yaitu maximal 50 km/jam (Perhubungan, 2015).
4.3.2. Output
1. Throughput
Throughput digunakan untuk mengukur kecepatan pengiriman
packet pada routing protocol AOMDV dan DSDV
menggunakan 802.11 dan 802.11p.
2. Packet Delivery Ratio (PDR)
Packet delivery ratio merupakan perbandingan dari jumlah
paket data yang dikirim dengan paket data yang diterima dan
berbentuk persentase.
3. Average End-to-End Delay
Average end-to-end delay merupakan waktu rata-rata dari setiap
paket ketika sampai di tujuan. Semua paket, termasuk delay
yang dikarenakan oleh paket routing, ini juga akan
diperhitungkan dalam memperoleh nilai akhir.
4. Routing Overhead (RO)
Routing overhead merupakan jumlah paket routing control yang
ditransmisikan selama simulasi terjadi.
4.4. Modelling
Pada tahap modelling ini simulasi akan dibagi menjadi 4 skenario lalu
menganalisis kinerja routing protocol AOMDV dan DSDV dari setiap
skenario yang disimulasikan. Beberapa parameter disesuaikan dengan
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penelitian sebelumnya, yaitu penelitian M.Yusuf pada tahun 2017 dan
penelitian I.Rahardjo pada tahun 2017, dan beberapa sumber lain yang dapat
dipertanggungjawabkan. Parameter dari kedua penelitian sebagai berikut :
Tabel 4.1 Parameter Penelitian M. Yusuf
(Sumber, Yusuf & Anggoro, 2018)
Parameter Values
Network simulator NS-2.35
Routing protocol AODV
Waktu 360 detik
Radius transmisi 50 m
Agen CBR
Jumlah Kendaraan 50, 100, 150, 200
Model Propagasi Two-ray Ground
Standar IEEE IEEE 802.11p
Ukuran Paket 512 bytes
Kecepatan 15 m/s
Area Simulasi 1200m x 1200m (grid)
1200m x 800m (rill)
Tabel 4.2 Parameter Penelitian I. Rahardjo
(Sumber, Rahardjo et al., 2017)
Parameter Values
Network simulator NS-2.35
Routing protocol DSR
Waktu 900 detik
Radius transmisi 200 m
Agen CBR
Jumlah Kendaraan 30, 90, 150
Model Propagasi Two-ray Ground
Standar IEEE IEEE 802.11p/802.11a
Ukuran Paket 512 bytes
Kecepatan 10 m/s
Area Simulasi 2000m x 2000m
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.1. Skenario Simulasi A
Tabel 4.3 Skenario A
Parameter Values
Network simulator NS-2.35
Routing protocol AOMDV
Waktu 150 detik
Agen CBR
Jumlah Kendaraan 30, 90, 150
Model Propagasi Two-ray Ground
Standar IEEE IEEE 802.11p
Ukuran Paket 512 bytes
Kecepatan 13,89 m/s
Pergerakan Node Map Based Movement
Area Simulasi 683m x 592m
Pada skenario A, konfigurasi node menggunakan routing
protocol AOMDV dan menggunakan 802.11p. Pada skenario ini
semua node memiliki kecepatan maximal 13,89 m/s dengan model
propogation Two-ray Ground. Traffic yang digunakan pada
skenario ini adalah CBR, dan paket yang digunakan adalah packet
UDP dengan packetsize sebesar 512 bytes
Pada skenario A juga menggunakan variasi node 30, 90, dan
150 node. Output dari simulasinya adalah parameter throughput,
avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan routing
overhead.
Setiap variasi node (misal 30 node) akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan destination yang berbeda kemudian
hasilnya adalah 4 parameter yang digunakan (misal nilai throughput)
hasil dari 5 kali simulasi nilai throughput akan dirata-ratakan.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.2. Skenario Simulasi B
Tabel 4.4 Skenario B
Parameter Values
Network simulator NS-2.35
Routing protocol AOMDV
Waktu 150 detik
Agen CBR
Jumlah Kendaraan 30, 90, 150
Model Propagasi Two-ray Ground
Standar IEEE IEEE 802.11
Ukuran Paket 512 bytes
Kecepatan 13,89 m/s
Pergerakan Node Map Based Movement
Area Simulasi 683m x 592m
Pada skenario B, konfigurasi node menggunakan routing
protocol AOMDV dan menggunakan 802.11. Pada skenario ini
semua node memiliki kecepatan maximal 13,89 m/s dengan model
propogation Two-ray Ground. Traffic yang digunakan pada
skenario ini adalah CBR, dan paket yang digunakan adalah packet
UDP dengan packetsize sebesar 512 bytes
Pada skenario B juga menggunakan variasi node 30, 90, dan
150 node. Output dari simulasinya adalah parameter throughput,
avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan routing
overhead.
Setiap variasi node (misal 90 node) akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan destination yang berbeda kemudian
hasilnya adalah 4 parameter yang digunakan (misal nilai packet
delivery ratio) hasil dari 5 kali simulasi nilai packet delivery ratio
akan dirata-ratakan.
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.3. Skenario Simulasi C
Tabel 4.5 Skenario C
Parameter Values
Network simulator NS-2.35
Routing protocol DSDV
Waktu 150 detik
Agen CBR
Jumlah Kendaraan 30, 90, 150
Model Propagasi Two-ray Ground
Standar IEEE IEEE 802.11p
Ukuran Paket 512 bytes
Kecepatan 13,89 m/s
Pergerakan Node Map Based Movement
Area Simulasi 683m x 592m
Pada skenario C, konfigurasi node menggunakan routing
protocol DSDV dan menggunakan 802.11p. Pada skenario ini semua
node memiliki kecepatan maximal 13,89 m/s dengan model
propogation Two-ray Ground. Traffic yang digunakan pada
skenario ini adalah CBR, dan paket yang digunakan adalah packet
UDP dengan packetsize sebesar 512 bytes
Pada skenario C juga menggunakan variasi node 30, 90, dan
150 node. Output dari simulasinya adalah parameter throughput,
avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan routing
overhead.
Setiap variasi node (misal 90 node) akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan destination yang berbeda kemudian
hasilnya adalah 4 parameter yang digunakan (misal nilai end to end
delay) hasil dari 5 kali simulasi nilai end to end delay akan dirata-
ratakan.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4.4. Skenario Simulasi D
Tabel 4.6 Skenario D
Parameter Values
Network simulator NS-2.35
Routing protocol DSDV
Waktu 150 detik
Agen CBR
Jumlah Kendaraan 30, 90, 150
Model Propagasi Two-ray Ground
Standar IEEE IEEE 802.11
Ukuran Paket 512 bytes
Kecepatan 13,89 m/s
Pergerakan Node Map Based Movement
Area Simulasi 683m x 592m
Pada skenario D, konfigurasi node menggunakan routing
protocol DSDV dan menggunakan 802.11. Pada skenario ini semua
node memiliki kecepatan maximal 13,89 m/s dengan model
propogation Two-ray Ground. Traffic yang digunakan pada
skenario ini adalah CBR, dan paket yang digunakan adalah packet
UDP dengan packetsize sebesar 512 bytes
Pada skenario D juga menggunakan variasi node 30, 90, dan
150 node. Output dari simulasinya adalah parameter throughput,
avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan routing
overhead.
Setiap variasi node (misal 150 node) akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan destination yang berbeda kemudian
hasilnya adalah 4 parameter yang digunakan (misal nilai routing
overhead) hasil dari 5 kali simulasi nilai routing overhead akan
dirata-ratakan.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5. Simulation
Simulasi ini menggunakan sistem operasi Ubuntu 14.04 LTS 32 bit.
Pada tahap ini juga simulasi dilakukan dengan beberapa aplikasi NS2
(Network Simulation 2) versi 2.35 all-in-one yang digunakan sebagai syntax
compiler yang sudah dibuat di file berformat .tcl dan SUMO digunakan untuk
menentukan konsep awal seperti jumlah nodenya, kecepatannya, hingga
pergerakan dari masing-masing nodenya, berdasarkan peta jalanan yang
sudah didapat dari open street map dengan bentuk ekstensi .osm, file tersebut
nantinya akan dikoversi sehingga dapat dijalankan di SUMO. Aplikasi NAM
(Network Animator) akan menjalankan file .nam untuk menjalankan animasi
selama simulasi berlangsung. Lalu akan digunakan script awk untuk mencari
hasil parameter throughput, avarage end to end delay, packet delivery ratio,
dan routing overhead yang diambil dari file .tr lalu akan ditampilkan dalam
bentuk tabel dan grafik menggunakan MS. Excel.
4.5.1. Konfigurasi .osm Menjadi .tcl
Sebelum menggunakan jaringan VANET, perlu dilakukan
membuat jaringan VANET tersebut yaitu menggunakan SUMO
dengan mengkonversikan file .osm ke .cfg agar terbaca oleh aplikasi
SUMO. Konfigurasi .osm menjadi .cfg antara lain :
1. Membuat folder dengan nama 30node, masukan ke dalam folder
tersebut file .osm yang didapat pada open street map dan ubah
nama file menjadi 30node.osm
2. Pindahkan file osmPolyconvert.typ.xml yang terdapat pada
folder sumo ke dalam folder 30 node.
3. Tuliskan syntax di bawah ini secara berurutan menggunakan
terminal pada Ubuntu.
$ netconvert --osm-files 30.osm -o 30.net.xml $ polyconvert --osm-files 30.osm --net-file 30.net.xml --type-file osmPolyconvert.typ.xml -o 30.poly.xml
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
$ python /home/ahmadrifkif/sumo- 1.0.1/tools/randomTrips.py -n 30.net.xml -r 30.rou.xml -p 0.5 --speed-exponent 13,89 -e 15 -l
Dalam syntax ketiga terdapat kode untuk mengubah
kecepatan, jumlah nodenya, dan arah pergerakan nodenya. Pada
syntax ketiga di atas menggunakan maximal kecepatan 13,89
m/s, 30 node dan pergerakannya adalah random sesuai kondisi
jalanan.
4. Kemudian buatlah sebuah file dengan ekstensi .sumo.cfg dengan
script seperti di bawah ini
<configuration>
<input>
<net-file value="30node.net.xml"/>
<route-files value="30node.rou.xml"/>
<additional-files value="30node.poly.xml"/>
</input>
<time>
<begin value="0"/>
<end value="150"/>
<step-length value="0.1"/>
</time>
</configuration>
5. Setelah itu jalankan pada terminal dengan syntaxsumo-gui
30node.sumo.cfg
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Simulasi VANET di SUMO
6. Setelah itu buka kembali terminal dan ketikan beberapa syntax
untuk mengkonversi sumo.cfg menjadi .tcl
$ sumo -c map.sumo.cfg --fcd-output 30.sumo.xml
$ python /home/ahmadrifkif/sumo- 1.0.1/tools
/traceExporter.py --fcd-input 30.sumo.xml --ns2config
output 30.tcl --ns2activity-output activity.tcl --ns2mobility-
output mobility30.tcl
7. Kemudian salin isi simple-wireless.tcl yang berada pada
direktori /ns-2.35/tcl/ex/simple-wireless.tcl, tempelkan pada file
30.tcl yang telah dibuat tadi.
8. Ubah area simulasi berdasarkan area simulasi pada hasil
konversi .osm ke .tcl
set opt(x) 683
set opt(y) 592
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.2. Konfigurasi Setdest
Konfigurasi ini berfungsi untuk menentukan pergerakan
node akan sesuai dengan jalan raya, karena pada simulasi ini
menggunakan type pergerakan node Map Based Movement.
1. Konfigurasi Setdest 30 Node
Masukan dan ubah syntax di bawah ke dalam file 30.tcl
set val (nn) 30
source mobility30.tcl
Mobility30.tcl adalah hasil konversi dari sumo.cfg 30 node yang
berisi pergerakan node-node yang sesuai dengan kondisi
jalanan, di bawah adalah potongan isi file mobility30.tcl
$node_(0) set X_ 414.18
$node_(0) set Y_ 381.66
$node_(0) set Z_ 0
$ns_ at 0.0 "$node_(0) setdest 414.18 381.66 0.00"
$ns_ at 0.1 "$node_(0) setdest 414.18 381.68 0.25"
$ns_ at 0.2 "$node_(0) setdest 414.18 381.73 0.49"
$ns_ at 0.3 "$node_(0) setdest 414.19 381.81 0.75"
$ns_ at 0.4 "$node_(0) setdest 414.19 381.91 0.98"
$ns_ at 0.5 "$node_(0) setdest 414.19 382.03 1.21"
$node_(1) set X_ 5.07
$node_(1) set Y_ 375.65
$node_(1) set Z_ 0
$ns_ at 0.5 "$node_(1) setdest 5.07 375.65 0.00"
$ns_ at 0.6 "$node_(0) setdest 414.19 382.17 1.46"
2. Konfigurasi Setdest 90 Node
Masukan dan ubah syntax dibawah kedalam file 90.tcl
set val (nn) 90
source mobility90.tcl
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mobility90.tcl adalah hasil konversi dari sumo.cfg 90 node yang
berisi pergerakan node node yang sesuai dengan kondisi
jalanan, dibawah adalah potongan isi file mobility90.tcl
$node_(0) set X_ 358.53
$node_(0) set Y_ 441.87
$node_(0) set Z_ 0
$ns_ at 0.0 "$node_(0) setdest 358.53 441.87 0.00"
$ns_ at 0.1 "$node_(0) setdest 358.53 441.89 0.25"
$ns_ at 0.2 "$node_(0) setdest 358.54 441.94 0.49"
$ns_ at 0.3 "$node_(0) setdest 358.54 442.02 0.75"
$ns_ at 0.4 "$node_(0) setdest 358.54 442.12 0.98"
$ns_ at 0.5 "$node_(0) setdest 358.54 442.24 1.21"
$node_(1) set X_ 414.86
$node_(1) set Y_ 413.07
$node_(1) set Z_ 0
$ns_ at 0.5 "$node_(1) setdest 414.86 413.07 0.00"
$ns_ at 0.6 "$node_(0) setdest 358.54 442.38 1.46"
3. Konfigurasi Setdest 150 Node
Masukan dan ubah syntax dibawah kedalam file 150.tcl
set val (nn) 150
source mobility150.tcl
Mobility150.tcl adalah hasil konversi dari sumo.cfg 150 node
yang berisi pergerakan node node yang sesuai dengan kondisi
jalanan, dibawah adalah potongan isi file mobility150.tcl
$node_(0) set X_ 415.64
$node_(0) set Y_ 584.92
$node_(0) set Z_ 0
$ns_ at 0.0 "$node_(0) setdest 415.64 584.92 0.00"
$ns_ at 0.1 "$node_(0) setdest 415.64 584.9 0.25"
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
$ns_ at 0.2 "$node_(0) setdest 415.64 584.85 0.49"
$ns_ at 0.3 "$node_(0) setdest 415.63 584.77 0.75"
$ns_ at 0.4 "$node_(0) setdest 415.63 584.67 0.98"
$ns_ at 0.5 "$node_(0) setdest 415.63 584.55 1.21"
$node_(1) set X_ 416.51
$node_(1) set Y_ 486.58
$node_(1) set Z_ 0
$ns_ at 0.5 "$node_(1) setdest 416.51 486.58 0.00"
$ns_ at 0.6 "$node_(0) setdest 415.62 584.41 1.46"
4.5.3. Konfigurasi Skenario A
Konfigurasi pada skenario A menggunakan 3 variasi node
yaitu 30, 90, 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan receiver yang berbeda beda.
Konfigurasi ini dilakukan menggunakan bahasa C dan disimpan
menggunakan ekstensi .tcl. Syntax konfigurasi yang digunakan pada
skenario A sebagai berikut:
1. Konfigurasi Skenario A 30 Node
Skenario A 30 node adalah skenario yang menggunakan 30
node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11p
set val(chan) Channel/WirelessChannel;
set val(prop) Propagation/TwoRayGround;
set val(netif) Phy/WirelessPhyExt;
set val(mac) Mac/802_11Ext;
set val(ifq) Queue/DropTail/PriQueue;
set val(ll) LL;
set val(ant) Antenna/OmniAntenna;
set val(ifqlen) 50;
set val(nn) 30;
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
set val(rp) AOMDV;
set opt(x) 683
set opt(y) 592
# =============================#
# Main Program #
# =============================#
set ns_ [new Simulator]
set tracefd [open trace.tr w]
$ns_ trace-all $tracefd
set namf [open bukanam.nam w]
$ns_ namtrace-all-wireless $namf $opt(x) $opt(y)
set topo [new Topography]
$topo load_flatgrid $opt(x) $opt(y)
create-god $val(nn)
# konfigurasi node
$ns_ node-config -adhocRouting $val(rp) \
-llType $val(ll) \
-macType $val(mac) \
-ifqType $val(ifq) \
-ifqLen $val(ifqlen) \
-antType $val(ant) \
-propType $val(prop) \
-phyType $val(netif) \
-channelType $val(chan) \
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-topoInstance $topo \
-agentTrace ON \
-routerTrace ON \
-macTrace OFF \
-movementTrace ON
#802.11p default parameters
Phy/WirelessPhyExt set CSThresh_ 3.162e-12 ;#-
85 dBm Wireless interface sensitivity (sensitivity defined in
the standard)
Phy/WirelessPhyExt set Pt_ 0.001
Phy/WirelessPhyExt set freq_ 5.9e+9
Phy/WirelessPhyExt set noise_floor_ 1.26e-13 ;#-99
dBm for 10MHz bandwidth
Phy/WirelessPhyExt set L_ 1.0 ;#default
radio circuit gain/loss
Phy/WirelessPhyExt set PowerMonitorThresh_ 6.310e-14
;#-102dBm power monitor sensitivity
Phy/WirelessPhyExt set HeaderDuration_ 0.000040
;#40 us
Phy/WirelessPhyExt set BasicModulationScheme_ 0
Phy/WirelessPhyExt set PreambleCaptureSwitch_ 1
Phy/WirelessPhyExt set DataCaptureSwitch_ 0
Phy/WirelessPhyExt set SINR_PreambleCapture_ 2.5118;
;# 4 dB
Phy/WirelessPhyExt set SINR_DataCapture_ 100.0; ;#
10 dB
Phy/WirelessPhyExt set trace_dist_ 1e6 ;# PHY
trace until distance of 1 Mio. km ("infinty")
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Phy/WirelessPhyExt set PHY_DBG_ 0
Mac/802_11Ext set CWMin_ 15
Mac/802_11Ext set CWMax_ 1023
Mac/802_11Ext set SlotTime_ 0.000013
Mac/802_11Ext set SIFS_ 0.000032
Mac/802_11Ext set ShortRetryLimit_ 7
Mac/802_11Ext set LongRetryLimit_ 4
Mac/802_11Ext set HeaderDuration_ 0.000040
Mac/802_11Ext set SymbolDuration_ 0.000008
Mac/802_11Ext set BasicModulationScheme_ 0
Mac/802_11Ext set use_802_11a_flag_ true
Mac/802_11Ext set RTSThreshold_ 2346
Mac/802_11Ext set MAC_DBG 0
for {set i 0} {$i < $val(nn) } {incr i} {
set node_($i) [$ns_ node]
$node_($i) random-motion 0 ;}
source mobility30.tcl
#Konfigurasi UDP dan CBR
set udp [new Agent/UDP]
$ns_ attach-agent $node_(5) $udp
set cbr [new Application/Traffic/CBR]
$cbr set type_ CBR
$cbr set packet_size_ 512
$cbr set rate_ 1mb
$cbr set random_ false
$cbr attach-agent $udp
set null [new Agent/Null]
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
$ns_ attach-agent $node_(15) $null
$ns_ connect $udp $null
for {set i 0} {$i < $val(nn) } {incr i} {
$ns_ at 150.0 "$node_($i) reset";
}
$ns_ at 10.0 "$cbr start"
$ns_ at 150.0 "$cbr stop"
$ns_ at 150.0 "stop"
$ns_ at 150.01 "puts \"NS EXITING...\" ; $ns_ halt"
proc stop {} {
global ns_ tracefd
$ns_ flush-trace
close $tracefd
}
puts "Starting Simulation..."
$ns_ run
2. Konfigurasi Skenario A 90 Node
Skenario A 90 node adalah skenario yang menggunakan 90
node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11p. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario A 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
set val(nn) 90;
source mobility90.tcl
3. Konfigurasi Skenario A 150 Node
Skenario A 150 node adalah skenario yang menggunakan
150 node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11p. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario A 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
set val(nn) 150;
source mobility150.tcl
4.5.4. Konfigurasi Skenario B
Konfigurasi pada skenario B menggunakan 3 variasi node yaitu
30, 90, 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5 kali simulasi
dengan source dan receiver yang berbeda beda. Konfigurasi ini
dilakukan menggunakan bahasa C dan disimpan menggunakan
ekstensi .tcl. Syntax konfigurasi yang digunakan pada skenario B
sebagai berikut:
1. Konfigurasi Skenario B 30 Node
Skenario B 30 node adalah skenario yang menggunakan 30
node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11. Skenario B 30 node mempunyai
perbedaan sedikit dengan skenario A 30 node dengan mengubah
dan menghapus syntax
#mengubah
set val(netif) Phy/WirelessPhy;
set val(mac) Mac/802_11;
set val(nn) 30;
source mobility30.tcl
#menghapus
Phy/WirelessPhyExt set CSThresh_ 3.162e-12 ;#-
85 dBm Wireless interface sensitivity (sensitivity defined in
the standard)
Phy/WirelessPhyExt set Pt_ 0.001
Phy/WirelessPhyExt set freq_ 5.9e+9
Phy/WirelessPhyExt set noise_floor_ 1.26e-13 ;#-99
dBm for 10MHz bandwidth
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Phy/WirelessPhyExt set L_ 1.0 ;#default
radio circuit gain/loss
Phy/WirelessPhyExt set PowerMonitorThresh_ 6.310e-14
;#-102dBm power monitor sensitivity
Phy/WirelessPhyExt set HeaderDuration_ 0.000040
;#40 us
Phy/WirelessPhyExt set BasicModulationScheme_ 0
Phy/WirelessPhyExt set PreambleCaptureSwitch_ 1
Phy/WirelessPhyExt set DataCaptureSwitch_ 0
Phy/WirelessPhyExt set SINR_PreambleCapture_ 2.5118;
;# 4 dB
Phy/WirelessPhyExt set SINR_DataCapture_ 100.0; ;#
10 dB
Phy/WirelessPhyExt set trace_dist_ 1e6 ;# PHY
trace until distance of 1 Mio. km ("infinty")
Phy/WirelessPhyExt set PHY_DBG_ 0
Mac/802_11Ext set CWMin_ 15
Mac/802_11Ext set CWMax_ 1023
Mac/802_11Ext set SlotTime_ 0.000013
Mac/802_11Ext set SIFS_ 0.000032
Mac/802_11Ext set ShortRetryLimit_ 7
Mac/802_11Ext set LongRetryLimit_ 4
Mac/802_11Ext set HeaderDuration_ 0.000040
Mac/802_11Ext set SymbolDuration_ 0.000008
Mac/802_11Ext set BasicModulationScheme_ 0
Mac/802_11Ext set use_802_11a_flag_ true
Mac/802_11Ext set RTSThreshold_ 2346
Mac/802_11Ext set MAC_DBG 0
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Konfigurasi Skenario B 90 Node
Skenario B 90 node adalah skenario yang menggunakan 90
node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan IEEE 802.11. Syntax pada skenario ini hampir
sama dengan skenario B 30 node hanya saja ada yang berbeda
sebagai berikut :
set val(nn) 90;
source mobility90.tcl
3. Konfigurasi Skenario B 150 Node
Skenario B 150 node adalah skenario yang menggunakan
150 node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario B 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
set val(nn) 150;
source mobility150.tcl
4.5.5. Konfigurasi Skenario C
Konfigurasi pada skenario C menggunakan 3 variasi node
yaitu 30, 90, 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan receiver yang berbeda beda.
Konfigurasi ini dilakukan menggunakan bahasa C dan disimpan
menggunakan ekstensi .tcl. Syntax konfigurasi yang digunakan pada
skenario C sebagai berikut:
1. Konfigurasi Skenario C 30 Node
Skenario C 30 node adalah skenario yang menggunakan 30
node dengan menggunakan routing protocol DSDV dan
menggunakan 802.11p
set val(chan) Channel/WirelessChannel;
set val(prop) Propagation/TwoRayGround;
set val(netif) Phy/WirelessPhyExt;
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
set val(mac) Mac/802_11Ext;
set val(ifq) Queue/DropTail/PriQueue;
set val(ll) LL;
set val(ant) Antenna/OmniAntenna;
set val(ifqlen) 50;
set val(nn) 30;
set val(rp) DSDV;
set opt(x) 683
set opt(y) 592
# =============================#
# Main Program #
# =============================#
set ns_ [new Simulator]
set tracefd [open trace.tr w]
$ns_ trace-all $tracefd
set namf [open bukanam.nam w]
$ns_ namtrace-all-wireless $namf $opt(x) $opt(y)
set topo [new Topography]
$topo load_flatgrid $opt(x) $opt(y)
create-god $val(nn)
# konfigurasi node#
$ns_ node-config -adhocRouting $val(rp) \
-llType $val(ll) \
-macType $val(mac) \
-ifqType $val(ifq) \
-ifqLen $val(ifqlen) \
-antType $val(ant) \
-propType $val(prop) \
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
-phyType $val(netif) \
-channelType $val(chan) \
-topoInstance $topo \
-agentTrace ON \
-routerTrace ON \
-macTrace OFF \
-movementTrace ON
#802.11p default parameters
Phy/WirelessPhyExt set CSThresh_ 3.162e-12 ;#-
85 dBm Wireless interface sensitivity (sensitivity defined in
the standard)
Phy/WirelessPhyExt set Pt_ 0.001
Phy/WirelessPhyExt set freq_ 5.9e+9
Phy/WirelessPhyExt set noise_floor_ 1.26e-13 ;#-99
dBm for 10MHz bandwidth
Phy/WirelessPhyExt set L_ 1.0 ;#default
radio circuit gain/loss
Phy/WirelessPhyExt set PowerMonitorThresh_ 6.310e-14
;#-102dBm power monitor sensitivity
Phy/WirelessPhyExt set HeaderDuration_ 0.000040
;#40 us
Phy/WirelessPhyExt set BasicModulationScheme_ 0
Phy/WirelessPhyExt set PreambleCaptureSwitch_ 1
Phy/WirelessPhyExt set DataCaptureSwitch_ 0
Phy/WirelessPhyExt set SINR_PreambleCapture_ 2.5118;
;# 4 dB
Phy/WirelessPhyExt set SINR_DataCapture_ 100.0; ;#
10 dB
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Phy/WirelessPhyExt set trace_dist_ 1e6 ;# PHY
trace until distance of 1 Mio. km ("infinty")
Phy/WirelessPhyExt set PHY_DBG_ 0
Mac/802_11Ext set CWMin_ 15
Mac/802_11Ext set CWMax_ 1023
Mac/802_11Ext set SlotTime_ 0.000013
Mac/802_11Ext set SIFS_ 0.000032
Mac/802_11Ext set ShortRetryLimit_ 7
Mac/802_11Ext set LongRetryLimit_ 4
Mac/802_11Ext set HeaderDuration_ 0.000040
Mac/802_11Ext set SymbolDuration_ 0.000008
Mac/802_11Ext set BasicModulationScheme_ 0
Mac/802_11Ext set use_802_11a_flag_ true
Mac/802_11Ext set RTSThreshold_ 2346
Mac/802_11Ext set MAC_DBG 0
for {set i 0} {$i < $val(nn) } {incr i} {
set node_($i) [$ns_ node]
$node_($i) random-motion 0 ;}
source mobility30.tcl
#Konfigurasi UDP dan CBR
set udp [new Agent/UDP]
$ns_ attach-agent $node_(5) $udp
set cbr [new Application/Traffic/CBR]
$cbr set type_ CBR
$cbr set packet_size_ 512
$cbr set rate_ 1mb
$cbr set random_ false
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
$cbr attach-agent $udp
set null [new Agent/Null]
$ns_ attach-agent $node_(15) $null
$ns_ connect $udp $null
for {set i 0} {$i < $val(nn) } {incr i} {
$ns_ at 150.0 "$node_($i) reset";
}
$ns_ at 10.0 "$cbr start"
$ns_ at 150.0 "$cbr stop"
$ns_ at 150.0 "stop"
$ns_ at 150.01 "puts \"NS EXITING...\" ; $ns_ halt"
proc stop {} {
global ns_ tracefd
$ns_ flush-trace
close $tracefd
}
puts "Starting Simulation..."
$ns_ run
2. Konfigurasi Skenario C 90 Node
Skenario C 90 node adalah skenario yang menggunakan 90
node dengan menggunakan routing protocol DSDV dan
menggunakan 802.11p. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario C 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
set val(nn) 90;
source mobility90.tcl
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Konfigurasi Skenario C 150 Node
Skenario C 150 node adalah skenario yang menggunakan
150 node dengan menggunakan routing protocol DSDV dan
menggunakan 802.11p. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario C 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
set val(nn) 150;
source mobility90.tcl
4.5.6. Konfigurasi Skenario D
Konfigurasi pada skenario D menggunakan 3 variasi node
yaitu 30, 90, 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan receiver yang berbeda beda.
Konfigurasi ini dilakukan menggunakan bahasa C dan disimpan
menggunakan ekstensi .tcl. Syntax konfigurasi yang digunakan pada
skenario D sebagai berikut:
1. Konfigurasi Skenario D 30 Node
Skenario D 30 node adalah skenario yang menggunakan 30
node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11. Skenario D 30 node mempunyai
perbedaan sedikit dengan skenario C 30 node dengan mengubah
dan menghapus syntax
#mengubah
set val(netif) Phy/WirelessPhy;
set val(mac) Mac/802_11;
set val(nn) 30;
source mobility30.tcl
#menghapus
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Phy/WirelessPhyExt set CSThresh_ 3.162e-12 ;#-
85 dBm Wireless interface sensitivity (sensitivity defined in
the standard)
Phy/WirelessPhyExt set Pt_ 0.001
Phy/WirelessPhyExt set freq_ 5.9e+9
Phy/WirelessPhyExt set noise_floor_ 1.26e-13 ;#-99
dBm for 10MHz bandwidth
Phy/WirelessPhyExt set L_ 1.0 ;#default
radio circuit gain/loss
Phy/WirelessPhyExt set PowerMonitorThresh_ 6.310e-14
;#-102dBm power monitor sensitivity
Phy/WirelessPhyExt set HeaderDuration_ 0.000040
;#40 us
Phy/WirelessPhyExt set BasicModulationScheme_ 0
Phy/WirelessPhyExt set PreambleCaptureSwitch_ 1
Phy/WirelessPhyExt set DataCaptureSwitch_ 0
Phy/WirelessPhyExt set SINR_PreambleCapture_ 2.5118;
;# 4 dB
Phy/WirelessPhyExt set SINR_DataCapture_ 100.0; ;#
10 dB
Phy/WirelessPhyExt set trace_dist_ 1e6 ;# PHY
trace until distance of 1 Mio. km ("infinty")
Phy/WirelessPhyExt set PHY_DBG_ 0
Mac/802_11Ext set CWMin_ 15
Mac/802_11Ext set CWMax_ 1023
Mac/802_11Ext set SlotTime_ 0.000013
Mac/802_11Ext set SIFS_ 0.000032
Mac/802_11Ext set ShortRetryLimit_ 7
Mac/802_11Ext set LongRetryLimit_ 4
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Mac/802_11Ext set HeaderDuration_ 0.000040
Mac/802_11Ext set SymbolDuration_ 0.000008
Mac/802_11Ext set BasicModulationScheme_ 0
Mac/802_11Ext set use_802_11a_flag_ true
Mac/802_11Ext set RTSThreshold_ 2346
Mac/802_11Ext set MAC_DBG 0
2. Konfigurasi Skenario D 90 Node
Skenario D 90 node adalah skenario yang menggunakan 90
node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario D 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
set val(nn) 90;
source mobility90.tcl
3. Konfigurasi Skenario D 150 Node
Skenario D 150 node adalah skenario yang menggunakan
150 node dengan menggunakan routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11. Syntax pada skenario ini hampir sama
dengan skenario D 30 node hanya saja ada yang berbeda sebagai
berikut :
set val(nn) 150;
source mobility150.tcl
4.6. Verification and Validation
Penjelasan dan pembahasan mengenai verification and validation
dijelaskan pada BAB V skripsi ini tentang hasil dan pembahasan.
4.7. Experimentation
Penjelasan dan pembahasan mengenai experimentation dijelaskan pada
BAB V skripsi ini tentang hasil dan pembahasan.
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.8. Output Analisys
Penjelasan dan pembahasan mengenai output analisys dijelaskan pada
BAB V skripsi ini tentang hasil dan pembahasan.
71
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Verification and Validation
Pada tahap ini, simulasi tahap sebelumnya akan di verifikasi dan
divalidasi. Hal ini perlu dilakukan karena untuk mengetahui apakah simulasi
telah sesuai dengan tahap sebelumnya atau tidak. Jika pada tahap ini skenario
belum sesuai dengan tahap sebelumnya maka harus ada pengecekan dan
perbaikan di tahap sebelumnya, apabila pada tahap ini sudah sesuai dengan
tahap sebelumnya maka simulasi dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
Verifikasi pada tahap ini menggunakan OS ubuntu dan aplikasi SUMO,
aplikasi SUMO ini digunakan untuk melihat pergerakan node (kendaraan)
sesuai dengan peta yang digunakan. Jika pergerakan kendaraan sesuai yang
telah diskenariokan sesuai maka akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya,
apabila tidak berhasil atau tidak sesuai maka harus dilakukan pengecekan dan
perbaikan pada tahap sebelumnya.
Validasi pada tahap ini akan mengecek jumlah kendaraan dan maximal
kecepatan pada kendaraan pada aplikasi SUMO. Gambar 5.1 merupakan
simulasi dilakukan pada aplikasi SUMO menggunakan node 30, 90 , dan 150
node.
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.1 Verifikasi dan Validasi 30 Node
Pada Gambar 5.1 pergerakan node (kendaraan) sudah sesuai dengan
kondisi jalan yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya, dan jumlah
nodenya serta maximal kecepatan sudah sesuai dengan tahap sebelumnya
yaitu 30 node dan kecepatan rata-rata kendaraan tidak lebih dari maximal
kecepatan yaitu 13,89 m/s.
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.2 Verifikasi dan Validasi 90 Node
Pada Gambar 5.2 pergerakan node (kendaraan) sudah sesuai dengan
kondisi jalan yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya, dan jumlah
nodenya serta maximal kecepatan sudah sesuai dengan tahap sebelumnya
yaitu 90 node dan kecepatan rata-rata kendaraan tidak lebih dari maximal
kecepatan yaitu 13,89 m/s.
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 5.3 Verifikasi dan Validasi 150 Node
Pada Gambar 5.3 pergerakan node (kendaraan) sudah sesuai dengan
kondisi jalan yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya, dan jumlah
nodenya serta maximal kecepatan sudah sesuai dengan tahap sebelumnya
yaitu 150 node dan kecepatan rata-rata kendaraan tidak lebih dari maximal
kecepatan yaitu 13,89 m/s.
5.2. Experimentation
Pada tahap ini akan dilakukan eksperimen dengan menguji skenario
yang sudah dirancang sebelumnya :
5.2.1. Pengujian Konfigurasi Simulasi
Pada tahap pengujian konfigurasi simulasi ini akan
melakukan pemeriksaan apakah konfigurasi yang telah dibuat sudah
sesuai format dan dapat berjalan atau tidak. Pada tahap ini pengujian
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dilakukan menggunakan aplikasi NS2 yang digunakan untuk
mengkompile file yang berekstensi .tcl yang berisi syntax simulasi.
Untuk mengkompile file tersebut dapat dilakukan dengan
menuliskan command “$ ns <nama_file.tcl>” pada terminal.
Kemudian file akan dikompile setelah itu akan menghasilkan file
berekstensi .nam untuk melihat pergerakan node atau animasinya,
dan .tr untuk mengetahui trace dari simulasi tersebut berisi beberapa
data yang akan digunakan.
Gambar 5.4 Pengujian Konfigurasi Simulasi
Pada Gambar 5.4 merupakan pengujian konfigurasi 30node,
pada gambar tersebut tidak terdapat error pada syntax file 30.tcl,
maka akan muncul file .nam untuk melihat animasi simulasi
jaringannya dan .tr untuk mengetahui trace dari simulasi tersebut.
Percobaan ini dilakukan pada semua simulasi.
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2.2. Pengujian Pengiriman Paket UDP
Pengujian pengiriman paket menggunakan UDP dilakukan
untuk memeriksa apakah node source mengirimkan jenis paket
menggunakan UDP ke receiver atau tidak. Pengujian tahap ini
dilakukan dengan membuka file .nam yang telah dibuat dari hasil
kompilasi file .tcl di atas. File .nam digunakan untuk menjalankan
video animasi dari simulasi yang dijalankan lalu melihat jenis
pengiriman paket UDP seperti Gambar 5.5
Gambar 5.5 Pengujian Pengiriman Paket UDP
Pada Gambar 5.5 merupakan pengujian pengiriman paket
UDP pada 30 node, pada gambar tersebut terdapat node berwarna
biru (source) dan hijau (receiver), source di atas mengirim beberapa
paket dengan menggunakan jenis pengiriman UDP menggunakan
agent CBR (constant bit rate).
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.2.3. Pengujian Source dan Destination
Pengujian source dan destination dilakukan untuk
memastikan apakah node source mengirimkan paket menggunakan
ke node receiver atau tidak. Pengujian tahap ini dilakukan dengan
membuka file .nam yang telah dibuat dari hasil kompilasi file .tcl
diatas. File .nam digunakan untuk menjalankan video animasi dari
simulasi yang dijalankan lalu melihat pengiriman paket dari source
ke receiver.
Gambar 5.6 Pengujian source dan destination
Pada Gambar 5.6 merupakan pengujian source dan
destination pada 30 node, pada gambar tersebut terdapat node
berwarna biru (source) node bernomor 1 dan hijau (receiver) node
bernomor 11, node source mengirim beberapa paket menuju ke node
receiver. Pengujian ini dilakukan ke semua skenario yang telah
dibuat.
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5.3. Output Analisys
5.3.1. Skenario A
Pada skenario A memakai routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11p. Skenario A terdiri dari tiga variasi node
yaitu, 30, 90 , dan 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5
kali simulasi dengan source dan receiver yang berbeda. Simulasi
dilakukan dengan mengirimkan paket UDP sebesar 512 bytes.
Hasil pengujian dari skenario A telah dibentuk menjadi tabel
dan grafik, berikut tabel dan grafik Quality of Service berupa
throughput, avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan
routing overhead pada routing protocol AOMDV dan IEEE 802.11p
:
Tabel 5.1 Hasil Throuhput Skenario A
Throughput (kbps)
Skenario
A
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11p
30 949,19 529,88 821,69 831,45 587,72 743,986
AOMDV
802.11p
90 175,95 374,17 394,03 435,31 943,44 464,58
AOMDV
802.11p
150 601,93 175,35 306,61 316,56 230,48 326,186
Grafik 5.1 Hasil Throughput Skenario A
Dari Tabel 5.1 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario A untuk quality of service throughput, diperoleh rata-rata
743,986
464,58326,186
0
200
400
600
800
Aomdv 802.11p 30 Aomdv 802.11p 90 Aomdv 802.11p 150
Throughput Skenario A
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
throughput dari lima kali simulasi dari masing-masing setiap node,
yaitu pada 30 node sebesar 743.986 kbps, 90 node 464.58 kbps, dan
150 node 326.186 kbps.
Berdasarkan Grafik 5.1 rata-rata throughput dari lima kali
simulasi skenario A semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
throughput akan semakin kecil.
Tabel 5.2 Hasil PDR Skenario A
Grafik 5.2 Hasil PDR Skenario A
Dari Tabel 5.2 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario A untuk quality of service packet delivery ratio (PDR),
diperoleh rata-rata PDR dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 59.968 %, 90 node 38.514
%, dan 150 node 26.628 %,.
Berdasarkan Grafik 5.2 rata-rata PDR dari lima kali simulasi
skenario A semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai PDR
akan semakin kecil.
59,968
38,51426,628
0
20
40
60
80
Aomdv 802.11p 30 Aomdv 802.11p 90 Aomdv 802.11p 150
PDR Skenario A
PDR (%) Skenario
A
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11p
30 91,35 24,19 79,08 80,02 25,2 59,968 AOMDV
802.11p
90 15,37 29,84 32,49 24,07 90,8 38,514 AOMDV
802.11p
150 53,32 15,64 23,89 28 12,29 26,628
80
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.3 Hasil Avarage End to End Delay Skenario A
Grafik 5.3 Hasil Avarage End to End Delay Skenario A
Dari Tabel 5.3 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario A untuk quality of service avarage end to end delay,
diperoleh rata-rata delay dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 25.0324 ms, 90 node
79.3266 ms, dan 150 node 153.0486
Berdasarkan Grafik 5.3 rata-rata delay dari lima kali simulasi
skenario A semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai delay
akan semakin bertambah.
Tabel 5.4 Hasil Routing Overhead Skenario A
Routing Overhead
Skenario
A
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11p
30 4237 5107 4388 4518 4399 4529,8
25,0324
79,3266
153,0486
0
50
100
150
200
Aomdv 802.11p 30 Aomdv 802.11p 90 Aomdv 802.11p 150
Avarage End to End Delay Skenario A
Avarage End to End Delay (ms)
Skenario
A
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11p
30 10,656 23,836 15,849 47,544 27,277 25,0324
AOMDV
802.11p
90 147,898 72,244 57,56 103,708 15,223 79,3266
AOMDV
802.11p
150 28,99 142,253 98,664 124,456 370,88 153,0486
81
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
AOMDV
802.11p
90 14761 14840 18576 13064 12683 14784,8
AOMDV
802.11p
150 22516 25302 21128 22877 26257 23616
Grafik 5.4 Hasil Routing Overhead Skenario A
Dari Tabel 5.4 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario A untuk quality of service avarage routing overhead,
diperoleh rata-rata routing overhead dari lima kali simulasi dari
masing-masing setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 4529.8, 90
node 14784.8, dan 150 node 23616.
Berdasarkan Grafik 5.4 rata-rata routing overhead dari lima
kali simulasi skenario A semakin bertambahnya jumlah node, maka
nilai routing overhead akan semakin bertambah.
5.3.2. Skenario B
Pada skenario B memakai routing protocol AOMDV dan
menggunakan 802.11. Skenario B terdiri dari tiga variasi node yaitu,
30, 90 , dan 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan receiver yang berbeda beda berdasarkan
pada tahap input/output bagian role. Simulasi dilakukan dengan
mengirimkan paket UDP sebesar 512 bytes.
Hasil pengujian dari skenario A telah dibentuk menjadi tabel
dan grafik, berikut tabel dan grafik Quality of Service berupa
4529,8
14784,8
23616
0
5000
10000
15000
20000
25000
Aomdv 802.11p 30 Aomdv 802.11p 90 Aomdv 802.11p 150
Routing Overhead Skenario A
82
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
throughput, avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan
routing overhead pada routing protocol AOMDV dan 802.11 :
Tabel 5.5 Hasil Throughput Skenario B
Throughput
Skenario
B
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11
30 587,82 414,48 539,19 483,26 464,47 497,844
AOMDV
802.11
90 228,12 234,7 333,22 189,19 549,79 307,004
AOMDV
802.11
150 393,49 127,02 171,82 216,24 74,95 196,704
Grafik 5.5 Hasil Throughput Skenario B
Dari Tabel 5.5 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario B untuk quality of service throughput, diperoleh rata-rata
throughput dari lima kali simulasi dari masing-masing setiap node,
yaitu pada 30 node sebesar 497.844 kbps, 90 node 307.004 kbps, dan
150 node 196.704 kbps.
Berdasarkan Grafik 5.5 rata-rata throughput dari lima kali
simulasi skenario B semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
throughput akan semakin menurun.
497,844
307,004
196,704
0
200
400
600
Aomdv 802.11 30 Aomdv 802.11 90 Aomdv 802.11p 150
Throughput Skenario B
83
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.6 Hasil PDR Skenario B
Grafik 5.6 Hasil PDR Skenario B
Dari Tabel 5.6 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario B untuk quality of service packet delivery ratio (PDR),
diperoleh rata-rata PDR dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 38.808 %, 90 node 28.664
%, dan 150 node 17.308 %.
Berdasarkan Grafik 5.6 rata-rata PDR dari lima kali simulasi
skenario B semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai PDR
akan semakin menurun.
Tabel 5.7 Hasil Avarage End to End Delay Skenario B
Avarage End to End Delay
Skenario
B
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
38,808
28,664
17,308
0
10
20
30
40
50
Aomdv 802.11 30 Aomdv 802.11 90 Aomdv 802.11p 150
PDR Skenario B
PDR
Skenario
B
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11
30 56,57 19,23 51,89 46,51 19,84 38,808
AOMDV
802.11
90 20,49 21,22 32,07 16,63 52,91 28,664
AOMDV
802.11
150 35,93 11,61 13,96 18,95 6,09 17,308
84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
AOMDV
802.11
30 345,77 397,647 347,501 389,451 361,362 368,3462
AOMDV
802.11
90 566,076 440,639 572,654 728,823 359,299 533,4982
AOMDV
802.11
150 424,962 580,924 694,845 469,793 869,413 607,9874
Grafik 5.7 Hasil Avarage End to End Delay Skenario B
Dari Tabel 5.7 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario B untuk quality of service avarage end to end delay,
diperoleh rata-rata delay dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 368.3462 ms, 90 node
533.4982 ms, dan 150 node 607.9874 ms
Berdasarkan Grafik 5.7 rata-rata delay dari lima kali simulasi
skenario B semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai delay
akan semakin menaik.
Tabel 5.8 Hasil Routing Overhead Skenario B
Routing Overhead
Skenario
B
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
AOMDV
802.11
30 4276 5015 4376 4369 4475 4502,2
AOMDV
802.11
90 14738 13841 13190 13296 12339 13480,8
368,3462
533,4982607,9874
0
100
200
300
400
500
600
700
Aomdv 802.11 30 Aomdv 802.11 90 Aomdv 802.11p 150
Avarage End to End Delay Skenario B
85
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
AOMDV
802.11
150 22287 23432 21175 22510 24204 22721,6
Grafik 5.8 Hasil Routing Overhead Skenario B
Dari Tabel 5.8 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario B untuk quality of service routing overhead, diperoleh rata-
rata routing overhead dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 4502.2, 90 node 13480.8,
dan 150 node 22721.6.
Berdasarkan Grafik 5.8 rata-rata routing overhead dari lima
kali simulasi skenario B semakin bertambahnya jumlah node, maka
nilai routing overhead akan semakin menaik.
5.3.3. Skenario C
Pada skenario C memakai routing protocol DSDV dan
menggunakan 802.11p. Skenario C terdiri dari tiga variasi node
yaitu, 30, 90 , dan 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5
kali simulasi dengan source dan receiver yang berbeda beda
berdasarkan pada tahap input/output bagian role. Simulasi dilakukan
dengan mengirimkan paket UDP sebesar 512 bytes.
Hasil pengujian dari skenario C telah dibentuk menjadi tabel
dan grafik, berikut tabel dan grafik Quality of Service berupa
throughput, avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan
routing overhead pada routing protocol DSDV dan 802.11p :
4502,2
13480,8
22721,6
0
5000
10000
15000
20000
25000
Aomdv 802.11 30 Aomdv 802.11 90 Aomdv 802.11p 150
Routing Overhead Skenario B
86
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.9 Hasil Throughput Skenario C
Throughput
Skenario
C
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
DSDV
802.11p
30 920,64 1039,15 815,27 697,87 1039,14 902,414
DSDV
802.11p
90 1039,39 329,11 392,12 339,73 923,13 604,696
DSDV
802.11p
150 847,92 539,45 211,43 429,68 508,16 507,328
Grafik 5.9 Hasil Throughput Skenario C
Dari Tabel 5.9 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario C untuk quality of service throughput, diperoleh rata-rata
throughput dari lima kali simulasi dari masing-masing setiap node,
yaitu pada 30 node sebesar 902.414 kbps, 90 node 604.696 kbps, dan
150 node 507.328 kbps
Berdasarkan Grafik 5.9 rata-rata throughput dari lima kali
simulasi skenario C semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
throughput akan semakin menurun.
Tabel 5.10 Hasil PDR Skenario C
PDR
Skenario
C
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
902,414
604,696
507,328
0,000
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
1000,000
DSDV 802.11p 30 DSDV 802.11p 90 DSDV 802.11p 150
Throughput Skenario C
87
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DSDV
802.11p
30 88,6 21,24 78,46 67,16 22,84 55,66
DSDV
802.11p
90 5,72 24,25 24,79 18,79 88,84 32,478
DSDV
802.11p
150 48,73 12,66 16,47 22,35 11,23 22,288
Grafik 5.10 Hasil PDR Skenario C
Dari Tabel 5.10 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario C untuk quality of service packet delivery ratio (PDR),
diperoleh rata-rata PDR dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 55.66 %, 90 node 32.478 %,
dan 150 node 22.288 %.
Berdasarkan Grafik 5.10 rata-rata PDR dari lima kali
simulasi skenario C semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
PDR akan semakin menurun.
Tabel 5.11 Hasil Avarage End to End Delay Skenario C
Avarage End to End Delay
Skenario
C
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
DSDV
802.11p
30 1,632 1,599 2,022 6,085 1,598 2,5872
DSDV
802.11p
90 1,76 5,895 22,64 3,405 11,53 9,046
55,66
32,478
22,288
0
10
20
30
40
50
60
DSDV 802.11p 30 DSDV 802.11p 90 DSDV 802.11p 150
PDR Skenario C
88
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DSDV
802.11p
150 2,044 4,409 46,717 15,932 17,157 17,2518
Grafik 5.11 Hasil Avarage End to End Delay Skenario C
Dari Tabel 5.11 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario C untuk quality of service avarage end to end delay,
diperoleh rata-rata delay dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 2.5872 ms, 90 node 9.046
ms, dan 150 node 17.2518 ms.
Berdasarkan Grafik 5.11 rata-rata delay dari lima kali
simulasi skenario C semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
delay akan semakin menaik.
Tabel 5.12 Hasil Routing Overhead Skenario C
Routing Overhead
Skenario
A
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5 Rata – rata
DSDV
802.11p
30 729 773 753 726 797 755,6
DSDV
802.11p
90 3045 3560 3403 3437 3504 3389,8
DSDV
802.11p
150 5149 5264 6141 5344 5797 5539
2,5872
9,046
17,2518
0
5
10
15
20
DSDV 802.11p 30 DSDV 802.11p 90 DSDV 802.11p 150
Avarage End to End Delay Skenario C
89
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Grafik 5.12 Hasil Routing Overhead Skenario C
Dari Tabel 5.12 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario C untuk quality of service routing overhead, diperoleh rata-
rata routing overhead dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 755.6, 90 node 3389.8, dan
150 node 5539.
Berdasarkan Grafik 5.12 rata-rata routing overhead dari lima
kali simulasi skenario C semakin bertambahnya jumlah node, maka
nilai routing overhead akan semakin menaik.
5.3.4. Skenario D
Pada skenario D memakai routing protocol DSDV dan
menggunakan 802.11. Skenario D terdiri dari tiga variasi node yaitu,
30, 90 , dan 150 node. Setiap variasi node akan dilakukan 5 kali
simulasi dengan source dan receiver yang berbeda beda berdasarkan
pada tahap input/output bagian role. Simulasi dilakukan dengan
mengirimkan paket UDP sebesar 512 Kb.
Hasil pengujian dari skenario D telah dibentuk menjadi tabel
dan grafik, berikut tabel dan grafik Quality of Service berupa
throughput, avarage end to end delay, packet delivery ratio, dan
routing overhead pada routing protocol DSDV dan 802.11 :
755,6
3389,8
5539
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
DSDV 802.11p 30 DSDV 802.11p 90 DSDV 802.11p 150
Routing Overhead Skenario C
90
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.13 Hasil Throughput Skenario D
Throughput
Skenario
D
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
DSDV
802.11
30 605,09 694,95 529,95 495,92 695,61 604,304
DSDV
802.11
90 264,77 260,05 291,88 262,3 568,33 329,466
DSDV
802.11
150 293,18 111 113,52 279,37 164,5 192,314
Grafik 5.13 Hasil Throughput Skenario D
Dari Tabel 5.13 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario D untuk quality of service throughput, diperoleh rata-rata
throughput dari lima kali simulasi dari masing-masing setiap node,
yaitu pada 30 node sebesar 604.304 kbps, 90 node 604.696 kbps, dan
150 node 507.328 kbps.
Berdasarkan Grafik 5.13 rata-rata throughput dari lima kali
simulasi skenario D semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
throughput akan semakin menurun.
604,304
329,466
192,314
0
100
200
300
400
500
600
700
DSDV 802.11 30 DSDV 802.11 90 DSDV 802.11 150
Throughput Skenario D
91
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.14 Hasil PDR Skenario D
Grafik 5.14 Hasil PDR Skenario D
Dari Tabel 5.14 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario D untuk quality of service packet delivery ratio (PDR),
diperoleh rata-rata PDR dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 37.91 %, 90 node 26.51 %,
dan 150 node 11.276 %.
Berdasarkan Grafik 5.14 rata-rata PDR dari lima kali
simulasi skenario D semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
PDR akan semakin menurun.
Tabel 5.15 Hasil Avarage End to End Delay Skenario D
Avarage End to End Delay
Skenario
D
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
37,91
26,51
11,276
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Dsdv 802.11 30 Dsdv 802.11 90 Dsdv 802.11 150
PDR Skenario D
PDR
Skenario
D
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5
Rata –
rata
DSDV
802.11
30 58,23 15,71 51 47,73 16,88 37,91
DSDV
802.11
90 16,54 18,17 28,09 15,05 54,7 26,51
DSDV
802.11
150 20,9 9,01 8,75 15,21 2,51 11,276
92
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DSDV
802.11
30 303,016 299,506 328,151 335,114 299,499 313,0572
DSDV
802.11
90 487,05 327,948 555,272 364,722 338,216 414,6416
DSDV
802.11
150 585,136 345,597 758,104 334,151 380,326 480,6628
Grafik 5.15 Hasil Avarage End to End Delay Skenario D
Dari Tabel 5.15 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario D untuk quality of service avarage end to end delay,
diperoleh rata-rata delay dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 313.0572 ms, 90 node
414.6416 ms, dan 150 node 480.6628 ms.
Berdasarkan Grafik 5.15 rata-rata delay dari lima kali
simulasi skenario D semakin bertambahnya jumlah node, maka nilai
delay akan semakin menaik.
Tabel 5.16 Hasil Routing Overhead Skenario D
Routing Overhead
Skenario
D
Simulasi
ke 1
Simulasi
ke 2
Simulasi
ke 3
Simulasi
ke 4
Simulasi
ke 5 Rata – rata
DSDV
802.11
30 739 735 718 720 698 722
DSDV
802.11
90 2868 2874 3001 3043 2548 2866,8
313,0572
414,6416480,6628
0
100
200
300
400
500
600
Dsdv 802.11 30 Dsdv 802.11 90 Dsdv 802.11 150
Avarage End to End Delay Skenario D
93
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DSDV
802.11
150 4661 4961 4184 4608 4225 4527,8
Grafik 5.16 Hasil Routing Overhead Skenario D
Dari Tabel 5.15 diperoleh beberapa informasi hasil dari
skenario D untuk quality of service routing overhead, diperoleh rata-
rata routing overhead dari lima kali simulasi dari masing-masing
setiap node, yaitu pada 30 node sebesar 722, 90 node 2866.8, dan
150 node 4527.8.
Berdasarkan Grafik 5.15 rata-rata routing overhead dari lima
kali simulasi skenario D semakin bertambahnya jumlah node, maka
nilai routing overhead akan semakin menaik.
5.3.5. Skenario A, B, C, dan D
Setelah memperoleh hasil dari masing-masing skenario yang
telah dilakukan , kemudian dibandingkan hasil rata-rata tersebut dari
skenario A sampai skenario D. Hasil pengujian dari keseluruhan
skenario akan dibentuk menjadi tabel dan grafik, berikut tabel dan
grafik Quality of Service berupa throughput, avarage end to end
delay, packet delivery ratio, dan routing overhead pada skenario A,
B, C, dan D :
722
2866,8
4527,8
0
1000
2000
3000
4000
5000
Dsdv 802.11 30 Dsdv 802.11 90 Dsdv 802.11 150
Routing Overhead Skenario D
94
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 5.17 Hasil Thrpughput Skenario A, B, C, dan D
Grafik 5.17 Hasil Thrpughput Skenario A, B, C, dan D
Berdasarkan tabel 5.17 nilai rata-rata throughput pada node
30, 90, 150 Skenario B (menggunakan routing protocol AOMDV,
dengan 802.11) mendapat throughput sebesar 497.844, 307.004,
196.704. Sedangkan ketika Skenario A (menggunakan 802.11p)
mendapatkan throughput sebesar 743.986, 464.58, 326.186, atau di
rata-ratakan naik sekitar 55.53% throughputnya ketika
menggunakan 802.11p
Berdasarkan tabel 5.17 nilai rata-rata throughput pada node
30, 90, 150 Skenario D (menggunakan protokol DSDV, dengan
802.11) mendapat rata-rata throughput sebesar 604.304, 329.466,
192.314. Sedangkan ketika Skenario C (menggunakan 802.11p)
mendapatkan throughput sebesar 902.414, 604.696, 507.328, atau di
743,986
464,58
326,186
497,844
307,004
196,704
902,414
604,696507,328
604,304
329,466
192,314
0
200
400
600
800
1000
30 Node 90 Node 150 Node
ThroughputKbps
Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
Throughput
Node Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
30 743,986 497,844 902,414 604,304
90 464,58 307,004 604,696 329,466
150 326,186 196,704 507,328 192,314
95
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rata-ratakan naik sekitar 98.89% throughputnya ketika
menggunakan 802.11p.
Hal ini sesuai dengan landasan teori karena pada 802.11p
kecepatan pentrasmissian datanya antara 6-27 Mbps (Rahardjo et al.,
2017), sedangkan pada 802.11 kecepatan trasmissian datanya
maximal hanya 2 Mbps (Iskandar & Hidayat, 2015), perbedaan
tersebut 802.11p menghasilkan nilai throughput yang lebih bagus
dibandingkan dengan 802.11.
Berdasarkan grafik 5.17 menunjukkan penurunan seiring
bertambahnya jumlah kendaraan pada semua skenario. Hal ini
terjadi karena semakin banyak kendaraan yang berpartisipasi dalam
ruang gerak simulasi maka semakin cepat topologi jaringan berubah.
Topologi dinamis yang dimiliki oleh VANET sendiri dapat
menyebabkan penurunan nilai throughput. Selain itu, perubahan
topologi jaringan yang sangat cepat dapat menurunkan efisiensi
kerja dari protokol perutean seperti protokol AOMDV yang harus
mencari rute ketika ada permintaan perutean atau protokol DSDV
yang harus memutakhirkan tabel peruteannya ketika ada perubahan
informasi rute. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
(Heriansyah, 2018) bahwa setiap bertambahnya jumlah node di area
simulasi akan menurunkan nilai throughput.
Pada grafik 5.17 skenario C dan D menggunakan routing
protocol DSDV relatif lebih unggul dibandingkan dengan skenario
A dan B yang memakai routing protocol AOMDV, karena routing
protocol DSDV adalah routing proaktif yaitu yang mempunyai
karakteristik mengupdate routing table setiap terjadi perubahan
pada node, sedangkan routing protocol AOMDV harus mencari rute
terlebih dahulu dengan node source akan menyebar paket request
ke semua node lalu node receiver memberikan paket reply dan
membentuk sebuah rute, sehingga menambah beban jaringan yang
mengakibatkan nilai throughput lebih kecil dibandingan DSDV.
96
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan tabel 5.17 dan grafik 5.17 skenario C yang
menggunakan routing protocol DSDV dan 802.11p lebih besar nilai
rata-rata throughputnya dibandingkan skenario skenario yang lain.
Tabel 5.18 Hasil PDR Skenario A, B, C, dan D
Grafik 5.18 Hasil PDR Skenario A, B, C, dan D
Berdasarkan tabel 5.18 nilai rata-rata PDR pada node 30, 90,
150 Skenario B (menggunakan routing protocol AOMDV, dengan
802.11 mendapat PDR sebesar 38.808 %, 28.664 %, 17.308 %,
relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan skenario A yang
menggunakan 802.11p mendapatkan PDR sebesar 59.968 %, 38.514
%, 26.628 %.
Berdasarkan tabel 5.18 nilai rata-rata PDR pada node 30, 90,
150 Skenario D (menggunakan routing protocol DSDV, dengan
802.11) mendapat PDR sebesar 37.91 %, 26.51 %, 11.276 %, relatif
59,968
38,514
26,628
38,808
28,664
17,308
55,66
32,478
22,288
37,91
26,51
11,276
0
10
20
30
40
50
60
70
30 Node 90 Node 150 Node
PDR(%)
Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
PDR
Node Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
30 59,968 38,808 55,66 37,91
90 38,514 28,664 32,478 26,51
150 26,628 17,308 22,288 11,276
97
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih kecil apabila dibandingkan dengan skenario C yang
menggunakan 802.11p mendapatkan PDR sebesar 55.66 %, 32.478
%, 22.288 %.
Hal ini sesuai dengan landasan teori (Yusuf & Anggoro,
2018) karena pada 802.11 membutuhkan waktu tunggu yang lebih
tinggi pada setiap kendaraan atau node yang akan berkomunikasi
harus melewati proses pemindaian kanal untuk beacon dari BSS
standar yang membutuhkan proses handshake yang lebih lama untuk
autentikasi sebelum pengiriman data terjadi. Sedangkan pada
802.11p memiliki konfigurasi kanal yang memiliki BSSID yang
sama untuk keamanan komunikasi tanpa jeda. Di dalam mode
WAVE, dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan data tanpa
perlu mengontak BSS. Oleh karena itu paket data yang diterima pada
802.11p lebih banyak yang diterima dibandingkan dengan 802.11.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya (Yusuf
& Anggoro, 2018) bahwa nilai PDR pada 802.11p lebih besar
dibandingkan dengan 802.11.
Berdasarkan grafik 5.18 pada semua skenario mengalami
penurunan setiap pertambahan jumlah node dikarenakan. Semakin
banyak komunikasi di dalam jaringan maka semakin tinggi
kemungkinan terjadinya penurunan PDR, hal ini sesuai dengan
penelitian (Heriansyah, 2018) semakin banyak kendaraan atau node
pada area simulasi akan menurunkan nilai PDR. Pada skenario A dan
B menggunakan routing protocol AOMDV lebih unggul
dibandingkan dengan skenario C dan D yang memakai routing
protocol DSDV, karena pada routing protocol AOMDV dalam
mecari rute tidak hanya mendapatkan satu rute melainkan banyak
rute alternatif. Apabila rute utama terdapat masalah routing
AOMDV tidak akan membentuk rute baru lagi tapi secara otomatis
akan menggunakan rute alternatif yang sudah ada, sehingga paket
yang diterima pada routing AOMDV lebih banyak dibandingkan
98
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
routing DSDV, yang memiliki hanya satu jalur dan tidak memiliki
alternatif jalur, apabila terjadi masalah pada jalur utama routing
DSDV akan membuat jalur kembali. Hasil ini didukung dengan
penelitian sebelumnya bahwa routing protokol reaktif (AOMDV)
lebih unggul nilai PDRnya dibandingkan proaktif (OLSR) (Anisia &
Munadi, 2016).
Berdasarkan tabel 5.18 dan grafik 5.18 skenario A yang
menggunakan routing protocol AOMDV dan 802.11p lebih besar
rata-rata PDRnya dibandingkan skenario skenario yang lain.
Tabel 5.19 Hasil end to end delay Skenario A, B, C, dan D
Grafik 5.19 Hasil end to end delaySkenario A, B, C, dan D
Berdasarkan tabel 5.19 nilai avarage end to end delay pada
node 30, 90, 150 Skenario B (menggunakan routing protocol
AOMDV dan 802.11) mendapat delay sebesar 313.0572 ms,
414.6416 ms, 480.6628 ms, lebih besar dibandingkan dengan
25,032479,3266
153,0486
368,3462
533,4982
607,9874
2,5872 9,046 17,2518
313,0572
414,6416480,6628
0
100
200
300
400
500
600
700
30 Node 90 Node 150 Node
Avarage End to End Delay(ms)
Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
Avarage end to end delay
Node Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
30 25,0324 368,3462 2,5872 313,0572
90 79,3266 533,4982 9,046 414,6416
150 153,0486 607,9874 17,2518 480,6628
99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Skenario A (menggunakan routing protocol AOMDV dan 802.11p)
mendapatkan delay sebesar 25.0324, 79.326, 153.0486.
Berdasarkan tabel 5.19 nilai avarage end to end delay pada
node 30, 90, 150 Skenario D (menggunakan routing protocol DSDV
dan 802.11) mendapat delay sebesar 368.3462, 533.4982, 607.9874,
lebih besar dibandingkan dengan skenario A (menggunakan routing
protocol DSDV dan 802.11p) mendapatkan delay sebesar 2.5872,
9.046, 17.2518.
Hal ini sesuai dengan landasan teori (Yusuf & Anggoro,
2018) karena pada 802.11 membutuhkan waktu tunggu yang lebih
tinggi pada setiap kendaraan atau node yang akan berkomunikasi
harus melewati proses pemindaian kanal untuk beacon dari BSS
standar yang membutuhkan proses handshake yang lebih lama untuk
autentikasi sebelum pengiriman data terjadi. Sedangkan pada
802.11p memiliki konfigurasi kanal yang memiliki BSSID yang
sama untuk keamanan komunikasi tanpa jeda. Di dalam mode
WAVE, dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan data tanpa
perlu mengontak BSS. Oleh karena itu delay yang dibutuhkan pada
802.11p kecil dibandingkan dengan 802.11. Hasil penelitian ini juga
sesuai dengan penelitian sebelumnya (Yusuf & Anggoro, 2018)
bahwa nilai end to end delay pada 802.11p lebih kecil dibandingkan
dengan 802.11.
Pada grafik 5.19 pada semua skenario menunjukkan
peningkatan delay seiring bertambahnya kendaraan. Peningkatan ini
disebabkan oleh perubahan topologi jaringan yang sangat cepat.
Perubahan topologi sendiri akan menyebabkan waktu tempuh
pengiriman data dari sumber ke tujuan meningkat. Selain itu,
bertambahnya jumlah kendaraan juga mengakibatkan,
bertambahnya jumlah komunikasi di dalam jaringan. Semakin
banyak komunikasi di dalam jaringan maka semakin tinggi
kemungkinan terjadinya peningkatan nilai delay. Hasil ini sesuai
100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan penelitian sebelumnya (Heriansyah, 2018) bahwa setiap
bertambahnya jumlah node di area simulasi akan semakin besar
delaynya.
Berdasarkan grafik 5.19 pada skenario C dan D yang
menggunakan routing protocol DSDV lebih kecil waktu delaynya
dibandingkan dengan skenario A dan B yang menggunakan routing
protocol AOMDV, karena pada routing DSDV apabila ingin
mengirim paket dari source ke reciever tidak perlu mencari jalur lagi
yang membutuhkan waktu lebih lama, karena pada DSDV sudah ada
rute dari source ke receiver pada routing table masing-masing node
yang diupdate ketika terjadi perubahan topologi, sedangkan pada
routing AOMDV harus mencari rute terlebih dahulu dengan cara
node source akan menyebar paket request ke semua node lalu node
receiver memberikan paket reply dan membentuk sebuah rute,
sehingga membutuhkan waktu lebih untuk mengirimkan paket
sehingga waktu delay akan besar. Hasil ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya bahwa routing protokol reaktif (AOMDV) delaynya
relatif lebih besar dibandingkan proaktif (OLSR) (Anisia & Munadi,
2016).
Dari tabel 5.19 dan grafik 5.19 skenario C yang
menggunakan routing protocol DSDV dan 802.11p lebih sedikit
rata-rata delaynya dari Skenario yang lain.
Tabel 5.20 Hasil Routing Overhead Skenario A, B, C, dan D
Routing Overhead
Node Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
30 4529,8 4502,2 755,6 722
90 14784,8 13480,8 3389,8 2866,8
150 23616 22721,6 5539 4527,8
101
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Grafik 5.20 Hasil Routing Overhead Skenario A, B, C, dan D
Berdasarkan tabel 5.20 nilai rata-rata routing overhead pada
node 30, 90, 150 Skenario B (menggunakan routing protocol
AOMDV dan 802.11) routing overheadnya 4802,2, 13480,8,
22721,6, relatif lebih kecil dibandingkan dengan skenario A
(menggunakan routing protocol AOMDV dan 802.11p) routing
overhead sebesar 4529,8, 14784,8, dan 23616.
Berdasarkan tabel 5.20 nilai rata-rata routing overhead pada
node 30, 90, 150 Skenario D (menggunakan routing protocol DSDV
dan 802.11) routing overheadnya 722, 2866,8, dan 4527,8, relatif
lebih kecil apabila dibandingkan dengan skenario C (menggunakan
routing protocol DSDV dan 802.11p) mendapatkan routing
overhead sebesar 755,6, 3389,8, 5539.
Hal ini sesuai dengan landasan teori karena pada 802.11p
menggunakan frekuensi 5,9 GHz (Rahardjo et al., 2017), sedangkan
pada 802.11 menggunakan frekuensi 2,4 Ghz (Iskandar & Hidayat,
2015). Semakin tinggi frekuensi semakin kecil panjang
gelombangnya (Timor, Andre, & Hazmi, 2018), pada 802.11p
menggunakan 5,9 Ghz maka panjang gelombang 802.11p lebih
pendek dibandingkan 802.11 yang mempunyai frekuensi 2,4 Ghz.
Sehingga apabila node source ingin mengirimkan paket ke node
4529,8
14784,8
23616
4502,2
13480,8
22721,6
755,6
3389,85539
7222866,8
4527,8
0
5000
10000
15000
20000
25000
30 Node 90 Node 150 Node
Routing Overhead
Skenario A Skenario B Skenario C Skenario D
102
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
receiver maka apabila memakai 802.11p memerlukan banyak
routing packet yang dikirim karena memerlukan banyak lompatan,
dibandingkan dengan 802.11 yang memiliki panjang gelombang
yang lebih panjang.
Pada grafik 5.20 pada semua skenario menunjukkan
peningkatan routing overhead seiring bertambahnya kendaraan.
Peningkatan ini disebabkan oleh perubahan topologi jaringan yang
sangat cepat. Selain itu, bertambahnya jumlah kendaraan juga
mengakibatkan, bertambahnya jumlah komunikasi di dalam
jaringan. Semakin banyak komunikasi di dalam jaringan maka
semakin tinggi kenaikan routing overhead. Hasil ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya (Rahardjo et al., 2017) bahwa setiap
bertambahnya jumlah node di area simulasi akan semakin banyak
paket routing control yang terkirim sehingga routing overheadnya
akan bertambah seiring bertambahnya node.
Berdasarkan Grafik 5.20 pada skenario C dan D yang
menggunakan routing protocol DSDV lebih kecil nilai routing
overheadnya dibandingkan dengan skenario A dan B yang
menggunakan routing protocol AOMDV, karena pada routing
DSDV apabila ingin mengirim paket dari source ke reciever tidak
perlu mencari jalur lagi, karena pada DSDV sudah ada rute dari
source ke receiver pada routing table masing-masing node yang
diupdate ketika terjadi perubahan topologi, sedangkan pada routing
AOMDV harus mencari rute terlebih dahulu dengan cara node
source akan menyebar paket request ke semua node lalu node
receiver memberikan paket reply dan membentuk sebuah rute,
sehingga membutuhkan waktu lebih untuk mengirimkan paket dan
lebih banyak mengirimkan packet routing dibandingkan dengan
DSDV. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
routing protocol DSDV memiliki nilai routing overhead yang
103
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rendah dibandingkan dengan routing protocol AOMDV
(Fatkhurrozi, Widasari, & Bhawiyuga, 2018).
Dari tabel 5.20 dan grafik 5.20 skenario D yang
menggunakan routing protocol DSDV dan 802.11p lebih sedikit
rata-rata routing overheadnya dibandingkan skenario-skenario yang
lain.
Tabel 5.21 Hasil Throughput, Packet Delivery Ratio, End To End
Delay, dan Routing Overhead Skenario A, B, C, dan D
QoS
SKENARIO
A B C D
30 90 150 30 90 150 30 90 150 30 90 150
Throu
ghput
(kbps)
743
,98
464,
58
326
,19
497
,84
307,
004
196,
70
902
,41
604
,70
507
,33
604
,30
329
,47
192
,31
PDR
(%)
59,
97
38,5
1
26,
63
38,
80
28,6
6
17,3
1
55,
66
32,
48
22,
29
37,
91
26,
51
11,
277
End
to end
delay
(ms)
25,
03
79,3
3
153
,05
368
,35
533,
49
607,
99
2,5
9
9,0
5
17,
25
313
,06
414
,64
480
,66
Routi
ng
Overh
ead
452
9,8
147
84,8
236
16
450
2,2
134
80,8
227
21,6
755
,6
338
9,8
553
9 722
286
6,8
452
7,8
Berdasarkan Tabel 5.21 masing-masing parameter quality of
service pada semua skenario mengalami penurunan. Parameter
throughput dan PDR setiap terjadinya penambahan jumlah node
atau jumlah kendaraan pada area simulasi, maka nilainya akan
menurun, yang di mana pada parameter tersebut apabila semakin
kecil nilainya maka akan semakin buruk kualitasnya. Dan juga pada
parameter end to end delay dan routing overhead setiap terjadinya
penambahan jumlah node atau jumlah kendaraan maka nilainya
akan naik, yang di mana pada parameter tersebut apabila semakin
besar nilainya maka akan semakin buruk.
Hal tersebut terjadi karena semakin banyak kendaraan yang
berpartisipasi dalam ruang gerak simulasi maka semakin cepat
104
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
topologi jaringan berubah. Topologi dinamis yang dimiliki oleh
VANET sendiri dapat menyebabkan penurunan nilai throughput.
Selain itu, perubahan topologi jaringan yang sangat cepat dapat
menurunkan efisiensi kerja dari protokol perutean seperti protokol
AOMDV yang harus mencari rute ketika ada permintaan perutean
atau protokol DSDV yang harus memutakhirkan tabel peruteannya
ketika ada perubahan informasi rute.
Berdasarkan Tabel 5.21 skenario C dan D yang
menggunakan routing protocol DSDV lebih kecil waktu delaynya
dan routing overheadnya, namun lebih besar nilai throughputnya
dibandingkan dengan skenario A dan B yang menggunakan routing
protocol AOMDV, karena pada routing DSDV apabila ingin
mengirim paket dari source ke reciever tidak perlu mencari jalur lagi
yang membutuhkan waktu lebih lama, karena pada DSDV sudah ada
rute dari source ke receiver pada routing table masing-masing node
yang diupdate ketika terjadi perubahan topologi, sedangkan pada
routing AOMDV harus mencari rute terlebih dahulu dengan cara
node source akan menyebar paket request ke semua node lalu node
receiver memberikan paket reply dan membentuk sebuah rute,
sehingga membutuhkan waktu lebih untuk mengirimkan paket
sehingga waktu delay akan besar. Namun keuntungannya pada
routing protocol AOMDV apabila rute utama terputus, maka
AOMDV akan menggunakan rute alternatif dan tidak perlu mencari
rute baru, sehingga nilai PDR pada routing AOMDV lebih besar
dibandingkan routing DSDV.
Berdasarkan Tabel 5.21 skenario yang menggunakan
standar IEEE 802.11p (Skenario A dan C) lebih besar nilai packet
delivery ratio dan throughputnya, namun lebih kecil nilai delaynya
dibandingkan dengan skenario B dan C yang menggunakan standar
IEEE 802.11. Karena pada 802.11 membutuhkan waktu tunggu
yang lebih tinggi pada setiap kendaraan atau node yang akan
105
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berkomunikasi harus melewati proses pemindaian kanal untuk
beacon dari BSS standar yang membutuhkan proses handshake yang
lebih lama untuk autentikasi sebelum pengiriman data terjadi.
Sedangkan pada 802.11p memiliki konfigurasi kanal yang memiliki
BSSID yang sama untuk keamanan komunikasi tanpa jeda. Di dalam
mode WAVE, dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan data
tanpa perlu mengontak BSS. Lalu pada 802.11p menggunakan
frekuensi 5,9 Ghz dan kecepatan transmisi datanya 6-27 Mbps,
sedangkan 802.11 menggunakan 2,4 Ghz dan kecepatan transmisi
datanya maximal 2 Mbps.
106
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Pada simulasi yang telah dilakukan memperoleh hasil bahwa
masing-masing parameter quality of service pada semua skenario
mengalami penurunan kualitas setiap terjadinya penambahan jumlah node
atau jumlah kendaraan pada area simulasi. Hal tersebut terjadi karena
semakin banyak kendaraan yang berpartisipasi dalam ruang gerak simulasi
maka semakin cepat topologi jaringan berubah. Topologi dinamis yang
dimiliki oleh VANET sendiri dapat menyebabkan penurunan nilai dari
parameter quality of service.
Hasil penelitian yang telah dilakukan juga membuktikan skenario
yang menggunakan routing protocol AOMDV lebih baik pada parameter
PDR (packet delivery ratio), karena AOMDV mempunyai jalur cadangan
untuk pengiriman paket. Sedangkan skenario yang menggunakan routing
protocol DSDV lebih baik pada parameter throughput, avarage end to end
delay dan routing overhead, karena DSDV merupakan routing proaktif
yaitu akan mengupdate routing table setiap terjadi perubahan topologi.
Kemudian, standar IEEE mempengaruhi parameter quality of
service. Pada hasil penelitian skenario yang menggunakan 802.11p
(skenario A dan C) lebih unggul pada parameter (packet delivery ratio,
throughput, dan avarage end to end delay) dibandingkan skenario B dan D
yang menggunakan dengan 802.11. Karena frekuensi dan kecepatan
transmisi data pada 802.11p 5,9 Ghz dan 6-27 Mbps, sedangkan 802.11 2,4
Ghz dan 2 Mbps. Sehingga standar IEEE 802.11p lebih cocok pada jaringan
VANET dibandingkan dengan 802.11.
107
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil simulasi dari studi ini untuk
pengembangan simulasi ke depannya dilakukan penambahan model transmisi
selain TwoRay-Ground, dilakukan variasi kecepatan pada node, vehicle yang
digunakan tidak hanya mobil saja, diperlukan penyempurnaan sistem lampu
lalu lintas agar lebih realistis, pengujian penambahan malicious node, dan
penambahan parameter quality of services selain yang telah digunakan.
108
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Afdhal, A.-. (2015). Pemodelan dan Simulasi VANETs Menggunakan Federated
Mobility Model; Sebuah Artikel Tinjauan. Jurnal Rekayasa Elektrika, 11(2).
https://doi.org/10.17529/jre.v11i2.2242
Anisia, R., & Munadi. (2016). Analisis Performansi Routing Protocol Olsr Dan
Aomdv Pada Vehicular Ad Hoc Network ( Vanet ). Jurusan Teknik
Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro Universitas Telkom, (1).
https://doi.org/10.1039/c1py00478f
Anthoni, J., & Mahyastuty, V. W. (2014). Evaluasi Kinerja Zone Routing Protocol
Pada Mobile Ad-Hoc Network. Jurnal Elektro, 7(1), 1–14.
Auparay, E., Anggoro, R., & Ijtihadie, R. (2017). Performance Study of Wireless
Access in Vehicular Environment 802 . 11p in Ad-Hoc on Demand Distance
Vector Routing ( AODV ) with Propagation Models Nakagami and Two Ray
Ground. 1–4.
Aziza, R. N., Siswipraptini, P. C., & Cahyaningtyas, R. (2017). Protokol Routing
pada VANET : Taksonomi dan Analisis Perbandingan. Fifo, IX(2), 98–109.
Dini. (2015). NIC (Network Interface Card) – Pengertian, Jenis, Fungsi, dan
Manfaatnya. Retrieved December 18, 2018, from
https://dosenit.com/jaringan-komputer/hardware-jaringan/
Fahri, M., Fiade, A., & Suseno, H. B. (2018). Simulasi Jaringan Virtual Local Area
Network (Vlan) Menggunakan Pox Controller. Jurnal Teknik Informatika,
10(1), 1–6. https://doi.org/10.15408/jti.v10i1.6821
Fatkhurrahman, M. A., Syafei, W. A., & Darjat, D. (2017). Perancangan Prototipe
Sistem Gerbang Tol Cerdas Berbasis Rfid Dan Notifikasi Pembayaran Via
Social Messenger. Transient, 6(4), 690–697. Retrieved from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/transient/article/view/18887
Fatkhurrozi, Widasari, E. R., & Bhawiyuga, A. (2018). Analisis Perbandingan
Kinerja Protokol AOMDV , DSDV , Dan ZRP Sebagai Protokol Routing Pada
Mobile Ad-Hoc Network ( MANET ). Jurnal Pengembangan Teknologi
Informasi Dan Ilmu Komputer (J-PTIIK) Universitas Brawijaya, 2(10), 3671–
109
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3680.
Febrian, S., Syamsu, M., & Rachman, S. (2018). PERBANDINGAN KINERJA
PROTOKOL ROUTING DSDV , DSR DAN AODV PADA JARINGAN
MOBILE AD HOC DENGAN MENGGUNAKAN NS-2. 5(2), 133–141.
Forda, G., & Septana, H. D. (2014). Analisis Performansi Voice Over Internet
Protocol ( Voip ) Berbasis Session Initiation Protocol ( Sip ) Pada Jaringan
Wireless Lan Ieee 802 . 11 Universitas Lampung. Elektro, Fakultas Teknik
Lampung, Bandar, 85–96.
Heriansyah. (2018). Analisa Hasil Implementasi Standard Wi-Fi Direct pada
Komunikasi Jaringan Ad-Hoc antar Kendaraan di Wilayah Bandung. 12(1).
Iskandar, I., & Hidayat, A. (2015). Analisa Quality of Service (QoS) Jaringan
Internet Kampus (Studi Kasus: UIN Suska Riau). Jurnal CoreIT, 1(2), 2460–
2738.
Jana, Saikat. Singha, Jayashree. Singha, S. (2016). A Simulation based Performance
Analysis of Proactive, Reactive and Hybrid Routing Protocol.
https://doi.org/10.1109/ICCECE.2016.8009591
Komputer, W. (2014). Konsep & Implementasi Jaringan dengan Linux Ubuntu (1st
ed.; A. Sahala, Ed.). Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Kusuma, B. S., Risqiwati, D., & Akbi, D. R. (2017). Analisis Perbandingan
Performansi Protokol Ad Hoc On- Demand Distance Vector dan Zone Routing
Protocol Pada Mobile Ad Hoc Network. Juni, 2(3), 165–174.
https://doi.org/10.22219/kinetik.v2i3.91
MADCOMS. (2015). Membangun Sendiri Sistem Jaringan Komputer (1st ed.).
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET.
Meraihi, Y., Acheli, D., & Ramdane-Cherif, A. (2017). QoS performance
evaluation of AODV and DSR routing protocols in city VANET scenarios.
2017 5th International Conference on Electrical Engineering - Boumerdes,
ICEE-B 2017, 2017–Janua, 1–6. https://doi.org/10.1109/ICEE-
B.2017.8192163
Nauval, M., Muhamad, S., & Rachman, A. S. (2018). ANALISIS PERBANDINGAN
KINERJA PROTOKOL ROUTING REAKTIF DAN PROAKTIF PADA
110
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
MOBILE AD HOC NETWORK ( MANET ) UNTUK SISTEM KOMUNIKASI
TAKTIS KAPAL PERANG.
Nugroho, B., Setiawan, N. A., Teknik, F., & Mada, U. G. (2015). Analisis kinerja
protokol reaktif pada jaringan manet dalam simulasi jaringan menggunakan
network simulator dan tracegraph.
Perhubungan, M. (2015). Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor PM 111 Tahun 2015.
Prabhakar D. Dorgea, Dr. Sanjay S. Dorleb, D. A. G. K. (2018). Performance
Analysis of Vehicular Ad hoc Network with Reactive and Proactive Routing
Protocols. Journal of Communications, 13(5), 218–224.
https://doi.org/10.12720/jcm.13.5.218-224
Pradana, P. D., Negara, R. M., & Dewanta, F. (2017). Evaluasi Performansi
Protokol Routing DSR Dan AODV Pada Simulasi Jaringan Vehicular Ad-Hoc
Network ( Vanet ) Untuk Keselamatan Transportasi Dengan Studi Kasus
Mobil Perkotaan. Prodi S1 Teknik Telekomunikasi Fakultas Teknik Elektro
Universitas Telkom Bandung, 4(2), 1996–2004. Retrieved from
https://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/home/catalog/id/135721/slug/evalu
asi-performansi-protokol-routing-dsr-dan-aodv-pada-simulasi-jaringan-
vehicular-ad-hoc-network-vanet-untuk-keselamatan-transportasi-dengan-
studi-kasus-mobil-perkotaan.html
Prakaulya, V., Pareek, N., & Singh, U. (2017). Network performance in IEEE
802.11 and IEEE 802.11p cluster based on VANET. Proceedings of the
International Conference on Electronics, Communication and Aerospace
Technology, ICECA 2017, 2017–Janua, 495–499.
https://doi.org/10.1109/ICECA.2017.8212713
Puspitasari, R. (2017). KERANGKA PEMIKIRAN DALAM PENELITIAN. (6), 67–
72.
Rahardjo, I. A., Anggoro, R., & Arunanto, F. . (2017). Studi Kinerja 802.11P pada
Protokol Ad Hoc On-Demand Distance Vector (AODV) di Lingkungan
Vehicular Ad Hoc Network (VANET) Menggunakan Network Simulator 2
(NS-2). Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut
111
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), 6(1), 1–6.
Rahman, A., Yuridka, F., & Sari, M. (2015). PELATIHAN KOMPUTER
PROGRAM MICROSOFT EXCEL 2013 PADA SMAN 12
BANJARMASIN. Al-Ikhlas, 1, 3.
Rauf, S., Runtulalo, D., & Ode, C. R. (2018). Analisis tata guna lahan berbasis gis
menggunakan citra landsat 8 di kabupaten enrekang.
Rayanti, D. (2017). wuzz bayar tol lebih cepat pakai obu. Retrieved December 18,
2018, from https://oto.detik.com/mobil/d-3651165/wuzz-bayar-tol-lebih-
cepat-pakai-obu
Setijadi, E., Purnama, I. K. E., & Purnomo, M. H. (2018). Analisis Kinerja Protokol
Routing Reaktif dan Proaktif pada MANET Menggunakan NS2. 7(2), 138–143.
Siregar, K. (2016). Simulasi dan Pemodelan: Aplikasi Untuk Keteknikan Pertanian
(1st ed.). Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=h8hEDwAAQBAJ&dq=simulasi+adala
h&hl=id&source=gbs_navlinks_s
Sofana, I. (2013). Membangun Jaringan Komputer. Bandung: Informatika
Bandung.
Susana, R., Ichwan, M., & Phard, S. A. L. (2016). Penerapan Metoda Serial
Peripheral Interface ( SPI ) pada Rancang Bangun Data Logger berbasis SD
card. 4(2), 208–228.
Syamsu, S. (2013). Jaringan Komputer (1st ed.; E. Risanto, Ed.). Yogyakarta: CV
ANDI OFFSET.
Tampubolon, T. (2017). Jumlah Kendaran Tak Sebanding Jalan, Kota Tangerang
Makin Macet.
Timor, A. R., Andre, H., & Hazmi, A. (2018). Analisis Gelombang
Elektromagnetik dan Seismik yang Ditimbulkan oleh Gejala Gempa. Jurnal
Nasional Teknik Elektro, 5(3), 315.
https://doi.org/10.25077/jnte.v5n3.297.2016
Wijaya, C., & Putra, A. P. P. (2017). Pembangunan Aplikasi Sharing Internet
Menggunakan Karakteristik Mesh Network Pada Ponsel Cerdas Berbasis
Android. Jurnal Ilmiah Teknologi Informasi Terapan, 3(3), 183–191.
112
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wulandari, R. (2016). ANALISIS QoS (QUALITY OF SERVICE) PADA
JARINGAN INTERNET (STUDI KASUS : UPT LOKA UJI TEKNIK
PENAMBANGAN JAMPANG KULON – LIPI). Jurnal Teknik Informatika
Dan Sistem Informasi, 2(2), 162–172. https://doi.org/10.28932/jutisi.v2i2.454
Yovi, M. (2015). pengertian router fungsi router dan cara kerja router. Retrieved
December 18, 2018, from http://woocara.blogspot.com/2015/05/pengertian-
router-fungsi-router-dan-cara-kerja-router.html
Yusuf, M., & Anggoro, R. (2018). Analisis perbandingan wireless network
standard 802 . 11a dan 802 . 11p berdasarkan protokol dynamic source
routing di lingkungan vehicular ad hoc networks. 3(2), 75–82.
113
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 AWK Script
a. Script awk PDR dan Throughput.
#!/bin/awk -f
{
event = $1
time = 0 + $2 # Make sure that "time" has a numeric type.
node_id = $3
pkt_size = 0 + $8
level = $4
if (level == "AGT" && event == "s" && $7 == "cbr") {
sent++
if (!startTime || (time < startTime)) {
startTime = time
}
}
if (level == "AGT" && event == "r" && $7 == "cbr") {
receive++
if (time > stopTime) {
stopTime = time
}
recvdSize += pkt_size
}
}
END {
printf("start Time = %f, stopTime = %f\n", startTime, stopTime)
printf("sent_packets\t %d\n",sent)
printf("received_packets %d\n",receive)
printf("PDR %.2f%%\n",(receive/sent)*100);
114
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
printf("Average Throughput[kbps] = %.2f\tStartTime=%.2f\tStopTime =
%.2f\n", (recvdSize/(stopTime-startTime))*(8/1000),startTime,stopTime);
}
b. Script awk end to end delay.
BEGIN {
seqno = -1;
# droppedPackets = 0;
# receivedPackets = 0;
count = 0;
}
{
if($4 == "AGT" && $1 == "s" && seqno < $6) {
seqno = $6;
}
# else if(($4 == "AGT") && ($1 == "r")) {
# receivedPackets++;
# } else if ($1 == "D" && $7 == "tcp" && $8 > 512){
# droppedPackets++;
# }
#end-to-end delay
if($4 == "AGT" && $1 == "s") {
start_time[$6] = $2;
} else if(($7 == "cbr") && ($1 == "r")) {
end_time[$6] = $2;
} else if($1 == "D" && $7 == "cbr") {
end_time[$6] = -1;
115
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
}
}
END {
for(i=0; i<=seqno; i++) {
if(end_time[i] > 0) {
delay[i] = end_time[i] - start_time[i];
count++;
}
else
{
delay[i] = -1;
}
}
for(i=0; i<=seqno; i++) {
if(delay[i] > 0) {
n_to_n_delay = n_to_n_delay + delay[i];
}
}
n_to_n_delay = n_to_n_delay/count;
print "\n";
# print "GeneratedPackets = " seqno+1;
# print "ReceivedPackets = " receivedPackets;
# print "Packet Delivery Ratio = " receivedPackets/(seqno+1)*100
#"%";
# print "Total Dropped Packets = " droppedPackets;
print "Average End-to-End Delay = " n_to_n_delay * 1000 " ms";
print "\n";
}
116
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Script awk routing overhead.
BEGIN{
recvd = 0;#################### to calculate total number of data
packets received
rt_pkts = 0;################## to calculate total number of routing
packets received
}
{
##### Check if it is a data packet
if (( $1 == "r") && ( $7 == "cbr" || $7 =="tcp" ) && ( $4=="AGT" ))
recvd++;
##### Check if it is a routing packet
if (($1 == "s" || $1 == "f") && $4 == "RTR" && ($7 =="AOMDV" || $7
=="message" || $7 =="DSR" || $7 =="OLSR")) rt_pkts++;
}
END{
printf("#####################################################
#############################\n");
printf("\n");
printf(" Routing Overhead = %.2f\n", rt_pkts);
printf("\n");
printf(" Normalized Routing Load = %.2f\n", rt_pkts/recvd);
printf("\n");
printf("\n");
printf("#####################################################
#############################\n");
}
117
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2 Potongan Script TR
M 0.00000 0 (414.18, 381.66, 0.00), (414.18, 381.66), 0.00
M 0.10000 0 (414.18, 381.66, 0.00), (414.18, 381.68), 0.25
M 0.20000 0 (414.18, 381.68, 0.00), (414.18, 381.73), 0.49
M 0.30000 0 (414.18, 381.73, 0.00), (414.19, 381.81), 0.75
M 0.40000 0 (414.19, 381.80, 0.00), (414.19, 381.91), 0.98
M 0.50000 0 (414.19, 381.90, 0.00), (414.19, 382.03), 1.21
M 0.50000 1 (5.07, 375.65, 0.00), (5.07, 375.65), 0.00
M 0.60000 0 (414.19, 382.02, 0.00), (414.19, 382.17), 1.46
M 0.60000 1 (5.07, 375.65, 0.00), (5.09, 375.65), 0.25
M 0.70000 0 (414.19, 382.17, 0.00), (414.20, 382.34), 1.70
M 0.70000 1 (5.09, 375.65, 0.00), (5.14, 375.65), 0.50
M 0.80000 0 (414.20, 382.34, 0.00), (414.20, 382.53), 1.89
M 0.80000 1 (5.14, 375.65, 0.00), (5.22, 375.65), 0.76
M 0.90000 0 (414.20, 382.53, 0.00), (414.20, 382.74), 2.08
M 0.90000 1 (5.22, 375.65, 0.00), (5.32, 375.65), 0.99
M 1.00000 0 (414.20, 382.74, 0.00), (414.21, 382.97), 2.28
M 1.00000 1 (5.31, 375.65, 0.00), (5.44, 375.64), 1.22
M 1.00000 2 (677.85, 425.92, 0.00), (677.85, 425.92), 0.00
M 1.10000 0 (414.21, 382.96, 0.00), (414.21, 383.22), 2.51
M 1.10000 1 (5.44, 375.64, 0.00), (5.59, 375.64), 1.47
M 1.10000 2 (677.85, 425.92, 0.00), (677.83, 425.92), 0.25
M 1.20000 0 (414.21, 383.21, 0.00), (414.22, 383.49), 2.73
M 1.20000 1 (5.58, 375.64, 0.00), (5.75, 375.64), 1.67
M 1.20000 2 (677.83, 425.92, 0.00), (677.77, 425.92), 0.51
M 1.30000 0 (414.22, 383.49, 0.00), (414.22, 383.79), 2.92
M 1.30000 1 (5.75, 375.64, 0.00), (5.94, 375.63), 1.90
M 1.30000 2 (677.78, 425.92, 0.00), (677.70, 425.93), 0.74
118
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Potongan Script Activity.tcl
$ns_ at 0.0 "$g(0) start"; # SUMO-ID: 0
$ns_ at 37.1 "$g(0) stop"; # SUMO-ID: 0
$ns_ at 0.5 "$g(1) start"; # SUMO-ID: 1
$ns_ at 74.8 "$g(1) stop"; # SUMO-ID: 1
$ns_ at 5.0 "$g(10) start"; # SUMO-ID: 10
$ns_ at 71.1 "$g(10) stop"; # SUMO-ID: 10
$ns_ at 5.6 "$g(11) start"; # SUMO-ID: 11
$ns_ at 65.8 "$g(11) stop"; # SUMO-ID: 11
$ns_ at 6.0 "$g(12) start"; # SUMO-ID: 12
$ns_ at 55.6 "$g(12) stop"; # SUMO-ID: 12
$ns_ at 8.3 "$g(16) start"; # SUMO-ID: 13
$ns_ at 67.3 "$g(16) stop"; # SUMO-ID: 13
$ns_ at 7.0 "$g(13) start"; # SUMO-ID: 14
$ns_ at 74.4 "$g(13) stop"; # SUMO-ID: 14
$ns_ at 7.5 "$g(14) start"; # SUMO-ID: 15
$ns_ at 92.9 "$g(14) stop"; # SUMO-ID: 15
$ns_ at 8.0 "$g(15) start"; # SUMO-ID: 16
$ns_ at 77.7 "$g(15) stop"; # SUMO-ID: 16
$ns_ at 9.6 "$g(17) start"; # SUMO-ID: 17
$ns_ at 21.0 "$g(17) stop"; # SUMO-ID: 17
$ns_ at 10.6 "$g(20) start"; # SUMO-ID: 18
$ns_ at 61.2 "$g(20) stop"; # SUMO-ID: 18
$ns_ at 13.2 "$g(26) start"; # SUMO-ID: 19
$ns_ at 67.5 "$g(26) stop"; # SUMO-ID: 19
$ns_ at 1.0 "$g(2) start"; # SUMO-ID: 2
$ns_ at 57.3 "$g(2) stop"; # SUMO-ID: 2
$ns_ at 10.0 "$g(18) start"; # SUMO-ID: 20
$ns_ at 68.9 "$g(18) stop"; # SUMO-ID: 20
$ns_ at 10.5 "$g(19) start"; # SUMO-ID: 21
Top Related