ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh :
RISMA AMELIA
H14080062
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN
RISMA AMELIA Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI).
Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan
terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang
dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan
merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak
dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program
pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi
jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat
pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut
serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,
2001).
Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan
kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian
dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan
dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth,
pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan
pertumbuhan, mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan
sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi
pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi
kemiskinan
Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih
menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Ini
terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi yaitu diatas 20 persen
dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan
rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011,
Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen,
dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan
Maluku.
Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan
kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua, menganalisis faktor –faktor
yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder penggabungan data time
series tujuh tahun tahun 2004-2010 dan cross section 15 kabupaten/kota yang ada
di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dianalisis dalam model regresi data panel
dengan metode Pooled Least Square, dan alat analisis yang digunakan adalah
Eviews 6 dan Ms. Excel.
Dalam hasil analisis deskriptif ditunjukan bahwa perekonomian di NTT
didominasi oleh sektor pertanian karena sebagian besar penduduk NTT bekerja
disektor peratanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga
berlaku sebesar 35 persen. Kabupaten termiskin yang ada di NTT yaitu Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS) Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor
Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah Kabupaten TTS memiliki
curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan
tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 Persen) masih memegang peranan penting
karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari
pertanian (80 Persen). Angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terendah
berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena kabupaten ini belum banyak
memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi, sehingga masyarakat
lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut, yang akan berdampak terhadap
penurunan kualitas pembangunan manusia.
Hasil penelitian dengan menggunakan metode regresi data panel
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan adalah
pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, tingkat
pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup. Sebanyak
lima variabel tersebut terdapat satu variabel yang sesuai dengan hipotesis awal
namun tidak signifikan yaitu tingkat pengangguran terbuka karena lapangan
pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor
pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak
dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan
tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang
relatif kecil.
Dari hasil analisis panel data, menyebutkan bahwa variabel jumlah
penduduk memiliki pengaruh positif dan elastisitas terbesar terhadap tingkat
kemiskinan, sehingga perlu upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan
menggiatkan program Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk. Variabel angka harapan hidup memiliki pengaruh negatif
terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu adanya upaya menyediakan fasilitas
kesehatan yang lebih memadai untuk masyarakat. Selanjutnya, variabel jumlah
penduduk yang lulus pendidikan SMP memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat
kemiskinan, maka dari itu kebijakan program pemerintah terhadap pendidikan
wajib belajar Sembilan tahun harus dapat dinikmati oleh setiap penduduk yang
ada di seluruh kabupaten di Provinsi NTT, yang akan berdampak terhadap
penurunan tingkat kemiskinan. Vaiabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh
negatif terhadap tingkat kemisikinan, laju pertumbuhan daerah dapat di dorong
dengan melakukan investasi daerah masing-masing. Untuk meningkatkan
investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui
perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas
tersebut
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena
hanya melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang
lulus pendidikan SMP, jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan
hidup. Oleh karena itu perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam
dengan data investasi dan kondisi infrastruktur wilayah sebagai variabel yang
memengaruhi kemiskinan dan metode lebih lengkap sehingga dapat melengkapi
hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk kebijakan
penurunan tingkat kemiskinan.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh :
RISMA AMELIA
H14080062
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama : Risma Amelia
Nomor Registrasi Pokok : H14080062
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Wiwiek Rindayati
NIP. 1962 0816 198701 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dedi Budiman Hakim Ph.D
NIP. 1964 1022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 11 Mei 2012
Risma Amelia
H14080062
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Risma Amelia lahir pada tanggal 01 Januari 1990 di
Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda
Cecep Yahya dan Fitri Yana Sari. Jenjang pendidikan penulis dilalui dari TK
Pangudi Luhur Jakarta, SDN 01 Ciputat dan SLTP N 86 Jakarta, lulus pada tahun
2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 46 Jakarta Selatan dan
lulus pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studinya ke jenjang perguruan
tinggi setelah menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Penulis mendapatkan beasiswa Karya Salemba Empat selama satu
periode tahun 2011-2012. Selama penulis menjalani studi, penulis aktif
dibeberapa kepanitiaan baik pada tingkat kampus maupun fakultas.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan
rahin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini
adalah “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi
Nusa Tenggara Timur”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan
doa dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Mama dan Bapak yang telah memberikan semangat, dukungan, perhatian,
kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis selama ini.
2. Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku Pembimbing Skripsi, yang telah
memberikan perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun
secara teknis serta memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses
penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
3. Ibu Dr. Yeti Lis Purnama Dewi selaku dosen penguji utama atas saran,
kritik, dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses
perbaikan skripsi ini.
4. Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, MSi selaku penguji atas saran, kritik, dan
masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan
penulisan skripsi ini.
5. Keluarga tercinta: Kakek ( Sofyan ), Nenek ( Cut Afifah ), dan Adik (
Rendika dan Hanna Aisyah Reza) yang telah memberikan kasih sayang,
perhatian, dukungan serta doanya yang tiada henti.
6. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah
memberikan pembelajaran dalam disiplin ilmu yang bermanfaat bagi
kemajuan belajar saya.
7. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar
membantu segala proses administrasi terkait.
8. M.Januar Syahroni,SE beserta keluarga atas semangat dan dukungannya.
9. Teman-teman satu bimbingan Laelati, Fajar, Asep dan Sinta atas semangat
dan dukungannya.
10. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 ( Ayu, muti, yuni, chae, diah ) serta
teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu yang
telah memberi banyak kenangan dan bantuan selama ini.
11. Yayasan Karya Salemba Empat sebagai pemberi beasiswa selama dua
periode yang telah membantu dalam memenuhi kebutuhan materi dalam
penelitian ini..
12. Semua pihak yang telah membantu penyelesain skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini msaih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan
pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak lain yang berkaitan.
Bogor, 11 Mei 2012
Risma Amelia
H14080062
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 8
2.1 Definisi Kemiskinan ................................................................................. 8
2.2 Ukuran-ukuran Kemiskinan ...................................................................... 9
2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan......................................................... 11
2.4 Faktor Yang Memengaruhi Kemiskinan ................................................. 13
2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi .................................................................. 14
2.4.2 Pendidikan ………………………………………………………....16
2.4.3 Pengangguran ....…………………………………………………...17
2.4.4 Kependudukan …………………………………………………..…20
2.4.5 Kesehatan ……………………………………………………….....21
2.5 Penelitian Terdahulu…………………………………………...…………22
2.6 Kerangka Pemikiran…………………...………………………………….25
2.7 Hipotesis Penelitian ................................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 28
3.1 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 28
3.2 Metode Analisis ...................................................................................... 28
3.2.1 Analisis Deskriptif ......................................................................... 29
3.2.2 Analisis Panel Data………………………………………………....29
3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data....................................... 32
3.2.3.1 Uji Chow Test……………………………………………33
3.2.3.2 Uji Hausmant Test……………………………………….34
3.2.4 Evaluasi Model………………………………………………..……35
3.2.4.1 Multikolinearitas…………………………………………35
3.2.4.2 Autokorelasi…………………………………………...…35
3.2.4.3 Heteroskedasitas………………………………………….36
3.2.4.4 Normalitas………………………………………………..36
3.3 Model Umum Penelitian…………….…………………………………..36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 38
4.1 Gambaran Umum .................................................................................. 38
4.1.1 Keadaan Geografis di NTT…………...………...……………...….38
4.1.2 Kemiskinan………………………………………….……….……39
4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi…………………...…………….……….…41
4.1.4 Jumlah Penduduk………………………….……….………………44
4.1.5 Pendidikan Tamat SMP……………………………………………46
4.1.6 Tingkat Pengangguran terbuka…………………..………….....….47
4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan…………………………….………49
4.1.8 Angka Harapan Hidup………….…………………………………51
4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia………………..…………..52
4.2 Uji Kesesuaian Model……….…………..……………………………….53
4.3 Uji Pelanggaran Asumsi…………...…………...…………………………54
4.4 Evaluasi Model…………..……………………………………………..…57
4.5 Interpretasi Model………….……………………...………………………59
4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi…………………………………………..…59
4.5.2 Jumlah Penduduk Tamatan SMP ………………………………….60
4.5.3 Pengangguran Terbuka ………………………………………….…61
4.5.4 Jumlah Penduduk…………………………………………………..62
4.5.5 Angka Harapan Hidup …………………………………………….63
V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 65
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 65
5.2 Saran ....................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 68
LAMPIRAN ...................................................................................................... 71
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1 Persentse Tingkat Kemiskinan Di Indonesia 30 Provinsi ........................... 3
1.2 Penduduk NTT Usia 15 keatas Menurut kegiatan 2010-2011 ..................... 6
1.3 Persentase Penduduk Usia 15 keatas Yang Bekerja Menurut Pendidikan
Yang Ditamatkan ....................................................................................... 6
3.1 Kerangka Identifiaksi Autokorelasi ......................................................... 35
4.1 Persentase Jumlah Penduduk Miskin NTT 2004-2010 ............................. 40
4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 ................ 42
4.3 Distribusi Persentase PDRB NTT………………...………………………44
4.4 Jumlah Penduduk Kabupaten/kota NTT 2004-2010 ................................. 45
4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Lulus SMP .......... 46
4.6 Persentase TPT Kabupaten/Kota NTT 2004-2010 .................................. 49
4.7 Indikator Kesehatan NTT 2007-2010....................................................... 50
4.8 Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010 ........................................ 51
4.9 IPM Terendah dan Tertinggi di NTT ....................................................... 53
4.10 Ui Kesesuain Model ……………………………..……………………. 54
4.11 Uji Multikolinearitas .............................................................................. 55
4.12 Hasil Estimasi Melalui Model Pooled Least Square…………….…….…57
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan ................................................................... 12
2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 26
3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Model Panel Data .............................. 32
4.1 Uji Heteroskedasitas ................................................................................ 56
4.2 Uji Kenormalan ....................................................................................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Hasil Pengujian Pemilihan Model Terbaik ................................................ 71
2 Hasil Pengujian Pooled Least Square ........................................................ 72
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan
terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang
dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan
merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak
dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program
pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi
jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan
yang kompleks dan multidimensional. Upaya pengentasan dan pengurangan
kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif, mencakup seluruh aspek
kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan terjadi karena
kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat
masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau
menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,2001).
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan didalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009.
Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan
salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah
merumuskan prioritas pembangunan nasional 2004-2009 adalah penanggulangan
kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi,
dan memenuhi hak-han dasar masyarakat miskin.
2
Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan
kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian
dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan
dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth,
pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan
pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua,
menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga,
merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk
mengurangi kemiskinan
Sejak digiatkan kembali program-program pengentasan kemiskinan
tersebut, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya.
Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta
orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010
sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun
sebesar 1 juta orang (BPS 2012).
Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih
menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Masih
tingginya angka kemiskinan disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, membuat
provinsi ini terus dilanda permasalahan kemiskinan. Tabel 1.1 menunjukan
tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan rata-
rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011,
Provinsi NTT memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT
menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku.
3
Tabel 1.1
Persentase Tingkat Kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi) 2007-2011 (%)
No Provinsi 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-Rata
1 NAD 26,65 23,53 19,57 20,98 19,57 22,06
2 Sumatera Utara 13,90 12,55 11,33 11,31 11,33 12,08
3 Sumatera Barat 11,90 10,67 9,04 9,50 9,04 10,03
4 Riau 11,20 10,63 8,47 8,65 8,47 9,48
5 Jambi 10,27 9,32 8,65 8,34 8,65 9,04
6 Sumatera Selatan 19,15 17,73 14,24 15,47 14,24 16,16
7 Bengkulu 22,13 20,64 17,50 18,30 17,50 19,21
8 Lampung 22,19 20,98 16,93 18,94 16,93 19,19
9 Kep. Bangka Belitung 9,54 8,58 5,75 6,51 5,75 7,23
10 DKI Jakarta 4,61 4,29 3,75 3,48 3,75 3,97
11 Jawa Barat 13,55 13,01 10,65 11,27 10,65 11,82
12 Jawa Tengah 20,43 19,23 15,76 16,56 15,76 17,54
13 D.I.Yogyakarta 18,99 18,32 16,08 16,83 16,08 17,26
14 Jawa Timur 19,98 18,51 14,23 15,26 14,23 16,44
15 Banten 9,07 8,15 6,32 7,16 6,32 7,40
16 Bali 6,63 6,17 4,20 4,88 4,20 5,21
17 Nusa Tenggara Barat 24,99 23,81 19,73 21,55 19,73 21,96
18 Nusa Tenggara Timur 27,51 25,65 21,23 23,03 21,23 23,73
19 Kalimantan Barat 12,91 11,07 8,60 9,02 8,60 10,04
20 Kalimantan Tengah 9,38 8,71 6,56 6,77 6,56 7,56
21 Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,29 5,21 5,29 5,86
22 Kalimantan Timur 11,04 9,51 6,77 7,66 6,77 8,35
23 Sulawesi Utara 11,42 10,10 8,51 9,10 8,51 9,53
24 Sulawesi Tengah 22,42 20,75 15,83 18,07 15,83 18,58
25 Sulawesi Selatan 14,11 13,34 10,29 11,60 10,29 11,93
26 Sulawesi Tenggara 21,33 19,53 14,56 17,05 14,56 17,41
27 Gorontalo 27,35 24,88 18,75 23,19 18,75 22,58
28 Maluku 31,14 29,66 23,00 27,74 23,00 26,90
29 Maluku Utara 11,97 11,28 9,18 9,42 9,18 10,21
30 Papua 40,78 37,08 31,98 36,80 31,98 35,73
Sumber : BPS Indonesia,2010
4
Kondisi sebagian besar alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur tandus dan
gersang. Kekeringan dan rawan pangan seolah menjadi bencana rutin yang
dihadapi warga NTT hampir setiap tahun. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka
putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai pada akhirnya
menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Sumber Daya Alam (SDA) yang
cukup besar dan beragam yang tersebar di setiap daerah, namun sampai saat ini
potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai
tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini
disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan.
Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang
dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat miskin belum mampu untuk
menjangkaunya. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai
diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh
merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai
dengan kebutuhannya. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur
kepentingan masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah,
pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga
bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan,
sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT.
Proses pembangunan memerlukan pendapatan yang tinggi dan
pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak Negara syarat utama bagi
terciptanya penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
5
ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan
pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing wilayah
mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya, sehingga mampu mengurangi kemiskinan. Secara langsung, hal
ini menunjukan pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor pertanian
atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan
pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang
mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Siregar
dan Wahyuniarti, 2008)
1.2 Rumusan Masalah
Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur sosial ekonomi dalam
menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah disuatu daerah.
Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat
meningkatnya kemiskinan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi
termiskin ke tiga dari 30 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi ini harus bekerja
keras untuk mengurangi tingkat kemiskinan agar pembangunan yang berjalan
benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang.
Pada tahun 2011 sebanyak 21,23 persen atau 1,01 juta jiwa penduduk di
Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai penduduk miskin. Untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang
berkualitas dan produkif. Keadaan ketenagakerjaan di NTT pada tahun 2011
mengalami peningkatan kelompok penduduk yang bekerja dan penurunan tingkat
pengangguran, peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka
pengangguran telah menurunkan Tingkat Partisipasi Angkata Kerja (Tabel 1.2).
6
Penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Nusa Tenggara Timur,
kenyataannya menunjukan bahwa proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang
menjadi angkatan kerja proporsinya mengalami penurunan
Tabel 1.2 Penduduk NTT Usia 15 Tahun Ke Atas menurut kegiatan 2010-2011
Jenis Kegiatan 2010 2011
Penduduk 15+ (jiwa) 2.922.601 2.976.070
Angkatan Kerja (jiwa) 2.226.884 2.234.887
Bekerja (jiwa) 2.150.763 2.175.232
Penganggur (jiwa) 76.081 59.655
TPAK (%) 76,19 75,10
TPT (%) 3,40 2,67
Sumber : BPS Tenaga Kerja NTT, 2012
Kondisi ketenagakerjaan di provinsi Nusa Tenggara Timur ditandai
dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang
produktifitasnya masih rendah. Kualitas pekerja NTT dapat dikatakan rendah
diukur dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Hal ini, disebabkan proporsi
penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dengan tingkat pendidikan tamat sekolah
dasar (SD) ke bawah masih sangat besar.
Tabel 1.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut
Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun 2006-2009 (%)
Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan 2006 2007 2008 2009
1. Tidak/Belum Sekolah 6,95 7,35 - -
2. Belum Tamat SD 2,27 22,79 71,83* 69,14*
3. Sekolah Dasar 45,20 40,86 - -
4. SMP 11,60 14,06 11,94 13,55
5. SMA 10,31 11,51 12,56 13,01
6 Perguruan Tinggi 2,68 3,43 3,67 4,30
Sumber : Hasil Sakernas 2006-2009, Keterangan * :Gabungan Tidak/Belum Sekolah,
Tidak/Belum Tamat SD, Sekolah Dasar
7
Atas dasar permasalahan diatas , maka penelitian yang ingin dipecahkan
yaitu:
1. Bagaimana kondisi kemiskinan di NTT?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :
1. Mendeskripsikan kondisi kemiskinan di NTT
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari Penelitian ini diharapkan mmberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan
yang tepat untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT
2. Menjadi bahan acuan dan refrensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti
lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kemiskinan
Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal
yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum,
hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga
berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu
mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai
warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi,
kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat
digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang.
Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu
integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2)
ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of
emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik
secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup
dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal
lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam
hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan
menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya
sendiri.
Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati,2005), yaitu:
9
(1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak
cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan
yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi
miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh
masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; (3)
kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat
yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki
tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari
pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial
budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi
seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2004), tingkat kemiskinan didasarkan
pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per
hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk
yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakan (dari 45 jenis komoditi
makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan
dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur,
jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis
ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan.
Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam
kondisi miskin.
10
Menurut Sayogyo dalam Suryawati (2005), tingkat kemiskinan
didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan
dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah
pedesaan dan perkotaan.
Daerah pedesaan :
a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras
per orang per tahun.
b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
Daerah perkotaan :
a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras
per orang per tahun.
b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada
pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka
dikatakan miskin.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN,2010),
mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria, yaitu :
11
a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali
sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah
bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit.
b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan
untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per
minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata
luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga
umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5
sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan
yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan.
2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang,
penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan
kualitas nya rendah.
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena
kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan
rendah, upahnya nya pun rendah.
3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan
kemiskinan (vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan,
ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya
12
produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan
yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya
tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan
dan seterusnya.
Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan.
Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000
Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000)
yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country
is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran
setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan
saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan
oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal
ini Nurkse mengatakan : “Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan
Negara miskin” (A country is poor because is poor).
Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaan-
keadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap teciptanya
pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan
13
oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal.
Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya
tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse,
terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara
berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran
modal dan permintaan modal.
Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan
sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh
tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk
menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi
kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan
tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan.
Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai
bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk
melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis
barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah.
Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya
rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan
mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas
ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga
kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya.
2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara
lain : pertumbuhan ekonomi (Siregar dan Wahyuniarti,2008), pendidikan (Siregar
14
dan Wahyuniarti,2008), pengangguran (Prasetyo,2010), kependudukan
(Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000).
2.4.1 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang
dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada
penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi,
institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan
yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik,
Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom
Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a. Jumlah penduduk
b. Jumlah stok barang modal
c. Luas tanah dan kekayaan alam
d. Tingkat teknologi yang digunakan
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang
apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan
menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi
adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut
Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita
dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam
pertumbuhan ekonomi, yaitu
a. Akumulasi modal
15
Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan,
peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi
modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung
kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di
masa-masa yang akan datang.
b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja
Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan
kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam
pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin
produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan
meningkatkan potensi pasar domestiknya.
c. Kemajuan Teknologi
Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara
lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada
tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu :
1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output
yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi
input yang sama.
2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving)
atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih
tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang
sama.
16
3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika
penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan
barang modal yang ada secara produktif.
2.4.2 Pendidikan
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pendidikan dibagi tiga, yaitu :
1. Pendidikan Formal
Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal :
a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain
yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTS).
b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar.
Pendidikan menengah tediri atas, Sekolah Menengah Atas (SMA),
17
Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta
bentuk lain yang sederajat.
c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll.
2. Pendidikan Non Formal
Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi
masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal.
3. Pendidikan Informal
Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan
belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal
maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional
pendidikan.
2.4.3 Pengangguran
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin
mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran
yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran
masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro
ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005).
1. Jenis- jenis pengangguran :
18
Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja
atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka
pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga
kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak
bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya
tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang
bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang
sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini
cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah
berusaha secara maksimal.
2. Macam-macam pengangguran
Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis,
yaitu:
a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment)
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang
(naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment)
adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur
ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran
struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat
19
permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat
kebijakan pemerintah.
c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment)
adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian
antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut
pengangguran sukarela.
d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat
pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi
akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi
tenaga mesin-mesin
b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan
oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi).
Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan
masyarakat (aggrerat demand).
Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat
pengangguran terbuka (TPT).
TPT ..........................................................(2.1)
Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain :
1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi
saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana
pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate
dengan consumption poverty rate.
20
2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa
konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka
peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam
jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat
pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan
yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada.
2.4.4 Kependudukan
Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi
jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi
pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika
penduduk (BPS,2011).
Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat
kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan
sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km2, per mil) di suatu daerah. Laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka
kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka
kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan
demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih
banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang
berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban
ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak
produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (Todaro,2006).
21
Laju pertumbuhan maupun penurunan penduduk tidak cukup
menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya
dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada
variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat
pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju
pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan
perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat
kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010)
2.5.5 Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan
terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung;
peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar;
peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan
dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta
peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Kemampuan untuk bertahan hidup lama diukur dengan indikator harapan
hidup pada saat lahir (life expectancy at birth/e0). Angka e0 untuk tingkat provinsi
22
yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan
menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak
lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu 15-49
tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas
) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian
bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk
menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di
suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama
yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin
maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan
yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat
miskin.
Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan
Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan
dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat .
peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang
nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka
harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun.
2.5 Penelitian Terdahulu
Siregar dan Wahyuniarti (2008), dalam jurnal kajian ekonomi dan
lingkungan “Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah
Penduduk Miskin. Data yang digunakan adalah 26 Provinsi dari tahun 1995
sampai dengan 2005. Model yang digunakan POVij= β0+ β1 PDRBij+ β2 POPij+ β3
AGRISHRij+ β4 INDTRSHRij+ β5 INFLASIij+ β6 SMPij+ β7 SMAij+ β8 DIPLMij +
23
β9 DUUMYKRISISIJ+ εIJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB
adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah
pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI
adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA
adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat
diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari
penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil.
Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian
dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative
paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu
variabel pendidikan.
Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal
17-31, “Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General
Equiliberium”, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE)
dan Fooster Greer Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan.
Hasil dari penelitian ini adalah investasi sumber daya manusia berdampak
langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi kesehatan dan
24
investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun
investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar.
Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12
No. 3, hal 223-233 “Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa
Tengah”, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah
PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan
terhadap sanitasi/kesehatan.
Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal ekonomi pembangunan
“Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis
Ekonometrika”, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun 1990-
2004,LogYi=β0+β1LogXIi+β2LogX2i+β3LogX3i+β4LogX4i+β5LogX5i+β6LogX6i
+εi. DimanaYi adalah jumlah penduduk miskin, XIi jumlah penduduk Indonesia
per tahun, X2i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3i
adalah angka harapan hidup, X4i adalah persentase angka melek huruf, X5i adalah
persentase penggunaan listrik, X6i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil
penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi
dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin.
Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan, Prasetyo (2010) dengan
judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah 2003-2007) menggunakan alat analisis regresi
panel data menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi
25
oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif
terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh
positif terhadap jumlah penduduk miskin.
Penelitian dari Utami (2011), dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di
Provinsi Jawa Timur “, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data
panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan,
kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya
signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan
berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan,
variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel
kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel
penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan
Penelitian tentang “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemiskinan di Provinsi NTT”, memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya
dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis
panel data.dan analisis deskriptif.
2.6 Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka
pemikiran sebagai berikut:
26
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran.
Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan
ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan
pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan kemiskinan.
Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi
pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga
kesejahteraan akan menurun.
Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan
kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang
akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas.
Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya
pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup
Keadaan Umum di NTT :
Tanah yang tandus
SDM yang berkualitas Rendah
SDA yang belum dapat dioptimalkan
Infrastruktur yang buruk
Kemiskinan di NTT
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan
Pertumbuhan Ekonomi
Pendidikan Tamat SMP
Jumlah Penduduk
Pengangguran Terbuka
Angka Harapan Hidup
Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel
Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Implikasi Kebijakan
27
pula,apabila seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mengakibatkan
kemiskinan terjadi.
2.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara/kesimpulan yang diambil untuk
menjawab pemasalahan yang ada yang diajukan oleh peneliti yang sebenarnya
harus diuji secara empiris. Maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut :
Hipotesis penelitian untuk faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan :
a. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif terhadap kemiskinan Kabupaten/
Kota di NTT tahun 2004-2010.
b. Pendidikan tamat SMP berpengaruh negatif terhadap kemiskinan
Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.
c. Pengangguran terbuka berpengaruh positif terhadap kemiskinan
Kabupaten/Kota di NTT tahun 2004-2010.
d. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan Kabupaten/Kota di
NTT tahun 2004-2010.
e. Angka Harapan Hidup (AHH) berpengaruh negatif terhadap kemiskinan
Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 .
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu
berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk
memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti
(Juanda,2009). Data sekunder yang digunakan berupa data kemiskinan, data
pengangguran terbuka, jumlah penduduk pendidikan lulus SMP, jumlah
penduduk, angka harapan hidup dan pertumbuhan ekonomi.
Data yang menunjang penelitian diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) dan perpustakaan IPB, sedangkan informasi yang lain bersumber dari
jurnal ilmiah dan buku teks. Data sekunder yang digunakan adalah deret waktu
(times series data) untuk kurun waktu 2004-2010 dan data kerat lintang (cross
section) yang meliputi 15 Kabupaten/kota di NTT yaitu : Sumba Barat, Sumba
Timur, Kupang, Timur Tengah Selatan, Timur Tengah Utara, Belu, Alor,
Lembata, Flores Timor, Sikka, Ende, Ngada, Manggarai, Rote Ndao, dan Kota
Kupang.
3.2 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk untuk menganalisis kondisi
kemiskinan dan strategi kebijakan yang lebih efektif dalam upaya pengentasan
kemiskinan di NTT digunakan analisis deskriptif. Sedangkan untuk melihat
faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di NTT digunakan analisis panel
data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Eviews 6.
29
3.2.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi
kemiskinan dan strategi kebijakan yang efektif dalam upaya pengentasan
kemiskinan di NTT. Analisis deskriptif digunakan untuk melakukan analisis
terhadap data-data kuantitatif dan interpretasi terhadap data-data kuantitatif seperti
hasil faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan.
3.2.2 Analisis Panel Data
Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah
satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang
dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal
yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang
menggunakan data series, data yang tersedia terlalu pendek sehingga dalam
pengolahan data time series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan
data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan
keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan
menggunakan analisis panel data. Analisis panel data secara umum dapat
didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai
keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalam cross section.
Penggunaan panel data memberikan banyak keuntungan secara statistik
maupun teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain
(Baltagi,1995):
1. Memberikan data yang informative, menambah derajat bebas, lebih efisien dan
mengurangi kolinearitas antar variabel
30
2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial
yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.
3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi
karakteristik dari individual antar waktu.
4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku
antar individu dibandingkan data kerat lintang
5. Dapat menjelaskan dyanamic adjustment secara lebih baik.
Dalam model data panel menggunakan data time series adalah :
Yt= β0 + β1 Xt + µt ; t= 1,2,..,T……………………………(3.1)
Dimana T adalah banyaknya data Time-Series. Sedangkan model data
panel menggunakan data cross section adalah :
Yi= β0 + β1 Xi + µi ; i= 1,2,..,N……………………………(3.2)
Dimana N adalah banyaknya data cross section
Mengingat data panel merupakan gabungan dari data time series dan cross
section, maka model dapat ditulis sebagai berikut :
Yit= β0 + β1 Xit + µit..............................................................(3.3)
Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data
panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xij)
yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Berdasarkan pemiliham
model, akan menentukan model estimasi dari model panel yang dipilih. Terdapat
tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu :
31
1. Pooled Least Square (PLS)
Dalam metode ini terdapat (K) regresor dalam (Xit), kecuali kosntanta.
Metode ini juga dikenal sebagai Common Effect Model (CEM). Jika efek
individual (αi) kostan sepanjang waktu (t) dan spesifik terhadap setiap unit (i)
maka modelnya akan sama dengan model regresi biasa. Jika nilai (αi) sama
untuk unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan
efisien untuk (α) dan (β). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam
mengestimasi model.
2. Fixed Effects Model (FEM)
Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinka n
perubahan-perubahan dalam intersep kerat lintang dan runtut waktu akibatnya
adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap
individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik
terhadap individu maupun waktu. Kelemahan model efek tetap adalah
penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah
boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan
garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis
sebagai Υi = αi + βχi +εi.
3. Random Effects Model (REM)
Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya
konstan terhadap individu maupun waktu. Metode ini juga dikenal sebagai
variance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses
pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-
pengganggu kerat lintang dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan
32
adalah γit =αi + βχit +µi + εi dengan (µi) adalah nilai gangguan acak pada
observasi (i) dan konstan sepanjang waktu.
Dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dari gangguan
mempunyai pengaruh yang tetap. Sedangkan REM digunakan atas asumsi
bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak.
3.2.3 Pemilihan Model dalam Pengolahan Data
Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu
dilakukan berdasarkan pertimbangan statistic. Hal ini ditunjukan untuk
memperoleh dugaan yang efisien. Diagram pengujian statistic untuk memilih
model yang digunakan dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 berikut ini
Gambar 3.1 Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data
Panel.
Hausman Test
Pooled Least Square
Random Effects Models
Fixed Effects Model
Chow Test
33
3.2.3.1 Uji Chow Test
Chow test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model
yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effects. Sebagaimana yang
diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki
perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit
cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujiannya hipotesa
sebagai berikut:
H0 : Model Pooled Least Square
H1: Model Fixed effects
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F
statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:
…………………………(3.4 )
Dimana :
ESS1 = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square
ESS2 = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect
N = Jumlah data Cross section
T = Jumlah data time series
K= Jumlah variabel penjelas
Jika nilai CHOW statistics (F stat) hasil pengujian lebih besar dari F-tabel,
maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa Nol sehingga
34
model yang digunakan adalah fixed effects, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian
ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang
digunakan untuk menguji stabilitas parameter.
3.2.3.2 Uji Hausman Test
Hausman test adalah pengujian statistic sebagai dasar pertimbangan dalam
memilih apakah model fixed effects atau model random effects. Seperti yang kita
ketahui bahwa penggunaan model fixed effect mengndung suatu unsur trade off
yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukan variabel dummy. Namun,
penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan
pelanggaran asumsi dasar dari setiap komponen galat. Hausman test dilakukan
dengan hipotesa sebagai berikut
H0 : Model Random Effects
H1 : Model Fixed Effects
Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan statistic Hausman
dan membandingkan dengan Chi-square statistic Hausman dirumuskan dengan :
М=(β-b)(M0-M1)-1
(β-b)χ2 (K)…………………………………… ..(3.5 )
Dimana β adalah vektor untuk statistic variabel fixed effect, b adalah
vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan
random effects dan Mi adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model.
Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2 –tabel atau nilai hausman test lebih
besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap
hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah random effects, dan begitu
juga sebaliknya.
35
3.2.4 Evaluasi Model
3.2.4.1 Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas atau independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel. Apabila nilai R2 yang
dihasilkan dalam model regresi sangat tinggi, tetapi secara individual variabel
bebas banyak yang tidak signifikan, hal ini merupakan salah satu terjadinya
indikasi multikolinearitas.
3.2.4.2 Autokorelasi
Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk
mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-
Watson(DW) dalam Eviews. Untuk mengatahui ada atau tidaknya autokorelasi,
maka dilakukan dengan membandingkan DW statistiknya dengan DW-tabel.
Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam tabel 3.
Tabel 3.1 Kerangka Identifikasi Autokorelasi
Nilai Durbin Watson Kesimpulan
DW < 1,10 Ada autokorelasi
1,10 < DW < 1,54 Tanpa kesimpulan
1,55 < DW < 2,46 Tidak ada auto korelasi
2,46 < DW < 2,90 Tanpa kesimpulan
DW > 2,91 Ada autokorelasi
Sumber : Firdaus, 2004
36
3.2.4.3 Heteroskedasitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedasitas
atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedasitas dapat
ditunjukan oleh probability Obs*R-Squared pada uji White Heteroskedacity.
H0= γ= 0
H1= γ≠ 0
Kriteria uji :
Probality Obs*R-Squared < α, maka tolak Ho
Probality Obs*R-Squared > α, maka terima H0
3.2.4.4 Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel residual memiliki distribusi normal atau tidak. Seperti diketahui bahwa
uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi
residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B test)dan metode grafik. Dalam
penelitian ini akan menggunakan metode J-B , apabila J-B hitung < nilai χ2 (Chi-
Squared), maka nilai residual terdistribusi normal.
3.3 Model Umum Penelitian
Penelitian mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran,
jumlah penduduk yang lulus SMP, jumlah populasi, dan angka harapan hidup di
37
Kabupaten/Kota di NTT, menggunakan data time series selama tujuh tahun
terakhir yaitu 2004-2010 dan data cross section sebanyak 15 data mewakili
Kabupaten/Kota di NTT. Kombinasi atau Pooling menghasilkan 105 observasi
dengan fungsi persamaan data panelnya sebagai berikut :
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ln Kit= α0+ β1 PE it+ β 2 SMP it + β3 PGit+ β4 ln JP it + β5 ln AHit + µit
……………..…(3.6)
Dimana :
Ln K = Logaritma natural jumlah penduduk miskin
PE = Persentase pertumbuhan ekonomi
SMP = Persentase jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas yang lulus
SMP
PG = Persentase tingkat pengangguran terbuka
Ln JP = Logaritma natural jumlah penduduk
Ln AH = Logaritma natural angka harapan hidup
β0 = Intersep
β 1, β2, β3 = Koefisien regresi variabel bebas
µit = Komponen error
i = 1,2,3,..15 (data cross section Kabupaten/Kota di NTT)
t = 1,2,3,4 (data time series 2004-2010)
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum
4.1.1Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang
memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar belakang yang berbeda-
beda. Provinsi NTT sebelumnya lazim disebut dengan “Flobamora” (Flores,
Sumba, Timor dan Alor). Sebelum kemerdekaan RI, Flobamora bersama
Kepulauan Bali, Lombok dan Sumbawa disebut Kepulauan Sunda Kecil. Namun
setelah proklamasi kemerdekaan beralih nama menjadi “Kepulauan Nusa
Tenggara”, sampai dengan tahun 1957 Kepulauan Nusa Tenggara merupakan
daerah Swatantra Tingkat I (statusnya sama dengan Provinsi sekarang ini).
Selanjutnya tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 tahun 1958
Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara dikembangkan menjadi 3 Provinsi
yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Dengan demikian Provinsi Nusa Tenggara Timur keberadaannya adalah
sejak tahun 1958 sampai sekarang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008 tanggal
31 Januari 2008, luas daerah Provinsi NTT adalah 48.718,10 kilometer persegi
atau sebesar 2,55 persen dari total luas daerah wilayah Indonesia (BPS, 2009).
Provinsi NTT terletak antara 80-1200 Lintang Selatan dan 1180-1250 Bujur
Timur dan memiliki 1.192 pulau (42 pulau dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni).
Sebagian besar wilayahnya bergunung dan berbukit, hanya sedikit dataran rendah.
39
Memiliki sebanyak 40 sungai dengan panjang antara 25-118 kilometer (BPS,
2010). Sebagai bagian dari negara maritim, Provinsi NTT dikelilingi oleh perairan
maupun daratan. Provinsi NTT di sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, di
sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan
dengan pulau Sumbawa dan Provinsi NTB, dan di sebelah timur berbatasan
dengan negara Timor Leste. Secara administratif, berdasarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 6 Tahun 2008, Provinsi NTT terdiri dari 20 kabupaten, 1 kota,
254 kecamatan, 297 kelurahan dan 2.387 desa.
4.1.2 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan suatu topik pembahasan yang menarik dan
senantiasa diwacanakan pada berbagai kesempatan oleh berbagai pelaku. Pada
berbagai tahapan pembangunan di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur issue
kemiskinan mendapatkan perhatian yang serius. Berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah untuk mengatasi persoalan ini. Sekalipun demikian permasalahan ini
tak juga dituntaskan. Faktanya, kemiskinan bersifat multidimensional yang tidak
saja berakar pada realitas fisik dan psikologis, tetapi juga pada masalah struktural.
Upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai strategi,
salah satunya dengan pemberian BLT(Bantuan Langsung Tunai). Jumlah rumah
tangga sasaran penerima BLT di Provinsi NTT tercatat sebanyak 623.137 rumah
tangga atau sebesar 64,42 persen. Rumah tangga tarsebut terdiri dari kategori
sangat miskin sebanyak 137.233 rumah tangga(22,02 persen), miskin sebanyak
297.997 rumah tangga (47,82 persen) dan kategori hampir miskin sebanyak
187.907 rumah tangga (30,16 persen). Alokasi BLT di propinsi NTT lebih dari
separuhnya (53,23 persen) terdapat pada 5(lima) kabupaten yakni Kabupaten
40
Manggarai, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan,
Kabupaten Kupang dan Kabupaten Belu.
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Miskin NTT Tahun 2004-2010 (Jiwa)
Sumber : BPS NTT 2010
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir
terjadi kecenderungan kenaikan angka persentase penduduk miskin pada tahun
2004-2006 yang kemudian menurun pada tahun 2007 sampai 2010. Kenaikan
persentase jumlah penduduk miskin pada tahun 2004-2006 di duga kuat
disebabkan karena adanya penurunan daya beli masyarakat adanya kenaikan harga
BBM. Perkembangan angka kemiskinan di Nusa Tenggara Timur tersebut
mencerminkan betapa beratnya beban pemerintah dalam angka pengentasan
kemiskinan penduduk wilayah ini. Berdasarkan data yang didapat dari BPS,
kabupaten yang memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di provinsi NTT yaitu
kabupaten Timor Tengah Selatan dengan jumlah penduduk miskin tahun 2010
No Nama
Kabupaten
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Sumba Barat
164.300 172.100 184.600 172.900 148.520 143.370 141.700
2 Sumba
Timur
80.300 85.500 90.200 82.800 81.090 76.560 74.000
3 Kupang 109.000 110.200 122.600 111.600 96.630 90.030 93.600
4 TTS 149.500 153.700 194.800 147.500 130.770 123.420 126.600
5 TTU 62.700 65.500 68.000 60.400 55.170 50.620 52.200
6 Belu 70.400 72.100 79.000 83.900 82.740 77.140 54.700
7 Alor 48.700 52.000 54.700 48.200 43.180 39.220 40.300
8 Lembata 33.500 35.200 37.700 33500 28.840 26.990 31.500
9 Flores
Timor
33.100 34.200 37.200 31.200 29.260 24.820 22.400
10 Sikka 53.000 55.500 59.600 50.500 45.900 40.460 40.200
11 Ende 49.600 51.000 53.200 46.000 57.480 51.710 56.400
12 Ngada 37.300 39.200 41.900 40.700 36.200 32.900 33.700
13 Manggarai 203.600 214.700 226.100 204.000 186.060 171.790 178.100
14 Rote Ndao 28.200 29.100 30.700 30.100 38.830 37.300 39.500
15 Kota
Kupang
27.800 25.200 24.200 20.300 46.110 35.420 35.600
16 NTT 1.151.000 1.195.200 1.304.500 1.163.600 1.107.680 1.021.740 1.020.500
41
sebanyak 126.600 jiwa (28,69 persen) darai total penduduk 441.155 jiwa.
Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan,
secara topografis wilayah kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah
sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan tandus, selain itu sektor
pertanian (95,3 persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar
penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian.
Gambaran tingkat pendidikan penduduk wilayah kabupaten TTS memiliki
tingkat pendidikan yang rendah, indikator ini dapat ditunjukan dengan rata-rata
lama sekolah pada tahun 2009 rata-rata lama sekolah Timor Tengah Selatan
adalah 6,12 tahun berarti hanya menyelesaikan pendidikan sampai pada kelas
enam SD. Sedangkan, untuk jumlah penduduk miskin terendah berada di Kota
Kupang sebagai ibukota Provinsi Nusa Tengggara Timur, jika diamati menurrut
daerah tempat tinggal menunjukan jumlah penduduk miskin dipedesaan lebih
banyak dibandingkan di perkotaan. Hal ini disebabkan penduduk diperkotaan
umumnya bekerja di sektor sekunder maupun tersier sehingga memiliki
pendapatan yang lebih banyak dibandingkan penduduk pedesaan yang sebagian
besar bekerja di sektor pertanian dan informal. Banyaknya penduduk miskin di
pedesaan masih banyak yang belum menikmati kesejahteraan dibandingkan
penduduk diperkotaan.
4.1.3 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan kapasitas dalam jangka
panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang
ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau
penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusioanal (kelembagaan), dan ideologis
42
terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Simon Kuznet dalam Todaro,
2004). Angka pertumbuhan ekonomi diperoleh dai perubahan nilai Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga
konstan (BPS,2012). Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT sebagai salah satu
indikator keberhasilan pembangunan mengalami fluktuasi (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT 2004-
2010 (%)
Sumber : BPS NTT 2004-2010
Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT relatif meningkat
dari tahun 2004-2010. Hanya saja pada tahun 2007 ke 2008, rata-rata laju
pertumbuhan menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Lambatnya laju
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 dipengaruhi adanya krisis moneter
(keuangan) global pada tahun 2008. Selama periode 2004-2010 rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi tertinggi didominasi oleh kota Kupang sebesar 6,85 persen.
Sedangkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi terendah ditempati oleh kabupaten
No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-
Rata
1 Sumba Barat 4,35 4,87 4,73 7,09 4,78 5,07 5,57 4,60
2 Sumba Timur 5,06 4,83 4,99 6,02 6,01 3,81 4,83 5,07
3 Kupang 5,11 3,46 4,85 4,43 5,03 3,84 4,09 4,58
4 TTS 4,43 4,03 4,11 5,05 4,46 4,06 4,23 4,33
5 TTU 4,57 3,33 3,83 5,03 4,39 3,46 5,79 4,38
6 Belu 5,79 4,75 7,16 4,83 4,05 3,47 4,89 4,99
7 Alor 5,98 5,84 4,15 6,92 4,67 4,13 4,86 5,22
8 Lembata 3,41 1,94 4,92 4,90 5,13 4,36 4,70 4,19
9 Flores Timor 4,68 4,00 4,16 4,19 4,68 4,11 5,83 4,52
10 Sikka 4,57 3,50 4,74 3,78 4,09 4,12 4,46 4,18
11 Ende 5,02 5,02 4,56 5,63 5,38 4,48 5,30 5,05
12 Ngada 4,35 5,06 5,17 6,17 4,99 5,05 5,46 5,82
13 Manggarai 2,69 2,59 3,63 6,12 4,34 5,91 5,00 3,85
14 Rote Ndao 5,07 4,67 5,05 4,93 5,51 4,67 5,14 4,98
15 Kota Kupang 6,28 5,67 5,19 9,00 7,45 6,13 8,23 6,85
16 Nusa Tenggara
Timur
4,75 4,23 4,74 5,41 4,93 4,30 5,52 4,84
43
Manggarai sebesar 3,85 persen. Hal ini mengindikasikan adanya kontribusi sektor
jasa-jasa di Kota Kupang sangat mendominasi.
Tabel 4.2 juga menunjukkan secara umum bahwa rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi NTT
cenderung stabil mendekati rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT
bahkan ada beberapa kabupaten/kota di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi
Provinsi NTT. Perekonomian Nusa Tenggara Timur pada dasanya merupakan
perekonomian agraris yang dicirikan dengan besarnya peranan sektor pertanian.
Dari table 4.3 dapat dilihat bahwa perekonomian Nusa Tenggara Timur memiliki
ketergantungan yang cukup besar terhadap sektor pertanian.
Pada tahun 2004-2011 sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Nusa
Tenggara Timur mengalami penurunanan dari 41,90 persen pada tahun 2004
menjadi 35 persen pada tahun 2011. Peranan sektor pertanian cenderung menurun
namun perekonomiannya semakin membaik. Perekonomian NTT mulai berubah,
dominasi sektor pertanian yang terjadi selama ini, mulai dibayang-bayangi sektor
jasa yag memberikan pertumbuhan yang signifikan, pada tahun 2011 sektor
pertanian mencapai 35 persen sedangkan sektor jasa mencapai 32 persen. Tiga
sumber utama yang memberikan andil dalam pertumbuhan PDRB NTT tahun
2011 adalah sektor jasa-jasa sebesar 2,09 persen, disusul oleh sektor perdagangan,
hotel, dan Restoran 1,32 persen dan sektor pertanian 1,18 persen. Sektor lainnya
memberi andil pertumbuhan antara (0,04-0,45) persen. Dilihat dari sisi
penggunaannya, sebagian besar PDRB NTT 2011 digunakan untuk memenuhi
untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yakni mencapai 72,69 persen.
44
Tabel 4.3 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto NTT
Atas Dasar Harga Berlaku menurut Sektor 2004-2011 (%)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
1. Pertanian
2. Pertambangan
3. Indsutri Pengolahan
4. Listrik,Gas& Air
5. Bangunan/Konstruksi
6. Perdagangan,Resto&Hotel
7. Pengangkutan&Komunikasi
8. Keuangan&Sewa
9. Jasa-jasa
41,90
1,54
1,63
0,40
7,57
15,77
5,97
3,11
22,10
40,74
1,48
1,80
0,42
7,55
15,99
6,41
3,38
22,22
40,56
1,42
1,76
0,45
7,38
16,09
6,45
3,34
22,55
40,27
1,37
1,70
0,44
7,06
15,99
6,22
3,90
23,05
40,39
1,34
1,56
0,41
6,88
15,65
6,41
3,80
23,52
39,51
1,31
1,55
0,42
6,93
16,09
6,08
3,99
24,12
38,45
1,31
1,54
0,42
6,97
16,76
5,78
4,07
24,60
35,00
1,00
1,50
1,00
7,00
16,00
5,00
2,00
32,00
PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100
Sumber : BPS Provinsi NTT 2004-2011
Sementara konsumsi pemerintah hanya memberikan kontribusi sebesar
22,24 persen. Seiring dengan meningkatnya PDRB NTT, kontribusi konsumsi
rumah tangga terus meningkat yaitu dari 9,05 triliyun pada tahun 20101 menjadi
10,80 triliyun pada tahun 2011. Demikian juga dengan konsumsi pemerintah dan
komponen penggunaan lainnya.
4.1.4 Jumlah Penduduk
Dalam perekonomian suatu wilayah, penduduk memiliki peran penting,
yaitu sebagai pelaku ekonomi. Pengamatan potensi penduduk dalam konteks
perekonomian wilayah antara lain dapat dilakukan dari sisi jumlah, komposisi
umur, tingkat pengangguran, rasio beban ketergantungan dan sebagainya.
Komposisi penduduk NTT didominasi oleh penduduk muda/dewasa.
45
Pada periode 2004-2010 jumlah penduduk NTT terus meningkat dari 4,18
juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 4,68 juta jiwa pada tahun 2010, namun
pertumbuhan pada tahun 2008-2010 pertumbuhannya semakin melambat dari 1,92
persen menjadi 1,28 persen. Hal ini selaras dengan penduduk yang
menggambarkan penduduk usia 0-4 tahun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan
penduduk usia 5-9 tahun.
Pengendalian pertumbuhan penduduk lewat revitalisasi program KB perlu
terus menjadi perhatian pemerintah agar tidak terjadi ledakan jumlah penduduk
usia muda yang dapat menambah beban tanggungan pemerintah. Dengan luas
wilayah sekitar 48.718 km2, berarti pada tahun 2010, setiap km
2 wilayah di NTT
ditempati penduduk sebanyak 96 orang.
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Nusa Tenggara Timur Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 2004-2010 (jiwa)
Sumber : BPS NTT(2004-2010)
Tabel 4.4 menunjukan bahwa secara rata-rata kota/kabupaten yang
memiliki jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupten Manggarai dan yang
memiliki jumlah penduduk terendah berada pada Kabupaten Lembata, walaupun
Kabupaten Manggarai memiliki jumlah penduduk terbanyak namun kabupaten ini
No Nama
Kabupaten
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Sumba Barat 399.580 403.834 409.851 419.308 427.908 436.422 458.281
2 Sumba Timur 203.525 206.261 217.454 223.116 228.351 233.568 277.322
3 Kupang 337.406 344.008 362.790 373.663 383.896 394.173 377.508
4 TTS 405.993 409.696 412.353 415.660 417.942 419.984 441.155
5 TTU 197.714 211.616 209.307 211.350 213153 214.842 229.803
6 Belu 352.176 358.076 394.810 418.004 441.541 465.933 352.297
7 Alor 170.965 172.211 177.009 178.964 180.487 181.913 190.026
8 Lembata 99.458 98.646 102.344 104.440 106.312 108.152 117.829
9 Flores Timor 218.257 220.104 225.268 229.918 234.076 238.166 232.605
10 Sikka 280.841 281.345 275.936 277.627 278.628 279.564 300.328
11 Ende 241.826 241.929 237.555 238.040 238.137 238.195 260.605
12 Ngada 245.169 245.864 250.305 254.639 258.398 262.055 272.513
13 Manggarai 673.401 689.584 690.668 705.295 718.432 731.396 771.898
14 Rote Ndao 104.899 105.715 110.617 112.253 114.236 115.874 119.908
15 Kota Kupang 258.104 271.405 279.124 286.299 292.299 299.518 336.239
16 NTT 4.188.774 4.260.924 4.355.121 4.448.873 4.534.319 4.619.655 4.688.827
46
tidak mengindikasikan terjadinya kepadatan penduduk pada tahun 2010 tiap
kilometer persegi wilayah kota kupang ini dihuni oleh 1.870 orang, kepadatan
penduduk terjadi pada Kota kupang sebagai tempat lokasi berdirinya berbagai
perkantoran tingkat provinsi.
4.1.5 Pendidikan Tamat SMP
Peningkatan sumberdaya manusia meupakan bagian penting dalam
pembangunan. Pada bidang pendidikan upaya peningkatan kualitas sumberdaya
manusia telah mendapatkan perhatian yang cukup besar. Salah satunya adalah
penetapan kebijakan wajib belajar pendidikan dasar oleh pemerintah. Semua
wajib belajar pendidikan dasar ditetapkan untuk waktu 6 tahun yang dimulai sejak
tahun 1984. Kemudian sesuai dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989
tentang Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 28 tahun 1990 tentang pendidikan dasar, kebijakan wajib belajar
pendidikan dasar telah ditingkatkan menjadi 9 tahun yang dimulai pada tahun
1994.
Tabel 4.5 menunjukan pada tahun 2004 hingga tahun 2010, jumlah
persentase penduduk berumur sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP di
NTT mengalami peningkatan dari 11,20 persen pada tahun 2004 menjadi 11,89
persen pada tahun 2010. Jumlah penduduk yang lulus SMP di Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) mengalami peningkatan, dikarenakan berjalannya
program pemerintah di bidang pendidikan, misalnya dengan adanya program
wajib belajar Sembilan tahun, program Pemberantasan Buta Aksara, serta
program Bantuan Operasional Sekolah ( BOS ).
47
Tabel 4.5 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas yang Lulus SMP Menurut
Kabupaten/Kota di NTT 2004-2010 (%)
No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata
1 Sumba Barat 7,98 9,09 4,55 9,36 12,63 12,74 11,18 9,06
2 Sumba Timur 9,71 8,76 10,09 9,49 12,64 10,62 10,13 10,20
3 Kupang 11,65 10,72 9,22 14,3 14,29 13,05 12,13 11,91
4 TTS 10,67 11,94 6,58 12,05 15,35 12,64 12,14 11,62
5 TTU 9,70 6,84 9,28 9,74 12,50 13,11 9,32 10,07
6 Belu 11,56 12,02 11,3 11.47 15,16 10,82 10,89 11,88
7 Alor 14,82 15,2 17,44 16,7 16,38 15,25 13,41 15,60
8 Lembata 12,88 10,4 11,82 10,78 12,26 10,58 10,35 11,29
9 Flores Timor 10,85 9,82 11,06 11,86 14,21 12,89 10,56 11,60
10 Sikka 10,93 10,62 10,62 11,95 11,44 10,71 9,71 10,85
11 Ende 12,18 12,5 12,99 11,81 14,9 13,07 12,3 12,82
12 Ngada 9,71 10,25 10,39 9,78 10,84 11,24 10,99 10,45
13 Manggarai 12,94 8,60 8,75 7,71 10,09 10,32 9,85 9,54
14 Rote Ndao 9,99 11,07 13,74 10,79 13,17 11,62 10,33 11,51
15 Kota Kupang 19,31 17,75 17,37 17,07 18,99 17,9 15,98 17,76
16 NTT 11,20 11,03 11,01 10,46 13,18 12,02 11,89 11,75
Sumber : BPS(diolah) 2004-2010
Pada data diatas menunjukan bahwa persentase penduduk berumur
sepuluh tahun keatas yang lulus pendidikan SMP tertinggi berada di Kota Kupang
sebagai ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur, tingginya persentase ini
dikarenakan akses fasiilitas pendidikan di kota ini lebih baik dan lebih maju
dibandingkan dibeberapa kabupaten yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur,
selain itu kesadaran penduduknya di kota kupang akan pentingnya pendidikan
masih tinggi dibandingkan di Kota/Kabupaten lainnya, sehingga Kota Kupang
bisa lebih baik dan maju dari segi pendidikan tamat SMP.
4.1.6 Tingkat Pengangguran Terbuka
Ditinjau dari aspek tenaga kerja jumlah penduduk yang besar pada
dasarnya merupakan potensi sumberdaya yang sangat berharga. Potensi ini bila
digunakan baik akan berdampak besar dalam pembangunan. Tingakat Partisipasi
Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka(TPT) merupakan
48
indikator yang sering digunakan untuk menilai keberhasilan pembangunan di
bidang ketenagakerjaan.
Penduduk NTT tahun 2010 mencapai 4,68 juta jiwa, dengan luas wilayah
48.718 km2 berarti setiap km
2 wilayah NTT ditempati penduduk sebanyak 96
orang. Badan Pusat Statistik (BPS) NTT selama periode tahun 2004-2010, tingkat
pengangguran terbuka di semua kabupaten/kota di daerah NTT mengalami
penurunan. Tingkat penurunan terbesar ada di kota Kupang dengan penurunan
13,39 point.
Hasil Sakernas 2010 menunjukan, jumlah angkatan kerja di NTT sebanyak
2.226.884 orang dan jumlah yang terserap bekerja sebanyak 2.061.229 orang. Dari
table 4.6 terlihat bahwa pada tahun 2010 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
NTT 3,40 persen, artinya dari setiap 100 orang yang aktif di pasar kerja 97
diantaranya bekerja sementara sekitar 3 orang lainnya merupakan pencari kerja
atau penganggur, akan tetapi penurunan angka pengangguran yang kecil ini tidak
dengan serta menginterpretasikan sama baiknya kondisi ketenagakerjaan. Hal ini
disebabkan, oleh karena tingkat pengangguran tidak didasarkan “labour force
approach” yaitu sistem pembayaran upah didasarkan atas perjanjian kerja dan
peraturan perburuhan yang ketat, serta tidak tersedianya dana sosial bagi
penganggur, yang menyulitkan untuk membedakan yang bekerja dan penganggur.
Dari Tabel 4.6 mengenai tingkat pengangguran terbuka di NTT
menunjukan kecendrungan penurunan tingkat pengangguran yaitu dari 5,54
persen tahun 2004 ke 3,40 persen tahun 2010. Walaupun pada tahun 2008-2009
tingkat pengangguran seluruh kabupaten/kota NTT mengalami peningkatan
mungkin dikarenakan adanya krisis global pada tahun 2008.
49
Tabel 4.6 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota
NTT Tahun 2004-2010 (%)
No Nama Kabupaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata
1 Sumba Barat 1,13 4,03 2,78 4,99 3,82 5,16 4,09 3,00
2 Sumba Timur 6,29 6,72 2,45 2,97 2,34 4,79 3,38 4,14
3 Kupang 7,66 10,01 5,36 3,72 2,79 3,57 1,91 5,22
4 TTS 1,85 6,25 3,01 3,24 3,88 2,80 1,69 3,24
5 TTU 3,25 5,77 2,27 2,83 2,99 4,12 1,69 3,27
6 Belu 2,64 5,39 3,97 3,13 3,10 3,13 2,02 3,34
7 Alor 6,14 6,50 4,32 4,28 2,88 4,35 3,66 6,01
8 Lembata 4,05 6,19 3,25 3,10 2,76 3,73 2,03 3,59
9 Flores Timor 4,83 4,84 4,72 6,30 4,94 4,75 3,70 4,87
10 Sikka 2,23 5,27 2,71 3,41 3,92 3,32 1,70 3,36
11 Ende 1,44 4,12 2,88 2,88 3,14 3,85 3,69 3,14
12 Ngada 2,43 4,70 1,63 2,37 3,98 3,10 2,33 2,89
13 Manggarai 3,36 3,48 3,21 1,75 2,49 2,88 1,43 2,87
14 Rote Ndao 3,68 3,77 3,88 3,67 5,02 5,75 5,08 4,41
15 Kota Kupang 22,22 14,55 10,29 14,14 11,99 14,28 8,82 13,70
16 NTT 5,54 6,11 3,78 4,24 3,98 4,46 3,40 4,47
Sumber : BPS (diolah) NTT 2004-2010
Namun,pada tahun 2010 tingkat pengangguran terbuka di NTT mengalami
penurunan kembali dari 4,46 persen menjadi 3,40 persen.
Tingkat Penganguran Terbuka tertinggi berada di Kota Kupang, karena
Kota Kupang sebagai ibukota provinsi NTT, banyak penduduk yang ingin bekerja
di kota ini, dengan segala macam fasilitas yang ada, namun pertambahan pekerja
ini tidak diikuti oleh lahan kesempatan kerja yang ada, yang membuat
pengangguran terjadi. Secara umum terjadinya pengangguran dapat disebabkan
beberapa faktor antara lain : terbatasnya jumlah lapangan kerja yang tersedia,
pertumbuhan penduduk yang relative cepat, iklim usaha yang kurang kondusif,
dan kualitas SDM yang tidak linear dengan pendidikan yang dicapai.
4.1.7 Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak
dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan
kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas
50
sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Ketersediaan fasilitas
atau sarana kesehatan yang memadai dan tenaga medis yang berkualitas
merupakan faktor pendukung utama keberhasilan pembangunan di bidang
kesehatan
Data statistik menunjukan fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas di
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan tempat rujukan berobat jalan yang paling
banyak dimanfaatkan penduduk di provinsi NTT, yaitu mencapai 67,79 persen
pada tahun 2010, yang artinya setiap 100 penduduk NTT yang menderita sakit,
sebanyak 68 orang memilih berobat ke puskesmas dibandingkan dengan fasilitas
lainnya seperti, rumah sakit, praktek dokter, petugas kesehatan,dan sebagainya.
Hal ini menunjukan bahwa puskesmas paling banyak dipilih oleh masyarakat
dikarenakan puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang biayanya murah dan
mudah dijangkau dimana saja.
Tabel 4.7 Indikator Kesehatan NTT (%)
Uraian 2007 2008 2009 2010
Rumah sakit 8,16 7,09 8,97 8,90
Praktek Dokter 8,78 8,60 10,45 9,79
Puskesmas 65,10 70,34 68,48 67,79
Petugas Kesehatan 11,01 7,68 6,57 8,39
Batra/Dukun 0,52 0,52 0,40 0,71
Lainnya 6,45 5,77 5,12 4,42
Jumlah 100 100 100 100
Sumber : BPS NTT 2011
51
4.1.8 Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup (e0) merupakan perkiraan banyak tahun yang dapat
ditempuh oleh seseorang selama hidup secara rata-rata (BPS,2010). Kemampuan untuk
bertahan hidup lebih lama diukur dengan indikatorharapan hiudp pada saat lahir (life
espectancy at birth). Angka Harapan Hidup (AHH) untuk tingkat provinsi yang disajikan
merupakan hasil perhitungan secara tidak langsung (indirect technique) dengan
menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir
hidup dan rata-rata jumlah anak masih hidup menurut kelompok umur ibu 15-49 tahun,
yang bersumber dari data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional ( SUSENAS ).
Tabel 4.8 Angka Harapan Hidup NTT Tahun 2004-2010
No Nama Kabuaten 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata
1 Sumba Barat 62,50 63,40 63,10 63,38 64,50 63,89 64,09 63,57
2 Sumba Timur 60,75 61,30 61,40 61,45 61,60 61,78 61,94 61,46
3 Kupang 64,25 64,60 63,85 64,80 65,00 65,19 65,41 64,72
4 TTS 65,95 66,30 66,35 66,45 66,60 66,75 66,90 66,47
5 TTU 66,65 66,95 66,95 67,35 67,70 68,11 68,52 67,46
6 Belu 64,25 64,40 64,65 64,80 65,30 65,65 66,00 65,00
7 Alor 64,35 65,20 65,65 65,95 66,30 66,68 66,92 65,86
8 Lembata 65,35 65,90 66,15 66,25 66,30 66,46 66,58 66,14
9 Flores Timor 66,25 66,60 66,95 67,25 67,50 67,81 68,12 67,21
10 Sikka 66,75 67,25 67,85 68,15 68,40 68,71 69,01 68,02
11 Ende 63,55 63,80 64,05 64,20 64,40 64,61 64,82 64,20
12 Ngada 65,35 65,70 66,60 66,85 66,90 67,05 67,16 66,52
13 Manggarai 65,05 65,83 66,10 66,25 66,45 66,91 67,12 66,32
14 Rote Ndao 63,60 65,90 66,45 66,85 67,20 67,64 68,06 66,52
15 Kota Kupang 70,75 71,10 71,05 71,55 71,90 72,34 67,50 70,88
16 NTT 65,06 65,61 65,81 66,10 66,40 66,63 65,54 66,02
Sumber : BPS NTT 2004-2010
Tabel 4.8 memperlihatkan perkembangan angka harapan hidup selama kurun
waktu tujuh tahun terkahir. Pada tabel tersebut terlihat, selama periode 2004-2010
perkembangan angka harapan hidup menunjukan peningkatan. Peningkatan yang tertinggi
terjadi pada tahun 2004-2005, angka harapan hidup di Nusa Tenggara Timur mengalami
52
peningkatan yang cukup tinggi dari angka 65,06 tahun hingga 65,61 tahun (kenaikan
sebesar 0,55 tahun)
Semakin lama rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani seseorang ketika
dilahirkan maka menunjukan derajat kesehatan di suatu wilayah tersebut semakin
membaik. . Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan penduduk khususnya di bidang kesehatan. Kenaikan yang
cukup signifikan ini menunjukan perbaikan pembangunan di bidang kesehatan. Semakin
tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan
sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatann di wilayah tersebut
semakin maju.
4.1.9 Perkembangan Pembangunan Manusia
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks komposit dari indeks
kesehatan yang diukur dari rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, serta
indeks daya beli yang diukur dari tingkat kehidupan yang layak secara keselurhan.
Secara umum, IPM kabupaten/kota menggambarkan kinerja pembangunan
manusia pada tingkat kabupaten/kota. Kinerja pembangunan manusia dapat dinilai
berhasil atau gagalnya berdasarkan pencapaian angka IPM.
Selama lima tahun terakhir IPM kabupaten/kota di Nusa Tenggara Timur
menunjukan perkembangan meningkat. Meskipun Kabupaten Sumba Tengah,
Sumba Barat Daya, Sumba Timur, Sumba Barat dan Belu merupakan kabupaten
dengan IPM terendah, tetapi dari perkembangan IPM kelima kabupaten tersebut
menunjukan peningkatan. Berdasarkan perhitungan Indeks Pembangunan
Manusia yang dihitung oleh Badan Pusat Statistik angka IPM tahun 2006 dan
53
2009 adalah 64.8 dan 66.60, yang menempati urutan ke 31 dari keseluruhan
propinsi yang ada di Indonesia.
Tabel 4.9 Kabupaten dan Kota dengan Urutan IPM Tertinggi dan
Terendah, 2006-2010
Tertinggi
Kabupaten/Kota
2006 2007 2008 2009 2010
Kota Kupang 74,75 75,91 76,58 76,94 77,31
Ngada 67,33 67,95 68,56 69,01 69,45
Alor 66,93 67,31 67,82 68,16 68,48
Terendah
Kabupaten/Kota
2006 2007 2008 2009 2010
Sumba Tengah 58,36 58,63 59,01 59,84 60,80
Sumba Barat Daya 59,93 59,29 59,87 60,54 60,99
Sumba Timur 60,02 60,26 60,80 61,41 61,80
Sumba Barat 60,14 60,82 62,17 62,90 63,85
Belu 61,71 62,82 63,41 63,91 64,34
Sumber : BPS (diolah) 2006-2010
Tingginya peringkat IPM NTT mengindikasikan rendahnya kualitas
sumberdaya manusia dalam perbandingan dengan daerah lainnya di Indonesia.
Hal ini terjadi karena akumulasi dari berbagai permasalahan seperti rendahnya
tingkat pendidikan rendahnya tingkat kesehatan, yang secara berlanjut
mengakibatkan rendahnya kinerja perekonomian rakyat yang berimplikasi pada
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat.
4.2 Uji Kesesuaian Model
Dalam menentukan model yang akan digunakan untuk mengestimasi data,
maka dilakukan Uji Chow dan Uji Hausman. Hasil kedua pengujian tersebut
disajikan pada tabel berikut ini :
54
Tabel 4.10 Hasil Uji Kesesuaian Model
Nama Pengujian Probabilitas Keterangan
Uji Chow 0,0000 Signifikan pada taraf nyata 5%
Uji Hausman 0,3118 Tidak Signifikan pada taraf nyata
5%
Sumber : Olahan Data Eviews 06
Uji Chow digunakan untuk memilih model antara pooled least square
dengan fixed effect model. Dari hasil pengujian didapatkan nilai probabiltas
kurang dari taraf nyata 5 persen, artinya model yang digunakan untuk
mengestimasi dari hasil Uji Chow adalah model fixed effect.
Sedangkan pada uji Hausman yang digunakan untuk memilih model antara
model fixed effect dan random effect didapatkan nilai probabilitas 0,3118 lebih
dari taraf nyata 5 persen maka terima H0, artinya model yang digunakan adalah
Random. Dari hasil uji tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada model terbaik
yang akan digunakan. Namun, bedasarkan kriteria ekonomi dan statistik model
yang dipilih yaitu pooled least square karena model ini memiliki kesesuaian tanda
sesuai teori ekonomi.
4.3 Uji Pelanggaran Asumsi
Setelah dilakukan uji kesesuian model yaitu dengan memilih model pooled
least square sebagai model yang digunakan dalam mengestimasi data, selanjutnya
dilakukan uji pelanggaran asumsi agar memenuhi asumsi klasik regresi yaitu
terbebas dari multikolinearitas, heteroskedasitas, dan autokorelasi. Untuk menguji
multikolinearitas dapat melihat di tabel 4.11
55
Tabel 4.11 Uji Multikolinearitas
JM PE SMP PG JP AH
JM 1 -0,22395 -0,30056 -0,21638 0,7315 -0,34295
PE -0,22395 1 0,326055 0,303104 -0,08772 0,179386
SMP -0,30056 0,326055 1 0,568574 -0,15702 0,432853
PG -0,21638 0,303104 0,568574 1 -0,07072 0,46692
JP 0,7315 -0,08771 -0,15702 -0,07072 1 -0,0441
AH -0,34295 0,179386 0,432853 0,46692 -0,0441 1
Sumber : Data Olahan Eviews 06.
Dari output korelasi parsial, dapat disimpulkan tidak terdapat
multikolinieritas karena tidak ada korelasi antar variable X yang mendekati 1 atau
-1 dan korelasi antar variabel bebas memilki r2 yang lebih kecil dari R
2 (r
2<R
2)
memberi kesimpulan bahwa semua variabel bebas dalam spesifikasi model yang
digunakan terlepas dari mulitikolinieritas.
Untuk mengetahu nilai r2 korelasi antar peubah dapat dilihat di tabel 4.12,
dimana r2 kurang dari R
2 (0,869009). Salah satu asumsi yang harus dipenuhi
dalam persamaan regres adalah homoskedasitas atau dengan kata lain bersifat
BLUE (Best Linear Unbiased Estimate). Kondisi ini tercapai jika semua residual
atau error memiliki varian yang sama. Apabila varian error tidak konstan atau
berubah-ubah, maka hal tersebut disebut heteroskedasitas.
Dari plot residual dibawah, terlihat residual tidak membentuk pola atau
ragam konstan maka dapat disimpulkan bahwa sudah homoskedasitas. Setelah
menguji masalah heteroskedasitas, asumsi lain yang harus terpenuhi adalah tidak
adanya autokorelasi dalam model
56
Gambar 4.1 Uji Heteroskedasitas.
.Dalam menguji ada atau tidaknya autokorelasi, dapat dijelaskan adanya
autokorelasi jika nilai d mendekati 0 maka diindikasikan adanya autokoelasi
positif. Jika nilai d mendekati nilai 2 maka diindikasikan tidak adanya
autokorelasi positif dan negatif. Jika nilai d mendekati 4 maka diindikasikan
adanya autokorelasi positif dan negatif.
Nilai d yang didapat dalam model sebesar 1,262365 nilai tersebut lebih
mendekati 2 dari pada 0 ataupun 4. Sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak ada
autokorelasi positif maupun negatif dalam model. Selain itu, untuk
mengidentifikasi adanya autokolinearitas dapat diukur melalui plot data residual.
Berdasarkan Gambar 4.3 diatas menunjukan bahwa ragam residual tidak
membentuk pola linear kuadratik dan bergerak konstan. Artinya dapat
disimpulkan bahwa model sudah tidak ada mengandung autokorelasi positif
maupun negatif.
-2
-1
0
1
2
3
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Standardized Residuals
57
4.4 Evaluasi Model
Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan model pooled least
square, di dapat hasil variabel bebas yang signifikan terhadap variabel terikat
tingkat kemiskinan di NTT pada taraf nyata sepuluh persen antara lain
pertumbuhan ekonomi (PE), jumlah penduduk yang lulus SMP (SMP), jumlah
penduduk( Ln JP), dan angka harapan hidup (Ln AH) sedangkan pengangguran
(Ln PG) tidak signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap tingkat
kemiskinan di NTT. Hasil estimasi tersebut dapat disajikan melalui tabel berikut.
Dari tabel 4.12 menunjukan bahwa variabel Jumlah penduduk dan
pengangguran memiliki nilai koefisien positif. Artinya jika terjadi peningkatan
jumlah penduduk dan pengangguran maka tingkat kemiskinan di provinsi NTT
akan meningkat. Sebaliknya, variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk
yang lulus SMP dan angka harapan hidup memiliki nilai koefisien negatif.
Artinya, jika terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang
lulus SMP dan angka harapan hidup maka akan menurunkan tingkat kemiskinan
di NTT.
Tabel 4.12 Hasil Estimasi Melalui Model Pooled Least Square
Variabel Koefisien Std. Error t- Statistik Probabilitas
Pertumbuhan Ekonomi (PE) -0,038586 0,023242 -1,667457 0,0986 *
Penduduk Berumur 10 Tahun keatas
yang Lulus SMP (SMP)
-0,020604 -2,240754 -2,240754 0,0273 *
Tingkat Pengangguran Terbuka (PG) 0,013440 0,010737 1,251788 0,2136
Jumlah Penduduk (LnJP) 0,937764 0,042091 22,27941 0,0000 *
Angka Harapan Hidup (AHH) -0,079170 0,009513 -8,322369 0,0000 *
Keterangan : signifikan pada taraf nyata 10 persen *
58
Pengujian terhadap pengaruh semua variabel independen di dalam model
dapat dilakukan dengan Uji F. Uji F digunakan untuk melakukan uji hipotesis
koefisien (slope) regresi secara bersamaan. Jika nilai probabilitas F-statistik lebih
kecil dari taraf nyata, maka berarti minimal ada satu variabel bebas yang
berpengaruh nyata terhadap peubah dependen (terikat). Dari model pooled least
square, terlihat bahwa nilai probabilitas F-statistik bernilai 0,000000 yang berarti
minimal ada satu variabel bebas dalam model yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan di Provinsi NTT.
Koefisien determinasi (goodness of fit) merupakan suatu ukuran yang
penting karena menggambarkan baik atau tidaknya model regresi yang diestimasi.
Nilai R2 mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat
dijelaskan oleh variabel bebas. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik
kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikatnya.
Dari hasil estimasi diperoleh nilai R2 sebesar 0,869009. Artinya model
mampu menjelaskan keragaman tingkat kemiskinan di NTT sebesar 86,90 persen,
sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Salah satu asumsi
dalam model regresi adalah distribusi probabilitas gannguan µi memiliki rata-rata
yang diharapkan sama dengan nol. Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa
apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji normalitas error
term dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque Bera. Berdasarkan hasil uji
J-B Test dapat dilihat pada gambar 4.2 Didapatkan nilai probabilitas Jarque Bera
lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu sebesar 0,065509. Hal ini berarti error
term terdistribusi dengan normal
59
Gambar 4.2 Uji Kenormalan.
4.5 Interpretasi Model
Berdasarkan hasil estimasi dudaptkan bahwa variabel yang signifikan
memengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi NTT antara lain :pertumbuhan
ekonomi, pendidikan tamat SMP, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup
4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi meupakan perubahan nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah yang dinilai atas dasar harga konstan. Dari
hasil estimasi di dapat nilai koefisien yang bernilai negatif dan signifikan yaitu -
0,038586, artinya setiap kenaikan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen maka akan
menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,038586 persen. Dari nilai probabilitas
0,0986 signifikan pada taraf nyata 10 persen. Pertumbuhan ekonomi digunakan
untuk memahami dinamika perekonomian suatu wilayah dengan melihat
0
2
4
6
8
10
12
-0.75 -0.50 -0.25 0.00 0.25 0.50 0.75
Series: Standardized Residuals
Sample 2004 2010
Observations 105
Mean -0.036321
Median 0.002955
Maximum 0.910819
Minimum -0.715925
Std. Dev. 0.374159
Skewness 0.050405
Kurtosis 1.888329
Jarque-Bera 5.451141
Probability 0.065509
60
percepatan perekonomiannya. Hal ini berarti bahwa deengan peningkatan laju
pertumbuhan ekonomi mengindikasikan adanya kenaikan permintaan akan barang
dan jasa, artinya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa akan meningkat .
sehingga secara tidak langsung dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi
mampu mengurangkan kemiskinan yang selalu diidentikan dengan tidak
mampunya masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan.
Laju pertumbuhan ekonomi daerah dapat didorong melalui peningkatan
investasi daerah. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya
turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang
dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut. Misalnya dengan perbaikan
infrastruktur maupun fasilitas publik seperti jalan, jembatan,dll.
Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat merupakan prasyarat untuk
mengurangi kemiskinan dan hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin
merupakan syarat cukup untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan
ekonomi yang dibutuhkan dalam menurunkan tingkat kemiskinan adalah
pertumbuhan yang berkualitas yaitu menyebar merata pada seluruh lapisan
masyarakat dan mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.
4.5.2 Jumlah Penduduk Tamatan SMP
Pendidikan tamat SMP didefinisikan sebagai persentase penduduk yang
berumur 10 tahun ke atas yang lulus SMP. Variabel pendidikan tamat SMP yang
mewakili faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di bidang pendidikan
berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan di NTT. Hal ini menunjukan
61
bahwa hasil estimasi sesuai dengan teori dan signifikan yang menyatakan bahwa
semakin banyak jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, maka akan
menurunkan tingkat kemiskinan.
Dari hasil estimasi didapatkan nilai koefisien sebesar -0,020604 artinya
jika terjadi peningkatan jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP sebesar 1
persen maka akan menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,020604 persen.
Dari nilai probabilitas (0,0273) signifikan pada taraf nyata 10 persen. Sehingga
peningkatan jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP berepengaruh nyata
terhadap pengurangan penduduk miskin.
Sebagian besar penduduk NTT memiliki pendidikan yang rendah
dibuktikan banyaknya penduduk yang hanya menamatkan pendidikan nya di
sekolah dasar, sehingga mereka memiliki produktifitas yang rendah pula. Hal ini
sesuai teori mengenai lingkaran setan kemiskinan yang mengatakan bahwa
semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka akan berpengaruh pula
terhadap tingkat pendapatan dan pruduktifitas seseorang yang semakin meningkat
pula dan akhirnya akan menurunkan tingkat kemiskinan yang ada
4.5.3 Pengangguran Terbuka
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) terdiri dari mereka yang mencari
pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan, serta sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai
bekerja. Dari hasil estimasi sesuai dengan hipotesis awal yang menunjukan bahwa
TPT berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan di NTT dengan nilai
koefisien sebesar 0,013440 artinya jika TPT meningkat sebesar 1 persen maka
jumlah penduduk miskin juga akan meningkat. Dari hasil penelitian ternyata
62
variabel TPT tidak signifikan terhadap peningkatan kemiskinan di NTT, karena
lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT
yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja
keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja
mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan
mereka yang kecil.
4.5.4 Jumlah Penduduk
Dari hasil estimasi didapatkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi NTT. Artinya
apabila jumlah penduduk meningkat sebesar 1 persen maka jumlah penduduk
miskin akan meningkat sebesar 0,937764 persen. Dari nilai probabilitas(0,000)
signifikan pada taraf nyata 10 persen. Pengaruh positif tingkat jumlah penduduk
terhadap tingkat kemiskinan di NTT menunjukan bahwa peningkatan jumlah
penduduk yang tidak diimbangi dengan perbaikan terhadap kualitas sumber daya
manusia. setiap peningkatan jumlah penduduk justru akan meningkatkan pula
tingkat kemiskinan. untuk itu pemerintah perlu mengadakan program yang dapat
menekan jumlah penduduk, pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi
dengan perbaikan kualitas masyarakat hanya akan menciptakan beban
ketergantungan yang tinggi dan tingkat pengangguran yang tinggi pula.
Hal ini sesuai teori yang dinyatakan oleh Todaro, yaitu jumlah angkatan
kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi
anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang
masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka
63
merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban
angkatan kerja yang produktif.
Untuk mengatasi permasalahan peningkatan jumlah penduduk dengan
adanya program Keluarga Berencana. Program ini diharapkan mampu menekan
laju pertumbuhan jumlah penduduk dan diharakan pula meningkatkan
kesejahteraan
4.5.5 Angka Harapan Hidup
Angka Harapan Hidup nerupakan variabel yang dapat mencerminkan
kemajuan dalam program pembangunan pemerintah di bidang kesehatan. Angka
harapan hidup nerupakan salah satu variabel yang digunakan untuk mengukur
nilai indeks IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Semakin tinggi nilai angka
harapan hidup menunjukan bahwa perbaikan kualitas kesehatan masyarkat
semakin baik.
Dari hasil estimasi menunjukan bahwa angka harapan hidup berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di NTT sebesar 0,079170,
artinya jika terjadi peningkatan anagka harapan hidup 1 persen maka jumlah
penduduk miskin akan turun sebesar 0,079170 persen. Hasil estimasi ini sesuai
dengan hipotesis awal dari nilai probabilitas (0,000) signifikan pada taraf nyata 10
persen. Angka harapan hidup digunakan sebagai indikator yang dapat
mencerminkan kemajuan dalam program pembangunan pemerintah di bidang
kesehatan. Selan itu, perbaikan kualitas kesehatan masyarakat akan mendorong
peningkatan produktivitas masyarakat.
Peningkatan produktivitas juga akan mendorong laju percepatan
pertumbuhan ekonomi. Hal ini sesuai dengan teori mengenai lingkaran setan
64
kemiskinan yang dinyatakan oleh Myrdal. Bahwa penyebab kemiskinan salah
satunya dikarenakan faktor kesehatan yaitu derajat kesehatan masyarakat yang
rendah akan menurunkan tingkat produktivitas berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Syarat cukup yang harus dipenuhi adalah hasil pertumbuhan ekonomi
tersebut dapat dirasakan oleh berbagai lapisan masyaraat. Faktanya, tidak seluruh
masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan yang ada. Untuk itu perlu
kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kebijakan yang
dapat dilakukan pemerintah adalah dengan pemberian pelayanan gratis kesehatan
kepada masyarakat miskin melalui program Jamkesmas.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab IV , maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Model panel data pengaruh pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus
SMP, pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup
terhadap tingkat kemiskinan di NTT layak digunakan karena telah memenuhi
dan melewati uji asumsi klasik, yaitu : uji multikolinearitas, uji
heteroskedasitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas.
2. Dari hasil analisis deskriptif menunjukan bahwa, kabupaten termiskin yang
dilihat dari jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kabupaten Timor
Tengah Selatan, dimana kabupaten ini memiliki jumlah penduduk miskin
sebesar 126.600 jiwa (28,69 persen) dari total penduduk 441.155 jiwa.
Kabupaten TTS menjadi kabupaten termiskin di Provinsi NTT dikarenakan,
umumnya wilayah ini memiliki curah hujan yang rendah dan tandus, selain itu
sektor pertanian ( 95,3 persen ) masih memiliki peran penting, karena sebagian
besar penduduk bekerja di sektor pertanian (80 persen). Angka (Indeks
Pembangunan Manusia) terendah berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena
kabupaten ini belum banyak memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun
ekonomi, sehingga masyarakat lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut,
yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas pembangunan manusia.
66
3. Hasil uji determinasi (R2) pada model ini menunjukan bahwa besarnya nilai R
2
cukup tinggi yaitu 80,34 persen. Nilai ini berarti model yang dibentuk cukup
baik dimana 80,34 persen variasi variabel dependent tingkat kemiskinan dapat
dijelaskan dengan baik oleh variabel-variabel independent. Sedangkan , sisanya
19,66 persen dijelaskan oleh faktor –faktor diluar model. Diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk menganalisis variabel-variabel lain yang mempengaruhi
kemiskinan.
4. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa yang berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kemiskinan di Provinsi NTT yaitu : pertumbuhan ekonomi, jumlah
penduduk yang lulus SMP, dan angka harapan hidup berpengaruh negatif,
Jumlah penduduk berpengaruh positif. Sedangkan, variabel tingkat
pengangguran terbuka tidak signifikan terhadap tingkat kemiskinan di NTT.
5. Variabel Jumlah penduduk dan angka harapan hidup mepunyai pengaruh yang
besar terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Sedangkan pertumbuhan
ekonomi, dan jumlah penduduk lulusan SMP memiliki pengaruh yang relatif
kecil terhadap penurunan tingkat kemiskinan.
5.2 Saran
1. Dari hasil penelitian, didapat bahwa jumah penduduk yang lulus SMP
berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Hendaknya kebijakan belajar
9 tahun lebih diefisienkan di semua Kabupaten/Kota di NTT, sehingga
dampaknya akan merata disemua daerah untuk menurunkan tingkat kemiskinan
yang ada. Memberikan jaminan pendidikan bagi orang miskin serta
meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan secara merata tidak hanya terpusat
pada satu daerah saja.
67
2. Dari hasil analisis menunjukan bahwa tingkat jumlah penduduk berpengaruh
positif dan memiliki elastisitas terbesar terhadap tingkat kemiskinan, untuk itu
perlu kebijakan dalam mengatasi atau mengendalikan laju pertumbuhan
penduduk yang terus meningkat tersebut, salah satunya kebijakannya adalah
program KB. Pelaksanaan program KB ini meliputi kegiatan penerangan dan
motivasi, pelayanan medis, pendidikan dan latihan.
3. Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di NTT lebih ditingkatkan. Dalam
rangka peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, upaya yang akan dilakukan
adalah pengangkatan dan penempatan tenaga kesehatan, seperti dokter dan
tenaga keperawatan terutama di daerah terpencil, peningkatan proporsi
puskesmas yang memiliki tenaga dokter; peningkatan proporsi rumah sakit
kabupaten/kota yang memiliki tenaga dokter spesialis dasar, dan peningkatan
mutu pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya
melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, penduduk yang lulus SMP,
jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan hidup. Oleh karena itu
perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data investasi
dan infrastruktur wilayah tersebut dan metode lebih lengkap sehingga dapat
melengkapi hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk
kebijakan penurunan tingkat kemiskinan.
68
DAFTAR PUSTAKA
Baltagi. 2005,. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edition,John Wiley &
Sons, Ltd, England.
Badan Pusat Statistik. 2004. Kemiskinan Indonesia. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2011. Kependudukan Indonesia. BPS, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2010. Indeks Pembangunan manusia. BPS, Jakarta
Badan Pusat Statistik. 2002. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2004. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2004. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2004/2005.
Jakarta : Badan Pusat Statistik.
__________________. 2005. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2006. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2006. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2007. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2007. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2008. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2008. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2009. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2009. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2010. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2010. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2011. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2011. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2011. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
__________________. 2012. Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2011. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
Boediono. 1985. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Penerbit BPFE, Yogyakarta.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). 2010. http://bkkbn.go.id//
Chambers. 1998. Pembangunan Desa Mulai Dari Belakang. LP3ES, Jakarta.
Firdaus, M. 2004. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara,
Jakarta.
69
Gujarati, Damodar, 2003, Basic Econometrics, Fourth Edition. McGraw-Hill
Companies, New York.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Peramalan . IPB Press, Bogor.
Kuncoro, Mudarajad. 2000. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan
kebijakan UPP AMP YKPN: Yogyakarta.
Myrdal,G. 2000. Economic Theory and Underdeveloped Region.
Mutheun,London.
Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 Mengenai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN).
Sitepu, Rasidin dan Bonar M. Sinaga, 2005. Dampak Investasi Sumber Daya
ManusiaTerhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan : Pendekatan
Model Computable General Equilibrium.Prisma, Hal 17-31, Vol 1.
Risya, U. 2011.Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan
dan Kebijkan Penanggulangannya di Povinsi Jawa Timur. Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Manejemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rizki, B dan Samsubar,S. 2007. Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat
Kemiskinan Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol 12, No.3,
Hal 223-233.
Siregar,H dan D.Wahyuniarti.2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Penurunan Jumlah Penduduk Miskin.MB-IPB.Bogor.
Soegijoko. 2001. Kemikinan dan Perencanaan Pembangunan di Indonesia.
Yayasan Soegikoko,Bandung.
Suryawati,C. 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional .
.http://www.jmpkonline.net/Volume_8/Vol_08_No_03_2005.pdf. Diakses
tanggal 11 November 2010.
Tambunan, Tulus. 2000. Perekonomian Indonesia:Terori,Temuan, dan Empris.
Ghalia, Jakarta.
Todaro, Michael P. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.Penerjemah:
Haris Munandar. Erlangga, Jakarta.
Todaro, M.P. 2005. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Kesembilan.
Erlangga, Jakarta.
Todaro, M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Edisi Keempat Jilid
1. Erlangga, Jakarta.
The World Bank Group. 2000. http://www.worldbank.org/
70
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan di Dindonesia.
Wongdesmiwati, 2009. Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengentasan Kemiskinan Di
Indonesia:AnalisisEkonometrika.http://wongdesmiwati.files.wordpress.co
m/2009/10/pertumbuhan -ekonomi dan pengentasan kemiskinan-di-
indonesia-analisis-ekonemetri.pdf Diakses tanggal 7 Desember 2010
71
Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 38.961075 (14,85) 0.0000
uji hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 5.943098 5 0.3118
72
Pooled Least Square
Dependent Variable: JM
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 05/09/12 Time: 21:45
Sample: 2004 2010
Periods included: 7
Cross-sections included: 15
Total panel (balanced) observations: 105
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PE -0.038586 0.023141 -1.667457 0.0986
SMP -0.020604 0.009195 -2.240754 0.0273
PG 0.013440 0.010737 1.251788 0.2136
JP 0.937764 0.042091 22.27941 0.0000
AH -0.079170 0.009513 -8.322369 0.0000
C 5.005372 0.815760 6.135839 0.0000
Weighted Statistics
R-squared 0.869009 Mean dependent var 19.30747
Adjusted R-squared 0.862393 S.D. dependent var 10.91510
S.E. of regression 0.385311 Sum squared resid 14.69802
F-statistic 131.3550 Durbin-Watson stat 0.535657
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.632414 Mean dependent var 11.05044
Sum squared resid 16.67245 Durbin-Watson stat 1.262365
Top Related