“ANALISA PENENTUAN LOKASI LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR DI SEKITAR SMA
KOMPLEK SURABAYA”
Dosen Pembimbing:
Ema Umilia, ST., MT.
Disusun Oleh:
1. Alifiana Hafidian R. NRP. 3609 100 012
2. Sisca Henlita NRP. 3609 100 013
3. Hesti Martadwiprani NRP. 3609 100 014
4. Ainun Dita Febriyanti NRP. 3609 100 019
5. M. Emil Widya Pradana NRP. 3609 100 021
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2012
1
1.1 Latar Belakang
Setiap kegiatan baik ekonomi maupun sosial memerlukan ruang untuk mewadahi
aktivitasnya. Dengan tersedianya ruang tersebut, semua kegiatan yang ada akan
terlaksana dengan baik. Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan, masing-masing dari
kegiatan tersebut memiliki ciri khas tersendiri yang pada akhirnya membutuhkan suatu
kriteria dalam pemilihan lokasinya. Pemilihan lokasi merupakan hal penting bagi suatu
kegiatan karena dengan pemilihan lokasi yang tepat, maka suatu kegiatan akan
terlaksana dengan baik. Misalnya saja, suatu kegiatan industri tidak akan terlaksana
dengan baik jika pemilihan lokasi kegiatannya kurang tepat karena adanya kegiatan
industri tersebut dipengaruhi oleh lokasi kegiatan yang lainnya.
Pemilihan lokasi berhubungan erat dengan adanya teori lokasi. Menurut Tarigan
(2005), teori lokasi sendiri dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menyelidiki tata ruang
(spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari
sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap
keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial. Dengan
kata lain, teori lokasi yang ada menjadi acuan dalam pemilihan lokasi. Ketepatan dalam
pemilihan lokasi juga akan mempengaruhi hasil yang diperoleh oleh suatu kegiatan,
miisalnya saja dalam hal keuntungan yang diperoleh dari suatu proses produksi.
Salah satu kegiatan yang dapat dijadikan sebagai contoh dalam penentuan lokasi
adalah penentuan sarana pendidikan yang dikomersilkan (Lembaga Bimbingan
Belajar/LBB). Seperti yang kita ketahui, seiring dengan perkembangan jaman terdapat
beberapa sarana pendidikan (Lembaga Bimbingan Belajar/LBB) yang letaknya
berdekatan dengan Lembaga Bimbingan Belajar /LBB lainnya atau dengan kata lain
terjadi suatu fenomena aglomerasi di pusat kawasan pendidikan, dimana letak tersebut
memiliki kriteria tersendiri dalam penentuan lokasi Lembaga Bimbingan Belajar. Oleh
karena itu diperlukan suatu analisa kriteria dalam penentuan lokasi sarana pendidikan
tersebut guna mengetahui faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan lokasi
sarana pendidikan tersebut.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diangkat dalam
penulisan makalah ini diantaranya:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan lokasi Lembaga Bimbingan
Belajar di sekitar SMA Komplek Surabaya?
2. Bagaimana kesesuaian faktor-faktor pemilihan lokasi tersebut terhadap kondisi
faktual yang ada?
3. Seberapa besar pengaruh analisa lokasi terhadap penentuan lokasi Lembaga
Bimbingan Belajar di sekitar SMA Komplek Surabaya yang notabene merupakan
kawasan aglomerasi pendidikan?
1.3 Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
a. Mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi sarana
pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di sekitar SMA Komplek Surabaya.
b. Mengetahui pendekatan baik secara teoritis dan empiris dalam penentuan lokasi
sarana pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di sekitar SMA Komplek
Surabaya.
Sedangkan sasaran dari penulisan makalah ini adalah:
a. Mengidentifikasi faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan lokasi sarana
pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di sekitar SMA Komplek Surabaya
berdasarkan studi teoritis dan empiris.
b. Menganalisa faktor penentu lokasi yang menjadi faktor utama dan faktor pendukung
sarana pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di sekitar SMA Komplek
Surabaya.
1.4 Ruang Lingkup
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam analisa lokasi yang kami lakukan ini terbatas pada
ruang lingkup kawasan sarana pendidikan yang berlokasi di sekitar SMA Komplek
Surabaya, Jawa Timur.
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Pembahasan ini lebih terfokus pada analisa penentuan lokasi yang sangat
menentukan pertumbuhan dari aglomerasi kawasan sarana pendidikan tersebut.
Selain itu, kami juga akan melakukan komparasi antara faktor pemilihan lokasi
sarana pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di sekitar SMA Komplek
3
Surabaya dengan beberapa literatur teori penentuan lokasi sehingga akan terlihat
adanya relevansi teori yang menggambarkan kondisi ideal dengan kenyataan di
lapangan.
1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini meliputi:
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi tentang latar belakang pemilihan lokasi sarana pendidikan yang akan
diamati, rumusan masalah, tujuan dan sasaran dari penulisan makalah ini, ruang lingkup
pembahasan makalah yang menyangkut lokasi sarana pendidikan, serta sistematika
penulisan dalam membuat makalah.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang teori-teori lokasi yang berhubungan dengan pemilihan lokasi
fasilitas umum berupa sarana pendidikan yang kemudian mensintesakan hasil temuan
empiris pada kawasan kawasan sarana pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di
sekitar SMA Komplek Surabaya dengan teori mengenai fasilitas umum berupa sarana
pendidikan..
Bab III Gambaran Umum
Bab ini berisi mengenai gambaran umum wilayah studi yakni kawasan kawasan
sarana pendidikan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) di sekitar SMA Komplek Surabaya
Bab IV Analisa
Bab ini berisi tentang analisa lokasi berdasarkan hasil pengamatan dan teori-teori
yang terkait dengan pemilihan lokasi.
Bab V Penutup
Bab ini berisi kesimpulan yang memadukan antara tujuan yang diinginkan dengan
hasil analisa. Dari hasil analisa tersebut dapat juga didapat rekomendasi sebagai
pandangan kedepan dalam pengelolaan kawasan pendidikan komersil berupa Lembaga
Bimbingan Belajar.
4
2.1 Lembaga Bimbingan Belajar (LBB)
Lembaga bimbingan belajar adalah salah satu lembaga non formal dalam bidang
pendidikan. Lembaga ini merupakan milik non pemerintah atau swasta, dimana segala
biaya keperluan yang dibutuhkan dalam pendidikan tersebut dibiayai oleh swasta tanpa
bantuan dari pemerintah. Mayoritas, lembaga non formal bersifat komersil. Begitu juga
dengan lembaga bimbingan belajar yang dapat dikategorikan sebagai pendidikan non
formal, maka harga di sebuah lembaga bimbingan belajar sangat mahal namun
sebanding dengan kualitas yang diperoleh. Kualitas pendidikan yang diberikan lembaga
bimbingan belajar jelas berbeda dengan pendidikan yang ada di sekolah. Pendidikan di
lembaga bimbingan belajar jauh lebih baik, dan mengena pada poin materi yang akan
kita kuasai.
Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Balai Pengembangan Pendidikan
Nonformal dan Informal (BP-PNFI) Regional IV Kota Surabaya, menjelaskan bahwa
terdapat beberapa persyaratan dalam proses pendirian lembaga pendidikan non formal.
Adapun persyaratan tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Terdapat Dewan Pembina, minimal 1 orang
2. Dewan Pengawas, minimal 1 orang
3. Terdapat pengurus harian yang terdiri dari ketua, bendahara dan sekretaris
4. Photo Copy KTP semua anggota Yayasan/LBB bersangkutan
5. Surat Domisili Lembaga dari pemerintah terkait
6. Bukti poin 1-5 ini dibawa ke Notaris
2.2 Teori Central Place
Teori central place dikemukakan pertama kali oleh Walter Christaller pada tahun
1933 dalam buku Central Place In Southern Germany. Dalam buku ini, Christaller
mencoba menjelaskan bagaimana susunan dari besaran kota, jumlah kota, dan
distribusinya di dalam satu wilayah. Tempat pusat (central place) merupakan suatu
tempat dimana produsen cenderung mengelompok di lokasi tersebut untuk menyediakan
barang dan jasa bagi populasi di sekitarnya. Menurut Christaller, teori central place
adalah sebagai berikut:
“Central place theory is a geographical theory that seeks to explain the
5
number, size and location of human settlement in an urban system.”
Pandangan Christaller tersebut memiliki penjelasan bahwa suatu pusat aktivitas
yang melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang
sentral, yaitu suatu tempat/wilayah/kawasan yang memungkinkan partisipasi manusia
dalam jumlah yang maksimum, baik yang terlibat dalam aktivitas pelayanan ataupun
yang menjadi konsumen. Asumsi-asumsi yang dikemukakan dalam teori Christaller
antara lain:
a. Suatu lokasi yang memiliki permukaan datar yang seragam.
b. Lokasi tersebut memiliki jumlah penduduk yang merata dan memiliki daya beli yang
sama.
c. Lokasi tersebut mempunyai kesempatan transport dan komunikasi yang
merata/gerakan ke segala arah (isotropic surface).
d. Konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimisasi jarak/biaya.
Tempat sentral tersebut digambarkan dengan adanya suatu titik simpul dari suatu
bentuk heksagonal. Wilayah yang berbentuk heksagonal tersebut merupakan daerah
yang penduduknya mampu terlayani oleh adanya tempat sentral tersebut. Adapun
tahap-tahap terjadinya model central place heksagonal yang dikembangkan Christaller
adalah sebagai berikut :
a. Diawali dengan adanya pusat areal perdagangan berupa lingkaran - lingkaran.
Setiap lingkaran tersebut memiliki pusat dan menggambarkan threshold (ambang
batas) dari komoditas tersebut.
b. Lingkaran-lingkaran berupa range (prinsip jangkauan) dari komoditas tersebut yang
lingkarannya boleh terjadi tumpang tindih.
c. Range yang tumpang tindih dibagi antara kedua pusat yang berdekatan sehingga
terbentuk areal yang heksagonal yang menutupi seluruh daratan yang tidak lagi
tumpang tindih.
d. Orde I lebar heksagonalnya 3 kali heksagonal orde II. Orde II lebar heksagonalnya
adalah 3 kali heksagonal orde III, dan seterusnya. Heksagonal yang sama besarnya
tidak saling tumpang tindih, tetapi antara heksagonal yang tidak sama besarnya akan
terjadi tumpang - tindih. Pusat dari hierarki yang lebih rendah berada pada sudut dari
hierarki yang lebih tinggi sehingga pusat yang lebih rendah berada pada pengaruh
dari tiga hierarki yang lebih tinggi darinya.
6
Gambar 2.1
Tahap-tahap Terbentuknya Model Central Place
Pada dasarnya, teori central place ini mengacu pada prinsip jangkauan (range) dan
ambang batas (threshold). Dari komponen range dan threshold maka lahir prinsip
optimalisasi pasar (market optimizing principle). Prinsip ini antara lain menyebutkan
bahwa dengan memenuhi asumsi di atas, dalam suatu wilayah akan terbentuk wilayah
tempat pusat (central place). Pusat tersebut menyajikan kebutuhan barang dan jasa bagi
penduduk sekitarnya. Apabila sebuah pusat dalam range dan threshold yang
membentuk lingkaran, bertemu dengan pusat yang lain yang juga memiliki range dan
threshold tertentu, maka akan terjadi daerah yang bertampalan. Penduduk yang
bertempat tinggal di daerah yang bertampalan akan memiliki kesempatan yang relatif
sama untuk pergi ke kedua pusat pasar itu.
Keberadaan setiap tempat sentral memiliki pengaruh yang berbeda sesuai dengan
besar kecilnya suatu wilayah sehingga terjadi hirarki. Selain berdasarkan besar-kecilnya
pengaruh pusat kegiatan, Christaller juga membagi central place berdasarkan jenisnya
yaitu sebagai berikut :
a. Tempat sentral yang berhierarki 3 (K = 3)
Merupakan pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan
barang-barang bagi daerah sekitarnya atau disebut juga sebagai kasus pasar
optimal.
Gambar 2.2
Hirarki Tempat Sentral 3
7
b. Tempat sentral yang berhierarki 4 (K = 4)
Merupakan situasi lalu lintas yang optimum yakni daerah tersebut dan daerah
sekitarnya yang terpengaruh oleh tempat sentral senantiasa memberikan
kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien.
Gambar 2.3
Hirarki Tempat Sentral 4
c. Tempat sentral yang berhierarki 7 (K = 7)
Merupakan situasi administratif yang optimum yang mana tempat sentral ini
mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.
Gambar 2.5
Hirarki Tempat Sentral 7
Dari ketiga jenis model central place tersebut, maka model yang sesuai untuk
diterapkan dalam menentukan lokasi fasilitas umum adalah tempat sentral yang
berhierarki 3 (K = 3). Hal tersebut dikarenakan K = 3 sering disebut sebagai Kasus
Pasar Optimal yang memiliki pengaruh 1/3 bagian dari wilayah tetangga di sekitarnya
yang berbentuk heksagonal, selain mempengaruhi wilayahnya itu sendiri.
8
2.3 Fenomena Aglomerasi
Aglomerasi merupakan gabungan, kumpulan dua atau lebih pusat kegiatan, serta
tempat pengelompokan berbagai macam kegiatan dalam satu lokasi atau kawasan
tertentu. Berkumpulnya berbagai kegiatan ini akan menimbulkan penghematan ekstern
karena adanya penggunaan fasilitas sejenis dan hubungan antar kegiatan yang terkait.
Terdapat beberapa keuntungan dalam menempatkan lokasi kegiatan pada tempat
konsentrasi (aglomerasi), yaitu sebagai berikut:
2.3.1 Keuntungan Economic of Agglomeration/localization
Keuntungan karena di tempat/lokasi tersebut terhadap berbagai keperluan
dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan. Pusat konsentrasi sekaligus
pusat kegiatan ini pada intinya memberikan kemudahan dekat dengan pasar, yang
tujuannya lebih mudah mendapatkan konsumen.
Localization economies merupakan external economies yang terjadi antar
perusahaan yang bergerak dalam bidang yang sama. Penghematan yang mungkin
terjadi karena faktor luar dan dinikmati oleh semua kegiatan yang ada di
kota/kawasan tersebut.
Berkonsentrasinya kegiatan karena adanya perpindahan satu atau lebih
kegiatan ke titik yang sama, dengan mensubstitusi biaya pengangkutan dengan
biaya produksi lainnya. Berlaku gejala forward linkage dan backward linkage, yaitu:
● Forward linkage = efek permintaan = kaitan ke depan
● Backward linkage = efek penawaran = kaitan ke belakang
2.3.2 Keuntungan Urbanization Economies
Penghematan yang timbul antar kegiatan yang memiliki kegiatan yang sama
dan berlokasi berdekatan. Biasanya terjadi di daerah perkotaan daripada di luar
kota. Dipengaruhi oleh infrastruktur perkotaan yang berkembang pesat, seperti
jaringan jalan, telekomunikasi, pertokoan, lembaga pendidikan, pelatihan,
penelitian, dll. Urbanization economies biasanya mengikuti gejala localization
economies.
9
Sarana pendidikan yang ada di kota Surabaya sangat penting keberadaannya.
Berbagai kelengkapan fasilitas dari sarana pendidikan tersebut pada akhirnya dapat
membantu mewujudkan kualitas pendidikan yang baik. Salah satu kawasan sarana
pendidikan yang ada di Kota Surabaya yakni kawasan sarana pendidikan komersil berupa
Lembaga Bimbingan Belajar yang terletak di sekitar SMA Komplek, Surabaya Pusat. Pada
awal perkembangannya, Lembaga Bimbingan Belajar yang ada di sekitar SMA Komplek
yakni SMA Negeri 1, 2, 5, dan 9 Surabaya hanya terdapat beberapa Lembaga Bimbingan
Belajar yaitu Lembaga Bimbingan Sony Sugema College (SSC). Seiring dengan berjalannya
waktu LBB yang ada di sekitar SMA Komplek ini semakin bertambah mengingat kawasan ini
sangat ideal sebagai pusat kegiatan pendidikan di Surabaya Pusat karena letaknya yang
strategis.
Secara administratif, kawasan ini terletak di Kelurahan Ketabang, Kecamatan
Genteng, dengan luas wilayah sebesar 180 Ha. Adapun batas wilayah studi dapat dilihat
pada Peta 3.1
Sebelah Utara : Jl. Ambengan
Sebelah Selatan: Jl. Walikota Mustajab
Sebelah Barat : Jl. Jaksa Agung Suprapto
Sebelah Timur : Jl. Kusuma Bangsa dan Jl. Anggrek
10
Peta 3.1
Batas Wilayah Studi
11
Terdapat enam Lembaga Bimbingan Belajar yang berada di sekitar SMA komplek,
yaitu Nurul Fikri, SSC, Neutron Yogyakarta, Ganesha Operation, Primagama, dan Quantum
Excelencia. Dalam studi ini, tidak semua LBB menjadi objek penelitian, dua diantaranya
yakni LBB Primaga dan Quantum Excelencia tidak dapat digali lebih dalam mengenai profil
lembaga bimbingan belajar tersebut dikarenakan adanya kendala dalam melakukan
wawancara dengan stakeholder terkait, Untuk lebih jelasnya mengenai profil singkat dari
keempat LBB dapat dilihat dalam penjelasan di bawah ini.
3.1 Sony Sugema College (SSC)
Sony Sugema College mulai berdiri pada tahun 1990 dengan kantor pusat di Kota
Bandung. Pendirian LBB SSC ini di Kota Bandung ini mewakili wilayah Barat yakni
Jakarta, Bogor, Tangerang, dsb. Pada tahun 1993, SSC membuka cabang di wilayah
Surabaya dengan kantor pusatnya di Jalan Kaca Piring No 46. Di Surabaya sendiri, LBB
SSC membuka cabang sebanyak 8 unit yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya dan
salah satunya terletak di wilayah Rungkut dan Sidosermo
Sebelum dibangun LBB SSC, lahan yang ada di Jalan Kaca Piring ini berupa
bangunan tua berupa rumah jaman dahulu kala yang tidak ditempati, kemudian untuk
‘menghidupkan’ kembali lahan ini dibangun LBB SCC. Dalam proses mendirikan
bangunan, LBB ini tergolong legal karena telah mendapatkan Ijin Mendirikan Bangunan
(IMB) dari Pemerintah Kota Surabaya.
Pada umumnya, pihak pengelola LBB SSC memilih untuk mendirikan di Jalan Kaca
Piring dikarenakan letaknya yang mendekati konsumen yakni siswa/siswi dari SMA
Komplek Surabaya serta lokasinya yang mudah dijangkau dengan segala moda
transportasi. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pihak LBB sendiri. Mayoritas
Gambar 3.1 LBB SCC di Jl. Kaca Piring 46 Surabaya
Sumber: Survey Primer, 2012
12
yang kursus di LBB SSC adalah mereka yang berasal dari SMA Komplek (SMA Negeri
1, 2, 5, dan 9 Surabaya), sedangkan untuk program intensif belajar menjelang SNMPTN
kebanyakn berasal dari siswa/siswi luar kota.
Masalah yang dihadapi LBB SSC ini diantaranya adalah:
a. Adanya persaingan antar LBB sehingga secara tidak langsung ‘memaksa’ pihak
LBB SCC untuk memunculkan sesuatu yang unik
b. Adanya permukiman di sekitar LBB yang kadang menyebabkan suasana
berisik/gaduh karena adanya anak-anak kecil yang suka berkeliaran di area sekitar
LBB.
c. Area parkir yang tempatnya terbatas dan kurang tertata
Untuk mengatasi hal tersebut, pihak LBB SSC mengatasi dengan cara mendirikan
kafe jenius untuk tempat nongkrong para siswa, sehingga mereka tidak dilanda rasa
bosan serta adanya security untuk mengatasi permasalahan parkir
3.2 Ganesha Operation (GO)
Ganesha Operation pertama berdiri pada tanggal 1 Mei 1984 di Kota Bandung,
kemudian sekitar tahun 2004 didirikan di Surabaya yakni di Jalan BKR Pelajar/Jimerto
35. Selang dua tahun, Ganesha Operation mendirikan kantor cabang pendukung di
wilayah Surabaya yang lain.
Sama halnya dengan SSC, pendirian lokasi GO di dekat SMA komplek dikarenakan
untuk mendekati target pasar mereka yaitu pelajar SMA komplek. Dengan mendekati
lokasi sekolah, maka akan mempermudah siswa dalam menjangkau lokasi LBB.
Keuntungan dari letak GO yang berdekatan dengan SMA komplek adalah
Gambar 3.2 LBB GO di Jl. BKR Pelajar/Jimerto 35
Surabaya
Sumber: Survey Primer, 2012
13
kemudahan siswa SMA komplek untuk menjangkau GO, sehingga dapat menyerap
siswa yang cukup banyak (±1.400 siswa). Bahkan didirikan kantor cabang di jalan yang
sama, hanya terpisah beberapa rumah untuk memenuhi permintaan pasar. Masalah
yang ada terkait lokasi GO diantaranya keterbatasan lahan parkir serta kurangnya kelas
untuk memenuhi permintaan pasar. Untuk mengatasi masalah tersebut, solusi yang
dilakukan pihak LBB GO adalah mendirikan kantor cabang baru yang hanya terpisah
beberapa rumah, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar dan membagi kelas
sehingga parkir tidak penuh.
3.3 Nurul Fikri
Lembaga Bimbingan Belajar Nurul Fikri memiliki kantor pusat di Jakarta. Pada
tahun 1999, Nurul Fikri berdiri di Surabaya. Pada awalnya, LBB ini berada di Jalan Nias,
kemudian pada tahun 2004 pindah ke Jalan Slamet No. 1 Surabaya. Nurul Fikri sendiri
tidak mau disebut sebagai Lembaga Bimbingan Belajar melainkan BKP (Bimbingan
Konseling Pendidikan).
Dulunya, bangunan yang digunakan untuk Nurul Fikri berupa rumah yang pada
akhirnya beralih fungsi menjadi sarana pendidikan komersil yakni berupa LBB. LBB ini
tergolong legal karena dalam proses membangunannya telah mendapatkan IMB dari
Pemerintah Kota Surabaya. Siswa yang kursus di Nurul Fikri mayoritas berasal dari SMA
Komplek, sedangkan untuk program intensif kebanyakan dari luar kota.
Pendirian lokasi Nurul Fikri yang memilih dekat dengan SMA komplek dikarenakan
lokasinya yang dekat dengan SMA komplek sehingga banyak membidik para konsumen
yang kursus disana (±500 siswa).dan aksesibilitasnya yang mudah untuk dijangkau. Dari
Gambar 3.3 LBB Nurul Fikri di Jl.Slamet No. 1
Surabaya
Sumber: Survey Primer, 2012
14
hasil wawancara, pihal dari Nurul Fikri sendiri sampai detik ini belum mengalami kendala
dikarenakan Nurul Fikri memiliki strategi khusus, yakni adanya materi BIP (Bimbingan
Informasi Pendidikan) berupa materi study skill, life skill dan keislaman serta ciri khas
tersendiri dari Nurul Fikri yang memberikan jasa konsultasi pelajaran di luar kelas.
3.4 Neutron Yogyakarta
Neutron Yogyakarta berdiri pertama kali pada tahun 1978 di Kota Jogja. LBB ini
tergolong cukup tua. Pada tahun 2006, Neutron Yogyakarta mendirikan cabang di Kota
Surabaya. Pendirian lokasi Neutron Yogyakarta yang memilih dekat dengan SMA
komplek dikarenakan lokasinya yang dekat dengan SMA komplek dan aksesibilitasnya
yang mudah untuk dijangkau, serta pelayanan yang bagus terhadap siswa (kualitas
kelas yang nyaman dengan fasilitas lengkap serta materi yang diberikan terhadap
siswa).
Letaknya yang dekat dengan SMA Komplek memiliki keuntungan tersendiri bagi
pihak Neutron Yogyakarta, yakni banyak konsumen yang kursus disana (±1.600 siswa).
Sampai saat ini, pihak dari Neutron Yogyakarta tidak mengalami masalah yang cukup
signifikan dikarenakan lokasi Neutron Yogyakarta yang strategis, serta ditunjang dengan
area parkir yang luas dan adanya tim pengatur lalu lintas.
3.5 Potensi Masalah
Berdasarkan profil singkat beberapa LBB di atas, dapat diketahui keuntungan serta
permasalahan yang dialami oleh masing-masing LBB. Secara keseluruhan, keuntungan
dan permasalahan seputar peletakan kawasan LBB di sekitar SMA Komplek, disajikan
Gambar 3.4 LBB Neutron Yogyakarta di Jl. Wijaya
Kusuma No. 51 Surabaya
Sumber: Survey Primer, 2012
15
ke dalam tabel berikut.
Tabel 3.1
Matriks Keuntungan dan Masalah Peletakan Kawasan LBB di Sekitar SMA Komplek Surabaya
NO. NAMA LBB ALASAN KEUNTUNGAN MASALAH
1 SSC
Dekat dengan SMA
Komplek
Lokasi mudah
dijangkau oleh
pelajar SMA
Komplek
● Persaingan dengan
LBB lain di sekitar
● Berdekatan dengan
area permukiman
● Area parkir
2 GO
Dekat dengan SMA
Komplek
● Lokasi mudah
dijangkau oleh
pelajar SMA
Komplek
● Kantor cabang
yang letaknya
berseberangan
● Area parkir
● Kekurangan ruang
kelas
3 NURUL FIKRI
Dekat dengan SMA
Komplek
Lokasi mudah
dijangkau oleh
pelajar SMA
Komplek
-
4 NEUTRON
YOGYAKARTA
Dekat dengan SMA
Komplek
Lokasi mudah
dijangkau oleh
pelajar SMA
Komplek
-
5 PRIMAGAMA
Dekat dengan SMA
Komplek
Lokasi mudah
dijangkau oleh
pelajar SMA
Komplek
-
6 QUANTUM
EXCELENCIA
Dekat dengan SMA
Komplek
Lokasi mudah
dijangkau oleh
pelajar SMA
Komplek
Hanya ada satu cabang
LBB, sehingga butuh
publikasi yang lebih
untuk menarik konsumen
Sumber: Survey Primer, 2012
Pada umumnya peserta didik LBB disini merupakan siswa-siswi dari SMA Komplek
itu sendiri, khususnya untuk program bimbingan belajar reguler. Sementara peserta didik
yang berasal dari luar kota mayoritas lebih memilih untuk mengikuti program belajar
intensif. Berdasarkan matriks juga terlihat bahwa sebagian besar LBB tersebut memilih
untuk mendirikan lokasi di sekitar SMA Komplek karena letaknya yang berdekatan
16
dengan SMA Komplek sehingga memudahkan untuk membidik konsumen. Untuk
persebaran LBB yang berada di sekitar SMA Komplek ini dapat dilihat pada Peta 3.2.
Peta 3.2 Lokasi Persebaran LBB SMA Komplek
NEUTRON YOGYAKARTA GANESHA OPERATION
SSC
NURUL FIKRI
QUANTUM EXCELENCIA
PRIMAGAMA
17
Jika dilihat dari lokasinya terhadap fungsi bangunan sekitar, kawasan LBB ini
secara umum berada di kawasan permukiman. Namun apabila ditinjau lebih luas lagi,
kawasan LBB ini juga dekat dengan area fasilitas umum, terutama sekolah (SMA
Komplek) yang berada di timur laut. Sementara fasilitas umum yang dominan lainnya
adalah perkantoran, berupa Kantor Pemkot Surabaya yang berada di barat daya. Fungsi
kegiatan terdekat lainnya adalah kawasan perdagangan jasa berupa Mall Grand City di
sebelah tenggara. Untuk visualisasi lebih jelas mengenai fungsi kegiatan di sekitar
kawasan SMA Komplek, dapat dilihat pada Peta 3.3
18
Peta 3.3
Peta Fungsi Kegiatan Kawasan SMA Komplek Surabaya
SMAN 1,2,5, dan 9
KANTOR PEMKOT
MALL GRAND CITY
19
4.1 Analisa Skoring
Metode analisa kuantitatif menggunakan prosedur yang terukur dan sistematis yang
didukung oleh data-data numerik. Analisis kuantitatif pada penelitian ini menggunakan
analisa skoring dimana analisa ini merupakan analisa yang memberikan nilai bobot atau
skor dari setiap gatra dan nilai masing-masing gatra dihitung dengan memberi nilai
tertentu (0 – 100 atau 0 – 1000). Metode ini mirip dengan metode konsensus tetapi
penetapan nilai dilakukan oleh perseorangan secara independen (tanpa konsensus)
dimana nilai dari para responden perseorangan diproses secara matematik atau statistik.
Pada penelitian ini untuk menganalisa hasil kuisoner menggunakan skor sebagai berikut:
● Nilai 4 untuk penilaian faktor lokasi yang dianggap sangat penting/paling
dipertimbangkan dalam penentuan lokasi LBB di sekitar SMA Komplek
● Nilai 3 untuk penilaian faktor lokasi yang dianggap penting/dipertimbangkan dalam
penentuan lokasi LBB di sekitar SMA Komplek
● Nilai 2 untuk penilaian faktor lokasi yang dianggap cukup penting/cukup
dipertimbangkan dalam penentuan lokasi LBB di sekitar SMA Komplek
● Nilai 1 untuk penilaian faktor lokasi yang dianggap tidak penting/tidak
dipertimbangkan dalam penentuan lokasi LBB di sekitar SMA Komplek
Berikut adalah perhitungan hasil kuisioner (lihat pada lampiran) yang diperoleh dari
pendapat 26 responden yang terdiri dari 6 responden pihak pengelola lembaga
bimbingan belajar dan 20 responden siswa/siswi yang kursus di lembaga bimbingan
belajar tersebut. Untuk kuisioner yang ditujukan bagi pihak siswa/siswi, kami
memberikan 3 pilihan mengenai faktor penentu lokasi lembaga bimbingan belajar,
sehingga dalam menghitung hasilnya diperoleh dari jumlah responden yang memilih
salah satu faktor tersebut. Adapun tabel skoring dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel
4.2 di bawah ini.
20
Tabel 4.1
Hasil Skoring Analisa Penentuan Lokasi LBB dari Pihak Pengelola LBB
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Tabel 4.2
Hasil Skoring Analisa Penentuan Lokasi LBB dari Siswa/Siswi yang Kursus
Faktor
Penentuan
Lokasi LBB
Responden
Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Aksesibilitas √ √ √ 3
Kedekatan
dengan
Sekolah
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 16
Kedekatan
dengan
Rumah
√ 1
Sumber: Hasil Analisa, 2012
Faktor
Penentuan
Lokasi LBB
Responden
Total SSC GO Primagama Nurul Fikri Quantum
Excelencia
Neutron
Yogyakarta
Sarana dan
Prasarana 3 2 3 3 2 4 17
Aksesibilitas 4 4 3 4 3 4 22
Kedekatan
dengan Sekolah 4 4 4 4 3 4 23
Ketersediaan
Lahan 2 3 2 1 3 2 13
Kebijakan 1 1 1 2 1 2 8
21
Berdasarkan hasil kuisoner yang dilakukan pada pihak pengelola LBB dengan jumlah
responden sebanyak 6 orang dan pihak siswa/siswi yang kursus di LBB sebanyak 20
orang, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang paling dipertimbangkan dalam pemilihan
lokasi LBB di sekitar SMA komplek berdasarkan hasil skoring, yakni sebagai berikut:
a. Untuk hasil skoring dari pihak pengelola LBB:
1. Kedekatan dengan sekolah menjadi elemen paling dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA komplek dengan jumlah total 23.
2. Aksesibilitas berada pada urutan kedua dalam pemilihan lokasi LBB di sekitar
SMA komplek dengan jumlah total 22.
3. Sarana dan prasarana termasuk dalam elemen yang dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA komplek dengan jumlah total 17
4. Ketersediaan lahan berada di urutan dalam pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA
komplek dengan jumlah total 13.
5. Faktor kebijakan berada pada urutan terakhir dalam pemilihan lokasi LBB di
sekitar SMA komplek yang memiliki total nilai 8 poin saja.
b. Untuk hasil skoring dari pihak siswa/siswi yang kursus di LBB:
1. Kedekatan dengan sekolah menjadi elemen paling dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA komplek dengan jumlah responden
sebanyak 17 orang.
2. Aksesibilitas menjadi urutan kedua dalam pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA
komplek dengan jumlah responden sebanyak 3 orang.
Berdasarkan perhitungan hasil kuisioner, ternyata tidak semua faktor dipilih oleh para
pihak pengelola LBB dan siswa/siswi yang kursus di LBB. Dari faktor yang ada, yang
menjadi faktor yang paling dipertimbangkan adalah faktor kedekatan dengan sekolah dan
faktor aksesibilitas. Selain kedua faktor tersebut, terdapat beberapa faktor yang menjadi
bahan pertimbangan dalam pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA komplek yakni faktor
ketersediaan lahan, sarana dan prasarana, dan faktor kebijakan.
4.2 Kesesuaian Faktor dengan Teori Lokasi dan Kondisi Eksisting
Berdasarkan perhitungan, prioritas faktor yang paling dipertimbangkan dalam
pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA komplek adalah faktor kedekatan dengan sekolah,
faktor aksesibiltas, ketersediaan sarana dan prasarana, ketersediaan lahan serta faktor
kebijakan. Maka berdasarkan faktor tersebut akan dianalisa apakah sudah sesuai atau
belum dengan teori lokasi fasilitas umum dan kondisi faktualnya. Untuk lebih jelasnya akan
dijelaskan berikut ini:
22
a. Kedekatan terhadap sekolah
Adanya SMA Komplek yang terdiri dari SMA 1, SMA 2, SMA 5, dan SMA 9
Surabaya menjadikan kawasan studi sebagai salah satu titik pusat kegiatan
pendidikan di Kota Surabaya. Hal ini menyebabkan stakeholder LBB untuk memilih
mendirikan LBB di kawasan tersebut. Keadaan ini sesuai dengan prinsip teori
Christaller yang menyebutkan bahwa distributor mendekati titik pusat kegiatan, dalam
hal ini pusat kegiatan pendidikan sebagai pasar mereka.
b. Kemudahan aksesibilitas
Berdasarkan survey primer, aksesibilitas merupakan salah satu faktor penting
yang diperhatikan oleh stakeholder. Keadaan ini menunjukkan bahwa teori Christaller
berlaku karena dengan adanya kedekatan, maka dapat dipastikan lokasi mudah
dijangkau.
c. Pelayanan terhadap daerah sekitarnya
Di dalam teori Christaller terdapat prinsip threshold, yakni seberapa luas pasar
yang dapat dijangkau. Berdasarkan kondisi eksisting, selain kegiatan pendidikan juga
terdapat kegiatan permukiman, sehingga dengan adanya LBB di kawasan tersebut
diharapkan dapat melayani masyarakat sekitar.
d. Aglomerasi
Fenomena aglomerasi yang terjadi di kawasan pendidikan dalam hal ini Lembaga
Bimbingan Belajar yang terletak di sekitar SMA Komplek dapat dijelaskan pada Peta
4.1.
23
Peta 4.1
Kedekatan Lembaga Bimbingan Belajar di Sekitar SMA Komplek
Keterangan:
Berdasarkan peta di atas terlihat bahwa tanda lingkaran hijau menunjukkan letak
dari Lembaga Bimbingan Belajar dimana letaknya tersebut hampir berdekatan satu
sama lain. Dari sini dapat terlihat adanya suatu pengelompokan aglomerasi yang
memberikan keuntungan bagi suatu kegiatan tersebut, dalam hal ini keuntungan
localization. Pengelompokan kegiatan aglomerasi LBB menciptakan suatu kesan atau
citra bagi kawasan studi sebagai pusat kegiatan LBB di Surabaya. Dengan adanya
pencitraan ini, maka penduduk dalam hal ini siswa/siswi akan semakin tertarik untuk
menjadi konsumen LBB tersebut. Pada dasarnya LBB yang berada di daerah studi
dapat berubah dari yang berskala lokal menjadi skala kota, sehingga terjadi
Letak Lembaga Bimbingan Belajar
24
penghematan biaya dalam memenuhi kebutuhan fasilitas pendidikan Kota Surabaya.
Selain itu, adanya urban aglomerasi yang merupakan pengaruh yang ditimbulkan
oleh berdirinya sarana pendidikan dengan posisi Kota Surabaya secara regional.
Dengan kelengkapan fasilitas perkotaan yang telah dimiliki oleh Kota Surabaya,
secara tidak langsung menjadikan Kota Surabaya sebagai pertimbangan untuk
mendirikan sarana pendidikan. Jumlah penduduk di Kota Surabaya sendiri juga
banyak terutama usia sekolah. Permintaan yang tinggi terhadap sarana pendidikan
yang lengkap dan bermutu membuat persaingan yang sehat untuk mewujudkan
sebuah sarana pendidikan yang baik. Infrastruktur yang tersedia hendaknya
dimanfaatkan untuk menunjang berdirinya sarana pendidikan yang lengkap
fasilitasnya. Adanya aglomerasi kawasan sarana pendidikan di sekitar SMA Komplek
ini pada nantinya banyak membantu Pemerintah untuk mengawasi dan memantau
perkembangan pendidikan di Kota Surabaya serat pengendalian mutu pendidikan di
kota Surabaya.
25
Dari hasil penemuan kelompok kami di lapangan, melalui proses wawancara dan
studi literatur, ternyata faktor pemilihan lokasi LBB di sekitar SMA kompleks sesuai dengan
teori lokasi Christaller. Hal ini dapat dilihat dari ketiga faktor yang telah ada yakni kedekatan
dengan sekolah, kemudahan aksesibilitas, dan pelayanan terhadap daerah sekitar.
Faktor-faktor lain seperti kebijakan dan ketersediaan lahan kurang mempengaruhi
dalam pendirian lokasi LBB di sekitar SMA komplek dari sudut pandang para stakeholder,
sedangkan faktor ketersediaan sarana dan prasarana memiliki pengaruh namun tidak
signifikan dari sudut pandang stakeholder dan Christaller.
26
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Persyaratan dan Proses Pendirian Lembaga
Pendidikan Nonformal. Diunduh dari www.bppnfi-reg4.net pada tanggal 20 Mei 2012
pukul 20:35
Tarigan, Robinson. 2003. Ekonomi Regional. Bumi Aksara. Jakarta.
27
KUISIONER PIHAK PENGELOLA LBB
Profil Lembaga Bimbingan Belajar
1. Nama LBB : ……………………………………………………………………………
2. Alamat : ……………………………………………………………………………
3. No Telp : ……………………………………………………………………………
4. Sejarah Berdirinya LBB : ………………………………………………………………………
5. Asal Murid : ……………………………………………………………………………
Profil Responden
1. Nama : ……………………………………………………………………………
2. Jabatan : ……………………………………………………………………………
Pertanyaan Wawancara
1. Apa keuntungan lokasi LBB di sekitar area SMA komplek?
………………………………………………………………………………………………………
2. Apa saja permasalahan yang dihadapi terkait lokasi LBB di sekitar area SMA komplek?
………………………………………………………………………………………………………
3. Bagaimana penanganan akan permasalahan yang selama ini dihadapi pihak LBB terkait
lokasinya di sekitar area SMA komplek?
………………………………………………………………………………………………………
Faktor Pemilihan Lokasi LBB
No. Faktor Penentuan
Lokasi LBB
Penilaian
SP P CP TP
1 Sarana dan
Prasarana
2 Aksesibilitas
3 Kedekatan dengan
Sekolah
4 Ketersediaan Lahan
5 Kebijakan Pemerintah
Keterangan:
SP : Sangat Penting
P : Penting
CP : Cukup Penting
TP : Tidak Penting
28
KUISIONER SISWA
Asal Sekolah:
Kelas:
1. Dimanakah lokasi tempat tinggal anda?
Surabaya Pusat
Surabaya Barat
Surabaya Timur
Surabaya Selatan
Surabaya Utara
2. Mengapa memilih lokasi LBB disekitar area SMA komplek?
Dekat dengan rumah
Dekat dengan sekolah
Mudah dicapai menggunakan transportasi publik (angkot, bus, dll)
3. Jenis transportasi apakah yang sering anda gunakan untuk bersekolah atau bimbel
Kendaraan pribadi (sepeda motor, mobil)
Kendaraan umum (angkot, bus)
Jalan kaki