TUGAS MATA KULIAH HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
’ ANALISA KLAUSULA EKSONERASI
PADA STANDART KONTRAK BAKU
SYARAT DAN KONDISI PENGIRIMAN DAN PENGANGKUTAN
PT. EKA SARI LORENA ” ESL EXPRESS”
DIKAITKAN DENGAN UNDANG – UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN‘
OLEH
RACHARDY ANDRIYANTO
090710101240
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
A. TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum dilakukan analisa diberikan sebuah tinjauan pustaka perihal
istilah – istilah yang di anggap penting untuk dikemukakan sebelumnya yang
dirasa berkaitan dan akan digunakan dalam muatan penulisan selanjutnya.
Klausula Eksonerasi atau exoneration (Bahasa Inggris) diartikan oleh
I.P.M. Ranuhandoko B.A. dalam bukunya “Terminologi Hukum Inggris-
Indonesia”yaitu “Membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu
tuntutan atau tanggung jawab.”Secara sederhana, klausula eksonerasi ini
diartikan sebagai klausula pengecualian kewajiban/tanggung jawab dalam
perjanjian.
Pembatasan atau larangan penggunaan klausula eksonerasi ini dapat
kita temui dalam hukum positif di Indonesia yaitu dalam Pasal 18 UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Dalam UUPK
ini klausula eksonerasi merupakan salah satu bentuk “klausula baku” yang
dilarang oleh UU tersebut.
Pasal 18 Ayat (1) UU Perlindungan Konsumen : Pelaku usaha dalam
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian apabila:
a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen;
d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran;
e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek
jual beli jasa;
g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. (pasal 1
ayat 3 UU NO 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) yang dalam
penulisan tugas ini yang menjadi pelaku usaha adalah PT. EKA SARI
LORENA / ESL Express yang selanjutnya disebut ‘ PENGANGKUT ‘
seperti yang tercantum pada dokumen terlampir.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (pasal 1 ayat
2 UU NO 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen) yang dalam
penulisan tugas ini yang menjadi konsumen adalah ‘ PENGIRIM ‘ pemilik
barang yang mengirimkan barangnya melalui jasa PENGANGKUT seperti
yang tercantum dalam dokumen terlampir.
B. BATASAN
Batasan analisa tentang klausula yang dianggap sebagai klausula
eksonerasi pada dokumen standart kontrak baku esl express terdapat pada
pasal 4 (lihat dokumen) dimana pasal tersebut berbunyi :
4. PENGANGKUT tidak bertanggung jawab atas hal – hal sebagai berikut :
a. Semua resiko teknis yang terjadi selama dalam pengiriman yang
menyebabkan KIRIMAN tidak berfungsi atau berubah fungsinya, baik
yang menyangkut mesin atau sejenisnya, maupun barang – barang
elektronik seperti halnya : TV, Radio, Tape, Komputer, CD, Flash
Disc, AC, Kulkas, Video, Mesin Cuci, Mesin Photo Copy, Handphone
dan lain – lain yang sejenisnya.
b. Keterlambatan pengiriman ke kota – kota tujuan yang diakibatkan oleh
suatu keadaan memaksa.
c. Kerugian memperoleh kesempatan keuntungan akibat keterlambatan
penyerahan, kerusakan dan kehilangan KIRIMAN.
d. Kerugian atasa kesalahan teknis pelayanan pengiriman barang yang
mengakibatkan kerugian non material
e. Semua penahanan dan penyitaan serta pemusnahan terhadap
KIRIMAN oleh instansi pemerintah terkait (bea cukai, karantina,
kepolisian, kejaksaan dll), sebagai akibat ketentuan hokum yang
berlaku terhadap KIRIMAN, denda, kehilangan, kerusakan KIRIMAN
selama berada dalam penahanan/ penyitaan menjadi tanggung jawab
pengirim.
f. Tuntutan dalam bentuk apapun atas tidak diterimanya suatu KIRIMAN
setelah 15 (lima belas) hari terhitung dari tanggal pengiriman.
g. Kerusakan, kekurangan atau kehilangan KIRIMAN yang diakibatkan
force Majeure (huru – hara, bencana alam, perang pembajakan,
perampokan, kecelakaan, kebakaran & radio aktif / kontaminasi)
h. Kebocoran, kerusakan, basah, busuk atau mati sebagai akibat
pengepakan yang kurang baik atas KIRIMAN.
Selanjutnya analisa hanya di fokuskna pada pasal 4 huruf a, b dan c.
C. ANALISA
Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen menyebutkan tujuan dari larangan pencantuman klausula baku
yaitu “Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen
setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak”
sehingga diharapkan dengan adanya Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen akan memberdayakan konsumen dari kedudukan
sebagai pihak yang lemah di dalam di dalam kontrak dengan pelaku usaha
sehingga menyetarakan kedudukan pelaku usaha dengan konsumen.
Pasal 18 ayat 1 UU Perlindungan Konsumen membatasi pelaku usaha
dalam pencantuman klausula baku yang mengarah kepada klausula eksonerasi.
Artinya, klausula baku adalah klausula yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha,
tetapi isinya tidak boleh mengarah pada klausula eksonerasi. Dimana butir
pasal 18 ayat (1) butir a s.d h merupakan klausula eksenorasi dalam perjanjian
standar antara produsen dan konsumen yaitu pembatasan dan penghapusan
tanggung jawab dalam hal :
a. pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. penolakan penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
c. penolakan penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas
barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
d. pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. pengaturan pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. pengurangan manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan
konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
g. penundukan konsumen kepada peraturan yang berupa aturan
baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
h. pemberian kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli
oleh konsumen secara angsuran.
Merujuk pada pasal 4 standart kontrak baku esl express khususnya
pada pasal huruf a, tidak ada tanggung jawab nya pelaku usaha atas kerusakan
atau tidak berfungsinya alat – alat elektronik pada waktu/saat pengiriman
merupakan suatu hal yang dilarang oleh undang – undang khususnya pasal 18
ayat 1 butir a. Hal tersebut merupakan upaya pengalihan tanggung jawab dari
pelaku usaha dimana seharusnya menjadi suatu tanggung jawab penuh bagi
Pelaku usaha dalam hal ini jasa pengangkut Esl Ekpress untuk menjamin
barang yang sudah dikuasakan oleh pengirim untuk dikirimkan dalam
pemanfaatan atau konsumsi jasa yang diberikan oleh esl express.
Pasal 4 huruf b, standart kontak baku esl express, (lihat dokumen) yang
berbunyi tidak adanya tanggung jawab atas ‘ Keterlambatan pengiriman ke
kota – kota tujuan yang diakibatkan oleh suatu keadaan memaksa ‘. Bunyi
klasusul ini seolah – olah mengindikasikan tidak ada kepastikan waktu barang
sampai tepat pada waktunya yang biasanya dijanjikan berupa lesan pada saat
PENGIRIM menanyakan hal tersebut di awal menyerahkan barang KIRIMAN
pada pihatk PENGANGKUT. Kalimat suatu keadaan memaksa terkesan
sebagai alih – alih bahwa PENGANGKUT dapat menyampaikan barang
KIRIMAN pada tujuan sesuai dengan yang dia mau tanpa memperdulikan
ketepatan waktu. Seharusnya PENGANGKUT tidak mencantumkan klausula
tersebut dan bertanggung jawab apabila barang KIRIMAN tidak sampai tepat
waktu.
Pasal 4 huruf c, tidak adanya tanggung jawab atas ‘Kerugian
memperoleh kesempatan keuntungan akibat keterlambatan penyerahan,
kerusakan dan kehilangan KIRIMAN’. Klausula ini menutup peluang bagi
PENGIRIM dengan orientasi bisnis yang membutuhkan ketepatan waktu
untuk memperoleh suatu keuntungan dalam bisnisnya. Klausula ini juga hal
yang dilarang sesuai dengan pasal 18 ayat 1 UUPK. Yang merupakan
pembebasan tanggung jawab dan pelimpahan kerugian pada konsumen apabila
dala pemanfaatan jasa esl ekspress pengirim mempunyai sebuah orientasi
bisnis, maka klausula ini tidak ideal dan merupakan pengalihan tanggung
jawab. Seharusnya apabila PENGIRIM dalam pemanfaatan jasa KIRIMAN
mempunayi suatu orientasi bisnis seharusnya di berikan jaminan ketepatan
waktu tersendiri oleh pelaku usaha yakni PENGANGKUT agar dapat
membantu bisnis PENGIRIM untuk memperoleh keuntungan.
Top Related