1
2
AKUNTABILITAS
Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Ekonomi
Susunan Personalia:
Penasehat dan Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar)
Pembantu Dekan Fakultas Ekonomi (UIB Blitar)
Tim Penyunting Ahli
Drs. Hadi Siswanto, MM (UIB Blitar)
Prof.Dr.Teguh Budiarso,M.Pd. ( Univ.Mulawarman )
Prof. H. Armanu Thoyib, SE.,M.Sc.,Ph.D (UB Malang)
Prof.Dr.Hj. Nurhayati, SE.,MM (Unisma Malang)
Whedy Prasetyo, SE.,MSA.CPMA.Ak (Unej Jember)
Ketua Dewan Redaksi
Suprianto, SE.,MM
Dr. Denok Wahyudi S. R., ST., MM.
Wakil Dewan Redaksi
Nurul Farida, SE., MM.
Evina Kusumawati, SE., MM.
Sekretaris Dewan Redaksi
Arif Wahyudi, SE., MM.
Endah Masrunik, SE., MM.
Henni Indarriyanti, SE.
Bendahara Redaksi
Hidayatur Rahman, SE.,MM
Alamat Redaksi
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar Blitar
Jl. Majapahit No. 04 Tlp/Fax. 0342 – 813145
http:/www.uib.ac.id
Jurnal “AKUNTABILITAS” terbit 1 (satu) kali setahun pada bulan Agustus
dimaksudkan sebagai sarana publikasi karya ilmiah bagi para pakar, peneliti dan
pengamat ahli dalam bidang yang terkait dengan masalah ilmu-ilmu ekonomi.
Redaksi berhak mengubah naskah mengurangi isi dan maksud tulisan.
3
PEDOMAN PENULISAN NASKAH
1. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi Akuntabilitas Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar ini
terbit satu kali setahun, yaitu pada setiap bulan Agustus.
2. Naskah yang diusulkan untuk diterbitkan dalam Jurnal Akuntabilitas Universitas Islam
Balitar (UIB) Blitar adalah naskah yang belum pernah diterbitkan dan atau tidak sedang
dipertimbangkan penerbitannya di jurnal lain;
3. Naskah ilmiah yang diterbitkan berupa hasil penelitian, artikel dan hasil tulisan ilmiah
lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan oleh penulisnya;
4. Naskah ilmiah ditulis dalam Bahasa Indonesia, atau dalam Bahasa Inggris;
5. Secara garis besar, naskah disusun dengan sistematika sebagai berikut ini:
a. Judul: harus singkat dan jelas sehingga menggambarkan isi tulisan serta dilengkapi
dengan nama penulis (tanpa gelar akademik) dan nama institusi tempat kerja penulis;
b. Abstrak: dalam Bahasa Inggris untuk artikel dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa
Indonesia untuk artikel berbahasa Inggris, maksimal 200 kata yang secara singkat
menggambarkan aspek-aspek isi naskah secara keseluruhan; serta Kata-kata kunci
(keywords);
c. Pendahuluan: tanpa sub bab memuat latar belakang, permasalahan, tujuan, dan hasil
yang diharapkan;
d. Tinjauan pustaka, yang berisi hasil penelitian sebelumnya, kerangka teori dan
hipotesis yang diajukan;
e. Metode: berisi langkah penelitian yang dilakukan sesuai dengan permasalahan yang
disampaikan;
f. Hasil dan pembahasan: memuat analisis hasil temuan dalam bentuk diskriptif
kuantitatif maupun kualitatif yang dapat disertai gambar, tabel, grafik disertai dengan
uraian tentang interpretasi, generalisasi, dan implikasi dari hasil yang diperoleh, serta
relevansinya dengan hasil penelitian lain yang menjadi rujukan;
g. Kesimpulan dan rekomendasi;
h. Daftar pustaka disajikan mengikuti tata cara seperti contoh berikut, disusun secara
alfabetis dan kronologis;
Contoh:
Harahap, Sofyan Syafri. 2001. Peranan Akuntansi Islam Dalam Mendorong Implementasi
Ekonomi Syariah. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi Volume 3 No. 2 Agustus 2001, 403-
418. Jakarta: STIE Trisakti.
Luth, Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja Dalam Perspektif Islam. Penerbit Gema
Insani Press. Jakarta
Wheelen,T.L.,and J.D.Hunger.2004. Strategic Management and Business Policy,Ninth
Edition Education,Inc.
6. Naskah dikirim dalam bentuk print out pada kertas ukuran Letter (kwarto), dengan spasi
tunggal (satu spasi), menggunakan pengolah kata minimal Microsoft Word versi 6.0
dengan jumlah halaman maksimal 25 lembar, sebanyak 3 eksemplar, dan dalam disk
ukuran 3 ½”. Naskah diketik mengikuti kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
7. Naskah dikirim paling lambat 2 (dua) bulan sebelum penerbitan ke alamat:
8. Naskah akan disunting, dengan kriteria penilaian meliputi: orisinalitas, memenuhi kualitas
keilmuan, kebenaran isi, kejelasan uraian, dan manfaat bagi masyarakat akademik;
9. Dewan penyunting berhak mengirim kembali naskah ke penulis untuk direvisi sesuai
dengan saran penilai atau menolak suatu naskah;
4
10. Naskah yang sudah dikirim dan diputuskan untuk tidak dimuat akan dikembalikan
kepada penulis dengan disertai alasan penolakan, jika disertai dengan perangko balasan.
5
TELIKUNGAN KAPITALISME GLOBAL:
UPAYA MENATA KEMBALI EKONOMI INDONESIA
Oleh:
Whedy Prasetyo
Abstract
Global capitalism appear sign two big events. First event, politics
revolution at France strive for liberty, equality, and fraternity.
Second event, is new tecnology invention in the form of steam
machine by James Watt from England, an fast promotion of
industry revolution. Two events then be born new society trade
system. Systems is expand trade new values free market
intercountry, as political liberty, formal equality under of law,
personal property at production tools, and free competition. Trade
free markets require becomes in competition seized the market
intercountry for comparative advantages.
The article is aimed at describing presence democracy economics
based entrepreneurship in front global capitalism for efforts return
to organize Indonesia economic to three economic pillar, is BUMN,
private, koperasi. Indeed, some discussions have been made in this
article about the economic presence free markets, and trade
liberalism area. Furthermore discussions for efforts to organize
Indonesia economic with presence democracy economics based
entrepreneurship.
Keywords: Global capitalism, free markets, Indonesia economic,
and democracy economics based entrepreneurship.
Pendahuluan
Upaya yang Penulis lakukan atas tumbuhnya “keterusikan” hasil
penyampaian orasi ilmiah Hidajat (2011) dalam wisuda Sarjana Strata Satu (S1)
Angkatan VI Universitas Islam Balitar (UIB) Blitar pada tanggal 14 Mei 2011.
Keberadaan negara bangsa Indonesia tidak bisa lepas dari konstelasi global
internasional. Bahkan bisa dikatakan, sejarah Indonesia merupakan perpanjangan
tangan dari pertarungan kepentingan sosial, politik, ekonomi dan wacana yang
sedang berperan di dunia internasional. Tanpa mengurangi rasa hormat dan
bangga Penulis kepada negara-bangsa tercinta Indonesia dan para pendirinya,
dapat dikatakan bahwa nama Indonesia sebagai temuan linguistik-filologis dari
Dosen Jurusan Akuntansi Universitas Jember Djarot Saiful Hidajat (Mantan Walikota Blitar) dengan Judul Ideologi Pancasila versus Ideologi
Globalisasi: Pertaruhan Kebangkitan atau Kebangkrutan Indonesia di masa depan (Kajian Kritis
Pemikiran Bung karno tentang Kapitalisme Global)
6
seorang ilmuan Jerman yang bernama A. Bastian. Ini berarti, setiap upaya untuk
memberikan diagnosa dan terapi atas persoalan yang terjadi di Indonesia tanpa
melihat keterkaitan dengan konstelasi global, niscaya akan menemui kegagalan.
Keberadaan yang mengakibatkan keterkaitan secara langsung khususnya ekonomi
Indonesia dengan ekonomi global melalui ideologi developmentalisme-
modernisme sebagai perpanjangan tangan kapitalisme global internasional yang
diwujudkan dalam gaya hidup (life style), tampilan-tampilan formal yang serba
material dan bercorak kebarat-baratan (Wahid, 1999:28).
Upaya negara-negara Barat dengan ideologi kapitalismenya guna
mempertahankan kepentingan di negeri-negeri dunia ketiga melalui ideologi
developmentalisme (pembangunan) ditunjukkan dalam buku karya Vandana Shiva
dalam Wahid (1999:30) yang berjudul “Bebas dari Pembangunan”, penerbit
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Di sini dijelaskan bahwa:
“pembangunan tidak lain dari sebuah proyek besar pasca zaman
penjajahan oleh bangsa asing dari negeri-negeri Utara atas bangsa-
bangsa di negeri-negeri Selatan. Proyek ini ditawarkan sebagai sebuah
model yang berlaku universal; bahwa kemajuan gaya Barat dapat pula
dicapai di semua bidang oleh negara-negara berkembang, cukup dengan
mengembangkan kaidah-kaidah ekonomi yang dikembangkan di Barat”.
Dengan cara ini negara-negara kapitalis berhasil memperkokoh
pengaruhnya di Indonesia. Hal ini terus dipelihara oleh negara kapitalis di
samping sebagai upaya mencari keuntungan secara ekonomis, juga sebagai upaya
menangkal pengaruh kekuatan komunisme internasional.
Kemunculan kapitalisme jika dilihat dari sisi historis, ditandai oleh dua
peristiwa besar. Peristiwa pertama, revolusi politik yang terjadi di Perancis, yang
secara dramatis tampak dari tuntutan; liberty (kebebasan), equality (persamaan),
dan fraternity (persaudaraan). Peristiwa kedua, yaitu penemuan teknologi baru
berupa mesin uap oleh James Watt, di Inggris, yang secara cepat mempromosikan
revolusi industri. Kedua peristiwa ini, kemudian melahirkan sebuah sistem
masyarakat baru yang disebut sistem kapitalisme. Dalam sistem ini,
dikembangkan nilai-nilai baru seperti, kebebasan politik, kesamaan formal di
bawah hukum, kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, dan persaingan bebas
di pasar. Di bawah sistem baru inilah, Adam Smith menerjemahkan nilai-nilai
yang dianggapnya merupakan dasar teori pasar bebas, yaitu (1) kebutuhan
manusia tidak terbatas; (2) sumber-sumber ekonomi yang relatif terbatas; dan (3)
pengejaran pemenuhan maksimal kebutuhan individu yang relatif tidak terbatas.
Dari pemahaman ini kemudian lahir konsepsi yang membenarkan tentang
persaingan individu, dimana kepentingan individu yang bebas akan memperkuat
kepentingan individu bebas yang lain.
Usaha untuk menuju kemapanan pasar bebas telah dilakukan secara
massif. Sebagai contoh dapat dilihat dari tumbuh kembangnya regionalisme
ekonomi seperti Uni Eropa, NAFTA, AFTA dan berbagai blok perdagangan
lainnya, meskipun ada yang menilai bahwa regionalisme ekonomi ini justru dapat
mengancam proses globalisasi ekonomi dunia. Pasar internasional sangat
menginginkan adanya keterkaitan yang erat ekonomi nasional suatu negara
dengan negara lainnya melalui perdagangan, aliran keuangan, dan investasi asing
secara langsung melalui perusahaan-perusahaan multinasional (Stegar, 2005: 38-
39).
7
Pada dasarnya pasar merupakan faktor mendasar yang harus ada dalam
kegiatan perdagangan. Pasar merupakan sebuah mekanisme yang saling terkait
antara kegiatan produksi, distribusi dan konsumsi, dimana penjual dan pembeli
saling bertemu dalam satu waktu dan tempat dalam melakukan aktivitas dagang.
Namun, dibandingkan dengan abad 18 pada era munculnya industrialisasi, kini
konsep pasar mengalami perubahan yang signifikan dimana tidak ada lagi ruang
maupun bangunan fisik tempat terjadinya tukar menukar dan jual beli. Hal
demikian dipicu oleh kebutuhan mendesak untuk segera menciptakan pasar yang
semakin meluas dan tidak terikat oleh ruang yang membatasi perputaran komoditi
dan modal. Pasar tidak lagi membutuhkan ruang nyata bagi perputaran barang dan
jasa karena pasar pada masa globalisasi ekonomi telah merubahnya menjadi
perputaran kapital (modal) yang signifikan, sehingga kapital dapat bergerak
dengan cepat tanpa harus terikat dengan ruang dan batas-batas tertentu.
Pada kondisi inilah pasar mencapai titiknya yang paling mutakhir, dan hal
ini pula yang menyebabkan munculnya semangat berbagai perusahaan dan bahkan
negara untuk segera membuka ruang paling bebas bagi pasar. Dominasi industri
ini pada akhirnya memaksa negara untuk memproduksi hukum, regulasi, maupun
infrastruktur bagi beroperasinya pasar. Doktrin ini yang menjadi landasan bagi
banyak pelaku pasar, bahwa pasar bebas adalah suatu keniscayaan sejarah yang
harus hadir, sebab pasar telah samapai pada titik puncaknya, dan jika pasar tidak
diberikan ruang yang seluas-luasnya, maka hal ini bertentangan dengan fakta yang
terjadi sebab, tidak akan pernah ada persaingan bebas tanpa pasar bebas.
Ekonomi Pasar Bebas
Paham ekonomi pasar bebas secara meyakinkan mampu memberikan
kepercayaan diri yang kuat, bahwa hanya kekuasaan pasar yang bisa
mengantarkan individu, masyarakat, dan negara pada kemakmuran yang
sesungguhnya. Namun, satu hal yang harus disadari bahwa pasar yang efisien
secara optimal hanya ada sebagai konstruksi teoritis semata. Belum pernah ada
ekonomi yang benar-benar memuaskan dalam segala asumsinya, dan mungkin
tidak akan pernah ada (Korten, 2002: 46).
Terciptanya kondisi pasar bebas sangat mempengaruhi kehidupan manusia
secara keseluruhan, dimana pola pikir, pola konsumsi, hingga pola kebijakan
suatu negara seharusnya akan mendasarkan pada konteks pasar yang sedang
berkembangan disekitarnya, sehingga perpaduan antara pasar (ekonomi) dengan
negara (politik) merupakan hal yang wajar yang tidak terhindarkan. Ketika semua
aspek dalam kehidupan telah mengacu pada pasar, maka segala yang ada dalam
kehidupan merupakan komoditi yang dapat diperdagangkan.
Lebih lanjut menurut Gelinas (2003: 28-30), menyatakan bahwa pasar
terbagi menjadi dua kategori yaitu pasar nasional dan pasar global. Pasar nasional
yaitu tipe pasar yang sangat kompetitif, transparan, dan bebas dari monopoli
karena pasar tersebut berjalan di atas regulasi dan aturan hukum. Aturan legal
tersebut sangat diperlukan untuk menghindari dominasi dan monopoli oleh pelaku
pasar yang lebih kuat. Sedangkan pasar global yaitu suatu konsep dimana secara
keseluruhan mekanisme pasar dikuasai penuh oleh perusahaan transnasional,
dimana tidak ada regulasi apapun yang dapat menghambat laju pergerakan pasar.
Dalam pasar global segala hal menjadi sesuatu yang berharga atau dapat menjadi
komoditi yang diperdagangkan termasuk pendidikan, budaya, informasi,
8
kesehatan, dan sebagainya. Dengan demikian, hal tersebut menuntut adanya
integrasi pasar ke dalam satu model perdagangan yaitu pasar bebas.
Keberadaan berbagai lembaga maupun kesepakatan internasional tentang
perdagangan bebas semakin menambah percepatan efektifitas ekonomi pasar.
Sebagai contoh, NAFTA di Amerika Utara telah mempercepat proses globalisasi
ekonomi pasar dikarenakan pasar telah mendapatkan legitimasinya secara legal
untuk beroperasi melintasi batas geografi. Pada akhirnya, akan tercipta suatu
kondisi dimana seluruh ruang adalah pasar, dan negara tidak mampu berbuat
untuk mengatur melainkan hanya memberikan izin kepada pasar untuk terus
beroperasi.
Kondisi yang terbukti, pada tahun 2011 terjadinya gejolak ekonomi global
akibat krisis ekonomi negara Eropa (Inggris, Perancis, Italia, Yunani), krisis
hutang dan pengangguran di Amerika Serikat. Gejolak yang sempat membuat
bursa dunia terguncang tersebut setiap saat bisa muncul lagi. Memang, bank
sentral AS lebih waspada dengan kemungkinan terjadinya kembali krisis finansial.
Bulan Agustus 2011 terjadi krisis finansial neraca keuangan AS yang berdampak
pada defisit anggaran dan hutang. Perkembangan ekonomi yang akan memberikan
dampak pada ekonomi negara berkembang, seperti Indonesia, termasuk kelompok
yang paling riskan dengan gejolak finansial tersebut (Kompas, 4 Agustus 2011).
Di sisi lain, ancaman baru yang patut diwaspadai yaitu, harga minyak yang
terus melambung. Fluktuasi harga minyak yang selain dipengaruhi faktor-faktor
ekonomi, juga sering didorong oleh situasi politik Timur Tengah. Krisis nuklir
Iran, politik pergantian pimpinan negara di Mesir dan Libya, menjadi faktor
dominan yang mempengaruhi fluktuasi harga minyak dunia saat ini. Secara
teoritis, sebagai anggota OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak)
Indonesia akan diuntungkan dengan harga minyak yang terus menaik per barel-
nya. Kenyataannya, Indonesia yaitu negara net importer minyak. Karena itu,
harga minyak yang terus berfluktuasi bakal memberikan perhatian yang dapat
mempengaruhi bagi perekonomian Indonesia.
Dua kejadian yang terjadi pada perkembangan ekonomi global tersebut
patut terus diwaspadai, sehingga pertumbuhan dalam negeri tetap sustainable
(berkelanjutan). Namun, dengan memperhatikan angka-angka kinerja ekonomi
seperti posisi neraca perdagangan, kita patut mempersiapkan lebih baik atas
ekonomi Indonesia untuk menghadapi tantangan global tersebut. Dibutuhkan
kebijakan strategis, terencana, dan visioner untuk dapat membawa ekonomi dalam
negeri berjalan lebih cepat dan tetap di dalam koridor perencanaan dalam
menghadapi ekonomi global.
Jeratan Liberalisasi Perdagangan
Perdagangan bebas merupakan salah satu mekanisme dalam mazhab
ekonomi neoliberal untuk menciptakan kesejahteraan. Kepercayaan akan
perdagangan bebas dalam membawa kemakmuran selalu dirujukkan pada
keberhasilan ekonomi negara-negara industri yang melakukan perdagangan dalam
skala massif hingga menghasilkan keuntungan yang besar. Kaum kapitalis
percaya bahwa setiap negara harus melakukan perdagangan untuk mencapai
efisiensi daripada harus melakukan produksi sendiri terhadap segala jenis
kebutuhan yang diperlukan. Perdagangan semacam ini didasarkan pada teori
9
keunggulan komparatif yang mempercayai bahwa setiap negara memiliki
keunggulan masing-masing yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Kunggulan ini dianggap akan menciptakan efisiensi dan efektifitas, jika
setiap negara saling bertukar dalam suatu perdagangan atas keunggulan yang
mereka miliki. Negara yang memiliki produk pertanian yang berlimpah dianggap
tidak perlu melakukan industrialisasi untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti
pakaian, alat-alat rumah tangga, sebab kebutuhan atas hal tersebut dapat dipenuhi
oleh negara lain yang memiliki keunggulan komparatif tersebut, dan begitu pula
sebaliknya. Akhir dari pemahaman ini, yaitu akan terbentuknya spesialisasi kerja
internasional yang kemudian akan menciptakan efisiensi kehidupan manusia
dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Asumsi ini memberikan
pemahaman bahwa perdagangan internasional pasti akan memberikan keuntungan
yang adil bagi semua pihak, meskipun ternyata dalam perkembangannya tidak
demikian.
Teori perdagangan ini menjadi dasar pembenaran atas proses perdagangan
bebas yang sedang berlangsung. Perdagangan bebas diyakini akan menciptakan
kesejahteraan yang merata bagi semua orang dan negara, sebab perdagangan itu
dilakukan atas dasar saling membutuhkan yang didasarkan pada spesialisasi kerja
dan produksi.
Asumsi perdagangan yang berdasarkan pada keunggulan komparatif
tersebut tidak sepenuhnya benar. Perdagangan seperti ini justru membuat negara-
negara agraris semakin tertinggal dengan sedikit atas keberadaan negara industri.
Pola saling menguntungkan dalam sebuah perdagangan tidak terjadi, sebab negara
agraris melakukan impor dengan nilai yang lebih besar daripada nilai ekspornya.
Teori ini pun mengalami inkonsistensi dari sebagian besar negara-negara maju
yang kini sedang melakukan industrialisasi dalam berbagi produk yang
sebelumnya bukan merupakan keunggulan komparatif negara tersebut. Sebagian
negara maju kini menguasai hampir keseluruhan perdagangan, sehingga
keuntungan hanya mengalir deras ke negara-negara tersebut.
Pola perdagangan seperti ini, menurut Penulis hanya akan membuat negara
dengan produktifitas rendah semakin tertekan dalam konstelasi perdagangan
dunia. Langkah yang seharusnya diambil oleh negara berkembang, yaitu bergerak
menuju tahap industrialisasi dengan prinsip kemandirian atau industri yang
didukung oleh kekuatan yang dimiliki sendiri. Langkah ini dapat diawali dengan
melakukan produksi atas barang-barang yang selama ini di dapat melalui impor.
Melakukan produksi substitusi impor sangat penting bagi negara berkembang,
setidaknya untuk dua asumsi utama yang dituju, yaitu untuk mengimbangi neraca
perdagangan yang biasanya cenderung negatif, dan dalam jangka panjang untuk
memantapkan struktur produksi yang lebih kokoh. Satu hal yang perlu
diperhatikan, yaitu bahwa meningkatkan industrialisasi di negara berkembang
terutama yang berbasiskan pada agraria, bukan berarti meninggalkan sektor
agraria dan beralih kepada industri sepenuhnya, melainkan produksi produk-
produk pertanian yang telah menjadi keunggulan komparatif tersebut tidak lagi
dijadikan sebagai satu-satunya produk andalan yang diperdagangkan. Produk
pertanian tersebut seharusnya cukup dijadikan sebagai penunjang utama
kebutuhan pokok masyarakat dalam negeri. Jika negara berkembang masih
melakukan perdagangan dengan ekspor bahan mentah dan kemudian melakukan
10
impor barang-barang jadi, maka predikat negara ketertinggalan akan selamanya
melekat pada negara berkembang tersebut.
Dalam perdagangan bebas hambatan dan batas-batas negara tidak lagi
relevan. Apapun barang dan jasa yang diperdagangkan harus dilakukan secara
terbuka dengan mengikuti mekanisme pasar. Pada posisi inilah sejumlah masalah
timbul bagi negara berkembang. Upaya melakukan substitusi impor pasti akan
mengalami berbagai kendala. Perdagangan bebas menghendaki terjadinya
kompetisi dalam memperebutkan pasar. Industri substitusi di negara berkembang
secara normatif akan sulit melawan supremasi industri besar yang telah
melaksanakan terlebih dahulu. Dalam kondisi seperti ini, industri baru (infant
industry) harus mendapatkan proteksi dari persaingan bebas yang tanpa hambatan.
Dengan berpegang pada prinsip bahwa bersaing harus dilakukan oleh dua atau
lebih sektor yang seimbang, maka proteksi harus dilakukan melalui jalinan
kerjasama antar negara dengan membangun satu paket kebijakan industri yang
memungkinkan industri domestik untuk terus berkembang.
Konsep penjelasan atas liberalisasi perdagangan memberikan sebuah
kajian pencapaian pertumbuhan ekonomi yang luar biasa, tetapi tidak untuk
pemerataan, sehingga rakyat miskin selamanya akan berperan sebagai konsumen
dan sekaligus korban dari mekanisme perdagangan seperti ini. Pertumbuhan
ekonomi tinggi tidak memiliki korelasi atau hubungan untuk dapat dapat
menciptakan kesejahteraan masyarakat, karena rakyat tidak dapat menikmati
pertumbuhan tersebut. Maka dari itulah, menurut Penulis perlu dilakukan
pemerataan oleh negara agar kesejahteraan dapat terdistribusikan ke seluruh
masyarakat di perkotaan maupun desa. Asumsi yang menyatakan, bahwa
perdagangan bebas yang sangat kompetitif akan menciptakan harga-harga barang
dan jasa yang relatif murah ternyata tidak terbukti, sebab harga tidak sepenuhnya
ditentukan oleh mekanisme pasar, tetapi juga dipengaruhi oleh pola produksi dan
distribusi yang dikendalikan oleh industri besar. Meskipun sebaliknya jika asumsi
itu disetujui bahwa harga akan menjadi relatif murah, masyarakat tetap akan
menjadi korban, sebab akan dipenuhi oleh tawaran berbagai produk yang akan
menciptakan budaya konsumtif di dalam masyarakat miskin. Dengan demikian,
skema perdagangan bebas tidak hanya menguntungkan para pemilik modal,
namun juga menghilangkan produktifitas rakyat miskin (Maulana, 2010: 35-36).
Lebih lanjut menurut Swasono (2006), menjelaskan bahwa kaidah
perdagangan bebas telah mengikis moral dan etika dalam pemikiran ekonomi,
serta mengabaikan keterbatasan pasar, mengabaikan kegagalan-kegagalan inheren
pasar. Makin tajam ketimpangan struktural (sebagaimana di negara-negara
berkembang) makin tidak mempan keampuhan mekanisme pasar. Pasar adalah
pelayan yang rajin bagi si kaya, namun tidak peduli terhadap si miskin, di sinilah
terletak kegagalan ekonomi dan sekaligus kegagalan moral. Pesan imperatif
konstitusi kita kini makin mengundang simpati baru dan pula makin memperoleh
justifikasi akademis dalam pemikiran ekonomi. Kita mencatat sudah empat kali
ditegaskan tentang berakhirnya ide pasar bebas (the end of laissez faire)
sebagaimana dikemukakan Keynes (1936); Polanyi (1944); Myrdal dkk (1960-
1970); dan Kuttner dkk (1990-2005). Kondisi perdagangan bebas telah membuat
ilmu ekonomi seolah-olah hanya merupakan ilmu yang menciptakan pertumbuhan
ekonomi. Memang demikian itulah ekonomi neo-klasikal liberalistik berdasarkan
paham fundamentalisme pasar.
11
Ilmu ekonomi merupakan ilmu untuk meningkatkan kesejahteraan sosial
secara berkesinambungan untuk mengemban tugas humanisasi. Dalam konteks ini
pendekatan pembangunan haruslah partisipatori dan sekaligus emansipatori.
Artinya, rakyat miskin harus senantiasa terbawa-serta dalam setiap kemajuan,
pembangunan supermarket dan mal harus membawa serta para pedagang
informal. Pembangunan tak menggusur rakyat miskin, tetapi menggusur
kemiskinan.
Itulah sebabnya kaum strukturalis penentang fundamentalisme pasar
menegaskan definisi baru: pembangunan adalah perluasan kemampuan rakyat dan
peningkatan pemilikan (entitlements) rakyat (Sen, 1982); juga, pembangunan
yaitu perluasan kreativitas rakyat (Chakravarty, 1984). Pembangunan adalah
pemberdayaan rakyat, bukan pelumpuhan dan penggusuran, bukan pula
pemiskinan rakyat (dalam Swasono, 2006).
Menata Pilar Ekonomi Indonesia Indonesia memiliki tiga pilar ekonomi, yaitu BUMN, swasta, dan koperasi.
Ketiga pilar ekonomi ini merupakan infrastruktur perekonomian Indonesia, sesuai
Pasal 33 UUD 1945. Idealnya, ketiganya tertata sesuai cita-cita untuk apa negara
ini didirikan. Karena itu, ketiganya harus menjadi pilar sistem perekonomian
sebagai manifestasi usaha bersama atas asas kekeluargaan. Ketiganya harus
mampu mewujudkan cita-cita, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi
negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara.
Ketiga pilar itu harus mampu mewujudkan bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Semuanya diselenggarakan atas demokrasi ekonomi, dengan
prinsip kebersamaan, efisien, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Itulah pesan konstitusi Republik Indonesia, sehingga apabila ada salah satu pilar
ekonomi terjadi perbaikan dan pembenahan haruslah sesuai amanat tersebut dan
tidak terlepas dari perbaikan dan pembenahan dua pilar perekonomian Indonesia
lainnya.
Namun, kondisi tiga pilar perekonomian Indonesia dewasa tersebut sampai
saat ini, belum berjalan sesuai amanat kemerdekaan. Bahkan mungkin telah
menyimpang dari prinsip-prinsip perekonomian sebagaimana dikemukakan di
atas. Keberadaan BUMN yang ada sampai saat ini tidak mampu untuk
menyelenggarakan penguasaan bumi, air, dan kekayaan alam Indonesia, dari
sekedar penggelolaan air (minum) sampai minyak. Hajat hidup orang banyak
direbut atau dikuasai penyelenggaraannya oleh asing. Dunia usaha swasta kita
justru lebih berupaya untuk menuju kearah konglomerasi, kepemilikan perorangan
dan tidak mengindahkan prinsip kebersamaan, sementara koperasi kita sulit
berkembang.
Cita-cita kemandirian, dengan demokrasi ekonomi, terwujudnya keadilan
sosial menjadi kian jauh. Benar, kita telah menikmati pertumbuhan ekonomi,
tetapi kemiskinan justru bertambah. Inilah indikasi kian lebarnya kesenjangan
sosial. Pertumbuhan yang kita nikmati tidak terbagi dan merata dalam semua
tingkatan masyarakat Indonesia. Karena itu wajar, banyak kritik ditujukan kepada
Inspirasi Penulis atas kajian penulisan Sulastomo (Koordinator Gerakan Jalan Lurus) dengan
topik “Menata Kembali Pilar Ekonomi Indonesia” 12 Januari 2008
12
keberadaan BUMN yang dimiliki. Selain dianggap keberadaan dan perannya
sebagai “sapi perah dan gerbong politik” departemen terkait dan penguasa, tidak
efisien, dan tidak profesional, sehingga peran BUMN tidak lagi sesuai dengan
Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Bidang usahanya juga amat luas,
dari farmasi, minyak, batubara sampai hotel dan supermarket, selain itu juga
sering tumpang tindih sehingga tidak ekonomis.
Pada sektor swasta, dengan berbagai fasilitas yang dinikmati,
konglomerasi tumbuh cepat, meskipun keberadaannya amat rawan. Saat Indonesia
diterpa krisis ekonomi (1998), sektor swasta justru punya andil besar terjadinya
krisis, dengan hutang-hutang luar negerinya. Program BLBI yang dimaksudkan
untuk mengatasi krsis, diselewengkan oleh para konglomerat pada sektor swasta
sehingga timbul korupsi dan kegagalan penyelenggaraan atas penggunaan bantuan
tersebut.
Keberadaan koperasi yang ada saat ini, lebih pada ketidakmampuan untuk
berkembang berkompetisi dengan perkembangan lingkungan ekonomi, bahkan
ada yang keberadaannya justru mengemban citra buruk, disebabkan tidak mampu
memegang amanah bantuan yang diberikan pemerintah. Selain itu juga terdapat
kritikan bahwa keberadaannya hanya sebagai lembaga sosial dan bisnis bukan
lembaga ekonomi yang mampu mewujudkan kesejahteraan anggotanya, sehingga
menjadi beban bagi masyarakat maupun negara.
Untuk dapat menata pilar ekonomi Indonesia, mungkin dapat diawali
dengan mempertanyakan fungsi dalam mewujudkan sistem perekonomian,
sehingga ketiga pilar ekonomi tersebut harus berjalan sesuai dengan prinsip yang
terkandung pada Pasal 33 UUD 1945. Keberadaan BUMN perlu ditata kembali
untuk tidak terlalu banyak (misalnya pada sektor farmasi ada tiga BUMN yang
bersaing di pasar). Selain itu, juga perlu dilakukan langkah revitalisasi ke arah
pengelolaan yang amanah dan profesional, sehingga pemilihan direktur BUMN
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki bukan atas kepentingan. Fungsinya lebih
untuk diarahkan pada pengelolaan bumi, air, kekayaan alam, dan hajat hidup
orang banyak. Sebab, bumi, air dan sumber alam yang terkandung di tanah air
Indonesia merupakan kekayaan milik bangsa, sehingga harus dapat dimanfaatkan
bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat bukan perseorangan ataupun kelompok,
dan tidak boleh keuntungannya justru lebih dinikmati bangsa lain.
Memenuhi hajat hidup orang banyak yaitu merupakan amanat
kemerdekaan, cita-cita buat apa negara didirikan, sehingga harus menjadi
tanggung jawab negara. Jika hajat hidup orang banyak (misalnya kesehatan,
pendidikan, transportasi rakyat) diserahkan kepada mekanisme pasar, akan
menjadi beban berat bagi rakyat. Disinilah kehadiran Badan Layanan Umum
(BLU) diperlukan. Selebihnya diprivatisasi atau dijual, sebagian dilakukan
penggabungan (merger) misalnya untuk BUMN yang bergerak dalam bidang
usaha yang sama. Dengan fungsi seperti itu, jika diperlukan bisa mendapatkan
langkah subsidi misalnya yang terkait hajat hidup orang banyak. Konsekuensi atas
langkah subsidi tersebut, maka usaha yang terkait peran BUMN dan BLU, baik
swasta asing maupun domestik, seharusnya dibatasi, ditekan serendah mungkin,
atau bahkan tidak diizikan.
Peran swasta selayaknya diarahkan lebih pada kepemilikan bersama,
misalnya melalui koperasi karyawan perusahaan terkait. Kepemilikan perorangan,
selain membuka peluang tumbuhnya kesenjangan kaya-miskin, juga risiko
13
penyalahgunaan kemudahan yang diberikan pemerintah, misalnya persoalan
BLBI, Bank Mutiara (Century). Sebaliknya, dengan kepemilikan karyawan tempat
kerja, akan tumbuh mekanisme kontrol internal terhadap kemungkinan
penyalahgunaan. Perusahaan juga kian meningkatkan daya kompetisinya, selain
akan menjamin tumbuhnya prinsip kebersamaan dan terwujudnya keadilan sosial.
Koperasi dikembangkan pada usaha sejenis dan disesuaikan dengan
lingkungan ekonomi masyarakat (cluster), termasuk di lingkungan usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM). Kredit mikro, yang selama ini diberikan pada
UMKM, selayaknya juga dapat diberikan pada kelompok usaha sejenis agar tetap
eksis dan berkembang. Model Muhammad Yunus di Banglades dengan Bank
Garment-nya pada dasarnya adalah merupakan upaya pembinaan kelompok usaha
mikro dengan pendekatan usaha sejenis (koperasi).
Dengan perkembangan ekonomi global yang semakin mempengaruhi
seluruh perekonomian Indonesia, sebab kita tidak mungkin keluar dari telikungan
kapitalisme global karena Indonesia telah ikut menjadi penandatangan APEC,
Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China (CAFTA) dan telah pula terdaftar
sebagai anggota organisasi perdagangan dunia WTO maupun OPEC, terasa tidak
mudah menata kembali ketiga pilar ekonomi tersebut sesuai dengan amanat UUD
1945. Selain disebabkan penyimpangan, juga kepentingan asing yang selalu
menuntut kemudahan investasi, dari usaha supermarket sampai usaha yang terkait
dengan kekayaan bumi, air, dan sumber daya alam. Bahkan, yang terkait dengan
hajat hidup orang banyak, misalnya pendidikan dan kesehatan. Kondisi yang
menuntut kesabaran, ketahanan dan kemampuan daya saing, sehingga kita perlu
untuk menyepakati kembali the road map, peta jalan yang harus dilalui dalam
mewujudkan cita-cita untuk apa negara ini didirikan, merumuskan kepentingan
kolektif nasional dengan melihat potret besar konstelasi ekonomi internasional
sebagai acuan, dengan tetap menjadikan kepentingan dan cita-cita kemerdekaan
bangsa sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 sebagai titik pijak
bersama agar kita bisa mandiri untuk dapat mampu menerima keberadaan
kapitalisme global secara sadar, kritis dan cerdas.
Secara konseptual ada beberapa model ekonomi yang saat ini berkembang
di dunia, seperti bentuk welfare-state yang diterapkan Eropa Barat dataran, the
third-way yang diterapkan Inggris, sosialisme-pasar yang diterapkan Cina dengan
pola satu negara dua sistem, kapitalisme-retail yang diterapkan India dan lain
sebagainya (Wahid. 1999: 41). Semua konsep dan model yang bisa dipilih untuk
dapat menjawab tantangan berat yang dihadapi oleh Indonesia saat ini. Semua
terpulang kembali pada setiap elemen dari warga negara Indonesia untuk
menentukan pilihan, sudah tentu dengan memperhitungkan pula keberadaan
sumber daya alam dan manusia, keadaan geografi, demografi, kultur, sistem nilai,
kondisi sosial dan infrastruktur yang ada.
Akhirnya sebagai bahan perenungan, bukankah kita sudah memiliki
konsep motivasi luhur melalui ekonomi kerakyatan dengan dari, untuk dan oleh
rakyat. Dasar ekonomi kerakyatan yang lebih didasarkan pada kondisi dasar yang
dimiliki negara kita Indonesia yaitu usaha bersama yang dikerjakan berdasarkan
atas asas kekeluargaan, dengan kemakmuran masyarakat yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang-seorang, sebagaimana termaktub dalam Pasal 27 ayat 2, Pasal
33 dan Pasal 34 UUD 1945 (Arief, 2001: 53-54). Karakter utama ekonomi
14
kerakyatan (demokrasi ekonomi) pada dasarnya terletak pada dihilangkannya
watak individualistis dan kapitalistis dari wajah perekonomian Indonesia.
Ekonomi kerakyatan sebagai prinsip penyelenggaraan ekonomi Indonesia
dengan prinsip kewirausahaan, prinsip kewirausahaan itu dengan sendirinya tidak
hanya memiliki kedudukan penting dalam menentukan corak sistem
perekonomian yang harus diselenggarakan oleh pemerintah pada tingkat makro.
namun juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak
perusahaan yang seharusnya dikembangkan pada tingkat mikro. Penegakan
kedaulatan ekonomi rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas
kemakmuran orang-seorang, hanya dapat dilakukan dengan menerapkan dan
mengamalkan prinsip tersebut.
Hadirnya Ekonomi Kerakyatan Berprinsip Kewirausahaan
Untuk mempermudah pemahaman tentang ekonomi kerakyatan perlu
dijabarkan ke dalam ciri-ciri ekonomi kerakyatan, dan apa bedanya dengan
ekonomi neo-liberal atau neo-liberalisme. Juga apa keuntungan dengan ekonomi
kerakyatan, atau apa kerugiaan dengan ekonomi neo-liberalisme. Menurut
Mubyarto (2000: 239), menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan merupakan istilah
yang relatif baru, yang dipopulerkan untuk “menggantikan” istilah ekonomi
rakyat yang konotasinya dianggap negatif dan bersifat “diskriminatif”. Negatif
karena didikotomikan (dilawankan) dengan ekonomi konglomerat, dan
diskriminatif karena “didisain” untuk terang-terangan memihak pada salah satu
sektor atau strata ekonomi tertentu yaitu golongan ekonomi lemah, atau rakyat
kecil.
Lebih lanjut pengertian ekonomi kerakyatan tersebut menurut Syafei
(2009), menjelaskan bahwa ekonomi kerakyatan mungkin suatu faham yang
bertujuan untuk memenuhi kepentingan rakyat baik sebagai tenaga produktif yang
memerlukan lapangan pekerjaan, sebagai pengusaha, maupun sebagai konsumen.
Kalau pengertian ekonomi kerakyatan seperti itu, maka tidak terbatas pada usaha-
usaha rakyat seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saja dengan
organisasi koperasi dan non-koperasi, tetapi termasuk perusahaan-perusahaan
swasta nasional dengan skala besar, termasuk perusahaan-perusahaan asing yang
berada di Indonesia, dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai negara untuk
melaksanakan tanggung jawab sosialnya, atau yang dikenal dengan Corporate
Social Responsibility (CSR) dalam bingkai kearifan Pedoman, Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) atas kehadiran 36 butirnya (mewujudkan CSR P4).
Permasalahnya, bagaimana para penguasa negara, dapat membawa semua
perusahaan-perusahaan ini kepada kepentingan rakyat.
Pengertian seperti tersebut di atas sebenarnya sudah disebutkan dengan
jelas dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 1, 2, 3 dan 4. Dukungan dasar kekuatan
hukum yang tetap tersebut, selanjutnya upaya dalam penjelasannya atas ciri-ciri
atau indikator-indikatornya, yang mudah dimengerti oleh rakyat yang paling
awam sekalipun atas gagasan kehadiran konsep ekonomi kerakyatan. Apa yang
dinamakan ekonomi kerakyatan atau lebih tepat usaha-usaha masyarakat dalam
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dari
basis ekonomi nasional, yang dapat tumbuh apabila basis ekonomi keseluruhan
berhasil dibangun. Sebaliknya basis ekonomi nasional tidak mungkin berhasil
dibangun apabila tidak menyertakan pembanguan ekonomi masyarakat. Dalam
15
membangun ekonomi masyarakat tidak mungkin dicapai kalau hanya dipakai
faktor-faktor ekonomi saja. Di sini justru faktor-faktor non-ekonomi seperti rasa
nasionalisme, terutama bagi para pemimpin, dan juga menghindari semangat
konsumerisme bagi rakyat banyak akan sangat menentukan.
Bagaimana mungkin gagasan gunakan produk hasil produksi dalam
negeri, atau hasil produksi dari Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
kalau rasa nasionalisme sudah luntur dan rakyat sudah terjebak pada semangat
konsumerisme terutama pada produk-produk impor. Itu bukan salahnya rakyat
sebagai konsumen kalau tidak memakai produk dalam negeri, karena kita sudah
terlalu jauh masuk dalam pasar bebas, dan selama ini tidak ada proteksi terhadap
industri dalam negeri. Produk-produk impor seperti; pakaian, sepatu, makanan,
buah-buahan bahkan sampai mainan anak-anak sudah biasa digunakan oleh
masyarakat kita.
Membangun UMKM, misalnya, sebagai sektor ekonomi yang langsung
dimiliki oleh rakyat, tidaklah sederhana, tidak cukup hanya dengan menjamin
kredit untuk usaha-usaha mereka. Masalah pemasaran, produksi dengan standar
kualitas ekspor, semangat kewirausahaan, organisasi koperasi atau non-koperasi,
manajemen, keterampilan, adalah masalah-masalah yang tidak mudah diatasi
dalam praktik usaha (bisnis). Semua ini tidak mungkin diatasi tanpa bantuan dan
fasilitas dari negara, baik dalam peraturan perundangan, keuangan (finansial), dan
sumber daya manusia yang berkualitas.
Kewirausahaan, yang harus dimilki oleh UMKM, bukanlah mendirikan
perusahaan kecil yang dikelola sendiri dengan modal sendiri. Kewirausahaan
adalah kemampuan untuk mneningkatkan sumber-sumber daya yang tidak
produktif menjadi produktif, dan ada peluang pasar yang besar, dilakukan dengan
kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang
dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan siasat, kiat, dan proses,
serta kepribadian tangguh menciptakan ide dan peluang dalam semangat jiwa dan
sikap kewirausahaan (Prasetyo, 2009: 3). Manajemen dalam UMKM dapat
dilakukan dengan mengorganisasi diri dalam bentuk organisasi koperasi atau non-
koperasi, yang merupakan suatu organisasi modern, dikelola secara modern.
UMKM dalam bentuk perusahaan perorangan tidak akan kuat dalam menghadapi
persaingan global.
Lebih lanjut menurut Mubyarto (2000: 245-255), menjelaskan bahwa
persaingan globalisasi yang makin kompetitif dituntut peningkatan daya saing
ekonomi nasional mutlak dibutuhkan dan tak mungkin ditawar-tawar lagi.
Diterapkannya sistem ekonomi kerakyatan, yaitu yang demokratis dan benar-
benar sesuai dengan sistem nilai bangsa Indonesia (sistem ekonomi atau aturan
main yang kita buat sendiri) tentunya memberikan peluang bahwa aturan main itu
lebih sesuai dan lebih tepat bagi bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan
keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. “Mengapa dalam suasana globalisasi kita
justru harus bertumpu pada ekonomi rakyat yang sudah jelas tertinggal dan rendah
efisiensinya?”. Adalah pertanyaan yang sangat salah untuk menjadikan persaingan
bebas secara global sebagai tujuan. Yang lebih penting dalam pembangunan
nasional adalah mewujudkan ketahanan nasional yang kuat dan tangguh yang
sudah terbukti, dalam pemahaman bahwa tidak dapat diandalkan pada sejumlah
kecil pengusaha konglomerat, tetapi justru harus mengandalkan kekuatan dan
ketahanan ekonomi rakyat.
16
Jika dalam krisis ekonomi yang pernah berlangsung, membuktikan bahwa
ekonomi rakyat terbukti tahan banting dan banyak yang justru dapat lebih
berkembang, maka jika kita berhasil memberdayakannya, ketahanan ekonomi
nasional akan lebih kuat dan lebih tangguh lagi di masa depan (Mubyarto, 2000:
255). Ketahanan ekonomi nasional dicapai dengan terus mampu untuk
menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif, tujuannya agar dapat
menyumbang pada penciptaan lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat, dan
pertumbuhan ekonomi. Kehadiran UMKM telah terbukti mampu menciptakan
lapangan pekerjaan di semua sektor ekonomi. Dengan demikian, apabila masih
diteruskannya pelaksanaan konsep ekonomi neo-liberal atau neo-liberalisme
terutama dalam era reformasi ini, pasti akan menimbulkan biaya sosial yang lebih
besar lagi, tidak saja opportunity cost of growth, tetapi biaya-biaya sosial lainnya
(Syafei, 2009a). Akhirnya apa yang termaktub dengan jelas dalam UUD 1945
Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 itulah yang seharusnya dijadikan dasar
ekonomi kerakyatan berprinsip kewirausahaan, jika mampu ditujukan pada
kepentingan rakyat banyak dengan perubahan yang memerlukan kepemimpinan
kuat dan berkarakter.
Simpulan
Karakter utama ekonomi kerakyatan (demokrasi ekonomi) pada dasarnya
terletak pada dihilangkannya watak individualistis dan kapitalistis dari wajah
perekonomian Indonesia. Proses yang dapat dicapai dan dituju melalui
pelaksanaan ekonomi kerakyatan berprinsip kewirausahaan di dalam
penyelenggaraan tiga pilar ekonomi Indonesia yaitu BUMN, swasta, dan koperasi.
Prinsip itu dengan sendirinya tidak hanya memiliki kedudukan penting
dalam menentukan corak sistem perekonomian yang harus diselenggarakan oleh
pemerintah dengan kepemimpinan kuat dan berkarakter pada tingkat makro.
Namun juga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menentukan corak
perusahaan yang seharusnya dikembangkan pada tingkat mikro sesuai dengan
Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 dan Pasal 34 UUD 1945. Penegakan kedaulatan ekonomi
rakyat dan pengutamaan kemakmuran masyarakat di atas kemakmuran orang
seorang, upaya yang dapat dilakukan dalam lingkungan kapitalisme global dengan
menerapkan dan mengamalkan prinsip tersebut dalam Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) dengan organisasi koperasi dan non-koperasi, perusahaan-
perusahaan swasta nasional dengan skala besar, perusahaan-perusahaan asing
yang berada di Indonesia, dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai negara untuk
melaksanakan tanggung jawab sosialnya atau yang dikenal dengan Corporate
Social Responsibility (CSR) dalam bingkai kearifan Pedoman, Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) atas kehadiran 36 butirnya (mewujudkan CSR P4).
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Melanie Sritua. 2001. Ekonomi Kerakyatan: Politik Ekonomi. Cetakan
kedua. Penerbit Muhammadiyah University Press. Surakarta.
Gelinas, Jacques. B. 2003. Jaggernaut Politics; Understanding Predatory
Globalization. Zed Books. London.
17
Korten, David. C. 2002. The Post Corporate World. Penerbit Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Maulana, Zain. 2010. Jerat Globalisasi Neoliberal Ancaman Bagi Negara Dunia
Ketiga. Cetakan Pertama. Penerbit RIAK. Yogyakarta.
Mubyarto. 2000. Membangun Sistem Ekonomi. Edisi Pertama. Penerbit BPFE-
Yogyakarta. Yogyakarta.
Prasetyo, Whedy. 2009. Ada Apa Dengan Ilmu Kewirausahaan? (Menumbuhkan
Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa Menuju Soul Mate dan Worklife
Balance). Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Ekonomi AKUNTABILITAS. Tahun
02. Nomor 2. Agustus: 1-15. Blitar: Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Balitar (UIB).
Stegar, Manfred B. 2005. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Penerbit
Lafadl Pustaka. Yogyakarta.
Swasono, Sri Edi. 2006. Ekonomi dan Dehumanisasi. Harian Kompas. 2 Oktober.
Syafei, Buyung Achmad. 2009. Ekonomi Kerakyatan Dengan Bahasa Rakyat.
Paper.
Syafei, Buyung Achmad. 2009a. Opportunity Cost Pertumbuhan Ekonomi. Paper.
21 Mei.
Wahid, Hasyim. 1999. Telikungan Kapitalisme Global dalam Sejarah
Kebangsaan Indonesia. Penerbit LKiS. Yogyakarta.
18
STUDI ANALISIS USAHA
PADA PERUSAHAAN PETERNAKAN AYAM DI BLITAR
Oleh:
Suprianto
Abstract
This full age Blitar's region constitute poultry developer Region
broiler chicken that big as barometer of petelur's poultry National.
Developing and chicken breeding effort progress broiler chicken has
experienced this effort step-up is brought off as effort that gets
komersial's character and no longer one for hobby but if at evaluation
of write-up makings facet corporate finance stills a lot of firm that
haven't applied Accounting according to SAK. An benefit which
expecting to help firm in determine depreciation on breeding alive
asset chicken one corresponds to SAK aught. Observational character
gets diskriptif's character,mean while data that used by secondary
data, data analysis is comparative descriptive whereas steps which is
taken identification fixed asset and corporate asset,evaluating conduct
on breeding alive asset chicken and reporting on chicken breeding
asset conclusion a stop to study at firms financial statement collation
just makes one income statement simple one just compare income post
with effort chargeses,to it after as compared to SAK whatever
available firms arrange income statement that really so its following
can big know it firm profit truthfully.
Keywords: Accounting conduct, fixed Assets is broiler chicken, and
poultry firm at Blitar
Latar Belakang
Peternakan ayam petelur merupakan bidang usaha yang bisa menopang
perbaikan ekonomi Masyarakat di Blitar usaha ini sempat terpuruk di era krisis
Moneter di Tahun 1998, tetapi setelah krisis moneter berakhir perlahan-lahan di
sector ini mengalami pertumbuhan yang luar biasa sampai sekarang. Sehingga
bisa terwujud Blitar sebagai Daerah peternakan ayam yang bisa memproduksi
60% produksi ternak Ayam di jawa Timur inilah yang bisa menjadikan Blitar
sebagai barometer peternakan di Jawa Timur. Segmentasi berternak ayam petelur
lebih di minati para pelaku usaha karena segmen ayam petelur lebih kecil risiko
kerugianya di bandingkan dengan usaha ayam pedaging hal ini bisa terbukti dari
hasil panenya, dengan alas ankalau ayam pedaging risiko kerugian lebih
besar,karena apabila pada waktu panan harga turun di bawah titik impas akan
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
19
terjadi kerugian sebaliknya pada bisnis ayam petelur,risiko terjadinya kerugian
bisa diminimalkan,karena setiap hari ayam petelur menghasil atau berproduksi
telur dan ini akan cenderung diatas titik impas dalam usia produktif.
Saat ini perputaran usaha sangat cepat,hal ini ditunjukkan dengan pola
persaingan yang semakin ketat. Pesaingan ini menyebabkan adanya fihak yang
kalah dan ada fihal yang menang, yang menang biasanya ditandai dengan
perkembangan usaha dengan ciri perolahan laba semakin meningkat,modal
semakin bertambah, aktiva tetap dan lancar semakin bertambah,volume produksi
semakin banyak, pasar semakin melebar. Dalam usaha ini ayam petelur
merupakan bagian terbesar dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan,
sehingga diperlukan pengelolaan yang baik dan benar agar tercapai tujuan
perusahaan. Untuk pengelolaan yang baik diperlukan teknis produksi,pemasaran,
pemeliharaan, perawatan, pengawasan serta kondisi lingkungan yang
mendukung. Selain itu diperlukan alat-alat pengelolaan seperti manajemen dan
akuntansi yang diterapkan perusahaan.
Perusahaan peternakan ayam petelur harus memperlakukan ayam petelur
sebagai aktiva tetap dan apabila ayam petelurbelum berproduksi maka belum
bisa digolongkan sebagai aktiva,tetapi perusahaan mencatatnya sebagai investasi.
Seperti dalam pernyataan standar Akuntansi Keuangan ( SAK No.16:05:2002 )
Mendefinisikan bahwa : Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu yang digunakan
dalam operasional perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka
kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Dari definisi diatas,pengakuan aktiva tetap sebagai aktiva bila besar
kemungkinan ( propable ) bahwa manfaat keekonomisan di masa yang akan
datang yang berkaitan dengan aktiva tersebutakan mengalir kedalam perusahaan
dan juga biaya perolehan aktiva tetap diukur secara andal. Ayam petelur
mempunyai umur kegunaan yang terbatas,maka harus diadakan penyusutan
selama umurkegunaan,maksudnya untuk mengalokasikan harga perolehan aktiva
tetap tersebutpada periode akuntansi selama umur kegunaan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan rumusan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana perlakuan
akuntansi yang tepat dan sesuai dengan SAK terhadap aktiva bernyawa ternak
ayam petelur pada perusahaan peternakan ayam petelur di Blitar.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan atas perumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian
yang ingin dicapai, adalah Untuk mengetahui apakah pencatatan dan perhitungan
akiva bernyawa diperusahaan peternakan ayam petelur di Blitar sudah sesuai
dengan SAK
Landasan Teori
Pengertian Akuntansi
Menurut Yusuf (1994) menyatakan bahwa akuntansi adalah suatu proses
pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan dan penganalisaan data
keuangan dari suatu organisasi.
20
Definisi Aktiva tetap
Pernyataan SAK No.16 (05) 2002 adalah aktiva berwujud yang diperoleh
dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu,yang digunakan
dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka
kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Menurut Subroto ( 1991 ) menyatakan bahwa aktiva tetap adalah aktiva
berwujud yang dimiliki perusahaan dngan tujuan untuk dipakai dalam operasi
perusahaan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.,sedangkan menurut
Baridwan (1992) aktiva tetap adalah aktiva-aktiva berwujud yang sifatnya
relatif permanen yang digunakan dalam kegiatan perusahaan yang normal,istilah
relative permanen menunjukkan sifat aktiva yang bersangkutan dapat digunakan
dalam jangka waktu yang relatif sama.
Menurut Yusuf (1993) aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang
digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
rangka kegiatan normal perusahaan.
Menurut Mulyadi (2001) aktiva tetap adalah kekayaan perusahaan yang
memiliki wujud,mempunyai manfaat ekonomi lebih dari satu tahun dan
diperoleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan perusahaan dan bukan untuk
dijual kembali.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa aktiva tetap adalah barang
berwujud yang dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam
operasional perusahaan sehari-hari dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam
kegiatan perdagangan sehari-hari serta dianggap memiliki kegunaan yang
diharapkan lebih dari satu tahun.
Klasifikasi Aktiva tetap
SAK No.16.2002,Mengklasifikasikan aktiva tetap sebagai berikut :
1. Aktiva tetap yang tidak dapat disusutkan (depreciable), seperti tanah untuk
letak perusahaan.
2. Aktiva tetap yang dapat disusutkan (depreciable), yang meliputi
mesin,bangunan,kendaraan dan lain-lain.
Untuk tujuan akuntansi, dari berbagai macam aktiva tetap berwujud
tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Aktiva tetap yang umurnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak
perusahaan, petanian, peternakan dan sebagainya.
2. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa
penggunaanya bisa diganti dengan aktiva tetap sejenis, misalnya, bangunan,
peralatan mebel, air dan lain-lain.
3. Aktiva tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa
penggunaanya, tidak bisa diganti dengan aktiva tetap yang sejenis. misalnya
sumber-sumber alam, tambang hutan dan lain-lain.
Hal tersebut diatas diklasifikasikan sesuai dengan penjelasan yang
dikemukakan dalam teori Baridwan (1992). Sedangkan berdasarkan wujudnya
aktiva tetap dikelompokkan menjadi :
1. Aktiva tetap berwujud, yang meliputi :
a) Aktiva tetap berwujud dapat di susutkan (Depreciable Assets) misalnya
bangunan, mesin peralatan,kendaraan danlain-lain.
21
b) Aktiva tetap berwujud tidak dapat disusutkan (non Depreciable Assets )
misalnya tanah
2. Aktiva tetap tidak berwujud, meliputi :
a) Aktiva tetap tidak berwujud yang masa manfaatnya dibatasi oleh undang-
undang peraturan Pemerintah atau oleh sifat aktiva itu sendiri,misalnya
hak paten dan hak cipta.
b) Aktiva tetap tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak terbatas misalnya
goodwill dan trade mark.
Pengakuan aktiva tetap
Menurut Pernyataan SAK (2002;16.3.(06)), menyatakan bahwa : Suatu
benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai
aktiva tetap bila besar kemungkinan (probable)ahwa manfaat keekonomian
dimasa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tetap tersebut akan
mengalir kedalam perusahaan dan biaya perolehan aktiva dapat diukur secara
andal.
Penilaian aktiva tetap
Menurut SAK (2002,16.15),penilaian aktiva tetap dilakukan sebagai
berikut:‟aktiva tetap dinilai berdasarkan harga perolehan aktiva tersebut dikurangi
akumulasi penyusustan,sedangkan dalam SAK 2001,(16.60) „suatu benda
berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu kelompok aktiva
tetap pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan.
Berdasarkan pernyataan tersebut maka aktiva yang dilaporkan dalam
neraca adalah sebagai berikut :
1. Aktivatetap yang tidak dapat disusutkan dilaporkan dalam neraca sebesar
harga perolehan.
2. Aktiva tetap yang dapat iwujudkan dan dapat diganti dengan sejenis
dilaporkan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan.
3. Aktiva tetap yang disusutkan tetapi tidak dapat diganti dengan aktiva sejenis
dilaporkan sebesar harga perolehan dikurangi akumulasi penyusutan
Cara perolehan aktiva tetap
Menurut Baridwan (1992:274) bahwa aktiva tetap dapat diperolehdengan
berbagai cara,dimana masing-masing caraperolehanya akan mempengaruhi harga
perolehan,cara perolehan tersebut bisa melalui :
1. Pembelian tunai
Aktiva tetap berwujud yang diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam
buku-buku dengan jumlah sebesar uang yang dikeluarkan untuk memperoleh
aktiva tersebut termasuk harga faktur juga biaya-biaya seperti biaya
angkut,premi asuransi dalam perjalanan,biaya balik nama,biaya pemasangan
dan biaya percobaan.
2. Pembelian angsuran
Apabila aktiva tetap diperoleh dari pembelian angsuran,maka dalam harga
perolehan aktiva tetap tidak boleh termasuk bunga.bunga selama masa
angsuran akan debebankan sebagai biaya bunga.
22
3. Ditukar dengan surat-surat berharga
Aktiva tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi
perusahaan,dicatat dalam buku sebesar harga pasar saham atau obligasi yang
digunakan sebagai penukar.
4. Ditukar dengan aktiva tetap yang lain
Aktiva tetap yang ditukar dengan aktiva tetap lain disebut “tukar tambah”
dimana aktiva lama digunakan untuk membayar harga aktiva baru,baik
seluruhnya atau sebagian dan kekuranganya dibayar tunai.Dalam keadaan
seperti ini,prinsip harga perolehan ttap harus diterapkan yaitu aktiva baru
dikapitalisasi dengan jumlah harga pasar.Aktiva lama ditambah uang yang
dibayar (jika ada) atau sebesar harga pasar aktiva baru diterima.
IAI (2002,16.6) menyatakan :Suatu aktiva dapat diperoleh dalam pertukaran
atau pertukaran sebagian untuk suatu aktiva tetap yang tidak serupa atau
aktivalain.Biaya dari pos semacam itu di ukur pada nilai wajar aktiva yang
dilepaskan atau diperoleh,yang mana lebih andal,ekuivalen dengan nilai wajar
aktiva yang dilepaskan sesuai dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang
ditransfer.
5. Diperoleh dari hadiah atau donasi
Aktiva tetap yang diperoleh dari hadiah atau donasi pencatatanya bisa
dilakukan menyimpang dari prinsip perolehan.Aktiva tetap yang diterima
sebagai hadiah dicatat sebesar harga pasarnya.Hal ini disesuaikan dengan
PSAK(2002;16.7(22) bahwa :”aktiva tetap yang diperoleh dari sumbangan
harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan
mengkreditkan akun modal donasi.
6. Diperoleh dengan membangun sendiri
Adakalanya dalam memenuhi kebutuhan aktiva tetapnya,perusahaan
membangun atau membuat sendiri aktiva tetap yang diinginkan.pada
prinsipnya semua biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan usaha untuk
membuat aktiva tetap tersebut yang akan digunakan untuk menetapkan harga
perolehan aktiva tetap itu.
7. Perolehan secara gabungan
Harga perolehan dari masing-masing aktiva tetap yang diperoleh secara
gabunag,ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut
berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aktiva yang
bersangkutan.
Penyusutan aktiva tetap
Menurut Weygandt (1995:2),penyusutan adalah proses akuntansi untuk
mengalokasikan harga pokok (cost),aktiva berwujud pada beban dengan
carayang sistematik dan rasional dalam periode – periode yang mengambil
manfaat dari pengguna aktiva.
Menurut SAK (2002,17.2)pengertian penyusutan adalah alokasi jumlah
suatu aktiva yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang
diestimasi.Penyusutan untuk periode akuntansi yang dibebankan ke pendapatan
baik secara langsung maupun tidak langsung,jumlah yang dapat disusutkan
(depreciable a mount ) adalah biaya perolehan suatu aktiva,atau jumlah lain yang
disusubstitusikan untuk iaya dalam laporan keuangan dinilai sisanya.
23
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penyusutan
(depresiasi) merupakan proses alokasi harga perolehan aktiva tetap secara
rasioanl dan sistematis yang dibebankan pada penghasilan secara
periodic.Penyusutan bukan dimaksudkan untuk menunjukkan terjadinya
penurunan nilai aktiva tetap karena adanya penurnan tingkat harga umum atau
akibat kerusakan dari aktiva tersebut.
Sebab-sebab diadakan penyusutan :
1. Karena Faktor-faktor fisik misal aus karena dipakai (wear on tear),aus
karena umur (deterioration anddecay),dan kerusakan-kerusakan.
2. Faktor-faktor Fungsional Misal,karena ketidak mampuan aktiva untuk
memenuhi kebutuhan produksinya sehingga perlu diganti,perubahan
permintaan,dan adanya kemajuan teknologi sehingga aktiva tersebut tidak
ekonomis lagi jika dipakai.
Faktor-faktor dalam menentukan biaya penyusustan.
Menurut Smith (1996) menyatakan ada empat factor yang mempengaruhi
beban penyusustan secara periodik,yaitu :
1. Biaya atau harga perolehan aktiva, meliputi semua pengeluaran atau
pengorbanan yang terjadi untuk mendapatkan aktiva tersebut sampai dengan
keadaan siap pakai.
2. Nilai sisa (residu) Adalah jumlah uang yang diharapkan akan diperoleh
melalui penjualan aktiva tersebut bila sudah tiba saatnya untuk dihentikan.
3. Masa manfaat (umur kegunaan) Mempunyai kemampuan untuk memberikan
jasa-jasa dalam periode trsebut.
4. Pola penggunaan
Merupakan beban penyusutan secara periodic harus mencerminkan
secara tepat pola penggunaan jika aktiva tersebut memberikan kontribusi jasa
yang bervariasi,maka beban penyusutan juga hars bervariasi dengan pola yang
sama.
Metode perhitungan penyusutan
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk menghitung beban
penyusutan periodic.Dalam menentukan metode yang digunakan kiranya perlu
diperhatikan keadaan yang akan mempengaruhi aktiva yang bersangkutan.Dalam
pernyataan SAK No.17 tahun 2002, ada beberapa metode yang dapat digunakan
untuk menghitung beban depresiai yaitu :
1. Berdasarkan waktu
Metode yang paling lazim digunakan adalah yang dikaitkan dengan
berlalunya waktu,karena aktiva tetap digunakan sepanjang waktu,metode ini
terdiri dari:
a. Metode garis lurus
Beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama.Perhitngan dalam metode ini
sangat sederhana sehingga banyak digunakan didalam praktek pemakaian.
b. Metode pembebanan yang menurun
Dalam metode ini beban depresiasitahun pertama akan lebih besar dari tahun-
tahun berikutnya,metode ini terdiri dari 3 metode yaitu :
a) Metode jumlah angka tahun
b) Metode saldo menurun
24
c) Metode saldo menurun ganda
2. Berdasarkan Penggunaan,metode ini terdiri dari :
a. Metode jam jasa
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa berkurangnya manfaat
potensial aktiva tetap berwujud terutama disebabkan oleh pemakaian efetif
dari aktiva tetap dan bukan semata-mata disebabkan oleh berlalunya waktu
b. Metode jumlah unit produksi
Dalam metode umur kegunaan aktiva ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil
produksi,beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil
produksi.Dasarteori yang digunakan bahwa suatu aktiva itu dimiliki untuk
menghasilkan produk,sehingga depesiasinya berdasarkan jumlah produk
yang dapat dihasilkan.
Penghentian aktiva tetap yaitu aktiva tetap yang sudah tidak bermanfaat
lagi dalam operasi maka ditarik dari pemakaian.
Cara-cara penghentian aktiva tetap :
1. Karena penjualan aktiva tetap itu sendiri
Aktiva yang sudah tidak bermanfaat dijual,laba-rugi atas penjualan dicatat
tersendiri dalam perkiraan laba-rugi.
2. Penghentian aktiva tetap karena rusak
Penghentian aktiva tetap dikarenakan rusak,ada beberapa ketentuan dalam
pencatatanya,yaitu :
a. Dicatat dalam penyesuaian aktiva yang rusak mulai awal tahun sampai
tidak berfungsinya aktiva tersebut.
b. Nilai buku yang dilaksanakan dengan cara penyesuaian atas kerugian
aktiva yang rusak atau dibuang.
c. Perkiraan aktiva tetap dan akumulasi harus memperhatikan saldo nihil.
3. Penghentian aktiva tetap karena tukar tambah
Penghentian aktiva tetap karena tukar tambah ada beberapa ketentuan dalam
pencatatanya,antar lain :
a. Diadakan penyesuaian atas penyusunan aktiva yang ditukar pada tahun
buku berjalan ( dihitung mulai awal periode akuntansi s/d saat
pertukaran)
b. Laba – rugi atas penukaran dapat dilakukan dengan dua cara :
Laba atau rugi tidak diakui
Apabila laba: besarnya laba mengurangi harga perolehan.
Apabila rugi: besarnya rugi menambah harga perolehan
Laba atau rugi diakui Apabila laba : dicatat keperkiraan laba pertukaran (K)
Apabila rugi: dicatat keperkiraan rugi pertukaran (D)
4. Penghentian aktiva tetap karena habis umurnya.
Aktiva tetap yang suah habis umurnya,namun masih digunakan ada
kemungkinan :
a. Salah dalam menafsirkan umur kerugian
b. Tidak mampu untuk mengganti aktiva yang baru
Pengertian lapoaran keuangan,laporan keuangan yaitu suatu laporan yang
berisi laporan pertanggungjawaban dan informasi keuangan perusahaan
yang terdiri dari atas neraca,laporan laba rugi,laporan perubahan modal dan
laporan perubahan posisi keuangan serta segala keterangan yang di muat
dalam lampiran.
25
Asumsi dasar atau anggapan dalam penyusunan laporan keuangan antar
lain :
a. Kesatuan usaha ( unit entry)
Suatu usaha berdiri sendiri atau terpisah dari kekayaan pemilik contoh
prive,deviden
b. Kelangsungan hidup (going concern)
Suatu usaha akan terus berjalan sepanjang waktu
c. Unit moneter
Nilai uang yang dipakai untuk mengukur transaksi yang terjadi
d. Periodesasi
Laporan keuangan dibagi dalam periode-periode karena untuk pengambilan
keputusan segera Pedoman penyusunan laporan keuangan.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia ( IAI ) ada tujuh pedoman :
1. Relevan
Informasi akuntansi harus dapat dimengerti dan berhubungan dengan
penggunanya
2. Dapat dimengerti
Informasi akuntansi harus dapat dimengerti oleh pemakainya,namun
pemakai akuntansi harus pula meyesuaikan dengan perkembangan
akuntansi.
3. Memiliki daya uji (verifiability)
Informasi akuntansi harus dapat diuji kebenaranya dengan menggunakan
pengukuran yang sama.
4. Netral
Informasi akuntansi harus dapat diuji kebenaranya dengan menggunakan
pengukuran yang sama
5. Tepat waktu
Informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat segera digunakan
sebagai bahan pengambilan keputusan.
6. Daya banding (Comparability)
Laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan
laporan keuangan periode sebelumnya.
7. Lengkap
Informasi akuntansi harus memenuhi dan memakai standart laporan
keuangan.
Tujuan laporan keuangan menurut GAAP (General Accepted Accounting
Principles) yang terdapat dalam SFAC No.1 bahwa, laporan keuangan harus
menyajikan informasi yang :
1. Berguna bagi investor,kreditur dan calon investor maupun kredituryang
potensial dan pemakai lainya untuk pengambilan keputusan investasi dan
pemberi kredit.
2. Menafsir jumlah, waktu ketidak pastian penerimaan uang dimasa yang akan
dating.
3. Menunjukkan sumber-sumber ekonomi atas sumber-sumber
tersebut,pengaruh dari suatu transaksi atau kejadian lain ( sumber dana
perusahaan )
26
Pengunggkapan laporan keuangan
Menurut SAK (2002) menyatakan bahwa Laporan keuangan harus
mengungkapkan,dalam hubunganya dengan jenis aktiva tetap :
1. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto
2. Metode penyusutan yang digunakan
3. Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
4. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode
5. Suatu rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode
memperhatikan
a) Penambahan
b) Pelepasan
c) Akuisisi melalui penggabungan usaha
d) Revaluasi yang dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah.
e) Penurunan nilai tercatat sesuai dngan paragraph 66
f) Penyusutan
g) Perbedaan pertukaran netto yang timbul pada penjabaran laporan
keuangan suatu entitas asing.
h) Setiap pengklasifikasian kembali
Pengertian Neraca, neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi
harta,utang dan modal pada periode tertentu.Neraca harus disusun secara
sitematis,sehingga dapat member gambaran tentang posisi keuangan peusahaan
secara jelas dan mudah dipahami.Melalui nereca dapat diketahui :
1. Likuiditas perusahaan,artinya kemampuan perusahaan untuk membayar
utang-utang perusahaan jangka pendek pada waktu yang tepat.
2. Solvabilitas perusahaan artinya kemampuan perusahaan untuk membeyar
utang perusahaan.
Unsur-unsur yang terkandung dalam neraca meliputi :
a. Harta,harus disusun sesuai dengan klasifikasi dan tingkat kelancaran.
b. Utang,harus disusun berdasarkan jangka waktu pelunasanya.
c. Modal,harus disusun berdasarkan kekekalanya dengan menyebutkan
sumberpemiliknya.
d. Kepala neraca memuat,nama perusahaan,judul neraca,dan tanggal pembuatan
neraca.
Bentuk neraca,penyusunan neraca dapat disajikan dalam bentuk skontro (
bentuk T ) dan bentuk laporan ( report form ).
1. Bentuk skontro ( horizontal ) atau bentu T atau akun,yaitu neraca yang
disusun dalam bentuk sebelah menyebelah,sebelah kiri (Debit) untuk
mencatat harta,sedangkan sebelah kanan (kredit)untuk mencatat utang dan
modal.
2. Bentuk laporan (report form) atau bentuk stafel ( vertical),yaitu neraca yang
disusun dalam bentuk vertical dari atas ke bawah.harta dicantumkan pada
bagian atas kemudian utang dan modal pada baris berikutnya.
Pengeluaran modal dan pengeluaran pendapatan.
Perlakuan akuntansi terhadap pengeluaran-pengeluaran yang
berhubungan dengan perolehan dan penggunaan aktiva tetap dapat dibagi
menjadi dua, yaitu :
27
1. Pengeluaran modal (capital Expenditures),adalah pengeluaran-pengeluaran
untuk memperoleh suatu manfaat yang akan dirasakan lebih dari satu periode
akuntansi.Pengeluaran-pengeluaran seperti ini dicatat dalam rekening biaya.
2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditures),adalah pengeluaran-
pengeluaran untuk memperoleh suatu manfaat yang hanya dirasakan dalam
periode akuntansi yang bersangkutan.oleh karena itu pengeluaran-pengeluaran
seperti ini dicatat dalam rekening biaya.
Dasar pertimbanngan pencatatan pengeluaran-pengeluaran untuk aktiva
ttap adalah beberapa lama manfaat pengeluaram tersebut dimanfaatkan.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan study kasus.Hal ini mengacu padapendapat Natsir
(1998) yang mengartikan bahwa metode deskriptifadalah suatu metodedalam
meneliti status kelompok manusia,suatu obyek, suatu kondisi,suatu system,
pemikiran pada masa sekarang.Sedangkan studi kasus pada obyek ini adalah
menilai perlakuan akuntansi aktiva tetap ayam peteluryang diterapkan
perusahaan,apakah telah sesuai dengan SAK atau belum.Jenis data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data Skunder yaitu data yang telah diolah
dan tersedia oleh perusahaan.Sedangkan Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang
meliputi :
1. Observasi,yaitu metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan
langsung serta melakukanpencatatan tertentu sesuai yang diperlukan dan
berhubungan dengan penelitian.
2. Wawancara,yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan
wawancaralangsung dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan data yang
ada hubunganya dengan obyek yang diteliti.
3. Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan cara melakukan kutipan
terhadap catatan atau data yang disediakan oleh administrasi perusahaan yang
berupa laporan keuangan.
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif komparatif artinya data yang ada akan dianalisa dengan cara
menguraikan dan memberikan gambaran berdasarkan obyek yang diamati,dalam
hal ini obyek yang diamati/dikaji adalah laporan keuangan versi perusahaan
kemudian akan dibandingkan dengan laporan keuangan yang sesuai dengan SAK
terutama pada perlakuan akuntansi terhadap aktiva tetap ayam petelur pada
perusahaan tersebut.Untuk itu peneliti akan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi aktiva tetap perusahaan
2. Mengevaluasi perlakuan aktiva ternak ayam yang ditetapkan perusahaan.
3. Mengevaluasi pencatatan aktiva ternak ayam
4. Pelaporan ternak ayam
Untuk hal ini langkah-langkah yang diambil adalah :
1. Menganalisa pencatatan perusahaan atas aktiva ternak ayam.
2. Mengevaluasi penilaian atas aktiva ternak ayam
3. Mengidentifikasi aktiva tetap perusahaan
28
4. Analisa laporan keuangan yang terkait dengan bentuk laporan keuangan
perusahaan.
Operasional variable yang di gunakan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Aktiva tetap,yaitu aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai
atau dengan dibangun lebih dahulu,yang digunakan dalam operasi perusahaan
dan tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan harus
diadakan penyusutan terhadap aktiva tersebut aktiva tetap yang dimaksud
adalah ternak ayam yang dibeli,dipelihara serta dikebangbiakkan untuk
menghasilkan telur dan dan dari hasil prouksi tadi dijual.
2. Pengakuan aktiva tetap Menurut SAK No.16 (106) 2001 bahwa suatu benda
berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva
tetap bila besar kemungkinan (probable) bahwa manfaat keekonomian dimasa
yang akan dating yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir ke
dalam perusahaan dan biaya perolehan aktiva dapat diukur secara
andal.Dalam hal ini aktiva tetap yang dimaksud adalah ternak ayam petelur
dan aktiva tetap lainya.
3. Penilaian aktiva tetap,Aktiva tetap yang berupa ternak ayam dinilai sebesar
harga perolehan(cost).Sedangkan yang termasuk dalam harga perolehan
adalah semua pengeluaran-pengeluaran yang terjadi untuk memperoleh dan
menempatkan aktiva dalam kondisi atau posisi siap untuk berproduksi.
4. Penyajian dalam laporan keuangan,berkaitan dengan penyajian dalam laporan
keuangan,aktiva bernyawa khususnya ternak ayam dimiliki oleh perusahaan
dikelompokkan ke dalam aktiva tetap,dimana aktiva tetap merupakan bagian
dari aktiva lancar.
Hasil Penelitian
Analisa dan perlakuan akuntansi yang sesuai dengan SAK
1. Penentuan harga pokok perolehan
Untuk memperoleh bibit ayam petelur perusahaan membeli bibit ayam
pada perusahaan pembibitan ayam kemudian dipelihara hingga dewasa sampai
ayam petelur tersebut menghasilkan telut. Menurut SAK,aktiva tetap yang
diperoleh dari pembelian baik itu kredit atau tunai harus dinilai sebesar harga
pokok perolehan aktiva tersebut.Harga perolehan ini dimaksudkan biaya-biaya
yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dari pembelian sampai ayam tersebut
siap untuk produksi.Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aktiva
tetap tersebut adalah :
1. Biaya pembelian bibit (DOC)
2. Biaya perawatan DOC
3. Biaya makanan dan vaksin sampai produksi
4. Biaya masa puncak
Dari perhitungan harga perolehan ternak-ternak ayam diatas mulai dari
pembelian bibit sampai ayam itu produksi dan menghasilkan telur hingga masa
puncaknya dan sampai ternak ayam digolongkan sebagai aktiva tetap
perusahaan,maka penjumlahan dari biaya-biaya di atas merupakan nilai
perolehan dari aktiva tetap ternak ayam.
29
2. Penyusutan atas aktiva bernyawa ternak ayam
Disamping pengeluaran dalam masa penggunaan, masalah penyusutan
merupakan masalah yang penting selama masa penggunaan dari aktiva tetap
khususnya aktiva bernyawa ternak ayam.Penyusutan atas aktiva tetap hanya
dapat dilakukan apabila nilai aktiva tetap serta perkiraan dari umur aktiva
tersebut diketahui.Beban penyusutan biasanya dicatat pada setiap akhir periode
pembukuan yaitu padasaat akhir buku.Untuk menentukan besarnya beban
penyusutan atas aktiva ternak ayam,tidak hanya nilai dari aktiva ternak ayam itu
juga dibutuhkan.Apabila semua factor diatas sudah diketahui barulah dapat dicari
besarnya beban penyusutan untuk aktiva ternak ayam tersebut.Umur ekonomis
ternak ayam adalah 2 tahun,dimana dalam masa tersebut juga ada beberapa ayam
yang menghasilkan keturunan jika perusahaan melakukan pembibitan ayam
sendiri.Untuk ayam petelur yang tidak ekonomis lagi dalam menghasilkan
produksi telur yang disebabkan bertambahnya usia jenis ayam ini bisa
dikategorikan sebagai ayam afkir.Untuk mencari nilai sisa dalam penelitian ini
kami menggunakan rumusan sebagai berikut :
Nilai Sisa = ( Jumlah ayam broading - % kematian ) x harga afkir.Jika
nilai sisa dari aktiva tetap ternak ayam diketahui maka langkah selanjutnya dapat
ditentukan metode penyusutan ang akan diterapkan oleh perusahaan,dalam SAK
mengenai penyusutan tidak ditentukan metode penyusutan artinya setiap
perusahaan bebas memilih metode penyusutan yang akan digunakan dengan
syarat harus diterapkan secara kontinyu dan konsisten.Untuk menghitung jumlah
penyusutan penulis berasumsi bahwa ternak ayam dibebani dengan biaya
penyusutan yang sama dengan memperhatikan pada masa prouksi ternak serta
manfaat dari ternak ayam.
Dalam hal ini penulis menggunakan harga perolehan yang didapat dari
kapasitas biaya-biaya yang timbul sejak bibit hingga menghasilkan pendapatan
bagi perusahaan.Untuk menghitung penyusutan menggunakan rumus metode
garis lurus ( straight line method ) dengan rumus :
Depresiasi = HP-NS
Umur ekonomis
3. Penyajian dalam laporan keuangan
Dari hasil pencatatan yang telah di bahas ternyata perusahaan hanya
membuat satu jenis laporan keuangan yaitu laporan laba/rugi.Laporan laba/rugi
ini dibuat sangat sederhana sekali,hanya membandingkan pos-pos pendapatan
dan biaya-biaya.Untuk biaya penyusutan ternyata ternyata tidak dimasukkan
kedalam komponen biaya dalam laporan laba/rugi sehingga perolehan laba
terlihat besar.sebagai ilustrasi akan penulis sajikan contoh laporan laba rugi yang
disusun oleh peternakan sumber usaha di Blitar.
30
Peternakan sumber usaha
Laporan Laba Rugi
Periode Bulan Juni-Agustus 2010
Pendapatan
Pendapatan penjualan
telur
Pendapatan penjualan
ayam afkir
Total Pendapatan
Beban biaya
Biaya perawatan bibit
Biaya DOC sampai
produksi
Biaya masa puncak
Biaya tenaga kerja
Biaya listrik
Biaya telpon
Total beban Biaya
Laba bersih
Rp.209.625.000,-
Rp. 8.050.000,-
Rp. 2.250.000,-
Rp. 49.480.000,-
Rp. 85.462.500,-
Rp. 7.500.000,-
Rp. 600.000,-
Rp. 750.000,-
Rp.217.675.000,-
(Rp.146.042.500,-)
Rp. 71.632.500,-
Sumber : Perusahaan sumber usaha ( data diolah )
Apabila diperhatikan dari bentuk laporan yang sangat sederhana ini
ternyata laba yang diperoleh cukup besar,hal ini disebabkan karena perusahaan
tidak memasukkan biaya penyusutan yang terjadi serta tidak adanya pengenaan
pajak dari laba yang di hasilkan.
Laporan laba/rugi yang sesuai dengan SAK
Laporan laba/rugi adalah suatu laporan yang menunjukkan pendapatan-
pendapatan dan beban-beban biaya dari suatu unit usaha untuk periode
tertentu,selisih antara pendapatan dan biaya merupakan laba yang diperoleh atau
rugi yang diderita oleh perusahaan. Jika melihat dari bentuk laporan laba/rugi
yang telah disusun perusahaan belum sesuai dengan SAK yang berlaku karena
cara penyusunanya masih sangat sederhana dan belum ada pembagian atau
pengelompokkan atas biaya –biaya yang ada, serta tidak adanya perhitungan harga
pokok produksi. Untuk harga pokok produksi perhitunganya sebagai berikut:
Peternakan ayam sumber usaha
Harga pokok produksi Periode bulan Juni-agustus 2010
Persediaan awal barang dalam proses (ayam broading) Rp. 15.472.500,-
Bahan baku : Persediaan awal bahan baku (ayam broading) Rp. 5.000.000,-
Pembelian bersih ayam starter Rp. 11.250.000,-
Bahan baku siap digunakan Rp. 16.250.000,-
Persediaan akhir ayam layer Rp.(15.000.000,-)Rp. 1.250.000,-
Tenaga kerja langsung Rp. 2.500.000,-
Biaya overhead pabrik Rp.146.042.500,-
Rp.165.265.000,-
Persediaan akir BDP(ayam grower) Rp. (1.282.500,-)
Harga pokok produksi Rp.163.982.500,-
Jadi dari perhitungan di atas bisa diketahui harga pokok produksi untuk tiga bulan
sebesar Rp.163.982.500,-
Dari penelitian yang telah dilakukan penulis maka telah diperoleh data-
data keuangan yang bisa diproses menjadi laporan keuangan yang sesuai dengan
31
SAK ,adapun laporan keuangan yang penulis bisa sajikan yang telah disesuaikan
penyusunanya dengan SAK adalah sebagai berikut :
Peternakan ayam sumber usaha
Laporan laba/rugi
Periode bulan Juni-Agustus 2010 Pendapatan penjualan telur Rp.209.625.000,-
Harga pokok penjualan
Persediaan awal barang jadi (ayam layer) Rp. 14.472.500,-
Harga pokok produksi Rp. 163.982.500,-
Persediaan akir barang jadi(ayam layer) Rp. (28.487.500,-)
Harga pokok penjualan Rp.(149.967.500,-)
Laba bruto Rp. 59.657.500,-
Biaya Penjualan :
Gaji bagian penjualan Rp.2.700.000,-
Upah pengangkutan Rp. 450.000,-
Biaya penyusutan ternak ayam Rp. 3.217.812,- Rp.6.367.812,-
Biaya administrasi dan umum
Gaji pegawai kantor Rp.2.700.000,-
Gaji bagian limbah Rp. 450.000,-
Gaji bagian perawatan Rp2.250.000,-
Gaji bagian pengadaan Rp. 600.000,-
Gaji bagian pemasaran Rp. 600.000,-
Gaji bagian produksi Rp. 600.000,-
Biaya listrik Rp. 450.000,-
Biaya perlengkapan Rp. 200.000,-
Biaya lain-lain Rp. 100.000,- Rp.7.950.000,-
Total biaya produksi Rp.(14.317.850)
Laba Operasi Rp.45 .339.650,-
Pendapatan lain-lain :
Penjualan ayam afkir Rp.8.050.000,-
Penjualan sak Rp. 100.000,-
Penjualan kotoran ternak Rp. 100.000,-
Total pendapatan Rp. 8.250.000,-
Laba bersih sebelum pajak Rp.53.589.650,-
Sumber : Data diolah
Dari perhitungan laba/rugi di atas dapat dilihat laba yang diperoleh oleh
perusahaan selama tiga bulan yaitu Rp.53.589.650,- Untuk laporan laba/rugi
menurut penyusunan perusahaan sebesar Rp.71.632.500,- Sedangkan laporan
laba/rugi menurut SAK diperoleh laba sebesar Rp.53.589.650,- Jadi selisihnya
sebesar Rp.18.042.850,-
Perbedaan dari besarnya laba tersebut disebabkan karena beberapa hal
diantaranya : Pencatatan di dalam perusahaan Pencatatan menurut SAK
1. Perusahaan tidak menggolongkan jenis
pendapatan yaitu pendapatan utama dan
pendapatan lain.
2. Perusahaan hanya membandingkan
pos-pos pendapatan dan pos-pos biaya.
3. Tidak ada pengenaan pajak dari laba
yang dihasilkan.
4. Perusahaan tidak mengelompokkan
biaya berdasarkan jenisnya.
5. Tidak ada perhitungan harga pokok
produksi.
1. Antara pendapatan utama dengan
pendapatan lain-lain dipisahkan.
2. Selain pos pendapatan dan pos biaya
juga memasukkan biaya penyusutan
ternak ayam dan menghitung harga
pokok penjualan.
3. Adanya pengenaan pajak dari laba
ayang dihasilkan.
4. Antara biaya operasi dan biaya
administrasi dikelompokkan sendiri-
sendiri.
5. Dilakukan perhitungan harga pokok
produksi.
32
Jika perusahaan menerapkan prinsip SAK maka perhitungan laba yang
dihasilkan lebih kecil dari laba yang sebelumnya,seperti yang telah disebutkan
diatas.
Laporan Neraca yang sesuai dengan SAK
Dalam pernyataan SAK No.1 (53)2003,menyatakan bahwa perusahaan
harus mengungkapkan di neraca atas di catatan dalam laporan keuangan,sub
klasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang tepatsesuai
dengan operasi perusahaan.Menurut kieso(1995) menyatakan bahwa
neracamemberikan informasi mengenahi sifat dan jumlah investasi dalam sumber
dayaperusahaan,kewajiban kepada kreditur perusahaan,dan ekuitas pemilik dalam
sumberdaya bersih perusahaan.Sehubungan dengan hal tersebut penulis akan
menguraikan bentuk dan bagian-bagian dari neraca sehingga aktiva bernyawa
ternak ayam yang diakui oleh perusahaan sebagai aktiva tetap akan Nampak
dalam neraca.Untuk pelaporan dari ternak ayam ini akan dicatat ke dalam neraca
sebesar nilai buku dari aktiva bernyawa ternak ayam tersebut yaitu harga
perolehan ternak ayam dikurangi penyusutan atas aktiva bernyawa ternak
ayam.Untuk mencatatbesarnya nilai nominal dari ternak ayam diperoleh dari :
a. Nilai nominal ayam broading yang sudah berproduksi, semisal diperkirakan
harga jual dari ayam broadingyang sudah berproduksi diperkirakan harga jual dari
ayam broading ini Rp 10.000,- / ekor maka nilai nominal dari ayam broading ini :
Rp.10.000,- x 5.000 ekor = Rp.50.000.000,- b.Nilai nominal dari ayam grower
yang sudah berproduksi bisa diperkirakan harga jualnyaRp.18.000,- x 5.000,- ekor
= Rp.90.000.000,- c.Nilai nominal dari ayam layer yang memang sudah
berproduksi diperkirakan Rp.25.000,-x5.000 ekor = Rp.125.000.000,- Jadi total
dari nilai nominal ternak ayam yang dimiliki oleh perusahaan adalah :
Rp.50.000.000,- + Rp.90.000.000,- + Rp.125.000.000,- = Rp.265.000.000,-, nilai
nominal tersebut akan dicatat ke dalam neraca sebagai nilai keseluruhan dari
ternak ayam yang dimiliki oleh perusahaan. Untuk penyusutan atas aktiva
bernyawa ternak ayam akan dilaporkan pada neraca sebagai pengurang dari nilai
buku aktiva bernyawa ternak ayam. Untuk periode pelaporan dari neraca ini
penulis akan melaporkan dalam satu tahun,agar lebih mudah dan efektif
perhitunganya.Bentuk dari laporan keuangan neraca tersebut sebagai berikut:
33
Peternakan Ayam Sumber Usaha
Neraca
Per 31 Desember 2010
AKTIVA
PASIVA
Aktiva Lancar Hutang jangka pendek Kas Rp.xxx Hutang dagang Rp.xxx Piutang Rp.xxx Hutang gaji Rp.xxx Persediaan bahan baku ayam afkir Rp.xxx Jumlah hutang jangka pendek Rp.xxx Persediaan barang dalam proses Rp.xxx Persediaan barang jadi Rp.xxx Hutang Jangka Penjang Hutang Bank Rp.xxx Jumla aktiva lancar Rp.xxx Jumlah hutang jangka panjang Rp.xxx Aktiva Tetap Modal Peralatan Rp.xxx Modal Pemilik Rp.xxx Ternak ayam Rp.265.000.000,- Akm.Penyusutan (Rp. 13.746.250,-) Inventarisasi kantor Rp.xxx Ak.Peny.inventaris kantor (Rp.xxx) Kandang Rp.xxx Akm.Peny.kandang (Rp.xxx) Jumlah aktiva tetap Rp.xxx Jumlah Hutang dan modal Rp.xxx Aktiva lain-lain Ayam masa pertumbuhan Rp.xxx Total Aktiva Rp.xxxxx Total Pasiva Rp.xxx
Sumbe : Data diolah
Dari bentuk perhitungan di atas kita bisa mengetahui besarnya harta, hutang dan
modal yang dimiliki perusahaan.
Simpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Pembukuan yang dilakukan perusahaan selama ini belum benar,karena
perusahaan hanya menyusun laporan Laba/rugi saja sehingga aktiva
bernyawa ternak ayam dan aktiva tetap lainya tidak tersaji dalam neraca.
2. Penilaian yang telah dilakukan oleh perusahaan selama ini belum
benar,karena selama ini perusahaan belum melakukan kapitalisasi biaya-biaya
yang telah dikeluarkan mulai ayam DOC sampai siap untuk berproduksi dan
menghasilkan pendapatan bagi perusahaan.
3. Laporan Laba/rugi yang disusun oleh perusahaan sangat sederhana sekali
karena hanya membandingkan pos pendapatan dengan pos biaya sehingga
laba yang dihasilkan sangat besar dari laba yang sesungguhnya.
4. Penyajian dalam laporan keuangan belum benar karena perusahaan selam ini
tidak melakukan penyusutan terhadap aktiva tetap ternak ayam.sehingga
biaya overhead menjadi terlalu kecil,selain itu perusahaan tidak menghitung
besarnya pokok produksi dari aktiva tetap ternak ayam yang menyebabkan
laba perusahaan menjadi besar dalam laporan Laba/rugi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Baridwan, Zaki. 1992. Intermediate Accounting. Edisi Ketujuh.Yogyakarta:
BPFE.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Standart Akuntansi Keuangan. Jakarta
:Salemba Empat.
Kieso,Weagandt. 1995. Akuntansi Intermediate. Jilid I. Edisi Tujuh Jakarta: Bina
Rupa Akasara.
Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta Salemba Empat.
Nazir, Moh.1998. Metode Penelitian. Jakarta:Ghalia Indonesia.
Smith, Jay.M. 1996. Akuntansi Intermediate. Edisi Kedua. Yogyakarta:BPFE.
Haryono, Yusuf. 1999. Dasar-dasar Akuntansi. Jilid Dua. Edisi Lima.
Yogyakarta :YKPN.
35
ANALISIS SWOT DALAM PENENTUAN STRATEGI BERSAING
(Studi Pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember)
Oleh:
Whedy Prasetyo
Amila Khusnita
Abstract
Developments in Islamic banking continues to progress, but should
not make heads encouraged Islamic banks, because many things
that must be addressed in the self-Islamic banking. PT Bank BNI
Syariah is a business unit of sharia (UUS) which has obtained the
operating license of Bank Indonesia. UUS BNI is a common bank
sharia (BUS) through a process of spin off. With the spin off of this
process, PT. Bank BNI Syariah Branch Office Jember remedy
requires a strategy to compete with other Islamic banks. So as to
determine the strategy used, investigators used a SWOT analysis is
to analyze the internal and external factors on PT. Bank BNI
Syariah Branch Office Jember.
This study aims to determine and analyze how a SWOT analysis in
the determination of competitive strategy. The research was
conducted at PT. Bank BNI Syariah Branch Office Jember. The
results of this study the internal and eksternal factors in
determining a strategy to compete in the PT. Bank BNI Syariah
Branch Office of Jember. Strategies you can use one of them to
determine strategies to compete in the PT. Bank BNI Syariah
Branch Office Jember growth strategy that is stable, meaning in
Islamic banking competition in the PT. Bank BNI Syariah Branch
Office in particular Jember.
Keywords: Competitive strategy, and SWOT analysis.
Pendahuluan
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan,
mulai mengakomodir peraturan tentang bank syariah di dalamnya, dan diperkuat
oleh UU Bank Indonesia Nomor 23 tahun 1999, barulah lahir bank syariah lain
dan berkembang dengan pesat. Dimana telah diakuinya bank berdasarkan prinsip
syariah untuk beroperasi di Indonesia, hal ini menandai lahirnya dual banking
system di Indonesia yang berarti baik bank konvensional maupun bank syariah
keduanya diakui dalam sistem perbankan di Indonesia.
Pada Undang-Undang tesebut, ketentuan bank syariah baru diatur sebatas
mendefinisikan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan jenis-jenis prinsip
syariah yang digunakan pada perbankan. Dengan lahirnya UU No. 21 tahun 2008
Dosen Jurusan Akuntansi FE Unej Alumni Jurusan Akuntansi FE Unej
36
tentang Perbankan Syariah, perkembangan bank syariah ke depan akan
mempunyai peluang usaha yang lebih besar di Indonesia. Sebagai gambaran
laporan pada triwulan I 2009 jumlah bank syariah di Indonesia mencapai 31 Bank,
terdiri dari 5 Bank Umum Syariah (BUS) dan 25 Unit Usaha Syariah (UUS) bank
umum dan 133 BPRS.
Perkembangan pada perbankan syariah terus mengalami kemajuan, namun
hendaknya tidak membuat bank syariah berbesar kepala, sebab banyak hal yang
harus dibenahi pada diri perbankan syariah. Misalnya, soal pemanfaatan teknologi
yang masih terbilang minim, padahal kondisi tersebut merupakan hal kritis dalam
hal pelayanan. Cukup kritis karena pada posisi lain pesaing dari bank
konvensional sudah cukup lama memenuhi kebutuhan teknologi perbankan untuk
memanjakan keinginan nasabahnya. Saat kondisi teknologi masih minim diikuti
pula SDM yang belum bisa setara dengan SDM bank konvensional, padahal hal
tersebut juga merupakan hal penting dalam industri perbankan nasional (Prasetyo
dan Sugiono, 2009).
Saat ini Bank Indonesia berencana akan melakukan penurunan pada
pendirian bank syariah dengan modal minimum melalui pelepasan (spin off) Unit
Usaha Syariah (UUS). Aturan yang berarti merevisi Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No. 11/3/2009 tentang Bank Umum Syariah yang menyebutkan modal
minimum pendirian BUS sebesar Rp. 1 triliun. Ini berarti pendirian Bank Umum
Syariah dapat melalui spin off unit usaha syariah maupun Bank Umum Syariah
yang masih benar-benar baru. Namun Bank Umum Syariah yang masih benar-
benar baru ini akan mendapatkan modal minimum yang tidak berubah, yakni Rp.
1 triliun. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan Bank Konvensional yang
memiliki Unit Usaha Syariah termotivasi untuk melakukan spin off. Dengan
menjadi BUS, manajemen menjadi lebih fokus sehingga pertumbuhan bisa lebih
cepat (Kompas, 9 Februari 2009).
Dengan dikeluarkannya UU No. 21 Tahun 2008, pada 16 Juli 2008 yang
merupakan penyempurnaan terhadap UU No. 10 Tahun 1998 memberikan
dukungan bagi pengembangan perbankan syariah. Perubahan UU tersebut
didukung dengan penyempurnaan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 Jo No. 23
Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004, yang mewajibkan
Bank Indonesia untuk mengembangkan instrumen pasar antarbank dengan
menggunakan prinsip syariah dalam bentuk Sertifikat IMA dan Sertifikat Wadiah,
dan dukungan pelaksanaan Dual Banking System memberikan peluang bagi bank
konvensional untuk memberikan pelayanan jasa perbankan dengan prinsip
syariah.
Dengan adanya dukungan tersebut, sejumlah bank syariah pun terpacu
untuk tumbuh, dengan mendasarkan pada PBI No. 11/3/2009 sebagai stimulus
untuk tumbuhnya kinerja bank syariah. Kinerja ini semakin nyata ketika
mendasarkan pada laporan Bank Indonesia (BI), sampai dengan Desember 2010,
aset perbankan syariah mencapai Rp. 97,52 triliun dibandingkan Desember 2009
sebesar Rp. 68,58 triliun dan Desember 2008 sebesar Rp. 51,33 triliun, jumlah
yang menunjukkan pertumbuhan sebesar 47 % (persen) dan diperkirakan aset
tersebut pada tahun 2011 akan tumbuh 45 % (persen), perkiraaan yang
mendasarkan pada pangsa pasarnya dalam pengumpulan dan penyaluran dana
yang sampai awal Bulan Februari 2011 mencapai 3,28 % (persen). Selanjutnya
data sampai dengan Desember 2010 menunjukkan total Dana Pihak Ketiga (DPK)
37
mencapai Rp 76,036 triliun dibandingkan Desember 2009 sebesar Rp. 53,60
triliun dan Desember 2008 sebesar Rp.37,82 triliun (Prasetyo dan Sugiono,2009).
Penunjukkan data laporan di atas memberikan bukti bahwa perbankan
syariah sudah mulai menunjukkan peranannya di sektor keuangan Indonesia pada
umumnya, dan perkembangan ekonomi nasional. Kondisi yang mampu
memberikan peran bagi perbankan syariah di dalam perkembangan perekonomian,
namun ada beberapa tantangan yang masih harus dibenahi pada diri perbankan
syariah. Tantangan pertama di dalam pengembangan adalah mampukah
perbankan syariah dengan adanya strategi spin off memerankan fungsi
intermediasi secara baik sehingga segera dapat menggerakkan sektor riil?
Tantangan kedua adalah mampukah perbankan syariah dengan strategi spin off
berkembang di lingkungan mayoritas muslim, serta menjadi contoh sukses bagi
negara la in dalam mengembangkan perbankan syariah? Tantangan ketiga, di
masa depan perbankan syariah harus mampu menjadi rahmatan lil alamin, artinya
ia tidak hanya bermanfaat bagi kaum muslim tetapi juga bagi seluruh umat
manusia. Jumlah penduduk muslim sebagai kekuatan utama belum menjamin
mereka menggunakan jasa perbankan syariah.
Catatan dan fenomena tersebut juga tergambar di beberapa wilayah
Indonesia yang merupakan wilayah dengan penduduk muslim yang banyak
(mayoritas). Peluang dan tantangan pengembangan perbankan syariah juga
muncul dengan mulai beroperasinya beberapa bank syariah seperti Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI Syariah, Bank Niaga
Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Permata Syariah, BII Syariah, Bank BTN
Syariah, Bank Rakyat Indonsia (BRI) Syariah, Bank Bukopin Syariah, serta Bank
Syariah Mega Indonesia(BSMI). Memanfaatkan peluang yang ada, adanya
tantangan belum dapat dijawab dengan pasti, serta berbagai ancaman yang belum
bisa teratasi membuat perkembangan perbankan syariah perlu diupayakan terus
dengan mencoba dan menemukan berbagai macam strategi yang sesuai.
PT Bank BNI Syariah adalah salah satu unit usaha syariah (UUS) yang
telah memperoleh izin operasional dari Bank Indonesia. UUS BNI yang menjadi
bank umum syariah (BUS) melalui proses spin off dan melakukan lounching pada
tanggal 19 Juni 2010. Setelah menjadi BUS. BNI Syariah telah menargetkan aset
di akhir 2010 sebesar Rp 5,9 triliun, pembiayaan Rp 4,9 triliun, dan dana pihak
ketiga Rp 5,2 triliun. Selanjutnya untuk fokus bisnis pun BNI masih akan tetap ke
ritel dan konsumer.
Pada Februari 2010, PT. Bank BNI Syariah telah mendapat izin prinsip
dari BI dan persetujuan dari Kementerian Hukum dan HAM pada 25 Maret 2010.
BUS BNI akan memiliki modal Rp 1 triliun dengan porsi Rp 999 miliar atau 99,9
persen dari bank induknya, yaitu BNI.
Didasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka
penelitian ini memfokuskan pada “Analisis SWOT dalam Penentuan Strategi
Bersaing (Pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember)”.
Perumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan
pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana analisis SWOT dalam penentuan
strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember?
38
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah
dijabarkan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
analisis SWOT dalam penentuan strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Syariah Jember.
Pengertian Bank Syariah
Muhamad (2002), mengatakan bahwa yang disebut dengan bank syariah
adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank
Syariah adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasionalnya dan produknya
dikembangkan berdasarkan pada Al-Quran dan Hadist atau dengan kata lain, bank
syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan
dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan
yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan
sistemtersebut didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut
maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan
investasi untukusaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang
berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media yang tidak
islami, dan sebagainya) dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.
Lebih lanjut menurut Ascarya (2005:1), bahwa bank syariah adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan
perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya
yang dinyatakan sesuai dengan syariah.
Prinsip Syariah
Menurut Triyuwono (2000a), bahwa prinsip syariah atas kandungan Al-
Quran merupakan pendasaran untuk pengembangan ekonomi syariah, sehingga
memerlukan konsekuensi untuk selalu memperhatikan syariatsyariat Islam yang
berlaku. Lebih lanjut Triyuwono (2000b) menjelaskan prinsip syariah pada
organisasi bisnis akan dapat mengembangkan kemakmuran semua umat apabila
manajemen bisnis selalu mendasarkan pada prinsip-prinsip dasar Al-Quran dan
Hadist.
Beberapa prinsip atau hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah
antara lain:
1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan. Pemberi dana harus
turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang
meminjam dana.
2. Islam tidak memperbolehkan ”menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena memiliki nilai
intrinsik.
3. Unsur Gharar (ketidakpastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
39
4. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
Islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan
syariah.
Kelembagaan Perbankan Syariah di Indonesia Ascarya (2005:68) menjelaskan bahwa seecara kelembagaan, bank syariah
di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga kolompok, yaitu Bank Umum Syariah,
Unit Usaha Syariah (UUS), dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
1. Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu
lintas pembayaran. BUS merupakan badan usaha yang setara dengan bank
umum konvensional dengan bentuk hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan
Daerah, atau Koperasi. Seperti halnya bank umum konvensional, BUS dapat
berusaha sebagai bank devisa atau non devisa.
2. Unit Usaha Syariah
Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagi kantor induk dari cabang syariah dan atau
pembantu syariah. UUS bukan merupakan badan hukum tersendiri, tetapi
merupakan unit dari suatu bank konvensional. Dalam struktuk organisasi, UUS
berada satu tingkat di bawah direksi bank umum konvensional yang
bersangkutan UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank nonbank.
3. Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS merupakan badan usaha
yang setara dengan bank perkreditan rakyat konvensional dengan bentuk
hukum Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi.
Produk Bank Syariah
Beberapa Produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara
lain:
1. Jasa untuk peminjam dana
Mudhorobah adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha.
Setiap keuntungan yangdiraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang
disepakati. Risiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali
kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan.
Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership
atau jointventure. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang
disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang
dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan dengan mudharabah ialah dalam
konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan
mudharabah tidak ada campur tangan.
Murobahah yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya
kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin
40
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang
tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad awal dan besarnya angsuran sama
dengan harga pokok ditambah margin yang disepakati.
2. Jasa untuk penyimpanan dana
Wadi’ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadi‟ah bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan untuk memberikan bonus kepada nasabah.
Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana dalam kurun waktu tertentu.
Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan
dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu
(Muhamad. 2008).
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Pasal 1 ayat 12 disebutkan prinsip
syariah, adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan berdasarkan fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau
pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Tujuan Bank Syariah
Setelah di dalam perjalanan sejarah bank-bank yang telah ada (bank
konvensional) dirasakan mengalami kegagalan menjalankan fungsi utamanya
menjembatani antara pemilik modal atau kelebihan dana dengan pihak yang
membutuhkan dana, maka dibentuklah bank-bank islam dengan tujuan-tujuan
sebagai berikut (Muhamad. 2008):
1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara islam,
khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari
praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung
unsur gharar (tipuan), di mana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam
Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi
umat.
2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan meratakan
pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang
amat besar antara pemilik modal (orang kaya) dengan pihak yang
membutuhkan dana (orang miskin).
3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang
berusaha yang lebih besar terutama kepada kelompok miskin, yang diarahkan
kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian
berusaha (berwirausaha).
4. Untuk membantu menanggulangi (mengentaskan) masalah kemiskinan, yang
pada umumnya merupakan prigram utama dari negara-negara yang
berkembang. Upaya bank Islam di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa
pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha
yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan
pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan
modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.
41
5. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter pemerintah. Dengan aktivitas-
aktivitas Bank Islam yang diharapkan mampu menghindarkan inflasi akibat
penerapan sistem bunga, menghindarkan persaingan yang tidak sehat antara
lembaga keuangan, khususnya bank dan menanggulangi kemandirian lembaga
keuangan, khususnya bank dari pengaruh gejolak moneter dari dalam maupun
luar negeri.
6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-Islam
(konvensional) yang menyebabkan umat Islam berada di bawah kekuasaan
bank, sehingga umat Islam tidak bisa melaksanakan ajaran agamanya secara
penuh, terutama di bidang kegiatan bisnis dan perkonomiannya.
Tahapan Penyusunan Matriks SWOT
Untuk mewujudkan matriks SWOT tersebut diperlukan pelaksanaan
tahapan berikut ini (David, 1995:200-2; Have dkk., 2003: 185-9; Weihrich, 1982:
60 1; Wheelen & Hunger, 2004: 173-6):
Pertama, manajemen sendiri maupun bersama konsultan melakukan identifikasi
dan inventori terhadap kekuatan dan kelemahan yang sekarang dimiliki oleh
perusahaan (unit usaha strategis), dengan menggunakan salah satu pendekatan
yang lazim digunakan dalam MS: manajemen fungsional, rantai nilai, kompetensi
inti, 7S atau yang lain. Di samping itu manajemen juga perlu melakukan
perbandingan dengan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki oleh pesaing.
Dalam praktik, tidak terkecuali di Indonesia, terdapat kecenderungan
menghasilkan daftar yang begitu panjang.Sedapat mungkin kecenderungan ini
dihindari. Diusahakan hendaknya hanya berisi daftar yang cukup ringkas, antara 3
sampai dengan 10 indikator saja. Semakin banyak indikator yang ditemukan bisa
ditafsirkan sebagai tanda bahwa manajemen tidak mengerti dan sekalipun tidak
memiliki pengetahuan mendalam tentang perusahaan yang dipimpinnya.
Kedua, manajemen mendeteksi lingkungan bisnis makro dan mikro ( industri dan
pesaing ) yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan, kini
dan masa yang akan datang. Manajemen dipersilahkan menggunakan bantuan
salah satu atau kombinasi berbagai teknik yang biasa digunakan dalam MS, sejak
analisis PEST, lima kekuatan bersaing (five competitive forces) Poter, sampai pada
konstruksi skenario. Diharapkan manajemen mampu mengahasilkan daftar
peluang dan ancaman bisnis yang tersedia dan ancaman bisnis yang menghadang.
Tidak berbeda dengan langkah pertama, diharapkan manajemen tidak
menghasilkan daftar panjang, (long list) yang tidak fokus.
Ketiga, manajemen mencoba merumuskan pilihan strategi yang mungkin dapat
diimplementasikan dengan cara melakukan refleksi atas berbagai kemungkinan
kombinasi dari indicator kekuatan (S), kelemahan (W), peluang (O), dan ancaman
(T) yang telah ditemukan pada dua langkah sebelumnya. Tersedia empat macam
strategi, yakni: SO (maksi-maksi), WO (mini-maksi), ST (maksi-mini), dan WT
(mini-mini). Pada tahapan ini juga terdapat kecenderungan untuk sebanyak
mungkin menemukan rumusan strategi, yang jika dicermati lebih dalam biasanya
justru berisi strategi yang tidak memiliki kemungkinan untuk diterapkan.
Manajemen sedari mula hendaknya menyadari kecenderungan tersebut dan oleh
karena itu harus dihindari. Jika berhasil dirumuskan dengan pas, manajemen dapat
mengimplementasikan keempat jenis strategi tersebut secara simultan, tidak hanya
memilih salah satu. Dalam praktiknya, mungkin perlu penetuan skala prioritas.
42
Strategi SO dirumuskan dengan pertimbangan bahwa manajemen hendak
memanfaatkan kekuatan perusahaan dan keunggulan bersaing yang dimiliki untuk
mengeksploitasi peluang bisnis yang tersedia. Strategi ini bersifat agresif, memacu
pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu strategi ini juga disebut maksi-maksi
karena manajemen mencoba menggunakan apa yang serba positif (maksimal)
yang kini dimiliki. Manajemen tentu saja menyukai jika memiliki kesempatan
untuk mengimplementasikan strategi ini karena perusahaan sedang sehat dan di
saat yang sama tersedia peluang bisnis yang menjanjikan.
Strategi WO diperoleh ketika manajemen mencoba memanfaatkan peluang
bisnis yang tersedia untuk mengurangi bahkan mengeliminasi kelemahan
perusahaan yang ada. Strategi ini disebut mini-maksi karena yang maksimal hanya
satu variabel, yakni peluang; sedangkan satu variable lainnya dinilai sebagai
sesuatu yang minimal karena hanya berupa kelemahan. Strategi ini tidak seagresif
yang disebut pertama, karena manajemen tidak sepenuhnya dapat memanfaatkan
peluang bisnis yang tersedia. Sehingga lebih berkonsentrasi untuk menyehatkan
perusahaan dengan cara mengeliminir kelemahan yang dimiliki atau outsourcing.
Jika terpaksa manajemen dapat membiarkan peluang bisnis yang tersedia untuk
diambil oleh perusahaan pesaingnya.
Strategi ST serupa dengan strategi WO karena variabel yang ada tidak
maksimal. Strategi ST lahir dari analisis manajemen yang hendak menggunakan
kekuatan dan keunggulan yang dimiliki untuk menghindari efek negatif dari
ancaman bisnis yang dihadapi. Strategi ini disebut maksi-mini karena hanya
memiliki satu variable maksimal, yakni kekuatan. Variabel yang lain bersifat
minimal, yakni ancaman bisnis. Perusahaan memiliki keunggulan akan tetapi
tidak dapat memanfaatkannya secara maksimal karena yang tersedia hanya
ancaman bisnis. Ancaman bisnis tersebut dapat menjadi sebab ketidaksehatan
perusahaan jika manajemen jika manajemen keliru dalam mengantisipasinya.
Strategi WT pada dasarnya lebih merupakan strategi bertahan yakni
strategi bisnis yang masih mungkin ditemukan dan dipilih dengan meminimalisasi
kelemahan dan menghindari ancaman bisnis. Karena sifatnya yang pasif dan tidak
kedua variabel yang ada bersifat minimal, strategi WT disebut juga strategi mini-
mini. Manajemen tentu saja tidak hendak meletakkan strategi ini pada pilihan
pertama. Strategi ini hanya amat sedikit memberikan ruang gerak bagi
manajemen. Perusahaan telah sampai pada soal mati atau hidup (survival), bahkan
mungkin harus memilih untuk melakukan likuidasi. Sekalipun demikian, masih
tersedia pilihan lain, misalnya merjer dengan perusahaan lain atau mengurangi
skala operasi secara besar-besaran (Muhammad, 2008a: 16-19).
Selanjutnya Muhammad (2008a: 25), menjelaskan bahwa SWOT tidak
berlebihan jika dikatakan sebagai alat analisis yang paling sering digunakan dalam
membantu mendesain rancang bangun strategi di Indonesia. Di belahan dunia
yang lain posisi terpopuler tersebut juga masih dimiliki, sekalipun di sisi lain
kritik keras terhadapnya juga sering dan masih terus dilontarkan. Dengan segala
variasi yang dimiliki, kesemua model analisis SWOT memiliki karakter sederhana,
tidak rumit dalam penerapannya.
Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif kualitatif, dimana
sebagian data kualitatif yang akan diperoleh akan diangkakan sekedar untuk
43
mempermudah penggabungan dua atau lebih data variabel kemudian setelah
didapat hasil akhir akan dikualitatifkan kembali. Dalam penelitian ini perangkat
analisis data yang akan digunakan adalah dengan menggunakan analisis SWOT
(Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats), terutama untuk mengetahui
strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember.
Analisis SWOT mendasarkan pada landasan teori, penelitian ini untuk
penentuan peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan pada PT. Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Syariah Jember dirumuskan sebagai berikut:
Peluang, yaitu situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan. Kecenderungan-kecenderungan penting merupakan salah satu sumber
peluang. Identifikasi segmen pasar yang tadinya terabaikan, perubahan pada
situasi persaingan atau peraturan, perubahan teknologi, serta membaiknya
hubungan dengan pembeli atau pemasok dapat memberikan peluang bagi PT.
Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember.
Ancaman, yaitu situasi penting yang tidak menguntungkan dalam organisasi.
Ancaman merupakan pengganggu utama bagi posisi sekarang atau yang
diinginkan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember. Dengan adanya
persaingan, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya kekuatan tawar
menawar, perubahan teknologi, serta peraturan baru atau yang direvisi dapat
menjadi ancaman bagi keberhasilan PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Syariah Jember.
Kekuatan, yaitu sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain relatif terhadap
pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau yang ingin dilayani oleh
perusahaan. Kekuatan adalah kompetensi khusus (distinctive competence) yang
memberikan keunggulan komparatif bagi PT. Bank BNI Syariah kantor Cabang
Syariah Jember. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra,
kepemimpinan pasar, dan faktor-faktor lain.
Kelemahan, yaitu faktor keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,
keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif
perusahaan. Fasilitas, sumber daya keuangan, kapabilitas manajemen,
keterampilan pemasaran, dan citra merek dapat merupakan sumber kelemahan PT.
Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember.
Hasil Penelitian
Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan mulai dari mengetahui
undangundang perbankan syariah (Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008),
melihat gambaran umum PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember,
serta melihat visi dan misi PT BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember sampai
melihat dan mengetahui kondisi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah
Jember terkini, strategi yang telah ditempuh dan kinerja yang telah dicapai dapat
diketahui beberapa faktor internal dan eksternal pada PT. Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Syariah Jember. Beberapa faktor internal dan eksternal yang
penting (IFAS dan EFAS) dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1) Faktor Internal (IFAS)
a. Kekuatan (Strengths)
1. Tata Kelola dan perilaku atau budaya Bank Syariah yang baik, dimana
perbankan adalah bisnis di bidang jasa yaitu pelayanan jasa tersebut harus
44
sesuai dengan apa yang diamanahkan dari nasabah pemilik dana maupun
nasabah yang membutuhkan dana yang di wujudkan dengan prinsip Good
Coorporate Governance dan Code of Conduct yakni perilaku atau budaya kerja
perusahaan yang baik.
2. Iklim Investasi Positif dan semangat kerja tinggi, Iklim Investasi yang
dihimpun oleh PT. Bank BNI Syariah Kantor Caban Syariah Jember
menunjukkan positif dilihat dari perkembangan dari tahun ke tahun, dimana
rata-rata tumbuh >50% per tahun jauh diatas rata-rata pertumbuhan Bank
Konvensional yang sekitar ± 12 s/d 15% per tahun, hal ini juga didukung
dengan semangat kerja yang tinggi sebagai wahana untuk berkarya dan
berprestasi bagi pegawai sebagai perwujudan ibadah 3. Fund Deposit Ratio (FDR) Normal, daya dukung investasi yang baik sehingga
dapat mencapai FDR di ambang normal yaitu 90% - 110%.
4. Kontribusi Positif terhadap masyarakat dan kelestarian Lingkungan, dimana
PT. Bank BNI Syariah memiliki dua program yaitu Go Green (Kelestarian
Lingkungan) dan Corporate Social Responsibility.
5. Membantu pengusaha-pengusaha di Wilayah Jember, yakni di dalam sektor riil
PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember membantu pengusaha-
pengusaha cukup sharenya terhadap pertumbuhan sektor riil untuk
meningkatkan dan pengembangan perekonomian di Wilayah Jember.
b. Kelemahan (Weaknesses)
1. Tenaga ahli yang terbatas, dimana SDM (Sumber Daya Manusia) atau tenaga
ahli di bidang perbankan syariah pada PT. BNI Syariah masih memerlukan
pelatihan tambahan dari internal BNI Syariah untuk mencetak tenaga yang
kompeten.
2. Kurangnya sarana pendukung, beberapa sarana penting yang masih sering
meninggalkan kesan dan keluhan bagi setiap nasabah yang bertransaksi seperti
keberadaan halaman parkir yang luas dan memadai.
3. Kurangnya aturan pendukung, kurangnya peraturan tentang perbankan syariah
yang mendukung setiap kegiatan operasional maupun pemasaran produk dan
jasa yang dimiliki.
4. Promosi atau pengenalan door to door, untuk meningkatkan sosialisasi
berkaitan dengan pengenalan pada produk dan jasa yang ditawarkan kepada
nasabah, PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Jember menggunakan solusi
dengan cara pengenalan produk dan jasa tersebut masih dengan cara door to
door. Dengan cara ini memungkinkan tenaga pemasaran yang dibutuhkan
banyak, sehingga cara ini masih kurang efisien dan efektif.
5. Teknologi yang masih terbatas, aspek teknologi yang kurang kompetitif
menjadikan kendala tersendiri dalam hal pelayanan kepada nasabah.
2). Faktor Eksternal (EFAS)
a. Peluang (Opportunities)
1. Mayoritas masyarakat muslim, yakni jumlah penduduk yang mayoritas
beragama Islam merupakan calon nasabah emosional yang seharusnya
memberikan kontribusi yang cukup pada kinerja PT. Bank BNI Syariah Kantor
Cabang Syariah Jember.
2. Melakukan kerjasama dalam menciptakan suatu peluang untuk mewujudkan
dukungan atas perkembangan investasi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Syariah Jember melakukan kerjasama dengan berbagai pihak.
45
3. Potensi Masyarakat yang tinggi, potensi masyarakat Jember yang cukup tinggi
baik dilihat dari tingkat mobilitas ekonomi dan perdagangan.
4. Fatwa MUI, adanya fatwa MUI tentang riba yang secara tidak langsung
mempengaruhi pola pikir pelaku perbankan yang emosional yang tidak semua
orang memperhitungkan bunga dan sesungguhnya rata-rata bagi hasil lebih
tinggi daripada bunga Bank Konvensional. Sehingga pola pikir tersebut
mendorong calon nasabah nantinya mempercayakan pengelolaan dananya pada
Bank syariah, khususnya pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah
Jember.
5. Pembukaan KCPS, yaitu adanya peluang pembukaan KCPS (Kantor Cabang
Pembantu Syariah) memberikan peluang tersendiri terhadap pengembangan
PT. Bank BNI Syariah.
b. Ancaman ( Threats )
1. Total share perbankan, dimana bagi PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Syariah Jember dengan perbankan syariah lainnya bukan merupakan pesaing
melainkan teman sejawat, sehingga berkiprah seiring sejalan untuk bekerja giat
menaikkan share yang hingga saat ini masih dibawah 5% dibanding total share
perbankan konvensional.
2. Kurang pemahaman tentang perbankan syariah, kurang adanya pemahaman
masyarakat Jember tentang produk, system dan mekanisme perbankan syariah,
Hal ini akan mempengaruhikecepatan pengembangan PT. Bank BNI Syariah
khususnya pada Kantor Cabang Syariah Jember.
3. Kesan sulit dan rumit pada bank syariah, adanya anggapan bahwa berhubungan
dengan bank syariah lebih rumit disbanding dengan bank konvensional.
4. Kesan Sosial pada bank syariah. Adanya kesan bahwa perbankan syariah adalah
lembaga sosial saja sehingga aspek-aspek bisnis di nomor duakan.
5. Kurang dukungan dari masyarakat, sebagian masyarakat Jember masih
menganggap perbankan syariah adalah perbankan kaum muslim.
Faktor-faktor kekuatan (strengths) mempunyai nilai skor 1,80 sedangkan
faktor faktor kelemahan (weaknesses) mempunyai nilai skor 0,60. Berarti PT.
Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember mempunyai kekuatan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan faktor kelemahan dalam menentukan strategi
bersaingnya. Selanjutnya untuk faktor-faktor peluang (opportunities) mempunyai
skor 1,90 dan faktor-faktor ancaman (Threats) mempunyai nilai skor 0,85, ini
berati dalam upaya menentukan strategi bersaingnya PT. Bank BNI Syariah
Kantor Cabang Syariah Jember mempunyai peluang yang cukup besar
dibandingkan ancaman yang akan timbul. Dari hasil susunan faktor-faktor internal
dan eksternal di atas, menghasilkan rangkaian skor sebagai berikut :
1. Kekuatan (Strenghts/S) = 1,80
2. Kelemahan (Weaknesses/W) = 0,60
3. Peluang (Opportunities/O) = 1,90
4. Ancaman (Threats/T) = 0,85
Dari rangkaian nilai skor tersebut, dapat disusun suatu tabel Rekap Skor
IFAS dan EFAS sebagai berikut:
46
Tabel 1: Tabel Rekap Skor IFAS dan EFAS:
Skor Internal Skor Eksternal Pilihan Strategi
S > W (+)
1,80 > 0,60 (+)
O > T (+)
1,90 > 0,85 (+)
GROWTH
S < W (-) O < T (-) SURVIVAL
S > W (+) O < T (-) DIVERSIFICATION
S > W (-) O > T (+) STABILITY
Dari tabel di atas dihasilkan faktor internal dan eksternal yang positif,
berarti bahwa kekuatan PT. Bank BNI Syariah relatif lebih unggul dibandingkan
dengan kelemahannya, sedangkan lingkungan yang saat ini dihadapi lebih besar
daripada ancamannya. Oleh karena itu PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang
Syariah Jember memiliki kemampuan untuk merubah potensi menjadi suatu
prestasi dan kinerja yang lebih baik. Sehingga arah kebijakan yang tepat untuk
dilaksanakan adalah dengan meningkatkan dan memperbesar peranan PT. Bank
BNI Syariah khususnya pada Kantor Cabang Syariah Jember dalam berbagai
kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sekaligus untuk memperluas
peran serta memanfaatkan berbagai peluang. Arah kebijakan tersebut merupakan
dasar dari kebijakan dalam kondisi growth strategy dengan pelaksanaan melalui
stable growth strategy, artinya dalam pengembangannya PT. Bank BNI Syariah
khususnya Kantor Cabang Syariah Jember dapat menggunakan strategi
pertumbuhan peran namun dilakukan secara bertahap sesuai skala prioritas. Dan
strategi tersebut didukung dengan adanya alternatif dan peluang untuk menarik
nasabah yang lebih banyak dengan melakukan pengembangan produk dan layanan
syariah untuk memuaskan nasabahnya.
Aspek yang perlu dilakukan untuk pengembangan produk maupun layanan
tersebut PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember yaitu dengan bagi
hasil yang dijanjikan, menjaga reputasi yang baik, melayani jasa ATM, jaringan
kantor cabang, layanan pelanggan, kejelasan produk, dukungan IT (mbanking,
internet banking,dll), serta promosi yang dilakukan dan nilai rekomendasi.
Simpulan
Hasil penelitian atas penentuan strategi bersaing melalui analisis SWOT
dengan melakukan analisis faktor internal dan faktor eksternal pada PT. Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Syariah Jember, yaitu Faktor internal dalam menentukan
strategi bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Syariah Jember
terdiri dari kekuatan; atas tata kelola dan perilaku atau budaya Bank Syariah yang
baik, iklim investasi positif dan semangat kerja tinggi, FDR normal, kontribusi
positif terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan, membantu pengusaha
pengusaha di Wilayah Jember. Selanjutnya kelemahan meliputi; tenaga ahli yang
terbatas, kurangnya sarana pendukung, kurangnya aturan pendukung, promosi
atau pengenalan door to door dan teknologi yang masih terbatas.
47
Faktor ekternal dalam menentukan strategi bersaing pada PT.Bank BNI
Syariah Kantor Cabang Syariah Jember terdiri dari peluang atas mayoritas
masyarakat muslim, melakukan kerja sama, potensi masyarakat yang tinggi, fatwa
MUI dan pembukaan KCPS. Selanjutnya dalam penentuan strategi bersaing pada
PT. Bank BNI Syariah Cabang Syariah Jember terdiri dari ancaman meliputi :
Total share perbankan, kurang pemahaman tentang perbankan syariah, kesan sulit
dan rumit pada bank syariah, kesan sosial pada bank syariah dan kurang dukungan
dari masyarakat.
Strategi yang dapat digunakan salah satunya untuk menentukan strategi
bersaing pada PT. Bank BNI Syariah Kantor Cabang Pembantu Jember yaitu
stable growth strategy, artinya dalam persaingan di perbankan syariah PT. Bank
BNI Syariah khususnya Kantor Cabang Syariah Jember menggunakan strategi
pertumbuhan peran namun dilakukan secara bertahap sesuai dengan skala
prioritas.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, Yumanita Diana. 2005. Bank Syariah: Gambaran Umum Seri
Kebanksentralan. Jakarta: Gempitan Indonesia.
David, Fred R. 2009. Strategic Management (Manajemen Strategis Konsep).
Penerbit: Salemba Empat. Jakarta.
Muhamad. 2002. Manajemen Bank Syariah. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Muhamad. 2008. Bank Syari’ah: Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan
Ancaman. Cetakan Kedua. Penerbit EKONISIA Fakultas Ekonomi UII.
Yogyakarta.
Muhammad, Suwarsono. 2008a. Matriks & Skenario dalam Strategi. Cetakan
Pertama. Penerbit Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen YKPN. Yogyakarta.
Prasetyo, Whedy dan K. Sugiono. 2009. Analisis Pelaksanaan Stable Growth
Strategy Melalui Strategi SWOT Dalam Pengembangan Bank Syariah
Di Indonesia. Jurnal Akuntabilitas. Tahun 02, Nomor 2, Agustus. hal.
44-68.
Triyuwono, Iwan. 2000a. Akuntansi Syari’ah: Implementasi Nilai Keadilan dalam
Format Metafora Amanah. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
Malang: Seminar Nasional Akuntansi Syari‟ah.
Triyuwono, Iwan. 2000b. Organisasi Dan Akuntansi Syari’ah. Cetakan Pertama.
Penerbit LkiS. Yogyakarta.
Wheelen, T.L and J.D. Hunger. 2004. Strategic Managenent and Business Policy.
Ninth Edition. Pearson Education, Inc. New Jersey
44
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PARTISIPASI
WANITA TANI DI SEKTOR PERTANIAN
(Studi Kasus di Desa Purwokerto Kecamatan Srengat Kabupaten Blitar)
Oleh:
Tri Kurniastuti
Abstract
In society, because of economic demand a woman could be the
housewife and the laborer or breadwinner for herself or their family.
Therefor, the position of a woman in family and society was important
for increasing the participation. If the participation in farming sector
was developed as continuous it would increased the farmer income in
rural. Many factors could influences the women partisipation in farming,
e.g, age, total of family and eduction. The factors could be influence of
activity the farmer women participation in farming sector.
Keywords: Women farming, and time participation
Pendahuluan
Manusia merupakan sumberdaya yang tidak dapat diabaikan menyatakan
prikemanusiyaan yang berorientasi pada keahliaan belaka. Tindakan berupa
mengajak mendorong wanita di pedesaan untuk berpatisipasi dalam pembangunan
merupakan suatu tindakan yang efisien. Bahkan tanpa mengikut sertakan wanita
dalam, pembangunan akan memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap
lajunya pertumbuhan perekonomian kita.
Menurut Priyo (1992), dalam skiprsi Budi Wibowo (2000) usaha
peningkatan kwalitas penduduk dilakukan dalam tiga jalan strategi yaitu: 1).
Usaha perbaikan gizi dan kesehatan keluarga, 2). Peningkatan pendidikan dalam
arti yang sangat luas, 3). Peningkatan partisipasi penduduk dalam pekerjaan
(labourparticipation ratio) dalam perhitungan ketergantungan penduduk non
produktif dengan penduduk yang produktif ( dependence ratio).
Dari ketiga faktor yang paling penting adalah usaha untuk peningkatan
partisipasi penduduk dalam pekerjaan dan penurunan tinggkat ketergantugan
dalam masyarakat pedesaan. Dengan demikian posisi wanita dalam berkeluarga
dan masyarakat sangat penting untuk peningkatan partisipasiya.
Di mana kita ketahui bahwa sebagai besar penduduk Indonesia bertempat
tinggal di daerah pedesaan dan bekerja dalam sektor primer, hal itu dapat di
tunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada
sektor pertanian atau dari produk pertanian yang berasal dari pertanian. Sektor
petanian menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat besar apabila tenaga
kerja perempuan, dimana perempuan memiliki partisipasi yang vital dalam
perekonomian rumah tangga petani. Oleh karena itu diperlukan berbagai usaha
agar petani tetap mampu berusaha di bidang pertanian. Artinya tingkat
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Balitar
45
kesejahteraan dalam produktivitas petani kesektor lain (industri) untuk
mendapatkan hidup yang layak ( R. Renata Simatupang, 2000 ).
Sektor pertanian di Indonesia mempuyai partisipasi yang sangat strategis
dalam perkembangan pembangunan yaitu sebagai sumber kehidupan dan
pendapatan pertanian dalam keluarga, penghasil pangan, bahan baku industri yang
juga sebagai peyedia lapangan kerja serta salah satu unsur pelestari hidup. Sektor
pertanian apabila dikembangkan secara terus menerus dipedesaan akan membawa
dampak yang luas terhadap persoalan-persoalan ketenagakerjaan terutama tenaga
kerja perempuan karena persoalan tenaga kerja merupakan masalah yang vital
dalam pembangunan. Untuk menunjang sumberdaya dan peningkatan kwalitas serta
produktivitas dalam sektor pertanian diperlukan suatu progam Intensifitas yang
diharapkan dapat meningkatkan pendapatan-pendapatan petani. Sebab dengan
perluasan lahan maka tingkat kesempatan kerja dan perbaikan kwalitas tenaga kerja
dapat ditingkatkan dan gejala terjadinya penganguran tidak terlalu banyak.
Dengan masuknya teknologi pertanian baru selain sebagai upaya untuk
menginsentifikasikan hasil pertanian akan berakibat buruk bagi posisi perempuan
ke pingiran dalam memperebutkan kesempatan tenaga kerja. Dengan makin
luasnya kegiatan teknologi modern dengan segala nilai yang melekat berpengaruh
langsung terhadap perubahan struktur gender dalam masyarakat desa yang agraris
tradisional ( Abdullah, Malo,Clauss,1995).
Analisa perekonomian rumah tangga tani dalam konteks pemikiran yang
memfokuskan bagaimana memperkirakan dan membandingkan nilai pekerjaan
petani baik pada tingkat induvidu maupun pada tingkat petani adalah bagaimana
untuk menelaah masyarakat di pedesaan. Hal ini tentunya dapat membantu dapat
membantu untuk lebih mengerti kedudukan wanita di pedesaan dalam
perekonomian khususnya dengan menghitungkan membangdingkan pada
ketersediaan tenaga kerja pria dalam berbagai aktivitas serta pekerjaan untuk
mencari nafkah yang langsung menghasilkan (income).
Wanita dalam kehidupan bermasyarakat disamping sebagai ibu rumah
tangga juga sebagai tenaga kerja pencari nafkah baik untuk dirinya maupun juga
untuk keluarganya. Posisi ganda tersebut di sebabkan oleh banyaknya tuntutan
ekonomi dan upaya mandiri untuk meningkatkan sumberdaya manusia dan akhir-
akhir ini semakin dihargai oleh masyarakat. Perkembangan tersebut mendorong
wanita yang selama ini terkadang oleh suatu tradisi yang menyudutkan mereka ke
arah partisipasi pembangunan nasional.
Berdasarkan kenyataan, tinggkat pendapatan petani berlahan sempit
maupun buruh tani yang masih relatif rendah, menyebabkan para ibu rumah
tangga ikut mencari nafkah untuk tambahan penghasilan suami untuk mencapai
pemenuhan kebutuhan sehari – hari. Hal ini wanita ikut serta dalam kegiatan
perekonomian masyarakat pedesaan terutama dalam usaha peningkatan
pendapatan rumah tangga.
Partisipasi wanita untuk keperluan kehidupan rumah tangga di perinci:
1. Partisipasi wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagai pencari nafkah
2. Partisipasi wanita sebagai kedudukan pengambil keputusan
3. Partisipasi wanita pada kedudukan beragam lembaga atau organiasasi sosial
ekonomi kebudayaan dan politik yang ada disamping atau di desa.
46
Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka dipandang perlu diadakan beberapa
pengajian yaitu:
1. Kegiatan apa saja yang dilakukan oleh wanita tani di sektor pertanian.
2. Faktor- faktor apa yang mempengaruhi partisipasi wanita tani disektor
pertanian.
Tujuan
Bertolak dari permasalahan yang ada maka tujuan yang ingin di capai
dalam penelitian ini dapat di formulasikan sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan kegiatan yang dilakukan oleh wanita tani disektor
pertanian.
2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani
disektor pertanian.
Batasan istilah:
Partisipasi wanita tani diartikan sebagai seberapa besar waktu (jam/hari) yang
dicurahkan wanita tani di sektor pertanian.
Metode Penelitian
Metode Penentuan Daerah
Penelitian dilakukan di Desa Purwokerto Kecamatan Srengat Kabupaten
Blitar. Penetuan daerah ini dilakukan secara sengaja (purposive). Berdasarkan
pertimbangan bahwa Desa Purwokerto masyarakatnya bekerja pada sektor
pertanian khususnya para kaum wanitanya.
Metode Pengambilan Sampel
Adapun sampel dalam penelitian ini diambil 10% dari jumlah populasi pekerja
wanita tani di Desa Purwokerto. Dalam penelitian ini pengambilan sempel
menggunakan cara acak (random sampling), dimana setiap pekerja wanita tani yang
melakukan pekerjaan dalam sektor pertanian diberi kesempatan yang sama untuk
menjadi sempel. Dan pengambilan sempel dilakukan pada pekerja wanita tani yang
berumur 20 – 63 tahun.
Metode Analisa Data
Metode yang pertama yang digunakan penulis adalah analisa deskriptif.
Analisa deskriptif digunakan untuk memperjelas bila terdapat data data yang
kualitatif, analisa ini bersifat presentase. Analisa statistik digunakan untuk
menguji hipotesa dari data yang terkumpul dengan maksud untuk mempermudah
dalam pengambilan keputusan.
Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita
tani digunakan analisa regresi liniear berganda. Analisa statistik regresi liniear
berganda mengunakan model:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3
Keterangan :
Y = Partisipasi wanita tani
1X = Umur petani
2X = Jumlah anggota keluarga
3X = Pendidikan wanita tani
1b , 2b , 3b = Koefesien regresi dari X
a = Konstanta
47
Metode yang kedua adalah pengujian statistik berupa uji hipotesis untuk
membuktikan apakah masing-masing variabel bebas ( 1X , 2X , 3X ) secara
serentak mememiliki pengaruh terhadap variabel terikat (Y) menggunakan metode
pengujian uji F dengan rumusan sebagai berikut:
)/()(
/2
2
IknRI
kRf
Dimana:
R2
: Koefesien kolerasi ganda
K : Jumlah variabel independen
N : Banyak sempel
Dengan kreteria:
- Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak
- Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima (Sugiono, 2003)
Sedangkan untuk menguji pengaruh nyata variabel-variabel bebas secara
parsial digunakan uji t mengunakan rumus:
t: 21
2
r
nr
Dimana :
r : Korelasi variabel
n :Jumlah anggota sempel
Dengan pendugasebagai berikut:
Jika thitung > ttabel maka Ho ditolak
Jika thitung < ttabel maka Ho diterima ( Sudjana,1992)
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Karakteristik Responden
Dari hasil penelitian diketahui kegiatan yang dilakukan oleh para
responden selain sebagai ibu rumah tangga mereka bekerja sebagai buruh tani
pada sektor pertanian. Rata–rata jam kerja yang mereka lakukan 6-7 jam/hari dan
umumnya bekerja pada usahatani sawah dan ladang.
a. Umur Responden
Responden dalam penelitian ini, berumur antara umur 20 tahun sampai 63
tahun. Adapun sebaran responden berdasarkan umur lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 5.
48
Tabel 1. Umur Responden
Umur ( tahun) Jumlah responden (orang) Prosentase ( % )
20- 30 30 60
31- 41 14 28
42- 52 4 8
53- 63 2 4
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer di olah, 2011
Dari tabel 1, diketahui bahwa jumlah responden untuk umur 20 – 30 tahun
adalah 30 orang atau sebesar 60 %, kelompok umur 31 – 41 tahun 14 orang atau
sebesar 28 %, kelompok umur 42 – 52 tahun 4 orang atau sebesar 8 %, dan
kelompok umur 53 – 63 tahun 2 orang atau sebesar 4 %.
b. Jumlah Anggota Keluarga Responden
Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang meyebabkan
ibu rumah tangga melakukan pekerjaan sebagai buruh pada sektor pertanin. Selain
sebagai ibu rumah tangga mereka ikut serta untuk membantu ekonomi
keluarga, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 2. Jumlah Anggota Keluarga Responden
Jumlah anggota keluarga Jumlah responden (orang) Prosentase ( % )
2 15 30
3 24 48
4 11 22
Jumlah 50 100
Sumber: Data Primer di olah, 2011.
Pada perbedaan tingkat jumlah anggota keluarga wanita tani
mempengaruhi ibu rumah tangga dalam melakukan kegiatan pada sektor pertanian
karena kesibukan mengurus anak dan suami. Pekerja wanita tani juga dituntut
untuk memperbaiki taraf hidup keluarga masing – masing.
c. Pendidikan Responden
Pendidikan merupakan salah satu faktor penghambat dalam proses
pengambilan suatu keputusan untuk mengadopsi inovasi teknologi sehingga pada
gilirannya tingkat pendidikan akan mempengaruhi produktivitas kerja wanita
tani, untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan responden dapat dilihat
pada tabel 7.
49
Tabel 3. Pendidikan Responden.
Pendidikan Jumlah responden (orang) Prosentase %
SD 25 50
SMP 19 38
SMA 6 12
Jumlah 50 100
Sumber : Data Primer di olah,2011.
Perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi wanita tani dalam
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang telah ada dimana pendidikan
memegang peran yang peting sebagai modal wanita tani dalam melakukan
perubahan kearah yang lebih baik.
Hasil Dan Pembahasan
Dari data yang penulis sajikan pada lampiran 1 , analisa regresi dilakukan
dengan pengolahan data melalui regresi linier berganda seperti yang telah
diuraikan pada bab III dengan rumusan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 +b2X2 +b3X3
Dimana:
a = Konstanta
Y = Partisipasi wanita tani
1X = Umur petani
2X = Jumlah anggota keluarga
3X = Pendidikan wanita tani
1b , 2b , 3b = Koefesien regresi dari X
Melalui pengolahan data analisa regresi berganda didapatkan suatu
persamaan regresi dengan variabel umur petani ( 1X ), jumlah anggota ( 2X ),
pendidikan wanita tani ( 3X ), dan partisipasi wanita tani (Y) sebagai berikut:
Y = 0,528 + 0,408 X1 +0,326 X2 + 0,015 X3
Dari hasil analisa didapatkan juga nilai thitung berturut-turut untuk X1
sebesar 3,378; X2 sebesar 2,664; X3 sebesar 0,125 sementar nilai F hitung sebesar
6,236 koefesien determinasi R2 sebesar 0,289 dan koefisien korelasi R sebesar
0,492 sebagaimana terdapat dalam lampiran 1.
Variabel (X1) umur petani berpengaruh nyata terhadap partisipasi tenaga
kerja wanita tani (Y) pada taraf kepercayaan 95% yang ditunjukan oleh t hitung.
3,378 lebih besar dari t tabel 2,015. Nilai koefesien regresi 0,408, tanda positif (+)
menunjukkan arah hubungan positif antara umur petani terhadap partisipasi
wanita tani yang artinya setiap pertambahan umur petani menyebabkan
bertambahnya partisipasi wanita tani (Y) sebesar 0,408 jam/hari dengan asumsi
bahwa jumlah anggota keluarga ( 2X ),pendidikan wanita tani ( 3X ), adalah tetap
atau konstan. Hal ini disebabkan oleh karena umur merupakan faktor yang
dominan dalam segala aspek kegiatan untuk melakukan suatu keputusan guna
menuju arah perbaikan diri/keluarga.
50
Menurut Swasono, Sulistyaningsih, (1987). Tingkat partisipasi angkatan
kerja wanita pada kelompok umur kerja (25-54) tahun, tingkat partisipasi
angkatan kerja itu dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah umur dan
secara umum tingkat partisipasi angkatan kerja akan meningkat pada kelompok
umur 15-19 tahun; 20-24 tahun dan pada kelompok umur 50-56 tahun.
Variabel (X2) jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh nyata
terhadap partisipasi wanita tani (Y) pada taraf kepercayaan 95% yang ditunjukan
oleh t hitung. 2,664 lebih besar dari t tabel 2,015. Nilai koefesien regresi 0,326 tanda
positif menunjukkan arah hubungan positif antara jumlah angota keluarga wanita
tani terhadap partisipasi wanita tani, yang artinya setiap pertambahan jumlah
anggota keluarga menyebabkan bertambahnya partisipasi wanita tani (Y) sebesar
0,326 jam/hari dengan asumsi bahwa umur petani ( 1X ), pendidikan wanita tani
(X3) konstan. Hal itu disebabkan oleh banyaknya jumlah anggota keluarga yang
terdapat pada masing-masing responden sehingga berpengaruh nyata terhadap
partisipasi wanita tani karena bila jumlah anggota keluarga meningkat maka
ketersediaan tenaga kerja wanita tani juga dengan sendirinya akan menigkat
secara otomatis, hal ini karena mengingat pentingnya partisipasi dalam hal ini
curahan jam kerja yang dimiliki oleh setiap wanita tani disektor pertanian guna
kelangsungan hidup wanita tani atau keluarganya yang semakin meningkat.
Variabel (X3) pendidikan wanita tani berpengaruh nyata terhadap
ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y) pada taraf kepercayaan 95% yang
ditunjukan oleh t hitung. 0,125 lebih kecil dari t tabel - 2,015. Nilai koefesien regresi
0,015 tanda positiff menunjukkan arah hubungan positif antara pendidikan petani
terhadap ketersediaan tenaga kerja wanita tani, dengan mengunakan daerah
penerimaman (HI) dua arah maka untuk variabel (X3) berpengaruh tidak nyata
terhadap (Y), yang artinya setiap pertambahan tingkat pendidikan wanita tani
(X3) tidak menyebabkan partisipasi wanita tani (Y) betambahnya sebesar 0,015
jam/hari dengan asumsi bahwa umur petani ( 1X ), pendapatan pada sektor
pertanian ( 2X ), konstan. Hasil analisa tingkat pendidikan petani yang terdapat
pada responden sehingga tidak berpengaruh nyata terhadap partisipasi wanita tani
karena bila tingkat pendidikan meningkat maka partisipasi wanita tani menurun
bisa jadi sebaliknya. Hal ini diduga karena wanita tani yang mempunyai
pendidikan yang relative lebih tinggi mempunyai lebih banyak kegiatan di luar
sector pertanian atau sebaliknya Walau sebenarnya yang diharapkan adalah
dengan meningkatnya pendidikan wanita tani diharapkan wanita tani mempunyai
lebih banyak waktu yang digunakankan untuk sector pertanian, sehingga sector
pertanian semakin maju.
Menurut Sawit dan Hartoyo (1993), kemajuan dalam tingkat pendidikan
itu tentunya akan membawa konsekuensi dalam penyediaan kesempatan kerja
yang sesuai dengan kualitas atau tingkat pendidikannya, pendidikan yang
dimaksud adalah untuk memperkecil jumlah usia sekolah yang masuk tenaga
kerja yang pada jangka waktu tertentu akan dapat meningkatkan mutu tenaga
kerja wanita tani.
Nilai koefisien determinasi R2 dari hasil analisa regresi tersebut sebesar
0,289 menunjukkan bahwa hanya sebesar 28,9 % dari variasi ketersediaan tenaga
kerja wanita tani (Y) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas yang ada yaitu
umur petani ( 1X ), jumlah anggota keluarga ( 2X ), pendidikan wanita tani ( 3X ),
51
sementara sisanya yaitu sebesar 75,7 % dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain
diluar penelitian penulis.
Koefisien korelasi r pada lampiran 2, menggambarkan kuatnya hubungan
antara variabel terikat (Y) terhadap masing-masing variabel bebasnya yaitu
berturut-turut 0,422 untuk 1X ; 0,336 untuk 2X dan 0,043 untuk 3X . Karena nilai
koefisien korelasi r lebih kecil dari 0,5 maka hubungan antara variabel terikat (Y)
terhadap masing-masing variabel bebas ( 1X , 2X dan 3X ) dapat dikatakan lemah
atau tidak signifikan.
Selanjutnya dilakukan pengujian statistik berupa uji hipotesis untuk
membuktikan apakah masing-masing variabel bebas ( 1X , 2X dan 3X ) secara
serentak mememiliki pengaruh terhadap variabel terikat (Y) dengan menggunakan
uji F dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 ; 1X = 2X = 3X = 0 : bahwa secara serentak variabel terikat (Y) tidak
dipengaruhi oleh variabel bebas ( 1X , 2X , 3X ).
Hi ; 1X ≠ 2X ≠ 3X = 0 : bahwa secara serentak variabel terikat (Y) dipengaruhi
oleh variabel bebas ( 1X , 2X , 3X ).
Nilai F tabel pada tingkat signifikansi 95% atau 0,05 dapat dituliskan dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Uji F Persamaan regresi ketersediaan tenaga kerja wanita tani
Koefisien regresi F hitung F table Tingkat kepercayaan
X1 , 2X , 3X 6,236 2,81 95%
Dari tabel 4 didapatkan bahwa nilai F hitung sebesar 6,236 dan dengan
membandingkan antara F hitung dengan F tabel maka diperoleh kesimpulan bahwa
F hitung lebih besar dari F tabel yang berarti menolak H0 dan memerima Hi. Dengan
diterimanya hipotesa alternatif Hi maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel
bebas ( 1X ) umur petani, ( 2X ) jumlah anggota keluarga dan ( 3X ) pendidikan
wanita tani secara serentak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y).
.
Gambar 1. Uji F Persamaan regresi partisipasi wanita tani
Sedangkan untuk menguji pengaruh nyata variabel-variabel bebas secara
parsial digunakan uji t dengan α = 0,05 dan tingkat kepercayaan 95 % dengan
penduga hipotesisnya sebagai berikut :
Ho diterima
Hi ditolak Ho ditolak
Hi diterima
2.81 -2.81
Ho diterima
Hi ditolak
52
H0 ; 1X = 2X = 3X = 0 : bahwa tidak ada pengaruh antara variabel bebas
( 1X , 2X dan 3X ) terhadap variabel terikat (Y)
Hi ; 1X ≠ 2X ≠ 3X = 0 : bahwa ada pengaruh antara variabel bebas
( 1X , 2X dan 3X ) terhadap variabel terikat (Y)
Tabel 5. Uji t Persamaan regresi ketersediaan tenaga kerja wanita tani
Koef regresi t hitung t table Tingkat kepercayaan
X1 3, 378 2,015 95%
2X 2,664 2,015 95%
3X 0,125 2,015 95%
Dari tabel 5 didapatkan bahwa pada tingkat kepercayaan sebesar 95%
untuk masing- masing koefisien regresi variabel bebas dapat dilihat pada grafik
dibawah ini.
.
Gambar 1. Uji t Persamaan regresi partisipasi wanita tani
Variabel bebas ( 1X ) umur petani memiliki nilai t hitung sebesar 3,378.
Dengan membandingkan antara t hitung dengan t tabel maka diperoleh kesimpulan
bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti menerima H1 dan menolak H0.
Dengan diterimanya H0 maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas 1X
mempunyai pengaruh nyata terhadap partisipasi wanita tani (Y).
Variabel bebas (X2) jumlah anggota keluarga memiliki nilai t hitung sebesar
2,664 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti
menolak H0 dan menerima Hi. Dengan diterimanya H1 maka dapat disimpulkan
bahwa variabel bebas (X2) jumlah anggota keluarga mempunyai pengaruh nyata
terhadap ketersediaan tenaga kerja wanita tani (Y).
Sedangkan variabel bebas (X3) pendidikan wanita tani memiliki nilai
t hitung sebesar 0,125 dengan mengunakan daerah penerimaman (Hi) dua arah
maka ada pada daerah penerimaan H0, maka diperoleh kesimpulan bahwa t hitung
lebih kecil dari t tabel yang berarti menerima H0 dan menolak Hi. Dengan
diterimanya hipotesa 0,maka dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (X3)
pendidikan wanita tani mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap partisipasi
wanita tani (Y).
H0 diterima
Hi ditolak
Hi diterima
H0 ditolak
Hi diterima
H0 ditolak
- 2,015 –1, 483
X1
+ 2,015 –2,506
X3
2,896
X2
53
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Molo,Clauss,1995. Kesempatan Kerja dan Perdagangan di Pedesaaan.
Pusat Penelitian Kependudukan UGM. Yogyakarta.
Adwijono,Tukadji. 2000. Pengangtar Ilmu Usahatani. UMM Pres. MALANG.
Buhdi, Wibowo. 2000.Analisa Tenaga Kerja of-farm dan off fram Pada Rumah
Tangga Di Daerah Lahan Kering. UMM Pres MALANG.
Entang, Sastraamadja. 1985. Ekonomi pembangunan.ARMIKO. Bandung.
Faholi, hermanto. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar. Jakarta.
Faisol, Kasyono. 1985. Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga di Pedesaan.
UMM Pres. Malang.
Kuncoro, Mudjrajab. 1997. Ekonomi Pembangunan Teori, Masalah dan
Kebijakan, Akademi Manegemen Perusahaan.YKPN. Yogyakarta.
Taliziduhu, Ndaha. 1999. Pengantar Teori Pengembagan Sumber Daya Manusia.
RINEKA CIPTA.
Mubyarto.1983. Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaaan. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Mubyarto.1985. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan. BPFE.Yogyakarta.
Mubyarto.1989. Pengantar Ilmu Peranian. LP3ES. Jakarta.
Sudjana. 1992. Metoda Penelitian.TARSITO.Bandung.
Sajogyo dan P. Sajogyo. 1990. Sosiologi Pedesaan Jilid 2. Gajah Mada
University Pres.
Santoso, Singgih. 2002. Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT
Gramedia. Jakarta.
Sugiyono. 2003. Statistik Untuk Penelitian.CV ALFABETA Bandung.
Swasono, Endang Suslistyaningsih Yudo. Metode Perencanaan Tenaga Kerja.
BPFE.Yogyakarta.
Umar, Husein. 1997. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Organisasi.
Gramedia. Jakarta.
54
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMEN DALAM
MELAKUKAN PEMBELIAN IMPULSIF DI AKHIR TAHUN 2010
(Studi Analisis Pada Toko-Toko Pakaian di Kota Blitar)
Oleh:
Denok Wahyudi Setyo Rahayu
Abstract
The purpose research is to examine the influence the product, price,
place, and promotion to impulsive buying. Marketing mix with partial
and simultaneous can be result different it. By using regression with
F-test, hypothesis are proved significant. At t-test, proved not
significant except promotion. Research study at departement store in
Blitar city to show if impulsive buying will be because mix from
product, price, place, and promotion. With combination all can be
selling good. So, owner must do it if will many much profit.
Keywords: Impulsive buying, product, price, place, promotion.
Pendahuluan
Latar Belakang
Berbelanja merupakan hal tidak asing lagi dilakukan oleh manusia.
Kegiatan ini dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Banyak macam
barang yang yang dikonsumsi oleh konsumen selaku end user. Barang-barang
tersebut bisa merupakan barang-barang kebutuhan pokok maupun barang-barang
konsumsi lain yang bukan termasuk kebutuhan pokok seperti mobil yang dirasa
perlu untuk dibeli oleh konsumen yang bersangkutan.
Seperti halnya dengan kebiasaan membeli (buying habits) yang dilakukan
oleh para konsumen. Hal tersebut dapat terjadi dalam kegiatan tertentu. Para
pegawai biasanya berbelanja setelah menerima gaji di awal bulan, pada saat
perayaan seperti hari raya biasanya toko-toko ramai dengan para pembeli yang
berjubal. Hal tersebut bisa menjadi contoh dalam hal kebiasaan membeli para
konsumen.
Demikian halnya dengan masyarakat kota Blitar. Seperti pada akhir tahun
ini, toko-toko mulai dipenuhi oleh para konsumen, baik itu toko penyedia barang
kebutuhan sehari-hari, toko tekstil atau baju, maupun toko-toko lain. Banyak hal
yang diinginkan oleh konsumen sehingga toko-toko harus menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh konsumen tersebut.
Terdapat 3 macam motif yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
pembelian (Alma, 2005 : 97). Primary buying motive yaitu motif pembelian yang
sebenarnya (contoh : orang lapar membeli nasi); selective buying motive yaitu
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
55
pembelian barang yang berdasarkan rasio, waktu, maupun emosi (rational buying
motive); patronage buying motive merupakan selective buying motive berdasarkan
tempat (timbul karena layanan, lokasi dekat dan nyaman).
Dalam penelitian ini yang menjadi fokus utama adalah toko-toko penyedia
pakaian jadi pada akhir tahun. Toko ini biasanya banyak dipenuhi oleh para
kawula muda, anak-anak, maupun dewasa. Mereka melakukan pembelian produk
pakaian dalam rangka menyambut hari raya natal bagi kaum nasrani maupun
untuk menyambut libur panjang serta tahun baru.
Dalam melakukan pembelian terdapat hal-hal yang mendorong konsumen
untuk membeli, seperti halnya gambar 1 di bawah ini :
Product
Price
Place
Promotion
Economic
Technological
Political
Cultural
Gambar 1 : Model of Buyer Behavior
Sumber dimodifikasi (Kotler & Amstrong, 1999:135)
Gambar 1 menunjukkan bahwa dorongan datang dari jenis produk, harga,
tempat, serta promosi yang didorong pula oleh faktor-faktor seperti ekonomi
(keuangan konsumen), teknologi, politik, serta budaya menjadi suatu informasi
penting bagi konsumen kemudian masuk ke dalam black box konsumen.
Informasi tersebut kemudian diolah oleh konsumen dan akhirnya didapatkan hasil
kesimpulan dari informasi tersebut berupa tanggapan yang muncul mengenai
produk apa yang akan dibeli, merek produk, pemilihan toko, waktu pembelian,
serta banyaknya produk yang akan dibeli oleh konsumen.
Dengan demikian perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
konsumen dalam melakukan pembelian di akhir tahun. Penelitian ini bisa menjadi
media bagi para pemilik toko untuk mengantisipasi pembelian yang dilakukan
oleh para konsumen untuk memenuhi kebutuhannya yang dalam penelitian ini
pembelian pakaian.
Rumusan masalah
a. Apakah faktor produk berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun
2010 ?
b. Apakah faktor harga berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun
2010 ?
c. Apakah faktor tempat berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir tahun
2010 ?
d. Apakah faktor promosi berpengaruh terhadap pembelian impulsif di akhir
tahun 2010 ?
Product choice
Brand choice
Dealer choice
Purchase timing
Purchase
amount
Buyer
characteristics
Buying
decision
process
Marketing and
other stimuli
Buyer’s black box Buyer’s responses
56
e. Apakah faktor produk, harga, tempat, dan promosi secara bersama berpengaruh
terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010 ?
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh faktor produk terhadap pembelian impulsif di
akhir tahun 2010.
b. Untuk mengetahui pengaruh faktor harga terhadap pembelian impulsif di akhir
tahun 2010.
c. Untuk mengetahui pengaruh faktor tempat terhadap pembelian impulsif di
akhir tahun 2010.
d. Untuk mengetahui pengaruh faktor promosi terhadap pembelian impulsif di
akhir tahun 2010.
e. Untuk mengetahui pengaruh faktor produk, harga, tempat, dan promosi secara
bersama terhadap pembelian impulsif di akhir tahun 2010.
Kepustakaan
a. Pembelian Impulsif
Beberapa peneliti tidak membedakan antara pemahaman konsep
pembelian impulsif (impulsive buying) dan pembelian tidak direncanakan
(unplanned buying). Philipps dan Bradshow (1993), dalam Bayley dan Nancarrow
(1998) tidak membedakan antara unplanned buying dengan impulsive buying,
tetapi mereka memberikan perhatian penting kepada peneliti bahwa harus
mengfokuskan pada interaksi antara point-of-sale dengan pembeli yang sering
diabaikan. Unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa
direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada
didalam toko (Engel dan Blacwell, 1982). Selanjutnya, Cobb dan Hayer (1986)
mengklasifikasikan suatu pembelian impulsif terjadi apabila tidak terdapat tujuan
pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk kedalam
toko.
b. Produk
Produk merupakan seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak
berwujud, termasuk didalamnya warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko
yang menjual (pengecer), dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer, yang
diterima oleh pembeli guna memuaskan keinginannya (Stanton, 1981:192),
sedangkan Kotler (2000:394) mengartikan produk sebagai segala sesuatu yang
dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen,
yang terdiri atas barang, jasa, pengalaman, event, orang, tempat, kepemilikan,
organisasi, informasi, dan ide. Sehingga produk merupakan sesuatu yang
ditawarkan oleh penjual baik berwujud maupun tidak berwujud dalam rangka
memenuhi kebutuhan konsumen. Sehingga produk dapat diartikan sebagai sesuatu
dengan segala hal yang melekat yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan
konsumen.
Terdapat 3 klasifikasi produk (Tjiptono, 1997:98), yaitu : (1) berdasarkan
wujudnya (barang dan jasa). Barang yang dimaksud adalah sesuatu yang dapat
disentuh, diraba, dipegang, dsb, sedangkan jasa merupakan aktifitas atau manfaat
yang ditawarkan untuk dikonsumsi oleh konsumen; (2) berdasarkan barang
konsumen : convinience goods (memiliki frekuensi tinggi dalam pembelian,
dibutuhkan dengan sesegera mungkin dengan usaha yang minimum, contoh :
57
sabun, surat kabar), shopping goods (konsumen dalam membeli masih
membandingkan dengan alternatif yang lain yang tersedia, contoh :
pakaian,sepatu,dll), specialty goods (barang-barang yang memiliki karakteristik
tertentu sehingga konsumen bersedia melakukan usaha untuk mendapatkan
barang-barang tersebut, contoh : mobil mewah, pakaian rancangan disainer
terkenal), unsought goods (barang-barang yang sudah ataupun belum diketahui
konsumen dan konsumen masih belum ingin membelinya, contoh : ensiklopedia,
asuransi jiwa); (3) barang industri : Materials and parts (barang-barang yang
sepenuhnya masuk daam produk jadi, contoh : benang, semen), capital items
(barang-barang tahan lama yang memberi kemudahan dalam mengembangkan
produk jadi, contoh : mesin bor, mesin diesel), supplies and services (barang-
barang tidak tahan lama dan jasa yang memberi kemudahan dalam
mengembnagkan/mengelola keseluruhan produk jadi, contoh : supplies, cat,
minyak pelumas; services, konsultasi manajemen).
c. Harga
Selain produk, kesepakatan antara penjual dan pembeli juga menjadi
pendorong seseorang dalam melakukan pembelian. Kesepakatan ini disebut
dengan harga. Atau dengan kata lain harga bisa diartikan sebagai nilai suatu
barang yang dinyatakan dengan uang (Alma, 2005:169). Harga merupakan jumlah
uang (ditambah beberapa produk, kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk
mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan (Swastha,1999:241).
Dalam harga biasanya dibelakukan suatu kebijakan harga, hal ini dilakukan untuk
menghindari persaingan dan juga untuk memasuki pasar-pasar baru.
Kebijaksanaan harga ang biasa dilakukan retailer untuk mengenakan hati
konsumen antara lain dapat dipaparkan sebagai berikut (Alma, 2005:173): (1)
margin pricing, penentuan harga yang berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksi produk tsb; (2) price lining, penggolongan barang-barang,
untuk memudahkan pemilihan barang bagi konsumen yang dananya terbatas,
contoh : penggolangan barang dengan bandrol harga Rp. 35.000,00 , Rp.
50.000,00 , sehingga bagi konsumen yang dananya terbatas dapat membeli barang
yang lebih murah; (3) competitors price, penetapan harga murah bagi barang-
barang yang dikenal oleh umum; (4) discount house, potongan harga bagi barang-
barang yang dijual; (5) judgement pricing, harga barang berdasarka perkiraan
penjual yang didasarkan pada keunukan barang; (6) customary price, kestabilan
harga barang dalam jangka panjang; (7) odd price, menurunkan harga dengan
nilai, contoh : barang yang seharusnya Rp. 5.000,00 dibandrol menjadi Rp.
4.800,00 sehingga secara psikologis konsumen akan merasa diuntungkan bila
membeli barang tersebut karena lebih murah; (8) combinations offers,
mengkombinasi barang yang dijual, conto : shampo dengan sabun.
d. Tempat
Tempat diartikan sebagai dimana barang tersebut dijual. Berbagai macam
lingkungan dapat digunakan sebagai tempat untuk memajang barang. Pertokoan
bahkan dipinggir jalan. Tempat sangat berpengaruh bagi konsumen dalam
memutuskan untuk melakukan pembelian. Pada pertokoan konsumen
menganggap barang yang dijual lebih prestisius apalagi bila didukung dengan
suasana toko yang menunjang. Tempat disini dapat pula diartikan sebagai sarana
distribusi atau perantara, yaitu orang atau perusahaan yang menghubungkan aliran
58
barang drai produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial (Stanton, et al.,
dalam Tjiptono,1997 :185).
Dengan adanya perantara maka knsumen akan lebih mudah untuk
memperoleh barang yang dinginkan. Banyak hal yang harus diperhatikan dalam
hal ini, karena seorang distributor harus kreatif dalam menyajikan produk yang
ditawarkan sehinga dapat menarik konsumen untuk mengkonsumsi produk
tersebut. Contohnya, sebual mall atau toko pakaian dalam display pakaian di
manikin harus bisa terlihat serasi sehingga konsumen tertarik untuk membelinya.
Ini adalah salah satu cara yang dapat dilakukan oleh mall atau toko pakaian.
e. Promosi
Shoell (Alma, 2005:179) menyatakan promotion is marketers’ effort to
communicate with target audience. Communication is the process of influencing
others’ behavior by sharing ideas, information or feeling with them. Promosi
harus dilakukan oleh produsen atau penjual agar barang yang dihasilka atau dijual
dapat laku di pasaran. Berbagai cara dapat dilakukan dalam mempromosikan
suatu barang, antara lain (Alma, 2005: 189): (1) display (menonjolkan tampilan
yang bisa dipajang di etalase toko, melaui tampilan interior maupun eksterior),
tujuannya untuk memperkenalkan produk secara cepat dan ekonomis dalam hal
ini juga menguntungkan produsen, sebagai advertising dan mecchandising, serta
membina hubungan baik dengan konsumen; (2) show, pertunjukan misal fashion
show; (3) exposition, seperti promosi tingkat internasional; (4) demonstration,
peragaan produk, misal peragaan sabun pencuci piring; (5) tradding stamps, cap
dagang, misal bila konsmen memiliki jumlah cap tertentu maka akan
mendapatkan potongan harga; (6) packaging, tampilan kemasan barang; (7)
labelling, keterangan ciri barang.
Penelitian Terdahulu
Semuel (2006) dalam risetnya yang berjudul Dampak Respon Emosi
Terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif Konsumen On Line
Dengan Sumberdaya yang Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel
Mediasi menyatakan bahwa media iklan merupakan pendorong konsumen untuk
melakukan pembelian impulsif. Selanjutnya, dalam penelitian Pengaruh Stimulus
Media Iklan, uang Saku, Usia, dan Gender terhadap Kecenderungan Perilaku
Pembelian Impulsif (Studi Kasus Produk Pariwisata yang dilakuka oleh Semuel
(2007), menyatakan bahwa terdapat perbedaan pegaruh stimulus antara bentuk
format media iklan oline terhadap kecenderungan pembelia impulsif, dan media
yang mempunyai pengaruh paling besar adalah terletak pada media audio-visual
dan teks gambar. Karena calon konsumen memerlukan informasi yang lebih
lengkap, baik melalui teks, gambar, maupun berita secara audio tentang produk
yang diinginkan.
Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, maka
dalam penelitian yang akan dilakukan ini, faktor pendorong pembelian impulsive
tidak hanya berkutat pada iklan atau promosi saja, melainkan diperluas dengan
penambahan variabel produk, harga, serta tempat.
Hipotesis
a. Produk berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir
tahun 2010.
59
b. Harga berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir
tahun 2010.
c. Tempat berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir
tahun 2010.
d. Promosi berpengaruh secara signifikan terhadap pembelian impulsif di akhir
tahun 2010.
e. Produk, harga, tempat, dan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap
pembelian impulsif di akhir tahun 2010.
Metodologi Penelitian dan Analisis Data
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen yang melakukan pembelian
di beberapa toko-toko pakaian di Kota Blitar dengan sampel sebanyak 100
responden (jumlah pernyataan ada 10 pertanyaan, yakni pada variabel produk 2
indikator, harga 2 indikator, tempat 3 indikator, promosi 2 indikator, dan
pembelian impulsif 1 indikator, sehingga 10 x 10=100 responden; sesuai dengan
pernyataan Roscoe dalam Sugiyono,2007:74). Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik acidental sampling,yaitu siapa saja yang ditemui dapat
digunakan sebagai sampel (pembeli pakaian).
Sesuai dengan model perilaku pembelian (Kotler & Amstrong), penelitian
ini akan memfokuskan pada produk (X1), harga (X2), tempat (X3), dan promosi
(X4)sebagai variabel bebas yang mengarahkan pada pembelian impulsif bagi
konsumen terhadap suatu produk sebagai variabel terikat dimana pembelian
impulsif (Y) dilakukan berdasarkan buying habbits dari konsumen tersebut.
Untuk definisi konseptual dan operasional dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Definisi konseptual
a) Pembelian impulsif merupakan suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa
direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat
berada didalam toko (Engel dan Blacwell, 1982).
b) Produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, yang terdiri atas barang,
jasa, pengalaman, event, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi,
dan ide (Kotler, 2000:394).
c) Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa produk, kalau mungkin) yang
dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan
pelayanan (Swastha,1999:241).
d) Tempat (distributor) adalah orang atau perusahaan yang menghubungkan
aliran barang drai produsen ke konsumen akhir dan konsumen industrial
(Stanton, et al., dalam Tjiptono,1997 :185))
e) Promosi menyatakan promotion is marketers’ effort to communicate with
target audience. Communication is the process of influencing others’
behavior by sharing ideas, information or feeling with them (Shoell dalam
Alma, 2005:179).
b. Definisi operasional
a) Pembelian impulsif adalah keputusan pembelian tanpa direncanakan
sebelumnya.
60
b) Produk merupakan sesuatu yang ditawarkan oleh penjual baik berwujud
maupun tidak berwujud dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen.
c) Harga merupakan nilai tukar dari suatu barang yang dinyatakan dengan satuan
nilai uang.
d) Tempat merupakan toko pakaian.
e) Promosi merupakan suatu media dalam rangka mempengaruhi pembeli untuk
membeli produk yang ditawarkan.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skala likert dengan ketentuan
sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), kurang setuju (2), dan sangat tidak setuju
(1). Sedangkan analisis data menggunakan regresi linier berganda dengan
menggunakan program SPSS versi 12.0.
Hasil dan Pembahasan
Hasil uji validitas berdasarkan kuisioner variabel produk (X1), harga (X2),
tempat (X3), promosi (X4), serta pembelian impulsif (Y) menunjukkan semua
variabel memiliki r-hitung lebih besar dari r-tabel sehingga dinyatakan valid.
Sedangkan untuk uji reliabilitas berdasarkan kuisiner menunjukkan semua
variabel memiliki r-aplha lebih besar dari r-tabel sehingga kuisioner yang disusun
dinyatakan reliabel.
Uji hipotesis menunjukkan jika (0,05 ≤ sig) berarti H0 diterima dan Ha
ditolak artinya tidak signifikan, sedang jika (0,05 ≥ sig) berarti H0 ditolak dan Ha
diterima artinya signifikan. Dalam penelitian pada uji hipotesis diperoleh hasil sbb
: hipotesis 1 (0,05 ≤ 0,085), hipotesis 2 (0,05 ≤ 0,007), hipotesis 3 (0,05 ≤ 0,06),
hipotesis 4 (0,05 ≥ 0,001), hipotesis 5 (0,05 ≥ 0,006) sehingga hipotesis
1,hipotesis 2, dan hipotesis 3 tidak signifikan, sedangkan hipotesis 4 dan
hipotesis 5 signifikan.
Produk, harga, dan tempat secara parsial ternyata tidak berpengaruh
signifikan terhadap pembelian impulsif, sedangkan promosi secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap pembelian simultan. Jika dilihat secara simultan,
produk, harga, tempat, dan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap
pembelian impulsif.
Dari uji hipotesis tersebut, dapat dinyatakan bahwa untuk memberikan
pengaruh impilsif terhadap pembelian pakaian oleh para konsumen, maka penjual
atau pemilik toko hendaknya melakukan penawaran yang terbaik, yaitu
penawaran dari pakaian yang dijual, harga yang menggiurkan, tempat atau lokasi
yang mendukung seperti suasana toko, lahan parkir yang luas, serta promosi yang
menarik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan, dengan berdiri
sendiri maka variabel-variabel tersebut tidak bisa mendorong pembeli untuk
berbelanja, berbeda halnya jika variabel tersebut saling mendukung.
Produk dalam hal ini adalah pakaian dapat menjadi prioritas utama pemilik
toko untuk menarik para pembeli. Penyedian model dan stok pakaian yang banyak
akan memberikan kesan bahwa pakaian tersebut bukan pakaian lama, selain itu
konsumen juga bisa memilih pakaian mana yang akan dipilih(pembanding).
Pembanding ini dapat berupa corak dan warna yang beragam. Dengan berbagai
alternatif pakaian yang disediakan dapat mendorong konsumen untuk berbelanja.
Harga murah bisa menjadi penarik pembeli, karena dengan harga
terjangkau, pembeli sydah bisa mendapatkan baju yang diinginkan. Namun, perlu
diingat, tidak semua pembeli menyukai baju dengan harga murah, karena mereka
61
menyukai hal-hal yang bersifat prestisius. Untuk itu, pemilik toko harus bisa
memilah-milah jenis pakaian yang layak untk dibandrol dengan harga murah dan
harga mahal.
Tempat atau lokasi toko bisa menjadi pemicu dalam pembelian impulsif.
Suasana toko yang nyaman, luas, aman, serta parkir yang luas bisa menjadi
alternatif pembeli untuk sekedar menengok atau bahkan membeli pakaian yang
dijual di toko tersebut. Promosi yang menggiurkan dapat menjadi agenda wajib
bagi pembeli untuk berbelanja. Dengan adanya promosi seperti diskon dan hadiah
tambahan sering menjadi acuan pembeli dalam berbelanja. Diskon ini biasanya
diadakan pada sat hari raya, akhir tahun, peringatan hari-hari tertentu, dan lain-
lain. Hadiah biasanya diberikan berupa produk sponsor atau beli 2 dapat 3. Hal-
hal tersebut sering dilakukan toko pakaian, dan hasilnya banyak peminat.
Dengan demkian hendaknya pemilik toko bisa mengkombinasikan antara
produk, harga, tempat, dan promosi untuk memancing pembeli untuk melakukan
pembelian pakaian di toko pakaian tersebut. Hal ini diketahu berdasarakan riset
yang telah dilakukan, jika produk, harga, tempat, dan promosi saling berdiri sen
diri, maka kemungkinan untuk memberikan pengaruh pembelian impulsif sangat
kecil.
Simpulan dan Saran
Banyak hal kompleks yang bisa menjadi faktor dalam pembelian impulsif.
Kepekaan pemilik toko dalam menawarkan barang yang dijual harus diperhatikan.
Karena hal ini tidak bisa berdiri sendiri, yaitu perlu adanya faktor saling
mendukung antara produk, harga, tempat, dan promosi. Dengan adanya saling
membaur, maka pembelian impulsif akan tercipta.
Untuk saran, hendakanya pemilik toko bisa memperhatikan produk, jangan
sampai ketinggalan jaman, karena produk pakaian selalu berubah secara dinamis
seiiring perkembangan waktu, serta upayakan untuk menyediakan tempat parkir
gratis yang aman, karena dengan hal itu konsumen akan lebih tertarik untuk walau
hanya sekedar mampir saja, karena dari sekedar mampir bisa mendorong
seseorang untuk berbelanja.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari, 2005. Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa. Bandung :
Alfabeto.
Bayley, Geoff, and Clive Nancarrow. 1998. Impulse Purchasing: A Qualitative
Explanation of The Phenomenon. MCB UP Limited.
Cobb, C. J. and Hoyer W. D. 1986. A Planned Versus Impulse Purchase Behavior,
Journal of Retailing, Vol. 62, Winter, pp. 67-81.
62
Engel, J., and Blackwell, R. 1982. Consumer Behaviour. Dryden Press, Chicago,
IL.
Kotler, Philip. 2000. Marketing Management. Prentice Hall Inc.
Kotler, Philip, dan Gary Amstrong. 1999. Principles of Marketing. Prentice Hall
International, Inc.
Semuel, Hatane. 2006. Dampak Respon Emosi Terhadap Kecenderungan Perilaku
Pembelian Impulsif Konsumen On Line Dengan Sumberdaya yang
Dikeluarkan dan Orientasi Belanja Sebagai Variabel Mediasi. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahan, Vol. 8, No. 2, September. Fakultas
Ekonomi, Universitas Kristen Petra Surabaya. Hal. 101-115.
Semuel, Hatane. 2007. Pengaruh Stimulus Media Iklan, uang Saku, Usia, dan
Gender terhadap Kecenderungan Perilaku Pembelian Impulsif. Jurnal
Manajemen Pemasaran, Vol. 2, No. 1, April. Fakultas Ekonomi,
Universitas Kristen Petra Surabaya. Hal. 31-42.
Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian (Edisi Revisi Terbaru). Alfabeta :
Bandung.
Swastha, Basu, 2001. Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga.
Yogyakarta : BPFE.
Tjiptono, Fandy, 1997. Strategi Pemasaran (Edisi II). Yogyakarta : Andi.
63
ANALISIS KEUANGAN LAPORAN SISA HASIL USAHA
TERHADAP PELAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
(Studi Pada Koperasi Serba Usaha Bintang Buana
Kabupaten Blitar Tahun 2008)
Oleh: Arif Wahyudi
Abstract
This study aimed to determine the general condition of the financial
statements at KSU. Bintang Buana Blitar district specifically to
determine the possibility of co-operatives went bankrupt due to the
financial statements are useful for evaluating the financial position
and operations of cooperatives good beginning of the period January
1 to December 31 of 2008, when analyzed by the ratio of Liquidity,
Solvency, and Profitability Rehabilitation,. In this study, data obtained
from the KSU. Bintang Buana namely: the annual balance of the
period from January 1 to 31 December 2008. and the calculation
results of operations from January 1 to 31 December 2008. Data
analysis techniques used by the analysis of financial ratios: Liquidity,
Solvency, and Profitability Rehabilitation.
Based on the results of the analysis of the level of liquidity, KSU.
Bintang Buana has a current ratio in 2008 of 1383.5%. Views Dagi
Dept. Solvency Ratio to Total Assets in 2008 showed that of 157%. In
terms of Rehabilitation shows that the year 2008 of 37.7. Seen from
the point of Profitability, KSU. Bintang Buana has the highest return
on assets in 2008 of 13.5%.
And the results of data analysis mentioned above that the financial
condition Rumble Cooperative Enterprises "KSU" Star Buana
Kabuaten Blitar seen from the ratio of Liquidity, Solvency,
Rehabilitation and Profitability, in good condition, proven true.
Keywords: Financial performance, and financial ratio
Pendahuluan :
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau
badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya dan berdasarkan prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan serta bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian
nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur
berdasarkan pada Pancasila dan Undang–Undang Dasar 1945 (UU No. 25 tahun
1992).
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Balitar
64
Sebagaimana lazimnya pada perusahaan dagang pada koperasi pun berlaku
pekerjaan yang sama pada tiap akhir periode akuntansi, yaitu membuat laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan berisikan neraca saldo, neraca
lajur, kemudian dari sini dibuat laporan keuangan, seperti perhitungan rugi laba
yang pada koperasi disebut perhitungan hasil usaha “SHU“ , Neraca dan Laporan
Perubahan Modal yang disebut “Ikhtisar Perubahan Posisi Keuangan“.
Usaha koperasi yang utama diarahkan pada bidang usaha yang berkaitan
langsung dengan kepentingan anggota baik untuk menunjang usaha maupun
kesejahteraan anggotanya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pengelolaan usaha
koperasi harus dilakukan dengan produktif, efektif, dan efisien. Dalam arti
koperasi harus mempunyai kemampuan mewujudkan pelayanan usaha yang dapat
meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap anggota
dan masyarakat pada umumnya dengan tetap mempertimbangkan untuk
memperoleh SHU yang wajar
Dalam suatu badan usaha koperasi laporan intern dibuat untuk kepentingan
manajemen dalam rangka mengevaluasi kerja. Laporan pertanggungjawaban
adalah salah satu laporan intern untuk mengukur prestasi seseorang dalam
melaksanakan tanggungjawab pada suatu pusat pertanggungjawaban selama satu
periode tertentu. Aspek keuangan merupakan salah satu dari aspek yang
tercangkup dalam tata kehidupan koperasi dan laporan keuangan koperasi
merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban pengurus tetang tata
kehidupan koperasi. Laporan keuangan koperasi juga merupakan bagian dari
sistem pelaporan keuangan koperasi yang lebih ditujukan kepada pihak diluar
pengurus koperasi dan dimaksudkan untuk pengendalian usaha dan pemakai
utama dari laporan keuangan koperasi adalah anggota koperasi itu sendiri beserta
pejabat koperasi. Pemakai lainya yang mempunyai kepentingan terhadap koperasi
diantaranya adalah calon anggota koperasi, bank, kreditor, dan kantor pajak.
Sebagai bentuk laporan pertanggungjawaban diperlukan suatu analisi
keuangan mengenai laporan sisa hasil usaha “SHU“ Koperasi Serba Usaha
“Bintang Buana“ tahun 2008 yang tujuannya untuk mengetahui kondisi keuangan
lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang
tepat sebagai bentuk Laporan Pertanggungjawaban.
Metode Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang
Buana Desa Sumberjo Kecamatan Sanan kulon Kabupaten Blitar
Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah obyek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti
(Arikunto, 2001:122). Adapun obyek dari penelitian dalam tugas akhir ini, penulis
melakukan Analisis Laporan Sisa Hasil Usaha “SHU“ terhadap pelaporan
Pertanggungjawaban.
Metode Pengumpulan Data
Dalam menyusun tugas akhir ini penulis menggunakan beberapa cara
pengumpulan data sebagai berikut :
a) Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, peraturan-
65
peraturan, agenda dsb (Arikunto, 2002 :206). Dokumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data-data laporan keuangan koperasi yaitu neraca, laporan
sisa hasil usaha.
b) Wawancara
Metode wawancara adalah proses mempeloleh keterangan untuk tujuan
penlisan penelitian dengan cara tanya jawab sambil betatap muka atara si
penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden (Nazir, 1999 :
234). Metode wawancara ini dilakukan untuk mengetahui informasi yang
berkaitan dengan gambaran umum koperasi meliputi : sejarah berdirinya,
struktur organisasi, dan bidang usaha.
c) Studi Pustaka
Yaitu dilakukan dengan menelusuri literatur yang relevan dengan penelitian
yang dilakukan.
Metode Analisis Data
Dalam menganalisis data penelitian menggunakan metode analisis
diskriptif dengan analisis rasio likuditas, rasio solvabilitas, rasio rehabilitas dan
rasio rentabilitas yaitu:
a) Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas yang digunakan adalah :
1. Rasio lancar (Current Ratio) (Riyanto, 2001 : 332)
Rasio lancar = Utang lancar x 100%
Aktiva lancar
b) Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabiitas yang digunakan adalah :
1. Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban (Total Debt To Total Assets
Ratio)
Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban = Total Aktiva x 100
Total Kewajiban
c) Rasio Rehabilitas
Rasio Rehabilitas yang digunakan adalah :
1. Rasio SHU dengan Total Pendapatan = Sisa Hasil Usaha x 100%
Total Pendapatan
d) Rasio Rentabilitas (Rate Of ROA “Return On Assets”)
Rate Of ROA “Return On Assets” yang digunakan adalah :
1. Rasio SHU sebelum pajak dengan Total Aktiva (Rate Of ROA)
= Sisa Hasil Usaha x 100%
Total Aktiva
Penilaian Pengaruh Laporan Sisa Hasil Usaha “SHU” pada pelaporan
Pertanggungjawaban
Untuk mengukur pengaruh dari Laporan Sisa Hasil Usaha terhadap
pelaporan pertanggungjawaban suatu koperasi dapat diukur dengan menggunakan
analisis rasio yaitu rasio likuditas, rasio solvabilitas, rasio rehabilitas dan rasio
rentabilitas. Hasil dari perhitungan rasio tersebut dapat memberikan gambaran
tentang baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu koperasi apabila
dibandingkan dengan angka rasio standar. Standar pengukuran pengaruh Sisa
66
Hasil Usaha suatu koperasi biasanya telah ditetapkan oleh Departemen Koperasi
dan PPKM, dimana standar tersebut mengalamai pembaharuan sesuai dengan
perkembangan koperasi di Indonesia.
Hasil Pembahasan
Pada dasarnya Koperasi Bintang Buana mulai beroperasi pada awal Tahun
2004, tepatnya pada awal bulan Januari. Walaupun usianya masih sangat muda,
namun eksistensi dari Koperasi Bintang Buana ini sudah mulai nampak
berkembang. Hal ini dapat dibuktikan dengan mampunya KSU. Bintang Buana
untuk berkompetisi dengan sesama koperasi lain, terutama di Lingkungan
Kabupaten Blitar salah satunya dengan mulai beroperasinya Unit Simpan Pinjam
(USP) pada awal tahun 2004 sampai sekarang.
Disadari atau tidak, kehadiran dan keberadaan KSU. Bintang Buana ini dapat
diterima dengan baik dan direson positif oleh berbagai kalangan, diantaranya
anggota, calon anggota, dan masyarakat pada umumnya. Lebih lanjut mereka
yang memiliki usaha produktif di bidang industri gula kelapa.
Gambaran umum kinerja KSU Bintang Buana dapat dinyatakan sebagai
berikut:
a) Terdapat penambahan jumlah keanggotaan (nasabah) KSU. Bintang Buana
b) Meminimalisir kasus-kasus lama (nasabah nakal dalam mengangsur)
c) Sudah mengangsur hutang Modal MAP sejumlah Rp. 100.000.000 sampai
akhir tahun 2007 ( jadi semula hutang dari MAP Rp. 250.000.000 tahun 2003
awal tahun tinggal Rp. 150.000.000)
d) Untuk tambah modal kerja pengurus mengajukan penambahan modal ke
program APBD Jatim dan mendapat kucuran dana sejumlah Rp. 200.000.000.
pada awal tahun 2007 dan akhir tahun 2007 sudah mengembalikan pinjaman ke
APBD sejumlah Rp. 100.000.000
67
Laporan Neraca KSU Bintang Buana Tahun 2008 KSU. BINTANG BUANA
Neraca
Per 31 Desember 2008 AKTIVA PASIVA
Aktiva Lancar :
Kas
Rekening pada bank
Piutang pinjaman
anggota
Total Aktiva Lancar
Aktiva Tetap :
Tanah
Gedung
Peralatan kantor
Akumulasi penyusutan
Rupa-rupa aktiva
Total Aktiva Tetap
Rp. 216.903.650
Rp. 173.522.920
Rp. 477.188.030
Rp. 867.614.600
Rp. 3.903.000
Rp. 2.000.000
Rp. 3.000.000
(Rp. 1.900.000)
Rp. 10.864.000
Rp. 7.003.000
Kewajiban Lancar :
Simpanan anggota :
Simpanan pokok
Simpanan wajib
Simpanan sukarela
Jumlah Kewajiban Lancar
Kewajiban Jangka Panjang :
Simpanan sukarela
Kredit investasi
Jumlah Kewajiban Jangka
Panjang
Modal :
Simpanan pokok
Simpanan wajib
Cadangan Koperasi
SHU yang belum dibagi
Jumlah Modal
Rp. 113.500.000
Rp. 86.200.000
Rp. 114.300.000
Rp. 314.000.000
Rp. 114.300.000
Rp. 135.700.000
Rp. 250.000.000
Rp. 113.500.000
Rp. 86.200.000
Rp. 36.381.000
Rp. 85.400.200
Rp. 321.481.200
Jumlah Keseluruan Aktiva Rp. 885.481.600 Jumlah Keseluruhan Pasiva Rp 885.481.600
68
Laporan Hasil Usaha KSU Bintang Buana Tahun 2008
LAPORAN HASIL USAHA
KOPERASI BINTANG BUANA
PERIODE JANUARI 01-31-DESENBER-2008
A Pendapatan
1 Pendapatan
a. Pendapatan jasa pinjaman
b. Pendapatan administrasi pinjaman
c. Pendapatan denda keterlambatan
Rp
Rp
Rp
259.275.400
41.971.450
15.917.100
Jumlah pendapatan Operasional Rp 317.163.950
2 Pendapatan lain-lain
a. pendapatan bunga Bank
Rp
-
Jumlah pendapatan lain-lain Rp -
Total pendapatan Rp 317.163.950
B Beban-beban
a. Biaya tenaga kerja
b. Biaya utilitas
c. Biaya ATK
d. Biaya bunga Bank
e. Perjalanan dinas
f. Biaya penyusutan Aktiva tetap
g. Biaya RAT 2008 dan Pra
h. Biaya cadangan kerugian piutang
i. Biaya organisasi
j. Biaya non operasional lainnya
Total biaya
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
59.991.450
4.200.000
3.218.600
86.000.000
3.000.000
10.864.000
6.400.000
12.000.000
5.000.000
6.633.600
Rp
197.307.850
SHU
SHU dibagi
SHU Di tahan
Rp
Rp
Rp
119.856.100
18.000.000
101.856.100
69
Penjelasan Laporan Neraca PENJELASAN NERACA
KSU. BINTANG BUANA
PER 31 DESEMBER 2008
Aktiva Lancar :
Kas
Saldo kas : Rp. 16.902.850
Rekening Giro Bank : Rp. 200.000.000
Total Kas : Rp. 216.903.650
Rekening pada bank : Rp. 173.522.920
Piutang pinjaman anggota : Rp. 477.188.030
Total Aktiva Lancar : Rp. 867.614.600
Aktiva Tetap :
Tanah ( kontrak 3 tahun) : Rp. 3.903.000
Gedung ( kontrak 3 tahun) : Rp. 2.000.000
Peralatan kantor
Meja dan kursi : Rp. 500.000
Komputer dan printer : Rp. 2.500.000
Total Peralatan Kantor : Rp. 3.000.000
Akumulasi penyusutan : (Rp. 1.900.000)
Rupa-rupa aktiva : Rp. 10.864.000
Total Aktiva Tetap : Rp. 7.003.000
Jumlah Keseluruan Aktiva : Rp. 885.481.600
Kewajiban Lancar :
Simpanan anggota :
Simpanan pokok
a. Terdiri 40 orang @ Rp. 2.837.500 : Rp. 113.500.000
Simpanan wajib
a. Terdiri dari 40 orang @ Rp. 2.155.000 : Rp. 86.200.000
Simpanan sukarela
a. Terdiri dari 40 orang yang besarnya
tidak sama @ : Rp. 114.300.000
Jumlah Kewajiban Lancar : Rp. 314.000.000
Kewajiban Jangka Panjang :
Simpanan sukarela
a. Terdiri dari 40 orang yang besarnya
tidak sama @ : Rp. 114.300.000
Kredit investasi : Rp. 135.700.000
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang : Rp. 250.000.000
Modal :
Simpanan pokok
a. Terdiri 40 orang @ Rp. 2.837.500 : Rp. 113.500.000
Simpanan wajib
a. Terdiri dari 40 orang @ Rp. 2.155.000 : Rp. 86.200.000
Cadangan Koperasi : Rp. 36.381.000
SHU yang belum dibagi : Rp. 85.400.200
Jumlah Modal : Rp. 321.481.200
Jumlah Keseluruhan Pasiva : Rp 885.481.600
70
Penjelasan Laporan Hasil Usaha
PENJELASAN LAPORAN HASIL USAHA
KOPERASI BINTANG BUANA
PERIODE JANUARI 01-31-DESEMBER 2008
Pendapatan
Pendapatan jasa pinjaman
Pokok Rp. 200.675.400
Jasa Anggota Rp. 58.600.000
Total Pendapatan Jasa Pinjaman Rp. 259.275.400
Pendapatan Administrasi Pinjaman
Administrasi Rp. 20.500.000
SWP (Simpanan Wajib Pinjam) Rp. 12.471.450
Materai Rp. 9.000.000
Total Pendapatan Administrasi Pinjaman Rp. 41.971.450
Pendapatan Denda Keterlambatan
Denda Keterlambatan Rp. 15.917.100
Total Pendapatan Operasional Rp. 317.163.950
Pendapatan lain-lain
Pendapatan Bunga Bank Rp. -
Total Pendapatan Rp. 317.163.950
Biaya-Biaya
a. Biaya Tanaga Kerja
Honor Ketua (12 x 750.000) x 1 Orang Rp. 9.000.000
Honor Manajer (12 x 650.000) x 1 Orang Rp. 7.800.000
Honor Pengurus lainnya (12 x 500.000) x 7 Orang Rp. 42.000.000
Biaya Tenaga Bantu Tidak Tetap Rp. 191.450
Total Biaya Tenaga Kerja Rp. 59.991.450
b. Biaya Utilitas
biaya komunikasi dan voucer Rp. 2.000.000
rekening air Rp. 2.200.000
Total Biaya Utilitas Rp. 4.200.000
c. Biaya ATK
Kertas folio Rp. 2.500.000
Note book Rp. 718.600
Total Biaya ATK Rp. 3.218.600
d. Biaya Bunga Bank Rp. 86.000.000
e. Perjalanan Dinas
perjalanan dinas 3 Kali dalam satu tahun
(3 x 1.000.000) x I Orang Rp. 3.000.000
f. Biaya Penyusutan Aktiva Tetap Rp. 10.864.000
g. Biaya RAT 2008 dan PRA
Biaya RAT 4 kali dalam satu tahun (4 x 500.000) Rp. 6.000.000
Biaya PRA Rp. 400.000
71
Total Biaya RAT dan PRA Rp. 6.400.000
h. Biaya Cadangan Kerugian Piutang Rp. 12.000.000
i. Biaya Organisasi
Biaya RAT Pengurus, Pengawas dan Penasehat Rp. 3.000.000
Pengeluaran Lain-lain Rp. 2.000.000
Total Biaya Organisasi Rp. 5.000.000
j. Biaya Non Operasional
Foto Kopy Rp. 1.500.000
Print Rp. 2.000.000
Maping Rp. 1.000.000
Penjilidan Rp. 1.500.000
lain-lain Rp. 633.600
Total Biaya Non Operasional Rp. 6.633.600
Total Biaya-Biaya Rp. 197.307.850
Sisa Hasil Usaha
Total Pendapatan Rp. 317.163.950
Total Biaya-Biaya (Rp. 197.307.850)
Jumlah Sisa Hasil Usaha Rp. 119.856.100
Sisa Hsil Usaha dibagi Untuk Anggota (Rp. 18.000.000)
Jasa Modal x 20% Rp. 3.600.000
Jasa Anggota x 25% Rp. 4.500.000
Cadangan x 25% Rp. 4.500.000
Dana Pengurus x 10% Rp. 1.800.000
Dana Pegawai x 5% Rp. 900.000
Dana Kemajuan Daerah x 5% Rp. 900.000
Dana Pendidikan Koperasi x 5% Rp. 900.000
Dana Sosial x 5% Rp. 900.000
Rp.18.000.000
Sisa Hasil Usaha Ditahan Rp. 101.856.100
Analisis Rasio keuangan
Rasio Keuangan yang digunakan oleh Koperasi Serba Usaha “KSU“ Bintang
Buana Tahun 2008 adalah:
a. Rasio lancar (current ratio)
Rasio lancar Koperasi Serba Usaha „KSU‟ Bintang Buana Kabuten Blitar
Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di bawah ini :
Rasio lancar = Utang lancar x 100%
Aktiva lancar
Rp. 885.481.600 x 100% = 1383.5%
Rp 64.000.000
Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan
diatas dapat diketahui rasio lancar yang dicapai tahun 2008 adalah 1383,5% yang
berarti setiap utang lancar Rp 1.00,- dijamin dengan aktiva lancar Rp 1383,5.
72
b. Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban (Total Debt To Total Assets
Ratio)
Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban Koperasi Serba Usaha „KSU‟
Bintang Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di
bawah ini :
Rasio Solvabilitas = Total Aktiva x 100%
Total Kewajiban
Rp. 885.481.600 x 100%
Rp. 564.000.000
= 157%
Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan
diatas dapat diketahui Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban yang dicapai
tahun 2008 adalah 157% yang berarti setiap total kewajiban Rp 1.00,- dijamin
dengan total aktiva Rp 157.
c. Rasio SHU dengan Total Pendapatan (Rasio Rehabilitas)
Rasio SHU dengan Total Pendapatan Koperasi Serba Usaha „KSU‟
Bintang Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di
bawah ini :
Rasio Rasio Rehabilitas = Sisa Hasil Usaha x 100%
Total Pendapatan
Rp. 119.856.100 x 100% = 37,7%
Rp. 317.163.950
Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan
diatas dapat diketahui Rasio Sisa Hasil Usaha dengan Total Pendapatan yang
dicapai tahun 2008 adalah 37,7% yang berarti setiap SHU Rp 1.00,- dijamin
dengan total Pendapatan Rp 157
d. Rasio Rentabilitas (Rate Of ROA “Return On Assets”)
Rate Of ROA “Return On Assets” dapat dihitung dengan membandingkan
antara Sisa Hasil Usaha dengan total aktiva Koperasi Serba Usaha „KSU‟ Bintang
Buana Kabuten Blitar Tahun 2008 dapat dilihat dalam perhitungan di bawah ini :
ROA = Sisa Hasil Usaha x 100%
Total Aktiva
Rp. 119.856.100 x 100% = 13,5%
Rp. 885.481.600
Sumber : Data Laporan Keuangan KSU. Bintang Buana yang diolah perhitungan
diatas dapat diketahui Rate Of ROA “Return On Assets” yang dicapai tahun 2008
adalah 13,5% yang berarti setiap Sisa hasil usaha Rp 1.00,- dijamin dengan total
aktiva Rp 13,5.
Pembahasan Hasil Penelitian Laporan Keuangan
Dari Laporan Neraca diatas data dikatakan bahwa Neraca adalah: laporan
yang berisi harta (asset), utang atau kewajiban-kewajiban pada pihak lain
73
(liebilities) beserta modal (capital) dari suatu perusahaan pada saat tertentu. Oleh
karena itu Neraca terdiri dari tiga kelompok, yaitu : aktiva, kewajiban, dan modal
Pada laporan Neraca KSU. Bintang Buana diatas datap dijelaskan bahwa
total aktiva diperoleh dari jumlah aktiva lancar Rp. 867.614.600 + aktiva tetap
Rp. 7.003.000 = Rp. 885.481.600 sedangan total pasiva yang diperoleh dari
Jumlah kewajiban lancar Rp. 314.000.000 + kewajiban jangka panjang Rp.
250.000.000 + modal Rp. 321.481.200 = Rp. 885.481.200.
Dari laporan Sisa Hasil Usaha diatas dapat diketahui bawa KSU. Bintang
Buana Untuk periode Januari 01- 31Desember 2008 adalah total Pendapatan –
total Biaya = Rp. 317.163.950– Rp. 197.307.850= Rp. 119.856.100
SHU di tahan = SHU- SHU di bagi
= RP. 119.856.100– Rp. 18.000.000
= Rp. 101.856.100
Pembahasan Analisis Rasio Keuangan
Dari Analisa rasio keuangan diatas dapat dibandingan antara
dua/kelompok data laporan keuangan dalam satu periode tertentu, data tersebut
bisa antar data dari neraca dan data laporan hasil usaha. Tujuannya adalah
memberi gambaran kelemahan dan kemampuan finansial koperasi dari tahun
ketahun.
1. Pembahasan Analisis Rasio Likuiditas
a. Rasio lancar (current ratio)
Secara terperinci keadaan rasio lancar Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang
Buana Kabuaten Blitar Tahun 2008 sebagai berikut :
Pada tahun 2008 rasio lancar yang dicapai Koperasi Serba Usaha (KSU)
Bintang Buana adalah 1383.5%. Keadaan ini nampaknya menguntungkan bagi
para kreditur karena pinjaman jangka pendek yang mereka pinjamkan dijamin
1383,5 kali lipat aktiva lancar koperasi. Bila diamati lebih lanjut hal ini
disebabkan karena besarnya dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar
terutama pada piutang, sehingga koperasi masih memiliki banyak cadangan
yang dapat digunakan untuk melunasi utang jangka pendeknya bila sewaktu-
waktu ditagih.
2. Pembahasan Analisis Rasio Solvabilitas
a. Rasio Total Aktiva dengan Total Kewajiban (Total Debt To Total Assets Ratio)
Keadaan rasio total aktiva dengan total kewajiban KSU. Bintang Buana tahun
2008 adalah 157%, hal ini menunjuk kemampuan koperasi dalam memenuhi
seluruh kewajiban-kewajiban baik berupa hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang sangatlah efisien hal ini disebabkan kewajiban yang
didikeluarkan dipenuhi oleh aktiva sehingga dapat seluruh kewajiban dapat
dipenuhi oleh koperasi.
3. Pembahasan Analisis Rehabilitas.
a. Rasio Rehabilitas
Rasio Sisa Hasil Usaha dengan Total Pendapatan pada Koperasi Serba Usaha
(KSU) Bintang Buana tahun 2008 adalah 37,7%. Hal ini sangat efisien,
dikarenakan total pendapatan yang diperoleh oleh koperasi menunjukakan
besarnya pendapatan operasional koperasi dapat memenuhi kewajiban-
kewajiban yang dikeluarkan oleh koperasi sehingga dapat menjamin sisa hasil
usaha koperasi
74
4. Pembahasan Analisis Ratio Rentabilitas
a. Rasio Jumlah SHU sebelum pajak dengan total Pendapatan. (Rate Of ROA
“Return On Assets”)
Rasio laba bersih sebelum pajak dengan total pendapatan menunjukkan
kemampuan dari pendapatan operasional yang diinvestasikan dalam
keseluruhan total pendapatan untuk menghasilkan keuntungan. Jumlah Sisa
Hasil Usaha sebelum pajak dengan total Pendapatan yang dicapai Koperasi
Serba Usaha (KSU) Bintang Buana pada tahun 2008 adalah 37,7%
Dari rincian di atas dapat diketahui bahwa rasio Jumlah SHU sebelum
pajak dengan total Pendapatan yang dicapai oleh KSU. Bintang Buana Tahun
2008 adalah cukup efisien atau baik, hal ini disebabkan karena besarnya total
pendapatan operasional yang diperoleh oleh koperasi dan pentapatan operasional
tersebut dapat mengontrol pengeluaran atau biaya operasional sehingga
mendapatkan SHU yang baik atau maksimal sebelum pajak
Simpulan
Dari hasil analisa penulis lakukan terhadap Analisis Laporan Sisa Hasil
Usaha “SHU” Terhadap Pelaporan pertanggungjawaban Koperasi Serba Usaha
“KSU” Bintang Buana Kabupaten Blitar Tahun 2008, maka data ditarik
kesimpulan bahwa
1. Hasil Laporan Hasil Usaha KSU. Bintang Buana Periode Januari 01-31
Desember 2008, bahwa pendapatan yang diperoleh oleh KSU. Bintang Buana
berasal dari pendapatan operasional koperasi sebesar Rp. 317.163.950 yang
berasal dari jasa pinjaman yang diperoleh dari angsuran pokok dan jasa
pinjaman dari anggota maupun calon anggota, pendapatan administrasi yang
berasal dari biaya administrasi, SWP dan materai yang dikenakan kepada
anggota pada saat melakukan pinjaman dan denda keterlambatan
pengembalian pinjaman kepada koperasi dan tidak memperoleh pendapatan
yang diselenggarankan oleh pihak ketiga atau usaha lainnya.
Karena sisa hasil usaha yang diselenggarakan KSU. Bintang Buana hanya
berasal dari usaha yang diselenggarakan untuk para anggotanya maka tidak
dikenakan Pajak pengahasilan, akan tetapi bila bila sisa hasil usaha itu berasal
dari usaha yang diselenggarakan untuk pihak ketiga (bukan anggota), maka
sisa hasil usaha tersebut dikenakan pajak penghasilan yang tarifnya sama
dengan pajak penghasilan persekutuan firma atau komanditer.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sisa hasil usaha KSU. Bintang Buana yang
dibagikan sebesar 18.000.000 hanya berasal dari usaha yang diselenggarakan
untuk anggota yang pembagiannya berdasarkan pada ketentuan yang
tercantum dalam Anggaran Dasar Koperasi yang diputuskan dalam Rapat
Anggota untuk jasa modal 20%, jasa anggota 25%, cadangan 25%, dana
pengurus 10%, dana pegawai 5%, dana kemajuan daerah 5%, dana
pendidikan 5% dan dana social 5% dan sebagian sisa hasil usaha koperasi
disisihkan untuk cadangan dengan tujuan untuk menutup kerugian koperasi
bila diperlukan.
2. Sebagai bentuk Pelaporan pertanggungjawaban, sisa hasil usaha “SHU”
Koperasi Serba Usaha “KSU” Bintang Buana Kabupatan Blitar tahun 2008
dilakukan suatu Analisis Rasio Keuangan yang digunakan untuk mengetahui
kondisi keuangan koperasi lebih dalam yang sangat penting dalam proses
75
menghasilkan keputusan yang tepat maka Analisis Rasio Keuangan yang
digunakan Antara lain; Rasio Likuiditas, Rasio Solvabilitas, Rasio Rehabilitas
dan Rasio Rentabilitas.
Dari hasil analisis Rasio Keuangan bahwa kondisi keuangan Koperasi
Serba Usaha “KSU” Bintang Buana Kabupaten Blitar Tahun 2008 :
1. Dilihat dari Rasio Lancar (currents ratio) yang dicapai Koperasi Serba Usaha
(KSU) Bintang Buana tahun 2008 adalah 1383.5%. Keadaan ini nampaknya
menguntungkan bagi para kreditur karena pinjaman jangka pendek yang
mereka pinjamkan dijamin 1383,5 kali lipat aktiva lancar koperasi. Karena
besarnya dana yang diinvestasikan dalam aktiva lancar terutama pada piutang
koperasi masih memiliki banyak cadangan yang dapat digunakan untuk
melunasi utang jangka pendeknya bila sewaktu-waktu ditagih.
2. Keadaan rasio total aktiva dengan total kewajiban (Total Debt To Total Assets
Ratio) KSU. Bintang Buana tahun 2008 adalah 157%, hal ini menunjuk
kemampuan koperasi dalam memenuhi seluruh kewajiban-kewajiban baik
berupa hutang jangka pendek maupun hutang jangka panjang.
3. Rasio Sisa Hasil Usaha dengan Total Pendapatan pada Koperasi Serba Usaha
(KSU) Bintang Buana tahun 2008 adalah 37,7%. Total pendapatan yang
diperoleh oleh koperasi menunjukakan besarnya pendapatan operasional
koperasi dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang dikeluarkan oleh
koperasi sehingga dapat menjamin sisa hasil usaha koperasi
4. Rasio laba bersih sebelum pajak dengan total pendapatan (Rate Of ROA
“Return On Assets”) menunjukkan kemampuan dari pendapatan operasional
yang diinvestasikan dalam keseluruhan total pendapatan untuk menghasilkan
keuntungan. Jumlah Sisa Hasil Usaha sebelum pajak dengan total Pendapatan
yang dicapai Koperasi Serba Usaha (KSU) Bintang Buana pada tahun 2008
adalah 37,7%. Hal ini disebabkan karena besarnya total pendapatan
operasional yang diperoleh oleh koperasi dan pendapatan operasional tersebut
dapat mengontrol pengeluaran atau biaya operasional sehingga mendapatkan
SHU yang baik atau maksimal sebelum pajak
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Rineka Cipta. Jakarta.
Fudyanisa. 2009. in Uncategorized, www.Posted.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Standar Akuntansi Indonesia, Penerbit
Salemba Empat. Jakarta.
Mulyadi. 2003. Activity-Based Cost System, - Ed. 6, Cet.1 Yogyakarta, UPP.
AMP YKPN. Yogyakarta.
Munawir, S. 2000. Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kesebelas, Penerbit Liberti.
Yogyakarta.
Nazir, Muhammad.1999. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia. Jakarta.
76
Suyanto, dan Nurhadi. 2003. IPS Ekonomi, Penerbit Erlangga. Yogyakarta.
Tunggal, Amin Widjaja. 2002. Akuntansi Untuk Koperasi, penerbit PT. Rineka
Cipta.
Top Related