Tingkat Pertumbuhan Lamun (Syringodium isoetifolium) dengan Teknik
Transplantasi TERFs dan PLUG Pada Tegakan Berbeda Dalam Rimpang
Fizzi Pranata
Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
Ita Karlina
Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
Risandi Dwirama Putra
Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui laju pertumbuhan
lamun dan tingkat kelangsungan hidup lamun Syringodium isoetifolium dan
mengetahui tegakan yang optimal yang ditransplantasi dengan metode TERFs dan
PLUG. Penelitian ini dilakukan pada bulan februari sampai mei 2016, di
kampung kampe, desa malangrapat, kecamatan gunung kijang, kabupaten bintan.
Metode transplantasi yang digunakan adalah TERFs dan PLUG, Jumlah perlakuan
lamun diberi 5 yaitu tegakan 1 sampai 5 dengan 5x pengulangan pada setiap
tegakan. Analisis yang digunakan ialah Two-Way ANOVA. Menunjukan tingkat
kelangsungan hidup yang berbeda (p<0,05): Sedangkan untuk laju pertumbuhan
lamun Syringodium isoetifolium terdapat perbedaan nyata pada tiap
tegakan:metode (p<0,05). Jumlah tegakan optimal didapat pada metode TERFs
yaitu pada tegakan 3 dan PLUG pada tegakan 2, Yaitu perlakuan dengan jumlah
tegakan yang sedikit namun memiliki laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan
hidup paling tinggi . Tegakan optimal ini dinilai sebagai pertumbuhan lamun yang
efektif dan efisien dalam kegiatan transplantasi lamun Syringodium isoetifolium.
Kata Kunci : Transplantasi Lamun, Tegakan Lamun, Tegakan Optimal,
TERFs dan PLUG Syringodium isoetifolium
Seagrass Growth Rate (Syringodium isoetifolium) with TERFs Transplantation
Technique and PLUG In contrast stands in Rhizome
ABSTRACT
The research was conducted with the aim of knowing the seagrass growth
rate and survival rate of seagrass Syringodium isoetifolium and determine the
optimal stand transplanted with TERFs and PLUG methods. This research was
conducted in February to May 2016, in Kampe area, malangrapat village, gunung
kijang district, bintan regency. Transplant used is TERFs and PLUG methods,
Number of seagrass treatment given 5 which stands 1 to 5 with 5x repetitions on
each stand. The analysis is Two-Way ANOVA. Shows survival rates were
different (p <0.05): As for the rate of growth of seagrass Syringodium
isoetifolium there are real differences in each stand: the method (p <0.05).
Obtained optimal number stands at TERFs method that is on the stand 3 and
PLUG in the stands 2, is treatment with a number of stands that less but have
growth rate and the highest survival. Stand optimal seagrass growth is considered
as effective and efficient in Syringodium isoetifolium seagrass transplantation
activities.
Keywords: Seagrass Transplantation, Seagrass stands, stands Optimal,
TERFs andPLUGSyringodium isoetifolium
I. Pendahuluan
Padang lamun merupakan
salah satu ekosistem pesisir yang
sangat produktif dan bersifat
dinamis. Produktifitas daerah
ekosistem padang lamun yang
dinamis ini dipengaruhi oleh
faktor lingkungan baik secara
fisika, kimia maupun biologi.
Faktor lingkungan ini
memberikan pengaruh terhadap
kesuburan padang lamun yang
merupakan sebagai habitat bagi
banyak hewan laut dan bertindak
sebagai penyeimbang substrat
(McKenzie, 2008).
Ekosistem lamun sudah
banyak terancam termasuk di
Indonesia baik secara alami
maupun oleh aktifitas manusia.
Hilangnya padang lamun
terutama merupakan akibat dari
dampak langsung kegiatan
manusia termasuk kerusakan
secara mekanis (pengerukan dan
jangkar), eutrofikasi, budidaya
perikanan, pengendapan,
pengaruh pembangunan
konstruksi pesisir. Hilangnya
padang lamun ini diduga akan
terus meningkat akibat tekanan
pertumbuhan penduduk di daerah
pesisir (Kiswara, 2009).
Ancaman-ancaman alami
terhadap ekosistem lamun dapat
berupa gelombang pasang,
kegiatan gunung berapi bawah
laut, interaksi populasi dan
komunitas (pemangsa dan
persaingan), pergerakan sedimen,
hama dan penyakit serta
vertebrata pemangsa lamun.
Diantara hewan invertebrata,
Bulu babi adalah pemakan lamun
yang utama (Sangaji 1994 in
Wulandari et al., 2013).
Melihat dampak
kerusakan pada padang lamun
baik secara alami maupun
disebabkan karena aktivitas
manusia, maka perlu dilakukan
usaha rehabilitasiuntuk
mengembalikan kondisi padang
lamun menjadi lebih baik. Salah
satu usaha rehabilitasi yang dapat
dilakukan yaitu dengan
transplantasi lamun.
Cara transplantasi lamun
belum banyak berkembang di
Indonesia, namun telah banyak
dilakukan oleh para ahli di luar
negeri dengan metode dan jenis
yang berbeda(Sangaji 1994 in
Wulandari et al., 2013). Adapun
Teknik Tranplantasi yang
digunakan yaituTERFs
(Transplanting Eelgrass
Remotely with Frame systems),
adalah unit penanaman lamun
berupa tunas yang diikatkan pada
frame besi yang ditanamkan pada
substrat, dan Plug (memindahkan
unit lamun berukuran bulat
dengan kedalaman 10-15cm), dan
biji yang disebarkan di atas
permukaan substrat di daerah
berarus rendah.
Kampung Kampe
merupakan suatu desa yang
terletak Di kabupaten bintan
Kecamatan Gunung Kijang Desa
Malang Rapat. Kondisi padang
lamun di kampung Kampe relatif
subur, dengan tingkat kerapatan
yang cukup tinggi dan luas.Desa
kampe memiliki dermaga yang
dijadikan sebagai tempat
berlabuhnya para nelayan,
Banyak nelayan yang melakukan
kegiatan mencari ikan di daerah
padang lamun yang secara tidak
sengaja ikut merusak ekosistem
di padang lamun di lokasi
tersebut.
Syringodium
isoetifoliumdipilih sebagai jenis
lamun yang digunakan untuk
transplantasi dalam penelitian ini.
karena jenisSyringodium
isoetifolium cukup banyak
ditemukan di Perairan kampung
Kampe. Ketersediaan bibit lamun
penting untuk dilakukan agar
ekosistem lamun tidak semakin
mengalami kerusakan akibat
banyaknya kegiatan manusia
ataupun faktor alam.
II.TinjauanPustaka
Lamunmerupakantumbuh
anlaut yang
berbentuksepertirumputnamunme
milikiakar, Rhizoma,
danDaunsejati.Kelebihaninilah
yang dimilikilamun yang
tidakdimilikirumputlautsebagaitu
mbuhan yang ada di
laut.Lamunbiasanyatumbuhterbe
nam di
lautdanumumnyamembentukpad
angatauhamparan yang
luassehingga di
sebutpadanglamun
(Febryantoro,2013). Padang
Lamunmerupakanekosistempenti
ng yang
menyediakanjasaekosistemsepert
iperbaikankualitas air,
ketersediaancahayakeanekaraga
manhayatidan habitat
sertakarbondannutrien (Greiner
et al., 2013).
klasifikasi lamun
Syringodium isoetifoliummenurut
Phillip danMenez (1988):
Divisi : Magnoliopyhta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Potamogetonales
Suku : Cymadoceaceae
Marga : Syringodium
Jenis : Syringodium isoetifolium
III.Metode Penelitian
A.Waktu dan Tempat
Penelitian
Penelitianakandilaksanak
anpadabulan November 2015
sampaidenganbulan Mei 2016 di
KampungKampe,
DesaMalangrapat,
KecamatanGunungKijang,
KabupatenBintan.
B.Jenis dan Metode Penelitian
Jenis data yang
dikumpulkan adalah data primer.
Data primer yang dibutuhkan
dalam penelitian ini adalah data
yang diperoleh langsung di lokasi
penelitian yang meliputi data
kondisi perairan, tingkat
pertumbuhan daun lamun, dan
tingkat kelangsungan hidup
lamun jenis Syringodium
Isoetifolium yang ditransplantasi
menggunakan metode TERFs
dan PLUG di Kampung Kampe,
Desa Malangrapat, Kecamatan
Gunung Kijang, Kabupaten
Bintan.
C.Bahan dan Alat
Bibit Lamun tegakan 1
sampai 5 masing-masing 10 unit,
alat snorkling, GPS, Frame,
PLUG, Kipas angin, Sepatu
Boot, Box, kertas Tisu, Plastik
sampel, alat tulis, Multi tester,
Salt meter, Current drouge,
Secchi disk.
D.Metode Penelitian
1.Pemilihan Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi untuk
penelitian transplantasi lamun
mengikuti cara yang dijelaskan
oleh F.T. Short, et all, (2002);
BTNKpS (2006) dengan sedikit
perubahan untuk menyesuaikan
dengan kondisi lokasi yang akan
dilakukan transplantasi.
Informasi tentang karakteristik
padang lamun yang ada / sumber
bibit (reference sites) pada lokasi
yang akan dilakukan transplantasi
diambil untuk perhitungan indeks
kesesuaian lokasi penanaman
atau preliminary transplant
suitability index (PTSI) dan
memilih proritasnya.
2.Pembuatan Kurungan di
Lokasi Transplantasi
Lokasi transplantasi
lamun dibuat dalam kurungan
jaring seluas 30 meter x 20 meter.
Tujuan dari pembuatan kurungan
ini agar transplantasi lamun di
lapangan tidak tergnaggu oleh
aktifitas manusia, grazer dan
kondisi alam.
3.Penanganan Bibit Lamun
Penanganan bibit lamun
saat di transplantasi setelah bibit
lamun di ambil dari padang
lamun donor saat air pasang
kemudian dimasukkan ke dalam
wadah jaring/ keranjang tetapi
tetap berada dalam air. bibit
lamun dibersihkan dari sedimen
dan kotoran yang melekat pada
daun lamun dan dikeringkan
menggunakan tisu. kemudian
bibit langsung di tanam di daerah
transplantasi( metode TERFs )
sedangkan untuk metode PLUG
dikembalikan ke lokasi awal
untuk kembali tergabung bersama
substrat (metode PLUG). Untuk
metode PLUG bibit lamun
diambil dengan menggunakan
pvc di daerah lamun donor, lalu
bawa lamun bibit ke daerah
transplantasi.
4.Metode Transplantasi
Penelitian ini dilakukan
disatu(1) stasiun, dengan dua (2)
metode, yaitu TEFRs dan PLUG,
pada setiap metode transplantasi
di lakukan penggandaan jumlah
pengulangan pada setiap
perlakuan yang terdiri dari bibit
utama dan bibit cadangan.
Metode transplantasi
lamun TERFs dan PLUG:
Langkah-langkah
transplantasi dengan
menggunakan medote
Transplanting Eelgrass Remotely
with Frame System (TERFs),
sebagai berikut:
1.Siapkan frame besi / kawat
ukuran 120 cm X 120 cm dan
tisu pengikat yang telah digulung
usahakan kedua alat ini jangan
sampai basah.
2.Benih yang diambil dari
padang lamun donor dipotong
menjadi 1, 2, 3, 4, dan 5 tegakan.
3.Benih yang telah dipotong
diikat pada frame dengan
menggunakan tisu dengan cara
ikat simpul.
4.Jumlah bibit lamun 5 buah tiap
barisnya jadi, satu frame diisi 50
bibit lamun ( 25 bibit utama dan
25 bibit cadangan).
5.Setelah proses pengikatan
selesai frame dan bibit siap untuk
ditanam dengan cara
membalikkan frame dan
selanjutnya diletakkan diatas
subtrat dengan sedikit tekanan
sehingga frame besi/kawat
bagian bawah dapat masuk
beberapa centimeter ke dalam
subtrat.
Langkah-langkah
transplantasi dengan
menggunakan medote PLUG:
1.Pembuatan lubang dengan PVC
Corer untuk penanaman bibit
lamun dengan diameter 15 cm
dan memiliki kedalaman 15-20
cm.
2.Bibit lamun diambil dari
tanaman induknya beserta subtrat
dengan menggunakan PVC Corer
yang berukuran 15 cm dan telah
diatur kevakuman udaranya.
3.Bibit lamun yang diambil
dimasukkan ke dalam lubang
yang telah disediakan
sebelumnya.
4.Jarak tanam yang baik adalah
0,5 meter-1 meter.
5.Metode Pengamatan
Tingkat Kelangsungan
hidup lamun pada awal dan akhir
waktu penelitian, Pertumbuhan
panjang daun lamun setiap
minggu selama 2 bulan, dan
parameter perairan.
6.Pengolahan Data
a.Tingkat Kelangsungan
Hidup
Tingkat
kelangsunganhiduplamunjenisSyr
ingodiumIsoetifoliumiyang
ditransplantasidenganjumlahtega
kan yang
berbedadihitungdenganrumus
yang dijelaskanEffendie (1978);
Widiastuti (2009), yaitu:
𝑺𝑹 =𝑵𝒕
𝑵𝒐 𝒙 𝟏𝟎𝟎
Keterangan:
SR : Tingkat
KelangsunganHidup (%)
Nt : Jumlah unit
transplantasipadawaktu t
(minggu)
No : Jumlah unit
transplantasipadawaktuawalatau
t=0
b.Pertumbuhan Panjang Daun
Pengukuranpanjangdaund
ilakukanpadasetiapbibitlamun
yang
ditransplantasidenganmengunaka
njangkarsorongataupenggaris
,pengukurandilakukandaripangka
ldaun yang
telahdiberitandadengancaradiluba
ngisampaidenganujungdaun
(Azbaz 2009). Tingkat
pertumbuhandaunlamunjenisSyri
ngodiumisoetifoliumyang
ditransplantasidenganjumlahtega
kan yang
berbedadihitungdenganrumus
yang dijelaskanSupriadi (2003)
yaitu:
𝑷 =𝑳𝒕 − 𝑳𝒐
∆𝒕
Keterangan :
P : Tingkat
pertumbuhanpanjangdaun (mm)
Lt :
Panjangdaunakhirsetelahwaktu t
(mm)
Lo :
Panjangdaunpadapengukuranawa
l (mm)
Δt : Selang waktu
pengukuran (Minggu)’
c.Parameter Perairan
Pengukuran dilakukan
menggunakan alat parameter dan
yang diukur adalah suhu,
kecerahan, salinitas, PH, DO,
Arus.
6.Analisis Data
a.Analisis Data dengan aplikasi
R
Data yang didapat dari
hasil pengamatan di lapangan
akan dianalisis secara kuantitatif.
Hasil perhitungan data tingkat
kelangsungan hidup, dan
pertumbuhan daun lamun yang
ditransplantasi dengan jumlah
tegakan yang berbeda dalam
rimpang, setiap parameter untuk
tiap perlakuan dianalisis
menggunakan Two Way
ANOVAdengan tingkat ketelitian
95% menggunakan aplikasi R.
b.Penentuan Tegakan Optimal
Penentuan ukuran rimpang
tegakan yang optimal dari semua
perlakuan adalah dilihat dengan
cara manual, dari hasil data
selisih masing-masing parameter
pertumbuhan lamun
Syrungodium isoetifolium yang
dihitung. Data hasil tersebut
dilihat perlakuan jumlah Tegakan
yang paling sedikit tetapi
memiliki parameter pertumbuhan
yang paling cepat atau pun
parameter pertumbuhan yang
tercepat atau tertinggi.
c.Analisis Parameter Perairan
Data parameter perairan
yang diukur di lapangan akan
dianalisis secara deskriptif,
dengan membandingkan data
hasil pengukuran secara langsung
di lapangan dengan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 Tahun 2004 Tentang
Baku Mutu Air Laut untuk Biota
Laut. Analisis peremeter perairan
digunakan untuk melihat
pengaruh parameter perairan di
lokasi penelitian terhadap
pertumbuhan lamun Syringodium
isoetifolium.
IV.Hasil Dan Pembahasan
A.Keberhasilan Transplantasi
Lamun Syringodium
isoetifolium
1.Tingkat Kelangsungan Hidup
Lamun
Tingkat kelangsungan
hidup lamun adalah seberapa
tinggi dan rendahnya
kemampuan lamun bertahan
hidup tanpa mengalami kematian
selama penelitian yang
dinyatakan dalam persen
(Jipriandi,2013). Hasil
pengamatan tingkat
kelangsungan hidup lamun pada
metode TERFs dan PLUG
selama 2 bulan.
Penurunan tingkat
kelangsungan hidup transplant
Syringodium isoetifolium ini
terjadi karena frame transplantasi
mengalami penurunan jumlah
bibit transplant . Hal ini
disebabkan karena jangkar
terangkat dari substrat akibat
sedimen tergerus oleh gelombang
yang cukup besar. Jangkar yang
terangkat tidak efektif lagi untuk
mencengkram transplant dengan
baik sehingga lamun yang
sedianya akan beradaptasi
dengan substrat baru terbawa
arus . Bisa dilihat dari grafik
dibawah ini :
Tingkat kelangsungan hidup
lamun tiap minggu mengalami
penurunan ini dapat dilihat dari
grafik . Pada minggu pertama
tegakan (1),(2),(3) tidak
mengalami penurunan sedangkan
pada tegakan (2) dan (4)
mengalami penurunan sebesar
20% ini disebabkan oleh seperti
musim arus dan juga adanya
hewan yang mengganggu proses
transplantasi seperti udang
sehingga bibit hilang walaupun
sudah di ikat pada frame yang
ada.
Tingkat kelangsungan hidup
lamun pada tegakan (1) adalah
sebesar 40% pada minggu kedua,
sedangkan pada minggu ketiga
dan keempat. Pada minggu
kelima, keenam, ketujuh dan
kedelapan lamun tersebut hanya
bisa bertahan hidup sebesar 20%
penurunan ini disebabkan adanya
faktor lingkungan yang
mempengaruhinya seperti
gelombang kuat.
Sedangkan pada tegakan (2),
pada minggu pertama hingga
minggu ke empat tidak
mengalami penurunan dan
mengalami penurunan pada
minggu ke lima sampai minggu
ke delapan sebesar 20% . Pada
tegakan (3) penurunan terjadi
pada minggu ke 5 ini terjadi di
sesabkan karena cuaca pada
minggu ke 5 sangat ektrim dan
mengakibatkan tegakan (3)
mengalami penurunan hingga
minggu 8 penelitian.
Pada tegakan (4) tingkat
kelangsungan hidup lamun ini
mengalami penurunan pada
minggu ke 2 penurunan terjadi
sebanyak 20% penurunan ini
tetap hingga minggu ke 8
sedangkan pada tegakan (5)
penurunan tingkat kelangsungan
hidup 20% ini terjadi hingga
minggu ke 8 penelitian.
Penurunan ini terjadi karena
adanya faktor alam seperti
gerezer, arus, dan kematian pada
lamun transplantasi.
Kondisi lain yang
menyebabkan penurunan
kelangsungan hidup lamun yaitu
kondisi perairan yang sebagian
besar mengalami kekeruhan dan
gelombang yang cukup besar.
Menurut Lanuru (2013) di pantai
barat sulawesi , banyaknya
transplant yang mati disebabkan
oleh sebagian besar karena tidak
mampu bertahan dengan kondisi
perairan yang berubah seperti
angin yang kencang.Selain itu
menurut Asriani (2014) ukuran
rimpang kecil memiliki akar
dengan daya cengkram yang
lebih rendah dibandingkan
dengan lamun rimpang besar
sehingga diperkirakan dapat
menyebabkan lamun mudah
tercabut saat pengadukan air
yang cukup besar.
Grafik PLUG
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
M1 M2 M3 M4 M5 M6 M7 M8
tegakan 1
tegakan 2
tegakan 3
tegakan 4
tegakan 5
Metode PLUG memiliki
tingkat kelangsungan hidup yang
lebih besar dibandingkan dengan
metode TERFs. Hal ini terjadi
karena pada metode PLUG bibit
lamun yang ditanam di daerah
transplantasi beserta substratnya
yang di ambil dari sumber lamun
donor menggunakan PLUG,
sehingga bibit lamun lebih kokoh
dan terlindung. Bibit lamun yang
ditanam beserta subtratnya tidak
perlu mengalami adaptasi dan
pembenaman akar yang
dilakukan lebih sedikit.
Tingkat kelangsungan
hidup lamun tiap minggu
mengalami penurunan ini dapat
dilihat dari grafik . Namun pada
minggu ke 2 hilang yang
diakibatkan oleh gelombang yang
cukup kuat maka transplantasi di
ganti menggunakan bibit
cadangan yang telah disediakan
sebelumnya yang berfungsi
sebagaoi pengganti bibit yang
asli apabila mengalami kematian
dan hilang. Pada minggu
pertama tegakan
(1),(2),(3),(4),dan (5) tidak
mengalami penurunan karena
pada minggu pertama lingkungan
di sekitar transplantasi tidak
mengalami cuaca yang buruk
sehingga tingkat kelangsungan
hidup lamun tidak mengalami
penurunan
Sedangkan pada minggu
ke 2 tegakan (1),(2),(3),(4)
mengalami penurunan sebesar 20
% ini disebabkan oleh adanya
gangguan dari biota laut yang
terdapat di lokasi biota itu ialah
udang yang membuat lubang di
daerah transplantasi sehingga
mengganggu tingkat
kelangsungan hidup lamun
tersebut , sedangkan pada
tegakan (5) tidak ada penurunan
yang terjadi karena tegakan (5)
sudah sangat menempel pada
substrat tersebut sehingga apabila
di ganggu dengan biota
yangterdapa di lokasi tingkat
kelangsungan hidup lamun tidak
mengalami masalah.
Pada minggu ke 3 sampai
minggu ke 8 penelitian tingkat
kelangsungah hidup lamun pada
tiap tegakan tidak mengalami
penurunan tegakan 1 (80%),
tegakan 2 (80%), tegakan 3
(80%), tegakan 4 (80%), dan
tegakan 5 (100%) . ini terjadi di
sebabkan bibit donor telah
menyatu dengan substrat yang
ada hingga bila mengalami arus
yang kuat bibit tidak mengalami
masalah .
Daerah dekat garis pantai
memiliki kedalaman lebih rendah
(<1m) dibandingkan daerah yang
menjauhi garis pantai (>1m).
Selama pengamatan di lapangan,
transek yang terletak di daerah
dekat garis pantai selalu
mengalami penimbunan sedimen
yang berlebih akibat pengadukan
air. Sehingga seluruh bagian
tanaman yang ditransplantasi
tertutupi oleh sedimen.
Menurut Ganassin dan
Gibbs (2008), beberapa faktor
yang dilaporkan dapat
berkontribusi pada kegagalan
transplantasi lamun adalah erosi,
penguburan dengan pasir,
perubahan kondisi perairan yang
drastis, kekeruhan, konsentrasi
amonia sedimen yang tinggi,
pertumbuhan epifit, akibat
kegiatan antropogenik dan
jangkar yang digunakan saat
transplantasi. Pada lokasi
penelitian, beberapa faktor diatas
yang menjadi penyebab utama
terjadinya kematian/pembusukan
dan hilangnya bibit pada
transplant sehingga mengurangi
tingkat kelangsungan hidupnya
adalah penguburan dengan
sedimen. Penyebab lain
disebabkan karena adanya
gesekan jangkar saat gelombang
cukup besar .
Hasil data penelitian
kemudian di uji dengan
menggunakan one-Away ANOVA
di mana untuk mengetahui
perbandingan dari kedua metode
tersebut dan mana metode yang
mengalami tingkat kelangsungan
hidup yang lebih tinggi terhadap
jenis lamun Syringodium
isoetifolium Dapat dilihat pada
Gambar.
TERFs PLUG
Pada gambar diatas
perbandingan antara kedua
metode ini tingkat kelangsungan
hidup lamun berbeda dari kedua
metode tersebut metode yang
memiliki tingkat kelangsungan
hidup yang lebih tinggi terjadi
pada metode plug dimana pada
metode plug tingkat
kelangsungan hidupnya
mencapai 90% sedangkan untuk
metode terfs sedikit lebih kecil
yaitu 70% . data perbandingan ini
sebanyak 40 data yang terbagi
dari waktu, tegakan dan metode.
2.Pertumbuhan Panjang Daun
Rata-rata pertumbuhan
lamun selama 2 bulan penelitian
didapatkan hasil pada tegakan 1
rata-rata lamun tumbuh sebesar
0,7 cm pada tegakan 2 juga
mengalami hal yang sama
sebesar 0,7 cm dantegakan 5 juga
sebesar 0,7 cm , rata-rata pada
tegakan 3 merupakan paling
tinggi sebesar 0,9 cm untuk
tegakan 4 rata-rata pertumbuhan
sebesar 0,8 cm.
Untuk Rata-rata
pertumbuhan menggunakan
metoede PLUG yang hampir
sama dengan metode TERFs
yaitu pada tegakan 1 dan 3
sebesar 0,8 cm untuk tegakan 4
dan 5 sama-sama mengalami
pertumbuhan sebesar 0,7 cm ,
sedangkan pada tegakan 3
merupakan tegakan dengan rata-
rata pertumbuhan yang tinggi
ketimbang tegakan lain yaitu
sebesar 1 cm selama kurun waktu
2 bulan .
One-way ANOVA displaying 2 groups
40 40
terf
plug
Group Sizes:
| |
-0.0
7
0.07
0
0.8
0.2
1.0
0.7
0.9
0.6
1.0
gm-s
dwgm
+sdw
Contrast coefficients based on group means and sizes
Dep
ende
nt v
aria
ble
(resp
onse
)
Group Means
Grand Mean
MS-withinMS-between
F-statistic = 10.19
Data lapangan yang
diambil dikakukan uji asumsi
homogentitas dan normalitas.
Pada gambar. diketahui bahwa
data lapangan bersifat homogen
dan normal, dikarenakan untuk
melakukan uji ANOVA syarat
utama yang harus diperhatikan
adalah homogenitas dan
normalitas data, maka data
terebut harus ditranspormasi kan
agar dapat dianalisis dengaan
menggunakan analisis ANOVA
yaitu varian seragam dan varian
harus normal. Setelah
ditranspormasikan terlihat bahwa
data menjadi normal dan
variannya seragam.
Pada gambar diatas
perbandingan antara kedua
metode ini pertumbuhan daun
lamun dari kedua metode:waktu
tersebut hampir sama dan tidak
ada perbandingan nyata , karena
pada setiap metode:waktu
pertumbuhan daun merata
dengan panjang 0,8 cm jadi dapat
disimpul kan bahwa
metode:waktu tidak
mempengaruhi pertumbuhan
lamun jenis Syringodium
isoetifolium. Dan dapat kita
nyatakan bahwa lamun jenis
Syringodium isoetifolium dapat
hidup walaupun di tanam tanpa
menggunakan metode
Transplantasi.
B.Tegakan Optimal Lamun
Berdasarkan
perbandingan hasil data rata-rata
pertumbuhan yang didapat, bisa
di lihat bahwa pertumbuhan
lamun pada metode PLUG lebih
tinggi pertumbuhan pada setiap
tegakan dibandingkan dengan
metode TERFs yang mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan
karena metode PLUG ditanam
langsung menggunakan subtrat
dan tidak memperlukan
adapatasi, sedangkan metode
TERFs di ikat pada frame untuk
diletakkan pada daerah
transplantasi sehingga
memperlukan adaptasi yang
lama.
Jadi tegakan yang
mengalami pertumbuhan optimal
untuk metode TERFs terjadi pada
tegakan 3 dengan nilai rata-rata
keseluruhan bibit mengalami
pertumbuhan panjang sebesar 0,9
cm hal ini terjadi kaena pada
tegakan 3 tidak mengalami
kerusakan akibat faktor
lingkungan seperti gelombang
besar dan pada tegakan 3 akar
akan mencengkram substrat lebih
kuat ketimbang dengan tegakan
yang lebih kecil , sedangkan
untuk metode PLUG tegakan
optimal terjadi pada tegakan 2
yang mengalami pertumbuhan
sebesar 1 cm untuk rata-rata per
bibit tersebut ini terjadi karena
pada metode plug akar sudah
menempel kuat pada substrat.
C.Parameter Kualitas Air
a.Suhu
suhu tertinggi terjadi pada
minggu kelima yaitu sebesar
31oC. Hal ini dikarenakan pada
pengambilan sampel dilakukan
pada siang hari. Pada siang hari
suhu meningkat dikarenakan
intensitas cahaya matahari sangat
tinggi. Sedangkan suhu terendah
berada pada minggu ketiga yaitu
sebesar 25,7oC. Hal ini
dikarenakan pengukuran
dilakukan pada pagi hari. Pada
pagi hari udara masih sejuk dan
suhu masih menurun. Dari hasil
rata-rata didapatkan bahwa suhu
di perairan Kampe adalah
28,60oC. Pada suhu tersebut
sangat baik untuk pertumbuhan
lamun karena berdasarkan
Kepmen LH No.51 Tahun 2004
dan Phillips dan Menez (1988)
bahwa suhu optimal pada lamun
adalah kisaran antara 28 – 30oC.
b.pH
pH pada perairan Kampe
pada minggu ketiga lebih tinggi
dibandingkan dengan minggu
lainnya yaitu sebesar 11,47. Ini
sudah diambang batas. Karena
pada saat pengambilan sampel,
air dari darat sangat berlimpah
sehingga warna air pada lokasi
transplan berubah menjadi
kuning. Sedangkan pada minggu
pertama adalah pH yang
terendah yaitu sebesar 6,87. Dari
hasil rata-rata didapatkan bahwa
pH di Perairan Kampe adalah
sebesar 8,70. Berdasarkan
Kepmen LH dan literatur bahwa
pH yang optimal untuk lamun
adalah 7 – 8,5. Hal ini
membuktikan bahwa ph di
perairan kampe sangat baik untuk
pertumbuhan dan kelangsungan
hidup lamun.
c.Salinitas
Pada minggu kedua
adalah hasil salinitas tertinggi
yaitu sebesar 33,9‰ sedangkan
pada minggu kelima adalah
salinitas terendah yaitu sebesar
30,2‰. Rata-rata salinitas di
perairan Kampe adalah 32,27‰.
Seperti yang diungkapkan Dahuri
(2003) bahwa lamun dapat
bertoleransi pada salinitas 10 -
40‰.
d.Kecerahan
Hasil kecerahan yang
didapat adalah 100% setiap
minggunya. Ini dikarenakan
cahaya matahari mampu
menembus dasar perairan. Ini
sangat baik terhadap
pertumbuhan lamun, karena
lamun dapat berfotosintesis.
e.Kecepatan Arus
Arus pada minggu
pertama adalah arus yang
tertinggi hasilnya yaitu 0,31m/s.
Ini disebabkan karena pada
minggu pertama terjadi musim
utara. Akibatnya banyak lamun
yang tercabut karena arus yang
kuat dan gelombangpun menjadi
tinggi. Sedangkan pada minggu
kedelapan kecepatan arus sangat
lambat yaitu 0,05m/s.
f.DO (Dissolved Oxygen)
DO terendah terjadi pada
minggu keempat yaitu sebesar
5,8 mg/l sedangkan DO yang
tertinggi pada minggu ketiga
yaitu 7,4 mg/l. Rata-rata DO
pada perairan kampe adalah
sebesar 6,65 mg/l. Ini
menandakan bahwa lamun pada
perairan tersebut bisa
menghasilkan oksigen yang baik
bagi organisme lain. Hal ini juga
terdapat pada Kepmen LH no.51
Tahun 2004 bahwa DO yang baik
untuk perairan adalah >5 .
g.Sedimen
Sedimen yang
dikategorikan secara visual
(pandangan mata), substrat
perairan tersebut adalah pasir
berkarang. Ini karena lamun
berada pada zona intertidal
dimana pada zona tersebut
substratnya adalah pasir.
V.Kesimpulan dan Saran
A.Kesimpulan
1.Terdapat perbedaan pada setiap
metode dalam tegakan optimal ,
pada metode PLUG tegakan
optimal terjadi pada tegakan 2
dengan panjang daun sepanjang
1,0 cm sedangkan tegakan
optimal pada metode TERFS
terjadi pada tegakan 3 dengan
panjang 0,9 cm.
2.Pada pertumbuhan lamun
Syringodium isoetifolium untuk
tingkat kelangsungan hidup
untuk kedua metode tersebut
sama-sama mempunyai nilai
keberhasilan transplantasi yang
cukup tinggi dan pertumbuhan
lamun di lokasi tersebut dengan
menggunakan metode TERFs
maupun PLUG .
B.Saran
1.Untuk Transplantasi Lamun
kedepan sebaiknya jangan
dilakukan pada musim angin
utara karena dapat menghambat
proses penelitian yang
diakibatkan faktor lingkungan
seperti terjadinya gelombang
tinggi kekeruhan dan hilangnya
bibit transplantasi .
2.Perlu adanya penelitian lebih
lanjut untuk Transplantasi
Syringodium isoetifolium
tersebut
Daftar Pustaka
Arifa D, A. Pratomo,
Muzahar.2013,Biomasa
Padang Lamun di
Perairan Teluk Bakau
Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau.
Asriani, N. 2014. Tingkat
Kelangsungan Hidup dan
Persen Penutupan
Berbagai Jenis
Lamunyang
Ditransplantasi di Pulau
Barranglompo. Skripsi.
Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan
dan Produksi Lamun,
Enhalus Acoroides di
Rataan Terumbu di Pari
Pulau Seribu. Dalam:
P3O-LIPI, Teluk Jakarta:
Biologi, Budidaya,
Oseanografi, Geologi dan
Perairan. Balai
Penelitian Biologi Laut,
Pusat Penelitian dan
Pengembangan
Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Azkab, M.H. 1999b. Petunjuk
penanaman lamun. In:
Ruyitno, Rositasari R &
Fahmi (eds.). Oseana :
Majalah ilmiah semi
populer, XXIV(3):11-25.
Pusat Penelitian
Oseanografi – LIPI.
Jakarta.
Bethel, J.P. 1961. Webster’s new
collegiate dictionary. The
Riverside Preass,
Cabridge, 1774p
Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu. 2006. Metode
Penanaman Lamun.
BTNKpS. Jakarta.
Dahuri, R. J.Rais,P.S,Ginting,
dan J.M. Sitepu. 2001.
Pengelolaan Sumber
Daya Pesisir Dan Lautan
Secara Terpadu. Pradya
Paramita. Jakarta.
DuarteC.M ,2002.The future of
seagrass
meadows.Environmental
Conservation 29 (2): 192–
206 © Foundation for
Environmental
Conservation
Febriyantoro, I.Riniatsih, dan
H.Endrawati.2013.
Rekayasa Teknologi
Transplantasi Lamun
(Enhalus acoroides) di
Kawasan Padang Lamun
Perairan Prawean
Bandengan Jepara,Jurnal
Penelitian Kelautan.
Volume 1. Nomor 1.
Fonseca, M. S., W. J. Kenworthy,
dan G. W. Thayer. 1998.
Guidelines for the
Conservation and
Restoration of Seagrasses
in the United States and
Adjacent Waters. NOAA
Coastal Ocean Program
Decision Analysis Series
No. 12. NOAA Coastal
Ocean Office, Silver
Spring, MD. 222 pp
Fransiadini.I,R.P. Puspitawati ,
N.K. Indah .2012.
Struktur Morfologi dan
Anatomi Syringodium
Isoetifolium di pantai
Kondang Merak Malang.
Ganassin, C. dan P.J Gibbs.
2008. A Review of
Seagrass Planting as a
Means of Habitat
Compensation Following
loss of Seagrass Meadow.
NSW Departement of
primary Industries-
Fisheries Final Report
Series No. 96 ISSN 1449-
9967
Greiner J.T, Mc. J. Karen, J.
Gunnell , McKee. A
Brent.2013. Seagrass
Restoration Enhances
“Blue
Carbon”Sequestration in
Coastal Waters.Volume
8.Issue 8.
Hutabarat, S, dan S.M. Evans.
2000. Pengantar
Oseanografi. Universitas
Indonesia (UI-Press).
Jakarta
Kordi K, M Ghufran H &
Bancung. A Baso. 2011.
Padang Lamun. Rineka
Cipta. Jakarta
Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup.2004. Keputusan
Menteri Negara
Lingkungan Hidup nomor
51 tahun 2004 tentang
kriteria baku mutu air
laut untuk biota air laut.
Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup.2004. Keputusan
Menteri Negara
Lingkungan Hidup nomor
200 tahun 2004 tentang
kriteria baku kerusakan
dan pedoman penentuan
status padang lamun.
Kiswara, W dan M. Hutomo,.
1985. Habitat Dan
Sebaran Geografi Lamun.
Oseana, Volume X,
Nomor 1 : 20-30. Jakarta :
Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Kiswara, W. 2009. Perspektif
lamun dalam produktifitas
hayati pesisir. Makalah
disampaikan pada
Lokakarya Nasional 1
Pengelolaan Ekosistem
Lamun “Peran Ekosistem
Lamun pada Produktifitas
Hayati dan Meregulasi
Perubahan Iklim”. 18
November 2009. PKSPL-
IPB, DKP, LH, dan LIPI.
Jakarta.
Lanuru, Mahtma, Supriadi. Dan
Amri, Khairul.2013.
Kondisi Oseanografi
Prairan Lokasi
Transplantasi Lamun
Enhalus Accoroides
Pulau Barang Lompo
Kota Makassar. Jurnal
Mitra Bahari. Vol 7 No.1
Marsh J. A, Dennison, W. C. Dan
R.C Alberte. 1986. Effects
of Temperature on
Photosynthesis and
Respiration in Eelgrass
(Zostera marina L.)
Journal Exp Mar Biol
Ecol. 101: 257–267.
McKenzie, L.J. 2008. Seagrass
Educators Handbook.
Seagrass-Watch HQ,
Cairns, 20 p.
Patadjai, S. Rahmad, T. Ambo,
D. Dody, dan Sharipudin.
2006. Pertumbuhan
Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii
pada Berbagai Habitat.
Jurnal AGRIPLUS. Vol
16: No. 03.
Phillips, R.C. dan E.G Menez.
1988. Seagrasses.
Smithsonian Institution
Press, Washington, D.C.
104 pp.
Romimohtarto R. dan S. Juwana.
2001. Biologi Laut.
Penerbit Djambatan.
Jakarta
Sambara, R.Z. 2014. Laju
Penjalaran Rhizoma
Lamun yang
Ditransplantasi Secara
Multi Spesies di Pulau
Barrang Lompo. Skripsi.
Universitas Hasanuddin.
Makassar
Supriadi. 2003. Produktivitas
Lamun E. acoroides
(Linn. F) Royle dan
Thalassia hemprichii
(Enrenb) Ascherson di
Pulau Barrang Lompo
Makassar (Tesis).
Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. IPB.
Bogor.
S, Dedi. 2007. Ekologi Laut
Tropis.
http://web.ipb.ac.id.1
November 2015
Taurusman, Am, Azbaz, D.
Ario.,A. Luky, T. Arif.
2009. Prosiding
Lokakarya Nasional 1
Pengelolaan Ekosistem
Lamun. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan
Kelautan – Institut
Pertanian Bogor.
Widiastuti, I.M. 2009.
Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup
(Survival Rate) Ikan Mas
(Cyprinus carpio) yang
Dipelihara dalam Wadah
Terkontrol dengan Padat
Penebaran Berbeda.
Media Litbang Sulteng 2
(2) : 126-13.
Wirawan, Anisa Ayu.
2014.Tingkat
Kelangsungan Hidup
Lamun Yang
Ditransplantasi Secara
Multispesies Di Pulau
Barang Lompo. Skripsi.
Universitas Hasanuddin.
Makasar.
Wulandari, D., I. Riniatsih dan
E. Yudiati.
2013.Transplantasi lamun
thalassia hemprichii
dengan metode Jangkar
di perairan teluk awur
dan bandengan, jepara.
Top Related