Penerapan Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak
Darah Pada Citra Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Catharina Natasa Bella Fortuna1, Franky Chandra S.A.2, Puspa Erawati3
1,2,3 Program Studi S1 Teknobiomedik, Departemen Fisika, Fakultas Sains
Dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya
Abstract
Based on epidemiological research, revealed that blood fats are the major
risk of atherosclerosis that lead to coronary heart disease.In patients with
abnormal blood fats, the erythrocyte deformability makes it’s shape more
flattened than the normal cells. The study entitled Application of Neural Networks
as a Detection of Blood Fats Abnormality on the Image of Complete Blood Count
Examination has done to facilitate the laboratory examination. This study was
expected to provide early detection that support the expert diagnosis. Thi study
consist of two stage. Stage one is image processing in order to get the features
area, perimeter, and eccentricity. Those features will be used as inputs for
Backpropagation as the second stage. In this stage, detection of blood fats
abnormality from the features of image process. The accuration of blood fats
abnormality detection by Backpropagation is 85%.
Keywords: Neural Networks, Backpropagation, Image Processing, Blood Fats
Abnormality,Coronary Heart Disease, Detection
Abstrak
Berdasarkan berbagai penelitian epidemiologik dinyatakan bahwa zat
lemak darah adalah faktor risiko utama timbulnya atherosklerosis yang mengarah
kepada Penyakit Jantung Koroner. Pada pasien dengan kelainan lemak darah, sel
darah merah mengalami deformabilitas sehingga bentuknya lebih pipih daripada
sel darah merah normal yang berbentuk bulat. Penelitian berjudul Penerapan
Metode Jaringan Saraf Tiruan Sebagai Deteksi Kelainan Lemak Darah Pada Citra
Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap ini dilakukan untuk membantu mempermudah
pemeriksaan laboratorium. Dengan penelitian ini, diharap mampu memberikan
deteksi dini yang tepat untuk mendukung diagnosis ahli. Penelitian ini terdiri atas
dua tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan citra digital untuk mendapatkan fitur
area, perimeter, dan eccentricity. Ketiga fitur tersebut akan digunakan sebagai
masukan pada program Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation sebagai tahap
kedua. Pada tahap ini dilakukan pendeteksian kelainan lemak darah dari fitur yang
telah didapat dari pengolahan citra. Akurasi pada deteksi kelainan lemak darah
dengan JST Backpropagation adalah sebesar 85%.
Kata kunci : Jaringan Syaraf Tiruan, Backpropagation, Pengolahan Citra
Kelainan Lemak Darah, Jantung Koroner, Deteksi
Pendahuluan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama di
dunia. Untuk menurunkan angka kematian dan angka penderita penyakit PJK
telah banyak dilakukan penelitian terhadap berbagai faktor risiko dari timbulnya
atherosklerosis, perubahan pembuluh darah koroner, dengan maksud agar dapat
diketahui secara dini sehingga dapat dicegah. Berdasarkan berbagai penelitian
epidemiologik dinyatakan bahwa zat lemak darah adalah faktor risiko utama
timbulnya atherosklerosis yang mengarah kepada PJK. Oleh karena itu, maka
perlu diterapkan diagnosa laboratorium terhadap adanya kelainan zat lemak darah.
Tes laboratorium yang paling umum adalah hitung darah lengkap (HDL).
Melalui HDL dapat dilakukan identifikasi kandungan lemak pada darah dengan
memeriksa kandungan lipidanya. Pemeriksaan yang dilakukan di laboratorium
memanfaatkan metode biokimia dan cukup memakan waktu untuk mendapatkan
hasil secara keseluruhan dalam pemeriksaan lemak darah. Maka penggunaan
teknologi komputasi diperlukan dalam mengembangkan metode pemeriksaan
yang lebih cepat dan akurat. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
oleh Narayanan et al. (2009) dapat dilakukan pengidentifikasian darah normal dan
darah dengan kelainan kolesterol lemak darah pada penderita hiperkolesterolemia
melalui pengamatan bentuk darah.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran awal, terutama untuk
mendukung diagnosis guna menentukan seseorang berpotensi terkena PJK atau
tidak. Algoritma jaringan saraf tiruan Back Propagation disinyalir tepat dan
banyak digunakan dalam beberapa penelitian dan pengidentifikasian citra medis.
Dalam pengidentifikasian citra, data citra digital digunakan sebagai data masukan
pada Jaringan Saraf Tiruan sebagai pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai
maka Jaringan Saraf Tiruan dapat digunakan dalam pengenalan citra lain. JST
kemudian diaplikasikan dengan mengambil sampel objek yang sudah diolah
dengan sistem pengolahan citra.
Dasar Teori
2.1 Pemeriksaan Kolesterol Lemak Darah
Hiperkolesterolemi termasuk salah satu faktor risiko utama Penyakit
Jantung Koroner (PJK). Faktor risiko karena kelainan lemak darah ini merupakan
masalah penting karena kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri sehingga lumen dari
pembuluh darah tersebut menyempit. Proses penyempitan pembuluh darah karena
akumulasi lemak ini disebut Aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini
akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan tersumbat sehingga aliran
darah pada pembuluh darah koroner berkurang dan pengangkutan oksigen
terhambat.
Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Narayanan et al.
(2009) dapat dilakukan pengidentifikasian darah normal dan darah dengan
kelainan kolesterol lemak darah pada penderita hiperkolesterolemia melalui
pengamatan bentuk darah. Komponen darah yang mudah teramati adalah sel darah
merah atau eritrosit. Pada penelitian ini, bentuk sel darah merah pada pasien
penderita hiperkolesterolemia tidak bulat seperti pada darah normal. Hal ini
disebabkan karena deformabilitas eritrosit yang dijumpai pada darah dengan
kelainan lemak darah.[9] Deformabilitas disebabkan karena desakan lemak darah
di sekitar eritrosit yang memilikai viskositas lebih besar daripada sel darah dan
menyebabkan perubahan bentuk. Perubahan tersebut diukur dari luas permukaan
dan keliling eritrosit. Selain itu, eccentricity atau ke-elips-an bentuk juga menjadi
parameter dalam menentukan ada tidaknya kelainan lemak darah pada pasien.
Penelitian lain dari Zulkifli Tahir beserta Elly Warni, Indrabayu dan Ansar Suyuti
juga melakukan penelitian tentang pengenalan penyakit sel darah merah dengan
menggunakan citra darah berbasis jaringan saraf tiruan. [21];[23]
2.2 Pembuatan Preparat Hapusan Darah
Tujuan pembuatan hapusan darah adalah untuk digunakan dalam
pemeriksaan darah tepi, seperti sel darah merah, sel darah putih, maupun keping
darah. Sediaan hapusan darah yang baik merupakan syarat yang mutlak penting
untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik. Pembuatan hapusan darah
memerlukan kesabaran dan kecermatan agar hapusan yang dihasilkan baik untuk
diamati nantinya. Cara membuat preparat adalah dengn 2 buah kaca objek. Satu
sebagai slide, yang lain sebagai spreader. Spreader atau alat yang digunakan
untuk menyebarkan sel darah merah harus lebih besar dari slide agar hapusan
yang diperoleh dapat lebih mudah diamati di mikroskop. Spreader diletakkan
pada sudut antara 25° sampai 30° di depan tetesan darah pada slide kemudian
ditarik ke belakang. [1]
Gambar 2. 1 Proses pembuatan hapusan darah (Bain, Barbara J.,2006)
2.3 Mikroskop Digital
Pada penelitian-penelitian masa kini, penggunaan mikroskop masih
terbukti relevan dan sesuai dengan perkembangan penelitian. Jenis mikroskop
yang praktis dan telah banyak digunakan dalam penelitian-penelitian, serta mudah
pengoperasiannya adalah mikroskop digital. Mikroskop digital dihubungkan
langsung dengan sebuah komputer sehingga data citra hasil pengamatan dapat
langsung diamati dan diproses secara digital.
Gambar 2.2 Mikroskop Digital
Sinar datang yang melewati lensa memiliki kecepatan yang lebih rendah
dibandingkan propagasi sinar pada udara atau ruang hampa. Hal ini disebabkan
karena sinar harus melewati bagian tertebal ke bagian tertipis lensa. Bentuk
permukaan lensa yang cembung menyebabkan jarak sinar yang mengenai lensa
berbeda-beda sehingga sinar cahaya dibelokkan ke arah sumbu optik lensa.
Peristiwa tersebut dinamakan pembiasan cahaya. [24] Pada mikroskop dikenal
pula Numeric Aperture (NA) yaitu angka yang menunjukkan kemampuan lensa
menghimpun cahaya.
2.2 Pengolahan Citra Digital
Citra digital merupakan suatu fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga
x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut. Citra digital
biasanya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya
dinyatakan sebagai lebar x tinggi. Ukurannya dinyatakan dalam titik atau piksel
(pixel = picture element) dan dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (mm
atau inci = inch). Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (N
menyatakan baris atau tinggi, M menyatakan kolom atau lebar. Untuk
memperbaiki mutu citra dan menghasilkan citra baru yang sesuai keinginan, citra
digital yang diperoleh harus diolah terlebih dahulu melalui berbagai metode
pengolahan citra. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah proses identifikasi
pada jaringan saraf tiruan. Metode pengolahan citra yang digunakan antara lain
sebagai berikut:
2.4.1 Pre Processing
Tahap pre processing salah stunya adalah grayscale. Dengan mengubah
representasi nilai RGB (Red, Green, Blue), sebuah gambar berwarna diubah
menjadi gambar yang terdiri dari warna putih dan gradasi warna hitam yang
biasanya disebut gambar grayscale. Suatu pixel pada citra berwarna disusun dari
perpaduan tiga warna yaitu warna merah, warna hijau, dan warna biru atau biasa
(Red, Green, dan Blue / RGB) yang memiliki nilai pixel masing-masing minimal 0
dan maksimal 255. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap
sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas.
2.4.2 Segmentasi
Segmentasi adalah sebuah proses yang digunakan untuk memotong atau
mempartisi citra menjadi beberapa daerah atau objek gambar yang diproses
menjadi beberapa bagian.[14] Salah satu metode pada proses segmentasi adalah
Thresholding. Threshold disebut juga pengambangan citra. Dari citra grayscale
dilakukan proses threshold dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut:
... (2.1)
Pada persamaan, g(x,y) adalah citra biner dari citra warna atau citra
grayscale f(x,y) dan T menyatakan nilai ambang (threshold). Nilai T memegang
peranan yang sangat penting dalam proses thresholding. Kualitas citra biner
sangat tergantung pada nilai T yang digunakan (Putra, 2010). Proses thresholding
akan merubah piksel dengan nilai di atas nilai threshold akan menjadi piksel putih
(nilai=1) dan merubah piksel dengan nilai di bawah nilai threshold menjadi piksel
hitam (nilai=0).
Dalam penelitian ini, proses thresholding digunakan untuk mensegmentasi
atau memisahkan daerah-daerah dalam citra yang menjadi objek penelitian dari
daerah-daerah yang tidak diperlukan. Daerah yang disegmentasi dalam citra sel
darah merah tunggal adalah daerah sel darah merah dipisahkan dengan
background, di mana sel darah merah akan menjadi area berwarna putih,
sedangkan background adalah area hitam. Metode yang digunakan dalam
thresholding adalah metode otsu.
2.4.2.1 Metode Otsu
Metode Otsu menghitung nilai ambang T (threshold) secara otomatis
berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang digunakan oleh metode Otsu adalah
analisis diskriminan, yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan
antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan
akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan obyek dengan
latar belakang. [15]
Nilai ambang yang akan dicari dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar
antara 1 sampai L, dengan L=255. Probabilitas untuk piksel i dinyatakan dengan:
�� =��
� .... (2.2)
Dengan �� menyatakan jumlah piksel dengan tingkat keabuan L dan N
menyatakan banyaknya piksel pada citra. Nilai momen komulatif ke nol, momen
komulatif ke satu dan rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut :
�(�) = ∑ ������ .... (2.3)
�(�) = ∑ �. ������ .... (2.4)
�� = ∑ �. ������ .... (2.5)
Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimalkan between-class
vriance ��� , yang didefinisikan sebagai :
���(�) =[���(�)���(�)]
�
�(�)[���(�)] .... (2.6)
Toolbox matlab menyediakan fungsi graythresh yang menghitung
threshold menggunakan metode Otsu. Sintaks untuk pemanggilan fungsi
graythresh adalah “ T= graythresh (f)” , dimana f adalah citra input dan T adalah
threshold yang dihasilkan. [14]
2.4.3 Operasi Morfologi Citra Biner
Pengolahan citra morfologi adalah cara untuk mengekstraksi atau
memodifikasi informasi tentang bentuk dan struktur objek di dalam gambar. Ada
beberapa jenis operator morfologi, tetapi dua operasi yang paling mendasar adalah
dilasi dan erosi. Semua operasi morfologi lainnya dibangun berdasarkan
kombinasi dari kedua operasi tersebut. [2]. Operasi tambahan yang dilakukan
pada penelitian ini adalah filling holes. Filling holes ini digunakan untuk mengisi
bagian tengah yang berlubang. Sebuah lubang (holes) didefinisikan sebagai
daerah background yang dikelilingi oleh batas piksel foreground yang terhubung
[22]. Agar dapat mengisi lubang, titik di setiap lubang (holes), fm, diberi nilai 1
(untuk citra biner) disemua titik sampai mencapai tepi border, 1- f [3].
2.4.4 Ekstraksi Fitur
Perolehan citra biner hasil segmentasi kemudian diekstraksi ciri atau
fiturnya. Ciri-ciri inilah yang kemudian akan menjadi dasar dalam proses
identifikasi menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. Karakteristik fitur yang baik
sebisa mungkin memenuhi persyaratan berikut [15]
1. Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainnya (discrimination).
2. Memperhatikan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur.
Kompleksitas komputasi yang tinggi akan menjadi beban tersendiri dalam
menemukan suatu fitur.
3. Tidak terikat (independence), dalam arti bersifat invarian terhadap
berbagai transformasi.
4. Jumlahnya sedikit, karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat
menghemat waktu komputasi dan ruang penyimpanan untuk proses
selanjutnya (proses pemanfaatan fitur).
Dalam penelitian ini, fitur yang digunakan adalah area, luas, dan
eccentricity. Area sel darah merah, yaitu harga skalar yang menyatakan jumlah
keseluruhan piksel sel darah merah setelah filling holes. Perimeter adalah
penjumlahan setiap piksel yang memiliki nilai intensitas sebesar satu yang
menggunakan perintah bwperim. Eccentricity adalah rasio jarak antara titik pusat
suatu obyek elips dengan panjang sumbu utamanya. Elips yang memiliki nilai
eksentrisitas 0 sebenarnya adalah lingkaran, sementara elips yang memiliki nilai
eksentrisitas 1 adalah segmen garis. Sintaks umum yang disediakan oleh toolbox
matlab untuk proses eccentricity adalah:
properties = regionprops(labeledImage, 'eccentricity');
eccentricities = [props.Eccentricity];
2.3 Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan adalah sistem pemroses informasi yang memiliki
karakteristik mirip dengan jaringan saraf biologi. [18] Metode Jaringan Saraf
Tiruan ( JST ) bermanfaat dalam beberapa kegunaan antara lain pada
pendeteksian, pengidentifikasian, dan pengendalian. Jaringan Saraf Tiruan
dirancang dalam memecahkan sebuah masalah dengan teknik pembelajaran.
2.5.1 Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan
Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf
tiruan antara lain:
a. Jaringan Layar Tunggal (Single Layer Network)
Dalam jaringan ini sekumpulan input neuron dihubungkan langsung
dengan outputnya. Contoh JST model layar tunggal adalah Perceptron.
b. Jaringan Layar Jamak (multi layer network)
JST multi layer merupakan perluasan dari single layer. Dalam jaringan ini
selain unit input dan output terdpat unit lain yang disebut layar tersembunyi atau
hidden layer. Sama seperti pada unit input dan output , unit-unit dalam satu layar
tidak saling berhubungan.
2.5.2 Fungsi Aktivasi
Pada JST, keluaran pada neuron ditentukan oleh suatu fungsi aktivasi.
Yang digunakan adalah tansig (tangen sigmoid.)
2.5.3 Bias
Pada JST seringkali ditambahkan satu unit yang memiliki nilai =1. Unit ini
disebut Bias. Bias berfungsi untuk mengubah nilai threshold menjadi = 0.
2.5.4 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
Berdasarkan metode untuk memodifikasi bobot, pelatihan JST dikenal ada
2 macam yaitu terawasi (supervised) dan tak terawasi (unsupervised).
2.5.5 Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation
Algoritma jaringan saraf tiruan Backpropagation mudah dipahami dan
digunakan dalam beberapa penelitian pengidentifikasian citra medis. Dalam
pengidentifikasian citra, data citra digital digunakan sebagai data masukan pada
Jaringan Saraf Tiruan sebagai pembelajaran. Setelah pembelajaran selesai maka
Jaringan Saraf Tiruan dapat digunakan dalam pengenalan citra lain.
Backpropagation adalah salah satu pengembangan dari arsitektur Single
Layer Neural Network. Arsitektur ini terdiri dari input layer, hidden layer dan
output layer, dan setiap layer terdiri dari satu atau lebih artificial neuron. Nama
umum dari arsitektur ini adalah Multilayer neural network.
2.5.6 Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
Tujuan pelatihan Jaringan Saraf Tiruan adalah untuk memperoleh nilai
bobot yang tepat pada tiap layer.
Proses belajar terawasi ( Supervised learning )
Terdapat target yang diharapkan sesuai dengan pasangan input-output
yang di-training. Setelah melalui proses pelatihan, suatu jaringan dapat digunakan
untuk mengingat suatu pola. Bila dimasukkan suatu input baru, output yang
muncul diharapkan sesuai dengan pola yang sudah ada.
Secara detail, pelatihan dengan menggunakan metode Backpropagation
melalui langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah 0 : Penginisialan bobot dan bias.
Nilai bobot dan bias dapat diset secara acak, biasanya disekitar
angka 0 dan 1 atau –1 (bias positif atau negatif ).
Langkah 1 : Bila pada stopping condition nilai yang didapat masih belum
sesuai seperti yang diharapkan, maka ditempuh langkah 2 sampai
9.
Langkah 2 : Pada setiap data training, ditempuh langkah 3 sampai 8.
Umpan maju ( Feed forward )
Langkah 3 : Masing-masing unit input ),..,2,1,( niX i menerima sinyal
masukan ix . Sinyal masukan ix dikirim ke seluruh unit hidden. Masukan ix
yang dipakai adalah input training data yang sudah melalui penyekalaan. Nilai
tertinggi dan terendah dari input yang dipakai dalam sistem kemudian dicari.
Skala yang digunakan disesuaikan dengan fungsi aktivasinya. Bila menggunakan
binary signoid dengan harga terendah = 0 dan harga tertinggi = 1, nilai input
terendah juga dianggap = 0 dan nilai tertinggi dianggap = 1. Nilai-nilai
diantaranya bervariasi antara 0 dan 1. Sedangkan bila menggunakan bipolar
signoid, range nilainya juga bervariasi mulai –1 sampai dengan 1.
Langkah 4 : Masing-masing unit hidden ),...,2,1,( pjZ j merupakan
penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot beserta biasnya, dengan
persamaan :
n
iijijj VXVinZ
10_ ……………………….……….( 2 - 1)
Untuk menghitung nilai sinyal output dari unit hidden, digunakan fungsi aktivasi
yang sudah dipilih, dengan persamaan :
)_( jj inZfZ …………………..…………………... ( 2 - 2)
Kemudian sinyal output dari unit hidden dikirim ke setiap unit output.
Langkah 5 : Masing-masing unit output ),...,2,1,( mkYk merupakan
penjumlahan sinyal-sinyal input yang telah diberi bobot beserta
biasnya, dengan persamaan :
p
jjkjkk WZWinY
10_ ……..……………………....( 2 - 3 )
Untuk menghitung nilai sinyal output dari unit output, digunakan fungsi aktivasi
yang sudah dipilih, dengan persamaan :
)_( kk inYfY ………………………...…...………...( 2 – 4 )
Propagasi error ( backpropagation of error )
Langkah 6 : Masing-masing unit output ),...,2,1,( mkYk menerima suatu
target pattern ( output yang diinginkan ) sesuai dengan input training pattern
untuk menghitung besar error antara target dengan output, dengan persamaan :
)_(')( kkkk inYfYt ……………………………..( 2 – 5 )
Seperti input training data, output training data )( kt juga melalui penyekalaan
sesuai dengan fungsi aktivasi yang digunakan.Faktor k berfungsi untuk
menghitung koreksi error )( jkW yang akan dipakai dalam pembaharuan nilai
jkW .
jkjk ZW ………………….…………………....( 2 – 6 )
Koreksi bias )( 0kW yang akan dipakai dalam pembaharuan nilai kW0 , juga
dihitung.
kkW 0 .…….…………………………………....( 2 – 7 )
Faktor k kemudian dikirim ke layer pada langkah 7.
Langkah 7 : Input delta ( dari layer pada langkah 6 ) yang diberi bobot,
dijumlahkan pada masing-masing unit hidden ),...,2,1,( pjZ j .
m
kjkkj Win
1
_ ……………...……...……………..( 2 – 8 )
Agar dapat menghasilkan faktor koreksi error j , hasil dari persamaan ( 2 – 8 )
dikalikan dengan turunan fungsi aktivasi yang digunakan.
)_(')_( jjj inZfin ………….……………..........( 2 – 9 )
faktor j digunakan menghitung koreksi error )( ijV yang akan dipakai pada
pembaharuan nilai ijV , dengan :
ijij XV ……………………………...……….....( 2 – 10)
Koreksi bias )( 0 jV yang akan dipakai pada pembaharuan jV0 , juga dihitung,
dengan :
jjV 0 …………………………………………...( 2 – 11)
Pembaharuan bobot ( adjustment ) dan bias.
Langkah 8 : Masing-masing unit output ),...,2,1,( mkYk akan dipakai pada
pembaharuan nilai bias dan bobot dari setiap unit hidden ).,...,1,0( pj
jkjkjk WlamaWbaruW )()( ……………………....( 2 – 12)
Masing-masing unit hidden ),...,2,1,( pjZ j juga akan dipakai pada
pembaharuan nilai bias dan bobot dari setiap unit input ),...,1,0( ni .
ijijij VlamaVbaruV )()( ……………………….....( 2 -13 )
Langkah 9 : Pemeriksaan stop condition.
Bila stop condition dapat dipenuhi, pelatihan Jaringan Saraf Tiruan dapat
dihentikan.
Metode Penelitian
3.1 Pengumpulan Data Sampel
Pengumpulan data sampel penelitian meliputi perolehan darah yang telah
diuji laboratorium. Proses pengumpulan data dilakukan dengan meng-capture
preparat hapusan darah menggunakan mikroskop digital yang langsung terhubung
ke komputer/laptop. Citra yang diperoleh dari hasil tersebut, kemudian di crop
sehingga didapatkan citra darah tunggal. Citra sampel yang digunakan meliputi
citra darah tunggal yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni sel darah
normal dan sel darah dengan kelainan lemak darah. Sampel dan diagnosisnya
diperoleh dari Laboratorium Klinik Prodia.
3.2 Perancangan Software
Skema perancangan software sebagai Penerapan Metode Jaringan Saraf
Tiruan sebagai Deteksi Kelainan Lemak Darah disajikan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram Alir Sistem Pengidentifikasian
3.3 Prosedur Kerja
3.4.1 Penentuan Fitur
Tahap penentuan fitur darah diawali dengan proses konversi citra grayscale
menjadi citra biner menggunakan thresholding. Proses thresholding menyebabkan
darah berlubang, oleh karena itu dilakukan proses filling holes untuk mengisi
bentuk sel yang berlubang [11]. Setelah lubang terisi, kemudian dihitung jumlah
seluruh piksel darah (piksel berwarna putih) untuk mendapatkan area darah. Area
darah ini menunjukkan besarnya ukuran darah yang nantinya akan dibandingkan
dengan ukuran darah normal. Selain area, dilakukan pula penghitungan perimeter
darah. Setelah penghitungan area dan perimeter, dialakukan penghitungan
eccentricity agar deteksi menjadi lebih akurat. Pada darah yang memiliki kelainan
lemak darah area dan perimeternya memiliki jumlah yang lebih kecil daripada
darah normal. Eccentricity pada darah dengan kelainan lemak darah menunjukkan
bentuk yang cenderung lebih pipih (elips) daripada darah normal.
3.4.2 Pembelajaran JST
Hasil ekstraksi fitur kemudian menjadi input untuk Jaringan Saraf Tiruan.
Dengan menggunakan model Backpropagation, hasil citra lemak darah
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yakni darah normal dan darah dengan gejala
kelainan lemak darah. Pada tahap ini digunakan 40 sampel pelatihan dan 20
sampel pengujian. Dalam pelatihan pada model jaringan saraf tiruan
backpropagation , dilakukan pembelajaran pola dari 40 data citra darah pada
software jaringan saraf tiruan backpropagation, flowchart proses training data
disajikan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Flowchart Algoritma training data
3.4.3 Pengujian JST
Proses testing data menggunakan nilai bobot dan bias dari hasil proses
training data sehingga menghasilkan hasil klasifikasi software jaringan saraf
tiruan backpropagation nantinya. Proses pengujian ini dilakukan pada 23 data
sinyal kelainan lemak darah dibandingkan dengan nilai target, flowchart proses
testing data disajikan pada Gambar 3.4
.
Gambar 3.4 Flowchart Algoritma testing data
3.5 Analisis Data dan Implementasi
Analisis jaringan saraf tiruan untuk mengenali kelainan lemak darah
dilakukan berdasarkan perbandingan antara hasil pengenalan kelainan lemak
darah dari dokter ahli penyakit jantung dengan hasil proses pembelajaran pola
kelainan lemak darah dari perangkat lunak. Untuk memperoleh sistem yang
memiliki tingkat akurasi tinggi ditentukan pula oleh pemilihan arsitektur jaringan
dan parameter pelatihan jaringan yang tepat. JST Backpropagation memenuhi
syarat tersebut.
Pada training data akan dilakukan variasi learning rate dan maksimum
epoh sehingga nantinya didapatkan nilai MSE (mean square error) yang konstan
(konvergen) dan akurasi yang maksimal. Untuk testing data, dilakukan
pembandingan antara data hasil diagnosa medis hasil pemeriksaan laboratorium
dengan hasil klasifikasi dari perangkat lunak (Febrianty dkk, 2007).
Keakuratan jaringan saraf tiruan backpropagation berdasar 2 hal utama,
yaitu keakuratan sistem yang dituntut mampu mengenali pola yang telah diajarkan
maupun pola mirip dan keakuratan data saat pembelajaran awal pola yang
dikenalkan. Penghitungan akurasi :
datajumlah total
id tidak valdatajumlah validdatajumlah akurasi x 100 % .............(3.1)
Hasil Dan Pembahasan
4.1 Hasil Pengolahan Data
Citra digital hapusan darah yang diperoleh melalui hasil capture
kemudian di-crop, sehingga diperoleh citra sel darah merah tunggal. Dari hasil
cropping, citra yang didapatkan kemudian dikelompokkan ke dalam 2 kelompok.
Kelompok darah dengan kelainan lemak darah dan darah normal. Hasil cropping
ditunjukkan pada gambar 4.1.
(a) (b)
Gambar 4. 1 Hasil cropping citra darah. (a) Darah dengan kelainan lemak darah,
(b) Darah normal
4.1.1 Pre-Processing
Tahap Pre-processing dalam penelitian ini meliputi proses greyscale yang
bertujuan untuk mengubah citra RGB menjadi citra yang memiliki derajat
keabuan 0-255. Data yang diproses pada tahap grayscale ini adalah data hasil
cropping. Hasil perubahan citra digital dengan melalui proses grayscale dapat
dilihat pada gambar 4.2.
(a) (b)
Gambar 4. 2 (a) Citra RGB, (b) Citra hasil grayscale
4.1.2 Segmentasi
Setelah proses cropping dilanjutkan dengan proses segmentasi.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan citra sel darah merah dengan background
citra. Segmentasi dilakukan dengan memberikan nilai ambang (threshold) tertentu
dengan menggunakan metode otsu melalui toolbox matlab. Sintaks untuk
pemanggilan fungsi graythresh adalah “T=graythresh (f)”, sehingga nilai T
(threshold) yang dihasilkan akan berbeda-beda sesuai dengan citra yang diolah.
Nilai intensitas citra yang berada di atas nilai ambang akan bernilai 0 atau hitam,
sedangkan nilai intensitas citra yang berada di bawah nilai ambang akan bernilai 1
atau putih. Citra yang dihasilkan melalui proses ini merupakan citra biner.
Gambar 4. 2 Citra hasil proses segmentasi
4.1.3 Operasi Morfologi
Operasi morfologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah operasi
filling holes. Operasi filling holes dibutuhkan untuk melakukan penghitungan area
sel darah merah. Karena bagian tengah dari sel darah merah yang disebut bagian
akromia memiliki warna yang sama dengan background sehingga setelah
dilakukan thresholding menyebabkan lubang pada gambar. Oleh karena itu,
operasi filling holes berperan untuk mengisi lubang tersebut. Proses operasi filling
holes tampak pada gambar
Gambar 4. 4 Hasil proses filling holes
4.1.4 Penghitungan Area, Perimeter, dan Eccentricity
Proses filling holes dilanjutkan dengan perhitungan area, perimeter, dan
eccentricity sel darah merah. Penghitungan area dan perimeter pada citra
bertujuan untuk membedakan antara darah dengan kelainan lemak darah dengan
darah normal. Penghitungan area dapat dilakukan dengan menghitung jumlah
piksel yang memiliki nilai intensitas satu, yaitu piksel berwarna putih.
Penghitungan perimeter adalah menghitung perimeter sebuah citra. Citra yang
telah disegmentasi kemudian dilakukan proses penghitungan perimeter dengan
menggunakan perintah bwperim dan menjumlahkan setiap piksel yang memiliki
nilai intensitas sebesar satu. Gambar 4.6 menunjukkan citra yang telah diproses
untuk mendapatkan nilai piksel perimeter citra.
Gambar 4.5 Hasil Perimeter Citra
Proses terakhir adalah penghitungan eccentricity. Proses ini digunakan
untuk mengidentifikasi perbedaan bentuk antara darah normal dengan darah yang
memiliki kelainan lemak darah. Darah yang memiliki kelainan lemak darah lebih
pipih daripada darah normal. Ketiga fitur yaitu area, perimeter, dan eccentricity
akan digunakan sebagai masukan bagi jaringan saraf tiruan.
4.2 Proses Deteksi Kelainan Lemak Darah
4.2.1 Pelatihan JST untuk Deteksi Kelainan Lemak Darah
Data yang digunakan pada proses pelatihan JST untuk deteksi kelainan
lemak darah sebanyak 40 data citra sel darah merah tunggal, yang terdiri dari 22
citra sel darah normal dan 18 citra sel darah dengan kelainan lemak darah.4.2.1
Data masukan untuk proses pelatihan ini adalah nilai fitur hasil pengolahan citra
digital yang telah dilakukan sebelumnya. Tabel 4.1 menunjukkan data hasil
pelatihan jaringan Backpropagation untuk deteksi kelainan lemak darah.
Tabel 4.1 Hasil pelatihan jaringan Backpropagation
Learning Rate
Maksimum Epoh
Neuron Jumlah Iterasi Akurasi (%)
0.3 100 3 100 95 0.3 1000 20 1000 97.5 0.5 100 2 55 92.5 0.2 1000 20 1000 55 0.7 100 2 100 95 0.7 1000 10 1000 70 0.9 500 3 500 95 Berdasarkan tabel 4.1 ditunjukkan perubahan nilai pada variabel
manipulasi yang menimbulkan perbedaan pada tingkat akurasi. Akurasi tertinggi
97.5% terjadi pada setting learning rate 0.3, epoh maksimum 1000, dan neuron
sebanyak 2 layer. Sedangkan untuk jumlah iterasi tercepat yaitu 55 iterasi dari
maksimum 100 iterasi. Namun akurasi yang dihasilkan hanya 92.5%.
4.2.2 Pengujian JST untuk Deteksi Kelainan Lemak Darah
Proses pengujian jaringan Backpropagation sama dengan proses pengujian
data pelatihan, namun data yang digunakan pada proses pengujian jaringan
Backpropagation berbeda dengan data untuk pelatihan. Data yang digunakan
untuk proses pengujian sebanyak 20 data, terdiri dari 10 citra normal dan 10 citra
dengan kelainan lemak darah.
Bobot fitur dan bobot bias yang digunakan dalam proses pengujian
jaringan Backpropagation ini adalah bobot akhir fitur dan bobot akhir bias yang
diperoleh dari proses pelatihan atau pembelajaran. Hasil pengujian jaringan
Backpropagation untuk deteksi lemak darahdapat dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4. 2 Hasil pengujian jaringan Backpropagation
Learning Rate
Maksimum Epoh
Neuron Jumlah Iterasi Akurasi (%)
0.3 100 3 100 80 0.3 1000 20 1000 85 0.5 100 2 55 80 0.2 1000 20 1000 85 0.7 100 2 100 80 0.7 1000 10 1000 80 0.9 500 3 500 80
4.3 Tampilan Program
Tampilan awal saat program deteksi kelainan lemak darah ditunjukkan
pada gambar 4.6. Program ini terdiri dari tiga menu yaitu Image Process,
Backpropagation, Help, dan Exit. Menu Backpropagation terdiri atas Training,
Testing, dan Program Deteksi.
Gambar 4. 6 Tampilan utama program
Program pengolahan citra yang dilanjutkan dengan pendeteksian
kelainan lemak darah ditunjukkan oleh gambarr 4.7. Proses pengolahan citra yang
ditampilkan adalah gambar asli, grayscale, thresholding, filling holes, dan
perimeter. Kemudian dilanjutkan dengan proses deteksi kelainan lemak darah.
Hasil deteksi akan ditampilkan pada program hasil deteksi.
Gambar 4. 7 Tampilan Program Image Process
Tampilan program pada gambar 4.8 adalah tampilan program hasil
deteksi. Hasil “Normal” atau “Terdeteksi Kelainan Lemak Darah” akan tercantum
sesuai hasil dari proses pengujian berdasarkan pengolahan citra.
Gambar 4. 8 Tampilan Program Hasil Deteksi
Tampilan program Training tampak seperti pada Gambar 4.9, yang
menampilkan fitur area, perimeter, dan eccentricity sel darah merah. Program
Training juga menampilkan bobot akhir input, bobot akhir lapisan, bobot akhir
bias input dan lapisan. Banyaknya epoh yang dibutuhkan dan nilai laju
pembelajaran (learning rate) dapat diubah-ubah oluh pengguna Kemudian akurasi
ditampilkan sebagai parameter keberhasilan deteksi oleh JST.
Gambar 4. 9 Tampilan program Training Backpropagation
Tampilan program Testing tampak seperti pada Gambar 4.10,
menampilkan fitur area, perimeter, dan eccentricity sel darah merah. Hasil
identifikasi jaringan saraf tiruan Backpropagation dicocokkan dengan target hasil
diagnosis laboratorium. Banyaknya data yang benar digunakan untuk menghitung
tingkat akurasi identifikasi jaringan saraf tiruan Backpropagation.
Gambar 4. 10 Tampilan program Testing Backpropagation
Petunjuk dan bantuan penggunaan program deteksi kelainan lemak darah
ditunjukkan pada program Bantuan dan petunjuk seperti pada gambar 4.11
Gambar 4.11 Tampilan program Bantuan dan Petunjuk
Kesimpulan
1. Area dan perimeter sel darah merah diketahui dengan menghitung jumlah
piksel citra yang berwarna putih. Nilai dari fitur citra yang digunakan sebagai
input jaringan saraf tiruan (JST) adalah seperti yang terlihat pada lampiran .
Fitur lain yang dapat digunakan sebagai deteksi kelainan lemak darah adalah
eccentricity. Sel darah merah pada kelainan lemak darah mengalami
deformabilitas sehingga bentuknya lebih pipih daripada sel darah merah
normal.
2. Proses deteksi kelainan lemak darah dilakukan dengan menggunakan JST
Backpropagation berdasarkan 3 fitur masukan yaitu area, perimeter, dan
eccentricity.
3. Nilai akurasi untuk deteksi kelainan lemak darah mencapai 85%. JST
Backpropagation dapat diimplementasikan untuk mendeteksi kelainan lemak
darah, namun karena akurasi program kurang dari 95% maka belum dapat
diimplementasikan dalam bidang medis.
Daftar Pustaka
[1] Bain, Barbara J. 2006. Blood Cells: A Practical Guide. 4th Edition. Blackwell
Publishing, Inc. Isbn-13: 978-1-4051-4265-6.
[2] Dougherty, Geoff. 2009. Digital Image Processing for Medical Applications.
Published in the United States of America by Cambridge University Press,
New York. ISBN-13 978-0-511-53343-3
[3] Gonzales,Rafael C. and Wood, Richard E. 2002. Digital Image Processing.
Second edition. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Prentice-Hall,Inc.
ISBN : 0-201-18075-8
[4]Hartadi, Diaz dan Sumardi, R.Rizal Isnanto. 2004. Simulasi Perhitungan Sel
Darah Merah. Transmisi, Vol.8 No.2 Hal.1-6.
[5] Hove,L.Van,. Schisano,T,.Brace,L. 2000. Anemia Diagnosis, Classification,
and Monitoring Using Cell-Dyn Technology Reviewed for the New
Millennium. Laboratory Hematology 6:93-108. Carden Jennings Publishing
Co.
[6] Kusumadewi, Sri. 2004. Membagun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan
Matlab&Excel Link. Yogyakarta: Graha Ilmu. ISBN :979-3289-91-0
[7] Koeswardani, R dan Boentoro, Budiman. 2001. Flow Cytometri dan Aplikasi
Alat Hitung Sel Darah Otomatik Technicon H-1 dan H3. Malang:
Laboratorium Patologi Klinik FK Unibraw RSUD Dr. Syaiful Anwar. 3
January 2007
[8] McConnell, Thomas H. 2007. The Nature of Disease Pathology for the Health
Professions. Philadelphia,PA. Lippincott Wiliams & Wilkins. ISBN-13:
978-0-7817-5317-3.
[9] Narayanan, Babu.2009. Influence of Cholesterol on Shape Parameters of
Erythrocytes in Hyperglycemic Subjects. 77-81. School of Chemical And
Bio-Technology, Sastra University, Thanjavur. India
[10]Noriyuki,Tatsumi (April 2002). General Hematology. Erythrocyte Disorders
(Chapter 2): 20 – 38. Osaka City University, Graduate school of Medicine,
Japan
[11]Pamungkas, Adi. 2012. Perhitungan Otomatis Jumlah Sel Darah Merah dan
Identifikasi Fase Plasmodium Falciparum Menggunakan Operasi
Morfologi. Skripsi Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika.
Universitas Diponegoro Semarang. Juli 2012
[12]Pattiserlihun, Alvama.dkk., Aplikasi Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural
Network) pada Pengenalan Pola Tulisan. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV
HFI Jateng & DIY. ISSN: 0853-0823
[13]Praida, Arthania Retno. 2008. Pengenalan Penyakit Darah Menggunakan
Teknik Pengolahan Citra dan Jaringan Syaraf Tiruan. Tugas Akhir
Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
[14]Prasetyo, Eko. 2011. Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya
Menggunakan Matlab. Yogyakarta: ANDI. ISBN : 978-979-29-2703-0
[15]Putra, Darma. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: ANDI. ISBN:
978-979-29-1443-6
[16]Russ, John C. 2007. The Image Processing Handbook. 5thedition. United
States of America: Taylor & Francis Group,LLC. ISBN 0-8493-7254-2
[17]Sapp, J.Philip. Eversole, Lewis R. George P. Wysocki. 2008. Contemporary
oral and maxillofacial pathology. Chapter 12: Diseases of Blood page 394-
395. Mosby. University of Michigan. ISBN 0323017231, 9780323017237.
[18]Siang, J. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrogramannya Menggunakan
Matlab. 2nd edition. Yogyakarta: Penerbit Andi.
[19]Setsirichok, Damrongit.dkk.2011. Classification of Complete Blood Count
and Haemoglobin Data by a C4.5 Decision Tree, a Naive Bayes Classifier
and a Multilayer Backpropagation for Thalassaemia Screening.
ScienceDirect. Biomedical Signal Processing and Control. Elsevier.
doi:10.1016/j.bspc.2011.03.007
[20]Sumathi, S. Paneerselvam, Surekha. 2010. Computational intelligence
paradigms: theory & applications using MATLAB. United States of
America : Taylor & Francis Group, LLC. ISBN 978‑1‑4398‑0902‑0
[21]Tahir, Zulkifli,dkk. 2012. Analisa Metode Radial Basis Function Jaringan
Saraf Tiruan untuk Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit)
Berbasis Pengolahan Citra. Laboratorium Kecerdasan Buatan. Jurusan
Teknik Elektro, Universitas Hasanuddin. Forum Pendidikan Tinggi Teknik
Elektro Indonesia (FORTEI) 2012
[22]Tcheslavski, Gleb V. 2009. Morphological Image Processing: Basic
Algorithms. Spring 2009. http://ee.lamar.edu/gleb/dip/index.htm
[23]Warni, Elly. 2008. Penentuan morfologi sel darah merah (eritrosit) Berbasis
pengolahan citra dan jaringan syaraf tiruan. Jurnal Ilmiah “Elektrikal
Enjiniring” Universitas Hasanuddin. Volume 07/No.03/Oktober-
Desember/2009.
[24]Wu,Qiang. Merchant,Fatima A. Castleman, Kenneth R. 2008. Microscope
Image Processing. www.books.elsevier.com. ISBN: 978-0-12-372578-3
Top Related