BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum
dan hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi
dewasa ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi
dimana-mana dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan, apakah hal itu
dilakukan oleh remaja yang terlibat pergaulan bebas ataupun para orang
dewasa yang tidak mau dibebani tanggung jawab dan tidak menginginkan
kelahiran sang bayi ke dunia ini. Kelahiran anak yang seharusnya dianggap
sebagai suatu anugerah yang tidak terhingga dari Allah SWT sebagai Sang
Pencipta justru dianggap sebagai suatu beban yang kehadirannya tidak
diinginkan. Ironis sekali, karena di satu sisi sekian banyak pasangan suami
isteri yang mendambakan kehadiran seorang anak selama bertahun-tahun
masa perkawinan, namun di sisi lain ada pasangan yang membuang anaknya
bahkan janin yang masih dalam kandungan tanpa pertimbangan nurani
kemanusiaan.
Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di
Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari
perbuatan aborsi tersebut. Sejauh ini, persoalan aborsi pada umumnya
dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai tindak pidana. Namun,
dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus
tertentu dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provokatus medicialis.
Sedangkan aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih
dikenal sebagai abortus provokatus criminalis. Terlepas dari persoalan
apakah pelaku aborsi melakukannya atas dasar pertimbangan kesehatan
(abortus provokatus medicialis) atau memang melakukannya atas dasar
alasan lain yang kadang kala tidak dapat diterima oleh akal sehat, seperti
kehamilan yang tidak dikehendaki (hamil diluar nikah) atau takut
melahirkan ataupun karena takut tidak mampu membesarkan anak karena
minimnya kondisi perekonomian keluarga, tetap saja angka kematian akibat
aborsi begitu mencengangkan dan sangat memprihatinkan. Data WHO
(World Health Organization) menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta
pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan
70.000 perempuan meninggal dunia. Dengan kata lain, 1 dari 8 ibu
meninggal dunia akibat aborsi yang tidak aman
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana pandangan agama Islam mengenai aborsi ?
1.2.2 Bagaimana pandangan agama Kristen mengenai aborsi ?
1.2.3 Bagaimana pandangan agama Hindu mengenai aborsi ?
1.2.4 Bagaimana pandangan agama Budha mengenai aborsi ?
1.2.5 Bagaimana pandangan agama Katholik mengenai aborsi ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pandangan agama Islam mengenai aborsi
1.3.2 Untuk mengetahui pandangan agama Kristen mengenai aborsi
1.3.3 Untuk mengetahui pandangan agama Hindu mengenai aborsi
1.3.4 Untuk mengetahui pandangan agama Budha mengenai aborsi
1.3.5 Untuk mengetahui pandangan agama Katholik mengenai aborsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aborsi Pandangan Agama Islam
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah
Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan
sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah
ditiupkannya ruh, yaitu setelah empat bulan masa kehamilan, maka semua
ulama ahli fiqih sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda
pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian
memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain
Muhammad Ramli dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum
ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan
alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan
aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar dalam kitabnya At Tuhfah
dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut,
mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak
bertemunya sel sperma dengan sel telur maka aborsi adalah haram, sebab
sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan
dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama
manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat
dan besar dosanya jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa dan akan
lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai
dibuang atau dibunuh menurut pendapat Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, M.
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al Haditsah, Cholil Uman, Mahjuddin.
Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda :
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu
selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’
selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula,
kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram,
karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk
dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada
dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami
akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al An’aam :
151)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami
akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (TQS Al Isra` : 31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).”
(TQS Al Isra` : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa
apakah ia dibunuh.” (TQS At Takwir : 8-9).
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan
yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian
berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan
Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah
diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan
tetapi menurut pendapat Abdul Qadim Zallum dan Abdurrahman Al
Baghdadi, hukum syara’ yang lebih kuat adalah sebagai berikut. Jika aborsi
dilakukan setelah 40 hari, atau hari dari usia kehamilan dan pada saat
permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini
hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke
dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul
Qadim Zallum).
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40
hari atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka
Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah
tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya,
dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah),’Ya
Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau
perempuan ?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…”
(HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
“(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan
penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42
malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu
penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai
manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan
penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun
dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya
telah berumur 40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran
kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal
yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang
budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna
(10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam
masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
“Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang
perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu
ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” (HR. Bukhari dan
Muslim, dari Abu Hurairah RA).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari,
maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa
yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam
tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan
yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi
hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan
untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki
yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl
merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan.
Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan
mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya
pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan
kehamilan. Rasulullah SAW telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki
yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak
perempuannya, sementara dia tidak menginginkan budak perempuannya
hamil.
Rasulullah SAW bersabda kepa¬danya :
“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka ! ” (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu
Dawud)
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap
penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang
terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan
mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti
ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan
jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh
ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT :
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (TQS Al Maidah :
32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya untuk
berobat. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !” (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi
akhaffihima”
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih
yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awaliyah).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan
kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya,
meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan
kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika
tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak
lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya
daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya
terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman Al Baghdadi,
1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan
sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada
kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya
tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi
bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam
sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan menurut Ghanim
Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah adalah “sesuatu
yang ada pada organisme hidup. Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya
pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan
sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel
sperma yang masih baik, sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika
dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat
terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan sebenarnya
terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan
hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi
setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya
kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada
pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan. Pendapat tersebut
secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan
sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma.
Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu
diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan
adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk
mencegah terjadinya kehidupantau sebelum bertemunya sel serma dengan sel
telur. Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain,
pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan
sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan
hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
2.1.1 Macam-macam aborsi
2.1.1.1 Aborsi spontan atau secara alamiah (Abortus Spontaneus)
berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel
sperma.
2.1.1.2 Aborsi buatan (Abortus Provocatus Criminalis)
adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat
tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si
pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
2.1.1.3 Aborsi terapeutik ( Abortus Provocatus therapeuticum)
adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas
indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil
tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit
jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas
pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
2.1.2 Cara Melakukan Aborsi
Semakin muda usia kehamilan maka semakin mudah orang
melakukan aborsi. Akan tetapi semakin tua usia kandungan semakin sulit
dan semakin besar resikonya bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di
kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar
kecilnya janinnya.
2.1.2.1 Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan
dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan
(semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih
kuat).
2.1.2.2 Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara
Dilatasi & Curetage.
2.1.2.3 Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu
biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia.
Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan
jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke
dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya
terbakar, lalu mati.
2.1.2.4 Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan
prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak
itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan
perlindungannya.
2.1.2.5 Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang
biasa.
2.2 Aborsi Pandangan Agama Kristen
Secara lugas kegiatan aborsi ini masih menjadi kontropersi, karena dari
berbagai sisi ada yang mengijinkan dan ada pula yang mengecam perbuatan
tersebut. Secara medis aborsi diijinkan untuk dilakukan pada kondisi
kehamilan membahayakan kndisi sang ibu, ataupun kehamilan membuat sang
ibu tidak mampu bertahan dan mempertahankan kehamilannya. Jika dilihat
dari sisi agama, aborsi adalah suatu tindakan dosa yang cukup berat karena
sudah memebunuh mahluk hidup.
Menurut alkitab aborsi sangat ditentang dan dikata gorikan sebagai dosa
yang sangat berat yang ebrdekatan dengan dosa pembunuhan. Tetapi jika
aborsi itu harus dilakukan eriksa terlebih dahulu kesemua dokter, jika semua
dokter menyarankan hal yang sama berdoalah kepada Tuhan dan mohon
ampun dan ijin kepada Tuhan karena mau tidak mau harus melakukannya.
Alkitab menyatakan bahwa Tuhan menghargai semua kehidupan manusia
dan bahwa Dia ingin semua orang berbalik dan bertaubat untuk mewarisi
hidup yang kekal. Alkitab menjelaskan bahwa kehidupan seluruh manusia dari
awal sampai akhir alam adalah suci, karena Tuhan menentukan sepanjang
hari.
Banyak orang Kristen percaya bahwa alkitab adalah diam dalam hal
pandangan Tuhan tentang kehiduan sebelum kelahiran. Meskipum alkitab
tidak secara khusus menentukan kapan kehidupan dimulai , itu memberikan
informasi yang cukup untuk merumuskan posisi lakitab yang kokoh.
Yesus menunjukan kasih Tuhan bagi anak-anak sering selama pelayanan-
Nya.dala satu bagian yesusu mengambil seorang anak keadanya dan duduk
bersama dia. Dis berkata “Lihat bahwa anda tidak menganggap rendah
seorang dari anak-anak kecil karena aku berkata kepadamu bahwa malaikat
mereka disurga terus-menerus memandang wajah bapakku yang disurga”
(Matius 18:10).
Yesus mengajarkan kita untuk tidak saling menghina atau memandang
rendah yag paling kuat dan signifikan (menurut standar manusia) manusia.
Sungguh ironis bahwa kebanyakan manusia tidak berdaya adalah mereka
didalkam rahim. Dari semua rasiko yang harus kita hadapi dalan hidup kita ,
tempat yang paling berbahaya, kita berada dalam kandungan, karena
seperempat dari semua bayi manusia dibatalkan dinegara ini lebih dari satu
juta setiap tahun. Lebih besar dari 90percen dari semua aborsi dilakukan untuk
alas an non medis.
Perjanjian lama memberikan sebagian besar informasi dari pandangan
Tuhan tentang kehidupan sebelum lahir, karena memberikan kita hukum.
Hukum ini secara khusus membahas isu kehidupan janin. Dalam kitab
disebutkan.
“dan jika laki-laki bergumul dengan satu sama lain dan menyerang seorang
wanita dengan anak sehingga dia mengalami keguguran akan tetap tidak ada
cedera lebih lanjut ia pasti akan didenda sebagai suami wanita itu dapat
menuntut dari dia, dan dia harus membayar sebagai hakim memutuskan tapi
jika ada cedera lebih lanjut maka anda harus menunjuk kehidupan sebagai
hukuman lebih lanjut” (keluaran 21:22-23).
Oleh karena itu hukum mengatakan bahwa seorang pria yang menginduksi
aborsi atau keguguran adalah untuk dihukum. Tuhan menghargai kehiduan
sebelum kelahiran. Sebuah ayat dari Hosea 3 mengatakan bahwa aborsi adalah
hukum atas dosa menunjukan Tuhan memandangnya sebagai buruk. Demikian
juga Tuhan menyatakan jijik-Nya bagi bani Amon yang “merobek wanita
hamil di Gilead”.
Kehiduan manusia dimulai dari dalam kandungan alkitab mengatakan
Tuhan adalah yang terlibat dalam pencitaan kita dalam rahim.
“ Bukankah dia yang membuat saya didalam rahim membuatnya, dan dengan
cara yang sama kita dalam rahim ? ” (Ayub, 31-15)
“ Namun engkau ia yang bersangkalah membawa saya keluar dari rahim.
Syibli membuat saya ercaya bahwa ada ayudara ibuku setelah engkau aku
dilemarkan dari lahir engkau adalah Tuhan saya dari rahim ibuku “
(Mazmur, 22:09-10).
“ Untuk engkau yang membentuk batin saya engkau menenun aku dalam
kandungan ibuku aku bersyukur kepada-Mu karena kejadianku dahsyat dan
ajaib. Indah adalah karya-Mu dan jiwa saya tau sangat baik. Tulang-tulangku
tidak terlindung bagi-Mu ketika aku dijadika di tempat rahasia dan terampil
tempat di kedalaman bumi. Matamu sendirilah yang melihat selagi aku bakal
anak. Dan dalam buku-Mu mereka semua ditulis hari-hari yang dihabiskan
untuk saya ketika sebelum ada tidak salah satunya” (Mazmur, 139:13-16).
“ Beginilah firman Tuhan yang membuat anda dan membentuk engkau dari
rahim yang akan membantu anda, jangan takut hai yakub hamba-Ku dan
anda juhsurun ” (yesaha, 44-2).
“ Tuhan pembuat segala sesuatu pegangan langit dengan aku dan menyebar
bumi sendirian ” (yesaha, 44-22).
“Aborsi pada dasarnya merupakan tindakan putus asa. Yesus Kristus ,
Alpha dan Omega, dariNya kita bisa mengharapkan seluruh kebaikan,
membukakan pintu harapan, yang menopang kita, menjauhkan ketakutan kita,
untuk menyambut kehidupan baru ke dalam dunia.” [ketiga poin diatas
diberikan oleh National Pro-life Religious Council]. Banyak orang, termasuk
umat Kristiani secara menyedihkan, mengira bahwa aborsi itu adalah suatu
permasalahan yang sulit dan sangat kontroversi.
Kenyataannya, tidak ada yang sulit atau kontroversi sama sekali—
asalkan kita mengijinkan Alkitab untuk mengajari kita, dan tidak menghakimi
ide-ide yang di ajukan oleh orang-orang yang melakukan kesalahan atas
sebenarnya.
Bayi yang belum lahir bukanlah segumpal tissue yang mudah hancur,
seperti pernyataan banyak dari mereka yang pro-aborsi. Dan bayi-bayi
tersebut adalah selalu manusia dimulai dari sejak pembuahan, karena semua
yang dibutuhkan untuk pengkodean DNA untuk membangun masing-masing
bentuk phisik individu tempatnya adalah pada saat kehamilan. Sama sekali
salah jika dikatakan bahwa pembentukan manusia adalah melalui tahapan ikan
atau reptil, meskipun beberapa pernyataan evolusi yang tidak benar
diungkapkan dengan gamblang.
2.3 Aborsi Pandangan Agama Buddha
Peristiwa Aborsi memang ada di sepanjang sejarah manusia.
Sesungguhnya di mana ada orang yang ingin hamil maka di tempat yang sama
juga ada kehamilan yang tidak diinginkan. Banyaknya kasus aborsi di
kalangan remaja saat ini yang berakibat merenggut nyawa menunjukkan
pendidikan seks bagi remaja sudah saatnya dipikirkan.
Mencermati kasus ini memang dibutuhkan pemikiran jernih. Sejauh ini
masyarakat khususnya kalangan remaja intelektual tergesa-gesa dalam
menyimpulkan kasus aborsi hanya dilakukan karena pergaulan bebas dan
mengutuk perilaku sang pelaku tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain
yang ada di dalamnya. Kenyataannya ada kesenjangan antara respons
masyarakat yang kebanyakan bernada tunggal tersebut dengan realita yang
terjadi.
2.3.1 Sikaf-sikaf yang melatar belakangi orang melakukan aborsi.
2.3.1.1 Masyarakat cenderung menyisihkan dan menyudutkan wanita
yang hamil di luar nikah. Wanita selalu disalahkan, tidak
ditolong atau dibesarkan jiwanya tetapi malah ditekan dan
disudutkan sehingga dalam reaksinya wanita tersebut akan
melalukan aborsi.
2.3.1.2 Keluarga yang tidak siap karena memiliki ekonomi pas-pasan
sehingga cenderung bersikap menolak kelahiran anak.
2.3.1.3 Ada aturan Perusahaan yang tidak memperbolehkan karyawatinya
hamil (meskipun punya suami) selama dalam kontrak dan kalau
ketahuan hamil akan dihentikan dari pekerjaannya.
2.3.1.4 Pergaulan yang sangat bebas bagi remaja yang masih duduk di
Bangku sekolah.
2.3.1.5 Dari segi medis diketahui umur reproduksi sehat antara 20-35
tahun. Bila seorang wanita hamil di luar batasan umur itu akan
masuk dalam kriteria risiko tinggi. Batasan ini sering menakutkan,
sehingga perempuan yang mengalaminya lebih menjurus menolak
kehamilanya dan ujung-ujungnya akan melakukan aborsi.
2.3.1.6 Pandangan sebagian orang bahwa tanda-tanda kehidupan janin
antara lain adanya detak jantung yakni umur sekitar tiga bulan.
Maka hal ini akan memicu seorang wanita yang mengalami suatu
masalah akan melakukan aborsi dengan alasan usia bayi belum
sampai 3 bulan.
2.3.1.7 Praktik aborsi adalah fenomena yang timbul karena perubahan
nilai di masyarakat. Sama halnya dengan praktik pelacuran,
praktik aborsi tidak dapat diantisipasi dengan hanya bentuk
pelarangan semata..
2.3.1.8 Selama ini indikasi medis yang dipakai sebagai dasar bolehnya
aborsi hanya didasarkan pada kesehatan badan/keselamatan jiwa
dan mengabaikan konsep definisi kesehatan secara keseluruhan
(sehat fisik, psikis dan sehat sosial). Padahal sebagaimana
tercantum dalam UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 yang
dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
Sementara itu dalam RUU Kesehatan tentang aborsi terdapat pada pasal
60 ayat 1 dan 2 yang menyebutkan pemerintah berkewajiban melindungi
kaum perempuan dari praktik pengguguran kandungan yang tidak bermutu,
tidak aman dan tidak bertanggungjawab melalui perundang-undangan. Dalam
ayat 2 dijelaskan pengguguran kandungan yang tidak bermutu antara lain di
lakukan tenaga kerja tidak profesional dan dilakukan tanpa mengikuti standar
profesi yang berlaku. Dalam pasal itu terlihat bahwa pembatasan aborsi hanya
pada upaya-upaya praktik aborsi oleh tenaga non medik seperti melalui dukun,
obat-obat tradisional, sementara batasan-batasan mengenai syarat dan kondisi
seseorang diperbolehkan melakukan aborsi sama sekali tidak dibahas. Dengan
kata lain seseorang diperkenankan melakukan aborsi (dengan alasan kesehatan
badan/keselamatan jiwa) asalkan dilakukan oleh dokter yang profesional
dengan fasilitas yang memadai dan ditunjuk oleh pemerintah.
Perlindungan terhadap kesehatan perempuan berkaitan dengan hak-
hak reproduksinya pada dasarnya telah diatur dalam UU No.7 tahun 1984.
Selain hak untuk mendapatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan,
konvensi ini jelas menjamin hak-hak reproduksi perempuan. Antara lain hak
untuk memutuskan kapan dan akankah perempuan mempunyai anak. Dengan
demikian konvensi ini memberi peluang bagi perempuan untuk malakukan
aborsi sebagai pilihan bebas menyangkut hak-hak reproduksinya. Baik dalam
keputusan-keputusan di pengadilan maupun dalam pembelaan menyangkut
soal perempuan konvensi ini jarang digunakan sebagai bahan pertimbangan.
Sebab sistem hukum yang ada sama sekali tidak sensitif gender dan cenderung
mengabaikan kepentingan perempuan.
Dalam masalah aborsi pandangan medis maupun agama yang
dikembangkan di masyarakat adalah satu, aborsi identik dengan pembunuhan.
Inilah yang kemudian diadopsi di dalam substansi hukum sebagaimana yang
diatur lewat KUHP. Dalam pandangan medis Abortus yang diperbolehkan
adalah abortus berdasarkan indikasi medis (abortus artificialis therapicus)
selebihnya aborsi yang dilakukan tanpa indikasi medis dikategorikan sebagai
abortus kriminal (abortus provocatus criminalis). Dalam pandangan agama
Buddha aborsi adalah suatu tindakan pengguguran kandungan atau membunuh
makhluk hidup yang sudah ada dalam rahim seorang ibu.
2.3.2 Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk hidup :
2.3.2.1 Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita.
2.3.2.2 Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma.
2.3.2.3 Gandhabo paccuppatthito: adanya gandarwa, kesadaran penerusan
dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari
kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma.
Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak menyetujui
adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila Buddhis,
menyangkut sila pertama yaitu panatipata.
2.3.3 Fakto-faktor terjadinya aborsi
2.3.3.1 Ada makhluk hidup (pano)
2.3.3.2 Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
2.3.3.3 Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
2.3.3.4 Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
2.3.3.5 Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan,
maka telah terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila berhubungan
erat dengan karma maka pembunuhan ini akan berakibat buruk yang berat atau
ringannya tergantung pada kekuatan yang mendorongnya dan sasaran
pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja yang melakukan tindak
pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal yang sama. Bagaimanapun
mereka telah melakukan tindak kejahatan dan akan mendapatkan akibat di
kemudian hari, baik dalam kehidupan sekarang maupun yang akan datang.
Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan
wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta
membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan yang
telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia di mana
saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang".
Bagi mereka yang menyediakan jasa aborsi tidak resmi dan ketahuan
tentu akan mendapat ganjaran menurut hukum negara, setelah melalui proses
peradilan berdasarkan bukti-bukti yang ada. Ini juga sebagai akibat dari
perbuatan (karma) buruk yang dilakukan saat ini. Hendaknya kasus aborsi
yang sering terjadi menjadi pelajaran bagi semua pihak. Bagi para remaja
tidak menyalahartikan cinta sehingga tidak melakukan perbuatan salah yang
melanggar sila. Bagi pasangan yang sudah berumah tangga mengatur
kelahiran dengan program yang ada dan bagi pihak-pihak lain yang terkait
tidak mencari penghidupan dengan cara yang salah sehingga melanggar
hukum, norma dan ajaran agama.
2.4 Aborsi Pandangan Agama Hinduisme
Aborsi dalam Teologi Hinduisme tergolong pada perbuatan yang
disebut “Himsa karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan
dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian
yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa” mendasari falsafah “atma”
atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi sekalipun masih
berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh manusia.
Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah ada atas
kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur Panus Karma” penciptaan manusia
yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya
sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”. Selanjutnya Lontar itu
menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-teman” adalah: I Karen,
sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I Angdian, sebagai calon
getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom.
Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah
nama menjadi masing-masing: I Anta, I Preta, I Kala, dan I Dengen.
Selanjutnya setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai: Ari-ari,
Lamas, Getih, dan Yeh-nyom.
Nyama Bajang yang artinya “saudara yang selalu membujang” adalah
kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak berwujud. Jika Kanda-Pat
bertugas memelihara dan membesarkan jabang bayi secara phisik, maka
Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas mendudukkan serta menguatkan
atma atau roh dalam tubuh bayi. Oleh karena itulah perbuatan aborsi
disetarakan dengan menghilangkan nyawa.
Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7 menyatakan:
MA NO MAHANTAM UTA MA NO ARBHAKAM
Yang artinya “Janganlah mengganggu dan mencelakakan bayi”
(Atharvaveda X.1.29).
ANAGOHATYA VAI BHIMA
Yang artinya “Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa”
(Atharvaveda X.1.29).
MA NO GAM ASVAM PURUSAM VADHIH
Yang artinya “Jangan membunuh manusia dan binatang”.
Dalam ephos Bharatayuda Sri Krisna telah mengutuk Asvatama hidup
3000 tahun dalam penderitaan, karena Asvatama telah membunuh semua bayi
yang ada dalam kandungan istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-
istri itu mandul selamanya.
Pembuahan sel telur dari hasil hubungan seks lebih jauh ditinjau dalam
falsafah Hindu sebagai sesuatu yang harusnya disakralkan dan direncanakan.
Baik dalam Manava Dharmasastra maupun dalam Kamasutra selalu
dinyatakan bahwa perkawinan menurut Hindu adalah “Dharmasampati”
artinya perkawinan adalah sakral dan suci karena bertujuan memperoleh putra
yang tiada lain adalah re-inkarnasi dari roh-roh para leluhur yang harus lahir
kembali menjalani kehidupan sebagai manusia karena belum cukup suci untuk
bersatu dengan Tuhan atau dalam istilah Teologi Hindu disebut sebagai
“Amoring Acintya” .
Oleh karena itu maka suatu rangkaian logika dalam keyakinan Veda
dapat digambarkan sebagai berikut: Perkawinan (pawiwahan) adalah untuk
sahnya suatu hubungan seks yang bertujuan memperoleh anak. Gambaran ini
dapat ditelusuri lebih jauh sebagai tidak adanya keinginan melakukan
hubungan seks hanya untuk kesenangan belaka. Perilaku manusia menurut
Veda adalah yang penuh dengan pengendalian diri, termasuk pula
pengendalian diri dalam bentuk pengekangan hawa nafsu. Pasangan suami-
istri yang mempunyai banyak anak dapat dinilai sebagai kurang berhasilnya
melakukan pengendalian nafsu seks, apalagi bila kemudian ternyata bahwa
kelahiran anak-anak tidak dalam batas perencanaan yang baik.
Sakralnya hubungan seks dalam Hindu banyak dijumpai dalam
Kamasutra. Antara lain disebutkan bahwa hubungan seks hendaknya
direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, misalnya terlebih dahulu
bersembahyang memuja dua Deva yang berpasangan, yaitu Deva Smara dan
Devi Ratih, setelah mensucikan diri dengan mandi dan memercikkan tirta
pensucian. Hubungan seks juga harus dilakukan dalam suasana yang tentram,
damai, dan penuh kasih sayang. Hubungan seks yang dilakukan dalam
keadaan sedang marah, sedih, mabuk, atau tidak sadar, akan mempengaruhi
perilaku anak yang lahir kemudian.
Oleh karena hubungan seks terjadi melalui upacara pawiwahan dan
dilakukan semata-mata untuk memperoleh anak, jelaslah sudah bahwa aborsi
dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak dibenarkan.
2.5 Aborsi menurut pandangan agama Katolik
Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk
menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan)
antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi,
karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, “Sebuah zygote adalah
sebuah keseluruhan manusia yang unik.”Pada saat konsepsi inilah sebuah
kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan sel
telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk sel
baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya sel manusia dewasa) dengan
kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang mati. Analisa
science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah
kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24
jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme
manusia, dan bukan sebagai sel manusia semata-mata
Masalahnya, orang-orang yang “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada
di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari
kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas
mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan
sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’ jiwa kepada
manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir
dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk
membayangkan bahwa kita manusia berasal dari ‘fetus’ yang bukan manusia.
Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh
menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.
Dasar Kitab Suci
1. Kitab suci juga mengajarkan bahwa manusia sudah terbentuk sebagai manusia
sejak dalam kandungan ibu:
Yes 44:2: “Beginilah firman TUHAN yang menjadikan engkau, yang
membentuk engkau sejak dari kandungan dan yang menolong engkau…”
Allah sendiri mengatakan telah membentuk kita sejak dari kandungan, artinya,
sejak dalam kandungan kita sudah menjadi manusia yang telah dipilih-Nya.
Ayb 31: 15: “Bukankah Ia, yang membuat aku dalam kandungan, membuat
orang itu juga? Bukankah satu juga yang membentuk kami dalam rahim?”
Ayub menyadari bahwa ia dan juga orang-orang lain telah diciptakan/ dibentuk
oleh Allah sejak dalam kandungan.
Yes 49, 1,5: “….TUHAN telah memanggil aku sejak dari kandungan telah
menyebut namaku sejak dari perut ibuku…. Maka sekarang firman TUHAN,
yang membentuk aku sejak dari kandungan untuk menjadi hamba-Nya, untuk
mengembalikan Yakub kepada-Nya…”
Nabi Yesaya mengajarkan bahwa Allah telah memanggilnya sejak ia masih di
dalam kandungan (sesuatu yang tidak mungkin jika ketika di dalam kandungan
ia bukan manusia).
2. Kitab Suci mengajarkan bahwa setiap kehidupan di dalam rahim ibu adalah
ciptaan yang unik, yang sudah dikenal oleh Tuhan:
Yer 1:5: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah
mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah
menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi
bangsa-bangsa.”
Mazmur 139: 13, 15-16: “Sebab Engkaulah yang membentuk buah
pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku…. Tulang-tulangku tidak
terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku
direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi
aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan
dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”
Gal 1:15-16: “Tetapi waktu Ia, yang telah memilih aku sejak kandungan ibuku
dan memanggil aku oleh kasih karunia-Nya, berkenan menyatakan Anak-Nya
di dalam aku, supaya aku memberitakan Dia di antara bangsa-bangsa bukan
Yahudi, maka sesaatpun aku tidak minta pertimbangan kepada manusia” Luk
1:41-42: “Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang
di dalam rahimnya dan Elisabetpun penuh dengan Roh Kudus lalu berseru,
“Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah
rahimmu.”
Di dalam kisah ini, Yohanes Pembaptis yang masih berada dalam kandungan
Elisabet dapat melonjak gembira pada saat mendengar salam Maria. Lalu
Elisabet-pun mengucapkan salam kepada Maria dan kepada Yesus yang ada
dalam kandungan Bunda Maria sebagai ‘buah rahim’-nya. Tentulah ini
menunjukkan bahwa kehidupan janin di dalam kandungan sudah menunjukkan
kehidupan seorang manusia, yang sudah dapat turut melonjak karena suka cita,
dan layak untuk ‘diberkati’ sebagai manusia. Janin di dalam kadungan bukan
hanya sekedar sepotong daging/ fetus tanpa identitas. Sejak di dalam
kandungan, Allah telah membentuk kita secara khusus, memperlengkapi kita
dengan berbagai sifat dan karakter tertentu agar nantinya dapat melakukan
tugas-tugas perutusan kita di dunia.
3. Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memperhatikan dan mengasihi saudara-
saudari kita yang terkecil dan terlemah, sebab dengan demikian kita
melakukannya untuk Kristus sendiri.
Mat 25:45: “… sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk
salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk
Aku.”
Aborsi yang pada akhirnya membunuh janin, entah di dalam atau di luar
kandungan, adalah tindakan pembunuhan yang bertentangan dengan perintah
Yesus untuk memperhatikan dan mengasihi saudari-saudari kita yang terkecil
dan terlemah.
4. Kitab Suci menuliskan bahwa kita tidak boleh membunuh, atau jika mau
dikatakan dengan kalimat positif, kita harus mengasihi sesama kita.
Kel 20: 13; Ul 5:17; Mat 5:21-22; 19:18: “Jangan membunuh.”
Mat 22:36-40; Mrk 12:31; Luk 10:27; Rom 13:9, Gal 5:14: “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
1 Yoh 3:15 “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang
pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang
tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya.”
Jika di dunia ini mulai banyak kampanye untuk melindungi binatang-binatang,
(terutama binatang langka), maka adalah suatu ironi, jika manusia malahan
melakukan aborsi yang membunuh sesama manusia, yang derajatnya lebih
tinggi dari binatang. Apalagi jika aborsi dilegalkan diperbolehkan secara
hukum. Maka menjadi suatu ironi yang mengenaskan: ikan lumba-lumba
dilindungi mati-matian, tetapi bayi-bayi manusia dimatikan dan tidak
dilindungi. Suatu permenungan: seandainya kita adalah janin itu, tentu kitapun
tak ingin ditusuk dan dipotong-potong sampai mati. Maka, jika kita tidak ingin
diperlakukan demikian, janganlah kita melakukannya terhadap bayi itu. Atau,
kalau kita mengatakan bahwa kita mengimani Kristus Tuhan yang hadir di
dalam mahluk ciptaan-Nya yang terkecil itu, maka sudah selayaknya kita tidak
menyiksanya apalagi membunuhnya! Kita malah harus sedapat mungkin
memeliharanya dan memperlakukannya dengan kasih.
5. Kitab Suci menuliskan, bahwa jika kita tidak peduli akan nasib saudara-saudari
kita yang lemah ini, kita sama dengan Kain, yang pura-pura tidak tahu nasib
saudaranya sendiri.
Kel 4: 9 Firman Tuhan kepada Kain, “Di mana Habel adikmu itu?” Ia (Kain)
menjawab, “Aku tidak tahu.” Padahal tidak mungkin ia tidak tahu sebab Kain
sendirilah yang memukul Habel adiknya hingga ia mati (lih. Kel 4:8).
Adalah suatu fakta yang memprihatinkan, yang menyangkut Presiden
Barrack Obama yang terkenal oleh kebijakannya memperbolehkan aborsi. Pada
suatu kesempatan dalam wawancara tanggal 16 Agustus 2008 (pada saat itu ia
masih menjadi senator Illinois), ia ditanya oleh Pastor Rick Warren, “Jadi kapan
menurut anda seorang bayi memperoleh hak azasinya?” Ini adalah pertanyaan
yang menyangkut iman dan bagaimana iman itu bekerja dalam hati nurani dan
kebijaksanaan sang (calon) Presiden. Namun sayangnya jawaban Obama adalah,
“Answering that question with specificity, you know, is above my pay grade.”
(Menjawab pertanyaan itu dengan detailnya, kamu tahu, itu melampaui batas gaji/
penghasilan saya). Suatu jawaban yang kelihatan sangat enteng untuk pertanyaan
yang sangat serius. Ini sungguh mirip dengan jawaban Kain, “Aku tidak tahu.”
Padahal, tentu bukannya tidak tahu, tetapi lebih tepatnya tidak mau tahu. Sebab
fakta science dan bahkan akal sehat sesungguhnya telah begitu jelas menunjukkan
kapan manusia terbentuk sebagai manusia.
Alkitab menunjukkan dan bahkan ilmu pengetahuan membuktikan bahwa
kehidupan manusia berawal dari masa konsepsi. Satu sel ini kemudian
berkembang menjadi janin yang sungguh sudah berbentuk manusia, walaupun
masih di dalam kandungan. DNA dan keseluruhan 46 kromosom terbentuk saat
konsepsi. Jantung janin telah berdetak di hari ke-18, keseluruhan struktur syaraf
terbentuk di hari ke- 20. Di hari ke 42, semua tulang sudah lengkap, gerak refleks
sudah ada. Otak dan semua sistem tubuh terbentuk di minggu ke-8. Semua sistem
tubuh berfungsi dalam 12 minggu. Hanya orang yang menutup diri terhadap
semua fakta ini dapat berkata, “aku tidak tahu” kapan kehidupan manusia dimulai,
dan apakah janin itu seorang manusia atau bukan.
Efek-efek negatif dari aborsi
Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang
hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat
negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku
aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat
kesakralan makna perkawinan.
Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik
bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi,
perdarahan, atau bahkan kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the
National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan
aborsi meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat
terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya
kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun
kehamilan berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi
lainnya seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini
dapat anda lihat di link ini, silakan klik.
Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh
wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka
depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar
perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai
kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon
yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di Springfield
Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi
menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh
diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh
psikiatris.
Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama
generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda,
yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual,
ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung
jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.
Bagi yang telah melakukan aborsi
Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja
menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita
melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi
untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. Perbuatan aborsi tetap
merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus
asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang
sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa
jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah
dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor
bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna
kehidupan manusia. Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau
siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan
menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu
sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga
tidak lagi mau melakukannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun
juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban
Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-
fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada
peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat
yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban
Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika
umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin.
Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat.
Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat
yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau
42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka
hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum
mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Wallahu
a’lam [ Ir. Muhammad Shiddiq Al Jawi ]
3.2 Saran
Aborsi menurut pandangan semua agama itu di haramkan kecuali jika ada
udjur (alasan) tertentu yang membolehkan aborsi itu dilakukan. Terutama kita
sebagai umat islam harus bisa menjaga diri kita jangan sampai kita mengotori diri
kita dengan melakukan aborsi. Karena itu sangat dibenci oleh Allah SWT dan
merupakan dosa besar.
Top Related