40
BAB I I
PENGATURAN AKUISISI PERUSAHAAN BERDASARKAN
UU NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
A. Badan Hukum Perseroan Terbatas
Di dalam masyarakat istilah badan hukum tidak asing lagi, yang sering
dilawankan dengan istilah badan pribadi atau manusia, namun keduanya sama- sama
sebagai subyek hukum. Dalam kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum
dikenal dengan sebutan “rechtsperson”, dan dalam kepustakaan tradisi hukum
common law seringkali disebut dengan istilah-istilah legal entity, juristic person, atau
artificial person.
Legal entity, dalam Kamus Hukum Ekonomi diartikan sebagai “badan hukum”
yaitu badan atau organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subjek hukum,
yaitu pemegang hak dan kewajiban. Di dalam peraturan perundang-undangan tidak
ada batasan pengertian apa yang disebut badan hukum itu. Namun pengertian yang
sudah umum dikenal oleh beberapa ahli bahwa badan hukum adalah segala sesuatu
yang dapat mempunyai hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum,
dapat menjadi subyek hukum, dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya manusia.
Badan hukum mempunyai hak dan kewajiban, harta kekayaan dan tanggung jawab
yang terpisah dari orang perseorangan. Jelasnya badan hukum itu dianggap
mempunyai hak-hak dan kewajiban serta dapat turut serta dalam lalu lintas hukum.
Sudah tentu badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum yang bertindak sebagai
25
Universitas Sumatera Utara
41
suatu badan, tidak dapat bertindak sendiri, melainkan harus diwakili oleh para
pengurusnya.
Memang untuk memberi pengertian atau definisi tentang badan hukum bukan
hal yang mudah karena badan hukum itu abstrak, tidak dapat dilihat, diraba. Namun
demikian beberapa sarjana ada juga yang mencobanya memberikan definisi, hanya
saja definisi itu dapat dipergunakan sebagai pedoman.
Menurut Subekti, badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang
dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta
memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.33
Rochmat
Soemitro mengatakan bahwa badan hukum (rechtspersoon) ialah suatu badan yang
dapat mempunyai harta, hak, serta kewajiban seperti orang pribadi.34
Selanjutnya
Tirto Diningrat mengatakan bahwa badan hukum itu adalah suatu pengertian yang
diciptakan untuk membantu hukum menunjuk sebuah subyek khusus menjadi
pendukung dari hak-hak.35
Dari rumusan di atas jelaslah bahwa badan hukum sebagai suatu subyek
hukum mandiri yang dipersamakan di hadapan hukum dengan individu pribadi orang
perorangan, meskipun dapat menjadi penyandang hak dan kewajibannya sendiri,
terlepas dari orang-orang yang mendirikan atau menjadi anggota dari badan hukum
tersebut, tidaklah seratus persen sama dengan individu pribadi atau perorangan. Badan
hukum hanya dipersamakan dengan individu pribadi orang perorangan, dalam
33
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Inter Masa, 1987), hlm. 182. 34
Rochmat Soemitro, Penuntutan Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan,
(Bandung : PT. Eresco, 1979), hlm. 36. 35
Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2006), hlm. 15.
Universitas Sumatera Utara
42
lapangan hukum benda atau hukum perikatan, serta hukum-hukum lain yang
merupakan bagian atau pengembangan lebih lanjut dari kedua jenis hukum tersebut,
yang juga dikenal dengan nama hukum harta kekayaan. Selanjutnya oleh karena
badan hukum berada dalam lapangan hukum harta kekayaan, maka badan hukum
sama seperti halnya individu pribadi, dapat menggugat dan atau digugat guna
memenuhi perikatannya. Kebendaan yang merupakan milik badan hukum itulah yang
menjadi tanggungan bagi pemenuhan kewajiban badan hukum itu sendiri.36
Uraian-uraian diatas adalah penjelasan mengenai subyek hukum secara
materiil. Selain persyaratan materiil tersebut, keberadaan suatu badan hukum sebagai
subjek hukum mandiri juga harus didasarkan pada persyaratan formil, yaitu proses
pembentukannya yang harus memenuhi formalitas dari suatu peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya, hingga diakui sebagai subyek hukum mandiri. Dalam
perseroan terbatas, saat diperolehnya pengesahan oleh Menteri Hukum dan HAM
itulah yang menjadikan perseroan terbatas itu sebagai badan hukum dalam arti formil.
Sifat badan hukum perseroan terbatas, senantiasa dikaitkan dengan
pertanggungjawaban terbatas. Yang dinamakan dengan dan menjadi tujuan dari
pertanggungjawaban terbatas ini adalah keberadaan dari suatu perseroan yang telah
memperoleh status badan hukum, melahirkan perlindungan harta kekayaan pribadi
dan pendiri yang kemudian berubah status menjadi pemegang saham, dan pengurus
36
Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, Risiko Hukum sebagai Direksi,
Komisaris & Pemilik PT, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
43
perseroan terbatas, yang di Indonesia dilaksanakan oleh direksi di bawah pengawasan
dewan komisaris.37
1. Pengertian Perseroan Terbatas
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang
selanjutnya disingkat UU No. 40 Tahun 2007) adalah peraturan hukum yang mengatur
tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang ini disahkan oleh Presiden dan
diundangkan di Jakarta oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2007, yang terdiri dari 14 Bab dan 161 Pasal dan
mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Pengertian Perseroan Terbatas (PT) menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 dinyatakan bahwa:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya”.38
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 1 angka 1 diatas, elemen pokok yang
melahirkan suatu Perseroan sebagai badan hukum harus terpenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :39
37
Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, Risiko Hukum sebagai Direksi,
Komisaris & Pemi lik PT, Ibid, hlm. 18. 38
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas, Nomor 40 Tahun 2007. 39
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Op.Cit., hlm. 33.
Universitas Sumatera Utara
44
1. Merupakan Persekutuan Modal
Perseroan sebagai badan hukum memiliki “modal dasar” yang disebut juga
authorized capital, yakni jumlah modal yang disebutkan atau dinyatakan dalam
Akta Pendirian Perseroan.40
Modal dasar tersebut, terdiri dan terbagi dalam saham atau sero. Modal yang
terdiri dan dibagi atas saham itu dimasukkan para pemegang saham dalam status
mereka sebagai anggota perseroan dengan jalan membayar saham tersebut kepada
Perseroan. Sebenarnya, persekutuan yang terjadi dalam Perseroan sebagai badan
hukum, bukan hanya persekutuan modal, tetapi juga persekutuan para anggota
yang terdiri dari pemegang saham. Namun yang lebih menonjol adalah
persekutuan modal, dibanding dengan persekutuan orang atau anggotanya
sebagaimana yang terdapat dalam Persekutuan yang diatur dalam Pasal 1618
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2. Didirikan berdasarkan Perjanjian
Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 angka 1 Undang-Undang Perseroan Terbatas
tahun 2007, supaya perjanjian untuk mendirikan perseroan sah menurut undang-
undang, pendirinya paling sedikit 2 (dua) orang atau lebih. Ketentuan yang
digariskan Pasal 7 angka 1 tersebut di atas sesuai dengan yang ditentukan Pasal
1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Apabila
perjanjian itu sah, maka berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, perjanjian pendirian
40
Syahrul et al., Kamus Lengkap Ekonomi, (Jakarta : Citra Harta Prima, 2000), hlm. 98.
Universitas Sumatera Utara
45
Perseroan itu, mengikat sebagaimana undang-undang kepada mereka selaku para
pihak.
3. Melakukan kegiatan usaha
Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007,
suatu Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha.
4. Lahirnya Perseroan melalui proses hukum dalam bentuk pengesahan pemerintah.
Menurut pasal 7 angka 2 Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007,
ditegaskan bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal
diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum
Perseroan.
Dari ketentuan tersebut secara eksplisit sangat jelas disebutkan bahwa
Perseroan Terbatas merupakan badan hukum. Perseroan Terbatas merupakan suatu
bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan
memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan yang dimiliki oleh orang perseorangan
(natural person). Apabila dikaitkan dengan unsur-unsur mengenai badan hukum,
maka unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas sebagai badan hukum adalah
bahwa Perseroan Terbatas mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 24 ayat (1)
UUPT), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 82 UUPT), mempunyai tujuan tertentu
(Pasal 12 huruf b UUPT), dan mempunyai organisasi teratur (Pasal 1 butir 2 UUPT).
Universitas Sumatera Utara
46
Pada dasarnya suatu perseroan terbatas mempunyai ciri-ciri sekurang-
kurangnya sebagai berikut :41
1. memiliki status hukum tersendiri, yaitu sebagai suatu badan hukum, yaitu
subyek hukum artificial, yang sengaja diciptakan oleh hukum untuk
membentuk kegiatan perekonomian, yang dipersamakan dengan individu
manusia, orang perorangan;
2. memiliki harta kekayaan tersendiri yang dicatatkan atas namanya sendiri, dan
pertanggungjawaban sendiri atas setiap tindakan, perbuatan, termasuk
perjanjian yang dibuat. Ini berarti perseroan dapat mengikat dirinya dalam satu
atau lebih perikatan, yang berarti menjadikan perseroan sebagai subyek hukum
mandiri (persona standi in judicio) yang memiliki kapasitas dan kewenangan
untuk dapat menggugat dan digugat di hadapan pengadilan;
3. tidak lagi membebankan tanggung jawabnya kepada pendiri, atau pemegang
sahamnya, melainkan hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri, untuk
kerugian dan kepentingan dirinya sendiri;
4. kepemilikannya tidak digantungkan pada orang perorangan tertentu, yang
merupakan pendiri atau pemegang sahamnya. Setiap saat saham perseroan
dapat dialihkan kepada siapapun juga menurut ketentuan yang diatur dalam
Anggaran Dasar dan undang-undang yang berlaku pada suatu waktu tertentu;
5. keberadaannya tidak dibatasi jangka waktunya dan tidak lagi dihubungkan
dengan eksistensi dari pemegang sahamnya;
6. pertanggungjawaban yang mutlak terbatas, selama dan sepanjang para
pengurus (direksi), dewan komisaris dan atau pemegang saham tidak
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
2. Pendirian Perseroan Terbatas
Mengenai pendirian perseroan ini diatur dalam Bab II, Bagian Kesatu UUPT
2007, yang terdiri dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 14. Dan jika diperhatikan
ketentuan yang diatur pada Bagian Kesatu dimaksud, terdapat beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar pendirian suatu perseroan tersebut sah sebagai badan hukum,
antara lain:
1. Harus didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih,
41
Gunawan Widjaja, Seri Pemahaman Perseroan Terbatas, Risiko Hukum sebagai Direksi,
Komisaris & Pemilik PT, Op.Cit., hlm. 11.
Universitas Sumatera Utara
47
2. Pendirian berbentuk akta notaris,
3. Dibuat dalam Bahasa Indonesia,
4. Setiap pendiri wajib mengambil saham, dan
5. Mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Demikian syarat yang harus dipenuhi agar pendirian perseroan dapat
memperoleh pengesahan sah dan legalitas sebagai badan hukum. Syarat tersebut
bersifat “kumulatif”, bukan bersifat “fakultatif” atau “alternatif”. Satu saja dari syarat
itu cacat (defect) atau tidak terpenuhi, mengakibatkan pendiriannnya tidak sah sebagai
badan hukum.
Sedangkan tata cara pendirian suatu perseroan jika dijabarkan sesuai dengan
apa yang diatur di dalam UUPT 2007 antara lain:
1. Didirikan minimal 2 (dua) orang.
Perseroan Terbatas didirikan berdasarkan perjanjian oleh karena itu sudah
selayaknya didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Kata “orang” di sini apakah hanya
“orang” atau “manusia” yang dapat mendirikan perseroan terbatas, ternyata dalam
UUPT kata “orang” harus dipandang sebagai subyek hukum dalam arti luas. “Orang”
adalah orang perorangan atau badan hukum. Jadi dimungkinkan dalam mendirikan
perseroan terbatas, badan hukum dapat melakukan perjanjian sehingga tampil sebagai
pendiri perseroan.42
Istilah yang tepat untuk penyebutan “orang” disini adalah “pihak”. Apabila
pendirian perseroan dilakukan oleh dua orang, namun mereka adalah suami isteri, hal
42
Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta : Djambatan, 2007), hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
48
ini tidak diperkenankan karena suami isteri dianggap satu pihak. Kecuali mereka
memiliki akta pisah harta. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang tepat adalah kata
“pihak” untuk menggantikan kata “orang” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) UUPT.
Penjelasan Pasal 7 ayat (1) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan orang
adalah orang perseorangan atau badan hukum tanpa menyebutkan badan hukum asing
atau badan hukum Indonesia dan Warga Negara Indonesia atau Warga Negara Asing
untuk orang perseorangan. Jadi jelas diketahui bahwa perseroan terbatas di Indonesia
dapat dirikan oleh Warga Negara Asing.43
Berkaitan dengan pendirian perseroan perlu diperhatikan bahwa perbuatan
hukum pendirian oleh 2 (dua) atau lebih pendiri tidak melahirkan perjanjian antara
para pendiri, melainkan mengakibatkan adanya perjanjian antara semua pendiri disatu
pihak dan perseroan di pihak lain. Berdasarkan perjanjian pendirian dimaksud para
pendiri berhak menerima saham dalam perseroan dan sekaligus mereka wajib
melakukan penyetoran penuh atas saham yang diambilnya.44
2. Akta pendirian berbentuk Akta Notaris
Cara mendirikan perseroan haruslah dibuat “secara tertulis” (schriftelijk, in
writing) dalam bentuk akta yakni akta notaris dalam bahasa Indonesia, karena akta
pendirian tersebut merupakan akta otentik, yang dapat dipandang sebagai alat bukti
yang mengikat dan sempurna.
43
Man S. Sastrawidjaja dan Rai Mantili, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang,
(Bandung : Alumni, 2008), hlm. 40. 44
Fred B.G. Tumbuan, Tugas dan wewenang Organ Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang
Tentang Perseroan Terbatas, “Sosialisasi Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas” yang
diselenggarankan oleh Ikatan Notaris Indonensia (INI) pada tanggal 22 Agustus 2007 di Jakarta, hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
49
Keharusan akta pendirian harus berbentuk akta notaris, tidak hanya berfungsi
sebagai probationis causa. Maksudnya akta notaris tersebut tidak hanya berfungsi
sebagai “alat bukti” atas perjanjian pendirian perseroan, akan tetapi juga berfungsi
sebagai solemnitatis causa yakni apabila tidak dibuat dalam akta notaris, akta
pendirian perseroan itu tidak memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak dapat
diberikan “pengesahan” oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia.45
Akta pendirian perseroan terbatas memuat anggaran dasar dan keterangan lain
yang berkaitan dengan Perseroan, yang diatur dalam Pasal 8 UUPT. Pasal 15 ayat (1)
UUPT mengatur lebih lanjut mengenai ketentuan yang harus dimuat dalam anggaran
dasar suatu perseroan, yaitu:
a. nama dan tempat kedudukan perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
e. jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk
tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai
nominal setiap saham;
f. nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
g. penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;
h. tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan
Dewan Komisaris;
i. tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Dalam mendirikan perseroan terbatas tidak cukup dengan cara membuat akta
pendirian yang dilakukan dengan akta otentik. Akan tetapi harus diajukan pengesahan
kepada Menteri, guna memperoleh status badan hukum. Pengajuan pengesahan dapat
45
Achmad Ichsan, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan
Angkutan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1987), hlm. 146.
Universitas Sumatera Utara
50
dilakukan oleh Direksi atau kuasanya. Jika dikuasakan hanya boleh kepada seorang
Notaris dengan hak substitusi.
UUPT memberi kemudahan untuk pengajuan melalui media elektronik, guna
memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat. Juga
menetapkan batas waktu pengajuan pengesahan sebagaimana diatur dalam Pasal 10
UUPT tersebut, yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling
lambat 60 (enampuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian
ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung.
(2) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
(3) Apabila format isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dengan
keterangan mengenai dokumen telah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, Menteri langsung menyatakan tidak keberatan atas
permohonan yang bersangkutan secara elektronik.
(4) Apabila fromat isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan
keterangan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan,
Menteri langsung memberitahukan penolakan beserta alasannya kepada
pemohon secara elektronik.
(5) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tigapuluh) hari terhitung sejak
tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat
permohonan yang dilampiri dokumen pendukung.
(6) Apabila semua persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah
dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empatbelas) hari, Menteri
menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang
ditandatangani secara elektronik.
(7) Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi, Menteri
langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik,
dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
menjadi gugur.
(8) Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dapat mengajukan kembali permohonan untuk
memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1).
Universitas Sumatera Utara
51
(9) Dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak
diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta
pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan
Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena
hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.
(10)Ketentuan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
bagi permohonan pengajuan kembali.
3. Pemakaian nama perseroan terbatas
Penggunaan nama Perseroan Terbatas tidak boleh merugikan sesama
pengusaha di bidang usaha dan perdagangan dan menimbulkan adanya persaingan
tidak sehat. Pengaturan pemakaian nama perseroan dilakukan untuk memberikan
perlindungan hukum kepada pemakai nama perseroan yang beritikad baik, yang sudah
memakai nama tersebut secara resmi di dalam akta pendirian dan telah mendapat
pengesahan Menteri. Untuk itu tidak diijinkan ada nama yang sama atau hampir sama
untuk pemakaian nama perseroan di seluruh Indonesia.
Pengaturan pemakaian nama perseroan ini jelas diatur didalam Pasal 16 UUPT
2007:
(1) Perseroan tidak boleh memakai nama yang:
a. telah dipakai secara sah oleh Perseroan lain atau sama pada pokoknya dengan
nama Perseroan lain;
b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. sama atau mirip dengan nama lembaga negara, lembaga pemerintah, atau
lembaga internasional, kecuali mendapat izin dari yang bersangkutan;
d. tidak sesuai dengan maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, atau
menunjukkan maksud dan tujuan Perseroan saja tanpa nama diri;
e. terdiri atas angka atau rangkaian angka, huruf atau rangkaian huruf yang tidak
membentuk kata; atau
f. mempunyai arti sebagai Perseroan, badan hukum, atau persekutuan perdata.
(2) Nama Perseroan harus didahului dengan frase “Perseroan Terbatas” atau disingkat
“PT”.
(3) Dalam hal Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pada akhir nama Perseroan ditambah kata singkatan “Tbk”.
Universitas Sumatera Utara
52
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemakaian nama Perseroan diatur
dengan Peraturan Pemerintah
4. Tempat kedudukan dan alamat tetap
Tempat kedudukan Perseroan Terbatas ditentukan dalam Pasal 5 UUPT 2007,
yang berisi tentang:
(1) Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara
Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukanya
(3) Dalam surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh perseroan,
barang cetakan, dan akta dalam hal perseroan menjadi pihak harus
menyebutkan nama dan alamat lengkap perseroan.
Prinsip utama dalam pasal ini adalah bahwa kedudukan perseroan didasarkan
pada anggaran dasar dan tempat kedudukan perseroan yang didirikan di Indonesia
berdasarkan undang-undang ini harus berada di Wilayah Negara Republik
Indonesia.46
Sehubungan dengan hal itu, tentang alamat yang dipilih sebagai tempat
kedudukan perseroan terbatas, undang-undang mengharuskan supaya tempat
kedudukan tersebut disebutkan dalam surat menyurat. Dalam praktek kita temui
alamat tersebut diletakkan pada kepala surat, dengan maksud agar perseroan mudah
dihubungi. Dan oleh menteri disyaratkan juga untuk melampirkan Surat Keterangan
Lurah setempat mengenai domisili perseroan tersebut, pada saat pengajuan dokumen
fisik untuk memohon persetujuan.
46
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2007), hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
53
Jika peseroan memiliki beberapa kantor, yang ditentukan sebagai kantor pusat
sebagaimana diatur dalam undang-undang ini adalah alamat yang terdapat dalam
anggaran dasar perseroan.
Dalam ketentuan Pasal 17 UUPT 2007 juga disebutkan bahwa :
a. Perseroan mempunyai tempat kedudukan didaerah kota atau kabupaten
dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam
anggaran dasar;
b. Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud, sekaligus merupakan kantor
pusat perseroan.
Ketentuan pada Pasal 17 UUPT 2007 tersebut tidak menutup kemungkinan
perseroan mempunyai tempat kedudukan di desa atau di kecamatan sepanjang
anggaran dasar mencantumkan nama kota atau kabupaten dari desa dan kecamatan
tersebut.
3. Organ Perseroan Terbatas
Sebagai suatu badan hukum, pada prinsipnya perseroan terbatas dapat
memiliki segala hak dan kewajiban yang dapt dimiliki oleh setiap orang perorangan,
dengan pengecualian hal-hal yang bersifat pribadi yang hanya mungkin dilaksanakan
oleh orang perorangan seperti misalnya yang diatur dalam buku Kedua KUHPerdata
tentang kewarisan.
Guna melaksanakan segala hak dan kewajiban yang dimiliki tersebut, ilmu
hukum telah merumuskan fungsi dan tugas dari masing-masing organ perseroan
tersebut yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
54
Sebagaimana bunyi Pasal 1 ayat 2 UUPT organ perseroan terbatas adalah:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
2. Direksi
3. Komisaris
1. Rapat Umum Pemegang Saham
Pasal 1 butir 4 UUPT mengatakan bahwa “Rapat Umum Pemegang Saham
yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar”.
Jadi di sini organ perseroan yang tertinggi adalah Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Dalam organ RUPS inilah arah kebijakan perseroan ditentukan.
Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan
dengan perseroan dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan
dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan.47
2. Direksi
Direksi dirumuskan dalam Pasal 1 angka 5 UUPT sebagai Organ Perseroan
yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili
Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan
anggaran dasar.
Jadi keberadaan direksi adalah untuk mengurus perseroan sesuai maksud dan
tujuan perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dengan demikian,
47
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Ibid, hlm. 99.
Universitas Sumatera Utara
55
keberadaan direksi sangat dibutuhkan oleh perseroan. Tidak mungkin terdapat suatu
perseroan tanpa adanya Direksi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi
dapat diibaratkan sebagai nakhoda perseroan, pusat energy (centra energy) perseroan,
mesin perseroan (corporate engineering), semangat perseroan (spirit of corporations),
corporate image yang utama dari perseroan, symbol perseroan (image corporations),
aura perseroan, dan lain sebagainya.48
3. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris dirumuskan Pasal 1 angka 6 UUPT sebagai Organ
Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
Dewan Komisaris dalam hal ini melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun
usaha perseroan, dan memberi nasehat kepada direksi. Pengawasan dan pemberian
nasehat ini dilakukan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan.49
B. Dasar Hukum Pengaturan Akuisisi Perusahaan
1. Berdasarkan UUPT Nomor 40 Tahun 2007
Ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007
mengenai akuisisi yang dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas tersebut
48
Tri Widiyono, Direksi Perseroan Terbatas (Keberadaan, Tugas, Wewenang dan Tanggung
Jawab), (Bogor : Ghalia Indonesia, 2008), hlm. 41. 49
Jamin Ginting, Hukum Perseroan Terbatas (UU No. 40 Tahun 2007), Op.Cit., hlm. 130.
Universitas Sumatera Utara
56
disebut dengan istilah “pengambilalihan” meliputi 2 (dua) macam pengaturan, yakni
yang mengatur khusus tentang akuisisi dan yang mengatur akuisisi bersama-sama
dengan merger. Pasal-pasal yang mengatur khusus tentang akuisisi adalah sebagai
berikut:
Pasal 125
(1) Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan
saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh
Perseroan melalui Direksi Perseroan atau langsung dari
pemegang saham.
(2) Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan.
(3) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pengambilalihan saham yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian terhadap Perseroan tersebut.
(4) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum
berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan
hukum Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS
yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89.
(5) Dalam hal Pengambilalihan dilakukan melalui Direksi, pihak
yang akan mengambil alih menyampaikan maksudnya untuk
melakukan Pengambilalihan kepada Direksi Perseroan yang
akan diambil alih.
(6) Direksi Perseroan yang akan diambil alih dan Perseroan
yang akan mengambil alih dengan persetujuan Dewan
Komisaris masing-masing menyusun rancangan
Pengambilalihan yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan
mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;
b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan
mengambil alih dan Direksi Perseroan yang akan diambil
alih;
c. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (2) huruf a untuk tahun buku terakhir dari Perseroan
yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan
diambil alih;
Universitas Sumatera Utara
57
d. tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan
yang akan diambil alih terhadap saham penukarnya apabila
pembayaran Pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. jumlah saham yang akan diambil alih;kesiapan pendanaan;
f. neraca konsolidasi proforma Perseroan yang akan
mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia;
g. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju
terhadap Pengambilalihan;
h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota
Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan
yang akan diambil alih;
i. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan,
termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham
dari pemegang saham kepada Direksi Perseroan;
j. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan hasil
Pengambilalihan apabila ada.
(7) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan langsung dari
pemegang saham, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dan ayat (6) tidak berlaku.
(8) Pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) wajib memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan
yang diambil alih tentang pemindahan hak atas saham dan
perjanjian yang telah dibuat oleh Perseroan dengan pihak lain.
Pasal 128 ayat (2)
Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari
pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia.
Pasal 131
(1) Salinan akta Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan
pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang
perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (3).
(2) Dalam hal Pengambilalihan saham dilakukan secara langsung
dari pemegang saham, salinan akta pemindahan hak atas
saham wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan
kepada Menteri tentang perubahan susunan pemegang saham.
Universitas Sumatera Utara
58
Sedangkan pasal-pasal dari UUPT 2007 yang mengatur akuisisi secara
bersama-sama dengan pengaturan tentang merger (dan konsolidasi) antara lain:
Pasal 89
(1) RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar
Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu
berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan
jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling
sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang
dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan
keputusan RUPS yang lebih besar.
(2) Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua.
(3) RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan
berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit
2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak
suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah
sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat
(6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku
bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan/atau ketentuan
tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku
juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 126
(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan
Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan
c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Universitas Sumatera Utara
59
(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS
mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh
menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.
(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan.
Pasal 127
(1) Keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan sah apabila diambil sesuai
dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 89.
(2) Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib
mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1
(satu) Surat Kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada
karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan
RUPS.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat
juga pemberitahuan bahwa pihak yang berkepentingan dapat
memperoleh rancangan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan di kantor Perseroan
terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan.
(4) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam
jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah
pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengenai
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan
sesuai dengan rancangan tersebut.
(5) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap
menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan.
(6) Dalam hal keberatan kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) sampai dengan tanggal diselenggarakan RUPS tidak dapat
diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut harus
disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian.
Universitas Sumatera Utara
60
(7) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
belum tercapai, Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan,
atau Pemisahan tidak dapat dilaksanakan.
(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), ayat
(5), ayat (6), dan ayat (7) mutatis mutandis berlaku bagi
pengumuman dalam rangka Pengambilalihan saham yang
dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125.
Pasal 128
(1) Rancangan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam
akta Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau
Pemisahan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa
Indonesia.
(2) Akta Pengambilalihan saham yang dilakukan langsung dari
pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta notaris dalam
bahasa Indonesia.
(3) Akta Peleburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
dasar pembuatan akta pendirian Perseroan hasil Peleburan.
Pasal 134 Ketentuan lebih lanjut mengenai Penggabungan, Peleburan,
atau Pengambilalihan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas
Selain dari Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007,
pengaturan tentang akuisisi juga diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas yang diundangkan pada tanggal 24 Februari 1998.
Ketentuan khusus tentang akuisisi tersebut adalah sebagai berikut :
Pasal 26
(1) Pihak yang akan mengambilalih menyampaikan maksud dan
untuk melakukan pengambilalihan kepada Direksi perseroan
yang akan diambilalih.
Universitas Sumatera Utara
61
(2) Direksi perseroan yang akan diambilalih dan pihak yang
akan mengambilalih masing-masing menyusun usulan
rencana pengambilalihan.
(3) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-
masing wajib mendapat persetujuan Komisaris perseroan yang
akan diambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan
mengambilalih, dengan memuat sekurang-kurangnya :
a. nama dan tempat kedudukan perseroan serta badan hukum
lain, atau identitas orang perseorangan yang melakukan
pengambilalihan;
b. alasan serta penjelasan masing-masing direksi perseroan,
pengurus badan hukum atau orang perseorangan yang
melakukan pengambilalihan;
c. laporan tahunan terutama perhitungan tahunan tahun buku
terakhir dari perseroan dan badan hukum lain yang
melakukan pengambilalihan;
d. tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan
yang melakukan pengambilalihan apabila pembayaran
pengambilalihan dilakukan dengan saham;
e. rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil
pengambilalihan;
f. jumlah saham yang akan diambilalih;
g. kesiapan pendanaan;
h. neraca gabungan proforma perseroan setelah pengamb
ilalihan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi
keuangan, serta perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan keuntungan dan kerugian serta masa depan
perseroan tersebut berdasarkan hasil penilaian ahli yang
independen;
i. cara penyelesaian hak-hak pemegang saham yang tidak
setuju terhadap pengambilalihan perusahaan;
j. cara penyelesaian status karyawan dari perseroan yang
akan diambilalih;
k. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan.
Pasal 27
Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 merupakan
bahan untuk penyusunan Rancangan Pengambilalihan yang
disusun bersama antara Direksi perseroan yang akan
diambilalih dengan pihak yang akan mengambilalih.
Pasal 28
Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sekurang-
kurangnya memuat hal-hal yang tercantum dalam usulan
Universitas Sumatera Utara
62
rencana pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26.
Pasal 29
Ringkasan Rancangan Pengambilalihan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 wajib diumumkan oleh Direksi
dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diberitahukan secara
tertulis kepada karyawan perseroan yang melakukan
pengambilalihan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum
pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing
perseroan.
Pasal 30
Rancangan Pengambilalihan wajib mendapat persetujuan
Rapat Umum Pemegang Saham perseroan yang akan
diambilalih dan yang akan mengambilalih atau lembaga serupa
dari pihak yang akan mengambilalih.
Pasal 31
(1) Rancangan pengambilalihan yang telah disetujui sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dituangkan dalam Akta
Pengambilalihan.
(2) Akta Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia.
Pasal 32
(1) Apabila pengambilalihan perseroan dilakukan dengan
mengadakan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, maka
pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal persetujuan
Anggaran Dasar oleh Menteri.
(2) Apabila pengambilalihan perseroan dilakukan dengan disertai
perubahan Anggaran Dasar yang tidak memerlukan
persetujuan Menteri, maka pengambilalihan mulai berlaku
sejak tanggal pendaftaran Akta Pengambilalihan dalam Daftar
Perusahaan.
(3) Apabila pengambilalihan perseroan tidak mengakibatkan
perubahan Anggaran Dasar, maka pengambilalihan mulai
berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Pengambilalihan.
Pengaturan tentang akuisisi juga diberlakukan disetiap negara. Jika dahulu
fenomena ini hanya muncul terutama di Amerika Serikat, maka saat ini akuisisi terjadi
Universitas Sumatera Utara
63
diberbagai negara diseluruh dunia. Jelaslah bahwa akuisisi telah menjadi salah satu
strategi tingkat korporat yang sangat penting dalam milenium baru ini. Dalam
pelaksanaan akuisisi tersebut, pemerintah Negara setempat berhak memberikan
persetujuan untuk menerima atau menolak akuisisi, misalnya :50
1) Amerika Serikat
Beberapa jenis industri yang tergolong “sensitif” diatur secara ketat bahkan
dilarang sama sekali diakuisisi oleh asing seperti perbankan, asuransi, komunikasi,
pertahanan, investment banking, public utilities, transportasi air dan udara. Secara
hirstoris, negara ini telah lama memiliki undang-undang antimonopoli yang
mengatur tentang akuisisi yaitu Sherman Act 1890, kemudian dilakukan
penyempurnaan dengan mengeluarkan The Clayton Act 1914. Clayton Act
mempertegas larangan akuisisi yang bisa mengurangi persaingan atau akuisisi
yang mengarah pada monopoli. Aktivitas akuisisi ini dipantau oleh beberapa agen
pemerintah seperti Federal Trade Comission (FTC), Departemen Kehakiman dan
Security Exchange Comission (SEC). Beberapa undang-undang antimonopoli di
Amerika Serikat telah lahir seperti The Federal Trade Comission Act 1914, The
Celler-Kefauver Act 1950, The Hart-Secott-Rodino Act 1976 dan kemudian
Horizontal Merger Guidelines 1992 yang telah direvisi pada tahun 1997.
2) Perancis
Pemerintah Perancis melalui Treasury Departement (Kementerian Ekonomi dan
Keuangan) mengatur akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan diluar Negara yang
50
Abdul Moin, Merger, Akuisisi & Divestasi, (Yogyakarta : Ekonisia, 2010), hlm. 292.
Universitas Sumatera Utara
64
tergabung dalam Uni Eropa. Akuisisi lebih dari 20% ekuitas terhadap perusahaan
di Perancis sudah dianggap sebagai investasi langsung. Pemerintah melarang
akuisisi untuk industri-industri strategis dibawah pengawasan pemerintah seperti
industry pertahanan dan industri alat-alat medis. Disamping itu pemerintah juga
melarang akuisisi yang mengakibatkan menurunnya tingkat persaingan industri
tertentu. Di Uni Eropa, khususnya Jerman, akuisisi oleh pihak asing harus
mendapat persetujuan dari German Cartel Office.
3) Inggris
Di Inggris , aktivitas akuisisi diawasi oleh Monopolies and Mergers Comission
(MMC) dan Office of Trading (OFT) yang merupakan agen yang terbentuk dari
lahirnya Fair Trading Act 1973. Proses akuisisi di Inggris diinvestigasi dalam dua
tahap, pertama oleh OFT untuk mendapatkan rekomendasi dari Secretary of State
for Trade and Industry dan tahap kedua oleh MMC yang akan memutuskan
apakah merger dan akuisisi diterima atau ditolak.
C. Peranan Notaris dalam Akuisisi Perusahaan
Notariat berasal dari kata Latijne Notariaat, sedangkan Notaris dari Notarius
(Notarui), adalah orang yang menjalankan pekerjaan menulis.51
Perkembangan
perekonomian nasional melaju pesat dalam era globalisasi ini, terutama di dalam
bidang hukum bisnis, antara lain mencakup pendirian perusahaan, transaksi jual beli,
51
R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1982),
hlm. 82.
Universitas Sumatera Utara
65
dan lain sebagainya, yang mana hal tersebut adalah bagian dari Hukum Perdata. Oleh
karena itu pemerintah wajib menyediakan sarana prasarana yang memadai dan
mendukung, misalnya: keamanan, perlindungan hukum, penegakan hukum, jaminan
kepastian hukum, terutama adalah sumber daya manusia di bidang hukum. Notaris
adalah salah satu bagian dari aparat penegak hukum, sebagai Pejabat Umum, yang
profesional mewakili negara untuk menjalankan fungsi sosialnya dalam pembuatan
akta sebagai alat bukti, berupa akta otentik.
Sejak ada hukum pembuktian, lembaga kenotariatan tidak hanya menulis,
tetapi juga sebagai lembaga pembuktian yang mengharuskan dibuatnya suatu akta
otentik. Hukum yang dibawa Belanda di Indonesia (BW) dalam Pasal-Pasal tertentu
mengharuskan adanya akta otentik untuk perbuatan-perbuatan tertentu. Dalam Pasal
1870 KUHPerdata menyebutkan yang dapat menjadi alat bukti sempurna adalah akta
otentik sehingga lahirlah lembaga kenotariatan.
Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang
pengguna jasa notaris, telah terbentuk Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-Undang Jabatan Notaris ini
diundangkan dengan maksud sebagai pengganti Reglement of Het Notaris Ambt in
Indonesie (Stb.1860 No. 3, selanjutnya disebut PJPN-S. 1860 No. 3) tentang Peraturan
Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan
masyarakat.
Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat,
hingga sekarang dirasakan masih disegani. Dengan berlakunya Undang-Undang No.
Universitas Sumatera Utara
66
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, diharapkan dapat memberikan perlindungan
hukum baik kepada masyarakat maupun terhadap notaris itu sendiri. Seorang notaris
sebagai seorang pejabat, merupakan tempat bagi seseorang untuk dapat memperoleh
nasehat yang bisa diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya
(konstantir) adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses
hukum.52
Notaris, adalah jabatan kepercayaan, sehingga seseorang bersedia
mempercayakan sesuatu kepada notaris.
Menurut hukum, akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris, adalah akta
otentik, barang siapa yang membantah kebenaran suatu akta otentik, yang membantah
harus dapat membuktikan sebaliknya.53
Menurut definisi yang terdapat dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yaitu :
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.
Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya atau seperti yang lazim
disebut dalam bahasa latin acta publica probant sese ipsa, apabila suatu akta
dikatakan sebagai akta otentik, artinya menandakan dirinya dari luar, dari kata-
katanya sebagai yang berasal dari seorang pejabat umum, maka akta itu terhadap
setiap orang dianggap sebagai akta otentik, sampai dapat dibuktikan sebaliknya (tidak
otentik).54
52
Tan Thong Kie, Buku I Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, cet. 2, (Jakarta : PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2000), hlm. 157. 53
A. Kohar, Notaris Dalam Praktek Hukum, (Bandung : Alumni, 1983), hlm. 28. 54
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Erlangga, 1983), hlm. 55.
Universitas Sumatera Utara
67
Kewenangan lain yang dimaksud dalam Undang-Undang yang berkaitan
dengan akta otentik, yaitu terdapat pada Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan
Notaris, yang menyatakan :
“Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangan-
undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta-akta itu juga ditugaskan atau dikecualikan kepada
pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang”.
Sesuai dengan bunyi Pasal tersebut, yang menegaskan bahwa salah satu
kewenangan yang dimiliki oleh seorang notaris yaitu membuat akta secara umum,
dengan batasan sepanjang, antara lain :55
1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang;
2) Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan;
3) Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan;
4) Berwenang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan
tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris;
5) Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini notaris harus menjamin
kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta.
Notaris selain berwenang membuat akta otentik baik oleh maupun
dihadapannya yang merupakan tugas pokoknya menurut peraturan yang berlaku bagi
jabatannya, notaris berperan pula:56
55
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administritif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik,
(Bandung : Refika Aditama, 2008), hlm. 56. 56
Victor M, Situmorang, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, (Jakarta : Rineka Cipta,
1993, hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
68
1) Bertindak sebagai penasihat hukum terutama yang menyangkut masalah
hukum perdata dalam arti luas (privaat) sebagaimana diatur dalam Pasal 15
ayat (2) huruf e UUJN.
2) Melakukan pendaftaran (waarmerking) atas akta-akta atau syarat di bawah
tangan dan dokumen (strukken)
3) Melegalisasi tanda tangan
4) Membuat dan mensahkan (waarmerking) salinan atau turunan berbagai
dokumen (copy collationee)
5) Mengusahakan disahkan badan-badan seperti Perseroan Terbatas dan yayasan
agar memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dari Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia
6) Membuat keterangan hak waris
7) Pekerjaan-pekerjaan lain yang berkaitan dengan lapangan yuridis dan
penyuluhan perpajakan seperti aturan bea materai, Bea perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB).
Dan yang paling penting, di dalam menjalankan tugas dan wewenangnya,
seorang Notaris harus pro–aktif, tegas dan memiliki penguasaan ilmu di bidangnya
untuk dapat menjelaskan secara terinci, dengan pandangan dan wawasan yang luas
untuk kebaikan masyarakat, berdasarkan kebenaran. Karena itu, seorang Notaris wajib
memiliki sikap ketidakberpihakan dan kemandirian. Menurut Herlien Budiono, dalam
Seminar Pembekalan Dan Penyegaran Pengetahuan Konferwil Ikatan Notaris
Indonesia Jawa Timur Di Surabaya tanggal 12 Juni 200957
:
“ada anggapan dalam praktek bahwa akta pihak dalam akta yang dibuat atas
permintaan (para) pihak. Ini benar, karena Notaris tidak dapat semau sendiri
atas inisiatif sendiri tanpa permintaan siapapun membuat suatu akta. Namun
hal tersebut tidak berarti bahwa Notaris bebas dari tanggungjawab terhadap isi
akta atau dengan dalih; “itu kemauan para pihak untuk dicantumkan di dalam
akta”.
Adapun yang dimaksud dengan akta otentik menurut Pasal 1868 KUHPerdata,
yaitu suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang-Undang, dibuat
57
Andi Prajitno, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, (Surabaya :
Putra Media Nusantara, 2010), hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
69
oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat di mana akta
dibuatnya. Akta otentik mempunyai tiga macam kekuatan, yaitu :58
1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yaitu kemampuan dari akta itu sendiri
untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik.
2. Kekuatan pembuktian formil, yaitu sepanjang mengenai akta pejabat, akta
tersebut membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang
dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaris sebagai pejabat
umum di dalam menjalankan kewajibannya.
3. Kekuatan pembuktian materiil, yaitu membuktikan bahwa isi keterangan
yang terdapat dalam akta adalah benar telah terjadi.
Akta notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang
sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta dipenuhi.
Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut
dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat dinyatakan
sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Jika sudah berkedudukan seperti itu, maka nilai pembuktiannya diserahkan kepada
Hakim.
Sesuai dengan pengertian yang tercantum dalam Pasal 1868 KUHPerdata
tersebut, maka suatu akta otentik selain merupakan sumber untuk otentisitas suatu
akta notaris juga merupakan dasar dari legalitas eksistensi akta notaris, dengan syarat-
syarat sebagai berikut :59
a) Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat
umum.
58
Victor M, Situmorang, Grosse Akta Dalam Pembuktian dan Eksekusi, Ibid. 59
Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, (Bandung : Mandar Maju, 2009), hlm.
43
Universitas Sumatera Utara
70
Apabila akta notaris hanya memuat apa yang dialami dan disaksikan oleh notaris
sebagai pejabat umum, maka akta itu dinamakan akta verbal atau akta pejabat
(ambtelijke akten). Salah satu contoh akta pejabat adalah akta berita acara yang
dianut oleh notaris dari suatu rapat pemegang saham dari suatu perseroan terbatas.
Apabila suatu akta selain memuat catatan tentang apa yang disaksikan atau
dialami oleh notaris juga memuat tentang apa yang diperjanjikan atau ditentukan
oleh pihak-pihak yang menghadap pada notaris, maka akta itu dinamakan “akta
partij”.
b) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
Bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-Undang adalah bahwa akta tersebut
terdiri dari kepala akta, badan akta, akhir akta. Bagian-bagian akta yang terdiri
dari kepala akta dan akhir akta adalah bagian yang mengandung unsur otentik,
artinya apa yang tercantum dalam kepala akta dan akhir akta tersebut akan
menentukan apakah akta itu dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-
Undang atau tidak.
c) Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta tersebut.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta memperoleh otentisitas
adalah wewenang notaris yang bersangkutan untuk membuat akta tersebut.
Berkaitan dengan akuisisi perusahaan, peranan notaris disini yang terutama
adalah memahami dengan benar tentang aturan dan peraturan yang berkaitan, lalu
harus melakukan langkah-langkah yang wajib ditempuh sesuai dengan UUPT :
Universitas Sumatera Utara
71
1) RUPS dengan korum ¾ (pasal 89)
RUPS dalam transaksi Pengambilalihan harus dilakukan oleh Perseroan yang
mengambilalih, tentunya ini hanya berlaku dalam hal pihak yang mengambilalih
adalah suatu PT. Karena dapat saja yang mengambil alih adalah perseorangan atau
badan hukum asing.
Sebagaimana disebutkan pasal 125 ayat 4 UUPT :
“Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh badan hukum berbentuk Perseroan,
Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum Pengambilalihan harus berdasarkan
keputusan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang
persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
89.”
Selain perusahaan yang mengambilalih, perusahaan yang diambilalih juga harus
melakukan RUPS (lihat pasal 127 ayat 1).
2) Rancangan Pengambilalihan
Rincian tentang Rancangan Pengambilalihan diatur di pasal 125 ayat 6. Namun
kewajiban membuat Rancangan Pengambilalihan ini tidak berlaku apabila
dilakukan melalui jalur langsung kepada pemegang saham 125 ayat 7.
3) Pengumuman Koran I
Sebagaiman Ketentuan yang diatur dalam pasal 127 ayat 2 : wajib mengumumkan
ringkasan rancangan paling sedikit dalam 1 (satu) Surat Kabar dan mengumumkan
secara tertulis kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Universitas Sumatera Utara
72
Kewajiban pengumuman di atas tidak hanya berlaku bagi jalur melalui Direksi
tetapi juga berlaku bagi jalur langsung kepada pemegang saham (lihat pasal 127
ayat 8).
Jangka waktu 30 hari tersebut tidak dapat disingkat dengan alasan apapun,
meskipun telah lewat waktu 14 hari bagi kreditur untuk menyatakan keberatan
(pasal 127 ayat 4 dan 5).
Setelah 30 hari terlampui, maka dapat dilakukan pemanggilan RUPS dan sesuai
pasal 82 ayat 1 : “Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak
memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS.”
(a). Jangka waktu yang 14 hari ini dapat dikurangi, apabila :
keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara
hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara
bulat.(Pasal 82 ayat 5).
(b). Atau tidak perlu diadakan RUPS dan diganti dengan : keputusan yang
mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak
suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang
bersangkutan (Pasal 91).
4) Akta Pengambilalihan
Kedua jalur yang disebutkan di atas, harus dibuat didalam Akta notaris dan
berbahasa Indonesia (pasal 128 ayat 1 dan 2).
Universitas Sumatera Utara
73
5) Pemberitahuan Perubahan AD atau Perubahan Pemegang Saham ke Menteri
Pasal 131 mengharuskan Notaris untuk menindaklanjuti proses ini ke Menteri,
baik karena terjadi perubahan AD, karena menggunakan cara saham yang akan
dikeluarkan dari Perseroan (Pasal 131 ayat 1), maupun karena terjadinya
perubahan susunan pemegang saham (Pasal 131 ayat 2).
6) Pengumuman II
Proses Pengambilalihan tidak hanya 1 kali pengumuman, tetapi, 30 hari terhitung
sejak terjadinya Pengambilalihan, maka Direksi dari Perusahaan yang diambilalih
harus mengumumkan dalam 1 surat kabar atau lebih (pasal 133 ayat 2).
Dari uraian ringkas di atas, kita harus memulai paradigma baru bahwa setiap
Jual Beli Saham yang lazim dilakukan dalam praktek harus diuji apakah termasuk
kategori Pengambilalihan atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
Top Related