12
BAB II
Tinjauan Pustaka
Dalam bab dua ini Penulis berfokus untuk memaparkan teori-teori yang
digunkan dalam melakukan analisis terhadap isu penerapan sistem E-Court di
Mahkamah Agung, khususnya diwilayah hukum Pengadilan Negeri Jombang. Dengan
itu penulis mencantukan beberapa sub bab sebagai landasan untuk menganalisis
beberapa data yang sudah didapatkan oleh Penulis. Yaitu asas-asas perlindungan
Hukum Acara Perdata, Pentingnya sistem E-Court, dan Teori Efektifitas.
A. Asas-Asas Perlindungan Hukum Acara Perdata
Pada hakikatnya terdapat asas-asas dalam hukum acara perdata yang mendasari
pelaksanaan sebuah peradilan. Asas-asas berikut meliputi :
a. Hakim bersifat menunggu.
b. Hakim bersifat pasif .
c. Persidangan yang terbuka.
d. Hakim mendengar kedua belah pihak (“audi et alteram partem” atau “lines
mannes redeist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide”).
e. Putusan yang disertai alasan-alasan.
f. Beracara yang dikenakan biaya-biaya.
g. Pihak tidak harus diwakilkan.
h. Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan.
13
Dari kedelapan asas diatas penulis hanya befokus pada pembahasan asas
peradilan dilakukan dengan sederhana cepat dan biaya ringan.
Dalam hal ini keberadaan asas ini didasarkan pada Pasal 2 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan
“Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”, yang dalam
penjelasan umum undang-undang ini menyatakan bahwa :
Pasal 2 :
……….
Ayat (4) :
Yang dimaksud dengan “sederhana” adalah pemeriksaan dan
penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif.
Yang dimaksud dengan “biaya ringan” adalah biaya perkara yang
dapat dijangkau oleh masyarakat.
Namun demikian, asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam
pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak
mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari
kebenaran dan keadilan.
Menurut Zaenal Asikin makna dari asas sederhana adalah hukum acara yang
jelas mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Semakin sedikit dan sederhana sebuah
formalitas dalam beracara maka akan semakin baik. Sebaliknya apabila terlalu banyak
formalitas atau peraturan, maka akan akan sulit dipahami dan memimbulkan berbagai
14
ragam menafsiran, sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum. Sedangkan
asas cepat menunjuk pada cepatnya proses peradilan dimana dalam penyelesaian
sengketa tidak berlarut-larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli warisnya. dan
asas biaya ringan merupakan asas yang menekankan bahwa biaya perkara dalam
persidangan sebisa mungkin dapat dijangkau oleh masyarakat umum. mengingat bila
biaya perkara yang tinggi akan membuat masyarakat enggan beracara di pengadilan.1
Dengan kata lain makna dari asas peradilan yang sederhana adalah adanya
mekanisme pemeriksaan yang efisien (tidak berbelit-belit) dalam jalanya proses
pemeriksaan sedangakan asas cepat dalam proses peradilan artinya penyelesaian
perkara memakan waktu tidak terlalu lama, peradilan cepat ini bukan bertujuan untuk
menyuruh Hakim memeriksa dan memutuskan perkara misalnya dalam tempo satu jam
atau setengah jam, yang dicita-citakan ialah suatu proses pemeriksaan yang relatif tidak
memakan jangka waktu yang lama sampai bertahuntahun sesuai dengan kederhanaan
peradilan itu sendiri dan asas biaya ringan menekankan bahwa tidak dibutuhkan biaya
lain kecuali benar-benar diperlukan secara rill untuk penyelesaian perkara. Biaya harus
ada tarif yang jelas dan seringan-ringannya. Segala pembayaran di pengadilan harus
jelas kegunaannnya dan diberi tanda terima uang.2
1 Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata, edisi pertama, Penerbit Kencana, Jakarta, 2015,
Hlm.14. 2 Nia Sari Sihotang, Penerapan Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan Di Pengadilan
Negeri Pekanbaru Berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, Jom Fakultas Hukum Volume III Nomor 2, Oktober 2016, Hlm.6.
15
B. Sistem E-Court
a. Pengertian Sistem E-Court
Dalam melaksanakan asas peradilan sederhana, cepat dan murah diatas, maka
diperlukannya pembaruan administrasi dan persidangan guna mengatasi kendala dan
hambatan dalam proses penyelenggaraan peradilan, serta untuk menjawab
perkembangan zaman mengharuskan adanya pelayanan administrasi perkara dan
persidangan di pengadilan yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan
perkembangan teknogi informasi . Maka, Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan
kehakiman yang membawahi peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan
militer, peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha Negara, telah menetapkan
penggunaan sistem E-Court sebagai perangkat yang disediakan untuk membantu
mempercepat masyarakat dalam proses administrasi perkara di pengadilan, yang
meliputi pendaftaran perkara (e-filing), pembayaran (e-payment), dan
panggilan/pemberitahuan (e-summons) secara elektronik (online). Maka, dengan kata
lain, E-Court merupakan aplikasi yang digunakan untuk memproses, gugatan atau
permohonan, pembayaran biaya perkara secara elektronik, melakukan panggilan
sidang dan pemberitahuan secara elektronik serta aplikasi layanan perkara lainnya yang
bersifat elektronik.
Penerapan sistem E-Court di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan
Mahkamah Agung RI untuk mewujudkan badan peradilan Indonesia yang agung,
dimana visi tersebut dimanifestasikan dalam bentuk peradilan yang modern berbasis
teknologi informasi dalam melayani masyarakat dimana tidak hanya terbatas pada
16
administrasi perkara secara elektronik, namun dengan persidangan secara elektronik.
Dengan adanya sistem E-Court yang telah diluncurkan sejak tahun 2018 ini telah
merubah paradigma berperkara selama ini yang mengharuskan para pihak datang ke
pengadilan untuk mendaftarkan perkaranya. Hanya dengan bermodalkan perangkat
teknologi informasi yang dimiliki, seperti ponsel pintar (smart phone), pengguna
terdaftar dapat mendaftarkan perkara kliennya, tanpa perlu mendatangi ke pengadilan
secara langsung .
Landasan hukum tentang penerapan E-Court sudah cukup kuat dilihat dari
terbitnya beberapa aturan hukum yang terkait dengan penerapan E-Court dalam proses
peradilan di Indonesia antara lain :
a. Peraturan Mahkamah Agung R.I No.3 Tahun 2018 tentang Administrasi Perkara
di Pengadilan Secara Elektronik
b. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi
Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik
c. Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.26/KMA/SK/II/2012 tentang Standar Pelayanan Peradilan.
d. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum
No.77/DJU/SK/HM.02.3/2/2018 tentang Standar Pedoman Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) pada Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
e. Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung
Republik Indonesia No 271/DJU/SK//PS01/4/2018 tanggal 17 April 2018 tentan
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung R.I No.3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Perkara di Pengadilan Secara Elektronik.
17
f. Surat Direktur Jendral Badan Peradilan Umum No.272/DJU/HM02.3/3/2019
tanggal 8 Maret 2019 tentang Akselerasi Pendaftaran Perkara Melalui E-Court.
Dalam mekanisme E-Court pengguna yang telah terdaftar harus mendaftar dan
mendapatkan Akun, melalui mekanisme validasi Advokat oleh Pengadilan Tinggi
tempat dimana Advokat disumpah, sedangkan pendaftaran dari Perseorangan atau
Badan Hukum akan diatur lebih lanjut. Layanan dan Penjelasan singkat Pendaftaran
Perkara Online. Untuk lebih jelasnya mekanisme E-Court.
b. Ruang Lingkup Sistem E-Court
Dalam penerapannya, sistem E-Court tidak hanya digunakan oleh pengguna
terdaftar (advokat) saja tetapi juga untuk pengguna insidentil (pengguna non
advokat). Pengguna insidentil ini terdiri dari perseorangan, pemerintahan, dan badan
hukum Dalam hal ini berkaitan dengan ruang lingkup sistem E-Court diawali dari
pendataran perkara hingga acara persidangan. Dalam hal ini Mahkamah Agung lebih
mengutamakan sistem ini diakses oleh Advokat dikarenakan Advokat diangap dan
diharapkan lebih siap untuk merespon dan membiasakan diri dengan penggunaan
aplikasi ini sebagai bagian dari manajemen perubahan yang bertahap pada bidang
manajemen perkara dari manual ke elektronik. Untuk saat ini pengguna yang bisa
melakukan akses pendaftaran perkara sampai saat ini hanya advokat yang telah
mendapat validasi oleh Mahkamah Agung, dan aplikasi e-court tersebut baru akan
bisa terlaksana secara efektif apabila seluruh advokat di Indonesia telah terdaftar dam
memiliki akun nya sendiri.
18
Berikut merupakan beberapa hal singkat tentang mekanisme dalam
penggunaan sistem E-Court itu sendiri :
1. Pendaftaran Perkara Online (E-Filing)
Pendaftaran Perkara Online dalam aplikasi e-Court untuk saat ini baru dibuka
jenis pendaftaran untuk perkara gugatan, bantahan, gugatan sederhana, dan
permohonan. Pendaftaran Perkara ini adalah jenis perkara yang didaftarkan di
Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan TUN yang dalam pendaftarannya
memerlukan effort atau usaha yang lebih, dan hal ini yang menjadi alasan untuk
membuat e-Court salah satunya adalah kemudahan berusaha.
Keuntungan Pendaftaran Perkara secara online melalui Aplikasi E-Court
yang bisa diperoleh dari aplikasi ini adalah :
1. Menghemat Waktu dan Biaya dalam proses pendaftaran perkara.
2. Pembayaran Biaya Panjar yang dapat dilakukan dalam saluran multi chanel atau
dari berbagai metode pembayaran dan bank.
3. Dokumen terarsip secara baik dan dapat diakses dari berbagai lokasi dan media.
4. Proses Temu Kembali Data yang lebih cepat
2. Pembayaran Panjar Biaya Online (E-Payment)
Dalam pendaftaran perkara, pengguna terdaftar akan langsung mendapatkan
SKUM yang digenerate secara elektronik oleh aplikasi e-Court. Dalam proses generate
tersebut sudah akan dihitung berdasarkan Komponen Biaya apa saja yang telah
ditetapkan dan dikonfigurasi oleh Pengadilan, dan Besaran Biaya Radius yang juga
19
ditetapkan oleh Ketua Pengadilan sehingga perhitungan taksiran biaya panjar sudah
diperhitungkan sedemikian rupa dan menghasilkan elektronik SKUM atau eSKUM.
Pengguna Terdaftar setelah mendapatkan Taksiran Panjar atau e-SKUM akan
mendapatkan Nomor Pembayaran (Virtual Account) sebagai rekening virtual untuk
pembayaran Biaya Panjar Perkara.
3. Pemanggilan Elektronik (E-Summons)
Sesuai dengan Perma No.3 Tahun 2018 bahwa Pemanggilan yang
pendaftarannya dilakukan dengan menggunakan e-Court, maka pemanggilan kepada
Pengguna Terdaftar dilakukan dilakukan secara elektronik yang dikirimkan ke alamat
domisili elektronik pengguna terdaftar. Akan tetapi untuk pihak tergugat untuk
pemanggilan pertama dilakukan dengan manual dan pada saat tergugat hadir pada
persidangan yang pertama akan diminta persetujuan apakah setuju dipanggilan secara
elektronik atau tidak, jika setuju maka akan pihak tergugat akan dipanggil secara
elektronik sesuai dengan domisili elektronik yang diberikan dan apabila tidak setuju
pemanggilan dilakukan secara manual seperti biasa.
4. Persidangan Elektronik (E-Litigasi)
Aplikasi E-Court juga mendukung dalam hal persidangan secara elektronik
sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti Replik, Duplik,
Kesimpulan dan atau Jawaban secara elektronik yang dapat diakses oleh Pengadilan
dan para pihak.
20
C. Teori Efektivitas
Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan keberhasilan kerja yang telah
ditetapkan. Sarwoto mengistilahkan efktifitas dengan “berhasil guna” yaitu pelayanan
yang baik corak dan mutunya benar-benar sesuai kebutuhan dalam pencapaian tujuan
suatu organisasi.3
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan
efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah sesuatu yang ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya) sejak dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau
peraturan.4
Sedangkan efektivitas itu sendiri adalah keadaan dimana dia diperankan untuk
memantau.5 Jika dilihat dari sudut hukum, yang dimaksud dengan “dia” disini adalah
pihak yang berwenang yaitu polisi. Kata efektifitas sendiri berasal dari kata efektif,
yang berarti terjadi efek atau akibat yang dikehendaki dalam suatu perbuatan. Setiap
pekerjaan yang efisien berarti efektif karena dilihat dari segi hasil tujuan yang hendak
dicapai atau dikehendaki dari perbuatan itu. Pada dasarnya efektivitas merupakan
tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam
arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi
3 Sarwoto, Dasar-Dasar organisasi dan Manegemen, ghala Indonesia, Jakarta,1990, Hlm.126. 4 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.2002, Hlm.284. 5 Ibid, Hlm.290.
21
hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk
mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu
keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Selain itu
hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang
maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat
berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang
tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum
merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.
Efektifitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai, maka dapat disimpulkan bahwa semakin
besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.6 Selain itu efektivitas
juga dapat diartikan sebagai pencapaian tujuan dan sasaran yang telah disepakati untuk
mencapai tujuan usaha bersama. Tingkat tujuan dan sasaran itu menunjukkan tingkat
efektivitas. Tercapainya tujuan dan sasaran itu akan ditentukan oleh tingkat
pengorbanan yang telah dikeluarkan.7
6 Hidayat, Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Gajah Mada University Press.,
Yogyakarta, 1986,Hlm30. 7 Apsari, Ajeng Dwi Efektivitas Pelayanan Publik Satuan Penyelenggara Administrasi Sim
Dalam Pelayanan Sim Online Di Kota Tarakan. Undergraduate (S1) Thesis, Universitas Of
Muhammadiyah Malang.,2020. Hlm 27.
22
a. Indikator Teori Efektivitas
Menurut Soerjono Soekanto menggunakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan
hukum ada lima hal yakni :8
1. Faktor Hukum
Hukum berfungsi untuk memastikan tercapainya keadilan, kepastian dan
kemanfaatan. Untuk mencapai ketiga hal tersebut diperlukan kesesuaian agar semua
peraturan perundang-undang dapat harmonis dan tidak bertentangan dengan undang-
undang lain. Namun dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya
terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.
Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan bersifat
abstrak sehingga ketika seseorang hakim memutuskan suatu perkara secara penerapan
undang-undang saja maka ada kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika
melihat suatu permasalahan mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas
utama. Karena hukum tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja.9
2. Faktor Penegakan Hukum
Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum
memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang
baik, ada masalah. Selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan masyarakat
untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum, artinya hukum
8 Soerjono Soekanto. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta.
Penerbit PT. Raja Grafindo Persada.2007, Hlm.5. 9 Ibid, Hlm8.
23
diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak hukum. Sayangnya
dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan karena sikap atau
perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan lainnya yang
dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum. Hal ini disebabkan oleh
kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.10
3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan
perangkat keras, Menurut Soerjono Soekanto bahwa para penegak hukum tidak dapat
bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat
komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau fasilitas mempunyai
peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau
fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang
seharusnya dengan peranan yang aktual.11
4. Faktor Masyarakat
Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaiandi dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit
banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan yang timbul adalah taraf
kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya
derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.
10 Ibid Hlm 21. 11 Ibid Hlm.37.
24
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang
berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsikonsepsi yang abstrak mengenai
apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehinga
dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat
yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis (perundangundangan), yang
dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan
wewenang untuk itu. Hukum perundang-undangan tersebut harus dapat mencerminkan
nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat, agar hukum perundangundangan
tersebut dapat berlaku secara aktif.12
Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok
dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum.
Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri
merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun
oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan
penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas.13
Selain itu juga terdapat teori dari P. Siagian yang menyatakan terdapat 5 indikator
yang dapat digunakan sebagai tolak ukur keefektivan yaitu:14
12 Iffa Rohmah. 2016. Penegakkan Hukum. http://pustakakaryaifa.blogspot.com. Diakses
Tanggal 16 Juni 2020, Pukul 16.30 WIB. 13 Ibid Hlm. 53. 14 Sondang P. Siagian, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja., PT. Rineka Cipta, 2002,
Jakarta ,Hlm 24.
25
a) Kejelasan dari tujuan yang ingin dicapai
Dimaksudkan agar karyawan dalam melaksanaan tugas tugasnya dapat mencapai
sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai sesuai rencana.
b) Kejelasan dari strategi pencapaian tujuan strategi
Adalah usaha dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para
implementer tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
c) Proses analisa dan perumusan kebijakan yang mantap
Berhubungan dengan kejelasan tujuan yang ingin dicapai dan kejelasan strategi yang
telah di tetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan –tujuan dengan
usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
d) Perencanaan yang matang
Perencanaan yang matang berarti memutuskan sekarang apa yang direncanakan ingin
di capai oleh organisasi di masa yang akan datang.
e) Penyusunan program yang tepat
Dalam penyusunan program yang tepat, suatu rencana yang baik masih perlu
dijabarkan dan dijelaskan dalam program-program pelaksanaan yang tepat, karena
bila tidak dilakukan, maka para pelaksana kurang memiliki pedoman dalam bertindak
dan bekerja.
f) Tersedianya sarana dan prasarana
26
Salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara
produktif dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh
organisasi.
g) Pelaksanaan yang efektif dan efisien
Efektivitas secara langsung dihubungkan dengan pencapaian tujuan. Sedangkan
efisiensi mengandung pengertian perbandingan antara biaya dan hasil.
h) Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik
Mengingat bahwa sifat manusia yang tidak sempurna, maka efektivitas organisasi
menuntut adanya sistem pengawasan dan pengendalian, agar semua kegiatan
operasional berjalan sesuai standar yang telah ditentukan
Top Related