PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK...

download PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25000/1/Liza Tri... · B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... dalam tingkatan yang

If you can't read please download the document

Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK...

  • PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK PANGAN DALAM

    KEMASAN TANPA LABEL HALAL PADA USAHA KECIL

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

    Oleh:

    Inayatul Aini

    NIM: 109048000075

    KONSENTRASI HUKUM BISNIS

    PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1435 H / 2014 M

  • i

    PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK

    PANGAN DALAM KEMASAN TANPA LABEL HALAL PADA

    USAHA KECIL

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

    Oleh :

    InayatulAini

    NIM: 109048000075

    K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S

    PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH

    J A K A R T A

    1434H/2013M

  • ii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN

    Skripsi berjudul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PRODUK

    PANGAN DALAM KEMASAN TANPA LABEL HALAL PADA USAHA

    KECIL telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal, November

    2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

    Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum dengan Konsentrasi Hukum Bisnis.

  • iii

  • iii

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

    satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

    dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika dikemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

    merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

    berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 9 Januari 2014

    Inayatul Aini

  • iv

    ABSTRAK

    INAYATUL AINI. NIM 109048000075. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

    Produk Pangan Dalam Kemasan Tanpa Label Halal Pada Usaha Kecil. Program Studi

    Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1434 H/2013 M. ix + 68 halaman + 3

    halaman daftar pustaka.

    Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana perlindungan hukum bagi

    konsumen produk pangan dalam kemasan tanpa label halal pada usaha kecil.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan produk pangan

    berlabel halal dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen, dan upaya hukum

    apa yang dapat dilakukan konsumen dalam memperoleh perlindungan terhadap

    haknya.

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah hukum normatif dengan

    pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konsep. Informasi didapatkan dari

    bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Adapun bahan

    hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non hukum

    diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan

    yang lebih sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

    Dari hasil penelitian tersebut diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa kewajiban

    yang harus dilakukan dan dilaksanakan oleh pelaku usaha khususnya usaha kecil.

    untuk mencantumkan label halal pada kemasan pada setiap produk yang diproduksi

    sesuai dengan Pasal 8 Ayat (1) huruf h UUPK, dan upaya hukum yang dapat

    dilakukan konsumen sesuai dengan UUPK yaitu, dapat menyelesaikan sengketa

    secara langsung kepada pelaku usaha, pengaduan melalui YLKI, Penyelesaian

    melalui BPOM, melapor ke BPSK dan penyelesaian melalui Peradilan Umum.

    Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Produk Pangan, Label Halal, Kemasan,Usaha

    Kecil, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

    Pembimbing : 1. Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum

    2. Dra. Hj. Hafni Muchtar, SH, MH,MM

    Daftar Pustaka : Tahun 1994 sampai Tahun 2011

  • v

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt yang senantiasa

    memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat

    serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

    Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

    (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik material dan immaterial,

    oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

    1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.H., M.M beseta seluruh jajaran dekanat

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta;

    2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., MA dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum Ketua dan

    Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum;

    3. Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum dan Dra. Hj. Hafni Muchtar, S.H., MH, MM

    pembimbing skripsi penulis. Terima kasih atas semua kritik dan saran yang membangun

    untuk penulis;

    4. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Bapak Drs. H. Hasan Bisri selaku

    ketua MUI Depok, yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mendapatkan ilmu

    serta pengetahuan yang sebelumnya penulis belum dapatkan. Terima kasih atas

    bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

  • vi

    5. Ayah dan Umi tersayang, Drs. H. Anwar Sanusi dan Yayan Hayati Terima kasih telah

    memberi kasih sayang yang tak terhingga untuk penulis serta bantuan dalam bentuk

    materiil, doa, dukungan, dan semuanya terus menerus tanpa lelah;

    6. Keluarga di rumah yang telah menemani dan membantu penulis ketika diperlukan

    khususnya suami ku tersayang M. Danial Zeny, aa-aa ku, kakak-kakak ku dan adik-adik

    ku;

    7. Teman-teman dekat yang jadi tempat pelampiasan keluh kesah penulis, teman-teman

    seperjuangan kloter 3 proposal skripsi, teman-teman hukum bisnis, teman-teman ilmu

    hukum B, teman-teman UIN Jakarta, semuanya.

    8. Pihak perpustakaan UI, UIN dan UMJ Jakarta, terima kasih karena telah menyediakan

    buku-buku yang lumayan lengkap sehingga penulis tidak kebingungan mencari referensi;

    9. Penulis artikel, skripsi, opini dan lain-lainnya yang membantu penulis dalam proses

    penulisan;

    10. Seluruh pihak yang secara langsung dan tidak langsung sudah membantu, menyemangati,

    dan mendokan penulis.

    Atas seluruh bantuan dari semua pihak baik material maupun immaterial, penulis berdoa

    semoga Allah memberi balasan yang berlipat. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

    Jakarta, 9 Januari 2014

    Inayatul Aini

  • vii

    DAFTAR ISI

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... i

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

    LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iii

    ABSTRAK ............................................................................................................. iv

    KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

    B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .............................................. 5

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6

    D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu .............................................. 7

    E. Kerangka Konseptual .................................................................... 8

    F. Metode Penelitian.......................................................................... 10

    G. Sistematika Penulisan ................................................................... 13

    BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Pengertian Perlindungan Konsumen ............................................. 15

    B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ................................... 17

    C. Hak dan Kewajiban Konsumen ..................................................... 20

    D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ................................................ 26

    BAB III : PENGATURAN PRODUK PANGAN BERLABEL HALAL DALAM

    KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Pengertian Produk Pangan dan Label Halal .................................. 32

    B. Peraturan Yang Mengatur Tentang Pencantuman Produk Pangan

    Berlabel Halal Menurut Peraturan Perundang-UndanganYang

    Berlaku .......................................................................................... 37

  • viii

    BAB IV : UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH

    KONSUMEN DALAM MEMPEROLEH PERLINDUNGAN

    TERHADAP HAKNYA

    A. Penyelesaian Langsung Kepada Produsen .................................... 52

    B. Melapor Ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ..... 52

    C. Penyelesaian Melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

    ....................................................................................................... 55

    D. Melapor Ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ... 58

    E. Penyelesaian Melalui Peradilan Umum.......................................... 63

    BAB V : Penutup

    A. Kesimpulan ................................................................................... 66

    B. Saran .............................................................................................. 68

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 69

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Konsumen memiliki resiko yang lebih besar daripada pelaku usaha,

    dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Disebabkan posisi tawar

    konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat sering dan mudah

    untuk dilanggar.

    Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum

    karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

    perlindungan kepada masyarakat. Perlindungan terhadap masyarakat tersebut

    harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak

    konsumen.1

    Pada tahun 1999 telah lahir Undang-Undang perlindungan konsumen,

    yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    yang selanjutnya disebut UUPK bertujuan untuk memberikan kepastian hukum

    kepada konsumen. Dalam undang-undang ini juga dijelaskan mengenai

    tanggung jawab pelaku usaha yang tentunya hal ini diatur untuk memberikan

    kepastian hukum serta melindungi hak para konsumen tersebut. Hal demikian

    memang perlu diatur karena untuk menghindari sikap negatif pelaku usaha

    terhadap konsumen.

    Perlindungan konsumen ini adalah jaminan yang seharusnya didapatkan

    oleh para konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli dari

    1 Abdul Halim Barkatullah, Hak-HakKonsumen (Bandung: Nusa Media, 2010) cetakanke

    1, h.1

  • 2

    produsen atau pelaku usaha. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen

    seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen atau pelaku usaha tersebut.

    Undang undang tentang perlindungan konsumen ini memang telah di terbitkan

    namun dalam proses pelaksanaan atau aplikasi dari undang undang itu sendiri

    belum maksimal atau dengan kata lain peraturan yang ada dalam undang

    undang tidak sesuai dengan kenyataan.

    Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran

    yang merugikan para konsumen yang tentunya berkaitan dengan tanggung

    jawab produsen (pelaku usaha) dalam tingkatan yang dianggap membahayakan

    kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen. Beberapa contohnya adalah:

    a. Makanan kadaluarsa yang kini banyak beredar berupa parcel dan produk-

    produk kadaluarsa pada dasarnya sangat berbahaya karena berpotensi

    ditumbuhi jamur dan bakteri yang akhirnya bisa menyebabkan keracunan.

    b. Ikan yang mengandung formalin dan boraks, seperti kita ketahui bahwa

    kedua jenis cairan kimia ini sangat berbahaya jika dikontaminasikan dengan

    bahan makanan, ditambah lagi jika bahan makanan yang sudah

    terkontaminasi dengan formalin dan boraks tersebut dikonsumsi secara

    terus- menerus akibat ketidaktahuan konsumen maka kemungkinan besar

    yang terjadi adalah timbulnya sel-sel kanker yang pada akhirnya dapat

    memperpendek usia hidup atau menyebabkan kematian.

    c. Produk susu China dengan nama produk Shijiangzhuang Sanlu Co yang

    mengandung melamin. Kandungan melamin yang ada pada susu ini

    menimbulkan efek samping yang sangat berbahaya. Faktanya banyak bayi

  • 3

    yang mengalami penyakit-penyaktit tidak lazim seperti, gagal ginjal,

    bahkan tidak sedikit dari mereka yang meninggal dunia.

    d. Produk tidak halal yang ditemukan di pasaran yaitu kasus ajinomoto pada

    tahun 2001 bahan baku pembuatannya dicampur dengan lemak babi.

    Kasus ini sangat menghebohkan masyarakat muslim, dengan adanya kasus

    ini pihak ajinomoto menarik secara serentak seluruh produk ajinomoto.

    PT. Ajinomoto harus menanggung kerugian dengan memberi ganti rugi.

    e. Di temukan beberapa merek dendeng/abon di jawa barat, yang

    berdasarkan pengujian laboratorium ditemukan kandungan daging babi

    ada juga yang mencantumkan label halal pada kemasannya. Produk ini

    diedarkan oleh penjual di pasar tradisional hasil produksi usaha kecil.

    Perkembangan ekonomi yang kian pesat telah menghasilkan berbagai

    jenis produk khususnya produk pangan yang dapat dikonsumsi oleh

    masyarakat. Terlebih lagi di zaman perdagangan bebas ini, semakin banyaknya

    ruang gerak bagi para pelaku usaha untuk memproduksi dan memasarkan

    produknya dan mengakibatkan produk luar menjadi semakin lebih mudah

    masuk ke Indonesia.

    Usaha kecil khususnya home industri sebagai penyedia barang atau

    produsen pada saat ini produk yang dihasilkan pun sudah banyak beredar.

    Dengan berbagai macam produknya seperti abon, bakso, sosis dan lain-

    lain.Produk-produk tersebut belum pasti kehalalannya, karena dalam kemasan

    tersebut tidak tercantum adanya label halal yang menunjukkan kurangnya

    pengawasan aparat terhadap produk makanan olahan. Karenanya, pengawasan

  • 4

    perlu dilakukan terhadap semua industri, baik kecil, menengah maupun besar.

    Sebab, tak lain dan tak bukan, yang merugi jelas-jelas konsumen, khususnya

    konsumen muslim. Sudah harus mengeluarkan biaya mahal untuk membeli

    makanan enak dan terjamin, malah mendapat makanan haram.

    Dengan banyaknya variasi produk pangan yang semakin banyak

    membuat konsumen memilih bermacam-macam jenis dan kualitas produk

    tersebut sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Di sisi lain, tidak adanya

    jaminan yang pasti terhadap produk-produk tersebut, maka muncullah

    persoalan tersendiri bagi konsumen muslim yang merupakan mayoritas dari

    penduduk Indonesia.

    Sebagai salah satu negara yang berpenduduk mayoritas muslim, rakyat

    Indonesia menuntut tanggung jawab yang besar dari pemerintah dalam

    menjaga produk pangan yang beredar. Baik dalam hal cita rasa, sanitasi

    hygiene, kandungan gizi yang baik dan tidak membahayakan tubuh serta dapat

    dipastikan kehalalannya.

    Dalam UUPK No. 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa hak konsumen

    adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

    barang atau jasa. Undang-undang ini menunjukkan bahwa setiap konsumen,

    termasuk konsumen muslim berhak untuk mendapatkan barang dan jasa yang

    nyaman dikonsumsi olehnya, maksud dari nyaman ini bagi konsumen muslim

    adalah bahwa barang tersebut tidak bertentangan dengan kaidah agamanya,

    yaitu halal.

  • 5

    Berkenaan dengan hal ini Indonesia telah mempunyai Undang-Undang

    Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dimana setiap orang yang memproduksi

    atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk

    diperdagangkan wajib mencantumkan label halal pada, didalam dan atau di

    kemasan pangan,2 namun Undang-Undang ini dan UUPK No. 8 Tahun1999

    sepertinya tidak berjalan dengan baik, sehingga belum memberikan kepastian

    hukum untuk mengenal pangan dan produk lainnya yang halal.

    Dengan adanya masalah tersebut di atas, penulis ingin mengetahui lebih

    dalam mengenai pengaturan UUPK mengenai label halal bagi usaha kecil serta

    upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam memperoleh

    perlindungan terhadap haknya, khususnya dalam produk pangan tanpa label

    halal yang didasari oleh UUPK No. 8 Tahun 1999 Penulis menuangkan dalam

    bentuk skripsi atau sebuah karya ilmiah dengan mengambil judul

    Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Produk Pangan DalamKemasanTanpa

    Label HalalPada Usaha Kecil.

    B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

    1. Pembatasan Masalah

    Mengingat luasnya cakupan masalah pelanggaran terhadap hak-hak

    konsumen, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini dibatasi,

    yakni yang dilihat hanya perlindungan terhadap konsumen mengenai produk

    pangan tanpa label halal yang diproduksi oleh usaha kecil.

    2Ahmadi MirudanSutaman, HukumPerlindunganKonsumen(Jakarta: PT. Raja

    GrafindoPersada, 2004), h.80.

  • 6

    2. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan perumusan

    masalah yang akan dibahas pada skripsi ini yaitu:

    a. Bagaimanakah pengaturanproduk pangan berlabel halal dalam kaitannya

    dengan perlindungan konsumen?

    b. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan

    konsumendalammemperolehperlindunganterhadaphaknya yang dilanggar

    oleh pelaku usaha akibat mengkonsumsi pangan tanpa label halal dalam

    kemasan pada usaha kecil?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Sesuai dengan pokok permasalahan yang ada, maka adapun tujuan dari

    penulisan penelitian ini antara lain:

    a. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan UUPKdan peraturan lain yang

    mengatur mengenai label halal untuk produk usaha kecil.

    b. Untuk mengetahui upaya hukum apa yang dapat dilakukan konsumen

    dalammemperolehperlindungan terhadap haknya yang dilanggar oleh

    pelaku usaha akibat mengkonsumsi pangan tanpa label halal dalam

    kemasan pada usaha kecil.

    2. Manfaat Penelitian

    Adapun penulisan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

    a. Manfaat Teoritis

  • 7

    Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberi masukan

    sekaligus menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai Pengaturan

    UU perlindungan konsumen mengenai label halal dan upaya hukum yang

    dapat dilakukan oleh konsumen dalam memperoleh perlindungan terhadap

    haknya yang dilanggar oleh pelaku usaha akibat mengkonsumsi pangan

    tanpa label halal dalam kemasan pada usaha kecil..

    b. Manfaat Praktis

    Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi masukan terhadap

    1). Para pelaku usaha (produsen) usaha kecil dalam memproduksi suatu

    produk makanan harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

    oleh UUPK.

    2). Disamping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

    bahan masukan bagi Pemerintah dalam membentuk peraturan perundang-

    undangan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen yang lebih

    baik.

    D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

    Pernahadapenelitian yang dilakukanterhadap label halal.DenganTesis

    yang berjudul PerlindunganHukumKonsumenDalamPelabelanProdukPangan

    yang disusunolehAyuDiah, FakultasHukumUniversitasUdayana

    2011.Tesistersebutmembahastentangketentuan label

    produkpangansebagaimanadiaturdalam PP No. 69 Tahun 1999

    telahmemenuhiasas-

  • 8

    asasperlindungankonsumensertatanggungjawabpelakuusahaterhadappelanggara

    n label tersebut.

    Terdapatjugadalamsebuahbuku yang berjudul Hak-

    hakkonsumenjikadirugikan.

    Dalambukutersebutdijelaskanbagaimanacaraberproduksisecara halal,

    sebagaimanapernyataan halal yang dicantumkandalam label.3

    Buku yang berjudul SolusiBilaTerjeratKasusBisnis,

    dalambukuiniterdapatkasus-kasusmengenaiproduk-produktanpa label halal.

    Karenasertifikat halal adalah fatwa tertulis MUI yang

    menyatakansuatuproduksudahsesuaidengansyariatislam.4

    Sementara yang penulis akan bahas dalam penelitian ini adalah

    perlindungan hukum bagi konsumen produk pangan dalamkemasantanpa label

    halalpada produk usaha kecil.

    Sepanjang penulusuran penulis, khususnya setelah mengadakan

    inventarisasi judul skripsi di Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta, maka skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum

    Bagi Konsumen Produk Pangan Dalam Kemasan Tanpa LabelHalal Pada

    Usaha Kecil belum pernah diangkat sebelumnya sebagai suatu judul skripsi.

    E. Kerangka Konseptual

    Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

    kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

    3Susanto, Happy, Hak-HakKonsumenJikaDirugikan (Jakarta: Visi Media, 2008), h.45.

    4Agung, MaryadanEka, SolusiBilaTerjeratKasusBisnis (Jakarta: RaihAsaSukses, 2010), h.

    35.

  • 9

    Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

    tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang

    lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

    Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

    yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

    berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

    Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

    menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

    Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,

    baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan

    atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,

    bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,

    pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

    Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang

    berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang

    disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau

    merupakan bagian kemasan pangan.

    Usaha keciladalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp.

    200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil

    penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

    Label halal adalahpencantuman tulisan atau pernyataan halalpada

    kemasan produk untuk menunjukkan bahwa produk yang dimaksud

    berstatussebagai produk halal.

  • 10

    F. Metode penelitian

    1. Tipe Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitian Normatif. Tipe Penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif

    dengan pendekatan Yuridis Normatif, dikatakan demikian karena dalam

    penelitian ini digunakan cara-cara pendekatan terhadap masalah yang diteliti

    dengan cara meninjau dari segi peraturan perundang-undangan yang

    berlakuataumenelitibahanpustaka yang ada.5

    2. Pendekatan Masalah

    Mengingat tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif,

    yakni suatu penelitian yang meneliti suatu masalah dengan cara meninjau dari

    segi peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Dalam studi hukum, pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian

    ini adalah pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan

    konseptual (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan

    untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan pengaturan perlindungan

    bagi konsumen, yakni Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

    Perlindungan Konsumen. Sedangkan pendekatan konseptual digunakan karena

    isu hukumnya menggunakan isu hukum pada level teori hukum (konsep).

    5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

    Singkat, Cetakan ke 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), h.1314.

  • 11

    Dalam hal ini, konsep yang digunakan adalah tentang konsep dasar

    perlindungan konsumen, hak serta kewajiban atas konsumen dan pelaku usaha,

    sanksi-sanksi yang diberikan kepada para pelaku usaha yang melanggar hak-

    hak konsumen dan lain-lain.

    3. Sumber Bahan Hukum

    Sumber penelitian pada skripsi ini antara lain mencakup bahan hukum

    primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum (tersier).

    a. Bahan hukum primer

    yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat berupa

    peraturan perundang-undangan. Dalam penelitian ini digunakan

    peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, perjanjian internasional,

    dan perjanjian lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, antara lain

    yaitu:

    1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.

    2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

    3. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan

    Pangan.

    4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang

    perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

    82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman Tulisan Halal pada

    Label Makanan.

    5. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil.

    b. Bahan hukum sekunder

  • 12

    yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan

    dapat membantu menganalisa, memahami, dan menjelaskan bahan hukum

    primer, antara lain: teori atau pendapat para sarjana, hasil karya dari

    kalangan hukum, penelusuran internet, artikel ilmiah, jurnal, majalah, surat

    kabar, makalah, dan sebagainya.

    c. Bahan non-hukum (tertier)

    yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas

    bahan hukum primer dan sekunder, misalnya ensiklopedi, kamus, dan lain-

    lain.

    4. Prosedur Pengumpulan Bahan

    Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan ini, maka

    penulis menggunakan prosedur pengumpulan bahan hukum dengan cara studi

    kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan menganalisa secara

    sistematis buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, peraturan perundang-

    undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas

    dalam skripsi ini.

    5. Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum

    Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi

    kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan artikel dimaksud penulis

    uraikan dan hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan

    lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa

    cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik

    kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap

  • 13

    permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada

    dianalisis untuk melihat pola-pola kecurangan dalam pelanggaran para pelaku

    usaha tersebut sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan dan

    pertimbangan hukum yang berguna dalam menangani masalah perlindungan

    terhadap para konsumen yang dirugikan oleh para pelaku usaha.

    G. Sistematika Penelitian

    Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi

    Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

    dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri

    atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun

    perinciannya sebagai berikut:

    Bab I : Dalam pendahuluan penulis menguraikan mengenai alasan dalam

    pemilihan judul atau latar belakang masalah. Selain itu, diuraikan

    juga mengenai Latar Belakang Masalah, dilanjutkan dengan

    Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

    Tinjauan (Review) kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual,

    Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

    Bab II : Dalam bab ini penulis akan membahas Tinjauan Umum Tentang

    Perlindungan Konsumen yangmenguraikan mengenai pengertian

    perlindungan konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen,

    hak dan kewajiban konsumen serta hak dan kewajiban pelaku

    usaha.

  • 14

    Bab III : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai pengertian

    produk pangan dan label halal, dan peraturan yang mengatur

    tentang pencantuman produk pangan berlabel halal menurut

    peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Bab IV : Dalam bab ini penulis akan menjelaskan upaya hukum yang dapat

    dilakukan oleh konsumen

    dalammemperolehperlindunganterhadaphaknya.

    Bab V : Dalam Penutup, penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang

    diambil dari penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan

    masalah yang telah disusun, dan juga mengenai saran-saran yang

    dibagi penulis dengan pembaca.

  • 15

    BAB II

    TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Pengertian Perlindungan Konsumen

    Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari

    kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat

    keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen.Tidak

    adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada

    posisi yang lemah.

    Menurut Troelstrup, konsumen pada dasarnya memiliki posisi tawar

    yang lemah dan terus melemah, hal ini disebabkan1:

    a. Terdapat lebih banyak produk, merek, dan cara penjualannya;

    b. Daya beli konsumen makin meningkat;

    c. Lebih banyak variasi merek yang beredar di pasaran, sehingga belum

    banyak diketahui semua orang;

    d. Model-model produk lebih cepat berubah;

    e. Kemudahan transportasi dan komunikasi sehingga membuka akses yang

    lebih besar kepada bermacam-macam pelaku usaha;

    f. Iklan yang menyesatkan; dan

    g. Wanprestasi oleh pelaku usaha.

    1 Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010) cetakanke

    1, h. 9

  • 16

    Posisi konsumen sangat lemahmaka ia harus dilindungi oleh

    hukum.Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan

    perlindungan(pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum

    konsumen dan hukumperlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang

    sulit dipisahkan dan ditarikbatasnya.

    Menurut Az Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan

    konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas

    atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang

    melindungi kepentingan konsumen. Sedangkan hukum konsumen diartikan

    sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

    hubungan dan masalah antara berbagai pihak atau satu sama lain berkaitan

    dengan barang dan/atau jasa di dalam kehidupan bermasyarakat.2

    Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan

    konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak)

    konsumen. Bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam

    hukum serta bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat.

    Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen

    dapat diartikan sebagai keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak

    dan kewajiban-kewajiban konsumen dan produsen yang timbul dalam

    usahanya untuk memenuhi kebutuhannya.

    Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    memberi pengertian perlindungan konsumen sebagai segala upaya yang

    2 AZ Nasution, Hukum perlindungan konsumen suatu pengantar, (Jakarta: Diadit

    Media,2006) cetakan ke 2, h. 37

    15

  • 17

    menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada

    konsumen.Dengan demikian, jika perlindungan konsumen diartikan sebagai

    segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen

    sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan

    konsumen tiada lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk

    menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.

    B. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

    Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir,

    berpendapat dan bertindak.3Asas-asas pembentuk peraturan perundang-

    undangan berati dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan dalam menyusun

    peraturan perundang-undangan. Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu

    undang-undang dan peraturan pelaksanannya.4

    Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama

    seluruh pihak yang terkait, masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah

    berdasarkan lima asas, yaitu menurut Pasal 2 UUPK adalah:5

    1. Asas Manfaat

    Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya

    dalam penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen harus

    memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku

    usaha secara keseluruhan;

    3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai

    Pustaka, 2002) Edisi III, h.7 5 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, 2004) h. 25-26

  • 18

    Asas ini mempunyai makna bahwa dalam menerapkan UUPK harus

    memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang bersangkutan yaitu

    konsumen dan pelaku usaha sehingga, tidak ada satu pihak yang merasa

    kedudukannya lebih tinggi diantara yang lainnya.

    2. Asas Keadilan

    Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat

    diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada

    konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan

    kewajibannya secara adil;

    Asas keadilan mempunyai makna agar antara pelaku usaha dan konsumen

    masing-masing memperoleh keadilan dalam melakukan kewajiban dan

    keadilan dalam menerima hak-haknya, karena itu UUPK mengatur hak dan

    kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

    3. Asas Keseimbangan

    Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara

    kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah;

    Dengan adanya asas ini diharapkan antara kepentingan konsumen, pelaku

    usaha, dan pemerintah dapat terwujud secara seimbang. Tidak ada pihak

    yang merasa dirinya lebih dilindungi dari pihak lain.

    4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

    Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberi

    jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam

  • 19

    penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

    dikonsumsi atau digunakan;

    Asas ini mempunyai makna adanya suatu jaminan atas keamanan dan

    keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan

    barang dan/atau jasa yang akan dimanfaatkan atau digunakan. Bahwa

    produk yang akan dimanfaatkan atau digunakan tidak akan mengancam

    ketentraman, keselamatan jiwa, dan harta bendanya.

    5. Asas Kepastian Hukum

    Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun

    konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam

    penyelenggaraan perlindungan hukum bagi konsumen, negara dalam hal ini

    turut menjamin adanya kepastian hukum tersebut.

    Asas ini dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati

    hukum yang berlaku dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari

    agar memperoleh keadilan. Oleh karena itu negara menjamin akan adanya

    kepastian hukum tersebut.

    Tujuan Perlindungan Konsumen, sebagaimana termaksud dalam

    ketentuan pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

    Konsumen bertujuan :

    a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

    melindungi diri;

    b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

    menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

  • 20

    c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

    menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

    d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

    kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

    mendapatkan informasi;

    e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

    perlindungan hukum bagi konsumen, sehingga tumbuh sikap yang jujur

    dan bertanggung jawab dalam berusaha;

    f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

    usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

    dan keselamatan konsumen.

    C. Hak dan Kewajiban Konsumen

    Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan

    hukum. Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum.

    Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik,

    melainkan terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain,

    perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang

    diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen.6

    Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu:

    1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety);

    2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed);

    3. Hak untuk memilih (the right to choose);

    6 ibid, h. 19

  • 21

    4. Hak untuk didengar (the right to he heard).

    Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam

    perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen yang bergabung dalam The

    Internasional Organization of Consumers Union (IOCU) menambahkan lagi

    beberapa hak, seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak

    mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang

    baik dan sehat.

    Sedangkan hak konsumen di Indonesia sebagaimana tercantum dalam

    Pasal 4 UUPK No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

    a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

    mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

    Hak ini mengandung arti bahwa konsumen berhak mendapatkan

    keamanan dari barang dan jasa yang ditawarkan kepadanya. Produk

    barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga

    konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani.Dalam barang

    dan/atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh pelaku usaha beresiko

    sangat tinggi terhadap keamanan konsumen, maka pemerintah seharusnya

    mengadakan pengawasan secara ketat.

    b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

    dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

    jaminan yang dijanjikan;

    Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan

    pilihannya. Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia

  • 22

    tidak lagi bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia jadi

    pembeli, ia juga bebas menentukan produk mana yang akan dibeli.

    c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

    jaminan barang dan/atau jasa;

    Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai

    informasi yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak

    sampai mempunyai gambaran yang salah atas produk barang dan jasa.

    Informasi ini dapat disampaikan dengan berbagai cara, seperti secara lisan

    kepada konsumen, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan

    dalam kemasan produk (barang).

    Menurut Troelstrup, konsumen pada saat ini membutuhkan banyak

    informasi yang lebih relevan dibandingkan dengan saat sekitar 50 tahun

    lalu. Karena alasannya, saat ini: (1) terdapat lebih banyak produk,

    merek, dan tentu saja penjualannya, (2) daya beli konsumen makin

    meningkat, (3) lebih banyak variasi merek yang beredar di pasaran,

    sehingga belum banyak diketahui semua orang, (4) model-model

    produk lebih cepat berubah, (5) kemudahan transportasi dan

    komunikasi sehingga membuka akses yang lebih besar kepada

    bermacam-macam prodesen atau penjual.6

    d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

    jasa yang digunakan;

    Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi

    adalah hak untuk didengar. Hal ini disebabkan informasi yang diberikan

    pihak yang berkepentingan seiring tidak cukup memuaskan konsumen.

    6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, ( Jakarta: PT. Grasindo, 2006), h.

    24

  • 23

    Untuk itu konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih

    lanjut, pemerintah memberikan hak ini kepada konsumen, sehingga

    konsumen dapat turut berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan

    perdagangan.

    e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

    penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

    Hak ini merupakan salah satu hak konsumen untuk mendapatkan

    keadilan. Sebab dengan adanya hak ini, konsumen akan mendapatkan

    perlindungan hukum yang efektif dalam rangka mengamankan

    implementasi ketentuan perlindungan konsumen dan menjamin keadilan

    sosial. Untuk mendapatkan hak ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

    :7

    1. Melalui konsultasi hukum, baik yang dilakukan oleh organisasi

    konsumen atau instansi pemerintah yang mengurus perlindungan

    konsumen.

    2. Melalui mekanisme tuntutan hukum secara kolektif (class action).

    f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

    Banyaknya konsumen yang dirugikan karena kurangnya kesadaran akan

    hak-haknya, Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan

    hukum. Makin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, makin tinggi

    penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan

    7 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999),

    h. 23-24.

  • 24

    konsumen tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formaltetapi

    dapat melalui media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat.

    g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

    tidak diskriminatif;

    Penjelasan Pasal 4 huruf g UU Perlindungan Konsumen disebutkan hak

    untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

    diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya

    miskin dan status sosialnya.

    Dalam kehidupan sehari-hari banyak pelaku usaha yang membeda-

    bedakan konsumen dengan melihat status sosialnya.

    h. Hak untuk mendapatkan dispensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

    jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

    perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

    Apabila konsumen merasa kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa

    yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia

    berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti

    kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau

    atas kesepakatan masing-masing pihak.

    i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

    undangan yang lain.

  • 25

    Dengan adanya hak ini semakin jelas bahwa UU Perlindungan

    Konsumen adalah undang-undang payung, maksudnya cakupan materi

    yang diatur sangat luas, sehingga diharapkan undang-undang lain yang

    berkaitan tidak bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen

    walaupun kedudukannya sederajat. Hak-hak konsumen yang diatur dalam

    peraturan lainnya, yaitu:

    a. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

    Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak

    yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai

    organisasi konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat

    berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas

    lingkungan hidupnya. Lingkungan hidupmeliputi lingkungan hidup dalam

    arti fisik dan lingkungan non fisik.

    Dalam pasal 6 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

    dan pasal l5 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

    PengelolaanLingkungan Hidup, hak untuk mendapatkan lingkungan yang

    baik dan sehat inidinyatakan secara tegas. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

    Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan, setiap orang mempunyai

    hak yang sama atas lingkungan hidup yang sehat.

    b. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang

    Persaingan curang atau dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

    disebut dengan persaingan usaha tidak sehat dapat terjadi jika seorang

    pengusaha berusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk

  • 26

    memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya

    dengan menggunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad

    baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian.

    Walaupun persaingan terjadi antara pelaku usaha, namun dampak dari

    persaingan itu selalu dirasakan oleh konsumen. Jika persaingan antara

    pelaku usaha sehat, konsumen memperoleh keuntungan. Sebaliknya jika

    persaingan antara pelaku usaha tidak sehat konsumen pula yang

    dirugikan.Kerugian itu boleh jadi tidak dirasakan dalam jangka pendek

    tetapi cepat atau lambat pasti terjadi.

    Kewajiban konsumen sebagaimana tercantum dalam pasal 5 UUPK No.

    8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

    1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

    pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

    2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

    3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

    4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

    secara patut.

    D. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

    Untuk memberikan kepastian hukum dan kejelasan akan hak-hak dan

    kewajiban-kewajiban para pihak, UUPK telah memberikan batasan mengenai

    hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari

    pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK menjelaskan mengenai

    hak pelaku usaha adalah sebagai berikut:

  • 27

    a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

    mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

    diperdagangkan;

    b. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

    beritikad tidak baik;

    c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

    hukum sengketa konsumen;

    d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum

    bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa

    yang diperdagangkan.

    e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

    lainnya.

    Kewajiban pelaku usaha sebagaimana tercantum dalam pasal 7 UUPK

    No. 8 Tahun 1999 adalah sebagai berikut :

    1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

    Dalam UUPKpelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam

    melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen, diwajibkan

    beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau

    jasa. Dalam UUPK tampak beritikad baik lebih ditekankan pada pelaku

    usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan

    usahanya. Dari adanya itikad baik pelaku usaha, maka pelaku usaha

    akan melakukan kewajiban-kewajiban yang lainnya, seperti

    memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur, melayani konsumen

  • 28

    dengan benar, menjamin mutu barang/atau jasa yang diproduksi, dan

    lain sebagainya.

    2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

    dan jaminan barang dan/atau jasa, serta memberikan penjelasan

    penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;

    3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta

    tidak diskriminatif;

    Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan

    pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan

    kepada konsumen.

    4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

    diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau

    jasa yang berlaku;

    5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau

    mencoba barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau

    garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;

    Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang

    yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau

    kerugian.

    6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa penggantian barang

    dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

    perjanjian.

  • 29

    Dengan adanya hak dan kewajiban pelaku usaha, maka didalam

    UUPKjuga diatur larangan bagi pelaku usaha. Ketentuan mengenai perbuatan

    yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 17 UUPK. Ketentuan-

    ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:

    1. Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8).

    2. Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 16).

    3. Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17).

    Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8

    ayat (1) UUPK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau

    memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

    a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan

    ketentuan peraturan perundang-undangan;

    b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

    hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

    tersebut;

    c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam

    hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

    d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

    sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

    dan/atau jasa tersebut;

    e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,

    mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau

    keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

  • 30

    f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan,

    iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

    g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu

    penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

    h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

    pernyataan halal yang dicantumkan dalam label;

    i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

    nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,

    tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta

    keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di

    pasang/dibuat;

    j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

    dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

    yang berlaku.

    Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan

    usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996

    tentang Pangan.Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga

    wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan

    kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.

    Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:

    (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau

    bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar

    atas barang dimaksud.

  • 31

    (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang

    rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

    informasi secara lengkap dan benar.

    Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar.

    Jadi, rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat

    berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah

    berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan

    utuh, namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu

    sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi.

    Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:

    (4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)

    dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib

    menariknya dari peredaran.

    Mengenai label halal Ajaran tegas Syariat Islam untuk menghindari hal-

    hal yang dilarang oleh Allah SWT dan melaksanakan apa saja yang

    diperintahkan membuat konsumen Muslim bukanlah konsumen

    yang sembarangan dalam pola konsumsinya. Maka para pelaku usaha harus

    melaksanakan kewajiban yang telah ditentukan agar memenuhi hak-hak

    konsumen dengan memberikan label halal pada produknya.

  • 32

    BAB III

    PENGATURAN PRODUK PANGAN BERLABEL HALAL DALAM

    KAITANNYA DENGAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

    A. Pengertian Produk Pangan dan Label Halal

    Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat

    ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang

    cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan

    aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan dan

    kesehatan baik jasmani maupun rohani.Masyarakat memerlukan perlindungan

    dari pemerintah bagi semua barang yang dimakan dan diminum terutama hasil

    produksi makanan dan minuman yang selama ini dilakukan, halal menurut

    ajaran islam.

    Kasus-kasus makanan halal yang dapat meragukan masyarakat akan

    mempunyai dampak negatif tidak hanya berpengaruh bagi perusahaan itu

    sendiri, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Yang lebih penting

    lagi bagi seorang muslim dalam hal makanan dan minuman adalah suatu hal

    yang erat sekali kaitannya dengan ibadah. Ketika seorang muslim memakan

    dan meminum sesuatu yang haram atau najis, maka doa dan ibadahnya sia-sia

    dan tidak diterima Allah. Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan agar

    dalam mengkonsumsi makanan haruslah halal dan thayyib.1

    1 Musthafa al-Bugha & Muhyiddin Misto, Pokok-Pokok Ajaran Islam, (Jakarta: Robbani

    Press, 2005) h.107

    32

  • 33

    Hal ini sesuai dengan Firman Allah QS. Al-Maidah (5): 88 yang

    berbunyi :

    Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah

    telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman

    kepada-Nya.

    Halal adalah segala sesuatu yang boleh dikerjakan atau dimakan

    dengan pengertian bahwa orang yang melakukan tidak mendapat sanksi dari

    Allah SWT. Istilah halal biasanya berhubungan dengan makanan dan

    minuman.2

    Produk halal adalah produk pangan, obat, kosmetika, dan produk lain

    yang tidak mengandung unsur atau barang haram atau dilarang untuk

    dikonsumsi, digunakan, atau dipakai umat Islam baik yang menyangkut bahan

    baku, bahan tambahan, bahan bantu, dan bahan penolong lainnya termasuk

    bahan produksi yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iradiasi yang

    pengolahannya dilakukan sesuai dengan syariat Islam.3

    Komunitas muslim diseluruh dunia telah membentuk segmen pasar

    yang potensial dikarenakan pola konsumsi khusus mereka dalam

    mengkonsumsi suatu produk. Pola konsumsi ini diatur dalam ajaran Islam yang

    disebut dengan syariat. Dalam ajaran syariat tidak diperkenankan bagi kaum

    muslim untuk mengkonsumsi produk-produk tertentu karena substansi yang

    2 Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994) h. 97

    3 Departemen Agama RI, Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi Halal, (Jakarta:

    Departemen Agama RI, 2003) h.131

  • 34

    dikandungnya atau proses yang menyertainya tidak sesuai dengan ajaran

    syariat Islam.

    Kini konsumen dapat memilih berbagai macam pilihan produk. Salah

    satunya adalah produk pangan yang sering kita konsumsi setiap hari. Sejumlah

    langkah bisa ditempuh konsumen untuk mempertimbangkan produk yang akan

    dikonsumsi. Salah satu langkah tersebut dengan memperhatikan label halal

    pada produk kemasan. Ini untuk memastian kelayakan produk dan kelayakan

    status kehalalannya.

    Label halal yang ada pada kemasan produk yang beredar di Indonesia

    adalah sebuah logo yang tersusun dari huruf-huruf Arab yang membentuk kata

    halal pada sebuah lingkaran.4

    Label halal masuk dalam klasifikasi descriptive label yaitu label yang

    menginformasikan tentang:5

    1. Konstruksi atau pembuatan produk yang sesuai dengan standar halal.

    2. Ingredient atau bahan baku produk yang sesuai dengan standar halal.

    3. Efek yang ditimbulkan (other characteristic) produk yang sesuai dengan

    standar halal.

    Produk pangan tanpa label halal pun masih banyak ditemukan di pasar-

    pasar. Khususnya produk pangan hasil produksi usaha kecil pada home

    industri.

    4 ibid, h. 277

    5 Retno Sulistyowati Labelisasi Halal artikel ini diakses pada tanggal 31 juli 2013, pukul

    13.00, dari http://www.esq.magazine.com

  • 35

    Usaha Kecil dan Menengah disingkat UKM adalah sebuah istilah yang

    mengacu ke jenis usaha kecil yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp

    200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha kecil

    termasuk usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden RI no. 99

    tahun 1998 pengertian Usaha Kecil adalah: Kegiatan ekonomi rakyat yang

    berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan

    usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang

    tidak sehat.

    Kriteria usaha kecil menurut UU No. 9 tahun 1995 adalah sebagai

    berikut:6

    1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus

    Juta Rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

    2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (Satu

    Miliar Rupiah).

    3. Milik Warga Negara Indonesia.

    4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

    yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak

    langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar.

    5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan

    hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

    6 Artikel ini diakses pada tanggal 15 juli 2013, pukul 10.00, dari

    http://id.wikipedia.org/wiki/usaha_kecil_dan_menengah

    http://id.wikipedia.org/wiki/Tanahhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=UU_No._9_tahun_1995&action=edit&redlink=1

  • 36

    Di daerah Jakarta tepatnya di Kramat jati ada jenis bakso dengan merk

    bakso daging sapi asli hasil produksi home industri tidak memiliki label halal

    pada kemasannya. Padahal bakso tersebut diminati oleh banyak konsumen dari

    konsumen menengah keatas. Ketika ditanya kenapa pada kemasan bakso

    tersebut tidak ditemukan label halal, pelaku usaha tersebut menjawab karena

    sulitnya proses untuk mendapatkan sertifikat halal dan tidak ada pengawasan

    dari instansi yang terkait.

    Hal ini jelas sangat merugikan konsumen, karena konsumen tidak

    mengetahui informasi tentang kehalalan produk tersebut. Pengawasan dari

    aparat pun harus dilakukan terhadap semua industri, khususnya usaha kecil

    menengah pada home industri.

    Dengan adanya pengawasan dari aparat yang terkait, konsumen pun

    akan mengetahui produk apa saja yang halal dan tidak halal. Karena produk

    yang sudah berlabel halal saja belum tentu produk tersebut halal. Dengan

    ditemukannya banyak kasus produk berlabel halal khususnya bakso, setelah di

    uji oleh aparat yang berwenang baru diketahui bahwa produk bakso tersebut

    mengandung daging babi. Sudah jelas bahwa daging babi itu harum hukumnya

    untuk dimakan oleh umat Islam. Sesuai Firman Allah QS. Al-Anaam (6): 119

    sebagai berikut :

    Artinya: Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal)

    yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah

    telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali

  • 37

    apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari

    manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu

    mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih

    mengetahui orang-orang yang melampaui batas.

    Adapun manfaat yang bisa diperoleh dengan pencantuman dan

    sertifikasi label Halal adalah sebagai berikut :

    1. Memenuhi kebutuhan masyarakat (terutama Muslim) akan rasa aman dan

    keyakinan mengkonsumsi produk yang Halal.

    2. Dapat menjalin kerjasama yang lebih baik dengan stakeholder

    (pemerintah) seperti LP POM-MUI, MUI, Badan POM, Depag, dan YLKI.

    3. Memperkuat Brand Equity product dari segi Brand Association

    Halal/Atribut Halal, sehingga memperkuat posisi produk di masyarakat.

    4. Melengkapi momen penjualan yang hilang akibat tidak adanya atribut

    Halal, sehingga dapat meningkatkan penetrasi produk di masyarakat.

    5. Membantu meningkatkan sistem produksi dan quality control yang lebih

    baik.

    B.Peraturan Yang Mengatur Tentang Pencantuman Produk Pangan

    Berlabel Halal Menurut Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku.

    Penentuan halal tidaknya suatu produk makanan dan minuman pada era

    global ini tidaklah mudah bahkan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi.

    Banyak penyebabnya antara lain karena banyaknya bahan baku dan bahan

    tambahan yang menggunakan bahan-bahan dari non muslim atau negara barat.

    Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjamin hak mendapatkan

    makanan dan minuman yang halal, pertama adanya jaminan undang-undang

    yang melindungi. Masalah kedua, mengetahui komposisi dan asal-usul serta

  • 38

    cara memproduksi makanan dan minuman. Ketiga yaitu pihak yang berwenang

    bekerja keras menyusun daftar bahan baku dan bahan tambahan yang sudah

    diperiksa kehalalannya.7

    Makanan yang kita makan tidak selamanya baik dan halal, Mungkin

    saja ada terdapat sesuatu yang haram di dalamnya atau disaat pembuatannya

    menggunakan unsur-unsur yang haram. Banyaknya produk di pasaran yang

    tidak mencantumkan label halal bisa menjadi kekhawatiran bagi kita.

    Produk pangan yang kita konsumsi sebaiknya kita pastikan dahulu, kita

    perhatikan tanggal kadaluarsanya yang terdapat dalam kemasan. Melihat label

    halal dan membaca isi kandungan dalam produk yang akan kita konsumsi itu.

    Untuk menghindari kecurigaan terhadap makanan yang dianggap halal

    atau telah diberi label halal sebaiknya kita perhatikan juga hal-hal berikut :8

    1. Bahan-bahan yang digunakan adalah halal,

    2. Komponen ramuan dan bahan tambahan adalah halal,

    3. Proses produksi berdasarkan syariat Islam.

    Saat ini era pasar bebas sudah semakin dekat. Kita banyak

    mengkonsumsi makanan yang berasal dari impor. Masalah kehalalannya

    sebagian besar dipertanyakan dan masih perlu pengawasan serius baik dari

    pemerintah maupun dari masyarakat, khususnya konsumen yang beragama

    Islam. Secara langsung atau tidak, masyarakat Indonesia yang mayoritas

    muslim itu menghadapi berbagai macam produk yang masih harus

    7Diana Candra Dewi, M.Si,Rahasia Dibalik Makanan Haram,(UIN-Press, 2007) h.121

    8 Departemen Agama RI, Islam dan Produk Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2007)

    h. 95

  • 39

    dipertanyakan kehalalannya. Untuk itu kita harus berhati-hati dan tidak

    sembarangan dalam mengkonsumsi produk-produk tersebut.

    Produk halal kini bukan lagi semata-mata isu agama, tetapi sudah

    menjadi isu di bidang bisnis perdagangan. Saat ini, jaminan sebuah produk

    sudah menjadi simbol global bahwa produk yang bersangkutan terjamin

    kualitasnya. Selain itu, masyarakat dunia sekarang cenderung memilih produk-

    produk yang berlabelkan halal. Sebab, kualitas produk halal akan lebih terjaga

    dari segala macam penyakit yang ada di dalamnya.

    Sosialisasi makanan akan pentingnya makanan halal belum sampai

    pada tingkat kesadaran masyarakat, khususnya bagi produsen untuk

    mendapatkan sertifikasi halal dan mencantumkan label halal. Informasi tentang

    makanan yang halal pun belum terlalu sering dilakukan, sehingga masyarakat

    masih harus tetap berhati-hati untuk memastikan kalau makanan yang

    dikonsumsi itu halal atau haram.

    Dalam hal ini, perlindungan konsumen terhadap produk-produk di

    pasaran menjadi tugas pemerintah dan masyarakat agar terhindar dari

    mengkonsumsi pangan yang tidak halal. Oleh karena itu, peraturan-peraturan

    yang mengatur tentang pencantuman produk pangan berlabel halal harus benar-

    benar diterapkan agar tidak ada lagi konsumen yang merasa dirugkan.

    Adapun peraturan-peraturan yang terkait tentang pencantuman produk

    pangan berlabel halal yaitu :

  • 40

    1. UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

    Di dalam UU No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen terdapat

    pasal yang berkaitan dengan Label halal pada Bab IV mengenai perbuatan

    yang dilarang bagi pelaku usaha pada Pasal 8 Ayat (1) huruf h.

    Bunyi Pasal 8 Ayat (1) huruf h adalah sebagai berikut:

    Pasal 8

    (1). Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan

    barang dan/atau jasa yang :

    h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

    pernyataan halal yang dicantumkan dalam Label.

    2. UU No.7 Tahun 1996 Tentang Pangan.

    Di dalam UU No.7 Tahun 1996 terdapat beberapa pasal yang berkaitan

    dengan kehalalan produk pangan, yaitu dalam Bab IV mengenai Label dan

    Iklan Pangan pada pasal 30 dan 34.

    Bunyi dan penjelasan pasal 30 dan 34 adalah sebagai berikut:

    (1). Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah

    Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib

    mencantumkan Label pada, di dalam, dan atau dikemasan pangan.

    (2). Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat sekurang-

    kurangnya keterangan mengenai :

    a. nama produk;

    b. daftar bahan yang digunakan;

    c. berat bersih atau isi bersih;

  • 41

    d. nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan

    ke dalam wilayah Indonesia;

    e. keterangan tentang halal; dan

    f. tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa.

    Penjelasan pasal 30 ayat 2 (e): keterangan halal untuk suatu produk pangan

    sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama

    Islam. Namun, pencantumannya pada label pangan baru merupakan

    kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi pangan dan atau

    memasukkan pangan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan

    menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam.

    Pasal 34

    (1). Setiap orang yang menyatakan dalam Label atau iklan bahwa pangan

    yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau

    kepercayaan tertentu bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan

    berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.

    Penjelasan: dalam ketentuan ini, benar tidaknya suatu pernyataan halal

    dalam label atau iklan pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan

    baku pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.

    3. PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan.

    Di dalam PP No.69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan pasal yang

    berkaitan dengan kehalalan produk pangan yaitu :

    Pasal 3 Ayat 2

    Label berisikan keterangan sekurang-kurangnya:

  • 42

    a.Nama produk;

    b.Daftar bahan yang digunakan;

    c.Nama dan alamt pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke

    wilayah Indonesia;

    d.Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa;

    Pasal 10

    (1). Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang

    dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan dan

    menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam,

    bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib

    mencantumkan keterangan atau tulisan halal pada Label.

    (2). Pernyataan tentang halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

    merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Label.

    Pencantuman keterangan halal atau tulisan halal pada label pangan

    merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau

    memasukkan pangan kedalam wilayah Indonesia menyatakan bahwa

    produknya halal bagi umat Islam. Penggunaan bahasa atau huruf selain

    bahasa Indonesia dan huruf Latin harus digunakan bersamaan dengan

    padanannya dalam bahasa Indonesia dan huruf Latin.

    Keterangan tentang kehalalan pangan tersebut mempunyai arti yang

    sangat penting dan dimaksudkan untuk melindungi masyarakat yang

    beragama islam dari mengkonsumsi pangan yang tidak halal. Kebenaran

    suatu pernyataan halal pada label pangan tidak hanya dibuktikan dari segi

  • 43

    bahan baku, bahan tambahan pangan, atau bahan bantu yang digunakan,

    tetapi harus pula dibuktikan dalam proses produksinya.

    Pasal 11

    (1).Untuk mendukung kebenaran pernyataan halal sebagaimana dimaksud

    dalam pasal 10 ayat 1, setiap orang yang memproduksi atau

    memasukkan pangan yang dikemas kedalam wilayah Indonesia untuk

    diperdagangkan, wajib memeriksakan terlebih dahulu pangan

    tersebutpada lembaga pemeriksa yang telah terakreditasi sesuai dengan

    ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (2).Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan

    berdasarkan pedoman dan tata cara yang ditetapkan olen Menteri

    Agama dengan memperhatikan pertimbangan dan saran lembaga

    keagamaan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut.

    Pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun

    setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan kedalam

    wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan produk yang halal,

    sesuai ketentuan ia wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya

    untuk menghindarkan timbulnya keraguan di kalangan umat Islam terhadap

    kebenaran pernyataan halal.

    Dengan demikian untuk kelangsungan usahanya, pangan yang

    dinyatakan halal tersebut diperiksa terlebih dahulu oleh lembaga yang telah

    diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut

    dimaksudkan untuk memberikan ketenteraman dan keyakinan umat islam

  • 44

    bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama.

    Lembaga keamanan yang dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    Pedoman ini bersifat umum, dan antara lain meliputi persyaratan bahan,

    proses atau produknya.

    4. Kepmenkes No. 924/Menkes/SK/VIII/1996 tentang perubahan atas

    Kepmenkes No. 82/Menkes/SK/I.1996 tentang pencantuman tulisan

    Halal pada label makanan.

    Pasal 8

    Produsen atau importir yang akan mengajukan permohonan pencatuman

    tulisan halal wajib siap diperiksa oleh petugas tim gabungan dari Majelis

    Ulama Indonesia dan Direktoran Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

    yang ditunjuk oleh Direktur Jendral.

    Pasal 9

    Bahan baku, bahan tambahan makanan, dan bahan penolong dan/atau

    produk jadi wajib diuji di laboratorium yang ditetapkan oleh Direktur

    Jenderal

    Pasal 10

    (1).Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pasal 8 dan hasil pengujian

    laboratorium sebagaimana dimaksud pasal 9 dilakuan evaluasi oleh tim

    ahli MUI.

    (2).Hasil evaluasi sebagaiman dimaksud ayat (1) disampaikan kepada

    komisi fatwa MUI untuk memperoleh fatwa.

  • 45

    (3).Fatwa MUI sebagaiamana dimaksud ayat (2) berupa pemberian sertifikat

    halal bagi yang memenuhi syarat atau berupa penolakan.

    Pasal 11

    Persetujuan pencantuman tulisan halal diberikan berdasarkan fatwa dari

    komisi fatwa MUI.

    Pasal 12

    (1).Berdasrakan fatwa MUI, Direktur Jenderal memberikan:

    a. Persetujuan bagi yang memperoleh sertifikat halal

    b. Penolakan bagi yang tudak memperoleh sertifikat halal

    (2).Penolakan sebagimana dimaksud dalam ayat 1 huruf b diberikan secara

    tertulis kepada pemohon disertai alasan.

    Selain peraturan-peraturan di atas Majelis Ulama Indonesia juga

    mengeluarkan fatwa No. 01 Tahun 2011 Tentang Penetapan Produk Halal.

    Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dalam rapat Komisi dengan LP-POM

    MUI, pada hari Rabu tanggal 30 Muharam 1432 H/ 05 Januari 2011 M,

    Setelah:8

    MENIMBANG: 1. Bahwa makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, dan

    lain-lain yang akan dikonsumsi atau dipergunakan oleh

    umat Islam wajib diperhatikan dan diyakini kehalalan dan

    kesuciannya;

    8 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, (Jakarta: Erlangga, 2011)

    h.669

  • 46

    2. Bahwa produk makanan, minuman, obat-obatan,

    kosmetika dan lain-lain yang merupakan hasil olahan

    sering diragukan kehalalan atau kesuciannya;

    3. Bahwa oleh karena itu, produk-produk olahan sebagaimana

    terlampir yang terhadapnya telah dilakukan pemeriksaan,

    penelitian, pembahasan, dan penilaian dalam rapat Komisi

    Fatwa bersama LP POM MUI, Komisi Fatwa memandang

    perlu untuk menetapkan kehalalan dan kesuciannya untuk

    dijadikan pedoman oleh umat.

    MEMUTUSKAN: 1. Produk-produk sebagaimana tersebut dalam lampiran

    keputusan fatwa ini ditetapkan kehalalan dan

    kesuciannya.

    2. Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, dengan

    ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat

    kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan

    sebagaimana mestinya.

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) selama ini mengambil peran

    melakukan sertifikasi produk halal. Apa yang dilakukan MUI tidak lain adalah

    demi memberikan jaminan dan perlindungan terhadap umat islam agar

    mengkonsumsi produk yang diyakini kehalalannya.

    MUI juga mendirikan sebuah lembaga yaitu Lembaga Pengkajian

    Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau yang

    disingkat LPPOM MUI yaitu lembaga yang bertugas untuk meneliti, mengkaji,

  • 47

    menganalisa dan memutuskan apakah produk-produk baik pangan dan

    turunannya, obat-obatan dan kosmetika apakah aman dikonsumsi baik dari sisi

    kesehatan dan dari sisi agama Islamyakni halal atau boleh dan baik untuk

    dikonsumsi bagi umat Muslim khususnya di wilayah Indonesia, selain itu

    memberikan rekomendasi, merumuskan ketentuan dan bimbingan kepada

    masyarakat.Lembaga ini didirikan atas keputusan Majelis Ulama Indonesia

    (MUI)berdasarkan surat keputusan nomor 018/MUI/1989, pada tanggal 26

    Jumadil Awal 1409 Hijriah atau 6 Januari1989.

    Sebagai lembaga otonom bentukan MUI, LPPOM MUI tidak berjalan

    sendiri. Keduanya memiliki kaitan erat dalam mengeluarkan keputusan.

    Sertifikat Halal merupakan langkah yang berhasil dijalankan sampai sekarang.

    Di dalamnya tertulis fatwaMUI yang menyatakan kehalalan suatu produk

    sesuai dengan syariat Islam dan menjadi syarat pencantuman label halal dalam

    setiap produk pangan, obat-obatan, dan kosmetika.

    Untuk berhak menggunakan label Halal pada kemasan produk yang

    diproduksi ataupun pada tempat usaha, produsen harus mengajukan sertifikasi

    halal ke LPPOM. Adapun proses dalam permohonan tersebut dapat

    digambarkan sebagai berikut:9

    1. Produsen mengajukan permohonan ke LPPOM dengan cara mengisi

    Borang (formulir) yang mencakup nama perusahaan, detail produk

    termasuk komposisi bahan yang digunakan, tempat produksi, dan juga

    proses pembuatannya.

    9 Artikel ini diakses pada tanggal 20 Januari 2014, Pukul 10.30, dari

    http://id.wikipedia.org/wiki/LPPOM_MUI

    http://id.wikipedia.org/wiki/Panganhttp://id.wikipedia.org/wiki/Obat-obatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kosmetikahttp://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttp://id.wikipedia.org/wiki/Halalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Muslimhttp://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Jumadil_Awalhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hijriahhttp://id.wikipedia.org/wiki/6_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/6_Januarihttp://id.wikipedia.org/wiki/Fatwahttp://id.wikipedia.org/wiki/Halal

  • 48

    2. Kemudian bagian sekretariat LPPOM akan melakukan pengecekan untuk

    kelengkapan dokumen yang diperlukan. Jika belum komplit, maka diminta

    untuk segera melengkapinya. Dan bila telah sesuai maka akan dilanjutkan

    dengan pemberitahuan jadwal audit ke tempat produksi. Audit tersebut

    dilakukan oleh Tim Auditor LPPOM, dan ketika audit/pemeriksaan

    berlangsung, tempat usaha harus sedang melakukan kegiatan produksi.

    3. Selanjutnya, setelah Tim Auditor melakukan analisis dan evaluasi

    termasuk juga memperhatikan hasil lab (bila diperlukan), maka akan

    dilanjutkan pada tahap simpulan, yaitu melanjutkan laporannya ke Sidang

    Komisi Fatwa MUI (jika dinyatakan memenuhi syarat) atau

    ditolak/dikembalikan karena belum memenuhi standard yang syaratkan.

    4. Setelah lulus tim audit, Komisi Fatwa MUI melakukan sidang guna

    memutuskan layak tidaknya suatu produk mendapatkan sertifikasi Halal.

    Keputusan diambil berdasrkan berbagai pertimbangan, salah satunya dari

    laporan yang disampaikan tim auditor. Jika sidang Komisi Fatwa

    menyatakan telah memenuhi standard sesuai dengan kaidah Islam, maka

    proses berikutnya pencetakan surat sertifikat Halal.

    Sertifikat Halal suatu produk memiliki masa penggunaan selama dua

    tahun. Tiga bulan sebelum masa sertifikat tersebut lewat, produsen wajib

    melakukan perpanjangan dengan proses yang serupa. Tidak ada daftar tarif

    tetap yang dikeluarkan oleh MUI dalam permohonan sertifikat halal tersebut,

    semua tergantung kesepakatan antara LPPOM MUI dan Produsen (Pemohon).

  • 49

    Masih banyaknya pelanggaran mengenai label halal yang dilakukan

    pelaku usaha khususnya usaha kecil maka pemerintah membuat Rancangan

    Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH) yang akan disahkan

    menjadi Undang-Undang harus menjadi momentum untuk lebih memperkuat

    jaminan Negara atas berbagai produk yang dikonsumsi masyarakat.

    Jaminan ini khususnya ditujukan kepada umat Islam yang menjadi

    mayoritas di negeri ini, sehingga merasa tenang, aman dan nyaman dalam

    mengkonsumsi produk-produk yang beredar di pasar, sesuai dengan keyakinan

    agama yang dipeluknya.Dengan demikian, adanya sistem JPH pada makanan,

    minuman, obat dan kosmetik, produk kimia, produk biologi dan produk

    rekayasa genetika, masyarakat dan produsen akan terlindungi oleh suatu

    Undang-Undang yang mengatur persoalan JPH.

    Ada tiga prinsip yang harus menjadi dasar dalam penyelenggaraan JPH,

    antara lain:10

    1. Sistem JPH harus mampu memberikan jaminan dan perlindungan kepada

    Umat Islam untuk memperoleh dan mengonsumsi produk halal.

    2. JPH harus menjamin bahwa proses dan prosedur audit dan sertifikasi yang

    terkait dengan proses halal harus dilakukan secara sederhana dan mudah

    untuk memberikan kemudahan bagi produsen dan dunia usaha.

    3. JPH harus memberikan jaminan bahwa biaya audit dan sertifikasi harus

    murah dan proporsional.

    10

    Artikel ini diakses pada tanggal 20 Januari 2014, pada pukul 10.45, dari http://www.nuranifkmui.com/index.php/artikel/144-jaminan-produk-halal

  • 50

    Beberapa substansi pokok yang menjadi ruang lingkup pembahasan

    RUU JPH meliputi :

    1. Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan JPH secara

    terencana, terpadu, dan menyeluruh. Dengan demikian negara menjadi

    aktor utama dalam menjamin kehalalan makanan, minuman, obat dan

    kosmetik, produk kimia, produk biologi, dan produk rekayasa genetika

    yang beredar di Indonesia.

    2. Diperlukan suatu lembaga yang berfungsi untuk melakukan pemeriksaan

    dan standardisasi kehalalan produk.

    3. Posisi RUU ini bisa menjadi undang-undang yang bersifat lex spesialis

    dalam mengatur dan menghimpun regulasi soal produk halal.

    4. RUU JPH ini memperhatikan dan membedakan ranah pemerintah dan

    ranah syariah sehingga terjadi pemisahan antara regulator dan operator,

    serta komponen yang dilibatkan mendapatkan posisi sesuai dengan

    kompetensi dan kapasitas kelembagaannya masing-masing.

    5. RUU ini akan mempertegas fungsi MUI dalam persoalan jaminan suatu

    produk dimana MUI difungsikan untuk menetapkan standar halal dan

    sistem jaminan halal, serta menetapkan fatwa halal dalam bentuk putusan

    fatwa.

    6. Untuk kepastian pelaksanaan RUU ini, dimuat pula ketentuan sanksi

    pidana bagi yang melanggarnya.

    Selain substansi pokok RUU JPH, terdapat pula empat substansi

    penting dalam RUU JPH, antara lain :

  • 51

    1. Sertifikasi Halal: Sertifikasi halal seyogyanya tetap menjadi kewenangan

    MUI yang didalamnya meliputi penetapan standar produk halal,

    pemeriksaan produk halal, penetapan fatwa kehalalan produk, dan

    penerbitan sertifikat halal.

    2. Pemberian Logo Produk: Pelaksanaan mengenai pencantuman logo

    produk halal dilakukan oleh Badan POM. Pencantuman logo pada produk

    halal maupun produk non halal merupakan hak konsumen.

    3. Pengawasan: Pengawasan dalam penjaminan produk halal, diantaranya

    meliputi pengawasan terhadap pelaku usaha (produsen), distribusi, dan

    peredaran produk halal.

    4. Penindaka: Penindakan merupakan wilayah hukum sebagai kelanjutan dari

    pengawasan. Penindakan dapat dilakukan pada setiap warga negara dan

    objek hukum yang berdasarkan bukti hukum telah melakukan perbuatan

    melawan hukumdalam kaitan jaminan produk halal sebagaimana diatur

    dalam RUU JPH ini.

    Oleh karena itu, kedudukan RUU JPH ini menjadi sangat penting bagi

    masyarakat umum dan pelaku usaha. Untuk itu kita berharap semoga proses

    pembahasannya bisa berjalan lancar dan cepat demi kebaikan bersama.Dari

    peraturan-peraturan di atas, Indonesia telah memiliki sederet peraturan yang

    menekankan dan mewajibkan perlunya label halal. Dengan adanya peraturan

    yang mengatur mengenai label halaldiharapkan para pelaku usaha atau

    produsen mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar

    konsumen muslim tidak di rugikan.

  • 52

    BAB IV

    UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH KONSUMEN

    DALAM MEMPEROLEH PERLINDUNGAN TERHADAP HAKNYA

    Dalama usaha meraih calon konsumen, sering kali pelaku usaha kurang

    memperdulikan akan hak-hak konsumen, yaitu hak atas informasi, keamanan

    dan keselamatan, sehingga dapat merugikan konsumen/masyarakat pengguna

    produk makanan dan minuman tersebut. Upaya-upaya yang dapat dilakukan

    konsumen dalam memperoleh perlindungan terhadap haknya adalah sebagai

    berikut:

    A. Penyelesaian Langsung Kepada Produsen.

    Yang dimaksud penyelesaian sengketa secara langsung kepada

    produsen yaitu konsumen dapat mengajukan komplain kepada pelaku usaha

    (produsen) untuk menyelesaikan masalah produk pangan dalam kemasan tanpa

    label halal, dengan menunjukkan bukti-bukti yang kuat berupa barang/produk,

    kwitansi pembelian, dan keterangan saksi-saksi. Dengan mencoba

    menyelesaikan masalahnya sendiri berarti konsumen telah menerapkan hak dan

    kewajibannya. Disamping itu juga menunjukkan sikap kritis konsumen

    terhadap pelaku usaha.

    B. Melapor keYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

    Perlindungan terhadap konsumen pada hakikatnya berarti pula bahwa

    dorongan terhadap produsen untuk menghasilkan barang yang terjamin

    mutunya. Dengan demikian konsumen tidak akan mengalihkan perhatiannya

    pada produk luar negeri. Kepercayaan konsumen yan