8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
1/148
ALTERNATIF PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG
DI LAUT ARAFURA
AJI SULARSO
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
2/148
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Alternatif Pengelolaan
Perikanan Udang Di Laut Arafura adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Desember 2005
Aji Sularso
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
3/148
ABSTRAK
AJI SULARSO. Alternatif pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura.
Dibawah bimbingan DANIEL MONINTJA, AKHMAD FAUZI and
PURWANTO.
Laut Arafura merupakan salah satu dari 9 WPP (Wilayah Pengelolaan
Perikanan) dan satu-satunya yang diizinkan untuk penangkapan udang denganluas diperkirakan 150.000 Km2. Potensi ikan diperkirakan sebesar 1.076.890
ton/tahun dan potensi ikan demersalnya termasuk udang sebesar 145.830ton/tahun. Tingkat produksi udang pada tahun 2003 diperkirakan sebesar 45.070
ton/tahun, melebihi JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan). Perikanan
udang di Laut Arafura diperkirakan telah mengalami overfishing dan overcapacity
disebabkan oleh tidak efektifnya pengelolaan saat ini, lemahnya kemampuan
penegakan hukum dan kurangnya kesadaran para pelaku akan prinsip kelestarian.
Tujuan utama penelitian adalah untuk menyusun alternatife pengelolaan
perikanan udang, sedangkan tujuan khusus adalah : (1) menganalisis bioekonomik
perikanan udang, (2) menganalisis kecenderungan produksi aktual versus produksilestari, (3) mengukur kapasitas dan efisiensi penangkapan, dan (4) merumuskan
rekomendasi pengelolaan perikanan udang ke depan.
Penelitian dilaksanakan di Laut Arafura pada bulan Maret 2003 sampai
dengan Februari 2004, melalui observasi di lokasi pendaratan (Benjina, Agats,
Dolak, Aru), pengumpulan data sekunder dan sampling 39 kapal pukat udang dari
355 jumlah populasi. Data runtun waktu tahun 1986 sampai dengan 2003
digunakan untuk analisis bioekonomi menggunakan model Gordon-Schaefer dan
model Clark, serta analisis efisiensi mengunakan Data Envelopment Analysis
(DEA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perikanan udang di Laut Arafura saat ini
dalam kondisi overfishing secara ekonomi dan biologi, overcapacity dan
inefisiensi. Disertasi ini memperkenalkan tiga skenario pengelolaan perikanan
udang, yakni (1) pengurangan jumlah kapal maksimum 15% dari total GT, (2)
penerapan kuota dengan pengurangan total tangkapan 5%, dan (3) penutupan
musim penangkapan pada bulan Juni. Ketiga skenario merupakan kebijakan
incentive blocking instrument (IBI) yang cocok untuk kebijakan jangka menengah.
Kebijakan incentive adjusting instruments (IAI) seperti pengenaan pajakdiperkenalkan untuk jangka panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kebijakan pengendalian upaya dengan pengurangan kapal sampai titik optimum,
memberikan kontribusi bagi tercapainya strategi pembangunan nasional, yaitu
pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian merekomendasikan kombinasi kebijakan IAI dengan pengenaan
j k d l l di ik h ilk h il i j k j d
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
4/148
ABSTRACT
AJI SULARSO. The shrimp fisheries management options of the Arafura Sea.
Under the direction of DANIEL MONINTJA, AKHMAD FAUZI and
PURWANTO.
Arafura Sea is the one of the 9 fishing grounds in Indonesia for shrimp fishing
which the total area is estimated 150.000 km2. The total fish stock is estimated to
be 1.076.890 tons/year and the demersal fish stock inlcuding shrimp is 145.830
tons/year. The shrimp fisheries condition at Arafura Sea is presumed to be over
fishing and overcapacity due to ineffective of current management, lack of lawenforcement capabilities, and lack of fishermen concern of the sustainable
principles.
The main objective of the dissertation is to formulate the shrimp fisheries
management options which include vessels number reduction, implementation of
quota and seasonal closure. The specific objectives of the dissertation are include:
(1) analyze the shrimp fisheries bioeconomic, (2) analyze the actual versus
sustainable production trend, (3) measure shrimp fishing capacity and efficiency,
(4) formulate the recommendation of the future management options.
The research of this dissertation was conducted at Arafura Sea from March2003 to February 2004, through observation on the landing sites (Benjina, Agats,
Dolak, Aru), collecting secondary data and sampling of 39 shrimp trawl boats
from 355 boats of total population. The data were analyzed using bioeconomic
models including Gordon-Schaefer model and Clark model to obtain optimum
condition both static and dynamic. The data is also analyzed using Data
Envelopment Analysis (DEA) to measure fishing capacity and efficiency.
The Study found that the current condition of shrimp fisheries at Arafura Sea
is under economic overfishing and overcapacity or inefficiency. Therefore, theshrimp fisheries management should be improved to maintain sustainability,
reduce overcapacity and improve efficiency. This dissertation introduces three
shrimp fisheries management scenarios including: (1) reduction of total vessels
number by 15% of the total GT (gross tonnage), (2) quota of total catch by 5%
reduction of annual catch, and (3) seasonal closure during June of each year.
Those scenarios are categorized as incentive blocking instruments which feasible
for medium period policy. Whereas the incentive adjusting instruments such as
tax is introduced for long-term period. The results show that the policy of effortcontrol by vessel’s number reduction to optimum level contribute to the
achievement of government development strategy of pro-poor and pro-growth.
The study also recommends that the combination of incentive adjusting
instruments by tax and dynamic optimum management will produce long-term
optimum result, which contribute to the achievement of government development
strategy of pro poor pro job and pro growth
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
5/148
© Hak cipta milik Aji Sularso, tahun 2005
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
6/148
ALTERNATIF PENGELOLAAN PERIKANAN UDANG
DI LAUT ARAFURA
AJI SULARSO
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelarDoktor pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
7/148
Judul Disertasi : Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang Di
Laut Arafura
Nama : Aji Sularso
NIM : C 561020074
Disetujui
Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja
Ketua
Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Purwanto
Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi
Teknologi Kelautan,
Dekan Sekolah Pascasarjana
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
8/148
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian sejak bulan Maret 2003 adalah pengelolaan perikanan udang, dengan
judul Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang di Laut Arafura.
Terimakasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Bapak
Prof. Dr. Daniel Monintja selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr Akhmad Fauzi
dan Dr. Purwanto selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah mencurahkan
perhatian dan memberikan bimbingan sehingga penulisan disertasi berjalan
dengan lancar. Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu memberikan data dan memperlancar
penelitian antara lain Drs. Bambang Sumiyono, BRKP, Bapak Sukirdjo Ketua
Umum HPPI beserta staf, Direktur PUP Ditjen Perikanan Tangkap beserta staf
dan Kasubdit Statistik Ditjen Perikanan Tangkap. Ungkapan terimakasih juga
disampaikan kepada Ibunda tercinta yang selalu mendoakan, istri dan anak
tercinta yang telah memberikan dorongan moral serta kesabaran.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2005
Penulis,
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
9/148
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Randudongkal, Pemalang pada tanggal 2 Juli 1954
sebagai anak ke enam dari duabelas bersaudara dari pasangan Sutoro dan
Sumarni. Pendidikan akademi ditempuh di AKABRI Laut Surabaya jurusan
Teknik, lulus tahun 1976 sebagai Perwira TNI AL berpangkat Letnan Dua.
Pendidikan sarjana ditempuh di Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut, afiliasi
Institut Teknologi Bandung, jurusan Teknik Manajemen Industri pada program
studi Riset Operasi (operation research) atas beasiswa TNI AL, lulus pada tahun1990. Penulis diberi kesempatan melanjutkan program studi Pascasarjana MMA
(magister manajemen agribisnis) IPB atas bea dinas TNI AL, lulus pada tahun
2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi
Teknologi Kelautan IPB diperoleh pada tahun 2002 atas biaya sendiri.
Penulis bekerja di TNI AL sejak tahun 1977 sampai dengan 2000,
selanjutnya bekerja di Departemen Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2000 dan
pindah status dari militer menjadi PNS (pegawai negeri sipil). Selama di DKP
pernah menjabat sebagai Direktur Wilayah Laut, Sesditjen Perikanan Tangkap
dan saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Data, Informasi dan Statistik
Departemen Kelautan dan Perikanan. Bidang tanggung jawab penulis dalam tugas
kedinasan saat ini adalah pengelolaan sistem informasi, statistik dan kehumasan
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Selama mengikuti program S3, penulis merencanakan dan mengkoordinir
penelitian di perairan Arafura meliputi: obrservasi sumber daya ikan, studi
lingkungan dan studi zonasi penangkapan udang. Karya ilmiah berjudul
“Pengendalian kapasitas penangkapan udang di L. Arafura” telah disajikan pada
Seminar di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB pada bulan September2005 dan dalam proses pengajuan untuk diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
10/148
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... ........ 1
1.2 Perumusan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Hipotesis Penelitian ..................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ................... ...................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ........... ............................................................ 6
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 61.7 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 7
2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 9
2.1 Dasar-dasar Pengelolaan Sumberdaya Perikanan .......................... 9
2.2 Pengembangan Model Bioekonomi untuk Pengelolaan Perikanan
Udang ................................................................................ 16
2.3 Pengelolaan Perikanan (Fisheries Management ) .......................... 222.3.1 Input (effort) control (pengendalian input) ....................... 22
2.3.2 Output (cacth) control ...................................................... 24
2.3.3 Pengaturan teknis (technical measures) ............................ 25
2.3.4 Pengelolaan berbasis lingkungan (ecologicaly based
management ) ................................................................... 25
2.3.5 Instrument ekonomi tidak langsung : pajak dan subsidi .... 26
2.4 Keragaan Perikanan ..................................................................... 26
3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................. ........ 41
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 41
3.2 Kerangka Pendekatan Analisis ..................................................... 42
3.3 Analisis Bioekonomi Statik Gordon-Schaefer .............................. 44
3.4 Analisis Optimasi Dinamik Clark-Munro ..................................... 46
3.5 Analisis Efisiensi/kapasitas Perikanan .......................................... 47
3.6 Seasonal Closure Model .............................................................. 49
3.7 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data........................................ 50
3.8 Asumsi Dasar …………………………………………………... ... 53
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 54
4.1 Kondisi Perikanan Udang di Wilayah Studi ................................. 54
4.2 Analisis Penangkapan Lestari (Sustainable Yield ) ........................ 57
4 3 Optimisasi Bioekonomi 60
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
11/148
5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................... 100
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 100
5.2 Rekomendasi ............................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ................................................. ............................... 106
LAMPIRAN ............................................................................................ 112
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
12/148
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Logical Framework Simulasi Peningkatan Effort (Chapman and Beare,
2001) … ........................................................................................….. 19
2. Instrumen pengelolaan: incentive blocking dan incentive adjusting ……. 31
3 Data dan penggunaannya ...................................................................... 52
4 Produksi aktual dan produksi lestari th 1986 s/d 2003 ................... ........ 58
5 Analisis perbandingan input dan output ................................................. 64
6 Perbandingan rente ekonomi pada tiga kondisi pengelolaan .......... ........ 68
7 Rekapitulasi efisiensi tahunan ............................................................... 71
8 Data kapal-kapal pukat udang yang beroperasi di L. Arafura ................. 73
9 Proyeksi perbaikan efisiensi kapal Mina Raya 11.... ............................... 78
10 Tangkapan rata-rata bulanan kapal pukat udang anggota HPPI............... 78
11 Dampak penerapan kuota terhadap produksi lestari dan rente ................ 82
12 Kapal-kapal pukat udang tidak termasuk yang berumur 30 th ke atas...... 85
13 Efisiensi tanpa kapal umur 30 th ke atas................................................. 86
14 Data efisiensi kapal pukat udang yang sudah dikurangi effort 8%........... 87
15 Produksi rata-rata bulanan dan sinusoida siklikal ................................... 89
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
13/148
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemecahan masalah analisis pengelolaan SDI Udang di
Laut Arafura ....................................................................................... 8
2 Fungsi Pertumbuhan Logistik (sumber: Fauzi, 2004) .......................... 10
3 Kurva yield-effort (Fauzi, 2004).......................................................... 11
4 Model Gordon-Schaefer (Fauzi, 2004)........................................ ........ 13
5 Overcapitalization dalam perikanan (Pascoe et al., 2004) .......... ........ 30
6 Pembatasan produksi model CCR ...................................................... 35
7 Pembatasan produksi model BCC ...................................................... 35
8 Wilayah studi pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura ............... 41
9 Kerangka pendekatan analisis kebijakan pengelolaan perikanan udang
di Laut Arafura .................................................................................. 43
10 Daerah operasi armada kapal pair-trawl Taiwan periode 1972-1974 .. 54
11 Basis armada kapal trawl P.T. Darma Guna Samudera, anak
Perusahaan dari Djajanti Group, di Benjina, Kepulauan Aru ............... 55
12 Mobilitas kapal pukat udang di Laut Arafura berdasarkan pemantauan
VMS (Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pengawasan
Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) ........................................ ........ 56
13 Fluktuasi produksi aktual dan produksi lestari Schaefer dari tahun
1986 s/d 2003 .................................................................................... 59
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
14/148
17 Copes Eye Ball untuk Perikanan udang di Laut Arafura ..................... 63
18 Tingkat effort optimum perikanan udang di Laut Arafura dalam
kondisi open access, MEY dan MSY dan tahun 2005 .......................... 65
19 Perbandingan tingkat produksi open access, optimal ( MEY ) dan
produksi lestari ( MSY ) dan kondisi tahun 2005................................. 66
20 Perbandingan input dan output pada berbagai kondisi pengelolaan
dan kondisi tahun 2005 ...................................................................... 66
21 Perbadingan rente ekonomi pada open access, MEY dan MSY dan
kondisi aktual tahun 2005 ................................................................... 67
22 Perbandingan produksi ketiga tipe pengelolaan .................................. 69
23 Perbandingan effort ketiga tipe pengelolaan ....................................... 69
24 Fluktuasi angka efisiensi .................................................................... 71
25 Analisis efisiensi antar kapal penangkap udang di Laut Arafura.......... 74
26 Analisis efisiensi antar kapal penangkap udang di Laut Arafura.......... 75
27 Distribusi efisiensi kapal pukat udang di Laut Arafura ........................ 75
28 Potensi perbaikan efisiensi ........... ...................................................... 77
29 Grafik tangkapan bulanan kapal-kapal PU anggota HPPI.................... 79
30 Trajektori produksi lestari dengan dan tanpa kuota.............................. 83
31 Tren produksi bulanan dan tren siklikal....................................... ........ 89
32 Kurva profit dan effort (jumlah kapal) .................................................. 92
33 Kurva revenue, profit dan cost perikanan udang di L. Arafura………. 93
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
15/148
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Algoritma MAPLE bioekonomi perikanan udang di L. Arafura ....... ..... 112
2 Data kapal pukat udang di L. Arafura ..................................................... 116
3 Proses iterasi kapal DEA kapal-kapal pukat udang .............................. 119
4 Kerangka logis (logical framework ) alternatif pengelolaan perikanan
udang ..................................................................................................... 130
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
16/148
PENGERTIAN ISTILAH
Biomass: jumlah berat tiap individu ikan pada suatu stok. Bycatch: bagian hasil tangkapan yang diambil secara insidensiaal pada ikan target, dan
sebagian ikan tersebut dibuang.Catchability coefficient (q): proporsi total stok yang ditangkap oleh satu unit upaya
penangkapan (fishing effort).Closure: larangan penangkapan ikan selama waktu atau musim tertentu (penutupan
waktu), atau di daerah tertentu (penutupan tempat), atau kombinasi keduanya. Input control: pembatasan jumlah upaya penangkapan (fishing effort), pembatasan pada
jumlah, ukuran dan tipe kapal atau alat tangkapnya, daerah penangkapan atau
waktu penangkapan. Maximum Economic Yield (MEY): suatu tangkapan melebihi batas dimana pendapatan
yang dihasilkan oleh penambahan marjinal upaya lebih kecil dari pada biaya
untuk penambahan tersebut; titik dimana kelebihan laba yang didapat mencapaimasksimal dengan biaya yang dibutuhkan untuk menutup semua kebutuhan.
Maximum Sustainable Yield(MSY): tangkapan tahunan terbesar yang dapat diambil dari
stok secara terus menerus tanpa mempengaruh tangkapan mendatang, MSY jangka panjang yang tetap tidak ada dalam sebagaian besar perikanan, ukuran stok
bervariasi sesuai dengan perubahan klas tiap tahun dalam stok.Open access fishery: suatu perikanan tanpa pembatasan pada jumlah nelayan atau unit
penangkapan, perikanan yang tidak diatur.Output control: pembatasan pada berat atau tangkapan (suatu kuota), atau kondisi
reproduksi individu ikan yang diizinkan meliputi ukuran, sex.Overcapacity: situasi dimana output kapasitas lebih besar dari pada output target.Overcapitalization: situasi dimana stok kapital aktual lebih besar dari stok kapital
optimum yang dibutuhkan untuk menghasilkan output target.
Overfishing (tangkap lebih): diartikan sebagai kondisi dimana jumlah ikan yangditangkap melebihi jumlah ikan yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok
ikan dalam suatu daerah tertentu (Fauzi, 2005).Quota: suatu pembatasan pada berat ikan yang dapat ditangkap dalam suatu stok atau
daerah tertentu.Stakeholder: suatu individu atau grup yang memiliki kepentingan dalam suatu sumber
daya dan pemanfaatannya.Stok ikan: jumlah biomasa ikan yang dapat ditangkap dalam suatu kawasan perairan
tertentu dalam periode yang ditentukan agar terjaga kelestarian.Total Allowable Catch (TAC): masksimum tangkapan yang diperbolehkan dari suatu
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
17/148
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pengelolaan perikanan ( fisheries management ) merupakan proses yang
kompleks, memerlukan integrasi sumberdaya biologi dan ekologi, dengan faktor-
faktor sosio-ekonomi dan kelembagaan berpengaruh terhadap perilaku nelayan
dan pengambil kebijakan. Tujuan pengelolaan adalah terwujudnya kelestarian
sumberdaya ikan agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Namun demikian
kelestarian merupakan hal yang sulit dicapai, populasi ikan makin terbatas, hasil
tangkapan dunia makin sedikit dan hampir 70% stok ikan diseluruh dunia
mengalami penurunan, dieksploitasi penuh atau dieksploitasi lebih (Garcia &
Newton, 1997). Pengaturan pengelolaan secara konvensional seperti pembatasan
ukuran penangkapan atau pembatasan effort , telah digunakan untuk
mengembalikan stok, mengurangi mortalitas ikan dan meningkatkan stok
pemijahan. Ketidak pastian dalam perkiraan stok, peningkatan kekuatan
penangkapan ( fishing power) secara dramatis dan pilihan intertemporal berakibat
jatuhnya beberapa stok ikan, menjadi pertanyaan kenapa pengelolaan gagal.
Laut Arafura merupakan salah satu kawasan perairan Indonesia yang memiliki
sumberdaya ikan (SDI) yang potensial, khususnya udang, dan menjadi satu-
satunya kawasan yang diizinkan untuk penangkapan udang dengan trawl. Luas
Laut Arafura diperkirakan 150.000 km2 (Naamin, 1984), dengan estimasi total
Sumber Daya Ikan sebesar 1 076 890 ton/tahun Potensi SDI demersal termasuk
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
18/148
pemanfaatan telah melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB)
(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2003).
Sejak diberlakukannya Keppres nomor 39/1980, hanya perairan di sebelah
timur garis 130°BT dan isobath 10 (garis batas kedalaman minimal 10 meter),
yang merupakan daerah operasi resmi untuk kapal-kapal pukat udang. Secara
umum, udang di pesisir barat Papua didominasi oleh jenis udang putih (Penaeus
merguensis), sedangkan udang di perairan sebelah timur Kepulauan Aru
didominasi oleh jenis udang windu (Penaeus monodon) (Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, 2004). Data terakhir (Februari 2005) di Ditjen Perikanan
Tangkap menunjukkan bahwa kapal pukat udang yang diberikan izin di L.
Arafura berjumlah 355 kapal yang berkisar besarnya antara 31 GT (gross
tonnage) sampai dengan 515 GT, sebagian besar didominasi kapal berukuran
antara 100 s/d 200 GT.
Sumberdaya udang di Laut Arafura pada tahun 2001 dilaporkan oleh
Direktorat Jenderal Perikanan (2001) dan hasil kajian (Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Tim Studi IPB, 2004) mengalami overfishing yang
ditunjukkan dengan indikasi makin lamanya rata-rata hari operasi melaut,
menurunnya jumlah tangkapan rata-rata, dan makin kecilnya ukuran udang yang
ditangkap. Terjadinya overfishing diduga disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain: (1) kurang efektifnya manajemen pengelolaan yang tertuang dalam peraturan
dan kebijakan pemerintah yang sepenuhnya berdasarkan pada input control; (2)
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
19/148
kurangnya kesadaran para pelaku terhadap prinsip-prinsip pengelolaan dan
pemanfaatan yang lestari dan bertanggung jawab.
Untuk mengurangi terjadinya overfishing, maka diperlukan strategi
pengelolaan yang optimal. Dilihat dari perspektif pengelolaan perikanan (fisheries
management), sejauh ini Laut Arafura belum sepenuhnya dikelola berdasarkan
kepada pendekatan keilmuan (scientific based). Hal ini antara lain dapat dilihat
dari belum adanya model pengelolaan yang bisa dijadikan tolok ukur
pengendalian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
mengevaluasi pengelolaan penangkapan saat ini berdasarkan bioekonomi,
pengukuran kapasitas (measuring fishing capacity) dan musim penangkapan.
Dengan pendekatan kebijakan yang tepat, berdasarkan pada permasalahan
yang ada dan ter-analisis dengan baik, diharapkan kita dapat memperoleh rente
yang sebesar-besarnya dari sumber daya ikan di laut Arafura, serta dapat
mengelola perikanan di kawasan ini dengan berkelanjutan. Untuk tujuan
pengelolaan tersebut, diperlukan suatu penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis kondisi perikanan, terutama perikanan udang (kegiatan yang paling
menonjol di kawasan ini) pada saat ini. Penelitian diperlukan agar tidak hanya
menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi berdasarkan pengamatan sepintas,
namun memperoleh data yang akurat tentang kondisi stok dan bagaimana
fluktuasi produktivitas penangkapan aktual dan produksi lestarinya. Yang paling
penting adalah menyangkut analisis kapasitas perikanan yang seluruhnya
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
20/148
dengan menggunakan model bio-ekonomi statik maupun dinamis, kemudian
analisis kapasitas dengan menggunakan DEA.
1.2 Perumusan masalah
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan perikanan udang di laut
Arafura meliputi: terjadinya overfishing, overcapacity atau inefisiensi usaha,
secara de facto terjadi open access meskipun diatur dalam berbagai peraturan,
serta terancamnya sumber daya udang sebagai akibat dari tidak ketatnya
pengelolaan yang menjamin kelestarian. Permasalahan tersebut disebabkan antara
lain oleh kurang efektifnya penegakan hukum, kurang kesadaran pelaku untuk
mentaati peraturan (seperti pelanggaran daerah penangkapan, penggunaan alat
tangkap) dan prinsip kelestarian, serta kurang efektifnya pengelolaan ( fisheries
management ). Dalam hal pengelolaan, secara prinsip, sejak diberlakukannya
Keputusan Presiden nomor 85 tahun 1982 tentang penggunaan pukat udang dan
berdasarkan Keputusan Presiden nomor 39 tahun 1980, banyak terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan tersebut sehingga ketentuan tersebut kurang
efektif.
1.3 Hipotesis Penelitian
Pada saat ini apabila dilihat secara kasat mata, maka dapat diidentifikasi
berbagai permasalahan pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura, yang
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
21/148
1. Terjadi overfishing perikanan udang di Laut Arafura pada saat ini, dilihat
dari penurunan produktivitas hasil tangkapan dan menurunnya ukuran udang
yang ditangkap, serta perubahan species dominan.
2. Usaha penangkapan udang semakin tidak efisien dilihat dari aspek ekonomi,
terutama rasio antara upaya (effort) dan produktivitas hasil tangkapan.
3.
Terjadi berlebihnya kapasitas penangkapan oleh kapal-kapal pukat udang
serta belum diberlakukannya pembatasan yang efektif.
4. Kondisi perikanan yang tidak efisien akan berpengaruh terhadap
keberlanjutan baik stok sumber daya ikan.
1.4 Tujuan Penelitian
Dari beberapa hipothesis tadi maka dapat diuraikan tujuan utama penelitian
ini, yaitu: penyusunan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan udang di laut
Arafura. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka ditetapkan beberapa tujuan
khusus sebagai berikut.
(1) Menganalisis bioeconomic perikanan udang di Laut Arafura.
(2) Menganalisis kecenderungan produksi penangkapan ditinjau dari produksi
aktual maupun produksi lestari.
(3) Mengukur kapasitas penangkapan (measuring fishing capacitty) perikanan
udang di Laut Arafura untuk mengetahui efiensi pengelolaan secara umum
dari tahun ke tahun dan efisiensi tiap kapal.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
22/148
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dihasilkan dari penelitian adalah sebagai berikut:
(1) Masukan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pengelolaan
perikanan udang ke depan.
(2) Masukan bagi dunia usaha dalam pengambilan kebijakan dan strategi usaha
penangkapan udang di Laut Arafura.
(3) Acuan bagi akademisi atau peneliti untuk mengadakan penelitian lanjutan
yang lebih spesifik.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Agar penelitian ini dapat berdaya dan berhasil guna, maka berikut ini
diuraikan terlebih dahulu ruang lingkup penelitian ini, yaitu :
(1) Pengujian model bioekonomik Gordon-Schaefer dan menentukan model
yang optimal (analisis dinamik Clark-Munro) bagi pengelolaan perikanan
udang di laut Arafura.
(2) Pengukuran kapasitas penangkapan udang di laut Arafura baik secara
agregat dari tahun ke tahun, maupun kapasitas penangkapan per kapal untuk
mengetahui apakah usaha penangkapan udang sudah overcapacity atau
efisien.
(3) Analisis skenario pengelolaan perikanan udang dalam tiga alternatif, yaitu
pengurangan jumlah kapal , penerapan kuota, dan penutupan musim
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
23/148
1.7 Kerangka Pemikiran
Untuk pemecahan permasalahan yang diuraikan di atas secara tepat, perlu
dianalisis kondisi perikanan udang di Laut Arafura dilakukan dengan pendekatan
bioeconomic model Gordon-Schaefer, analisis produksi aktual dan produksi
lestari, pengukuran kapasitas penangkapan (measuring fishing capacity) dengan
DEA dan analisis kecenderungan musim penangkapan. Hasil analisis bioeconomic
menghasilkan penilaian terhadap tiga acuan yaitu MSY, MEY (optimal static) dan
optimal dynamic (Model Clark-Munro). Analisis produksi menghasilkan model
hubungan antara produksi aktual dan effort serta fluktuasi efisiensi yang
menggambarkan secara umum kapasitas penangkapan dan tingkat efisiensi.
Pengukuran kapasitas dengan DEA menghasilkan gambaran efisiensi dari tahun ke
tahun serta efisiensi tiap kapal. Analisis musim penangkapan menghasilkan
kesimpulan waktu penangkapan yang paling kecil atau tidak efisien.
Apabila tiga analisis yaitu analisis bioekonomi, analisis efisiensi dan analisis
produksi (dilihat dari kelestarian) menunjukan hasil positif, dalam arti kondisi
perikanan udang saat ini optimal, efisien dan lestari, maka hanya diperlukan
penyempurnaan pengelolaan saat ini. Apabila tiga analisis tersebut menghasilkan
kesimpulan sebaliknya yaitu tidak optimal, tidak efisien dan tidak lestari maka
pengelolaan perikanan udang ke depan perlu disempurnakan. Berdasarkan analisis
tersebut, selanjutnya dirumuskan alternatif pengelolaan perikanan udang ke depan
dengan mengembangkan tiga skenario yaitu pengurangan jumlah kapal,
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
24/148
menghasilkan alternatif pengelolaan, selanjutnya dirumuskan rekomendasi
pengelolaan perikanan udang ke depan yang paling optimal. Berikut ini adalah
skema kerangka pemikiran penelitian ini.
Bioeconomic KapasitasPenangkapan Produksi MusimPenangkapan
Sustainable
Peningkatan
Ya
AlternatifPengelolaan Sumberdaya Ikan
Ya
Pengurangan jumlah kapal
Pembatasan MusimPenangkapan
Penerapan Kuota
RekomendasiPengelolaan
SDI
AnalisisKondisiSaat Ini
Optimal Efisien
Ya
Tidak TidakTidak
• Overfishing
• Tidak efisien (overcapacity )
•
Kelestarian SDI terancam• De facto open access
PERMASALAHAN SAAT INI
Gambar 1. Kerangka pemikiran pengelolaan SDI udang di Laut Arafura
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
25/148
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar-dasar Pengelolaan Sumber Daya Perikanan
Pendekatan analitis untuk pengelolaan sumber daya perikanan di dasarkan
pada pendekatan bioekonomi yang sudah dikembangkan sejak awal tahun 1950an.
Meskipun konsep biologinya sendiri sudah dikenalkan oleh Graham pada tahun
1935 (Graham., 1935) dalam bentuk model logistik, model ini kemudian
dikembangkan oleh M. Schaefer (1954) yang memandang populasi ikan sebagai
satu kesatuan keseluruhan. Selanjutnya Gordon (1954) mengembangkan model
ekonomi berdasarkan model Scahefer tersebut dan memperkenalkan konsep
economic overfishing dan perikanan open access. Model yang dikenal sebagai
model bioekonomi Gordon-Schaefer (Gordon, 1953; 1954), kemudian banyak
digunakan untuk menganalisis pola pengelolaan perikanan yang optimal dan
berkelanjutan (Seijo et al., 1998). Secara sederhana model pengelolaan
bioekonomi dimulai dengan mengasumsikan bahwa pertumbuhan populasi ikan
mengikuti fungsi logistik sebagaimana Gambar 2.a dan secara matematis dapat
ditulis dalam persamaan berikut.
( )( )(1 )
dx x t rx t dt K
= − ………………………………….(2.1)
r adalah tingkat pertumbuhan populasi secara intrinsik, ( ) x t adalah biomasa
dalam waktu t dan K adalah carrying capacity atau daya dukung lingkungan.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
26/148
Gambar 2. Fungsi pertumbuhan logistik (sumber: Fauzi, 2004)
Produksi penangkapan ikan merupakan fungsi dari upaya (effort ) dan stok
ikan (Schaefer, 1957), maka hubungan antara tangkap dan effort dapat ditulis
dalam bentuk:
h qxE = …………………………….......………………(2.2)
dimana h = produksi, q = koefisien kemampuan tangkap, x = stok ikan dan E =
upaya. Menurut Gulland, 1983), q didefinisikan sebagai pembagian populasi ikan
yang ditangkap oleh satu unit upaya. Persamaan tersebut dapat digunakan secara
sederhana untuk menggambarkan pengaruh penangkapan terhadap pertumbuhan
biologi stok ikan sebagaimana Gambar 3. Akibat adanya aktivitas penangkapan
atau produksi, persamaan (2.1) menjadi:
dx x
x t
F(x) xt
K
K 1
2K
1r
2r
0 0
(a)(b)
x t
F(x) xt
K
K 1
2K
1r
2r
0 0
(a)(b)
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
27/148
h1
h2
h3
h = q x E 2
h = q x E 1
h = q x E 3
Gambar 3. Kurva yield-effort (Fauzi, 2004)
Model pertumbuhan Schaefer ini dapat ditransformasi untuk menentukan
hubungan antara input (effort ) dan output (produksi) dengan mengasumsikan
kondisi keseimbangan dimana 0dx
dt = , sehingga persamaan (2.3) berubah
menjadi:
[1 ] xqxE rxK
= − ............................................................ (2.4)
Dari persamaan (2.4) tersebut, kita bisa mencari x sebagai berikut:
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
28/148
1qE
h qKE r
= −
……………………………………………(2.6)
Persamaan di atas merupakan bentuk lain dari persamaan yang berbentuk
kuadratik, dimana q, K dan r konstanta. Kurva produksi lestari tersebut
sebagaimana Gambar 3, dikenal dengan istilah “yield-effort curve”.
Menurut Fauzi (2004), model Gordon-Schaefer dapat menguraikan konsep
bioeconomic pada kondisi akses terbuka. Sebagaimana dalam model biologi,
Gordon (1954) mengasumsikan keseimbangan untuk mendapatkan fungsi
produksi perikanan. Dalam model tersebut pendapatan bersih π diperoleh dari
penangkapan dalam persamaan (2.7) berikut:
π = TR – TC .............................................................(2.7)
TR = Total Revenue dan TC = Total Cost.
Produksi keseimbangan dalam kondisi akses terbuka terjadi ketika penerimaan
total (TR) sama dengan biaya total (TC ), berarti π = 0 dan tidak ada lagi stimulus
untuk masuk (entry) dan keluar (exit ) dalam perikanan. Menurut Gordon (1954)
jika biomasa juga berada dalam keseimbangan, maka produksi yang dihasilkan
akan membentuk keseimbangan baik biologi maupun ekonomi, kondisi tersebut
dikenal dengan bioeconomic equilibrium (keseimbangan bioekonomi).
Penggambaran secara grafis dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
29/148
Gambar 4. Model Gordon-Schaefer (Fauzi, 2004)
Dalam kondisi keseimbangan jangka panjang tersebut, persamaan (2.4) dapat
ditulis sebagai:
[1 ] x
h rxK
= − ……………………….………………...(2.8)
Jika p = harga, maka penerimaan total dapat ditulis sebagai fungsi dari biomasa,
atau:
( ) [1 ] xTR x prxK
= − ……………..…...……………..(2.9)
Demikian pula fungsi biaya dapat ditulis sebagai fungsi biomas sebagai berikut
TC cE =
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
30/148
dimana c adalah biaya per unit upaya, dan E = effort . Stok atau biomasa pada
keseimbangan bioekonomi (TR = TC) diperoleh dengan substitusi persamaan (2.9)
dan (2.10) sehingga:
c x
qp= …………………….......................................(2.11)
x selalu lebih besar dari 0, karena upaya penangkapan ( fishing effort ) akan
berkurang atau bahkan berhenti pada saat TC TR≥ , karena pada tingkat upaya
yang melebihi keseimbangan bioekonomi tersebut, tidak ada lagi stimulus untuk
masuk dan keluar perikanan. Model tersebut memprediksi kondisi
overexploitation, jika kurva TC memotong kurva TR pada tingkat upaya yang
lebih tinggi daripada yang seharusnya diperlukan untuk mencapai kondisi MSY
(Clark, 1985; Anderson, 1986).
Analisis matematis menurut Clark (1976, 1985) menyajikan hubungan
bioekonomi, sebagaimana diacu oleh Fauzi (2004), rente ekonomi lestari
(sustainable rent ) didefinisikan sebagai fungsi dari biomas dalam bentuk:
( )( ) ( )
cF x x pF x
qx ρ = −
( )c
p F xqx
= −
……………………....……………(2.12)
Dengan menggunakan pertumbuhan logistik, rente ekonomi lestari secara lebih
eksplisit dapat ditulis menjadi:
c x
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
31/148
( ) 21 0
d x x cr pr
dx K qx
ρ = − + =
………………......……….…(2.14)
Persamaan (2.14) di atas dapat dipecahkan untuk menentukan tingkat biomas yang
optimal ( o x ):
12
oK c
x pqK
= +
…………………………..………...……(2.15)
Dengan diketahuinya nilai optimal biomas tersebut, kita dapat menentukan nilai
tangkap optimal dan nilai upaya optimal dengan cara substitusi rumus (2.15) ke
fungsi produksi sebagai berikut:
0 1 1
4
rK c ch
pqK pqK
= + −
……………...………………(2.16)
0 12
r c E
q pqK
= −
………………........…………………..(2.17)
Selanjutnya menurut Clark (1976, 1985) yang diacu oleh Fauzi (2004),
pendekatan dinamik dapat digunakan dalam menganalisis bioeconomic dengan
dimasukan faktor waktu, sedangkan pendekatan statik tidak memasukkan faktor
waktu. Menurut Purwanto (1987) masalah perikanan adalah bagaimana
memanfaatkan stok ikan sepanjang waktu secara efisien dengan
mempetimbangkan suku bunga dan laju pertumbuhan stok ikan. Demikian pula
menurut Seijo et al. (1998) pendekatan klasik bioeconomic adalah statik,
sedangkan kondisi perikanan yang open access akan mendorong terjadinya
overexploitation dan habisnya rente ekonomi. Pada pemahaman tersebut, tingkat
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
32/148
bisa lebih besar atau lebih kecil dari MEY dan MSY, tergantung dari pilihan
intertemporal dalam pemanfaatan sumber daya.
Menurut Clark (1976; 1985), dalam model dinamik nilai optimal untuk
biomas ( x*) dan panen optimal (h*) mengikuti persamaan sebagai berikut:
2
* 81 14
K c c c x
pqK r pqK r pqKr
d d d é ùæ ö æ öê ú÷ ÷ç ç= + - + + - +÷ ÷ç çê ú÷ ÷÷ ÷ç çç çè ø è øê úë û
…............................(2.18)
1 2* ( ) 1
xh x pqx x r
c K δ
= − − −
………..………………(2.19)
δ = discount rate atau interest rate. Model bioekonomi tersebut akan digunakan
untuk mengetahui kondisi perikanan udang di Laut Arafura berdasarkan data hasil
penelitian.
Menurut Purwanto (1984), kondisi perikanan lemuru di Selat Bali telah
dianalisis dengan model dinamik dan menghasilkan kesimpulan bahwa dengan
produksi lestari sebesar 80 ribu ton per tahun, tingkat rente ekonomi maksimum
dicapai pada tingkat produksi 74 ribu ton per tahun. Hal ini membuktikan bahwa
dengan model dinamik dapat diketahui tingkat produksi optimal yang
menghasilkan rente ekonomi tertinggi, namun masih berada di bawah tingkat
produksi lestari.
2.2 Pengembangan Model Bioekonomi untuk Pengelolaan Perikanan Udang
Model bioekonomi di atas adalah model bioekonomi generik yang sering
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
33/148
melalui pengembangan model bioekonomi yang lebih kompleks. Griffin (1983)
misalnya, menggunakan General Bioeconomic Fishery Simulation Model
(GBFSM ) untuk menganalisis enam alternatif pengelolaan udang di Texas. Model
bioekonomi yang dikembangkan adalah pengembangan model diskrit dari dasar
model bioekonomi di atas dengan penambahan struktur mortalitas dan struktur
biaya yang lebih kompleks. Model bioekonomi tersebut dianalisis untuk melihat
dampak enam alternatif pengelolaan yakni dampak terhadap produksi total,
jumlah yang terbuang (discard ), biaya dan penerimaan, dan jumlah effort yang
digunakan. Model Griffin (1983) dikombinasikan dengan model simulasi untuk
mengetahui beberapa skenario perubahan parameter pengelolaan seperti biaya dan
penerimaan serta skenario penutupan (seasonal closure). Hasil model Griffin
(1983) menunjukkan bawah alternatif pengelolaan dengan menutup perairan
offshore dan secara simultan menutup perairan teritorial berakibat terhadap
penurunan hasil tangkapan pada tahun pertama, namun kemudian meningkat pada
tahun-tahun berikutnya. Demikian juga penutupan perairan pesisir pada musim
semi hanya berakibat sedikit terhadap keseimbangan bioekonomi. Dari model
Griffith (1983) dapat diketahui bahwa alternatif pengelolaan yang dapat
meningkatkan produksi udang adalah penutupan pada bulan Juni dan Juli serta
penghapusan batasan ukuran (size restriction).
Pendekatan bioekonomi untuk pengelolaan perikanan udang juga telah
digunakan untuk menganalisis alternatif pengelolaan udang di Teluk Meksiko
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
34/148
myopic (tidak jelas). Ward dan Sutinen (1994) menggunakan model kontinyu
dengan menggunakan pendekatan analitik dan ekonometrik. Ward dan Sutinen
(1994) menemukan bahwa perilaku keluar dan masuk tidak dipengaruhi oleh
keragaman stok. Namun demikian, ekternalitas yang ditimbulkan oleh kepadatan
(crowding out externality) menimbulkan dampak negatif terhadap kemungkinan
entry terlepas dari perubahan kelimpahan stok, harga dan biaya. Dari studi ini
juga dapat diketahui bahwa pengelolaan berdasarkan kuota (pembatasan
tangkapan total yang dibagi per kapal) cenderung akan meningkatkan harga dan
mengarah ke peningkatan armada dalam ukuran besar dan meningkatkan
kecenderungan entry ke perikanan.
Salah satu pengembangan terkini menyangkut model bioekonomi untuk
perikanan udang juga dilakukan oleh Chapman dan Beare (2001). Kedua peneliti
tersebut menganalisis efektivitas pengelolaan Individual Transferable Quota
( ITQ) dan pengendalian input (input control) dalam kerangka pendekatan biologi
dan ekonomi yang terintegrasi. Kerangka analisis yang digunakan adalah
optimisasi stokastik untuk mengakomodasai ketidakpastian biologi. Sedikit
berbeda dengan model konvensional, model persamaan biologi yang digunakan
oleh Chapman dan Beare (2001) adalah model Ricker. Hasil studi Chapman dan
Beare (2001) menunjukkan bahwa ITQ menjadi instrumen pengelolaan yang
efektif dalam kasus di Norther Prawn Fishery (NPF), terutama pada saat
terjadinya peningkatan upaya penangkapan secara kontinyu (effort creep). Namun
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
35/148
memperkuat pengelolaan berbasis ITQ d an menambah manfaat pengelolaan
perikanan udang itu sendiri.
Chapman dan Beare (2001) lebih jauh juga menyimpulkan bahwa pengelolaan
yang optimal untuk NPF dilakukan dengan kombinasi input control dan output
control. Hal ini ditarik dari simulasi yang dilakukan dengan tiga pilihan
pengelolaan yaitu: penutupan musim penangkapan; penerapan kuota dan
kombinasi kuota dengan penutupan setengah musim. Hasil simulasi ketiga
alternatif untuk kurun waktu 30 tahun dengan asumsi tidak terjadi peningkatan
effort secara signifikan ditampilkan dalam logical framework sebagai berikut.
Tabel 1. Logical Framework Simulasi Peningkatan Effort
(Chapman and Beare, 2001)
Struktur KapitalPenutupan
MusimPenerapan Kuota
Kombinasi
Kuota-Musim
Struktur kapital
tetap
Jumlah kapal 115 115 115
TAC - 3812 ton 7651 ton
Lama musim 26 minggu 23.8 minggu 28 mingguEffort tahunan 8706 hari 10960 hari 9440 hari
Tangkapantahunan
2416 ton 2198 ton 2479 ton
Pendapatanbersih/th
$ 483 juta $ 426 $ 480 juta
Struktur kapital
flexible
Jumlah kapal 90 62 86TAC - 4084 ton 5370 ton
Lama musim 31 minggu 39.1 minggu 32 minggu
Effort tahunan 8921 hari 8852 hari 8968 hari
Tangkapantahunan
2408 ton 2334 ton 2419 ton
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
36/148
diyakinkan dengan riset berikutnya tahun 1967. Sejak tahun 1969 mulai
beroperasi penangkapan udang oleh dua perusahaan patungan dengan 9
(sembilan) kapal pukat udang, terus meningkat pada tahun 1978 beroperasi 120
kapal pukat udang berukuran antara 90 GT sampai dengan 594 GT oleh 17
perusahaan patungan (Bailey et al., 1987). Gulland (1973) menilai pada saat itu
sumberdaya udang di Laut Arafura mengalami tekanan dan terjadi penurunan
tangkapan per unit upaya (catch per unit effort ) dan merekomendasikan
penangkapan dibatasi 90 kapal pukat udang. Uktoselja (1978) mengestimasi MSY
udang di Laut Arafura adalah 5200 ton/tahun dan melaporkan pada tahun 1974
sumberdaya udang sudah overexploited . Naamin dan Noer (1980) mengestimasi
MSY udang di Laut Arafura antara 6000 sampai dengan 6170 ton per tahun.
Pada tahun 1970 kapal-kapal Taiwan mulai beroperasi dengan menggunakan
pair trawl, juga dalam usaha patungan dengan perusahaan Indonesia. Naamin
(1984) mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi dinamika populasi udang
Jerbung di Laut Arafura, khusus aspek biologi antara lain umur, pertumbuhan
serta densitasnya. Hasil studi Naamin (1984) tersebut merekomendasikan
pengelolaan dengan instrumen kebijakan input control dengan mengatur jumlah
armada, penutupan musim penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring. Hasil
studi Naamin (1984) tersebut dijadikan dasar pengelolaan dengan tingkat effort
optimal berdasarkan biologi.
Sejak dibukanya Laut Arafura untuk penangkapan udang tahun 1969 sampai
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
37/148
disebut Pungutan Hasil Perikanan (PHP), yang merupakan resource fee (ongkos
sumber daya) karena pemanfaatan sumber daya ikan milik negara. PHP tersebut
merupakan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang dikembalikan lagi untuk
DKP dalam bentuk APBN (anggaran dan pendapata belanja negara) dalam
rangka pengelolaan perikanan. Dalam prakteknya, kelemahan pengelolaan
berdasarkan input control tersebut mendorong terjadinya peningkatan upaya untuk
meningkatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat dilihat dari
kecenderungan peningkatan mesin (karena yang dibatasi dalam aturan GT nya)
dan peningkatan teknologi yang lebih canggih (satelit, fish finder dll).
Peningkatan kapasitas penangkapan tersebut secara perlahan berakibat kepada
terjadinya overcapacity.
Pada tahun 2001, Widodo et al. (2001) mulai memperkenalkan konsep
pengelolaan berdasarkan bioekonomi dengan instrumen kebijakan input control
dalam bentuk pengaturan jumlah kapal (effort) dan ukuran mata jaring (gear
restriction). Rekomendasi hasil penelitian tersebut adalah dikuranginya armada
penangkapan udang hingga tingkat upaya penangkapan tahun 1995. Studi tersebut
menghasilkan instrumen kebijakan dengan penentuan effort optimal berdasarkan
bioekonomi.
Dalam penelitian kali ini, penulis mengadakan pengkajian bioekonomi dan
kapasitas sekaligus, untuk menentukan status terkini perikanan udang di Laut
Arafura. Penulis tidak mengadakan pengkajian biologi, namun analisis pada
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
38/148
2.3 Pengelolaan Perikanan ( Fishery Management)
Menurut Charles (2001), pengaturan pengelolaan perikanan, secara garis besar
meliputi: pengendalian input /upaya (input/effort control), pengendalian
output/tangkapan (output/catch control), pengaturan teknis (technical measures),
pengaturan berbasis lingkungan (ecologically based measures) dan instrumen
ekonomi (economic instruments). Menurut King (1995), sejarahnya tujuan utama
pengelolaan perikanan adalah konservasi stok ikan. Dalam perikanan modern,
tujuan tersebut berkembang untuk kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan.
2.3.1 Input ( Effort) control (pengendalian input)
Ide dasar dalam input control adalah mengatur upaya penangkapan ( fishing
effort ), dimana effort menentukan berapa besar penangkapan yang berdampak
kepada stok ikan. Ada empat elemen input control yaitu: jumlah kapal penangkap;
daya tangkap potensial rata-rata tiap kapal dalam armada (ukuran, alat tangkap,
peralatan elektronik dan input fisik lain termasuk crew); intensitas rata-rata
operasi kapal di laut per satuan waktu; rata-rata waktu melaut kapal dalam
armada. Dengan demikian total effort suatu armada kapal adalah sebagai berikut.
Fishing effort = (jumlah kapal) x (daya tangkap) x (intensitas) x (hari melaut)
Jika salah satu faktor tersebut tidak ada atau nol, maka tidak ada effort atau tidak
ada perikanan tangkap. Pembatasan-pembatasan yang masuk dalam kategori input
control (Charles 2001) meliputi:
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
39/148
yang diberikan kepada sejumlah pemilik kapal. Cara ini memberikan hak akses
kepada pemilik kapal tersebut. Indonesia menganut cara ini dengan memberikan
izin penangkapan kepada perorangan, Koperasi dan perusahaan dalam bentuk
SIUP (Surat Izin Usaha Penangkapan). Dalam SIUP tersebut dicantumkan jumlah
kapal dan total GT (gross tonage), alat tangkap dan daerah penangkapan
(Peraturan Pemerintah nomor 54 tahun 2002).
2.3.1.2 Pembatasan kapasitas per kapal
Cara ini dilakukan dengan membatasi kemampuan kapal yang berdampak
langsung terhadap sumber daya ikan, antara lain: palka, ukuran kapal, jumlah alat
tangkap dll. Indonesia menerapkan pembatasan ukuran kapal dalam bentuk GT
dan kekuatan mesin (PK) kapal. Pengaturan tersebut ada di dalam dokumen izin
penangkapan.
2.3.1.3 Pembatasan Intensitas Operasi
Pengaturan intensitas penggunaan kapal dalam arti jumlah hari operasi di laut
dan pengaturan intensitas kerja ABK (anak buah kapal) merupakan hal yang lebih
sulit dibandingkan dengan pengaturan input yang lain. Indonesia tidak menganut
pengaturan ini.
2.3.1.4 Pembatasan waktu penangkapan
Pembatasan waktu penangkapan dilakukan dengan mengatur hari melaut, saat
ini masih dikaji sebagai salah satu alat dalam pengelolaan perikanan. Kapal dalam
armada meskipun memiliki faktor-faktor lain untuk menangkap seperti mesin, alat
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
40/148
2.3.1.5
Pembatasan lokasi penangkapan
Salah satu input penting dalam proses penangkapan adalah lokasi dimana
terjadi kegiatan penangkapan ikan. Para penangkap ikan pada umumnya
merahasiakan lokasi penangkapan mereka dan yakin bahwa mereka mengetahui
lokasi terbaik untuk menebar jaring atau bubu. Cara ini merupakan salah satu
metode tradisional dalam pengelolaan perikanan, yaitu dengan memberikan area
penangkapan tertentu kepada pengguna. Indonesia menganut metode ini, dengan
cara pemegang izin diberikan area penangkapan dalam bentuk koordinat dan
dicantumkan dalam SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) tiap kapal.
2.3.2 Output (catch) control
Jika input control memfokuskan kepada pembatasan berbagai komponen
upaya penangkapan, output control memfokuskan seluruhnya kepada apa yang
diambil dari stok ikan, yaitu tangkapan.
2.3.2.1 Total Allowable Catch (TAC)
Output control yang paling banyak didiskusikan adalah mengatur jumlah
tangkapan masing-masing jenis stok ikan dalam perikanan. Pengaturan tangkapan
secara agregat disebut TAC, yaitu jumlah biomasa ikan yang boleh ditangkap.
TAC ini kemudian bisa dibagi ke dalam kuota dalam subbagian, misalnya TAC
untuk Uni Eropa dibagi ke dalam kuota tiap negara di Eropa. Indonesia
memberlakukan TAC sebesar 80% dari MSY (maximum sustainable yield ) secara
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
41/148
2.3.2.2
Kuota individu (individual quota)
Individual Quota ( IQ) merupakan hak output kuantitatif yang menentukan
jumlah tiap nelayan boleh menangkap dalam periode waktu tertentu. Sebagai
contoh pengaturan trip yang membatasi berapa yang dapat ditangkap tiap trip
penangkapan, atau dibatasi tiap tahun. Ada dua pilihan prinsip kuota individu,
yaitu individual transfereble quota (ITQ) dan individual non-transferable quota
(INTQ).
2.3.2.3 Kuota masyarakat
Konsep dasarnya tidak ada perbedaan dengan kuota individu, perbedaannya
terletak pada pengelolaan berbasis masyarakat terhadap sumber daya ikan
tersebut. Faktor kuncinya adalah penyatuan kuota individu menjadi pengelolaan
berbasis masyarakat.
2.3 Pengendalian ikan yang dilepas (escapement controls)
Pengendalian cara ini difokuskan untuk meyakinkan bahwa cukup ikan yang
dibiarkan tidak ditangkap untuk pemijahan (spawning). Pengelolaan cara ini biasa
dilakukan untuk Salmon.
2.3.3 Pengaturan teknis ( technical measures)
Pengaturan teknis merupakan pengaturan yang membatasi bagaimana, kapan
dan dimana ikan ditangkap. Pengaturan teknis ini meliputi: pembatasan alat
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
42/148
2.3.4 Pengelolaan berbasis lingkungan (ecologically based management)
Pengaturan tipe ini dilaksanakan dengan pengaturan pembatasan untuk multi
spesies yang berdampak mengurangi tekanan terhadap lingkungan. Sebagai
contoh pembatasan jumlah kapal dan alat tangkap dalam suatu periode tertentu
untuk stok ikan campuran (misalnya untuk semua jenis demersal dan pelagis).
Salah satu contoh adalah penetapan MPA (marine protected area) yang
membatasi kegiatan manusia di kawasan tersebut.
2.3.5 Instrumen ekonomi tidak langsung: pajak dan subsidi
Pengendalian dengan penerapan pajak dapat ditetapkan agar dapat mengerem
keinginan individu atau perusahaan dalam menangkap ikan. Semakin besar pajak
akan semakin berkurang minat menangkap ikan. Sedangkan subsidi biasanya
diterapkan pada faktor input secara selektif, misalnya subsidi BBM dalam rangka
memodernisasi perikanan tradisionil.
2.4 Keragaan Perikanan
Salah satu instrumen yang juga dapat digunakan untuk pengelolaan sumber
daya perikanan yang optimal adalah menyangkut bagaimana keragaan industri
perikanan tersebut dalam konteks input yang digunakan untuk ekstraksi sumber
daya dan produksi yang dihasilkannya. Dalam kaitan ini kebanyakan perikanan
memiliki permasalahan kelebihan kapasitas yang menyebabkan kurang baiknya
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
43/148
tersebut. Untuk itu adalah penting untuk membahas apa yang dimaksud dengan
keragaan perikanan yang salah satunya diukur berdasarkan kapasitas perikanan.
Kapasitas perikanan secara umum didefinisikan oleh Pascoe et al. (2003)
sebagai berikut: “Kapasitas perikanan adalah kemampuan suatu kapal atau armada
kapal untuk menangkap ikan. Kapasitas perikanan dapat dinyatakan lebih spesifik
sebagai sejumlah maksimum ikan selama kurun waktu tertentu (tahun atau
musim) yang dapat dihasilkan oleh armada kapal jika digunakan penuh,
berdasarkan biomasa dan struktur umur yang ada serta kondisi teknologi yang
diterapkan”. Definisi menurut FAO (1998) secara umum, kapasitas perikanan
berdasarkan target (target capacity) adalah ”maksimum jumlah ikan dalam
periode tertentu yang dapat diproduksi oleh satu armada perikanan jika
dimanfaatkan penuh, bersamaan dengan itu memenuhi tujuan pengelolaan yang
dirancang untuk memastikan kelestarian perikanan”.
Kedua definisi tersebut memberikan dasar pemikiran bahwa faktor yang
menentukan kapasitas perikanan adalah kemampuan kapal atau armada dalam
menangkap atau memproduksi ikan, faktor waktu yang ditetapkan dan tujuan yang
ditetapkan. Untuk mengukur kapasitas tentu saja harus diketahui faktor-faktor
kapal atau armada yang mempengaruhi kemampuan menangkap, berapa produksi
hasil tangkapan dan tujuan yang direfleksikan dalam target, serta waktu yang
ditetapkan untuk mengukur (misalnya dalam satu tahun atau lima tahun).
Menurut Smith dan Hanna (1990), kapasitas suatu armada kapal ikan meliputi
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
44/148
(3) Efisiensi teknis operasional kapal
(4) Kemampuan waktu penangkapan tiap kapal pada tiap periode waktu (tahun
atau musim).
Dari keempat komponen tersebut bisa diketahui kapasitas sebuah kapal atau
armada kapal ikan dalam kurun waktu tertentu di suatu wilayah penangkapan.
Pada tahun 1995, CCRF (Code of Conduct for Responsible Fisheries) diadopsi
oleh FAO, salah satu isyu adalah bahwa kelebihan kapasitas (excess capcity)
merupakan salah satu faktor yang mengganggu kelestarian perikanan (FAO,
1995). Menurut Pascoe et al. (2003), konsep excess capacity berkaitan dengan
perbedaan antara kapasitas penangkapan potensial jika semua kapal dimanfaatkan
penuh dengan penangkapan saat ini. Konsep ini merupakan konsep jangka
pendek, karena berkaitan dengan kondisi stok ikan saat ini. Tujuan dari
pengelolaan perikanan lebih kepada yang bersifat jangka panjang. Sebagai contoh,
jika yang menjadi tujuan adalah tercapainya MSY , excess capacity
memberitahukan kepada kita berapa kapasitas penangkapan yang harus
diturunkan agar tercapai MSY tersebut. Dalam pengelolaan perikanan untuk tujuan
jangka panjang, konsep over capacity lebih tepat dan merupakan excess capacity
jangka panjang. Overcapacity berkaitan dengan perbedaan antara kapasitas saat
ini (baik dalam hal effor t, jumlah kapal, maupun tingkat penangkapan yang
diharapkan) dan level kapasitas yang ditargetkan.
Excess capacity merupakan problema jangka pendek yang dapat terkoreksi
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
45/148
gagal untuk mengalokasikan input dan output secara efisien. Pengusaha tidak
dapat saling menjaga ada pihak lain yang menangkap ikan (misalnya illegal
fishing), dan tidak ada insentif untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan.
Overcapacity pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penangkapan berlebih
sumber daya ikan (overexploitation of resource) dan pemanfaatan sumber daya
yang tidak efisien (modal dan faktor-faktor produksi penangkapan). Istilah jangka
pendek dapat diartikan dalam satu musim penangkapan atau satu tahun,
sedangkan jangka panjang dapat diartikan suatu periode dimana stok ikan
mencapai target yang ditetapkan dan level input untuk jangka pendek dapat diatur.
Isyu overcapacity atau excess capacity dalam perikanan biasanya berkaitan
dengan problema open access (Greboval, 1999). Menurut Wilen (1985), sebagai
langkah awal diperlukan pemahaman untuk membedakan kondisi ”murni” open
access dan ”regulated” open acces. Dalam kondisi open access murni, tidak ada
kejelasan tentang hak kepemilikan ( property right ) dan tidak adanya pengaturan
dalam eksploitasi sumber daya. Suatu perikanan yang ”regulated ” open acces
didefinisikan sebagai suatu perikanan yang hak kepemilikannya ( property right )
tidak jelas, pemerintah mengontrol penangkapan dalam suatu regulasi yang ketat
dalam rangka konservasi sumber daya, namun tidak mampu mengontrol secara
efektif kapal-kapal yang beroperasi menangkap di laut.
Menurut Pascoe et al. (2004), overcapacity dapat didefinisikan sebagai
overcapitalization manakala ukuran jangka panjangnya berdasarkan output yang
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
46/148
ditargetkan. Konsep overcapitalization dapat digambarkan secara sederhana
menggunakan model Schaefer sebagaimana Gambar 5. Dalam gambar tersebut,
jumlah armada kapal F menghasilkan output O, sedangkan hasil yang lebih besar
pada OMSY dapat dicapai dengan jumlah armada kapal lebih sedikit FMSY .
Perbedaan antara jumlah armada kapal saat ini dan jumlah kapal yang ditargetkan
adalah excess capital yang merupakan ukuran tingkat overcapitalization dalam
perikanan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kapasitas (capacity) dan
pemanfaatan kapasitas (capacity utilization) merupakan konsep jangka pendek
yang berkaitan dengan kemampuan armada kapal saat ini untuk menambah output
dalam kondisi yang ada. Overcapacity dan overcapitalization merupakan konsep
jangka panjang yang menunjukkan kondisi dimana armada saat ini perlu dikurangi
untuk mencapai output jangka panjang yang ditargetkan.
Omsy
Fmsy F
O
Fleetunit
Output
Excess capital
}
G b 5 O it li ti d l ik (P t l 2004)
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
47/148
sempurnaan pasar pada umumnya adalah tidak adanya kejelasan hak kepemilikian
( property right ) dan insentifnya. Overcapacity dalam perikanan mendorong
terjadinya berbagai problema antara lain: (1) over investasi dalam kapital dan
tenaga kerja yang berlebihan baik di perusahaan penangkapan atau pengolahan;
(2) menurunnya kelimpahan baik perikanan langsung maupun stok, (3)
menurunnya tingkat keuntungan bagi modal dan tenaga kerja, menurunnya
kualitas hidup nelayan dan keluarga mereka, (4) meningkatnya konflik dalam
proses manajemen.
Untuk mengatasi overcapacity, diperlukan instrumen pengelolaan
(management instrumenst ) yang disebut “incentive blocking” atau “incentive
adjusting” (Ward et al., 2004). Pengaturan dalam incentive blocking mencoba
untuk membatasi tingkat kegiatan dalam berbagai bentuk, sedangkan incentive
adjusting mencoba untuk melibatkan masalah hak kepemilikan ( property right )
dan membiarkan pasar untuk mengurangi overcapacity. Kedua instrumen
pengelolaan tersebut disajikan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Instrumen pengelolaan: incentive blocking dan incentive adjusting
Incentive blocking insruments Incentive adjusting instruments
• Limited entry
• Buy back programmes
•
Gear and vessels restrictions• Aggregate quotas
• Non transferable vessel ctachlimits
• Individual Effort Quotas (IEQs)
• Individual transferable quotas(ITQs)
• Taxes and royalties
• Group fishing rights (CDQs,etc)
• Territorial use rights (TURFs)
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
48/148
Menurut Pascoe et al. (2003), ada empat metodologi untuk mengukur
kapasitas perikanan sebagai berikut.
2.4.1 Rapid Apraisal Techniques (RA)
RA merupakan pengumpulan data secara informal dari pakar dan pelaku
(stakeholders) secara luas. Tekniknya dilaksanakan dengan interview informal
kepada peserta kunci dalam perikanan yang memiliki input dalam proses
produksi. Pertanyaan diarahkan kepada level penangkapan waktu lampau dan
masa kini, termasuk level kegiatan dan level kegiatan yang potensial. Informasi
dikumpulkan di lapangan dan dikuantifikasi semaksimal mungkin dan dilengkapi
data kuantitatif lain (misalnya jumlah ikan dijual di pasar induk sebagai patokan).
Peserta sebagai sumber data diinterview ulang dan informasi yang terkumpul di
sajikan untuk cross check dan validasi. Proses ini memerlukan pengulangan
beberapa kali yang memungkinkan diadakannya penghalusan data ( fine-tuning)
estimasi untuk mendapatkan nilai yang bisa dipercaya oleh peserta di perikanan.
Model RA ini memerlukan jumlah tenaga kerja yang besar karena melibatkan
sumber informasi pelaku perikanan dalam jumlah besar.
2.4.2 Survei dan opini ahli
Survei dilaksanakan untuk mengumpulkan perkiraan subyektif tetapi
kuantitatif tentang kapasitas. Seperti RA, cara ini bermanfaat jika data terbatas
atau tidak tersedia. Pelaku perikanan dapat disurvei untuk menentukan
penangkapan dan kegiatan yang sedang berjalan, termasuk pendapat subyektifnya.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
49/148
wakil dari sampel yang didata. Survei para ahli (biologist dan wakil industri)
dapat juga dilaksanakan untuk melengkapi perkiraan kapasitas output dan
pemanfaatannya. Jika opini ahli bervariasi, diperlukan pembobotan secara
subyektif untuk masing masing opini untuk menghasilkan perkiraan komprihensif.
2.4.3 Analisis peak-to-peak
Analisis peak-to-peak mengasumsikan adanya hubungan langsung antara level
input dan level output . Sebuah index tangkapan per unit input (misalnya
tangkapan per hari atau tangkapan per kapal) diperoleh dari data. Asumsi dibuat
bahwa level puncak ( peak level) dari tangkapan per unit input sebanding dengan
kapasitas pemanfaatan. Kondisi puncak diasumsikan mewakili tahun-tahun
dimana perikanan mencapai kondisi output maksimum dalam jangka pendek,
dalam kondisi teknologi penangkapan dan stok yang ada. Analisis ini pernah
diterapkan oleh Ballard and Roberts (1977), Ballard and Blomo (1978) dan Hsu
(2003).
2.4.4 Stochastic production frontier (SPF)
SPF menunjukkan output maksimum yang diharapkan terhadap sekumpulan
input yang diketahui. Hal tersebut didapatkan dari teori produksi dan berdasarkan
kepada asumsi bahwa output adalah fungsi dari tingkat input dan efisiensi
produsen dalam menggunakan input.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
50/148
sering timbul disebabkan keterbatasan data, sehingga bisa dipilih hanya beberapa
variable input dan output . Model terpenting dari DEA adalah CCR (Charnes,
Cooper and Rhodes 1978) (Fauzi dan Anna, 2005). Menurut Cooper et al. (2004),
ada dua model DEA yang berkembang yaitu CCR dan BCC (Banker-Charnes-
Cooper). Model BCC merupakan pengembangan dari CCR, diimplementasikan di
dunia perbankan untuk kasus yang return of scale nya berubah. CCR
diimplementasikan pada kasus-kasus yang return of scale nya tetap. Perbedaan
secara grafis CCR dan BCC terletak pada acuan yang digunakan untuk menetukan
batas titik-titik efisiensi DMU (decision making unit ) dalam suatu frontier . Garis
batas terluar efisiensi dalam CCR ditarik dari satu titik efisiensi terluar berupa
garis lurus, sedangkan dalam model BCC batas efsiensi ditarik oleh garis yang
menghubungkan titik-titik terluar efisensi (Gambar 6 dan Gambar 7). Baik model
CCR maupun BCC dibagi menjadi dua tipe, yaitu input-oriented dan output-
oriented dengan notasi CCR-I; CCR-O; BCC-I; BCC-O. Tipe input-oriented
digunakan untuk meminimalkan input , sedangkan output oriented digunakan
untuk memaksimalkan output, perhitungan kedua tipe akan menghasilkan angka
efisiensi yang sama (Cooper et al. 2004).
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
51/148
Gambar 7. Pembatasan Produksi Model BCC
Berdasarkan data yang ada, dapat dihitung efisiensi suatu DMU menggunakan
data input dan output . Jumlah variabel input dan output bisa satu atau lebih.
Apabila ada n DMU: DMU1, DMU2,….., dan DMUn dimana j = 1, …., n,
sedangkan ada sejumlah m input dan s output , maka input data untuk DMUj
menjadi (X1j, X2j,…,Xmj) dan output datanya adalah (Y1j, Y2j,…, Ysj). Matriks
input data X dan output data Y dapat ditulis sebagai berikut.
11 12 1
21 22 2
1 2
...
...
. . .
n
n
m m mn
x x x
X x x x
x x x
=
…..…….………………….(2.20)
11 12 1... n y y y
Y
(2 21)
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
52/148
Salah satu cara untuk menganalisa kapasitas perikanan adalah dengan DEA,
dimana pendekatannya berdasarkan input dan output . Seperti dirujuk oleh Fauzi
dan Anna (2005), konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Charles, Cooper,
dan Rhodes atau dikenal sebagai CCR. Di Indonesia konsep ini telah diterapkan
oleh Fauzi dan Anna pada tahun 2002 untuk mengukur efisiensi kapasitas
perikanan di DKI Jakarta (Fauzi dan Anna, 2005).
Pengukuran efisiensi pada dasarnya merupakan rasio antara output dan input,
atau:
Input
Output Efisiensi = ......................................................(2.22)
Pengukuran efisiensi yang menyangkut multiple input dan output dapat
dilaksanakan dengan menggunakan pengukuran efisiensi relatif yang dibobot
sebagaimana tertulis berikut:
dibobot sudah yanginput Jumlah
dibobot sudah yangoutput Jumlah Efisiensi =
Atau dapat ditulis :
...
...
2211
2211
++
++=
j j
j j
xv xv
yw yw junit dari Efisiensi .........................(2.23)
Keterangan :
w1 = Pembobotan untuk output i
y1j = Jumlah output 1 dari unit j
v1 = Pembobotan untuk input 1
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
53/148
tersebut kemudian dijembatani dengan konsep DEA, efisiensi tidak semata-mata
diukur dari rasio output dan input , tetapi juga memasukkan faktor pembobotan
dari setiap output dan input yang digunakan. Pada pembahasan DEA, efisiensi
diartikan sebagai target untuk mencapai efisiensi yang maksimum dengan kendala
relatif efisiensi dan seluruh unit yang tidak boleh melebihi 100%. Secara
matematis, efisiensi dalam DEA merupakan solusi dan persamaan berikut 1:
i ijm
mm
k kjm
k
w y
Max E v x
=
∑
∑
Dengan kendala :
1i ijm
i
k kjm
k
w y
v x≤∑∑
untuk setiap unit ke j ........................................(2.24)
ε ≥k i vw ,
Pemecahan masalah pemrograman matematis di atas akan menghasilkan nilai
E m yang maksimum sekaligus nilai bobot (w dan v) yang mengarah ke efisiensi.
Jadi jika nilai E m =1, maka unit ke m tersebut dikatakan efisien relatif terhadap
unit lainnya. Sebaliknya jika nilai E m lebih kecil dari 1, maka unit yang lain
dikatakan lebih efisien relatif terhadap unit m, meskipun pembobotan dipilih
untuk memaksimisasi unit m.
Salah satu kendala dan pemecahan persamaan (2.24) adalah persamaan
tersebut berbentuk fractional sehingga sulit untuk dipecahkan melakukan
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
54/148
pemograman linear (linear programming) dapat dilakukan. Linearisasi persamaan
(2.24) di atas menghasilkan persamaan sebagai berikut:
∑=i
ijmim yw E Max
dengan kendala:
1
0
k kjm
k
i ijm k kjm
i k
v x
w y v x
=
− ≤
∑
∑ ∑.
................................................................. (2.25)
Salah satu manfaat dilakukannya linearisasi, kita dapat melakukan pemecahan
pemrograman linear di atas dengan melakukan pemecahan dual dari persamaan
(2.25). Sebagaimana ciri yang dimiliki oleh pemograman linear, pemecahan baik
primal maupun dual akan menghasilkan solusi yang sama, namun demikian
sering pemecahan dengan dual lebih sederhana karena berkurangnya dimensi
kendala. Primal dan dual variable dari persamaan (2.25) di atas dapat ditulis
kembali sebagai sebagai:
Model Primal Variabel Dual
∑=i
ijm i y w EmMax Z
Dengan kendala
1k kjmv x =∑ oλ
ε ω , ≥k i v
(2 26)
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
55/148
...t1,2, =−≤− i i ε ω +k S
Dengan demikian, dual dari persamaan (2.29) dapat ditulis sebagai;
Zmin m ∑∑ −+ −k
k i
i S S - ε ε ϖ
dengan kendala:
∑ == j
jkj ...1 0X-S- m k x - k kj λ ..............................................(2.27)
∑ ==++ j
jm j ij i t i yi y ...1S λ
0,, ≥−+ k i S S j λ
Hasil analisis DEA dapat dijabarkan dalam bentuk grafik melalui apa yang
disebut sebagai efficiency frontier. Untuk mengolah data variabel input dan output
menjadi skor efisiensi dan pembobotan optimalnya, digunakan software DEA-
Solver dengan cara menabelkan data-data tersebut ke dalam worksheet Excel
Window dan kemudian di run. Hasil run software DEA-Solver menunjukkan
angka skor efisiensi, grafik dan pembobotan optimal. Sedangkan untuk
menggambarkan efisiensi frontier digunakan software GAMS atau Frontier
Analyst.
Dari ke lima model tersebut diatas, dipilih model DEA dalam pengukuran
kapasitas perikanan udang di Laut Arafura yang akan dibahas dalam bab
3 METODOLOGI PENELITIAN
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
56/148
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Wilayah studi untuk kegiatan penelitian adalah Laut Arafura di daerah operasi
penangkapan udang, posisi berada di antara antara 1300 Bujur Timur (B.T.) dan
1390 B.T. di perairan teritorial dan ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia
(Gambar 8). Lokasi pendaratan kapal-kapal pukat udang pada wilayah studi
sebagai basis pengumpulan data adalah Tual, Benjina, Agats, Dolak. Penelitian
dilaksanakan selama satu tahun, mulai bulan Mei 2003 sampai dengan April 2004
terhadap 39 kapal pukat udang sebagai sampel.
3 2 Kerangka Pendekatan Analisis
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
57/148
3.2 Kerangka Pendekatan Analisis
Berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai alur pikir kerangka
pendekatan analisis dari penelitian ini dalam usaha mencapai tujuan penelitian
seperti yang telah dijelaskan pada Bab 1.
Proses metodologi analisis model pengelolaan udang di Laut Arafura, dimulai
dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri perikanan tangkap
udang (meliputi data primer dan data statistika/data sekunder), dan data penelitian
sebelumnya (data tertier) (lihat Gambar 9). Data industri tersebut meliputi data
urut waktu (series) berupa data produksi aktual dan effort dari tahun 1986 sampai
dengan 2003, data cross section berupa data input dan output penangkapan
kapal-kapal pukat udang tahun 2003, sedangkan data tertier merupakan data hasil
penelitian Fauzi (2001).
Data primer yang merupakan data 39 kapal pukat udang pada tahun 2003,
digunakan untuk melihat keragaan industri, atau analisis efisiensi dengan
menggunakan metode Data Envelopement Analysis (DEA). Hasil DEA ini adalah
efisiensi dan potential improvement yang menggambarkan bagaimana kondisi
kapasitas perikanan udang di perairan Laut Arafura. Data sekunder yang
merupakan data statistik (data series) diperoleh dari beberapa lembaga dan
instansi seperti Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, data produksi dari Pemerintah Daerah Propinsi Irian Jaya, dan lain-
lain, digunakan untuk analisis efeisiensi dan bioekonomi.
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
58/148
Gambar 9. Kerangka pendekatan analisis kebijakan pengelolaan perikanan
udang di Laut Arafura
Dengan menggunakan analisis statistik Ordinary Least Square (OLS ) maka
akan diperoleh angka-angka parameter yield-effort , untuk selanjutnya digunakan
dalam analisis bio-ekonomi dan optimisasi statik Gordon-Schaefer, serta
optimisasi dinamik Clark-Munro. Data penelitian sebelumnya yang diambil dari
DataIndustri
DataPenelitian
Sebelumnya
(tertier)
Primer(Cross section)
Sekunder(Statistik)
KeragaanIndustri
(Efisiensi)
Produksi U a a
AnalisisOLS
Yield-Effort
AnalisisDEA
Optimasibioekonomi
Statik & Dinamik
AlternatifSkenario
Pengelolaan
SeasonalKuota
EfisiensiPotential
(Improvement)
Parameter biofisikdan ekonomi
Alternatif Kebijakan PengelolaanPerikanan Udang
tersebut digunakan dalam model untuk analisis yield-effort dan optimisasi
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
59/148
tersebut digunakan dalam model untuk analisis yield effort dan optimisasi
bioekonomi statik dan dinamis. Hasil analisis bioekonomi dan hasil analisis
kapasitas perikanan udang, digunakan sebagai basis dalam merumuskan alternatif
skenario pengelolaan perikanan udang di Laut Arafura, yang terdiri dari
pengurangan jumlah kapal, sistem pengelolaan seasonal (berbasiskan musim) dan
sistem kuota.
3.3 Analisis Bioekonomi Statik Gordon-Schaefer
Analisis bioekonomi statik dalam penelitian ini menggunakan model Gordon
Schaefer untuk mencari tingkat optimal pengelolaan. Persamaan yang digunakan
adalah rumus produksi lestari yang dihitung dengan menggunakan fungsi logistik
(2.6). Parameter q, K dan r merupakan parameter biofisik berturut-turut adalah
kemampuan daya tangkap, kapasitas daya dukung dan pertumbuhan intrinsik yang
diperoleh melalui teknik Ordinary Least Square dan Algoritma Fox (Fauzi, 2001).
Persamaan (2.6) dapat ditulis secara sederhana menjadi :
2h E E α β = − …………………………………………(3.1)
dimana qk α = dan 2 / q k r β = .
Dalam analisis seperti ini akan terjadi suatu kondisi yang disebut sebagai
”curse of dimensionality”, yaitu kondisi dimana ada tiga paramter yang dicari
nilainya dengan hanya dua koefisien yang diketahui. Oleh karena itu maka salah
satu koefisien yakni q harus diketahui terlebih dahulu Koefisien q ini dihitung
1 1
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
60/148
1 1
1
1 1ln / /( )t t t q zU zU z
β β
− −
+
= + +
........................(3.2)
dimana ( / ) z E α β = − − , U adalah catch per unit effort. Oleh karena α , β ,
sudah diketahui dari hasil OLS , E dan U didapat dari rata-rata geometrik dari data
series, maka selanjutnya nilai q, K dan r dapat dicari. Hasil pendugaan parameter
ini kemudian digunakan untuk menghitung produksi lestari Gordon-Schaefer, dan
menghasilkan kurva produksi aktual dan produksi lestari yang digunakan untuk
perbandingan fluktuasi keduanya.
Untuk menganalisis bioeconomic model perikanan udang di Laut Arafura,
diperlukan variabel-variabel produksi penangkapan, effort (hari melaut) biaya dan
pendapatan secara agregat. Untuk mengukur pengelolaan yang optimal secara
ekonomi ( MEY = maximum economic yield ) maka digunakan fungsi rente
ekonomi lestari dalam bentuk:
1 t st t t qE
p qkE cE r
π
= − −
........................................(3.3)
Dimana st π adalah rente sustainable, p adalah harga dan c adalah biaya per
satuan input. Sementara untuk Input optimal dapat ditentukan melalui persamaan
berikut ini:
220st t
t
pq K pqK E c
E r
π ∂= − − =
∂
.....................................(3.4)
Untuk perhitungan pembatasan kuota penangkapan, digunakan data effort dan
8/18/2019 83190-Alternatif Pengelolaan Perikanan Udang- Laut Arafura
61/148
p g p p g p , g ff
produksi aktual tahun 1986 sampai dengan tahun 2003. Dalam skenario kuota
maka jumlah effort yang ditujukan untuk pengelolaan perikanan menjadi:
q
Q E
N x q= , ..............................................................(3.5)
dimana Q adalah kuota yang besarnya ditetapkan berdasarkan pengurangan
prosentase produksi aktual (dalam konteks ini jika kuota 5% berarti Q = 0.95 x
produksi aktual), N adalah jumlah armada dan q adalah koefisien daya tangkap
sebagaimana ditentukan di atas. Manfaat ekonomi yang diperoleh dari
pengelolaan perikanan menjadi:
q q pqxE cE π = − .............................................................(3.6)
3.4 Ana
Top Related