TUMBUH KEMBANG PSIKOMOTOR, EMOSI SOSIAL DAN REPRODUKSI
OLEH :
Dr. HERLINA
PEMBIMBING :
Dr. EVA CHUNDRAYETTI, SpA (K)
PPDS ILMU KESEHATAN ANAK FK UNAND /
RSUP. DR. M. DJAMIL
PADANG
2012
TUMBUH KEMBANG PSIKOMOTOR
Tumbuh kembang psikomotor merupakan salah satu proses yang harus
dilalui dalam kehidupan anak. Psikomotor secara harfiah berarti sesuatu
yang berkenaan dengan gerak fisik yang berkaitan dengan proses mental
(kamus besar bahasa Indonesia). Kemampuan psikomotorik adalah
kemampuan untuk mengkoordinasikan bagian tubuh dengan otak untuk
mampu berfungsi secara harmonis. Kemampuan psikomotorik ini sangat
berkembang pesat di usia dini. Dalam keadaan normal psikomotor
meningkat sesuai dengan umur.
Adapun tahapan perkembangan motorik adalah sebagai berikut:
1. Tahap gerakan refleks (0- 1 tahun)
Bentuk gerakan pada tahapan ini tidak direncanakan, merupakan dasar dari
perkembangan motorik. Melalui gerak refleks bayi memperoleh informasi
tentang lingkungannya, seperti reaksi terhadap sentuhan, cahaya, suara.
Gerakan ini berkaitan dengan meningkatnya pengalaman anak untuk
mengenal dunia pada bulan-bulan pertama mengenal kehidupan setelah
kelahiran. Oleh karena itu kegiatan bermain sangat penting untuk menolong
anak belajar tentang dirinya dan dunia luar. Perkembangan motorik pada
tahap refleks terdiri pula dalam dua tingkatan yang saling bertindihan, yaitu
tingkat encoding (mengumpulkan) informasi dan decoding (memproses)
informasi.
2. Tahap gerakan permulaan (lahir-2 tahun)
Gerak permulaan ini merupakan bentuk gerak sukarela yang pertama.
Dimulai dari lahir sampai usia 2 tahun. Gerakan permulaan membutuhkan
kematangan dan berkembang berurutan. Urutan ini terbentuk alami. Rata-
rata kemampuan ini didapat dari anak ke anak, meskipun secara biologis,
dan lingkungan sangat berperan. Gerakan ini ada sebagai kemampuan untuk
bertahan hidup dan merupakan gerakan yang mempersiapkan anak untuk
memasuki tahap gerakan dasar. Beberapa gerakan keseimbangan seperti
mengontrol kepala, leher, dan otot badan. Gerakan manipulative seperti
menggapai, menggenggam, dan melepaskan; dan gerakan lokomotor
seperti, merayap, merangkak, dan berjalan.
3. Tahap gerakan dasar (2-7 tahun)
Gerakan ini muncul ketika anak aktif bereksplorasi dan bereksperimen
dengan potensi gerak yang dimilikinya. Tahap ini merupakan tahap
menemukan bagaimana menunjukkan berbagai gerak keseimbangan,
lokomotor dan manipulative, maupun penggabungan ketiga gerakan
tersebut. anak mengembangkan gerakan dasar ini untuk belajar bagaimana
merespon kontrol motorik dan kompetensi gerakan dari berbagai
rangsangan. Gerakan dasar ini juga digunakan sebagai dasar pengamatan
tingkah laku anak. Beberapa kegiatan lokomotor seperti melempar dan
menangkap, dan kegiatan keseimbangan seperti berjalan lurus dan
keseimbangan berdiri dengan satu kaki merupakan gerakan yang dapat
dikembangkan semasa kanak-kanak. Tahap ini terbagi atas 3 tingkat, yaitu;
1. Tingkat permulaan (2-3 tahun)
Tingkatan ini menunjukkan orientasi tujuan pertama anak pada kemampuan
permulaan. Gerakan ini dicirikan dengan kesalahan dan kegagalan bagian
gerakan secara berurutan, kelihatan membatasi atau berlebihan
menggunakan anggota tubuh, tidak mampu mengikuti ritmik dan koordinasi.
Gerakan keseimbangan, lokomotor, dan manipulative benar-benar pada
tingkat permulaan.
2. Tingkat elementary (4-5 tahun)
Tingkatan ini menunjukkan kontrol yang lebih baik dan gerakan permulaan
koordinasi ritmik yang lebih baik pula. Gerak spasial dan temporal lebih
meningkat, namun secara umum masih kelihatan membatasi atau
berlebihan, meskipun koordinasi lebih baik. Intelegensi dan fungsi fisik anak
semakin meningkat melalui proses kematangan.
3. Tingkat mature (6-7 tahun)
Tingkatan ini dicirikan oleh efisiensi secara mekanik, koordinasi dan
penampilan yang terkontrol. Keahlian manipulative semakin berkembang
dalam mengkoordinasi secara visual dan motorik, seperti menangkap,
menendang, bermain voli, dsb).
4. Tahap gerakan keahlian (7-14 tahun)
Tahapan ini merupakan tahap gerakan yang semakin bervariasi dan
kompleks, seperti gerakan sehari-hari, rekreaasi dan olahraga baru. Periode
ini merupakan tahap dimana keahlian keseimbangan dasar, gerak lokomotor
dan manipulative meningkat, berkombinasi, dan terelaborasi dalam berbagai
situasi. Misalnya gerakan dasar melompat dan meloncat, dikombinasikan
kedalam kegiatan menari atau lompat-jongkok-berjalan dalam mengikuti
jejak. Tahapan ini terbagi atas 3 tahap, yaitu;
1. Tahap transisi (7-10 tahun)
Tahap ini indivdu mulai mengkombinasi dan mengunakan kemampuan
dasarnya dalam kegiatan olahraga. Misalnya, berjalan mengikuti garis lurus,
lompat tali, bermain bola, dll. Keahlian pada tahap ini lebih kompleks dan
spesifik.
2. Tahap aplikasi (11-13 tahun)
Pada tahap ini anak memiliki keterbatasan dalam kemampuan kognitif,
afektif dan pengalaman, dikombinasikan dengan keaktifan anak secara alami
mempengaruhi semua aktivitasnya. Peningkatan kognitif dan pengalaman
anak dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk belajar dan peran anak
dalam berbagai jenis aktifitas, individu dan lingkungan. Keahlian kompleks
dibentuk dan digunakan dalam pertandingan, kegiatan memimpin dan
memilih olahraga.
3. Tahap lifelong utilisasi (14 tahun sampai dewasa)
Tahapan ini merupakan puncak proses perkembangan motorik dan dicirikan
dengan gerakan yang sering dilakukan sehari-hari. Minat, kompetensi, dan
pilihan mempengaruhi, selain faktor uang dan waktu, peralatan dan fasilitas,
fisik dan mental, bakat, kesempatan, kondisi fisik dan motivasi pribadi.
Pemantauan perkembangan psikomotor anak adalah penting untuk
mengetahui penyimpangan secara dini sehingga mendukung upaya
pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta pemulihan
dalam pelayanan kesehatan anak.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan psikomotor, antara lain :
• Faktor pola asuh orang tua
• Gen dari orang tua
• Pengaruh lingkungan.
INSTRUMEN TES PERKEMBANGAN
Ahli penyakit anak sekarang mempunyai banyak instrumen perkembangan
yang dapat dipilih. Instrumen yang paling baik adalah yang mempunyai data
psikometrik yang baik, termasuk sensitifitas, spesifitas, validitas, dan
realibilitas yang baik, dan telah distandarisasi pada populasi luas.
Instrumen yang dipakai oleh orang tua anak, seperti Parents’ Evaluation of
Developmental Status, Ages and Stages Questionnaires, dan Child
Development Inventories Mempunyai data psikometrik yang baik dan
mempunyai keunggulan dimana untuk melakukannya membutuhkan waktu
yang singkat bila dibandingkan dengan instrument yang membutuhkan
pemeriksaan langsung oleh ahli penyakit anak.
Instrument seperti Denver-II screening test, Bayley Infant
Neurodevelopmental Screener, Battelle Developmental Inventory, Early
Language Milestone Scale, dan Brigance Screens melibatkan pemeriksaan
langsung terhadap kemampuan anak. The CAT-CLAMS merupakan tes yang
didesain khusus untuk dapat digunakan oleh ahli penyakit anak untuk
menilai kemampuan kognitif dan bahasa dari anak.
Setiap tes skrining mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing masing.
Contohnya the Denver-II screening test yang telah digunakan secara luas,
namun mempunyai sensitifitas dan spesifitas yang rendah tergantung dari
interpretasi hasilnya. Setiap tes juga harus dilakukan sesuai instruksi yang
ada, jika tidak maka hasilnya akan tidak valid.
Skrining untuk psikososial dan tingkah laku pada anak terdapat beberapa
tantangan, anak dengan perkembangan yang terhambat mempunyai resiko
yang tinggi untuk memiliki masalah tingkah laku. Kebanyakan instrument
skrining perkembangan tidak dapat menilai pada area ini secara adekuat.
Instrument tes seperti the Temperament and Atypical Behavior Scale, Child
Behavioral Checklist, The Carey Temperament Scales, Eyberg Child Behavior
Inventory, Pediatric Symptom Checklist, and Family Psychosocial Screening,
dapat membantu dalam mendeteksi masalah tingkah laku. Akhir akhir ini
terdapat peningkatan ketertarikan dalam skrining anak untuk autistic
spectrum disorders karena terdapatnya peningkatan pada prevalensi dan
kemampuan untuk diagnosis dan intervensi dini. Instrument skrining spesifik
seperti the Checklist for Autism in Toddlers (CHAT), dapat membantu ahli
penyakit anak untuk diagnostik, tetapi dapat terjadi kesalahan karena
mempunyai sensitifitas yang rendah dan spesifitas yang tinggi.
Tes yang paling sering digunakan adalah Denver Developmental Screening
Test-II (Denver II). Bagaimanapun juga, dibalik kepopularannya, DDST II tidak
berfungsi baik sebagai tes skrining, karena mempunyai sensitifitas yang
terbatas dan validitas yang rendah. Tetapi tes ini tetap bernilai karena
kemudahannya untuk digunakan. Skrining yang mempunyai sensitifitas dan
spesifitas yang baik dengan menggunakan 10 set dari pertanyaan yang
terstruktur yang dapat diperhatikan oleh orang tua di berbagai area
perkembangan, pendekatan ini telah diformalkan sebagai Parents’
Evaluation of Developmental Status (PEDS) questionnaire. Cara ini
merupakan cara yang akurat karena secara umum orang tua merupakan
pengamat yang akurat dari tingkah laku dan perkembangan anak.
Lebih jauh lagi efisiensi dari skrining dapat ditingkatkan dengan
menggunakan skrining level kedua untuk anak yang dicurigai bermasalah
dengan menggunakan The Ages and Stages Questionnaires (ASQ). Tes ini
terdiri dari seri 11 pertanyaan yang didesain untuk dapat dilakukan di rumah
dari usia 4 sampai 48 bulan, dan mempunyai validitas dan realibilitas yang
baik sebesar 76-91%, meskipun ASQ mungkin gagal untuk
mengidentifikasikan hampir 13% anak dengan keterlambatan
perkembangan. Penilaian dan interpretasi dapat dilakukan dengan cepat,
dimana sangat cocok untuk seseorang yang sibuk.
Skrining untuk keterlambatan bahasa sangat penting, dikarenakan terdapat
hubungan yang kuat antara bahasa dan perkembangan kognitif dan
kemampuan pendidikan. Early Language Milestone (ELM) membutuhkan
waktu pengerjaan 2-3 menit, sensitifitas untuk bahasa dan kognitif sangat
tinggi bila dibandingkan dengan tes diagnostik standar baku. Masalah
psikiatri dan tingkah laku sangat sering terjadi dan sering bersamaan
dengan keterlambatan perkembangan. Skrining untuk masalah tingkah laku
dapat dengan menggunakan Pediatric Symptom Checklist, yang sederhana
dan validitas yang baik.
Deteksi perkembangan anak untuk tes psikomotorik dengan menggunakan
Denver Developmental Screening test II (DDST II), yaitu salah satu tes
metode skrening yang sering digunakan untuk menilai perkembangan anak
mulai usia 1 bulan sampai 6 tahun. Perkembangan yang dinilai meliputi
perkembangan personal sosial, motorik halus, motorik kasar, dan bahasa
pada anak. DDST II merupakan salah satu tes psikomotorik yang sering
digunakan di klinik atau rumah sakit bagi tumbuh kembang anak.
Denver II adalah revisi utama dari standardisasi ulang dari Denver
Development Screening Test (DDST) dan Revisied Denver Developmental
Screening Test (DDST-R). Adalah salah satu dari metode skrining terhadap
kelainan perkembangan anak. Tes ini bukan tes diagnostik atau tes IQ.
Waktu yang dibutuhkan 15-20 menit.
a. Aspek Perkembangan yang dinilai
Terdiri dari 125 tugas perkembangan.Tugas yang diperiksa setiap kali
skrining hanya berkisar 25-30 tugas
Ada 4 sektor perkembangan yang dinilai:
1)Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya.
2)Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi
yang cermat.
3)Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan
4)Gross motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
b. Alat yang digunakan
Alat peraga: benang wol merah, kismis/ manik-manik, Peralatan makan,
peralatan gosok gigi, kartu/ permainan ular tangga, pakaian, buku
gambar/ kertas, pensil, kubus warna merah-kuning-hijau-biru, kertas
warna (tergantung usia kronologis anak saat diperiksa).
Lembar formulir DDST II
Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan
tes dan cara penilaiannya.
c. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:
1) Tahap pertama: secara periodik dilakukan pada semua anak yang
berusia:
3-6 bulan
9-12 bulan
3-24 bln
3 tahun
4 tahun
5 tahun
2) Tahap kedua: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama. Kemudian dilanjutkan dengan
evaluasi diagnostik yang lengkap.
d. Penilaian
Jika Lulus (Passed = P), gagal (Fail = F), ataukah anak tidak mendapat
kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = NO).
CARA PEMERIKSAAN DDST II
Tetapkan umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan
diperiksa. Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk
satu tahun.
Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika
sama dengan atau lebih dari 15 hari dibulatkan ke atas.
Tarik garis berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horisontal
tugas perkembangan pada formulir DDST.
Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P dan berapa
yang F.
Berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam: Normal, Abnormal,
Meragukan dan tidak dapat dites.
1) Abnormal
a) Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
b) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih
keterlambatan Plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan
pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak
yang berpotongan dengan garis vertikal usia .
2) Meragukan
a) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih
b) Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada
sektor yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang
berpotongan dengan garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi
abnormal atau meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria di atas.
Pada anak-anak yang lahir prematur, usia disesuaikan hanya sampai anak
usia 2 tahun.
Contoh perhitungan anak dengan prematur: An. Lula lahir prematur pada
kehamilan 32 minggu, lahir pada tanggal 5 Agustus 2006. Diperiksa
perkembangannya dengan DDST II pada tanggal 1 April 2008. Hitung usia
kronologis An. Lula!
Diketahui:
Tanggal lahir An. Lula : 5-8-2006
Tanggal periksa : 1-4-2008
Prematur : 32 minggu
Ditanyakan:
Berapa usia kronologis An. Lula?
Jawab:
2008 – 4 – 1 An. Lula prematur 32 minggu
2006 – 8 – 5 Aterm = 37 minggu
_________ – Maka 37 – 32 = 5 minggu
1 – 7 -26
Jadi usia An. Lula jika aterm (tidak prematur) adalah 1 tahun 7 bulan 26
hari atau
1 tahun 8 bulan atau 20 bulan
Usia tersebut dikurangi usia keprematurannya yaitu 5 minggu X 7 hari =
35 hari, sehingga usia kronologis An. Lula untuk pemeriksaan DDST II
adalah:
1 tahun 7 bulan 26 hari – 35 hari = 1 tahun 6 bulan 21 hari
Atau
1 tahun 7 bulan atau 19 bulan
Interpretasi dari nilai Denver II
Advanced
Melewati pokok secara lengkap ke kanan dari garis usia kronologis
(dilewati pada kurang dari 25% anak pada usia lebih besar dari anak
tersebut)
OK
Melewati, gagal, atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis
usia antara persentil ke-25 dan ke-75
Caution
Gagal atau menolak pokok yang dipotong berdasarkan garis usia
kronologis di atas atau diantara persentil ke-75 dan ke-90
Delay
Gagal pada suatu pokok secara menyeluruh ke arah kiri garis usia
kronologis; penolakan ke kiri garis usia juga dapat dianggap sebagai
kelambatan, karena alasan untuk menolak mungkin adalah
ketidakmampuan untuk melakukan tugas tertentu
Interpretasi tes
Normal
Tidak ada kelambatan dan maksimum dari satu kewaspadaan
Suspect
Satu atau lebih kelambatan dan/ atau dua atau lebih banyak
kewaspadaan
Untestable
Penolakan pada satu atau lebih pokok dengan lengkap ke kiri garis
usia atau pada lebih dari satu pokok titik potong berdasarkan garis
usia pada area 75% sampai 90%
Rekomendasi untuk rujukan tes Suspect dan Untestable:
Skrining ulang pada 1 sampai 2 minggu untuk mengesampingkan faktor
temporer.
Perkembangan Motorik Kasar dan Motorik Halus
1. Perkembangan Motorik Kasar
Tugas perkembangan jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti
berlari, berjinjit, melompat, bergantung, melempar dan menangkap,serta
menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam meningkatkan
keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar. Pada anak usia 4 tahun,
anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang menantang baginya, seperti
melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala
menggelantung ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk
melakukan kegiatan tersebut bertambah. Anak pada masa ini menyenangi
kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan lari atau kegiatan lainnya
yang mengandung bahaya.
2. Perkembangan Gerakan Motorik Halus
Perkembangan motorik halus anak taman kanak-kanak ditekankan pada
koordinasi gerakan motorik halus dalam hal ini berkaitan dengan kegiatan
meletakkan atau memegang suatu objek dengan menggunakan jari tangan.
Pada usia 4 tahun koordinasi gerakan motorik halus anak sangat
berkembang, bahkan hampir sempurna. Walaupun demikian anak usia ini
masih mengalami kesulitan dalam menyusun balok-balok menjadi suatu
bangunan. Hal ini disebabkan oleh keinginan anak untuk meletakkan balok
secara sempurna sehingga kadang-kadang meruntuhkan bangunan itu
sendiri. Pada usia 5 atau 6 tahun koordinasi gerakan motorik halus
berkembang pesat. Pada masa ini anak telah mampu mengkoordinasikan
gerakan visual motorik, seperti mengkoordinasikan gerakan mata dengan
tangan, lengan, dan tubuh secara bersamaan,antara lain dapat dilihat pada
waktu anak menulis atau menggambar (Anonim, 2011).
Melalui ketrampilan motorik, anak dapat menghibur dirinya dan memperoleh
perasaan senang. Seperti anak merasa senang memiliki ketrampilan
memainkan boneka, melempar bola dan memainkan alat alat mainan.
a) Dengan keterampilan motorik anak dapat beranjak dari kondisi tidak
berdaya pada bulan bulan pertama dalam kehidupannya menjadi kondisi
yang independent. Anak dapat bergerak dari satu tempat ketempat yang
lain, dan dapat berbuat sendiri untuk dirinya sendiri. Kondisi ini akan
menunjang perkembangan rasa percaya diri.
b) Melalui peningkatan potensi perkembangan psikomotorik anak dapat
menyesuaikan dengan lingkungan sekolah. Pada masa pra sekolah atau
pada masa awal sekolah dasar, anak sudah dapat berlatih menulis,
menggambar, melukis dan baris berbaris.
c) Melalui peningkatan potensi perkembangan psikomotorik yang normal
memungkinkan anak dapat bermain dan bergaul dengan teman sebayanya,
sedangkan yang tidak normal akan menghambat untuk anak akan bergaul
dengan teman sebayanya, bahkan dia akan terkucilkan atau menjadi anak
yang finger (terpinggirkan)
d) Peningkatan potensi perkembangan psikomotorik sangat penting bagi
perkembangan self concept (kepribadian anak) (Dwi, 2010).
PERKEMBANGAN EMOSI SOSIAL
PERKEMBANGAN EMOSI
A . P e n g e r t i a n E m o s i
Emosi adalah Suatu keadaan yang kompleks dapat berupa perasaan / pikiran
yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang.
Menurut para ahli Pengertian Emosi :
1.Menurut Goleman
Bahasa “emosi” merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikirin khasnya,
suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk
bertindak”.
2.Menurut Syamsuddin
Mengemukakan “emosi” merupakan suatu suasana yang
komplek dan getaran jiwa yang menyertai atau muncul sebelum
atau sesudah terjadinya suatu perilaku.”
F u n g s i E m o s i
Fungsi dan peranan pada perkembangan anak yang dimaksud adalah :
1.Merupakan bentuk komunikasi.
2.Emosi berperan da lam mempengaruhi kepr ibadian dan
penyesuaian d ir i anak dengan lingkungan sosialnya.
3.Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
4.Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat
menjadi satu kebiasaan.
5.Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas
motorik dan mental anak.
B. PERKEMBANGAN SOSIAL
Menurut para ahli pengertian perkembangan sosial :
1.Menurut Plato
Adalah : Secara pontensi ( fitrah manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial).
2.Menurut Syamsuddin
Mengungkapkan “Sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi
makhluk sosial”
3.Menurut Loree
“Sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu anak melatih kepekaan
dir inya terhadapan rangsangan – rangsangan sos ia l terutama
tekanan –tekanan dan tuntutan kehidupan serta belajar bergaul dengan
bertingkah laku seperti orang lain didalam lingkungan sosial.
4.Menurut Muhibin
Mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan proses
pembentukan pribadi dalam masyarakat.
5.Menurut Hurlock
Bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku
yang sesuai dengan tuntutan sosial. “Sosialisasi “ adalah kemampuan
bertingkah laku sesuai dengan norma nilai atau harapan sosial“.
Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud
adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori
yang paling kontroversial. Freud percaya kepribadian yang berkembang
melalui serangkaian tahapan masa kanak-kanak di mana mencari
kesenangan-energi dari id menjadi fokus pada area sensitif seksual tertentu.
Energi psikoseksual, atau libido, digambarkan sebagai kekuatan pendorong
di belakang perilaku.
Menurut Sigmund Freud, kepribadian sebagian besar dibentuk oleh usia lima
tahun. Awal perkembangan berpengaruh besar dalam pembentukan
kepribadian dan terus mempengaruhi perilaku di kemudian hari.
Jika tahap-tahap psikoseksual selesai dengan sukses, hasilnya adalah
kepribadian yang sehat. Jika masalah tertentu tidak diselesaikan pada tahap
yang tepat, fiksasi dapat terjadi. fiksasi adalah fokus yang gigih pada tahap
awal psikoseksual. Sampai konflik ini diselesaikan, individu akan tetap
“terjebak” dalam tahap ini. Misalnya, seseorang yang terpaku pada tahap
oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan dapat mencari
rangsangan oral melalui merokok, minum, makan atau menggigit kuku.
Teori perkembangan freud didasarkan kepada pengalamannya dalam
menganalisis masalah yang dihadapi para pasiennya. Dalam mengeksplorasi
proses kehidupan mental para pasien, ternyata sering mengarah kepada
pengalaman masa kecilnya.
1.Fase oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga
perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat
penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral
melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi
sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang bertanggung jawab untuk
memberi makan anak), bayi juga mengembangkan rasa kepercayaan dan
kenyamanan melalui stimulasi oral.
Tahap oral adalah periode bayi yang masih menetek yang seluruh hidupnya
masih bergantung kepada orang lain. Pada massa ini libido didistribusikan ke
daerah oral sehingga perbuatan mengisap dan menelan menjadi metode
utama untuk mereduksi ketegangan dan mencapai kepuasan (kenikmatan).
Karena mulut menjadi sumber kenikmatan erotis, maka anak akan
menikmati peristiwa menetek pada ibunya dan juga memasukkan segala
jenis benda ke dalam mulutnya, termasuk jompelnya sendiri. Ketidakpuasan
pada masa oral (seperti disapih dan kelahiran adiknya) dapat menimbulkan
gejala regersi (kemunduran) yaitu berbuat seperti bayi atau anak yang
sangat bergantung kepada orang tuanya atau banyak tuntutan yang harus
dipenuhi dan juga gejala perasaan iri hati (cemburu). Reaksi dari kedua
gejala tersebut dapat dinyatakan dalam beberapa tingkah laku, seperti:
mengisap jempol, mengompol, membandel, dan membisu seribu bahasa. Di
samping itu ketidakpuasan ini akan berdampak kurang baik bagi
perkembangan kepribadian anak, seperti: merasa kurang aman, selalu
bergantung kepada orang lain, selalu meminta perhatian orang lain atau
egosentris. Sama halnya dengan anak yang tidak mendapat kepuasaan,
anak yang mendapat kepuasan secara berlebihan pun ternyata berdampak
kurang baik terhadap perkembangan kepribadiannya. Dia akan menampilkan
pribadi yang kurang mandiri (kurang bertanggung jawab), bersikap rakus,
dan haus perhatian atau cinta orang lain. Menurut Freud, fiksasi pada tahap
ini dapat membentuk sikap obsesif yaitu makan dan merokok pada
kehidupan berikutnya (masa remaja dan dewasa). Pada tahap ini juga
dorongan agresi sudah mulai berkembang.
Tahapan perkembangan psikoseksual akan memberikan dampak yang
beragam bagi perkembangan karakter atau kepribadian individu pada masa
dewasanya. Apabila individu dapat melalui semua tahapan tersebut secara
mulus, maka dia cenderung akan memiliki kepribadian yang sehat. Namun
apabila sebaliknya, cenderung akan mengalami gejala tingkah laku mala
suai (maladjustment) atau neurotik (gangguan jiwa). Menurut Freud indikator
dari karakter atau pribadi yang sehat adalah kemampuan dalam bercinta
(hubungan sosial) dan bekerja.
Keterkaitan antara karakter orang dewasa dengan perkembangan
psikoseksual dapat digambarkan sebagai berikut.
Keterkaitan Karakter dengan Perkembangan Psikoseksual
Tahapa
n
Perpanjangan ke
Masa Dewasa Sublimasi Formasi Reaksi
Oral
Merokok, makan,
minum, ciuman,
memelihara kesehatan
mulut, dan
mengunyah.
Mencari ilmu,
senang humor,
dan sarkaisme.
Sangat hati-hati dalam
berbicara, pengikut
mode, tidak senang
susu, dan senang
memberikan larangan.
2. Fase Anal (2-3 tahun)
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada
pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap
ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan
kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa
prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara
di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet (toilet training). Orang tua
yang memanfaatkan pujian dan penghargaan untuk menggunakan toilet
pada saat yang tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak
merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa pengalaman positif
selama tahap ini menjabat sebagai dasar orang untuk menjadi orang dewasa
yang kompeten, produktif dan kreatif.
Namun, tidak semua orang tua memberikan dukungan dan dorongan bahwa
anak-anak perlukan selama tahap ini. Menurut Freud, respon orangtua yang
tidak sesuai dapat mengakibatkan hasil negatif. Jika orangtua mengambil
pendekatan yang terlalu longgar, dapat berkembang kepribadian di mana
individu bersifat boros atau merusak kepribadian menjadi berantakan. Jika
orang tua terlalu ketat atau mulai toilet training terlalu dini, Freud percaya
bahwa kepribadian kuat-anal berkembang di mana individu tersebut ketat,
tertib, kaku dan obsesif.
Contoh:
a.Jika ibu sangat keras dan represif dalam toilet training, si anak bisa sangat
kuat menahan feses dan bisa sembelit. Kalau hal itu digeneralisasikan ke
cara bertingkah laku yang lain, mungkin ia bisa menjadi sangat kikir atau
keras kepala. Atau sebaliknya karena himpitan cara yang represif itu, anak
bisa melampiaskan kemarahannya dengan mengeluarkan faeses pada saat
yang tidak tepat. Dan ini merupakan bentuk dari segala macam sifat
ekspulsif seperti kekejaman, anarkis, merusak membabi buta, ledakan-
ledakan amarah dan sifat jorok.
b.Jika ibu dengan sabar membujuk anak untuk buang air besar dan
memberikan pujian jika anak melakukan dengan benar, maka anak akan
belajar bahwa aktivitas membuang feses adalah sangat penting. Ini bisa
menjadi dasar bagi munculnya kreativitas dan produktivitas.
3. Fase Phalic (3-5 tahun)
• Merupakan tahap perkembangan yang paling krusial. Anak
mengembangkan suatu perasaan ketertarikan secara seksual terhadap
orang tua yang berlainan jenis dan permusuhan terhadap orang tua
sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan
ayahnya, anak perempuan ingin memiliki ayahnya dan mengenyahkan
ibunya. Pada anak laki-laki keadaan tersebut mengacu pada istilah
oedipus complex dan pada perempuan adalah electra complex.
• Oedipus complex. Adanya hasrat seks terhadap ibu dan kebencian
terhadap ayah menyebabkan konflik anak dengan orang tua. Ayah
dianggap sebagai saingan dalam mendapatkan cinta dari ibunya. Anak
akan semakin takut dan jika ayahnya adalah seorang yang keras dan
otoriter. Anak takut bahwa ayahnya akan menghilangkan organ
genitalnya sebagai sumber dari kenikmatan. Pemikiran itu muncul
karena anak mengira bahwa ayahnya cemburu pada dirinya yang jatuh
cinta pada sang ibu. Ketakutan tersebut disebut castration anxiety,
yang menyebabkan si anak merepresikan hasrat seksnya pada ibu dan
rasa permusuhan pada ayah. Kecemasan itu juga membuat anak laki-
laki mengidentifikasikan diri dengan ayahnya. Dengan begitu, si anak
secara tidak langsung memperoleh pemuasan bagi impuls seksnya
pada ibu. Pada saat yang sama, perasaan erotisnya yang
membahayakan ibunya dirubah menjadi sikap kasih sayang yang
lembut dan tidak membahayakan. Pada perkembangan Oedipus
complex inilah merupakan benteng pertahanan bagi munculnya
incest dan agresi.
• Electra complex. Pada awalnya anak perempuan juga cinta pada
ibunya, tapi kemudian dia mengganti objek cintanya dengan yang baru
yakni ayah.
Berbeda seperti kompleks pada laki-laki yang direpresikan dan
diubah, pada perempuan, kompleks ini bersifat menetap dan tidak
direpresikan kuat-kuat. Dipercaya bahwa perbedaan hakikat kompleks
ini menjadi dasar perbedaan psikologis laki-laki dan perempuan.
4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi
diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial.
Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan
komunikasi dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang relatif
stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas berkembang, dan dia tidak
membayar banyak perhatian untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu
disebutkan dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi sebagai
suatu periode terpisah.
5. Fase Genital ( ˃ 12 tahun)
Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan
minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal
fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain
tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai dengan sukses,
individu sekarang harus seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini
adalah untuk menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.
Fase ini merupakan tanda pubertas dan kematangan seksual remaja.
Terdapat dominasi terhadap ketertarikan seksual pada lawan jenis.
Remaja mulai tertarik kepada orang lain bukan karena cinta diri (narsisistik)
seperti tahap pra genital, tapi karena daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan
kelompok, perencanaan karir dan muncul persiapan untuk menikah serta
membangun rumah tangga.
Teori perkembangan Psikososial (Erik H Erickson )
a. Trust vs mistrust — bayi (lahir – 12 bulan)
• Indikator positif : belajar percaya pada orang lain
• Indikator negatif : tidak percaya, menarik diri dari lingkungan
masyarakat, pengasingan.
• Pemenuhan kepuasan untuk makan dan mengisap, rasa hangat dan
nyaman, cinta dan rasa aman —- menghasilkan kepercayaan.
• Pada saat kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekuat — bayi
menjadi curiga, penuh rasa takut, dan tidak percaya. Hal ini ditandai
dengan perilaku makan, tidur dan eliminasi yang buruk.
b. Otonomi vs ragu-ragu dan malu (autonomy vs shame & doubt) — todler
(1-3 tahun)
• Indikator positif : kontrol diri tanpa kehilangan harga diri
• Indikator negatif : terpaksa membatasi diri atau terpaksa mengalah
• Anak mulai mengembangkan kemandirian membuka dan memakai
baju, berjalan, mengambil, makan sendiri, dan ke toilet. Mulai
terbentuk kontrol diri.
• Jika kemandirian todler tidak didukung oleh orang tua, mungkin anak
memiliki kepribadian yang ragu-ragu
• Jika anak dibuat merasa buruk pada saat melakukan kegagalan, anak
akan menjadi pemalu.
c. Inisiatif vs merasa bersalah (initiative vs guilt) — pra sekolah ( 3-6 tahun)
• Indikator positif : mempelajari tingkat ketegasan dan tujuan
mempengaruhi lingkungan. Mulai mengevaluasi kebiasaan (perilaku)
diri sendiri.
• Indikator negatif : kurang percaya diri, pesimis, takut salah.
Pembatasan dan kontrol yang berlebihan terhadap aktivitas pribadi.
• Inisiatif, mencoba hal-hal baru, perilaku kuat, imajinatif dan intrusif,
perkembangan perasaan bersalah dan identifikasi dengan orang tua
yang berjenis kelamin sama.
• Pembatasan — mencegah anak dari perkembangan inisiatif.
• Rasa bersalah mungkin muncul pada saat melakukan aktivitas yang
berlawanan dengan orang tua.
• Anak perlu belajar untuk memulai aktivitas tanpa merusak hak-hak
orang lain.
d. Industri vs inferior (industry vs inferiority) — usia sekolah (6-12 tahun)
• Indikator positif : mulai kreatif, berkembang, manipulasi. Membangun
rasa bersaing dan ketekunan.
• Indikator negatif : hilang harapan, merasa cukup, menarik diri dari
sekolah dan teman sebaya.
• Anak mendapatkan pengenalan melalui demonstrasi ketrampilan dan
produksi benda-benda serta mengembangkan harga diri melalui
pencapaian.
• Anak dipengaruhi oleh guru dan sekolah.
• Perasaan inferior — terjadi pada saat orang dewasa memandang usaha
anak untuk belajar bagaimana sesuatu bekerja melalui menipulasi
adalah sesuatu yang bodoh atau merupakan masalah.
• Perasaaan inferior — ketidaksuksesan di sekolah, ketidaksuksesan
dalam perkembangan ketrampilan fisik dan mencari teman.
e. Identitas vs bingung peran (identity vs role confusion) — remaja (12 – 18
tahun)
• Indikator positif : menghubungkan sesuatu dengan perasaan diri,
merencanakan aktualisasi diri
• Indikator negatif : kebingungan, ragu-ragu, dan tidak mampu
menemukan identitas diri
• Individu mengembangkan penyatuan rasa “ diri sendiri”.
• Teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku.
• Kegagalan untuk mengembangkan rasa identitas — kebingungan
peran, yang sering muncul dari perasaan tidak adekuat, isolasi dan
keragu-raguan.
C.KETERKAITAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL DENGAN
PERKEMBANGAN LAINNYA
-Keterkaitan Perkembangan Sosial Emosional Dengan Fisik, Mental Dan
Psikologi Anak
-kemampuan sosial emosional anak ternyata sangat erat kaitannya
dengan perkembangan fisik dan mental
- s a l a h s a t u g a m b a r a n p r o s e s d a n h a s i l p e n e l i t i a n
t e n t a n g p e n g a r u h perubahan emosi terhadap perubahan
f is ik ( jasmani) indiv idu dapat d iperoleh berdasarkan penelitian yang
dilakukan Conan (Syamsu Yusuf)
-menurut penel i t ian Conan menunjukkan bahwa perkembangan
emosi dan perubahan yang nyata akan berpengaruh atau
menyebabkan perubahan pada berbagai dimensi fisik.
•Pengaruh emosi pada fisik mental seseorang akan membawa pada
melemahnya kemampuan mengingat
•Akibat umum terjadi karena kurangnya stimulasi kasih sayang pada
anak – anak ialah keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik
•Emosi anak yang terlantar akan mempengaruhi perkembangan motorik
anak diantaranya perkembangan kemampuan untuk duduk, berdiri
dan berjalan menjadi terhambat. Keadaan ini cenderung menimbulkan
masalah apabila disertai kondisi lain yang tidak menyenangkan, anak
menjadi tidak bahagia,b a h k a n s a m p a i p a d a p e r i l a k u a n t i
s o s i a l , k e p r i b a d i a n p s i k o p a t i s , psikonerosis atau bentuk
tertentu dari psikonerasis seperti sehizophrenia, s ikap
memberontak pada fase perkembangan ( remaja) , perkawinan
dan pekerjaan serta sikap buruk terhadap hukum pada masa dewasa.
Bentuk hubungan sosial emosional dengan aktivitas kehidupan
Pertama : ternyata emosi yang melekat pada seorang anak akan
mewarnai pandangannya terhadap kehidupan dan dimensinya
Kedua : emosi akan sangat mempengaruhi interaksi sosial seorang anak
Ketiga : reaksi emosional apabila diulang – ulang akan berkembang
menjadi suatu kebiasaan.
D. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN EMOSI SOSIAL
a. pengaruh keadaan individu sendiri
Keadaan diri individu, seperti usia, keadaan fisik, intelegensi, peran
seks(Hur lock) dapat mempengaruhi perkembangan emosi
indiv idu, per lu adanya tindakan preventif untuk menghindari dampak
serius dari pengaruh emosi yang timbul dari dalam diri anak.
b. konflik-konflik dalam proses perkembangan
Di dalam menjalani fase-fase perkembangan tiap anak harus melalui
beberapa macam konflik
Macam konflik yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses tetapi
ada juga anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam
menghadapi konflik-konflik ini.
c. sebab-sebab lingkungan
anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi
perkembangan emosi .
ketiga faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan tersebut adalah :
1. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
perkembangan emosi anak-anak usia pra sekolah. Faktor keluarga
yang mempengaruhi perkembangan emosi sosial anak
diantaranya :
- status sosial ekonomi keluarga
- keutuhan keluarga
- sikap dan kebiasaan orang tua
2. Lingkungan sekitarnya
Kondisi lingkungan disekitar akan sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak.
Lingkungan yang dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan
mungkin menganggunya adalah :
a .Daerah yang ter la lu padat
b.Daerah yang memiliki angka kejahatan tinggi
c .Kurangnya fas i l i tas rekreas i
d.Tidak adanya aktivitas yang di organisasi dengan baik untuk
anak
3. Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi
yangmenyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak
yaitu seperti : a.Hubungan yang kurang harmonis antara guru dan
anak
b.Hubungan yang kurang harmonis dengan teman – temannya
Hal yang harus dimiliki orang tua dan guru sebagai lingkungan terdekat anak
adalah :
-kesanggupan dan kemampuan yang memadai untuk m e n g e n a l i a n a k
d a n k a r a k t e r i s t i k p e r k e m b a n g a n e m o s i d a n sosialnya.
-harus mampu menciptakan l ingkungan yang kondusif dan sesuai
tuntutan perkembangan emosi dan sosial anak.
- K e m a m p u a n d i r i n y a d a l a m m e n g h i l a n g k a n d a n
m e n e k a n a t a u mengeliminasi faktor penyebab dan hal – hal negatif
serta perusak perkembangan emosi dan sosial pada anak pra sekolah.
- U n t u k m e n c i p t a k a n k o n d i s i y a n g i d e a l p a d a
p e r k e m b a n g a n emosional anak adalah yang dapat
menjamin perkembangan sosial emosional anak secara positif
terkendalinya ekspresi emosi dari setiap anak sehingga emosi anak
terlindungi lebih stabil dan seimbang.
Milestone perkembangan anak
Fine Motor/Adaptive Mean Normal Range
Unfisted 3 months 0 to 4 months
Bats at objects 3 months 2 to 5 months
Objects to midline 4 months 3 to 6 months
Transfers objects 5 months 4 to 7 months
Raking grasp 7 months 5 to 10 months
Finger feeds 7 months 5 to 10 months
Primitive pincer 8 months 6 to 10 months
Neat pincer 9 months 7 to 10 months
Voluntary release 12 months 10 to 15 months
Helps with dressing 12 months 10 to 16 months
Spoon feeds 15 months 12 to 18 months
Uses cup open/sippy 15 months 10 to 18 months
Imitates housework 18 months 14 to 24 months
Handedness 24 months 18 to 30 months
Helps with undressing 24 months 22 to 30 months
Undresses self 36 months 30 to 40 months
Toilet training 24 to 36 months
Language Mean Normal Range
Cooing 3 months 1 to 4 months
Laugh 4 months 3 to 6 months
Turns to voice 4 months 3 to 6 months
Razzing 5 months 4 to 8 months
Babbling 6 months 5 to 9 months
Dada/mama non-specifically 8 months 6 to 10 months
Gesture games 9 months 7 to 12 months
Understands no, 10 months 9 to 18 months
Mama/dada specifically 10 months 9 to 14 month
One step command with a gesture 12 months 10 to 16 months
Immature jargoning 13 months 10 to 18 months
One step command w/out a
gesture
15 months 12 to 20 months
Points to body parts 18 months 12 to 24 months
Mature jargoning 18 months 16 to 24 months
Puts two words together 24 months 20 to 30 months
Pronouns inappropriately 24 months 22 to 30 months
Two step command 24 months 22 to 30 months
States first name 34 months 30 to 40 months
Pronouns appropriately 36 months 30 to 42 months
Social/Emotional Mean Normal Range
Social smile 5-6 weeks 1 to 3 months
Object permanence 9 months 6 to 12 months
Stranger anxiety 9 months 6 to 12 months
Affective sharing 10 months 9 to 18 months
Uses mother as secure base 12 months 9 to 18 months
Separation distress 12 months 9 to 24 months
Independence 18 months 12 to 36 months
Parallel play 24 months 12 to 30 months
Associative play 30 months 24 to 48 months
Cooperative play 36 months
Sumber : dr. Nury Nurdwinuringtyas, SpRM, M.Epid. Milestone –
Perkembangan Anak
Keterlambatan Perkembangan dan Developmental Disabbilities
Keterlambatan perkembangan adalah kondisi di mana anak tidak mampu
mencapai tugas perkembangan pada waktu yang diperkirakan. Kondisi ini
terjadi terus-menerus, merupakan keterlambatan utama dari proses
perkembangan. Keterlambatan dapat terjadi pada banyak area
perkembangan misalnya pada motorik, bahasa, sosial, atau berpikir.
Penyebab developmental delay / developmental disabilities :
1. Gangguan Kromosom dan Gen
Banyak gangguan genetik yang disebabkan oleh abnormalitas jumlah
kromosom, misalnya Down syndrome (kelebihan kromosom pada nomor 21),
Turner Syndrome (45X0), Klinefelter’s syndrome (laki-laki dengan dua
kromosom X). Perluasan pengulangan mutasi dapat menyebabkan
kromosom X lemah atau Huntington’s. Gangguan 31genetik disebut dengan
penyakit herediter.
Table 1. Contoh Sindrome Gen yang Berdekatan
Syndrome
DiGeorgeSyndrome/Velocardiofacial
Syndrome
Smith-MagenisSyndrome
Prader-WilliSyndrome
AngelmanSyndrome
Rubinstein-Taybi
ChromosomeLocation
del(22q11.2)
del(17p11.2)
del(15q11-q13)paternal
del(15q11-q13)maternal
del(16p13.3)
Perkembangan DNA. Lemahnya kromosom X adalah penyebab umum
retardasi mental (RM) pada anak laki-laki sejak lahir. Sekitar sepertiga
perempuan karier kromosom X yang lemah mempunyai kesulitan belajar
yang signifikan dan RM. Molekul dasar dari kromosom X yang lemah
adalah hasil dari mekanisme mutasi yang tidak biasa, dikenal sebagai
mutasi dinamis.
2.Kerusakan otak atau infeksi sebelum, selama, atau setelah kelahiran.
Luka trauma pada otak atau lebih sering disebut dengan luka intrakranial
atau luka kepala, terjadi ketika trauma tiba-tiba menyebabkan kerusakan
pada otak. Kecelakaan transportasi, kekerasan (misalnya penyiksaan anak),
dan juga kecelakaan olahraga. Sebagian besar terjadi karena penggunaan
alkohol.
3.Teratogen.
Termasuk di dalamnya adalah radiasi, infeksi, penyakit maternal seperti
diabetes dan phenylketonuria, alkhohol, merokok dan obat-obatan. Telah
ditemukan bahwa teratogen mempengaruhi perkembangan neurologis fetal.
Adanya gabungan faktor genetik dan faktor lingkungan mampu
mempengaruhi perkembangan. Misalnya pada konsumsi asam folat yang
rendah pada awal masa kehamilan adalah faktor resiko dari tidak
sempurnanya pipa syaraf. Polimorfisme genetic pada enzim methylene
tetrahydrofolate memberi peningkatan resiko ketidaksempurnaan pipa
syaraf. Kombinasi dari polimorfisme dan rendahnya konsumsi asam folat
menyebabkan tingginya resiko daripada ketika kedua variabel bekerja
sendiri-sendiri.
4.Proses kelahiran.
Penyakit metabolisme mitokondria menunjukkan manifestasi klinis yang
luas. Urutan proses respirator terdiri dari sub-unit yang bertanggung jawab
untuk transport elektron dan fosforilasi oksidatif. Pada sub-unit inilah
sebagian besar sel ATP beregenerasi. Organ-organ yang membutuhkan
energi tinggi sering terpengaruh, dengan sistem syara pusat yang
menunjukkan manifestasi yang bervariasi. Pada mutasi genome mitokondria
atau encoding gen nukleus dapat menyebabkan salah satunya adalah Leigh
Disease (subacute necrotizing encephalomyopathy).
5. Lahir premature
6. Masalah pendengaran
7. Masalah pertumbuhan atau masalah nutrisi.
8.Buruknya diet dan pelayanan kesehatan
9.Penyiksaan anak juga dapat mengakibatkan efek buruk pada
perkembangan anak, khususnya perkembangan sosial-emosional.
10. Infeksi selama kehamilan
11. Kondisi multifaktorial
Figure 1. Chromosomes
labeled with Fluorescent in
situ hybridization probes for
chromosome 22. Probe A is
a control probe for a distal
locus on chromosome 22
(ARSA), Probe B is the
TUPLEI of the number 22
chromosome. This deletion
can be seen in DiGeorge
Syndrome, Velocardiofacial
Syndrome, and in some
cases of isolated complex
congenital heart disease
Sindrom Down
Sindrom Down (bahasa Inggris: Down syndrome) merupakan kelainan
genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang
dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan
yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental ini
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.
This is what a normal set of chromosomes
looks like. Note the 22 evenly paired
chromosomes plus the sex chromosomes.
The XX means that this person is a female.
The test in which blood or skin samples are
checked for the number and type of
chromosomes is called a karyotype, and
the results look like this picture.
Sumber : Leishin Len. Trisomy 21 : The Story of Down Syndrome @http://
www.ds-health.co/trisomy.htm
Trisomy 21 (Down Syndrome) Male Karyotype
Insiden sindrom Down diperkirakan satu per 800 untuk satu per 1000
kelahiran.
Pada tahun 2006, Centers for Disease Controls and Prevention
memperkirakan tingkat sebagai satu per 733 kelahiran hidup di Amerika
Serikat (5429 kasus per tahun). Sekitar 95% dari ini adalah trisomi 21.
Sindrom Down terjadi di seluruh kelompok etnis dan di antara semua kelas
ekonomi.
Umur ibu mempengaruhi kemungkinan hamil bayi dengan sindrom Down.
Pada ibu usia 20-24, kemungkinan merupakan pada 1562; pada usia 35-39
kemungkinan adalah satu di antara 214, dan di atas usia 45 kemungkinan
adalah satu di antara 19.
Meskipun kemungkinan meningkat dengan umur ibu, 80% dari anak-anak
dengan sindrom Down dilahirkan pada wanita di bawah usia 35,
mencerminkan kesuburan keseluruhan kelompok usia.
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang
tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari
normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang
mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata
menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal
folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek
termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik
pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan
kerusakan pada sistem organ yang lain.
Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease.
kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal
dengan cepat. Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa
sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal
atresia).
Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut
biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu
hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil
yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang
hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak
dengan sindrom down lebih tinggi.
Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP
( amyloid precursor protein)
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
Pemeriksaan fisik penderita
Pemeriksaan kromosom
Ultrasonografi (USG)
Ekokardiogram (ECG)
Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down
syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistem penglihatan,
pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang
lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun
informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau
fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik
maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk
mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar
penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan
pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan
penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini
memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang
adekuat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan
sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan
hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa
dicegah, karena merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah
kromosom. Jumlah kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.
Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai
saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya
sindrom Down.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti
dengan analisis kromosom dengan cara amniosentesis (pengambilan air
ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
REPRODUKSI
Dewasa ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global.
Hal itu dilakukan sejak diangkatnya isu tersebut dalam konferensi
internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International
Conference on Population and Development, ICPD) di Kairo Mesir, pada
tahun 1994, yang dihadiri sekitar 180 negara. Kesehatan reproduksi sendiri
mengandung pengertian suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan
prosesnya.
Masa remaja (usia 11 – 20 tahun) adalah masa yang khusus dan penting,
karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa
remaja disebut juga masa pubertas, merupakan masa transisi yang unik
ditandai dengan berbagai perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa,
yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak
mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk
golongan anak-anak tetapi tidak juga termasuk golongan dewasa.
Perkembangan biologis dan psikologis remaja dipengaruhi oleh
perkembangan lingkungan dan sosial. Oleh karena itu remaja akan berjuang
untuk melepaskan ketergantungannya kepada orang tua dan berusaha
mencapai kemandirian sehingga mereka dapat diterima dan diakui sebagai
orang dewasa.
Remaja berasal dari kata latin adolescence yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas
lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik
(Hurlock, 1992). Remaja sebenarnya tidak mempunyai tempat yang jelas
karena tidak termasuk golongan anak tetapi tidak juga golongan dewasa
atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh calon (dalam Monks, dkk 1994)
bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan
karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki
status anak. Ottorank (dalam Hurlock, 1990) mengatakan bahwa masa
remaja merupakan masa perubahan yang drastis dari keadaan tergantung
menjadi keadaan mandiri, bahkan Daradjat (dalam Hurlock 1990)
mengatakan masa remaja adalah masa dimana munculnya berbagai
kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan kemampuan fisik
yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. Erikson (dalam Hurlock, 1990)
menyatakan bahwa masa remaja adalah masa kritis identitas atau masalah
identitas-ego remaja. Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha
menjelaskan siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat, serta usaha
mencari perasaan kesinambungan dan kesamaan baru para remaja harus
memperjuangkan kembali dan seseorang akan siap menempatkan idola dan
ideal seseorang sebagai pembimbing dalam mencapai identitas akhir.
Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Secara intelektual remaja mulai dapat berpikir logis, mempunyai
kemampuan nalar secara ilmiah dan mampu menguji hipotesis.
2. Mulai menyadari proses berpikir efisien dan belajar berintrospeksi.
3. Mengalami puncak emosionalitas.
4. Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar
kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tataran psikologis (rasa
diterima, dihargai, dan penilaian positif dari orang lain).
5. Sudah mampu memahami orang lain.
6. Mempunyai sikap rawan (sikap comfomity) yaitu kecenderungan untuk
menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat.
7. Masa berkembangnya identitas diri.
8. Remaja sudah mampu menyoroti nilai-nilai yang berkembang di
masyarakat.
TAHAPAN REMAJA
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan
psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati tahapan berikut :
1. Masa remaja awal/dini (early adolescence) : umur 11 – 13 tahun.
Dengan ciri khas : ingin bebas, lebih dekat dengan teman sebaya, mulai
berfikir abstrak dan lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya.
2. Masa remaja pertengahan (middle adolescence) : umur 14 – 16 tahun.
Dengan ciri khas : mencari identitas diri, timbul keinginan untuk berkencan,
berkhayal tentang seksual, mempunyai rasa cinta yang mendalam.
3. Masa remaja lanjut (late adolescence) : umur 17 – 20 tahun.
Dengan ciri khas : mampu berfikir abstrak, lebih selektif dalam mencari
teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa
cinta, pengungkapan kebebasan diri.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu.
Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai
batas yang jelas, karena proses tumbuh kembang berjalan secara
berkesinambungan.
PERUBAHAN FISIK PADA MASA REMAJA
Perubahan fisik dalam masa remaja merupakan hal yang sangat penting
dalam kesehatan reproduksi, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik
yang sangat cepat untuk mencapai kematangan, termasuk organ-organ
reproduksi sehingga mampu melaksanakan fungsi reproduksinya. Terdapat
ciri yang pasti dari pertumbuhan somatik pada remaja, yaitu peningkatan
massa tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan, perubahan
biokimia, yang terjadi pada kedua jenis kelamin baik laki-laki maupun
perempuan walaupun polanya berbeda. Selain itu terdapat kekhususan (sex
specific), seperti pertumbuhan payudara pada remaja perempuan dan
rambut muka (kumis, jenggot) pada remaja laki-laki.
Pada anak laki-Iaki masa pubertas biasanya dimulai pada usia yang sedikit
lebih lambat daripada wanita. Sehubungan dengan itu, pada usia 11-13
tahun sering didapatkan banyak anak perempuan tampaklebih tinggi
daripada anak laki-Iaki. Tetapi, pada usia sekitar 13 tahun, anak laki-Iaki
mulai mengejar ketertinggalan itu karena pada usia itu kebanyakan sudah
mencapai usia pubertas.
Perubahan yang terjadi yaitu :
1. Munculnya tanda-tanda seks primer; terjadi haid yang pertama
(menarche) pada remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki.
2. Munculnya tanda-tanda seks sekunder, yaitu :
a. Pada remaja laki-laki; tumbuhnya jakun, penis dan buah zakar bertambah
besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, suara bertambah besar, dada lebih
besar, badan berotot, tumbuh kumis diatas bibir, cambang dan rambut di
sekitar kemaluan dan ketiak.
b. Pada remaja perempuan; pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan
vagina, tumbuh rambut di sekitar kemaluan dan ketiak, payudara
membesar.
Memasuki masa remaja yang diawali dengan terjadinya kematangan
seksual, maka remaja akan dihadapkan pada keadaan yang memerlukan
penyesuaian untuk dapat menerima perubahan-perubahan yang terjadi.
Kematangan seksual dan terjadinya perubahan bentuk tubuh sangat
berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja. Selain itu kematangan
seksual juga mengakibatkan remaja mulai tertarik terhadap anatomi fisiologi
tubuhnya. Selain tertarik kepada dirinya, juga mulai muncul perasaan
tertarik kepada teman sebaya yang berlawanan jenis.
Karakter remaja yang labil dan lingkungannya menyebabkan timbulnya
penyimpangan perilaku yang juga berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan
psikologis remaja. Penyimpangan perilaku remaja juga terjadi karena
interaksi faktor-faktor :
• Predisposisi (kepribadian, kecemasan dan depresi) : kepribadian yang
tidak mantap. Ciri kepribadian : gampang kecewa, jadi agresif dan
destruktif, rasa rendah diri, senang mencari sensasi, cepat bosan,
merasa tertekan, murung dan merasa tidak mampu menjalankan
fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.
• Kontribusi (keluarga) : keluarga yang disfungsi sosial memungkinkan
anggota keluarga menjadi anti sosial. Keluarga yang disfungsi sosial
ditandai dengan : kesibukan orang tua, hubungan interpersonal yang
kurang baik, parental modeling yang kurang baik.
• Pencetus (kelompok teman sebaya dan zat itu sendiri) : bila remaja
khawatir ditolak bergabung dengan kelompok, maka remaja akan
berperilaku sesuai dengan perilaku kelompoknya termasuk
penggunaan narkoba.
Upaya Penanganan Masalah Remaja
Remaja berada dalam situasi yang sangat peka terhadap pengaruh nilai
baru, terutama bagi mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Mereka
cenderung lebih mudah melakukan penyesuaian dengan arus globalisasi dan
arus informasi yang bebas yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
perilaku menyimpang karena adaptasi terhadap nilai-nilai yang datang dari
luar. Masalah yang paling menonjol dikalangan remaja saat ini, misalnya
masalah seksualitas, sehingga hamil di luar nikah dan melakukan aborsi.
Kemudian rentan terinfeksi penyakit menular seksual (IMS), HIV dan AIDS
serta penyalahgunaan Narkoba. Setiap tahun di dunia kira-kira 15 juta
remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi, dan
hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual yang bisa disembuhkan.
Perkiraan terakhir, setiap hari ada 7000 remaja terinfeksi HIV.
Di Indonesia, mayoritas kasus HIV pada generasi muda antara 20 sampai 29
tahun. Beberapa masalah remaja termasuk masalah kesehatan remaja perlu
ditangani secara khusus dengan metode yang khusus pula. Metode mendidik
remaja adalah dengan :
1. Mengembangkan potensi remaja
2. Memandirikan remaja
3. Memberikan kemampuan untuk beradaptasi dan berperilaku yang
diperlukan remaja dalam mengatasi tantangan dan kebutuhan hidup
sehari-hari.
Atas dasar metode ini, dalam menangani permasalahan remaja, perlu
dikembangkan pola pendidikan yang berorientasi pada kesehatan psikososial
remaja. Kompetensi psikososial adalah seluruh kemampuan yang
berorientasi pada aspek kejiwaan seseorang terhadap diri sendiri dan
interaksinya dengan orang lain serta lingkungan sekitarnya dalam konteks
kesehatan. Kompetensi psikososial tersebut antara lain :
1. Empati, yaitu kemampuan untuk memposisikan perasaan orang lain
pada diri sendiri
2. Kesadaran diri, adalah kemampuan untuk mengenal diri sendiri
tentang karakter, kekuatan, kelemahan dan keinginan
3. Pengambilan keputusan, adalah kemampuan yang dapat membantu
kita untuk mengambil keputusan secara konstruktif dengan
membandingkan pilihan alternatif dan efek samping yang
menyertainya.
4. Pemecahan masalah, adalah kemampuan untuk memungkinkan kita
dapat menyelesaikan masalah secara konstruktif.
5. Berpikir kreatif, yaitu kemampuan unuk menggali alternatif yang ada
dan berbagai konsekuensinya dari apa yang kita lakukan.
6. Berpikir kritis, yaitu kemampuan menganalisa informasi dan
pengalaman-pengalaman secara objektif.
7. Komunikasi efektif, yaitu kemampuan untuk mengekspresikan diri
secara verbal maupun non verbal yang mengikuti budaya dan situasi.
8. Hubungan interpersonal, yaitu kemampuan yang dapat menolong kita
beroteraksi dengan sesama secara positif dan harmonis.
9. Mengatasi emosi, yaitu kemampuan keterlibatan pengenalan emosi
dalam diri sendiri dan orang lain.
10.Mengatasi stres, yaitu kemampuan pengenalan sumber-sumber yang
menyebabkan stres dalam kehidupan, bagaimana efeknya dan cara
mengontrol terhadap derajat stress.
Adanya motivasi dan pengetahuan yang memadai untuk menjalani masa
remaja secara sehat, diharapkan remaja mampu untuk memelihara
kesehatan dirinya sehingga mampu memasuki masa kehidupan berkeluarga
dengan reproduksi sehat.
Daftar Pustaka
1. Moersintowarti B.Narendra,dkk. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan
Remaja Jilid 1. Jakarta : Penerbit Sagung Seto
2. Catio, Muchlis. 2006. Pencegahan dan penanggulangan
penyalahgunaan narkoba di lingkungan pendidikan. Jakarta : badan
narkotika Soetjiningsih. 1995. Tumbuh kembang anak. EGC. Jakarta.
3. Mallhi P, Singhi P. Screening Young Children for Delayed Development. Indian
Pediatrics; 1999 36:569-577
4. Narendra MB, suryawan A, irwanto. 2006. Naskah lengkap continuing education ilmu
kesehatan anak XXXVI penyimpangan tumbuh kembang anak. bag/SMF ilmu kesehatan
anak FK UNAIR. Surabaya
5. Behrman RE., Kliegman RM., Jenson HB. 2004. Nelson textbook of pediatrics 17th ed.
Saunders. Philadelphia. American Academy of Pediatrics. Identifying Infants and Young
Children With Developmental Disorders in the Medical Home: An Algorithm for
Developmental Surveillance and Screening. Pediatrics Volume 118, Number 1, July
2006.
6. American Academy of Pediatrics. Developmental Surveillance and Screening of Infants
and Young Children. Pediatrics Vol. 108 No. 1 July 2001.
7. Sices L, Feudtner C, McLaughlin J et al. How Do Primary Care Physicians Manage
Children With Possible Developmental Delays? A National Survey With an Experimental
Design. Pediatrics 2004;113;274-282
8. Nelson HD, Nygren P, Walker M et al. Screening for Speech and Language Delay in
Preschool Children: Systematic Evidence Review for the US Preventive Services Task
Force. Pediatrics 2006;117;e298-e319
9. bakti husada. 1989. pedoman deteksi dini kelainan tumbuh kembang. Direktorat bina
kesehatan keluarga. Jakarta
10.Leishin Len. Trisomy 21 : The Story of Down Syndrome. Diakses dari
http:// www.ds-health.co/trisomy.htm