PERSENTASI KASUS
HidramnionPembimbing :
Dr. Harry Syarif, Sp.OG
Disusun oleh :
Wiwik Firliana
Oponen:
Julia ike H
Rinda Amalia
Farilsah
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 19 November 2007 – 26 Januari 2008
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTi
JAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
Polihidramnion berasal dari kata Poly (=banyak) Hydra (=air ; cairan) dan amnion
atau ketuban, sehingga bila disatukan akan memiliki arti yaitu cairan amnion yang
berjumlah banyak, dari kata polihidramnion tersebut kita dapat menggambarkan suatu
keadaan dimana terdapat keadaan cairan amnion yang berjumlah banyak.
Cairan amnion sendiri yang lebih sering dikenal sebagai air ketuban adalah
merupakan suatu cairan pada wanita hamil yang terdapat dalam kantung yang
terbungkus dalam suatu selaput / membran amnion yang terdiri dari lapisan amnion dan
chorion, yang sering disebut sebagai amniotic sac .Cairan amnion ini bersifat jernih
berwarna agak putih, sedikit keruh, berbau khas agak amis. Volume cairan amnion pada
hamil cukup bulan sekitar 1000 – 1500 ml. Akan meningkat sampai pada kehamilan 32
minggu, dan kemudian menurun dan relatif stabil pada volume antara 700 – 800 ml, lalu
menurun sampai kehamilan aterm dan mencapai volume sekitar 400 ml pada kehamilan
42 minggu. Amnion dalam keadaan normal akan dipertahankan dalam jumlah stabil
melaui suatu mekanisme pembuangan dengan cara proses menelan dari janin yang
selanjutnya akan diserap ke dalam sistem peredaran darah fetus. Cairan ini dengan
berat jenis 1.008, terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan
organik dan bila diteliti benar terdapat lanugo, sel-sel epitel, dan verniks kaseosa.
Protein ditemukan rata-rata 2,6% g/L, sebagian besar sebagai albumin. Cairan amnion
masih belum diketahui asalnya dengan pasti. Ada teori yang mengatakan bahwa cairan
amnion berasal dari urine, keringat dan eksudasi alveolar janin..
Polihidramnion adalah jumlah volume cairan amnion yang lebih dari 2000 cc.
Polihidramnion menggambarkan kelainan (abnormalitas) pada janin atau status
maternal dan tingginya risiko terhadap tingkat kematian dan tingkat keabnormalan.
Secara umum, cairan amnion memberikan beberapa manfaat potensial untuk
kehamilan. Cairan amnion mendukung fetus dalam mengatasi trauma, menjaga
temperatur dan memiliki sifat-sifat antibakteria, membekali janin dengan cairan dan gizi
(nutrisi). Cairan amnion juga dibutuhkan untuk pengembangan morfologi kesehatan
janin. Volume atau kandungan amnion yang memadai sangat penting bukan hanya
untuk evolusi dan kematangan paru-paru janin, tetapi juga untuk pengembangan sistem
gastrointestinal dan sistem muskuloskeletal. Perubahan dramatis pada volume cairan
amnion mungkin menggambarkan keabnormalan apakah pada status fetal maupun
1
status maternal, dan mungkin menyebabkan meningkatnya angka kematian dan
kecacatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Definisi
Secara anatomi, hidramnion atau polihidramnion adalah keadaan dimana
banyaknya air ketuban melebihi 2000 cc.
Secara klinis, hidramnion atau polihidramnion adalah penimbunan berlebihan
dari cairan amnion yang menyebabkan ketidaknyamanan pada ibu dan saat
pemeriksaan imaging dibutuhkan untuk menyokong diagnosa klinis dari letak dan
keberadaan janin
.
Dengan pemeriksaan USG kebanyakan studi klinis mendefinisikan hidramnion
dimana ICA lebih dari 24-25 cm. Studi lain mendefinisikan hidramnion sebagai kantung
berukuran vertikal lebih besar dari 8 cm. Hidramnion atau polihidramnion adalah
keadaan cairan amnion yang berlebihan, yaitu lebih dari 2000 ml atau ICA lebih dari 24.
Jumlah cairan yang berlebihan tersebut dilaporkan dapat mencapai sebanyak 15 L.
Penambahan air ketuban ini dapat mendadak dalam beberapa hari yang disebut
hidramnion akut atau secara perlahan-lahan yang disebut hidramnion kronis. Bila dilihat
dari usia kehamilan, hidramnion dikatakan akut bila terjadi sebelum usia kehamilan 24
minggu dan dikatakan kronis bila diagnosis dibuat pada trimester III.
Dahulu definisi hidramnion dibuat hanya berdasarkan pemeriksaan klinis, bukan
berdasarkan pemeriksaan jumlah cairan amnion yang diproleh dari pemeriksaan
ultrasonografi. Pada tahun 1984 Chamberlain dkk, mendefinisikan batas atas jumlah
cairan amnion normal adalah cairan ketuban yang mempunyai ukuran vertikal lebih dari
3
sama dengan 8 cm. Tahun 1987 Phelan dkk, memperkenalkan indeks cairan amnion
(ICA/AFI= Amnion Fluid Indeks) untuk menghitung volume cairan amnion. Dengan
metode ICA Carlson mendefinisikan diagnosis pasti hidramnion dengan ICA > 24 cm.
Usia kehamilan antara 26 – 39 minggu, batas atas normal pada ICA melampaui 24 cm,
oleh karena itu kriteria hidramnion yang lebih besar daripada 97,5% dihubungkan
dengan usia kehamilan.
Insiden
Dengan adanya banyak kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
hidramnion, insidens hidramnion bervariasi antara 0,5 – 1 % dari seluruh kasus. Lebih
sering terjadi pada multipara dibanding primipara. DiIndonesia insiden hidramnion
berkisar antara 1 : 62 sampai 1 : 754 persalinan. Walaupun kebanyakan hidramnion
ringan, namun menimbulkan keluhan pada 1 dari 1000 kehamilan.
Hydramnion yang diidentifikasi pada semua kehamilan mencapai sekitar 1
persen. Dengan menggunakan indeks 25 cm atau diatasnya, Biggio dan rekan (1999)
pada Universitas Alabama melaporkan 1 persen insiden dari 36.450 pada wanita yang
diperiksa.
Pada penelitian sebelumnya oleh Hill dan rekan (1987) dari Klinik Mayo, lebih
dari 9.000 pasien prenatal yang menjalani pengukuran ultrasonik secara rutin hingga
mendekati trimester ketiga. Insiden (kasus) hydramnion menunjukan 0,9%. Hydramnion
ringan - ditetapkan sebaga ukuran kantung antara 8 hingga 11 cm menurut dimensi
vertikal yang terdapat 80% dari kasus dengan adanya kelebihan cairan. Hydramnion
sedang - ditetapkan sebagai kantung yang. hanva memuat sebagian kecil yang diukur
pada kedalaman 12 cm hingga 15 cm, yang ditemukan 15% dari kasus. Hanya 5% yang
termasuk hydramnion berat yang ditetapkan dengan fetus yang mengapung bebas (free-
floating fetus) yang ditemukan pada kantung cairan sedalam 16 cm atau lebih. Meskipun
dua pertiga dari semua kasus termasuk idiopathic, sepertiga kasus lainnya berhubungan
dengan kelainan (anomali), diabetes maternal, atau masa kehamilan multifetal (multifetal
gestation). Golan dan rekan (1863) melaporkan hasil penelitian serupa pada 14.000
wanita.
Klasifikasi
Berdasarkan onset hidramnion dibagi menjadi :
1. Akut : Onset tiba-tiba, dimana penambahan cairan ketuban terjadi
4
mendadak dan uterus akan mengalami distensi yang nyata dalam
beberapa hari. Biasanya terjadi pada trimester II dan kehamilan sering
berakhir pada usia 28 minggu.
2. Kronik : Onset perlahan-lahan dan terjadi pada trimester III.
Berdasarkan Maksimum Vertical Pocket (MVP), hidramnion dibagi menjadi:
1. Hidramnion ringan : Ukuran vertikal kantong cairan amnion 8 - 11 cm.
2. Hidramnion sedang: Ukuran vertikal kantong cairan amnion 12 - 15 cm.
3. Hidramnion berat : Ukuran vertikal kantong cairan amnion > 16cm. Dan ditemukan
fetus yang bebas mengapung
Berdasarkan Indeks Cairan Amnion (ICA), hidramnion dibagi menjadi:
1. Meningkat (>24 cm)
2. Normal (10-24cm)
3. Rendah normal (5,1-9,9 cm)
4. Menurun (<5 cm)
Etiologi
Sampai sekarang etiologi hidramnion belum jelas, tetapi diketahui bahwa
hidramnion terjadi bila produksi air ketuban bertambah, bila pengaliran air ketuban
terganggu atau kedua-duanya. Ada beberapa faktor yang berpengaruh, antara lain:
1. Anomali Fetal
- Anencefali
- Spina bifida
- Atresia esofagus atau duodenum
- Facial clefts dan massa pada leher
- Hidrops fetalis
2. Plasenta
Choriangioma dari plasenta
3. Kehamilan ganda
4. Maternal
- Diabetes Mellitus
- Penyakit jantung atau ginjal
5. Idiopatik
5
Teori lain mengungkapkan beberapa fakta yang pada umumnya sama, antara lain:
Idiopathic (60%)
Sindrom genetik/Kelainan Janin (19%)
- Sistem Gastrointestinal
- Sistem Saraf Pusat
- Sistem Jantung
- Sistem Genitourinary
- Sistem lain
. Kehamilan kembar (7,5%)
Diabetes (5%)
Macrosomia (4%)
Isoimmunisasi (1,7%)
Prevalensi yang dilaporkan mengenai polihydramnion berkisar antara 0,4% hingga
3,5%, tergantung pada luasnya definisi yang dipilih. Beberapa kondisi fetal dan maternal
merupakan penjajakan mengenai sebab-sebab yang diketahui. Ben-Cherit telah meneliti
120 kasus yang didiagnosa pada trimester ketiga. Pada penelitian ini, polyhydramnion
idiopathic menunjukkan 60% dari kasus, sedangkan 19% kasus berhubungan dengan
kelainan fetal, 7,5 % berhubungan dengan kehamilan rangkap, 5% berhubungan
diabetes melitus, 4% berhubungan fetus makrosomia dan 1,7% berhubungan dengan
sensitisasi Rh. Bila kelainan janin diklasifikasi, kelainan saluran gastrointestinal akan
mencapai 39% dari kasus (duodenal atresia, hernia diafragmatika, atresi esophagus,
dan omphalocele) diikuti dengan kelainan CNS (26%), gangguan Jantung (22%), dan
kelainan saluran genitourinary (13%). Penelitian ini melaporkan beberapa kelainan CNS
dibandingkan dengan beberapa penelitian terdahulu, yang menemukan beberapa lesi
yang sudah umum. Bagaimanapun, perbedaan yang berkaitan dengan kelebihan
deteksi terhadap kelainan CNS pada trimester kedua dan pengakhiran beberapa
kehamilan menghadapi gangguan akibat beberapa kelainan.
Patofisiologi
Terdapat 6 jalur regulasi dari cairan amnion yang mempengaruhi jumlah volume
cairan amnion. Jalur-jalur tersebut adalah :
6
1. Urine dari janin
2. Proses menelan pada janin
3. Proses pertukaran melalui korionik
a. pada tali pusat
b. melalui kulit janin
4. sekresi dari saluran pernafasan
5. Sekresi dari oral dan nasal
6. Jalur transmembraneal
Pada dasarnya terdapat 2 jalur penting yang mempengaruhi secara nyata
sebagai sumber dari volume cairan amniotik, yaitu urine dari janin dan cairan paru dan
ditambah juga dengan sedikit penambahan dari sekresi dari oral dan nasal. Terdapat
juga 2 jakur penting yang mempengaruhi secara nyata dari pengeluaran cairan amnion
yaitu proses menelan pada janin dan absorsi oleh plasenta
Meskipun terdapat jalur rangkap untuk masuk atau keluarnya cairan ke dalam
ruang amnion, hanya terdapat dua sumber penting dan dua rute penting sebagai
jalan cairan amnion selama masa kehamilan terakhir. Dua sumber penting dari
cairan amnion adalah urine janin dan cairan paru-paru dengan melibatkan kontribusi
kecil yang disebabkan pada sekresi melalui katup oral-nasal fetal. Dua rute penting
dari cairan amnion akan memindahkan fetal swallow dan penyerapannya ke dalam
perfusi permukaan fetal pada plasenta. Jalur potensial akhir untuk pertukaran antara
cairan amnion dengan darah maternal pada dinding uterus. Jalur terakhir
berhubungan dengan jalur "transmembran”, sedangkan rute untuk pertukaran
antara cairan amnion dengan darah fetal pada permukaan fetal plasenta
berhubungan dengan jaiur "intra-membran" rute selanjutnya telah disesuaikan yang
melibatkan semua pertukaran pasif antara cairan amnion dengan darah fetal yang
7
mungkln terjadi pada permukaan lain seperti kulit fetal dan umbilical cord. Dua
Pertukaran pasif selanjutnya tidak memperlihatkan hubungan bermakna selama
masa gestasi (masa kehamilan).
Maka, terdapat enam rute dimana air dan larutan mungkin akan masuk atau keluar dari
ruang amnion. Pada setiap rute, air dan larutan selalu bergerak atau pindah dengan arah
yang sama (misalnya arus gabungan) kecuali untuk jalur intra-membran dan jalur trans-
membran, air atau larutan mana yang dapat pindah dengan arah yang berlawanan
(misalnya arus osmotic air dan diffusi larutan). Satu rute terbesar yang mempengaruhi volume
cairan amnion adalah urin janin, rute lain yang cukup bermakna adalah penelanan oleh janin dan
reabsorpsi usus, diketahui dari adanya debris epidermal termasuk lanugo pada mekonium.
Dimana terdapat jalur intramembanous (amnion dengan plasenta janin maupun amnion dengan
tali pusat dan kulit janin), sekresi dari traktus respiratorius, sekresi oral-nasal, dan jalur
transmembranous (amnion dengan darah ibu) yang turut berperan dalam mengatur jumlah
volume cairan amnion. Tiga mekanisme potensial yang dianggap sebagai penyebab
kelebihan cairan amnion pada kasus dimana kelainan janin (fetal) berhubungan dengan
polyhydramnion.
Gangguan Penerimaan Fetal
Gangguan Gastrointestinal bagian atas, susunan leher (contoh goiter atau treatoma),
kelainan sistem skeletal yang berhubungan dengan thorax rawan/lembut, kelainan CNS,
lesi penempatan ruang thorax (diafragmatic hernia, efusi pleura, atau kelainan
adenomatoid cystic bawaan, dan gangguan saraf/neurologis (contoh, myotonic
dystrophia) yang dapat menyebabkan gangguan penerimaan fetal.
Transudasi Cairan pada beberapa lesi membran
Meskipun tidak semua anencephaly menyebabkan hidramnion, yaitu hanya 67% dari
kasus, tetapi disimpulkan bahwa faktor-faktor lain, seperti transudasi meningeal, atau
kekurangan vasopressin (ADH) dapat menyebabkan kelebihan cairan pada beberapa
kasus.
Kegagalan Jantung Congestive yang disebabkan oleh Penyakit Jantung Bawaan,
anemia berat, atau lesi massa
8
Selanjutnya apa yang dapat menyebabkan perusakan pembuluh, seperti kelainan
adenomatoid cystic bawaan pada paru-paru, atau disebabkan oleh gangguan output
yang tinggi, seperti sacrococcygeal teratoma.
Polyhydramnion akut - berbeda dengan bentuk kronisnya - yaitu sebagai kondisi
berat atau parah dimana volume cairan amnion mengalami peningkatan secara
cepat pada periode waktu singkat. Sebagian kasus terjadi sebelum 24 minggu.
Polyhydramnion akut adalah gejala yang umum yang dapat diamati dengan sindrom
kembar-kembar (TTTS), atau berhubungan dengan kelainan janin (fetal).
Bagaimanapun, kasus vang berkaitan dengan polyhydramnion telah dilaporkan pada
kehamilan singleton dengan fetus normal secara anatomi.
Volume cairan amnion dikendalikan dengan sejumlah cara. Pada awal kehamilan,
rongga amnion akan terisi oleh cairan yang komposisinya serupa dengan komposisi cairan
ekstrasel. Selama trimester pertama transfer air dan molekul kecil lainnya tidak berlangsung
hanya lewat selaput amnion tetapi juga melalui kulit fetus.
Pada trimester kedua, janin mulai memperlihatkan kegiatan urinasi, menelan dan
menghisap cairan amnion. Proses ini hampir selalu mempunyai peranan penting dalam
mengendalikan volume cairan amnior meskipun sumber utama cairan amnion pada kasus
hidramnion dianggap terdapat pada epitel amnion, namun perubahan riwayat dalam amnion atau
perubahan kimia pada cairan amnion tidak ditemukan.
Menelan pada janin diperkirakan menjadi salah satu mekanisme untuk mengendalikan
volume cairan amnion. Kebenaran teori ini dibuktikan dengan hidramnion terjadi saat refleks
menelan terganggu, misalnya pada kasus atresia esophagus. Namun demikian,refleks menelan
bukan satu-satunya mekanisme untuk mencegah terjadinya hidramnion
9
.
Pada anensefalus dan spina bifida, peningkatan transudasi cairan dari meningen yang
terbuka ke dalam rongga amnion adalah faktor penyebab hidramnion. Keadaan lain yang
mungkin menerangkan terjadinya hidramnion pada anensefalus adalah refleks menelan hilang
serta pengeluaran urin berlebihan yang dapat terjadi akibat stimulasi pada pusat serebrospinal
yang kehilangan penutup pelindungnya dan penekanan pada efek antidiuretik karena kekurangan
sekresi vasopresin arginin.
Pada janin dengan facial clefts (palatoschisis dll) ataupun dengan massa di leher, reflek
menelan akan lebih susah sampai hilang.
Tumor pada plasenta seperti chorioangioma juga dapat menyebabkan hidramnion.
Tumor tersebut berasal dari satu vili yang terdiri dari pembuluh-pembuluh darah dan jaringan
penyambung yang hyperplasia. Keadaan tersebut dapat meningkatkan transudasi cairan ke
kantung amnion.
Pada hidramnion yang berkaitan dengan kehamilan kembar monozigot, dikemukakan
hipotesis yang mengatakan bahwa salah satu janin yang menggunakan bagian terbesar dari
sirkulasi darah bagi kedua janin akan mengalami hipertrofi jantung yang selanjutnya akan
mengakibatkan peningkatan pengeluaran urin. Naeye dan Blane (1972) menemukan dalam
sindrom tersebut tubulus renal yang berdilatasi, kandung kemih yang membesar dan
peningkatan ekskresi urin dalam periode neonatus dini, yang semuanya menunjukkan bahwa
peningkatan produksi urin janin bertanggungjawab terhadap terjadinya hidramnion.
10
Hasil pengamatan Duonhoelter dan Prichard (1976) terhadap janin yang normal
mempunyai potensi untuk pertukaran cairan dengan volume yang relatif besar akibat inspirasi
cairan amnion. Paru-paru yang hiperplastik dapat mengganggu lintasan pengeluaran cairan
amnion ini.
Hidramnion yang sering dijumpai pada diabetes maternal selama trimester ketiga tetap
tidak jelas penyebabnya. Diyakini dengan peningkatan gula darah ibu, gula darah fetus juga
meningkat, kemudian terjadi diuresis yang berlebihan sehingga akhirnya menyebabkan
hidramnion.
Gejala Klinik
Gejala klinik pada hidramnion terjadi karena faktor mekanik sebagai akibat penekanan
uterus yang besar terhadap organ-organ sekitarnya. Keluhan sesak akan dirasakan karena
penekanan diafragma akibat uterus yang terlalu besar. Penekanan vena-vena yang besar
menyebabkan edema terutama di kedua tungkai dan abdomen. Kadangkala, oliguri berat dapat
terjadi akibat obstruksi ureter oleh uterus yang besar.
Pada hidramnion akut, distensi tersebut dapat menimbulkan gangguan yang cukup serius
sehingga mengancam keselamatan ibu. Tanpa adanya penanganan, rasa nyeri akan menjadi
begitu intensif dan gejala dispnoe menjadi begitu berat sehingga pada kasus-kasus ekstrim ibu
hanya bisa bernafas dalam keadaan tegak. Ibu dapat menjadi sangat gelisah akibat desakan
tekanan uterus yang sangat tegang pada organ-organ yang berdekatan.
11
Pada hidramnion kronis, penumpukan cairan berlangsung secara bertahap dan pasien
dapat mentoleransi distensi abdomen yang berlebihan dan hanya merasa sedikit tidak nyaman.
Gejala-gejala yang umum terjadi pada hidramnion meliputi pertumbuhan cepat pada
uterus dimana :inggi uterus lebih tinggi dari waktu amenoreanya, ketidaknyamanan dalam
abdomen, kontraksi uterus. Pada hidramnion palpasi anak sulit dan bunyi jantung sering tidak
terdengar.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap dan pemeriksaan fisik dapat juga
denganultrasound dengan mengukur kantong cairan amnion untuk menghitung volume total.
HIDRAMNION AKUT
A Anamnesis
1. Abdomen membesar melebihi usia kehamilan
2. Abdomen membesar dalam beberapa hari
3. Biasanya terjadi pada usia kehamilan dibawah 20 minggu
4. Nyeri perut karena perut tegang
5. Mual dan muntah
6. Pada proses akut dan perut besar sekali bisa menyebabkan syok
B. Pemeriksaan Fisik
1. Tinggi fundus uteri melebihi usia kehamilan
2. Edema tungkai, mungkin bersama dengan tanda-tanda preeklamsia
3. Bisa ditemui tanda-tanda syok karena proses akut
4. Palpasi bagian kecil janin sulit dan bunyi jantung sulit terdengar.
HIDRAMNION KRONIK
Anamnesis
1. Dyspnoe.terutama pada posisi berbaring
2 Palpitasi
3. Edema pada tungkai, vulva, perut dan hemoroid
Pemeriksaan Fisik
Mungkin terdapat tanda-tanda preeklamsia
1. Inspeksi
- Abdomen terlihat besar, sangat buncit, tidak sesuai umur kehamilan
- Kulit abdomen dapat terlihat tegang, mengkilat, dengan striae yang lebar
12
2. Palpasi
- Fundus lebih tinggi dari usia kehamilannya
- Fluid thrill dapat dirasakan di semua tempat
- Bagian-bagian janin, presentasi dan letak sukar dikenal karena banyaknya
cairan
- Kesalahan letak janin dapat terjadi karena janin dapat bergerak bebas.
3. Auskultasi
- Denyut jantung sukar didengar atau kalau dapat terdengar halus sekali.
4. Pemeriksaan dalam
- Serviks terdorong ke atas dan dilatasi
- Ketuban terasa tegang dan menonjol bila diraba melalui lubang pembukaan.
Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)2
Hidramnion, asites dan kista ovarium yang besar dapat dibedakan tanpa kesulitan dengan
USG Cairan amnion yang banyak dapat dilihat sebagai ruang non-echoik yang besar dan
abnormal. Kadang-kadang abnormalitas janin seperti anensefalus atau defek neural tube
lainnya, ataupun anomali traktus. gastrointestinal dapat terlihat.
Hidramnion dinilai dengan cara semikuantitatif untuk menghitung volume cairan amnion
berdasarkan indeks cairan amnion (ICA) > 24 cm. Pertama kali digambarkan oleh Phelan dkk,
metode ini membagi uterus menjadi 4 kuadran dengan umbilikus dan linea nigra sebagai titik
acuan dan memperhitungkan ICA dengan menjumlahkan kantung vertikal maksimum (MVP) dari
masing-masing kuadran.
Penilaian ICA:
a. Meningkat (>24 cm)
Peningkatan ICA adalah sebuah indikasi untuk tes antepartum, termasuk pengukuran ICA berse
aetidaknya aetiap minggu. Sebuah pemeriksaan ultrasound lengkap harua dilakukan untuk manca
adanya anomali pada janin dan plasenta seperti yang terjadi pada hidramnion.
b. Normal (10-24 cm)
c. Rendah normal (5,1-9,9 cm)
d. Menurun ( <5 cm)
13
2. Radiografi
Daerah radiolusen yang luas di sekeliling skeleton janin menunjukkan adanya
hidramnion meskipun massa jaringan lunak seperti tumor juga dapat memberikan gambaran
yang sama. Adanya kelainan kongenital anensefalus mudah terdeteksi dengan pemeriksaan
ini.
Amniografi dengan bahan kontras Hypaque dapat membantu mengenali cairan
amnion yang berlebihan, tumor jaringan lunak yang menonjol dari tubuh janin dan kegiatan
menelan pada janin. Namun sekarang pemeriksaan ini kurang populer.
3. Pemeriksaan darah
a. ABO dan Rh
Rhesus isoimunisasi dapat menyebabkan hydrops fetalis dan asites pada janin.
b. Gula darah post prandial dan tes toleransi glukosa bila diperlukan.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan hidramnion adalah untuk mengatasi ketidaknyamanan,
mengetahui penyebabnya dan untuk menghindari dan mengatasi komplikasinya.
Penatalaksanaan spesifik hidramnion dapat dilakukan berdasarkan keadaan kehamilan,
keadaan umum dan riwayat penyakit ibu, derajat penyakit, toleransi untuk pengobatan spesifik,
prosedur dan terapi. Pada hidramnion harus melakukan monitoring ketat jumlah cairan amnion.
Hidramnion ringan jarang membutuhkan terapi.Bahkan hidramnion sedang
terkadang tidak membutuhkan terapi walaupun ada ketidaknyamanan sampai saat persalinan
atau sampai ketuban pecah. Apabila rasa ketidaknyamanan benar-benar mengganggu, maka
dibutuhkan bed rest ataupun hospitalisasi.
Amniosintesis (memasukkan jarum melalui uterus dan masuk ke kantong cairan amnion)
dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan ibu dengan melakukan drainase cairan amnion.
Amniosintesis dapat dilakukan berulang, terutama dilakukan pada hidramnion akut. Cairan
amnion dapat dikeluarkan sebanyak 500 cc/jam, dapat mencapai 1500 - 2000 cc sekali
pengeluaran.2,4 Ibu dengan hidramnion dimana bayinya menderita cacat kongenital, dilakukan
terminasi kehamilan tanpa mempedulikan usia kehamilan.
14
Penatalaksanaan lain dari hidramnion adalah pemakaian indomethasin.
Indomethasin (1,5mg/kgBB/hari) mengurangi produksi cairan paru-paru dan meningkatkan
penyerapan, serta mengurangi produk urin fetus, serta meningkatkan aliran cairan yang melintasi
membran fetus. Tetapi terapi ini sangat potensi menyebabkan penutupan lebih awal dari duktus
arteriosus fetalis.
Komplikasi
Komplikasi ibu antara lain persalinan preterm, pregnancy-induced hypertension, ketuban
pecah dini kesulitan bernapas. Komplikasi intraparturn antara lain solutio plasenta, prolaps tali
pusat, inersia uteri, insufisiensi plasenta dan bertambahnya insiden sectio caesar. Perdarahan
post partum adalah komplikasi yang paling dikhawatirkan. Kematian janin dapat terjadi, dimana
penyebab utama kemartian janin adalah kelainan kongenital yang tidak memungkinan janin
untuk hidup serta prematuritas.
Prognosis
Prognosis tergantung dari berat ringannya hidramnion dan kelaianan yang ada,
menentukan tinggi rendahnya angka mortalitas perinatal, sehingga bayi dalam kehamilan
dengan derajat berat menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Dalam beberapa penelitian oleh
Hill dkk (1987), hampir sebanyak 80 % ibu dengan hidramnion ringan melahirkan bayi sehat dan
atern Sebaliknya, separuh ibu dengan hidramnion sedang hingga berat mempunyai janin dengan
kelainan. Meskipun hasil pemeriksaan penunjang tidak tampak kelainan, tidak menjamin
prognosis yang balk pada janin, karena insidens terjadinya malformasi janin sekitar 15 - 20 %
(Landy dkk 1987). Penyebab prognosis kurang baik ialah cacat bawaan, prematuritas,
prolapsus funikuli, eritroblastosis, preeklamsi, diabetes mellitus. Prognosis yang buruk pada ibu
terjadi dikarenakan terjadinya komplikasi inersia uteri, perdarahan postpartum, solutio plasenta.
15
BAB III
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS :
Pasien Suami
Nama : Ny. N. Tn. D.
Umur : 27 thn 30 thn
Agama : Islam Islam
Pendidikan : tamat SD Tamat SMP
Pekerjaan : IRT Buruh
Suku/Bangsa : Jawa Jawa
Alamat : Jl. Bango III Rt 7/3 Pdk Labu
Jakarta selatan
Masuk RSF : 18 desember 2007
No. R. M : 818475
B. ANAMNESIS
Autoanamnesis 18 Desember 2007 pukul 21.00
Keluhan Utama
Pasien datang dengan rujukan dari dr.SPOG karena suspek tumor abdomen
janin .
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan rujukan oleh dr.SPOG dgn suspek tumor abdomen
janin ,Pasien mengaku hamil lewat waktu. HPHT lupa karena pasien jarang haid sejak
menggunakan suntik KB tiap 3 bulan, ketika datang pasien tidak ada keluhan mules,
lendir dan darah (-), keluar air-air (-),gerak janin (+). Pasien tidak pernah memeriksakan
kehamilannya, pasien baru di USG 1 hari SMRS. Selama kehamilan terkadang pasien
merasa sesak dan tidak nyaman saat berbaring terutama akhir-akhir ini,
Riwayat Menstruasi
Menarche : 13 tahun, teratur, 7 hari, 1-2x ganti pembalut / hari, Dismenorrhe (-)
HPHT : lupa
TP : -
16
Riwayat Perkawinan
St Pernikahan : menikah 1 x
Usia menikah : 22 tahun
Usia Suami : 25 tahun
Riwayat Kehamilan
1. Tahun 2002, dokter ,9 bulan ,spontan, 3100 gr, baik
2 Ini
Hamil Muda : mual (+), muntah (+), perdarahan (-)
Hamil Tua : perdarahan (-), sakit kepala (-), tekanan darah tinggi (-), kejang
(-), sesak (+)
Riwayat KB
Suntik,selama 4 tahun
Riwayat Penyakit Dahulu: -
Riwayat Penyakit Keluarga
DM (-), hipertensi (-), peny.jantung (-), asma (-)
Riwayat Kebiasaan Pribadi
Jamu (-), merokok (-), alkohol (-), narkotika (-).
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KU / Kes : Baik / compos mentis
TV : TD : 120/80 mmHg RR : 20x/mnt
N : 76 x/menit S : 36,5°C
Mata : CA -/-, SI -/-
Jantung : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, rh (-), wh (-)
Abd : Membuncit ,tegang à lihat st. obstetrik
Ekstr : Akral hangat, edema tungkai -/-
17
Status Obstetrikus
Abdomen
Inspeksi : Perut membuncit, tegang, memanjang
Palpasi :
Leopold I : TFU :36 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, tidak
melenting
Leopold II : kiri : Teraba bagian - bagian janin
Kanan : Teraba 1 bagian keras seperti papan
Leopold III : Teraba bagian keras dan melenting
Leopold IV : 5/5
Kontraksi (-), gerak janin (+)
Auskultasi : djj 148dpm, teratur, punctum maksimum sulit ditentukan
Kesan : TFU 36 cm ,Presentasi kepala, PUKA,BJJ 148 dpm, TBJ 3700
Anogenital
I : V/U tenang, edema (-), varises (-)
Io : Portio tertutup, fluxus (-), fluor (-), tak tampak air ketuban mengalir
VT : Portio tebal, posterior, pembukaan (-) ketuban (-), kepala di H I.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG VK
DBP 91 AC 440 HC 320 FL 70 ICA 22 TBJ sulit dinilai
Tampak janin presentasi kepala tunggal hidup dengan kelainan kongenital mayor,
berupa gastroschizis, dilatasi usus, asites fetalis, paru- paru tampak normal, profil wajah
dalam batas normal.lain-lain dalam batas normal
Plasenta di korpus belakang
Kesan : JPKTH, janin dgn KKM, Gastroschizis,dilatasi usus,asites fetalis,hidramnion
Pemeriksaan Laboratorium
DPL : 8,9/29/97000/295.000
GDS : 98 mg/dl BT / CT: 2’30” / 4’00” Na :135
Gol. Darah : AB/+ K :3,2
SGOT/SGPT : 23/11 Cl :93
Ureum/creatinin: 13/0,76
18
Urine:
Warna : kuning Darah : +1
Kejernihan : jernih Protein : -
BJ : 1,015 Glukosa : (-)
Sedimen : sel epitel (+) Keton : (-)
Leukosit : 4-6 /LPB Bilirubin : (-)
Eritrosit : 5-7/LPB Urobilinogen : 0,1
PH : 7 Urobilin : (+)
CTG
Frekuensi 150 dpm
Variabilitas 5-10 dpm
Akselerasi (+)
Deselerasi (-)
His (-)
Gerak janin (+).
Kesan : janin reaktif
E. RESUME
Ny. 27 thn,datang dgn rujukan dari dokter SPOG karena suspek tumor abdomen
janin. Pasien mengaku hamil lewat waktu. HPHT lupa karena pasien jarang haid sejak
menggunakan suntik KB tiap 3 bulan, ketika datang pasien tidak ada keluhan mules,
lendir dan darah (-), keluar air-air (-) , gerak janin (+),Pasien tidak pernah memeriksakan
kehamilannya dan USG 1 kali SMRS. Terkadang pasien merasa Sesak dan tidak
nyaman saat berbaring terutama akhir – akhir ini. .
Pemeriksaan Fisik :
Tanda Vital
KU / Kes : Baik / compos mentis
TV : TD : 120/80 mmHg RR : 20x/mnt
N : 76 x/menit S : 36,5°C
19
Status Generalis
Dalam batas normal
Status obstretikus
Inspeksi : Perut membuncit, tegang,memanjang
Palpasi :
Leopold I : TFU :36 cm, teraba1bagian besar, bulat, lunak, tidak
melenting
Leopold II : kiri : Teraba bagian bagian janin
Kanan : Teraba 1 bagian keras seperti papan,
Leopold III : Teraba bagian keras dan melenting
Leopold IV : 5/5
Kontraksi (-), gerak janin (+)
Auskultasi : djj 148dpm, teratur, punctum maksimum sulit ditentukan
Kesan : TFU 36cm,JPKTH,PUKA,BJJ 148 dpm, TBJ 3700
Anogenital
I : V/U tenang, edema (-), varises (-)
Io : Portio tertutup, fluxus (-), fluor (-), tak tampak air ketuban mengalir
VT : Portio tebal, posterior, pembukaan (-) ketuban (-), kepala di H I
Pemeriksaan Penunjang
USG
Kesan : Hamil aterm, JPKTH,KKM,Gastroschizis,dilatasiusus,asites
fetalis,hidramnion
Pemeriksaan Laboratorium
DPL : 8,9/29/97000/295.000
GDS : 98 mg/dl BT / CT: 2’30” / 4’00”
Na :135
Gol. Darah : AB/+ K :3,2
SGOT/SGPT : 23/11 Cl :93
Ureum/creatinin: 13/0,76
URIN : Dalam batas nornmal
CTG
Kesan :janin reaktif
20
F. DIAGNOSIS
Ibu : G2P1A0 hamil 40 minggu, Belum inpartu
Janin : JPKTH, KKM, Gastroschizis, Dilatasi usus,asites fetalis, hidramnion
G. Prognosis
Ibu : dubia
Anak : malam
H. Penatalaksanaan
Rdx/ :Cek DPL,UL,GDS,BT/CT
- Observasi TNP/1jam, S/4jam
- Observasi his, DJJ,CTG
- Rencana USG konfrimasi
- Konsul bagian perinatologi
- Transfusi sampai dgn HB 10mg (10-8,9)x65x4 =286cc=300cc
- Observasi tanda-tanda Inpartu
- Observasi tanda-tanda perburukan
- Menjelaskan masalah dan rencana diatas pada pasien dan keluarga
Rth/
-Sulfas ferrosus2x1
- Konsul dengan konsulen jaga : dikarenakan bedah anak dan perinatologi tidak
tidak ada back up sedangkan melahirkan bayi menimbulkan resiko yang besar
maka direncanakan SC elektif dengan back up bedah anak dan perinatologi,jika
jika ada gawat janin lakukan SC cito .
USG Fetomaternal (19/12/2007)
Janin presentasi kepala tunggal hidup. Plasenta di fundus Gr I.
ICA 33,7 cm
Tampak asites pada janin dengan usus yang melebar.
Tampak hidrothorax pada janin
Tidak tampak gastroschisis
DBP 9,3 cm, Fl 6,8 cm , AC 44,6 cm, TBJ 3000 gr
Penilaian : hamil aterm, hidramnion
Janin dengan kelainan kongenital mayor asites, megaintestin
hidrothorax
21
LAB post transfusi :
10/31/7900/244000
Hasil diskusi dgn konsulen FM:
janin dgn KKM asites,megaintestine,polihydramnion Kemungkinan terjadi karena
obstruksi saluran cerna distal,Janin tidak gastroschizis maka prognosa bayi adalah
Bonam jika dilakukan pembedahan setelah dilahirkan karena tdk ada ketergesaan utk
dilahirkan maka direncanakan SC elektif dengan persiapan perinatologi dan bedah anak
tanggal 26/12/2007
Bagian Perinatologi menyarankan pasien dirujuk ke RSCM karena keterbatasan
sumber daya yang ada untuk perawatan bayi setelah dilahirkan dan dioperasi.
Bagian Bedah Anak bsersedia melakukan tindakan operatif pada bayi setelah dilahirkan
dgn back up NICU
FOLLOW UP
Tgl S O A P
20 Mules (-),gerak janin
(+), keluar air-air (-)
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 36,20 C
RR : 20 x/mnt
St.Gen : dbn
St.Obst : His (-), gerak janin(+),
perdarahan (-)djj 148
- G2P1A0 H40mg,
blm inpartu
-
KKM,Gastroschizis,dilata
si usus,asites fetalis,
Hidramnion
- Observasi his,
djj,
tanda-tanda
inpartu,
tanda-tanda
perburukan
SF 2x1
21 Mules (-),gerak janin
(+), keluar air-air (-)
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 360 C
RR : 20 x/mnt
St.Gen : dbn
St.Obst : His (-), gerak janin(+),
Perdarahan (-),djj148
- G2P1A0 H40mg,
blm inpartu
-
KKM,Gastroschizis,dilata
si usus,asites fetalis,
Hidramnion
- Observasi his,
djj,
tanda-tanda
inpartu,
tanda-tanda
perburukan
- Sf 2x1
22 Perut tegang, Mules
(-),gerak janin (+),
keluar air-air (+)
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 36,50 C
RR : 20 x/mnt
St.Gen : Abd : tegang, NT (+)
St.Obst : His (-), gerak janin(+),
- G2P1A0 H40mg,
blm inpartu
-
KKM,Gastroschizis,dilata
si usus,asites fetalis,
Hidramnion
- Observasi his,
djj,
tanda-tanda
inpartu,
tanda-tanda
perburukan
- Sf 2x1
22
DJJ 148 dpm,teratur
Vt : portio kenyal, arah
Belakang, tebal 3 cm,
pembukaan (-),ket (+)kep
di H I
- Rencana CTG
ulang
23 gerak janin (+), keluar
air-air (+),
Punggung terasa
Pegal
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
Suhu : 360 C
RR : 20 x/mnt
St.Gen : dbn
St.Obst : His (-), gerak janin(+)
DJJ 148dpm
Tidak teratur
CTG
Kesan : janin reaktif
- G2P1A0 H40mg,
blm inpartu
-
KKM,Gastroschizis,dilata
si usus,asites fetalis,
Hidramnion
- Observasi his,
djj,
tanda-tanda
inpartu,
tanda-tanda
perburukan
- Sf 2x1
24 Mules (-),gerak janin
(+), keluar air-air (-),
Dada terasa seperti
tertarik, sesak (+)
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
Suhu : 36,50 C
RR : 24 x/mnt
St.Gen : dbn
St.Obst : His (-), gerak janin(+)
Perdarahan (-)djj 140
- G2P1A0 H40mg,
blm inpartu
-
KKM,Gastroschizis,dilata
si usus,asites fetalis,
Hidramnion
- Observasi his,
djj,
tanda-tanda
inpartu,
tanda-tanda
perburukan
- Sf 2x1
25 Mules kadang2,
gerak janin (+),
keluar air-air (+),
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 360 C
RR : 20 x/mnt
St.Gen : dbn
St.Obst : His (+), gerak janin(+)
DJJ 140 dpm, teratur.
VT : Portio lunak, arah
belakang, tebal 2 cm,
pembukaan 2 cm,
ket (+),kepala H I-II
- G2P1A0 H40mg,
blm inpartu
-
KKM,Gastroschizis,dilata
si usus,asites fetalis,
Hidramnion
- Observasi his,
djj,
tanda-tanda
inpartu,
tanda-tanda
perburukan
- Sf 2x1
- Persiapan SC
elektif
(lab.lengkap,
konsul
PD,Cardio,
Anestesi)
26/12/07 Jam 03.30 WIB
23
Dikirim dari ruangan dengan keluhan :
S : mulas (+), gerak janin (+)
O : ku/kes = baik/cm
Status Generalis dbn
Status Obstetricus
His 1x/10’/25’
DJJ : 140 dpm
I Anogenital
I: v/u tenang
VT : portio kenyal, aksial, tebal 2cm, pembukaan 2cm, ketuban (+), kep HII
A : Ibu : G2P1A0 belum Inpartu
Janin : JPKTH, KKM, Gastroschizis, dilatasi usus, asites fetalis, hidramnion.
P : Pro SC
26/12/2007 jam 10.00
S : Mulas
O : ku/kes : baik / compos mentis
T;N;S;P: 120/80 mmHg;84 x/mnt; afebris; 22 x/mnt
St generalis : dbn
St Obstetrikus : His (+), 3-4x/10’/30”,kontraksi sedang,relaksasi baik, djj 140
dpm, teratur,
Anogenital
I : V/U tenang, edema (-), varises (-)
Io : Portio licin, fluxus (+), fluor (-), tampak air ketuban mengalir
VT : Pembukaan 5cm, ketuban (+),H II
A : Ibu : G2P1A0 hamil 40 minggu, PK I aktif
Janin : JPKTH, KKM, Gastroschizis,dilatasi usus,asites fetalis,hidramnion
P : - Keluarga pasien menolak SC rencanakan partus pervaginam
- Nilai kemajuan persalinan selama 4jam
- Observasi TNP/1jam, S/4jam
- Observasi his, DJJ
24
Diskusi dengan Dr.Taufik.SPOG Pasien dengan lingkar kepala besar dan suspek
obstruksi usus distal: Informed consent ulang untuk SC
Pk 16.00
Keluarga pasien setuju dilakukan SC
Berlangsung SCTPP
Laporan operasi
Operator : dr.Dyah
Diagnosis pre-op : G2P1A0 H40 minggu, JPKTH,KKM,Gastroschizis,dilatasi
usus,asites fetalis,hidramnion
Diagnosis post-op : P2, BSC 1x,NCB-SMK dengan kelainan kongenital Gastroschizis
Pasien Telentang di meja OP dengan anastesi spinal
Dilakukan A dan Antisepsis daerah Operasi dan sekitarnya
Insisi pfannestiel
Setelah peritonium dibuka tampak uterus gravidus
SBU disayat tajam ditembus tumpul,dilebarkan secara tajam berbentuk huruf U
Dengan bantuan vakum dilahirkan bayi perempuan BB 3500 gr, PB 52 cm, A/S
8/9,Janin dengan kelaianan gastroschizis dengan diameter 5cm,usus yang
berada diekstrakorporal ukuran 8x7x7 tanpa selaput, air ketuban jernih dan
banyak
Dengan tarikan ringan lahir plasenta spontan dan lengkap
Kedua ujung SBU dijahit hemostasis, SBU di jahit satu lapis dengan vicril no 1
Kedua tuba dan ovarium dalam batas normal
Diyakini tidak ada perdarahan ,dinding abdomen dijahit lapis demi lapis, fascia
dengan vicryl, kulit subkutikular dengan chromic cat gut 3-0
Perdarahan selama operasi ± 350 cc, urin 100cc
25
Instruksi post op
1. Observasi kontraksi, perdarahan setiap 30 menit dlm 2 jam pertama
2. Observasi TNSP setiap 30 menit dalam 2 jam pertama
3. Cek DPL post op
4. Imobilisasi setelah 24 jam
5. Oksitosin drip 20 iu/500 RL per 8 jam hingga 24 jam post op
6. Cairan 2000cc/24jam
7. Kalori :2000kal
6. Ampicillin 4 x 1 gr
8. Profenid supp 3x1
9. Motivasi ASI dan KB
Observasi Post SC
Pukul TD N RR S Kontraksi Perdarahan
18.00 120/80 88 24 37 + -
20 .00 120/80 84 22 36,8 + -
21. 00 120/70 80 22 36,5 + -
22..00 120/70 80 20 36,5 + -
26
Follow Up
27 desember 2007 28 desenber 2007 29 desember 2007
S Nyeri luka operasi, ASI (+),urin 500cc Nyeri luka operasi Nyeri luka operasi
O KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 36,50 C
RR : 22 x/mnt
St.Gen : extr edema -/-
St.Obst : TFU 2 jari bawah pusat
kontraksi (+), lokia (+),
perdarahan (-).
Lab : DPL 9,7/30/18,3/254
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 36,20 C
RR : 22 x/mnt
St.Gen : extr edema -/-
St.Obst : TFU 2 jari bawah pusat
kontraksi (+), lokia (+),
perdarahan (-).
KU : sakit sedang
Kes : composmentis
TD : 110/60 mmHg
Nadi : 78 x/mnt
Suhu : 360 C
RR : 22 x/mnt
St.Gen : extr edema -/-
St.Obst : TFU 2 jari bawah pusat
kontraksi (+), lokia (+),
perdarahan (-).
Luka operasi kering
A - NH1 P2 Post SC a.i KKM hr 1
JPKTH,kkm,gastroschizis
- NH2 P2 Post SC a.i KKM hr 2
JPKTH,kkm,gastroschizis
- NH3 P2 Post SC a.i KKM hr 3
JPKTH,kkm,gastroschizis
P
- Observasi TNSP, perdarahan
- off infus dan catheter
- Ampicillin 3x1 gr
- Pronalges supp 3x1
- Sf 2x1
- Rawat Luka
- Ganti verban
- Amoxicillin 3x500 mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Rawat Luka
- Ganti verban
- Amoxicillin 3x500 mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Rawat Luka
- Ganti verban
- Besok boleh pulang
27
BAB IV
Analisa Kasus
Pada kasus ini diagnosis hidramnion ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Dari anamnesa diketahui pasien datang dirujuk Sp.OG dengan suspek tumor
abdomen janin serta terdapat keluhan rasa tidak nyaman pada perut dan sesak yang
timbul bila berbaring, keluhan sesak yang dirasakan hanya kadang-kadang saja akibat
desakan uterus terhadap organ sekitarnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal .Status
obstretikus didapatkan perut membuncit, tegang, TFU 36 cm,JPKTH,PUKA,BJJ 148
dpm, TBJ 3700, bagian-bagian janin masih dapat dinilai dengan palpasi, gerak janin
dirasakan lemah pada palpasi dan punctum maksimum sulit ditemukan. Hal ini sesuai
dengan pemeriksaan fisik hidramnion pada tinjauan pustaka.
Pemeriksaan penunjang yang paling berguna adalah USG didapatkan ICA 33 cm
yang memberi kesan hidramnion. Ini sesuai dengan definisi tinjauan pustaka bahwa
diagnosis pasti hidramnion jika didapat ICA > 24 cm. Pada USG tampak kelainan
kongenital mayor gastroschizis, dilatasi usus, asites fetalis.hal ini menyatakan janin
memiliki kelainan bawaan yang merupakan salah satu penyebab hidramnion, dengan
demikian dapat dinyatakan penyebab hidramnion pada kasus ini adalah kelainan
bawaan gastroschizis. Pada gastroschizis terjadi gangguan pada baik rute
transmembran ataupun rute intramembran, dikarenakan terjadinya gangguan dalam
proses menelan, gangguan reabsorbsi usus, sekresi oral nasal dan proses pengeluaran
urin . Hal ini menyebabkan keseimbangan volume cairan amnion jadi terganggu,
sehingga terjadi penumpukan cairan amnion.
Penatalaksanaan hidramnion pada pasien ini dengan dilakukan seksio sesaria
elektif. Karena pada pasien ini dengan kehamilan 40 minggu dan belum didapatkan
tanda-tanda inpartu. Setelah operasi seksio sesaria, lahir bayi perempuan dengan berat
3500 gr, Apgar score 8/9, dirawat diinkubator di ruang perinatologi karena NICU penuh.
Penanganan hidramnion pada pasien ini tidak dapat dikatakan baik ataupun tidak,
karena boleh dikatakan hidramnion pada pasien ini tidak diketahui, karena pasien tidak
pernah di USG maupun memeriksakan kehamilannya. Bahkan keluhan sesak pada
pasien tidak membuat pasien datang ke bidan atau dokter.
28
BAB V
Kesimpulan Dan Saran
Hidaramnion adalah suatu kelainan akumulasi cairan amnion yang berlebihan.
Penyebab hidramnion dibagi berdasarkan kondisi ibu, janin, dan idiopatik. Adapun
secara klinis terdapat hidramnion akut dan kronis. Diagnosis hidramnion ditegakkan
berdasarkan anamnesis yang menunjukkan gejala yang tampak akibat penekanan
uterus yang besar terhadap organ-organ sekitarnya, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang terutama USG.
Hidramnion dapat menyebabkan beberapa komplikasi, baik komplikasi pada ibu,
janin, maupun intrapartum. Komplikasi tersebut dapat meningkatkan resiko kematian ibu
dan janin. Antisipasi dan penanganan yang tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi-
komplikasi tersebut.
Etiologi hidramnion pada pasien ini adalah kelainan bawaan pada janinnya yaitu
gastroschizis. Diagnosis ini didapatkan dengan pemeriksaan USG yang sudah
dilakukan.
Antenatal care yang teratur termasuk pemeriksaan USG dan menjalani evaluasi
rutin menjelang akhir trimester kedua dan permulaan trimester ketiga supaya dapat
terdeteksi adanya hidramnion secara dini. USG sangat berguna untuk menyingkirkan
keraguan diagnosis.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. William M Gilbert, MD, Amniotic Fluid. Dalam: Clinical Obstetrics and
Gynecology, edisi June 1997, volume 40,California,Lippincort-Raven.265-
310
2. Martaasoebrata D, Sumapraja S.Penyakit serta kelainan plasenta dan
selaput janin. Dalam:Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
penyunting. Ilmu kebidanan, edisi ke 3. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka
sarwono P. 358-9.
3. Moise KJ. MD. Polyhydramnios. Clinical Obstetrics and Gynecology Vol 40
NO.2 June: 1997. Page 267 - 283
4. Cunningham 6. MD, etal. Williams Obstetrics. 21 St Edition. McSRAW-
HILL Medical Publishing Division USA: 2001. Page 817 - 821.
5. http://www.emedicine.com/ped/topic1854.htm
6. http://www.yahoo.com/medicastore/topic1042.htm
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
30
Top Related