23 Universitas Kristen Petra
3. PERANCANGAN BANGUNAN
3.1. Pendekatan Perancangan
Pendekatan perancangan yang digunakan dalam proyek graha seni rupa
post modern ini adalah pendekatan filosofi sejarah munculnya seni rupa post
modern. Ditinjau dari sejarahnya , post modern timbul sebagai sebuah teori
pemikiran yang merupakan perlawanan atau sikap kritis terhadap modernisme
yang dianggap terlalu memuja ilmu pengetahuan dan sains, universalisme, serta
mengabaikan lokalitas dan kemajemukan. Modernisme dianggap telah
menjauhkan seni dengan konteks realitas masyarakatnya dan mengkotak –
kotakkan bidang seni rupa menjadi seni lukis, seni patung, grafis dan sebagainya.
Seni rupa post modern dalam perkembangannya cenderung
menggambarkan realita kehidupan, juga sebagai bentuk konfrontasi terhadap
problematik yang sedang terjadi, baik sosial politik, budaya, falsafah, dan
lingkungan sekitar. Media yang ditampilkan juga tidak hanya berupa lukisan dan
patung, tetapi berkembang pula menjadi tanpa batasan antar masing – masing
bidang seni rupa seperti instalasi, video art, dan sebagainya. Pendekatan filosofi
sejarah ini diaplikasikan ke dalam konsep perancangan dan desain bangunan.
3.2. Pendalaman Perancangan
Desain graha seni rupa post modern ini menggunakan pendalaman
pencahayaan alami (daylighting) dan buatan (artifisial lighting). Pilihan
pendalaman dipertimbangkan berdasarkan faktor kebutuhan pengendalian yang
paling penting yang dibutuhkan dalam suatu galeri seni yaitu pencahayaan. Karya
– karya seni rupa yang ditampilkan, baik berupa obyek 2D (lukisan, foto) maupun
3D ( patung, instalasi, kerajinan ) membutuhkan pencahayaan yang baik secara
visual untuk meningkatkan efek kualitas dari obyek yang ditampilkan.
Pengendalian pencahayaan yang baik tidak hanya dibutuhkan bagi
obyek yang dipamerkan, tetapi juga bagi pengunjung. Bagaimana mengendalikan
pencahayaan dengan tingkat intensitas cahaya yang dapat memberikan
24
Universitas Kristen Petra
kenyamanan bagi pengunjung saat menikmati karya seni yang ditampilkan, dari
pencahayaan alami maupun buatan. Pencahayaan dapat juga dimanfaatkan untuk
memberikan ekspresi pada baik pada interior maupun eksterior bangunan.
Dalam perancangan bangunan, sistem pencahayaan alami yang
dimaksud diaplikasikan melalui perhitungan alat pembayangan dengan
menggunakan solar chart untuk memperoleh besaran overstek maupun shading
yang diperlukan juga perhitungan terang langit (daylight) untuk memperoleh luas
pembukaan jendela pada bangunan yang dapat memberikan terang langit yang
maksimal untuk kebutuhan penerangan ruang dalam pada siang hari. Sedangkan
sistem pencahayaan buatan diaplikasikan dengan menghitung jumlah titik lampu
yang dibutuhkan dalam ruangan serta jenis lampu yang yang digunakan untuk
masing – masing ruangan, termasuk untuk ruang luar. Aplikasi pendalaman
perancangan akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab 3.14.
3.3. Organisasi Ruang
Berdasarkan tujuan perencanaan proyek bangunan ini dimana sasaran
yang ingin dicapai meliputi seniman, masyarakat, bidang kesenian, bidang
pariwisata, dan bidang pendidikan, maka fasilitas – fasilitas yang direncanakan
dalam bangunan dikelompokkan sebagai berikut.
• Fasilitas Utama meliputi :
Galeri / ruang pameran, sebagai pusat dari aktivitas utama dalam bangunan,
dan sebagai wadah untuk memamerkan hasil karya seniman.
• Fasilitas Penunjang meliputi :
− Cafe, sebagai penunjang kebutuhan rekreatif pengunjung galeri.
− Sanggar seni, sebagai kebutuhan non akademik bagi masyarakat yang
ingin lebih mendalami bidang kesenian.
− Perpustakaan, sebagai penunjang kebutuhan pengunjung yang ingin
menambah wawasan di bidang kesenian khususnya, juga sebagai
pelengkap bagi aktivitas murid – murid sanggar seni.
− Auditorium, sebagai penunjang fasilitas galeri, sebagai tempat
diadakannya seminar yang biasanya termasuk dalam satu rangkaian acara
dengan event pameran.
25
Universitas Kristen Petra
− Kantor pengelola, sebagai wadah yang mengurus administrasi dan
operasional kerja dari galeri.
• Fasilitas Service meliputi fasilitas mekanikal dan elektrikal, termasuk juga
fasilitas pengiriman–penerimaan karya seni yang akan dipamerkan.
Skema 3.1. Hubungan Antar Ruang
3.4. Konsep Perancangan
Konsep perancangan bangunan didasarkan pada kronologi sejarah
perkembangan seni rupa di Indonesia sebagai berikut.
Skema 3.2. Kronologi Perkembangan Seni Rupa di Indonesia
Sumber : Sejarah Seni Rupa Indonesia dan Perkembangannya,1987
Seni rupa prasejarah
Tingkat perkemba ngan seni yang masih rendah, pengekspresian bentuk dan rupa diambil dari bentuk alam
Seni rupa tradisional
Perkemba- ngan seni praktis, munculnya seni rakyat dan sudah diinspirasi kan budaya lokal
Seni rupa klasik
Dipenga- ruhi oleh kebudaya an Hindu , Budha dan Islam
Seni rupa modern
Mengkotak –kotakkan bidangseni rupa atas seni lukis, patung. Menolak tradisional, lokalitas dan ke- majemukan
seni rupa postmodern
Menghi- langkan fragmentasi yang di- lakukan modern, me ngangkat tradisional, bersifat ekletis
lukisan pada gua-gua
seni kerajinan, kriya
candi arca kaligrafi
seni lukis, patung,foto, grafis
seni instalasi, video art
main entrance
L O B B Y
G A L E R I S E N I
FASILITAS SERVICE AUDITORIUM
SANGGAR SENI
PERPUSTAKAAN
C A F E
KANTOR PENGELOLA
LOADING
26
Universitas Kristen Petra
Kurun waktu yang diambil sebagai konsep perancangan yaitu perjalanan
dari seni rupa modern menuju seni rupa post modern, karena kemunculan seni
rupa post modern dapat dikatakan sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap seni
rupa modern.
Skema 3.3. Kronologi Timbulnya Seni Rupa Postmodern
Dalam upaya menunjukkan kronologis perjalanan menuju munculnya
post modern, maka perancangan Graha Seni Rupa Post Modern ini lebih di
titikberatkan pada pemilihan bentukan massa dan penataannya sehingga dapat
menunjukkan kronologis dari modern ke postmodern, serta melalui pengaturan
sirkulasi pengunjung dalam bangunan untuk dapat mengalami kronologis
perjalanan yang ingin diciptakan dalam perancangan bangunan. Aplikasi konsep
perancangan ke dalam desain bangunan akan dijelaskan dalam sub bab- sub bab
berikutnya.
3.5. Bentuk dan Gubahan Massa
Sesuai dengan konsep perancangan yang ingin menunjukkan kronologis
perjalanan dari modern ke post modern , maka perancangan bangunan
menggunakan komposisi bentuk bidang lengkung dan bidang lurus yang kontras.
Bidang lurus digunakan untuk merepresentasikan modern, sedangkan post
modern direpresentasikan dengan bidang lengkung .
seni rupa modern
Melakukan pengkotak- kotakkan bidang seni rupa, menolak tradisional
seni rupa postmodern
Menghapus pengkotak an yang di lakukan seni rupa modern, melihat kembali ke masa lalu untuk mendapatkan bentuk yang baru.
k r i s i s
Kegagalan modernisme, timbul ironi menolak anggapan seni rupa modern yang bersifat uni- versal
27
Universitas Kristen Petra
Gambar 3. 1. Konsep Gubahan Massa
Perjalanan menuju post modern direpresentasikan melalui peralihan garis
lurus ke garis lengkung hingga akhirnya membentuk lingkaran sebagai puncak
perjalanan ( yaitu : bangunan galeri ). Selain sebagai bentuk pengaplikasian
konsep, dari segi pencahayaan, bidang lengkung memiliki nilai refleksi cahaya
yang lebih besar daripada bidang lurus. Hal ini sangat dibutuhkan oleh bangunan
galeri dimana karya seni yang ada di dalamnya mudah rusak terkena radiasi
ultraviolet. Penjelasan lebih lanjut mengenai aplikasi sistem pencahayaan dalam
bangunan akan dibahas dalam sub bab 3.14.
3.6. Penataan Bentuk Massa Bangunan
Pola penataan bentukan massa bangunan disusun secara linier untuk
mengkondisikan kronologis perjalanan menuju post modern dengan puncaknya
berupa bangunan galeri. Bangunan galeri diletakkan pada center dari penataan
massa dan dibuat paling tinggi daripada massa – massa yang lain untuk
menegaskan bangunan galeri sebagai puncak dari perjalanan dan juga sebagai
bangunan utama dari penataan massa keseluruhan.
Dalam aplikasi perancangan bangunan, kronologis dimulai dari start
awal yang mewakili modern, yaitu melalui pemberian portal pada pedestrian
masuk menuju main entrance. Hal ini dimaksudkan untuk menegaskan tekanan
yang diberikan seni rupa modern , yaitu melakukan pengkotak – kotakan bidang
seni rupa dengan memberikan pengunjung celah untuk melihat ke arah kiri dan
28
Universitas Kristen Petra
kanan ( yaitu bangunan cafe dan kantor pengelola ) yang di gambarkan dengan
penarikan garis lurus untuk mewakili modern. Massa cafe dan kantor pengelola
dibedakan 1 lantai dan 2 lantai untuk menggambarkan bidang seni rupa yang
dipisahkan, seni lukis-berupa massa 2 lantai dan seni patung berupa massa 1 lantai
( masif ).
Gambar 3.2. Konsep Entrance
Antara modern dan post modern terjadi krisis yaitu saat pengunjung
memasuki lobby. Bentuk massa lobby berupa silinder yang menunjukkan mulai
terjadi penarikan garis lengkung untuk membedakan dari massa yang modern. Di
lobby, untuk menunjukkan krisis / pertentangan dibuat 3 jalur sirkulasi : menuju
ke cafe dan fasilitas penunjang lainnya (perpustakaan,sanggar seni dan
auditorium), menuju ke galeri dan menuju ke kantor pengelola.
Untuk menuju post modern (dalam hal ini diwakili oleh bangunan galeri),
ada perjalanan untuk dapat melihat kembali ke masa lalu, sesuai dengan kronologi
perjalanan timbulnya seni rupa post modern. Pengunjung yang memasuki galeri
walaupun jalurnya terpisah dengan yang menuju cafe dan fasilitas penunjang
lainnya sebagai representasi dari perjalanan melihat ke masa lalu, tetap dapat
diarahkan untuk mengalami kondisi tersebut, yaitu :saat menaiki ramp menuju
lantai 2 galeri, sebagai titik awal perjalanan melihat karya seni dalam galeri,
pengunjung diarahkan melihat view keluar melalui dinding kaca.
29
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.3. Konsep Penataan Massa
Gambar 3.4. Konsep Pencapaian ke Galeri
30
Universitas Kristen Petra
3.7. Sirkulasi Dalam Bangunan
3.7.1. Sirkulasi Pengunjung Secara Umum
Sirkulasi pengunjung dalam bangunan diawali dari main entrance
kemudian menuju ke lobby untuk yang drop off di main entrance dan langsung
menuju lobby untuk pengunjung yang parkir di basement. Begitu memasuki
lobby, sirkulasi pengunjung dibuat radial, langsung dipisahkan yang mana yang
menuju ke galeri dan yang tujuannya ke fasilitas penunjang karena setiap
pengunjung memiliki intens kedatangan yang berbeda – beda. Pengunjung yang
ingin melihat pameran langsung menuju galeri / ruang pameran, tanpa perlu ke
tempat yang lainnya terlebih dahulu. Sedangkan untuk cafe, perpustakaan,
sanggar seni dan auditorium jalur sirkulasinya dibuat linier karena intensitas
pengunjung menuju ke tempat – tempat tersebut hampir sama, misalkan sebelum
menuju ke perpustakaan pengunjung ingin makan dulu di cafe atau sebaliknya.
Skema 3.4. Sirkulasi Bangunan Secara Keseluruhan
Sedangkan sirkulasi dalam galeri dibuat linier melingkar mengikuti
bentuk massa yang melingkar sesuai konsep perancangan. Untuk galeri lantai 2
dibuatkan akses penghubung dengan cafe di lantai 2, untuk memberikan tempat
beristirahat sejenak bagi pengunjung yang berada di dalam galeri, mengingat
sirkulasi dalam galeri yang cukup jauh dan melingkar.
GALERI SENI
LOBBY
main entrance
AUDITORIUM
SANGGAR SENI
PERPUSTAKAAN
C A F E
KANTOR PENGELOLA
FASILITAS SERVICE
R.karyawan di basement
LOADING DOCK
31
Universitas Kristen Petra
3.7.2. Sirkulasi Dalam Fasilitas – Fasilitas Bangunan
Sirkulasi dalam fasilitas bangunan dibedakan atas sirkulasi pengunjung,
sirkulasi karyawan dan sirkulasi barang.
• Fasilitas Cafe
Skema 3.5. Sirkulasi dalam Cafe
• Fasilitas Perpustakaan
Skema 3.6. Sirkulasi Dalam Perpustakaan
• Fasilitas Sanggar Seni
Skema 3.7. Sirkulasi Dalam Sanggar Seni
r.karyawan r.ganti
dapur gudang
gudang F&B
l o a d i n g
toilet
pantry
r.makan kasir
band area
ruang audiovisual
r.staff
r.fotocopy
r.lockerlobby
RUANG BACA toilet
gudang
r.buku
gudang peralatan
toilet hall
r.pengajar r.kelas
r.studio
32
Universitas Kristen Petra
• Fasilitas Auditorium
Skema 3.8. Sirkulasi Dalam Auditorium
• Sirkulasi Fasilitas Galeri
Skema 3.9. Sirkulasi Dalam Galeri
• Sirkulasi Fasilitas Kantor Pengelola
Skema 3.10. Sirkulasi Dalam Kantor Pengelola
gudang
r.ganti
toilet staff
toilet publik
prefunction room
RUANG DUDUK
panggung
r. persiapan
workshop konservasi
ruang pamer
lobby toilet
r.penerima
penyimpanan sementara
r.penerima& pengiriman barang
r.registrasi
l o a d i n g
Toilet ruang locker dan karyawan
gudang
r. makanR. MEE +
staff r. rapat
R.Edukasi& Peningkatan
seni
r. kepala galeri
r. dokumen
r. TU+staff
hall
ruang tamu
workshop preparasi
ruang karyawan
33
Universitas Kristen Petra
Keterangan : sirkulasi pengunjung sirkulasi karyawan
sirkulasi barang
3.8. Bentuk dan Penampilan Bangunan
Bangunan yang dirancang berbentuk lengkung dan lingkaran dengan
tujuan untuk menciptakan kesatuan (unity) secara kontras dengan lingkungan
sekitar yang berbentuk kotak. Hal ini juga ditujukan untuk membuat bangunan
berkesan paling mencolok dari lingkungan sekitarnya.
Bentuk bangunan secara keseluruhan dibuat asimetri antara kiri dan
kanan dengan aksis pada arah utara – timur laut. Untuk sisi kiri, desain bangunan
menggunakan bidang lengkung yang dibuat bersusun melingkar (cafe,
perpustakaan, sanggar seni) sedangkan pada sisi sebelah kanan berupa bidang
lurus (kantor pengelola) dan lingkaran (galeri). Bentuk bangunan menyesuaikan
dengan bentuk tapak, terbuka pada sisi utara – timur laut sebagai space penerima
yang berkesan terbuka bagi pengunjung menuju ke main entrance.
Penampilan bangunan diupayakan berkesan kontras dari lingkungan
sekitarnya sebagai berikut :
• Pemilihan bahan atap bangunan dari aluminium, selain untuk mengurangi
radiasi ultraviolet dengan nilai reflectance yang tinggi yang dimilikinya, juga
untuk membedakan dengan lingkungan sekitar yang atapnya menggunakan
genteng tanah liat.
• Penampilan bangunan galeri dengan bidang kaca yang lebar dengan elemen
vertikal berbeda dengan penampilan bangunan sekitarnya.
• Peletakan portal beton sepanjang jalan menuju main entrance untuk
menegaskan posisi main entrance dalam bangunan.
Gambar 3.5. Bentuk dan Penampilan Bangunan
34
Universitas Kristen Petra
3.9. Program Ruang
Beberapa program ruang yang telah direncanakan dalam proposal
ternyata mengalami penyesuaian dan perubahan. Hal ini terjadi antara lain karena
adanya perubahan kapasitas pengunjung pada beberapa fasilitas dalam desain
serta adanya penyesuaian luasan ruang akibat bentukan massa yang terjadi.
Adapun program ruang yang telah mengalami penyesuaian adalah
• Fasilitas Cafe :
Kapasitas pengunjung semula 100 orang berkurang menjadi 60 orang, dengan
pertimbangan cafe bukanlah sebagai tujuan utama bagi pengunjung dan
dengan kapasitas tersebut diasumsikan sudah dapat menampung kebutuhan
pengunjung. Sehingga luasan bangunan yang semula 775,32 m2 berubah
menjadi 359,45 m2.
• Fasilitas Galeri :
Kapasitas karya seni yang semula 200 buah karya 2D dan 100 buah karya 3D
berkurang menjadi 100 buah karya 2D dan 75 buah karya 3D, karena
mengalami penyesuaian dengan bentuk bangunan galeri yang melingkar.
Sehingga luasan bangunan yang semula 3068,59 m2 berubah menjadi 2077,79
m2.
3.10. Penataan Ruang Dalam Bangunan
Penataan ruang dalam masing – masing fasilitas bangunan dibuat linier
mengikuti pola penataan massa bangunan. Untuk fasilitas sanggar seni,
perpustakaan dan auditorium, pengunjung diterima suatu hall terlebih dahulu
kemudian baru diarahkan ke ruang – ruang lainnya. Untuk perpustakaan, penataan
ruang dimulai dari hall penerima beserta ruang locker kemudian pengunjung
menuju ke ruang baca dan terakhir ruang baca lantai 2 melalui tangga.
Sedangkan untuk auditorium, pengunjung di terima oleh prefunction room
terlebih dahulu baru menuju ke ruang auditorium.
Untuk galeri seni, penataan ruang dilakukan secara linier melingkar
mengikuti bentuk massa bangunan yang melingkar. Pemberian dinding – dinding
partisi dalam galeri, selain digunakan untuk menempatkan karya seni, juga untuk
mengarahkan sirkulasi pengunjung dalam galeri. Penataan ruang yang linier
35
Universitas Kristen Petra
dalam galeri dimulai dari penataan ramp naik ke lantai 2 yang melingkar,
kemudian masuk ke ruang galeri lantai 2, keluar ke balkon untuk ke cafe atau
masuk ke dalam galeri untuk melanjutkan perjalanan melihat karya seni, dan
berakhir dengan penataan ramp turun ke ruang galeri lantai 1. Sedangkan
penataan ruang toilet dalam ruang galeri lantai 2 diletakkan pada awal memasuki
galeri dan akhir saat akan menuruni ramp ke ruang galeri lantai 1.
3.11. Sistem Sruktur
Sistem struktur yang digunakan adalah sistem struktur rangka beton
dengan modul struktur mengikuti bentuk massanya. Dipilih sistem struktur
rangka, selain mudah dalam konstruksinya juga lebih efisien mengingat
bangunan hanya terdiri atas 2 lantai saja. Untuk kolom, digunakan kolom diameter
40 cm dengan material beton yang diasumsikan sudah mencukupi untuk menahan
beban struktur bangunan 2 lantai. Sedangkan untuk balok menggunakan beton
prestress karena bentuk balok melingkar dengan bentang yang cukup lebar
mencapai 12 m. Modul struktur yang terbentuk beragam, sesuai dengan pola
penataan radial bentuk massanya. Sistem struktur dalam bangunan dibedakan atas
sistem struktur utama dan pendukung berdasarkan bentukan massa yang terjadi.
3.11.1. Sistem Struktur Utama
Sistem struktur utama digunakan pada bangunan fasilitas galeri dan
auditorium, dengan. modul struktur radial mengikuti bentuk massanya yang
melingkar. Untuk galeri digunakan modul struktur radial dengan bentang 5 m
dan 12 m searah jari–jari lingkaran, bentang maksimal searah keliling lingkaran
12 m. Untuk auditorium juga menggunakan modul struktur radial yang berpusat
pada pusat radial modul struktur bangunan galeri, dengan bentang 4 m dan 10 m
searah jari–jari lingkaran, bentang maksimal 12 m searah keliling lingkaran.
3.11.2. Sistem Struktur Pendukung
Sistem struktur pendukung digunakan pada bangunan fasilitas kantor
pengelola, cafe, perpustakaan, sanggar seni, dan fasilitas service, dengan modul
struktur yang disesuaikan dengan bentuk massanya. Modul struktur yang
36
Universitas Kristen Petra
digunakan untuk kantor pengelola berupa grid lurus 8 x 8 m. Sedangkan untuk
fasilitas penunjang lainnya (cafe, perpustakaan, sanggar seni), digunakan modul
struktur grid lengkung dengan bentang 9 m.
Gambar 3.6. Modul Struktur Bangunan
3.12. Pemilihan Material yang Digunakan Dalam Bangunan
3.12.1. Pemilihan Material Bangunan
Pemilihan material bangunan dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai
conductivity yang relatif rendah, dan nilai reflectance yang relatif tinggi untuk
mengurangi radiasi panas matahari dalam ruang, terutama untuk bangunan galeri
dimana karya seni sangat rentan terhadap sinar ultraviolet dari radiasi matahari.
Material bangunan yang dipilih berdasarkan kriteria – kriteria di atas, yaitu :
• Material dinding
Beton : conductivity 1.0 BTU.FT/ hr.ft2.F
reflectance 40%
• Material atap
Aluminium : conductivity 0,27 BTU.FT/ hr.ft2.F
reflectance 55-75%
• Material lantai
Keramik : conductivity 0,84 BTU.FT/ hr.ft2.F
Plafon Gypsum : conductivity 0,25 BTU.FT/ hr.ft2.F
• Material jendela
Kaca : Solar Heat Reflective Glass dengan UV filter
37
Universitas Kristen Petra
Kusen aluminium : conductivity 0,27 BTU.FT/ hr.ft2.F
• Material struktur ( kolom-balok )
Beton : conductivity 1.0 BTU.FT/ hr.ft2.F
reflectance 40%
Gambar 3.7. Nilai Reflectance Material Bangunan
Sumber: IES Handbook, 1981
3.12.2. Pemilihan Material Lansekap
• Vegetasi
Menggunakan jenis tanaman palem Jepang sebagai pengarah pedestrian
menuju main entrance dan pelingkup batas tapak . Tanaman flamboyan sebagai
tanaman peneduh di sekitar tapak dan tanaman semak pada bundaran putar balik
area drop off penumpang dan pada pedestrian dalam bangunan. Adapun
karakteristik dari vegetasi tersebut adalah sebagai berikut :
− Palem Jepang : digunakan sebagai pengarah dan pelingkup tapak
tumbuh merumpun
daun sangat rimbun
− Flamboyan : digunakan sebagai tanaman peneduh dalam tapak
perawakan besar
berbunga pada musim kemarau
− Thurbergia ungu : digunakan sebagai tanaman pembatas
tanaman semak
tumbuh merumpun
− Rumput gajah : sebagai penutup tanah
teknik pemeliharaannya mudah
38
Universitas Kristen Petra
• Perkerasan
Untuk perkerasan dipilih batu alam dengan karakteristik sebagai berikut:
− Tahan terhadap angin dan cuaca
− Kemampuan penyerapan panas tinggi
− Batu alam yang berpori memiliki kemampuan pengisolasian panas
− Ketahanan tinggi terhadap kerusakan mekanis
Jenis batu alam yang dipilih adalah :
− limestone ( batu tulis ) dan batu bata, untuk pedestrian menuju main
entrance dengan tekstur kasar
− batu palimanan untuk pedestrian dalam bangunan.
3.13. Sistem Penghawaan
Sistem penghawaan dalam bangunan menggunakan sistem penghawaan
pasif dan aktif. Sistem penghawaan pasif digunakan untuk fasilitas service dan
sistem penghawaan aktif digunakan untuk fasilitas kantor pengelola, cafe,
perpustakaan, sanggar seni, auditorium dan galeri.
3.13.1. Sistem Penghawaan Pasif
Sistem penghawaan pasif digunakan pada ruang service, seperti toilet,
power house dan ruang penerimaan dan pengiriman art loading. Sistem
penghawaan pasif ditujukan untuk mengganti udara di dalam ruang yang sudah
terpakai dengan udara segar dari luar bangunan. Untuk ruang toilet dan power
house hanya diberi bukaan berupa ventilasi karena terbatasnya pembukaan yang
mungkin terjadi akibat fungsi penggunaan ruang . Sedangkan untuk ruang
penerimaan dan pengiriman art loading , pembukaan untuk penghawaan pasif
berupa jendela, dan untuk mengalirkan udara panas keluar ruangan maka lantai 2
dijadikan void sehingga udara panas naik ke atas dan keluar melalui jendela /
ventilasi pada lantai 2.
3.13.2. Sistem Penghawaan Aktif
Sistem penghawaan aktif yang digunakan dalam perancangan bangunan
terdiri atas dua sistem yaitu sistem AC terpusat dan sistem VRV (Variable
39
Universitas Kristen Petra
Refrigerant Volume). Sistem AC terpusat digunakan untuk fasilitas - fasilitas
bangunan yang mempunyai jam aktivitas yang hampir sama yaitu auditorium,
galeri seni, perpustakaan dan kantor pengelola. Sistem VRV digunakan untuk
sanggar seni dan restaurant. Sistem AC yang digunakan adalah all air system
(menggunakan udara) dengan pertimbangan bila terjadi kebocoran ducting,
barang seni di dalam galeri tidak rusak.
Mesin AC pada bangunan diletakkan pada basement sehingga sirkulasi
untuk maintenance-nya mudah dengan adanya mechanical loading di basement.
Sedangkan untuk ruang AHU tiap lantai diletakkan dekat dengan gudang dan
toilet, dikelompokkan dalam zona service pada masing – masing fasilitas.
Perhitungan kebutuhan ruang AC dan ruang AHU dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel 3.1. Kapasitas Ruang Penghawaan
Jenis ruang Kapasitas Kebutuhan Ruang AC Ruang AHU ( 1/20 R.AC )
Galeri seni / ruang pameran
(2077,79 – 70) = 2007,79 m2 r. AC = 1/200 x 2007,79
10,04 m2 1/20 x 10,04 = 0,502 m2
Kantor Pengelola (335,89 – 82,4)= 253,49 m2 r. AC = 1/200 x 253,49
1,27 m2 1/20 x 1,27 = 0,06 m2
Auditorium (463,32 – 179,2) = 284,12 m2 r. AC = 1/200 x 284,12
1,42 m2 1/20 x 1,42 = 0,071 m2
Perpustakaan ( 507,6 – 47,5 ) =460,1 m2 r. AC = 1/200 x 460,1
2,3 m2 1/20 x 2,3 = 0,115 m2
Sanggar Seni ( 474,5 – 25 ) = 449,5 m2 r. AC = 1/200 x 449,5
2,25 m2 1/20 x 2,25 = 0,1125 m2
Cafe
1/200 luas ruang yang dilayani
( 359,45 – 65,85) = 293,6 m2 r. AC = 1/200 x 293,6
1,47 m2 1/20 x 1,47 = 0,07 m2
Return ducting
supply ducting
Skema 3.11. Sirkulasi Penghawaan Aktif
Mesin AC pada ruang basement
AHU Tiap lantai
Galeri
Perpustakaan
Auditorium
Kantor Pengelola
40
Universitas Kristen Petra
3.14. Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan yang digunakan dalam perancangan tapak meliputi
sistem pencahayaan alami yang dibutuhkan untuk penerangan ruangan terutama
pada siang hari dan sistem pencahayaan buatan untuk mendukung penerangan
alami dalam ruang dan kebutuhan pencahayaan untuk obyek berupa karya seni.
3.14.1. Sistem Pencahayaan Alami
Sistem pencahayaan alami yang diaplikasikan pada perancangan
bangunan berupa pemakaian alat pembayangan yang diperoleh melalui
perhitungan solar chart dan perhitungan luas pembukaan untuk mengoptimalkan
terang langit yang masuk ke dalam ruangan. Orientasi penerimaan matahari yang
paling besar pada lokasi tapak yaitu dari arah utara dan timur. Dengan orientasi
penataan massa pada aksis utara – timur laut, maka beberapa massa bangunan
akan menerima panas matahari yang cukup tinggi.
Untuk mengurangi radiasi panas matahari yang diterima bangunan, salah
satu cara yang dilakukan yaitu melalui perancangan bangunan itu sendiri.
Bangunan dirancang dengan bentukan massa yang melingkar atau berdinding
lengkung. Dengan mengggunakan dinding / bidang lengkung, selain merupakan
bagian dari konsep perancangan, juga dengan pertimbangan bahwa dinding/
bidang lengkung dapat merefleksikan radiasi panas matahari lebih besar daripada
dinding/ bidang lurus, ditunjang dengan pemilihan material beton untuk dinding
yang memiliki nilai reflectance yang cukup besar ,yaitu 55 %.
Dibandingkan dengan pemantulan pada bidang lurus, dalam kondisi
langit cerah, pemantulan pada bidang jendela yang lurus dengan kaca tunggal
hanya 21 % (gambar 3.8.). Dengan demikian pemantulan pada bidang lengkung
diasumsikan lebih besar lagi. Sedangkan untuk bidang atap dibuat miring
dengan material aluminium. Atap miring selain disesuaikan dengan kondisi iklim
tropis juga digunakan untuk pembayangan jendela. Permukaan atap yang miring,
dengan sudut datang sinar matahari 40˚ (SBV 40˚) akan menerima cahaya
matahari lebih banyak terutama pada sisi barat daripada atap datar. Oleh sebab itu
untuk bidang atap digunakan material yang yang nilai reflectancenya tinggi, yaitu
aluminium.
41
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.8. Transmisi, Absorbsi, Refleksi Cahaya Pada Bidang Kaca lurus
Sumber: IES Handbook, 1981
Untuk memperoleh pembayangan dalam ruang selain untuk
mengurangi radiasi matahari yang masuk ke dalam ruang, juga ditujukan untuk
mengurangi glare / silau dari terang langit. Dimensi alat pembayangan diperoleh
dari hasil perhitungan solar chart sebagai berikut :
Tabel 3.2. Perhitungan Pembayangan Dengan Solar Chart No Keterangan Orientasi SBV, SBH Alat Pembayangan
1 Fasilitas
Kantor Pengelola
Dinding A= 70˚
Dinding B= 105˚
SBV 40˚
SBV 40˚
Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 m
2 Fasilitas Café Dinding C= 0˚ SBV 40˚ Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 m
3 Fasilitas
Perpustakaan
Dinding D= 315˚
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 m
4 Fasilitas
Sanggar Seni
Dinding E= 295˚ SBV 40˚ SBH 47˚ki,13˚ka
Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 m
5 Fasilitas
Auditorium
Dinding F= 225˚
Dinding G= 180˚
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
SBV 40˚
Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 ,
Shading vertikal
70cm
Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 m
6 Fasilitas
Galeri
Dinding F= 225˚
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
Overstek jendela
1.50 m dan 1.00 m
Shading vertikal 70
42
Universitas Kristen Petra
Tabel 3.2. Perhitungan Pembayangan Dengan Solar Chart ( sambungan )
Dinding G= 180˚
Dinding H= 135˚
Dinding I= 90˚
Dinding J= 45˚
Dinding C= 0˚
Dinding K= 315˚
Dinding L= 270˚
SBV 40˚
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
SBV 40˚
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
SBV 40˚
SBH 45˚ka-ki
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m
Shading vertikal
70cm
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m
Shading vertikal
70cm
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m,
Shading vertikal
70cm
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m
Shading vertikal
70cm
Overstek jendela 1.50
m dan 1.00 m
Shading vertikal
70cm
Gambar 3.9. Alat Pembayangan Horisontal
43
Universitas Kristen Petra
Sedangkan untuk dapat memanfaatkan terang langit (daylight) sebagai
penerangan di dalam bangunan, maka bangunan harus memiliki luasan
pembukaan yang cukup untuk memasukkan terang langit dalam jumlah yang
sesuai dengan aktivitas di dalamnya. Pada bangunan ini, yang dihitung adalah
fasilitas – fasilitas bangunan yang aktivitas di dalamnya berlangsung di siang hari.
Rumus yang dipergunakan adalah:
Untuk faktor terang langit rata – rata, nilainya :
1 untuk intensitas cahaya rendah
2 untuk intensitas cahaya rendah
4 untuk intensitas cahaya rendah
Total luas permukaan interior adalah jumlah total luas lantai, dinding dan plafon
dalam bangunan. Angka (1-0,5) merupakan faktor pengurangan intensitas terang
langit akibat adanya alat pembayangan untuk menghalangi radiasi panas matahari
yang masuk ke dalam bangunan.
Untuk faktor transmisi cahaya, nilainya:
0,70 untuk pembukaan kecil
0,50 untuk pembukaan medium
0,30 untuk pembukaan besar
( dalam perhitungan diambil nilai faktor transmisi cahaya 0,5 untuk pembukaan
medium ).
Sudut vertikal langit terhadap ambang atas pembukaan merupakan sudut
datangnya terang langit masuk ke dalam bangunan. Diambil sudut 90˚ karena
dianggap tidak ada pembayangan lingkungan.
Pembukaan pada bangunan disusun secara modular dengan ukuran
jendela masing – masing 1.00 x 2.00 m dan jumlah unit pembukaan pada dinding
bangunan diperoleh dengan membagi luas area pembukaan dengan luasan satu
modul pembukaan.
faktor terang langit Total Luas Luas area = 2 x rata – rata x permukaan interior x ( 1 – 0,5 ) pembukaan Faktor transmisi x sudut vertikal langit terhadap cahaya ambang atas pembukaan
44
Universitas Kristen Petra
Tabel 3.3. Perhitungan Terang Langit
No Keterangan Luas area pembukaan 1 unit pembukaan
Jumlah yang dibutuhkan
1 Fasilitas kantor
pengelola
Lantai 1 = 43,56 m2
Lantai 2 = 16,44 m2
4
4
11
4
2 Fasilitas cafe Lantai 1 = 46,44 m2
Lantai 2 = 31,77 m2
4
4
11
8
3 Perpustakaan Lantai 1 = 62,88 m2
Lantai 2 = 49,77 m2
8
8
7
6
4 Sanggar seni Lantai 1 = 31,11 m2
Lantai 2 = 31,11 m2
8
8
4
4
5 Galeri Lantai 1 = 83,03 m2
Lantai 2 = 131,88 m2
16
16
5
8
6 Auditorium Lantai 1 = 43,55 m2 8 5
Gambar 3.10. Modul Jendela
3.14.2. Sistem Pencahayaan Buatan
Sistem pencahayaan buatan yang diaplikasikan dalam perancangan
bangunan ini berupa perhitungan titik lampu dan jenis lampu yang digunakan
untuk masing – masing fasilitas dalam bangunan. Untuk perhitungan jumlah titik
lampu, rumus yang digunakan adalah :
Φ = aliran cahaya ( luminous flux) (cd) Cu = coefisien of utilizsation
E = kuat penerangan ( illuminance ) (lm) mf = maintenance factor
A = luas permukaan lantai bangunan (m2)
Φ= E x A Cu x mf
45
Universitas Kristen Petra
Untuk jenis lampu, ditentukan berdasarkan kualitas terangnya.
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dipilih jenis lampu fluoroscent standard
cool white yang color indexnya tinggi ( 95 ) yang berwarna seperti warna terang
langit, serta tidak merubah warna asli dari obyek yang diterangi.
Tabel 3.4. Perhitungan Jumlah Titik Lampu No Keterangan Kebutuhan
Penerangan dalam Ruang
Φ=E x A Cu xmf
Jenis Lampu
Jumlah Titik
Lampu
Tipe Lampu
1 Fasilitas
Kantor Pengelola
39.429 lm fluoroscent standart cool white ( 2350 lm )
17 General Lighting
(Philips TBS 369)
2 Fasilitas
Cafe
22.891 lm fluoroscent standart cool white ( 2350 lm )
10 Downlight (Philips
MBS 205-070TD)
3 Fasilitas
Perpustakaan
46.157 lm fluoroscent standart cool white ( 2350 lm )
20 General Lighting
(Philips TBS 369)
4 Fasilitas
Sanggar Seni
60.942 lm fluoroscent standart cool white ( 2350 lm )
26 General Lighting
(Philips TBS 369)
5 Fasilitas
Auditorium
29.857 lm fluoroscent standart cool white ( 2350 lm )
12 Downlight (Philips
MBS 205-070TD)
6 Fasilitas
Galeri
267.042 lm fluoroscent standart cool white ( 2350 lm )
114 General lighting
(Philips TBS 369)
dan spot lighting
(Philips DRN 115
PAR30S)
Gambar 3.11. Peletakan Titik Lampu Pada Bangunan
46
Universitas Kristen Petra
Gambar 3.12. Tipe Lampu Yang Digunakan
Sumber : Katalog Philips 2004
3.15. Perlengkapan dan Pelayanan Utilitas Bangunan
3.15.1. Sistem Air Bersih
Untuk sistem air bersih digunakan sistem up feed dan down feed. Sistem
down feed digunakan untuk menyuplai kebutuhan air bersih fasilitas galeri seni
dan kantor pengelola, sedangkan sistem up feed digunakan untuk menyuplai
kebutuhan air bersih fasilitas cafe, perpustakaan, sanggar seni dan auditorium.
Tandon bawah diletakkan pada basement dekat dengan meteran, sedangkan
tandon atas diletakkan pada atap dak beton kantor pengelola yang berdekatan
dengan bangunan galeri sehingga sirkulasi suplai nya lebih efisien.
Sistem distribusi air bersih :
air bersih dari PDAM diterima meteran kemudian disalurkan ke tandon bawah.
Dari tandon bawah, air bersih dipompa menuju ke tandon atas dan untuk suplai ke
cafe, perpustakaan, sanggar seni dan auditorium. Dari tandon atas, air bersih
dipompa untuk disuplai ke kantor pengelola dan galeri seni.
Skema 3.12. Sirkulasi air bersih
Tandon bawah
pompa Tandon Atas
pompa Cafe Sanggar seni Perpustakaan Auditorium
pompaGaleri seni Kantor Pengelola
P D A M
M
47
Universitas Kristen Petra
Sirkulasi air bersih disalurkan oleh pipa – pipa melalui shaft. Sedangkan
besaran tandon, baik tandon atas maupun tandon bawah diperoleh dari hasil
perhitungan berikut ini.
Tabel 3.5. Kapasitas Tandon Bawah
Jenis Ruang Kapasitas ( orang )
Kebutuhan / orang Sumber Kebutuhan Total
( ltr ) Auditorium 150 30 ltr/ 5 jam
( perkiraan waktu terlama )
150 x 30 4500
Galeri seni ( r. pameran )
200 25 ltr/ 6 jam ( perkiraan waktu terlama )
200 x 25 5000
Cafe 60 15 ltr/ 7 jam 60 x 15 900 Sanggar seni 100 100 ltr/ 8 jam
( penggunaan waktu kerja kantor )
100 x 100 10.000
Perpustakaan 80 100 ltr/ 8 jam ( penggunaan waktu kerja kantor )
80 x 100 8000
Kantor Pengelola
30 100 ltr/ 8 jam ( penggunaan waktu kerja kantor )
Mec
hani
cal a
nd E
lect
rical
in C
onst
ruct
ion
and
Arc
hite
ctur
e 2
nd e
ditio
n 30 x 100 3000
T o t a l 31.400
Kebutuhan air kebakaran : 30 m3
Jadi besaran tandon bawah untuk kebutuhan air bersih dan air kebakaran
= 31,4 m3 + 30 m3
= 61,4 m3
Tabel 3.6. Kapasitas Tandon Atas
Jenis Ruang Kapasitas ( orang )
Kebutuhan / orang Sumber Kebutuhan Total
( ltr ) Galeri seni ( r. pameran )
200 25 ltr/ 6 jam ( perkiraan waktu terlama )
200 x 25 5000
Kantor Pengelola
30 100 ltr/ 8 jam ( penggunaan waktu kerja kantor )
Mec
hani
cal a
nd
Elec
trica
l in
Con
stru
ctio
n an
d A
rchi
tect
ure
2 nd
edi
tion
30 x 100 3000
T o t a l 8000
Jadi besaran tandon atas = 8000 ltr = 8 m3
48
Universitas Kristen Petra
3.15.2. Sistem Pembuangan Air Kotor dan Kotoran
Jenis bahan buangan yang diperkirakan akan dihasilkan oleh proyek ini :
• Limbah rumah tangga seperti pembuangan toilet, dapur dan wastafel
• Air hujan, air buangan AC
• Limbah padat seperti sampah – sampah rumah tangga, sampah hasil pekerjaan
seni ( workshop konservasi ) berupa kayu, kain, tanah liat dan lain – lain.
Sistem distribusi :
• Air kotor dan kotor disalurkan melalui pipa dalam shaft ke bak penampungan
yang letaknya di bawah lantai.
• Air hujan ditampung oleh talang horisontal kemudian disalurkan ke talang
vertikal dan ditampung pada bak kontrol yang saling berhubungan kemudian
disalurkan ke saluran kota
Skema 3.13. Sirkulasi Pembuangan
Perhitungan kapasitas pembuangan berdasarkan jumlah pengunjung dan kapasitas
bangunan adalah sebagai berikut :
Tabel 3.7. Kapasitas Pembuangan
Jenis Ruang Kapasitas ( orang )
Kebutuhan / orang Sumber Kebutuhan Total
( ltr ) Auditorium 150 2 gallon/ seat
(7,6 ltr/ seat ) 150 x 7,6 1140
Galeri seni ( r. pameran )
200 7,6 ltr / seat 200 x 7,6 1520
Cafe 60 38 ltr 60 x 38 2280 Sanggar seni 100 57 ltr 100 x 57 5700 Kantor Pengelola
30 57 ltr
Mec
hani
cal a
nd
Elec
trica
l in
Con
stru
ctio
n an
d A
rchi
tect
ure
2 nd
ed
ition
30 x 57 1710
T o t a l 12350
KM/ WC Auditorium
Dapur / Pantry cafe
KM / WC Gedung
Septic tank
Perangkap Lemak
STP di basement
Sumur resapan
Saluran kota
Bak kontrol
Talang horisontal Dan vertikal pada Tiap massa
49
Universitas Kristen Petra
3.15.3. Sistem Proteksi Kebakaran
Perlindungan kebakaran pada bangunan ini menggunakan detektor dan
hidran gedung untuk keamanan dalam ruang, dan hidran halaman untuk
perlindungan luar bangunan. Tidak menggunakan sprinkler karena barang seni
yang ada di dalam galeri akan rusak bila terkena air. Berikut akan dibahas
penggunaan alat proteksi kebakaran dalam bangunan:
• Detektor
Jenis detektor yang digunakan adalah detektor asap ( smoke ionization
detector ), terutama efektif untuk ruang galeri dengan karya seni berupa
lukisan dan patung di dalamnya, bila terbakar maka asap akan muncul terlebih
dahulu daripada nyala api sehingga dapat cepat dideteksi.
Kriteria pemasangan detektor dalam bangunan :
jarak peletakan antar detektor 12 meter untuk ruang efektif dan 18 meter
untuk ruang sirkulasi dengan jarak ke dinding 6 m untuk ruang efektif dan 12
meter untuk ruang sirkulasi.
• Hidran Gedung
Hidran gedung ditempatkan pada seluruh fasilitas bangunan dengan
ketentuan 2 buah /1000 m2 untuk ruang terutup. Luas total bangunan 7021,24
m2 dengan asumsi parkir kendaraan di basement juga dipasangi hidran
gedung untuk keamanan, maka jumlah hidran gedung yang digunakan dalam
bangunan adalah sebanyak 14 buah.
Debit air untuk hidran gedung = 400 ltr /mnt
Tekanan air minimum pada titik tertinggi = 4,5 kg /cm2
Diameter selang air (hose) = 1,5“ (40 mm)
• Hidran halaman
Hidran halaman diletakkan pada ruang luar bangunan terutama yang
mempunyai akses dengan jalan yang memungkinkan Pemadam Kebakaran
untuk memasuki lokasi tapak dengan mudah. Jumlah hidran halaman yang
dipasang adalah 2 buah pada sisi utara dan timur tapak dengan jarak antar
hidran < 90 m dan sejauh 30 cm dari jalan.
Debit air untuk hidran halaman = 1000 ltr /mnt
Tekanan air minimum pada titik tertinggi = 4,5 kg /cm2
50
Universitas Kristen Petra
Diameter selang air (hose) = 2,5“ (65 mm)
Cadangan air untuk hidran = 30 m3
Suplai PMK lewat siamese connection supply dan jarak siamese ke hidran
halaman = 200’ (6 m)
Top Related