8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
1/83
DIKLAT BENDAHARA PENGELUARAN (DTSS)
BAHAN AJAR
Perpajakan Bendahara
Pengeluaran
Oleh:Hasanudin Tatang
Widyaiswara Madya
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
PUSDIKLAT ANGGARAN DAN PERBENDAHARAAN
2 0 1 5
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
2/83
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
3/83
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur yang mendalam penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberi kekuatan kepada penulis untuk menyelesaikan penyusunan bahan ajar yang penulis beri
judul “ Perpajakan Bendahara Pengeluaran”, sebuah pedoman praktis bagi Bendahara Pengeluaran
pada Satuan Kerja instansi Pemerintah yang berdasarkan ketentuan perpajakan ditunjuk sebagai
pemotong/pemungut pajak atas pembayaran tagihan kepada Pemerintah..
Pemotongan/pemungutan pajak melalui fihak lain yang dikenal dengan istilah witholding tax
system merupakan salah satu cara pelunasan pajak yang besar sekali peranannya dalam
pengumpulan pajak untuk memenuhi kebutuhan APBN, termasuk untuk menajaga cash flow
keuangan Pemerintah. Walaupun demikian, implementasi dari ketentuan-ketentuan tentang
pemotongan/pemungutan pajak penghasilan dirasa sangat tidak mudah diterapkan dilapangan
karena berbagai hal, diantaranya di masyarakat sering berkembang persepsi yang berbeda-beda
tentang suatu peraturan pajak. Hal ini boleh jadi karena peraturan-peratura pajak acapkali barganti
atau dirubah atau disempurnakan atau banyak transaksi-transaksi bisnis yang belum terakomodasi
dalam peraturan pajak.
Penyusunan bahan ajar ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi bagi para
pemotong/pemungut pajak termasuk Bendahara Pemerintah, dan Kuasa Pengguna
Anggaran/Penerbit SPM ketika melakukan pemtongan/pemungutan, penyetorkan dan pelaporan
pajak penghasilan. Disisi lain, bagi penerima penghasilan yang dipotong pajak termasuk penyedia
barang dan jasa Pemerintah, memahami kewajiban perpajakannya dan dapat menyikapi dengan
benar pemotongan/pemotongan pajak penghasilan tersebut.
Namun Demikian, “tidak ada gading yang tak retak”, penyusun berusaha maksimal untuk
kesempurnaan bahan ajar ini, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran agar
bahan ajar ini menjadi lebih bermanfaat.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Kepala Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan, para widyaiswara dan rekan kerja lainnya, serta semua fihak yang telah membantu
tersusunya bahan ajar ini..
Bogor, Oktober 2014
Penulis
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
4/83
DAFTAR ISI
Halaman judul i
Kata Sambutan Kepala Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan iii
Kata Pengantar Penulis iv
Daftar Isi vi - ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Kewajiban Perpajakan Pemotong/Pemungut Pajak
B. Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak
C.
Surat Setoran Pajak
D.
Surat Pembertahuan Masa
1
2
4
4
5
BAB II PEMAJAKAN ATAS PEMBAYARAN BELANJA GAJI DAN TUNJANGAN
A. Pengertian Pegawai Tetap
B. Penghasilan Tetap dan Teratur yang dikenakan PPh Pasal 21
C. Cara Menghitung PPh Pasal 21 Penghasilan Tetap dan Teratur.
D.
Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan
6
7
8
8
23
BAB III PEMAJAKAN ATAS PEMBAYARAN BELANJA SELAIN GAJI DAN TUNJANGAN
A.
Batasan Belanja Selain Gaji dan Tunjangan
B. Penerima Pembayaran Selain Gaji dan Tunjangan
C. Dasar Hukum Pemotongan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Selain Gaji
dan Tunjangan
D.
Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Pembayaran Selain Gaji dan
Tunjangan yang Diterima Pejabat Negera, Pegawai Negeri, dan
Pensiunaannya.
E. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Imbalan Kepada Bukan
Pegawai.
F. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghassilan Yang diterima Peseerta
Kegiatan.
25
25
25
25
25
27
31
BAB IV PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN
PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG
A. Pembelian Barang Yang Dikenakan PPh Pasal 22
B. Pembelian Barang Yang Dikenakan PPh Pasal 4 Ayat (2)
32
32
38
BAB V PEMAJAKAN ATAS PEMBAYARAN BELANJA SEWA DAN JASA
1.
Pemajakan Atas Belanja Sewa
2.
Pemajakan Atas Belanja Jasa.
41
44
BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH.
A.
Pengertian PPNB. Objek PPN
C. Pengertian PPn BM
D.
Tarif PPN
E.
Tarif PPn-BM
F. Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan PPn BM
G. Faktur Pajak
H. Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan
5354
58
58
59
59
60
60
BAB VII BEA METERAI
A.
Pengertian Bea Meterai
B.
Dasar Hukum Bea MeteraiC. Objek Bea Meterai
62
6465
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
5/83
D.
Bukan Objek Bea Meterai
E. Penanggung Beban Bea Meterai
F. Saat Terutang Bea Meterai
G. Tarif Bea Meterai
H. Sanksi atas Pemenuhan Kewajiban Bea Meterai
67
68
68
68
70
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
6/83
Lampiran I : Bukti Pemotongan PPh Pasal 21/26
Lampiran II : Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final
Lampiran III : Formulir 1721-A2
Lampiran IV : Bukti Pemotongan PPh Pasal 23/26
Lampiran V : Bukti Pemotongan PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan
Lampiran VI : Bukti Pemotongan PPh Final Pekerjaan Konstruksi
Lampiran VII : Surat Setoran Pajak
Lampiran VIII : Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran
Lampiran IX : SPT Masa PPh Pasal 21
Lampiran X : SPT Masa PPN 1107 PUT.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
7/83
BAB I
PENDAHULUAN
enerimaan negara yang berasal dari sektor perpajakan menduduki posisi utama
dalam struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dalam arti bahwa jumlahbelanja negara lebih banyak ditopang dari penerimaan pajak dan penerimaan pajak
itu sendiri sangat jauh lebih tinggi dari penerimaan-penerimaan negara lainnya.
Keberhasilan pemungutan pajak negara oleh pemerintah tidak lepas dari peran pihak ketiga
dalam melaksanakan kewajiban perpajakan yang menjadi tugasnya. Pemberian peran
kepada pihak ketiga untuk melakukan pemungutan atau pemotongan pajak dikenal dengan
istilah Witholding Tax System, merupakan pendamping dari mekanisme angsuran pajak.
Fungsi withoding tax system itu sendiri, yaitu memanfaatkan pihak ketiga / pihak lain untuk
memotong atau memungut, menyetor, dan melaporkan pajak-pajak yang telah
dipotong/dipungut dapat berarti bantuan tenaga bagi pemerintah untuk mengumpulkan
pajak guna membiayai anggaran pemerintah.
Penerapan witholding tax system dalam sistem perpajakan di Indonesia diatur pada
paling tidak dalam tiga peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan yaitu :
pertama Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 dalam
pasal 20, 21, 22, 23, 26, 15, dan 4 ayat (2). Kedua Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang
No. 42 Tahun 2009 dalam Pasal 3, dan Ketiga, Undang Undang Nomor 6 tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan U Undang nomor UU Nomor 16 Tahun 2009.
Terkait dengan tugas-tugas Bendahara Pengeluaran untuk mengoptimalkan
penerimaan pajak dari pembayaran-pembayaran atas belanja yang dananya berasal dari
APBN/APBD, dalam bahan ajar ini disajikan pula materi tentang Bea Meterai khususnya
mengenai dokumen-dukumen yang terutang bea meterai dan cara pelunasannya.
Tugas-tugas perpajakan Bendahara Pengeluaran terkait dengan pembayaran-
pembayaran atas Belanja negara/daerah. Untuk menyesuaikan dengan tugas-tugas
tersebut, maka pembahasan materi bahan ajar ini menggunakan pendekatan belanja
satker. Oleh karena itu, sistematika penyajian materi disusun berikut:
1. Kewajiban Perpajakan Pemotong/Pemungut Pajak
2. Pemajakan atas pembayaran Belanja Gaji dan Tunjangan
3. Pemajakan atas pembayaran Belanja Selain Gaji dan Tunjangan
4. Pemajakan atas pembayaran Belanja Barang/Modal.
5. Pemajakan atas pembayaran Belanja Sewa Harta dan Jasa
6. Pemajakan atas pembayaran penghasilan kepada Wajib Pajak Luar Negeri.
7. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
8. Pengenaan Bea Meterai.
Kewajiban Perpajakan Pemotong/Pemungut Pajak disajikan terlebih dahulu pada bagian inidengan maksud memberikan gambaran yang menyeluruh secara ringkas tentang
P
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
8/83
kewajiban perpajakan pemotong/pemungut pajak termasuk Bendahara Pengeluaran
sebagai wajib pungut..
A. Kewajiban Perpajakan Pemotong/Pemungut Pajak.
Fihak ketiga atau fihak lain yang dimaksud dalam ketentuan perpajakan termasuk
Bendahara Pengeluaran. Adapun kewajiban-kewajiban Bendahara Pengeluaran terkait
dengan pemotongan dan pemungutan pajak meliputi kewajiban:
1. Memiliki NPWP
2. Melakukan penghitungan, pemotongan/pemungutan, pencatatan, dan pembukuan
3. Menyetor pajak yang telah dipotong/pungut
4. Melaporkan/mempertangungjawaban pajak yang telah dipotong/dipungut.
Semua Wajib Pajak berdasarkan sistem self assesment harus mendaftarkan dirinya
pada Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).NPWP adalah suatu sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Dengan diperolehnya NPWP maka
Wajib Pajak telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak. Adapun fungsi NPWP selain
dipergunakan untuk mengetahui identitas Wajib Pajak yang sebenarnya, juga berguna
untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi
perpajakan. Setiap Wajib Pajak pada setiap hal yang berhubungan dengan dokumen
perpajakan diharuskan mencantumkan NPWP yang dimilikinya. Terhadap Wajib Pajak yang
tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan memperoleh NPWP akan dikenakan sanksi
pidana.
Bendahara Pengeluaran dapat memperoleh NPWP dari KPP setempat ketika barudiangkat dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
Namun apabila Bendahara Pengeluaran yang diangkat merupakan pengganti dari
Bendahara Pengeluaran sebelumnya, maka Bendahara Pengeluaran yang baru tidak perlu
lagi meminta NPWP, yang bersangkutan cukup memeritahukan secara tertulis kepada KPP
setempat tentang adanya penggantian Bendahara Pengeluaran tersebut. Adapun
dokumen-dokumen yang perlu dilampirkan dalam mengajukan permohonan NPWP adalah
(1) SK Penunjukan sebagai Bendahara Pengeluaran dari pejabat yang berwenang, dan (2)
Identitas Bendahara Pengeluaran. Permohonan NPWP dapat dilakukan melalui surat
permohonan biasa dengan mendatangani KPP setempat atau melalui internet (e-
registration).
Setelah memperoleh NPWP maka secara administratif, Bendahara Pengeluaran
sudah legitimate melakukan kewajiban berikutnya, yaitu melakukan penghitungan,
pemotongan/pemungutan, pencatatan, dan pembukuan termasuk membuat/menyerahkan
bukti pemotongan pajak.
Yang dimaksud dengan penghitungan adalah bahwa Bendahara Pengeluaran harus
menghitung dengan benar berapa besarnya pajak harus dipungut/dipotong terkait dengan
pembayaran yang dilakukan. Dalam hal ini Bendahara pengeluaran harus mampu
menerapkan ketentuan tentang subjek pajak, objek pajak, dan tarif pajak secara tepat.
Istilah pemotongan dan pemungutan dibedakan menurut potensi penghasilan dari
suatu pembayaran. Istilah pemotongan digunakan untuk menunjukkan bahwa pembayaran
yang diterimakan sudah pasti merupakan panghasilan bagi sipenerima. contohnya gaji,
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
9/83
upah, fee, honorarium, dan sebagainya. Sedangkan istilah pemungutan digunakan untuk
menunjukkan bahwa pembayaran yang diterimakan belum tentu seluruhnya merupakan
penghasilan, karena bagi penerima penghasilan pembayaran tersebut sama dengan
penggantian modal, biaya administrasi, biaya lain-lain, dan keuntungan.hanya sebagian
saja yang sudah pasti merupakan penghasilan, yaitu keuntungan. Pemotongan maupun
pemungutan pajak atas suatu pembayaran akan mengurangi jumlah yang dibayarkankepada penerima pembayaran.
Pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dalam
rangka pelaksanaan APBN selalu terkait dengan pajak-pajak. Jenis-jenis pajak dalam
lingkup tugas Bendahara Pengeluaran meliputi (1) pemotongan pajak yang terkait dengan
pembayaran belanja gaji/tunjangan, honorarium dan sebagainya, yaitu Pajak Penghasilan
(PPh) Pasal 21; (2) Pemungutan pajak atas pembayaran belanja barang/modal, yaitu PPh
Pasal 22/Pasal 4 (2)/PPN); (3) Pemungutan pajak yang terkait pembayaran atas Belanja
Sewa dan Jasa, yaitu PPh Pasal 23 / Pasal 4 ayat (2) / PPN); (4) Pemungutan pajak yang
terkait dengan pembayaran yang diterima oleh wajib pajak dengan norma penghitungan
khusus, yaitu PPh Pasal 15 . serta Bea Meterai.Yang dimaksud dengan pencatatan adalah hitungan-hitungan yang dibuat oleh
Bendahara Pengeluaran untuk menentukan besarnya pajak terutang, pencatatan
menggunakan kertas dan dibuat dengan sebaik-baiknya sehingga jelas siapa penerima
penghasilan dan besarnya pajak yang dipotong, yang selanjutnya catatan itu dijadikan arsip
Bendahara Pengeluaran.
Yang dimaksud dengan pembukuan adalah kegiatan mencatat jumlah
pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak dalam buku-buku pembukuan Bendahara
Pengeluaran sesuai dengan kaidah pembukuan.
Ketika Bendahara Pengeluaran memotong/memungut pajak, maka kewajiban yang
melekat adalah Bendahara Pengeluaran wajib memberikan bukti pemotongan/pemungutanpajak kepada setiap fihak yang dikenakan pemotongan/pemungutan pajak dengan
menggunakan formulir bukti pemotongan/ pemungutan pajak yang berlaku. oleh karena itu
Bendahara Pengeluaran harus mengetahui formulir-formulir bukti pemotongan/pemungutan
yang digunakan serta memahami bagaimana cara mengisi formulir-formulir tersebut.
Pajak-pajak yang telah dipotong/dipungut oleh Bendahara Pengeluaran wajib
disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sarana penyetorannya
adalah Surat Setoran Pajak (SSP). Dalam hal ini Bendahara Pengeluaran harus memamahi
tata cara pengisian SSP yang meliputi pengisian kolom NPWP pemotong/pemungut,
NPWP rekanan, Kode Akun Pajak, Kode Jenis Setoran dan penanda tangan SSP dan
memperhatikan tanggal jatuh tempo penyetoran untuk masing-masing jenis pajak.
Rangkaian akhir kewajiban pajak pemotong/pemungut pajak adalah melaporkan
setiap bulan pajak yang dipotong/dipungut dengan menggunakan formulir SPT Masa untuk
masing-masing jenis pajak. Penyampaian laporan ke KPP setempat harus memperhatikan
saat jatuh tempo pelaporan untuk masing-masing jenis pajak karena adanya perbedaan
saat jatuh tempo.
Perlu dikemukakan ,bahwa kewajiban menyampaikan laporan pemotongan /
pemungutan pajak setiap bulan hanya berlaku untuk laporan PPh Pasal 21 dan PPN,
sedangkan untuk jenis pajak PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat
(2) dan PPH Pasal 15 wajib dilaporkan apabila terjadi pemotongan/pemungutan pajak.
Kewajiban perpajakan pemotong/pemungut pajak sebagaimana diuraikan di atas,
dapat digambarkan secara kronologis sebagai berikut.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
10/83
A B C D E
B. Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak
Ketika Bendahara Pengeluaran memotong pajak atas suatu pembayaran, maka
kewajiban yang melekat bagi Bendahara Pengeluaran sebagaimana dikemukakan di atas,
adalah memberikan bukti pemotongan/pemungutan pajak. Sesuai dengan jenis-jenis
pemotongan/pemungutan pajak, maka bukti pemotongan/pemungutan pajak meliputi:1. Bukti Pemotongan yang terkait dengan PPh Pasal 21 atau Pasal 26
a. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) Atau Pasal 26
b. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Final
c. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap, Atau Penerima Pensiun, Atau
Tunjangan Hari Tua/Jaminan Hari Tua Berkala.
d. Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Negeri Sipil Atau Anggota TNI atau
Anggota Kepolisian RI Atau Pejabat Negara atau Pensiunannya.
2. Bukti Pemungutan terkait dengan PPh Pasal 22
a. Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 (Oleh Badan Usaha Industri/Eksportir Tertentu)
b. Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 223. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
4. Bukti Pemotongan PPh Pasal 26
5. Bukti Pemotongan terkait dengan PPh Pasal 4 ayat (2)
a. Bukti Pemotongan atas Penghasilan dari Sewa Tanah dan/atau Bangunan
b. Bukti Pemotongan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
6. Bukti Pemotongan terkait PPh Pasal 15
a. Bukti Pemotongan PPh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
b. Bukti Pemotongan PPh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
c. Bukti Pemotongan PPh Perusahaan Penerbagan/Pelayaran Luar Negeri
Ccntoh formulir bukti pemotongan/pemungutan tersebut di atas dapat dilihat pada
bagian lampiran.
C. Surat Setoran Pajak
Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir
atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Bentuk dan isi formulir SSP dan tata cara pengisiaan
formulir SSP dapat dilihat pada bagian lampiran.
Formulir SSP dibuat dalam rangkap 4 (empat), dengan peruntukan sebagai berikut:lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak;
Memiliki
NPWP Melakukan
POT PUT Membuat
BUPOTMenyetor
SSPMelaporkanSPT MASA
Gambar 1 : KRONOLOGI KEWAJIBAN PERPAJAKAN PEMOTONG/PEMUNGUT PAJAK
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
11/83
lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak;
lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
Dalam hal diperlukan, SSP dapat dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukan
lembar ke-5 untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain sesuai dengan ketentuan perpajakan
yang berlaku.Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu jenis pajak dan
untuk satu Masa Pajak atau satu Tahun Pajak/Surat Ketetapan Pajak/Surat Tagihan Pajak
dengan menggunakan satu Kode Akun Pajak dan satu Kode Jenis Setoran, kecuali Wajib
Pajak dengan kriteria tertentu dapat membayar Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk
beberapa Masa Pajak dalam satu SSP.
Kode Akun Pajak yang terkait dengan pemotongan/pemungutan pajak oleh Bendahara
Pengeluaran misalnya Kode Akun Pajak PPh Pasal 21, yaitu 411121 dan kode jenis
setoran yang terkait dengan tujuan penyetoran pajak misalnya kode 100 digunakan untuk
SSP Penyetoran pajak yang masih harus disetor yang tecantum dalam SPT Masa PPh
Pasal 21 atau kode 402 digunakan untuk SSP penyetoran pajak PPh Final Pasal 21 atashonorarium.
Setiap jenis pemotongan/pemungutan, angsuran, dan pelunasan pajak diberikan
nomor Kede Akun Pajak sendiri-sendiri sebagaimana dapat dilihat pada lampiran.
D. Surat Pemberitahuan Masa
Sarana untuk melaporkan pemungutan/pemotongan pajak ke Kantor Pelayanan
Pajak digunakan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa). Macam-macam SPT Masa yang
berkaitan dengan pemotongan/pemungutan pajak terdiri dari :
1. SPT Masa PPh Pasal 21/26
2. SPT Masa PPh Pasal 22
3. SPT Masa PPh Pasal 23/26
4. SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
5. SPT Masa PPh Pasal 15
6. SPT Masa PPN Bagi Pemungut
Penyampaian SPT Masa kepada Kantor Pelayanan Pajak dapat dilakukan dengan
mengirimkan hard copy maupun secara elektronik (e-SPT). Bentuk dan isi formulir SPT
Masa dan tata cara pengisiaannya dapat dilihat pada bagian lampiran.
***
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
12/83
BAB II
PEMAJAKAN ATAS PEMBAYARAN BELANJA GAJI DAN TUNJANGAN
Gaji dan Tunjangan Yang Terkait Gaji serta Tunjangan Khusus dengan nama
apapun, termasuk dalam pengertian penghasilan yang bersifat tetap dan teratur, artinya
penghasilan tersebut diterima secara rutin setiap bulan dan jumlahnya relatif tidak berubah
dalam jangka waktu tertentu. Penerima Gaji dan Tunjangan Yang Terkait Gaji serta
Tunjangan Khusus adalah pegawai tetap dalam suatu organisasi/instansi. Berdasarkan
Pasal 21 Undang Undang Pajak Penghasilan, penerimaan penghasilan pegawai tetap
dalam suatu organisasi termasuk pegawai negeri dan pegawai yang disamakan dengan
pegawai tetap pada kementerian/lembaga/instansi termasuk penghasilan yang dikenakan
pemotongan pajak penghasilan. Berapa besarnya pajak penghasilan yang harus dipotong?
bagaimana tata cara penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporannya ? jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan tersebut tertuang dalam beberapa peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 Tentang Tarif Pemotongan dan
Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana telah beberakali dirubah terakhir dengan PP Nomor 34 Tahun 2014..
3. Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1977 tentang Rincian Penggunaan Iuran Wajib
Pegawai Negeri Sipil
4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.011/2012 Tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 262/PMK.03/2010 Tentang
Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Bagi Pejabat Negara, PNS,
Anggota TNI, Anggota Polri, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah
6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi
7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/PMK.03/2008Tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari
Penghasilan Bruto Pegawai Tetap Atau Pensiunan
8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 31/PJ/2012 Tentang Pedoman Teknis
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan
Kegiatan Orang Pribadi.
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran Nomor SE-2/A/522/0193 tanggal 7 Januari
1993 perihal Pembayaran Gaji Pokok Baru bagi Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat
Negara
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
13/83
A. Pengertian Pegawai Tetap
Siapakah pegawai tetap? Banyak pertanyan yang diajukan tentang pengertian
Pegawai Tetap. dan apa perbedaan antara Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap serta
apa pula yang dimaksud dengan Bukan Pegawai.
Berdasarkan Perarturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008, yang
dimaksud dengan Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan
anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan
perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu
jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time)
dalam pekerjaan tersebut.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pegawai tetap mempunyai paling tidak
3 karakteristik, yaitu : Menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
Bekerja mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
Bekerja penuh (full time)
Pada Instansi Pemerintah Pusat/Daerah termasuk Lembaga Pemerintah dan
Lembaga Negara, pegawai tetap meliputi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota
TNI, Anggota Polri dan Pegawai Kontrak (Honorer). Cara penghitungan pajak penghasilan
yang dipotong dari penghasilan yang bersifat tetap dan teratur yang diterima oleh masing-
masing pegawai tetap relatif sama, perbedaannya terletak pada pembebanan pajaknya.
Pajak Penghasilan atas penghasilan gaji dan tunjangan yang diterima oleh Pejabat Negara,
PNS, Anggota TNI, Anggota Polri dan pensiunannya dibebankan pada Pemerintah,
sedangkan pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh pegawai kontrak menjadi
tanggungan pegawai yang bersangkutan.
Selanjutnya, dilihat dari masa kerjanya selama satu tahun pajak, pegawai tetap
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Pegawai tetap yang bekerja sejak awal sampai dengan akhir tahun (setahun penuh),
b. Pegawai tetap yang bekerja sejak awal tahun dan berhenti dalam tahun berjalan. Dalam
pengertian ini termasuk pegawai yang mutasi atau pensiun dalam tahun berjalan.
c. Pegawai tetap yang bekerja mulai tahun berjalan sampai dengan akhir tahun, Dalam
pengertian ini termasuk pegawai pindahan atau Calon Pegawai Negeri. dan
d. Pegawai tetap yang bekerja mulai tahun berjalan dan berhenti pada pertengahan tahun.
Pengelompokan seperti tersebut di atas menentukan jumlah penghasilan yang akan
dikenakan pajaknya.
Apabila ditinjau dari sisi kewajiban pajak yang melekat pada diri wajib pajak, pegawai
tetap dapat pula dibedakan menjadi:
a. Pegawai tetap yang mempunyai kewajiban pajak subjektif sejak awal tahun, yaitu
Pegawai tetap subjek pajak dalam negeri.
b. Pegawai tetap yang mempunyai kewajiban pajak subjektif mulai pada tahun berjalan,
yaitu subjek pajak luar negeri yang bekerja di Indonesia sebagai pegawai tetap mulai
setelah bulan Januari.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
14/83
c. Pegawai tetap yang mempunyai kewajiban pajak subjektif hanya pada bagian tahun.
yaitu pegawai tetap yang pada tahun berjalan berhenti bekerja dan meninggalkan
Indonesia.
Ditinjau dari sisi pembayaran gaji, pegawai tetap dapat pula dibedakan menjadi :
Pegawai tetap yang dibayar secara bulanan
Pegawai tetap yang dibayar tidak secara bulanan (mingguan atau harian).
Penghasilan tetap dan teratur yang diterima setiap bulan oleh pegawai tetap dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN/APBD yang diterima oleh :
a. Pejabat Negara, berupa:1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
2) imbalan tetap sejenisnya yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan;b. PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, berupa :
gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yangditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;Termasuk dalam pengertian "gaji dan tunjangan lain" adalah gajidan tunjangan ke-13 (ketiga belas) namun tidak termasuk biaya perjalanandinas
c. Pensiunan, berupa:
uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiapbulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN/APBD yang diterima oleh
Pegawai Kontrak (honorer).
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap meliputi 2 (dua) periode penghi-
tungan, yaitu :
1. Penghitungan masa atau bulanan, yaitu penghitungan yang menjadi dasar pemotongan
PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang selanjutnya akan dilaporkan
dalam SPT Masa PPh Pasal 21 bulan yang bersangkutan, selain masa pajak Desemberatau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja;
2. Penghitungan kembali pada Masa Akhir/Masa Desember, yaitu penghaitungan yang
dijadikan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak
Desember atau masa pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja dan digunakan
untuk pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2.
B. Penghasilan Tetap dan Teratur Pegawai Tetap yang dikenakan PPh Pasal 21
C. Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tetap dan Teratur
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
15/83
Secara sederhana, langkah-langkah penghitungan PPh pasal 21 dapat digambarkan
sebagai berikut.
1.
2.
3.
PENGHASILAN BRUTO
Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu
dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan meliputi
seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk gaji ketiga
belas. Penghasilan Bruto dibedakan sebagai berikut:
a. Penghasilan Bruto Sebagai Dasar Penghitungan Iuran Pensiun, yaitu gaji pokokditambah tunjangan anak dan tunjangan istri (tunjangan keluarga);Bagi PNS, besarnya Tunjangan Isteri ditetapkan sebesar 10% dari Tunjangan Keluargadan Tunjangan Anak ditetapkan sebesar 2% dari Tunjangan Keluarga
b. Penghasilan Bruto Sebagai Dasar Menghitung Biaya Jabatan, terdiri dari gaji pokok +tunjangan istri + tunjangan anak+ tunjangan lainnya + penghasilan lainnya.
Untuk menjelaskan penghitungan penghasilan bruto secara lebih rinci diberikan
contoh sebagai berikut.
Sdr. M. Misnan, PNS golongan II/d dengan status menikah dan mempunyai 3 anak kandung
yang masih dalam tanggungannya menerima gaji bulanan dengan rincian :
Gaji pokok Rp 1.928.800,00Tunjangan Isteri Rp 192.880,00
Tunjangan Anak Rp 77.152,00
Tunjangan Jabatan Rp 250.000,00
Tunjangan Beras Rp 227.600,00
Pembulatan Gaji Rp 51,00*)
Penghasilan Bruto Rp 2.676.483,00,
dari rincian gaji tersebut, untuk keperluan penghitungan PPh Pasal 21 dapat dihitung
terlebih dahulu :
Penghasilan Bruto sebagai Dasar Penghitungan Iuran Pensiun adalah Rp 2.198.832,00
Penghasilan Bruto sebagai Dasar Penghitungan Biaya Jabatan adalah Rp 2.676.432,00
*) Pembulatan gaji , sebagaimana diatur dalam SE Dirjen Anggaran Nomor SE-2/A/523/0193,merupakan tambahan rupiah yang diizinkan untuk menggenapkan bilangan pembayaran gajimenjadi ratusan penuh agar pembayaran gaji melalui kas menjadi lebih mudah. Apabila tidak adatambahan pembulatan gaji kemungkinan besar pembayaran gaji dengan uang tunai akanmenemui kesulitan.Besarnya pembulatan gaji merupakan selisih antara besarnya gaji setelah dikurang iuran wajibpegawai (IWP) dengan besarnya gaji yang dibayarkan. Besarnya IWP untuk setiap PNS adalah10% (sepuluh persen) dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga. Berdasarkan contoh diatas,pembulatan gaji sebesar Rp 51 dihitung dari :Gaji pokok Rp 1.928.800,00Tunjangan Isteri Rp 192.880,00
Tunjangan Anak Rp 77.152,00Tunjangan Jabatan Rp 250.000,00
PENGHASILAN BRUTO – PENGURANG = PENGHSILAN NETO
PENGHASILAN NETO –
PTKP = PENGHASILAN KENA PAJAK
PENGHASILAN KENA PAJAK X TARIF PASAL 17 (1) a = PPh PASAL 21 TERUTANG
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
16/83
Tunjangan Beras Rp 227.600,00Jumlah Rp 2.676.432,00Potongan IWP 10% Rp 219,883,00Gaji – IWP Rp 2.456.549,00Gaji Yang Dibayar Rp 2.456.600,00Pembulatan gaji = Rp 2.456.600,00 – Rp 2.456.549,00
= Rp 51,00Pembulatan gaji merupakan penghasilan, oleh karena itu ketika menghitung PPh Pasal21, maka pembulatan gaji tersebut dimasukkan ke dalam unsur penghasilan bruto..
PENGURANG
Setelah dijumlahkan seluruh penghasilan bruto, selanjutnya dilakukan pengurangan
terhadap penghasilan bruto tersebut. Yang dimaksud dengan pengurang di sini adalah
jumlah pengeluaran tertentu yang diperkenankan peraturan perundangan-undangan
perpajakan. Setiap subjek pajak PPh Pasal 21 memperoleh fasilitas pengurang yang
berbeda-beda. Untuk pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI dan Polri,
pengurangnya terdiri dari :
1) biaya jabatan , Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang
bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
Besarnya biaya jabatan ditetapkan 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-
tingginya Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan atau Rp 6.000.000,00 (enam
juta rupiah) setahun;
2) iuran Pensiun yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari tua (THT) atau jaminan hari tua (JHT) yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
Perlu ditegaskan disini, bahwa iuran-iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun
atau badan penyelenggara THT atau JHT, diakui sebagai pengurang apabila iuran-iuran
tersebut dipotong dari gaji yang dibayarkan dan langsung disetorkan oleh
pemotong/pemungut PPh pasal 21 kepada dana pensiun atau badan penyelenggara
THT atau JHT.
Untuk Pegawai Negeri Sipil, besarnya iuran pensiun ditetapkan dalam Keputusan
Presiden Nomor 8 tahun 1977 sebesar 4,75% (empat koma tujuh puluh lima perseratus
persen) dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga.
PENGHASILAN NETO
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah
jum lah seluruh pen ghas i lan bruto d ikuran gi dengan biaya jabatan dan iuran
pensiun..
Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto
sebulan dikalikan 12 atau sesuai jumlah bulan memperoleh penghasilan, yaitu :
a. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai
Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelahbulan Januari, maka penghasilan neto setahun (untuk penghasilan yang bersifat
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
17/83
teratur) dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya
bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan
Desember.
b. Dalam hal pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak
dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi berhenti bekerja dipertengahan
tahun. maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilanneto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai
bekerja sampai dengan bulan terakhir bekerja.
c. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka
perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar
jumlah perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur ditambah dengan jumlah
penghasilan yang bersifat tidak teratur.
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
Penghasian Tidak Kena Pajak (PTKP) pada dasarnya merupakan suatu bentuk
keadilan dalam pajak dimana masyarakat atau penduduk dikenakan pajak sesuai dengan
kemampuannya (ability to pay ). Dengan ditetapkannya PTKP maka masyarakat yang
berpenghasilan rendah/ dibawah PTKP tidak dikenakan pajak. PTKP mengalami perubahan
dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan ekonomi dan sosial. Ketentuan PTKP
sebagaimana diatur pasal 7 UU No. 36 Tahun 2008 antara lain sebagai berikut.:
a. Besarnya PTKP ditentukan dari keadaan pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun
pajak.
b. Penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan setelah dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Ketentuan mengenai “keadaan awal tahun pajak” berlaku bagi wajib pajak orang
pribadi yang kewajiban pajak subjektif-nya sudah ada sejak awal tahun pajak, sedangkan
ketentuan mengnai ”awal bagian tahun” berlaku bagi wajib pajak orang pribadi yang
kewajiban pajak subjektif-nya baru timbul pada tahun berjalan.
Berdasarkan ketentuan tersebut pada huruf b, berkenaan dengan perkembangan
ekonomi dan moneter serta perkembangan harga kebutuhan pokok yang semakin
meningkat, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang
berlaku mulai 1 Januari 2013. Besarnya PTKP disesuaikan menjadi sebagai berikut:
Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi;
Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin;
Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami..
Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Contoh penerapan PTKP.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
18/83
Agus Bukhori seseoran PNS pada Kantor Pelayanan Instansi Pemerintah status kawin dan
mempunyai tiga anak kandung yang masih dalam tanggungannya. Anak yang ketiga lahir
pada tanggal 5 Januari 2014. Besarnya PTKP setahun Agus Bukhori untuk tahun 2014
dihitung sebagai berikut.
Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
WP Kawin Rp 2.025.000,00Tanggungan 2 anak:
2 x Rp 2.025.000,00 Rp 4.050.000,00 (+)
Rp30.375.000,00
Anak yang ketiga belum dapat dimasukkan ke dalam tambahan PTKP karena pada awal
tahun (1 januari 2014) jumlah anak yang masih dalam tanggungan Agus Bukhori masih 2
orang. Tambahan PTKP untuk anak yang ketiga baru dapat dimasukkan pada PTKP tahun
2015.
PTKP untuk Karyawati
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:a. bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri, yaitu Rp 24.300.000,00
b. bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk
keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah
Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya
sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
PENGHASILAN KENA PAJAK
Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan yang dijadikan dasar pengenaan PPh
Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap dan penerima pensiun berkala, yaitu sebesar
penghasi lan neto setahun dikurangi Pengh asilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan terlebih dahulu dibulatkan ke bawah sehingga
ribuan penuh.
PPh PASAL 21 TERUTANG
Setelah diperoleh PPh Pasal 21 terutang dengan menerapkan Tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar :
jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12; atau
jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali untuk
Wajib Pajak dalam negeri yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal
tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari atau berhenti sebelum bulan
Desember.
Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap Masa Pajak, selain MasaPajak Desember atau Masa Pajak terakhir, tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPhditerapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun,dengan ketentuan sebagai berikut:
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
19/83
1) Perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah jumlahgaji, uang pensiun, dan tunjangan yang dibayarkan setiap bulan dikalikan 12(dua belas);
2) dalam hal terdapat pembayaran penghasilan seperti gaji, uang pensiun, dantunjangan ke-13 (ketiga belas), serta rapel gaji dan/atau tunjangan makaperkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalahsebesar jumlah pada angka 1) ditambah dengan jumlah gaji, uang pensiun, dantunjangan ke-13 (ketiga belas) serta rapel gaji dan/atau tunjangan.
3) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI mulaibekerja sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI setelahbulan Januari, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali dalam menentukanperkiraan penghasilan neto setahun atau faktor pembagi untuk menghitung PPhPasal 21 sebulan adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yangbersangkutan mulai bekerja atau mulai pensiun.
4) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI menerimatambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yangpembayarannya terpisah dari pembayaran gaji, maka penghitungan PPh Pasal
21 atas tambahan penghasilan tersebut harus memperhitungkan jumlah seluruhpenghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima oleh Pejabat Negara,PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI yang bersangkutan
5) Dalam hal PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya diangkatsebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk sebagaiPejabat Negara, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD terkaitdengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembagatersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sesuai denganUndang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak ditanggung oleh Pemerintah.
6) Penghasilan yang diberikan dalam mata uang asing yang ditetapkanberdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk dalampengertian penghasilan tetap dan teratur setiap bulan.
7) Apabila PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya merangkap jugasebagai Pejabat Negara, maka penghasilan yang diterima baik berupa gaji atauuang pensiun dan tunjangan lain sebagai PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI,dan pensiunannya, maupun penghasilan berupa gaji kehormatan dan tunjanganlainnya atau imbalan tetap sejenisnya selaku Pejabat Negara, pajak PenghasilanPasal 21 yang terutang juga ditanggung oleh pemerintah selaku pemberi kerja.
8) Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Pajak Desember adalahselisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan KenaPajak selama 1 (satu) tahun takwim dengan akumulasi PPh Pasal 21 yangterutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yangbersangkutan.
9) Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Pajak terakhir adalah selisih
antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajakyang disetahunkan dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang pada MasaPajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
10) Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, danPensiunannya tidak memiliki NPWP, atas penghasilan tetap dan teratur setiapbulan yang dibebankan pada APBN atau APBD dikenai tarif Pajak PenghasilanPasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yangditerapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, danPensiunannya yang memiliki NPWP. Tambahan Pajak Penghasilan Pasal 21sebesar 20% tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara,PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dan Pemotongan nyadilakukan pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dibayarkan.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
20/83
11) Tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% ketika penerima penghasilanbelum memiliki NPWP. tidak dapat diakumulasi dalam perhitungan PPh Pasal 21Masa Desemberf atau masa akhir.
Contoh 2.1. Penghitungan PPh Pasal 21 bagi PNS yang Bekerja dari Januari sampai
dengan Desember. Agus Sumantri, Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV.a status kawin,mempunyai 3 orang tanggungan, telah memiliki NPWP, bekerja di Kantor PelayananPemerintahan A (KPP A), menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagaiberikut:
Perhitungan PPh Pasal 21 bulanan untuk bulan Januari s.d November:
Gaji Pokok Rp2.244.500,00
Tunjangan Istri (10%) Rp 224.450,00
Tunjangan Anak (2 x 2%) Rp 89.780,00
Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00
Tunjangan Beras Rp 198.000,00
Pembulatan Rp 43,00+
Jumlah penghasilan bruto Rp3.296.773,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan
5% X Rp. 3.296.773,00 = Rp. 164.839,00
2. Iuran pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00 =Rp. 121.540,00 +
Rp 286.379,00
Penghasilan neto Rp 3.010.394,00 Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp. 3.010.394,00 Rp 36.124.728,00
PTKP (K/3)
- untuk Wajib Pajak Rp 24.300.000,00
- status WP Kawin Rp 2.025.000,00
- tambahan 3 orang tgg
(3 x Rp2.025.000,00) Rp 6.075.000,00 +
Rp 32.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 3.724.728,00
Pembulatan Rp 3.724.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji setahun
5% x Rp 3. 724.000,00 = Rp 186.200,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan
Rp 186.200,00 : 12 = Rp 15.517,00
Catatan:1. PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan sebesar Rp 15.5170,00 Ditanggung
Pemerintah.
2. Apabila Agus Sumantri belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang
terutang setiap bulan adalah: 120% x Rp15.517,00 = Rp18.620,00 Atas tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp3.103 (Rp18.620,00 – Rp 15.517,000)
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
21/83
tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah wajib memotong dari gajidan tunjangan Agus Sumantri dan menyetorkannya ke Kas Negara.
Contoh 2.2 : Penghitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Tunjangan Ke-13
Apabila Agus Sumantri sebagaimana contoh 2.1. pada bulan Juli 2013 menerima gajidan tunjangan ke-13, maka perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13 adalahsebagai berikut:
Gaji dan tunjangan bulan Juli 2013:Gaji Pokok Rp. 2.244.500,00Tunjangan Istri Rp. 224.450,00Tunjangan Anak Rp. 89.780,00Tunjangan Jabatan Rp. 540.000,00Tunjangan Beras Rp. 198.000,00Pembulatan Rp 43,00 +Jumlah Gaji dan tunj. Juli 2013 Rp. 3.296.773,00Gaji & Tunjangan disetahunkan:
12 x Rp. 3.296.773,00 Rp. 39.561.276,00 Gaji dan tunjangan Ke-13: Gaji Pokok Rp. 2. 244.500,00Tunjangan Istri Rp. 224.450,00Tunjangan Anak Rp. 89.780,00Tunjangan Jabatan Rp. 540.000,00Pembulatan Rp. 70,00 +Jumlah Gaji dan tunjangan ke 13 Rp. 3.098.800,00 + Jumlah Ph bruto setahun Rp.42.660.526,00Pengurangan Biaya Jabatan5% X Rp 42.660.526,00 = Rp 2.133.026,00Iuran pensiun12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00 = Rp 1.458.476,00 +
Rp. 3.591.502,00 -Penghasilan neto setahun Rp. 39.069.024,00
PTKP (K/3)untuk Wajib Pajak Rp. 24.300.000,00status WP Kawin Rp. 2.025.000,00tambahan 3 orang tgg(3 x Rp. 2.025.000,00) Rp. 6.075.000,00 +
Rp. 32.400.000,00 – Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 6.669.024,00
Pembulatan Rp. 6.669.000,00
PPh Pasal 21 setahun atas seluruh penghasilan:5% x Rp 6.669.000,00 = Rp 333.451,00PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13:Rp 333.451,00 – Rp186.200,00 = Rp 147.215,00Catatan:1. PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji dan tunjangan ke-13 sebesar Rp 147.215,00
Ditanggung Pemerintah.2. Apabila Agus Gusman belum memiliki NPWP maka besarnya PPh yang terutang atas
gaji dan tunjangan ke-13 dikenakan tarif : 120% dan tidak Ditanggung Pemerintah.3. Apabila terdapat pembayaran rapel atas kenaikan gaji atau pembayaran atas
kekurangan gaji dan tunjangan maka tata cara perhitungan atas rapel tersebutdisamakan dengan perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
22/83
Contoh 2.3
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi PNS yang menerima tambahan penghasilan yangbersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran
gaji. Apabila Agus Sumantri sebagaimana contoh 2.1.ditugaskan pada Kantor Inspeksi
Pemerintahan B (KIP B) sehingga tunjangan jabatan tidak lagi dibayarkan oleh KIP A dan diKIP B dibayarkan tunjangan jabatan sebesar Rp540.000,00 per bulan oleh BendaharaPengeluaran KIP B.
Perhitungan PPh Pasal 21 di KIP A:Gaji Pokok Rp. 2.244.500,0Tunjangan Istri Rp. 224.450,00Tunjangan Anak Rp. 89.780,00Tunjangan Beras Rp. 198.000,00
Pembulatan Rp. 43,00 +Jumlah penghasilan bruto Rp. 2.756.773,00
Pengurangan:1. Biaya Jabatan
5% X Rp. 2.756.773,00 = Rp. 137.839,00
2. Iuran pensiun4,75% X Rp. 2.558.730,00 = Rp. 121.540,00 +
Rp. 259.379,00Penghasilan neto Rp. 2.497.394,00
Penghasilan neto disetahunkan:
12 x Rp 2.497.394,00 Rp 29.968.728,00PTKP (K/3)- untuk Wajib Pajak Rp 24.300.000,00- status WP Kawin Rp 2.025.000,00- tambahan 3 orang tanggungan- (3 x Rp2.025.000,00) Rp 6.075.000,00
Rp 32.400.000,00 -Penghasilan Kena Pajak (PKP) 0Pembulatan
PPh Pasal 21 setahun5% x Rp 0 = Rp 0
Penghitungan PPh Pasal 21 di KIP B:Penghasilan dari KPP A:GajiPokok Rp 2.244.500,00Tunjangan Istri Rp 224.450,00Tunjangan Anak Rp 89.780,00Tunjangan Beras Rp 198.000,00Pembulatan Rp 43,00 +Jumlah penghasilan Rp 2.756.773,00
Penghasilan dari KIP BTunjangan Jabatan Rp 540.000,00 +Jumlah Penghasilan Rp 3.296.773,00
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
23/83
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan5% X Rp 3.296.773,00 = Rp 164.839,00
2. Iuran pensiun4,75% X Rp 2.558.730,00 = Rp 121.540,00 +
Rp 286.379,00 -Penghasilan neto Rp 3.010.394,00Penghasilan neto disetahunkan:12 x Rp 3.010.394,00 Rp 36.124.728,00PTKP (K/3)- untuk Wajib Pajak Rp 24.300.000,00- status WP Kawin Rp 2.025.000,00- tambahan 3 orang tanggungan- (3 x Rp2.025.000,00) Rp 6.075.000,00
Rp 32.400.000,00 -
- Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 3.724.728,00Pembulatan Rp 3.724.000.00
PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan setahun5% x Rp 3.724.000,00 = Rp 186.200,00PPh Pasal 21 setahun yang terutang di KPP A Rp 0
PPh Pasal 21 terutang di KIP B setahun Rp 186.000,00
PPh Pasal 21 terutang di KIP B sebulan:Rp186.000,00 : 12 = Rp15.517,00
Catatan:
1. Atas penghasilan di KPP A tidak dikenakan pajak karena PKP lebih kecil dari PTKP
2. PPh Pasal 21 per bulan yang terutang atas tunjangan jabatan yang dibayarkan diKIP B adalah sebesar Rp15.517,00
3. Contoh perhitungan 2.3. ini juga diberlakukan apabila pembayaran tunjangantambahan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan dan pembayaran gajidilakukan oleh bendahara yang sama tetapi pengajuan pembayarannya terpisah.
Contoh 2.4.: Penghitungan PPh Pasal 21 atas Kekurangan Gaji
Adinurmata adalah seorang PNS Golongan III/c, menduduki eselon IV.a status kawin danmempunyai 3 orang anak, telah memiliki NPWP. Adinurmata menerima penghasilan tetapdan teratur setiap bulan pada tahun 2013 sebagai berikut:
Gaji pokok Rp 2.244.500,00Tunjangan Istri Rp 224.450,00Tunjangan Anak Rp 89.780,00Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00Tunjangan Beras Rp 226.240,00Pembulatan Rp 43,00 (+)Penghasilan bruto Rp 3.325.013,00
Penghitungan PPh Pasal 21 bulanan untuk Januari s/d November 2013:
Penghasilan Bruto Rp 3.325.013,00
Pengurangan:1. Biaya Jabatan
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
24/83
5% X Rp 3.325.013,00 = Rp 166.251,002. luran Pensiun
4,75% X Rp 2.558.730,00 = Rp 121.540,00 +Rp 287.791,00 (-)
Penghasilan Netto Rp 3.037.222,00Penghasilan Netto Disetahunkan:(12 X Rp 3.037.222,00) = Rp 36.446.664,00
PTKP (K/3)- untuk Wajib Pajak Rp 24.300.000,00- status WP Kawin Rp 2.025.000,00- tambahan 3 orang tanggungan- (3 x Rp2.025.000,00) Rp 6.075.000,00
Rp 32.400.000,00 -Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 4.046.664,00Pembulatan Rp 4.046.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji setahun5% X Rp 4.046.000,00 = Rp202.300,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulanRp 202.300,00 : 12 = Rp 16.900,00
Apabila Adinurmata sebagaimana contoh di atas menerima kenaikan gaji berkala dengangaji pokok sebesar Rp 2.413.900,- TMT bulan Oktober 2013 dan baru dibayarkan padabulan Januari 2014 , maka Adinurmata berhak atas rapel/kekurangan gaji selama tigabulan.
Perhitungan PPh Pasal 21 atas rapel/kekurangan gajinya adalah sebagai berikut:
Perhitungan PPh Pasal 21 berdasarkan gaji baru :Gaji pokok Rp 2.413.900,00Tunjangan Istri Rp 241.390,00Tunjangan Anak Rp 96.556,00Tunjangan Jabatan Rp 540.000,00Tunjangan Beras Rp 226.240,00Pembulatan Rp 91,00 (+)Penghasilan bruto Rp3.518.177,00
Pengurangan:Biaya jabatan5% X Rp 3.518.177,00 Rp 175.909,00
luran Pensiun4,75% X Rp 2.751.846,00 Rp 130.713,00,00 (+)Rp 306.622,00 (-)
Penghasilan Netto sebulan Rp 3. 211.555,,00Penghasilan Neto setahun : 12 x Rp 3.211.555,00 =Rp38.538.660,00
PTKP (K/3) Rp 32.400.000,00 (-)PKP Rp 6.138.660,00Pembulatan Rp 6.138.000,00
PPh Pasal 21 setahun atas gaji baru5% X Rp 6.138.000,00 = Rp 306.933,00
PPh Pasal 21 atas gaji baru sebulan :[Rp 306.933: 12] = Rp 25.578,00
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
25/83
PPh pasal 21 atas gaji lama = Rp 16.900,00 (-)Selisih PPh Pasal 21 sebulan =Rp 8.678,00
Contoh 2.5:
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, dan Anggota
POLRI yang mulai bekerja dalam tahun berjalan
Abdul Gani merupakan pejabat negara pada sebuah lembaga negara yang baru diangkatpada bulan Juli 2013, telah menikah dan memiliki 4 orang tanggungan anak serta telahmemiliki NPWP. Penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan statusnya sebagaipejabat negara:
Gaji Kehormatan Rp. 10.000.000,00Tunjangan Istri Rp. 1.000.000,00Tunjangan Anak Rp. 400.000,00Tunjangan Jabatan Rp. 10.000.000,00
Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Juli sampai dengan Masa Pajak November2013 dihitung sebagai berikut:
Gaji Kehormatan Rp. 10.000.000,00Tunjangan Istri Rp. 1.000.000,00Tunjangan Anak Rp. 400.000,00Tunjangan Jabatan Rp. 10.000.000,00 +Jumlah penghasilan bruto Rp. 21.400.000,00
Pengurangan:1. Biaya Jabatan
5% X Rp. 21.400.000,00 atau maksimumRp. 500.000,00 per bulan = Rp. 500.000,00
2. Iuran Pensiun
4,75% X Rp. 11.400.00,00 = Rp. 541.500,00 +Rp. 1.041.500,00
Penghasilan neto Rp. 20.358.500,00Penghasilan neto setahun:6 x Rp 20.358.500,00 Rp122.151.000,00PTKP (K/3) Rp 32.400.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 89.751.000,00
PPh Pasal 21 Terutang :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 39,751.000,00 = Rp 5.962.650,00 (+)
Rp 8.142.650,00
PPh Pasal 21 sebulan :Rp 8.142.650,00 : 6 = Rp 678.555,00
Contoh 2.6. Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa PajakTerakhir
Apabila Agus Sumantri sebagaimana contoh 2.1.akan memasuki usia pensiun padabulan Juni 2013, maka perhitungan PPh Pasal 21 pada bulan Mei adalah sebagai berikut:
Penghasilan dari bulan Januari sampai dengan bulan Mei:
Gaji Pokok Rp 11.222.500,00Tunjangan Isteri Rp 1.122.250,00
Tunjangan Anak Rp 448.900,00Tunjangan Jabatan Rp 2.700.000,00
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
26/83
Tunjangan Beras Rp 990.000,00Pembulatan Rp 215,00 (+)Jumlah penghasilan bruto Rp 16.483.865,00Pengurangan :1. Biaya Jabatan 5% X Rp 16.483.865,00 = Rp 824.193,002. Iuran pensiun 4,75% X Rp 12.793.650,00 = Rp 607.698,00 +
Rp 1.431.891,00 -Penghasilan neto Rp 15.051.974,00
Penghasilan neto disetahunkan:12/5 x Rp 15.051.974,00 Rp 36.124.737,00
PTKP (K/3) Rp 32.400.000,00Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 3.724.737,00Pembulatan Rp 3.724.000,00
PPh Pasal 21 setahun5% x Rp 3.724.000,00 = Rp 186.200,00
PPh Pasal 21 terutang 5 bulan:Rp 186.200,00 x 5/12 = Rp 77.500,00
PPh Pasal 21 terutang Masa Pajak Mei = PPh Pasal 21 terutang - jumlah PPh Pasal 21yang terutang Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak April = Rp 77.500,00 – (Rp15.520 x 4) = Rp 15.420,00
Catatan:
a. Bendahara harus menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2) palinglama akhir bulan Juni.
b. Agus Sumantri harus menyerahkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A2)
kepada PT Taspen untuk diperhitungkan dalam penentuan PPh Pasal 21 atasUang Pensiun.
Contoh 2.7.: Penghitungan PPh Pasal 21 Terutang Pada Masa Pajak DesemberPenghitungan PPh Pasal 21 Masa Desember untuk Agus Sumantri sebagaimana
contoh 2.1. dan menerima gaji dan tunjangan ke-13 pada bulan Juli sebagaimana contoh2.2. sebagai berikut:
Penghasilan dari Januari sampai dengan Desember:
Gaji Pokok Rp 26.934.000,00Tunjangan Istri Rp 2.693.400,00Tunjangan Anak Rp 1.077.360,00
Tunjangan Jabatan Rp 6.480.000,00Tunjangan Beras Rp 2.376.000,00Pembulatan Rp 516,00Gaji dan tunjangan ke-13 Rp 3.098.770,00 +
Jumlah penghasilan bruto setahun Rp 42.660.046,00
Pengurangan:Biaya Jabatan5% X Rp 40.284.046,00 = Rp 2.014.202,00
Iuran pensiun12 x 4,75% X Rp 2.558.730,00 = Rp 1.458.476,00 +
Rp 3.472.678,00 -
Penghasilan neto setahun Rp 39.187.368,00
PTKP (K/3) untuk Wajib Pajak Rp 32.400.000,00
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
27/83
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 6.787.368,00Pembulatan Rp 6.787.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun (Januari s.d. Desember):5% x Rp 6.787.000,00 = Rp 339.350,00
PPh Pasal21 atas gaji dan tunjanganterutang Januari s.d. November:11 x Rp 15.517,00 = Rp 170.687,00PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13 Rp 147.200,00 +Jumlah PPh Pasal21 terutang Januari s.d. November Rp 317.887,00
PPh Pasal 21 terutang Masa Desember:Rp 339.350,00 - Rp 317.887,00 = Rp. 21.463
Catatan:
1. Apabila PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Januari s.d. November terdapattambahan PPh Pasal 21 sebesar 20% karena belum memiliki NPWP, makatambahan PPh Pasal 21 tersebut tidak boleh menjadi pengurang atas PPh Pasal 21
yang terutang pada bulan Desember.
Contoh 2.8 : Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Kontrak (Honorer) atas Gaji yang
dibayar secara Bulanan.
Farhan Amin pada tahun 2013 bekerja pada Kantor Instansi Pemerintah sebagai tenaga
honorer Abadi dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00. Farhan Amin menikah tetapi
belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 per bulan pada tahun 2013 adalah sebagai
berikut:
Gaji Rp 2.500.000,00Pengurangan:
Biaya Jabatan:5% X Rp2.500.000,00 = Rp 125.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.375.000,00Penghasilan neto setahun :12 x Rp2.375.000,00 Rp28.500.000,00
PTKP setahun- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00- tambahan karena menikah Rp 2.025.000,00
Rp26.325.000,00Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 2.175.000,00PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp2.175.000,00 = Rp 108.750,00PPh Pasal 21 bulan JanuariRp108.750,00 : 12 = Rp 9.063,00
Catatan:a. Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetaptanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
b. Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP. Dalamhal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yangharus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x Rp9.063,00= Rp10.875,00.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
28/83
4. Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Pegawai Yang Dipindahtugaskan
Dalam Tahun Berjalan
Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang bersangkutan tidak berhentibekerja dari perusahaan tempat dia bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetapbekerja pada perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja. Dengan demikian
dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap menggunakan dasar penghitungan selamasetahun. Namun pada saat pindah tugas, kewajiban pemotong PPh Pasal 21 untukmembuat perhitungan PPh pasal 21 sampai dengan pembayaran gaji terakhir yangdilakukannya (dengan menggunakan Formulir 1721-A1 untuk selain Pejabat Negara,Pegawai Negeri, dan Penasiunannya- atau Formulir 1721-A2, untuk Pejabat Negara,Pegawai Negeri, dan Penasiunannya). Contoh berikut menjelaskan penyelesian perhitunganPPh Pasal 21 bagi pegawai yang dipindahatugaskan.
Contoh 2.9.
Suga Nidurapas yang berstatus belum menikah adalah PNS gol. III/a pada KantorInstansi Pemerintah (KIP) B di Jakarta. Sejak 1 juni 2013 dipindahtugaskan ke KIP BBandung . Gaji Pokok Suga Nidurapas sebesar Rp. 2.980.400,00 sebulan. Selain GajiPokok, dibayarkan juga Tunjangan Jabatan sebesar Rp 180.000,00, Tunjangan Berassebesar Rp 56.900. Atas gaji Suga Nidurapas dipotong Iuran Wajib Pegawai dan IuranPensun sesuai dengn ktentuan yang berlaku, Perhitungan PPh Pasal 21 untuk diisikanpada Formulir 1721-A2 adalah sebagai berikut.
Penghitungan PPh Pasal 21
I. Kantor KIP B Di Jakarta
Gaji selama KIP B Jakarta (5 x Rp 2.980.400,00) Rp 14.902.000,00Tunjangan Jabatan (5 x Rp 180.000,00) Rp 900.000,00Tunjangan Beras (5 x Rp 56.900,00) Rp 284.500,00Pembulatan (5 x Rp 40,00 ) Rp 200,00
Penghasilan Bruto Rp 16.806.700,00
Pengurangan1. Biaya Jabatan : 5% x Rp16.806.700,00 = Rp 840.335,002. luran pensiun : 4,75% x Rp 14.902.000,00 = Rp 707.845,00
Rp 1.548.180,00Penghasilan neto lima bulan adalah Rp 15.258.520,00Penghasilan neto setahun: 12/5 x Rp15.258.520,00 Rp 36.620.448,00PTKP- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 12.320.448,00
PPh Pasal 21 terutang setahun5% x Rp12.320.000,00 = Rp 616.022,00,00PPh Pasal 21 terutang Januari s.d Mei 2013 : Rp616.022,00 X 5/12 = Rp 256.675,00PPh Pasal 21 yang sudah dipotong masa Januari s.d. Mei 2013 adalah:5 x Rp 51.335,00,00 = Rp 256.675,00PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong N I H I L
II. Kantor Instansi Pemerintah B di Bandung
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
29/83
Gaji 7 x Rp 2.980.400,00 20.862.800,00
Tunjangan Jabatan 7 x Rp 180.000,00 1.260.000,00
Tunjangan Beras 7 x 56.900,00 398.300,00
Pembulatan 7 x Rp 40 280,00
Jumlah Penghasilan di Bandung 22.521.380,00
Jumlah Penghasilan Bruto di Jakarta 16.806.700,00
Jumlah Penghasilan Bruto 39.328.080,00
Pengurang
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 39.328.080,00 1.966.404,00
2. Iuran Pensiun : 4,75% x Rp 2.980.400,00 x 12 1.698.828,00
3.665.232,00
Penghasilan Neto setahun 35.662.848,00
PTKP 24.300.000,00
Penghasilan Kena Pajak 11.362.848,00
PKP ddibulatkan 11.362.000,00
PPh Pasal 21 Terutang setahun 5% x Rp 11.362.000,00 568.100,00 PPh Pasaal 21 pada masa sebelumnya (di Jakarta) 256.675,00
PPh Pasal 21 disetor di Bandung 311.425,00
PPh Pasal 21 lebih (kurang) dipotong NIHIL
5. Cara Mengitung PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap Yang Baru Memiliki NPWP PadaTahun Berjalan
Contoh 3.12 :
Wahid Syaifullah, PNS Gol. III/a, status sudah menikah dan tidak memiliki tanggungankeluarga, bekerja pada KIP A dengan memperoleh gaji pokok dan tunjangan sebagai berikut:gaji Pokok Rp 2.558.600,00Tunjangan Isteri Rp 255.860,00Tunjangan Jabatan Rp 180.000,00Tunjangan Beras Rp 113.800,00
Wahid Syaifullah baru memiliki NPWP pada bulan Juni 2013 dan menyerahkan fotokopi kartuNPWP untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari-Mei 2013adalah sebagai berikut:
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
30/83
Gaji 2.558.600,00
Tunjangan Isteri 255.860,00 2.814.460,00
Tunjangan Jabatan 180.000,00
Tunjangan Beras 113.800,00
Pembulatan 80,00
Jumlah Penghasilan Bruto Sebulan 3.108.340,00
Pengurang
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 3.108.340,00 155.417,00
2. Iuran Pensiun : 4,75% x Rp 2.814.460,00 133.687,00
289.104,00
Penghasilan Neto sebulan 2.819.236,00
Penghasilan Neto disetahunkan 33.830.832,00
PTKP
WP 24.300.000,00
WP Kawin 2.025.000,00 26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak 7.505.832,00 PKP ddibulatkan 7.505.000,00
PPh Pasal 21 Terutang 5% x Rp 7.505.000,00 375.250,00
PPh Pasaal 21 Terutang Sebulan = Rp 256.675,00 : 12 31.271
Tidak memiliki NPWP maka PPh dikenakan lebih tinggi 20% = 37.525
PPh ditanggung Sendiri per bulan = Rp 37.525,00 - 31.271,00 = 6.254
PPh ditanggung sendiri s.d bulan Mei : 5 x Rp 6.254,00 = 31.271
PPh Harus disetor pada bulan Juni a.n. Wahid Syaifullah NIHIL
D. Tatacara Pemotongan dan Pelaporan
Pembayaran gaji setiap bulan biasanya dilakukan melalui mekanisme pembayaranlangsung (LS). Pemotongan PPh Pasal 21 dipotong langsung oleh KPPN pada saat menerbirkanSP2D LS.Bendahara membuat Surat Setoran Pajak (SSP) dan melampirkan SSP tersebut padaSurat Permintaan Pembayaran (SPM). Selanjutnya KPPN melakukan penyetoran ke Kas Negaramelalui pemindahbukuan potongan PPh Pasal 21.
Berdasarkan bukti pemotongan SPM dan SSP yang telah disahkan, Bendaharamembuat laporan pemotongan PPh Pasal 21 atas gaji dengan menyampaikan SPT Masa PPhPasal 21 ke KPP setempat paling lambat tanggal 20 setelah bulan pemotongan berakhir.Penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21 ke KPP setempat dapat dengan mengirimkan hard copy atau melalui data elektronik (e-SPT). Bendahara Pengeluaran diwajibkan menyampaikan e-SPT
apabila jumlah potongan PPh PPh Pasal 21 setiap bulan melebihi 20 bukti pomotongan.
***
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
31/83
BAB III
PEMAJAKAN ATAS PEMBAYARAN BELANJA SELAIN GAJI DAN
TUNJANGAN
A. Batasan Belanja Selain Gaji dan Tunjangan.
Sebagaimana telah dikemukakan pada bagian awal tulisan ini, bahwa pembahasan
materi Perpajakan Bendahara Pengeluaran ini menggunakan pendekatan klasifikasi belanja
Satuan Kerja Instansi Pemerintah Pusat/Daerah. Belanja satker yang terkait dengan PPh
Pasal 21 adalah dapat dikelompokkan menjadi Belanja Gaji dan Tunjangan dan Belanja
Selain Gaji dan Tunjangan. yang dimaksud Belanja Selain Gaji Dan Tunjangan yang
dibayarkan oleh Bendahara Pengeluaran adalah pembayaran penghasilan yang sifatnya
tidak teratur berupa honorarium, fee, komisi, dan penghasilan lain yang serupa termasuk
hadiah dan penghargaan yang diterima oleh pegawai tetap, bukan pegawai, atau pesertakegiatan.
B. Penerima Penghasilan Belanja Selain Gaji dan Tunjangan.
Untuk memudahkan penjelasan mengenai pemotongan PPh Pasal 21 atas Belanja
Selain Gaji dan Tunjangan, perlu terlebih dahulu dibedakan subyek pajaknya, yaitu antara :
a. penerima penghasilan yang berstatus sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota Polri,
Anggota TNI, dan pensiunannya; dan
b. penerima penghasilan Bukan Pegawai atau Peserta Kegiatan yang tidak berstatus
sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota Polri, Anggota TNI, dan pensiunannya.
Pengertian Bukan Pegawai dan Peserta Kegiatan akan di jelaskan pada pembahasanselanjutnya pada bagian masing-masing materi.
C. Dasar Hukum Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Gaji dan Tunjangan
Pembedaan subyek pajak PPh Pasal 21 seperti dikemukakan pada angka 2,
dimaksudkan untuk menetapkan dasar hukum pengenaan pajak penghasilan yang diterima
oleh Subjek Pajak yang berbeda satusnya. Pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran
Selain Gaji dan Tunjangan yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota Polri, Anggota
TNI, dan pensiunannya berlaku ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010,
sedangkan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran Belanja Selain Gaji dan Tunjangan
yang diterima oleh Bukan Pegawai dan Peserta kegiatan yang bukan Pejabat Negara,
bukan PNS, bukan Anggota Polri, bukan Anggota TNI, dan pensiunannya berlaku ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 jo Peraturan Dirjen Pajak Nomor
PER-31/PJ/2012.
D. Cara Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Selain Gaji dan Tunjangan Yang
Diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota Polri, dan Pensiunannya,
Berdasarkan PP Nomor 80 Tahun 2010, PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan selain gaji dan tunjangan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama
apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dipotong oleh bendahara pemerintah yang
membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut dan bersifat final dengan tarif :
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
32/83
o sebesar 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNSGolongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan PangkatTamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;
o sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagi PNSGolongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, danpensiunannya;
o sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain bagiPejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan PangkatPerwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.
Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI Anggota POLRI, dan Pensiunannya,
menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenai Pajak Penghasilan bersifat
final di luar penghasilan tetap dan teratur yang menjadi beban APBN atau APBD
(penghasilan yang dananya bukan berasal dari APBN atau APBD), penghasilan lain tersebut
digunggungkan dengan penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan.
Contoh 3.1. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan Selain Gaji dan Tunjangan
yang diterima PNS.
Nurul Fitriani adalah PNS golongan IV/a, pada bulan Maret 2013 menerima honorarium
sebagai nara sumber sebuah seminar yang dilaksanakan Kantor Pelayanan Pemerintah
sebesar Rp. 5.000.000,00.
Honorarium yang dibayarkan oleh Bendahara Pemerintah/Bendahara Pengeluaran kepada
PNS dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat final. Tarif yang diterapkan adalah 15% sesuai
dengan pangkat/golongan Nurul Fitriani. Perhitungan PPh Pasal 21 terutang:
15% x Rp. 5.000.000,00 = Rp. 750.000,00
Catatan:
PPh Pasal 21 atas honorarium sebagai nara sumber tidak ditanggung pemerintah dan
pemotongannya bersifat final.
Bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium wajib:
memotong PPh Pasal 21 Final dan menyetorkannya ke bank persepsi atau Kantor Pos;
membuat bukti pemotongan PPh Pasal Pasal 21 Final paling lama akhir bulan dilakukan
pembayaran;
melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 Final melalui penyampaian SPT Masa PPh
Pasal 21.
Contoh 3.2.
Juju Juhairiah, PNS Golongan II/d, pada tanggal 21 Maret 2013 menerima honorarium
sebagai anggota Tim Kerja sebesar Rp. 1.500.000,00, selama 6 bulan.
Pembayaran honorarium kepada PNS golongan II/d dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifat
Final dengan tarif 9%. PPh Pasal Final yang terutang:
0% x Rp. 1.500.000,00 = Rp. 0,00
Contoh 3.3.
Bersamaan dengan Juju Juhairiah (contoh 3.2) Bendahara Pengeluaran membayar
honorarium sebesar Rp 1.500.000,00 kepada Sersan Kepala Widiyanto, sebagai instruktur
pada Pelatihan Kesamaptaan.
Atas honorarium yang diterima oleh Serka Widyanto dikenakan PPh Pasal 21 yang bersifatfinal. Pangkat Sersan Kepala termasuk dalam jenjang Bintara, maka tarif PPh Pasal 21 yang
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
33/83
diterapkan adalah 0%. Maka perhitungan PPh Pasal 21 atas honorarium yang diterima
Serka Widiyanto adalah:
0% x Rp. 1.500.000,00 = Rp. 0,00
Catatan :
Walaupun PPh Pasal 21 Final yang dipotong Rp. 0,00, Bendahara pemerintah wajib
membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 Final paling lama akhir bulan Maret 2013.
1. Pengertian Bukan Pegawai.
Yang dimaksud Bukan Pegawai dalam peraturan perpajakan adalah orang pribadiselain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atauPPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukanberdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan meliputi :
a tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c olahragawand penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;e pengarang, peneliti, dan penerjemah;f pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepadasuatu kepanitiaan;
g agen iklan;h pengawas atau pengelola proyek;i pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; j petugas penjaja barang dagangan;k petugas dinas luar asuransi;l distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya;Dari susunan di atas dapat dikatakan bahwa daftar tersebut berbentuk positive list
yang berarti sudah jelas siapa yang dimaksud Bukan Pegawai. Pemberi jasa yag tidaktermasuk dalam daftar tersebut berarti bukan Bukan Pegawai.
2. Imbalan kepada Bukan Pegawai
Imbalan yang dibayarkan kepada Bukan Pegawai dapat berupa honorarium, komisi,fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan. Dalampengertian ini, imbalan adalah penghasilan yang diperoleh dari pemberian jasa/tenaga dariprofesi yang bersangkutan, seperti pengacara misalnya, pembayaran yang diterima adalahpembayaran atas fee melakukan pendampingan sekian jam dengan tarif per jam sebagaipengacara, bukan penghasilan dari usaha atau kegiatan lain seperti keuntungan penjualan
barang, uang rapat dan lain-lain.
3. Cara Menghitung PPh Pasal 21 atas imbalan kepada Bukan Pegawai Perlakuan PPh Pasal 21 terhadap penghasilan yang diterima Bukan Pegawai
dibedakan sebagai berikut :
Bukan Pegawai yang telah memiliki NPWP menerima imbalan hanya dari satu pemberikerja dan bersifat berkesinambungan
D. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Imbalan kepada Bukan Pegawai.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
34/83
Bukan Pegawai tidak memiliki NPWP atau yang menerima imbalan dari lebih dari satupemberi kerja dan bersifat berkesinambungan
Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan
Yang dimaksud dengan “bersifat berkesinambungan” adalah pembayaran yangdilakukan secara bulanan atau berkala lebih dari satu kali pembayaran yang sesuai dengan
maksud perikatan/pemberian kerja.
Ketentuan penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas pengahasilan BukanPegawai dibedakan sebagai berikut:
1) Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari hubungankerja dengan Pemotong PPh Pasal 21. serta tidak memperoleh penghasilan lainnya :
2) Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain darihubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 . (meski telah memiiki NPWP),
3) Bagi yang menerima Imbalan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan.
Contoh 3.4: Penghitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran kepada Nara Sumber.Nashrun Berlianto Pegawai pada Kantor Akuntan Publik “B” menerima honorarium sebagainara sumber pada seminar yang dilaksanakan oleh Kantor Instansi Pemerintah A sebesarRp5.000,000,00.Nasrun Berlianto berdasarkan ketentuan di atas termasuk bukan pegawai yang menerimaimbalan tidak bersiffat berkesinambungan, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan
yang diterima tersebut adalah sebagai berikut.• Dasar Pengenaan PPh pasal 21 :50% x Rp 5.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
• PPh Pasal 215% x Rp2.500.000,00 = Rp125.000,00
Dalam hal Nashrun Barlianto tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21yang terutang menjadi sebesar:
(5% x 120%) x Rp 2.500.000,00 = Rp150.000,00
Contoh 3.5. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan Kepada Bukan Pegawai YangBersifat Tidak Berkesinambungan.
Penghasilan Kena Pajak (DPP PPh) = 50% x Penghasilan Bruto – PTKPPerbulan
PPh Pasal 21 = tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatifpenghasilan kena pajak x (DPP PPh).
Penghasilan Kena Pajak (DPP PPh) = 50% x Penghasilan Bruto. PPh Pasal 21 = tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif
penghasilan kena pajak x (DPP PPh).
Penghasilan Kena Pajak (DPP PPh) = 50% x Penghasilan Bruto. PPh Pasal 21 = tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x 50% jumlah
penghasilan bruto
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
35/83
Ir. Mudrofi adalah seorang arsitek, pada bulan Agustus 2013 menerima honorarium sebesarRp110.000.000,00 dari Kantor Instansi Pemerintah sebagai Instruktur pada beberapakegiatan lokakarya. Penghitungan PPh pasal 21 terutang adalah sbb.:
Dasar Pengenaan PPh Pasal 21:50% x Rp110 juta = Rp 55 juta
Penghitungan PPh Pasal 21 :>> dalam hal memiliki NPWP:5% x Rp50juta = Rp2.500.000,0015% x Rp5 juta = Rp 750.000,00
Rp3.250.000,00>> dalam hal tidak memiliki NPWP:120% x Rp3.250 ribu = Rp3.900.000,00Kepada Ir. Mudrofi diberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 saat dilakukan
pemotongan. Selanjutnya dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 bulan Agustus 2013.
Contoh 3.6. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang
hanya menerima penghasilan hanya dari satu Pemberi Kerja dan bersifatBerkesinambungan. Kantor Instansi Pemerintah A mengadakan kontrak selama setahun (dimulai sejak Januari2013 - Desember 2013) dengan dr. Sukamdani (memiliki NPWP) , spesialis penyakit dalam,(status K/0) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiranempat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. Dr. Sukamdani hanya menerimapenghasilan dari KIP A.Dalam hal ini, dr. Sukamdani termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan(berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan hanya menerima penghasilan darisatu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:
DPP PPh Pasal 21 per bulan = 50% x Rp 20.000.000,00 – PTKP sebulan
= Rp 10.000.000,00 - (Rp 26.325.000,00 : 12)= Rp 10.000.000,00 - Rp 2.193.750,00= Rp 7.806.250,00
Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sbb:
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
36/83
BULAN DPP DPP KUMULATIF TARIF PPh Pasal 21
Rp Rp Rp
Januari 7.806.250 7.806.250 5% 390.313
Februari 7.806.250 15.612.500 5% 390.313
Maret 7.806.250 23.418.750 5% 390.313
April 7.806.250 31.225.000 5% 390.313
Mei 7.806.250 39.031.250 5% 390.313
Juni 7.806.250 46.837.500 5% 390.313
Juli 3.162.500 50.000.000 5% 158.125
4.643.750 54.643.750 15% 696.563
7.806.250 854.688
Agustus 7.806.250 57.806.250 15% 1.170.938
September 7.806.250 65.612.500 15% 1.170.938
Oktober 7.806.250 73.418.750 15% 1.170.938
November 7.806.250 81.225.000 15% 1.170.938
Desember 7.806.250 89.031.250 15% 1.170.938
Contoh 3.7. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yangmenerima penghasilan lebih dari satu Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambungan. Kantor Instansi Pemerintah B mengadakan kontrak selama setahun (dimulai sejak Januari2013 - Desember 2013) dengan dr. Sukmajadi (memiliki NPWP) , spesialis penyakit dalam,(status K/2) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran tigakali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 14juta...Dalam hal ini, dr. Sukmajadi termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan(berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan. maka penghitungan PPh Pasal 21terutang setiap bulan adalah sebagai berikut:
DPP PPh Pasal 21 per bulan = 50% x Rp 14.000.000,00= Rp 7.000.000,00
Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sbb:
BULAN DPP DPP KUMULATIF TARIF PPh Pasal 21
Rp Rp Rp
Januari 7.000.000 7.000.000 5% 350.000
Februari 7.000.000 14.000.000 5% 350.000
Maret 7.000.000 21.000.000 5% 350.000
April 7.000.000 28.000.000 5% 350.000
Mei 7.000.000 35.000.000 5% 350.000
Juni 7.000.000 42.000.000 5% 350.000
Juli 7.000.000 49.000.000 5% 350.000
Agustus 1.000.000 50.000.000 5% 50.000
6.000.000 56.000.000 15% 900.000
7.000.000 950.000
September 7.000.000 63.000.000 15% 1.050.000
Oktober 7.000.000 70.000.000 15% 1.050.000
November 7.000.000 77.000.000 15% 1.050.000
Desember 7.000.000 84.000.000 15% 1.050.000
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
37/83
1. Pengertian Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengankeikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan ola hraga, seni,ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;c peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;d peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
Dilihat dari definisi di atas, untuk keperluan penghitungan PPh Pasal 21 pesertakegiatan dapat dibedakan berdasarkan statusnya menjadi :
a) Peserta Kegiatan yang berstatus pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri, danpensiunannya. danb) Peserta Kegiatan yang berstatus selain pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri, dan
pensiunannya.
2. Penghitungan PPh Pasal 21
Dasar Pengenaan PPh pasal 21 adalah penghasilan bruto dan tarif yang digunakan
adalah tarif Pasal 17 ayat (1) huru a, sehingga rumus penghitungan PPh pasal 21 untuk
penghasilan peserta kegiatan adalah :
Contoh 3.8. Taufik Aprianto adalah seorang pemain bulutangkis profesional yang bertempat
tinggal di Indonesia. Ia menjuarai turnamen Indonesia Open dan memperoleh hadiah
sebesar Rp 100.000.000,00
PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia Terbuka tersebut adalah:
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
Contoh 3.9 : Mirna Muna adalah seorang PNS golongan III/a pada Kantor Instansi
Pemerintah A, pada bulan Agustus 2014 menerima hadiah sebagai pemenang hadiah
perlombaan penulisan karya tulis ilmiah. Bendahara Pengeluaran membayar hadiah
tersebut sebesar Rp 12.000.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebaga
berikut:
Mirna Muna adalah seorang PNS golongan III/a, pengenaan PPh Pasal 21 yang terutang
atas hadiah tersebut dberlaku ketentuan PP No. 80 Tahun 2010. Dengan demikian PPh
pasal 21 terutang adalah:
5% x Rp 12.000.000,00 = Rp 600.000,00
***
E. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Yang Diterima Peserta
Kegiatan.
Tarif PPh pasal 17 ayat (1) huruf a x Penghasilan Bruto.
8/18/2019 3. BA Perpajakan Bendahara Pengeluaran 14.01.15
38/83
PPh Pemotongan/Pemungutan 32
BAB IV
PEMAJAKAN ATAS PEMBAYARAN BELANJA BARANG
Belanja Barang dan Belanja Modal merupakan bagian yang integral dengan
kegiatan-kegiatan kementerian/lembaga dalam rangka menjalankan tugas-tugas
pemerintahan dan pembangunan. Istilah Belanja Barang dan Belanja Modal merujuk pada
klasifikasi anggaran dalam APBN yang menunjukkan barang yang mempunyai masa
manfaat paling lama satu untuk Belanja Barang dan barang yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun untuk Belanja Modal. Namun demikian, ditinjau dari sisi
perpajakan, tidak ada perbedaan perlakuan pemungutan pajaknya. Pemungutan pajak
penghasilan atas pembayaran alat-alat tulis kantor misalnya, tidak dibedakan dengan
pemungutan pajak penghasilan atas pembayaran pembelian barang inventaris. Hanya saja
perlu diketahui adanya perbedaan sifat pemungutan pajak penghasilan antara pembayaran
atas pembelian barang yang dikenakan PPh Pasal 22 dan pemungutan pajak penghasilan
atas pembayaran barang yang dikenakan PPh yang bersifat final (PPh Pasal 4 ayat (2)).
Selain Pajak Penghasilan, atas pembayaran pembelian barang dari PengusahaKena Pajak (PKP) rekanan Pemerintah , dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM). Pengusaha Kena Pajak (PKP)
adalah pengusaha yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak untuk memungut PPN dan/atau PPnBM,
menyetor, dan melaporkannya.
Pada dasarnya, semua pembayaran atas pembelian barang dipungut PPh Pasal 22
atau PPh Pasal 4 ayat (2) dan/atau PPN, namun terdapat beberapa pengecualian yang
diatur dalam peraturan perpajakan yang menyebutkan adanya barang-barang tertentu atau
batas pembayaran tertentu yang tidak dikenakan PPh dan/atau PPN.
A. Belanja Barang yang Dikenakan PPh Pasal 22.
1. Pengertian PPh Pasal 22
Pasal 22 Undang Undang Pajak Penghasilan mengatur pemungutan pajak atas
penghasilan terkait dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang
impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Berdasarkan ketentuan Pasal 22 UU PPh
tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk 1) menetapkan pemungut PPh terkait
dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain, dan
Top Related