Get Homework/Assignment Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesBAB I
PENDAHULUAN
Bronkopneumonia merupakan suatu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia
lobularis. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Pneumonia sering disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode
yang serius disebabkan oleh bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab
spesifik melalui gambaran klinis atau gambaran foto dada. Dalam program
penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia diklasifikasikan sebagai pneumonia
sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Berdasarkan
ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam dan
frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing
derajat penyakit (Behrman et al., 2000).
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Pola bakteri
1
penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien
(Behrman et al., 2000). Insidensi pneumonia pada anak usia < 5 tahun di
Negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di Negara
berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Diperkirakan hampir seperlima
kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi
dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
respiratorius, terutama pneumonia (Rahajoe, 2009).
Pelaporan kasus bronkopneumonia di Aceh masih jarang dilakukan. Oleh
karena itu pada tulisan ini akan dilaporkan mengenai kasus bronkopneumonia.
2
BAB II
ILUSTRASI KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : ADS
Umur : 4 tahun 2 bulan 4 hari (12 Maret 2009)
Jenis Kelamin : Perempuan
No.CM / Reg. : 0148
Alamat : Ds. Lamt. Barat, Kec. Jaya Baru, Banda Aceh.
Nomer handphone: 085297935656
Suku : Aceh
Agama : Islam
Nama ayah : Zulfikar
Umur : 38 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta (pedagang pakaian)
Agama : Islam
Nama Ibu : Rosmiati
Umur : 35 tahun
Pendidikan terakhir : D2 Matematika
Pekerjaan : Pengajar
Agama : Islam
TB : 98 cm
LK : 51 cm
BB : 15 kg
Tanggal Pemeriksaan : 16 Mei 2013
2. Anamnesis Penyakit (Auto anamnesa)
Keluhan Utama : Batuk berdahak
Keluhan Tambahan : Pilek dan demam.
RPS:
3
Pasien datang dengan keluhan batuk berdahak yang dialami sejak 5 hari
yang lalu dan memberat dalam 2 hari yang lalu. Dahak berwarna hijau keputihan.
Adanya dahak bercampur darah disangkal. Pilek dialami sejak 7 hari yang lalu.
Hidung gatal dan ingus encer disangkal. Keluhan nyeri dada, mengi atau sesak
nafas disangkal.
Pasien juga mengeluhkan demam yang dialami sejak ± 4 hari yang lalu.
Demam dirasakan tidak terlalu tinggi. Demam dapat turun dengan pemberian obat
parasetamol. Demam muncul lagi pada ± 2 hari yang lalu yang dirasakan tidak
terlalu tinggi. Pasien juga mengeluhkan sakit kepala dan gelisah sejak saat
pertama sakit. Selama sakit pasien mengalami penurunan nafsu makan. Pasien
juga mengeluhkan sering mual. Keluhan muntah atau gangguan buang air besar
dan penurunan berat badan disangkal.
RPO:
Pasien sempat berobat ke mantri dan diberi obat penurun panas
paracetamol.
RPD:
Keluarga pasien mengaku bahwa pasien sering mengalami batuk pilek
sejak usia 2 tahun. Adanya riwayat alergi disangkal.
RPK:
Keluarga pasien menyangkal adanya salah satu anggota keluarga yang
pernah menderita batuk pilek. Riwayat alergi dalam keluarga disangkal. Riwayat
TB disangkal.
4
Family Genogram:
RKS:
Keluarga pasien mengaku bahwa pasien sering makan makanan gorengan
dan es.
Riwayat Imunisasi:
Usia (bulan) Jenis imunisasi
0 HB0
1 BCG, polio 1
2 DPT/HB1, polio 2
3 DPT/HB2, polio 3
4 DPT/HB3, polio4
9 Campak
5
X X X X
X
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Usia (bulan) Pertumbuhan dan perkembangan1 Tangan dan kaki bergerak aktif, kepala menoleh ke
samping, bereaksi terhadap bunyi lonceng, menatap wajah ibu.
2 Mengangkat kepala ketika tengkurap, kepala menoleh ke samping, bersuara, tersenyum spontan.
3 Kepala tegak ketika didudukan, memegang mainan, tertawa, memandang tangannya.
4 Tengkurap atau terlentang sendiri, memegang mainan, tertawa, memandang tangannya.
5 Tengkurap atau terlentang sendiri, meraih, menoleh kea rah datangnya suara, meraih mainan.
6 Duduk tanpa berpegangan, meraih, menoleh kea rah datangnya suara, memasukkan biscuit ke mulut.
7 Duduk tanpa berpegangan, mengambil mainan, menoleh kea rah datangnya suara, memasukkan biscuit ke mulut.
8 Berdiri berpegangan, mengambil mainan, bersuara ma…ma…ma..
9 Berdiri berpegangan, menjimpit, bersuara ma…ma…, melambaikan tangan.
10 Berdiri berpegangan, memukulkan mainan di kedua tangan, bersuara ma… ma…, bertepuk tangan.
11 Berdiri berpegangan, memukulkan mainan di kedua tangan, memanggil mama papa, menunjuk meminta.
12 Berdiri tanpa berpegangan, memasukkan mainan ke cangkir, bermain dengan orang lain.
Riwayat ASI dan MPASI
Usia (bulan) Jenis makanan
0-6 bulan ASI
6-9 bulan ASI, bubur susu, buah, tim saring
9-12 ASI, bubur susu, buah, tim saring
3. Status Present
Keadaan umum : Pasien tampak lemah
GCS : E4M6V5 = 15
6
Kesadaran : Kompos mentis
Frekuensi jantung : 86 x / menit
Frekuensi nafas : 28 x / menit
Temperatur : 37,4oC
Refleks Fisiologis : (+)
Refleks Patologis : (-)
TB : 98 cm
BB : 15 kg
LK : 51 cm
BB/U : 15/16 x 100% = 93,7%
TB/U : 98/100 x 100% = 98%
BB/TB : 15/15 x 100% = 100%
4. Pemeriksaan Fisik
Status general pasien adalah sebagai berikut:
1. Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : kembali cepat
Ikterus : (-)
Anemi : (-)
Sianosis : (-)
Udema : (-)
2. Kepala
Bentuk : Kesan Normocephali
Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
Mata : Cekung (-), pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Serumen (-)
Hidung : Sekret (+), mimisan (-), nafas cuping hidung (+)
Mulut :
Gigi geligi : Karies (-)
Bibir : sianosis (-)
7
Mukosa : kering (+)
Lidah : Beslag (-), tremor (-)
3. Leher
Bentuk : Kesan simetris
Kelenjar Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)
Brudzinski sign : (-)
Kaku kuduk : (-)
4. Torak
Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
Tipe Pernafasan : Thorako Abdominal
Retraksi : (+)
5. Paru-Paru
Torak Depan
a. Inspeksi : Simetris(+), Retraksi (+)
Mammae: Dextra : Papilla mammae rata tidak membesar
Sinistra : Papilla mammae rata tidak membesar.
b. Palpasi
Stem Fremitus Paru Kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Normal Normal
Lap. Paru Tengah Normal Normal
Lap. Paru Bawah Menurun Normal
c. Perkusi
Paru Kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Sonor Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor
d. Auskultasi
Suara nafas pokok Paru Kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Vesikuler Veskuler
Lap. Paru Tengah Vesikuler Veskuler
8
Lap. Paru Bawah Vesikuler Veskuler
e. Auskultasi suara tambahan
Suara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh basah(-), Wh (-) Rh basah (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh basah (-), Wh (-) Rh basah (-), Wh (-)
Lap. Paru bawah Rh basah (+), Wh (-) Rh basah (-), Wh (-)
6. Thoraks Belakang
a. Inspeksi: Simetris (+), Retraksi (-)
b. Palpasi
Stem Fremitus Paru Kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Normal Normal
Lap. Paru Tengah Normal Normal
Lap. Paru Bawah Normal Normal
c. perkusi
Paru Kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Sonor Sonor
Lap. Paru Tengah Sonor Sonor
Lap. Paru Bawah Sonor Sonor
d. Auskultasi
Suara nafas pokok Paru Kanan Paru Kiri
Lap. Paru Atas Vesikuler Veskuler
Lap. Paru Tengah Vesikuler Veskuler
Lep. Paru Bawah Vesikuler Veskuler
e. Auskultasi suara tambahanSuara Tambahan Paru kanan Paru kiri
Lap. Paru atas Rh basah (-), Wh (-) Rh basah (-), Wh (-)
Lap. Paru tengah Rh basah (-), Wh (-) Rh basah (-), Wh (-)
9
Lap. Paru bawah Rh basah (-), Wh (-) Rh basah (-), Wh (-)
7. Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
Atas : ICS III sinistra
Kiri : Linea midklavikula sinistra
Kanan : Linea parasternalis dekstra
Auskultasi : HR 86x/menit, regular. bising (-), BJ1 > BJ2
8. Abdomen
Inspeksi : Kesan simetris
Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba,
balotemen (-), undulasi (-)
Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), tapping pain (-/-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+), kesan normal
9. Genetalia : perempuan, kelainan kongenital (-).
10. Anus : (+), tidak ada kelainan.
11. Ekstremitas : Sup : Pucat (-/-), sianosis (-/-), petechie (-/-)
Inf : Pucat (-/-), sianosis (-/-), petechie (-/-)
Motorik atas (5555/5555) bawah (5555/5555)
Sensorik atas (+/+) bawah (+/+)
Refleks fisiologis atas (+/+) bawah (+/+)
Refleks patologis (-/-)
5. Assesement
Susp. Bronkopneumonia
6. Terapi
10
Medikamentosa:
- Amoksisilin syr 3 x cth 1
- Ambroksol syr 2 x cth 1
- Ondansetron 8 mg 2x1
Zinc 15 mg 2x1
Paracetamol 250 mg 3x1
Planning Edukasi
- Penjelasan tentang penyakit dan pengobatan kepada pasien.
- Konsumsi makanan yang sehat seperti buah-buahan, sayur-sayuran.
- Mengajarkan mengenai pentingnya asupan gizi pada balita
7. Usulan Pemeriksaan
Laboratorium
- Darah rutin
- Kultur dahak dan sensitivitas
Radiologi
- Foto thoraks PA
8. Prognosa
Quo ad Vitam : Dubia at bonam
Quo ad Sanam : Dubia at bonam
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia
lobularis. Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim
paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli (Behrman et al.,
2000).
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Kebanyakan
kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab
noninfeksi seperti aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, bahan lipoid dan pnemonitis akibat obat. Pneumonia digolongkan
atas dasar anatomi seperti proses lobus atau lobularis, alveoler atau interstisial
(Behrman et al., 2000).
3.2. Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di afrika dan asia
tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27% kematian bayi dan
22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratorius,
terutama pneumonia (Rahajoe, 2009).
Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4
kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada
balita di Negara berkembang (Behrman et al., 2000).
12
Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan
distribusi umur pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama
disebabkan oleh bakteri. Namun secara umum bakteri yang berperan penting
dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae,
Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta kuman atipik Chlamydia
pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae (Behrman et al., 2000).
3.3. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lesi di paru
- pneumonia lobaris
- pneumonia interstisial
- bronkopneumonia
Berdasarkan asal infeksi
- di dapat dari masyarakat
- di dapat dari rumah sakit
Berdasarkan etiologi penyebab
- pneumonia bakteri
- pneumonia virus
- pneumonia mikoplasma
- pneumonia jamur
Berdasarkan karakteristik penyakit
- pneumonia tipikal
- pneumonia atipikal
Berdasarkan lama penyakit
- pneumonia akut
- pneumonia persisten (Behrman et al., 2000; Rahajoe, 2009).
3.4. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada
perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,
gambaran klinis dan strategi pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan
bayi kecil meliputi streptococcus group B dan bakteri gram negatif seperti E.
13
Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang lebih besar dan anak balita,
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi streptococcus pneumonia,
haemophillus influenzae tipe B dan staphylococcus aureus. Sedangkan pada anak
yang lenih bedar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
mycoplasma pneumoniae (Rahajoe, 2009).
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus,
disamping bakteri. Virus yang terbanyak ditemukan adalah respiratory syncytial
virus, rino virus dan virus para influenza. Patogen penyebab pneumonia pada
anak bervariasi bergantung pada :
- usia
- status imunologis
- kondisi lingkungan
- status imunisasi
- faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi) (Behrman et al., 2000).
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu
bila dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae
biasanya bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh
lapangan paru (bronkopneumonia) (Behrman et al., 2000).
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di
Negara maju (Behrman et al., 2000):
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
citomegalovirus
Herper simpleks virus
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
14
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza virus Ureaplasma urealyticum
Parainfluenza 1,2,3 Virus
respiratory syncytial virus Cytomegalovirus
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe
B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza virus
Parainfluenza virus
respiratory syncytial virus
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr virus
Influenza virus
Parainfluenza Rinovirus
Varisela zoster
Rino virus
15
respiratory syncytial virus
3.5. Patogenesis
Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam
saluran penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen.
Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam
keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru seperti refleks
epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, refleks batuk,
pergerakan sel silia, sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik. Infeksi paru
terjadi apabila mekanisme ini terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat
banyak dan virulensi (Behrman et al., 2000).
Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan
bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan
imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag
yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain
(Rahajoe, 2009).
Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas,
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang
meliputi empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
16
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula (Behrman et al.,
2000).
17
Gambar 2.1. Mekanisme terjadinya bronkopneumonia yang memicu terjadinya kegagalan organ (Muller-Redetzky et al., 2012).
3.6. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara
ringan hingga sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam jiwa dan
mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah inmaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang
luas, gejala klinis yang tidak khas terutama pada bayi (Rahajoe, 2009).
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secra umum adalah sebagai berikut:
- Gambaran infeksi umum :
18
Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.
- Gambaran gangguan respiratorius:
Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis (Behrman et al., 2000).
3.7. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret
jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka (Behrman et al., 2000;
Rahajoe, 2009).
3.8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran
klinis. Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen
toraks AP dan lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik
distres pernapasan seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara
napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
- Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
19
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris,
atau terlibat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas, dan menyerupai lesi tumor paru,
dikenal sebagai round pneumonia.
- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru,
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru,
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan
limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan
neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri
serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan
hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi
mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak
rutin dilakukan (Behrman et al., 2000; Rahajoe, 2009).
3.9. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Kriteria takipneu menurut WHO :
Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit
2. Panas badan3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)4. Foto thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat difus5. Leukositosis :
20
Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.
Kadar leukosit berdasarkan umur:Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500
Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500
Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500
Anak umur 8-13 tahun : 4500 – 13500
Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :
Bayi berusia di bawah 2 bulan
- Pneumonia
Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
- Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.
Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun
- Pneumonia sangat berat
Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
- Pneumonia berat
Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
- Pneumonia ringan
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
- Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis.
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk. Tanda bahaya untuk bayi usia
21
< 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan
demam/badan terasa dingin (WHO, 2009).
3.10. Diagnosis Banding
- Bronkiolitis
Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
Tidak ada respon dengan bronkodilator
- Aspirasi pneumonia
Riwayat tiba-tiba tersedak
Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba
Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal
- Tb paru primer
Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa positif
Uji tuberkulin positif (>10mm, pada keadaan imunosupresi > 5mm)
Penurunan berat badan
Demam (>2minggu) tanpa sebab yang jelas
Batuk kronis > 3 minggu
Pembesaran KGB (Behrman et al., 2000; Rahajoe, 2009).
3.11. Penatalaksanaan
Penatalaksaan umum penderita bronkopneumonia yaitu pemberian oksigen
lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥
60. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Penatalaksanaan
khusus penderita bronkopneumonia yaitu mukolitik, ekspektoran dan obat
penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena akan
mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan
hanya pada penderita dengan suhu tinggi. Pemberian antibiotika berdasarkan
mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis (Behrman et al., 2000).
1. Antibiotik
22
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).
Sedangkan menurut petunjuk pengobatan bronkopneumonia WHO (2012)
mengungkapkan bahwa penderita bronkopneumonia ringan perlu
dipertimbangkan pemberian antibiotik amoksisilin 40 mg/KgBB. Jika penderita
tidak memiliki respon terhadap gegimen pengobatan tersebut maka perlu
dipertimbangkan untuk dirujuk. Penderita bronkopneumonia berat diberikan
antibiotik ampicilin 50 mg/kgBB dan gentamisin 7,5 mg/kgBB.
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik
intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan
cefotaxim. Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat
perbaikan setelah mendapat antibiotik intra vena. Faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan terapi yaitu (1) kuman yang dicurigai atas
dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis, (2) berat ringan penyakit, (3)
riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis, dan (4) ada tidaknya penyakit
yang mendasari.
2. Nutrisi
23
Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan peroral
harus dihindari. Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika memang
dibutuhkan sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil. Perlu dilakukan
pemantauan cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia
berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.
3. Kriteria rawat inap:
a. Bayi
- saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
- frekuensi nafas > 60 x/ menit
- distres pernafasan, apneu intermiten
- tidak mau minum atau menetek
- keluarga tidak bisa merawat dirumah
b. anak
- saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
- frekuensi nafas > 50 x/ menit
- distres pernafasan
- terdapat tanda dehidrasi
- keluarga tidak bisa merawat dirumah
4. Kriteria pulang:
- gejala dan tanda pneumonia menghilang
- asupan peroral adekuat
- pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah
- keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah
(Behrman et al., 2000).
3.12. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
24
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi (Behrman et al.,
2000).
3.13. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi
didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang
terlambat untuk pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah
lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan
dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi
ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi
memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri (Behrman et al., 2000).
3.14. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai
penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, dan rajin berolahraga.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain vaksinasi Pneumokokus, vaksinasi H. Influenza, vaksinasi Varisela
yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah, dan vaksin influenza
yang diberikan pada anak sebelum anak sakit (Behrman et al., 2000; Rahajoe,
2009).
25
BAB IV
PENUTUP
Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia
lobularis. Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme. Usia pasien
merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan ciri khas
pneumonia anak. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
sesak nafas, panas badan, ronkhi basah sedang nyaring (crackles), foto thorax
menunjukkan gambaran infiltrat difus, dan leukositosis. Terapi yang diberikan
oksigen dan antibiotik. Prognosisnya sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %,
mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi
energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
26
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE, Kliegman R, Nelson WE, Vaughan VC. 2000. Nelson textbook of pediatrics Edisi 17. Jakarta: EGC.
Muller-Redetzky H, Suttorp N, Witzenrath M. 2012. Experimental models of pneumonia-induced sepsis. Drug Disc Today: Dis Models. 9(1): e23-e32.
Rahajoe. NN. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1 cetakan Pertama. Jakarta: IDAI.
WHO. 2009. Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia
WHO. 2012. Recomendations for management of commonchilhood conditions: newborn conditions, dysentery, pneumonia, oxygen use and delivery, common cause of fever, severe acute malnutrition and supportive care. Switzerland: WHO.
27