1BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit,
utamanya penyakit infeksi (Notoatmodjo S, 2003 : 2004). Salah satu penykit
infeksi pada balita adalah diare dan ISPA (Soetjiningsih, 2005 : 155). Diare
lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih
lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare
(http://G//dkk%20tangani%20diare.htm. Diakses tanggal 27 Mei 2009).
Sampai saat ini penyakit diare merupakan masalah kesehatan di Indonesia,
baik ditinjau dari angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya
(Depkes RI, 2007 : 1).
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut Parashar tahun 2003, di
dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena penyakit
diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang
termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007 : 10). Menurut Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, di Indonesia penyakit diare menempati
urutan kedua dari penyakit infeksi (www.compas.com. Diakses tanggal 26
Mei 2009). Angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2006 adalah 43,2%
dari semua golongan umur dan secara proporsional 55% terjadi pada golongan
balita (Depkes RI, 2007 : 1). Hasil survei pemerintah Jawa Timur
terdapat 346.207 balita menderita diare dan 41,33% balita yang baru bisa
2ditangani (DinKes Jatim, 2006). Tahun 2007 di Jawa Timur diare merupakan
penyakit dengan frekuensi KLB terbanyak kelima (DinKes Jatim, 2008).
Sedangkan di Kabupaten Bojonegoro tahun 2007 diare merupakan penyakit
dengan frekuensi KLB terbanyak ketiga (Profil Kesehatan Bojonegoro
tahun 2008). Berdasarkan penetapan Departemen Kesehatan angka kesakitan
diare tahun 2008 adalah 10% dan angka kejadian diare pada balita di
Kabupaten Bojonegoro tahun 2008 adalah 11,99%. Dari laporan diare tahun
2008 di Puskesmas Trucuk jumlah balita yang diare sebanyak 285 (15,93%)
dari 1.789 balita. Dan di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk pada tahun 2008
jumlah balita yang diare adalah 56 (12,25%) dari 457 balita.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah faktor
lingkungan, praktik penyapihan yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat
menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis seperti menyiapkan
makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau
membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di
daerah dimana ada tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare
(Ramaiah S, 2000 : 17). Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah
makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan
dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih (http://G//penyebab_diare.htm.
Diakses tanggal 30 Mei 2009). Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap
masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting agar anak yang sedang
mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk
(http://www.rehidrasidantindakanpentingatasidiare.com. Diakses tanggal 01
3Juni 2009). Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadinya kekurangan
cairan atau dehidrasi, gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)
yang secara klinis berupa pernafasan kussmaul, gangguan gizi akibat muntah
dan gangguan sirkulasi darah yang dapat berupa renjatan hipovolemik
(Mansjoer A, 2005 : 502). Dehidrasi dan malnutrisi adalah akibat yang paling
berat dari diare, keduanya dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat
jika tidak diobati dengan benar (Ramaiah S, 2000 : 23).
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian diare, pemerintah
melalui Dinas Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan
kualitas dan kuantitas tatalaksana diare melalui pendekatan Menejemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan perkembangan Pojok Oralit,
2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan
benar, 3) Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan KIE,
4) Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan
penanggulangan kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000 : 6-7). Upaya
pencegahan diare meliputi : memberikan ASI, memperbaiki makanan
pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan,
menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan
imunisasi campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah
terjadinya diare yang lebih berat lagi (Depkes, 2007 : 59).
4B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut : Apakah ada hubungan pengetahuan ibu balita
tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa BanjarsariKecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro ?
C. Tujuan Penelitian1. Tujuan umum
Untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan ibu balita tentang
higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa BanjarsariKecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.
2. Tujuan khususa. Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan
balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.b. Mengidentifikasi kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.c. Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene
makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa BanjarsariKecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Sebagai pengalaman baru dalam melakukan penelitian dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan keadaan
yang ada di masyarakat.
52. Bagi orang tua responden
Dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang higiene makanan dan
diare sehingga diharapkan angka kejadian diare pada balita dapat
berkurang.
3. Bagi tenaga kesehatan
Dapat memberikan gambaran informasi tentang permasalahan yang
terjadi pada balita sehingga lebih menggerakkan penyuluhan tentang
higiene makanan dan penyuluhan tentang diare dalam upaya peningkatan
pelayanan kesehatan pada balita.
4. Bagi institusi pendidikan
Dapat dipergunakan sebagai acuan atau studi banding dalam
penelitian mahasiswa selanjutnya tentang hubungan pengetahuan ibu balita
tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita.
6BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam hal ini akan dibahas mengenai konsep dasar pengetahuan, konsep
ibu balita, konsep higiene makanan, konsep balita dan konsep diare sebagai
acuan dalam pembuatan kerangka konseptual dan hipotesis dalam penelitian
yang berjudul Hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan
dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk
Kabupaten Bojonegoro.
A. Konsep Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni : indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003 : 127).
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui, kepandaian
(Depdikbud, 2007 : 1121).
Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab
pertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2005 : 3).
72. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan (Notoatmodjo S, 2003 : 128-130), yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh
sebab itu tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application).
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum,
8rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang
lain.
d. Analisis (Analysis).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain,
kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan
sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis).
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subjek penelitian atau responden.
3. Cara memperoleh pengetahuan
Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi
dua (Notoatmodjo S, 2005 : 10-18), yakni :
9a. Cara tradisional atau non ilmiah
1) Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan,
bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba-coba ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan
masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba
kemungkinan yang lain. Metode ini masih dipergunakan sampai
sekarang terutama oleh mereka yang belum atau tidak mengetahui
suatu cara tertentu dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang
dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas tanpa terlebih
dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya. Baik
berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru terbaik, maksudnya bahwa
pengalaman itu sumber pengetahuan dan pengalaman itu
merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
4) Melalui jalan pikiranBerfikir induksi adalah pembuatan kesimpulan-kesimpulan
berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh indera.
Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang
memungkinkan seseorang untuk memahami suatu gejala.
10
Sedangkan berfikir deduksi adalah proses berpikir berdasarkan
pada pengetahuan yang umum mencapai pengetahuan yang khusus.
b. Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah, atau lebih populer disebut metodologi penelitian
(research methodology).
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan diantaranya adalah :
a. Umur
Semakin cukup umur tingkat pematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir, belajar, bekerja sehinggapengetahuanpun akan bertambah. Dari segi kepercayaan masyarakat,
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya.
(Nursalam & Siti Pariani, 2001 : 134).
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami
pesan atau informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi sehingga
banyak pula pengetahuan yang dimiliki (Effendy N, 1998 : 248).
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk jugaperilaku akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap
berperan serta dalam pembangunan kesehatan.
(Nursalam & Siti Pariani, 2001 : 133).
11
Menurut Kuncoroningrat (1997) yang dikutip oleh Nursalam
dan Siti Pariani (2001 : 133), makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang
baru diperkenalkan.
Tingkat pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar
merupakan tingkat pendidikan yang melandasi tingkat pendidikan
menengah, adapun bentuk pendidikan dasar adalah Sekolah Dasar
(SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau bentuk lain yang
sederajat. Pendidikan menengah adalah Sekolah Menengah Atas
(SMA) atau bentuk lain yang sederajat. Pendidikan tinggi merupakan
lanjutan pendidikan menengah adapun bentuk pendidikan tinggi
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis
dan dokter yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi
(Standar Pendidikan Nasional, 2005 : 103).
c. Pengalaman
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman
itu merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan
oleh karena pengalaman yang diperoleh dapat memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.
(Notoatmodjo S, 2005 : 13).
12
B. Konsep Ibu Balita
Pengertian ibu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
(Depdikbud, 2007 : 416).
Ibu adalah seorang yang telah melahirkan anak.
Ibu adalah sebutan untuk wanita yang sudah bersuami.
Ibu adalah panggilan lazim pada wanita yang sudah bersuami atau belum
yang umurnya lebih tua.
Pengertian balita menurut Djoko Wijono (2006 : 63) merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah. Balita
dibedakan :
1. Bayi (0-12 bulan).
2. Anak balita (13-36 bulan).
3. Anak balita (37-60 bulan).
Pengertian ibu balita adalah seorang yang telah melahirkan dan
mempunyai anak balita.
C. Konsep Higiene Makanan
1. Pengertian
Kata higiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti perawatan dan
pemeliharaan kesehatan (Widmer P, 2007 : 44).Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan dan
berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan
(Purnawijayanti H.A, 2001 : 41).
13
Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat
gizi atau unsur ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizioleh tubuh yang berguna lebih bila dimaksukkan dalam tubuh
(Almatsier S, 2001 : 3).Higiene makanan adalah menjaga kebersihan tempat kerja, peralatan
dan bahan makanan mulai dari penyiapan, pengolahan sampai dengan
penyimpanannya (Widmer P, 2006 : 45).2. Komponen pokok dalam higiene makanan
a. Faktor fisik
Bangunan dan peralatan :
Lingkungan kerja harus memiliki pencahayaan yang baik,ventilasi yang baik dan bersih (Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 53).Luas ventilasi minimal adalah 15-20% dari luas lantai
(Notoatmodjo S, 2003 : 151). Ruang penyimpanan makanan harusbebas dari bau tak sedap, asap, debu dan jauh dari tempat pembuangansampah. Penyimpanan makanan dalam tempat yang tetutup rapat
merupakan pertahanan yang efektif untuk menghindari tumbuhnya
mikroba.
Peralatan masak harus tepat penggunaannya, dipelihara dengan
baik dan diperiksa dengan teratur untuk memastikan bahwa alat
tersebut berfungsi dengan baik (Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 53).b. Faktor operasional
Penanganan makanan secara higienis
Penanganan makanan secara higienis bertujuan untukmenghindari kontaminasi terutama pada makanan matang atau siap
14
santap, makanan matang harus disimpan dengan baik dan terpisah dari
makanan mentah untuk menghindari kontaminasi silang.
Sebagian besar penanganan makanan secara higienis berkaitan
dengan pengaturan suhu yang tepat dalam pengolahan dan
penyimpanannya. Hal ini dilakukan untuk menghindari suhu yang
memungkinkan tumbuhnya mikroba. Makanan matang harus disimpan
diluar zona suhu berbahaya (10-600C). Makanan yang mudah rusakbiasanya harus disimpan dalam lemari es pada suhu < 100C. Makanan
yang memang untuk dimasak harus dimasak dengan benar untuk
memastikan bahwa seluruh bagian mencapai 700C. Untuk makanan
yang disajikan dalam keadaan panas harus dipanaskan kembali sampaisuhu 700C sebelum dimakan.
(Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 55).c. Faktor personal
Higiene personal dan pelatihan
Penjamah makanan sering sekali dapat menjadi sumber utamakontaminasi, sehingga tangan harus dicuci dengan teratur memakai
sabun dan air bersih serta mengalir, khususnya sebelum mengolah
makanan, setelah menggunakan kamar kecil atau membersihkan tinjabalita dan setelah memegang makanan mentah, sampah makanan atau
zat kimia, serta mencuci tangan anak sebelum memberinya makan.
Higiene personal yang terlibat dalam pengolahan makanan perlu
diperhatikan untuk menjamin makanan, disamping itu untuk mencegahterjadinya penyebaran penyakit melalui makanan sebagai salah satunyaadalah penyakit diare (Purnawijayanti H.A, 2001 : 41).
15
3. Cara menjaga higiene makanan menurut WHO
a. Choose foods processed for safety (pilih makanan yang diolah demi
keamanan).
Makanan harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Perlu
diingat bahwa makanan yang mengalami pengolahan lebih aman serta
memperpanjang waktu penyimpanannya. Untuk makanan tertentu yang
harus dikonsumsi dalam keadaan alami dan mentah seperti sayur dan
buah harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.
b. Cook food throughly (masak makanan dengan seksama)
Makanan mentah dapat terkontaminasi mikroba penyebab
penyakit. Pengolahan makanan yang baik dan benar mampu
membunuh patogen, saat memasak seluruh bagian makanan harus
mencapai sedikitnya 700C. Waktu yang diperlukan untuk memasak
daging sekitar 2-3 jam, unggas - 1 jam, ikan 15-30 menit, sayur 5-15
menit (Paath E.F, 2004 : 117).
c. Eat cooked foods immediately (makan makanan matang dengan
segera).
Mikroba dapat berkembangbiak pada makanan matang menjadi
dingin karena suhu kamar. Agar aman, makanan matang harus segera
dimakan setelah selesai dimasak karena semakin lama makanan
didiamkan maka semakin besar pula resiko berkembangbiaknya
mikroba.
16
d. Store cooked food carefully (simpan makanan matang dengan
hati-hati).
Apabila harus menyiapkan masakan jauh sebelumnya dan ingin
menyimpan sisanya maka pastikan menyimpannya baik dalam kondisi
panas (suhu mendekati atau melebihi 600C) maupun dingin (suhu
mendekati atau dibawah 100C). Ini sangat penting jika berencana
menyimpan makanan lebih dari 4 atau 5 jam. Sedangkan untuk
makanan mentah yang mudah rusak sebaiknya disimpan dalam lemari
es (Juwono L, 2003 : 74).
e. Reheat cooked foods thoroughly (panaskan kembali makanan matang
dengan seksama)
Pemanasan ulang yang baik adalah apabila seluruh bagian
makanan mencapai minimal 700C. Tindakan ini merupakan
perlindungan untuk mengurangi jumlah mikroba yang mungkin
berkembang selama penyimpanan.
f. Avoid contact between raw foods and cooked foods (hindari kontak
antara makanan mentah dan makanan matang)
Makanan matang yang aman dapat terkontaminasi bahkan
melalui kontak yang sedikit saja dengan makanan mentah.
Kontaminasi bisa terjadi tanpa kita ketahui, contoh pisau dan telenan
yang digunakan untuk memotong daging ayam mentah jangan
digunakan untuk memotong daging burung yang sudah matang tanpa
17
dicuci terlebih dahulu. Jika tidak dicuci, tindakan tersebut dapat
memasukkan kembali mikroba penyebab penyakit.
g. Wash hands repeatedly (cuci tangan berulang kali)
Mencuci tangan merupakan kegiatan ringan dan sering
disepelekan, tetapi kegiatan ini cukup efektif dalam upaya mencegah
kontaminasi pada makanan. Mencuci tangan dengan sabun dan diikuti
pembilasan dengan air mengalir akan menghilangkan partikel kotoran
yang banyak mengandung mikroba. Pada prinsipnya mencuci tangan
dilakukan setiap saat dan setelah tangan menyentuh benda-benda yang
dapat menjadi sumber kontaminan atau cemaran.
h. Keep all kitchen surfaces meticulously clean (jaga kebersihan seluruh
permukaan dapur)
Setiap permukaan yang digunakan untuk menyiapkan makanan
harus dijaga tetap bersih, peralatan yang digunakan dalam pengolahan
makanan harus dicuci dengan air dan deterjen.
(Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 46).
i. Protect food from insects, rodents and other animals (lindungi
makanan dari serangga, binatang pengerat dan binatang lain)
Binatang seperti serangga, tikus atau binatang lainnya sering kali
membawa mikroba patogen yang membawa penyakit. Menyimpan
makanan dalam tempat tertutup merupakan perlindungan yang paling
baik.
18
j. Use safe water (gunakan air yang aman)
Air untuk menyiapkan makanan sama pentingnya dengan air
untuk diminum, maka rebuslah air terlebih dahulu sebelum
menambahkannya dalam makanan. Air yang digunakan untuk
menyiapkan makanan, utamanya makanan bayi dan balita harus
diperhatikan kebersihan dan keamanannya. Tempat penampungan air
untuk minum maupun untuk menyiapkan makanan harus tertutup dan
terlindungi dari binatang, debu dan kotoran (Juwono L, 2003 : 75).
4. Cara menjaga higiene makanan balitaBalita lebih mudah terkena diare daripada anak-anak dan orang
dewasa karena mereka yang diberi susu botol atau yang telah mendapatkan
makanan tambahan belum dapat menjaga kebersihan dan menyiapkanmakanannya sendiri, sehingga kualitas makanan dan minuman tergantung
pada ibu sebagai pengasuh utama. Perilaku ibu dalam menjaga kebersihandan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang
cara pengolahan dan penyimpanan makanan yang higienis.
Patogen penyebab diare terdapat dalam tinja manusia dan hewanserta mudah ditularkan kepada balita maupun anak. patogen diare dapat
ditemuakan dalam tanah, makanan, air, peralatan makan maupun masak
serta menempel pada tangan sehingga bahan makanan, peralatan masak
dan makan utamanya sampai dengan penyiapan pengolahan dan
penyimpanan makanan harus dijaga agar tetap bersih dan aman(Juwono L, 2003 : 70).
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga higiene makananbalita adalah sebagai berikut :
19
a. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum menyiapkan
makanan.
b. Menggunakan bahan makanan yang segar untuk diolah.
c. Bahan makanan harus dicuci terlebih dahulu sebelum diolah.
d. Peralatan untuk mengolah makanan harus bersih dan selalu dicuci
setelah dipakai.
e. Peralatan makan balita termasuk piring, sendok dan gelas harus
disendirikan. Pada balita yang mendapat susu formula maka botolnya
harus direbus dalam air hangat.
f. Makanan yang dimasak harus segera diberikan dalam waktu 2 jam,jika dibiarkan lebih lama maka panaskan kembali sampai mendidih.
g. Menutup makanan yang telah dimasak dan menyimpannya dengan
hati-hati.
h. Sedapat mungkin bahan makanan yang masih mentah dipisahkan
dengan makanan yang sudah dimasak.
i. Air yang digunakan harus direbus terlebih dahulu agar bersih dan
aman.
(Juwono L, 2003 : 74-75).5. Tujuan penerapan higiene dalam penyiapan, pengolahan dan penyimpanan
makanan
a. Mencegah atau menghindarkan diri dari penularan infeksi terutama,
infeksi penyakit usus.
b. Menjamin keamanan dan kualitas makanan sehingga layakdikonsumsi.
c. Mencegah keracunan dan kerusakan makanan akibat kontaminasi
mikroba yang beracun.
20
d. Makanan yang dikonsumsi lebih bergizi dan menyehatkan.
e. Mencegah efek yang lebih membahayakan pada penderita penyakit
kronis, akut atau penyakit lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang
tidak higienis .
(Purnawijayanti H.A, 2001 : 1).6. Manfaat penerapan higiene makanan dalam kehidupan sehari-hari
a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih.
b. Mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang menular melaluimakanan yang mengandung mikroba atau kuman penyebab infeksi.
c. Meningkatkan derajat kesehatan.(Purnawijayanti H.A, 2001 : 50).
D. Konsep Balita
Pengertian :
Bawah lima tahun atau sering disingkat balita merupakan salah satu
periode usia manusia setelah bayi dan sebelum anak pra sekolah. Balita
dibedakan :
4. Bayi (0-12 bulan).5. Anak balita (13-36 bulan).6. Anak balita (37-60 bulan).(Wijono Djoko, 2006 : 63).
E. Konsep Diare
1. Pengertian
Menurut Hidayat A.Alimul Aziz (2006 : 12) diare adalah suatukeadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya,ditandai dengan peningkatan volume keenceran, serta frekuensi lebih
21
dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan
atau tanpa lendir darah.
Sedangkan diare menurut Ramaiah Savitri (2006 : 13) adalah salahsatu dari gangguan kesehatan yang lazim mempengaruhi banyak orang.
Diare didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana tinja cair dikeluarkan 3kali atau lebih perhari.
Menurut Mansjoer A (2003 : 501), diare adalah buang air besardengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari.
Diare menurut Ngastiyah (2005 : 224) adalah keadaan frekuensibuang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali
sehari pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapatpula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
2. Etiologi diare
a. Infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yangmerupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi :
a) Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella,Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.
b) Inveksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,Poliomyelitis) Adeno virus, Rotavirus,Astrovirus.
c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa (Entamoeba Histolytica,Giardia Lamblia, Trichoirionas Hominis),Jamur (Candida Albicans).
22
2) Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan makananseperti : Otitis Media Akut (OMA), Tonsillitis/Tonsilofaringitis,Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini
terutama terjadi pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.b. Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosadan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dangalaktosa).
2) Malabsorbsi lemak.3) Malabsorbsi protein.
d. Faktor makanan (makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan)e. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yanglebih besar).
(Ngastiyah, 2005 : 143).3. Patofisiologi
Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagaikemungkinan. Faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat
diawali adanya mikroba atau kuman yang masuk dalam saluran
pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel
mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus selanjutnyaterjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguanfungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit atau juga dikatakanbakteri akan menyebabkan sistem transporaktif dalam usus sehingga sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit
meningkat. Kedua, faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam
23
melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapatmeningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi diare. Ketiga, faktormakanan ini dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yangmengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang
kemudian menyebabkan diare. Keempat, faktor psikologis yang dapat
mempengaruhi terjadinya peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhiproses penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare.
(Hidayat A.Alimul Aziz, 2006 : 12).4. Tanda dan gejala diare
a. Tanda-tanda diare
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja cair, warnatinja makin lama kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu,anus dan daerah sekitar lecet, ubun-ubun cekung, berat
badan menurun, muntah, selaput lendir mulut dan kulit kering
(Ngastiyah, 2005 : 145).b. Gejala diare
Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali perhari, bentuk cair
atau encer, tinja bercampur lendir atau darah.(Hidayat A.Alimul Aziz, 2006 : 12).
5. Jenis diare
a. Diare akut
Adalah diare yang terjadi secara tiba-tiba pada bayi atau anakyang sebelumnya sehat, kadang gejalanya bisa berlangsung antara 7-14hari dan tinjanya berbentuk cair atau encer.
24
b. Diare kronis
Adalah diare yang berulang dan berlangsung lama, biasanya
disebabkan oleh gangguan pencernaan.
c. Diare persisten
Adalah diare yang disebabkan oleh infeksi, berlangsung lebih
dari 14 hari dan disertai penurunan berat badan, tinjanya berbentukencer dan disertai darah.
d. Disentri
Adalah diare yang ditandai adanya darah dalam tinja, biasanyadisertai kram perut, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan
sangat cepat.
(Ramaiah S, 2001 : 14-15).6. Dampak diare
Dampak yang ditimbulkan dari diare adalah terjadinya kekurangancairan (dehidrasi), gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik)yang secara klinis berupa pernafasan kussmauI, hipoglikemia, gangguan
gizi dan gangguan sirkulasi darah yang dapat berupa renjatan hipovolemik.Sebagai akibatnya kekurangan cairan (dehidrasi yang berlangsung
secara cepat, berat badan akan turun dalam waktu yang sangat singkat,
karena sebagian berat badan terdiri atas cairan). Tergantung kepadabanyak sedikitnya kehilangan berat badan, dehidrasi dibagi atas dehidrasi
ringan bila penurunan berat badan kurang dari 5% (rata-rata 4%), dehidrasisedang bila penurunan berat badan antara 5-10% (rata-rata 8%) dandehidrasi berat bila penurunan lebih dari 10% (rata-rata 11%).(Soegijanto Soegeng, 2002 : 79-80).
25
Tanda-tanda klinis yang timbul apabila penderita jatuh kedalamdehidrasi adalah :
a. Rasa haus.
b. Turgor dan tonus otot menurun.
c. Bibir dan mulut kering.
d. Mata cowong.
e. Air mata tidak keluar.
f. Ubun-ubun besar cekung.
g. Oliguria bahkan dapat anuria.
h. Tekanan darah rendah.
i. Takikardia.
j. Kesadaran menurun7. Pencegahan diare
a. Memberikan ASI
ASI turut memberikan perlindungan terhadap terjadinya diarepada balita karena antibodi dan zat-zat lain yang terkandung
didalamnya memberikan perlindungan secara imunologi.
b. Memperbaiki makanan pendamping ASI
Perilaku yang salah dalam pemberian makanan pendamping ASI
dapat menyebabkan resiko terjadinya diare sehingga dalampemberiannya harus memperhatikan waktu dan jenis makanan yangdiberikan.
Pemberian makanan pendamping ASI sebaiknya dimulai dengan
memberikan makanan lunak ketika anak berumur 6 bulan dan dapat
diteruskan pemberian ASI, setelah anak berumur 9 bulan atau lebih,
tambahkan macam makanan lain dan frekuensi pemberikan makan
26
lebih sering (4 kali sehari). Saat anak berumur 11 tahun berikan semuamakanan yang dimasak dengan baik, frekuensi pemberiannya 4-6 kali
sehari.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Resiko untuk menderita diare dapat dikurangi dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari
kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanannya di rumah.
d. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan
yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
e. Menggunakan jambanUpaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar
dalam penurunan resiko penularan diare karena penularan kuman
penyebab diare melalui tinja dapat dihindari.f. Membuang tinja bayi dengan benar
Membuang tinja bayi ke dalam jamban sesegera mungkinsehingga penularan kuman penyebab diare melalui tinja bayi dapatdicegah.
g. Memberikan imunisasi campak
Anak yang sakit campak sering disertai diare sehingga pemberian
imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih parahlagi (DepKes RI, 2007 : 59-62).
8. Penatalaksanaan diare
a. Mencegah dehidrasi
Pencegahan dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum atau cairan yang lebih banyak, cairan yang
27
diberikan dapat berupa cairan rumah tangga misalnya air tajin, air sup,air teh dan oralit. Pemberian oralit sebaiknya berdasarkan umur.
TABEL 1
KEBUTUHAN LARUTAN ORALIT BERDASARKAN UMUR
Umur Jumlah larutan oralit/hari< 1 tahun1-4 tahun> 5 tahunDewasa
300 ml 600 ml1.200 ml2.400 ml
b. Mengobati dehidrasi
Pada penderita yang mengalami dehidrasi harus dibawa
ke petugas kesehatan atau pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapat pertolongan yang cepat dan tepat.
c. Memberikan ASI atau makanan
Pada bayi, ASI diberikan lebih sering daripada biasanya dan pada
anak yang telah mendapat makanan padat, maka makanan yang
diberikan harus berupa makanan yang mudah dicerna dan diberikan
dalam porsi sedikit tetapi sering. Tindakan ini bertujuan untukmencegah penurunan berat badan bayi atau anak.
d. Memberikan tablet zinc.
Tablet zinc berfungsi untuk mengurangi lama dan keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar dan volume tinja sertamenurunkan kekambuhan diare pada 3 bulan berikutnya. Dosis
pemberian zinc untuk anak kurang dari 6 bulan adalah 10 mg
( tablet) perhari. Sedangkan untuk anak lebih dari 6 bulan dosis yangdiberikan adalah 20 mg (1 tablet) perhari.
28
e. Mengobati masalah lain
Pada penderita diare yang disertai penyakit lain maka pengobatan
diberikan sesuai indikasi penyakit dan tetap megutamakan rehidrasi.
f. Memberikan nasehat kepada orang tua
Nasehat yang diberikan kepada orang tua atau pengasuh untuk
segera membawa balitanya kepada petugas kesehatan bila tidak
membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :
1) Buang air besar cair lebih sering.2) Muntah berulang-ulang.3) Rasa haus yang nyata.4) Makan atau minum sedikit.5) Demam.6) Tinja berdarah.(Depkes RI, 2007 : 12-14).
9. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diareMenurut Soegijanto Soegeng (2002), faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian diare diantaranya :a. Sanitasi lingkungan.
Sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu
keadaan yang baik dibidang kesehatan, terutama kesehatan
masyarakat (Depdikbud, 2008 : 996). Lingkungan adalah segalasesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh
luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia
(Effendy Nasrul, 1998 : 199). Sanitasi lingkungan adalah caramenyehatkan lingkungan hidup yaitu tanah dan air.
29
Penduduk pedesaan di negara belum maju menggunakan airyang tidak terlindung dari penyakit karena minimnya atau bahkan
belum tersediannya air bersih yang mencukupi kebutuhan
masyarakat, tidak memiliki tempat buang air besar yang memadai
serta pelayanan pengolahan tempat sampah (Dainur, 1995 : 23).Yang dimaksud pengolahan sampah adalah meliputi pengumpulan,
pengangkutan sampai dengan pemusnahan atau pengolahan
sampah sedemikian rupa sehingga tidak menjadi gangguankesehatan masyarakat dan lingkungan hidup. Higeien dan sanitasi yang
buruk akan mempermudah penularan diare baik melalui makanan
maupun air minum yang tercemar kuman penyebab diare
(Notoatmodjo, 2003 : 169).b. Faktor gizi atau malnutrisi
Keadaan gizi yang buruk akan mempengaruhi lama dan
komplikasi diare. Balita dengan status kurang gizi akan mengalami
gangguan keseimbangan elektrolit sebagai dampak terjadinya dehidrasiakibat diare selain itu akan mengalami penurunan berat badan akibat
buruknya penyerapan makanan pada usus (Ramaiah S, 2001 : 19).c. Faktor pendidikan
Pengetahuan tentang masalah kesehatan akan berpengaruh pada
perilaku dalam menjaga kesehatan keluarga utamanya anak-anak(Soegianto Soegeng, 2002 : 75). Pendidikan pada ibu dan pengasuhakan berpengaruh pada pengetahuan tentang prinsip keamanan dan
higiene makanan. Hal ini sangat penting dalam pencegahan diare pada
balita (Motarjemi Y & Adams M, 2003 : 59).
30
d. Perilaku orang tua dan masyarakat
Kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan
makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anakmempunyai dampak dalam kejadian diare karena kuman penyebabdiare dapat ditularkan melalui fekal oral misalnya jari-jari tangan yangdimasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan
tinja misalnya air minum, makanan yang disiapak dalam panci yangdicuci dalam air yang tercemar.
masyarakat yang mempunyai kebiasaan membuang tinja dikebun, sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak, kebiasaan
tidak mencuci tangan serta melakukan pengobatan dan perawat dengan
cara yang tidak tepat dapat mempengaruhi berkembangnya penyakit
diare (Depkes, 2000 : 31).e. Sosial ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi yang rendah pada umumnya erat dengan
berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi, hal ini disebabkan
ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarga mereka terhadap gizi perumahan dan lingkungan yang tidak
sehat, pendidikan serta kebutuhan lainnya (Effendy Nasrul, 1998 : 39).Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan
pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua
untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak,
cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin
pendidikan sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan
kesakitan yang lebih tinggi terhadap penyakit seperti kurang gizi,
ISPA, diare, kolera, tipus dan sebagainya (Beharman, 1999 : 5009).
31
F. Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka konsep hubungan pengetahuan ibu balita tentanghigiene makanan dengan kejadian diare pada balita di DesaBanjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.
Penjelasan kerangka konseptual :
Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang meliputi umur, pendidikan dan pengalaman sedangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare meliputi sanitasi lingkungan,
faktor gizi atau malnutrisi, faktor pendidikan, perilaku orang tua dan
masyarakat dan sosial ekonomi keluarga. Penelitian ini difokuskan pada
hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian
diare pada balita.
Faktor-faktor yangmempengaruhipengetahuan :1. Umur2. Pendidikan3. Pengalaman
Faktor-faktor yang mempengaruhikejadian diare :1. Sanitasi lingkungan2. Faktor gizi atau malnutrisi3. Faktor pendidikan4. Perilaku orang tua dan
masyarakat5. Sosial ekonomi keluarga
Pengetahuan ibu balita tentanghigiene makanan
Diare
32
G. Hipotesa
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pernyataan penelitian (Nursalam, 2003 : 57).
Hipotesa nol (H0) menyatakan tidak ada hubungan antara variabel yang
satu dengan yang lain.
Hipotesa alternatif (HA/H1) menyatakan ada hubungan antara variabel
yang satu dengan yang lain.
Hipotesa dalam penelitian ini adalah hipotesa alternatif (H1) yaitu ada
hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian
diare pada balita.
33
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah (Notoatmodjo S, 2005 : 19). Pada bab
ini akan dibahas mengenai desain penelitian, populasi, sampel, besar sampel dan
sampling, kriteria sampel, variabel penelitian, definisi operasional, lokasi dan
waktu penelitian, prosedur pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisa
data, etika penelitian serta jadwal penelitian .
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menuntun penelitian untuk dapat memperoleh
jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Sastroasmoro S, 2008 : 93).
Dalam hal ini metode penelitian yang digunakan adalah metode analitik
korelasional yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mencari,
menjelaskan suatu hubungan, memperkirakan serta menguji berdasarkan teori
yang sudah ada. Penelitian korelasional bertujuan mengungkapkan hubungan
korelatif antar variabel (Nursalam, 2003 : 84).
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan case control dimana
peneliti melakukan pengukuran pada variabel dependent terlebih dahulu
sedangkan variabel independent ditelusuri secara retrospektif untuk
menentukan ada tidaknya faktor resiko (variabel independent) yang diduga
berperan (Sastroasmoro S, 2008 : 100).
34
Dalam penelitian ini desain penelitiannya bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian
diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten
Bojonegoro.
B. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Notoatmodjo S, 2005 : 79).
Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu balita dan balita
yang tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoropada bulan Januari-Mei 2009, yaitu sebanyak 300 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.
(Notoatmodjo S, 2005 : 79).
3. Besar sampel
Besar sampel adalah anggota yang akan dijadikan sampel(Nursalam, 2003 : 154).
Rumus besar sampel untuk penelitian ini menurut Sastroasmoro
Sudigdo (2002 : 280) adalah :
3
11
21
2
+
+
+=
In
ZZn
35
Keterangan :
Z = Adjusted SD untuk uji 2 arah ( = 0,05, Z = 1,96).Z = Adjusted SD untuk ( = 0,20, Z = 0,84). = Koefisien korelasi antar variabel yang diharapkan, perkiraan
koefisien yang terjadi antara variable x dan y (diambil darikoefisien korelasi terkecil,apabila tidak diketahui di
sarankan 0,30)Berdasarkan data yang diperoleh maka didapat jumlah sampel.
3
0,310,31In
21
0,841,96n
2
+
+
+=
n 330951,0
8,2 2+
=
n = 81,84020 + 3
n = 84,84020
n = 85 responden.
Besar sampel pada penelitian ini adalah 85 ibu balita dan balita.
4. Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar
sesuai dengan keseluruhan setiap penelitian (Nursalam, 2005 : 93).Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak
yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling yaitu bahwa
setiap anggota atau unit dari populasi mempunyai kesempatan yang sama
36
untuk diseleksi sebagai sampel. Untuk mencapai sampel ini, setiap elemen
diseleksi secara acak (random). Nomor responden ditulis pada secarikkertas, dimasukkan ke dalam kotak, diaduk dan diambil secara acak sesuai
besarnya sampel (Notoatmodjo S, 2005 : 85).
C. Kriteria Sampel
Penentuan kriteria sampel membantu peneliti untuk mengurangi bias
pada hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel kontrol atauperancu yang ternyata mempunyai pengaruh terhadap variabel yang kita teliti.
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian darisuatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam, 2008 : 92).
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
a. Ibu balita dan balitanya yang pada saat dilakukan pengumpulan data
bertempat tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk KabupatenBojonegoro pada bulan Januari-Mei 2009.
b. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat
tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegorobisa berkomunikasi, membaca dan menulis.
c. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat
tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegorobersedia diteliti dan menandatangani lembar persetujuan (informedconcent).
37
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjekyang tidak memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab
(Nursalam, 2008 : 92).Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :
a. Ibu balita dan balitanya yang pada saat dilakukan pengumpulan data
tidak bertempat tinggal lagi di Desa Banjarsari Kecamatan TrucukKabupaten Bojonegoro.
b. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat
tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegorotidak bisa membaca dan menulis.
c. Ibu balita yang pada saat dilakukan pengumpulan data bertempat
tinggal di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegorotidak bersedia diteliti dan menolak menandatangani lembar persetujuan(informed concent).
D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota
suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain
(Notoatmodjo S, 2005 : 70).Pada penelitian ini ada dua variabel yaitu :
1. Variabel Independent (bebas)Variabel Independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel
tergantung atau variabel dependent (Notoatmodjo S, 2005 : 70).
38
Pada penelitian ini variabel independentnya adalah : Pengetahuan
ibu balita tentang higiene makanan
2. Variabel dependent (tergantung)Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas atau variabel independent (Notoatmodjo S, 2005 : 70).Pada penelitian ini variabel dependentnya adalah Kejadian diare
pada balita.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2008 : 106).
TABEL 2
DEFINISI OPERASIONAL HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG HIGIENEMAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BANJARSARI
KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO
Variabel DefinisiOperasional Parameter Alat Ukur Skala KategoriVariabelIndependentpengetahuanibu balitatentang higienemakanan.
Kemampuanibu balita untukmenjawabdengan benarterhadap 30pertanyaantentang higienemakanan.
1. Pengertianhigiene makanan.
2. Komponenpokok dalamhigiene makanan.
3. Cara menjagahigiene makananmenurut WHO.
4. Cara menjagahigiene makananbalita
5. Tujuanpenerapan higienemakanan.
6. Manfaatpenerapan higienemakanan.
Kuesioner Ordinal Pertanyaan 30 soal :Benar = nilai 1Salah = nilai 0Dengan kriteriapengetahuan :1. Kurang, bila
jawaban benar< 17 soal(< 56%).
2. Cukup, bilajawaban benar17-23 soal(56-75%).
3. Baik, bilajawaban benar24-30 soal(76-100%).
39
Variabel DefinisiOperasional Parameter Alat Ukur Skala Kategori
Variabeldependentkejadian diarepada balita.
Keadaan yangmenyatakanfrekuensi buangair besar lebihdari 3-4 kaliperhari, tinjaberbentuk cairdengan atautanpa disertailendirberdasarkankuesioner dandokumentasipada buku KIA.
1. Diare jikaterdapat gejalautama yaitu buangair besar lebih dari3-4 kali perhari,tinja berbentuk cairdengan atau tanpadisertai lendir.
2. Tidakdiare jika tidakterdapat gejalabuang air besar 3-4kali perhari dantinja berbentuklunak (normalseperti biasa).
Kuesionerdan
dokumentasipada
Buku KIA
Nominal KodeDiare =1
Tidak diare = 0
F. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini di Desa Banjarsari Kecamatan
Trucuk Kabupaten Bojonegoro.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai bulan Agustus 2009.
G. Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek danproses pengumpulan karakteristik subjek yang dikumpulkan dalam suatupenelitian (Nursalam, 2008 : 111).
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari data
primer dan data sekunder.
40
1. Data Primer
Data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara
langsung oleh peneliti (Budiarto E, 2001 : 5).Data primer pada penelitian ini diperoleh peneliti pada tanggal 6 Juli
sampai dengan 15 Juli 2009, dengan cara peneliti mengikuti posyandu di
Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro dan untukresponden yang tidak hadir maka peneliti mengadakan kunjungan rumah.Sebelumnya peneliti mendapat rekomendasi dari institusi dan Badan
Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Mayarakat serta mendapatkan
ijin dari Kepala Puskesmas Trucuk, Bidan Desa Banjarsari dan KepalaDesa Banjarsari kemudian peneliti melakukan pendekatan kepadaresponden dengan memberikan penjelasan tentang manfaat dan tujuanpenelitian, selanjutnya untuk mendapatkan persetujuan denganmenggunakan lembar persetujuan (informed concent) untuk menjadiresponden dan menandatanganinya bila bersedia sebagai responden.
Setelah itu peneliti memberikan lembar kuesioner kepada responden dan
menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner, saat pengisiam kuesionerpeneliti bersama responden bisa bertanya kepada peneliti. Lembar
kuesioner dikumpulkan setelah responden menjawab semua pertanyaan.Bila ada pertanyaan yang belum diisi maka dikembalikan kepada
responden untuk dilengkapi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diinginkan diperoleh dari orang lain
atau tempat lain dan bukan dilakukan oleh peneliti (Budiarto E, 2001 : 5).
41
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumentasi rekam
medik tentang riwayat penyakit diare yang pernah diderita oleh balita pada
buku KIA.
H. Alat Atau Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat-alat yang digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data (Notoatmodjo S, 2005 : 48).
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini
adalah kuesioner dan dokumentasi buku KIA.
1. Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun baik atau
sudah matang dimana responden (dalam hal angket) dan interview
(dalam hal wawancara) tinggal memberikan jawaban atau dengan
memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo S, 2005 : 116). Dalam
penelitian ini macam kuesioner yang digunakan adalah open ended
question (pertanyaan terbuka) dari data umum dan closed ended question
(pertanyaan tertutup) dari data khusus. Pertanyaan terbuka (open ended
question) bentuk free response question yaitu pertanyaan memberikan
kebebasan kepada responden untuk menjawab, pertanyaan ini digunakan
untuk mendapatkan biodata responden. Pertanyaan tetutup (closed ended
question) berbentuk multiple choice dan dichotomy question. Untuk
pertanyaan yang berbentuk multiple choice yaitu pertanyaan yang
menyediakan beberapa alternatif jawaban dan responden hanya memilih
satu diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya. Pertanyaan ini untuk
42
mendapatkan data pengetahuan ibu tentang higiene makanan. Sedangkan
untuk pertanyaan berbentuk dichotomy question yaitu pertanyan yang
hanya menyediakan 2 jawaban atau alternatif dan responden hanya
memilih satu diantaranya, pertanyaan ini digunakan untuk mengetahui
kejadian diare pada balita (Notoatmodjo S, 2005 : 125).
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengambil data yang berasal darti dokumen asli tersebut dapat
berupa gambar, tabel atau daftar periksa dan film dokumenter
(Hidayat A.Alimul Aziz, 2007 : 8).
Dokumentasi pada penelitian ini adalah buku KIA. Buku KIA adalah
buku yang berisi catatan kesehatan ibu (hamil, bersalin dan nifas) dan anak
(bayi baru lahir, bayi dan anak balita) serta berbagai informasi tentang
riwayat penyakit yang pernah diderita, cara memelihara dan merawat
kesehatan ibu dan anak (DepKes RI, 2003 : 3).
Buku KIA ini dipakai untuk mendapatkan catatan riwayat penyakit
diare pada balita.
43
I. Teknik Pengolahan Data (Teknik Analisa Data)
Data yang terkumpul dari hasil kuesioner dan dokumentasi riwayat
penyakit diare berdasar buku KIA, kemudian diolah dengan tahap berikut :
1. Editing (pemeriksaan data)
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan
data yang telah terkumpul juga memonitor jangan sampai terjadi
kekosongan data yang dibutuhkan.
2. Scoring (pemberian skor)
Pemberian skore atau nilai pada setiap kesimpulan kuesioner .
3. Coding (pemberian kode)
Pemberian kode pada setiap kesimpulan kuesioner.
4. Tabulating (penyusunan data)
Pengelompokan data berdasarkan karakteristik responden :
1. Variabel independent
Pengolahan data kuesioner yang berisi pertanyaan tentang higiene
makanan dilakukan dengan cara pemberian nilai atau skor :
Nilai 1 : jika jawaban benar.Nilai 0 : jika jawaban salah.
Besarnya angka hasil perhitungan atau pengukuran diperoleh dengan
cara dijumlahkan kemudian dibandingkan dengan jumlah yang diharapkansehingga diperoleh prosentase.
100% x n
f P =
44
Keterangan :
P : Prosentase.
f : Nilai yang diperoleh.
n : Frekuensi total atau keseluruhan
(Budiarto E, 2001 : 37).
Setelah prosentase diketahui, menurut Nursalam (2005 : 120)
kemudian hasilnya dikelompokkan pada kriteria :
a. Pengetahuan baik bila prosentasinya 76-100%.
b. Pengetahuan cukup bila prosentasinya 56-76%.
c. Pengetahuan kurang bila prosentasinya < 56%.
2. Variabel Dependent
Pengolahan data kuesioner untuk mengetahui kejadian diare pada
balita yang kemudian disesuaikan dengan data dokumentasi riwayat
penyakit diare pada buku KIA :
Kode 1 : jika diare.
Kode 0 : jika tidak diare.
Data yang telah terkumpul diperiksa ulang dengan tujuan untuk
mengetahui kelengkapan dan kebenarannya, kemudian ditabulasi dan
diprosentasekan dalam tabel distribusi frekuensi.
Uji statistik yang digunakan untuk menganalisa data adalah uji
statistik spearmans rho karena salah satu variabelnya ordinal. Uji statistik
spearmans rho digunakan untuk menghitung atau menentukan tingkatan
hubungan atau korelasi antar dua variabel, penelitian ini menggunakan
teknik komputerisasi SPSS 14 dengan kemaknaan : 0,05 artinya
45
signifikan () dibawah atau sama dengan 0,05 maka HA diterima dan H0
ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata
antara dua variabel yang diteliti.
Rho xy = )1(61 2
2
NND
Keterangan :
Rho xy : Koefisien korelasi tata jenjang atau rank spearmans.
D : Difference atau beda (B).
N : Banyaknya subjek.
1 : Bilangan konstanta.
Untuk menghetahui keeratan hubungan dilakukan dengan koefisien
korelasi dimana interpretasi terhadap besarnya koefisien menurut Arikunto
Suharsimi (2006 : 276).
Tabel 3Tabel interpretasi nilai r
Besarannya nilai r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,00
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Tinggi
Cukup
Agak rendah
Rendah
Sangat rendah
46
J. Etika penelitian
Secara umum prinsip etika dalam penelitian atau pengumpulan data
menurut Nursalam (2008 : 114-115) dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu :1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
kepada subjek khususnya jika menggunakan tindakan khusus.b. Bebas dari eksploitasi
Subjek dalam penelitian harus diyakinkan bahwa partisipasinyadalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan
dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan subjek dalambentuk apapun.
c. Resiko (benefits ratio)Peneliti harus secara hati-hati mempertimbangkan resiko dan
keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.2. Prinsip menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human Dignity)
a. Hak untuk ikut atau tidak menjadi respondenSubjek harus diperlakukan secara manusiawi, subjek mempunyai
hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi subjek ataupuntidak, tanpa adanya sangsi apapun atau akan berakibat terhadap
kesembuhannya, jika mereka seorang pasien.b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right
to full disclosure)Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggungjawab, jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek .c. Informed consent
47
Subjek harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang
tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Pada informed concent
juga perlu dicantumkan untuk mengembangkan ilmu.
3. Prinsip keadilan (Right to Justice)
a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan
sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi
apabila ternyata tidak bersedia atau dropped out sebagai responden.
b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy)
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang
diberikan harus dirahasiakan, untuk itu diperlukan adanya anonymity
(tanpa nama) dengan confidentiality (rahasia).
K. Jadwal Kegiatan Penelitian
TABEL 4
TABEL GANTS CHART
Mei Juni JuliNo. Jenis KegiatanI II III IV I II III IV I II III IV
1 Pengajuan judul2 Penyusunan proposal3 Ujian Proposal4 Pengambilan Data /Penyusunan KTI5 Penyusunan KTI6 Ujian Sidang
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menguraiakan tentang hasil dari pembahasan
penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 Juni-23 Juli 2009 di Desa
Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel distribsui frekunsi serta keterangan singkat dibawahnya
untukmempermudah isi dari penelitian ini.
Pada penyajian ini dimulai dari diskriptif daerah penelitian dari hasil
penelitian yang disajikan dalam dua bentuk yaitu data umum dan data khusus.
Data umum mengenai karakteristik responden yaitu umur, pendidikan, jumlah
anak, umur balita dan jenis kelamin. Sedangkan data khusus mengenai
karakteristik pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan, kejadian diare pada
balita dan hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan
kejadian diare pada balita.
A. Gambaran Umum Desa
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Banjarsari Kecamatan TrucukKabupaten Bojonegoro dengan batas wilayah :a. Sebelah Utara : Desa Sendangrejo Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Banjarejo Kecamatan Bojonegoroc. Sebelah Barat : Desa Sranak Kecamatan Trucuk
49
d. Sebelah Timur : Desa Menilo Kecamatan Soko Kabupaten Tuban
2. Data Demografi
Jumlah penduduk Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk KabupatenBojonegoro adalah 7.025 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 3.350jiwa dan penduduk perempuan 3.675 jiwa.
3. Sarana Pendidikan
a. Taman Kanak-Kanak : 2 unit
b. SD/MI : 3 unit
4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan
a. Puskesmas Pembantu : 1 unit
b. Posyandu : 5 unit
5. Tenaga Kesehatan
a. Dokter : 2 orang
b. Bidan : 1 orang
c. Perawat : - orang
d. Kader : 21 orang
6. Mata Pencaharian
a. Petani : 977 orang
b. Tukang : 115 orang
c. Pedagang : 1584 orang
d. Swasta/wiraswasta : 59 orang
e. Pegawai Desa/Kelurahan : 10 orang
f. TNI/ABRI : 8 orang
g. PNS : 40 orang
50
B. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian yang disajikan merupakan data yang diambil dari
ibu yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 85 orang.
1. Data Umum Responden
a. Umur ibu
Umur responden yang terpilih sebagai sampel pada penelitian ini rata-
rata berumur 28 tahun dengan responden termuda berumur 19 tahun
dan tertua berumur 42 tahun. Dengan melihat karakteristik umur
responden maka peneliti membagi responden dalam 8 kelompok
umur seperti pada tabel sebagai berikut :
TABEL 5
DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN UMUR DI DESABANJARSARI KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN
BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Umur responden N P(%)1. 19-21 10 11,82. 22-24 11 12,93. 25-27 17 204. 28-30 24 28,25. 31-33 10 11,86. 34-36 7 8,27. 37-39 5 5,98. 40-42 1 1,2
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa jumlah responden
yang paling banyak berumur 28-30 tahun yaitu berjumlah 24 orang
(28,2%) dan paling sedikit adalah jumlah responden yang
berumur 40-42 tahun yaitu berjumlah 1 orang (1,2%).
51
b. Umur balita
Umur responden (balita) yang terpilih sebagai sampel pada penelitian
ini rata-rata berumur 26 bulan dengan responden termuda berumur 4
bulan dan tertua berumur 60 bulan. Dengan melihat karakteristik umur
responden maka peneliti membagi responden dalam 7 kelompok
umur seperti pada tabel sebagai berikut :
TABEL 6
DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN UMUR BALITA DIDESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN
BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Umur balita (bulan) N P(%)1. 4-11 22 25,82. 12-19 21 24,73. 20-27 10 11,84. 28-35 5 5,95. 36-43 6 7,16. 44-51 14 16,57. 52-60 7 8,2
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besarbalita berumur 4-11 bulan yaitu berjumlah 22 balita (25,8%).
52
c. Jenis kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin balita disajikan dalamtabel berikut :
TABEL 7
DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JENIS KELAMINBALITA DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Jenis kelamin N P(%)1. Laki-laki 41 48,22. Perempuan 44 51,8
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dijelaskan sebagian besar balitaberjenis kelamin perempuan yaitu berjumlah 44 balita (51,8%).
d. Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan pendidikan ibu balita disajikandalam tabel sebagai berikut :
TABEL 8
DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN TINGKATPENDIDIKAN DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Pendidikan N P(%)1. SD/sederajat 35 41,32. SMP/sederajat 23 273. SMA/sederajat 26 30,54. Perguruan Tinggi 1 1,2
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel 6 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah respondenyang paling banyak berpendidikan SD yaitu berjumlah 35 orang
53
(41,3%) dan jumlah responden yang paling sedikit berpendidikanTinggi yaitu berjumlah 1 orang (1,2%).
e. Jumlah anak
Distribusi responden berdasarkan jumlah anak (pengalaman) disajikandalam tabel sebagai berikut :
TABEL 9
DISTRIBUSI RESPONDEN BERDASARKAN JUMLAH ANAK(PENGALAMAN) DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Jumlah anak N P(%)1. 1 22 25,92. 2 30 35,33. 3 19 22,44. 4 11 12,95. > 4 3 3,5
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel 7 di atas dapat dijelaskan bahwa responden
yang paling banyak mempunyai 2 anak yaitu berjumlah 30 orang
(35,3%) dan responden yang paling sedikit mempunyai > 4 anak yaitu
berjumlah 3 orang (3,5%).
2. Data Khusus Responden
Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian yang meliputi
distribusi pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan, kejadian diare
pada balita dan tabulasi silang pengetahuan ibu balita tentang higiene
makanan dengan kejadian diare pada balita.
54
a. Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro
Distribusi responden sebanyak 85 orang berdasarkan
pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan disajikan dalam tabel
sebagai berikut :
TABEL 10
DISTRIBUSI PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENEMAKANAN DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUK
KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Pengetahuan N P(%)1. Baik 26 30,62. Cukup 20 23,53. Kurang 39 45,9
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa responden yang
paling banyak mempunyai pengetahuan kurang yaitu berjumlah 39
orang (45,9%) dan yang paling sedikit mempunyai pengetahuan cukup
yaitu berjumlah 20 orang (23,6%).
b. Kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk
Kabupaten Bojonegoro
Distribusi responden sebanyak 85 orang berdasarkan Kejadian
diare pada balita disajikan dalam tabel sebagai berikut :
55
TABEL 11
DISTRIBUSI KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BANJARSARIKECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009
No. Kejadian diare pada balita N P(%)1. Tidak diare 52 61,22. Diare 33 38,8
Jumlah 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa terdapat balita
yang mengalami diare sebanyak 33 balita (38,8%) dan balita yang
tidak diare sebanyak 52 balita (61,2%).
c. Tabulasi silang antara pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan
dengan kejadian diare pada balita makanan di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro
Distribusi hasil tabulasi silang antara pengetahuan ibu balita
dengan kejadian diare pada balita disajikan dalam tabel berikut :
TABEL 12
TABULASI SILANG ANTARA PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANGHIGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA
DI DESA BANJARSARI KECAMATAN TRUCUKKABUPATEN BOJONEGORO TAHUN 2009
Pengetahuan ibu balita tentangHigiene makanan
Baik Cukup KurangJumlahNo. Kejadian diarepada balita
n % n % n % n %1. Tidak diare 24 92,3 16 80 12 30,8 52 61,22. Diare 2 7,7 4 20 27 69,2 33 38,8
Jumlah 26 100 20 100 39 100 85 100Sumber : Data primer tahun 2009
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa responden
dengan pengetahuan baik mempunyai balita yang tidak diare sebanyak
56
24 balita (92,3%) dan responden dengan pengetahuan kurang
mempunyai balita yang diare sebanyak 27 balita (69,2%).
Dengan menggunakan analisis uji spearmans rho dengan taraf
signifikan 5% dan df : 1, didapatkan : 0,000 ( < 0,01). Hal ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita
tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa
Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Sedangkan nilai
koefisien korelasi 0,568 berarti kekuatan korelasi antara pengetahuan
ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita
adalah agak rendah.
C. Pembahasan
Pada bagian ini peneliti akan menjawab masalah penelitian apakah ada
hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian
diare pada balita. Pembahasan ini dilakukan pada masing-masing variabel
yaitu pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dan kejadian diare pada
balita.
1. Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan balita di Desa
Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro yang dapat dilihat pada tabel
10 dari 85 responden diperoleh sebanyak 39 orang (45,9%) bahwa
sebagian besar mempunyai pengetahuan kurang tentang higiene makanan.
57
Menurut Notoatmodjo S (2003), pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Sedangkan menurut Nursalam dan Siti Pariani (2001), faktor-
faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah umur, pendidikan dan
pengalaman.
Pendapat diatas sesuai dengan keadaan ibu balita di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro bahwa sebagian besar ibu
balita mempunyai pengetahuan yang kurang tentang higiene makanan. Hal
ini disebabkan karena umur, pendidikan dan pengalaman ibu.
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 5 tentang
distribusi responden berdasarkan umur. Dapat dilihat bahwa sebagian
besar responden di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten
Bojonegoro berumur 28-30 tahun yaitu berjumlah 24 orang (28,2%).
Menurut pendapat Nursalam dan Siti Pariani (2001), bahwa semakin
cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan akan lebih matang dalam
berpikir dan bekerja sehingga pengetahuan pun akan bertambah.
Pendapat Nursalam dan Siti Pariani di atas tidak sesuai dengan
keadaan ibu balita yang ada di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk
Kabupaten Bojonegoro bahwa sebagian besar responden berumur 28-30
tahun dimana usia ini merupakan usia dewasa muda yang memiliki tingkat
kematangan yang baik dalam berpikir. Sehingga pengetahuan merekapun
bertambah banyak dengan bertambahnya pengetahuan seseorang ibu
mampu melakukan hal yang terbaik untuk anaknya diantaranya adalah
58
cara menjaga higiene makanan. Faktor umur bukan satu-satunya faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang higiene makanan
karena pengetahuan seseorang juga dipengaruhi oleh pendidikan dan
pengalaman.
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 8 tentang
distribusi pengetahuan berdasarkan pendidikan dapat dilihat baahwa
sebagian besar responden di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk
Kabupaten Bojonegoro berpendidikan SD/sederajat yaitu berjumlah 35
orang (41,3%).
Menurut Nursalam dan Siti Pariani (2001), bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin
banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang
kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-
nilai yang baru diperkenalkan. Sedangkan menurut Nasrul Effendy (1998),
tingkat pendidikan yang terlalu rendah akan sulit memahami pesan atau
informasi yang disampaikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan
yang dimiliki.
Di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro
bahwa sebagian besar ibu balita berpendidikan SD/sederajat kondisi ini
sesuai dengan pernyataan di atas. Mereka beranggapan setelah lulus SD
mereka sudah cukup memperoleh bekal ilmu untuk membaca dan menulis
saja selain itu mereka tidak mempunyai kesempatan untuk melanjutkan
59
sekolah karena harus bekerja untuk mendapatkan uang. Tingginya biaya
pendidikan juga merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat yang
tergolong miskin karena orang tua tidak mampu membiayai pendidikan
anak-anaknya dan cenderung menikahkan anak perempuan mereka
daripada menyekolahkanya. Dengan bekal tingkat pendidikan SD/sederajat
maka informasi yang diperoleh semakin sedikit karena mereka sulit
menerima atau memahami informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan
baik melalui penyuluhan ataupun iklan-iklan di media massa dan
sebaliknya semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah
menerima informasi yang disampaikan.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat pada tabel 9 tentang
distribusi responden berdasarkan pengalaman (jumlah anak),
dapat dilihat bahwa sebagian besar responden di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro mempunyai 2 anak yaitu
berjumlah 30 orang (35,3%).
Menurut Notoatmodjo S (2005) bahwa pengalaman merupakan
sumber pengetahuan atau pengalaman merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan oleh karena pengalaman yang
diperoleh dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.
Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro, karena sebagian besar ibu
balita masih mempunyai 2 anak sehingga mereka mempunyai pengalaman
dimasa lalu dalam menjaga dan merawat anak-anak mereka. Pengetahuan
60
yang diperolah dimasa lalu dijadikan sebagai pedoman agar kesalahan-
kesalahan dalam menjaga dan merawat anak yang pertama baik itu dalam
hal higiene makanan ataupun masalah kesehatan lainnya tidak terulang
lagi pada anak yang berikutnya. Pengalamana seseorang bukanlah menjadi
satu-satunya faktor yang mempengaruhi sedikit atau banyaknya
pengetahuan seseorang tentang higiene makanan karena umur dan
pendidikan seseorang juga mempengaruhi pengetahuan.
2. Kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk
Kabupaten Bojonegoro
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada tabel 11 tentang
kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk
Kabupaten Bojonegoro didapatkan sebagian besar balita responden
menderita diare sebanyak 33 balita (38,8%) dan yang tidak diare
sebanyak 52 balita (61,2%).
Menurut Lilian Juwono (2003) balita lebih mudah terkena diare
daripada anak-anak dan orang dewasa karena mereka yang diberi susu
botol atau yang telah mendapatkan makanan tambahan belum dapat
menjaga kebersihan dan menyiapkan makanannya sendiri, sehingga
kualitas makanan dan minuman tergantung pada ibu sebagai pengasuh
utama. Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang cara pengolahan dan
penyimpanan makanan yang higienis.
61
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Desa Banjarsari Kecamatan
Trucuk Kabupaten Bojonegoro dimana balita belum mampu menjaga dan
menyiapkan makanannya sendiri sehingga tubuh balita sangat rentan untuk
terkena penyakit diare karena patogen penyebab diare dapat ditularkan
melalui makanan, air dan peralatan makan maupun masak.
3. Analisa hubungan pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan
balita dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro
Berdasarkan analisa data hasil penelitian yang dilakukan di Desa
Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro dengan
menggunakan uji spearmans rho didapatkan : 0,00 ( < 0,05) dengan
nilai koefisien korelasi 0,568. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
antara pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian
diare pada balita di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten
Bojonegoro dengan kekuatan korelasi antara pengetahuan ibu balita
tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita adalah agak
rendah.
Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penyebab diare.
Pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan akan berpengaruh pada
perilaku ibu dalam menjaga kesehatan keluarga terutama anak-anak.
Pendidikan pada ibu tentang prinsip keamanan dan higiene makanan
sangat penting dalam pencegahan penyakit diare pada balita
(Soegiajanto Soegeng, 2002 dan Motarjemi Y, 2003).
62
Hal ini sesuai dengan pernyataan di atas bahwa rendahnya
pendidikan akan berdampak pada kurangnya pengetahuan ibu balita
tentang prinsip keamanan dan higiene makanan sehingga dapat
menyebabkan tingginy resiko terjadinya diare pada balita dan sebaliknya
semakin baik pengetahuan ibu tentabng prinsip keamanan dan higiene
makanan maka semakin rendah pula resiko terjadinya diare pada balita
sehingga dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu balita tentang higiene
makanan memiliki hubungan dengan kejadian diare pada balita.
63
BAB V
PENUTUP
Dalam bab ini akan membahas kesimpulan hasil penelitian hubungan
pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan dengan kejadian diare pada balita
di Desa Banjarsari Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro secara sistematis
serta dikemukakan saran-saran yang berkaitan dengan hasil penelitian berupa
pemecahan masalah yang dihadapi.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan serta tujuan penelitian
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita
tentang higiene makanan dengan kejadian diare pda balita di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro. Adapun kesimpulan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Dari 85 responden yang diteliti sebagian besar responden masih
berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 39 responden (45,9%).
2. Dari 85 responden yang diteliti sebagian besar responden mengalami
diare yaitu sebanyak 33 responden (38,8%).
3. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu balita tentang higiene
makanan dengan kejadian diare pada balita di Desa Banjarsari
Kecamatan Trucuk Kabupaten Bojonegoro.
64
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka ada bebrapa upaya yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu :
1. Bagi profesi bidan
Meningkatkan frekuensi penyuluhan tentang higiene makanan balita
dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare pada balita
serta mengoptimalkan pelayanan kesehatan baik untuk mencegah maupun
penanggulangan masalah diare pada balita.
2. Bagi puskesmas
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan lebih memfungsikan
sarana dan prasarana yang tersedia dengan cara memberikan motivasi
melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), menyediakan brosur
tentang cara menjaga higiene makanan sehingga ibu lebih mudah dalam
memperoleh informasi, mengupayakan penyediaan oralit sebagai salah
satu upaya untuk mengobati penyakit diare serta bekerjasama dengan
lintas sektor lainnya yang terkait.
3. Bagi masyarakat di Desa Banjarsari
Meningkatkan kerjasama antara perangkat desa, masyarakat dengan
petugas kesehatan setempat dalam menyukseskan program-program yang
diadakan serta saling bekerjasama untuk meningkatkan kualitas keluarga.
4. Bagi responden
Diharapkan bagi orang tua khususnya ibu untuk meningkatkan
kesadarannya akan higiene makanan balita, karena daya tahan tubuh balita
65
yang msih lemah salah satunya adalah sistem saluran pencernaan yang
rentan terhadap bakteri penyebab penyakit sehingga higiene makanan
balita harus dijaga mulai dari penyiapan, pemasakan dan penyimpanannya
untuk mencegah terjadinya penyakit diare.
5. Bagi peneliti selanjutnya
Peneliti berharap peneliti selanjutnya mampu melengkapi penelitian
ini sehingga menjadi lebih sempurna.
66
LEMBAR KUESIONERHUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HIGIENE
MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESABANJARSARI KECAMATAN TRUCUK KABUPATEN BOJONEGORO
Tanggal diisi : .No. register : .
DATA UMUM
Petunjuk Pengisian
Isilah biodata di bawah ini dengan jujur sesuai keadaaan sebenarnya.
Apabila kurang jelas tanyakan pada peneliti.
Biodata Reponden
1. Nama ibu (inisial) : ..
2. Umur : ..
3. Pendidikan terakhir : ..
4. Nama balita (inisial) : ..
5. Umur/tanggal lahir balita : ..
6. Jenis kelamin balita : ..
7. Jumlah anak : ..
67
DATA KHUSUS
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Bacalah dengan teliti setiap item dan alternatif jawabannya.
2. Beri tanda silang () pada salah satu jawaban yang sesuai dengan
jawaban anda.
3. Baca kembali setelah anda menjawab semua pertanyaan agar tidak ada
pertanyaan yang terlewatkan untuk dijawab.
Pertanyaan variabel independent
Pengetahuan ibu balita tentang higiene makanan
1. Suatu makanan dikatakan bersih dan aman (higienis) apabila menjaga
kebersihan mulai dari ..
a. Dapur (tempat kerja), peralatan dan bahan makanan.
b. Ruang makan saja.
c. Peralatan masak yang canggih.
2. Menjaga kebersihan (higiene) makanan dimulai dari tindakan menjaga
kebersihan .
a. Saat pengolahan makanan saja.
b. Penyiapan, pengolahan sampai dengan penyimpanan makanan.
c. Saat memakannya saja.
3. Dapur yang digunakan untuk tempat memasak sebaiknya ?
a. Bersih, memiliki ventilasi dan pencahayaan yang baik.
b. Mewah.
c. Harus berlantai keramik.
68
4. Tempat yang baik untuk menyimpan makanan adalah . ?
a. Di almari tertutup yang bebas debu dan bau tak sedap.
b. Di atas meja makan yang terbuka.
c. Di almari yang terbuka.
5. Peralatan masak dalam penggunaannya haruslah ?
a. Dibiarkan saja.
b. Peralatan yang modern.
c. Dicuci, dirawat dan disimpan dengan baik.
6. Cara menyimpan makanan matang dan makanan mentah yang benar
adalah ?
a. Disimpan secara terpisah dalam tempat yang tertutup.
b. Dicampur jadi satu.
c. Disimpan secara terpisah dalam tempat yang terbuka.
7. Menjaga kebersihan makanan dilakukan untuk ?
a. Menghindari penularan penyakit.
b. Mengawetkan makanan.
c. Menambah rasa nikmat makanan.
8. Makanan yang mudah rusak atau busuk sebaiknya disimpan ?
a. Di lemari es.
b. Di atas meja makan.
c. Di dalam almari makanan.
69
9. Tindakan yang harus dilakukan sebelum mengolah makanan adalah ?
a. Mencuci tangan.
b. Memakai pakaian koki masak.
c. Memakai sarung tangan.
10. Makanan yang aman bagi kesehatan adalah ?
a. Makanan yang diolah.
b. Makanan siap saji.
c. Makanan yang diberi bahan pengawet makanan.
11. Sayur dan buah yang akan dimakan (dikonsumsi) terlebih dahulu ?
a. Dibersihkan dan dicuci.
b. Disimpan dalam lemari es.
c. Tidak perlu dibersihkan atau dicuci.
12. Cara untuk membunuh kuman atau bakteri yang ada dalam bahan
makanan mentah adalah ?
a. Diberi bahan pengawet.
b. Direbus sampai mendidih.
c. Diberi pestisida (obat pembunuh serangga).
13. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memasak sayuran adalah ?
a. 5-15 menit/sampai mendidih.
b. Sampai melebur menjadi satu dengan air.
c. Tidak dibatasi waktunya.
70
14. Untuk merebus daging sapi diperlukan waktu ?
a. Sampai daging menjadi terurai dan lembek.
b. 2-3 jam.
c. Seperlunya saja asal daging tidak keras untuk dimakan.
15. makanan yang harus disajikan dalam keadaan panas kemudian menjadi
dingin tindakan yang harus dilakukan sebelum menyajikannya kembali
adalah ?
a. Langsung dikonsumsi.
b. Dipanaskan kembali.
c. Disimpan saja.
16. Waktu yang baik untuk menyantap makanan matang adalah ?
a. Segera setelah dimasak (sebelum 2 jam).
b. Setiap saat sesuai selera.
c. Setelah menjadi basi.
17. Telenan yang digunakan untuk memotong daging ayam mentah,
sebelum digunakan untuk memotong daging burung yang sudah
matang haruslah .
a. Langsung dipakai lagi.
b. Dicuci terlebih dahulu.
c. Cukup dilap dengan kain.
71
18. Cara mencuci tangan yang baik adalah ?
a. Cukup dicelup saja dalam air.
b. Tangan cukup dilap dengan tissue atau kain.
c. Menggunakan sabun dan membilas dengan air mengalir.
19. Sebelum meyiapkan makanan balita hal yang harus dilakukan adalah ?
a. Menidurkan balita .
b. Menggendong balita.
c. Mencuci tangan.
20. Air yang digunakan untuk mencuci tangan adalah ?
a. Air bersih dan mengair.
b. Air dalam baskom.
c. Air mineral/air minum kemasan.
21. Peralatan makan untuk balita harus ?
a. Bersih dan selalu dicuci.
b. Selalu baru.
c. Berbentuk lucu dan menarik.
22. Agar serangga, lalat atau binatang lainnya tidak menghinggapi
makanan maka makanan harus disimpan ?
a. Dalam wadah yang tertutup.
b. Di dalam panci yang terbuka.
c. Di atas piring tanpa penutup.
S
72
23. Botol yang dipergunakan untuk memberikan susu formula pada balita
dibersihkan dengan cara ?
a. Dicuci kemudian direbus dalam air.
b. Dicuci saja tanpa direbus.c. Selalu diganti dengan botol yang baru.
24. Air yang digunakan untuk mengolah makanan balita harus ?
a. Air matang.
b. Air mentah.
c. Air bersih.
25. Bahan makanan ynag digunakan untuk membuat makanan balita
adalah ?
a. Bahan makanan segar.
b. Bahan makanan yang sudah layu.
c. Bahan makanan yang kadaluwarsa.
26. Cara yang baik untuk memanaskan makanan balita yang sudah
menjadi dingin adalah ?
a. Dipanaskan tanpa menunggu sampai mendidih.
b. Dipanaskan sampai mendidih.
c. Hanya dihangatkan.
27. Menjaga kebersihan makanan dilakukan dengan tujuan ?
a. Menghindarkan dari penularan penyakit infeksi melalui makanan.
b. Menuruti keinginan hati saja.
c. Meniru gaya masak orang barat.
S
73
28. Manfaat diterapkannya menjaga kebersihan makanan adalah ?
a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup sehat.
b. Tidak ada manfaat.
c. Agar makanan yang dimasak cepat habis.
29. Untuk mencegah keracunan dan kerusakan makanan maka ?
a. Menjaga kebersihan makanan.
b. Diberi bahan pengawet.
c. Diberi pewarna makanan.
30. Dengan
Top Related