BUKU KERJA PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BUKU KERJA PRAKTIKUMFISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
OSMOREGULASI
NAMA :
NIM :
KELOMPOK :
NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu hal yang harus dihadapi oleh ikan sebagai organisme yang hidup
dalam media air adalah adanya tekanan osmotik tubuhnya. Peranan proses
osmoregulasi sangat vital dalam menjaga tekanan osmotik tubuh ikan. Dalam
upaya beradaptasi dengan lingkungan tempat ia hidup, ia harus mengatur
keseimbangan air dan garam dalam jaringan tubuhnya agar tidak kelebihan
atau kekurangan air (Syakirin, 2007).
Osmoregulasi merupakan bagian penting dalam fisiologi ikan. Ikan
bertulang belakang menjaga osmolalitas cairan tubuh mereka dengan melakukan
osmoregulasi. Ikan air laut kehilangan sepertiga cairan tubuh mereka untuk
menjaga keseimbangan cairan tubuh mereka dengan cara banyak minum dan
mengeluarkan sedikit urine. Ikan air tawar mempertahankan keseimbangan cairan
tubuh mereka dengan cara sedikit minum dan mengeluarkan banyak urin. Insang,
ginjal dan usus merupakan organ utama osmoregulasi dan memiliki peran yang
berbeda-beda untuk menjaga cairan tubuh ikan (Wong, et al., 2014).
Menurut Amrillah, et al. (2015), proses osmoregulasi terjadi juga pada
hewan perairan. Osmoregulasi merupakan upaya untuk mengontrol
keseimbangan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungannya
melalui sel permeabel. Osmoregulasi terjadi karena perbedaan tekanan osmotik
antara cairan dalam tubuh dengan media (cairan luar tubuh). Proses
osmoregulasi ini sangat mempengaruhi metabolisme tubuh hewan perairan
dalam menghasilkan energi.
Hubungan erat terjadi antara kadar garam yang terlarut atau salinitas
dan faktor lain dalam perairan tempat hidup ikan dengan respirasi atau
pernapasan ikan. Jumlah pernafasan ikan dapat berubah apabila kondisi
lingkungannya juga berubah, dalam hal ini dengan terjadinya perubahan salinitas
air. Organisme yang tidak mampu menoleransi perubahan ini tidak dapat
bertahan hidup, sehingga peran osmoregulasi penting dalam proses fisiologis
ikan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengerti dan
memahami peranan salinitas terhadap kehidupan ikan dan proses-proses
fisiologis yang berkaitan dengannya.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (Mahasiswa) dapat
melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh salinitas air (lingkungan)
yang berbeda terhadap kelangsungan hidup ikan.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi osmoregulasi dilaksanakan
pada tanggal 8 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi
Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah upaya yang dilakukan hewan akuatik untuk
mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam dan di luar tubuh
melalui mekanisme pengaturan tekanan osmotik sehingga proses-proses
fisiologis dalam tubuh berjalan normal (Ardi, et al., 2016). Dalam osmoregulasi
terdapat proses:
1. Transpor Aktif: Transpor aktif adalah pergerakan zat-zat yang disebabkan
perbedaan konsentrasi di antaranya. Proses ini membutuhkan protein
pembawa (karier) dan energi. Pada transpor aktif primer, energi diperoleh
dari hidrolisis ATP, sedangkan pada transpor aktif sekunder, sumber energi
adalah gradien elektrokimia Na+ atau H +. Contoh: Pompa Ca2+ pada sel otot
dan Pompa Na+ dan K+ pada setiap sel. Pompa Na+ dan K+ bekerja untuk
mempertahankan Na diluar sel tetap lebih tinggi daripada didalam sel, dan
kadar Kalium didalam sel tetap lebih tinggi daripada diluar sel (Isnaeni,
2006).
2. Transpor pasif
a. Difusi: Difusi adalah perpindahan zat dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah. Konsentrasi larutan detergen lebih tinggi dari
sitoplasma sehingga partikel detergen berdifusi dari larutan ke sel-
sel pada insang ikan dan insang pun akhirnya membengkak,
kemudian mengalami plasmolisis (pecahnya sel) sehingga ikan
akan mengeluarkan lendir. Setelah itu ikan akan kehilangan organ
untuk bernafas pada akhirnya ikan lemas dan mati (Inayah, 2016).
b. Osmosis: Menururt Ariyanti dan Widiasa (2011),
perpindahan zat pelarut (konsentrasi rendah) ke zat terlarut
(konsentrasi tinggi) melalui lapisan semipermeabel (zat pelarut
berpindah).
2.2 Membran Osmoregulasi
Menurut Pudjaatmaka dan Qodratillah (2002), macam membran
osmoregulasi diantaranya sebagai berikut
1. Membran Permeabel adalah membran yang dapat ditembus
zat perlarut dan zat terlarut contoh: organ rusak.
2. Membran Semipermeabel adalah membran yang dapat
ditembus (permeabel) oleh beberapa zat. Contoh: empedu sapi.
3. Membran Impermeabel adalah membran yang tidak dapat
ditembus semua zat. Contoh: plastik, kaca, dan karet.
2.3 Pola Regulasi Ion dan Air
Menurut Fujaya (2008), pola regulasi ion ada 3 macam, yakni sebagai
berikut:
1. Regulasi hipertonik atau hiperosmotik ialah pengaturan
secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih tinggi
dari konsentrasi media atau lingkungan, contoh pada ikan air
tawar.
2. Regulasi hipotonik atau hipoosmotik ialah pengaturan secara
aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari
konsentrasi media atau lingkungan, contoh pada ikan air laut.
3. Regulasi isotonik atau isotonis ialah konsentrasi cairan tubuh
sama dengan konsentrasi media, misalnya ikan-ikan yang
hidup pada daerah estuari.
2.4 Toleransi Ikan atau Hewan Air terhadap Salinitas
Menurut Ghufran dan Kordi (2010), toleransi ikan atau hewan air
terhadap salinitas, yaitu :
1. Eurihalin merupakan ikan yang dapat beradaptasi pada kisaran
salinitas yang cukup luas, contoh ikan bandeng (Chanos chanos),
ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan kakap putih (Lates
calcarifer) dan ikan mujair (Oreochromis mossambica).
2. Stenohalin merupakan ikan yang mempunyai toleransi salinitas
yang kecil atau sempit, contoh ikan layang (Decapterus
ruselli), ikan queen angelfish (Holocanthus ciliaris), ikan lele
(Clarias sp), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan zebra (Dascyllus
melanurus).
2.5 Peran Organ Ikan pada Proses Osmoregulasi
Berikut beberapa organ ikan yang termasuk dalam proses osmoregulasi
ikan yakni:
1. Menurut Martin, et al. (2000), sel Chloride dalam Insang berfungsi
untuk transport dan memompa ion-ion (Na+, K+, Ca+, Mg2+, Cl-).
2. Menurut Burhanuddin (2014), kulit berguna untuk osmoregulasi
karena sebagai lapisan semi-permeabel.
3. Menurut Robert (2010), pada ikan teleostei, ginjal berfungsi untuk
osmoregulasi. Bagian ginjal ikan Teleostei adalah nefron yang terdiri
dari glomerulus untuk menyaring, dan tubulus yang berfungsi untuk
menyerap cairan dan diubah menjadi urin.
4. Menurut Greenwell, et al. (2003), dinding usus bersifat permeabel yang
dapat menyerap air dan ion-ion terutama untuk menyerap ion-ion Mg.
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Proses Osmoregulasi
Faktor yang mempengaruhi proses osmoregulasi ada dua yaitu:
a. Internal (Fujaya, 1999):
1. Aktivitas,
2. Ukuran,
3. Umur.
4. Genetik,
5. Spesies,
6. Migrasi (Katadromus dan Anadromus).
b. Eksternal (Boyd and Tucker,1998).
1. Potential Hydrogen (pH)
2. Salinitas,
3. Suhu.
2.7 Proses Osmoregulasi pada Ikan Air Tawar
Menurut Pamungkas (2012), cairan tubuh ikan air tawar mempunyai
tekanan yang lebih besar dari lingkungan sehingga garam-garam cenderung
keluar dari tubuh (hiperosmotik). Air dari lingkungan cenderung masuk ke
dalam tubuh ikan secara difusi melalui permukaan tubuh yang bersifat
permeabel. Ikan mempertahankan keseimbangannya dengan tidak banyak
minum air kulitnya diliputi mucus (mencegah garam masuk atau keluar dan
membantu pertukaran ion), melakukan osmosis lewat insang, produksi urinnya
encer, dan memompa garam melalui sel-sel khusus pada insang.
2.8 Proses Osmoregulasi pada Ikan Air Laut
Menurut Lantu (2010), untuk ikan air laut, air laut mengandung
konsentrasi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam
yang ada di tubuh ikan (hipoosmotik). Sebagai hasilnya, air banyak keluar dari
tubuh dan garam cenderung masuk ke tubuh ikan sehingga ikan harus
menggunakan ginjalnya untuk mengeluarkan kelebihan garam dalam
bentuk urin yang pekat. Sedangkan untuk menghindari kekurangan air, ikan
air laut akan banyak minum.
2.8.1 Teleostei (Ikan Bertulang Sejati)
Hipoosmotik terhadap air laut, hiperosmotik terhadap air tawar.
Menurut Rahardjo, et al. (2011), ikan salmon dan sidat ketika menghuni
perairan tawar tidak minum air, tetapi ketika di laut minum air 4-15 persen dari
bobot tubuhnya. Fungsi ginjal pun juga berubah dengan laju filtrasi di
glomerulus sangat menurun dan penyerapan kembali di tubuli ginjal meningkat
sehingga air seni yang dikeluarkan turun menjadi sekitar 10 persen dari
volume air seni di perairan tawar.
2.8.2 Hagfish
Menurut Bone and Moore (2008), volume darah ikan hagfish
sangat isotonis terhadap air laut sehingga tidak berosmoregulasi, melainkan
hanya regulasi ion karena komposisi Na+ dan Cl- dalam darah hagfish
sama dengan yang di air laut.
2.8.3 Elasmobranchii (Ikan Bertulang Rawan)
Menurut Affandi dan Usman (2002), ikan elasmobranchii menyimpan
urea dan trimethilamin oxides (TMAO) di dalam darah agar cairan di dalam
tubuhnya isotonik atau sedikit hipertonik dari lingkungan. Saat
mempertahankan homoestatis ion, ikan akan mengekresikan garam
(NaCl) bukan dari insang melainkan dari rectal gland.
2.9 Sebab-Sebab Hewan Air Berosmoregulasi
Menurut Fujaya (2008), keseimbang antara substansi tubuh dan
lingkungan harus seimbang. Adanya membran sel permeabel sebagai
tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat. Perbedaan tekanan
osmosis cairan tubuh dan lingkungan.
2.10 Salinitas Perairan (Kadar Garam Terlarut)
Menurut Ghufran dan Kordi (2010):
Air Tawar : 0 – 0,5 ppt
Air Payau : 0,5-17 ppt
Air Laut : >17 ppt
2.11 Komposisi Cairan dalam Empedu
Menurut Sheriha, et al. (2014), empedu sapi memiliki komposisi
diantaranya sebagai berikut:
1. Biliverdin (biru).
2. Bilirubin (kuning/ urobilin)
3. Air
4. Kolestrol
5. Lemak
2.13 Penentuan Air Bersalinitas
2.13.1 Persamaan
Larutan I = 2 ppt, larutan II = 45 ppt. Untuk membuat larutan dengan
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10 liter dibutuhkan berapa liter dari masing-
masing larutan?
V1 x N1 = V2 x N2
Diketahui : N larutan I = 2 ppt
N larutan II = 45 ppt
N larutan X = 15 ppt
V larutan X = 10 liter
Jawab : V1 x N1 = V2 x N2
( V larutan X x N larutan X) = ( V larutan I x Nlautan I) + ( V larutan II x N
larutan II)
( 10 x 15) = (V larutan I x 2) + ((10 - V larutan I) x 45)
150 = 2X + (( 450 - 45X)
150 = 450 – 43 X
43X = 300
X = 6, 97
V larutan I = 6,97 liter
V larutan II = 10 – 6,97
= 3,02 liter
2.13.1 Rumus Bujur Sangkar
Larutan I = 2 ppt, larutan II = 45 ppt. Untuk membuat larutan dengan
konsentrasi 15 ppt sebanyak 10 liter dibutuhkan berapa liter dari masing-
masing larutan?
Larutan I 2 30
15 (konsentrasi larutan yang dibutuhkan)
Larutan II 45 13 + 43
Larutan I = liter = 6,98 liter
Larutan II = liter = 3,20 liter
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
a. Pengamatan Empedu
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah :
Freezer :
Toples 3 L :
Kamera digital :
Nampan :
Stopwatch :
Gunting :
Bak besar :
Penggaris :
Timbangan OZ :
Timbangan digital :
b. Toleransi Salinitas
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah :
Toples 3 L :
Kamera digital :
Timbangan digital :
Stopwatch :
Seser :
Aerator set :
Kabel roll :
Beaker glass :
Penggaris :
Akuarium :
Nampan :
3.1.2 Bahan dan Fungsinya
a. Pengamatan Empedu
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi pengamatan empedu adalah :
Empedu sapi :
Air bersalinitas :
Benang Kasur :
Kertas Label :
Garam grasak (NaCl) :
Tisu :
b. Toleransi Salinitas
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
osmoregulasi toleransi salinitas adalah :
Ikan Nila(Oreochromis niloticus) :
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) :
Ikan Damsel Biru (Chrysiptera cyanea) :
Trash Bag :
Air Tawar :
Air Laut :
Garam grasak (NaCl) :
Kertas label :
Tisu :
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Pengamatan Empedu
Toples 3 L
-Diisi air 2,25 liter
NaCl
-Ditimbang sesuai dengan toleransi yang diinginkan-Dilarutkan ke dalam air
Empedu-Ditimbang berat awal (W0)-Dimasukkan ke dalam toples dengan perlakuan:
Meja 1 : 0 pptMeja 2 : 10 pptMeja 3 : 20 pptMeja 4 : 30 pptMeja 5 : 40 ppt
-Diamati perubahannya setiap 20 menit selama 2 jam-Ditimbang berat akhir (Wt)
3.2.2. Toleransi Salinitas
Toples 3 L
- Diisi air 2,25 liter
NaCl
- Ditimbang sesuai toleransi yang diinginkan- Dilarutkan ke dalam air
- Ditimbang ikan sebagai berat awal (W0)- Dimasukkan ikan ke dalam toples dan diberi perlakuan:
Meja 1 = 0 pptMeja 2 = 10 pptMeja 3 = 20 pptMeja 4 = 30 pptMeja 5 = 40 ppt
-Diamati tingkah laku setiap 20 menit selama 2 jam-Ditimbang berat akhir (Wt)
Hasil
Hasil
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)Ikan Damsel Biru (Chrysptera cyanea)Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil
4.1.1 Pengamatan Empedu
4.1.2 Toleransi Salinitas
a. Ikan Lele Dumbo ( Clarias gariepinus)
b. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
c. Ikan Damsel Biru (Chrysiptera cyanea)
4.2 Faktor Koreksi
4.3 Manfaat di Bidang Perikanan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, R. Dan Usman M. T. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press: Pekanbaru.
Amrillah, A. M., S. Widyarti dan Y. Kilawati. 2015. Dampak stress salinitas terhadap prevalensi White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Survival Rate Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) pada kondisi terkontrol . RESEARCH JOURNAL OF LIFE SCIENCE. 2(1): 110-123.
Ardi, I., E. Setiadi, A. H. Kristanto dan A. Widiyati. 2016. Salinitas optimal untuk pendederan benih ikan betutu (Oxyeleotris marmorata). Jurnal riset akuakultur. 11(4): 339-347.
Ariyanti, D. dan I. N. Widiasa. 2011. Aplikasi teknologi reverse osmosis untuk pemurnian air skala rumah tangga. TEKNIK. 32(3): 193-198.
Bone, Q. and R. Moore. 2008. Biology of Fishes. Taylor & Francis. pp. 128.
Boyd, C. E. and C. S. Tucker. 1998. Pond Aquaculture Water Quality Management. Kluwer Academic Publishers, Boston, Massachusettes, 700p.
Burhanuddin, A. I. 2014. Ikhtiologi, Ikan, dan Segala Aspek Kehidupannya. Depublish Publisher: Yogyakarta. Hlm 363-365
Fujaya, Y. 2008. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Ghufran. H. Kordi. K dan A. B. Tancung. 2010. Pengelolaan Lualitas Air Dalam Budi Daya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.
Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada hewan akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4(1): 46-50.
Martin, D. J., J. P. Garske and M. K. Davis. 2000. Relation of the therapeutic alliance with outcome and other variables: a meta-analytic review. J. Consult Clin Psychl. 68(3): 438-500.
Pamungkas, W. 2012. Aktivtas osmoregulasi, respons pertumbuhan dan energetic cost pada ikan yang dipelihara dalam lingkungan bersalinitas. Media Akuakultur. 7(1): 44-51.
Pudjaatmaka, A. H. dan M. T. Qodratillah. 2002. Kamus Kimia (Cetakan 2). Balai Pustaka: Jakarta.
Rahardjo, M. F., D. S. Sjafei, R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Ikhtiologi. CV Lubuk Agung: Bandung. 396 hlm.
Robert S. N. G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Susanto, H. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sheriha, G. M., G. R. Waller, T. Chan and A. D. Tillman. 1968. Composition of bile acids in ruminants Waller. Lipids. 3(1): 72-78.
Syakirin, M. B. 2007. Mekanisme pompa Natrium Kalium (Na+ - K+) pada osmoregulasi ikan bertulang sejati (Teleost). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(1): 24-33.
Inayah. 2017. Pengaruh detergen terhadap respon fisiologi, laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada skala laboratorium. Prosiding Seminar Nasional Kemaritiman dan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil. 1(1) : 44-50.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Wong, M. Khwok-Shing, H. Ozaki, Y. Suzuki, W. Iwasaki and Y. Takei. 2014. Discovery of osmotic sensitive transcription factor in fish intestine via a tanscriptomic approach. BMC Genomics. 15(1134): 1-13.
Yusuf, D. M., Sugiharto dan G. E. Wijayanti. 2014. Perkembangan post-larva ikan nilem Osteochilus hasselti C.V. dengan polapemberian pakan yang berbeda. Scripta Biologica. 1(3): 185-192.
BUKU KERJA PRAKTIKUMFISIOLOGI HEWAN AKUAKULTUR
RESPIRASI
NAMA :NIM :KELOMPOK :NAMA ASISTEN :
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pernapasan adalah proses pengikatan oksigen (O2) dan
pengeluaran karbondioksida (CO2) oleh darah melalui permukaan alat
pernapasan. Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk
berbagai reaksi metabolisme. Kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh
kemampuannnya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya melalui
proses ini (Mahyuddin, 2008).
Insang ikan merupakan organ respirasi utama yang bekerja dengan
mekanisme difusi permukaan dari gas-gas respirasi (oksigen dan
karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan
diabsorbsi ke dalam kapiler kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin untuk
selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh. Sedangkan karbondioksida
dikeluarkan dari sel dan jaringan untuk dilepaskan ke air di sekitar insang
(Saputra, et al., 2013).
Proses respirasi ikan terdapat dua fase yaitu fase inspirasi dan fase
ekspirasi. Fase inspirasi dimulai dengan rongga mulut mula-mula membesar
karena insang bergerak ke samping akibat udara dalam mulut lebih kecil
daripada tekanan udara luar sehingga menyebabkan mulut terbuka dan air
masuk kedalam mulut. Pada fase ekspirasi yaitu saat air masuk ke rongga mulut
celah mulut akan tertutup. Tutup insang akan kembali ke posisi semula diikuti
gerakan selaput ke samping, sehingga celah insang terbuka maka air akan
keluar melalui celah-celah insang dan terjadi pertukaran gas (Murtidjo, et al.,
2001).
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari praktikum ini adalah untuk mengamati dan
memahami pengaruh suhu (lingkungan) terhadap proses respirasi yang
dilakukan insang.
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan (mahasiswa) dapat
mengetahui pengaruh perlakuan suhu yang berbeda terhadap proses respirasi
pada ikan.
1.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi respirasi dilaksanakan
pada tanggal 8 September 2018 di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi
Reproduksi Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya
Malang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Respirasi
Respirasi (Pernapasan) adalah proses masuknya oksigen dengan cara
difusi kedalam tubuh ikan melewati organ insang dan keluarnya CO2 ke
lingkungan perairan bebas diluar tubuh ikan. Oksigen merupakan unsur
terpenting bagi kelangsungan hidup organisme. Maka kebutuhan oksigen dalam
air harus tetap terjaga karena kekurangan oksigen akan mengakibatkan biota
yang dipelihara bersaing satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan oksigennya
yang mengakibatkan stres sampai dengan kematian total (Sahetapy, 2013).
Ikan membutuhkan oksigen untuk proses penguraian makanan dalam
tubuhnya dan kesemua komponen. Laju metabolisme berkaitan erat dengan
respirasi karena respirasi merupaka proses ekstraksi energi dari molekul
makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Laju metabolisme biasanya
diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk
hidup persatuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan
makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah diketahui) untuk menghasilkan
energi yang dapat diketahui jumlahnya juga, laju metabolismenya biasanya
cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Respirasi adalah
suatu proses perombakan bahan makanan dengan menggunakan oksigen,
sehingga diperoleh energi dan gas CO2. Energi yang dihasilkan dalam proses
ini tidak langsung digunakan untuk aktivitas sel dalam pembentukan ATP dari
ADP dan H3PO4. (Akbulut, 2002).
Ikan bernapas menggunakan insang yang merupakan organ respirasi
pada ikan. Fungsi dalam pertukaran gas, insang juga berfungsi sebagai pengatur
pertukaran garam dan air, pengeluaran limbah-limbah yang mengandung
nitrogen. Insang terletak di luar dan berhubungan langsung dengan air sebagai
media hidup ikan, maka organ inilah yang pertama kali mendapat pengaruh
apabila lingkungan air tercemar (Solikhah dan Widyaningrum, 2015).
2.2 Mekanisme Pemapasan Ikan
2.2.1 Fase Inspirasi
Fase inspirasi merupakan fase pengambilan oksigen dan air ke dalam
insang. Mekanisme inspirasi adalah sebagai berikut: tutup insang menutup,
mulut terbuka, akibatnya tekanan dalam mulut lebih kecil daripada tekanan
udara di luar, dan air dari luar masuk ke dalam rongga mulut (Murtidjo, 2001).
2.2.2 Fase Ekspirasi
Fase ekspirasi adalah fase pengeluaran air dan gas karbondioksida. Air
masuk ke dalam rongga mulut, celah mulut menutup, tutup insang membuka,
tekanan yang lebih besar di dalam rongga mulut menyebabkan air ke luar
melewati celah tutup insang yang akan menyentuh lembaran-lembaran insang,
sehingga terjadi pertukaran gas dimana oksigen berdifusi ke dalam kapiler
darah, kemudian CO2 berdifusi dari darah ke dalam air. Pertukaran O2 dan
CO2 pada ikan terjadi pada fase ekspirasi (Murtidjo, 2001).
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respirasi
Respirasi pada ikan dipengaruhi faktor sebagai berikut:
1. Faktor Internal menurut Coche, et al. (1997), usia, spesies, sexual
maturity, ukuran, dan aktivitas ikan.
2. Faktor Eksternal menurut Stoss (1983), suhu, kadar O2, CO2, pH, dan
kepadatan.
2.4 Alat Pernapasan Tambahan
Menurut Rahardjo, et al. (2011), alat tambahan pernapasan yaitu
1. Labirin
gurami (Osphronemus goramy)
betok (Anabas testudineus)
sepat (Trichogaster sp.)
2. Aborecent
lele (Clarias sp.)
3. Kulit
ikan glodok (Oxudercinae sp.)
2.5 Alur Respirasi pada Ikan
Menurut Siagian dan Simarmata (2015), sumber oksigen yaitu
fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton, difusi oksigen di atmosfer, dan
arus. Alur pada respirasi pada ikan yakni air masuk melalui mulut dan
seterusnya mengalir melalui insang. Insang memiliki lembaran-lembaran halus
yang mengandung pembuluh-pembuluh darah. Pengikatan oksigen dan
pelepasan karbon dioksida terjadi di insang. Oksigen dalam darah diedarkan ke
seluruh tubuh oleh nadi. Kondisi darah saat kehilangan oksigen, maka darah
berkumpul lagi di pembuluh balik untuk kembali ke jantung. Kemudian jantung
memompakan darah ke insang lagi (Akbulut, 2002).
Gambar. Alur repirasi pada ikan
3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat dan Fungsinya
Alat yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
respirasi adalah :
Heater masak :
Stopwatch :
Handtally counter :
Ember :
Seser sedang :
Thermometer Hg :
Kabel roll :
Aerator set :
Akuarium :
Kamera digital :
Cool box :
Nampan :
Toples 3 L :
3.1.2 Bahan dan Fungsinya
Bahan yang digunakan pada praktikum Fisiologi Hewan Akuakultur materi
respirasi adalah :
Ikan Nila(Oreochromis niloticus) :
Es batu :
Plastik bening :
Karet gelang :
Kertas label :
Tisu :
Selotip :
Trash bag :
3.2 Skema Kerja
Toples 3 liter
-Diisi air-Disesuaikan suhu air dengan perlakuan-Diukur suhu dengan thermometer Hg dalam toples-Ditunggu media air sampai pada suhu
Perlakuan: Meja 1 = 28 0 CMeja 2 = 29 0 CMeja 3 = 30 0 CMeja 4 = 31 0 CMeja 5 = 32 0 C
-Dimasukkan ke dalam toples-Ditunggu selama 5 menit agar ikan beradaptasi-Diukur DO awal (DO0) dengan DO meter-Ditutup toples dengan plastik-Dihitung bukaan operkulum ikan selama 10 menit dengan handtally counter-Diulangi sebanyak 3 kali-Diukur DO akhir (DOt) dengan DO meter
Keterangan:DO = Perubahan DODO0 = DO awalDOt = DO akhir
1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Hasil
Konsumsi DO= DO0-DOt
Berat tubuh ikan
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Hasil
4.2 Analisis Grafik
4.3 Faktor Koreksi
4.4 Manfaat di Bidang Perikanan
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Akbulut, N. E. 2002. The plankton composition of Lake Mogan in Central Anatolia. 27(1): 107-116.
Coche, A. G., J. F. Munir and T. Laughlin. 1997. Management for Freshwater Fish Culture: Ponds and Water Practices. Food and Agriculture Organization of the United Nation. Rome. 233 hlm.
Mahyuddin, K. 2008. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya. Jakarta. hlm 12.
Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pembenihan Ikan Air Tawar. KANISIUS. Yogyakarta. 108 hlm .
Rahardjo, M. F., D. S. Sjafei, R. Affandi dan Sulistiono. 2011. Ikhtiologi. CV Lubuk Agung: Bandung. 396 hlm.
Sahetapy, J. M. F. 2013. Pengaruh perbedaan voume air terhadap tingkat konsumsi oksigen ikan nila (Oreochromis sp.). Jurnal Triton. 9(2): 127-130.
Saputra, H. M., N. Marusin dan P. Santoso. 2013. Struktur histologis insang dan kadar hemoglobin ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di Danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2) : 138-144.
Siagian, M. dan A. H. Simarmata. 2015. Profil vertikal oksigen terlarut di Danau Oxbow Pinang Dalam, Desa Buluh Cina-Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jurnal Akuatika. 6(1): 87-94.
Solikhah, T. dan T. Widyaningrum. 2015. Pengaruh surfaktan terhadap pertumbuhan dan histopatologi insang ikan nila Oreochromis niloticus) sebagai materi pembelajaran siswa SMA kelas X. JUPEMASI-PBIO. 2(1): 248-255.
Stoss, J. 1983. Fish gamete preservation and spermatozoan physiology. In: W. S. Hoar, D. J. Randall and E.M. Donaldson (Eds). Fish Physiology. Vol. IX B. Academic Press, New York.
Top Related