LAPORAN PRAKTIKUM
Teknologi Produksi Tanaman
Komoditas: Lidah Buaya
DISUSUN OLEH:
Umu Badriyah 115040101111232
Ulidesi Siadari 115040100111114
Yuli Alfiatul Is’adah 115040113111005 (AD)
Program studi : Agribisnis
Kelas : AC dan AD
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
MALANG
2012
Lembar Persetujuan
Judul Laporan : Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Lidah Buaya (Aloe
Vera)
Nama dan NIM : Ulidesi Siadari 115040100111114
Umu Badriyah 115040101111232
Yuli Alfiatul Is’adah 115040113111005 (AD)
Program Studi : Agribisnis
Menyetujui,
Asisten Kelas, Asisten Lapang,
Retno Tri Puspitasari Retno Tri Puspitasari
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Lidah Buaya atau Aloe vera berasal dari bahasa Latin Aloe barbadensis
Milleer adalah sejenis tumbuhan yang sudah dikenal sejak ribuan tahun silam dan
digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan untuk perawatan kulit.
Tumbuhan ini sering kita lihat di pekarangan rumah dan dapat ditemukan dengan
mudah di kawasan kering di Afrika.Tanaman lidah buaya ini pemeliharaan nya
relatife mudah dan produksinya lebih tahan lama (Tidak mudah busuk).
Tumbuhan ini juga memiliki kegunaan dan manfaat yang sangat luas misalnya
untuk pengobatan sampai kosmetik/kecantikan.Seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan tanaman lidah buaya berkembang
sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetika, serta sebagai bahan makanan
dan minuman kesehatan. Secara umum, lidah buaya merupakan satu dari 10 jenis
tanaman terlaris di dunia yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai
tanaman obat dan bahan baku industry .
Praktikum teknologi produksi tanaman (TPT) ini dilakukan karena melihat
pembudidayaan tanaman lidah buaya yang cukup mudah dan memiliki harga
ekonomis tinggi seperti yang dijelaskan pada paragraf diatas, sehingga peluang
bisnisnya cukup menjanjikan. Selain itu, lidah buaya juga digemari oleh pasar
dalam negeri maupun luar negeri sehingga pemasaran dari hasil tanaman lidah
buaya sangatlah baik dan menjanjikan. Selain itu praktikum ini dilakukan untuk
memberikan pengetahuan dan bekal kepada mahasiswa agar kelak ketika sudah
lulus sarjana bisa mengembangkan budidaya tanaman terutama tanaman lidah
buaya.
1.2 Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui teknologi produksi tanaman lidah buaya dari segi budidaya
pertanian
b. Untuk mengetahui syarat tumbuh dari tanaman lidah buaya
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas tanaman
lidah buaya
d. Untuk mengetahui pertumbuhan lidah buaya terhadap perlakuan yang
berbeda.
1.3 Manfaat
a. Agar dapat mengetahui perbandingan antara panjang, tinggi dan jumlah daun
pada komoditas lidah buaya dalam 2 perlakuan ( lidah buaya dengan
menggunakan bahan organic dan perlakuan tidak menggunakan bahan
organik).
b. Agar dapat mengetahui teknik budidaya lidah buaya dari mulai syarat tumbuh,
pemeliharaan sampai panen
c. Agar dapat mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas lidah
buaya (factor biotic, abiotik dan factor produksi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi
a. Klasifikasi lidah buaya
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo: Asparagales
Famili: Asphodelaceae
Genus: Aloe
Spesies: Aloe vera
b. Morfologi Tanaman Lidah Buaya
Lidah buaya termasuk suku Liliaceae. Liliaceae diperkirakan meliputi
4000 jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga, dan dikelompokan lagi menjadi
lebih kurang 12 anak suku. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia. Lidah
buaya sendiri mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman.
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika,
Amerika dan Asia. Hal ini di karenakan lidah buaya dapat menutup stomatamya
sampai rapat pada musim kemarau untuk melindungi kehilangan air dari daunya.
Lidah buaya juga dapat tumbuh di daerah yang beriklim dingin. Karena tanaman
lidah buaya juga termasuk tanaman yang efesien dalam penggunaan air, karena
dari segi fisiologis tumbuhan tanaman ini termasuk jenis tanaman CAM
(crassulance acid metabolism) dengan sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi
gelap, terutama malam hari,stomata atau mulut daun membuka, sehingga uap air
dapat masuk. Disebabkan pada malam hari udaranaya dingin, uap air tersebut
berbentuk embun. Stomata yang membuka pada malam hari memeberikan
keuntungan, yakni tidak akan terjadi penguapan air dari tubuh tanaman, sehingga
air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat dipertahankan. Karenanya dia
mampu bertahan hidup dalam kondisi bagaimanapun keringnya.
Kelemahan lidah buaya adalah jika ditanam di daerah basah dengan curah
hujan tinggi, mudah terserang cendawan; terutama fusarium sp. Yang menyerang
pangkal batangnya, sementara itu dari segi budidayanya tanaman lidah buaya
relatif mudah dan relatif tidak memerlukan investasi yang cukup besar. Hal ini di
sebabkan tanaman ini merupakan tanaman tahan yang dapat dipanen berulang-
ulang dengan masa produksi 7- 8 tahun.
Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang
bersifat sukulen dan menyukai hidup di tempat kering. Batang tanaman pendek,
mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset). Panjang daun 40-90cm,
lebar 6-13cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5cm dipangkal daun, serta bunga
berbentuk lonceng.
a. Batang
Batang tanaman lidah buaya berserat atau berkayu. Pada umumnya sanagt pendek
dan hampir tidak terlihat karena tertutup oleh daun yang rapat dan sebagian
terbenam dalam tanah. Namun, ada juga beberapa species yang berbentuk pohon
dengan ketinggian 3-5m. Species ini dapat dijumpai di gurun Afrika Utara dan
Amerika. Melalui batang ini akan tumbuh tunas yang akan menjadi anakan.
b. Daun
Seperti halnya tanaman berkeping satu lainya, daun lidah buaya berbentuk
tombak dengan helaian memanjang. Daunnya berdaging tebal tidak bertulang,
berwarna hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan lilin dipermukaan; serta
bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah, atau lendir yang mendominasi
daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung). Di daun
lidah buaya muda dan anak (sucker) terdapat bercak berwarna hijau pucat sampai
putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya dewasa. Namuntidak demikian
halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan
disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang
tumpul dan tidak berwarna.
c. Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3cm,
berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit berjungkai melingkari ujung
tangkai yang menjulang keatas sepanjang sekitar 50-100cm.
d. Akar
Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan akar
serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40cm. getah, atau lendir yang
mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat
(cembung). Di daun lidah buaya muda dan anak (sucker) terdapat bercak
berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya
dewasa. Namuntidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil
atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi
daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna.
c. Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3cm,
berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit berjungkai melingkari ujung
tangkai yang menjulang keatas sepanjang sekitar 50-100cm.
d. Akar
Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan akar
serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40cm.
2.2. SYARAT TUMBUH
A. Iklim
Tanaman lidah buaya tahan terdapat segala unsur iklim, yaitu suhu, curah
hujan, dan sinar matahari. Tanaman ini juga tahan kekeringan, dapat menyimpan
air pada daunnya yang tebal, mulut daunnya tertutup rapat sehingga dapat
mengurangi penguapan pada musim kering. Meskipun tanaman menghendaki
ditanam di tempat terbuka, tetapi di dalam ruangan yang sinar mataharinya
kurang pun dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, tanaman ini terdapat di
mana-mana, mulai dari Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia. Di daerah yang
bersuhu antara 28°C-32°C, tanaman ini dapat tumbuh dengan baik.
Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air dan
dapat tumbuh di daerah basah maupun kering. Kelemahan lidah buaya apabila
ditanam di daerah basah dengan curah hujan tinggi adalah banyaknya serangan
cendawa, terutama Fusarium sp. yang menyerang pangkal daun.
B. Ketinggian Tempat
Lidah buaya dapat tumbuh mulai dari daerah dataran rendah sampai daerah
pegunungan. Daya adaptasinya tinggi sehingga tempat tumbuhnya menyebar di
seluruh dunia, mulai daerah tropika sampai daerah subtropika. Di dataran tinggi
tanaman ini dapat menghasilkan bunga.
Sementara itu, di Amerika dan Australia tanaman ini sudah diusahakan
secara besar-besaran pada lahan kering.
C. Tanah
Tanah yang dikehendaki lidah buaya adalah tanah subur, kaya bahan
organik, dan gembur.Kesuburan tanah pada lapisan olah sedalam 30 cm sangat
diperlukan karena akarnya pendek. Apabila tanaman ditanam di daerah yang
bertanah mineral maupun tanah organik, agar dapat tumbuh dengan baik
diperlukan tambahan pupuk.
Di Kalimantan Barat, tanaman tumbuh baik di daerah bertanah gambut yang
pH-nya rendah. Pemberian pupuk kandang dan abu menyebabkan tanaman
memberikan hasil yang cukup baik. Meskipun demikian, pH ideal untuk tanaman
lidah buaya adalah 5,5 - 6. Tanah yang terlalu asam dapat mengakibatkan
tanaman lidah buaya keracunan logam berat, sehingga ujung-ujung daun menjadi
kuning seperti terbakar, pertumbuhan terhambat, dan jumlah anakan berkurang.
Agar tanah seperti ini bisa ditanami lidah buaya, para petani membuat galengan-
galengan kecil atau bedengan, sehingga sirkulasi air dan udara selalu dalam
keadaan baik untuk tanaman.
Tanah berpasir perlu diberi pupuk organik. Bila lidah buaya ditanam di
tanah berpasir, produksi gelnya sangat rendah dan daunnya kecil-kecil. Tanah
yang terlalu padat perlu digemburkan atau diberi pupuk kandang agar lebih
gembur dan dapat menyerap air.
2.3 . Teknik Budidaya
A. Penyedia Bibit
Tanaman lidah buaya berbatang pendek dan tersembunyi dalam tanah.
Pada bagian batang inilah muncul anakan yang bergerombol mengelilingi
tanaman induk. Anakan ini dapat digunakan sebagai bibit dengan cara
memisahkan induknya. Anakan yang layak dijadikan bibit berukuran kira-kira
sebesar ibu jari, dengan panjang antara 10 cm - 20 cm. Tiap batang induk dapat
menghasilkan 5 - 8 batang yang berada di sekeliling tanaman. Untuk penanaman
dalam jumlah banyak, perlu dilakukan penyiapan kebun bibit yang khusus
menghasilkan bibit.
Tanaman induk penghasil bibit ini dipelihara secara khusus pada bedengan
atau pot-pot agar menghasilkan anakan lebih banyak. Apabila sudah muncul
anakan sebesar ibu jari dapat segera dipotong untuk dipindahkan pada tempat
khusus, berupa bedengan pesemaian maupun polybag. Pendederan (pembibitan)
ini dilakukan sampai akar tanaman kuat untuk dipindahkan ke lapangan. Lama
pendederan bisa mencapai 3 - 4 minggu.
Untuk mendapatkan bibit yang seragam, subur, dan sehat maka anakan
harus dipelihara secara khusus, mulai dari penyiraman secara teratur, penyediaan
tanah pesemian yang subur, pemupukan secara periodik, serta pengendalian hama
dan penyakit secara tepat, agar bibit tidak menjadi penular hama dan penyakit.
Tanah pendederan dapat dicampur dengan pupuk kandang atau kompos agar lebih
subur dan gembur. Bedengan yang bertanah gembur akan memudahkan
pencabutan bibit.
Batang lidah buaya juga dapat disetek untuk perbanyakan. Namun karena
berbatang pendek, sulit menjadikannya dalam jumlah banyak. Peremajaan
tanaman dilakukan dengan memangkas batang lidah buaya, rata dengan tanah,
untuk merangsang pertumbuhan anakan baru yang akan muncul disekitar batang.
Selanjutnya, anakan dijadikan tanaman baru atau dipindahkan.
Sebelum ditanam, anakan ini ditanam dalam polybag kecil agar akarnya
tumbuh banyak dan siap dipindahkan ke lapangan. Setiap polybag cukup di
tanami 1 batang anakan sebesar ibu jari. Caranya, padatkan tanah di sekitar
polybag agar akar atau bakal akar dapat langsung mengenai tanah.
Tanah untuk pembibitan harus gembur. Oleh karena itu, tanah dapat
dicampur dengan pupuk kandang atau pupuk kompos yang bebas cendawa.
B. Jarak Tanam
Tanaman lidah buaya tidak mempunyai tajuk yang rimbun, sehingga
penanamannya dapat menggunakan jarak tanam yang rapat. Jarak tanam yang
sering digunakan adalah jarak tanam baris tunggal, yang memudahkan
pemeliharaan dan pemanenan.
Jarak tanam yang digunakan secara secara baris tunggal adalah 50 cm x 75
cm, 50 cm x 100 cm. Untuk bedengan lebar dapat digunakan jarak tanam 60 cm x
50 cm, atau seperti gambar berikut. Pengukuran jarak tanam yang baik akan
memudahkan pemeliharaan selanjutnya, karena tanaman lidah buaya ini akan
dipelihara dalam waktu yang lama.
C. Penanaman
Penanaman lidah buaya sebaiknya menggunakan bibit yang telah dideder
agar tingkat kematiannya rendah. Di samping itu, pemeliharaan tanaman dalam
skala kecil (pada tempat pendederan) jauh lebih mudah dibanding pemeliharaan
tanaman yang sudah ditanam di lapang. Oleh karena itu, ditempat pendederan
tanaman dipelihara secara lebih intensif guna mendapatkan tanaman yang sehat,
subur, dam terseleksi, sehingga tanaman seragam.
Tanaman lidah buaya dapat ditanam pada setiap musim, tetapi penanaman
yang baik dapat dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau.
Pada musim hujan kendalanya adalah tanaman lebih mudah terserang jamur,
sedangkan pada musim kering tanaman terancam mati karena kekeringan. Saat
penanaman sebaiknya dipilih pada pagi atau sore hari, saat sinar matahari tidak
terlalu terik untuk mengurangi kelayuan.
Bibit tanaman dilepas dari polybag dengan sangat hati-hati agar tidak
terlalu banyak akar yang putus atau tanah tempat pendederan rontok. Penanaman
dilakukan dengan membuat lubang pada bedengan kira-kira sedalam mata
cangkul. Selanjutnya, bibit ditanamkan ke dalam lubang dan tanah di sekitar
perakaran dipadatkan agar tanah dederan menyatu dengan tanah bedengan. Beri
perlindungan secara individual pada setiap tanaman yang baru ditanam dengan
gedebok pisang atau daun-daun an agar tanaman muda terhindar dari kelayuan. Di
samping itu, apabila tidak ada hujan, tanaman baru harus disiram sampai tanaman
kuat. Pada waktu itu tanaman dapat dipupuk dengan dosis rendah, untuk tiap
hektar diberikan 100 kg Urea, 100 kg TSP, dan 50 kg KCI.
D. Pemeliharaan
1. Penyulaman
Sesudah penanaman, yang perlu untuk diperhatikan adalah menjaga
kelembapan agar tanaman tidak kekeringan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penyiraman secara kontinu, baik pagi maupun sore hari bila tidak hujan.
Penyiraman ini dilakukan sampai akar tanaman tumbuh, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan airnya.
Selama dalam pemeliharaan ini apabila ada tanaman yang mati atau
pertumbuhannya tidak baik harus segera diganti dengan tanaman baru. Agar
tanaman baru tersebut dapat mengejar pertumbuhan tanaman lainnya maka
penyulaman harus dilakukan 1 - 3 minggu setelah tanam. Bibit yang digunakan
untuk menyulam berasal dari bibit pendederan yang sengaja ditinggalkan untuk
penyulaman.
2. Pemupukan
Sebenarnya belum ada rekomendasi yang tepat untuk pemupukan tanaman
lidah buaya. Namun dalam pertumbuhannya diperlukan unsur-unsur nitrogen dan
kalium untuk pembentukan zat hijau daun, pertumbuhan vegetatif tanaman, dan
pembentukan jaringan tanaman. Adapun pemupukan fosfat, diharapkan dapat
merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar. Menurut pengalaman petani, dosis
pemupukan dapat mengikuti petunjuk berikut.
No
.
Saat Pemberia
n
Ure
a
TS
P
KC
I
Keteranga
n
1
2
3
Saat tanam
Umur 3 - 4 bulan
Selesai panen I
100
100
100
100
-
-
50
50
50
Dosis
perhektar
Untuk memperbaiki struktur tanah, selain diberikan pupuk buatan juga
perlu diberikan pupuk organik, seperti kompos dan pupuk kandang berupa
kotoran sapi, kambing, dan ternak unggas. Menurut pengalaman para
petani, ternyata pupuk kotoran sapi lebih baik, karena banyak mengandung unsur
hara, terutama nitrogen dan unsur mikro lainnya. Di samping itu, kotoran sapi
yang telah matang tidak merangsang pertumbuhan jamur. Sementara itu, pupuk
kotoran unggas sering mengundang penyakit yang bersal jamur.
3. Pembumbunan
Pada umur 3 bulan tanaman sudah mulai tumbuh subur. Agar tanaman
sudah mulai menjalar ke sekitar bedengan. Untuk mendekatkan makanan,
menggemburkan tanah, dan memperkokoh berdirinya tanaman, tanaman perlu
dibumbun dengan cara menaikkan tanah di sekitarnya dan dipadatkan ke sekitar
batang tanaman.
Pembumbunan biasanya juga diiringi dengan kegiatan pengendalian
gulma dan pemupukan susulan. Pada waktu pembumbunan ini sekaligus juga
dilaksanakan penyobekan tanaman yang sudah menghasilkan anakan. Tanaman
yang memiliki terlalu banyak anak pertumbuhannya akan terhambat. Di samping
itu, penyobekan juga berguna untuk memperoleh anakan yang akan digunakan
sebagai bibit.
4. Penyobekan
Pada umur 5 - 6 bulan tanaman sudah mulai mengeluarkan anakan dari
batang yang terpendam dalam tanah. Anakan ini perlu disobek atau dipisahkan
untuk dijadikan bibit. Selain itu, bila dibiarkan anakan ini akan banyak tumbuh di
sekitar induknya sehingga menjadi beban bagi induknya. Pertumbuhan induk
menjadi terhambat, dan tanaman kerdil.
Bila akan dijadikan bibit, saat inilah kita mulai memisahkan anakan untuk
kemudian dideder.Penyobekan atau pemisahaan anakan dari anakan induk ini
dilakukan dengan hati-hati menggunakan pisau yang tajam.
5. Pengendalian Gulma
Tanaman lidah buaya tidak memiliki daun yang rimbun sehingga tanah di
sekitar pertanaman terbuka. Hal ini mengundang banyak yang tumbuh secara liar,
apalagi tanaman akan dipelihara terus sampai beberapa tahun. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengendalian gulma secara kontinu, yaitu pada saat gulma nasih
kecil pengendaliannya mudah dan biayanya lebih murah. Pengendaliaan gulma
dapat dilakukan dengan dilakukan dengan cara mencabut secara manual dengan
tangan, menggunakan alat cangkul atau koret, mendangir sambil membumbun,
atau menggunakan bahan kimia herbisida.
Beberapa jenis gulma yang merugikan adalah alang-alang (Imperata
cylindrica) , rumput gerinting (Cynodon dactylon), rumput teki (Cyperus
rotundus), krokot (Portuaca spp.), kangkung (Ipomorea sp.), dan lain-lain. Di
daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, lebih dari 2.000 mm/tahun
pertumbuhan gulmanya relatif tinggi. Selain itu, penggunaan pupuk kandang,
terutama penggunaan pupuk kandang, terutama kotoran sapi, juga sering menjadi
pembawa bibit rumput. Oleh karena itu, penggunaan pupuk kandang harus
menggunakan pupuk yang sudah masak betul (sudah lapuk) sehingga bibit gulma
yang ada sudah mati.
Selain menjadi saingan dalam perolehan makanan dan sinar matahari bagi
tanaman utama, gulma juga sering menjadi tanaman inang bagi hama dan
penyakit.
E. Pengendalian Hama dan Penyakit
1. Hama Ulat Pemakan Daun
Kerusakan akibat serangan hama belum dilaporkan secara serius. Hama yang
sering mengganggu adalah ulat penggerak daun pada tanaman muda. Ulat ini
sangat mengganggu karena mengakibatkan pertumbuhan tanaman terganggu.
Pengendalian hama ulat ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida.
2. Hama Bekicot
Hama bekicot dan sejenis siput kecil merusak daun. Pengendaliaan hama
bekisot dapat dilakukan secara manual. Hewan lunak ini cukup mudah ditangkap
dan dibunuh atau dikumpulkan untuk dijadikan pakan ayam atau itik.
Hama ini sangat menyenangi tempat yang lembap. Lubang dan semak-semak
yang lembap merupakan tempat yang cocok untuk bertelur dan berkembang
biak. Oleh karena itu, sanitasi lingkungan sangat diperlukan untuk mengatasi
hama ini.
3. Penyakit
Penyakit yang sering menyerang tanaman lidah buaya adalah golongan jamur
yang meyebabkan busuk pada pangkal batang, atau pangkal daun,
seperti Fusarium Sp. yang menyerang akar atau pangkal batang sehingga tanaman
layu dan kemudian mati.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan mengatur drainase tanah
agar lancar, karen cendawan ini sangat menyukai lahan yang drainasenya jelek
dan lembap. Tanaman yang terserang harus dimusnahkan dengan jalan dibakar
dan tempat bekas tanaman diisolasi agar tidak menularkan penyakit pada tanaman
lain. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan penggunaan fungisida yang
berbahan aktif dazomet, captafol atau benomyl, seperti Basamid G, Benlete atau
Vapam. Penggunaannya dilakukan dengan cara disemprotkan pada tanaman atau
dengan pencelupan pada akar tanaman sebelum tanaman ditanam.
2.4 Hubungan Perlakuan penggunaan pupuk organik dengan Pertumbuhan
Komoditas lidah buaya
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti
pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat
berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia,
dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada
kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk
kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut
kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan
limbah kota (sampah).
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang
kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa
dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam.
Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air
kencing (urine) hewan. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro.
Pupuk kandang padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan
kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang di antaranya
kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum.[4]
Kandungan nitrogen dalam urine hewan ternak tiga kali lebih besar dibandingkan
dengan kandungan nitrogen dalam kotoran padat. Pupuk kandang terdiri dari dua
bagian, yaitu:
Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
secara perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas,
contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi.
Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan
mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk
yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam. Pupuk kandang bermanfaat
untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion
yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam
tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki
struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bia optomal.
Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri dingin, remah,
wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki
ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan. Penggunaan pupuk yang
belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan
tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan,
sehingga penguapan unsur hara akibat prose kimia dalam tanah dapat dikurangi.
Penggunaan pupuk kandang yang berbentuk cair paling bauk dilakukan setelah
tanaman tumbuh, sehingga unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang cair
ini akan cepat diserap oleh tanaman.
BAB III
BAHAN dan METODE
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Teknologi Produksi Tanaman Komoditas Lidah Buaya ini
dilaksanakan setiap hari Rabu, pukul 13.20-17.00 bertempat di Kebun Praktikum
Ngijo (Kepuharjo), Karangploso, Malang.
3.2 Alat dan Bahan + Fungsi
Alat
Cangkul : mengolah tanah
Cetok : membuat lubang atau menggemburkan tanah
Gembor : menyiram air
Meteran : mengukur panjang batang
Alat tulis : mencatat data praktikum
Kamera : dokumentasi praktikum
Tali rafia : membuat ajir
Kayu : membuat patokan ajir
Bahan
Bibit lidah buaya : bahan yang ditanam
Pupuk kandang : pemupukan pertama kali
SP-36 : memupuk tanaman lidah buaya dengan kandungan
Phosfor
KCl : memupuk tanaman lidah buaya dengan kandungan
Kalium
Urea : memupuk tanaman lidah buaya dengan kandungan
Nitrogen
Air : menyiram tanaman lidah buaya
3.3 Cara Kerja
Diagram Alir
Siapkan alat dan bahan
Persiapan lahan seluas 5,6 m2 diukur menggunakan meteran dan diberi ajir
Mengolah tanah menggunakan cangkul
Diamkan tanah selama satu minggu
buat guludan setinggi 20 cm
Tanam bibit lidah buaya dan siram
Pemberian pupuk kandang dengan takaran 1 sak pupuk untuk 9 kelas
Pembubunan menggunakan cetok
Pemupukan SP-36, urea dan KCl (takarannya)
Penyulaman bibit ubi jalar yang tidak tumbuh
Pengamatan Jumlah daun, panjang batang
Catat data praktikum
Penjelasan
Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam praktikmu
Teknologi Produksi Tanaman pada komoditas lidah buaya . Lalu, lahan yang
telah disediakan diukur menggunakan meteran dengan luas 1,7 m × 4,1 m
lalu ditandai dengan menggunakan kayu dan tali rafia. Setelah didapati batas
wilayah kelas masing-masing, barulah dilakukan pengolahan lahan
menggunakan cangkul. Kemudian tanah dibiarkan selama seminggu. Setelah
itu, mulailah membuat lubang tanam dengan dalam kira-kira 5cm dan jarak
tanam 70cm × 30cm. Tanam lidah buaya dalam keadaan tegak dengan
bagian yang ditanam sedikit dilengkungkan. Lalu siram bibit baru tanaman
lidah buaya tersebut menggunakan gembor yang berisi air. Sebelum
penyiraman, juga diberi pupuk kompos dengan dosis 1 sak kompos dibagi 9
kelas secara rata.
Di minggu berikutnya, mulai dilakukan penyulaman terhadap lidah
buaya yang tumbuh abnormal atau tidak tumbuh. Setelah itu
membumbunkan tanah disekitar bibit menggunakan cetok dan menyiram.
Lalu pemberian pupuk SP-36, KCl dan Urea dengan masing-masing dosis.
Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap perkembangan
tanaman. Seperti jumlah daun, panjang tangkai dan dicatat hasilnya untuk
dilaporkan diakhir praktikum. Dalam setiap kegiatan praktikum, diadakan
dokumentasi sebagai bukti perkembangan tanaman atau tahap-tahap yang
dilakukan dalam praktikum Teknologi Produksi Tanaman.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan
1. Menggunakan Bahan Organik
Tabel pengamatan kelas AC dan AD ( Dengan Menggunakan bahan Organik )
tanaman
ke-
21-hst 35-hst 49-hst
tinggi
tanaman anakan
tinggi
tanaman anakan
tinggi
tanaman anakan
1 7 cm 0 9 cm 1 11.5 cm 2
2 3 cm 0 5 cm 2 14 cm 4
3 9 cm 0 10 cm 1 17.5 cm 1
4 6 cm 0 8 cm 0 16.5 cm 1
5 8 cm 0 10 cm 1 17 cm 2
Grafik
Tabel pengamatan kelas X
tanaman ke-
21-hst 35-hst 49-hst
tinggi
tanaman anakan
tinggi
tanaman anakan
tinggi
tanaman anakan
1 7 cm 0 9 cm 0 10 cm 1
2 2 cm 0 5 cm 0 7 cm 0
3 9 cm 0 10 cm 0 12 cm 0
4 5 cm 0 8 cm 0 9 cm 0
5 8 cm 0 10 cm 0 12 cm 1
Grafik
tinggi tanaman
jumlah anakan
2. Tanpa Bahan Organik (non organik)
Tabel Pengamatan Tanaman Lidah Buaya Kelas G
Pengamatan tanggal 5 November 2012
Sampel Jumlah daun Tinggi tanaman (cm) Tunas
1 11 13,75 1
2 9 18 1
3 10 17 0
4 10 16,6 3
5 9 14,8 1
Rata-rata 9.8 16.03 1,2
Pengamatan tanggal 19 November 2012
Sampel Jumlah daun Tinggi tanaman (cm) Tunas
1 12 14,75 2
2 10 18,7 2
3 11 21,3 2
4 11 16,8 3
5 10 15 2
Rata-rata 10.8 15 2,2
Grafik
tinggi tanaman
Data kelas W (non organic)
TANGGAL TANAMAN Tinggi Jumlahanakan
5 November
2012
1. 15,5 cm -
2. 14,5 cm 1
3. 12 cm -
4. 16 cm -
5. 13 cm 1
19
November
2012
1. 19 cm 2
2. 18 cm 2
3. 16 cm -
4. 24 cm 4
5. 20 cm 5
Grafik
tinggi tanaman
Jumlah anakan
4.2 Pembahasan
Perlakuan dengan menggunakan bahan organik
Pembahasan dari kelas AC dan AD
Tanaman lidah buaya yang ditanam oleh kelompok kelas AC dan AD mengalami
pertumbuhan. Namun, pertumbuhan yang terjadi pada tanaman tersebut agak
lambat. Tanaman lidah buaya pada awal ditanam masih memerlukan proses adaptasi.
Pada saat proses adaptasi tanaman lidah buaya mengalami kekuningan namun hal
tersebut semakin lama semakin berkurang dan berubah jadi hijau disaat tanaman
tersebut telah cocok dengan keadaan tanah yang ada. Tanaman lidah buaya memiliki
daya adaptasi yang baik terhadap lingkungannya. Kelompok ini menggunakan pupuk
organic, pupuk organic tesebut diaplikasikan atau diberi sebelum lidah buaya
ditanam. Setelah satu minggu lidah buaya ditanam kemudian tanaman tersebut diberi
pupuk kimia. Pupuk kimia yang dimaksud adalah pupuk urea. Pupuk tersebut terlebih
dahulu dicairkan hal ini bertujuan agar partikel-partikel kasarnya pecah dan cepat
meresap kedalam tanah sehingga tanaman dengan cepat menyerap zat tersebut.
Kemudian pada minggu berikutnya hal yang dilakukan adalah pemberian Pupuk KCL
dan pupuk SP36 dengan takaran. Pemberian pupuk ini dilakukan dengan cara
membuat dua lubang didekat lidah buaya, kemudian pupuk tersebut diberikan secara
terpisah. Setelah mengalami perkembangan kemudian kelompok kita mengamati
tananaman lidah buaya tersebut. Pengamatan dilakukan untuk 5 sampel tanaman saja
yang mewakili 10 tanaman yang ada pada bedengan. Pada 21 hari setelah tanam,
untuk tananaman 1 memiliki panjang daun 7 cm, tanama 2 panjang daun 2 cm,
tanaman 3 panjang daun 9 cm, tanaman 4 panjang daunnya juga 5 cm dan untuk
tanaman 5 panjang daun ada 8 cm. Pada 21 hari setelah tanam tanaman lidah buaya
memiliki panjang daun 6,2 cm sedangkan untuk jumlah anakan tanaman lidah buaya
ini belum memiliki anakan. Pengamatan berikutnya dilakukan pada 31 hari setelah
tanam. Pada pengamatan ini tanamn telah bertambah tinggi dan pada pengamatan kali
ini kita mengamati jumlah anakannya juga. Untuk tanaman 1 panjang daun menjadi 9
cm dengan jumlah anakan 1 tanaman, tanaman 2 panjang daun 5 cm dengan jumlah
anakan 2 tanaman, tanaman 3 panjang daun 10 cm dengan jumlah anakan 1 tanaman,
tanaman 4 panjang daun 8 cm namun tanaman ini tidak memiliki anakan pada 31 hari
setelah tanam dan untuk tanaman ke 5 panjangnya 10 cm dengan jumlah anakan 1.
Untuk tanaman ke 4 yang tidak memiliki jumlah anakan mungkin dipengaruhi oleh
daya tumbuhnya lebih lambat dari tanaman yang lainnya atau daya saingnya lebih
lemah dari yang lain dalam memproleh unsure hara dari tanah. Pengamatan yang
dilakukan oleh kelompok kami sampai pada tahap itu juga. Pengamatan berikutnya
dilakukan pada 49 hari setelah tanam, tanaman pada hari ke 49 semuanya telah
memiliki anakan namun ada sebagian tanaman yang jumlah anakannya bertambah
dah ada yang tidak bertambah. Selain jumlah anakan pada hari ini juga bahwa
panjang tanaman dari semua tanaman bertambah. Penamabahan panjang tanaman dari
31 hari setelah tanam ke 49 hari setelah tanam memiliki pertubuhan yang lebih cepat
dibanding dari hari 2 hari setelah tanam ke 31 hari setelah tanam. perbedaan tersebut
terjadi karena pada 21 hari setelah tanam itu merupakan masa adaptasi bagi lidah
buaya terhadap lingkungannya. Tanaman lidah buaya untuk kelas AC/AD warna
daunnya sebagian hijau dan sebagian masih pink kehijau-hijauan.
Perbandingan antara lidah buaya dari kelas AD/AC dengan kelas X
Tanaman lidah buaya yang ditanam pada lahan yang berbeda akan mengalami
pertumbuhan yang berbeda juga. Tanaman yang ditanam oleh kelompok AD/AC dan
tanaman X mengalami pertumbuhan yang berbeda. Perbedaan ini dapat dipengaruhi
oleh ketersediaan unsure hara yang didalam tanah yang berbeda dan juga perawatan
yang dilakukan terhadap tanaman lidah buaya tersebut. Untuk tanaman dari kelas X
panjang tanamannya pada tahap awal tanaman 1 memiliki panjang daun 7 cm,
tanaman 2 panjang daun 2 cm, tanaman 3 panjang daunnya 9 cm, tanaman 4 panjang
daunya 5 cm dan untuktanaman 5 panjang daunnya 8 cm. Sedangkan untuk tanaman
lidah buaya dari kelas AD/AC pada 21 hari setelah tanam, untuk tananaman 1
memiliki panjang daun 7 cm, tanama 2 panjang daun 2 cm, tanaman 3 panjang daun 9
cm, tanaman 4 panjang daunnya juga 5 cm dan untuk tanaman 5 panjang daun ada 8
cm. Pada 21 hari untuk tanaman lidah buaya dari kedua kelas belum memiliki
anakan. Anakan pada lidah buaya muncul pada 31 hari setelah tanam untuk kelas
AC/AD namun ada satu tanaman yang belum muncul anakannya yakni tanaman yang
4 sedangkan untuk tanaman lidah buaya kelas X belum ada anakkan. Anakan pada
lidah buaya kelas X muncul pada 49 hari setelah tanam. Lidah buaya yang memiliki
anakan tersebut yakni lidah buaya 1 dan 5 sedangkan tanaman lainnya belum
memiliki anakan. Untuk lidah buaya dari kelas AD/AC pada 49 hari setelah tanam
semuanya telah memiliki anakan. Untuk lidah buaya 1, 2, 5 mengalami penambahan
jumlah anakan. Sedangkan warna daun untuk semua lidah buaya ada yang berwarna
hijau dan ada yang warna daunnya pink kehijau-hijauan. Perbedaan warna daun untuk
setiap tanaman dipengaruhi oleh kurangnya zat unsure karena adanya persaingan
antara lidah buaya dengan tumbuhan yang ada disekitarnya.
Perlakuan dengan tanpa organic (non organic)
Perlakuan tanpa bahan organic yang dianalisis dalam laporan ini adalah lidah buaya
dari kelas G dan kelas W. Pada kedua kelas ini tanaman lidah buayanya memiliki
tingga tanaman yang berbeda walaupun memiliki perlakuan yang sama hal ini juga
terjadi pada tanaman lidah buaya dengan perlakuan organik. Selain tinggi tanaman
hal lain yang menunjukkan perbedaan adalah bahwa daun lidah buaya dari kelas G
lebih hijau daripada lidah buaya kelas W. Pada tanaman lidah buaya yang kelas G
anakannya muncul pada tanggal 5 November 2012 dengan tiap tanaman itu memiliki
jumlah anakan 1 pada tanaman 1, 2 dan tanaman yang ke 5, untuk tanaman ke 4
jumlah anakannya ada 3 tanaman sedangkan untuk tanaman 3 anakannya belum
muncuk pada tanggal tersebut. Sedangkan untuk lidah buaya dari kelas W anakan
yang muncul pada tangga 15 November 2012 anakan muncul hanya pada tanaman 2
dan tanaman 5. Pada pengamatan tanggal 19 November 2012 jumlah anakan pada
lidah buaya kelas G secara berturut-turut adalah 2,2,2,3 dan 2 tanaman. Sedangkan
untuk lidah buaya kelas W jumlah anakannya pada tanggal yang sama dengan
tanaman yang berturut-turut adalah 2,2,0,4,5. Untuk lidah buaya kelas W mengalami
penambahan jumlah anakan yang lebih cepat disbanding dengan kelas G. Sedangkan
untuk pertumbuhan tanaman, tanaman lidah buaya untuk kelas G dan W mengalami
pertumbuhan yang bagus dan hampir sama. Pada lidah buaya kelas G tinggi tanaman
pada tanggal 5 November berturut-turut dari tanaman 1,2,3,4 dan 5 adalah 13,75
cm,18cm , 17 cm, 16,6 cm dan 14 cm. Sedangkan untuk tanggal 19 November 2012
tinggi tanaman untuk lidah buaya kelas W secara berturut-turut adalah 14,75cm,
18,7cm, 21,3cm, 16,8 cm dan 15cm. Perbedaan pertumbuhan tanaman ini dapat
terjadi karena perbedaan unsure yang dibutuhkan tanaman di dalam tanah, jumlah
kuantits unsure haranya berbeda dan adanya perbedaan dalam cara/istem
perawatannya.
Perbandingan antara perlakuan organic dan non organic terhadap literature
Berdasarkan penjelasan diatas lidah buaya yang mengalami perlakuan sama dalam
hal pemupupukan mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini telah diamati
pada praktikum tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum bahwa
tanaman yang ditanam dengan perlakuan non organic lebih baik atau lebih subur
pertumbuhannya dari pada tanaman lidah buaya yang diberi perlakuan pupuk organic.
Hal ini dilihat dari jumlah anakan, tinggi tanaman, dan warna daun yang ada pada
lidah buaya tersebut. Pada lidah buaya yang non organic jumlah anakkannya lebih
banyak dan lebih cepat mengalami pertumbuhan dibanding dengan anakkan lidah
buaya yang organic. Perbedaan tersebut juga terjadi pada tinggi tanaman lidah buaya,
tanaman lidah buaya yang non organic lebih tinggi daripada tanaman yang organic.
Pada daun lidah buaya, lidah buaya yang organic ada yag berwarna pink kehijau-
hijauan tapi ada yang berwarna hijau sedangkan pada tanaman non organic daunnya
semua berwarna hijau segar. Data yang diperoleh pada praktikum berbeda dengan
data dari literature. Pada jurnal “Pengaruh Jenis Pupuk Organik dan Mulsa terhadap
Pertumbuhan Tanaman Lidah Buaya (Aloe Vera Mill)” dituliskan bahawa perlakuan
pupuk kandang (pupuk organic) nyata meningkatkan tinggi tanaman, pemebrian
pupuk kandang kambing jauh lebih baik daripada pemberian pupuk kandang sapi. Hal
ini dilihat dari table berikut.
Perbedaan kandungan nutrisi dalam pupuk kadang itu sangat berpengaruh terhadap
tinggi tanaman. Menurut Soepardi (1983), pupuk kandang merupakan campuran dari
kotoran padat, air kencing, amparan dan sisa makanan. Peranan jenis pupuk kandang
yang daoat memasok unsure hara juga dikemukakan Melati (1990). Selain itu, bahan
organic juga cenderung mempertahankan PH tanah (Broadbent, 1957) meningkatkan
ketersediaan air dan menurunkan bobot isi tanah sehingga akar tanaman mudah
melakukan penetrasi (Haffi et al.,1993). Dalam proses pemeberian pupuk kandang
perlu dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini akan berdampak pada
penambahabntinggi relative tanaman lidah buaya terhadap control perlakuan pupuk
kandang.
Hal ini terlihat pada grafik berikut.
Perbedaan tersebut dikarenakan kandungan dari pupuk tersebut berbeda.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada lahan praktikum bahwa lidah
buaya dengan perlakuan non organik mengalami pertumbuhan lebih baik
dibanding dengan lidah buaya dengan perlakuan orgaik. Hal ini disebabkan
karena pupuk kandang untuk perlakuan non organik diberikan dalam hari yang
sama sebelum dilaksanakan proses penanaman. Hal ini mengakibatkan daun
tanaman tidak hijau dan hal tersebut dapat mengganggu proses pertumbuhan
tanaman. Selain itu, pemberian pupuk kandang hanya dilakukan sekali saja pada
saat praktikum. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur, dalam literatur
dijelaskan bahwappemberian pupuk organik dapat meningkatkan pertumbuhan
lidah buaya dan pemberian pupuk kandang dilakukan secara berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Broadbent, F.E. 1957. Organic matter. In: Soil, the Yearbook of Agriculture. USDA,
Washington DC, p 151-156
Haffi, B., m. Suhardjo, D.Erfandi. 1993. Pengaruh mulsa jerami dan beberapa teknik
konservasi tanah terhadap produksi kedelai di laha kering Lampung.
Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor, 18-
21 Februari 1993. Balitbang Pertanian, pusat Penelitian Agroklimat,
Bogor.
Melati, M. 1990. Tanggap Kedelai terhadap pupuk mikro Zn, Cu, dan B pada
beberapa dosis pupuk kandang ditanah latosol. (Tesis). Pasca Sarjana.
IPB. Bogor.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan cirri tanah. Jurusan Ilmu Tnah.IPB.Bogor.519 hal.
Sudarto, Yudo. 1997. Tanaman Hias Lidah Buaya. Yogyakarta; Kanisius.
Furnawathi, Irni. 2001. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Depok; Agromedia
Pustaka.
Ir. Rostita. 2008. Sehat Cantik dan Penuh Vitalitas Berkat Lidah Buaya. Bandung;
Qanita PT. Mizan Pustaka.
Lampiran
Lidah Buaya dengan perlakuan pupuk organik
Dokumentasi kelas AC dan AD
Dokumentasi Hasil kelas X (organic)
Hari Tanaman contoh Dokumentasi
21 HST TC 1
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5
35 HST TC 1
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5
49 HST TC 1
TC 2
TC 3
TC 4
TC 5
Lidah Buaya non organik
Dokumentasi Tanaman Lidah Buaya Kelas G
Dokumentasi Tanaman Lidah Buaya Kelas W
Top Related