Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
Tugas Pendidikan Pancasila
Disusun oleh :
Anissa Putri (NPM: 10515841)
Firda Nur Zanah (NPM: 12515706)
Gita Febriyanto (NPM: 17515770)
Sarah Sabrina (NPM: 16515401)
Tsanas Nabillah S (NPM: 1751552)
KELAS 1PA06
FAKULTAS PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
Mata Kuliah: Pendidikan Pancasila
Dosen: Bapak Choirul Umam
Universitas Gunadarma 2015
Pancasila sebagai Ideologi Nasional
1. Pengertian Ideologi
Ideologi adalah gabungan dari dua kata majemuk, yaitu idea dan logos, yang
berasal dari bahasa Yunani eidos dan logos. Secara sederhana, ideologi berarti suatu
gagasan yang berdasarkan pemikiran sedalam-dalamnya dan merupakan pemikiran
filsafat. Dalam arti kata luas, istilah ideologi dipergunakan untuk segala kelompok cita-
cita, nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman
normative. Dalam artian ini, ideologi disebut terbuka. Dalam arti sempit, ideologi
adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang
menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Artian ini
disebut sebagai ideologi tertutup. Kata ideologi sering dijumpai untuk pengertian
mutlakkan gagasan tertentu, sifatnya tertutup, dimana teori-teori bersifat pura-pura
dengan kebenaran tertentu, tetapi menyembunyikan kepentingan kekuasaan tertentu
yang bertentangan dengan teorinya. Dalam hal ini, ideologi diasosiasikan kepada hal
yang bersifat negatif.
Ideologi juga diartikan sebagai ajaran, doktrin, teori atau ilmu yang diyakini
kebenarannya, yang disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya
dalam menanggapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Keterikatan ideologi dengan pandangan hidup akan
membedakan ideologi suatu bangsa dengan bangsa lain.
Dalam praktik orang menganut dan mempertahankan ideologi sebagai cita-cita,
karena ideologi merumuskan cita-cita hidup. Oleh karena itu, menurut Gunawan
Setiardja (1993), ideologi dapat dirumuskan sebagai seperangkat ide asasi tentang
manusia dan seluruh realitas yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Ideologi
berada satu tingkat lebih rendah dari filsafat. Berbeda dengan filsafat yang digerakkan
oleh kecintaan kepada kebenaran dan sering tanpa pamrih apapun juga, maka ideologi
digerakkan oleh kecintaan kepada kebenaran dan sering tanpa pamrih apapun
diinginkan, menuju ke arah keadaan yang diinginkan.
Jika filsafat merupakan kegemaran sebagian kecil orang saja, karena memang
tidak semua orang mempunyai kecendrungan pribadi mencari kebenaran tertinggi itu,
maka ideologi diminati lebih banyak manusia. Ideologi dipandang sebagai pemikiran
yang timbul karena pertimbangan kepentingan. Ideologi dipandang sebagai belief
system, sedangkan ilmu, filsafat, ataupun teologi merupakan pemikiran yang bersifat
refleksif, kritis, dan sistematik, dimana perkembangan utamanya adalah kebenaran
pemikiran.
Dalam perkembangan itu ideologi mempunyai arti yang berbeda. Pertama,
ideologi diartikan sebagai weltanschuung, yaitu pengetahuan yang mengandung
pemikiran-pemikiran besar, cita-cita besar, mengenai sejarah, manusia, masyarakat,
negara (science of ideas). Kedua, diartikan sebagai pemikiran yang tidak
memperhatikan kebenaran internal dan kenyataan empiris, ditujukan dan tumbuh
berdasarkan pertimbangan kepentingan tertentu dan karena itu ideologi cendrung
menjadi bersifat tertutup. Ketiga, diartikan sebagai suatu believe system dan kerena itu
berbeda dengan ilmu, filsafat, ataupun teologi yang secara formal merupakan suatu
knowledge system (bersifat refleksif, sistematis, dan kritis).
Ideologi menjadi penting di dalam pemikiran politik maupun ekonomi Karl Marx
yang mengartikan ideologi sebagai pandangan hidup yang dikembangkan berdasarkan
kepentingan golongan atau kelas sosial tertentu dalam bidang politik atau sosial
ekonomi. Ideologi menjadi bagian dari Uberbau atau suprastruktur (banginan atas) yang
didirikan diatas kekuatan yang memiliki faktor-faktor produksi yang menentukan
coraknya dan karena itu mencerminkan suatu pola ekonomi tertentu. Oleh karena itu
kadar kebenerannya relatif, dan hanya untuk golongan tertentu. Maka ideologi
merupakan keseluruhan ide yang relatif, karena mencerminkan kekuatan lapisan
tertentu.
Pengertian ideologi secara umum yaitu debagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-
ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis,
yang menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam
berbagai bidang bidang kehidupan. Hal ini menyangkut:
A. Bidang politik (termasuk pertahanan dan kemanan).
B. Bidang sosial.
C. Bidang kebudayaan.
D. Bidang keagamaan.
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran, maka ideologi terbuka merupakan suatu
sistem pemikiran terbuka. Ideologi tertutup merupakan suatu sistem pemikiran tertutup.
Ideologi merupakan cita-cita satu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk
mengubah dan memperbaharui masyarakat. Demi ideologi, masyarakat harus
berkorban. Dan kesediaan itu untuk menilai kepercayaan ideologi para warga
masyarakat serta kesetiaannya masing-masing sebagai warga masyarakat.
Tanda pengenalan ideologi tertutup adalah bahwa isinya bukan hanya berupa
nilai-nilai dan cita-cita tertentu, melainkan intinya terdiri dari tuntutan-tuntutan konkret
dan operasional yang keras, yang diajukan dengan mutlak. Jadi ciri khas ideologi
tertutup adalah bahwa betapapun besarnya perbedaan antara tuntutan berbagai ideologi
yang mungkin hidup dalam masyarakat itu, akan selalu ada tuntutan mutlak bahwa
orang harus taat kepada ideologi terdebut.
Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari
luar, melainkan digali dan diambil dari suatu kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, milik seluruh rakyat dan masyarakat dalam
menemukan dirinya, kepribadiannya di dalam ideologi tersebut. Ideologi terbuka tidak
hanya dapat dibenarkan, melainkan dibutuhkan.
2. Pancasila sebagai Ideologi Nasional
Menurut Destutt de Tracy pada tahun 1796, semua arti itu memakai istilah
ideologi dengan pengertian science of ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat
membawa perubahan institutional dalam masyarakat Prancis. Namun, Napoleon
mencemoohkan sebagai khayalan belaka yang tidak punya arti praktis. Namun
demikian, ideologi mempunyai arti orientasi yang menempatkan seseorang dalam
lingkungan ilmiah dan sosial. Ideologi mempunyai pandangan tentang alam,
masyarakat, manusia, dan segala realitas yang dijumpai serta dialami semasa hidupnya.
Empat tipe ideologi (BP-7 Pusat, 1991 : 384), yaitu sebagai berikut.
a. Ideologi konservatif, yaitu ideologi yang memelihara keadaan yang ada, setidak-
tidaknya secara umum, walaupun membuka kemungkinan perbaikan dalam hal-hal
teknis.
b. Kontra ideologi, yaitu melegitimasikan penyimpangan yang ada dalam nasyarakat
sebagai yang sesuai dan malah dianggap baik.
c. Ideologi reformis, yaitu berkehendak untuk mengubah keadaan.
d. Ideologi revolusioner, yaitu ideologi yang bertujuan mengubah seluruh sistem nilai
masyarakat itu.
Ideologi komunis yang pernah bersifat revolusioner sebelum berkuasa, menjadi
sangat konservatif setelah para pendukungnya berkuasa. Pancasila merupakan ideologi
yang mengandung sifat reformis dan revolusioner.
Ideologi negara khusus dikaitkan dengan pengaturan penyelenggaraan
pemerintahan negara. Sedangkan ideologi nasional mencakup ideologi negara dan
ideologi yang berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia,
ideologi nasionalnya tercermin dan terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Yang
tercermin dan terkandung adalah ideologi perjuangan, yaitu yang sarat dengan jiwa dan
semangat perjuangan bangsa untuk mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur.
Dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945, terkandung motivasi, dasar, dan
pembenaran perjuangan. Alinea kedua mengandung cita-cita bangsa Indonesia. Alinea
ketiga memuat petunjuk atau tekad pelaksanaannya. Alinea keempat memuat tugas
negara atau tujuan nasional, penyusunan undang-undang dasar, bentuk susunan negara
yang berkedaulatan rakyat dan dasar negara Pancasila. Dijabarkan lebih lanjut dalam
pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945. Dengan kata lain, pokok-pokok pikiran yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu tidak lain adalah Pancasila, yang
kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh UUD 1945.
Masalah ideologi negara dalam cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis
bagi teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang berdangkutan
pada hakikatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Memiliki derajat yang tertinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniam, pandangan dunia, pandangan
hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, diamalkan dan
dikembangkan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan
dengan kesediaan berkorban.
3. Makna Ideologi bagi Negara
Sebagai ideologi nasional mengandung nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, yaitu
cara berpikir dan cara kerja perjuangan. Pancasila bersifat integralistik, yaitu paham
tentang hakikat negara yang dilandasi dengan konsep kehidupan bernegara. Pancasila
yang melandasi kehidupan bernegara menurut Supomo adalah dalam kerangka negara
integralistik, untuk membedakan paham-paham yang digunakan oleh pemikir
kenegaraan lain.
1. Teori perseorangan (induvidualistik)
Yang membahas teori induvidualistik adalah Herbert Spencer (1820-1903) Horald
J. Laski (1893-1950). Menurut teori ini, negara daam masyarakat hukum (legal society)
yang disusun atas kontrak antara seluruh orang dalam masyarakat itu (social contrac).
Mempunyai pengertian, bahwa negara dipandang sebagai organisasi kesatuan pergaulan
hidup manusia yang tertinggi. Dengan semangat renaissance, manusia telah
menemukan kembali kepribadiannya. Individu itu selalu hendak menonjolkan diri
sebagai aku. Cara pandang induvidualistik ini mendapat pertentangan didalam sejarah
kenegaraan di Eropa dari kelompok sosialis – komunis yang diplopori oleh Marx,
Engeles, dan Lenin.
2. Teori golongan (class theory)
Teori ini diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883). Menurut Karl Marx negara
merupakan penjelmaan dari pertentangan-pertentangan kekuatan ekonomi. Kekuatan
adalah mereka yang memiliki alat-alat produksi. Negara terjadi dalam sejarah
perkembangan masyarakat yang meliputi tiga fase, yaitu borjuis, fase kapitalis, dan fase
sosialis – komunis.
3. Teori kebersamaan (integralistik)
Diajarkan oleh Spinoza, Adam Muhler, dan lain-lain yang mengemukakan bahwa
negara adalah suatu susunan masyarakat integral diantara semua golongan dan semua
bagian dari seluruh anggota masyarakat. Itu merupakan persatuan masyarakat yang
organis. Teori ini telah dilaksanakan oleh bangsa Indonesia semenjak dahulu di desa-
desa. Hal ini lebih tegas dalam Penjelasan UUD 1945, bahwa negara mengatasi segala
paham golongan dan segala paham perseorangan serta menerima paham negara
persatuan.
Negara dalam cara pandang integrastik Indonesia, tidak akan memiliki
kepentingan sendiri terlepas atau bahkan bertentangan dengan kepentingan orang-orang,
di dalam negara semua pihak mempunyai fungsi masing-masing suatu kesatuan yang
utuh yang oleh Prof. Supomo disebutkan sebagai suatu totalitas.
Pancasila bersifat integralistik karena:
a. Mengandung semangat kekeluargaan dalam kebersamaan,
b. Adanya semangat kerjasama (gotong royong),
c. Mempelihara persatuan dan kesatuan, dan
d. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
4. Perbandingan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Lain
Pancasila berbeda dengan ideologi-ideologi lainnya, seperti kapitalisme dan
komunisme. Kedua ideologi ini telah terlebih dahulu lahir sebagai pemikiran filosofis,
kemudian dituangkan dalam rumusan ideologi dan setelahnya baru diwujudkan dalam
konsep-konsep politik. Jangka waktu dilalui keseluruhan proses ini bisa sampai puluhan
tahun. Misalnya, Manifesto komunis diumumkan pada tahun 1841 sebagai pernyataan
ideologis dari falsafah Marxisme. Konsep politik diwujudkan 1917, dalam Revolusi
Oktober di Rusia. Ada jarak waktu selama 76 tahun antara ideologi dan politik.
Proses yang dilalui Pancasila sedikit khusus, praktis sebelum ada pemikiran
filosofis sebelum tahun 1945 yang secara sistematis menguraikan pemikirannya secara
mendalam mengenai ideologi untuk Negara yang hendak dibentuk, pemikiran mengapa
kita merdeka, tetapi belum ada wawasan terpadu mengenai bagaimana konsepsi masa
depan yang hendak dibangun itu. Pemikiran demikian baru timbul setelah para
pemimpin kita bermusyawarah secara intensif di penghujung Perang Dunia ke II, secara
ekplisit oleh Ketua BPUPKI Dr. Radjiman: Apa dasar negara yang hendak kita bentuk?
Pertanyaan itu dijawab dengan mencari nilai-nilai dasar yang sama dalam kemajemukan
budaya masyarakat kita. Dengan demikian, penerimaan Pancasila pertama-tama
dirumuskan sebagai consensus poltik, yang didasarkan kepada nilai cultural masyarakat
(BP-7 Pusat, 1991 : 385).
Ideologi Liberalisme
Inggrislah yang memulai timbulnya liberalisme yang diakibatkan oleh alam
pemikiran yang disebut zaman pencerahan (aukflarung) yang menyatakan, bahwa
manusia memberikan penghargaan dan kepercayaan besar pada rasio. Rasio dianggap
sebagai kekuatan yang menerangi segala sesuatu di dunia ini. Manusia bisa berbuat
banyak berdasarkan rasio yang dimilikinya. Zaman yang dihadapi oleh masyarakat pada
abad ke-18 adalah zaman yang benar-benar membuka pintu baru yang memungkinkan
manusia bisa memperoleh kehidupan yang sama sekali baru.
Pengertian baru bukan hanya bidang ekonomi dan poltiik, tetapi juga dalam
pemikiran dan seluruh sistem yang ada dalam kehidupan abad ke-19 dan selanjutnya.
Liberalisme akan membawa suatu sistem, yaitu kapitalisme. Liberalisme melihat
manusia sebagai makhluk bebas. Kebebasan manusia merupakan milik yang sangat
tinggi dengan membawa unsure-unsur esensial, yaitu rasional, materialisme, dan
empirisme, serta individualisme.
Ajaran liberalisme bertitik tolak dari hak asasi yang melekat pada manusia sejak
ia lahir dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun termasuk penguasa, kecuali
dengan persetujuannya. Hak asasi tersebut memiliki nilai-nilai dasar (intrinsic), yaitu
kebebasan dan kepentingan pribadi yang menuntut kebebasan individu secara mutlak,
yaitu kebebasan mengejar kebahagiaan hidup di tengah-tengah kekayaan materil yang
melimpah dan dicapai dengan bebas. Ancaman dari paham liberalisme hampir tidak
dapat digolongkan dalam uraian sejarah sebagaimana tergambar dalam ancaman
golongan komunis.
Pancasila dan liberalisme.
Periode 1950-1959 disebut periode pemerintahan demokrasi liberal. Sistem
parlementer dengan banyak partai politik memberi nuansa baru sebagaimana terjadi di
dunia Barat. Ketidakpuasan dan gerakan kedaerahan cukup kuat pada periode ini,
seperti PRRI dan Pemesta pada tahun 1957 (Bounchier, dalam Dodo dan
Endah(ed),2010:40). Keadaan tersebut mengakibatkan perubahan yang begitu signifikan
dalam kehidupan bernegara. Pada 1950-1960, partai-partai islam, yaitu Masyuni. NU
dan PSII, yang sebenarnya merupakan kekuatan Islam di parlemen, tetapi tidak
dimanfaatkan dalam posisi yang tidak ada perubahan, artinya Pancasila adalah dasar
Negara Republik Indonesia meski dengan konstitusi 1950 (Feith, dalam Dode dan
Endah (ed.) 2010: 40). Indonesia tidak menerima liberalisme dikarenakan
individualisme Barat mengutamakan kebebasan makhluknya, sedangkan paham
integralistik yang kita anut memandang manusia sebagai individu dan sekaligus juga
makhluk sosial (Alfian, dalam Oesman dan Alfian , 1990:201). Negara demokrasi
model barat lazimnya bersifat sekuler, dan ha ini tidak dikehendaki oleh segenap
elemen bangsa Indonesia (Kaelan, 2012: 254). Hal tersebut diperkuat dengan pendapat
Kaelan yang menyebutkan bahwa Negara liberal memberi kebebasan kepada warganya
untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-
masing.
Ideologi sosialisme
Tokoh utama mengajarkan komunisme adalah Karl Marx (1818-1883), tokoh
sosialis revolusioner yang banyak menulis naskah di bidang sosial dan ekonomi. Ajaran
Marx kemudian ditambah dengan pandangan Engels dan Lenin, sehingga ajaran
komunis melandaskan pada teori Marxisme – Leninisme. Ajaran komunis didasarkan
atas kebendaan. Oleh karena itu, komunisme tidak percaya kepada Tuhan. Bahkan
agama dikatakannya sebagai racun bagi masyarakat. Ajaran tersebut jelas bertolak
belakang dengan ajaran Pancasila.
Masyarakat komunis tidak bercorak nasional. Masyarakat yang dicita-citakan
komunis adalah masyarakat komunis adalah masyarakat komunis dunia yang tidak
dibatasi oleh kesadaran nasional. Hal ini tercermin dan seruan Marx yang terkenal:
Kaum buruh di seluruh dunia bersatulah”. Komunis juga menghendaki masyarakat
tanpa nasionalisme.
Masyarakat komunis masa depan adalah masyarakat tanpa kelas, yang dianggap
akan memberikan suasana hidup yang aman dan tetnteram dengan tidak adanya hak
milik pribadi atas alat produksi dan hapusnya pembagian kerja.
5. Pancasila dan Komunisme
Dalam periode 1945-1950, kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara sudahkuat.
Namun, ada berbagai factor internal dan eksternal yang memberi nuansa tersendiri
terhadap kedudukan Pancasila. Faktor eksternal mendorong bangsa Indonesia untuk
menfokuskan diri terhadap agresi asing apakah pihak Sekutu atau NICA yang merasa
masih memilki Indonesia sebagai jajahannya. Di pihak lain, terjadi pergumulan yang
secara internal sudah merongrong Pancasila sebagai dasar Negara untuk diarahkan ke
ideologi tertentu, yaitu gerakan DI/TIII yang akan mengubah Republik Indonesia
menjadi Negara Islam dam pemberintakan PKI yang ingin mengubah RI menjadi
Negara komunis (Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, 1982/83.
Kemudian dikutip oleh Pranoto, dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010 :39.
Oleh karena itu menurut Johanes Leimena, harus ada usaha-usaha yang lebih
keras meningkatkan kemakmuran di daerah pedesaan. Cara lain untuk memberantas
komunisme ialah dengan mempelajari dengan seksama ajaran-ajaran komunisme itu.
Mempelajari ajaran itu agar tidak mudah terjebak oleh rayuan komunisme. Bagi orang
Kristen ajaran ajaran komunisme bisa menyesatkan karena bertentangan dengan ajaran
Kristen dan falsafah Pancasila (Piers, 2004 : 212). Komunisme tidak pernah diterima
dari kehidupan Indonesia. Hal ini disebabkan Negara komunisme lazim bersifat atheis,
yang menolak agama dalam suatu Negara. Sedangkan Negara Indonesia sebagai Negara
yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, merupakan pilihan kreatif dan
merupakan proses elektis inkorporatif.
Selain itu, ideology komunis tidak menghormati manusia sebagai makhluk
individu. Prestasi dan hak milik individu tidak diakui. Ideologi komunis bersifat
totaliter, karena tidak membuka pintu sedikit pun terhadap alam pikiran kita. Ideologi
semacam ini bersifat otoriter dengan menuntut penganutnya bersifat dogmatis, suatu
ideologi yang bersifat tertutup. Berbeda dengan Pancasila yang bersifat terbuka,
Pancasila memberikan kemungkinan dan bahkan menuntut sikap kritis dan rasional.
Pancasila bersifat dinamis, yang mampu memberikan jawaban atas tantangan yang
berbeda-beda dalam zaman sekarang (Poespowardojo, 195 203-204).
6. Pancasila dan Agama
Konsep pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila merupakan
karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia. Begitu
pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka pancasila pun mengisyaratkan
bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama.
Menurut Notoegoro (dalam buku Syarbaini, 2012), asal mula Pancasila secara
langsung salah satunya asal mula bahan (kausa materialis) menyatakan bahwa, “Bangsa
Indonesia adalah sebagai asal dari nilai-nilai Pancasila,.. yang digali dari bangsa
Indonesia yang berupa nilai-nilai adata-istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia”.
Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna bahwa manusia Indonesia
harus mengabdi kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan mengalah ilah-
ilah atau Tuhan-Tuhan lain yang bisa mempersekutukan-Nya. Dalam bahasa formal
yang telah disepakati bersama sebagai perjanjian bangsa sama mknanya dengan kalimat
“Tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa”. Di mana pengertian arti kata Tuhan
adalah sesuatu yang kita taati perintahnya dan kehendaknya. Prinsip dasar pengabdian
adalah tidak boleh punya dua Tuhan, hanya satu Tuhan, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Pancasila dan agama dapat diaplikasi nilai-nilai Pancasila seiring sejalan dan
saling mendukung. Agam dapat mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula
Pancasila memberikan ruang gerak yang seluas-luasnya terhadap usaha-usaha
peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengalaman agama.
Moral Pancasila bersifat rasional, objektif dan universal dalam arti berlaku bagi
seluruh bangsa Indonesia. Moral Pancasila juga dapat disebut otonom karena nilai-
nilainya tidak mendapat pengaruh dari luar hakikat manusia Indonesia, dan dapat
dipertanggungjawabkan secara filosofis.
Hubunagn negara dengan agam menurut NKRI yang berdasarkan Pancasila yaitu :
1) Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa.
Konsekuensinya setiap warga memiliki hak asasi untuk memeluk dan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
3) Tidak ada tempat bagi atheisme dan sekulasrisme karena hakikatnya manusia
berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan
4) Tidak ada tempat bagi pertentangan agama, golongan agama antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama
5) Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketakwaan itu bukan hasil paksaan
bagi siapa pun juga
6) Memberikan toleransi terhadap orang lain dalam menjalankan agama dalam negara.
7) Segala aspek dalam melaksanakan dan menyelenggatakan negara harus sesuai
dengan nilai-nilai Ketuhanan yang Maha Esa, terutama norma-norma hukum positif
maupun norma baik moral agama maupun moral para penyelenggara negara
8) Negara pada hakikatnya adalah merupakan “...berkat rahmat Allah yang Maha
Esa.”
7. Hubungan Antara Filsafat dan Ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya merupakan sistem nilai yang
secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau
pedoman bagi manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat,
bangsa, dan Negara, tentang makna hidup serta sebgai dasar dan pedoman bagi manusia
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita – cita yang mendasar dan
menyeluruh yang jalin – menjalin suatu sistem pemikiran yang logis, adalah bersumber
kepada filsafat. Dengan lain kata, ideologi sebagai suatu system og thought mencari
nilai, norma, dan cita – cita yang bersumber kepada filsafat, yang bersifat mendasar dan
nyata untuk diaktualisasikan yang artinya secara pontensial mempunyai kemungkinan
pelaksanaan yang tinggi, sehingga dapat member pengaruh positif, karena mampu
membangkitkan dinamika masyarakat tersebut secara nyata ke arah kemajuan.
Maka permasalahan ideologi merupakan permasalahan yang disamping berkadar
ke filsafatan sekaligus menyangkut praksis. Ideologi itu tidak hanya menutut misalnya
agar setiap orang bertindak adil, saling tolong – menolong, saling menghormati antara
sesame manusia, lebih mengutamakan kepentingan golongan dan sebagainya,
melainkan juga ideologi akan menuntut ketaatan kongkrit, harus melaksanakan ini atau
itu, dan bahkab seringkali menuntut dengan mutlak orang harus bersikap dan bertindak.
8. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Ciri khas ideologi terbuka adalah nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari
luar, melainkan digali dan diambil dari suatu kekayaan rohani, moral dan budaya
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, milik seluruh rakyat dan masyarakat dalam
menemukan dirinya, kepribadiannya di dalam ideologi tersebut. Ideologi terbuka tidak
hanya dapat dibenarkan, melainkan dibutuhkan.
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi pancasil adalah bersifat actual, dinamis,
antsipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan pembangunan jaman.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita – cita dan nilai – nilai yang mendasar yang
bersifat tetap dan tidak berubah, dan tidak langsung bersifat operasional. Oleh karena
itu, setiap kali harus di eksplisitkan. Sebagai suatu contoh keterbukaan (pers pancasila,
dalam kaitannya dengan pendidikan, ekonomi, ilmu pengetahuan, hokum, kebudayaan,
dan bidang – bidang lainnya).
Faktor yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila
yaitu:
a. Kenyataan dalam proses pembangunan nasional dan dinamika masyarakat yang
berkembang secara cepat
b. Kenyataan menunjukkan, bahwa bangkrutnya ideologi yang tertutup dan beku,
cenderung meredupkan perkembangan dirinya
c. Pengalaman sejarah politik kita di masa lampau
d. Tekad untuk memperkokoh kesadaran akan nilai-nilai dasar Pancasila yang bersifat
abadi dan hasrat mengembangkan secara kreatif dan dinamis dalam rangka
mencapai tujuan nasional
Sifat ideologi memiliki tiga dimensi yaitu :
a) Dimensi realitas
Yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan ralitas yang hidup dan
berekembang dalam masyarakat. Oleh karena itu pancasila selain memilik dimensi
nilai – nilai ideal normatif, maka pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan nyata
sehari – hari baik dalam kaitannya bermasyarakat maupun dalam segala aspek
penyelenggaraan Negara.
b) Dimensi idealisme
yaitu nilai – nilai dasar yang terkandung dalam pancasila yang bersifat sistematis
dan rasional yaitu hakikat nilai – nilai yang terkandung dalam lima sila pancasila:
ketuhanan, kemanusiaan, persatuaan, kerakyatan, dan keadilan. Maka dimensi
idealistis pancasila bersumber pada nilai – nilai filosofis yaitu filsafat pancasila.
c) Dimensi fleksibilitas
Melalui pemikiran baru tentang dirinya, ideologi itu mempersegar dirinya,
memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu.
Ideologi terbuka karena bersifat demokratis memiliki apa yang mungkin dapat
kita sebut sebagai dinamika internal yang mengandung dan merangsang mereka yang
meyakininya untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya tanpa
khawatir atau menaruh curiga akan kehilangan hakikat dirinya.
Berdasarkan hakikat ideologi pancasila yang bersifat terbuka yang memilik tiga
dimensi tersebut maka ideologi pancasila tidak bersifat ‘utopis’ yang hanya merupakan
sistem ide – ide belaka yang jauh dari kenyataan hidup sehari – hari. Demikian pula
ideologi pancasila bukanlah merupakan ideologi pragmatis yang hanya menekankan
segi praktis dan ralistis belaka tanpa idealisme yang rasional. Maka ideologi pancasila
yang bersifat terbuka pada hakikatnya, nilai – nilai dasar (hakikat) sila – sila pancasila
yang bersifat tetap adapun penjabaran dan realisasinya senantiasa di eskplisitkan secara
dinamis, terbuka, dan senantiasa mengikuti perkembangan jaman.
Keterbukaan ideologi pancasila juga menyangkut keterbukaan dalam menerima
budaya asing. Manusia pada hakikatnya selain sebagai mahluk individu juga mahluk
sosial. Oleh karena itu sebagai mahluk sosial senantiasa hidup bersama sehingga
terjadilah akulturasi budaya. Oleh karena itu pancasila sebagai ideologi terbuka
senantiasa terbuka terhadap pengaruh budaya asing, namun nilai – nilai esensial
pancasila bersifat tetap.
Demikianlah maka bangsa Indonesia yang berideologi pancasila sebagai bangsa
yang berbudaya tidak menutup diri dalam pergaulan budaya antar bangsa di dunia. Hal
ini bukan saja merupakan kebijaksanaan cultural namun secara filosofis nilai – nilai
budaya yang ada pada bangsa Indonesia sebagai kausa materialis pancasila yang
memiliki sifat terbuka.
Daftar Pustaka
Kaelan. (2014). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Syarbaini, S. (2012). Pendidikan Pancasila. Bogor: Ghalia Indonesia.
Top Related