Valuasi Human Settlement Delta Api

45
Valuasi Ekonomi Pengembangan ‘Human Settlement’ Di Wilayah Pesisir Kajian Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam Pesisir Desa Gondang Sebagai Bagian Dari Desa Ekologis Tangguh dan Adaptif Perubahan Iklim (Delta Api) Kabupaten Lombok Utara Gendewa Tunas Rancak 4113205004 Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Program Studi Pasca Sarjana Teknik manajemen Pantai Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2013

Transcript of Valuasi Human Settlement Delta Api

Valuasi Ekonomi Pengembangan ‘Human Settlement’ Di Wilayah Pesisir Kajian Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam Pesisir Desa Gondang Sebagai

Bagian Dari Desa Ekologis Tangguh dan Adaptif Perubahan Iklim (Delta

Api) Kabupaten Lombok Utara

Gendewa Tunas Rancak

4113205004

Pengelolaan Sumber Daya Kelautan

Program Studi Pasca Sarjana Teknik manajemen Pantai

Fakultas Teknologi Kelautan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 2013

BAB 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 13.446

(nationalgeographic.co.id, 2012) dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000.

Indonesia memiliki 33 Provinsi dan lebih dari 400 kabupaten berada di 5 pulau

(daratan) besar (Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua) dan sebagaian besar

lainnya berada di kepulauan.

Modernisasi dan kemajuan zaman adalah suatu keniscayaan dan telah memberikan

kontribusi bagi kita. Namun jika tidak disertai dengan tindakan yang bijak, maka sangat

dimungkinkan akan menjadi satu masalah baru dalam masyarakat kita, khususnya di

daerah perdesaan, marginal perkotaan dan kawasan sumberdaya alam. Masyarakat

desa (masyarakat adat) telah memiliki sistem tersendiri dalam membangun dan

mengelola kawasan hidupnya, yaitu dengan mengembangkan suatu kearifan, turun

temurun, yang berwujud pengetahuan atau ide, peralatan, dipadukan dengan norma

adat, nilai budaya, dan aktivitas pengelolaan lingkungan guna mencukupi kebutuhan

hidupnya.

Namun, apa yang terjadi saat ini, sungguh disayangkan bahwa modernisasi (Orba) telah

merusak apa yang telah dihasilkan oleh masyarakat atau warga kepulauan. Sistem

formal yang dikembangkan oleh pemerintah ternyata justru mengubah, bahkan

menyeragamkan sistem lokal yang ada. Perubahan ini dikhawatirkan akan merubah

karakter warga desa menjadi karakter yang oportunis dan eksploitatif bahkan

destruktif terhadap alam, karena tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup.

Ditilik dari kerentanan terhadap perubahan iklim dan bencana, maka kawasan pesisir

merupakan daerah yang memiliki resiko lebih besar dibanding dengan daratan besar

atau pedalaman. Oleh karena pertimbangan hal ini, Kementrian Kelautan Perikanan

(KKP) menggagas dan mengembangkan Program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh

(PDPT). Jika tidak dilakukan secara matang, tidak menutup kemungkinan akan terjadi

hal yang sama dengan gagasan besar lainnya, yakni menjadi monumen nama tanpa

karya nyata yang berhasilguna dan termanfaatkan secara berkelanjutan.

Sejumlah 8 provinsi kepulauan (Bali, NTB, NTT, Maluku, Maluku Utara, Kepri, Babel, dan

Sulut) di Indonesia memiliki ekosistem dengan satuan sistem lokal yang unik. Daratan

dengan penduduk dan ketersediaan pangan, air, dan energi yang tidak seimbang antara

gugus pulau yang satu dengan yang lainnya (untuk Provinsi Bali masih terjadi

pemaknaan yang berbeda antara warga dan Pemerintah Provinsi Bali). Hal ini

menyebabkan bertumbuh kembangnya kearifan lokal yang saling bergantung. Kekayaan

ragam hayati yang dimiliki bisa menjadi alternatif sumber pangan, terlebih di kawasan

lautannya. Namun harus diakui selain terbatas (daratan) apa yang ada sesunguhnya

memiliki kerentanan yang tinggi, terlebih jika dikaitkan dengan perubahan iklim dan

bencana.

Gambar1. Sunda Kecil-Maluku

Pulau Lombok, walaupun menurut UU No 27 tahun 2007 tidak terkategorikan sebagai

pulau kecil, namun menurut United Nation Convention on the law of Sea (UNCLOS)

termasuk dalam kategori pulau kecil karena luasnya kurang dari 10.000 km2. Gugusan

pulau ini memiliki desa dan dusun kepulauan , seperti Desa Gili Matra (KLU) dan Gili

Gede (Kabupaten Lombok Barat). Sebagaian pantai bertautan dengan laut lepas dan

sebagaian bentukan pantai berbentuk teluk dan tanjung merupakan potensi pangan

yang belum tergarap secara optimal, baik sebagai sumber pangan, ekonomi, maupun

energi. Sebagian telah tergarap sebagai kawasan wisata, namun belum memberikan

manfaat yang memadai bagi masyarakat. sebagian besar masyarakat miskin justru

berada di kawasan pesisir, termasuk di kawasan wisata ini. Bentang lanskap daratan

yang terbatas (telah mengalami degradasi dan deforestasi) dengan bentang laut lepas

sangat mempengaruhi iklim mikro.perubahan iklim, telah menyebabkan perubahan dan

dampak signifikan, dengan cuaca yang tidak bisa lagi diprediksi.

Gambar 2. Pulau Lombok

Pembelajaran yang dilakukan di Lombok, khususnya di Kabupaten Lombok Utara

(KLU), telah melahirkan konsep Eco-Climate Village (ECV) yang diharapkan dapat

menjawab persoalan, kebutuhan, hak dan kemampuan berpengalaman warga pesisir

dalam menghadapi perubahan iklim.

Gambar 3. Eco-Climate Village Dusun Jambianom, Desa Medana, Kabupaten Lombok Utara

KLU adalah kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2008 yang merupakan daerah

pemekaran di Pulau Lombok, NTB. Sebagai Kabupaten Baru, kondisi ekonomi

masyarakatnya masih subsisten dan merupakan tingkat kemiskinan terendah di NTB

(43,13%). Posisi KLU sedemikian rupa sehinga kerentanan yang lebih tinggi terhadap

dampak kebencanaan dan akibat perubahan iklim, terutama tentu saja di wilayah

pesisir. namun, dibanding dengan kabupaten lainnya di Lombok dan NTB secara umum,

kearifan lokal di KLU masih lebih utuh dan eksis, termasuk dalam menghadapi

perubahan iklim dan kebencanaan. Namun harus diakui bahwa kondisi saat ini mulai

mengalami degradasi dan marginalisasi. Baik yang dikarenakan ketidak tepatan ruang

dan waktu, maupun karena cepatnya perkembangan informasi global dan kuatnya

dominasi kebijakan dan program nasional.

Karena alasan-alasan ini, kabupaten ini dipilih untuk bisa dikembangkan dan menjadi

role model dalam kerangka pengembangan kawasan yang komprehensif, perspektif

kepulauan dan responsif perubahan iklim dan kebencanaan, sesuai dengan agenda

perubahan yang diusung dalam Konferensi Pulau-Pulau Kecil pada tahun 2010 dan

Kongres Warga Sukma++ (Sunda Kecil Maluku plus pulau-pulau kecil lainnya) pada

tahun 2012

Konsep ECV merupakan sebuah konsep pengelolaan pesisir terpadu dan adaptif

terhadap perubahan iklim yang disusun dengan pertimbangan aspek legalitas, ekologis,

ekonomi, sosiologis, dan kearifan lokal (local wisdom). Konsep ini mengintegrasikan

antara bottom-up concept, yaitu konsep (pemetaan partisipatif) dan keinginan jangka

panjang masyarakat pesisir dengan top-down concept, yaitu konsep pengelolaan pesisir

terpadu sebagai sebuah upaya sustainable development. Konsep ini memperoleh respon

positif dari berbagai pihak, karenanya layak untuk dilanjutkan implementasi dan

penyebarannya. Konsep ini juga sangat memungkinkan untuk diintegrasikan dalam

PDPT ataupun skala yang lebih luas, bahkan gabungan dari beberapa desa dapat

menjadi bagian (entry point) untuk pengembangan kawasan mina politan.

Berangkat dari kedua konsep ini (ECV dan PDPT), maka lahirlah sebuah formula baru

berupa Delta Api (Desa Ekologis Tangguh dan Adaptif Perubahan Iklim) yang

diwujudkan dalam bentuk Scalling up konsep menjadi kawasan, dimana satu kawasan

terdiri dari 3 Desa. Desa Gondang (Spesifikasi di Dusun Lekok), Desa Medana, dan Desa

Gili indah dipilih sebagai role model pengembangan Delta Api di wilayah Kabupaten

Lombok Utara. Ketiga desa ini memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya,

untuk itu, konsep pengembangannya juga harus sesuai dengan kondisi eksisting,

partisipatif, dan karakteristik yang dapat dikembangkan.

Selain itu, replikasi dan scalling up dilakukan di Kabupaten Pulau Morotai, Maluku

Utara. Desa Pulau Koloray dan Desa Pulau Galo-Galo menjadi role model kawasan Delta

Api di Maluku Utara. Konsep pengelolaan kawasan ini berperspektif pada persiapan

masayrakat Desa Pesisir untuk menyambut mega konsep nasional dalam pemanfaatan

Doc. Rumah Alir

sumber daya kelautan di Kabupaten Pulau Morotai, Megaminapolitan Morotai yang

akan di realisasikan pada tahun 2016.

Model yang sedang dan akan dikembangkan dilakukan di kawasan yang dianggap

memiliki resiko tinggi terhadap perubahan iklim, namun memiliki potensi untuk

pembelajaran baik dalam pengelolaan ekologi, pemberdayaan ekonomi maupun

penguatan social dan kebijakan.

Konsep ini juga akan disinergikan dengan analisa kerentanan terhadap dampaj

perubahan iklim dengan metode I- CATCH (Indonesia-Climate Adaptation Tools for

Coastal Habitat) yang telah dilakukan di 25 desa di Pulau Lombok, dimana 10 Desa

berada di wilayah Kabupaten Lombok Utara, dan merupakan lokus kawasan Delta Api.

Sebelumnya, tools ini disesusaikan fungsi dan peruntukannya sehinga lebih sesuai

dengan konsep Delta Api.

Kolaborasi, sinergi, dan integrasi ketiga ‘wadah’ tersebut (ECV, PDPT, dan I-CATCH

menjadi Delta Api) harapannya dapat menjadi satu kesatuan yang berkelanjutan, dan

menjadi stimulus bagi perencanaa pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil

sebagai adaptasi perubahan iklim

Saat ini, ketiga sinergi ini lebih disempurnakan dengan menambahkan Pemetaan

partisipatif dan advokasi Anggaran ketika Replikasi dan scalling up di Dompu, Sumba,

dan Bali. Kedepannya dirasa perlu untuk menambahkan analisis Valuasi Ekonomi dalam

Konsep Delta Api. Untuk itu, sebagai awal, maka valuasi ekonomi akan diujicobakan

pada satu lokus Delta Api di Kabupaten Lombok Utara, yakni Desa Gondang.

1.2 Output

Master Plan Kawasan dan Perdesaan yang berperspektif kepulauan dan adaptif

perubahan iklim/ kebencanaan yang sekiranya dapat dijadikan acuan bersama;

pengeimplementasian program yang sistemik dan kolaboratif. Valuasi Ekonomi SUmber

Daya Alam Pesisir dalam pengembangan Desa Ekologis Tangguh dan Adaptif Perubahan

Iklim di Desa Gondang, Kabupaten Lombok utara.

1.3 Outcome

Pengelolaan SDA dan rung hidup Kawasan perdesaan dapat menjamin keselamatan

warga, daya pulih produktifitas warga dan daya pulih jasa lingkungan secara

berkelanjutan. Utamanya dalam bidang pangan, air, energy dan matapencaharian untuk

pemenuhan pangan dan sandang; Kepemimpinan yang berkemampuan untuk

melakukan ‘Self Organizing Capability’ dalam membangun kemandirian warga dan

keberlanjutan kawasan perdesaan kepulauan.

BAB 2. Gambaran Umum Kondisi Eksisting dan Iklim Desa Gondang

2.1 Gambaran Umum Desa Gondang

Desa Gondang terletak di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara. Desa Gondang

merupakan wilayah dengan luas sebesar 29,20 Km2. Kondisi alam di desa ini masih

didominasi oleh tanah kering dan hanya sebagian kecil saja yang menjadi areal

persawahan. Gondang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah Utaranya, oleh

karenanya sebesar 75 % masyarakat yang berada di wilayah pesisir Desa Gondang

mengandalkan laut sebagai pusat penghidupan. Jika sedang tidak melaut (cuaca buruk)

masyarakat nelayan Desa Gondang menjadi tukang bangunan, buruh tani, buruh

bangunan, buruh pasar

Gambar 4. Lokasi Desa Gondang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok utara

Sebagai masyarakat nelayan, penduduk Gondang melakukan aktifitas terkait dengan

pesisir dan laut. Seiap pagi pukul 05.00 nelayan Gondang setiap berada di perahu

masing-masing. Mereka melaut sampai sejauh 1 jam perjalanan dari tepi pantai,

sesampainya di darat pukul 08.00 membawa ikan (I-CATCH Desa Gondang, 2012).

Gambar 5. Sketsa Desa Gondang

Sumber: I-CATCH Desa Gondang, 2012

Berdasarkan Sketsa desa yang dibuat oleh peserta, terdapat dua penghidupan besar

bagi masyarakat Gondang yaitu penghidupan pesisir/laut sebagai nelayan dan

penghidupan sebagai petani persawahan. Nelayan Gondang mencari ikan diperairan

sebelah Utara Desa Gondang (laut jawa). Mereka mencari ikan di perairan dekat pantai

bahkan mampu berlayar sampai ke kejauhan (ke tengah laut) hingga darat tidak bisa

terlihat.

Selain itu, Desa Gondang juga memiliki areal persawahan kurang lebih seluas 400 ha.

Lokasi arel persawahan ini tersebar di beberapa lokasi, termasuk diantaranya di

sepanjang pesisir laut bagian utara desa. Curah hujan rata-rata 1.958,5 mm/tahun

dengan suhu rata-rata hariannya 28 – 350 C.

Di desa juga terdapat beberapa fasilitas pendidikan seperti Sekolah Dasar (SD) 2 buah,

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 buah, Kantor Posyandu 1 buah (Azzahra),

Puskesmas 1 buah, dan Kantor Polisi Sektor Kecamatan. Terdapat pula kantor Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lombok Utara. Selain itu, terdapat fasilitas

sosial keagamaan seperti masjid besar sebanyak 2 buah dan satu bidang tanah sebagai

tempat pemakaman umum yang terletak di bagian selatan Desa Gondang (I-CATCH

Desa Gondang, 2012)

2.2 Kondisi Iklim Desa Gondang

Tabel 1. Kalender Musim Desa Gondang

MUSIM Bulan

KETERANGAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

ANGIN BARAT

- Melaut di dekat pantai - Bertani bagi yang punya sawah - Istri berjualan di pasar - Sebagai buruh tani - Sebagai buruh bangunan

ANGIN BARAT LAUT

- Melaut hanya ± 10 hari - Bertani bagi yang punya sawah - Istri berjualan di pasar - Sebagai buruh tani - Sebagai buruh bangunan - Budidaya ikan nila di keramba

TIMUR LAUT

- Melaut normal seperti biasa - Bertani bagi yang punya sawah - Istri berjualan di pasar - Budidaya ikan nila di keramba

ANGIN TIMUR

- Melaut normal seperti biasa - Bertani bagi yang punya sawah - Istri berjualan di pasar - Budidaya ikan nila di keramba

ANGIN SAYONG

- Melaut normal seperti biasa - Bertani bagi yang punya sawah - Istri berjualan di pasar - Budidaya ikan nila di keramba

BARAT DAYA

- Melaut normal seperti biasa - Bertani bagi yang punya sawah - Istri berjualan di pasar - Budidaya ikan nila di keramba

Sumber: I-CATCH Desa Gondang, 2012

Berdasarkan kalender musim di atas, pada bulan Desember, Januari dan Februari terjadi musim angin barat di mana pada kondisi ini terjadi cuaca buruk seperti; angin kencang dan ombak besar. Aktifitas masyarakat nelayan yang biasanya melaut ke tengah akan berpindah di daerah dekat pantai, dampak secara langsung yang dirasakan yaitu berkurangnya hasil tangkapan ikan bahkan ada juga yang tidak melaut sama sekali, masyarakat nelayan yang memiliki lahan pertanian, mereka lebih memilih menggarap sawahnya untuk menanam padi dan kacang tanah. Sedangkan masyarakat yang tidak memiliki lahan pertanian bekerja sebagai buruh tani dan buruh bangunan, begitu juga dengan istri nelayan yang ikut serta membantu suaminya berjualan dipasar tradisional (I-CATCH Desa Gondang, 2012). Pada bulan Februari tahun 2009, daerah kawasan pesisir desa Gondang pernah terjadi banjir bandang yang cukup besar. Peristiwa ini disebabkan oleh karena hujan dan angin

yang berlangsung selama 3 (tiga) minggu dan permukaan air laut meningkat. Hal ini menyebabkan rumah-rumah penduduk dan lahan-lahan pertanian disekitar wilayah pesisir terendam, begitu juga dengan perahu-perahu nelayan banyak yang hanyut, yaitu ± sekitar 22 perahu yang ikut terbawa arus. Setelah banjir bandang terjadi yaitu pada bulan Maret, pada kalender musim menunjukkan musim barat laut, aktifitas masyarakat nelayan kembali seperti biasa namun ombak juga masih pada kondisi musim angin laut dan nelayan hanya menangkap ikan di pinggir pantai. Nelayan melaut hanya berlangsung selama ± 10 hari, hal ini disebabkan karena banyak kotoran seperti lumpur (lebok) yang nyangkut di jaring nelayan yang disebabkan oleh banjir. Pada musim ini aktivitas pertanian sudah kembali normal, istri-istri nelayan membantu sebagai penjual di pasar dan ada juga yang bekerja sebagai buruh tani. Selain itu juga masyarakat mencoba untuk membuat keramba untuk budidaya ikan nila. Musim angin timur terjadi pada bulan Mei dan Juni, aktifitas masyarakat di Desa Gondang normal yaitu melaut, bertani dan budidaya ikan nila di keramba. Begitu juga dengan istri-istri nelayan tetap membantu suami berjualan ikan di pasar tradisional. Bulan Juli dan Agustus berada pada musim angin selatan (sayong), aktifitas masyarakat juga normal seperti pada musim angin timur. Hal yang sama juga pada musim angin barat daya, tidak ada perubahan yang terjadi yaitu aktifitas masyarakat juga normal. Dampak yang paling menonjol dan membebani masyarakat di Desa Gondang pada saat angin barat yaitu berkurangnya hasil tangkapan ikan dan hasil-hasil pertanian lainnya seperti beras dan kacang tanah karena sawah-sawah pertanian juga banyak yang terendam air hujan dan air laut yang diakibatkan oleh naiknya permukaan air laut, tetapi pada saat banjir kecil terjadi, masyarakat memanfaatkan banjir untuk mencari kayu bakar bahkan kayu bangunan yang ikut hanyut bersama arus air dari luar Desa Gondang melewati sungai. Adapun harapan yang diinginkan oleh masyarakat wilayah pesisir Desa Gondang pada kondisi angin barat yaitu adanya peran pemerintah daerah terkait yang menangani masalah kondisi iklim di daerahnya seperti adanya penyuluhan atau sosialisasi dari BMKG setempat agar supaya masyarakat memahami kondisi atau tanda-tanda cuaca buruk yang akan terjadi sebelumnya (I-CATCH Desa Gondang, 2012).

2.2.1 Kondisi Iklim Desa Gondang

Tabel 2. Pola Musim Desa Gondang

Musim

Perubahan yang terjadi

saat ini di banding dahulu

Perubahan yang akan

terjadi di masa yang akan

datang

Keterangan

Lamanya musim kemarau

Semakin panjang

Semakin panjang Tahun 2012 kemarau panjang

Lamanya musim hujan Semakin pendek

Semakin pendek Tahun 2009 sampai 2010, hujan terus sampai banjir bandang.

Awal musim kemarau Tidak teratur Tidak teratur Bulan Mei tidak teratur dan sebentar (tahun 1990), semakin panjang , panas dan angin

Awal musim hujan Tidak teratur Tidak teratur Bulan Oktober, musim hujan panjang (Tahun 1990)

Sumber: I-CATCH Desa Gondang, 2012

Tabel di atas menunjukan bahwa pada tahun 2009 sampai tahun 2010 musim hujan

yang panjang hingga terjadi banjir bandang yang menghanyutkan kapal nelayan ±

sekitar 22 buah. Awal musim kemarau pada tahun 1990 tidak teratur, bahkan dirasakan

oleh masyarakat Desa Gondang pada tahun 2012 terjadi musim kemarau panjang (I-

CATCH Desa Gondang, 2012).

Tabel 3. Perubahan Komponen Cuaca Desa Gondang

Komponen Cuaca Saat Ini Perubahan yang akan datang

Suhu udara Meningkat Semakin meningkat

Suhu laut Masih normal Tidak tau / naik apa turun Curah hujan - Semakin tinggi

- Tidak beraturan - Jangka hujan semakin pendek

Tidak tau

Kecepatan Angin Normal tergantung musim Masih normal/tetap Tinggi Gelombang Masih stabil Masih stabil 1990 Perubahan yang terjadi saat ini

dibandingkan dengan dahulu 2012 : Perubahan yang akan berlangsung di masa mendatang menurut perkiraan masyarakat : 1. Jembatan rusak 2. Irigasi rusak 3. Keramba hanyut 4. Longsor 5. Utang 6. Gali lobang tutup lobang 7. Pendapatan kurang 8. Ibu-ibu :Tidak bisa jualan di pasar

Sumber: I-CATCH Desa Gondang, 2012 Kecenderungan kondisi cuaca menurut sepengetahuan masyarakat dari dulu hingga sekarang dirasakan semakin meningkat, begitu juga dengan suhu air laut. Curah hujan dirasakan semakin besar pada saat musim hujan dan tidak teratur. Kecepatan angin juga dirasakan bertambah kencang tetapi tinggi gelombang dari dulu hingga sekarang dirasakan tidak ada perubahan, sama seperti biasanya. Beberapa identifikasi masyarakat perubahan yang akan berlangsung dimasa mendatang ketika bencana besar terjadi seperti; banjir bandang, kebakaran, hujan dan angin kencang, tanah longsor, dll. adalah jembatan dan saluran irigasi akan rusak. Dampak yang akan ditimbulkan dari kejadian ini yaitu seluruh aktifitas akan terhenti sehingga menyebabkan pendapatan nelayan maupun petani berkurang, sehingga masyarakat Desa Gondang mencari pinjaman untuk menyambung hidup mereka (Gali lobang tutup lobang) dan juga ibu-ibu yang bisa berjualan dipasar-pasar tradisional tidak bisa menjual ikan karena tidak adanya hasil tangkapan. Dari tahun ke tahun, kondisi cuaca di Kecamatan ini tidak banyak berubah. Jumlah hari hujan maupun curah hujan yang terjadi sepanjang tahun tidak mengalami banyak perubahan setiap tahunnya, namun fluktuatif data hari hujan selama setahun mengalami perubahan yang tajam. Berikut disampaikan data hari hujan dan curah hujan dalam kurun waktu tahun 2009 (I-CATCH Desa Gondang, 2012).

Grafik 1. Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Kecamatan Gangga

per Bulan Tahun 2009 (Sumber: Klimatologi Pos Sotak Kabupaten Lombok Utara 2011)

2.2.2 Analisis perubahan iklim

Proses interaksi laut dan atmosfer terjadi dalam berbagai skala waktu untuk mengontrol baik temperatur udara maupun temperatur muka laut. Skala waktu ini bermacam-macam mulai dari variasi harian (siang-malam, air pasang-air surut) hingga fluktuasi skala antara dekade (10 tahunan) dan abad (100 tahunan). Fluktuasi skala sangat panjang tersebut dapat diamati dengan menganalisis tren dari data suhu yang cukup panjang. Kondisi suhu udara di Pulau Lombok tidak banyak bervariasi secara temporal, sedangkan variasi keruangan (spasial) suhu udara lebih ditentukan oleh faktor topografi (ketinggian tempat). Dari tabel dapat dilihat bahwa di Stasiun Selaparang, mulai dari tahun 1985-2008 terdapat kenaikan suhu rata-rata bulanan sebesar 0,4°C dan suhu minimum bulanan sebesar 0,7°C, sedangkan suhu maksimum bulanan mengalami penurunan 0,5°C. Data ini mendukung hasil diskusi kelompok, sesuai dengan apa yang dirasakan oleh masayrakat

Tabel 4. Suhu Udara Stasiun Selaparang

Sumber: Nandini dan Narendra, 2011

219,2

357,35

161,8

85,15 102,6

43,05 15,5 8

30,65 18,25

133,85

352,2

21 28 18 14 10 5 3 6 4 6 17 26 0

50

100

150

200

250

300

350

400

Cu

rah

Hja

n (

mm

) Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Kecamatan Gangga per Bulan

Tahun 2009

Curah Hujan

Hari Hujan

Jika diamati secara lebih jauh, mulai dari tahun 1985-2008, suhu rata-rata mengalami kenaikan sebanyak 3 kali. Pada periode tahun 1985 suhu rata-rata adalah 26oC, kemudian naik menjadi 26,2oC di periode tahun 1992-1999, dan terakhir meningkat menjadi 26,4oC di periode tahun 2000-2008. Dengan kondisi ini, kuat dugaan bahwa suhu akan selalu naik seiring bertambahnya tahun. Aldrin dan Arifian (2008) memperlihatkan tren kenaikan muka laut di beberapa titik pantai di wilayah tengah dan Barat perairan Indonesia (Gambar 6.a). Sedangkan hasil pengukuran diperlihatkan pada Gambar 6.b, dengan laju kenaikan tempertur laut untuk masing-masing station disajikan dalam Gambar 6.c. Sofian (2009) dengan menggunakan model proyeksi kenaikan temperatur muka laut di bagian Utara dan Selatan pulau Lombok seperti terlihat pada Gambar 2.8 yang menunjukkan adanya kenaikan temperatur laut rata-rata sebesar 1,3oC di bagian Utara dan 0,2 oC di pantai Selatan pulau Lombok dalam kurung waktu 1980 sd 2008. Seiring dengan pola angin musiman maka pola SPL digambarkan pada Grafik 2.

Gambar 6. (a) Posisi titik mooring pengukuran temperatur laut, (b) hasil pengukuran

temperatur muka laut, dan (c) laju kenaikan temperatur untuk setiap stasion Sumber: Aldrin dan Arifian, 2008 dalam Analisis dan Proyeksi Hujan dan Temperatur

Pulau Lombok-GTZ, 2012

Grafik 2. SPL di Pantai Utara dan Selatan Pulau Lombok berdasarkan data NOAA OI SST

dari Januari 1961 sampai dengan September 2008 Sumber: Sofian, 2009 dalam Analisis dan Proyeksi Hujan dan Temperatur Pulau

Lombok-GTZ, 2012

Data yang ditampilkan menunjukkan bahwa terjadi kenaikan suhu air laut, walaupun pada data terakhir (Grafik 2) diukur pada wilayah utara dan selatan Pulau Lombok. Dari kedua data yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan suhu air laut secara umum di wilayah Pulau Lombok. Kenaikan suhu air laut ini mengakibatkan sejumlah ikan karang tidak dapat bertahan hidup, terutama di wilayah Desa Gili Gede Indah. Di beberapa lokasi, juga terjadi pemutihan karan (coral bleaching) akibat meningkatnya suhu air laut.

Grafik 3. Grafik komposit rata-rata bulanan curah hujan (kiri) dan temperatur (kanan)

berdasarkan data observasi di stasiun Selaparang/Ampenan untuk periode baseline 1961-1990 (biru) dan 1991-2007 (merah). Garis vertikal (error-bar) menunjukkan

standar deviasi Sumber: Analisis dan Proyeksi Hujan dan Temperatur Pulau Lombok-GTZ, 2012

Grafik 3 memperlihatkan grafik komposit rata-rata curah hujan bulanan untuk periode baseline 1961-1990 dan periode 1991-2007. Dari gambar ini dapat dilihat jelas adanya

perubahan pola curah hujan terutama di bulan Januari. Jadi dibandingkan dengan baseline, curah hujan di bulan-bulan Agustus, September (musim kering), serta Desember, Januari (musim penghujan) cenderung berkurang, sedangkan di bulan-bulan Oktober, November, Maret, dan April (musim transisi) cenderung naik. Di musim penghujan, hanya curah hujan bulan Februari yang cenderung naik. Perlu diperhatikan juga adanya kenaikan variansi (standar deviasi) untuk curah hujan di bulan-bulan Oktober dan November. Curah hujan yang terdapat pada grafik merupakan curah hujan rata-rata untuk wilayah

pulau Lombok. Hasi diskusi kelompok kajian di Desa GIli Gede Indah menunjukkan jika

curah hujan menurun dibandingkan beberapa tahun sebelumnya (1990-an). Jika

dibandingkan dengan grafik rata-rata curah hujan di pulau Lombok, secara umum data

di grafik menunjukkan dalam setahun terdapat 6 bulan dengan curah hujan menurun

dari sebelumnya (baseline), sedangkan terdapat 6 bulan dengan kondisi curah hujan

yang justr meningkat.

2.2.3 Kejadian Bencana akibat perubahan iklim/cuaca buruk

Tabel 5. Sejarah Kejadian Bencana Desa Gondang

Bencana Dahulu Saat ini Persepsi Masyarakat

Kecenderungan di Masa datang

Akibat

Banjir bandang

Tahun 2009 saja

Tidak pernah Tidak tahu Hutan semakin gundul, berkurangnya pohon

Banjir kecil Setiap tahun Setiap tahun Semakin sering Hutan semakin gundul, berkurangnya pohon

Kebakaran Tahun 1979 Tidak pernah Tidak tahu Kelalaian ibu rumah tangga (1 dusun terbakar)

Abrasi pantai Setiap tahun Setiap tahun Semakin sering Hutan semakin gundul, berkurangnya pohon

Gempa Setiap tahun Setiap tahun Semakin sering Kondisi alam yang tidak bisa dihindari

Sumber: I-CATCH Desa Gondang, 2012

Data perubahan kejadian bencana atau gangguan atau cuaca buruk yang terjadi di Desa Gondang sebagai berikut: pada tahun 1979 pernah terjadi kebakaran yang mengakibatkan satu dusun habis terbakar yaitu Dusun Lekok Timur, Desa Gondang. Pada kejadian tersebut pemerintah setempat membangunkan tempat pengungsian bagi masyarakat korban kebakaran. Pada tahun 2009, terjadi banjir bandang yang mengakibatkan seluruh aktifitas masyarakat terhenti baik itu nelayan maupun petani. Kejadian banjir bandang ini mengakibatkan kerugian besar baik bagi masyarakat nelayan maupun yang bertani. Aktivitas pertanian terganggu karena banyak areal pertanian yang tergenangi oleh air banjir bandang. Usaha pertanian menjadi rugi akibat tanaman banyak yang rusak dan puso akibat digenangi oleh banjir. Sementara kondisi di pesisir juga terdanpak dari kejadian banjir bandang. Selain keramba yang ada di kali (sungai) hilang terbawa arus banjir, banyak perahu nelayan

yang hilang karena dibawa banjir. Sebaaagian nelayan Gondang memarkir perahu mereka di muara, oleh karenanya ketika banjir bandang datang semua perahu yang diparkir di muara hilang terbawa banjir ke laut (I-CATCH Desa Gondang, 2012).

Tabel 6. Dampak Kejadian Bencana dan Kegiatan Penghidupan Masyarakat

Bulan Kegiatan Penghidupan Dampak bencana terhadap kehidupan masyarakat

1 - 3

Ombak

besar

- Tidak ada aktivitas

- Nganggur di rumah

- Main sama keluarga

- Masyarakat tidak bisa melaut

- Penghasilan tidak ada

- Banyak utang

- Jual perhiasan

- Jual alat/perkakas rumah tangga

- Cari kayu bakar

4 - 6

Nelayan pergi melaut

- Nelayan Melaut

- Pendapatan Bertambah

- Bayar utang (utang pada saat tidak melaut)

7 - 9

Angin sayong (nelayan hanya

melaut di pinggir)

- Nelayan melaut, tapi hasil kurang

- ikan di laut kurang

9-11

Nelayan melaut seperti biasa,

keadaan laut tenang

- Jenis ikan yang banyak pada musim ini yaitu ikan tongkol

- hasil ikan yang didapatkan nelayan banyak

- pendapatan hasil melaut cukup memuaskan

12

Ombak

besar

Tidak ada aktifitas melaut - Para nelayan memanfaatkan simpanan uangnya untuk

kelangsungan hidup pada saat tidak melaut

- Para nelayan tidak menghutang

- Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari setelah uang simpanan

mereka habis, bapak-bapak mencari kayu di pinggir pantai

untuk dijual dan ibu-ibu mencari botol-botol bekas

(pemulung)

Sumber: I-CATCH Desa Gondang, 2012

Bersadarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa ketergantungan masyarakat terhadap musim dan angin yang mempengaruhi mereka melaut sangat menetukan kehidupan para nelayan. Pada bulan 12-3 nelayan sama sekali tidak bisa melaut karena ombak yang begitu besar. Namun ada beberapa orang diantara para nelayan Gondang yang berani melaut dengan cara menghitung arah angin dan cuaca dengan baik. Hasil dari tangkapan musim ini sangat mahal karena tidak banyak nelayan yang berani melaut. Hanya mereka yang sudah berpengalaman (senior) yang berani melaut. Bagi nelayan yang tidak bisa melaut, mereka terpaksa harus menjual perhiasan, barang rumah tangga dan jika belum cukup maka mereka akan berutang untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Pada bulan 4 -11 para nelayan beraktivitas normal, pergi melaut di sore hari, pulang

pagi hari. Kegiatan ini mereka lakukan hampir setipa hari. Ada juga yang melaut pagi

pulang sore hari (I-CATCH Desa Gondang, 2012).

BAB III Konsep Pengembangan Delta Api Desa Gondang

Delta Api dilakukan melalui pendekatan partisipatif, teknokratik dan Politik. Ketiganya

dilakukan dengan mengkolaborasikan perencanaan Bottom-up dan Top-down.

Pendekatan ini sama dengan apa yang di rencanakan dalam a UU No 25 tahun 2004

tentang Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) di poin ke-3 mengenai Proses

Perencanaan. Di Poin ke-3 ini, yang ditulis adalah: (1) Pendekatan Partisipatif; (2)

pendekatan Teknokratik; (3) Pendekatan Politik; (4) pendekatan Top-Down; (5)

pendekatan Bottom-up.

Berdasarkan integrasi dan kolaborasi proses perencanaan tersebut, konsep yang

menjadi acuan Delta Api adalah “Ekowisata Berbasis Adaptif Perubahan Iklim,

Pengelolaan SDA dan Kebudayaan lokal 2013-2023”

3.1 Konsep Pembangunan Desa Gondang

Dalam pelaksanaan proses perencanaan dan penataan Desa Gondang di Kecamatan

Tanjung untuk menuju desa yang memiliki konsep ekowisata berbasis adaptif

perubahan iklim, pengelolaan SDA dan Kebudayaan lokal, maka konsep yang

dirumuskan antara lain

3.1.1 Konsep Utama

Pengembangan pusat kajian kebudayaan lokal pesisir ;

Pusat kajian pengelolaan SDA baik dari laut maupun dari daratan yang

mendukung dari Perda no 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

KLU, jika menetapkan wilayah agroindutri di Kecamatan Gangga, Kecamatan

Kayangan dan Kecamatan Bayan;

Pusat penginternalisasi kajian dan hasil kajian serta informasi tentang

perubahan iklim;

Pusat ecotourism berbasis adaptif perubahan iklim, perubahan pengelolaan

SDA, dan kebudayaan lokal;

Meningkatkan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat (livelihood dan

wellbeing) melalui pengeloaan pangan, air, energy dan mata pencaharian;

Memberdayakan dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan

pembangunan desanya;

Menciptakan lingkungan yang, aman, lebih baik, tertata, lengkap dengan sarana

dan prasarana dasar.

3.1.2 Konsep Khusus

Mengoptimalkan produktifitas kelautan, perairan darat, pertanian, peternakan

dan perkebunan sebagai mata pencaharian utama masyarakat di Desa Gondang;

Proses pembangunan harus cepat dan tepat sasaran (tidak menyalahi aturan

tata ruang dll);

Perencanaan dan pembangunan wilayah desa harus bersifat lebih baik (tertata,

dilengkapi dengan fasilitas pendukung) sehingga tidak membangun kekumuhan

yang ada sebelumnya;

Pendidikan yang memiliki kurikulum yang diintegrasikan dengan kelautan dan

kepulauan;

Memperkuat nilai-nilai budaya dan adat istiadat melalui kesepakatan.

3.2 Skenario Pengembangan Tata Ruang Desa Gondang

3.2.1 Skenario Pengembangan Sistem dan Struktur Desa Gondang

1. Tema Pembangunan Desa Gondang

Skenario pengembangan Desa Gondang menjadi desa dengan tema ekowisata, adaptif

perubahan iklim, pengelolaan SDA (laut, perairan darat, pertanian dan perkebunan) dan

kebudayaan lokal hal ini tercermin dari lokasi dan potensi, pengembangan konsep

tersebut diatas didukung dengan :

Keunggulan ekosistem dan kondisi alam lingkungan;

Masyarakat beserta perangkat desa berkomitmen tinggi untuk mengembangkan

desanya karena melihat potensi desa yang besar;

Pertanian dan nelayan sebagai sektor mata pencaharian sebagai keahlian utama

masyarakat;

Keinginan yang besar dari masyarakat untuk mengelola dan mengkonservasi

SDA berupa laut, pertanian, perkebunan dan perairan air tawar;

Arah dan orientasi usaha masyarakat mampunyai pandangan kedepan melalui

kedaulatan pangan, air, energy dan mata pencaharian.

2. Kerangka Utama Desa Gondang

Memperkuat desa melalui pengelolaan SDA berupa kelautan dan perikanan, pertanian,

perkebunan, dan perairan air tawar, beserta kearifan lokal pada kegiatan kelautan yang

masih melekat pada kehidupan masyarakat KLU khusunya di Desa Gondang yang

menjadi pedoman “hukum” mengatur kehidupan masyarakat Desa Gondang.

Pengembangan kerangka utama desa melalui :

Mengembangkan kefungsian kelembagaan yang ada di Desa Gondang sehingga

menjadi mediator dan dinamisator kemajuan desa Gondang diantaranya :

a. Bidang pertanian berupa subak, pekaseh, P3A

b. Bidang perikanan berupa Lembaga Musyawarah Nelayan Lombok Utara,

kelompok nelayan Muara Tunggal, kelompok pengolahan ikan;

c. Balai pemberdayaan masyarakat pesisir;

d. Banjar (kelembagaan lokal masyarakat Lombok dan Bali).

Mengembangkan dan mengelola SDA dengan baik sehingga Desa Gondang

menjadi icon pusat kajian pengelolaan SDA sehingga menghasilkan product yang

dapat dipelajari dan dipasarkan baik secara regional, maupun nasional.

Pengelolaan SDA yang dimaksud adalah berupa

a. Sumber daya perikanan laut;

b. Sumber daya alam darat yaitu pertanian, perkebunan dan perternakan;

c. Sumber daya alam Kali Segara yaitu kawasan wisata, dan budidaya keramba;

d. Sumber daya kali Orong yaitu pemanfaatan mata air sebagai lokasi budidaya

keramba

e. Sumber daya mata air Songkong

Kearifan lokal sebagai ‘hukum” yang harus ditaati, dan dimiliki sanksi di

masyarakat yang dapat dijadikan pusat pembelajaran bagaimana masyarakat

desa Gondang memelihara dan melaksakan kearifan lokal dalam kehidupan

sehari-harinya, misalkan masih adanya budaya tradisi nyongkolan, pemayun,

pembaca hikayat dan serah adat.

Adanya pusat kajian mengenai perubahan iklim sehingga masyarakat desa

menjadi tangguh dalam menghadapi perubahan iklim yang akan terjadi baik

disaat ini maupun dimasa akan datang.

3. Ruang Utama Desa Gondang

Pengembangan kawasan pelayanan masyarakat seperti : balai pemberdayaan

perempuan, tempat pembuangan sampah sementara, MCK, PAUD berbasis

pesisir kelautan, Madrasah berpresfektif dan kepulauan, Pembuatan taman

bermain anak-anak, pemasangan drainase komunal terbuka, balai pertemuan

nelayan, dan balai pemberdayaan peternak dan pembuatan kandang kolektif +

digaster biogas;

Gambar 7. PAUD yang terintegrasi dengan taman bermain anak dan balai

pemberdayaan perempuan

Gambar 8. Desain Kandang Kolektif yang terintegrasi digester Biogas

Areal persawahan dan areal perkebunan sebagai areal kedaulatan pangan

pendukung dari agroindustri yang telah ditetapkan pada Perda no 9 Tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah KLU, jika menetapkan wilayah agroindustri

di Kecamatan Gangga, Kecamatan Kayangan dan Kecamatan Bayan;

Laut dan sungai merupakan area konservasi untuk menghindari abrasi dan

ancaman banjir ketika hujan besar mendatang.

4. Integrasi Desa Gondang Dengan Wilayah Sekitarnya

Meningkatkan aksesbilitas Desa Gondang dengan desa sekitarnya untuk

kepentingan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat;

Mengangkap peluang keunggulan kedekatan lokasi desa;

Melakukan koordinasi dengan desa-desa sekitar dalam pembangunan di Desa

Gondang;

Melakukan kerjasama dengan desa-desa di sekitar dalam kenservasi laut dan

daratan dalam hal ini laut, sungai, pertanian dan perkebunan.

3.2.2 Skenario Pengembangan Tata Guna Lahan Desa Gondang

1. Permukiman

Prinsip pengembangan perumahan terbagi atas :

Peningkatan kontruksi rumah penduduk yang belum menggunakan bangunan

dengan kontruksi tahan gempa;

Pembangunan rumah tahan gempa berkontruksi seperti rumah di Desa adat

Karang Bajo, yang disebut dengan nama rumah risa (Rumah Knock Down – hasil

kajian bersama BPTPT PU Denpasar) dan rumah panggung yang terintegrasi

homestay (mengacu pada desain homestay Dusun Jambianom sebagai role

model Eco-Climate Village;

Gambar 9. Rumah Risa (bangunan Knock-down tahan gempa)

Gambar 10. Desai Rumah yang Terintegrasi Homestay

Peningkatan kualitas perumahan, menuju tingkat rumah sehat;

Menata tata letak dan arah bangunan rumah;

Memisahkan fungsi rumah tinggal dengan kandang melalui penyediaan kandang

ternak secara komunal;

Menata drainase pembuangan limbah rumah tangga;

Melengkapi lokasi permukiman dengan halaman rumah dengan penghijauan;

Pembangunan rumah mengikuti aturan sempadan sungai dan pantai

2. Perdagangan dan jasa

Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa dipusatkan di Tanjung, namun desa

Gondang dikhususkan untuk mendukung perekonomian masyarakat, pengembangan

berupa :

Toko maupun warung makan, warung kopi sederhana yang bisa mendukung

kebutuhan warga dan pendatang (rest area);

Fasilitas jasa komersial yang dapat memenuhi kebutuhan selain kebutuhan

pokok;

Mendorong home industry hasil pengelolaan SDA yang ada di laut, perairan

darat, pertanaian, perkebunan dan jasa;

Mengembangkan jasa simpan pinjam berupa koperasi untuk meminimalisr

peran tengkulak.

3. Fasilitas Umum dan Sosial Desa Gondang

Skenario pengembangan fasilitas desa dengan melihat kebutuhan dan keinginan

masyarakat desa diantaranya :

Perawatan atau renovasi dari tempat ibadah dan kantor Desa Gondang pada

bagian-bagian rusak;

Mempersiapkan sarana dan prasarana olah raga dan tempat bermain anak;

Pembangunan balai pertemuan;

Meningkatkan fasilitas air bersih (mata air songkang) dan penerangan desa

(PLN);

Gambar 11. Desain Pemanfaatan Mata Air Songkang sebagai sumber kebutuhan

air Bersih

Mengembangkan akses transportasi yang bisa dilalui oleh kendaraan roda 4

Pembangunan kandang komunal;

Gambar. 12. Perkiraan Akses Transportasi yang dapat dilalui oleh kendaraan

roda 4

4. Fasilitas sarana Pendukung Pariwisata

Skenario pengembangan fasilitas sarana pendukung pariwisata desa dengan melihat

kebutuhan dan keinginan masyarakat desa diantaranya:

Penyediaan fasilitas bangunan sebagai pusat kajian kebudayaan lokal pesisir,

yang bertujuan sebagai :

a. Pusat kegiatan pengkajian dan pengembangan budaya lokal;

b. Pusat tukar informasi tentang kebudayaan lokal, kearifan lokal dalam

menanggapi perubahan iklim, dll

c. Pusat kegiatan pemuda dan kegiatan masyarakat;

d. Media pelatihan SDM para nelayan Desa Gondang;

e. Pusat kegiatan belajar masyarakat luar tentang kebudayaan lokal serta

kearifan lokal masyarakat Desa Gondang dalam menanggapi perubahan

iklim, dll

• Penyediaan fasilitas bangunan sebagai pusat kajian pengelolaan SDA seperti :

a. Mengembangkan wahana yang re-creative dan rekreasi yang dapat

dipergunakan untuk pengkajian dan pengembangan pengelolaan SDA Desa

Gondang terutama pengelolaan SDA air.

b. Berupaya untuk menyediakan fasilitas yang mewadahi kegiatan pengelolaan

SDA berupa pangan bagi kaum perempuan di Desa Gondang dalam bentuk

bangunan khusus balai pemberdayaan perempuan;

c. Menyiapkan dusun yang bersih dan edukatif di Desa Gondang sehingga

banyak yang mengunjungi dusun sebagai pusat pengelolaan SDA baik

pengelolaan SDA berupa air, pangan, energy dan mata pencaharian.

d. Menyiapkan lokasi lahan yang khusus berupa kandang komunal yang dapat

menampung kegiatan pengelolaan SDA berupa energy dari kotoran sapi.

• Persiapan desa menjadi desa ekowisata dengan kegiatan berikut :

a. Menyiapkan kampung menjadi desa pariwisata “ecotourism” berbasis

kebudayaan dan sumber daya alam;

b. Menyiapkan dusun yang tertata rapi, bersih dan sehat;

c. Menyiapkan sarana pembuangan sampah yang lebih permanen berupa

tempat penampungan sampah, sehingga masyarakat tidak membuang

sampah di pinggir kali Songkang;

d. Menyiapkan sarana sistem penyaluran air buangan berupa SPAB dan IPAL;

e. Menyiapkan Pembuatan drainase komunal terbuka;

e. Menyiapkan tambahan KM dan MCK bersama di sekitar Kali Orong;

f. Meyiapkan ruang terbuka hijau di setiap fasilitas umum yang terbangun;

• Pusat penginternalisasi kajian dan hasil kajian serta informasi tentang

perubahan iklim dengan cara :

a. Meningkatkan dan menguatkan simpul belajar kritis bagi warga masyarakat

setempat tentang perubahan iklim;

b. Membiasakan masyarakat untuk selalu mengkonservasi SDA setelah

dimanfaatkan, sehingga tidak terjadi bencana alam;

c. Memilitansikan generasi selanjutnya untuk lebih memahami pengetahuan

perubahan iklim, dengan menambahkan kurikulum tentang perubahan iklim

khususnya pesisir di setiap sekolah yang ada di Desa Gondang.

d. Melakukan serial diskusi kampong/desa yang kemudian dilanjutkan dengan

diskusi kecamatan dan kabupaten, dimana diskusi ini melibatkan stake

holder kunci di level-level tersebut;

e. Melakukan diskusi team ahli mutipihak untuk melakukan kajian kritis dan

memberikan masukan (berdasarkan hasil kajian dan assement sebelumnya)

yang konstruktif terhadap draft Perda RTRW dan Perda pengembangan

kawasan yang disusun oleh konsultan swasta;

f. Melakukan hearing dan advoksi ke DPRD dan eksekutif.

• Adanya ruang bermukim yang berkontruksi anti gempa seperti yang ada di desa

Karang Bajo yang disebut rumah Risa;

5. Konservasi lahan pertanian dan perkebunan

Lahan pertanian dan perkebunan tetap diperhatikan, karena merupakan salah satu

mata pencaharian penduduk. Penataan dan pengelolaan kembali seperti peremajaan

atau perluasan disesuaikan.

Skenario pengembangan lokasi aktivitas pertanian dan perkebunan melalui :

Mengatur pola tanam;

Pendistribusian insektisida ramah lingkungan;

Mengembangkan varietas tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit;

Mempertahankan area pertanian dan dikembangkan lebih baik dengan

peremajaan;

Merehabilitasi kavling pertanian yang rusak dan lingkungan sekitar dengan

melakukan penanaman kembali;

Perluasan pertanian padi sawah tanpa merubah kondisi lingkungan yang ada;

Pengelolaan lahan pertanian yang lebih baik atau lebih maju dalam pengelolaan

hasil pertanian;

Mengembangkan tanaman unggul yang merupakan tanaman lokal dari desa

Gondang sehingga tidak bergantung untuk membeli pada tanaman non lokal,

serta penghijauan hutan dengan tanaman lokal;

Budidaya tanaman obat di kebun masing-masing;

Mengembangkan rawa-rawa untuk kolam ikan dan perluasan padi sawah.

6. Konservasi SDA Laut

Konsep ini tidak memisahakan laut dan daratan sebagai dua hal yang tidak saling

berkaitan, maka dari itu laut tetap diperhatikan, karena merupakan salah satu sumber

mata pencaharian pendudu yaitu nelayan.

Skenario pengembangan lokasi aktivitas kalautan melalui :

Mengatur pola tangkap;

Penataan pantai (zonasi terestial pantai) dengan tanaman pantai yang adaptif

terhadap perubahan iklim;

Zonasi pantai untuk ruang dan wilayah pantai;

Penguatan sanksi sosial terhadap pelanggaran awiq-awiq yang mengatur tentang

aturan penangkapan ikan;

Adanya hari libur khusus untuk tidak melaut untuk memberi kesempatan laut

bersitirahat sehingga ikan-ikan dapat berkembang biak dengan baik;

Adanya kegiatan rutin bersih laut;

LMNLU dan kelompok nelayan harus focus juga dalam menangani masalah

konservasi laut

7. Konservasi wilayah Sungai

Sungai tetap diperhatikan, karena merupakan salah satu potensi yang dapat

dikembangkan di desa Gondang. Skenario konservasi sungai melalui :

Restorasi bantaran dan catchment area sungai Kali Segara dan sungai Kali Orong;

Normalisasi aliran sungai Kali Segara dan sungai Kali Orong ;

Pengembangan budidaya ikan air darat;

Penanaman tanaman bergizi dan apotek hidup di sepanjang pinggir sungai.

Adanya awiq-awiq (kearifan lokal) yang mengatur untuk tidak membuang

sampah di sungai;

Adanya kelembagaan yang khusus konsen terhadap konservasi sungai.

3.2.3 Infrastruktur dan utilitas Desa Gondang

1. Jalan

Konsep dasar:

1. Merancang perencanaan pengembanan jalan baik jalan di sekitar dusun maupun

jalan yang menuju jalan utama/jalan besar;

2. Jalan merupakan sarana transportasi juga berfungsi sebagai sarana penyelamat;

3. Jalan yang merupakan ruang sirkulasi kendaraan pribadi sekaligus sarana

pejalan kaki yang aman;

4. Jalan merupakan ruang gerak linier baik bagi kendaraan maupun manusia,

dimana jalan harus dibebaskan dari segala macam instalasi infrastruktur.

Prinsip :

1. Jalan harus dimanfaatkan secara benar dengan peruntukannya dan

kapasitasnya;

2. Lebar jalan harus menampung kapasitas lalu lintas sampai dengan umur rencana

yang direncanakan;

3. Perkerasan jalan/badan jalan harus mampu menampung beban lalu lintas sesuai

dengan kelas jalan yang ada;

4. Jalan sebagai prasarana transportasi yang lancer, aman dan nyaman.

Skenario :

a. Peningkatan kualitas jalan yang sudah ada

1. Jalan tanah ditingkatkan kelasnya dengan kontruksi rabat beton yang

menghubungkan desa Gondang dengan desa lainnya;

2. Peningkatan kualitas jalan yang sudah ada;

b. Pembuatan jalan baru

Rencana pembangunan jalan lingkungan di desa Gondang;

2. Drainase dan Irigasi Desa GOndang

Konsep dasar

Perencanaan sistem jaringan drainase kawasan dilakukan dengan mempertimbangkan

luas daerah pelayanan (catchment area), jenis lapisan permukaan terbangun, bentuk

serta jenis saluran yang digunakan.

Prinsip

Drainase kawasan dipisahkan dengan pembuangan air kotor (rumah tangga);

Drainase harus dapat mengalirkan air secepat mungkin sesuai kapasitas

tampungannya;

Kecepatan aliran tanpa menimblkan kerusakan pada dinding dan dasar saluran;

Kemiringan saluran disesuaikan dengan fungsi saluran;

Arah pengaliran air menggunakan pola pengaliran gravitasi dengan

memperhatikan kecepatan yang terjadi;

Saluran dibangun pada sisi pematang dan disesuaikan dengan kondisi

lingkungannya.

Skenario

Pembangunan saluran drainase baru kanan-kiri jalan dengan lebar tertentu disesuaikan

dengan kondisi lingkungan :

Pembangunan saluran drainase untuk saluran air hujan kiriman yang datang

dari desa lainnya;

Restorasi sempadan sungai Kali Segara dan sungai Kali Orong ;

Normalisasi aliran sungai dan pendalaman sungai agar tidak gagal panen akibat

banjir akibat luapan sungai Kali Segara dan sungai Kali Orong di Persawahan;

Pembuatan talud.

3. Air Minum

a. Jangka pendek

Pembuatan jaringan disribusi air bersih ke rumah-rumah penduduk;

Rata-rata jumlah air yang digunakan untuk minum, memasak, dan kebersihan

pribadi masing-masing rumah tangga;

Jarak terjauh antara rumah tangga dan titik air terdekat;

Air sumur yang selalu terjaga

Sumber dan sistem air dipelihara sedemikian rupa sehingga volume air yang

tepat secara konsisten atau secara berkala.

b. Jangka panjang

Berdasarkan prediksi perkembangan jumlah penduduk, sumber air yang ada

tidak mencukupi maka harus ada penambahan desa air. Sumber air minum yang

dihunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di desa Gondang yaitu berasal

dari beberapa mata air dan aliran sungai Kali Segara dan sungai Kali Orong

4. Persampahan

Dari proyeksi timbulan sampah dan pelayanan prasarana persampahan, maka program

pengelolaan persampahan sampai akhir tahun 2023 dalam pengelolaannya ditangani

oleh desa Gondang sendiri dan menertibkan kembali agar tidak ada pembuangan

sampah ke sungai oleh tiap keluarga. Selain itu pembuatan TPS (tempat penampungan

sementara) sebanyak 2 kontainer dan pengadaan 8 unit kereta sampah

5. Air Limbah

Untuk jangka pendek diterapkan skenario sebagai berikut :

1. Tahap awal bisa 1 : 20 dan ditinggalkan maksimum 5 orang pengguna untuk 1

jamban;

2. Penggunaan jamban diatur oleh rumah – rumah tangga dan atau terpisahkan

menurut jenis kelamin;

3. Jamban kolektif/umum dibersihkan atau dipelihara sedemikian rupa sehingga

mereka tetap digunakan oleh sasaran pengguna;

4. Jamban berjarak tidak lebih dari 25 meter dari tempat tinggal, sedangkan untuk

jangka panjang diterapkan scenario setiap rumah mempunyai 1 WC.

Pembangunan jamban di masing-masing rumah harus memenuhi standar yang

berlaku.

Untuk jangkan panjang diterapkan scenario sebagai berikut:

1. Pembangunan IPAL sederhana (desain mengacu IPAL pada role model Eco-

Climate Village)

Sa

lura

n lim

ba

h

Denah

Pengolahan

Limbah Cair

Dengan

Menggunakan

Wetland

Keterangan

Permukiman

Dusun

Jambianom

Pipa pengumpul

limbah cair

Filter 1

Vegetasi

Filter 2

Inlet Wetland

Wetland

Eceng Gondok

Outlet Wetland

Sungai

Arah Aliran

Kolam Eceng

gondok

Sa

lura

n c

ad

an

ga

n

Gambar 13. Skema Pengolahan Limbah Cair dengan menggunakan Wetland

(fitoremediasi)

Skema pengolahan limbah cair dengan metode wetland sebagai berikut:

Grey water dari permukiman disalurkan melalui sebuah pipa penyalur

limbah cair menuju ke saluran limbah.

Sebelum masuk ke dalam saluran limbah, terdapat filter sederhana berupa

batu batu alam, batok kelapa, dan kerikil.

Saluran limbah terbuat dari tanah tanpa plengsengan. Tujuannya adalah agar

vegetasi-vegetasi yang adaptif terhadap limbah domestik. Vegetasi ini

nantinya juga berperan dalam mereduksi jumlah polutan dalam grey water

karena mengambil sumber nutrien dari air limbah.

Sebelum masuk ke dalam wetland, air limbah harus melalui filter yang lebih

halus daripada filter pada saluran pengumpul limbah cair. Filter ini tersusun

atas arang, kerikil, serabut kelapa, dan pasir.

Pada saat memasuki wetland aliran air akan melambat karena telah

mengalami filtrasi. Melambatnya aliran air ini akan memaksimalkan kinerja

eceng gondok sebagai organisme pereduksi limbah cair. Eceng gondok

mampu mengadsorpsi senyawa organik dan kandungan lain (suspended

solid). Penggunaannya sebagai penyerap nutrisi, eceng gondok ikut berperan

dalam eutrofikasi di perairan karena dapat mengabsorpsi nitrogen dan

fosfor sehingga kemampuan mereduksi eutrofikasi lebih maksimal.

Berdasarkan hasil kajian terhadap perubahan kualitas air irigasi eceng

gondok dapat menurunkan kadar COD sebesar 21,59%, yaitu dari 40,34

mg/L menjadi 31,63 mg/L serta TSS sebesar 41,3% menjadi 31,63% (Fauzi

dkk., 2011).

Eceng Gondok harus diganti secara berkala, karena eceng gondok muda lebih

efektif dalam menyerap polutan dibandingkan yang tua. Eceng gondok muda

dapat langsung diambil pada kolam eceng gondok. Eceng gondok yang sudah

terlalu besar (tua) dapat dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan yang

mendukung ekonomi kreatif dusun dan meningkatkan pendapatan warga

Dusun Jambianom.

Outlet wetland akan terhubung dengan badan air penerima, yaitu Kali Orong

(Desa Gondang).

Saluran cadangan difungsikan ketika dilakukan pembersihan dan perawatan

saluran limbah.

2. Pengembangan Septic Tank Komunal untuk mengolah Black water (air limbah

feses)

6. Listrik

Kebutuhan daya listrik didasarkan pada standar yang berlaku

Jangka pendek

Penyediaan genset untuk memenuhi kebutuhan warga, sehingga bisa terlayani

sepanjang hari;

Mengembangkan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yang bersumber dari

laut;

Penyediaan kilometer listrik dengan sistem kredit;

Penyediaan listrik dengan sistem pulsa.

Jangka panjang

Penyediaan tenaga listrik melalui jaringan listrik yang baik;

Memanfaatkan laut untuk pembangkit listrik tenaga air;

Kondisi jaringan direncanakan sedemikian rupa suoaya teratur dan aman

terutama di permukaan padat;

Lampu penerangan jalan ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu dan

melengkapi penerangan di ruang-ruang pertemuan umum.

3.3 Skenario Pengembangan Ekonomi dan Sosial Desa Gondang

3.3.1 Skenario Pengembangan Ekonomi Desa Gondang

1 Mempertahankan ekisisting mata pencaharian penduduk, seperti petani, pedagang,

peternak, dan nelayan;

2 Meningkatkan kemampuan/kapasitas penduduk, melalui :

Pelatihan enterpiunersip bagi dan manajemen usaha ekonomi mikro bagi

kelompok perempuan dalam memasarkan hasil pengelolaan ikan menjadi abon,

bakso, krupuk dll;

Pembentukan dan pemberdayaan kelompok perempuan;

Penyediaan modal usaha melalui koperasi;

Pelatihan pengolahan ikan sebagai usaha alternative;

Pengembangan budidaya ikan (kerapu) dengan sistem KJA;

Pembentukan dan pemberdayaan kelompok perikanan budidaya;

Membentuk kemitraan usaha dan pemasaran dengan instansi dan swasta;

Pelatihan atas pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam berusaha;

Pengembangan sifat enterprenuerhip dari penduduk yang ingin

berusaha/swadaya;

Pengadaan tenaga penyuluhan untuk pertanian.

3. Menyediakan wadah/tempat usaha, antara lain melalui :

Penataan area usaha warga (perdagangan dan jasa) menjadi kawasan yang

terintegrasi dengan rencana desa dan lingkungan alam sekitarnya;

Melengkapi area dengan sarana dan prasarana pendukung;

4. Meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatan warga, melalui :

Penambahan modal usaha;

Pemanfaatan teknologi yang lebih baik;

Bantuan alat kerja;

Bantuan benih unggul tanpa pupuk dan tahan terhadap hama;

Manajemen dan marketing yang lebih baik dan pangsa pasar yang lebih luas

3.3.2 Skenario Pengembangan Sosial dan Budaya Desa Gondang

Menguatkan kegiatan sosial, budaya dan peribadatan penduduk seperti :

Penyediaan sarana dan prasarana untuk mengembangkan aktivitas sosial dan

seni budaya masyarakat;

Penguatan sistem dan struktur pemerintahan desa;

Megembangkan sifat/rasa memiliki terhadap masa depan desa melalui peran

aktif dalam proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan fisik desa serta

kerelaan sumbangan masyarakat desa untuk kepentingan umum/desa;

Menjaga nilai-nilai atau norma yang berlaku di kehidupan masyarakat desa

Gondang;

Saling menghargai, menghormati dan kerja sama antar umat beragama.

3.3.3 Skenario Pengembangan Pendidikan di Desa Gondang

Pemerataan mutu pendidikan bagi anak usia sekolah, antara lain :

Sosialisasi dan penyuluhan tentang pendidikan dan bahaya dari pergaulan bebas

dan bahaya dari miras dan narkoba;

Pelibatan peran dan aspirasi pemuda dalam proses pembangunan;

Penyediaan bantuan bagi rumah tangga miksin melalui program beasiswa;

Program biaya pendidikan murah melalui subsidi dana BOS, BLSM pendidikan,

dan PNPM GSC;

Sekolah yang memiliki Kurikulum yang diintegrasikan dengan kelautan dan

kepulauan

3.4 Skema Konservasi Desa Gondang

3.4.1 Arahan dan Penyelamatan Lingkungan Desa Gondang

Arahan dan Penyelamatan Lingkungan mengacu pada Sungai, terrestrial dan laut

Menyelamatkan dan mempertahankan daerah bantaran sungai dan hulu sungai

Kali Segara dan sungai Kali Orong ;

Mempertahankan kondisi lingkungan ekisting dan tidak boleh dirubah baik

tutupan vegetasi alami sesuai bentang alamnya;

Meningkatkan dan mempertahankan debit potensi air sungai dengan

penghijauan;

Mengembangkan objek alami misalkan pada mata air songkang;

Penataan pantai (zonasi terrestrial) dengan tanaman pantai yang adaptif

perubahan iklim

Zonasi pantai untuk ruang hidup dan wilayah pantai dengan konsep

pelestariannya

3.4.2 Lokasi Penyelamatan

Meningkatkan aksesbilitas masyarakat dalam penyelamatan lingkungan alam dan

lingkungan sosio-budaya. Berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam aturan adat

desa Gondang, mesyarakat setuju untuk melestarikan lingkungan alam dan lingkungan

budaya sehingga perlu difasilitasi dalam penerapan program pembangunannya.

Meningkatkan kreativitas warga dan mengembangkan keswadayaan dalam rangka

penyelamatan lingkungan alam dan lingkungan budaya melalui :

Penghijauan pada hulu-hulu sungai dan bantaran sungai;

Mendekumnetasikan nilai budaya dan adat desa Gondang;

Mengakses sarana dan prasarana informasi dan jalan-jalan buntu;

Kawasan permukiman di tata rapi dan meningkatkan sanitasi lingkungan

permukiman;

Pemeliharaan ternak dibuat kandang dan dipisahkan dari rumah induk.

Rehabilitasi terumbu karang;

Restorasi bantaran sungai Kali Segara dan sungai Kali Orong ;

Pengembangan rumah berkontruksi anti gemmpa

Penanaman kebun gizi dan apotek hidup.

3.4.3 Unsur Perlindungan Lingkungan Hidup

Perlindugan berupa kumpulan pepohonan/vegetasi merupakan salah satu upaya untuk

memperkecil dampak, maka berdasarkan hasil diskusi antara lain ;

Penanaman pohon di sepanjang jalan di area perumahan warga, ruang ruang

terbuka desa;

Mempertahankan pohon-pohon/vegetasi alami yang menjadi pohon-

pohon/vegetasi unggulan di desa Gondang;

Tidak melakukan penebangan hal-hal yang merusak alam untuk kepentingan

pribadi dan mempertahankan rawa-rawa untuk pengembangan ikan air tawar;

Mempertahankan daerah tangkapan air di bagian hulu dan sepanjang aliran

sungai yang mengalir di desa Gondang;

Menata potensi wisata alam dan budaya tanpa merubah kondisi lingkungan atau

bentang alamnya;

Melestarikan laut dengan adanya awiq-awiq yang telah ada;

Penguatan kapasitas kelembagaan yang mengatur tentang perlindungan

lingkungan hidup baik yang ada di laut, sungai, maupun pertanian dan

perkebunan.

BAB IV Analisa Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam Desa Gondang

Penilaian ekonomi sudah merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi demi semakin

sempurnanya perencanaan pembangunan suatu wilayah. Sejak Indonesia mengalami

krisis ekonomi semakin terasa bahwa pembangunan ekonomi dalam dasawarsa yang

lalu telah banyak memanfaatkan sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang

tidak terbaharui.

Salah satu alternatif yang ditempuh adalah dengan meningkatkan pemanfaatan

sumberdaya alam laut dan pesisir. Agar pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

alam laut dan pesisir dapat dilakukan secara optimal maka diperlukan adanya neraca

sumberdaya alam kelautan dan pesisir. Neraca tersebut disusun tidak hanya

dalam

bentuk neraca fisik dan spasialnya namun juga dalam bentuk moneter. Untuk dapat

menyusun neraca moneter diperlukan adanya penilaian (valuasi) ekonomi terhadap

cadangan dan pemanfaatan sumberdaya alam.

Berdasarkan Akses Utilitas dan mobilitas, panjang jalan di Desa Gondang dapat dibagi

menjadi: (1) jalan Negara sepanjang 7,50 km; (2) Jalan Provinsi sepanjang 7,00 km; (3)

Jalan Kabupaten sepanjang 4,00 km; dan (4) jalan desa sepanjang 7,50 km.

4.1 Potensi Produktifitas

1. Pertanian

Luas areal Desa Gondang adalah 29,20 Km2 atau 2920 Ha (18,56%) dari luas total

Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok utara). Luas wilayah Desa Gondang jika dirinci

menurut penggunaan lahan sampai dengan tahun 2009 terdiri dari; (1) tanah sawah

seluas 400 Ha; (2) tanah kering seluas 405 Ha; (3) bangunan/pekarangan seluas 24 Ha;

dan (4) lainnya (perkebunan, pantai, dll) seluas 2091 Ha.

Untuk lahan pertanian, beberapa produksi tanaman pertanian tidak di gunakan

sebagai barang produksi, namun digunakan untuk konsumsi. Penjualan beras dari Padi

sawah seringkali menggunakan sistem ijon dengan harga yang jauh lebih rendah

disbandingkan harga panen. Secara lebih jelas, produktifitas lahan pertanian Desa

Gondang berdasarkan luas lahan dan jumlah produksi (ton) dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Luas Areal Tanaman Produksi (dan Konsumsi) serta jumlah Produksi di Desa

Gondang

Produksi Luas Tanam Jumlah Produksi (ton)

Harga (Rp/Kg)

Nilai Produksi (Rp 000)

Padi (sawah dan ladang)

660 Ha (Musim tanam pertama seluas 400 dan musm tanam kedua seluas 260)

7.063 8.000 56.504.000

Ubi Kayu 25 Ha - 1.500 1.500 Ubi Jalar 3 Ha - 6.000 6.000 Kacang Tanah

320 Ha 84 16.672 1.400.448

Total 1008 Ha 7147 Ton 57.911.948

Sumber: Kecamatan Gangga dalam Angka, 2009 diolah

2. Peternakan

Kandang Komunal dengan Instalasi Digester Biogas

Populasi ternak sapi di Desa Gondang cukup tinggi dibadingkan beberapa desa lain di

wilayah Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara. Sapi-sapi ini dipelihara dengan

menggunakan kandang di masing-masing rumah peternak. Oleh karena alasan

kesehatan dan lingkungan serta estetika, maka perlu rasanya untuk membuatkan

sebuah kandang komunal yang dapat menampung sapi-sapi ini. Kandang komunal

direncanakan akan diintegrasikan dengan digester biogas untuk kebutuhan memasak

masayrakat. Untuk wilayah Desa Gondang, sapi-sapi ini ditaksir berjumlah 776 ekor.

Kandang komunal dan instalasi digester biogas direncanakan diletakkan di beberapa

dusun, dengan satu kandang komunal berisi 10 ekor sapi.

Instalasi pemroses biomasa (digester) adalah tipe fixed dome yang dirancang untuk 10

ekor sapi (dengan kotoran sapi 20 kg/hari/ekor dengan retention time 45 hari) maka

kapasitas digester adalah 18 m³. Skema pemanfaatan energi biogas dari kotoran

sapi adalah seperti pada gambar 10.

Produksi gas metana tergantung pada kondisi input (kotoran ternak), residence time,

pH, suhu dan toxicity. Suhu digester berkisar 25-27°C menghasilkan biogas dengan

kandungan gas metana (CH4) sekitar 77%. Berdasarkan perhitungan produksi

biogas yaitu 6 m³/hari (untuk rata-rata produksi biogas 30 liter gas/kg kotoran

sapi), sedangkan hasil pengukuran tanpa beban menunjukkan laju aliran gas 1,5

m³/jam dengan tekanan 490 mmH2O (lebih besar daripada perkiraan). Penggunaan

lampu penerangan diperlukan biogas 0.23 m³/jam dengan tekanan 45 mmH2O dan

untuk kompor gas diperlukan biogas 0.30 m³/jam dengan tekanan 75 mmH2O.

Tabel 8. Unjuk Kerja instalai Biogas

Sumber: Anan, 1997

Analisa dampak lingkungan dari lumpur keluaran dari digester menunjukkan

penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan pebandingan BOD/COD

sebesar 0,37 lebih kecil dari kondisi normal limbah cair BOD/COD=0,5. Sedangkan

unsur utama N (1,82%), P (0,73%) dan K (0,41%) tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata dibandingkan pupuk kompos (referensi: N (1,45%), P (1,10%) dan K

(1,10%). Berdasarkan hasil penelitian, hasil samping pupuk ini mengandung lebih

sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk pemupukan sayuran/buah, terutama

untuk konsumsi segar.

Pendapatan yang diperoleh dari instalasi biogas adalah sekitar Rp 600 000,-/

bulan bila dikonversikan dengan harga dan nilai kalori LPG (Liquefied Petroleum

Gas). Dengan menggunakan parameter dan analisa kelayakan ekonomi seperti pada

Tabel 2 diperoleh B/C Rasio 1,35 yang berarti secara ekonomi investasi tersebut

layak. Demikian pula dari hasil analisa simple payback diketahui bahwa modal

investasi pembangunan konstruksi digester akan kembali pada tahun ke-4 (umur

ekonomi digester: 20 tahun). Hasil pendapatan ini belum termasuk hasil samping

berupa pupuk cair/padat.

Gambar 14. Pemanfaatan Energi Biogas

pemanfaatan biogas yang dihasilkan direncanakan untuk beberapa kegunaan

seperti untuk kemasan tabung (masak) dan sumber energi motor penggerak (daya

listrik/ mekanis).

Tabel 9. Parameter hasil Analisis Valuasi Nilai Ekonomi Instalasi Biogas Desa Gondang

Parameter Nilai Ekonomi Biaya Investasi Rp 18.448.000 Biaya Operasional dan perawatan Rp 2.767.200/tahun Pendapatan Rp 7.051.800/tahun Keuntungan Rp 4.284.600/tahun Umur Ekonomi 20 tahun Produksi gas per hari 6 m3/hari Produksi gas per tahun 2190 m3/tahun Suku bunga 12 % per tahun Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Net Present Worh (NPW) Rp 13.555.578 Net Present Cost (NPC) Rp 39.117.444 B/C Ratio 1,35 Simple Payback 4,3 tahun Internal rate Return (IRR) 23,70%

SIstem ini diberlakukan hanya untuk 10 ekor sapi, maka dari itu, jika di Desa Gondang

terdapat 776 ekor sapi, maka Net Present Cost (NPC) yang didapatkan adalah Rp

3.035.513.654

Sistem Integrasi Ternak dan Tanaman

Usaha peternakan sapi telah banyak berkembang di Indonesia, namun petani pada

umumnya masih memelihara ternak sebagai usaha sambilan atau tabungan,

sehingga manajemen pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional.

Permasalahan utama yang dihadapi petani yaitu belum adanya keterpaduan usaha

ternak dengan tanaman. Sehingga jumlah pakan secara memadai terutama pada

musim kemarau tidak tersedia. Konsekuensinya banyak petani yang terpaksa

menjual ternaknya walaupun dengan harga relative murah .

Upaya mengatasi permasalahan tersebut, petani di beberapa lokasi di Indonesia

sejak dulu telah

mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak (Crops Livestock System, CLS). CLS

pada umumnya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan nyata antara

musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK) dengan bulan kering lebih dari 3 bulan

berturut-turut .

Pengembangan kawasan sistem peternakan pertanian terintegrasi merupakan suatu

model yang integratif dan sinergis atau keterkaitan yang saling menguntungkan

antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkaan kotoran ternak sebagai bahan

biogas, sisa hasil proses biogas yang berupa padatan dan cairan bisa digunakan sebagai

pupuk organik untuk tanamannya, kemudian memanfaaatkan limbah pertanian

sebagai pakan ternak. Kadar unsur hara dalam pupuk kandang yang berasal dari

beberapa jenis ternak adalah seperti pada Tabel 9. Apabila diketahui produksi pupuk

kandang per ekor ternak sapi sekitar 26 kg/hari/ekor dan kambing/domba sekitar 1,5

kg/hari/ekor, maka jumlah zat hara yang dihasilkan per tahun dapat diperhitungkan.

Tabel 10. Kadar N, P, dan K Dalam Pupuk Kandang dari Beberapa Jenis Ternak

Sumber: Saleh, 1997

Pada model integrasi tanaman ternak, petani mengatasi permasalahan ketersediaan

pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman seperti jerami padi, jerami jagung,

limbah kacang-kacang, dan limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim kering,

limbah ini bisa menyediakan pakan berkisar 33,3 persen dari total rumput yang

dibutuhkan (Kariyasa, 2005). Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah adalah

disamping mampu meningkatan ketahanan pakan khususnya pada musim kering, juga

mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari rumput, sehingga memberi

peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala pemeliharaan ternak atau

bekerja di sektor non pertanian. Beberapa potensi pakan ternak dari limbah

pertanian di Desa Gondang seperti pada Tabel 11.

Tabel 11. Potensi Limbah pertanian Untuk Pakan Ternak

No Komoditas Potensi

1 Jagung Bobot daun dibawah tongkol 2,2-2,6 ton/ha Bobot brangkasan diatas tongkol 1,3-2,0 ton/ha Tongkol (ratio to product ratio/RPR = 0,273) 1,6 ton/ha 2 Padi 3,78-5,1 ton/ha 3 Kelapa (bahan kering dari daun tanpa lidi, pelepah,

solid, bungkil, serat perasan, dan tandan kosong) 10,011 ton/ha/tahun

Catatan: Konsumsi Pakan setiap 1 unit ternak (UT) adalah 35% bobot hidup

Sistem integrasi ternak-tanaman (Crop Livestock System/CLS) yang diusahakan

secara intensif merupakan salah satu contoh populer Sistim Usahatani Intensifikasi

Diversivikasi (SUID) (Simatupang, 2004). Strategi diversifikasi usaha dalam

spektrum luas dapat bermanfaat untuk optimalisasi pemanfaatan sumberdaya

maupun untuk mengurangi resiko usaha. Hal ini sangat penting mengingat usaha

dibidang pertanian memerlukan jangka waktu tertentu untuk memperoleh hasil dan

tingkat resiko yang tinggi. Oleh karena itu, dalam tataran usahatani keluarga skala

kecil, maka usahatani yang akan dikembangkan adalah pola usaha SUID-keluarga,

seperti pada skema (Gambar 15).

Gambar 15. Contoh pemanfaatan Energi Biogas untuk Mendukung Agribisnis Berbasis

Jagung

Sumber: Simatupang, 2004

3. Perikanan

Perikanan juga merupakan sumber penghasilan sebagian besar penduduk di Desa

Gondang. Produksi sektor perikanan paling banyak berasal dari ikan tangkap dari

laut. Sejauh ini, hasil tangkapan nelayan biasa langsung dijual ke pasar atau on site

kepada pemborong. Ketika musim panen ikan, harga ikan di pasar menjadi turun karena

secara kuantitas banyak. Harga persatuan ikan bisa mencapai Rp 5.000 – Rp 15.000

bergantung pada ukuran ikan yang dijual. Biasanya, ikan kembali meningkat ketika

tidak pada musim ikan berkisar antara Rp 15.000 – Rp 30.000 bergantung pada ukuran

ikan.

Jika dibandingkan dengan harga ikan yang berada di Kota Mataram, harga ikan yang

dijual masyarakat nelayan di Gondangg jauh dari kata ideal. Jika harga ikan Rp 10.000 di

Pasar Kecamatan Gangga (wilayah Administratif Desa Gondang), maka harga ikan di

Kota Mataram bisa mencapai Rp 30.000-50.000. Hal ini diakibatkan faktor jarak

tempuh, harga kesetimbangan setelah terjadi kesepakatan harga, tingkat ekonomi (daya

beli) masayarakat, serta jumlah peminat barang komoditas ini.

Jarak Desa Gondang menuju Kota Mataram adalah 40 km. Jika Ditempuh menggunakan

kendaraan roda 4, dengan kecepatan konstan, asumsinya adalah 40 Km/jam, maka

perajalanan yang akan ditempuh untuk mencapai Kota mataram adalah 1 jam.

Jika membandngkan antara pembakaran mesin yang membutuhkan bahan bakar dalam

jumlah kilometer per liter, asumsi yang digunakan adalah 10:1, maka pengeluaran

transport mengantar hasil laut adalah Rp 26.000 yang dapat ditempuh selama 1 jam

perjalanan.

Permasalahan yang diahadapi masyarakat saat ini adalah perubahan iklim yang

berdampak pada tidak menentunya musim dan cuaca. Akibatnya waktu dimana nelayan

biasa melaut, menjadi tidak dapat melaut, sehingga pendapatan pun semakin menurun.

Kejadian cuaca buruk kerap kali menjadi masalah bagi masayrakat nelayan. Akibatnya

ketika mendapatkan ikan, tidak lagi menjual per satuan jumlah, namun per ikat, Diana

satu ikat ikan berkisar antara 3-5 ikan, dengan harga yang jauh lebih rendah yaitu

sekitar Rp 15.000 – Rp 30.000 per ikat.

Jika dilakukan analisis valuasi pendapatan ideal masayrakat nelayan, dengan menjual di

pasar menggunakan angkutan Kota, Nilai ekonomi perikanan Desa Gondang menuju

Pasar Kecamatan, pasar perkotaan Tanjung, dan mataram jika dimanfaatkan secara

optimal dan dalam kondisi ideal dapat dilihat dalam tabel 12.

Tabel 12. Analisa Nilai Ekonomi Produksi Perikanan berdasarkan musim dan rute

angkutan

Rute angkutan

Jarak tempuh

Jumlah yang

dijual/hari

Pengeluaran untuk

angkutan/ hari

Pendapatan/ hari

Pendapatan / bulan

Gondang – kecamatan

Gangga 1 Km 10 Ikan Rp 4.000 x 2

Musim Panen: Rp 42.000

Rp 1.260.000

Musim non panen: Rp 142.000

Rp 4.260.000

Gondang – pasar

perkotaan Tanjung

5 Km 10 Ikan Rp 4.000 x 2

Musim panen: Rp 42.000

Rp 1.260.000

Musim non panen: Rp 142.000

Rp 4.260.000

Gondang - mataram

40 Km 10 ikan Rp 15.000 x 2

Musim panen Rp 120.000

Rp 3.600.000

Musim non panen Rp 270.000

Rp 8.100.000

On site 0 km 10 ikan Rp 0-

Musim Panen: Rp 50.000

Rp 1.500.000

Musim non panen Rp 50.000

Rp 1.500.000

TOTAL 25.740.000 Catatan:

Diasumsikan dalam kondisi ideal

Jumlah ikan yang dijual adalah rata-rata jumlah penjualan

Harga pada pendapatan yang digunakan adalah harga jual ikan terendah

yakni Rp 5000 pada musim panen, dan Rp 15.000 pada musim non panen

Variable harga kesetimbangan (P) untuk kota mataram adalah Rp

35.000/ikan, ini berarti senilai Rp 5.000 untuk setiap ikan, karena Rp

30.000 adalah harga jual termurah di mataram

Saat ini, untuk membantu peningkatan pendapatan keluarga, masayrakat Desa Gondang

melakukan pemberdayaan perempuan dengan melakukan pengolahan hasil laut. Ikan

yang didapatkan para nelayan tidak semua di jual, melainkan disishkan sebagian untuk

diolah menjadi Abon dan pentol ikan. Perempua Desa GOndang dapat menghasilkan

sekitar 100 kemasan abon perharinya, yang dijual dengan harga Rp 15.000. Artinya,

dalam sehari, kelompok perempua dapat menghasilkan Rp 1.500.000. Jika

diakumulasikan selama satu bulan, maka kelompok perempuan menghasilkan Rp

45.000.000 yang dibagi kepada 30 orang anggota kelompok. Dalam 1 bulan, 1 orang

anggota kelompok perempuan dapat menghasilkan Rp 1.500.000. Untuk pemasaran,

setiap harinya selalu ada pemborong yang mengambil abon untuk didistribusikan ke

seluruh Kabupaten Lombok Utara.

Jadi, total nilai ekonomi perikanan Desa Gondang adalah Rp 45.000.000 + Rp

25.740.000 = Rp 70.740.000

4.2 Nilai Cadangan Sumber Daya Alam

Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai tingkat kesejahteraan

yang ada di Desa Gondang, sebaiknya tidak hanya diperhatikan nilai dari hasil-hasil

kegiatan usaha dalam perekonomian Desa tersebut, tetapi juga bagaimana keadaan

sumberdaya alam yang ada di Desa ini. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa nilai

cadangan sumberdaya alam pesisir dan laut pada tahun 2013 sebesar Rp 54,5 milyar

untuk sumberdaya hutan mangrove, Rp 1,02 trilyun untuk terumbu karang Rp

70.740.000 untuk perikanan dan Rp 65,86 milyar untuk lahan pesisir. Secara

keseluruhan nilai ekonomi cadangan sumberdaya alam pesisir dan laut di Desa

Gondang pada tahun 2013 adalah Rp 1,13 trilyun.

Sedangkan nilai produksi bruto yang diciptakannya untuk tahun 2013 sebesar Rp 57,9

milyar berasal dari sektor pertanian ditambah Rp 70.740.000 berasal dari sektor

perikanan, Kemudian ditambahkan lagi dengan 3,03 Milyar dari sector peternakan,

sehingga seluruhnya sama dengan Rp 61,05 milyar. Bila nilai ini dibandingkan

dengan nilai cadangan sumberdaya alam pesisir dan laut sebesar Rp 1,13 trilyun,

maka nilai ekonomi hasil kegiatan produksi hanya kurang dari 0,05 persen.

Perlu diteliti secara mendalam lagi mengenai sumberdaya alam apa saja yang perlu

dihitung nilainya. Sebenarnya tidak semua sumberdaya alam diperhitungkan dalam

suatu perekonomian, karena semua itu tergantung pada derajat kepastian geologinya

serta derajat nilai ekonominya. Seperti halnya dengan terumbu karang misalnya. Jika

masyarakat tidak menggunakannya sebagai sumber batuan untuk bahan bangunan

sebenarnya tidak perlu diperhitungkan nilainya sebagai bahan bangunan, walaupun

secara fisik batu karang terumbu karang itu ada. Demikian pula walaupun nilai

ekonominya tinggi tetapi bila secara fisik tidak ada, maka tidak perlu diberikan

penilaian.

Tabel 12. Nilai Ekonomi Sumber Daya Alam Desa Gondang

No Sumber Daya Alam Pesisir Kegunaan Nilai Ekonomi (Rp)

1 Hutan Mangrove Produsen Kayu 12.994.620.000 Nuresry Ground 15.094.400.000 Pelindung Abrasi 26.407.920.000 Sub total 54.496.940.000

2 Terumbu Karang Produsen Batu karang 995.520.000.000

Nursery ground 19.520.000.000 Sub total 1.015.040.000.000

3 Perikanan Ikan Tangkapan 25.740.000

Pengolahan Ikan 45.000.000 Sub total 70.740.000

4 Lahan Pesisir Pertanian dan Perkebunan 57.911.948.000

Nursery Ground 7.934.052.000 Sub total 65.864.000.000

Total 1.135.471.680.000

Kesimpulan

Salah satu aspek Delta Api adalah keberlanjutan mata pencaharian. Jika dilihat dari

pemetaan poteni Sumber Daya Alam, jumlah potensi SDA dirasa dapat mencukupi

kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan. Dengan catatan, kualitas SDM harus baik

ketika mendayagunakan SDA yang ada. Hal ini dapat dibuktikan dengan analisa valuasi

ekonomi untuk Potensi SDA di Desa Gondang. Berdasarkan hasil analisa Valuasi

Ekonomi, nilai ekonomi SDA Desa Gondang mencapai 1,13 Trilyiun rupiah. Catatannya

adalah SDM haru mampu untuk mengelola SDA secara optimal dan berasaskan

keberlanjutan.

Saran

Untuk pengembangan Delta Api kedepannya, dirasa penting untuk melakukan analisa

valuasi ekonomi secara lebih mendetail. Untuk kasus Desa Gondang, valuasi ekonomi

potensi SDA harus dikaji secara lebih mendalam, karena jika ditelaah lebih mendalam,

banyak faktor yang terkait SDA namun belum terhitung secara mendetail, misalnya

adalah potensi Sungai, Mata Air, serta perkebunan yang lebih luas.

Kedepannya, valuasi tidak hanya dilakukan berdasarkan potensi SDA saja, namun harus

diperhitungkan secara menyeluruh, karena pesisir merupakan wilayah yang kompleks.

Sehingga, kedepannya Nilai Ekonomi dapat menjadi masukan bagi perencanaan

pembangunan daerah.

Jika telah dilakukan secara mendetail, masterplan Delta Api dapat menjadi salah satu

role model pengembangan kawasan pesisir dan pulau kecil yang dapat mencadi acuan

bersama, namun replikasi dan scalling up nya tetap harus menyesuaikan karakteristik

dan cirikhas lokus dimana pesisir dan pulau kecil tersebut berada.

Daftar Pustaka

Adrianto, Luky., Mujio., Wahyudin, Yudi. 2004. Model Pengenalan Konsepdan

Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. PKSPL-IPB

Anon. 1997. Biogas Utilization. GTZ.

http://ww5.gtz.de/gate/techinfo/biogas/appldev/operation/utilizat.html.

Fauzi, Ahmad., Halawa, C., Herdiana, L. 2011. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan

Metode Biologi Irrigation Memanfaatkan Enceng Gondok di Bak Penampung

Sebagai Penyerap Polutan Untuk Mengurangi Limbah Organik dan Anorganik.

Program Kreatifitas Mahasiswa Institut Pertanian Bogor

GTZ dan WWF NTB. 2010. Synthesis Report Risk and Adaptation Assessment to Climate

Change in Lombok Island, West Nusa Tenggara Province

Kariyasa, K. 2005. Sistem Integrasi Tanaman Ternak dalam Perspektif Reorientasi

Kebijakan Subsidi Pupuk dan Peningkatan Pendapatan Petani. Analisis

Kebijakan Pertanian. Volume 3 No.1, Maret 2005 :6– 80.

Saleh, E. 1997. Pengembangan Ternak Ruminansia Besar di Daerah Transmigrasi.

Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan

Usaha Agribisnis Industrial. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian.

Suparmoko, M., Ratnaningsih, Maria., Setyarko, Yugi., Widyantara, Gatot. 2003. Valuasi

Ekonomi Sumber Daya Alam dan Pesisir Pulau Kangean. Seminar Nasional I

Neraca Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Kongres I organisasi Profesi

Praktisi Neraca Sumber Daya Alam dan Lingkungan Indonesia. Baturaden,

Purwokerto, 12-14 Desember 2003