UPAYA ICC MENGADILI AL BASHIR (PRESIDEN SUDAN
-
Upload
ubrawijaya -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of UPAYA ICC MENGADILI AL BASHIR (PRESIDEN SUDAN
1
UPAYA ICC MENGADILI AL BASHIR (PRESIDEN SUDAN) :
Investigasi, Pra Peradilan, serta Menggunakan Kerjasama Dengan Negara Anggota
Regi Ade Pratama Dwi Putra
0911243070
Abstraksi ICC atau International Criminal Court merupakan lembaga peradilan pidana
international yang dibentuk oleh negara-negara yang memliki tujuan yang sama, yaitu
memberikan kemananan bagi seluruh masyarakat internasional atau global civil society, namun
dalam kasus yang terjadi di Sudan, dimana warga negaranya tidak memiliki rasa keamanan
karena adanya konflik berkepanjangan, ditambah adanya pelanggaran kemanusiaan yang
dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu, khususnya Omar Al Bashir, Presiden Sudan, maka
ICC wajib untuk membawa atau memproses Omar Al Bashir Khususnya untuk diadili di
pengadilan internasional atas apa yang telah Al Bashir lakukan. Namun hal tersebut tidak
berjalan sesuai prosedur ICC, karena Sudan bukan merupakan negara anggota ICC. Sehingga
ICC tidak memiliki yuridiksi terhadap Sudan.
Kata Kunci :International Criminal Court, Sudan, Omar Al Bashir, Global Civil Society
PENDAHULUAN
Pada tahun 2003 dimana puncak dari konflik pada masa kepemimpinan Al Bashir terjadi
antara kelompok Janjawed dengan People Liberations Army yang berasal dari selatan. Janjaweed
2
merupakan pasukan militer khusus yang dibuat oleh pemerintahan Al Bashir untuk melawan
gerakan pemberontak, namun bukan hanya pemberontak yang menjadi fokus penyerangan tetapi
juga penduduk sipil turut menjadi korban serangan. Warga sipil yang berada di Darfur menjadi
korban kekejaman dari pasukan Janjaweed seperti kekerasan fisik, pemerkosaan, pembunuhan,
hingga pembakaran rumah-rumah penduduk.1 Sehingga Al Bashir tidak perlu turun tangan secara
langsung untuk melakukan kejahatan.
ICC sendiri memiliki yuridiksi untuk melakukan pengadilan terhadap pelaku kejahatan
dengan catatan kejahatan tersebut dilakukan di wilayah negara anggota ICC atau di wilayah
negara non anggota yang telah menyetujui untuk menerima yuridiksi pengadilan atas kejahatan
tersebut. Adanya kejahatan serius dalam suatu negara yang dapat mengancam perdamaian
maupun keamanan internasional akan memberikan pertimbangan bagi DK PBB untuk
mengajukan atau mereferensikan situasi tersebut kepada ICC berdasarkan piagam PBB bab VII
dengan memberikan yuridiksi.2 Berdasarkan empat kategori tersebut, maka ICC mendapatkan
yuridiksi di Sudan, melalui DK PBB.
ICC tidak memiliki kewenangan dalam mengadili pelaku individu di Sudan, karena Sudan
bukan merupakan negara anggota ICC, namun upaya ICC untuk mewujudkan perannya di bantu
oleh DK PBB melalui Security Council dengan mengunakan resolusi 1593 pada tanggal 31
Maret 2005 untuk menugaskan ICC atau International Crminal Court dalam menangani kasus di
1Data diolah dari jurnal online karya Arbab, el Fadel, 2010, yang berjudul “Opinion : I Blame Bashir”, http://www.globalpost.com/dispatch/worldview/100811/sudan-darfur-genocide-bashir diakses pada tanggal 20 Oktober 2013 2Data diolah dari artikel situs online resmi United Nations yang berjudul “Security Council Refers Situation in Darfur, Sudan To Prosecutor of International Criminal Court:”, http://www.un.org/News/Press/docs/2005/sc8351.doc.htmdiakses pada tanggal 15 September 2013
3
Sudan dengan dikeluarkannya surat penangkapan kepada Presiden Sudan yaitu Al Bashir pada
tanggal 4 Maret 2009.3
Setelah mendapatkan yuridiksi dari DK PBB, Jaksa penuntut ICC, Moreno Ocampo,
melakukan investigasi di Sudan dengan menemukan bukti-bukti kejahatan serius yang dilakukan
Al Bashir berupa data yang berisikan ide-ide dan strategi yang dibuat oleh Al Bashir untuk
melancarkan serangan secara sistematis kepada etnis Fur, Masalit dan Zaghawa.4 Meskipun
hingga saat ini ICC hanya dapat mengajukan surat berita penangkapan Al Bashir dalam pra
peradilan.
Sejarah ICC ( International Criminal Court )
Pada awalnya pengadilan internasional yang digunakan oleh negara-negara di dunia
mempunyai sifat sementara dan hanya mempunyai otoritas kewenangan di salah satu negara atau
dibuat khusus untuk satu negara, namun seiring berjalannya waktu dan sifat dinamis dari
permasalahan internasional seperti perang, konflik dan lainnya memberikan masukan bagi
negara-negara untuk membentuk sebuah wadah hukum yang nantinya akan ditaati oleh seluruh
negara di dunia yakni hukum internasional atau International Law yang menjadi dasar
terbentuknya ICC.
Dimulai dari pembentukan Tokyo Tribunal dan Nuremberg Tribunal setelah berakhirnya
Perang Dunia pertama dan kedua, dimana kedua pengadilan yang bersifat sementara tersebut
dibentuk untuk mengadili dan memproses para pelaku kejahatan perang maupun kemanusiaan 3 Heyder, Corrina, 2006. The U.N Security Council Referral of the Crimes in Darfurto the International Criminal Court in Light of U.S Opposition to the Court: Implications for the International Criminal Court’s Functions and Status. Volume 24 4Data diolah dari artikel situs online resmi International Criminal Court yang berjudul “ICC Prosecutor presents case against Sudanese President, Hassan Ahmad Al Bashir, for genocide, crimes against Humanity dan War Crimes”, http://www.icc-cpi.int/en_menus/icc/situations%20and20cases/situations/situation%20icc%200205/press%20releases/pages/a.aspx yang diakses pada tanggal 22 Desember 2013
4
dalam level individu, karena kedua pengadilan tersebut berada di negara yang menjadi salah satu
penyebab terjadinya perang dunia dengan korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya.5
Pengadilan Nuremberg dibentuk dengan tujuan untuk mengadili aktor individu yang
bertangung jawab dalam terjadinya kejahatan perang, kejahatan kemanusiaan, genosida dan
kejahatan serius bagi aktor individu dari Jerman yang pada saat itu didominasi oleh pasukan
Nazi. Pada saat terjadinya pengadilan pertama terhadap aktor individu di Nuremberg yang
dinyatakan gagal Amerika bersedia menjadi penyelenggara pengadilan bagi aktor-aktor individu
yang berasal dari Jerman, dengan 12 tuduhuan kejahatan.6 Sementara itu pengadilan sementara
Tokyo sudah lebih dahulu memulai proses persidangan bagi para aktor individu yang dianggap
bertanggung jawab dalam kejahatan kemanusian, perang, maupun genosida.7
Faktanya pengadilan Nuremberg dan pengadilan Tokyo belum mampu menjalankan
tugasnya dengan baik menurut masyarakat internasional, dan juga sifat sementara beserta
jangkauan geografis kedua pengadilan tersebut menjadi permasalahan mendasar, karena bukan di
kedua negara tersebut terjadi pelanggaran kemanusian maupun perang, dan yang terakhir
menurut para tersangka, pegadilan tersebut bersifat tidak adil bagi mereka, karena dalam proses
persidangan, para terdakwa tidak diperbolehkan memiliki seorang pembela atau pengacara.8
Setelah masa perang dunia pertama dan kedua berakhir dengan terbentuknya peradilan
Nuremberg dan Tokyo, pada tahun 1989 hingga 1992 dibentuk kembali pengadilan yang hampir
sama dengan pengadian sementara Nuremberg dan Tokyo, yaitu ICTY (International Criminal
for Former Yugoslavia) dan ICTR (International Criminal for Former Rwanda) yang dibentuk
berdasarkan konvensi Jenewa 1949. Pengadilan yang bersifat khusus untuk negara Yugoslavia
5Benjamin B. Ferencz,1997 “International Criminal Courts: The Legacy of Nuremberg,” Pace International Law Review, Vol. 10 6ibid 7ibid 8Evan J. Wallach, 1999. The Procedural and Evidentiary Rules of the Post-World War II War Crimes Trials. Vol 37
5
dan Rwanda ini memiliki perbedaan dengan dua pengadilan sebelumnya, yaitu para tersangka
dapat memiliki pembela dalam proses persidangan.
Pembentukan ICTY ini diperuntukan bagi pelaku individu yang melakukan kejahatan
kemanusiaan, perang, agresi dan genosida, karena pada saat itu negara tersebut sedang
mengalami perang saudara antara etnis Bosnia yang mayoritas beragama muslim dengan etnis
Serbia yang mayoritas beragama nasrani. Slobodan Milosevic yang menjabat sebagai Presiden
Serbia saat itu telah melakukan pembasmian etnis Bosnia di Yugoslavia.9 Pembentukan
pengadilan khusus di Yugoslavia ini merujuk pada resolusi 780 yang dikeluarkan oleh Security
Council beserta bukti dan informasi yang diperoleh organisasi internasional bidang hukum
humaniter dan dengan penyelidikan yang dilakukan komite hukum kemanusiaan internasional.10
Bersamaan dengan pembentukan ICTY tersebut, kondisi konflik yang parah juga terjadi
di wilayah benua Afrika, tepatnya di negara Rwanda yang juga memiliki permasalahan domestik
yaitu perang saudara antara etnis mayoritas Hutu dengan etnis minoritas Tutsi. Pengadilan
sementara ini dibentuk berdasarkan resolusi DK PBB no 955 pada tahun 1994 dengan piagam
bab VII sebagai pedomannya. Kejahatan serius yang terjadi di Rwanda ini sama dengan
kejahatan-kejahatan yang terjadi di Yugoslavia, antara lain genosida dan kejahatan kemanusian
lainnya, yang mengakibatkan sekitar 800 ribu jiwa sebagai korban.11
Pembentukan dari kedua pengadilan khusus ini berdasarkan empat faktor utama yang
mempengaruhi terbentuknya pengadilan Ad Hoc. Keempat faktor tersebut adalah12 :
1. Perjanjian internasional
9The International Criminal Tribunal for Rwanda was created pursuant to Security Council Resolution 955, U.N. SCOR, 49th Session, U.N. Doc. S/RES/995 (1994), the “ICTR Statute. 10Aksar, Yusuf. 2004. Implementing International Humanitarian Law from the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. London&Newyork, Routledge taylor&francis group, hlm 13 11 Dubois, Olivier, 1997. Rwanda’s National Criminal Courts and the International Tribunal. No 321. 12Aksar, Yusuf. 2004. Implementing International Humanitarian Law from the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. London&Newyork, Routledge taylor&francis group, hlm 18
6
2. Pembentukan resolusi dari General Assembly
3. Resolusi yang dikeluarkan oleh Security Council
4. Pembuatan pengadilan khusus atas dasar perubahan pasal-pasal yang tercantum pada
piagam PBB
Dalam mengimplementasikan pengadilan Ad Hoc tersebut dibentuk majelis persidangan
dan majelis banding yang digunakan oleh jaksa penuntut terhadap aktor-aktor individu yang
bersalah berdasarkan bukti-bukti dengan menggunakan hukum-hukum internasional. Dalam
pembuatan pengadilan Ad Hoc terdapat tiga landasan berfikir mengenai legalitas dari
pembentukan pengadilan tersebut, yaitu legalitas mengenai terbentuknya pengadilan tersebut,
kelebihan dari pengadilan tersebut dibandingkan dengan pengadilan nasional, dan yang terakhir
mengenai alasan utama pembentukan pengadilan tersebut.13
Dari ketiga landasan utama pembuatan pengadilan di atas, penulis mencoba menjelaskan
mengenai masalah mengenai perlunya pembuatan pengadilan Ad Hoc berdasarkan perspektif
majelis persidangan, yaitu :
1. ICTY dibentuk berdasarkan kekuasaan dari Security Council dimana hal tersebut
menjadi permasalahan mengenai legalitas beserta kewenangannya. Dan Pengadilan
ini dibentuk karena adanya potensi ancaman dari konflik di Yugoslavia terhadap
keamanan maupun perdamaian internasional.14
2. Permasalahan mengenai pembuatan Ad Hoc sebagai ukuran pengadilan berdasarkan
pasal 41 piagam PBB yang berisipembahasan mengenai ide pembentukan pengadilan
13Ibid. hlm 25 14Ibid
7
Ad Hoc tersebut, dimana didalam pasal tersebut terdapat dua faktor yang tidak
berkaitan dengan pembuatan pengadilan yaitu faktor ekonomi dan politik.15
3. Konflik yang terjadi di Yugoslavia tersebut bukan dikatagorikan sebagai konflik
dalam lingkup internasional, melainkan konflik dalam tatanan nasional atau domestik,
hal ini dijelaskan melalui piagam PBB bab VII mengenai jenis-jenis konflik dalam
lingkup internasional yang dapat mengancam stabilitas perdamaian dan kemanan
dunia.16 Sehingga berdasarkan piagam PBB bab VII tersebut, maka seharusnya
pengadilan Ad Hoc di Yugoslavia tidak perlu dibentuk, karena bukan merupakan
salah satu konflik internasional.
4. Pengadilan Ad Hoc dibentuk oleh aktor-aktor non individu yang memiliki power atau
kekuasaan seperti PBB dan Security Council untuk dijadikan alasan sebagai
pengadilan tambahan dalam membantu proses pengadilan nasional. Adanya power
tersebut mengakibatkan sifat independen serta impartial atau tidak berat sebelah dari
sebuah pengadilan internasional sulit untuk dilakukan karena akan ada unsur-unsur
kepentingan yang dibawa oleh pendiri pengadilan tersebut. Hal tersebut dapat
dicontohkan oleh Security Council yang notabene merupakan salah satu dari
representasi badan politik dan bukan dari badan hukum, sehingga dikhawatirkan
negara-negara anggota Security Council akan membawa unsur-unsur kepentingan
tertentudalam proses pengadilan tersebut nantinya.17
5. Proteksi terhadap hak asasi manusia berkaitan dengan pembuatan pengadilan Ad Hoc,
namun karena Security Council merupakan salah satu lembaga internasional yang
membentuk pengadilan khusus beserta intervensi yang dilakukan Security Council 15Ibid, hlm 29 16Ibid 17Ibid, hlm 30
8
terhadap hukum humaniter internasional, maka pengadilan Ad Hoc tidak dapat
bersifat netral.18
Setelah terdapat permasalahan pembuatan pengadilan Ad Hoc berdasarkan majelis
persidangan, selanjutnya penulis mecoba melihat dari perspektif majelis banding, yaitu :
1. Permasalahan mengenai pembuatan pengadilan Ad Hoc ini didasari oleh adanya
unsur-unsur politik, hal tersebut dikarenakan keterlibatan Security Council yang
melihat adanya potensi ancaman terhadap keamanan dan perdamaian
internasional dari konflik di Yugoslavia, ditambah dengan pemilihan para hakim
di pengadilan ini tidak memiliki dasar politik hukum internasional yang kuat dan
kurang berpengalaman dalam proses pengadilan.19
2. Dengan dibentuknya pengadilan khusus di Yugoslavia oleh Security Council ini
dikhawatirkan dapat membuat ancaman baru bagi keamanan maupun perdamaian
sistem internasional.20
3. Perdebatan terakhir mengenai perlunya pembuatan pengadilan Ad Hoc adalah
dengan melihat landasan hukum yang digunakan oleh pengadilan tersebut,
maksudnya pengadilan di Yugoslavia ini dibentuk tanpa adanya proses
demokrasi.21
Terlepas dari adanya perdebatan mengenai yuridiksi dari pengadilan Ad Hoc tersebut,
permasalahan mengenai legal atau tidaknya pengadilan Ad Hoc dalam menjalankan tugasnya di
suatu negara dapat dilihat dari tujuan pembentukan pengadilan Ad Hoc tersebut karena
18Ibid, hlm 33 19Ibid, hlm 37 20Ibid, hlm 38 21Ibid
9
pengadilan Ad Hoc dapat dikatakan legal apabila pengadilan tersebut mengadili pelaku individu
yang telah melakukan kejahatan serius dalam level internasional di suatu negara.22
Namun disisi lain pembentukan Ad Hoc juga harus dilakukan dalam upaya untuk
menegakan keadilan dan perdamaian di negara-negara yang mengalami konflik. Lebih lanjut lagi
terdapat beberapa hal dimana pengadilan Ad Hoc tersebut penting untuk dibentuk yaitu23 :
1. Untuk pertama kalinya komunitas internasional membentuk atau membuat pengadilan
internasional untuk mengadili pelaku individu yang melakukan kejahatan internasional
berdasarkan hukum internasional.
2. ICTY merupakan pengadilan khusus pertama yang dijadikan contoh terbentuknya
pengadilan ICTR.
3. Kedua pengadilan Ad Hoc tersebut merupakan alasan dasar terbentuknya pengadilan
permanen, yaitu ICC.
4. Alasan utama dari pembuatan kedua pengadilan khusus tersebut bertujuan untuk
mengadili pelaku individu yang melakukan kejahatan internasional dengan pembuatan
pengadilan yang permanen untuk menyempurnakan kedua pengadilan Ad Hoc tersebut.24
Selanjutnya alasan mengenai perlunya dibentuk pengadilan permanen setelah masa-masa
dari pengadilan Ad Hoc adalah terkait dengan pembentukan pengadilan Ad Hoc yang hanya
berdasarkan kasus-kasus tertentu seperti pembentukan pengadilan Ad Hoc hanya di Yugoslavia
dan Rwanda karena pada faktanya kasus kejahatan dalam level internasional saat itu juga terjadi
dinegara Kamboja, Haiti, dan Irak pada masa perang teluk, sehingga apabila pengadilan
internasional yang bersifat permanen dibentuk maka diharapkan pengadilan tersebut nantinya
dapat mengadili semua kasus yang berhubungan dengan kejahatan internasional. Alasan kedua 22Ibid, hlm 26 23Ibid, hlm 40 24Ibid, hlm 42
10
mengapa perlunya pembentukan pengadilan permanen adalah keterbatasan dari pengadilan Ad
Hoc, karena pembuatan pengadilan Ad Hoc ini hanya dikhususkan oleh satu tempat atau negara,
pada waktu tertentu dan terbatas sehingga kasus-kasus serupa yang kemungkinan akan terjadi
akan sulit untuk ditangani. Pembuatan Ad Hoc yang membutuhkan dana yang besar dan waktu
yang lama karena proses pembuatan pengadilan tersebut tergolong rumit juga turut menjadikan
alasan mengapa perlunya dibentuk sebuah pengadilan permanen.25
Tiga alasan diatas merupakan pertimbangan bagi komunitas internasional, bukan hanya
negara saja, namun para ahli hukum internasional juga memiliki pemikiran bahwa pembentukan
dari pengadilan pidana internasional yang bersifat permanen diperlukan karena keterbatasan
hukum internasional dari pengadilan Ad Hoc, namun dapat ditegaskan bahwa pembentukan
ICTY dan ICTR dianggap berhasil karena terdapat contoh keberhasilan ICTY sebagai
pengadilan Ad Hoc, yaitu penangkapan Slobodan Milosevic sebagai pelaku kejahatan
internasional agar dapat diadili oleh pengadilan internasional.
Setelah dianggap berhasil dalam pembentukan ICTY dan ICTR, dan memerlukan
kesempurnaan terhadap pengadilan internasional, maka pada tahun 1994 dibuat draft pertama
pembentukan mahkamah internasional, selanjutnya pada tahun 1996 komite pembentukan
rancangan mahkamah internasional dibentuk untuk direpresentasikan pada bulan April hingga
Juli 1998 di Roma dalam sebuah konferensi hukum internasional.26
Pada tanggal 17 Juli 1998 dengan dihadiri 160 perwakilan negara dan lebih dari 200
NGO (Non Governmental Organization) dalam konferensi Roma tersebut, tercapai kesepakatan
dari penandatanganan oleh 120 negara yang setuju dengan pembentukan ICC, 21 negara absen
dan 7 negara menyatakan ketidak setujuannya terhadap pembentukkan ICC, seperti Amerika dan 25Ibid, hlm 58 26Schimitt, Michael & Richard, J Peter, 2000.Into Uncharted Waters: The International Criminal Court,” Naval War College Review. Vol LIII,No.1 , hal. 139.
11
China. Namun hanya 55 negara yang baru menandatangani Statuta Roma pada saat itu, dengan
pembentukan ICC yang memerlukan minimal 60 tanda tangan pada Statuta Roma, dan pada 1
Juli 2002 batas 60 negara peserta tercapai dengan menandatangani Statuta Roma, hingga pada
tanggal 1 Juli 2002 ditetapkan sebagai hari pembentukan sebuah mahkamah pidana internasional
atau yang disebut ICC hingga saat ini.27
Dalam konferensi di Roma tersebut terdapat 3 golongan pemikiran negara-negara yang
mengikuti proses konferensi Roma. Golongan pertama diwakili oleh negara maju seperti Kanada
dan Norwegia yang setuju dalam pembentukan ICC yang memiliki kewenangan atau yuridksi
melewati batas negara, golongan kedua adalah golongan negara-negara anggota dari Security
Council kecuali Inggris yang menginginkan kewenangan ICC juga harus berdasarkan pemikiran
anggota DK PBB, dan golongan terakhir diwakili negara-negara berkembang seperti India dan
Meksiko yang setuju atas sifat independen yang dilakukan oleh ICC.28
Sehingga, pada akhirnya ICC ditetapkan sebagai sebuah lembaga pengadilan
internasional independen yang bermarkas di Den Haag, Belanda dimana hal tersebut
mempertegas bahwa ICC tidak akan menerima adanya kepentingan dari para negara-negara
anggota. Disisi lain ICC bukan sebuah pengadilan utama dalam penanganan sebuah kasus di
suatu negara, melainkan pengadilan terakhir yang bergerak atas permintaan negara yang
bersangkutan atau negara yang bersangkutan tidak dapat atau tidak maumelakukan pengadilan
bagi aktor individu yang melakukan tindak kejahatan serius dalam level internasional.29
Selanjutnya DK PBB memiliki kewenangan untuk mereferensikan sebuah kasus yang terjadi di
27Coalition for the International Criminal Court. History of The ICC Diakses darihttp://www.ICCnow.org/?mod=ICChistory , pada tanggal 28 Oktober 2013 28Kirsch, Philippe & Holmes, T John. 1999. The Rome Conference on an International Criminal Court: The Negotiating Process. Vol 93 29Totten D, Christopher & Tyler, Nicholas.Arguing for an integrated approach to resolving the crisis in Darfur:The challenges of complementarity, enforcement & related issues in the International Criminal Court. Volume 98
12
negara yang bukan anggota ICC, seperti kasus konflik yang terjadi di Sudan yang notabene
bukan berasal dari negara anggota ICC, namun karena adanya referensi yang diberikan DK PBB
maka ICC memiliki kewenangan atau yuridiksi atas kasus yang terjadi di Sudan tersebut.
Hal tersebut merupakan langkah awal yang digunakan untuk merepresentasikan ICC
sebagai pengadilan internasional untuk mengadili Al Bashir yang notabene merupakan panglima
tertinggi di Sudan. Adapun Yuridiksi yang dimiliki oleh ICC yaitu yuridiksi materil atau
yuridkisi utama dalam pembentukan ICC, yang artinya ICC hanya akan bergerak apabila di
sebuah negara terjadi pelanggaran kemanusiaan, kejahatan perang, genosida dan kejahatan agresi
yang dilakukan seorang individu, yang kedua yuridiksi temporal yang artinya semenjak ICC
berdiri dan bertugas dari hari pertama pada tanggal 1 Juli 2002 semua kejahatan yang disebutkan
dalam yuridiksi materil dapat diproses, namun apabila keempat pelanggaran tersebut dilakukan
sebelum tanggal 1 Juli 2002, maka ICC tidak dapat melakukan tugasnya, lalu yuridkisi yang
bersifat teritorial yang maksudnya hanya negara-negara yang menandatangani Statuta Roma atau
negara-negara anggota yang dapat menerima keputusan dari ICC dan yang terakhir yuridiksi
personal yang maksudnya negara yang bukan negara anggota ICC dapat di adili oleh ICC dengan
syarat dapat memenuhi keempat pelanggaran utama ICC dan juga mendapatkan referensi kasus
yang diberikan oleh DK PBB dan Security Council.30
Sebagai pengadilan internasional yang ada saat ini, ICC juga dapat mengalami Deadlock
atau tidak dapat memproses atau mengadili pelaku kejahatan internasional, dimana hal tersebut
terjadi apabila :
1. Pelaku kejahatan serius disuatu negara sedang dilakukan proses pengadilan
olehpengadilan nasional
30Sefriani. 2007. Yuridiksi ICC terhadap Negara non Anggota, jurnal hukum, Volume 4: diakses dari http://journal.uii.ac.id/index.php/jurnal-fakultas-hukum/article/viewFile/1070/1808 pada tanggal 8 November 2013
13
2. Negara asal individu yang melakukan kejahatan serius tersebut tidak menuntut atau
mempermasalahkan individu yang bersangkutan menjadi tersangka
3. Tersangka utama dalam suatu kasus di sebuah negara telah diadili
4. Apabila tingkat keseriusan pelanggaran yang dilakukan individu dikatagorikan tidak
sebagai pelanggaran berat.31
Mekanisme terpenting dari ICC apabila berkeinginan untuk mengadili pelaku kejahatan
individu yang bukan berasal dari negara anggotanya adalah32 :
1. Kasus yang akan ditangani oleh ICC ini direferensikan oleh DK PBB atau sebaliknya.
2. Pelaku kejahatan individu melakukan tindak kejahatan di wilayah teritori salah satu
negara anggota ICC.
3. Dan yang terakhir kasus yang terjadi di negara non anggota ini telah menyutujui ICC
masuk ke wilayah teritori negara yang bersangkutan untuk dilakukan investigasi atau
bahkan pengadilan bagi aktor yang dinyatakan bersalah.
Selain empat peradilan sementara diatas dan juga ICC, saat ini juga terdapat mahkamah
internasional yang dibentuk oleh PBB melalui piagam PBB pasal 7, yaitu International Criminal
Justice (ICJ). Perbedaan antara ICC dan ICJ dapat dilihat dari hubungan antara kedua peradilan
internasional dengan PBB sebagai otoritas tertinggi organisasi internasional dimana hubungan
antara PBB dengan ICC hanya sebatas landasan pembuatan ICC yaitu Statuta Roma yang masih
berhubungan dengan sistem dari PBB dan juga karena seluruh anggota ICC merupakan negara
31Ibid 32Dapo, Akande, 2003. Journal of International Criminal Justice:The Juridiction of International Criminal Court Over Nationals of Non-Parties: Legal Basis and Limits”. Volume618
14
anggota di PBB, sedangkan hubungan antara ICJ merupakan instansi peradilan yang dibuat oleh
PBB.33
Perbedaan lain antara ICJ dan ICC berada pada ruang lingkup pengadilan, dimana ICC
merupakan pengadilan yang dibuat untuk mengadili aktor individu yang melakukan kejahatan
internasional dan ICJ merupakan pengadilan yang dibuat oleh PBB untuk menyelesaikan
permasalahan dalam lingkup negara, namun kedua peradilan tersebut sama-sama menggunakan
dasar-dasar hukum internasional.34
Sehingga dapat disimpulkan bahwa saat ini terdapat dua mahkamah internasional yang
berfungsi, yaitu ICC dan ICJ.Kedua mahkamah tersebut dapat dibedakan berdasarkan tujuan
pembetukan dan landasan dasar pembentukannya.
Tabel 2.3
Pembentukan ICC
Tahun Nama Pengadilan Tugas/Fungsi
1945 Pengadilan Nuremberg Mengadili pelaku kejahatan
perang dunia, contohnya
anggota Nazi
1945 Pengadilan Tokyo Mengadili pelaku kejahatan
perang dunia, contohnya
pasukan militer jepang
beserta para pemimpinnya
1989-1992 ICTY ( former Yugoslavia ) Mengadili pelaku kejahatan
kemanusian, genosida yang
dilakukan oleh Slobodan
33Doria, Jose, Gasser, Peter Hans & Bassiouni, Cherfif. 2009. The Legal regime of The International Criminal Court. Leiden, Boston:Martinus Nijhoff .Volume 19. Hlm. 1003 34Ibid
15
Milosevic
1989-1992 ICTR ( Former Rwanda ) Mengadili pelaku kejahatan
kemanusian, genosida yang
dilakukan oleh Felicien
Kabuga, Jean Bosco
Uwikindi, Dll.
1998-2002 ICC ( International Criminal
Court )
Mengadili pelaku kejahatan
kemanusian, genosida yang
dilakukan oleh Vincent Otti,
Laurent Gbagbo, Al Bashir,
Muammar Gaddafi, Jean
Pierre Bemba Gombo,
William Ruto, Dll.
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menyimpulkan bahwa sejarah dibentuknya ICC
berawal dari terbentuknya pengadilan Ad Hoc. Selanjutnya pengadilan Ad Hoc disini memiliki
keterbatasan dalam mengadili pelaku kejahatan internasional.
Peran ICC ICC sebagai mahkamah pidana internasional dapat juga disebut sebagai rencana kedua
dimana ICC dapat beroperasi apabila di suatu negara yang terdapat nilai-nilai hukum nasionalnya
tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai pengadilan nasional, ditambah dengan contoh kasus
yang dapat dikatagorikan sebagai kejahatan dalam skala besar dan menjadi fokus utama dari
ICC. Dengan merujuk dari konvensi Jenewa dan konvensi genosida, ICC berperan sebagai
pengadilan internasional yang dapat merepresentasikan tujuannya untuk memproses dan
mengadili aktor dalam level individu yang dianggap bertanggung jawab atas terjadinya masalah
16
kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, genosida dan kejahatan agresi dan sudah tercantum
dalam landasan utama dalam pembentukan ICC, yaitu Statuta Roma.35
Sehingga, meskipun ICC dianggap sebagai satu-satunya mahkamah internasional di era
modern saat ini, power ICC berada dibawah peran dari sistem hukum nasional disuatu negara,
Karena bagaimanapun ICC harus menghormati proses sistematika atau prosedural hukum
pengadilan domestik berdasarkan norma atau nilai-nilai yang terdapat di negara yang akan
dilakukan penyelidikan oleh ICC, namun apabila prosedural hukum pengadilan di negara
tersebut tidak dapat dijalankan, maka ICC dapat menjalankan perannya untuk mengadili aktor
individu dinegara tersebut untuk bekerja sama dengan aktor-aktor yang terlibat didalam negara
bersangkutan untuk mempermudah tugasnya.
Fungsi ICC
Fungsi dari ICC adalah sebagai pengadilan pidana dalam lingkup internasional untuk
mengadili pelaku kejahatan serius, seperti kejahatan kemanusiaan, kejahatan perang, genosida
dan kejahatan agresi. Berdasarkan empat katagori kejahatan serius tersebut, maka ICC berhak
untuk mengadakan pengadilan secara resmi terhadap individu-individu yang melakukan
pelanggaran diatas.36 Fungsi kedua adalah menghindari terjadinya kekebalan hukum yang
diperoleh individu yang melakukan kejahatan internasional, yang dikarenakan aktor individu
tersebut memiliki jabatan atau peranan penting bagi pemerintahan di suatu negara.37
Contohnya aktor individu Al Bashir yang merupakan seorang kepala negara di
Sudan.Permasalahan impunitas atau impunity memang hingga saat ini masih sering terjadi di 35 Kirsch, Philippe. 2007. The Role of the International Criminal Court in Enforcing International Criminal Law. Volume 22, Issue 4 :diakses dari http://digitalcommons.wcl.american.edu/cgi/viewcontetnt.cgi?article=1129&context=auilr pada tanggal 25 Desember 2013 36Understanding the International Criminal Court : http://www.icc-cpi.int/iccdocs/PIDS/publications/UICCEng.pdf 37International Affairs Review, The Elliot School of International Affairs at George Washington University. Fostering Peace and Ending Impunity: The International Criminal Court, Human Rights and the LRA :diakses dari http://www.iar-gwu.org/node/18 pada tanggal 14 September 2013
17
suatu negara, contohnya seperti di Sudan, dimana hingga saat ini pengadilan nasional dan ICC
sebagai pengadilan tambahan belum mampu untuk mengadili Al Bashir, karena posisinya
sebagai presiden Sudan yang dianggap memiliki kekebalan hukum.
Permasalahan impunitas ini merupakan salah satu fokus ICC untuk mengadili aktor
individu yang dianggap memiliki peranan penting di suatu negara.dimana hal tersebut tercantum
dalam Statuta Roma pasal 27, yang berisi :
1. Tidak ada satupun aktor individu yang dapat terbebas dari hukum nasional atau
internasional yang berlaku, meskipun aktor tersebut memiliki peranan penting di sebuah
negara, atau bahkan aktor yang dinyatakan bersalah tersebut merupakan seorang
Presiden di sebuah negara. Apabila aktor tersebut terbukti melakukan pelanggaran atau
kejahatan serius dalam level internasional, maka aktor individu tersebut dapat
mempertanggung jawabkan perbuatannya dan bersedia di adili oleh pengadilan nasional
apabila pengadilan nasional mampu dan mau untuk mengadili, namun apabila
pengadilan nasional atau domestik tidak dapat berfungsi maka pengadilan internasional
dapat menggantikan peran pengadilan nasional.
2. Jabatan penting yang dimiliki oleh seorang aktor individu, tidak dapat berfungsi apabila
terbukti melakukan pelanggaran dalam level internasional.
Dalam kasus yang terjadi di Sudan ini, Al Bashir yang notabene merupakan seorang
Presidendan memiliki peranan penting bagi pemerintahan di Sudan, dianggap tidak
memiliki kekebalan hukum atau perlakuan khusus terhadap perbuatannya, sehingga ICC
berhak untuk mengadili Al Bashir sesuai hukum internasional yang berlaku. Sehingga dapat
disimpulkan, berdasarkan penjelasan diatas fungsi dari ICC adalah untuk mengadili pelaku
individu yang telah melakukan kejahatan serius dalam level internasional dan melawan atau
18
mencegah terjadinya imunitas bagi aktor individu yang melakukan kejahatan serius,
meskipun aktor individu tersebut memiliki jabatan khusus atau mempunyai power disuatu
negara, seperti contohnya presiden.
Upaya-upaya ICC dalam Mengadili Al Bashir
ICC memiliki tiga cara yang telah dilakukan untuk mengupayakan terjadinya pengadilan
terhadap aktor-aktor yang bertanggung jawab, khususnya Al Bashir. Ketiga cara atau upaya
tersebut adalah :
1. Pintu utama untuk mendapatkan yuridiksi di Sudan adalah pereferensian yang diberikan
oleh DK PBB terhadap ICC melalui resolusi 1593, sehingga nantinya ICC akan
menggunakan resolusi tersebut untuk melakukan proses investigasi. Hal tersebut
dikarenakan Sudan bukan negara anggota ICC.
2. Setelah ICC mendapatkan yuridiksi di Sudan dan melakukan investigasi dengan
mendapatkan bukti-bukti, maka ICC dapat menjalankan proses pra peradilan yang
sebagai mana telah dilakukan oleh ICC terhadap Al Bashir.
3. Karena ICC merupakan lembaga peradilan pidana internasional yang dibuat oleh negara-
negara, maka ICC memiliki anggota berupa negara-negara yang dapat melakukan
kerjasama, seperti contohnya apabila target utama ICC yaitu Al Bashir melakukan
perjalanan politik ke negara-negara yang merupakan negara anggota ICC maka, negara
tersebut wajib untuk menangkap Al Bashir dan menyerahkan individu tersebut kepada
ICC.
19
Setelah mengetahui upaya-upaya atau jalan yang akan dilakukan oleh ICC untuk membawa
Al Bashir ke pengadilan Internasional, penulis akan menjelaskan satu persatu dari keempat
upaya ICC tersebut.
PENUTUP
Upaya-upaya ICC hingga saat ini hanya berupa percobaan pengadilan dan belum
melakukan tindakan langsung terhadap Al Bashir. Namun Upaya ICC juga tertolong oleh peran
Security Council dengan memberikan yuridiksi khusus terhadap ICC di negara non anggota
seperti Sudan. karena peran dari negara-negara anggota ICC yang belum maksimal untuk
membantu ICC, maka dari itu ICC seharusnya dapat lebih tegas terhadap negara-negara anggota
untuk membantu ICC melakukan penangkapan dan pengadilan terhadap Al Bashir.
20
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Aksar, Yusuf. 2004. Implementing International Humanitarian Law from the Ad Hoc Tribunals to a Permanent International Criminal Court. London&Newyork, Routledge taylor&francis group, hlm 13 Doria, Jose, Gasser, Peter Hans & Bassiouni, Cherfif. 2009. The Legal regime of The International Criminal Court. Leiden, Boston:Martinus Nijhoff .Volume 19. Hlm. 1003 Schimitt, Michael & Richard, J Peter, 2000.Into Uncharted Waters: The International Criminal Court,” Naval War College Review. Vol LIII,No.1 , hal. 139. JURNAL Anonymous, Understanding the International Criminal Court Arbab, el Fadel, 2010, “Opinion : I Blame Bashir” Benjamin B. Ferencz,1997 “International Criminal Courts: The Legacy of Nuremberg,” Pace International Law Review, Vol. 10 Dapo, Akande, 2003. Journal of International Criminal Justice:The Juridiction of International Criminal Court Over Nationals of Non-Parties: Legal Basis and Limits”. Volume 618 Dubois, Olivier, 1997. Rwanda’s National Criminal Courts and the International Tribunal. No 321. Evan J. Wallach, 1999. The Procedural and Evidentiary Rules of the Post-World War II War Crimes Trials. Vol 37 Heyder, Corrina, 2006. The U.N Security Council Referral of the Crimes in Darfurto the International Criminal Court in Light of U.S Opposition to the Court: Implications for the International Criminal Court’s Functions and Status. Volume 24 Kirsch, Philippe & Holmes, T John. 1999. The Rome Conference on an International Criminal Court: The Negotiating Process. Vol 93 Kirsch, Philippe. 2007. The Role of the International Criminal Court in Enforcing International Criminal Law. Volume 22, Issue 4 Sefriani. 2007. Yuridiksi ICC terhadap Negara non Anggota, jurnal hukum, Volume 4 The International Criminal Tribunal for Rwanda was created pursuant to Security Council Resolution 955, U.N. SCOR, 49th Session, U.N. Doc. S/RES/995 (1994), the “ICTR Statute. Totten D, Christopher & Tyler, Nicholas.Arguing for an integrated approach to resolving the crisis in Darfur:The challenges of complementarity, enforcement & related issues in the International Criminal Court. Volume 98
21
INTERNET Coalition for the International Criminal Court. History of The ICC Diakses dari <http://www.ICCnow.org/?mod=ICChistory> International Criminal Court yang berjudul “ICC Prosecutor presents case against Sudanese President, Hassan Ahmad Al Bashir, for genocide, crimes against Humanity dan War Crimes”, <http://www.icc-cpi.int/en_menus/icc/situations%20and20cases/situations/situation%20icc%200205/press%20releases/pages/a.aspx> United Nations yang berjudul “Security Council Refers Situation in Darfur, Sudan To Prosecutor of International Criminal Court:”, <http://www.un.org/News/Press/docs/2005/sc8351.doc.htm>