The Third Twin

507
www.ac-zzz.tk KEMBARAN KETIGA KEN FOLLETT www.ac-zzz.tk Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, i 997 THE THIRD TWIN by Ken Follett Copyright Š Ken Follett 1996 All rights reserved. No pan of this publication may be reproduced, stored in or introduced into a retrieval system, or transmitted, in any form, or by any means electron! mechanical, photocopying, recording, or otherwise) without the prior written permission of the publisher. Any person who does any unauthorized act in relation to this publication may be liable to criminal prosecution and civil claims for damages. KEMBARA N KETIGA Alih bahasa: Kathleen S.W ‘ GM. 402 97.613 Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama II. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, Mei 1997 Judul asli: The Third Twin ISBN 979-605-613-5 i. Judul n. Kathleen, S W Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab percetakan Teruntuk anak-anak lirihi: Jann Turner, Kim Turner, dan Adam Broer dengan penuh sayang MINGGU

Transcript of The Third Twin

www.ac-zzz.tk

KEMBARAN KETIGAKEN FOLLETT

www.ac-zzz.tk

Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, i 997

THE THIRD TWIN by Ken Follett Copyright Š Ken Follett 1996 All rights reserved. No pan of this publication may be reproduced, stored in or introduced into a retrieval system, or transmitted, in any form, or by any means electron! mechanical, photocopying, recording, or otherwise) without the prior written permission of the publisher. Any person who does any unauthorized act in relation to this publication may be liable to criminal prosecution and civil claims for damages.

KEMBARA N KETIGA Alih bahasa: Kathleen S.W ‘ GM. 402 97.613 Hak cipta terjemahan Indonesia: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama II. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270 Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI, Jakarta, Mei 1997

Judul asli: The Third Twin ISBN 979-605-613-5

i. Judul n. Kathleen, S W

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta

Isi di luar tanggung jawab percetakan

Teruntuk anak-anak lirihi: Jann Turner, Kim Turner, dan Adam Broer dengan penuh sayang

MINGGU

www.ac-zzz.tk

BAB 1

Gelombang panas menyelubungi Baltimore, bak .sehelai selimut. Daerah pinggirannya yang hijau dipersejuk oleh ratusan ribu alat penyemprot taman, namun para warganya yang terkemuka tinggal di dalam rumah dengan AC dinyalakan penuh. Di North Avenue, para pelacur yang resah bernaung di tempat-tempat teduh, bermandi keringat yang mengalir dari bawah rambut palsu mereka, sementara anak-anak tanggung di pojok-pojok jalan mengeluarkan obat-obat terlarang dari saku celana-celana baggy mereka. Ketika itu menjelang akhir bulan September, namun musim gugur rupanya masih jauh.

Sebuah Datsun putih karatan, dengan satu lampu dim yang pecah dan ditempeli cellotape. melesat melintasi sebuah daerah hunian kaum pekerja kulit putih yang terletak di sebelah utara pusat kota. Mobil itu tidak memiliki AC, dan pengemudinya membiarkan semua jendelanya dalam keadaan terbuka. Ia seorang pemuda tampan berusia dua puluh dua tahun, mengenakan celana jeans, baju kaus putih yang bersih, dan topi pet baseball merah dengan tulisan SEKURITI dalam huruf-huruf putih di bagian depannya. Joknya yang dibungkus

plastik terasa licin di bawah pahanya, gara-gara keringatnya, tapi itu tidak mengganggu kenyamanannya Suasana hatinya sedang bagus. Radio mobilnya sedang menangkap siaran stasiun 92Q—”Twenty jams in a row!” Di bangku sebelahnya tergeletak sebuah map dalam keadaan terbuka. Sekali-sekali ia melirik ke sana, menghafal sehelai halaman ketik yang memuat beberapa istilah teknik untuk tes besok. Belajar merupakan hal mudah baginya, dan ia akan menguasai materi itu setelah mempelajarinya selama beberapa menit.

Di sebuah lampu setopan, seorang wanita pirang dalam mobil Porsche dengan kap terbuka menghentikan kendaraannya di sebelahnya Pemuda itu tersenyum padanya, lalu berkata, “Asyik mobilnya!” Wanita itu membuang muka tanpa menjawab, namun ia yakin melihat seulas senyum membayang di sudut-sudut bibirnya. Di balik kacamata hitamnya yang besar, usianya mungkin dua kali lebih tua daripadanya, seperti kebanyakan wanita yang duduk di belakang kemudi Porsche. “Ayo balapan sampai lampu setopan berikut,” lantangnya. Wanita itu tertawa, renyah dan menggoda, kemudian memindahkan persenelingnya dengan sebuah tangan ramping yang elegan, dan melesat dari situ bak roket.

Si pemuda angkat bahu. Ia cuma iseng.

www.ac-zzz.tk

Ia melewati kampus Jones Falls University yang teduh, sebuah perguruan tinggi Ivy League yang lebih elite daripada universitasnya sendiri. Saat melewati pintu gerbangnya yang mengesankan, ia melihat rombongan delapan atau sepuluh orang cewek sedang berjoging dalam pakaian olahraga mereka: celana pendek ketat, sepatu Nike, baju kaus dan atasan yang penuh keringat. Rupanya mereka tim pemain hockey yang sedang melakukan pemanasan, tebaknya, dan yang bertampang sportif di depan adalah kapten mereka, yang akan mempersiapkan kondisi mereka untuk menghadapi musim itu.

10

Mereka -membelok masuk ke dalam kampus, dan sekonyong-konyong ia terhanyut dalam suatu fantasi yang begitu kuat dan mendebarkan, sehingga ia hampir tak dapat memusatkan perhatian pada kemudinya lagi. Ia membayangkan mereka berada di dalam ruang ganti— yang gemuk menyabuni dirinya di bawah pancuran air, si rambut merah menghanduki mahkota bernuansa perunggunya yang panjang, si gadis kulit hitam sedang mengenakan celana dalam putihnya yang dari bahan renda, si kapten tim yang kekar mondar-mandir telanjang sambil memamerkan otot-otot tubuhnya. Mendadak terjadi sesuatu yang membuat mereka ketakutan. Mereka semua menjadi panik, dengan mata melebar, menjerit-jerit dan menangis, nyaris histeris. Mereka berlarian ke sana kemari, bertabrakan satu sama lain. Si gendut terjerembab, kemudian tergeletak tak berdaya sambil menangis, sementara yang lain menginjak-injak tubuhnya tanpa peduli saat mereka berusaha mati-matian bersembunyi, atau menemukan pintu keluar, atan kabur dari entah apa yang membuat mereka begitu ketakutan.

Ia menepikan kendaraannya ke pinggir jalan, lalu mengoper persenelingnya ke posisi netral. Irama napasnya cepat sekali, dan ia dapat merasakan deburan jantungnya. Belum pernah fantasinya sampai sehebat ini. Tapi toh ada sesuatu yang kurang. Apa yang membuat mereka begitu takut? Ia memutar otak untuk mencari jawabannya, kemudian tersentak saat ia menemukannya: api. Tempat itu terbakar, dan mereka ketakutan menghadapi jilatan apinya. Mereka batuk-batuk dan merasa sesak oleh. asapnya saat berdesak-desakan dalam keadaan setengah telanjang dan kebingungan. “Wauw,” desahnya sambil menatap lurus ke depan, membayangkan skenario itu, bak sebuah film yang sedang diproyeksikan ke permukaan kaca depan mobil DatSun-nya.

Selang beberapa saat, ia menjadi lebih tenang. Dorongan itu masih terasa kuat, namun sekadar berfantasi

tidak lagi cukup baginya; rasanya seperti membayangkan sebotol bir saat sedang didera rasa haus. Ia menaikkan bagian keliman baju kausnya untuk menghapus keringat dari wajahnya Ia tahu bahwa sebaiknya ia berusaha melupakan fantasinya itu, dan melanjutkan perjalanannya; tapi skenario itu begitu indah. Akan berbahaya sekali tentunya. Ia bisa masuk penjara selama

www.ac-zzz.tk

bertahun-tahun kalau tertangkap basah, lapi seumur hidupnya, bahaya tidak pernah membuatnya mengurungkan niatnya Ia berusaha menyisihkan godaan itu dari pikirannya, walau hanya untuk sesaat. “Aku kepingin,” gumamnya sambil memutar mobilnya, lalu melintasi pintu gerbang megah itu, masuk ke dalam kawasan kampus.

Ia sudah pernah ke sini. Kawasan universitas yang membentang seluas sekitar seratus ekar itu terdiri atas lapangan rumput, taman, dan daerah berpohon-pohon rimbun. Bangunannya kebanyakan dibuat dari batu bata merah, dengan beberapa kerangka beton-dan-kaca yang modem, semua saling dihubungkan dengan jalur-jalur jalanan sempit yang dilengkapi deretan meteran parkir.

Tim hockey itu sudah menghilang entah ke mana, namun dengan mudah ia menemukan gelanggang olahraganya sebuah bangunan rendah di sebelah suatu pelintasan lari, dengan patung besar seorang pelempar cakram di luar. Ia memarkir mobilnya di dekat sebuah meteran, namun tidak memasukkan koin ke dalamnya; ia memang tidak pernah memasukkan uang ke dalam meteran parkir. Si kapten tim hockey yang berotot itu sedang berdiri di tangga gedung olahraga, mengobrol dengan seorang cowok yang mengenakan kaus oblong sobek. Si pemuda lari menaiki tangga, tersenyum pada si kapten saat melewatinya, lalu mendorong pintu masuk ke dalam bangunan itu.

Lobinya penuh dengan anak-anak muda dan gadis-gadis bercelana pendek dan berikat kepala yang mondar-mandir dengan raket di tangan dan ransel terselempang

12

di pundak. Rupanya hampir semua tim olahraga di perguruan itu latihan pada hari Minggu. Di belakang sebuah meja di tengah lobi ada seorang petugas sekuriti yang mengecek kartu mahasiswa yang lalu lalang, tapi pada saat itu serombongan besar atlet lari muncul secara bersamaan dan lewat di muka si petugas, ada yang sambil melambaikan kartu pengenal mereka, ada yang tidak. Si petugas cuma angkat bahu, kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke buku The Dead Zone yang sedang dibacanya.

Si pemuda berpaling, lalu melihat sebuah lemari kaca yang memperagakan beberapa piala perak yang pernah dimenangkan oleh para atlet Jones Falls. Beberapa saat kemudian, sebuah tim pemain sepak bola masuk, sepuluh laki-laki dan seorang wanita bertubuh kasar yang mengenakan sepatu sepak bola. Si pemuda segera bergabung dengan mereka Ia melintasi lobi sebagai anggota grup itu, lalu mengikuti mereka menelusuri sebuah tangga lebar menuju lantai bawah. Mereka sedang berbincang-bincang mengenai permainan mereka, tertawa puas saat menyinggung soal gol yang berhasil mereka cetak, dan agak sengit mengenai suatu kesalahan, tapi mereka tidak memperhatikan keberadaannya di antara mereka

www.ac-zzz.tk

Sikapnya santai, namun matanya betul-betul awas. Di kaki tangga itu terdapat sebuah lobi kecil dengan sebuah mesin Coca Cola dan telepon umum. Ruang ganti untuk laki-laki terletak di pojok lobi itu. Si wanita dari tim sepak bola terus menelusuri sebuah lorong panjang, menuju ruang ganti kaum wanita, yang sepertinya dibangun sebagai tambahan oleh seorang arsitek yang mengira tidak akan pernah ada cukup banyak cewek di Jones Falls, di masa “sekolah campur” masih dianggap sebagai ide yang seksi.

Si pemuda meraih gagang pesawat telepon umum, lalu berpura-pura mencari koin. Cowok-cowok mulai

13

mengalir masuk ke dalam ruang ganti laki-laki. Ia melihat si wanita membuka sebuah pintu, Lalu menghilang di baliknya. Itu tentunya ruang ganti cewek. Mereka semua ada di dalam sana, ujarnya pada dirinya dengan antusias; mereka membuka pakaian, mandi dan menggosok tubuh dengan handuk-handuk mereka. Berada begitn dekat dengan mereka membuatnya merasa panas. Ia mengusap alisnya dengan punggung tangan. Yang perlu ia lakukan untuk menyempurnakan fantasinya hanyalah membuat mereka semua ketakutan setengah mati.

la berusaha menenangkan diri. Ia tak ingin membuyarkannya dengan melakukan sesuatu yang gegabah. Ia membutuhkan beberapa menit untuk menyusun rencananya.

Setelah mereka semua menghilang, ia menyelinap menyelusuri lorong itu, di belakang si wanita.

Ternyata ada tiga pintu; dua letaknya berseberangan dan satu di pojok. Pintu sebelah kanan adalah yang diambil wanita itu. la memeriksa pintu paling pojok dan menemukan sebuah ruangan besar penuh debu, dengan mesin-mesin raksasa: ketel uap dan penyaring. Untuk kolam renang, tebaknya la melangkah ke dalam, kemudian menutup pintu di belakangnya. Terdengar deru rendah yang monoton. Ia membayangkan seorang gadis yang ketakutan, hanya mengenakan pakaian dalam—BH dan celana putih bercorak bunga—tergeletak di lantai sambil mene raw angin ya dengan mata menyiratkan ketakutan saat ia melepaskan ikat pinggangnya, la menikmati visi itu sesaat, sambil tersenyum pada dirinya Cewek itu cuma beberapa meter darinya Saat ini mungkin ia sedang membayangkan acaranya malam itu; mungkin ia sudah punya pacar, dan sedang mempertimbangkan untuk membiarkan pacarnya melakukan apa yang ingin dilakukannya malam itu, atau mungkin ia seorang mahasiswi baru yang kesepian dan masih

sedikit malu-malu, yang tidak punya rencana apa-apa untuk malam itu selain* menonton Columbo; atau mungkin ia akan mengerjakan tugas yang harus ia

www.ac-zzz.tk

serahkan besok, dan sudah merencanakan bergadang sepanjang malam untuk menyelesaikannya Tapi lupakan semua itu, Sayang. Ini waktu untuk bermimpi buruk.

Ia sudah pernah melakukan hal seperti ini, meskipun tidak pernah dalam skala sedemikian besar. Ia memang amat stika menakuti gadis-gadis, sejauh yang diingatnya. Sewaktu di sekolah menengah, tak ada yang lebih menyenangkan baginya selain memojokkan seorang gadis sendirian, untuk diancam sampai menangis dan memohon kepadanya agar dikasihani. Karena itulah ia terpaksa pindah dari sekolah yang satu ke sekolah yang lain. Kadang-kadang ia mengencani mereka, sekadar untuk melakukan apa yang dilakukan cowok-cowok lain, dan ada yang untuk ia gandeng saat memasuki bar. Kalau sepertinya mereka sudah mengharapkan itu, ia akan menggerogoti mereka, tapi itu tidak seru.

Semua orang memiliki kelainan, menurutnya: ada cowok yang suka mengenakan pakaian wanita, ada yang menyuruh cewek berpakaian kulit menginjak-injak tubuh mereka dengan sepatu bertumit runcing. Seseorang yang ia kenal menganggap bagian paling seksi dari seorang wanita adalah kakinya, dan ia akan terangsang sekali saat berada di bagian sepatu wanita sebuah toserba, mengawasi mereka memakai dan melepaskan sepatu.

Obsesinya adalah ketakutan. Yang membuatnya amat bergairah adalah wanita yang gemetar ketakutan. Tanpa rasa takut; rangsangan itu tidak akan ada

Saat mempelajari keadaan sekelilingnya, ia melihat sebuah tangga terpancang pada dinding, menuju ke sebuah penutup langit-langit dari besi yang disindik dari dalam. Cepat-cepat ia menaiki tangga itu, membuka sindiknya, lalu mendorong penutup itu. Pandangannya tertumbuk pada ban sebuah mobil Chrysler New Yorker

15

yang terparkir di dalam sebuah garasi. Setelah berhasil mengorientasi diri, ia menyadari ia sedang berada di bagian belakang bangunan. Ia menutup kembali penutup langit-langit itu, lalu turun ke bawah.

Ia meninggalkan ruangan mesin kolam renang itu. Saat menelusuri lorong, seorang wanita yang muncul dari arah berlawanan menatap curiga ke arahnya. Untuk sesaat ia merasa gelisah; bisa saja wanita itu menanyakan apa yang sedang ia lakukan di sekitar ruang ganti kaum cewek itu. Situasi seperti itu tidak termasuk dalam skenarionya. Rencananya bisa berantakan. Namun mata si cewek beralih ke topi petnya yang bertulisan SEKURITI, kemudian ke arah lain, sambil membelok masuk ke ruang ganti.

www.ac-zzz.tk

Si pemuda menyeringai. Topi itu ia beli seharga $8.99 di sebuah toko suvenir. Namun orang-orang sudah terbiasa melihat para petugas bercelana jeans di konser-konser musik rock, detektif-detektif yang tampangnya seperti preman sampai mereka menjentikkan lencana mereka, atau polisi-polisi bandara dalam baju wol; terlalu merepotkan untuk mempertanyakan keabsahan wewenang semua orang yang mengaku dirinya petugas sekuriti.

la mencoba pintu yang terletak di seberang ruang ganti kaum cewek itu. Ternyata sebuah gudang kecil. Ia menyalakan lampunya sambil menutup pintu di belakangnya.

Berbagai peralatan olahraga yang sudah tidak terpakai menumpuk di rak-rak di sekelilingnya: bola-bola besar berwarna hitam, matras-matras karet yang sudah usang, pemukul bola. sarung tangan tinju yang sudah jamuran, kursi-kursi lipat dari kayu yang sudah reot. Ada sebuah kuda-kuda lompat dengan bantalan yang sudah jebol dan satu kaki patah. Udara di dalam ruangan itu terasa pengap. Sebuah pipa besar melintang di langit-langit, dan ia memperkirakan dari situlah ruang ganti yang terletak di seberang lorong itu mendapatkan ventilasinya.

16

Ia mengulurkan tangan ke atas untuk meraba baut yang memasak pipa itu pada sebuah kipas, la tidak dapat membukanya dengan tangan kosong, tapi ia mempunyai kunci pas di dalam bagasi mobil Datsun nya Kalau ia dapat melepaskan pipanya, kipas itu akan menyedot udara dari dalam gudang ini, bukannya dari luar gedung.

Ia bisa membuat apinya persis di bawah kipas itu. la akan mencari sekaleng minyak untuk dituang ke dalam sebuah botol Pemer kosong, lalu dibawa ke sini bersama korek api dan koran untuk dinyalakan, berikut kunci pas itu.

Apinya akan cepat besar dan menimbulkan asap tebal, la akan membekap hidung dan mulutnya dengan sepotong kain basah, dan menunggu sampai seluruh gudang itu penuh asap. Kemudian ia akan membuka pipa ventilasi. Asap akan tersedot ke dalam saluran pipa, menuju bagian dalam ruang ganti pakaian cewek. Pada awalnya tidak akan ada yang memperhatikan. Kemudian satu atau dua orang akan menghirup udara sambil berkata. “Ada yang merokok, ya?” la akan membuka pintu gudang itu dan membiarkan asap mengalir ke dalam lorong itu. Kemudian cewek-cewek itu akan menyadari ada sesuatu yang benar-benar tidak beres. Mereka akan membuka pintu ruang ganti itu, lalu mengira seluruh gedung sedang terbakar, dan mereka akan panik.

Sesudah itu ia akan masuk ke dalam ruang ganti. Di mana-mana akan berceceran BH-BH dan stocking, buah dada dan bokong yang terbuka. Akan ada yang berhamburan keluar dari kabin-kabin mandi dalam keadaan telanjang dan basah, sambil berusaha menggapai handuk; ada yang akan mencoba memakai

www.ac-zzz.tk

pakaian; kebanyakan akan berlarian ke sana kemari mencari pintu-dengan pandangan setengah kabur gara-gara asap. Akan ada jeritan-jeritan, isakan, dan teriakan-teriakan ketakutan. Ia akan terus berlagak sebagai petugas sekuriti dengan

17

berteriak ke arah mereka, “Jangan berhenti untuk berpakaian! Situasinya gawat! Keluar! Seluruh bangunan sudah terbakar. Lari, lari!” Ia akan memukuli bokong-bokong telanjang mereka, mendorong mereka ke sana kemari, merenggut pakaian mereka sambil menggerayangi tubuh-tubuh mereka. Mereka akan tahu ada yang betul-betul tidak beres, tapi kebanyakan akan terlalu panik untuk berpikir dengan kepala dingin. Andai kata si kapten hockey masih di sana, mungkin akan terpintas dalam dirinya untuk bertanya padanya, tapi ia tinggal membungkamnya dengan tinjunya

Sambil menjelajah, ia akan menyeleksi korban utamanya Cewek cantik dengan tampang tak berdaya. Ia akan meraih lengannya, sambil berkata, “Ayo, lewat sini, aku dari sekuriti.” Ia akan menggiringnya menelusuri lorong, kemudian membawanya membelok ke arah yang salah, ke ruang mesin kolam renang. Di sana, persis pada saat cewek itu mengira dirinya sedang diselamatkan, ia akan menempeleng wajahnya dan meninju perutnya, lalu meng paskannya ke lantai beton yang kotor itu. Ia akan mengawasi saat cewek itu terjerembab, berpaling, kemudian duduk tegak, menahan napas, lalu mengisak sambil menatapnya dengan ketakutan membayang di matanya.

Sesudah itu ia akan tersenyum dan membuka ikat pinggangnya.

18

BAB 2

Mrs. Ferrami berkata, “Aku mau pulang.” Putrinya, Jeannie, berkata, “Jangan khawatir, kami akan mengeluarkan Mom dari sini, lebih cepat daripada yang Mom perkirakan.”

Adik Jeannie, Patty, menatap kakaknya dengan pandangan yang mengatakan: Memangnya kaupikir itu mudah?

The Belia Vista Sunset Home adalah satu-satunya rumah perawatan yang ongkos-ongkosnya dapat ditutup dengan polis asuransi kesehatan Mom. Suasananya bisa dibilang norak. Di dalam kamar itu terdapat dua tempat tidur rumah sakit yang tinggi, dua lemari pakaian, sebuah sofa, dan sebuah televisi. Dinding-dindingnya dicat warna cokelat jamur dan lantainya dari ubin plastik berwarna krem dengan guratan-guratan oranye. Jendelanya berterali, tapi

www.ac-zzz.tk

tanpa tirai, dan menghadap ke arah sebuah pompa bensin. Ada sebuah wastafel di pojok dan sebuah kamar mandi di ujung lorong.

“Aku mau pulang,” ulang Mom.

Patty berkata. “Tapi Mom terus lupa ini-itu. Mom tidak bisa menjaga diri sendiri lagi.”

“Tentu saja bisa. Berani-beraninya kau bilang begitu padaku.”

19

Jeannie menggigit bibirnya. Melihat tubuh rapuh ibunya, ia ingin menangis. Mom memiliki garis-garis wajah yang kuat—alis mata hitam, mata berwarna gelap, hidung lurus, mulut lebar, dan dagu kuat. Pola yang sama diturunkan kepada Jeannie dan Patty, meskipun tubuh Mom termasuk kecil, sementara mereka sama-sama jangkung seperti Daddy. Mereka bertiga memiliki kemauan keras seperti yang terpancar dari wajah mereka; tegar adalah kata yang biasa dipakai untuk mendeskripsikan ketiga wanita dalam keluarga Ferrami ini. Namun Mom tidak akan pernah setegar dulu lagi. Ia terserang penyakit Alzheimer.

Usia Mom belum enam puluh tahun.’ Semula Jeannie, yang berusia dua puluh sembilan tahun, dan Patty, yang berusia dua puluh enam, berharap ia dapat mengurus dirinya sendiri selama beberapa tahun lagi, namun harapan itu buyar pagi ini, pada pukul lima, ketika seorang petugas kepolisian dari Washington menelepon untuk mengabari bahwa ia telah menemukan Mom berjalan kaki menelusuri 18th Street dalam gaun malam lusuhnya sambil menangis dan mengatakan bahwa ia tidak ingat di mana ia tinggal.

Jeannie langsung naik mobilnya dan pergi ke Washington, yang berjarak satu jam dari Baltimore, di pagi hari Minggu yang masih sepi itu. Ia menjemput Mom dari sebuah rumah penampungan

membawanya pulang, dan setelah memandikan dan mendandaninya, ia menelepon Patty. Bersama-sama mereka mengatur agar Mom bisa masuk ke Belia Vista. Rumah perawatan itu terletak di kota Columbia, antara Washington dan Baltimore. Bibi mereka, Bibi Rosa, menghabiskan sisa hidupnya di sini. Bibi Rosa juga memiliki polis asuransi yang sama seperti Mom.

“Aku tidak suka tempat ini,” ujar Mom. Jeannie berkata, “Kami juga, tapi untuk sementara kami cuma sanggup menempatkan Mom di sini.” Semula

20

www.ac-zzz.tk

ia berniat mengatakannya dalam nada apa adanya, tapi ternyata keluarnya menjadi agak ketus.

Patty menatapnya dengan pandangan mencela, lalu berkata, “Ayolah, Mom, kita kan pernah tinggal di tempat-tempat yang lebih buruk daripada ini.”

Memang benar. Setelah ayah mereka masuk penjara untuk kedua kalinya, mereka dan Mom terpaksa tinggal di sebuah kamar dengan kompor listrik di atas bufet dan sebuah wastafel di lorong. Itu adalah masa-masa hidup dari jaminan sosial. Tapi Mom masih amat tegar ketika itu. Begitu Jeannie dan Patty masuk sekolah, ia mencari seorang wanita setengah baya yang dapat dipercaya untuk mengurus anak-anak itu begitu mereka pulang, lalu mencari pekerjaan—sebelumnya ia seorang penata rambut, dan ternyata masih cukup andal, meskipun agak kuno. la memindahkan mereka semua ke sebuah apartemen kecil dengan dua kamar tidur di Adams-Morgan, yang ketika itu merupakan daerah hunian kelas pekerja baik-baik

Ia akan menyiapkan roti goreng dengan telur untuk sarapan, lalu mengirim Jeannie dan Patty ke sekolah dalam gaun-gaun bersih. Sesudah itu ia akan menata rambutnya dan memakai makeup di wajahnya—orang harus tampil rapi kalau bekerja di salon—dan selalu meninggalkan dapur dalam keadaan bersih, dengan sepiring kue di meja untuk anak-anaknya kalau mereka pulang. Pada hari Minggu, mereka bertiga membersihkan apartemen itu dan mencuci semua pakaian mereka bersama-sama. Mom dulu begitu serba bisa, begitu dapat diandalkan, tidak pernah mengenal capek; betul-betul menyedihkan melihatnya menjadi wanita pelupa yang terus mengeluh di tempat tidur.

Kini ia mengerutkan alisnya, seakan bingung, lalu berkata, “Jeannie, kenapa kau pakai cincin itu di hidungmu?”

Jeannie menyentuh cincin perak itu sambil tersenyum

21

sendu. “Mom, aku kan menindik hidungku sewaktu masih remaja. Masa Mom sudah lupa bagaimana marahnya Mom gara-gara itu? Aku sudah khawatir Mom bakal mengusirku.” “Aku lupa,” ujar Mom.

“Aku masih ingat,” ujar Patty. “Di mataku kau hebat sekali. Tapi ketika itu aku baru berusia sebelas tahun dan kau empat belas, dan bagiku apa pun yang kaulakukan benar-benar berani, gaya, dan hebat.”

“Mungkin,” sahut Jeannie dalam nada tidak pasti.

Patty tertawa cekikikan. “Tapi jaket oranye itu gawat sekali.”

www.ac-zzz.tk

“Ya, jaket itu. Mom akhirnya membakarnya setelah aku mengenakannya saat tidur di sebuah bangunan yang sudah ditinggalkan, dan mendapat kutu.”

“Aku ingat itu,” ujar Mom. “Kutu! Anakku punya kutu!” la masih tetap merasa sengit mengenai itu, lima belas tahun sesudahnya.

Tiba-tiba suasananya menjadi lebih enak. Kenangan-kenangan itu mengingatkan mereka betapa akrabnya mereka dulu. Saat yang baik untuk angkat kaki. “Sebaiknya aku pergi sekarang,” ujar Jeannie sambi) berdiri.

“Aku juga,” ujar Patty. “Aku masih harus masak.”

Namun tak seorang pun di antara keduanya bergerak ke arah pintu. Jeannie merasa seakan ia menelantarkan ibunya, meninggalkannya justru pada saat ia dibutuhkan. Tak seorang pun di sini mencintainya. Seharusnya salah seorang anggota keluarganya yang merawatnya. Jeannie dan Patty seharusnya tinggal bersamanya, memasak untuknya, menyeterika gaun-gaun tidurnya, dan menyalakan TV agar ia dapat menonton acara-acara favoritnya.

Mom berkata, “Kapan aku akan melihat kalian lagi?”

Jeannie tampak ragu. Ia ingin mengatakan. Besok, aku akan mengantarkan sarapan Mom dan tinggal bersama Mom sepanjang hari. Tapi itu tak mungkin; ming-gu ini ia sibuk sekali. Rasa bersalah meliputi dirinya. Bisa-bisanya aku begitu kejam.

22

Patty menolongnya dengan berkata, “Aku akan datang besok, dan membawa anak-anak untuk menemui Mom. Mom pasti senang.”

Mom tidak berniat melepaskan Jeannie begitu saja. “Kau juga akan datang, Jeannie?”

Jeannie nyaris tidak dapat menjawab. “Begitu aku bisa.” Dengan sedih ia mendoyongkan tubuh ke arah tempat tidur, lalu mencium ibunya “Aku menyayangimu, Mom. Cobalah mengingat itu.”

Begitu mereka berada di luar, Patty langsung mengisak.

Jeannie juga ingin menangis, tapi ia lebih tua, dan sejak dulu ia sudah membiasakan diri untuk mengendalikan emosinya sendiri sementara ia menjaga Patty, la merangkul pundak adiknya saat mereka menelusuri lorong yang steril itu. Patty bukan lemah, tapi ia lebih pasrah daripada Jeannie yang selalu

www.ac-zzz.tk

pantang menyerah dan punya kemauan sendiri. Mom sering mengritik Jeannie dan mengatakan seharusnya ia lebih seperti Patty.

“Kalau saja aku bisa mengajaknya tinggal bersamaku, tapi nyatanya tidak bisa,” ujar Patty dalam nada menye sal.

Jeannie mengangguk-Patty bersuamikan seorang tukang kayu bernama Zip. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil dengan dua kamar. Kamar kedua ditempati oleh ketiga anak lelakinya. Davey berusia enam tahun, Mei empat, dan Tom dua. Tidak ada tempat untuk seorang nenek di sana.

Jeannie tinggal sendirian. Sebagai asisten profesor di Jones Falls University, ia mendapat tiga puluh ribu dolar setahun—jauh lebih sedikit daripada suami Patty, menurutnya—dan ia baru saja menandatangani hipotek pertamanya untuk membeli sebuah apartemen dua ruangan dan perabotan yang akan ia lunasi secara kredit. Ruangan yang satu adalah kamar duduk dengan sebuah

23

pojok yang berfungsi sebagai dapur, yang lain adalah kamar tidur dengan sebuah lemari pakaian dan kamar mandi kecil. Andai kata ia memberikan tempat tidurnya kepada Mom, ia harus tidur di sofa setiap malam; dan tidak ada seorang pun di rumah sepanjang hari untuk menjaga seorang wanita yang menderita Alzheimer. “Aku juga tidak bisa menampungnya,” ujarnya

Patty memperlihatkan amarah di balik deraian air matanya. “Lalu kenapa kaukatakan padanya kita akan mengeluarkannya dari situ”’ Itu kan tidak mungkin!”

Mereka melangkah ke luar dalam panas terik yang menyengat. Jeannie berkata, “Besok aku akan ke bank, mencoba mendapatkan pinjaman. Kita akan memindahkannya ke tempat yang lebih baik, dan aku akan menombok uang asuransjnya.”

“Tapi bagaimana caramu membayar kembali itu semua?” ujar Patty secara praktis.

“Aku akan diangkat menjadi lektor, lalu menjadi profesor penuh, lalu aku akan ditugaskan menulis sebuah buku pegangan dan disewa sebagai konsultan oleh tiga perusahaan konglomerat internasional.”

Patty tersenyum di antara deraian air matanya. “Aku percaya itu, tapi bagaimana dengan orang-orang bank itu’?”

Patty memang selalu mempercayai ucapan ucapan Jeannie. Patty sendiri sama sekali tidak ambisius. Ia termasuk dalam peringkat di bawah rata-rata di

www.ac-zzz.tk

sekolah, menikah dalam usia sembilan belas tahun, dan sejak itu tinggal di rumah untuk membesarkan anak-anaknya tanpa rasa sesal sedikit pun. Jeannie justru sebaliknya. Sebagai bintang kelas dan kapten dalam hampir semua nm olahraga, ia menjadi juara tenis dan meneruskan pendidikannya ke perguruan tinggi melalui beasiswa olahraga. Apa pun yang katanya akan ia lakukan, Patty tak pernah meragukannya.

Tapi ucapan Patty betul; pihak bank tidak akan mem—

24

berikan pinjaman baru kepadanya setelah baru saja mendanai pembelian apartemennya. Dan ia belum lama diangkat menjadi asisten profesor; baru tiga tahun kemudian ia akan mendapat promosi lagi. Saat mereka tiba di pelataran parkir, Jeannie berkata dalam nada putus asa, “Oke, akan kujual mobilku.”

Jeannie menyayangi mobilnya. Sebuah Mercedes 230C merah keluaran dua puluh tahun yang lalu, dengan dua pintu dan jok dari bahan kulit berwarna hitam, la membelinya delapan tahun yang lalu, dengan uang hadiah • kemenangannya dalam the Mayfair Lites College Tennis Challenge, sebanyak lima ribu dolar. Itu saat sebelum memiliki mobil Mercedes tua dianggap gaya. “Nilainya sekarang mungkin sudah dua kali lipat dari yang kubayar dulu,” ujarnya.

“Tapi kau harus membeli mobil lain,” ujar Patty, yang masih amal realistis.

“Kau benar.” Jeannie menghela napas. “Yah, aku bisa memberikan les privat. Memang bertentangan dengan peraturan JFU, tapi aku mungkin bisa mendapat empat puluh dolar sejam untuk mengajar remedial statistics mahasiswa-mahasiswa kaya yang gagal ujian di universitas lain secara pribadi. Aku bisa memperoleh tiga ratus dolar seminggu, mungkin; bebas pajak kalau aku tidak melaporkannya” la menatap adiknya. “Kau bisa sisihkan sesuatu?”

Patty mengalihkan matanya. “Aku tidak tahu.”

“Zip kan mendapat lebih banyak daripada aku.”

“Dia bisa membunuhku karena mengatakan ini, tapi kukira kami, bisa menyisihkan sekitar tujuh puluh lima sampai delapan puluh dolar seminggu,” ujar Patty akhirnya. “Aku akan mendorongnya untuk meminta kenaikan gaji. Dia bakal merasa sungkan mengajukannya, tapi setahuku dia layak menerimanya, dan bosnya suka padanya”

Jeannie mulai merasa lebih senang, meskipun ia tidak

25

www.ac-zzz.tk

terlalu antusias membayangkan akan menghabiskan hari-hari Minggunya dengan mengajar para mahasiswa baru yang ketinggalan. “Dengan uang ekstra sebesar empat ratus dolar seminggu, kita dapat memperoleh kamar dengan kamar mandi sendiri untuk Mom.”

“Dengan begitu, dia bisa memiliki barang-barangnya sendiri di sekitarnya, pemak-pernik dan mungkin beberapa perabotan dari apartemennya.”

“Ayo kita mulai tanya sana-sini, mungkin ada yang tahu tentang tempat yang lebih menyenangkan.”

“Oke.” Patty tampak berpikir. “Penyakit yang diderita Mom itu menurun, kan? Aku pernah mengikuti liputannya di TV.”

Jeannie mengangguk. “Penyebabnya adalah kelainan suatu gen, AD3, yang berhubungan dengan tahap paling awal penyakit ‘Alzheimer.” Lokasinya di kromosom 14q24.3, seingat Jeannie, tapi itu toh tidak akan ada artinya bagi Patty. -

“Apakah itu berarti kau dan aku nanti juga akan menderita seperti Mom?”

“Kemungkinan itu memang ada.”

Untuk sesaat mereka sama-sama terdiam. Bayangan akan kehilangan kemampuan untuk berpikir terang betul-betul amat tidak menyenangkan untuk dibicarakan.

“Untung aku sudah mulai punya anak dalam usia amat muda,” ujar Patty. “Mereka sudah cukup besar untuk mengurus diri sendiri saat itu terjadi atas diriku.”

Jeannie menangkap nada sindiran itu. Sama seperti Mom, Patty beranggapan ada sesuatu yang tidak beres jika seseorang berusia dua puluh sembilan tahun belum juga punya anak. Jeannie berkata, “Fakta bahwa mereka sudah berhasil menemukan gennya menjanjikan pengharapan. Artinya, saat kita mencapai usia Mom, mereka mungkin sudah dapat menyuntik kita dengan versi DNA kita sendiri yang sudah diubah, dan tidak mengandung gen yang fatal itu lagi.”

26

“Mereka menyebutkan itu di TV. Teknologi rekombinasi DNA, kan?”

Jeannie tersenyum. “Betul.”

“Tuh, kan, aku nggak begitu bodoh.”

www.ac-zzz.tk

“Aku tidak pernah menganggap kau bodoh.” ť

Dengan wajah serius Patty berkata, “Masalahnya, DNA membuat kita sebagaimana adanya kita, sehingga kalau DNA-ku diubah, apakah aku akan menjadi orang yang sama sekali berbeda?”

“Bukan hanya DNA-mu yang membuat kau menjadi kau, tapi juga bagaimana caramu dibesarkan. Dan itulah yang sedang kutekuni saat ini.”

“Bagaimana dengan pekerjaanmu yang baru?”

“Seru. Ini kesempatan yang baik sekali bagiku, Patty. Ternyata banyak sekali yang membaca artikel yang kutulis mengenai kriminalitas, dan apakah kecenderungan itu terdapat di dalam gen kita.” Artikel itu diterbitkan tahun lalu, saat ia masih di University of Minnesota, memakai nama profesor pembimbingnya di atas namanya sendiri, tapi itu adalah hasil kerjanya

I* Aku masih belum mengerti, apakah maksudmu bakat jahat itu diturunkan atau tidak.”

“Aku mengidentifikasi empat bakat yang diturunkan, yang cenderung mengarah ke perilaku kriminal: sikap impulsif, tidak mengenal rasa takut, sikap agresif, dan hiperaktif. Menurut teoriku yang hebat, cara tertentu untuk membesarkan seorang anak dapat menetralisasi bakat-bakat ini dan mengubah mereka yang berpotensi menjadi pelaku kriminal menjadi seorang warga negara yang baik.”,

“Lalu bagaimana caramu membuktikannya?”

“Dengan mempelajari pasangan-pasangan kembar identik yang dibesarkan secara terpisah. Pasangan-pasangan kembar identik memiliki DNA yang sama. Tapi kalau mereka diadopsi sewaktu dilahirkan atau dipisahkan entah dengan alasan apa, mereka akan tumbuh

27

dewasa dengan cara berbeda. Karena itulah aku mencari pasangan-pasangan kembar di mana yang satu adalah seorang kriminal dan yang lain normal. Kemudian aku mempelajari cara mereka dibesarkan dan letak perbedaan cara ojangtua mereka mendidik mereka.”

“Pekerjaanmu memang penting sekali,” ujar Patty.

“Kukira begitu.”

www.ac-zzz.tk

“Kita harus temukan alasan, mengapa begitu banyak orang Amerika jadi begitu jahat belakangan ini.”

Jeannie mengangguk Memang begitulah, singkatnya.

Patty melangkah ke arah mobilnya sendiri, sebuah Ford station wagon tua yang besar; bagian belakangnya penuh dengan barang-barang anak-anak dalam aneka warna marak: sebuah sepeda roda tiga, sebuah kereta dorong yang dilipat, berbagai macam raket dan bola, dan sebuah truk mainan besar dengan satu roda patah.

Jeannie berkata, “Cium anak-anak untukku, oke?*

“Trims. Aku akan meneleponmu besok, setelah menengok Mom.”

Jeannie mengeluarkan kunci mobilnya, kemudian menghampiri Patty untuk merangkul adiknya. “Aku menyayangimu. Sis,” ujarnya.

“Aku juga.”

Jeannie masuk ke dalam mobilnya, lalu melesat pergi.

la merasa tegang dan gelisah, penuh dengan berbagai perasaan yang tidak terpecahkan mengenai Mom, Patty, dan ayahnya yang tidak ada di situ. Ia memasuki 1-70 dan mulai menginjak gasnya, menyelip ke sana kemari di antara kendaraan-kendaraan lain. la mempertimbangkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya hari itu, kemudian teringat bahwa ia ada janji main tenis pada pukul enam, sesudah itu minum bir dan makan piza bersama serombongan mahasiswa senior dan para akademikus muda fakultas psikologi Jones Falls. Mula-mula terpintas dalam dirinya membatalkan acaranya malam itu. Tapi ia tak ingin duduk sendirian di rumah

28

dengan pikiran kusutnya. Ia akan main tenis putusnya-olahraga yang rfTenuntut banyak energi itu akan membuatnya merasa lebih nyaman. Sesudah itu ia akan menghabiskan waktunya di Andy’s Bar selama sejam atau dua jam, lalu tidur lebih awal.

Tapi kenyataannya ternyata tidak begitu.

Lawan main tenisnya adalah Jack Budgen, kepala perpustakaan universitas. Laki-laki ini pernah main di Wimbledon dan, meskipun sekarang ia sudah botak dan berusia lima puluh tahun, kondisinya masih fit dan ia masih menguasai sisa-sisa keterampilan lamanya Jeannie belum pernah masuk Wimbledon. Puncak

www.ac-zzz.tk

kariernya adalah dalam tim tenis USA di Olimpiade saat ia masih mahasiswi junior. Namun ia toh lebih kuat dan cepat daripada Jack.

Mereka bermain di lapangan tenis yang dilapis tanah liat merah di kampus Jones Falls. Mereka merupakan lawan setanding, sehingga permainan mereka menarik perhatian sejumlah penonton. Memang tidak ada kode berpakaian, tapi karena kebiasaan, Jeannie selalu bermain dalam celana pendek putih yang bersih dan kaus polo putih. Rambutnya panjang dan berwarna gelap, tidak lembut dan lurus seperti milik Patty, tapi berombak dan sulit diatur, karenanya ia menyusupkannya ke dalam topi petnya

Pukulan serve Jeannie kuat sekali, sedangkan hantaman smash baekkand-nya betul-betul mematikan. Tidak banyak yang dapat dilakukan Jack untuk mengatasi serve-nya, namun setelah melewati beberapa babak awal, ia memastikan Jeannie tidak memperoleh kesempatan untuk menggunakan smash backhand nya la bermain dengan lihai, menghemat energinya dan membiarkan Jeannie membuat kesalahan-kesalahan. Jeannie bermain agak terlalu agresif, membuat kesalahan ulang saat ganti bola, dan terlalu terburu-buru lari ke arah net. Dalam

29

situasi normal, Jeannie yakin ia dapat mengalahkan Jack, tapi hari ini konsentrasinya sedang kacau, sehingga agak sulit baginya untuk memprakirakan gerakan lawannya Mereka memenangkan masing-masing satu set, dan set ketiga berakhir dengan 5-4 untuk pihak Jack. Tapi Jeannie mendapati dirinya masih memegang bola

Permainan terus berlanjut sampai pada kedudukan dua deuce, kemudian Jack mendapat satu angka dan berada di atas angin. Jeannie memukul bola ke dalam net. Erangan tertahan terdengar dari arah kerumunan penonton. Bukannya memberikan pukulan serve kedua normal yang lebih pelan, ia memperhitungkan arah angin dan memukul lagi, seakan yang ia berikan itu sebuah serve pertama. Jack berhasil meraih bola itu dan mengembalikannya ke posisi backhand Jeannie, yang kemudian melancarkan pukulan smash-nya sambil lari ke arah net Namun kondisi Jack tidak seburuk yang ia coba tampilkan. Bola itu melayang kembali dengan mantap melewati kepala Jeannie, lalu mendarat tepat di garis belakang.

Jeannie berdiri sambil mengawasi bola itu dengan berkacak pinggang, la benar-benar marah pada dirinya. Meskipun sudah bertahun-tahun tidak pernah bermain secara serius, ia masih memiliki semangat bertanding yang kuat, yang membuatnya tidak mudah menerima kekalahan. Kemudian ia berusaha menenangkan perasaannya dan menyunggingkan senyum di bibirnya. Ia berpaling. “Bagus sekali!” serunya Ia melangkah ke arah net untuk menjabat tangan Jack, sementara tepukan riuh terdengar dari arah para penonton.

www.ac-zzz.tk

Seorang anak muda menghampirinya. “Hei, permainan bagus!” ujarnya sambil tersenyum lebar.

Jeannie menatapnya sekilas. Tubuhnya besar sekali, tinggi dan atletis, dengan rambut pirang berombak yang dipotong pendek, dan sepasang mata. biru yang simpatik. Rupanya ia sedang berusaha menarik perhatian Jeannie.

30

Jeannie sedang tidak mood. “Trims,” sahutnya dalam nada pendek.

Anak muda itu tersenyum lagi. Suatu senyuman relaks dan penuh percaya diri, yang menyatakan bahwa kebanyakan cewek akan senang kalau ia mengajak mereka, berbicara, entah ia sedang serius atau tidak. “Aku juga bisa main tenis sedikit, dan kukira…”

“Kalau kau cuma bisa main tenis sedikit, kau bukan tandinganku sahut Jeannie sambil berlalu.

Di belakangnya, Jeannie mendengar jawabannya yang bernada humor, “Apakah itu berarti tidak akan ada acara makan malam romantis yang diteruskan dengan malam yang penuh kehangatan?”

Mau tak mau Jeannie tersenyum menanggapi kegigihan anak muda itu, walaupun tadi ia memberi tanggapan ketus. Ia berpaling, lalu berkata melalui pundaknya, tanpa menghentikan langkah. “Ya. tapi trims untuk tawaranmu.”

Ia meninggalkan lapangan tenis itu dan menuju ruang ganti. Jeannie mempertanyakan apa yang sedang dilakukan Mom pada saat itu. Tentunya ia sudah makan malam sekitar waktu ini; sekarang pukul tujuh tiga puluh, dan makan malam selalu diberikan awal di tempat-tempat perawatan seperti itu. Mungkin Mom sedang nonton TV di ruang duduk. Mungkin ia akan menemukan seorang teman yang hampir seusia dengannya dan dapat mentoleransi sifat pelupanya dan menaruh minat pada foto cucu-cucunya. Dulu Mom punya banyak teman—rekan-rekannya di salon, para pelanggannya, tetangga dan mereka-mereka yang sudah ia kenal selama sekitar dua puluh lima tahun—tapi tentunya tidak mudah bagi orang-orang ini untuk memelihara hubungan akrab mereka kalau Mom setiap kali lupa siapa mereka.

Saat melewati lapangan hockey, Jeannie berpapasan dengan Lisa Hoxton. Lisa adalah teman sejati perta—

31

manya sejak ia tiba di Jones Falls sebulan yang lalu Gadis itu seorang teknisi laboratorium di fakultas psikologi. Ia memiliki gelar kesarjanaan, namun tak

www.ac-zzz.tk

ingin menjadi seorang akademikus. Sama seperti Jeannie, ia datang dari keluarga miskin, dan merasa sedikit terintimidasi oleh kalangan Ivy League Jones Falls. Mereka langsung merasa cocok satu sama lain.

“Barusan ada anak yang mencoba mendekati aku,” ujar Jeannie sambil tersenyum.

“Kayak apa tampangnya?”

“Seperti Brad Pitt, tapi lebih tinggi.”

“Kaubilang padanya bahwa kau punya teman yang lebih mendekati usianya?” ujar Lisa, yang berumur dua puluh empat tahun.

“Tidak.” Jeannie menoleh ke belakang, tapi anak muda itu sudah tidak tampak lagi. “Jalan terus, siapa tahu dia membuntuti kita.”

“Begitu mengganggunyakah dia?”

“Ah.”

“Jeannie, yang tampangnya nggak enaklah yang harus kauhindari.” “Sudahlah!”

“Kau kan bisa memberikan nomor teleponku padanya.”

“Seharusnya kuselipkan secarik kertas dengan nomor ukuran BH-mu di tangannya; itu bakal ampuh sekali.” Payudara Lisa memang besar.

Lisa berhenti melangkah-Untuk sesaat Jeannie mengira gurauannya sudah keterlaluan, dan ia telah menyinggung perasaan Lisa, la mulai mencari cara untuk meminta maaf. Kerrtudian Lisa berkata. “Gila! Ukuranku 36D, untuk keterangan lebih lanjut, hubungi nomor ini. Boleh juga.”

“Aku cuma iri, dari dulu aku kepingin yang besaran,” ujar Jeannie, lalu mereka sama-sama cekikikan. “Benar, lho. Aku sering berdoa untuk itu. Bisa dibilang aku

32

cewek yang paling belakangan haid ih kelasku. Benar benar memalukan.*’

“Kau sungguh-sungguh berdoa. Ya Tuhan, tumbuhkanlah tetekku, sambil berlutut di samping tempat tidurmu?”

www.ac-zzz.tk

“Aku berdoa kepada Perawan Maria, karena kupikir ini masalah cewek. Dan aku nggak bilang tetekku, tentu saja”

“Lalu kau bilang apa? Buah dada?”

“Tidak, rasanya nggak enak bilang buah dada pada Ibu Maria.”

“Jadi, kau pakai kata apa?”

“Papan.”

Tawa Lisa meledak.

“Entah dari mana aku dapat kata itu, rasanya aku pernah dengar orang menggunakan istilah itu. Kedengarannya cukup sopan di telingaku. Aku nggak pernah menceritakan ini kepada siapa-siapa sebelumnya.”

Lisa menoleh ke belakang. “Yah, aku tidak melihat ada cowok keren membuntuti kita. Rupanya kau sudah berhasil menggusah si Brad Pitt.”

“Bagus kalau begitu. Dia memang tipeku, cakep, seksi, sok percaya diri, dan benar-benar tidak dapat dipercaya”

“Dari mana kau tahu dia tidak bisa dipercaya? Kau cuma bertemu dengannya selama dua puluh detik.”

“Semua laki-laki tidak bisa dipercaya”

“Mungkin kau benar Kau ke Andy’s nanti malam?”

“‘Yeah, tapi cuma sejam atau dua jam. Aku mau mandi dulu.” Baju Jeannie basah kuyup oleh keringatnya

“Aku juga.” Lisa mengenakan celana pendek dan sepatu lari. “Aku habis latihan dengan tim hockey. Kenapa cuma sejam?”

“Ini hari yang berat untukku.” Pertandingan itu telah berhasil mengalihkan perhatian Jeannie untuk sesaat, namun kini hatinya terasa pedih kembali. “Aku terpaksa memasukkan ibuku ke rumah perawatan.”

33

“Oh, Jeannie, kasihan sekali.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie mengungkapkan ceritanya saat mereka memasuki gedung olahraga itu dan menuruni tangga ke basement. Di ruang ganti, Jeannie melihat pantulan bayangan mereka di cermin. Penampilan mereka begitu kontras, sehingga beikesan lucu. Tinggi Lisa sedikit di bawab rata-rata, sementara Jeannie hampir enam kaki. Lisa seorang gadis pirang dengan lekuk tubuh yang_ lembut, sementara Jeannie lebih gelap dan berotot. Wajah Lisa manis, dengan bintik-bintik di sekitar hidung mungilnya yang lucu, dan mulutnya seperti busur. Keba nyakan orang mendiskripsikan Jeannie sebagai gadis menarik, dan kaum lelaki kadang-kadang mengatakan kepadanya bahwa ia cantik, tapi tidak pernah ada yang menyebutnya manis.

Saat mereka melepaskan pakaian olahraga yang penuh keringat itu, Lisa berkata, “Bagaimana dengan ayahmu? Kau nggak pernah cerita apa apa mengenai dirinya.”

Jeannie menghela napas. Pertanyaan itu sangat ditakutinya sejak ia masih kecil, tapi toh pada akhirnya selalu muncul, cepat atau lambat. Selama bertahun-tahun ia sudah berbohong, dengan mengatakan Daddy sudah meninggal atau menghilang atau menikah lagi dan pergi ke Saudi Arabia untuk bekerja. Namun belakangan ia mulai mengungkapkan apa adanya. “Ayahku di dalam penjara,” ujarnya

“Va Tuhan. Seharusnya aku tidak bertanya”

‘Tak apa Dia di penjara selama hampir seluruh hidupku. Dia pencuri. Ini sudah ketiga kalinya dia masuk.”

“Berapa lama masa hukumannya?”

“Aku nggak ingat. Itu tidak penting. Dia toh tidak bakal bisa berbuat apa-apa begitu keluar. Dia tidak pernah peduli urusan kami, dan tidak akan pernah peduli.”

“Apa dia nggak pernah punya pekerjaan lain?” 34

“Cuma kalau dia sudah merencanakan untuk membobol suatu tempat. Dia akan bekerja sebagai pesuruh, tukang jaga pintu, atau petugas sekuriti selama seminggu atau dua minggu sebelum merampok di situ.”

Lisa menatapnya. “Karena itukah kau begitu tertarik pada soal genetika dalam kasus kriminalitas?”

“Mungkin.”

“Mungkin juga tidak.” Lisa mengibaskan tangannya “Aku paling nggak demen pada para ahli psikoanalisa amatiran.”

www.ac-zzz.tk

Mereka menuju kamar mandi. Jeannie menghabiskan waktu lebih lama daripada biasanya, untuk mencuci rambut, la amat menghargai persahabatannya dengan Lisa. Lisa sudah setahun lebih di Jones Falls, dan ia telah mengantar Jeannie ke mana-mana sewaktu Jeannie baru tiba di situ pada awal semester tersebut. Jeannie merasa senang bekerja sama dengan Lisa di laboratorium, karena temannya itu betul-betul dapat diandalkan; dan ia senang, menghabiskan waktu bebasnya bersama Lisa, karena ia merasa dapat mengungkapkan apa saja yang terpintas dalam pikirannya tanpa khawatir akan dicela.

Jeannie sedang mengolesi rambutnya dengan conditioner saat ia menangkap suara-suara aneh. Ia berhenti, lalu memasang telinga. Sepertinya jeritan-jeritan ketakutan. Bulu kuduknya berdiri, dan membuatnya menggigil. Tiba-tiba ia merasa amat tidak berdaya: tanpa busana, dalam keadaan basah, di lantai bawah bangunan itu. Untuk sesaat ia ragu, kemudian cepat-cepat ia membilas rambutnya sebelum keluar dari kabin mandi itu untuk melihat apa yang tidak beres.

Begitu melangkah keluar dari kabin itu, ia mencium bau sesuatu yang terbakar. Ia tidak dapat melihat apinya, tapi ada asap tebal berwarna hitam keabuan yang membubung ke arah langit-langit. Sepertinya keluar dari ‘ r lubang ventilasi.

II - M

Ia merasa takut. Ia belum pernah menghadapi kebakaran.

Cewek-cewek yang lebih tenang segera merenggut tas-tas mereka, lalu beranjak ke arah pintu. Yang lain mulai histeris, saling meneriaki dalam nada-nada ketakutan sambil berlarian ke sana kemari tanpa arah. Seorang petugas sekuriti brengsek, dengan sehelai sapu tangan berbintik-bintik menutupi hidung dan mulutnya, membuat mereka semakin ketakutan dengan bolak-balik sambil mendorong cewek-cewek itu dan sok memberikan instruksi.

Jeannie menyadari bahwa sebaiknya ia tidak menyia-nyiakan waktunya untuk berpakaian, tapi ia toh merasa tidak enak untuk keluar dari gedung itu dalam keadaan telanjang. Rasa cemas mulai menggerayangi dirinya, namun ia memaksa diri untuk tetap tenang. Ia menemukan lemari locker n ya Lisa masih belum kelihatan. Ia menyambar pakaiannya, mengenakan celana jeans dan baju kausnya

Semua itu hanya memerlukan waktu beberapa detik, tapi sementara itu ruangan tersebut mulai ditinggalkan orang-orang dan dipenuhi asap. Ia tidak dapat melihat lagi pintu keluarnya, dan ia mulai batuk-batuk. Ia ketakutan membayangkan dirinya tidak dapat bernapas. Aku tahu di mana pintunya, dan aku harus tetap tenang, ujarnya pada diri sendiri. Kunci-kunci dan uangnya ada

www.ac-zzz.tk

di dalam saku celana jcans-nyu Ia meraih raket tenisnya. Sambil menahan napas, dengan cepat ia meninggalkan ruang ganti itu, menuju pintu keluar. ,

Lorong itu sudah penuh asap tebal, dan matanya mulai berair, sehingga ia nyaris tak dapat melihat. Kini ia menyesal tidak keluar dalam keadaan telanjang saja, sehingga ia dapat memperoleh beberapa detik ekstra yang berharga. Celana jeans nya toh tidak dapat membantu penglihatan atau pernapasannya di dalam lautan asap ini. Dan tidak menjadi masalah sebetulnya untuk

36

ditemukan dalam keadaan telanjang pada saat kau sudah mati.

Dengan tangan bergetar ia menggerayangi dinding sebagai pegangan saat menelusuri lorong itu, masih sambil menahan napas. Ia memperhitungkan kemungkinan akan bertabrakan dengan salah seorang cewek, tapi rupanya mereka semua sudah mendahuluinya. Ketika tidak ada lagi dinding untuk digerayangi, ia tahu bahwa ia sudah berada di ruang lobi yang kecil, meskipun ia belum bisa melihat apa-apa kacuah asap. Tangganya tentu ada di depannya Ia menyeberangi lobi itu, lalu menabrak mesin Coca Cola Tangganya di sebelah kiri atau sebelah kanan sekarang? Di sebelah kiri, ujarnya pada dirinya. Ia bergerak ke arah itu, kemudian sampai di pintu ruang ganti laki-laki. la menyadari bahwa ia telah salah memilih

la tidak dapat menahan napas lebih lama lagi. Sambil mengerang ia menghirup udara. Kebanyakan asap yang masuk, sehingga ia terbatuk-batuk. Kembali dengan terhuyung-huyung ia menelusuri tembok, sambil batuk, dengan lubang pernapasan serasa terbakar, mata berair, dan hampir-hampif^tak dapat melihat tangannya sendiri di mukanya. Saat ini ia sangat ingin menghirup udara segar, la mengikuti tembok itu menuju mesin Coca Cola, kemudian mengitarinya. Ia menyadari bahwa ia telah menemukan (angga setelah kakinya terantuk pada undak-undak paling bawah, la menjatuhkan raketnya yang kemudian menghilang dari pandangan. Raket itu amat istimewa baginya—ia berhasil memenangkan pertandingan Mayfair Lites Challenge dengannya—tapi ia meninggalkan raket itu, lalu merangkak menaiki tangga

Kabut asap itu menipis secara tiba-tiba begitu ia sampai di lobi utama yang luas di lantai dasar, la dapat melihat pintu-pintu gedung yang terbuka. Seorang petugas sekuriti berdiri di luar, memberikan isyarat kepadanya sambil berteriak. “Ayo!” Masih sambil terbatuk-

V

batuk dan nyaris tak dapat bernapas, ia melintasi lobi itu, lalu keluar untuk menghirup udara segar.

www.ac-zzz.tk

Ia berdiri di tangga luar selama dua atau tiga menit, membungkuk sambil menarik napas dan membatukkan asap itu keluar dari paru-parunya. Setelah irama napasnya kembali normal, ia mendengar lengking sirene sebuah mobil unit gawat darurat di kejauhan, la melayangkan pandang ke sekitarnya untuk mencari Lisa, namun tidak dapat menemukannya.

Apakah Lisa masih di dalam? Dengan tubuh gemetaran, Jeannie bergerak di antara kerumunan orang, sambil mengawasi wajah-wajah di sekitarnya. Kini, setelah berada di luar jangkauan bahaya, terdengar banyak tawa bernada emosi. Kebanyakan gadis-gadis itu dalam keadaan hampir tidak berbusana, sehingga suasana menjadi sedikit intim. Mereka yang berhasil menyelamatkan tas-tas mereka meminjami pakaian lebih kepada yang kurang beruntung. Cewek-cewek telanjang menyambut dengan penuh rasa terima kasih baju kaus kotor dan penuh keringat milik teman-teman mereka. Beberapa hanya mengenakan handuk.

Lisa tidak berada di antara me%ka. Dengan hati semakin resah Jeannie kembali ke petugas sekuriti yang sedang berdiri ifi pintu. “Aku khawatir temanku masih di dalam sana,” ujarnya dengan nada cemas.

“Aku tidak akan menyusulnya,”# ujar laki-laki itu dengan cepat.

‘Hebat sekali,” ucap Jeannie dalam nada sengit, la tidak tahu persis apa yang diharapkannya dari laki-laki itu, namun ia sama sekali tak menduga akan memperoleh jawaban seperti itu.

Sikap kurang suka membayang di wajah si petugas. “Itu tugas mereka,” ujarnya sambil menunjuk ke sebuah mobil unit pemadam kebakaran yang sedang memasuki pelintasan jalan.

Jeannie mulai mengkhawatirkan keselamatan Lisa,

38

namun ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia mengawasi dengan sikap tak sabar dan tak berdaya, sementara para petugas pemadam kebakaran keluar dari kendaraan mereka, lalu mengenakan perangkat bantu pernapasan. Gerakan mereka seakan begitu lambat, sehingga ia ingin mengguncang-guncang tubuh mereka sambil berteriak, “Cepat! Cepat!” Sebuah mobil unit kebakaran yang lain tiba, disusul sebuah mobil polisi putih dengan garis-garis biru-dan-putih dari Departemen Kepolisian Baltimore.

Sementara para petugas-pemadam kebakaran itu menghela sebuah selang ke dalam bangunan, seorang perwira mendekati petugas jaga ruang lobi, lalu bertanya, “Dari mana asal api?”

www.ac-zzz.tk

“Dari ruang ganti cewek,” ujar si petugas sekuriti.

“Di mana itu persisnya?”

“Di basement, di bagian belakang.”

“Ada berapa pintu keluar dari sana?”

“Cuma satu, melalui tangga yang menuju lobi utama, yang ini.*

Seorang petugas teknisi yang berdiri di dekat situ menyanggahnya “Ada sebuah tangga di ruang mesin kolam renang yang menuju bagian belakang gedung.”

Jeannie berhasil menarik perhatian petugas pemadam kebakaran itu, lalu berkata, “Kukira temanku masih di dalam sana.”

“Laki-laki atau perempuan?”

“‘Perempuan, berusia dua puluh empat tahun, pendek, pirang.”

“Kalau dia memang di sana^jita akan menemukannya.”

Untuk sesaat Jeannie merasa lebih tenang. Kemudian ia menyadari bahwa laki-laki itu tidak menjanjikan untuk menemukan Lisa dalam keadaan hidup.

Si petugas sekuriti yang ia lihat di ruang ganti tadi tidak tampak. Jeannie berkata kepada si petugas pe—

39

madam kebakaran, “Masih ada seorang petugas sekuriti di sana, yang tidak kulihat sedari tadi. Orangnya tinggi.”

Si petugas jaga lobi berkata, “Tidak ada petugas sekuriti lain di dalam gedung ini.”

“Yah, tapi dia memakai topi dengan tulisan SEKURITI di atasnya, dan dia menyuruh orang-orang keluar dan dalam gedung.”

“Aku tidak peduli apa yang tertulis di topinya…”

“Astaga, itu tidak perlu diperdebatkan!” bentak Jeannie. “Mungkin dia cuma hasil imajinasiku, tapi kalau tidak, nyawanya mungkin dalam bahaya!”

www.ac-zzz.tk

Seorang gadis dalam celana khaki laki-laki yang digulung berdiri rji dekat mereka sambil ikut mendengarkan. “Aku melihat orang itu. Brengsek banget,” ujarnya. “Dia menggerayangi aku.”

Si petugas pemadam kebakaran berkata, “Tenanglah, kami akan temukan mereka. Terima kasih untuk keterangan Anda.” Ia berlalu.

Jeannie menatap si penjaga lobi dengan pandangan sengit. Ia merasa petugas pemadam kebakaran tadi menganggapnya histeris gara-gara ia berteriak ke arah laki-laki itu. Ia berpaling dengan perasaan sebal. Apa yang akan ia lakukan sekarang? Para petugas pemadam kebakaran berhamburan ke dalam gedung, mengenakan helm dan sepatu bot. Ia masih bertelanjang kaki dan mengenakan sehelai baju kaus. Kalau ia mencoba ikut masuk bersama mereka: mereka akan mengusirnya keluar. Ia mengepalkan tinjunya, bingung. Putar otakmu! Di mana lagi ia dapat menemukan Lisa?

Gedung olahraga itu. bersebelahan dengan Ruth W. Acom Psychology Building, mengikuti nama istri salah seorang penyumbangnya, tapi lebih dikenal, bahkan di kalangan universitas itu, sebagai Nut House. Apakah Lisa ke sana? Pintu-pintunya terkunci pada hari Minggu, tapi mungkin ia punya kunci. Mungkin ia masuk ke sana untuk mencari jas laboratorium untuk menutupi

40

dirinya, atau sekadar duduk di belakang mejanya untuk memulihkan diri. Jeannie memutuskan untuk mengecek Apa pun lebih baik daripada hanya berdiri di situ tanpa melakukan apa-apa.

la segera melintasi lapangan rumput menuju pintu masuk utama Nut House, dan mencoba mengintip k dalam melalui pintu-pintu kacanya. Tak tampak seorang pun di lobinya. Ia mengeluarkan sebuah kartu plastik dari sakunya, yang berfungsi sebagai kunci bila digesekkan di alat pembacanya. Pintu terbuka. Ia segera lari menaiki tangga, sambil memanggil, “Lisa! Kau di sana9’” Ruang laboratorium itu dalam keadaan sunyi. Kursi Lisa masih terletak rapi di belakang meja tulisnya, dan layar komputernya kosong. Jeannie mencoba melongok ke dalam kamar kecil wanita di ujung lorong. Tidak ada siapa-siapa. “Sial!” umpatnya. “Di mana sih kau?”

Dengan napas terengah-engah ia lari lagi keluar. Ia memutuskan untuk mengitari bangunan olahraga itu; siapa tahu Lisa sedang duduk-duduk di suatu tempat untuk mengembalikan napasnya, la berlari menelusuri samping gedung, melewati sebuah pelataran yang penuh drum-drum sampah. Di bagian belakang terdapat sebuah tempat parkir kecil. Ia melihat sosok seseorang berlari melintasi jalan setapak, menjauh. Postur tubuhnya lebih tinggi daripada Lisa, dan Jeannie yakin ia seorang laki-laki. Mungkin si petugas sekuriti yang ia

www.ac-zzz.tk

anggap hilang tadi, tapi laki-laki itu menghilang di pojok Student Union sebelum ia dapat memastikannya.

Jeannie meneruskan langkahnya. Di kejauhan tampak pelintasan*joging, yang tampak sepi sekarang. Setelah membuat putaran penuh, akhirnya ia tiba kembali di bagian muka bangunan olahraga itu.

Kerumunan orang sudah bertambah ramai, dan sekarang lebih banyak lagi mobil pemadam kebakaran dan mobil polisi, namun ia belum juga melihat Lisa, la hampir yakin bahwa temannya masih berada di dalam

gedung yang terbakar itu. Perasaan tidak enak mulai melanda dirinya. Jeannie berusaha menyisihkannya. Kau tidak bisa membiarkan itu terjadi begitu saja!

Ia melihat si petugas pemadam kebakaran yang disapanya tadi. Ia mencengkeram lengan laki-laki itu. “Aku hampir yakin bahwa Lisa Hoxton masih di dalam sana,” ujarnya dengan cepat. “Aku sudah mencarinya ke mana-mana.”

Si petugas pemadam kebakaran menatapnya tajam, lalu rupanya memutuskan bahwa ucapannya dapat diandalkan. Tanpa menjawab Jeannie, ia mendekatkan sebuah radio walkie-talkie ke mulutnya. “Perhatikan kalau ada seorang wanita muda kulit putih yang mungkin masih berada di dalam gedung. Namanya Lisa, aku ulangi… Lisa.”

“Terima kasih,” ujar Jeannie.

Laki-laki itu mengangguk singkat, dan berlalu.

Jeannie merasa bersyukur petugas itu memberikan tanggapan atas ucapannya, namun ia toh belum merasa tenang. Mungkin Lisa masih terjebak di dalam sana, terkunci di dalam kamar kecil atau terperangkap oleh api, menjerit-jerit sia-sia untuk minta tolong; atau mungkin ia jatuh, lalu kepalanya terbentur sesuatu, sehingga ia pingsan, atau dalam kepungan asap, terbaring tak sadar sementara api menjalar semakin dekat.

Jeannie teringat ucapan si teknisi gedung yang menyatakan masih ada sebuah jalan masuk lain ke basement. Ia tidak melihat jalan itu saat mengitari bangunan tersebut. Ia memutuskan untuk melihat lagi. la kembali ke bagian belakang gedung.

Ia langsung melihatnya. Pintunya ternyata terletak sejajar dengan permukaan tanah, berdekatan dengan bangunan itu, dan tersembunyi di balik sebuah mobiL Chrysler New Yorker berwarna keabuan. Daun pintunya yang dari baja dalam keadaan terbuka, bersandar pada dinding bangunan. Jeannie berlutut di dekat lubangnya yang berbentuk persegi, lalu melongok ke dalam.

www.ac-zzz.tk

42

Ada sebuah tangga ke bawah, menuju sebuah kamar kotor yang diterangi lampu neon. Ia dapat melihat mesin-mesin dan sejumlah pipa. Ada kepulan asap di sana, tapi tidak tebal. Rupanya tempat ini terpisah dari bagian Iain basement itu. Namun demikian, bau asap mengingatkan dirinya tentang bagaimana ia terbatuk-batuk dan tersedak tadi, saat menggerayang-gerayang ke sana kemari untuk mencari tangga. Ia merasa jantungnya berdegup lebih cepat.

“Ada orang di situ?” serunya.

Ia merasa mendengar sesuatu, tapi belum yakin. Ia berseru lebih keras. “Halo?” Tidak ada jawaban.

Ia ragu sebentar. Hal paling bijaksana yang dapat ia lakukan adalah kembali ke bagian muka gedung untuk memanggil seorang petugas pemadam kebakaran, tapi itu akan memakan waktu terlalu lama, terutama jika si petugas memutuskan untuk menanyainya terlebih dahulu. Alternatifnya adalah turun dan memeriksa sendiri.

Membayangkan untuk memasuki gedung itu lagi membuat lututnya lernah Dadanya masih sakit oleh serangan batuk yang melanda dirinya gara-gara asap tadi. Tapi Lisa mungkin masih di bawah sana, terluka dan tidak dapat bergerak, atau tertindih oleh balok yang rubuh, atau dalam keadaan pingsan. Ia harus melihat.

Ia mengumpulkan seluruh keberaniannya, lalu menjejakkan kakinya di tangga itu. Lututnya terasa lemah dan ia nyaris kehilangan keseimbangan. Untuk sesaat ia ragu. Selang beberapa saat, ia merasa dirinya lebih kuat. la mulai melangkah turun. Kemudian ada asap yang masuk ke dalam lubang pernapasannya, dan membuatnya terbatuk batnk. la segera naik lagi.

Setelah berhenti batuk, ia mencoba sekali lagi.

la turun satu undakan, kemudian satu lagi. Kalau asap itu membuatku batuk lagi, aku akan langsung keluar, ujarnya pada diri sendiri. Langkah ketiga ternyata

43

lebih mudah, dan selelah itu ia cepat-cepat turun, lalu melompat dari undak-undak terakhir ke permukaan beton.

Ia mendapati dirinya berada di sebuah ruangan besar yang penuh dengan pompa-pompa dan alat penyaring, yang sepertinya untuk kolam renang. Bau asapnya cukup menyengat, namun ia dapat bernapas dengan normal.

www.ac-zzz.tk

la langsung melihat Lisa, namun keadaan temannya membuatnya menahan napas.

Lisa sedang berbaring miring, meringkuk dalam posisi janin, tanpa sehelai benang pun. Terlihat noda darah di pahanya. Dan ia sama sekali tidak bergerak.

Untuk sesaat bulu kuduk Jeannie berdiri.

Ia mencoba menguasai diri. “Lisa!” serunya, la merasa suaranya berkesan histeris, maka ia menarik napas untuk menenangkan diri. Ya Tuhan, lindungilah dia. Ia melintasi ruangan itu sambil melangkahi pipa-pipa yang simpang siur. lalu berlutut di dekat temannya. “Lisa?”

Lisa membuka matanya.

“Terima kasih. Tuhan.” ujar Jeannie. “Kukira kau mati.”

Perlahan-lahan Lisa berusaha duduk. Ia menghindari tatapan Jeannie. Bibirnya tampak memar. “Di-dia… dia memerkosaku,” ujarnya.

Kelegaan di hati Jeannie karena menemukan Lisa masih dalam keadaan hidup digantikan oleh rasa cemas yang mencekam. “Ya Tuhan. Di sini?”

Lisa mengangguk. “Dia bilang ini jalan keluarnya.”

Jeannie memejamkan mata. Ia dapat merasakan kepedihan dan rasa terhina Lisa, haknya sebagai manusia dilanggar, diremehkan dan dicemari. Air mata mulai menggenangi matanya, tapi ia berusaha menahannya Untuk sesaat ia merasa terlalu lemas dan mual untuk mengatakan sesuatu.

Kemudian ia berusaha mengendalikan diri. “Siapa laki-laki itu?”

44

“Orang sekuriti.”

“Yang mukanya ditutup sapu tangan bintik-bintik?” “Dia melepaskannya.” Lisa berpaling. “Dia terus menyeringai.”

Cocok rupanya. Cewek dalam celana khaki tadi mengatakan bahwa seorang petugas sekuriti menggerayangi tubuhnya. Sementara itu, petugas lobi menyatakan bahwa setahunya tidak ada petugas sekuriti lain di dalam bangunan itu. “Dia bukan orang sekuriti,” ujar Jeannie. Ia baru saja melihat laki-laki itu lari menjauh beberapa menit yang lalu. Gelombang rasa marah melanda dirinya saat membayangkan laki-laki itu telah melakukan perbuatan

www.ac-zzz.tk

maksiat ini di sini, di kampus ini. di dalam bangunan olahraga ini, tempat mereka semua biasanya merasa begitu aman untuk melepaskan pakaian dan mandi. Tangan Jeannie bergetar. Ingin rasanya ia mengejar orang itu, lalu mencekik lehernya.

Ia mendengar suara ribut-ribut; suara orang memberikan perintah, langkah-langkah kaki berat dan air yang disemprotkan. Para petugas pemadam kebakaran sedang beroperasi dengan selang-selang mereka. “Dengar, kita sedang dalam bahaya saat ini,” ujarnya cepat-cepat. “Kita harus keluar dari sini.”

Suara Lisa terdengar datar sekali. “Aku tidak punya pakaian.”

Kita bisa mati di sinil “Jangan khawatir soal pakaian, semua dalam keadaan setengah telanjang di luar sana.” Jeannie melayangkan pandang ke sekitarnya, lalu melihat pakaian dalam Lisa yang terbuat dari bahan renda berwarna merah tergeletak di lapisan debu, di bawah sebuah tangki. Ia memungut pakaian dalam itu. “Pakailah. Kotor memang, tapi toh lebih baik daripada tidak mengenakan apa-apa.”

Lisa tetap duduk di lantai, sambil menatap dengan pandangan kosong.

Jeannie berusaha memerangi perasaan panik yang

45

mulai melanda dirinya. Apa yang bisa ia lakukan kalau Lisa bersikeras tidak mau bergerak? Mungkin ia dapat mengangkat Lisa, tapi dapatkah ia membopongnya naik tangga itu? Ia meninggikan suaranya. “Ayo, bangun!” la meraih tangan Lisa, lalu menariknya sampai berdiri.

Akhirnya Lisa menatapnya. “Jeannie, ulahnya betul-betul menjijikkan,” ujarnya.

Jeannie merangkul Lisa, kemudian memeluknya erat. “Aku betul-betul menyesal, Lisa. Sungguh,” ujarnya.

Kabut asap semakin tebal, meskipun dibatasi • oleh pintu yang berat itu. Ketakutan menggantikan rasa prihatinnya saat itu. “Kita harus keluar dari sini—apinya bakal merambat kemari. Demi Tuhan, kenakan ini!”

Akhirnya Lisa mulai bergerak, la memakai celana dalam dan BH-nya. Jeannie meraih tangannya, menggiringnya ke tangga yang menempel pada dinding itu, lalu menyuruhnya naik lebih dulu. Sementara Jeannie mengikutinya dari belakang, pintu ruangan itu didobrak orang. Seorang petugas pemadam kebakaran masuk bersama kepulan asap tebal. Air mengalir deras di sekitar

www.ac-zzz.tk

kakinya, la tampak terkejut melihat mereka. “Kami tidak apa-apa, kami akan keluar melalui jalan ini,” teriak Jeannie ke arahnya. Kemudian ia naik ke atas, menyusul Lisa.

Beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di luar, menghirup udara bersih.

Jeannie merasa lemas, tapi juga lega; ia berhasil menyelamatkan Lisa dari api. Tapi kini Lisa membutuhkan pertolongan. Jeannie melingkarkan lengan di bahu temannya, lalu mengajaknya ke bagian muka gedung. Di mana-mana kendaraan urut pemadam kebakaran dan mobil-mobil polisi malang melintang. Hampir semua wanita di dalam kerumunan itu kini sudah mengenakan sesuatu untuk menutupi ketelanjangan mereka, dan Lisa jadi tampak mengundang perhatian dengan pakaian dalamnya yang berwarna merah. “Ada yang punya celana

46

panjang lebih atau apa saja?” tanya Jeannie dalam nada memohon saat mereka mulai menerobos kerumunan orang. Rupanya semua sudah memberikan apa yang bisa mereka berikan kepada yang lain. Jeannie ingin memberikan baju kausnya pada Lisa, tapi ia sedang tidak memakai BH.

Akhirnya seorang laki-laki kulit hitam yang jangkung melepaskan kemejanya, lalu menyerahkannya pada Lisa. “Nanti tolong dikembalikan, merknya Ralph Lauren,” ujarnya. “Namaku Mitchell Waterfield, Fakultas Matematika.”

“Aku akan ingat itu,” ujar Jeannie dengan penuh rasa terima kasih.

Lisa mengenakan kemeja itu. Karena postur tubuhnya pendek, kemeja itu mencapai lututnya.

Jeannie merasa mulai dapat menguasai keadaan yang serba mengenaskan itu. Ia menggiring Lisa ke sebuah mobil unit gawat darurat. Tiga orang polisi sedang bersandar pada kendaraan mereka, tidak melakukan apa apa. Jeannie menghampiri yang tertua, seorang laki-laki kulit putih yang gemuk dengan kumis keabuan. “Wanita ini bernama Lisa Hoxton. Dan dia baru saja diperkosa.”

Semula ia mengira berita itu akan membuat mereka langsung bereaksi, mengingat undakan kriminal itu merupakan pelanggaran serius, tapi ternyata tanggapan mereka biasa-biasa saja. Mereka membutuhkan beberapa detik untuk mencerna informasi itu, namun saat Jeannie akan membentak mereka, yang berkumis menghela dirinya sambil berkata, “Di mana terjadinya?”

“Di basement bangunan yang terbakar, di ruang mesin kolam renang di bagian belakang.”

www.ac-zzz.tk

Salah seorang di antara mereka, seorang anak muda kulit hitam, berkata, “Para petugas pemadam kebakaran mungkin sedang membilas bukti-buktinya sekarang. Sersan.”

47

“Kau benar,” sahut si sersan. “Sebaiknya kau ke sana. Lenny, dan amankan lokasi tindak kejahatan itu.” Lenny bergegas pergi. Si sersan berpaling ke arah Lisa. “Anda kenal laki-laki yang melakukan ini atas diri Anda, Ms. Hoxton?” tanyanya.

Lisa menggeleng.

Jeannie berkata, “Dia seorang laki-laki kulit putih yang memakai topi pet baseball merah dengan tulisan SEKURITI di bagian depannya. Aku melihatnya di ruang ganti wanita begitu kebakaran itu terjadi, dan kukira aku baru saja melihatnya lari menjauh sebelum aku menemukan Lisa.”

Si sersan mengulurkan lengan ke dalam mobilnya, lalu mengeluarkan sebuah radio telepon. Ia mengatakan sesuatu ke dalamnya, kemudian mengakhiri percakapannya “Kalau dia cukup konyol untuk terus memakai topi pet itu, ada kemungkinan kami dapat menangkapnya,” ujarnya, la mengalihkan perhatian ke arah rekannya. “McHenty, antar korban ke rumah sakit”

McHcnty adalah seorang anak muda kulit putih berkacamata, la berkata kepada Lisa, “Anda mau duduk di depan atau di belakang?”

Lisa tidak menjawab, tapi tampak ragu.

Jeannie membantunya. “Duduklah di depan. Kau tidak ingin tampak seperti tersangka pelaku tindak kejahatan, bukan?”

Rasa cemas membayang di wajah Lisa, dan akhirnya ia berkata, “Kau tidak ikut?”

“Aku akan ikut kalau kau mau aku ikut,” ujar Jeannie untuk menenteramkan hatinya. “Atau aku bisa mampir sebentar di apartemenku, mengambilkan pakaian untukmu, lalu aku akan menemuimu di rumah sakit.”

Lisa menatap McHenty dengan pandangan waswas.

Jeannie berkata, “Kau tidak akan apa-apa, Lisa.”

McHenty membuka pintu mobilnya, lalu Lisa masuk ke dalam.

www.ac-zzz.tk

48

“Rumah sakit mana?” tanya Jeannie kepadanya. “Santa Teresa.” McHenty masuk ke dalam kendaraannya.

“Aku akan menyusulmu di sana,” seru Jeannie melalui jendela kaca, sementara mobil itu melesat pergi.

Jeannie berlari kecil ke arah pelataran parkir fakultas. Ia mulai menyesal kenapa ia tidak ikut untuk menemani Lisa. Lisa betul-betul ketakutan dan tampak tidak keruan saat meninggalkan tempat itu. Tentu saja ia membutuhkan pakaian bersih, tapi yang lebih ia butuhkan saat itu mungkin seorang teman wanita untuk mendampingi, menggenggam tangannya, serta membesarkan hatinya. Sangat berat baginya ditinggal sendirian bersama seorang laki-laki macho yang menyandang pistol. Saat melompat ke dalam mobilnya, Jeannie merasa ia telah membuat kesalahan besar. “Ya Tuhan, ini benar-benar hari yang berat.” ujarnya sambil meninggalkan tempat parkir itu.

Jeannie tinggal tidak jauh dari kampus. Apartemennya terletak di lantai atas sebuah rumah kopel kecil. Jeannie memarkir mobilnya, lalu bergegas lari ke dalam.

Cepat-cepat ia mencuci tangan dan wajahnya, kemudian mengenakan pakaian bersih. Ia berpikir sebentar untuk memutuskan pakaian mana yang cukup untuk bangun tubuh Lisa yang pendek dan agak gemuk, la mengeluarkan sehelai baju polo berukuran besar dan celana panjang berpinggang karet dari bahan katun. Untuk pakaian dalamnya ternyata lebih sulit, la menemukan sebuah celana pendek laki-laki model baggy, tapi tak satu pun BH-nya akan muat. Jadi, Usa terpaksa tidak pakai BH. Ia memeriksa koleksi sepatunya, memasukkan semuanya ke dalam sebuah tas kain. lalu segera lari keluar lagi.

Saat mengemudikan mobilnya ke arah rumah sakit, suasana hatinya mengalami perubahan. Sejak peristiwa kebakaran itu terjadi, pikirannya hanya terpusat pada apa yang hams dikerjakannya kini ia mulai merasa

49

marah. Selama ini Lisa adalah gadis berpembawaan riang dan suka bicara, namun guncangan dan kejadian mengerikan itu telah mengubahnya jadi seperti zombie yang takut masuk ke dalam sebuah mobil polisi sendirian.

Saat melintasi sebuah pusat perbelanjaan, Jeannie mulai memasang mata. kalau-kalau laki-laki dalam topi pet merah itu terlihat lagi. Kalau melihatnya, ia akan membanting kemudi ke arah trotoar untuk menabraknya. Tapi ia tidak akan dapat mengenalinya. Tentunya laki-laki itu lelah melepaskan penutup wajahnya, dan mungkin bahkan topinya. Apa lagi yang dikenakannya tadi? Ia

www.ac-zzz.tk

merasa tercengang menyadari bahwa ia hampir tidak dapat mengingatnya lagi. Semacam baju kaus, ujarnya pada dirinya, dengan celana blue jeans atau mungkin celana pendek. Biar bagaimanapun, kemungkinan besar laki-laki itu sudah ganti pakaian sekarang, seperti halnya dirinya.

Malah orangnya bisa siapa saja yang bertubuh tinggi dan berkulit putih: anak muda pengantar piza yang mengenakan seragam merah itu; atau si botak yang sedang berjalan kaki ke gereja bersama istrinya, dengan buku kidung dalam genggaman masing-masing; atan si tampan bercambang yang sedang menjinjing kotak gitarnya; atau bahkan polisi yang sedang berbicara dengan seorang gelandangan di luar sebuah toko minuman keras. Tidak ada yang dapat dilakukan Jeannie saat itu untuk melampiaskan amarahnya, selain mencengkeram kemudi mobilnya sekuat tenaga, sehingga buku-buku jarinya memutih.

Santa Teresa adalah rumah sakit pinggiran yang besar di sebelah utara, dekat perbatasan kota. Jeannie meninggalkan mobilnya di pelataran parkir, lalu segera menuju bagian perawatan gawat darurat. Lisa sudah berbaring di tempat tidur, dalam pakaian rumah sakit, menerawangi kejauhan Sebuah pesawat TV yang suaranya

50

dimatikan sedang menayangkan acara pemberian penghargaan Emmy: ratusan selebriti Hollywood dalam pakaian malam, minum-minum sampanye sambil saling memberikan selamat. McHenty duduk di samping tempat tidur dengan sebuah buku notes di atas lututnya.

Jeannie menurunkan tas kainnya. “Ini pakaian untukmu. Bagaimana?”

Lisa tidak menjawab dan wajahnya masih tetap tanpa ekspresi, la masih terguncang, ujar Jeannie pada dirinya. Ia sedang menekan perasaannya, berjuang agar tetap dapat mengendalikan diri. Tapi ia toh harus menemukan cara untuk melampiaskan amarahnya. Perluapan itu akan terjadi, cepat atau lambat.

McHenty berkata, “Aku harus mendapatkan beberapa detail mengenai kasus ini, Miss. Kalau Anda tidak berkeberatan untuk meninggalkan kami berdua selama beberapa saat lagi?”

“Oh, tentu,” ujar Jeannie dalam nada meminta maaf. Tapi kemudian ia melihat wajah Lisa. Untuk sesaat ia terenyak. Beberapa menit yang lalu, ia mengumpati dirinya karena telah meninggalkan Lisa sendirian dengan seorang laki-laki. Kini ia hampir melakukan hal yang sama. “Tapi.” ujarnya, “mungkin Lisa lebih suka aku menemaninya di sini.” Instingnya ternyata dikonfirmasi oleh

www.ac-zzz.tk

anggukan lemah1 Lisa. Jeannie duduk di tempat tidur itu, lalu menggenggam tangan Lisa.

McHenty tampak kesal, namun tidak membantah. “Aku baru menanyakan kepada Miss Hoxton tentang cara dia menghadapi penyerangan itu,” ujarnya. “Apakah kau berteriak. Lisa?”

“Sekali, sewaktu dia mengempaskan tubuhku ke lantai,” jawab Lisa dalam suara rendah. “Kemudian dia mengeluarkan sebilah pisau.”

Suara McHenty terdengar datar, dan pandangannya terarah ke buku notesnya saat ia berkata, “Apakah kau mencoba melawannya?”

51

Lisa menggeleng. “Aku takut dia akan melukai aku.”

“Jadi, kau hampir tidak berusaha melawan setelah jeritau pertama itu?”

Lisa menggeleng, lalu mulai mengisak. Jeannie meremas tangannya. Ingin rasanya ia berkata pada McHenty, Memangnya apa yang seharusnya ia lakukan? Namun ia menahan diri. Ia sudah berlaku kasar tadi, kepada seorang anak muda bertampang Brad Pitt, mengeluarkan komentar yang tidak enak mengenai payudara Lisa, dan membentak si petugas jaga lobi di gedung olahraga itu. la menyadari bahwa ia akan menemui masalah dalam menghadapi pihak berwenang, dan memutuskan untuk tidak memusuhi petugas kepolisian yang sedang melakukan pekerjaannya ini.

McHenty melanjutkan. “Sewaktu akan memerkosamu, apakah dia memaksamu untuk mengangkang?”

Jeannie mengernyitkan wajahnya. Kenapa mereka tidak menugaskan seorang polisi wanita untuk melakukan interogasi seperti itu?

Lisa berkata, “Dia menempelkan ujung pisaunya di pahaku.”

“Apakah dia melukaimu?”

“Tidak.”

“Jadi, kau membuka kakimu dengan begitu saja.”

Jeannie berkata, “Kalau seorang tersangka mengacungkan senjatanya ke arah seorang polisi, biasanya kau akan menembaknya, bukan? Apakah kau akan menyebut itu dengan begitu saja?”

www.ac-zzz.tk

McHenty melontarkan tatapan marah ke arah Jeannie. “Tolong jangan ikut campur, Miss.” la mengalihkan perhatiannya kembali kepada Lisa. “Apakah ada bagian tubuhmu yang terluka?”

“Aku sedang mengalami perdarahan, ya.”

“Apakah itu disebabkan oleh tindakan persetubuhan secara paksa?”

“Ya.”

52

“Di mana persisnya kau terluka?”

Jeannie tidak tahan lagi. “Bagaimana kalau kita biarkan para dokter yang menentukannya?”

McHenty menatapnya seakan ia orang tolol. “Aku harus membuat laporan pendahuluan.”

“Kalau begitu, katakan saja bahwa dia mengalami luka dalam yang diakibatkan oleh peristiwa pemerkosaan itu.”

“Aku yang melakukan prosedur tanya-jawab ini.”

“Dan aku meminta padamu untuk tidak merongrongnya. Bung,” ujar Jeannie sambil berusaha mengendalikan diri agar tidak meninggikan suaranya. ‘Temanku ini sedang stres dan kukira dia tidak perlu mendeskripsikan luka-luka dalamnya kepadamu, sementara dia akan diperiksa oleh seorang dokter sebentar lagi.”

McHenty tampak marah, tapi bertekad untuk meneruskan tugasnya. “Tadi kulihat kau mengenakan pakaian dalam dari bahan renda berwarna merah. Apakah menurutmu itu sedikit banyak ada pengaruhnya atas apa yang telah terjadi?”

Lisa membuang muka, matanya penuh air mata.

Jeannie berkata, “Kalau aku melaporkan bahwa mobil Mercedes merahku dicuri, apakah kau akan menanyakan padaku apakah aku memprovokasi terjadinya pencurian itu dengan mengemudikan sebuah mobil yang demikian menariknya?”

McHenty mengabaikan dirinya. “Apa seingatmu kau sudah pemah bertemu dengan laki-laki ini. Lisa?”

www.ac-zzz.tk

“Belum.”

“Tapi kabut asap tentunya mempersulitmu untuk dapat melihat jelas. Dan dia memakai semacam syal untuk menutupi wajahnya.”

“Pada awalnya aku memang tidak bisa melihat apa-apa. Tapi tidak begitu banyak asap di tempat… dia melakukan itu. Aku melihat tampangnya.” Lisa mengangguk. “Aku melihat tampangnya.”

53

“Jadi, kau akan mengenalinya begitu kau melihatnya* lagi?”

Tubuh Lisa menggigil. “Ya, tentu.” “Tapi kau belum pernah melihatnya sebelumnya, misalnya di bar atau tempat lain?” “Betul.”

“Kau suka pergi ke bar, Lisa?” “Ya.”

“Bar untuk orang-orang single, yang semacam itukah?”

Darah Jeannie mulai mendidih. “Pertanyaan macam apa itu?”

“Pertanyaan yang biasanya diajukan oleh para pengacara,” jawab McHenty.

“Lisa kan tidak sedang disidang? Dia bukan si calon tersangka! Dia korbannya!”

“Kau masih perawan, Lisa?”

Jeannie berdiri. “Oke, sekarang cukup. Tidak kusangka akan sampai begini. Kau tidak berhak mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti ini.”

McHenty menaikkan volume suaranya. “Aku sedang menjajaki kredibilitasnya

“Satu jam setelah dia menjadi korban suatu tindakan kekerasan? Lupakan itu!”

“Aku cuma melakukan tugasku.”

“Rupanya kau tidak tahu, apa sebetulnya tugasmu. Rupanya kau memang benar-benar tidak becus, McHenty.”

Sebelum laki-laki itu dapat menjawab, seorang dokter memasuki ruangan itu tanpa mengetuk terlebih dahulu. Ia masih muda dan tampak tegang dan kecapekan. ‘Tnt yang diperkosa?” tanyanya.

www.ac-zzz.tk

“Ini Ms. Lisa Hoxton,” ujar Jeannie dalam nada dingin. “Dan ya, dia baru saja diperkosa.”

“Aku perlu melakukan pengambilan cairan vagina.”

Pembawaannya sama sekali tidak simpatik, tapi setidaknya sekarang ada alasan untuk meminta McHenty

54

keluar dari tempat ini. Jeannie mengalihkan pandang ke arah petugas dari dinas kepolisian itu. Laki-laki itu tidak bergeming, seakan ia menganggap tugasnya adalah menyelia seluruh proses itu. Jeannie berkata, “Sebelum Anda melakukan itu, Dokter, bagaimana kalau Opsir McHenty meninggalkan ruangan ini terlebih dahulu?**

Si dokter terdiam, menoleh ke arah McHenty. Si polisi angkat bahu, lalu keluar.

Tiba-tiba dokter itu merenggut lembaran seprai yang menutupi tubuh Lisa. **Angkat bajumu dan pentangkan kakimu,’ perintahnya.

Lisa mulai mengisak.

Jeannie hampir tak percaya mendengar perintah si dokter. Ada apa sebetulnya dengan orang-orang ini? “Maaf, Dokter,” ujarnya.

Si dokter menatapnya dengan pandangan tidak suka. “Ada masalah?”

“Bagaimana kalau Anda lebih sopan sedikit?”

Wajah si dokter memerah. “Rumah sakit ini penuh dengan pasien-pasien yang mengalami berbagai macam trauma, entah karena kecelakaan atau penyakit serius,” ujarnya. Saat ini di ruang gawat darurat ada tiga anak kecil yang baru saja mengalami kecelakaan mobil, dan mereka semua dalam keadaan sekarat. Dan Anda menuntutku untuk berlaku lebih sopan kepada seorang cewek yang tidur dengan laki-laki yang salah?”

Untuk sesaat Jeannie tercengang. “Tidur dengan laki-laki yang salah?* ulangnya.

Lisa langsung duduk tegak. “Aku mau pulang,” ujarnya.

”Sepertinya itu ide yang baik,” sahut Jeannie. Ia membuka tas kainnya, lalu mulai menggelar pakaian-pakaiannya di tempat tidur.

www.ac-zzz.tk

Untuk sesaat si dokter hanya terbengong. Kemudian ia berkata dalam nada marah, “Sesukarnulah.” Lalu keluar.

55

Jeannie dan Lisa saling pandang. “Aku benar-benar tak percaya ini akan terjadi,” ujar Jeannie.

“Untung mereka sudah pergi,” ujar Lisa sambil turun dari tempat tidur.

Jeannie membantu Lisa melepaskan pakaian rumah sakit itu. Setelah Lisa cepat-cepat mengenakan pakaian dan sepatunya, Jeannie berkata, “Kuantar kau pulang.”

“Kau mau menginap di apartemenku’” tanya Lisa. “Aku tak ingin sendirian malam ini.”p>

“Oke, dengan senang hati.”

McHenty sedang menunggu di luar. Tampangnya tidak begitu yakin lagi. Mungkin ia sudah sadar bahwa ia kurang taktis dalam menangani situasi itu. “Masih ada beberapa hal yang perlu kutanyakan,” ujarnya.

Dalam nada tenang Jeannie menjawab, “Kami mau pulang,” ujarnya. “Lisa masih terlalu terguncang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sekarang.”

Tampak si polisi berubah menjadi cemai. “Tapi dia tidak punya pilihan lain.” ujarnya. “Dia sudah kepalang mengajukan pengaduan.”

Lisa berkata, “Aku tidak diperkosa. Ada kekeliruan. Aku cuma mau pulang sekarang.”

“Anda tahu bahwa Anda melakukan pelanggaran hukum dengan mengajukan pengaduan palsu?”

Dengan marah Jeannie berkata. “Wanita itu bukan pelaku tindak kriminal—dia sudah menjadi korban suatu tindak kriminal. Kalau alasanmu menanyakan kenapa dia menarik pengaduannya, katakan padanya bahwa alasannya adalah karena dia mendapatkan perlakukan brutal dari Opsir McHenty dari Dinas Kepolisian Baltimore. Sekarang aku akan mengantarnya pulang. Permisi.” Sesudah itu ia merangkul pundak Lisa dan menggiringnya melewati si polisi, ke arah pintu keluar.

www.ac-zzz.tk

Saat mereka melangkah pergi, ia mendengar laki-laki itu bergumam. “Apa salahku?”

BAB 3

BERRiNGTON Jones menatap kedua sahabat lamanya. “Sulit rasanya untuk percaya,” ujarnya. “Kita sama-sama hampir menginjak usia enam puluh tahun, dan tak seorang pun di antara kita bertiga pernah punya penghasilan lebih dari beberapa ratus ribu dolar setahun. Sekarang kita ditawari masing-masing enam puluh juta dolar—tapi kita justru berdiskusi bagaimana cara menolak tawaran itu!”

Preston Barck berkata, “Sejak dulu memang bukan uang yang kita kejar, bukan?”

Senator Proust berkata, “Aku masih belum mengerti situasinya. Kalau sepertiga.dari suatu perusahaan yang bernilai seratus delapan puluh juta dolar adalah rmlikku, kenapa sampai sekarang aku masih naik mobil Crown-Victoria berusia tiga tahun?”

Ketiga lak laki itu adalah pemilik sebuah perusahaan bioteknologi pribadi yang kecil, Genetico Inc. Preston yang mengelola bisnis itu dari hari ke hari, Jim berke cimpung dalam politik, dan Berrington adalah seorang akademikus. Namun proses akuisisi itu merupakan proyek utama Berrington. Dalam sebuah pesawat menuju San Francisco, Berrington bertemu dengan Presiden

Direktur Landsmann, sebuah konglomerasi perusahaan farmasi Jerman, dan berhasil membangkitkan minat laki-laki itu untuk mengajukan penawaran. Kini Berrington tinggal membujuk rekan-rekannya untuk menerima penawaran itu. Tapi prosesnya ternyata lebih sulit daripada yang ia perhitungkan.

Mereka berada di ruang duduk sebuah rumah di Roland Park, daerah hunian bergengsi di Baltimore. Rumah itu milik Jones Falls University untuk dipinjamkan kepada profesor-profesor yang sedang melakukan kunjungan kerja. Berrington, yang menduduki jabatan profesor di Berkeley, California, di Harvard, dan di Jones Falls, menggunakan rumah itu enam minggu setahun selama ia berada di Baltimore. Di sana-sini ada beberapa barang pribadinya: sebuah komputer lapwp. foto mantan istrinya bersama putra mereka, dan setumpuk buku terbitannya yang terakhir. To Inherit the Future: How Genetic Will Transform America—Untuk Mewarisi Masa Depan: Bagaimana Rekayasa Genetika Dapat Mengubah Amerika.

Preston adalah seorang laki-laki kurus yang amat serius. Meskipun ia salah seorang ilmuwan paling terkemuka dalam angkatannya, tampangnya lebih mirip seorang akuntan. “Klinik-klinik itu selalu menghasilkan uang,” ujar Preston. Genetico memiliki tiga klinik fertilitas yang secara khusus memperdalam proses

www.ac-zzz.tk

pembuahan in vitro—proyek bayi tabung—prosedur ini dimungkinkan oleh riset yang pernah dilakukan Preston pada tahun tujuh puluhan. “Fertilitas merupakan bidang yang paling cepat berkembang dalam dunia medis di Amerika. Genetico akan menjadi sarana Landsmann untuk terjun ke dalam pasaran baru yang amat luas ini. Mereka ingin kita membuka lima klinik baru setiap tahun, selama sepuluh tahun mendatang.”

Jim Proust adalah seorang laki-laki botak dengan kulit kecokelatan, hidung besar, dan kacamata tebal.

58

Garis wajahnya yang kuat tapi tidak bagus merupakan bulan-bulanan para kartunis politik, la dan Berrington sudah berteman dan menjadi kolega selama dua puluh lima tahun. “Kenapa kita tidak pernah sampai melihat uangnya?” tanya Jim.

“Uang itu selalu kami habiskan untuk riset” Genetico memiliki laboratorium-laboratorium sendiri, serta membuat kontrak riset dengan fakultas-fakultas biologi dan psikologi dari berbagai universitas. Bening ton-1 ah yang membina hubungan perusahaan dengan dunia akademis.

Dalam nada putus asa, Berrington berkata, “Aku tidak mengerti, kenapa kalian berdua tidak bisa melihat bahwa ini merupakan kesempatan besar untuk kita.”

Jim menudingkan jarinya ke arah TV. “Tolong besarkan suaranya. Berry—acaramu sekarang.”

Acara pemberian penghargaan Emmy sudah digantikan oleh Larry King Live, dan Berrington tampil sebagai tamu. Berrington sama sekali tidak menyukai Larry King—laki-laki itu terlalu liberal, menurut pendapatnya—namun penampilan ini merupakan kesempatan baginya untuk berbicara pada jutaan rakyat Amerika.

la menatap sosoknya di televisi, dan merasa senang. Sebetulnya postur tubuhnya pendek, tapi kamera televisi telah membuat semua tampil sama tinggi. Setelannya yang berwarna biru laut tampak rapi. kemeja biru langitnya senada dengan warna matanya, dan dasinya yang berwarna merah anggur tidak kelihatan norak di layar. Setelah menilai secara lebih kritis, ja menganggap rambutnya yang keperakan Ťedikit terlalu rapi, nyaris tidak alami; gawatnya malah hampir seperti seorang penginjil televisi.

King, yang seperti biasa selalu mengenakan bretel, sedang cenderung bersikap agresif. Suaranya yang datar bernada menantang. “Profesor, Anda kembali menimbulkan kehebohan dengan buku Anda yang terakhir, namun banyak yang beranggapan bahwa motivasi Anda tidak

www.ac-zzz.tk

59

ilmiah, melainkan lebih berbau politik. Bagaimana tanggapan Anda mengenai hal ini?**

Berrington merasa berbesar hati mendengar suaranya sendiri yang berkesan menguasai keadaan dan logis. “Aku cuma ingin menyatakan bahwa keputusan-kepu-tusan politik sebaiknya mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, Larry. Alam, kalau dibiarkan apa adanya, mengunggulkan gen-gen yang baik dan memusnahkan yang kurang baik. Kebijakan kesejahteraan sosial kita bertentangan dengan seleksi alam. Karena itulah kita memiliki generasi warga kelas dua Amerika saat ini.**

Jim mencicipi wiskinya, lalu berkata, “Ungkapan yang bagus—generasi warga kelas dua Amerika. Layak dikutip.*’

Dr layar TV, Larry King berkata, “Kalau teori Anda diikuti, apa yang akan terjadi pada anak-anak orang miskin? Mereka akan dibiarkan kelaparan, bukan?”

Wajah Berrington di layar tampak berubah menjadi serius. “Ayahku meninggal pada tahun 1942, ketika kapal induk Wasp ditenggelamkan oleh sebuah kapal selam Jepang di Guadalcanal. Usiaku baru enam tahun ketika itu. Ibuku berjuang keras untuk membesarkan dan menyekolahkan aku. Larry, aku anak dari kalangan tidak berpunya.”

Nyatanya memang bisa dibilang begitu. Ayahnya, seorang insinyur yang brilian, telah meninggalkan ibunya dengan tunjangan kecil, sehingga ibunya tidak terpaksa harus bekerja atau menikah lagi. Ia berhasil mengirim Berrington ke sekolah-sekolah swasta yang mahal, dan kemudian ke Harvard—tapi itu toh merupakan perjuangan.

Preston berkata, “Penampilanmu bagus, Berry—kecuali mungkin rambutmu yang bergaya daerah barat” Barck, yang termuda di antara trio itu, berusia lima puluh lima tahun, berambut hitam pendek yang menempel menutupi tempurung kepalanya seperti topi pet.

60

Berrington menanggapinya dengan gumaman sebal. Ia juga berpendapat begitu, tapi toh merasa tersinggung mendengarnya dari mulut orang lain. Ia menambahkan sedikit wiski ke dalam gelasnya sendiri. Mereka sedang minum Springbank, merk berkualitas.

Di layar, Larry King berkata, “Secara falsafah, apa beda pandangan Anda dengan mereka dari kelompok, katakanlah, Nazi?*’

www.ac-zzz.tk

Berrington menekan tombol remote control-nya untuk mematikan pesawat televisi itu. “Aku sudah menggeluti masalah ini selama sepuluh tahun,” ujarnya. “Tiga buah buku dan jutaan kali muncul dalam acara bincang-bincang semacam itu sesudahnya. Apa relevansinya? Tidak ada.”

Preston berkata. “Toh ada. Soal genetika dan ras kaujadikan isu. Kau terlalu terburu-buru.”

“Terburu-buru?” sahut Berrington kesal. “Kauanggap aku terlalu terburu-buru! Dua minggu lagi umurku enam puluh tahun. Kita akan semakin tua. Kita tidak punya banyak waktu lagi!”

Jim berkata, “Ucapannya benar, Preston. Kau masih ingat situasinya sewaktu kita masih muda? Begitu kita membuka mata, akan tampak betapa kacaunya Amerika ketika itu: hak asasi bagi orang-orang negro, orang-orang Meksiko mengalir masuk, sekolah-sekolah terbaik didominasi oleh anak-anak Yahudi yang berpandangan komunis, anak-anak kita sendiri mengisap ganja dan mengelak wajib militer. Dan, wauw, ternyata apa yang sudah kita prakirakan itu benar! Coba lihat apa yang terjadi kemudian! Tidak pernah terlintas dalam bayangan kita bahwa obat-obat terlarang akan menjadi salah satu tonggak industri paling vital di negeri ini, dan bahwa sepertiga dari jumlah bayi-bayi akan lahir dari ibu-ibu yang dibantu program Medicaid. Dan ternyata hanya kitalah yang memiliki keberanian untuk menghadapi masalah itu—kita serta beberapa gelintir individu yang

61

memiliki pandangan sama. Selebihnya cuma menutup mata sambil mengharapkan yang terbaik.”

Mereka masih tetap seperti dulu, ujar Berrington pada dirinya. Sejak dulu Preston selalu amat hati-hati dan agak penakut, sedangkan Jim sedikit terlalu percaya diri. la sudah mengenal mereka begitu lama, sehingga ia dapat menerima ketidaksempurnaan mereka dengan dada lapang, setidaknya begitulah biasanya. Dan ia sudah terbiasa dengan perannya sebagai si moderator yang mengarahkan mereka sebagai penengah.

Kini ia berkata, “Bagaimana posisi kita sehubungan urusan dengan pihak Jerman, Preston?”

“Sudah menjelang tahap pengambilan keputusan,” jawab Preston. “Mereka ingin mengumumkan akuisisi ini melalui acara jumpa pers minggu depan.”

“‘Minggu depan?” sambut Berrington dalam nada antusias. “Bagus sekali!”

www.ac-zzz.tk

Preston menggeleng-gelengkan kepala. “Harus kuakui, aku belum merasa mantap.”

Berrington mengeluarkan suara erangan.

Preston berkata lagi, “Kami sudah melewati fase yang disebut tahap akhir. Kita harus membuka buku-buku kita di hadapan akuntan akuntan Landsmann, dan mengungkapkan segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi keuntungan mereka di masa mendalang, seperti utang-piutang dan perkara-perkara hukum yang masih dalam proses penyelesaian.”

“Tapi kita bersih dari itu. kan?” tanya Jim—

Preston menatapnya dengan serius. “Kita semua tahu bahwa perusahaan ini memiliki hal-hal yang sebaiknya disembunyikan.”

Untuk sesaat suasana di dalam ruangan itu hening. Kemudian Jim berkata, “Gila, tapi itu kan sudah lama sekali.”

“Lalu? Akibat dari apa yang pernah kita lakukan dulu itu masih berkeliaran di luar sana.”

62

“Tapi dari mana Landsman akan tahu mengenai itu— khususnya dalam waktu satu minggu ini?”

Preston angkat bahu, seakan berkata: Siapa tahu?

“Kita harus berani mengambil risiko itu,” ujar Berrington dalam nada tegas. “Suntikan dana yang bakal kita peroleh dari Landsmann akan memungkinkan kita meningkatkan program riset. Dalam beberapa tahun lagi kita akan mampu menawarkan bayi-bayi yang sempurna, hasil rekayasa genetika, kepada masyarakat terkemuka kulit putih Amerika yang datang ke klinik kita.”

“Tapi seberapa jauh relevansinya nanti?” tanya Preston. “Mereka yang miskin akan terus beranak lebih cepat daripada yang kaya.”

“Kau melupakan program politik yang diajukan Jim,” ujar Berrington.

Jim berkata, “Pemerataan pajak pendapatan sampai sepuluh persen, dan kewajiban untuk mengambil suntikan KB bagi mereka yang memperoleh tunjangan sosial.”

www.ac-zzz.tk

“Bayangkan, Preston,” ujar Berrington. “Bayi-bayi yang sempurna untuk kalangan kelas menengah, dan sterilisasi bagi kelompok ekonomi lemah. Kita bisa mulai memulihkan keseimbangan antarras di Amerika. Itu kan target kita sejak dulu.”

“Kita masih amat idealis ketika itu.” ujar Preston.

“Tapi apa yang telah kita lakukan itu benar!” ujar Berrington.

““Memang. Tapi semakin tua, semakin sering terpintas di dalam diriku bahwa entah dengan cara bagaimana, dunia ini akan terus bergulir, meski seandainya aku tidak pernah mencapai apa yang kurencanakan ketika aku berusia dua puluh lima tahun.”

Arah percakapan ini bisa menggagalkan seluruh transaksi. “Tapi kita bisa mencapai apa yang pernah kita rencanakan,” ujar Berrington. “Segala upaya kita selama tiga puluh tahun terakhir ini akun segera membuahkan hasil. Risiko yang kita ambil dulu. waktu bertahun—

63

tahun dan uang yang kita habiskan untuk riset itu— akhirnya ternyata tidak sia-sia. Jangan senewen dulu, Preston!”

“Aku sama sekali tidak senewen. Aku cuma mengemukakan suatu masalah yang praktis dan nyata,” sahut Preston. “Jim boleh saja mengajukan program politiknya, tapi itu kan tidak menjamin pelaksanaannya.”

“Di situlah Landsmann berperan,” ujar Jim. “Dana yang kita dapatkan dari penjualan saham-saham kita dalam perusahaan akan memberikan peluang untuk mencapai sasaran paling tinggi dari yang ada.”

“Apa maksudmu?” tanya Preston dengan tampang tidak mengerti Namun Berrington tahu ke mana arahnya, dan ia tersenyum.

“Gedung Putih,” ujar Jim. “Aku akan mencalonkan diriku dalam pemilihan presiden.”

d i -scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.ee) oleh:

Dilarang meng-komersll-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

64

BAB 4

www.ac-zzz.tk

Beberapa menit menjelang tengah malam, Steve Lo g an memarkir mobil Datsun tua karatannya di Lexington Street, daerah permukiman Hollins Market, Baltimore, sebelah barat pusat kota. la akan menghabiskan malam itu bersama sepupunya, Ricky Menzies, yang menekuni ilmu kedokteran di University of Maryland di Baltimore. Ricky tinggal di sebuah kamar dalam sebuah rumah tua besar yang disewa oleh para mahasiswa.

Ricky adalah tukang hura-hura paling getol, setahu Steve. Ia suka minum-minum, dansa, dan berpesta; begitu pula teman-temannya. Steve merasa amat antusias untuk melewatkan malam itu bersama Ricky. Tapi masalahnya, para tukang hura-hura ini betul-betul tidak dapat diandalkan. Secara mendadak Ricky mendapat teman kencan yang asyik dan membatalkan janjinya, sehingga Steve* terpaksa menghabiskan malam itu sendirian.

Ia keluar dari mobilnya, menjinjing sebuah las olahraga kecil berisi pakaian bersih untuk keesokan harinya. Udara malam itu panas. Ia mengunci mobilnya, lalu melangkah ke arah ujung jalan. Sekelompok anak muda, empat atau lima orang cowok dan seorang cewek, semua

65

kulit hitam, sedang kumpul-kumpul di depan sebuah toko video, sambil merokok. Steve tidak merasa gentar, meskipun ia berkulit putih; gayanya seakan ia memang berasal dari daerah itu, dengan mobilnya yang sudah tua dan celana jeans-nya yang lusuh; selain itu, ia lebih tinggi beberapa inci dari yang terbesar di antara mereka. Ketika ia lewat, salah satu di antara mereka berkata pelan, tapi jelas, “Mau cari kepulan, mau cari yang lebih keras?” Steve menggeleng sambil terus melangkah.

Seorang wanita hitam yang sangat jangkung berjalan ke arahnya, dalam rok amat pendek dan sepatu tumit tinggi, rambut ditata ke atas, lipstik merah manyala, dan perona mata berwarna biru Mau tak mau Steve jadi memandanginya. Saat mereka berpapasan, wanita itu berkata. “Hai, cakep,” dalam suara maskulin yang dalam. Steve menyadari bahwa ia seorang laki-laki, dan tersenyum sambil terus melangkah.

Ia mendengar anak-anak muda di ujung jalan tadi menegur si banci dengan akrab. “Hei, Dorothy!”

“Halo, anak-anak.”

Beberapa saat kemudian ia mendengar suara derit ban mobil. Ia menoleh ke belakang-Sebuah mobil polisi putih bergaris perak dan-biru berhenti di ujung jalan. Beberapa anak muda itu segera menghilang dalam kegelapan, sementara yang lain tetap tinggal di situ. Dua orang petugas patroli berkulit hitam keluar, tanpa terburu-buru. Steve memutar tubuhnya. Melihat laki-laki yang dipanggil

www.ac-zzz.tk

Dorothy, satu di antara kedua petugas itu meludah, mengenai ujung salah satu sepatu merah Dorothy-Steve terkejut. Perbuatan itu begitu tidak beralasan dan tidak perlu. Namun Dorothy terus melangkah. “Sial,” umpatnya dalam nada rendah.

Ucapan itu nyaris tidak terdengar, tapi telinga si petugas patroli rupanya tajam sekali, la segera mencengkeram lengan Dorothy, lalu mengentakkan tubuhnya

66

pada permukaan jendela sebuah toko. Dorothy tampak kehilangan keseimbangan dalam sepatu tumit tingginya. “Jangan pernah memaki aku dengan kata itu!” ujar si petugas.

Steve merasa geram. Memangnya apa yang ia harapkan kalau ia dengan seenaknya meludahi orang?

Sebuah bel nyaring mulai berdering di bawah sadarnya, seakan untuk mengingatkannya. Jangan libatkan dirimu dalam perkelahian, Steve.

Rekan si petugas berdiri sambil bersandar pada kendaraannya, mengawasi dengan ekspresi kosong.

“Ada apa sih. Bung?” ujar Dorothy dalam nada merayu. “Apakah aku mengganggui”

Si petugas menghantamnya di perut. Ia seorang laki-laki tinggi besar, dan hantaman itu ia hujamkan dengan mengerahkan seluruh tenaganya. Dorothy langsung melipat tubuhnya, dan tampak kehabisan napas.

“Gila,” umpat Steve sambil segera melangkah ke arah pojok jalan.

Apa yang sedang kaulakukan, Steve?

Dorothy masih membungkuk sambil tersengal-sengal. Steve berkata, “Selamat malam, Opsir.”

Petugas itu berpaling ke arahnya. “Sana,” ujarnya.

“Tidak bisa,” sahut Steve.

“Apa kauhilang?”

“Aku bilang tidak bisa, Opsir. Lepaskan orang itu.” Tinggalkan tempat ini, Steve. Jangan konyol. Ayo.

www.ac-zzz.tk

Sikapnya membuat anak-anak muda yang masih berada di situ4 menjadi lebih berani. “Yeah. betul.” seru seorang bocah jangkung bertubuh ceking, yang kepalanya dicukur gundul. “Kau tidak berhak mengusik Dorothy. Dia tidak melanggar apa-apa.”

Si petugas menudingkan jarinya ke arah si bocah. “Kau mau dibekuk dengan tuduhan mengedarkan obat bius? Terus saja bicara begitu.”

Si bocah mengalihkan pandangannya.

67

“Tapi ucapannya memang benar,” ujar Steve. “Dorothy tidak melakukan pelanggaran.”

Si petugas menghampiri Steve. Jangan apa-apakan dia, biar bagaimanapun, jangan sentuh dia. Ingat peristiwa Tip Hendricks. “Kau buta?** tantang si petugas.

“Apa maksud Anda?”

Rekan si petugas berseru, “Hey, Lenny. Sudahlah. Ayo kita jalan.’ Tampangnya agak gelisah.

Lenny tidak menghiraukan panggilan itu dan berkata kepada Steve, “Kau tidak lihat? Kau satu-satunya yang berkulit putih di sini. Tempatmu bukan di sini.*

“Tapi aku baru saja menyaksikan suatu pelanggaran.’

Si petugas merapat. “Kau mau ikut ke kantor polisi?” tantangnya. “Atau kau lebih suka segera pergi dari sini?”

Steve tidak ingin ikut ke kantor polisi. Tidak akan sulit bagi mereka untuk menyusupkan sedikit obat bius ke dalam saku-sakunya, .atau menggebukinya dengan alasan ia melawan saat akan ditahan. Steve sedang kuliah di fakultas hukum; kalau ia sampai dituduh terlibat dalam suatu tindak kejahatan, ia tidak akan pernah bisa praktek kelak. Ia mulai menyesali ulah gegabahnya. Tak ada gunanya membuang seluruh masa depannya hanya gara-gara seorang petugas patroli menteror seorang banci.

Tapi situasinya tidak benar. Kini dua orang yang sedang kena teror, Dorothy dan Steve. Si petugas itulah yang melakukan pelanggaran. Steve masih belum rela untuk segera beranjak dan tempat itu

www.ac-zzz.tk

Dalam nada mengajak berdamai, ia berkata, “Aku tidak ingin membuat masalah, Lenny,” ujarnya. “Bagaimana kalau kanbiarkan Dorothy pergi, dan aku melupakan bahwa aku sudah melihatmu menyerang dia.”

“Kau mau coba mengancamku, ya?”

Satu ayunan tinju ke arah perutnya dan hantaman mantap ke arah kepalanya. Satu demi uangnya, yang

68

kedua sekadar iseng. Dia bakal ambruk seperti seekor kuda yang kakinya cedera.

“Cuma usul saja.‘ Rupanya petugas ini ingin membuat [ masalah. Steve tidak melihat peluang yang dapat mencairkan situasi. Andai kata Dorothy diam-diam menyelinap pergi sekarang, mumpung Lenny sedang memunggunginya; tapi si banci rupanya memilih untuk tetap berdiri di situ, menonton, sambil mengusap-usap perutnya yang memar, menikmati amarah si petugas patroli.

Rupanya mereka sedang bernasib baik. Pesawat radio di dalam mobil patroli itu tiba-tiba berbunyi. Kedua petugas itu terenyak, memasang telinga. Steve tidak dapat menangkap arti runtunan kata dan kode-kode itu, namun rekan si Lenny berkata, “Ada masalah. Ayo kita berangkat.”

Lenny tampak ragu. Matanya masih tertuju ke arah Steve, namun Steve yakin ia melihat secercah kelegaan membayang di matanya. Mungkin ia sendiri merasa diselamatkan dari situasi yang tidak mengenakkan ini. Namun nadanya sama sekali tidak ramah. “Ingat aku,” ujarnya kepada Steve. “Karena aku tidak akan melupakan tampangmu.” Setelah mengatakan itu, ia melompat ke dalam kendaraannya, lalu membanting pintunya. Mobil patroli itu segera melesat pergi.

Anak-anak muda itu bertepuk tangan sambil bersorak sorai.

“Whew,” ujar Steve sambil menarik napas lega. “Benar-benar tidak lucu.”

Dan konyol. Kau tahu apa yang sebetulnya bisa terjadi. Kau tahu bagaimana sifatmu.

Pada saat itulah sepupunya, Ricky, muncul. “Apa yang terjadi?” tanya Ricky sambil menoleh ke arah mobil patroli yang mulai menghilang dari pandangan.

Dorothy menghampiri mereka, lalu meletakkan tangannya di pundak Steve. “Jagoanku,” ujarnya dalam nada genit. “John Wayne.**

www.ac-zzz.tk

69

Steve merasa rikuh. “Ah, sudahlah.” “Pokoknya kalau kau pas lagi kepingin bertualang, John Wayne, carilah aku. Pokoknya semua gratis.” “Trims….”

“Sebetulnya aku ingin menciummu, tapi kulihat kau pemalu, jadi sebaiknya aku cuma bilang sampai ketemu.” la melambaikan jari-jarinya yang berkuku merah, lalu memutar tubuhnya.

“Byet Dorothy.”

Ricky dan Steve menuju ke arah berlawanan. Ricky berkata, “Rupanya kan sudah punya kenalan sekarang di sini.”

Steve tertawa, lebih karena merasa lega. “Aku nyaris dapat masalah,” ujarnya. “Seorang polisi konyol menghajar cowok yang pakai rok itu, dan entah kenapa aku mencoba menghentikannya.”

Ricky tampak tercengang. “Untung kau di sini.”

“Aku tahu itu.”

Mereka sampai di rumah Ricky, lalu masuk. Tempat itu bau keju, atau mungkin susu yang sudah busuk. Ada tulisan-tulisan pada dinding-dindingnya yang dicat hijau. Mereka menyelinap di antara beberapa sepeda yang dirantai di lorongnya, lalu menaiki tangga. Steve berkata, “Aku jadi panas. Buat apa Dorothy kena tinju di perutnya? Dia suka dandan dan memakai rok mini; lalu kenapa?”

“Kau benar.”

“Lalu apa hak Lenny melakukan itu? Mentang-mentang dia memakai seragam polisi. Seharusnya mereka mempunyai norma-norma yang lebih tinggi, karena fasilitas yang mereka dapatkan.”

“Maunya.”

“Karena itulah aku ingin menjadi pengacara. Untuk menghentikan hal-hal brengsek seperti ini. Kau punya seorang jagoan, seseorang yang ingin kaujadikan panutan?”

70

“Casanova, mungkin.”

www.ac-zzz.tk

“Ralph Nader. Dia seorang pengacara. Dia panutanku Dia selalu menangani kasus-kasus paling berat di Amerika—dan biasanya menang!”

Ricky tertawa sambil merangkul Steve saat mereka memasuki kamarnya. “Sepupuku, si idealis sejati.”

“Ah.”

“Kau mau kopi?” “Ya.”

Kamar Ricky kecil dan penuh dengan entah apa. Ada sebuah tempat tidur sempit, sebuah meja tulis reot, sebuah sofa yang sudah amblas, dan sebuah pesawat televisi besar. Di dindingnya terdapat poster seorang wanita telanjang yang setiap tulangnya ditandai dengan istilah anatominya. Selain itu masih ada sebuah AC yang tampaknya sudah tidak berfungsi lagi. Steve duduk di sofa. “Kencanmu sukses?” “Tidak begitu.” Ricky mengisi sebuah ketel dengan air. “Melisa sih oke, sebetulnya, tapi aku nggak akan pulang sepagi ini kalau dia naksir aku seperti yang kubayangkan. Bagaimana dengan kau?*’

“Aku jalan-jalan keliling kampus Jones Falls. Asyik juga. Aku ketemu seorang cewek.” Begitu teringat, wajahnya menjadi terang. “Aku melihatnya main tenis. Dia benar-benar bukan main—tinggi, berotot, gesit. Serve-nya seperti tembakan senapan bazooka. Benar.”

“Aku nggak pernah dengar ada orang naksir cewek gara-gara permainan tenisnya.” Ricky tertawa. “Tampangnya bagaimana?”

“Garis-garis wajahnya kuat.” Steve dapat membayangkannya kembali saat itu. “Matanya cokelat tua, alis hitam, rambutnya tebal dan berwarna gelap… dan dia memakai cincin perak mungil di cuping hidungnya.” “Yang benar. Unik, ya?” “Bisa dibilang begitu.” “Siapa namanya?”

71

“Aku nggak tahu.” Steve tersenyum misterius. “Dia menolakku tanpa memberikan kesempatan sedikit pun. Mungkin aku nggak akan pernah bertemu lagi dengannya.”

Ricky menuang kopinya. “Mungkin itu ada baiknya. Kau sudah punya pacar, kan?”

“Bisa dibilang begitu.” Steve merasa sedikit bersalah, karena begitu tertarik pada si pemain tenis itu. “Namanya Celine,” ujarnya. Kami belajar sama-sama.” Steve kuliah di Washington DC

www.ac-zzz.tk

“Kau tidur dengannya?”

“Tidak.”

“Kenapa?”

“Aku merasa nggak harus.”

Ricky tampak tercengang. “Aku nggak ngerti. Kau mesti merasa harus dulu sebelum meniduri seorang

cewek?”

Steve menjadi salah tingkah. “Pokoknya begitu. Oke?” “Selalu?”

“Tidak. Sewaktu masih di sekolah menengah, aku selalu melakukan sampai sejauh mana si cewek itu mau, katakanlah semacam kontes atau entah apa. Aku berkencan dengan cewek cakep mana saja yang mau kupacari… tapi itu kan dulu, sekarang lain. Aku sudah lebih dewasa, kukira.”

“Berapa umurmu? Dua puluh dua?”

“Ya.”

“Aku dua puluh lima, tapi rupanya aku belum sedewasa kau.”

Steve menangkap nada yang kurang enak. “Hei, ini bukan kritik, oke?”

“Oke.” Rupanya Ricky tidak terlalu tersinggung. “Lalu apa yang kaulakukan, setelah dia menolakmu?”

“Pergi ke sebuah bar di Charles Village, lalu minum beberapa gelas bir dan makan hamburger.”

“Itu mengingatkan aku—aku lapar. Mau makan sesuatu?”

72

“Kau punya apa?”

Ricky membuka lemari. “Boo Berry, Rice Krispies, atau Count Chocula.”

“Wauw. Count Chocula boleh juga.” Ricky mengeluarkan dua buah mangkuk, meletakkan susu di meja, lalu mereka berdua mulai asyik makan.

www.ac-zzz.tk

Setelah selesai, mereka mencuci mangkuk-mangkuk, lalu bersiap-siap tidur Steve berbaring di sofa dalam celana pendeknya; udara terlalu panas, tidak perlu memakai selimut. Ricky naik ke tempat tidurnya. Sebelum mereka tidur, Ricky berkata, “Jadi, apa yang akan kaulakukan di Jones Falls?”

“Mereka memintaku berpartisipasi dalam suatu riset. Aku harus melakukan beberapa macam tes psikologi dan entah apa lagi.”

“Kenapa justru kau?”

“Nggak tahu. Mereka bilang aku unik, dan mereka akan menjelaskannya secara lebih rinci begitu aku bertemu dengan mereka.”

“Kenapa kau bilang oke? Kedengarannya seperti buang-buang waktu.”

Steve memiliki alasan khusus, tapi ia tidak berniat mengungkapkannya kepada Ricky. Karena itu ia menjawab seadanya. “Rasa ingin tahuku, kukira. Maksudku, masa kau tidak pernah mempertanyakan pada dirimu mengenai keberadaanmu. Misalnya, orang tipe apa aku ini sebenarnya, dan apa yang kuinginkan dalam hidup ini?”

“Aku kepingin menjadi ahli bedah kondang dan menghasilkan jutaan dolar setahun dengan melakukan imp lantasi payudara. Kukira aku tipe laki-laki sederhana.”

“Apa kau nggak pernah pertanyakan buat apa itu semua?”

Ricky tertawa. “Tidak, Steve. Tidak pernah. Aku memang tidak seperti kau. Kau memang lebih serius. Bahkan sejak kita masih kecil, kau sudah mempertanyakan tentang Tuhan dan entah apa lagi.”

73

Nyatanya memang begitu. Steve pernah melalui periode ketika soal keagamaan amat berarti baginya, sewaktu ia berusia sekitar tiga belas tahun. Ia mengunjungi beberapa macam gereja, sebuah sinagoga, dan sebuah mesjid, dan secara serius bertanya kepada para ulamanya mengenai kepercayaan mereka masing-masing. Dan itu sempat membuat tertegun kedua orangtuanya, yang sama-sama penganut faham agnostis—yang menerima keberadaan Tuhan tanpa mempertanyakan apa-apa.

‘Tapi dari dulu kau memang agak lain,” lanjut Ricky. “Sejauh ini aku tidak pernah mengenal seorang pun yang dapat mencapai nilai nilai setinggi yang kauperoleh tanpa harus memeras otak.”

www.ac-zzz.tk

Dan itu juga benar. Dengan mudah Steve menguasai pelajarannya; tanpa usaha keras ia menjadi juara kelas, kecuali setelah ia diledek oleh anak-anak lain dan dengan sengaja membuat kesalahan-kesalahan supaya nilai-nilainya tidak tedalu mencolok.

Tapi masih ada alasan lain yang ia pertanyakan mengenai dirinya sendiri. Ricky tidak tahu mengenai itu. Dan tidak seorang pun di fakultasnya tahu. Hanya orangtuanya yang tahu.

Steve pernah hampir membunuh seseorang.

Usianya baru lima belas tahun ketika itu, tapi postur tubuhnya sudah tinggi, meskipun masih kurus. Ia menjadi kapten tim basket sekolahnya. Tahun itu Hillsfield High berhasil memasuki babak semi final untuk kejuaraan di kota mereka. Mereka bertanding melawan tim anak jalanan yang kasar dari sebuah sekolah kumuh di Washington. Seorang pemain, seorang anak muda bernama Tip Hendricks, mencurangi Steve sepanjang pertandingan. Tip seorang pemain andal, namun ia mengerahkan seluruh keterampilannya dengan bermain licik. Dan setiap kali melakukan itu, ia akan menyeringai, seakan mau mengatakan. Kena kau! Itu membuat Steve kalap, tapi ia berusaha memendam amarahnya. Akibatnya permainannya kurang baik. timnya kalah, dan peluang mereka untuk mendapatkan piala kejuaraan itu hilang.

Steve menghindari Tip, tapi Tip kemudian menjentikkan puntung rokoknya ke arah Steve, yang lalu mendarat di jaketnya.

Jaket itu amat berarti bagi Steve. Ia telah menabung uang perolehannya dengan bekerja setiap hari Sabtu di McDonald’s, dan baru saja membeli benda sial itu pada hari sebelumnya. Bahannya jatuhnya enak, terbuat dari kulit lembut berwarna seperti mentega, dan kini ada noda bekas terbakar di bagian dadanya, yang mau tidak mau pasti terlihat. Jaket itu cacat sekarang. Karena itulah Steve melabrak anak muda itu.

Tip memberikan perlawanan sengit dengan menendang dan menyikutnya, namun kemarahan membuat Steve mata gelap, sehingga ia hampir tidak dapat merasakan apa-apa lagi. Wajah Tip sudah berlumuran darah saat pandangannya tertumbuk pada sebuah kotak peralatan sopir bus. Ia meraih sebuah linggis, lalu menghantam wajah Steve dua kali. Hantaman itu benar-benar menyakitkan, sehingga amarah Steve semakin menjadi-jadi. Steve berhasil merenggut linggis itu dari tangan Tip—sesudah itu ia tidak ingat lagi apa yang terjadi, sampai ia berdiri di dekat tubuh Tip dengan linggis berlumuran darah di tangannya, dan seseorang berseru. Ya Tuhan, dia sudah mati rupanya.

Ternyata Tip tidak mati ketika itu. Ia mati dua tahun sesudah peristiwa itu dibunuh oleh seorang pemasok marijuana dari Jamaica, kepada siapa ia berutang delapan puluh lima dolar. Namun Steve sudah berniat membunuhnya,

www.ac-zzz.tk

sudah mencoba membunuhnya. Ia tidak dapat menyangkal itu; ia telah mengawali perkelahian itu, dan meskipun Tip-lah yang sebetulnya memungut linggis itu, Steve telah menggunakannya secara membabi buta.

Steve sempat dituntut hukuman penjara selama enam

75

bulan, tapi itu kemudian ditangguhkan. Setelah diadili, ia dipindahkan ke sekolah lain dan berhasil lulus dengan sukses, sebagaimana biasanya. Karena ia masih di bawah umur saat perkelahian itu terjadi, catatan kriminalnya tidak dapat diakses oleh siapa-siapa, sehingga tidak menjadi halangan baginya untuk mendaftarkan diri ke fakultas hukum. Mom dan Dad sekarang menganggap itu sebagai mimpi buruk yang sudah berlalu. Namun Steve masih tetap didera oleh kebimbangan. Ia tahu bahwa hanya nasib baik dan kendali dirinyalah yang menyelamatkannya dari tuntutan tindak pembunuhan. Tip Hendricks adalah seorang manusia, dan Steve hampir membunuhnya hanya gara-gara sebuah jaket. Saat mendengar irama napas Ricky yang teratur dari sisi lain kamar itu, Steve masih terjaga di sofanya sambil merenung: Siapakah aku sebenarnya?

76

SENIN

(I i-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh:

Dilarang meng-komersil-kanataii kesialan menimpa hidup anda selamanya.

BAB 5

Kau pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang ingin kaunikahi?” tanya Lisa. Mereka sedang duduk di dalam apartemen Lisa, sambil minum-minum kopi instan. Segala sesuatu di tempat itu berkesan manis, seperti Lisa: corak bunga-bunga, pernak-pernik dari porselen, sebuah boneka beruang dengan pita berbintik-bintik.

Lisa berniat mengambil cuti hari itu, tapi Jeannie sudah mengenakan pakaian kerjanya yang berupa rok biru laut dan blus putih dari bahan katun. Hari ini hari yang penting baginya, dan ia merasa tegang menghadapinya. Subjeknya yang pertama akan muncul di laboratorium untuk menjalani beberapa tes. Apakah laki-laki ini akan memenuhi kriteria-kriteria dalam teorinya atau tidak? Menjelang sore ini, ia akan tahu apakah teorinya benar atau ia terpaksa menjajaki kembali ide-idenya.

Namun ia tidak ingin berangkat kalau belum terlalu perlu. Lisa masih amat rapuh. Jeannie menganggap hal terbaik yang dapat ia lakukan adalah duduk

www.ac-zzz.tk

dan mengajaknya mengobrol mengenai laki-laki dan seks, seperti yang biasanya mereka -lakukan untuk membantunya secepat mungkin kembali pada kehidupan normal. Sebe—

79

tulnya ia ingin menemani Lisa di situ sepanjang pagi, tapi sayang tidak bisa. Ia menyayangkan bahwa Lisa tidak masuk kerja untuk membantunya di laboratorium hari itu, tapi itu memang tak mungkin.

“Yeah, sekali,” ujar Jeannie. sebagai jawaban atas pertanyaan Lisa. “Pernah ada seorang cowok yang ingin kunikahi. Namanya Will Temple. Dia pakar antropologi. Sampai sekarang.” Jeannie dapat membayangkan tampangnya sekarang. Seorang laki-laki bertubuh tinggi besar dengan cambang pirang, mengenakan celana blue jeans dan baju kaus, seperti seorang nelayan, naik sepeda berperseneling sepuluh, menelusuri lorong-lorong universitas.

“Kau pernah sebut namanya,” ujar Lisa. “Seperti apa sih dia?”

“Menyenangkan.” Jeannie menghela napas. “Dia membuatku tertawa, merawatku kalau aku sakit, menyeterika kemeja-kemejanya sendiri, dan sigap seperti kuda.’”

Lisa tidak tersenyum. “Lalu apa yang terjadi?”

Jeannie merasa tersentuh, namun hatinya sedih mengingat-ingat itu semua kembali. “Dia meninggalkan aku demi Georgina Tinkerton Ross.” Seakan agar lebih jelas, ia menambahkan, “Tinkerton Ross dari Pittsburgh.”

“Seperti apa ceweknya?”

Jeannie benar-benar tak ingin membayangkan tampang Georgina. Tapi hal ini akan mengalihkan perhatian Lisa dari peristiwa pemerkosaan itu, karenanya ia memaksa dirinya untuk mengingat-ingat kembali. “Pokoknya dia sempurna,” ujarnya. Ia tidak menyukai nada sarkastis dalam suaranya sendiri. “Rambut pirang kemerahan, lekuk tubuhnya seperti gitar, seleranya tidak tercela, gemar mengenakan baju-baju kaus dari bahan kasmir dan sepatu kulit buaya. Nggak punya otak, tapi punya uang banyak.”

“Kapan semua ini terjadi?”.

“Will dan aku tinggal bersama selama setahun ketika

80

www.ac-zzz.tk

aku sedang menyiapkan skripsiku.” Ketika itu merupakan saat-saat paling membahagiakan dalam hidupnya. “Dia meninggalkan aku sewaktu aku sedang menulis artikel mengenai apakah kecenderungan untuk melakukan tindakan kriminal dipengaruhi oleh faktor genetika.” Tepat sekali waktunya. Will. Andai kata aku dapat lebih membencimu. “Kemudian Berrington menawarkan pekerjaan padaku di Jones Falls, yang langsung kuterima.”

“Laki-laki memang brengsek.”

“Will nggak brengsek sebetulnya. Dia cowok yang baik. Dia cuma jatuh hati pada orang lain.’Itu saja. Menurutku dia kurang perhitungan dalam menentukan pilihannya. Kan kami belum menikah. Dia tidak melanggar apa-apa. Dia bahkan tidak pernah mengkhianatiku, kecuali mungkin sekali dua kali, sebelum dia menyingkapkan hal itu padaku.” Jeannie menyadari bahwa ia sedang mengulangi apa yang dikatakan Will untuk membenarkan dirinya. “Aku tidak tahu, mungkin dia memang brengsek.”

“Mungkin ada baiknya kita kembali ke zaman Victoria, ketika seorang laki-laki yang mencium seorang wanita akan menganggap dirinya tunangannya. Setidaknya kaum cewek jadi tahu posisi mereka.”

Saat ini persepsi Lisa mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan amat sensitif, tapi Jeannie tidak mengomentarinya. Malab ia bertanya, “Bagaimana dengan kau? Apa kau pernah bertemu dengan seseorang yang ingin kaunikahi?”

“Belum. Belum pernah sekali pun.”

“‘Kita memang bukan tipe yang suka gegabah. Jangan khawatir, begitu Mr. Jodoh muncul, dia akan ideal sekali.”

Bel pintu berdering, membuat keduanya sama-sama tersentak. Lisa langsung melompat berdiri, menabrak meja. Sebuah vas porselen jatuh ke lantai, lalu pecah. Lisa mengumpat, “Sialan!”

81”

Ia masih dalam keadaan sangat tegang. “Biar aku yang bersihkan pecahannya,” ujar Jeannie dalam nada menenangkan. “Coba kaulihat, ada siapa di pintu.”

I jsa meraih gagang pesawat teleponnya. Alis matanya tampak mengerut saat ia mengawasi layar monitornya. “Oke,” ujarnya dalam nada ragu. lalu ia menekan tombol yang akan membuka pintu masuk ke apartemennya.

“Siapa itu?” tanya Jeannie.

www.ac-zzz.tk

“Seorang detektif dari Unit Tindak Kejahatan Seks.”

Jeannie sudah khawatir mereka akan mengirim seseorang untuk menteror Lisa agar mau bekerja sama dengan mereka dalam menyingkapkan peristiwa itu. Ia bertekad untuk mencegah mereka. Lisa tidak akan sanggup dihujani pertanyaan-pertanyaan yang akan mengganggunya. “Kenapa kau nggak suruh dia pergi saja?”

“Karena dia seorang wanita kulit hitam,” sahut Lisa.

“Kau bercanda?”

Lisa menggeleng.

Hebat sekali, umpat Jeannie dalam hati saat menyapu kepingan-kepingan porselen itu. Mereka tahu ia dan Lisa tidak akan menunjukkan sikap bersahabat kepada mereka. Kalau mereka mengutus seorang laki-laki kulit putih, ia dan Lisa tidak akan membiarkannya masuk. Karena itu, mereka mengirim seorang wanita kulit hitam. Biasanya gadis-gadis kulit putih dari kelas menengah akan berusaha sebaik-baiknya bersikap sopan pada wanita kulit hitam. Yah, tapi kalau dia mencoba merongrong Lisa, aku tetap akan mengusirnya keluar, putus Jeannie.

Detektif itu ternyata seorang wanita bertubuh pendek gemuk, berusia sekitar empat puluhan, mengenakan blus berwarna krem dan sehelai syal sutra beraneka warna, dengan sebuah tas kantor. “Aku Sersan Michelle Delaware,” ujarnya. “Mereka memanggilku Mish.”

Jeannie mencoba menerka isi tasnya. Seorang detektif biasanya membawa senjata, bukan berkas-berkas kertas.

“Aku Dr. Jean Ferrami,” ujar Jeannie. Ia selalu menyebutkan gelar kesarjanaannya saat memperhitungkan kemungkinan ia akan berdebat dengan seseorang. “Ini Lisa Hoxton.”

Si detektif berkata, “Ms. Hoxton, aku ingin menyatakan betapa menyesalnya aku mengenai apa yang terjadi atas diri Anda kemarin. Unitku menangani satu kasus pemerkosaan, rata-rata, setiap hari, dan masing-masing merupakan tragedi yang amat mengenaskan dan trauma menyakitkan untuk si korban. Aku tahu Anda merasa amal terpukul, dan aku mengerti.”

Wauw, ujar Jeannie dalam hati, ini pendekatan yang lain dari kemarin.

“Aku sedang mencoba melupakannya,” ujar Lisa dengan tegar, namun air matanya mulai menetes kembali.

www.ac-zzz.tk

“Boleh aku duduk?”

‘Tentu.”

Si detektif mengambil tempat di meja dapur.

Jeannie menatapnya dengan pandangan curiga. “Sikap Anda rupanya berbeda dengan si petugas patroli itu,” ujarnya.

Mish mengangguk. “Aku juga minta maaf kepada Anda soal McHenty dan cara dia memperlakukan Anda Sama seperti semua petugas patroli yang lain, dia pernah mengikuti pelatihan mengenai cara menghadapi para korban pemerkosaan, tapi rupanya dia lupa apa yang sudah diajarkan kepadanya. Aku merasa malu untuk seluruh staf dinas kepolisian.”

“Aku merasa hakku dilanggar sama sekali,” ujar Lisa di antara air matanya.

“Hal seperti itu tidak boleh terulang lagi,” ujar Mish, nada marah mulai mewarnai suaranya. “Gara-gara inilah begitu banyak kasus pemerkosaan akhirnya dimasukkan ke dalam arsip sebagai ‘Tidak Berdasar.’ Bukan berarti wanita-wanita itu bohong mengenai peristiwa pemerkosaan itu. Melainkan karena sistem yang berlaku memper-83

lakukan mereka dengan cara begitu brutal, sehingga mereka memilih untuk menarik tuntutan mereka.”

Jeannie berkata, “Aku bisa mengerti itu.” la meng-. ingarkan dirinya untuk berhati-hati: Mish mungkin berbicara sebagai seorang kakak, namun ia toh seorang polisi.

Mish mengeluarkan sebuah kartu dari dalam tasnya. “Ini nomor sebuah yayasan sosial untuk” wanita-wanita korban pelecehan seks dan anak-anak korban tindak kekerasan,” ujarnya. “Cepat atau lambat, para korban ini membutuhkan bantuan.”

Lisa menerima kartu itu, namun berkata, “Saat ini yang kuinginkan adalah secepatnya melupakan seluruh peristiwa itu.”

Mish mengangguk. “Sebaiknya turuti saranku. Simpanlah kartu itu di laci. Pikiran Anda masih kacau sekali saat ini. Kelak mungkin Anda merasa siap untuk mendapatkan bantuan,”

“Oke.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie memutuskan bahwa Mish berhak mendapat perlakuan lebih ramah. “Anda mau minum kopi?” tawarnya.

“Aku akan suka itu.”

“Aku buatkan.” Jeannie berdiri untuk mengisi perangkat pembuat kopi.

Mish berkata, “Apa kalian berdua bekerja di tempat yang sama?”

“Ya,” sahut Jeannie. “Kami mengadakan riset mengenai kekembaran.” “Kekembaran?1’

“Kami meneliti persamaan serta perbedaan-perbedaan di antara mereka, lalu mencoba menelaah sampai seberapa banyak sifat-sifat tertentu diturunkan dan seberapa banyak merupakan pengaruh dari cara mereka dibesarkan.”

“Apa peranmu dalam riset ini, Lisa?”

84

“Tugasku adalah menemukan pasangan-pasangan kembar untuk para ilmuwan, untuk dipelajari.”

“Bagaimana caramu melakukan itu?”

“Aku mulai dengan menelusuri data-data kelahiran, yang merupakan informasi umum di kebanyakan pemerintahan daerah. Satu persen dari jumlah kelahiran berpeluang kembar, sehingga kami akan mendapatkan satu pasang kembar untuk setiap seratus akte kelahiran yang kami telusuri. Dalam akte-akte itu akan tercantum tanggal dan tempat kelahiran si kembar. Kami membuat copy-nya, lalu kami telusuri keberadaan mereka.”

“Caranya?”

“Kami punya semua nomor telepon di Amerika dalam CD-ROM kami. Selain itu, kami juga dapat menggunakan data-data Surat Izin Mengemudi dan Surat Referensi Kredit.”

“Apa kau selalu menemukan pasangan-pasangan itu?”

“Tidak selalu. Keberhasilan kami tergantung dari usia mereka. Kami berhasil menemukan sembilan puluh persen yang berusia sekitar sepuluh tahun, tapi hanya lima puluh persen yang berusia sekitar delapan puluh. Mereka yang dewasa cenderung sudah pindah rumah beberapa kali, ganti nama, atau meninggal.”

www.ac-zzz.tk

Mish menatap Jeannie. “Kemudian kalian akan meneliti mereka.”

Jeannie berkata, “Aku mendalami kasus kembar identik yang dibesarkan secara terpisah. Mereka lebih sulit ditemukan.” Ia membawa poci kopinya ke meja dapur, lalu mengisi cangkir Mish. Andai kata si detektif memang punya niat untuk menekan Lisa, rupanya ia tidak terburu-buru.

Mish menghirup kopinya, lalu berkata kepada Lisa, “Sewaktu di rumah sakit, kau mendapat tindakan medis?”

“Tidak. Aku cuma sebentar di sana.”

“Seharusnya mereka menawarkan pil itu padamu. Kau tentunya tidak ingin hamil.”

85

Lisa menggigil. “Pasti tidak. Aku memang sedang mempertanyakan pada diriku, apa yang dapat kulakukan mengenai itu.”

“Temui dokter pribadimu. Dia akan memberikannya padamu, kecuali jika dia memiliki pertimbangan keagamaan—dokter-dokter yang beragama Katolik biasanya begitu. Tapi kau bisa menghubungi yayasan sosial untuk menemukan pemecahannya.”

“Enak rasanya berbicara dengan seseorang yang mengerti soal-soal seperti ini,” ujar Lisa.

“Ternyata peristiwa kebakaran itu bukan kecelakaan,” ujar Mish. “Aku sudah berbicara dengan kepala dinas pemadam kebakaran. Ada yang membuat api di gudang yang terletak di sebelah ruang ganti itu, dan dia membuka pipa-pipa ventilasi untuk memastikan asapnya dipompa masuk ke dalam ruang ganti. Para pelaku tindak pelecehan seks sebetulnya tidak tertarik pada unsur seksnya; rasa takutlah yang membuat mereka terangsang. Jadi, menurutku kebakaran tersebut merupakan bagian dari fantasi bajingan itu.”

Jeannie tidak dapat menerima itu. “Kukira dia cuma seorang oportunis yang tidak mau menyia-nyaikan kesempatan itu.”

Mish menggeleng-gelengkan kepala. “Pelaku yang memerkosa teman kencannya biasanya seorang oportunis; si cowok mendapati ceweknya sudah terlalu teler atau mabuk untuk dapat menolaknya. Lain painya dengan mereka yang memerkosa wanita-wanita yang tidak mereka kenal. Mereka adalah para tukang rekayasa. Mereka mengkhayalkan suatu situasi, kemudian melakukan sesuatu untuk mewujudkannya. Mereka biasanya lihai sekali. Dan itu menjadikan mereka lebih berbahaya.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie merasa semakin marah. “Aku hampir mati dalam api sialan itu,” umpatnya.

Mish berkata pada Lisa, “Betul kan dugaanku, bahwa kau tidak pernah melihat laki-laki ini sebelumnya? Dia benar-benar orang asing, kan?”

86

“Rasanya aku melihatnya sekitar satu jam sebelum peristiwa itu,” sahut Lisa. “Saat aku lari bersama tim hockey itu. Sebuah mobil memperlambat kecepatannya dan seorang cowok menoleh ke arah kami. Sepertinya dialah orangnya.”

“Mobil apa itu?”

“Sebuah mobil tua, aku yakin itu. Putih, dan sudah karatan di mana-mana. Mungkin sebuah Datsun.”

Jeannie memperhitungkan bahwa Mish akan mencatat itu, namun ternyata Mish terus berbicara. “Kesan yang kuperoleh adalah dia seorang laki-laki berpikiran tidak beres yang lihai dan sama sekali tidak memiliki hati nurani, yang akan melakukan apa pun untuk memuaskan nafsunya sendiri.”

Dalam nada pahit Jeannie berkata, “Mestinya dia dikurung di balik terali seumur hidupnya.”

Mish melemparkan kartu terakhirnya. “Tapi itu tidak akan terjadi. Dia masih bebas. Dan dia akan -melakukannya lagi.”

Jeannie mulai bersikap waswas. “Dari mana kau tahu itu?”

“Kebanyakan pelaku tindak pelecehan seks biasanya terlibat dalam serangkaian pemerkosaan. Kecuali para pemerkosa oportunis yang memerkosa teman kencan mereka sendiri, sepati yang kusebutkan tadi. Jenis yang ini mungkin hanya akan melakukan pelanggaran itu sekali. Tapi mereka yang memerkosa wanita-wanita yang tidak mereka kenal akan melakukannya lagi dan lagi— sampai mereka tertangkap.” Mish menatap mata Lisa dalam-dalam. “Dalam waktu tujuh sampai sepuluh hari, laki-laki yang memerkosamu akan melakukan tindak pelanggaran yang sama atas diri seorang wanita lain, kecuali kalau kita keburu menangkapnya.”

“Ya Tuhan,” ujar Lisa.

Jeannie dapat melihat arah yang dituju Mish. Sesuai dengan perhitungannya, si detektif sedang mencoba

www.ac-zzz.tk

87

mempengaruhi Lisa untuk membantu dalam penyidikannya Jeannie masih tetap bertekad untuk tidak membiarkan Mish merongrong atau menekan Lisa. Tapi memang sulit menampik apa yang dimintanya sekarang.

“Kami membutuhkan contoh DNA-nya,” ujar Mish.

Lisa mengernyitkan wajahnya. “Spermanya, yang kaumaksud.”

“Betul.”

Lisa menggeleng-gelengkan kepala. “Aku sudah bilas itu, mandi dan membersihkan seluruh tubuhku. Kuharap tidak ada lagi yang tersisa di dalamku.”

Mish rupanya tidak berniat untuk menyerah. “Bekas-bekasnya masih akan ada selama empat puluh delapan sampai tujuh puluh dua jam sesudahnya. Kita perlu melakukan pengambilan cairan vagina, penelusuran rambut di sekitar daerah genital, dan tes darah.”

Jeannie berkata, “Dokter yang kami temui di Santa Teresa kemarin betul-betul brengsek.”

Mish mengangguk. “Dokter-dokter memang kurang simpatik dalam menghadapi para korban pemerkosaan. Kalau mereka harus tampil dalam sidang pengadilan, mereka akan kehilangan waktu dan uang. Tapi seharusnya kau tidak dibawa ke Santa Teresa. Itu salah satu dari sekian banyak kesalahan serius McHenty. Ada tiga rumah sakit di kota ini yang juga merupakan Pusat Penampungan Korhan Tindak Pelecehan Seks, dan Santa Teresa tidak termasuk di antaranya.”

Lisa berkata, “Jadi, kau ingin aku ke mana?”

“Mercy Hospital memiliki sebuah Unit Pemeriksaan Forensik Tindak Kejahatan Seks, yang kami* sebut unit SAFE.”

Jeannie mengangguk. Mercy adalah sebuah rumah sakit besar di pusat kota.

Mish berkata lagi, “Kau akan ditangani oleh seorang petugas, biasanya wanita. Dia sudah dilatih secara khusus untuk menghadapi hal-hal seperti ini, tidak seperti dokter

88

yang kautemui kemarin, yang malah mungkin akan mengacaukan seluruhnya.”

www.ac-zzz.tk

Jelas bahwa bagi Mish profesi dokter tidak ada apa-apanya.

Ia membuka tas kerjanya. Jeannie mendoyongkan tubuh, penuh rasa ingin tahu. Di dalamnya terdapat sebuah komputer laptop. Mish membuka tutupnya, lalu menyalakannya. “Kami memiliki suatu program yang disebut E-FIT, singkatan dari Electronic Facial Identification Technique—teknik identifikasi wajah secara elektronis. Kami memang suka membuat akronim.” Ia tersenyum. “Sebenarnya ini hasil rekayasa seorang detektif dari Scotland Yard. Dengan cara ini, kami dapat mewujudkan tampang seorang calon tersangka, tanpa menggunakan tenaga artis.” la menatap Lisa dengan pandangan berharap.

Lisa menoleh ke arah Jeannie. “Bagaimana menurutmu?”

“Jangan sampai kau merasa seperti dipaksa,”, ujar Jeannie. “Pikirkan dirimu. Kau punya hak. Ikuti perasaanmu.”

Mish menatap Jeannie dengan pandangan mencela, lalu berkata kepada Lisa. “Tidak ada yang menekanmu. Kalau kau mau aku pergi, aku akan keluar dari sini. Tapi aku memohon kepadamu. Aku ingin menangkap pemerkosa ini, dan aku membutuhkan bantuanmu-Tanpa kau, aku tidak punya peluang.”

Jeannie betul-betul terperangah. Mish telah menguasai dan mengendalikan seluruh pembicaraan itu sejak ia masuk ke dalam ruangan ini, namun ia melakukannya tanpa kesan menekan atau memanipulasi. Ia betul-betul tahu apa yang sedang dibicarakannya, dan apa yang ia inginkan.

Lisa berkata, “Aku tidak tahu.”

Mish berkata, “Bagaimana kalau kaupelajari sebentar program komputer ini? Kalau kau merasa tidak enak.

89

kita hentikan. Kalau tidak, setidaknya aku akan memperoleh gambaran bagaimana tampang laki-laki yang sedang kulacak ini. Setelah kita selesai, kau boleh pertimbangkan apakah kan masih mau ke Mercy atau tidak.”

Lisa tampak ragu lagi, sesudah itu berkata, “Oke.”

Jeannie berkata, “Ingat, kau boleh minta berhenti begitu kau mulai merasa tidak enak.

Lisa mengangguk.

www.ac-zzz.tk

Mish berkata, “Untuk memulai, kita jajaki dulu secara kasar, bagaimana kira-kira bentuk wajahnya. Gambarannya mungkin tidak akan persis seperti dirinya, tapi itu bisa kita jadikan patokan. Kemudian akan kita teruskan detail-detailnya. Aku ingin kau berkonsentrasi dengan serius untuk mengingat wajah si pelaku, lalu deskripsi-kanlah secara kasar. Tidak usah buru-buru.”

Lisa memejamkan matanya. “Dia seorang laki-laki kulit putih yang kira-kira sebaya denganku. Rambutnya pendek, warnanya biasa. Matanya berwarna bening, biru kukira. Hidungnya tinggi…”

Mish bekerja dengan sebuah mouse. Jeannie bangkit, lalu berdiri di belakang si detektif, supaya dapat melihat layarnya. Programnya Windows. Di sudut kanan atas terdapat gambar sebuah wajah yang terbagi delapan. Sementara Lisa menyebutkan garis-garis wajah si pelaku, Mish mengarahkan mouse-nya ke bagian itu—klik— kemudian ia membuka sebuah, menu, mengecek data-data yang ada, sesuai dengan komentar Lisa: rambut pendek, mata bening, hidung tinggi.

Lisa melanjutkan, “Dagunya agak persegi, tanpa cambang atau kumis… bagaimana?”

Mish menekan tombol mouse-nya lagi. Sebuah wajah yang utuh membayang di layar. Seorang laki-laki kulit putih berusia sekitar tiga puluhan dengan garis wajah yang umum. Bisa siapa saja di antara ribuan cowok. Mish memutar posisi komputernya, sehingga Lisa dapat melihat layarnya. “Sekarang, kita ubah wajah ini sedikit

90

demi sedikit Mula-mula akan kuperagakan wajah mi dengan serangkaian bentuk dahi dan garis rambut. Kau cukup bilang ya, tidak, atau mungkin. Siap?” “Oke.”

Mish menekan tombol mouse-nya. Wajah di layar itu berubah, dan tiba-tiba garis rambut di dahinya nyaris tidak tampak.

“Tidak,” ujar Lisa.

Mish menekan lagi. Kali ini wajah itu memiliki rambut yang potongannya bergaya the Beatles. “Tidak.”

Tapi potongan berikutnya berombak, dan Lisa mengatakan, “Lebih mirip. Tapi rasanya ada belahannya.”

Berikutnya lebih keriting. “Lebih mirip lagi,” ujar Lisa. “Yang ini lebih baik dari yang tadi. Tapi rambutnya terlalu gelap.”

www.ac-zzz.tk

Mish berkata, “Setelah melihat semuanya, kita akan kembali ke yang kauanggap paling mirip. Setelah memiliki gambaran utuh, kita akan menyempurnakannya lagi; kita buat rambutnya lebih gelap atau terang, kita pindahkan belahannya, membuat tampangnya lebih muda atau tua.”

Jeannie merasa sangat terkesan, namun prosedur itu bisa memakan waktu sejam atau lebih, dan ia harus segera berangkat. “Aku mesti pergi,” ujarnya. “Kau nggak apa-apa, Lisa?”

“Aku nggak apa-apa,” ujar Lisa, dan Jeannie tahu bahwa temannya tidak berbohong. Mungkin lebih baik untuk Lisa jika ia dilibatkan dalam pelacakan ini. la mengalihkan matanya ke arah Mish dan melihat pancaran kemenangan di wajah wanita itu. Apakah aku keliru, ujar Jeannie pada dirinya, untuk bersikap begitu curiga pada Mish dan terlalu melindungi Lisa? Mish cukup simpatik sebetulnya. Ucapan-ucapannya mengena Namun prioritasnya bukanlah untuk menolong Lisa, tapi

91

menangkap si pelaku. Lisa masih membutuhkan teman, seseorang yang menempatkan kepentingan dirinya di atas segala-segalanya.

“Aku akan meneleponmu nanti.” ujar Jeannie kepadanya.

Lisa memeluk Jeannie. “Aku amat menghargai bahwa kau mau menemaniku tadi malam,” ujarnya.

Mish mengulurkan tangannya, lalu berkata, “Menyenangkan bertemu dengan Anda.”

Jeannie menerima ulurannya. “Semoga berhasil,” ujarnya. “Kuharap kalian dapat segera menangkap orang ini.”

“Aku juga,” ujar Mish.

92

BAB 6

Steve memarkir mobilnya di pelataran parkir mahasiswa yang luas, di pojok sebelah barat daya kampus Jones Falls yang luasnya seratus ekar itu. Saat itu beberapa menit menjelang pukul sepuluh, dan kampus itu dipenuhi oleh para mahasiswa dalam pakaian musim panas yang ringan, siap mengikuti mata kuliah pertama mereka hari itu. Saat melintasi kawasan kampus itu, matanya mencari-cari sosok si pemain tenis. Kecil sekali kemungkinan ia akan

www.ac-zzz.tk

melihatnya, dan ia tahu itu. Namun mau tak mau ia mengamati setiap gadis jangkung dengan rambut berwarna gelap, untuk melihat apakah ia mengenakan cincin pada cuping hidungnya.

Gedung Psikologi Ruth W. Acorn merupakan bangunan bertingkat empat yang modern, dengan tembok bata merah yang sama seperti bangunan-bangunan di sekitarnya yang lebih tua dan lebih tradisional. Steve menyebutkan namanya di tempat penerimaan tamu di ruang lobi, lalu mendapatkan arahan untuk menuju ruang laboratorium.

Selama tiga jam berikutuya ia menjalani tes-tes, yang ternyata jauh lebih banyak daripada yang ia perkirakan. Tubuhnya ditimbang dan diukur, sidik jarinya diambil.

Para ilmuwan, teknisi, dan mahasiswa memotret telinganya, mengetes kekuatan daya cengkeramnya, dan mencatat reaksinya setelah memperlihatkan kepadanya foto-foto korban dengan luka-luka bakar dan tubuh rusak, la menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai minatnya di waktu senggang, kepercayaannya, pacarnya, serta aspirasinya sehubungan dengan pekerjaannya. Ia harus menyatakan apakah ia dapat mereparasi sebuah bel pintu, apakah ia menganggap penampilannya sendiri rapi, apakah ia suka memukul anak-anaknya, dan apakah irama musik tertentu membuatnya membayangkan gambar-gambar atau corak warna yang berubah-ubah? Tapi tak seorang pun mengatakan kepadanya mengapa ia terpilih untuk studi itu.

Ternyata ia bukan subjek satu-satunya Di laboratorium itu juga berkeliaran dua gadis kecil dan seorang laki-laki setengah baya yang mengenakan sepatu koboi, celana blue jeans, dan sehelai kemeja bergaya western. Waktu siang, mereka semua berkumpul di sebuah ruang duduk dengan beberapa sofa dan sebuah televisi, disuguhi piza dan Coca Cola untuk makan siang. Pada saat itulah Steve menyadari bahwa sebetulnya ada dua laki-laki setengah baya bersepatu koboi; mereka adalah sepasang kembar yang berpakaian sama.

Ia memperkenalkan dirinya, dan kini tahu bahwa nama kedua koboi itu adalah Benny dan Arnold, dan gadis-gadis kecil itu Sue dan Elizabeth. “Apakah kalian selalu berpakaian sama?” tanya Steve pada kedua laki-laki itu saat mereka makan.

Keduanya berpandangan, kemudian Benny menjawab, “Tidak tahu. Kami baru saja bertemu.”

“Kalian kembar, tapi baru saja bertemu?”

“Sewaktu baru lahir, kami berdua diadopsi—oleh dua keluarga yang berlainan.”

“Dan kalian secara kebetulan mengenakan pakaian yang sama?”

www.ac-zzz.tk

94

“Kelihatannya begitu.”

Arnold menambahkan, “Dan kami sama-sama tukang kayu, sama-sama mengisap rokok merk Camel Lights, dan sama sama punya dua orang anak, satu laki-laki dan satu perempuan.”

Benny berkata, “Anak perempuan kami sama-sama bernama Caroline, tapi anak I aki-1 akiku bernama John. sedangkan anak laki-laki Arnold bernama Richard.”

Arnold berkata, “Tadinya aku ingin menamakannya John, tapi istriku ngotot dia harus bernama Richard.”

“Wow,” ujar Steve. “Tapi masa kalian sama-sama mewarisi selera untuk mengisap Camel Lights?”

“Siapa tahu?”

Satu di antara kedua gadis kecil itu, Elizabeth, berkata kepada Steve, “Mana kembaranmu?”

“Aku tidak punya kembaran,” sahui Steve. “Itukah yang mereka pelajari di sini, masalah kembaran?”

“Ya” Lalu dengan bangga ia menambahkan, “Sue dan aku adalah kembar dizigotik.”

Steve mengangkat alisnya. Usia gadis-gadis itu sekitar sebelas tahun. “Rasanya aku nggak kenal kata itu,” ujarnya dalam nada serius. “Apa artinya?”

“Kami bukan kembar identik. Kami kembar fraternal. Karena itu tampang kami tidak mirip satu sama lain.” Ia menunjuk ke arah Benny dan Arnold. “Mereka kembar monozigotik. Mereka memiliki DNA yang sama. Karena itulah mereka begitu mirip.”

“Rupanya kau tahu banyak.” ujar Steve. “Mengesankan sekali.’

“Kami sudah pernah kemari,” ujar-si gadis.

Pintu di belakang Steve membuka. Elizabeth mengangkat wajahnya, lalu berseru, “Halo, Dr. Ferrami.”

Steve menoleh, kemudian melokal; si pemain tenis.

www.ac-zzz.tk

Tubuhnya yang berotot tefserjibunyi di balik jas laboratoriumnya yang sepanjang lutut, nanwn. gerakannya seperti seorang atlet saat ia melangkah -masuk ke dalam

ruangan itu. Ekspresi seriusnya yang begitu menarik di lapangan tenis itu masih terpancar dari cara ia membawakan dirinya. Steve menatapnya, hampir-hampir tidak dapat mempercayai keberuntungannya.

Ia mengucapkan halo pada kedua gadis kecil itu, lalu memperkenalkan diri kepada yang lain. Ketika menerima uluran tangan Steve, ia menyambut dengan kedua belah tangannya. “Jadi, kaulah Steve Logan!” serunya

“Anda pemain tenis yang andal.” sahut Steve.

“Tapi aku toh kalah.” Ia duduk. Rambutnya yang tebal dan berwarna gelap tergerai lepas di pundaknya, dan Steve melihat, di bawah penerangan lampu laboratorium yang kurang simpatik, bahwa ia sudah memiliki beberapa helai uban. Sebagai ganti cincin perak, ia mengenakan giwang emas kecil yang polos pada cuping hidungnya Ia memakai make-up hari ini, dan maskara membuat matanya yang berwarna gelap menjadi lebih memesona.

Ia mengucapkan terima kasih pada mereka semua karena telah meluangkan waktu demi kemajuan ilmu pengetahuan, dan menanyakan apakah pizanya cukup lezat. Setelah berbasa-basi selama beberapa saat, ia meminta kedua gadis kecil dan koboi-koboi itu meninggalkan mereka untuk melanjutkan tes sore itu.

Jeannie duduk di dekat Steve, dan entah kenapa perasaan Steve mengatakan bahwa itu membuatnya rikuh. Seolah-olah sebentar lagi ia harus menyampaikan berita buruk. Ia berkata, “Tentunya kau mempertanyakan pada dirimu, untuk apa sebetulnya ini semua.”

“Kukira aku terpilih karena hasil-hasilku yang selalu demikian cemerlang di sekolah.”

“Oh,” ujarnya “Betul, angka-angka yang kaucapai dalam tes IQ-mu memang tinggi sekali. Kebcrhasilanmu di sekolah selama ini membuktikan kemampuanmu. IQ-mu jauh di atas rata-rata Sepertinya kau selalu menjadi juara kelas tanpa Harus belajar keras, betul kan?”

96

“Ya Tapi itu bukan alasan keberadaanku di sini?”

“Betul. Proyek kami di sini adalah untuk menjajaki sampai seberapa jauh perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor genetika yang diwarisinya.”

www.ac-zzz.tk

Pembawaannya yang agak rikuh sebelumnya berubah menjadi lebih hangat saat ia mengungkapkan topik yang dikuasainya itu. “Benarkah bahwa DNA yang menentukan apakah kita cerdas, agresif, romantis, atau atletis? Ataukah itu pengaruh dari cara kita dibesarkan? Kalau jawabannya adalah kedua-duanya, sampai seberapa jauh interaksinya?”

“Suatu kontroversi yang klasik,” ujar Steve. Ia pernah mengikuti mata kuliah filosofi di perguruan tinggi dan merasa tertarik dengan diskusi ini. “Apakah aku menjadi begini karena aku memang dilahirkan begini, atau masyarakat yang mendidikku menjadi begini?” Ia teringat pada ungkapan yang pernah didengarnya: “Asli atau hasil asuhan.”

Jeannie mengangguk, rambutnya yang panjang ikut bergerak bak alunan gelombang laut. Steve mempertanyakan bagaimana rasanya menyentuh rambut itu. “Tapi kami mencoba menemukan jawabannya dengan cara yang betul-betul ilmiah,” ujarnya. “Kau tahu, pasangan kembar identik memiliki gen-gen yang sama—betul-betul persis sama. Lain halnya dengan pasangan kembar fraternal, tapi mereka biasanya dibesarkan di dalam lingkungan yang persis sama. Kami mempelajari masing-masing jenis, lalu membandingkan mereka dengan pasangan-pasangan kembar yang dibesarkan secara terpisah, untuk menjajaki seberapa jauh persamaan yang mereka miliki.”

Steve mempertanyakan hubungan ini semua dengan dirinya Ia juga mempertanyakan berapa usia Jeannie sebetulnya. Melihatnya lari ke sana kemari di lapangan tenis kemarin, dengan rambutnya tersembunyi di bawah topi, ia mengira mereka seusia; tapi sekarang ia dapat

97

menebak bahwa umur gadis ini lebih mendekati tiga puluhan. Itu tidak mengubah perasaannya, hanya saja ia belum pernah merasa begitu tertarik pada seorang wanita yang begitu tua

Jeannie melanjutkan. “Andai kata faktor lingkungan yang lebih dominan, pasangan-pasangan kembar yang dibesarkan bersama-sama akan amat mirip satu sama lain, dan yang dibesarkan secara terpisah akan amat berlainan, tidak peduli apakah mereka pasangan kembar identik atau fraternal. Nyatanya hasil temuan kami justru tidak begitu. Pasangan kembar identik tetap mirip satu sama lain, tanpa peduli siapa yang membesarkan mereka. Nyatanya, pasangan identik yang dibesarkan secara terpisah lebih mirip satu sama lain daripada pasangan kembar fraternal yang dibesarkan bersama.”

“Seperti Benny dan Arnold?**

“Tepat. Kami melihat sendiri betapa miripnya mereka, meskipun mereka dibesarkan oleh dua keluarga yang berbeda. Itu memang sesuatu yang amat

www.ac-zzz.tk

khas. Departemen kami sudah melakukan studi atas lebih dari seratus pasangan kembar identik yang dibesarkan secara terpisah. Dari sekitar dua ratus orang itu, dua ternyata penulis puisi, dan mereka merupakan pasangan kembar. Dua terlibat secara profesional dengan urusan binatang piaraan—yang satu seorang pelatih anjing dan yang lain seorang pembiak anjing—dan mereka merupakan pasangan kembar. Kami menemukan dua orang musisi—seorang guru piano dan seorang pemain gitar— juga pasangan kembar. Tapi itu sebetulnya cuma contoh-contoh yang jelas kelihatan. Seperti kaulihat pagi ini, kami juga melakukan studi secara ilmiah sehubungan dengan masalah pembawaan, IQ, dan berbagai dimensi fisik, dan ini biasanya akan kembali memperlihatkan pola yang sama: pasangan-pasangan kembar identik ternyata amat mirip satu sama lain, tidak peduli bagaimana cara mereka dibesarkan.’

98

“Sementara itu, Sue dan Elizabeth ternyata tidak mirip sama sekali satu sama lain.’

“Betul. Namun mereka toh memiliki orangtua yang sama, tinggal di rumah yang sama, pergi ke sekolah yang sama. makan menu yang sama seumur hidup mereka, dan seterusnya. Sue tidak banyak bicara selama makan siang, sementara Elizabeth membeberkan seluruh kisah hidupnya.”

“Dia menjelaskan padaku arti kata monozigonk.

Dr. Ferrami tertawa, memperagakan sederetan gigi putih dan sekilas warna kemerahan dari ujung lidahnya Steve merasa amat berbesar hati telah berhasil membuatnya senang.

“Tapi Anda masih belum menjelaskan kepadaku mengenai keterlibatanku di sini,” ujarnya.

Dr. Ferrami tampak rikuh kembali. “Ini agak sulit untukku sebetulnya,” ujarnya. “Sampai saat ini, hal seperti ini belum pernah terjadi.”

Tiba-tiba Steve tersentak. Situasinya begitu jelas, tapi anehnya ia tidak menyadarinya sampai saat itu. “Menurut Anda, aku punya seorang saudara kembar yang tidak kusadari keberadaannya?” tanyanya dalam nada seakan tak percaya.

“Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkannya secara lebih simpatik kepadamu.” jawab Jeannie dalam nada menyesal. “Ya, kau benar.”

“Wauw.” Steve menjadi bingung; sulit rasanya menerima kenyataan itu.

“Aku sungguh-sungguh menyesal.”

www.ac-zzz.tk

“Tak ada yang perlu disesali, kukira.”

“Kau keliru. Biasanya seseorang sudah tahu bahwa dia memiliki pasangan kembar sebelum datang ke tempat kami. Namun aku baru saja merintis suatu cara baru dalam merekrut subjek untuk studi ini. dan kaulah yang pertama. Sebetulnya, fakta bahwa kau tidak tahu bahwa kau memiliki saudara kembar merupakan bukti kecang

99

gihan sistemku ini. Tapi kemungkinan harus memberikan kejutan-kejutan yang kurang menyenangkan betul-betul tidak kuperhitungkan.”

“Dari dulu aku ingin punya saudara laki-laki,” ujar Steve. Ia seorang anak tunggal yang lahir ketika kedua orangtuanya sudah menjelang usia empat puluhan. “Dia laki-laki, bukan?”

“Betul. Kalian kembar identik.”

“Seorang saudara kembar identik,” gumam Steve. “Tapi bagaimana itu bisa terjadi tanpa sepengetahu-anku?”

Jeannie tampak rikuh.

“Sebentar, aku tahu sekarang,” ujar Steve. “Mungkin aku anak angkat.” Jeannie mengangguk.

Ide itu bahkan lebih mengejutkan lagi; jadi, ada_ke mungkinan Mom dan Dad bukan orangtua kandungnya. “Atau saudara kembarku yang diangkat orang.”

“Ya.”

“Atau dua-duanya, seperti Benny dan Arnold.”

“Atau dua-duanya,” ulang Jeannie dalam nada serius, la menatap Steve lurus-lurus dengan matanya yang bernuansa gelap. Meskipun sedang bergumul dengan pikirannya sendiri, toh terpintas dalam diri Steve betapa cantiknya ia. Asyik rasanya kalau ditatap seperti itu untuk selama-lamanya.

Jeannie berkata, “Menurut pengalamanku, bahkan di saat seorang subjek tidak tahu bahwa dia memiliki pasangan kembar, biasanya mereka tahu bahwa mereka anak angkat. Namun seharusnya aku tahu bahwa kasusmu mungkin berbeda.”

www.ac-zzz.tk

Dalam nada getir Steve berkata, “Rasanya sulit membayangkan Mom dan Dad menyembunyikan hal seperti itu dariku. Jelas ini bukan gaya mereka.”

“Ceritakanlah sesuatu mengenai kedua orangtuamu.”

Steve tahu bahwa Jeannie sedang berusaha mengajak—

100

nya berbicara untuk membantunya mencerna kejutan itu, tapi itu sebetulnya tidak perlu. Ia memusatkan pikirannya. “Mom seorang wanita yang luar biasa. Kau tentunya pernah mendengar tentangnya? Namanya Lorraine Logan.**

‘Tengisi kolom dari hati ke had?”

“Betul. Menggerilya dalam sekitar empat ratus harian, pengarang enam buah buku bestseller tentang kesehatan kaum wanita. Kaya dan terkenal, dan dia memang layak mendapatkan itu semua.”

“Kenapa kaukatakan begitu?”

**Dia betul-betul memberikan hatinya kepada mereka yang menulis kepadanya. Dia menjawab ribuan surat. Kau tahu, pada dasarnya mereka berharap dia akan mengayunkan sebuah tongkat ajaib—untuk meniadakan kehamilan yang tidak mereka inginkan, menghapuskan keiagihan anak-anak mereka akan obat-obat terlarang, mengubah suami-suami yang suka menyiksa menjadi suami-suami yang lembut dan dapat diandalkan. Dia selalu memberikan petunjuk yang mereka butuhkan dan mengatakan kepada mereka bahwa keputusan untuk melakukan apa yang harus mereka lakukan ada di tangan mereka sendiri, ikuti kata hatimu, dan jangan biarkan siapa pun mempengaruhimu. Suatu falsafah yang bijaksana sekali.”

“Dan ayahmu?”

“Dad biasa-biasa saja, kukira. Dia seorang militer, bekerja di Pentagon. Pangkatnya kolonel. Dia menekuni bidang humas, menyusun pidato-pidato untuk para jenderal, dan sebagainya.”

“Amat menghargai disiplin?”

Steve tersenyum. “Dia sangat memperhatikan soal kewajiban. Tapi dia bukan tipe yang menyukai tindakan kekerasan. Dia pernah bertugas di Asia, sebelum aku lahir, tapi dia tidak pernah membawaku ke rumah kenangannya di sana.”

101

www.ac-zzz.tk

“Apakah disiplin perlu diterapkan atas dirimu9” Steve tertawa. “Aku selalu yang paling nakal di kelas, di seluruh sekolah. Terus mendapat masalah.” “Untuk apa?”

“Melanggar peraturan. Lari-lari di gang. Memakai kaus kaki merah. Mengunyah permen karet di dalam kelas. Mencium Wendy Prasker di balik rak buku-buku biologi di ruang perpustakaan sewaktu aku berumur tiga belas tahun.”

“Kenapa?”

“Karena dia begitu cantik.”

Jeannie tertawa lagi. “Maksudku, kenapa kau selalu melanggar peraturan-peraturan itu?”

Steve menggeleng. “Sulit rasanya menjadi anak yang patuh. Aku ingin bebas bergerak. Peraturan-peraturan itu konyol sekali, dan aku merasa bosan. Sebetulnya mereka ingin mengeluarkan aku dari sekolah, tapi angka-angkaku selalu baik, dan biasanya aku kapten dari salah satu tim olahraga atau entah apa: sepak bola, basket, baseball, atletik. Aku tidak mengerti diriku. Apa aku aneh?”

“Semua orang unik dalam gaya masing-masing.”

“Kukira begitu. Kenapa kau memakai cincin di cuping hidungmu itu?”

Jeannie mengangkat alisnya yang berwarna gelap, seakan berkata aku yang bertanya di sini, namun ia toh memberikan jawabannya. “Aku pernah melewati masa punk sewaktu berusia sekitar empat belas tahun: rambut hijau, kaus kaki robek, dan sebagainya. Melubangi cuping hidung merupakan bagian dari masa itu.”

“Lubangnya bisa menutup dan pulih kalau kau-biarkan.”

“Aku tahu itu. Kukira aku tetap membiarkannya begitu karena aku merasa tampil anggun betul-betul membosankan.”

Steve tersenyum. Aku menyukai wanita ini, ujarnya

102

dalam hati, meskipun dia sudah terlalu tua untukku. Kemudian pikirannya kembali beralih ke pokok pembicaraan mereka semula. “Apa yang membuatmu begitu yakin bahwa aku mempunyai seorang saudara kembar?’

www.ac-zzz.tk

“Aku berhasil mengembangkan suatu program komputer yang dapat menelusuri data-data medis dan beberapa database untuk menemukan pasangan-pasangan. Pasangan kembar identik memiliki gelombang otak, elektrokardiogram, sidik jari, dan susunan gigi yang sama.” Aku menelusuri suatu database untuk sinar-X gigi milik sebuah perusahaan asuransi medis, dan menemukan seseorang yang memiliki ukuran gigi dan lekuk rahang yang persis sama seperti kepunyaanmu.”

“Kedengarannya tidak begitu meyakinkan.”

“Mungkin tidak, meskipun dia bahkan memiliki lubang gigi di tempat yang sama seperti punyamu.”

“Jadi, siapa orang ini?”

“Namanya Dennis Pinker.”

“Di mana dia saat ini?”

“Richmond, Virginia.”

“Kau sudah pernah bertemu dengannya?”

“Aku akan ke Richmond untuk menemuinya besok. Aku akan melakukan tes-tes yang persis sama seperti yang kami lakukan atas dirimu, dan mengambil contoh darah supaya kami dapat membandingkan DNA-nya dengan milikmu. Kemudian kami baru dapat memastikan kekembaran kalian.” ,

Steve mengerutkan alisnya. “Apakah ada bidang khusus yang sedang kaudalami sehubungan dengan masalah genetika ini?”

“Ya, Aku menekuni kriminalitas dan apakah itu diturunkan.”

Steve mengangguk. “Aku mengerti sekarang. Apa yang telah dia lakukan?” “Maaf?”

“Apa yang telah dilakukan Dennis Pinker?”

103

“Aku tidak mengerti maksudmu.”

“Kau akan pergi untuk menemuinya, bukannya memintanya datang ke sini Rupanya dia sedang berada dalam tahanan.”

www.ac-zzz.tk

Wajah Jeannie memerah, seakan merasa tertangkap basah. Dengan rona itu ia tampak semakin seksi. “Ya, kau benar,” ujarnya.

“Kenapa dia di sana?”

Jeannie tampak ragu sebentar. “Karena dia terlibat dalam suatu kasus pembunuhan.”

“Astaga!” Steve mengalihkan pandangannya, sambil mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Ternyata aku memiliki seorang saudara laki-laki yang tidak hanya kembar identik, tapi juga seorang pembunuh! Bukan main!”

“Aku minta maaf,” ujar Jeannie. “Aku kurang taktis dalam menangani ini. Kau adalah subjek pertamaku dalam studi ini”

“Wauw. Tadinya aku kemari dengan harapan akan tahu lebih banyak mengenai diriku, namun yang kudapatkan kemudian ternyata lebih dari yang ingin kuketahui.” Jeannie belum tahu, dan tidak akan pernah tahu, bahwa Steve hampir saja membunuh seorang anak muda bernama Tip Hendricks. “Dan kau amat berarti bagiku.” “Dalam arti apa?”

“Dalam arti apakah kriminalitas itu diturunkan atau tidak. Aku pernah menulis sebuah makalah yang menyatakan bahwa ada pembawaan-pembawaan tertentu yang diturunkan—seperti kombinasi dari kecenderungan untuk bersikap impulsif, berani, agresif, dan hiperaktif— tapi apakah pribadi-pribadi dengan pembawaan ini akan menjadi penjahat, tergantung dari cara orangtua mereka menghadapi mereka. Untuk membuktikan teoriku, aku harus menemukan pasangan-pasangan kembar identik, di mana yang satu seorang kriminal dan yang lain

104

seorang warga yang taat hukum. Kau dan Dennis merupakan pasangan kembarku yang pertama, dan kalian betul-betul pasangan ideal: dia sedang mendekam di tahanan dan kau, maaf, kau adalah tipe pemuda idaman Amerika. Sejujurnya, itu membuatku begitu bergairah, sampai aku hampir tidak bisa duduk tenang.”

Mendengar ini, Steve jadi merasa salah tingkah. Ia mengalihkan pandang, khawatir nafsunya akan terbaca di wajahnya. Tapi fakta yang baru saja diungkapkan Jeannie kepadanya betul-betul mengganggu pikirannya, la memiliki DNA yang sama seperti seorang pembunuh’. Jadi, apa artinya ini?

Pintu di belakang Steve dibuka seseorang. Jeannie mengangkal wajahnya. “Hai, Berry,” tegurnya. “Steve, aku ingin kau berkenalan dengan Profesor Berrington Jones, pimpinan studi mengenai kekembaran di JFU.”

www.ac-zzz.tk

Si profesor seorang laki-laki bertubuh pendek, berusia sekitar enam puluhan, tampan, dengan rambut keperakan yang lurus, (a mengenakan setelan dari bahan wol Irlandia berwarna keabuan yang tampak mahal, dan sebuah dasi kupu-kupu berbintik-bintik putih; tampangnya rapi, seperti baru dikeluarkan dari kardus. Steve sudah pernah melihatnya tampil di TV beberapa kali, untuk mengomentari betapa semakin rusuhnya situasi Amerika. Steve tidak begitu menyukai pandangannya, namun ia sudah dididik untuk bersikap sopan, karenanya ia berdiri dan mengulurkan tangan untuk bersalaman.

Berrington Jones menatapnya seakan sedang melihat hantu. “Ya Tuhan!” gumamnya, sementara wajahnya berubah pucat.

Dr. Ferrami berkata, “Berry! Ada apa?” Steve berkata, “Apakah aku telah melakukan sesuatu yang salah?”

Untuk sesaat si profesor tidak berkata apa-apa. Kemudian rupanya ia berhasil menguasai dirinya kembali. “Maaf, tidak ada apa-apa,” ujarnya, meskipun ia masih

105

tampak terguncang. “Aku cuma tiba-tiba teringat sesuatu… sesuatu yang lupa kulakukan. Aku mesti pergi lagi.” Ia menuju ke arah pintu sambil bergumam, “Maaf, maafkan aku.” Kemudian ia menghilang. Steve menatap Dr. Ferrami.

Jeannie angkat bahu sambil membentangkan kedua tangannya. “Aku tidak mengerti,” ujarnya.

di -scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh:

Dilarang ujeug-komersil-kaiiatau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

106

BAB 7

Berrington duduk di belakang mejanya dengan napas terengah-engah. Ruang kerjanya terletak di pojok gedung, dan keadaannya amat sederhana: lantainya dari ubin plastik, berdinding putih, dengan lemari arsip standar dan rak-rak buku murahan. Layar komputernya menampakkan se-untai DNA yang terpilin membentuk double-helix yang terkenal, yang berputar perlahan-lahan. Di meja tulisnya terdapat foto dirinya bersama Geraldo Rivera, Newt Gingrich, dan Rush Limbaugh. Jendelanya menghadap ke arah gedung olahraga yang masih ditutup gara-gara kebakaran pada hari sebelumnya. Di seberang jalan, dua orang—anak muda sedang menggunakan lapangan tenis, meskipun udara panas terik.

www.ac-zzz.tk

Berrington menggosok-gosok matanya. “Sial, sial, sial,” umpatnya penuh emosi.

la telah membujuk Jeannie Ferrami untuk datang di situ. Makalahnya mengenai kriminalitas telah membuka suatu ide pemikiran baru yang berfokus pada komponen pembawaan kriminal. Jawabannya amat berarti bagi proyek Genetico. Ia ingin Dr. Ferrami melanjutkan pekerjaannya di bawah pengawasannya. Ia telah membujuk

107

Jones Falls untuk memberinya pekerjaan dan mengatur agar risetnya mendapatkan dana dan Genetico.

Dengan dukungannya, Jeannie akan dapat melakukan hal-hal besar, dan fakta bahwa ia berasal dari sebuah keluarga sederhana akan membuat keberhasilan yang dicapainya semakin mengesankan. Empat minggunya yang pertama di Jones Falls ternyata membuktikan bahwa penilaiannya tidak keliru. Jeannie sudah mulai bekerja dan proyeknya maju dengan pesat. Hampir semua orang menyukainya, meskipun sikapnya kadang-kadang sedikit kasar; seorang teknisi laboratorium yang rambutnya diikat ke belakang, yang mengira ia boleh bekerja semaunya, sudah kena dampratannya pada hari kedua.

Berrington sendiri amat menyukainya. Staminanya mengimbangi intelektualitasnya. Berrington merasa terombang-ambing antara kebutuhannya untuk memberikan dorongan dan bimbingan seperti seorang ayah. dan keinginan kuat untuk merayunya

Dan sekarang ini!

Setelah berhasil menguasai dirinya kembali, ia meraih pesawat teleponnya, lalu memutar nomor Preston Barck. Preston adalah sahabat lamanya; mereka bertemu di MIT pada tahun enam puluhan, ketika Berrington sedang meraih gelar doktornya dalam bidang psikologi dan Preston sudah menjadi pakar embriologi muda terkemuka. Mereka sama-sama dianggap amat unik, di era serba gaya, dengan rambut berpotongan pendek dan setelan jas wol. Dalam waktu singkat mereka mendapati bahwa mereka memiliki pandangan yang sama dalam segala hal: irama jazz modem tidak ada apa-apanya, marijuana merupakan langkah pertama menuju jenjang heroin, satu-satunya politisi yang jujur di Amerika adalah Barry Goldwater. Ikatan persahabatan mereka ternyata lebih kuat daripada perkawinan mereka. Berrington tidak pernah memikirkan lagi apakah ia menyukai Preston atau tidak; pokoknya Preston ada di sana, persis seperti Canada.

Saat ini Preston tentunya berada di kantor pusat Genetico, suatu kompleks bangunan beratap rendah dan rapi yang menghadap ke sebuah lapangan golf di

www.ac-zzz.tk

Baltimore County, bagian utara pusat kota. Sekretaris Preston mengatakan ia sedang rapat, tapi Berrington menyuruhnya untuk menghubunginya.

“Pagi. Berry, ada apa?”

“Siapa di sana bersamamu?”

“Aku bersama Lee Ho, akuntan senior dari Landsmann. Kami sedang mendiskusikan detail-detail terakhir sehubungan dengan pernyataan yang akan dikeluarkan Genetico.”

“Minta dia keluar dulu.”

Suara Preston melemah saat ia menjauhkan gagang pesawat dari wajahnya. “Maaf. Lee, ini bakal sedikit lama. Aku akan teruskan diskusi kita denganmu nanti.” Untuk sesaat tidak terdengar apa-apa, kemudian ia berbicara dengan Berrington kembali. Nadanya sekarang agak kesal. “Yang baru kuusir tadi itu tangan kanan Michael Madigan. Madigan adalah direktur utama Landsmann, siapa tahu kau lupa. Kalau kau masih merasa seantusias tadi malam mengenai akuisisi ini, sebaiknya…”

Berrington, yang mulai hilang sabar, langsung memotongnya, “Steve Logan ada di sini.”

Untuk sesaat suasana hening mencekam. “Di Jones Falls?”

“Persisnya di gedung fakultas psikologi.”

Preston langsung lupa mengenai Lee Ho. “Ya Tuhan, bagaimana bisa?**

“Dia seorang subjek yang menjalani beberapa tes di laboratorium.”

Suara Preston naik satu oktaf. “Bagaimana itu bisa terjadi?”

“Aku tidak tahu. Aku baru saja berpapasan dengannya beberapa menit yang lalu. Bisa kaubayangkan bagaimana terkejutnya aku.”

109

108

“Kau mengenalinya dengan begitu saja?” “Tentu saja aku mengenalinya.”

“Untuk apa dia dites?”

www.ac-zzz.tk

“Untuk studi kami mengenai kekembaran.”

“Kekembaran?” teriak Preston. “Kekembaran? Siapa pasangan kembar sialnya?”

“Aku belum tahu. Omong-omong- hal seperti ini kan mau tak mau bakal terjadi.”

“Tapi kenapa justru sekarang! Sekarang kita harus membatalkan transaksi dengan Landsmann.”

“Jangan! Aku tidak akan membiarkan kau memakai ini sebagai alasan untuk menggoyahkan keputusanmu mengenai akuisisi ini, Preston.” Berrington mulai menyesal telah menelepon. Namun ia merasa butuh berbagi keterkejutan dengan seseorang. Dan biasanya Preston adalah pengatur strategi yang andal. “Kita harus menemukan cara untuk mengendalikan situasi ini.”

“Siapa yang membawa Steven Logan ke situ?”

“Seorang lektor muda yang baru, Dr. Ferrami”

“Laki-laki yang menulis makalah brilian mengenai kriminalitas itu?”

“Betul, tapi dia seorang wanita. Seorang wanita yang sangat menarik malah.”

“Aku tidak peduli apakah dia Sharon Stone.”

“Rupanya dia yang merekrut Steven dalam proyek ini. Mereka sedang bersama sewaktu aku bertemu dengan anak muda itu. Aku akan mengadakan pengecekan.”

“Itu memang harus kaulakukan, Berry.” Preston sudah merasa lebih tenang sekarang, dan mulai memusatkan perhatian kepada pemecahannya, bukan masalahnya. “Cari tahu bagaimana cara dia direkrut. Sesudah itu, baru kita dapat mengakses sampai seberapa jauh ini akan mempengaruhi kita.”

“Aku akan panggil Dr. Ferammi ke sini sekarang juga.”

“Hubungi aku kembali secepatnya, oke?”

110

“Oke.” Berrington menutup pesawatnya.

Namun ia tidak langsung memanggil Jeannie. Sebaliknya, ia duduk, lalu mulai menimbang-nimbang.

www.ac-zzz.tk

Di mejanya ada sebuah foto hitam-putih tua ayahnya sebagai seorang letnan dua, dalam seragam angkatan laut putih, lengkap dengan topinya. Berrington baru berusia enam tahun ketika kelompok Wasp—yang terdiri atas orang-orang kulit putih beragama Protestan yang berasal dari Inggris—mulai dilokalisir. Sama seperti semua bocah laki-laki di Amerika, ia membenci orang-orang Jepang, dan dalam bermain ia berkhayal membantai mereka dalam jumlah besar. Baginya ayahnya adalah seorang pahlawan yang tak kelihatan, tinggi dan tampan, berani, kuat, dan tidak terkalahkan. Ia masih dapat merasakan amarah yang mencekam dirinya saat mengetahui ayahnya dibunuh oleh Jepang. Ia berdoa kepada Yang Mana Kuasa untuk membiarkan perang itu terus berlangsung sampai ia dewasa dan dapat bergabung dengan angkatan laut, agar ia dapat membantai jutaan orang Jepang sebagai balas dendam.

Ia belum pernah membunuh siapa-siapa. Tapi ia tak pernah menerima pegawai keturunan Jepang atau mahasiswa Jepang di universitas itu, atau menawarkan pekerjaan kepada seorang psikolog Jepang.

Banyak orang, jika dihadapkan pada suatu masalah, akan mempertanyakan pada diri mereka, apa yang akan dilakukan oleh ayah mereka untuk mengatasinya. Teman-temannya mengatakan ini kepadanya, tapi kemudahan itu tidak akan pernah ia rasakan. Ia masih terlalu muda ketika itu untuk mengenal ayahnya. Ia sama sekali tidak dapat membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Letnan Jones dalam menghadapi suatu krisis, la belum pernah secara sungguh-sungguh memiliki seorang ayah, hanya seorang pahlawan super hebat.

Ia akan menanyai Jeannie Ferrami tentang metode yang dipakainya dalam merekrut. Kemudian, putusnya, ia akan mengajak gadis itu makan malam bersamanya.

111

la menghubungi Jeannie melalui interkom. Jeannie langsung menjawab. Ia merendahkan suaranya dan berbicara dalam nada yang oleh mantan istrinya, Vivvie, disebut seksi. “Jeannie, aku Berry,” ujamya.

Sebagaimana biasa, Jeannie tidak berbasa-basi lagi. “Ada apa?” tanyanya.

“Aku bisa bicara denganmu sebentar?”

“Tentu.”

“Bagaimana kalau kau ke kantorku?” “Aku akan segera ke sana.” Jeannie menutup pesawatnya.

www.ac-zzz.tk

Saat menunggu kemunculannya, dengan santai Berrington mencoba menghitung, sudah berapa banyak wanita yang pernah ia tiduri. Akan terlalu lama baginya untuk mengingat mereka satu per satu, tapi setidaknya ia dapat mengira-ngira. Setidaknya lebih dari satu, malah lebih dari sepuluh. Apakah juga lebih dari seratus? Itu berarti sekitar dua sampai lima setahun, sejak ia berusia sembilan belas tahun; tapi ia merasa yakin lebih daripada itu. Seribu’? Dua puluh lima setahun. Satu wanita setiap dua minggu sekali selama empat puluh tahun? Tidak, ia belum pernah mencapai rekor setinggi itu. Selama sepuluh tahun masa pernikahannya dengan Vivvie Ellington, sepertinya ia tidak pernah terlibat lebih dari lima belas sampai dua puluh kali dalam perselingkuhan. Tapi ia berhasil mengejar ketinggalannya setelah itu. Pokoknya antara seratus dan seribu, kalau begitu. Tapi ia tidak akan mengajak Jeannie tidur bersamanya, la akan mencari tahu bagaimana wanita itu sampai bisa berhubungan dengan Steven Logan.

Jeannie mengetuk pintu, lalu masuk, la mengenakan jas laboratorium putih di atas rok dan blusnya. Berrington lebih suka wanita muda mengenakan jas-jas seperti itu, tanpa apa-apa lagi kecuali pakaian dalam mereka. Baginya itu seksi.

“Kuhargai kedatanganmu,” ujarnya. Ia menarikkan

112

kursi untuk Jeannie, kemudian menghela kursinya sendiri dari belakang mejanya, sehingga tidak ada lagi yang menghalangi mereka.

Tugasnya yang pertama adalah memberikan penjelasan yang cukup masuk akal kepada Jeannie mengenai polahnya saat bertemu dengan Steven Logan. Tidak akan mudah membodohinya. Mestinya tadi ia menggunakan waktunya untuk mencari alasan, bukannya menghitung penaklukan-penaklukannya.

Ia duduk, lalu memberikan senyumannya yang paling meluluhkan hati. “Aku mau minta maaf untuk tingkahku yang aneh barusan,” ujarnya. “Aku sedang mentransmisi beberapa file dari University of Sydney, Australia.” Ia mengayunkan tangan ke arah perangkat komputernya. “Persis saat kau akan mempei kenaikanku kepada anak muda itu, aku menyadari bahwa aku telah meninggalkan komputerku dalam keadaan on, dan lupa menutup pesawat teleponku. Agak konyol memang, dan sikapku tidak bisa disebut ramah.”

Penjelasan yang kurang meyakinkan, tapi rupanya dapat diterima. “Syukurlah,” ujar Jeannie dalam nada tulus. “Aku sempat khawatir telah melakukan sesuatu yang kurang berkenan di hati Anda.”

Sejauh ini, semuanya masih sesuai rencana. “Semula aku berniat menemuimu untuk membicarakan pekerjaanmu,” lanjut Berrington dengan santai. “Rupanya

www.ac-zzz.tk

kau sedang ngebut. Kau baru empat minggu di sini, tapi proyekmu sudah berjalan mulus. Selamat.”

Jeannie mengangguk. “Aku sudah menghabiskan banyak waktu untuk mendiskusikannya bersama Herb dan Frank selama musim panas, sebelum aku memulai proyek ini secara resmi,” ujar Jeannie. Herb Dickson adalah pimpinan fakultas itu dan Frank Demidenko seorang profesor penuh. “Kami sudah membicarakan semua kemungkinan yang bakal kita hadapi.”

“Coba uraikan secara lebih rinci. Apakah belum ada masalah sejauh ini? Ada yang bisa kulakukan?”

113

“Perekrutanlah yang kuanggap merupakan masalahku yang paling serius.” ujar Jeannie. “Mengingat subjek-subjek kita adalah para sukarelawan, yang kebanyakan seperti Steven Logan, orang Amerika baik-baik dari kelas menengah, yang percaya bahwa sebagai warga negara yang baik, dia memiliki kewajiban untuk mendukung kemajuan ilmu pengetahuan. Jarang bahwa yang tampil itu “Seorang germo atau pengedar obat bius.”

“Sesuatu yang tidak pernah disorot oleh para kritikus dari kalangan liberal kita.”

“Di lain pihak, sulit untuk menemukan sifat-sifat bawaan seperti kecenderungan untuk berlaku agresif dan terlibat dalam tindak knminal dengan melakukan studi atas keluarga-keluarga kelas menengah Amerika yang patuh kepada hukum. Karena itulah akan sangat berarti bagi proyekku jika aku bisa mengatasi masalah perekrutan ini.”

“Dan itu sudah berhasil kaulakukan?”

“Kukira begitu. Pernah terpintas dalam diriku bahwa informasi medis mengenai jutaan orang kini disimpan oleh perusahaan-perusahaan asuransi dan biro-biro pemerintahan dalam suatu sistem database yang amat luas jangkauannya. Termasuk di dalamnya jenis data yang kami pergunakan untuk menentukan apakah suatu pasangan kembar identik atau fraternal: seperti gelombang otak. elektrokardiogram, dan seterusnya. Kalau kita dapat melacak pasangan dengan elektrokardiogram yang sama, umpamanya, kita bisa menentukan kekembarannya. Dan kalau database nya cukup canggih, akan ditemukan pasangan-pasangan kembar yang di be sarkan secara terpisah. Dan inilah kendalanya: Ada di antara mereka yang bahkan tidak tahu bahwa mereka sebetulnya kembar.*”

www.ac-zzz.tk

“Bukan main,” ujar Berrington. “Sederhana, tapi orisinal dan amat inovatif.” Ia tidak sekadar berbasa-basi. Pasangan kembar identik yang dibesarkan secara terpisah

114

dianggap amat berarti untuk penelitian di bidang genetika, dan para Jlmuwan telah melakukan banyak cara untuk merekut mereka. Sampai sekarang, cara utama untuk menemukan mereka adalah melalui publisitas: mereka membaca artikel-artikel dalam majalah mengenai studi kekembaran, lalu menawarkan diri untuk ikut mengambil bagian. Dan sebagaimana yang dikatakan Jeannie, proses ini akan menampilkan contoh yang didominasi oleh orang baik-baik dari kelas menengah, yang secara umum kurang bermanfaat dan tidak mendukung proses studi mengenai kriminalitas.

Tapi bagi Berrington pribadi, hal ini merupakan bencana. Ia menatap Jeannie lurus-lurus sambil mencoba menyembunyikan perasaan resahnya. Ternyata situasinya lebih gawat daripada yang diperkirakannya. Baru saja Preston Barck mengatakan Kita semua tahu bahwa perusahaan ini memiliki hal-hal yang sebaiknya disembunyikan. Jim Proust menanggapinya dengan mengatakan tidak akan ada yang tahu mengenai itu. la sama sekali tidak memperhitungkan adanya Jeannie Ferrami.

Berrington mencoba menjajaki. “Mendapatkan akses seperti itu dalam suatu sistem database tidak selalu semudah kedengarannya.”

“Betul. Gambar-gambar grafik memang menyita banyak megabytes. Melacak data-data seperti itu jauh lebih sulit daripada menelusuri Spelcheck untuk sebuah tesis doktoral.”

“Tentunya masalah ini tidak bisa dianggap ringan dalam desain perangkat lunak. Lalu, apa yang kaulakukan?”

“Aku menyusun sistem software-kv sendiri.”

Berrington tampak tertegun. “O ya?”

“Ya. Aku pernah mengambil gelar Master dalam ilmu komputer di Princeton. Sewaktu masih di Minnesota, aku bersama profesorku menjajaki sistem software jenis neutral-network untuk dapat mengenali pola.”

115

Begitu briliankah ia? “Bagaimana cara kerjanya?”

www.ac-zzz.tk

“Dengan menggunakan fuzzy logic—logika samar— proses penyocokan pola dipercepat. Pasangan-pasangan yang kami cari akan mirip, tapi tidak selalu persis sama. Umpamanya, foto sinar-X dari gigi yang sama, yang diambil oleh teknisi yang berlainan memakai peralatan yang berlainan, tidak akan membuahkan hasil yang persis sama. Tapi mata manusia akan melihat bahwa mereka sama, dan pada waktu foto-foto sinar-X ini di-scan. di-digit, dan diarsip secara.elektronis, sebuah komputer yang dilengkapi dengan fuzzy logic akan mengenali kekembarannya.”

“Tentunya untuk itu kau membutuhkan komputer sebesar Empire State Building.”

“Aku menemukan cara untuk memperpendek proses penyocokan pola dengan mengkonsentrasikan perhatian pada suatu bagian kecil dari gambar digitnya. Coba bayangkan: untuk mengenali seorang teman, kau tidak perlu men-scanning seluruh tubuhnya—cukup wajahnya. Para pencinta otomobil dapat mengidentifikasi mobil-mobil yang paling umum hanya dari foto sebuah lampu dim. Adikku dapat mengenali setiap album Madonna setelah mendengar sebuah lagu sekitar sepuluh detik.”

“Tapi toh ada kemungkinan bisa meleset.”

Jeannie angkat bahu. “Dengan tidak men-scan seluruh gambar, risikonya ada bagian-bagian tertentu yang terlewati. Aku menemukan cara untuk secara radikal mempersingkat proses pelacakan itu dengan risiko meleset sekecil mungkin. Intinya berhubungan dengan soal statistik dan faktor kemungkinan.”

Semua pakar psikologi pernah mendalami statistik, tentu saja. “Tapi bagaimana program yang sama dapat secara sekaligus men-scan foto sinar-X, elektrokardiogram, dan sidik jari?”

“Sistem ini dapat membaca pola-pola elektronisnya. Tanpa memedulikan bagaimana ujuduya.”

116

“Dan programmu itu jalan?”

“Sepertinya begitu. Aku mendapatkan akses untuk mencobanya di sebuah database berisi rekaman data mengenai gigi milik sebuah perusahaan asuransi medis yang besar. Hasilnya beberapa ratus pasangan. Tapi tentu saja aku cuma tertarik pada pasangan kembar yang dibesarkan secara terpisah.”

“Bagaimana caramu menyeleksinya?”

www.ac-zzz.tk

“Aku menghapus semua pasangan dengan nama keluarga yang sama, dan semua wanita yang sudah menikah, karena kebanyakan di antara mereka sudah memakai nama suami. Sisanya adalah pasangan kembar yang tanpa alasan jelas memiliki nama keluarga yang berlainan.”

Bukan main, ujar Berrington dalam hati. Ia merasa terombang-ambing antara perasaan kagum dan kecemasan pada apa yang akan berhasil diungkapkan Jeannie nanti. “Lalu sisanya tinggal berapa?”

“Tiga pasangan—sedikit mengecewakan memang. Semula aku berharap akan lebih banyak. Dalam kasus yang pertama, salah satu dari pasangan itu mengganti nama keluarganya karena alasan keagamaan: dia menjadi seorang muslim dan mengambil nama Arab. Pasangan kedua menghilang tanpa meninggalkan jejak. Untungnya, pasangan ketiga persis seperti yang sedang kucan: Steven Logan ternyata seorang warga yang patuh kepada hukum, sedangkan Dennis Pinker* adalah seorang pembunuh.’”

Berrington sudah tahu mengenai itu. Pada suatu malam, Dennis Pinker memutuskan aliran Listrik sebuah gedung bioskop yang tengah memutar film Friday the Thirteenth. Dalam kepanikan yang timbul, ia melakukan kekerasan seksual terhadap beberapa wanita. Seorang gadis rupanya berusaha memberikan perlawanan, sehingga ia terpaksa membunuhnya.

Jadi, Jeannie berhasil menemukan Dennis Ya Tuhan, umpat Berrington dalam hati, wanita ini benar-benar

117

berbahaya, la bisa membuyarkan segalanya: akuisisi itu, karier politik Jim, Genetico, bahkan reputasi akademis Berrington. Rasa cemasnya membuatnya marah; bagaimana mungkin segala yang ia upayakan selama ini bisa terancam oleh ulah anak buahnya sendiri? Tapi dari mana ia bisa tahu bahwa ini akan terjadi?

Keberadaan Jeannie di sini, di Jones Falls, merupakan keberuntungan, dalam arti ia jadi mengetahui sebelumnya mengenai kapasitasnya. Namun ia tidak melihat jalan lain. Andai kata arsip wanita itu dapat dimusnahkan dalam suatu kebakaran, atau ia dibunuh dalam suatu kecelakaan mobil. Tapi itu semua cuma fantasi.

Mungkinkah menggoyahkan kepercayaannya akan keandalan software-nya! “Apa Steven Logan tahu bahwa dia diadopsi?” tanyanya sambil berusaha menutupi nada dengkinya.

“Tidak.” Alis Jeannie mengerut. “Kita tahu ada keluarga-keluarga yang tidak mau secara terbuka membicarakan soal adopsi anak mereka, namun dia

www.ac-zzz.tk

berkeyakinan bahwa ibunya akan mengungkapkan hal yang sebenarnya kepadanya. Tapi mungkin ada alasan-alasan lain. Katakanlah mereka tak mungkin dapat mengadopsi seorang anak melalui jalur-jalur normal, entah karena apa, sehingga mereka terpaksa membeli seorang bayi. Itu bisa dijadikan alasan bagi mereka untuk berbohong.”

“Atau ada suatn kesalahan dalam sistemmu,” usul Berrington. “Hanya gara-gara dua anak muda memiliki susunan gigi yang identik, tidak menjamin kekembaran mereka.”

“Menurutku tidak ada kesalahan dalam sistemku,” ujar Jeannie dalam nada tegas. “Tapi aku merasa tak enak mengungkapkan pada sekian banyak orang mengenai kemungkinan bahwa mereka pernah diadopsi. Aku bahkan tidak yakin berhak mengacaukan kehidupan mereka dengan cara itu. Aku baru saja menyadari keseriusan masalah ini.”

118

Berrington melirik ke arah arlojinya. “Waktuku sudah habis, tapi aku masih ingin mendiskusikan masalah ini denganmu. Kau punya waktu untuk makan malam bersamaku?’

“Malam ini?”

“Ya.”

Berrington melihat keraguan yang membayang di wajahnya. Mereka pernah makan malam sama-sama, di International Congress of Twin Studies, tempat mereka pertama kali bertemu. Sejak Jeannie bekerja di JFU, mereka pernah pergi minum bersama sekali, di bar Faculty Club di kampus itu. Suatu malam Sabtu, mereka berpapasan secara kebetulan di kawasan perbelanjaan di Charles Village, lalu Berrington mengajaknya keliling Baltimore Museum of Art. Jeannie tidak jatuh cinta padanya, malah jauh dari itu, namun Berrington tahu bahwa gadis ini menyukai keberadaannya dalam ketiga kesempatan itu. Di samping itu, Berrington atasannya; bagaimana ia dapat menolak?

“Tentu,” sahut Jeannie.

“Bagaimana kalau kita ke Hamptons, di Harbor Court Hotel? Kukira itu restoran terbaik di Baltimore.” Setidaknya yang paling bergengsi.

“Baik,” jawab Jeannie sambil berdiri.

“Kalau begitu, aku akan menjemputmu pukul delapan.”

www.ac-zzz.tk

“Oke.”

Saat Jeannie memutar tubuh di hadapannya, secara tiba-tiba Berrington membayangkan melihat pundaknya dalam keadaan telanjang, halus dan berotot, bokongnya yang rata, serta tungkainya yang panjang; sejenak tenggorokannya terasa kering oleh nafsu. Kemudian Jeannie menutup pintunya.

Berrington menggoyangkan kepala untuk menjernihkan pikiran dari fantasinya, sesudah itu ia memutar nomor telepon Preston kembali. “Situasinya ternyata

119

lebih buruk daripada yang kita perkirakan,” ujarnya secara langsung. “Dia berhasil menyusun suatu program komputer yang dapat menelusuri database medis dan menemukan pasangan-pasangan kembar identik. Begitu dia mencobanya untuk pertama kali, dia menemukan Steven dan Dennis.” “Sial.”

“Kita harus menghubungi Jim.” “Sebaiknya kita bertiga bertemu untuk memutuskan apa yang akan kita lakukan. Bagaimana kalau nanti

malam?”

“Aku mau mengajak Jeannie pergi makan di luar.” “Kaupikir-itu dapat memecahkan masalahnya?” “Kan tidak ada salahnya.”

“Menurutku pada akhirnya kita toh harus membatalkan transaksi dengan pihak Landsmann.”

“Aku tidak sependapat denganmu,” ujar Berrington. “Dr. Ferrami memang brilian, tapi dia tidak bakal bisa menyingkapkan apa-yang pernah terjadi itu dalam waktu seminggu.”

Namun, saat menutup pesawatnya. Berrington mempertanyakan pada dirinya apakah bijaksana untuk merasa begitu yakin.

120

BAB 8

Para mahasiswa di Teater Kuliah Ilmu Biologi Manusia tampak resah. Daya konsentrasi mereka kurang dan mereka terus gelisah. Jeannie tahu sebabnya. Ia sendiri merasa tidak tenang. Semua gara-gara peristiwa kebakaran dan pemerkosaan itu. Kampus mereka yang hangat ternyata tidak aman sekarang. Perhatian semua yang hadir terus melantur, kembali pada apa yang sudah terjadi itu.

www.ac-zzz.tk

“Menurut penelitian, variasi inteligensi manusia dapat diuraikan berdasarkan tiga faktor,” ujar Jeannie. “Yang pertama: gen yang berbeda. Kedua: lingkungan yang berbeda. Dan ketiga: kesalahan dalam penjajakan.” Ia berhenti sebentar. Mereka semua menulis di buku catatan masing-masing.

Ia sudah menyadari efek ini. Setiap kali ia menyebutkan urutan nomor, mereka akan menulis. Andai kata ia cuma mengatakan Gen yang berlainan, suasana lingkungan yang berbeda, dan kesalahan penjajakan, kebanyakan di antara mereka tidak akan menulis apa-apa. Begitu menyadari kecenderungan ini, ia memasukkan sebanyak mungkin urutan nomor dalam kuliah-kuliahnya.

121

Ia seorang guru yang baik—di luar dugaannya sendiri. Secara umum, ia merasa kemampuannya bergaul dengan orang agak kurang. Ia amat tidak sabaran. dan suka ketus, seperti tadi pagi umpamanya, pada Sersan Delaware. Namun ia seorang komunikator yang baik, jelas dan tegas, dan suka menjelaskan duduk perkara apa-apa. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat binar mengerti di wajah seorang mahasiswa.

“Kita bisa mengekspresikan ini dalam suatu rumus,” ujarnya, lalu memutar tubuh dan menulis di papan tulis dengan sepotong kapur:

Vt = Vq + Ve + Vm

“Vt adalah variasi total. Vg adalah komponen genetikanya, Ve adalah lingkungannya, dan Vm adalah kesalahan dalam penjajakannya.” Semua menyalin rumus itu. “Ini berlaku untuk semua kelainan yang mungkin dapat dijajaki, mulai dari tinggi dan berat tubuh seseorang, sampai tendensinya dalam hal beragama. Ada yang ingin membantah ini?” Tidak ada jawaban, karenanya ia memberikan umpan kepada mereka. “Hasil akhirnya bisa lebih besar daripada komponen-komponennya. Kenapa?”

Salah satu di antara anak-anak muda itu membuka suara. Seperti biasanya seorang mahasiswa; para mahasiswi, entah mengapa, lebih malu-malu. “Karena faktor gen dan lingkungan saling mempengaruhi?”

“Betul. Genmu mengarahkan dirimu ke lingkungan tertentu yang berbeda dari yang lain. Bayi-bayi dengan temperamen berlainan mendapatkan perlakukan berlainan dari orangtua mereka. Para balita yang aktif mendapatkan pengalaman berlainan daripada yang lebih tenang, bahkan di dalam suasana rumah yang sama. Para remaja yang lebih nekad cenderung minum lebih banyak obat-obat terlarang daripada para anggota koor gereja di

122

www.ac-zzz.tk

kota yang sama. Kita harus tambahkan pada sisi kanan rumus ini istilah Cge, singkatan dari gene-environment covariation—kovariasi antara gen dan suasana lingkungan.” Ia menulis itu di papan tulis, kemudian melirik ke arah arloji Swiss Army di pergelangan tangannya. Ljma menit menjelang pukul empat. “Ada pertanyaan?”

Seorang wanita angkat bicara. Namanya Donna-Marie Dickson, seorang perawat yang kembali ke bangku kuliah di usia tiga puluhan, brilian tapi agak pemalu. Ia berkata, “Bagaimana dengan the Osmonds?”

Seluruh kelas tertawa. Wajah si wanita merona. Dengan lembut Jeannie berkata, “Jelaskan maksudmu, Donna-Marie. Beberapa di antara yang hadir di sini mungkin masih terlalu muda untuk mengingat siapa the Osmonds.”

“Mereka adalah sekelompok pemusik pop di tahun tujuh puluhan, para anggotanya kakak-beradik. Seluruh keluarga Osmond berbakat musik. Namun mereka tidak memiliki gen-gen yang sama, mereka bukan kembar. Rupanya suasana keluargalah yang membual mereka semua menjadi musisi. Sama seperti Jackson Five.” Yang lain, yang kebanyakan lebih muda, tertawa lagi. Si wanita tersipu, lalu menambahkan, “Aku membongkar rahasia usiaku di sini.”

“Argumentasi Ms. Dickson betul-betul masuk akal, dan aku heran kenapa tidak ada di antara kalian yang berpikir sampai ke situ.” ujar Jeannie. Sebetulnya ia tidak heran, namun Donna-Marie perlu dibesarkan hatinya. “Orangtua yang mempunyai karisma dan berdedikasi mungkin akan membuat anak-anaknya memiliki idealisme tertentu, tidak peduli bagaimana unsur gen-gen mereka, seperti juga orangtua yang suka menyiksa anak-anaknya mungkin akan mengubah seluruh keluarganya menjadi penderita gangguan kejiwaan. Tapi ini merupakan kasus-kasus yang boleh disebut ekstrem. Seorang anak yang kurang mendapat gizi akan memiliki

12.1

postur tubuh pendek, bahkan andai kata kedua orangtua dan kakek neneknya semuanya jangkung. Dan seorang anak yang diberi makan berlebihan akan menjadi gemuk, meskipun dia keturunan orang-orang yang kurus. Namun begitu, setiap studi baru cenderung membuktikan, dengan cara lebih meyakinkan daripada studi sebelumnya, bahwa biasanya unsur warisan genetikalah, bukan faktor suasana lingkungan dan cara seseorang dibesarkan, yang akan menentukan pembawaan seorang anak.” Jeannie berhenti” sebentar. “Kalau tidak ada pertanyaan lagi, silakan baca tulisan Bouchard dalam Science terbitan tanggal 12 Oktober 1990, sebelum hari Senin yang akan datang.” Jeannie mengumpulkan kertas-kertasnya.

Para mahasiswa mulai mengemasi buku-buku mereka. Selama beberapa saat ia masih berdiri di sana, memberikan kesempatan kepada mereka yang merasa

www.ac-zzz.tk

terlalu .rikuh mengajukan pertanyaan secara terbuka untuk mendekatinya secara pribadi. Mereka yang tertutup biasanya merupakan calon-calon ilmuwan terkemuka.

Ternyata Donna-Marie yang maju. Wanita ini memiliki wajah bundar dan rambut pirang berombak. Jeannie memperkirakan ia seorang perawat yang baik, tenang, dan efisien. “Aku menyesal sekali atas apa yang menimpa Lisa,” ujar Donna-Marie. “Betul-betul peristiwa mengerikan.”

“Dan polisi membuat situasinya semakin tidak keruan baginya,” ujar Jeannie. “Petugas yang mengantarnya ke rumah sakit betul-betul brengsek.”

“Sial sekali. Tapi mungkin mereka dapat menangkap si pelaku. Mereka sudah menyebar selebaran yang menggambarkan garis-garis wajahnya di seluruh kampus.”

“Bagus!” Gambar yang dimaksud Donna-Marie tentunya adalah yang dibuat dengan program komputer Mish Delaware. “Sewaktu aku meninggalkannya tadi pagi, dia sedang menyusun konstruksinya bersama seorang detektif.”

124

“Bagaimana keadaannya sekarang?**

**Masih amat terguncang… juga amat kaget-kagetan.”

Donna-Marie mengangguk. “Mereka harus melewati beberapa fase tertentu, sejauh yang pernah kulihat Yang pertama adalah penyangkalan. Mereka akan mengatakan, ‘Aku cuma mau melupakan segalanya dan melanjutkan kehidupanku.’ Tapi kenyataannya tidak sedemikian mudah.”

“Seharusnya dia berbicara denganmu. Lebih tahu mengenai apa yang akan terjadi mungkin bisa membantunya.”

“Hubungi aku, kapan saja,” ujar Donna-Marie.

Jeannie melintasi halaman kampus, menuju Nut House. Cuaca masih terasa panas. Ia mendapati dirinya mengawasi keadaan sekelilingnya dengan perasaan waswas, seperti seorang koboi yang gelisah dalam film western, seakan ia mengharapkan seseorang tiba-tiba muncul dari pojok asrama mahasiswa untuk menyerang dirinya. Sampai saat itu kampus Jones Falls selalu bak suatu oasis tradisional yang tenang di gurun sebuah kota modem Amerika. Memang, JFU persis seperti sebuah kota kecil, dengan toko-toko dan bank-banknya, lapangan olahraga dan meteran parkir, sekian banyak bar dan restorannya, kantor-Jcantor dan rumah-rumahnya. Jumlah penduduknya sekitar lima ribu orang, setengahnya tinggal di kawasan kampus. Namun kini suasananya sudah berubah

www.ac-zzz.tk

sama sekali. Laki-laki itu tidak berhak melakukan ini, ujar Jeannie pada dirinya dalam nada getir; untuk membuatku merasa takut di tempat kerjaku sendiri. Mungkin suatu tindak kejahatan selalu berakibat seperti ini, membuat tempat berpijak kita yang tadinya mantap menjadi goyah.

Saat memasuki ruang kerjanya, pikirannya mulai beralih ke Berrington Jones. Ia seorang laki-laki yang menarik dan amat memperhatikan kanm wanita. Setiap kali menghabiskan waktu bersamanya, Jeannie selalu

125

senang, la juga merasa berutang budi padanya, mengingat Berrington-lah yang memberikan pekerjaan ini kepadanya.

Di satu pihak, kelihatannya ia agak lihai. Jeannie memperkirakan sikapnya kepada kaum wanita mungkin bersifat manipulatif. Berrington selalu membuatnya ter mgat akan lelucon tentang seorang laki-laki yang beikata kepada seorang wanita; “Ceritakan mengenai dinmu. Bagaimana pendapatmu mengenai, umpamanya, aku?”

Di lain pihak tampangnya tidak seperti seorang akademikus. Namun berdasarkan pengamatan Jeannie, mereka yang benar-benar berambisi dalam dunia akademis biasanya memang bukan dari tipe profesor linglung. Berrington berpenampilan dan bertindak seperti seorang laki-laki mapan. Sudah beberapa tahun ia tidak menghasilkan pekerjaan ilmiah yang berarti, tapi itu normal: penemuan-penemuan yang orisinal dan brilian, seperti helix ganda umpamanya, biasanya diungkapkan oleh mereka yang masih berusia di bawah tiga puluh lima tahun. Sementara para ilmuwan bertambah umur, mereka biasanya menggunakan pengalaman dan insting mereka untuk membantu dan mengarahkan yang lebih muda dan segar. Berrington dapat melakukan itu dengan baik sekali, dengan ketiga gelar profesornya dan perannya sebagai pengelola dana riset yang mereka peroleh dari Genetico. Namun ia memang tidak menjadi seterkemuka seharusnya, karena para ilmuwan lain kurang menyukai keterlibatannya dalam dunia politik. Jeannie sendiri menilai pengetahuannya di bidang ilmu cukup andal, tapi pandangan politiknya betul-betul tidak ada apa-apanya.

Pada awalnya, tanpa keraguan ia mempercayai alasan Berrington soal transmisi file dari Australia-nya, tapi setelah merefleksinya kembali, ia menjadi kurang yakin. Ketika Berry melihat Steven Logan, tampangnya berubah seperti orang melihat hantu, bukan rekening telepon.

Banyak keluarga menyimpan rahasia mengenai hu—

126

www.ac-zzz.tk

bungan antara orangtua dan anak mereka. Seorang wanita yang telah menikah mungkin memiliki pacar, dan hanya ia yang tahu siapa sebenarnya ayah dari anaknya. Seorang gadis mungkin melahirkan seorang bayi, untuk kemudian ia serahkan kepada ibunya. Ia akan berpura-pura menjadi kakak si bayi, sementara seluruh keluarga bersepakat untuk menyimpan rahasia itu. Anak-anak diadopsi oleh tetangga, kenalan, atau teman yang akan menyembunyikan fakta sesungguhnya. Lorraine Logan mungkin bukan tipe yang akan mati-matian berusaha menutupi suatu kasus adopsi yang resmi, tapi ia bisa memiliki sekian banyak alasan lain untuk membohongi Steven mengenai keberadaannya. Tapi bagaimana Berrington bisa sampai terlibat di sini? Apakah ia ayah Steven yang sebenarnya? Ide itu membuat Jeannie tersenyum. Berry memang tampan, tapi postur tubuhnya sedikituya enam kaki lebih pendek daripada Steven. Meski apa pun mungkin terjadi, penjelasan itu toh rasanya kurang mengena.

Ia merasa terusik oleh misteri itu. Biar bagaimanapun, Steven Logan merupakan perlambang kemenangan baginya, la seorang warga negara terhormat yang patuh huknm, dengan seorang saudara kembar identik yang ternyata penjahat yang terlibat dalam tindak kekerasan. Steve menyatakan keandalan program pelacakan komputernya serta mengkonfirmasi teorinya mengenai kriminalitas. Tentu saja ia membutuhkan ratusan pasangan kembar lain seperti Steven dan Dennis sebelum ia dapat berbicara mengenai bukti. Namun ini merupakan kesempatan yang sangat baik. untuk memulai program pelacakannya.

Besok ia akan bertemu dengan Dennis. Kalau ternyata laki-laki ini pendek dan rambutnya berwarna gelap, ia akan tahu bahwa ada sesuatu yang betul-betul tidak beres. Tapi kalau sebaliknya, laki-laki ini adalah kembar an Steven Logan.

127

Jeannie betul-betul terguncang menghadapi kenyataan bahwa Steve Logan sama sekali tidak tahu mengenai kemungkinan ia pernah diadopsi, la hams memikirkan suatu cara untuk mengatasi situasi seperti ini. Di masa mendatang, ia akan menghubungi pihak orangtua lebih dahulu untuk mengecek seberapa banyak yang .sudah mereka ungkapkan, sebelum mengadakan pendekatan pada si kembar. Ini akan memperlambat prosedur kerjanya, tapi memang harus dilakukan: ia tak bisa menjadi penyingkap tabir rahasia keluarga.

Masalah itu dapat dipecahkan, tapi ia belum dapat mengatasi rasa cemas yang ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan skeptis Berrington serta kebimbangan Steven Logan, dan ia mulai memikirkan dengan hati berdebar-debar tahapan selanjurnya dari proyeknya. Semula ia berharap akan menggunakan software-nya untuk menjajaki arsip sidik jari FBI.

Itu akan merupakan sumber yang betul-betul sempurna baginya. Sekian banyak di antara dua puluh dua juta nama yang tercantum di dalam arsip itu pernah dianggap terlibat dalam salah satu tindak kejahatan atau menjalani hukuman.

www.ac-zzz.tk

Andai kata programnya memang andal, ratusan pasangan kembar akan dapat dilacak, termasuk yang dibesarkan secara terpisah. Ini akan berarti lompatan besar dalam risetnya. Tapi ia harus mendapatkan izin dulu dari pihak FBI.

Sahabatnya semasa di sekolah menengah adalah Ghita Sumra, seorang jenius matematika keturunan India yang kini menduduki jabatan top di bagian teknologi informasi FBI.

Ghita bekerja di Washington, DC, tapi tinggal di kota ini, di Baltimore. Ia sudah berjanji akan meminta atasannya memberikan dukungan pada Jeannie. Ghita sudah menyatakan akan meneruskan hasilnya sekitar akhir minggu ini, tapi sekarang Jeannie ingin menggesa-nya. Ia memutar nomornya.

128

Ghita lahir di Washington, namun suaranya masih menyimpan nuansa India dalam kelembutan nada dan cara pengucapannya. “Hei, Jeannie, bagaimana akhir minggumu?” ujarnya.

^ “Menyedihkan,” sahut Jeannie. “Ibuku akhirnya terpaksa masuk ke rumah perawatan.”

“Aku menyesal sekali mendengar itu. Apa yang terjadi padanya?”

“Dia lupa bahwa ketika itu sudah tengah malam. Dia turun dari tempat tidurnya, lupa ganti pakaian, pergi keluar untuk membeli sekarton susu. lalu lupa di

mana dia tinggal.” “Apa yang terjadi?”

“Polisi menemukannya-Untungnya dia membawa selembar cek dan ku di dalam dompetnya, sehingga mereka dapat menelusuri alamatku.”

“Bagaimana perasaanmu sekarang?”

Suatu pertanyaan khas yang akan diajukan oleh seorang wanita. Kaum laki laki—Jack Budgen, Berrington Jones—menanyakan kepadanya apa yang akan ia lakukan. Hanya seorang wanita yang akan menanyakan bagaimana perasaannya. “Nggak keruan.” sahutnya. “Kalau aku harus merawat ibuku, siapa yang akan menjamin kebutuhanku? Kau mengerti, kan?”

“Di mana dia dirawat?”

“Di tempat murah yang bisa ditutupi premi asuransinya. Aku harus mengeluarkannya dari situ, begitu memperoleh uang untuk membayar tempat

www.ac-zzz.tk

yang lebih baik.” Ia mendengar keheningan di ujung lain pesawatnya, dan menyadari bahwa Ghita mengira ia akan meminta uang padanya. “Aku akan memberikan les privat di akhir minggu,” tambahnya cepat-cepat. “Kau sudah tanyakan pada atasanmu mengenai usulanku itu?”

“Sudah.”

Jeannie menahan napas.,

“Semua di sini tertarik pada software-mu” ujar Ghita.

129

Itu bukan jawahan ya atau tidak. “Kalian tidak memiliki sistem scanning^

“Ada. tapi sistemmu ternyata jauh lebih cepat daripada yang kami miliki. Mereka sedang menjajaki kemungkinan untuk melisensi programmu,”

“Wauw. Jadi, ada kemungkinan aku nggak perlu memberikan les privat di akhir minggu.”

Ghita tertawa. “Sebelum kau membuka botol sampanyemu, sebaiknya kita pastikan dulu bahwa programmu itu betul-betul andal.”

“Kapan akan kita lakukan itu?”

“Kita akan mencoba malam-malam, untuk mengurangi gangguan pemakaian normal database-nya. Aku hams menunggu kesempatan yang baik. Mungkin dalam waktu seminggu, dua minggu paling lama.”

“Tidak bisa lebih cepat?”

“Haruskah buru-buru?”

Sebetulnya ya, namun Jeannie merasa enggan untuk mengungkapkan kecemasannya pada Ghita. “Aku cuma buru-buru ingin tahu hasilnya,” sahutnya.

“Aku akan usahakan secepatnya, jangan khawatir. Kau bisa pindahkan programnya ke tempatku melalui modem?”

“Tentu. Tapi apakah menurutmu nggak lebih baik kalau aku juga ada di sana selagi kau menjajakinya?”

“Kukira tidak, Jeannie,” ujar Ghita sambil tersenyum.

www.ac-zzz.tk

“Tentu, kau tentunya lebih tahu mengenai prosedurnya daripada aku.”

“Kirimlah ke alamat ini.” Ghita membacakan sebuah alamat E-mail, yang segera dicatat Jeannie. “Aku akan mengirim hasilnya melalui cara yang sama.”

“Trims. Hei, Ghita?”

“Apa?”

“Apakah aku bakal kena pajak?” “Ah, sudahlah,” Ghita tertawa, kemudian mengakhiri percakapan itu.

130

Jeannie menekan tombol mouse-nya pada America Online, lalu memperoleh akses jaringan Internet. Saat programnya sedang ditransmisi ke FBI, terdengar ketukan di pintunya, kemudian Steven Logan masuk.

Jeannie menatapnya dengan penuh simpati, la baru saja menerima berita yang mengguncangkan, dan itu masih membayang di wajahnya; namun ia masih muda dan tegar, dan pukulan itu tidak membuatnya ambruk. Secara psikologis, ia amat stabil. Andai kata ia tipe yang cenderung terlibat dalam tindakan kriminal—seperti saudaranya Dennis, umpamanya—tentunya ia sudah terlibat dalam bentrokan fisik dengan seseorang sekarang. “Bagaimana?” tanya Jeannie.

Anak muda itu menutup pintu di belakangnya dengan tumitnya. “Semua sudah beres,” sahutnya, “Aku sudah menjalani semua tes, menyelesaikan semua ujian, dan mengisi semua lembaran questionnaire yang bisa disusun dengan nalar manusia.”

“Kalau begitu, kau boleh pulang sekarang.”

“Aku sedang menimbang-nimbang untuk menginap di Baltimore malam ini. Malah aku sempat mempertanyakan pada diriku, apakah kau akan bersedia makan malam bersamaku.”

Ini benar-benar kejutan bagi Jeannie. “Untuk apa?” tanyanya secara kurang taktis.

Pertanyaannya membuat hati anak muda itu menciut. “Ehm, eh… di satu pihak, aku merasa tertarik untuk tahu lebih banyak mengenai risetmu.”

“Oh. Ehm, sayang sekali aku sudah ada janji untuk pergi makan malam nanti.”

www.ac-zzz.tk

Anak muda itu tampak kecewa. “Apakah aku terlalu muda menurutmu ?”

“Untuk apa?”

“Untuk mengajakmu keluar.”

Kemudian barulah Jeannie sadar. “Aku tidak memperhitungkan bahwa kau sedang mengajakku berkencan” ujarnya.

131

Steven menjadi salah tingkah. “Rupanya kau termasuk tipe yang agak lambat menangkap isyarat.”

“Maaf.” la memang agak lambat. Steven sudah berusaha mendekatinya kemarin, di lapangan tenis itu. Namun sepanjang hari itu ia hanya menganggapnya sebagai subjek untuk studinya. Tapi kini, setelah ia merenungkannya kembali, ternyata anak muda ini memang terlalu muda untuk mengajaknya kehsar. Steven baru berusia dua puluh dua tahun, seorang mahasiswa; ia tujuh tahun lebih tua daripadanya; jaraknya lumayan besar.

Steven berkata, “Berapa usia teman kencanmu?”

“Lima puluh sembilan atau enam puluh tahun, kira-kira.”

“Wauw. Kau menyukai laki-laki yang sudah tua.”

Jeannie merasa tidak enak untuk mengecewakannya, la merasa memiliki ganjalan setelah apa yang ia lakukan atas Steven tadi. Komputernya mengeluarkan suara seperti dering bel pintu untuk memberitahukan bahwa programnya sudah selesai ditransmisi. Aku sudah sele sai dengan tugasku hari ini,” ujarnya. “Kau mau minum-minum di Faculty Club bersamaku?”

Wajah Steve langsung berbinar. “Tentu. Apa penampilanku sudah oke?”

la mengenakan celana panjang dari bahan khaki dan sehelai kemeja linen berwarna biru. “Tampangmu bakal lebih oke daripada para profesor yang ada di sana,” jawab Jeannie sambil tersenyum. Ia mengeluarkan programnya, lalu mematikan komputernya.

“Aku sudah menelepon ibuku,” ujar Steven. “Untuk mengungkapkan padanya soal teorimu”

“Dia marah?”

www.ac-zzz.tk

“Dia tertawa. Katanya aku tidak diadopsi, dan aku tidak punya saudara kembar yang ditawarkan untuk adopsi.”

“Aneh.” Jeannie merasa lega bahwa keluarga Logan menanggapi hal ini dengan begitu tenang. Di lain pihak.

sikap skeptis mereka membuatnya khawatir menghadapi ? kemungkinan bahwa Steven dan Dennis mungkin sama sekali bukan pasangan kembar.

“Kau tahu…” Untuk sesaat ia ragu. Ia sudah mengungkapkan cukup banyak hal-hal yang mengguncangkan hari itu. Namun ia memutuskan untuk terus. “Masih ada hal lain yang mungkin dapat menjelaskan bahwa kau adalah kembaran Dennis.”

“Aku tahu apa yang terpintas dalam dirimu,” ujar Steven. “Bayi-bayi yang tertukar di rumah sakit”

Ia memang cerdas sekali. Tadi pagi Jeannie sudah melihat lebih dari sekali, betapa cepatnya ia dapat menarik kesimpulan. “Betul,” ujar Jeannie. “Ibu nomor satu melahirkan dua anak laki-laki kembar identik, ibu-ibu nomor dua dan tiga sama-sama melahirkan seorang anak laki-laki. Si kembar diserahkan kepada ibu-ibu nomor dua dan tiga, sementara bayi-bayi mereka diserahkan kepada ibu nomor satu. Sewaktu anak-anak tumbuh besar, ibu nomor satu menarik kesimpulan bahwa mereka pasangan kembar fraternal, yang bisa dikatakan hampir tidak mirip satu sama lain.”

“Dan kalau kebetulan ibu-ibu nomor dua dan tiga tidak pernah berhubungan, tidak akan ada yang memperhatikan kemiripan antara bayi-bayi nomor dua dan tiga.”

“Kedengarannya seperti skenario kuno para penulis cerita-cerita romantis,” kata Jeannie. “Tapi toh bukan tidak mungkin.” ť

“Apa ada buku yang mengulas masalah kekembaran?” tanya Steven. “Aku ingin tahu lebih banyak mengenai ini.”

“Ya, aku punya sebuah.” Jeannie memeriksa rak bukunya. “Ah, ternyata di rumah.” “Kau tinggal di mana?” “Dekat sini.”

I “Kau bisa mengajakku ke rumahmu untuk minum-minum.”

132

133

www.ac-zzz.tk

Jeannie tampak ragu sebentar. Anak muda ini adalah kembaran yang normal, bukan yang terganggu jiwanya, ujarnya dalam hati, untuk mengingatkan dirinya.

Steven berkata, “Kau tahu begitu banyak mengenai diriku, setelah hari ini. Aku juga ingin tahu mengenai dirimu. Aku ingin melihat di mana kau tinggal.”

Jeannie angkat bahu. “Oke, kenapa tidak? Ayo kita berangkat.”

Saat itu pukul lima sore, dan udara mulai lebih sejuk sementara mereka meninggalkan Nut House. Steven mengeluarkan siulan begitu melihat mobil Mercedes merah Jeannie. “Asyik sekali!”

“Aku sudah memilikinya selama delapan tahun,” ujar Jeannie. “Aku betul-betul sayang pada mobil itu.”

“Milikku ada di pelataran parkir. Aku akan membun-tutimu dari belakang dan menyalakan lampu dimku.”

Steve melangkah pergi. Jeannie masuk ke dalam mobilnya, lalu menyalakan mesinnya. Beberapa menit kemudian, ia melihat lampu mobil yang disorotkan ke arah kaca spionnya, la mengeluarkan mobilnya dari tempat parkir, kemudian melaju.

Saat meninggalkan kawasan kampus, ia melihat sebuah mobil jip polisi menempel di belakang mobil Steven, la memeriksa spedometernya, lalu melambatkan kendaraannya sehingga jarumnya menunjuk ke angka tiga puluh.

Rupanya Steven Logan naksir padanya. Meskipun tidak berniat menanggapinya, Jeannie toh merasa senang. Asyik rasanya berhasil memenangkan hati seorang anak muda yang begitu tampan.

Steven terus membuntutinya sepanjang perjalanan menuju tempat tinggalnya. Jeannie memarkir mobil di muka rumahnya, sementara Steve berhenti persis di belakangnya.

Seperti halnya di kebanyakan jalan-jalan lama Baltimore, di situ terdapat deretan emper-emper, semacam

134

serambi depan sepanjang deretan jalan, di mana para tetangga biasanya duduk-duduk untuk menghirup angin segar semasa belum ada AC. la melintasi emper-emper itu, kemudian berdiri di muka pintunya untuk mengeluarkan knnci.

www.ac-zzz.tk

Dua petugas dinas kepolisian melompat keluar dari mobil patroli mereka, dengan senjata di tangan. Mereka mengambil posisi siap menembak, dengan lengan terulur ke muka, senjata mereka terarah langsung ke Jeannie dan Steve.

Jantung Jeannie serasa berhenti berdetak. Steven berkata, “Ada ap…”

Kemudian salah satu di antara kedua laki-laki itu berteriak, “Polisi! Jangan bergerak!”

Jeannie dan Steven sama-sama menaikkan tangan mereka.

Namun kedua petugas itu masih tetap tampak tegang. “Tiarap, bangsat!” bentak salah satu di antara mereka. “Muka ke bawah, tangan ke belakang!”

Jeannie dan Steve sama-sama tiarap.

Kedua petugas itu mendekati mereka dengan hati-hati, seakan mereka bom yang sewaktu-waktu akan meledak. Jeannie berkata, “Tidakkah sebaiknya Anda jelaskan lebih dahulu pada kami, apa masalahnya?”

“Anda boleh berdiri. Miss,” ujar yang satu.

“Wauw, trims.” Jeannie langsung berdiri. Jantungnya berdegup dengan cepat sekali, tapi rupanya jelas sekali bahwa kedua petugas ini telah membuat kesalahan. “Sekarang, setelah kalian sempat membuat aku ketakutan selengah mati, ada apa sih sebetulnya?”

Mereka masih juga belum menjawab. Mereka masih terus mengarahkan senjata mereka kepada Steve. Satu di antara mereka berlutut di sampingnya, lalu dalam gerakan cepat dan terlatih, memborgol pergelangannya. “Kau ditahan, bajingan,” ujar si petugas.

Jeannie berkata, “Aku seorang wanita yang berpandangan terbuka, tapi apakah maki-Tnakian itu memang perlu?”^idak ada yang menggubrisnya. Ia mencoba sekali lagi. “Memangnya apa yang dia lakukan?”

Ban sebuah mobil Dodge Colt berwarna biru muda berdecit di belakang mobil jip polisi, kemudian dua orang melompat keluar. Yang satu ternyata Mish Delaware, detektif dari Unit Tindak Kejahatan Seks. Ia masih mengenakan setelan rok dan blus seperti yang dipakainya tadi pagi, namun ia juga mengenakan jaket linen yang hanya sebagian menutupi senjata yang tersisip di pinggangnya.

“Kalian cepat sekali sampai di sini,” ujar salah satu petugas patroli itu.

www.ac-zzz.tk

“Kami memang berada di sekitar tempat ini,” sahut Mish. Ia melayangkan pandangannya ke arah Steve yang masih tiarap di bawah- “Suruh dia berdiri,” ujarnya.

Si petugas patroli mencengkeram lengan Steve, lalu membantunya berdiri.

“Ternyata memang dia,” ujar Mish. “Orang inilah yang memerkosa Lisa Hoxton.”

“Steven?” tanya Jeannie dalam nada tak percaya. Ya Tuhan, hampir saja dia kuajak masuk ke dalam apartemenku.

“Memerkosa?” tanya Steve.

“Petugas patroli melihat mobilnya meninggalkan kawasan kampus,” ujar Mish.

Untuk pertama kalinya Jeannie melihat mobil Steve. Sebuah Datsun berwarna gelap, berumur sekitar lima belas tahun-Lisa mengira si pemerkosa mengendarai sebuah Datsun tua berwarna putih.

Keterkejutan dan rasa paniknya mulai digantikan oleh pemikiran rasional. Pihak kepolisian mencurigai Steve, tapi itu tidak membuatnya bersalah. Apa buktinya? Ia berkata, “Kalau kalian menahan setiap orang yang kalian lihat mengendarai sebuah Datsun karatan…”

Mish menyodorkan sehelai kertas ke arah Jeannie. Ternyata selebaran berupa gambar hitam-putih seorang

136

laki-laki yang dibuat dengan komputer. Jeannie menatap gambar itu. Memang sedikit mirip Steven. “Mungkin memang dia, tapi mungkin juga bukan,” ujar Jeannie.

“Apa yang sedang kaulakukan bersamanya?”

“Dia seorang subjek. Kami baru saja melakukan beberapa tes atas dirinya di laboratorium. Aku masih tak percaya bahwa dialah orangnya!” Hasil penemuannya menyatakan bahwa Steven mewarisi pembawaan seorang pelaku tindak kriminal yang potensial—tapi juga terbukti bahwa sejauh ini ia belum pernah terlibat dalam suatu tindak kriminal sesungguhnya.

Mish berkata kepada Steven, “Kau masih ingat apa kegiatanmu kemarin, antara pukul tujuh dan delapan malam?”

www.ac-zzz.tk

“Ehm, aku berada di JFU,” ujar Steven. “Apa yang kaulakukan?”

“Tidak banyak. Tadinya aku akan pergi bersama sepupuku, Ricky, tapi dia membatalkan rencana kami. Aku kemari untuk mengecek ke mana aku harus pergi pagi ini. Aku sedang tidak ada kegiatan.”

Alasan itu sama sekali tidak meyakinkan, bahkan bagi Jeannie. Mungkin Steve memang si pemerkosa itu, ujarnya pada dirinya sendiri dengan kecewa. Tapi andai kata ia memang pelakunya, maka seluruh teorinya hancur lebur.

Mish berkata, “Bagaimana kau menghabiskan waktumu?”

“Aku menyaksikan pertandingan tenis selama beberapa waktu. Sesudah itu aku pergi ke sebuah bar di Charles Village dan menghabiskan waktu selama beberapa jam di sana. Aku tidak di sana sewaktu peristiwa kebakaran itu terjadi.”

“Ada yang dapat menguatkan pernyataanmu ini?”

“Ehm, aku sempat berbincang-bincang dengan Dr. Ferrami. meskipun ketika itu aku belum tahu siapa dia sebetulnya.”

Mish menoleh ke arah Jeannie. Jeannie menangkap sikap tourang bersahahat yang terpancar dari matanya, lalu teringat akan ketegangan yang berlangsung di antara mereka tadi pagi, saat Mish berusaha membujuk Lisa untuk bekerja sama.

Jeannie berkata, “Itu terjadi setelah aku selesai bertanding, beberapa menit sebelum peristiwa kebakaran itu.”

Mish berkata, “Jadi, Anda tidak dapat menyatakan kepada kami di mana dia saat peristiwa pemerkosaan itu terjadi?”

“Tidak, tapi aku dapat menyatakan sesuatu yang lain. Aku sudah menghabiskan sepanjang hari ini dengan mengetes laki-laki ini. Dia tidak memiliki profil psikologis seorang pemerkosa.”

Mish menatapnya dengan pandangan mencela. “Itu bukan bukti.”

Jeannie masih menggenggam selebaran itu di tangannya. “Ini pun bukan, kukira,” Ia meremas kertas itu menjadi bola, kemudian ia campakkan ke trotoar.

Mish memberikan isyarat kepada kedua petugas polisi dengan gerakan kepalanya. “Ayo kita pergi.”

www.ac-zzz.tk

Dalam nada terang dan tenang Steven berkata, “Sebentar.”

Mereka tampak ragu.

“Jeannie, aku tak peduli bagaimana anggapan mereka, tapi aku ingin kau tahu bahwa aku tidak melakukan itu, dan bahwa aku tidak akan pernah melakukan hal-hal seperti itu.”

Jeannie mempercayainya. Ia mempertanyakan alasannya, pada dirinya. Apakah ia ingin anak muda itu bersih demi teorinya? Tidak. Hasil tes psikologinya membuktikan bahwa Steven tidak memiliki karakteristik yang dapat dihubungkan dengan sifat seorang kriminal. Namun masih ada satu hal lagi: intuisinya. Ia merasa aman saat berada bersama Steve. Anak muda itu tidak memancarkan sinyal-sinyal negatif. Ia menyimak saat

138

Jeannie berbicara padanya, ia tidak mencoba melecehkannya, ia tidak mencoba menyentuhnya secara tidak wajar, ia tidak memperlihatkan rasa amarah atau sikap kurang bersahabat. Steven menyukai kaum wanita dan ia menghormati Jeannie. Ia bukan tipe pemerkosa.

Jeannie berkata, “Kau mau aku menelepon seseorang? Orangtuamu?”

“Jangan,” ujar Steven dalam nada tegas. “Mereka, akan cemas. Urusan ini toh akan selesai dalam beberapa jam. Akn akan memberitahu mereka setelah itu.”

“Apa mereka tidak mengharapkan kedatanganmu malam ini?”

“Aku sudah mengatakan kepada mereka bahwa mungkin aku akan menginap lagi semalam di tempat Ricky.”

“Yah, kalau itu maumu,” ujar Jeannie dalam nada ragu.

‘Itu memang mauku.”

“Ayo berangkat,” ujar Mish dalam nada tak sabar.

“Kenapa harus terburu-buru?” ujar Jeannie dalam nada sengit. “Apa masih ada orang tidak bersalah yang harus kalian tangkap?”

Mish menatapnya dengan pandangan marah. “Apa masih ada yang ingin Anda katakan padaku?”

“Apa yang akan terjadi setelah ini?”

www.ac-zzz.tk

“Mereka-mereka yang dicurigai akan dibariskan. Kita akan biarkan Lisa Hoxton yang memutuskan apakah orang ini yang memerkosanya.” Kemudian dalam nada ringan Mish menambahkan, “Kalau Anda tidak berkeberatan tentunya, Dr. Ferrami.”

“Tidak ada masalah,” sahut Jeannie.

139

9

BAB 9

Mereka membawa Steve ke pusat kota dalam mobil Dodge Colt berwarna biru muda itu. Si detektif wanita duduk di belakang kemudi, sementara rekannya, seorang laki-laki kulit putih berkumis dan bertubuh besar duduk di sebelahnya, tampak terjepit dalam mobil kecil itu. Tidak ada yang berbicara.

Diam-diam Steve menghela napas dengan kesal. Kenapa ia harus berada di dalam mobil yang tidak nyaman ini, dengan tangan diborgol, saat ia semestinya duduk di dalam apartemen Jeannie Ferrami dengan segelas minuman dingin di tangan? Sebaiknya mereka cepat-cepat berusaha menuntaskan urusan ini.

Markas besar dinas kepolisian itu berupa bangunan granit berwarna kemerahan yang terletak di distrik lampu merah Baltimore, di antara bar-bar mesum dan klub-klub malam. Mereka, melintasi sebuah tanjakan, kemudian berhenti di dalam sebuah garasi. Tempat itu penuh dengan mobil jip polisi dan kendaraan murah seperti Colt yang mereka pakai.

Mereka membawa Steve naik dengan lift, lalu memasukkannya ke sebuah ruangan dengan dinding bercat hijau dan tidak berjendela. Mereka melepaskan borgolnya, sesudah itu meninggalkannya sendirian. Ia memper—

140

kirakan mereka mengunci pintunya, namun ia tidak mengeceknya.

Di situ terdapat sebuah meja dan dua kursi plastik yang keras. Di meja terdapat asbak berisi dua puntung rokok, dua-duanya dengan ujung berfilter, yang satu ada lipstiknya. Pada daun pintu terpasang selembar kaca berwarna buram; Steve tidak dapat melihat keluar, tapi ia memperkirakan bahwa mereka bisa melihat ke dalam.

www.ac-zzz.tk

Saat melihat asbak itu, ia merasa menyesal bahwa ia tidak merokok. Rupanya merokok diperbolehkan di dalam sel kuning ini. Sebagai gantinya, ia melangkah mondar-mandir.

Ia meyakinkan dirinya bahwa ia tidak melakukan pelanggaran apa-apa. Ia masih sempat melihat gambar yang tercetak di selebaran itu. dan meskipun sedikit banyak memang ada kemiripan dengannya, jelas itu toh bukan dirinya. Rupanya tampangnya mirip si pemerkosa, tapi begitu ia dibariskan bersama anak-anak muda bertubuh tinggi lainnya, si korban tidak akan menuding dirinya. Biar bagaimanapun, wanita malang itu tentunya sempat melihat jelas tampang si bajingan itu; wajahnya masih akan terus menghantui ingatannya. Ia tidak akan membuat kesalahan.

Tapi pihak kepolisian tidak berhak membiarkannya menunggu seperti ini. Oke, mereka terpaksa menahannya sebagai seorang calon tersangka, tapi mereka tidak bisa membiarkannya begitu saja sampai larut malam. Ia seorang warga negara yang patuh hukum.

Ia mencoba melihat dari sisi terangnya. Ia akan melihat dari dekat sistem keadilan yang berlaku di Amerika. Ia akan menjadi pengacara bagi dirinya sendiri; suatu latihan bagus. Jika di masa mendatang ia mewakili seorang klien yang dituduh melakukan suatu tindakan kejahatan, ia akan tahu apa saja yang dialami orang ini selama berada dalam tahanan polisi.

141

Ia sudah pernah melihat bagian dalam sebuah rumah tahanan, tapi kesannya lain ketika itu. Usianya baru enam belas tahun. Ia pergi ke kantor polisi ditemani salah .seorang guru. la mengakui keterlibatannya dalam tindak kejahatan itu tanpa bertele-tele, dan mengungkapkan secara blak-blakan segala yang terjadi saat itu. Mereka bisa melihat bahwa ia babak belur; jelas baku hantam itu tidak hanya berlangsung-dari satu pihak. Kedua orangtuanya kemudian muncul untuk menjemputnya

Saat itu merupakan momentum paling memalukan dalam kehidupannya. Ketika Mom dan Dad memasuki ruangan itu, Steve ingin mati rasanya. Dad tampak amat terpukul, seakan baru saja menerima suatu penghinaan besar; ekspresi wajah Mom membayangkan kesedihan; mereka sama-sama amat terguncang dan terluka. Pada waktu itu, dengan seluruh dayanya ia berusaha mencegah keluarnya air mata. dan sampai kini tenggorokannya masih terasa tersumbat begitu teringat kejadian n ii kembali.

Tapi kali ini situasinya lain. Kali ini ia tidak bersalah.

Detektif wanita itu masuk membawa map. Ia sudah menanggalkan jaketnya, namun masih menyandang senjata di ikat pinggangnya. Ia seorang wanita kulit

www.ac-zzz.tk

hitam yang menarik, berusia sekitar empat puluhan, agak kelebihan berat, dan dengan pembawaan akulah-yang-ber-kuasa-di-sini.

Steve menatapnya dengan perasaan lega. “Terima kasih, Tuhan,” ujarnya. “Untuk apa?”

“Bahwa sesuatu akhirnya terjadi. Aku tak ingin mendekam di sini sepanjang malam yang sial ini.” “Bagaimana kalau kau duduk sekarang?” Steve duduk.

“Namaku Sersan Michelle Delaware.” Ia mengeluarkan sehelai kertas dari mapnya untuk ia letakkan di meja “Sebutkan nama lengkap dan alamatmu.”

142

Steve menjawab, sementara si sersan mengisi formulirnya. “Umur?” “Dua puluh dua.” “Pendidikan?”

“Aku seorang sarjana muda.”

Michelle Delaware mengisi formulir itu, lalu menyodorkannya ke arah Steve. Di atas kertas itu tertera:

Dinas Kepolisian Baltimore, Maryland

PENJELASAN MENGENAI HAK Formulir No. 69

“Bacalah kelima kalimat dalam formulir ini, kemudian cantumkan parafmu di bagian kosong yang disediakan di belakang masing-masing kalimat.” Si sersan menyodorkan sebuah pena ke arahnya

Steve membaca isi formulir itu, lalu mulai memberikan parafnya

“Kau harus membacanya dengan suara keras,” ujar si seran.

Steve terdiam sebentar. “Supaya kau dapat memastikan aku tidak buta huruf?” tanyanya

“Bukan. Supaya kelak kau tidak bisa berpura-pura tidak dapat membaca, dan menuntut bahwa kau tidak mendapatkan penjelasan mengenai hak-hakmu.”

Ini tidak diajarkan di Fakultas Hukum.

Steve membaca: “Dengan ini kepada Anda dinyatakan bahwa: Satu. Anda memiliki hak sepenuhnya untuk tetap diam.” Steve mencanmmkan SL di bagian kosong pada akhir kalimat itu, lalu membaca lagi sambil memberikan paraf di

www.ac-zzz.tk

bagian belakang kalimat-kalimat berikutnya. “Dua, apa pun yang sudah Anda katakan atau tulis dapat

143

digunakan sebagai bahan bukti yang memberatkan Anda dalam sidang pengadilan. Tiga, Anda berhak berkonsultasi dengan seorang pengacara setiap saat, sebelum proses interogasi, sebelum memberikan jawaban atas pertanyaan apa pun, atau selama proses interogasi. Empat, kalau Anda ingin didampingi seorang pengacara, tapi tidak mampu menanggung biayanya, kepada Anda tidak akan diajukan pertanyaan apa pun, dan pihak pengadilan akan diminta menunjuk seorang pengacara untuk Anda. Lima, kalau Anda menyatakan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, Anda berhak untuk minta berhenti setiap saat dan menuntut didampingi oleh seorang pengacara, dan kepada Anda tidak akan diajukan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut.”

“Sekarang bubuhkanlah tanda tanganmu.” Si sersan menunjuk. “Di sini, dan di sini.”

Bagian yang kosong untuk tanda tangan itu terdapat di bawah kalimat:

AKU SUDAH MEMBACA PENJELASAN MENGENAI HAK-HAKKU DI ATAS, DAN AKU MENGERTI ISINYA SEPENUHNYA.

Tanda tangan

Steve membubuhkan tanda tangannya. “Lalu di bawahnya,” ujar si sersan.

Aku bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, dan aku tidak membutuhkan kehadiran seorang pengacara saat ini. Keputusanku untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan tanpa didampingi oleh seorang pengacara adalah atas kehendak bebasku sendiri.

Tanda tangan

144

Steve memberikan tanda tangannya, lalu berkata. “Bagaimana kalian memaksa mereka yang memang bersalah untuk menandatangani itu?”

Si sersan tidak menjawab, la membubuhkan namanya sendiri, lalu menandatangani formulir itu.

www.ac-zzz.tk

Ia. mengembalikan formulir itu ke dalam mapnya, lalu menatap Steve. “Kau sedang dalam masalah, Steve,” ujarnya. “Tapi tampangmu seperti anak muda baik-baik- Bagaimana kalau kauceritakan saja dengan terus terang, mengenai apa yang terjadi?”

“Mana bisa,” jawab Steve. “Aku kan tidak di sana. Rupanya tampangku mirip pelaku tindak pemerkosaan itu.”

Mish menyandarkan tubuhnya, menyilangkan kaki, lalu tersenyum ramah ke arah Steve. “Aku kenal kaum laki-laki,” ujarnya dalam nada intim. “Mereka punya kebutuhan.”

Kalau aku lugu, ujar Steve dalam hati, aku akan menanggapi isyarat tubuhnya dan memperhitungkan bahwa ia akan mendekatiku.

Mish berkata lagi, “Coba kuungkapkan apa yang ada di kepalaku. Kau seorang laki-laki yang menarik; dia menaruh hati padamu.”

“Aku belum pernah bertemu dengan wanita ini. Sersan.”

Mish tidak menanggapi protes Steve. Sambil mendoyongkan tubuh ke arah meja, ia meletakkan tangannya di atas tangan Steve. “Kukira dia menggodamu.”

Steve menatap tangan Mish. Kuku-kukunya indah, terawat, tidak terlalu panjang, dan dipoles dengan cat kuku berwarna bening. Tapi tangannya sudah tidak mulus; usianya sudah lebih dari empat puluh tahun, mungkin sekitar empat puluh lima.

Mish berbicara seperti sedang mengajak berkonspirasi, seakan ingin berkata. Ini kan cuma antara kita berdua. “Dia yang minta sendiri, maka kau melayaninya Betul, kan?”

145

“Apa yang membuat Anda berpikir begitu?” ujar Steve dalam nada kesal.

“Aku tahu bagaimana ulah gadis-gadis. Dia memberikan lampu hijau, kemudian pada saat-saat terakhir, pikirannya berubah. Tapi sudah terlambat. Laki-laki tidak dapat distop begitu saja, setidaknya seorang laki-laki normal.”

“Sebentar, aku mengerti maksud Anda,” ujar Steve. “Tersangka mengiyakan Anda, karena mengira situasinya akan kelihatan lebih baik bagi dirinya; tapi sesungguhnya dia jadi mengaku bahwa persetubuhan itu pernah terjadi, dan separuh tugas Anda selesai.”

www.ac-zzz.tk

Sersan Delaware menyandarkan tubuh. Tampangnya kesal, sehingga Steve menarik kesimpulan bahwa dugaannya benar.

la berdiri. “Oke, anak pintar, ikuti aku.”

“Ke mana?”

“Ke sel.”

“Sebentar. Kapan mereka yang dicurigai dibariskan?*1

“Begitu kami berhasil menghubungi korban dan membawanya ke sini.”

“Anda tidak berhak menahanku selama waktu yang tidak terbatas tanpa melalui prosedur yang berlaku.”

“Kami dapat menahanmu selama dua puluh empat jam tanpa prosedur apa pun, jadi tutup mulutmu dan ayo kita keluar.”

Mish membawa Steve turun dengan lift, melalui sebuah pintu, ke dalam sebuah ruang lobi yang dinding-dindingnya dicat warna oranye cokelat yang kurang menarik. Sebuah pamflet di dinding mengingatkan para petugas untuk membiarkan para tersangka tetap dalam keadaan diborgol selama proses pemeriksaan. Si petugas pemegang kunci, seorang polisi kulit hitam berusia lima puluhan, berdiri di belakang meja piket. “Hei, Spike,” tegur Sersan Delaware. “Aku punya seorang anak sekolahan yang pintar untukmu.”

146

Si petugas tersenyum. “Kalau dia memang pintar, kok dia bisa masuk sini?”

Mereka berdua tertawa. Setelah menyadari reaksi mereka, Steve mengingatkan dirinya untuk tidak membuka diri seperti itu lagi di hadapan polisi, di masa yang akan datang. Ini suatu kekeliruan darinya; ia sudah pernah menghadapi guru-gurunya dengan cara yang sama. Memang tidak ada yang suka pada orang-sok tahu.

Si petugas yang dipanggil Spike berpostur tubuh kecil dan liat, dengan rambut keabuan dan kumis kecil. Sikapnya sok akrab, tapi sinar matanya dingin, la membuka sebuah pintu baja. “Kau juga ikut ke dalam, Mish?*’ tanyanya. “Aku harus minta padamu untuk menitipkan senjatamu lebih dulu kalau memang begitu.”

“Tidak, urusanku dengannya sudah selesai untuk hari ini,” ujar Mish. “Dia bakal dibariskan nanti.” Ia memutar tubuhnya, lalu pergi.

www.ac-zzz.tk

“Lewat sini. Bung,” ujar si petugas kepada Steve. Steve memasuki sebuah pintu. Sekarang ia berada di dalam suatu sel. Dinding-dinding dan lantainya berwarna tanah. Steve mengira lift itu berhenti di lantai kedua, tapi ia tidak melihat sebuah jendela pun, dan ia merasa seperu berada di dalam gua jauh di bawah tanah, dan bahwa ia bakal membutuhkan waktu lama untuk dapat naik ke atas lagi.

Di sebuah ruang tunggu kecil terdapat sebuah meja tulis dan kamera. Spike mengambil selembar formulir dari sebuah celah. Dalam keadaan terbalik, Steve melihat bahwa di atas formulir itu tertulis:

Dinas Kepolisian Baltimore, Maryland

LAPORAN AKTIVITAS TAHANAN Formulir No. 92/12

147

Laki-laki itu membuka tutup bolpoinnya, lalu mulai mengisi formulir itu.

Setelah .selesai, ia menunjuk ke suatu tempat di dalam ruangan itu, lalu berkata, “Berdiri di sana.”

Steve berdiri di muka kamera. Spike menekan sebuah tombol, kemudian tampak kilatan.

“Putar ke samping.”

Sebuah kilatan lagi.

Sesudah itu Spike mengeluarkan sebuah kartu persegi bertulisan dalam tinta berwarna kemerahan:

Biro Penyidikan Federal Departemen Kehakiman Amerika Serikat Washington. D.C. 20537

Spike menekan jari-jari Steve di atas sebuah bantalan stempel, lalu mulai mengisi kotak-kotak kosong di atas kartu yang ditandai dengan I. JEMPOL KANAN, 2. TELUNJUK KANAN, dan seterusnya. Steve melihat bahwa meskipun Spike berpostur kecil, tangannya besar-besar dan penuh otot. Saal melakukan prosedur itu, Spike berkata, “Kami sudah memiliki Fasilitas Pendataan Sentral di rumah tahanan pusat kota, di Greenmount Avenue, dan mereka memiliki komputer yang dapat mendata sidik-sidik jari seseorang tanpa tinta Persis seperti mesin fotokopi yang besar; cukup menempelkan tangan pada permukaan kacanya. Tapi di sini kita masih memakai sistem kuno yang jorok ini.”

www.ac-zzz.tk

Steve menyadari bahwa ia mulai merasa tidak enak, meskipun ia tidak melakukan tindak kejahatan itu. Sebagian disebabkan oleh suasana yang serba tegang, tapi terutama karena perasaan tidak berdayanya. Sejak para petugas patroli itu menghambur turun dari kendaraan mereka di muka rumah Jeannie, ia terus didorong ke sana kemari seperti sepotong daging, tanpa hak kendali atas dirinya sendiri. Itu ternyata dapat menjatuhkan harga diri seseorang dengan amat cepat.

148

Setelah sidik-sidik jarinya diambil, Steve diperbolehkan mencuci tangan.

“Izinkanlah aku mengantar Anda ke kamar suite Anda,” ujar Spike melucu.

la menggiring Steve menelusuri sebuah lorong dengan ruangan-ruangan sel di kanan-kirinya. Masing-masing sel berbentuk persegi. Di bagian yang berbatasan dengan lorong tidak terdapat dinding, cuma terali besi, sehingga setiap pojoknya dapat terlihat jelas dari luar. Melalui terali besi itu, Steve dapat melihat bahwa masing-masing sel memiliki sebuah dipan metal yang terpancang pada dinding dan sebuah kloset serta wastafel dari stainless-steel. Dinding-dinding dan dipannya dicat dalam warna oranye kecokelatan dan ditutupi dengan oretan-oretan. Klosetnya tanpa penutup. Di dalam tiga atau empat sel terlihat penghuninya berbaring resah di dipan, tapi kebanyakan masih dalam keadaan kosong. “Hari Senin merupakan hari tenang di sini, di Lafayette Street Holiday Inn,” ujar Spike dalam nada bercanda. Steve tidak dapat tertawa.

Spike berhenti di muka sebuah sel kosong. Steve melayangkan pandang ke dalamnya, sementara si petugas memutar kunci pintunya. Sama sekali tidak ada keleluasaan pribadi di sini. Steve menyadari bahwa andai kata ia perlu menggunakan kloset, ia terpaksa memakainya secara terbuka di muka semua orang, laki-laki atau perempuan, yang kebetulan lalu lalang di lorong itu. Entah kenapa, itu terasa jauh lebih menyakitkan hati daripada apa pun.

Spike membuka pintu yang terletak di antara terali besi itu, lalu mendorong Steve masuk. Pintu sorong itu ditutup dengan bantingan, untuk kemudian dikunci oleh Spike..

Steve duduk di dipannya. “Astaga, tempat apa ini,” ujarnya.

“Kau akan terbiasa,” ujar Spike dalam nada ringan, lalu pergi.

Beberapa menit kemudian, ia kembali dengan membawa sebuah kotak dari styrvfoam. “Aku masih punya sisa makan malam,” ujarnya. “Ayam goreng. Mau?”

www.ac-zzz.tk

Steve menatap kotak itu, berpaling ke arah kloset yang terbuka, kemudian menggeleng. “Tapi trims,” ujarnya “Rasanya aku tidak lapar.”

150

BAB 10

Berrington memesan sampanye. Jeannie sebetulnya ingin sekali menikmati segelas Stolichnaya dengan es batu, setelah melewati hari yang amat berat baginya, namun minum liquor berkadar alkohol setinggi itu tidak akan meninggalkan kesan baik di mata atasannya. Karenanya ia memutuskan untuk menahan keinginannya itu.

Sampanye berarti suasana romantis. Pada kesempatan-kesempatan sebelumnya, saat mereka bertemu untuk memenuhi etika pergaulan. Berrington lebih menampilkan sikap simpatik daripada ingin melakukan pendekatan. Apakah ia sedang melakukan penjajakan sekarang? Pikiran itu membuat Jeannie merasa resah. Ia belum pernah bertemu dengan laki-laki yang dapat menerima penolakan secara sportif. Dan laki-laki ini adalah atasannya.

la juga belum menceritakan apa-apa mengenai Steve kepadanya. Ia sudah berniat melakukan itu beberapa kali selama mereka makan, tapi entah kenapa selalu ada yang menahannya. Andai kata. betul-betul di luar perhitungannya, Steve ternyata seorang kriminal, teorinya akan tampak labil. Tapi ia memang kurang suka meneruskan berita-berita yang kurang baik. Sebelum terbukti, ia tak ingin menciptakan suasana ragu. Dan ia merasa

151

yakin bahwa pada akhirnya akan terbukti telah terjadi kekeliruan.

Ia sudah berbicara dengan Lisa. “Mereka baru saja menahan si Brad Pitt!” ujarnya tadi. Lisa merasa ngeri membayangkan laki-laki itu telah menghabiskan seluruh harinya di Nut House, tempatnya bekerja, dan bahwa Jeannie hampir saja mengajaknya masuk ke dalam rumahnya. Jeannie juga sudah menegaskan padanya bahwa ia yakin Steve bukanlah pelakunya Kemudian ia menyadari bahwa seharusnya ia tidak menelepon Lisa; itu bisa ditafsirkan sebagai tindakan mempengaruhi seorang saksi. Lisa akan melihat sebarisan anak muda kulit putih, dan kemungkinan ia akan melihat laki-laki yang memerkosanya itu, atau ia tidak melihatnya Ia tidak akan membuat kekeliruan dalam hal seperti ini.

Jeannie juga sudah berbicara dengan ibunya. Patty ada bersamanya hari itu, dengan ketiga putranya, dan Mom dengan antusias menceritakan kepadanya bagaimana anak-anak itu berlarian di sepanjang lorong rumah perawatan itu. Untunglah, rupanya ia tidak ingat bahwa baru kemarin ia dipindahkan ke Belia

www.ac-zzz.tk

Vista. Ia berbicara seakan ia sudah tinggal di sana selama bertahun-tahun, dan ia mencela Jeannie karena tidak mengunjunginya lebih sering. Setelah perbincangan itu, Jeannie merasa lebih enak sedikit mengenai keadaan ibunya.

“Bagaimana ikannya?” tanya Berrington, memotong lanturan pikirannya

“Enak. Rasanya halus sekali.”

Berrington mengusap alisnya dengan ujung jari telunjuk kanannya Entah kenapa, Jeannie menganggap gerakan itu sebagai suatu cara untuk mengekspresikan kesuksesannya “Sekarang aku akan mengajukan suatu pertanyaan kepadamu, dan kau -harus menjawab sejujurnya” Laki-laki itu tersenyum, supaya Jeannie tidak terlalu serius menanggapinya

“Oke.”

152

“Kau suka hidangan pencuci mulut?”

“Ya Masa Anda menganggap aku tipe wanita yang akan berbasa-basi mengenai hal seperti itu.”

Berrington menggeleng-gelengkan kepala “Aku kira kau bukan tipe yang suka berbasa-basi mengenai banyak hal.”

“Terlalu banyak hal malah. Mereka mengatakan aku terlalu blak-blakan.”

“Jadi, itulah kekuranganmu?”

“Sebetulnya aku bisa memperbaiki, itu. Apa yang Anda anggap sebagai kekurangan Anda?”

Tanpa berpikir dua kali, Berrington menjawab, “Jatuh cinta.”

“Itu suatu kekurangan’?”

“Kalau terlalu sering terjadi.”

“Atau pada lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, kukira.”

“Mungkin ada baiknya kalau aku menyurati Lorraine Logan untuk meminta advisnya.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie tertawa, namun ia tak ingin topik percakapan mereka beralih ke Steven. “Siapa pelukis favorit Anda?” tanyanya

“Coba kautebak.”

Berrington adalah seorang patriot sejati, jadi*tentunya ia seorang laki-laki yang sentimental. “Norman Rockwell?”

“Sama sekali tidak!” Tampangnya betul-betul mengekspresikan rasa tak sukanya. “Dia ilustrator yang vulgar! Tidak, kalau aku mampu mengoleksi lukisan, aku akan membeli karya-karya Impresionis Amerika. Lukisan pemandangan alam musim dingin John Henry Twacht-man. Aku ingin sekali memiliki The White Bridge. Kalau kau?”

“Sekarang giliran Anda untuk menebak.”

Berrington memusatkan pikirannya untuk sesaat. “Joan Miro.”

153

“Kenapa?”

“Kukira kau suka semburat warna-warna yang berani.”

Jeannie mengangguk. “Dapat diterima. Tapi tidak betul-betul mengena. Miro terlalu abstrak. Aku lebih suka karya Mondrian.”

“Ah, tentu. Garis-garis lurus.” “Tepat. Anda hebat sekali dalam hal ini.” Berrington angkat bahu. Terpintas dalam diri Jeannie bahwa ia sering main tebak-tebakan seperti ini dengan banyak wanita lain.

Jeannie mencelupkan sendokuya ke dalam sorbet mangga. Jelas ini bukan acara makan malam untuk urusan pekerjaan. Sebentar lagi ia harus mengambil keputusan tegas mengenai arah hubungannya dengan Berrington sesudah ini.

Sudah satu setengah tahun lamanya ia tidak berciuman dengan laki-laki. Sejak Will Temple meninggalkan dirinya, ia bahkan tidak pernah berkencan dengan siapa pun, sampai hari ini. Ia tidak berniat untuk terus berkabung demi Will; ia tidak mencintai laki-laki itu Tapi ia akan berhati-hati.

Namun ia bisa edan kalau harus terus hidup seperti biarawatf. la merindukan sosok seseorang yang berbulu untuk menemaninya di tempat tidur; ia merindukan aroma maskulin yang mengingatkannya akan minyak sepeda, baju kaus penuh keringat, dan minuman wiski— dan terlebih lagi, ia amat

www.ac-zzz.tk

merindukan seks. Saat kaum feminis radikal menyatakan bahwa penis adalah musuh, Jeannie ingin menjawab. Omongmu saja begitu.

la melirik ke arah Berrington yang sedang menikmati hidangan apel yang dimasak dengan karamel, la menyukai laki-laki ini, meskipun pandangan politikuya tidak ia hargai. Berrington seorang laki-laki cerdas— Jeannie menyukai laki-laki yang cerdas—dan ia selalu memperoleh apa yang diinginkannya Jeannie menaruh

154

1

respek atas keberhasilannya dalam bidang ilmu. Postur tubuhnya langsing dan tampangnya selalu bugar, sepertinya ia seorang kekasih yang amat berpengalaman dan terampil, dan matanya yang biru menyenangkan untuk dipandang.

Namun ia sedikit terlalu tua. Jeannie menyukai laki-laki yang lebih malang, tapi tidak setua itu.

Bagaimana cara menolaknya tanpa menghancurkan kariernya? Cara terbaik mungkin dengan berpura-pura menafsirkan perhatiannya sebagai sikap ramah dan keba-pakan. Dengan demikian, ia tidak akan secara langsung menyinggung perasaannya.

Jeannie mencicipi sampanyenya. Si pelayan terus mengisi gelasnya dengan rajirt. sehingga ia tidak tahu lagi sudah berapa banyak ia minum. Untung ia tidak usah duduk di belakang kemudi.

Mereka mulai memesan kopi. Jeannie meminta secangkir double espresso untuk menetralisir rasa ringan di kepalanya. Setelah Berrington membayar bonnya mereka turun dengan lift ke tempat parkir, lalu menaiki mobil Lincoln Town Car Berrington yang berwarna keperakan.

Berrington mengemudikan mobilnya menelusuri tepi pelahuhan, kemudian memasuki Jones Falls Expressway. “Itu penjara pusat,” ujarnya sambil menunjuk ke sebuah bangunan mirip benteng yang menempati sebuah blok. “Para bajingan di muka bumi ini mendekam di sana.”

Steve mungkin di sana, ujar Jeannie dalam hati.

Bisa-bisanya ia mempertimbangkan untuk tidur dengan Berrington. la sama sekali tidak merasakan sedikit pun kehangatan untuknya Ia merasa malu bahwa ide itu sampai terlintas dalam dirinya. Saat Berrington menghentikan mobilnya

www.ac-zzz.tk

di tepi jalan di muka rumahnya, j . dengan tegas ia berkata, “Oke, Berry, terima kasih untuk malam yang menyenangkan ini.” Apakah laki-laki itu

akan mengulurkan tangannya, tanyanya dalam hati, ataukah ia akan mencoba menciumnya? Kalau Berrington mencoba menciumnya, Jeannie akan menyodorkan pipinya.

Namun Berrington tidak melakukan keduanya. “Pesawat telepon di rumahku sedang rusak, dan aku harus menelepon seseorang sebelum tidur.” ujarnya. “Boleh kupinjam teleponmu?”

Jeannie tidak dapat mengatakan, Nggak bisa, mampirlah di kios telepon umum. Rupanya ia bakal harus berusaha mengatasi pendekatan yang tidak menggunakan banyak basa-basi lagi. ‘Tentu,” jawab Jeannie, sambil berusaha menahan helaan napasnya. “Yuk.” Ia mempertanyakan dirinya apakah ia bisa menghindar dari kewajiban untuk menawarkan kopi kepadanya.

Jeannie melompat keluar dari mobil itu lalu memimpin jalannya dengan melintasi deretan emper. Pintu mukanya membuka ke sebuah ruangan lobi kecil dengan dua pintu lagi. Yang satu menuju apartemen lantai bawah, yang ditempati oleh Mr. Oliver, seorang petugas pelabuhan yang sudah pensiun. Yang lain, pintu Jeannie, membuka ke sebuah tangga yang menuju apartemennya yang terletak di lantai kedua.

Jeannie mengerutkan alisnya, seakan bingung. Ternyata pintunya sudah dalam keadaan terbuka.

la masuk ke dalam, lalu memimpin jalan menuju ke atas. Sebuah lampu menyala di sana. Aneh sekali: ia pergi tadi, sebelum hari gelap.

Tangga itu langsung menuju ruang dudukuya. la melangkah ke dalam, lalu menjerit.

Laki-laki itu sedang berdiri di muka lemari esnya dengan sebuah botol vodka di tangan. Tampangnya kotor dan wajahnya belum dicukur. Rupanya ia sedikit mabuk.

Di belakangnya, Berrington berkata, “Ada apa?”

“Kau butuh sistem pengamanan yang lebih baik, Jeannie,” ujar tamu yang tidak diundang itu. “Aku

156

berhasil membuka kuncimu dalam waktu sekitar sepuluh detik.”

www.ac-zzz.tk

Berrington bertanya, “Siapa dia?” Dalam nada masih terguncang. Jeannie berkata, “Kapan Daddy keluar dari penjara?”

di-scan dandi-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.ee) oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

157

BAB 11

Ruangan tempat para tersangka dibariskan terletak di lantai yang sama seperti sel-sel tempat mereka ditahan.

Di dalam ruang tunggunya terdapat enam laki-laki lain yang berusia serta memiliki postur tubuh hampir sama dengan SiŁŁŁ. Menurut tebakan Steve, mereka adalah para anggota dinas kepolisian. Mereka tidak mengatakan apa-apa kepadanya serta menghindari tatapan matanya Mereka memperlakukannya seakan ia seorang penjahat. Ia ingin berkata, “Hei, aku di pihak kalian, aku bukan pemerkosa, aku tidak bersalah.

Mereka semua harus melepaskan arloji dan pernak-pernik mereka, dan mengenakan setelan dari bahan kertas berwarna putih di atas pakaian mereka. Sementara mereka menyiapkan diri, seorang anak muda dalam setelan jas masuk, lalu berkata, “Siapa di antara kalian yang dianggap sebagai tersangka?”

“Aku,” jawab Steve.

“Aku Lew Tanner, pembela,” ujar laki-laki itu. “Aku kemari untuk memastikan prosedur ini berlangsung sebagaimana mestinya. Apa yang ingin Anda tanyakan?”

“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan aku dari sini setelah ini?” ujar Steve.

158

“Andai kata Anda tidak ditunjuk nanti, kira-kira beberapa jam.”

“Beberapa jam!” ulang Steve dalam nada protes. “Jadi, aku harus kembali ke dalam sel sialan itu?” “Aku khawatir begitu.” “Ya ampun.”

“Aku akan minta mereka untuk lebih mempercepat prosesnya,” ujar Lew. “Ada lagi?” “Tidak, trims.”

www.ac-zzz.tk

“Oke.” Lew meninggalkan tempat itu.

Seorang petugas menggiring ketujuh laki-laki itu melalui sebuah pintu yang terletak di alas sebuah panggung. Di latar belakangnya terdapat sebuah skala yang akan menunjukkan ketinggian mereka, serta posisi mereka yang ditandai dengan nomor satu sampai sepuluh Sebuah lampu terang disorotkan ke arah mereka, dan sebuah layar memisahkan panggung itu dari bagian lain ruangan. Mereka tidak dapat melihat melalui layar itu, tapi mereka dapat mendengar apa yang sedang berlangsung di baliknya.

Untuk sesaat tidak terdengar apa-apa selain suara langkah kaki dan sekali-sekali gumaman rendah, semuanya maskulin. Kemudian Steve mendengar suara yang tak mungkin tidak adalah suara langkah kaki seorang wanita. Tak berapa lama kemudian terdengar suara seorang laki-laki, nadanya seperti sedang membaca dari sebuah kartu, atau mengulangi sesuatu yang dihafalnya.

“Di hadapan Anda berdiri tujuh orang. Mereka hanya akan Anda kenali berdasarkan nomor. Kalau di antara orang-orang ini ada yang pernah melakukan sesuatu atas diri Anda, atau di saat Anda hadir, aku ingin Anda menyebutkan nomor orang ini, hanya nomornya Kalau Anda ingin salah satu di antara mereka mengatakan, atau mengucapkan kalimat tertentu, kami akan menyuruhnya melakukan itu. Kalau Anda ingin mereka memutar tubuh atau menghadap ke samping, mereka

159

akan melakukannya secara serentak. Apakah Anda mengenali salah satu di antara mereka sebagai orang yang pernah melakukan sesuatu atas diri Anda atau di saat Anda hadir?”

Suasana hening. Steve merasa saraf-sarafnya setegang tali gitar, meskipun ia yakin wanita itu tidak akan menunjuk dirinya.

Kemudian terdengar suara rendah seorang wanita, “Dia memakai topi.”

Nadanya seperti seorang wanita kelas menengah yang terdidik dan kira-kira sebaya dengannya.

Suara seorang laki-laki berkata, “Kami punya topi-topi. Anda mau mereka semua memakai topi?”

“Sebetulnya lebih mirip pet. Pet baseball.”

Steve menangkap nada waswas dan tegang dalam suaranya, tapi juga kemantapan. Sama sekali tanpa kesan mengada-ngada. Sepertinya ia tipe

www.ac-zzz.tk

wanita yang akan bicara apa adanya, bahkan dalam keadaan amat terpukul. Steve merasa lebih enak.

“Dave, coba kauperiksa apakah kita mempunyai tujuh pet baseball di dalam lemari itu.”

Selama beberapa menit tidak terdengar apa-apa. Steve mulai mengenakkan gigi, menahan sabar. Sebuah suara bergumam. “Wauw, tak pernah kusangka kita punya ini semua… kacamata, kumis…”

“Jangan melantur, Dave,” ujar laki-laki yang pertama. “Ini prosedur resmi.”

Akhirnya seorang detektif muncul di panggung, dari arah samping, untuk membagi-bagikan pet baseball kepada ketujuh laki-laki yang berdiri di dalam barisan itu. Mereka semua mengenakannya, kemudian si detektif berlalu.

Dari sisi lain layar itu terdengar suara isakan seorang wanita.

Laki-laki itu mengulang kembali kalimat-kalimat yang ia ucapkan sebelumnya. “Apakah Anda mengenali salah

160

satu di antara mereka sebagai orang yang pernah melakukan sesuatu atas diri Anda atau di saat Anda hadir? Kalau memang begitu, sebutkanlah nomornya, hanya nomornya.”

“Nomor empat,” ujar wanita itu dengan terisak. Steve berpaling untuk melihat ke latar belakang. Ternyata ia nomor empat.

“Tidak!” jeritnya. “Itu tak mungkin! Bukan aku pelakunya!”

Suara laki-laki itu berkata, “Nomor empat. Anda dengar itu?”

“Tentu saja aku dengar, tapi bukan aku yang melakukannya!”

Keenam laki-laki lain dalam barisan n u sudah mulai meninggalkan panggung.

“Demi Tuhan!” Steve menatap ke arah layar dengan lengan terentang, seakan memohon sesuatu. “Kenapa Anda bisa menunjukku? Aku bahkan tidak tahu bagaimana tampang Anda!”

Suara laki-laki dari sisi lain layar itu berkata. “Jangan bilang apa-apa, Miss. Terima kasih atas kerja sama Anda. Silakan lewat sini.”

www.ac-zzz.tk

“Ada kekeliruan di sini, tidakkah Anda mengerti?” teriak Steve.

Si petugas bernama Spike muncul. “Sudah selesai. Bung, ayo,” ujarnya.

Steve menatapnya. Sesaat ia merasa terdorong untuk menghantam deretan gigi laki-laki bertubuh kecil ini sampai melesak.

Spike melihat apa yang terpancar di mata Steve. Ekspresi wajahnya berubah menjadi keras. “Sebaiknya jangan cari masalah sekarang. Kau tidak bisa ke mana-mana lagi.” Ia mencengkeram lengan Steve kuat-kuat. Tak ada gunanya lagi protes.

Steve merasa seperti dihantam dari belakang. Entah dari mana persisnya. Pundaknya langsung lungai dan ia

161

diliputi perasaan tak berdaya yang membuatnya amat frustrasi. “Kenapa ini bisa sampai terjadi?” ujarnya. “Bagaimana ini bisa sampai terjadi?”

162

BAB 12

Berrington berkata, “Daddy?” Jeannie serasa ingin menelan kembali ucapannya. Benar-benar konyol mengatakan: Kapan Daddy keluar dari penjara? Baru beberapa menit yang lalu Berrington mendeskripsikan mereka yang mendekam di penjara kota sebagai bajingan muka bumi ini.

Jeannie betul-betul merasa tidak keruan. Sudah cukup gawat andai kata atasannya sampai tahu bahwa ayahnya seorang maling profesional. Tapi bertemu dengannya secara pribadi bahkan lebih gawat lagi. Wajahnya tampak memar bekas jatuh atau entah apa, sementara cambangnya sepertinya sudah beberapa hari tidak dicukur. Pakaiannya kotor dan dari tubuhnya menebar bau yang tidak menyenangkan. Ia merasa begitu malu, sehingga tidak dapat membalas tatapan Berrington.

Pernah ada suatu masa, bertahun-tahun yang lalu, ketika ia tidak merasa malu akan ayahnya. Malah sebaliknya; ayahnya membuat ayah gadis-gadis kecil lain berkesan membosankan. Ayahnya masih tampan ketika itu dan lucu, dan ia akan pulang dalam setelan jas yang baru dan saku saku penuh uang. Kemudian akan ada bioskop, gaun-gaun baru, dan es krim Mom akan membeli sebuah gaun malam yang cantik dan mulai berdiet. Tapi sesudahnya ayahnya akan pergi lagi, dan

www.ac-zzz.tk

setelah menginjak usia sekitar sembilan tahun, Jeannie akhirnya mengerti sebabnya. ‘I am my Fontaine-lah yang mengungkapkan itu kepadanya. Ia tidak akan pernah melupakan percekcokan itu. ‘ “Bajumu jelek,” ujar Tammy ketika itu.

“Hidungmu jelek,” sahut Jeannie dengan cepat, sementara anak-anak lain mulai mengerumuni mereka.

“Pakaian-pakaian yang dibelikan ibumu benar-benar menakutkan.”

“Ibumu gendut.”

“Ayahmu di penjara.”

“Tidak.”

“Iya.”

“TIDAK!”

“Aku dengar sendiri daddy-ku mengatakan begitu pada Mommy. Dia sedang membaca koran. Sepertinya si Pete Ferrami masuk penjara lagi, katanya.”

“Bohong, bohong, dasar tukang bohong,” lantun Jeannie ketika itu, namun jauh di dalam hatinya ia mempercayai ucapan Tammy. Segalanya menjadi lebih jelas: mereka tiba-tiba kaya, kemudian tiba-tiba ayahnya menghilang, untuk waktu lama.

Sejak itu ia tak pernah melibatkan diri dalam percekcokan dengan teman-teman sekolahnya. Siapa pun dapat membungkamnya dengan menyebutkan nama ayahnya. Dalam usia sembilan tahun, ia sudah merasa tercemar seumur hidup. Kalau ada sesuatu yang hilang di sekolah, ia akan merasa mereka semua menatapnya dengan pandangan menuduh. Ia tidak bisa merasa terbebas dari perasaan bersalah. Kalau ada seseorang yang memeriksa isi dompetnya, lalu berkata, “Sial, kukira aku masih punya sepuluh dolar,” wajah Jeannie akan segera merona merah. Kemudian obsesinya adalah berlaku sejujur mungkin: ia akan menempuh jarak satu mil dengan berjalan kaki hanya untuk mengembalikan sebuah bolpoin murahan, karena takut kalau ia menyim-164

pannya si pemilik akan mengatakan ia maling, persis seperti ayahnya.

Kini, di sinilah ayahnya, berdiri persis di hadapan atasannya, dalam keadaan kotor, belum bercukur, dan sepertinya bokek. “Ini Profesor Berrington Jones,” ujar Jeannie. “Berry, perkenalkan ayahku, Pete Ferrami.”

www.ac-zzz.tk

Berrington ternyata cukup simpatik, la menjabat tangan Daddy. “Senang berkenalan dengan Anda, Mr. Ferrami,” ujarnya. “Putri Anda betul-betul seorang wanita yang istimewa.”

“Yang benar,” sahut Daddy sambil tersenyum bangga.

“‘Yah, Berry, kini kau mengetahui rahasia keluargaku,” ujar Jeannie dalam nada sendu. “Daddy dijebloskan ke penjara, untuk ketiga kalinya, pada hari aku diwisuda summa cum laude di Princeton. Dia mendekam di sana selama delapan tahun terakhir ini.”

“Mestinya lima belas tahun,” ujar Daddy. “Kami menggunakan senjata ketika itu.”

“Trims untuk informasi itu. Dad. Atasanku pasti amat terkesan.”

Daddy rupanya tersinggung, sekaligus tercengang. Jeannie merasa kasihan padanya, meskipun hatinya kesal. Kelemahan ayahnya bukan hanya melukai dirinya sen-” diri, tapi juga keluarganya. Ia benar-benar merupakan unsur kegagalan alam. Sistem menakjubkan yang mereproduksi umat manusia—mekanisme yang amat kompleks dari DNA yang sedang dipelajari Jeannie—diprogram untuk membuat setiap individu sedikit berbeda satu sama lain. Seperti sebuah mesin fotokopi dengan kesalahan yang memang sudah dari sananya. Kadang-kadang hasilnya baik: seorang Einstein, seorang Louis Armstrong, seorang Andrew Carnegie. Tapi kadang-kadang yang muncul adalah seorang Pete Ferrami

Jeannie harus berusaha mengusir Berrington secepatnya. “Kalau kau masih ingin menelepon, Berry, kau bisa memakai pesawat yang ada di kamar tidur.”

165

“Ehm, bisa ditunda sebetulnya ujar Berrington.

Untunglah. “Kalau begitu, terima kasih untuk malam yang menyenangkan ini.” Jeannie mengulurkan tangannya.

“Aku juga senang. Selamat malam.” Dengan rikuh ia menerima uluran tangan Jeannie, lalu meninggalkan ruangan itu.

Jeannie berpaling ke arah ayahnya- “Apa yang terjadi?”

“Aku mendapat keringanan karena berkelakuan baik. Aku bebas sekarang. Dan tentunya yang pertama-tama ingin kutemui adalah gadis kecilku.”

www.ac-zzz.tk

“Persis setelah Daddy bermabuk-mabukan selama tiga hari.” Ketidaktulusannya begitu mudah terbaca, sehingga betul-betul tidak lucu lagi. Jeannie merasa kemarahan yang sudah tidak asing itu mulai menggerayangi dirinya. Kenapa ia tidak bisa mempunyai seorang ayah seperti yang dimiliki orang-orang lain?

Ayahnya berkata, “Ayolah, jangan begitu.”

Rasa marahnya digantikan oleh perasaan sedih. Belum pernah ia merasa memiliki seorang ayah dalam arti sesungguhnya, dan ia tidak akan pernah. “Berikan botol itu padaku,” ujarnya. “Aku akan membuat kopi.”

Dengan enggan si ayah menyerahkan botol vodkanya, yang kemudian ia kembalikan ke tempatnya di lemari es. la mengisi air ke dalam mesin pembuat kopi, lalu menyalakannya.

“Kau jadi lebih tua,” ujar si ayah. “Aku melihat sedikit uban di rambutmu.”

“Wah, trims.” Jeannie mengeluarkan dua buah cangkir, susu, dan gula.

”Ibumu masih muda ketika mulai ubanan.”

“Aku selalu mengira itu gara-gara ulah Daddy.”

“Aku sudah ke rumahnya,” ujar ayahnya dalam nada sedikit tersinggung. “Dia tidak tinggal di situ lagi rupanya.”

166

“Dia tinggal di Belia Vista sekarang.”

“Itu yang dikatakan tetangganya. Mrs. Mendoza. Dia yang memberikan alamatmu padaku. Aku kurang suka membayangkan ibumu di tempat seperti itu.”

Kalau begitu, keluarkan dia dari sana!” ujar Jeannie dengan sengit. “‘Biar bagaimanapun, dia masih istri Daddy. Usahakan mencari pekerjaan, apartemen yang layak, dan mulailah merawat Mom.”

“Kau tahu aku tidak bisa melakukan itu. Aku tidak pernah bisa melakukannya.”

“Kalau begitu, jangan mencela aku karena tidak melakukannya.”

Nada suara si ayah melemah. “Aku sama sekali tidak mencelamu. Manis. Aku cuma bilang bahwa aku kurang suka membayangkan ibumu di tempat seperti itu, hanya itu.”

www.ac-zzz.tk

“Aku juga tidak suka, demikian pula Patty. Kami akan mencoba mengumpulkan uang untuk mengeluarkannya dari situ.’ Tiba-tiba Jeannie menjadi emosional. Ia berusaha menahan air matanya. “Dasar Daddy, situasinya sudah cukup berat tanpa komentar seperti itu.”

“Oke, oke,” ujar ayahnya.

Jeannie menelan ludahnya. Aku tidak boleh membiarkannya merongrongku seperti ini. Ia mengubah topik pembicaraan mereka. “Apa yang akan Daddy lakukan sekarang? Apa sudah punya rencana?”

“Aku akan lihat-lihat dulu.”

Maksudnya ia akan melihat-lihat dulu, tempat mana yang akan dibobolnya. Jeannie tidak mengomentarinya. Ayahnya seorang maling, dan ia tidak akan dapat mengubahnya.

Ayahnya mendeham. “Mungkin kau bisa pinjamkan aku beberapa dolar sebagai modal.”

Permintaan itn membuat Jeannie marah lagi. “Coba dengar, Dad,’ ujarnya dalam nada tegang. “Aku minta Daddy mandi dan bercukur, sementara pakaian Daddy

akan kumasukkan ke dalam mesin cuci. Kalau Daddy berjanji untuk tidak menyentuh botol vodka itu, aku akan membuatkan telur dan roti panggang. Daddy boleh pinjam piama dariku dan tidur di sofaku. Tapi aku tidak akan memberikan uang sedikit pun pada Daddy. Aku sedang berusaha mati-matian mengumpulkan uang agar Mom bisa tinggal di tempat yang memperlakukannya dengan lebih manusiawi, jadi aku tidak punya apa-apa lagi untuk kusisihkan.”

“Oke, Manis,” sahut ayahnya sambil memasang tampang sendu. “Aku mengerti.”

Jeannie menatapnya. Akhirnya, setelah kemelut antara rasa malu, marah, dan kasihan di dalam dirinya mereda, yang masih tinggal adalah rasa rindn. Andai kata ayahnya dapat mengurus dirinya sendiri, bisa tinggal di suatu tempat lebih dari beberapa minggu, bisa memiliki pekerjaan yang normal, mampu mencurahkan cintanya, mampu memberikan dorongan dan lebih stabil. Ia merindukan seorang ayah yang bisa berlaku seperti seorang ayah. Tapi ia tahu bahwa harapannya tidak akan pernah’ bisa terpenuhi. Di dalam • hatinya ada tempat untuk seorang ayah, tapi tempat itu akan kosong selamanya.

Pesawat teleponnya berdering.

Jeannie menjawabnya. “Halo.”

www.ac-zzz.tk

Ternyata dari Lisa. Nadanya amat emosional. “Jeannie, ternyata dia!” “Siapa? Apa?”

“Laki-laki yang mereka tahan sewaktu bersamamu itu. Aku menunjuknya tadi. Dialah yang memerkosaku. Steven Logan.”

“Dia pelakunya?” tanya Jeannie dalam nada tak percaya. “Kau yakin?”

“Seyakin-yakinnya, Jeannie,” ujar Lisa. “Ya Tuhan, betul-betul menakutkan melihat wajahnya lagi* Pada awalnya aku tidak bilang apa-apa, karena tampangnya begitu lain tanpa topi. Kemudian detektifnya menyuruh

mereka semua memakai topi pet baseball, bam kemudian aku betul-betul yakin.”

“Lisa, tak mungkin dia pelakunya,” ujar Jeannie.

“Apa maksudmu?”

“Hasil tesnya tidak menyatakan itu. Dan aku sudah menghabiskan waktuku bersamanya. Perasaanku mengatakan dia bukan seorang pemerkosa.”

“Tapi aku mengenalinya” ujar Lisa dalam nada tersinggung.

“Aneh sekali. Aku tidak mengerti.”

“Tidak sesuai dengan teorimu, kan? Kau ingin kembaran yang satu baik dan yang lain jahat.”

“Ya. Tapi satu penyimpangan bukan berarti teori itu salah.”

“Aku minta maaf kalau kau merasa kelanggengan proyekmu terancam oleh kejadian ini.”

“Itu bukan alasanku menyatakan dia bukan si pemerkosa.” Jeannie menghela napas. “Yah, mungkin aku keliru. Aku tidak tahu lagi. Kau di mana sekarang?”

“Di rumah.”

‘Kau nggak apa-apa?”

“Aku nggak apa-apa, setelah dia mendekam dalam tahanan sekarang.”

“Kelihatannya dia begitu baik.”

www.ac-zzz.tk

“Justru tipenya yang paling berbahaya, menurut Mish. Yang kelihatannya normal dari luar, justru yang paling lihai dan paling kejam, dan mereka amat suka membuat kaum wanita menderita.”

“Ya Tuhan.”

“Aku mau tidur, aku capek sekali. Aku cuma mau mengabarimu. Bagaimana malammu?”

“Begitu-begitu saja. Aku akan ceritakan padamu besok.”

“Aku masih mau ikut bersamamu ke Richmond.”

Menurut rencana, Jeannie akan mengajak Lisa untuk membantunya mewawancarai Dennis Pinker. “Kau masih berniat?”

169

168 %

“Ya, aku betul-betul ingin meneruskan kehidupanku secara normal. Aku nggak sakit, dan aku tidak membutuhkan istirahat untuk memulihkan diri.”

“Ada kemungkinan Dennis Pinker betul-betul mirip Steve Logan.”

“Altu tahu itu. Dan aku bisa mengatasinya.”

“Kalau kau merasa begitu yakin.”

“Aku akan meneleponmu pagi-pagi.”

“Oke. Selamat tidur.”

Jeannie mengempaskan tubuh di sofa. Apakah sikap simpatik Steven hanya sekadar topeng? Ternyata penilaianku tentang karakter seseorang betul-betul payah, ujar Jeannie pada dirinya Dan mungkin aku juga seorang ilmuwan yang payah; mungkin semua pasangan kembar identik akan terbukti memiliki kecenderungan identik untuk melakukan tindak kriminal. Jeannie menghela napas.

Di sebelahnya duduk sosok yang mewariskan pada dirinya kecenderungan untuk melakukan tindakan kriminal. “Profesor itu tampangnya oke, tapi sepertinya dia lebih tua daripadaku!” komentar ayahnya. “Kau menjalin sesuatu dengannya, atau apa?”

www.ac-zzz.tk

Jeannie mengernyitkan hidungnya. “Kamar mandinya di sebelah sana, Daddy,” ujarnya.

V

170

BAB 13

Steve kembali berada di dalam mang interogasi yang berdinding kuning. Kedua puntung rokok yang sama masih tergeletak di dalam asbaknya. Suasana ruangan itu belum berubah, tidak seperti dirinya. Tiga jam yang lalu ia masih berstatus seorang warga negara yang patuh hukum, sama sekali tidak pernah terlibat dalam tindak kejahatan, kecuali mengemudikan mobil dengan kecepatan enam puluh mil dalam zona batas kecepatan lima puluh lima mil. Kini ia seorang pemerkosa, tertangkap, dikenali oleh korbannya, dan sekarang akan dituntut. Ia sedang diproses dalam mesin peradilan, di atas ban berjalannya. Ia seorang kriminal. Tak peduli berapa kali ia terus mengingatkan dirinya bahwa ia tidak melakukan kesalahan apa-apa, ia tetap tak dapat menyisihkan perasaan tak berharga dan tercemarnya.

Sebelumnya ia sudah bertemu dengan si detektif wanita, Sersan Delaware. Kini muncul yang lain, seorang laki-laki, juga membawa sebuah map biru. Postur tubuhnya setinggi Steve, tapi pundaknya lebih lebar dan bobotnya lebih berat, dengan rambut merah keabuan dipotong pendek dan kumis kaku. la duduk, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia mengetuk-ngetuk keluar sebatang rokok, menyalakannya, lalu menjatuhkan batang korek apinya ke dalam

asbak. Sesudah itu ia membuka mapnya Di dalamnya terdapat sebuah formulir lain. Yang ini berjudul:

PENGADILAN DISTRIK MARYLAND UNTUK………….

(Kota/Daerah)

Bagian atasnya dibagi dalam dua kolom yang masing-masing berjudul PENGGUGAT dan TERGUGAT. Sedikit di bawahnya tercantum:

SURAT GUGATAN

Si detektif mulai mengisi formulirnya, masih tanpa mengeluarkan suara. Setelah menulis beberapa patah kata, -ia mengangkat halaman putih teratas untuk mengecek keempat lembaran copy di bawahnya, yang masing-masing berwarna hijau, kuning, kemerahan, dan krem.

www.ac-zzz.tk

Dalam keadaan terbalik, Steve membaca bahwa nama si korban adalah Lisa Margaret Hoxton. “Bagaimana tampangnya?” tanyanya.

Si detektif menatapnya. “Diam kau,” ujarnya. Ia menghirup asap rokoknya, lalu meneruskan pekerjaannya.

Steve merasa dirinya diremehkan. Laki-laki itu memperlakukannya semaunya, dan ia merasa tak berdaya untuk mengatasinya. Ini merupakan suatu tahap lagi dalam proses untuk merendahkan harga dirinya, untuk membuat ia merasa kecil dan tak berdaya. Kurang ajar, umpatnya dalam hati. ayo kita bertemu di luar gedung mi, taupa senjata sialanmu.

Si detektif mulai melengkapi isi formulir itu. la menulis tanggal pada hari Minggu itu, kemudiair Gedung Olah Raga Jones Falls University, Balto., MD. Di bawahnya ia menulis Tindakan Pemerkosaan, tingkat satu. Kemudian ia menulis nama tempat dan tanggal itu lagi,

172

laki Tindak penyerangan dengan maksud untuk memerkosa.

Ia mengambil sehelai kertas lagi, lalu menambahkan dua tuntutan Tindakan Kekerasan dan Tindakan Sodomi. “Sodomi?” tanya Steve dalam nada tak percaya “Tutup mulutmu.”

Steve sudah mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan tinjunya. Ini kebangetan, ujarnya pada dirinya. Dia mau menerorku. Tapi kalau aku mengayunkan tinju ke arahnya, dia akan punya alasan untuk memanggil tiga orang lagi kemari untuk memegangiku, sementara dia menendangiku dengan semena-mena. Jangan, jangan lakukan itu.

Setelah selesai menulis, si detektif membalik kedua lembaran itu dan menyodorkannya pada Steve. “Posisimu betul-betul buruk, Steve. Kau sudah menghajar, memerkosa, dan menyodomi seorang gadis….”

“Sama sekali tidak.”

“Tutup mulutmu.”

Steve menggigit bibirnya, sambil berusaha menahan diri.

“Kau brengsek. Kau bajingan. Orang baik-baik tidak akan mau berada satu ruangan denganmu. Kau sudah menggebuki, memerkosa, dan menyodomi seorang gadis. Aku tahu ini bukan yang pertama kali. Kau sudah beberapa lama melakukan ini. Kau amat lihai, kau menyiapkan rencana, dan kau selalu

www.ac-zzz.tk

berhasil lolos dari cengkeraman hukum di masa lalu. Tapi kali ini kau tertangkap. Kau sudah diidentifikasi korbanmu. Ada saksi-saksi lain yang melihatmu di sekitar tempat kejadian peristiwa itu pada waktu itu. Dalam waktu sekitar satu jam atau lebih, begitu Sersan Delaware menerima surat penggeledahan dan penahanan dari petugas kehakiman yang sedang bertugas, kami akan membawamu ke Mercy Hospital untuk melakukan tes darah dan menelusuri rambut genitalmu untuk membuktikan bahwa

173

DNA-mu persis sama dengan yang kami temukan dari vagina korban.”

“Akan makan waktu berapa lama itu—tes DNA-nya?”

“Tutup mulut. Kau tertangkap sekarang, Steve. Kau .tahu apa yang akan terjadi atas dirimu?” Steve tidak menjawab.

“Hukuman untuk tindak pemerkosaan tingkat satu adalah dipenjara seumur hidup. Kau bakal masuk penjara, dan kau tahu apa yang akan terjadi atas dirimu di sana? Kau akan mencicipi sendiri, bagaimana rasanya mendapat perlakuan seperti yang biasanya kaulakukan. Seorang anak muda bertampang keren seperti kau? Jangan khawatir. Kau akan dihajar, diperkosa, dan disodomi. Kau akan tahu bagaimana perasaan Lisa ketika itu. Hanya saja dalam kasusmu itu akan berlangsung selama bertahun-tahun.”

Si detektif berhenti sebentar, memungut bungkus rokoknya untuk ia tawarkan kepada Steve.

Dalam keadan tertegun, Steve menggeleng.

“Omong-omong, namaku Detektif Brian Allaston.” Ia menyalakan sebatang rokok. “Sebenarnya aku tidak tahu untuk apa aku mengungkapkan ini padamu, tapi ada suatu cara untuk meringankan situasimu.”

Steve mengerutkan alisnya, penuh rasa ingin tahu. Apa lagi sekarang?

Detektif Allaston berdiri, mengitari meja, lalu dudyk di salah satu ujungnya, dengan satu kaki di lantai, di dekat Steve, la mendoyongkan tubuhnya ke muka. lalu berbicara dalam nada lebih rendah. “Akan kujelaskan padamu. Tindak pemerkosaan adalah persetubuhan melalui vagina, dengan menggunakan paksaan atau ancaman dengan kekerasan, di luar kehendak atau tanpa persepakatan dari pihak wanita. Untuk dapat dikategorikan menjadi tindak pemerkosaan tingkat satu, masih harus ada suatu faktor yang memberatkan, seperti tindak

174

www.ac-zzz.tk

penculikan, penganiayaan, atau pemerkosaan oleh dua 1 orang atau lebih. Hukuman untuk tindak pemerkosaan .tingkat dua lebih ringan. Nah, kalau kau bisa meyakinkanku bahwa yang kaulakukan cuma tingkat dua, situasinya akan jauh lebih menguntungkan untuk diri-fcmu.”

Steve tidak memberikan tanggapan. “Kau mau ungkapkan padaku bagaimana kejadiannya?”

Pada akhirnya Steve berkata, “Usil sekali.”

Allaston langsung bereaksi. Ia melompat turun dari meja, mencengkeram leher kemeja Steve, menariknya berdiri dari kursinya, untuk kemudian ia hantamkan pada dinding. Kepala Steve terentak ke belakang dan mengenai dinding dengan mengeluarkan suara keras.

Tubuh Steve menegang. Ia mengepalkan tinjunya di .sampingnya. Jangan lakukan itu, ujarnya pada dirinya, rjangan melawan. Ternyata itu tidak mudah. Detektif I Allaston bertubuh berat dan tidak berada dalam kondisi prima. Steve tahu bahwa ia dapat-menundukkan bajingan ini dalam sekejap. Tapi ia harus bisa mengendalikan diri. Ia harus terus berpegang pada status tidak bersalahnya. Kalau ia menghajar seorang petugas kepolisian, tak peduli apa pun alasannya, ia akan dipersalahkan karena telah melakukan tindak kekerasan. Kalau itu terjadi, runyamlah nasibnya. Rasa percaya dirinya akan goyah andai kata ia tidak memiliki keyakinan bahwa ia berada di pihak yang benar untuk membesarkan semangatnya. Karenanya ia hanya berdiri dengan tubuh tegang, gigi terkatup rapat, sementara Allaston menariknya ke arahnya untuk kemudian dihantamkan lagi ke dinding dua kali, tiga kali, empat kali.

“Jangan coba-coba ngomong begitu lagi, bangsat,” ujar Allaston.

Steve merasa kemarahannya mereda. Apa yang dilakukan Allaston bahkan tidak terasa menyakitkan. Ini semua

175

cuma sebuah panggung sandiwara, ujarnya pada dirinya. Allaston sedang memerankan bagiannya, dan memainkannya dengan buruk. Ia berperan sebagai si keras dan Mish sebagai yang lembut. Sebentar lagi wanita itu akan masuk untuk menawarkan kopi padanya dan berlaku seakan ia temannya. Namun tujuannya tetap sama: membujuk Steve untuk mengakui bahwa ia telah memerkosa seorang wanita yang belum pernah ia lihat, bernama Lisa Margaret Hoxton. “‘Cukup. Detektif,” ujarnya. “Aku tahu kau memang tangguh, tapi andai kata kita berada di tempat lain dan kau tidak memiliki senjata yang kausandang di pinggang itu, aku bisa menghajarmu. Jadi, sebaiknya kita berhenti berlaga sekarang.”

www.ac-zzz.tk

Allaston tampak tercengang. Jelas bahwa semula ia mengira Steve akan ketakutan untuk membuka mulut, la melepaskan leher kemeja Steve, kemudian melangkah ke arah pintu.

“‘Mereka bilang kau sok pintar.” ujarnya. “Oke, akan kuungkapkan padamu, apa yang akan kulakukan untuk memberikan pelajaran padamu. Kau harus kembali mendekam di dalam sel selama beberapa waktu, tapi kali ini kau bakal punya teman. Sebagaimana kau tahu, keempat puluh satu sel yang ada di sini entah karena apa tidak bisa dipakai, jadi kau terpaksa tinggal satu sel bersama seorang laki-laki bernama Rupert Butcher, yang dikenal sebagai Porky. Kaupikir kau jagoan, tapi dia lebih hebat darimu. Dia habis berpesta ganja selama tiga hari, jadi kepalanya pusing sekarang. Tadi malam, sekitar waktu kau menyulut api di gedung olahraga itu dan menodai Lisa Hoxton yang malang, Porky Butcher menikam kekasihnya sampai mati dengan sebuah garpu kebun. Kalian akan menikmati kebersamaan kalian Ayo.”

Steve mulai ketakutan. Seluruh keberaniannya tiba-tiba surut, seakan sebuah sumbat baru saja dicabut; ia

176

merasa dirinya tak berdaya dan dikalahkan. Si detektif telah berhasil mengecilkan dirinya, tanpa sungguh-sungguh mengancam untuk melukainya, tapi semalaman bersama seorang gila betul-betul amat berbahaya. Sosok Butcher ini sudah pernah melakukan tindak pembunuhan; andai kata ia memiliki kemampuan untuk berpikir rasional, ia akan menyadari bahwa tidak akan banyak pengaruhnya kalau ia melakukan kejahatan itu sekali lagi.

“Sebentar,” ujar Steve dalam suara bergetar. Allaston memutar tubuhnya tanpa terburu-buru. “Ya?” “Kalau aku mengaku, aku akan mendapat sel sendiri?”

Kelegaan membayang di wajah si detektif. “Tentu,” ujarnya. Nadanya tiba-tiba terdengar lebih ramah.

Perubahan nada itu membuat Steve digerayangi oleh perasaan kesal. “Tapi kalau aku tidak memperolehnya, aku akan dibunuh oleh Porky Butcher.”

Allaston mengangkat tangannya dalam gerakan apa boleh buat.

Steve merasakan ketakutannya berubah menjadi kebencian. “Kalau begitu, Detektif,” ujarnya, “pergilah ke neraka.”

Ekspresi tertegun membayang di wajah Allaston. “Kurang ajar,” ujarnya. “Kita lihat apakah kau akan tetap begitu berani dalam waktu beberapa jam lagi. Ayo.”

www.ac-zzz.tk

Ia mendorong Steve ke arah lift, lalu menggiringnya ke arah blok yang terdiri atas sel-sel. Spike masih di situ. “Taruh si sok tahu ini di sel si Porky,” ujar Allaston padanya.

Spike mengangkat alisnya. “Sampai begitu gawatnya?”

“Ya. Dan omong-omong, Steve ini suka mengigau.” “O ya?”

“Kalau kau mendengar dia menjerit-jerit, jangan khawatir, paling-paling dia lagi mimpi.”

177

“Aku ngerti maksudmu,” ujar Spike. Allaston berlalu, sementara Spike membawa Steve ke selnya.

Porky sedang berbaring di dipannya. Tingginya hampir sama dengan Steve, cuma ia lebih berat. Tampangnya seperti atlet bina raga yang baru saja mendapat kecelakaan lalu lintas: baju kausnya yang penuh bercak darah menempel di tubuhnya yang berotot. Ia sedang telentang, kepalanya menghadap ke arah dinding belakang sel itu, kakinya menggelayut di bagian kaki dipan. Ia membuka mata saat Spike memutar kunci pintunya agar Steve dapat masuk ke dalam.

Pintu itu diempaskan oleh Spike, lalu dikunci kembali.

Porky membuka matanya, lalu melayangkan pandangannya ke arah Steve.

Steve membalas tatapannya sesaat.

“Selamat mimpi,” ujar Spike.

Porky menutup matanya kembali.

Steve duduk di lantai, dengan punggung menghadap ke tembok, sambil mengawasi Porky.

178

BAB 14

Berrington J ones mengemudikan mobilnya perlahan-lahan, la merasa kecewa, sekaligus lega. Seperti seseorang yang sedang diet dan terus berusaha menahan godaan untuk menuju ke kedai es krim, lalu mendapati tempat itu

www.ac-zzz.tk

sedang tutup, ia diselamatkan dari sesuatu yang seharusnya tidak boleh ia lakukan.

Ia tidak terlalu berhasil menangani masalah yang ditimbulkan Jeannie serta apa yang mungkin terungkap gara-gara itu. Mungkin seharusnya ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk menginterogasinya daripada menikmati kebersamaan mereka. Ia mengerutkan alisnya, seakan heran, saat memarkir mobilnya di luar rumah, lalu masuk ke dalam.

Suasananya begitu hening: Marianne, pengurus rumah tangganya, tentunya sudah tidur. Ia masuk ke ruang duduk untuk mengecek pesan-pesan di pesawat penjawab teleponnya. Ternyata ada sebuah pesan.

“Profesor, aku Sersan Delaware dari Unit Tindak Kejahatan Seks yang menghubungi Anda pada hari Senin malam. Aku amat menghargai kerja sama Anda hari ini.” Berrington angkat bahu. Ia tidak berbuat banyak selain mengkonfirmasi bahwa Lisa Hoxton bekerja - di Nut House. Kemudian wanita itu berkata, “Mengingat Anda atasan Ms. Hoxton dan tindak pemerkosaan itu terjadi di kampus, kukira ada baiknya ku sampaikan pada Anda bahwa kami sudah berhasil menangkap si pelaku malam ini. Malah dia sudah menjadi subjek di laboratorium Anda hari ini. Namanya Steven Logan.”

“Ya Tuhan!” ujar Berrington.”

Si korban menunjuknya saat dia dibariskan, karena itu aku yakin tes DNA-nya akan membuktikan bahwa memang dialah orangnya. Tolong teruskan informasi ini kepada mereka-mereka di kampus yang Anda anggap perlu diberitahu. Terima kasih.”

“Tidak!” ujar Berrington. Ia mengempaskan tubuhnya di sofa “Tidak,” gumamnya lagi.

Kemudian ia mulai menangis.

Setelah beberapa saat, masih sambil menangis, ia berdiri untuk menutup pintu ruangan kerjanya, karena khawatir pelayannya akan masuk. Sesudah itu ia kembali ke meja tulisnya, lalu membenamkah kepala ke dalam tangannya

Ia tetap seperti itu selama beberapa waktu.

Ketika akhirnya air matanya mengering, ia meraih pesawat teleponnya. lalu mulai memutar sebuah nomor yang ia hafal dengan baik.

“Mudah-mudahan jangan pesawat penjawab teleponnya,” ujarnya sambil mendengarkan deringan di ujung lain.

www.ac-zzz.tk

Seorang anak muda menjawab. “Halo?” “Ini aku,” ujar Berrington. “Hei, apa kabar?” “Payah.”

“Oh.” Nadanya berkesan bersalah.

Andai kata semula Berrington ragu, nada di dalam suara itu berhasil menghapus keraguannya. “Kau tahu kenapa aku meneleponmu, bukan?”

“Kenapa?”

“Jangan main-main denganku. Aku sedang bicara

180

tentang peristiwa yang terjadi pada hari Minggu malam itu.”

Anak muda itu menghela napas. “Oke.”

“Kau ceroboh sekali. Kau pergi ke kampus, kan? K-kau…” Berrington menyadari bahwa ia tidak boleh mengatakan terlalu banyak melalui pesawatnya. “Kau melakukannya lagi.”

“M-maaf…”

“Maaf!”

“Dari mana Daddy tahu?”

“Mula-mula aku tidak mengira itu kau—kukira kau sudah pergi. Mereka menangkap seseorang yang tampangnya mirip denganmu.”

“Wauw! Jadi, itu berarti aku…”

“Kau bebas.”

“Wauw. Melegakan sekali. Begini…” “Apa?”

“Daddy tidak akan membuka mulut, kan? Kepada polisi, atau entah siapa?”

“Tidak, aku tidak akan buka mulut,” ujar Bemngton dalam nada berat. “Percayalah padaku.”

181

SELASA

www.ac-zzz.tk

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

BAB 15

Suasana kota Richmond memiliki kesan pernah jaya, dan Jeannie menilai bahwa keberadaan kedua orangtua Dennis Pinker di situ memang pas. Charlotte Pinker, seorang wanita berambut merah dengan wajah berbintik-bintik dalam gaun sutra yang mengeluarkan suara gemeresik, memiliki pembawaan seorang wanita kalangan atas daerah Virginia, meskipun ia tinggal di sebuah rumah kecil di atas sebuah lahan sempit. Ia mengaku berumur lima puluh lima tahun, namun Jeannie memperkirakan usianya lebih dekat ke enam puluh. Suaminya, yang ia sebut “Mayor”, kira-kira sebaya dengannya, namun penampilannya lebih tidak rapi dan pembawaannya yang berkesan serba santai mengingatkan akan seseorang yang sudah lama pensiun. Si suami mengedipkan matanya dengan nakal ke arah Jeannie dan Lisa, lalu berkata, “Apa kalian mau minum koktail?”

Si istri memiliki aksen daerah Selatan yang halus, tapi suaranya terlalu keras, seakan ia sedang berbicara di hadapan orang banyak. Ia berkata, “Astaga, Mayor, ini kan baru pukul sepuluh pagi’

Si suami angkat bahu. “Aku cuma mau mencoba mencairkan suasana.”

“Ini kan bukan pesta. Nona-nona ini datang untuk

185

melakukan >tndi mengenai kita. Karena puira kita seorang pembunuh.”

Jeanriie menyadari bahwa wanita itu menyebut Dennis Pinker sebagai putra kita; namun itu mungkin tidak berarti banyak. Bisa saja mereka mengadopsinya. Jeannie benar-benar ingin tahu asal-usul Dermis Pinker. Andai kata pasangan Pinker mau mengakui bahwa Dennis diadopsi, separuh dari teka-teki itu akan terpecahkan. Namun ia harus berhati-hati. Ini pertanyaan sensitif. Kalau ia terlalu terburu-buru, mungkin mereka akan berkelit Ia memaksa dirinya untuk menunggu saat yang lebih tepat.

Jeannie juga ingin tahu tampang Dennis. Apakah ia memang kembaran Steven Logan atau bukan? Dengan penuh harap ia melirik ke arah foto-foto di dalam bingkai-bingkai murahan di sekitar ruang duduk itu. Semuanya rupanya diambil bertahun-tahun yang lalu. Dennis kecil difoto dalam kereta bayinya, di atas sepeda roda tiganya, dalam pakaian baseball, dan saat bersalaman dengan Mickey Mouse di Disneyland. Tidak ada fotonya sebagai seorang laki-laki dewasa. Jelas kedua orangtuanya lebih suka mengingatnya sebagai si bocah

www.ac-zzz.tk

yang belum berdosa, sebelum ia menjalani hukuman sebagai seorang pembunuh. Akibatnya, Jeannie tidak dapat belajar apa-apa dari foto-foto itu. Bocah pirang berusia dua belas tahun itu mungkin tampangnya persis seperti Steven Logan sekarang, atau bisa juga tumbuh dewasa menjadi jelek, pendek, dan berkulit gelap.

Baik Charlotte maupun si Mayor sudah mengisi beberapa lembar formulir sebelumnya, dan sekarang mereka masih harus diwawancarai masing-masing sekitar satu jam. Lisa mengajak si Mayor ke dapur, sementara Jeannie mewawancarai Charlotte.

Jeannie merasa agak sulit memusatkan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan rutin itu. Pikirannya terus melayang kepada Steve yang sedang berada di dalam tahanan.

186

Masih sulit baginya untuk percaya bahwa anak muda itu seorang pemerkosa. Alasannya bukan hanya karena itu akan mengacaukan teorinya sendiri. Jeannie menyukai anak muda itu: ia begitu cerdas dan menarik, dan sepertinya baik. Ia juga memiliki suatu Utik kelemahan: ketertegunan dan keprihatinannya saat menerima kabar bahwa ia memiliki saudara kembar identik yang sakit jiwa telah membual Jeannie ingin merangkulnya untuk menghiburnya

Ketika Jeannie menanyakan kepada Charlotte apakah ada di antara anggota keluarganya yang lain yang pernah punya masalah dengan hukum, Charlotte memandang Jeannie dengan tatapan menantang, lalu bergumam, “Kaum lelaki di dalam keluargaku memang bisa dibilang menyukai kekerasan Ia mengeluarkan dengusan lewat hidungnya. “Aku lahir sebagai seorang Marlowe dan kami keluarga yang berdarah panas.”

Itu bisa berarti bahwa Dermis bukan anak angkat, atau bahwa status adopsinya tidak diakui. Jeannie mencoba menutupi rasa kecewanya. Apakah mungkin Charlotte akan menyangkal bahwa Dennis memiliki seorang saudara kembar?

Pertanyaan itu terpaksa harus diajukan. Jeannie berkata, “Mrs. Pinker, apakah mungkin Dennis punya saudara kembar?”

‘Tidak.”

Jawabannya datar, tanpa nada marah, tanpa emosi, hanya apa adanya. “Anda yakin?”

Charlotte tertawa. “Manisku, untuk satu hal itu, seorang ibu tak mungkin membuai kesalahan!” “Dia bukan anak angkat.”

www.ac-zzz.tk

“Aku yang mengandung anak itu di dalam rahimku, semoga Tuhan mengampuni aku.”

Hati Jeannie langsung menciut. Charlotte Pinker mempunyai potensi lebih besar untuk tidak mengatakan yang

187

sebenarnya daripada Lorraine Logan, menurut penilaian Jeannie, namun pada saat bersamaan, rasanya janggal dan meresahkan bahwa mereka berdua sama-sama menyangkal fakta bahwa putra-putra mereka sebetulnya kembar.

Jeannie merasa pesimis saat minta diri pada pasangan Pinker. Perasaannya mengatakan bahwa begitu bertemu dengan Dermis, ia akan mendapati laki-laki itu sama sekali tidak mirip Steve.

Mobil Ford Aspire yang mereka sewa terparkir di luar. Cuaca hari itu panas. Jeannie mengenakan gaun tanpa lengan dengan blazer untuk memberikan kesan berwibawa. AC mobil Ford itu mengeluarkan suara deru, kemudian mengembuskan kabut hangat. Ia melepaskan stocking-nya, lalu menggantungkan blazernya pada kail pakaian di atas bangku belakang mobil itu.

Jeannie yang duduk di belakang kemudi. Saat mereka memasuki jalan raya, menuju ke arah penjara, Lisa berkata, “Aku jadi tidak enak setelah kau menganggapku menunjuk orang yang salah.”

“Aku juga.” sahut Jeannie. “Aku tahu kau tidak akan melakukan itu, kecuali kau betul-betul yakin.”

“Apa yang membuatmu begitu yakin bahwa aku keliru?”

“Aku sama sekali tidak yakin mengenai apa pun. Cuma perasaanku mengatakan bahwa Steve Logan bukan pelakunya.”

“Kelihatannya kau harus menimbang-nimbang antara perasaan dan keyakinan si saksi, lalu mempercayai keyakinan si saksi mata.”

“Aku tahu. Tapi apa kau pernah nonton film Alfred Hitchcock itu? Tayangannya hitam-putih, dan pernah diputar ulang beberapa kali di televisi.”

“Aku tahu maksudmu. Yang kisahnya tentang empat orang yang menjadi saksi mata sebuah kecelakaan lalu lintas, dan masing-masing melihat sesuatu dari sudut yang berbeda.”

www.ac-zzz.tk

188

“Kau tersinggung?*

Lisa menghela napas. “Seharusnya iya, tapi aku terlalu menyukaimu untuk marah-marah padamu mengenai itu.”

Jeannie meraih tangan Lisa, lalu meremasnya. “Trims.”

Suasana hening selama beberapa saat, kemudian Lisa berkata, “Aku benar-benar nggak suka dianggap lemah.**

Jeannie mengerutkan alisnya. “Menurutku kau tidak lemah.”

“Tapi kebanyakan menganggapku lemah. Karena posturku kecil, hidungku kecil dan lucu, dan aku punya bintik-bintik di wajahku.”

“Yah, tampangmu memang tidak tegar, itu betul.”

“Tapi aku tegar. Aku tinggal sendiri, aku mandiri, aku punya pekerjaan, dan tidak seorang pun melecehkan aku. Setidaknya kukira begitu, sebelum hari Minggu itu. Sekarang aku merasa anggapan orang-orang itu benar: ternyata aku memang lemah. Aku sama sekali tidak bisa menjaga diriku sendiri! Orang sinting mana pun yang sedang berkeliaran di jalan bisa menghadangku, menghunuskan pisaunya ke wajahku, dan melakukan apa pun yang dia mau dengan tubuhku dan meninggalkan spermanya di dalamnya.**

Jeannie menoleh ke arahnya. Wajah Lisa tampak pucat, penuh emosi. Jeannie hanya bisa berharap bahwa dengan mengeluarkan isi hatinya seperti itu, Lisa akan merasa lebih lega. “Kau tidak lemah.”

“Kau tegar,*’ ujar Lisa.

“Masalahku justru kebalikannya—orang cenderung menganggap aku tidak sensitif. Karena tinggiku enam kaki, memakai cincin hidung, dan sikapku sok asal. mereka mengira aku tak bisa disakiti.”

“Sikapmu nggak sok asal.”

“Aku tidak sensitif.”

“Siapa, bilang kau tidak sensitif? Aku tidak.” “Wanita yang mengelola Belia Vista, tempat perawatan yang menampung ibuku. Dia mengatakan padaku.

189

www.ac-zzz.tk

secara blak-blakan, Ibumu tidak akan pernah mencapai usia enam puluh lima tahun. Begitu saja. Aku tahu Anda akan lebih suka kalau aku langsung mengatakan apa adanya, ujarnya. Aku kepingin mengatakan kepadanya bahwa mentang-mentang aku memakai cincin di hidungku, bukan berani aku nggak punya perasaan.”

“Mish Delaware mengatakan bahwa para pemerkosa sebetulnya bukan tertarik kepada seksnya. Yang mereka nikmati adalah perasaan dominan atas si wanita, di mana dia dapat mendominasinya, membuatnya ketakutan dan kesakitan. Dia akan memilih seseorang yang tampangnya sepertinya mudah untuk dibikin takut.”

“Siapa yang tidak bakal ketakutan?”

“Nyatanya dia tidak memilihmu. Kau bakal langsung menghajarnya.”

“Aku bakal menyukai kesempatan seperti itu.”

“Setidaknya kau akan memberikan perlawanan lebih hebat daripada yang sudah kulakukan, dan kau nggak bakal kelihatan begitu tak berdaya dan ketakutan. Karena itulah dia tidak memilihmu.”

Jeannie dapat melihat arah pembicaraan ini. “Lisa, mungkin yang kaukatakan itu benar, tapi itu tidak berarti bahwa peristiwa pemerkosaan itu adalah kesalahanmu, oke? Kau tidak bisa disalahkan, sedikit pun. Kau kebetulan menjadi korban suatu tindak kejahatan beruntun: siapa pun bisa berada dalam situasi yang sama.”

“Kau benar,” ujar Lisa.

Setelah menempuh jarak sejauh sepuluh mil dari kota, mereka memasuki suatu kawasan yang ditandai dengan sebuah papan bertulisan “Lembaga Pemasyarakatan Greenwood”. Penjara bergaya lama itu terdiri atas beberapa bangunan batu yang dikelilingi tembok tinggi dengan kawat berduri. Mereka meninggalkan mobil mereka di bawah naungan sebatang pohon di pelataran parkir yang disediakan untuk para tamu. Jeannie mengenakan blazernya, tapi membiarkan stoeking-nya.

190

“Kau siap menghadapi ini?” tanya Jeannie. “Tampang Dennis mungkin bakal sama dengan yang memerkosamu, kecuali kalau metodologiku keliru sama sekali.”

Lisa mengangguk dengan tegar. “Aku sudah siap.”

www.ac-zzz.tk

Pintu gerbang utama membuka untuk sebuah truk pengangkut barang, sehingga mereka dapat masuk tanpa rintangan. Sistem penjagaannya tidak begitu ketat, pikir Jeannie, meskipun ada kawat berduri. Rupanya kehadiran ‘ mereka sudah dinantikan. Seorang petugas mengecek tanda pengenal mereka, lalu mengawal mereka melintasi sebuah lapangan yang panas, di mana sekelompok anak muda kulit hitam dalam seragam narapidana sedang main basket.

Bangunan perkantorannya memakai sistem AC. Mereka diantar ke ruang kerja sipir penjara. John Temoigne. Laki-laki ini mengenakan kemeja lengan pendek dan dasi. Di asbaknya terdapat beberapa puntung cerutu Jeannie menjabat tangannya. “Aku Dr. Jean Ferrami dari Jones Falls University.”

“Apa kabar, Jean?”

Rupanya Temoigne termasuk tipe laki-laki yang sok akrab pada wanita. Dengan sengaja Jeannie tidak menyebutkan nama kecil Lisa. “Dan ini asistenku, Ms. Hoxton.”

“Halo, Manis.”

“Aku sudah memberikan penjelasan mengenai pekerjaan kami sewaktu aku menulis pada Anda. Tapi kalau masih ada yang ingin Anda tanyakan, aku bersedia menjawabnya.” Jeannie harus mengatakan itu, meskipun sebetulnya ia sudah amat ingin segera bertemu dengan Dennis Pinker.

“Anda harus mengerti bahwa Pinker seorang laki-laki yang menyukai kekerasan dan amat berbahaya,” ujar Temoigne. “Anda tahu detail-detail tindak kejahatannya?”

“Setahuku dia mencoba menyerang seorang wanita

191

di dalam sebuah gedung bioskop, dan membunuhnya sewaktu wanita itu mencoba memberikan perlawanan “

“Sudah cukup dekat. Kejadiannya di gedung bioskop Eldorado yang terletak di Greensburg. Mereka sedang menonton film horor. Pinker pergi ke ruang bawah tanah untuk mematikan listriknya. Kemudian, sementara semua panik dalam kegelapan, dia menggerayangi cewek-cewek di situ.”

Jeannie dan Lisa bertukar pandang. Situasinya begitu mengingatkan akan apa yang terjadi di JFU pada hari Minggu itu. Suatu selingan yang menimbulkan kekacauan dan kepanikan, dan memberikan peluang pada pelakunya. Di samping itu, kedua skenario tersebut masih memiliki kesamaan lain dalam perwujudan fantasinya: menggerayangi cewek-cewek dalam ruangan bioskop

www.ac-zzz.tk

yang gelap, dan melihat kaum wanita yang berhamburan keluar dalam keadaan telanjang dari ruang ganti. Andai kata Steve Logan memang pasangan kembar identik Dermis, berarti mereka telah melakukan tindak kejahatan yang amat mirip satu sama lain.

Temoigne berkata lagi, “Seorang wanita secara kurang bijaksana berusaha menepisnya, lalu dia mencekiknya.”

Darah Jeannie mulai mendidih. ‘Kalau ada yang menggerayangi Anda. Bung Sipir, apakah Anda tidak akan setara kurang bijaksana berusaha menepisnya?”

“Aku kan bukan cewek,” ujar Temoigne dengan gaya sok dan penuh percaya diri.

Dengan penuh diplomasi Lisa memotong, “Sebaiknya kita segera mulai, Dr. Ferrami. Masih banyak yang harus kita kerjakan.”

“Anda benar.”

Temoigne berkata, “Biasanya narapidana diwawancarai melalui penyekat. Anda secara khusus meminta berada di dalam ruangan yang sama dengannya, dan aku sudah memperoleh instruksi dari atas untuk memenuhinya. Namun kuanjurkan pada Anda untuk mempertim—

192

bangkannya sekali lagi. Dia penjahat yang menyukai

kekerasan dan berbahaya.”

Jeannie merasakan sesuatu bergetar di dalam dirinya,

namun dari luar ia tetap tampak tenang. “Akan ada

seorang petugas bersenjata di dalam ruangan itu selama

kami bersama Dermis.”

“Tentu. Tapi aku akan merasa lebih enak kalau ada

penyekat dari besi yang memisahkan Anda dari narapidana itu.” Laki-laki itu menyeringai. “Seseorang tidak

harus terganggu jiwanya untuk merasa tergoda melihat dua gadis muda semenarik Anda.”

www.ac-zzz.tk

Tiba-tiba Jeannie berdiri. “Aku menghargai keprihatinan Anda, Bung Sipir, sungguh. Tapi kami harus melakukan beberapa prosedur, seperti mengambil contoh darah, memotret subjek, dan seterusnya, yang lak mungkin dapat kami lakukan melalui penyekat. Selain itu, ada bagian-bagian dalam wawancara ini yang sifatnya intim, dan kami rasa penyekat akan menjadi semacam pemisah antara kami dan si subjek.”

Temoigne angkat bahu. “Yah. kukira kalian tidak akan apa-apa.” la berdiri. “Akan kutemani Anda kc blok selnya.”

Mereka meninggalkan ruang kerja itu dan melintasi sebuah lapangan, menuju sebuah bangunan bertingkat dua. Seorang petugas membuka pintu gerbang besinya dan membiarkan mereka masuk. Bagian dalam bangunan itu ternyata sama panasnya seperti di luar. Temoigne berkata, “Robinson akan melayani kalian berdua mulai dari sini. Kalau ada yang kalian butuhkan, kalian tinggal teriak.”

“Terima kasih,” ujar Jeannie. “Kami menghargai kerja sama Anda.”

Robinson adalah seorang laki-laki kulit hitam yang jangkung, dengan kesan dapat diandalkan. Usianya sekitar tiga puluh tahun, la menyandang pistol dalam sarung pistol tertutup dan sebuah tongkat yang tampak

193

menakutkan. Ta menggiring mereka ke sebuah ruang interogasi kecil dengan sebuah meja dan setengah lusin kursi dalam sebuah tumpukan. Ada sebuah asbak di meja itu dan sebuah perangkat pendingin air di pojok. Selain itu, ruangan tersebut kosong. Lantainya’ berubin lembaran plastik berwarna keabuan dan dinding-dindingnya dicat dalam nuansa yang sama. Tidak terdapat sebuah jendela pun.

Robinson berkata, “Pinker akan muncul sebentar lagi.” Ia membantu Jeannie dan Lisa mengatur meja dan kursi-kursi. Kemudian mereka semua duduk.

Beberapa saat kemudian, pintu terbuka.

194

BAB 16

Berrington Jones bertemu dengan Jim Proust dan Preston Barck di The Monocle, sebuah restoran dekat gedung perkantoran Senat di Washington. Sebuah tempat makan siang terkemuka, penuh dengan tokoh-tokoh yang mereka kenal: orang-orang kongres, para konsultan politik, jurnalis, dan ajudan. Berrington telah memutuskan” bahwa tak ada gunanya mencoba

www.ac-zzz.tk

menyelinap diam-diam. Mereka sudah terlalu dikenal, terutama Senator Proust dengan kepalanya yang botak dan hidung1 nya yang besar. Kalau mereka bertemu di suatu tempat yang tidak jelas, pasti ada wartawan yang akan memergoki mereka, lalu menulis berita gosip yang mempertanyakan alasan mereka mengadakan pertemuan-pertemuan rahasia itu. Lebih baik muncul di suatu tempat di mana tiga puluh orang akan mengenali mereka dan menarik kesimpulan bahwa mereka sedang mengadakan diskusi rutin mengenai salah satu hal yang ada sangkut-pautnya dengan kepentingan mereka bersama.

Tujuan Berrington adalah mengupayakan agar transaksi dengan pihak Landsmann bisS tetap berlanjut. Sejak, awal usaha ini memang sudah penuh risiko, dan Jeannie Ferrami telah membuatnya membahayakan. Satu-satunya alternatif yang mereka miliki sekarang adalah merelakan impian itu terbang. Hanya ada satu kesem—

195

patarj untuk mengubah Amerika dan memulihkan arahnya Sekarang belum terlambat. Bayangan akan sebuah keluarga Amerika kulit putih yang patuh hukum, rajin ke gereja, dan sayang pada keluarga dapat diwujudkan. Namun usia mereka bertiga sudah sekitar enam puluhan; mereka tidak akan pernah memperoleh kesempatan yang sama lagi setelah ini.

Jim Proust adalah seorang tokoh terkemuka, selalu ramai dan mudah meledak; tapi, meski sering membuat Berrington jengkel, biasanya ia dapat dibujuk. Preston, yang lebih tenang dan menyenangkan, ternyata juga keras kepala.

Berrington harus menyampaikan suatu berita buruk kepada mereka, dan ia langsung membeberkannya begitu mereka selesai memesan makanan. “Jeannie Ferrami pergi ke Richmond hari ini, untuk menemui Dennis Pinker.”

Jim mengeluarkan umpatan. “Kenapa tidak kaucegah dia?” Suaranya dalam dan parau, akibat bertahun-tahun selalu main perintah sana-sini.

Sebagaimana biasa, sikap sok kuasa Jim membuat kesal Berrington. “Memangnya apa yang harus kulakukan? Mengikatnya?”

“Kau kan atasannya?”

“JFU kan universitas, Jim, bukan akademi militer.”

Dalam nada rikuh Preston berkata, “Sebaiknya jangan ngomong keras-keras, Bung.” Ia memakai sebuah kacamata sempit berbingkai hitam; ia sudah mengenakan gaya yang sama itu sejak tahun 1959, dan menurut pengamatan Berrington, model itu sekarang sudah mulai dianggap mode lagi. “Kita kan

www.ac-zzz.tk

sudah memperhitungkan kemungkinan ini sebelumnya. Menurutku sebaiknya kita mengambil insiatif. dan membuat pengakuan secara terbuka secepatnya.”

“Pengakuan?” ujar Jim dalam nada tak percaya. “Apa kita pernah melakukan sesuatu yang salah?”

196

“Orang-orang mungkin melihatnya.”

“Sebaiknya kalian ingat bahwa ketika CIA mengeluarkan laporan yang menjadi awal dari semua ini, New Developments in Soviet Science—Perkembangan Baru dalam Dunia Ilmu Pengetahuan Soviet—Presiden Nixon sendirilah yang mengatakan bahwa itu merupakan berita paling mengguncangkan dari Moskow sejak pihak Soviet berhasil memecah atom.”

Preston berkata, “Laporan itu belum tentu benar.”

“Tapi kita mengira itu benar. Dan yang lebih penting lagi, presiden kita mempercayainya. Kalian masih ingat bagaimana resahnya situasi ketika itu?”

Tentu saja Berrington masih ingat. Pihak Soviet memiliki suatu program pemuliaan manusia kata CIA ketika itu. Mereka merekayasa calon-calon ilmuwan yang sempurna, para pemain catur yang sempurna, atlet-atlet yang sempurna—dan serdadu-serdadu yang sempurna. Nixon memerintahkan Komando Riset Medis Militer Amerika, sebagaimana statusnya ketika itu, untuk mendirikan suatu pficgram serupa, dan menemukan cara untuk membiakkan serdadu-serdadu Amerika yang sempurna. Jim Proust-lah yang ditunjuk untuk mewujudkannya.

Jim langsung menghubungi Berrington untuk meminta bantuannya. Beberapa tahun sebelumnya, Berrington mengejutkan semua orang, terutama istrinya, Vivvie, dengan memasuki dinas ketentaraan, justru pada saat kaum muda Amerika yang seusia dengannya mulai memperlihatkan sikap antiperang Ia ditempatkan di Fort Derrick, di Frederick, Maryland, untuk mendalami kelelahan yang dialami para prajurit. Menjelang awal tahun tujuh puluhan, ia sudah menjadi seorang tokoh dunia terkemuka dalam bidang pewarisan karakteristik prajurit, seperti sifat agresif dan stamina. Sementara Preston, yang ketika itu masih di Harvard, sudah membuat beberapa terobosan dalam pemahaman mengenai fertilitas manusia.

197

Berrington berhasil membujuknya untuk meninggalkan universitas itu dan ikut ambil bagian dalam eksperimen besar bersama dirinya dan Proust.

www.ac-zzz.tk

Suatu momentum yang amat membanggakan bagi Berrington. “Aku juga masih ingat bagaimana mendebar-kannya masa-masa itu,” ujarnya. “Kita sedang menjadi mata tombak dunia ilmu pengetahuan, kita sedang meng- arahkan Amerika pada jalur yang benar, dan presiden kitalah yang meminta agar kita melakukan pekerjaan ini” untuknya”

Preston memain-mainkan hidangan salad di piringnya. “Zaman berubah. Alasan bahwa ‘Aku melakukannya karena presiden Amerika Serikat yang memintaku,’ tidak lagi dapat diterima. Banyak yang masuk penjara karena melakukan apa yang diperintahkan presiden kepada mereka.”

“Apa yang salah dalam hal ini?” tanya Jim dalam nada menantang. “Itu memang rahasia, oke. Tapi apa yang butuh pengakuan, coba?”

“Kita melakukan tugas terselubung ujar Preston.

Wajah Jim memerah. “Kita mengalihkan proyek kita ke sektor swasta.”

Itu suatu taktik, ujar Berrington dalam hati, meskipun ia tidak mencela Jim untuk mengatakan itu. Badut-badut komite pencalonan kembali presiden tertangkap basah dalam suatu aksi di Hotel Watergate, dan itu membuat seluruh Washington resah. Preston mendirikan Genetico sebagai sebuah perusahaan swasta, dan Jim memberikan fasilitas berupa koneksinya dengan pihak militer. Selang beberapa waktu, usaha klinik fertilitas itu menjadi begitu menguntungkan, sehingga hasilnya dapat menutupi biaya program riset mereka tanpa bantuan dana dari pihak militer lagi. Berrington kemudian berkiprah kembali dalam dunia akademis, dan Jim pindah dari dinas militer ke CIA, lalu masuk ke Senat.

Preston berkata, “Aku tidak bilang bahwa apa yang

198

kita lakukan itu salah—meskipun ada hal-hal yang pernah kita lakukan ketika itu bertentangan dengan hukum.”

Berrington tidak ingin kedua orang itu saling baku hantam. Ia menengahi dengan berkata dalam nada tenang, “Ironisnya, ternyata tak mungkin membiakkan orang-orang Amerika yang sempurna. Seluruh proyek berada di jalur yang salah. Pemuliaan secara alami ternyata amat tidak eksak. Tapi kita toh cukup jeli untuk melihat prospek rekayasa genetika.”

“Istilah itu belum dikenal sama sekali waktu itu,” gumam Jim sambil memotong daging stea/c-nya.

www.ac-zzz.tk

Berrington mengangguk. “Jim benar, Preston. Seharusnya kita bangga aTcan keberhasilan kita, bukannya malu. Kalau kaurenungkan kembali, kita berhasil membuat mukjizat. Kita telah mengerahkan seluruh upaya kita untuk mengetahui apakah bakat-bakat tertentu, seperti inteligensi dan sifat agresif, dipengaruhi oleh faktor genetika, lalu kita mengidentifikasi gen-gen yang bertanggung jawab untuk bakat-bakat itu, dan pada akhirnya berhasil merekayasa mereka ke dalam embrio-embrio tabung percobaan—dan kita sedang berada di ambang sukses!”

Preston angkat bahu. “Seluruh masyarakat ilmu biologi manusia sedang menekuni topik yang sama.”

“Tidak juga. Kegiatan kita lebih terfokus, dan kita lebih berhati-hati dalam mempertaruhkannya.”

“Itu betul.”

Dengan cara masing-masing, Preston dan Jim berhasil meredakan emosi. Mereka begitu dapat diduga, ujar Berrington dalam hati dengan lega; mungkin karena mereka sudah begitu lama berteman. Jim sudah mengumbar emosinya, dan Preston sudah mengeluarkan keluhan—keluhannya. Kini mereka mungkin sudah cukup tenang untuk bisa melihat seluruh situasi itu dengan kepala dingin. “Ini membawa kita kembali ke topik tentang Jeannie Ferrami,” ujar Berrington. “Dalam waktu se-199

tahun atau dua, dia bakal mengungkapkan pada kita cara membuat seseorang agresif tanpa mengubahnya menjadi seorang kriminal. Bagian-bagian terakhir teka-teki itu mulai terisi. Pengambilalihan oleh pihak Landsmann menawarkan kepada kita kesempatan untuk meningkatkan seluruh program sambil mengantar Jim ke Gedung Putih. Sekarang bukan saatnya untuk mundur.”

“Oke,” ujar Preston. “Tapi apa yang akan kita lakukan? Landsmann punya kode etik, tahu?”

Berrington menelan ludah. “Hal pertama yang harus kita ingat adalah bahwa kita tidak sedang menghadapi krisis di sini; kita cuma menghadapi suatu masalah” katanya. “Dan masalahnya bukalTlah Landsmann. Akuntan-akuntan mereka tidak akan bisa menyingkapkan apa-apa dalam kurun waktu seratus tahun, hanya dengan mempelajari buku-buku kita. Masalah kita adalah Jeannie Ferrami. Kita harus menghentikan dia, setidaknya sebelum hari Senin yang akan datang, saat kita menandatangani dokumen-dokumen pengambilalihan itu.” • Dalam nada sarkastis Jim berkata, “Tapi kau tak bisa memerintahnya, karena itu sebuah universitas, bukan akademi militer.”

Berrington mengangguk. Kini ia sudah berhasil menggiring keduanya ke arah yang dikehendakinya. “Betul,” jawabnya dengan tenang. “Aku tidak bisa

www.ac-zzz.tk

memerintahnya. Tapi masih banyak cara untuk memanipulasi seseorang daripada menggunakan cara-cara militer, Jim. Kalau kalian berdua mau memasrahkan urusan ini ke tanganku, aku akan menghadapinya.”

Preston masih belum puas. “Caranya?”

Berrington sudah menjajaki pertanyaan ini dari segala macam arah. Ia belum punya rencana, tapi ia sudah memiliki ide. “Kukira ada suatu masalah mengenai pemakaian sistem database medisnya. Secara etis, itu akan menimbulkan pertanyaan. Kukira aku bisa memaksanya untuk berhenti.”

200

‘Tentunya dia sudah menyiapkan jawabannya.” - “Aku tidak perlu mengemukakan alasan, cukup suatu dalih.”

“Seperti apa dia?” tanya Jim.

“Sekitar tiga puluhan. Jangkung, atletis. Rambutnya berwarna gelap, dengan cincin di cuping hidung, naik mobil Mercedes tua berwarna merah. Sejak beberapa lama aku menaruh respek padanya. Tadi malam aku menemukan bahwa ada darah yang kurang baik dalam keluarganya. Ayahnya ternyata tipe kriminal. Tapi dia juga pintar sekali, penuh gairah, dan keras kepala.”

“Kawin, cerai?”

“Sendirian, tidak punya pacar.”

“Punya anjing?”

“Tidak. Tampangnya menarik, tapi sulit ditaklukkan.”

Jim mengangguk dengan serius. “Kita masih punya teman-teman yang bisa diandalkan dalam masyarakat intelijen. Tidak terlalu sulit membuat cewek seperti itu lenyap**

Wajah Preston membayangkan kecemasan. “Jangan pakai kekerasan, Jim, demi Tuhan.”

Seorang pelayan mengangkat piring-piring mereka, dan mereka menunggu sampai ia berlalu. Berrington menyadari bahwa ia harus mengungkapkan kepada mereka pesan Sersan Delaware pada malam sebelumnya. Dengan berat hati ia berkata. “Masih ada satu hal yang perlu kalian ketahui. Pada hari Minggu malam, seorang gadis diperkosa di dalam gedung olahraga. Pihak polisi menahan Steve Logan. Si korban menunjuknya sewaktu dia dibariskan.”

www.ac-zzz.tk

Jim berkata, “Apakah dia pelakunya?”

“Bukan.”

“Kau tahu siapa yang melakukannya?” Berrington menatap matanya lurus-lurus. “Ya, Jim, aku tahu.”

Preston mengumpat, “Sial.”

201

Jim berkata, “Mungkin kita harus melenyapkan anak-anak itu.”

Berrington merasa tenggorokannya seakan dicekik, dan ia tahu bahwa wajahnya mulai memerah. Ia mendoyongkan tubuh ke arah meja, lalu menudingkan jarinya ke arah Jim. “Jangan sampai kudengar kau mengucapkan kata-kata itu lagi!” serunya sambil menghujamkan jarinya ke arah mata Jim. sehingga Jim menarik diri, meskipun postur tubuhnya jauh lebih besar.

Preston mendesis, “Sudahlah, orang-orang pada menoleh!”

Berrington menarik diri, namun masih belum puas. Andai kata mereka berada di tempat yang tidak begitu terbuka, ia sudah akan mencengkeram leher Jim. Tapi yang ia cengkeram kemudian adalah bagian leher kemeja Jim. “Kita sudah memberikan kehidupan kepada anak-anak itu. Kita yang membawa mereka ke dunia ini. Baik atau buruk, mereka tanggung jawah kita.”

“Oke, oke!” ujar Jim.

“Dengar baik-baik. Kalau salah satu di antara mereka sampai terluka, Jim, akan kuhancurkan kepalamu.”

Seorang pelayuan muncul, lalu berkata, “Adakah di antara tuan-tuan yang mau memesan hidangan penutup?”

Berrington melepaskan cengkeramannya.

Jim merapikan kembali letak pakaiannya dengan gerakan marah.

“Sial,” gumam Berrington. “Sial.”

Preston berkata kepada si pelayan. “Bawa saja bonnya ke sini.”

202

www.ac-zzz.tk

BAB 17

Steve Logan belum memejamkan matanya sepanjang malam.

Selama itu Porky Butcher tidur seperti bayi, sekali-sekali mengeluarkan suara dengkuran lembut. Steve duduk di lantai sambil mengawasinya, memperhatikan setiap gerak geriknya dengan hati waswas, dan mencoba membayangkan apa yang akan terjadi begitu laki laki itu bangun nanti. Apakah Porky akan mengajaknya berkelahi? Mencoba memerkosanya? Memukulinya?

Rasa takutnya cukup beralasan. Sepanjang sejarah, mereka yang masuk tahanan sering mengalami penganiayaan. Banyak di antara mereka kemudian terluka, malah ada yang terbunuh. Masyarakat luar tidak peduli, karena berpandangan bahwa andai kata para narapidana itu saling membuat cedera dan membantai satu sama lain, makin sedikit potensi mereka untuk merampok dan membunuh para warga negara yang patuh hukum.

Biar bagaimanapun, ujar Steve pada dirinya dengan tubuh gemetar, ia tidak boleh kelihatan tak berdaya. Ia tahu bahwa orang mudah terkecoh oleh penampilannya. Tip Hendricks telah membuat kesalahan itu. Steve memiliki tampang ramah. Meskipun postur tubuhnya besar, pembawaannya seperti orang yang tidak sampai hati melukai seekor lalat pun.

Kini ia harus tampil siap untuk menghadapi setiap tindak kekerasan, meskipun tanpa kesan menantang. Yang paling penting, ia tidak boleh membiarkan Porky menganggapnya sebagai anak sekolah yang masih polos. Itu akan menjadikannya target empuk sebagai bantalan tinju, sekadar untuk main-main, dan akhirnya sebagai tempat pelampiasan kekesalan. Ia harus tampil seperti seorang kriminal yang, tegar, kalau mungkin. Kalau tidak, ia akan membuat Porky bingung dan merasa terkecoh dengan isyarat-isyarat yang dianggap asing olehnya.

Dan kalau semua itu tidak ada hasilnya?

Porky lebih tinggi dan lebih berat daripada Steve, dan mungkin juga seorang tukang berkelahi jalanan yang berpengalaman. Stamina Steve lebih baik dan mungkin ia dapat bergerak lebih cepat, tapi sejak tujuh tahun yang lalu ia tidak pernah lagi memukul seseorang dalam keadaan marah. Di tempat yang lebih luas, Steve mungkin dapat mengatasi atau menghindari Porky tanpa akibat serius. Tapi di sini, di dalam sel itu, darah akan berceceran, entah siapa pun yang menang. Andai kata apa yang dikatakan Detektif Allaston memang benar. Porky sudah membuktikan, dalam kurun waktu dua puluh empat jam terakhir, bahwa ia memiliki insting pembunuh. Apakah aku memiliki insting pembunuh, tanya Steve pada dirinya sendiri. Apakah yang disebut insting pembunuh itu memang ada? Aku hampir saja membunuh Tip Hendricks. Apakah itu menjadikan aku sama seperti Porky?

www.ac-zzz.tk

Begitu terpintas dalam dirinya, apa artinya jika ia memenangkan perkelahian dengan Porky, bulu kuduk Steve berdiri. Ia membayangkan tubuh laki-laki itu tergeletak di lantai sel, bermandi darah, sementara ia berdiri di dekatnya, seperti dulu di dekat tubuh Tip Hendricks, dan suara Spike, si petugas penjara, berkata, Ya Tuhan, dia ‘mati rupanya. Steve memilih untuk dihajar habis-habisan.

204

Mungkin lebih baik kalau ia bersikap pasif. Mungkin akan lebih aman jika ia meringkuk saja di lantai dan membiarkan Porky menendangi dirinya, sampai laki-laki itu capek sendiri. Namun Steve tidak yakin dapat melakukan itu. Karenanya ia duduk dengan tenggorokan kering dan jantung berdebar-debar, sambil menerawang! si penderita gangguan jiwa yang sedang tidur itu, dan membayangkan perkelahian-perkelahian yang akan terjadi, di mana akhirnya dirinyalah yang kalah.

Ia memperkirakan semua ini adalah siasat yang sering dimainkan pihak polisi. Spike, si petugas penjara, kelihatannya tidak menganggap prosedur ini luar biasa. Mungkin, daripada menghajar orang di dalam ruang interogasi untuk mendapatkan pengakuan, mereka lebih suka membiarkan para tahanan lain yang melakukan pekerjaan itu untuk mereka. Steve mempertanyakan, berapa banyak orang sudah mengaku melakukan suatu tindak kejahatan yang tidak pernah mereka lakukan, hanya untuk menghindari kemungkinan dilemparkan satu sel dengan orang seperti Porky.

Ia tidak akan pernah melupakan ini, sumpahnya. Begitu menjadi pengacara, membela mereka yang dituduh melakukan tindak kejahatan, ia tidak akan pernah menerima suatu pengakuan sebagai bahan bukti. Ia membayangkan dirinya sendiri di muka suatu sidang juri. “Aku pernah dituduh melakukan suatu tindak kejahatan yang tidak kulakukan, sampai aku hampir saja membuat pengakuan,” ia akan berkata begitu. “Aku sudah pernah berada dalam situasi seperti itu, jadi aku tahu.”

Kemudian terpintas dalam dirinya bahwa kalau ia sampai dihukum gara-gara ini, ia akan dikeluarkan dari fakultas hukum dan tidak akan pernah dapat membela siapa pun.

Steve terus berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan sampai dihukum. Tes DNA itu akan membersihkan namanya. Sekitar tengah malam, ia dikeluarkan dari sel itu, diborgol, lalu diantar ke Rumah Sakit Mercy, yang terletak beberapa blok dari markas kepolisian tersebut. Di sana contoh darahnya diambil untuk memeriksa DNA-nya. Ia masih sempat menanyakan kepada si perawat, berapa lama proses tes itu, dan merasa kecewa mendengar bahwa hasilnya paling cepat akan siap dalam waktu tiga hari. la kembali ke

www.ac-zzz.tk

selnya dengan hati menciut. Ia disatukan lagi dengan Porky, yang untungnya masih tidur nyenyak.

Steve memperhitungkan bahwa ia tahan tidak tidur selama dua puluh empat jam. Itu batas waktu terlama bagi mereka untuk menahannya tanpa surat penahanan resmi dari pihak pengadilan. Ia ditangkap sekitar pukul enam sore, jadi ia akan mendekam di sini sampai sekitar waktu yang sama sore ini. Kemudian, kepadanya harus diberikan kesempatan untuk minta dilepas dengan jaminan. Itu akan menjadi peluang baginya untuk meninggalkan tempat ini.

Ia berusaha mengingat-ingat isi mata kuliahnya mengenai dikeluarkan dari tahanan dengan jaminan. “Satu-satunya hal yang akan dipertanyakan pihak pengadilan adalah apakah si tertuduh akan muncul saat perkaranya disidangkan kelak,” ujar Profesor Rexam ketika itu. Nadanya terdengar begitu membosankan waktu itu, namun kini begitu besar artinya. Ia mulai ingat detail-detailnya. Ada dua faktor yang harus diperhitungkan. Yang pertama adalah prakiraan besarnya hukuman yang akan dijatuhkan. Kalau tuduhannya serius, risiko untuk mengabulkan permohonan dilepas dengan jaminan itu akan lebih besar: tertuduh untuk tindak pembunuhan cenderung untuk kabur daripada tertuduh suatu kasus pencurian ringan. Hal yang sama juga berlaku andai kata ia sudah memiliki catatan kejahatan, dan sebagai akibatnya menghadapi kemungkinan dijatuhi hukuman yang lebih berat. Steve belum memiliki catatan kejahatan: meskipun ia pernah dihukum gara-gara tindak penye-206

rangan, usianya ketika itu baru delapan belas tahun, dan catatan itu tidak dapat digunakan untuk memperberat tuntutan atas dirinya. Ia akan tampil di muka sidang pengadilan dengan lembaran yang masih bersih. Namun tuntutan yang dihadapinya betul-betul serius.

Faktor kedua, seingatnya, adalah hubungan si tahanan dengan masyarakat di sekelilingnya: dengan keluarganya, rumah, dan pekerjaannya. Seorang laki-laki yang sudah tinggal bersama istri dan anak-anaknya di suatu alamat yang sama selama lima tahun dan bekerja di sekitar situ, akan dilepas dengan jaminan, sedangkan seseorang yang tidak memiliki keluarga yang tinggal di kota itu, baru menempati apartemennya selama enam minggu, dan menyatakan bahwa ia seorang musisi tanpa pekerjaan tetap, cenderung akan ditoiak. Dalam hal ini, Steve merasa cukup tenang, la tinggal bersama orangtuanya, dan sedang menjalani tahun keduanya di fakultas hukum; ia akan rugi besar kalau mencoba kabur.

Sidang seharusnya tidak menjadikan unsur apakah si tertuduh akan membahayakan masyarakat atau tidak sebagai bahan pertimbangan. Itn akan menyalahi asas praduga tak bersalah. Namun dalam prakteknya mereka toh melakukan itu. Secara tidak resmi, seseorang yang terlibat dalam serangkaian tindak kekerasan memiliki kecenderungan lebih besar untuk tidak dilepas dengan jaminan, daripada seseorang yang hanya satu kali melakukan tindakan

www.ac-zzz.tk

yang sama. Kalau Steve dituduh melakukan serangkaian pemerkosaan, bukan hanya satu kali, peluangnya untuk dilepas dengan jaminan akan lebih mendekati angka nol.

Melihat situasinya saat itu, kemungkinannya bisa apa saja, dan sementara mengawasi Porky, ia mencoba menghafalkan kata-kata yang akan diucapkannya kepada hakim kelak.

la masih tetap bersiteguh untuk bertindak sebagai pengacara bagi dirinya sendiri. Ia belum memakai hak—

207

nya untuk menelepon seseorang, la bertekad untuk menyembunyikan semua ini dari kedua orangtuanya, sampai ia dapat mengatakan bahwa ia sudah bersih. Bayangan untuk mengungkapkan kepada mereka bahwa ia sedang berada di dalam tahanan betul-betul berat baginya; mereka akan merasa amat terpukul dan sedih. Ia sangat ingin berbagi beban dengan mereka, tapi setiap kali tergoda untuk melakukan itu, ia teringat akan wajah mereka ketika mereka melangkah masuk ke dalam rumah tahanan itu tujuh tahun yang lalu, setelah perkelahiannya dengan Tip Hendricks, dan ia tahu bahwa kekecewaan mereka akan lebih melukai dirinya daripada yang mungkin dilakukan oleh Porky Butcher.

Semakin malam, semakin banyak orang yang dijebloskan ke dalam sel-sel itu. Ada yang acuh tak acuh dan menurut saja, ada yang protes keras bahwa ia tidak bersalah. Seseorang berusaha memberikan perlawanan, dan akhirnya dihajar secara profesional.

Menjelang pukul lima pagi suasana lebih tenang. Sekitar pukul delapan, pengganti Spike mengantarkan sarapan dalam wadah-wadah dari styrofoam, yarig dibeli di sebuah restoran bernama Mother Hubbard’s. Datangnya makanan membangunkan para tahanan di sel-sel lain, dan kegaduhan itu membuat Porky terbangun.

Steve tetap diam di tempatnya, duduk di lantai, menerawangi kejauhan. Tapi dengan hati waswas ia mengawasi Porky melalui sudut matanya. Sikap bersahabat akan dianggap sebagai tanda kelemahan, putusnya. Senantiasa pasif dan waspada merupakan sikap yang harus diambilnya.

Porky duduk di dipannya, memegangi kepalanya sam bil melayangkan mata ke arah Steve, tapi ia tidak mengatakan apa-apa. Steve menduga Porky sedang menilai dirinya.

Setelah beberapa saat, Porky berkata. “Ngapain kau di sini?”

www.ac-zzz.tk

208

Steve memasang tampang bego dan tidak peduli, kemudian tanpa terburu-buru ia menoleh, sehingga pandangannya bertemu dengan Porky. Untuk sesaat mereka saling menatap. Porky seorang laki-laki tampan, dengan wajah agak gemuk yang berkesan sedikit agresif, la menatap Steve dengan matanya yang kemerahan. Steve menilainya sebagai seorang tukang foya-foya, seorang pecundang, tapi juga berbahaya. Ia mengalihkan pandang, untuk mengekspresikan sikap tidak pedulinya. Ia tidak menjawab pertanyaan itu. Semakin lama waktu yang dibutuhkan Porky untuk menilai dirinya, semakin aman situasinya baginya.

Ketika si petugas menyodorkan makanan melalui celah di terali sel itu, Steve tidak bereaksi.

Porky mengambil bakinya. Ia menghabiskan semua serpihan daging asapnya, telur dan roti panggangnya, meminum kopinya, lalu menggunakan WC dengan suara ribut, tanpa malu-malu.

Setelah selesai, ia menarik celananya, dan duduk di dipannya. Sambil menatap Steve, ia berkata, “Kenapa kau dijebloskan di sini, anak bule?”

Ini merupakan momentum yang paling berbahaya. Porky sedang mencobainya, menilai dirinya. Steve kini harus menampilkan sosok yang sama sekali berbeda daripada dirinya, seorang mahasiswa kelas menengah yang masih polos, yang tidak pernah lagi terlibat perkelahian sejak remaja.

Ia menoleh ke arah Porky, seakan baru memperhatikan keberadaannya untuk pertama kali. Ia menatapnya lurus-lurus selama beberapa saat, sebelum memberikan jawaban. Sambil sedikit menggumam, ia berkata, “Ada yang ngajak aku cari perkara, jadi kuladeni.”

Porky membalas tatapannya. Steve tidak dapat mengatakan apakah laki-laki itu mempercayainya atau tidak. Setelah agak lama. Porky berkata, “Pembunuhan?”

“Tingkat satu.”

209

“Aku juga.”

Rupanya Porky mempercayainya. Dengan santai Steve menambahkan, “Pokoknya dia nggak bakal bisa mengganggu aku lagi.”

www.ac-zzz.tk

“Yeah,” sahut Porky.

Suasana hening selama beberapa saat. Rupanya Porky sedang berpikir. Akhirnya ia berkata, “Kenapa mereka mengurung kita di sini sama-sama?”

“Mereka nggak punya bukti untuk menuntutku,” jawab Steve. “Jadi, mereka pikir, kalau aku menghajarmu di sini, mereka akan punya kasus.”

Porky merasa tersinggung. “Bagaimana kalau aku yang menghajarmu?” tantangnya.

Steve angkat bahu. “Kalau begitu, kau yang dapat masalah.”

Porky mengangguk perlahan, “Yeah,” ujarnya. “Masuk akal.”

Rupanya ia mulai kehabisan bahan percakapan. Selang beberapa saat, ia merebahkan dirinya kembali.

Steve menunggu. Sudah selesaikah?

Tak lama setelah itu, Porky sepertinya tertidur lagi.

Saat ia mendengkur, Steve melorotkan tubuh di tembok dengan perasaan lemas dan sekaligus lega.

Sesudah itu, selama beberapa jam tidak terjadi apa-apa.

Tidak ada yang datang untuk berbicara dengan Steve, tidak ada yang mengungkapkan kepadanya apa yang sedang terjadi. Tidak ada tempat untuk memperoleh informasi. Ia ingin tahu, kapan ia akan memperoleh kesempatan untuk minta dibebaskan, tapi tak seorang pun mengungkapkan itu kepadanya. Ia mencoba berbicara dengan si petugas baru, namun laki-laki itu tidak mengacuhkannya.

Porky masih tidur saat si petugas muncul, lalu membuka pintu sel. Ia memborgol pergelangan tangan dan kaki Steve, kemudian membangunkan Porky dan mela—

210

kukan hal yang sama atas dirinya. Mereka dirantai bersama dua orang lagi, digiring beberapa langkah menuju pojok blok itu, lalu ke sebuah ruang kerja yang kecil.

www.ac-zzz.tk

Di dalamnya terdapat dua meja tulis, masing-masing dengan sebuah komputer dan mesin cetak laser. Di muka kedua meja tulis itu terdapat sederetan kursi plastik berwarna abu-abu. Di belakang meja yang satu duduk seorang wanita kulit hitam berpakaian rapi dan berusia sekitar tiga puluhan. Ia melirik ke arah mereka dan berkata, “Silakan duduk,” lalu meneruskan tugasnya mengetik di papan tutsnya dengan jari-jari terawat.

Mereka menyeret langkah sepanjang deretan kursi itu, lalu duduk. Ruang kantor itu biasa-biasa saja, dengan lemari-lemari arsip, papan-papan pengumuman, sebuah alat pemadam api, dan lemari besi kuno. Dibandingkan sel mereka, tempat ini lebih indah.

Porky menutup matanya dan sepertinya tidur lagi. Di antara kedua tahanan yang lain, satu menatap dengan ekspresi seakan tak percaya ke arah kaki kanannya yang dibungkus gips, sementara yang lain tersenyum entah ke mana, jelas-jelas tidak menyadari di mana ia berada, seakan sedang teler atau terganggu pikirannya, atau kedua-duanya.

Akhirnya wanita itu mengalihkan mata dari layarnya. “Sebut nama Anda,” ujarnya.

Steve berada dalam urutan pertama, karenanya ia menjawab, “Steven Logan.”

“Mr. Logan, aku Panitera Williams.”

Tentu: wanita ini seorang petugas pengadilan. Kini ia ingat bagian prosedur ini dari mata kuliahnya. Panitera adalah pejabat pengadilan yang kedudukannya lebih rendah daripada hakim. Ia menangani surat-surat penahanan dan hal-hal kecil lain yang berhubungan dengan prosedurnya. Ia memiliki wewenang untuk memberikan status tahanan luar kepada seorang tersangka, dengan

211

imbalan; ini membuat semangat Steve bangkit kembali. Mungkin ia toh bisa keluar dari sini.

Wanita itu berkata lagi, “Aku di sini untuk mengungkapkan kepada Anda, pelanggaran apa yang dituduhkan atas diri Anda, tanggal perkara Anda disidangkan, waktu dan tempatnya, apakah Anda akan bebas dengan imbalan atau dilepas, dan andai kata dilepas, apakah dengan syarat.” Bicaranya amat cepat, tapi pernyataannya mengenai bebas dengan imbalan sesuai dengan apa yang diingat Steve. Jadi, inilah orang yang harus ia yakinkan bahwa ia dapat diandalkan untuk muncul dalam sidang yang akan menangani perkaranya.

“Anda berada di hadapanku berdasarkan tuntutan atas tindak pemerkosaan tingkat satu, tindak penyerangan dengan maksud untuk memerkosa,

www.ac-zzz.tk

menganiaya, dan melakukan sodomi.” Wajahnya yang bundar tidak menunjukkan ekspresi saat ia merinci tindakan-tindakan kejahatan yang dituduhkan atas Steve. Wanita itu menjadwalkan tanggal sidangnya tiga minggu kemudian, dan Steve ingat bahwa setiap tersangka harus sudah ditentukan tanggal persidangannya tidak lebih lama daripada tiga puluh hari setelah hari penahanannya.

“Atas tindakan memerkosa yang dituduhkan, Anda dihadapkan pada tuntutan penjara seumur hidup. Atas tindak penyerangan dengan maksud untuk memerkosa, dua sampai lima belas tahun. Dua-duanya merupakan tindak kejahatan serius.” Steve mengerti apa yang dimak-sudnlengan tindak kejahatan serius, tapi ia mempertanyakan apakah Porky Butcher juga mengerti-Si pemerkosa juga menimbulkan kebakaran di gedung olah raga itu, seingat Steve. Mengapa tidak ada tuntutan sehubungan peristiwa kebakaran itu? Mungkin karena pihak kepolisian tidak dapat menemukan bukti yang dapat secara langsung menghubungkan dirinya dengan api itu.

Wanita itu menyodorkan dua helai kertas ke arahnya.

212

Yang pertama menyatakan bahwa ia sudah diberitahu mengenai haknya untuk diwakili, yang kedua mengungkapkan kepadanya cara untuk menghubungi seorang pembela umum. Ia harus menandatangani masing-masing lembar.

Wanita itu memberondongnya dengan serangkaian pertanyaan, lalu memasukkan jawabannya ke dalam kom putemya, “Sebutkan nama lengkap Anda. Anda tinggal di mana? Nomor telepon Anda? Sudah berapa lama Anda tinggal di sana? Di-mana Anda tinggal sebelumnya?”

Steve mulai merasa lebih optimis saat mengungkapkan kepada si petugas pengadilan bahwa ia tinggal bersama kedua orangtuanya, ia sedang menjalani tahun kedua di fakultas hukum, dan bahwa ia tidak memiliki catatan kejahatan sebagai orang dewasa. Wanita itu menanyakan apakah ia pernah punya masalah kecanduan obat bius atau alkohol, dan ia bisa menjawab tidak. Ia mempertanyakan apakah ia akan memperoleh kesempatan untuk mengajukan permohonan bebas dengan imbalan, namun si wanita berbicara begitu cepat, dan kelihatannya sudah memiliki rumusan tertentu yang harus ia ikuti.

“Untuk tuntutan melakukan tindak sodomi kuanggap alasannya tidak cukup meyakinkan,” ujarnya. Ia mengalihkan pandang dari layar komputer ke arah Steve Ini tidak berarti Anda tidak melakukan pelanggaran ini, tapi data-data yang ada di sini, di dalam laporan pihak kepolisian, bagiku tidak memenuhi persyaratan untuk tuduhan itu.”

www.ac-zzz.tk

Steve mempertanyakan mengapa para detektif itu memasukkan tuntutan ini. Mungkin mereka berharap ia akan menyangkalnya habis-habisan, lalu menelanjangi dirinya sendiri dengan berkata, Itu betul-betul keterlaluan, aku memang menyetubuhinya, tapi aku rujak melakukan tindakan sodomi sama sekali. Memangnya kalian anggap aku apa?

Si petugas pengadilan berkata lagi, “Tapi Anda masih akan dituntut di hadapan sidang untuk tindakan itu.”

Steve tampak bingung. Apa maksudnya andai kata ia masih tetap akan dituntut di hadapan sidang untuk tindakan itu? Dan kalau dirinya, seorang mahasiswa tingkat dua fakultas hukum, menganggap ini sulit untuk dimengerti, bagaimana dengan mereka yang lebih awam?

Si petugas pengadilan berkata, “Apa ada yang ingin Anda tanyakan?”

Steve menarik napas dalam-dalam. “Aku ingin mengajukan permohonan dilepas sebagai tahanan luar,” ujarnya. “Aku tidak bersalah…”

Wanita itu memotongnya. “Mr. Logan, Anda berada di hadapanku berdasarkan tuntutan atas beberapa tindak kejahatan serius, yang peraturannya digariskan di bawah undang-undang No. 638B. Ini berarti bahwa aku. sebagai seorang petugas pengadilan, tidak dapat mengeluarkan keputusan lepas dengan imbalan untuk diri Anda. Hanya seorang hakim yang dapat melakukannya.”

Steve merasa seakan wajahnya ditampar. Ia begitu kecewa, sehingga merasa mual. Ia menatap wanita itu dengan pandangan tak percaya. “Lalu apa gunanya seluruh prosedur ini?” ujarnya dalam nada marah.

“Sementara ini Anda ditahan dengan status tidak bisa dilepas sebagai tahanan luar.”

Nada suara Steve meninggi. “Jadi, untuk apa Anda mengajukan semua pertanyaan ini kepadaku dan membuat aku berharap harap9 Kusangka aku bisa keluar dari sini!” b

Si petugas pengadilan tampak tidak tergerak. “Informasi yang Anda berikan mengenai alamat Anda dan sebagainya akan dicek kebenarannya oleh seorang penyidik prasidang, yang akan melaporkan hasilnya pada pepgadilan,” ujarnya dengan tenang. “Anda boleh mengajukan permohonan untuk dilepas dengan jaminan besok, dan keputusannya akan berada di tangan hakim.”

214

“Aku dimasukkan ke dalam satu sel bersama orang ini!” ujar Steve sambil menunjuk ke arah Porky yang sedang tidur.

www.ac-zzz.tk

“Bagian itu bukan tanggung jawabku…”

“Dia seorang pembunuh! Satu-satunya alasan dia belum membunuhku adalah karena dia masih terlalu teler untuk melakukan itu! Sekarang secara resmi aku mengajukan protesku kepada Anda, sebagai seorang petugas pengadilan, bahwa aku dianiaya secara merfial dan bahwa nyawaku dalam bahaya.”

“Kalau sel-selnya sudah penuh, Anda memang terpaksa…”

“Sel-sel itu sama sekali belum penuh. Menolehlah ke sana, Anda bisa lihat sendiri. Kebanyakan masih kosong. Mereka menjebloskan aku bersamanya supaya dia dapat menghajarku. Dan kalau itu dia lakukan, aku akan akan menuntut Anda, secara pribadi. Panitera Williams, karena membiarkan itu terjadi.”

Sikap si petugas pengadilan melembut sedikit “Aku akan perhatikan itu. Sekarang akan kuserahkan beberapa berkas ke tangan Anda.” Ia menyerahkan berkas tuntutannya, berkas pernyataan, dan beberapa berkas lain. “Tolong tanda tangani satu per satu dan ambil sebuah copy.”

Dalam keadaan frustrasi dan sedih, Steve menerima bolpoin yang disodorkan petugas pengadilan itu. lalu mulai menandatangani berkas-berkas tersebut. Sementara itu, si petugas penjara berusaha membangunkan Porky. Steve menyerahkan berkas-berkasnya kembali kepada si panitera. Wanita itu memasukkannya ke dalam sebuah map.

Sesudah itu, ia menoleh ke arah Porky. “Sebutkan nama Anda.”

Steve membenamkan kepala ke dalam kedua belah tangannya.

215

BAB 18

kan Mh mengawasi pintu masuk ruang interogasi yang terbuka pelan-pelan itu.

Laki-laki yang melangkah masuk itu ternyata benar-benar kembaran Steven Logan.

Di sebelahnya. Jeannie mendengar Lisa menahan napas.

Tampang Dennis Pinker begitu mirip dengan Steven, sehingga Jeannie tidak akan pernah dapat membedakan mereka satu sama lain. •

www.ac-zzz.tk

Teoriku ternyata benar, pikirnya dengan perasaan bangga. Meskipun orangtua kedua, anak muda itu bersiteguh menyangkal kemungkinan bahwa mereka adalah pasangan kembar, mereka toh bagai pinang dibelah dua.

Rambut pirangnya yang berombak dipotong dalam gaya yang persis sama: pendek, dengan belahan. Dennis menggulung lengan kemeja seragam penjaranya dengan rapi, seperti Steven menggulung manset kemeja linennya yang biru. Dennis menutup pintu di belakangnya dengan tumitnya, seperti yang dilakukan Steven saat memasuki ruang kerja” Jeannie di Nut House. Sambil duduk, ia melontarkan senyum polos kebocahan yang menarik ke arah Jeannie, persis seperti senyum Steven. Sulit bagi Jeannie untuk mempercayai bahwa ia bukan Steven.

216

Jeannie menoleh ke arah Lisa. Temannya sedang menatap Dennis dengan mata melebar. Wajahnya tampak pucat dan ketakutan. “Dia pelakunya,” desahnya.

Dennis menatap Jeannie, lalu berkata, “Kau mesti memberikan celana dalammu padaku.”

Jeannie merinding mendengar ucapannya yang begitu meyakinkan itu, namun secara intelektual ia juga merasa amat antusias. Steven tidak akan pernah mengucapkan kata-kata seperti itu. Ini dia, materi genetika sama yang ditransformasi ke dalam dua individu yang sama sekali berbeda—yang satu seorang mahasiswa simpatik, yang lain jiwanya terganggu. Tapi apakah perbedaan itu hanya sebatas itu saja?

Robinson, si petugas jaga, berkata dengan tenang, “Nah, jaga kelakuanmu dan jangan macam-macam, Pinker, atau kau bakal dapat masalah.”

Dennis melontarkan senyum kebocahan itu lagi, namun kata-katanya menakutkan. “Robinson tidak akan menyadari apa yang terjadi, tapi kau akan menuruti perintahku,” ujarnya pada Jeannie. “Kau akan keluar dari sini dengan semilir angin membelai bokong telanjangmu.”

Jeannie berusaha menenangkan diri. Ini cuma gertakan, la seorang wanita yang pintar dan tegar. Dennis akan mendapati bahwa tidak mudah menyerang dirinya bahkan andai kata mereka cuma berduaan. Dengan adanya si petugas penjara yang jangkung itu, berdiri di dekatnya dengan sebuah tongkat pemukul dan pistol, ia akan cukup aman.

“Kau tidak apa-apa?” gumamnya pada Lisa.

Wajah Lisa tampak pucat, namun garis bibirnya mengekspresikan ketegaran saat ia menjawab dengan tegas, “Aku tidak apa-apa.”

www.ac-zzz.tk

Seperti orangtuanya, Dennis sudah mengisi beberapa formulir sebelumnya. Kini Lisa mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih kompleks, yang tidak dapat

217

dilengkapi hanya dengan memberikan tanda centang. Sementara mereka bekerja, Jeannie mempelajari hasilnya sambil membandingkan Dennis dengan Steven. Persamaan di antara keduanya betul-betul menakjubkan: profil psikologis, minat dan hobi, selera, keterampilan fisik— semuanya persis sama. Dennis bahkan memiliki IQ tinggi yang setaraf dengan Steve.

Betul-betul sayang sekali, ujarnya pada dirinya. Anak muda ini memiliki bakat untuk menjadi ilmuwan, dokter bedah, insinyur, perancang software. Tapi saat ini ia berada di sini, hidup terisolasi.

Perbedaan terbesar antara Dennis dan Steven adalah dalam cara mereka bergaul. Steven adalah pribadi yang matang, dengan kemampuan bergaul di atas rata-rata— ia bisa membawa diri di antara mereka yang tidak dikenalnya, siap menerima wibawa kekuasaan, merasa santai di antara kawan-kawannya, senang ikut ambil bagian dalam suatu tim. Dennis memiliki kemampuan beradaptasi dengan sekelilingnya seperti seorang bocah berusia tiga tahun. Ia mengambil begitu saja apa pun yang ia inginkan, menemui kesulitan dalam berbagi, ia merasa takut menghadapi orang-orang yang asing baginya, dan kalau tidak memperoleh apa yang diinginkannya, ia akan marah dan kasar.

Jeannie masih ingat ketika ia sendiri berusia tiga tahun. Ia melihat dirinya bersandar pada pagar tempat tidur bayi adiknya yang baru lahir. Patty sedang tidur dalam pakaian cantik berwarna merah muda, dengan bordiran bunga-bunga biru di bagian kerahnya. Jeannie masih dapat merasakan amarah yang menguasai dirinya saat ia menerawangi wajah mungil itu. Patty telah mencuri mommy dan daddy-nya. Dengan seluruh daya yang dimilikinya, Jeannie ingin membunuh si pengacau ini, yang telah menyita begitu banyak kasih sayang dan perhatian yang sebelumnya hanya dicurahkan kepadanya. Ketika Bibi Rosa mengatakan. “Kau sayang pada adik

218

kecilmu, bukan?” Jeannie menjawah, “Aku benci padanya, lebih baik dia mati.” Bibi Rosa menamparnya, sehingga Jeannie merasa semakin diperlakukan tidak adil.

Jeannie tumbuh dewasa, Steven juga. tapi lain halnya dengan Dennis. Kenapa Steven tidak seperti Dennis? Apakah ia diselamatkan oleh cara ia dibesarkan? Ataukah kelihatannya saja ia lain? Apakah kemampuannya untuk bergaul tidak lebih dari kedok untuk menutupi jiwanya yang terganggu di baliknya?

www.ac-zzz.tk

Saat memperhatikan dan mendengarkan, Jeannie menyadari bahwa masih ada perbedaan lain. Ia merasa takut pada Dennis. Ia tidak dapat mengatakan secara persis, apa sebetulnya alasannya, tapi ada sesuatu yang negatif mengenai anak muda itu. Perasaannya mengatakan bahwa Dennis akan melakukan apa pun yang melintas di kepalanya, tanpa memedulikan konsekuensinya. Steven sama sekali tidak menimbulkan perasaan itu dalam dirinya sekejap pun.

Jeannie memotret Dennis, lalu membuat gambar close-up kedua telinganya. Pasangan kembar identik biasanya memiliki telinga yang mirip sekali, terutama pada bagian cupingnya.

Saat mereka hampir selesai, Lisa mengambil contoh darah Dennis; ini memang keahliannya. Jeannie hampir tak sabar lagi untuk melihat perbandingan hasil pengetesan DNA-nya. la yakin Steve dan Dennis memiliki gen-gen yang sama Itu akan membuktikan bahwa mereka sebetulnya toh pasangan kembar identik.

Sesuai rutin, Lisa menutup tabungnya, memberikan paraf pada labelnya, kemudian pergi untuk memasukkannya ke dalam cool box di dalam bagasi mobil mereka; Jeannie menyelesaikan wawancara itu sendiri.

Saat melengkapi rangkaian pertanyaannya yang terakhir, Jeannie berandai ia dapat mempertemukan Steve dan Dennis di laboratoriumnya selama satu minggu. Tapi itu tidak akan mungkin bagi kebanyakan pasangan

219

kembarnya. Dalam menekuni para kriminal, secara konstan ia akan berhadapan dengan masalah bahwa beberapa di antara subjeknya berada di dalam penjara. Tes-tes yang lebih canggih, yang melibatkan penggunaan mesin-mesin laboratorium, tidak akan dapat dilaksanakan atas Dennis sampai ia keluar dari penjara—kalau ia keluar. Jeannie harus bisa menerima kenyataan itu Tapi ia masih memiliki banyak data lain untuk diolahnya.

Ia selesai dengan daftar pertanyaan terakhir. “Terima kasih untuk kesabaran Anda, Mr. Pinker,” ujarnya.

‘Tapi kau belum menyerahkan celana dalammu,” sahut Pinker dengan tenang.

Robinson berkata, “Eh, Pinker, kau sudah begitu baik sepanjang sore. jangan kaurusak suasananya.”

Dennis menatap si petugas jaga dengan pandangan menantang. Kemudian ia berkata kepada Jeannie, “Si Robinson takut sama tikus, tahu9

Tiba-tiba Jeannie merasa tidak enak. Sesuatu yang tidak ia mengerti sedang berlangsung. Cepat-cepat ia membenahi berkas-berkasnya.

www.ac-zzz.tk

Robinson tampak salah tingkah. “Aku tidak suka pada tikus, betul, tapi aku tidak takut pada mereka”

“Juga tidak pada si abu-abu gendut di pojok situ?” ujar Dennis sambil menunjuk.

Robinson menoleh. Tidak ada apa-apa di sana, tapi begitu Robinson memunggunginya Dennis merogoh sakunya, lalu mengeluarkan sebuah bungkusan yang tertutup rapat. Gerakannya begitu cepat, sehingga Jeannie tidak dapat menebak apa yang sedang ia lakukan, sampai terlambat. Ia membuka sehelai sapu tangan berbintik-bintik biru untuk menampilkan seekor tikus abu-abu yang gemuk, dengan ekor berwarna kemerahan. Tubuh Jeannie menggigil. Ia tidak jijik, tapi ada sesuatu yang membuatnya bergidik melihat si tikus dalam cakupan lembut tangan-tangan yang belum lama ini telah mencekik seorang wanita sampai mati.

220

Sebelum Robinson sempat membalikkan tubuhnya kembali, Dennis telah melepaskan si tikus.

Binatang itu lari melintasi ruangan tersebut. “Itu, Robinson, di sana!” seru Dennis.

Robinson memutar tubuhnya, melihat si tikus, lalu berubah pucat, “Sial,” umpatnya sambil meraih tongkat pemukulnya.

Si tikus lari menelusuri dinding, mencari tempat untuk bersembunyi. Robinson segera mengejarnya, sambil mengayun-ayunkan pemukulnya. Ulahnya meninggalkan beberapa guratan hitam di dinding, namun hantamannya tidak mengenai sasaran.

Jeannie mengawasi Robinson, sementara bawah sadarnya seakan mengingatkannya untuk waspada. Ada yang tidak beres di sini, sesuatu yang betul-betul tidak masuk akal. Intermeso ini sama sekali tidak lucu. Dermis bukan tukang bercanda, ia seorang penderita penyimpangan seks dan seorang pembunuh. Apa yang dilakukannya amat janggal. Kecuali, ujar Jeannie pada dirinya sambil merinding, ini merupakan suatu cara untuk mengalihkan perhatian, dan Dennis sudah memiliki rencana lain….

Ia merasa sesuatu menyentuh rambutnya. Ia menoleh. Tiba-tiba jantungnya seakan berhenti berdetak.

Ternyata Dermis sudah beranjak dari tempatnya dan sekarang berdiri di dekatnya. Ia menghunuskan sebilah pisau buatan sendiri di muka Jeannie;

www.ac-zzz.tk

sebuah sendok timah yang bagian lengkungnya sudah dipipihkan dan diasah membentuk mata anak panah.

Jeannie mencoba berteriak, tapi tenggorokannya seperti disumbat. Satu detik yang lalu ia mengira situasinya cukup aman; kini ia sedang diancam oleh seorang pembunuh dengan sebuah pisau. Bagaimana ini dapat terjadi dalam waktu sesingkat itu? Kepalanya terasa kosong; ia hampir tidak dapat berpikir.

Dermis menjambak rambut Jeannie dengan tangan kirinya, lalu memindahkan ujung pisaunya ke dekat

221

matanya sedemikian rupa, sehingga Jeannie tidak dapat memfokuskannya lagi. Ia mendoyongkan tubuh, kemudian mengatakan sesuatu ke telinga Jeannie. Napas laki-laki itu terasa panas di pipinya dan tubuhnya bau keringat. Suaranya begitu rendah, sehingga Jeannie hampir tidak dapat menangkap kata-katanya di antara suara ribut yang ditimbulkan oleh ulah Robinson “Lakukan apa yang kukatakan, atau akan kuiris bola matamu

Hati Jeannie menciut ketakutan. “Oh, jangan, jangan bikin aku buta,” mohonnya.

Mendengar suaranya sendiri dalam nada pasrah yang begitu asing baginya, membuat Jeannie kembali sadar akan keberadaannya. Mati-matian ia berusaha menguasai diri dan berpikir terang. Robinson masih sibuk mengejar si tikus, dan sama sekali tidak menyadari polah Dennis. Sulit bagi Jeannie untuk mempercayai bahwa ini sungguh-sungguh terjadi. Mereka sedang berada di sebuah bangunan penjara, dan ia di bawah pengawalan seorang petugas jaga yang bersenjata, namun nasibnya ada di tangan Dennis. Betapa ironisnya, beberapa menit yang lalu ia mengira bisa membual laki-laki itu menyesal kalau sampai berani menyerangnya! Jeannie mulai menggigil ketakutan.

Dennis mengentakkan rambutnya, untuk memaksanya berdiri.

“Aduh!” Bahkan saat mengucapkan kata itu, Jeannie mengumpati dirinya, tapi ia terlalu takut untuk berbuat lain. “Akan kuturuti maumu!”

Ia merasakan bibir laki-laki itu di dekat telinganya. “Lepaskan celana dalammu,” desah Dennis.

Jeannie terenyak: Ia sudah siap melakukan apa pun yang diinginkan laki-laki itu, seberapa pun memalukannya, agar dapat terlepas dari cengkeramannya; tapi melepaskan celana dalamnya sama berbahayanya dengan menantangnya. Jeannie tidak dapat memutuskan apa yang akan ia lakukan, la mencoba melirik ke arah Robinson. Si petugas jaga berada-di luar jangkauan

www.ac-zzz.tk

222

penglihatannya, di belakangnya, dan ia tidak berani menoleh karena posisi pisau yang dihunuskan ke arah matanya. Namun Jeannie dapat mendengar suara Robinson mengutuki si tikus sambil berusaha menghajarnya dengan pemukulnya, dan sepertinya ia masih belum menyadari apa yang sedang dilakukan Dennis saat itu

“Waktuku tidak banyak lagi,” gumam Dennis dalam suara bernada dingin. “Kalau aku tidak memperoleh apa yang kuinginkan, kau tidak akan pernah melihat matahari yang bersinar lagi.”

Jeannie mempercayainya. Ia baru saja menghabiskan tiga jamnya yang terakhir dengan mewawancarai laki-laki ini, dan ia tahu bagaimana pembawaannya. Dermis tidak memiliki kata hati; ia tidak memiliki kemampuan untuk merasa bersalah atau menyesal. Kalau Jeannie tidak menuruti keinginannya, ia akan mencederainya tanpa ragu sedikit pun.

Tapi apa yang akan dilakukannya setelah aku melepaskan celana dalamku, tanya Jeannie pada dirinya.. Apakah ia akan merasa puas. lalu menjauhkan pisau itu dari wajahnya? Apakah ia toh akan melukainya? Atau ia akan minta lebih banyak lagi?

Kenapa Robinson belum juga berhasil membunuh tikus sialan itu9

“Cepat!” desis Dennis.

Apa yang lebih menakutkan daripada menjadi buta? “Oke,” erang Jeannie.

Ia membungkuk dengan kaku, sementara Dennis masih mencengkeram rambutnya dan menghunuskan pisau ke arahnya. Dengan susah payah ia menaikkan rok gaun linennya, lalu menanggalkan celana dalam putihnya yang terbuat dari bahan katun Dennis menggeram dalam suara berat seekor beruang saat celana dalam Jeannie jatuh ke lantai. Jeannie merasa malu, meskipun akal sehatnya mengatakan kepadanya bahwa ini bukan salahnya. Cepat-cepat ia menurunkan roknya untuk me-223

nutupi ketelarijangannya. Sesudah itu ia menendang celana tersebut ke tengah-tengah ruangan yang ditutupi lantai plastik berwarna keabuan itu. la benar-benar merasa lemah.

Dermis melepaskan cengkeramannya, memungut celana dalam itu, untuk ditempelkan ke wajahnya. Ia menghirup aromanya sambil memejamkan mata untuk menikmatinya.

www.ac-zzz.tk

Jeannie memperhatikan ulahnya, masih dalam keadaan terguncang oleh situasi yang dipaksakan itu. Meskipun laki-laki itu tidak menyentuhnya, bulu kuduknya toh berdiri.

Apa yang akan dilakukannya setelah ini?

Tongkat pemukul Robinson menimbulkan suara hantaman yang meremukkan. Jeannie menoleh dan melihat bahwa akhirnya si petugas jaga berhasil menghajar si tikus. Tongkatnya mengenai bagian belakang tubuh binatang gemuk itu, dan di lantai plastik berwarna keabuan terdapat bercak-bercak merah. Si tikus tidak bisa lari lagi, meskipun masih hidup. Matanya terbuka dan tubuhnya bergerak naik turun mengikuti irama napasnya. Robinson mengayunkan pemukulnya sekali lagi, menghantam kepalanya. Si tikus berhenti bergerak, dan dari tengkorak kepalanya yang hancur mengalir cairan kental berwarna .abu-abu.

Jeannie menoleh ke arah Dennis. Di luar dugaannya, laki-laki itu sudah duduk kembali di tempatnya, seperti sebelumnya. Tampangnya seakan ia tidak pernah beranjak dari sana. Gayanya seakan sama sekali tidak bersalah. Baik pisau maupun celana dalam itu sudah menghilang entah ke mana.

Apakah ia sudah terlepas dari ancaman bahaya? Sudah selesaikah permainannya?

Robinson tampak terengah-engah. Ia melayangkan pandangan curiga ke arah Dennis, lalu berkata, “Bukan kau yang membawa binatang itu ke sini. kan, Pinker9”

224

“Bukan, Sir,” sahut Dennis naif.

Di kepala Jeannie terangkai kalimat, Ya, dia yang membawanya! Tapi entah kenapa ia tidak mengucapkannya.

Robinson berkata lagi, “Sebab, kalau ini memang ulahmu, aku akan…” Si penjaga melirik ke arah Jeannie, lalu memutuskan untuk tidak mengucapkan apa yang akan ia lakukan atas diri Dennis. “Aku yakin kau tahu bahwa aku akan membuatmu menyesal.”

“Ya, Sir.”

Jeannie menyadari bahwa situasinya sudah lebih aman sekarang. Tapi rasa leganya langsung diganti oleh kemarahan-Ia menatap Dennis dengan pandangan berapi-api. Apakah laki-laki itu akan terus berpura-pura tidak ada apa-apa?

www.ac-zzz.tk

Robinson berkata, “Oke, sekarang ambil seember air untuk membersihkan tempat ini.” “Baik, Sir.”

“Itu kalau Dr. Ferrami sudah selesai denganmu.”

Jeannie mencoba mengatakan. Sementara kau sibuk mengejar tikus itu, Dennis mencuri celana dalamku, namun kata-kata itu tidak mau keluar. Kedengarannya begitu konyol. Dan ia sudah dapat membayangkan konsekuensinya kalau ia sampai mengucapkannya. Ia bakal tertahan di sini selama sejam lagi, sementara pelanggaran itu diusut. Tubuh Dennis akan digeledah dan celana dalamnya akan ditemukan. Benda itu akan ditunjukkan kepada Sipir Temoigne. Sudah terbayang oleh Jeannie bagaimana laki-laki itu akan memeriksa barang buktinya dengan tampangnya yang menyebalkan itu….

Tidak. Ia tidak akan mengatakan apa-apa. - Ia merasa sedikit bersalah. Biasanya ia selalu menyesali para korban tindak kekerasan yang memilih untuk tetap diam, sementara pelakunya dibiarkan berkeliaran bebas tanpa perlu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ide itu membuatnya begitu sengit, sehingga untuk

225

sesaat ia merasa terdorong untuk mengadukannya, hanya untuk membuyarkan skenarionya. Kemudian terbayang olehnya bagaimana Temoigne, Robinson, dan para lelaki lain di penjara itu akan menatapnya sambil mengatakan dalam hati, Dia tidak memakai celana dalam, dan ia menyadari bahwa beban itu terlalu berat untuknya

Betapa lihainya Dermis, selihai laki-laki yang menyulut api di gedung olahraga serta memerkosa Lisa, selihai Steve….

“Anda agak pucat,” ujar Robinson padanya. “Rupanya Anda juga tidak suka pada tikus, seperti aku.”

Jeannie berusaha menguasai diri. Semua sudah berakhir, la selamat, bahkan masih dapat melihat. Apa sebetulnya yang masih perlu dikeluhkan? tanyanya pada dirinya. Bisa saja aku sudah cedera atau diperkosa. Tapi aku cuma kehilangan pakaian dalamku. Bersyukurlah. “Aku tidak apa-apa, terima kasih,” ujarnya.

“Kalau begitu, kuantar Anda keluar.”

Bertiga mereka keluar dari ruangan itu

Di luar pintu Robinson berkata, “Ambil lap pel, Pinker.”

www.ac-zzz.tk

Dennis melontarkan senyuman ke arah Jeannie, sebuah senyuman intim, seakan mereka sepasang kekasih yang baru saja melewatkan sore itu bersama-sama di tempat tidur. Kemudian ia menghilang. Jeannie mengawasinya dari belakang dengan perasaan amat lega, meskipun mendadak ia toh merasa tidak enak, mengingat laki-laki itu masih mengantongi pakaian dalamnya di sakunya. Apakah ia akan tidur dengan menempelkan celana dalam itu pada pipinya, seperti seorang bocah dengan boneka teddy bear-nya? Atau ia melilitkannya pada alat vitalnya saat bermasturbasi, seolah-olah ia sedang bercinta dengannya? Apa pun yang akan dilakukannya. Jeannie merasa dirinya dilibatkan secara paksa, haknya sebagai seorang pribadi dilanggar dan keleluasaannya dicemarkan.

226

Robinson mengantar Jeannie sampai ke pintu gerbang, kemudian menjabat tangannya. Jeannie menyeberangi pelataran yang panas itu, menuju mobil Ford sewaan mereka, sambil berkata dalam hatii Aku baru merasa lega setelah keluar dari tempat ini. Ia sudah mendapatkan contoh DNA Dennis, itu yang paling penting.

Lisa sedang duduk di belakang kemudi, dengan AC menyala untuk menyejukkan udara di dalam mobil. Jeannie langsung melonjorkan tubuh di bangku sebelahnya.

“Tampangmu nggak keruan,” ujar Lisa saat ia menjalankan kendaraannya.

“Kita mampir di daerah pertokoan pertama yang kita lewati,” ujar Jeannie.

“Oke. Kau butuh sesuatu?”

“Aku akan menceritakannya padamu,” sahut Jeannie. “Tapi kau tidak akan mempercayainya.”

di-scandandi-djvu-kan untuk’ dimhader (dimhad.co cc oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

227

BAB 19

Setelah acara makan siang itu, Berrington pergi ke sebuah bar yang tenang di sekitar situ. lalu memesan segelas martini.

www.ac-zzz.tk

Ide Jim Proust untuk melakukan tindak pembunuhan betul-betul amat mengguncangkan baginya. Berrington tahu bahwa ulahnya mencengkeram kerah kemeja Jim serta berteriak-teriak padanya memang konyol. Tapi ia tidak menyesalinya. Setidaknya ia sudah memastikan Jim tahu persis bagaimana sikapnya.

Memang bukan hal baru bagi mereka untuk berselisih paham. Ia teringat krisis serius mereka yang pertama, di awal tahun tujuh puluhan, ketika skandal Watergate terbongkar. Saat itu merupakan masa yang serba salah: pandangan konservatif dianggap negatif, kaum politisi yang berpegang teguh pada hukum dan peraturan ternyata menyeleweng, dan kegiatan-kegiatan tidak jelas, tak peduli seberapa baik pun tujuannya, secara tiba-tiba dianggap subversif. Preston Barck amat ketakutan waktu itu, dan ingin menyudahi seluruh misi. Jim Proust menyebutnya pengecut, dan bersikeras menyatakan bahwa situasinya cukup aman. Ia mengusulkan agar mereka melanjutkan proyek ini sebagai usaha kerja sama dengan pihak CIA-Angkatan Bersenjata, kalau mungkin dengan menggunakan sistem sekuriti yang lebih ketat. Tak perlu

228

diragukan bahwa ia sudah siap untuk melenyapkan pihak mana pun yang berniat mengotak-atik apa yang sedang mereka kerjakan. Berrington-lah yang ketika itu mengusulkan untuk mendirikan suatu perusahaan swasta dan mulai menjaga jarak dengan pemerintah. Kini sekali lagi tergantung pada dirinya, apakah mereka akan menemukan jalan keluar untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang sedang mereka hadapi ini.

Suasana tempat itu suram dan dingin. Seperangkat TV di meja bar menayangkan sebuah opera sabun, tapi suaranya dikecilkan. Minuman gin yang dingin itu berhasil menenangkan Berrington. Amarahnya kepada Jim berangsur-angsur mereda, dan ia mulai memusatkan pikirannya pada Jeannie Ferrami.^

Akibat kecemasannya, ia telah membuat janji dengan agak terburu-buru. Tanpa menggunakan pikiran jernih, ia menyatakan pada Jim dan Preston bahwa ia akan menghadapi Jeannie. Kini ia terpaksa menuntaskan apa yang telah ia sepakati. Ia hams menghentikan Jeannie Ferrami melakukan interogasinya sehubungan dengan keberadaan Steve Logan dan Dennis Pinker.

Situasinya sama sekali tidak mudah. Meskipun ia yang mempekerjakan Jeannie serta mengatur peroleh an dana proyeknya, ia tidak dapat memerintahnya ini-itu dengan begitu saja; seperti yang ia katakan pada Jim, universitasnya bukanlah dinas kemiliteran. Jeannie dipekerjakan oleh JFU, dan pihak Genetico sudah menyerahterimakan subsidi mereka selama setahun. Kelak, tentu saja, dengan mudah ia dapat menekannya; tapi ide itu tidak relevan. Jeannie harus disetop secepatnya, hari ini atau besok, sebelum hasil lacakannya keburu menghancurkan mereka semua.

www.ac-zzz.tk

Tenang, ujarnya pada dirinya, tenang.

Titik kelemahan Jeannie adalah pemakaian sistem database medisnya yang tanpa izin dari pasien-pasien yang bersangkutan. Ini bisa diolah menjadi skandal

229

oleh koran-koran, tanpa mempermasalahkan apakah keleluasaan pribadi seseorang betul-betul dilanggar atau tidak. Pihak universitas biasanya tidak menyukai skandal; itu akan mempengaruhi usaha mereka untuk mendapatkan subsidi.

Memang tragis sekali untuk membubarkan begitu saja suatu proyek ilmiah yang begitu berpotensi. Ini betul-betul bertentangan dengan segala yang diperjuangkan Berrington selama ini. Ia telah mendorong Jeannie untuk maju, dan kini ia harus menghentikannya. Jeannie akan kecewa sekali, dengan alasan yang amat masuk akal. Berrington mengingatkan dirinya bahwa Jeannie memiliki gen-gen yang kurang baik, sehingga cepat atau lambat ia akan terlibat masalah, namun Berrington toh tak ingin dirinyalah yang menjadi sebab kejatuhan Jeannie.

Berrington mencoba untuk tidak membayangkan bentuk tubuhnya. Sejak dulu kaum wanita memang merupakan titik kelemahannya. Ia tidak pernah tergoda oleh kebiasaan-kebiasaan buruk lain: ia minum-minum secukupnya, tidak pernah berjudi, dan tidak mengerti untuk apa orang memakai obat-obat terlarang, la mencintai Vivvie, mantan istrinya, tapi bahkan ketika status mereka masih suami-istri ia tak dapat menahan godaan untuk berselingkuh dengan wanita-wanita lain, sehingga pada akhirnya Viwic meninggalkan dirinya. Kini, saat memikirkan Jeannie, ia membayangkan jari-jari wanita itu menelusuri rambutnya sambil berkata, Anda telah begitu baik kepadaku, aku berutang budi pada Anda, entah bagaimana caranya aku dapat menyatakan terima kasihku.

Pikiran-pikiran seperti itu membuatnya malu pada dirinya. Seharusnya ia berlaku sebagai pelindung dan pembimbingnya, bukan sebagai seorang perayu.

Di samping nafsu, ia juga dijalari oleh perasaan kesal. Biar bagaimanapun, Jeannie cuma seorang wanita:

230

bagaimana mungkin ia dapat menjadi ancaman bagi mereka? Bagaimana seorang wanita muda dengan sebentuk cincin di cuping hidungnya dapat membahayakan posisi dirinya, Preston, dan Jim di saat mereka sebentar lagi akan meraih ambisi seumur hidup mereka? Rasanya tak mungkin mereka akan

www.ac-zzz.tk

gagal sekarang; bayangan itu membuat kepalanya berputar-putar.dalam kepanikan. Di saat tidak sedang membayangkan dirinya bercinta dengan Jeannie, dalam fantasinya ia sedang mencekik leher gadis itu.

Selain itu, ia enggan membuat kehebohan mengenai masalah ini. Sulit sekali mengendalikan pihak pers. Ada kemungkinan mereka akan mulai dengan menyelidiki seluruh kegiatan Jeannie, kemudian berlanjut sampai kepada dirinya. Ini strategi berbahaya. Tapi ia tidak memiliki ide lain untuk mengimbangi usul Jim yang lebih fatal itu.

Ia mengosongkan isi gelasnya. Pelayan bar menawarkan segelas martini lagi, namun ia menolaknya. Ia melayangkan pandang ke sekitar ruang bar itu dan melihat sebuah pesawat telepon umum di sebelah kamar kecil pria. Ia menyusur kartu American Express-nya melalui alat sensor pesawat itu, lalu memutar nomor telepon kantor Jim. Salah seorang anak muda arogan yang bekerja untuk Jim menjawab, “Kantor Senator Proust.”

“Aku Berrington Jones…”

“Maaf, tapi Senator sedang rapat sekarang.”

Seharusnya ia melatih mereka untuk bersikap lebih simpatik, umpat Berrington dalam hati. “Kalau begitu, coba kita cari cara untuk tidak mengganggunya,” ujarnya. “Apakah dia harus menghadiri salah satu pertemuan pers sore ini?”

“Aku tidak yakin. Boleh aku tahu untuk apa Anda tanyakan itu. Sir?”

“Tidak, Nak, kan tidak boleh tahu,” ujar Berrington

231

dalam nada kesal. Asisten-asisten yang sok tahu merupakan malapetaka bagi Capitol Hill. “Tapi kau boleh jawab pertanyaanku; kau mau langsung hubungkan aku dengan Jim Proust sekarang, atau kau boleh kehilangan pekerjaanmu. Nah, silakan pilih.” “Tolong jangan ditutup dulu.”

Untuk waktu lama tidak terdengar apa-apa. Berrington menyadari bahwa mengharapkan Jim akan mengajari anak buahnya untuk bersikap lebih simpatik adalah seperti berharap seekor simpanse mau mengajari anak-anaknya tata krama di meja makan. Gaya si bos biasanya menular kepada para anggota stafnya; orang yang tidak pernah memperhatikan tata krama cenderung memiliki pegawai yang akan mengabaikan sopan santun.

Sebuah suara lain terdengar. “Profesor Jones, lima belas menit lagi Senator akan menghadiri acara jumpa pers dalam rangka peluncuran buku Anggota Kongres Dinkey, New Hope for America.”

www.ac-zzz.tk

Betul-betul pas sekali. “Di mana?”

“Di Hotel Watergate.”

“Katakan pada Jim bahwa aku akan hadir, dan tolong pastikan namaku tercantum di daftar tamu.” Berrington menutup pesawatnya tanpa menantikan jawaban.

la meninggalkan bar itu, lalu naik taksi ke Hotel Watergate. Ini harus ia tangani dengan hati-hati. Memanipulasi pihak pers besar risikonya; seorang reporter yang baik mungkin akan melihat ada apa sebetulnya di balik sebuah cerita, dan mempertanyakan mengapa itu dipersoalkan. Tapi setiap kali ia mulai mempertimbangkan risiko itu, ia mengingatkan diri akan imbalannya, lalu berusaha meneguhkan tekadnya.

Ia menemukan ruangan tempat acara jumpa pers itu akan diadakan. Namanya tidak tercantum dalam daftar tamu—anggota staf yang sok tahu biasanya tidak efisien—namun penerbit buku itu mengenali wajahnya dan menyambutnya sebagai penambah marak suasana

232

untuk publisitasnya melalui kamera. Berrington merasa lega bahwa ia mengenakan kemeja Tumbull & Asser bergaris-garis halus yang membuat tampangnya begitu keren dalam foto-foto.

la mengambil segelas Perrier, lalu melayangkan pandang ke seputar ruangan itu. Ada sebuah mimbar kecil di muka latar berupa sampul yang sudah diperbesar dari buku yang akan diluncurkan, dan setumpuk berkas berisi bahan untuk dibagi-bagikan kepada pihak pers di sebuah meja kecil di sebelahnya. Para anggota kru televisi tampak sibuk menyiapkan sistem penyinaran mereka. Berrington melihat satu-dua orang reporter yang dikenalnya, tapi tak seorang pun yang betul-betul dapat ia percayai.

Namun semakin lama semakin banyak yang datang. Ia bergerak mengitari ruangan untuk berbasa-basi di sana-sini, sementara matanya terus mengawasi pintu Kebanyakan para jurnalis itu tahu siapa dirinya: ia seorang selebriti, meskipun tidak dari peringkat atas. Ia belum pernah membaca bukunya, namun Dinkey, seorang tradisionalis berhaluan sayap kanan, memiliki pandangan hampir sama seperti yang dianut Berrington, Jim, dan Preston, sehingga tidak sulit bagi Berrington untuk mengungkapkan kepada para reporter di situ bahwa ia sepaham dengan apa yang ingin disampaikan melalui buku itu.

Beberapa menit lewat pukul tiga, Jim muncul bersama Dinkey. Persis di belakang mereka tampak Hank Stone, tokoh senior dari New York Times—berkepala botak, hidung merah, perut menyembul di atas batas pinggang

www.ac-zzz.tk

celana panjangnya, leher kemeja tidak dikancing, dasi molor ke bawah, dan sepatu kecokelatan yang sudah usang. Pasti ia reporter berpenampilan paling gawat dalam korps wartawan White House.

Berrington menimbang-nimbang, apakah Hank bisa diandalkan.

233

Hank tidak menganut pandangan politik yang jelas. Berrington berkenalan dengannya pada saat ia sedang mengolah artikel tentang Genetico, lima belas atau dua puluh tahun yang lalu. Sejak mendapat pekerjaan di Washington, ia pernah membuat ulasan tentang ide Berrington sekali dua kali, dan ide Jim Proust beberapa kali. Gayanya lebih sensasional daripada intelektual, sebagaimana biasanya di koran-koran, namun ia tidak pernah berlagak bermoral seperti kebanyakan jurnalis beraliran liberal.

Hank akan menanggapi suatu masukan secara selektif; kalau ia menganggap ceritanya baik, ia akan menulisnya. Tapi apakah ia dapat diandalkan untuk tidak mengorek-ngorek lebih dalam? Berrington tidak dapat memastikannya.

la menyapa Jim, kemudian berjabat tangan dengan Dinkey. Mereka berbincang-bincang selama beberapa saat, sementara Berrington terus berharap munculnya prospek yang lebih baik. Namun yang ia tunggu-tunggu tak juga tampak, dan konferensi pers akan segera dimulai.

Berrington duduk mendengarkan sambutan demi sambutan, sambil berusaha menahan kesabarannya. Waktunya tidak banyak lagi. Andai kata masih punya waktu beberapa hari lagi, ia bisa menemukan seseorang yang lebih baik daripada Hank, tapi ia tidak memiliki waktu beberapa hari, ia cuma punya beberapa jam. Dan pertemuan secara kebetulan seperti ini cenderung tidak begitu mencurigakan dibandingkan membuat perjanjian dengan mengajak si jurnalis pergi makan siang.

Saat acara itu berakhir masih juga belum tampak seseorang yang lebih baik daripada Hank.

Saat para wartawan mulai bubar, Berrington mencegat Hank. “Hank. Wah, kebetulan sekali kita berpapasan. Rasanya aku punya cerita untukmu.”

“Bagus!”

234

“Tentang penyalahgunaan informasi medis melalui database.”

www.ac-zzz.tk

Hank mengerutkan wajahnya. “Sebetulnya bukan bidangku, Berry, tapi coba teruskan.”

Berrington mengerang dalam hati. Rupanya Hank sedang tidak mudah tergugah. Ia melanjutkan usahanya, dengan mengerahkan karismanya. “Menurutku ini justru tepat untukmu, mengingat kau akan melihat potensi yang mungkin akan dilewatkan oleh seorang reporter biasa.”

“Oke, cobalah.”

“Pertama-tama, anggap pembicaraan ini tidak pernah ada.”

“Begitu lebih menjanjikan.”

“Kedua, kau tentunya akan mempertanyakan kenapa aku memberikan cerita ini kepadamu, tapi kau tidak akan mengajukannya.”

“Itu lebih bagus lagi,” ujar Hank, namun ia belum menjanjikan apa-apa.

Berrington memutuskan untuk tidak mendesaknya. “Di Jones Falls University, di departemen psikologinya, ada seorang peneliti muda bernama Dr. Jean Ferrami. Dalam usahanya mencari subjek yang cocok untuk risetnya, dia menelusuri sejumlah database medis tanpa seizin pemilik catatan dalam file-file itu.”

Hank menarik hidungnya yang merah.‘“Tentang apa cerita ini? Tentang penyalahgunaan dalam pemakaian komputer, atau etika dunia ilmu?”

“Aku tidak tahu, kau kan jurnalisnya.”

Hank tampak tidak begitu antusias. “Topiknya kurang menarik.”

Jangan sok jual mahal, brengsek. Berrington menyentuh lengan Hank dengan cara bersahabat. “Begini saja, bagaimana kalau kaucoba tanya sana-sini?” bujuknya. “Hubungi pimpinan universitas, namanya Maurice Obeli. Telepon Dr. Ferrami. Katakan pada mereka bahwa

235

ini cerita besar, dan dengarkan tanggapan mereka. Aku yakin reaksi mereka bakal menarik sekali.” “Masa?”

“Aku berani bertaruh, Hank. Waktumu tidak akan terbuang sia-sia.” Bilang oke, brengsek, bilang oke!

www.ac-zzz.tk

Hank tampak ragu, kemudian berkata, “Oke, aku akan coba.”

Berrington berusaha menyembunyikan rasa puasnya di balik ekspresi wajah yang serius, namun ia toh tersenyum sedikit.

Hank melihatnya. Kerutan alisnya membayang di wajahnya. “Kau tidak sedang mencoba memperalatku, kan, Berry? Untuk membuat seseorang gelisah, umpamanya?”

Berrington tersenyum sambil melingkarkan lengannya di pundak si jurnalis. “Hank,” ujarnya. “Percayalah padaku.”

236

BAB 20

Jeannie membeli sebungkus celana dalam katun putih isi tiga di Walgreen, di sebuah mal kecil persis di luar Richmond. Ia memakai satu di kamar kecil wanita restoran Burger King yang terletak di sebelahnya, kemudian merasa jauh lebih enak.

Sungguh aneh, betapa tidak berdaya perasaannya tanpa pakaian dalam. Ia hampir tidak dapat berkonsentrasi pada hal-hal lain. Sewaktu masih mencintai Will Temple, ia suka ke mana-mana tanpa celana dalam. Itu membuatnya merasa seksi sepanjang hari. Saat duduk di ruang perpustakaan, atau bekerja di laboratoriumnya, atau sekadar keluyuran di jalan, ia berkhayal Will tiba-tiba muncul begitu saja, penuh nafsu berahi, dan berkata padanya, Aku tidak punya banyak waktu, tapi aku menginginkan dirimu, sekarang, di sini, dan ia sudah siap untuknya. Tapi tanpa seorang laki-laki dalam kehidupannya, ia membutuhkan pakaian dalamnya, sama seperti ia membutuhkan sepatunya.

Setelah berpakaian sepantasnya, ia kembali ke mobil. Lisa membawa mereka ke bandara Richmond-Williamsburg, untuk mengembalikan kendaraan sewaan mereka, lalu menaiki pesawat untuk terbang kembali ke Baltimore.

Kunci misteri itu tentunya ada di rumah sakit tempat

237

Dennis dan Steven dilahirkan, putus Jeannie saat pesawat mereka meninggalkan landasan. Entah bagaimana, pasangan kembar identik itu akhirnya dibesarkan oleh ibu-ibu yang berlainan. Skenario yang mirip dongeng, tapi itulah yang terjadi.

www.ac-zzz.tk

Jeannie menelusuri berkas-berkas di dalam tas kerjanya, untuk memeriksa data-data yang ia miliki tentang kedua subjeknya itu. Steven lahir pada tanggal 25 Agu tus Tapi di luar dugaannya, ia mendapati Dennis ternyata lahir pada tanggal 7 September—hampir dua minggu sesudahnya.

“Pasti ada yang salah,” ujarnya. “Aku tidak mengerti, kenapa aku tidak mengecek ini sebelumnya.” Ia menyodorkan data-data yang saling bertentangan itu kepada Lisa.

“Kita bisa cek lagi itu,” ujar Lisa.

“Apakah di dalam salah satu formulir kita ada pertanyaan mengenai nama rumah sakit tempat si subjek dilahirkan?”

Lisa tertawa getir. “Rasanya pertanyaan itu tidak kita masukkan.”

“Dalam kasus ini, tentunya itu sebuah rumah sakit militer. Kolonel Logan bekerja di dinas kemiliteran, dan tentunya si ‘Mayor* seorang prajurit pada saat Dennis dilahirkan.”

“Kita akan cek itu.”

Lisa tidak merasa tak sabaran seperti Jeannie. Baginya proyek ini cuma salah satu riset. Tapi bagi Jeannie proyek ini berarti segalanya. “Aku ingin menghubungi mereka sekarang juga,” ujarnya. “Apa ada telepon di pesawat ini?”

Lisa mengerutkan alisnya. “Kau mau menelepon ibu Steven?”

Jeannie menangkap nada kurang setuju dalam suara Lisa. “Ya. Kenapa tidak?”

“Apa dia tahu bahwa anaknya dalam tahanan?”

238

“Pertanyaan bagus. Aku tidak tahu. Sial. Bukan hakku meneruskan berita itu kepadanya.”

“Mungkin dia sudah menelepon mereka.”

“Mungkin ada baiknya kalau aku menjenguknya di tahanan. Itu diperbolehkan, bukan?”

“Kukira begitu. Tapi sepertinya mereka memiliki jam-jam berkunjung, seperti di rumah sakit.”

www.ac-zzz.tk

“Aku akan muncul begitu saja. Siapa tahu? Setidaknya aku bisa menghubungi pasangan Pinker” Ia melambaikan tangan ke arah seorang pramugari. “Apakah ada telepon di pesawat ini?”

“Tidak, sayang sekali.”

“Apa boleh buat.”

Si pramugari tersenyum. “Kau tidak ingat aku. Jeannie?”

Jeannie menatapnya untuk pertama kali, kemudian langsung mengenalinya. “Penny Watermeadow!” serunya. Penny pernah kuliah di Minnesota bersama leannie untuk meraih gelar kesarjanaannya dalam bahasa Inggris. “Apa kabar?”

“Aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?”

“Aku di Jones Falls, melakukan riset yang rupanya sedang menghadapi beberapa masalah. Kukira kau sedang mengejar pekerjaan yang sifatnya lebih akademis.”

‘Tadinya memang, tapi nggak berhasil.**

Jeannie merasa rikuh bahwa ia berhasil, sedangkan temannya tidak. “Sayang sekali.”

“Tapi aku toh merasa puas sekarang. Aku menikmati pekerjaan ini, dan imbalannya jauh lebih banyak daripada bekerja di salah satu perguruan tinggi.”

Jeannie tidak mempercayai ucapannya. Sungguh mengguncangkan baginya untuk melihat seorang wanita bergelar sarjana bekerja sebagai pramugari. “Aku selalu membayangkan kau akan menjadi seorang guru yang baik.”

“Aku pernah mengajar di sebuah sekolah menengah

239

selama beberapa waktu. Aku pernah ditusuk oleh seorang siswa yang tidak sependapat denganku mengenai Macbeth. Aku lalu mempertanyakan pada diriku, untuk apa aku melakukannya—mempertaruhkan nyawaku untuk mengajar Shakespeare pada anak-anak muda yang sudah tak sabar lagi untuk kembali berkeliaran di jalan dan mencuri uang untuk membeli kokain.”

Jeannie masih ingat nama suami Penny. “Bagaimana dengan Danny?”

www.ac-zzz.tk

“Dia baik-baik saja. Dia seorang sales manager regional sekarang. Artinya dia harus sering pergi, tapi penghasilannya juga lumayan.”

“Wah, menyenangkan sekali bertemu denganmu lagi. Kau tinggal di Baltimore?”

“Washington, DC.”

“Berikan nomor teleponmu, aku akan menghubungimu.” Jeannie menyodorkan bolpoin, kemudian Penny menuliskan nomor teleponnya di salah sebuah map Jeannie.

“Kita pergi makan siang sama-sama,” ujar Penny. “Bakai menyenangkan sekali.” “Pasti.”

Penny meninggalkan mereka.

Lisa berkata, “Tampangnya cerdas.”

“Dia memang pintar. Sayang sekali. Nggak ada yang salah dengan profesi sebagai pramugari, tapi sepertinya dua puluh lima tahun pendidikan menjadi sia-sia.”

“Apa kau akan menghubunginya?”

“Kukira tidak. Tentunya dia menyesal. Keberadaanku cuma akan mengingatkan dirinya pada apa yang pernah dia impikan dulu. Menyedihkan.”

“Kukira juga begitu. Aku kasihan padanya.”

“Aku juga.”

Begitu mereka mendarat. Jeannie menuju ke sebuah pesawat telepon umum untuk menghubungi pasangan Pinker di Richmond, tapi pesawat mereka rupanya se—

240

dang sibuk. “Sial,” umpatnya. Ia menunggu selama lima menit, lalu mencoba sekali lagi. namun nadanya masih tetap sama. “Charlotte tentunya sedang menelepon keluarganya yang berdarah panas untuk menceritakan mengenai kunjungan kita,” ujarnya. “Aku akan coba lagi nanti.”

Mobil Lisa ada di pelataran parkir. Mereka menuju ke arah kota, ialu Lisa mengantar Jeannie ke apartemennya. Sebelum turun dari mobil, Jeannie berkata, “Boleh aku minta sesuatu darimu?”

www.ac-zzz.tk

“Tentu. Tapi aku nggak mau janji akan melakukannya.” Lisa tertawa.

“Tolong mulai olah DNA-nya malam ini.”

Wajah Lisa memanjang. “Oh, Jeannie. kita kan sudah keluar seharian. Aku masih mesti belanja untuk makan malam.”

“Aku tahu. Dan aku masih mesti pergi ke rumah tahanan itu. Bagaimana kalau kita bertemu di laboratorium nanti, pukul sembilan?”

“Oke.” Lisa tersenyum. “Aku ingin tahu hasil tesnya nanti.”

“Kalau kita mulai malam ini, kita sudah bisa lihat hasilnya besok lusa.”

Lisa tampak jurang yakin. “Setelah memotong beberapa prosedur, ya.”

“Bagus!” Jeannie turun dari mobil itu, kemudian Lisa melesat pergi.

Sebetulnya Jeannie ingin langsung naik ke mobilnya sendiri, lalu langsung pergi ke kantor polisi, tapi ia memuluskan lebih baik mengecek keadaan ayahnya dulu, karena itu ia masuk ke rumahnya.

Ayahnya sedang menonton Wheel of Fortune. “Hai, Jeannie, kok baru pulang?” ujarnya.

“Aku kan kerja, dan aku belum selesai.” jawab Jeannie. “Bagaimana hari ini?”

“Agak membosankan, di sini sendirian.”

241

Jeannie merasa kasihan pada ayahnya. Sepertinya ia tidak punya teman. Namun tampangnya jauh lebih baik daripada malam sebelumnya. Penampilannya bersih, habis bercukur dan istirahat. Ia telah memanaskan sepotong piza dari lemari es Jeannie untuk makan siangnya; perabotan bekas makannya masih berserakan di pojok dapur. Jeannie baru akan menanyakan kepadanya, siapa yang akan memasukkan semua itu ke mesin pencuci perabotan, namun ia keburu mengurungkan niatnya.

Ia meletakkan tas kantornya, ialu mulai merapi rapi kan dapurnya. Si ayah tidak mematikan pesawat TV-nya.

“Aku baru dari Richmond, Virginia,” ujar Jeannie.

“Itu bagus. Manis. Kita makan apa nanti malam?”

www.ac-zzz.tk

Tidak, ujar Jeannie pada dirinya, tidak bisa dibiarkan. Ia tidak akan memperlakukan aku sebagaimana ia memperlakukan Mom. “Bagaimana kalau Daddy menyiapkan sesuatu?” ujarnya.

Ucapan itu berhasil menggugah perhatian ayahnya. Ia mengalihkan matanya dari pesawat TV. “Aku kan tidak bisa masak!”

“Aku juga tidak bisa. Daddy.”

Si ayah mengerutkan alisnya, lalu tersenyum. “Kalau begitu, kita makan di luar!”

Ekspresi wajahnya saat itu begitu akrab. Ingatan Jeannie langsung kembali ke suatu masa, sekitar dua puluh tahun yang lalu. Ia dan Patty sama-sama mengenakan celana jeans yang baru. Ia melihat Daddy dengan rambutnya yang hitam dan cambang berkata, “Ayo kita ke pasar malam! Kita beli harum manis? Ayo naik mobil!” Ia iaki-iaki paling menyenangkan di dunia waktu itu Kemudian kenangan Jeannie beralih ke sekitar sepuluh tahun yang ialu. Ia mengenakan celana jeans hitam dan sepatu bot Doc Marten waktu itu; rambut Daddy lebih pendek dan mulai ubanan. Daddy berkata, “Akan kuantar kau sampai ke Boston dengan barang

242

barangmu; aku akan beli minibus. Dengan begitu kita punya waktu untuk dihabiskan bersama-sama; kita akan makan fast food di jalan. Bakal seru sekali nanti! Usahakan siap pukul sepuluh!” Jeannie menunggu sepanjang hari, tapi si ayah tidak pernah muncul, dan pada hari berikutnya ia naik sebuah bus Greyhound.

Kini, melihat binar ayo-kita-bergembira yang sama di matanya, Jeannie cuma dapat berandai dengan sepenuh hati, kalau saja ia bisa berusia sembilan tahun kembali dan mempercayai seiiap patah kata yang diucapkan ayahnya. Tapi ia sudah dewasa sekarang, karena itu ia berkata, “Daddy punya uang berapa?”

Tampang si ayah berubah sedih. “Aku tidak punya sepeser pun, kan aku sudah bilang.”

“Aku juga tidak punya. Jadi, kita tidak bisa pergi makan di luar.” Jeannie membuka lemari esnya. Ia masih punya daun selada, beberapa tongkol jagung, sebutir jeruk lemon, sebungkus daging anak domba, sebutir tomat, dan sekotak beras Uncle Ben yang isinya tinggal setengah. Ia mengeluarkan itu semua dan meletakkannya di meja dapur. “Begini saja.” ujarnya. “Kita akan makan jagung dengan mentega yang sudah dicairkan sebagai hidangan pembuka, ialu daging anak domba dengan bumbu sari jeruk lemon yang dimakan dengan selada dan nasi, ialu es krim sebagai hidangan penutup

www.ac-zzz.tk

“Wah, itu baru asyik!”

“Daddy yang menyiapkannya, sementara aku pergi.”

Si ayah berdiri, kemudian menatap bahan makanan yang baru saja dikeluarkan Jeannie.

Jeannie memungut tas kantornya. “Aku pulang sekitar pukul sepuluh.”

“Aku tidak tahu cara memasak ini semua!” ujar si ayah sambil mengacungkan setongkoi jagung.

Dari sebuah rak di atas lemari esnya, Jeannie mengambil The Readers Digest Att-the-Year-Round Cookbook—Buku Masak Sepanjang Tahun The Reader’s Di—

243

gest. Ia menyerahkan buku itu kepada ayahnya. “Cari saja resepnya di sini,” ujarnya. Dan setelah mengecup pipi ayahnya, ia keluar.

Saat memasuki mobilnya, kemudian melesat ke arah kota, ia hanya dapat berharap sikapnya terhadap ayahnya tidak terlalu keras. Ayahnya berasal dari generasi yang lebih tua, peraturan peraturannya tentunya lain di zamannya. Namun ia tidak bisa berfungsi sebagai pengurus rumah tangga ayahnya, bahkan andai kata ia mau; ia harus mempertahankan pekerjaannya. Dengan memberikan tempat bernaung malam itu kepada ayahnya, ia telah berbuat lebih banyak untuk ayahnya daripada yang pernah dilakukan sang ayah untuknya hampir seumur hidupnya. Namun Jeannie toh menyesal tidak meninggalkan ayahnya dalam suasana yang lebih menyenangkan. Ayahnya memang tidak becus, tapi ia juga satu-satunya ayah yang dimilikinya.

Jeannie memarkir mobilnya di sebuah garasi yang sudah disediakan, lalu menyeberangi distrik lampu merah, menuju markas besar dinas kepolisian. Ia memasuki sebuah lobi megah dengan bangku-bangku dari marmer dan sebuah lukisan dinding yang menggambarkan adegan-adegan sejarah kota Baltimore. Ia menyatakan kepada petugas piket bahwa ia datang untuk menemui Steven Logan, yang sedang berada di dalam tahanan. Ia sudah memperhimngkan akan ada argumentasi mengenai itu, namun setelah menunggu beberapa menit, seorang wanita muda berseragam mengantarnya ke dalam, lalu naik ke atas dengan lift.

Jeannie digiring masuk ke dalam sebuah ruangan sempit. Tidak ada apa-apa di situ, selain sebuah jendela kecil di salah satu dinding, dan sebuah panel sistem suara di bawahnya. Jendela itu mengarah ke sebuah mangan kecil lain yang serupa. Tidak ada celah sedikit pun untuk menyodorkan apa-apa dari ruangan yang satu ke mangan yang lain melalui dinding itu.

www.ac-zzz.tk

244

Jeannie menerawangi jendela itu Setelah sekitar lima menit Steven dibawa masuk. Saat memasuki ruangan satunya, Jeannie melihat tangannya diborgoi dan kakinya dipasangi rantai, seakan ia amat berbahaya. Steven menghampiri jendela itu. Begitu mengenali Jeannie, ia tersenyum lebar. “Kejutan yang1 menyenangkan!” ujarnya. “Malah ini satu-satunya hal menyenangkan yang terjadi atas diriku sepanjang hari .ini.”

Meskipun pembawaannya ceria, tampang anak muda itu betul-betul tidak keruan: tegang dan capek. “Bagaimana keadaanmu?” ujar Jeannie.

“Agak gawat. Mereka memasukkan aku satu sei bersama seorang pembunuh yang masih berada di bawah pengaruh obat bius. Aku nggak berani tidur.”

Jeannie merasa amat prihatin mendengar itu. Ia mengingatkan dirinya bahwa anak muda itu ditahan karena tuduhan telah memerkosa Lisa. Namun ia tidak dapat menerima kenyataan itu. “Masih berapa lama kau harus mendekam di sini?*’

“Aku akan dihadapkan ke hakim besok, untuk memutuskan statusku sebagai tahanan luar. Kalau ditolak, aku bisa dikurung di sini sampai hasil tes DNA itu keluar. Sepertinya itu akan memakan waktu tiga hari.”

Berbicara soal DNA. Jeannie teringat akan tujuannya datang ke situ. “Aku bertemu dengan kembaranmu hari ini.”

“Lalu?”

“Semuanya jelas. Dia memang pasangan kembarmu.”

“Mungkin dia yang memerkosa Lisa Hoxton.”

Jeannie menggeleng-gelengkan kepalanya. “Andai kata dia sempat kabur dari penjara akhir minggu itu, ya. Tapi nyatanya dia disekap dalam kurungan.*’

“Apa tak mungkin dia kabur, lalu kembali? Supaya dia punya alibi?”

Itu terlalu muluk. Kalau Dermis memang berhasil kabur dari penjara, tidak akan a^jfblasan baginya untuk kembali.”

245

“Kukira itu masuk akal.” ujar Steven dalam nada sedih.

www.ac-zzz.tk

“Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan padamu.” “Silakan.”

“Pertama-tama, aku ingin mengecek ulang tanggal lahirmu.”

“25 Agustus.”

Tanggal itulah yang ditulis Jeannie sebelumnya. Mungkin ia keliru saat menulis tanggal lahir Dennis. “Dan apakah kau secara kebetulan tahu di mana kau dilahirkan?”

“Ya Dad sedang bertugas di Fort Lee. Virginia, ketika itu, sehingga aku dilahirkan di sebuah rumah sakit tentara di sana.”

“Tentu saja^ Mom menulis tentang itu dalam bukunya, Having a Bab" Ia menyipitkan matanya dengan cara yang mulai terasa tidak asing bagi Jeannie. Artinya ia sedang mencoba menjajaki apa yang terlintas dalam pikirannya. “Dennis lahir di mana?”

“Aku belum tahu sejauh ini.”

‘Tapi hari lahir kami sama.”

“Sayangnya, dia menyatakan lahir tanggal 7 September. Tapi mungkin terjadi kekeliruan. Aku akan cek lagi. Akan kutelepon ibunya begitu aku sampai di kantorku. Kau sudah bicara dengan orangtuamu?”

“Belum.”

“Kau mau aku menghubungi mereka?”

“Jangan! Kumohon. Aku tak ingin mereka tahu sebelum aku bisa mengatakan kepada mereka bahwa namaku sudah bersih.”

Jeannie mengerutkan alisnya “Dari semua yang sudah kauungkapkan padaku mengenai mereka, sepertinya mereka tipe orangtua yang akan memberikan dukungan.”

“Memang. Tapi ak^Jidak mau mereka susah.”

“Tentu saja ini akan menyakitkan bagi mereka. Tapi

246

mungkin mereka lebih suka dibentahu supaya dapat menolongmu.”

www.ac-zzz.tk

“Tidak. Kumohon jangan hubungi mereka”

Jeannie angkat bahu. Ada sesuatu yang disembunyikan Steven darinya. Namun ini adalah keputusannya.

“Jeannie… seperti apa dia?”

“Dennis? Dari luar, dia amat mirip denganmu.”

“Apakah rambutnya panjang, pendek, punya kumis, kuku-kuku kotor, jerawat, agak pincang…”

“Rambutnya sependek rambutmu, dia tidak pakai kumis atau cambang, tangannya bersih, dan kulitnya bening. Dia bisa tampil seperti dirimu.”

“Wauw.” Tampang Steven berubah resah.

“Yang betul-betul berbeda adalah pembawaannya. Sepertinya dia tidak tahu cara bergaul dengan manusia lain.”

“Aneh sekali.”

“Menurutku tidak. Malah fakta itu mengkonfirmasi kebenaran teoriku. Kalian sama-sama termasuk dalam kelompok anak-anak yang berangasan. Aku mencomot istilah itu dari sebuah film Prancis. Aku memakainya untuk tipe anak yang tidak mengenal takut, sulit diatur, hiperaktif. Anak-anak seperti ini biasanya mengalami masalah dalam pergaulan. Charlotte Pinker dan suaminya gagal dalam menangani Dennis. Kedua orangtuamu berhasil.”

Steven belum puas. “Tapi pada dasarnya, Dennis dan aku sama.”

“Kalian sama-sama lahir berangasan.” “Tapi aku dipoles tata krama.”

Jeannie melihat ia benar-benar terguncang. “Kenapa kau jadi begitu risau gara-gara itu?”

“Aku ingin menganggap diriku manusia, bukan seekor gorila yang dilatih.”

Jeannie tertawa, meskipun tampang Steven masib amat serius. “Gorila memang harus belajar bergaul.

247

Begitu pula semua jenis binatang yang hidup dalam kelompok. Dari situlah lahirnya pelanggaran.”

www.ac-zzz.tk

Steven tampak tergugah. “Dari tinggal di dalam kelompok?”

“Ya. Pelanggaran merupakan penyimpangan dari suatu peraturan masyarakat yang dianggap penting. Jenis binatang yang hidupnya sendirian tidak memiliki peraturan-peraturan. Seekor beruang akan menyelonong masuk ke dalam sarang beruang lain, mencuri makanannya serta membunuh anak-anaknya. Serigala tidak akan melakukan hal seperti itu: kalau mereka toh melakukannya, mereka tidak akan bisa tinggal berkelompok. Serigala termasuk jenis hewan monogamous; mereka ikut memelihara anak-anak serigala lain, dan mereka menghormati ruang gerak pribadi masing-masing. Kalau ada yang melanggar peraturan, mereka akan menghukumnya; kalau dia masih ngotot, mereka akan mengucilkannya dari kelompok, atau membunuhnya.”

“Bagaimana kalau peraturan-peraturan yang tidak begitu penting yang dilanggar?”

“Seperti kentut di dalam lift? Kita akan menyebutnya tidak tahu aturan. Hukumannya hanya sikap kurang berkenan dari yang lain. Sungguh-sungguh menakjubkan, efek dari sikap itu.”

“Kenapa kau begitu menaruh perhatian kepada mereka yang terlibat dalam pelanggaran?”

Jeannie teringat ayahnya. Ia belum dapat memastikan apakah di dalam dirinya terdapat gen kriminal atau tidak. Steve akan merasa jauh lebih enak andai kata tahu bahwa ia sendiri meresahkan soal warisan genetikanya. Tapi ia sudah terlalu lama berbohong mengenai daddy nya sehingga tidak mudah baginya membuka pembicaraan mengenai ayahnya sekarang. “Itu kan bukan masalah kecil,” ujar Jeannie menghindar. “Semua orang menaruh perhatian kalau terjadi suatu kasus pelanggaran.”

Pintu di belakang Jeannie dibuka. Si polisi wanita

248

yang masih muda itu melongokkan kepalanya. “Waktu Anda sudah habis, Dr Ferrami.”

“Oke,” sahut Jeannie. “Steve, tahukah kau bahwa Lisa Hoxton adalah sahabatku di Baltimore?”

“Tidak, aku tidak tahu.”

“Kami bekerja sama; dia seorang teknisi laboratorium.”

www.ac-zzz.tk

“Seperti apa dia?”

“Dia bukan tipe yang akan sembarangan menuding seseorang.”

Steven mengangguk.

“Tapi aku juga ingin kau tahu bahwa aku tidak percaya kaulah pelakunya.”

Untuk sesaat Jeannie mengira Steve akan mengucurkan air mata. “Terima kasih.” ujar anak muda itu dalam nada parau. “Aku tidak bisa mengungkapkan padamu, betapa berartinya itu bagiku.”

“Hubungi aku begitu kau keluar.” Jeannie memberikan nomor telepon rumahnya. “Kau bisa ingat itu?”

“Tidak ada masalah.”

Jeannie merasa enggan untuk berdiri. Ia memberikan senyum untuk membesarkan hati. “Semoga kau beruntung.”

“Trims.”

Jeannie memutar tubuhnya, lalu pergi.

Si polisi wanita menemaninya sampai ke lobi. Hari sudah mulai gelap saat ia kembali ke garasi parkir itu. Ia mengarahkan kendaraannya ke Jones Falls Expressway, kemudian menyalakan lampu besar Mercedes tuanya. Saat menuju ke utara, ia mulai ngebut, karena ingin segera tiba di kawasan universitasnya. Ia memang selalu ngebut. Ia tahu bahwa ia seorang pengemudi yang terampil, tapi juga agak gegabah. Tapi ia memiliki kesabaran untuk melajukan kendaraannya tidak melebihi batas kecepatan lima puluh lima mil per jam.

Mobil Honda Accord putih Lisa sudah bertengger di

249

luar Nut House. Jeannie memarkir kendaraannya di sebelahnya, lalu masuk ke dalam. Lisa baru saja menyalakan lampu-lampu di ruang laboratorium. Cool box-nya yang berisi contoh darah Dennis Pinker masih “tergeletak di meja kerjanya.

Kantor Jeannie terletak persis di seberang lorong. Ia membuka pintunya dengan cara menyusuri kartu plastiknya melalui alat pembaca kode, lalu masuk ke dalam. Begitu duduk di belakang meja tulisnya ia memutar nomor keluarga Pinker di Richmond. “Akhirnya!” serunya begitu mendengar nada panggil itu.

www.ac-zzz.tk

Charlotte yang menjawab. “Bagaimana keadaan anakku?” tanyanya.

“Dia sehat-sehat saja,” sahut Jeannie. Tampangnya sama sekali tidak seperti penderita gangguan jiwa, ujarnya dalam hati, sampai dia menghunuskan pisau ke arahku dan mencuri celana dalamku. Jeannie mencoba memusatkan perhatiannya kepada sesuatu yang lebih positif. “Dia sangat kooperatif.”

“Kelakuannya memang baik,” ujar Charlotte dalam aksen Selatan kental yang biasa ia gunakan untuk memberikan tekanan pada ucapannya.

“Mrs. Pinker, boleh aku tanya sekali lagi pada Anda kapan hari lahirnya?”

“Dia lahir pada tanggal 7 September.” Seakan itu suatu hari nasional yang penting.

Ternyata itu bukan jawaban yang diharapkan Jeannie. “Dan di rumah sakit mana dia dilahirkan?*’

“Kami di Fort Bragg, North Carolina, waktu itu.**

Jeannie berusaha menelan umpatan kecewanya.

“Si Mayor bertugas untuk melatih mereka yang kena wajib militer ke Vietnam,” ujar Charlotte dalam nada bangga. “Komando Medis Angkatan Bersenjata memiliki sebuah rumah sakit besar di Bragg. Di situlah Dennis dilahirkan.”

Jeannie tidak tahu lagi harus berkata apa. Situasinya

250

masih sama misteriusnya seperti sebelumnya. “Mrs. Pinker, aku ingin mengucapkan terima kasih sekali lagi untuk kerja sama Anda.” “Sama-sama.”

Jeannie kembali ke laboratorium, lalu berkata pada Lisa, “Rupanya Steve dan Dennis lahir dalam tenggang waktu tiga belas hari, dan di negara bagian yang berlainan. Aku betul-betul tidak mengerti.”

Lisa membuka sebuah kotak tabung percobaan yang baru. “Yah, tapi ada satu tes yang tidak dapat dibantah lagi hasilnya. Kalau mereka memiliki DNA yang sama, mereka pasti pasangan kembar identik, tidak peduli apa pun yang dikatakan orang mengenai kelahiran mereka.” Ia mengeluarkan dua tabung kaca kecil. Panjangnya hanya beberapa inci. Masing-masing memiliki sebuah tutup dan dasar berbentuk kerucut Ia mengeluarkan sebungkus kertas label, lalu menulis “Dennis Pinker” di atas yang satu dan “Steven Logan” di atas yang

www.ac-zzz.tk

lain, untuk ditempelkan pada tabung-tabung itu. Sesudah itu ia menempatkannya di sebuah rak.

Ia membuka segel contoh darah Dennis, lalu memasukkannya setetes ke dalam salah satu tabung. Kemudian ia mengambil wadah berisi contoh darah Steven dari dalam lemari es dan melakukan hai yang sama.

Dengan menggunakan sebuah pipet berkaliber presisi tinggi, berupa pipa yang salah am ujungnya berbentuk labu, ia menambahkan sejumlah kecil kloroform pada masing-masing tabung. Kemudian ia mengambil sebuah pipet baru untuk membubuhkan fenol dalam jumlah persis sama.

Ia menutup kedua tabung itu dan memasukkannya ke dalam Whrilmixer untuk mengagitasi bahan-bahan itu selama beberapa detik. Kloroform akan melarutkan lemak dan fenol akan menguraikan protein, tapi untaian molekul-molekul asam deo mbonukleat nya yang panjang akan tetap utuh.

251

Lisa menempatkan tabung-tabung itu kembali di raknya. “Hanya itu yang dapat, kita lakukan sementara ini,” ujarnya.

Bahan fenol yang dilarutkan air pelan-pelan akan memisahkan diri dari kloroform. Akan terbentuk suatu lengkung pada permukaan larutan di dalam tabung itu. DNA-nya akan berada di bagian yang cair, yang akan diambil dengan pipet untuk tahap pengetesan selanjutnya. Tapi untuk itu mereka harus menunggu sampai pagi.

Sebuah pesawat telepon berdering entah di mana. Jeannie mengerutkan alis; sepertinya bunyinya berasal dari ruangan kerjanya. Ia menyeberangi lorong untuk menjawabnya. “Ya?”

“Dengan Dr. Ferrami?”

Jeannie paling sebal menerima telepon dari orang-orang yang langsung menanyakan dengan siapa mereka berbicara, tanpa memperkenalkan diri lebih dahulu. Rasanya seperti mengetuk pintu seseorang, ialu berkata, “Siapa kau?” Jeannie berusaha menahan diri untuk tidak bersikap sarkastis, kemudian menjawab, “Aku Dr. Jeannie Ferrami. Dengan siapa aku berbicara?’

“Dengan Naomi Freelander, dari New York Times” Suaranya seperu seorang perokok berat berusia sekitar lima puluhan. “Aku punya beberapa pertanyaan untuk Anda.”

“Malam-malam begini?’”

www.ac-zzz.tk

“Aku bekerja tanpa melihat waktu. Sepertinya Anda juga begitu.”

“Kenapa Anda meneleponku?”

“Aku sedang melakukan .riset untuk sebuah artikel mengenai etika dalam dunia ilmu pengetahuan.”

“Oh.” Jeannie langsung ingat akan Steve yang tadinya sama sekali tidak menyadari fakta bahwa mungkin ia seorang anak angkat. Masalah ini berhubungan dengan soal etika, meskipun bukannya tidak bisa diselesaikan— tapi tentunya The Times tidak tahu mengenai itu. “Apa yang ingin Anda ketahui?”

252

“Setahuku Anda menelusuri database medis untuk mendapatkan subjek-subjek yang tepat untuk studi Anda.”

“Oh, oke.” Jeannie lebih santai. Tidak ada yang perlu ia cemaskan mengenai topik ini. “Yah, aku sudah menciptakan suatu sarana riset yang dapat menelusuri data-data komputer untuk menemukan pasangan-pasangan yang sesuai. Tujuanku adalah menemukan pasangan kembar identik. Sistem ini dapat diterapkan melalui database mana pun.”

“Tapi Anda sudah mendapatkan akses untuk menggunakan catatan-catatan medis ini.’

“Akan sangat berarti kalau Anda mendefinisikan apa yang Anda maksudkan dengan akses. Aku cukup berhati-hati untuk tidak melanggar hak pribadi seseorang. Aku belum pernah menelusuri detail-detail medis siapa pun. Dalam program ini, data-data seperti itu tidak akan dicetak.”

“Lalu apa yang tercetak?”

“Nama dari kedua individu itu, beserta alamat dan nomor telepon mereka.”

“Tapi nama-nama itu tercetak secara berpasangan.*’

“Tentu saja, itu memang tujuannya.”

“Jadi, kalau Anda menggunakan, katakanlah, suatu database electroencephalogram. Anda akan mendapati bahwa gelombang otak John Doe persis sama seperti milik Jim Fitz?”

www.ac-zzz.tk

“Persis sama atau mirip. Tapi aku tidak akan tahu apa-apa mengenai kondisi kesehatan masing-masing individu.”

“Namun demikian, andai kata Anda tahu sebelumnya bahwa John Doe adalah seorang penderita gangguan jiwa. Anda bisa menyimpulkan bahwa Jim Fitz juga menderita hal yang samaT* -

“Kami tidak akan tahu mengenai hal seperti itu.’

”Mungkin saja Anda kenal John Doe.”

“Maksud Anda?”

253

“Mungkin dia seorang pesuruh di kantor Anda, atau entah apa.”

“Ah, Anda mengada-ngada.” “Tapi itu mungkin.”

“Itukah topik yang ingin Anda liput dalam artikel Anda?”

“Mungkin.”

“Oke. secara teoretis itu memang mungkin, meskipun kecil sekali, sehingga mereka yang bersifat terbuka tidak akan mempermasalahkannya.”

“Itu patut dijadikan bahan pertimbangan.”

Si reporter rupanya bertekad untuk membuat berita sensasi, tanpa memedulikan fakta-fakta yang ada, ujar Jeannie pada dirinya; dan ia mulai waswas. Ia sudah punya cukup banyak masalah tanpa polah usil pihak media massa. “Seberapa seriusnya hal ini?” tanyanya. “Apakah Anda sudah menemukan seseorang yang merasa keleluasaan pribadinya dilanggar gara-gara program ini?”

“Aku tertarik pada sudut potensinya.”

Suatu ide tiba-tiba melintas dalam dirinya. “Siapa yang meminta Anda menghubungi aku, sebetulnya?”

“Kenapa itu Anda tanyakan?”

“Untuk alasan yang sama Anda mengajukan pertanyaan-pertanyaan Anda kepadaku. Aku ingin tahu yang sebenarnya.”

www.ac-zzz.tk

“Aku tidak bisa mengungkapkannya kepada Anda.”

“Menarik sekali,” ujar Jeannie. “Aku sudah membeberkan panjang lebar pada Anda mengenai riset dan metodeku. Tidak ada yang kusembunyikan. Tapi Anda tidak dapat melakukan hal yang sama. Rupanya Anda. katakanlah, merasa rikuh. Apakah ada yang tidak wajar mengenai cara Anda mendapatkan informasi tentang proyekku?”

“Aku sama sekali tidak merasa rikuh,” jawab si reporter dalam nada ketus

254

Jeannie mulai marah. Memangnya ia mengira dirinya siapa? “Oke, ada pihak yang merasa rikuh. Kalau tidak, kenapa Anda tidak mau mengatakan siapa yang memberikan informasi itu kepada Anda?”

“Aku harus melindungi sumber informasiku.”

“Dari apa?” Jeannie tahu bahwa sebaiknya ia mulai mundur. Tidak ada yang dapat ia peroleh dengan menantang pihak pers. Tapi sikap wanita itu betul-betul menyebalkan. “Seperti sudah kujelaskan tadi, tidak ada yang salah mengenai metodeku dan tidak ada seorang pun yang terancam hak keleluasaan pribadinya. Jadi, untuk apa sumber informasi Anda harus bersikap begitu misterius?”

“Semua orang punya alasan.”

“Sepertinya sumber informasi Anda memiliki maksud-maksud negatif, bukan?” Bahkan pada saat mengatakan itu, Jeannie membatin, Untuk apa seseorang mau melakukan ini pada diriku?

“Aku tidak bisa mengomentari itu.”

“A/o comment, he?” ujar Jeannie dalam nada ketus. “Ada baiknya aku ingat-ingat ungkapan itu.”

“Dr. Ferrami, aku ingin mengucapkan terima kasih untuk kerja sama Anda.”

“Sudahlah,” sahut Jeannie, kemudian menutup pesawatnya.

Ia masih menerawangi pesawat itu selama beberapa saat. “Nah, apa artinya ini semua?” ujarnya.

255

www.ac-zzz.tk

-^jr^ndan d i-djvu-kan unuik~ dinlliadcr (dimhad.co.cc) okh-

OBI

imilmal dinihad pallgcu, sulni bbsc, kangz”” I stlichiarga, otoy dengan kameranya, syauqy I “Ťanlianaoki.wcirdpress.coill -irya, g”81* j semua di mliader.

’””ŤKmeng-komersil-kiiuMť”1‘“1”1”” nienliiipn Ťnrle.

‘I’

RABU

BAB 21

Berrington Jones tidak dapat tidur nyenyak. Ia telah melewatkan malam itu bersama Pippa Harpenden. Pippa adalah seorang sekretaris di fakultas fisika. Ia sudah pernah diajak oleh banyak profesor, termasuk beberapa yang. sudah beristri, namun hanya dengan Berrington lah ia mau berkencan. Berrington mengenakan pakaian terbaiknya saat menggandeng wanita itu ke sebuah restoran bersuasana intim, kemudian memesan anggur yang eksklusif. Ia telah menikmati lirikan iri kaum laki-laki yang sebaya dengannya, yang makan malam bersama istri-istri mereka Ś yang sudah tua dan jelek. Kemudian ia mengajak Pippa pulang. Ia menyalakan lilin-lilin, mengenakan piama sutra, ialu bercinta dengannya perlahan-lahan, sampai wanita itu mendesah kesenangan.

Tapi ia terbangun pada pukul empat pagi dan mulai memikirkan hal-hal yang dapat menggagalkan rencananya. Sepanjang sore kemarin, Hank Stone menenggak anggur murahan yang disuguhkan oleh pihak penerbit buku itu bisa saja ia sudah lupa sama sekali mengenai pembicaraannya dengan Berrington. Namun andai kata ia ingat, masih ada kemungkinan pihak

259

redaksi New York Times memutuskan untuk tidak melanjutkan liputan itu. Mungkin mereka akan tanya sana-sini sedikit, lalu menyadari bahwa tidak ada yang aneh mengenai apa yang sedang dikerjakan Jeannie. Atau bisa saja mereka menanggapinya dengan begitu santai, dan baru mulai bergerak minggu depan, di saat segalanya sudah terlambat.

Setelah bolak-balik di tempat tidurnya selama beberapa saat, Pippa bergumam, “Kau tidak apa apa. Berry?”

www.ac-zzz.tk

Berrington membelai rambutnya yang pirang dan panjang, sementara Pippa mengeluarkan dengusan dengusan lembut yang mengundang. Bercinta dengan seorang wanita cantik biasanya merupakan selingan yang menghibur saat menghadapi kesusahan, namun kali ini rasanya prinsip itu tidak berlaku. Terlalu banyak yang ada dalam pikirannya. Akan melegakan andai kata ia bisa membicarakan masalahnya dengan Pippa—wanita itu cukup cerdas, sikapnya juga penuh pengertian dan simpatik— tapi ia tidak dapat membeberkan rahasia seperti itu kepada siapa pun.

Selang beberapa saat, ia turun dari tempat tidur untuk pergi lari pagi. Ketika ia kembali, Pippa sudah pergi, dengan meninggalkan surat pendek berisi ucapan terima kasih yang di bungkus di dalam stocking nilon hitamnya yang tipis.

Pengurus rumah tangganya tiba beberapa menit menjelang pukul delapan dan membuatkan telur dadar baginya. Marianne adalah seorang gadis kurus dan selalu resah yang berasal dari Martinique, sebuah tempat di Kepulauan Karibia Prancis. Ia hanya bisa berbicara bahasa Inggris sedikit-sedikit dan amat takut dikirim kembali ke tempat asalnya. Gara-gara ini, ia menjadi amat patuh. Marianne seorang gadis cantik, dan Berrington memperkirakan andai kata ia menyuruh gadis itu tidur dengannya, Marianne akan menganggap itu adalah bagian dari tugasnya sebagai seorang pegawai. Namun

260

Berrington tidak melakukan hal itu, tentu saja; tidur dengan seorang pelayan bukanlah gayanya.

Ia pergi mandi, bercukur, lalu memilih pakaian yang menampilkan kesan berwibawa, berupa setelan jas abu-abu arang dengan garis-garis halus, kemeja putih, dan dasi hitam dengan bintik-bintik kecil berwarna merah. Ia memakai kancing manset dari emas yang digrafir, menyisipkan sehelai saputangan putih dari linen ke saku dadanya, lalu menyikat sepatu Oxford hitamnya sampai mengilat.

Ia berangkat ke kampus, menuju ruang kantornya, lalu menyalakan komputernya. Seperti kebanyakan kaum akademik yang brilian, jam mengajarnya tidak begitu banyak. Di Jones Falls ia hanya memberikan satu sesi kuliah setahun. Perannya adalah mengarahkan dan menyelia riset para ilmuan di fakultasnya, serta menambahkan prestise namanya pada karya-karya tulis yang mereka susun. Tapi pagi ini ia tidak dapat memusatkan perhatian, karenanya ia melihat ke luar jendela dan menonton empat orang anak muda yang sedang bermain tenis, sambil menunggu pesawat teleponnya berdering.

Ternyata ia tidak perlu menunggu lama.

www.ac-zzz.tk

Pukul sembilan lewat tiga puluh, pimpinan Jones Falls University, Maurice Obeli, menelepon. “Kita sedang menghadapi masalah,” ujarnya.

Tubuh Berrington menegang. “Ada apa, Maurice?”

“Aku ditelepon seorang wanita dari New York Times. Dia bilang seseorang di bagianmu melanggar hak keleluasaan pribadi orang. Namanya Dr. Ferrami.”

Syukurlah, pikir Berrington dengan hati**berbunga-bunga; rupanya Hank Stone tergugah! Ia membuat nada suaranya terdengar prihatin. “Aku akan segera ke tempatmu.” Ia menutup pesawatnya, lata duduk selama beberapa saat, memutar otak. Masih terlalu awal untuk merayakan kemenangan ini. Ia baru saja memulai selu—

261

ruh prosesnya. Kini ia berusaha menggiring Maurice dan Jeannie ke arah yang diinginkannya.

Nada suara Maurice terdengar khawatir. Itu awal yang baik. Berrington harus memastikan agar ia tetap merasa khawatir. Ia harus membuat Maurice merasa bahwa akan merupakan malapetaka andai kata Jeannie tidak segera berhenti menggunakan program riset database-nya Begitu Maurice sudah memutuskan untuk mengambil tindakan tegas, Berrington harus memastikan ia tetap mempertahankan keputusannya itu.

Yang terpenting adalah ia harus mencegah terjadinya kompromi. Berrington tahu bahwa pada dasarnya Jeannie bukan orang yang mudah diajak berkompromi, tapi kalau seluruh masa depannya menjadi taruhan, mungkin saja ia akan menempuh segala macam cara. Berrington harus berusaha memancing amarahnya dan sifat suka membangkangnya.

Ia harus melakukan itu dengan kesan bermaksud baik. Kalau ia mencoba menyudutkan Jeannie secara mencolok, Maurice akan curiga. Berrington harus pura-pura sedang berupaya membela Jeannie.

Ia meninggalkan Nut House dan menyeberangi kawasan kampus, lewat Barry more Theater dan Fakultas Seni, menuju ke arah Hillside Hall. Bangunan yang tadinya rumah peristirahatan donatur orisinal universitas itu kini telah berubah fungsi menjadi gedung administrasi. Kantor pimpinan universitas adalah bekas ruang duduk megah rumah tua itu. Berrington mengangguk dengan simpatik ke arah sekretaris Dr. Obell. lalu berkata, “Dia sedang menungguku.”

“Silakan langsung masuk. Profesor,” ujar si sekretaris.

www.ac-zzz.tk

Maurice sedang duduk di dekat sebuah jendela besar yang menghadap ke kebun. Ia seorang laki-laki pendek berdada bidang, yang kembali dari Vietnam dengan kursi roda, dalam keadaan lumpuh dari batas pinggang ke bawah. Berrington menilainya mudah untuk diajak

262

berbicara, mungkin karena mereka sama-sama pernah bertugas dalam dinas kemiliteran. Mereka juga sama-sama menyukai musik karya Mahler.

Maurice sering memasang tampang tegang. Untuk mengelola JFU, ia berusaha mendapatkan sepuluh juta dolar setahun dari para donatur, baik secara pribadi maupun melalui perusahaan, dan akibatnya ia amat mencemaskan pubilisitas yang sifatnya negatif.

Ia memutar kursi rodanya, kemudian menggelinding ke arah meja tulisnya. “Mereka sedang mengolah artikel besar mengenai etika dalam dunia ilmu pengetahuan, katanya. Berry, aku tak bisa membiarkan mereka memuat nama Jones Falls dalam artikel itu sebagai contoh perilaku tidak etis dalam dunia ilmu pengetahuan. Separuh dari donor-donor yang paling kita andalkan bakal geger. Kita harus melakukan sesuatu untuk mengatasi ini.”

“Siapa nama cewek itu?”

Maurice memeriksa buku notesnya. “Naomi Freelander. Dia duduk dalam dewan redaksi yang menangani soal etika. Apa kau tahu bahwa mereka memiliki dewan redaksi seperti itu? Aku tidak.”

“Aku tidak akan heran kalau New York Times memilikinya.”

“Tapi itu bukan alasan bagi mereka untuk berlagak seperti orang-orang Gestapo. Semula mereka akan menarik artikel ini, katanya, tapi kemarin mereka memperoleh masukan menyangkut si Ferrami-mu itu.”

“Dari mana mereka mendapat masukan itu?” tanya Berrington.

“Tentunya dari salah satu bajingan di sini yang tidak punya rasa loyalitas sama sekali.” “Rupanya begitu.”

Maurice menghela napas. “Katakan bahwa itu tidak benar, Berry. Katakan padaku bahwa dia sama sekali tidak melanggar hak keleluasaan pribadi orang.”

Berrington menyilangkan kakinya, mencoba tampil

263

www.ac-zzz.tk

santai, meski sebenarnya ia merasa sangat tegang. Di sinilah ia harus mulai bersiasat. “Menurutku dia tidak melakukan pelanggaran,” ujarnya. “Dia menelusuri database medis untuk menemukan orang-orang yang tidak menyadari bahwa mereka sebetulnya memiliki pasangan kembar. Brilian sekali, sebenarnya.”

“Apakah ia menelusuri data-data medis orang tanpa seizin mereka?”

Bemngton pura-pura enggan menjawab. “Ehm… bisa dibilang begitu.”

“Kalau begitu, dia harus menghentikan kegiatan itu.”

“Masalahnya, dia betul-betul membutuhkan informasi ini untuk proyek risetnya.”

“Mungkin kita tawarkan padanya suatu kompensasi.”

Tidak pernah terpintas dalam Berrington kemungkinan untuk menyuap Jeannie. Ia meragukan hasilnya, namun tak ada salahnya mencoba. “Itu ide bagus.”

“Apa dia sudah memiliki jabatan tetap?”

“Dia baru mulai bekerja di sini semester ini, sebagai asisten profesor. Sedikitnya masih enam tahun sebelum dia dapat menduduki jabatan tetap. Tapi kita bisa memberikan kenaikan gaji kepadanya. Setahuku dia butuh uang. Dia pernah mengungkapkan itu kepadaku.”

“Berapa yang diterimanya sekarang?”

“Tiga puluh ribu dolar setahun.”

“Berapa menurutmu sebaiknya kita tawarkan kepadanya?”

“Jumlahnya harus mantap. Delapan atau sepuluh ribu lagi.”

“Dan mengenai sumber dananya?”

Berrington tersenyum. “Kurasa aku bisa membujuk pihak Genetico.”

“Kalau begitu, itu yang akan kita lakukan. Panggil -dia ke sini sekarang. Berry. Kalau dia ada di kawasan kampus, suruh dia masuk ke sini sekarang juga. Kita selesaikan ini sebelum tim yang sok etis itu menelepon kita lagi1

264

www.ac-zzz.tk

Berrington meraih pesawat telepon Maurice, lalu memutar nomor ruang kerja Jeannie. Deringannya langsung dijawab. “Jeannie Ferrami.”

“Aku Berrington.”

“Selamat pagi.” Nadanya waswas. Apakah ia tahu mengenai niat Berrington merayunya pada hari Senin malam itu? Mungkin ia mengira dirinya sedang dicoba lagi. Atau mungkin ia sudah tahu mengenai masalah mereka dengan New York Times?

“Bisa temui aku sekarang?”

“Di ruang kerja Anda?”

“Aku sedang berada di kantor Dr. Obell, di Hillside Hall.”

Jeannie menghela napas. “Apakah ini mengenai seorang wanita bernama Naomi Freelander?”

“Ya.”

“Semuanya cuma gertak sambal. Anda tahu itu.” “Ya, tapi kita harus menghadapinya” “Aku akan segera ke sana.”

Berrington menutup pesawatnya. “Dia sedang menuju kemari,” ujarnya pada Maurice. “Sepertinya dia sudah dihubungi oleh pihak Times.”

Menit-menit berikutnya akan merupakan saat-saat yang menentukan. Andai kata Jeannie dapat membela dirinya sendiri dengan baik, ada kemungkinan Maurice akan mengubah strateginya. Berrington harus mengupayakan agar Maurice tetap pada pendiriannya, tanpa menampilkan sikap negatif terhadap Jeannie. Gadis itu memiliki temperamen panas dan nekat, sama sekali bukan tipe yang memilih untuk mengalah, terutama kalau ia yakin dirinya benar. Ada kemungkinan ia bisa menjadi musuh Maurice tanpa bantuan Berrington. Tapi menghadapi kemungkinan ia akan berlaku manis dan mau dibujuk, Berrington membutuhkan rencana cadangan.

Tiba-tiba suatu inspirasi melintasi pikirannya. Ia

berkata, “Sambil menunggu, ada baiknya kita membuat konsep sebuah pernyataan pers.” “Itu ide bagus.”

Berrington meraih sebuah bloknot dan mulai meng orat oret Ia butuh sesuatu yang tak mungkin disepakati Jeannie, sesuatu yang akan melukai harga dirinya dan membuatnya sangat marah. Ia menulis bahwa Jones Falls University

www.ac-zzz.tk

mengakui kesalahan yang terjadi. Pihak universitas meminta maaf kepada mereka yang merasa keleluasaan pribadinya dilanggar, dan menjanjikan bahwa program itu sudah tidak diberlakukan terhitung mulai hari itu.

Ia menyerahkan hasilnya kepada sekretaris Maurice sambil memintanya untuk langsung memprosesnya lewat komputernya.

Jeannie muncul dengan suasana hati diliputi kegeraman. Ia mengenakan kaus hijau zamrud yang longgar, celana jeans hitam ketat, dan semacam sepatu bot montir yang kini sedang dianggap mode. Ia memakai sebuah cincin perak di cuping hidungnya, rambutnya yang lebat dan berwarna gelap diikat ke belakang. Tampangnya sebetulnya menggemaskan, di mata Berrington, tapi penampilan seperti itu tidak membuat si pimpinan universitas terkesan. Baginya penampilan Jeannie mengekspresikan tipe seorang akademik muda yang urakan dan mungkin akan membawa JFU dalam posisi serba salah.

Maurice mempersilakannya duduk, lalu bercerita kepadanya tentang telepon yang diterimanya dari pihak pers. Sikapnya kaku. Ia merasa lebih nyaman berada di antara kaum laki-laki yang lebih matang, ujar Berrington pada dirinya: seorang wanita muda dalam celana jeans ketat membuatnya rikuh.

“Wanita yang sama juga menghubungi aku,” ujar Jeannie dalam nada sebal. “Norak sekali.”

“Tapi kau memang mengakses database medis,” ujar (Maurice.

266

“Aku tidak membaca isi database-nya, komputerkulah yang melakukan itu. Tak ada seorang pun yang membaca data-data medis siapa pun. Programku menampilkan sebuah daftar nama dan alamat, berdasarkan pasangan.”

“Tapi…”

“Kami tidak akan melangkah lebih jauh tanpa lebih dahulu meminta izin dari subjek yang dianggap berpotensi. Kami bahkan tidak mengungkapkan kepada mereka bahwa mereka memiliki pasangan kembar, sampai setelah mereka menyatakan bersedia ikut ambil bagian dalam studi kami. Jadi, keleluasaan pribadi siapa sebetulnya yang dilanggar?”

Berrington berpura-pura memberikan dukungan padanya. “Kan aku sudah bilang tadi, Maurice,” ujarnya. “Rupanya pihak Times telah melihat dari sudut yang salah.”

“Menurut mereka tidak. Dan aku harus mempertimbangkan reputasi univeritas.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie berkata, “Percayalah, hasil pekerjaanku akan meningkatkan itu.” Ia mendoyongkan tubuhnya ke muka, dan Berrington menangkap nada gairah untuk berjuang demi kemajuan ilmu pengetahuan, seperti yang dirasakan setiap ilmuwan berbakat. “Proyek ini betul-betul penting. Aku satu-satunya orang yang berhasil mewujudkan cara untuk mempelajari unsur genetika dalam kriminalitas. Begitu kita mempublikasi hasilnya, akan terjadi sensasi.”

“Apa yang dikatakannya betul,” ujar Berrington menimpali. Dan nyatanya memang begitu. Bidang yang sedang ditekuninya itu memang amat menarik. Sayang sekali kalau harus dihentikan. Tapi memang tidak ada pilihan lain.

Maurice menggeleng. “Tugasku adalah melindungi universitas ini dari skandal.”

Dengan nekat Jeannie berkata, ‘Tapi juga merupakan tugas Anda untuk membela kebebasan akademis.”

Ia telah mengambil langkah yang salah. Dulu sekali,

267

jelas, para pimpinan universitas berjuang demi hak kebebasan untuk memperdalam ilmu, tapi hari-hari itu sudah lama berlalu. Jeannie hanya akan menyinggung perasaan Maurice dengan menyebut-nyebut soal kebebasan akademis.

Maurice menjadi panas. “Kau tidak perlu menguliahi aku tentang tugas-tugasku sebagai pimpinan universitas, ^Nona,” ujarnya dalam nada ketus.

Jeannie rupanya tidak menangkap maksud tersirat itu, dan ini membuat hati. Berrington berbunga. “O ya?” ujarnya pada Maurice, dalam nada yang mulai bersemangat “Anda menghadapi suatu konflik. Di satu pihak, ada koran yang ngotot meliput sebuah berita yang sebetulnya tidak ada; di pihak lain, seorang ilmuwan yang sedang mengejar kebenaran. Kalau seorang pimpinan universitas merasa bimbang dalam menghadapi , tekanan seperti ini, entah apa jadinya nanti?”

Hati Berrington melonjak. Tampang Jeannie betul-betul amat menarik, dengan pipi “merona kemerahan dan mata berapi-api, namun ia sedang menggali liang kuburnya sendiri. Maurice merasa tersinggung sekali.

Kemudian Jeannie rupanya menyadari apa yang sedang ia lakukan, sebab secara tiba-tiba ia mengubah taktiknya. “Tapi di pihak lain, kita sama-sama tidak menginginkan publisitas bernada negatif untuk universitas ini,” ujarnya dalam nada lebih simpatik. “Aku bisa mengerti kekhawatiran Anda. Dr. Obell.”

www.ac-zzz.tk

Amarah Maurice langsung mereda. Hati Berrington menciut. “Aku mengerti bahwa ini membuatmu berada dalam posisi serba salah,” ujar Maurice. “Pihak universitas bersedia memberikan kompensasi padamu, dalam bentuk kenaikan gaji sebesar sepuluh ribu dolar setahun.”

Jeannie tampak terperangah.

Berrington berkata, “Itu akan memungkinkaumu mengeluarkan ibumu dari tempat yang membuatmu begitu resah itu”

268

Untuk sesaat Jeannie tampak ragu. “Aku amat menghargai tawaran Anda,” ujarnya, “tapi itu tidak akan menyelesaikan masalahnya Aku masih tetap membutuhkan pasangan kembar yang terlibat dalam tindakan kriminal untuk risetku. Kalau tidak, tidak akan ada bahan bagiku untuk dipelajari.”

Berrington sama sekali tidak memperhitungkan kemungkinan bahwa Jeannie bisa disuap.

Maurice berkata, ‘Tentunya ada cara lain untuk menemukan subjek-subjek yang cocok bagimu.”

“Tidak, tidak ada. Aku membutuhkan pasangan-pasangan kembar identik, yang dibesarkan secara terpisah, setidaknya pasangan yang salah satu di antaranya pernah terlibat dalam tindakan kriminal. Itu memang sulit. Program komputerku bisa melokasi mereka yang bahkan sama sekali tidak menyadari bahwa mereka memiliki pasangan kembar. Tidak ada metode lain untuk melakukan itu.”

“O ya?” ujar Maurice.

Nadanya menjadi lebih akrab. Kemudian sekretaris Maurice masuk dan menyerahkan sehelai kertas kepadanya. Isinya pemberitahuan pers sesuai dengan konsep yang ditulis Berrington Maurice memperlihatkan kertas itu kepada Jeannie, sambil berkata, “Kita harus menyiarkan sesuatu yang bunyinya kira-kira begini hari ini, kalau kita ingin meredam berita itu.”

Jeannie membacanya sekilas. Amarahnya bangkit lagi. “Tapi ini kan omong kosong!” semburnya. ‘Tidak ada kesalahan yang pernah dibuat. Tidak ada seorang pun yang keleluasaan pribadinya dilanggar. Tidak ada seorang pun yang pernah mengajukan keluhan!”

Berrington berusaha menyembunyikan rasa puasnya. Betul-betul paradoks bahwa Jeannie bisa begitu berapi-api, namun toh memiliki kesabaran dan

www.ac-zzz.tk

ketekunan untuk melakukan riset ilmiah yang begitu berkepanjangan dan rumit Berrington pernah melihatnya bekerja dengan

269

dan >an

subjek subjekuya sepertinya mereka tidak pernah bisa membuatnya kesal atau capek, bahkan pada saat mereka membuat kacau jalannya tes. Dengan mereka, ia mendapati bahwa perilaku buruk amat menarik dan dapat ditolerir, la cuma menulis apa yang mereka katakan, lalu mengucapkan terima kasih kepada mereka dengan tulus. Namun di luar ruang laboratorium, ia bisa meledak-ledak seperti petasan begitu menghadapi sedikit provokasi.

Berrington memainkan peran sebagai penengah yang prihatin. *Tapi. Jeannie, Dr. Obell merasa kita harus membuat pernyataan yang tegas.”

“Anda kan tidak bisa mengatakan bahwa program komputerku sudah tidak diberlakukan!” ujar Jeannie. “Itu sama saja membubarkan seluruh proyekku!”

Ekspresi wajah Maurice mengeras. “Aku tidak bisa membiarkan pihak New York Times menerbitkan artikel yang.mengatakan bahwa para ilmuwan Jones Falls melanggar hak keleluasaan pribadi orang,” ujarnya. “Bayarannya adalah hilangnya donasi senilai jutaan dolar.”

“Tempuh jalan tengah,” ujar Jeannie dalam nada memohon. “Katakan saja Anda akan menangani masalah itu. Bentuk sebuah komite. Kita kembangkan sistem pengamanan hak keleluasaan itu lebih jauh lagi, kalau memang perlu.”

Wah, wah, ujar Berrington pada dirinya. Itu betul-betul masuk akal. “Kita kan sudah memiliki sebuah komite yang menangani soal etika,” ujarnya, dalam usahanya mengulur waktu. “Sebuah subkomite dari senat.” Senat merupakan dewan tertinggi universitas, dan anggota-anggotanya adalah para profesor yang memiliki jabatan tetap, namun semua kegiatan yang ada dilaksanakan oleh komite-komite. “Anda bisa menyatakan bahwa Anda sudah meneruskan masalahnya kepada mereka.”

“Tidak cukup baik,” sahut Maurice. “Semua akan tahu bahwa itu cuma cara untuk mengulur waktu.”

270

Jeannie langsung protes, “Masa Anda tidak lihat bahwa dengan bersikeras untuk langsung mengambil tindakan, berarti Anda meniadakan kesempatan untuk berkompromi!”

www.ac-zzz.tk

Sekarang merupakan saat yang tepat untuk mengakhiri pertemuan ini, putus Berrington. Keduanya sedang sama-sama panas, sama-sama mencoba mempertahankan prinsip masing-masing. Ia harus mengakhirinya sebelum mereka mulai menyadari bahwa mereka harus berusaha berkompromi lagi. “Itu masuk akal, Jeannie,” ujar Berrington. “Bagaimana kalau aku mengusulkan sesuatu sekarang—andai kata kau tidak berkeberatan, Maurice.”

“Oke, katakan.”

“Kita menghadapi dua masalah yang sama sekali berbeda. Yang satu adalah menemukan cara untuk melanjutkan program riset Jeannie tanpa menimbulkan skandal yang dapat mengganggu reputasi universitas. Itu harus dipecahkan oleh Jeannie dan aku, dan kita harus membahasnya secara panjang-lebar, nanti. Masalah kedua adalah bagaimana cara fakultas dan universitas kita menyiarkan ini ke dunia luar. Itu harus dibicarakan antara kau dan aku, Maurice.”

Maurice tampak lega. “Masuk akal,” ujarnya.

Berrington berkata, “Terima kasih untuk kedatanganmu, Jeannie.”

Jeannie menyadari bahwa ia dipersilakan menarik diri. Ia berdiri dengan tampang sedikit bingung. Ia tahu mereka sudah berhasil memanuver dirinya, namun ia belum dapat menangkap sampai sejauh mana. “Anda akan menelepon aku nanti?” tanyanya kepada Berrington.

‘Tentu.”

“Baiklah.” Untuk sesaat ia ragu, kemudian melangkah keluar.

“Dia keras sekali,” ujar Maurice. Berrington mendoyongkan tubuhnya ke muka, mencakup kedua telapak tangannya, lalu melihat ke bawah.

seakan ingin merendahkan dirinya. “Kurasa ini salahku, Maurice.” Maurice menggeleng, namun Berrington berkata lagi, “Aku yang menerima Jeannie Ferrami. Tentu saja tidak pernah terpintas dalam diriku bahwa dia akan menciptakan metode kerja seperti ini—tapi toh ini tanggung jawabku, dan kukira ada baiknya aku membantumu menyelesaikan masalah ini.” “Apa usulmu?”

“Aku tidak bisa memintamu untuk tidak mempubli kasi pernyataan pers itu. Aku tidak punya hak untuk itu. Kau tidak bisa menempatkan suatu riset di atas kepentingan seluruh universitas, itu kuakui.” Ia menatap ke atas.

Maurice tampak ragu. Untuk sesaat Berrington sempat mempertanyakan, apakah Maurice tiba-tiba menyadari dirinya berhasil dipojokkan. Tapi pada saat

www.ac-zzz.tk

bersamaan, kekhawatirannya itu pun berlalu. “Aku menghargai ucapanmu itu, Berry. Tapi bagaimana caramu menghadapi Jeannie?”

Berrington merelaks. Sepertinya segalanya sesuai dengan rencananya. “Kukira itu masalahku,” ujarnya. “Biar aku yang tangani.”

272

BAB 22

teve jatuh tertidur di tengah jam-jam pertama hari Rabu pagi.

Suasana di penjara itu sunyi. Porky masih mendengkur, dan Steve sudah tidak tidur selama empat puluh dua jam. Ia berusaha untuk tetap terjaga, sambil menghafal kata-kata yang akan ia ucapkan saat mengajukan permohonan kepada hakim untuk dilepas sebagai tahanan luar besok, tapi setiap kali ia hanyut ke alam mimpi, di mana si hakim tersenyum ramah kepadanya sambil berkata, Permohonan untuk dilepas sebagai tahanan luar dikabulkan, biarkan orang ini pergil, lalu ia melangkah keluar meninggalkan gedung pengadilan, menuju jalan yang disinari panas matahari. Saat duduk dalam posisi yang sama di lantai sel itu, dengan bersandar ke tembok, ia mendapati dirinya terlena, kemudian tersentak bangun lagi beberapa kali, namun akhirnya kehendak alam berhasil menundukkan kekerasan tekadnya.

la sedang terlelap saat tiba-tiba dikagetkan oleh suatu hantaman menyakitkan pada tulang rusuknya, la terenyak, lalu membuka mata. Rupanya Porky baru saja menendangnya dan sekarang sedang mendoyongkan tubuh ke arahnya, dengan mata terbeliak seperti orang kalap, sambil berteriak, “Kaucuri ganjaku, bangsat! Kautaruh di mana, di mana? Kembalikan kepadaku sekarang juga, atau mampuslah kau!”

273

Steve langsung bereaksi, tanpa berpikir sama sekali, la melompat berdiri seperti pegas, tangan kanannya terulur kaku, kemudian ia menghujamkan dua jarinya ke mata Porky. Porky berteriak kesakitan sambil melangkah mundur. Steve mengikutinya, seraya mencoba menembuskan jari-jarinya ke dalam otak Porky, terus sampai ke bagian belakang kepalanya. Di suatu tempat di kejauhan, ia dapat menangkap suatu suara yang terdengar amat mirip dengan suara teriakan marahnya sendiri.

Porky mengambil satu langkah mundur lagi, lalu terenyak keras di atas kloset, sambil menutup matanya dengan kedua tangannya.

Steve meletakkan kedua tangannya di belakang leher Porky, sesudah itu menarik kepalanya ke arahnya, kemudian menghantam wajahnya dengan lutut.

www.ac-zzz.tk

Darah muncrat dari mulut Porky. Steve merenggut leher kemejanya, menariknya berdiri dari kloset itu, lalu mengempaskannya ke lantai. Saat akan menendanginya, tiba-tiba kewarasannya pulih. Untuk sesaat ia termanggu, menerawangi Porky yang sedang mengalami perdarahan di lantai, kemudian kabut amarahnya mereda. “Oh, tidak,” ujarnya. “Apa yang sudah kulakukan?”

Pintu sel itu tiba-tiba terbuka dan dua orang polisi menghambur masuk, sambil mengacungkan tongkat pemukul mereka.

Steve menaikkan tangannya ke atas.

“Yang tenang sekarang,” ujar salah satu polisi itu.

“Aku sudah tenang,” jawab Steve.

Para petugas itu memborgol tangannya, lalu mengeluarkannya dari sel itu. Satu di antara mereka mengayunkan tinjunya ke perut Steve dengan keras. Steve langsung membungkuk, megap-megap. “Itu cuma untuk mengingatkanmu agar tidak coba-coba lagi,” ujar si polisi.

Ia mendengar suara pintu selnya dibanting menutup dan suara Spike, si petugas jaga, berkata dalam nada

274

bercanda, “Kau perlu dokter. Porky? Kebetulan ada seorang dokter bewan di East Baltimore Street.” Ia tertawa karena leluconnya sendiri.

Steve menegakkan tubuhnya. Bekas hantaman itu masih terasa sakit, tapi ia sudah bisa bernapas. Ia menoleh ke arah Porky melalui terali besi. Laki-laki itu sedang duduk tegak sambil menggosok-gosok matanya. Melalui bibirnya yang berdarah ia menjawab Spike, “Bangsat kan.”

Steve merasa lega; Porky tidak terluka parah.

Spike berkata, “Memang sudah waktunya kau keluar dari sana, anak sok pintar. Tuan-tuan ini datang untuk menjemputmu ke pengadilan.” Ia memeriksa sehelai kertas. “Coba kita lihat, siapa lagi yang harus ikut ke Northern District Court? Mr. Robert Sandilands, yang lebih dikenal sebagai Sniff….” Ia mengeluarkan tiga orang lagi dari dalam beberapa sel. lalu merantai mereka dengan Steve. Kemudian kedua anggota polisi itu menggiring mereka ke tempat parkir, dan naik ke atas sebuah bus.

Steve berharap ia tidak usah kembali ke tempat itu.

www.ac-zzz.tk

Di luar masih gelap. Steve memperkirakan saat itu sekitar pukul enam pagi. Sidang tidak akan dimulai sebelum pukul sembilan atau sepuluh pagi, jadi ia masih harus menunggu lama. Mereka mengitari kota selama lima belas sampai dua puluh menit, kemudian memasuki sebuah pintu garasi di gedung pengadilan. Mereka turun dari bus itu, lalu menuju lantai dasar.

Di sekitar sebuah tempat terbuka terdapat delapan kurungan berterali besi. Masing-masing kurungan memiliki sebuah dipan dan kloset, tapi tempatnya lebih luas daripada sel-sel yang ada di kantor polisi. Keempat tahanan itu dimasukkan ke dalam sebuah kurungan yang sudah berisi enam orang di dalamnya. Rantai-rantai mereka dibuka, lalu digeletakkan di sebuah meja di tengah-tengah ruangan itu. Ada beberapa petugas di

275

sana, yang dikepalai oleh seorang wanita kulit hitam bertubuh tinggi dan bertampang kejam dalam seragam sersan.

Selama satu jam berikutnya, sekitar tiga puluh atau lebih tahanan baru tiba. Mereka ditempatkan berdua belas dalam sebuah kurungan. Teriakan dan siulan terdengar saat serombongan kecil tahanan wanita digiring masuk. Mereka dimasukkan ke dalam kurungan yang terletak di ujung lain ruangan itu.

Setelah itu tidak banyak yang terjadi selama beberapa jam. Sarapan pagi mulai dibawa masuk, namun sekali lagi Steve menolak bagiannya; ia masih belum terbiasa makan di tempat yang ada klosetnya. Beberapa orang tahanan berbincang-bincang dengan ramainya, kebanyakan tetap bertampang murung dan diam. Ada yang kelihatannya masih belum pulih akibat kebanyakan minum minuman keras. Kelakar antara para tahanan dan petugas jaga tidak sekonyol di tempat sebelumnya, dan Steve mempertanyakan apakah itu karena seorang wanitalah yang membawahinya.

Susasana di penjara ternyata sama sekali tidak seperti yang mereka perlihatkan di televisi, pikirnya. Acara-acara televisi dan film-film membuat penjara tampak seperti hotel murahan; mereka tidak pernah menunjukkan kloset-klosetnya yang terbuka, pelecehan-pelecehan verbalnya, atau tindakan-tindakan kekerasan yang diterima oleh yang dianggap membuat masalah.

Hari ini mungkin akan menjadi hari terakhirnya di penjara. Andai kata ia percaya pada Tuhan, tentunya ia sudah akan berdoa dengan sepenuh hati

Ia memperkirakan sudah sekitar tengah hari saat mereka mulai mengeluarkan para tahanan dari sel-sel itu.

Steve termasuk dalam rombongan kedua. Mereka diborgol lagi dan sepuluh orang dirantai bersama. Kemudian mereka naik ke ruang sidang.

www.ac-zzz.tk

276

Ruang sidang itu mengingatkannya akan sebuah kapel Methodist. Dinding-dindingnya dicat warna hijau, sampai ke sebuah garis hitam sebatas pinggang, kemudian dalam warna krem di atasnya Ada sebuah karpet hijau di lantainya dan sembilan deretan bangku kayu berwarna kekuningan.

Di deretan paling belakang duduk ayah dan ibu Steve. Ia tersentak kaget.

Dad mengenakan seragam kolonelnya, dengan topinya di bawah lengan. Ia duduk tegak, seakan sedang berdiri siaga. Rona wajahnya khas orang Celtic—mata biru, rambut bernuansa gelap, dan bayangan cambang lebat pada pipi yang habis dicukur bersih. Ekspresi wajahnya kaku, tegang dengan emosi tertahan. Mom duduk di sebelahnya, kecil dan agak .gemuk, wajahnya yang bundar sembab oleh air mata.

Steve berandai ia dapat amblas ke bawah lantai. Dengan rela ia bersedia kembali ke sel si Porky untuk menghindari momentum ini. la berhenti melangkah, sehingga seluruh barisan tahanan itu terhenti, kemudian menatap dengan pandangan sedih ke arah orangtuanya, sampai, seorang petugas mendorongnya dan ia tersungkur ke arah bangku paling depan.

Seorang pegawai pengadilan wanita duduk di muka sidang, menghadap para tahanan. Seorang petugas penjara berjaga-jaga di pintu. Satu-satunya petugas pengadilan lain yang hadir di situ adalah seorang laki-laki kulit hitam berkacamata yang berusia sekitar empat puluhan, mengenakan jas dan dasi, dengan celana blue jeans. Ia menanyakan nama para tahanan, lalu mengecek sebuah daftar. -

SteveTnenoleh ke belakang melalui pundaknya. Tidak ada siapa-siapa di bangku yang disediakan untuk umum, kecuali kedua orangtuanya. Ia merasa bersyukur memiliki keluarga yang cukup peduli untuk hadir, tidak seperti para tahanan lain. Namun pada saat bersamaan, ia

lebih suka melewati momentum memalukan ini tanpa ada yang menyaksikan.

Ayahnya berdiri, kemudian melangkah maju. Laki-laki bercelana jeans itu menatapnya dengan pandangan sok penting. “Kenapa, Sir?”

“Aku ayah Steven Logan, dan aku ingin bicara dengannya,” ujar Dad dalam nada berwibawa. “Boleh aku tahu siapa Anda?”

“David Purdy, aku seorang penyidik prasidang. Aku yang menelepon Anda pagi tadi.”

www.ac-zzz.tk

Jadi, begitu caranya Mom dan Dad tahu, ujar Steve pada dirinya. Seharusnya ia dapat menebaknya. Petugas pengadilan itu mengatakan kepadanya bahwa seorang penyidik akan mengecek kebenaran data-datanya. Cara termudah untuk melakukannya adalah dengan menghubungi kedua orangtuanya. Hatinya menciut membayangkan mereka menerima telepon itu. Apa yang telah dikatakan penyidik itu? Aku perlu mengecek alamat Steven Logan, yang sedang ditahan di Baltimore, dengan tuduhan melakukan tindak pemerkosaan. Anda ibunya?

Dad mengulurkan tangannya ke arah laki-laki itu, lalu berkata, “Senang berkenalan dengan Anda, Mr. Purdy.” Namun Steve dapat melihat bahwa Dad sama sekali tidak suka padanya.

Purdy berkata, “Anda bisa bicara dengan putra Anda. Silakan. Tidak ada masalah.” .

Dad mengangguk singkat. Ia menyusuri bangku di belakang para tahanan, lalu duduk persis di belakang Steve. Ia meletakkan tangannya di pundak Steve, lalu meremasnya dengan lembut Air mata mulai menggenangi mata Steve. “Dad, aku tidak melakukan ini,” ujarnya.

^”Aku tahu, Steve,” sahut ayahnya. Nadanya yang begitu tulus membobolkan pertahanan Steve, dan ia mulai menangis. Begitu mulai, ia tidak dapat berhenti lagi. Ia merasa lemah karena lapar dan

278

kurang tidur. Seluruh ketegangan dan penderitaannya selama dua hari terakhii ini membuatnya hanyut, air matanya mengalir bebas. Berkali-kali ia mencoba menelan dan mengeringkan wajahnya dengan tangannya yang diborgol.

Selang beberapa saat, Dad berkata, “Kami ingin mencari seorang pengacara untukmu, tapi waktunya tidak cukup—kami baru saja sampai di sini.”

Steve mengangguk. Ia akan bertindak sebagai pengacaranya sendiri, andai kata ia dapat menguasai dirinya.

Dua orang gadis dibawa masuk oleh seorang petugas wanita. Mereka tidak diborgol. Mereka duduk, lalu tertawa cekikikan. Usia mereka sekitar tujuh belasan.

“Bagaimana sebetulnya kejadiannya?” tanya Dad kepada Steve.

Usaha untuk menjawab pertanyaan itu membantu Steve menghentikan isakannya. “Rupanya tampangku mirip dengan si pelaku,” ujarnya. Ia membersihkan hidungnya, kemudian menelan ludah. “Si korban menunjukku

www.ac-zzz.tk

saat kami dibariskan. Dan seperti yang kuungkapkan pada pihak kepolisian, aku memang kebetulan ada di sekitar situ pada waktu itu. Tes DNA itu akan menjernihkan namaku kembali, tapi hasilnya baru keluar setelah tiga hari. Mudah-mudahan aku bisa dilepas sebagai tahanan luar hari ini.”

“Katakan pada hakimnya bahwa kami ada di sini.” ujar Dad. ‘Mungkin itu akan membantu.”

Steve merasa seperti anak yang sedang dihibur oleh ayahnya. Ini mengingatkannya kembali akan suatu kenangan manis-manis pahit yang terjadi pada hari ia memperoleh sepedanya yang pertama. Sepertinya ini hari ulang tahunnya yang kelima. Sepeda itu jenis yang memiliki sepasang roda ekstra di belakang, untuk penjaga-keseimbangan. Rumah mereka memiliki sebuah kebun besar dengan dua anak tangga menuju serambi. “Kau boleh putar-putar kebun, tapi jangan main dekat

279

tangga” ujar Dad ketika itu, tapi Stevie kecil justru mencoba menggelindingkan sepedanya turun tangga. Ia terjungkal, mencederai sepedanya dan dirinya sendiri; ia menduga ayahnya akan marah-marah padanya karena tidak mematuhi perintahnya Tapi Dad membantunya berdiri, membersihkan luka-lukanya dengan hati-hati, sesudah itu membetulkan sepedanya Stevie menantikan saat ia akan marah-marah, tapi hal itu tidak juga terjadi. Dad bahkan tidak mengatakan, Kan aku sudah bilang. Tak peduli apa pun yang terjadi, orangtua Steve selalu berada di pihaknya Si hakim muncul.

Ia seorang wanita kulit putih menarik yang berusia sekitar lima puluhan, mungil dan rapi. Ia mengenakan sehelai jubah hitam dan membawa sekaleng Diet Cola, yang ia letakkan di mejanya saat ia duduk.

Steve mencoba membaca wajahnya. Apakah ia wanita yang kejam atau lembut? Apakah suasana hatinya sedang enak atau kurang baik? Apakah ia wanita yang hangat, berpikiran terbuka, dan memiliki hati, atau secara obsesif berpegang teguh pada disiplin dan diam-diam berharap dapat mengirim mereka semua ke kursi listrik? Steve menatap matanya yang biru, hidungnya yang lancip, rambutnya yang berwarna gelap dan diseling keabuan. Apakah ia memiliki suami berperut gendut, seorang anak yang sedang menginjak remaja dan sering membuatnya pusing, seorang cucu yang disayanginya dengan siapa ia berguling-guling di karpet? Ataukah ia tinggal sendirian di sebuah apartemen mahal yang penuh dengan perabotan modem yang kaku dan bersudut-sudut tajam? Dosen-dosennya pernah membeberkan padanya secara teoretis, alasan-alasan untuk memberikan atau menolak permintaan seseorang untuk menjadi tahanan luar, tapi kini semua itu sepertinya tidak relevan lagi. Yang benar-benar penting hanyalah apakah wanita ini berhati lembut atau tidak.

www.ac-zzz.tk

280

Si hakim melayangkan pandang ke arah deretan tahanan, lalu berkala, “Selamat siang. Ini adalah sidang peninjauan ulang permohonan Anda untuk mendapatkan status tahanan luar.” Suaranya rendah tapi jelas, nadanya tegas. Segala sesuatu mengenai dirinya berkesan tegas dan rapi—kecuali kaleng Coke itu, suaiu sentuhan manusiawi yang membangkitkan kembali harapan di hati Steve.

“Apakah Anda sekalian sudah menerima surat gugatan kalian?” Semua sudah menerima. Kemudian ia membacakan sebuah naskah tentang hak-hak mereka, serta cara untuk mendapatkan pengacara.

Setelah itu ia berkata, “Pada saat dipanggil, angkatlah tangan kanan Anda. Ian Thompson.” Seorang tahanan menaikkan tangannya. Ia membacakan tuntutan serta penalti yang dihadapi laki-laki itu. Ian Thompson rupanya sudah menggarong tiga rumah di daerah permukiman elite Roland Park. Ia seorang laki-laki keturunan Hispanik yang lengannya digips. Tampaknya ia tidak peduli akan nasibnya, dan merasa bosan menjalani seluruh proses itu.

Sebagaimana diungkapkan si hakim, ia mempunyai hak untuk dihadapkan pada suatu sidang pemeriksaan awal dan diadili oleh suatu dewan juri. Steve menunggu dengan hati berdebar-debar, apakah orang ini akan memperoleh status tahanan luarnya.

Si Ťpenyidik prasidang berdiri. Dalam gaya bicara yang amat cepat ia menyatakan bahwa Thompson sudah tinggal di alamat yang sama selama satu tahun, punya seorang istri dan seorang bayi, tapi tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia juga punya masalah obat bius dan sebuah catatan kejahatan. Steve tidak akan melepas orang seperti ini di jalan.

Namun si hakim mengabulkan permohonannya dengan imbalan sebesar dua puluh lima ribu dolar. Steve merasa memiliki harapan. Ia tahu bahwa si tenuduh

281

biasanya hanya perlu menyediakan sepuluh persen dari jumlah ini dalam bentuk kontan, jadi Thompson dapat bebas kalau ia bisa memperoleh dua ribu lima ratus dolar. Itu sepertinya tidak terlalu berat.

Satu di antara kedua gadis itu memperoleh giliran berikutnya. Rupanya ia terlibat dalam percekcokan dengan gadis lain dan dituntut telah melakukan tindakan penyerangan. Si penyidik prasidang menyatakan kepada Hakim bahwa ia tinggal bersama kedua orangtuanya dan bekerja di kasir sebuah pasar swalayan di dekat situ. Jelas bahwa tuntutannya tidak begitu serius, sehingga si

www.ac-zzz.tk

hakim mengabulkan permohonannya berdasarkan surat pernyataan sanggupnya untuk berpegang pada tata tertib pengadilan. Ini berarti ia tidak usah menyediakan uang sama sekali.

Suatu keputusan yang ringan lagi. Hati Steve mulai melambung sedikit.

Kepada si tertuduh juga diingatkan untuk tidak pergi ke alamat gadis yang pernah cekcok dengannya itu. Steve jadi teringat bahwa seorang hakim bisa menambahkan persyaratan pada keputusannya Mungkin ada baiknya kalau ia mengajukan bahwa ia akan menjauhi Lisa Hoxton. la sama sekali tidak tahu di mana wanita itu tinggal atau bagaimana tampangnya, namun ia bersedia mengatakan apa saja yang mungkin dapat membantunya meninggalkan tempat tahanan itu.

Tahanan berikutnya adalah seorang laki-laki kulit putih setengah baya yang telah mengekspos alat vitalnya kepada para pelanggan wanita di bagian higina sebuah toko Rite-Aid. Ia sudah memiliki catatan panjang untuk pelanggaran yang persis sama Ia tinggal sendirian, tapi di alamat yang sama, selama lima tahun. Di luar dugaan Steve, si hakim menolak permohonan dilepasnya. Postur tubuh laki-laki itu kecil dan kurus; Steve menilainya sama sekali tidak’berbahaya. Tapi mungkin hakim ini, sebagai seorang wanita, lebih keras dalam menghadapi kasus pelanggaran seks.

282

Wanita itu mengalihkan perhatian ke lembaran kertas di hadapannya, lalu berkata, “Steven Charles Logan”

Steve mengangkat tangannya. Tolong keluarkan aku dari sini.

“Anda dituntut telah melakukan tindakan pemerkosaan tingkat satu, dan mungkin menghadapi penalti hukuman penjara seumur hidup.”

Di belakangnya, Steve mendengar suara desahan napas ibunya

Si hakim masih membacakan beberapa tuntutan lain beserta penalti-penaltinya, kemudian si penyidik prasidang berdiri. Ia menyatakan umur Steve, alamat, dan pekerjaannya, dan mengatakan bahwa Steve tidak memiliki catatan kejahatan serta tidak memiliki masalah ketergantungan apa-apa. Menurut Steve, dibandingkan dengan yang lain, catatannya betul-betul ideal. Tentunya wanita itu memperhatikannya.

Setelah Purdy selesai, Steve berkata, “Bolehkah aku mengatakan sesuatu, Yang Mulia7’

www.ac-zzz.tk

“Baik, tapi ingat, tidak akan menguntungkan bagi Anda untuk mengungkapkan sesuatu mengenai tindak kejahatan itu.”

Steve berdiri. “Aku tidak bersalah, Yang Mulia. Tapi sepertinya penampilanku mirip si pelaku, sehingga andai kata Anda mengabulkan permohonanku, aku berjanji untuk tidak mendekati si korban, andai kata Anda ingin menjadikan itu persyaratan untuk melepasku dengan jaminan.”

“Baik.”

Ia masih ingin bicara lebih banyak untuk lebih meyakinkan si hakim, namun semua ucapan yang sudah dipersiapkannya sewaktu berada di dalam sel kini menghilang begitu saja dari kepalanya. Ia tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan. Dengan perasaan frustrasi, ia duduk.

Di belakangnya, ayahnya berdiri. “Yang Mulia, aku

ayah Steven, Kolonel Charles Logan. Aku bersedia menjawab pertanyaan apa saja yang ingin Anda ajukan kepadaku.”

Si hakim menatap dengan pandangan dingin. “Itu tidak perlu.”

Steve mempertanyakan, mengapa wanita itu sepertinya kurang menyukai campur tangan ayahnya. Mungkin ia cuma ingin menyatakan bahwa ia tidak merasa terkesan oleh pangkat militernya. Mungkin ia ingin mengatakan, Semua menduduki tempat yang sama di dalam sidangku, siapa pun itu, tak peduli betapa terhormat serta terpelajarnya ia.

Dad duduk kembali.

Si hakim mengalihkan pandang ke arah Steve. “Mr. Logan, apakah Anda mengenal wanita itu sebelum tindak kejahatan itu berlangsung?”

“Aku belum pernah bertemu dengannya,” ujar Steve.

“Pernahkah Anda melihatnya sebelumnya?”

Steve memperkirakan wanita itu sedang mempertanyakan apakah ia pernah melakukan pengintaian selama beberapa waktu sebelum menyerang Lisa Hoxton. Ia menjawab, “Aku tidak bisa menjawab itu, aku tidak tahu bagaimana tampangnya.”

Si hakim tampak menimbang-nimbang kebenaran jawaban itu selama beberapa detik. Steve merasa seakan ia sedang bergelayut di sebuah tebing. Sepatah kata dari si hakim sudah cukup untuk menyelamatkan dirinya. Andai kata

www.ac-zzz.tk

wanita itu menolak permohonan dilepasnya, ia akan jatuh ke dalam jurang yang curam itu.

Akhirnya wanita itu berkata, “Permohonan untuk dilepas dikabulkan, dengan imbalan sebesar dua ratus ribu dolar.”

Rasa lega melanda Steve, bak guyuran ombak. Seluruh tubuhnya merelaks. “Terima kasih, Tuhan,” gumamnya.

“Anda tidak boleh mendekati Lisa Hoxton atau pergi ke 1321 Vine Avenue.”

284

Steve kembali merasakan cengkeraman hangat tangan ayahnya di pundaknya. Ia menaikkan tangannya yang masih diborgol untuk menyentuh jari-jari kurus laki-laki itu.

Ia tahu masih perlu waktu satu-dua jam lagi sebelum ia betul-betul dilepas, tapi ia tak peduli, sebab kini ia yakin akan bebas, la akan memakan enam buah Big Mac dan tidur selama dua puluh empat jam. Ia ingin mandi air panas, ganti pakaian bersih, dan memperoleh arlojinya kembali. Ia ingin segera menikmati kembali keberadaannya di antara mereka yang tidak mengeluarkan kata-kata umpatan setiap kali membuka mulut.

Dan ia menyadari, sedikit di luar perhitungannya, bahwa yang paling ia inginkan saat itu adalah menghubungi Jeannie Ferrami.

BAB 23

Jeannie merasa sangat kesal saat kembali ke ruang kantornya. Maurice Obeli betul-betul pengecut. Seorang reporter koran yang agresif menuding secara ngawur, itu saja, tapi dia sudah menciut. Dan Berrington ternyata terlalu lemah untuk memberikan perlindungan padanya secara lebih efektif.

Program komputernya merupakan keberhasilannya yang paling besar. Ia telah mulai mengembangkannya saat ia menyadari bahwa risetnya dalam dunia kriminalitas tidak akan pernah lancar tanpa suatu sarana baru untuk menemukan subjek-subjek yang dibutuhkan bagi studinya. Ia telah menghabiskan tiga tahun untuk itu. Program ini merupakan salah satu keberhasilannya yang betul-betul luar biasa, di luar gelar juara yang telah ia capai dalam bidang tenis. Andai kata ia memang memiliki bakat intelektual yang unik, maka bidangnya adalah memecahkan teka-teki logis sejenis itu. Meskipun yang ditekuninya adalah psikologi manusia-manusia yang tidak rasional dan tidak dapat diandalkan, ia toh melakukannya dengan memanipulasi sejumlah data dari ratusan ribu individu; usaha itu dapat dipertanggungjawabkan secara statistik dan matematik. Andai kata programnya

www.ac-zzz.tk

ternyata tidak baik, menurutnya, ia akan merasa sia-sia. Lebih baik ia mengundurkan diri saja dan menjadi pramugari, seperti Penny Watermeadow.

286

, Ia tercengang melihat Annette Bigelow menunggu di muka pintunya. Annette adalah mahasiswa senior yang proyek akhirnya mendapatkan penyeliaan dari Jeannie sebagai bagian dari tugas mengajarnya. Sekarang ia teringat bahwa akhir minggu yang lalu, Annette menyerahkan usulan untuk jadwalnya pada tahun itu, dan mereka sudah berjanji akan membicarakannya pagi ini. Jeannie memutuskan untuk membatalkan pertemuannya; masih banyak hal yang lebih penting menantinya. Kemudian ia melihat ekspresi antusias yang membayang di wajah wanita yang lebih muda itu, dan ia teringat betapa berartinya pertemuan-pertemuan seperti ini saat kau masih seorang mahasiswa; ia memaksa dirinya untuk tersenyum, lalu berkata, “Maaf kau terpaksa menunggu. Ayo kita mulai sekarang juga.”

Untungnya ia sudah membaca usulan itu dengan cermat sebelumnya, dan membuat beberapa catatan. Annette merencanakan untuk menelusuri data-data mengenai pasangan kembar yang ada, untuk melihat apakah ia dapat menemukan korelasi antara bidang-bidang yang berhubungan dengan pandangan politis dan sikap moral. Suatu gagasan yang menarik dan betul-betul ilmiah. Jeannie mengusulkan sedikit perbaikan di sana-sini, lalu memberikan lampu hijaunya.

Saat Annette meminta diri, Ted Ransome melongokkan kepala melalui pintu. “Tampangmu seperti siap membantai entah siapa,” ujarnya.

“Pokoknya bukan kau,” Jeannie tersenyum. “Masuklah, kita minum secangkir kopi.”

“Asyik.” Ransome adalah sosok favorit Jeannie di departemen itu. Seorang lektor yang menekuni ilmu psikologi persepsi, dengan rumah tangga rukun bahagia dan dua orang anak yang masih kecil. Jeannie tahu bahwa Ransome menilai dirinya sebagai wanita yang menarik, namun ia tidak pernah melakukan yang aneh-aneh. Mereka sering terlibat dalam situasi-situasi menye-riangkan, yang tidak akan pernah berkembang sampai, menimbulkan masalah.

Jeannie menyalakan perangkat pembuat kopi di samping meja tulisnya, lalu menceritakan kepada Ransome tentang konfliknya dengan New York Times dan Maurice Obeli. “‘Tapi sekarang tinggal satu pertanyaan besar,” ujarnya. “Siapa yang memberikan masukan itu kepada mereka?”

“Tentunya si Sophie,” ujar Ransome.

www.ac-zzz.tk

Sophie Chappie adalah satu-satunya wanita lain di fakultas psikologi. “Meskipun usianya sudah menjelang lima puluhan dan jabatannya seorang profesor penuh, ia masih menganggap Jeannie semacam saingan dan bersikap amat cemburuan sejak awal semester itu. Ia mencela segala sesuatu mengenai Jeannie, mulai dari rok-rok mininya sampai cara ia memarkir mobilnya.

“Masa dia akan melakukan hal seperti itu?” ujar Jeannie.

“Kenapa tidak?”

“Kukira kau benar.” Jeannie tidak pernah berhenti tercengang menghadapi kepicikan para ilmuwan top. Ia pernah menyaksikan seorang ahli matematika terkemuka meninju ahli ilmu fisika paling brilian di Amerika hanya gara-gara merasa gilirannya di sebuah kafetaria diserobot. “Mungkin akan kutanyakan padanya.”

Ransome mengangkat alisnya. “Dia nggak bakal ngaku.”

“Tapi tampangnya bakal rikuh.”

“Bakal terjadi keributan.”

“Sebelumnya suasananya juga sudah tegang.”

Pesawat telepon Jeannie berdering. Ia meraihnya sambil memberikan isyarat kepada Ted untuk menuang kopinya. “Halo.”

“Naomi Freelander di sini.”

Untuk sesaat Jeannie bimbang. “Aku tidak yakin Tipakah ada baiknya aku melayani Anda.”

288

“Kudengar Anda sudah tidak menggunakan sistem database medis itu untuk melaksanakan riset Anda.” “Tidak.”

“Apa maksud Anda dengan, ‘Tidak*?”

“Maksudku aku tidak menggunakannya. Ulah Anda telah mengawali terjadinya suatu diskusi, tapi sejauh ini belum ada keputusan yang dibuat.”

“Aku baru saja menerima faks dari kantor pimpinan universitas. Di dalamnya pihak universitas meminta maaf kepada mereka yang merasa keleluasaan pribadinya dilanggar, dan memastikan program itu tidak akan dilanjutkan lagi.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie tersentak. “Mereka mengirim itu?”

“Anda tidak tahu?”

“Aku melihat konsepnya, tapi aku sama sekali tidak mendukung ide mereka.”

“Rupanya mereka membatalkan program Anda tanpa memberitahu Anda.”

“Mana mungkin?”

“Maksud Anda?” (

“Aku mempunyai kontrak dengan universitas ini. Mereka tidak bisa berbuat seenaknya.” •

“Apakah itu berarti Anda akan melanjutkan program Anda menentang kebijakan pihak pimpinan universitas?”

“Ini bukan soal menentang. Mereka tidak bisa mengomando aku.” Mata Jeannie bertemu pandang dengan Ted. Laki-laki itu mengangkat tangannya, kemudian menggerakannya, seakan mengatakan jangan. Jeannie menyadari bahwa Ted benar; bukan begini cara menghadapi pihak media massa. Ia mengubah taktiknya. “Begini,” ujarnya dalam nada berkompromi, “Anda sendiri yang mengatakan bahwa invasi keleluasaan pribadi dianggap amat berpotensi, dalam kasus ini.”

“Ya…”

“Dan sejauh ini. Anda belum berhasil menemukan

289

siapa pun yang bersedia mengajukan tuntutan atas programku itu. Namun Anda sama sekali tidak tergugah mengenai pembatalan proyek riset ini.‘1

“Aku tidak memberikan penilaianku, aku cuma melaporkan.”

“Apakah Anda tahu mengenai apa risetku sebenarnya? Aku sedang mencoba menemukan apa yang membuat seseorang cenderung melakukan tindakan kriminal. Aku orang pertama yang rnemikirkan cara yang betul-betul menjanjikan untuk mendalami problema ini. Andai kata semuanya lancar, apa yang kutemukan akan menjadikan Amerika tempat yang lebih baik untuk membesarkan cucu-cucu Anda.”

“Aku tidak punya cucu.”

www.ac-zzz.tk

“Itukah alasan Anda?”

“Aku tidak membutuhkan alasan…”

“Mungkin tidak, tapi apakah tidak lebih baik jika Anda menemukan suatu kasus invasi keleluasaan pribadi yang betul-betul dipermasalahkan orang? Tidakkah itu merupakan liputan yang lebih menarik untuk dimuat di koran?”

“Biar aku yang memutuskan itu.”

Jeannie menghela napas. Ia sudah melakukan sebisanya Sambil mengenakkan gigi, ia mencoba mengakhiri percakapan itu dalam nada lebih bersahabat. “Oke, semoga Anda berhasil.”

“Aku menghargai kerja sama Anda, Dr. Ferrami.”

“Selamat siang.” Jeannie menutup pesawatnya sambil mengumpat, “Brengsek.”

Ted menyodorkan secangkir kopi ke arahnya. “Sepertinya mereka sudah mengeluarkan pernyataan bahwa programmu tidak akan dilanjutkan.”

“Aku tidak mengerti. Berrington bilang kami masih akan membicarakan langkah-langkah yang akan kami ambil.”

Ted menurunkan volume suaranya. “Kau tidak me—

290

ngenal Berry sebaik aku mengenalnya. Percayalah padaku, dia benar-benar selihai ular. Aku udak akan lengah jika berhadapan dengannya.”

“Mungkin terjadi kekeliruan,” ujar Jeannie penuh harap. “Mungkin sekretaris Dr. Obell mengirim surat pernyataan itu secara tak sengaja.”

“Mungkin,” ujar Ted. “Tapi aku berani bertaruh ini ulah si ular.”

“Bagaimana kalau aku menelepon Times untuk melaporkan bahwa aku diteror seseorang?”

Ted tertawa. “Menurutku sebaiknya kau ke kantor si Berry dan menanyakan kepadanya apakah dia memang sengaja mengirim pernyataan itu sebelum dia berbicara denganmu.”

“Ide bagus.” Jeannie meneguk kopinya, lalu berdiri.

www.ac-zzz.tk

Ted melangkah ke arah pintu. “Semoga kau berhasil. Aku akan berdoa untukmu.”

“Trims.” Semula Jeannie ingin mengecup pipi laki-laki itu, namun ia keburu mengurungkan niatnya.

Jeannie menelusuri lorong, lalu menaiki tangga menuju ruang kerja Berrington. Pintunya dalam keadaan terkunci. Ia menuju ruang sekretariat yang melayani semua profesor yang ada. “Hai, Julie, di mana Berry?”

“Dia sudah pulang, tapi dia memintaku membuat perjanjian dengan Anda besok.”

Sial. Bajingan itu sedang berusaha menghindari dirinya. Teori Ted ternyata benar. “Jam berapa besok?”

“Sembilan tiga puluh?”

“Aku akan kemari.”

Jeannie turun kembali ke lantainya, lalu melangkah masuk ke dalam laboratorium. Lisa sedang sibuk di belakang meja kerjanya, memeriksa konsentrasi DNA Steven dan Dennis yang ada di dalam tabung percoba—annya Ia baru saja mencampurkan dua mikroliter dari masing-masing contoh dengan dua mililiter bahan warna fluorescent. Bahan warna itu mengeluarkan kilau begitu

kontak dengan DNA, dan kuantitas DNA-nya ditunjukkan oleh kilaunya yang diukur dengan sebuah DNA jluoromeier dengan sebuah jarum yang akan memperlihatkan hasilnya dalam ukuran nanogram DNA per mikroliter.

“Apa kabar?” tegur Jeannie.

“Baik-baik.”

Jeannie mengawasi wajah Lisa. Ia masih dalam tahap memungkir, rupanya. Ekspresinya tanpa emosi, sementara ia memusatkan seluruh perhatian kepada pekerjaannya, namun ketegangan toh masih menguasai bawah sadarnya. “Kau sudah berbicara dengan ibumu?” Orangtua Lisa tinggal di Pittsburgh.

“Aku tidak ingin dia menjadi risau.”

“Tapi untuk itulah dia di sana. Teleponlah dia.”

“Nanti malam mungkin.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie membeberkan kepadanya soal si reporter dari New York Times, sementara Lisa terus bekerja. Ia mencampurkan contoh-contoh DNA itu dengan suatu enzim yang dikenal sebagai endonukleat restriksi. Enzim-enzim ini menghancurkan DNA asing yang mungkin bisa masuk ke dalam tubuh. Mereka melakukannya dengan memotong molekul DNA yang panjang menjadi ribuan fragmen yang lebih pendek. Yang membuat mereka begitu berguna bagi para peneliti genetika adalah bahwa suatu endonukleat selalu memotong DNA pada suatu titik tertentu. Akibatnya fragmen-fragmen dari dua contoh darah bisa diperbandingkan. Andai kata cocok, berarti darah itu berasal dari satu individu yang sama, atau dari pasangan kembar identik. Kalau fragmen-fragmennya lain, mereka tentunya berasal dari individu-individu yang berbeda.

Situasinya seperti memotong Satu inci pita kaset dari sebuah opera. Ambillah sebuah fragmen yang terpotong lima menit dari awal dua pita yang berbeda: andai kata musik di kedua pita itu merupakan suatu duet yang

292

melantunkan Se a Caso Madama, maka mereka sama-sama berasal dari The Marriage of Figaro. Untuk mencegah kemungkinan terjadinya dua opera yang sama sekali berbeda memiliki untaian nada yang persis sama di titik itu, perlu dilaknkan perbandingan dengan beberapa fragmen lain, tidak hanya satu.

Proses fragmentasi ini berlangsung selama beberapa jam dan tidak dapat digesa; kalau DNA-nya tidak difrag-mentasi secara sempurna, percobaan itu akan sia-sia.

Lisa tampak tercengang mendengar apa yang diungkapkan Jeannie, tapi ia tidak menunjukkan simpati sebagaimana yang diharapkan Jeannie. Mungkin karena ia baru saja mengalami trauma berat tiga hari yang lalu, dan kalau dibandingkan dengan itu, krisis yang sedang dialami Jeannie tidak ada apa-apanya. “Kalau kau tidak bisa melanjutkan proyekmu ini,” ujar Lisa, “apa yang akan kautekuni kemudian?”

“Aku tidak tahu,” sahut Jeannie. “Sulit rasanya membayangkan itu.” Jeannie menyadari bahwa Lisa rupanya kurang tanggap mengenai apa yang membuat seorang ilmuwan merasa terdorong. Bagi Lisa, yang menjadi teknisi laboratorium, proyek riset yang satu hampir mirip dengan yang lain.

Jeannie kembali ke ruang kerjanya, lalu memutar nomor telepon Belia Vista Sunset Home. Setelah berbagai hal yang ia alami selama ini, ia merasa kurang menyisihkan waktu untuk berbicara dengan ibunya. “

Jawabannya pendek. “Mereka sedang makan siang.”

www.ac-zzz.tk

Untuk sesaat Jeannie ragu. “Oke. Tolong sampaikan kepadanya bahwa putrinya, Jeannie, meneleponnya, dan aku akan mencoba lagi nanti.”

“Oke.”

Perasaan Jeannie mengatakan bahwa wanita itu kurang menanggapi pesannya. “Namaku J-E-A-N-N-I-E,” ujarnya. “Aku putrinya.”

293

“Ya, oke.”

“Terima kasih. Aku menghargai perhatian Anda.” “Tentu.”

Jeannie menutup pesawatnya Ia harus mengeluarkan Mom dari situ. Ia belum mengambil langkah apa-apa sehubungan dengan niatnya untuk memberikan pelajaran tambahan di akhir minggu.

Ia melirik arlojinya; masih siang. Ia meraih mouse-nya, lalu mengalihkan perhatian ke layar komputernya, tapi rasanya percuma bekerja saat sedang menghadapi prospek proyeknya akan dibekukan. Merasa mangkel dan tak berdaya, ia memutuskan untuk pulang lebih awal

Ia mematikan pemangkat komputernya, mengunci pintu ruang kerjanya, lalu meninggalkan bangunan itu. Ia masih memiliki mobil Mercedes merahnya Ia memasukinya, lalu mengusap kemudinya dengan perasaan sayang.

Ia mencoba menghibur dirinya. Ia memiliki seorang ayah; ini merupakan suatu situasi langka. Mungkin ada baiknya jika ia menghabiskan waktu bersama ayahnya, untuk menikmati keunikan hubungan mereka. Mereka bisa menelusuri daerah pelabuhan, lalu jalan-jalan di sekitar sana. Ia bisa membelikan sebuah jaket baru yang sportif di Brooks Brothers. Ia tidak memiliki uang, tapi ia bisa memakai kartu kreditnya. Peduli amat, hidup ini kan pendek.

Merasa lebih enak, ia meluncur pulang, lalu memarkir mobilnya di luar rumah. “Daddy, aku pulang,” serunya saat menaiki tangga. Pada waktu memasuki ruang duduknya, ia merasakan kejanggalan. Selang beberapa saat, ia menyadari bahwa pesawat TV-nya rupanya pindah. Mungkin ayahnya membawanya ke kamar tidur untuk menonton. Ia memasuki kamar berikutnya; ayahnya tidak di sana Ia kembali ke ruang duduknya. “Wah,” erangnya VCR-nya ternyata juga sudah tidak ada. “Daddy,

294

www.ac-zzz.tk

teganya kau!” Perangkat stereo dan komputernya sudah tidak di meja tulisnya lagi. “Tidak,” celetuknya, “Tidak, aku tidak percaya ini!” Ia lari ke kamar tidurnya, lalu membuka kotak perhiasannya. Giwang hidungnya berupa berlian satu karat yang diperolehnya dari Will Temple ternyata hilang.

Pesawat telepon berdering. Secara otomatis ia menjawabnya.

“Aku Steven Logan,” ujar suara itu. “Apa kabar?” “Hari ini merupakan hari paling sial dalam hidupku,” ujarnya, lalu ia mulai menangis.

295

BAB 24

Steven Logan menutup pesawatnya. Ia sudah mandi, bercukur, dan mengenakan pakaian bersih. Dan perutnya kenyang dengan lasagne buatan ibunya Ia sudah menceritakan seluruh pengalamannya secara mendetail kepada orangtuanya. Mereka bersikeras untuk mendapatkan advis lembaga bantuan hukum, meskipun ia sudah mengungkapkan kepada mereka bahwa tuntutan-tuntutan itu pasti akan ditarik begitu hasil les DNA-nya keluar, dan bahwa ia akan menemui seorang pengacara keesokan harinya. Ia telah tidur sepanjang perjalanan dari Baltimore ke Washington di bangku belakang mobil Lincoln Mark VIII ayahnya, dan meskipun itu belum dapat mengimbangi satu setengah malam yang ia lewatkan dengan terus berusaha tetap terjaga, ia toh merasa lebih baik.

Dan ia ingin sekali bertemu dengan Jeannie. Ia sudah merasakan itu sebelum meneleponnya Tapi kini, setelah tahu situasi Jeannie saat ini, ia merasa lebih terdorong lagi. Ia ingin merangkul gadis itu dan mengatakan kepadanya bahwa segalanya akan berakhir dengan baik.

Ia juga merasa ada pertalian antara masalah Jeannie dengan masalahnya sendiri. Bagi Steve, segalanya sepertinya jadi serba salah, sejak saat ia diperkenalkan

296

pada bos Jeannie dan Berrington memperlihatkan reaksi yang janggal.

Ia ingin tahu lebih banyak mengenai misteri asal-usulnya Ia belum mengungkapkan bagian itu kepada kedua orangtuanya. Sepertinya terlalu mustahil dan mengguncangkan. Tapi ia merasa perlu membicarakannya dengan Jeannie.

Ia mengangkat pesawatnya untuk menelepon Jeannie kembali, tapi kemudian mengurungkan niatnya. Jeannie akan mengatakan bahwa ia sedang tak ingin

www.ac-zzz.tk

ditemani. Orang-orang yang sedang sedih biasanya begitu, bahkan pada saat mereka sebetulnya membutuhkan teman untuk mencurahkan perasaan. Mungkin lebih baik kalau ia muncul begitu !>aja di ambang pintu Jeannie dan berkata, Hei, bagaimana kalau kita saling menghibur diri masing-masing?

la menuju dapur. Mom sedang membersihkan wadah lasagne dengan sebuah sikat khusus. Dad sudah berangkat ke kantor sejam yang lalu. Steve mulai memasukkan perabotan ke dalam mesin cuci. “Mom,” ujarnya, “mungkin kedengarannya sedikit aneh, tapi…”

“Kau akan menemui seorang gadis,” sahut Mom.

Steve tersenyum. “Kok tahu?”

“Aku kan ibumu. Itu yang disebut telepati. Siapa namanya?”

“Jeannie Ferrami. Doktor Pemurni.”

“Aku akan menjadi ibu orang Yahudi rupanya. Haruskah aku terkesan oleh gelar dokternya?”

“Dia seorang ilmuwan, bukan dokter.”

“Kalau dia sudah meraih gelar doktornya tentunya dia lebih tua (larimu

“Umurnya dua puluh sembilan.”

“Hm. Seperti apa orangnya?”

“Yah, bisa dibilang dia menarik. Dia jangkung, dan benar-benar bugar—dia pemain tenis yang hebat—dengan rambut dan mata berwarna gelap, dan dia memakai

anting-anting mungil dari perak di cuping hidungnya, dan dia, katakanlah, terbuka sekali, suka bicara apa adanya, blak-blakan, tapi juga banyak tertawa. Aku berhasil membuatnya tertawa beberapa kali, tapi pada dasarnya dia…” Steve mencoba mencari kata yang tepat. “Pokoknya dia memancarkan pengaruh yang kuat; saat dia berada di situ, sulit untuk mengalihkan perhatian ke arah lain….” Suaranya menghilang.

Untuk sesaat ibunya cuma menatapnya, lalu berkata, “Wah, wah… serius nih, rupanya.”

“Ehm, belum tentu…” Steve tidak menyelesaikan ucapannya. “Yah, mungkin Mom benar. Aku memang tergila-gila padanya.”

www.ac-zzz.tk

“Apakah dia juga merasakan hal yang sama?”

“Belum.”

Si ibu tersenyum lembut. “Kalau begitu, pergilah dan temui dia. Kuharap dia memang layak untukmu.”

Steve mencium ibunya. “Apa yang membuat Mom begitu baik?”

“Latihan,” sahut si ibu.

Mobil Steve terparkir di luar rumahnya; mereka menjemputnya di kampus Jones Falls dan ibunya yang mengemudikannya saat mereka kembali ke Washington. Kini ia melesat ke arah 1-95, menuju Baltimore.

Jeannie tentunya siap untuk mendapatkan perlakukan lembut Ia sudah menceritakan kepada Steve di telepon bahwa ia baru saja digarong oleh ayahnya dan dikhianati oleh pimpinan universitasnya Ia membutuhkan seseorang untuk menghibur dirinya, dan Steve sangat ahli dalam hal itu.

Saat menjalankan kendaraannya Steve membayangkan Jeannie duduk di sebelahnya, di sofa, tertawa sambil mengatakan, Aku senang sekali kau datang. Kau membuatku merasa lebih enak. Bagaimana kalau kita buka pakaian ^sekarang dan naik ke tempat tidur?

Steve mampir di sebuah mal kecil di daerah Mount

298

Washington, lalu membeli sebuah piza seafood, sebotol chardonnay senilai sepuluh dolar, sekarton es krim Ben & Jerry’s—dengan rasa Rainforest Crunch—dan seikat bunga carnation kuning yang terdiri atas sepuluh tangkai. Sekilas ia melihat halaman muka Wall Street Journal dengan berita utama tentang Genetico Inc. Seingatnya perusahaan itulah yang mendanai riset Jeannie mengenai kekembaran. Sepertinya akan terjadi akuisisi oleh pihak Landsmann, sebuah konglomerasi Jerman. Ia membeli harian itu.

Fantasinya yang menyenangkan tiba-tiba dibuyarkan oleh kecemasannya menghadapi kemungkinan Jeannie sedang keluar rumah. Atau mungkin ia ada, tapi merasa enggan membuka pintunya. Atau mungkin ia sedang ada tamu.

Steve merasa berbesar hati begitu melihat sebuah Mercedes 280C merah terparkir di dekat rumah Jeannie; ia pasti ada di rumah. Kemudian ia menyadari bahwa Jeannie mungkin pergi jalan kaki. Atau naik taksi. A tan mobil seorang teman.

www.ac-zzz.tk

Jeannie memakai sebuah pesawat interkorrt untuk masuk. Steve menekan belnya, lalu menerawangi speaker-nya, sambil berharap akan mendengar sesuatu. Tidak ada yang terjadi, la mencoba lagi. Terdengar suara kresek-kresek. Hatinya melambung. Sebuah suara dalam nada jengkel menjawab, “Siapa di situ?”

“Aku Steve Logan. Aku datang untuk menghiburmu.”

Lama tidak terdengar jawaban. “Steve, rasanya aku lagi tak ingin ditemani.”

“Setidaknya biarkan aku memberikan padamu bunga yang kubawa ini.”

Jeannie tidak menjawab. Rupanya ia takut, ujar Steve pada dirinya. Hatinya langsung menciut. Katanya ia percaya bahwa dirinya tidak bersalah, tapi itu kan saat ia sedang berada di balik terali besi. Kini, setelah Steve berdiri di muka pintunya dan ia sedang sendirian, si—

299

tuasinya ternyata tidak begitu mudah. “Kau belum mengubah penilaianmu mengenai diriku, bukan?” tanya Steve. “Kau masih percaya bahwa aku tidak bersalah? Kalau tidak, sebaiknya aku pergi.”

Terdengar suara desing, lalu pintu membuka.’

Rupanya ia tidak tahan menghadapi tantangan, ujar Steven dalam hati.

la melangkah ke dalam sebuah ruang masuk kecil dengan dua buah pintu lagi. Yang satu dalam keadaan terbuka serta menuju ke sebuah tangga. Di ujung atas berdiri Jeannie, dalam baju kaus hijau terang.

“Kukira sebaiknya kau naik,” ujarnya.

Nadanya tidak begitu antusias, namun Steve toh tersenyum, la naik dengan membawa hadiah hadiahnya dalam sebuah kantong kertas. Jeannie menggiringnya ke sebuah ruang duduk kecil dengan sebuah dapur sudut Steve melihat bahwa ia menyukai warna hitam dan putih, dengan kombinasi warna-warna yang hidup. Ia memiliki sebuah sofa yang dilapis bahan berwarna hitam, dengan bantal-bantal berwarna oranye, sebuah jam listrik biru pada dinding yang dicat putih, kap-kap lampu berwarna kuning terang, dan sebuah meja dapur putih dengan cangkir-cangkir kopi merah.

Steve meletakkan kantong kertasnya di meja dapur. “Begini,” ujarnya. “Kau butuh sesuatu untuk dimakan, untuk membuatmu merasa lebih enak.” Ia mengeluarkan pizanya. “Dan segelas anggur untuk meredakan ketegangan.

www.ac-zzz.tk

Kemudian, saat kau sudah lebih siap untuk memanjakan dirimu, kau boleh makan es krim ini langsung dari wadah kartonnya; kau bahkan tidak perlu menyajikannya di piring. Setelah makanan dan minuman itu semuanya habis, kau masih memiliki bunga-bunga ini. Oke?”

Jeannie menatap Steve, seakan ia berasal dari Mars.

Steve menambahkan, “Selain itu, kukira kau membutuhkan seseorang untuk mengungkapkan kepadamu bahwa kau seorang wanita yang hebat dan istimewa.”

Air mata mulai menggenang di mata Jeannie. “Brengsek kau!” ujarnya. “Aku nggak pernah nangis!” .

Steve meletakkan tangannya di pundak Jeannie. Ini merupakan kali pertama ia menyentuhnya. Dengan agak ragu ia menarik Jeannie ke arahnya. Jeannie tidak berusaha melawan. Masih setengah mempercayai keberuntungannya, ia merangkulnya. Jeannie hampir setinggi dirinya sendiri. SeteJah meletakkan kepala di pundaknya, tubuh Jeannie mulai berguncang-guncang oleh isakannya. Steve membelai rambutnya. Rasanya lembut dan berat. Ia mulai terangsang dan sedikit membuat jarak, sambil berharap Jeannie tidak menyadarinya. “Semuanya akan beres,” ujarnya. “Kau akan menemukan jalan keluarnya.”

Untuk saat yang lama dan menyenangkan, Jeannie masih tetap dalam pelukannya. Steve dapat merasakan kehangatan tubuhnya dan menghirup aromanya. Ia mempertanyakan pada dirinya, apakah saatnya tepat untuk mengecupnya. Ia menimbang-nimbang, khawatir andai kata ia terlalu gegabah, Jeannie akan menolaknya. Kemudian momentum itu berlalu, dan Jeannie mulai menarik dirinya.

Jeannie mengusap hidungnya dengan tepi baju kausnya yang longgar, memperagakan sekilas perutnya yang datar dan kecokelatan. “Trims,” ujarnya. “Aku membutuhkan pundak untuk mencurahkan emosiku.”

Steve merasa dikecilkan oleh nadanya yang apa adanya. Baginya momentum itu amat berarti, tapi bagi Jeannie tidak lebih dari pelepas ketegangan. “Sudah termasuk dalam servisnya,” ujarnya dalam nada bercanda, kemudian ia menyesali ucapannya.

Jeannie membuka sebuah lemari, lalu mengeluarkan piring-piring. “Aku sudah merasa lebih enakan,” ujarnya. “Ayo kita makan.”

Steve bertengger di sebuah bangku tinggi di meja dapur. Jeannie memotong pizanya dan membuka sumbat botol anggur. Steve menikmati cara ia bergerak di seputar

www.ac-zzz.tk

300

301

rumahnya. Ia menutup sebuah laci dengan pinggulnya, menyipitkan mata untuk memastikan gelas anggurnya Cukup bersih, memungut alat pembuka botol anggur dengan jari-jarinya yang panjang dan mantap. Ia teringat gadis yang pernah menjadi cinta pertamanya. Namanya Bonnie, dan usianya tu uh tahun, sama seperti dirinya ketika itu; ia pernah menerawang* ikat-ikalnya yang berwarna pirang stroberi dan matanya yang hijau, sambil menganggap betapa menakjubkan bahwa sosok yang begitu sempurna bisa hadir -di halaman Sekolah Dasar Spillar Road Selama beberapa waktu ia sempat berkhayal bahwa mungkin gadis itu sebetulnya malaikat.

Ia tidak menganggap Jeannie seorang malaikat, tetapi ada sesuatu yang memancar dari dalam dirinya, yang memberikan sensasi sama yang amat menakjubkan.

“Kau tegar sekali,” komentar Jeannie. “Sewaktu aku menjengukmu, tampangmu betul-betul tidak keruan. Dan itu baru sekitar dua puluh empat jam yang lalu. tapi sepertinya kau sudah pulih sama sekali.”

“Nasibku agak mujur. Bagian kepalaku yang dihantam ke tembok oleh Detektif Allaston masih terasa sakit, dan tulang rusukku yang ditendang Porky Butcher pada pukul lima pagi tadi memang masih memar, tapi aku akan oke, selama aku tidak usah kembali ke penjara itu.” Ia menyisihkan bayangan itu dari pikirannya, la tidak akan kembali ke sana; tes DNA-nya akan menghapuskan tuduhan atas dirinya sebagai seorang tersangka.

Steve melayangkan matanya ke arah rak buku. Jeannie memiliki banyak buku nonfiksi buku-buku biografi tentang Darwin, Einstein, dan Francis Bacon; beberapa novelis wanita yang belum pernah ia baca, seperti Erica Jong dan Joyce Carol Oates; lima atau enam karya Edith Wharton; beberapa buku klasik modern. “Hei, kau juga punya novel favoritku sepanjang masa!” serunya.

“Biar kutebak: To Kill a Mockingbird.”

Steve tercengang. “Dari mana kau tahu?”

302

“Ayolah. Tokoh utamanya seorang pengacara yang menghadapi tantangan prasangka masyarakat untuk membela seorang laki-laki yang tidak bersalah. Itu kan impianmu? Di samping itu aku yakin kau tidak akan menjatuhkan pilihanmu pada The Women’s Room.”

www.ac-zzz.tk

Steve menggeleng-gelengkan kepala. “Kau sudah tahu begitu banyak mengenai aku. Menakutkan sekali.”

“Buku yang mana menurutmu adalah favoritku?”

“Ini tes?”

“Coba saja.”

“Ehm… eh, Middlemarch” “Kenapa?”

“Tokohnya seorang wanita yang tegar dan berpikiran amat mandiri.”

“Tapi dia tidak melakukan apa-apa. Lagi pula, buku yang ada di kepalaku bukan novel. Coba tebak lagi.”

Steve menggeleng. “Sebuah buku nonfiksi.” Kemudian terlintas suatu inspirasi. “Aku tahu. Kisah suatu penemuan ilmiah yang amat elegan dan brilian, yang mengungkapkan sesuatu yang penting mengenai kehidupan umat manusia. Aku berani taruhan bahwa judulnya adalah The Double Helix.”

“Hei, bagus sekali!”

Mereka mulai makan. Pizanya masih hangat. Selama beberapa saat Jeannie termenung, kemudian berkata, “Aku benar-benar membuat situasinya semakin berantakan hari ini. Aku bisa melihat itu sekarang. Mestinya aku menanggapi krisis ini dengan kepala lebih dingin. Mestinya aku bilang, Yah, mungkin kita bisa diskusikan itu, sebaiknya jangan membuat kepulasan terburu-buru. Tapi aku malah menantang pihak universitas, dan me m buat segalanya bertambah runyam dengan mengungkapkan itu kepada pihak media massa.”

“Sepertinya kau tidak suka berkompromi,” ujar Steve.

Jeannie mengangguk. ‘Tidak suka berkompromi, dan kadang-kadang bodoh.”

Steve memperlihatkan Wait Street Journal kepadanya. “Ini mungkin akan menjelaskan mengapa departemenmu begitu sensitif mengenai publisitas yang kurang menguntungkan saat ini. Sponsor kalian akan melakukan akuisisi.”

Jeannie menelusuri alinea pertamanya. Seratus delapan puluh juta dolar? Wauw.” la terus membaca sambil mengunyah pizanya. Setelah selesai dengan artikel itu, ia menggeleng-gelengkan kepala. “Teorimu menarik sekali, tapi aku belum begitu yakin.”

www.ac-zzz.tk

“Kenapa tidak?” - “Sepertinya Maurice Obeli yang memusuhi aku, bukan Berrington. Meskipun Berrington kadang-kadang lihai sekali, menurut mereka. Lagi pula. aku kan nggak begitu penting. Aku cuma bagian kecil sekali dari riset yang disponsori oleh Genetico. Bahkan andai kata pekerjaanku ternyata benar-benar melanggar hak keleluasaan pribadi orang, itu bukan skandal yang dapat mempengaruhi uatu proses akuisisi senilai sekian juta dolar.”

Sieve mengelap jari-jarinya pada sehelai kertas serbet, lalu memungut sebuah foto berbingkai dari seorang wanita bersama seorang bayi. Wanita itu agak mirip Jeannie, dengan rambut lurus. “Adikmu?” tebaknya.

“Ya. Patty. Dia sudah punya tiga orang anak seka rang—semuanya laki-laki.”

“Aku tidak punya kakak adik sama sekali,” ujar Steve. Kemudian ia teringat. “Kecuali kalau kau menghitung Dennis Pinker.” Ekspresi wajah Jeannie berubah, kemudian Steve menambahkan, “Kau menganggap aku semacam spesimen.”

“Sori. Mau coba es krim?”

“Yuk.”

Jeannie meletakkan wadahnya di meja, lalu mengeluarkan dua buah sendok. Steve senang. Makan dari wadah yang sama merupakan satu langkah lebih dekat ke tahap berciuman. Jeannie makan dengan lahapnya.

304

Steve mempertanyakan pada dirinya, apakah ia juga akan bercinta dengan antusiasme yang sama.

la menelan sesendok Rainforest Crunch, lalu berkata, “Aku senang sekali kau percaya padaku. Polisi-polisi itu rupanya tidak.”

“Kalau kau seorang pemerkosa, seluruh teoriku berantakan.”

“Meskipun begitu, tidak semua wanita akan membiarkan aku masuk ke rumah mereka malam ini Terutama setelah tahu bahwa aku memiliki gen yang sama seperti Dennis Pinker.”

“Aku sempat ragu,” ujarnya. “Tapi kau membuktikan bahwa teoriku benar.”

“Maksudmu?”

www.ac-zzz.tk

Jeannie melayangkan tangannya ke arah sisa makan malam mereka. “Kalau Dennis Pinker tertarik kepada seorang wanita, dia akan mencabut pisaunya dan memaksanya untuk melepaskan pakaiannya. Kau membawa piza.”

Steve tertawa.

“Kedengarannya mungkin lucu,” ujar Jeannie, “tapi di situlah letak perbedaannya.”

“Ada sesuatu yang sebaiknya kauketahui mengenai diriku,” ujar Steve. “Sebuah rahasia.”

Jeannie meletakkan sendoknya. “Apa?”

“Aku pernah hampir membunuh seseorang.”

“Bagaimana?”

Steve mengungkapkan padanya Itisah percekcokannya dengan Tip Hendricks. “Karena itulah aku begitu penasaran mengenai asal-usulku yang sebenarnya,” ujarnya. “Aku tidak bisa menjelaskan padamu, betapa meresahkan bagiku untuk tahu bahwa ada kemungkinan Mom dan Dad bukan orangtua kandungku. Bagaimana kalau ayahku yang sesungguhnya ternyata seorang pembunuh?”

Jeannie menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau terlibat dalam percekcokan anak-anak sekolahan. Itu tidak

berarti kau bisa dikategorikan sebagai penderita gangguan jiwa. Lalu bagaimana mengenai anak muda itu? Tip namanya?”

“Dia dibunuh orang lain beberapa tahun kemudian. . Dia terlibat dalam jaringan jual beli obat bius. Dia cekcok dengan salah satu pengedar, lalu ditembak persis di kepalanya.”

“Justru dia yang mengalami gangguan jiwa, menurutku,” ujar Jeannie. Ttu yang biasanya terjadi atas mereka. Mereka tidak bisa tidak terlibat masalah. Seorang anak muda yang besar dan kuat seperti kau .mungkin akan berhadapan dengan hukum sekali waktu, tapi kau akan bisa mengatasinya, lalu melanjutkan kehidupanmu secara normal. Sedangkan Dennis bakal terus keluar masuk penjara, sampai seseorang membunuhnya.”

“Berapa usiamu, Jeannie?”

“Kau nggak suka aku menyebutmu anak muda yang besar dan kuat?”

www.ac-zzz.tk

“Aku sudah dua puluh dua.”

“Aku dua puluh sembilan. Selisih yang tidak kecil.”

“Apakah sikapku begitu kebocahan di matamu?”

“Begini, aku tidak tahu. Seorang laki-laki berusia tiga puluhan mungkin tidak akan naik mobil ke sini dari Washington cuma untuk mengantarkan aku piza. Sepertinya agak terlalu impulsif.”

“Kau menyesali ulahku?”

‘Tidak.” Jeannie menyentuh tangan Steve. “Aku senang sekali.”

Steve masih belum dapat memastikan posisinya sejauh ini. Tapi Jeannie tadi menangis di pundaknya. Kau kan tidak akan mencurahkan emosimu pada seorang anak, ujarnya dalam hati.

“Kapan kau akan tahu mengenai genku?” tanya Steve.

Jeannie mengecek arlojinya. “Proses penggumpalannya tentunya sedang berlangsung. Lisa akan membuat filmnya besok pagi.”

306

“Maksudmu tesnya lalu tuntas?” “Hampir.”

“Apakah kita tidak bisa melihat hasilnya sekarang? Aku sudah nggak sabar lagi untuk tahu, apakah aku memiliki DNA yang sama seperti Dennis Pinker.”

“Kukira bisa,” ujar Jeannie. “Aku juga ingin tahu.”

“Lalu, kita tunggu apa lagi sekarang?”

307

BAB 25

Berrington Jones mempunyai sebuah kartu plastik yang dapat membuka semua pintu di Nut House. Tak seorang pun tahu itu. Bahkan para profesor penuh selalu membayangkan dengan bangga bahwa ruangan-ruangan mereka adalah milik mereka pribadi. Mereka tahu bahwa para petugas kebersihan memiliki kunci-kunci induk. Demikian pula para petugas sekuriti kampus. Tapi tidak pernah terpintas dalam diri mereka bahwa tidak akan begitu sulit untuk

www.ac-zzz.tk

mendapatkan akses atas sebuah kunci yang bahkan diberikan kepada para petugas kebersihan.

Selain itu, Berrington memang belum pernah memakai kunci induknya. Mengendap-endap seperti itu betul-betul tidak patut; bukan gayanya. Pete Watlingson mungkin memiliki foto-foto bocah laki-laki telanjang di dalam laci meja tulisnya Ted Ransome tentunya menyisipkan sedikit marijuana di salah satu tempat; Sophie Chappie mungkin menyimpan sebuah alat perangsang untuk melewatkan sore-sorenya yang sepi dan panjang, namun Berrington tidak ingin tahu mengenai itu Kunci induk itu hanyalah untuk kasus-kasus yang betul betul perlu.

Dan ini salah saru di antaranya.

Pihak universitas telah menginstruksikan Jeannie un—

308

tuk menghentikan penggunaan program pelacak komputernya, dan mereka sudah mengumumkan kepada dunia luar bahwa itu tidak akan dilanjutkan lagi, tapi bagaimana ia dapat memastikan bahwa situasinya memang begitu? la tidak dapat mengecek semua pesan elektronik yang berseliweran melalui jaringan telepon dari termi-” nal yang satu ke yang lain. Sepanjang hari pikirannya terus terganggu oleh kemungkinan bahwa Jeannie sudah menggunakan sistem database lain. Dan tidak akan ada yang tahu. apa saja yang mungkin akan ditemukannya.

Karena itulah ia kembali ke kantornya dan kini duduk di belakang meja tulisnya, sementara kehangatan senja mulai menyapu batu-batu bata merah bangunan kampus itu. Ia mengetuk-ngetuk sebuah kartu plastik di atas mouse komputernya, sambil mempersiapkan diri untuk melakukan sesuatu yang sama sekali tidak sesuai dengan instingnya.

Harga dirinya amat berarti baginya, la sudah mengembangkan itu dalam dirinya sejak masih muda. Sebagai bocah laki-laki terkecil di kelasnya, tanpa seorang ayah untuk mengajarinya cara menghadapi para tukang teror, “**ibu yang terlalu sibuk mengatur keuangan keluarga, sehingga tidak memiliki waktu untuk memedulikan kebahagiaannya, secara bertahap ia mewujudkan citra lebih unggul di dalam dirinya, mengambil sikap menjaga jarak untuk melindungi keberadaannya. Di Harvard, secara cermat ia mempelajari seorang rekan sekelasnya yang berasal dari keluarga yang sudah kaya secara turun-temurun. Ia memperhatikan semua detail, seperti ikat pinggangnya yang dari kulit dan sapu tangan linennya, setelan jas dari bahan wol dan syal-syal kasmernya; cara ia membuka lipatan serbetnya serta menarik kursi untuk kaum wanita; mengagumi gayanya yang santai dan sopan saat berhadapan dengan para profesor, sikapnya yang berkesan simpatik tapi toh menjaga jarak saat

www.ac-zzz.tk

berhubungan dengan mereka yang lebih rendah status sosialnya. Pada saat Berrington mulai bergiat untuk

309

mencapai gelar Master, secara luas ia sudah dianggap sebagai seorang gentleman sejati.

Bisa dikatakan seluruh kehidupannya sejak berdirinya Genetico merupakan dusta, namun ia terus maju dengan tegar dan penuh keberanian. Namun demikian, tidak ada cara yang terhormat untuk menyelinap ke dalam ruang kerja seseorang dan melakukan penggeledahan.

Ia memeriksa arlojinya. Laboratorium itu tentunya sudah tutup sekarang. Hampir semua koleganya sudah meninggalkan gedung itu menuju rumah-rumah mereka di daerah pinggiran atau Faculty Club, bar mereka. Sekarang merupakan momentum terbaik. Bangunan itu tak pernah beml-betul kosong; para ilmuwan biasanya bekerja sesuai dengan dorongan hati mereka sendiri. Kalau sampai ada yang melihat dirinya, ia terpaksa berlaku seakan tidak ada apa-apa.

la meninggalkan ruang kerjanya, menuruni tangga, lalu menelusuri lorong, menuju pintu Jeannie. Tidak ada seorang pun di sekitar situ la menggesek kartunya melalui penelusur kartu dan pintu itu membuka. Ia melangkah masuk, menyalakan lampu-lampunya, lalu menutup pintu di belakangnya.

Ruangan itu merupakan kantor terkecil di dalam bangunan tersebut. Malah sebelumnya berfungsi sebagai gudang, tapi Sophie Chappie telah bersikeras menjadikannya ruang kerja Jeannie, dengan alasan bahwa mereka membutuhkan ruangan yang lebih besar untuk menyimpan kardus-kardus berisi formulir-formulir yang diperlukan departemen itu. Ruangan itu sempit dan hanya memiliki sebuah jendela kecil, tapi Jeannie telah menghidupkan suasananya dengan dua buah kursi kayu yang dicat warna merah terang, sebuah tanaman palem yang indah dalam pot, dan sebuah reproduksi karya Picasso yang menggambarkan suatu pertarungan adu banteng dalam warna-warna kuning dan oranye yang cerah.

310

Berrington memungut sebuah foto berbingkai dari meja tulis Jeannie. Foto hitam-putih seorang laki-laki tampan bercambang yang mengenakan sebuah dasi lebar, dan seorang wanita muda dengan ekspresi tegar di wajahnya—orangtua Jeannie di tahun tujuh puluhan, tebaknya. Selain itu, meja tulisnya sama sekali bersih. Rapi sekali-,

www.ac-zzz.tk

Berrington duduk, lalu menyalakan perangkat komputer Jeannie.-Sementara melakukan proses booting, ia mulai menelusuri laci-laci meja itu. Yang paling atas berisi beberapa buah bolpoin dan bloknot. Dalam laci berikutnya ia menemukan sekotak pembalut wanita dan sepasang celana stocking yang kemasannya belum pernah dibuka. Berrington paling benci pada celana stocking. Ia masih menyimpan khayalan remaja tentang tali-tali penahan dan kaus stocking dengan keliman. Selain itu, celana stocking kurang baik untuk kesehatan, sama seperti celana dalam dari bahan nilon. Kalau Presiden Proust kelak mengangkatnya menjadi menteri kesehatan, ia akan memasang tanda peringatan pada semua celana stocking. Laci berikutnya berisi sebuah cermin tangan dan sikat rambut dengan beberapa helai rambut panjang berwarna gelap di antara gigi-giginya; yang terakhir sebuah kamus kantong dan buku saku berjudul A Thousand Acres. Sejauh ini tidak ada yang misterius.

Menu Jeannie mulai tampak di layar komputernya. Berrington meraih mouse-nya, lalu rrienceklik di Calendar. Jadwalnya bisa ditebak: jam kuliah dan kelas kelasnya, jam-jam prakteknya di laboratorium, jadwal tenis, janji untuk minum m num dan nonton. Ia akan pergi ke Oriole Park di Camden Yards untuk menonton pertandingan bola pada hari Sabtu; Ted Ransome dan istrinya mengnndangnya makan siang pada hari Minggu; mobilnya mesti masuk bengkel pada hari Senin. Tidak ada entry yang menyatakan Telusuri arsip-arsip medis Acme Insurance. Daftar yang masih harus dilakukannya

311

juga sama normalnya: Beli vitamin, telepon Ghita. hadiah ulang tahun Lisa, periksa modem.

Ia menutup agenda itu, lalu mulai menelusuri file file-nya. Ternyata Jeannie memiliki banyak statistik di atas program spreadsheets. File word-processing-nya lebih sempit: beberapa surat, desain untuk formulir-formulir, konsep sebuah artikel. Dengan menggunakan fasilitas Find, ia menelusuri seluruh directory WP-nya untuk mencari kata database. Kata itu muncul beberapa kali dalam artikel itu. dan di bagian copy file tiga buah surat keluar, tapi sama sekali tidak ada petunjuk yang menyatakan ke mana Jeannie merencanakan untuk menggunakan sarana risetnya itu kemudian. “Ayo,” ujar Berrington, “pasti ada sesuatu.”

Jeannie memiliki sebuah lemari arsip, tapi isinya tidak banyak; ia kan baru beberapa minggu di sini. Setelah setahun dua tahun, lemari itu akan penuh dengan formulir-formulir yang sudah diisi, data-data mentah riset psikologinya. Kini hanya ada beberapa surat masuk di dalam sebuah map, memo intem di dalam map lain, dan fotokopi beberapa artikel di dalam map ketiga.

Di dalam sebuah lemari yang biasanya kosong, ia menemukan, dalam keadaan terbalik, sebuah foto berbingkai Jeannie bersama seorang laki-laki tinggi,

www.ac-zzz.tk

bercambang, di atas sepeda masing-masing, di tepi sebuah danau. Berrington menyimpulkan itu adalah episode cinta yang sudah berakhir.

Ia jadi semakin resah. Ruangan ini ditempati oleh seseorang yang hidupnya terorganisir, jenis yang merencanakan sebelumnya. Jeannie mengarsip surat-surat masuknya serta menyimpan copy dari segala sesuatu yang ia kirim keluar. Pasti ada sesuatu di sini yang dapat mengungkapkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya, la tidak memiliki alasan untuk menyembunyikan apa-apa; sampai hari ini tidak ada sugesti yang membuatnya harus merasa risih. Pasti ia sudah merencanakan untuk

312

menelusuri salah satu database lain. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal dari ketidakberadaan petunjuk itu adalah bahwa Jeannie mengatur segalanya melalui telepon atau secara pribadi, mungkin dengan seseorang yang cukup dekat dengannya. Dan kalau memang begitu kasusnya, sepertinya Berrington tidak akan dapat menemukan apa-apa mengenai itu dengan menggeledah kamar kerjanya.

Berrington mendengar suara langkah kaki di lorong, dan menjadi tegang. Ada suara ceklik saat sebuah kartu digesekkan melalui penelusur kartu. Berrington mengawasi pintu dengan pandangan tak berdaya. Tidak ada yang dapat dilakukannya; ia akan tertangkap basah duduk di belakang meja tulis Jeannie, dengan perangkat komputer dalam keadaan menyala, la tidak dapat berpura-pura kesasar ke sini secara tak sengaja.

Pintunya membuka, la sudah memperhitungkan akan melihat Jeannie, tapi ternyata yang muncul seorang petugas sekuriti.

Laki-laki itu mengenalnya. “Oh… selamat malam. Profesor,” ujar si petugas. “Aku melihat lampu menyala, sehingga aku memutuskan untuk mengecek. Dr. Ferrami biasanya membiarkan pintunya terbuka kalau dia ada di sini.”

Berrington berusaha untuk tampak wajar. ‘Tidak apa.” ujarnya. Jangan pernah minta maaf, jangan pernah berusaha memberikan penjelasan. “Aku akan menutup pintu ini kembali begitu aku selesai.”

“Baik.”

Si petugas masih tetap berdiri di sana, menantikan penjelasan darinya. Berrington tidak memberikan tanggapan. Akhirnya laki-laki itu berkata, “Ehm… selamat malam, Profesor.”

“Selamat malam.”

www.ac-zzz.tk

Si petugas berlalu.

Berrington merelaks. Tidak ada masalah.

313

Ia mengecek apakah modem Jeannie masih dalam keadaan menyala, kemudian menceklik America Online dan mengakses mailbox~nya. Terminal itu diprogram untuk mengeluarkan kata sandinya secara otomatis. Jeannie memiliki tiga file untuk itu. Berrington membuka ketiga-tiganya. Yang pertama berisi pemberitahuan mengenai kenaikan tarif penggunaan jaringan Internet Yang kedua datang dari University of Minnesota dan bunyinya:

Aku akan ke Baltimore pacla hari Jumat, dan ingin pergi minum-mi-• num bersamamu, demi persahabatan kita dulu. Salam, Will.

Berrington mempertanyakan apakah Will itu laki-laki bercambang yang naik sepeda di foto tadi. la menutup file itu, lalu membuka yang ketiga.

Berrington merasa seperti kena sengatan listrik.

Kau akan lega begitu tahu bahwa aku sudah menelusuri programmu melalui file sidik jari kami ma 1 am ini. Hubungi aku. Ghita..

Dari FBI.

“Sial,” Berrington bergumam. “Ini bisa berbahaya.”

314

BAB 26

Berrington tidak berani berbicara melalui telepon tentang Jeannie dan file sidik jari FBI itu. Begitu banyak pesawat telepon yang dimonitor oleh para biro intelijen. Belakangan ini pelacakan dilakukan melalui komputer yang diprogram untuk menangkap kata-kata dan ungkapan-ungkapan kunci. Kalau seseorang mengatakan plutonium atau herion atau habisi presiden, komputer akan merekam percakapan itu, lalu menggugah perhatian seseorang. Berrington jelas tak ingin seorang penguping CIA mempertanyakan kenapa Senator Proust menaruh minat begitu besar pada file sidik jari FBI.

Karena itu, ia menaiki Lincoln Town Car berwarna peraknya, lalu melesat dengan kecepatan sembilan puluh mil per jam di Baltimore-Washington Parkway. Ia sering melanggar batas kecepatan mengemudi. Nyatanya ia tidak sabaran dalam hal mematuhi berbagai macam peraturan, la menyadari bahwa

www.ac-zzz.tk

ini merupakan suatu kontradiksi darinya. Ia membenci para pengunjuk rasa yang menuntut perdamaian dan para pemakai obat bius, kaum homo dan feminis, para pemain musik rock dan semua nonkonfonmis yang melecehkan tradisi Amerika. Namun ia juga tidak menyukai mereka yang berusaha mengaturnya di mana ia harus memarkir mobilnya, atau seberapa banyak ia harus menggaji pegawai-pega-3.15

wainya, atau seberapa banyak alat pemadam kebakaran harus ia tempatkan di dalam laboratoriumnya.

Saat melajukan kendaraannya, ia mempertanyakan pada dainya mengenai hubungan antara Jim Proust dengan masyarakat intelijen. Apakah mereka cuma sekelompok prajurit tua yang suka kumpul-kumpul untuk mengenang cara mereka memeras para tukang protes anuperang dan menghabisi nyawa beberapa presiden Amerika Selatan? Ataukah mereka masih tetap bergiat secara aktif? Masihkah mereka saling menolong, seperti Mafia, dan menganggap balas budi sesuatu yang amat sakral? Atau apakah hari-hari itu sudah lama berlalu? Sudah lama sekali sejak Jim menarik diri dari CIA; bahkan mungkin ia sudah tidak tahu apa-apa lagi-sekarang.

Hari sudah malam, namun Jim masih menunggu kedatangan Berrington di kantornya di gedung Capitol. “Apa yang terjadi, yang tidak bisa kausampaikan kepadaku melalui telepon?” tanyanya.

“Dia akan menelusuri program komputernya di file sidik jari FBI.”

Wajah Jim memucat. “Apa bisa?”

“Nyatanya bisa untuk menelusuri data-data gigi, kenapa yang ini tidak?”

“Ya Tuhan,” seru Jim dalam nada prihatin.

“Berapa banyak sidik jari mereka miliki dalam file mereka?”

“Lebih dari dua puluh juta set, setahuku. Tak mungkin semuanya pernah terlibat dalam tindakan kriminal. Masa begitu banyak kriminal di Amerika?”

“Aku tidak tahu, mungkin mereka juga menyimpan sidik jari dari yang sudah meninggal. Pusatkan konsentrasimu, Jim. Demi Tuhan, masa tidak ada yang bisa kaulakukan untuk menghentikan ini?*’

“Siapa kontaknya di FBI?”

Berrington menyodorkan printout yang dikeluarkannya

www.ac-zzz.tk

316

dari file E-mail Jeannie. Sementara Jim mempelajarinya, Berrington melayangkan pandang ke sekelilingnya. Di dinding kantornya, Jim memasang foto-foto dirinya dengan para presiden Amerika sesudah zaman Kennedy. Ada foto Kapten Proust dalam seragam, memberikan salut kepada Lyndon Johnson; Mayor Proust, masih dengan kepala penuh rambut pirang yang lurus, berjabat tangan dengan Dick Nixon; Kolonel Proust menatap sinis ke arah Jimmy Carter; Jenderal Proust berbagi lelucon dengan Ronald Reagan, keduanya tampak tertawa terpingkal-pingkal; Proust dalam setelan jas, sebagai wakil pimpinan CIA, sibuk dalam percakapan dengan George Bush yang menanggapinya dengan wajah serius; dan Senator Proust, kini botak dan mengenakan kacamata, menggoyang-goyangkan jarinya ke arah Bill Clinton. Ia juga pernah difoto saat berdansa dengan Margaret Thatcher, bermain golf dengan Bob Dole, dan berkuda dengan Ross Perot. Berrington juga memiliki beberapa foto seperti itu, tapi Jim memilikinya sebanyak satu galeri penuh. Siapa yang ingin ia buat terkesan? Dirinya sendiri, rupanya. Secara konstan melihat dirinya dengan mereka-mereka yang paling berpengaruh di dunia ini menyatakan kepadanya betapa pentingnya ia.

“Aku tidak pernah dengar tentang Ghita Sumra ini,” ujar Jim. “Tentunya dia bukan orang penting.”

“Siapa yang kaukenal di FBI?” tanya Berrington dalam nada tak sabar.

“Kau pernah bertemu dengan pasangan Creane, David dan Hilary?”

“David adalah seorang asisten direktur, Hilary seorang mantan alkoholis. Usia mereka sekitar lima puluhan. Sepuluh tahun yang lalu, saat aku masih mengepalai CIA, David bekerja untukku di Direktorat Diplomasi, mengawasi kegiatan di semua kedutaan asing serta seksi spionase mereka. Akn menyukai David. Pokoknya, pada suatu sore Hilary mabuk, pergi keluar dalam mobil

317

Honda Civic-nya, dan menabrak sampai mati seorang bocah berusia enam tahun, seorang gadis kecil kulit hitam, di Beulah Road, Springfield. Dia terus kabur, mampir di sebuah mal, lalu menelepon Dave di Lan-gley. Dave langsung ke sana naik Thunderbird-nya. Dia menjemput dan mengantar Hilary pulang, kemudian melaporkan bahwa mobil Honda itu dicuri orang.” “Tapi sesuatu meleset.’”

“Ada seorang saksi yang melihat kecelakaan itu, yang merasa yakin bahwa pengemudinya seorang wanita setengah baya berkulit putih, dan seorang detektif keras • kepala tahu bahwa jarang ada wanita mencuri mobil. Si saksi

www.ac-zzz.tk

secara positif mengidentifikasi Hilary, yang kemudian ambruk dan mengaku salah.” “Lalu apa yang terjadi?”

“Aku pergi menemui jaksa wilayah itu. Dia ingin menjebloskan mereka berdua di penjara. Aku menyatakan bahwa mi merupakan masalah sekuriti nasional, dan membujuknya untuk membatalkan tuntutannya Hilary mulai melakukan kunjungan ke AA dan tidak pernah minum-minum lagi sejak itu.”

“Dan Dave dipindahkan ke FBI, dan ternyata sukses.”

“Dan jangan lupa, dia berutang budi padaku.”

“Apa dia bisa menghentikan si Ghita ini?”

“Dia termasuk salah satu dari sembilan asisten direktur yang melapor langsung ke wakil direktur. Dia tidak di divisi sidik jari, tapi dia punya pengaruh.”

“Tapi apa dia dapat melakukan itu?”

“Aku tidak tahu! Aku akan tanya, oke? Kalau memang bisa, dia akan melakukannya untukku.”

“Oke, Jim,” ujar Berrington. “Angkat pesawat telepon sial itu dan tanyakan padanya.”

318

BAB 27

Jeannie menyalakan lampu-lampu ruang laboratorium psikologi sementara Steve mengikutinya dari belakang. “Bahasa genetika terdiri atas empat buah huruf,” ujar Jeannie. “A, C, G, dan T.” “Kenapa justru yang empat itu?” “Adenine, cytosine, guanine, dan thymine. Mereka merupakan persenyawaan kimia yang terjalin dalam untaian sentral molekul DNA yang panjang. Mereka membentuk rangkaian kata dan kalimat, seperti Pasang lima jari pada masing-masing kaki.”

“Tapi DNA semua orang harus berbunyi Pasang lima jari pada masing-masing kaki”

“Betul. DNA-mu mirip dengan punyaku serta semua orang lain di dunia ini. Kita bahkan memiliki banyak persamaan dengan binatang-binatang, karena mereka -terbuat dari protein-protein yang sama seperti kita.”

“Jadi, dari mana kau tahu beda antara DNA Dennis dengan DNA-ku?”

www.ac-zzz.tk

“Di antara kata-kata itu ada bagian yang tidak ada artinya sama sekali, semacam omong kosong. Mereka seperti spasi-spasi dalam sebuah kalimat. Mereka disebut oligonukleatida tapi orang biasanya menamakan mereka oligo. Dalam spasi antara lima dan jari, mungkin ter—

319

dapat suatu oligo yang berbunyi TATAGAGACCCC, yang akan beculang.”

“Apa semua orang-punya TATAGAGACCCC?*’

“Ya, tapi jumlah pengulangannya bervariasi. Kau mungkin memiliki tiga puluh satu oligo TATAGAGACCCC di antara lima dan jari, sedangkan aku mungkin punya dua ratus delapan puluh tujuh. Tidak relevan sebetulnya, seberapa banyak yang kumiliki, karena oligo itu tidak mempunyai arti.”

“Bagaimana caramu membedakan oligo-ku dengan milik Dennis?”

Jeannie memperlihatkan sebuah piringan berbentuk persegi, dengan ukuran dan rupa seperti buku. “Kita lapis piringan ini dengan sebuah gel, membuat celah-celah di bagian atasnya, lalu kita teteskan contoh DNA-mu dan DNA Dennis ke dalam celah-celah itu. Kemudian kita letakkan piringan itu di sini.” Di meja laboratorium terdapat sebuah tangki kecil dari kaca. “Kita alirkan arus listrik melalui gelnya selama beberapa jam. Ini akan mengakibatkan fragmen-fragmen DNA merembes melalui gel dalam garis-garis lurus. Tapi fragmen-fragmen yang kecil bergerak lebih cepat daripada yang besar. Akibatnya fragmenmu, dengan tiga puluh satu oligo, akan melaju lebih cepat daripada milikku yang jumlahnya dua ratus delapan puluh tujuh.”

“Bagaimana kau bisa melihat sudah sejauh mana mereka bergerak?”

“Kita gunakan bahan kimia yang disebut pelacak. Mereka akan mengaitkan diri pada oligo-oligo tertentu. Katakanlah kita memiliki sebuah oligo yang menarik TATAGAGACCCC.” Jeannie memperlihatkan sepotong kain semacam lap piring. “Kita ambil sehelai membran nilon yang sudah dicelup dalam suatu solusi pelacak, yang kemudian kita letakkan di atas gel, sehingga dia dapat menyerap fragmen-fragmennya. Pelacak ini juga mengeluarkan kilau, sehingga akan kelihatan kalau di-320

f

film secara fotografis.” Jeannie melongok ke dalam tang-” ki yang lain. “Tampaknya Lisa sudah meletakkan nilon di atas filmnya.” Ia menyipitkan mata untuk dapat melihat lebih jelas. “Kukira polanya sudah terbentuk. Sekarang kita tinggal memasang film.”

www.ac-zzz.tk

Steve mencoba melihat wujudnya di atas film saat Jeannie mengolahnya dalam sebuah wadah berisi bahan, kimia, kemudian membilasnya di bawah kran. Sejarah dirinya akan tertulis di kertas itu. Namun yang dapat ia lihat hanyalah sebuah pola semacam tangga di atas lembaran plastik bening. Akhirnya Jeannie mengibas-ngibasnya sampai kering, lalu menjepitkannya di muka sebuah kotak lampu.

Steve mengamatinya. Film itu dipenuhi alur-alur, dari atas sampai ke bawah, berupa garis-garis lurus, selebar sekitar seperempat inci, seperti jalur-jalur berwarna keabuan. Jalur-jalur itu dinomori sepanjang sisi bawah film, 1 sampai 18. Di antara jalur-jalur itu terdapat bercak-bercak hitam yang rapi. semacam selaput. Semua itu tidak ada artinya baginya.

Jeannie berkata, “Bercak-bercak hitam menunjukkan kepadamu seberapa jauh fragmen-fragmenmu menelusur sepanjang jalur-jalur itu.”

“Tapi ada dua bercak merah di masing-masing jalur.”

“Itu karena kau memiliki dua rangkaian DNA, satu dari ayahmu dan satu lagi dari ibumu.”

“Tentu. Double helix, kan?”

“Betul. Dan kedua orangtuamu memiliki oligo yang berbeda.” Jeannie mengecek catatannya, lalu mengangkat wajahnya. “Kau yakin kau sudah siap untuk menerima ini, apa pun hasilnya?”

“Ya.” I

“Oke.” Ia menunduk lagi. “Yang di jalur tiga itu darahmu.”

Di sana terdapat dua bercak dalam jarak kira-kira satu inci, melewati pertengahan film itu.

321

“Jalur empat merupakan suatu kontrol. Mungkin itu darahku, atau milik Lisa. Bercak-bercaknya tentunya dalam posisi yang sama sekali berbeda.”

“Memang.” Kedua bercak itu berjarak jauh lebih dekat, persis di bagian bawah film. dekat nomor-nomor itu.

“Jalur lima milik Dennis Pinker. Apakah bercak-bercaknya persis dalam posisi yang sama seperti punyamu, atau lain?”

www.ac-zzz.tk

“Sama,” seru Steve. “Persis sama.”

Jeannie menatapnya. “Steve,” ujarnya, “kalian pasangan kembar.”

Steve tidak mau mempercayai itu. “Apa tidak mungkin terjadi kesalahan?”

“Tentu.” sahut Jeannie. “Ada peluang satu banding seratus bahwa dua individu yang tidak punya hubungan apa-apa mungkin memiliki sebuah fragmen yang sama pada masing-masing DNA yang berasal dari garis keturunan ayah dan ibu. Biasanya kami mengetes empat fragmen yang berbeda, menggunakan oligo yang berbeda, dan pelacak yang berbeda Itu akan mengurangi peluang terjadinya kekeliruan menjadi satu berbanding sejuta. Lisa akan melakukan prosedur ini tiga kali lagi, yang masing-masing akan memakan tempo setengah hari. Tapi aku toh tahu bagaimana hasilnya nanti. Dan kau juga, kan?”

“Kukira begitu,” Steve menghela napas. “Ada ucapanmu yang tidak bisa kusisihkan dari pikiranku: Aku tidak punya kakak-adik sama sekati. Dari apa yang pernah kauungkapkan mengenai kedua orangtuamu, sepertinya mereka tipe yang akan menginginkan rumah penuh dengaiteanak-anak, setidaknya tiga atau empat orang.”

“Kau benar,” ujar Steve. “Tapi Mom mengalami masalah dalam hal mengandung. Dia berusia tiga puluh tiga dan menikah dengan Dad selama sepuluh tahun, ketika aku akhirnya lahir. Dia pernah menulis buku

322

mengenai itu: What ta Do When You Can’t Get Pregnant—Apa yang Harus Anda Lakukan Bila Anda Tidak Ś Bisa Hamil. Itu bestseller-nya yang pertama Dia mem beli sebuah pondok peristirahatan musim panas di Virginia dengan uangnya.”

“Charlotte Pinker berusia tiga puluh sembilan tahun ketika Dennis lahir. Aku berani taruhan bahwa dia juga menghadapi masalah yang sama. Aku tidak tahu apakah itu relevan.”

“Apa hubungannya?”

“Aku tidak tahu. Apakah ibumu pernah menjalani salah saiu perawatan khusus?”

“Aku belum pernah membaca bukunya. Bagaimana kalau aku meneleponnya?”

“Kau tidak berkeberatan?”

“Sudah waktunya menyingkapkan misteri ini kepada

www.ac-zzz.tk

mereka, setidaknya.”

Jeannie menunjuk ke arah meja Lisa. “Pakai saja pesawat Lisa.”

Steve memutar nomor rumahnya. Ibunya yang menjawab. “Halo. Mom.”

“Dia senang melihatmu?”

“Tadinya tidak. Tapi aku masih bersamanya sampai sekarang.”

“Jadi, dia tidak membencimu?”

Steve melirik ke arah Jeannie. “Dia tidak membenciku, Mom, tapi dia menganggap aku terlalu muda.”

“Dia ikut mendengar?”

“Ya, dan kukira aku membuatnya salah tingkah, untuk pertama kali. Mom, kami sedang ada di laboratorium, dan berhadapan dengan semacam teka-teki. Rupanya DNA-ku persis sama seperti milik seorang subjek lain yang juga menjadi bahan studinya, seorang anak muda bernama Dennis Pinker.”

“Mana mungkin? Kalau begitu, kalian kan pasangan kembar identik.”

w9

323

“Dan itu hanya bisa terjadi kalau aku dulu hasil adopsi.”

“Steve, kau tidak pernah diadopsi, kalau itu yang mengganggu pikiranmu. Dan kau bukan berasal dari suatu pasangan kembar. Hanya Tuhan yang^ tahu bagaimana aku dapat menangani dua orang anak seperti kau.”

“Apakah Mom pernah menjalani semacam perawatan untuk meningkatkan kesuburan sebelum aku lahir?”

“Ya, pernah. Dokter merekomendasi aku untuk pergi ke suatu tempat di Philadelphia, yang juga dikunjungi oleh sejumlah istri perwira waktu itu. Nama tempat itu Aventine Clinic. Aku menjalani perawatan hormon.”

Steve mengulangi itu untuk Jeannie, yang mencatatnya di sebuah bloknot Post-It

www.ac-zzz.tk

Mom berkata lagi, “Perawatan itu ternyata tidak sia-sia. Kau pun muncul, sebagai hasil jerih payah yang seakan tidak berkesudahan itu, nongkrong di Baltimore, mengusik seorang wanita cantik yang tujuh tahun lebih senior danmu, padahal kau seharusnya berada di sini, di DC, menemani ibumu yang sudah tua dan ubanan.”

Steve tertawa. “Trims, Mom.”

“Hei, Steve?”

“Ya.”

” “Jangan pulang terlalu malam. Kau masih harus menemui pengacaramu besok pagi. Sebaiknya kita keluarkan kau dari urusan brengsek ini sebelum kau mulai mempermasalahkan soal DNA-mu itu.”

“Aku tidak akan pulang terlalu malam. Bye” Ia menutup pesawatnya.

Jeannie berkata, “Aku akan menelepon Charlotte Pinker sekarang. Mudah-mudahan dia belum tidur.” la menelusuri Rolodex Lisa, kemudian meraih pesawatnya dan memutar sebuah nomor. Selang beberapa saat, ia memperoleh sambungan. “Halo, Mrs. Pinker, aku Dr. Ferrami dari Jones Falls University. Baik-baik, terima

324

kasih, bagaimana dengan Anda? Kuharap Anda tidak berkeberatan jika aku menanyakan kepada Anda satu pertanyaan lagi. Oh, Anda baik sekali. Ya. Sebelum mengandung Dennis, apakah Anda pernah menjalani semacam perawatan untuk meningkatkan kesuburan?” Untuk waktu yang agak lama tidak ada jawahan, kemudian tiba-tiba wajah Jeannie berbinar. “Di Philadelphia? Ya, aku pernah mendengar tentang tempat itu. Suatu perawatan hormon. Menarik sekali. Itu akan membantuku. Terima kasih sekali lagi. Selamat malam.” Jeannie mengembalikan gagangnya di tempatnya. “Bingo,” serunya. “Charlotte pernah mengunjungi klinik yang sama.”

“Bukan main,” ujar Steve. “Tapi apa artinya itu?*’

“Aku belum tahu,” ujar Jeannie. Ia meraih pesawat telepon itu lagi, lalu memutar nomor empat-sebelas. “Bagaimana caraku memperoleh informasi Philadelphia? Trims.” Ia memutar lagi. “Aventine Clinic.” Hening sebentar. Jeannie menatap Steve, lalu berkata, “Mungkin sudah tutup beberapa tahun yang lalu.”

Steve mengawasinya dengan tertegun. Wajah Jeannie tampak berbinar penuh antusias, sementara pikirannya berputar terus, mengembara ke mana-mana.

www.ac-zzz.tk

Penampilannya betul-betul memesona. Steve berandai dapat melakukan lebih banyak untuk membantunya.

Tiba-tiba Jeannie meraih pensil, lalu mencatat sebuah nomor. “Terima kasih!” ujarnya. Ia menutup pesawatuya. “Masih ada di situ!”

Untuk sesaat Steve seakan terpaku di tempatnya. Misteri gen-gennya mungkin akan terpecahkan. “Catatan,” ujarnya. “Klinik itu tentunya punya catatan. Mungkin kita bisa memperoleh petunjuk dari sana.”

“Aku mesti ke sana,*’ ujar Jeannie. Ia mengerutkan alisnya. “Aku punya surat izin yang ditandatangani oleh Charlotte Pinker—orang orang yang kami wawancarai kami minta untuk menandatanganinya—dengan itu, kami akan memperoleh akses untuk melihat data

325

data medis yang bersangkutan. Maukah kau meminta ibumu menandatangani surat itu malam ini, untuk kemudian difaks kepadaku di JFU?” “Tentu.”

Jeannie memutar sebuah nomor lagi dengan tak sabar. “Selamat malam, dengan Aventine Clinic? Boleh aku berbicara dengan penanggung jawab yang sedang tugas malam ini? Terima kasih.”

Untuk waktu lama tidak terdengar apa-apa. Jeannie mengetuk-ngetuk dengan pensilnya, sementara Steve mengawasinya dengan penuh kekaguman. Ia tak peduli kalau ini berlangsung semalaman.

“Selamat malam, Mr. Ringwood, aku Dr. Ferrami dari departemen psikologi Jones Falls University. Dua orang subjek untuk risetku pernah melakukan kunjungan ke klinik Anda sekitar dua puluh tiga tahun yang lalu, dan akan sangat membantu bagiku kalau aku bisa melihat catatan mereka. Aku memiliki izin dari mereka yang bisa aku faks ke alamat Anda lebih dahulu. Aku menghargai itu. Apakah besok terlalu cepat untuk Anda? Bagaimana kalau pukul dua siang? Anda baik sekali. Terima kasih. Selamat malam.”

“Klinik fertilitas,” ujar Steve dalam nada serius. “Rasanya aku pernah baca di Wall Street Journal bahwa Genetico memiliki beberapa klinik fertilitas.”

Jeannie menatapnya dengan mulut terbuka. “Astaga,” bisiknya. “Tentu saja mereka punya.”

“Entah apa hubungannya dengan ini.”

“Kurasa ada,” ujar Jeannie.

www.ac-zzz.tk

“Kalau ada. artinya…”

“Artinya Berrington Jones mungkin tahu lebih banyak mengenai keberadaanmu dan Dennis daripada yang mau dia beberkan.”

326

BAB 28

Hari ini betul-betul brengsek, tapi toh berakhir dengan lumayan, ujar Berrington pada dirinya saat melangkah keluar dari kamar mandinya.

la menatap bayangan dirinya di cermin. Kondisi tubuhnya baik sekali untuk usianya yang lima puluh sembilan tahun: ramping, tegap, dengan sentuhan warna kecokelatan dan perut yang nyaris datar. Rambut di bagian bawah perutnya berwarna gelap, tapi itu hasil cat, untuk menghilangkan nuansa keabuannya yang memalukan. Baginya amat berarti untuk dapat melepaskan pakaiannya di muka seorang wanita tanpa mematikan lampu.

Ia telah memulai harinya dengan anggapan bahwa ia pasti dapat mengatasi masalahnya dengan Jeannie Ferrami, tapi nyatanya wanita itu lebih tegar daripada dugaannya. Aku tidak akan meremehkannya lagi dengan begitu saja, janjinya pada diri sendiri.

Dalam perjalanan kembali dari Washington, ia mampir di rumah Preston Barck untuk mengungkapkan perkembangan terakhir. Sebagaimana biasa, Preston menjadi lebih khawatir dan pesimis daripada tuntutan situasi sebenarnya. Terpengaruh oleh sikap Preston, Berrington pulang dengan perasaan murung. Tapi begitu ia melangkahkan kaki ke dalam rumahnya, pesawat teleponnya

berdering, dan Jim, yang menggunakan bahasa sandi hasil improvisasinya, meneruskan kepadanya bahwa David Creane akan melakukan sesuatu untuk memutuskan hubungan FBI dengan Jeannie. Ia telah berjanji untuk segera menyelesaikannya melalui telepon malam itu juga.

Berrington menghanduki dirinya sampai kering, lalu mengenakan piama katun berwarna biru dan sehelai mantel mandi bergaris-garis biru-putih. Marianne, pengurus rumah tangganya, sedang libur malam itu, tapi ada sebuah casserole di lemari es: ayam ala provencale, menurut catatan yang ditinggalkannya dalam tulisan tangan hati-hati yang berkesan kebocahan. Berrington memasukkan hidangan itu ke dalam oven, lalu mengisi sebuah gelas kecil dengan Sprmgbank malt wiski. Saat mencicipinya, pesawat telepon berdering.

Ternyata dari mantan istrinya, Vivvie. “Menurut Wall Street Journal, kau bakal kaya,” ujarnya.

www.ac-zzz.tk

Berrington membayangkan Vivvie—seorang wanita pirang bertubuh ramping dalam usia enam puluhan, duduk-duduk di teras rumah California-nya. sambil menikmati pemandangan matahari terbenam di Lautan Pasifik. “Rupanya kau punya niat untuk kembali kepadaku.”

“Aku sudah pertimbangkan itu, Berny. Dengan serius sekali, selama sedikituya sepuluh detik. Kemudian aku menyadari bahwa seratus delapan puluh juta dolar tidak cukup banyak.”

Berrington tertawa.

“Sungguh, Berry, aku senang sekali untukmu.”

Berrington tahu bahwa ia memang tulus. Vivvie sendiri punya banyak uang. Setelah meninggalkan dirinya, ia terjun dalam usaha real estate di Santa Barbara, dan ternyata sukses. “Terima kasih.’

“Apa yang akan kaulakukan dengan uangnya? Akan kauwariskan kepada anak itu?”

328

Putra mereka sedang menekuni program diploma untuk menjadi akuntan. “Dia tidak membutuhkannya. Dia akan menghasilkan banyak uang sebagai akuntan. Mungkin akan kusumbangkan sebagian pada Jim Proust. Dia akan mencalonkan diri sebagai presiden.”

“Apa yang akan kauperoleh sebagai imbalannya? Kau mau jadi duta besar Amerika di Paris?”

“Tidak, tapi siapa tahu aku bisa jadi menteri kesehatan.”

“Hei, Berry, kau betul-betul serius? Tapi kukira sebaiknya kau jangan bicara terlalu banyak melalui telepon mengenai ini.’

“Kau benar.”

“Sudah, ya, teman kencanku sudah di muka pintu. See you sooner, Montezuma.” Suatu salam perpisahan khas di antara mereka.

Berrington memberikan jawabannya. “In a flash, succotash.” Ia mengembalikan gagang pesawat di tem-patuya.

Ia merasa agak kecil hati membayangkan Vivvie akan pergi malam itu dengan seorang teman kencan—ia tidak tahu dengan siapa—sementara ia duduk

www.ac-zzz.tk

sendirian di rumah, dengan wiskinya. Selain ditinggal mati oleh ayahnya, ditinggal Vivvie merupakan kesedihan terbesar dalam kehidupannya. Ia tidak menyalahkan Vivvie; ia memang sudah terlalu sering tidak setia. Tapi ia mencintai Vivvie, dan masih merasa kehilangan dirinya, tiga belas tahun setelah perpisahan mereka. Fakta bahwa itu adalah kesalahannya sendiri membuat ia semakin sedih. Bercanda dengan Vivvie di telepon mengingatkan dirinya tentang manisnya hubungan mereka sewaktu segalanya masih oke.

Berrington menyalakan pesawat televisi dan menonton Prime Time Live, sementara makanannya mulai hangat. Dapurnya mulai dipenuhi aroma bumbu-bumbu yang digunakan Marianne. Gadis itu memang seorang koki

329

yang andal. Mungkin karena Martinique pernah dijajah Prancis.

Persis saat ia sedang mengeluarkan casserole-nya dari dalam oven, pesawat teleponnya berdering kembali. Kali ini dari Preston Barck. Nadanya senewen sekali. “Aku baru saja dapat kabar dari Dick Minsky di Philadelphia,” ujarnya. “Jeannie Ferrami sudah punya janji untuk mengunjungi Avemine Clinic besok.”

Berrington mengempaskan tubuhnya ke kursi. “Ya Tuhan,” ujarnya. “Kok dia bisa sampai ke sana?”

“Aku tidak tahu. Dick tidak di sana waktu itu. Yang tugas malam yang menerima teleponnya. Tapi rupanya dia mengatakan beberapa di antara subjek risetuya pernah mendapatkan perawatan di klinik itu beberapa tahun yang lalu, dan dia ingin mengecek catatan medis mereka. Dia berjanji untuk mengirim melalui faks surat izinnya, dan bahwa dia akan muncul di sana sekitar pukul dua siang. Untungnya Dick kebetulan mampir untuk suatu hal lain, dan si petugas melaporkannya padanya.”

Dick Minsky adalah salah satu orang pertama yang bekerja untuk Genetico di tahun tujuh puluhan. Dulu ia seorang kurir; kini ia sudah menjadi pemimpin klinik. Ia belum pernah menjadi anggota grup intinya—cuma Jim, Preston, dan Berrington-lah yang bisa—tapi ia tahu beberapa hal yang menjadi rahasia perusahaan itu. Mawas diri merupakan sesuatu yang otomatis baginya.

“Apa yang kau instruksikan padanya?”

“Batalkan janji itu, tentu saja. Dan kalau dia toh muncul, tolak dia. Katakan padanya dia tidak boleh melihat catatan-catatan itu.”

Berrington menggeleng-gelengkan kepala. “Itu saja tidak cukup.”

“Kenapa?”

www.ac-zzz.tk

“Itu cuma akan semakin membangkitkan rasa ingin tahunya. Dia akan mencoba menemukan cara lain untuk melihat arsip-arsip itu.”

330

“Umpamanya dengan apa?”

Berrington menghela napas. Preston memang tidak punya imajinasi. “Yah, andai kata aku jadi dia aku akan menelepon Landsmann, aku akan mencoba menghubungi sekretaris Michael Madigan, dan mengungkapkan kepadanya bahwa ada baiknya bosnya memeriksa arsip-arsip Aventine Clinic selama dua puluh tiga tahun terakhir ini sebelum menutup transaksi ambil alih itu. Itu akan membuat bosnya mulai bertanya-tanya, bukan?”

“Oke, jadi bagaimana usulmu?” ujar Preston.

“Menurutku kita harus memusnahkan semua arsip yang berasal dari tahun tujuh puluhan.”

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Berry, arsip-arsip itu amat unik. Secara ilmiah, nilainya…”

“Kaukira aku tidak tahu itu?” bentak Berrington.

“Pasti ada cara lain.”

Berrington menghela napas. Ia juga merasakan hal yang sama seperti Preston. Ia sering berkhayal bahwa kelak, di suatu saat, seseorang akan menulis tentang eksperimen-eksperimen yang mereka pelopori itu, kemudian akan terungkaplah ketegaran serta kebrilianan mereka pada dunia. Hancur hatinya menghadapi kenyataan bahwa bukti sejarah ini harus dimusnahkan dengan cara amat brutal begini. Tapi apa boleh bual. “Kalau arsip-arsip itu masih ada, kita akan terancam. Jadi, terpaksa harus dimusnahkan Dan sebaiknya itu dilakukan sekarang juga.”

“Apa yang harus kita katakan kepada stafnya?”

“Sial, mana aku tahu, Preston? Cari. alasan yang tepat. Kebijakan baru dalam strategi penanganan dokumen. Pokoknya asal mereka mulai memusnahkannya “pagi-pagi, aku tidak peduli kau bilang apa pada mereka.”

“Kukira kau benar. Oke, aku akan menghubungi Dick lagi sekarang juga. Bagaimana kalau kau yang menelepon Jim. supaya dia juga tahu?’

“Oke.”

www.ac-zzz.tk

331

“Bye.””

Berrington memutar nomor telepon rumah Jim Proust. Istrinya, seorang wanita pendek dan kurus yang memiliki sikap minder, menjawah telepon itu, kemudian meneruskannya kepada Jim. “Aku sudah di tempat tidur. Berry, ada apa lagi sekarang?”

Mereka bertiga mulai arnat tidak sabaran satu terhadap yang lain.

Berrington mengungkapkan kepada Jim apa yang baru saja dilaporkan Preston padanya, serta tindakan yang telah mereka putuskan.

“Bagus,” ujar Jim. “Tapi itu saja tidak cukup. Masih banyak cara lain bagi si Ferrami untuk akhirnya sampai pada kita.”

Berrington mulai hilang sabar. Jim tak pernah puas. Apa pun yang telah kauusutkan padanya, Jim selalu mengharapkan tindakan yang lebih keras, lebih ekstrem. Berrington berusaha menahan diri. Kali ini ucapan Jim memang masuk akal, menurutuya. Sudah terbukti bahwa Jeannie memiliki insting seekor anjing pelacak yang betul-betul andal, pantang menyerah dalam mengejar targetuya. Rintangan kecil tidak akan membuatnya mundur begitu saja. “Aku sependapat denganmu,” ujar Berrington pada Jim. “Dan kudengar Steve Logan sudah keluar dari tahanan hari ini, jadi dia punya teman sekarang. Kita harus menghadapinya secara lebih serius.”

“Dia harus digertak supaya pergi.”

“Jim, demi Tuhan.,.”

“Aku tahu .ini akan membuatmu menciut, Berry, tapi tidak ada cara lain.” “Lupakan itu.” “Begini…”

“Aku punya ide yang lebih baik, Jim, kalau kau mau dengar sebentar.” “Oke, katakan.*’ “Akan kupecat dia.”

332

Jim menimbang-nimbang sesaat. “Aku tidak tahu, apa itu cukup?”

‘Tentu. Begini, dia mengira secara kebetulan dia berhasil menyingkapkan sebuah kasus penyimpangan biologis. Semacam yang bisa mengangkat karier

www.ac-zzz.tk

seorang ilmuwan muda. Dia tidak tahu apa-apa mengenai apa yang tersembunyi di belakang semua ini; dia mengira pihak universitas cuma takut menghadapi publisitas yang kurang menguntungkan. Kalau dia sampai kehilangan pekerjaan, dia tidak memiliki fasilitas lagi untuk melanjutkan penyelidikannya, juga alasan untuk terus mempertahankannya. Selain itu, dia akan terlalu sibuk mencari pekerjaan lain. Kebetulan aku tahu bahwa dia sedang butuh uang.”

“Mungkin kan benar.”

Berrington menjadi cunga. Terlalu cepat Jim menerima ide itu. “Kau tidak merencanakan sesuatu di luar pengetahuanku, kan?” tanyanya.

Jim mengalihkan perhatian Berrington dari pertanya annya. “Kau bisa lakukan itu? Kau bisa memecatnya?”

“Tentu.”

“Tapi kau kan bilang hari Selasa yang lalu bahwa sebuah universitas bukanlah dinas kemiliteran.”

“Memang, kau tidak bisa membentaki orang-orang agar mereka melakukan apa yang kauperintahkan. Tapi aku sudah berkecimpung di dunia akademi selama hampir empat puluh tahun terakhir ini. Aku tahu cara kerja sistem ini. Kalau betul-betul perlu, aku bisa memecat seorang asisten profesor dengan begitu saja.”

“Oke.”

Berrington mengerutkan alisnya. “Kita sependapat dalam hal ini, bukan, Jim?” “Baik.”

“Oke. Selamat tidur” “Selamat malam.”

Berrington menutup pesawatuya. Masakan ayam pro—

333

venpak-nya sudah dingin. Ia membuangnya di tempat sampah, lalu pergi tidur.

Untuk waktu lama ia masih terjaga, memikirkan Jeannie Ferrami. Pada pukul dua pagi ia bangun untuk meminum segelas Dalmane. Sesudah itu. akhirnya ia pergi tidur.

334

www.ac-zzz.tk

BAB 29

Udara Philadelphia amat panas malam itu. Di dalam bangunan flat, semua pintu dan jendelanya dalam keadaan terbuka, sebab tidak sebuah ruangan pun dilengkapi AC. Suara-suara dari jalan terdengar sampai ke apartemen 5A yang terletak di lantai paling atas: gelegar klakson mobil, derai tawa, alunan irama musik. Di sebuah meja tulis kayu pinus murahan, yang sudah tergores-gores dan penuh noda bekas puntung rokok, sebuah pesawat telepon berdering.

Si anak muda mengangkat gagangnya.

Sebuah suara bernada keras berkata, “Aku Jim.”

“Hei, Paman Jim, apa kabar?**

“Aku sedang cemas gara-gara ulahmu.”

“Kenapa?”

“Aku tahu mengenai apa yang terjadi pada hari Minggu malam.”

Anak muda itu ragu sesaat, tidak yakin harus menjawab apa. “Mereka sudah menangkap orang lain untuk itu.”

“Tapi teman wanitanya yakin dia tidak bersalah.” “Jadi?”

“Dia akan ke Philadelphia besok.” “Buat apa?”

“Aku tidak tahu. Tapi menurutku dia berbahaya.” 335

“Sial.”

“Mungkin kau mau lakukan sesuatu untuk mengatasinya.”

“‘Umpamanya?” “Terserah kau.”

“Bagaimana aku bisa menemukannya?” “Kau tahu Aventine Clinic? Yang di dekat tempatmu itu?”

“Tentu, yang di Chestnut itu, aku melewatinya setiap hari.”

“Dia bakal di sana sekitar pukul dua siang.”

“Dari mana aku bisa tahu bahwa dia orangnya?”

www.ac-zzz.tk

“Jangkung, rambutnya berwarna gelap, pakai giwang hidung, sekitar tiga puluhan.”

“Banyak cewek yang seperti itu.”

“Sepertinya dia bakal naik sebuah mobil Mercedes merah yang sudah tua.”

‘Itu lebih spesifik.”

“Oke, tapi jangan lupa, cowoknya sudah dilepas sebagai tahanan luar.”

Anak muda itu mengerutkan alisnya. “Lalu kenapa?”

“Andai kata dia mendapat kecelakaan, setelah dia terlihat bersamamu…”

“Aku mengerti. Mereka akan mengira aku cowoknya.”

“Dari dulu otakmu memang encer sekali, Nak.”

Si anak muda tertawa. “Dan Anda dari dulu lihai sekali. Paman.”

“Satu hal lagi.”

“Aku masih di sini.”

“Dia cantik sekali. Jadi, nikmati itu.”

“Bye, Paman Jim. Dan trims.”

KAMIS

336

BAB 30

e Annie bermimpi tentang mobil Thunderbird itu

Bagian pertama mimpi itu memang benar-benar pernah terjadi, ketika ia baru berusia sembilan tahun dan adiknya enam tahun, dan ayah mereka masih—untuk sesaat—tinggal bersama mereka. Ia punya banyak uang ketika itu (dan baru beberapa tahun kemudian Jeannie menyadari bahwa uang itu hasil perampokan yang sukses). Ia membawa pulang sebuah mobil Ford Thunderbird yang baru. berwarna biru kehijauan, dengan bangku dalam warna yang sama. Benar-benar mobil paling keren yang dapat diimpikan seorang gadis kecil berusia sembilan tahun. Mereka semua lalu pergi berjalan-jalan, Jeannie dan

www.ac-zzz.tk

Patty duduk di bangku depan, di antara Daddy dan Mom. Saat melintasi George Washington Memorial Parkway, Daddy memangku Jeannie dan membiarkannya memegang kemudi.

Dalam kehidupan sesungguhnya, mobil itu meluncur ke jalur cepat, dan ia sempat panik saat sebuah mobil yang mencoba menyusul mereka menekan klaksonnya dengan keras. Dad langsung mengentakkan kemudi dan mengembalikan mobil Thunderbird itu pada jalurnya semula. Tapi dalam mimpinya, Daddy tidak di situ ia sedang mengemudikan mobil tanpa bantuan, sementara

lagi

339

Mom dan Patty duduk dengan santai di sebelahnya, meskipun mereka tahu bahwa ia tidak dapat melihat melalui dasbor itu, dan ia cuma mencengkeram kemudinya erat-erat, semakin erat dan semakin erat, menanti momentum terjadinya tabrakan itu, sementara kendaraan-kendaraan lain terus mengklakson bel pintunya kencang-kencang, dan semakin kencang.

Jeannie tersentak bangun dengan kuku-kuku terbenam dalam telapak tangannya, sementara bel pintunya masih terus berdering nyaring di telinganya. Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Untuk sesaat ia cuma berbaring diam-diam, menikmati rasa lega yang meliputi Ťdirinya begitu menyadari bahwa tadi itu cuma mimpi. Kemudian ia melompat turun dari tempat tidurnya dan melangkah ke pesawat interkomnya. “Halo?”

“Aku Ghita, ayo bangun dan biarkan aku masuk.”

Ghita tinggal di Baltimore, tapi bekerja di markas besar FBI di Washington. Tentunya ia sedang dalam perjalanan ke kantor, ujar Jeannie pada dirinya. Ia menekan sebuah tombol untuk membuka pintunya.

Jeannie mengenakan sehelai baju kaus berukuran besar yang panjangnya nyaris mencapai lutut; cukup sopan untuk menerima seorang teman wanita. Ghita muncul lewat tangga. Sosoknya seperti seorang eksekutif yang sedang naik daun dalam setelan linen berwarna biru laut, rambut hitam model bob, giwang besar, kacamata lebar berkesan ringan, sambil mengepit New York Times. “Ada apa sih sebenarnya?” tanya Ghita tanpa basa-basi lebih dulu.

Jeannie berkata, “Aku nggak tahu, aku baru bangun.” Beritanya bakal kurang bagus, ia dapat melihat itu.

“Bosku menelepon aku di rumah tadi malam, dan memerintahkan agar aku tidak berurusan lagi denganmu.”

www.ac-zzz.tk

“Wah!” Jeannie membutuhkan data-data’ FBI itu untuk membuktikan bahwa metodenya relevan, meskipun ter—

340

nyata ada kesimpangsiuran mengenai Steven dan Dennis. “Sial! Apa dia bilang alasannya?”

“Katanya metodemu melanggar hak keleluasaan pribadi orang.”

“Tidak biasanya FBI meributkan soal-soal seremeh itu.”

“Sepertinya New York Times juga bereaksi seperti itu.” Ghita menyodorkan korannya ke arah Jeannie. Di halaman mukanya terpampang sebuah artikel berjudul:

Keetisan Penelitian Gen: Keresahan, Kecemasan, dan suatu Ketidaksepakatan

Jeannie merasa khawatir bahwa istilah “Ketidaksepakatan” lebih dimaksudkan untuk menggambarkan situasi dirinya, dan ternyata ia benar.

Jeannie Ferrami adalah seorang wanita muda yang kukuh. Bertentangan dengan harapan para koleganya dan pimpinan Jones Falls University di Baltimore, Md dengan nekad ia bersikeras untuk terus menelusuri data-data medis yang ada, untuk melacak pasangan-pasangan kembar.

“Aku sudah punya kontrak,” sanggahnya. “Mereka tidak berhak melakukan itu.” Sementara keresahan yang berkisar sekitar keetisaan kegiatannya rupanya tidak membuatnya mundur.

Jeannie merasa perutnya mual. “Ya Tuhan. Ini gawat,” ujarnya.

Liputan itu kemudian beralih ke topik lain, mengenai riset yang dilakukan atas embrio manusia; Jeannie terpaksa membalik sampai ke halaman 19 sebelum sampai kepada bagian yang menyinggung dirinya lagi

341

Suatu masalah baru untuk jajaran pimpinan perguruan tinggi timbul gara-gara kasus Dr. Jean Ferrami dari departemen psikologi Jones Falls. Meskipun pimpinan universitas, Dr. Maurice Obeli, dan pakar ilmu psikologi terkemuka, Prof. Berrington Jones, sama-sama berpendapat bahwa pekerjaan yang sedang ditekuninya itu tidak etis. ia masih tetap bersikeras untuk melanjutkannya, dan sepertinya tidak ada sesuatu pun yang dapat menahannya lagi.

www.ac-zzz.tk

Jeannie membaca seluruh artikel itu sampai tamat, namun koran itu rupanya sama sekali tidak menyinggung soal sikap teguhnya bahwa secara etis, apa yang ia kerjakan sama sekali tidak melanggar apa-apa. Yang dijadikan permasalahan sebetulnya cuma drama dari sikap menentangnya.

Betul-betul mengejutkan dan menyakitkan, diserang seperti ini. Ia merasa terluka sekaligus marah, persis seperti ketika seorang maling menabraknya, kemudian menyambar lembaran uangnya yang terbang di sebuah pasar swalayan di Minneapolis beberapa tahun yang lalu. Meskipun ia tahu si wartawan memang berniat menjatuhkannya, ia toh merasa malu, seakan apa yang ia lakukan ifu salah. Dan ia merasa seakan dirinya ditelanjangi, untuk dinilai oleh seluruh negeri.

“Bakal sulit bagiku sekarang untuk menemukan seseorang yang mau membantuku menelusuri suatu database,” ujarnya dalam nada sendu. “Kau mau kopi? Aku butuh sesuatu untuk membangkitkan semangatku kembali Tidak semua hari harus dimulai dengan cara kurang menyenangkan seperti ini.”

“Aku menyesal sekali, Jeannie, tapi aku juga sedang dapat masalah, karena melibatkan FBI dalam kasus ini.”

Saat menyalakan mesin kopinya, sesuatu melintas da—

342

lam pikiran Jeannie. “Artikel ini sama sekali tidak adil, tapi kalau bosmu meneleponmu tadi malam, tentunya bukan koran yang membuatnya mengambil tindakan itu.”

“Mungkin dia tahu artikel itu bakal muncul.”

“Entah siapa yang memberikan masukan itu kepadanya.”

Dia tidak menyebut persisnya siapa. Dia cuma bilang ada yang meneleponnya dari Capitol Hill.”

Jeannie mengerutkan alisnya. “Sepertinya ada unsur politisnya-Apa yang membuat seorang anggota kongres atau senator menaruh minat begitu besar pada proyekku, sehingga merasa perlu memberikan instruksi kepada FBI untuk tidak membantuku?”

“Mungkin itu cuma dimaksudkan sebagai masukan dari seorang teman yang tahu mengenai artikel itu.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie menggeleng-gelengkan kepala. “Di dalam artikel itu tidak disebut-sebut soal FBI. Tak seorang pun tahu bahwa aku sedang melacak arsip-arsip FBI. Aku bahkan belum pernah mengungkapkannya kepada Berrington.”

“Aku akan cari tahu, dari mana asal masukan itu.” Jeannie melongok ke dalam lemari esnya. “Kau sudah sarapan? Aku punya roti bumbu kayu manis.” ‘Tidak usah, terima kasih.”

“Kurasa aku juga tidak lapar.” Ia menutup pintu lemari esnya. Ia merasa sedih. Apakah tidak ada yang dapat dilakukannya? “Ghita, tentunya kau nggak bisa menelusuri data-dataku tanpa izin bosmu, ya?”

Sepertinya kecil sekali kemungkinan bahwa Ghita akan mengatakan bisa. Namun jawaban yang ia peroleh toh mencengangkannya. Ghita mengerutkan alisnya, lalu berkata, “Kau belum terima E-mail-ku kemarin?”

“Aku meninggalkan kantorku lebih awal. Apa isinya?”

“Bahwa aku akan menelusuri data-datamu tadi malam.”

“Dan itu sudah kaulakukan?”

343

“Sudah. Karena itulah aku kemari sekarang. Aku sudah keburu melakukan itu tadi malam, sebelum bosku meneleponku.”

Tiba-tiba hati Jeannie melonjak lagi. “Apa? Dan kau memperoleh hasilnya?”

“Aku sudah kirim semuanya ke tempatmu melalui E-mail”

Hati Jeannie kembali berbunga. “Hebat sekali! Kau melihat isinya? Banyak pasangan kembarnya?”

“Lumayan, sekitar dua puluh sampai tiga puluh pasangan.”

“Bagus! Aninya sistemku relevan.”

“Tapi aku mengatakan kepada bosku bahwa aku belum melakukannya. Aku ketakutan, lalu berbohong.”

Jeannie mengerutkan alisnya. “Wah. Maksudku, bagaimana kalau dia sampai tahu, entah kapan di suatu masa?”

“Itulah. Jeannie, kau harus menghancurkan daftar itu.”

www.ac-zzz.tk

“Apa?”

“Kalau dia sampai tahu mengenai itu, hancurlah aku.”

“Tapi aku tidak bisa menghancurkannya! Tidak, kalau itu bisa membuktikan bahwa aku benar!”

Wajah Ghita berubah serius. “Kau harus melakukannya.”

“Wah, repot,” ujar Jeannie dalam nada menyesal. “Bagaimana aku bisa menghancurkan sesuatu yang mungkin dapat menyelamatkan diriku?”

“Aku terlibat dalam hal ini hanya karena aku ingin menyenangkan hatimu,” ujar Ghita sambil mengangkat jarinya. “Kau hams menolongku!”

Jeannie tidak melihat bahwa secara keseluruhan ini merupakan kesalahannya. Dalam nada agak getir ia berkata, “Aku kan nggak menyuruhmu berbohong kepada bosmu.”

344

Kata-kata itu membuat Ghita marah. “Aku kan sedang ketakutan!”

“Sebentar,” ujar Jeannie. “Coba tenang dulu.” Ia menuang kopinya ke dalam cangkir-cangkir, lalu menyodorkan sebuah ke arah Ghita. “Umpamanya kau masuk kerja hari ini dan mengatakan kepada bosmu bahwa telah terjadi kesalahpahaman. Kau sudah memberikan instruksi untuk membatalkan penelusuran itu, tapi kemudian ternyata data-datanya sudah keluar dan dikirim melalui E-mail”

Ghita menerima cangkir kopinya, namun tidak meminum isinya. Sepertinya ia sedang berusaha menahan air matanya. “Kau bisa bayangkan apa yang terjadi kalau kau bekerja untuk FBI? Aku bergumul dengan sosok-sosok paling macho di Amerika. Mereka terus mencari segala alasan untuk mengatakan bahwa kaum perempuan tidak becus.”

“Tapi kau kan tidak akan dipecat.”

“Kau membuat posisiku menjadi serba salah.”

Tapi Jeannie berkata. “Ah. kau. Maksudku kan tidak begitu.”

Hati Ghita tidak mencair. “Tapi situasinya menjadi begitu. Aku meminta padamu untuk menghancurkan daftar itu.”

www.ac-zzz.tk

“Tidak bisa.”

“Kalau begitu, tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan.” Ghita melangkah ke arah pintu.

“Jangan pergi dengan cara seperti ini,” ujar Jeannie. “Kita sudah berteman untuk waktu yang lama sekali.”

Ghita toh pergi.

“Sial,” umpat Jeannie. “Sial.”

Pintu luar dibanting.

Apakah aku baru saja kehilangan salah seorang temanku yang terbaik? ujar Jeannie pada dirinya.

Ghita telah mengecewakannya. Jeannie dapat mengerti alasannya: wanita muda itu menghadapi banyak tekanan

345

dalam menjalankan kariernya. Namun Jeannie lah yang saat ini sedang diserang, bukan Ghita. Persahabatannya dengan Ghita ternyata tidak cukup kuat untuk melewati suatu krisis.

Jeannie mempertanyakan pada dirinya, apakah teman-temannya yang lain juga akan melakukan hal yang sama.

Dengan hati tidak keruan, ia cepat-cepat mandi dan berpakaian. Kemudian ia berhenti sebentar untuk berpikir. Ia akan segera terjun dalam suatu anjang pertempuran; sebaiknya ia berpakaian lebih baik untuk menghadapinya. Ia melepaskan celana jeans hitam dan baju kaus merahnya, lalu memulai lagi dari awal. Ia mencuci dan mengeringkan rambutnya. Sesudah itu ia mendandani wajahnya dengan cermat: alas bedak, bedak, maskara, dan lipstik. Ia mengenakan setelan hitam dengan blus abu-abu merpati, stocking tipis, dan sepatu pantofel kulit bertumit tinggi. Ia mengganti anting-anting hidungnya dengan sebuah giwang yang lebih sederhana.

Ia mengamati penampilannya di sebuah cermin panjang. Ia merasa tampangnya berkesan berbahaya dan menakutkan. “Bunuh, Jeannie, bunuh,” gumamnya Kemudian ia melangkah keluar.

346

www.ac-zzz.tk

BAB 31

Jeannie memikirkan Steve Logan dalam perjalanannya ke JFU. Ia telah menyebut Steve seorang bocah besar yang kuat, tapi sesungguhnya anak muda itu lebih matang daripada kebanyakan laki-laki. Jeannie telah menangis di pundaknya, dan itu berarti ia mempercayai Steve. Ia menyukai aroma rubuhnya, yang mengingatkan akan bau tembaku sebelum dinyalakan Walaupun hatinya sedang gundah, ia toh menyadari gairah Steve, meskipun Steve sudah berusaha membuatnya tidak memperhatikan itu. Rasanya bangga juga bahwa anak muda itu bisa begitu terangsang dengan sekadar memeluknya, dan ia tersenyum saat mengingat kembali kejadian itu. Sayangnya Steve tidak sepuluh atau lima belas tahun lebih tua.

Steve amat mengingatkan dirinya akan cinta pertamanya, Bobby Springfield. Ia berusia tiga belas tahun ketika itu, sedangkan Bobby lima belas, la belum mengerti apa-apa mengenai cinta dan seks, dan ternyata Bobby pun masih sama polosnya. Berdua mereka menjajaki suatu alam penemuan yang baru. Wajah Jeannie merona begitu teringat hal-hal yang pernah mereka lakukan di barisan paling belakang Movic-dromc setiap Sabtu malam. Yang paling menyenangkan mengenai Bobby adalah, sama seperti Steve, ada suatu perluapan

347

fiai

perasaan yang tertahan. Bobby begitu menginginkan dirinya, dan bisa menjadi begitu terangsang hanya de ngan menyentuh puting susu atau celana dalamnya, sehingga Jeannie nyaris merasa punya kuasa. Untuk beberapa waktu ia sempat menggunakannya, dengari membuat Bobby benar-benar panas dan penasaran, hanya untuk membuktikan bahwa ia dapat melakukannya. Tapi dalam waktu yang tidak terlalu lama, ia menyadari, meski usianya baru tiga belas tahun, bahwa permainan itu konyol sekali. Namun keberaniannya untuk mengambil risiko, untuk menikmati permainannya dengan api yang berbahaya, tidak pernah mereda. Dan hal yang sama itu ia rasakan terhadap Steve.

Steve merupakan satu-satunya faktor yang menyenangkan dalam dunianya saat ini. Ia sedang menghadapi masalah besar. Ia tidak dapat mengundurkan diri dari jabatannya di JFU sekarang. Setelah New York Times menyebarluaskan sikap membangkangnya dalam menghadapi’para atasannya, akan sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan ilmiah yang lain. Andai kata aku seorang profesor, aku tidak akan mempekerjakan seseorang yang bakal menimbulkan masalah semacam ini, ujarnya pada dirinya.

Tapi sudah terlambat baginya untuk mengambil sikap lain. Satu-satunya harapannya adalah untuk tetap bersiteguh menggunakan data-data FBI itu, dan

www.ac-zzz.tk

mewujudkan hasil yang begitu meyakinkan secara ilmiah, sehingga orang-orang mau menelaah sekali lagi metodologinya serta memperdebatkan segi etisnya dengan lebih serius.

Waktu menunjukkan pukul sembilan saat ia memasuki tempat parkir. Ketika mengunci pintu mobilnya dan melangkah masuk ke dalam Nut House, ia merasa agak mual; terlalu tegang, sementara perutnya kosong.

Begitu melangkah ke dalam ruang kerjanya, ia tahu bahwa seseorang sudah masuk ke sana.

Bukan para petugas kebersihan. Ia sudah terbiasa

348

dengan perubahan-perubahan yang mereka lakukan: kursi-kursi yang akan bergeser seinci dua inci, segalanya digosok bersih, keranjang sampah di sisi lain meja tulisnya. Tapi kali ini lain. Seseorang telah duduk di belakang’perangkat komputernya. Papan tutsnya terletak pada kemiringan yang salah; si penyusup telah secara tak sadar menggesernya ke posisi yang nyaman untuk dirinya sendiri. Mouse-nya ditinggal begitu saja di tengah-tengah bantalannya, padahal ia sendiri selalu mengembalikannya dengan rapi, persis di sisi papan tutsnya. Saat melayangkan pandang, ia melihat pintu lemarinya terbuka sedikit dan sudut sehelai kertas muncul keluar dari tepi lemari arsipnya.

Ruang kerjanya habis digeledah seseorang.

Setidaknya, ujarnya pada dirinya, penggeledahan itu telah dilakukan secara amatiran. Jelas bahwa yang sedang menguntitnya bukan pihak CIA. Namun demikian, hal itu toh membuatnya resah, dan perutnya terasa semakin tidak enak saat ia duduk, lalu menyalakan perangkat komputernya. Siapa yang ke sini tadi? Seseorang dari fakultasnya? Seorang mahasiswa? Seorang petugas sekuriti yang disogok? Orang luar? Lalu untuk apa?

Sebuah amplop telah diselipkan seseorang di bawah pintunya. Isinya sebuah surat kuasa yang ditandatangani oleh Lorraine Logan, yang difaks ke Nut House oleh Steve. Jeannie mengeluarkan surat kuasa Charlotte Pinker dari dalam sebuah map, lalu memasukkan keduanya ke dalam tas kerjanya, la akan memfaks surat-surat itu ke Aventine Clinic.

Ia duduk di belakang mejanya, lalu membuka file E-mail-nya. Hanya ada satu pesan: hasil scanning FBI-nya. “Syukurlah,” desahnya.

Ia segera merekam daftar nama dan alamat itu dengan hati teramat lega. Ternyata ia benar: proses scanning itu betul-betul menemukan pasangan-pasangan kembar. Ia hampir tak sabar lagi untuk mengecek hasilnya dan

www.ac-zzz.tk

349

memastikan apakah masih ada kasus-kasus lain semacam Steve dan Dennis.

Seingat Jeannie, Ghita telah mengirim suatu pesan E-mail untuknya, menyatakan bahwa ia akan melakukan scanning itu. Apa yang terjadi? Ia mempertanyakan apakah pesan itu sudah dikutip oleh si penyusup. Mungkin itu sebabnya bos Ghita menelepon malam-malam

Saat akan menelusuri nama-nama yang tercantum dalam daftar itu, pesawat telepon Jeannie berdering. Ternyata dari pimpinan universitas. “Aku Maurice Obeli. Ada baiknya kita segera mendiskusikan liputan dalam New York Times ini, bukan?”

Perut Jeannie terasa kencang. Ini dia, ujarnya pada dirinya. Mulailah. “Tentu,” ujarnya. “Kapan waktu yang sesuai untuk Anda?”

“Tadinya aku berharap kau bisa ke kantorku sekarang juga.”

“Aku akan muncul di sana dalam waktu lima menit.”

Jeannie membuat copy dari data-data FBI itu dalam sebuah disket floppy, kemudian keluar dari jaringan Internet, la mengeluarkan disket itu dari komputernya, lalu meraih sebuah pena. Ia berpikir sebentar, kemudian menulis di atas labelnya SHOPPING.LST. Jelas itu merupakan langkah-langkah pengamanan yang sebetulnya tidak perlu ia lakukan, namun perasaannya menjadi lebih lega.

Ia menyisipkan disket itu ke dalam sebuah kotak berisi file-file cadangannya, kemudian keluar.

Hari sudah bertambah panas. Saat melintasi kawasan kampus, ia mempertanyakan pada dirinya, apa yang ingin ia raih dari hasil penemuannya dengan Obell. Targetnya cuma agar ia diperbolehkan melanjutkan risetnya, la harus memperlihatkan sikap teguh bahwa ia tidak berniat untuk dilecehkan; tapi lebih ideal kalau ia dapat meredakan amarah pihak pimpinan universitas dan menetralisir konflik itu.

la merasa lega bahwa ia mengenakan setelan hitam—

350

nya, meskipun ia sudah mulai berkeringat di dalamnya; tampangnya menjadi lebih tua dan berwibawa. Sepatu tumit tingginya berbunyi saat ia melangkah di

www.ac-zzz.tk

atas batuan hampar, menuju Hillside Hall. Ia langsung dipersilakan masuk ke dalam ruang kerja pimpinan universitas yang mewah itu.

Berrington Jones sudah duduk di sana, dengan copy New York Times di tangan. Jeannie tersenyum ke arahnya, lega bahwa ia memiliki seorang sekutu. Berrington mengangguk, sedikit kaku, lalu berkata, “Selamat pagi. Jeannie.”

Maurice Obell duduk di kursi rodanya, di belakang meja tulisnya yang besar. Dalam gayanya yang tidak banyak berbasa-basi ia berkata, “Pihak universitas tidak dapat mentoleransi ini, Dr. Ferrami.”

Meskipun tidak dipersilakan duduk, Jeannie tidak berniat membiarkan dirinya diperlakukan seperti seorang anak sekolah, karenanya ia memilih sebuah kursi, menggesernya, Ialu duduk sambil menyilangkan kaki. “Patut disesalkan bahwa Anda menyaWtan kepada pihak pers bahwa Anda sudah memblokir proyekku sebelum mengecek apakah secara hukum Anda berhak melakukan itu,” ujar Jeannie dalam nada setenang mungkin. “Aku sependapat dengan Anda bahwa itu menjatuhkan wibawa pihak universitas.”

“Bukan aku yang membuat pihak universitas jatuh wibawa,” sanggah Obell.

Jeannie memutuskan bahwa ia sudah cukup banyak memperlihatkan sikapnya; kini saatnya menyatakan kepada atasannya bahwa mereka sebetulnya berada di pihak yang sama. Ia mengubah posisi duduknya. “Tentu saja tidak,” ujarnya. “Masalahnya cuma kita sama-sama telah bertindak sedikit terlalu terburu-buru, sehingga pihak perslah yang menarik keuntungannya.” ^

Berrington memotong. “Kekisruhan itu sudah terjadi Percuma meminta maaf sekarang.”

351

adi

“Aku tidak meminta maaf,” sergah Jeannie. Ia berpaling ke arah Obell kembali, lalu tersenyum. “Namun kukira ada baiknya kalau kita berhenti saling menyalahkan.*’

Sekali lagi Berrington-lah yang menanggapinya. “Sudah terlambat,” ujarnya.

“Aku yakin tidak,” ujar Jeannie. Ia mempertanyakan dalam hati, mengapa Berrington mengatakan itu. Seharusnya laki-laki itu menginginkan mereka mendapatkan titik temu; kenapa ia harus bersikap begitu sengit? Jeannie masih mengarahkan perhatian dan senyumnya ke si pimpinan universitas. “Kita kan orang-orang yang rasional. Seharusnya kita dapat menemukan suatu kompromi

www.ac-zzz.tk

yang memungkinkan aku melanjutkan pekerjaanku, tapi sekaligus tetap mempertahankan wibawa universitas”

Jelas bahwa Obell menyukai ide itu, meskipun ia mengerutkan keningnya dan berkata, “Aku masih belum melihat bagaimana…”

“Kita cuma membuaift-buang waktu,” ujar Berrington dalam nada tak sabar.

Sudah tiga kali ia memotong untuk menyulut perdebatan. Jeannie menelan kembali kata-katanya yang akan keluar. Kenapa Berrington bersikap seperti itu? Apakah ia ingin Jeannie menghentikan risetnya, punya masalah dengan pihak universitas dan sekaligus didis-kreditkan? Sepertinya memang begitu. Apakah Berrington yang menyelinap ke dalam ruang kerjanya, lalu mengutip E-mail-nya, dan mengadukannya ke FBI?

Apakah mungkin justru Berrington-lah yang memberikan masukan itu kepada pihak New York Times, kemudian mengawali seluruh kekisruhan ini? Jeannie begitu bingung menghadapi kendala yang tidak masuk akal ini, seb^igga untuk sesaat ia betul-betul diam.

“Kami sudah memutuskan jalan apa yang akan ditempuh oleh pihak universitas,” ujar Berrington.

352

Jeannie menyadari bahwa ia telah keliru dalam memperhitungkan struktur otoritas di dalam ruangan itu. Berrington-lah bos di sini. bukan Obell. Berrington adalah mata rantai dana riset jutaan dolar mereka dan pihak Genetico, yang amat dibutuhkan Obell. Berrington sama sekali tidak takut pada Obell; malah justru sebaliknya. Selama ini Jeannie hanya memusatkan perhatiannya kepada si monyet, bukan si pemain organnya.

Berrington tidak berbasa-basi lagi sekarang, mengenai siapa sebenarnya yang punya kuasa. “Kami tidak memintamu ke sini untuk menanyakan pendapatmu,” ujarnya.

“Lalu untuk apa Anda memintaku ke sini?” tanya Jeannie.

“Untuk memecatmu,” sahut Berrington.

Jeannie terpukau. Ia memang tahu bahwa ia akan dipersilakan keluar, tapi tidak dengan cara seperti iriT Ia mencoba mencerna situasinya “Apa maksud Anda?” ujarnya seperti orang bodoh.

www.ac-zzz.tk

“Maksudku kau dipecat,” ujar Berrington. la mengusap alisnya dengan ujung jari telunjuk kanannya, suatu tanda bahwa ia merasa puas dengan dirinya.

Jeannie merasa seakan baru saja ditinju seseorang. Mana mungkin aku dipecat, ujarnya pada dirinya. Aku baru beberapa minggu di sini. Segalanya berjalan dengan begitu baik. Aku mengira mereka semua suka padaku, kecuali Sophie Chappie. Mana mungkin ini hisa terjadi begitu saja?

Ia mencoba menguasai diri. “Anda tidak bisa memecatku,” ujarnya.

“Kami baru saja melakukan itu.”

“Tidak.” Begitu berhasil mengatasi guncangan itu, ia mulai merasa marah dan sengit. “Anda tidak berfungsi sebagai kepala suatu suku yang masih primitif di sini. Tentunya ada suatu prosedur yang harus dipatuhi.” Pihak universitas biasanya tidak dapat memecat seseorang tanpa

353

melalui semacam sidang pemeriksaan. Itu disebutkan di dalam kontraknya, meskipun ia belum pernah mengecek detail-detailnya. Tiba-tiba itu menjadi amat penting baginya.

Maurice Obell mensuplainya dengan informasi yang dibutuhkannya. “Akan ada suatu sidang pemeriksaan di hadapan komite penerapan disiplin senat universitas, tentu saja,” ujarnya. “Biasanya dibutuhkan tenggang waktu empat minggu untuk itu; tapi mengingat publisitas yang tidak menguntungkan sehubungan dengan kasus ini, aku, sebagai pimpinan universitas, sudah mengajukan agar prosedur ini dipercepat, sehingga sidang pemeriksaan itu dapat diadakan besok pagi.”

Jeannie betul-betul tercengang menanggapi betapa cepatnya mereka bertindak. Komite penerapan disiplin? Prosedur yang dipercepat? Besok pagi? Ini bukan suatu forum diskusi, melainkan suatu proses penahanan. Sudah setengah terbayang olehnya Obell menyebutkan hak-haknya.

Ternyata ia memang melakukan sesuatu semacam itu. Ia menyodorkan sebuah map ke arah Jeannie. “Di dalam ini kau akan menemukan peraturan-peraturan prosedur komite itu. Kau boleh minta diwakili oleh seorang pengacara atau pembela hukum lainnya, dengan syarat kau memberitahu pihak pimpinan komite sebelumnya.”

Jeannie akhirnya berhasil menemukan pertanyaan yang masuk akal. “Siapa pimpinan komitenya?” “Jack Budgen,” sahut Obell.

Berrington mengangkat wajahnya. “Apa itu sudah pasti?”

www.ac-zzz.tk

“Pemilihannya biasanya diadakan setahun sekali,” ujar Obell. “Jack sudah duduk di situ sejak awal semester ini.”

“Aku tidak tahu mengenai itu.” Berrington sepertinya tidak suka, dan Jeannie tahu alasannya. Jack Budgen

354

adalah partner tenis Jeannie. Itu suatu fakta yang membesarkan hati: Jack tentunya akan adil padanya. Situasinya tidak sebegitu gawatnya. Ia akan punya ke-* sempatan untuk membela diri, dan metode risetnya, di muka sekelompok akademikus. Akan ada diskusi serius.’ bukan cuma asal tuding ala New York Times.

Dan ia sudah memiliki data-data hasil scanning FBI-nya. Ia mulai melihat cara untuk membela diri. Ia akan menyodorkan data-data FBI-nya pada komite itu. Siapa tahu akan ada satu-dua pasangan di situ yang tidak tahu bahwa mereka sebetulnya kembar. Itu akan amat mengesankan. Kemudian ia dapat memberikan penjelasan mengenai tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukannya untuk melindungi hak keleluasaan pribadi orang-orang ini.

“Kukira sementara ini cukup,” ujar Maurice Obell.

Jeannie sudah dipersilakan keluar, la berdiri. “Sayang sekali akhirnya harus begini,” ujarnya.

Dengan cepat Berrington berkata, “Kau yang mengarahkannya ke sini.”

Sikapnya betul-betul seperti seorang bocah yang mau menang sendiri. Jeannie merasa enggan meladeni omongannya yang tidak berujung pangkal itu. Ia cuma melayangkan pandangan menyesal ke arah Berrington, lalu meninggalkan ruangan itu

Saat melintasi kawasan kampus, ia menyadari dengan hati sebal bahwa ia betul-betul tidak berhasil memenuhi targetnya sendiri. Semula ia ingin mengajak mereka bernegosiasi, namun yang ia hadapi ternyata suatu kontes argumentasi. Rupanya Berrington dan Obell sudah mengambil keputusan sebelum ia melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Kehadirannya cuma sebagai formalitas.

Ia kembali ke r*Jnt House. Saat hampir sampai di ruang kerjanya, ia melihat para petugas kebersihan telah meninggalkan sebuah, kantong plastik besar hitam, persis di muka pintunya. Ia akan memanggil mereka. Tapi

355

www.ac-zzz.tk

saat ia mencoba membuka pintu ruang kerjanya, sepertinya ada masalah. Ia menggesek kartunya melalui alat penelusur kartu sampai beberapa kali, namun pintu itu tetap tertutup. Sewaktu akan melangkah* ke meja piket untuk memanggil bagian pengelolaan gedung, suatu ide yang kurang menyenangkan melintas di kepalanya.

la membuka kantong plastik hitam itu. Isinya ternyata bukan. sampah kertas dan cangkir-cangkir dari bahan styrofoam. Yang pertama tampak adalah tas kerja kanvas Land’s End-nya. Juga kotak Kleenex dari dalam lacinya, sebuah buku saku A Thousand Acres karya Jane Smiley, dua buah foto dalam bingkai, dan sikat rambutnya.

Rupanya mereka telah mengeluarkan isi meja tulisnya dan dengan sengaja mengunci kamar kerjanya.

Ia merasa sangat terpukul. Ini lebih menyakitkan daripada apa yang baru saja dialaminya di kantor Maurice Obell. Tadi itu cuma kata-kata, sedangkan yang ini membuatnya merasa seakan suatu bagian yang amat berarti dalam hidupnya diamputasi dengan begitu saja. Ini kan kamar kerjaku, ujarnya pada dirinya; kok bisa-bisanya mereka melakukan ini terhadapku? “Sial,” umpatnya.

Ini pasti dilakukan oleh orang-orang sekuriti saat ia sedang berada di mang kerja Obell. Tentu saja mereka tidak memberitahukan apa-apa padanya terlebih dahulu; itu akan memberikan peluang baginya untuk segera mengamankan apa yang betul-betul ia butuhkan. Sekali lagi ia dikejutkan oleh kelihaian mereka.

Ini benar-benar suatu pengamputasian Mereka telah merenggut ilmunya, pekerjaannya. Ia-tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan dirinya, ke mana ia harus pergi. Selama sebelas tahun ia mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan—sefcagai seorang mahasiswa junior, mahasiswa, mahasiswa senior, pasca sarjana, dan seorang asisten profesor. Kini, secara tiba-tiba, ia bukan apa-apa lagi.

356

Sementara semangatnya terus melorot sampai ke tahap putus asa, tiba-tiba ia teringat disketnya yang berisi data-data dari FBI Ia mengaduk-aduk isi kantong plastik itu, namun tidak menemukan sebuah disket pun. Data-data itu, bagian paling vital untuk membela dirinya, terkunci di dalam kamar itu.

Ia menggedor pintunya dengan tinjunya. Seorang mahasiswa yang kebetulan lewat, yang mengikuti kuliah statistiknya, menatapnya dengan tercengang, lalu bertanya, “Bisa kubantu, Profesor?”

www.ac-zzz.tk

Jeannie ingat nama anak muda itu. “Hai, Ben. Bagaimana kalau kaudobrak pintu sial ini sampai roboh?”

Ben mengalihkan perhatiannya ke arah pintu dengan tampang bingung.

“Aku cuma main-main,” ujar Jeannie. “Aku tidak apa-apa. trims.”

Ben angkat bahu. lalu melanjutkan langkahnya.

Percuma berdiri di situ sambil menerawang! pintu yang terkunci itu Ia memungut kantong plastik hitam itu lalu melangkah ke dalam laboratorium. Lisa sedang berada di belakang mejanya, memasukkan data-data ke dalam komputer. “Aku dipecat,” ujar Jeannie.

Lisa menoleh ke arahnya. “Apa?”

“Mereka mengunci ruang kerjaku dan memasukkan semua barangku ke dalam kantong sampah sial ini.”

“Aku-nggak percaya!”

Jeannie mengeluarkan tas kerjanya dari dalam kantong hitam itu. lalu mengambil New York Times dari dalamnya. “Gara-gara ini.”

Lisa membaca dua alinea pertama, lalu berkata, “Tapi ini kan omong kosong.”

Jeannie mengempaskan tubuhnya ke kursi. “Aku tahu. Tapi kenapa Berrington harus berpura-pura menanggapinya dengan begitu serius?**

“Menurutmu dia berpura-pura?”

“Aku yakin dia berpura-pura. Dia terlalu lihai untuk

357

membiarkan dirinya digoyahkan oleh hal begini. Pasti ada suatu acara lain di agendanya Jeannie mengetuk-ngetukkan tumitnya di lantai, tidak berdaya mengatasi frustrasinya. “Rupanya dia siap melakukan apa pun, mengorbankan apa pun… pasti ada sesuatu yang besar yang dia pertaruhkan.” Mungkin jawahannya akan ia temukan dalam catatan medis Aventine Clinic di Philadelphia, la mengecek arlojinya. Ia harus berada di sana pada pukul dua siang; ia harus segera berangkat.

Lisa masih belum dapat mencerna apa yang baru didengarnya. “Mereka kan nggak bisa memecatmu begitu saja,” ujarnya dalam nada emosi.

www.ac-zzz.tk

“Akan ada sidang penerapan disiplin besok.”

“Wah, mereka serius sekali rupanya.”

“Memang begitu.”

“Apa ada yang dapat kulakukan?**

Sebetulnya ada, tapi Jeannie merasa rikuh untuk memintanya. Ia menatap Lisa. Lisa mengenakan baju berleher tinggi dengan sebuah baju hangat yang agak longgar di atasnya, meskipun udara panas sekali; ia sedang berusaha menutupi tubuhnya, suatu reaksi dari peristiwa pemerkosaan itu, tentunya. Ia masih banyak diam, sebagaimana layaknya orang yang baru kehilangan sesuatu yang amat berharga.

Apakah persahabatan mereka juga serapuh persahabatannya dengan Ghita? Jeannie merasa takut untuk mendengar jawabannya. Andai kata Lisa ternyata tega untuk mengecewakannya, siapakah nanti temannya yang tinggal? Namun ia toh harus menjajakinya, meskipun waktunya sepertinya kurang tepat. “Kau bisa mengupayakan sesuatu untuk masuk ke dalam ruang kerjaku,” ujarnya dalam nada ragu. “Data-data yang kuperoleh dari FBI ada di dalam sana.”

Lisa tidak langsung menjawab. “Apa mereka mengubah kuncimu?”

“Malah lebih sederhana daripada itu. Mereka cuma

358

mengubah kodenya secara elektronis, sehingga kartumu tidak berfungsi lagi. Aku berani taruhan bahwa dalam waktu beberapa jam nanti, aku tidak bakal bisa masuk ke dalam gedung ini lagi.*’

“Aku nggak ngerti, kok semuanya begitu mendadak.”

Jeannie merasa enggan untuk memaksa Lisa. Ia mencoba memutar otak untuk memperoleh pemecahannya. “Mungkin aku mesti coba sendiri. Mungkin ada petugas kebersihan yang bisa menolongku, tapi kukira kuncinya juga tidak akan bereaksi dengan kartu mereka. Kalau aku tidak memakai kamar itu. tentunya tidak ada yang perlu dibersihkan lagi. Tapi para petugas sekuriti pasti bisa masuk.”

“Mereka tidak akan mau membantumu. Mereka akan tahu bahwa kamarmu memang dengan sengaja dikunci.**

www.ac-zzz.tk

“Kau benar,” ujar Jeannie. “Tapi mereka akan mengizinkan kau masuk. Kau bisa bilang pada mereka bahwa kau membutuhkan sesuatu dari kamarku.”

Lisa tampak menimbang-nimbang.

“Aku nggak suka sebetulnya meminta ini darimu,” ujar Jeannie.

Kemudian ekspresi wajah Lisa berubah. “Ya,” ujarnya akhirnya. “Tentu saja aku akan mencobanya.”

Jeannie merasa seakan tenggorokannya tersumbat. “Trims,” ujarnya. “Ia menggigit bibirnya. “Kau benar-benar seorang teman.” Ia mengulurkan lengannya untuk meremas tangan Lisa.

Lisa merasa rikuh menanggapi emosi Jeannie. “Di mana persisnya di ruang kerjamu kausimpan daftar dari FBI itu?” tanyanya dalam nada praktis.

“Di dalam sebuah disket floppy berlabel SHOPPING.LST, di dalam sebuah dus-disket di laci meja tulisku.”

“Oke.” Lisa mengerutkan alisnya. “Aku tidak mengerti kenapa mereka bersikap begitu memusuhimu.” “Semuanya berawal dengan kemunculan Steve Lo—

359

gan,” ujar Jeannie. “Sejak Berrington bertemu dengannya di sini, langsung timbul masalah. Tapi kukira aku mulai mengerti alasannya.” Ia berdiri.

“Apa yang akan kaulakukan sekarang?” tanya Lisa.

“Aku mau pergi ke Philadelphia dulu.”

360

BAB 32

Berrington menatap ke luar jendela kamar kerjanya. Tidak ada yang menggunakan lapangan tenis itu pagi ini. Ia membayangkan Jeannie sedang bermain di situ. Ia mulai memperhatikan kehadirannya di sana pada hari pertama atau kedua semester itu, berlari ke sana kemari melintasi lapangan dalam rok pendekuya, dengan tungkai-tungkainya yang kecokelatan dan sepatunya yang putih bersih. Ia jatuh hati padanya sejak itu. Berrington mengerutkan kening. Ia mempertanyakan pada dirinya, kenapa ia begitu terkesan oleh penampilan Jeannie yang atletis. Menyaksikan kaum wanita berolahraga bukanlah sesuatu yang amat menarik baginya. Ia tidak pernah

www.ac-zzz.tk

menonton American Gladiator, seperti Profesor Gormley dari departemen Egyptologi, yang merekam setiap tayangan di pita video untuk diputar kembali, menurut desas-desus, sampai larut malam di ruang duduk rumahnya. Tapi begitu Jeannie main tenis, penampilannya menjadi ekstra menarik. Kesannya seperti menonton seekor singa yang lari dalam sebuah film mengenai kehidupan bebas: otot-ototnya menegang di bawah permukaan kulitnya rambutnya berkibar, tubuhnya bergerak, berhenti, membalik, kemudian bergerak lagi dengan kecepatan menakjubkan dan luar biasa. Sungguh-sungguh memesona untuk dilihat. Kini Jeannie merupa

361

kan ancaman bagi segala yang diperjuangkan Berrington seumur hidupnya. Meskipun demikian, ia toh berharap masih dapat menyaksikan permainannya satu kali lagi.

Ia merasa frustrasi bahwa ia tidak dapat memecat Jeannie begitu saja, meskipun gajinya sebetulnya dibayar olehnya. Jeannie bekerja untuk Jones Falls University, dan pihak Genetico sudah menyerahkan uang itu kepada mereka. Sebuah perguruan tinggi tidak dapat memecat seorang akademikus seperti sebuah restoran memecat seorang pelayan yang kurang kompeten. Karena itulah ia terpaksa melewati prosedur yang berbelit-belit ini.

“Persetan dengannya,” umpatnya, kemudian ia melangkah ke meja tulisnya kembali.

Pembicaraan mereka pagi ini berlangsung cukup lancar, sampai pengungkapan mengenai Jack Budgen itu. Berrington sudah mempersiapkan Maurice dengan sebaik-baiknya, dan ia telah mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menghindari terjadinya persepakatan antara pimpinan universitas itu dengan Jeannie. Tapi ia betul-betul tidak memperhitungkan bahwa kepala komite penerapan disiplin itu adalah partner tenis Jeannie. Berrington memang tidak melakukan pengecekan mengenai hal itu sebelumnya; ia menganggap dapat mempengaruhi siapa pun yang akan menempati posisLdi dalam komite itu, dan merasa berkecil hati begitu mengetahui bahwa penyeleksiannya sudah dilaksanakan.

Risikonya adalah bahwa Jack akan memihak Jeannie.

Berrington menggaruk-garuk kepalanya, la tidak pernah bergaul dengan kolega-kolega akademisnya ia lebih suka berada di antara tokoh-tokoh politik dan media massa yang lebih glamor. Tapi ia tahu sesuatu mengenai latar belakang Jack Budgen. Jack mengundurkan diri dari ajang tenis profesional sewaktu berusia tiga puluh tahun, dan kembali ke dunia perguruan tinggi untuk meraih gelar doktornya. Mengingat ia sudah terlalu tua untuk memulai karier dalam bidang ilmu kimia, yang

www.ac-zzz.tk

362

merupakan topik yang ditekuninya, ia akhirnya menjadi seorang administrator, la mengelola kompleks perpustakaan universitas dan berusaha memenuhi tuntutan dari departemen-departemen lain; ini membutuhkan pembawaan yang taktis dan penuh dedikasi, seperti yang dimiliki Jack.

Bagaimana cara untuk menggoyahkan Jack? la bukan seorang laki-laki culas; malah sebaliknya, sikapnya yang tenang diimbangi oleh semacam kenaifan, la akan merasa tersinggung kalau Berrington secara blak-blakan berusaha mendekatinya, atau menawarkan kepadanya semacam uang sogokan. Tapi mungkin ia dapat dipengaruhi melalui cara yang lebih bijaksana.

Berrington sendiri pernah menerima sogokan satu kali. la masih merasa tidak enak setiap kali teringat akan peristiwa itu Kejadiannya di awal masa kariernya, sebelum ia menjadi seorang profesor penuh. Seorang mahasiswi junior tertangkap basah melakukan kecurangan— membayar seorang mahasiswa lain untuk membuat skripsinya. Namanya Judy Gilmore dan tampangnya menggemaskan sekali. Mestinya ia dipecat dari universitas itu, tapi seorang kepala departemen memiliki mandat untuk mengurangi vonis tersebut. Judy muncul di niang kerja Berringion untuk “membicarakan masalah itu”. Sambil menyilangkan kakinya, ia menatap Berrington dengan mata sendu, lalu mendoyongkan -tubuhnya ke muka, sehingga Berrington dapai melihat sekilas BH-nya yang terbuat dari bahan renda. Berrington menyatakan simpatinya dan berjanji akan melakukan sesuatu untuknya. Gilmore mengucurkan air mata, mengucapkan terima kasih, sesudah itu menjabat tangannya, menciumnya di bibir, dan akhirnya membuka ritsleting celananya.

Gadis itu tidak menjanjikan apa-apa padanya. Ia tidak menawarkan seks sebelum Berrington menyatakan janjinya untuk membantu, dan setelah mereka bercinta di lantai, dengan .tenang ia berpakaian kembali, menyisir

rambutnya, mencium Berrington, lalu pergi. Tapi pada hari berikutnya, Berrington membujuk kepala departemennya untuk melepas gadis itu dengan suatu peringatan keras.

Ia menerima sogokan itu karena ia bisa mengatakan kepada dirinya bahwa itu bukan sogokan. Judy meminta bantuannya, ia menyatakan bersedia membantu, gadis itu terkesan oleh simpatinya, lalu mereka bercinta. Sementara waktu terus berjalan, ia mulai melihat ini sebagai suatu ide yang sesat. Tawaran seks itu merupakan hal yang mutlak untuk si gadis, dan pada waktu Berrington menjanjikan apa yang memang ia harapkan, dengan bijaksana ia menutup transaksi itu Berrington senang dianggap sebagai orang yang memiliki prinsip namun ia toh telah melakukan sesuatu yang betul-betul memalukan.

www.ac-zzz.tk

Menyogok seseorang hampir sama tidak etisnya seperti menerima sogokan. Namun ia toh akan menyogok Jack Budgen kalau bisa. Ide itu membuatnya menyeringai sinis, tapi ia tidak punya pilihan lain. Ia benar-benar sudah terjepit.

Ia akan melakukan itu dengan cara Judy dulu— dengan memberikan kepada Jack kesempatan untuk me-nyarukan masalahnya.

Berrington menimbang-nimbang selama beberapa menit lagi, lalu meraih pesawatnya untuk menelepon Jack.

“Trims untuk mengirim copy memomu mengenai perluasan perpustakaan biofisika itu,” ujarnya

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Oh, ya. Yang sudah beberapa lama itu—tapi aku senang kau menyempatkan waktu untuk membacanya.”

Bisa dikatakan Berrington hampir tak pernah melihat dokumen itu, walaupun cuma sekilas. “Menurutku usulanmu itu masuk akal. Aku menelepon cuma untuk mengatakan bahwa aku akan mendukungmu begitu surat itu ditampilkan di muka dewan direksi.”

364

“Terima kasih. Aku menghargai itu.”

“Sepertinya aku bisa membujuk pihak Genetico untuk menutupi sebagian pendanaannya.”

Jack menanggapi ide itu dengan antusias. “Kita bisa menamakan perpustakaan itu Genetico Biophysics Library.”

“Bagus. Aku akan membicarakannya dengan mereka.” Berrington mencari cara untuk mengalihkan percakapan itu ke arah Jeannie. Mungkin bisa lewat topik mengenai tenis. “Bagaimana dengan liburan musim panasmu?” tanyanya. “Apa kau sampai ke Wimbledon?”

“Tidak tahun ini. Aku terlalu sibuk.”

“Sayang sekali.” Dengan hati waswas ia berpura-pura akan mengakhiri percakapan itu. “Aku akan menghubungimu lagi.”

Persis sebagaimana yang ia harapkan, Jack memotongnya. “Ehm, Berry, bagaimana menurutmu mengenai desas-desus dalam koran itu? Mengenai Jeannie?”

www.ac-zzz.tk

Berrington berusaha menutupi perasaan leganya, lalu berkata dalam nada sambil lalu, “Oh, itu—suatu kehebohan yang tidak berarti.”

“Aku sudah mencoba meneleponnya, tapi rupanya dia tidak di ruang kerjanya.”

“Jangan khawatir soal Genetico,” ujar Berrington. meskipun Jack sama sekali tidak menyebut nama perusahaan itu. “Mereka masih tetap berkepala dingin dalam menanggapi masalah itu. Untungnya Maurice Obell langsung bergerak dan mengambil tindakan tepat.”

“Maksudmu tentang sidang penerapan disiplin itu?”

“Kukira itu cuma suatu formalitas. Dia menempatkan pihak universitas dalam situasi serba salah, menolak untuk tidak melanjutkan kegiatannya, lalu menghubungi pihak pers. Aku tidak yakin dia bahkan peduli untuk membela dirinya Aku sudah menyampaikan pada orang orang Genetico bahwa situasinya sudah berhasil kita atasi. Sejauh ini tidak ada masalah antara pihak universitas-dengan mereka.”

365

“Itu bagus.”

“Tentu saja andai kata komite memihak Jeannie melawan Maurice, entah dengan alasan apa, kita akan dapat masalah. Tapi kukira itu tidak mungkin terjadi, bukan?” Berrington menahan napas.

“Kau tahu bahwa aku pimpinan komite itu?”

Jack memilih untuk mengalihkan pertanyaan itu. Sial. “Ya, dan aku merasa lega bahwa seseorang yang berkepala dinginlah yang akan menangani prosedur itu.” Berrington menyebutkan nama seorang profesor filsafat berkepala botak. “Andai kata Malcolm Barnet yang duduk di situ, entah apa yang akan terjadi.”

Jack tertawa. “Orang-orang senat memang tidak sembarangan. Mereka tidak akan memilih orang seperti Malcolm—dia pernah mencoba memakai komite sebagai sarana untuk mencapai suatu perubahan.”

“Tapi dengan kau di situ, komite tentunya akan mendukung presiden.”

Sekali lagi jawaban Jack kurang menjanjikan. “Tidak semua anggota komite dapat diprediksi.”

www.ac-zzz.tk

Brengsek, apa kau sengaja melakukan ini untuk menyiksaku? “Tapi pihak pimpinan kan punya pengaruh, setahuku.” Berrington menghapus setetes keringat di keningnya.

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Berry, rasanya kurang tepat bagiku kalau aku sudah menentukan sikap mengenai isu itu sebelum…”

Persetan kau!

“Tapi kukira aku bisa bilang bahwa pihak Genetico tidak usah khawatir tentang masalah ini.”

Akhirnya! “Trims, Jack. Aku menghargai itu.” “Tapi ini betul-betul hanya di antara kita, tentunya.” “Jelas.”

“Sampai ketemu besok, kalau begitu.” “Bye.” Berrington menutup pesawatnya. Wauw, sama sekali tidak mudah!

366

Apakah Jack sungguh-sungguh tidak menyadari bahwa ia baru saja disogok? Apakah ia mencoba mengelabui dirinya sendiri? Atau ia mengerti tapi berlagak bodoh?

Peduli apa, selama ia mempengaruhi komite sebagaimana mestinya.

Tapi tentu saja itu belum merupakan akhir dari masalah ini. Keputusan komite baru akan sah kalau dihadiri oleh seluruh jajaran senat. Kemungkinan lain adalah Jeannie memakai seorang pengacara yang hebat, dan mulai menuntut berbagai kompensasi dari pihak universitas. Kasus ini bisa berlarut-larut sampai beberapa tahun. Tapi penyidikannya akan terhenti, dan itu yang paling penting.

Namun demikian, keputusan komite belum bisa disebut relevan. Kalau ada yang meleset besok pagi, Jeannie akan duduk kembali di belakang mejanya besok siang, sibuk mengotak-atik kesalahan-kesalahan masa lalu pihak Genetico. Berrington menggigil: amit-amit. Ia meraih sebuah bloknot, lalu menuliskan nama-nama para anggota komite itu.

Jack Budgen—Perpustakaan Tenniel BWdenham—Sejarah Budaya Milton Powers—Matematika Mark Trader—Antropologi Jane Edelsborough—Ilmu Fisika

Biddenham, Powers, dan Trader merupakan tokoh-tokoh yang amat konvensional, profesor-profesor yang sudah punya nama dan lama memiliki ikatan dengan Jones Falls, berikut prestise dan kesuksesannya. Berrington yakin

www.ac-zzz.tk

mereka bisa diandalkan akan mendukung pimpinan universitas. Yang bisa menjadi batu sandungan adalah seorang wanita. Jane Edelsborough.

Berrington akan menanganinya sesudah ini.

367

BAB 33

Dalam perjalanan menuju Philadelphia di 1-95, Jeannie kembali memikirkan Steve Logan. Ia telah memberikan kecupan selamat malam pada Steve tadi malam, di pelataran parkir untuk tamu kampus Jones Falls. Ia menyesal momentum itu hanya berlangsung sekilas. Bibir anak muda itu terasa penuh dan kering, permukaan kulitnya hangat. Jeannie ingin melakukan itu sekali lagi.

Kenapa ia merasa begitu sangsi menghadapi Steve? Apakah karena usianya? Apa sebetulnya yang begitu hebat mengenai laki-laki yang lebih tua? Will Temple, yang berusia tiga puluh sembilan, telah mencampakkan dirinya hanya demi seorang pewaris berkepala kosong. Apa arti kematangan usia?

Ia menekan tombol Seek radionya, untuk mencari pemancar yang lumayan, dan memperoleh alunan Nirvana yang memainkan Come as You Are. Setiap kali mempertimbangkan untuk mengencani seorang laki-laki yang sebaya dengannya, atau yang lebih muda, ia merasa agak ngeri, seperti apa yang ia rasakan saat mendengarkan sebuah lagu Nirvana. Laki-laki yang lebih tua biasanya lebih matang, dan tahu apa yang harus mereka lakukan.

Apakah ini betul-betul aku? ujarnya pada dirinya.

368

Jeannie Ferrami, wanita yang selalu melakukan apa yang ingin ia lakukan, dan biasanya mengatakan peduli apa kepada dunia? Apakah aku membutuhkan kemapanan? Ah!

Tapi nyatanya toh begitu, sesungguhnya. Mungkin itu karena ayahnya. Setelah ayahnya, ia tidak pernah ingin berurusan lagi dengan laki-laki yang tidak bertanggung jawab dalam hidupnya. Di pihak lain, ayahnya merupakan bukti hidup bahwa laki-laki yang lebih tua bisa sama tidak bertanggungjawabnya seperti yang lebih muda.

Tentunya Daddy sedang tidur di salah sebuah hotel murah, entah di mana di Baltimore. Setelah bermabuk-mabukan dan berjudi habis-habisan dengan uang hasil penjualan komputer dan TV-nya—yang pasti tidak akan bertahan lama—ia bakal mencuri lagi atau meminta belas kasihan dari anak perempuannya yang satu lagi, Patty. Jeannie membenci ayahnya karena telah mencuri barang-

www.ac-zzz.tk

barangnya. Namun peristiwa itu ternyata memungkinkan dirinya melihat sisi terbaik dalam diri Steve Logan. Anak muda itu benar-benar seorang pangeran. Peduli amat, ujarnya pada dirinya; begitu ketemu Steve Logan, aku akan menciumnya lagi, dan kali ini aku akan melakukannya dengan baik.

Jeannie menjadi tegang saat mengemudikan Mercedes-nya menembus pusat keramaian Philadelphia. Ini bisa merupakan suatu terobosan besar. Ada kemungkinan ia akan menemukan pemecahan teka-teki yang menyangkut pertalian antara Steve dan Dennis.

Aventine Clinic terletak di University City, sebelah barat Shuylkill River, suatu kompleks bangunan perguruan tinggi dan apartemen mahasiswa. Kliniknya sendiri merupakan bangunan bertingkat tahun lima puluhan yang menyenangkan, yang dikelilingi pepohonan. Jeannie parkir di sebuah meteran di tepi jalan, lalu masuk ke dalam.

369

Empat orang sedang berada di ruang tunggu: sepasang anak muda, yang wanita tampak tegang, sedangkan yang laki-laki senewen, serta dua wanita yang kira-kira seumur Jeannie. Semua duduk di sebuah pojok bersofa rendah, membalik-balik majalah. Seorang penerima tamu yang lincah mempersilakan Jeannie mengambil tempat duduk. Ia memungut sehelai brosur mengilap mengenai Genetico, Inc. Ia membiarkannya terbuka di pangkuannya, tanpa membaca isinya, lalu menerawangi karya seni abstrak yang tidak jelas tapi berkesan menenangkan pada dinding ruang lobi itu, sambil dengan sabar meng entak-entakkan kaki di lantai berkarpet.

Ia tidak menyukai suasana rumah sakit Baru sekali ia mengalami perawatan sebagai pasien. Pada usia dua puluh tiga tahun, saat menjalani suatu proses aborsi. Ayah si jabang bayi adalah seorang sutradara film yang berbakat. Jeannie berhenti meminum pil KB-nya gara-gara mereka berpisah, tapi laki-laki itu kembali lagi setelah beberapa hari, hubungan mereka kembali mesra, lalu mereka bercinta tanpa melakukan pencegahan, dan ia menjadi hamil. Proses aborsi itu berlangsung tanpa komplikasi, namun sesudahnya Jeannie menangis selama berhari-hari. Rasa cintanya kepada si sutradara film meluntur, meskipun laki-laki itu terus berusaha rhendam-pinginya.

Si sutradara baru saja menyelesaikan film Hollywood-nya yang pertama, sebuah film action. Jeannie pergi sendirian untuk menontonnya di Charles Cinema, Baltimore. Satu-satunya sentuhan manusiawi dalam kisah tembak-tembakan memakai senjata otomatis itu adalah saat pacar si tokoh mengalami depresi setelah melakukan aborsi dan memutuskan hubungannya dengan si tokoh. Laki-laki itu, seorang detektif polisi, menjadi amat terguncang, kemudian patah hati. Jeannie menangis ketika itu.

www.ac-zzz.tk

Kenangan itu masih terasa menyakitkan. Jeannie berdiri, kemudian mulai mondar-mandir di ruangan itu.

370

Satu menit sesudah itu, seorang laki-laki muncul dari bagian belakang lobi dan berseru, “Dr. Ferrami!” Tampangnya seperti berusaha untuk bersikap antusias. Usianya sekitar lima puluhan, dengan kepala nyaris botak dan sisa rambut berwarna jahe, seperti biarawan. “Halo, halo, menyenangkan sekali bertemu dengan Anda.” ujarnya dalam nada diramah ramahkan

Jeannie menerima uluran tangannya. “Aku sudah berbicara dengan Mr. Ringwood tadi malam.”

“Ya, ya! Aku koleganya, namaku Dick Minsky. Apa kabar?” Dick mempunyai pembawaan senewen yang membuatnya mengedipkan mata setiap beberapa detik sekali. Jeannie merasa kasihan padanya.

Ia menggiring Jeannie menaiki sebuah tangga. “Untuk apa Anda membutuhkan informasi dari kami, kalau aku boleh tahu?”

“Untuk memecahkan suatu misteri medis.” jawab Jeannie. “Ada dua wanita yang putra-putranya ternyata mempunyai ciri-ciri persis sama. namun mereka tidak memiliki pertalian keluarga. Sam satunya koneksi yang berhasil kuungkapkan sejauh ini adalah’ kedua wanita, ini pernah menjalani perawatan di sini, sebelum mereka hamil.”

“Begitu?” sahut Minsky, seakan sambil lalu. Jeannie agak tertegun; menurut perhitungannya, laki-laki itu akan tergugah.

Mereka memasuki sebuah ruangan pojok. “Semua data yang kami miliki dapat diakses melalui komputer, dengan kode yang tepat.” ujarnya. Ia duduk di belakang sebuah layar. “Oke, nama pasien-pasien yang akan kita lacak adalah…?”

“Charlotte Pinker dan Lorraine Logan.”

“Ini tidak akan butuh waktu lama.” Ia mulai memasukkan nama-nama itu.

Jeannie berusaha mengendalikan diri. Selalu ada kemungkinan mereka tidak akan menemukan apa-apa Ia

371

www.ac-zzz.tk

melayangkan pandang ke sekelilingnya. Tempat itu sedikit terlalu mewah sebagai ruang kerja seorang petugas arsip. Dick tentunya lebih daripada seorang “kolega” Mr. Ringwood, pikir Jeannie. “Apa peran Anda di klinik ini, Dick?” tanyanya.

“Aku general manager di sini.”

Jeannie mengangkat alisnya, tapi laki-laki itu tidak mengalihkan mata dari keyboard-nya. Kenapa ia harus dilayani oleh tokoh yang begitu tinggi kedudukannya? tanyanya pada dirinya. Suatu perasaan tak enak mulai merayapi hatinya. “

Dick mengerutkan alis. “Aneh sekali. Komputer kami tidak menyimpan data untuk kedua nama itu.”

Jeannie semakin merasa tidak enak. Mereka mencoba membohongi aku, pikirnya. Prospek akan mendapatkan pemecahan atas teka-tekinya kembali menghilang di kejauhan. Suatu perasaan antiklimaks melanda dirinya dan membuatnya kecil hati.

Dick memiringkan layar sedemikian rupa, sehingga Jeannie dapat melihat apa yang tertera di atasnya. “Apa nama-namanya sudah kueja dengan benar?”

“Ya.”

“Kapan kira-kira mereka mengunjungi klinik ini?” Sekitar dua puluh tiga tahun yang lalu.”

Dick menatapnya. “Wah,” ujarnya sambil mengejapkan mata. “Kalau begitu aku khawatir kau cuma buang-buang waktu kemari.”

“Kenapa?”

“Kami tidak menyimpan lagi data-data dari masa sejauh itu Ini memang strategi penanganan dokumen yayasan kami.”

Jeannie menyipitkan matanya. “Kalian membuang arsip-arsip lama?”

“Kami memusnahkannya, ya, setelah dua puluh tahun, kecuali tentu saja si pasien mendapatkan perawatan lagi di sini, data-datanya akan ditransfer ke komputer.”

372

www.ac-zzz.tk

Betul-betul mengecewakan, dan membuang waktu yang sebetulnya ia butuhkan untuk menyiapkan diri menghaffiipi sidang pemeriksaan itu besok. Dalam nada getir ia berkata, “Aneh bahwa Mr. Ringwood tidak mengungkapkan itu kepadaku saat aku berbicara dengannya tadi malam.”

“Seharusnya dia memberitahu Anda. Mungkin Anda tidak menyebutkan apa-apa soal tahun.”

“Aku yakin telah mengatakan padanya bahwa kedua wanita itu menjalani perawatan di sini sekitar dua puluh tiga tahun yang lalu.” Jeannie masih ingat bahwa ia menambahkan setahun di atas usia Steve untuk menentu kan periodenya.

“Kalau begitu, memang aneh.”

Entah mengapa Jeannie tidak terlalu heran mendapati situasinya akan begini. Dick Minsky, dengan sikapnya yang ekstra ramah dan kedipan senewennya, benar-benar menggambarkan sosok karikatur seorang laki-laki yang memendam rasa bersalah.

Dick mengembalikan posisi layarnya. Dalam nada seakan-akan menyesal ia berkata, “Aku khawatir tidak ada lagi yang dapat kulakukan untuk Anda.”

“Bagaimana kalau kita temui Mr. Ringwood untuk menanyakan kepadanya, kenapa dia tidak mengungkapkan kepadaku mengenai data-data yang sudah dimusnahkan itu?”

“Aku khawatir Peter tidak masuk hari ini.” “Wah, kebetulan sekali.”

Dick mencoba tampak tersinggung, tapi hasilnya justru sebaliknya. “Kuharap Anda tidak menganggap bahwa kami berusaha menyembunyikan sesuatu dari Anda.”

“Kenapa aku akan berpikir begitu?” “Entahlah.” Ia berdiri. “Tapi sekarang, aku khawatir, waktuku sudah habis.”

Jeannie berdiri dan mengikutinya melangkah ke pintu.

373

Dick mengantarnya turun ke lobi. “Selamat siang untuk Anda,” ujarnya dalam nada kaku

“Selamat siang,” sahut Jeannie.

www.ac-zzz.tk

Di luar pintu itu, Jeannie berdiri sambil menimbang-nimbang. Sesuatu di dalam dirinya memaksanya untuk tidak menyerah. Ia merasa terdorong untuk melakukan sesuatu, untuk menunjukkan kepada mereka bahwa mereka tidak bisa memanipulasi dirinya begitu saja. Ia memutuskan untuk sedikit menyusup ke sana kemari.

Pelataran parkir itu penuh dengan kendaraan para dokter, mobil-mobil Cadjlac, dan BMW model terakhir. Jeannie menelusuri samping gedung itu. Seorang laki-laki kulit hitam berjenggot putih sedang menyapu sampah. Tidak ada yang aneh atau menarik di sini. Ia sampai pada sebuah tembok penghalang, lalu melangkah kembali.

Melalui pintu kaca muka bangunan itu, ia melihat Dick Minsky masih berdiri di lobi, berbincang-bincang dengan si penerima tamu yang lincah. Laki-laki itu menoleh saat Jeannie lewat.

Jeannie mengitari gedung itu melalui sisi lain. la sampai di sebuah tempat pembuangan sampah. Tiga orang laki-laki yang mengenakan sarung tangan karet tebal tampak sibuk memindahkan sampah yang ada ke atas sebuah truk. Ini memang konyol, ujar Jeannie pada dirinya. Lagaknya seperti seorang detektif dalam sebuah film misteri yang menegangkan. Saat akan membalikkan tubuh, tiba-tiba terpintas sesuatu di kepalanya. Mereka mengangkat sampah dalam kantong-kantong plastik cokelat yang besar itu dengan sangat santai, seakan tidak berat sama sekali. Apa yang akan dibuang sebuah klinik dengan massa yang besar tapi toh ringan?

Serpihan-serpihan kertas?

Ia mendengar suara Dick Minsky. Nadanya cemas. ^”Silakan meninggalkan tempat ini, Dr. Ferrami.”

la menoleh. Laki-laki itu muncul dari balik pojok

374

gedung, ditemani seseorang dalam seragam polisi yang biasanya dipakai oleh para petugas sekuriti.

Buru-buru ia menghampiri tumpukan kantong plastik itu.

Dick Minsky berteriak, “Hei!”

www.ac-zzz.tk

Para tukang sampah itu menoleh ke arahnya, namun Jeannie tidak memedulikan mereka. Ia merobek sebuah kantong, merogoh ke dalamnya, lalu mengeluarkan segenggam isinya.

Ia menggenggam serpihan-serpihan kertas karton tipis berwarna kecokelatan. Setelah mengamatinya dengan lebih cermat, ia dapat melihat bahwa ada tulisan-tulisan di atasnya, ada yang dengan pena dan ada yang diketik. Rupanya seperti dokumen-dokumen rumah sakit yang dimusnahkan.

Hanya satu alasan mengapa ada banyak kantong plastik di situ hari ini.

Data-data itu baru saja dimusnahkan pagi tadi— cuma beberapa jam setelah ia menelepon mereka.

Kini tidak ada yang perlu diragukan lagi.

Jeannie berdiri di hadapan Dick Minsky dengan tangan di pinggang. Laki-laki itu telah berbohong padanya, dan karena itulah sikapnya begitu senewen. “Rupanya ada yang Anda coba rahasiakan di sini, bukan?” serunya. “Sesuatu yang Anda coba sembunyikan dengan memusnahkan dokumen-dokumen ini.”

Tampang Dick benar-benar ketakutan. “Tentu saja tidak,” ujarnya. “Dan, omong-omong, tuduhan itu betul-betul menyakitkan.”

“Tentu saja,” sahut Jeannie. Amarah melanda dirinya, la menuding dengan gulungan brosur Genetico-nya. “Penyidikan ini amat berarti bagiku, dan sebaiknya Anda percaya bahwa siapa pun yang membohongi aku mengenai hal ini akan mendapat masalah.”

“Silakan pergi,” ujar Dick.

Si petugas sekuriti mencengkeram siku kirinya.

375

“Aku akan pergi,” ujar Jeannie “Aku tidak perlu digiring.”

Petugas itu tidak melepaskan cengkeramannya. “Lewat sini,” ujarnya.

Laki-laki itu sudah setengah baya, dengan rambut berwarna keabuan dan perut buncit. Dalam situasi ini, Jeannie tidak berniat membiarkan dirinya diperlakukan seenaknya. Dengan tangan kanannya ia mencengkeram lengan yang dipakai laki-laki itu untuk mencengkeramnya. Otot-otot lengan atasnya ternyata lunak. “Lepaskan,” ujar Jeannie sambil meremas. Tangannya kuat dan cengkeramannya lebih kuat daripada kebanyakan laki-laki. Si petugas sekuriti

www.ac-zzz.tk

menooba untuk tetap mencengkeram siku Jeannie, namun rasa sakit di lengannya sendiri ternyata tidak tertahankan olehnya, sehingga ia terpaksa melepaskaunya. “Terima kasih,” ujar Jeannie.

Ia melangkah pergi.

Ia merasa lebih enak. Ternyata memang ada yang belum tersingkap di klinik ini. Usaha mereka untuk menghalangi dirinya merupakan konfirmasi bahwa memang ada yang patut mereka sembunyikan. Pemecahan misteri itu ada hubungannya dengan tempat ini. Tapi di mana posisinya sekarang?

Jeannie melangkah ke mobilnya, tapi tidak langsung masuk. Waktu menunjukkan pukul dua lewat tiga puluh, dan ia belum makan siang. Ia masih terlalu resah untuk makan banyak, tapi ia toh membutuhkan secangkir kopi. Di seberang jalan, persis di sebelah sebuah aula, ada sebuah kafe. Kelihatannya murah dan bersih. Ia menyeberang, kemudian masuk ke dalam.

Ancaman yang dilontarkannya kepada Dick Minsky sebetulnya kosong; tidak ada yang dapat ia lakukan untuk menggoyahkan kedudukan Minsky. Tidak ada yang ia capai dengan marah-marah padanya. Malah ia telah melakukan kecerobohan, dengan menyatakan ia tahu bahwa dirinya sedang dibohongi. Kini mereka akan bersikap lebih waspada.

376

Suasana di dalam kafe itu sepi, hanya ada beberapa mahasiswa sedang menghabiskan santapan siang mereka. Ia memesan kopi dan sepiring salad. Sambil menunggu, ia membuka brosur yang diambilnya dari lobi klinik. Ia mulai membaca:

Aventine Clinic didirikan pada tahun 1972 oleh Genetico, Inc., sebagai pusat penelitian dan pengembangan pembuahan in vitro manusia yang pertama, yang oleh surat kabar dinamakan “bayi tabung”.

Lalu tiba-tiba segalanya menjadi jelas.

Salam btiat dimhad paiigcu, sulni bbsc, kaiig zusi sekeluarga, otoy dengan kameranya, syanqy arr dengan haiiaoki.wordpress.com nya, grafity. dan semua dimhader

Dilarang meiig komersil kanataii kesialan menimpa anda.

377

BAB 34

www.ac-zzz.tk

Jane Edelsborough-sudah menjadi janda di usia lima puluhan. Sebagai wanita yang tegar tapi tidak rapi, biasanya ia mengenakan pakaian-pakaian etnik yang longgar dan sepatu sandal. Sebetulnya ia seorang intelek, tapi tak seorang pun akan menduga hal itu jika melihat tampangnya. Berrington menilai ia eksentrik. Kalau kau memang brilian, menurutnya, buat apa menyamar sebagai orang tolol dengan berpakaian ngawur seperti itu? Nyatanya universitas-universitas selalu penuh dengan orang-orang begini—malah dapat dikatakan bahwa Berrington sendiri terlalu terobsesi dalam memperhatikan penampilannya.

Hari ini Berrington kelihatan ekstra perlente dalam jas linen biru laut, sebuah vest yang serasi, dan “celana panjang bercorak gurat-gurat dari bahan ringan. Ia mengamati bayangannya di cermin belakang pintu, sebelum meninggalkan ruang kerjanya untuk menemui Jane.

Ia menuju ruang Student Union. Para dosen jarang makan di sana—Berrington sendiri belum pernah memasuki tempat itu—tapi Jane rupanya sedang berada di sana untuk makan siang, menurut sekretaris departemen Ilmu Fisika.

Bagian lobi bangunan itu penuh dengan anak-anak muda bercelana pendek yang berbaris untuk mengambil

378

uang di ATM. Ia melangkah ke dalam kafetaria itu, lalu melayangkan pandang ke sekelilingnya. Wanita itu sedang duduk di sebuah pojok, membaca sebuah jumal sambil makan kentang goreng dengan jari-jarinya.

Tempat itu merupakan pusat makanan, seperti yang sering dilihat Berrington di bandara bandara udara dan pusat perbelanjaan, dengan sebuah kios Pizza Hut, es krim, Burger King, dan sebuah kafetaria biasa. Berring; ton meraih sebuah nampan, lalu pergi ke bagian kafetaria. Di dalam sebuah kotak kaca terlihat beberapa potong roti dan kue yang sama sekali tidak menggugah selera. Ia menggigil; dalam situasi normal, ia akan mengemudikan mobilnya ke kota lain daripada makan di sini.

Ini agak sulit. Jane bukan jenis wanita yang disukainya, dan itu memperbesar kemungkinan bahwa Jane akan memihak sisi yang salah dalam sidang penerapan disiplin itu. Berrington harus berusaha memenangkan simpatinya dalam waktu teramat pendek. Ia harus mengerahkan seluruh karisma yang dimilikinya.

Ia membeli sepotong kue keju dan secangkir kopi, lalu membawa makanannya ke meja Jane, la merasa rikuh, namun memaksa diri untuk kelihatan dan terdengar santai. “Jane,” tegurnya. “Menyenangkan sekali. Boleh aku menemanimu?”

www.ac-zzz.tk

“Tentu,” sahut Jane dengan ramah, sambil menyisihkan jurnalnya, la melepaskan kacamatanya, menampakkan sepasang mata berwarna cokelat tua dengan kerut-kerut simpatik di sudutnya, Ś tapi penampilannya betul-betul berantakan: rambutnya yang panjang dan berwarna keabuan diikat dengan semacam perca yang tidak jelas warnanya, dan ia mengenakan sebuah blus abu-abu kehijauan yang tidak berbentuk, dengan noda bekas keringat di bagian ketiaknya. “Rasanya aku tidak pernah melihatmu di sini,” ujarnya.

“Aku memang belum pernah ke sini. Tapi mengingat

379

usia kita, sebaiknya jangan terbawa oleh hal-hal yang sifatnya terlalu rutin—ya, kan?”

“Aku jauh lebih muda daripadamu,” ujar Jane dengan santai. “Meskipun kukira tak seorang pun akan menyangka itu.”

“Ah, masa?” Berrington menggigit kue kejunya. La-, pisan dasarnya sekeras kertas karton dan isinya seperti shaving-cream rasa lemon. Ia menelannya dengan susah payah. “Bagaimana pendapatmu tentang usulan Jack Budgen mengenai sebuah perpustakaan biofisika?”

“Karena itukah kau menemui aku?”

“Aku kemari bukan untuk menemuimu, aku datang untuk mencoba makanannya, dan sekarang aku menyesal. Rasanya benar-benar tidak keruan. Bisa-bisanya kau makan di sini.”

Jane mencelupkan sendoknya ke dalam hidangan penutup. “Aku tidak memperhatikan apa yang kumakan. Berry. Aku sedang memikirkan akselerator partikelku. Ceritakan padaku mengenai perpustakaan baru itu.”

Berrington pernah seperti Jane, terobsesi oleh pekerjaannya, dulu sekali. Tapi ia tidak pernah membiarkan dirinya tampil seperti gelandangan, meskipun sebagai seorang ilmuwan muda ia betul-betul hanya hidup demi penyingkapan penemuan-penemuan baru. Namun demikian, kehidupannya akhirnya membuatnya menempuh jalur yang berbeda. Buku-bukunya hanya mempopulerkan hasil kerja orang-orang lain; sudah lima belas atau dua puluh tahun lamanya ia tidak menulis hasil karyanya sendiri. Untuk sesaat ia mempertanyakan, apakah ia akan lebih bahagia andai kata ia memilih jalan lain. Jane yang slebor, yang melahap makanan murah sambil mengotak-atik masalah-masalah ilmu fisika nuklir, memiliki pembawaan tenang dan puas yang tidak pernah dikenal Berrington.

www.ac-zzz.tk

Dan sepertinya ia belum juga berhasil memenangkan hatinya. Wanita ini terlalu bijaksana. Mungkin ia harus

380

menyanjung-nyanjung keintelekannya. “Menurutku mestinya kau memperoleh masukan lebih banyak. Kau kan ahli ilmu fisika paling senior di kampus, salah satu ilmuwan paling terkemuka yang dimiliki JFU—seharusnya kau dilibatkan dalam proyek perpustakaan ini.”

“Apa masih akan terjadi?”

“Kukira Genetico akan mendanainya.”

“Yah, itu berita bagus. Lalu apa manfaatnya untuk mur

“Tiga puluh tahun yang lalu, aku membuat nama, saat aku mulai mempertanyakan karakteristik manusia mana yang diturunkan dan mana yang dipelajari. Karena hasil kerjaku, dan hasil kerja mereka yang menekuni bidang yang sama seperti aku, kita kini tahu bahwa segi pewarisan genetika seorang manusia lebih relevan daripada cara dia dibesarkan serta pengaruh lingkungannya dalam menemukan sifat-sifat psikologisnya secara keseluruhan.”

“Pengaruh pembawaan, bukan pendidikan.”

“Tepat. Aku berhasil membuktikan bahwa seorang manusia adalah DNA-nya. Generasi muda rupanya tertarik akan prosesnya. Apa mekanisme yang membuat suatu kombinasi kimiawi menjadikan mataku biru, sementara kombinasi lain menjadikan matamu memiliki nuansa kecokelatan yang lebih dalam dan gelap, kukira.”

“Berry!” ujar Jane sambil tersenyum. “Kalau aku seorang sekretaris berusia tiga puluh tahun dengan buah dada montok, aku bakal menganggap kau sedang mencoba mencuri hatiku.”

Itu lebih baik, ujar Berrington pada dirinya. Akhirnya wanita ini mulai melembut. “Montok?” ulangnya sambil tertawa. Dengan sengaja ia melirik ke arah buah dada wanita itu, kemudian kembali ke wajahnya. “Menurutku kau semontok yang kaubayangkan.”

Jane tertawa, namun Berrington yakin hatinya senang. Akhirnya ia berhasil mencapai suatu titik pertemuan. Kemudian Jane berkata “Aku mesti pergi “

381

www.ac-zzz.tk

Sial. Ia belum berhasil mengendalikan situasinya rupanya. Ia harus cepat-cepat melakukan sesuatu untuk mendapatkan perhatian Jane. Ia ikut berdiri bersamanya. “‘Sepertinya akan ada suatu komite untuk menelaah perwujudan perpustakaan yang baru ini,” ujarnya saat mereka melangkah keluar dari kafetaria itu. “Aku ingin mendengar pendapatmu mengenai siapa-siapa yang pantas untuk duduk di situ/’

“Wauw, aku harus pikirkan itu dulu. Sekarang aku harus memberi kuliah.”

Sial, dia bakal lolos dari cengkeramanku umpat Berrington.

Kemudian Jane berkata, “Bagaimana kalau kita bahas Ttu lain kali?”

Berrington tidak berniat menyia-nyiakan kesempatan ini. “Bagaimana kalau sambil makan malam?”

Jane tampak tertegun. “Oke,” sahutnya selang beberapa saat.

“Malam ini?”

Suatu ekspresi tak percaya membayang di wajahnya. “Kenapa tidak?”

Setidaknya ini suatu peluang baginya. Dengan lega Berrington menjawab, “Akan kujemput kau pukul delapan.”

“Oke.” Jane memberikan alamatnya, yang dicatat Berrington di sebuah bloknot

“Jenis makanan apa yang kausukai?” tanyanya. “Oh, tidak usah kaujawab, aku tahu. kau sedang memikirkan akselerator partikelmu’.” Mereka sampai di bawah terik matahari. Berrington meremas lengan Jane dengan ringan. “Sampai nanti malam.”

“Berry,” ujar Jane. “Kau tidak menginginkan sesuatu dariku, bukan?”

Berrington mengedipkan matanya. “Memangnya kau punya apa?”

Jane tertawa, lalu pergi.

382

BAB 35

Bayi tabung. Pembuahan in vitro. Di situlah pertaliannya. Jeannie dapat melihat keseluruhannya sekarang.

www.ac-zzz.tk

Charlotte Pinker dan Lorraine Logan sama-sama pernah menjalani suatu perawatan kesuburan di Aventine Clinic. Klinik itu ternyata pernah memelopori proses pembuahan in vitro, di mana sperma yang berasal dari seorang ayah dan telur dari seorang ibu disatukan di dalam tabung laboratorium, dan menghasilkan embrio’ yang kemudian ditanam di dalam kandungan si wanita.

Pasangan kembar identik terjadi pada saat sebuah embrio terbelah menjadi dua, di dalam kandungan, kemudian tumbuh menjadi dua individu. Itu juga bisa terjadi di dalam sebuah tabung. Sesudah itu, pasangan kembar dari tabung itu bisa ditanam dalam kandungan dua wanita yang berbeda. Dengan cara itulah pasangan kembar identik bisa dilahirkan oleh dua wanita yang tidak memiliki pertalian keluarga Bingo.

Seorang pelayan datang untuk mengantar salad yang dipesan Jeannie, namun ia merasa terlalu antusias untuk dapat menikmatinya.

Bayi tabung bukan lagi sekadar teori di awal tahun tujuh puluhan, setahunya. Tapi Genetico rupanya sudah lebih jauh melangkah ke depan dalam proses riset mereka

383

Lorraine dan Charlotte sama-sama menyatakan bahwa mereka pernah menjalani suatu terapi hormon. Sepertinya klinik itu telah membohongi mereka mengenai perawatan tersebut.

Itu sudah cukup mengenaskan, tapi saat Jeannie mulai merenungkannya secara lebih mendalam, ia menyadari” sesuatu yang bahkan lebih mengerikan lagi. Embrio yang membelah itu mungkin anak kandung Lorraine dan Charles, atau Charlotte -dan si Mayor—tapi tak mungkin milik mereka masing-masing. Salah satu di antara mereka mengandung anak pasangan yang lain.

Hati Jeannie dipenuhi dengan perasaan tidak keruan saar ia menyadari bahwa bisa saja mereka sama-sama mengandung bayi dari pasangan yang sama sekali tidak mereka kenal.

Jeannie mempertanyakan, mengapa Genetico melakukan pelecehan dengan cara yang betul-betul tidak etis ini. Teknik itu belum pernah diterapkan; mungkin mereka sedang butuh kelinci percobaan. Mungkin mereka pernah mengajukan permohonan untuk itu dan ditolak. Atau mereka memiliki salah satu alasan lain yang misterius.

Apa pun motif mereka untuk membohongi wanita-wanita ini, Jeannie kini tahu mengapa penyidikannya membuai pihak Genetico begitu resah. Membuat seorang wanita mengandung embrio orang lain, tanpa sepengetahuan si wanita, betul betul tidak dapat dibenarkan. Sama sekali tidak mengherankan bahwa

www.ac-zzz.tk

mereka menjadi begitu nekad untuk menyembunyikan skandal itu Andai kata Lorraine Logan sampai mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya, tuntutannya bisa banyak sekali.

Jeannie menghirup kopinya. Perjalanannya ke Philadelphia ternyata tidak percuma. Ia memang belum menemukan semua jawaban yang dicarinya, tapi ia telah berhasil memecahkan bagian utama teka-teki itu. Betul-betul memuaskan.

384

Saat menengadahkan wajah ia tertegun melihat Steve tiba-tiba muncul di situ.

Jeannie mengejapkan mata, lalu menerawangi anak muda itu. Ia mengenakan celana panjang k h aki dan kemeja biru, dan saat masuk, ia menutup pintu di belakangnya dengan tumitnya.

Jeannie tersenyum lebar, kemudian berdiri untuk menyambutnya. “Steve!” serunya dengan antusias. Mengingat akan tekadnya, ia langsung merangkul dan mengecup bibirnya. Aromanya lain hari ini, tembakaunya lebih sedikit, tapi lebih banyak rempahan. Anak muda itu merapatkan tubuh dan membalas ciumannya. Jeannie mendengar suara seorang wanita yang lebih tua daripadanya berkata, “Wauw, aku masih ingat bagaimana rasanya itu,” lalu beberapa orang tertawa.

Jeannie melepaskan rangkulannya. “Duduklah. Kau mau makan sesuatu? Kita bisa berhagi salad Apa yang kaulakukan di sini? Aku nggak percaya rasanya. Tentunya kau menyusul aku. Tidak, tidak, kau tahu nama klinik itu, lalu memutuskan untuk menemui aku di sini.”

“Aku cuma lagi ingin ngobrol-ngobrol denganmu.” Anak muda itu mengusap alisnya dengan ujung jari telunjuknya. Gerakannya itu membuat Jeannie berpikir— Siapa yang juga melakukan itu?—namun ia menyisihkan pertanyaan itu dari kepalanya.

“Kau memang selalu penuh kejutan.”

Tiba-tiba sepertinya ia resah. “O ya?”

“Kau selalu muncul tiba-tiba.”

“Kukira begitu.”

Jeannie tersenyum. “Kau agak aneh hari ini. Ada apa sih?”

www.ac-zzz.tk

“Begini, kau membuatku merasa nggak keruan,” jawabnya. “Bagaimana kalau kita keluar dari sini?”

“Oke.” Jeannie meninggalkan selembar lima dolar di” meja itu, lalu berdiri.

385

“Mana mobilmu?” tanya Jeannie setelah mereka berada di luar.

“Kita naik mobilmu.”

Mereka masuk ke dalam mobil Mercedes merah Jeannie. Jeannie memasang sabuk pengamannya, tapi Steve tidak. Begitu ia meluncur dari situ, Steve merapatkan duduknya, menyibak rambut Jeannie, dan mulai mengecupi lehernya. Jeannie menyukai itu, tapi ia merasa rikuh dan berkata, “Kukira kita sudah terlalu tua untuk melakukannya di dalam mobil.”

“Oke,” ujar Steve. Ia menghentikan itu dan mengalihkan perhatiannya ke jalan, tapi ia membiarkan lengannya tetap di pundak Jeannie. Di Chestnut mereka melesat ke arah timur. Begitu mereka sampai di jembatan, Steve berkata, “Ambil jalan bebas hambatan— ada yang ingin kuperlihatkan kepadamu.” Mengikuti rambu-rambu yang ada, Jeannie mengambil jalur sebelah kanan, terus ke Shuylkill Avenue, lalu berhenti di sebuah lampu lalu lintas.

Tangan yang bertengger di pundaknya mulai turun ke bawah. Steve mulai menggerayangi payudaranya. Jeannie menegang sebagai reaksi sentuhannya, namun pada saat yang bersamaan ia merasa tidak enak. Rasanya seperti diraba seseorang di sebuah kereta api bawah tanah. Ia berkata, “Steve, aku suka padamu, tapi kurasa tempomu terialu cepat untukku.”

Steve tidak menjawab, tapi jari-jarinya sudah meremas payudara Jeannie keras-keras.

“Aduh!” jerit Jeannie. “Sakit! Ada apa sih denganmu?” Jeannie berusaha mendorong dengan tangan kanannya. Lampu lalu lintas berubah menjadi hijau, dan Jeannie mulai menelusuri jalur, menuju Shuylkill Expressway.

“Aku nggak ngerti maumu,” protes Steve. “Tahu-tahu kau mencium aku seperti seorang nymphomaniac. laki tiba-tiba kau menjadi dingin.”

386

Padahal aku mengira anak muda itu sudah matang! “Dengar, aku menciummu karena ingin menciummu. Itu bukan pertanda bahwa kau boleh berbuat

www.ac-zzz.tk

seenaknya atas diriku. Dan kau tidak pernah boleh menyakiti seorang gadis.” Ia mulai melesat di jalan bebas hambatan itu.

“Tapi ada cewek-cewek yang senang kalau disakiti.” sahut Steve, sambil memindahkan tangannya ke lutut Jeannie.

Jeannie berusaha menyisihkan tangan itu. “Apa sih sebetulnya yang ingin kauperlihatkan padaku?” tanyanya untuk mengalihkan perhatian Steve.

“Ini,” jawab Steve, sambil meraih tangan kanan Jeannie. Sesaat kemudian, Jeannie merasa tangannya menyentuh alat vital Steve dalam keadaan polos, tegang, dan panas.

“Ya Tuhan!” Jeannie menarik tangannya. Gila, salah perhitungan ia rupanya! “Jangan begitu, Steve, hentikan kelakuanmu yang kekanak-kanakan itu!”

Tahu-tahu sesuatu menghantam sisi wajahnya dengan keras.

Ia menjerit dan untuk sesaat kehilangan kendali dirinya. Suara klakson menggelegar sewaktu mobilnya meliuk ke jalur lain di jalan bebas hambatan itu, di muka sebuah truk Mack yang besar. Tulang-tulang di wajahnya seperti retak dan ia merasakan ada darah. Sambil mencoba melupakan rasa sakitnya, ia berusaha menguasai mobilnya kembali.

la menyadari bahwa Steve baru saja menghajarnya dengan tinjunya.

Tak seorang pun pernah melakukan itu atas dirinya.

“Bangsat kau!” jeritnya.

“Sebaiknya kauturuti mauku,” ujar Steve. “Kalau tidak, kuhajar kau habis-habisan.” “Edan!” umpatnya.

Melalui sudut matanya, ia melihat Steve sudah siap untuk mengayunkan tinjunya sekali lagi.

Tanpa berpikir panjang, ia menginjak rem.

Steve terempas ke muka dan pukulannya meleset. Kepalanya menghantam permukaan kaca. Suara ban sebuah mobil limousine putih berdecit keras untuk menghindari mobil Mercedes Jeannie.

Begitu Steve menemukan keseimbangannya kembali, Jeannie melepaskan remnya. Mobilnya melesat maju kembali. Andai kata ia berhenti di jalur cepat jalan bebas hambatan itu selama beberapa detik, Steve pasti akan ketakutan

www.ac-zzz.tk

dan memohon kepadanya untuk jalan lagi. Ia menginjak remnya sekali lagi; Steve terhuyung ke depan kembali.

Kali ini keseimbangan Steve pulih lebih cepat. Mobil itu akhirnya berhenti. Kendaraan-kendaraan lain meliuk di sekeliling mereka, klakson-klakson menggelegar. Jeannie mulai ketakutan; setiap saat bagian belakang Mercedes itu bisa dihantam oleh salah satu kendaraan itu. Namun siasatnya rupanya tidak berhasil: Steve tidak tampak takut Ia malah meletakkan tangannya di atas rok Jeannie, meraba bagian pinggang stocking-nya yang kemudian ia renggut begitu saja. Jeannie mendengar suara robekan.

Jeannie mencoba mendorong tubuhnya, tapi Steve sudah keburu menindihnya. Masa ia akan mencoba memerkosanya di sini, di jalan bebas hambatan ini? Dalam keadaan kalut, Jeannie membuka pintunya, tapi ia tidak bisa keluar, karena ia masih memakai sabuk pengamannya. Ia mencoba melepaskannya, tapi ia tidak dapat mencapai gespernya gara-gara Steve.

Di sebelah kirinya, kendaraan-kendaraan melintas dari jalur lambat jalan Ťbebas hambatan itu ke jalur yang lebih cepat, dengan laju sekitar enam puluh mil per jam. Apakah tidak ada seorang pengemudi pun yang mau berhenti untuk menolong seorang wanita yang se-dang diserang?

Saat berusaha meronta untuk melepaskan diri, jejakan

388

kakinya pada rem kendaraannya terangkat, dan mobil itu mulai merayap maju. Mungkin aku harus membuat dia kehilangan keseimbangan, pikir Jeannie. Ia yang duduk di belakang kemudi mobil, dan hanya itulah peluang yang masih dimilikinya. Dengan nekad ia meletakkan kakinya di pedal gas, lalu menginjaknya kuat-kuat.

Mobil itu meluncur sambil meliuk. Rem-rem berderit sewaktu sebuah bus Greyhound nyaris melanggar bumper Mercedes itu. Tubuh Steve terempas ke belakang, terkejut sebentar, tapi beberapa detik kemudian tangannya sudah sibuk lagi menggerayangi Jeannie, sementara Jeannie berusaha mengendalikan kemudinya. Ia benar-benar kelabakan sekarang. Rupanya Steve sama sekali tidak peduli apakah mereka akan mati atau tidak. Apa yang harus dilakukannya untuk menghentikannya sekarang?

Jeannie membanting kemudinya ke kiri, membuat tubuh Steve terempas ke pintu. Nyaris ia melanggar sebuah truk sampah. Sekilas ia melirik ke arah wajah terkejut si sopir, seorang laki-laki setengah baya dengan kumis berwarna keabuan; kemudian ia membuang kemudinya ke arah lain. Mercedes itu terhindar lagi dari kecelakaan.

www.ac-zzz.tk

Steve mencengkeramnya lagi. Ia menginjak remnya kuat-kuat, kemudian pedal gasnya, tapi Steve cuma tertawa sementara tubuhnya terayun ke sana kemari, seakan ia sedang menikmati permainan di sebuah karnaval; kemudian ia merapatkan tubuhnya.

Jeannie mengayunkan sikut kanan dan tinjunya ke arah Steve, namun ia tidak dapat mengerahkan seluruh tenaganya, karena ia masih duduk di belakang kemudinya, sehingga ia hanya dapat mengalihkan perhatian anak muda itu selama beberapa detik.

Masih berapa lama ini akan berlangsung? Apakah tidak ada mobil polisi yang berpatroli di kota ini?

Melalui pundak Steve, Jeannie melihat bahwa mereka

389

sedang melewati suatu bahu jalan. Persis beberapa meter di belakangnya meluncur sebuah mobil Cadillac tua berwarna biru langit. Tiba-tiba ia membuang kemudi. Bannya berdecit, mobil Mercedes itu terus melesat di atas dua roda, sementara tubuh Steve terempas ke arahnya. Mobil Cadillac biru itu membanting kemudi untuk menghindari Mercedes-nya. Klakson kendaraan-kendaraan lain menggelegar sebagai pelampias amarah. Ia mendengar suara mobil-mobil saling bertubrukan dan pecahan kaca berhamburan. Roda mobilnya mulai turun kembali, kemudian menghantam aspal dengan suara keras. Mereka berada di bahu jalan. Mobilnya mengge-luyur, nyaris melanggar tembok beton di sisi jalan, namun Jeannie berhasil menguasai kemudi.

Ia menginjak pedal gasnya menelusuri bahu jalan. Begitu laju kendaraan itu sudah lebih stabil, Steve mulai menyusupkan tangan di antara kedua paha Jeannie untuk memasukkan jarinya ke celana dalam Jeannie. Jeannie menggeser tubuh untuk mencoba menghentikan ulahnya. Ia melirik ke arah wajah anak muda itu. Steve sedang tersenyum, matanya melebar, napasnya mendengus, dan keringatnya mulai keluar. Rupanya ia amat menikmati situasi itu Ini benar-benar edan.

Tidak ada sebuah mobil pun di depan atau di belakang mereka. Bahu jalan itu berakhir di sebuah lampu lalu lintas yang sedang hijau. Di sebelah kirinya terdapat sebuah taman pemakaman. Ia melihat sebuah rambu yang menunjuk ke arah kanan dengan tulisan berbunyi Civic Center Blvd. Jeannie membelok ke sana, dengan harapan akan sampai di sebuah balai kota yang sibuk, dengan banyak orang lalu lalang di trotoarnya. Di luar perhitungannya, ternyata jalan itu melewati sebuah deretan gedung yang berkesan sudah ditinggalkan. Di depannya, lampu lalu lintas berubah menjadi merah. Kalau ia berhenti, celakalah dirinya.

www.ac-zzz.tk

Steve, yang berhasil merogoh celana dalamnya, ber—

390

kata, “Matikan mesinnya!” Sama seperti Jeannie, iať menyadari bahwa kalau ia memerkosa Jeannie di sini, besar kemungkinan tak. seorang pun akan menghalanginya.

Steve mulai menyakiti Jeannie dengan mencubiti dan menggerayanginya, tapi yang lebih membuat kalut Jeannie adalah kecemasannya menghadapi apa yang akan terjadi. Ia menginjak gas sekuat-kuatnya ke arah lampu merah.

Sebuah mobil ambulans yang muncul dari sebelah kiri, memotong jalan mereka Jeannie menginjak rem, sambil berusaha menghindari tabrakan, sementara pada dirinya ia berkata,’ Andai kata aku menubruknya sekarang, setidaknya akan ada bala bantuan. -

Tiba-tiba Steve menarik tangannya. Untuk sesaat Jeannie menarik napas lega. Kemudian ia mencengkeram perseneling mobil itu untuk dipindahkan ke posisi netral. Tiba-tiba Mercedes itu kehilangan momentumnya. Jeannie mengentakkan perseneling itu kembali ke posisi drive, lalu menjejakkan kakinya di pedal gas. menyusul si mobil ambulans. ,

Masih berapa lama lagi ini? ujar Jeannie pada dirinya. Ia harus dapat menemukan suatu daerah permukiman ramai sebelum mobil itu berhenti atau menabrak sesuatu Namun Philadelphia telah berubah menjadi permukaan bulan yang sunyi.

Steve mencengkeram kemudi mobil, lalu mencoba menepikannya ke pinggir jalan. Jeannie mengentakkan nya kembali. Roda belakangnya mengeluarkan suara decit. Si ambulans mengklaksoni mereka.

Steve mencoba lagi. Kali ini dengan cara lebih lihai. Ia memindahkan persenelingnya ke posisi netral dengan tangan kiri, lalu mencengkeram kemudinya dengan tangan kanan. Laju mobil itu melambat, menuju bahu jalan.

Jeannie mengangkat kedua tangannya dari kemudi, memindahkannya ke dada Steve untuk mendorongnya

391

sekuat tenaga. Steve, yang tidak menduga Jeannie sekuat itu, terenyak ke belakang. Jeannie memindahkan persenelingnya ke posisi drive, lalu menjejak pedal gasnya. Mobil itu melesat kembali ke muka, namun Jeannie tahu bahwa tak lama lagi ia akan terpaksa menyerah. Setiap saat Steve akan berhasil menghentikan mobil itu dan ia akan terperangkap di dalamnya bersamanya.

www.ac-zzz.tk

Steve menemukan kembali keseimbangannya saat Jeannie membelokkan mobilnya mengitari sebuah jalan di sebelah kiri. Ia mencengkeram kemudi dengan kedua tangannya, sementara Jeannie berkata dalam hati, Jadi, beginilah akhirnya, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi sekarang. Kemudian mobil itu sampai di sebuah jalan yang lurus, dan panorama kota itu pun berubah.

Ada sebuah jalan ramai, sebuah rumah sakit dengan orang-orang yang berdiri di luar, sederetan taksi, dan sebuah kios kaki lima yang menjual penganan Cina. “Yes!” seru Jeannie dalam nada menang. Ia menginjak remnya. Steve mengentakkan kemudi mobil itu, semen-^ tara Jeannie berusaha menariknya kembali. Mercedes itu meJiuk, kemudian tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Puluhan pengemudi taksi di kios kaki lima itu menoleh.

Steve membuka pintunya, melangkah keluar, lalu kabur.

“Terima kasih, Tuhan,” bisik Jeannie.

Beberapa saat kemudian, Steve sudah menghilang.

Jeannie duduk di sana sambil terengah-engah. Laki-laki itu sudah tidak tampak. Mimpi buruknya sudah berakhir.

Salah seorang pengemudi taksi itu menghampirinya, lalu melongokkan kepala melalui jendela mobil. Jeannie segera merapikan letak pakaiannya. “Anda tidak apa-apa, Miss?” tanyanya.

“Kukira begitu,” sahut Jeannie buru-buru.

“Apa yang terjadi sebetulnya?”

Jeannie menggeleng. “Andai aku tahu,” jawabnya.

392

BAB 36

Steve duduk di sebuah tembok rendah di dekat rumah Jeannie. menanti kedatangannya. Udara panas, namun ia memanfaatkan kerindangan sebuah pohon maple besar. Jeannie tinggal di daerah permukiman kelas pekerja tua yang terdiri atas deretan rumah bergaya tradisional. Beberapa remaja dari sebuah sekolah di dekat situ sedang berjalan kaki pulang ke rumah sambil Jertawa, bercanda, dan mengulum permen. Rasanya belum lama sejak ia sendiri juga melakukan itu; delapan atau sembilan tahun yang lalu.

www.ac-zzz.tk

Tapi kini ia merasa resah dan sedih. Pengacaranya sudah berbicara dengan Sersan Delaware dari Unit Tindak Kejahatan Seks di Baltimore tadi sore. Wanita itu menyampaikan bahwa ia sudah memperoleh hasil tes DNA-nya. Dan ternyata bekas sperma di vagina Lisa Hoxton persis sama dengan DNA yang terdapat di dalam darah Steve.

Steve benar-benar merasa terpukul. Sebelumnya ia begitu yakin bahwa hasil tes DNA itu akan mengakhiri seluruh dilema ini.

Ia dapat melihat bahwa pengacaranya tidak lagi mempercayai penyataan tidak bersalahnya. Tidak seperti Mom dan Dad, meskipun kini mereka bingung sekali; mereka sama-sama tahu bahwa suatu tes DNA amat dapat diandalkan.

393

Di saat-saat paling kelam, ia mempertanyakan apakah ia memiliki semacam kepribadian ganda. Mungkin ada seorang Steve lain yang mengambil alih situasi dengan memerkosa kaum wanita, lalu sesudahnya mengembalikan tubuhnya kepadanya. Dengan begitu, ia tidak akan tahu mengenai apa yang sudah dilakukannya. Ia masih ingat, secara agak samar-samar, bahwa ada beberapa detik selama perkelahiannya dengan Tip Hendricks yang tidak ia ingat sama sekali. Dan bahwa ia sudah siap menghujamkan jari-jarinya ke dalam tempurung kepala Porky Butcher. Apakah sisi dari kepribadiaannya yang lain yang melakukan ini semua? Ia tidak dapat sungguh-sungguh mempercayai itu. Pasti ada penjelasan lain.

Secercah harapan yang masih dimilikinya berkisar seputar misteri keberadaan dirinya dan Dennis Pinker. Dennis memiliki DNA yang sama seperti dirinya. Pasti ada kesalahan di sini. Dan satu-satunya orang yang dapat memecahkan misteri ini baginya adalah Jeannie Ferrami.

Anak-anak muda itu menghilang ke dalam rumah masing-masing, sementara matahari mulai terbenam di balik deretan rumab di sisi lain jalan itu Menjelang pukul enam sore, mobil Mercedes Jeannie melesat ke dalam suatu pelataran parkir, kira-kira lima puluh yard dari situ. Jeannie melangkah keluar dari dalamnya. Pada mulanya ia tidak melihat Steve. Ia membuka bagasi dan mengeluarkan sebuah kantong plastik sampah hitam yang besar. Kemudian ia mengunci mobilnya dan mulai menelusuri jalan setapak ke arah Steve. Ia mengenakan pakaian formal—setelan rok berwarna hitam—namun tampangnya berantakan. Dan ada sentuhan kelelahan dalam gaya berjalannya yang membuat Steve terenyuh. Steve mempertanyakan dalam hati, apa yang membuatnya kelihatan seperti habis terlibat pertempuran seru. Tapi penampilannya toh masih memesona, dan Steve mengawasinya dengan penuh kerinduan.

Setelah jarak di antara mereka cukup dekat, Steve

www.ac-zzz.tk

394

berdiri, tersenyum, lalu melangkah maju untuk menyambutnya.

Jeannie mengangkat wajah, pandangan mereka bertemu. Tiba-tiba ketakutan membayang di wajahnya.

Mulut Jeannie membuka, kemudian ia mulai menjerit

Steve tersentak kaget. Dalam nada bingung ia bertanya, “Jeannie, ada apa?”

“Jangan mendekat!” jeritnya. “Jangan sentuh aku! Aku akan panggil polisi sekarang juga!”

Steve menaikkan tangannya dalam gaya ingin berdamai. “Oke, oke, apa pun yang kaukatakan. Aku tidak akan menyentuhmu, oke? Ada apa sebetulnya denganmu?’

Seorang tetangga muncul dari pintu muka rumah yang Juga ditinggali Jeannie. Tentunya ia penghuni apar temen di bawah milik Jeannie, pikir Steve. Ia seorang laki-laki tua kulit hitam yang mengenakan kemeja kotak-kotak dan dasi. “Kau tidak apa-apa, Jeannie?” tanyanya. “Rasanya aku mendengar seseorang berteriak.”

“Itu tadi aku, Mr. Oliver,” sahut Jeannie dalam nada bergetar. “Orang ini menyerangku di dalam mobilku sendiri di Philadelphia sore tadi.”

“Menyerangmu?” ulang Steve dalam nada bingung. “Aku tidak bakal melakukan itu!”

“Brengsek kau, kau melakukan itu dua jam yang lalu.”

Steve merasa tersinggung. Ia sudah bosan setiap kali kena tuding terlibat dalam tindakan brutal. “Omong sembarangan kau. Sudah bertahun-tahun aku tidak menjejakkan kakiku di Philadelphia.”

Mr. Oliver menengahi mereka. “Anak muda ini sudah nangkring di tembok itu sedikitnya dua jam, Jeannie. Tak mungkin dia keluyuran di Philadelphia sesorean ini.”

Jeannie rupanya tidak mau menerima pernyataan itu, dan sepertinya sudah siap untuk menuding tetangganya yang bermaksud baik itu.

Steve melihat bahwa Jeannie tidak mengenakan stocking; kakj-kakinya yang telanjang tampak janggal dengan setelannya yang berkesan begitu formal. Ada

www.ac-zzz.tk

bagian wajahnya yang agak sembab dan kemerahan. Rasa sakit hatinya mereda. Sepertinya ada seseorang yang baru saja menyerang Jeannie. Ingin rasanya ia merangkul bahu Jeannie untuk menghibur hatinya. Dan itu membuat ketakutan Jeannie akan dirinya semakin memprihatinkan. “Dia telah menyakitimu,” ujar Steve. “Bajingan sekali orang itu.”

Ekspresi wajah Jeannie berubah. Ketakutan yang membayang di matanya mereda. Ia mengalihkan pandang ke arah tetangganya. “Dia sudah sampai di sini dua jam yang lalu?*

Laki-laki itu angkat bahu. “Sam jam empat puluh menit, mungkin lima puluh menit.”

“Anda yakin?”

“Jeannie, kalau dia memang berada di Philadelphia dua jam yang lalu, tentunya dia kemari naik pesawat Concorde tadi.”

Jeannie mengalihkan pandangannya ke Steve. “Kalau begitu, yang tadi itu Dennis tentunya.”

Steve mendekat. Jeannie tidak berusaha menjauh. Steve mengulurkan tangannya, lalu menyentuh pipi Jeannie yang sembab dengan ujung jarinya. “Jeannie yang malang,” ujarnya.

“Aku mengira tadi itu kau,” ujar Jeannie, sementara air mata mulai menggenangi matanya.

Steve menariknya ke dalam pelukannya. Sedikit demi sedikit Steve merasa Jeannie lebih santai, dan mulai bersandar padanya dengan pasrah. Steve membelai kepalanya sambil membenamkan jari-jarinya ke dalam ikal-ikal rambutnya yang tebal dan berwarna gelap. Ia menutup matanya, sambil membayangkan betapa luwes dan kuatnya tubuh gadis itu. Aku berani bertaruh bahwa Dennis juga memar-memar, ujarnya pada dirinya. Aku benar-benar berharap begitu.

396

Mr. Oliver berdeham. “Apa kalian mau minum secangkir kopi?”

Jeannie menarik diri. “Tidak usah, trims,” ujarnya “Aku cuma ingin membuang pakaian-pakaian ini.”

Rasa tegangnya tersirat di wajahnya, namun itu justru membuat penampilannya semakin memesona. Aku sudah jatuh cinta pada wanita ini, ujar

www.ac-zzz.tk

Steve dalam hati. Aku bukan hanya ingin tidur dengannya—meskipun itu juga termasuk. Aku ingin dia menjadi temanku. Aku ingin nonton televisi bersamanya, pergi ke pasar swalayan dengannya, dan memberikan padanya sesendok NyQuil saat dia kena flu. Aku ingin melihat bagaimana dia menggosok giginya dan mengenakan celana jeans-ny&, serta mengoleskan mentega di atas roti panggangnya. Aku ingin dia menanyakan padaku apakah lipstiknya yang bernuansa oranye pantas untuknya, dan apakah dia harus membelikan pisau cukur untukku serta pukul berapa aku akan pulang.

Steve mempertanyakan pada dirinya, apakah ia akan cukup berani untuk mengungkapkan semua itu pada Jeannie.

Jeannie melintasi serambi, menuju pintu muka. Steve tampak ragu. Ia ingin mengikutinya, tapi masih merasa butuh untuk diundang.

Jeannie menoleh begitu sampai di ambang pintu. “Ayo,” ujarnya.

Steve membuntuti Jeannie naik tangga, lalu ikut masuk ke ruang duduknya. Jeannie menjatuhkan kantong plastik hitamnya di karpet. Ia menuju pojok dapur, melepaskan sepatunya, kemudian, sama sekali di luar perhitungan Steve, ia melemparkan sepatu itu ke dalam tong sampah dapur. “Aku nggak pernah mau lagi memakai pakaian-pakaian sialan ini,” ujarnya dalam nada marah. Ia melepaskan blazernya, yang lalu ia buang. Sesudah itu sementara Steve mengawasinya dengan pandangan bingung, ia mulai membuka kancing-kancing

397

n g

d

bajunya, yang setelah ia tanggalkan juga ia buang ke dalam tong sampah itu

Jeannie mengenakan BH hitam polos dari bahan katun. Tentunya dia tidak akan melepaskan itu di hadapanku, ujar Steve dalam hati. Namun Jeannie toh meraih pengait di belakang punggungnya. Ia melepaskan BH itu, lalu membuangnya ke tempat sampah. Payudaranya kencang dan tidak terlalu besar, dengan puting kecokelatan. Ada memar berwarna kemerahan di pundaknya, bekas tali BH-nya. Tenggorokan Steve mulai terasa kering.

Jeannie membuka ritsletingnya, kemudian membiarkan roknya jatuh. Ia memakai celana dalam hitam model bikini yang sederhana. Steve menerawanginya dengan bengong. Tubuhnya begitu sempurna: pundak yang kuat, payudara yang indah, perut yang datar, serta sepasang kaki panjang yang

www.ac-zzz.tk

bak dipahat. Jeannie melepaskan celana dalamnya, yang kemudian ia satukan dengan roknya, untuk dibuang semuanya ke tempat sampah.

Untuk sesaat ia menatap Steve dengan pandangan kosong, seakan tidak mengerti mengapa anak muda itu ada di situ. Kemudian ia berkata, “Aku mesti mandi.” Dalam keadaan telanjang ia berlalu. Steve mengikutinya dengan pandangannya dari belakang.

Jeannie sudah meninggalkan ruangan itu. Beberapa saat kemudian, Steve mendengar suara air mengalir.

**Wauw,” desahnya. Ia duduk di sofa Jeannie yang berwarna hitam. Apa artinya ini semua? Apakah semacam tes? Apa sebetulnya yang ingin disampaikan Jeannie padanya?

Steve tersenyum. Betapa indah tubuhnya, begitu langsing, liat. dan sempurna proporsinya. Apa pun yang akan terjadi, ia tidak akan pernah melupakan penampilan Jeannie ketika itu

Jeannie mandi untuk waktu lama. Steve menyadari bahwa dalam suasana serba ricuh itu, ia belum sempal mengutarakan kepada Jeannie, dilema apa yang sedang

398

menimpa dirinya sendiri. Akhirnya aliran air itu berhenti. Beberapa menit kemudian, Jeannie muncul di ruangan itu dalam mantel handuk berwarna kemerahan, dengan rambut basah yang masih menempel di kepala nya. Jeannie duduk di sebelahnya, lalu berkata. “Apa aku cuma mimpi, atau aku memang benar-benar membuka semua pakaianku di depanmu?”

“Kau nggak mimpi,” sahut Steve. “Kau membuang semua pakaianmu ke dalam tong sampah.”

“Gila, aku benar-benar nggak ngerti kenapa.”

“Tidak ada yang perlu kausesali. Aku senang kau cukup mempercayaiku. Aku nggak bisa jelaskan padamu, betapa berartinya itu bagiku.”

“Tentunya kau mengira aku sudah kehilangan akal warasku.”

“Tidak, kukira kau benar-benar terpukul gara-gara apa yang terjadi atas dirimu di Philadelphia tadi.”

www.ac-zzz.tk

“Mungkin. Aku cuma ingat bahwa aku ingin membuang semua yang kukenakan saat peristiwa itu terjadi.”

“Mungkin ini saatnya untuk membuka botol Vodka yang kausimpan di lemari esmu.”

Jeannie menggeleng-gelengkan kepala. “Yang saat ini kuinginkan adalah secangkir teh.”

“Biar aku yang buat.” Steve berdiri, lalu melangkah menuju meja dapur. “Bual apa kau membawa-bawa kantong sampah itu?”

“Aku dipecat tadi pagi. Mereka memasukkan semua barang pribadiku ke dalam kantong itu lalu mengunci pintu ruang kerjaku.”

“Apa?” seru Steve dalam nada tak percaya. “Apa alasannya?”

“Gara-gara sebuah artikel di New York Times hari ini, yang menyebutkan bahwa penggunaan sistem data-ba.se ku melanggar hak keleluasaan pribadi orang. Tapi kukira Berrington Jones cuma menggunakan itu sebagai alasan untuk menyingkirkan aku.”

399

Hati Steve langsung panas. Ia ingin melontarkan protes, melindungi Jeannie, dan menyelamatkannya dari perlakuan tidak adil itu. “Apa mereka bisa memecatmu begitu saja?”

“Tidak, akan ada sidang pemeriksaan besok, di hadapan komite penerapan disiplin senat universitas.”

“Kita sama-sama baru menjalani minggu yang rusuh.” Pada saat Steve akan mengungkapkan hasil tes DNA-nya, Jeannie meraih pesawat telepon.

“Aku ingin minta nomor telepon Lembaga Pemasyarakatan Greenwood, yang di dekat Richmond, Virginia.” Sementara Steve mengisi ketel, Jeannie mencatat sebuah nomor, lalu memutar lagi. “Boleh aku bicara dengan Sipir Temoigne? Aku Dr. Ferrami. Ya, aku akan menunggu. Terima kasih. Selamat malam, Mr. Temoigne, apa kabar? Aku baik-baik saja. Mungkin ini kedengarannya aneh, tapi apa Dennis Pinker masih di penjara? Anda yakin? Anda baru saja melihatnya dengan mata kepala Anda sendiri? Terima kasih. Dan kuharap Anda juga menjaga diri Anda. Bye.” Jeannie mengangkat wajahnya. “Dennis masih di penjara. Sipir itu baru saja berbicara dengannya sekitar sejam yang lalu.”

www.ac-zzz.tk

Steve memasukkan sesendok teh ke dalam poci, lalu menemukan dua buah cangkir. “Jeannie, pihak kepolisian sudah memperoleh hasil tes DNA itu.”

Jeannie terdiam. ‘Lalu…?”

“Ternyata DNA dari vagina Lisa persis sama seperti DNA di dalam darahku.”

Dalam nada misterius Jeannie berkata, “Apakah kau punya pikiran yang sama denganku?”

“Seseorang yang tampangnya mirip aku serta memiliki DNA-ku memerkosa Lisa Hoxton pada hari Minggu. Orang yang sama menyerangmu di Philadelphia hari ini. Tapi dia bukan Dennis Pinker.”

Pandangan mereka bertemu, lalu Jeannie berkata, ‘Rupanya kalian bertiga.”

400

“Ya Tuhan.” Steve merasa hatinya menciut. “Tapi ini sepertinya tidak mungkin. Pihak kepolisian tidak akan pernah mau menerima kenyataan ini. Bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi?”

“Tunggu dulu,” ujar Jeannie dalam nada antusias. “Kau belum tahu apa yang berhasil kutemukan sore ini, sebelum aku berpapasan dengan kembaranmu. Aku punya jawabannya.”

“Ya Tuhan, mudah-mudahan ini memang jawabannya.”

Wajah Jeannie tampak prihatin. “Steve, kau akan menganggap ini mengguncangkan.”

“Aku nggak peduli, aku cuma buluh penjelasan.”

Jeannie merogoh isi kantong plastik sampah hitamnya, lalu mengeluarkan sebuah tas kantor dari bahan kanvas. “Coba lihat ini. la mengeluarkan sebuah brosur mengilap yang langsung membuka di halaman pertama, la menyodorkannya ke arah Steve:

Aventine Clinic didirikan pada tahun 1972 oleh Genetico, Inc., sebagai pusat penelitian dan pengembangan pembuahan in vitro manusia yang pertama, yang oleh surat kabar dinamakan “bayi tabung”.

Steve berkata, “Jadi, menurutmu Dennis dan aku dulu bayi-bayi tabung?” “Ya.”

www.ac-zzz.tk

Suatu perasaan aneh mulai menggerayangi perut Steve. “Nggak lucu memang. Tapi apa artinya ini?”

“Perwujudan pasangan kembar identik dapat terjadi di dalam laboratorium. Kemudkui mereka dapat dimasukkan ke dalam kandungan wanita-wanita yang berbeda.”

Perut Steve terasa semakin mual. “Tapi apakah sperma dan telurnya milik Mom dan Dad—atau milik pasangan Pinker?”

“Aku tidak tahu.”

401

“Jadi, ada kemungkinan pasangan Pinker adalab orangtua kandungku? Ya Tuhan.”

“Masih ada satu kemungkinan lain.”

Dari apa yang tersirat di wajahnya, Steve tahu bahwa Jeannie merasa khawatir kalau apa yang akan ia sampaikan ini bakal lebih mengguncangkan lagi. Steve mengambil insiatif dengan langsung menebaknya. “Mungkin sperma dan telurnya sama sekali bukan milik kedua orangtuaku maupun pasangan Pinker. Mungkin aku anak kandung dari pasangan yang sama sekali tidak kukenal.”

Jeannie tidak menjawab, namun tampangnya yang serius mengiyakan pendapatnya.

Steve menjadi bingung. Rasanya seperti berada dalam mimpi, di mana secara tiba-tiba ia mendapati dirinya jatuh dari suatu ketinggian yang tidak jelas. “Sulit sekali untuk mencernanya,” ujarnya. Air di dalam ketel mendidih. Untuk menyibukkan diri, Steve menuang air panas itu ke dalam poci. “Tampangku memang nggak pernah mirip Mom maupun Dad. Tapi apakah lebih mirip salah satu dari pasangan Pinker?”

“Tidak juga.”

“Kalau begitu, kemungkinannya adalah mereka orang lain.”

“Steve, ini tetap tidak bisa menghapus kenyataan bahwa kedua orangtuamu mencintaimu, bahwa mereka memeliharamu sampai besar, serta tetap bersedia mengorbankan hidup mereka demi kau.”

www.ac-zzz.tk

Dengan tangan bergetar Steve menuang teh ke dalam dua buah cangkir. Ia menyodorkan yang satu ke arah Jeannie, lalu duduk bersamanya di sofa. “Lalu apa hubungan semua ini dengan si kembar ketiga?”

“Kalau bisa ada bayi tabung kembar dua, tentunya juga ada bayi tabung kembar tiga. Prosesnya sama: satu di antara kedua embrio itu membelah lagi. Itu bisa terjadi secara alamiah, jadi kukira itulah yang terjadi.”

402

Steve masih merasa amat terombang-ambing, tapi-kini ia juga mulai merasakan suatu sensasi lain: kelegaan. Kisahnya memang sulit sekali dimengerti, tapi setidaknya sudah ada jawaban yang masuk akal, kenapa ia kena tuding untuk dua tindakan kriminal yang brutal.

“Apakah Mom dan Dad tahu mengenai ini?”

“Kukira tidak. Ibumu dan Charlotte Pinker menyalakan kepadaku bahwa mereka mengunjungi klinik itu untuk memperoleh suatu perawatan hormon. Pembuahan in vitro belum dipraktekkan saat itu. Rupanya Genetico sudah berhasil melangkah jauh ke depan dalam peng-gunakan teknik ini. Dan kukira mereka mencobanya tanpa mengungkapkan kepada pasien-pasien mereka mengenai apa yang sudah mereka lakukan.”

“Tidak heran mereka menjadi ketakutan,” ujar Steve. “Sekarang aku mengerti, mengapa Berrington begitu nekad untuk mendiskreditmu.”

“Yeah. Apa yang mereka lakukan sebetulnya sama sekali tidak etis. Ini membuat tindakan pelanggaran hak keleluasan pribadi kelihatan remeh sekali.”

“Masalahnya bukan lagi soal etis atau tidak. Genetico bisa morat-marit gara-gara ini.”

“Ini serius sekali—bisa digolongkan tindakan pidana. Kami mengulas ini tahun lalu di fakultas hukum.” Namun pada dirinya ia berkata, Buat apa aku membahas ini dengannya, padahal aku sebetulnya ingin mengatakan kepadanya betapa aku mencintainya. “Andai kata pihak Genetico menawarkan suatu perawatan hormon kepada seorang wanita, kemudian dengan sengaja membuatnya hamil dengan janin orang lain tanpa memberitahukan itu kepadanya, maka tindakan itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja.”

“Tapi kejadiannya sudah lama lewat. Apakah tidak ada masa batas yang tertentu?”

“Betul, tapi berlakunya kan sejak tindakan penipuan itu terungkap.”

www.ac-zzz.tk

403

“Aku belum mengerti bagaimana ini bisa membuat perusahaan itu morat-marit.”

“Ini akan merupakan kasus menuntut ganti rugi yang serius. Artinya, uangnya bukan saja untuk memberikan kompensasi kepada si korban, katakanlah biaya pengganti untuk membesarkan anak orang lain, tapi juga untuk menghukum si pelaku, sambil memastikan bahwa mereka dan juga yang lain menjadi enggan untuk melakukan kesalahan seperti itu lagi.”

“Seberapa banyak?”

“Pihak Genetico telah dengan sengaja melecehkan tubuh seorang wanita untuk keuntungan mereka sendiri—aku yakin bahwa pengacara mana pun yang cukup berbobot akan menuntut sebanyak seratus juta dolar.”

“Menurut artikel dalam Wall Street Journal kemarin, seluruh perusahaan itn bernilai sekitar seratus delapan puluh juta dolar.”

“Itu yang akan membuat mereka morat-marit.”

“Perlu waktu beberapa tahun untuk dapat mengajukan mereka ke pengadilan.”

“Tapi masa kau tidak lihat? Ancamannya saja sudah cukup untuk mejisabotase proses pengambilalihan itu.”’

“Kenapa begitu?”

“Kemungkinan bahwa Genetico harus membayar uang dalam jumlah sebesar itu sebagai ganti rugi akan menurunkan nilai saham-sahamnya. Proses pengambilalihan itu bisa tertunda, sampai pihak Landsmann memperoleh akses tentang seberapa jauh tanggung jawab mereka.”

“Wauw. Jadi, bukan hanya reputasi mereka taruhannya. Mereka juga bisa kebagian rugi.”

‘Tepat.” Pikiran Steve kembali kepada permasalahannya sendiri. “Tapi bagiku ini tidak ada relevansinya sama sekali,” ujarnya dalam nada murung lagi. “Aku harus bisa membuktikan bahwa teorimu mengenai kembar ketiga ini benar. Satu-satunya cara adalah dengan menemukannya.” Sesuatu melintas di kepalanya. “Apa—

404

www.ac-zzz.tk

kah sistem pelacakanmu dapat digunakan? Kau mengerti kan maksudku?” “Tentu.”

Steve menjadi antusias lagi. “Kalau hasil pelacakan pertama memunculkan aku dan Dennis, pelacakan berikutnya mungkin akan memunculkan aku dengan yang ketiga, atau Dennis dengan yang ketiga, atau kami bertiga sekaligus.”

“Ya.”

Jeannie tidak merasa seantusias itu. “Kau bisa melakukannya?”

“Setelah publisitas yang tidak menguntungkan itu, bakal sulit bagiku untuk menemukan seseorang yang akan membiarkan aku menggunakan database-nya.”

“Sial!”

“Tapi masih ada satu kemungkinan lain. Aku sudah memiliki data-data sidik jari dari FBI.”

Semangat Steve melambung kembali. “Nama Dennis tentunya ada dalam file mereka. Andai kata si kembar ketiga pernah diambil sidik jarinya, pelacakan itu pasti akan memunculkan data-datanya! Hebat sekali!”

“Tapi hasilnya ada di sebuah disket floppy di dalam ruang kerjaku.”

“Wah, gawat! Dan kau tidak bisa masuk ke sana!”

“Betul.”

“Sial. Tapi aku bisa mendobrak pintunya. Ayo kita ke sana sekarang, mau tunggu apa lagi?” ^

“Kau bakal dijebloskan ke penjara lagi. Pasti ada cara yang lebih sederhana daripada itu.”

Dengan susah payah Steve berusaha mengendalikan diri. “Kau benar. Pasti ada cara lain untuk mendapatkan disket itu.”

Jeannie mengangkat gagang pesawat teleponnya. “Aku sudah minta kepada Lisa Hoxton untuk mencoba masuk ke dalam ruang kerjaku. Coba kita cek, apakah dia sudah berhasil.” Ia memutar sebuah nomor. “Hei, Lisa,

405

www.ac-zzz.tk

ia

a,

apa kabar? Aku? Nggak terlalu baik. Eh, kau nggak bakal percaya mendengar ini.” Jeannie membeberkan hasil penemuannya. “Aku tahu ini nggak masuk akal, tapi aku bisa membuktikan kebenarannya begitu diskel itu ada di tanganku. Kau berhasil masuk ke ruang kerjaku? Sial.” Wajah Jeannie tampak kecewa. “Oke, thanks untuk usahamu. Aku tahu bahwa kau mempertaruhkan dirimu untuk itu. Aku betul-betul menghargainya. Ya Bye.”

Ia menutup pesawatnya, lalu berkata, “Lisa sudah mencoba membujuk seorang petugas sekuriti untuk diperbolehkan masuk. Dia nyaris berhasil, tapi laki-laki itu kemudian meminta izin kepada atasannya, dan hampir saja dipecat.”

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kalau aku memperoleh kembali pekerjaanku besok pagi, setelah sidang pemeriksaan itu, aku bisa melenggang masuk ke dalam kamarku.”

“Siapa pengacaramu?”

“Aku nggak punya pengacara, aku nggak pernah membutuhkan pengacara.”

“Aku berani taruhan bahwa pihak perguruan tinggi akan memakai pengacara termahal di kota ini.”

“Sial. Aku nggak bisa membayar seorang pengacara.”

Steve hampir tidak berani mengucapkan apa yang tersirat di dalam kepalanya. “Ehm… aku seorang penga—

mr

Jeannie menatapnya dengan pandangan menilai.

“Aku memang baru setahun di fakultas hukum, tapi dalam latihan kerja” praktek kepengacaraan, aku selalu berhasil meraih angka tertinggi di kelasku.” Ia betul-betul antusias membayangkan dirinya membela Jeannie dalam menghadapi otoritas pihak Jones Falls University. Tapi apakah Jeannie menganggapnya terlalu muda dan tidak berpengalaman? la mencoba membaca pikiran Jeannie, namun tidak berhasil. Jeannie masih menera-406

www.ac-zzz.tk

wangi dirinya. Ia membalas tatapan Jeannie, dengan melihat ke dalam matanya yang berwarna gelap. Aku tidak berkeberatan untuk melakukan ini sampai akhir .aman, ujar Steve pada dirifTyap>

Kemudian Jeannie mendoyongkan tubuhnya ke muka untuk mengecup bibirnya, ringan dan cepat. “Wah. Steve, kau memang bukan main,” ujarnya.

Kecupan itu memang ringan sekali, tapi sungguh-sungguh menggetarkan. Steve senang sekali. Ia tidak yakin apa yang dimaksud Jeannie dengan kata bukan main, tapi artinya pasti bagus.

-Ia tidak boleh mengecewakan Jeannie. Ia mulai resah mengenai sidang pemeriksaan itu. “Kau tahu sesuatu mengenai peraturan-peraturan yang berlaku dalam komite itu? Prosedur dalam menghadapi sidang itu?”

Jeannie merogoh isi tas kanvasnya, lalu menyodorkan sebuah map dari karton kepadanya.

Steve menelusuri isinya. Peraturan-peraturan itu lebih merupakan peleburan antara berbagai tradisi perguruan tinggi dan peristilahan hukum modem. Pelanggaran-pelanggaran untuk mana seorang staf fakultas dapat dipecat, termasuk penghujatan dan tindak sodomi, namun yang sepertinya paling relevan sehubungan dengan kasus yang dihadapi Jeannie sifatnya lebih tradisional: mencemarkan serta merusak reputasi universitas.

Komite penerapan disiplin ternyata tidak memiliki mandat untuk memberikan keputusan terakhir; fungsi mereka hanyalah membuat rekomendasi untuk senat, yang mempengaruhi seluruh keberadaan universitas itu. Itu sesuatu yang relevan untuk diketahui. Andai kata Jeannie kalah besok, pihak senat bisa berfungsi sebagai sidang peninjau ulang keputusan komite.

“Kau punya copy kontrakmu?” tanya Steve.

“Tentu.” Jeannie melangkah ke sebuah meja tulis kecil di pojok, lalu membuka sebuah laci. “Nih.”

Steve membacanya cepat-cepat. Dalam pasal ke-12,

407

Jeannie menyatakan bersedia mematuhi keputusan senat universitas. Itu akan mempersulit dirinya untuk meminta secara resmi kasusnya ditinjau ulang pada saat pengambilan keputusan terakhir. ™

www.ac-zzz.tk

Kemudian ia mempelajari peraturan-peraturan komite penerapan disiplin. “Disebutkan di sini bahwa kau harus melaporkan kepada pimpinan komite sebelumnya, andai kata kau ingin diwakili oleh seorang pengacara atau orang lain,” ujarnya.

“Aku akan menelepon Jack Budgen sekarang juga,” ujar Jeannie. “Ini pukul delapan—dia pasti ada di rumah.” Ia mengangkat gagang pesawatnya.

“Sebentar,” ujar Steve. “Sebaiknya kita rundingkan dulu mengenai apa yang akan kaukatakan padanya.”

“Kau benar. Kau berpikir secara strategis, sedangkan aku tidak.”

Steve merasa berbesar hati. Advis pertamanya yang ia berikan sebagai seorang pengacara ternyata bagus. “Laki-laki ini memegang nasibmu di tangannya. Seperti apa dia?”

“Dia kepala bagian perpustakaan, dan partner tenisku.”

“Yang main denganmu pada hari Minggu itu?”

“Ya. Lebih mirip seorang kepala bagian tata usaha daripada seorang akademikus. Seorang pemain yang taktis, tapi menurutku dia tidak memiliki insting pembunuh untuk dapat meraih tempat paling top dalam dunia tenis.”

“Oke. kalau begitu, hubungannya denganmu bisa disebut kompetitif.” “Kukira begitu.’

“Nah, kesan apa yang ingin kita berikan padanya?” Steve mengetuk-ngetukkan ujung-ujung jarinya. “Pertama: kita ingin tampak tidak punya niat’untuk main keras, dan yakin akan sukses. Kau benar-benar antusias untuk menghadapi sidang pemeriksaan itu. Kau tidak

408

bersalah, dan kau senang memperoleh kesempatan untuk membuktikannya. Kau merasa yakin bahwa komite itu akan melihat kebenaran masalah ini, di bawah arahan bijaksana Budgen.” “Oke.”

“Kedua: Kau berada di pihak yang tertindas. Kau seorang gadis yang lemah, tidak berdaya…” “Yang benar saja?”

Steve tertawa. “Hapus itu. Kau seorang akademikus yang masih junior, dan kau berhadapan dengan Berrington dan Obell, dua tokoh yang sudah mapan, yang

www.ac-zzz.tk

biasanya selalu memperoleh apa yang mereka inginkan di JFU. Malah kau tidak bisa membayar seorang pengacara sungguhan. Apa si Budgen orang Yahudi’?” .,

“Aku nggak tahu. Mungkin.”

“Kuharap begitu. Kalangan minoritas biasanya cenderung kurang bersimpati pada pihak yang punya wewenang. Ketiga: kisah di balik alasan Berrington begitu ngotot untuk menyingkirkanmu seperti ini, kini tersingkap. Memang mengguncangkan, tapi toh terpaksa dibeberkan.”

“Apa hikmahnya bagiku untuk melakukan itu?”

“Dengan begitu, akan tertanam ide bahwa mungkin ada sesuatu yang disembunyikan Berrington.”

“Baik. Masih ada lagi?”

“Kukira tidak.” w Jeannie memutar sebuah nomor, lalu menyodorkan gagang pesawatnya ke arah Steve.

Steve menerimanya dengan hati berdebar-debar. Ini akan merupakan teleponnya yang pertama sebagai pengacara seseorang. Semoga situasinya tidak bertambah runyam. m

Saat mendengarkan nada. dering di ujung lain, ia mencoba mengingat-ingat cara Jack Budgen bermain tenis. Waktu itu seluruh perhatian Steve memang hanya tertumpah pada Jeannie, tapi ia toh masih dapat mem—

409

bayangkan seorang laki-laki gundul berpenampilan bugar, usia sekitar lima puluhan, bermain dengan terampil dan jejakan kaki yang mantap. Budgen berhasil mengalahkan Jeannie, meskipun Jeannie lebih muda dan lebih kuat daripadanya. Steve berjanji untuk tidak menganggap enteng laki-laki ini.

Telepon itu dijawab seseorang dalam nada tenang dan berwibawa, “Halo?”

“Profesor Budgen, namaku Steven Logan.”

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Apakah aku kenal Anda, Mr. Logan?’

“Belum, Sir. Aku menelepon Anda sehubungan dengan jabatan Anda sebagai pimpinan komite penerapan disiplin Jones Falls University, untuk memberitahukan bahwa aku akan mendampingi Dr. Ferrami besok. Dia sudah siap menghadapi sidang pemeriksaan itu, dan merasa antusias untuk segera

www.ac-zzz.tk

menyelesaikan masalah-masalah yang bertalian dengan tuntutan yang diajukan atas dirinya.”

Nada bicara Budgen amat tenang. “Anda seorang pengacara?”

Steve merasa napasnya mulai memburu, seakan ia habis berlari. Ia mencoba untuk tetap tenang. “Aku masih kuliah di fakultas hukum. Dr. Ferrami tidak dapat membayar seorang pengacara. Namun aku akan mengerahkan seluruh dayaku untuk dapat mewakilinya dalam kasus ini, tapi kalau aku sampai membuat kesalahan, aku akan terpaksa menyerah.” Steve berhenti sebentar, memberikan kesempatan pada Budgen untuk mengucapkan beberapa patah kata ramah, atau sekadar gumaman simpatik; namun ia tidak memperoleh tanggapan, Steve melanjutkan. “Boleh a\u tahu, siapa yang akan mewakili pihak perguruan tinggi?”

“Setahuku mereka sudah menghubungi Henry Quinn, dari Harvey Horrocks Quinn.”

Steve tersentak. Itu nama salah satu biro hukum

410

yang paling tua di Washington. Ia mencoba untuk meninggalkan kesan tenang. “Sebuah biro hukum yang amat terkemuka,” ujarnya sambil tertawa kecil. “O ya?”

Karismanya rupanya tidak mempan untuk menghadapi laki-laki ini. Kini waktunya untuk bersikap sedikit tegar. “Ada satu hal yang kukira ada baiknya kusebutkan. Kita harus mengungkapkan, apa sebetulnya yang menjadi alasan Berrington untuk bersikap begitu keras pada Dr. Ferrami. Kami harap sidang pemeriksaan itu tidak akan mengalami penundaan, apa pun alasannya. Itu akan menjadi beban bagi Dr. Ferrami. Biar bagaimanapun, semuanya mesti dibongkar.”

“Setahuku tidak akan ada penundaan sidang.”

Tentu saja tidak. Steve melanjutkan siasatnya “Tapi andai kata itu sampai terjadi, mohon Anda tahu bahwa Dr. Ferrami tidak dapat menerimanya.” Steve memutuskan untuk mengakhiri percakapan ini. “Profesor, aku berterima kasih atas perhatian Andat dan merasa antusias untuk bertemu dengan Anda besok pagi.”

“Selamat malam.”

Steve menutup pesawatnya. “Wow. persis seperti menghadapi sebongkah gunung es.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie tampak tidak mengerti- “Biasanya dia tidak seperti itu. Mungkin dia cuma lagi bersikap formal.”

Steve yakin bahwa Budgen sudah mengambil keputusan untuk bersikap tidak memihak Jeannie, namun ia tidak mengungkapkan itu kepada Jeanme. “Setidaknya aku sudah menyampaikan ketiga hal yang ingin kita teruskan kepadanya. Dan aku tahu sekarang bahwa JFU akan diwakili oleh Henry Quinn.”

“Hebatkah dia?”

Ia seorang tokoh legendaris. Steve agak ngeri membayangkan akan berhadapan dengan Henry Quinn. Namun ia tidak ingin membuat Jeannie kecil hati. “Quinn memang pernah punya nama, tapi mungkin dia sudah melewati masa-masa jayanya.”

1

411

i

Jeannie menerima fakta itu. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Steve menatapnya. Mantel handuk Jeannie yang berwarna kemerahan tersibak sedikit, dan ia dapat melihat payudaranya yang indah di balik bahan kain yang lembut itu. “Sebaiknya kita telusuri apa-apa yang mungkin akan ditanyakan kepadamu dalam sidang pemeriksaan itu,” ujar Steve dalam nada agak menyesal. “Masih banyak yang hams kita lakukan malam ini.”

412

BAB 37

Jane Edels bo rough jauh lebih menarik dalam keadaan telanjang daripada saat ia berpakaian. Ia berbaring di seprai berwarna merah muda kepucatan, diterangi cahaya sebatang lilin beraroma harum.. Kulitnya yang lembut hening jauh lebih memesona daripada warna-warna tanah yang biasa dikenakannya. Pakaian pakaian longgar yang menjadi favoritnya cende rung menyembunyikan bentuk tubuhnya: bisa dikatakan ia semacam makhluk amazon dengan lekuk buah dada yang dalam serta pinggul lebar. Kesannya memang berat, tapi sesuai dengannya.

Saat berbaring di tempat tidurnya, ia tersenyum menggoda ke arah Berrington yang sedang mengenakan celana pendek birunya. “Wauw, ternyata lebih asyik daripada yang kuperhitungkan,” ujarnya.

www.ac-zzz.tk

Berrington juga merasakan hal yang sama. meskipun ia tidak cukup terbuka untuk mengatakannya. Jane mengetahui hal-hal yang biasanya harus ia ajarkan kepada wanita yang lebih muda, yang biasanya ia ajak naik ke tempat tidur. Iseng-iseng Berrington mempertanyakan pada dirinya, dari mana Jane memperoleh keterampilan itu. Ia memang pernah menikah: suaminya, seorang perokok, meninggal gara-gara kanker paru-paru

413

sekitar sepuluh tahun yang lalu. Kehidupan seks mereka tentunya seru sekali.

Berrington begitu menikmati kebersamaan dengan Jane, sehingga ia tidak perlu berfantasi sebagaimana biasanya, bahwa ia sedang bercinta dengan seorang dewi kecantikan yang terkenal seperti Cindy Crawford, Bridget Fonda, atau Putri Diana. Dan sementara berbaring di sebelahnya, Jeannie membisikkan di telinganya, Terima kasih. Berry, bagiku ini benar-benar yang paling asyik, kau begitu hebat, terima kasih.

“Aku toh merasa agak bersalah,” ujar Jane. “Sudah lama sekali aku tidak begini nakal.”

“Nakal?” ujar Berrington sambil mengikat tali sepatunya. “Aku tidak mengerti maksudmu. Kau kan tidak terikat, berkulit putih, dan sudah berusia dua puluh satu tahun, sebagaimana yang biasa dikatakan orang.” Berrington melihat Jane menggerenyitkan wajahnya: istilah tidak terikat, berkulit putih, dan sudah berusia dua puluh satu tahun itu ternyata secara politis tidak dapat dikatakan tepat. “Setidaknya, kau tidak terikat,” tambah Berrington cepat-cepat.

“Oh, bukan tidur denganmu yang kumaksud dengan nakal,” ujar Jane dalam nada lamban “Masalahnya cuma aku tahu bahwa kau melakukannya denganku karena aku berada dalam komite sidang pemeriksaan itu besok.”

Berrington terenyak persis saat ia sedang memasang dasinya yang bergaris-garis.

Jane berkata lagi, “Maumu kan aku mengira kau melihatku di kafetaria itu, lalu menjadi terpukau oleh daya tarik seksualku?” Ia tersenyum sendu ke arah Berrington. “Aku tidak mempunyai daya tank seksual, Berry, tidak untuk seorang yang begitu memperhatikan penampilan seperti kau. Kau pasti memiliki motif tertentu, dan aku hanya membutuhkan waktu sekitar lima detik untuk mengetahui apa sebetulnya yang kauinginkan.”

414

Berrington merasa dirinya konyol sekali. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

www.ac-zzz.tk

“Di pihak lain, kau memiliki daya tarik seksual. Kau punya karisma dan tubuh yang bagus, kau pintar dalam berpakaian, dan baumu enak. Selain itu, semua orang tahu bahwa kau betul-betul suka pada wanita. Kau punya potensi untuk memanipulasi dan mengeksploitasi mereka, tapi kau juga mencintai mereka. Kau adalah teman kencan untuk semalam yang sempurna, dan aku berterima kasih padamu.”

Sambil mengatakan itu, Jane menarik seprainya untuk menutupi tubuhnya yang telanjang, bergulir ke satu sisi, kemudian memejamkan matanya.

Berrington berusaha mempercepat proses berpakaiannya.

Sebelum pergi, ia duduk di tepi tempat tidur itu. Jane membuka matanya. Berrington berkata, “Kau akan memberikan dukunganmu kepadaku besok?”

Jane duduk tegak, lalu mengecup Berrington dengan hangat. “Aku harus mendengar dulu kasusnya, sebelum aku memutuskan sesuatu,” jawabnya.

Berrington mengenakkan giginya. “Ini sangat berarti bagiku, lebih daripada yang dapat kaubayangkan.”

Jane mengangguk simpatik, namun jawabannya masih belum bisa disebut meyakinkan. “Juga untuk Jeannie Ferrami, kukira.”

Berrington meremas payudara kiri Jane yang terasa lembut dan berat. “Tapi siapa yang lebih berarti bagimu—Jeannie atau aku?”

“Aku tahu bagaimana rasanya menjadi seorang akademikus wanita yang masih muda di sebuah universitas yang didominasi oleh kaum laki-laki. Aku tidak akan pernah melupakan itu.”

“Sial.” Berrington menarik tangannya.

“Kau boleh menginap di sini malam ini, lalu kita dapat melakukannya lagi besok pagi.” •

415

Berrington berdiri. “Aku sedang banyak pikiran.” Jane menutup matanya. “Sayang sekali.” Berrington keluar.

Mobilnya terparkir di pelintasan jalan rumah Jane yang terletak di daerah pinggiran, persis di sebejah Jaguar-nya. Mobil Jaguar itu seharusnya sudah merupakan tanda peringatan untukku, umpat Berrington dalam hati; tanda bahwa di balik apa yang tampak, masih ada sesuatu yang lain. Berrington

www.ac-zzz.tk

merasa dirinya dimanfaatkan, namun ia toh menikmatinya. Ia mempertanyakan, apakah wanita-wanita yang pernah dipikatnya juga merasakan hal yang sama seperti dirinya sekarang.

Dalam perjalanan pulang, ia merasa resah menghadapi sidang pemeriksaan yang akan diadakan keesokan hari itu. Ia sudah punya empat orang yang akan memihaknya dalam komite itu, namun ia gagal memenangkan suara dari Jane. Apakah masih ada yang dapat dilakukannya? Di saat-saat terakhir ini sepertinya tidak.

Begitu ia sampai di rumah, ada sebuah pesan dari Jim. Proust di perangkat penjawab teleponnya Mudah-mudahan bukan berita buruk lagi, pikirnya. Ia duduk di belakang meja tulis di ruang dudukuya, lalu memutar nomor telepon rumah Jim. “Aku Berry.”

“Orang-orang FBI itu mengacau,” ujar Jim tanpa basa-basi.

Hati Berrington langsung menciut. “Ceritakan.” “Mereka menerima instruksi untuk menghentikan pelacakan itu, namun perintah itu datangnya terlambat.” “Sial.”

“Hasil-hasilnya sudah keburu dikirim ke E-mail Jeannie.”

Berrington mulai resah. “Nama-nama siapa saja yang terdapat di daftarnya?”

“Tidak ada yang tahu. Mereka tidak membuat copy-nya.”

Ini benar-benar kelewatan. “Kita harus tahu isinya!”

416

“Mungkin kau bisa mengupayakan sesuatu. Daftar itu tentunya ada di kantornya.”

“Dia tidak bisa masuk ke sana.” Secercah harapan meliputi diri Berrington. ’”•Mungkin dia belum sempat melihatnya.” Semangatnya melambung sedikit.

“Kau bisa lakukan sesuatu?”

“Tentu.” Berrington mengecek arloji Rolex emasnya. “Aku akan ke universitas sekarang juga.” “Hubungi aku lagi secepatnya.” “Oke”

Berrington kembali masuk ke dalam mobilnya, lalu segera meluncur ke arah Jones Falls University. Suasana kampus sudah gelap dan .sepi Ia memarkir mobilnya di luar Nut House, lalu memasuki bangunan itu. Ia tidak terlalu rikuh

www.ac-zzz.tk

lagi menyelinap ke dalam ruang kerja Jeannie untuk kedua kalinya. Peduli apa, terlalu banyak yang harus dipertaruhkannya dibandingkan harga dirinya.

la menyalakan perangkat komputer Jeannie, lalu mengakses E-mail-nya. Ternyata isinya cuma satu. Mudah-mudahan daftar dari FBI itu. la menelusurinya. Di luar harapannya, isinya cuma sebuah pesan dari seorang teman di University of Minnesota:

Kau sudah terima E-mail-ku kemarin? Aku akan ke Balt imore besok, dan aku betul-betul ingin bertemu denganmu lagi, biarpun hanya untuk beberapa menit. Hubungi aku. Banyak sayang. Will.

Jeannie tidak menerima pesan dari laki-laki itu kemarin, karena isinya telah dihapus oleh Berrington. Ia juga tidak akan menerima yang ini. Tapi di mana daftar dari FBI itu? Pasti ia telah merekamnya kemarin pagi, sebelum kamarnya dikunci oleh bagian sekuriti.

417

Di mana ia menyimpannya? Berrington menelusuri hard disk perangkat komputer itu untnk menemukan kata-kata FBI, F.B.l. dengan utik-titik, atau Federal Bureau of Investigation. IaHfdak menemukan apa-apa. Ia memeriksa sebuah kotak disket di dalam lacinya, tapi isinya cuma copy file-file yang ada di komputernya. “Wanita ini bahkan menyimpan copy daftar belanjanya,” gumamnya.

Ia memakai pesawat Jeannie untuk menelepon Jim kembali. “Tidak ada apa-apa,” ujarnya buru-buru.

“Kita harus tahu siapa-siapa yang ada dalam daftar itu!” sembur Jim.

Dalam nada sarkastis Berrington menjawab, “Apa yang sebaiknya kulakukan sekarang, Jim—menculik dan menyiksa dia?”

“Daftar itu pasti ada padanya, kan?”

“Tapi tidak dalam file E-mail-nya, jadi tentunya dia sudah merekamnya.”

“Kalau tidak ada di ruang kerjanya, daftar itu tentunya ada di rumahnya.”

“Masuk akal.” Berrington bisa melihat ke mana arahnya. “Kau bisa atur supaya tempatnya…” la merasa enggan untuk mengatakan bisa digeledah oleh FBI melalui telepon. “Bisa dicek?”

www.ac-zzz.tk

“Kukira begitu. David Creane ternyata gagal memenuhi misinya, jadi dia masih punya utang padaku. Aku akan telepon dia.”

“Besok pagi saja. Sidang pemeriksaan itu akan berlangsung pada pukul sepuluh. Dia bakal sibuk selama beberapa jam.”

“Oke. Akan kuatur itu. Tapi bagaimana kalau dia menyimpannya di dalam tas yang selalu dibawa-bawa-nya? Apa yang harus kita lakukan kalau begitu?”

“Aku tidak tahu. Selamat malam, Jim.”

“Malam.”

Setelah menutup pesawat, Berrington masih duduk

418

di sana selama beberapa saat, sambil melayangkan pandang ke arah ruang sempit yang dibuat menarik oleh Jeannie dengan nuansa-nuansa warna terang dan berani. Kalau ada yang meleset besok, Jeannie akan berada di belakang meja ini kembali sekitar waktu makan siang, dengan daftar FBI itu, melanjutkan lagi penyidikannya, yang akan berakibat hancurnya karier tiga tokoh yang sudah mapan.

Itu tidak boleh terjadi, ujarnya dalam hati. Itu tidak boleh terjadi.

419

JUMAT

di-scan daii di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh:

Dilarang meng-komersil-kanaiaii kesialan menimpii liidiipiiiida selamanya.

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.ccl oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan memmpa liidup anda selamanya.

BAB 38

Jeannie terbangun di dalam mang duduknya yang berdinding putih dan sempit, di sofa hitamnya, dalam pelukan Steve, hanya mengenakan mantel handuknya yang berwarna merah muda.

www.ac-zzz.tk

Bagaimana aku bisa sampai di sini? Mereka telah menghabiskan separuh malam itu dengan mempersiapkan diri untuk menghadapi sidang pemeriksaan yang akan diadakan hari ini. Hati Jeannie menciut; kelanjutan nasibnya akan ditentukan pagi ini

Tapi bagaimana aku sampai bisa berbaring di pangkuannya?

Sekitar pukul tiga pagi ia menguap, lalu menutup matanya sesaat. Lalu…?

Tentunya ia jatuh tertidur.

Entah kapan Steve masuk ke dalam kamar tidur, kemudian mengambil selimut tambalan biru dan pulih dari atas tempat tidur untuk menyelubungi tubuhnya, mengingat ia merasa amat hangat di bawahnya

Tapi Steve tak mungkin bertanggung jawab atas cara ia berbaring, dengan kepala di atas pahanya dan lengan memeluk pinggangnya. Pasti ia sendiri yang melakukan itu, dalam tidurnya. Agak rikuh sebetulnya; wajahnya begitu dekat dengan alat vital Steve. Entah bagaimana

423

penilaian anak muda itu mengenai dirinya. Kelakuannya sedikit keterlaluan. Membuka pakaian di mukanya, kemudian jatuh tertidur di atasnya; ulahnya seakan ia sudah lama menjadi kekasih Steve.

Yah sebetulnya aku punya alasan untuk kelakuanku yang konyol itu. Aku baru saja melewati minggu yang brengsek.

Ia telah diperlakukan seenaknya oleh Opsir McHenty, dirampok oleh ayahnya, dituding oleh New York Times, diancam dengan pisau oleh Dennis Pinker, dipecat oleh universitasnya, dan diserang di dalam mobilnya sendiri. Ia merasa haknya sebagai pribadi dilanggar.

Kepalanya terasa berdenyut-denyut bekas hantaman tinju itu pada hari sebelumnya, namun cedera yang dideritanya tidak hanya secara fisik. Tindakan penyerangan itu juga telah melukai harga dirinya. Begitu teringat pergumulan yang terjadi di dalam mobilnya, amarahnya kembali meledak. Ingin rasanya ia mencengkeram leher laki-laki itu. Bahkan di saat sedang tidak ingat, di bawah sadarnya ia merasa tercemar, seakan nilai keberadaannya berkurang gara-gara peristiwa itu.

Mencengangkan sebetulnya bahwa ia masih bisa tertidur di sofa dengan seseorang yang tampangnya persis seperti kedua penyeranguya. Namun kini ia merasa lebih yakin mengenai Steve. Tak satu pun dari dua orang itu dapat

www.ac-zzz.tk

menghabiskan malam seperti ini, hanya berduaan dengan seorang gadis, tanpa memaksakan diri atasnya.

Jeannie mengerutkan alisnya Samar-samar ia ingat bahwa Steve telah melakukan sesuatu tadi malam; sesuatu yang menyenangkan. Ya, lamat-lamat teringat olehnya bagaimana tangan Steve yang besar mengusap-usap rambutnya dengan lembut, rasanya untuk waktu lama, sementara ia mulai terlelap dalam keadaan nyaman, seperti seekor kucing yang dibelai.

Jeannie tersenyum, kemudian mulai bergerak. Steve langsung menyapanya “Kau sudah bangun.”

424

Jeannie menguap, lalu menggeliat. “Sori, aku tertidur di atasmu. Kau nggak apa-apa?”

“Aliran darah ke kaki kiriku berhenti sejak sekitar pukul lima subuh, tapi begitu mulai terbiasa, aku merasa nyaman.”

Jeannie duduk tegak agar dapat mengamati tampang Steve dengan lebih baik. Pakaiannya kusut sama sekali, rambutnya acak-acakan, dan di wajahnya membayang rambut-rambut yang minta dicukur, tapi selain itu ia betul-betul menggemaskan. “Kau bisa tidur?”

Steve menggeleng. “Aku begitu menikmati keberadaanmu, mengamatimu tidur.”

“Jangan bilang aku ngorok.”

“Kau nggak ngorok. Tapi kau ngiler sedikit, cuma itu.” Ia menunjuk ke suatu bagian lembap di celananya.

“Wah!” Jeannie berdiri. Pandangannya beralih ke jam dindingnya yang berwarna biru terang: sudah pukul delapan lewat tiga puluh. “Kita nggak punya banyak waktu lagi,” ujarnya dalam nada panik. “Sidang pemeriksaan itu akan dimulai pukul sepuluh.”

“Mandilah sementara aku membuat kopi,” ujar Steve dalam nada simpatik.

Jeannie menatapnya. Anak muda ini memang bukan main. “Kau dikirim kemari oleh Santa Klaus?”

Steve tertawa. “Menurut teorimu, aku berasal dari sebuah tabung percobaan.” Wajahnya berubah menjadi serius kembali. “Ah, sudahlah, siapa yang peduli?”

www.ac-zzz.tk

Suasana hati Jeannie ikut suram. Ia masuk ke kamar tidur, menjatuhkan pakaiannya di lantai, ialu masuk ke kamar mandi. Saat mencuci rambut, ia merenungkan kembali perjuangan kerasnya selama sepuluh tahun terakhir ini: usaha untuk meraih beasiswa, latihan tenis secara intensif untuk mengimbangi jam-jam belajarnya yang panjang; sikap pembimbingnya yang kurang simpatik saat ia berusaha meraih gelar doktornya, la telah bekerja seperti robot untuk mencapai apa yang berhasil

425

diraihnya kini, dan semua itu karena ia ingin menjadi ilmuwan dan membantu umat manusia untuk lebih mengerti mengenai keberadaan mereka. Dan kini Berrington Jones akan membuyarkan semua itu dengan begitu saja.

Mandi membuatnya merasa lebih enak. Saat ia mengeringkan tubuh, pesawat teleponnya berdering, la meraih pesawat yang terletak di sebelah tempat tidurnya. “‘Ya.”

“Jeannie, ini Patty.”

“Hai, ada apa?”

“Daddy muncul.”

Jeannie duduk di tempat tidurnya. “Bagaimana keadaannya?”

“Tidak punya uang sepeser pun, tapi sehat.”

“Dia sudah ke tempatku,” ujar Jeannie. “Dia muncul pada hari Senin. Hari Selasa dia agak ngambek, karena aku tidak masak untuknya malam-malam. Hari Rabu dia pergi, dengan komputerku, TV-ku, dan perangkat stereoku. Rupanya hasil perolehannya sudah dia habiskan atau dia pakai untuk main judi.”

Patty terbengong. “Oh, Jeannie, brengsek sekali!”

“Hebat, kan? Sebaiknya kausimpan barang-barang ber-hargamu.”

“Menjarah dari keluarganya sendiri! Wah, gawat, kalau Zip sampai tahu, dia bakal diusir.”

“Patty, masalahku sebetulnya lebih serius dari itu. Ada kemungkinan aku akan dipecat dari pekerjaanku hari ini.”

“Jeannie, kenapa?”

www.ac-zzz.tk

“Aku nggak punya waktu menjelaskannya padamu sekarang, tapi aku akan meneleponmu nanti.” “Oke.”

“Kau sudah ketemu Mom?” “Setiap hari.”

“Oh, bagus, aku merasa lebih enak sekarang. Aku sudah pernah ngobrol dengannya sekali, kemudian sewaktu aku meneleponnya lagi, dia sedang makan siang.”

426

“Orang-orang itu memang kurang simpatik. Kita harus berusaha mengeluarkan Mom dari situ secepatnya.”

Dia bakal terpaksa tinggal di sana lebih lama lagi kalau aku sampai dipecat hari ini. “Aku akan meneleponmu lagi nanti.”

“Semoga kau sukses!”

Jeannie menutup pesawatnya. Ia melihat secangkir kopi yang masih mengepul di meja samping tempat tidurnya. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan takjub. Memang hanya secangkir kopi, tapi yang paling mencengangkan adalah cara Steve mengetahui apa yang betul-betul dibutuhkannya. Sikap spontannya begitu wajar. Dan ia tidak mengharapkan apa-apa sebagai balasan. Berdasarkan pengalamannya, kalau seorang laki-laki mendahulukan kebutuhan teman wanitanya di atas kebutuhannya sendiri, ia akan mengharapkan si wanita berlaku sebagai geisha selama sebulan sebagai balasannya.

Steve ternyata lain. Andai kata aku tahu masih ada laki-laki model*begini, aku sudah memesan satu dari dulu.

Jeannie telah melakukan segalanya sendiri, selama seluruh masa dewasanya. Ayahnya tidak pernah ada untuk menunjangnya. Sejak dulu Mom memang keras, tapi akhirnya kekerasannya malah menjadi masalah yang hampir mengimbangi kelemahan Daddy. Mom sudah menyusun rencana untuk Jeannie, dan ia tetap bersikeras untuk mempertahankannya, la ingin Jeannie menjadi penata rambut. Ia bahkan mengupayakan agar Jeannie mendapat pekerjaan, dua minggu sebelum ulang tahunnya yang keenam belas, yaitu dengan mencuci rambut dan menyapu lantai di Salon Alexis di Adams-Morgan. Cita-cita Jeannie untuk menjadi ilmuwan betul-betul ia anggap tidak masuk akal. “Kau bisa menjadi penata rambut terkemuka sebelum gadis-gadis lain lulus dari perguruan tinggi!” ujar Mom ketika itu. Ia tidak pernah bisa mengerti, mengapa Jeannie marah dan bahkan menolak untuk mampir di salon itu.

427

www.ac-zzz.tk

Ia tidak sendirian hari ini. Ia memiliki Steve yang akan memberikan dukungan kepadanya. Bukan masalah baginya bahwa anak muda itu masih belum punya pengalaman—seorang pengacara Washington yang mapan belum tentu akan membuat lima orang profesor terkesan. Yang terpenting adalah ia hadir di sana.

Jeannie mengenakan mantel mandinya, lalu memanggil Steve. “Kau mau mandi?”

“Tentu.” Steve masuk ke kamar tidur itu. “Andai kata aku punya sehelai kemeja bersih.”

“Aku tidak punya kemeja untuk laki-laki—eh, tunggu dulu, aku punya.” Ia teringat kemeja Ralph Lauren putih yang dipakai Lisa sewaktu peristiwa kebakaran itu. Kemeja itu milik seseorang dari departemen matematika. Jeannie sudah membawanya ke binatu, dan sekarang kemeja itu tersimpan di lemari pakaiannya, masih dibungkus kertas cellophane. Ia memberikannya kepada Steve.

“Ukuranku, tujuh belas tiga puluh enam,” ujar Steve. “Hebat.”

“Jangan kautanyakan padaku dari mana asalnya. Ceritanya panjang sekali,” ujar Jeannie. “Rasanya aku punya dasi di suatu tempat.” Ia membuka sebuah laci, lalu mengeluarkan sehelai dasi biru berbintik-bintik dari bahan sutra, yang kadang-kadang ia pakai dengan blus putih, untuk penampilan sedikit maskulin. “Nih.”

“Trims.” Steve masuk ke kamar mandinya yang kecil.

Jeannie merasa sedikit kecewa. Semula ia berharap akan melihat Steve membuka kemejanya. Dasar laki-laki, ujarnya dalam hati; yang brengsek mengekspos dirinya tanpa diminta, yang baik-baik sealim biarawan.

“Aku boleh pinjam pisau cukurmu?” seru Steve.

“Ya, silakan.” Sebuah catatan pribadi: bercintalah dengannya sebelum dia menjadi semacam saudara laki-laki bagimu.

Jeannie mencari setelan hitamnya yang terbaik, lalu

428

teringat bahwa ia telah membuangnya di tempat sampah kemarin. “Konyol banget,” umpatnya. Mungkin ia bisa memungutnya kembali, tapi kondisinya pasti kusut dan kotor. Ia memiliki sebuah blazer berwarna biru; ia bisa

www.ac-zzz.tk

memakai itu dengan sehelai baju kaus putih dan celana panjang hitam. Agak mencolok memang, tapi sepertinya pas.

Ia duduk di muka cerminnya, lalu mulai memakai make-upnya. Steve keluar dari kamar mandi. Penampilannya formal dan tampan dalam kemeja dan dasi. “Masih ada roti berbumbu kayu manis di lemari es,” ujar Jeannie. “Kau bisa memasukkannya ke dalam microwave kalau kau lapar.”

“Asyik,” ujar Steve. “Kau juga mau?”

“Aku terlalu tegang untuk makan. Tapi aku mau secangkir kopi lagi.”

Steve mengantarkan kopi selagi ia menyelesaikan make-up-nya. Cepat-cepat ia meminumnya, lalu berpakaian. Pada saat ia muncul di ruang duduk, Steve sedang duduk di meja dapur. “Ketemu rotinya?’

“Ya.”

“Lalu kauapakan?”

“Kauhilang kau nggak lapar, jadi kuhabiskan semuanya.”

“Keempat-empatnya?”

“Ehm… sebetulnya ada dua paket tadi.”

“Kau memakan delapan buah roti?”

Tampang Steve menjadi serba salah. “Aku Japar.”

Jeannie tertawa. “Ayo.”

Saat ia memutar tubuh. Steve mencengkeram lengannya. “Sebentar.” “Kenapa?”

“Jeannie, aku senang berteman dan menghabiskan waktuku bersamamu, tapi kau juga harus mengerti bahwa bukan hanya itu yang kuinginkan.”

“Aku tahu itu.”

429

“Aku jatuh cinta padamu.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie melihat ke dalam matanya. Rupanya ia betul-betul tulus. “Aku juga mulai merasa tergantung padamu,” ujarnya dalam nada ringan.

“Aku ingin bercinta denganmu, dan aku begitu menginginkannya, sampai terasa menyakitkan.”

Aku tidak berkeberatan menbicarakan hal-hal seperti ini dengannya sepanjang hari. pikir Jeannie. “Begini,” katanya, “kalau nafsu bercintamu sebesar nafsu makanmu, aku adalah milikmu.”

Steve tampak kecewa, dan Jeannie menyadari bahwa ia telah salah ucap.

“Maafkan aku,” ujarnya. “Bukan maksudku untuk melucu.”

Steve angkat bahu.

Jeannie meraih tangannya. “Dengar. Mula-mula kita akan melakukan sesuatu untuk menyelamatkan aku. Kemudian kita akan menyelamatkanmu. Sesudah itu baru kita berhura-hura.”

Steve meremas tangan Jeannie. “Oke.”

Mereka melangkah keluar. “Ayo kita naik satu mobil saja,” ujar Jeannie. “Kau akan kuantar untuk menjemput mobilmu nanti.”

Mereka masuk ke dalam Mercedes Jeannie. Radionya langsung berbunyi pada saat ia menyalakan mesinnya. Saat melesat di’antara keramaian 41st Street, Jeannie mendengar pembaca siaran berita menyebutkan sesuatu mengenai Genetico. Ia membesarkan volume radionya. ‘Senator Jim Proust, mantan kepala CIA, diharapkan akan memberikan konfirmasinya hari ini untuk mewakili Partai Republik dalam pemilihan calon presiden tahun depaa Dia menjanjikan dalam kampanyenya sepuluh persen pajak pemasukan, yang akan disalurkan sebagai dana untuk kesejahteraan. Pendanaan kampanye itu bukan masalah, komentar sebuah sumber, mengingat dia akan menerima enam puluh juta dolar dari transaksi

430

pengambilalihan perusahaan riset medisnya, Genetico. Dalam bidang olahraga, Philadelphia Rams…”

Jeannie mematikan radio itu. “Apa komentarmu mengenai itu?’

Steve menggeleng-gelengkan kepalanya dengan prihatin. “Taruhannya semakin tinggi,” ujarnya “Kalau kita bongkar kisah Genetico yang sebenarnya, lalu

www.ac-zzz.tk

penawaran akuisisi itu dibatalkan, Jim Proust tidak bakal bisa menutupi kampanye pencalonannya sebagai presiden. Sementara itu, Proust seorang tokoh yang benar-benar keras; tidak punya hati nurani, mantan CIA, tidak mendukung soal pembatasan pemilikan senjata, dan lain-lain. Kau sedang menghalangi jalan beberapa tokoh yang amat berbahaya, Jeannie.”

Jeannie mengertakkan giginya. “Itu membuat segalanya menjadi lebih layak diperjuangkan. Aku dibesarkan dengan dana kesejahteraan, Steve. Kalau Proust sampai menjadi presiden, gadis-gadis seperti aku akan selamanya menjadi penata rambut.”

431

BAB 39

Sekelompok pengunjuk rasa berdiri di luar Hillside Hall, gedung kantor tata usaha Jones Falls University. Sekitar tiga puluh atau empat puluh orang mahasiswa, yang kebanyakan wanita, bergerombol di muka tangganya. Suasananya tenang dan tertib. Begitu berada lebih dekat, Steve membaca sebuah spanduk:

Kembalikan Posisi Ferrami Sekarang Juga!

Di mata Steve, mi suatu pertanda baik. “Mereka mendukungmu,” ujarnya pada Jeannie.

Jeannie memusatkan perhatiannya ke arah tulisan tulisan itu. Secercah rona membayang di wajahnya. “Rupanya begitu. Wauw, jadi ada yang sayang juga padaku.”

Sebuah spanduk lain berbunyi:

Jangan lakukan ini pada JF

Sambutan meriah terdengar begitu mereka melihat Jeannie. Jeannie menghampiri mereka sambil tersenyum Steve mengikutinya dari belakang. Tidak semua profesor

432

akan menerima dukungan demikian spontan dari para mahasiswa. Jeannie berjabat tangan dengan yang laki-laki, serta mencium yang perempuan. Steve menyadari bahwa dirinya sedang diawasi oleh seorang wanita pirang yang cantik.

www.ac-zzz.tk

Jeannie merangkul seorang wanita yang lebih tua di dalam kerumunan itu. “Sophie!” serunya. “Aku harus bilang apa?”

“Semoga sukses di dalam sana.” ujar wanita itu.

Jeannie menarik dirinya dari kerumunan orang dengan wajah berseri, lalu mereka melangkah ke arah gedung itu. Steve berkata, “Yah, mereka menganggap kau harus mempertahankan posisimu.”

“Aku nggak bisa ungkapkan kepadamu betapa besar artinya itu bagiku,” ujar Jeannie. “Wanita yang lebih tua itu adalah Sophie Chappie, seorang profesor di departemen psikologi. Aku mengira dia benci padaku Aku masih nggak bisa percaya bahwa dia berdiri di sana untuk memberikan dukungannya padaku.”

“Siapa cewek cantik yang berdiri di deretan depan?”

Jeannie menatapnya dengan aneh. “Kau tidak mengenalinya?”

“Aku yakin aku tidak pernah bertemu dengannya, tapi dia terus mengawasi aku.” Kemudian ia menebak. “Astaga, tentunya dia si korban.”

“Lisa Hoxton.”

“Pantas dia terus mengawasi aku.” Steve menoleh ke belakang lagi. Gadis itu cantik dan lincah, posturnya pendek dan agak gemuk. Ia telah disergap oleh kembaran Steve, diempaskan ke lantai, dan dipaksa untuk melayaninya. Suatu perasaan marah melanda Steve. Ia cuma seorang wanita muda biasa, tapi kini mimpi buruk itu akan terus menghantuinya seumur hidup.

Bangunan tata usaha itu dulunya sebuah rumah tua yang megah. Jeannie menggiring Steve melintasi sebuah serambi berlantai marmer, melalui sebuah pintu yang

433

ditandai dengan tulisan Old Dining Room, ke dalam sebuah ruangan suram bergaya baronial langit-langit tinggi, jendela-jendela Gotik yang sempit, dan perabotan berkaki besar dari kayu ek. Sebuah meja panjang berdiri di muka pendiangan dari ukiran batu.

Empat orang laki-laki dan seorang wanita setengah baya duduk di belakang meja itu. Steve mengenali laki-laki gundul yang duduk di tengah-tengah sebagai lawan main tenis Jeannie, Jack Budgen. Jadi, inilah komitenya, ujarnya pada dirinya—grup yang akan menentukan nasib Jeannie di masa mendatang. Ia menarik napas dalam-dalam.

www.ac-zzz.tk

Sambil mendoyongkan tubuh ke muka, ia menjabat tangan Jack Budgen dan berkata, “Selamat pagi, Dr. Budgen. Aku Steven Logan. Kita sudah berbincang-bincang kemarin.” Instinguya mulai mengambil alih situasi, dan dari dalam dirinya memancar rasa percaya diri yang menenangkan, yang sebetulnya berlawanan dengan apa yang sedang ia rasakan. Ia berjabat tangan dengan masing-masing anggota komite, dan mereka menyebutkan nama mereka.

Masih ada dua orang lagi yang duduk” di sebuah meja di pojok. Laki-laki bertubuh kecil dalam setelan jas berwarna biru laut adalah Berrington Jones, yang berjumpa dengan Steve pada hari Senin yang lalu. Laki-laki kurus berambut warna pasir dalam setelan jas abu-abu bergaris halus tentunya Henry Quinn. Steve berjabat tangan dengan kedua laki-laki itu.

Quinn menatapnya dengan pandangan angkuh, lalu berkala “Sudah berapa banyak pengalamanmu, anak muda?”

Steve tersenyum ramah ke arahnya, kemudian dalam nada rendah, sehingga tidak mungkin terdengar oleh yang lain, ia menjawab, “Sial kau, Henry.”

Quinn menggerenyit, seakan baru kena tampar, sementara Steve berkata pada dirinya, “Itu terakhir kali dia melecehkan aku.”

434

Ia menarik sebuah kursi untuk Jeannie, lalu mereka berdua duduk.

“Oke, mungkin ada baiknya kita segera mulai,” ujar Jack. “Prosedur ini bersifat tidak formal. Dan saya yakin semua sudah menerima copy dari rubrik ini, serta paham mengenai peraturan-peraturannya. Tuntutan dilakukan oleh Profesor Berrington Jones, yang mengusulkan agar Dr. Jean Ferrami dibebastugaskan karena telah mencemarkan reputasi Jones Falls University.”

Saat Budgen membuka acara itu, Steve mengawasi para anggota komite, sambil berharap ada tanda-tanda yang menunjukkan simpati. Situasinya ternyata tidak begitu meyakinkan. Hanya si wanita, Jane Edelsborough, yang mau menatap Jeannie; yang lain menghindari tatapan matanya. Empat berbanding satu, pada bahak awal, ujar Steve pada dirinya. Tidak begitu baik.

Jack berkata”, “Berrington diwakili oleh Mr. Quinn.”

Quinn berdiri, lalu membuka tas kerjanya. Steve melihat ada noda kekuningan bekas rokok pada jari-jarinya. Ia mengeluarkan setumpuk copy artikel New York Times yang sudah diperbesar mengenai Jeannie, yang kemudian ia bagikan kepada semua yang hadir di ruangan itu. Meja yang digunakan sidang itu jadi penuh dengan lembaran-lembaran kertas yang berbunyi KEETISAN PENELITIAN GEN: KERESAHAN, KECEMASAN, DAN SUATU KETIDAKSEPAKATAN. Pengingat

www.ac-zzz.tk

nyata yang andal akan masalah yang ditimbulkan Jeannie. Steve berandai ia juga memiliki kertas-kertas semacam itu untuk dibagikan, sehingga ia dapat menutup berkas-berkas yang disebar Quinn.

Gebrakan sederhana dan efektif dari Quinn ini membuat Steve merasa diintimidasi. Bagaimana mungkin ia dapat bersaing dengan seorang laki-laki yang mungkin sudah punya pengalaman selama tiga puluh tahun dalam sidang pengadilan? Aku tidak bisa memenangkan ini,

435

ujarnya pada dirinya, sementara kepanikan mulai melandanya.

Quinn mulai membuka mulut. Suaranya bersih dan tepat, tanpa aksen sedikit pun. Gaya bicaranya tenang dan sok menguliahi. Steve berharap ia menggunakan pendekatan yang keliru dalam menghadapi sidang juri yang terdiri atas kaum intelektual yang -tidak butuh penguraian secara mendetail. Quinn memberikan rangkuman sejarah komite penerapan disiplin itu serta menjelaskan posisinya dalam tata organisasi universitas. Ia mendefinisikan arti “mencemarkan reputasi”, lalu menampilkan copy kontrak kerja Jeannie. Steve merasa lebih enak saat Quinn mulai melantur.

Akhirnya ia menyelesaikan bagian pembukaannya, lalu mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Berrington. Ia mengawalinya dengan menanyakan kapan Berrington pertama kali mendengar tentang program pelacakan komputer Jeannie.

“Pada hari Senin sore yang lalu,” sahut Berrington. la mengulangi isi percakapan antara dirinya dan Jeannie. Ceritanya ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah diungkapkan Jeannie kepada Steve.

Kemudian Berrington berkata, “Begitu aku mengerti tekniknya, kukatakan padanya bahwa menurutku tindakan itu ilegal.”

Jeannie langsung berteriak: “Apa?”

Quinn tidak menggubrisnya dan bertanya kepada Berrington. “Lalu bagaimana reaksinya?”

“Dia marah-marah…”

“Kau bohong!” seru Jeannie.

Berrington menjadi rikuh mendengar tudingan itu

www.ac-zzz.tk

Jack Budgen menengahi. “Mohon jangan dipotong,” ujarnya.

Steve mengawasi reaksi para anggota komite. Mereka semua menoleh ke arah Jeannie; mau tak mau. Steve

436

mencengkeram lengan Jeannie, seakan untuk menahannya.

“Omongannya tidak benar!” protes Jeannie.

“Lalu apa yang kauharapkan?” sahut Steve dalam nada rendah. “Ini kan cuma siasatnya.”

“Aku minta maaf.” bisik Jeannie.

“Tidak usah,” sahut Steve di telinganya. “Jangan kau tahan-tahan Mereka akan melihat bahwa amarahmu tidak dibuat-buat”

Berrington melanjutkan, “Dia menjadi berangasan, persis seperti sekarang. Dia mengatakan kepadaku bahwa dia berhak melakukan apa yang mau dia lakukan; dia memiliki kontrak.”

Salah seorang anggota komite, Tenniel Biddenham, mengerutkan alis, jelas-jelas tak senang bahwa seorang anggota staf fakultas yang lebih muda menggunakan kontraknya untuk menyudutkan profesornya. Berrington memang lihai, pikir Steve. Ia tahu cara mengubah suatu situasi agar menguntungkan bagi dirinya.

Quinn bertanya kepada Berrington. “Lalu apa yang Anda lakukan?”

“Yah, aku mulai menyadari bahwa mungkin aku salah. Aku bukan pengacara. Karena itu aku memutuskan untuk meminta advis secara hukum. Kalau apa yang kukhawatirkan ternyata relevan, aku bisa mengambil tindakan yang diperlukan. Tapi jika ternyata apa yang dilakukannya tidak merugikan siapa-siapa, aku akan melupakan seluruh peristiwa itu.”

“Dan Anda menghubungi seorang pengacara?”

“Ternyata aku sudah kedahuluan Sebelum aku sempat menemui seorang pengacara, berita itu sudah sampai ke tangan New York Times.”

“Bohong!” bisik Jeannie.

“Kau yakin?” tanya Steve padanya.

www.ac-zzz.tk

“Ya.”

Ia membuat catatan.

437

“Tolong ceritakan pada kami apa yang terjadi pada hari Rabu itu,” ujar Quinn kepada Berrington.

“Apa yang kukhawatirkan ternyata menjadi kenyataan. Pimpinan universitas, Maurice Obell, memanggilku ke kantornya dan meminta aku menjelaskan kenapa dia ditelepon secara gencar oleh pihak pers mengenai suatu riset di departemenku. Kami membuat konsep pernyataan untuk pers sebagai suatu basis untuk diskusi, lalu kami memanggil Dr. Ferrami.”

“Ya Tuhan!” gumam Jeannie.

Berrington melanjutkan, “Dia menolak untuk membahas pernyataan pers itu. Sekali lagi dia marah-marah tidak keruan, menekankan bahwa dia dapat melakukan apa yang ingin dia lakukan, lalu menghambur keluar.”

Steve menoleh dengan tatapan bertanya ke arah Jeannie. Dalam nada rendah Jeannie berkata, “Lihai sekali. Mereka menyodorkan surat pernyataan pers itu kepadaku sebagai sebuah fait accompli.”

Steve mengangguk, namun memutuskan untuk tidaic menekankan masalah ini dalam giliran tanya-jawabnya. Pihak komite mungkin akan berpendapat bahwa tidak seharusnya Jeannie menghambur keluar dengan begitu saja dari ruangan itu.

“Si reporter mengungkapkan kepada kami bahwa dia hams mengejar deadline-nya sore itu,” sambung Berrington dalam nada meyakinkan. “Dr. Obell memutuskan bahwa pihak universitas harus mengeluarkan suatu pernyataan tegas, dan harus kuakui bahwa aku sependapat dengannya.”

“Dan apakah pernyataan yang Anda keluarkan memperoleh tanggapan sebagaimana yang Anda harapkan?”

“Tidak. Situasinya malah semakin kacau. Tapi itu benar-benar karena ulah Dr. Ferrami. Dia menyatakan kepada si reporter bahwa dia bertekad untuk mengabai

438

www.ac-zzz.tk

kan peringatan kami dan bahwa tidak ada yang dapat kami lakukan mengenai itu.”

“Apakah ada pihak lain di luar kalangan universitas yang menanggapi cerita ini?”

“Tentu saja ada.”

Cara Berrington menjawab pertanyaan itu membuat Steve tergugah, dan ia membuat catatan.

“Aku ditelepon oleh Preston Barck, presiden direktur Genetico, yang juga donor utama bagi universitas kita, yang secara khusus mendanai seluruh program riset mengenai kekembaran itu,” ujar Berrington. “Wajar jika dia prihatin mengenai cara uangnya digunakan. Artikel itu menampilkan kesan seakan pihak yang berwewenang di universitas ini betul-betul impoten. Preston mengatakan kepadaku, ‘Siapa yang mengelola sekolah itu sebenarnya?’ Memalukan sekali.”

“Apa yang membuat Anda begitu prihatin? Perasaan rikuh karena merasa dilecehkan oleh seorang anggota staf fakultas yang lebih-muda?”

“Tentu saja tidak. Yang menjadi masalah adalah rusaknya nama baik Jones Falls gara-gara ulah Dr. Ferrami.”

Gebrakan bagus, ujar Steve pada dirinya. Jauh di bawah sadar mereka, para anggota komite itu tentunya tidak suka dilecehkan oleh seorang asisten profesor. Berrington berhasil memenangkan simpati mereka. Tapi Quinn langsung bergerak untuk mengangkat seluruh permasalahan ini ke tingkatan yang lebih tinggi, sehingga mereka dapat mengatakan kepada diri mereka sendiri bahwa dengan memecat Jeannie, mereka melindungi reputasi universitas, bukan sekadar menghukum seorang bawahan yang keterlaluan.

Berrington berkata, “Sebuah universitas hendaknya cukup peka dalam menghadapi isu-isu yang berhubungan dengan keleluasaan pribadi. Kita menerima uang dari para donor, dan para mahasiswa bersaing keras untuk mendapatkan tempat di sini, karena universitas ini me

439

rupakan salah sebuah institusi pendidikan paling terkemuka di negeri ini. Tudingan bahwa kita kurang memperhatikan hak sipil pribadi amatlah merugikan.”

Suatu formulasi yang mengena, dan seluruh jajaran rupanya sependapat Steve mengangguk untuk menunjukkan bahwa ia pun menyetujui itu, sambil berharap

www.ac-zzz.tk

mereka akan melihat dan menarik kesimpulan bahwa ini bukan pokok permasalahannya saat ini.

Quinn bertanya kepada Berrington, “Jadi, berapa banyak pilihan yang Anda hadapi sejauh ini?”

“Cuma satu. Kita harus menunjukkan bahwa kita tidak merestui tindakan melanggar hak keleluasaan pribadi yang dilakukan oleh para peneliti universitas ini. Kita juga harus menunjukkan bahwa kita memiliki wewenang untuk menerapkan peraturan-peraturan kita sendiri. Caranya adalah dengan memecat Dr. Ferrami. Tidak ada alternatif lain.”

“Terima kasih, Profesor,” ujar Quinn, lalu duduk.

Steve merasa pesimis. Ternyata Quinn memang selihai yang diduganya. Ucapan-ucapan Berrington betul-betul meyakinkan. Ia telah berhasil tampil sebagai sosok berkepala dingin dan amat prihatin yang sedang mengupayakan jalan keluar dalam menghadapi seorang bawahan yang berangasan dan urakan. Cara yang amat meyakinkan untuk merangkum suatu kenyataan: Jeannie memang berangasan.

Tapi situasinya bukan begitu. Hanya itulah pegangan Steve. Jeannie berada di pihak yang benar. Ia hanya perlu membuktikan itu.

Jack Budgen berkata, “Ada pertanyaan-pertanyaan yang ingin Anda ajukan, Mr. Logan?”

“Tentu,” sahut Steve. Sesaat ia menahan napas, untuk mengumpulkan seluruh pikirannya.

Ini merupakan momentum yang diimpi-impikannya. Ia tidak berada di dalam ruang pengadilan: ia bahkan belum menjadi seorang pengacara sungguhan, tapi ia

440

sedang membela sosok kambing hitam melawan ketidakadilan suatu institusi yang amat berwibawa. Situasinya tidak menguntungkan baginya, namun kebenaran berada di pihaknya. Inilah yang menjadi angan-angannya.

Ia berdiri, lalu mengarahkan pandangannya lurus-lurus kepada Berrington. Andai kata teori Jeannie memang benar, laki-laki itu akan merasa rikuh dalam menghadapi situasi begini. Ibarat Dr. Frankenstein sedang diinterogasi oleh monster ciptaannya sendiri. Steve ingin memanipulasi itu sedikit, untuk menggoyahkan Berrington, sebelum mulai melontarkan pertanyaan-penanyaannya.

www.ac-zzz.tk

“Anda mengenal aku, bukan, Profesor?” ujar Steve.

Berrington tampak agak terkesima. “Oh… rasanya kita pernah bertemu pada hari Senin, ya.”

“Dan Anda tahu mengenai diriku.”

“A-aku… tidak begitu mengerti maksud Anda.”

“Aku menjalani tes selama sehari di laboratorium Anda, sehingga Anda tentunya memiliki banyak informasi mengenai diriku.”

“Aku mengerti sekarang maksud Anda, ya.”

Berrington tampak serba salah.

Steve bergerak ke belakang kursi yang diduduki Jeannie, sehingga mereka semua terpaksa menatap ke arahnya. Tentunya lebih sulit berpikir negatif mengenai seseorang yang secara polos dan amat terbuka akan membalas tatapanmu.

“Profesor, izinkan aku memulai dengan pernyataan Anda yang pertama, di mana Anda menyatakan niat Anda untuk mendapatkan advis secara hukum setelah pembicaraan Anda dengan Dr. Ferrami pada hari Senin.”

“Ya.”

“Anda tidak sampai menemui seorang pengacara.” “Betul, aku kedahuluan oleh beberapa peristiwa.” “Anda tidak membuat perjanjian untuk bertemu dengan seorang pengacara.”

441

“Waktunya tidak cukup….”

“Dalam tenggang waktu dua hari antara percakapan Anda dengan Dr. Ferrami dan pembicaraan Anda dengan Dr. Obell mengenai artikel di New York Times, Anda bahkan iidak pernah meminta sekretaris Anda untuk membuat perjanjian dengan seorang pengacara.”

“Memang tidak.”

“Pun Anda tidak meminta rekomendasi siapa-siapa, atau mendiskusikannya dengan salah satu kolega Anda, untuk menemukan seseorang yang cukup andal.”

www.ac-zzz.tk

“Betul.”

“Nyatanya Anda tidak cukup marnpu untuk memperkuat pernyataan ini.”

Berrington tersenyum penuh percaya diri. “Tapi aku memiliki reputasi sebagai orang yang jujur.”

“Dr. Ferrami masih ingat dengan jelas isi pembicaraan itu.”

“Bagus.”

“Menurutnya, Anda tidak pernah menyinggung soal masalah legal atau pelanggaran hak keleluasaan pribadi. Yang Anda pertanyakan ketika itu hanyalah apakah sarana itu dapat diandalkan.”

“Mungkin dia lupa mengenai itu.”

“Atau mungkin Anda yang keliru ingat.” Steve merasa ia memenangkan bagian itu, kemudian dengan cepat ia mengubah siasatnya. “Apakah reporter New York Times, Ms. Freelander, mengungkapkan kepada Anda dari mana dia tahu mengenai apa yang sedang ditekuni Dr. Ferrami?”

“Andai kata itu memang dia lakukan, Dr. Obell tidak meneruskannya kepadaku.”

“Jadi, Anda tidak mempertanyakan itu?” “Tidak.”

“Apakah terpintas dalam diri Anda untuk mempertanyakan dari mana dia tahu?”

442

“Kukira para reporter tentunya memiliki sumber-sumber mereka.”

“Mengingat Dr. Ferrami belum pernah mempublikasi apa-apa mengenai proyek ini, sumber itu tentunya salah seorang individu.”

Berrington tampak bingung, lalu menoleh ke arah Quinn untuk mendapatkan arahan. Quinn berdiri. “Sir,” ujarnya ke arah Jack Budgen. “Sebaiknya saksi tidak diarahkan untuk berspekulasi.”

Budgen mengangguk.

Steve berkata, “Tapi sidang pemeriksaan ini bersifat informal—kita tidak usah terlalu terikat pada tata krama pengadilan yang kaku.”

www.ac-zzz.tk

Jane Edelsborough membuka mulutnya untuk pertama kali. “Pertanyaan itu sepertinya menarik dan cukup relevan bagiku. Jack.”

Berrington melontarkan pandangan marah ke arahnya, namun Jane hanya angkat bahu, seakan minta maaf. Suatu gerakan yang berkesan intim, dan Steve mulai mempertanyakan bagaimana hubungan di antara kedua orang itu.

Budgen menunggu, mungkin mengharapkan komentar dari salah seorang anggota komite lain sebelum mengambil keputusan sebagai ketua; namun tidak ada yang bereaksi. “Baik,” sahutnya selang beberapa saat. “Silakan dilanjutkan, Mr. Logan.”

Steve hampir tak percaya bahwa ia memenangkan bahak pertama ini. Rupanya para profesor kurang berkenan dikuliahi seorang pengacara yang sok mapan mengenai apa yang sah dan apa yang tidak sah dalam suatu proses interogasi. Tenggorokannya terasa kering menahan rasa tegang. Ia menuang air dari sebuah wadah ke dalam gelas dengan tangan bergetar.

Ia minum seteguk, kemudian mengalihkan perhatiannya kembali kepada Berrington. “Ternyata Ms. Freelander tahu lebih banyak, bukan hanya secara umum, tentang pekerjaan Dr. Ferrami, bukan?”

443

“Ya.”

“Dia tahu persis cara Dr. Feirami melacak pasangan kembar identik yang dibesarkan secara terpisah melalui sistem database nya Ini merupakan suatu teknik baru, yang dikembangkan oleh Dr. Ferrami sendiri, dan hanya diketahui oleh Anda dan beberapa kolega lain di departemen psikologi.”

“Kalau ingin Anda katakan begitu.”

“Sepertinya informasi ini berasal dari dalam departemen itu sendiri, bukan?”

“Mungkin.”

“Motivasi apa yang mungkin dimiliki seorang kolega untuk mempublikasi secara negatif kegiatan serta pekerjaan Dr, Ferrami?”

“Aku sungguh-sungguh tidak tahu.”

“Tapi sepertinya ini ulah seorang saingan yang berhati jahat, atau mungkin iri—bukankah begitu?”

www.ac-zzz.tk

“Mungkin.”

Steve mengangguk dengan puas. Ia merasa menemukan arah, menguasai medannya. Ia mulai merasa mungkin ia toh bisa menang.

Jangan terlalu terbawa, ujarnya mengingatkan diri. Berhasil mengumpulkan angka belum berarti kau akan menang.

“Bagaimana kalau kita melangkah ke pernyataan Anda yang kedua? Ketika Mr. Quinn menanyakan kepada Anda apakah ada pihak-pihak di luar kalangan universitas yang menanggapi artikel surat kabar itu. Anda menjawab, ‘Tentu saja ada.’ Apakah Anda masih akan mempertahankan pernyataan itu?”

“Ya.”

“Persisnya berapa kali Anda menerima telepon dari para donor universitas ini, kecuali yang Anda terima dari Preston Barck?”

“Ehm, aku sempat berbicara dengan Herb Abrahams…”

Steve dapat merasakan bahwa Berrington sedang ber—

444

usaha menutupi sesuatu. “Maaf memotong Anda, Profesor.” Berrington tampak tertegun, namun ia mendengarkan. “Mr. Abrahams-kah yang menelepon Anda, atau sebaliknya?”

“Ehm. rasanya aku yang menelepon Herb.”

“Kita akan bahas itu kembali nanti. Kini sebutkanlah berapa banyak donor yang menelepon Anda untuk mengekspresikan keprihatinan mereka mengenai tudingan yang dilancarkan New York Times!”

Berrington tampak kelabakan “Rasanya memang tidak ada yang secara khusus menelepon aku mengenai itu.”

“Berapa banyak di antara para mahasiswa yang berpotensi yang menelepon Anda?” “Tidak ada.”

“Sebenarnya apakah ada yang menelepon Anda untuk membahas soal artikel itu?” “Kukira tidak.”

“Apakah Anda menerima surat sehubungan dengan topik itu?” “Belum.”

www.ac-zzz.tk

“Rupanya situasinya tidak sampai menimbulkan kegemparan, kalau begitu.”

“Kukira Anda tidak bisa menarik kesimpulan seperti itu.”

Jawabannya kurang meyakinkan, dan Steve berhenti sebentar untuk membiarkan itu meresap. Berrington tampak rikuh. Komite itu mulai bangun dan mengikuti seluruh perkembangan. Steve menoleh ke arah Jeannie. Wajahnya tampak terang, penuh harapan.

Steve melanjutkan lagi. “Sekarang mari kita bahas soal satu-satunya telepon yang pernah Anda terima, dari Preston Barck, pimpinan Genetico. Dari cara Anda mengatakannya, timbul kesan bahwa dia hanya prihatin sebagai seorang donor mengenai cara uang yang disumbangkannya digunakan, tapi di balik itu masih ada

445

sesuatu, bukan? Kapan Anda berjumpa dengannya untuk pertama kali?”

“Ketika aku masih di Harvard, sekitar empat puluh tahun yang lalu.”

“Tentunya dia salah seorang teman lama Anda.”

“Ya.”

“Dan kemudian setahuku Anda mendirikan Genetico bersamanya.” “Betul.”

“Jadi, dia juga partner Anda dalam bisnis.” “Ya.”

‘Terusahaan itu sedang dalam proses diambil alih oleh Landsmann, sebuah konglomerasi farmasi Jerman.” “Ya.”

“Tentunya Mr. Barck akan mendapat banyak uang dari transaksi pengambilalihan itu.” “Pasti.”

“Berapa banyak?” “Kukira itu rahasia.”

Steve memutuskan untuk tidak menyudutkannya mengenai masalah jumlah itu. Keengganan Berrington untuk mengungkapkannya sudah cukup berdampak negatif.

“Seorang teman lain Anda juga akan memperoleh bagian: Senator Proust. Menurut siaran berita hari ini, dia akan menggunakan dana itu untuk kampanyenya dalam rangka pemilihan calon presiden.”

www.ac-zzz.tk

“Aku tidak mengikuti siaran berita pagi ini.”

‘Tapi Jim Proust teman Anda, bukan? Tentunya Anda tahu bahwa dia berniat mencalonkan dirinya sebagai presiden.”

“Kurasa semua orang tahu mengenai niatnya.” “Apakah Anda juga akan mendapat bagian dari transaksi pengambilalihan itu?” “Ya.”

Steve menjauh dari Jeannie dan mulai melangkah ke arah Berrington, supaya semua mata tertuju ke arah

446

Berrington. “Jadi, Anda seorang pemegang saham, bukan sekadar konsultan.” “Itu hal biasa.”

“Profesor, berapa yang akan Anda peroleh dari tran- , -saksi pengambilalihan ini?” “Kukira itu soal pribadi.”

Steve tidak berniat melepaskannya kali ini. “Setidaknya, harga yang akan dibayar untuk perusahaan itu adalah seratus delapan puluh juta dolar, menurut Wall Street Journal.”

“Ya.”

Steve mengulangi jumlah itu. “Seratus delapan puluh juta dolar.” Ia menunggu selama beberapa saat, untuk menciptakan suasana hening mencekam. Jumlah sebesar itu tidak akan pernah terbayang oleh para profesor. Ia ingin menanamkan kesan di hati para anggota komite itu bahwa Berrington sama sekali bukan salah satu di antara mereka, melainkan dari suatu kelas yang lain. “Anda salah satu di antara tiga orang yang akan memperoleh bagian dari seratus delapan puluh juta dolar itu.”

Berrington mengangguk.

“Jadi, Anda punya alasan untuk merasa resah begitu Anda tahu mengenai artikel dalam New York Times itu. Teman Anda Preston akan menjual perusahaannya, teman Anda Jim akan mencalonkan dirinya sebagai presiden, dan Anda akan memperoleh harta karun. Anda yakin bahwa reputasi Jones Falls-lah yang ada dalam pikiran Anda pada saat Anda memutuskan untuk memecat Dr. Ferrami? Ataukah ada hal lain? Terus terang saja, Profesor, Anda menjadi panik.”

“A-aku…”

www.ac-zzz.tk

“Anda membaca suatu artikel yang sama sekali tidak menguntungkan di surat kabar. Anda membayangkan proses pengambilalihan itu bakal terganggu, lalu Anda buru-buru mengambil tindakan. Anda membiarkan diri Anda digebrak New York Times.”

447

“Apa yang dilakukan New York Times tidak cukup untuk menggebrakku, anak muda. Aku langsung mengambil tindakan yang dibutuhkan, tapi tidak secara terburu-buru.”

“Anda sama sekali tidak berusaha melacak sumber informasi harian itu.” “Betul.”

“Berapa hari Anda habiskan untuk menyidik kebenaran apa yang ditudingkan itu?”

“Aku tidak membutuhkan waktu lama…” “Hanya beberapa jam, bukan beberapa hari?” “Ya…”

“Atau malah kurang daripada sejam sebelum Anda mengeluarkan pernyataan pers yang menyatakan bahwa program Dr. Ferrami tidak akan dilanjutkan lagi.”

“Aku yakin lebih dari sejam.”

Steve angkat bahu. “Kita beri kelonggaran. Katakanlah dua jam. Apakah itu cukup lama?” Ia memutar tubuh, lalu menunjuk Jeannie, supaya mereka semua mengalihkan perhatian mereka ke arahnya. “Dalam waktu dua jam Anda memutuskan untuk membuyarkan seluruh program riset seorang ilmuwan muda?” Kepedihan membayang di wajah Jeannie. Steve merasa terenyuh melihat reaksinya. Tapi ia harus mempermainkan emosinya, demi kebaikannya sendiri. Ia mengorek luka itu lebih dalam. “Setelah dua jam, Anda tahu cukup banyak untuk mengambil keputusan menghancurkan suatu pekerjaan bertahun-tahun? Cukup untuk mengakhiri suatu karier yang menjanjikan. Cukup untuk memorak-porandakan kehidupan seorang wanita?”

“Aku sudah memberi kesempatan padanya untuk membela diri,” ujar Berrington. “Tapi dia tidak bisa menguasai diri, lalu menghambur keluar mangan dengan begitu saja!”

Steve tampak menimbang-nimbang, kemudian memu—

448

www.ac-zzz.tk

tuskan untuk mengambil risiko. “Dia menghambur keluar dengan begitu saja!” ulangnya dalam nada seakan-akan tercengang. ‘T)ia menghambur keluar mangan dengan begitu saja! Anda telah menyodorkan ke arahnya sebuah pernyataan pers yang mengumumkan pembuyaran programnya. Tanpa menyidik sumber informasi harian itu, tanpa memeriksa kebenaran tudingan itu, tanpa kesempatan untuk mendiskusikannya, tanpa proses apa-apa sama sekali—Anda menyatakan dengan begitu saja kepada ilmuwan muda ini bahwa seluruh hidupnya hancur—dan yang dia lakukan hanyalah menghambur keluar, dari ruangan itu dengan begitu sajaT* Berrington membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, namun Steve tidak memberikan kesempatan padanya. “Sewaktu aku mendengar tentang ketidakadilan, ketidaklegalan, kekonyolan tindakan Anda pada hari Rabu pagi itu, Profesor, tidak terbayang olehku bagaimana Dr Ferrami dapat menahan dan mengontrol dirinya dengan hanya bereaksi sesederhana itu.” Steve melangkah kembali ke tempat duduknya, memutar tubuhnya menghadap komite itu, lalu berkata, “Tidak ada pertanyaan lagi.”

Jeannie melihat ke bawah, namun pada waktu bersamaan ia meremas lengan Steve. Steve mendoyongkan tubuh ke arahnya, lalu berbisik, “Kau nggak apa-apa?”

“Aku oke.”

Steve menepuk-nepuk punggung tangan Jeannie. Ingin rasanya ia mengatakan, Kukira kita akan menang, tapi itu sama seperti menantang nasib.

Henry Quinn berdiri. Tampangnya tetap tenang. Seharusnya ia merasa lebih waswas, setelah Steve melumat habis kliennya. Tapi tetap tampil penuh percaya diri rupanya memang bagian dari keahliannya, tak peduli seberapa ruwet pun kasusnya.

Quinn berkata, “Profesor, andai kata pihak universitas tidak melakukan tindakan penghentian program riset Dr. Ferrami, dan tidak melakukan tindakan pemecatan

449

atas dirinya, apakah itu akan mempengaruhi proses pengambilalihan Genetico oleh Landsmann?*’

“Sama sekali tidak,” sahut Berrington.

“Terima kasih. Tidak ada pertanyaan lagi.”

Itu benar-benar suatu gebrakan yang efektif, pikir Steve dengan getir. Semacam membilas seluruh proses interogasi yang sudah dilakukannya. Steve

www.ac-zzz.tk

mencoba untuk tidak membiarkan Jeannie melihat kekecewaan yang membayang di wajahnya.

Sekarang giliran Jeannie. Steve berdiri untuk memberi jalan. Dengan tenang dan jelas Jeannie memberikan gambaran mengenai program risetnya, serta menjelaskan relevansi ditemukannya suatu cara untuk menemukan pasangan kembar identik yang dibesarkan secara terpisah dan pernah terlibat dalam tindakan kriminal. Ia merinci tindakan-tindakan pengamanan yang dilakukannya untuk memastikan bahwa detail-detail data medis seseorang tidak akan diotak-atik sebelum yang bersangkutan menandatangani suatu pernyataan.

Steve sudah memperhitungkan bahwa Quinn akan mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya, dan mencoba membuktikan bahwa toh masih ada kemungkinan, sekecil apa pun, bahwa suatu informasi secara tak sengaja bisa terungkap Ia sudah mempersiapkan Jeannie untuk menghadapi situasi ini tadi malam, dengan dirinya memainkan peran sebagai penuntut umum. Tapi di luar dugaannya, Quinn tidak menanyakan apa-apa.- Apakah karena khawatir proses bela diri Jeannie akan terdengar terlalu meyakinkan? Ataukah karena ia merasa yakin bahwa rangkuman yang akan dibawakannya sudah cukup mantap?

Ia memulainya. Ia mengulangi apa-apa yang sudah disebutkan Berrington sebelumnya, sekali lagi dengan merinci detail-detail yang menurut Steve kurang begitu bijaksana darinya. Namun demikan, rangkumannya ternyata cukup pendek. “Kita sedang menghadapi suatu

450

krisis yang seharusnya tidak usah terjadi,” ujarnya. “Pihak yang berwenang di universitas ini telah menunjukkan sikap yang cukup bijaksana. Ulah gegabah dan tidak kenal kompromi Dr. Ferrami-lah yang menyebabkan kehebohan ini. Dia memang memiliki sebuah kontrak, dan kontrak itu mengatur hubungannya dengan atasannya. Namun dari pihak staf senior fakultas, biar bagaimanapun, dituntut untuk menyelia para anggota staf junior, yang andai kata mengerti, akan mendengarkan arahan bijaksana dari mereka yang lebih tua dan berpengalaman danpada mereka sendiri. Sikap keras kepala Dr. Ferrami me rubah suatu masalah menjadi krisis, dan satu-satunya pemecahan untuk menghadapi krisis ini adalah dia harus angkat kaki dari universitas ini.” Ia duduk kembali.

Kini giliran Steve memberikan rangkumannya, la sudah menghafal apa yang akan ia katakan sepanjang malam. Ia berdiri.

“Untuk apa ada Jones Falls University?”

la berhenti untuk memberikan efek dramatis.

www.ac-zzz.tk

“Jawabannya mungkin boleh dirangkum dalam satu kata: ilmu. Jika kita menginginkan definisi ringkas peran universitas ini dalam masyarakat Amerika, bisa kita katakan bahwa fungsinya adalah untuk mencari ilmu dan menyebarkan ilmu.”

Ia menatap para anggota komite itu satu per satu, untuk mengundang kata sepakat mereka. Jane Edelsborough mengangguk. Yang lain menatapnya tanpa bereaksi.

la melanjutkan, “Sekali waktu, fungsi ini menghadapi tantangan. Selalu ada orang yang ingin menyembunyikan kebenaran, dengan alasan seperti motivasi yang berbau politik, sikap prasangka keagamaan…” Ia menatap Berrington. “… atau keuntungan komersial. Kukira semua yang hadir di sini sependapat bahwa kebebasan intelektual di perguruan tinggi ini amat tergantung pada

451

reputasinya. Kebebasan itu harus seimbang dengan beberapa faktor lain, tentunya, seperti kebutuhan untuk menaruh respek pada hak keleluasan pribadi individu. Namun, suatu perlindungan hak yang mantap untuk mengejar ilmu akan meningkatkan reputasi universitas di antara semua yang berpikiran luas.”

Ia mengayunkan tangan untuk menyatakan maksudnya. “Jones Falls amat berarti bagi semua yang hadir di sini. Reputasi sebuah akademi bisa bangun dan jatuh bersama institusi tempat sesorang bekerja. Aku meminta Anda sekalian merenungkan kembali efek dari keputusan yang Anda ambil pada reputasi JFU sebagai sebuah institusi akademis yang bebas dan mandiri. Apakah universitas ini akan terpengaruh oleh rongrongan bernada picik di sebuah harian? Apakah sebuah program riset ilmiah akan dibuyarkan begitu saja demi suatu penawaran akuisisi yang komersial? Kuharap tidak. Kuharap pihak komite akan mempertahankan reputasi JFU dengan menunjukkan bahwa sebetulnya yang lebih relevan di sini adalah suatu nilai yang teramat sederhana: kebenaran.” Steve menatap mereka, sambil membiarkan kata-katanya meresap. Ia tidak dapat menebak, dari ekspresi di wajah mereka, apakah rangkumannya berhasil menyentuh mereka atau tidak. Selang beberapa saat, ia duduk.

“Terima kasih,” ujar Jack Budgen. “Mohon agar semua, kecuali para anggota komite, meninggalkan ruangan ini sementara kami berunding.”

Steve membukakan pintu untuk Jeannie, kemudian mengikutinya ke sebuah lorong. Mereka meninggalkan bangunafc itu, lalu berdiri di bawah naungan sebatang pohon. Wajah Jeannie pucat menahan ketegangan. “Bagaimana menurutmu?” tanyanya.

“Kita pasti menang,” sahut Steve. “Kita di pihak yang benar.”

www.ac-zzz.tk

“Apa yang harus kulakukan kalau kita kalah?” ujar

452

Jeannie. “Pindah ke Nebraska? Mencari pekerjaan sebagai guru di sebuah sekolah? Atau menjadi pramugari, seperti Penny Watermeadow?” “Siapa Penny Watermeadow?”

Sebelum Jeannie dapat menjawab, sesuatu di balik punggung Steve membuatnya termangu. Steve menoleh, lalu melihat Henry Quinn, dengan sebatang rokok. “Kau lihai sekali di dalam sana,” ujar Quinn. “Kuharap kau tidak menganggap aku melecehkanmu kalau aku mengatakan bahwa aku sungguh-sungguh menikmati beradu kelihaian denganmu tadi.”

Jeannie mengeluarkan suara dengusan, lalu membuang muka.

Steve ternyata lebih dapat menguasai diri. Seorang pengacara memang harus dapat bersikap seperti itu, ramah dalam menghadapi saingan mereka di luar ruang pengadilan. Di samping itu, kelak ia mungkin akan mendapati dirinya meminta pekerjaan pada Quinn. “Terima kasih,” sahutnya sopan.

“Argumentasimu bagus sekali,” sambung Quinn. Steve sama sekali tidak menduga bahwa ia akan begitu terbuka. “Di pihak lain, dalam kasus seperti ini, orang cenderung memperhatikan kepentingan mereka sendiri, dan seluruh komite itu beranggotakan profesor-profesor senior. Akan sulit bagi mereka untuk memihak seorang anggota staf junior dalam menghadapi seseorang dari kalangan mereka sendiri, biar bagaimanapun argumentasinya.”

“Mereka kan kaum intelek,” ujar Steve. “Dari mereka dituntut sikap rasional.”

Quinn mengangguk. “Ucapanmu itu mungkin benar,” ujarnya. Ia menatap Steve dengan pandangan spekulatif, lalu berkata, “Apa kau tahu, mengenai apa semua ini sebetulnya!”

“Apa maksud Anda?” tanya Steve dalam nada waspada.

“Jelas bahwa Berrington khawatir mengenai sesuatu.

453

dan itu pasti bukan publisitas yang kurang menguntungkan. Aku mempertanyakan pada diriku, apakah kau dan Dr. Ferrami menyadari itu.”

“Kurasa kami tahu,” ujar Steve. ‘Tapi kami belum dapat membuktikannya, saat ini.”

www.ac-zzz.tk

“Jangan menyerah.” ujar Quinn. Ia menjatuhkan puntung rokoknya, kemudian menginjaknya. “Moga-moga Jim Proust tidak terpilih menjadi presiden.” Ia memutar tubuhnya.

Wauw, ujar Steve pada dirinya; seorang liberal.

Jack Budgen muncul, lalu memberikan isyarat untuk berkumpul. Steve menggandeng lengan Jeannie, lalu mereka kembali ke mang sidang.

Steve mengamati wajah-wajah para anggota komite itu. Jack Budgen bertukar pandang dengannya. Jane Edelsborough melontarkan seulas senyum ke arahnya.

Itu pertanda baik. Harapannya mulai membubung.

Mereka semua duduk.

Jack Budgen membenahi beberapa berkas kertas. “Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak untuk memungkinkan terselenggaranya sidang pemeriksaan ini dengan baik.” la berhenti sebentar. “Keputusan ini kami ambil dengan suara bulat. Kami merekomendasi senat universitas ini untuk memecat Dr. Jean Ferrami. Terima kasih.”

Jeannie membenamkan kepala ke dalam tangannya.

454

BAB 40

Setelah sendirian, Jeannie mengempaskan tubuh ke tempat tidurnya untuk menangis. Ia menangis untuk waktu lama. Ia memukuli bantalnya, meneriaki dinding, serta melontarkan kata-kata paling jorok yang diketahuinya, sesudah itu ia membenamkan wajahnya ke dalam selimut dan menangis lagi. Seprainya menjadi basah oleh air mata dan bernoda hitam bekas maskara.

Setelab beberapa saat, ia berdiri, mencuci muka, lalu membuat kopi. “Kau kan tidak divonis kena kanker,” ujarnya pada dirinya. “Ayo, bangun lagi.” Tapi ternyata itu tidak mudah Ia memang tidak akan mati, tapi ia sudah kehilangan semua yang ia perjuangkan seumur hidupnya.

Ia membayangkan dirinya di usia dua puluh satu tahun. Ia lulus summa cum laude dan memenangkan Mayfair Lites Challenge di tahun yang sama. Ia melihat dirinya di lapangan tenis, mengangkat tinggi-tinggi pialanya dalam gaya tradisional seorang pemenang. Dunia seakan berada di bawah telapak kakinya.

www.ac-zzz.tk

Saat mengingat kembali semua itu. ia merasa seakan orang lainlah yang sedang mengangkat penghargaan itu.

Ia duduk di sofanya sambil menikmati kopi. Ayahnya, si tua itu, telah mencuri pesawat TV-nya, sehingga ia

455

tidak dapat menonton opera sahun yang konyol sekalipun untuk melupakan kesedihannya. Ia bisa menghabiskan sebatang cokelat andai kata ia memilikinya. Ia terpikir untuk minum salah satu obat penenang, tapi akhirnya memutuskan bahwa itu akan membuatnya semakin tidak keruan. Pergi belanja? Jangan-jangan nanti malah tangisnya meledak di mang ganti pakaian; selain itu, saat ini kondisi keuangannya bahkan lebih buruk daripada sebelumnya.

Sekitar pukul dua, pesawat teleponnya berbunyi.

Jeannie membiarkannya berdering.

Namun si penelepon rupanya ngotot, dan ia menjadi bosan mendengar suara itu, sehingga akhirnya ia toh mengangkatnya.

Ternyata dari Steve. Setelah sidang pemeriksaan itu, Steve kembali ke Washington untuk menemui pengacaranya “Aku di kantornya saat ini,” ujarnya. “Kami ingin kau menempuh jalan hukum untuk menuntut Jones Falls, untuk mendapatkan daftar FBI itu kembali. Keluargaku yang akan menanggung biayanya. Mereka menganggap kemungkinan menemukan si kembar ketiga akan ada gunanya.”

Jeannie berkata, “Aku nggak peduli soal si kembar ketiga.”

Suasana hening selama beberapa saat. kemudian Steve berkata “Tapi itu sangat berarti untukku.”

Jeannie menghela napas. Setelah semua yang harus kutanggung ini, aku masih juga harus memikirkan Steve? Kemudian ia sadar. Tapi ia terus memikirkan aku. Ia merasa malu. “Steve, aku minta maaf,” ujarnya. “Aku terlalu memikirkan diriku sendiri. Tentu saja aku akan membantumu. Apa yang harus kulakukan?”

“Tidak ada. Pengacaraku akan pergi ke pengadilan, begitu mendapat lampu hijau darimu.”

Pikiran Jeannie mulai bekerja lagi. “Apakah risikonya tidak terlalu besar? Maksudku, tentunya pihak JFU akan

www.ac-zzz.tk

456

diberitahu mengenai pengaduan kita. Lalu Berrington akan tahu di mana daftar itu disimpan. Dan dia akan mendapatkannya sebelum kita.”

“Sial. Kau benar. Kuteruskan itu kepada pengacaraku.”

Beberapa saat kemudian, sebuah suara lain terdengar. “Dr. Ferrami, aku Runciman Brewer, kami sedang menggunakan jaringan paralel saat ini. Di mana persisnya Anda menyimpan data-data itu?”

“Di dalam laci meja tulisku, di dalam sebuah disket floppy yang ditandai tulisan SHOPPING.LST.”

“Kami bisa meminta akses ke kamar kerja Anda tanpa menyebutkan secara spesifik apa yang sedang kami cari.”

“Kalau begitu, menurutku mereka bisa menghapus semua yang ada di komputerku dan di dalam disket disketku.”

“Rasanya kita tidak punya pilihan lain.” Steve berkata, “Yang kita butuhkan adalah seorang garong.”

Jeannie berkata, “Ya Tuhan.”

“Kenapa?”

Daddy.

Si pengacara berkata, “Ada apa, Dr. Ferrami?”

“Anda bisa tunda pengajuan tuntutan ke pengadilan ini?” tanya Jeannie.

“Ya. Biar bagaimanapun, kita baru bisa melakukan itu setelah hari Senin. Kenapa?”

“Aku baru mendapat ide. Coba kulihat dulu, apakah bisa dilaksanakan. Kalau tidak, kita akan tempuh jalan hukum minggu depan. Steve?” “

“Aku masih di sini.”

“Hubungi aku lagi nanti.”

“Pasti.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie menutup pesawatnya.

Daddy bisa masuk ke dalam ruang kerjanya.

457

Daddy di rumah Patty sekarang. Ia sudah bangkrut sama sekali, jadi ia tidak bisa ke mana-mana. Dan ia berutang pada Jeannie. Wauw, ia benar-benar berutang.

Andai kata Jeannie dapat menemukan si kembar ketiga, nama Steve akan bersih kembali. Dan kalau ia bisa membuktikan kepada dunia, apa yang sudah dilakukan Berrington dan teman-temannya di tahun tujuh puluhan, mungkin ia dapat memperoleh pekerjaannya kembali.

Dapatkah ia meminta ayahnya melakukan ini? Biar Śbagaimanapun, ini suatu pelanggaran. Ayahnya bisa masuk penjara lagi kalau ada yang meleset. Daddy memang sering mengambil risiko itu, tapi kali ini Jeannie yang harus menanggung akibatnya.

Jeannie meyakinkan dirinya bahwa mereka tidak akan tertangkap.

Bel pintunya berbunyi. Jeannie meraih interkomnya. “Ya?”

“Jeannie?”

Suara itu tidak terdengar asing di telinganya. “Ya,” sahutnya. “Siapa di situ?” “Will Temple.” “Will?”

“Aku sudah menghubungimu lewat E-mail dua kali. Kau belum terima?”

Mau apa si Will Temple ini? “Masuklah,” ujar Jeannie, sambil menekan sebuah tombol.

Will naik ke atas. Ia mengenakan celana panjang dari bahan katun berwarna kecokelatan dan kaus polo biru laut. Rambutnya lebih pendek, dan meskipun ia masih memelihara cambangnya yang begitu disukai Jeannie, modelnya sekarang lebih rapi daripada dulu. Si gadis kaya rupanya berhasil merapikan penampilannya.

Jeannie tidak mau membiarkan Will mengecup pipinya; ia masih sakit hati padanya. Ia hanya mengulurkan

458

www.ac-zzz.tk

tangan. “Ini benar-benar kejutan,” ujarnya. “Aku belum sempat memeriksa E-mail-ku selama beberapa hari terakhir ini.”

“Aku harus menghadiri suatu konferensi di Washington,” ujar Will. “Aku menyewa mobil, lalu kemari ” “Kau mau kopi?” “Tentu.”

“Duduklah.” Jeannie membuat kopi. Will melayangkan pandang ke sekelilingnya “Tempat yang menyenangkan.” “Trims.” “Lain.”

“Maksudmu lain daripada tempat kita dulu.” Ruang duduk apartemen mereka di Minneapolis lebih luas dan berantakan, penuh dengan sofa di sana-sini, roda sepeda, raket tenis, dan gitar. Dibandingkan mangan yang dulu, tempat ini betul-betul bersih. “Kukira aku sudah bosan dengan suasana serba semrawut itu.” t “Sepertinya kau lebih suka begitu waktu itu.”

“Memang. Tapi situasinya sudah berubah.”

Will mengangguk, lalu mengubah arah pembicaraan mereka “Aku membaca artikel di New York Times mengenai dirimu. Tentunya isinya omong kosong.”

“Tapi aku terkena akibatnya. Aku dipecat hari ini.”

“Yang benar!”

Jeannie menuang kopinya, lalu duduk di seberang Will untuk menceritakan jalannya sidang pemeriksaan itu. Setelah ia mengakhirinya, Will berkata, “Si Steve ini… kau serius dengannya?”

“Aku tidak tahu. Aku tidak menutup diriku.”

“Kalian tidak berkencan?”

“Belum, tapi dia menginginkan itu, dan aku sangat suka padanya. Bagaimana denganmu? Kau masih bersama Georgina Tinkerton Ross?”

“Tidak.” Will menggeleng-gelengkan kepala. “Jeannie, sebetulnya aku kemari untuk mengatakan bahwa memu—

459

tu kan hubungan denganmu adalah kesalahan paling besar yang pernah kubuat dalam hidupku.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie merasa tersentuh melihat tampangnya yang sedih. Sebagian dirinya merasa senang bahwa laki-laki itu sekarang menyesali putusnya hubungan mereka, namun ia tidak menyukuri ketidakbahagiaan Will.

“Kau merupakan hal terbaik yang pernah terjadi atas diriku,” ujar Will. “Kau tegar, tapi kau baik. Dan kau cerdas; aku membutuhkan orang yang cerdas. Kita cocok satu sama lain. Kita pernah mencintai satu sama lain.”

“Aku amat terluka ketika itu,” ujar Jeannie. “Tapi aku sudah berhasil mengatasinya.”

“Aku tidak yakin bahwa aku sudah berhasil mengatasinya.”

Jeannie menatapnya. Ia seorang laki-laki bertubuh besar, tidak menggemaskan seperti Steve, tapi menarik dalam arti yang lebih kasar. Jeannie menjajaki perasaannya, seperti seorang dokter meraba sebuah memar, tapi tidak ada reaksi, tidak tersisa sedikit pun emosi seperti yang pernah ia rasakan untuk Will.

Laki-laki itu kemari untuk memintanya kembali kepadanya; itu jelas sekarang. Dan Jeannie tahu jawabannya. Ia tidak menginginkan Will lagi. Will terlambat muncul sekitar seminggu.

Tapi akan lebih simpatik kalau ia tidak membiarkan laki-laki itu merasa rendah diri karena permintaannya ditolak. Jeannie berdiri. “Will, aku harus menyelesaikan sesuatu yang penting, dan aku harus buru-buru melakukannya. Sayang sekali aku tidak menerima pesan-pesanmu itu, kalau tidak tentunya aku bisa mengatur waktuku.”

Will mengerti maksudnya dan tampak lebih sedih. “Sayang sekali,” ujarnya. Lalu ia berdiri.

Jeannie mengulurkan tangannya. “Trims untuk mampir.”

Will menarik Jeannie ke arahnya untuk menciumnya.

460

Jeannie menyodorkan pipinya. Will mengecupnya dengan lembut, lalu melepaskannya lagi. “Andai kata aku dapat meralat naskah hidup kita,” ujarnya. “Aku akan memberikan sentuhan akhir yang lebih menyenangkan.”

“Sampai bertemu lagi. Will.”

“Sampai bertemu lagi. Jeannie.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie mengawasinya dari belakang saat ia menuruni tangga, lalu keluar melalui pintu.

Pesawat teleponnya berbunyi.

Jeannie mengangkatnya. “Halo?”

“Dipecat bukanlah hal terburuk yang dapat menimpamu.”

Suara seorang laki-laki yang mulutnya seakan ditutupi sesuatu untuk menyamarkannya.

Jeannie berkata, “Siapa ini?”

“Jangan mengotak-atik yang bukan urusanmu.”

Siapa sih ini? “Otak-atik apa?”

“Yang kaujumpai di’Philadelphia sebetulnya berniat membunuhmu “

Jeannie menahan napas. Tiba-tiba ia merasa amat takut.

Suara itu berkata lagi, “Dia terbawa nafsu, sehingga misinya berantakan Tapi dia bisa mengunjungimu lagi.” Jeannie berbisik, “Ya Tuhan!” “Waspadalah.”

Terdengar bunyi ceklik lalu nada putar. Laki-laki itu sudah menutup pesawatnya. ,

Jeannie mengembalikan gagang pesawat di tempatnya kemudian menerawanginya

Belum pernah ada yang mengancam dirinya. Sungguh-sungguh mengerikan bahwa ada seseorang yang berniat mengakhiri hidupnya. Ia merasa begitu tak berdaya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Ia duduk di sofa, sambil berusaha menemukan kembali kendali dirinya. Ingin rasanya ia menyerah. Ia merasa dirinya sudah terlalu penuh bilur-bilur, dan penat

461

untuk melanjutkan perjuangannya melawan musuh yang tidak jelas, tapi rupanya berpengaruh ini. Mereka terlalu kuat bagi dirinya. Mereka dapat memecatnya, mente-romya, menggeledah ruang kerjanya, mencuri E-mail-nya.

www.ac-zzz.tk

Sepertinya mereka dapat melakukan apa saja. Mungkin mereka benar-benar dapat membunuhnya.

Begitu tidak adilnya. Apa hak mereka? Ia seorang ilmuwan yang baik, tapi mereka telah menghancurkan kariernya. Mereka membiarkan Steve masuk penjara dengan tuduhan memerkosa Lisa. Mereka mengeluarkan ancaman untuk membunuh dirinya. Amarah mulai melanda diri Jeannie. Memangnya mereka siapa? Ia tidak akan membiarkan hidupnya berentakan gara-gara bajingan-bajingan arogan yang mengira mereka dapat memanipulasi segalanya demi kepentingan pribadi tanpa memedulikan orang lain sama sekali. Semakin ia memikirkannya, semakin marahlah ia. Aku tidak akan membiarkan mereka menang, ujarnya pada dirinya. Aku memiliki sesuatu yang dapat mencelakai mereka—itu pasti; kalau tidak, mereka tidak perlu menggusahku atau mengancam untuk membunuhku. Aku akan menggunakan itu. Aku lak peduli apa yang akan terjadi atas diriku, selama aku dapat membuyarkan rencana mereka. Aku cukup cerdas, dan aku tidak mudah goyah, dan aku adalah Jeannie Ferrami, jadi bersiap-siaplah kalian, bajingan-bajingan, ini aku.

462

BAB 41

Ayah Jeannie sedang duduk di sofa, di ruang duduk Patty yang tidak rapi, dengan secangkir kopi di pangkuannya, sambil menonton General Hospital dan menikmati sepotong kue wortel.

Begitu masuk dan melihatnya, Jeannie kehilangan kendali diri. “Tega-teganya Daddy melakukan itu?” jeritnya. “Tega-teganya Daddy menggarong putrimu sendiri?”

Si ayah langsung berdiri, menumpahkan kopi dan menjatuhkan kuenya.

Patty berdiri di belakang Jeannie. “Jangan bikin keributan,” ujarnya. “Sebentar lagi Zip pulang.”

Daddy berkata, “Aku minta maaf, Jeannie, aku malu sekali.”

Patty segera membersihkan kopi yang tumpah dengan segenggam Kleenex. Di layar televisi, seorang dokter tampan dalam seragam ruang bedah mencium seorang wanita cantik.

“Daddy tahu aku sedang tak punya uang,” jerit Jeannie. “Daddy tahu aku sedang mengupayakan cukup banyak uang untuk membayar rumah perawatan yang lebih layak untuk ibuku—istri Daddy! Tapi toh Daddy mencuri TV sialanku!”

www.ac-zzz.tk

“Jangan memaki-maki seperti itu!”

“Ya Tuhan, beri aku kekuatan.”

463

“Aku minta maaf.”

Jeannie berkata, “Aku tidak mengerti. Aku betul-betul tidak mengerti.”

Patty berkata, “Sudahlah, Jeannie.”

“Tapi aku mau tahu. Kenapa Daddy tega melakukan itu?”

“Oke, akan kujelaskan padamu.” ujar Daddy dalam nada keras, sehingga Jeannie tercengang. “Akan kuungkapkan padamu kenapa aku melakukannya. Karena aku sudah kehilangan keberanianku.” Air mata mulai menggenangi matanya. “Aku menjarah putriku sendiri karena aku sudah terlalu tua dan takut untuk menjarah orang lain, jadi sekarang kau tahu sebabnya.”

Nadanya begitu sendu, sehingga amarah Jeannie langsung mereda. “Oh, Daddy, aku menyesal,” ujarnya. “Duduklah, aku ambil pengisap debu.”

Ia memungut cangkir kopi yang terbalik itu, lalu membawanya ke dapur. Ia kembali dengan pengisap debu, lalu mulai membersihkan remah-remah kue yang berceceran. Patty sudah selesai membersihkan bekas kopi yang tumpah.

“Aku memang.tidak layak memiliki gadis-gadis seperti kalian. Aku tahu itu,” ujar Daddy saat ia duduk kembali.

Patty berkata, “Aku akan ambil secangkir kopi lagi.”

Si ahli bedah di TV berkata. Ayo kita pergi sama-sama, berduaan saja, ke suatu tempat yang asyik, lalu si wanita menjawab, Tapi bagaimana nanti dengan istrimu! Wajah si dokter berubah masam. Jeannie mematikan pesawat TV itu, lalu duduk di sebelah ayahnya.

“Apa maksud Daddy dengan kehilangan keberanian?” tanyanya, penuh rasa ingin tahu. “Apa yang terjadi?”

Si ayah menghela napas. “Begitu keluar dari penjara, aku mengincar sebuah bangunan di Georgetown. Sebuah perusahaan kecil, biro arsitek yang baru saja menambah perangkat kerja mereka dengan lima belas sampai dua

464

www.ac-zzz.tk

puluh buah komputer, berikut perlengkapan-perlengkapan lain seperti mesin faks dan beberapa buah printer. Si pemasok peralatan itu menyatakan dia akan membeli barang-barang itu dariku untuk dia jual kembali kepada mereka, begitu mereka menerima .uang asuransi. Aku akan memperoleh sepuluh ribu dolar.”

Patty berkata, “Aku tidak mau anak-anakku mendengar ini.” Ia mengecek apakah mereka ada di gang, lalu menutup pintu.

Jeannie bertanya kepada Daddy, “Lalu apa yang terjadi?”

“Aku membawa mobil pickup ke bagian belakang bangunan itu, menetrahsir alarmnya, kemudian membuka pintu tempat mereka biasa membongkar-muat barang. Lalu aku mulai berpikir, apa yang akan terjadi kalau seorang polisi muncul. Biasanya aku tidak peduli sama sekali, tapi sepuluh tahun sudah berlalu sejak aku terakhir kali melakukan itu. Aku jadi begitu ketakutan, sampai tanganku mulai gemetaran. Aku masuk ke dalam, melepaskan kabel-kabel sebuah komputer, yang sesudah itu kugotong keluar, kumasukkan ke dalam pickup, lalu aku kabur. Keesokan harinya aku pergi ke tempatmu.”

“Kemudian Daddy menggarongku.”

“Aku tidak bermaksud melakukan itu. Manis. Tadinya aku berharap kau bisa membantuku bangkit lagi dan mencarikan pekerjaan halal untukku. Tapi pada waktu kau pergi, kebiasaan lamaku kambuh. Aku melihat perangkat stereo itu dan membayangkan bahwa aku bisa memperoleh beberapa ratus dolar untuk itu, dan mungkin seratus lagi untuk TV-nya, lalu aku melakukannya. Setelah menjualnya, rasanya aku ingin bunuh diri. sungguh.”

“Tapi itu tidak Daddy lakukan.”

Patty berseru, “Jeannie!”

Daddy berkata, “Aku minum sedikit, lalu main poker. Besoknya aku sudah bangkrut lagi.” “Lalu Daddy menemui Patty.”

465

“Aku tidak akan melakukan itu padamu, Patty. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku akan mengambil jalan lurus.”

“Sebaiknya memang begitu!” ujar Patty.

“Memang harus, aku tidak punya pilihan lagi.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie berkata, “Tapi jangan sekarang.”

Mereka berdua menatapnya. Dalam nada cemas Patty bertanya, “Jeannie, apa maksudmu?”

“Daddy masih harus melakukannya sekali lagi,” ujar Jeannie. “Demi aku. Malam ini juga.”

466

BAB42

Suasana semakin gelap saat mereka memasuki kawasan kampus Jones Falls. “Sayang kita tidak naik mobil yang lebih umum,” ujar ayahnya saat Jeannie mengemudikan mobil Mercedes merahnya ke pelataran parkir untuk para mahasiswa. “Sebuah Ford Taurus akan lebih ideal, atau sebuah Buick Regal. Kau akan melihat sekitar lima puluh mobil seperti itu dalam sehari, -dan tak seorang pun akan ingat.”

Ia turun dari mobil, menjinjing sebuah tas koper kulit berwarna cokelat yang sudah usang. Dalam kemeja bercorak kotak-kotak, celana panjang lusuh, rambut semrawut dan sepatu tua, tampangnya persis seperti seorang profesor.

Jeannie merasa agak aneh. Sudah bertahun-tahun ia tahu bahwa ayahnya seorang maling, tapi ia sendiri belum pernah melakukan suatu pelanggaran pun, kecuali ngebut dengan kecepatan tujuh puluh mil sejam. Kini ia akan membobol sebuah gedung, la merasa seakan sedang melangkahi suatu garis batas yang amat penting, la tidak menganggap apa yang ia lakukan itu salah, namun ia toh merasa citra dirinya agak terganggu. Ia selalu menilai dirinya sebagai seorang warga negara yang patuh hukum. Kaum kriminal, termasuk ayahnya,

467

sepertinya tergolong dalam suatu kelompok lain. Kini ia akan bergabung dengan mereka.

Hampir semua mahasiswa dan anggota staf fakultas sudah pulang, namun beberapa orang masih keluyuran di sekitar tempat itu; beberapa profesor yang lembur, mahasiswa-mahasiswa yang akan mengikuti kegiatan sosial, petugas kebersihan yang masih harus mengunci pintu-pintu gedung, dan petugas sekuriti yang mengadakan patroli. Jeannie berharap ia tidak akan berpapasan dengan seseorang yang ia kenal.

Ia benar-benar tegang, seperti tali .gitar yang sewaktu-waktu bisa putus. Ia lebih mengkhawatirkan keselamatan ayahnya daripada dirinya sendiri. Kalau

www.ac-zzz.tk

mereka tertangkap, situasinya akan amat memalukan bagi dirinya, tapi hanya sampai sejauh itu; pengadilan tidak akan menjebloskannya ke penjara hanya karena ia membobol ruang kerjanya sendiri untuk mencuri sebuah disket floppy. Tapi Daddy, dengan catatan kejahatannya, bakal hams mendekam lagi di sana selama beberapa tahun. Ia akan menjadi seorang laki-laki tua begitu keluar.

Lampu-lampu jalan serta sistem penyinaran luar gedung mulai menyala. Jeannie dan ayahnya melintasi lapangan tenis; dua orang wanita sedang asyik bermain di bawah sorotan lampu. Jeannie teringat saat Steve menegurnya setelah permainannya hari Minggu yang baru lalu. Ketika itu, secara otomatis ia langsung mengambil jarak. Steve tampak begitu percaya diri dan seakan menguasai situasi. Betapa keliru penilaiannya waktu itu.

Jeannie mengangguk ke arah Ruth W. Acorn Psychology Building. “101 tempatnya,” ujarnya. “Orang-orang menyebutnya Nut House.”

“Terus jalan,” ujar ayahnya. “Bagaimana cara masuk melalui pintu itu?1’

“Dengan sebuah kartu plastik, sama seperti kalau mau masuk ke dalam kantorku. Tapi kartuku sudah tidak berfungsi lagi. Mungkin aku bisa meminjam satu.”

468

“Tidak perlu. Aku nggak suka pinjam pinjam Bagaimana caranya sampai di belakang?” • “Akan kutunjukkan.” Sebuah jalan setapak yang melintasi lapangan rumput menyusuri samping Nut House, menuju pelataran parkir untuk para tamu. Jeannie menelusurinya, kemudian membelok di sebuah lapangan beton di bagian belakang gedung. Ayahnya melayangkan pandang secara profesional. “Pintu apa itu?” tanyanya sambil menunjuk.

‘ “Kukira pintu darurat kalau ada kebakaran.”

- Ayahnya mengangguk. “Biasanya ada palangnya pada

ketinggian pinggang, model yang akan terbuka begitu

didorong.”

“Rasanya memang begitu. Dari situkah kita akan masuk?” “Ya.”

Jeannie teringat akan sebuah tanda di bagian dalamnya yang berbunyi PINTU INI MENGGUNAKAN SISTEM ALARM. “Alarmnya bakal bunyi,” ujarnya.

www.ac-zzz.tk

“Tidak bakal,” sahut ayahnya. Ia melayangkan pandang ke sekelilingnya. “Apa banyak orang suka lewat sini?”

“Tidak. Terutama di waktu malam.”

“Oke. Ayo-kita mulai.” la meletakkan tas kopernya di bawah. Setelah membukanya, ia mengeluarkan sebuah kotak hitam dari plastik dengan semacam jarum. Ia menekan sebuah tombol, lalu mulai menelusurkannya ke seputar kusen pintu itu, sambil memperhatikan jarumnya. Jarum itu bergerak begitu sampai di pojok kanan atas pintu. Ia mengeluarkan suara gerutuan puas.

Sesudah mengembalikan kotak itu-ke dalam tasnya, ia mengeluarkan sebuah peralatan lain yang bampir sama, dan” segulung pita isolasi. Ia menempelkan peralatan itu di pojok kanan atas pintu, lalu memindahkan sebuah switch. Terdengar suara dengungan rendah. “Itu cukup untuk mengacaukan sistem alarmnya,” ujarnya.

469

Ia mengeluarkan sepotong kawat panjang yang dulu berfungsi sebagai gantungan pakaian. Dengan hati hati ia membengkokkannya, lalu menyisipkan bagian itu ke dalam celah pintu. Ia mengotak-atik selama beberapa saat, kemudian menarik kawat itu keluar.

Pintunya membuka.

Sistem alarmnya tidak berbunyi.

Ia memungut tas kopernya, lalu melangkah masuk.

“Tunggu,” ujar Jeannie. “Ini tidak benar. Ayo tutup pintu, kita pulang.”

“Hei, ayolah, jangan takut.”

“Aku nggak bisa lakukan ini pada Daddy. Kalau ke tangkap. Daddy bakal masuk penjara sampai umur tujuh puluhan.”

“Jeannie, aku mau melakukannya. Selama ini aku seorang ayah yang brengsek untukmu. Ini kesempatanku untuk membantumu. Bagiku ini amat berarti. Ayo.”

Jeannie melangkah masuk.

Ayahnya menutup pintu. “Kau yang di depan.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie lari menelusuri tangga darurat itu, menuju lantai dua, kemudian sebuah lorong menuju ruang kantornya. Ayahnya berada persis di belakangnya. Ia menunjuk pintu ruang kerjanya.

Ayahnya mengeluarkan sebuah instrumen lain dari dalam tasnya. Yang ini memiliki sebuah lempengan metal sebesar kartu kredit, yang dihubungkan dengan beberapa kawat. Ia menyisipkan lempengan itu ke dalam alat penelusur kartu, lalu menyalakan instrumennya. “Semua macam kombinasi bisa dilacak dengan ini,” ujarnya.

Jeannie terkesan melihat betapa mudahnya ia memasuki sebuah gedung yang memiliki sistem sekuriti yang demikian canggih.

“Kau tahu?” ujar ayahnya. “Aku sama sekali tidak takut!”

“Tapi aku takut,” ujar Jeannie.

470

“Sungguh, aku jadi berani lagi, mungkin karena kau bersamaku.” Ia tertawa. “Hei, mungkin kita bisa menjadi satu tim.”

Jeannie menggeleng-gelengkan kepala. ‘.”Lupakan itu. Aku nggak tahan menghadapi ketegangannya.”

Terpintas dalam dirinya bahwa Berrington mungkin sudah kemari untuk mengangkut pergi komputernya, berikut semua disketnya. Akan konyol sekali kalau ia mempertaruhkan semua ini, lalu tidak menemukan apa-apa. “Masih berapa lama?” tanyanya dalam nada tak sabar.

“Sebentar lagi.”

Tak berapa lama kemudian, pintu itu terbuka perlahan-lahan.

“Kau mau masuk?” ujar ayahnya dalam nada bangga.

Jeannie masuk, lalu menyalakan lampu. Komputernya masih di tempatnya. Jeannie membuka laci. Di situ ada sebuah kotak disket berisi copy file-file-nya. Cepat-cepat ia memeriksanya. Ternyata SHOPPING.LST masih di sana. Ia mencabutnya keluar. ‘Terima kasih, Tuhan,” ujarnya.

Kini, setelah disket itu berada di tangannya, ia ingin segera tahu isinya. Meskipun sudah tak sabar lagi untuk segera meninggalkan Nut House, ia toh tergoda untuk membacanya sekarang juga. Ia tidak punya komputer di rumah;

www.ac-zzz.tk

sudah dijual Daddy. Untuk dapat membaca isi disket itu ia harus meminjam sebuah perangkat komputer. Itu akan makan waktu.

Ia memutuskan untuk mencoba.

Ia menyalakan komputer di mejanya, lalu menunggu sementara perangkat itu melalui proses booting-rvya.

“Apa yang kaulakukan?” tanya Daddy.

“Aku mau membaca isinya.”

“Kau nggak bisa lakukan, itu di rumah?”

“Aku nggak punya komputer, Daddy.”

Ayahnya tidak menangkap ironinya. “Cepatlah, kalau begitu.” Ia menuju jendela, lalu melihat ke luar. “

471

Layar komputer berkedip. Jeannie menceklik WP. Ia menyelipkan disket floppy-nya ke tempatnya, lalu menyalakan printer-nya.

Tiba-tiba terdengar suara alarm.

Jantung Jeannie tiba-tiba seakan berhenti berdetak. Suara alarm itu benar-benar memekakkan telinga. “Apa yang terjadi?” teriaknya.

Wajah ayahnya berubah pucat. “Alat sial itu ngaco, atau mungkin ada yang melepasnya dari pintu,” teriaknya. “Celaka, Jeannie, ayo lari!”

Semula Jeannie berniat mengambil disketnya dari komputer itu, lalu langsung kabur, namun ia memaksa dirinya untuk berpikir dengan tenang. Kalau ia sampai tertangkap dan disket itu dirampas darinya, ia akan kehilangan segalanya. Ia harus melihat daftar itu selagi masih bisa. Ia mencengkeram lengan ayahnya. “Sedikit lagi!”

Si ayah melihat ke luar jendela. “Sial, sepertinya seorang petugas sekuriti!”

“Aku mesti cetak dulu ini! Tunggu!”

Si ayah tampak terguncang. “Aku nggak bisa, Jeannie, aku nggak bisa! Sori!” Ia menyambar tas kopernya, lalu mulai lari.

www.ac-zzz.tk

Jeannie merasa kasihan padanya, namun ia tidak bisa berhenti sekarang, la menelusuri daftar file di drive A-nya, menemukan file FBI-nya, lalu menceklik Print.

Tidak ada reaksi. Printer masih melewati proses pemanasan. Ia mengumpat.

Ia menuju jendela. Dua petugas sekuriti masuk dari bagian muka gedung.

Ia menutup pintu ruang kerjanya.

Ia mengawasi printer-nya. “Ayo, ayo.”

Akhirnya terdengar suara ketikan dan dengungan lembut. Sehelai kertas bergerak meninggalkan penampan kertas.

la mencabut floppy-nya dari disk drive, kemudian ia selipkah ke saku jaket birunya.

472

Printer mengeluarkan empat lembar kertas, lalu berhenti.

Dengan hati berdebar-debar Jeannie menyambar halaman-halaman itu, lalu menelusuri bans-bansnya

Ternyata ada tiga puluh atau empat puluh pasang nama. Kebanyakan laki-laki, namun itu bukan hal aneh; kebanyakan tindak kejahatan memang dilakukan oleh kaum lelaki. Beberapa kasus memakai alamat sebuah penjara. Daftar itu memang persis seperti yang ia harapkan. Tapi kini ia menginginkan sesuatu yang khusus. Ia mencari nama Steven Logan atau Dennis Pinker.

Dua-duanya ada di situ.

Dan nama-nama itu dikaitkan dengan nama ketiga: Wayne Stattner.

“Yes!” seru Jeannie dengan penuh antusias.

Ada alamatoya di New York City, dan sebuah nomor telepon dengan kode daerah 212.

Ia memandangi nama itu. Wayne Stattner. Laki-laki inilah yang memerkosa Lisa di sini, di gedung olahraga kompleks ini. dan yang menyerang Jeannie di Philadelphia. “Bajingan,” bisiknya dalam nada penuh dendam. “Kami akan meringkusmu.”

www.ac-zzz.tk

Sekarang ia harus kabur dengan informasi itu. Ia menjejal kertas-kertas itu ke sakunya, mematikan lampu, lalu membuka pintu ruang kerjanya.

Ia mendengar suara-suara di lorong, menyaingi suara bising alarm yang masih juga meraung-raung. Ia terlambat rupanya. Dengan hati-hati ia menutup pintunya kembali. Kakinya terasa lemas sekali. Ia menyandarkan tubuhnya pada pintu, sambil memasang telinga.

Ia mendengar suara seorang laki-laki berteriak, “Aku yakin ada yang menyala tadi di sini.”

Sebuah suara lain menjawab. “Sebaiknya kita periksa ruangan demi ruangan.”

Jeannie melayangkan pandang ke seputar ruangannya yang kecil, dalam pencahayaan samar dari lampu jalanan di luar. Tidak ada tempat untuk bersembunyi baginya.

473

[a membuka pintunya sedikit. Ia tidak dapat melihat atau mendengar apa-apa. Ia melongokkan kepalanya. Di ujung lain lorong itu terlihat berkas cahaya yang berasal dari sebuah pintu yang terbuka. Ia menunggu sambil memperhatikan. Para petugas jaga keluar dari ruangan itu. Mereka mematikan lampunya, menutup pintu, kemudian menuju ruangan berikutnya, yaitu sebuah laboratorium. Mereka bakal membutuhkan waktu paling sedikit satu sampai dua menit untuk memeriksanya. Apakah ia akan sempat menyelinap lewat pintunya tanpa terlihat dan mencapai lorong tangga?

Jeannie melangkah keluar dari ruang kerjanya, lalu menutup pintu di belakangnya dengan tangan bergetar.

Ia menelusuri lorong itu. Dengan seluruh daya yang dimilikinya, ia menahan diri untuk tidak lari.

Ia melewati pintu laboratorium. Mau tak mau ia toh tergoda untuk melirik ke dalamnya. Kedua petugas jaga itu sedang memunggunginya: yang satu sibuk memeriksa lemari alat-alat, dan yang lain memperhatikan dengan penuh rasa ingin tahu sederetan film hasil tes DNA di sebuah kotak yang sedang menyala. Mereka tidak melihatnya.

Sedikit lagi.

Akhirnya ia sampai di ujung lorong. Ia membuka pintu ayunnya.

Saat akan melewatinya, sebuah suara berseru, “Hei! Kau! Berhenti!”

www.ac-zzz.tk

Insting memaksanya untuk lari, namun ia berusaha mengendalikan diri. Ia membiarkan pintu itu menutup, kemudian berpaling sambil tersenyum.

Dua petugas jaga berlari menelusuri lorong, menuju ke arahnya. Mereka sama-sama berusia hampir enam puluhan, mungkin polisi yang sudah pensiun.

Jeannie merasa tenggorokannya kering dan napasnya sesak. “Selamat malam,” tegurnya. “Ada yang bisa kubantu?” Suara alarm meredam getaran dalam suaranya.

474

“Sistem alarm gedung tiba-tiba aktif,” ujar yang satu.

Suatu hal konyol untuk diucapkan, namun Jeannie tidak menghiraukannya. “Apa ada penyusup yang masuk?”

“Mungkin. Apa Anda melihat atau mendengar sesuatu yang tidak biasa, Profesor?”

Para petugas itu mengira ia salah seorang anggota staf fakultas; itu bagus. “Sepertinya aku mendengar suara kaca pecah tadi. Mungkin dari lantai atas, tapi aku tidak yakin.”

Kedua laki-laki itu berpandangan. “Kami akan cek,” ujar salah satu di antara mereka.

Temannya rupanya tidak begitu mudah diyakinkan. “Boleh aku tanya apa yang Anda kantongi?”

“Kertas-kertas.”

“Rupanya memang begitu. Boleh kulihat?”

Jeannie sudah bertekad untuk tidak menyerahkannya kepada siapa-siapa: berkas-berkas itu terlalu berharga. Ia segera mengimprovisasi, dengan pura-pura tidak menunjukkan keberatan, tapi kemudian mengubah pikirannya. “Tentu,” ujarnya sambil mengeluarkannya dari sakunya. Sesudah itu ia melipatnya kembali, untuk dikantongi lagi. “Setelah kupikir-pikir lagi, tidak. Kalian tidak boleh melihat ini. Sifatnya pribadi sekali.”

“Anda tidak punya pilihan. Dalam pelatihan, kami diajar bahwa kertas-kertas bisa sama berharganya seperti apa saja, di tempat seperti ini.”

www.ac-zzz.tk

“Aku tidak akan mengizinkan kalian membaca surat-surat pribadiku hanya karena sistem alarm gedung ini tiba-tiba aktif.”

“Kalau begitu, aku terpaksa meminta Anda ikut bersamaku ke kantor sekuriti kami, untuk berbicara dengan atasanku.”

“Baik,” sahut Jeannie. “Aku akan menunggu kalian di luar.” Setelah mengatakan itu, dengan cepat ia membuka pintu ayun lorong tersebut, lalu dengan langkah-langkah ringan mulai menuruni tangga

475

Kedua laki-laki itu segera mengikutinya dari belakang. “Tunggu!”

Jeannie membiarkan mereka menyusul dirinya di ruang lobi lantai dasar. Yang satu mencengkeram lengannya, sementara yang lain membukakan pintu baginya. Mereka melangkah keluar.

“Kau tidak perlu mencengkeram aku,” ujarnya.

“Kurasa lebih baik begitu.” sahut yang mencengkeramnya. Laki-laki itu masih terengah-engah sehabis berlari menuruni tangga dalam usaha untuk mengejarnya.

Jeannie mengenal medannya. Ia mencengkeram pergelangan tangan laki-laki itu, lalu meremasnya dengan keras. Si petugas berteriak “Aduh!” kemudian melepaskan lengannya.

Jeannie segera lari.

“Hei! Brengsek, berhenti!” Mereka segera mengejarnya.

Tapi mereka tidak punya harapan. Jeannie dua puluh lima tahun lebih muda daripada mereka, dan kondisinya sebugar seekor kuda balap. Ketakutannya semakin mereda begitu jarak di antara mereka semakin jauh. Ia berlari seperti angin, sambil tertawa. Mereka masih berusaha mengejarnya sampai beberapa meter lagi, lalu menyerah. Jeannie menoleh ke belakang dan melihat mereka berdua membungkuk sambil berusaha mengembalikan napas. ^ Jeannie terus berlari sampai ke pelataran parkir.

Ayahnya sedang menunggu di dekat mobilnya. Ia membuka pintunya, lalu mereka berdua masuk, la segera melesat meninggalkan pelataran itu, tanpa lampu.

www.ac-zzz.tk

“Maafkan aku, Jeannie.” ujarnya. “Tadi aku mengira kalaupun aku tidak bisa melakukannya untuk diriku sendiri lagi, setidaknya mungkin aku bisa melakukannya untukmu. Tapi ternyata percuma. Aku sudah tidak bisa lagi. Aku tidak akan merampok lagi.”

“Itu berita bagus!” seru Jeannie. “Dan aku memperoleh apa yang kuinginkan!”

476

“Andai kata aku bisa menjadi ayah yang lebih baik untukmu. Tapi kukira sudah terlambat sekarang.”

Mereka keluar dari kawasan kampus, terus ke jalan raya; Jeannie menyalakan lampu mobilnya. “Belum terlambat sebetulnya, Daddy. Sungguh.”

“Mungkin. Setidaknya aku sudah mencoba untukmu, bukan?”

“Ya. dan ternyata tidak sia-sia! Daddy sudah membantuku untuk masuk! Mana mungkin aku dapat melakukan itu sendirian.”

“Yah, kukira kau benar.”

Ia ingin cepat-cepat sampai di rumah, la sudah tak sabar lagi untuk segera mengecek nomor telepon dalam daftar itu. Andai kata nomor itu sudah kedaluwarsa, ia bisa repot lagi. Dan ia ingin mendengar suara Wayne Stattner.

Begitu mereka berada di dalam apartemennya, ia menyambar gagang pesawat teleponnya, lalu memutar nomor itu.

Seorang laki-laki menjawab, “Halo?”

Ia tidak dapat memastikannya hanya dari satu patah kata itu. Ia bertanya, “Boleh aku bicara dengan Wayne Stattner?”

“Yeah, ini Wayne. Dengan siapa ini?”

Suaranya persis seperti Steve. Bajingan kau, berani-beraninya kau menggerayangi aku. Ia berusaha menahan rasa marahnya. “Mr. Stattner, aku bekerja di sebuah perusahaan yang sedang mengadakan riset pemasaran, dan Anda teipilih…”

“Brengsek!” makinya sambil membanting pesawatnya.

“Ternyata dia,” ujar Jeannie pada ayahnya. “Gaya bicaranya persis seperti Steve, cuma Steve lebih sopan.”

www.ac-zzz.tk

Ia sudah memberikan gambaran singkat skenarionya kepada ayahnya, yang meskipun dapat menangkap idenya, toh merasa waswas juga. “Apa yang akan kaulakukan sesudah ini?”

477

“Menelepon polisi.” Ia memutar nomor Unit Tindak Kejahatan Seks dan meminta dihubungkan dengan Sersan Delaware.

Daddy menggeleng-gelengkan kepalanya dengan kagum. “Ini agak sulit bagiku—bayangan untuk membiasakan diriku bekerja sama dengan polisi. Mudah-mudahan sersan ini tidak seperti detektif detektif lain yang biasanya kuhadapi.”

“Rasanya dia seperti mereka.”

Semula ia tidak mengharapkan dapat langsung berbicara dengan Mish—saat itu sudah pukul sembilan malam. Ia sudah merencanakan untuk meninggalkan pesan urgen, tapi kebetulan Mish masih di situ. *Menyelesaikan laporanku,” ujarnya menjelaskan. “Ada apa?”

“Ternyata Steve Logan dan Dermis Parker bukan kembar dua.”

“Tapi aku…”

“Mereka kembar tiga.”

Untuk sesaat tidak terdengar apa-apa. Begitu Mish membuka mulurnya lagi, nadanya waswas. “Dari mana kau tahu?”

“Kau ingat ceritaku mengenai bagaimana aku menemukan Steve dan Denms… dengan melacak database gigi untuk mendapatkan data-data pasangan yang mirip?”

“Ya.”

“Minggu ini aku melacak arsip sidik jari FBI untuk menemukan sidik jari yang mirip. Program ini memunculkan Steve, Dennis, dan seorang laki-laki ketiga dalam sebuah grup.”

“Sidik jari mereka persis sama?”

“Tidak persis sama. Mirip. Tapi aku baru saja menelepon si kembar ketiga. Suaranya persis seperti Steve. Aku berani bertaruh bahwa tampang mereka sama. Mish, kau harus mempercayai aku.”

www.ac-zzz.tk

“Kau punya alamatnya?”

478

“Yeah. Di New York.” “Coba berikan.” “Tapi ada satu syarat.”

Suara Mish mengeras. “Jeannie, aku seorang polisi. Kau tidak bisa mengajukan persyaratan, kau cuma bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Nah. sekarang berikan alamatnya kepadaku.”

“Aku harus memastikannya untuk diriku sendiri. Aku ingin melihatnya.”

“Kau mau masuk penjara? Itu pertanyaan untukmu saat ini, karena kalau tidak, sebaiknya kauberikan alamat itu kepadaku sekarang juga.”

“Aku ingin kita sama-sama menemuinya besok.”

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Mestinya kau ku jebloskan ke dalam tahanan dengan tuduhan pelecehan.”

“Kita bisa naik pesawat pertama ke New York pagi-pagi.”

“Oke.”

479

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad.co.cc) oleh:

OBI

Salam buat dimhad-pangcu, stilm bbsc, kang zusi sekeluarga, otoy dengan kameranya, syauqyarr dengan hanaoki.wordpress.com -nya, grafity, dan semua diniliader.

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa anda.

BAB 43

Mereka naik penerbangan USAir ke New York pada pukuf enam lewat empat puluh pagi. Jeannie merasa optimis. Ini mungkin akan merupakan akhir dari mimpi buruk yang selama ini terus menghantui Steve. Jeannie telah menelepon Steve tadi malam. Ia begitu senang, sehingga ingin ikut ke New York bersama mereka, namun Jeannie tahu bahwa Mish tidak akan mengizinkan itu. Jeannie sudah berjanji padanya untuk meneleponnya lagi secepatnya, begitu ada perkembangan baru.

www.ac-zzz.tk

Mish berusaha bersikap toleran. Sulit baginya untuk mempercayai cerita Jeannie, tapi ia merasa harus mengecek kebenarannya.

Data yang dimiliki Jeannie tidak mengungkapkan mengapa sidik jari Wayne Stattner ada di dalam arsip FBI, namun Mish sudah melakukan pengecekan, yang kemudian ia teruskan kepada Jeannie saat pesawat mereka meninggalkan landasan Baltimore-Washington International Airport. Empat tahun yang lalu. sepasang orangtua yang kebingungan berhasil melacak anak gadis mereka yang baru berusia empat belas tahun dan hilang, sampai ke apartemen Stattner di New York. Mereka menuntutnya dengan tuduhan tindak penculikan. Stattner menyangkal, dengan menyatakan bahwa gadis itu tidak

483

mengalami tindak pemaksaan. Gadis itu sendiri mengata kan ia sudah jatuh cinta pada Wayne. Usia Wayne saat itu baru sembilan belas tahun, sehingga akhirnya tuntutan itu tidak jadi diteruskan.

Cerita itu mengungkapkan bahwa Stattner memiliki kebutuhan untuk mendominasi wanita, tapi bagi Jeannie, secara psikologis itu belum memenuhi karakteristik seorang pemerkosa. Namun Mish berpendapat bahwa tidak ada ketentuan yang pasti mengenai itu.

Jeannie belum menceritakan apa-apa kepada Mish tentang laki-laki yang menyerang dirinya di Philadelphia, la tahu bahwa Mish tidak akan mempercayai ucapannya kalau ia mengatakan laki-laki itu bukan Steve. Mish pasti ingin menginterogasi Steve, sedangkan Steve tidak membutuhkan itu. Akibatnya Jeannie juga harus tutup mulut mengenai laki-laki yang meneleponnya kemarin dan mengancam hidupnya. Ia belum menceritakan itu kepada siapa-siapa, bahkan kepada Steve; ia tak ingin menambah kekhawatiran Steve.

Jeannie ingin menyukai Mish, tapi selalu ada ketegangan di antara mereka. Mish sebagai polisi menganggap orang harus melakukan apa yang ia perintahkan, sedangkan Jeannie tidak menyukai karakteristik seperti itu dalam diri seseorang. Untuk mengakrabkan diri, Jeannie menanyakan kepadanya, bagaimana ia sampai menjadi polisi.

“Dulu aku seorang sekretaris, dan aku bekerja untuk FBI,” jawab Mish. “Sepuluh tahun aku di sana. Aku mulai berpikir bahwa aku dapat bekerja lebih baik daripada agen yang menjadi atasanku. Karenanya aku mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan menjadi polisi. Aku masuk akademi, lalu menjadi petugas patroli. Kemudian aku menjadi sukarelawan untuk suatu tugas penyusupan bersama tim pembasmian obat-obatan terlarang. Menegangkan, tapi terbukti bahwa aku mampu.”

Untuk sesaat Jeannie merasakan jarak di antara me—

www.ac-zzz.tk

484

reka. la suka mengisap ganja sekali-sekali, dan ia kurang suka pada mereka yang ingin menjebloskan orang-orang seperti dirinya ke dalam penjara untuk itu.

“Kemudian aku pindah ke Unit Pelecehan Hak Anak-anak,” lanjut Mish. “Tapi aku tidak betah lama-lama di sana. Sama seperti yang lain Tugasnya penting sebetulnya, tapi orang tidak akan bertahan lama di situ Kau bisa kehilangan kewarasanmu. Jadi, akhirnya aku masuk ke Urut Tindak Kejahatan Seks.”

“Kedengarannya tidak jauh berbeda.”

“Setidaknya yang menjadi korban biasanya sudah dewasa. Dan setelah beberapa tahun, mereka mengangkatku menjadi sersan untuk membawahi seluruh unit.”

“Menurutku detektif untuk kasus-kasus pemerkosaan memang sebaiknya wanita.” ujar Jeannie.

“Rasanya aku tidak sependapat denganmu.”

Jeannie tampak tercengang. “Apakah kau tidak sependapat bahwa akan lebih mudah bagi knrban untuk berbicara dengan seorang wanita?”

“Korban-korban yang sudah lanjut usia, mungkin; mereka yang umurnya di atas tujuh puluhan.”

Jeannie menggigil membayangkan wanita-wanita tua yang sudah rapuh diperkosa seseorang.

Mish melanjutkan, “Tapi, terus terang, kebanyakan lebih suka mengungkapkannya kepada sebuah tiang lampu.”

“Laki-laki cenderung menganggap seorang wanita memang minta dirinya diperkosa.”

“Tapi suatu laporan pemerkosaan toh harus dilengkapi sampai batas tertentu kalau akan diajukan ke pengadilan. Dan kalau sudah sampai ke bagian interogasinya, kaum wanita bisa bersikap lebih brutal daripada laki-laki, terutama terhadap wanita lain.”

Jeannie merasa agak sulit untnk mencerna hal itu, sehingga ia mempertanyakan apakah Mish tidak sekadar membela kolega-koleganya dalam menghadapi orang luar.

www.ac-zzz.tk

485

Saat mereka mulai kehabisan bahan pembicaraan, Jeannie hanyut dalam alam pikirannya sendiri-Ia mempertanyakan nasibnya di masa mendatang, la belum bisa membayangkan bahwa ada kemungkinan ia tidak bisa lagi melanjutkan profesinya sebagai seorang ilmuwan. Dalam angan-angannya mengenai masa depan, ia selalu membayangkan dirinya sebagai seorang wanita tua yang terkenal, dengan rambut berwarna keabuan, agak cerewet, tapi diakui secara luas karena hasil pekerjaannya, dan kepada para mahasiswa akan diceritakan, Kita belum memiliki pengertian apa-apa mengenai perilaku kriminal, sampai diterbitkannya buku terkenal lean Ferrami pada tahun 2000. Tapi sekarang itu tidak akan terwujud-la membutuhkan fantasi baru.

Mereka tiba di LaGuardia beberapa menit setelah pukul delapan, lalu naik sebuah taksi New York kuning yang butut menuju kota. Per-per taksi itu sudah kacau, sehingga mereka dikocok dan diguncang-guncang sepanjang perjalanan. Mereka melintasi Queens, menembus Midtown Tunnel, terus menuju daerah Manhattan. Tapi Jeannie toh akan merasa kurang nyaman andai kata yang mereka tumpangi itu sebuah Cadillac; ia akan menemui laki-laki yang pernah menyerangnya di dalam mobilnya sendiri. Perutnya terasa seperti diaduk-aduk.

Alamat Wayne Stattner ternyata di sebuah bangunan mewah di pusat kota, persis di sebelah selatan Houston Street Pagi hari Sabtu itu lumayan cerah, dan di jalan-jalan sudah mulai berkeliaran anak-anak muda yang ingin jajan roti bagel dan minum cappuccino di kafe-kafe pinggir jalan, atau sekadar melongok etalase galeri-galeri seni.

Seorang detektif dari First Precint sudah menunggu mereka di pelataran parkir di luar bangunan itu, dalam sebuah mobil Ford Escort berwarna kecokelatan yang agak penyok pintu belakangnya. Laki-laki itu mengulurkan tangannya, lalu sambil memperkenalkan dirinya

486

sebagai Herb Reitz. Rupanya mengawal detektif-detektif dari kota lain merupakan tugas sehari-harinya.

Mish berkata. “Kami menghargai kedatangan Anda pada hari Sabtu ini untuk mendampingi kami.” la melontarkan seulas senyum hangat dan agak genit.

Hati si detektif mencair sedikit. “Itu bukan masalah.”

“Sewaktu^aktu kau butuh sesuatu di Baltimore, hubungi aku secara pribadi.”

“Tentu.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie ingin menyela dengan, Demi Tuhan, ayo!

Mereka masuk ke dalam gedung itu, lalu menaiki lift barang yang jalannya lambat. “Satu apartemen di masing-masing lantai,” ujar Herb. “Si calon tersangka rupanya bukan orang sembarangan. Apa yang telah dia lakukan?”

“Dia telah memerkosa seseorang,” sahut Mish.

Lift itu berhenti. Pintunya membuka persis di muka sebuah pintu lain, sehingga mereka tidak bisa ke mana-mana sampai pintu apartemen itu dibuka. Mish menekan sebuah bel. Lama tidak ada jawaban. Herb menahan pintu lift. Jeannie berdoa semoga Wayne tidak sedang keluar kota untuk berakhir minggu; ia merasa tidak bakal sanggup mengatasi antiklimaks seperti ini. Mish menekan bel itu sekali lagi, sambil membiarkan jarinya tetap di atas tombol itu.

Akhirnya terdengar sebuah suara dari dalam. “Siapa di luar?”

Ternyata memang dia. Suaranya membuat Jeannie menggigil ketakutan.

Herb berkata, “Polisi. Sekarang buka pintunya.”

Nada itu berubah. “Tolong acungkan tanda pengenal Anda di lubang kaca di muka Anda.”

Herb memperlihatkan lencana detektifnya.

“Oke, sebentar.”

Inilah saatnya, ujar Jeannie pada dirinya. Sekarang aku akan melihatnya.

487

Pintu itu dibuka oleh seorang anak muda berambut acak-acakan, tanpa alas kaki, dalam jas handuk hitam yang sudah memudar warnanya.

Jeannie memandanginya dengan perasaan bingung.

Dia memang mirip Steve—kecuali bahwa rambutnya berwarna hitam.

Herb berkata, “Wayne Stattner?” •

“Ya.”

Pasti habis dicat, ujar Jeannie pada dirinya. Pasti habis dicat kemarin, atau pada hari Kamis malam.

www.ac-zzz.tk

“Aku Detektif Herb Reitz dari First Precinct.”

“Aku selalu bersedia bekerja sama dengan pihak kepolisian, Herb,” ujar Wayne, la melirik ke arah Mish dan Jeannie. Jeannie melihat bahwa ia tidak menampakkan reaksi mengenalinya sedikit pun. “Bagaimana kalau kalian masuk?”

Mereka melangkah masuk. Ruang masuk yang tidak berjendela itu dicat hitam, dengan tiga pintu merah. Di salah satu pojok berdiri sebuah tengkorak manusia, jenis yang biasanya dipakai di sekolah-sekolah kedokteran, tapi yang ini mulurnya disumbat dengan sebuah syal berwarna merah, dan pergelangan tangannya dibelenggu borgol polisi.

Wayne menggiring mereka melalui salah sebuah pintu merah, menuju sebuah ruangan besar berlangit-langit tinggi. Gorden-gorden beludru hitam menutupi jendela- jendelanya, sementara ruangan itu diterangi oleh lampu-lampu redup. Di dinding terpampang sebuah bendera Nazi berukuran normal. Sebuah koleksi cambuk mengisi tempat payungnya yang disinari lampu sorot. Sebuah lukisan cat minyak yang besar, menggambarkan peristiwa penyaliban, bersandar di atas kuda-kuda; setelah mengamati dengan cermat. Jeannie melihat bahwa sosok telanjang yang disalibkan itu ternyata bukan Kristus tapi seorang wanita montok dengan rambut pirang panjang. Ia menggigil lagi.

488

Rumah ini dihuni oleh seorang laki-laki yang sadis; sudah jelas dari apa yang tampak.

Herb tampak mengawasi sekelilingnya dengan bingung. “Apa mata pencaharian Anda, Mr. Stattner?*”

“Aku memiliki dua buah kelab malam di sini, di New York. Terus terang karena itulah aku selalu berusaha bekerja sama dengan pihak kepolisian. Aku harus menjaga agar tanganku tetap bersih, demi kelancaran urusan bisnis.”

Herb menjentikkan jarinya. “Tentu, Wayne Stattner. Aku membaca artikel mengenai Anda di majalah New York. Jutawan Muda dari Daerah Manhattan. Seharusnya aku mengenali nama itu.”

“Silakan duduk.”

Jeannie melangkah ke sebuah kursi, tapi kemudian ia melihat bahwa itu kursi listrik yang biasa dipakai untuk mengeksekusi seseorang. Ia mengurungkan niatnya, menyeringai, lalu duduk di tempat lain.

www.ac-zzz.tk

Herb berkata, “Ini Sersan Michelle Delaware dari Dinas Kepolisian Kota Baltimore.”

“Baltimore?” ulang Wayne dengan tampang tercengang. Jeannie memperhatikan wajahnya, untuk melihat tanda-tanda yang menunjukkan kecemasan, tapi sepertinya ia seorang aktor yang baik. “Jadi. ada kejahatan di Baltimore?” ujarnya dalam nada sarkastis.

Jeannie berkata, “Rambut Anda dicat, bukan?”

Mish melayangkan tatapan kesal ke arahnya; Jeannie hanya boleh ikut melihat, bukan menginterogasi calon tersangka.

Namun Wayne rupanya tidak merasa terganggu oleh pertanyaan itu. “Anda jeli sekali.”

Ternyata aku benar, ujar Jeannie dalam hati dengan perasaan puas. Ternyata memang dia. la mengalihkan matanya ke arah tangan anak muda itu, dan teringat bagaimana pakaiannya dikoyak olehnya. Kau memang kurang ajar, bajingan, umpatnya.

489

“Kapan Anda mengecat rambut Anda?” tanyanya. “Sejak aku berusia lima belas tahun,” sahut Wayne. Pembohong.

“Warna hitam sudah lama menjadi mode, sejauh yang kuingat.”

Rambutmu pirang pada hari Kamis, ketika kau menggerayangi aku dengan tanganmu yang besar, dan pada hari Minggu, ketika kau memerkosa sahabatku, Lisa, di gedung olahraga JFU.

Tapi untuk apa ia berbohong? Apakah ia tahu bahwa orang yang mereka curigai berambut pirang?

Wayne berkata, “Ada apa sebetulnya? Apakah warna rambutku suatu petunjuk! Aku suka pada misteri.”

“Kami tidak akan berlama-lama,” ujar Mish. “Kami ingin tahu di mana Anda pada hari Minggu malam yang lalu, sekitar pukul delapan.”

Jeannie ingin tahu, apakah ia memiliki alibi. Tidak akan sulit baginya untuk menyatakan bahwa ia bermain kartu dengan beberapa orang preman, kemudian membayar mereka untuk mendukung pernyataannya, atau mengatakan bahwa

www.ac-zzz.tk

ia tidur dengan seorang pelacur yang pasti bersedia bersumpah palsu baginya, demi sejumlah imbalan.

Namun jawabannya ternyata berupa kejutan. “Itu tidak sulit,” ujarnya. “Aku di California.”

“Apa ada yang dapat menguatkan pernyataan itu?”

Anak muda itu tertawa. “Sekitar seratus ribu orang, kukira.”

Jeannie mulai merasa tidak enak. Mana mungkin ia memiliki alibi? Sudah pasti dialah si pemerkosa itu

Mish berkata, “Apa maksudmu?”

“Aku sedang menghadiri perayaan Emmy.”

Jeannie teringat bahwa ia melihat acara penyerahan penghargaan Emmy yang ditayangkan di televisi, di ruang rumah sakit tempat Lisa diperiksa. Bagaimana mungkin Wayne bisa berada di situ? Mana mungkin ia

490

bisa sampai di bandara lebih dahulu daripada Jeannie sampai di rumah sakit itu?

“Aku tidak memenangkan apa-apa, tentu saja,” tambah anak muda itu. “Aku tidak berkecimpung dalam bisnis itu. Tapi Salina Jones berkecimpung di situ, dan dia seorang teman lama.”

” Ia melayangkan mata ke arah lukisan cat minyaknya. Jeannie menyadari bahwa wanita dalam lukisan itu mirip si artis yang bermain sebagai Babe, putri Brian yang suka menggerutu di sebuah sinetron mengenai kehidupan di sebuah restoran. Ton Many Cooks. Rupanya wanita itu pernah berpose untuknya.

Wayne berkata, “Salina memenangkan penghargaan sebagai artis komedi terbaik, dan aku mencium kedua pipinya saat dia turun dari panggung dengan piala di tangannya. Momentum yang indah, sempat diabadikan oleh beberapa kamera televisi, untuk langsung disiarkan ke seluruh dunia. Aku punya videonya. Dan fotonya ada di majalah People terbitan minggu ini.”

Ia menunjuk ke arah sebuah majalah yang tergeletak di karpet.

www.ac-zzz.tk

Dengan hati menciut, Jeannie memungutnya. Memang ada sebuah foto Wayne, betul-betul tampan dalam jas tuksedonya, mencium Salina yang sedang menggenggam penghargaan Emmy-nya di tangan.

Rambut Wayne hitam ketika itu.

Di bawah foto itu tertulis Impresario klub malam New York, Wayne Stattner, memberikan selamat kepada mantan kekasihnya, Salina Jones, atas penghargaan Emmy yang diterimanya untuk Too Many Cooks dt Hollywood pada hari Minggu malam.

Nilainya sama seperti sebuah alibi.

Bagaimana mungkin?

Mish berkata. “Oke, Mr. Stattner, kami sudah cukup lama mengganggu Anda.”

“Atas tuduhan apa aku dituding?”

491

“Kami sedang menyidik suatu kasus pemerkosaan yang terjadi di Baltimore pada hari Minggu malam.” “Bukan aku,” ujar Wayne.

Mish melirik ke arah lukisan penyaliban itu. Wayne mengikuti pandangannya. “Korban-korbanku melakukannya dengan sukarela,” ujarnya sambil menatap Mish dalam gaya mengundang.

Wajah Mish memerah, lalu ia membuang muka.

Jeannie merasa tersisih. Seluruh harapannya sirna. Namun otaknya masih bekerja, dan saat mereka berdiri untuk minta diri, ia bertanya, “Boleh aku tanya sesuatu?”

“Tentu,” ujar Wayne dalam nada ringan.

“Anda punya kakak atau adik?”

“Aku anak tunggal.”

“Sekitar waktu Anda dilahirkan, ayah Anda bertugas di dinas kemiliteran, betul?”

“Ya, dia seorang instruktur pilot helikopter di Fort Bragg. Dari mana Anda tahu itu?”

www.ac-zzz.tk

“Apa Anda kebetulan tahu apakah ibu Anda mengalami kesulitan dalam mengandung?”

“Ini pertanyaan yang lucu dari seorang polisi.”

Mish berkata “Dr. Ferrami adalah seorang ilmuwan dari Jones Falls University. Risetnya ada hubungannya dengan kasus yang sedang kutangarri.”

Jeannie berkata, “Apakah ibu Anda pernah mengungkapkan bahwa dia pernah menjalani suatu perawatan .kesuburan?”

“Tidak kepadaku.”

“Anda berkeberatan kalau aku langsung menanyakan itu kepadanya?”

“Dia sudah meninggal.”

“Aku menyesal mendengar itu. Bagaimana mengenai ayah Anda?”

Wayne angkat bahu. “Anda bisa meneleponnya.” “Di mana?”

“Dia tinggal di Miami. Akan kuberikan nomornya.”

492

Jeannie menyodorkan sebuah pena. Wayne mengorat oret sebuah nomor di salah satu halaman majalah People, yang kemudian ia sobek.

Mereka menuju pintu. Herb berkata. “Terima kasih untuk kerja sama Anda. Mr. Stattner.”

“Bukan masalah.”

Saat mereka turun dengan lift, Jeannie bertanya, “Kau percaya alibinya?”

“Akan aku cek kebenarannya,” sahut Mish. “Tapi sepertinya cukup meyakinkan.”

Jeannie menggeleng-gelengkan kepala. “Sulit rasanya untuk percaya bahwa dia tidak bersalah.”

“Tentu saja dia punya banyak salah. Manis—tapi bukan untuk tindak kejahatan yang ini.”

BAB 44

www.ac-zzz.tk

Steve sedang menunggu di dekat pesawat telepon. Ia duduk di ruang dapur yang luas di rumah orangtuanya di Georgetown, mengawasi ibunya membuat perkedel daging, sambil menunggu telepon dari Jeannie. Ia ingin tahu, apakah Wayne Stattner memang betul-betul kembarannya. Ia ingin tahu, apakah Jeannie dan Sersan Delaware akan menemukannya di alamat New York-nya. la ingin tahu, apakah Wayne akan mengakui bahwa ia telah memerkosa Lisa Hoxton.

Mom sedang merajang bawang. Ia betul-betul tertegun dan terkejut ketika pertama kali mendengar mengenai apa yang pernah dilakukan atas dirinya di Aventine Clinic pada bulan Desember 1972. Semula ia tidak mau mempercayainya, dan hanya menerimanya untuk sementara, seakan untuk menghindari argumentasi saat mereka sedang berunding dengan si pengacara. Tapi tadi malam Steve berbincang-bincang dengan kedua orangtuanya sampai larut malam, untuk membicarakan hal yang tidak masuk akal ini. Mom betul-betul marah ketika itu. Membayangkan dokter-dokter itu melakukan eksperimen atas diri pasien-pasien tanpa izin yang bersangkutan, merupakan hal yang amat mengguncangkan baginya. Dalam artikelnya, Mom sering mengulas tentang hak kaum wanita untuk mengontrol tubuh mereka sendiri.

494

Untungnya Dad bersikap lebih tenang. Semula Steve beranggapan seorang laki-laki akan menunjukkan reaksi lebih keras dalam menghadapi aspek yang sama sekali tidak masuk akal ini. Tapi sejak awal Dad sudah bersikap amat rasional, saat membahas logika Jeannie, menspe-kulasi kemungkinan lain sehubungan dengan fenomena kembar tiga itu, dan pada akhirnya mengambil kesimpulan bahwa Jeannie mungkin benar. Namun reaksi tenang memang merupakan bagian dari pembawaan Dad. Apa yang terlihat dari luar itu belum tentu sesuai dengan apa yang sebetulnya ia rasakan di dalam. Saat ini ia sedang berada di halaman, dengan santai menyirami kebun bunga, namun hatinya mungkin sedang bergolak-golak.

Mom mulai menumis bawang, dan aromanya menerbitkan air liur Steve. “Perkedel daging dengan kentang dilumatkan dan saus tomat,” ujarnya. “Betul-betul nggak ada yang lebih asyik.”

Mom tersenyum. “Ketika berusia lima tahun, kau ingin makan itu tiap hari.”

“Aku ingat. Di dapur kecil di Hoover Tower.”

“Kau masih ingat itu?”

“Ya. Aku ingat ketika pindah, dan betapa janggal rasanya memiliki sebuah rumah, bukannya apartemen.”

www.ac-zzz.tk

“Ketika itulah aku mulai memperoleh hasil dari buku pertamaku, What to Do When You Can’t Get Pregnant.” Mom menghela napas. “Seandainya fakta mengenai bagaimana aku sampai hamil terungkap, isi buku itu bakal meninggalkan kesan konyol sekali.”

.”Mudah-mudahan para pembeli buku itu tidak menuntut kembali uang mereka.”

Mom memasukkan daging cincang ke dalam penggorengan, bersama bawangnya, lalu mengelap tangannya. “Sepanjang malam aku merenungkan hal ini, dan kau tahu? Aku toh merasa bersyukur bahwa mereka melakukan itu padaku di Aventine Clinic.”

495

“Kenapa? Mom begitu terguncang tadi malam.”

“Aku memang masih kesal, bahwa aku dipakai seperti seekor simpanse. Tapi aku toh menyadari satu hal yang sebetulnya sederhana: andai kata mereka tidak melakukan eksperimen itu atas diriku, aku tidak akan memiliki kau. Selain itu, masa bodoh.”

“Mom tidak mempermasalahkan bahwa aku sebetulnya bukan sungguh-sungguh anak Mom?”

Mom merangkul Steve. “Kau milikku, Steve. Tidak ada yang dapat mengubah fakta itu.”

Pesawat telepon berdering. Steve langsung menyambarnya. “Halo”

“Aku Jeannie.”

“Apa yang terjadi?” ujar Steve sambil berusaha menahan napas. “Dia di sana?”

“Ya, dan dia memang kembaranmu. kecuali bahwa dia telah mengecat hitam rambutnya.”

“Ya Tuhan! Jadi, kami bertiga.”

“Ya. Ibu Wayne sudah meninggal, tapi aku bani saja berbicara dengan ayahnya di Florida, dan dia menyatakan bahwa istrinya pernah menjalani perawatan di Aventine Clinic”

Itu berita bagus, namun nada suara Jeannie toh kurang antusias. “Sepertinya kau tidak senang sebagaimana seharusnya.”

www.ac-zzz.tk

‘Ternyata dia punya alibi untuk hari Minggu itu.”

“Sial.” Harapan Steve langsung menciut lagi. “‘Kok bisa? Bagaimana alibinya?”

“Kuat. Dia sedang menghadiri acara penghargaan Emmy di Los Angeles. Ada foto-fotonya.”

“Dia berkecimpung di dunia perfilman?”

“Dia pemilik kelab malam. Seorang selebriti minor.”

Steve mengerti sekarang, kenapa Jeannie begitu patah semangat. Keberhasilannya untuk menemukan Wayne amal brilian, namun mereka tidak mendapatkan apa-apa. “Lalu siapa yang memerkosa Lisa?”

496

“Kau ingat apa yang dikatakan Sherlock Holmes? ‘Setelah berhasil menyisihkan semua unsur yang tak mungkin, yang tinggal—meskipun kedengarannya tidak masuk akal—adalah kebenarannya.’ Atau Hercule Poirot yang mengatakan itu?”

Jantung Steve seakan berhenti berdetak. Apakah Jeannie hendak mengatakan bahwa dia yang memerkosa Lisa? “Maksudmu?”

“Kalian berempat.”

“Quadruplet? Jeannie, itu kan tidak mungkin.”

“Bukan. Aku nggak percaya bahwa embrio ini membelah menjadi empat secara kebetulan. Pasti sengaja dibelah, sebagai bagian dari eksperimen itu.”

“Apa itu mungkin?”

“Sekarang, ya. Kau pasti pernah mendengar tentang cloning. Di tahun tujuh puluhan, itu baru semacam ide. Tapi Genetico rupanya sudah lebih jauh dari yang lain— mungkin karena mereka bekerja secara terselubung dan bisa bereksperimen dengan menggunakan manusia.”

“Jadi, menurutmu aku ini semacam clone!”

‘Tidak bisa lain. Sori, Steve. Kau terus mendengar yang aneh-aneh dariku. Untung kau punya orangtua seperti yang kaumiliki.”

“Yeah. Seperti apa dia, si Wayne itu?”

www.ac-zzz.tk

“Aneh. Dia memiliki sebuah lukisan yang menggambarkan Salina Jones disalib dalam keadaan telanjang. Aku benar-benar ngeri berada di apartemennya.

Steve terdiam. Yang satu seorang pembunuh, yang lain seorang sadis, sedangkan yang keempat, berdasarkan hipotesis, adalah seorang pemerkosa. Lalu aku sendiri sebetulnya apa?

Jeannie berkata, “Ide itu juga menjelaskan alasan mengapa kalian semua dilahirkan pada hari yang berbeda. Embrio-embrio itu disimpan di laboratorium dalam periode-periode yang berlainan, sebelum ditanam dalam rahim wanita-wanita itu.”

497

Kenapa ini harus terjadi atas diriku? Kenapa aku tidak bisa sama seperti orang-orang lain?

“Pesawatnya sudah mau berangkat, aku mesti buru-buru.”

“Aku ingin menemui mu Aku akan berangkat ke Baltimore.” “Oke Bye”

Steve menutup pesawatnya. “Mom dengar, kan?” ujarnya pada ibunya.

“Yeah. Tampangnya persis seperti kan, tapi dia punya alibi, jadi menurut Jeannie kalian berempat, dan kalian semacam clone.”

“Kalau aku memang semacam clone, tentunya aku juga seperti mereka.”

‘Tidak. Kau lain, karena kau milikku.”

“Tapi nyatanya tidak.” Steve melihat suatu kepedihan membayang di wajah ibunya, tapi ia sendiri sedang merasakan hal yang sama. “Aku adalah anak dari dua orang yang sama sekali tidak kukenal, hasil seleksi para ilmuwan yang bekerja untuk Genetico. Begitulah silsilahku.”

“Kau tidak sama seperti yang lain, sikapmu lain.”

“Tapi apakah itu juga akan membuktikan bahwa pembawaanku tidak sama seperti mereka? Atau bahwa aku sudah belajar untuk menyembunyikannya, seperti seekor binatang yang sudah dijinakkan? Apakah Mom membuat aku sebagaimana aku sekarang? Atau Genetico?”

“Aku tidak tahu, anakku,” sahut Mom. “Aku sungguh-sungguh tidak tahu.”

498

www.ac-zzz.tk

BAB 45

Jeannie mandi dan mencuci rambutnya, kemudian memakai make-up mata dengan hati-hati. Ia memutuskan untuk tidak menggunakan lipstik atau perona pipi. Ia mengenakan sweater ungu berleher V dan legging ketat berwarna abu-abu. tanpa pakaian dalam ataupun sepatu. Ia memasang giwang hidung favoritnya, sebuah perhiasan perak bertatahkan batu nilam yang mungil. Penampilannya berkesan seksi di cermin. “Mau jadi alim, Non?” ujarnya. Sesudah itu ia mengedipkan matanya, lalu menuju ruang duduk.

Ayahnya sudah pergi lagi. Rupanya ia lebih suka di rumah Patty, sebab ada ketiga cucunya untuk menghibur hatinya. Ia dijemput Patty sewaktu Jeannie berada di New York.

Tidak ada lagi yang harus dikerjakan Jeannie selain menunggu kedatangan Steve. Ia mencoba untuk tidak memikirkan kekecewaan-kekecewaan yang dialaminya hari itu. Untuk sementara, cukup, la mulai merasa lapar: seharian ia cuma minum kopi. Ia menimbang-nimbang, apakah akan makan sekarang atau menunggu sampai Steve datang. Ia tersenyum begitu teringat bahwa anak muda itu telah melahap sekaligus delapan potong roti bumbu kayu manis sebagai sarapan. Betulkah itu baru terjadi kemarin? Rasanya seperti seminggu yang lalu.

499

Tiba-tiba ia teringat bahwa ia tidak punya apa-apa di lemari es. Tidak lucu kalau Steve datang dengan perut lapar, sedangkan ia tidak punya apa-apa untuk dimakan! Cepat-cepat ia mengenakan sepatu bot Doc Marten-nya, lalu lari keluar. Ia mengemudikan mobilnya ke 7-Eleven yang terletak di persimpangan antara Falls Road dan 36th Street, lalu membeli telur, daging asap Canadian, susu, sebongkah roti, salad siap makan, bir Dos Equis, es krim Ben & Jerry’s rasa Rainforest Crunch, dan empat bungkus roti bumbu kayu manis yang masih beku.

Saat berdiri dalam barisan di muka kasir, ia menyadari bahwa Steve mungkin sudah sampai di rumahnya, sementara ia sedang keluar Malah mungkin Steve sudah pergi lagi. Jeannie lari keluar dari toko itu dengan belanjaannya, kemudian ngebut pulang seperti orang sedang kerasukan, sambil membayangkan Steve menunggu dengan tak sabar di muka pintunya.

Tak ada seorang pun di muka rumahnya serta tanda-tanda kehadiran mobil Datsun karatannya. Jeannie masuk ke dalam, lalu memasukkan makanan yang baru dibelinya ke dalam lemari es. Ia mengeluarkan telur dari kartonnya untuk dibariskan di tempatnya. Ia menyimpan birnya, lalu mengisi mesin kopinya. Sesudah itu tidak ada lagi yang perlu ia kerjakan.

www.ac-zzz.tk

Terpintas dalam dirinya bahwa ulahnya lain dari biasa. Jeannie tidak pernah peduli apakah seorang laki-laki mungkin merasa lapar. Dulu, dengan Will Temple, kalau Will merasa lapar, ia akan menyiapkan sendiri sesuatu untuk dimakan, dan kalau lemari es Jeannie kosong, Will akan pergi ke toko, dan kalau tokonya tutup, ia akan pergi ke restoran. Tapi kini Jeannie merasa dirinya dilanda oleh kebutuhan untuk memperhatikan tetek bengek seperti itu. Rupanya Steve memiliki pengaruh lebih besar atas dirinya daripada laki-laki lain, meskipun Jeannie baru beberapa hari mengenalnya.

500

Suara bel pintu berdering nyaring, seakan mau meledak.

Jeannie tersentak, jantungnya berdebar-debar. Kemudian melalui interkomnya ia bertanya, “Ya?” “Jeannie? Aku Steve.”

Jeannie menekan tombol pembuka pintu. Untuk sesaat ia berdiri diam, dan merasa dirinya agak konyol. Ulahnya persis seperti gadis remaja. Ia melihat Steve menaiki tangga dalam baju kaus abu-abu dan celana blue jeans model longgar. Di wajahnya membayang kepedihan dan kekecewaannya selama dua puluh empat jam terakhir. Jeannie merangkul leher Steve, lalu memeluknya. Tubuh yang kuat itu terasa tegang dan tertekan.

Jeannie menggiring Steve ke ruang duduk. Steve duduk di sofa, sementara ia menyalakan mesin kopinya. Jeannie merasa begitu dekat dengannya. Mereka belum pernah pergi berkencan, ke restoran-restoran, dan nonton berdua, sebagaimana cara Jeannie biasanya mengawali hubungan dengan seorang laki-laki. Yang mereka lakukan adalah berjuang berdampingan untuk memecahkan misteri demi misteri, serta menghadapi perlakuan tidak adil musuh-musuh terselubung Dan situasi itu dengan cepat mengakrabkan mereka.

“Mau kopi T

Steve menggeleng. “Aku lebih suka kalau kita berpegangan tangan.?

Jeannie duduk di sebelahnya, lalu meraih tangannya. Steve mendoyongkan tubuhnya ke depan. Jeannie mengangkat wajahnya, lalu Steve mencium bibirnya. Itu ciuman serius mereka yang pertama. Jeannie meremas tangan Steve, lalu menguakkan bibirnya. Aroma dari mulut anak muda itu mengingatkannya akan asap kayu. Untuk sesaat nafsunya agak mereda saat ia mempertanyakan pada dirinya, apakah ia sudah menggosok gigi; begitu teringat bahwa ia sudah melakukan itu, ia merasa santai kembali. Steve menyentuh payudaranya melalui

501

www.ac-zzz.tk

sweater-nya yang terbuat dari bahan wol halus. Tangan Steve yang besar ternyata amat lembut. Jeannie melakukan hal yang sama padanya, dengan mengusap-usapkan telapak tangannya pada dada Steve.

Dalam waktu singkat, mereka sama-sama sudah merasa panas.

Steve menarik diri. Ia menatap Jeannie, seakan ingin merekam garis-garis wajah Jeannie ke dalam kenangan nya. Dengan ujung jarinya ia menyentuh alis Jeannie, pipinya, ujung hidungnya, dan bibirnya, begitu lembut, seakan takut akan merusak sesuatu. Ia menggeleng-gelengkan kepala, seakan tak dapat mempercayai apa yang dilihatnya.

Dalam tatapannya, Jeannie melihat suatu kerinduan. Laki-laki ini menginginkan dirinya dengan seluruh keberadaannya. Dan itu membuatnya terangsang. Nafsunya mulai berkobar, seakan diembus angin selatan, panas dan menggebu-gebu. Ia merasakan suatu sensasi yang selama satu setengah tahun tak pernah ia rasakan. Ia menginginkan segala-galanya sekaligus, tubuh anak muda itu di atasnya, lidahnya di dalam mulutnya, dan tangannya di mana-mana.

Ia mencakup wajah Steve, kemudian menariknya. Lalu ia menciumnya lagi, kali ini dengan mulut terbuka. Ia mendoyongkan tubuhnya ke belakang, sehingga anak muda itu setengah menindihnya. Akhirnya ia mendorong tubuh Steve, lalu dengan napas terengah-engah berkata. “Kamar tidur.”

Jeannie menarik diri, kemudian masuk lebih dulu ke dalam kamar tidur. Ia melepas pakaiannya, lalu melemparkannya ke lantai. Steve masuk ke dalam kamar itu, lalu menutup pintu di belakangnya dengan tumit kakinya Melihat Jeannie menanggalkan pakaiannya, dengan suatu gerakan cepat ia membuka baju kausnya.

Mereka semua melakukan itu, ujar Jeannie pada dirinya; mereka semua menutup pintu dengan tumit kaki.

502

Steve melepaskan sepatunya, membuka ikat pinggangnya, lalu menanggalkan celana jeans-nya. Bentuk tubuhnya betul-betul sempurna, bahunya bidang, dengan dada berotot dan pinggul sempit dalam celana Jockey putih.

Tapi benarkah ini Steve?

Steve bergerak mendekat, tapi Jeannie melangkah mundur.

Laki-laki yang meneleponnya mengatakan, “Dia dapat mengunjungimu.”

www.ac-zzz.tk

Steve mengerutkan dahi. “Ada apa?”

Tiba-tiba Jeannie merasa takut. “Aku tidak dapat melakukan ini,” ujarnya

Steve menarik napas dalam-dalam, kemudian mengembuskannya lagi. “Wauw,” ujarnya. Ia memalingkan wajahnya “Wauw.”

Jeannie menyilangkan lengannya di muka dada, untuk menutupi payudaranya. “Aku tidak tahu siapa kau.”

“Astaga.” Steve duduk di tempat tidur, membelakangi Jeannie, bahunya yang besar melengkung lemas. Tapi mungkin ia cuma pura-pura. “Kau mengira aku yang menjumpaimu di Philadelphia”

“Aku mengira dia Steve.”

“Tapi untuk apa dia berpura-pura menjadi aku?” “Itu tidak penting.”

“Dia tidak akan mau melakukannya hanya untuk bercinta,” ujar Steve. “Kembaranku memiliki cara-cara khusus untuk memuaskan nafsu mereka dan yang jelas bukan dengan cara begini. Kalau dia ingin menidurimu, dia akan mengancammu dengan pisau, atau menyobek stocking-mu, atau membakar sebuah gedung, ya kan?”

“Aku ditelepon seseorang,” ujar Jeannie dalam nada bergetar. “Seorang penelepon gelap. Dia mengatakan: Yang menemuimu di Philadelphia sebetulnya punya niat untuk membunuhmu. Dia terbawa nafsu, sehingga misinya berantukan. Tapi dia bisa mengunjungimu lagi. Karena

503

itulah kau harus pergi dari sini, sekarang juga.” Jeannie menyambar pakaiannya dari lantai dan cepat-cepat mengenakannya. Ia masih belum merasa cukup aman.

Rasa simpati membayang di mata anak muda itu. “Jeannie yang malang,” ujarnya. “Mereka benar-benar berhasil* menakutimu. Aku menyesal sekali.” Ia berdiri, kemudian mulai mengenakan celana jeans-nya.

Tiba-tiba Jeannie merasa yakin bahwa ia telah membuat kekeliruan. Si Philadelphia, si pemerkosa, tidak akan mau mengenakan pakaiannya kembali dalam situasi seperti ini. la akan mengempaskan Jeannie ke tempat tidur, mencabik-cabik pakaiannya, serta mencoba merengkuhnya secara paksa. Yang ini lain. Yang ini pasti Steve. Jeannie merasakan dorongan tak tertahankan untuk segera merangkul anak muda ini dan bercinta dengannya. “Steve…”

www.ac-zzz.tk

Steve tersenyum. ““Itu aku.”

Tapi inikah tujuan dari aktingnya? Begitu ia berhasil memenangkan Jeannie dan mereka sudah dalam keadaan telanjang di tempat tidur, apakah ia akan berubah dan menyingkapkan sifatnya yang sebenarnya, sifat alaminya yang senang melihat wanita dalam ketakutan dan kesakitan? Jeannie menggigil.

Situasinya sepertinya kurang baik. Jeannie mengalihkan pandangannya. “Sebaiknya kau pergi,” ujarnya.

“Kau bisa mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku,” ujar Steve.

“Baik. Di mana aku bertemu Steve pertama kali?”

“Di lapangan tenis.”

Jawaban itu benar. “Tapi baik Steve maupun si pemerkosa ada di JFU hari itu.”

“Tanyakan sesuatu yang lain padaku.”

“Berapa potong roti bumbu kayu manis dimakan Steve pada hari Jumat pagi?”

Steve tersenyum. “Delapan, malu juga aku mengakui- • nya.”

504

Jeannie menggeleng-gelengkan” kepalanya dengan panik. “Tempat ini mungkin disadap. Mereka sudah menggeledah ruang kantorku, menghapus E-mail-ku, mungkin mereka sedang menguping pembicaraan kita saat ini. Gawat. Aku belum terlalu mengenal Steve Logan, dan yang kuketahui mengenai dirinya mungkin juga diketahui orang lain.”

“Kukira ucapanmu masuk akal,” ujar Steve sambil mengenakan kembali baju kausnya

Steve duduk di tempat tidur untuk mengenakan sepatunya Jeannie menuju ruang duduk, karena tak ingin tinggal di kamar dan mengawasi Steve berpakaian. Apakah ia salah? Ataukah ini justru langkah paling bijaksana yang pernah diambilnya? Ia betul-betul merasa tidak epdk sekarang. Semula ia begitu ingin bercinta dengan Steve. Namun bayangan mendapati dirinya di tempat tidur bersama orang seperti Wayne Stattner betul-betul membuatnya menggigil ketakutan.

Steve muncul dalam pakaian lengkap. Jeannie menatap ke dalam matanya. Ia mencoba mencari sesuatu di sana, suatu tanda yang dapat mengenyahkan rasa

www.ac-zzz.tk

ragunya namun ia tidak menemukannya Aku tidak tahu siapa kau, aku sungguh-sungguh tidak tahu!

Steve dapat membaca pikirannya. “Percuma, aku tahu. Percaya adalah percaya, dan pada saat itu sirna itu sima.” Ia membiarkan kekecewaannya tampak sesaat. “Brengsek sekali, benar-benar brengsek.”

Kemarahannya membuat Jeannie takut. Ia cukup kuat, tapi anak muda itu lebih kuat. Ia ingin anak muda itu meninggalkan apartemennya secepatnya.

Steve merasakan itu. “Oke, aku akan pergi,” ujarnya Ia menuju pintu. “Kau tentunya tahu bahwa dia tidak akan mau pergi.”

Jeannie mengangguk.

Steve mengucapkan apa yang terpintas dalam pikiran Jeannie. “Tapi sebelum aku sungguh-sungguh pergi,

505

kau tidak akan tahu pasti. -Dan kalau aku pergi lalu kembali lagi, itu percuma. Supaya kau yakin bahwa aku adalah aku, aku harus betul-betul pergi.”

“Ya.” Ia sudah merasa lebih yakin sekarang, bahwa anak muda ini memang Steve, namun keraguannya akan kembali, kecuali kalau Steve sungguh-sungguh pergi.

“Kita membutuhkan sebuah sandi rahasia, supaya kau tahu bahwa itu aku.”

“Oke.”

“Aku akan memikirkannya.” “Oke.”

“Sampai ketemu,” ujarnya. “Aku tidak akan mencoba menciummu.”

Steve mulai menuruni tangga. “Jangan lupa telepon aku,” serunya.

Jeannie tetap berdiri diam di tempat, sampai mendengar suara bantingan pintu.

Ia menggigit bibir. Ia ingin menangis rasanya. Ia pergi ke dapur, lalu menuang kopi ke dalam cangkir. Ia mengangkatnya ke mulutnya, tapi cangkir itu tiba-tiba terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai, kemudian hancur berserakan ke mana-mana. “Sial,” umpatnya.

www.ac-zzz.tk

Kakinya terasa lemas, lalu ia berbaring di sofa. Ia merasa dirinya begitu terancam. Kini ia tabu bahwa bahaya itu cuma hasil imajinasinya sendiri, namun ia toh merasa lega bahwa semua itu sudah berlalu. Tubuhnya masih terasa tidak enak. “Tidak lama lagi.” ujarnya pada dirinya. “Tidak lama lagi.” Ia mencoba membayangkan, bagaimana suasananya kalau mereka bertemu lagi kelak; ia akan memeluk dan mencium Steve dan meminta maaf kepadanya. Dan Steve akan memaafkannya dengan lembut.

Kemudian ia tertidur sebentar.

506

BAB 46

Perasaan dilecehkan mendera Berrington. Keberhasilannya mengalahkan Jeannie Ferrami tidak membuatnya merasa lebih enak. Ia terpaksa berlaku seperti seorang pencuri kelas teri. Diam-diam ia telah menggelitik rasa ingin tahu pihak pers, menyelinap ke dalam ruang kerja Jeannie, menggeledah laci-laci meja tulisnya, dan kini mengintai rumahnya. Dunianya serasa akan runtuh di sekitarnya. Ia sudah benar-benar nekat.

Tidak pernah terpintas dalam dirinya bahwa ia akan melakukan semua ini beberapa minggu menjelang hari ulang tahunnya yang keenam puluh: duduk di dalam mobilnya, yang diparkir di pinggir sebuah jalan, mengawasi pintu depan rumah seseorang, seakan ia seorang detektif kelas kacang. Apa yang akan dikatakan ibunya? Ibunya masih hidup; seorang wanita bertubuh ramping dan selalu tampil rapi dalam usia delapan puluh empat tahun, tinggal di sebuah kota kecil di Maine, menulis surat-surat yang menarik ke sebuah koran lokal, dan masih tetap aktif mempertahankan perannya sebagai kepala penata bunga untuk gereja Episcopalian. Bulu kuduknya pasti berdiri menahan malu kalau ia tahu apa ^yang sedang dikerjakan putranya.

Mudah-mudahan ia tidak kepergok oleh salah seorang kenalannya. Ia cukup berhati-hati untuk tidak membalas

507

tatapan mata orang yang lewat. Untungnya mobilnya tidak begitu mencolok. Ia sendiri menilai kendaraannya sebagai sebuah mobil klasik yang elegan, namun tidak banyak Lincoln Town Car berwarna perak yang diparkir di sepanjang jalan itu; mobil-mobil tua yang kompak keluaran Jepang dan Pontiac Firebird yang terawat apik merupakan kendaraan favorit orang-orang di sini. Berrington sendiri bukan tipe yang tidak menarik perhatian, dengan rambut keabuannya yang khas. Semula selama beberapa waktu ia menggelar sebuah peta jalan di mukanya, sambil mendoyongkan tubuh ke arah kemudi, untuk kamuflase, namun daerah ini adalah daerah permukiman yang ramah, dan sudah dua orang

www.ac-zzz.tk

yang mengetuk jendelanya untuk menawarkan petunjuk, sehingga ia terpaksa menyisihkan peta itu. Ia menghibur dirinya dengan menganggap siapa pun yang tinggal di daerah kelas murahan seperti ini tak mungkin memiliki kedudukan cukup terpandang.

la tidak tahu apa-apa mengenai rencana Jeannie. Pihak FBI ternyata tidak berhasil menemukan daftar itu di apartemennya. Berrington terpaksa menyiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terburuk: daftar itu akan mengantar Jeannie ke clone yang lain. Kalau memang demikian, bencana itu sudah tidak jauh lagi. Berrington, Jim, dan Preston akan terpaksa menghadapi eksposi secara terbuka, kehilangan nama baik dan bangkrut.

Jim-lah yang mengusulkan kepada Berrington untuk mengawasi rumah Jeannie. “Kita harus tahu apa yang sedang dia lakukan, siapa-siapa saja yang datang ke rumahnya dan pergi dari sana,” ujar Jim ketika itu, dan Berrington terpaksa menurutinya. Ia sudah sampai ke situ pagi-pagi, tapi tidak ada yang terjadi hingga sekitar tengah hari, ketika Jeannie diantar oleh seorang wanita kulit hitam yang ia kenali sebagai salah satu detektif yang menyidik kasus pemerkosaan itu. Wanita itu sempat mewawancarainya sebentar pada hari Senin. Berrington

508

menganggapnya menarik. Ia juga masih ingat namanya: Sersan Delaware.

Berrington menelepon Proust dari sebuah telepon umum di restoran McDonald di ujung jalan, dan Proust berjanji akan mengerahkan teman FBl-nya untuk mencari tahu siapa yang telah mereka kunjungi. Terbayang oleh Berrington orang FBI itu berkata. Sersan Delaware hari ini mengontak seorang calon tersangka yang sedang dalam pengintaian kami. Untuk alasan sekuriti, aku tidak dapat mengungkapkan lebih banyak daripada itu, tapi akan sangat bermanfaat bagi kami untuk tahu persis apa yang dilakukannya pagi ini dan kasus apa yang sedang ditanganinya.

Sekitar satu jam kemudian, Jeannie tergesa-gesa meninggalkan rumahnya; penampilannya seksi sekali dalam sweater berwarna keunguan Berrington tidak langsung membuntutinya, meskipun hatinya cemas; sulit rasanya menurunkan gengsinya dengan cara itu. Namun Jeannie muncul kembali beberapa menit kemudian, membawa beberapa kantong kertas cokelat dari sebuah toko swalayan. Yang muncul berikutnya adalah salah seorang clone, tentunya Steve Logan.

Steve tidak lama di situ. Kalau aku jadi dia, pikir Berrington, Ťlengan Jeannie berpakaian seperti itu, aku akan tinggal di sana semalaman dan hampir seluruh hari Minggu.

www.ac-zzz.tk

Ia mengecek lagi jam di mobilnya untuk kedua puluh kali, lalu memutuskan untuk menelepon Jim kembali. Mungkin Jim sudah tahu sesuatu dari pihak FBI sekarang.

Berrington meninggalkan “mobilnya, lalu pergi ke ujung jalan. Aroma kentang goreng membuatnya lapar, tapi ia tidak suka makan hamburger dari wadah-wadah styrofoam. Ia memesan secangkir kopi hitam, lalu menghampiri sebuah pesawat telepon umum.

“Mereka ke New York,” ujar Jim kepadanya.

509

Memang itu yang dikhawatirkan Berrington selama ini. “Wayne Stattner,” ujarnya. “Ya.”

“Sial. Lalu apa yang mereka lakukan?”

“Menanyakan keberadaannya pada hari Minggu yang lalu, dan hal-hal yang berhubungan dengan itu. Ternyata Wayne menghadiri acara penghargaan Emmy. Fotonya ada di majalah People. Begitu ceritanya.”

“Apa sudah ada petunjuk mengenai apa yang direncanakan Jeannie selanjutnya?”

“Belum. Apa yang terjadi di sana sejauh ini?”

“Tidak banyak. Aku bisa melihat pintu rumahnya dari sini. Dia pergi belanja sebentar, Steve Logan datang, lalu pergi, hanya itu. Mungkin mereka sudah kehabisan ide.”

“Mungkin juga belum. Kita hanya tahu bahwa idemu untuk memecatnya ternyata tidak berhasil membungkam mulutnya.”

“Oke, Jim, jangan diungkit-ungkit lagi. Tunggu… dia keluar.” Jeannie sudah mengganti pakaiannya; ia mengenakan celana jeans putih dan sehelai blus tanpa lengan berwarna biru. yang memperlihatkan lengan-lengannya yang kuat.

“Ikuti dia,” ujar Jim. 1

“Tidak. Dia sudah masuk ke mobilnya” “Berry, kita harus tahu ke mana dia pergi.” “Aku bukan polisi!”

Seorang gadis kecil yang sedang menuju kamar kecil bersama ibunya berkata, “Orang itu marah. Mommy.” “Sssh, Manis,” sahut ibunya.

www.ac-zzz.tk

Berrington menurunkan nada suaranya “Dia sudah pergi.”

“Cepat naik mobilmu!” “Sialan kau, Jim.”

“Buntuti dia!” Jim menutup pesawatnya Berrington masih berdiri termanggu di sana.

510

Mobil Mercedes merah Jeannie melesat di hadapannya-lalu membelok ke arah selatan di Falls Road. Berrington lari ke mobilnya

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader (dimhad co cc) oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan memmpa hidup anda selawan a

511

BAB 47

Jeannie menatap ayah Steve. Rambut Charles berwarna gelap, dengan bayangan cambang lebat di sekitar rahangnya. Ekspresi wajahnya keras dan pembawaannya betul-betul rapi. Meskipun itu hari Sabtu dan ia bara saja berkebun, ia mengenakan celana panjang berwarna gelap yang diseterika rapi, dan sehelai kemeja bertangan pendek dengan kerah. Tampangnya sama sekali tidak mirip Steve. Satu-satunya hal yang diturunkannya pada Steve mungkin hanya selera berpakaiannya yang konservatif. Hampir semua mahasiswa Jeannie mengenakan pakaian dari bahan denim yang robek dan bahan kulit berwarna hitam, tapi Steve lebih suka mengenakan celana panjang dari khaki dan kemeja.

Steve belum pulang, dan menurut perhitungan Charles, mungkin ia sedang mampir di perpustakaan fakultasnya untuk mencari bacaan mengenai kasus-kasus pemerkosaan Ibu Steve sedang tidur. Charles membuat minuman limun segar, lalu ia dan Jeannie menuju serambi rumah untuk duduk-duduk di kursi kebun.

Tadi, begitu terbangun dari tidur ayamnya, suatu ide yang amat brilian melintas di kepala Jeannie. Ia menemukan cara untuk melacak si clone keempat. Tapi untuk itu ia membutuhkan bantuan Charles. Namun ia tidak

512

yakin laki-laki itu akan bersedia melakukan apa yang dimintanya.

www.ac-zzz.tk

Charles menyodorkan sebuah gelas tinggi yang dingin, kemudian ia duduk setelah mengisi gelasnya sendiri. “Boleh kupanggil Anda dengan nama kecil Anda?” tanyanya.

“Silakan.”

[“Dan aku berharap kau melakukan hal yang sama” “Tentu.”

Mereka mencicipi limun itu, kemudian Charles berkata, “Jeannie, mengenai apa ini sebetulnya?”

Jeannie meletakkan gelasnya. “Mengenai suatu eksperimen, menurutku,” jawab Jeannie. “Berrington dan Proust sama-sama bertugas di dinas kemiliteran, beberapa waktu sebelum mereka mendirikan Genetico. Sepertinya perusahaan itu awalnya semacam kamuflase untuk &uatu proyek militer.”

“Hampir seluruh masa dewasaku kuhabiskan sebagai prajurit, dan aku siap untuk mempercayai hampir semua hal yang paling tidak masuk akal dalam dinas kemiliteran. Tapi untuk apa mereka menaruh minat pada masalah fertilitas?”

“Coba Anda pertimbangkan ini. Steve dan kembar-kembamya semua tinggi, kuat, sehat, dan tampan. Mereka juga cerdas sekali, meskipun kecenderungan mereka untuk terlibat dalam tindakan-tindakan kekerasan sering mempengaruhi keberhasilan yang mereka capai. Tapi Steve dan Dennis sama-sama memiliki IQ di atas rata-rata, dan menurut dugaanku, demikian pula dua yang lain: Wayne sudah menjadi jutawan dalam usia dua puluh dua tahun, dan yang keempat setidaknya cukup lihai untuk menghapuskan sama sekali jejak-jejaknya”

“Jadi, apa kesimpulanmu?”

“Aku belum tahu. Aku mempertanyakan kemungkinan pihak militer sedang mencoba mengembangkan ide prajurit yang serba sempurna.”

513

Ucapan itu ia maksudkan sebagai semacam spekulasi, nadanya pun sambil lalu. Namun efeknya membuat Charles seperti terkena sengatan listrik. “Ya Tuhan,” ujarnya, ekspresi terguncang meliputi wajahnya. “Rasanya aku pernah dengar mengenai inf.”

“Apa maksud Anda?”

“Ada semacam desas-desus, di tahun tujuh puluhan, yang membuat heboh seluruh jajaran militer. Orang-orang Rusia memiliki suatu program pemuliaan,

www.ac-zzz.tk

katanya. Mereka membuat prajurit-prajurit yang sempurna, atlet-atlet yang sempurna, pemain catur yang sempurna, pokoknya segalanya. Ada yang mengatakan kita juga hams melakukan itu. Ada yang mengatakan kita sudah sejauh itu.”

“Nah, itu dia!” Jeannie merasa akhirnya ia mulai mengerti. “Mereka menyeleksi seorang laki-laki dan seorang wanita yang sehat, agresif, cerdas, dan berambut pirang, kemudian meminta mereka menyumbangkan sperma dan sel telur untuk dikembangkan menjadi embrio. Tapi yang betul-betul menarik bagi mereka adalah kemungkinan untuk menggandakan si prajurit sempurna, begitu mereka berhasil menciptakannya. Bagian paling menentukan dari eksperimen ini adalah bagian pembelahan embrio serta menanamkannya dalam tubuh seorang ibu. Dan ternyata mereka berhasil.” Jeannie mengerutkan alisnya. “Lalu apa yang terjadi?”

“Aku bisa menjawabnya,” ujar Charles. “Watergate. Semua proyek rahasia yang edan dihentikan setelah itu.”

‘Tapi Genetico kemudian jalan terus, seperti Mafia. Dan karena mereka betul-betul berhasil menemukan cara untuk menghasilkan bayi tabung, perusahaan itu dianggap menguntungkan. Hasilnya dipakai sebagai dana riset rekayasa genetika yang sudah mereka geluti sejak lama Sepertinya proyekku sendiri merupakan bagian dari rencana mereka yang akbar itu.”

514

“Yaitu?”

“Suatu generasi orang-orang Amerika yang sempurna: cerdas, agresif, dan pirang. Suatu ras yang unggul.” Jeannie angkat bahu. “Suatu ide lama, tapi mungkin terwujud saat ini, dengan perkembangan baru dalam ilmu genetika.”

“Lalu untuk apa mereka menjual perusahaan itu? Rasanya tidak masuk akal.”

“Mungkin toh masuk akal,” sahut Jeannie setelah termanggu selama beberapa saat. “Sewaktu menerima penawaran akuisisi itu, mungkin mereka melihatnya sebagai peluang untuk bergerak ke peringkat yang lebih tinggi. Uangnya bisa digunakan untuk kampanye pencalonan Proust untuk jabatan presiden. Begitu berhasil bercokol di Gedung Putih, mereka dapat melakukan riset apa pun yang mereka inginkan—dan menerapkan ide-ide mereka ke dalam praktek.”

Charles mengangguk. “Ada sebuah artikel mengenai ide-ide Proust dalam Washington Post terbitan hari ini. Aku tidak yakin aku ingin hidup di dunia yang dia angan-angankan. Kalau yang ada nanti cuma prajurit-prajurit yang patuh dan agresif, siapa yang akan merangkai puisi, mengalunkan musik, dan melakukan unjuk rasa antiperang?”

www.ac-zzz.tk

Jeannie mengangkat alisnya. Benar-benar komentar mencengangkan dari seorang tentara. “Masih banyak hal lain di balik itu,” ujarnya. “Vanasi itu sendiri merupakan hikmah. Ada alasan mengapa kita tidak persis sama seperti kedua orangtua kita. Proses evolusi melibatkan urusan uji-coba. Kita tidak dapat mencegah kegagalan alam dalam bereksperimen, tanpa juga mengeliminasi keberhasilannya”

Charles menghela napas. “Ini berarti aku sebetulnya bukan ayah Steve.”

“Jangan bilang begitu.”

Charles membuka dompetnya lalu mengeluarkan se—

515

buah foto. “Ada sesuatu yang harus kuungkapkan padamu, Jeannie. Aku tidak pernah mempermasalahkan soal clone ini, tapi aku sering mengawasi Steve dan mempertanyakan pada diriku, apakah ada sesuatu yang aku turunkan padanya.”

“Masa Anda tidak lihat?” ujar Jeannie.

“Kemiripan?”

“Tidak secara fisik. Tapi Steve memiliki perasaan tanggung jawab yang besar. Tak satu pun di antara clone-clone lainnya peduli soal tanggung jawab. Itu yang Anda turunkan padanya.”

Tampang Charles masih geram. “Ada sesuatu yang negatif dalam dirinya. Aku tahu itu.”

Jeannie menyentuh lengannya. “Dengar baik-baik. Steve termasuk anak yang agak sulit diatur—bandel, impulsif, berani, dan sepertinya tidak bisa diam—ya, kan?”

Charles tersenyum sendu. “Betul.”

“Demikian juga Dennis Pinker dan Wayne Stattner. Anak-anak seperti ini memang sulit sekali ditangani dengan benar. Karena itu, Dennis menjadi pembunuh dan Wayne cenderung sadis. Tapi Steve tidak seperti mereka—dan Anda-lah sebabnya. Hanya orangtua yang paling sabar, paling menunjukkan pengertian dan berdedikasi dapat mendidik anak-anak seperti ini, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi orang dewasa yang normal. Dan Steve betul-betul normal.”

www.ac-zzz.tk

“Mudah-mudahan kau benar.” Charles membuka dompetnya lagi untuk menyimpan foto itu kembali.

“Boleh kulihat?** tanya Jeannie.

“Tentu.”

Jeannie mengamati foto itu. Sepertinya belum lama diambil. Steve mengenakan sehelai kemeja kotak-kotak biru dan rambutnya agak gondrong-Ia sedang tersenyum rikuh ke arah kamera. “Aku belum punya fotonya,” ujar Jeannie dalam nada menyesal saat mengembalikannya.

516

“Ambillah yang itu.”

“Jangan. Anda selalu membawanya ke mana-mana.” “Aku punya banyak foto Steve. Aku akan memasuk kan yang lain ke dalam dompetku.”

“Trims, aku sungguh-sungguh senang menerimanya.” “Sepertinya kau suka padanya.” “Aku mencintainya, Charles.” “Sungguh?”

Jeannie mengangguk. “Sewaktu aku mengira dia akan dijebloskan ke penjara gara-gara .kasus pemerkosaan itu, aku ingin menawarkan diriku untuk menggantikannya.”

Charles tersenyum. “Aku juga.”

“Itu yang dinamakan cinta, bukan?”

“Pasti.”

Jeannie merasa salah tingkah. Bukan niatnya untuk mengungkapkan semua ini kepada ayah Steve. Semula ia belum menyadarinya; ini muncul begitu saja, tapi kemudian ia menyadari bahwa sesungguhnya itulah yang dirasakannya.

Charles berkata, “Bagaimana perasaan Steve terhadapmu?”

Jeannie tersenyum. “Mungkin aku mengada-ngada…” “Tak apa.”

“Sepertinya dia tergila-gila padaku.”

“Itu tidak aneh. Kau bukan hanya cantik. Kau juga kuat; itu jelas. Dia membutuhkan seseorang yang kuat, terutama saat menghadapi tuduhan seperti ini.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie menatapnya. Kini saatnya untuk meminta.

“Ada sesuatu yang dapat Anda lakukan.”

“Katakan.”

Sepanjang perjalanannya ke Washington, Jeannie sudah menghafalkan, apa-apa yang akan ia ucapkan. “Kalau aku bisa mengakses suatu database lagi, mungkin aku bisa menemukan si pemerkosa yang sesungguhnya Tapi setelah publisitas dalam New York Times, tidak

517

akan ada biro pemerintahan atau perusahaan asuransi yang mau mengambil risiko dengan bekerja sama denganku. Kecuali…” “Kecuali?”

Jeannie mendoyongkan tubuhnya ke muka. “Genetico melakukan eksperimen-eksperimennya pada istri-istri prajurit yang direkomendasikan pada mereka oleh rumah-rumah sakit tentara. Karenanya ada kemungkinan hampir semua atau semua clone dilahirkan di rumah sakit tentara.”

Charles mengangguk pelan.

“Bayi-bayi itu pasti memiliki catatan medis di situ, dua puluh dua tahun yang lalu. Catatan-catatan itu mungkin masih ada.”

“Aku yakin masih ada. Dinas kemiliteran tidak pernah membuang sesuatu.”

Harapan Jeannie melambung sedikit. Tapi masih ada satu masalah. “Mengingat keadaan pada zaman itu, tentunya data-data tersebut masih ditulis di atas kertas. Atau mungkin sudah mereka pindahkan ke komputer?”

“Aku yakin sudah. Itu satu-satunya cara untuk menyimpan segalanya.”

“Kalau begitu, kemungkinan itu ada,” ujar Jeannie sambil berusaha mengendalikan rasa antusiasnya.

Wajah Charles berubah serius.

Jeannie menatapnya lurus-lurus. “Charles, Anda bisa membantuku untuk mendapatkan aksesnya?”

“Apa, persisnya, yang perlu kulakukan?”

www.ac-zzz.tk

“Aku harus memasukkan programku ke dalam komputer, lalu membiarkannya melacak semua file yang ada.”

Berapa lama waktu yang kaubutuhkan?”

“Sulit untuk dikatakan. Tergantung besar aatabase-nya dan kekuatan komputer itu.”

“Apakah itu akan mempengaruhi proses pelacakan data yang normal?”

518

“Prosesnya akan melambat.” Charles mengerutkan dahi.

“Anda mau melakukan itu?” tanya Jeannie dalam nada tak sabar.

“Kalau kita tertangkap, berakhirlah karierku.”

“Mau?”

“Ya.”

519

BAB 48

Steve senang sekali melihat Jeannie duduk di serambi sambil minum limun dan berbincang-bincang serius dengan ayahnya, seakan mereka sudah berteman lama. Inilah yang kuinginkan, ujarnya dalam hati; aku ingin Jeannie masuk dalam kehidupanku. Kemudian aku bisa mengatasi segalanya.

Ia melintasi hamparan rumput dari arah garasi, tersenyum, lalu mengecup bibir Jeannie dengan lembut. “Kalian seperti sedang berkomplot.” ujarnya.

Jeannie menjelaskan apa yang sedang mereka rencanakan, dan Steve merasa memiliki harapan lagi.

Dad berkata kepada Jeannie, “Aku tidak mengerti soal komputer. Aku butuh bantuan untuk memasukkan programmu.”

“Aku akan ikut bersama Anda” “Aku berani bertaruh bahwa kau tidak membawa paspormu kemari.” “Memang.”

“Aku tidak bisa mengajakmu masuk ke Pusat Data tanpa tanda pengenal.”

www.ac-zzz.tk

“Aku bisa pulang untuk mengambilnya.”

“Biar aku yang ikut,” ujar Steve. “Pasporku ada di atas. Aku yakin bisa memasukkan program itu.”

Dad mengalihkan matanya ke arah Jeannie.

520

Jeannie mengangguk. “Prosesnya sederhana. Kalau ada masalah. Anda bisa meneleponku dan situ, lalu aku bisa membimbing Anda.”

“Oke.”

Dad pergi ke dapur, lalu kembali dengan pesawat telepon. Ia memutar sebuah nomor. “Don, ini Charlie, fcau menang dalam pertandingan golf itu? Aku tahu kau bakal menang. Tapi aku akan mengalahkanmu minggu depan, lihat saja. Begini, aku butuh bantuanmu, memang agak lain dari biasa. Aku ingin mengecek catatan medis anakku dari beberapa tahun yang lalu. Ya, kondisinya kurang baik, tidak membahayakan memang, tapi toh serius. Mungkin ada kaitannya dengan sesuatu di masa kecilnya. Kau bisa atur agar aku dapat surat izin untuk masuk ke dalam Command Data Center?”

Selama beberapa saat suasana hening. Steve tidak dapat membaca apa yang tersirat di wajah ayahnya. Akhirnya Charles berkata, “Trims, Don, aku amat menghargai itu.”

Steve mengacungkan tinjunya ke udara, sambil berseru, “Yes!”

Dad meletakkan jarinya di bibir, lalu berkata. “Steve akan ikut bersamaku. Kami akan sampai di sana dalam waktu sekitar lima belas sampai dua puluh menit lagi, kalau kau tidak berkeberatan. Trims sekali lagi.” Ia menutup pesawatnya

Steve segera lari ke kamarnya, lalu kembali bersama paspornya.

Jeannie sudah menyiapkan disjtet-disketnya di dalam sebuah kotak^plastik kecil. Ia menyerahkannya kepada Steve. “Masukkan yang ditandai No.l ke dalam disk drive. Instruksinya akan muncul di layar.”

Steve menatap ayahnya. “Siap?”

“Ayo kita berangkat.”

“Semoga sukses,” ujar Jeannie.

www.ac-zzz.tk

521

Mereka menaiki mobil Lincoln Mark VIII Charles, lalu meluncur ke arah Pentagon. Mereka akhirnya berhenti di pelataran parkir terbesar di dunia. Di daerah Midwest ada kota-kota yang lebih kecil daripada pelataran parkir Pentagon. Mereka menaiki sebuah tangga, menuju pintu masuk lantai dua.

Ketika baru berusia tiga belas tahun, Steve pernah diajak berkeliling seperti turis oleh seorang anak muda bertubuh tinggi, dengan rambut dipotong pendek sekali. Gedung itu terdiri atas lima lingkaran konsentris yang dihubungkan oleh sepuluh lorong, seperti jari-jari sebuah roda. Lantainya ada lima, tanpa lift. Dalam sekejap Steve sudah kehilangan arah. Satu-satunya hal yang diingatnya adalah bahwa di tengah-tengah halaman utama terdapat sebuah bangunan yang disebut Ground Zero, yang merupakan sebuah kios hotdog.

Kini ayahnya membawanya melewati sebuah tempat pangkas rambut yang tertutup, sebuah restoran, dan sebuah pintu masuk ke stasiun kereta api bawah tanah, terus ke sebuah meja piket. Steve menunjukkan paspornya, namanya dicatat sebagai tamu, dan kepadanya diberikan kartu pengenal untuk disematkan pada bagian muka kemejanya.

Tidak banyak orang di sekitar sini pada hari Sabtu malam, dan lorong-lorongnya tampak sepi. Hanya ada beberapa orang yang sedang lembur, kebanyakan berseragam, dan satu-dua kereta golf yang dipakai untuk memindahkan barang-barang berat dan para VIP. Waktu itu Steve merasa nyaman berada di dalam bangunan megah itu; semua it ada di sana untuk memberikan perlindungan padanya. Namun kini pe^Baannya lain. Di suatu tempat, di antara simpang siur lingkaran dan lorong-lorong ini, bercokol suatu komplotan yang telah menciptakan dirinya beserta kembaran-kembarannya. Jajaran birokrasi yang serba rumit ini di bentuk untuk menyembunyikan kebenaran yang dicarinya, dan laki-522

laki dan perempuan dalam seragam angkatan darat, laut, dan udara yang rapi itu kini adalah musuh-musuhnya.

Mereka menelusuri sebuah lorong, menaiki tangga, mengitari sebuah lingkaran, menuju sebuah meja piket lain. Kali ini mereka mampir lebih lama. Nama lengkap dan alamat Steve dimasukkan ke dalam komputer, lalu (mereka harus menunggu selama beberapa waktu. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia-merasa pengecekan sekuriti itu secara khusus diarahkan kepadanya, memang dirinyalah yang dicari. Ia merasa tidak enak dan bersalah, meskipun ia tidak melakukan pelanggaran. Suatu sensasi yang aneh. Mereka yang terlibat dalam tindakan kriminal tentunya terus merasa begitu, pikirnya. Juga para mata-mata, penyelundup, dan suami-suami yang berselingkuh.

www.ac-zzz.tk

Mereka boleh terus. Mereka membelok beberapa kali, dan akhirnya sampai di muka sebuah pintu kaca. Di balik pintu itu, sekitar sepuluh orang prajurit muda duduk di hadapan layar-layar komputer, mengisi data, atau memasukkan dokumen-dokumen kertas ke dalam mesin-mesin pembaca karakter optik. Seorang petugas jaga di luar pintu mengecek paspor Steve lagi, kemudian mempersilakan mereka masuk.

Ruangan itu berkarpet, tidak berjendela, hening, dengan penerangan lembut. Operasi itu dikelola oleh seorang kolonel, seorang laki-laki dengan rambut berwarna keabuan dan kumis tipis. Ia belum pernah bertemu dengan ayah Steve, tapi ia sudah menunggu kedatangan mereka. Nadanya formal saat ia menggiring mereka ke sebuah terminal yang boleh mereka gunakan; mungkin ia menganggap kehadiran mereka mengganggu.

Dad mengatakan kepadanya, “Kami ingin melacak data-data medis mengenai bayi-bayi yang lahir di rumah sakit tentara sekitar dua puluh dua tahun yang lalu.”

“Data-data seperti itu tidak disimpan di sini.”

523

Hati Steve menciut. Masa mereka akan dikalahkan dengan demikian mudahnya?

“Di mana data-data itu disimpan?”

‘Di St. Louis.”

“Bisa diakses dari sini?”

“Anda membutuhkan izin khusus untuk menggunakan data link-ny&. Tapi Anda tidak memilikinya.”

“Aku tidak mengantisipasi ini. Kolonel,” ujar Dad. “Apakah aku harus menghubungi Jenderal Krohner lagi? Dia tidak akan senang diganggu oleh hal-hal seremeh ini pada hari Sabtu malam, tapi aku akan melakukannya kalau memang perlu.”

Si kolonel menimbang-nimbang, apakah ia akan memilih untuk melakukan pelanggaran kecil ini, atau mengambil risiko kena damprat si jenderal. “Kukira oke. Toh sedang tidak ada yang pakai, dan kami harus mengetesnya menjelang akhir minggu ini.”

“Terima kasih.”

www.ac-zzz.tk

Si kolonel memanggil seorang wanita dalam seragam letnan dan memperkenalkannya sebagai Caroline Gambol. Usianya sekitar lima puluhan, gemuk dan memakai korset, dengan gaya seorang kepala sekolah. Dad mengulangi apa yang sudah ia ungkapkan kepada si kolonel.

Letnan Gambol berkata, “Apa Anda tahu bahwa penggunaan data-data itu diatur di bawah Undang-undang Keleluasaan Pribadi, Sir?”

“Ya, dan,kami punya izinnya.”

Ia duduk di depan terminal itu, lalu menyentuh beberapa tuts. Selang beberapa menit ia berkata, “Pelacakan bagaimana yang Anda inginkan?”

“Kami membawa program pelacakan kami sendiri.”

“Baik, Sir. Aku akan memasukkannya untuk Anda.”

Dad menoleh ke arah Steve. Steve angkat bahu, lalu menyerahkan disket floppy-nya pada wanita itu.

Saat memasukkan program itu, si letnan menatap heran ke arah Steve. “Siapa yang menyusun software ini?”

524

“Seorang profesor di Jones Falls.”

“Pintar sekali,” ujarnya. “Aku belum pernah melihat program seperti ini.” Ia menoleh ke arah si kolonel, yang sedang mengawasi layar melalui pundaknya. “Anda sudah pernah, Sir?”

Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepala.

“Sudah siap. Boleh aku melakukan pelacakan itu?”

“Silakan.”

Letnan Gambol menekan tombol Enter.

525

BAB 49

Instinglah yang membuat Berrington membuntuti Lincoln Mark VIII hitam Kolonel Logan saat mobil itu muncul dari pelintasan jalan rumah Georgetown-

www.ac-zzz.tk

nya. Ia tidak dapat memastikan apakah Jeannie berada di dalamnya; ia hanya dapat melihat si kolonel dan Steve yang duduk di depan, tapi mengingat jenis kendaraan itu, bisa saja Jeannie duduk di belakang.

Berrington merasa lega bisa melakukan sesuatu. Amat melelahkan untuk terus didera rasa cemas, sementara ia tidak melakukan aktivitas apa pun. Punggungnya terasa pegal, kaki-kakinya kaku. Andai kata ia dapat melupakan ini semua dan pergi. Ia bisa duduk-duduk di sebuah restoran sambil menikmati sebotol anggur yang enak, atau di rumah saja, mendengarkan Ninth Symphony karya Mahler, atau menelanjangi Pippa Harpenden. Tapi kemudian ia ingat akan imbalan yang diperolehnya dari transaksi pengambilalihan itu. Pertama-tama adalah uangnya: enam puluh juta dolar yang akan menjadi bagiannya. Kemudian kesempatan untuk memiliki pengaruh dalam percaturan politik, dengan Jim Proust di Gedung Putih dan dirinya sendiri sebagai menteri kesehatan. Dan akhirnya, andai kala proyek mereka berhasil, sebuah Amerika yang baru dan lain untuk akad kedua puluh satu, Amerika sebagaimana dulu, kuat, tidak kenal

526

takut, dan bersih. Karena itulah ia merapatkan rahangnya dan meneruskan tekadnya untuk menyelesaikan tugas pengintaian yang menjatuhkan gengsinya ini.

Untuk sesaat, tidak terlalu sulit baginya untuk mengikuti Logan menembus arus lalu lintas Washington yang bergerak amat lambat. Seperti dalam sebuah film detektif, ia berusaha tetap berada dalam jarak dua mobil di belakang. Mobil Mark VIII itu elegan sekali, pikirnya. Mungkin sudah waktunya ia menukar Town Car-nya Sedannya itu memang berwibawa, tapi sudah agak kuno; mobil si kolonel kelihatan lebih keren. Ia mempertanyakan, berapa yang harus ia keluarkan untuk menukar kendaraannya itu. Kemudian ia ingat bahwa sekitar Senin malam ia akan kaya. Ia bisa membeli sebuah Ferrari, kalau ingin tampil lebih keren.

Kemudian mobil Mark VIII itu menembus lampu hijau dan membelok di suatu kelokan-Lampu lalu lintas berubah merah, mobil di muka Berrington berhenti, dan ia tidak dapat melihat mobil Logan lagi. Ia mengumpat sambil menekan klakson. Ia mulai kehilangan kendali diri. Ia menggeleng keras untuk menjernihkan pikirannya kembali. Kejemuan saat melakukan pengintaian itu ternyata menurunkan daya konsentrasinya. Begitu lampu berubah hijau kembali, ia menikung dengan tajam, lalu menginjak pedal gasnya kuat-kuat.

Beberapa saat kemudian, ia melihat mobil hitam itu menunggu di sebuah lampu: ia dapat bernapas lebih lega kembali.

www.ac-zzz.tk

Mereka mengitari Lincoln Memorial, kemudian menyeberangi Potomac di Arlington Bridge. Apakah mereka sedang menuju Bandara National? Mereka memasuki Washington Boulevard, lalu Berrington menyadari bahwa tujuan mereka ternyata Pentagon.

Ia membuntuti mereka masuk jalur lambat, terus ke pelataran parkir Pentagon yang sangat luas. Ia menemukan sebuah tempat kosong di deretan berikutnya la

527

mematikan mesin mobilnya, lalu mengawasi mereka. Steve dan ayahnya keluar dari kendaraan mereka, kemudian melangkah menuju bangunan utama

Berrington mengecek isi mobil Mark VIII itu. Tidak ada yang menunggu di dalamnya. Rupanya Jeannie ditinggal di rumah di Georgetown itu. Apa yang akan dilakukan Steve bersama ayahnya? Dan Jeannie?

la berjalan sekitar dua puluh sampai tiga puluh langkah di belakang mereka, la tidak menyukai ini. Ia khawatir ulahnya ketahuan. Apa yang harus ia katakan kalau mereka mengkonfrontasi dirinya nanti? Itu akan amat memalukan.

Untungnya mereka tidak menoleh ke belakang. Mereka menaiki sebuah tangga, lalu memasuki gedung itu. Ia masih mengawasi mereka, sampai mereka melewati meja piket, dan ia terpaksa kembali.

Ia mencari pesawat telepon umum, lalu memutar nomor Jim Proust. “Aku di Pentagon. Aku mengikuti Jeannie sampai ke rumah keluarga Logan, kemudian membuntuti Steve Logan dan ayahnya kemari. Perasaanku tidak enak, Jim.”

“Si kolonel memang bekerja di Pentagon, bukan?”

“Ya”

“Mungkin tidak apa-apa.”

“Tapi buat apa dia kemari pada hari Sabtu malam?”

“Buat main poker di ruang kerja si jenderal, seingatku di masa-masa dinasku.”

“Kau tidak akan membawa anakmu ke acara main poker, seberapa dewasanya pun dia.”

“Apa ada sesuatu di Pentagon yang mungkin berbahaya bagi kita?”

www.ac-zzz.tk

“Data-data.”

“Ah,” sahut Jim. “Mereka tidak memiliki catatan mengenai apa yang pernah kita lakukan. Aku yakin akan hal itu.”

“Kita harus tahu apa yang sedang mereka lakukan. Kau tidak punya cara untuk mencari tahu?”

528

“Kukira ada. Kalau aku tidak punya teman di Pentagon, berarti aku tidak punya teman di mana-mana Aku akan menelepon beberapa orang. Hubungi aku lagi nanti.’t

Berrington menutup pesawatnya, kemudian tetap berdiri termangu selama beberapa saat. Situasinya betul-betul membuatnya frustrasi. Segala yang ia perjuangkan selama ini akan berantakan dan apa yang ia lakukan? Membuntuti orang-orang seperti seorang detektif kelas kacang. Tapi memang tidak ada lagi yang dapat ia lakukan. Sambil mengembuskan napas, ia memutar tubuh, lalu kembali ke mobilnya untuk menunggu.

529

BAB 50

Steve menunggu dengan hati berdebar-debar. Kalau ini berhasil, akan terungkap siapa sebetulnya yang memerkosa Lisa Hoxton, dan ia akan memperoleh kesempatan untuk membuktikan bahwa ia sama sekali tidak bersalah. Tapi bagaimana kalau ternyata ada yang meleset? Proses pelacakan itu tidak bekerja, atau data-data medis itu sudah tidak ada, atau dihapus dari sistem database itu. Komputer sering memberikan jawaban-jawaban konyol seperti: Tidak ditemukan, atau Tidak terekam, atau Ada kesalahan.

Terminal komputer itu mengeluarkan suara deringan-Steve menatap layar. Proses pelacakan itu sudah selesai. Di layar tampil sebuah daftar nama dan alamat yang diurut berpasangan. Ternyata program Jeannie bekerja. Tapi apakah nama clone-clone itu juga ada di situ?

Ia berusaha mengendalikan rasa ingin tahunya. Yang pertama-tama harus ia lakukan adalah membuat copy dari daftar itu.

Ia menemukan sekotak disket baru dalam sebuah laci, lalu menyusupkan satu disket ke dalam disk drive komputer. Ia membuat copy dari daftar itu, mengeluarkannya kembali, kemudian menyelipkannya ke saku belakang celana jeans-nysL

www.ac-zzz.tk

530

p>

Baru setelah itulah ia mulai memeriksa nama-nama itu.

Ia tidak mengenali saru pun di antaranya. Ia menekan sebuah tombol untuk melihat bagian bawahnya; ternyata daftar itu terdiri atas beberapa halaman. Akan lebih mudah baginya untuk menelusurinya di sehelai kertas. la memanggil Letnan Gambol. “Bolehkan aku mencetak dari terminal ini?”

“Tentu,‘ sahut si letnan. “Kau bisa pakai printer laser yang itu.” Ia menghampiri Steve untuk memperlihatkan caranya.

Steve menunggui printer itu, sambil membaca dengan cepat isi halaman-halaman yang keluar, la berharap akan melihat namanya sendiri dalam daftar itu, dalam rangkaian bersama tiga buah nama lain: Dennis Pinker, Wayne Stattner, dan si laki-laki yang memerkosa Lisa Hoxton. Ayahnya yang berdiri di belakangnya, ikut melihat melalui pundaknya.

Halaman pertama hanya berisi nama-nama pasangan kembar dua; tidak ada kembar tiga atan empat.

Nama Steven Logan muncul menjelang akhir halaman kedua. Dad juga melihatnya pada waktu bersamaan. “Itu,” celetuknya dalam nada antusias tertahan.

Tapi ada yang tidak beres rupanya. Terlalu banyak nama dalam kelompok itu. Di samping nama Steven Logan. Dennis Pinker, dan Wayne Stattner ternyata masih ada nama-nama Henry Irwin King, Per Ericson, Murray Claud, Harvey John Jones, dan George Dassault. Kelegaan Steve berubah menjadi keheranan.

Dad mengerutkan alisnya. “Siapa itu semua?”

Steve menghitung. “Ternyata ada delapan nama.”

“Delapan?” ujar Dad. “Delapan?”

Kemudian baru Steve sadar. “Sejumlah itulah yang dibuat Genetico,” ujarnya. “Kami berdelapan.”

“Delapan cione!” ujar Dad dalam nada tercengang. “Gila! Mereka pikir, apa yang sedang mereka lakukan?”

531

www.ac-zzz.tk

“Aku jadi ingin tahu, bagaimana pelacakan ini bisa berhasil menemukan mereka,” ujar Steve. Ia melihat bagian bawah lembaran terakhir. Di situ tertulis Kesamaan karakteristik: Elektrokardiogram.

“Ya, aku ingat,” ujar Dad. “Kau pernah menjalani itu sewaktu baru berusia seminggu, tapi aku tidak pernah tahu untuk apa.”

“Ternyata semua pernah menjalaninya. Dan pasangan kembar identik memiliki karakteristik jantung yang sama.”

“Aku masih tak bisa mempercayainya,” ujar Dad. “Jadi, ada delapan anak muda di dunia ini yang persis seperti kan.”

“Coba lihat alamat-alamat ini,” ujar Steve. “Pangkalan militer semua.”

“Kebanyakan tentunya sudah pindah sekarang. Apa kita tidak bisa memperoleh informasi lebih banyak melalui program ini?”

‘Tidak bisa. Karena itulah program ini tidak melanggar hak keleluasaan pribadi orang.”

“Lalu, bagaimana cara Jeannie melacak mereka?”

“Aku sudah tanyakan itu padanya. Di universitasnya, semua nomor telepon yang ada di buku telepon dimasukkan ke dalam CD-ROM. Kalau melalui itu tidak berhasil, mereka akan menggunakan daftar surat izin mengemudi, biro-biro referensi kredit, dan sumber-sumber lain.”

“Persetan dengan keleluasaan pribadi,” ujar Dad. “Aku akan membuka catatan lengkap sejarah medis orang-orang ini, siapa tahu ada petunjuk.”

“Aku mau minum secangkir kopi,” ujar Steve. “Di mana aku bisa memperolehnya?”

“Membawa minuman ke dalam Data Center tidak diperkenankan. Cairan yang tumpah bisa merusak perangkat komputer. Di pojok sana ada ruang istirahat dengan .perangkat pembuat kopi dan mesin Coca Cola.”

532

“Aku akan segera kembali.” Steve meninggalkan ruang Data Center sambil mengangguk ke arah si penjaga pintu. Di ruang istirahat itu terdapat beberapa buah meja dan kursi, juga mesin-mesin untuk membeli minuman soda dan permen. Steve memakan dua batang cokelat Snicker dan meminum secangkir kopi, kemudian kembali ke Data Center.

www.ac-zzz.tk

Ia menghentikan langkahnya di luar pintu kaca. Beberapa orang baru tampak di dalam, termasuk seorang jenderal dan dua orang polisi militer bersenjata. Si jenderal tampak sedang berdebat dengan Dad, sementara si kolonel yang berkumis tipis rupanya juga sedang mengatakan sesuatu pada waktu bersamaan. Gerak tubuh mereka membuat Steve waswas. Sesuatu yang kurang menyenangkan sedang berlangsMg. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan itu, kemudian berdiri di dekat pintu. Instingnya mengatakan agar ia tidak melakukan sesuatu yang menarik perhatian.

Ia mendengar si jenderal berkata, “Aku mendapat perintah, Kolonel Logan. Anda kami tahan.”

Tubuh Steve terasa dingin.

Bagaimana ini bisa terjadi? Masalahnya pasti bukan karena Dad tertangkap basah membuka data medis orang. Itu memang pelanggaran serius, tapi belum cukup untuk menahan seseorang. Pasti ada sesuatu di balik ini. Entah bagaimana caranya, pihak Genetico-lah yang mengaturnya.

Apa yang harus kulakukan sekarang?

Dalam nada marah Dad berkata, “Kalian tidak berhak menahanku!”

Si jenderal menimpalinya dalam nada keras yang sama, “Jangan menguliahi aku soal hak-hakku, Kolonel.”

Sia-sia kalau Steve berusaha melibatkan diri dalam argumentasi itu. Ia sudah memiliki disket floppy dengan daftar nama itu di sakunya. Dad sedang menghadapi masalah, tapi ia pasti dapat mengatasinya. Steve harus segera keluar dari sini bersama informasi itu.

533

Ia memutar tubuh, dan keluar melalui pintu kaca ruangan itu.

Ia melangkah cepat, sambil mencoba tampak meyakinkan. Ia merasa seperti seorang pelarian. Ia berusaha mengingat-ingat, bagaimana ia bisa sampai ke sini melalui lorong-lorong yang berbelit-belit itu. Ia membelok beberapa kali, lalu melewati sebuah meja piket.

“Sebentar, Sir!” ujar si petugas.

Steve berhenti melangkah, lalu menoleh dengan hati berdebar-debar. “Ya?” ujarnya, mencoba berlagak seperti orang sibuk yang sudah tak sabar untuk segera melanjutkan pekerjaannya.

www.ac-zzz.tk

“Aku harus mengeluarkan nama Anda dari komputer. Boleh kulihat kartu pengenal Anda?”

“Tentu.” Steve menyerahkan paspornya.

Si petugas mengecek fotonya, lalu mengetik nama Steve di komputernya. “Terima kasih. Sir,” ujarnya sambil mengembalikan paspor itu.

Steve menelusuri sebuah lorong. Satu meja piket lagi, setelah itu ia akan berada di luar.

Di belakangnya ia mendengar suara Caroline Gambol. “Mr. Logan! Tunggu sebentar!”

Steve menoleh melalui pundaknya. Si letnan sedang berlari di belakangnya, dengan wajah kemerahan dan napas terengah-engah.

“Sial,” umpat Steve.

Ia membelok di sebuah pojok, lalu menemukan tangga. Ia lari ke bawah, menuju lantai berikutnya. Ia sudah memiliki daftar nama yang dapat membersihkan namanya dari kasus pemerkosaan, itu; ia tidak akan membiarkan siapa pun menghalanginya keluar dari sini bersama informasi itu, bahkan tentara Amerika sekalipun.

Untuk keluar dari bangunan itu, ia harus ke lingkaran E yang terletak paling ujung. Bergegas ia menelusuri sebuah lorong, melewati lingkaran C. Sebuah kereta golf berisi bahan-bahan pembersih lewat dari arah ber—

534

lawanan.’ Saat hampir sampai di lingkaran D, ia mendengar suara Letnan Gambol lagi. “Mr Logan!” Wanita itu masih membuntutinya. “Jenderal ingin berbicara dengan Anda!” Seorang laki-laki berseragam angkatan udara menoleh dengan penuh rasa ingin tahu ke arahnya. Untungnya tidak begitu banyak orang di sana pada hari Sabtu malam. Steve menemukan sebuah tangga, lalu menaikinya. Itu tentunya akan memperlambat langkah si letnan yang bertubuh agak gemuk itu.

Di lantai berikutnya, ia bergegas menelusuri lorong, menuju lingkaran D. la mengitari lingkaran itu, kemudian turun lagi. Letnan Gambol tidak kelihatan. Rupanya aku berhasil lolos dari cengkeramannya, pikir Steve dengan perasaan lega.

www.ac-zzz.tk

Ia yakin sudah berada di lantai menuju pintu keluar. Sambil mengikuti arah jarum jam, ia mengitari lingkaran D ke lorong berikutnya. Ia mengenali tempat itu; dari sinilah ia masuk tadi. Ia mengikuti sebuah lorong, dan sampai di sebuah meja piket tempat ia masuk pertama kali. Ia hampir sampai.

Kemudian ia melihat Letnan Gambol.

Wanita itu sedang berdiri di dekat meja piket bersama seorang petugas. Wajahnya merah dan napasnya terengah-engah.

Steve mengumpat. Ternyata ia belum lolos dari cengkeraman wanita itu. Rupanya wanita itu toh sampai lebih dulu di situ daripadanya.

Ia memutuskan untuk berlagak bodoh.

Ia menghampiri si petugas sambil melepaskan tanda pengenalnya.

“Kau tidak usah melepaskan itu,” ujar Letnan Gambol. “Jenderal ingin berbicara denganmu.”

Steve meletakkan tanda pengenal itu di meja piket, lalu sambil berusaha menutupi rasa takutnya, ia berkata, “Aku khawatir aku. tidak punya waktu untuk itu. Selamat malam. Letnan, dan terima kasih untuk kerja sama Anda.”

535

“Aku terpaksa memaksa Anda,” ujar si letnan.

Steve berusaha memperlihatkan sikap tidak sabaran. “Anda tidak berhak memaksaku,” ujarnya. “Aku seorang penduduk sipil. Anda tidak dapat mengomando aku. Aku Udak melakukan kesalahan, jadi Anda tidak dapat menahanku. Aku tidak membawa apa pun milik dinas kemiliteran, seperti Anda lihat sendiri.” Ia berharap disket floppy di saku belakangnya tidak tampak. “Tidak sah kalau Anda mencoba menghalang-halangi aku.”

Si letnan mengatakan sesuatu kepada si petugas jaga, seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluhan yang kira-kira tiga atau empat inci lebih pendek daripada Steve. “Jangan biarkan dia pergi,” ujarnya.

Steve tersenyum pada si petugas. “Kalau Anda menyentuhku. Prajurit, itu akan merupakan tindakan penyerangan. Aku akan berhak meninju Anda, dan percayalah padaku, bahwa aku tidak merasa enggan melakukannya.”

www.ac-zzz.tk

Letnan Gambol melayangkan pandang ke sekelilingnya, untuk mencari bala bantuan, tapi yang tampak di sekitar situ hanyalah dua orang petugas kebersihan dan seorang tukang listrik yang sedang memperbaiki lampu.

Steve melangkah ke arah pintu keluar.

Letnan Gambol berteriak, “Hentikan dia!”

Di belakangnya, ia mendengar suara si petugas jaga berteriak, “Berhenti, atau kutembak!”

Steve memutar tubuhnya. Si petugas jaga telah mengeluarkan sebuah pistol yang sekarang diarahkan kepadanya.

Para petugas kebersihan dan si tukang listrik terenyak.

Tangan si petugas jaga bergetar saat ia mengarahkan senjatanya ke Steve.

Steve merasa otot-ototnya lemas saat ia melihat laras itu. Ia berusaha menguasai diri. Ia yakin bahwa seorang petugas sekuriti Pentagon tidak akan menembak seorang sipil yang tidak bersenjata. “Anda tidak akan menembakku,” ujarnya. “Itu pembunuhan.”

536

Ia memutar tubuh, lalu berjalan ke arah pintu.

Perjalanan itu merupakan yang terpanjang yang pernah ia tempuh seumur hidupnya. Jaraknya cuma tiga atau empat meter, namun ia seakan harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melewatinya. Punggungnya seperti dibakar api.

Pada saat tangannya meraih pintu, terdengar suara tembakan.

Seseorang menjerit.

Sekilas terpintas dalam pikiran Steve, Dia menembak ke atasku, namun ia tidak menoleh ke belakang lagi. Ia menghambur keluar dari pintu itu, lalu lari menuruni undak-undakan. Hari sudah gelap sementara ia berada di dalam tadi, dan pelataran parkir itu sudah diterangi oleh lampu-lampu jalan. Ia mendengar suara tembakan lagi di belakangnya, kemudian satu lagi. Ia sampai di kaki tangga, melintasi jalan setapak, lalu menghilang di antara semak-semak.

Akhirnya ia muncul di sebuah jalan dan terus lari. Ia sampai di sebuah tempat perhentian bus. Ia memperlambat langkahnya. Sebuah bus memasuki halte itu

www.ac-zzz.tk

Dua orang tentara turun dan seorang wanita berpakaian sipil naik. Steve ikut naik persis di belakangnya.

Bus iru mulai melaju kembali, keluar dari pelataran parkir itu, menuju ke arah jalan bebas hambatan, meninggalkan Pentagon di belakangnya.

537

BAB 51

Hanya dalam beberapa jam, Jeannie sudah merasa amat suka pada Lorraine Logan. Ternyata Lorraine jauh lebih gemuk daripada kesan di fotonya yang terpampang di pojok atas kolom dari-hati ke hatinya di koran. Ia banyak senyum, sehingga wajahnya yang lembut berkerut ke atas. Untuk menenangkan pikiran Jeannie dan dirinya sendiri, ia membicarakan masalah-masalah yang biasanya disampaikan orang padanya: tentang mertua yang terlalu dominan, suami yang suka berlaku kasar, pacar-pacar yang impoten, bos-bos yang taugannya usil, para remaja yang kecanduan obat bius. Apa pun topiknya, Lorraine sepertinya selalu berhasil membuat Jeannie berpikir, Iya, ya, kok hal itu nggak pernah terlintas dalam pikiranku sebelumnya?

Mereka duduk di serambi, sementara cuaca bertambah sejuk, sambil menunggu dengan penuh harap kembalinya Steve bersama ayahnya. Jeannie menceritakan kepada Lorraine perihal Lisa. “Dia akan terus mencoba mengubur peristiwa itu, seakan akan semua itu tidak pernah terjadi,” ujar Lorraine.

“Ya, memang begitu situasinya sekarang.”

“Periode itu bisa berlangsung sampai enam bulan. Tapi cepat atau lambat, dia akan menyadari bahwa dia

538

harus berhenti menyangkal apa yang sudah terjadi, dan mencoba mengatasinya. Tahap itu biasanya dimulai saat seorang wanita mencoba menjajaki kehidupan seks yang normal kembali, dan mendapati dirinya tidak merasakan lagi apa yang biasa dia rasakan sebelumnya. Pada saat itulah mereka akan menulis surat kepadaku.”

“Apa yang Anda anjurkan kepada mereka?”

“Menjalani konsultasi. Pemecahannya memang tidak mudah. Tindak pemerkosaan merusak sesuatu di dalam diri seorang wanita, dan itu perlu dipulihkan kembali.”

www.ac-zzz.tk

“Detektif yang menangani kasus ini menganjurkan padanya untuk menjalani konsultasi.”

Lorraine mengangkat alisnya. “Laki-laki yang bijak sana.”

Jeannie tersenyum. “Dia seorang wanita.”

Lorraine tertawa. “Kita cenderung menyalahkan laki-laki mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seks. Tapi kumohon kau tidak mengungkapkan kepada siapa-siapa, apa yang baru saja kukatakan.”

“Aku janji.”

Untuk sesaat suasana hening. Kemudian Lorraine berkata, “Steve mencintaimu.”

Jeannie mengangguk. “Ya, kukira begitu.”

“Seorang ibu akan tahu.”

“Jadi, dia sudah pernah jatuh cinta?”

“Kau peka sekali.” Lorraine tersenyum. “Ya, memang pernah. Tapi hanya satu kali.”

“Ceritakan padaku mengenai gadis itu—kalau menurut Anda Steve tidak berkeberatan.”

“Oke. Namanya Fanny Gallaher. Matanya hijau dan rambutnya kemerahan bergelombang. Dia amat lincah dan tidak kenal susah, dan satu-satunya gadis di sekolah itu yang tidak tertarik pada Steve. Steve yang mengejarnya, dan dia berusaha menolaknya, selama berbulan-bulan. Tapi pada akhirnya Steve berhasil mencuri hatinya, dan mereka berpacaran selama sekitar setahun.”

539 -

“Apa mereka sudah tidur sama-sama?”

“Setahuku sudah. Mereka sering menghabiskan malam-malam mereka di sini. Aku bukan tipe yang suka memaksa anak-anak muda untuk melakukannya di tempat-tempat parkir.”

“Bagaimana dengan orangtua Fanny?”

“Aku berbicara pada ibunya. Ternyata pendapatnya sama seperti aku.”

www.ac-zzz.tk

“Aku kehilangan kegadisanku di gang di belakang sebuah klub punk rock sewaktu aku berusia empat belas tahun. Pengalaman itu begitu buruk, sehingga aku tidak pernah melakukan hubungan seksual lagi sampai aku berusia dua puluh satu tahun. Andai kata ibuku seperti Anda.”

“Kukira tidak masalah apakah orangtua akan bersikap keras atau tidak mengenai hal itu, asalkan mereka tetap konsisten dalam mempertahankannya. Anak-anak muda biasanya dapat menyesuaikan diri dengan peraturan, baik yang keras maupun yang kurang, selama peraturan itu konstan. Sikap tirani semena-menalah yang biasanya membuat mereka bingung.”

“Kenapa hubungan Steve dan Fanny akhirnya putus?”

“Steve menghadapi masalah. Mungkin ada baiknya kalau dia sendiri yang mengungkapkan itu kepadamu kelak.”

“Apakah yang Anda maksud adalah perkelahiannya dengan Tip Hendricks?”

Lorraine mengangkat alisnya. “Jadi, dia sudah mengungkapkan itu kepadamu! Wauw, dia sudah sungguh-sungguh mempercayaimu.”

Mereka mendengar suara mobil di luar. Lorraine langsung berdiri dan menuju sudut ruangan itu untuk melihat ke jalan. “Steve pulang naik taksi,” ujarnya dalam nada tidak mengerti.

Jeannie berdiri. “Bagaimana tampangnya?”

Sebelum Lorraine dapat menjawab, Steve sudah muncul di serambi itu. “Mana ayahmu?” tanya ibunya.

540

“Dad ditahan.”

“Astaga. Kenapa?” kata Jeannie.

“Aku tidak tahu. Kukira, entah bagaimana caranya, orang-orang Genetico itu tahu. atau berhasil menebak, langkah-langkah kita. lalu mengambil tindakan. Mereka mengirim dua orang polisi militer untuk menahan Dad-Tapi aku berhasil lolos.”

Dalam nada waswas Lorraine berkata, “Stevie, ada sesuatu yang tidak kauungkapkan padaku.”

“Seorang petugas menembakkan senjatanya dua kali.”

www.ac-zzz.tk

Lorraine mengeluarkan suara pekikan tertahan.

“Rasanya dia mengarahkannya ke atas kepalaku. Setidaknya, aku tidak apa-apa, kan?”

Mulut Jeannie terasa kering. Membayangkan peluru-peluru yang ditembakkan ke arah Steve betul-betul mengerikan baginya. Bagaimana kalau Steve sampai tewas?

“Tapi pelacakan itu ternyata tidak sia-sia.” Steve mengeluarkan sebuah disket dari saku belakangnya. “Ini daftarnya Dan tunggu sampai kaulihat apa isinya”

Jeannie menelan ludahnya. “Apa?”

“Kami tidak hanya berempat.”

“Maksudmu?”

“Kami berdelapan.”

Jeannie terperangah. “Delapan?”

“Kami menemukan delapan nama dengan elektrokardiogram yang persis sama.”

Ternyata Genetico telah membelah embrio itu tujuh kali. kemudian secara diam-diam menanamkannya ke dalam kandungan delapan orang wanita. Suatu arogansi yang benar-benar sulit dipahami.

Namun kecurigaan Jeannie kini terbukti. Jadi, inilah yang begitu ingin ditutup-tutupi Berrington. Begitu berita ini tersingkap luas, nama Genetico akan tercemar, sedangkan kebenaran teori Jeannie diabsahkan.

Selain itu, Steve akan bebas dari tuduhan.

“Hebat kau!” seru Jeannie sambil memeluk Steve.

541

Kemudian sesuatu melintas dalam pikirannya. “Tapi siapa di antara kedelapan orang ini yang melakukan tindak pemerkosaan itu?”

“Kita masih harus melacaknya,” ujar Steve. “Dan itu tidak akan mudah. Alamat yang kita miliki adalah dari tempat tinggal orangtua mereka pada saat mereka dilahirkan. Bisa dipastikan mereka sudah pindah sekarang.”,

www.ac-zzz.tk

“Kita bisa telusuri keberadaan mereka. Itu kan keahlian Lisa.” Jeannie berdiri. “Sebaiknya aku segera balik ke Baltimore. Ini bakal menghabiskan waktu semalaman.”

“Aku akan ikut bersamamu.”

“Bagaimana dengan ayahmu? Kau harus berusaha melepaskannya dari cengkeraman pihak polisi militer.”

Lorraine berkata, “Kau dibutuhkan di sini, Steve. Aku akan menelepon pengacara kita sekarang juga. Aku punya nomor rumahnya, tapi kau yang harus menceritakan kepadanya mengenai apa yang terjadi.”

“Oke,” jawab Steve dalam nada enggan.

“Sebaiknya aku menelepon Lisa sebelum aku berangkat, supaya dia bisa siap-siap,” ujar Jeannie. Pesawat telepon ada di meja serambi. “Bolehkah?”

“Tentu.”

Jeannie memutar nomor Lisa. Pesawatnya berdering empat kali, kemudian terdengar nada khaS sebuah perangkat penjawab telepon. “Sial,” umpat Jeannie saat mendengarkan pesan yang ditinggalkan Lisa. Setelah pesan itu selesai, ia berkata, “Lisa, tolong hubungi aku. Aku akan meninggalkan Washington sekarang, aku akan sampai di rumah sekitar pukul sepuluh. Ada sesuatu yang amat penting.” Jeannie menutup pesawat itu.

Steve berkata, “Aku akan mengantarmu ke mobil.”

Jeannie berpamitan pada Lorraine, yang segera memeluknya dengan hangat.

Di luar, Steve menyerahkan disket itu kepadanya. “Jaga itu baik-baik,” ujarnya. “Kita hanya punya itu, dan kita tidak akan mendapatkan kesempatan lain lagi.”

542

Jeannie memasukkan disket itu ke dalam tasnya. “Jangan khawatir. Masa depanku juga ditentukan oleh ini.” Ia mencium Steve dengan gemas.

“Wauw,” ujar Steve sesudah itu. “Apa kita bisa ulangi lagi ini, dalam waktu dekat?”

“Ya. Tapi sementara itu jangan sampai terjadi apa-apa atas dirimu. Aku tidak mau kehilangan kau. Hati-hati.”

www.ac-zzz.tk

Steve tersenyum. “Aku senang sekali kau mengkhawatirkan diriku. Apa pun rasanya nggak percuma.”

Jeannie menciumnya sekali lagi, lapi kali ini dengan lembut. “Aku akan meneleponmu.”

Ia masuk ke dalam mobilnya, lalu melesat pergi.

Ia ngebut dan sampai di rumah dalam waktu kurang dari sejam.

Ia kecewa ketika mendapati tidak ada pesan untuknya dari Lisa di perangkat penjawah teleponnya. Mungkin Lisa tertidur, atau sedang nonton TV, sehingga tidak tahu mengenai pesan yang ditinggalkannya. Jangan panik, putar otakmu. Ia segera lari keluar lagi, lalu dengan mobilnya menuju tempat tinggal Lisa, di sebuah apartemen di Charles Village. Ia menekan bel pintunya, tapi tidak ada jawaban. Ke mana Lisa pergi? Ia tidak punya pacar yang akan mengajaknya keluar pada hari Sabtu malam. Mudah-mudahan dia tidak pergi menengok ibunya di Pittsburgh

Lisa tinggal di nomor 12B. Jeannie menekan bel m nomor I2A-Kembali tidak ada jawaban. Mungkin seluruh sistem sialan ini sedang rusak. Dengan jengkel karena frustrasi, ia mencoba nomor I2C.

Seorang laki-laki dalam nada tidak ramah berkata. “Yeah, siapa di situ?”

“Maaf kalau aku mengganggu Anda. tapi aku teman Lisa Hoxton, yang tinggal di sebelah Anda, dan aku harus berbicara dengannya secepatnya. Apa Anda kebetulan tahu di mana dia?”

543

Suara itu menjawab, “Kaukira kau di mana, Non… Hicksville, USA? Tampang tetanggaku seperti apa saja aku nggak tahu.” Klik.

“Kau sendiri dari mana? New York?” ujar Jeannie dalam nada marah melalui interkom yang sudah dimatikan itu.

Ia pulang ke rumahnya, mengemudikan mobilnya seperti kesetanan. Ia menelepon perangkat penjawab telepon Lisa kembali. “Lisa, tolong telepon aku kembali begitu kau sampai di rumah, nggak peduli jam berapa. Aku menunggu di dekat telepon.”

Setelah itu tidak ada lagi yang dapat dilakukannya. Tanpa Lisa, masuk ke dalam Nut House pun ia tidak bisa.

www.ac-zzz.tk

Ia pergi mandi, lalu mengenakan mantel mandinya yang berwarna kemerahan. Ia merasa lapar, karena itu ia memasukkan sebuah roti bumbu kayu manis yang masih beku ke dalam microwave, tapi makan membuat perutnya muak sehingga akhirnya ia membuang roti itu dan minum kopi susu. Andai kata ia memiliki pesawat televisi untuk mengalihkan pikirannya.

Ia mengeluarkan foto Steve yang diperolehnya dari Charles. Ia harus mencarikan bingkai untuk foto itu. Ia menempelkannya di pintu lemari esnya dengan sepotong magnet.

Ia mulai membuka-buka album fotonya. Ia tersenyum melihat Daddy dalam setelan jas cokelat bergaris-garis, dengan kelepak lebar dan celana panjang longgar, berdiri di sebelah mobil Thunderbird-nya yang berwarna biru kehijauan. Dalam beberapa foto. Jeannie mengenakan pakaian tenis, mengacungkan dengan bangga piala-piala perak serta piagam perolehannya. Ada Mom mendorong Patty dalam sebuah kereta bayi kuno, ada Will Temple yang mengenakan topi koboi, membadut dan membuat Jeannie tertawa….

Pesawat teleponnya berdering.

544

Jeannie langsung melompat berdiri untuk menyambar gagangnya, sehingga albumnya jatuh ke lamai. “Lisa?” “Hai, Jeannie, ada apa sih?”

Jeannie mengempaskan tubuhnya ke sofa dengan perasaan lega. “Terima kasih. Tuhan! Aku meneleponmu berjam-jam yang lalu. ke mana saja kau?”

“Aku pergi nonton dengan Catherine dan Bill. Salahkah?”

“Sori, aku tidak berhak menginterogasimu seperti itu.”

“Nggak apa. Aku kan temanmu. Kau boleh marah-marah padaku. Aku pun akan marah-marah padamu suaiu hari.”

Jeannie tertawa. “Trims. Aku punya sebuah daftar nama dari lima orang yang mungkin kembaran Steve.” Sengaja ia tidak langsung menceritakan permasalahannya; kenyataan itu terlalu sulit diterima. “Aku harus melacak mereka malam ini juga. Kau bisa bantu aku?”

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Jeannie, aku hampir mendapat masalah serius saat mencoba masuk ke dalam ruang kerjamu. Hampir saja aku dan si petugas sekuriti itu dipecat. Aku mau membantumu, tapi aku juga butuh pekerjaanku.”

www.ac-zzz.tk

Rasa cemas mulai menggerayangi Jeannie. Tidak, kau tidak boleh mengecewakan aku, tidak pada saat aku sudah berhasil mencapai sebanyak ini. “Tolong.”

“Aku takut.”

Rasa cemas Jeannie digantikan oleh ketetapan hatinya. Persetan, aku tidak akan membiarkan kau lolos. Lisa, ini kan sudah hampir hari Minggu.” Aku tidak senang melakukan ini terhadapmu, tapi aku terpaksa. “Seminggu yang lalu, aku menerobos ke dalam sebuah bangunan yang terbakar untukmu.”

“Aku tahu, aku tahu.”

“Aku juga takut waktu itu.”

Untuk waktu lama tidak ada jawaban. “Kau benar,” ujar Lisa akhirnya. “Oke, aku akan melakukannya.”

545

Jeannie menahan din untuk tidak menyuarakan pekik kemenangannya. “Seberapa cepat kau bisa sampai di sana?”

“Dalam lima belas menit.”

“Aku akan menemuimu di luar.”

Jeannie menutup pesawatnya, lalu lari ke kamar tidur. Ia menjatuhkan mantel mandinya ke lantai, lalu mengenakan celana jeans hitamnya dan baju kaus berwarna hijau kebiruan. Ia memakai sebuah jaket Levi hitam, kemudian lari ke lantai bawah.

Ia meninggalkan ramahnya pada tengah malam.

di-scan dan d i -d j vu-ka.ii untuk dimhader dim had co cc oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

546

BAB 52

Jeannie sampai lebih dulu di universitas, la memarkir mobilnya di tempat yang disediakan untuk para tamu, karena ia tak ingin kendaraannya yang unik terlihat di luar bangunan Nut House. Kemudian ia melintasi kawasan kampus

www.ac-zzz.tk

yang gelap dan sepi itu. Sambil menunggu dengan tak sabar di luar gedung, ia menyesal tidak berhenti dulu untuk membeli makanan. Ia belum makan apa-apa sepanjang hari itu. Ia membayangkan cheeseburger dengan kentang goreng, sepotong piza dengan pepperoni, kue apel dengan es krim vanila, atau bahkan sepiring besar salad Caesar yang memakai banyak bawang putih. Akhirnya Lisa muncul dalam mobil Honda putihnya yang keren.

Ia keluar dari mobilnya, lalu langsung menggenggam tangan Jeannie. “Aku malu sekali,” ujarnya. “Seharusnya kau tidak perlu mengingatkan aku akan apa yang telah kaulakukan sebagai seorang teman.” “Tapi aku mengerti,” ujar Jeannie. “Aku menyesal.” Jeannie merangkulnya.

Mereka masuk ke dalam, lalu menyalakan lampu laboratorium. Jeannie memasang mesin kopi, sementara Lisa mem booting komputernya. Rasanya aneh berada di situ pada tengah malam. Dekorasinya yang serba

549

putih dan steril, lampu-lampunya yang terang, dan deru lembut peralatan-peralatan di sekitarnya mengingatkannya akan sebuah kamar jenazah.

Terpintas dalam dirinya bahwa cepat atau lambat mereka akan diganggu oleh para petugas sekuriti. Setelah pembobolan yang berhasil dilakukannya tadi malam, mereka akan menjaga Nut House ekstra ketat, dan mereka akan melihat lampu-lampunya. Tapi bukan hal aneh bagi para ilmuwan untuk berada di laboratorium pada jam-jam begini, dan pasti tidak akan ada masalah, kecuali jika seorang*petugas kebetulan mengenali Jeannie dari peristiwa pada malam sebelumnya. “Kalau ada petugas sekuriti kemari untuk mengecek, aku akan bersembunyi di lemari peralatan,” ujar Jeannie pada Lisa. “Cuma untuk jaga-jaga, jangan sampai yang muncul itu petugas yang tahu bahwa aku nggak boleh masuk sini.”

“Mudah-mudahan kedengaran kalau dia muncul,” jawab Lisa dalam nada cemas.

“Kita bisa membuat semacam alarm.” Jeannie sudah ingin buru-buru memulai pelacakannya, tapi ia berusaha menahan ketidaksabarannya: suatu peringatan yang masuk akal-la melayangkan matanya ke seputar ruang laboratorium itu, lalu melihat sebuah rangkaian bunga kecil di meja Lisa. “Seberapa besar arti vas itu bagimu?”

Lisa angkat bahu- “Aku membelinya di K mart. Aku bisa beli yang lain.”

Jeannie membuang bunga-bunganya, lalu mengosongkan airnya di sebuah wastafel. Dari sebuah rak, ia mengambil buku berjudul Identical Twins Reared Apart—Pasangan Kembar Identik yang Dibesarkan Secara Terpisah—karangan

www.ac-zzz.tk

Susan L. Farber. Ia pergi ke ujung lorong; di situ terdapat sepasang pintu ayun menuju tangga. Ia menarik pintu-pintu itu sedikit ke dalam, lalu menggunakan bukunya untuk menahan posisi pintu agar tetap begitu. Sesudah itu ia meletakkan vasnya di ujung daun pintu-pintu itu, persis di celahnya. Tak

550

mungkin ada yang bisa masuk ke dalam tanpa mengakibatkan vas itu jatuh dan pecah.

Saat mengawasinya, Lisa berkata, “Apa yang harus kukatakan kalau mereka menanyakan padaku, kenapa aku melakukan itu?”

“Kau tidak ingin ada yang mengendap-endap di belakangmu,” sahut Jeannie.

Lisa mengangguk puas. “Cuma Tuhan yang tahu bahwa aku memang punya cukup alasan untuk berlaku sesenewen itu.”

“Ayo kita mulai,” ujar Jeannie.

Mereka masuk kembali ke dalam ruang laboratorium, meninggalkan pintu dalam keadaan terbuka, agar mereka dapat mendengar suara vas itu jatuh. Jeannie memasukkan disket floppy-nya yang berharga ke dalam komputer Lisa, untuk mencetak hasil hasil perolehannya dari Pentagon. Di situ terdapat kedelapan nama bayi yang hasil elektrokardiogramnya ternyata persis sama, seakan semuanya berasal dari satu individu. Delapan jantung mungil berdetak dengan cara yang persis sama. Entah bagaimana caranya, Berrington berhasil mengatur agar bayi-bayi ini menjalani tes tersebut di rumah-rumah sakit tentara. Tak perlu diragukan lagi bahwa copy-copy-nya kemudian dikirim ke Aventine Clinic, di mana data-datanya mereka simpan, sampai akhirnya terpaksa dihancurkan pada hari Kamis yang lalu. Tapi Berrington rupanya lupa, atau mungkin tidak pernah menyadarinya bahwa pihak militer akan menyimpan copy orisinalnya.

“Ayo kita mulai dengan Henry King,” usul Jeannie. “Nama lengkapnya Henry Irwin King.”

Di meja tulis Lisa ada dua drive CD-ROM. Ia mengeluarkan dua CD dari dalam laci meja tulisnya, lalu memasukkannya ke dalam masing-masing drive. “Kita memiliki semua nomor telepon rumah yang ada di Amerika dalam kedua disk itu,” ujarnya. “Dan kita

551

memiliki sistem software yang memungkinkan kita melacak kedua disk itu pada waktu bersamaan.”

www.ac-zzz.tk

Sebuah program Windows muncul di layar monitor “Sayangnya, orang tidak selalu mencantumkan nama lengkap mereka di dalam buku telepon,” tambahnya “Coba kita lihat, ada berapa banyak H. King di Amerika” la mengetik

H* King

lalu mengklik pada Count—hitung. Selang beberapa saat, sebuah jendela Count muncul dengan angka 1.129.

Hati Jeannie langsung menciut. “‘Kita bakal butuh waktu semalaman untuk menelepon begitu banyak nomor!”

“Tunggu dulu, mungkin ada alternatif yang lebih baik.” Lasa mengetik

Henry I. King ATAU Henry Irwin King

lalu ia mengklik pada ikon Retrieve—telusuri, yang bergambar seekor anjing. Selang beberapa waktu, sebuah daftar muncul di layar. “Kita memperoleh tiga nama Henry Irwing King dan tujuh belas Henry I. King. Di mana alamat terakhirnya waktu itu?”

Jeannie memeriksa lembaran kertas yang baru dicetaknya. “Fort Devens, Massachusetts.”

“Oke, ada satu Henry Irwin King di Amherst dan empat Henry I. King di Boston.”

“Ayo kita telepon mereka.”

“Kau sadar bahwa sekarang pukul satu pagi?”

“Aku nggak bisa menunggu sampai besok.”

“Orang tidak bakal mau melayanimu pada jam-jam begini.”

“Tentu saja mereka mau,” sahut Jeannie. Itu namanya nekad. Ia tahu bahwa ia akan mendapat masalah. Ia

552

cuma tidak mau menunggu sampai pagi. Ini terlalu berarti baginya. “Aku akan bilang bahwa aku dari dinas kepolisian, bahwa aku sedang melacak seorang pembunuh berantai.”

www.ac-zzz.tk

“Itu kan pelanggaran hukum.”

“Berikan padaku nomor yang di Amherst itu.”

Lisa menerangi bagian yang dimaksud, lalu menekan tombol F2-Dari modem komputer keluar serentetan suara bip Jeannie mengangkat pesawat teleponnya.

Ia mendengar tujuh kali deringan, lalu suatu suara mengantuk menjawab, “Ya?”

“Saya Detektif Susan Farber dari Dinas Kepolisian Amherst,” ujar Jeannie. Ia sudah setengah siap akan mendengar. Sialan, tapi laki-laki itu ternyata tidak bereaksi. Dengan nada tegas ia melanjutkan, “Kami meminta maaf telah mengganggu Anda pada tengah malam begini, tapi urusan ini betul-betul mendesak. Apakah saya berbicara dengan Henry Irwin King?”

“Ya, betul, apa yang terjadi?”

Dari suaranya, sepertinya ia seorang laki-laki setengah baya, tapi Jeannie masih ingin memastikannya. “Ini cuma masalah rutin.”

Salah. “Rutin?” ujar laki-laki itu dalam nada mulai marah. “Tengah malam begini?”

Cepat-cepat Jeannie berimprovisasi dengan, “Kami sedang menyidik suatu kasus kriminal yang serius, dan kami merasa perlu mengeliminasi nama Anda sebagai calon tersangka, Sir. Dapatkah Anda menyatakan kepada kami tanggal dan tempat lahir Anda?”

“Aku lahir di Greenfield, Massachusetts, pada tanggal 4 Mei, tahun sembilan belas empat lima. Oke?”

“Anda tidak memiliki seorang putra dengan nama yang sama, bukan?”

“Tidak, aku hanya punya tiga anak perempuan. Aku bisa kembali tidur sekarang?”

“Kami tidak akan mengganggu Anda lebih lama

553

lagi. Terima kasih untuk kerja sama Anda dengan pihak kepolisian, dan selamat beristirahat.” Jeannie menutup pesawatnya, lalu menatap dengan wajah

www.ac-zzz.tk

berbinar ke arah Lisa. “Betul, kan? Dia berbicara denganku. Dia tidak menyukai itu, tapi dia berbicara.”

Lisa tertawa. “Dr. Ferrami kau punya bakat untuk menipu.”

Jeannie tertawa. “Yang penting nekad. Ayo kita coba yang bernama Henry I. King. Aku akan menelepon dua yang pertama, kau dua yang terakhir.”

Ternyata sistem putar otomatis itu tidak dapat digunakan berdua. Jeannie mengambil sebuah buku notes dan bolpoin, lalu mencatat kedua nomornya. Sesudah itu, ia mengangkat pesawat telepon dan mulai memutar nomornya. Suara seorang laki-laki yang menjawab. Jeannie mulai beraksi, “Saya Detektif Susan Farber dari dinas kepolisian kota Boston…”

“Buat apa menelepon aku malam-malam begini!” sembur laki-laki itu dalam nada marah. “Kau tahu aku siapa?”

“Setahu saya, Anda Henry King…”

“Setahuku kau bakal kehilangan pekerjaan sialanmu, goblok,” ujarnya dalam nada semakin marah. “Susan apa kauhilang tadi?”

“Saya cuma butuh mengecek tanggal kelahiran Anda, Mr. King…”

“Sambungkan aku dengan letnanmu sekarang juga.” “Mr. King…”

“Lakukan apa yang baru kukatakan!”

“Brengsek,” umpat Jeannie, lalu menutup pesawatnya. Ia merasa terguncang sekali. “Kuharap ini tidak akan menjadi malam yang penuh caci maki seperti itu.”

Lisa juga sudah menutup pesawatnya. “Aku dapat orang Jamaica, dan itu dia buktikan dengan aksennya,” ujarnya. “Rupanya yang kaudapat tidak begitu simpatik.”

“Amat.”

554

“Kita bisa berhenti dulu, dan melanjutkannya besok pagi.”

Jeannie tidak man menyerah hanya gara-gara ulah seorang laki-laki yang tidak ramah. “Tidak,” ujarnya. “Aku masih tahan menghadapi kata-kata yang sedikit kasar.”

www.ac-zzz.tk

“Terserah kau.”

“Dari suaranya, sepertinya dia sudah jauh melampaui usia dua puluh dua tahun, jadi kita boleh melupakannya. Ayo kita coba dua yang lain.”

Sambil menyilangkan lengannya, ia mulai memutar lagi.

Henry King ketiga ternyata belum tidur; ada suara musik di latar belakang, dan suara-suara lain dalam ruangan itu. “Yeah, siapa ini?” ujarnya.

Dari suaranya, usianya kira-kira pas. Harapan Jeannie mulai melambung. Ia berpura-pura menjadi seorang petugas dinas kepolisian lagi. tapi laki-laki itu ternyata curiga. “Dari mana aku bisa tahu bahwa Anda memang polisi?”

Gaya berbicaranya persis seperti Steve, sehingga untuk sesaat Jeannie merasa jantungnya berhenti berdetak. Yang ini mungkin salah satu di antara clone-clone itu. Tapi bagaimana ia dapat mengatasi sikap curiganya? Jeannie memutuskan untuk menantangnya. “Bagaimana kalau Anda menelepon saya kembali di kantor polisi?”

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Sudahlah, tidak usah,” jawah suara itu.

Jeannie dapat bernapas kembali.

“Aku Henry King,” ujarnya. “Mereka memanggilku Hank. Apa yang Anda inginkan?”

“Boleh aku cek dulu, kapan tanggal lahir Anda dan tempatnya?”

“Aku lahir di Fort Devens, persisnya dua puluh dua tahun yang lalu. Ini hari ulang tahuuku, ehm… kemarin sebetulnya, hari Sabtu.”

Ini dia! Jeannie sudah berhasil menemukan sara di

555

antara - mereka. Sekarang ia harus memastikan, apakah anak muda itu berada di Baltimore pada hari Minggu yang lalu. Ia mencoba untuk tidak terdengar terlalu antusias saat bertanya, “Dapatkah Anda mengungkapkan pada saya, kapan Anda keluar daerah terakhir kali?”

“Sebentar, bulan Agustus, aku pergi ke New York ketika itu.”

www.ac-zzz.tk

Lnsting Jeannie mengatakan anak muda itu menyatakan yang sebenarnya, namun ia toh melanjutkan pertanyaannya. “Apa yang Anda lakukan pada hari Minggu yang lalu?”

“Aku bekerja.”

“Apa mata pencaharian Anda?”

“Ehm, aku seorang mahasiswa di MIT, tapi pada hari Minggu, aku bekerja melayani meja bar di Blue Note Cafe di Cambridge.”

Jeannie mencatat itu. “Jadi, Anda di situ pada hari Minggu yang lalu?”

“Ya. Melayani sedikitnya seratus orang.”

“Terima kasih, Mr. King.” Kalau itu benar, berarti dia bukan laki-laki yang memerkosa Lisa. “Bisakah Anda memberikan nomor telepon kafe itu, agar saya dapat mengkonfirmasi alibi Anda?”

“Aku tidak ingat, tapi pasti ada di buku telepon. Pelanggaran apa kira-kira yang telah kulakukan?”

“Kami sedang menyidik suatu kasus kebakaran.”

“Untung aku punya alibi.”

Benar-benar meresahkan bagi Jeannie untuk mendengar suara Steve, tapi tahu bahwa yang berbicara itu orang lain. Andai kata ia dapat melihat tampang Henry King, untuk mengecek persamaan fisiknya. Dengan perasaan enggan ia mengakhiri percakapan itu. “Terima kasih sekali lagi. Sir. Selamat malam.” Ia menutup pesawatnya, lalu mengembuskan napas. “Whew!”

Lisa ternyata mengikuti percakapan itu. “Kau menemukannya?”

556

“Ya, dia dilahirkan di Fort “Devens dan dia berusia dua puluh dua tahun hari ini. Dia memang Henry King yang kita cari.”

“Hebat!”

“Tapi rupanya dia punya alibi. Katanya dia bekerja di sebuah bar di Cambridge.” Jeannie mengecek catatannya. “The Blue Note.”

“Kita cek sekarang?” Insting berburu Lisa rupanya mulai tergugah.

www.ac-zzz.tk

Jeannie mengangguk- “Sudah malam sekali, tapi sebuah bar tentunya masih buka, terutama pada malam Sabtu. Kau bisa lacak nomornya dari CD-ROMmu?”

“Kita hanya memiliki nomor-nomor telepon rumah. Yang berhubungan dengan urusan bisnis ada di disket lain.”

Jeannie menelepon bagian informasi, mendapatkan nomornya, lalu mulai memutar. Deringannya langsung dijawab.

“Saya Detektif Susan Farber dari dinas kepolisian Boston. Tolong hubungkan saya dengan manajer bar ini.”

“Aku manajernya, ada apa?” Laki-laki itu memiliki aksen Hispanik, dan nada suaranya terdengar agak cemas.

“Anda punya pegawai bernama Henry King?”

“Hank, ya, apa lagi yang dia lakukan?”

Rupanya Henry King sudah pernah berurusan dengan pihak berwajib. “Mungkin tidak apa-apa. Kapan Anda melihatnya terakhir kali?”

“Hari ini, maksudku kemarin, hari Sabtu, dia dapat giliran kerja pagi.”

“Dan sebelumnya?”

“Coba sebentar, hari Minggu yang lalu dia bekerja dari pukul empat sampai tengah malam.”

“Kalau memang perlu. Anda bisa bersaksi untuk itu?”

557

‘Tentu, kenapa tidak*? Siapa pun yang terbunuh, pasti bukan si Hank pelakunya.”

“Terima kasih untuk kerja sama Anda, Sir.”

“Oh, tidak apa.” Si manajer kedengarannya lega bahwa hanya itu yang ditanyakan Jeannie. Andai kata aku seorang polisi sungguhan, pikir Jeannie, aku akan tahu bahwa dia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. “Silakan hubungi aku kapan saja ” Laki laki itu menutup pesawatnya.

Dalam nada kecewa Jeannie berkata, “Alibinya kuat.”

www.ac-zzz.tk

“Jangan sedih,” ujar Lisa. “Kita boleh bangga bisa mengeliminasinya dalam waktu begitu singkat—terutama mengingat namanya yang begitu umum. Ayo kita coba si Per Ericson. Pasti tidak banyak yang memakai nama itu.”

Menurut daftar dari Pentagon, Per Ericson lahir di Fort Rucker, tapi dua puluh dua tahun kemudian, tidak ada lagi yang bernama Per Ericson di Alabama. Lisa mencoba:

P* Erics?on andai kata dieja dengan dua s, kemudian ia mencoba

P* Erics$n

untuk memasukkan kemungkinan pengejaan Ericsen dan Ericson, namun komputer itu tidak berhasil menemukan apa-apa.

“Coba Philadelphia,” usul Jeannie. “Di situ dia menyerangku.”

Ternyata ada tiga yang memakai nama itu di Philadelphia. Yang pertama ternyata seorang homo, yang kedua, dari suaranya, seorang laki-laki tua yang sudah rapuh, dan yang ketiga seorang wanita, Petra. Jeannie dan Lisa mulai melacak semua P. Ericson yang tinggal di Amerika; ternyata ada tiga puluh tiga orang.

558

P. Ericson kedua yang ditangani Lisa ternyata berdarah panas dan bermulut kasar. Wajah Lisa amat pucat saat menutup pesawatnya, namun setelah minum secangkir kopi, ia melanjutkan pekerjaannya kembali.

Setiap telepon merupakan suatu drama kecil tersendiri. Jeannie betul betul harus mengumpulkan seluruh keberaniannya dalam usahanya berpura-pura menjadi polisi. Sungguh-sungguh meresahkan menantikan kemungkinan ia dijawab oleh laki-laki yang pernah mengatakan kepadanya, Jangan macam-macam, atau kuhajar kau. Kemudian ia masih harus mengatasi rasa tegang saat mempertahankan peran detektif polisi dalam menghadapi sikap curiga atau kasar dari mereka yang menjawab teleponnya. Dan biasanya hasilnya mengecewakan.

Sewaktu Jeannie mengakhiri telepon keenamnya yang juga tidak membuahkan apa-apa, ia mendengar Lisa berkata. “Oh. aku menyesal sekali. Sumber informasi kami tentunya sudah kedaluwarsa. Maaf telah mengganggu Anda, Mrs. Ericson. Selamat malam.” Ia menutup pesawatnya dengan (ampang tidak keruan. “Memang dia yang kita cari,” ujarnya dalam nada prihatin. “Tapi dia sudah meninggal musim dingin yang lalu. Tadi itu ibunya. Dia langsung menangis ketika aku menanyakan soal putranya.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie mencoba membayangkan, seperti apa si Per Ericson itu. Apakah ia seorang penderita gangguan jiwa seperti Dennis, atau ia lebih mirip Steve? “Bagaimana dia mati?”

“Dia seorang juara main ski, rupanya. Lehernya patah saat mencoba sesuatu yang berbahaya.*’

Si nekat yang tidak kenal takut. “Sepertinya dia memang yang kita cari.”

Tak pernah terpintas dalam diri Jeannie bahwa tidak semua dari kedelapan clone itu masih dalam keadaan hidup. Tapi kini ia menyadari bahwa pasti ada lebih dari delapan implantasi dalam kasus ini. Bahkan kini.

559

di saat tekniknya sudah jauh lebih canggih, masih sering terjadi kegagalan. Selain itu, masih ada kemungkinan bahwa beberapa ibu mengalami keguguran. Pihak Genetico rupanya telah bereksperimen atas sekitar lima belas atau dua puluh orang wanita, atau bahkan lebih.

“Ini bukan tugas mudah,” ujar Lisa.

“Kau mau istirahat dulu?”

“Tidak.” Lisa menggeleng. “Sejauh ini semuanya lancar. Kita sudah mengeliminasi dua di antara lima, padahal belum pukul tiga sekarang. Siapa yang berikutnya?”

“George Dassault.”

Jeannie mulai yakin bahwa mereka akan menemukan si pemerkosa itu, namun ternyata mereka tidak begitu beruntung dengan nama tersebut. Ternyata hanya ada tujuh George.Dassault di Amerika, tapi tiga di antaranya tidak menjawab telepon mereka. Sepertinya tak satu pun bisa dihubungkan dengan kasus di Baltimore ataupun Philadelphia—yang satu ada di Buffalo, satu di Sacramentn, dan satu lagi di Houston—tapi itu belum membuktikan apa-apa. Tidak ada yang dapat mereka lakukan selain melanjutkan usaha. Lisa mencetak daftar nomor telepon yang mereka peroleh, untuk mereka coba lagi kemudian.

Masih ada satu kendala lagi. “Kukira kita tidak dapat memastikan bahwa orang yang kita cari ada di CD-ROM itu,” ujar Jeannie.

“Memang. Mungkin saja dia tidak punya telepon. Atau nomornya tidak terdaftar.”

www.ac-zzz.tk

“Dia bisa memakai nama lain, seperti Spike Dassault atau Flip Jones.”

Lisa cekikikan. “Mungkin dia seorang penyanyi rap dan sudah mengganti namanya menjadi Icey Creamo Creamy.”

“Mungkin dia seorang jago gulat bernama Iron Billy.” “Atau penulis skenario film koboi dengan nama Buck Remington.”

560

“Atau bintang film porno sebagai Heidi Whiplash.” “Dick Swiftly.” “Henrietta Pussy.”

Derai tawa mereka tiba-tiba dihentikan oleh bunyi pecahan gelas yang berserakan. Jeannie segera turun dari bangkunya dan lari ke lemari peralatan, la menutup pintunya lalu berdiri dalam kegelapan, sambil memasang telinga.

Ia mendengar suara Lisa yang berkata dalam nada cemas, “Siapa di situ?”

“Sekuriti,” jawab suara seorang laki-laki. “Anda yang meletakkan gelas itu di situ?”

“Ya.”

“Boleh aku tanya kenapa?”

“Supaya tidak ada yang mengendap-endap di belakangku. Aku sedikit ngeri bekerja malam-malam di sini.”

“Oke. tapi aku tidak akan membersihkan itu. Aku bukan petugas kebersihan.” “Tak apa, biarkan saja” “Anda sendirian. Miss?”

“Ya”

“Aku akan periksa-periksa sebentar.” “Silakan.”

Jeannie segera mencengkeram pegangan pintunya dari dalam, dengan kedua tangannya. Andai kata laki-laki itu mencoba membukanya ia akan berusaha menghambatnya.

fa mendengar suara langkah-langkah kaki saat si petugas mengitari laboratnrium itu. “Omong-omong, apa yang sedang Anda kerjakan sebetulnya?” Suaranya dekat sekali.

www.ac-zzz.tk

Lisa berada agak jauh. “Aku senang omong-omong, tapi aku tidak punya waktu sekarang. Aku sedang sibuk sekali.”

Kalau dia tidak sibuk, bego, dia tidak akan ada di

561

sini tengah malam begini. Jadi, kenapa kau tidak segera keluar saja dan meninggalkannya sendirian?

“Oke, tak apa.” Suaranya persis di muka pintu itu. “Ada apa di sini?”

Jeannie mencengkeram pegangan pintu itu kuat-kuat, sambi! menariknya ke atas, siap untuk menahan tekanannya

“Di situ kami menyimpan kromosom virus radioaktif,” jawab Lisa “Rasanya sih cukup aman untuk masuk ke situ, kalau tidak dikunci.”

Jeannie menahan tawanya. Mana ada yang disebut kromosom virus radioaktif?

“Sebaiknya kulewatkan saja kalau begitu,” ujar si petugas. Saat akan melonggarkan cengkeramannya pada pegangan pintu itu, tiba-tiba Jeannie merasakan tekanan. Dengan seluruh tenaganya ia menariknya ke atas. “Toh terkunci,” ujar laki-laki itu.

Untuk sesaat tidak terdengar apa-apa. Ketika ia berbicara lagi, suaranya sudah lebih jauh. Jeannie merelaks. “Kalau Anda kesepian, mampirlah di rumah jaga. Akan kubuatkan secangkir kopi untuk Anda.”

“Trims,” ujar Lisa.

Ketegangan Jeannie mulai mereda, namun ia tetap tinggal di tempat itu, menunggu tanda Semua Sudah Oke. Selang beberapa menit, Lisa membuka pintunya. “Dia sudah meninggalkan gedung ini,” ujarnya

Mereka kembali ke pesawat telepon.

Murray Claud merupakan nama yang langka, sehingga dalam waktu singkat mereka berhasil melacaknya. Jeannie yang menelepon kali ini. Murray Claud senior mengungkapkan kepadanya, dalam nada penuh kepahitan dan emosi, bahwa putranya masuk penjara di Athens sejak tiga tahun yang lalu, setelah suatu perkelahian dengan pisau di sebuah taverna, dan tidak akan dilepas, sebelum bulan Januari. “Anak muda itu sebetulnya bisa menjadi apa saja,” ujarnya. “Antariksawan, pemenang

www.ac-zzz.tk

562

hadiah Nobel, bintang film, presiden Amerika Dia punya otak, pembawaan, dan tampang yang baik. Tapi dia mencampakkannya begitu saja. Begitu saja”

Jeannie mengerti kepedihan hati si ayah. Ia menganggap itu kesalahannya Jeannie merasa begitu tergoda untuk mengungkapkan yang sebenarnya kepadanya, tapi ia belum siap untuk itu, dan lagi pula waktunya tidak ada. Ia berjanji pada dirinya untuk menelepon bapak itu lagi nanti, untuk memberikan penghiburan yang mungkin dapat ia berikan. Kemudian ia mengakhiri percakapan mereka

Mereka menyisihkan Harvey Jones untuk yang terakhir, karena mereka tahu ia akan paling sulit dilacak.

Jeannie menjadi kecil hati mendapati bahwa ada hampir sejuta orang yang bernama Jones di Amerika, dan H merupakan inisial yang sangat umum. Nama tengahnya John. Ia dilahirkan di Walter Reed Hospital di Washington. DC, karena itu Jeannie dan Lisa terpaksa menelepon semua Harvey Jones, semua H J. Jones, dan semua H. Jones yang terdapat di buku telepon Washington. Mereka tidak menemukan seorang pun yang dilahirkan kira-kira dua puluh dua tahun yang lalu di Walter Reed; tapi gawatnya mereka malah mendapatkan sebuah daftar panjang mengenai kemungkinan—dari orang-orang yang tidak mengangkat pesawat mereka.

Sekali lagi Jeannie mulai meragukan keberhasilan cara yang mereka tempuh. Mereka sudah memiliki Uga George Dessault yang masih terkatung-katung, dan kini sekitar dua puluh atau tiga puluh H. Jones. Secara ter> retis, cara pelacakan ini sebetulnya sudah baik, tapi andai kala telepon mereka tidak dijawab, ia tidak dapat menanyai orang yang bersangkutan. Mata Jeannie mulai berkunang-kunang dan ia merasa gelisah karena terlalu banyak minum kopi dan kurang tidur.

Pada pukul empat pagi, Jeannie dan Lisa mulai menelusuri para Jones yang tinggal di Philadelphia.

Pada pukul empat tiga puluh, Jeannie menemukannya.

Semula ia mengira ia hanya akan memperpanjang daftar kemungkinannya. Pesawat di ujung lain itu berdering empat kali, kemudian terdengar suatu nada henti yang khas dan ceklik sebuah perangkat penjawab telepon. Namun suara yang keluar dari perangkat itu ternyata begitu tidak asing di telinganya. “Anda telah mendapat sambungan dengan tempat tinggal Harvey Jones.” ujar suara itu. Bulu kuduk Jeannie langsung berdiri. Rasanya seperti mendengar suara Steve: nada suaranya, tekanannya, dan cara ia mengatakannya persis seperti

www.ac-zzz.tk

Steve. “Aku tidak bisa menjawab Anda sekarang, jadi tolong tinggalkan pesan setelah nada panjang ini.”

Jeannie menutup pesawat itu, lalu mengecek kembali alamatnya. Ternyata sebuah apartemen di Spruce Street, University City, tidak jauh dari Aventine Clinic. Ia menyadari bahwa tangannya bergetar. Itu karena ia begitu ingin mencekik leher laki-laki itu.

“Aku menemukannya,” ujar Jeannie kepada Lisa.

“Astaga.”

“Hanya dijawab mesin, tapi itu suaranya, dan dia tinggal di Philadelphia, dekat tempat aku diserang.”

“Coba kudengar suaranya.” Lisa memutar nomor itu. Begitu ia mendengar pesannya, wajahnya berubah pucat. “Betul dia,” ujarnya. Ia menutup pesawatnya. “Aku bisa mendengar lagi suaranya sekarang. Lepaskan celana cantik itu, katanya. Ya Tuhan.

Jeannie meraih pesawatnya, lalu menelepon kantor polisi.

564

BAB 53

Berrington Jones tidak tidur sama sekali Sahtu malam itu.

la tinggal di pelataran parkir Pentagon untuk mengawasi mobil Lincoln Mark VIII hitam milik Kolonel Logan sampai tengah malam, kemudian menelepon Proust dan mendengar bahwa Logan sudah ditahan, tapi Steve berhasil kabur, mungkin naik kereta api bawah tanah atau bus. mengingat ia tidak mengambil mobil ayahnya.

“Apa yang mereka lakukan di Pentagon?” tanyanya pada Jim.

“Mereka berada di Pusat Komando Data. Aku masih mengikuti proses untuk menyidik apa persisnya rencana mereka. Coba cari cara untuk menemukan si anak muda, atau cewek Ferrami itu.”

Berrington sudah tidak merasa keberatan melakukan itu. Situasinya sudah terlalu gawat. Ini bukan lagi saatnya untuk mempermasalahkan harga dirinya. Kalau ia gagal menghentikan Jeannie, ia tidak akan memiliki harga diri lagi sedikit pun.

www.ac-zzz.tk

Berita terburuk dari yang ada Kedelapan hasil elektrokardiogram itu. sebagaimana biasanya pada pasangan kembar identik, akan persis sama, seakan mereka diambil dari satu individu yang sama pada hari yang berlainan. Steve dan ayahnya, dan mungkin juga Jeannie, tentunya kini tahu bahwa ia merupakan salah satu di antara delapan clone. “Sial,” umpat Berrington. “Kita sudah berhasil menyimpan rahasia ini selama dua puluh dua tahun, dan sekarang cewwek sialan ini berhasil membongkarnya.”

“Kan aku sudah bilang tempo hari. bahwa kita harus menyingkirkan dia.”

Jim memang paling menyebalkan kalau sedang stres. Setelah melewati malam tanpa tidur, Berrington tidak memiliki kesabaran untuk menghadapinya. “Kalau kau bilang begitu lagi, akan kuledakkan kepalamu, sungguh!”

“Oke, oke!”

“Apa Preston sudah tahu?”

“Ya Dia bilang habislah kita, tapi dia selalu mengatakan itu.”

“Kali ini mungkin dia benar.”

Nada suara Jim terdengar datar dan rendah. “Kau mungkin sudah siap untuk menyerah. Berry, tapi aku tidak,” ujarnya “Kita harus menjaga agar rahasia ini tetap tertutup, sampai acara jumpa pers besok. Kalau itu berhasil kita lakukan, proses pengambilalihan itu akan berlangsung dengan mulus.”

“Tapi apa yang akan terjadi sesudahnya?”

“Sesudah itu, kita akan memiliki seratus delapan puluh juta dolar, dan itu bisa menutup banyak mulut”

Berrington ingin mempercayainya. “Kau memang lihai, lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Kita harus mencari tahu, seberapa banyak yang mereka ketahui. Tidak ada yang dapat memastikan, apakah

567

Steven Logan mengantongi copy daftar nama dan alamat dalam sakunya sewaktu dia kabur. Letnan wanita di Pusat Data itu bersikeras bahwa dia tidak membawa apa-apa, tapi ucapannya bukan merupakan jaminan bagiku. Nyatanya, alamat-alamat di tangannya itu sudah berusia dua puluh dua tahun.

www.ac-zzz.tk

Tapi yang ingin kutanyakan adalah, apakah melalui nama-nama itu Jeannie Ferrami dapat menelusuri keberadaan mereka?’

“Bisa.” sahut Berrington. “Kami memang ahlinya di departemen psikologi. Kami harus melakukan itu setiap waktu, untuk melacak keberadaan pasangan kembar identik. Kalau daftar itu sampai ke tangannya tadi malam, tentunya dia sudah menemukan sebagian di antara mereka sekarang.”

“Itu yang aku khawatirkan. Apa ada cara untuk mengeceknya?”

“Kurasa aku bisa menghubungi mereka, dan mencari tahu apakah mereka sudah mendengar sesuatu darinya.”

“Kau mesti hati-hati.”

“Jangan melecehkan aku. Jim. Kadang-kadang lagakmu seperti kau satu-satunya yang punya otak di Amerika. Tentu saja aku akan berhati-hati. Aku akan meneleponmu lagi.” Berrington menutup pesawatnya dengan kesal.

Nama dari para clone itu, beserta nomor telepon mereka, tertulis dalam kode sederhana, dalam Buku Pintar-nya. Ia mengeluarkan buku itu dari dalam laci meja tulisnya.

Ia selalu mengikuti perkembangan mereka dari tahun ke tahun. Ia merasa lebih dekat dengan mereka daripada Preston dan Jim. Sewaktu mereka masih kecil, secara berkala ia menyurati orangtua mereka melalui Aventine Clinic, untuk meminta informasi, dengan dalih untuk kelanjutan studi klinik itu dalam bidang perawatan hormon. Kemudian, setelah alasan itu tidak bisa diterima lagi, ia mulai menggunakan berbagai macam dalih lainnya, seperti berpura-pura menjadi seorang makelar real-568

estate yang menelepon untuk menanyakan apakah hťluarga itu punya minat untuk menjual rumah mereka, atau apakah orangtua si anak tertarik untuk membeli buku yang memuat informasi tentang beasiswa yang bisa diperoleh anak-anak para mantan personel militer. Ia mengikuti dengan prihatin, sementara kebanyakan di antara mereka berkembang dari anak-anak yang pintar tapi sulit diatur menjadi remaja-remaja yang bandel dan tidak kenal takut, kemudian orang-orang dewasa yang brilian tapi kurang stabil. Mereka adalah produk sampingan yang kurang beruntung, hasil dari suatu eksperimen yang memiliki nilai sejarah. Ia tidak pernah menyesali eksperimen itu sendiri, meskipun ia toh merasa bersalah atas keberadaan anak-anak itu. Ia menangis ketika Per Ericson meninggal gara-gara melakukan akrobatnya di suatu tempat bermain ski di Vail.

Ia menatap daftarnya sambil memikirkan alasan yang akan ia gunakan untuk menelepon mereka. Sesudah itu ia meraih pesawat teleponnya dan memutar

www.ac-zzz.tk

nomor ayah Murray Claud. Pesawat di ujung lain itu berdering dan berdering, tapi tidak ada yang mengangkat. Akhirnya Berrington mengambil kesimpulan bahwa pada hari itu si ayah pergi menengok anaknya di penjara.

Kemudian ia menelepon George Dassault. Kali ini ia lebih beruntung. Teleponnya dijawab oleh suara muda yang tidak asing lagi baginya. “Yeah, siapa ini?”

Berrington berkata, “Aku dari Bell Telephone, Sir, dan kami sedang mengadakan pengecekan mengenai gangguan melalui telepon. Apakah Anda menerima telepon yang aneh atau tidak biasanya selama dua puluh empat jam terakhir ini?”

“Tidak, aku tidak bisa bilang lain. Tapi aku keluar kota sejak hari Jumat, jadi aku tidak di sini, kalaupun telepon seperti itu masuk.”

“Terima kasih untuk keterangan Anda, Sir. Selamat siang.”

569

Kalaupun Jeannie memiliki nama George, ia pasti belum berbasil menghubunginya. #

Sesudah itu Berrington mencoba menelepon Hank King di Boston

“Yeah, siapa ini?”

Betul-betul menakjubkan, ujar Berrington pada dirinya, bahwa mereka semua menjawab telepon dengan cara tidak simpatik yang sama. Rasanya tidak ada gen yang mengatur perilaku bertelepon. Namun riset mengenai pasangan kembar identik ini memang penuh dengan fenomena-fenomena seperti itu. ‘Ini dari A.T. & T.,” ujar Berrington. “Kami sedang melakukan survei mengenai gangguan melalui telepon, dan kami ingin mengetahui apakah Anda menerima telepon yang aneh atau mencurigakan selama dua puluh empat jam terakhir ini.”

Suara Hank terdengar tidak jelas. “Wah, aku asyik pesta kemarin. Aku tidak ingat.” Berrington menggelindingkan bola matanya ke atas. Hank berulang tahun kemarin. Tentunya ia habis minum-minum sampai mabuk, atau memakai obat bius, atau dua-duanya. “Eh, tunggu dulu! Ada sesuatu. Aku ingat. Waktunya tengah malam. Wanita itu bilang dia dari dinas kepolisian Boston.”

“Wanita?” Mungkin dari Jeannie, pikir Berrington, siap mengantisipasi berita buruk yang akan didengarnya. “Yeah, seorang wanita.”

www.ac-zzz.tk

“Apakah dia menyebutkan namanya? Itu akan mempermudah pengecekan yang akan kami lakukan.”

“Ya, tapi aku tidak ingat namanya. Sarah, Carol, Margaret, atau… Susan. Ya, itu dia, Detektif Susan Farber.”

Nah, jelaslah sudah. Susan Farber adalah pengarang dari Identical Twins Reared Apart, satu-satunya buku mengenai topik itu. Jeannie telah menggunakan nama pertama yang terpintas dalam kepalanya ketika itu

570

Artinya daftar itu sudah ada padanya. Berrington termangu sejenak, kemudian dengan geram ia melanjutkan pertanyaannya. “Apa yang dia katakan. Sir?”

“Dia menanyakan tanggal dan tempat lahirku.”

Itu untuk memastikan bahwa ia berbicara pada Henry King yang sedang dicarinya.

“Aku merasa itu agak aneh,” lanjut Hank. “Buat apa dia tanyakan itu?”

Berrington segera memutar otak. “Rupanya dia sedang mencari masukan untuk sebuah perusahaan asuransi. Memang tidak legal caranya, tapi toh sering dilakukan. Kami minta maaf telah menggangu Anda, Mr. King, dan terima kasih untuk kerja sama Anda.’

‘Tentu.”

Berrington menutup pesawatnya dengan perasaan tidak keruan Jeannie sudah memiliki daftar nama itu. Sekarang tinggal masalah waktu sebelum ia berhasil melacak mereka semua.

Berrington sedang berhadapan dengan masalah terbesar dalam hidupnya.

571

BAB 54

Mish Delaware benar-benar bersikeras tidak mau pergi ke Philadelphia untuk mengecek Harvey Jones. “Kita sudah melakukan itu kemarin. Manis,” ujarnya ketika Jeannie akhirnya berhasil berbicara sendiri padanya melalui telepon, pada pukul tujuh tiga puluh pagi. “Hari ini cucuku merayakan ulang tahunnya yang pertama. Aku punya keluarga, tahu?”

www.ac-zzz.tk

‘Tapi kau tahu bahwa aku benar!” protes Jeannie. “Aku benar mengenai Wayne Stattner. Ternyata dia memang kembaran Steve.”

“Kecuali warna rambutnya. Dan dia memiliki alibi.” “Lalu apa yang akan kaulakukan?” “Aku akan menelepon dinas kepolisian Philadelphia dan berbicara dengan seseorang dari Unit Tindak Kejahatan Seks di sana, untuk meminta mereka melakukan pengecekan. Aku akan mengirimi mereka gambar E-FIT melalui faks itu. Mereka akan mengecek, apakah Harvey Jones memenuhi ciri-ciri dalam gambar rekaan itu, dan menanyakan kepadanya apakah dia dapat merinci kegiatannya pada hari Minggu sore yang lalu. Kalau jawabannya adalah Ya dan Tidak, berarti kita memiliki seorang calon tersangka.”

Jeannie membanting pesawatnya dengan marah. Setelah segala yang dialaminya selama ini! Ia tidak tidur semalaman untuk melacak clone-clone itu!

572

Ia bertekad untuk tidak tinggal diam. Ia memutuskan untuk pergi ke Philadelphia dan mengecek sendiri keberadaan Harvey. Ia tidak akan menyapa atau berbicara padanya. Tapi ia bisa memarkir mobilnya di luar rumah laki-laki itu dan melihatnya begitu ia keluar dari sana. Kalau tidak, ia bisa berbicara dengan tetangga-tetangganya dan memperlihatkan kepada mereka foto Steve yang diberikan Charles padanya. Entah bagaimana caranya, ia akan memastikan bahwa laki-laki itu adalah kembaran Steve.

Ia sampai di Philadelphia sekitar pukul setengah sebelas. Di University City tampak sejumlah keluarga kulit hitam berpakaian bagus berkumpul di luar gedung gereja, dan anak-anak remaja merokok di emper rumah-rumah tua, namun para mahasiswanya rupanya masih tidur. Keberadaan mereka hanya ditandai oleh beberapa mobil Toyota karatan dan Chevrolet bobrok penuh dengan stiker-stiker yang membanggakan tim olahraga perguruan tinggi mereka atau stasiun radio setempat.

Bangunan yang ditinggali Harvey Jones ternyata sebuah rumah bergaya Victoria yang besar dan kurang terpelihara, dan dibagi-bagi menjadi beberapa apartemen. Jeannie menemukan sebuah tempat parkir di seberang jalan, dan selama beberapa saat ia menunggu di situ, m mengawasi pintu keluarnya. „ Pada pukul sebelas, ia masuk ke dalam.

Bangunan itu rupanya masih mempertahankan sisa-sisa kejayaan masa lalunya. Selusuran tangganya sudah rapuh, dan ada bunga-bunga plastik yang penuh debu dalam vas-vas murahan di birai jendela-jendelanya. Beberapa pemberitahuan dalam tulisan tangan rapi seorang wanita yang sudah berumur, meminta kepada para penghuni untuk menutup pintu mereka pelan-pelan, untuk memasukkan sampah mereka ke dalam kantong-kantong plastik yang ditutup rapat, dan tidak membiarkan anak-anak bermain di lorong.

www.ac-zzz.tk

573

Dia tinggal di sini, ujar Jeannie pada dirinya, sementara bulu kuduknya berdiri. Apakah dia ada di rumah saat ini?

Harvey menempati kamar nomor 5B, jadi di lantai paling atas. Jeannie mengetuk pintu pertama di lantai dasar. Seorang laki-laki bermata lamur dengan rambut panjang dan cambang acak-acakan muncul di pintu, bertelanjang kaki. Jeannie memperlihatkan foto itu padanya. Ia menggeleng, lalu membanting pintunya. Jeannie teringat penghuni di bangunan yang ditinggali Lisa, yang berkata kepadanya. Memangnya kaukira kau di mana. Non—Hicksville, USA? Bagaimana tampang tetanggaku saja aku nggak tahu.

Jeannie mengenakkan giginya, lalu naik empat tingkat menuju lantai teratas. Ada sebuah kartu dalam bingkai metal kecil pada pintu nomor 5B itu, yang cuma ditulisi Jones. Selain itu tidak ada yang aneh.

Jeannie berdiri di luar sambil memasang telinga, namun yang terdengar olehnya hanyalah degup ketakutan jantungnya sendiri. Dari dalam tidak ada suara sedikit pun. Rupanya Harvey Jones tidak di dalam.

Jeannie mengetuk pintu nomor 5A. Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka dan seorang laki-laki kulit putih yang sudah berumur muncul. Ia mengenakan setelan bergaris-bergaris putih yang dulunya pasti bagus, ft dan warna rambutnya begitu merah sehingga pasti bekas, dicat. Tampangnya cukup ramah. “Hai,” tegurnya.

“Hai. Tetangga Anda di rumah?”

“Tidak.”

Jeannie merasa lega, sekaligus kecewa. Ia mengeluarkan foto Steve. “Apa tampangnya seperti ini?”

Si tetangga menerima foto itu darinya, lalu menyipitkan matanya. “Yeah. ini fotonya”

Ternyata aku benar.’ Terbukti lagi bahwa program pelacakan komputerku bekerja. “Keren, ya?”

574

Laki-laki ini seorang homo, tebak Jeannie. Seorang homo tua yang elegan. Jeannie tersenyum. “Menurutku juga Anda tahu ke mana dia pergi?”

www.ac-zzz.tk

“Dia tidak pernah ada di rumah pada hari Minggu. Pergi sekitar pukul sepuluh, dan baru pulang setelah makan malam.”

“Dia juga tidak di rumah pada hari Minggu yang lalu?”

“Iya, Non. Kukira begitu.” Ternyata dia, tak bisa tidak. “Anda tahu ke mana perginya?” “Tidak.”

Tapi aku tahu. Dia pergi ke Baltitnore.

Laki-laki itu berkata lagi, “Dia tidak banyak bicara. Malah dia sama sekali tidak suka bicara. Kau seorang detektif?”

“Bukan-,,

“Apa yang telah dia lakukan?”

Jeannie tampak ragu sebentar, kemudian berkata kepada dirinya, Kenapa tidak kuceritakan saja padanya apa adanya? “Kukira dia seorang pemerkosa” ujarnya

Laki-laki itu rupanya sama sekali tidak terkejut. “Aku bisa percaya itu. Dia memang aneh. Aku pernah melihat beberapa gadis meninggalkan tempat ini sambil mengisak. Dua kali itu terjadi.”

“Andai kata aku bisa melihat kamarnya.” Mungkin ia akan menemukan sesuatu yang dapat menghubungkan si Harvey dengan kasus pemerkosaan itu.

Laki-laki itu menatapnya dengan nakal. “Aku punya kuncinya.”

“O ya?”

“Penghuni sebelumnya memberikannya padaku. Kami berteman. Aku tidak sempat mengembalikannya sewaktu dia pergi. Dan orang ini rupanya tidak mengganti kunci kuncinya sewaktu dia masuk. Mungkin dia menganggap dirinya terlalu besar dan kuat untuk dirampok.”

575

“Anda bisa bantu aku untuk masuk?”

Laki-laki itu tampak ragu. “Aku juga kepingin lihat-lihat sebetulnya Tapi bagaimana kalau dia tiba-tiba muncul selagi kita di dalam? Badannya besar—rasanya tidak enak kalau dia marah-marah padaku.”

www.ac-zzz.tk

Jeannie juga takut menghadapi kemungkinan itu. namun rasa ingin tahunya toh lebih besar. “Aku yang akan tanggung risikonya, kalau Anda mau,” ujarnya

“Tunggulah sebentar. Aku akan segera kembali.”

Apa yang akan ia temukan di dalam sana? Sebuah kuil penuh kesadisan seperti di tempat tinggal Wayne Stattner? Sebuah kamar jorok dengan dus-dus berisi sisa makanan di mana-mana dan pakaian kotor berceceran di sana-sini? Atau kerapian tiada tara dari seorang pribadi yang dikuasai suatu obesi?

Si tetangga muncul lagi. “Omong-omong, namaku Maldwyn.”

“Aku Jeannie.**

“Namaku sebenarnya Bert, tapi kesannya begitu membosankan. Karenanya aku selalu menyebut diriku Maldwyn.” Ia memutar kunci pintu nomor 5B, lalu masuk ke dalam.

Jeannie mengikutinya dari belakang.

Ternyata suasananya khas apartemen yang biasa ditinggali mahasiswa. Sebuah ruang duduk dan kamar tidur dengan pojok untuk dapur, dan sebuah kamar mandi kecil. Perabotannya campur aduk: sebuah meja rias dari kayu pinus, sebuah meja yang dicat, tiga buah kursi yang berbeda-beda, sebuah sofa yang sudah amblas, dan sebuah pesawat TV tua yang besar. Tempat itu sepertinya sudah lama tidak dibersihkan, dan tempat tidurnya berantakan. Begitu biasa dan mengecewakan.

Jeannie menutup pintu apartemen itu di belakangnya.

Maldwyn berkata, “Jangan sentuh apa-apa, lihat-lihat saja Aku tidak mau dia curiga bahwa aku masuk ke sini.”

576

Jeannie mempertanyakan pada dirinya, apa yang ia harapkan akan ia temukan. Sebuah denah dari bangunan olahraga, ruang mesin kolam renang yang ditulisi Perkosa dia di sini? Harvey tidak mengambil pakaian dalam Lisa sebagai cenderamata. Mungkin ia pernah mengintai dan memotret Lisa beberapa minggu sebelum menyergapnya. Mungkin ia memiliki koleksKpernak-pernik seperti lipstik, sehelai cek restoran, bekas bungkus permen, surat berisi omong kosong dengan alamat Lisa di atasnya

Saat melayangkan pandang kť sekelilingnya, ia mulai melihat kepribadian Harvey secara mendetail. Di dinding terdapat gambar yang disobek dari sebuah

www.ac-zzz.tk

majalah khusus untuk kaum laki-laki. memperagakan seorang wanita telanjang dalam pose yang betul-betul tidak senonoh. Jeannie menggigil.

Ia menelusuri rak bukunya, dan melihat buku Marquis de Sade, One Hundred Days of Sodom, dan sejumlah pita video pomo dengan judul-judul seperti Pain dan Extreme. Selain itu masih ada beberapa buku teks bidang ilmu ekonomi dan bisnis; rupanya Harvey sedang mengejar gelar MBA.

”Bagaimana kalau aku melihat koleksi pakaiannya?” tanya Jeannie. la tak ingin membuat Maldwyn tersinggung.

“Oke, kenapa tidak?”

Jeannie membuka laci-laci dan lemari-lemarinya. Pakaian Harvey ternyata persis seperti yang dimiliki Steve, agak konservatif untuk usianya: celana panjang dari bahan chino dan baju-baju polo, jas-jas bermodel sportif dari bahan wol dan kemeja. Sepatu Oxford dan sepatu-sepatu santai tertutup dari bahan kulit yang lembut. Lemari esnya kosong, kecuali dua pak bir yang masing-masing berisi enam kaleng dan sebotol susu. Harvey suka makan di luar rupanya. Di bawah tempat tidurnya ada sebuah tas olahraga berisi raket squash dan sehelai handuk kotor.

Jeannie merasa kecewa Di sinilah monster itu tinggal, namun suasananya tidak mengungkapkan kesan bahwa penghuninya menderita gangguan jiwa; ini cuma sebuah kamar yang berantakan, dengan beberapa unsur pornografi yang menjijikkan.

“Aku sudah selesai,*’ ujarnya pada Maldwyn. “Aku tidak begitu yakin apa yang harus kucari.”

Kemudian ia melihatnya.

Tergantung di sebuah sangkutan di belakang pintu apartemen itu tampak sebuah topi pet baseball berwarna merah.

Semangat Jeannie melambung. Ternyata aku benar. Aku berhasil menemukan bajingan itu, dan inilah buktinya. Ia mendekat untuk melihat dengan lebih baik. Kata SEKURITI tercetak di bagian depannya dalam huruf-huruf putih. Tiba-tiba ia merasa terdorong untuk menari-nari di seputar apartemen itu, sebagai perluapan rasa gembira atas kemenangannya.

“Kau menemukan sesuatu, ya?”

“Si bajingan mengenakan topi itu ketika memerkosa sahabatku. Ayo kita keluar dari sini.”

www.ac-zzz.tk

Mereka meninggalkan apartemen itu, lalu menutup pintunya. Jeannie mengulurkan tangannya ke arah Maldwyn. “Aku betul-betul berterima kasih padamu. Ini sungguh-sungguh penting.”

“Apa yang akan kaulakukan sekarang?” tanya Maldwyn.

“Kembali ke Baltimore, dan menelepon polisi,” ujarnya.

Dalam perjalanan pulang melintasi 1-95, pikiran Jeannie beralih ke Harvey Jones. Kenapa ia ke Baltimore setiap hari Minggu? Untuk menemui seorang pacar? Mungkin, tapi jawaban yang paling masuk akal adalah karena orangtuanya tinggal di sana. Biasanya mahasiswa membawa pulang pakaian kotor mereka di akhir minggu. Mungkin ia di sana sekarang, menikmati

578

masakan ibunya, atau nonton pertandingan bola di TV bersama ayahnya. Apakah ia akan menyergap seorang gadis lagi dalam perjalanan pulangnya?

Ada berapa banyak keluarga Jones di Baltimore? Seribu? Ia mengenal satu di antara mereka, tentu saja: mantan bosnya. Profesor Berrington Jones….

Ya Tuhan, Jones! \^

Jeannie begitu terkejut, sehingga terpaksa menepikan kendaraannya untuk menenangkan diri.

Ada kemungkinan Harvey Jones adalah putra Berrington.

Tiba-tiba ia teringat gerakan yang dibuat Harvey di sebuah kafe saat bertemu dengannya di Philadelphia Anak muda itu mengusap alisnya dengan ujung jari telunjuknya. Ia sudah merasa tidak enak ketika itu, karena ia yakin pernah melihat gerakan itu sebelumnya. Ia tidak ingat siapa yang juga melakukannya, sehingga antara sadar dan tidak, ia menarik kesimpulan bahwa tentunya itu Steve atau Dennis, karena para clone cenderung memiliki kebiasaan yang sama. Tapi sekarang ia ingat. Berrington-lah yang melokukannya. Berrington suka mengusap alisnya dengan ujung jari telunjuk. Sesuatu mengenai kebiasaan itu membuat Jeannie merasa terganggu, entah kenapa. Kebiasaan ini tidak dimiliki oleh para clone yang lain, tidak seperti halnya menutup pintu dengan tumit mereka saat memasuki sebuah ruangan. Harvey memperoleh kebiasaan itu dari ayahnya, sebagai suatu pengungkapan rasa puas.

Harvey mungkin sedang berada di rumah Berrington saat ini.

579

www.ac-zzz.tk

BAB 55

Preston Barck dan Jim Proust tiba di rumah Berrington sekitar tengah hari, dan saat itu mereka sedang berada di ruang duduk sambil minum bir. Tak seorang pun di antara mereka bisa tidur cukup pada malam sebelumnya, sehingga tampang mereka betul-betul capek. Marianne, yang mengurus rumah tangga Berrington, sedang menyiapkan hidangan siang, dan aroma harum masakannya berembus masuk dari arah dapur. Namun tidak ada sesuatu pun yang dapat mem bangkitkan gairah ketiga mitra itu.

“Jeannie sudah berbicara dengan Hank King dan ibu Per Ericson,” ujar Berrington tanpa semangat. “Aku tidak berhasil mengecek yang lain, tapi dia akan menemukan mereka semua dalam waktu tidak terlalu lama.”

Jim berkata, “Sebaiknya kita bersikap realistis. Apa persisnya yang dapat dia lakukan pada jam ini besok?”

Preston Barck rupanya sudah siap mati. “Akan kukatakan padamu, apa yang akan kulakukan andai kata aku berada dalam posisinya.” ujarnya. “Aku akan menyebarkan hasil lemuanku secara luas, jadi andai kata aku bisa menghubungi dua atau tiga di antara anak-anak muda itu, akan kuajak mereka ke New York dan kutam-pilkan mereka dalam acara Good Morning America.

580

Pihak televisi selalu antusias mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kekembaran.”

“Amit-amit,” ujar Berringtorh—

Sebuah mobil berhenti di luar. Jim melongok ke luar jendela, lalu berkata, “Mobil Datsun karatan.”

Preston berkata, “Aku mulai menyukai ide Jim untuk mengeliminasi mereka semua.”

“Pokoknya aku tidak setuju cara itu!” teriak Berrington.

“Sabar, Berry,” ujar Jim dalam nada tenang yang tidak biasanya. “Terus terang aku cuma membual sedikit ketika mengusulkan itu. Dulu aku bisa menyuruh orang untuk membunuh, tapi sekarang tidak. Aku sudah meminta banyak dari teman-teman lamaku selama beberapa hari terakhir ini, dan meskipun sejauh ini semuanya masih oke, aku toh tahu bahwa akan ada batasnya.”

Berrington berkata dalam hati, Terima kasih, Tuhan.

www.ac-zzz.tk

“Tapi aku punya ide lain,” ujar Jim.

Kedua temannya menatapnya.

“Kita dekati kedelapan keluarga itu dengan cara halus. Kita akui bahwa kita telah melakukan kesalahan di klinik itu beberapa tahun yang lalu. Kita katakan bahwa tidak ada pihak yang dirugikan sejauh ini. tapi kita ingin mencegah sensasi. Kita tawarkan pada mereka masing-masing satu juta dolar sebagai kompensasi. Dan kita akan lunasi itu dalam tenggang waktu sepuluh tahun, dengan syarat pembayaran akan dihentikan begitu mereka berbicara—entah kepada siapa pun: pihak pers, Jeannie Ferrami, para ilmuwan, pokoknya tidak peduli siapa.”

Berrington mengangguk pelan-pelan. “Benar, mungkin itu caranya. Siapa yang bakal menolak demi satu juta dolar?”

Preston berkata, “Lorraine Logan. Dia tentunya ingin membuktikan bahwa putranya tidak bersalah.”

“Betul. Dia tidak bakal mau, biarpun demi sepuluh juta dolar.”

“Semua itu ada harganya,” ujar Jim, penuh dengan keyakinan lamanya. “Setidaknya, tidak banyak yang dapat dia lakukan tanpa kerja sama dari satu atau dua keluarga yang lain.”

Preston mengangguk. Bahkan Berrington merasa memiliki harapan baru. Pasti ada cara untuk menutup mulut keluarga Logan. Namun masih ada masalah yang lebih serius. “Bagaimana kalau Jeannie berhasil menyiarkannya secara luas dalam tempo dua puluh empat jam ini?” tanyanya. “Pihak Landsmann mungkin akan menunda akuisisi itu sambil menyidiki kebenaran luduhan tersebut. Akibatnya kita tidak memiliki jutaan itu untuk dibagi-bagikan.”

Jim berkata, “Kita harus berusaha mencari tahu mengenai apa yang akan dilakukan Jeannie; sampai seberapa jauh dia sudah tahu dan apa rencananya sesudah itu.”

“Aku tidak melihat suatu cara pun untuk melakukan itu,” ujar Berrington.

“Aku melihat,” ujar Jim_ “Kita semua tahu bahwa ada seseorang yang dia percayai, dan orang ini dapat mencari tahu, apa persisnya yang ada di dalam kepalanya.”

Berrington merasa amarah mulai menjalari dirinya. “Aku tahu apa maksudmu.”

“Nih orangnya datang,” ujar Jim. .

www.ac-zzz.tk

Ada suara langkah kaki di lorong, kemudian putra Bemngton muncul.

“Hai. Dad!” serunya. “JLai, Paman Jim, Paman Preston, apa kabar?”

Berrington menatap putranya dengan perasaan bangga yang berbaur dengan rasa sedih. Penampilan anak muda itu benar-benar menyenangkan dalam celana panjang korduroi biru laut dan haju katun biru langit. Setidaknya dia mewarisi selera berpakaianku, ujar Berrington dalarn hati. la berkata, “Ada yang pedu kita bicarakan, Harvey.”

582

Jim berdiri. “Mau bir. Nak?” “Ya,” sahut Harvey.

Jim memiliki kecenderungan yang amat menjengkelkan dalam hal mengajarkan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik pada Harvey. “Lupakan itu,” ujar Berrington dalam nada ketus. “Jim, bagaimana kalau kau dan Preston peigi ke kamar sebelah dulu, sementara aku berbicara dengan Harvey?” Kamar di sebelah ruang duduk itu berkesan amat formal dan kaku, serta tidak pernah dipakai oleh Berrington.

Preston dan Jim keluar. Berrington berdiri, lalu memeluk Harvey. “Aku mencintaimu. Nak,” ujarnya. “Meskipun kau jahat.”

“Aku jahat?”

“Apa yang kaulakukan pada gadis malang di ruang bawah gedung olahraga itu adalah hal paling jahat yang dapat dilakukan oleh seorang laki-laki.”

Harvey cuma angkat bahu.

Ya Tuhan, aku benar-benar gagal menanamkan dalam dirinya hatasan antara apa yang benar dan apa yang salah, pikir Berrington. Tapi sekarang sudah terlambat untuk menyesali itu. “Duduklah dan dengarkan aku baik-baik sebentar,” ujarnya.

Harvey duduk.

“Ibumu dan aku telah bertahun-tahun mencoba memiliki bayi, tapi ada beberapa masalah,” ujarnya. “Ketika itu Preston sedang menekuni proses fertilisasi dalam tabung, di mana sperma dan sel telur dipersatukan di laboratorium, kemudian embrionya ditanam dalam kandungan.”

www.ac-zzz.tk

“Maksud Dad, aku ini dulunya bayi tabung?” Ini rahasia. Kau tidak boleh mengungkapkannya kepada siapa-siapa, seumur hidupmu. Juga tidak pada ibumu.”

“Mom tidak tahu?” ujar Harvey dalam nada tidak mengerti.

583

“Masih ada sesuatu di balik itu. Preston mengambil sebuah embrio hidup, lalu membelahnya, menjadi kembar.”

“Anak muda yang masuk tahanan waktu itu?” “Preston membelah embrio itu lebih dari sekali.” Harvey mengangguk. Mereka semua sama cerdasnya. “Jadi, ada berapa?” “Delapan.”

“Wauw. Dan spermanya tentunya bukan dari Dad.” “Betul.”

“Lalu dari siapa?”

“Dari seorang letnan di Fort Bragg—tinggi, kuat, sehat, cerdas, agresif, dan tampan.” “Dan ibunya?”

“Seorang juru tik sipil dari West Point, juga hasil seleksi yang ketat.”

Seulas senyum pahit membayang di wajah tampan anak muda itu. “Orangtua kandungku.”

Berrington menggerenyit. “Tidak, bukan,” ujarnya. “Kau tumbuh di dalam perut ibumu. Kau dilahirkan olehnya, dan percayalah padaku, dia benar-benar merasakan sakitnya. Kami melihatmu belajar berjalan, perjuanganmu untuk memasukkan sesendok kentang yang dilumatkan ke dalam mulutmu, dan saat-saat kau mengucapkan kata-kata pertamamu.”

Melihat apa yang tersirat di wajah putranya, Berrington tidak dapat mengatakan apakah Harvey mempercayainya atau tidak.

“Gila, kami makin mencintaimu dari hari ke hari, sementara kau jadi semakin sulit dicintai. Setiap tahun selalu rapor yang sama dari sekolah: Ia amat agresif, ia belum juga bisa membagi, ia memukul anak-anak lain, ia menghadapi kesulitan dalam bekerja sama, ia mengacau ketenangan kelas, ia harus belajar menghormati lawan jenisnya. Setiap kali kau dikeluarkan dari sekolah, kami berkeliling ke mana-mana, meminta-minta dan

584

www.ac-zzz.tk

memohon-mohon supaya kau bisa diterima di sekolah lain. Kami mencoba membujukmu, memukulimu membatasi kesenangan kesenanganmu Kami membawamu ke tiga psikolog yang berlainan. Kau benar-benar membuat hidup kami susah.

“Maksud Dad, aku menghancurkan perkawinan kalian?” m

“Tidak, Nak, itu terjadi karena kesalahanku sendiri. Yang ingin kukatakan padamu adalah, aku mencintaimu, apa pun yang telah kaulakukan, persis seperti orangtua lain.”

Harvey masih tampak kurang yakin. “Kenapa Dad menceritakan ini padaku sekarang?”

“Steve Logan, salah satu kembaranmu, menjadi subjek untuk suatu studi di departemenku. Aku betul-betul kaget begitu melihatnya. Kemudian polisi menahannya dengan tuduhan memerkosa Lisa Hoxton. Tapi seorang profesor, Jeannie Ferrami, mulai curiga. Untuk menyingkat kisahnya, dia berhasil melacakmu. Dia ingin membuktikan bahwa Steve Logan tidak bersalah. Dan ada kemungkinan dia juga ingin mengungkapkan seluruh cerita mengenai clone-clone itu serta menghancurkan aku.”

“Dia wanita yang kutemui di Philadelphia.”

Berrington terperangah. “Kau sudah pernah bertemu dengannya?”

“Paman Jim meneleponku dan menyuruhku melakukan sesuatu supaya dia takut.”

Berrington marah. “Brengsek, akan kurenggut kepalanya dari pundaknya….”

“Tenang, Dad, tidak ada yang terjadi. Aku cuma ikut naik mobilnya sebentar. Dia benar-benar menggemaskan.”

Berrington berusaha mengendalikan diri. “Pamanmu itu memang suka ngawur soal mengajarimu. Dia menyukai sikap bandelmu, jelas karena dia sendiri begitu brengsek.”

585

p>

“Aku suka padanya.”

www.ac-zzz.tk

“Ayo kita bicarakan apa yang harus kita lakukan sekarang. Kita harus mencari tahu, apa rencana Jeannie Ferrami, terutama selama dua puluh empat jam mendatang ini. Kau harus mencari tahu, apakah dia mempunyai bukti yang dapat menghubungkan dirimu dengan Lisa Hoxton. Kamiť belum dapat menemukan cara lain untuk menghadapinya, kecuali satu ini.”

Harvey mengangguk. “Dad ingin aku pergi menemuinya dan berbicara padanya, dengan pura-pura menjadi Steve Logan.”

“Ya.”

Harvey menyeringai. “Sepertinya bakal seru.”

Berrington mengeluarkan erangan. “Jangan melakukan yang aneh-aneh. Cukup bicara saja padanya.”

“Mau aku pergi sekarang juga?”

“Ya. Aku tidak suka memintamu melakukan ini. tapi lakukanlah demi kan sendiri dan demi aku.”

‘Tenang, Dad—apa sih yang bisa terjadi?”

“Mungkin aku terlalu khawatir. Kukira tidak begitu berbahaya untuk pergi ke apartemen seorang cewek.”

“Bagaimana kalau si. Steve ada di sana?”

“Cek dulu mobil-mobil yang ada di sekitar tempat itu. Mobilnya sebuah Datsun, persis seperti milikmu, gara-gara itulah pihak kepolisian begitu yakin bahwa dia pelakunya.”

“Masa!”

“Kalian seperti pasangan kembar identik, kalian akan selalu membuat pilihan yang sama. Kalau mobilnya ada di situ, jangan masuk. Telepon aku, lalu kita coba cari cara untuk memancingnya keluar.”

“Umpamanya dia berkeliaran di sekitar sana?”

“Dia tinggal di Washington.”

“Oke.” Harvey berdiri. “Mana alamat cewek itu?”

“Dia tinggal di Hampden.” Berrington menulis nama

www.ac-zzz.tk

586

jalannya di sebuah kartu, kemudian menyodorkannya kepada anaknya. “Hati-hati, oke?”

“Pasti. See you sooner, Montezuma.”

Berrington memaksa sebuah senyum. “In a flash, succotash”

587

BAB 56

Harvey rnondar-rnandir di jalan tempat tinggal Jeannie, mencari-cari sebuah mobil yang mirip miliknya sendiri. Ternyata banyak mobil tua di situ, kecuali si mobil Datsun karatan. Berarti Steve Logan tidak berada di sekitar tempat itu.

la memarkir kendaraannya di dekat rumah Jeannie, lalu mematikan mesinnya. Untuk sesaat ia hanya duduk diam-diam, sambil berpikir. Ia harus menggunakan akalnya. Untung ia tidak minum bir yang ditawarkan Paman Jim padanya.

Ia tahu bahwa Jeannie akan mengira ia Steve, sebab hal itu sudah pernah terjadi di Philadelphia. Tampang mereka memang betul-betul mirip. Tapi untuk berbincang-bincang dengannya akan lebih sulit. Jeannie akan menyinggung bermacam-macam topik yang harus ia pahami. Ia akan terpaksa menjawab sambil berusaha untuk tidak membuka, kedoknya. Sikapnya harus cukup meyakinkan, sampai ia tahu cukup banyak mengenai bukti-bukti yang sudah dimiliki Jeannie, serta apa rencananya kemudian. Kalau ia tidak amal hati-hati, ia bisa salah ucap dan membuka kedoknya sendiri.

Namun bahkan pada saat memikirkan secara serius mengenai risiko yang dihadapinya dalam tugas penyamaran itu, ia hampir tak dapat menahan rasa antusiasnya

588

menghadapi prospek akan bertemu dengan Jeannie lagi. Apa yang telah dilakukannya di dalam mobil Jeannie merupakan pengalaman seksnya yang paling seru. Bahkan lebih seru daripada ketika ia berada di ruang ganti pakaian wanita, di saat mereka semua begitu panik. Setiap kali membayangkan saat ia merobek pakaian Jeannie, sementara mobil itu meliak-liuk di jalan bebas hambatan, ia menjadi terangsang.

Ia tahu bahwa ia harus memusatkan seluruh perhatiannya pada tugasnya saat ini. Ia tidak boleh membayangkan wajah itu mengerut ketakutan dan kaki-

www.ac-zzz.tk

kakinya yang kuat mengentak-entak ke sana kemari. Ia harus mendapatkan informasi itu, lalu pergi. Namun seumur hidupnya ia belum pernah melakukan sesuatu yang relevan.

Begitu sampai di rumah, Jeannie langsung menelepon kantor polisi, la tahu bahwa Mish tidak akan ada di sana. karenanya ia meninggalkan pesan unruk meminta Mish agar segera menghubunginya kembali. Bukankah Anda sudah meninggalkan pesan seperti itu tadi pagi?” tanya si penerima pesan.

“Betul, tapi ini lain, juga sama pentingnya.”

“Aku akan usahakan untuk meneruskannya,” ujar suara itu dalam nada kurang meyakinkan

Kemudian Jeannie menelepon rumah Steve, tapi tidak ada yang menjawab. Tentunya Steve dan Lorraine sedang bersama pengacara mereka, untuk mencoba melepas Charles. Steve pasti akan meneleponnya begitu ia sempat.

Jeannie merasa kecewa: ia begitu ingin mengungkapkan berita baik itu kepada seseorang.

Rasa antusias sehubungan dengan keberhasilannya menemukan apartemen Harvey mulai mereda, dan ia mulai diliputi oleh rasa frustrasi. Pikirannya beralih pada bencana yang akan ia hadapi di masa depannya, tanpa uang, tanpa pekerjaan, dan tanpa daya untuk memperbaiki nasib ibunya.

589

Untuk menghibur diri, ia menyiapkan makanan. Ia membuat dadar orak-arik dari tiga butir telur, dan menggoreng sedikit daging asap yang ia beli pada hari sebelumnya untuk Steve. Ia menikmatinya dengan roti panggang dan kopi. Saat memasukkan piringnya ke dalam mesin cuci, bel pintunya berdering.

Ia mengangkat gagang interkomnya. “Halo?”

“Jeannie? Ini Steve.”

“Masuklah!” ujarnya dalam nada gembira.

Steve mengenakan baju dari bahan katun yang warnanya sama seperti matanya, dan tampangnya betul-betul menggemaskan. Jeannie mencium dan memeluknya kuat-kuat, sambil membiarkan payudaranya menempel pada tubuh anak muda itu. Tangan Steve yang semula di punggungnya, mulai (urun ke bawah. Baunya sekarang lain lagi. Sepertinya ia memakai semacam

www.ac-zzz.tk

aftershave beraroma tumbuh-tumbuhan. Rasanya pun lain, seakan ia habis minum teh.

Selang beberapa saat, Jeannie menarik diri. “Jangan terlalu terburu-buru, ah,” ujarnya sambil terengah-engah. Rupanya ia masih ingin menikmati tahapan ini. “Ayo masuk dan duduk. Banyak sekali yang ingin kuceritakan padamu!”

Steve duduk di sofa, sementara Jeannie menuju lemari es. “Anggur, bir, kopi?”

“Anggur sepertinya asyik.”

“Nggak bakal apa-apa, menurutmu?”

Apa maksud ucapannya itu? Nggak bakal apa-apa, menurutmu? “Nggak tahn,” sahutnya.

“Kapan botolnya kita buka?”

Oke, mereka membuka sebotol anggur, tapi isinya tidak langsung mereka habiskan waktu itu. Botolnya mereka tutup, lalu mereka simpan di lemari es. Sekarang ia mempertanyakan apakah isinya masih baik. Tapi ia ingin aku yang memutuskannya. “Coba sebentar, hari apa itu?”

590

“Hari Rabu, jadi sudah empat hari.”

Ia bahkan tidak dapat melihat apakah anggurnya merah atau putih. Sial “Tuang saja di gelas, lalu kita coba.”

Tde bagus.” Jeannie menuang anggur itu ke dalam sebuah gelas, kemudian menyodorkannya ke arahnya. Ia mencicipi. ‘“Bisa diminum,” ujarnya.

Jeannie mendoyongkan tnbuhnya ke muka. “Coba kucicipi.” Ia mengecup bibir si anak muda. “Buka mulutmu,” ujarnya. “Aku ingin mencicipi anggurnya.” Si anak muda tertawa dan melakukan apa yang diminta. Jeannie memasukkan ujung lidahnya ke dalam mulutnya. Edan, seksi banget cewek ini. “Kau benar,” ujarnya. “Memang bisa diminum.” Sambil tertawa, Jeannie mengisi gelas anak muda itu lagi dan gelasnya sendiri.

Si anak muda mulai menikmati suasananya. “Ayo pasang musik,” usulnya.

“Pakai apa?”

www.ac-zzz.tk

Ia tidak mengerti maksudnya. Celaka, aku salah omong. Ia melayangkan matanya ke sekitar apartemen itu; tidak ada perangkat stereo. Goblok.

Jeannie berkata, “Daddy mencuri stereoku, ingat? Aku nggak punya apa-apa untnk pasang musik. Eh, sebentar… ada.” Ia pergi ke kamar sebelah—kamar tidurnya, tentunya—lalu kembali dengan sebuah radio tahan air yang biasanya digantung di kamar mandi. “Mom memberikan ini padaku untuk hadiah hari Natal, sewaktu dia masih waras”

Daddy mencuri stereonya, Mom tidak waras—keluarga macam apa itu?

“Suaranya jelek sekali, tapi cuma ini yang kumiliki.” Ia menyalakannya. “Aku selalu memasang gelombang 92Q.”

“Twenty jams in a row,” celetuk anak muda itu secara otomatis.

“Kok kau tahu?” : •

591

Sial Steve tentunya tidak tahu apa-apa mengenai radio pemancar di Baltimore. “Aku mendengar itu di mobil tadi, dalam perjalanan kemari.”

“Jenis musik apa yang kausukai?”

Aku nggak tahu soal selera Steve, tapi kau tentunya juga tidak tahu, jadi apa adanya saja. “Aku suka rap—Snoop Doggy Dog, Ice Cube, dan semacam itu.”

“Ah, kau, aku jadi merasa tua.”

“Kau suka apa?”

“The Ramones, The Sex Pistols. The Damned. Maksudku, waktu aku masih muda, zamannya punk, tahu? Ibuku selalu mendengar lagu-lagu cengeng dari tahun enam puluhan yang nggak ada artinya sama sekali buatku, kemudian, waktu aku berusia sebelas tahun, tiba-tiba, beng! Talking Heads. Kau ingat ‘Psycho Killer’?”

“Pasti nggak!”

‘JOke, ibumu benar, aku terlalu tua untukmu.” Jeannie duduk di sebelahnya. Ia meletakkan kepalanya di pundak si pemuda, lalu menyusupkan*tangannya di bawah baju biru langit Harvey, la mengusap-usap dadanya. Rasanya asyik sekali. “Aku senang kau bersamaku di sini.” ujarnya.

www.ac-zzz.tk

Si anak muda juga ingin menggerayang-gerayang seperti itu, tapi ada hal-hal yang lebih penting yang hams ia lakukan. Dengan susah payah akhirnya ia berkata, “Ada hal-hal serius yang perlu kita bicarakan.”

“Kau benar.” Jeannie duduk lebih tegak, kemudian mencicipi anggurnya. “Kau dulu. Ayahmu masih ditahan?”

Astaga, aku mesti bilang apa sekarang? “Nggak ah, kau dulu,” ujarnya. “Kauhilang banyak yang mau kauceritakan padaku.”

“Oke. Nomor satu. aku tahu siapa yang memerkosa Lisa. Namanya Harvey Jones, dan dia tinggal di Philadelphia.*”

Gila! Harvey berjuang keras untuk tidak membuka

592

kedoknya. Untung aku kemari. “Kau menemukan buktinya?”

“Aku masuk ke dalam apartemennya. Tetangganya yang membantuku, dengan sebuah kunci duplikat.”

Si homo sialan itu. akan kuplintir lehernya yang rapuh nanti.

“Aku menemukan topi pet baseball yang dipakainya hari Minggu itu. Topi itu tergantung di sebuah kait di belakang pintunya.”

Edan! Mestinya kubuang itu tempo hari. Tapi mana aku tahu akan ada yang berhasil melacakku! “Kau memang hebat,” ujarnya. Steve bakal senang sekali mendengar ini; dia bakal bebas dari tuntutan itu. “Entah bagaimana caranya aku menyatakan terima kasihku.”

“Aku akan memikirkan caranya,*’ ujar Jeannie sambil tersenyum seksi.

Apakah aku akan sempat kembali ke Philadelphia untuk membuang topi itu sebelum polisi sampai ke sandi “Kau sudah laporkan ini pada polisi?”

“Belum. Aku sudah tinggalkan pesan untuk Mish, tapi dia belum menghubungi aku kembali.”

Haleluya! Aku masih punya kesempatan!

Jeannie berkata lagi, “Jangan khawatir. Dia belum tahu bahwa kita sudah berhasil menemukannya. Tapi kau belum dengar bagian terbaiknya. Siapa lagi yang kita kenal juga bernama Jones?”

www.ac-zzz.tk

Haruskah aku bilang “Berrington”? Itukah yang akan terpintas di kepala si Steve?. “Nama yang umum sekali….”

“Berrington, tentu saja! Menurutku Harvey dibesarkan sebagai putra Berrington!”

Aku mesti berlaku tercengang. “Ya Tuhan!” ujarnya. Apa yang mesti kulakukan sekarang? Mungkin Dad punya ide. Aku harus melaporkan ini kepadanya. Aku mesti mencari alasan untuk bisa meneleponnya.

Jeannie meraih tangannya. “Hei, coba lihat kuku-kukumu!”

593

Ada apa lagi sekarang? “Kenapa?”

‘Tumbuhnya cepat sekali’ Sewaktu kau baru keluar dari tahanan, kuku-kukumu pada rusak dan berantakan. Sekarang bagus amat!”

“Kondisi tubuhku memang biasanya cepat pulih.”

Jeannie membalik tangan anak muda itu. lalu mulai menjilati telapaknya.

“Lidahmu panas hari ini,” ujar si anak muda.

“Wah, aku terlalu bernafsu rupanya.” Sebelumnya sudah pernah ada yang mengatakan itu kepadanya. Steve tidak banyak bicara sejak ia datang, dan kini Jeannie mengerti alasannya. “Aku memahami maksudmu. Aku terus berusaha menolakmu akhir minggu kemarin, tapi sekarang kau merasa seakan aku ingin melahapmu mentah-mentah.”

Ia mengangguk. “Yah, bisa dibilang begitu.”

“Aku>nemang begini. Sekali aku sudah memutuskan, begitulah jadinya.’ Jeannie berdiri. “Oke, aku mundur dulu.” Ia pergi ke dapur, lalu mengeluarkan sebuah panci penggorengan. Saking beratnya, ia harus menggunakan kedua tangannya untuk mengangkatnya. “Aku beli makanan untukmu kemarin. Kau lapar?” Panci itu agak karatan—ia jarang masak—karenanya ia membersihkannya dengan lap. “Mau telur?”

“Nggak, ah. Coba ceritakan, kau pernah ikut aliran punkT’

Jeannie menurunkan panci itu. “Ya, untuk beberapa waktu. Pakai pakaian robek, rambut dicat hijau.” “Obat bius?”

www.ac-zzz.tk

“Aku suka pakai sedikit di sekolah, kalau punya uang.”

“Di bagian mana di tubuhmu kau memakai anting-anting?”

Tiba-tiba Jeannie ingat akan gambar yang dilihatnya di dinding apartemen Harvey Jones. Ia menggigil se—

594

bentar. “Cuma di cuping hidungku,” sahutnya. “Aku mulai giat main tenis sewaktu berumur lima belas tahun.”

“Aku kenal seorang gadis yang memakai anting-anting di payudaranya.”

Jeannie merasa cemburu. “Kau tidur dengannya?”

“Tentu saja.”

“Brengsek.”

“Hei, kaupikir aku masih perjaka?”

“Jangan tuntut aku untuk bersikap rasional!”

Anak muda itu mengangkat tangannya. “Oke.”

“Kau masih belum menceritakan padaku mengenai keadaan ayahmu. Apa dia sudah dilepas?”

“Bagaimana kalau aku menelepon ke rumah untuk menanyakan perkembangan terakhir?”

Andai kata ia memutar tujuh nomor. Jeannie akan tahu bahwa ia sedang membuat sambungan lokal, padahal ayahnya sudah mengatakan kepadanya bahwa Steve Logan tinggal di Washington, DC. Ia menahan kait pesawat itu dengan tangannya saat memutar secara asal tiga buah nomor, sebagai kode daerah, kemudian melepaskannya dan mulai memutar nomor rumah ayahnya.

Dad yang menjawah. Harvey berkata, “Hai, Mom.” Ia menggenggam gagang pesawat itu kuat-kuat, sambil berharap ayahnya tidak akan mengatakan, Siapa ini, rupanya Anda salah sambung.

Namun ayahnya ternyata cepat tanggap. “Kau bersama Jeannie?”

Bagus, Dad. “Ya. Aku cuma tanya, apa Dad sudah dilepas sekarang?”

www.ac-zzz.tk

“Kolonel Logan masih ditahan, tapi tidak di kantor polisi. Dia ada di tangan polisi militer.”

“Wah, tadinya aku berharap dia sudah dilepas.”

Dengan hati-hati Dad bertanya, “Kau bisa ungkapkan sesuatu T*

Harvey amat tergoda untuk melirik ke arah Jeannie, 595

untuk melihat apakah aktingnya masih cukup meyakinkan. Namun Jeannie pasti akan curiga, karena itu ia memaksa diri untuk terus memusatkan mata ke arah dinding. “Jeannie betul-betul hebat. Mom. Dia berhasil menemukan si pemerkosa yang sesungguhnya.” Ia berusaha memperdengarkan nada senang dalam suaranya. “Namanya Harvey Jones. Kami masih menunggu telepon dari si detektif untuk meneruskan berita itu kepadanya.” “Astaga” Gawat ini!”

“Ya. Hebat, bukan?” Jangan sok ironis seperti itu, tolol*

“Setidaknya kita sudah tahu sekarang. Kau bisa lakukan sesuatu untuk mencegahnya melaporkan itu kepada polisi?”

“Sebaiknya memang begitu.”

“Bagaimana mengenai Genetico? Apa dia punya rencana untuk menyebarluaskan penemuannya mengenai kami?”

“Aku belum tahu itu.” Sebaiknya aku putuskan dulu sebelum salah omong.

“Pastikan kan tahu. Itu penting, tahu?”

Oke! “Yah, kuharap Dad cepat dilepas. Hubungi aku begitu ada berita lagi, oke?”

“Situasinya aman?”

“Minta saja bicara dengan Steve.” la tertawa, seakan baru saja membuat lelucon.

“Jeannie akan mengenali suaraku. Tapi aku bisa minta Preston untuk menelepon.

“Bagus.”

“Oke.”

www.ac-zzz.tk

“Bye.” Harvey menutup pesawatnya.

Jeannie berkata, “Sebaiknya aku menelepon kantor polisi lagi. Mungkin mereka tidak mengerti urgensinya.” Ia mengangkat pesawatnya.

Harvey menyadari bahwa ia harus segera melakukan sesuatu sekarang.

596

“Cium aku dulu,” ujarnya.

Jeannie menyusup ke dalam pelukan Harvey, sambil menyandarkan tubuhnya pada meja dapur. Ia membuka mulutnya untuk menyambut kecupan anak muda itu. Harvey mengusap pinggangnya. “Sweater-mu bagus,” gumamnya, kemudian ia mencakup payudara Jeannie dengan tangannya yang besar.

Entah kenapa. Jeannie tidak merasa senikmat yang ia harapkan, la mencoba untuk santai dan meresapi momentum yang sudah ditunggu-tunggunya itu. Harvey menyusupkan tangan ke bawah pakaiannya, dan Jeannie melentingkan punggungnya sedikit saat anak muda itu menyentuh payudaranya. Sebagaimana biasa, ia merasa agak rikuh untuk sesaat, khawatir anak muda itu akan kecewa. Laki-laki yang pernah tidur dengannya selalu menyukai payudaranya, tapi ia sendiri selalu merasa masih ada yang kurang. Namun sama seperti yang lain, Steve tidak memperlihatkan tanda-tanda kurang puas.

Jeannie mengawasinya. Sepertinya ada yang tidak beres. Tubuhnya memang bereaksi, tapi entah kenapa ia diliputi oleh semacam keraguan, dan ia tidak dapat berkonsentrasi, la merasa kesal pada dirinya. Aku sudah merusak suasana kemarin, karena ketakutanku sendiri, aku tidak mau mengulangi itu lagi sekarang.

Anak muda itu rupanya merasakan keresahannya. Sambil menegakkan tubuhnya, ia berkata, “Posisimu kurang nyaman. Ayo kita ke sofa.” Ia mengambil tempat duduk. Jeannie mengikutinya. Tiba-tiba anak muda itu mengusap alisnya dengan ujung jari telunjuk, lalu mengulurkan tangannya kc arah Jeannie

Jeannie langsung menarik dirinya.

“Kenapa?” tanya anak muda itu.

Tidak! Tak mungkin!

“K-kau… k-kau… lakukan itu, dengan alismu.” “Lakukan apa?”

www.ac-zzz.tk

597

Jeannie melompat berdiri. “Bajingan kau!” teriaknya. “Berani-beraninya!”

“Ada apa sih?” ujar anak muda itu, namun aktingnya sudah tidak begitu meyakinkan lagi; Jeannie dapat membaca dari apa yang tersirat di wajahnya, bahwa ia tahu persis apa yang dimaksud Jeannie.

“Keluar dari sini!” teriak Jeannie.

Si anak muda masih mencoba mempertahankan lakonnya. “Tadi kau mau melahapku, sekarang begini!”

“Aku tahu siapa kau, bajingan. Kau Harvey!”

Si anak muda menyerah. “Dari mana*”kau tahu?”

“Kau mengusap alismu dengan ujung jari telunjukmu, persis seperti yang sering dilakukan Berrington.”

“Oke. Lalu apa masalahnya?” ujar anak muda itu sambil berdiri. “Kalau kami memang begitu mirip saju sama lain, kau bisa pura-pura aku Steve.”

“Keluar dari sini!”

Anak muda itu membuka celananya. ““Mengingat kita sudah sampai sejauh ini, aku tidak akan meninggalkan tempat ini dengan begitu saja.”

Ya Tuhan. Cawat! Dia benar-benar binatang. “Jangan sentuh aku!”

Harvey melangkah maju sambil tersenyum. “Aku akan buka jeans-mu yang ketat itu.”

Jeannie ingat Mish pernah mengatakan bahwa seorang pemerkosa senang melihat korbannya ketakutan. “Aku tidak takut padamu,” ujarnya, sambil berusaha membuat suaranya terdengar tenang. “Kalau kau berani menyentuhku, aku bersumpah akan membunuhmu.”

Harvey langsung bergerak eepat. Dalam sekejap ia sudah mencengkeram Jeannie, mengangkat tubuhnya, kemudian mengempaskannya ke lantai.

Pesawat telepon Jeannie berdering.

Jeannie berteriak, “Tolong! Mr. Oliver! Tolong!”

www.ac-zzz.tk

Harvey menyambar lap dari meja dapur, lalu men-jejalkannya dengan kasar ke dalam mulut Jeannie, sam—

598

pai bibirnya lecet. Jeannie tidak dapat bernapas dan mulai batuk. Harvey mencengkeram pergelangan tangannya sedemikian rupa, sehingga ia tidak dapat menggunakan tangannya untuk mengeluarkan lap itu dari mulutnya. Jeannie mencoba mendorongnya keluar memakai lidahnya, tapi ternyata tidak bisa, karena lap itu terlalu besar. Dapatkah Mr. Oliver mendengar teriakannya? Laki-laki itu sudah tua, dan biasanya ia memutar volume televisinya keras sekali.

Pesawat telepon itu masih terus berdering.

Harvey mulai menggerayangi bagian pinggang jeans-nya. Jeannie mencoba meronta. Harvey menampar wajahnya dengan keras, sehingga matanya berkunang-kunang. Sementara ia terenyak, Harvey melepaskan pergelangan tangannya, dan mulai menarik celana jeans dan celana dalamnya. “Wauw,” serunya.

Jeannie menarik keluar lap itu dari mulutnya, lalu berteriak, “Tolong! Tolong!”

Harvey membekap mulut Jeannie dengan tangannya yang besar, untuk meredam teriakan-teriakannya, kemudian menjatuhkan diri di atas tubuhnya. Jeannie terenyak, dan untuk sesaat tidak dapat berbuat apa-apa. Saat ia berusaha bernapas, Harvey melepaskan celananya. Dengan nekat Jeannie meronta-ronta dan mencoba mendorong tubuhnya, tapi ternyata ia terlalu berat.

Pesawat teleponnya masih berdering. Kemudian bel pintn juga ikut berdering.

Namun Harvey rupanya tidak menggubris itu.

Jeannie membuka mulutnya. Jari-jari Harvey masuk di antara rahangnya. Jeannie menggigitnya sekuat tenaga. Ia tak peduli giginya bakal patah kena tulangnya. Darah hangat menyembur ke dalam mulutnya. Ia mendengar Harvey menjerit kesakitan saat menarik tangannya.

Bel pintu itu berdering lagi, lama dan panjang. Jeannie meludahkan darah Harvey dari dalam

mulutnya, lalu berteriak lagi. “Tolong!” jeritnya. “Tolong, tolong, tolong!”

www.ac-zzz.tk

Dari bawah terdengar suara benturan keras, kemudian sesuatu yang jebol dan kayu yang berhamburan.

Harvey berusaha berdiri, sambil mencengkeram tangannya yang terluka.

Jeannie menggulirkan tubuhnya, berdiri, kemudian mundur tiga langkah dari laki-laki itu.

Pintu apartemen itu terbuka. Harvey memutar tubuh, membelakangi Jeannie.

Steve menghambur masuk.

Steve dan Harvey saling berpandangan dengan tercengang selama beberapa saat.

Tampang mereka persis sama. Apa yang akan terjadi andai kata mereka berkelahi? Tinggi, berat, kekuatan, dan kondisi mereka berimbang. Perkelahian mereka tidak akan ada habisnya.

Secara impulsif, Jeannie mengangkat panci penggorengannya dengan kedua tangannya. Sambil membayangkan melakukan pukulan smes mematikan, ia memindahkan seluruh bobotnya ke satu kaki depan, merapatkan pergelangan tangannya, lalu mulai mengayunkan panci yang berat itu dengan segenap tenaganya.

Ia memukul bagian belakang kepala Harvey, persis di tempat yang paling sensitif.

Terdengar suara benturan yang memualkan. Kaki-kaki Harvey mulai lemas. Sambil meliak liuk, akhirnya ia roboh.

Seakan baru saja lari ke arah net dalam suatu pertandingan bola voli, Jeannie mengangkat panci itu kembali tinggi-tinggi dengan tangan kanannya, lalu menghantamkannya sekeras mungkin di bagian atas kepala Harvey.

Mata Harvey bergulir ke atas, kemudian ia lemas dan ambruk ke lantai.

Steve berkata, “Wauw, untung kau tidak salah pukul.”

Tubuh Jeannie mulai bergetar. Ia menjatuhkan panci

600

itu, lalu duduk terenyak di sebuah bangku dapur Steve merangkul bahunya. “Semua sudah berakhir sekarang,’ ujarnya.

www.ac-zzz.tk

“Belum,” sahut Jeannie. “Ini baru bagian awalnya.” Pesawat telepon Jeannie masih berdering.

601

BAB 57

Kau berhasil melumpuhkannya,” ujar Steve. “Siapa dia?”

“Ini Harvey Jones,” sahut Jeannie. “Dan dia putra Berrington Jones.”

Steve tercengang. “Berrington membesarkan salah satu di antara kami sebagai putranya? Gila benar.”

Jeannie mengawasi sosok yang tergeletak pingsan di lantainya itu. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”

“Tertama-tama, bagaimana kalau kita angkat pesawat telepon itu dulu?”

Secara otomatis Jeannie mengangkatnya. Ternyata dari Lisa. “Aku nyaris diperkosa,” ujarnya tanpa basa-basi.

“Tidak!”

“Oleh orang yang sama.”

“Yang benar! Bagaimana kalau aku ke sana sekarang?”

“Trims, aku senang sekali.”

Jeannie menutup pesawatnya. Tubuhnya terasa sakit bekas dibanting ke lantai, dan mulutnya memar gara-gara dibekap Harvey, la masih dapat merasakan darahnya, karena itu ia menuang segelas air untuk berkumur, kemudian meludahkannya ke wastafel dapur. Sesudah itu ia berkata, “Situasinya berbahaya sekali, Steve. Orang-orang yang kita hadapi punya koneksi kuat.”

602

“Aku tahu.”

“Mungkin mereka mau membunuh kita.” “Aku tahu.”

Situasinya membuat Jeannie hampir tidak dapat berpikir lagi. Aku tidak boleh membiarkan diriku kalut gara-gara aku ketakutan, ujarnya pada dirinya.

www.ac-zzz.tk

“Menurutmu, apakah mereka akan melepaskan aku andai kata aku berjanji untuk tidak pernah mengungkapkan apa yang kuketahui?”

Steve mempertimbangkan pertanyaan itu selama beberapa saat, lalu berkata, “Tidak, kukira tidak.”

“Aku juga mengira begitu. Jadi, aku tidak punya pilihan lain selain menghadapi mereka.”

Terdengar suara langkah kaki di tangga. Mr. Oliver melongokkan kepala melalui pintu. “Apa sih yang terjadi di sini?” ujarnya. Ia mengalihkan matanya dari Harvey yang tergeletak pingsan di lantai ke arah Steve, kemudian ke Harvey lagi. “Ya Tuhan.”

Steve memungut celana Levi hitam Jeannie, yang lalu ia serahkan kepada si pemilik. Jeannie mengenakannya cepat-cepat, untuk menutupi ketelanjangannya. Andai kata Mr. Oliver melihat, ia cukup bijaksana untuk tidak mengomentarinya. Sambil menunjuk ke arah Harvey, ia berkata, “Pasti ini orang yang Philadelphia itu. Tidak heran kau mengira dia pacarmu. Mereka pasti pasangan kembar!”

Steve berkata, “Aku akan mengikatnya sebelum dia sadar. Kau punya tali, Jeannie?”

Mr. Oliver berkata, “Aku punya kabel listrik. Aku akan ambil kotak perkakasku.” Ia keluar.

Jeannie memeluk Steve dengan penuh rasa syukur. Ia merasa seakan baru terbangun dari mimpi buruk. “Kukira dia kau,” ujarnya. “Suasananya persis seperti kemarin, tapi kali ini aku tidak ketakutan, dan ternyata aku benar.”

“Kita kan sudah berniat untuk membuat kode, tapi belum kesampaian.”

“Ayo kita buat sekarang. Sewaktu kau mendekati aku di lapangan tenis hari Minggu yang lalu, kau bilang. Aku juga bisa main tenis sedikit.”

“Lalu dengan enaknya kau bilang, Kalau kau cuma bisa main tenis sedikit, kau bukan tandinganku.”

“Itulah kodenya. Kalau salah satu di antara kita mengatakan baris pertama, yang lain harus menjawabnya dengan yang kedua.”

“Oke.”

www.ac-zzz.tk

Mr. Oliver muncul kembali dengan kotak peralatannya. Ia menggulirkan tubuh Harvey, lalu mulai mengikat kedua tangannya di depan, dengan kedua telapak tangan menempel satu sama lain, sementara jari-jari kelingkingnya dibiarkan bebas.

Steve berkata, “Kenapa tidak diikat ke belakang saja?”

Mr. Oliver tampak salah tingkah. “Kuharap kalian mau memaafkan aku untuk mengatakan ini, tapi dengan begini dia bisa buang air kecil sendiri. Aku belajar ini di Eropa, selagi perang.” la mulai mengikat kaki Harvey. “Orang ini tidak akan merepotkan kalian lagi. Nah, apa yang akan kalian lakukan dengan pintu muka itu?”

Jeannie menatap Steve, yang menjawab, “Rusaknya berat juga, gara-gara hantamanku.”

“Sebaiknya aku panggil tukang kayu.”

Mr Oliver berkata, “Aku punya beberapa potong papan di kebun. Aku bisa memasangnya, supaya kita bisa menutupnya untuk malam ini. Kemudian kita panggil orang untuk memperbaikinya besok.”

Jeannie merasa amat berterima kasih kepadanya. “Terima kasih, Anda baik sekali.”

“Tak apa. Ini peristiwa paling menarik yang pernah kusaksikan sejak Perang Dunia Kedua.”

“Aku akan membantu Anda,” ujar Steve.

Mr. Oliver menggeleng-gelengkan kepala. “Masih banyak yang hams kalian rundingkan. Misalnya, apakah kalian akan memanggil polisi untuk melaporkan orang

604

yang tergeletak di karpet itu.” Tanpa menunggu jawaban mereka, ia memungut kotak perkakasnya, lalu pergi ke bawah.

Jeannie mulai memutar otak. “Besok Genetico akan dijual senilai seratus delapan puluh juta dolar, lalu Proust akan mencalonkan diri sebagai presiden. Sementara itu, aku akan menjadi penganggur dan reputasiku hancur. Aku tidak akan bisa bekerja sebagai ilmuwan lagi. Tapi aku bisa mengubah situasinya, dengan apa yang kuketahui sejauh ini.”

www.ac-zzz.tk

“Bagaimana kau akan melakukannya?”

“Yah… aku bisa meneruskan isu mengenai eksperimen itu pada pihak pers.”

“Apa kau tidak membutuhkan bukti kuat untuk itu?”

“Kau dan Harvey bisa menjadi bukti yang cukup dramatis. Terutama kalau kalian bisa muncul di TV sama-sama.”

“Yeah—di tayangan Sixty Minutes atau entah apa. Aku menyukai idenya.” Namun wajah Steve memanjang lagi. “Tapi Harvey tidak bakal mau diajak bekerja sama.”

“Kita bisa membuat film darinya dalam keadaan terikat. Kemudian kita panggil polisi, lalu mereka juga bisa membuat filmnya.”

Steve mengangguk. “Masalahnya, kau harus bergerak sebelum pihak Landsmann dan Genetico menandatangani transaksi akuisisi itu. Begitu uangnya ada di tangan mereka, mereka bisa membungkam semua pihak. Tapi aku masih bingung, bagaimana earanya kau bisa muncul di TV dalam waktu beberapa jam ini. Sedangkan menurut Wall Street Journal, mereka akan menyelenggarakan konferensi pers itu besok pagi.”

“Mungkin kita bisa mengadakan acara jumpa pers sendiri.”

Steve menjentikkan jarinya. “Aku tahu! Kita sela konferensi pers mereka.”

“Ya. Dengan begitu, pihak Landsmann mungkin akan

605

memutuskan untuk tidak menandatangani berkas-berkas itu, dan seluruh proses akuisisi itu akan dibatalkan/*

“Dan Berrington tidak akan menerima jutaan dolar itu.”

**Dan Jim Proust tidak dapat mencalonkan diri sebagai presiden.”

“Tentunya kita tidak waras,” ujar Steve. “Mereka to-‘ koh-tokoh paling berpengaruh di Amerika, dan kita sedang membicarakan cara untuk membuyarkan pesta mereka.”

Dari bawah terdengar suara orang memalu; rupanya Mr. Oliver mulai membenahi pintu. Jeannie berkata. “Mereka benci orang kulit hitam, tahu? Semua omong kosong mengenai perbaikan gen dan warga kelas dua Amerika ini

www.ac-zzz.tk

cuma semacam dalih. Mereka adalah orang-orang Neo-Nazi yang menggunakan kemajuan ilmu sebagai kedok. Mereka ingin menempatkan Mr. Oliver sebagai warga negara kelas dua. Persetan dengan mereka, aku tidak berniat tinggal diam dan menonton.”

‘Kita harus menyusun rencana,” ujar Steve secara praktis.

“Oke, begini,” ujar Jeannie. “Mula-mula kita harus mencari tahu, di mana Genetico akan menyelenggarakan konferensi pers itu.”

“Mungkin di sebuah hotel di Baltimore.”

“Kita bisa telepon mereka semua, kalau perlu.”

“Mungkin kita perlu menyewa sebuah kamar di hotel itu.”

“Ide bagus. Kemudian, entah bagaimana caranya, aku akan menyusup ke dalam konferensi pers itu, lalu muncul di tengah acara mereka dan membuka mulut di hadapan media massa yang berkumpul di sana.” “Mereka akan membungkammu.” “Aku akan menyiapkan pernyataan pers lebih dahulu untuk dibagikan. Tapi kemudian kau muncul bersama Harvey. Pasangan kembar selalu menarik para juru foto; semua kamera akan terarah pada kalian.”

606

Steve mengerutkan alisnya. “Apa yang ingin kau-buktikan dengan keberadaanku bersama Harvey di situ?”

“Karena tampang kalian persis sama, impaknya akan dramatis sekali. Dan itu akan menggelitik pihak pers untuk bertanya. Dalam waktu singkat, mereka akan tahu bahwa ibu kalian tidak sama. Begitu menyadari itu, mereka akan tahu bahwa ada suatu misteri untuk mereka singkap, persis seperti yang terjadi atas diriku. Dan kau tahu bagaimana cara mereka menyidik seseorang yang mencalonkan dirinya sebagai presiden.”

“Tapi tiga bakal lebih baik daripada dua, tentunya,” ujar Steve. “Apa kita bisa mengundang salah satu dari yang lain untuk kemari?”

“Kita bisa coba. Kita bisa undang mereka semua, dengan harapan setidaknya satu bakal muncul.”

Di lantai, Harvey mulai membuka matanya dan mengerang.

Jeannie nyaris lupa mengenai keberadaan Harvey di situ. Saat menoleh ke arahnya, ia berharap kepala bedebah itu masih sakit. Kemudian ia merasa

www.ac-zzz.tk

bersalah telah mempunyai pikiran seperti itu. “Mengingat caraku menghajarnya, mungkin dia perlu dokter.*

Harvey ternyata cepat pulih. “Lepaskan aku, pelacur,*’ umpatnya.

“Lupakan si dokter,” ujar Jeannie.

“Lepaskan aku, atau kusayat tubuhmu habis-habisan dengan pisau silet, begitu aku bebas.”

Jeannie menyumpal mulut anak muda itu dengan lap. “Tutup mulutmu, Harvey,” ujarnya.

Steve berkata, “Akan menarik sekali usaha untuk menyelundupkannya ke dalam hotel dalam keadaan terikat.”

Suara Lisa terdengar dari bawah, menyalami Mr. Oliver. Sesaat kemudian ia muncul, mengenakan celana blue jeans dan sepatu bot Doc Marten yang berat-Ia melayangkan pandangannya ke arah Steve dan Harvey, lalu berkata, “Astaga, ternyata benar.”

607

Steve berdiri. “Akulah yang kautunjuk saat pemba-risan itu,” ujarnya. “Tapi dia yang sebetulnya menyerangmu.”

Jeannie menjelaskan, “Harvey mencoba menyerangku juga. Steve muncul tepat pada waktunya, dengan menjebol pintu itu.”

Lisa menghampiri Harvey yang masih terbujur di lantai. Ia menatapnya selama beberapa saat, kemudian sambil mengerutkan alis, ia mengayunkan kakinya ke belakang, menendang tulang rusuk Harvey sekuat tenaga dengan ujung sepatu Doc Marten-nya. Harvey mengerang sambil menggeliat kesakitan.

Lisa melakukan itu sekali lagi. “Wauw,” ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, “enak rasanya.”

Dengan singkat Jeannie menceritakan kepada Lisa perkembangan terakhir hari itu. “Rupanya banyak yang terjadi sementara aku tidur,” ujar Lisa dalam nada takjub.

Steve berkata, “Kau sudah setahun bekerja di JFU, Lisa. Aneh bahwa kau tidak pernah melihat putra Berrington.”

www.ac-zzz.tk

“Berrington tidak pernah bergaul dengan kolega-koleganya,” ujar Lisa. “Dia seorang selebriti. Mungkin tak seorang pun di JFU pernah melihat Harvey.”

Jeannie mengungkapkan rencana mereka untuk mengacaukan acara konferensi pers yang akan diselenggarakan pihak Genetico. “Kami baru saja membahas kemungkinan untuk memantapkan penampilan kita dengan memunculkan salah satu di antara clone-clone yang lain.”

“Oke, Per Ericson sudah meninggal, Dennis Pinker dan Murray Claud ada di penjara, tapi kita masih memiliki tiga alternatif: Henry King di Boston, Wayne Stattner di New York, dan George Dassault—yang mungkin ada di Buffalo, Sacramento, atau Houston, kita belum tahu di mana, tapi kita bisa melacaknya lagi. Aku punya nomor-nomor telepon mereka.”

608

“Aku juga,” ujar Jeannie.

Steve berkata, “Apa mereka keburu ke sini pada waktunya?**

“Kita bisa cek penerbangan-penerbangan yang ada melalui CompuServe,” ujar Lisa. “Mana komputermu, Jeannie?”

“Dicuri.”

“Aku membawa Powerbook-ku di bagasi. Akan kuambil sebentar.”

Sementara Lisa keluar, Jeannie berkata, “Kita harus mencari cara untuk membujuk orang-orang ini agar mau terbang ke Baltimore dalam waktu begitu singkat. Dan kita harus menawarkan kepada mereka untuk membayar ongkosnya. Aku nggak yakin kartu kreditku cukup untuk itu.”

“Aku punya kartu American Express yang diberikan ibuku untuk hal-hal darurat. Aku yakin dia akan menganggap situasi ini darurat.’

“Ibumu hebat,‘ ujar Jeannie dalam nada sedikit iri.

“Memang.”

Lisa muncul lagi, lalu menghubungkan komputernya dengan modem milik Jeannie.

“Sebentar,” ujar Jeannie. “Kita atur strateginya dulu.”

609

www.ac-zzz.tk

BAB 58

Jeannie menyusun pernyataan persnya, sementara Lisa mengakses WorldSpan Travelshopper untuk mengecek penerbangan-penerbangan yang ada, dan Steve membalik-balik buku Halaman Kuning sambil mulai menelepon semua hotel besar. “Apakah dalam jadwal Anda untuk besok pagi ada acara konferensi pers yang akan diselenggarakan oleh Genetico, Inc., atau Landsmann?”

Setelah enam kali mencoba, terpintas dalam diri Steve bahwa acara itu mungkin tidak akan diselenggarakan di hotel. Bisa saja di restoran, atau di lokasi yang lebih eksotis, misalnya di geladak kapal; atau mungkin mereka memiliki sebuah ruangan yang cukup besar di markas besar Genetico, yang berkedudukan di sebelah utara kota. Namun pada usaha berikutnya, seorang operator yang ramah berkata, “Ya, di Regency Room, siang hari. Sir.”

“Bagus!” ujar Steve. Jeannie menatapnya dengan pandangan bertanya. Steve tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya. “Apa aku bisa memesan sebuah kamar untuk malam ini?”

“Aku akan menghubungkan Anda dengan bagian penerimaan tamu, mohon ditunggu sebentar.”

Steve memesan sebuah kamar, dan membayarnya de—

610

ngan kartu American Express ibunya. Setelah ia menutup P pesawatnya, Lisa berkata, “Ada tiga penerbangan yang dapat mengangkut Henry King kemari tepat pada waktunya, ketiga-tiganya USAir. Ada yang berangkat pukul enam lewat dua puluh, tujuh lewat empat puluh, dan sembilan lewat empat puluh lima. Di ketiga-tiganya masih ada tempat.”

‘Tesan sebuah tiket untuk penerbangan pukul sembilan lewat empat puluh lima,” ujar Jeannie.

Steve menyodorkan kartu kreditnya ke arah Lisa, yang kemudian memasukkan data-datanya ke dalam komputernya.

Jeannie berkata, “Aku masih belum menemukan cara untuk membujuknya kemari.”

“Bukankah kau pernah bilang bahwa dia seorang mahasiswa yang bekerja di bar””” ujar Steve. “Ya.”

“Dia membutuhkan uang. Biar aku yang coba Mana nomornya?”

www.ac-zzz.tk

Jeannie memberikan nomor telepon Henry King kepada Steve. “Nama panggilannya Hank,” ujarnya.

Steve memutar nomor itu. Ternyata tidak ada jawaban. Ia menggeleng-gelengkan kepala dengan kecewa. “‘Tidak di rumah,” ujarnya.

Jeannie menatap ke bawah untuk sesaat, kemudian menjentikkan jarinya. “Mungkin dia sedang bekerja di bar itu.” Ia memberikan nomornya kepada Steve.

Teleponnya diangkat oleh seorang laki-laki dengan aksen Hispanik. “The Blue Note.” “Boleh bicara dengan Hank?”

“Dia lagi kerja, tahu?” ujar laki-laki itu dalam nada tidak simpatik.’

Steve tersenyum ke arah Jeannie, lalu menggerakkan mulutnya membentuk kata Ada! “Ini penting sekali, aku tidak akan lama.”

Beberapa menit kemudian, terdengar sebuah suara

611

yang mirip sekali dengan suara Steve sendiri. “Yeah, siapa ini?”

“Hai, Hank, namaku Steve Logan, dan kita memiliki suatu kesamaan.”

“Kau mau menjual sesuatu?”

“Ibumu dan ibuku sama-sama pernah menjalani perawatan di sebuah tempat bernama Aventine Clinic sebelum kita lahir. Kau bisa tanyakan itu kepadanya.”

“Oke, lalu?”

“Untuk menyingkat cerita, aku akan menuntut sepuluh juta dolar dari klinik itu, dan aku mau mengajakmu bergabung denganku.”

Untuk sesaat tidak ada jawaban. “Aku nggak tahu kau ngomong benar atau tidak, Bung, lagi pula aku nggak punya uang untuk membayar pengacara.”

“Aku yang akan menanggung semua ongkos. Aku tidak ingin uangmu.”

“Jadi, buat apa kau menelepon aku?”

“Karena kasusku akan menjadi lebih kuat dengan penampilanmu.”

www.ac-zzz.tk

“Sebaiknya kautulisi aku detail-detailnya….”

“Justru di situ masalahnya. Aku membutuhkan kehadiranmu di sini, di Baltimore, di Hotel Stouffler besok siang. Aku akan mengadakan konferensi pers sebelum maju ke sidang, dan aku ingin kau muncul.”

“Siapa yang mau ke Baltimore? Mendingan ke Honolulu.”

Jangan melantur, tolol. “Sebuah tiket USAir atas nama Logan untuk penerbangan pukul sembilan lewat empat puluh lima sudah tersedia untukmu. Kau tinggal ambil itu di bandara.”

“Kau menawarkan untuk membagi sepuluh juta dolar denganku?”

“Tidak. Kau akan mendapat sepuluh juta dolarmu sendiri.”

“Apa tuntutannya?”

612

“Penyalahgunaan perjanjian.”

“Aku seorang mahasiswa manajemen. Bukankan ada batas waktu tertentu untuk itu? Sesuatu yang terjadi sekitar dua puluh tiga tahun yang lalu…”

“Memang ada, tapi masa berlakunya dihitung mulai dari saat kasus itu terungkap. Dalam hal ini, itu terjadi minggu lalu.”

Di latar belakang, sebuah suara Hispanik berteriak, “Hei, Hank, masih ada seratus orang yang belum kaula-yani!”

Hank berkata, “Bicaramu mulai terdengar meyakinkan.”

“Jadi, kau mau datang?”

“Nggak. Artinya, aku akan memikirkannya begitu aku selesai dengan tugasku malam ini. Sekarang aku mesti melayani orang-orang.”

“Kau bisa hubungi aku di hotel itu,” ujar Steve, tapi terlambat. Hank sudah keburu menutup pesawatnya

Jeannie dan Lisa menatapnya.

Steve angkat bahu. “Aku tidak tahu,” ujarnya dalam ada frustrasi. “Aku tidak tahu apakah aku berhasil meyakinkannya atau tidak.”

www.ac-zzz.tk

Lisa berkata, “Kita cuma bisa menunggu, untuk melihat apakah dia bakal muncul atau tidak.”

“Apa mata pencaharian Wayne Stattner?”

“Dia seorang pemilik kelab malam. Mungkin dia sudah memiliki sepuluh juta dolar.”

“Kalau begitu, kita harus berusaha menggelitik rasa ingin tahunya. Kau punya nomornya?”

“Tidak.”

Steve menghubungi bagian informasi. “Kalau dia seorang selebriti, nomornya mungkin tidak terdaftar.”

“Mungkin ada nomor kantornya.” Steve mendapat sambungan, lalu menyebutkan namanya. Beberapa saat kemudian, ia memperoleh nomornya. Ia memutar nomor

613

itu dan disambut sebuah perangkat penjawab telepon “Hai, Wayne, namaku Steve Logan, dan kalau kauper-hatikan, suaraku persis sama seperti suaramu. Itu karena, kau boleh percaya atau tidak, kita ini memang kembar identik. Tinggiku enam kaki dua inci dan beratku sembilan puluh lima kilo, dan tampangku benar-benar persis seperti kau, kecuali warna rambut kita. Beberapa hal lain yang mungkin sama di antara kita: aku alergi terhadap macadamia nuts, aku tidak punya kuku di jari kelingking kakiku, dan kalau sedang berpikir, aku akan menggaruk punggung tangan kiriku dengan jari-jari tangan kananku. Nah, ini serunya: kita bukan pasangan kembar. Dan masih ada beberapa orang lagi yang seperti kita. Salah satu di antaranya terlibat dalam suatu tindak kejahatan di Jones Falls University hari Minggu yang lalu—karena itulah kau mendapat kunjungan dari dinas kepolisian Baltimore kemarin. Dan kita akan mengadakan pertemuan besok siang di Hotel Stouffler, Baltimore. Kedengarannya memang aneh, Wayue, tapi aku berani sumpah bahwa semua ini benar. Hubungi aku atau Dr. Jean Ferrami di hotel itu, atau muncullah begitu saja. Bakal menarik sekali.” Steve menutup pesawatnya, lalu menatap Jeannie. “Bagaimana menurutmu?”

Jeannie angkat bahu. “Dia jenis yang bisa berbuat sesukanya Mungkin dia akan tertarik. Dan seorang pemilik kelab malam tentunya tidak sibuk pada hari Senin pagi. Di lain pihak, aku tidak akan mau naik pesawat hanya gara-gara sebuah pesan telepon seperti itu.”

Pesawat telepon itu berdering. Steve mengangkatnya secara otomatis. “Halo?”

www.ac-zzz.tk

“Boleh bicara dengan Steve?” Suaranya tidak ia kenal. “Ini Steve.”

“Aku Paman Preston. Ayahmu ingin bicara.” Steve tidak memiliki seorang Paman Preston. Ia mengerutkan alis, tidak mengerti. Sesaat kemudian, se—

614

buah suara lain terdengar. “Kau sendirian? Apa dia di situ?”

Tiba-tiba Steve mengerti. Ekspresinya berubah menjadi bingung. Ia tidak tahu harus menjawab apa. “Sebentar,” ujarnya. Ia menutup bagian mulut pesawat itu dengan tangannya. “Kurasa ini Berrington Jones’.” ujarnya pada Jeannie. “Dan dia mengira aku Harvey. Apa yang mesti kulakukan?”

Jeannie cuma bisa mengangkat tangannya ke atas. “Coba berimprovisasi,” ujarnya.

“Wauw, trims.” Steve mendekatkan gagang pesawat itu ke telinganya. “Ehm, ya, ini Steve,” ujarnya.

“Ada apa? Lama benar kau di sana!”

“A-aku kira begitu…”

“Kau sudah tahu apa rencana Jeannie?”

“Ehm… ya, sudah.”

“Kalau begitu, kau harus pulang dan melapor pada kami!” “Oke.”

“Kau tidak tertahan di situ, kan?” “Nggak.”

“Tentunya kau menidurinya?” “Bisa dibilang begitu.”

“Pakai celanamu sekarang juga dan pulang! Situasinya sudah betul-betul gawat!” “Oke.”

“Nah, setelah menutup pesawatmu, bilang bahwa yang menelepon tadi adalah orang yang bekerja untuk pengacara orangtuamu, untuk memanggilmu pulang ke DC secepatnya. Begitu saja dalihmu, jadi kau punya alasan untuk buru-buru pergi. Oke?”

“Oke. Aku akan pulang secepatnya.”

Berrington menutup pesawatnya; Steve juga melakukan hal yang sama.

www.ac-zzz.tk

Steve menghela napas lega. “Rasanya aku berhasil menipunya.”

615

Jeannie bertanya, “Apa katanya?*

“Menarik sekali. Sepertinya Harvey memang dikirim kemari untuk mencari tahu apa rencanamu. Mereka khawatir mengenai apa yang akan kaulakukan dengan pengetahuan yang kaumiliki

“Mereka? Siapa saja?”

“Berrington dan seseorang yang menyebut dirinya Parran Preston.”

“Preston Barck adalah presiden Genetico. Buat apa mereka menelepon kemari?’

“Mereka sudah nggak sabar rupanya. Berrington sudah bosan menunggu. Sepertinya mereka ingin tahu, supaya mereka dapat mencari cara untuk menghadapimu. Dia mengatakan supaya aku berpura-pura harus segera kembali ke Washington untuk menemui pengacaraku, lalu segera kembali ke rumahnya secepatnya.’

Jeannie tampak khawatir. “Gawat. Kalau Harvey nggak muncul, Berrington akan tahu bahwa ada yang tidak beres. Orang-orang Genetico itu akan segera mengambil ancang-ancang. Tak seorang pun akan tahu, apa yang bakal mereka lakukan: memindahkan acara konferensi pers itu ke lokasi lain, memasang barisan sekuriti yang tidak dapat kita terobos, bahkan membatalkan seluruh acara itu sama sekali dan langsung menandatangani berkas-berkas mereka di sebuah kantor pengacara.”

Steve mengerutkan alisnya, sambil menerawangi lantai. Ia memiliki sebuah ide, tapi masih ragu untuk mengajukannya. Akhirnya ia berkata, “Kalau begitu, Harvey mesti pulang.”

Jeannie menggeleng-gelengkan kepala. “Dari tadi dia di situ mengikuti pembicaraan kita. Dia akan membeberkan semuanya kepada mereka.”

“Tidak, kalau aku yang pergi sebagai gantinya.”

Jeannie dan Lisa menatapnya terperangah.

Steve belum punya rencana, tapi berkata sambil ber—

616

www.ac-zzz.tk

pikir, “Aku akan ke rumah Berrington. pura-pura menjadi Harvey. Aku pasti bisa meyakinkan mereka.”

“Steve, itu berbahaya sekali. Kau tidak tahu apa-apa mengenai kehidupan mereka. Kau bahkan tidak tahu di mana kamar mandinya.”

“Kalau Harvey bisa menipumu, kukira aku bisa menipu Berrington,” ujar Steve sambil berusaha meninggalkan kesan lebih yakin dari yang sebetulnya ia rasakan.

“Harvey tidak berhasil menipuku. Kedoknya tersingkap.”

‘Tapi dia berhasil menipumu untuk sesaat.”

“Kurang dari sejam. JCau bakal lebih lama di sana.”

“Tidak begitu lama. Kita tahu bahwa Harvey selalu kembali ke Philadelphia pada hari Minggu malam. Aku akan balik kemari sebelum tengah malam.”

“Tapi Berrington kan ayah Harvey. Mana mungkin kau dapat menipunya?”

Steve tahu bahwa apa yang dikatakan Jeannie memang benar. “Kau punya ide yang lebih bagus?”

Jeannie berpikir selama beberapa saat, kemudian menjawab, “Tidak.”

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader dim liati, c o cc oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

617

BAB 59

Steve mengenakan celana korduroi biru Harvey dan baju biru langitnya, lalu mengemudikan mobil Datsun Harvey ke Roland Park. Hari sudah gelap saat ia tiba di rumah Berrington. Ia parkir di belakang sebuah Lincoln Town Car berwarna abu-abu keperakan, lalu duduk diam-diam selama beberapa saat, untuk mengumpulkan semua keberaniannya.

la harus melakukan ini dengan benar. Kalau ia ketahuan, habislah riwayat Jeannie. Tapi ia tidak punya apa-apa sebagai pegangan; ia tidak memiliki informasi sedikit pun. Ia harus bersikap waswas senantiasa, peka mengenai apa yang diharapkan darinya, dan bersikap santai kalau ia sampai melakukan kesalahan. Andai kata ia seorang aktor.

www.ac-zzz.tk

Bagaimana suasana hati Harvey saat ini? tanya Steve pada dirinya Dia diperintahkan oleh ayahnya untuk segera pulang. Padahal, menurut skenario, dia sedang bersenang-senang dengan Jeannie. Tentunya dia kesal sekarang.

Steve menghela napas, la tidak dapat menunda saat-saat yang ditakutinya itu lebih lama lagi. Ia keluar dari mobil, lalu menuju pintu muka rumah Berrington.

Harvey memiliki beberapa buah anak kumi Steve mempelajari lubang kunci pintu muka itu. Rasanya ada

618

tulisan Yale-nya. Ia mencari sebuah kunci Yale. Sebelum ia menemukannya, Berrington membuka pintu itu. “Buat apa kau berdiri diam di sini?” dampratnya. “Ayo masuk.”

Steve melangkah masuk.

“Ayo ke ruang keluarga,” perintah Berrington.

Di mana ruang keluarga sialan itu? Steve berusaha mengatasi rasa paniknya. Rumah itu bergaya rumah peternakan pinggiran kota yang standar dari tahun tujuh puluhan. Di sebelah kirinya, melalui suatu lengkungan ia dapat melihat sebuah ruang duduk berisi perabotan bergaya formal. Tidak ada siapa-siapa di situ. Lurus di mukanya terdapat sebuah lorong dengan beberapa pintu, yang ia perkirakan menuju kamar tidur. Di sebelah kanannya terdapat dua pintu tertutup. Satu di antaranya tentunya ruang keluarga itu—tapi yang mana?

“Ayo ke ruang keluarga” ulang Berrington, seakan Steve tidak mendengar perintahnya sebelumnya.

Steve membuka sebuah pintu secara asal.

Ternyata pilihannya salah. Pintu itu menuju kamar mandi.

Berrington menatapnya dengan kesal.

Untuk sesaat Steve ragu, kemudian ia teringat bahwa suasana hatinya seharusnya sedang tidak enak. .”Aku boleh kencing dulu, kan?” ujarnya ketus. Tanpa menunggu jawaban, ia masuk ke kamar mandi itu, lalu menutup pintunya.

Yang ia masuki itu ternyata sebuah toilet duduk, hanya dengan sebuah kloset dan wastafel. Ia mendoyongkan tubuhnya di muka wastafel itu, lalu bercermin. “Kau pasti edan,” ujarnya pada bayangannya.

www.ac-zzz.tk

Ia membilas kloset itu. mencuci tangannya, kemudian kejuar.

la dapat menangkap suara beberapa laki-laki dari bagian dalam rumah itu. Ia membuka pintu sebelah kamar mandi; jadi, di sinilah ruang keluarga itu. la melangkah masuk, menutup pintu, lalu dengan cepat

619

melayangkan pandang ke sekelilingnya Ada sebuah meja tulis, sebuah lemari arsip dari kayu, rak-rak buku, sebuah TV, dan beberapa kursi sofa. Di meja tulis terdapat foto seorang wanita pirang yang menarik, berusia sekitar empat puluhan, mengenakan pakaian yang kelihatannya ketinggalan zaman dua puluh tahun. Wanita itu menggendong seorang bayi. Mantan istri Berrington? “Ibuku”? Ia membuka laci-laci meja tulis itu, sambil memperhatikan isinya, kemudian membuka lemari arsip. Ternyata ada sebotol wiski Springbank dan beberapa gelas kristal di laci paling bawah, seakan sengaja disembunyikan. Mungkin ini salah satu titik kelemahan Berrington. Saat ia menutup laci itu, pintu ruang keluarga terbuka dan Berrington masuk ke dalam, diikuti oleh dua orang laki-laki. Steve mengenali Senator Proust, yang berkepala botak dan berhidung besar, dari siaran berita di TV. la memperkirakan bahwa laki-laki berambut hitam dan berpembawaan lebih diam itu adalah “Paman” Preston Barck, presiden Genetico.

Ia teringat bahwa Harvey seharusnya sedang kesal. “Ngapain aku disuruh buru-buru pulang?”

Berrington berusaha membujuk. “Kami baru saja se lesai makan,” ujarnya. “Kau mau sesuatu? Marianne bisa menyiapkannya sebentar.”

Perut Steve terasa mual karena tegang, tapi Harvey tentunya mau makan, dan Steve harus berusaha tampil sewajar mungkin, karena itu ia berpura-pura mau dibujuk dan berkata, “Oke, aku mau sesuatu.”

Berrington berteriak, “Marianne”” Selang beberapa saat, seorang gadis kulit hitam yang cantik dan tampak gugup muncul di pintu. “Bawakan makanan untuk Harvey,” perintah Berrington.

“Baik, Monsieur,” bisik gadis itu.

Steve mengikuti langkah-langkah gadis itu dengan matanya. Ia melihat Marianne melewati ruang duduk dalam perjalanannya menuju dapur. Tentunya ruang ma—

620

kan juga di sekitar sana, kecuali kalau mereka makan di dapur.

www.ac-zzz.tk

Proust mendoyongkan tubuhnya ke muka, lalu bertanya, “Oke, Nak, apa yang kaudapat?”

Steve sudah menyiapkan cerita mengenai apa-apa yang akan dilakukan Jeannie. “Kukira kalian bisa santai, setidaknya untuk sementara ini,” ujamya. “Jeannie Ferrami akan menuntut Jones Falls University melalui jalur hukum, karena dia merasa diperlakukan secara tidak adil. Dia menganggap bahwa dia bisa menyinggung soal keberadaan clone-clone itu selagi prosesnya berlangsung. Sampai sejauh ini, dia belum punya rencana untuk mempublikasi apa-apa. Dia akan bertemu dengan seorang pengacara pada hari Rabu.”

Ketiga laki-laki yang lebih tua itu tampak lega. Proust berkata, “Perlakuan tidak adil. Prosesnya akan memakan waktu paling sedikit setahun. Kita masih punya banyak waktu untuk melakukan apa yang harus kita lakukan.”

Kena tipu kalian, rasain.

Berrington berkata, “Lalu bagaimana mengenai kasus Lisa Hoxton?”

“Jeannie sudah tahu siapa aku, dan dia menganggap aku pelakunya, tapi dia belum bisa membuktikannya. Mungkin dia bakal menudingku, tapi kesannya nanti paling-paling seperti ulah seorang mantan pegawai yang sedang kalap.”

Berrington mengangguk. “Bagus, tapi kau toh membutuhkan pengacara. Kau tahu apa yang akan kami lakukan. Kau menginap saja di sini malam ini—toh sudah terlalu malam untuk kembali ke Philadelphia sekarang.”

Aku tidak mau menghabiskan malam ini di sini! “Entahlah…”

“Kau bisa ikut bersamaku menghadiri acara konferensi pers itu besok pagi, dan sesudahnya kita pergi menemui Henry Quinn.”

Risikonya terlalu besar!

Jangan panik, pusatkan pikiranmu.

Kalau aku tinggal di sini, aku akan tahu persis apa yang bakal dilakukan orang-orang licik ini setiap saat. Risikonya memang besar. Tapi tak mungkin akan terjadi apa-apa selama aku tidur. Aku bisa menyelinap sebentar untuk menelepon Jeannie, supaya dia tahu apa yang terjadi. Ia mengambil keputusan. “Oke,” ujarnya.

Proust berkata, “Jadi, selama ini kita menunggu di sini dengan khawatir, padahal tidak ada apa-apa.”

www.ac-zzz.tk

Namun Barck rupanya tidak mau langsung menerima berita baik itu dengan begitu saja. Dalam nada waswas ia bertanya, “Apa tidak terpikir oleh cewek itu untuk mencoba mensabotase proses akuisisi Genetico?”

“Dia memang pintar, tapi sepertinya pikirannya tidak berorientasi ke soal bisnis,-” jawab Steve.

Proust mengedipkan matanya, lalu berkata, “Bagaimana dia di tempat tidur, he?”

“Asyik,” sahut Steve sambil nyengir. Proust tertawa terbahak-bahak.

Marianne muncul dengan sebuah baki: irisan ayam, salad dengan bawang bombay, roti, dan sekaleng bir Budweiser Steve tersenyum. “Terima kasih,” ujarnya. “Asyik sekali.”

Marianne menatapnya dengan tercengang. Steve menyadari bahwa Harvey mungkin jarang sekali mengucapkan kata-kata terima kasih. Ia melirik ke arah Preston Barck, yang tampak sedang mengerutkan alisnya. Awas, hati-hati! Jangan sampai salah sekarang, kau sudah berhasil mengakali mereka sejauh ini, kau cuma tinggal melewatkan satu jam lagi bersama mereka sebelum waktu tidur.

Steve mulai makan. Barck berkata, “Kau masih ingat sewaktu kau kuajak ke Plaza Hotel di New York untuk makan siang? Umurmu baru sepuluh tahun ketika itu.”

Steve hampir mengatakan Ya ketika ia melihat kerut

622

di wajah Berrington. Apakah ini semacam tes? Apakah Barck curiga? “Plaza?” ujarnya sambil mengerutkan dahi. Biar bagaimanapun, ia cuma bisa memberikan satu jawaban. “Wah, Paman Preston. Aku nggak ingat itu.”

“Mungkin yang kuajak itu keponakanku,” ujar Barck. Huh.

Berrington berdiri. “Aku mau ke kamar mandi dulu,” ujarnya. Ia keluar.

“Aku kepingin minum Scotch,” ujar Proust.

Steve berkata, “Buka saja laci paling bawah lemari itu. Biasanya Dad punya persediaan di situ.”

www.ac-zzz.tk

Proust pergi ke lemari itu dan membuka lacinya “Hebat kau, Nak!” ujarnya. Ia mengeluarkan botolnya dan beberapa buah gelas.

“Aku sudah tahu tentang itu sejak umur dua belas,” ujar Steve. “Sejak itulah aku mulai mencuri dari situ.”

Proust tertawa terbahak-bahak. Steve melirik ke arah Barck. Bayangan gelap itu sudah menghilang dari wajahnya. Ia sedang tersenyum.

623

BAB 60

Mr. Oliver memperlihatkan sebuah pistol besar yang sudah ia simpan sejak akhir Perang Dunia Kedua. “Aku merampas ini dari tangan seorang tahanan berkebangsaan Jerman,” ujarnya. “Para serdadu kulit berwarna biasanya tidak boleh membawa senjata api di masa itu.” Ia duduk di sofa Jeannie, sambil mengacungkan pistol itu ke arah Harvey.

Lisa masih sibuk di telepon, mencoba menghubungi George Dassault.

Jeannie berkata, “Sebaiknya aku check-in di hotel itu sekarang, sambil meninjau.” Ia mengisi sebuah koper, lalu berangkat ke Hotel Stouffler, sambil memikirkan cara untuk membawa Harvey ke kamar hotel tanpa menarik perhatian pihak sekuritinya.

Hotel Stouffler memiliki sebuah garasi bawah tanah: itu permulaan yang baik. Jeannie meninggalkan mobilnya di sana, lalu naik lift. Ternyata lift itu hanya dapat membawa mereka sampai ke lobi hotel, tidak ke kamar-kamarnya. Tapi semua lift yang ada bermuara di sebuah lorong di belakang ruang lobi ulama, yang tidak terlihat dari meja resepsi, dan untuk melintasi lorong itu dari lift garasi ke lift kamar hanya memakan waktu beberapa detik. Apakah mereka harus membopong Harvey, atau menyeretnya, atau apakah ia mau bekerja sama dengan berjalan sendiri? Agak sulit memang.

624

Setelah check-in, Jeannie pergi ke kamarnya, meletakkan kopernya di sana, lalu segera keluar lagi dan pulang ke apartemennya.

“Aku berhasil menghubungi George Dassault!” seru Lisa dengan antusias begitu ia muncul-

“Hebat! Di mana?”

www.ac-zzz.tk

“Aku berhasil menghubungi ibunya di Buffalo. Kemudian dia memberikan kepadaku nomornya di New York. George Dassault seorang aktor di sebuah teater kecil di Broadway.”

“Dia mau datang besok?”

“Ya. ‘Apa pun akan kulakukan demi publisitas,’ katanya. Aku sudah mengatur penerbangannya, dan aku bilang akan menjemputnya di bandara besok.”

“Bagus sekali!”

“Kita akan punya tiga clone nanti. Orang-orang yang nonton televisi bakal gempar.”

“Andai kata kita bisa membawa Harvey ke hotel itu.” Jeannie berpaling ke arah Mr. Oliver. “Kita bisa mengelakkan petugas pintu hotel dengan langsung menuju garasi bawah tanah. Lift garasi cuma bisa membawa kita sampai ke lantai dasar hotel. Kita harus keluar dari sana dan mengambil lift lain untuk ke kamar. Tapi lorong lift itu letaknya tersembunyi “

Dalam nada waswas Mr. Oliver berkata, “Biar bagaimanapun, kita harus mengusahakan agar dia tenang selama sedikitnya lima sampai sepuluh menit, sementara kita memindahkannya dari mobil ke kamar itu. Dan bagaimana kalau ada tamu hotel yang melihat dia dalam keadaan terikat? Mungkin mereka bertanya macam-macam, atau melaporkannya kepada pihak sekuriti.”

Jeannie mengalihkan perhatiannya ke Harvey, yang masih tergeletak di lantai dengan mulut tersumbat dan dalam keadaan tenkat. Ia sedang mengawasi mereka sambil mendengarkan. “Aku juga sudah memikirkan hal itu, dan aku punya beberapa ide,” ujar Jeannie.

625

“Anda bisa ikat ulang kakinya sedemikian rupa, supaya dia bisa jalan, tapi tidak terlalu cepat?” “Tentu.”

Sementara Mr. Oliver melakukan itu, Jeannie masuk ke kamar tidurnya. Dari dalam lemari pakaiannya, ia mengeluarkan sebuah sarung berwarna, yang ia beli untuk berlibur di pantai, sebuah syal besar, sehelai sapu tangan, dan sebuah topeng Nancy Reagan yang ia peroleh dari sebuah pesta dan lupa ia buang.

Mr. Oliver membantu Harvey berdiri. Begitu sudah berdiri tegak. Harvey berusaha memukul Mr. Oliver dengan tangannya yang masih terikat. Jeannie menahan napas. Lisa menjerit Namun Mr. Oliver rupanya sudah mengantipasi hal itu. Dengan sigap ia berkelit, kemudian menghajar perut Harvey dengan

www.ac-zzz.tk

gagang pistolnya. Harvey mengaduh, kemudian membungkuk. Mr. Oliver menghantamnya sekali lagi, kali ini di kepalanya. Harvey ambruk di atas lututnya. Mr. Oliver menariknya untuk berdiri lagi. Sesudah itu ia menjadi lebih mudah diatur.

“Aku mau mendandaninya,” ujar Jeannie.

“Silakan,” ujar Mr. Oliver. “Aku akan mengawasi dia, dan menyakitinya sekali-sekali, supaya dia mau bekerja sama.”

Dengan perasaan waswas, Jeannie melilitkan sarung itu di pinggang Harvey, kemudian mengikatnya seperti sebuah rok. Tangannya bergetar; ia sama sekali tidak suka berada dalam jarak begitu intim dengan Harvey. Sarung itu ternyata cukup panjang untuk menutupi pergelangan kaki Harvey dan kabel listrik yang membuat langkahnya nanti terseok-seok. la menyelempangkan syalnya di pundak laki-laki itu, lalu menyematkan sebuah peniti di ikatan pada pergelangan tangannya, supaya tampak seakan Harvey sedang memegangi ujung syal itu, seperti nenek-nenek. Sesudah itu ia menggulung sapu tangannya, yang ia ikatkan melalui mulut Harvey

626

dengan sebuah simpul di belakang kepalanya, supaya lap di dalam mulutnya tidak jatuh keluar. Akhirnya ia memasang topeng Nancy Reagan itu untuk menutupi sumbat mulutnya. “Dia baru menghadiri pesta kostum, berpakaian seperti Nancy Reagan, dan dia dalam keadaan mabuk,” ujarnya.

“Oke sekali,” ujar Mr. Oliver.

Pesawat telepon berdering. Jeannie mengangkatnya. “Halo?”

“Aku Mish Delaware.”

Jeannie telah melupakannya. Sudah empat belas atau lima belas jam berlalu sejak ia merasa begitu perlu berbicara padanya. “Hai,” ujarnya.

“Ternyata kau benar. Memang Harvey Jones pelakunya”

“Dari mana kau tahu?”

‘“Dari pihak kepolisian Philadelphia. Mereka sudah ke apartemennya. Dia tidak di sana, tapi seorang tetangga membantu mereka. Mereka menemukan topi pet itu dan menyadari bahwa benda itu sesuai deskripsi.”

“Bagus!”

www.ac-zzz.tk

“Aku sudah siap menahannya, cuma aku belum tahu di mana dia. Kau tahu?”

Jeannie melayangkan matanya ke arah Harvey, yang berpakaian seperti seorang Nancy Reagan yang tingginya enam kaki dua inci. “Tidak,” sahutnya. “Tapi aku bisa mengatakan padamu di mana dia besok siang.”

“Oke.”

“Regency Room, Hotel Stouffler. di sebuah konferensi pers.” “Trims.”

“Mish, boleh aku minta sesuatu darimu?” “Apa?”

“Jangan tahan dia sebelum konferensi pers itu selesai. Keberadaannya di situ amat berarti bagiku.”

Untuk sesaat Mish ragu. Kemudian ia berkata, “Oke.”

627

“Trims. Aku menghargai itu.” Jeannie menutup pesawatnya. “Oke, ayo kita masukkan dia ke mobil.”

Mr. Oliver berkata, “Kalian duluan, untuk membuka pintunya. Aku yang akan bawa dia.”

Jeannie menyambar kunci kuncinya, lalu lari ke bawah. Hari sudah gelap, tapi langit penuh bintang dan suasana agak remang oleh penerangan dari lampu-lampu jalan. Ia melayangkan pandang ke sekelilingnya. Sepasang muda-mudi dalam jeans sobek-sobek sedang berjalan ke arah berlawanan sambil bergandengan tangan. Di sisi lain jalan itu, seorang laki-laki yang mengenakan topi jerami sedang jalan-jalan dengan seekor anjing Labrador kuning. Mereka bisa melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi. Apakah mereka akan menoleh? Apakah mereka akan peduli?

Jeannie memutar kunci mobilnya, lalu membuka pintu.

Harvey dan Mr. Oliver melangkah keluar rumah bersama-sama. Mr. Oliver mendorong tahanannya. Harvey terhuyung. Lisa, yang mengikuti mereka dari belakang, menutup pintu rumah.

Untuk sesaat, adegan itu tampak amat menggelikan. Tawa histeris nyaris melanda diri Jeannie. Cepat-cepat ia membekap mulutnya dengan tangan.

Harvey sampai di mobil. Mr. Oliver mendorongnya sekali lagi. Harvey hampir terjungkal di bangku belakang.

www.ac-zzz.tk

Jeannie berhasil menguasai diri kembali. Ia menoleh lagi ke orang-orang yang sedang berada di jalanan saat itu. Si laki-laki bertopi jerami sedang mengawasi anjingnya mengencingi ban sebuah mobil Subaru. Pasangan muda itu rupanya belum sempat menoleh ke belakang.

Sejauh ini. semua oke.

“Aku akan duduk di belakang bersamanya,” ujar Mr. Oliver. “Oke.”

628

Lisa duduk di depan, sementara Jeannie mengemudikan mobil itu.

Suasana pusat kota amat sepi pada malam hari Minggu itu. Jeannie melesat ke dalam garasi bawah tanah hotel, laju memarkir kendaraannya sedekat mungkin dengan lift. untuk mengurangi jarak yang harus mereka tempuh sambil menyeret Harvey. Suasana di dalam garasi itu tidak sepi. Mereka harus menunggu di dalam mobil, sementara sepasang suami-istri dalam pakaian pesta keluar dari sebuah mobil Lexus, kemudian menuju ke arah hotel. Sesudah itu, saat tidak ada siapa-siapa lagi yang kelihatan, mereka keluar dari mobil.

Jeannie mengambil sebuah linggis dari bagasinya, yang ia perlihatkan kepada Harvey, kemudian ia sembunyikan di dalam saku celana blue jeans-nya. Mr. Oliver telah menyelipkan pistol masa perangnya di ban pinggangnya, di balik kemeja. Mereka menghela Harvey keluar dari mobil. Semula Jeannie sudah memperhitungkan bahwa ia akan berontak, tapi ternyata ia melangkah dengan tenang ke arah lift.

Sepertinya lama sekali baru lift itu turun.

Begitu sampai, mereka mendorong Harvey masuk. Jeannie menekan tombol menuju ruang lobi.

Sementara mereka naik, Mr. Oliver meninju perut Harvey sekali lagi.

Jeannie betul-betul tercengang; tidak ada periawanan.

Harvey mengerang, kemudian membungkuk persis pada saat pintu lift membuka. Dua laki-laki yang sedang menunggu di luar memandang ke arah Harvey. Mr. Oliver menggiring Harvey keluar, sambil berkata, “Maaf, Tuan-tuan, anak muda ini kebanyakan minum.” Mereka berhasil lolos dengan selamat.

www.ac-zzz.tk

Sebuah lift lain menunggu. Mereka memasukkan Harvey ke dalamnya, lalu Jeannie menekan tombol menuju lantai delapan. Ia menghela napas lega saat pintunya menutup.

629

Mereka melesat ke lantai delapan tanpa masalah. Harvey sudah mulai pulih dari pukulan Mr. Oliver, dan mereka hampir sampai di tempat tujuan. Jeannie segera menunjukkan jalan ke kamar yang telah diambilnya. Begitu mereka sampai, hatinya langsung menciut melihat pintu kamar itu dalam keadaan terbuka, dan pada pegangannya tergantung kartu yang bunyinya Kamar sedang dibersihkan. Si pelayan hotel tentunya sedang membenahi tempat tidur atau entah apa. Jeannie mengeluarkan suara erangan.

Tiba-tiba Harvey mulai membuat ulah, dengan mengeluarkan suara-suara protes dari balik bekapannya, dan mengayun-ayunkan tangannya yang terikat. Mr. Oliver mencoba memukulnya, tapi ia berkelit, lalu mengambil tiga langkah menjauhi mereka.

Jeannie membungkuk di depannya, memegang tali yang mengikat pergelangan kaki laki-laki itu dengan kedua tangannya, lalu menyentaknya. Harvey sempoyongan. Jeannie mencoba lagi. namun kali ini tanpa hasil. Astaga, berat sekali dia. Harvey menaikkan tangannya untuk memukul Jeannie. Jeannie memusatkan konsentrasinya, kemudian menarik dengan sekuat tenaga. Harvey kehilangan pijakan dan tubuhnya terbanting ke lantai.

“Astaga, ada apa ini?” ujar sebuah suara. Si pelayan hotel, seorang wanita kulit hitam berusia sekitar enam puluhan dalam pakaian seragam yang rapi, melangkah keluar dari kamar itu.

Mr. Oliver berlutut di dekat kepala Harvey, lalu mengangkatnya. “Anak muda ini baru keasyikan berpesta,” ujarnya “Mengotori seluruh lantai limousine-ku.”

Aku mengerti, dia pura-pura menjadi sopir kami, untuk meyakinkan si pelayan hotel, pikir Jeannie.

“Habis pesta?” ujar si pelayan. “Kok tampangnya seperti habis berkelahi.”

Kepada Jeannie, Mr. Oliver berkata, “Anda bisa tolong angkat bagian kakinya?”

Jeannie segera melakukan apa yang diminta.

630

www.ac-zzz.tk

Mereka menggotong Harvey yang mencoba meronta. Mr. Oliver berpura-pura pegangannya terlepas, namun ia menempatkan lututnya sedemikian rupa, sehingga Harvey jatuh persis di atasnya dan merasakan sakitnya.

“Hati-hati!” seru pelayan itu.

“Ayo kita angkat lagi, Nona,” ujar Mr Oliver.

Mereka mengangkatnya lagi dan membopongnya masuk ke dalam kamar itu, lalu menjatuhkannya di tempat tidur.

Si pelayan mengikuti mereka. “Mudah-mudahan dia tidak muntah di sini.”

Mr. Oliver tersenyum ke arahnya. “Eh, kok aku belum pernah melihatmu di sekitar tempat ini? Mataku jeli sekali soal cewek cantik, tapi rasanya aku belum pernah melihatmu.”

“Jangan macam-macam,” ujar wanita itu. namun ia tersenyum. “Aku kan sudah tua.”

“Aku sudah tujuh puluh satu, dan kau pasti belum empat lima.”

“Aku sudah lima puluh sembilan, dan terlalu tua untuk melayani ulahmu.”

Mr. Oliver memegang lengan wanita itu, lalu dengan lembut menggiringnya keluar sambil berkata, “Hei, tugasku hampir selesai dengan mereka Kau mau jalan-jalan naik Hmousine-Vu?”

“Dengan lantai penuh munjah? Tidak mau!” Ia tertawa.

“Bisa kubersihkan dulu.”

“Aku punya suami yang menungguku di rumah, dan kalau dia sampai mendengar ucapanmu tadi, di lantai mobilmu bukan cuma bakal ada muntah. Mr. Limo.”

“Oh-ho.” Mr. Oliver mengangkat tangannya dalam gerakan menyerah. “Aku tidak punya maksud jelek.” Pura-pura takut, ia melangkah mundur ke dalam kamar, lalu menutup pintunya.

Jeannie menjatuhkan diri di sebuah kursi. “Terima kasih. Tuhan. Kita berhasil,” ujarnya.

BAB 61

www.ac-zzz.tk

Begitu selesai makan, Steve bangkit berdiri dan berkata, “Aku mau tidur.” Ia ingin masuk ke dalam kamar Harvey secepatnya. Begitu sendirian, situasinya akan lebih aman baginya.

Pesta itu pun bubar. Proust menghabiskan sisa wiskinya, kemudian Berrington mengantar kedua tamunya ke mobil mereka masing-masing.

Steve menggunakan kesempatan itu untuk menelepon Jeannie dan menceritakan apa yang terjadi, la menyambar pesawat telepon, lalu memutar nomor informasi. Untuk waktu lama ia terpaksa menunggu. Ayo, ayo! Akhirnya ia memperoleh sambungan. Ia menanyakan nomor telepon hotel itu. Mula-mula ia memutar nomor yang salah, nomor sebuah restoran. Dengan panik ia memutar sekali lagi, dan akhirnya dijawah oleh hotel itu. “Aku ingin bicara dengan Dr. Jean Ferrami,” ujarnya.

Berrington muncul kembali di ruang duduk itu, persis saat Steve mendengar suara Jeannie. “Halo?” “Hai, Linda, ini Harvey,” ujarnya. “Steve, kaukah itu?”

“Ya, aku memutuskan untuk menginap di tempat Dad, rasanya sudah terlalu malam untuk kembali.” “Demi Tuhan, Steve, kan nggak apa-apa?”

632

“Ada yang masih harus kuselesaikan, tapi aku bisa mengatasinya. Bagaimana harimu, Manis?”

“Kami berhasil memboyongnya ke kamar hotel. Tidak mudah, tapi toh berhasil. Lisa sudah berbicara dengan George Dassault Dia mau datang, jadi kita akan punya tiga orang, setidaknya.”

“Bagus. Aku mau tidur sekarang. Sampai ketemu besok pagi. Manis, oke?”

“Hei, sukses, ya.”

“Kau juga Selamat malam.”

Berrington mengedipkan matanya. “Seru?”

“Asyik.”

Berrington mengeluarkan beberapa buah pil yang kemudian ia telan dengan wiskinya. Melihat Steve melirik ke arah botol obatnya, ia berkata, “Dalmane. Aku butuh sesuatu untuk tidur, setelah semua ini.”

“Malam, Dad.

www.ac-zzz.tk

Berrington meletakkan lengannya di pundak Steve. “Malam, Nak,” ujarnya. “Jangan khawatir, semuanya akan beres nanti.”

Dia benar-benar mencintai putranya yang bajingan itu. pikir Steve; dan untuk sesaat, entah mengapa, ia merasa bersalah telah membohongi seorang ayah yang sedang mencurahkan kasihnya kepada putranya.

Kemudian ia menyadari bahwa ia tidak tahu di mana kamar tidurnya.

Ia meninggalkan ruang duduk itu, lalu menelusuri lorong yang ia perkirakan akan menuju ke kamar-kamar tidur. Ia tidak tahu pintu mana yang membuka ke kamar Harvey. Saat menoleh ke belakang, ia melihat bahwa Berrington tidak dapat mengawasinya dari ruang duduk itu. Cepat-cepat ia membuka pintu terdekat, sepelan mungkin.

Ternyata kamar mandi utama.

Ia menutupnya lagi dengan hati-hati.

633

Di sebelahnya ada sebuah ruangan penuh dengan handuk dan seprai.

la mencoba pintu di seberangnya. Sebuah kamar tidur besar dengan tempat tidur untuk dua orang dan beberapa lemari pakaian. Sebuah setelan jas bergaris-bergaris halus dalam kantong binatu tergantung di pegangan pintu. Harvey tentunya tidak memiliki setelan seperti itu. Saat akan menutup kembali pintu itu, ia dikejutkan oleh suara Berrington, persis di belakangnya. “Kau buluh sesuatu dari kamarku?”

Tampangnya tentunya agak bersalah. Untuk sesaat ia tidak bisa menjawab. Aku mesti bilang apa ? Kemudian kata-kata itu terlompat keluar dari mulutnya. “Aku nggak punya apa-apa untuk tidur.”

“Sejak kapan kau pakai piama?” ujar Berrington. Nadanya entah curiga entah cuma heran; Steve tidak dapat memastikannya.

Cepat-cepat ia berimprovisasi. “Siapa tahu Dad punya baju kaus yang besar.”

‘Tidak ada yang cukup buat pundakmu itu, Nak.” ujar Berrington, untungnya sambil tertawa.

Steve angkat bahu. “Ya sudah.” Kemudian ia beranjak dari sana.

www.ac-zzz.tk

Di ujung lorong itu ada dua pintu, saling berseberangan: kamar Harvey, dan kamar pelayan itu tentunya. Tapi yang mana?

Steve memperlambat langkahnya, sambil berharap Berrington segera masuk ke kamarnya sendiri sebelum ia harus menentukan pilihan.

Begitu sampai di ujung lorong, ia menoleh ke belakang. Berrington sedang mengawasinya.

“Malam, Dad,” ujarnya.

“Malam.”

Kanan atau kiri? Nggak tahu. Buka saja salah satu. Steve membuka pintu di sebelah kanannya.

634

Ada sebuah baju rugbi di punggung kursi, CD Snoop Doggy Dog di tempat tidur. Playboy di meja tulis Kamar seorang cowok. Terima kasih, Tuhan. la melangkah masuk, lalu menutup pintu di belakangnya dengan tumitnya.

la menyandarkan tubuhnya pada daun pintu dengan perasaan lega.

Selang beberapa saat, ia membuka pakaiannya, lalu naik ke tempat tidur. Janggal sekali rasanya berada di tempat tidur Harvey, di kamar Harvey, di rumah ayah Harvey. Ia mematikan lampunya, kemudian berbaring sambil mendengarkan suara-suara di rumah yang asing baginya itu. Untuk sesaat ia mendengar suara langkah-langkah kaki, pintu-pintu ditutup, suara air, dan sesudah itu suasana tempat itu sunyi.

Untuk sesaat ia terlena, kemudian tiba-tiba ia tersentak. Ada orang lain di dalam kamar itu.

Tercium olehnya aroma parfum bernada bunga, yang berbaur dengan bau bawang putih dan rempah-rempah, lalu ia melihat siluet mungil Marianne di dekat jendela.

Sebelum ia dapat mengatakan apa-apa, gadis itu sudah naik ke tempat tidur.

Dalam nada lembut Steve berbisik, “Hei!” “Aku akan melayani Tuan seperti yang Tuan suka,” ujar gadis itu, namun Steve dapat menangkap nada takut dalam suaranya.

www.ac-zzz.tk

“Jangan,” ujar Steve sambil mendorongnya saat gadis itu menyusup ke bawah selimutnya. Ternyata ia sudah dalam keadaan telanjang.

“Jangan sakiti aku malam ini, ‘Arvey, ujar gadis ttu. Ia memiliki aksen Prancis.

Sieve mereka-reka. Marianne seorang imigran, dan Harvey telah membuatnya begitu ketakutan, sehingga ia tidak hanya melakukan .apa pun yang diminta anak muda itu, tapi juga mengantisipasi tuntutan-tuntutannya. Bisa-bisanya Harvey memukuli gadis malang itu. semen—

635

tara ayahnya berada di kamar sebelah. Kemudian Steve ingat akan pil-pil tidur itu. Berrington tidur begitu nyenyak, sehingga jeritan-jeritan Marianne tidak membuatnya terbangun.

“Aku tidak akan menyakitimu, Marianne.” ujar Steve. “Tenanglah.”

Marianne mulai menciumi wajahnya. “Yang baik, yang baik, ya. Aku akan lakukan segala yang kaumau, tapi jangan sakiti aku.”

“Marianne,” ujar Steve dalam nada berwibawa. “Diam.” - Marianne terenyak.

Steve merangkul pundak Marianne yang mungil. Kulitnya lembut dan hangat. “Berbaringlah diam-diam dan tenangkan dirimu,” ujarnya sambil mengusap-usap punggungnya. “Tidak ada yang akan menyakitimu lagi. Aku janji.”

Tubuh Marianne menegang, seakan mengharapkan pukulan, tapi sesudah itu pelan-pelan ia lebih tenang. Ia mulai merapatkan tubuhnya pada Steve.

Steve merasa terangsang; ia tak dapat mencegahnya. Ia tahu bahwa ia dapat merengkuh gadis itu dengan mudah. Berbaring di sana, sambil memeluk tubuhnya yang mungil dan gemetaran, membuatnya amat tergoda. Tidak akan ada yang tahu. Betapa asyiknya membelai tubuh gadis itu dan membangkitkan gairahnya. Marianne akan tercengang dan senang sekali diperlakukan dengan begitu lembut dan penuh pengertian. Mereka akan berciuman dan saling menyentuh sepanjang malam.

Steve menghela napas. Tapi itu perbuatan tercela. Marianne tidak melakukannya dengan suka rela. Rasa tidak aman dan takutlah yang membawanya ke tempat tidur ini, bukan nafsunya. Oke, Steve, kau bisa menidurinya, tapi itu berarti kau> mengeksploitasi seorang imigran yang ketakutan, yang memiliki keyakinan bahwa ia tidak mempunyai pilihan lain. Dan itu perbuatan

www.ac-zzz.tk

636

yang amat rendah. Kau akan membenci laki-laki yang tega melakukan itu.

“Kau sudah merasa lebih baik sekarang?” tanya Steve.

“Y-ya…”

“Kembalilah ke kamarmu sendiri, kalau begitu.”

Marianne menyentuh wajah Steve, lalu dengan lembut mencium bibirnya. Steve tetap merapatkan bibirnya, namun ia menepuk-nepuk kepala Marianne dengan cara bersahabat.

Marianne menatapnya dalam keremangan. “Kau bukan dia, kan?” ujarnya.

“Betul,” jawab Steve. “Aku bukan dia.”

Beberapa saat kemudian, Marianne meninggalkan kamar itu.

Steve masih merasa terangsang. Kenapa aku tidak seperti dia? Karena caraku dibesarkan?

Tak mungkin.

” Aku bisa menidurinya. Aku bisa menjadi Harvey. Aku bukan dia karena aku memilih untuk tidak menjadi dia. Orangtuaku tidak membuat keputusan itu tadi; akulah yang melakukannya. Teruna kasih atas apa yang telah kalian lakukan selama ini. Mom dan Dad, tapi itu tadi aku, bukan kalian, yang mengirim gadis itu kembali ke kamarnya sendiri.

Berrington tidak membuat aku. Kalian tidak membuat aku.

Aku sendirilah vang membuat diriku.

637

SENIN

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader dimhad.co.cc) oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

BAB 62

www.ac-zzz.tk

Steve tersentak bangun. Di mana aku? Seseorang mengguncang-guncang tubuhnya, seorang laki-laki dalam piama bergaris. Berrington Jones. Untuk sesaat Steve bingung, kemudian segalanya menjadi jelas lagi baginya.

“Kenakan pakaian yang baik untuk acara pertemuan pers itu, oke?” ujar Berrington. “Di lemari pakaianmu ada kemejamu yang kautinggalkan di sini beberapa minggu yang lalu. Marianne sudah mencucinya. Masuklah ke kamarku untuk memilih dasi yang bisa kaupakai Berrington keluar.

Saat turun dari tempat tidur, Steve berpikir. Bemngton berbicara kepada putranya seakan kepada seorang anak yang sulit diatur dan biasa membantah. Kata-kata Jangan membantah, pokoknya lakukan saja mengembel-embeli setiap ucapannya. Namun itu menjadikan situasinya lebih mudah untuk Steve. Ia cukup menjawab dengan kalimat-kalimat pendek, sehingga risiko kedoknya akan terbuka menjadi lebih kecil.

Waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Dengan mengenakan pakaian dalam, Steve menelusuri lorong, menuju kamar mandi. Ia mandi, kemudian bercukur, la sengaja berlama-lama, untuk menunda sebisanya saat

641

saai ia harus mempertaruhkan keselamatannya dengan melibatkan diri dalam perbincangan dengan Berrington.

Setelah melilitkan handuk di pinggangnya, ia pergi ke kamar Berrington, sesuai dengan instruksi laki-laki itu. Ternyata Berrington tidak ada di situ. Steve membuka lemari pakaiannya. Koleksi dasi Berrington ternyata cuma begitu-begitu saja: garis-garis, bintik-bintik, bercorak, semuanya dari bahan sutra mengilat dan ketinggalan zaman. Steve memilih satu, dengan pola garis-garis horizontal lebar. Ia juga membutuhkan pakaian dalam. Ia memeriksa koleksi celana pendek Berrington. Meskipun postur tubuhnya lebih tinggi daripada Berrington. mereka toh memiliki ukuran pinggang yang sama. Steve mengambil sepasang yang berwarna biru polos.

Setelah selesai berpakaian, ia menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan berikutnya. Hanya beberapa jam lagi, lalu semuanya akan berakhir. Ia harus berusaha meredam rasa curiga Berrington sampai siang ini, saat Jeannie akan memotong acara konferensi pers itu.

Ia menarik napas dalam-dalam, kemudian melangkah keluar.

Ia mengikuti aroma daging asap yang dibakar, menuju dapur. Marianne sedang berdiri di muka kompor. Ia menatap Steve dengan mata terbeliak. Untuk sesaat Steve menjadi panik: kalau Berrington sampai melihat ekspresi di wajahnya itu, ia mungkin akan menanyakan apa yang tidak beres, dan gadis malang itu

www.ac-zzz.tk

tentunya akan begitu ketakutan, sehingga ia akan mengatakan apa adanya. Namun Berrington sedang menonton acara CNN di sebuah pesawat televisi kecil; selain itu, ia bukan tipe yang memperhatikan pelayannya.

Steve mengambil tempat duduk, sementara Marianne menuangkan kopi dan jus untuknya. Ia tersenyum ke arah gadis itu, untuk menenangkan hatinya.

Berrington mengangkat tangannya untuk meminta

642

mereka agar tidak bersuara—sebetulnya tidak perlu, mengingat Steve tidak berniat berbasa-basi—kemudian si penyiar TV membacakan berita mengenai proses pengambilalihan Genetico. “Michael Madigan, Presiden Direktur Landsmann North America, mengatakan tadi malam bahwa mereka sudah menyelesaikan tahap akhir persepakatan proses pengambilalihan itu, dan transaksinya akan ditandatangani di depan umum dalam suatu konferensi pers yang akan diselenggarakan di Baltimore hari ini. Nilai saham-saham Landsmann naik lima puluh pfennig di bursa saham Frankfurt tadi pagi. General Motors diduga…”

Terdengar suara dering bel pintu. Berrington menekan tombol interkom. Sambil melongok melalui jendela dapur, ia berkata, “Ada mobil polisi di luar.”

Tiba-tiba Steve didera oleh rasa takut. Andai kata Jeannie berhasil menghubungi Mish Delaware dan mengungkapkan penemuannya tentang Harvey, boleh jadi pihak kepolisian lalu memutuskan untuk menangkap Harvey. Dan akan sulit bagi Steve untuk menyangkal - bahwa ia bukan Harvey Jones, saat ia sedang mengenakan pakaian Harvey dan duduk di dapur ayah “Harvey, menikmati blueberry muffin yang dihidangkan juru masak ayah Harvey.

Ia tak ingin kembali kc penjara.

Tapi itu belum seberapa. Kalau ia sampai ditahan sekarang, ia tak mungkin hadir dalam acara konferensi pers itu. Dan kalau tak satu elone-pun muncul, Jeannie hanya akan memiliki Harvey. Dan kalau yang hadir hanya satu di antara mereka, tentunya tidak akan membuktikan apa-apa.

Berrington berdiri untuk membukakan pintu.

Steve berkata, “Bagaimana kalau mereka kemari untuk mencariku?”

Tampang Marianne berubah, seakan hidupnya akan berakhir.

643

www.ac-zzz.tk

Berrington berkata, “Akan kukatakan pada mereka bahwa kau tidak di sini.” Ia meninggalkan ruangan itu.

Steve tidak dapat mengikuti percakapan yang berlangsung di ambang pintu rumah. Ia cuma duduk terpaku di tempatnya tanpa menyentuh makanan ataupun minumannya. Marianne berdiri seperti patung di muka kompornya, dengan sebuah sendok kayu di tangan.

Akhirnya Berrington muncul kembali. “Tiga rumah di sekitar kita kemalingan tadi malam,”- ujarnya. “Rupanya kita beruntung.”

Sepanjang malam Jeannie dan Mr. Oliver bangun secara bergiliran, yang satu menjaga Harvey, sementara yang lain tidur, tapi mereka sama-sama tidak bisa sungguh-sungguh beristirahat. Hanya Harvey yang tidur, mendengkur di balik sumbat mulurnya.

Paginya, mereka bergantian menggunakan kamar mandi. Jeannie mengenakan pakaian yang dibawanya dalam kopernya, sehelai baju putih dan rok hitam, supaya ia bisa dikira seorang pelayan.

Mereka memesan sarapan untuk dimakan di kamar. Mereka tidak membiarkan pelayan hotel masuk ke dalam kamar itu, karena ia akan melihat Harvey di tempat tidur dalam keadaan terikat Oleh sebab itu, Mr. Oliver menandatangani bonnya di pintu, sambil berkata. “Istriku sedang berpakaian, biar aku yang bawa masuk kereta ini.”

Mr. Oliver memberikan segelas jus jeruk pada Harvey dengan mendekatkan minuman itu ke mulurnya, sementara Jeannie berdiri di belakangnya, siap memukul dengan linggisnya begitu Harvey mencoba bertingkah.

Jeannie menanti telepon dari Steve dengan hati waswas. Apa yang terjadi atas dirinya? Steve telah melewatkan malam itu di rumah Berrington. Apakah ia berhasil mempertahankan lakonnya?

Lisa mampir sebentar pada pukul sembilan, dengan

644

setumpuk copy pernyataan pers yang sudah ia siapkan, kemudian berangkat ke bandara untuk menjemput George Dassault dan entah clone mana yang mungkin akan muncul. Tak seorang pun di antara ketiga clone yang lain menghubungi mereka.

Steve menelepon pada pukul setengah sepuluh. “Aku mesti cepat-cepat,” ujarnya. “Berrington ada di kamar mandi sekarang. Semuanya oke, aku akan hadir di konferensi pers itu bersamanya.”

www.ac-zzz.tk

“Dia tidak mencurigaimu sama sekali?”

“Tidak, meskipun aku sempat melewati beberapa saat yang menegangkan. Bagaimana dengan kembaranku?”

“Terkendali.”

“Sudah dulu, ya?”

“Steve?”

“Apa!”

“Aku mencintaimu.” Jeannie menutup pesawatnya. Mestinya aku tidak mengatakan itu. Seorang cewek mestinya jual mahal. Ah, peduli setan.

Pada pukul sepuluh, Jeannie melakukan peninjauan untuk mengecek situasi di Regency Room. Ternyata tempat itu sebuah ruang pojok dengan lobi kecil dan sebuah pintu menuju ruang sebelahnya. Seorang humas sudah berada di sana, mengatur sebuah latar berlogo Genetico untuk disorot kamera televisi.

Jeannie berkeliling sebentar, kemudian kembali ke kamarnya.

Lisa menelepon dari bandara. “Gawat,” ujarnya. ‘Tenerbangan dari New York bakal terlambat.”

“Astaga!” ujar Jeannie. “Bagaimana dengan yang lain? Kau sudah melihat si Wayne atau Hank?”

“Belum.”

“Jam berapa pesawat yang ditumpangi George akan mendarat?”

“Sekitar pukul sebelas lewat tiga puluh.” “Mungkin masih keburu.”

645

“Aku akan ngebut sebisa-bisanya.”

Pada pukul sebelas, Berrington keluar dari kamar tidurnya sambil mengenakan jas. Ia memakai setelan biru bergaris-garis halus putih, dengan sebuah vest di atas sehelai kemeja putih bermanset gaya Prancis; agak kuno, tapi efektif. “Ayo kita berangkat,” ujarnya.

www.ac-zzz.tk

Steve mengenakan jas Harvey dari bahan wol yang bermodel sportif. Benar-benar pas, tentunya, dan mirip sekali dengan jas milik Steve sendiri.

Mereka melangkah keluar. Pakaian mereka agak terlalu tebal untuk cuaca hari itu. Mereka masuk ke dalam mobil Lincoln perak Berrington, lalu menyalakan AC. Mobil itu melesat cepat ke arah pusat kota. Steve merasa lega bahwa Berrington tidak banyak bicara dalam perjalanan. Ia memarkir kendaraannya di garasi hotel.

“Genetico memakai tenaga sebuah biro humas untuk menyelenggarakan acara ini,” ujar Berrington saat mereka berada di dalam lift. “Bagian humas kita sendiri belum pernah menangani acara sebesar ini.-‘

Saat mereka menuju Regency Room, seorang wanita dengan tata rambut yang gaya, dalam setelan hitam, menyambut mereka. “Aku Caren Beamish dari Total Communications,” ujarnya dalam nada penuh percaya diri. “Silakan ikut ke ruang VIP.” Ia mengantar mereka ke sebuah ruangan kecil, di mana sudah terhidang minuman dan makanan kecil.

Steve merasa agak gelisah; ia ingin meninjau tata letak ruang konferensi itu. Tapi mungkin itu tidak akan mempengaruhi apa-apa. Selama Berrington masih percaya bahwa ia Harvey, sampai Jeannie muncul, tidak ada hal lain yang penting.

Di ruang VIP itu sudah ada enam atau tujuh orang lain, termasuk Proust dan Barck. Bersama Proust berdiri seorang anak muda kekar dalam setelan hitam, yang tampangnya seperti seorang pengawal pribadi. Berrington

646

memperkenalkan Steve pada Michael Madigan, presiden direktur Landsmann North America.

Berrington menenggak segelas anggur putih dengan gugup. Steve ingin minum martini, tapi ia harus tetap bersikap waspada dan tidak boleh lengah sedikit pun. Ia melirik ke arah arloji yang diambilnya dari pergelangan tangan Harvey. Pukul lima kurang dua belas. Tinggal beberapa menit lagi. Lalu semuanya akan berakhir, dan baru setelah itulah aku bisa minum martini.

Caren Beamish menepukkan tangan untuk meminta perhatian dari yang hadir, lalu berkata, “Tuan-tuan, sudah siap?” Orang-orang bergumam sambil mengangguk. “Kalau begitu, semua kecuali yang berada di panggung dipersilakan mengambil tempat masing-masing.”

Oke. Aku berhasil. Selesailah sudah.

www.ac-zzz.tk

Berrington menoleh ke arah Steve, lalu berkata, “See yau sooner, Montezuma.” Ia menanti jawaban Steve.

“Oke,” jawab Steve.

Berrington tertawa. “Apa maksudmu, oke? Jawab dong terusannya!”

Tubuh Steve menjadi dingin. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud Berrington. Mungkin itu semacam sandi khusus antara Berrington dan Harvey, seperti See yau later, alligator. Jelas bahwa ada jawabannya, tapi tentunya bukan In a while, crocodile. Lalu apa? Steve mengumpat dalam hati. Acara konferensi pers itu sebentar lagi akan dibuka—ia harus bisa mempertahankan lakonnya sampai beberapa detik lagi!

Berrington mengerutkan alisnya dengan bingung, sambil menatapnya.

Steve merasa keringat mulai membasahi dahinya.

“Masa kau lupa,” ujar Berrington, dan Steve melihat rasa curiga mulai membayang di matanya.

“Tentu saja tidak,” sahut Steve cepat-cepat—terlalu cepat, karena tiba-tiba ia menyadari bahwa ia sudah terjebak sekarang.

647

Senator Proust mengalihkan perhatian ke arahnya. Berrington berkata. “Kalau begitu, apa terusannya?” Steve melihat bahwa ia melirik ke arah pengawal pribadi Proust, yang langsung mengambil ancang-ancang.

Dalam keadaan putus asa, Steve menjawab, “In an hour, Eisenhower.”

Untuk sesaat suasana hening.

Kemudian Berrington berkata, “Bagus sekali!” Lalu tertawa.

Steve lega. Jadi, itu permainannya: kau harus mencari jawaban baru setiap kali. Ia mensyukuri nasibnya. Untuk menyembunyikan rasa leganya, ia menoleh ke arah lain.

“Mari kita mulai,” ujar si petugas humas.

“Ayo kemari,” ujar Proust pada Steve. “Kau kan tidak mau muncul di panggung.” Ia membuka sebuah pintu, dan Steve melewatinya.

www.ac-zzz.tk

Ia mendapati dirinya berada di dalam sebuah kamar mandi. Sambil memutar tubuh, ia berkata, “Tapi ini…”

Pengawal pribadi Proust berada persis di belakangnya. Sebelum Steve menyadari apa yang terjadi, laki-laki itu menghajarnya dengan keras. “Kau berani buka mulut, akan kupatahkan lenganmu,” ancamnya.

Berrington melangkah masuk ke dalam kamar mandi itu, di belakang si pengawal pribadi. Jim Proust mengikutinya, lalu menutup pintu.

Si pengawal mencengkeram anak muda itu kuat-kuat.

Berrington betul-betul marah. “Kau anak kurang ajar,” desisnya. “Yang mana kau? Steve Logan, tentunya.”

Si anak muda mencoba mempertahankan lakonnya. “Dad, ada apa sih?”

“Sudahlah, permainanmu sudah selesai. Mana anakku?”

Si anak muda tidak menjawab.

Jim berkata, “Berry, ada apa sebetulnya?”

648

Berrington berusaha menguasai diri. “Anak muda ini bukan Harvey,” ujarnya pada Jim. “Dia salah satu kembarannya. Sepertinya si Logan. Rupanya dia pura-pura menjadi Harvey sejak kemarin malam. Harvey sendiri tentunya mereka tahan entah di mana.”

Wajah Jim memucat- “Itu berarti apa yang dia ceritakan pada kita mengenai rencana Jeannie Ferrami tidak benar!”

Berrington mengangguk dengan geram. “Mungkin dia sudah merencanakan untuk mengacaukan acara konferensi pers ini.”

“Sial, mudah-mudahan tidak di depan kamera-kamera itu!” umpat Proust.

“Itu yang akan kulakukan kalau aku jadi dia—ya, kan?”

Proust berpikir sebentar. “Apa Madigan bisa terpengaruh?”

Berrington menggeleng-gelengkan kepala. “Aku tidak tahu. Bakal konyol sekali kalau dia membatalkan proses pengambilalihan itu pada saat-saat terakhir begini. Di pihak lain, akan lebih konyol lagi kalau dia membayar seratus

www.ac-zzz.tk

delapan puluh juta dolar untuk sebuah perusahaan yang akan dituntut habis-habisan. Entah apa pilihannya.”

“Kalau begitu, kita harus mencari Jeannie Ferrami dan berusaha menghentikannya!”

“Mungkin dia menginap di hotel ini.” Berrington menyambar pesawat telepon yang terletak di sebelah kloset kamar mandi itu. “Aku Profesor Jones, penyelenggara acara konferensi pers untuk Genetico di Regency Room,” ujarnya dalam nada berwibawa. “Kami sedang menanti kehadiran Dr. FetTami… di kamar nomor berapa dia menginap?”

“Maaf, tapi kami tidak boleh memberikan nomor kamar tamu-tamu kami. Sir.” Amarah Berrington nyaris meledak, saat suara itu menambahkan, “Bagaimana kalau kami yang menyambungkan Anda dengan kamarnya?”

649

“Ya, baik.” Berrington mendengar nada panggil itu. Setelah menunggu sebentar, ia dijawab oleh seorang laki-laki yang kedengarannya sudah berumur. Sambil berimprovisasi, Berrington berkata, “Cucian Anda sudah siap, Mr. Blenkinsop.”

“Aku tidak punya cucian.”

“Oh, maaf, Sir—Anda di kamar nomor berapa?” Berrington menahan napas. “Delapan dua satu.”

“Aku harus menghubungi kamar delapan satu dua. Mohon maaf.”

“Tidak ada masalah.”

Berrington menutup pesawatnya. “Mereka berada di kamar delapan dua satu,” ujarnya dalam nada antusias. “Aku berani bertaruh bahwa Harvey ada di situ.”

Proust berkata, “Acaranya akan segera dimulai.”

“Wah. mungkin sudah terlambat.” Berrington tampak ragu dan bingung. Ia tidak ingin acara itu sampai tertunda, biarpun hanya untuk sesaat, tapi ia harus berusaha mencegah entah apa yang sudah direncanakan oleh Jeannie. Selang beberapa saat, ia berkata kepada Jim. “Bagaimana kalau kau duduk di panggung bersama Madigan dan Preston? Aku akan berusaha sebisanya untuk menemukan Harvey dan menghentikan Jeannie Ferrami.”

“Oke.”

www.ac-zzz.tk

Berrington melayangkan matanya ke arah Steve. “Aku akan merasa lebih mantap kalau bisa mengajak orang sekuritimu bersamaku. Tapi kita tidak bisa membiarkan Steve lepas.”

Si pengawal berkata, “Itu bukan masalah, Sir. Aku bisa memborgolnya di sebuah pipa.” “Bagus. Lakukan itu.”

Berrington dan Proust kembali ke ruang VIP. Madigan menatap dengan penuh rasa ingin tahu ke arah mereka. “Ada masalah, Tuan-tuan?”

650

Proust berkata, “Cuma soal sekuriti, Mike. Berrington yang akan membereskannya, sementara mulai saja acaranya.”

Madigan rupanya tidak puas mendengar jawaban itu. “Sekuriti?”

Berrington berkata, “Seorang wanita yang kupecat minggu lalu, Jeannie Ferrami, ada di hotel ini sekarang. Mungkin dia akan mengacau, tapi aku akan berusaha mencegahnya.”

Ternyata itu cukup. “Oke, ayo kita mulai.”

Madigan, Barck, dan Proust menuju ruang konferensi. Si pengawal pribadi keluar dari kamar mandi. Berrington bergegas ke arah lorong bersamanya, lalu menekan tombol untuk memanggil lift. Berrington tampak gelisah. Ia bukan tipe yang suka beradu kekuatan fisik. Ajang baku hantamnya biasanya berlangsung dalam bentuk adu kelihaian dalam komite-komite perguruan tinggi, la berharap tidak perlu terlibat dalam perkelahian fisik.

Mereka menuju lantai delapan, kemudian lari ke kamar delapan dua satu. Berrington mengetuk pintunya. Seorang laki-laki menjawab dari dalam, “Siapa itu?”

Berrington menjawab, “Bagian rumah tangga.”

“Kami tidak apa-apa, terima kasih.”

“Aku harus mengecek kamar Anda, Sir.”

“Kembalilah nanti.”

“Ada masalah, Sir.”

“Aku sibuk sekarang. Kembalilah sejam lagi.”

www.ac-zzz.tk

Berrington menoleh ke arah si pengawal. “Kau bisa tendang pintu ini sampai jebol?”

Laki-laki itu tampak senang, kemudian ia melayangkan matanya melalui pundak Berrington, dan kelihatan ragu. Berrington mengikuti pandangannya, lalu melihat sepasang suami-istri yang sudah tua dengan kantong-kantong belanjaan melangkah keluar dari lift. Mereka berjalan pelan-pelan menelusuri lorong, menuju ke arah

kamar delapan dua satu Berrington menunggu sementara mereka lewat. Mereka berhenti di muka kamar delapan tiga puluh. Si suami meletakkan kantong belanjaannya, mencari kunci, dengan susah payah memasukkannya ke lubangnya, lalu membuka pintu. Akhirnya pasangan itu menghilang ke dalam kamar mereka.

Si pengawal pribadi menendang pintu.

Kusen pintu itu retak, tapi pintunya masih bertahan. Terdengar suara langkah-langkah kaki dari dalam.

Ia menendang sekali lagi. Pintu itu pun terbuka.

Ia segera masuk ke dalam, diikuti Berrington.

Langkah mereka terhenti melihat seorang laki-laki tua kulit hitam mengacungkan sebuah pistol antik tua ke arah mereka.

“Angkat tangan, tutup pintu itu, lalu masuk sini dan tiaraplah di situ, atau kutembak kalian sampai mati,” ujar laki-laki itu. “Mengingat cara kalian masuk ke sini, tidak seorang juri pun di Baltimore akan menyalah kanku kalau aku membunuh kalian.”

Berrington mengangkat kedua tangannya.

Tiba-tiba sebuah sosok melesat dari tempat tidur. Berrington masih sempat melihat bahwa itu adalah Harvey, dengan pergelangan tangan diikat” dan semacam bekap di mulurnya. Laki-laki itu mengalihkan pistol ke arahnya. Berrington khawatir putranya akan kena tembak, la berteriak “Jangan’.”

Gerakan si pak tua kurang cepat. Harvey berhasil menjatuhkan pistol dari tangannya. Si pengawal langsung melompat untnk menyambarnya dari karpet. Sambil berdiri, pengawal itu mengacungkannya ke arah si pak tua.

Berrington bisa bernapas lagi.

www.ac-zzz.tk

Si pak tua mengangkat lengannya ke atas pelan-pelan.

Si pengawal mengangkat pesawat telepon kamar itu. “Minta sekuriti hotel ke kamar delapan dua satu,” ujar—

652

nya. “Ada seorang tamu yang membawa senjata api di sini.”

Berrington melayangkan matanya ke sekeliling kamar itu. Ia tidak melihat Jeannie.

Jeannie keluar dari lift, mengenakan baju putih dan rok hitam, sambil membawa sebuah baki berisi teh yang ia pesan sebelumnya untuk diantar ke kamarnya. Jantungnya berdebar-debar. Sambil melangkah dengan sigap, ia memasuki Regency Room.

Di ruang lobinya yang kecil, dua wanita dengan sebuah daftar duduk di belakang meja. Seorang petugas sekuriti yang berdiri di dekat meja itu sedang mengobrol dengan mereka. Rupanya orang tidak bisa masuk ke dalam tanpa undangan, tapi Jeannie yakin mereka tidak akan mencegat seorang pelayan yang membawa baki. Ia memaksakan diri tersenyum ke arah si penjaga saat menuju pintu masuk ruang konferensi itu.

“Hei’” seru laki-laki itu.

Jeannie menoleh.

“Kan ada banyak kopi dan minuman lain di dalam sana.”

“Ini teh jasmine, ada yang pesan.” “Siapa?”

Jeannie segera memutar otak. “Senator Proust” Ia berharap laki-laki itu memang di situ. “Oke, silakan.”

Jeannie tersenyum lagi. membuka pintunya, lalu masuk ke dalam.

Di sisi lain ruangan itu, tiga laki-laki dalam setelan jas duduk di belakang sebuah meja yang terletak di atas panggung. Di muka mereka terdapat setumpuk berkas. Satu di antara mereka sedang berpidato. Yang hadir terdiri atas sekitar empat puluh orang dengan bloknot, kaset-kaset kecil, dan kamera televisi genggam.

Jeannie melangkah maju. Berdiri di sebelah panggung,

www.ac-zzz.tk

653

tampak seorang wanita dalam setelan hitam dan kacamata bermerek-Ia memakai sebuah badge bertulisan:

CAREN BEAMISH Total Communications!

Ternyata si humas yang ia lihat sebelumnya mengatur latar untuk acara itu. Wanita itu menatap Jeannie dengan heran, tapi tidak berusaha menghentikannya; tentunya ia mengira seseorang memang telah memesan sesuatu secara khusus.

Orang-orang yang berada di panggung itu memakai kartu nama di dada mereka. Jeannie mengenali Senator Proust yang duduk di sebelah kanan. Di sebelah kiri duduk Preston Barck. Yang di tengah, yang sedang berbicara, adalah Michael Madigan. “Genetico bukan sekadar sebuah perusahaan bioteknologi yang amat menjanjikan,” ujarnya dalam nada membosankan.

Jeannie tersenyum sambil meletakkan bakinya di depan laki-laki itu. Ia tampak tercengang, dan untuk sesaat berhenti berbicara.

Jeannie berpaling ke arah para hadirin. “Aku akan membuat suatu pernyataan khusus,” ujarnya.

Steve duduk di lantai dengan tangan kiri diborgol ke pipa pembuangan air wastafel kamar mandi. Ia sangat marah, sekaligus putus asa. Berrington berhasil membuka kedoknya hanya beberapa detik sebelum waktunya berakhir. Kini ia sedang mencari Jeannie, dan mungkin akan menghancurkan seluruh rencananya begitu ia berhasil menemukannya. Steve harus dapat melepaskan diri untuk mengahari Jeannie.

Bagian atas pipa itu bersambung dengan tempat pembuangan air wastafel. Ujungnya membentuk huruf S, kemudian menghilang ke dalam dinding. Setelah

654

mengubah posisi tubuhnya, Steve menjejakkan kaki pada pipa itu, kemudian mengayunkan kakinya ke belakang dan menendang. Seluruh sistemnya bergetar, la menendang sekali lagi. Plesteran semen di sekitar tempat pipa itu masuk ke dalam dinding mulai retak. Ia menendang beberapa kali lagi. Plesterannya mulai rontok, namun pipa itu ternyata tertanam kuat.

Dalam keadaan frustrasi, ia mempelajari di mana persisnya pipa itu bersambung dengan wastafelnya. Mungkin sambungannya lebih lemah. Ia mencengkeram pipa itu dengan kedua tangannya, lalu mulai menggoyang

www.ac-zzz.tk

goyangnya sekuat tenaga. Sekali lagi segalanya bergetar, tapi selain itu tidak ada yang terjadi.

Ia mengalihkan perhatiannya ke lengkungan yang membentuk huruf S itu. Ia melihat sebuah ring, persis di atas lengkungan tersebut. Steve tahu bahwa tukang ledeng biasanya memutar itu saat akan membersihkan lengkungan tersebut dengan sebuah alat. Steve mencengkeram ring itu dengan tangan kirinya kuat-kuat, lalu berusaha memutarnya. Pegangannya melejit, sehingga tinjunya tergesek pada permukaan dinding.

Ia mengetuk-ngetuk bagian bawah wastafel itu. Ternyata terbuat dari semacam marmer, lumayan keras. Ia mempelajari lagi tempat pipa itu bersambung dengan wastafel. Kalau ia dapat merusaknya, mungkin ia dapat mencabut pipa itu dari sana. Sesudah itu dengan mudah ia dapat meluncurkan borgolnya melalui ujungnya, dan akhirnya bebas.

Ia mengubah posisinya, mengayunkan kakinya ke belakang, kemudian mulai menendang lagi.

Jeannie berkata, “Dua puluh tiga tahun yang lalu, Genetico melakukan beberapa eksperimen ilegal yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atas diri delapan orang wanita Amerika, di luar sepengetahuan mereka.” Napasnya mulai memburu, dan ia berusaha sebisanya untuk

655

r—

berbicara senormal mungkin, dengan memusatkan seluruh perhatian pada suaranya. “Mereka adalah istri-istri perwira militer.” Ia mencari Steve di antara para hadirin, namun tidak melihatnya. Di mana dia? Seharusnya ia ada di sini, untuk membuktikan kebenaran ucapannya.

Caren Beamish berkata dalam nada terguncang, “Ini bukan acara untuk umum. mohon segera meninggalkan tempat ini.”

Jeannie mengabaikan peringatan itu. “Wanita-wanita ini mengunjungi klinik Genetico di Philadelphia untuk menjalani perawatan kesuburan.” Ia membiarkan amarahnya tampak. “Tanpa seizin mereka, kandungan mereka ditanami embrio dari orang-orang yang sama sekali tidak mereka kenal.”

Terdengar gumaman dari antara kerumunan para jurnalis. Mereka tertarik, pikir Jeannie.

Ia menaikkan volume suaranya. “Preston Barck, yang sebetulnya dianggap seorang ilmuwan yang bertanggung jawab, ternyata begitu terobsesi dengan

www.ac-zzz.tk

proses cloning yang dirintisnya, sehingga dia membelah sebuah embrio sampai tujuh kali, menghasilkan delapan embrio yang identik, yang kemudian ditanamkannya ke dalam kandungan delapan orang wanita, tanpa sepengetahuan mereka.”

Jeannie melihat Mish Delaware duduk di belakang, mengikuti pembicaraannya dengan wajah geli. Tapi Berrington tidak berada di dalam ruangan itu. Ini aneh, dan meresahkan.

Di panggung, Preston Barck berdiri, lalu berkata, “Para hadirin, aku mohon maaf. Kami memang sudah mengantisipasi adanya gangguan seperti ini.”

Jeannie melanjutkan, “Skandal ini berhasil mereka rahasiakan selama dua puluh tiga tahun. Ketiga pelakunya—Preston Barck, Senator Proust, dan Profesor Berrington Jones—telah mengupayakan segalanya untuk menutupinya, sebagaimana dapat kukatakan berdasarkan suatu pengalaman pahit.”

656

Caren Beamish meraih pesawat interkom hotel. Jeannie dapat mendengar ia berkata, “Tolong panggil pihak sekuriti ke sini sekarang juga.”

Di bawah bakinya, Jeannie membawa sejumlah copy pernyataan pers yang telah ia tulis dan sudah diperbanyak oleh Lisa. “Detail-detailnya ada di selebaran ini,” ujarnya, sambil mulai membagi-bagi dan terus berbicara. “Kedelapan embrio itu tumbuh dan kemudian dilahirkan. Tujuh di antara mereka masih hidup saat ini. Anda akan mengenali mereka, karena tampang mereka semua mirip satu sama lain.”

Dari ekspresi wajah para jurnalis itu, ia tahu bahwa ia berhasil mencapai tujuannya. Saat melirik ke arah panggung, terlihat olehnya wajah Proust yang gelap menahan amarah dan Preston Barck yang tampak seakan mau mati.

Sekitar waktu ini, Mr. Oliver seharusnya masuk bersama Harvey, sehingga semua akan melihat bahwa tampangnya persis seperti Steve, dan mungkin juga George Dassault. Tapi tak seorang pun di antara ketiga orang itu tampak. Gawat!

Jeannie masih terus berbicara, “Anda tentunya akan menganggap bahwa mereka kembar—nyatanya DNA mereka memang identik—tapi mereka lahir dari delapan ibu yang berbeda. Aku mendalami soal kekembaran, dan teka-teki mengenai orang-orang kembar yang ternyata memiliki ibu berlainan ini merupakan awal dari pelacakanku untuk menyingkapkan kisah yang amat memprihatinkan ini.”

www.ac-zzz.tk

Pintu belakang ruangan itu terbuka tiba-tiba. Jeannie mengangkat wajah, dengan harapan akan melihat salah seorang clone. Tapi ternyata Berrington-lah yang masuk. Dengan terengah-engah, seakan habis berlari, Berrington berkata, “Para hadirin, nona ini menderita gangguan jiwa, dan belum lama ini baru dipecat dari pekerjaannya. Dia seorang peneliti dalam sebuah proyek yang didanai

657

oleh Genetico dan menaruh dendam pada perusahaan ini. Pihak sekuriti hotel baru saja menahan rekannya di lantai lain. Mohon sahar sementara mereka mengawal orang ini keluar dari sini, sesudah itu kita dapat melanjutkan acara knnferensi pers kita.”

Jeannie berada dalam situasi terjepit sekarang. Mana Mr. Oliver dan Harvey? Dan apa yang terjadi atas diri Steve? Penampilan dan selebarannya tidak akan ada artinya tanpa bukti. Ia hanya memiliki beberapa detik lagi saat ini. Ada sesuatu yang amat tidak beres rupanya. Entah bagaimana caranya, Berrington berhasil mengacaukan rencananya.

Seorang petugas sekuriti dalam pakaian seragam memasuki ruangan itu, lalu berbicara dengan Berrington.

Dalam keadaan putus asa, Jeannie berpaling ke arah Michael Madigan. Wajah laki-laki itu suram sekali. Rupanya ia tipe laki-laki yang tidak suka kalau acaranya yang sudah diatur dengan mulus terganggu. Namun demikian, Jeannie toh mencobanya. “Berkas-berkas itu rupanya sudah ada di hadapan Anda, Mr. Madigan,” ujarnya. “Apakah tidak lebih baik kalau Anda mengecek lebih dahulu kebenaran cerita ini, sebelum Anda menandatanganinya? Seandainya ucapanku benar, bayangkan berapa banyak uang yang akan dituntut oleh kedelapan wanita itu!”

Dengan tenang Madigan berkata, “Bukan kebiasaanku untuk membuat keputusan bisnis berdasarkan masukan yang kuperoleh dari penderita gangguan jiwa.”

Para jurnalis tertawa, dan Berrington mulai tampak lebih percaya diri. Si petugas sekuriti menghampiri Jeannie.

Jeannie berkata kepada yang hadir, “Semula aku berharap dapat menunjukkan kepada Anda sekalian dua atau tiga di antara para clone itu, sebagai bukti. Tapi… mereka rupanya berhalangan hadir.”

Para reporter itu tertawa lagi, dan Jeannie menyadari

658

www.ac-zzz.tk

bahwa ia mulai menjadi bahan lelucon. Berakhir sudah segalanya, dan ia terpaksa menyerah kalah.

Si petugas mencengkeram lengannya, lalu menariknya ke arah pintu. Sebetulnya ia dapat memberikan perlawanan, tapi untuk apa?

Ia lewat di muka Berrington dan melihat laki-laki itu tersenyum. Ia merasa air mata mulai merambah di matanya, namun ia berusaha menahannya sambil menegakkan kepala. Persetan dengan kalian semua, umpatnya dalam hati; kelak kalian akan tahu bahwa apa yang kukatakan itu benar.

Di belakangnya, ia mendengar Caren Beamish berkata, “Mr. Madigan, kalau Anda tidak berkeberatan meneruskan sambutan Anda?”

Pada saat Jeannie dan si petugas sampai di pintu, tiba-tiba pintu itu membuka dan Lisa muncul.

Jeannie menahan napas begitu merih.it salah seorang clone, persis di belakang Lisa.

Laki-laki itu pasti George Dassault. Ternyata ia datang! Tapi seorang saja tidak cukup—ia membutuhkan dua orang untuk menguatkan ceritanya. Andai kata Steve muncul, atau Mr. Oliver bersama Harvey!

Kemudian, sama sekali di luar dugaannya, ia melihat clone yang kedua melangkah masuk. Tentunya ini Henry King, la mengguncang-guncang lengan si petugas sekuriti. “Lihat!” serunya. “Lihat itu!”

Sementara ia mengatakan itu, clone ketiga melangkah masuk. Dari rambutnya yang hitam, ia tahu bahwa itu Wayne Stattner.

“Lihat!” teriak Jeannie. “Ini mereka! Mereka benar-benar persis sama!”

Semua kamera yang semula disorotkan ke arah panggung kini dialihkan ke pendatang-pendatang baru itu Lampu-lampu blitz menyala saat para fotografer mulai mengabadikan peristiwa itu.

“Aku sudah bilang pada kalian!” seru Jeannie dengan

659

penuh antusias kepada para jurnalis itu. “Sekarang tanyakan pada mereka tentang orangtua mereka. Mereka bukan kembar tiga. Ibu-ibu mereka tidak mengenal satu sama lain! Tanyakan pada mereka. Ayo, tanyakan!”

www.ac-zzz.tk

Jeannie menyadari bahwa ia terlalu antusias, dan ia berusaha menenangkan diri. Ternyata tidak mudah. Ia merasa begitu bahagia. Beberapa reporter mulai maju menghampiri ketiga clone itu, untuk menanyai mereka. Si petugas sekuriti mencengkeram lengan Jeannie kembali, tapi kini Jeannie berada di tengah-tengah kerumunan orang, dan tidak dapat bergerak ke mana-mana.

Di latar belakang, ia dapat mendengar suara Berrington yang berusaha mengatasi suasana heboh itu. “Para hadirin, mohon perhatian Anda!” Nadanya semula terdengar marah, namun kemudian lebih di sabar sabarkan “Kami akan melanjutkan acara konferensi pers ini!” Ternyata percuma. Para pelacak berita itu telah mengendus cerita yang lebih menarik. Mereka tidak berminat lagi mendengarkan pidato-pidato itu.,.

Melalui sudut matanya, Jeannie melihat Senator Proust diam-diam menyelinap keluar, meninggalkan ruangan itu.

Seorang anak muda menyodorkan mikrofon ke arahnya, lalu bertanya, “Dari mana Anda tahu mengenai eksperimen-eksperimen ini?”

Jeannie menjawab, “Namaku Dr. Jean Ferrami, dan aku seorang ilmuwan di Jones Falls University, di departemen psikologi. Saat melakukan penelitian, aku menemukan grup kembar ini, yang sepertinya identik, tapi ternyata sama sekali tidak memiliki hubungan keluarga. Aku mulai melakukan penyelidikan Berrington Jones mencoba memecatku untuk mencegah aku menemukan apa yang selama ini mereka rahasiakan. Namun aku malah menemukan bahwa para clone itu adalah hasil dari suatu eksperimen kemiliteran yang pernah dilakukan Genetico.” Ia melayangkan mata ke sekelilingnya.

660

Di mana Steve?

Steve menendang sekali lagi, dan pipa pembuangan itu akhirnya jebol dari bagian bawah wastafel. Semen dan serpihan marmer berhamburan. Setelah mengangkat pipa itu dan menariknya dari wastafel, ia melungsurkan borgolnya melalui celah yang terbentuk. Begitu bebas, ia langsung berdiri.

Ia memasukkan tangan kirinya ke saku untuk menyembunyikan borgol yang menggelayut dari pergelangan tangannya, kemudian ia keluar dari kamar mandi itu.

Ruang VIP itu sekarang kosong.

Tidak yakin di mana letak ruang konferensi, ia melangkah ke arah lorong.

www.ac-zzz.tk

Di sebelah ruang VIP terdapat sebuah pintu bertulisan Regency Room. Di ujung lain lorong itu berdiri salah satu kembarannya, menunggu lift.

Siapa dia? Laki-laki itu menggosok-gosok pergelangan tangannya, seakan-akan pegal bekas diikat, dan ada memar merah melintang di kedua pipinya, seperti bekas dibebat kuat-kuat. Ini pasti Harvey, yang telah melewatkan malam ini dalam keadaan terikat.

Harvey mengangkat wajahnya, lalu melihat Steve.

Mereka berpandangan selama beberapa saat. Kesannya seperti melihat ke dalam cermin. Steve mencoba melihat pribadi di balik penampilan luar Harvey, dengan membaca ekspresi di wajahnya, kemudian terus menembus ke dalam hatinya, untuk memastikan apa sebetulnya yang membuatuya begitu jahat. Ternyata ia tidak berhasil. Yang tampak cuma seorang laki-laki dengan wajah persis seperti dirinya, yang telah menempuh jalan yang sama, namun di tikungan mengambil arah berbeda.

Ia mengalihkan perhatiannya dari Harvey, lalu segera menuju Regency Room.

Suasananya kacau sekali. Jeannie dan Lisa berada di tengah-tengah kerumunan sejumlah juru kamera. Ia

661

melihat seorang, bukan… dua, tidak… tiga clone bersama mereka. Ia menerobos kerumunan itu sambil berseru, “Jeannie’.’

Jeannie menengadah ke arahnya, ekspresi di wajahnya tidak terbaca.

“Aku Steve!” seru Steve.

Mish Delaware berdiri di sebelah Jeannie.

Steve berkata kepada Mish, “Kalau Anda mencari Harvey, dia ada di luar, menunggu lift.”

Mish berkata kepada Jeannie. “Kau bisa bedakan yang mana dia?”

“Tentu,” ujar Jeannie sambil menatap Steve dan berkata, “Aku juga bisa main tenis sedikit.”

Steve tertawa. “Kalau kau cuma bisa main tenis sedikit, kau bukan tandinganku.”

www.ac-zzz.tk

“Terima kasih. Tuhan!” ujar Jeannie. Ia segera memeluk Steve. Anak muda itu tersenyum, kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Jeannie untuk menciumnya.

Mereka segera dikerubuti oleh kamera, lampu-lampu blitz menyala, dan foto itulah yang menghias halaman muka surat-surat kabar di seluruh dunia pada hari berikutnya.

662

BULAN JUNI BERIKUTNYA

di-scan dan di-djvu-kan untuk dimhader dimhad.co.cc) oleh:

Dilarang meng-komersil-kan atau kesialan menimpa hidup anda selamanya.

BAB 63

Forest Lawns amat mengingatkan akan sebuah hotel tempo dulu yang bersuasana ramah. Dengan dinding-dinding dilapis kertas bercorak bunga-bunga, pernak-permk porselen dalam lemari-lemari kaca, dan meja-meja berkaki ramping di sana-sini. Harum rangkaian potpourri memenuhi tempat itu, bukan disinfektan, dan para anggota stafnya memanggil ibu Jeannie dengan Mrs. Ferrami, bukan Maria atau dear. Mom menempati sebuah kamar suite kecil, dengan sebuah ruang duduk mungil, tempat tamu-tamunya dapat duduk dan minum-minum teh.

“Ini suamiku, Mom,” ujar Jeannie. Steve tersenyum sesimpatik mungkin sambil mengulurkan tangan.

“Gagah sekali,” ujar Mom. “Apa pekerjaanmu, Steve?” “Aku mahasiswa fakultas hukum.” “Hukum. Itu karier yang bagus.” Ada saat-saat pikiran terang Mom menyelingi periode-periode bingungnya yang semakin panjang.

Jeannie berkata, “Daddy menghadiri upacara perkawinan kami.”

“Bagaimana kabar ayahmu?”

“Dia baik-baik saja. Dia sudah terlalu tua untuk merampok orang-orang, karena itu dia malah memberikan perlindungan kepada mereka sekarang. Dia memiliki perusahaan jasa sekuriti sendiri. Dan sepertinya lumayan maju.”

665

“Sudah dua puluh tahun aku tidak melihatnya.”

www.ac-zzz.tk

“Tapi Mom kan sudah bertemu dengannya. Dia mengunjungi Mom Tapi Mom tidak ingat.” Jeannie segera mengubah topik percakapan mereka. “Mom kelihatan segar.” Ibu Jeannie mengenakan gaun panjang manis dari bahan katun, dengan corak garis halus. Rambutnya tertata rapi, dan kukunya tampak terawat. “Mom suka di sini? Lebih menyenangkan daripada di Belia Vista, bukan?”

Wajah Mom mulai tampak waswas. “Bagaimana kita akan membayar semua ini, Jeannie? Aku tidak punya uang.”

“Aku punya pekerjaan baru. Mom. Aku mampu membayarnya.”

“Pekerjaan sebagai apa?”

Jeannie tahu bahwa ibunya tidak akan mengerti, tapi ia tph mengungkapkannya. “Aku pimpinan Genetics Research di sebuah perusahaan besar bernama Landsmann.” Michael Madigan menawarkan pekerjaan itu kepadanya setelah seseorang memberikan penjelasan mengenai riset yang ditekuninya selama ini. Gajinya tiga kali lebih banyak daripada yang diperolehnya di Jones Falls. Dan yang membuatnya lebih antusias lagi adalah pekerjaannya merupakan ujung tombak seluruh kegiatan dalam bidang riset genetjka

“Bagus sekali,” ujar Mom. “Oh! Sebelum aku lupa, ada sebuah foto dirimu di koran. Aku menyimpannya.” la merogoh isi tas tangannya, lalu mengeluarkan sehelai potongan koran. Ia membuka lipatannya, lalu menyodorkannya ke arah Jeannie.

Jeannie sudah pernah melihat gambar itu, namun ia mengamatinya seakan baru pertama kali melihatnya. Foto itu menggambarkan dirinya dalam suatu kongres untuk menyidangkan kegiatan-kegiatan yang pernah dilakukan di Aventine Clinic. Hasil laporannya belum disebarluaskan secara resmi, tapi isinya sudah bisa diperkirakan. Sidang pemeriksaan atas Jim Proust, yang

666

disiarkan melalui jaringan televisi nasional, ternyata amat menghebohkan. Proust berusaha menyangkal sekeras-kerasnya, tapi semakin banyak ia berbicara, semakin terbuka masalahnya. Setelah sidangnya berakhir, ia mengundurkan diri sebagai senator.

Berrington Jones tidak diperkenankan mengundurkan diri dari Jones Falls. Ia dipecat oleh komite penerapan disiplin. Jeannie mendengar bahwa ia sudah pindah ke California, dan hidup dari tunjangan kecil yang diperolehnya dari mantan istrinya.

www.ac-zzz.tk

Preston Barck mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pimpinan Genetico, yang dilikuidasi untuk membayar uang kompensasi pada kedelapan wanita yang melahirkan para clone itu. Suatu jumlah yang lumayan juga disisihkan untuk membayar biaya konsultasi, untuk membantu masing-masing clone mengatasi dilema yang sedang mereka hadapi.

Harvey Jones dihukum selama lima tahun, dengan tuntutan sengaja menimbulkan kebakaran dan melakukan tindak pemerkosaan.

Mom berkata, “Menurut koran, kau harus memberikan kesaksian. Kau tidak terlibat masalah, bukan?”

Jeannie dan Steve bertukar pandang sambil tersenyum “Ya, selama seminggu, di bulan September yang lalu. Mom. Tapi semuanya kemudian berakhir dengan baik.”

“Itu bagus.”

Jeannie berdiri. “Kami harus berangkat sekarang. Kami sedang berbulan madu, dan harus mengejar pesawat.” “Ke mana kalian pergi?”

“Ke sebuah tempat peristirahatan kecil di Kepulauan Karibia. Kata orang, itu tempat terindah di dunia.”

Steve menjabat tangan Mom, dan Jeannie memberikan kecupan selamat tinggal kepadanya.

“Selamat berlibur. Manis.” seru Mom saat mereka pergi. “Kau layak mendapatkannya.”

667

r—

s~-tf^can dan didJvu-kaniI^^—v ditnhader (dimhad.co.cc) o\eYu ‘

OBI

Salam buat dimhad-paiigcu, stilm blisc, kangzusi ŤŚkeluarga, otoy dengan kameranya, syaiKff 0e,Ťa” lKmaold.wordpress.com -,iya, grafitť� sciiuia duiiliadcr

DUarailŤ Ťťe.,g-ko.,iersil-lain <Ť” kcslabW

mciiimpii anda.

www.ac-zzz.tk

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka yang namanya tercantum di bawah ini, atas bantuan mereka dalam riset untuk buku The Third Twin ini:

Di Baltimore City Police: Letnan Frederic Tabor, Letnan Larry Leeson, Sersan Sue Young, Detektif Alexis Russell, Detektif Aaron Stewart, Detektif Andrea Nolan. Detektif Leonard Douglas;

Dl Baltimore County Police: Sersan David Moxley dan Detektif Karen Gentry;

Petugas Pengadilan Cheryl Alston, Hakim’ Barbara Baer Wax man. Asisten Pembela Umum Negara Mark Cohen;

Carole Kimmell, RN, di Mercy Hospital; Profesor Trish VanZandt beserta para koleganya di Johns Hopkins University; Ms. Bonnie Ariano, Pimpinan Pusat Rehabilitasi Korban Kejahatan Seks & Tindak Kekerasan di Baltimore;

Di University of Minnesota: Profesor Thomas Bouchard, Profesor Matthew McGue, Profesor David Lykken;

Di Pentagon: Letnan Kolonel Letwich, Kapten Regenor;

Di Fort Detrick di Frederick, Md: Ms. Eileen Mitchell, Mr. Chuck Dasey, Kolonel David Franz;

669

Peter D. Martin dari Laboratorium Ilmu Forensik Dinas Kepolisian Metropolitan; Ruth dan Norman Click; para pakar komputer Wade Chambers, Rob Cook, dan Alan Gold; dan terutama peneliti profesional Dan Starer, dari Research for Writers, New York City, yang memperkenalkan penulis pada hampir semua yang namanya disebutkan di atas.

Penulis juga amat berterima kasih kepada editor penulis, Suzanne Baboneau, Maijorie Chapman, dan Ann Patty; kepada para teman dan handai taulan yang membaca konsep buku ini dan memberikan komentar mereka, terutama Barbara Follett. Emanuele Follett. Katya Follett, Jann Turner, Kim Turner, John Evans, George Brennan, dan Ken Burrows; kepada para agen Amy Berkower, Bob Bookman, dan—terutama sekali—kepada kolaborator dan kritikus penulis yang paling tajam, Al Zuckerman.