SALINAN - UNOOSA

45
SALINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATUMN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGINDERAAN JAUH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2013 tentang Keantariksaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Penginderaan Jauh; 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013, Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5435); Mengingat MEMUTUSKAN: Menetapkan : PEMTURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGINDERAAN JAUH. BAB I

Transcript of SALINAN - UNOOSA

SALINAN

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

PERATUMN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2018

TENTANG

TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGINDERAAN JAUH

Menimbang :

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2013 tentangKeantariksaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintahtentang Tata Cara Penyelenggaraan KegiatanPenginderaan Jauh;

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentangKeantariksaan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2013, Nomor 133, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5435);

Mengingat

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PEMTURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARAPENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGINDERAANJAUH.

BAB I

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-2-

BAB IKETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksuddengan:

1. Penginderaan Jauh adalah penginderaan permukaanbumi dari dirgantara dengan memanfaatkan sifatgelombang elektromagnetik yang dipancarkan,dipantulkan, atau dihamburkan oleh objek yangdiindera.

2. Penyelenggaraan Kegiatan Penginderaan Jauhadalah rangkaian pengelolaan dan pelaksanaanPenginderaan Jauh.

3. Perolehan Data adalah salah satu bentuk kegiatanPenginderaan Jauh yang berupa pengumpulan datatentang obyek di permukaan bumi yang berada padadaerah tertentu di dalam wilayah kedaulatanRepublik Indonesia.

4. Pengolahan Data adalah salah satu bentuk kegiatanPenginderaan Jauh yang berupa usaha untukmemperoleh informasi mengenai kualitas, kuantitas,dan sebaran sumber daya alam, sumber dayabuatan, sarana dan prasarana nasional tentangwilayah kedaulatan Republik Indonesia.

5. Penyimpanan Data adalah salah satu bentukkegiatan Penginderaan yang bempa upayaadministrasi terpadu dan terpusat untukkemanfaatan maksimal atas data penginderaan jauhtentang wilayah kedaulatan Republik Indonesia.

6. Pendistribusian Data adalah salah satu bentukkegiatan Penginderaan Jauh yang berupapenyebaran data primer dan data proses kepadaPengguna agar dapat menghasilkan analisisinformasi.

7. Pemanfaatan

7.

8.

9.

10.

11.

L2.

13.

14.

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

-3-

Pemanfaatan Data adalah salah satu bentukkegiatan Penginderan Jauh yang menggunakananalisis informasi Penginderaan Jauh dalamberbagai keperluan guna mendukung pembangunannasional.

Diseminasi Informasi adalah salah satu bentukkegiatan Penginderaan Jauh yang berupapenyebaran hasil analisis informasi PenginderaanJauh kepada Pengguna agar dapat memanfaatkaninformasi tersebut.

Satelit adalah wahana antariksa yang beredarmengelilingi bumi berfungsi sebagai saranaperolehan data primer dalam kegiatan penginderaanjauh.

Wahana Lain adalah sarana yang dilengkapi denganperalatan tertentu untuk keperluan validasi dankalibrasi, peningkatan kualitas data, dan kebutuhankhusus lainnya selain dari menggunakan SatelitPenginderaan Jauh.

Sensor adalah bagian dari sistem PenginderaanJauh bumi berbasis antariksa, yang merekamgelombang elektromagnetik dari semua rentangspektral atau bidang gravimetrik, dan terdiri atassensor pasif dan sensor aktif.Atmosfer adalah lapisan udara yang terdiri atascampuran berbagai gas dan partikel yangmenyelimuti bumi.

Stasiun Bumi adalah fasilitas di permukaan bumiuntuk menerima dan merekam data SatelitPenginderaan Jauh resolusi menengah dan tinggi.

Perangkat Penerima Teknis adalah fasilitas dipermukaan bumi untuk pengumpulan data Satelitpengamatan bumi resolusi rendah.

15.Data...

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

-4-

15. Data Penginderaan Jauh adalah informasi tentangobjek, daerah, atau gejala di darat, laut, danatmosfer serta antariksa yang diindera melaluiSatelit dan/atau wahana lain.

16. Citra Satelit adalah gambar yang dihasilkan darikegiatan penginderaan permukaan bumimenggunakan sensor yang dipasang pada Satelit.

17. Data Resolusi Rendah adalah Citra Satelit yangmenggambarkan kondisi spasial secara global,seperti pada Citra Satelit lingkungan dan cuaca.

18. Data Resolusi Menengah adalah Citra Satelit yangmenggambarkan kondisi spasial teliti, seperti padaSatelit sumber daya alam.

19. Data Resolusi Tinggi adalah Citra Satelit yangmenggambarkan kondisi spasial sangat teliti denganketelitian spasial kurang dari 4 (empat) meter.

20. Metadata adalah informasi terstruktur yangmendeskripsikan, menjelaskan, atau setidaknyamenjadikan suatu informasi mudah untukditemukan kembali, digunakan, atau dikelola.

21. Permukaan Bumi adalah seluruh permukaan darat,permukaan laut, dan atmosfer yang dapat dijangkauoleh teknologi Penginderaan Jauh.

22. Koreksi Geometrik adalah proses untukmemperbaiki posisi/koordinat data sehingga sesuaidengan posisi di permukaan bumi.

23. Koreksi Radiometrik adalah proses untukmemperbaiki nilai intensitas pada data yangdiakibatkan oleh efek sudut dan posisi matahari saatpencitraan, topografi permukaan bumi, kondisiatmosfer, danf atau sensor.

24. Klasifikasi

24.

25.

26.

PRESIDENREPUELIK INDONESIA

-5-

Klasilikasi adalah proses pengolahan data lanjutanuntuk mengelompokkan objek di permukaan bumiberdasarkan karakteristik ketampakan dan/ataunilai digital dari data tersebut.

Deteksi Parameter Geobiofisik adalah prosesidentifikasi parameter ketampakan yang menjadi ciridari objek permukaan bumi seperti koefisienpantulan, suhu permukaan, kandungan klorofil,kandungan air, dan kekasaran permukaan lsurfoceroughness) objek.

Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatuyang dibakukan, termasuk tata cara dan metodeyang disusun berdasarkan konsensus semuapihak/Pemerintah/keputusan internasional yangterkait, dengan memp;rhatikan syarat keselamatan,keamanan, kesehatan, lingkungan hidup,perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,pengalaman, serta perkembangan masa kini danmasa depan untuk memperoleh manfaat yangsebesar-besarnya.

27. Pemeintah Pusat adalah Presiden RepublikIndonesia yang memegang kekuasaan pemerintahanNegara Republik Indonesia yang dibantu oleh WakilPresiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalamUndang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945.

28. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagaiunsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yangmemimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yangmenjadi kewenangan daerah otonom.

29. Instansi

R E p u JrT,? t,'roSf;

* . r, o

-6-

29, Instansi Pemerintah adalah kementerian dan/ataulembaga pemerintah nonkementerian (termasuk TNIdan Polri).

30. Lembaga adalah Instansi pemerintah yangmelaksanakan urusan pemerintahan di bidangpenelitian dan pengembangan kedirgantaraan danpemanfaatannyaKeantariksaan.

serta Penyelenggaraan

31. Masyarakat adalah orang perseorangan, kelompokorang, termasuk masyarakat hukum adat, korporasi,dan/atau pemangku kepentingan nonpemerintahlain.

32. Penyedia Data adalah badan usaha di dalammaupun di luar negeri yang mampu menyediakandata penginderaan jauh.

33. Pengguna adalah para pihak yang menggunakandata dan/atau informasi Penginderaan Jauh baikinstansi pemerintah, pemerintah daerah dan/ataumasyarakat.

34. Asing adalah perseorangan warga negara asing,badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing.

peraturarr r"*.1iL1'r,'ini mengatur mengenai rata caraPenyelenggaraan Kegiatan Penginderaan Jauh yangmeliputi:

a. perolehan data;

b. pengolahan data;

c. penyimpanan dan pendistribusian data; dan

d. pemanfaatan data dan diseminasi informasi.

BAB II

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

BAB IIPEROLEHAN DATA

Bagian KesatuUmum

Pasal 3

Perolehan data penginderaan jauh sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 huruf a dilaksanakan untukmenjamin kontinuitas ketersediaan data.

Perolehan data penginderaan jauh sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan denganmenggunakan sarana:

a. Satelit;

b. Wahana lain;

c. Stasiun Bumi;

Perangkat Penerima Teknis; dan/atauPerangkat pengolahan data.

Pasal 4

Perolehan data penginderaan jauh sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan melalui:

a. pengoperasianSatelit;b. pengoperasian Stasiun Bumi; dan/atauc. Citra Satelit.Perolehan data penginderaan jauh melaluipengoperasian Satelit sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf a hanya dapat dilaksanakan dengandukungan pengoperasian Stasiun Bumi.

(3) Perolehan data penginderaan jauh melaluipengoperasian Stasiun Bumi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan tanpapengoperasian Satelit.

7-

(1)

(2)

(1)

(2)

d.

e.

(4) Selain

(1)

(2t

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

-8-

(4) Selain pengoperasian Stasiun Bumi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf b, pengumpulan dataSatelit pengamatan bumi resolusi rendah dilaksanakandengan menggunakan Perangkat Penerima Teknis.

Pasal 5

Hasii perolehan data penginderaan jauh dapat berupa:

a. data primer; dan

b. data proses.

Data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiklasifikasikan ke dalam :

a. resolusi rendah;

b. resolusi menengah; dan

c. resolusi tinggi.

Bagian Kedua

Pengoperasian Satelit

Pasal 6

Pengoperasian Satelit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4ayat (l) huruf a dilaksanakan untuk mengindera permukaanbumi dan mengirimkan data yang diperoleh dari Satelit keStasiun Bumi.

Pasal 7

Pengoperasian Satelit sebagaimana dimaksud dalamPasal 6 dilaksanakan oleh Lembaga.

Pengoperasian Satelit oleh lembaga sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:

(1)

(21

a. membuat .

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

-9-

membuat perencanaan Satelit;

membangun Satelit; dan

mengoperasikan Satelit.

Pasal 8

Dalam membuat perencanaan dan membangun Satelitsebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf adan huruf b, Lembaga mempertimbangkan:

a. kepentingan misi Satelit; dan

b. peta jalan (road.mapl pembangunan Satelit.

Dalam membuat perencanaan dan membangun Satelitsebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga dapatmengikutsertakan Instansi Pemerintah, PemerintahDaerah, dan/ atau Masyarakat.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara keikutsertaanInstansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atauMasyarakat dalam perencanaan dan pembangunanSatelit diatur dalam Peraturan Lembaga.

Pasal 9Pelaksanaan perencanaan sebagaimana dimaksud dalamPasal 7 ayat (21 huruf a ditetapkan oleh Lembaga dalamrencana strategis lima tahunan yang didasarkan padaRencana Induk Keantariksaan.

Pasal 10

Dalam mengoperasikan Satelit sebagaimana dimaksud dalamPasal 7 ayal (21 huruf c, Lembaga harus memenuhipersyaratan:

a. ketentuan internasional; dan

b. memiliki izin penggunaan spektrum frekuensi radiosesuai dengan peraturan perundang-undangan.

b.

c.

(1)

(21

(3)

Pasal 11

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

- 10-

Pasal 11

Hasil Pengoperasian Satelit sebagaimana dimaksuddalam Pasal 6 berupa data primer yang akan dikirimkansecara langsung ke Stasiun Bumi.

Bagian Ketiga

Pengoperasian Stasiun Bumi

Pasal 12

(1) Pengoperasian Stasiun Bumi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilaksanakan untukmenerima dan merekam data primer sebagaimanadimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a.

(21 Data primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiriatas resolusi menengah dan/atau resolusi tinggi.

Pasal 13

Pengoperasian Stasiun Bumi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 12 dilaksanakan melalui kegiatan:

a. membangun Stasiun Bumi; dan

b. mengoperasikan Stasiun Bumi.

Stasiun Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)hanya dapat dibangun dan dioperasikan oleh Lembaga.

Pasal 14

(1) Pelaksanaan pengoperasian Stasiun Bumi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 didahului dengan membuatrencana teknis oleh Lembaga.

(1)

(21

(2) Rencana. . .

(2)

(3)

PRES IDENREPUBLIK INOONESIA

- 11-

Rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)didasarkan pada Rencana Induk Keantariksaan.

Rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2),paling sedikit memuat:

a. penentuan data Satelit yang akan diterima olehStasiun Bumi;

b. penentuan spesifikasi teknis sistem Stasiun Bumi;dan

c. pen5rusunan peta jalan pembangunan Stasiun Bumi.(4) Rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan oleh Kepala Lembaga.

Pasal 15

(1) Dalam membangun Stasiun Bumi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, Lembagamelakukan:

a. penentuan lokasi Stasiun Bumi;

b. pengajuan permohonan izin penggunaan spektrumfrekuensi radio;

c. pembangunan sarana dan prasarana; dan

d. pemasangan instalasi sistem Stasiun Bumi.(2) Dalam mengoperasikan Stasiun Bumi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b, Lembagamelakukan:

a. perencanaan akuisisi data Satelit;

b. penerimaan dan perekaman data Satelit;

c. pengolahan data primer; dan

d. pemeliharaan Stasiun Bumi.

Pasal 16

(1)

(21

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-12-

Pasal 16

Hasil Pengoperasian Stasiun Bumidimaksud dalam Pasal 12 bempa:

a. data primer; dan

b. data proses.

sebagaimana

Pasal 17

Lembaga mengajukan permohonan izin penggunaanspektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalamPasal 15 ayat (1) huruf b kepada kementerian yangmenyelenggarakan urusan pemerintahan di bidangkomunikasi dan informatika.Izin penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diterbitkan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Dalam hal Lembaga belum dapat melakukanpengoperasian Satelit, Lembaga dapat melakukan kerjasama operasional dengan operator Asing gunamemperoleh data untuk pengoperasian Stasiun Bumi.

(21 Dalam hal melakukan kerja sama operasionalsebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga dapatdikenakan biaya sewa Satelit oleh operator Asing.

(3) Dalam hal menentukan operator asing sebagaimanadimaksud pada ayat (1) Lembaga mempertimbangkankeberlanjutan ketersediaan data guna memenuhikebutuhan program prioritas nasional.

Pasal 19.

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-13-

Pasal 19

Pengoperasian Perangkat Penerima Teknis sebagaimanadimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dilaksanakanuntuk mengumpulkan data primer sebagaimana dimaksuddalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dari Satelit pengamatan bumiresolusi rendah.

Pasal 20

Pengoperasian Perangkat Penerima Teknis sebagaimanadimaksud dalam Pasal 19 dilaksanakan melaluikegiatan:

a. membangun Perangkat Penerima Teknis; dan

b. mengoperasikan Perangkat Penerima Teknis.

Perangkat Penerima Teknis sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dibangun dan dioperasikan olehLembaga, Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah,dan/atau Masyarakat.

Bagian Keempat

Citra Satelit

Pasal 2 1

Perolehan data penginderaan jauh melalui Citra Satelitsebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf cdilaksanakan untuk melengkapi ketersediaan data yangtidak dipenuhi melalui pengoperasian Satelit danpengoperasian Stasiun Bumi.

Untuk melengkapi ketersediaan data sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengadaanCitra Satelit.

(1)

(21

(1)

(2)

Pasal 22

(1)

t2)

PRESIDENREPIJ ELIK INDONESIA

-L4-

Pasal22

Pengadaan Citra Satelit sebagaimana dimaksud dalamPasal 2l dapat diperoleh dari:

a. pembelian dari penyedia data;

b. kerja sama dengan Asing; dan

c. akses data yang tersedia secara bebas.

Pengadaan Citra Satelit sebagaimana dimaksud padaayat (l) dapat berupa:

a. data resolusi rendah;

b. data resolusi menengah; atau

c. data resolusi tinggi.

Pasal 23

Pengadaan Citra Satelit sebagaimana dimaksud dalamPasal 22 berupa:

a. data primer; dan

b. data proses.

Data primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufa merupakan data mentah dari Satelit yang belumdiolah yang diterima langsung oleh Stasiun Bumi milikasing.

Data proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b merupakan data siap pakai hasil pengolahandata primer.

(1)

(2t

(s)

Pasal 24

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-15-

(1)

(2)

Pasal 24

Dalam hal Instansi Pemerintah dan/atau PemerintahDaerah memerlukan data resolusi tinggi sebagaimanadimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf c, pengadaanCitra Satelit hanya dapat dilaksanakan oleh Lembaga.

Instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapatmelakukan pengadaan Citra Satelit resolusi rendahdan/atau resolusi menengah melalui pembelian daripenyedia data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22ayat (1) huruf a danlatau kerja sama dengan Asingsebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf byang bersifat komersial setelah berkoordinasi denganLembaga.

Pengadaan Citra Satelit yang dilakukan oleh InstansiPemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melaluipembelian dari penyedia data dan kerja sama denganAsing yang bersifat komersial sebagaimana dimaksudpada ayat (21harus memenuhi persyaratan:

a. sesuai dengan kebutuhan pengguna;

b. dilaksanakan secara selektif; dan

c. data bersifat multi lisensi.

Pasal 25

Dalam pengadaan Citra Satelit sebagaimana dimaksuddalam Pasal 24 ayat (1), Instansi Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah wajib mengajukan perencanaankebutuhan Citra Satelit kepada Lembaga.

Pengajuan perencanaan kebutuhan Citra Satelitsebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi denganpersyaratan:

a. melampirkan kerangka acuan kerja mengenairencana penggunaan data;

(3)

(1)

(2)

b. menyertakan

d.

e.

PRESIDENREPIJ BLIK INDONESIA

- 16-

b. menyertakan informasi area spesifik yang dimintaatau koordinat area yang dibutuhkan;

c. menyertakan surat pernyataan tidak mengajukananggaran pengadazrn Citra Satelit dalamAPBN/APBD;

menyertakan kontak person; dan

rencana kebutuhan Citra Satelit untuk tahunberikutnya.

PasaJ26

Perencanaan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalamPasal 25 dibahas dalam Rapat Koordinasi Nasional CitraSatelit yang diselenggarakan oleh Lembaga.

Rapat Koordinasi Nasional Citra Satelit diselenggarakandengan melibatkan Instansi Pemerintah, PemerintahDaerah, kementerian yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang keuangan dan badan yangmenyelenggarakan urusan pemerintahan di bidangperencanaan pembangunan nasional.

Rapat Koordinasi Nasional Citra Satelit sebagaimanadimaksud pada ayat (1) untuk pengadaan Citra Satelittahun berikutnya, dilaksanakan paling sedikit 1 (satu)kali dalam setahun dengan memperhatikan sikluspenyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negarasesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 27

Dalam keadaan tertentu, Instansi Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah dapat melakukan pengadaan CitraSatelit di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 24 dan Pasal 25.

(1)

(2\

(3)

(1)

(2) Keadaan

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-17-

(21 Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mencakup:

a. kepentingan pertahanan dan keamanan negara(stabilitas nasional) ;

b. kepentingan darurat kebencanaan; atau

c. kepentingan strategis lainnya.

Pasal 28

Pengadaan Citra Satelit yang dikenai tarif komersialdan/ atau resolusi tinggi untuk wilayah strategis olehMasyarakat wajib memperoleh izin dari kementerian yangmenyelenggarakan urusan pemerintahan di bidangpertahanan dan keamanan.

Bagian Kelima

Validasi dan Kalibrasi Data Penginderaan Jauh

Pasal 29

Dalam rangka keperluan validasi dan kalibrasi datapenginderaan jauh, peningkatan kualitas datapenginderaan jauh serta kebutuhan khusus lainnya,Lembaga dapat meiakukan pengoperasian wahana lain.

Pengoperasian wahana lain sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dapat dilaksanakan dengan menggunakan:

a. wahana udara;

b. wahana darat; atauc. wahana laut.

Penggunaan wahana lain sebagaimana dimaksud padaayat l2l dilengkapi dengan:

a. sensor aktif;

(1)

(2)

(3)

b. sensor .

(4t

(s)

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

_ 18_

b. sensor pasif; dan/ atau

c. alat ukur terestrial.

Pengoperasian wahana lain sebagaimana dimaksudpada ayat (2) dilaksanakan oleh Lembaga, InstansiPemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau Masyarakatsesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pengoperasian Wahana lain untuk keperluan validasidan kalibrasi data penginderaan jauh sebagaimanadimaksud pada ayat (a) wajib berkoordinasi denganLembaga.

BAB III

PENGOLAHAN DATA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 30

Pengolahan Data Penginderaan Jauh sebagaimanadimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilaksanakan untukmengolah:

a. data primer menjadi data proses; dan/ atau

b. data proses menjadi analisis informasi.

Pasal 3 1

Pengolahan Data sebagaimana dimaksud dalamPasal 30 dapat dilaksanakan oleh Lembaga, InstansiPemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau Masyarakat.

Pasal 32

(1)

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-19-

Pasal 32

Pengolahan Data penginderaan jauh untuk mengolahdata primer menjadi data proses sebagaimana dimaksuddalam Pasal 30 huruf a meliputi:a. koreksi geometrik; dan

b. koreksi radiometrik;

Dalam melakukan koreksi geometrik sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf a, wajib mengacu padainformasi geospasial dasar sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

Koreksi geometrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a, digunakan sebagai dasar pembuataa informasigeospasial tematik.

Koreksi geometrik 5slagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a, hanya dilaksanakan oleh Lembaga dan/ataubadan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang informasi geospasial.

Pasal 33

Pengolahan Data Penginderaan Jauh untuk mengolahdata proses menjadi analisis informasi 5glagaimanadimaksud dalam Pasal 3O huruf b meliputi:a. klasifikasi; dan

b. deteksi parameter geobiofisik.

Deteksi parameter geobiofisik sebagaimana dimaksudpada ayat (1) huruf b, digunakan untuk identifikasiparameter ketampakan ciri objek permukaan bumitermasuk atmosfer.

(2t

(3)

(4)

(1)

(2)

Begial Kedua .

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

Bagian Kedua

Metode dan Kualitas Pengolahan Data Penginderaan Jauh

Pasal 34

(1) Pengolahan Data Penginderaan Jauh sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31 wajib mengacu pada metodedan kualitas Pengolahan Data Penginderaan Jauh.

(21 Metode dan kualitas Pengolahan Data PenginderaanJauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdisempurnakan secara terencana, terarah, danberkelanjutan sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan dan teknologi.

(3) Ketentuan mengenai metode dan kualitas PengolahanData Penginderaan Jauh diatur dalam PeraturanLembaga.

Pasal 35

Dalam rangka validasi dan kalibrasi data penginderaan jauh,Lembaga harus diprioritaskan dalam memperoleh datasekunder yang tersedia di Instansi Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

PENYIMPANAN DAN PENDISTRIBUSIAN

DATA PENGINDERAAN JAUH

Pasal 36

Penyimpanan dan pendistribusian data penginderaan jauhsebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, dilakukanuntuk menjamin ketersediaan, kemudahan akses,perlindungan dan kelestarian data penginderaan jauh dalamrangka mendukung pembangunan nasional.

20

Pasal 37

(1)

(2)

(l)

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

'2t -

Pasal 37

Penyimpanan dan pendistribusian data penginderaanjauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dapatdilaksanakan oleh Lembaga, Instansi Pemerintah,Pemerintah Daerah, dan/ atau Masyarakat sesuaidengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian lisensi.

Instansi Pemerintah Penyelenggara Penginderaan Jauhwajib menyerahkan metadata dan duplikat datapenginderaan jauh kepada Lembaga, kecuali ditentukanlain berdasarkan perjanjian lisensi.

Pasal 38

Lembaga dalam menyelenggarakan penyimpanan danpendistribusian Data Penginderaan Jauh sebasaimanadimaksud dalam Pasal 37 wajib:

a. mengumpulkan, menyimpan, mendistribusikanmetadata dan data penginderaan jauh wilayahIndonesia;

b. menyediakan data penginderaan dengan tutupanawan minimal dan bebas awan setiap tahun untukseluruh wilayah Indonesia;

c. menyediakan informasi mengenai kualitas datapenginderaan jauh;

d. memberikan supervisi terkait pemanfaatan datapenginderaan jauh;

e. memberikan masukan kepada pemerintah mengenaikebijakan pengadaaan pemanfaatan, penguasaanteknologi, dan data penginderaan jauh Satelit;

f. menjadi simpul data penginderaan jauh Satelitdalam sistem jaringan informasi geospasial nasional;dan

g. menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaanjauh bagi para Pengguna di luar Lembaga.

(2) Penyimpanan

12)

(3)

PRESIDENREPU BLIK INDONESIA

-22-

Penyimpanan dan Pendistribusian Data PenginderaanJauh sebagaimana dimaksud pada ayat (1),dilaksanakan melalui Bank Data Penginderaan JauhNasional.

Ketentuan mengenai Penyimpanan dan PendistribusianData Penginderaan Jauh sebagaimana dimaksud padaayat (2), diatur dalam Peraturan Lembaga.

Pasal 39

Setiap penyelenggara Penginderaan Jauh selainLembaga dan Instansi Pemerintah dalam jangka waktu6 (enam) bulan setelah menghasilkan/mendapatkanmetadata wajib menyerahkan metadata PenginderaanJauh kepada Lembaga, kecuali ditentukan lainberdasarkan perjanjian lisensi.

Dalam hal penyelenggara Penginderaan Jauh selainLembaga dan Instansi Pemerintah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) tidak menyerahkan metadataPenginderaan Jauh kepada Lembaga maka dapatdikenai sanksi administratif.

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat(2) berupa:

a. peringatan tertulis; dan/ atau

b. denda administratif;

Pasal 40

Pelaksanaan sanksi administratif sebagaimanadimaksud dalam Pasal 39 dikenakan secara berjenjangdari yang ringan sampai berat.

Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksuddalam Pasal 39 ayal (3) huruf a diberikan secara tertulispaling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengantenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.

(1)

(21

(3)

(1)

(21

(3) Apabila

(3)

(41

(5)

(6)

PRESIOENREPU BLIK INDONESIA

-23-

Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan setelah peringatanketiga diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)setiap or€rng yang tidak menyerahkan metadatadikenakan sanksi denda administratif.

Denda administratif sebagaimana dimaksud padaayat (3) dikenakan sebesar Rp100.000.000,00 (seratusjuta rupiah).

Apabila denda administratif tidak dibayar makapenyelenggara dikenakan bunga atas denda sebesar 27o(dua persen) per bulan beserta peringatan pelunasandalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.

Apabila datam jangka waktu sebagaimana dimaksudpada ayat (a) tidak dipenuhi maka:a. piutang tersebut dikategorikan sebagai piutang

macet yang pengurusannya diserahkan kepadainstansi yang berwenang mengurus Piutang Negarauntuk diproses lebih lanjut penyelesaiannya; dan

b. Kepala Lembaga menyampaikan rekomendasikepada instansi pemerintah yang memberikan izsnyang terkait dengan kegiatan penginderaan jauhuntuk memberikan sanksi administrasi berupapenghentian sementara sebagian atau seluruhkegiatan, atau mencabut izin sebagaimanadimaksud dalam Pasal 94 ayat (2) huruf b danhuruf e Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013tentang Keantariksaan.

Pasal 41

Denda administratif ssfngaimana dimaksud dalam pasal 40merupakan penerimaan negara bukan pajak yangpelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

Pasal 42..

(1)

(21

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-24-

Pasal 42

Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39dan Pasal 40 dikenakan oleh Kepala Lembaga.

Pasal 43

Lembaga menjamin keselamatan dan keamanan dataPenginderaan Jauh pada Bank Data Penginderaan JauhNasional.

Pasal 44

Dalam mendapatkan Data Penginderaan Jauh,Pengguna berhak menolak jika data penginderaan jauhyang diterima tidak berkualitas.

Ketentuan mengenai kualitas data penginderaan jauhsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu padametode dan kualitas Pengolahan Data PenginderaanJauh yang diatur dalam Peraturan Lembagasebagaimana dimaksud dalam Pasal 3a ayat (3).

Pasal 45

Dalam rangka melestarikan Data Penginderaan Jauh,Instansi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yangmemiliki arsip Data Penginderaan Jauh resolusi rendah,menengah dan tinggi wajib menyimpan data tersebut.Dalam hal Instansi Pemerintah dan/atau PemerintahDaerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdapat melakukan penyimpanan dan/atau tidak memilikifasilitas untuk melaksanakannya, penyimpanan datawajib diserahkan kepada Lembaga kecuali ditentukanlain berdasarkan perjanjian lisensi.

(1)

(2)

(3) Dalam

PRESIOENREPUBLIK INDONESIA

-25-

Dalam hal pelaksanaan ketentuan sebagaimanadimaksud pada ayat (1), Instansi Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah wajib menyerahkan kepadaLembaga berupa:

a. metadata Penginderaan Jauh; dan

b. duplikat data Penginderaan Jauh,

kecuali ditentukan lain berdasarkan perjanjian lisensi.

Dalam hal Instansi Pemerintah dan/ atau PemerintahDaerah tidak dapat menyerahkan metadata danduplikat data dikarenakan adanya perjanjian lisensisebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka wajibmenyerahkan cuplikan citra satelit secara menyeluruhdisertai informasi yang meliputi:

a. nama satelit dan sensor;

b. tanggal dan waktu perolehan data; dan

c. koordinat cakupan wilayah.

Pasal 46

Dalam hal Penyimpanan dan Pendistribusian DataPenginderaan Jauh, kmbaga melakukan pelayanan,pembimbingan, dan pembinaan kepada Instansi Pemerintah,Pemerintah Daerah, dan/ atau Masyarakat.

BAB V

PEMANFAATAN DATA DAN DISEMINASI INFORMASI

Pasal 47

(1) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh yang merupakanhasil analisis informasi digunakan untuk berbagaikepentingan dalam mendukung pembangunan nasional.

(3)

(4)

(2) Diseminasi

(1)

(2)

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-26-

l2l Diseminasi informasi Penginderaan Jauh dilaksanakanuntuk menyebarluaskan informasi penginderaan jauhkepada pengguna.

Pasal 48

Pemanfaatan Data dan Diseminasi InformasiPenginderaan Jauh dapat dilaksanakan oleh Lembaga,Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atauMasyarakat.

Pemanfaatan Data dan Diseminasi InformasiPenginderaan Jauh oleh Instansi Pemerintah dan/ atauPemerintah Daerah, sebagaimana dimaksud padaayat (1) wajib mengacu pada pedoman yang ditetapkanoleh Lembaga.

Pasal 49

Dalam hal Pemanfaatan Data dan Diseminasi InformasiPenginderaan Jauh, Lembaga melakukan pembimbingan,pembinaan, dan pelayanan kepada Instansi Pemerintah,Pemerintah Daerah, dan/ atau Masyarakat.

Pasal 50

(1) Pemanfaatan data Penginderaan Jauh dapatdikelompokkan guna kepentingan informasi mengenai:

wilayah darat;wilayah laut;wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;lingkungan dan mitigasi bencana; danatmosfer.

(2) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh gunakepentingan informasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, meliputipemanfaatan data penginderaan jauh untuk identifikasisumber daya alam.

a.b.c.d.e.

(3) Pemanfaatan .

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-27 -

(3) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh gunakepentingan informasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf d, meliputi pemanfaatan datapenginderaan jauh untuk:a. identifikasi permasalahan lingkungan; danb. analisis mitigasi bencana.

(41 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh gunakepentingan informasi sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf e meliputi pemanfaatan datapenginderaan jauh untuk analisis:a. dinamika atmosfer;b. fisika atmosfer; danc. kimia atmosfer.

Pasal 51

Dalam rangka Diseminasi Informasi Penginderaan Jauh,Lembaga melaksanakan pengelolaan sistem diseminasiinformasi.

Pengelolaan sistem Diseminasi Informasi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui SistemPemantauan Bumi Nasional.

Dalam pengelolaan Sistem Pemantauan Bumi Nasionalsebagaimana dimaksud pada ayat (21, Lembaga dapatmelalmkan kerja sama dengan Instansi Pemerintahdan/ atau Pemerintah Daerah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama antaraLembaga dengan Instansi Pemerintah dan/atauPemerintah Daerah sebagaimana dimaksud padaayat (3) diatur dalam Peraturan Lembaga.

Pasal52...

(1)

(2t

(3)

(41

(1)

(2t

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-28-

Pasal 52

Dalam hal Diseminasi Informasi Penginderaan Jauh,Lembaga menetapkan kriteria informasi PenginderaanJauh yang bersifat rahasia.

Penetapan informasi Penginderaan Jauh yang bersifatrahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukansesuai dengan ketentuan Peraturan Pemndang-undangan.

Pasal 53

Masyarakat yang menggunakan pelayanan DiseminasiInformasi Penginderaan Jauh sebagaimana dimaksud dalamPasal 49 dapat dikenakan tarif pelayanan sesuai denganperaturan Perundang-undangan.

BAB VI

PENDANAAN

Pasal 54

Pendanaan dalam rangka Penyelenggaraan KegiatanPenginderaan Jauh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,dan/atau Masyarakat dibebankan pada anggaran masing-masing sesuai dengan tanggung jawabnya.

BAB VII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 55

(1) Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraanKeantariksaan secara optimal, masyarakat memilikikesempatan yang sama dan seluas-luasnya untukberperan serta dalam kegiatan penginderaan Jauh.

(2) Peran

(2)

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-29-

Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud padaayat (1) adalah:a. memantau dan menjaga ketertiban Penyelenggaraan

Penginderaan Jauh;b. memberikan masukan kepada Pemerintah dalam

penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standarteknis di bidang Penginderaan Jauh;

c. memberikan masukan kepada Pemerintah danPemerintah Daerah dalam rangka pembinaan,penyelenggaraan, dan pengawasan kegiatanPenginderaan Jauh;

d. menyampaikan pendapat dan pertimbangan kepadapejabat yang berwenang terhadap kegiatanPenginderaan Jauh yang mengakibatkan dampakpenting terhadap lingkungan;

e. melaporkan apabila mengetahui terjadinyaketidaksesuaian prosedur Penginderaan Jauh atauketidakberfungsian peralatan dan fasilitasPenginderaan Jauh;

f. mengutamakan dan mempromosikan budayaKeselamatan Penginderaan Jauh; dan/ atau

g. melaksanakan gugatan perwakilan terhadapkegiatan Penginderaan Jauh yang mengganggu,merugikan, dan/atau membahayakan kepentinganumum.

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan PenyelenggaraPenginderaan Jauh menindaklanjuti masukan,pendapat, dan laporan yang disampaikan olehmasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)hurufb, hurufc, hurufd, dan hurufe.Dalam melaksanakan peran serta sebagaimanadimaksud pada ayat (2), masyarakat ikut bertanggungjawab menjaga ketertiban serta Keselamatan danKeamanan kegiatan Penginderaan Jauh.

(3)

(41

BAB VIII

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-30-

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 56

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, InstansiPemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakattetap dapat menggunakan metode dan kualitasPengolahan Data penginderaan jauh serta pedomanPemanfaatan Data dan Diseminasi Informasi yang adasampai dengan dikeluarkannya metode dan pedomanberdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, InstansiPemerintah yang telah mengoperasikan Stasiun Bumi,wajib melaporkan dan menyerahkan duplikat datakepada Lembaga paling lambat I (satu) tahun sejakPeraturan Pemerintah ini berlaku.Lembaga wajib melakukan pendataan terhadap StasiunBumi Penginderaan Jauh yang telah beroperasi diwilayah Indonesia.

Pasal 58

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggaldiundangkan.

(1)

(2\

Agar

q"DPRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

-31 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Peraturan Pemerintah ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 10 April 2018

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 11 April 2018

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2018

Salinan sesuai dengan aslinya

KEMENTERIAN SEKRETARI,AT NEGARAREPUBLIK INDONESIA

dan Perundang-undarrgan,

lvanna Djaman

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2018

TENTANG

TATA CARA PET{YELENGGARAAN KEGIATAN PENGINDERAAN JAUH

I. UMUM

Penginderaan Jauh adalah penginderaan permukaan bumi dari dirgantaradengan memanfaatkan sifat gelombang elektromagnetik yangdipancarkan, dipantulkan, atau dihamburkan oleh objek yang diindera.Penginderaan Jauh merupakan salah satu kegiatan keantariksaan yangdiatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 2LTahun 2Ol3 tentang Keantariksaan.

Teknologi Satelit Penginderaan Jauh mulai berkembang pesat di Indonesiasejak tahun l97o-an, yaitu dengan digunakannya Satelit untukmelakukan kegiatan penginderaan/pemotretan dari jauh (remote sensing).Pada saat ini teknologi Penginderaan Jauh sudah sangat berkembang.Ratusan Satelit Penginderaan Jauh berbagai jenis beredar di antariksa,mulai dari resolusi spasial rendah, menengah, dan tinggi. perkembanganresolusi Satelit Penginderaan Jauh menyebabkan pemanfaatan data sertaproduk turunannya semakin luas, seperti yang digunakan untukinventarisasi sumber daya alam (kehutanan, pertanian, perkebunan,sumber daya air, energi dan mineral); pemantauan lingkungan (kebakaranlahan/hutan, longsor, banjir); prediksi cuaca dan iklim, prediksi waktutanam padi, serta pembuatan informasi tematik untuk perencanaanpembangunan.

Indonesia, dalam hal ini Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional(LAPAN), mulai mengoperasikan Stasiun Bumi Satelit lingkungan dancuaca untuk menerima data Satelit lingkungan dan cuaca NOAA padatahun 1978. Pengembangan selanjutnya adalah mengoperasikan StasiunBumi Satelit sumber daya alam pada tahun lg84 untuk menerima dataSatelit Landsat. Pada tahun 2OL3, LAPAN telah meningkatkan kapasitasStasiun Bumi dan menerima (akuisisi) data resolusi spasial rlndah,

menengah

PRESIOENREPUBLIK INOONESIA

-2-

menengah dan tinggi untuk seluruh Indonesia seperti MTSAT, NOAA,1911140"., NPP, Feng Yun, Metop, Landsat-7, Landsat-8, SpOi-S, dansPor-6 melalui stasiun Bumi penginderaan Jauh di parepare (Sulawesi9:t:-fl), fekayon (Jakarta), dan Rumpin (Bogor). pengataman' panjangI,APAN dalam pengoperasiaa stasiun Bumi, telah' memderikan t<apasitaskemampuan penguasaan pengembangan Stasiun Bumi danpengoperasiannya secara mandiri. Ha1 itu menjadi bekal dalampengembangan sistem Stasiun Bumi untuk terus menerus menjaminketersediaan data Satelit Penginderaan Jauh dari berbagai satelit geierasiyang terbaru yang diperlukan berbagai sektor pembangunan.

Untuk menjamin kontinuitas ketersediaan data dan informasi yangdibutuhkan berbagai pengguna, LAPAN telah mengembangkan Bank bataPenginderaan Jauh Nasional (BDpJN) serta sistem pemantauan BumiNasional (PPBN).

Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mewujudkan efisiensi dalampembangunan dan pengembangan sistem penyelengaraan kegiatanPenginderaan Jauh; mendorong terwujudnya kemampuan nasional ialampenyelenggaraan kegiatan Penginderaan Jauh; mendorong terwujudnyaindustri Penginderaan Jauh untuk menghasilkan produk data aaninformasi standar yang dapat memenuhi kebuiuhan pengguna;mewujudkan kerja sama nasional dan internasional a"U-penyelenggaraan kegiatan penginderaan Jauh; serta memberikanlandasan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatanPenginderaan Jauh.

Secara umum Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai tata carapenyelenggaran kegiatan Penginderaan Jauh yang meliputi perolehandata, pengolahan data, penyimpanan dan pendiltribusian data, danpemanfaatan data dan diseminasi Informasi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2Cukup jelas.

Pasal 3 .

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-3-

Pasal 3Cukup jelas.

Pasal 4Cukup jelas.

Pasal 5Ayat (1)

Huruf aYang dimaksud dengan "data primer' adalah data mentahdari Satelit yang belum diolah.

Huruf bCukup jelas.

Ayat (2)

Huruf aYang dimaksud dengan "resolusi rendah" adalah memilikiketelitian spasial lebih tinggi dari atau sama dengan 250(dua ratus lima puluh) meter.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Pasal 6Yang dimaksud dengan nmengindera" adalah mengukur berbagai fisikbenda dengan cara tidak menyentuh bendanya.

Pasal 7Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pengoperasian Satelit yang dilaksanakanoleh Lembaga adalah Satelit yang dimiliki oleh PemerintahIndonesia.

Ayat (2)Cukup jelas.

Pasal 8

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-4-

Pasal 8Ayat (1)

Huruf aYang dimaksud dengan "misi Satelit" adalah kemampuanteknis yang dimiliki oleh Satelit untuk tujuan pemantauanpermukaan bumi yang sesuai dengan kebutuhan Pengguna.

Huruf bYang dimaksud dengan "peta jalan (roadmapl pembangunanSatelit" adalah rencana pembangunan Satelit PenginderaanJauh untuk memenuhi kebutuhan nasional minimal untuklima tahun ke depan.

(21

Cukup jelas.Ayat

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 9Cukup jelas.

Pasal 10Huruf a

Yang dimaksud dengan "ketentuan internasional" adalahketentuan internasional yang mengatur tentang penginderaanjauh (remote sensing).

Huruf bYang dimaksud dengan uizin penssunaan spektrum frekuensiradio" adalah pengurusan izin penggunaan spektrum frekuensiradio berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidangtelekomunikasi.

Pasal 1 1

Cukup jelas.

Pasal 12Cukup jelas.

Pasal13...

PRES IDENREPUBLIK INDONESIA

-5-

Pasal 13Cukup jelas.

Pasal 14Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)Hunrf a

Cukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cYang dimaksud dengan npen5rusunan peta jalanpembangunan Stasiun Bumi" adalah penJrusunan rencanapembangunan Stasiun Bumi Penginderaan Jauh untukmemenuhi kebutuhan nasional minimal untuk lima tahunke depan.

Ayat (a)Cukup jelas.

Pasal 15Ayat (1)

Huruf aCukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf cCukup jelas.

Hunrf d

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

Huruf dYang dimaksud dengan "instalasi sistem Stasiun Bumi"adalah pemasangan dan uji coba sistem peralatan StasiunBumi untuk menerima dan merekam data SatelitPenginderaan Jauh hingga dinyatakan siap operasional.

Ayat (2)Huruf a

Yang dimaksud dengan "perencanaan akuisisi data Satelit"adalah mekanisme penentuan wilayah dan waktupengambilan data yang harus dilaksanakan Stasiun Bumidengan mengikuti prosedur pemrograman Satelit darioperator Satelit.

Huruf bYang dimaksud dengan "penerimaan dan perekaman dataSatelit" adalah proses penerimaan dan demodulasi sinyaldari Satelit serta ekstraksi data sampai menghasilkan datamentah (raut data) sesuai dengan standar yang telahditentukan oleh operator Satelit.

Huruf cCukup jelas.

Huruf dYang dimaksud dengan "pemeliharaatt Stasiun Bumi"adalah perawatan sistem peralatan Stasiun Bumi yangdilaksanakan secara rutin untuk menjaga kontinuitasoperasional perolehan data.

Pasal 16Huruf a

Cukup jelas.

Huruf bYang dimaksud dengan odata proses" adalah adalah data siappakai hasil pengolahan data primer.

-6

Pasal 17

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-7 -

Pasal 17Cukup jelas.

Pasal 18Ayat (l)

Cukup jelas.Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "biaya sewa Satelit" adalah pembayaransewa Satelit dengan ketentuan dan tata cara pembayaran sertapenyesuaian harga yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 19Cukup jelas.

Pasal 20Cukup jelas.

Pasal 21Cukup jelas.

Pasd22Cukup jelas.

Pasal 23Cukup jelas.

Pasal 24Ayat (l)

Pengadaan data penginderaan jauh resolusi tinggi oleh Lembagadilakukan dengan lisensi Pemerintah Indonesia yang dapatdipakai untuk seluruh Kementerianll*mbaga, TNI, Polri, danPemerintah Daerah.

Ayat (2)

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

-8-

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)Huruf a

Cukup jelas.

Huruf bYang dimaksud dengan 'selektif" adalah setelah melaluievaluasi oleh Lembaga terkait urgensi dan dana yangtersedia.

Huruf cCukup jelas.

Pasal 25Cukup jelas.

Pasal 26Cukup jelas.

Pasal27Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Huruf a

Cukup jelas.Huruf b

Cukup jelas.Huruf c

fang dimaksud dengan "kepentingan strategis lainnya"adalah kepentingan pengadaan citra satelit yangditetapkan oleh Presiden.

Pasal28...

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-9-

Pasal 28Cukup jelas.

Pasal 29Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "kebutuhan khusus lainnya" adalahkebutuhan perolehan data untuk validasi dan kalibrasiinformasi antara lain penelitian tentang sumber daya alam dankebencanaan.

Ayar (21

Cukup Jelas.

Ayat (3)Huruf a

Yang dimaksud dengan usensor aktil" adalah alat yangmenghasilkan sendiri energi (pancaran gelombangelektromagnetik) untuk mengiluminasi obyek atau daerahyang diamati.

Huruf bYang dimaksud dengan osensor pasil" adalah alat yangmendeteksi energi alamiah yang dipantulkan atau diemisikan obyek yang diamati (hanya mengindera emisiradiasi obyek yang diamati atau pantuian oleh obyek atassumber yang berasal dari instrumen).

Huruf cYang dimaksud dengan "alat ukur terestrial" adalah alatukur dengan sensor Penginderaan Jauh yang dioperasikandi permukaan tanah.

Ayat (4)Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalahperaturan perundang-undangan bidang pertahanan/keamanan,bidang perhubungan udara, dan bidang lain yang terkait denganpengoperasian wahana lainnya.

Ayat (5)

PRESIDENREPUBLIK INOONESIA

_ 10_

Ayat (5)Cukup jelas.

Pasal 30Cukup jelas.

Pasal 3lCukup jelas.

Pasal 32Cukup jelas.

Pasa.l 33Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)Parameter ketampakan ciri objek permukaan bumi termasukatmosfer antara lain elevasi, tingkat kehijauan vegetasi, suhupermukaan darat, suhu permukaan laut, klorofil, batimetri, titikpanas fhot spof/, asap, deformasi gunung api, penurunan mukatanah (and subsidence), awan, presipitasi, suhu udara, tekanan,kelembaban, radiasi matahari, ozon, gas rumah kaca, aerosol,polusi udara, dan deposisi asam.

Pasal 34Ayat (1)

Cukup jelas.Ayat (2)

Lembaga dalam menetapkan metode dan kualitas pengolahanData setelah melalui pembahasan antar Kementerian/ Lembaga,pergunjran tinggi, organisasi profesi dan lembaga penelitian danpengembangan terkait.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 35 .

PRES I DENREPUBLIK INDONESIA

Pasal 35Yang dimaksud dengan odata sekunder' adalah data pendukungselain data penginderaan jauh antara lain hasil pengukuranlapangan, data insitu, hasil sensus, data titik ikat (ground controlpointl, dan/atau data meteo.

Pasal 36Cukup jelas.

Pasal 37Cukup jelas.

Pasal 38Ayat (1)

Huruf aCukup jelas.

Huruf bCukup jelas.

Huruf cYang dimaksud dengan "informasi mengenai kualitas data"adalah informasi yang menyajikan keakuratan geometrikdan radiometriknya.

Huruf dCukup jelas.

Huruf eCukup jelas.

Huruf fYang dimaksud dengan "jaringan data spasial nasional"adalah jaringan informasi geospasial nasional sesuaiPeraturan Presiden Nomor 27 tah:un 2Ol4 tentang jaringaninformasi geospasial nasional.

Huruf gYang dimaksud dengan "fasilitas pengolahan data" adalahfasilitas pengolahan data yang disediakan oleh Lembagayang dapat digunakan atau diakses secara jarak jauh olehpengguna.

11

Ayat (2)

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-t2-

Ayat (2)Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Pasal 39Cukup jelas.

Pasal 40Cukup jelas.

Pasal 41Cukup jelas.

Pasal 41Cukup jelas.

Pasal 42Cukup jelas.

Pasal 43Yang dimaksud dengan "menjamin keselamatan dan keamanan data"adalah bahwa data penginderaan jauh harus dijaga sehingga tidakmengalami kerusakan atau hilang.

Pasal 44Cukup jelas.

Pasal 45Cukup jelas.

Pasal 46Cukup jelas.

Pasal 47Cukup jelas.

Pasal 48

PRESIOENREPU BLIK INDONESIA

-13-

Pasal 48Cukup jelas.

Pasal 49Cukup je1as.

Pasal 50Ayat (i)

Huruf aPemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentinganinformasi wilayah darat meliputi antara lain pertanian,kehutanan, perkebunan, sumber daya air, energi dansumber daya mineral.

Huruf bPemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentinganinformasi wilayah laut antara lain, identifikasi zonapotensi penangkapan ikan.

Huruf cPemanfaatan Data Penginderaan Jauh gu.na kepentinganinformasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil antara lainmangrove, terumbu karang, lamun.

Huruf dPemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentinganinformasi lingkungan dan mitigasi bencana antara lain, (i)identifikasi sumber permasalahan lingkungan, sepertidegradasi lahan, pencemaran, dan perubahan wilayahperkotaan; (ii) analisis untuk mitigasi bencana, sepertiinformasi sumber bencana, daerah risiko bencana,peringatan dini bencana, daerah berpotensi terancam dandeteksi daerah terkena bencana.

Huruf ePemanfaatan Data Penginderaan Jauh guna kepentinganinformasi atmosfer antara lain (i) kondisi dinamikaatmosfer, (ii) kondisi fisika atmosfer, serta (iii) kondisikimia atmosfer.

Ayat l2l

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

-t4-

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)Cukup jelas.

Ayat (4)Cukup jelas.

Pasal 51Cukup jelas.

Pasal 52Cukup jelas.

Pasal 53Cukup jelas.

Pasal 54Cukup jelas.

Pasal 55Cukup jelas.

Pasal 56Cukup jelas.

Pasai 57Ayat (1)

Yang dimaksud dengan 'menyerahkan duplikat data" adalahmenyerahkan duplikat Data Penginderaan Jauh dalam bentukapapun selama tidak bertentangan dengan perjanjian lisensi.

Ayat (21

Cukup jelas.

Pasal 58Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6196