PUTRI UTAMA JAWA: KECANTIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF JAWA

13
1 PUTRI UTAMA JAWA: KECANTIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF JAWA Syarifah Wardah el Firdausy Universiti Kebangsaan Malaysia Abstrak Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Sebagaimana perempuan yang selalu mendambakan kecantikan dalam dirinya, maka kecantikan perempuan menurut pandangan Jawa, sejatinya tidak hanya terletak pada keindahan jasmani atau lahiriah saja. Tetapi juga kecantikan yang terpancar dari dalam diri (inner beauty). Seperti tindak tanduk, tutur kata, rendah hati, kasih sayang, dan sopan santun. Pandangan Jawa juga menyebutkan bahwa perempuan haruslah memegang trapsilaning wanita, yaitu memegang tatakrama yang harus dilakukan oleh setiap perempuan. Seorang perempuan walaupun berparas cantik, kalau ucapannya kasar dan menyakitkan hati maka hilanglah seluruh kecantikannya. Akan tetapi sebaliknya, seorang perempuan walaupun kurang dianugerahi kecantikan lahiriah jika ia bersikap lembah manah yaitu rendah hati, halus bicaranya memikat tidak dibuat-buat, maka seorang pria dapat terpikat padanya. Selanjutnya, menurut pandangan Jawa seorang putri dikatakan utama apabila ia mampu mengisi hidupnya dengan nilai-nilai keutamaan yang bersifat lahir maupun batin. Secara lahiriah seorang putri utama Jawa diharapkan dapat meraih apa yang disebut dengan keberuntungan bagi manusia yaitu (1) gunawan yang berarti ilmu pengetahuan, (2) hartawan yang berarti kekayaan, dan (3) berawan yang berarti anak atau keturunan. Sedangkan secara batiniah seorang putri utama Jawa dituntut untuk memiliki keluhuran budi yaitu dengan cara (1) senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan dengan sabar dan tawakal, (2) berbakti pada kedua orang tua, dan (3) patuh pada guru. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kecantikan seorang perempuan dalam perspektif Jawa. Kajian ini menggunakan objek pada kelima tokoh putri utama Jawa yang telah dikenal dalam budaya Jawa. Putri utama Jawa tersebut yaitu Dewi Wara Sumbadra, Dewi Wara Srikandhi, Dewi Ulupi, Dewi Gandawati, dan Dewi Manohara. Kelima dewi tersebut selain memiliki karakeristik putri utama Jawa, juga dinilai dapat mewakili pandangan Jawa dalam menggambarkan kecantikan seorang perempuan. Kecantikan yang terdapat pada kelima dewi tersebut akan dianalisis menjadi dua yaitu (1) kecantikan secara fisik dan (2) kecantikan dalam bersikap. Kajian ini menggunakan metode kualitatif atau berdasarkan data yang bersumber dari kajian pustaka dengan menggunakan bahan rujukan utama yaitu cerita Arjuna Wiwaha dan Serat Candrarini di mana kedua sumber rujukan tersebut di dalamnya menceritakan kecantikan kelima dewi tersebut. Walaupun ajaran dalam cerita tersebut telah ada puluhan tahun yang lalu, namun sejatinya ajaran moral dan etika di dalamnya masih sangat relevan untuk diteladani oleh perempuan di masa kini. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa kelima dewi tersebut memiliki kriteria sebagai putri utama Jawa serta memiliki kecantikan fisik dan kecantikan dalam bersikap baik khususnya kepada suaminya. Kata kunci: Arjuna Wiwaha; Kecantikan; Perempuan; Putri Utama Jawa; Serat Candrarini.

Transcript of PUTRI UTAMA JAWA: KECANTIKAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF JAWA

1

PUTRI UTAMA JAWA: KECANTIKAN PEREMPUAN

DALAM PERSPEKTIF JAWA

Syarifah Wardah el Firdausy

Universiti Kebangsaan Malaysia

Abstrak

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Sebagaimana perempuan yang selalu mendambakan kecantikan dalam dirinya, maka

kecantikan perempuan menurut pandangan Jawa, sejatinya tidak hanya terletak pada keindahan

jasmani atau lahiriah saja. Tetapi juga kecantikan yang terpancar dari dalam diri (inner beauty).

Seperti tindak tanduk, tutur kata, rendah hati, kasih sayang, dan sopan santun. Pandangan Jawa

juga menyebutkan bahwa perempuan haruslah memegang trapsilaning wanita, yaitu

memegang tatakrama yang harus dilakukan oleh setiap perempuan. Seorang perempuan

walaupun berparas cantik, kalau ucapannya kasar dan menyakitkan hati maka hilanglah seluruh

kecantikannya. Akan tetapi sebaliknya, seorang perempuan walaupun kurang dianugerahi

kecantikan lahiriah jika ia bersikap lembah manah yaitu rendah hati, halus bicaranya memikat

tidak dibuat-buat, maka seorang pria dapat terpikat padanya. Selanjutnya, menurut pandangan

Jawa seorang putri dikatakan utama apabila ia mampu mengisi hidupnya dengan nilai-nilai

keutamaan yang bersifat lahir maupun batin. Secara lahiriah seorang putri utama Jawa

diharapkan dapat meraih apa yang disebut dengan keberuntungan bagi manusia yaitu (1)

gunawan yang berarti ilmu pengetahuan, (2) hartawan yang berarti kekayaan, dan (3) berawan

yang berarti anak atau keturunan. Sedangkan secara batiniah seorang putri utama Jawa dituntut

untuk memiliki keluhuran budi yaitu dengan cara (1) senantiasa mendekatkan diri kepada

Tuhan dengan sabar dan tawakal, (2) berbakti pada kedua orang tua, dan (3) patuh pada guru.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui kecantikan seorang perempuan dalam perspektif Jawa.

Kajian ini menggunakan objek pada kelima tokoh putri utama Jawa yang telah dikenal dalam

budaya Jawa. Putri utama Jawa tersebut yaitu Dewi Wara Sumbadra, Dewi Wara Srikandhi,

Dewi Ulupi, Dewi Gandawati, dan Dewi Manohara. Kelima dewi tersebut selain memiliki

karakeristik putri utama Jawa, juga dinilai dapat mewakili pandangan Jawa dalam

menggambarkan kecantikan seorang perempuan. Kecantikan yang terdapat pada kelima dewi

tersebut akan dianalisis menjadi dua yaitu (1) kecantikan secara fisik dan (2) kecantikan dalam

bersikap. Kajian ini menggunakan metode kualitatif atau berdasarkan data yang bersumber dari

kajian pustaka dengan menggunakan bahan rujukan utama yaitu cerita Arjuna Wiwaha dan

Serat Candrarini di mana kedua sumber rujukan tersebut di dalamnya menceritakan kecantikan

kelima dewi tersebut. Walaupun ajaran dalam cerita tersebut telah ada puluhan tahun yang lalu,

namun sejatinya ajaran moral dan etika di dalamnya masih sangat relevan untuk diteladani oleh

perempuan di masa kini. Hasil dari kajian ini menunjukkan bahwa kelima dewi tersebut

memiliki kriteria sebagai putri utama Jawa serta memiliki kecantikan fisik dan kecantikan

dalam bersikap baik khususnya kepada suaminya.

Kata kunci: Arjuna Wiwaha; Kecantikan; Perempuan; Putri Utama Jawa; Serat Candrarini.

2

PENDAHULUAN

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Sebagaimana perempuan yang selalu mendambakan kecantikan dalam dirinya, maka

kecantikan perempuan menurut pandangan Jawa, sejatinya tidak hanya terletak pada keindahan

jasmani atau lahiriah saja. Tetapi juga kecantikan yang terpancar dari dalam diri (inner beauty).

Seperti tindak tanduk, tutur kata, rendah hati, kasih sayang, dan sopan santun.

PERMASALAHAN KAJIAN

Serat Candrarini dan Arjuna Wiwaha merupakan bagian dari karya sastra klasik Jawa yang

bersifat didaktis, yaitu bersifat mendidik. Sebagaimana karya sastra yang berfungsi dulce et

utile yaitu menghibur dan mendidik, maka kedua karya sastra tersebut dianggap dapat mewakili

fungsi karya sastra. Kedua karya sastra tersebut bercerita mengenai kecantikan fisik dan

kecantikan bersikap pada lima tokoh putri utama yang telah dikenal dalam budaya Jawa yaitu

Dewi Wara Sumbadra, Dewi Wara Srikandhi, Dewi Ulupi, Dewi Gandawati, dan Dewi

Manohara. Sebagaimana pandangan Jawa yang menyebutkan bahwa:

Perempuan haruslah memegang trapsilaning wanita, yaitu memegang tatakrama yang harus

dilakukan oleh setiap perempuan. Seorang perempuan walaupun berparas cantik, kalau

ucapannya kasar dan menyakitkan hati maka hilanglah seluruh kecantikannya. Akan tetapi

sebaliknya, seorang perempuan walaupun kurang dianugerahi kecantikan lahiriah jika ia

bersikap lembah manah yaitu rendah hati, halus bicaranya memikat tidak dibuat-buat, maka

seorang pria dapat terpikat padanya (Sunardi, 1993: 47).

Oleh karena itu kelima tokoh putri utama tersebut dinilai dapat mewakili pandangan

Jawa dalam menggambarkan kecantikan seorang perempuan. Sebab selain memiliki

kecantikan fisik, kelima putri utama tersebut juga diceritakan memiliki kecantikan dalam

bersikap.

TUJUAN KAJIAN

Kajian Kecantikan Perempuan dalam Prespektif Jawa ini bertujuan sebagai pembelajaran moral

dan etika bagi kaum putri di jaman modern saat ini. Walaupun ajaran tersebut telah ada puluhan

tahun yang lalu, namun sejatinya ajaran moral dan etika yang dimiliki oleh putri utama Jawa

3

tersebut masih sangat relevan untuk dikaji ulang dan diteladani oleh kaum perempuan di masa

ini.

Banyaknya kasus perceraian yang terjadi saat ini, salah satu faktornya disebabkan karena

ketidak pahaman kaum perempuan terkait memposisikan dirinya sebagai seorang perempuan dan

juga sebagai istri yang baik. Dengan mengetahui kecantikan sikap yang dimiliki kelima putri

utama Jawa tersebut, maka diharapkan dapat menjadi satu tuntunan yang baik bagi kaum

perempuan di masa kini. Nilai-nilai tersebut dianggap sesuai dengan jati diri perempuan Jawa

khususnya, dan perempuan Indonesia pada umumnya sebagai bagian dari masyarakat ketimuran

yang terkenal akan keluhuran budi pekerti dan etikanya.

METODE KAJIAN

Kajian ini menggunakan metode kualitatif berdasarkan studi pustaka dengan sumber rujukan

utama pada buku Arjuna Wiwaha1 (1960) karya Sunardi D.M dan buku-buku seputar Serat

Candrarini yang telah dirangkum dan disesuaikan dengan nilai-nilai yang diperlukan dalam

kajian ini2.

SEPUTAR ARJUNA WIWAHA

Cerita Arjuna Wiwaha pada mulanya merupakan karya Mpu Kanwa yang ditulis pada masa

pemerintahan Raja Airlangga (1019-1042) antara tahun 1028-1035 yang dikenal dengan nama

Kakawin Arjuna Wiwaha (Zoetmulder, 1983: 309). Cerita Arjuna Wiwaha bagi manusia Jawa

dianggap sebagai karya sastra bermutu tinggi yang mengandung nilai etis filosofis serta ajaran

mencapai kesempurnaan hidup. Kedudukan para putri utama Jawa (Dewi Wara Sumbadra,

Dewi Wara Srikandhi, Dewi Ulupi, Dewi Gandawati, dan Dewi Manohara) pada cerita Arjuna

Wiwaha yaitu terletak pada saat Dewa Indra mengirimkan para bidadari dari Suralaya untuk

menguji kesungguhan tapa brata Arjuna di Gunung Indrakila. Para bidadari tersebut kemudian

menyamar menjadi Dewi Wara Sumbadra, Dewi Wara Srikandhi, Dewi Ulupi, Dewi

Gandawati, dan Dewi Manohara. Maka, dari cerita tersebutlah kecantikan dan watak putri

utama Jawa tersebut teruraikan satu per satu.

1 Kajian ini juga menggunakan buku-buku lainnya seputar Arjuna Wiwaha sebagai bahan rujukan pendamping. 2 Lihat Candrarini (tt) karya R. Ng Ranggawarsita; Candrarini (1922) karya R. Ng Ranggawarsita; Candrarini

(1939) karya R. Ng Ranggawarsita.

4

SEPUTAR SERAT CANDRARINI

Serat Candrarini ditulis pada tahun 1860 oleh R. Ng. Ranggawarsita sebagai bentuk

pendidikan bagi kaum perempuan untuk menjadi seorang istri yang baik agar perkahwinan

mereka langgeng. Sebab pada saat itu, bercerai dengan suami merupakan aib bagi seorang

perempuan Jawa.

KECANTIKAN PUTRI UTAMA JAWA

Pembahasan mengenai kecantikan putri utama Jawa ini akan menggunakan lima tokoh putri

utama Jawa yaitu Dewi Wara Sumbadra, Dewi Wara Srikandhi, Dewi Ulupi, Dewi Gandawati,

dan Dewi Manohara. Pembahasan kecantikan yang terdapat pada kelima dewi tersebut akan

dianalisis menjadi dua bagian yaitu (1) kecantikan secara fisik dan (2) kecantikan dalam

bersikap.

1. Dewi Wara Sumbadra

a. Kecantikan Fisik Dewi Wara Sumbadra

Dewi Wara Sumbadra adalah putri dari mendiang Prabu Basudewa seorang raja dari Madura.

Dewi Wara Sumbadra adalah seorang putri tercantik di dunia. Kecantikan digambarkan

dengan awijang dedeg respati, kuning wenes labete amung kepama, sumeh kang netra lindri

yang berarti berperawakan sedang, kuning langsat karena terawat, ramah, murah senyuman

dengan mata kocak tak liar. Dewi Wara Sumbadra bahkan diceritakan seorang perempuan

yang sangat cantik tiada banding. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:

Menurut Hyang Narada, kecantikan wanita didunia ini dibagi menjadi dua. Separuh untuk Dewi

Wara Sumbadra, sedangkan separuhnya lagi dibagi untuk manusia banyak (Sunardi, 1993: 14).

b. Kecantikan Sikap Dewi Wara Sumbadra

Dewi Sumbadra orang yang sangat sabar. Kalau sedang marah ia justru tersenyum manis.

Setelah bersuami ia selalu rukun dan damai, ia juga sangat setia pada suaminya. Ia sangat

mencintai suaminya lahir dan batin. Ia mengerti kesenangan suami, seperti mengetahui

makanan yang disukai suami (Sunardi, 1993: 22-23).

Selain itu juga disebutkan bahwa Dewi Wara Sumbadra memiliki sikap jatmika arang

ngendika, ririh tanduke angling, lumuh ing wicara sendhu, amot mengku aksama, prasaja ing

driya tangguh yang berarti tenang tidak banyak bicara, halus budi dan lemah lembut, sungkan

(malu) berbicara kasar, pemaaf, sederhana tetapi teguh hatinya. Dewi Wara Sumbadra

5

digambarkan sebagai wanita yang jarang berdandan atau tan pati ngadi busana, tetapi ia tetap

terlihat menarik karena memiliki sikap yang baik.

2. Dewi Wara Srikandhi

a. Kecantikan Fisik Dewi Wara Srikandhi

Dewi Wara Srikandhi adalah seorang putri dari negeri Cempalareja. Dewi Wara Srikandhi

digambarkan berparas sangat cantik. Gerak-geriknya serba pantas dan luwes. Walaupun

wajahnya sedang muram karena marah, manisnya justru semakin bertambah. Matanya

membelalak dengan kerlingan tajam. Dewi Srikandhi bicaranya mberanyak yaitu seperti

berteriak tetapi enak didengar (Sunardi, 1993: 23). Kecantikan Dewi Wara Srikandhi juga

digambarkan dengan jenar pasaranipun kadi kancana sinangling, wadana nuksmeng

sasangka, liringe galak amanis, dhemes dedeg respati, gumebyar kang wajakengis yang

berarti kulit kuning bagaikan emas yang diasah, wajah bening / bersinar bagaikan angkasa,

mata galak tetapi manis, perwatakan semampai, giginya bersinar jika terlihat. Selain berparas

cantik, Dewi Wara Srikandhi juga diceritakan sebagai seorang putri prajurit yang sakti

mandraguna. Ia memiliki kepandaian memanah dan pandai bertempur.

b. Kecantikan Sikap Dewi Wara Srikandhi

Dewi Wara Srikandhi adalah seoarng putri yang suka marah. Tetapi kemarahannya itu lekas

mereda dan tidak pendendam. Dalam kehidupan sehari-hari Dewi Wara Srikandhi senentiasa

menjaga kehormatan suami, baik di saat berperang ataupun tidak. Ia seorang wanita yang

mahir dalam ilmu pertempuran dan peperangan.

Selain itu, Dewi Wara Srikandhi juga diceritakan memiliki sikap budiman ingkang

umulat, gandhang kang wicara, tanduk gandhes kewes, ngelayoni, tulus raharjaning driya,

patitis saulonira, cumondhong mapanken dhiri, sumeh asmu ghuyunira, suka maos sagung

serat palupi, sekar wisati kandhah, bangkit mantes lan memangun jumbuh ingkang busana di

marang salira ing warna tibaning wanci, waskitheng ing tuduh, bekti marang maratuwa

gumati mring Dewi Kunthi pamunjunge saben dina sakersa den turuti yang berarti terlihat

sangat budiman, lantang bicaranya, gerak-geriknya luwes menarik hati, berhati bersih / mulia,

cermat dalam segala hal, pandai dalam menempatkan diri, wajah ceria, murah senyum, senang

membaca teks-teks yang berisi tentang suri teladan, sekuat tenaga belajar tembang (puisi

Jawa), pandai memadukan pakaian yang cocok dengan bentuk tubuh, sangat paham mengenai

peraturan, berbakti kepada mertua yaitu Dewi Kunthi, sangat menyayangi Dewi Kunthi

bahkan setiap hari keingin Dewi Kunthi dipenuhinya.

6

Dewi Wara Srikandhi juga diceritakan sebagai seorang istri yang pandai melayani

suaminya, dalam Serat Candrarini diceritakan dengan amung lawan kakungipun, kalamun

den andikani, patitis saulonira, cumondhong mapanken dhiri, sumeh asmu guyunira,

gumebyar waja kengis, narawung thathit barung, tumempuh sumyur ngenani, curna

paranirengpriyo, marma lamun den ladosi marang Sang Dyah Retna Cempala, Sang Parta

sandeya nangkil. Puwara momong angugung, marang Sang Retan Srikandhi, tuwin Sang

Dananjaya, antuk babah denira sih, nanging sang Retna Cempala, tangeh yen ageng kang

galih, awit wus waskitheng tuduh.Yang artinya hanya pada suaminya, jika diminta, tanggap

di wajahnya, langsung menyiapkan diri, ceria di wajahnya terhias tawa yang mengandung

rahasia (tawa yang memikat), bersinar giginya terlintas, bagai tersinari kilat, menempuh

membuat kabur, tertuju semua mata lelaki pada Srikandhi. Semua menjaga dan menyanjung,

pada Sang Retna Srikandhi. Tetapi Sang Retna Cempala, jauh dari berpikir (ingin

menguasai), karena ia tahu kebaikan (pandai dan tahu diri).

3. Dewi Ulupi

a. Kecantikan Fisik Dewi Ulupi

Dewi Ulupi adalah putri seorang pendeta di pertapaan Gunung Yasarata, yang bernama Resi

Kanwa. Oleh karena itu, Dewi Ulupi dikenal sebagai gadis pertapaan yang cantik dan juga

sederhana hidupnya. Tingkah lakunya luwes dan menarik, sehingga banyak raja dan

pangeran yang ingin mempersuntingnya. Dewi Ulupi berwajah manis, lirikan matanya

seperti damar kanginan. Seperti nyala lampu yang terkena angin. Matanya berwarna agak

kebiruan, suaranya terdengar seperti bunyi seruling baik pada saat bicara maupun saat ia

tertawa. Jika tersenyum atau tertawa jarang terlihat giginya, padahal giginya mengkilat putih

seperti biji timun. Jika dilihat secara sepintas maka nampak seperti ada banyangannya.

Karena kecantikannya itulah, maka tidak salah apabila orang mengatakan bahwa Dewi

Ulupi sayogya dadi gurune wong ayu sejagat yang berarti tepat kalau Dewi Ulupi menjadi guru dari orang cantik sedunia. Betapa tidak, ia pandai merawat diri walaupun

tinggal di pertapaan (Sunardi, 1993: 29).

Kecantikan Dewi Ulupi juga digambarkan seperti liringe anunjung biru sumorot

pindha kartika, sarenteg mbambang awake, kengis kang waja gumebyar pindha tetesing toya

kataman bagaskara yang artinya matanya bagaikan tunjung biru yang bersinar bagaikan

bintang, badannya ramping dan berisi, giginya bersinar bagaikan tetesan air yang tersinari

matahari.

7

b. Kecantikan Sikap Dewi Ulupi

Dewi Ulupi memiliki kecantikan bersikap luwes merakati, tan pegat mahasmu guyu, sumeh

ing pamulunira,bisa cawis angladeni karemaning kakung, prabawa wijiling wicara yang

berarti luwes menarik hati, selalu menebar tawa, ceria wajahnya, pandai melayani kesukaan

suami dan berwibawa bicaranya.

4. Dewi Gandawati

a. Kecantikan Fisik Dewi Gandawati

Dewi Gandawati adalah putri dari Prabu Gandasena, seorang raja dari negeri Tasikmadu. Ia

sangatlah cantik. Karena kecantikannya itulah Batara Guru mengirim Batara Bayu yang

mengubah dirinya sebagai raksasa untuk mengawal dan menjaga keselamatannya. Sebab Dewi

Gandawati direncanakan untuk menggenapi jumlah bidadari yang ada. Dewi Gandawati pernah

dipinang oleh seribu raja dari seribu negeri karena kecantikannya. Dewi Gandawati jika

berjalan seperti Harimau lapar. Pinggangnya seperti tawon kemit, yaitu seperti akan patah jika

bergerak. Lirikan matanya tajam, wajahnya bercahaya. Ia sangat pandai memilih busana.

Senyumannya menawan hati. Tubuhnya berbau harum dan kulitnya lir bengle kengis yaitu

seperti tanaman bengle yang diiris. Ia jarang tertawa, gusi dan giginya seperti dipingit. Ia

sengaja jarang memperlihatkan giginya, karena dapat mematikan siapa saja yang melihatnya

maksudnya mati kedanan atau menjadi gila karena jatuh cinta melihat senyumannya (Sunardi,

1993: 27-29).

Selain itu, kecantikan Dewi Gandawati juga digambarkan dengan dedeg ngrompyoh

salira nglelentrih, kuning wenes wingit pasemone, kurang gujengipun, rema memak agenda

wila wilis, ngrempyoh sinome, janggalumung welar pranajane maya maya lir cengkir piningit,

anggadhewa gadhing wijang bahunira yang berarti tubuh lentur, kuning langsat, berwibawa

raut wajahnya, jarang tertawa, rambut tebal indah terlihat kehijau-hijauan, terurai tebal rambut

keningnya, leher panjang dada bidang bersinar keemasan bagaikan buah kelapa muda (gading)

yang dipingit, bahu lebar kuat bagaikan gendewa gading.

b. Kecantikan Sikap Dewi Gandawati

Kecantikan sikap yang dimiliki Dewi Gandawati yaitu anteng jatmika ruruh yen angling, ing

weweka titi, wirangane anenangi brangti, yen lumampah alon membat madya alemes lambunge

anglir tunjung lumenggang ing warih, susilengtyas sumawita ing laki, dumulur sapakon,

kinawruhan maru wiweka winoran manis, wasis saliring pakartine estri, raratus kokonyoh

8

widadari sangdyah pagurone, yang berarti tenang berwibawa, halus ketika berbicara, hati-hati

dalam bertindak, gerakannya menimbulkan asmara / nafsu, jika berjalan pelan lentur lambungnya

bagaikan turun tunjung melenggang di air, berhati susila / tulus mengabdi pada suami,

melaksanakan segala perintah, dipandang madunya sebagai sosok yang sangat berhati-hati dan

manis, ahli dalam pekerjaan yang berhubungan dengan wanita, mengasapi dirinya dengan

wewangian dan melulur diri, kepandaiannya ini dipelajarinya dari bidadari.

5. Dewi Manohara

a. Kecantikan Fisik Dewi Manohara

Dewi Manohara adalah putri seorang pendeta di pertapaan Wukir Tirtakawama bernama Wiku

Manikara. Kecantikan Dewi Manohara digambarkan dengan ing warna pinunjul, pindha

gambar wewangun, wanda luruh, netra jahit, pamulune manis, bahu wijang, ramping

sarandhuning dhiri, lambungira satata amilangoni, lathi dhemis anggula satemlik rekta

pindha manggis karengat, waja amiji timun yang berarti parasnya bagaikan lukisan yang indah,

wajah sendu tertunduk, mata kecil indah, paras muka manis, bahu lebar kuat, badan ramping,

bentuk perutnya terlukis indah, bibir tipis kecil merah merekah, gigi kecil-kecil tertata ramping.

b. Kecantikan Sikap Dewi Manohara

Kecantikan sikap Dewi Manohara digambarkan dengan tembung arum rumaket manis,

tadukira angangayuh driya bisa nuju prana priya, susila anoraga, sepi ing mastuti yang berarti

tutur kata halus dan bersahabat, sikapnya menarik hati bisa membuat senang laki-laki / suami,

sopan dan merendahkan diri, jauh dari keangkuhan, senang berpuasa, dan suka berbuat

kebaikan.

KEISTIMEWAAN PEREMPUAN

Penghormatan kepada seorang perempuan dapat dilihat dari adanya ungkapan Jawa yang

berbunyi bapa lantaran nan biyung lambaran yang berarti bahwa dalam meneruskan garis

keturunan, seorang istrilah yang memegang peranan penting. Penghormatan pada seorang

perempuan juga dapat dilihat dari sabda Nabi Muhammad yang berbunyi bahwa “surga berada

dibawah telapak kaki ibu”. Dimana seorang anak harus berbakti kepada orang tua terutama

kepada ibu, karena ridha Allah bergantung pada ridha ibu. Penghormatan kepada perempuan

sebagai seorang ibu juga dapat dilihat pada ayat Al-Qur’an di bawah ini:

9

Kami memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tua ibu dan

bapaknya, ibunya mengandung dengan susah payah. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan.

(QS. Al-Ahqaf: 15)

Penghormatan pada seorang perempuan juga dapat dilihat dari sosok putri Maryam

yang dipilih Allah sebagai putri terbaik:

Dan ingatlah ketika malaikat Jibril berkata “wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah

memilih kau, mensucikan kau dan melebihkan engkau atas segala putri yang lain.

(QS. Ali-Imran: 42)

Karena penghormatan yang diberikan kepada seorang perempuan tersebut maka

hendaknya kaum perempuan harus diarahkan menjadi seorang ibu yang ideal agar bisa

menjalankan fungsinya dengan baik. Sehingga kelak memperoleh sebutan sebagai putri yang

utama. Seorang putri dikatakan utama apabila ia mampu mengisi hidupnya dengan nilai-nilai

keutamaan yang bersifat lahir maupun batin.

NILAI-NILAI KEUTAMAAN LAHIRIAH DAN BATINIAH PUTRI UTAMA JAWA

Bagi mencapai keutamaan sebagai putri utama Jawa, maka secara lahiriah seorang perempuan

diharapkan dapat meraih apa yang disebut keberuntungan bagi manusia yaitu (1) gunawan

yang berarti ilmu pengetahuan, (2) hartawan yang berarti kekayaan, dan (3) berawan yang

berarti anak atau keturunan. Sedangkan secara batiniah seorang perempuan diharapkan

memiliki keluhuran budi yaitu dengan cara (1) senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan

dengan sabar dan tawakal, (2) berbakti pada orang tua, dan (3) patuh pada guru (Munarsih,

2007: v). Sikap sabar juga yang harus dimiliki oleh perempuan agar mencapai keutamaan putri

utama Jawa juga diungkapkan dalam Serat Panji pada pupuh Kinanthi bait 14 yaitu di adining

putri prabu utamaning tyas kang pinesthi tegese utama sabar yang artinya keutamaan seorang

putri raja adalah utama hatinya yaitu dengan bersikap sabar. Maksud dari sabar yaitu bersabar

terhadap segala cobaan. Bahwa segala cobaan harus diterima dengan syukur dan rela atau

ikhlas. Sikap sabar merupakan sikap utama yang harus dimiliki semua manusia. Manusia yang

memiliki sikap sabar bisa diumpamakan sebagai samudra lautan. Karena dengan bersabar

dimana ia memiliki kekuatan iman, maka manusia akan mampu menghadapi segala cobaan dan

tidak mudah putus asa (Munarsih, 2007: 243). Keutamaan sabar juga dijelaskan dalam ayat Al-

Qur’an sebagai berikut:

Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba Ku yang beriman! Bertaqwalah kepada

Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan

10

bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa

batas.

(QS. Az-Zumar: 10)

Ketika Allah menghendaki hambanya memperoleh derajat yang tinggi disisiNya, maka

Allah akan menguji hambanya tersebut hingga dengan ujian itu ia mampu bersabar. Kesabaran

tersebut yang nantinya akan meninggikan derajat orang tersebut di mata Allah. Derajat yang

tidak bisa dicapai oleh seseorang saat ia mengerjakan ibadah wajib dan sunnah seperti sholat

dan puasa atau kebaikan lainnya dengan ganjaran kebaikan tersebut akan dikalikan 10, 70, dan

700x lipat. Sedangkan jika seseorang bersabar atas ujian yang menimpanya, maka Allah

menjanjikan pahala yang tidak terbatas yaitu hanya Allah sajalah yang mengetahui seberapa

besarnya pahala atas kesabaran tersebut serta memperoleh derajat yang tinggi disisiNya.

PEREMPUAN SEBAGAI PUTRI UTAMA JAWA

Berdasarkan kecantikan fisik, kecantikan sikap, nilai keutamaan lahiriah dan nilai

keutamaan batiniah yang dimiliki oleh putri utama Jawa tersebut, maka dapat ditarik satu garis

besar bahwa seorang perempuan dapat dikatakan sebagai putri utama Jawa jika memiliki ciri-

ciri:

1. Kecantikan (fisik dan sikap yang baik) jelas dimiliki oleh kelima putri utama tersebut

seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.

2. Sikap gunawan atau mencintai ilmu pengetahuan diperlihatkan pada tokoh Dewi Wara

Srikandhi yang digambarkan sebagai seorang putri yang cerdas dan juga senang

mencari ilmu. Dewi Wara Srikandhi digambarkan senang mempelajari tembang atau

puisi Jawa dan juga senang membaca Serat Piwulang atau cerita-cerita yang berkaitan

dengan suri tauladan atau teladan yang baik.

3. Hartawan dapat dijelaskan dengan beberapa putri utama Jawa tersebut merupakan anak

seorang raja dimana seorang raja akan identik dengan kewibawaan dan harta kekayaan.

Dewi Wara Sumbadra merupakan seorang putri dari mendiang Prabu Basudewa

seorang raja dari Madura dan Dewi Gandawati adalah seorang putri dari Prabu

Gandasena seorang raja dari Negeri Tasikmadu.

4. Berawan atau memiliki keturunan dapat dijelaskan dengan Dewi Wara Sumbadra

memiliki seorang putra bernama Raden Abimanyu, Dewi Ulupi memiliki seorang putra

bernama Raden Bambang Irawan, dan Dewi Manohara memiliki seorang putra yang

bernama Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati.

11

5. Senang mendekatkan diri kepada Tuhan diperlihatkan pada tokoh Dewi Manohara

digambarkan memiliki sifat sederhana, senang berpuasa, dan senang mendekatkan diri

kepada Tuhan.

6. Senantiasa sabar dan tawakal yang diperlihatkan pada tokoh Dewi Wara Sumbadra

yang digambarkan memiliki sifat sangat sabar. Jika sedang marah ia justru tersenyum

manis, dan sungkan atau malu berbicara kasar.

7. Berbakti pada orang tua dan guru diperlihatkan pada tokoh Dewi Wara Srikandhi yang

diceritakan sangat menyayangi ibu mertuanya (Dewi Kunthi) bahkan juga diceritakan

setiap keinginan Dewi Kunthi akan dipenuhi oleh Dewi Wara Srikandhi.

KESIMPULAN

Pembahasan mengenai kecantikan perempuan dalam perspektif Jawa dengan mengambil lima

figur putri utama Jawa ini diharapkan dapat menjadi teladan bagi perempuan di jaman modern

ini. Walaupun ajaran tersebut telah ada puluhan tahun yang lalu, namun sejatinya ajaran moral

dan etika karakteristik putri Jawa masih sangat relevan untuk dikaji ulang dan diteladani oleh

kaum perempuan di masa kini.

Kecantikan bersikap seorang perempuan berdasarkan kecantikan bersikap yang dimiliki

oleh kelima putri utama Jawa yaitu tenang, cerdas, senang mencari ilmu, tidak banyak bicara,

halus budi dan lemah lembut, sungkan berbicara kasar, pemaaf, sederhana, teguh hati, tutur

kata halus dan bersahabat, sikapnya menarik hati dan membuat senang hati suami, senang

mendekatkan diri pada Tuhan, selalu menebar tawa, ceria, pandai melayani kesukaan suami,

tenang, menarik dihadapan suami, pandai melayani suami, pandai merawat diri, pemaaf, luwes,

hati-hati dalam bertindak, sabar, mampu menempatkan diri senang bertegur sapa, cermat dalam

segala hal, dan berbakti kepada mertua.

Pemahaman karakter dengan mengetahui kecantikan bersikap yang dimiliki oleh kelima

putri utama Jawa tersebut dapat dijadikan sebuah referensi baru terkait kriteria kecantikan

bersikap yang disukai para lelaki dan para suami. Sehingga nantinya kaum perempuan yang kelak

akan menjadi seorang istri dapat memposisikan diri dengan baik dengan meneladani kecantikan

bersikap yang dimiliki oleh kelima putri utama Jawa tersebut. Sebagai putri modern yang cerdas,

hendaknya kita bisa menjadikannya sebagai umpan baik bahwa kecantikan bersikap yang dimilki

oleh kelima puteri utama Jawa tersebut dapat kita ramu menjadi satu dalam diri kita. Sebab

sejatinya, kecantikan yang terpancar dari dalam (inner beauty) itulah yang akan abadi dan

memancarkan aura positif pada diri seorang perempuan sebagaimana kutipan cerita pada Arjuna

12

Wiwaha di bawah ini:

Semangat boleh berkobar-kobar, tetapi kepala harus tetap dingin. Dan jangan lupa, Arjuna

orangnya romantis, ia tidak akan tergerak hatinya oleh kekerasan. Oleh sebab itu kalian harus tetap memegang trapsilaning wanita, memegang tatakrama yang selalu dilakukan oleh wanita.

Seorang wanita walaupun berparas cantik, kalau ucapannya kasar dan menyakitkan hati,

hilanglah seluruh kecantikannya. Sebaliknya seorang wanita walaupun kurang dianugerahi kecantikan lahir tetapi kalau ia lembah manah, berhati rendah, halus bicaranya memikat tidak

dibuat-buat, seorang pria dapat terpikat padanya (Sunardi, 1993: 47).

Sedangkan kecantikan fisik seorang perempuan yang disukai para lelaki dan suami

berdasarkan kecantikan fisik yang dimiliki oleh kelima puteri utama Jawa tersebut yaitu

berperawakan sedang, badan ramping berisi, badan semampai,kulit kuning langsat / kuning

keemasan, raut wajah bening ramah dan murah senyuman, berwibawa, bermata kecil indah

bersinar / kocak tak liar, mata menyinarkan asmara dan sedikit galak, wajah sendu tertunduk,

manis, bahu lebar kuat, gigi tertata rapi, bibir tipis kecil merah merekah, rambut tebal terurai

indah, rambut keningnya tertata rapi, dan leher panjang. Mengenai kecantikan fisik ini, rasanya

tidaklah mustahil apabila diwujudkan di jaman yang serba modern saat ini. Di jaman yang

serba canggih saat ini, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk menunjang penampilan kita

sebagai seorang perempuan dan khususnya sebagai seorang istri agar terlihat lebih cantik dan

menarik di hadapan suaminya.

Selain meneladani dua kecantikan bersikap dan fisik pada kelima putri utama Jawa

tersebut, kaum perempuan yang kelak nantinya juga akan menjadi seorang istri hendaknya

juga meneladani sikap Dewi Wara Srikandhi di hadapan suaminya. Apabila seorang istri

mampu tampil menarik dihadapan suaminya seperti Dewi Wara Srikandhi, maka suami akan

terlena dan tidak sempat memiliki pikiran untuk berpoligami karena waktunya telah habis

untuk menikmati kecantikan istrinya. Dengan kata lain keperluan bermanja-manja dengan sang

istri telah terpenuhi.

Selanjutnya, untuk mencapai keutamaan sebagai putri utama Jawa, maka secara lahiriah

seorang perempuan diharapkan dapat meraih apa yang disebut keberuntungan bagi manusia

yaitu (1) gunawan yang berarti ilmu pengetahuan, (2) hartawan yang berarti kekayaan, dan (3)

berawan yang berarti anak atau keturunan. Sedangkan secara batiniah seorang perempuan

diharapkan memiliki keluhuran budi yaitu dengan cara (1) senantiasa mendekatkan diri kepada

Tuhan dengan sabar dan tawakal, (2) berbakti pada kedua orang tua, dan (3) patuh pada guru.

13

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah, (Khairul Bayaan: Yayasan Penyelenggara Penerjemah

Departemen Agama Republik Indonesia).

Magnissuseno, Franz, Etika Jawa Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa

(Jakarta: Gramedia, 1984).

Munarsih, Serat Wulang Putri (Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007).

Pane, Sanusi, Ardjuna Wiwaha (Djakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka, 1960).

Ranggawarsita, R.Ng, Candrarini (Surakarta: Fogel van der Heide, t.t).

__________________, Candrarini (Kediri: Tan Khoen Swie,cet.I,1922).

__________________, Candrarini (Kediri: Tan Khoen Swie, cet. II, 1939).

Sastroamidjojo, Seno, Ardjuna Wiwaha (Djakarta: Kinta, 1962).

Sunardi, Arjuna Wiwaha (Jakarta: Balai Pustaka, 1993).

Zoetmulder, Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang (Jakarta: Penerbit Djembatan,

1983).