Perlindungan Hak Azasi Manusia melalui penentuan rasionalitas beban kerja

34
PERLINDUNGAN HAK AZASI MANUSIA MELALUI PENENTUAN RASIONALITAS BEBAN KERJA DIAJUKAN UNTUK LOMBA MAHASISWA BERPRESTASI 2015 Oleh: Nama : ANSARULLAH NIM : 11C10207013 J U R U S A N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K UNIVERSITAS TEUKU UMAR M E U L A B O H 2 0 1 5

Transcript of Perlindungan Hak Azasi Manusia melalui penentuan rasionalitas beban kerja

PERLINDUNGAN HAK AZASI MANUSIA MELALUI

PENENTUAN RASIONALITAS BEBAN KERJA

DIAJUKAN UNTUK LOMBA MAHASISWA BERPRESTASI

2015

Oleh:

Nama : ANSARULLAH

NIM : 11C10207013

J U R U S A N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

M E U L A B O H

2 0 1 5

&.

iq!,:-!, {

LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAHPERLINDUNGAN HAK AZASI MANUSI.A MELALTJI

PENENTUAN RASIONALITAS BEBAN KERTA

Oleh:

Nama : ANSARULLAHNIM :11C10207013

MEULABOH,25 MEI2015

nni, SH.* M"Hum s,T.,IWT.0117107402

,--*j -E-t' 'u.{$

ABSTRAK : HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana

karena ia adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang adalah

seperangkat hak yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II

yang tidak mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai

konsekuensinya, negara-negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM

yang bukan warga negaranya. HAM sangat besar kaitannya dengan hal yang

menjadi hak untuk didapatkan oleh tenaga kerja. Sehingga dalam karya tulis

ilmiah ini bertujuan untuk menetukan beban kerja dan mengidentifikasi hal-hal

yang menjadi hak bagi tenaga kerja. Untuk mengetahui hak yang sesuai bagi

tenaga kerja maka hal utama yang perlu dilakukan adalah dengan menganalisa

kondisi tenaga kerja dan jam kerja tersebut dengan menggunakan metode 10

denyut. Metode diterapkan dengan cara mengukur denyut nadi dari seorang

tenaga kerja agar bisa menentukan waktu istirahat yang ideal untuk tenaga kerja.

Sehingga apa yang menjadi hak bagi tenaga kerja dapat diraih sesuai dengan

beban kerja atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga tersebut.

Kata Kunci : Hak Azasi Manusia, Beban Kerja, dan Rasionalitas.

Human rights are fundamental rights which can not be revoked because he

is a human being. References to human rights is now a set of rights that was

developed by the United Nations since the end of World War II who are not

familiar with a wide range of state boundaries. As a consequence, these countries

can not circumvent does not protect human rights for non-citizens. Human Rights

very big relation to the right to obtain by labor. To determine the appropriate

rights for workers, the main thing that needs to be done is to analyze the

conditions of employment and working hours using 10 beats. Metode diterapkan

dengan cara mengukur denyut nadi dari seorang tenaga kerja agar bisa

menentukan waktu istirahat yang ideal untuk tenaga kerja. Methods applied by

measuring the pulse of the workforce in order to determine the ideal time off for

workers. So that what is right for the workforce can be achieved in accordance

with the workload or work performed by the personnel.

Keyword : Human Rights, Work Load, and Rasionality.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang telah memberikan berkat dan anugerahnya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya tulis yang berjudul

PERLINDUNGAN HAK AZASI MANUSIA MELALUI

PENETUAN RASIONALITAS BEBAN KERJA dengan baik.

Karya Tulis isi berisikan tentang informasi hal-hal yang menjadi hak-hak

untuk didapatkan oleh tenaga kerja, agar hak yang didapat sesuai dengan beban

kerja yang dijalankan oleh pekerja. Diharapkan karya tulis ini dapatmemberikan

informasi kepada kita semua tentang hak dari tenaga kerja.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu

penulis harapkan demi kesempurnaan karya tulis ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan karya tulis ini.

Meulaboh, 25 Mei,

2015

Ansarullah

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR JUDULLEMBAR PENGESAHANKATA PENGANTAR ................................................................................. iDAFTAR ISI ................................................................................................ iiiDAFTAR GAMBAR ................................................................................... viiDAFTAR TABEL......................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 11.1. Latar Belakang ........................................................................... 11.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 51.3. Tujuan......................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 62.1. Hak Azasi Manusia ................................................................... 62.2. Hak Pekerja ................................................................................ 72.3. Beban Kerja ............................................................................... 10

2.3.1. Pengukuran Beban Kerja.................................................. 122.3.2. Pengukuran Beban Kerja Fisik......................................... 14

2.3.2.1. Denyut Nadi ...................................................... 142.3.2.2. Cardiovascular Load (%CVL)........................... 142.3.2.3. Pengukuran Waktu Istirahat Kerja .................... 15

BAB III ANALISIS DAN SINTESIS ....................................................... 163.1. Analisis ......................................................................................... 16

3.3.1. Menentukan Waktu Istirahat ............................................ 283.2. Sintesis .......................................................................................... 28

BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................ 315.1. Simpulan ...................................................................................... 315.2. Rekomendasi ................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Perhitungan upah lembur pada hari kerja ........................................ 203.2. Tabel tekanan darah manusia........................................................... 263.3. Hasil pengolahan data Cardiovasculer Load (% CVL)................... 273.4. Penentuan Waktu Istirahat ............................................................... 283.5. Klasifikasi nilai beban kerja............................................................. 30

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

3.1. Grafik tekanan darah antara pria dan wanita ................................... 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang

artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni

Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi

manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam

ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi

manusia bukan berarti melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus

memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup

bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang

tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak

orang lain.

Dalam dunia industri buruh merupakan komponen penting untuk

penggerak laju perkembangan usaha. Buruh juga memiliki hak yang berkaitan

dengan yang disebutkan dalam Undang-Undang Hak Azasi Manusia. Dalam

melaksanakan pekerjaannya, buruh berhak memperoleh hak yang wajib

didapatkan demi kelancaran proses bekerja. Namun dalam pelaksanaannya, masih

banyak buruh yang belum menerima segala sesuatu yang berhak ia dapatkan.

Dalam usaha untuk memperoleh haknya, baik buruh maupun serikat buruh

sering sekali menghadapi berbagai tekanan dan gangguan dari beberapa pihak.

Seperti terjadinya tindakan pelanggaran terhadap hak-hak buruh dan kekerasan

terhadap buruh yang berusaha memperjuangkan haknya.

Berdasarkan penelitian selama lima tahun terakhir, KUKB menemukan 49

kasus pelanggaran terhadap hak-hak buruh mulai dari mutasi pengurus serikat,

pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi akibat menjalankan kegiatan

berserikat, juga upaya kriminalisasi terhadap pengurus serikat.

Menurut Maruli, bahkan penolakan atas laporan kasus-kasus pelanggaran

hak-hak buruh itu oleh pihak kepolisian maupun pengawasan ketenagakerjaan

tanpa alasan yang jelas.

Mirisnya setiap hari, kriminalisasi terhadap aktivis buruh dan pengurus-

pengurus serikat buruh terus terjadi dengan menggunakan pasal-pasal karet dalam

KUHP sebagai kanker dalam demokrasi.

katanya.

Indonesia telah meratifikasi konvensi ILO No 87 tahun 1948 mengenai

kebebasan berserikat dengan Kepres No 83 tahun 1998, serta adanya UU No 21

tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Seharusnya, UU tersebut dapat menjamin kebebasan berserikat bagi

serikat buruh dan pekerja namun dalam prakteknya kasus-kasus anti kebebasan

berserikat masih saja terus terjadi.

Permasalahan buruh di dalam negeri sama parah dan seriusnya dengan

berbagai kasus yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Bentuk

permasalahan, yakni eksploitasi, ternyata juga dialami tenaga kerja di dalam

negeri.

Ada persoalan di negara ini dimana apa yang dialami pekerja dalam negeri

sama seriusnya dengan yang dialami TKI di luar negeri. "Ini terjadi karena

jaminan perlindungan yang menjadi tanggung-jawab negara masih sangat lemah,"

kata Anggota Subkomisi Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas

HAM) M Ridha Saleh, Kamis (7/7/2011).

kasus terakhir adalah penganiayaan terhadap sejumlah pembantu rumah

tangga di tempat penampungan PT Tugas Mulia, sebuah agen penyalur pembantu

rumah tangga di Batam. Kasus ini terungkap setelah sebagian pembantu rumah

tangga lari dari tempat penampungan pada 19 Juni.

Fakta yang dihimpun Komnas HAM pasca kejadian, menurut Ridha,

setidaknya ada empat hal yang semuanya bermuara pada praktik eksploitasi. Hal

itu meliputi perampokan terhadap hak-hak buruh, tindak kekerasan, tindak asusila,

dan adanya kasus tenaga kerja meninggal dunia.

Sebanyak sembilan tenaga kerja yang lari dari PT Tugas Mulia telah

melaporkan kasus tersebut ke polisi. Sejauh ini, polisi telah menetapkan dua

tersangka, yakni Budi Sembiring dan Hodi alias Asiong, masing-masing adalah

sopir dan tangan kanan bos PT Tugas Mulia.

Berdasarkan catatan Kompas, eksploitasi tenaga kerja juga terjadi di

sebagian perusahaan galangan kapal di Batam yang menyerap ribuan tenaga kerja.

Contohnya berupa upah rendah, tunjangan nihil, Jamsostek tak jelas, dan status

kontrak dilestarikan dengan cara buruh diping-pong dari perusahaan

subkontraktor satu ke perusahaan subkontraktor lainnya.

Ketua Konsulat Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Kota Batam

Nurhamli menyatakan, terjadi ketimpangan antara tuntutan dan risiko kerja di satu

sisi dengan imbalan di sisi lain. Buruh di mata perusahaan hanya dinilai sebagai

mesin produksi sehingga biayanya harus ditekan seminimal mungkin.

Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting

sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan

tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan

kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta peningkatan

perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin

hak hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan

tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan

pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

kemajuan dunia usaha.

Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga

terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan

pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang

kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan

mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan

kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga

keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk

itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain

mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan

daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan

penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.

Tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaanya perlu waktu istirahat yang

ideal agar beban fisik yang diterima tidak terlalu besar. Sehingga tidak

membahayakan kondisi fisik tenega kerja.

Waktu istirahat yang ideal merupakan salah satu hal yang berhak

didapatkan oleh tenaga kerja. Karena selama waktu istirahat, tenaga kerja dapat

memulihkan kembali kondisi fisik yang menurun pada saat bekerja. Agar proses

pekerjaan dapat berjalan dengan baik maka waktu istirahat yang ideal perlu

diperhatikan.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini adalah tentang

banyaknya pekerjaan yang menyebabkan beban kerja menjadi lebih besar.

Sehingga beban kerja yang dirasakan tidak sesuai dengan hak yang didapat oleh

tenaga kerja.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :

1. Menenetukan beban kerja.

2. Mengidentifikasi hak-hak untuk tenaga kerja.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Hak Azasi Manusia

Sejak lahir manusia mempunyai hak azasi yang harus dijunjung dan diakui

semua orang. Hal ini lebih penting dari hak seorang penguasa atau raja. Hak azasi

berasal dari Tuhan Yang Maha Esa diberikan kepada manusia. Akan tetapi, hak

azasi sering kali dilanggar manusia untuk mempertahankan hak pribadinya.

Hak azasi manusia muncul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya

semua manusia selaku makhluk ciptaan tuhan adalah sama dan sederajat. Manusia

dilahirkan bebas dan memilikimartabat yang sama. Atas dasar itulah manusia

harus diperlakukan secara sama adil dan beradab. Hak azasi manusia bersifat

universal, artinya berlaku untuk semua manusia tanpa membeda-bedakannya

berdasarkan atas ras, agama, suku, dan bangsa.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 adalah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dujunjung

tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

2.2. Hak Pekerja

Hak pekerja merupakan hal-hal yang perlu dicapai demi kelacaran pekerja

dalam melaksanakan pekerjaannya. macam-macam hak pekerja :

1. Hak atas pekerjaan dan upah yang adil

Hak atas pekerjaan merupakan hak azasi manusia, karena.:

Pertama : Kerja melekat pada tubuh manusia. Kerja adalah aktifitas tubuh dan

karena itu tidak bisa dilepaskan atau difikirkan lepas dari tubuh manusia.

Kedua: Kerja merupakan perwujudan diri manusia, melalui kerja, manusia

merealisasikan dirinya sebagai manusia dan sekaligus membangun hidup dan

lingkungannya yang lebih manusiawi. Maka melalui kerja manusia menjadi

manusia, melalui kerja manusia menentukan hidupnya sendiri sebagai manusia

yang mandiri.

Ketiga : Hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi manusia, karena kerja

berkaitan dengan hak atas hidup layak.

Hak atas pekerjaan ini tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 27 ayat

2 yang menyatakan bahwa T̓iap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Hak atas upah yang adil

Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut

seseorangsejak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Dengan hak

atas upah yang adil sesungguhnya bahwa :

Pertama : Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan upah, artinya setiap

pekerjaberhak untuk dibayar.

Kedua : Setiap pekerja berhak untuk memperoleh upah yang sebanding dengan

tenaga yang telah disumbangkan.

Ketiga : bahwa prinsipnya tidak boleh ada perlakuan yang berbeda atau

diskriminatifdalam soal pemberian upah kepada semua karyawan, dengan kata

lain harus berlakuprinsip upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.

3. Hak untuk berserikat dan berkumpul

Dalam memperjuangkan kepentingannya, khususnya hak atas upah yang adil,

pekerja harus diakui dan dijamin haknya untuk berserikat dan berkumpul.

Yang bertujuan untuk bersatu memperjuangkan hak dan kepentingan semua

anggota mereka. Menurut De Geroge, ada dua dasar moral yang penting dari

hak untuk berserikat dan berkumpul :

1. Ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang

merupakan salah satu hak asasi manusia.

2. Dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja dapat bersama-

sama secara kompakmemperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya atas

upah yang adil.

4. Hak atas perlindungan keamanan dan kesehatan

Dewasa ini dalam bisnis modern berkembang paham bahwa para pekerja dijamin

keamanan, keselamatan dan kesehatannya. Khususnya dengan berbagai resiko

mengharuskan adanya jaminan perlindungan atas keamanan, keselamatan dan

kesehatan bagi para pekerja. Karena itulah timbul pekerja yang diasuransikan

melalui wahana asuransi kesehatan atau kecelakaan.

5. Hak perlakuan keadilan dan hukum

Menegaskan bahwa pada prinsipnya semua pekerja harus diperlakukan sama,

secara fair. Artinya tidak boleh ada deskriminasi dalam perusahaan, seperti

perbedaan warna kulit, asal daerah, agama dan lain-lain. Disamping itu juga

dalam perlakuan peluang jabatan, pelatihan atau pendidikan lebih lanjut.

6. Hak atas rahasia pribadi

Karyawan punya hak untuk dirahasiakan data pribadinya, bahkan perusahan harus

menerima bahwa ada hal-hal tertentu yang tidak boleh diketahui oleh perusahaan

daningin tetap dirahasiakan oleh karyawan. Hak atas rahasia pribadi tidak mutlak,

dalam kasus tertentu data yang dianggap paling rahasia harus diketahui oleh

perusahaan atau karyawan lainnya, misalnya orang yang menderita penyakit

tertentu. Ditakutkan apabila sewaktu-waktu penyakit tersebut kambuh akan

merugikan banyak orang atau mungkin mencelakakan orang lain.

7. Hak atas kebebasan suara hati

Pekerja tidak boleh dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu yang dianggapnya

tidak baik, atau mungkin baik menurut perusahaan. Jadi, pekerja harus dibiarkan

bebas mengikuti apa yang menurut suara hatinya adalah hal yang baik.

8. Whistle Blowing internal dan eksternal

Whistle blowing adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa

orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh

perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilapori itu bisa saja

atasan yang lebih tinggi atau masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu

yang confidential dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak

menyangkut efek yang merugikan apapun bagi pihak lain, entah itu masyarakat

atau perusahaan lain. Ada dua macam whistle blowing :

1. Whistle blowing internal

Hal ini terjadi ketika seorang atau beberapa orang karyawan tahu mengenai

kecurangan yang dilakukan oleh karyawan lain atau kepala bagiannya.

2. Whistle blowing eksternal

Menyangkut kasus dimana seorang pekerja mengetahui kecurangan yang

dilakukan perusahaannnya lalu membocorkannya kepada masyarakat karena dia

tahu bahwa kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Motivasi utamanya

adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen. Pekerja ini punya

motivasi moral untuk membela kepentingan konsumen karena dia sadar semua

konsumen adalah manusia yang sama.

2.3. Beban Kerja

Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an.

Banyak ahli yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat

beberapa definisi yang berbeda mengenai beban kerja. Merupakan suatu konsep

yang multi-dimensi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja menenai

definisi yang tepat (Cain, 2007)

Salah satu tokoh yang mengemukakan definisi beban kerja adalah Gopher

& Doncin (1986). Gopher & Doncin mengartikan beban kerja sebagai suatu

konsep yang timbul akibat adanya keterbatasan kapasitas dalam memproses

informasi. Saat menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan

tugas tersebut pada suatu tingkat tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki

individu tersebut menghambat/ menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat

yang diharapkan, berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang

diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini menyebabkan

timbulnya kegagalan dalam kinerja (performance failures). Hal inilah yang

mendasari pentingnya pemahaman dan pengukuran yang lebih dalam mengenai

beban kerja (Gopher & Doncin, 1986).

O’Donnell & Eggemeier (1986) menjelaskan definisi yang selaras dengan

apa yang dikemukakan oleh Gopher & Doncin. Keduanya mengemukakan bahwa

istilah beban kerja merujuk kepada “ seberapa besar dari kapasitas pekerja yang

jumlahnya terbatas, yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan”

Webster dalam Lysaght, et al.(1989) mengemukakan sudut pandang yang

berbeda dalam mendefinisikan beban kerja. Ia mengemukakan beban keja sebagai.

a) Jumlah pekerjaan atau bekerja yang diharapkan dari/diberikan kepada

pekerja

b) total jumlah pekerjaan yang harus diselasaikan oleh suatu departemen atau

kelompok pekerjaan dalam suatu periode waktu tertentu

Dengan adanya definisi ini, maka Lysaght, et al. membagi tiga katagori

besar dari definisi beban kerja, yaitu ;

a) banyaknya pekerjaan dan hal yang harus dilakukan

b) waktu maupun aspek-aspek tertentu dari waktu yang harus diperhatikan

oleh pekerja

c) pengalaman psikologi subjektif yang dialami oleh seorang pekerja.

Dengan dikemukakanya beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa beban kerja merupakan sejauh mana kapasitas individu pekerja

dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, yang dapat

diindikasikan dari jumlah pekerjaan yang harus dilakukan, waktu/batasan waktu

yang dimiliki oleh pekerja dalam menyelesaikan tugasnya, serta pandangan

subjektif individu tersebut sendiri mengenai pekerjaan yang diberikan kepadanya.

2.3.1. Pengukuran Beban Kerja

Pengukuran beban kerja dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai

tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan banyaknya pekerjaan

yang harus diselasaikan dalam jangka waktu satu tahun ( Peraturan Menteri

Dalam Negeri dalam Muskamal, 2010). Selain untuk memperoleh informasi

mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi, pengukuran beban

kerja juga dilakukan untuk menetapkan jumlah jam kerja dan jumlah orang yang

diperlukan dalam rangka menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu (Komaruddin,

1996).

Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dalam berbagai prosedur, namun

O”Donnell & Eggemeier (1986) telah menggolongkan secara garis besar ada tiga

kategori pengukuran beban kerja. Tiga kategori tersebut yaitu :

1. Pengukuran subjektif, yaitu pengukuran yang didasarkan kepada penilaian

pelaporan oleh pekerja terhadap beban kerja yang dirasakannya dalam

menyelasaikan suatu tugas. Pengukuran jenis ini pada umumnya

menggunakan skala penilaian (Ranting Scale).

2. Pengukuran kinerja, yaitu pengukuran yang diperoleh melalui pengamatan

terhadap aspek-aspek perilaku/aktivitas yang ditampilkan oleh pekerja.

Salah satu jenis dalam pengukuran kinerja adalah pengukuran yang diukur

berdasarkan waktu. Pengukuran kinerja dengan menggunakan waktu

merupakan suatu metode untuk mengetahui waktu penyelasaian suatu

pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja yang memiliki kualifikasi tertentu,

di dalam suasana kerja yang telah ditentukan serta dikerjakan dengan suatu

tempo kerja tertentu (Whitmore, 1987).

3. Pengukuran fisiologis, yaitu pengukuran yang mengukur tingkat beban

kerja dengan mengetahui beberapa aspek dari respon fisiologis pekerja

sewaktu menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan tertentu. Pengukuran yang

dilakukan biasanya pada refleks pupil, menggerakan mata, aktivitas otot

dan respon-respon tubuh lain.

2.3.2. Pengukuran Beban Kerja Fisik

Kerja fisik akan mengakibatkan terjadinya perubahan ada beberapa fungsi

faal tubuh. Pada bagian ini akan dilakukan dengan cara pengukuran denyut nadi

dan perhitungan untuk mengetahui waktu istirahat yang dibutuhkan ketika

melakukan suatu aktivitas.

2.3.2.1.Denyut Nadi

Pengukuran denyut nadi selama kerja merupakan suatu metode untuk

menilai cardiovascular strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk

menghitung denyut nadi adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan

Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia, maka

dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut nadi

kerja sebagai berikut :

Denyut nadi yang digunakan untuk mengestimasi index beban kerja

terdapat beberapa jenis, yaitu :

a) Denyut Nadi Istirahat yaitu Denyut Nadi Sebelum Bekerja.

b) Denyut Nadi Kerja yaitu Denyut Nadi selama Bekerja.

c) Nadi Kerja yaitu selisih antara Denyut Istirahat dan Denyut Nadi Kerja.

3.3.2.2.Cardiovascular Load (%CVL)

Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting dalam

peningkatan cardiac otput dari istirahat sampai kerja maksimum. Manuaba (1996)

menentukan klasifikasi beban kerja berdasarkan penigkatan denyut nadi kerja

yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskular

(cardiovascular load = % CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

*Laki – laki Denyut Nadi Maksimum = 220 – Umur

*Perempuan Denyut Nadi Maksimum = 200 – Umur (Tarwaka, 2004)

3.3.2.3.Pengukuran Waktu Istirahat Kerja

Ketika seseorang bekerja, tentunya diperlukan pemberian waktu istirahat

yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kelelahan yang berlebihan karena

penggunaan energi yang terlalu besar dan tidak terkendali. Dalam penentuan

waktu istirahat yang diperlukan ketika bekerja, beberapa ilmuwan banyak

mengusulkan metode yang dapat digunakan untuk mengukurnya. Murrel (1965)

dalam Tayyari dan Smith (1997) menjalankan rumus :

Dengan :

Tr = Waktu istirahat yang diperlukan

Ts = Ttotal waktu shift kerja (menit)

M = Rata – rata energi yang dikeluarkan (kcl/menit)

S = Tingkat energi yang dikeluarkan untuk shift kerja (kcal/menit)

(Biasanya 4 atau 5 kcal/menit)

1,5 = Energi yang diperlukan saat istirahat (kcal/menit)

BAB III

ANALISIS DAN SINTESIS

3.1. Analisis

HAM adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia

adalah seorang manusia. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak

yang dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak

mengenal berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-

negara tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga

negaranya. Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara,

tanpa kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait

pemenuhan HAM pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk

orang asing sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat

salah untuk mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang

dimiliki warga negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut

sebagai manusia.

Alasan di atas pula yang menyebabkan HAM bagian integral dari kajian

dalam disiplin ilmu hukum internasional. Oleh karenannya bukan sesuatu yang

kontroversial bila komunitas internasional memiliki kepedulian serius dan nyata

terhadap isu HAM di tingkat domestik. Malahan, peran komunitas internasional

sangat pokok dalam perlindungan HAM karena sifat dan watak HAM itu sendiri

yang merupakan mekanisme pertahanan dan perlindungan individu terhadap

kekuasaan negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah

sering dibuktikan sejarah umat manusia sendiri.

Penghargaan dan jaminan terhadap hak pekerja merupakan salah satu

penerapan dari prinsip keadilan dalam bisnis. Dalam hal ini, keadilan menuntut

agar semua pekerja diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Baik

sebagai pekerja maupun sebagai manusia, mereka tidak boleh dirugikan, dan perlu

diperlakukan secara sama tanpa diskriminasi yang tidak rasional.

Dalam penentuan beban kerja, hal pertama yang harus dilakukan adalah

dengan mengukur denyut nadi dari seorang tenaga kerja. Hal ini berguna untuk

mengetahui kondisi tekanan darah dari seorang tenaga kerja. Dari kondisi tekanan

darah tersebut maka dapat diketahui pekerja tersebut bekerja dalam keadaan yang

sehat atau tidak.

Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara yuridis buruh adalah

bebas karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh diperbudak, maupun

diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluruan dan perhambaan

dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai orang yang tidak

mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan kadang-kadang terpaksa

untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun memberatkan bagi

buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan banyaknya jumlah tenaga

kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.

Jam Kerja, waktu Istirahat kerja, waktu lembur diatur dalam pasal 77

sampai pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Di

beberapa perusahaan, jam kerja,waktu istirahat dan lembur dicantumkan dalam

Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah

7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan

dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1

hari dan 40 jam dalam 1 minggu.

Undang-Undang mengenai Jam Kerja, Jam Kerja dalah waktu untuk melakukan

pekerjaan, dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari. Jam Kerja bagi

para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85. Pasal 77

ayat 1, Undang-Undang No.13/2003 mewajibkan setiap pengusaha untuk

melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2

sistem seperti yang telas disebutkan diatas yaitu:

7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja

dalam 1 minggu; atau

8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja

dalam 1 minggu.

Pada kedua sistem jam kerja tersebut juga diberikan batasan jam kerja

yaitu 40 (empat puluh) jam dalam 1 (satu) minggu. Apabila melebihi dari

ketentuan waktu kerja tersebut, maka waktu kerja biasa dianggap masuk sebagai

waktu kerja lembur sehingga pekerja/buruh berhak atas upah lembur. Akan tetapi,

ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan

tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir

angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau

penebangan hutan. Ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan

terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UNDANG-

UNDANG No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam

Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat

Pekerjaan yang Dijalankan Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu

pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu

kerja ke dalam shift-shift.

Perjanjian Kerja Bersama mengatur mengenai Jam Kerja Ketentuan

mengenai pembagian jam kerja, saat ini mengacu pada Undang-Undang

No.13/2003. Ketentuan waktu kerja diatas hanya mengatur batas waktu kerja

untuk 7 atau 8 sehari dan 40 jam seminggu dan tidak mengatur kapan waktu atau

jam kerja dimulai dan berakhir.

Pengaturan mulai dan berakhirnya waktu atau jam kerja setiap hari dan

selama kurun waktu seminggu, harus diatur secara jelas sesuai dengan kebutuhan

oleh para pihak dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian

Kerja Bersama (PKB). Pada beberapa perusahaan, waktu kerja dicantumkan

dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Sebagaimana diatur dalam Pasal 108 ayat 1 Undang-Undang No.13/2003, PP dan

PKB mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk

(biasanya Disnaker).

Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari untuk

6 hari kerja dan 40 jam dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 8 hari kerja dan

40 jam dalam seminggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau

pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah (Pasal 1 ayat 1 Peraturan

Menteri no.102/MEN/VI/2004). Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan

paling banyak 3 jam/hari dan 14 jam dalam 1 minggu diluar istirahat mingguan

atau hari libur resmi. Perhitungan Upah Lembur didasarkan upah bulanan dengan

cara menghitung upah sejam adalah 1/173 upah sebulan. Berdasarkan ketentuan

yang tertuang dalam Kepmenakertrans No. 102/MEN/VI/2004, Rumus

perhitungan upah lembur adalah sebagai berikut:

TABEL 3.1.PERHITUNGAN UPAH LEMBUR PADA HARI KERJAJam Lembur Rumus Keterangan

Jam Pertama1,5 X 1/173 x Upah

Sebulan

Upah Sebulan adalah 100% Upah bila

upah yang berlaku di perusahaan

terdiri dari upah pokok dan tunjangan

tetap.

Jam Ke-2 & 32 X 1/173 x Upah

Sebulan

Atau 75% Upah bila Upah yang

berlaku di perusahaan terdiri dari upah

pokok, tunjangan tetap dan tunjangan

tidak tetap. Dengan ketentuan Upah

sebulan tidak boleh lebih rendah dari

upah minimum

Dalam Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 tahun 2003 sendiri, tidak

mengatur mengenai panggilan kerja secara tiba-tiba. Akan tetapi Undang-Undang

No.13/2003 mengatur mengenai waktu kerja lembur pada hari kerja, hari-hari

libur mingguan maupun libur resmi. Pernyataan mengenai kerja lembur pada hari

libur mingguan dan libur nasional dapat dilihat di Akhir Pekan dan Perjanjian

Kerja Bersama mengatur mengenai panggilan kerja secara tiba-tiba. Karena

Undang-Undang Tenaga Kerja No.13 tahun 2003 tidak mengatur mengenai

panggilan kerja secara tiba-tiba. Peraturan Perusahaan ataupun Perjanjian Kerja

Bersama-lah yang mengatur mengenai ketentuan panggilan kerja secara tiba-tiba

di hari libur. Syarat dari pemanggilan kerja secara tiba-tiba ini adalah :

Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan

Terdapat pekerjaan yang membahayakan keselamatan perusahaan jika

tidak cepat diselesaikan.

Dalam penyelesaian pekerjaan yang sangat penting bagi perusahaan dan

tetap memperhatikan saran-saran Serikat Pekerja.

Managemen perusahaan dapat mengatur jam kerja dan kerja lembur dan

perhitungan upah lembur (baik melalui Peraturan Perusahaan maupun Perjanjian

Kerja Bersama) sepanjang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Jam istirahat kerja adalah waktu untuk pemulihan setelah melakukan

pekerjaan untuk waktu tertentu. Sudah merupakan kewajiban dari perusahaan

untuk memberikan waktu istirahat kepada pekerjanya.Undang-Undang mengenai

Jam Istirahat Kerja:

Setiap pekerja berhak atas istirahat antara jam kerja dalam sehari, sekurang

kurangnya 1/2 jam setelah bekerja 4 jam terus menerus dan waktu istirahat

tersebut tidak termasuk jam kerja (Pasal 79 Undang-Undang 13/2003). Selain itu,

pengusaha wajib memberikan waktu secukupnya bagi pekerja untuk

melaksanakan ibadah (Pasal 80 Undang-Undang 13/2003).

Masa istirahat mingguan tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari setelah 6

(enam) hari kerja atau tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari setelah 5 (lima) hari

kerja dalam satu minggu (Pasal 79 Undang-Undang 13/2003).

Berdasarkan pasal 85 Undang-Undang no. 13 tahun 2003, pekerja tidak

wajib bekerja pada hari – hari libur resmi ataupun hari libur yang ditetapkan oleh

perusahaan. Karena waktu istirahat itu merupakan hak kita, maka perusahaan

wajib memberikan upah penuh. Akan tetapi, ada kalanya perusahaan menuntut

pekerja untuk tetap bekerja pada hari – hari libur karena sifat pekerjaan yang

harus dilaksanakan terus-menerus. Perusahaan yang mempekerjakan pekerjanya

di hari libur, wajib membayar upah lembur.

Perjanjian Kerja Bersama mengatur mengenai Jam Istirahat Kerja Syarat-

syarat kerja yang harus dicantumkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) salah

satunya adalah Hari Kerja, Jam Kerja, Istirahat dan Waktu Lembur. Waktu

istirahat yang sesuai dengan Undang-Undang No.13/2003, waktu istirahat antara

jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus

menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja (Pasal 79 Undang-

Undang 13/2003). Dan waktu istirahat mingguan adalah 1 hari untuk 6 hari

kerja/minggu atau 2 hari untuk 5 hari kerja/minggu (Pasal 79 Undang-Undang

13/2003).

Pada praktiknya, waktu istirahat ini diberikan oleh perusahaan pada jam

makan siang, ada yang 11.30-12.30, atau 12.00-13.00 ada pula yang memberikan

waktu istirahat 12.30-13.30. Ada yang memberi waktu istirahat hanya setengah

jam, namun sebagian besar perusahaan memberikan waktu istirahat satu jam. Dan

penentuan jam istirahat ini menjadi kebijakan dari masing-masing perusahaan

yang diatur dalam Peraturan Perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama

(PKB).

Tekanan darah menuju kepada tekanan yang dialami oleh darah pada

pembuluh arteri darah saat darah di pompa oleh jantung dan pasokan darah di

sebar luaskan ke seluruh bagian anggota tubuh manusia. Cara mengetahui tekanan

darah adalah dengan mengambil dua ukuran yang umumnya diukur dengan

menggunakan alat yang disebut dengan tensimeter, kemudian diketahui tekanan

darah contoh 120/80 mmHg. Angka 120 menunjukkan tekanan darah atas

pembuluh arteri dari denyut jantung yang disebut tekanan darah sistolik,

kemudian angka 80 merupakan tekanan darah bawah saat tubuh sedang

beristirahat tanpa melakukan aktivitas apapun yang disebut dengan tekanan darah

diastolik. Cara yang paling efektif untuk mengetahui tekanan darah seseorang

secara pasti, benar dan akurat pada saat tubuh sedang beristirahat dan dalam

keadaan duduk ataupun berbaring.

Berikut adalah grafik yang menggambarkan tekanan darah pada pria dan

wanita untuk usia 12,5 tahun sampai 72,5 tahun, bisa dilihat pada gambar 3.1

berikut.:

Gambar 3.1 Grafik tekanan darah antara wanita dengan pria

Tekanan sistolik

Tekanan sistolik merupakan tekanan darah yang terjadi pada saat kontraksi otot

jantung. Istilah ini secara khusus digunakan untuk membaca pada tekanan arterial

maksimum saat terjadinya kontraksi pada lobus ventrikular kiri dari jantung.

Rentang waktu terjadinya kontraksi disebut systole.

Pada format penulisan angka tekanan darah, umumnya, tekanan sistolik

merupakan angka pertama. Sebagai contoh, tekanan darah pada angka 120/80

menunjukkan tekanan sistolik pada nilai 120 mmHg.

Tekanan diastolik

Tekanan diastolik merupakan tekanan darah dimana ketika jantung tidak sedang

berkontraksi atau bekerja lebih atau dengan kata lain sedang beristirahat. Contoh

tekanan darah 120/80 mmHg, yang menunjukkan tekanan diastolik adalah 80

mmHg.

Tekanan darah normal orang dewasa biasanya mencapai rata-rata 120/80

(100/60) sampai 140/85 mm Hg, hal ini biasanya tidak terlalu berarti. Namun,jika

tekanan bawah atau diastole lebih dari 100, maka biasnaya memerlukan

pengobatan. Pada orang dewasa, tekanan darah rendah mencapai 90/60 sampai

110/70 itu berarti orang ini normal dan usia hidup seorang wanita akan menjadi

lebih panjang. Dan juga jarang mengalami suatu gangguan jantung.

Tekanan darah yang normal bisa dibaca dengan bacaan pertama denyutan

jantung. Ini adalah suatu kontraksi otot jantung yang mendesak darah yang masuk

pada arteri. Pada orang normal, biasanya sekitar 110-120 mm. Kunci tensimeter

terus, kemudian dibuka dengan pelan-pelan. Dan bacaan kedua adalah saat

denyutan jantung mulai terdengar samar-samar atauu juga menghilang. Ini

biasanya dinamakan dengan diastole, biasanya terjadi normal pada 60-80 mm.

Tekanan darah normal orang dewasa dibagi menjadi dua, yakni tekanan

darah tinggi dan tekanan darah rendah. Tekanan darah tinggi atau yang biasanya

disebut dengan penyakit hipertensi yang bisa menimbulkan banyak masalah

misalnya adalah penyakit jantung, ginjal dan juga penyakit pembuluh darah otak

atau penyakit stroke.

Sedangkan tekanan darah rendah adalah tekanan darah yang nilainya

dibawah nilai normal, hal ini dinilai sebagai penyakit darah rendah atau

hypotension. Syarat dari pengukuran darah rendah ini adalah dilakukan pada saat

bangun tidur dan belum melakukan aktivitas apapun.

Dibawah ini merupakan tabel tekanan darah manusia :

Tabel 3.2. Tabel Tekanan darah manusia

Untuk mengetahui jumlah denyut nadi, maka dilakukan pengukuran

terhadap denyut nadi pekerja denagn metode 10 denyut. Jenis denyut nadi yang

diukur ada 2 macam, yaitu nadi kerja dan nadi istirahat. Pengukuran denyut nadi

kerja dilakukan pada saat sebelum melakukan aktivitas atau pekerjaan, sedangkan

nadi istirahat diukur pada saat setelah melakukan pekerjaan atau dalam kondisi

istirahat.

Berdasarkan pada data denyut nadi yang diperoleh pada saat melakukan

pengamatan dilapangan, maka didapat data untuk menganalisis beban kerja

masing-masing. Berikut adalah hasil perhitungan beban fisik pada masing

operator untuk dua sihft adalah sebagai berikut :

Tabel 3.3. Hasil pengolahan data Cardiovasculer Load (% CVL)

Shift OperatorUmur

OperatorDenyut Nadi Denyut Nadi

Maksimum% CVL

Kerja Istirahat

Pagi1 56 120 55 164 59.802 29 100 43 191 38.57

Malam1 40 150 46 180 77.592 34 120 40 186 54.79

Sumber : Data PT. Fajar Baizury & Brothers

Contoh perhitungan Cardiovasculer Load (% CVL) pada operator 1 shift pagi :

= 59,80 %

3.1.1. Menentukan Waktu Istirahat

Setelah menghitung beban fisik (cardiovascular load) dari masing –

masing operator, maka langkah berikutnya adalah menentukan waktu istirahat

yang ideal, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4. Penentuan Waktu Istirahat

Shift OperatorDenyutNadikerja

Rata-rataenergi (M)

Total WaktuShift Kerja

(Ts)

WaktuIstirahat

(menit) (Tr)

Pagi1 120 12.5 480 327.272 100 12.5 480 327.27

Malam1 150 12.5 720 490.912 120 12.5 720 490.91

Sumber : Data PT. Fajar Baizury & Brothers

3.2. Sintesis

Teknik industri terdiri dari empat bidang utama yakni teknik produksi,

proses dan sistem manufaktur, riset operasi, dan ergonomi. Keempat bidang

tersebut saling terkait dan berhubungan satu sama lain. Misalnya pada mata kuliah

riset operasi perlu dijelaskan apa saja sih manfaat atau aplikasi atau keterkaitan

riset operasi dengan bidang-bidang lainnya di teknik industri begitu pula untuk

teknik produksi, teknik manufaktur, dan ergonomi. Berikut ini dijelaskan

hubungan atau kaitan atau aplikasi bidang ergonomi dengan bidang-bidang

lainnya di teknik industri.

Teknik produksi adalah suatu teknik yang menganalisis suatu gabungan dari

komponen-komponen yang saling berhubungan dan saling mendukung untuk

melaksanakan proses produksi di lini produksi mulai dari bahan mentah diperoleh

sampai barang jadi dikirim. Hubungan ergonomi dengan teknik produksi cukup

banyak. Pada ranah atau lingkup teknik produksi, ergonomi memandang manusia

sebagai sesuatu yang membuat lini atau aliran produksi berjalan. Hubungan kedua

bidang tersebut diantaranya:

Studi gerakan dan waktu kerja berhubungan dengan cycle time produksi.

Material handling ikut mempengaruhi desain fasilitas / tata letak pabrik.

Incentive pekerja, cost akibat kecelakaan kerja dsb berpengaruh terhadap

biaya produksi.

Otomasi sistem produksi berpengaruh terhadap produktivitas pekerja.

Aliran informasi diantara pekerja ikut menentukan keberlangsungan

produksi (midal pada manajemen inventori dsb).

Dari hasil analisis beban kerja dapat diketahui nilai beban kerja dan

perhitungan waktu istirahat, maka hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian

bandingkan dengan klasifikasi sebagai berikut :

X ≤ 30% = tidak terjadi kelelahan

30 ≤ X ≥ 60 % = diperlukan perbaikan

60 ≤ X ≥ 80 % = kerja dalam waktu singkat

80 ≤ X ≥ 100 % = diperlukan tindakan segera

X ≥ 100 % = tidak diperolehkan beraktivitas

sehingga dapat diketahui hasil klasifikasi nilai beban fisik untuk masing-

masing operator adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5. Klasifikasi Nilai Beban Kerja

Shift Operator % CVL (nilai beban kerja) Hasil Klasifikasi

Pagi1 59.80 Diperlukan perbaikan2 38.57 Diperlukan perbaikan

Malam1 77.59 Kerja dalam waktu singkat2 54.79 Diperlukan perbaikan

Sumber : Data PT. Fajar Baizury & Brothers

Berdasarkan hasil nilai persentase maka dapat diketahui klasifikasi beban

kerja untuk masing-masing operator berbeda tingkatannya. Sehingga tindakan

yang perlu diambil dapat jelas dan terarah.

BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1. Simpulan

Setelah melakukan pengamatan di PT. Fajar Baizury & Brothers di

Kabupaten Nagan Raya, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Pengukuran beban kerja di PT. Fajar Baizury & Brothers belum

dilaksanakan dengan baik oleh pihak perusahaan, hal ini dikarenakan para pekerja

harus memenuhi target produksi perhari sehingga kondisi keadaan fisik pegawai

kurang diperhatikan dengan baik.

Sesuai hasil analisa masing-masing shift, beban kerja operator berbeda-

beda karena dipengaruhi oleh lamanya jam kerja dan kondisi lingkungan kerja.

Hasil pengukuran beban kerja fisik dan hasil klasifikasinya dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 4.1. Nilai beban kerja dan hasil klasifikasinya.

Shift Operator% CVL (nilaibeban kerja)

Hasil KlasifikasiWaktu Istirahat

(menit) (Tr)

Pagi1 59.80 Diperlukan perbaikan 327.272 38.57 Diperlukan perbaikan 327.27

Malam1 77.59 Kerja dalam waktu singkat 490.912 54.79 Diperlukan perbaikan 490.91

Sumber : Data PT. Fajar Baizury & Brothers

Berdasarkan pada Tabel 4.1. diketahui bahwa operator 1 pada shift pagi

memiliki nilai beban kerja fisik sebesar 59,80 % sehingga termasuk dalam

klasifikasi diperlukan perbaikan pada kondisi fisik operator sehingga waktu

istirahat yang idealnya adalah sebesar 327, 27 menit, untuk operator 2 pada shift

pagi nilai beban kerjanya adalah sebesar 38,57 % yang termasuk dalam kasifikasi

diperlukan perbaikan pada kondisi fisik operator sehingga waktu istirahat yang

idealnya adalah sebesar 327,27 menit. Sedangkan untuk operator 1 pada shift

malam memiliki nilai beban kerja fisik sebesar 77,59 % sehingga termasuk dalam

klasifikasi kerja dalam waktu singkat karena beban kerjanya cukup besar

sehingga waktu istirahat yang idealnya adalah sebesar 490,91 menit, untuk

operator 2 pada shift malam nilai beban kerjanya adalah sebesar 54,79 % yang

termasuk dalam kasifikasi diperlukan perbaikan pada kondisi fisik operator

sehingga waktu istirahat yang idealnya adalah sebesar 490,91 menit.

5.2. Rekomendasi

Saran yang dapat penulis berikan sesuai dengan penulisan karya tulis

ilmiah ini adalah :

1. Sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan yang lebih

baik dimasa yang akan datang mengenai beban kerja fisik karyawan

khususnya pada operator di stasiun klarifikasi.

2. Untuk memperbaiki kinerja operator perlu adanya pemberian waktu

istirahat yang ideal sesuai dengan beban kerjanya dan menciptakan

lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif.

DAFTAR PUSTAKA

http://regional.kompas.com/read/2011/03/25/16442626/Ditemukan.49.Kas

us.Pelanggaran.Hak.Buruh

http://regional.kompas.com/read/2011/07/07/10481827/Ditanya.Wartawan..Plt.Sekwan.Kabur

Barnes, R.M., 1980. Motion and Time Study. Seventh Edition. Wiley.

Grandjean, E., 1986. Fitting The Task to The Man: A TextBook of

Occupational Ergonomics, Taylor & Francis/ Hemispare.

Manuaba, A & Vanwonterghem, K., 1996. Improvement of Quality of Life

Determination of Exposure Limits for Physical Strenuous Jobs Under Tropical

Conditions. Final Report- CT-90019. Commission of the European Union.

Murrel, K. F. H., 1965. Human Performance in Industry. Dalam: Tayyari,

F. & Smith, J.L., 1997. Occupational Ergonomics: Principles and Application.

London: Chapman & Hall.

Tarwaka, Bakri, S., Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan,

Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.

Tayyari, F. & Smith, J.L., 1997. Occupational Ergonomics: Principles and

Application. London: Chapman & Hall.

Benggolo. A., Tanpa tahun, Tenaga Kerja dan Pembangunan, yayasan Jasa

Karya, Jakarta.

Manulang, SH., 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di

Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, Cetakan kedua.

Zainal, Asikin. 2006, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

C.S.T Kansil, 1995, Hukum Perusahaan Indonesia, PT. Pradnya, Jakarta.

Yusuf Sofie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen

Hukumnya, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sudaryatmo, 1999, Hukum dan Advokasi Konsumen, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

http://srisulistyawati.blogspot.com/2012/10/bab-8-hak-pekerja.html

Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/11/hak-pekerja/

Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja.

Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Kepala Kepolisian RI

Nomor Kep.275/Men/1989 dan Nomor Pol.Kep /04/V/1989 tentang Pengaturan

Jam Kerja, Shift dan Jam Istirahat serta Pembinaan Tenaga Satuan Pengamanan

(SATPAM).

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor

Kep.233/Men/2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang dijalankan secara terus

menerus.

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor

Kep.234//Men/2003 tentang Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Pada Sektor Usaha

Energi Dan Sumber Daya Mineral pada Daerah Tertentu.