pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada ...
PENGARUH SELF CARE TERHADAP KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DM TIPE 2 DI POLIKLINIK
RSUD BUDHI ASIH JAKARTA 2013
TESIS
Oleh :
R.YENI MAULIAWATI NIM : 2011980013
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013
PENGARUH SELF CARE TERHADAP KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DM TIPE 2 DI POLIKLINIK
RSUD BUDHI ASIH JAKARTA 2013
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Ilmu Keperawatan
Oleh :
R.YENI MAULIAWATI NIM : 2011980013
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
N a m a : R. YENI MAULIAWATI
N I M : 2011980013
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis ini adalah hasil karya sendiri yang merupakan
hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri, serta bukan merupakan
replikasi maupun saduran dari hasil penelitian orang lain.
Apabila terbukti tesis ini merupakan plagiat atau replikasi maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul kemudian menjadi
tanggung jawab saya.
Jakarta, September 2013
R.Yeni Mauliawati
iii
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA Tesis, September 2013 R.Yeni Mauliawati
Pengaruh Self Care Terhadap Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien DM Tipe 2 Di Poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta
96 hlm + 11 tabel + 2 skema + 1 gambar + 9 lampiran
Abstrak
Self care adalah aktifitas yang dilakukan individu secara mandiri agar dapat tercapai tingkat kesehatan yang optimal. Self care yang efektif merupakan bagian penting dalam perawatan pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan teknik random sampling untuk pengambilan sampelnya. Sampel berjumlah 96 responden. Uji yang dilakukan adalah uji T independen, uji Chi Squere, Regresi Linier Ganda. Variabel self care meliputi kepatuhan diet, kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia.Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pengetahuan hipoglikemia (p= 0,000), kepatuhan diet (p= 0,004) dan kesesuaian olahraga / aktifitas fisik (p= 0,001) terhadap kejadian hipoglikemia. Disarankan agar perawat melaksanakan kegiatan pendidikan kesehatan (Health Education) yang terencana, terorganisir dan berkesinambungan yang ditujukan kepada pasien DM atau keluarganya khususnya mengenai pencegahan dan penanganan hipoglikemia, diantaranya tentang jenis makanan yang perlu dicegah dan juga yang harus dikonsumsi guna menormalkan kadar glukosa darah, jenis olahraga/aktifitas fisik yang harus dilakukan untuk mencegah hipoglikemia yaitu dengan intensitas ringan sampai sedang.
Kata kunci : hipoglikemia, self care, DM tipe 2
Pustaka : 46 (1997 – 2012)
iv
NURSING PROGRAM MASTERGRADUATE SCHOOL University of Muhammadiyah Jakarta Thesis, September 2013 R.Yeni Mauliawati
Effect of Self Care Against Genesis Hypoglycemia In Type 2 DM patients Poliklinik
RSUD.Budhi Asih In Jakarta 96 pp. + 11 tables + 2 scheme + 1 images +10 Appendixes Abstract Self care is an individual activity carried out independently in order to achieve an optimal level of health. Effective self-care is an important part in the treatment of diabetic patients. This study aimed to determine the effect of self-care on the incidence of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes in the clinic Budhi Asih Hospital Jakarta. The study design used is descriptive analytic using random sampling techniques for sample collection. Sample was 96 respondents. Self care includes adherence variable diet, fitness activity / exercise, medication compliance and knowledge of hypoglycemia. Statistical analysis used for this study was korelasi, chi-square, independent t-test and multiple linier regression The results showed a significant effect of knowledge of hypoglycaemia (p = 0.000), diet adherence (p = 0.004) and suitability of sport / physical activity (p = 0.001) on the incidence of hypoglycemia. It is recommended that nurses carry out health education activities (Health Education) are planned, organized and continuous addressed to DM patients or their families in particular on the prevention and treatment of hypoglycemia, such as on the type of food that needs to be prevented and should be consumed in order to normalize blood glucose levels, type sport / physical activity with mild to moderate intensity that prevent hipoglicemia. Keywords: hypoglicemia, self care, type 2 diabetes References: 46(1997 – 2012)
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “
Pengaruh Self Care Terhadap Kejadian Hipoglikemia Pasien DM Tipe 2 di
Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta ” sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan tahap akademik pada Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan serta arahan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti dengan tulus ikhlas
menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Ibu Hj. Tri Kurniati, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing I dan selaku Kaprodi
Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta, yang memberikan bimbingan, saran serta arahan dalam materi penelitian
sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.
2. Prof. Dr. H. Suhendar Sulaeman, MS. selaku pembimbing II, yang memberikan
bimbingan, saran serta arahan dalam penggunaan metodologi penelitian pada
penyusunan tesis ini.
3. Ibu Miciko Umeda, SKp., M.Biomed selaku koordinator mata ajar tesis yang
telah memberikan pengarahan tentang penyusunan tesis.
4. Suami dan anak-anakku: Hari Prabowo, Farras Hanif Prabowo, Tasya Fadhilah
Prabowo, Safira Fauziyyah Prabowo yang telah banyak mengerti akan
kesibukkan istri dan ibunya.
vi
5. Seluruh dosen dan staff karyawan Program Magister Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
6. Yayasan Pendidikan Mitra Keluaraga, Direktur Akademi Keperawatan Mitra
Keluarga dan staff Akademi Keperawatan Mitra Keluarga
7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan I Program Magister Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta
8. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Saya menyadari dengan segenap hati bahwa tesis ini jauh dari sempurna, maka dari
itu saya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
kesempurnaan tesis saya. Demikian atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih,
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Penyusun
R.Yeni Mauliawati
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. .. iii
LEMBAR PERNYATAAN................................................................................ .. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... . v
KATA PENGANTAR......................................................................................... . vii
DAFTAR ISI....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR SKEMA.............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xv
BAB I .PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diabetes Melitus ....................................................................... 8
1. Pengertian ....................................................................................... 8
2. Klasifikasi DM ................................................................................. 8
3. Manifestasi klinik DM ..................................................................... 11
4. Pemeriksaan Diagnosis .................................................................... 12
5. Penatalaksanaan DM ........................................................................ 14
6. Komplikasi DM ............................................................................... 18
B. Hipoglikemia .......................................................................................... 24
1. Pengertian ........................................................................................ 24
2. Tanda dan gejala Hipoglikemia ....................................................... 25
3. Faktor Resiko Hipoglikemia ............................................................ 27
x
4. Pencegahan Hipoglikemia ............................................................... 27
5. Pengobatan Hipoglikemia ................................................................ 27
C. Konsep Self Care .................................................................................. 29
1. Pengertian ........................................................................................ 29
2. Teori Self Care menurut Dorothea Orem ........................................ 29
3. Aktivitas self care DM .................................................................... 31
4. Faktor yang berkontribusi terhadap self .......................................... 34
D.Penelitian terkait .................................................................................... 37
.
BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ............................................................................... 42
B. Hipotesis ............................................................................................. 43
C. Definisi Operasional ........................................................................... 44
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .......................................................................... 47
B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 47
C. Tempat penelitian ................................................................................ 50
D. Waktu penelitian ................................................................................. 51
E. Etika Penelitian ................................................................................... 52
F. Alat Pengumpul Data .......................................................................... 53
G. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen ............................................. 55
H. Prosedur Pengumpulan Data ............................................................... 58
I. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 59
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Hasil Analisis Univariat .............................................................. 67
B. Hasil Analisis Bivariat ................................................................ 71
C. Hasil Analisis Multivariat............................................................. 76
1. Pemilihan kandidat multivariat............................................... 76
2. Uji Determinasi ..................................................................... 78
3. Uji F (Uji Simultant) ........................................................... 78
4. Uji asumsi Klasik Regresi Linier ganda .............................. 79
5. Persamaan Regresi linier ganda .......................................... 81
xi
BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................. 83
A. Interpretasi Hasil dan Pembahasan ....................................................... 83
1. Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 83
2. Pengaruh kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 .............................................................................. 85
3. Pengaruh kesesuaian aktifitas/olahraga terhadap kejadian hipoglikemia
pada pasien DM tipe 2 ..................................................................... 86
4. Pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia Pada
pasien Dm tipe 2 .............................................................................. 88
5. Pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia
pada pasien DM tipe 2 ................................................................. 89
6. Koefisisen detrminasi ................................................................. 90
B. Keterbatasan penelitian .................................................................... 92
C. Implikasi Keperawatan ..................................................................... 93
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 95
xii
DAFTAR TABEL Hal Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur
dan Skala ukur Penelitian 44
Tabel 4.1 Jadual Penelitian 51
Tabel 4.2 Uji Statistic Bivariat 63
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden 68
Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Pengolahan
Numerik 69
Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Proporsi 70
Tabel 5.4 Hubungan Kepatuhan Diit Terhadap Kejadian Hipoglikemia
Tabel 5.5 Hubungan Kesesuaian olahraga/aktifitas fisik Terhadap Kejadian
Hipoglikemia 72
Tabel 5.6 Hubungan Kepatuhan Obat Terhadap Kejadian Hipoglikemia 73
Tabel 5.7 Hubungan Pengetahuan Hipoglikemia Terhadap Kejadian
Hipoglikemia 73
Tabel 5.8 Hubungan jenis kelamin Terhadap Kejadian Hipoglikemia 74
Tabel 5.9 Hubungan Tingkat Self Care Terhadap Kejadian Hipoglikemia 75
Tabel 5.10 Hubungan Kepatuhan Diit, Kesesuain Olahraga/Aktifitas fisik,
kepatuhan Obat, Pengetahuan Hipoglikemia Terhadap Kejadian
Hipoglikemia 76
Tabel 5.11 Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda 79
xiii
DAFTAR SKEMA
Hal
Skema 2.1 Kerangka Teoritis Pengaruh self care terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 44
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 44
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 DAFTAR PUSTAKA
Lampiran 2 KUESIONER PENELITIAN
Lampiran 3 PENJELASAN PENELITIAN
Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Lampiran 5 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Lampiran 6 GAMBAR UJI NORMALITAS HISTOGRAM
Lampiran 7 GAMBAR UJI NORMALITAS P-P PLOT of REGRESSION
STANDARIZED RESIDUAL
Lampiran 8 SURAT IZIN PENELITIAN WALIKOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR
Lampiran 9 SURAT KETERANGAN MELAKUKAN KEGIATAN
PENELITIAN DI RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fakta baru menunjukkan bahwa prevalensi Diabetes Mellitus mengalami
kecendrungan terjadi peningkatan yang cepat. Berdasarkan penelitian tentang
Global Prevalence of Diabetes Estimates for the year 2000 and projections for
2030, diperoleh hasil bahwa diperkirakan angka prevalensi 2,8 % pada tahun
2000 dan akan meningkat menjadi 4,4 % pada tahun 2030 atau jumlah pasien
171 juta jiwa pada tahun 2000 dan menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030 (Wild,
et al, 2004). Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2030
pasien di Indonesia diperkirakan akan berjumlah 21,3 juta orang dan menempati
urutan keempat setelah Amerika Serikat, Cina dan India (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia / PERKENI, 2011). Saat ini dengan perubahan gaya
hidup terutama didaerah perkotaan, Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2)
menjadi masalah yang serius. Di Jakarta misalnya prevalensi pada tahun 1980
mencapai angka 2,8% dan pada tahun 2005 menjadi 12,1 % (Budi, 2011).
DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin
yang progresif yang dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Suyono, 2011).
Klasifikasi DM berdasarkan spektrum defisiensi insulin dibagi menjadi 2 tipe
yaitu pasien yang kekurangan insulin secara absolut atau hampir total dikatakan
sebagai DM tipe 1 dan pasien DM tipe 2 yaitu pasien yang hanya menunjukkan
2
defisiensi insulin relatif. Selanjutnya pembahasan akan peneliti fokuskan pada
DM tipe 2 .
Ada beberapa etiologi atau penyebab terjadinya terjadinya kegagalan pankreas
sel beta pada DM tipe 2 yaitu: umur, genetik, glukotoksisitas, lipotoksisitas,
resistensi insulin, deposit amiloid dan efek inkretin (Soegondo, dkk, 2011).
Disamping faktor etiologi, ada faktor resiko DM tipe 2 yaitu diantaranya adalah
kegemukan, pola makan yang salah, proses menua. Adapun tanda dan gejala
yang dapat muncul pada pasien DM tipe 2 meliputi: poliuria (banyak kencing),
polidipsia (sering haus), kadang-kadang muncul poliphagia (banyak makan),
gangguan penglihatan dan kelemahan.
DM adalah penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Seringkali DM menimbulkan komplikasi pada pasien, baik yang terjadi secara
akut maupun kronik. Komplikasi akut meliputi hipoglikemia, ketoasidosis
diabetikum (KAD), Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (HHNK).
Komplikasi kronik meliputi masalah pada makrovaskuler (gangguan pada otak,
jantung , pembuluh darah perifer), mikrovaskuler (gangguan pada mata, ginjal)
dan neorophaty. Komplikasi tersebut dapat dicegah jika pasien memiliki
kemampuan yang cukup untuk melakukan pengontrolan terhadap penyakitnya
yaitu dengan cara melakukan self care.
Self care menggambarkan perilaku pasien secara sadar pada diri sendiri. Self
care adalah salah satu teori keperawatan yang dikemukakan oleh Dorothea
Orem. Tujuan dari teori ini adalah agar perawat selalu berupaya untuk
3
meningkatkan kemandirian pasien secara optimal, sehingga dapat membantu
pasien untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan
kesejahteraan (Alligood & Tomey, 2006). Perawat berupaya untuk
memandirikan pasien DM tipe 2 dalam mengelola penyakitnya sehingga
terhindar dari kejadian hipoglikemia.
Self care diabetes merupakan integrasi pendekatan self care Orem pada asuhan
keperawatan pasien DM tipe 2. Tujuan pengobatan DM akan berhasil bila
penatalaksanaan diabetes dilakukan berdasarkan kemampuan pasien untuk
melakukan tindakan secara mandiri melalui aktivitas self care.
Adapun self care yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah self care pada
pasien DM tipe 2 yang meliputi kepatuhan diet, kesesuaian olahraga/aktifitas
fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia.
Studi Pendahuluan telah peneliti lakukan pada 6 pasien DM tipe 2 di RSUD.
Budhi Asih dengan hasil sebagai berikut : 5 pasien (83,3 %) tidak melakukan
self care dengan alasan tidak / belum mengetahui tentang self care DM , 1
pasien (16,7 %) melakukan self care tetapi karena pemahaman yang kurang
tentang diet , maka pasien tersebut dirawat dengan alasan masuk karena
hipoglikemik 3 kali dalam 1 tahun . Empat pasien (66,7 %) pernah mengalami
hipoglikemik dan bahkan 3 dari 4 pasien tersebut (75 %) akhirnya dirawat
karena hipoglikemik .
4
Penelitian yang dilakukan oleh Zahra, et al(2011) tentang Self-Care Practice
and Its Associated Factors among Diabetic Patients in Urban Area of Urmia,
Northwest of Iran yang dilakukan dengan metode cross-sectional study, dengan
jumlah sampel 400 pasien diabetes yang dilakukan secara random pada 8 pusat
pelayanan kesehatan di Urmia City pada tahun 2010. Alat pengumpulan data
berupa kuisioner meliputi data demographi, status diabetes, dan praktek self care.
Praktek self care pasien diklasifikasikan dengan level baik, sedang / menengah,
dan buruk. Spearman’s rho correlation digunakan untuk menguji hubungan
antara self-care practice dan control of glycemia. Hasil penelitian yang
diperoleh adalah bahwa pasien melakukan praktek self care dengan tidak tepat
/ tidak benar. Ada hubungan yang signifikan antara self care dengan: pendidikan
(P = 0,030), durasi penyakit (P = 0,04), dan intensitas pengobatan (P = 0,001).
Kurangnya tingkat self care atau tidak tepatnya aktivitas self care, akan dapat
mengakibatkan terjadinya komplikasi pada pasien.
B. Perumusan Masalah
Prevalensi penyakit DM yang kecendrungannya meningkat dengan cepat,
peningkatan morbiditas DM yang significant di Jakarta, memberikan beban
tersendiri bagi negara Indonesia, pemerintah DKI Jakarta, keluarga dan pasien.
Hipoglikemia sebagai komplikasi akut merupakan keadaan gawat darurat yang
dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM tipe 2. Komplikasi akut ini masih
menjadi masalah utama karena angka kematiannya yang tinggi. Setelah
penelitian yang dilakukan pada tahun 1990-1991 oleh Karsono dkk, belum ada
laporan secara lengkap mengenai hipoglikemia (Soegondo, dkk., 2011).
5
Penatalaksanaan DM adalah pengendalian kadar glukosa darah. Rendahnya
pemahaman pasien tentang perlunya aktifiitas mandiri dalam membantu
tercapainya tujuan ini, merupakan hal yang harus diantisipasi perawat sehingga
penyuluhan kesehatan yang baik dan tepat sasaran dapat membuat pasien
bertanggungjawab untuk melakukan self care. Sementara itu penelitian yang
berkaitan dengan kejadian hipoglikemia yang dihubungkan dengan self care
belum pernah diteliti dan belum ditemukan faktor yang menjadi penyebab
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2.
Berdasarkan uraian diatas maka masalah penelitian ini adalah pengaruh self
care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD
Budhi Asih Jakarta.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah diketahuinya pengaruh self care
(kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik, kepatuhan obat,
pengetahuan hipoglikemia) terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien
DM tipe 2 yang melakukan rawat jalan di RSUD Budhi Asih Jakarta.
2. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus dalam penelitian ini adalah teridentifikasinya :
a. Pengaruh kepatuhan diet terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien
DM tipe 2
6
b. Pengaruh kesesuaian olahraga/ aktivitas fisik terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2
c. Pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2
d. Pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia
pada pasien DM tipe 2
e. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien
DM tipe 2
D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memotivasi perawat untuk
melaksanakan perannya sebagai edukator di dalam memberikan asuhan
keperawatan sehingga pasien DM tipe II mampu melakukan self care-nya
dan juga mampu mencegah komplikasi : hipoglikemia.
2. Pendidikan keperawatan
Bagi bidang pendidikan , hasil ini dapat menjadi masukan untuk menambah
bahan kajian yang pada akhirnya menjadikan peserta didik mampu
melakukan perannya untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien
DM tipe 2 khususnya dalam upaya meningkatkan self care pasien DM tipe 2
sebagai cara mencegah komplikasi: hipoglikemia.
3. Perkembangan ilmu keperawatan
Hasil penelitian ini sebagai masukkan yang berdampak bagi pengembangan
ilmu keperawatan untuk melakukan pendekatan asuhan keperawatan pada
pasien DM tipe 2 sesuai kebutuhan pasien.
7
4. Penelitian selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan
awal untuk melakukan penelitian selanjutnya.
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari penurunan sekresi insulin,
penurunan kerja insulin atau keduanya (ADA, 2013). DM adalah sutu penyakit yang
kronik dan progresif yang ditandai oleh ketidakmampuan tubuh dalam melakukan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein dan akibatnya adalah hiperglikemia
(Black & Hawks, 2009). Dapat disimpulkan bahwa DM adalah penyakit metabolik
yang terjadi secara kronik dan progresif, ditandai dengan adanya hiperglikemia
karena penurunan produksi insulin dan kerja insulin atau keduanya sehingga
menimbulkan perubahan atau gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein.
2. Klasifikasi DM
Klasifikasi DM mengalami perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu.
Secara umum DM dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe berdasarkan keberadaan
insulin:
a. DM tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi insulin
mengalami kegagalan dan mengakibatkan defisiensi insulin absolute. Jumlah
pasien DM tipe 1 hanya 5 - 10 % dari jumlah seluruh pasien DM. Pada
9
klasifikasi awal DM tipe 1 ini disebut juga dengan Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM). Pasien DM tipe 1, mutlak membutuhkan insulin dari luar
tubuhnya. Kerusakan sel beta pancreas terjadi karena reaksi autoimun sebagai
dampak dari berbagai pencetus, salah satunya adalah proses infeksi virus seperti
virus Cocksakie, Rubella, CMV, Herpes, dan lain sebagainya hingga timbul
peradangan pada sel–sel beta (insulitis). Defisiensi insulin absolut terjadi jika
kerusakan sel beta pancreas mencapai 80 - 90% yang akan menyebabkan
gangguan metabolisme (Lewis, et al., 2011). Faktor resiko pada DM tipe 1
diantaranya adalah genetik.
b. DM tipe 2
DM tipe 2 merupakan tipe DM yang lebih umum, lebih banyak pasiennya
dibandingkan dengan DM tipe 1. Pasien DM tipe 2 mencapai 90-95% dari
keseluruhan populasi pasien DM, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-
akhir ini pasien DM tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya
meningkat (Depkes, 2005).
Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor. Faktor genetik dan pengaruh
lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas
atau kegemukan merupakan salah satu faktor predisposisi utama dimana 85 %
pasien DM tipe 2 mengalami obesitas sebelumnya (Black & Hawks, 2009).
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada pasien DM tipe 2, terutama yang berada pada
tahap awal, umumnya dapat dideteksi bahwa jumlah insulin di dalam darahnya
cukup, tetapi kadar glukosa tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM tipe 2 bukan
10
disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut
sebagai resistensi insulin. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju
seperti Amerika Serikat. Faktor penyebab yang dapat diidentifikasi antara lain:
obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan. Disamping
resistensi insulin, pada pasien DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi
insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian,
defisiensi insulin pada pasien DM tipe 2 hanya bersifat relatif atau tidak absolut.
Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak memerlukan terapi
pemberian insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan
penyakit selanjutnya pasien DM tipe 2 akan mengalami kerusakan sel-sel β
pankreas yang terjadi secara progresif, yang seringkali pada akhirnya akan
mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga pasien memerlukan insulin eksogen.
Menurut Smeltzer & Bare (2008), faktor resiko DM adalah :
1) Riwayat keluarga menderita DM
2) Obesitas atau berat badan lebih dari atau sama dengan 20% dari berat badan
ideal
3) Ras/etnik dengan prevalensi DM tipe 2 pada kulit putih berkisar antara 3–6 %
dari orang dewasa
4) Usia, dimana usia lebih dari atau sama dengan 45 tahun dapat meningkatkan
kejadian DM
5) Hipertensi dengan tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140/90 mmHg
6) Kadar kolesterol High Density Lipid (HDL) kurang dari atau sama dengan 35
mg/dl (0,90 mmol/L)
11
7) Kadar trigliserida lebih dari atau sama dengan 250 mg/dl (2,8 mmol/L)
8) Riwayat DM gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari
atau sama dengan 4 kg
3. Manifestasi klinik DM
Gejala klinis klasik pada semua tipe DM dikenal dengan trias poly yaitu polydipsia,
polypaghia dan polyuria. Gejala trias poly ini seringkali pada awalnya tidak
dirasakan oleh pasien DM tipe 2, sehingga pada pasien DM tipe 2 datang
kepelayanan kesehatan dengan gejala komplikasi yang ditimbulkan (Lewis, et al.,
2011; LeMone, 2011). Berikut ini diuraikan tanda dan gejala yang ditimbulkan dari
peningkatan gula darah pada pasien DM :
a. Polyuria
Polyuria atau sering disebut sering buang air kecil, terjadi karena adanya
akumulasi glukosa di dalam sirkulasi darah yang menyebabkan hyperosmolaritas
pada serum. Selanjutnya terjadi perpindahan cairan dari intra seluler ke dalam
sistim sirkulasi. Peningkatan volume dalam pembuluh darah meningkatkan aliran
darah ke ginjal dan hyperglikemia menyebabkan diuresis osmotic yang pada
akhirnya meningkatkan pengeluaran urine. Ambang batas ginjal terhadap kadar
glukosa darah adalah 180 mg/dL. Ketika kadar gula darah lebih dari nilai tersebut,
maka glukosa akan dikeluarkan bersama urine. Kondisi ini disebut dengan
glukosuria.
b. Polydipsia
Penurunan volume cairan di intraseluler dan peningkatan pengeluaran urine akan
menyebabkan dehidrasi tingkat sel. Mukosa mulut menjadi kering dan sensasi
haus dirasakan, maka akan menyebabkan peningkatan asupan cairan.
12
c. Polyphagia
Penurunan jumlah atau sensitifitas insulin untuk membantu memasukan glukosa
ke dalam sel, menyebabkan terjadinya penurunan metabolism dan pembentukan
energi. Penurunan energi ini akan menstimulasi pusat lapar dan pasien DM
menjadi banyak makan. Pada DM tipe 2 gejala ini tidak khas, bahkan sering tidak
terjadi, hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah insulin hanya bersifat relatif.
d. Penurunan Berat Badan
Pemenuhan kebutuhan energy akibat kegagalan penggunaan glukosa sebagai
sumber energi didapatkan dari sumber energi lain yaitu protein dan lemak.
Pemecahan asam amino (Proteolisis) terjadi pada otot yang disimpan sebagai
cadangan protein. Berkurangnya cadangan protein otot menyebabkan penurunan
berat badan.
e. Penurunan Penglihatan
Peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) dapat menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik pada mata dan perubahan pada lensa sehingga
pasien akan mengalami gangguan dalam penglihatan.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Sejak tahun 2009, pada International Expert Committee termasuk di dalamnya
terdapat perwakilan dari American Diabetes Association (ADA), International
Diabetes Federation (IDF) dan European Association for the Study of Diabetes
(EASD), merekomendasikan pemeriksaan HbA1C sebagai uji untuk diagnosis DM.
Didiagnosis sebagai pasien DM jika di dapatkan hasil HbA1C > 6.5%. Pemeriksaan
HbA1C menggunakan metode yang telah terstandar oleh National Glycohemoglobin
13
Standardization Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complications Trial
(DCCT) (ADA, 2013).
HbA1C atau haemoglobin glikosilate merupakan gugus heterogen yang terbentuk
dari ikatan hemoglobin dan gukosa dalam darah. Apabila hemoglobin bercampur
dengan larutan dengan kadar glukosa yang tinggi, rantai beta molekul hemoglobin
mengikat satu gugus glukosa secara irreversibel, proses ini dinamakan glikosilasi.
Glikosilasi terjadi secara spontan dalam sirkulasi dan tingkat glikosilasi ini
meningkat apabila kadar glukosa dalam darah tinggi. Pada orang normal, sekitar 4 -
6% hemoglobin mengalami glikosilasi menjadi hemoglobin glikosilat atau
hemoglobin A1c. Pada hiperglikemia yang berkepanjangan, kadar hemoglobin A1c
dapat meningkat hingga 18-20%. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan
hemoglobin mengangkut oksigen, tetapi kadar hemoglobin A1c yang tinggi
mencerminkan kurangnya pengendalian DM selama 3-5 minggu sebelumnya. Setelah
kadar normoglikemik menjadi stabil, kadar hemoglobin A1c kembali ke normal
dalam waktu sekitar 3 minggu. Karena HbA1c terkandung dalam eritrosit yang hidup
sekitar 100-120 hari, maka HbA1c mencerminkan pengendalian metabolisme
glukosa selama 3-4 bulan. Pemeriksaan ini lebih menguntungkan secara klinis karena
memberikan informasi yang lebih jelas tentang keadaan pasien dan seberapa efektif
terapi diabetik yang diberikan. Peningkatan kadar HbA1c > 6.5% mengindikasikan
DM yang tidak terkendali dalam 3 bulan terakhir. Keuntungan yang lain dari
pemeriksaan ini, tidak memerlukan persiapan seperti puasa dan pengambilan darah
hanya dilakukan sekali saja (ADA, 2013; Black & Hawk, 2009). Namun demikian
HbA1C hanya dapat dilakukan pada laboratorium yang telah terstandar.
14
Pemeriksaan yang lain dan masih direkomendasikan oleh ADA(2013) maupun
PERKENI(2011) adalah pemeriksaan gula darah sewaktu, gula darah puasa, gula
darah 2 jam setelah beban. Berikut kriteria diagnosis DM menurut ADA(2013),
yaitu :
a. Adanya gejala klasik DM dengan hasil HbA1C > 6.5 % , dan pemeriksaan
menggunakan metode yang terstandart (NGSP atau DCCT), atau
b. Adanya gejala klasik DM dengan kadar glukosa plasma sewaktu > 200
mg/dL (11,1 mmol/L). Gula darah plasma sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir, atau
c. Adanya gejala klasik DM dengan kadar glukosa puasa > 126 mg/dL (7,0
mmol/L). Puasa diartikan tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8
jam, atau
d. Kadar gula plasma 2 jam pada Toleransi Tes Glukosa Oral (TTGO) > 200
mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, yaitu
menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.
5. Penatalaksanaan DM
Tujuan jangka pendek dari penatalaksanaan pada pasien DM adalah menghilangkan
keluhan dan tanda dari DM, mempertahankan kenyamanan, dengan gula darah yang
terkontrol. Sedangkan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai adalah mencegah
dan menghambat progresivitas penyulit atau komplikasi seperti mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Penatalaksanaan DM ini dilakukan secara holistic dan
terpadu dengan melibatkan multidisiplin profesi (dokter, perawat, ahli gizi, edukator,
15
dan lainnya) dan keluarga sebagai sistim pendukung utama. Pilar penatalaksanaan
utama untuk DM meliputi perencanaan makanan, aktifitas fisik/olahraga jasmani,
obat berkhasiat hipoglikemik dan edukasi (Waspadji, 2011). Berikut ini penjelasan
dari 4 pilar utama pengelolaan DM :
a. Perencanaan makanan
Penekanan perencanaan makan pada pasien adalah pentingnya keteraturan pada
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa atau insulin ( PERKENI, 2011). Standar
komposisi makanan yang dianjurkan pada DM adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang yaitu: karbohidrat 45-60%, protein 10-20%, lemak 20-
25%. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress
akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman. Adapun jumlah kalori yang dibutuhkan dihitung dari berat badan idaman
dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk laki-laki dan 25 Kkal/kg BB
untuk wanita), kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10 -
30%, untuk atlet dan pekerja keras bisa lebih banyak lagi sesuai dengan kalori
yang dikeluarkan dalam aktivitasnya). Rumus perhitungan berat badan ideal yang
dikemukakan oleh Brocca yang dimodifikasi adalah sebagai berikut : 90% x ( TB
dalam cm – 100 ) x 1 kg. Sedangkan untuk mengukur indeks masa tubuh ( IMT
), berat badan dalam cm berbanding tinggi badan kuadrat dalam meter . Kriteria
badan underweight : IMT < 18,5 ; berat badan normal: IMT 18,5 – 24,9 ;
overweight: IMT 25 – 29,9 ; obesity class 1: 30 – 34,9 ; obesity class 2 : IMT 35
– 39,9 ; obesity class 3 : IMT > 40 (Waspadji, 2011).
16
Pengaturan makan merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien DM. Prinsip dari perencanaan makan ini adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi pasien dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individu (ADA, 2013).
Manfaat yang didapatkan dari perencanaan makan pada pasien DM antara lain:
menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic,
menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, dan pada akhirnya
meningkatkan sensitifitas insulin dan mencegah timbulnya kompliksi.
Berdasarkan penelitian di Australia , pasien DM tipe 2 yang mengalami obesitas
dan menurunkan berat badannya 13 pound dapat menurunkan resiko
atherosklerosis 20 % (Alison, 2012).
b. Aktifitas fisik/olahragaa
Aktifitas fisik/olahragaa pada pasien pasien akan membantu dalam pengendalian
gula darah, menurunkan lemak dalam darah, menurunkan berat badan, menjaga
kebugaran dan akan meningkatkan sensitifitas insulin. Prinsip aktifitas
fisik/olahragaa pada pasien DM hampir sama dengan aktifitas fisik/olahragaa
jasmani secara umum yaitu memenuhi beberapa hal seperti: frekuensi, intensitas,
durasi dan jenis. Frekuensi aktifitas fisik/olahragaa yang dianjurkan pada pasien
DM adalah dilakukan secara teratur 3-4 kali dalam 1 minggu, dengan intensitas
ringan dan sedang (60-70% maximum heart rate), dan lama aktifitas
fisik/olahragaa yang baik adalah 30 menit. Sedapat mungkin mencapai zona
sasaran 75-85% denyut nadi maksimal ( 220 - umur). Adapun jenis aktifitas
fisik/olahragaa fisik yang bermanfaat seperti aktifitas fisik/olahragaa jasmani
17
endurans (aerobic) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan,
jogging dan bersepeda.
c. Obat berkhasiat hipoglikemik
Obat yang berkhasiat sebagai hipoglikemik dibagi menjadi dua yaitu obat
hipoglikemik oral dan insulin. Terapi farmakologis atau obat, digunakan jika
penatalaksanaan melalui pengaturan makan dan aktifitas fisik/olahraga, serta
perubahan gaya hidup tidak mampu mengendalikan gula darah. Penggunaan obat
hipoglikemik oral pada pasein DM tipe 2 menjadi pilihan utama. Namun pada
kondisi kerusakan sel beta atau untuk mencegah kerusakan lebih lanjut, maka
insulin eksogen juga menjadi pertimbangan untuk digunakan (Sugondo, 2011;
Suwondo, 2011; Subekti, 2011).
Obat hipoglikemik oral dibagi 4 jenis berdasarkan cara kerjanya yaitu: obat yang
memicu sekresi insulin (termasuk golongan Sulfonilurea dan Glinid), penambah
sensitivitas terhadap insulin (Biguanid dan Tiazolidindion), penghambat
glukosidase alfa dan golongan incretin memetic ( inhibitor DPP-4).
Insulin diberikan pada 20-25% penderita DM tipe 2 (Waspadji, 2011). Pada
pasien DM tipe 2 yang tidak dapat dikendalikan dengan metformin dan
sulfoniluurea, maka diberikan insulin.
d. Edukasi
Edukasi adalah kegiatan untuk merubah perilaku pasien dengan cara
meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya. Berhasilnya pengobatan
18
diabetes bergantung pada kerjasama antara tenaga kesehatan dan pasien. Pasien
yang memiliki pengetahuan yang baik tentang diabetes akan mampu merubah
perilaku hidupnya dan dapat mengendalikan penyakit serta komplikasi yang
dapat terjadi.
Ada 4 tujuan jangka panjang yang diharapkan dari kegiatan edukasi atau
penyuluhan menurut Basuki (2011), yaitu: pasien dapat hidup lama dalam
kebahagiaan, pasien mampu merawat dirinya sendiri sehingga dapat mencegah /
mengurangi komplikasi, pasien tetap produktif sehingga dapat berperan di
masyarakat dan dapat menekan biaya perawatan, baik yang dikeluarkan oleh
pribadi, asuransi maupun nasional.
Penelitian yang dilakukan oleh Karakurt P & Kesickci ( 2012 ) tentang pengaruh
edukasi yang diberikan pada pasien DM tipe 2 mendapatkan kesimpulan bahwa
edukasi memberikan peningkatan self care. Pasien DM umumnya mempunyai
resiko dari pola hidup yang tidak sehat.
6. Komplikasi DM
Penatalaksanaan DM yang tidak tepat akan menimbulkan berbagai komplikasi, baik
yang disebabkan karena penurunan gula darah yang terlalu drastis maupun
peningkatan gula darah. Komplikasi yang terjadi bisa bersifat akut maupun kronik.
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut yang dapat terjadi adalah hipoglikemia, HHNK
(Hiperosmolaritas Hiperglikemia Non Ketotik) dan KAD (Ketoasidosis
Diabetikum).
19
Hipoglikemia adalah terjadinya penurunan glukosa dalam darah hingga dibawah
60 mg/dL. Pada penyandang DM, hipoglikemia biasanya terjadi peningkatan
kadar insulin yang tidak tepat, baik akibat penyuntikan insulin eksogen maupun
konsumsi OHO dengan aksi peningkatan sekresi insulin seperti sulfonylurea.
Hipoglikemi merupakan kondisi yang dapat menimbulkan kegawatan hingga
kematian. Hal ini terjadi karena glukosa merupakan komponen penting yang
dibutuhkan untuk metabolism sistim saraf pusat (otak). Pada gangguan asupan
glukosa yang berlangsung dalam beberapa menit, akan menyebabkan gangguan
pada fungsi saraf pusat dengan gejala mulai dari gangguan kognisi, penurunan
kesadaran hingga koma. Mekanisme tubuh dalam kondisi hipoglikemia yaitu
dengan melepaskan neuroendokrine dan mengaktifkan sistim saraf otonom.
Penekanan produksi insulin, produksi glukagon dan epinephrine merupakan
pencegahan terhadap hipoglikemia lanjut. Peningkatan epinephrine akan
menimbulkan manifestasi palpitasi, cemas, diaphoresis, lapar dan pucat (Lewis,
et al., 2011).
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) juga merupakan komplikasi akut yang
menyebabkan kondisi kegawatan sehingga membutuhkan pengelolaan yang cepat.
KAD suatu keadaan dekompensasi dan kekacauan metabolic yang ditandai
dengan hiperglikemia, asidosis dan ketosis dan gejala dehidrasi (Lewis,et al.,
2011; LeMone, 2011). Walaupun KAD lebih mudah terjadi pada DM tipe 1,
namun tidak sedikit penyandang DM tipe 2 juga mengalami komplikasi KAD
dan 20 % dari pasien KAD, baru diketahui menderita DM. Faktor pencetus
terjadinya KAD adalah infeksi, MCI, pancreatitis akut, penggunaan obat steroid
20
dan menghentikan atau mengurangi dosis insulin. Proses terjadinya KAD dapat
diawali dengan defisiensi insulin absolute maupun relative mengakibatkan sel
tubuh tidak dapat menggunakan glukosa. Sistem homeostasis tubuh teraktivasi
sehingga cadangan glukosa dihati dan otot dikeluarkan. Kondisi ini menyebabkan
hiperglikemia yang berat. Selanjutnya terjadi peningkatan hormon
kontraregulator terutama epinephrine yang akan merangsang aktivasi hormone
lipase sensitive, lipolisis meningkat, benda keton dan asam lemak juga akan
meningkat dalam darah. Akumulasi benda keton ini akan menyebabkan asidosis
metabolic. Gejala dehidrasi terjadi diawali dengan glycosuria yang akan
menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit
seperti sodium, potasium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila
terjadi secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan
shock hypovolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi
oleh peningkatan derajat ventilasi (peranafasan Kussmaul). Muntah-muntah juga
biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolit.
Hiperglikemia Hiperosmolaritas Non ketotik (HHNK) merupakan komplikasi
akut DM yang ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya
ketosis. Gejala klinis utama didapatkan adanya dehidrasi berat, hiperglikemia
berat dan dapat disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis.
Faktor pencetus timbulnya HHNK diantaranya infeksi, pengobatan, DM tidak
terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta seperti tumor yang
menghasilkan hormone adenokortikotropin, pancreatitis dan lainnya. Pada usia
lanjut dengan DM HHNK lebih mudah terjadi khususnya lansia dengan penyakit
penyerta dan asupan nutrisi yang kurang. Proses perjalanan HHNK sama dengan
21
KAD dimana tidak tercukupinya insulin akan mengakibatkan hiperglikemia yang
pada akhirnya terjadi dieresis osmotik. Kehilangan cairan intravaskular akan
menyebabkan keadaan hiperosmolar yang akan memicu sekresi hormon anti
diuretic, rasa haus yang berkepanjangan akan dirasakan oleh pasien. Kehilangan
cairan yang tidak terkompensasi akan menimbulkan penurunan perfusi jaringan
hingga koma. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis adanya HHNK
diantaranya adalah kadar glukosa darah yang > dari 600mg/dL, osmolaritas
serum yang tinggi >320 mOsm perkg air, pH > 7.30, dapat ditemukan adanya
ketonemia ringan atau tidak ditemukannya ketonemia. Sebagian pasien
menunjukan asidosis metabolic dengan anion gap ringan hingga berat.
Konsentrasi BUN dan kreatinin sering kali meningkat yang menggambarkan
adanya penurunan fungsi ginjal akibat dehidrasi dan akan terjadi penurunan
elektrolit.
b. Komplikasi Kronik
Hiperglikemia menyebabkan kerusakan jaringan melalui terbentuknya glikosilasi
antara glukosa dengan protein non-enzimatik Advance Glycocilation End
Products (AGES) yang berikatan dengan reseptor membran sel serta adanya
pembentukan radikal bebas reactive oxygen species (ROS) yang dapat
mengakibatkan pengendapan kolagen pada membran basalis pembuluh darah,
kerusakan endothelium, penyempitan lumen dan penurunan permeabilitas
pembuluh darah (Waspadji dalam Sudoyo, 2009). Kerusakan dinding pembuluh
darah kecil (mikroangiophaty) dapat menyebabkan neuropati, nefropati dan
retinopati.
22
Neuropati disebabkan akibat penumpukan sorbitol pada sel schwan dan neuron
sehingga mengganggu konduksi sel-sel saraf yang mempengaruhi fungsi sistem
saraf otonom, sensori dan refleks. Neuropati ditandai dengan adanya penurunan
fungsi serabut saraf secara progresif. Neuropati merupakan komplikasi yang
banyak terjadi pada DM dan diperkirakan terjadi pada 50% pasien DM baik tipe
1 maupun tipe 2 (Lin,2011).
Nefropati berhubungan dengan adanya glomerulosklerosis yang mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus, proteinuria, hipertensi dan gagal ginjal.
Terjadinya gagal ginjal pada pasien DM tipe 2 dapat berhubungan dengan adanya
penurunan Angiotensin Concerting Enzyme (ACE 2) yang berperan dalam
melindungi ginjal.
Retinopati disebabkan adanya penumpukan sorbitol pada lensa mata yang
mengakibatkan penarikan cairan dan perubahan kejernihan lensa mata. Retinopati
diabetik merupakan penyebab kebutaan pada kelompok usia 25-74 tahun di
Amerika Serikat. Prevalensi retinopati diabetik di Amerika Serikat menunjukkan
angka cukup tinggi yaitu sekitar 28.5% yang terutama terjadi pada pasien DM
dengan usia diatas 40 tahun.
Hiperglikemia juga menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah yang
besar ( makroangiophaty ) yang berhubungan dengan terjadinya infark miokard,
stroke dan penyakit pembuluh darah tepi. Hiperglikemia menyebabkan
peningkatan pembentukan protein plasma yang mengandung glukosa seperti
fibrinogen, haptoglobin, macroglobulin alpha 2 dan faktor pembekuan V-VIII
23
yang cenderung mengakibatkan peningkatan pembekuan dan viskositas darah
yang mempermudah terjadinya trombosis. Trombosis yang disertai dengan
peningkatan kadar kolesterol Very Low Density Lipoprotein (VLDL) akan
menyebabkan makroangiopati yang memicu terjadinya penyakit jantung koroner,
hipertensi, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Ignatavicius & Workman,
2010). Pasien DM tipe 2 memiliki resiko tinggi untuk mengalami gagal jantung.
Kemungkinan mekanisme yang menjelaskan tentang hubungan DM tipe 2
dengan penyakit jantung adalah adanya peningkatan tekanan darah dan efek dari
metabolisme seperti hiperinsulinemia dan hiperglikemia.
Penyandang DM pada jangka waktu lama akan mengalami penurunan pada
sistim imunitas. Penurunan sistim imun dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu :
kerusakan fungsi polimorphonuclear leukosit, neuropathi diabetic dan penurunan
vaskuler. Gangguan vaskuler akan menghambat aliran darah yang membawa
oksigen, nutrisi sel darah putih dan antibody untuk proses makrofag dan
perbaikan jaringan yang rusak dan ini mengakibatkan mikroorganisme pathogen
berkembang dengan cepat. Pada kondisi ini penyandang DM akan mudah
mengalami infeksi terutama pada kaki yang mengalami luka (Hawks & Black,
2010).
Komplikasi kronik yang banyak terjadi akibat adanya komplikasi pada
makrovaskuler, mikrovaskuler maupun neuropati adalah komplikasi pada kaki
atau kaki diabetic. Sebenarnya komplikasi ini dapat dicegah dengan perawatan
kaki yang dilakukan dengan hati-hati. Jika komplikasi sudah terjadi berikan
setiap harinya untuk meyakinkan kembali bahwa apakah komplikasi sudah
24
menjadi serius. Hal ini memang akan mengambil waktu dan usaha untuk
membangun kebiasaan merawat kaki yang benar, tetapi self care sendiri adalah
sangat esensial.
Penelitian yang dilakukan oleh DCCT ( Diabetes Control and Complications
Trial ) yang melakukan penelitian yang melibatkan 1441 volunter, menghasilkan
kesimpulan bahwa dengan mengontrol kadar glukosa darah mendekati normal
sedapat mungkin akan memperlambat munculnya dan keprogresifan kerusakan
pada mata, ginjal, saraf yang disebabkan oleh DM. Pengontrolan glukosa darah
yang intensive dapat menurunkan resiko komplikasi eye desease : 76 %, kidney
desease : 50 % , nerve desease : 60 %.
B. Hipoglikemia
1. Pengertian
Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa darah dibawah normal.
Hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang dapat terjadi secara
berulang dan dapat memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan kematian
(Boedisantoso, 2011). Walaupun hipoglikemia lebih sering terjadi pada DM tipe 1,
DM tipe 2 dapat juga mengalami kondisi hipoglikemia. Pada DM tipe 2,
hipoglikemia terjadi terutama pada pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi
insulin, selain itu juga karena asupan makanan yang kurang ataupun aktivitas fisik
yang berat.
Faktor utama hipoglikemia yang menjadi fokus pengelolaan diabetes mellitus adalah
ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa secara terus menerus. Gangguan
25
asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan fungsi
sistem saraf pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma (Sudoyo,
dkk., 2006).
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Gejala
hipoglikemia dapat dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan tertunda.
Hipoglikemia siang hari terjadi bila insulin reguler yang disuntikkan pada pagi hari
mencapai puncaknya, sementara hipoglikemia sore hari timbul bersamaan dengan
puncak kerja insulin yang diberikan pada siang hari. Hipoglikemia pada tengah
malam dapat terjadi akibat pencapaian puncak kerja insulin yang disuntikkan malam
hari (Smeltzer, 2008).
Diagnosis Hipoglikemia ditegakkan bila kadar glukosa darah dibawah 60 – 70 mg %
dengan menunjukkan sedikit atau tidak menunjukkan gejala (adrenergic /otonomic)
dan kadar gula darah kurang dari 40 mg % dengan menunjukkan gejala ganggunan
atau kerusakan persyarafan / neuroglycopenic(Sudoyo, dkk.2006)
2. Tanda dan gejala Hipoglikemia
Hipoglikemia sering didefinisikan sesuai dengan gambaran klinisnya dan
diklasifikasikan berdasarkan Triad Whipple, yaitu :
a. Keluhan yang menunjukkan adanya kadar glukosa darah plasma yang
rendah.
b. Kadar glukosa darah yang rendah (< 3 mmol/L hipoglikemia pada
diabetes).
c. Hilangnya secara cepat keluhan sesudah kelainan biokimiawi dikoreksi.
26
Berdasarkan kriteria diatas, hipoglikemia diabetik dibagi sebagai berikut :
a. Hipoglikemia Ringan: asimptomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada
gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.
b. Hipoglikemia Sedang: simptomatik, dapat diatasi sendiri, dan
manimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.
c. Hipoglikemia Berat: sering dengan simptomatik (tetapi kadang-kadang
tidak disertai gejala), karena gangguan kognitif pasien tidak mampu
mengatasi sendiri.
Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap penurunan
glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya perubahan metabolisme
glukosa, tetapi juga menghasilkan keluhan dan gejala yang khas. Hipoglikemia dapat
berkembang dari hipoglikemia ringan (asymptomatic hypoglycemia), sampai
hipoglikemia sedang (moderate hypoglycemia) bahkan sampai pada hipoglikemia
berat (severe hypoglycemia) (Sudoyo, dkk, 2006).
Gejala yang timbul pada hipoglikemia ringan umumya terjadi akibat aktivasi respon
symptoadrenal yang dimanifestasikan dengan kadar glukosa plasma 60 mg/dl,
berkeringat banyak, tremor, pallor, palpitasi, headache, dan tachycardia .
Pada hipoglikemia sedang (moderate hypoglycemia), terjadi gejala neuroglicopenic,
dimana kadar glukosa plasma kurang dari 45 mg/dl yang disebabkan oleh disfungsi
cerebral akibat hilangnya suplai glukosa, dengan manifestasi klinik bingung,
mengantuk, sulit bicara, inkoordinasi, perilaku yang menyimpang (tidak wajar),
gangguan visual, dan parestesi. Keadaan ini dapat berkembang ke dalam
27
hipoglikemia berat yang ditandai dengan gangguan kesadaran, koma bahkan
kematian
3. Faktor Resiko Hipoglikemia
Hipoglikemia pada pasien diabetes terjadi akibat peningkatan kadar insulin yang
kurang tepat, baik setelah penyuntikan insulin subkutan atau akibat terapi obat yang
meningkatkan sekresi Insulin, misalnya sulfonilurea. Maka akan meningkatkan kadar
glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncaknya setelah satu jam,
bahkan pemberian insulin rapid acting secara subkutan belum mampu menirukan
kecepatan peningkatan kadar puncak insulin tersebut dan baru menghasilkan puncak
konsentrasi insulin 1 – 2 jam sesudah penyuntikan, sehingga pasien rentan terhadap
hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan berikutnya dan pada
waktu malam hari (Sudoyo, dkk, 2006). Hampir setiap pasien yang mendapat terapi
insulin, dan sebagian besar pasien yang mendapat sulfonilurea, pernah mengalami
keadaan dimana kadar insulin pada sirkulasi tetap tinggi sementara kadar glukosa
darah sudah dibawah normal.
Menurut Sudoyo, dkk., (2006) bahwa faktor resiko yang berkontribusi menimbulkan
hipoglikemia adalah :
a. Kadar insulin berlebihan: dosis berlebihan, peningkatan bioavailibilitas
insulin : absorbsi yang lebih cepat, peningkatan sensitivitas insulin
b. Penurunan berat badan.
c. Aktifitas fisik/olahragaa jasmani, post partum, variasi siklus menstruasi.
d. Asupan karbohidrat kurang: Makan tertunda atau porsi yang kurang, Diit
slimming, anorexia nervosa., muntah, gastroparesis
28
e. Menyusui
f. Faktor lain: Absorbsi yang cepat, pemulihan glikogen otot, alkohol, obat
(salsilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea ; penyekat beta non
selektif ; pentamidin).
4. Pencegahan hipoglikemia
Pencegahan hipoglikemia dapat dilakukan dengan memberikan edukasi kepada
pasien mengenai obat hipoglikemik oral atau insulin yang digunakan ( kapan harus
dikonsumsi, bagaimana penyuntikan insulin yang benar seperti lokasinya, waktunya,
dosisnya dan teknik penyuntikannya). Selain itu pencegahan utama hipoglikemia
adalah pengaturan makan sesuai dengan jumlah kalori yang dibutuhkan ( sesuai
tingkat aktivitas), jenis dan jadwal.
5. Pengobatan Hipoglikemia
Pengenalan terhadap gejala hipoglikemia dan penanganan awal juga merupakan hal
penting yang harus diketahui pasien DM, sehingga tidak jatuh kepada hipoglikemia
tahap lanjut. Jika hipoglikemia sudah terjadi maka pengobatan harus segera
dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan otak lebih lanjut (Soegondo, 2011),
yaitu :
- Stadium awal: masih komposmentis, dapat diberikan gula murni 30 gr (2
sendok makan) atau sirup, permen dan makanan yang mengandung
karbohidrat mudah cerna dan insulin atau OHO tidak diberikan.
- Stadium koma hipoglikemia: segera dibawa ke pelayanan kesehatan.
Pemberian glukosa 40 % sebanyak 2 flakon intravena setiap 10- 20 menit
29
hingga pasien sadar, disertai pemberian cairan dextrose 10% perinfuse 6
jam/kolf dengan pemantauan gula darah setiap 30 menit.
C. Konsep Self Care
1. Pengertian Self Care
Self Care adalah aktivitas yang dilakukan individu secara mandiri agar dapat
tercapai tingkat kesehatan yang optimal. Self care diabetes yang efektif merupakan
bagian penting dalam perawatan pasien DM. Peningkatan aktivitas self care akan
berdampak pada peningkatan status kesehatan pasien DM. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Diabetes Control and Complication Trial (DCCT, 1993) bahwa
dengan mengontrol kadar glukosa darah senormal mungkin dapat mencegah
terjadinya komplikasi-komplikasi diabetes. Kemampuan self care seseorang sangat
berkontribusi terhadap pengontrolan kadar glukosa darah tersebut. Pernyataan ini
sangat didukung oleh beberapa penelitian lain, diantaranya Asselstine yang
mengatakan bahwa kegiatan self care yang dilakukan oleh pasien secara mandiri
dapat mencegah bahkan menunda kejadian komplikasi (Asselstine , 2012).
2. Teori Self Care menurut Dorothea Orem
Teori Orem adalah salah satu teori keperawatan yang mengemukakan tentang self
care. Self care menurut Orem adalah aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dimana
individu melakukan suatu tindakan berdasarkan keinginan dengan tujuan untuk
mempertahankan hidup dan kesehatan serta kesejahteraan (Alligood & Tomey,
2006).
Apabila pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan self care-nya, maka perawat
harus memiliki inisiasi untuk membantu pasien tersebut sehingga pasien akan
30
mampu untuk memenuhi kebutuhan self care-nya secara mandiri (Tomey & Aligood,
2006 ).
Kerangka kerja teori Self Care Orem berfokus pada peningkatan kemampuan pasien
untuk melakukan perilaku yang berpengaruh terhadap kesehatannya. Kemampuan
tersebut dilakukann secara mandiri dengan tujuan untuk meningkatkan status
kesehatan pasien.
Kebutuhan self care yang dimiliki pasien meliputi : universal self care requisites,
development self requisites dan health deviation self care requisites. Kebutuhan
universal self requisites meliputi kebutuhan dasar yang secara umum dibutuhkan
oleh pasien, seperti : kebutuhan fisiologis ( kebutuhan udara, makanan, air, proses
eleminasi, keseimbangan aktivitas dan istitrahat, keseimbangan interaksi sosial,
pencegahan bahaya ) dan psikososial. Kebutuhan development self care requisites
meliputi kebutuhan yang berhubungan dengan proses pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Peristiwa yang terjadi dalam siklus kehidupan dapat
berpengaruh terhadap perkembangan. Kebutuhan ini perlu dipenuhi oleh seorang
perawat agar pasien dapat melanjutkan atau meningkatkan tahap perkembangannya
dalam siklus hidupnya. Kebutuhan health deviation self care requisites adalah
kebutuhan yang berhubungan dengan gangguan atau kerusakan struktur manusia,
penyimpangan fungsi dan peran manusia, ketaatan pada regimen pengobatan,
masalah potensial terkait pengobatan, modifikasi gambaran diri, dan penyesuaian
gaya hidup.
31
Teori ini banyak menjadi dasar bagi perawat untuk melakukan intervensi
keperawatan, diantaranya adalah dalam peran perawat sebagai eduktor / penyuluh
kesehatan. Pada kegiatan penyuluhan, perawat berupaya agar pasien pada akhirnya
memiliki kemampuan sebagai individu untuk mampu bertanggung jawab secara
mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.
3. Aktivitas self care DM
Pada Summary of Diabetes Self Care Activities ( SDSCA ) yang dikembangkan oleh
Toobert, Hampson dan Glasgow(2000), bahwa ada 6 aktivitas self care pada pasien
DM yang dapat diukur: diet, aktivitas fisik , pengukuran glukosa darah, medikasi /
obat, perawatan kaki, kebiasaan merokok. Berdasarkan judul penelitian yang akan
dilakukan, maka pengukuran aktivitas sel care DM hanya dilihat pada 4 hal yaitu :
kepatuhan diit, olahraga/aktivitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan
hipoglikemia
a. Kepatuhan diet
Tujuan utama pengaturan makanan pada pasien DM tipe 2 adalah
mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dan mencapai kadar
lipid yang dianjurkan, menyediakan nutrisi bagi sel, memfasilitasi penurunan
berat badan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui sikap self care pada
dirinya yang dilakukan oleh pasien. Pada pasien DM seringkali mengalami
penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemia) karena ketidakpatuhan
terhadap diit. Faktor resiko hipoglikemia menurut Briscoe & Davis (2006)
pada kepatuhan diet diantaranya adalah: menunda atau tidak makan dan
makan sedikit atau karbohidrat yang tidak mencukupi.
32
b. Aktifitas fisik/olahraga
Aktifitas fisik/olahraga jasmani merupakan salah satu cara yang dianjurkan
untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah komplikasi DM jangka
panjang seperti kerusakan saraf dan penyakit jantung. Selain keuntungan,
aktifitas fisik/olahraga jasmani memiliki resiko yang membahayakan yaitu
terjadinya hipoglikemia. Salah satu faktor resiko hipoglikemia menurut
Briscoe & Davis (2006) adalah aktivitas yang berlebihan tanpa kompensasi
karbohidrat yang memadai. Sangat penting adanya orang pendamping saat
melakukan aktifitas fisik/olahraga jasmani untuk mengetahui gejala dan
penanganan awal jika terjadi hipoglikemia. Selain aktifitas fisik/olahraga,
pada pasien DM tipe 2 aktivitas fisik dan mental yang berat seperti stress fisik
yang berat (beban kerja yang berat) ataupun stress emosi dapat
mengakibatkan hipoglikemia. Tubuh membutuhkan energi lebih banyak.
Energi tersebut berasal dari metabolisme tubuh yang mengolah glukosa
dalam darah. Lama kelamaan, kadar glukosa menurun karena sudah berubah
menjadi energi. Jika glukosa yang terpakai terlalu banyak, maka kadar gula
darah akan turun menjadi terlalu rendah sehingga terjadi hipoglikemia. Gejala
hipoglikemia antara lain: perasaan lemah dan kelelahan, bingung, lapar,
gemetar, berkeringat dingin, nyeri kepala, pingsan atau kejang (dalam kasus
yang berat). Pencegahan terjadinya hipoglikemia saat aktifitas fisik/olahragaa
adalah: tentukan jenis olah raga yang sesuai dengan kondisi pasien dan juga
dengan dosis obat atau insulin serta pola diet, lakukan monitoring gula darah
sebelum melakukan aktifitas fisik/olahraga, ajarkan pasien cara mengenal
gejala hipoglikemia dan beritahu pasien agar segera menghentikan aktifitas
fisik/ olahraga jika merasakan gejala hipoglikemia, ajarkan pasien agar segera
33
melakukan pemeriksaan gula darah jika gejala hipoglikemia muncul dan
lakukan penanganan sesuai hasilnya.
c. Kepatuhan obat
Salah satu faktor resiko hipoglikemia menurut Briscoe & Davis (2006) pada
kepatuhan obat adalah penggunaan insulin / OHO yang berlebihan.
Berdasarkan penelitian John Richard, bahwa pada pasien DM tipe 2 dengan
pemberian OHO (Obat Hipoglikemik Oral) dalam jangka waktu tertentu
secara klinik tetap menimbulkan kondisi hiperglikemik. Pada keadaan ini
disebut dengan kegagagalan pengobatan . Jika tidak ditanganai dengan serius
untuk pengontrolan kadar glukosa darah, maka tentu saja akan menimbulkan
komplikasi bahkan kematian. Pada kondisi tersebut insulin direkomendasikan
untuk diberikan insulin (John Richard , 2010). Berdasarkan fenomena diatas
tentunya pasien harus mampu melakukan self care yang dihubungkan
dengan kepatuhan obat/ insulin agar tidak terjadi komplikasi hipoglikemia.
d. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003), sehingga pembahasan tentang
pengetahuan dalam konteks kemampuan self care DM tidak bisa lepas dari
proses terbentuknya perilaku. Menurut Benjamin Bloom (1908, dalam
Notoatmodjo, 2003) perilaku seseorang digolongkan dalam tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Ranah kognitif berkaitan dengan
pengetahuan, dimana pengetahuan sangat berpengaruh dalam membentuk
tindakan seseorang. Ranah afektif berkaitan dengan sikap yang merupakan
34
reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu objek.
Ranah Psikomotor berkaitan dengan tindakan yang merupakan aplikasi dari
pengetahuan dan sikap terhadap suatu objek. Implikasi dari teori tersebut
terhadap self care DM adalah bahwa ranah kognitif meliputi pemahaman
tentang self care sebagai faktor yang berpengaruh pada terbentuknya
persepsi, intepretasi dan intervensi terhadap pengelolaan DM mandiri
sehingga dapat mencegah kejadian hipoglikemia. Ranah afektif meliputi
sikap yang merupakan kesiapan untuk melakukan tindakan. Tindakan self
care harus didukung selain dengan pengetahuan yang memadai juga adanya
sikap berupa kemampuan melakukan self care sehingga pasien mampu
mengelola dirinya dan pada akhirnya mampu mencegah kejadian
hipoglikemia. Pasien DM yang mengabaikan gejala hipoglikemia atau tidak
menganggap sebagai masalah yang harus diwaspadai memiliki
kecenderungan mengalami keadaan yang lebih parah (Sudoyo, dkk, 2006).
Ranah Psikomotor adalah tindakan yang merupakan aplikasi dari
pengetahuan dan penilaian terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).
Implikasi dari tindakan adalah perilaku self care yang berupa pengaturan
makanan, pengaturan aktivitas fisik, pemantauan gula darah, kepatuhan obat.
Pasien DM yang memiliki kemampuan self care yang baik dapat mencegah
kejadian hipoglikemia.
4. Faktor yang berkontribusi terhadap self care
Secara umum perilaku seseorang dipengaruhi oleh pengalaman, pengetahuan,
fasilitas, sikap, motivasi dan sosial budaya (Notoatmodjo, 2003). Perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu : a). Faktor predisposisi (presdiposing factors)
35
mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan tradisi, norma sosial, pengalaman dan
bentuk lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. b). Faktor
pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan
kemudahan untuk mencapainya, dan c). Faktor pendorong (reinforcing factors)
adalah sikap, perilaku dan dukungan keluarga / orang terdekat serta petugas
kesehatan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi self care pasien DM:
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin memberikan kontribusi yang nyata terhadap self care DM.
Pasien DM dengan jenis kelamin perempuan menunjukkan perilaku self care
DM yang lebih baik dibandingkan dengan pasien berjenis kelamin laki-laki
(Jordan & Jordan, 2010)
b. Usia
Menurut Sousa et al (2005), usia memiliki hubungan positif dengan self care,
artinya semakin meningkat usia pasien maka semakin baik pula aktivitas self
care pasien DM. Peningkatan usia membuat pasien lebih matang dan
bertanggungjawab untuk menjaga dirinya. Usia semakin bertambah maka
pasien akan berfikir secara rasional tentang manfaat yang akan dicapai jika
melakukan akitivitas self care yang optimal.
c. Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi
perilaku yang positif. Tingkat pendidikan menunjukkan korelasi positif
terhadap peningkatan pengetahuan berkaiatan dengan penerimaan suatu
informasi sehingga berkontribusi dalam perubahan perilaku (Soekanto, 2000).
36
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan terhadap
terjadinya perubahan perilaku, dimana semakin tinggi tingkat pendidikan
pada seseorang, maka berarti telah mengalami proses belajar yang lebih
sering, dengan kata lain tingkat pendidikan mencerminkan intensitas
terjadinya proses belajar (Notoatmodjo, 2003). Artinya dengan tingkat
pendidikan yang lebih baik/tinggi maka penyerapan informasi tentang
pengelolaan diri (self care) DM menjadi lebih mudah dipahami, dengan
demikian maka tingkat pengetahuan self care DM akan lebih baik. Tingkat
pengetahuan self care DM yang adekuat akan mempengaruhi perilaku
aktivitas self care dalam kehidupan sehari-hari. Pada akhirnya kejadian
komplikasi hipoglikemia akan dapat diminimalkan terjadi.
d. Lama menderita DM
Lama menderita DM dan frekuensi hipoglikemia yang dialami pasien
memberikan pengalaman intrinsik sebagai proses belajar dalam
meningkatkan pengetahuan. Hal tersebut sejalan dengan teori perilaku bahwa
semakin sering mengalami atau mendapatkan stimulus maka perubahan
perilaku semakin besar (Notoatmodjo, 2003).
Pendapat ini bertentangan dengan pendapat Soedoyo dkk (2006), yang
mengatakan bahwa pada pasien DM yang lama sering dijumpai respon
simpatoadrenal yang berkurang walaupun dengan tingkat gangguan yang
bervariasi, sehingga rentan terhadap terjadinya hipoglikemia. Penurunan
epinefin dan glukagon pada penderita DM yang lama menyebabkan
hilangnya glucose counterregulation sehingga terjadi hipoglikemia yang
tidak disadari atau hypoglicemia unawareness (Sudoyo, dkk., 2006).
37
Kegagalan mengenal gejala hipoglikemia pada pasien DM lama akibat
kerusakan glucose counterregulation tersebut berpengaruh terhadap
penanganan hipoglikemia dan beresiko berkembang kedalam fase
hipoglikemia yang lebih berat.
D. PENELITIAN TERKAIT
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Jusoff (2009) tentang Barriers to
optimal control of type 2 Diabetes in Malaysian Malay Patients , yang dilakukan
secara kulitatif dengan jumlah sampel 18 partisipant memperoleh hasil dan
kesimpulan bahwa kemampuan melakukan perawatan diabetes akan lebih baik
jika mereka telah memahami penyakit diabetes dengan baik. Penyakit DM adalah
penyakit yang kompleks, untuk itu pasien perlu diberikan pendidikan sehingga
pasien dapat mengatasi penyakitnya dengan strategi mereka masing-masing yang
efektif. Faktor-faktor yang berkontribusi pada pengendalian diabetes setelah
diidentifikasi dapat digunakan dalam pengelolaan diabetes dan meningkatkan
hasil pengobatan. Menyeimbangkan hipoglikemia dan hiperglikemia adalah tugas
yang sulit bagi sebagian besar pasien, untuk itu petugas kesehatan perlu
mengatasi faktor dan hasil pengobatan pasien secara individual. Sebagai seorang
perawat yang profesional perlu memahami masalah pasien dalam mengontrol
diabetes mereka terutama kemampuan mereka untuk menyeimbangkan faktor
yang berkontribusi dan kepatuhan terhadap persyaratan pengobatan tersebut .
2. Pada tahun 2011 suatu studi literatur tentang Self care in type 2 Diabete : A
Sistimatic Literature Review on Factors Contributing to Self-Care among Type 2
Diabetes Mellitus Patients yang dilakukan oleh Mehammedsrage Abrahim
38
dengan tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap perilaku perawatan diri pasien DM tipe 2 dengan cara mengumpulkan
database elektronik dari CINAHL, PubMed, google Scholar dengan mencari
teks penuh yang berkaitan judul tersebut. Data kemudian dianalisis melalui
program keterampilan kritisi penilaian pada 31 studi relevan yang termasuk
dalam kajian. Hasil studi ini mengungkapkan bahwa faktor demografi, faktor
dukungan sosial ekonomi dan sosial adalah faktor yang berkontribusi pada
aktivitas self care pasien DM tipe 2. Adapun faktor yang memiliki kontributor
kunci yang positif adalah usia yaitu pada usia yang lebih tua kemampuan untuk
mentaati dan kepatuhan terhadap rekomendasi standar lebih tinggi . Selanjutnya,
jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan aktivitas perawatan diri
yang lebih baik. Misalnya, laki-laki jenis kelamin dikaitkan dengan lebih baik
melakukan perawatan diri seperti pada kegiatan fisik/ olahraga daripada wanita.
Tinggi pendidikan, semakin tinggi pendidikan maka melakukan aktivitas
perawatan diri DM nya akan semakin efektif. Penghasilan yang tinggi dan
dukungan sosial adalah prediktor terkuat dalam kegiatan self care pada pasien
DM tipe 2. Adapun implikasi untuk penelitian masa depan adalah adanya suatu
kebutuhan untuk penelitian lapangan lebih lanjut di negara berkembang pada
persepsi pasien dengan status sosial ekonomi rendah (dengan DM Tipe 2) pada
efektivitas manajemen perawatan diri mereka sehingga sumber daya untuk DM
Tipe 2 dapat digunakan secara efisien.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Leese et al ( 2003) tentang Frequency of severa
hipoglicemia requering emergency treatment in type 1 and type 2 diabetes ,
memperoleh hasil : bahwa kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 1 dan type
39
2 yang mendapatkan insulin memperoleh jumlah proporsi yang hampir sama
yaitu : dari sebanyak 244 episode hipoglikemia berat pada 160 pasien, 69
(7,1%) terjadi pada pasien diabetes tipe 1 dan 66 (7,3%) pada diabetes tipe 2
yang diobati dengan insulin. Adapun tipe 2 yang mendapatkan obat oral
hipoglikemik golongan sulfonyluria, kejadian hipoglikemia adalah 23 (0,8%) . 1
dari 3 kasus memerlukan penanganan dan layanan emergensi.
4. Penelitian tentang Self-care behaviors of Filipino-American adults with type 2
diabetes mellitus pada tahun 2010 oleh Jordan & Jordan memperoleh hasil bahwa
orang yang lebih tua ( < 65 tahun) dan durasi sakit yang lebih lama lebih patuh
untuk melakukan regimen pengobatan, wanita lebih banyak mengkonsumsi
sayuran dan buah-buahan dibandingkan laki-laki, pada aktivitas fisik/olahraga,
lebih sering dilakukan pada laki-laki dengan pendidikan yang lebih tinggi.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Toobert dan Glasgow tentang The summary of
diabetes self-care activities measure: Results from 7 studies and a revised scale,
yang dilakukan pada tahun 2000, memperoleh hasil bahwa SDSCA adalah
kuesioner yang sangat singkat namun dapat diandalkan dan valid untuk
mengukur manajemen diri yang berguna baik untuk penelitian maupun dalam
praktek klinik. Versi revisi dan scoring yang tepat dianjurkan untuk dibuat
untuk setiap kondisi .
6. Penelitian tentang Relationship between diabetes self management education and
self care behaviors among African American women with type 2 diabetes yang
dilakukan oleh Gumbs pada tahun 2007 dengan tujuan dari penelitian ini adalah
40
untuk mengeksplorasi sejauh mana wanita Amerika Afrika berpartisipasi dalam
pendidikan pengelolaan diri diabetes (DSME) dan dampak partisipasi pada
perilaku perawatan diri. Hasil ini menunjukkan pentingnya DSME (Diabetes
Self management Education) dalam mengembangkan strategi dan kebijakan bagi
penyedia layanan kesehatan untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam
melakukan self care diabetes.
7. Penelitian tentang Diabetes self-management: Self-reported recommendations
and patterns in a large population, yang dilakukan oleh Ruggiero et al., pada
tahun 1997 dengan metode survai pada 2056 responden, bertujuan untuk
mengetahui manajemen diabetes karena banyak pertanyaan mengenai manajemen
diri yang tetap tidak terjawab, diantaranya tentang tingkat dan pola self care pada
pasien DM. Dari survei yang dikirim pada 2056 responden, dikembalikan
sebanyak 73,4%. Dari jumlah tersebut, 13,8% memiliki IDDM dan sisanya
memiliki NIDDM (65% dari kelompok NIDDM menggunakan insulin). Tingkat
dan pola manajemen diri konsisten dengan yang ditemukan pada penelitian
sebelumnya, yaitu, individu paling sering mengikuti regimen obat sesuai yang
diresepkan dan paling sedikit untuk mengikuti rekomendasi perubahan gaya
hidup diet dan olahraga.
41
D. Kerangka Teoritis
Skema 2.1
Kerangka Teoritis Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2
Insufisiensi Insulin Relatif
DM tipe 2
4 PILAR UTAMA DM : - Pengaturan Makan - Latihan jasmani - Obat berkhasiat
hipoglikemik - Edukasi/ pengetahuan
TIDAK TERKONTROL TERKONTROL
HIPOGLIKEMIA
SELF CARE ACTIVITIES: - Kepatuhan
diet - Kesesuaian
olahraga/ aktivitas fisik
- Kepatuhan obat
- Pengetahuan hipoglikemia
FAKTOR YANG BERKONTRIBUSI PADA SELF CARE: - Jenis kelamin - Tingkat pendidikan
- Tingkat pengetahuan hipoglikemia
GULA DARAH TERKONTROL
HIPOGLIKEMIA TIDAK TERJADI
KOMPLIKASI KRONIK
KOMPLIKASI AKUT
Sumber : Ignatavicus & Workman, 2006; Smeltzer, Bare, 2008; Lewis, 2011; Soegondo dkk, 2011 ; Yekta et al.,2010 ; Tomey & Alligood, 2006
42
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESA
DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep memberikan dasar konseptual pada penelitian. Kerangka
konsep mengidentifikasi jaringan hubungan antarvariabel yang dianggap penting
dalam penelitian (Sakaran, 2006 dalam Hidayat, 2007). Berdasarkan hubungan
fungsional atau perannya, variabel dalam penelitian dibedakan menjadi tiga
kelompok yaitu : variabel bebas (independent), variabel terikat (dependent) dan
variabel pengganggu/confounding (Notoatmodjo, 2010).
1. Variabel bebas / independen merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen. Varibel independen dalam
penelitian ini adalah self care. Varibel self care terdiri dari: kepatuhan diet,
kesesuaian olahraga / aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan
hipoglikemia.
2. Variabel dependen adalah variabel yang menjadi akibat atau variabel yang
dipengaruhi. Variabel dependen pada penelitian ini adalah kejadian
hipoglikemia.
3. Variabel confounding merupakan variabel yang mengganggu terhadap
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel
confounding dalam penelitian ini adalah : jenis kelamin.
Untuk lebih jelasnya kerangka penelitian akan digambarkan pada skema 3.1
43
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2
B. Hipotesa
Hipotesis merupakan suatu pernyataan tentang hubungan yang diharapkan antara
dua variabel atau lebih yang dapat diuji secara empiris (Hidayat, 2007). Menurut
Imran dan Manaf (2010), hipotesa merupakan kesimpulan sementara yang harus
dibuktikan kebenarannya dan kondisi ini akan menjadi tolak ukur serta arah dari
penelitian yang akan dilakukan.
Hipotesa pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien
DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.
2. Terdapat pengaruh kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.
Kejadian Hipoglikemia
Faktor Konfounding : Jenis kelamin
Self care Pasien DM : 1. Kepatuhan diet 2. Kesesuaian Olahraga/
aktifitas fisik 3. Kepatuhan obat, 4. Pengetahuan
hipoglikemia
Variabel independen Variabel dependen
44
3. Terdapat pengaruh kesesuaian olahraga / aktifitas fisik terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih
Jakarta.
4. Terdapat pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.
5. Terdapat pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih
Jakarta.
6. Terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel penelitian akan dijelaskan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1 Variabel, Definisi Operasional, Cara Ukur, Hasil Ukur dan Skala Ukur Penelitian
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
ukur
(1) (2) (3) (4) (5)
Self care
Self care menurut
Orem adalah
aktifitas yang
dilakukan oleh
seseorang dimana
individu
melakukan suatu
tindakan
berdasarkan
keinginan dengan
tujuan untuk
mempertahankan
hidup dan
kesehatan serta
Kuisioner yang
berasal dari
modifikasi Alat
ukur SDSCA
(Summary of
Diabetes Self
Care Activities )
yang
dikembangkan
oleh Toobert
et.al, yang
meliputi
kepatuhan diit,
kesesuaian
Pada kuisioner
modifikasi
SDSCA,
jawaban
menggunakan
skala likert
(1-4)
tidak
pernah = 4
kadang-
kadang = 3
sering = 2
selalu = 1
Jumlah score
kumulatif dari 10
item pertanyaan
berentang antara
10 s/d 40.
Pengkategorian
menggunakan cut
of point mean
dari total score.
1. < mean: self care buruk 2. > mean: self
care baik
Interval
kemudian
Di
Ordinal-
kan
45
kesejahteraan
(Alligood &
Tomey, 2006).
Pengetahuan
hipoglikemia
adalah
Pemahaman
pasien DM tipe 2
tentang
hipoglikemia
diabetik yang
meliputi tanda
dan gejala,
penyebab dan
cara penanganan.
olahraga/aktifitas
fisik, kepatuhan
obat.
Kuisioner yang
disusun oleh
peneliti
Pada kuisioner
pengetahuan
hipoglikemia,
jawaban
menggunakan
skala Guttman
Jumlah score
kumulatif dari 6
item pertanyaan
dibagi jumlah
item pertanyaan x
100
Pengkategorian
menggunakan cut
of point mean
dari total score
1. < mean :
buruk
2. .≥ mean: baik
Ordinal
Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
ukur
(1) (2) (3) (4) (5)
Hipoglikemi
Kondisi yang
merupakan akibat
dari penyakit DM
yang pernah
dialami respoden,
dengan kriteria
untuk penurunan
kadar gula darah
dibawah 60 – 70
mg % dengan
gejala adrenergic
otonom seperti :
keringat dingin,
lapar, pusing,
lemas dan untuk
kadar gula darah
kurang dari 40
mg %
menunjukkan
Kuesioner yang
disusun oleh
peneliti dan
terdiri dari 8
item pertanyaan
tentang
pengalaman
hipoglikemia
yang pernah
dialami oleh
pasien DM tipe
2.
Pada kuisioner
hipoglikemia,
jawaban
menggunakan
skala likert (1-
4).
Pada
pertanyaan
yang bersifat
negatif(1 s/d 5),
jika dijawab
jarang diberi
scor 4, kadang-
kadang diberi
scor 3, sering
diberi score 2
dan selalu
diberi score 1.
Jumlah score
kumulatif dari 8
item pertanyaan.
Hasil Ukur /
interpretaasi data
adalah mean dari
score, kemudian
dibuat interval
Jika antara :
selalu (> 26,5≤
32)
.sering (> 20,99
≤ 26,5)
kadang-kadang
(>10,5≤20,99)
jarang ( >0≤
10,5).
Tidak pernah
(0)
Interval
46
gejala
neoroglycopeni
seperti: keringat
dingin, pusing,
lapar, lemas dan
ditambah gejala
bingung
(confused) sampai
dengan penurunan
kesadaran.
ada pertanyaan
yang bersifat
positip(6 s/d 8)
maka jika
dijawab tidak
pernah maka
diberi scor 1,
kadang-kadang
diberi scor 2,
dan sering
diberi score 3,
selalu diberi
scor 4.
Jenis
kelamin
Jenis kelamin
yang terdiri dari
laki-laki dan
perempuan
Kuesioner yang
diisi reponden
1: laki-laki
2: Perempuan
Nominal
47
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pada Bab ini akan menguraikan rancangan penelitian, populasi dan sampel, tempat
penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, alat pengumpul data, prosedur
pengumpulan data dan analisis data.
A. Rancangan Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei, yaitu suatu
metode yang digunakan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data informasi
dari beberapa individu dengan menggunakan standar pertanyaan yang terpola
dan terstruktur sesuai kebutuhan akan data, serta mengacu pada topik dan
permasalahan. Menurut Notoatmodjo (2012), penelitian survai dibagi menjadi 2
yaitu deskriptif dan analitik. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kedua
metode tersebut yaitu deskriptif analitik. Adapun pendekatannya secara
retrospektif yaitu ditemukan pasien DM tipe 2 yang telah memiliki pengalaman
hipoglikemia (variabel dependen) dan kemudian ditelusuri kebelakang
penyebabnya yaitu self care.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pasien DM tipe 2 yang melakukan
kunjungan di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta
48
2. Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan
menggunakan prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasi.
Dalam penghitungan jumlah sampel, peneliti mempertimbangkan
penggunaan 2 (dua) rumus penghitungan sampel.
a. Pada sampel yang bersifat deskriptif kategorik, maka rumus estimasi
proporsi menggunakan rumus Lameshow (Lameshow et al., dalam
Notoatmodjo (2012) : halaman 127 ; Dahlan (2010) : halaman 80), maka
jumlah sampel yang dibutuhkan adalah :
Maka hasil perhitungan jumlah sampel adalah: 2 n = (1,96) 0,50 ( 1-0,50 ) 2 (0,1) = 96 Keterangan: n : jumlah sampel
Z1-α/2 : nilai Z berdasarkan derajat Kepercayaan yang diinginkan, 1,96 (CI 95%)
P : nilai proporsi dari populasi, karena tidak diketahui proporsi kejadian hipoglikemia di RSUD.Budhi Asih Jakarta, maka proporsi tersebut menggunakan ketentuan yaitu P = 0,50
d : presisi (derajat ketepatan yang diinginkan / penyimpangan terhadap populasi) yaitu 10 %
b. Sedangkan menurut rumus Slovin yaitu penghitungan jumlah sampel
berdasarkan jumlah populasi yang sudah sudah diketahui dan lebih dari
2
n = Z 1-α/2 P(1-P)
2
d
49
100 orang (Setiadi, 2007 : 179 ; Riduwan dan Engkos, 2008 : 49),
diperoleh hasil sebagai berikut:
Rumus Slovin adalah sebagai berikut :
n = N
N ( d2) + 1
Keterangan : n = jumlah sampel N = jumlah populasi ( Jumlah populasi rawat jalan DM tipe 2 tahun 2012 adalah 2493 pasien, maka dalam 1 bulan 208 orang) d = presisis yang diinginkan ( ditetapkan 10 %) Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah : n = 208 208 ( 0,1 )2 + 1
= 67,53 = 68
Maka berdasarkan kedua rumus tersebut, maka peneliti menetapkan jumlah
sampel yang digunakan adalah jumlah sampel dengan hasil yang lebih
besar yaitu 96 orang, dengan pertimbangan, semakin banyak jumlah sampel,
maka semakin mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
Metode pengambilan sampel adalah teknik simple random sampling yaitu
pengambilan sampel dengan cara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
pada anggota populasi.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi bias pada hasil penelitian selain
dari jumlah sampel yang representative, adalah membuat kriteria sampel
yang jelas. Terdapat dua kriteria yang ditetapkan untuk sampel , yaitu
50
kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi merupakan persyaratan
umum yang harus dipenuhi oleh subjek agar dapat diikutsertakan dalam
penelitian (Sastroasmoro & Ismail, 2010).
Adapun karakteristik sampel yang dapat dimasukkan dalam kriteria inklusi
pada penelitian ini meliputi : pasien DM tipe 2, saat dilakukan penelitian
sedang melakukan rawat jalan, pernah mengalami kejadian hipoglikemia,
bersedia menjadi responden, dan kooperatif.
Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam
penelitian. Peneliti menetapkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini
diantaranya adalah : pasien yang tidak bersedia menjadi responden,
memiliki keterbatasan berkomunikasi, kondisi pasien yang tidak
memungkinkan / sakit berat ataupun tidak sadar.
C. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan poliklinik ( unit rawat jalan ) RSUD Budhi Asih
Jakarta, khususnya di poliklinik penyakit dalam. Tempat penelitian ini dipilih
karena RSUD Budhi Asih merupakan rumah sakit daerah di DKI Jakarta yang
memiliki jumlah pasien rawat jalan DM tipe 2 yang cukup banyak.
D. Waktu Penelitian
Waktu penelitian pelaksanaaan adalah Bulan Juni 2013.
Tabel 4.1
Jadual Kegiatan Penelitian
51
No Kegiatan Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
proposal
2 Ujian proposal
3 Perbaikan
proposal dan
uji etik
penelitian
4 Ijin penelitian
5 Uji validitas
dan realibilitas
6 Pengumpulan
data
7 Analisis data
8 Pembuatan
laporan
penelitian
E. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan suatu prosedur penelitian yang harus dilakukan bagi
subyek penelitian (Polit & Hungler, 2006). Beberapa prinsip etika penelitian
tersebut meliputi:
1. Self determination. Peneliti telah memberi kebebasan kepada responden
untuk menentukan ikut berpartisipasi atau tidak dalam penelitian tanpa
memberikan sanksi apapun setelah memberikan penjelasan yang berisi tujuan
dan manfaat penelitian serta prosedur penelitian.
52
2. Privacy. Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi responden. Informasi
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Peneliti menjelaskan kepada
semua responden bahwa semua data yang diperoleh selama penelitian dijamin
kerahasiaannya.
3. Anonymity. Selama kegiatan penelitian nama responden tidak dicantumkan
yaitu pada nama pasien menggunakan inisial dan juga peneliti menggunakan
nomor kode responden pada pojok kanan atas untuk mencegah kekeliruan
peneliti dalam memasukkan data. Identitas responden juga tidak dicantumkan
saat pengolahan data, analisis data dan penyusunan laporan hasil penelitian.
4. Informed consent.
Informed consent adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pada
lembar informed consent terdapat beberapa informasi yang berkaitan dengan
penelitian, yaitu tujuan dilakukan penelitian ini, jenis data yang dibutuhkan,
prosedur pelaksanaan penelitian, manfaat, keterjagaan kerahasiaan responden.
Adapun implementasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah pertama-tama
peneliti memperkenalkan diri kepada responden bahwa saat ini akan
dilakukan peneltian “Pengaruh self care dan pengetahuan hipoglikemia
terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD
Budhi Asih Jakarta”, dan peneliti menjelaskan bahwa responden adalah salah
satu orang yang dapat membantu tercapainya tujuan penelitian ini. Setelah
peneliti menanyakan kebersediaan responden, peneliti menjelaskan bahwa
sebagai prosedur awal pelaksanaan penelitian adalah dilakukannya informed
consent. Peneliti kemudian menjelaskan item yang ada pada informed consent.
53
Setelah semua penjelasan disampaikan maka responden dimintakan mengisi
lembar informed consent yang telah disiapkan oleh peneliti.
5. Protection discomfort. Peneliti telah menyampaikan kepada responden bahwa
apabila responden merasa tidak aman dan tidak nyaman selama penelitian
sehingga menimbulkan masalah psikologis, maka responden dapat
mengajukan pilihan untuk menghentikan partisipasinya.
F. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen kuisioner
yang digunakanan untuk mengumpulkan data demografi responden, self care
pasien DM tipe 2, pengetahuan hipoglikemia dan pengalaman hipoglikemia.
Kuisioner terdiri dari 4 bagian, yaitu: data demograf , self care( kepatuhan diit,
kesesuaian olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat), pengetahuan hipoglikemia,
kejadian hipoglikemia.
1. Pada data demografi, kuisioner dikembangkan oleh peneliti sendiri yang
berisi karakteristik responden yang meliputi nama (inisial), alamat, jenis
kelamin, umur, lama menderita, pendidikan terakhir.
2. Pada variabel self care (kepatuhan diet, kesesuaian olahraga/ aktifitas,
kepatuhan obat), peneliti menggunakan kuisioner yang dimodifikasi dari
kuisioner SDSCA (Summary of Diabetes Self Care Activities ) yang
dikembangkan oleh Toobert, Hampson dan Glasgow ( 2000). Kuisioner self
care terdiri dari 10 item, yaitu: variabel kepatuhan diet 3 item pertanyaan,
kesesuaian aktifitas/olahraga 5 item pertanyaan dan kepatuhan obat 2 item
54
pertanyaan. Penghitungan skor yang digunakan adalah dalam satu minggu
terakhir sebelum sakit apakah : Tidak pernah dilakukan (skor 0), 1 hari (skor
1), 2 hari (skor 2), 3 hari (skor), 4 hari (skor 4), 5 hari (skor), 6 hari (skor 6)
dan 7 hari (skor 7). Kemudian dibuat skala likert (1-4).Tidak pernah(0 hari)
maka score 4, kadang-kadang(1, 2 dan 3 hari) memiliki score 3, sering(4, 5
dan 6 hari) memiliki score 2 dan selalu(7 hari) memiki score 1.
3. Pada variabel pengetahuan hipoglikemia menggunakan kuisioner yang
berisi 6 pertanyaan tentang penyebab , tanda dan gejala, penanganan
hipoglikemia mandiri oleh pasien. Skala yang digunakan adalah skala
Guttman karena skala penilaian bersifat tegas dan konsisten dan
memberikan jawaban yang tegas, benar atau salah (Hidayat, 2009). Pada
pertanyaan positip, maka jawaban responden salah diberi scor 0, dan jika
jawaban responden benar diberi scor 1. Pada pertanyaan negatip diberi scor
0 jika jawaban benar dan scor 1 jika jawaban salah. Jawaban disesuaikan
dengan kunci jawaban yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada
konsep teori. Score yang diperoleh oleh masing-masing responden
dijumlahkan, dibandingkan dengan sore maksimal kemudian dikalikan 100.
Hasil penghitungan terakhir menunjukkan nilai pengetahuan yang dimiliki
responden tentang hipoglikemia. Skor yang diperoleh kemudian
dikategorikan dengan pengetahuan baik dan buruk. Baik jika lebih dari
mean dan buruk jika kurang dari mean(cut of pont pada mean)
4. Pada variabel dependen yaitu hipoglikemia, kuisioner berisi 8 pertanyaan
tentang pengalaman hipoglikemia yang pernah dialami oleh responden.
55
Skala yang digunakan adalah skala Likert karena skala yang digunakan
adalah untuk mengukur sikap, pendapat tentang gejala atau masalah yang
dialami (Hidayat, 2009). Skala Likert yang digunakan mempunyai rentang
1-4. Pada pertanyaan yang bersifat negatif(1 s/d 5), jika dijawab tidak
pernah maka diberi scor 4, kadang-kadang diberi scor 3, sering 2 dan selalu
diberi score 1. Pada pertanyaan yang bersifat positip(6 s/d 8) maka jika
dijawab tidak pernah maka diberi scor 1, kadang-kadang diberi scor 2, dan
sering diberi score 3, selalu diberi scor 4. Kemudian score yang diperoleh
oleh masing-masing responden dijumlahkan dan dibuat interval.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Instumen
1. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa
yang memang akan diukur (Pratiknya, 2011). Uji validitas adalah untuk
mengetahui apakah item-item yang ada dalam kuisioner pertanyaan benar-
benar mengungkapkan dengan pasti apa yang akan diteliti. Adapun jenis uji
validitas yang dilakukan adalah uji validitas isi, uji validitas konstruksi, uji
validitas dengan korelasi item total (corrected item-total correlation
validity) melalui uji coba instrumen.
a. Uji validitas isi
Pengujian validitas isi dilakukan peneliti dengan membandingkan
antara isi instrument dengan topik atau materi yang akan diteliti.
b. Uji validitas konstruksi
Pada pengujian validitas konstruksi digunakan pendapat dari ahli
dibidang penelitian tersebut. Dalam hal ini setelah instrument
56
dikonstruksi tentang aspek- aspek yang akan diukur dengan
berlandaskan teori, maka selanjutnya peneliti berkonsultasi dengan
pembimbing. Setelah mendapat masukkan dari pembimbing, maka
instrument disusun.
Setelah penguji konstruksi dari ahli selesai, maka diteruskan uji coba
instrument pada sampel dari mana populasi diambil, yaitu pada 30
responden di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta.
c. Uji Validitas dengan tehnik korelasi item total Person Product
Moment.
Selain uji validitas di atas, Notoatmojo(2002) juga menguraikan
tentang uji validitas dengan korelasi item total (corrected item-total
correlation validity). Metode uji ini bertujuan untuk mengukur
kemampuan setiap item pertanyaan kuesioner dalam mengukur variable
yang akan diukur dengan rumus Person Product Moment. Suatu
variable (pertanyaan) dikatakan valid bila skor variable tersebut
berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya. Dapat juga
dikatakan variabelnya valid jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r
table.(Hastono, 2007).
Adapun hasil uji coba yang dilakukan dengan bantuan perangkat lunak
computer memperoleh hasil sebagai berikut:
57
- Pada variabel self care, dari 11 item pertanyaan ada 1 item yang tidak
valid yaitu pertanyaan SC/ self care 10 (validitas =0,083 dan reliabel
0,817) dan pertanyaan itu dihilangkan.
- Pada variabel pengetahuan hipoglikemia, dari 9 item pertanyaan ada
8 pertanyaan tidak valid (r hitung < r tabel) walaupun semua item
menunjukkan reliabel(> 0,70), maka pada item pertanyaan tersebut
ada yang dihilangkan (P1, P6 dan P7 ) dan ada yang tetap digunakan
namun struktur bahasa dirubah (P2, P4, P5, P8)
- Pada variabel kejadian hipoglikemia, dari 10 item pertanyaan ada 3
item yang tidak valid(r hitung < r tabel) walaupun semua pada item
tersebut menunjukkan reliabel(> 0,70), maka item pertanyaan
tersebut ada yang dihilangkan (H2 dan H10) dan ada yang digunakan
dengan merubah struktur bahasa(H7)
Karena pada hasil uji coba terdapat banyak item pertanyaan yang tidak
valid, maka pada saat seluruh sampel(n= 96) diperoleh, dilakukan uji
validitas dan reliabilitas item pertanyaan kuisioner. Adapun hasil semua
item pertanyaan yang sudah dirubah struktur bahasanya menjadi valid
(r hitung > r tabel). Untuk lebih jelas terdapat pada hasil uji validitas dan
reliabilitas terdapat pada lampiran 4.1
2. Uji Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas menunjukkan keajegan seandainya alat pengukur yang sama
digunakan oleh orang yang sama dalam waktu yang berlainan atau
digunakan oleh orang yang berlainan dalam waktu yang bersamaan
58
ataupun berlainan (Suryabrata, 2005). Hasil uji reliabilitas pada uji coba
30 responden di RSUD Budhi Asih dengan menggunakan metode Alpha
Cronbach memperoleh hasil semua item pertanyaan reliabel yaitu
koefisien alpha > 0,7 (Sugiyono, 2010).
H. Prosedur Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang
diperoleh dari hasil kuesioner yang diisi oleh responden. Adapun prosedur
pengumpulan data meliputi prosedur administrasi dan prosedur teknis.
1. Prosedur Administrasi
Penelitian dilakukan setelah dinyatakan lulus kaji etik oleh Komite Etik
Penelitian yang diterbitkan oleh Program Pascasarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta dan memenuhi prosedur
administrasi yang berlaku di RSUD Budi Asih Jakarta, yaitu sebelumnya
melalui izin walikotamadya Jakarta Timur. Ijin penelitian ditujukan kepada
direktur RSUD Budhi Asih Jakarta melalui kepala diklat.
2. Prosedur teknis
a. Peneliti telah melakukan uji coba instrumen pada 30 responden dan
melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.
b. Peneliti melakukan identifikasi responden yg sesuai dengan kriteria inklusi
dan ekslusi. Adapun cara pengambilan sampel adalah dengan cara random
sampling yaitu menggunakan nomor pendaftaran genap dan kelipatannya,
jika pada nomor pendaftaran genap yang diperoleh tetapi tidak sesuai
kriteria inklusi maka calon responden tersebut gugur dan dilanjutkan
59
dengan nomor genap berikutnya. Pada setiap harinya peneliti membuat
target responden 10 orang.
c. Peneliti memperkenalkan diri kepada calon responden, menyampaikan
informasi penelitian penjelasan penelitian, manfaat penelitian dan prosedur
penelitian.
d. Peneliti mengumpulkan data kuisioner yang telah diisi oleh responden
yang telah mengisi lembar persetujuan penelitian sebelumnya.
e. Data yang sudah diisi dicek ulang kelengkapannya dan setelah lengkap
data dikumpulkan dan disimpan.
f. Data yang sudah dikumpulkan diolah dan dianalisis sesuai tujuan
penelitian.
I. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Setelah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan proses
pengolahan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan data (editing), yaitu memeriksa atau mengoreksi data
yang telah dikumpulkan meliputi kelengkapan, kesesuaian, kejelasan,
dan kekonsistenan jawaban, jika ditemukan tidak lengkap, tidak sesuai
ataupun tidak jelas maka responden tersebut dinyatakan gugur, dan
jumlah secara otomatis ditambahkan.
b. Pemberian kode (coding), yaitu memberi kode pada setiap komponen
variabel, dilakukan untuk mempermudah proses tabulasi dan analisis
60
data. Pemberian kode dilakukan sesudah pengumpulan data dan sesuai
dengan definisi operasional
c. Pemrosesan data (processing), setelah kuesioner terisi seluruhnya, dan
telah dilakukan pengkodean, selanjutnya dilakukan pemrosesan data
agar data yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data
dilakukan dengan cara meng-entry data dari kuesioner ke komputer.
d. Pembersihan data (cleaning), yaitu memeriksa kembali data yang sudah
di-entry kedalam program komputer apakah ada kesalahan atau tidak
sebelum dilakukan analisis.
2. Analisis data
Analisa data dilakukan dengan menggunkan computer untuk mengetahui
seberapa kuat pengaruh penerapan self care (kepatuhan diit, kesesuaian
olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia)
terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Dengan tingkat
kemaknaan yang ditentukan sebesar 0.05, analisis data dilakukan dengan
melakukan uji :
a. Analisa Univariat
Analisa data ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik variable
yang diteliti. Pada data numerik hasil analisis setelah diperoleh mean,
median, standar deviasi, nilai minimum dan nilai maksimum, maka untuk
setiap variabel tersebut dikategorikan:
1) Pada variabel self care, setelah kumulatif score yang diperoleh dari
nilai kepatuhan diit, kesesuaian olahrga/aktifitas fisik dan kepatuhan
61
obat untuk setiap responden, maka pada data numerik itu dibuat
katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu self care baik dan
buruk. Self care baik jika score lebih dari atau sama dengan mean( ≥
2,86). Sedangkan self care buruk jika score di bawah mean (< 2,86).
Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi masing – masing
kelompok.
2) Pada variabel kepatuhan diit, setelah kumulatif score dari 3 item
pertanyaan tentang diit dijumlahkan, maka pada data numerik itu
dibuat katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu diit patuh
dan diit tidak patuh. Diit patuh jika score lebih dari atau sama
dengan mean (≥ 8,99). Sedangkan diit tidak patuh jika score di
bawah mean (< 8,99). Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi
masing – masing kelompok.
3) Pada variabel kesesuaian olahraga/aktifitas fisik, setelah kumulatif
score dari 5 item pertanyaan tentang kesesuaian olahraga/aktifitas
fisik dijumlahkan, maka pada data numerik itu dibuat katagorik
dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu olahraga/aktifitas fisik yang
sesuai dan aktifitas fisik tidak sesuai. Olahraga /aktifitas fisik yang
sesuai jika score lebih dari atau sama dengan mean (≥ 13,06).
Sedangkan olahraga/ aktifitas fisik tidak sesuai, jika score di bawah
mean ≥(< 13,6). Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi masing
– masing kelompok.
4) Pada variabel kepatuhan obat, setelah kumulatif score dari 2 item
pertanyaan tentang obat dijumlahkan, maka pada data numerik itu
dibuat katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu obat patuh
62
dan obat tidak patuh. Obat patuh jika score lebih dari atau sama
dengan mean (≥ 6,56). Sedangkan obat tidak patuh jika score di
bawah mean (< 6,56). Setelah itu diperoleh frekuensi dan proporsi
masing – masing kelompok.
5) Pada variabel pengetahuan hipoglikemia, setelah score dari 6
pertanyaan dijumlahkan untuk setiap responden, maka data numerik
itu dibuat katagorik dengan membagi pada 2 katagorik, yaitu
pengetahuan baik atau buruk. Pengetahuan baik jika score lebih dari
atau sama dengan mean (≥ 2,79). Sedangkan pengetahuan buruk,
jika score di bawah mean(< 2,79). Setelah itu diperoleh frekuensi
dan proporsi masing-masing kelompok.
6) Pada variabel kejadian hipoglikemia, Pada variabel pengetahuan
hipoglikemia, setelah score dari 8 pertanyaan dijumlahkan untuk
setiap responden, maka data numerik itu dibuat katagorik dengan
membagi pada 4 interval, yaitu selalu (> 26,5≤ 32), sering (> 20,99 ≤
26,5), kadang-kadang (>10,5≤20,99) dan jarang (>0≤ 10,5). Setelah
itu diperoleh frekuensi dan proporsi masing-masing kelompok
7) Pada data jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan lama
menderita DM, maka data dianalisis sehingga diperoleh frekuensi
dan proporsi masing-masing kelompok.
b. Analisa Bivariat
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bentuk hubungan atau pengaruh
diantara kedua variabel (dependent dan independent). Pada penelitian ini
analisa bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang telah
63
dirumuskan, yaitu apakah ada pengaruh antara self care dan pengetahuan
hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia dan uji statistik yang
digunakan diuraikan dalam table 4.1.
Tabel 4.2. Uji Statistic Bivariat
Variabel Independent Variabel Dependent Uji statistik
Self care Kejadian
hipoglikemia
Chi Square
Kepatuhan diit T-Test Independent
Kesesuain olahraga /
aktifitas fisik
T-Test Independent
Kepatuhan obat T-Test Independent
Pengetahuan hipoglikemia
Jenis Kelamin
T-Test Independent
Uji Korelasi
c. Analisa Multivariat
Analisa multivariate merupakan tehnik analisis pengembangan dari
analisis bivariat. Analisis ini bertujuan melihat hubungan beberapa
variable (lebih dari satu variable) independent dengan satu atau
beberapa variable dependent (Hastono, 2007).
Adapun tahapan melakukan uji statistik regresi linier ganda, adalah
melakukan uji asumsi klasik regresi linier berganda, penentuan
koefisien determinan, uji F (uji Anova/ Simultan), persamaan regresi
linier ganda.
1). Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda, yang terdiri dari:
64
a) Uji normalitas data
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini digunakan karena data
berskala interval dan analisis menggunakan metode parametrik,
maka persyaratan normalitas harus terpenuhi yaitu data berasal
dari distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal,
maka uji parametrik tidak dapat digunakan.
b). Uji multikolinearitas
Uji multikolinieritas diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya
variabel independen yang memiliki kemiripan dengan variabel
independen lain dalam satu model atau terdapat hubungan yang
kuat diantara variabel independen. Prasyarat yang harus
terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya
multikolinearitas. Metode pengujian yang bisa digunakan
diantaranya adalah dengan melihat nilai inflation factor (VIF)
pada model regresi.
c). Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaitu
adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua
pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi
dalam model regresi adalah tidak adanya gejala
heteroskedastisitas.
65
2). Koefisien detrminasi
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan variabel independen ( kepatuhan diet, kesesuaian
olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan
hipoglikemia) mempengaruhi variabel dependen ( kejadian
hipoglikemia).
3) Uji F( Uji Simultan / Anova)
Uji F dilakukan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Jika
diperoleh P value < 0,025, maka variabel tersebut dapat dilanjutkan
pada pemodelan regresi linier ganda(Hastono, 2007)
4) Pemodelan regresi linier ganda.
a) Seleksi kandidat
Variabel kandidat dalam penelitian ini adalah variable bebas
(self care) dan variable konfonding (jenis kelamin) yang
diprediksi berhubungan dengan variable terikat (kejadian
hipoglikemia). Variabel kandidat akan dimasukan ke dalam
pemodelan multivariate jika hasil uji bivariat p value < 0.25
atau secara substansi dianggap penting
b) Pemodelan multivariate
Pada seleksi kandidat bila di dapatkan p value > 0,25, maka
variabel tersebut masuk ke dalam pemodelan awal
66
multivariate. Selanjutnya untuk mendapatkan pemodelan awal
multivariate dilakukan dengan cara mempertahankan variable
yang p value-nya < 0,05 dan mengeluarkan variable yang p
value-nya > 0,05 secara bertahap mulai dari p value yang
terbesar. Setelah itu baru dilakukan uji statistik persamaan
regresi linier berganda. Model regresi linier berganda
(Sugiyono, 2002 :257 )
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b3X4
Keterangan :
a = konstanta
b1, b2, b3 adalah koefisiens regresi variabel X1, X2, X3
X1 = variabel kepatuhan diit
X2 = variabel kesesuain olahraga/aktifitas fisik
X3 = variabel kepatuhan obat
X4 = variabel pengetahuan hipoglikemia
67
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini mendiskripsikan tentang hasil penelitian yaitu : analisis univariat berupa
karakteristik responden(umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama menderita DM,
tingkat self care, kepatuhan diit, kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat,
tingkat pengetahuan hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia); analisis bivariat
berupa korelasi antara masing-masing variabel self care (kepatuhan diet, kesesuaian
aktivitas/olahraga, kepatuhan obat, tingkat pengetahuan) serta jenis kelamin terhadap
kejadian hipoglikemia serta analisis multivariat berupa menemukan faktor yang
paling dominan berhubungan dengan kejadian hipoglikemia.
A. Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan karakteristik masing – masing
variabel, yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama menderita DM,
tingkat self care, kepatuhan diit, kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat,
tingkat pengetahuan hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia.
1. Hasil analisis karakteristik responden umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan lama menderita DM
Uraian hasil analisis karakteristik responden berupa: umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, lama menderita DM terdapat pada tabel 5.1
68
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden Pasien DM tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Variabel Kategori
Jumlah (n = 96)
Persentasi ( %)
Umur
(tahun)
35 – 45 46 – 55 56 – 65 66 – 75
5 26 47 18
5,25 27,1 48,9 18,75
Jenis Kelamin Laki -Laki Wanita 30
66 31,3 68,7
Tingkat
Pendidikan
SD SLTP SLTA AKADEMI/PT
28 23 34 11
29.2 24.0 35.4 11.5
Lama
Menderita DM (tahun)
0 – 1 2 – 5 6 – 10 > 10
8 27 43 17
8,3 28,1 44,8 17.7
Pada karakteristik umur terlihat responden termuda terdapat pada usia 35
tahun dan kunjungan pasien DM tipe 2 yang datang ke pliklinik RSUD Budhi
Asih diatas usia 45 tahun(94,75%). Proporsi terbanyak pada rentang usia 56
– 65 tahun(48,9%).
Pada jenis kelamin terlihat perbandingan kunjungan pasien DM tipe 2 antara
wanita dan laki=laki sebanyak 2 : 1. Wanita(68,7%) memiliki proporsi lebih
banyak daripada laki-laki (31,3%).
Pada tingkat pendidikan, terlihat yang memiliki pendidikan tinggi(Akademi /
PT) hanya 11,5%. Tingkat pendidikan rendah(SD dan SMP) hampir separuh
dari responden yaitu sebanyak 53,2%.
69
Pada lama menderita, proporsi terbanyak antara 5 - 10 tahun(44,8%). Hal ini
sesuai jika dibandingkan dengan proporsi terbanyak pada usia dengan
rentang usia 56 – 65 tahun(48,9%). Adapun pasien yang lama menderitanya
antara 0 – 1 tahun hanya 8,3%.
2. Hasil analisis karakteristik kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia, tingkat self care dan kejadian hipoglikemia
Tabel 5.2
Distribusi Karakteristik Berdasarkan Pengolahan Numerik Pada Kepatuhan Diit, Kesesuaian Olahraga/ Aktifitas Fisik,
Kepatuhan Obat Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Mean Standar
deviasi
Minimum-
maksimum
95%
CI
skewness Standar
error
Self care 28,57 4,364 12-36 27,69-
29,46
-1.221 0,246
Kepatuhan diit 8,99 2,065 3-12 8.57-
9,41
-0.748 0,246
Kesesuaian
olahraga/
aktifitas fisik
13,06 2,348 4-16 12.59 –
13,46
-1.213 0,246
Kepatuhan obat 6,56 1,520 2-8 6,25-
6,87
-1.461 0,246
Pengetahuan
hipoglikemia
2,79 3,881 0-6 2,51-3,07 0,091 0,246
Hipoglikemia 20,99 3,881 13-29 20.20-
21,78
0,123 0,246
70
Tabel 5.3 Distribusi Karakteristik Berdasarkan Jumlah Proporsi Pada Kepatuhan
Diit, Kesesuaian Olahraga/ Aktifitas Fisik, Kepatuhan Obat, pengetahuan hipoglikemia, tingkat self care, kejadian
hipoglikemia Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013 (n= 96)
Variabel Kategori Jumlah
(n = 96) Persentasi
( %) Kepatuhan Diit Diit Patuh
Diit Tidak Patuh
61
35
63,5
26,5 Kesesuaian Olahraga/
Aktifitas Olahraga/ Aktifitas fisik sesuai Olahraga/ Aktifitas fisik tidak sesuai
49
47
51
49 Kepatuhan Obat Obat Patuh
Obat Tidak Patuh
65
31
67,7
2,3
Pengetahuan hipoglikemia
Pengetahuan hipoglikemia baik Pengetahuan hipoglikemia buruk
56
40
58,3
41,7
Self care Self care baik Self care buruk
54
42
56,25
43,75
Kejadian hipoglikemia
Sering Kadang-kadang Jarang
12
33
51
12,5
34,4
53,1
Pada variabel kepatuhan diit terlihat diit patuh lebih besar proporsinya
dibandingkan diit tidak patuh. Jika dibuat perbandingan, maka diit patuh
dibandingkan diit tidak patuh adalah 2,3 : 1.
Pada variabel kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik diperoleh hasil bahwa
proporsi responden yang melakukan kesesuaian olahraga hampir sama
dengan responden yang tidak melakukan olahraga/ aktifitas fisik yang
sesuai.
71
Pada kepatuhan obat, diperoleh hasil bahwa responden yang patuh obat
proporsinya jauh lebih banyak dibandingkan tidak patuh obat. Perbandingan
patuh obat dengan yang tidak mendekati 2 : 1.
Pada variabel pengetahuan hipoglikemia diperoleh hasil bahwa tingkat
pengetahuan hipoglikemia yang baik memperoleh hasil yang lebih tinggi,
yaitu mencapai 58,3%, atau dengan kata lain perbandingan pengetahuan
yang baik dan buruk adalah 1,3 : 1.
Pada variabel Self care diperoleh hasil self care baik proporsinya lebih besar
dibandingkan self care buruk.
Pada kejadian hipoglikemia diperoleh bahwa responden yang jarang
mengalami hipoglikemia lebih banyak (53,1%) dibandingkan yang kadang-
kadang(34,4%) dan yang mengalami hipoglikemia(12,5%).
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan/ pengaruh kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia Deskripsi hasil penelitian pengaruh kepatuhan diit pada kejadian
hipoglikemia akan diuraikan pada tabel 5.4.
Tabel 5.4 Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Kepatuhan Diit Pada Pasien DM tipe 2 di oliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Kepatuhan diit Mean SD SE P value N Diit patuh 21,85 3,723 0,477 0,004 61
Diit tidak patuh 19,49 3,737 0,632 35
72
Rata-rata kejadian hipoglikemia pada diit yang patuh adalah 21,85 dengan
standar deviasi 3,723, sedangkan untuk diit tidak patuh rata-rata kejadian
hipoglikemia 19,49 dengan standar deviasi 3,737. Hasil uji statistik diperoleh
nilai P value 0,004, yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang
signifikan antara kejadian hipoglikemia terhadap kepatuhan diit.
2. Hubungan/ pengaruh kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik terhadap kejadian hipoglikemia
Pada tabel 5.5 diperoleh hasil bahwa rata-rata kejadian hipoglikemia pada
olahraga/aktifitas fisik yang sesuai adalah 22,29 dengan standar deviasi 3,846,
sedangkan untuk olahraga/aktifitas fisik yang tidak sesuai rata-rata kejadian
hipoglikemia 19,64 dengan standar deviasi 3,467. Hasil uji statistik diperoleh
nilai P value 0,001, yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh yang
signifikan antara kejadian hipoglikemia terhadap kesesuaian
olahraga/aktifitas fisik.
Tabel 5.5 Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Kesesuaian olahraga/aktifitas fisik
Mean SD SE P value N
Olahraga/aktifitas fisik yang sesuai
22,29 3,846 0,549 0,001 49
Olahraga/aktifitas fisik yang tidak sesuai
19,64 3,467 0,506 47
73
3. Hubungan/pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia
Pada tabel 5.6 terlihat statistik deskriptif yang menyatakan bahwa rata-rata
kejadian hipoglikemia pada patuh obat adalah 20,10 dengan standar deviasi
3,682, sedangkan untuk tidak patuh obat rata-rata kejadian hipoglikemia
21,42 dengan standar deviasi 3,929. Hasil uji statistik diperoleh nilai P value
0,120, yang berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada pengaruh yang signifikan
antara kejadian hipoglikemia terhadap kepatuhan obat.
Tabel 5.6 Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Kepatuhan Obat Pada Pasien DM tipe 2 di oliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Kepatuhan Obat
Mean SD SE P value N
Patuh Obat 20,10 3,682 0,661 0,120 31
Tidak Patuh Obat
21,42 3,929 0,487 65
4. Hubungan/pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia
Deskripsi hasil penelitian pengaruh kepatuhan diit pada kejadian hipoglikemia akan diuraikan pada tabel 5.7
Tabel 5.7
Distribusi Rata-Rata Kejadian Hipoglikemia Menurut Pengetahuan Hipoglikemia Pada Pasien DM tipe 2 di oliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta,
Juni 2013(n= 96)
Pengetahuan Hipoglikemia
Mean SD SE P value N
Pengetahuan Baik
22,38 3,793 0,507 0,000 56
Pengetahuan Buruk
19,05 3,129 0,495 40
74
Rata-rata kejadian hipoglikemia pada pengetahuan yang baik adalah 22,38
dengan standar deviasi 3,793, sedangkan untuk pengetahuan buruk rata-rata
kejadian hipoglikemia 19,05 dengan standar deviasi 3,129. Hasil uji statistik
diperoleh nilai P value 0,000, yang berarti pada alpha 5% terlihat ada pengaruh
yang signifikan antara kejadian hipoglikemia terhadap pengetahuan
hipoglikemia.
5. Hubungan/pengaruh Jenis Kelamin terhadap kejadian hipoglikemia
Tabel 5.8 Hubungan/ Pengaruh jenis kelamin Terhadap Kejadian Hipoglikemia
Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Pada uji korelasi denganl uji statistik di atas menunjukkan nilai p value 0,042
(p > 0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan/ pengaruh yang signifikan
antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian
hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat rendah.
Variabel
Uji Korelasi r R2 P value
Jenis Kelamin 0,208 0,043 0,042
75
6. Uji hipotesa selfcare terhadap kejadian hipoglikemi pada pasien DM tipe 2
Tabel 5.9 Hubungan/ Pengaruh Tingkat Self Care Terhadap Kejadian
Hipoglikemia Pada Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Hipoglikemia
TOTAL
Pearson
Chi-
Square
(P value)
sering
kadang -kadang
jarang
Self
care
Self care
buruk
10 19 13 42
0,000
23.8% 45.2% 31.0% 100.0%
Self care
baik
2 14 38 54
3.7% 25.9% 70.4% 100.0%
Total 12 33 51 96
12.5% 34.4% 53.1% 100.0%
Hasil analisis pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia diperoleh
bahwa ada sebanyak 10 (23,8%) self care buruk mengalami kejadian
hipoglikemia yang sering. Sedangkan diantara responden yang melakukan
self care baik, ada 2 (12,5%) responden yang mengalami kejadian
hipoglikemia yang sering. Hasil uji statistik diperoleh P= 0,000 dengan
demikian dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara
pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia.
C. Hasil Analisis Multivariat
Analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui faktor yang paling dominan
mempengaruhi kejadian hipoglikemia adalah analisis multivariat dengan
menggunakan regresi linier ganda. Analisis multivariat dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut :
76
1. Pemilihan kandidat multivariat
Tabel.5.10 Pengaruh/ hubungan kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/Aktifita Fisik,
Kepatuhan Obat dan Pengetahuan Hipoglikemia terhadap Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien DM Tipe 2 di Poliklinik
RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Koofisien korelasi
Kategori hubungan
P value
Kepatuhan diit
0,445 Sedang dan positip
0,000
Kesesuaian olahraga /aktifitas fisik
0,403 Sedang dan positip
0,000
Kepatuhan obat
0,142 Rendah dan positip
0,168
Pengetahuan hipoglikemia
0,447 Sedang dan positip
0,000
Pada uji korelasi kepatuhan diit dengan kejadian hipoglikemia menunjukkan
nilai p value 0,000 (p > 0,025) yang berarti terdapat hubungan/ pengaruh
yang signifikan antara kepatuhan diit terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien DM tipe 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh kepatuhan diit
terhadap kejadian hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat
sedang dan berpola positif, artinya semakin patuh terhadap diit maka
pencegahan kejadian hipoglikemia semakin tinggi.
Pada uji korelasi kesesuaian olahraga/aktifitas fisik dengan kejadian
hipoglikemia menunjukkan nilai p value 0,000 (p > 0,025) yang berarti
terdapat hubungan/ pengaruh yang signifikan antara kesesuaian olahraga/
aktifitas fisik terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada
tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik
terhadap kejadian hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat
77
sedang dan berpola positif, artinya semakin melakukan kesesuaian
olahraga/aktifitas fisik maka pencegahan kejadian hipoglikemia semakin
tinggi.
Pada uji korelasi kepatuhan obat dengan kejadian hipoglikemia menunjukkan
nilai p value 0,168 (p > 0,025) yang berarti tidak terdapat hubungan/
pengaruh yang signifikan antara kepatuhan obat terhadap kejadian
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada tabel tersebut terlihat bahwa
pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia menunjukkan
hubungan dengan derajat rendah.
Pada uji korelasi tingkat pengetahuan hipoglikemia dengan kejadian
hipoglikemia menunjukkan nilai p value 0,000 (p < 0,025) yang berarti
terdapat hubungan/ pengaruh yang signifikan antara tingkat pengetahuan
hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2. Pada
tabel tersebut terlihat bahwa pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian
hipoglikemia menunjukkan hubungan dengan derajat sedang.
Berdasarkan hasil uji korelasi maka yang menjadi kandidat variabel yang
akan dilanjutkan pada analisis multivariat dengan regresi linier ganda adalah:
kepatuhan diit, kesesuaian olahraga / aktifitas fisik, pengetahuan
hipoglikemia. Karena secara substansi kepatuhan obat sangat penting, maka
kepatuhan obatpun tetap dimasukkan.
78
2. Uji Determinasi
Langkah selanjutnya pada analisis multivariat setelah menentukan variabel
yang diikutkan pada pemodelan multivariat berdasarkan analisis bivariat
adalah menentukan koefisien determinasi.
Pada pengolahan data hasil penelitian dengan bantuan komputer diperoleh
hasil koefisien determinasi untuk variabel kepatuhan diit, kesesuaian
olahraga/aktifitas fisik, kepatuhan obat dan tingkat pengetahuan hipoglikemia
terhadap kejadian hipoglikemia sebesar 0,353. Hal ini berarti bahwa keempat
variabel tersebut yaitu kepatuhan diet, kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik,
kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia dapat menjelaskan kejadian
hipoglikemia sebesar 35,3 % sedangkan sisanya oleh variabel lain.
3. Uji F (Uji Simultan)
Pada pengolahan data dengan bantuan komputer diperoleh hasil P value
dengan Uji F(Anova) adalah 0,000, artinya bahwa persamaan garis regresi
secara keseluruhan (simultan) sudah signifikan. Dari penghitungan diperoleh
hasil nilai F hitung = 12,413 dengan tingkat signifikansi 0,05 dan df1 = 4 ( 5-
1) dan df2 = 92 (96-4) , diperoleh hasil nilai F tabel adalah 2,46. Dengan
demikian F hitung (12,413) > F tabel (2,46) . Maka dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keempat variabel tersebut yaitu kepatuhan obat,
kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia
memberikan kontribusi bersama-sama terhadap kejadian hipoglikemia.
Dengan demikian model regresi linier layak digunakan untuk memprediksi,
79
artinya Ho ditolak dan Ha gagal ditolak yang berarti terdapat pengaruh
bersama-sama antara variabel independen terhadap variabel dependen.
4. Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda
Tabel 5.11 Uji Asumsi Klasik Regresi Linier Ganda Pada Variabel Kepatuhaan Diit,
Kesesuaian Olahrga/ Aktifitas Fisik. Kepatuhan obat, Pengetahuan Hipoglikemia Terhadap Kejadian Hipoglikemia Pada
Pasien DM tipe 2 di Poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta, Juni 2013(n= 96)
Variabel
Constanta
Uji Anova (uji F) P value
VIF
Dubin Watson
Un standardized Coeficients
Kepatuhan diet Kesesuaian olahraga/ aktifitas fisik Kepatuhan obat Pengetahuan hipoglikemia
10,260
0,000
1.239
1.279
1.177
1.143
1,765
0,586
0,318
-0,196
0,926
a). Uji Normalitas Data
Pada uji normalitas data diperoleh data yang terdistribusi normal. Dasar
pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah jika data menyebar
disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal pada Uji
Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standarized Residual maupun
grafik histogram (lampiran gambar 5.1 dan 5.2 ).
80
b). Asumsi multikolinearitas
Dalam regresi linier tidak boleh terjadi sesama variabel independen
berkorelasi secara kuat. Untuk mendeteksi collinearity dapat
diketahui nilai VIF (Variance Inflation Factor). Bila nilai VIF lebih
dari 10 maka mengindikasi telah terjadi collinearity. Hasil
penghitungan collinearity keempat variabel tersebut di bawah 10
sehingga keempat variabel ini memenuhi syarat pemodelan regresi
linier ganda (lihat tabel 5.10 ).
1) Asumsi Homoscedasticity
Varian nilai variabel Y sama untuk semua nilai variabel X.
Homoscedasticity dapat diketahui dengan melakukan pembuatan
plot residual. Pada hasil penghitungan dengan bantuan komputer
diperoleh hasil titik tebaran tidak berpola tertentu dan meyebar
merata disekitar garis titik 0 maka dapat disimpulkan bahwa keempat
variabel inimemiliki nilai varian Homogen pada setiap nilai x,
dengan demikian asumsi homoscedasticity terpenuhi. Hasil
penghitungan asumsi homoscedasticity terdapat pada gambar 5.3
81
5. Persamaan Regresi Linier Berganda
Setelah terpenuhinya asumsi regresi linier ganda maka dengan bantuan
komputer diperoleh rumus pemodelan regresi linier ganda pada penelitian
ini, yaitu seperti pada tabel 5.11
Persamaan Regresi Linier Ganda yang dapat digunakan adalah =
Y = 10,260 + 0,586 X1 + 0,318 X2- 0,196 X3 + 0,926 X4
Dimana :
Y = kejadian hipoglikemia
X1 = kepatuhan diet
X2 = kesesaian aktifitas/olahraga
X3 = Kepatuhan obat
X4 = pengetahuan hipoglikemia
82
Dengan model persamaan regresi linier ganda, kita dapat memperkirakan
kejadian hipoglikemia dengan menggunakan variabel kepatuhan diet,
kesesuaian aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan
hipoglikemia. Adapun arti koefisien B untuk masing-masing variabel
adalalah :
a. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat kepatuhan diet, maka skor
tingkat pencegahan kejadian hipoglikemia akan naik sebesar 0,586
satuan dengan asumsi variabel lainnya konstan
b. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat kesesuaian aktifitas/olahraga,
maka skor tingkat pencegahan kejadian hipoglikemia akan naik sebesar
0,318 satuan dengan asumsi variabel lainnya konstan
c. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat kepatuhan obat, maka skor
tingkat kejadian pencegahan kejadian hipoglikemia akan menurun
sebesar 0,196 dengan asumsi variabel lainnya konstan
d. Setiap peningkatan 1 (satu) skor tingkat pengetahuan hipoglikemia,
maka skor tingkat pencegahan kejadian hipoglikemia akan meningkat
sebesar 0,926 dengan asumsi variabel lainnya konstan
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang hasil penelitian berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan teori
dan hasil penelitian sebelumnya. Pembahasan ini terdiri atas intepretasi, keterbatasan
penelitian dan implikasi dalam keperawatan.
A. Intepretasi Hasil dan Pembahasan
1. Uji Validitas dan Reliabilitas
Pada penelitian deskriptif data valid yang terkumpul menjadi hal utama. Upaya
yang dilakukan agar diperoleh data valid, sangat tergantung pada instrumen
kuisioner yang kita buat. Agar diperoleh maksud tersebut maka ada beberapa
strategi yang perlu dipikirkan sebelum menyusun instrumen pertanyaan atau
kuisioner.
Pada perumusan item pertanyaan, ada beberapa hal yang harus dilakukan terlebih
dahulu yang dirasakan peneliti berdasarkan hasil uji validitas pada uji coba
instrumen, yaitu : kita harus mengenal terlebih dahulu kemampuan kognitif
responden, mengenal motifasi keterlibatan responden, perumusan pertanyaan
terlalu mudah sehingga tanpa memperhatikan dengan seksama maksud pertanyaan
tersebut responden sudah langsung menjawab, perumusan pertanyaan tidak terlalu
sulit untuk bisa dipahami (bahasa terlalu panjang), pertanyaan mempunyai
jawaban yang tidak mengarah sehingga biasanya responden tidak akan langsung
menjawab tanpa membaca lengkap atau berfikir hati-hati.
84
Pada dimensi kuisioner self care yang diambil dari penelitian terlebih dahulu yang
sudah dilakukan berulangkali(item pertanyaan self care yang diambil dari
SDSCA/ Summary of Diabetes Self Care Activitities Measure yang dibuat oleh
Toobert dkk, 2000) memiliki hasil valid untuk setiap item pertanyaannya. Hanya 1
yang tidak valid dan dihilangkan yaitu pada dimensi kepatuhan obat yang peneliti
buat sendiri. Penyebab ketidakvalidan pada 1 item self care tersebut adalah karena
struktur bahasa dan kalimat yang yang terlalu panjang sehingga sulit dipahami
terutama jika diisi oleh responden dengan tingkat pendidikan rendah.
Pada dimensi pertanyaan mengenai pengetahuan hipoglikemia, dari awal 9
pertanyaan pada uji coba, ada 6 item pertanyaan yang tidak valid dan akhirnya ada
3 item pertanyaan yang dihilangkan dan 3 item pertanyaan yang masih digunakan.
Penyebab yang terjadi menurut peneliti setelah dianalisa adalah instrumen yang
diberikan untuk uji coba pada dimensi pengatahuan hipoglikemia sangat mudah
ditebak/dijawab responden dan memiliki jawaban yang mengarah. Pada item
pertanyaan yang tidak valid tetapi masih digunakan pada saat penelitian
sesungguhnya, item-item pertanyaan tersebut menjadi valid, setelah struktur
bahasa dirubah.
Pada dimensi pengalaman kejadian hipoglikemia yang disusun sendiri oleh
peneliti, diperoleh hasil kevalidan dari 10 item pertanyaan, 3 item pertanyaan
yang tidak valid. 2 item pertanyaan dihilangkan dan 1 tetap digunakan dengan
dirubah struktur bahasanya.
85
2. Pengaruh kepatuhan diet terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2
Pada penelitian ini, peneliti memperoleh hasil bahwa ada pengaruh yang
signifikan kepatuhan diet terhadap kejadian hipoglikemia dan pada karakteristik
responden diperoleh hasil frekuensi diet patuh lebih tinggi (63,5%) dibandingkan
diet tidak patuh (36,5%).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Ruggerio, et.al (1997) tentang Diabetes Self
Management, diperoleh hasil yang berbeda dengan peneliti. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Ruggerio diperoleh hasil bahwa individu yang dapat mematuhi
rekomendasi perubahan gaya hidup seperti diet jumlahnya paling sedikit
dibandingkan dengan yang mematuhi rekomendasi obat. Menurut peneliti, salah
satu yang menunjang kondisi ini adalah karena kunjungan dan frekuensi
responden lebih banyak pada wanita (68,7%). Pendapat ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Jordan & Jordan (2010) yang melakukan penelitian
tentang Self care behaviors of Filipino-American adults with tipe 2 Diabetes,
diperoleh hasil bahwa wanita lebih patuh pada diet yang direkomendasikan.
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes
(Soegondo, dkk, 2011). Penatalaksanaan nutrisi pada pasien diabetes diarahkan
untuk mencapai tujuan berikut : memberikan semua unsur makanan esensial
(misalnya vitamin dan mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan yang
sesuai, memenuhi kebutuhan energi, mencegah fluktuasi kadar glukosa darah
setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal
melalui cara-cara yang aman dan praktis, menurunkan kadar lemak darah jika
kadar ini meningkat. Adapun Perencanaan makan pada pasien diabetes mellitus
86
terdiri dari perencanaan : unsur karbohidrat yang berupaya meningkatkan
konsumsi karbohidrat kompleks khususnya yang berserat tinggi seperti roti
gandung utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/ mie yang berasal dari gandum;
unsur protein yang mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein
nabati untuk membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh; unsur
lemak dengan pembatasan jumlah lemak jenuh.
3. Pengaruh kesesuaian aktifitas/olahraga terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2
Berdasarkan pengolahan data dengan Uji T independen, diperoleh hasil terdapat
pengaruh yang signifikan antara kesesuaian aktifitas/olahraga terhadap kejadian
hipoglikemia.
Frekuensi responden yang melakukan kesesuaian aktifitas/olahraga dengan yang
tidak melakukan kesesuaian aktifitas/olahraga jumlahnya mendekati sama, yaitu
pada yang sesuai 51% dan yang tidak sesuai 49%. Hal ini dapat dihubungkan
dengan adanya pengetahuan yang telah dimiliki dalam melakukan perawatan diri
sehubungan dengan penyakit DM (tingkat pengetahuan hipoglikemia baik pada
responden mencapai 58,3%).
Salah satu penyebab pasien mengalami hipoglikemia karena pengaruh variabel
aktifitas/olahraga pada penelitian ini adalah karena pasien belum makan terlebih
dahulu sebelum melakukan aktifitas/olahraga dikarenakan faktor kebiasaan dan
juga dikarenakan ketidaktahuan efek aktifitas terhadap kejadian hipoglikemia.
87
Olahraga sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.
Olahraga akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
penggunaan glukosa sebagai sumber energi. Menurut Ermita(2011) pasien
diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/ dl dan menunjukkan
adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan olahraga sebelum pemeriksaan
keton urin menjadi negative dan kadar glukosa darah telah mendekati normal.
Olahraga dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi
glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormone ini membuat
hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
Secara ringkas olahraga perlu diperhatikan prinsip FITT, yaitu: Frekuensi (jumlah
olahraga perminggu: dianjurkan 3 – 5 kali perminggu); Intensitas (ringan dan
sedang); Time (30 – 60 menit); Tipe (olahraga endurans: aerobik yaitu untuk
meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan
bersepeda).
4. Pengaruh kepatuhan obat terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM
tipe 2
Pada penelitian diperoleh hasil bahwa kepatuhan obat tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kejadian hipoglikemia.
Pada kuisioner tentang kepatuhan obat , diperoleh hasil sebagian besar pasien
melakukan kepatuhan untuk variabel obat(67,7%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Ruggerio, et.al,(1997) pada penelitian tentang Diabetes
88
Self Management, yang menyimpulkan bahwa pasien lebih patuh terhadap
rekomendasi obat daripada perubahan gaya hidup seperti diet ataupun olahraga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leese et.al,(2003) tentang Frequency
of severe hipoglcemia requering emergency traetment in type 1 dan type 2
Diabetes, diperoleh hasil bahwa pasien DM tipe 2 yang mendapatkan insulin
memperoleh jumlah proporsi yang sama dengan DM tipe 1 terhadap kejadian
hipoglikemia, tetapi pada pasien DM tipe 2 yang mendapat obat hipoglikemik
agent (OHO), kejadian hipoglikemia hanya 1/3 bagian. Pada penelitian ini,
responden yang mendapatkan insulin hanya 2%, sehingga yang mungkin akan
mengalami hipoglikemia karena variabel kepatuhan obat memiliki angka kejadian
yang kecil atau kurang signifikan.
Berdasarkan data yang diperoleh saat wawancara dan pengisian kuisioner, ada
beberapa pasien yang mengalami hipoglikemia pada variabel kepatuhan obat
adalah karena pasien kurang memahami bahwa ketika ia sudah mengkonsumsi
obat maka dia tidak boleh menunda makan, dan ada juga beberapa pasien yang
menggunakan obat herbal (5,2%) selain yang direkomendasikan dokter.
5. Pengaruh pengetahuan hipoglikemia terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2
Pada hasil penelitian frekuensi responden yang memiliki pengetahuan yang
baik(58,3%) lebih tinggi dibandingkan dengan pengetahuan yang buruk (41,7%).
Hal ini ditunjang oleh fasilitas kesehatan maupun penyebaran informasi kesehatan
(media elektronik) yang memadai. Selain itu juga dikarenakan sebagian responden
telah memiliki pengalaman hipoglikemia(100%), sehingga mereka mengetahui
beberapa hal yang berkaitan dengan hipoglikemia.
89
Penelitian yang dilakukan oleh Khan & Khan, (2000), menyimpulkan bahwa
sebagian besar responden (56%) memiliki pengetahuan tentang gejala
hipoglikemia, karena pasien diabetes mengenal gejala hipoglikemia berdasarkan
pengalaman mengalami gejala hipoglikemia. Penelitian yang dilakukan oleh Ali
dan Jusoff(2009) tentang Barriers to optimal control of type 2 Diabetes in
Malaysian Malay Patients menyimpulkan bahwa kemampuan melakukan
perawatan diabetes akan lebih baik jika mereka telah memahami penyakit diabetes
dengan baik
6. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi hasil penelitian yang diperoleh 0,353 artinya bahwa
keempat variabel independen self care yaitu kepatuhan diet, kesesuaian
aktifitas/olahraga, kepatuhan obat dan pengetahuan hipoglikemia dapat
menjelaskan kejadian hipoglikemia sebesar 35,3 % sedangkan sisanya oleh
variabel lain.
Berdasarkan hasil tersebut, peneliti mempunyai pendapat bahwa walaupun 4 pilar
dari 5 pilar penanganan DM sudah menjadi dimensi penelitian ini, tetap masih ada
67,5% kejadian hipoglikemia ditentukan oleh variabel lain. Variabel lain yang
dapat berpengaruh berdasarkan hasil penelitian terdahulu diantaranya adalah:
motivasi, dukungan sosial dan depresi.
a). Penelitian yang berjudul Analisis faktor yang berkontribusi terhadap self
care diabetes pada pasien diabetes tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah
Tanggerang yang dilakukan oleh Kusniawati(2010) menemukan bahwa
90
ada pengaruh motivasi pasien terhadap self care dengan P value 0,001.
Semakin tinggi motivasi pasien, maka semakin tinggi pula pasien
melakukan aktivitas self care.
b). Penelitian yang dilakukan oleh Benjamin, et.al. tentang Assessing
Sources of Support for Diabets Self Care in Urban and Rural
Underserved Communities, yang menguji pada 4 sumber kunci dukungan
yang spesifik yaitu dukungan keluarga dan teman, organisasi masyarakat,
tetangga lingkungan sekitar, sumber-sumber di komunitas. Hasil yang
ditemukan sebagai sumber yang sangat berpengaruh terhadap prilaku self
care adalah tetangga lingkungan sekitar. Dukungan keluarga dan teman
juga terlihat menjadi faktor yang penting.
c). Gonjales, et.al, (2008) melakukan penelitian tentang Differentiating
symptoms of depression from diabetes specific distress: relationships with
self care in type 2 diabetes memperoleh hasil bahwa score PAID (Problem
Area in Diabetes) yang sangat signifikan sebagai predikat rendahnya level
self care adalah depresi (r = 0,54 ; p < 0,0001).
d). Penelitian tentang Role of Motivation in Relationship between Depression,
Self Care and Glycemic Control in Adults with type 2 Diabetes oleh
Leonard E Oegede dan Chandra Y Osborn (2010) memperoleh hasil
bahwa depresi mempunyai hubungan yang paling signifikan dengan
kurangnya perilaku self care pasien diabetes.
Pendapat peneliti tentang hasil penelitian diatas adalah peneliti menyetujui
bahwa motivasi, sistim dukungan dan depresi dapat menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian hipoglikemia. Setiap faktor yang
91
merendahkan tingkat self care pasien DM maka kejadian hipoglikemia akan
dapat terjadi.
Motivasi adalah suatu dorongan yang bisa membuat seseorang berprilaku
sehingga tujuannya dapat tercapai. Motivasi dapat dari luar diri maupun dari
dalam diri. Seseorang yang motivasinya tinggi untuk mencapai tujuan tertentu,
misalnya pasien diabetes ingin dirinya terhindar dari komplikasi yang akan
terjadi seperti hipoglikemia, maka pasien akan berusaha untuk melakukan
aktifitas yang dapat mencegah kejadian hipoglikemia melalui self care yang
baik.
Pada sistim dukungan , walaupun diperoleh hasil ternyata tetangga memiliki
nilai signifikansi yang tinggi, tetapi keluarga atau teman mempunyai nilai
yang penting bagi pasien DM. Dukungan keluarga yang adekuat akan
membantu pasien DM untuk melakukan self care sesuai yang
direkomendasikan tenaga kesehatan.
Peneliti setuju pada hasil penelitian tentang depresi yang akan mempengaruhi
self care pasien DM. Kondisi depresi akan menurunkan motivasi dan
kemampuan pasien untuk melakukan self care dengan benar.
B. Keterbatasan Penelitian
1. Pembuatan instrumen kuisioner yang baik
Hasil penelitian dengan metode deskriptif analitik sangat tergantung dengan
nilai validitas kuisioner yang kita pakai. Pada penelitian ini sebagian besar
92
kuisioner dibuat oleh peneliti sendiri, terutama pada bagian pengetahuan
hipoglikemia dan kejadian hipoglikemia. Karena keterbatasan pengalaman
peneliti membuat kuisioner yang baik, maka hasil validitas pada uji coba
berada pada rentang 0 sampai dengan 0,790 ( r tabel=0,361). Upaya untuk
menghindari tidak validnya hasil penelitian selain melakukan validitas
konstruksi dengan pembimbing untuk memperbaiki kuisioner penelitian,
peneliti juga melakukan uji validitas dan reliabilitas pada data penelitian 96
responden. Karena hasil uji validitas dan reliabilitas sudah memenuhi kriteria
valid untuk seluruh item pertanyaan, maka kuisioner jawaban dari setiap
responden dilanjutkan untuk diolah.
2. Pengisian Kuisioner
Independensi pengisian kuesioner tidak terjamin secara multak karena
beberapa responden ada yang memiliki keterbatasan kemampuan kognitif
(disamping karena usia, juga tingkat pendidikan yang rendah ) sehingga pada
saat pengisian ada beberapa responden yang masih bertanya, jika
dibandingkan dengan responden yang berpendidikan tinggi maka mereka
sudah dapat langsung memahami dan menjawab pertanyaan kuisioner
tersebut. Tingkat pendidikan responden adalah: SD: 29,2%; SMP:24%;
SMA: 35,4%. Mengatasi masalah ini peneliti menjelaskan kembali maksud
pertanyaan tersebut.
C. Implikasi Keperawatan
1. Pelayanan Keperawatan
Perawat saat ini sudah dituntut untuk memberikan layanan keperawatan yang
berkualitas dengan nilai kemanfaatan yang dapat dipertanggungjawabkan
93
kepada mayarakat. Salah satu peran perawat penting selain sebagai care
privider adalah sebagai edukator. Hasil penelitian pengaruh self care terhadap
kejadian hipoglikemia yang berpedoman pada teori Self Care Orem sebagai
teori keperawatan, dapat menjadi pedoman dalam menyusun rencana asuhan
keperawatan, khususnya dalam memberikan pendidikan kesehatan guna
mencegah kejadian hipoglikemia. Kepatuhan diit, aktifitas fisik atau olahraga
yang sesuai adalah hal yang harus dipikirkan sebagai bahan masukkan.
2. Pengembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini menjadi data awal bahan kajian dalam mengembangkan
pendidikan kesehatan pencegahan hipoglikemia, dimana variabel kepatuhan
diet, kesesuaian aktifitas/olahraga dan penegetahuan hipoglikemia harus
menjadi perhatian.
994
94
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan tentang simpulan dari hasil pembahasan yang berkaitan dengan
upaya menjawab tujuan dan hipotesis penelitiani berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan.
A. Simpulan
1. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara tingkat self care pada
pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta terhadap kejadian
hipoglikemia(P value 0,000)
2. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara kepatuhan diit pada
pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta terhadap kejadian
hipoglikemi(P value 0,004)
3. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara kesesuaian olahraga/
aktifitas fisik pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta
terhadap kejadian hipoglikemia(P value 0,001)
4. Terdapat pengaruh yang signifikan / bermakna antara pengetahuan
hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD Budhi Asih Jakarta
terhadap kejadian hipoglikemia(Pvalue 0,000) dan pengetahuan hipoglikemia
adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian
hipoglikemia(B= 0,926)
95
B. S a r a n
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, peneliti menyarankan :
1. Bagi layanan keperawatan
Perawat ataupun tenaga kesehatan lainnya perlu melaksanakan kegiatan
pendidikan kesehatan (Health Education) yang terencana dan terorganisir
yang ditujukan kepada pasien DM atau keluarganya, khususnya mengenai
pencegahan dan penanganan hipoglikemia.
Dalam upaya itu perawat perlu melakukan beberapa hal, yaitu:
a. mengembangkan kemampuan komunikasi efektif dalam melakukan
pendekatan kepada pasien sehingga masalah yang menjadi penyebab
hipoglikemia dapat teridentifikasi dengan tepat dan tujuan pendidikan
kesehatan tentang hipoglikemia dapat tercapai, sehingga dikemudian
hari pasien DM tipe 2 mampu secara self care mencegah dan
mengatasi hipoglikemia.
b. mengembangkan diri untuk mendapatkan informasi terkini, khususnya
tentang pencegahan dan penanganan pasien DM dengan
hipoglikemia.
c. menyediakan tempat dan jadwal khusus pendidikan kesehatan bagi
pasien DM dan keluarganya
2. Bagi pasien dan keluarga
Pasien harus terus berupaya mengembangkan kemampuan self care agar
terhindar dari kejadian hipoglikemia, seperti kebiasaan sangat membatasi
jumlah makan, melakukan olahraga/ aktifitas fisik yang berlebihan atau
menunda makan sebelum berolahraga.
96
Keluarga perlu mendukung peningkatan kemampuan diabetesi(pasien DM),
misalnya dengan mengikuti pendidikan kesehatan tentang pencegahan
hipoglikemia.
Pasien dan keluarga harus terus mencari informasi pada sumber-sumber yang
expert secara mandiri(self care) seperti kepada perawat, dokter ataupun
pasien DM tipe 2 yang telah memiliki pengalaman hipoglikemia dan telah
mampu untuk mencegah kejadian hipoglikemia.
3. Pada pendidikan
Perlu meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang pengaruh self care pada
penanganan DM, agar pasien DM terhindar dari kejadian hipoglikemia
khususnya tentang perencanaan diit dan olahraga/aktifitas fisik yang sesuai.
4. Pada peneliti selanjutnya
Perlu dilakukan penelitian lebih jauh secara kualitatif, guna menemukan
faktor self care pasien DM tipe 2 yang mempengaruhi kejadian hipoglikemia
selain kepatuhan diit, kesesuaian olahraga/aktifitas fisik dan tingkat
pengetahuan hipoglikemia.
DAFTAR PUSTAKA
Abrahim, M. . (2011). Self care in type 2 diabetes: A Systematic literature review on
factors contributing to self care type 2 diabetes melitus patient. Inu. diva-portal.org/smash/get/diva2: 50444528/ Fulltext01 diunduh 18 maret 2013
Ali, S. M., & Jusoff, K. (2009). Barriers to optimal control of type 2 diabetes in
malaysian malay patients. Global Journal of Health Science, 1(2), 106-118. Retrieved: http://search.proquest.com/docview/822029617?accountid=33171
American Diabetes Association ( ADA). 2013. Standards of medical care in diabetes-
2013: American Diabetes Association. Diabetes Care. January, 2013. Asselstine, R. T. M. (2011). Desertasi: Self care, social support, and quality of life in
Asians and Pasific Islanders With tipe 2 diabetes. Copyright 2012 Proquest Nursing & Allied Health Source LLC
Benjamin A. Shaw , et al. (2006). Assesing sources of support for diabets self care in
urban and rural underserved communities, Journal of Community Health, Vol. 31, No. 5 October 2006
Black & Hawks. (2009). Medical surgical nursing : clinical management for positive
outcome, Elsevier, Singapura
Boedisantoso. (2011). Komplikasi akut diabetes mellitus, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 111) . Jakarta: FKUI
Dahlan, M. S. (2010). Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto Davis, & Alonso. (2004). Hypoglycemia as a barrier to glycemic control. Journal of
Diabetes and its Complications, 18(1), 60-8. doi:http://dx.doi.org/10.1016/S1056-8727(03)00058-8
Egede and Osborn. (2010). Role of Motivation in the Relationship Between Depression, Self-care, and Glycemic Control in Adults With Type 2 Diabetes. The Diabetes Educator 2010;36:276.
Gonzalez, et al. (2008). Differentiating symptoms of depression from diabetes-specific distress: relationships with self-care in type 2 diabetes. http://search.proquest.com/docview/213843981/abstract/13CE0778EA4DCC704C/3?accountid=33171
Gumbs, Jean Maydalyne. (2012). Relationship between diabetes self-management education and self-care behaviors among african american women with type 2 diabetes. Journal of Cultural Diversity, 19(1), 18-22. Retrieved:http://search.proquest.com/docview/1013485083?accountid=33171
Hastono & Sabri . (2008). Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hastono, S.P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI. Heather , Alison . (2012). Weight Loss Reduces Artery Stiffness in Type 2 Diabetes ,
http://www.diabetescare.net/content_detail.asp?id=446326 diunduh 26 Februari 2013
Hidayat, AA ,Alimul. (2009). Metode penelitian keprawatan dan teknik analisis
data . Jakarta : Salemba Medika Hippisley-Cox, J& Pringle, M . (2004). Prevalence, care, and outcomes for patients
with diet-controlled diabetes in general practice: cross sectional survey ,The Lancet 364. 9432 (Jul 31-Aug 6, 2004): 423-8. http://search.proquest.com/docview/199002983/13CE0FBA94FEBFD967/8?accountid=33171 diunduh 19 maret 2013
Ignatavicius & Workman. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for
collaborative care. (5th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder Imron. & Munif, (2010). Metodologi penelitian bidang kesehatan. Jakarta: Sagung
Seto. Jordan, D.N., & Jordan, J. L. (2010). Self care behavior of Filipino-American adults
with type 2 diabetes mellitus. Journal of Diabetes and Its Complications. 24 (4), 250-258. Proquest Nursing & Allied Health Source.
Kusniawati. (2010). Analisis faktor yang berkontribusi terhadap self care diabetes
pada pasien diabetes tipe 2 di Rumah sakit Umum Daerah Tanggerang, Tesis Program S2 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, tidak dipublikasikan
Leese, G. P., Wang, J., Broomhall, J., Kelly, P., & al, e. (2003). Frequency of severe
hypoglycemia requiring emergency treatment in type 1 and type 2 diabetes: A population-based study of health service resource use, Diabetes Care, 26(4), 1176-80. http://search.proquest.com/docview/223044370?accountid=33171
LeMone, P., & Burke, K. (2008). Medical surgical nursing critical thingking in
client care. 4th edition. Pearson Education, Inc Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., & Dirksen, S.R. (2011). Medical surgical nursing
assessment and management of clinical problem. St.Louis : Missouri. Mosby-Year Book, Inc
Mayo Clinic staff , Diabetes care: 10 ways to avoid diabetes complications ,
http://www.mayoclinic.com/health/diabetes-management/DA00008/ NSECTIONGROUP=2 diunduh 19 Maret 2013
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
P, Karakurt ; MK, Kaşıkçı. (2012). The effect of education given to patients with type 2 diabetes mellitus on self-care , International Journal of Nursing Practice 2012; 18: 170–179, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1440-172X.2012.02013.x/abstract diunduh 8 Maret 2013
Padma, K., Bele, D.,Bodhare, T. N., Valsangkar, S. (2012). Evaluation of knowledge
and self care practices in diabetic patients and their role in this is management. National Journal of Community Medicine, 3 (1), 2-6. http://www.njemindia.org/home/download/198 diunduh tanggal 23 Maret 2013
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsesus pengelolaan
dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Pratiknya, A. M. (2011). Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran &
kesehatan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Riduwan dan Engkos, Kuncoro, K. (2008). Cara menggunakan dan memaknai
analisis Jalur ( path Analisis ). Bandung: Alfabeta Ruggiero, L., Glasgow, R. E., Dryfoos, J. M., Rossi, J. S., & al, e. (1997). Diabetes
self-management: Self-reported recommendations and patterns in a large population. Diabetes Care, 20(4), 568-76. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223041371?accountid=33171
Setiadi. (2007). Konsep & penelitian riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Smeltzer, S.C., & Bare, G.B. (2008). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC Soegondo. (2011). Prinsip pengobatan diabetes ,insulin dan obat hipoglikemik oral,
dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 163) . Jakarta: FKUI
Sudoyo, et al. (2006). Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4, Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI Sugiyono, (2002). Statistika untuk penelitian catakan keempat, Bandung: CV
Alfabeta Sugiyono. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif , kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta Suryabrata, S. (2012). Metodologi penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada . Suyono, (2011). Patofisiologi diabetes mellitus, dalam Suyono et al.,
Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 11) . Jakarta: FKUI Tomey,A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing theorist and their work. St. Louis:
Mosby Elsevier
Toobert, D. J., Hampson, S. H., & Glasgow, R. E. (2000). The summary of diabetes self-care activities measure: Results from 7 studies and a revised scale. Diabetes Care, 23(7), 943-50. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223032746?accountid=33171
Triyanto,B (2011). Holistic health solution diabetes di usia muda (hal:2). Jakarta:
Grasindo Waspadji. (2011). Diabetes mellitus: mekanisme dasar dan pengelolaannya yang
rasional, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 31) . Jakarta: FKUI
Wild ,Sarah ; Roglic,Gojka, Green,Anders ; Sicree,Richard ; King, Hilary. (2004).
Global prevalence of diabetes estimates for the year 2000 and projections for 2030 , http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047 diunduh tgl 14 Januari 2013
Yekta, Zahra,et al. (2011). Assessment of self-care practice and its associated factors
among diabetic patients in urban area of urmia, northwest of iran, JRHS 2011; 11(1): 33-38, http://jrhs.umsha.ac.ir/index.php/JRHS/article/view/212/html5
DAFTAR PUSTAKA
Abrahim, M. . 2011. Self care in type 2 diabetes: A Systematic literature review on
factors contributing to self care type 2 diabetes melitus patient. Inu. diva-portal.org/smash/get/diva2: 50444528/ Fulltext01 diunduh 18 maret 2013
Ali, S. M., & Jusoff, K. 2009. Barriers to optimal control of type 2 diabetes in
malaysian malay patients. Global Journal of Health Science, 1(2), 106-118. Retrieved: http://search.proquest.com/docview/822029617?accountid=33171
American Diabetes Association ( ADA). 2013. Standards of medical care in diabetes-
2013: American Diabetes Association. Diabetes Care. January, 2013. Asselstine, R. T. M. 2011. Desertasi: Self care, social support, and quality of life in
Asians and Pasific Islanders With tipe 2 diabetes. Copyright 2012 Proquest Nursing & Allied Health Source LLC
Benjamin A. Shaw , et al. 2006. Assesing sources of support for diabets self care in
urban and rural underserved communities, Journal of Community Health, Vol. 31, No. 5 October 2006
Black & Hawks. 2009. Medical surgical nursing : clinical management for positive
outcome, Elsevier, Singapura
Boedisantoso. 2011. Komplikasi akut diabetes mellitus, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 111) . Jakarta: FKUI
Dahlan, M. S. 2010. Langkah-langkah membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan. Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto Davis, & Alonso. 2004. Hypoglycemia as a barrier to glycemic control. Journal of
Diabetes and its Complications, 18(1), 60-8. doi:http://dx.doi.org/10.1016/S1056-8727(03)00058-8
Egede and Osborn. 2010. Role of Motivation in the Relationship Between Depression, Self-care, and Glycemic Control in Adults With Type 2 Diabetes. The Diabetes Educator 2010;36:276.
Gonzalez, et al. 2008. Differentiating symptoms of depression from diabetes-specific distress: relationships with self-care in type 2 diabetes. http://search.proquest.com/docview/213843981/abstract/13CE0778EA4DCC704C/3?accountid=33171
Gumbs, Jean Maydalyne. 2012. Relationship between diabetes self-management education and self-care behaviors among african american women with type 2 diabetes. Journal of Cultural Diversity, 19(1), 18-22. Retrieved:http://search.proquest.com/docview/1013485083?accountid=33171
Hastono & Sabri . 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hastono, S.P. 2007. Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM UI. Heather , Alison . 2012. Weight Loss Reduces Artery Stiffness in Type 2 Diabetes ,
http://www.diabetescare.net/content_detail.asp?id=446326 diunduh 26 Februari 2013
Hidayat, AA ,Alimul. 2009. Metode penelitian keprawatan dan teknik analisis data .
Jakarta : Salemba Medika Hippisley-Cox, J& Pringle, M . 2004. Prevalence, care, and outcomes for patients
with diet-controlled diabetes in general practice: cross sectional survey ,The Lancet 364. 9432 (Jul 31-Aug 6, 2004): 423-8. http://search.proquest.com/docview/199002983/13CE0FBA94FEBFD967/8?accountid=33171 diunduh 19 maret 2013
Ignatavicius & Workman. 2006. Medical surgical nursing: Critical thinking for
collaborative care. (5th ed.). St. Louis: Elsevier-Saunder Imron. & Munif, 2010. Metodologi penelitian bidang kesehatan. Jakarta: Sagung
Seto. Jordan, D.N., & Jordan, J. L. 2010. Self care behavior of Filipino-American adults
with type 2 diabetes mellitus. Journal of Diabetes and Its Complications. 24 (4), 250-258. Proquest Nursing & Allied Health Source.
Kusniawati. 2010. Analisis faktor yang berkontribusi terhadap self care diabetes
pada pasien diabetes tipe 2 di Rumah sakit Umum Daerah Tanggerang, Tesis Program S2 Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, tidak dipublikasikan
Leese, G. P., Wang, J., Broomhall, J., Kelly, P., & al, e. 2003. Frequency of severe
hypoglycemia requiring emergency treatment in type 1 and type 2 diabetes: A population-based study of health service resource use, Diabetes Care, 26(4), 1176-80. http://search.proquest.com/docview/223044370?accountid=33171
LeMone, P., & Burke, K. 2008. Medical surgical nursing critical thingking in client
care. 4th edition. Pearson Education, Inc Lewis, S.M., Heitkemper, M.M., & Dirksen, S.R. 2011. Medical surgical nursing
assessment and management of clinical problem. St.Louis : Missouri. Mosby-Year Book, Inc
Mayo Clinic staff , Diabetes care: 10 ways to avoid diabetes complications ,
http://www.mayoclinic.com/health/diabetes-management/DA00008/ NSECTIONGROUP=2 diunduh 19 Maret 2013
Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
P, Karakurt ; MK, Kaşıkçı. 2012. The effect of education given to patients with type 2 diabetes mellitus on self-care , International Journal of Nursing Practice 2012; 18: 170–179, http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1440-172X.2012.02013.x/abstract diunduh 8 Maret 2013
Padma, K., Bele, D.,Bodhare, T. N., Valsangkar, S. 2012. Evaluation of knowledge
and self care practices in diabetic patients and their role in this is management. National Journal of Community Medicine, 3 (1), 2-6. http://www.njemindia.org/home/download/198 diunduh tanggal 23 Maret 2013
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2011. Konsesus pengelolaan
dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia. Jakarta. Pratiknya, A. M. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran & kesehatan.
Jakarta: RajaGrafindo Persada. Riduwan dan Engkos, Kuncoro, K. 2008. Cara menggunakan dan memaknai analisis
Jalur ( path Analisis ). Bandung: Alfabeta Ruggiero, L., Glasgow, R. E., Dryfoos, J. M., Rossi, J. S., & al, e. 1997. Diabetes
self-management: Self-reported recommendations and patterns in a large population. Diabetes Care, 20(4), 568-76. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223041371?accountid=33171
Setiadi. 2007. Konsep & penelitian riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Smeltzer, S.C., & Bare, G.B. 2008. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC Soegondo. 2011. Prinsip pengobatan diabetes ,insulin dan obat hipoglikemik oral,
dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 163) . Jakarta: FKUI
Sudoyo, et al. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi 4, Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI Sugiyono, 2002. Statistika untuk penelitian catakan keempat, Bandung: CV Alfabeta Sugiyono. 2010. Metodologi penelitian kuantitatif , kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta Suryabrata, S. 2012. Metodologi penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada . Suyono, 2011. Patofisiologi diabetes mellitus, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan
diabetes terpadu (hal 11) . Jakarta: FKUI Tomey,A.M., & Alligood, M.R. 2006. Nursing theorist and their work. St. Louis:
Mosby Elsevier
Toobert, D. J., Hampson, S. H., & Glasgow, R. E. 2000. The summary of diabetes self-care activities measure: Results from 7 studies and a revised scale. Diabetes Care, 23(7), 943-50. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/223032746?accountid=33171
Triyanto,B 2011. Holistic health solution diabetes di usia muda (hal:2). Jakarta:
Grasindo Waspadji. 2011. Diabetes mellitus: mekanisme dasar dan pengelolaannya yang
rasional, dalam Suyono et al., Penatalaksanaan diabetes terpadu (hal 31) . Jakarta: FKUI
Wild ,Sarah ; Roglic,Gojka, Green,Anders ; Sicree,Richard ; King, Hilary. 2004.
Global prevalence of diabetes estimates for the year 2000 and projections for 2030 , http://care.diabetesjournals.org/content/27/5/1047 diunduh tgl 14 Januari 2013
Yekta, Zahra,et al. 2011. Assessment of self-care practice and its associated factors
among diabetic patients in urban area of urmia, northwest of iran, JRHS 2011; 11(1): 33-38, http://jrhs.umsha.ac.ir/index.php/JRHS/article/view/212/html5
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA -------------------------------------------------------------------------------
PENJELASAN PENELITIAN
Judul Penelitian : Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM
tipe 2 di poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta
Nama Mahasiswa : R.Yeni Mauliawati NPM : 2011980013 bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh self care (perawatan diri) terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta Prosedur penelitian yang akan dilakukan adalah mengisi kuesioner yang akan dilakukan oleh Bapak/Ibu/saudara yang berisi pernyataan mengenai biodata dan pertanyaan – pertanyaan yang berkaitan dengan perawatan diri (self care), pengetahuan hipoglikemia dan pengalaman hipoglikemia. Peneliti menjamin bahwa penelitian ini tidak berdampak negative atau merugikan pasien. Namun, bila selama penelitian, Bapak/Ibu/Saudara merasakan ketidaknyamanan, maka Bapak/Ibu/Saudara berhak untuk berhenti dari proses penelitian Peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak pasien sebagai responden dan menjamin kerahasiaan identitas dan data yang diberikan. Pada kuesioner, Bapak/Ibu/Saudara tidak perlu mengisi identitas nama lengkap, namun peneliti akan memberikan nomor kode sebagai pengganti identitas. Bapak/Ibu/Saudara dapat mengundurkan diri sewaktu – waktu apabila menghendakinya atau alasan suatu hal dan tidak akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan. Hasil penelitian akan bermanfaat untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di masa yang akan datang. Dengan penjelasan ini, peneliti sangat berharap partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk berperan serta dalam penelitian ini. Atas kesediaan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara, peneliti mengucapkan terimakasih. Jakarta,.......Juni 2013 Peneliti, R.Yeni Mauliawati
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
Judul Penelitian : Pengaruh self care terhadap kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 di poliklinik RSUD.Budhi Asih Jakarta
Peneliti : R.Yeni Mauliawati NPM : 2011980013
Setelah saya membaca dan mendapatkan penjelasan tentang penelitian yang akan
dilaksanakan oleh peneliti, saya mengerti bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh self care ( perawatan diri) terhadap kejadian hipoglikemia pada
pasien diabetes melitus tipe 2. Saya mengerti bahwa partisipasi saya dalam penelitian ini
bermanfaat bagi pasien diabetes agar dapat mencegah kejadian hipoglikemia.Saya
mengerti risiko yang mungkin terjadi selama penelitian ini sangat kecil. Saya juga berhak
untuk menghentikan keikutsertaan dalam penelitian ini kapan saja dan berhak
mendapatkan jawaban yang jelas mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan. Saya
mengerti bahwa identitas dan catatan data dalam penelitian ini akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian.Demikian secara
sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun. Saya bersedia berpartisipasi menjadi
responden dalam penelitian ini.
Jakarta, ……, Juni 2013 Responden Peneliti ( ) ( )
KISI – KISI INSTRUMEN PENELITIAN
INSTRUMEN NO
PERTANYAAN ASPEK YANG DIUKUR
Instrumen A 1 - 6 Data demografi
Instrumen B
Tingkat self care
1 - 3 Kepatuhan diet
4 - 8 Kesesuaian olahraga/aktivitas fisik
9 - 10 Kepatuhan obat
Instrumen C
Tingkat pengetahuan hipoglikemia
1 - 2 Tanda dan gejala hipoglikemia
3 - 5 Penyebab hipoglikemia
6 Penanganan hipoglikemia
Instrumen D
Hpoglikemia
1 - 4 Pengalaman penyebab hipoglikemia
5- 8 Pengalaman penanganan hipoglikemia
KUESIONER PENELITIAN PENGARUH SELF CARE (PERAWATAN DIRI ) TERHADAP KEJADIAN
HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DM TIPE 2 DI POLIKLINIK RSUD.BUDHI ASIH JAKARTA
Petunjuk
1. Kuisioner ini terdiri dari 4 (empat) bagian meliputi data demografi, kuisioner self care,
kuesioner tingkat pengetahuan hipoglikemia dan kuisioner pengalaman kejadian
hipoglikemia.
2. Silahkan mengisi sesuai petunjuk pada setiap kuisioner
3. Semua jawaban anda adalah BENAR
4. Semua pertanyaan/pernyataan sedapat mungkin diisi dengan lengkap dan jujur
5. Bila ada pertanyaan/pernyataan yang kurang dipahami, mintalah petunjuk langsung
kepada peneliti atau asisten peneliti
6. Atas partisipasi anda kami ucapkan terimakasih.
KUESIONER A : DATA RESPONDEN
1. Inisial nama
bapak/ibu/saudara : ...............................................................................................
2. Alamat : ................................................................................................
...................................................................................................................................
3. Jenis Kelamin : Laki – laki Wanita
4. Umur :
5. Lama menderita DM : 0-1 th 2-5 th 6-10 th > 10 th
6. Pendidikan : SD SLTP
SLTA AKADEMI/ PERGURUAN TINGGI
KODE
B. AKTIVITAS SELF CARE
PETUNJUK PENGISIAN JAWABAN :
Berilah satu jawaban dengan memberikan tanda V untuk setiap pertanyaan di bawah ini.
1. Jawaban : tidak pernah , jika dalam satu minggu (7 hari) tidak melakukan aktivitas pada setiap pertanyaan tersebut
2. Jawaban : 1 hari, jika dalam satu minggu (7 hari) melakukan aktivitas seperti pada pertanyaan tersebut sebanyak 1 hari ......dst
.NO Pertanyaan Tidak pernah
1 hari
2 hari
3 hari
4 hari
5 hari
6 hari
7 hari
1 Berapa hari pada 7 hari terakhir , bapak/ibu/saudara menunda jadwal makan ?
2 Berapa hari pada 7 hari terakhir, melakukan pengurangan jumlah makan ?
3 Berapa hari pada 7 hari terakhir, menghindari jenis karbohidrat ( nasi, roti) ?
4 Berapa hari pada 7 hari terakhir , melakukan olahraga dengan waktu lebih dari 30 menit ? ( olahraga yang dilakukan tanpa berhenti, seperti berjalan )
5 Berapa hari pada 7 hari terakhir, lupa makan terlebih dahulu sebelum berolahraga ?
6 Berapa hari pada 7 hari terakhir , setelah melakukan olahraga merasakan lemas, gemetar, pusing, lapar, berkeringat dingin ?
7 Berapa hari pada 7 hari terakhir, lupa makan sebelum bekerja / sebelum melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dst ?
8 Berapa hari pada 7 hari terakhir , ditempat bekerja / saat melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dst , merasakan lemas, gemetar, pusing, lapar, berkeringat dingin ?
Tidak pernah
1 hari
2 hari
3 hari
4 hari
5 hari
6 hari
7 hari
9
Berapa hari dalam 7 hari terakhir, menggunakan jamu/herbal, dll, (selain obat yang dianjurkan oleh dokter) ?
10 Berapa hari dalam 7 hari terakhir, Menggunakan obat diabetes tetapi menunda jadwal makan ?
C. PENGETAHUAN TENTANG HIPOGLIKEMIA
PETUNJUK PENGISIAN :
Isi sesuai dengan pendapat saudara, beri tanda (√) pada pilihan yang menurut Anda benar pada kolom yang telah disediakan.
NO PERTANYAAN BENAR SALAH
1 Gejala yang parah kadar gula darah rendah adalah penglihatan kabur, linglung dan keder
2 Penurunan kadar gula darah adalah hal yang biasa terjadi pada seseorang dengan DM
3 Menunda makan tidak akan menimbulkan penurunan kadar gula darah di bawah 70 mg/dl
4 Bila minum obat gula herbal dapat mempertahankan kadar gula darah
5 Menunda makan sebelum melakukan aktifitas sehari-hari tidak akan mengakibatkan penurunan kadar gula darah di bawah 70 mg/dl
6 Minum sirop dapat mengatasi penurunan kadar gula darah
D. HIPOGLIKEMIA Isilah jawaban pada setiap soal di bawah ini dengan memberi tanda (√) pada pilihan yang menurut Anda benar pada kolom yang telah disediakan.
NO PERTANYAAN JARANG
(1 kali)
KADANG-KADANG ( 2 kali)
SERING
(3 Kali)
SELALU
(>3 kali) 1 Apakah pengalaman menunda jadwal
makan menjadi penyebab gula darah turun pada bapak/ibu/saudara ?
2 Apakah pengalaman tidak makan sebelum olahraga menjadi penyebab gula darah turun pada bapak/ibu/saudara ?
3 Apakah pengalaman tidak makan sebelum bekerja atau melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci dst, menjadi penyebab gula darah turun pada bapak/ibu/saudara ?
4 Apakah pengalaman olahraga / kerja fisik yang berlebihan menjadi penyebab gula darah turun pada bapak/ibu/saudara ?
5 Apakah jika kadar gula darah turun maka bapak/ibu/saudara akan di rawat di RS ?
6 Apakah bapak/ibu/saudara dapat merasakan gejala awal dari gula darah yang turun seperti gemetar, pusing, lapar yang hebat ?
7 Apakah bapak/ibu/saudara dapat melakukan tindakan emergensi saat gula darah turun ?
8 Apakah dengan tindakan emergensi seperti memberi minuman manis yang dilakukan bapak/ibu/saudara saat gula darah turun dapat menormalkan kondisi bapak/ibu/saudara ?