Metode Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon dalam ...

10
872 Journal of Natural Resources and Environmental Management 9(4): 872-881. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.4.872-881 E-ISSN: 2460-5824 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl Metode Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon dalam Pengelolaan Hutan Rakyat pada Tingkat Pemilik Lahan The Yield Regulation Method Based on Number of Tree in Community Forest Management on The Land Owner Level Wahyu Nazri Yandi a , Muhdin b , Endang Suhendang c a Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana, IPB b Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 c Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 Article Info: Received: 10 - 12 - 2018 Accepted: 12 - 09 - 2019 Keywords: Diameter class, community forest management, mortality percent, forest stand structure, negative exponential. Corresponding Author: Wahyu Nazri Yandi Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana, IPB; Email: wahyu_[email protected] Abstract: Community forest management are individualized according the decision of the land owners and yet have a standardized manage-ment method. Characteristics of community forest have a high diversity at the level of the land owners. Community forest sustainability can be seen from the forest stand structure. The aim of this study was to obtain horizontal stand structure model and compile yield regulation method for each community forest land ownership. Information of the community forest stand in the Cidokom Vil- lage, Rumpin District obtained exploratively and preparation of the yield regulation method analyzed descriptively. Sample of sub-districts, villages, and community forest owners was determined by purposive sampling by considering the potential of community forests, technical convenience in the field, accessibility of research locations, and representation of land area data in community forest land ownership groups. From negative exponential function at community forest, obtained “k” values ranges between 39.71– 2318.99 and “a” values ranges between -1.580.01. The results showed that the stand structure of each land owners of community forest varies and yield regulation method can be used by the community forest landowners which can be adjusted with the cutting decision and land contition to achieve community forest sustainability. How to cite (CSE Style 8 th Edition): Yandi WN, Muhdin, Suhendang E. 2019. Metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dalam pengelolaan hutan rakyat pada tingkat pemilik lahan. JPSL 9(4): 872-881. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.4.872-881. PENDAHULUAN Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh pada tanah yang dibebani hak milik atas tanah. Menurut Darusman dan Hardjanto (2006), luas kepemilikan lahan hutan rakyat khususnya di pulau Jawa memiliki luasan yang sempit dan terfragmentasi dengan luas rata-rata di bawah 0.25 hektar. Pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan umumnya bersifat individual oleh masing-masing pemilik lahan dan belum memiliki metode pengelolaan yang baku. Setiap keluarga pemilik lahan merupakan pihak pengambil keputusan dalam pengusahaan hutan rakyat. Hal itu menyebabkan karakteristik hutan rakyat berbeda pada setiap pemilik lahannya, mulai dari luas kepemilikan lahan, jenis tanaman yang dibudidayakan, sistem pengelolaan yang diterapkan, dan sistem pemanenannya Sainudin dan Fauziyah (2015). Jariyah dan Wahyuningrum (2008) juga menambahkan bahwa pertumbuhan hutan rakyat pada suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya yang

Transcript of Metode Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon dalam ...

872

Journal of Natural Resources and Environmental Management 9(4): 872-881. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.4.872-881

E-ISSN: 2460-5824

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jpsl

Metode Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon dalam Pengelolaan Hutan

Rakyat pada Tingkat Pemilik Lahan

The Yield Regulation Method Based on Number of Tree in Community Forest Management on

The Land Owner Level

Wahyu Nazri Yandia, Muhdinb, Endang Suhendangc a Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana, IPB b Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680 c Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680

Article Info:

Received: 10 - 12 - 2018 Accepted: 12 - 09 - 2019

Keywords: Diameter class, community forest management, mortality percent, forest stand structure, negative exponential. Corresponding Author:

Wahyu Nazri Yandi

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana,

IPB;

Email:

[email protected]

Abstract: Community forest management are individualized according the

decision of the land owners and yet have a standardized manage-ment method.

Characteristics of community forest have a high diversity at the level of the

land owners. Community forest sustainability can be seen from the forest

stand structure. The aim of this study was to obtain horizontal stand structure

model and compile yield regulation method for each community forest land

ownership. Information of the community forest stand in the Cidokom Vil-

lage, Rumpin District obtained exploratively and preparation of the yield

regulation method analyzed descriptively. Sample of sub-districts, villages,

and community forest owners was determined by purposive sampling by

considering the potential of community forests, technical convenience in the

field, accessibility of research locations, and representation of land area data

in community forest land ownership groups. From negative exponential

function at community forest, obtained “k” values ranges between 39.71–

2318.99 and “a” values ranges between -1.58–0.01. The results showed that

the stand structure of each land owners of community forest varies and yield

regulation method can be used by the community forest landowners which can

be adjusted with the cutting decision and land contition to achieve community

forest sustainability.

How to cite (CSE Style 8th Edition): Yandi WN, Muhdin, Suhendang E. 2019. Metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dalam pengelolaan hutan rakyat pada

tingkat pemilik lahan. JPSL 9(4): 872-881. http://dx.doi.org/10.29244/jpsl.9.4.872-881.

PENDAHULUAN

Hutan rakyat merupakan hutan yang tumbuh pada tanah yang dibebani hak milik atas tanah. Menurut

Darusman dan Hardjanto (2006), luas kepemilikan lahan hutan rakyat khususnya di pulau Jawa memiliki

luasan yang sempit dan terfragmentasi dengan luas rata-rata di bawah 0.25 hektar. Pengelolaan hutan rakyat

yang dilakukan umumnya bersifat individual oleh masing-masing pemilik lahan dan belum memiliki metode

pengelolaan yang baku. Setiap keluarga pemilik lahan merupakan pihak pengambil keputusan dalam

pengusahaan hutan rakyat. Hal itu menyebabkan karakteristik hutan rakyat berbeda pada setiap pemilik

lahannya, mulai dari luas kepemilikan lahan, jenis tanaman yang dibudidayakan, sistem pengelolaan yang

diterapkan, dan sistem pemanenannya Sainudin dan Fauziyah (2015). Jariyah dan Wahyuningrum (2008) juga

menambahkan bahwa pertumbuhan hutan rakyat pada suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya yang

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 9(4): 872-881

873

disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kondisi biofisik suatu daerah dan kerapatan tanaman. Dengan

demikian, hutan rakyat memiliki karagaman yang tinggi pada tingkat pemilik lahan.

Pengembangan hutan rakyat pada tingkat pemilik lahan merupakan suatu pekerjaan yang berat mengingat

tingginya keragaman pada hutan rakyat baik keputusan pengelolaan maupun kondisi lahan yang dimiliki.

Namun, keberadaan hutan rakyat perlu dikembangkan oleh berbagai pihak karena manfaat yang diperoleh

begitu besar baik secara ekonomi, ekologi, maupun sosial. Hutan rakyat juga berperan dalam memenuhi

kebutuhan kayu baik di Jawa maupun luar Jawa. Data dari Kemenhut (2012) menyatakan bahwa pada tahun

2011 hampir setengah pasokan kayu di pulau Jawa berasal dari hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat

sebaiknya menerapkan tujuan pengelolaan hutan rakyat yang dikemukakan oleh LP IPB (1990) yaitu untuk

memberikan pendapatan pemilik lahan hutan rakyat secara berkesinambungan. Selanjutnya, pendapatan petani

sebaiknya diperoleh dalam periode waktu satu tahun, hal ini agar hutan rakyat dapat memberikan hasil secara

kontinu dengan jangka waktu yang tidak terlalu lama. Untuk mencapai kelestarian hasil tersebut, diperlukan

metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon pada hutan rakyat.

Kelestarian hutan rakyat dapat dilihat dari struktur tegakan hutan yang digambarkan oleh sebaran diameter

dan jumlah pohon pada setiap lahan dan pola pemanenannya. Struktur tegakan hutan yang diharapkan

memenuhi syarat bagi tercapainya kelestarian adalah lebih kurang menyerupai hutan normal. Keadaan hutan

normal dalam penelitian ini dicirikan oleh jumlah pohon yang cukup banyak dan menyebar secara proporsional

sesuai kenaikan kelas diameternya dan jumlah penebangan yang kurang lebih sama setiap tahunnya. Namun,

struktur tegakan hutan rakyat belum menuju ke arah hutan normal karena sistem pemanenan yang sering

dilakukan petani adalah tebang butuh, yaitu menebang tegakan dalam jumlah tertentu untuk memenuhi

kebutuhan mendesak (Widiarti dan Prajadinata 2008). Di samping itu, pengaturan jadwal tanam dan penentuan

jumlah pohon yang ditanam yang belum konsisten juga menyebabkan struktur tegakan belum normal. Kondisi

ini menyebabkan tidak lengkapnya kelas diameter yang dimiliki petani sehingga hasil hutan rakyat tidak dapat

diambil dalam jumlah yang tetap setiap tahun.

Penelitian ini menggunakan luas hutan rakyat pada tingkat pemilik lahan sebagai satuan terkecil

pengelolaan dalam pengaturan hasilnya dan pemanenan yang dapat disesuaikan dengan keinginan petani.

Berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu yang membuat pengaturan hasil pada hutan rakyat dengan

satuan terkecil pengelolaan yang digunakan adalah luas lahan hutan rakyat pada tingkat desa (Karminarsih

2012; Varis 2011). Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran dan model struktur tegakan

horizontal untuk setiap satuan kepemilikan lahan hutan serta menyusun metode pengaturan hasil untuk setiap

satuan kepemilikan lahan hutan rakyat.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2018 di Desa Cidokom, Kecamatan Rumpin, Kabupaten

Bogor.

Alat, Bahan dan Jenis Data

Objek dalam penelitian ini adalah tegakan hutan rakyat di Desa Cidokom, Kecamatan Rumpin, Kabupaten

Bogor. Alat yang digunakan untuk pengambilan data antara lain pita ukur, meteran rol, GPS, kamera digital,

tallysheet dan alat tulis. Pengolahan data menggunakan perangkat lunak CurveExpert Professional 2.6.3 dan

Ms Excel 2013. Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer meliputi jenis pohon, diameter pohon, jarak tanam, jumlah pohon, dan luas lahan hutan rakyat,

serta karakteristik petani dalam mengelola hutan rakyat. Adapun data sekunder meliputi riap jenis pohon yang

terdapat di lokasi penelitian dan kondisi umum lokasi penelitian.

Yandi WN, Muhdin, Suhendang E

874

Prosedur Penarikan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan secara bertahap. Tahap penentuan kecamatan contoh dan desa contoh

dilakukan secara purposive dengan mempertimbangankan potensi hutan rakyat, kemudahan teknis di lapangan,

dan pertimbangan aksesibilitas lokasi penelitian. Tahap penentuan petani hutan rakyat ditentukan secara

purposive dengan mempertimbangkan keterwakilan data dalam kelompok luas kepemilikan lahan hutan

rakyat. Pengelompokan luas kepemilikan lahan mengacu pada Michon (1983) dan Pratamaningtyas (2013),

sehingga kepemilikan luas lahan hutan rakyat dibagi menjadi kelompok I (0.1 – 0.25 Ha), kelompok II (0.26

– 0.50 Ha), dan kelompok III (lebih dari 0.50 Ha). Jumlah pemilik lahan yang akan diambil dalam setiap

kelompok minimal 5 orang, sehingga keragaman setiap kondisi hutan rakyat di Desa Cidokom dapat diketahui.

Hardjanto (2017) menyatakan bahwa pola tanam tanaman hutan rakyat dalam satu desa cenderung saling

mencontoh satu sama lainnya sehingga jumlah tersebut dianggap cukup untuk menangkap keragaman kondisi

hutan rakyat.

Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan Data Tegakan

Tahapan-tahapan penelitian meliputi penyusunan tabel struktur tegakan, penyusunan model struktur

tegakan, dan penyusunan metode pengaturan hasil. Tabel struktur tegakan merupakan tabel yang menunjukkan

sebaran jumlah pohon per kelas diameter. Hasil inventarisasi dikelompokkan ke dalam 6 kelas diameter dengan

interval masing-masing kelas diameter sebesar 5 cm. Pohon pada kelas diameter 1 berdiameter kurang dari 10

cm, pohon kelas diameter 2 berdiameter 11-15 cm, pohon kelas diameter 3 berdiamater 16-20 cm, pohon kelas

diameter 4 berdiameter 21-25 cm, pohon kelas diameter 5 berdiameter 26-30 cm dan pohon kelas diameter 6

berdiameter lebih dari 30 cm.

Penyusunan model struktur tegakan di semua lahan petani didekati dengan persamaan eksponensial negatif

sebagai berikut:

N = k. e-aD

keterangan:

N = jumlah pohon persatuan luas yang berdiamater D cm

k = konstanta yang menunjukkan tingkat kerapatan tegakan

a = konstanta yang menunjukkan laju penurunan jumlah pohon pada setiap kenaikan diameter pohon.

Konstanta “k” dan “a” ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak CurveExpert Professional 2.6.3

Metode Pengaturan Hasil

Penyusunan metode pengaturan hasil dilakukan dengan cara memodifikasi metode pengaturan hasil yang

telah diperoleh pada tingkat desa (Karminarsih 2012). Hasil penyusunan metode pengaturan hasil dianalisis

menggunakan tabel, kurva atau gambar. Perhitungan dalam metode pengaturan hasil ini membutuhkan

informasi kelas-kelas diameter berdasarkan hasil inventarisasi, jumlah pohon untuk tiap kelas diameter, jangka

waktu lewat, dan persen kematian tegakan untuk mencapai kelas diameter yang lebih tinggi. Untuk

memudahkan penyampaian rumus perhitungan sebelum dimodifikasi, digunakan beberapa asumsi antara lain

riap rata-rata diameter sebesar 5 cm/tahun, persen kematian untuk mencapai kelas diameter 11-15 cm sebesar

20%, persen kematian untuk mencapai kelas diameter 16-20 cm sebesar 10%, persen kematian untuk mencapai

kelas diameter 21-25 cm sebesar 10%, dan persen kematian untuk mencapai kelas diameter 26-30 cm sebesar

0%, serta jangka waktu lewat yang digunakan 4 tahun. Asumsi riap diameter dan persen kematian tersebut

berdasarkan hasil inventarisasi Riyanto dan Pamungkas (2010) pada petak ukur permanen tegakan sengon di

Desa Ngancar, Kediri.

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 9(4): 872-881

875

Tabel 1 Rumus perhitungan pengaturan hasil sebelum modifikasi. Periode/

tahun

ke-

Jumlah batang tiap kelas diameter per hektar Jumlah

pohon layak

tebang

(JPLT)

Jatah

tebang

tahunan

(JTT)

Sisa Keterangan 1 2 3 4 5 6

N1 N2 N3 N4 N5 N6

I/ 1 P1

N1

0.8

N2

0.9

N3

0.9

N4 N5 N6 = F1 F1/4 = E1 F1 - E1 =

S1

P1 = E1

I/ 2 P2

P1 0.8 N1

0.72

N2

0.81

N3

0.9

N4 S1 + (N5) =

F2

F2/4 = E2 F2 - E2 =

S2

P2 = E2

I/ 3 P3

P2 0.8 P1

0.72

N1

0.65

N2

0.81

N3

0.9

S2 + (N4) =

F3

F3/4 = E3 F3 - E3 =

S3

P3 = E3

I/ 4 P4

P3 0.8 P2

0.72

P1

0.65

N1

0.65

N2

0.81

S3 + (N3

x0.9) = F4

F4/4 = E4 F4 - E4 =

S4

P4 = E4

I/ 5 P5

P4 0.8 P3

0.72

P2

0.65

P1

0.65

N1

0.65

S4 + (N2

x0.81) = F5

F5/4 = E5 F5 - E5 =

S5

P5 = E5

II/ 6 P6

P5 0.8 P4

0.72

P3

0.65

P2

0.65

P1

0.65

S5 + (N1

x0.65)= F6

F6/4 = E6 F6 - E6 =

S6

P6 = E6

II/ 7 P7

P6 0.8 P5

0.72

P4

0.65

P3

0.65

P2

0.65

S6 + (P1

x0.65) = F7

F7/4 = E7 F7 - E7 =

S7

P7 = E7

II/ 8 P8

P7 0.8 P6

0.72

P5

0.65

P4

0.65

P3

0.65

S7 + (P2

x0.65) = F7

F8/4 = E8 F8 - E8 =

S8

P8 = E8

II/ 9 P9

P8 0.8 P7

0.72

P6

0.65

P5

0.65

P4

0.65

S8 + (P3

x0.65) = F9

F9/4 = E9 F9 - E9 =

S9

P9 = E9

II/ 10 P10

P9 0.8 P8

0.72

P7

0.65

P6

0.65

P5

0.65

S9 + (P4

x0.65) = F10

F10/4 = E10 F10 - E10

= S10

P10 = E10

Periode/

t Pt

P(t-1)

0.8

P(t-2)

0.72

P(t-3)

0.65

P(t-4)

0.65

P(t-5)

0.65

S(t-1) + P(t-6) =

Ft Ft/4 = Et

Ft - Et =

St Pt = Et

Sumber: Karminarsih (2012).

Tabel 2 Rumus perhitungan pengaturan hasil sesudah modifikasi. Periode/

tahun

ke-

Jumlah batang tiap kelas diameter per hektar Jumlah

pohon

layak

tebang

(JPLT)

Jatah

tebang

tahunan

(JTT)

Sisa Keterangan 1 2 3 4 5 6

N1 N2 N3 N4 N5 N6

I/ 1

P1

N1 h N2 i N3 j N4 k N5 l N6 = F1 F1 z =

E1

F1 – E1

= S1

P1 = Nopt-(N21+

N31+ N41+ N51+

N61+S1)

I/ 2

P2

P1 h N1 hi N2 ij N3 jk N4 kl S1 + (N5 l)

= F2

F2 z =

E2

F2 – E2

= S2

P2 = Nopt-(N22+

N32+ N42+ N52+

N62+S2)

I/ 3

P3

P2 h P1 hi N1 hij N2 ijk N3 jkl S2 + (N4

kl) = F3

F3 z =

E3

F3 – E3

= S3

P3 = Nopt-(N23+

N33+ N43+ N53+

N63+S3)

I/ 4

P4

P3 h P2 hi P1 hij N1

hijk

N2

ijkl

S3 + (N3

jkl) = F4

F4 z =

E4

F4 – E4

= S4

P4 = Nopt-(N24+

N34+ N44+ N54+

N64+S4)

I/ 5

P5

P4 h P3 hi P2 hij P1

hijk

N1

hijkl

S4 + (N2

ijkl) = F5

F5 z =

E5

F5 – E5

= S5

P5 = Nopt-(N25+

N35+ N45+ N55+

N65+S5)

II/ 6

P6

P5 h P4 hi P3 hij P2

hijk

P1

hijkl

S5 + (N1

hijkl) = F6

F6 z =

E6

F6 – E6

= S6

P6 = Nopt-(N26+

N36+ N46+ N56+

N66+S6)

II/ 7

P7

P6 h P5 hi P4 hij P3

hijk

P2

hijkl

S6 + (P1

hijkl) = F7

F7 z =

E7

F7 – E7

= S7

P7 = Nopt-(N27+

N37+ N47+ N57+

N67+S7)

Yandi WN, Muhdin, Suhendang E

876

Periode/

tahun

ke-

Jumlah batang tiap kelas diameter per hektar Jumlah

pohon

layak

tebang

(JPLT)

Jatah

tebang

tahunan

(JTT)

Sisa Keterangan 1 2 3 4 5 6

N1 N2 N3 N4 N5 N6

II/ 8

P8

P7 h P6 hi P5 hij P4

hijk

P3

hijkl

S7 + (P2

hijkl) = F8

F8 z =

E8

F8 – E8

= S8

P8 = Nopt-(N28+

N38+ N48+ N58+

N68+S8)

II/ 9

P9

P8 h P7 hi P6 hij P5

hijk

P4

hijkl

S8 + (P3

hijkl) = F9

F9 z =

E9

F9 – E9

= S9

P9 = Nopt-(N29+

N39+ N49+ N59+

N69+S9)

II/ 10

P10

P9 h P8 hi P7 hij P6

hijk

P5

hijkl

S9 + (P4

hijkl) = F10

F10 z =

E10

F10 –

E10 =

S10

P10 = Nopt-(N210+

N310+ N410+ N510+

N610+S10)

Periode/

t Pt

P(t-1)

h

P(t-2)

hi

P(t-3)

hij

P(t-4)

hijk

P(t-5)

hijkl

S(t-1) + P(t-6)

hijk l= Ft

Ft z =

Et

Ft – Et

= St

Pt = Nopt-( N2t+

N3t+ N4t+ N5t+

N6t+St)

Sumber: Modifikasi dari Karminarsih (2012).

keterangan:

Ni = kerapatan tegakan pada kelas diameter ke-i

Ft = jumlah pohon layak tebang pada tahun ke-t

Et = jatah tebang tahunan pada tahun ke-t

Pt = jumlah pohon yang ditanam pada tahun ke-t

St = sisa tebangan pada tahun ke-t

t = tahun (1, 2, 3,... n)

Nopt = kerapatan tegakan optimal dalam lahan

h = 100% - persen kematian mencapai kelas

diameter 2

i = 100% - persen kematian mencapai kelas

diameter 3

j = 100% - persen kematian mencapai kelas

diameter 4

k = 100% - persen kematian mencapai kelas

diameter 5

l = 100% - persen kematian mencapai kelas

diameter 6

z = persen jatah tebang tahunan.

Pengaturan hasil pada Tabel 1 menunjukkan bahwa persen kematian suatu jenis pohon dalam mencapai

kelas diameter yang lebih tinggi dan jatah tebang tahunan adalah sama untuk satu desa. Sedangkan kondisi

tegakan antar pemilik hutan rakyat dalam satu desa cenderung berbeda-beda, seperti persen kematian tegakan

yang bervariasi dan keputusan petani dalam melakukan pemanenan. Selain itu, Tabel 1 menerapkan jumlah

pohon yang ditanam sama dengan jumlah pohon yang ditebang. Kegiatan penanaman dilakukan setelah

pemanenan dalam tahun yang sama dengan tujuan menjamin ketersediaan tegakan. Namun, adanya persen

kematian yang dialami tegakan untuk mencapai kelas diameter yang lebih tinggi akan menyebabkan

berkurangnya jumlah pohon sampai umur layak tebang sehingga jumlah pohon yang ditebang akan menurun.

Oleh sebab itu, metode pengaturan hasil pada tingkat desa dikembangkan hingga ke tingkat pemilik lahan

dengan memodifikasi beberapa bagian, yaitu persen kematian menjadi suatu variabel dan penyesuaian jumlah

penanaman setelah adanya penebangan. Hasil modifikasi rumus pengaturan hasil tersebut disajikan pada Tabel

2.

Kedua rumus perhitungan pengaturan hasil menggunakan data yang sama seperti berikut:

a. Rata-rata riap diameter sebesar 5 cm/ tahun

b. Persen kematian untuk mencapai kelas diameter 11-15 cm: 20%; persen kematian untuk mencapai kelas

diameter 16-20 cm: 20%; persen kematian untuk mencapai kelas diameter 21-25 cm: 10%; persen kematian

untuk mencapai kelas diameter 26-30 cm: 0%

c. Jatah tebang tahunan sebesar 25% dari jumlah pohon layak tebang

d. Data tegakan awal (Ria), Nopt = 450, N1 = 0 pohon, N2 = 117 pohon, N3 = 108 pohon, N4 = 125 pohon, N5

= 67 pohon, N6 = 33 pohon

e. JPLT adalah pohon-pohon pada kelas diameter lebih dari 30 cm

f. Waktu simulasi selama 50 tahun.

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 9(4): 872-881

877

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Tegakan Hutan Rakyat

Hasil pengamatan membagi 25 orang pemilik hutan rakyat ke dalam tiga kelompok luas kepemilikan

lahan. Kelompok I terdiri dari 9 orang petani, kelompok II berjumlah 9 orang petani, dan kelompok III

sebanyak 7 orang petani. Hutan rakyat di desa contoh ditanami jenis sengon (Paraserianthes falcataria (L.)

Nielsen), jabon (Anthocephalus cadamba Miq.), kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.), dan malia (Azadirachta

excelsa Jacobs.). Sebagian besar pemilik hutan rakyat pada setiap kelompok luas kepemilikan lahan menanam

lebih dari satu jenis pohon disertai dengan tanaman buah dan tanaman musiman. Sebaran jumlah setiap jenis

pohon pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah pohon per hektar pada setiap kelompok luas kepemilikan lahan hutan rakyat

Luas

lahan (ha) Jenis pohon

Kelas diameter (cm)

1 2 3 4 5 6

0.1–0.25

Sengon 1328 928 248 149 63 17

Afrika 841 238 82 59 13 0

Malia 769 388 190 115 63 39

0.26–0.50

Sengon 2271 1259 569 218 75 17

Afrika 811 478 157 20 8 3

Jabon 182 188 92 40 12 2

>0.5

Sengon 124 100 95 75 54 31

Afrika 111 61 20 14 1 0

Jabon 346 654 210 42 8 0

Malia 391 219 46 6 0 0

Jumlah pohon sengon, kayu afrika, dan malia pada kelas diameter kurang dari 10 cm dan 10–15 cm yang

terdapat di kelompok I berturut-turut adalah 83%, 88% dan 74%. Jumlah pohon sengon, kayu afrika, dan jabon

pada kelas diameter kurang dari 10 cm dan 10–15 cm yang terdapat di kelompok II berturut-turut adalah 80%,

87%, dan 72%. Sedangkan jumlah pohon sengon, kayu afrika, jabon, dan malia pada kelas diameter kurang

dari 10 cm dan 10–15 cm yang terdapat di kelompok III berturut-turut adalah 47%, 83%, 79%, dan 92%. Hal

itu berarti tegakan hutan rakyat masih tergolong muda karena jumlah pohon pada kelas diameter kurang dari

10 cm dan 10-15 cm lebih besar daripada kelas diameter lain.

Struktur Tegakan Hutan Rakyat

Penyusunan struktur tegakan menggabungkan beberapa jenis pohon seorang pemilik menjadi satu jenis

pohon. Penggabungan ini berdasarkan pada beberapa acuan (Mulyana et al. (2011), Indrajaya dan Siarudin

(2013), Krisnawati et al. (2011), Indrajaya (2013), Ani dan Aminah (2006), Yuniarti et al. (2016), Florido dan

Mesa (2001)) dan hasil pengamatan di lapangan bahwa rata-rata petani menjual pohonnya dengan kisaran

ukuran 25-30 cm atau usia pohon sekitar 5 tahun dengan riap diameter rata-rata pohon sebesar 5 cm/tahun.

Struktur tegakan pada setiap pemilik lahan bervariasi. Konstanta “k” diperoleh berkisar antara 39.71 -

2318.99, yang menunjukkan sangat beragamnya jumlah pohon antar pemilik. Konstanta “a” diperoleh berkisar

-1.58 - 0.01, yang menunjukkan bahwa penurunan jumlah pohon terhadap kenaikan diameter juga sangat

bervariasi. Struktur tegakan hutan rakyat dengan nilai “a” terkecil, sedang, dan terbesar disajikan pada Gambar

1.

Berdasarkan nilai “a”, diketahui hutan rakyat Dedi memiliki penurunan jumlah pohon paling banyak

sering meningkatnya diameter pohon. Sedangkan pada hutan rakyat Ria, penurunan jumlah pohon dengan

Yandi WN, Muhdin, Suhendang E

878

meningkatnya ukuran diameter cenderung tidak terjadi pada kelas diameter kecil karena tegakan yang dimiliki

didominasi oleh pohon berdiameter besar dan belum melakukan penanaman setelah penebangan.

Struktur Tegakan Hutan Rakyat

Metode pengaturan hasil yang digunakan menerapkan rumus yang telah dijabarkan pada Tabel 2 akan

dibandingkan dengan rumus perhitungan pada Tabel 1 untuk mengetahui perhitungan yang lebih cocok untuk

mencapai kelestarian hasil hutan rakyat. Hasil perhitungan kedua rumus dapat dilihat pada Gambar

Gambar 2 menunjukkan metode sebelum dimodifikasi menunjukkan jumlah penanaman dan JPLT yang

menurun sampai akhir simulasi. Hal ini menyebabkan jumlah pohon di hutan rakyat akan terus berkurang

bahkan habis. Sedangkan metode sesudah modifikasi memiliki tegakan yang stabil dan tidak mengalami

pengurangan sampai akhir simulasi. Hal itu berarti metode yang telah dimodifikasi sudah dianggap mampu

mempertahankan kelestarian hutan rakyat dengan jumlah penanaman dan penebangan yang konstan setiap

tahun.

(a) Nilai “a” terbesar (b) Nilai “a” terkecil

(c) Nilai “a” sedang

Gambar 1 Struktur tegakan pada hutan rakyat milik (a) Ria, (b) Karwa, dan (c) Dedi.

Gambar 2 Perbandingan pengaturan hasil sebelum dan sesudah modifikasi.

0

50

100

150

200

250

300

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49

Jum

lah p

ohon

Tahun ke-

Penanaman sebelum modifikasi Penanaman setelah modifikasi

JPLT sebelum modifikasi JPLT setelah modifikasi

y = 72.87e 0.01 x

R2 = 0.01

y = 850.33e -0.66 x

R2 = 0.99

y = 2318.99e -1.58 x

R2 = 0.99

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 9(4): 872-881

879

Waktu yang dibutuhkan suatu tegakan untuk sampai kondisi yang stabil dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain struktur tegakan, persentase kematian setiap kenaikan kelas diameter, dan jumlah jatah tebang yang

diinginkan. Kombinasi faktor tersebut akan menghasilkan waktu beragam suatu tegakan untuk mencapai

kondisi stabil. Sebagai contoh pada rumus yang telah dimodifikasi, digunakan kondisi tegakan yang berbeda

seperti Tabel 4 untuk melihat pengaruh struktur tegakan terhadap waktu pencapaian tegakan yang stabil.

Simulasi perhitungan pengaturan hasil menggunakan asumsi persen kematian, riap diameter rata-rata, dan

JTT sama antara satu pemilik dengan pemilik lainnya. Hasil simulasi perhitungan dari ketiga kondisi tegakan

tersebut disajikan dalam Gambar 3.

Pembentukan tegakan hutan rakyat dari kondisi awal sampai kondisi stabil disebut proses penyesuaian.

Selama proses penyesuaian pemilik dapat melakukan penebangan dan penanaman setiap tahun dengan jumlah

pohon yang fluktuatif. Gambar 3 menunjukkan bahwa hutan rakyat Ria mencapai kondisi stabil sekitar tahun

ke 30, lebih cepat jika dibandingkan dengan hutan rakyat Karwa dan Dedi yang mencapai kondisi stabil sekitar

tahun ke 35 dan 38. Hal itu membuktikan bahwa struktur tegakan mempengaruhi waktu pencapaian kondisi

stabil suatu tegakan hutan rakyat. Jika kondisi tegakan yang stabil telah tercapai, penebangan dan penanaman

pada tahun-tahun selanjutnya dapat dilakukan dengan jumlah yang tetap. Tegakan yang stabil ditandai dengan

fluktuasi jumlah pohon per kelas diameter setiap tahunnya sangat kecil sehingga jumlah pohon yang dipanen

konstan setiap tahunnya. Sebaran jumlah pohon per kelas diameter setelah penerapan pengaturan hasil

disajikan pada Tabel 5.

Gambar 3 Perbandingan JPLT pada struktur tegakan yang berbeda.

Tabel 4 Kondisi awal tegakan sebelum pengaturan hasil.

Pemilik

lahan

Luas lahan

(ha)

Jumlah pohon per hektar tiap kelas diameter (cm) Nopt

1 2 3 4 5 6

Ria 0.12 0 117 108 125 67 33 450

Karwa 0.16 481 88 44 13 13 0 639

Dedi 0.80 430 255 98 41 35 23 882

Tabel 5 Kondisi tegakan yang stabil setelah pengaturan hasil.

Pemilik

lahan

Luas lahan

(ha)

Jumlah pohon per hektar tiap kelas diameter (cm) Nopt

1 2 3 4 5 6

Ria 0.12 108 86 69 62 62 62 450

Karwa 0.16 153 122 98 88 88 88 639

Dedi 0.80 211 169 135 122 122 122 882

0

50

100

150

200

250

300

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49

Jum

lah p

ohon

Tahun ke-

Ria Karwa Dedi

Yandi WN, Muhdin, Suhendang E

880

Tabel 5 menunjukkan sebaran pohon per kelas diameter setelah kondisi stabil tercapai. Jumlah pohon

yang dapat ditebang setiap tahun oleh Ria, Karwa, dan Dedi secara berturut-turut adalah 62 pohon, 88 pohon,

dan 122 pohon. Jumlah penanaman yang harus dilakukan setiap tahun setelah pemanenan oleh Ria, Karwa,

dan Dedi secara berturut-turut adalah 108 pohon, 153 pohon, dan 211 pohon. Struktur tegakan masing-masing

hutan rakyat setelah menerapkan pengaturan hasil dapat dilihat pada Gambar 4.

Struktur tegakan seperti Gambar 4 dianggap sudah mencapai struktur tegakan yang normal. Hal itu

dibuktikan dengan rentang nilai konstanta “a” dan konstanta “k” yang kecil, lengkapnya semua kelas diameter,

dan pohon-pohon menyebar secara proporsional untuk setiap kelas diameter. Dari hasil tersebut, metode

pengaturan hasil pada tingkat pemilik lahan dapat diterapkan sesuai dengan kondisi hutan rakyat masing-

masing.

(a) Tegakan milik Ria (b) Tegakan milik Karwa

(c) Tegakan milik Dedi

Gambar 4 Struktur tegakan setelah simulasi pengaturan hasil.

KESIMPULAN

Struktur tegakan setiap petani berbeda-beda dalam kelompok luas kepemilikan lahan yang sama. Namun

perbedaan tersebut cukup kecil karena sebagian besar hutan rakyat didominasi oleh pohon berdiameter kecil

dan kelas diameter yang dimiliki tidak lengkap. Metode pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon dapat

digunakan pada berbagai kondisi persen kematian dan keputusan jatah tebang sesuai dengan keinginan pemilik

lahan. Pengaturan hasil ini hanya dapat diterapkan pada asumsi riap diameter 5 cm/tahun dan 6 kelas diameter

dengan selang setiap kelas diameter sebesar 5 cm.

y = 114.56e -0.13 x

R2 = 0.85

y = 162.28e -0.13 x

R2 = 0.85

y = 223.62e -0.13 x

R2 = 0.85

Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 9(3): 840-860

881

DAFTAR PUSTAKA

Ani S, Aminah H. 2006. Plantation timber of Maesopsis eminii. Jurnal of Tropical Forest Science. 18(2): 87-

90.

Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan ekonomi hutan rakyat. Prosiding Seminar Hasil penelitian Hasil

Hutan. 4–13.

Florido HB, Mesa PB. 2001. Maranggo (Azadirachta excels (Jack) Linn.). Research Information Series on

Ecosystem. 13(3): 1–10.

Hardjanto. 2017. Pengelolaan Hutan Rakyat. Bogor: IPB Press.

Indrajaya Y. 2013. Penentuan daur optimal hutan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L). Nielsen)

dengan metode Faustman. Jurnal Penelitian Agroforestry. 1(1): 31–40.

Indrajaya Y, Siarudin M. 2013. Daur finansial hutan rakyat jabon di Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut,

Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10(4): 201–211.

Jariyah NA, Wahyuningrum N. 2008. Karakteristik hutan rakyat di Jawa. Jurnal Penelitian Sosial dan

Ekonomi Kehutanan. 5(1): 43–56.

Karminarsih E. 2012. Unit Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari Skala Kecil: Kasus di Kecamatan Cikalong,

Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011. Jakarta: Kementerian

Kehutanan Republik Indonesia.

Krisnawati H, Varis E, Kallio M, dan Kanninen M. 2011. Paraserienthes falcataria (L.) Nielsen: Ekologi,

Silvikultur dan Produktivitas. Bogor: CIFOR.

[LP IPB] Lembaga Penelitian IPB. 1990. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat. Lembaga Penelitian Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Michon G. 1983. Village-forest garden in West Java. International Council for Research in Agroforestry,

Kenya.

Mulyana D, Asmarahman C, dan Fahmi I. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Bertanam Kayu Jabon. Jakarta:

PT AgroMedia Pustaka.

Pratamaningtyas SNH. 2013. Kemampuan anggota kelompok dalam pengelolaan hutan rakyat di Desa Tegal

Waru, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor.

Riyanto HD, Pamungkas BP. 2010. Model pertumbuhan tegakan hutan tanaman sengon untuk pengelolaan

hutan. Tekno Hutan Tanaman. 3(3): 113–120.

Sainudin, Fauziyah E. 2015. Karakteristik hutan rakyat berdasarkan orientasi pengelolaannya: Studi kasus di

Desa Sukamaju, Ciamis dan Desa Kiarajangkung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pros. Sem. Nas. Masy.

Biodiv Indon. 1(4): 696–701.

Varis E. 2011. Stand growth and management scenarios for Paraserianthes falcataria smallholder plantations

in Indonesia. Tesis. Helsinki: University of Helsinki.

Widiarti A, Prajadinata S. 2008. Karakteristik hutan rakyat pola kebun campuran. Jurnal Penelitian Hutan dan

Konservasi Alam. 5(2): 145–156.

Yuniarti N, Bramasto Y, Jam’an DF, dan Sudrajat DJ. 2016. Teknologi Perbenihan 10 Jenis Tanaman Hutan

Andalan. Bogor: PT Penerbit IPB Press.