masalah keagamaan dan genealogi raden fatah (1483-1518)

133
MASALAH KEAGAMAAN DAN GENEALOGI RADEN FATAH (1483-1518) Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Dalam Bidang Sejarah dan Peradaban Islam Oleh: Navida Febrina Syafaaty 21161200100055 Pembimbing: Prof. Dr. Didin Saepudin, MA. Konsentrasi Sejarah dan Peradaban Islam SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021

Transcript of masalah keagamaan dan genealogi raden fatah (1483-1518)

MASALAH KEAGAMAAN DAN GENEALOGI RADEN FATAH (1483-1518)

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister

Dalam Bidang Sejarah dan Peradaban Islam

Oleh:

Navida Febrina Syafaaty

21161200100055

Pembimbing:

Prof. Dr. Didin Saepudin, MA.

Konsentrasi Sejarah dan Peradaban Islam

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021

iii

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر

د كما صليت على سي دنا إبراهيم د وعلى آل سي دنا محم وعلى آل سي دنا اللهم صل على سي دنا محم

د كما باركت على سي دنا إبراهيم وعلى آل سي دنا محم إبراهيم و بارك على د وعلى آل سي دنا محم

سي دنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan

segala rahmat, taufik, iman, islam, ihsan, dan anugerahNya, penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Masalah Keagamaan dan Genealogi

Raden Fatah (1483-1518)”. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi

Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabatnya, serta berkah dari shalawat kepada

Rasulullah, dan berkah Wali-wali Allah, penulis dapat banyak kemudahan dan

keberkahan hingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penelitian ini diajukan untuk

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Magister Kajian Islam dengan konsentrasi

Sejarah dan Peradaban Islam di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah. Penulis haturkan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, motivasi, bantuan, dan

kritikan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya teruntuk kedua

orang tua saya. Penelitian ini terselesaikan tentu berkat dukungan penuh baik moril

maupun materil serta doa dan sholawat dari kedua orang tua tercinta, yaitu Hj. Nana

Romadhona dan Almarhum H. Suwarno Mukti Wibowo.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya teruntuk guru

saya, yaitu KH. Muhammad Zaini bin Abdul Ghoni/Abah Guru Sekumpul dan KH.

Ahmad Muzakki Kamali berkat dukungan penuh, doa, shalawat, motivasi, dan ilmu.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Didin Saepudin,

MA selaku promotor yang telah membimbing, memberikan motivasi, mengarahkan,

dan memberikan kritik dan saran dalam penulisan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis, MA, dan kepada Prof. Dr. Phil.

Asep Saepudin Jahar, MA dan Arif Zamhari, M.Ag, Ph.D selaku Direktur dan Ketua

Program Magister Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta serta para staf akademik yang telah banyak membantu selama

proses pembelajaran penulis tempuh.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada para penguji yang telah

menguji, memberikan kritik saran, dan ilmunya, yaitu Prof. Iik Arifin Mansurnoor,

MA, Dr. JM Muslimin, Dr. Kusmana, MA, Arif Zamhari, M.Ag, Ph.D, Dr. Abd.

Chair, MA, Prof. Dr. Dien Madjid, Dr. Hamka Hasan, MA, Prof. Dr. Jajat

Burhanuddin, MA, Prof. Dr. Budi Sulistiono, M.Hum, dan Dr. Imam Sujoko, MA.

Terima kasih kepada para dosen yang telah memberikan ilmunya, yaitu Prof. Dr.

Azyumardi Azra, MA, Prof. Dr. M. Atho Mudzar, MSPD, MA, Ph.D, Prof. Dr.

Suwito, MA, Prof. Masykuri Abdillah, MA, Prof. Abd. Ghani Abdullah, SH, MH,

iv

Prof. Dr. Said Agil Husain Al Munawwar, MA, Prof. Dr. Oman Fathurahman,

M.Hum, Fuad Djabali, MA, Ph.D, Prof. Dr. Abuddin Nata, MA, Prof. Dr. Din

Syamsuddin, Prof. Dr. Salman Harun, dan Dr. Ahmad Zubair, M.Ag dan para dosen

lainnya. Terima kasih juga kepada seluruh civitas akademika dan Perpustakaan

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga saya, yaitu nenek

Almarhumah Hj. Siti Kursiyah, paman H. Rifki Arselan, paman H. Ronnie

Muhammad Syakir, kakak Naila Chandra Qorina, adik Asrina Syafaati Arselan,

keluarga Al Banjari di Banjarmasin H. Syaifuddin Fachri, Hj. Faterah, H. Mawardi,

dan Hj. Raudatul Jannah, dan keluarga Datu Marwan Al Banjari. Terima kasih

kepada keluarga besar H. Abdullah Syukri Noor Al Banjari dan keluarga besar Mbah

Mangun Pawiro di Kulon Progo, D.I Yogyakarta atas segala doa dan dukungannya.

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya teruntuk Keluarga

Ningrat Sukapura, yaitu Raden Haji Ahmad Dimyati yang telah membimbing,

memberikan motivasi, mengarahkan, dan memberikan kritik dan saran dalam

penulisan penelitian ini, Kiai Raden Eeng Hendriyana sebagai Sesepuh Sukapura,

Raden Dicki Z Sastradikusumah, Raden Ahmad Qohar Dipanagara, Raden Agus

Wirabudiman, dan Tb. Solihin.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga kepada Keluarga Ningrat

Limbangan yaitu KH. Raden Amin Muhyidin sebagai Ketua Syuriah Nahdatul

Ulama (NU) Garut dan Pengasuh Pondok Pesantren Asyaadah Limbangan Garut, H.

Raden Holil Aksan Umar Zen sebagai Ketua PM Gatra, KH. Raden Usman Muhyidin

sebagai Ketua KBC Limbangan Garut, KH. Raden Husni Mubarak (Pondok

Pesantren Cikurutug Cicalengka Bandung, KH. Raden Amang Syihabuddin (Pondok

Pesantren Neglasari Limbangan), KH. Raden Jujun Junaedi (Pondok Pesantren Al

Goniyah Limbangan), dan KH. Raden Ahmad Fidadi (Pondok Pesantren Al Faruq

Cicalengka Bandung).

Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kak Yusuf

Bahtimi, MS, Pak M. Yunan Helmi Fakaubun, Pak Tanto, dan Pak Sinung atas segala

doa, dukungan, arahan, dan diskusi tentang sejarah.

Penulis ucapkan juga terima kasih kepada sahabat-sahabat selama kuliah,

angkatan Genap 2017, kepada Ahmad Labib, Eryzka, Waki, Mas Ikfil, Taher,

Husnul, Khairani, Mbak Devy, Bang Salikin, Bang Arman, dan Bang Amirul. Terima

kasih juga kepada para sahabat dari Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta dan

Sahabat Shalawat, yaitu Sarifah Dacosta Vidigal, Syela Putri Rasani, Rizky

Yulandari, dan almarhumah Herweningtyas Rakhmadani. Terima kasih kepada

Greta, Imanurul, Ardin, Rizki Banjari, Ammar, Kak Yeni, dan Mas Parman. Terima

kasih juga kepada para guru di Majelis Zikir Tawakal Depok. Terima kasih kepada

komunitas Lingkar Filologi Ciputat (LFC).

Akhir kata, tidak ada kata sempurna dalam setiap langkah dan pemikiran

manusia, demikian juga penelitian ini tentunya memiliki banyak kekurangan dan

kesalahan. Maka sebagai insan akademisi, penulis mengharapkan kritik dan saran

dari semua pihak demi terwujudnya karya yang lebih baik di masa yang akan datang.

v

Atas berbagai bantuan tersebut, saya mohon kepada tersayang tercinta terkasih

Allah SWT Maha Pengasih Penyayang dan Habibuna Sayyiduna Rasulullah Nabi

Muhammad SAW Sang Penghulu Yang Mulia agar membalas kepada semua pihak

yang telah membantu saya dengan balasan kebaikan lahir batin yang sempurna,

keberkahan, keselamatan dalam hidup, sukses, sehat, panjang umur, bahagia, kaya,

dan jaya dunia akhirat.

Jakarta, 12 Januari 2021

Navida Febrina Syafaaty, S.KPm, MA

vi

ABSTRAK

Penelitian bertujuan mengkaji tentang Masalah Keagamaan dan Genealogi

Raden Fatah (1483-1518). Selama ini Raden Fatah ditulis sebagai penerus dari

Kerajaan Hindu Majapahit. Selain itu silsilah dan riwayat Raden Fatah ditulis sebagai

putra Raja Hindu Majapahit terdapat perbedaan dalam penulisan sejarah.

Dalam tulisan H.J De Graaf dan TH. Pigeaud, menurut cerita tradisi Mataram

Jawa Timur, Raja Demak yang pertama adalah Raden Fatah, putra Raja Majapahit

yang terakhir yang dalam legenda bernama Brawijaya. Menurut Agus Sunyoto

tentang siapa Prabu Brawijaya yang menjadi ayahanda Raden Fatah terjadi perbedaan

pendapat yaitu sebagian menyatakan Prabu Kertawijaya Maharaja Majapahit yang

berkuasa pada 1447-1451 M, dan sebagian lagi menyatakan Kertabumi, Maharaja

Majapahit yang berkuasa 1474-1478 M. Maka dari itu, kajian ini ingin menjelaskan

mengenai bagaimana silsilah Raden Fatah sebenarnya? dan bagaimana kedudukan

Raden Fatah dengan para Wali Penyebar Islam dan hubungan Raden Fatah terhadap

raja-raja Hindu?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan

model kajian pustaka guna memperoleh data-data yang dibutuhkan. Penulis

melakukan penelitian dengan 5 tahap, yaitu pemilihan topik penelitian, teknik

pengumpulan data, verifikasi, interpretasi, dan penulisan. Adapun dalam teknik

pengumpulan data terdapat 2 sumber yaitu primer menggunakan Suma Oriental karya

Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues

disunting oleh Armando Cortesao dan sekunder menggunakan catatan-catatan Ulama

dari Sukapura, Limbangan, dan Sumedang, kitab-kitab ulama, buku-buku para

sejarawan, dan tulisan ilmiah.

Penelitian ini menemukan bahwa 1) Kakek Raden Fatah berasal dari Gresik

dan Penguasa Cirebon, tokoh tersebut bernama Sunan Rumenggong Raja Islam Sunda

Pajajaran alias Prabu Siliwangi IV alias Prabu Brawijaya IV. Ayah Raden Fatah

adalah seorang ksatria yang bernama Prabu Cakrabuana III alias Kertabumi alias

Prabu Siliwangi V alias Prabu Brawijaya V, 2) Raden Fatah memiliki hubungan yang

erat dengan para penguasa Moor (Islam) di Jawa dan kekerabatan dengan tokoh-tokoh

Walisongo dan Raden Fatah tidak memiliki hubungan keluarga dengan Raja Hindu

Daha.

Kata Kunci: Agama Orang Tua Raden Fatah, Kiprah Raden Fatah, Silsilah dan

Riwayat Raden Fatah.

vii

ABSTRACT

This research aims to examine The Religious and Genealogy Problems of

Raden Fatah (1483-1518). During this time, Raden Fatah was written as the successor

of Majapahit Hindu Kingdom. In addition, there are differences in historical writing

about the genealogy and history of Raden Fatah written as son of King Hindu

Majapahit.

In the writings of H.J. De Graaf and TH. Pigeaud, based on the story of East

Java Mataram tradition, the first King Demak was Raden Fatah, the last son of

Majapahit King who in the legend named Brawijaya. According to Agus Sunyoto,

there are also differences opinion about who is Prabu Brawijaya that became father of

Raden Fatah. Some states telling Prabu Kertawijaya, Maharaja Majapahit ruled in

1447-1451 AD, and some stated Kertabumi, Maharaja Majapahit ruled in 1474-1478

AD. Therefore, this research wants to explain how Raden Fatah genealogy actually is

and relationship between Raden Fatah and Wali Penyebar Islam (the scholars) and

Hindu Kings.

The method used is qualitative method with library study model to obtain the

required data. The author conducted research with 5 stages, namely the selection of

research topic, data collection technique, verification, interpretation, and writing.

There are 2 sources of data collection technique, namely the primer using Suma

Oriental by Tome Pires: Travel from The Red Sea to China and Francisco Rodrigues

book edited by Armando Cortesao and secondary using the records of Ulama from

Sukapura, Limbangan, and Sumedang, books of scholars, books of historians, and

scientific writings.

This study found that 1) Raden Fatah's grandfather came from Gresik and

King of Cirebon named Sunan Rumenggong Raja Islam Sunda Pajajaran, also known

as Prabu Siliwangi IV and/or Prabu Brawijaya IV. Raden Fatah's father was a knight

who named Prabu Cakrabuana III also known as Kertabumi and/or Prabu Siliwangi

V, and/or Prabu Brawijaya V. 2) Raden Fatah had a close relationship with the

Moorish rulers (Islam) in Java and kinship with the figures Walisongo, also Raden

Fatah did not have a relationship with the Hindu King Daha.

Keywords: Raden Fatah Parents’ Religion, Raden Fatah's Work (track record),

Genealogy and History of Raden Fatah.

viii

خالصة البحث

الدراسة تهدف لدى هذه واألنساب الدينية المشاكل فحص فتاح إلى رادين

وريث عرشحتى اآلن، تحدثت جل كتب التاريخ عن رادين فتاح بأنه (.1518- 1483)

يثير األمر هذا ووأنه من ابن ملك ماجاباهيت الهندوسي. ماجاباهيت الهندوسية،مملكة

وجهات نظر مختلفة حول الموضوع في كتب التاريخ.

جاوي، الماتارام لقصص عنوفقا ، ه.ج دي جراف و ت.ه. بيجياود كتابات في

كان رادين فتاح ، ابن آخر ملوك ماجاباهيت المسمى براويجايا ، أول ملوك ديماك. وفقا

ألجوس سونيوتو، هناك نسختان تاريخيتان تتعلقان بوالد رادين فتح. أوال ، المصدر الذي

. ثانيا، م 1451- 1447الذي حكم في وكان ملك ماجاباهيت كيرتاويجاياالملك هأنب يقول

1478-1474الذي حكم في كيرتابومي وكان ملك ماجاباهيت هأنب يقولالمصدر الذي

النسب الحقيقي لرادين فتاح ، وما هو موقف رادين تفصل لذلك، تريد هذه الدراسة أن .م

فتاح مع أولياء اإلسالم، والعالقة بين رادين فتاح وملوك الهندوس .

نموذج مراجعة األدبيات المنهج المستخدم في هذه الدراسة هو أسلوب نوعي مع

من أجل الحصول على البيانات المطلوبة. ويجري المؤلف هذه الدراسة في خمس مراحل:

التفسير، والكتابة. و في مرحلة جمع البيانات، التحقيق، اختيار موضوع البحث، جمع

الذى البيانات ، استحدم المؤلف نوعان من المصادر: أساسي باستخدام سوما أورينتال

رحلة من البحر األحمر إلى الصين وكتاب فرانسيسكو رودريغيز من : الفه توما بيريس

كورتساو أرماندو أتحرير من ما . التاريخية التوثيقات باستخدام الثانوي المصدر

أخرى ذات صلة من العلماء والمؤرخين، سوكابورا و ليمبانجان و سوميدانج ، وكتب

ورسائل علمية.

( أن جد رادين فتاح من أصل جريسيك وكان حاكم 1هذه الدراسة تنتج ما يلي:

تشيريبون، وهو سونان ريمينغجونغ، وهو ملك مسلم لسوندا باجاجاران، الملقب بالملك

سيليوانجي الرابع أو الملك براويجايا الرابع. أما والد رادين فتاح فكان فارسا المشهور

الثالث أو برابو سيليوانجي الخامس باسم بانجيران تشاكرابوانا الملقب ببرابو تشاكرابوانا

الخامس. برابو براويجايا المغاربة في 2أو له عالقة وثيقة مع حكام فتاح ( أن رادين

جاوى، وكان له صلة قرابة بواليسونغو. كما أن رادين فتاح ال عالقة له بالملك الهندوسي

على اإلطالق. داها

دور رادين فتاح، نسب وتاريخ رادين فتاح : ديانة والدي رادين فتاح، الكلمات المفتاحية

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Sistem transliterasi Arab-Indonesia yang dipedomani dalam penulisan jurnal

Al-Tahrir adalah sistem Institute of Islamic Studies, McGill University, yaitu sebagai

berikut:

Huruf

Q = ق Z = ز ’ = ء

K = ك S = س B = ب

L = ل Sh = ش T = ت

M = م {s = ص Th = ث

N = ن {d = ض J = ج

W = و {t = ط {h = ح

H = ه {z = ظ Kh = خ

Y = ي ‘ = ع D = د

Gh = غ Dh = ذ

F = ف R = ر

Ta>’ marbu>t}a tidak ditampakkan kecuali dalam susunan ida>fa, huruf tersebut

ditulis t. Misalnya: فطانة = fat}a>nah; فطانة النبي = fat}a>nat al-nabi>

Diftong dan Konsonan Rangkap

<u = او Aw = او

<i = أي Ay = أي

Konsonan rangkap ditulis rangkap, kecuali huruf waw yang didahului d}amma dan

huruf ya>’ yang didahului kasra seperti tersebut dalam tabel.

x

Bacaan Panjang

<u = او <i = اي <a = ا

Kata Sandang

-wa al = وال al-sh = الش -al = ال

xi

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME i

PERSETUJUAN HASIL UJIAN TESIS ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

viii خالصة البحث

PEDOMAN TRANSLITERASI ix

DAFTAR ISI xi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 4

1. Identifikasi Masalah 4

2. Perumusan Masalah 5

3. Pembatasan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Manfaat Penelitian 5

E. Metodelogi Penelitian 6

F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan 7

G. Sistematika Penulisan 11

BAB II RIWAYAT RADEN FATAH MENURUT KEPUSTAKAAN

SEJARAH

12

A. Diskursus tentang Persoalan Sumber 13

1. Pendapat Sejarawan mengenai Sumber-Sumber yang terkait

Genealogi Raden Fatah

13

2. Pendapat Sejarawan mengenai Cempa dan Champa 19

B. Riwayat Raden Fatah dalam berbagai Sumber Lokal menurut

Sejarawan

23

1. Babad Tanah Jawi 23

2. Serat Kanda 27

3. Serat Pararaton 27

4. Carita Purwaka Caruban Nagari 28

5. Sadjarah Banten 28

6. Hikayat Hasanudin 30

BAB III GENEALOGI ISLAM RADEN FATAH DALAM

HISTORIOGRAFI ULAMA SUNDA

31

A. Sumber-Sumber yang digunakan 31

1. Sejarah Pencacatan Sejarah Sukapura 31

2. Babon Sukapura dan Sanad Riwayat Ulama 33

3. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan 36

a. Catatan Rukun Warga Limbangan 36

b. Catatan yang ditulis oleh KH. Atung Aunillah 37

4. Kitab Al Fatawi 37

5. Suma Oriental karya Tome Pires 39

B. Silsilah Raja-Raja Sunda Pajajaran 40

xii

1. Silsilah Pajajaran versi Kitab Al Fatawi 40

2. Silsilah Raja-Raja Pajajaran versi Babon Sukapura dan Para

Ulama Limbangan

41

a. Silsilah Pajajaran versi Babon Sukapura dan Ningrat

Limbangan

41

b. Prabu Layakusumah dan Gelar Siliwangi 45

c. Pangeran Cakrabuana 48

d. Kerajaan Sumedang Penerus Pajajaran 49

C. Silsilah Raden Fatah Sultan Demak 51

1. Hubungan Raden Fatah dengan Arya Damar 51

2. Ayah Raden Fatah adalah Ksatria 51

3. Penguasa Japura adalah Sepupu Raden Fatah 51

4. Gelar Brawijaya dan Susunan Silsilah Raden Fatah 53

5. Kakek Raden Fatah dari Gresik dan Penguasa Cirebon 58

6. Silsilah Sunan Rumenggong versi Kedua, Kakek Raden

Fatah

60

7. Pengertian Gelar Sunan versi Ulama dan Bukti Raja-Raja

Pajajaran adalah Islam

61

8. Pengertian Gelar Raden versi Ulama 62

BAB IV JARINGAN ISLAM DAN KEKUASAAN RADEN FATAH 63

A. Kerajaan Islam Pajajaran dan Kerajaan Hindu Daha 63

1. Pajajaran Barat, Pusat, dan Timur 63

a. Wilayah Kekuasaan 63

b. Nama Pajajaran 64

c. Struktur Pemerintahan Kerajaan Sunda dan Majapahit

adalah Kerajaan Sunda Timur

64

d. Bentuk Kerajaan Sunda 65

2. Penjelasan Tulisan Tome Pires mengenai Sunda 66

a. Kerajaan Sunda Pedalaman dan Kerajaan Sunda

Pajajaran

66

b. Pembahasan mengenai Polemik Riwayat antara Raden

Fatah dan Pati Unus

73

1) Nama Sabrang Lor 73

2) Raden Yunus dan Pati Unus 2 76

c. Hubungan Raja Sunda Pajajaran dengan Cina 78

B. Hubungan Raden Fatah dengan Raja Hindu Jawa dan Para Wali

Penyebar Islam

81

1. Kerajaan Hindu Daha atau Kerajaan Jawa Pedalaman 81

a. Wilayah Kekuasaan 81

b. Silsilah Raja Jawa Pedalaman atau Raja Hindu Daha 83

c. Prau Cakrabuana III dan Batara Vojyaya 86

2. Hubungan Raden Fatah dengan Para Wali Penyebar Islam 89

a. Hubungan Kekerabatan Raden Fatah dengan Para

Penguasa Pantai Utara Jawa

89

b. Hubungan Erat Raden Fatah dengan Tokoh Walisongo 92

C. Berdirinya Kesultanan Demak 93

xiii

1. Portugis merebut Malaka 93

2. Raden Fatah dimata Bangsa Portugis 94

3. Raden Fatah diangkat menjadi Sultan Demak 94

4. Pemicu terjadi Perang Malaka 95

5. Perang Malaka 1512-1513 M 97

6. Semua Tindakan Pati Unus atas Perintah dan Persetujuan

Raden Fatah

99

7. Kehancuran Kerajaan Hindu Daha 101

8. Wafat Raden Fatah 101

D. Perbandingan Silsilah dan Riwayat Raden Fatah dari berbagai

Sumber

102

BAB V PENUTUP 107

A. Kesimpulan 107

B. Saran 108

DAFTAR PUSTAKA 109

GLOSARIUM 114

INDEKS 115

BIODATA PENULIS 120

LAMPIRAN 121

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesultanan Demak berdiri melalui proses dan kurun waktu yang cukup

panjang. Berawal dari kawasan hutan mangrove di pesisir utara Jawa Tengah. Dari

semula bernama Dukuh Kenep dan kemudian munculnya Dukuh Glagahwangi dan

kemudian akhirnya berdiri sebuah Negara bernama Kesultanan Demak Bintoro.

Semua itu tidak terlepas dari peran Walisongo dan Raden Fatah. Suatu Negara tidak

mungkin terbentuk tanpa ada yang mengawali dan mempeloporinya. Demikian juga

dengan keberadaan Kesultanan Demak Bintoro.1

Raden Fatah adalah putra Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir. Raden

Fatah dikisahkan berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya dan kemudian dinikahkan

dengan putri sang guru yang bernama Dewi Murtosimah. Sebagai penguasa,

negarawan, seniman, ahli hukum, ahli ilmu kemasyarakatan, dan juga ulama, Raden

Fatah berperan penting dalam mengembangkan kesenian wayang agar sesuai dengan

ajaran Islam.2

Di kawasan pesisir utara Jawa bagian tengah, Raden Fatah yang memiliki

nama kecil Raden Hasan memusatkan kegiatannya di Glagahwangi, karena daerah

tersebut direncanakan oleh para Wali sebagai pusat pemerintahan Islam di Jawa kelak.

Di Glagahwangi, Raden Fatah juga mendirikan Pondok Pesantren Glagah Arum.

Penyiaran agama dilaksanakan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.3

Pendirian Pondok Pesantren tersebut dikarenakan semakin banyak santri yang belajar

agama Islam sehingga rumah beliau tidak dapat menampung santri yang datang dan

menetap. Raden Fatah mendirikan Pondok Pesantren Glagah Arum tahun 1476 M

dengan kapasitas 2000 santri.4

Keberhasilan Raden Fatah mengembangkan Demak mengantarnya menjadi

Adipati Anom Bintoro.5 Wilayah Kesultanan Demak pada awalnya hanya sebuah

bawahan dari Kerajaan Majapahit,6 sebagai kadipaten. Asal usul wilayah Demak

Bintoro adalah kawasan hutan yang banyak terdapat rawa atau paya-paya. Pada 1466

M, Raden Fatah mulai membuka hutan mangrove di pesisir utara pulau Jawa tersebut.

Pembukaan hutan dilakukan atas perintah Sunan Ampel setelah mendapat persetujuan

Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir, ayah dari Raden Fatah.7 Menurut

1Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram (Demak:

Galang Ideapena Demak, 2015), hal 32. 2Agus Sunyoto, Atlas Walisongo (Bandung: Iiman, 2012), hal 318. 3Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 33. 4Muhammad Khafid Kasri, Sejarah Demak Matahari Terbit Di Glagah Wangi

(Demak: Syukur, 2008), hal 40. 5Umma Farida, “Islamisasi Di Demak Abad XV M: Kolaborasi Dinamis Ulama-

Umara dalam Dakwah Islam di Demak,” Jurnal At Tabsyir Komunikasi Penyiaran Islam, Vol.

3 No. 2, (Desember 2015): 303. 6Soedijipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi (Yogyakarta: Laksana, 2013), hal 299. 7Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 33.

2

Lembaga Riset Islam Pesantren Luhur Sunan Giri Malang (1975), karena hubungan

baik dengan Raja Majapahit, Raden Rahmat diberi izin tinggal di Ampel disertai

keluarga-keluarga yang diserahkan oleh Raja Majapahit.8

Raden Fatah dan Walisongo melanjutkan pembangunan Masjid Agung

Demak yang dimulai pada 1477 M.9 Masjid Agung Demak yang dikenal sebagai

masjid agung tertua karena dibangun untuk menandai Kesultanan Islam pertama di

Jawa pada abad ke 15.10 Raden Fatah awalnya ketika menetap di Demak tahun 1475

M, beliau mendirikan masjid kecil. Berdasarkan sejarah yang berkembang sejak

zaman Nabi Muhammad SAW, bahwa berkembangnya masyarakat Islam dan

berdirinya Islam diawali dengan didirikannya sebuah masjid. Oleh karenanya,

berdirinya Masjid Agung Demak berawal dari berkembangnya masyarakat Islam di

Glagahwangi, selanjutnya berkembang menjadi Kadipaten dan akhirnya menjadi

Kesultanan Demak Bintoro.11 Dan juga sejarah Masjid Agung Demak erat kaitannya

dengan dakwah Walisongo. Bangunan masjid didirikan oleh Walisongo bersama-

sama.12

Walisongo membawa Islam ke Jawa menanamkan simbol-simbol kekuasaan

Jawa ke dalam struktur bangunan masjid agung untuk menjadikan Islam bagian dari

dunia Jawa. Masjid Demak bisa menyatukan antara Islam di Timur Tengah dengan

Islam di Jawa yang diekspresikan dalam bentuk dan ruang Masjid Agung Demak dan

kisah-kisah sejarah di belakang bangunan. Masjid Agung Demak mewakili kekuataan

agama Islam di Jawa.13

Sejarah Peradaban Islam menjelaskan, pengembangan agama Islam di Jawa

bersamaan dengan melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal tersebut memberi peluang

kepada ulama-ulama Islam untuk membangun pusat-pusat kekuasaan yang

independen berlandaskan Islam.14 Kesultanan Demak yang didirikan dengan cara

penuh kedamaian,15 Cara berdakwah Walisongo yang dilakukan dengan cara yang arif

8Agus Sunyoto, Atlas Walisongo (Bandung: Iiman, 2012), hal 154. 9Muhammad Khafid Kasri, Sejarah Demak Matahari Terbit Di Glagah Wangi

(Demak: Syukur, 2008), hal 55. 10Abidin Kusno, “The Reality of One Which Two: Mosque Battles and Other Stories”

Notes on Architecture, Religion, and Politics in the Javanese World,” Journal of Architecture

Education, Vol. 57 No. 1 (September 2003): 59. 11Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 41. 12Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa

(Yogyakarta: Pustaka Utama, 2012), hal 39. 13Abidin Kusno, “The Reality of One Which Two: Mosque Battles and Other Stories”

Notes on Architecture, Religion, and Politics in the Javanese World,” Journal of Architecture

Education, Vol. 57 No. 1 (September 2003): 59-60.

14Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II (Jakarta: Rajawali

Press, 2010), hal 210. 15Tri Tunggal Dewi, Wakidi, dan Suparman Arif, “Peranan Sultan Fatah dalam

Pengembangan Agama Islam di Jawa,” Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah, Vol. 5 No.

8 (2017).

3

dan bijaksana.16 Usaha dan proses islamisasi yang dilakukan para penyiar Islam terus

berlangsung. Mereka memperkenalkan Islam dengan pendekatan bijak tanpa

melawan tradisi lokal yang dianut kaum pribumi. Salah satu pesan yang ditawarkan

adalah bahwa Islam adalah agama toleransi dan persamaan derajat, tanpa unsur

penggolongan dalam masyarakat.17 Islam di Nusantara dianggap bukan Islam yang

sebenernya karena bercampur dengan budaya lokal pada intinya Islam di nusantara

berbeda dengan Islam di Timur Tengah. Kita tentu saja tidak menolak adanya

pengaruh lokal tersebut, tetapi untuk menyebut tradisi Islam di Nusantara tidak

mempunyai kaitan Islam di Timur Tengah jelas merupakan kekeliruan amat fatal.18

Sebagai Kesultanan Islam pertama di Pulau Jawa, Kesultanan Demak sangat

berperan dalam proses islamisasi.19 Metode pelokalan budaya global untuk

melanjutkan simbolisme tradisional dengan cara yang berbeda tetapi tidak radikal.

Hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan dakwah Islam bisa dipahami dengan

damai ini adalah perjuangan untuk menyebarkan agama Islam dan mempertahankan

keseimbangan antara budaya Jawa dan Islam.20 Maka dari itu, masyarakat Jawa sangat

mengenal dan menghormati para wali. Walisongo adalah ahli agama yang

memperkenalkan dan menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa dan sekaligus sebagai

pelopor dan penggerak komunitas Islam di Demak. Dalam perkembangan selanjutnya

komunitas Islam Demak Bintoro ini menguasasi hegemoni politik dan

pemerintahan.21

Kesultanan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan pusat

penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu

Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan.22 Disamping yang sudah ada

di Jepara, Gresik, Ampel, Cirebon, dan Banten, bahkan diberitakan sampai di

Mindanao-Filipina selatan dan Papua bagian utara.23 Kesultanan Demak adalah pusat

penyebaran Islam di Pulau Jawa dan menjadi tempat berkumpulnya para Wali. Para

16A.R Idham Kholid. “Walisongo: Eksistensi Dan Perannya Dalam Islamisasi Dan

Implikasinya Terhadap Munculnya Tradisi-Tradisi Di Tanah Jawa,” Jurnal Tamaddun, Vol.4

No. 1, (Januari-Juni 2016): 1-47, hal 1. 17 Didin Saefuddin, Sejarah Politik Islam (Depok: Penerbit Serat Alam Media, 2017)

hal 343.

18Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII (Jakarta: Kencana, 2007), hal xix. 19M Nur Rokhman, Lia Yuliana, dan Zulkarnain, “Pengembangan Maket Pusat

Kerajaan Demak Sebagai Media Pembelajaran Sejarah Di SMA,” Prosiding Seminar

Nasional, hal 385. 20Abidin Kusno, “The Reality of One Which Two: Mosque Battles and Other Stories”

Notes on Architecture, Religion, and Politics in the Javanese World,” Journal of Architecture

Education, Vol. 57 No. 1 (September 2003): 60.

21Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 13. 22Ana Ngationo, “Peranan Raden Fatah Dalam Mengembangkan Kerajaan Demak

Pada Tahun 1478-1518,” Kalpataru Jurnal Sejarah dan Pembelajaran Sejarah, Vol. 4 No. 1

(Juli 2018), hal 20.

23Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 13.

4

Walisongo memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan Kesultanan

Demak dan menjadi penasehat untuk Raja-raja Demak.24

Demak memang strategis tempatnya. Letak Demak sangat menguntungkan,

baik untuk perdagangan maupun pertanian. Demak terletak di tepi selat di antara

Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu agak lebar dan dapat dilayari

dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas itu

untuk berlayar ke Rembang.25 Maka dari itu, Demak berkembang menjadi Kerajaan

Maritim. Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di

Indonesia bagian timur dan bagian barat. Kesultanan Demak juga memiliki wilayah

di pedalaman maka Demak juga memperhatikan pertanian, sehingga beras menjadi

salah satu komoditas dagang. Selain itu, Demak juga menjual produksi andalannya

garam dan kayu jati.26

Kesultanan Demak dengan mendapat dukungan penuh, mampu tampil

sebagai Keraton Islam yang teguh, kokoh, dan berwibawa. Dalam pergaulan

antarbangsa, Kesultanan Demak merupakan juru bicara kawasan Asia Tenggara yang

sangat disegani. Hal ini disebabkan oleh kontribusi Kesultanan Demak dalam bidang

ekonomi, pelayaran, perdagangan, kerajinan, pertanian, pendidikan, dan

keagamaan.27

Kesultanan Demak Bintoro, merupakan Kesultanan Islam yang mendapat

pengaruh besar dari para ulama penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Sebagai suatu

negara yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Nusantara, Kesultanan Demak

Bintoro memiliki suatu cerita yang heroik namun sangat beragam. Kehadiran dan

penyebaran agama Islam di pesisir utara Pulau Jawa telah dibuktikan berdasarkan data

arkeologis dan sumber-sumber babad, hikayat, legenda, serta berita-berita asing.28

Menurut Graaf dan Pigeaud bahwa dalam cerita tradisi Mataram Jawa Timur,

raja Demak yang pertamma Raden Fatah adalah putra raja Majapahit yang terakhir

(dari zaman sebelumm Islam), yang dalam legenda bernama Brawijaya. Ibu Raden

Fatah konon seorang putri Cina dari keraton raja Majapahit. Waktu hamil putri itu

dihadiahkan kepada seorang anak emasnya yang menjadi gubernur di Palembang. Di

situlah Raden Fatah lahir.29 Menurut Agus Sunyoto dalam historiografi Jawa

menuturkan bahwa Raden Fatah adalah putra Prabu Brawijaya, raja Majapahit

terakhir. Tentang siapa Prabu Brawijaya yang menjadi ayahanda Raden Fatah terjadi

perbedaan pendapat. Sebagian menyatakan Prabu Kertawijaya, Maharaja Majapahit

24Soedijipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi (Yogyakarta: Laksana, 2013), hal 324. 25Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa,

hal 33. 26Soedijipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi, hal 324.

27Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa,

hal 1. 28Tri Tunggal Dewi, Wakidi, dan Suparman Arif, “Peranan Sultan Fatah dalam

Pengembangan Agama Islam di Jawa,” Jurnal Pendidikan dan Penelitian Sejarah, Vol. 5 No.

8 (2017). 29H.J De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI dari judul asli De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java, Studien

Over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 de Eeuw diterbitkan sebagai No 69 seri

Verhandelingen van het KITLV No 029/85 (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti), hal 42.

5

yang berkuasa pada 1447-1451 M, sebagian lagi menyatakan Kertabumi, Maharaja

Majapahit yang berkuasa 1474-1478 M.30

Dalam tulisan Tome Pires bahwa penguasa Cirebon merupakan kakek dari

(Pate Rodim) Raden Fatah.31 Ayah Pate Rodim adalah seorang kesatria dan bijak

dalam mengambil keputusan sedangkan kakek Pate Rodim berasal dari Gresik.32

Menurut Graaf dan Pigeaud bahwa dalam buku Pires menulis orang Gresik itu elle

veio teer a Dema, yang oleh penerbitnya berkebangsaan Portugis, Cortesao

diterjemahkan menjadi he happened to go to Demak (Dimana pun Pires tidak pernah

mmengatakan dengan tegas bahwa orang dari Grresik itu orang Islam. tetapi tepat asal

Gresik, pusat tertua agama Islam di Jawa Timur, dapat merupakan petunjuk

keislamannya).33

Berdasarkan tulisan-tulisan di atas bahwa sumber-sumber yang telah

digunakan sebagai sumber rujukkan untuk mengindentifikasikan kedudukan Raden

Fatah masih terdapat perbedaan dalam penulisan sejarah terutama dalam hal terkait

keagamaan dan genealogi orang tua Raden Fatah. Dari hal tersebut penulis

menggunakan sumber yaitu tulisan dan sanad riwayat para Ulama, tulisan-tulisan

Ulama, dan tulisan-tulisan asing. Adapun tesis ini bermaksud untuk mengkaji tentang

masalah keagamaan dan genealogi Raden Fatah (1483-1518 M).

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut di atas dapat diindetifikasi

masalah sebagai berikut:

a. Silsilah dan riwayat dari Raden Fatah terdapat perbedaan dalam penulisan

sejarah.

b. Penulisan nasab Raden Fatah dari sanad Ulama belum ada sejarah tersebut.

c. Penulisan kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam dan

hubungan Raden Fatah terhadap raja-raja Hindu belum ada penjelasan yang

ilmiah.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang hendak dibahas

adalah:

1. Bagaimana silsilah Raden Fatah sebenarnya?

2. Bagaimana kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam dan

hubungan Raden Fatah terhadap raja-raja Hindu?

30Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 320.

31Armando Cortesao, Suma Oriental karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah

ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues diterjemahkan dari buku The Suma Oriental of Tome

Pires An Account of The East, From The Sea to China and The Book of Francisco Rodrigues

edited by Armando Cortesao 2 Volume (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), hal 255.

32Tome Pires, Suma Oriental, hal 257.

33H.J De Graaf dan Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 42-43.

6

3. Pembatasan Masalah

Fokus utama dalam penelitian ini adalah Masalah Keagamaan dan Genealogi

Raden Fatah, dari lahir (1483 M) sampai wafatnya Raden Fatah (1518 M). Maka dari

itu pembatasan masalah penelitian ini, yaitu: silsilah Raden Fatah sebenarnya,

kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam, dan hubungan Raden

Fatah terhadap raja-raja Hindu.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini untuk diketahui Apakah benar Raden Fatah putra dari

raja Hindu. Hal ini akan dianalisis dalam disiplin ilmu yang penulis pelajari. Oleh

karena itu, secara khusus tujuan penulis mengangkat topik ini yaitu:

1. Menganalisis silsilah Raden Fatah sebenarnya.

2. Menganalisis kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam dan

hubungan Raden Fatah terhadap raja-raja Hindu.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagaimana diterangkan sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi

pengembangan disiplin ilmu sejarah pada umumnya dan Sejarah Islam di

Nusantara pada khususnya, tentang penelitian Masalah Keagamaan dan

Genealogi Raden Fatah (1483-1518 M).

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi silsilah Raden Fatah,

kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam dan hubungan

Raden Fatah terhadap raja-raja Hindu.

2. Manfaat Praktis

a. Lembaga

Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bagi pihak

lembaga-lembaga penelitian di bidang sejarah.

b. Sejarawan

Memberi kontribusi ilmiah pada kajian Sejarah Islam di Nusantara,

menambah wawasan tentang Masalah Keagamaan dan Genealogi Raden

Fatah dan diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber rujukan bagi

peniliti sejarawan lainnya.

E. Metodelogi Penelitian

Dalam tujuan studi ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah, maka upaya

merekonstruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui metode

kualitatif dengan model kajian pustaka, yaitu menganalisis dan menjelaskan Masalah

Keagamaan dan Geneaologi Dalam Kepemimpinan Politik Raden Fatah (1483-1518

7

M). Oleh karena itu, penelitian sejarah mempunyai lima tahap34, yaitu: (1) pemilihan

topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi, (4) interpretasi, dan (5) penulisan.

1. Pemilihan Topik Penelitian

Topik penelitian yang akan penulis teliti adalah tentang sejarah Raden Fatah.

Batasan penulis adalah silsilah Raden Fatah sebenarnya, kedudukan Raden Fatah

dengan para Wali penyebar Islam dan hubungan Raden Fatah terhadap raja-raja

Hindu.

2. Heuristik atau teknik pengumpulan data

Dalam pengumpulan data-data untuk bahan penulisan ini, penulis melakukan

penelitian kepustakaan, wawancara, dan studi naskah. Penulis juga melakukan

penelitian ke beberapa perpustakaan dengan merujuk kepada sumber-sumber yang

berhubungan dengan tema dalam tesis ini, seperti buku-buku, tesis, disertasi, dan

jurnal.

Dalam hal ini, catatan Tome Pires tentang Raden Fatah, merupakan sebuah

sumber primer. Penulis juga akan mencari buku-buku, jurnal, tesis, dan disertasi

tentang Raden Fatah sebagai sumber sekunder.

a. Primer

Adapun data primer dari penelitian ini yaitu: dokumentasi tertulis: Suma

Oriental karya Tome Pires. 1) The Suma Oriental of Tome Pires An Account of The

East, From The Red Sea To Japan, written in Malacca and India in 1512-1515 and

The Book of Francisco Rodrigues Rutter of Voyage In The Red Sea, Nautical Rules

Almanack and Maps, Written and Drawn in The East Before 1515, Translated from

the Portuguese MS in the Bibliotheque de la Chambre des Deputes, Paris and edited

by Armando Cortesao, Volume I, London printed for The Hakluyt Society 1944, 2)

Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku

Francisco Rodrigues diterjemahkan dari buku The Suma Oriental of Tome Pires An

Account of The East, From The Sea to China and The Book of Francisco Rodrigues,

edited by Armando Cortesao, 2 volume, The Hakluyt Society, 1944, diterbitkan

pertama kali dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Ombak (Anggota IKAPI),

Yogyakarta, 2015, penyunting edisi asli oleh Armando Cortesao, penerjemah edisi

Indonesia oleh Adrian Perkasa dan Anggita Pramesti.

b. Sekunder

Data sekunder diambil dari catatan-catatan Ulama, kitab-kitab Ulama, sanad

riwayat Ulama, naskah-naskah lokal, buku-buku pendukung penelitian yaitu buku-

buku para sejarawan baik dari Indonesia maupun dari luar negeri. Serta tulisan ilmiah

34Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013), hal 69.

8

seperti tesis, disertasi, dan jurnal yang berkaitan dengan permasalahan dan

pembahasan penelitian ini.

3. Verifikasi

Tahapan dimana peneliti melakukan kritik sumber setelah semua sumber-

sumber yang diperlukan dalam penelitian sudah terkumpul. Tujuannya adalah untuk

menguji keabsahan tentang keaslian sumber (autentisitas) yang dilakukan melalui

kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihan sumber (kredibilitas) yang ditelusuri

melalui kritik intern.35

4. Interpretasi

Sering kali disebut juga dengan analisis sejarah, yaitu menguraikan silsilah

Raden Fatah, kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam dan

hubungan Raden Fatah terhadap raja-raja Hindu karena data-data yang sudah

dilakukan kritik sumber biasanya masih berbeda-beda dalam isinya. Oleh karena itu

dalam teknik interpretasi ini diharapkan penulis mampu menguraikan dan

menafsirkan hal tersebut.

5. Penulisan

Tahap penulisan atau pelaporan tentang hasil penelitian. Cara penulisan,

pemaparan atau penulisan laporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan.

Penulisan hasil laporan hendaknya dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai

proses penelitian dari fase awal hingga akhir (penarikan kesimpulan). Penyajian

penelitian dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian36, yaitu: (1) pengantar, (2)

hasil penelitian, dan (3) simpulan.

F. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Berdasarkan telaah kepustakaan yang telah dilakukan ditemukan beberapa

penelitian yang relevan antara lain:

Artikel yang berjudul “Islamisasi Di Demak Abad XV M: Kolaborasi

Dinamis Ulama-Umara dalam Dakwah Islam di Demak” karya Umma Farida

pada 2 Desember 2015. Penulis memfokuskan kajiannya pada peran yang dimainkan

dari kekuatan kolaboratif ulama-umara dalam Islamisasi di Demak abad XV Masehi,

dengan mengambil Sultan Fattah dan Sunan Kalijaga sebagai tokoh sentralnya.

Metode pengembangan dan penyiaran Islam yang ditempuh ulama-umara selama

proses dakwah yaitu mengedepankan hikmah kebijaksanaan, mendekatkan rakyat dan

penguasa secara langsung dengan menunjukkan kebaikan ajaran Islam. Pendirian

Masjid Agung dan Kesultanan Demak semakin memantapkan aktifitas dakwah Islam

di Demak, mengingat dua tempat penting tersebut tidak hanya berfungsi sebagai

35 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, hal 77 36 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, hal 8.

9

tempat untuk mengatur strategi dan musyawarah dalam memutuskan berbagai

persoalan masyarakat. Bahkan, kolaborasi ulama-umara juga berhasil melakukan

revolusi di bidang aqidah, ibadah, pendidikan, ekonomi, militer, pemerintahan, seni,

hukum, dan sosial kemasyarakatan. Kesuksesan dakwah Islam yang dilakukan para

ulama-umara di Demak dan tanah Jawa ini tidak dapat dipandang sebelah mata.

Setidaknya ada dua faktor yang mendukung capaian kesuksesan dari kekuatan

kolaboratif tersebut. Pertama, kesadaran ulama-umara yang tinggi terhadap

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan material dan spiritual, mampu beradaptasi

dengan masyarakat dan memobilisasi potensi sosial. Kedua, ulama-umara menduduki

posisi sebagai bangsawan. Sultan Fattah yang merupakan raja penguasa Kesultanan

Demak hingga berhasil melakukan ekspansi ke beberapa wilayah lainnya. Demikian

pula Sunan Kalijaga yang merupakan ulama mumpuni juga berasal dari kalangan

Bangsawan sejatinya Putra Adipati Tuban. Ini merupakan faktor sosiologis yang

menjadikan kekuatan kolaboratif ulama-umara ini mudah diterima dakwahnya oleh

masyarakat. Faktor internal agama Islam yang tidak membedakan antar masyarakat

dan tidak mengenal kasta menjadi daya tarik untuk menerima dakwah Islam secara

sukarela.37

Artikel yang berjudul “Transformasi Islam Kultural ke Struktural

(Studi Atas Kerajaan Demak)” karya Maryam tahun 2016. Penulis memfokuskan

kajiannya pada transformasi Islam kultural ke struktural pada Kerajaan Demak.

Perkembangan Islam di Nusantara terutama pada masa awal pembentukannya sebagai

kekuatan sosial dan budaya, berlangsung dan sejalan dengan dinamika politik internal

di wilayah tersebut, kerajaan atau juga yang disebut kesultanan dalam

perkembangannya berfungsi tidak hanya sebagai pusat politik dan ekonomi, tetapi

juga sekaligus sebagai basis bagi berlangsungnya proses islamisasi. Munculnya

kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara membuka keyakinan bagi terintegrasinya nilai-

nilai Islam kedalam sistem sosial dan politik Nusantara. Kerajaan-kerajaan itu

merupakan dari para penguasa, para pedagang, dan pengembara muslim berperan

sebagai pelaku ekonomi sekaligus juru dakwah yang memperkenankan Islam kepada

masyarakat. Peralihan struktur kekuasaan dari kerajaan yang bernapaskan Hindu ke

Islam, memiliki kaitan dengan pergeseran struktur sosial, sebagai salah satu bukti

adanya Islam kultural. Dan sejarah berdirinya Masjid Demak adalah berhubungan erat

dengan berdirinya kerajaannya. Kesultanan Demak adalah Kerajaan Islam pertama

dan terbesar di pantai utara jawa (pesisir). Menurut tradisi jawa, Demak sebelumnya

merupakan kadipaten dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Islam Demak dengan

tokohnya Raden Fatah yang mendudukin sebagai Sultan pertama merupakan salah

satu data yang menunjukkan terlembaganya Islam kedalam struktur kerajaan, karena

Raden Fatah yang memiliki hubunga darah dengan Kerajaan Majapahit dan menjadi

adipati di Bintoro. Berdirinya Kerajaan Demak tidak lepas dari peran dan dukungan

para Walisongo. Masuknya Islam kedalam kultur budaya masyarakat lokal sehingga

37 Umma Farida. “Islamisasi Di Demak Abad XV M: Kolaborasi Dinamis Ulama-

Umara dalam Dakwah Islam di Demak,” Jurnal At Tabsyir Komunikasi Penyiaran Islam, Vol.

3 No. 2, (Desember 2015): 299-318.

10

penerimaan terhadap Islam menjadi lebih mudah dan menstruktur Islam ditandai

dengan berdirinya Kerajaan Islam pertama yaitu Kesultanan Demak.38

Artikel yang berjudul Walisongo: Eksistensi dan Perannya dalam

Islamisasi dan Implikasinya terhadap Munculnya Tradisi-Tradisi di Tanah

Jawa karya A.R Idham Kholid tahun Buku yang berjudul 2016. Penulis

memfokuskan kajiannya pada eksistensi dan perannya dalam islamisasi dan implikasi

terhadap munculnya tradisi-tradisi di Tanah Jawa. Islam sebagai agama rahmatan lil

alamin sangat dipahami oleh para wali sebagai penyebar islam di tanah Jawa, sehingga

dalam menyebarkan ajaran agama Islam mereka melakukannya dengan cara yang

bijaksana dan tanpa kekerasan. Kebijakan para wali dalam menyebarkan ajaran Islam

di Jawa antaranya dapat dilihat dari bagaimana mereka tidak menghancurkan tradisi

yang telah ada bahkan justru tradisi yang telah ada tersebut disesuaikan dengan ajaran

atau syariat Islam. Realitas tersebut di atas menjadikan tanah Jawa sebagai daerah

yang sangat banyak menyimpan tradisi dengan seluruh warna-warninya dan menjaga

kelestariannya secara dinamis dalam rentang waktu cukup panjang bahkan hingga

sekarang. Islam sebagai agama yang mudah dicerna oleh masyatakat dan memiliki

ritual ibadah yang tidak memberatkan masyarakat Jawa dan tidak menempatkan

manusia pada strata atau kasta. Oleh sebab itu, Tanah Jawa sebagai salah satu daerah

penyebaran Islam yang dilakukan oleh para wali dan ulama yang sangat arif dan

bijaksana dimana penyebaran Islam dilakukan dengan cara mengajak dan merangkul

serta tidak menghancurkan tradisi lama tapi mengarahkan tradisi lama yang

bertentangan dengan syariat Islam menjadi sesuai dengan ajaran atau syariat Islam.

Hal tersebut menjadikan Tanah Jawa sebagai daerah yang memunyai banyak tradisi.39

Jurnal yang berjudul “Keraton Demak Bintoro Membangun Tradisi

Islam Maritim di Nusantara” karya Heru Arif Pianto tahun 2017. Penulis

menulis jurnal ini membahas bahwa Keraton Demak sebagai kerajaan maritim Demak

menjalankan fungsinya sebagai penghubung dan transito antara daerah penghasil

rempah-rempah di Indonesia bagian timur dan malaka sebagai pasaran Indonesia

bagian barat. Karena itulah timbul suatu inisiatif dari penguasa Demak untuk

menggantikan posisi malaka sebagai pusat perdagangan baik nasional maupun

internasional. Untuk mewujudkan kesemuanya itu, Demak Bintoro bermaksud

menduduki malaka terlebih dahulu dengan mengusir bangsa Portugis yang telah

berkuasa sejak tahun 1511 M. Usaha itu dilakukan ketika pada tahun 1511 M, Demak

di bawah pimpinan Adipati Unus mengadakan pelayaran ke malaka bersama

armadanya untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap Portugis, walaupun

tidak membuahkan hasil. Perekonomian Kerajaan Demak berkembang pesat,

khususnya dalam dunia maritim, hal ini karena di dukung oleh penghasilan di bidang

agraris yang cukup besar. Kerajaan Demak berusaha mengadakan kerjasama dengan

daerah-daerah di pantai Pulau Jawa yang telah menganut agama Islam, sehingga

38Maryam. “Transformasi Islam Kultural Ke Struktural (Studi Atas Kerajaan

Demak),” Jurnal Tsaqofah dan Tarikh, Vol. 1 No. 1, (Januari-Juni 2016): 63-76. 39A.R Idham Kholid. “Walisongo: Eksistensi Dan Perannya Dalam Islamisasi Dan

Implikasinya Terhadap Munculnya Tradisi-Tradisi Di Tanah Jawa,” Jurnal Tamaddun, Vol.4

No. 1, (Januari-Juni 2016): 1-47.

11

tercipta suatu federasi atau persemakmuran dengan Demak sebagai pemimpinnya.

Dalam kerajaan, agama Islam merupakan faktor yang menjadi unsur pemersatu yang

dapat menimbulkan kekuatan besar. Selain dari unsur kehidupan ekonomi, yang

menjadikan kerajaan maritim demak ini menjadi besar adalah ajaran Islam yang sudah

di tanamkan oleh para wali. Di antara wali yang selalu aktif di Demak adalah Sunan

Kalijaga. Berkat saran beliau Demak menjadi negara theokrasi yaitu negara atas dasar

agama. Salah satu bukti sejarahnya adalah Masjid Agung Demak. Dengan melihat

kronologi Kerajaan Demak penyebab kemajuan pesat memiliki dua faktor yaitu

pertama, faktor maritim dan didukung dengan faktor agraris; kedua, faktor agama

yang telah diajarkan para wali. Para wali selain berdakwah, juga berperan sebagai

penasehat kerajaan, bidang politik, sosial ekonomi, budaya, seni, kesehatan, dan

sebagainya.40

Artikel yang berjudul “Politik Dinasti dalam Perspektif Ekonomi dari

Kerajaan Demak” karya Tundjung dan Arief Hidayat tahun 2018. Penulis

menulis jurnal ini membahas bahwa Raja Demak pertama, Raden Fatah sebagai

pendiri kerajaan berusaha untuk menguasai jalur perdagangan penting di kepulauan

Nusantara. Raden Fatah mengutus anaknya Adpati Unus untuk memimpin

penaklukan Palembang dan Malaka, tujuannya untuk menguasai kedua pelabuhan

yang ramai dikunjungi pedagang-pedagang dari Asia maupun Nusantara. Raden Fatah

juga bertujuan menjaga agar pedagang-pedagang dari Asia maupun Nusantara yang

dikuasai Demak, tidak terusuk. Kepercayaan yang diberikan kepada Adipati Unus

merupakan salah satu bentuk politik dinasti, ketika Demak sedang mengembangkan

kekuasaannya. Adipati Unus sangat mendukung kekuasaan ayahnya. Sultan

Tenggrana, raja ketiga dari Kerajaan Demak, memimpin sendiri penaklukkan daerah-

daerah penting bekas wilayah Majapahit. Daerah-daerah yang sudah takluk, raja

menempatkan kerabatnya sebagai penguasa ataupun mengadakan perkawinan politik

antara keluarga raja dengan penguasa setempat. Poltik dinasti inilah yang digunakan

sebagai alat untuk menjaga terjaminnya perekonomian kerajaan. Para penguasa

daerah yang sudah terikat sebagai kerabat kerajaan akan menunjukkan loyalitas tinggi.

Sultan trenggana juga melakukan perkawinan politik dengan orang yang akan diutus

untuk menaklukkan Jawa Barat. Tujuannya untuk mendapatkan jaminan loyalitas

kepada Kerajaan Demak. Politik Dinasti dilakukan untuk mendukung perekonomian

kerajaan. Keterikatan keluarga terjadi antara kerabat Kerajaan Demak dengan

penguasa-penguasa yang berada di bawah kekuasaannya. Keterikatan itu bersifat

genealogis melalui perkawinan, yang sifatnya politik. Politik Dinasti untuk menjaga

dan menjamin keberlangsungan ekonomi kerajaan.41

G. Sistematika Penulisan

40 Heru Arif Pianto. “Keraton Demak Bintoro Membangun Tradisi Islam Maritim Di

Nusantara,” Jurnal LP3M, Vol. 3 No. 1, (April 2017): 18-26. 41Tundjung dan Arief Hidayat. “Politik Dinasti Dalam Perspektif Ekonomi dari

Kerajaan Demak,” Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 3 No. 1, (2018).

12

Masalah-masalah yang akan dibahas dalam tesis ini, penulis membaginya

menjadi lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I merupakan Pendahuluan yang mengemukakan Latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan signifikasi

masalah, metodelogi penelitian, kajian pustaka yang relevan, dan sistematika

penulisan.

Bab II menjelaskan tentang Riwayat Raden Fatah menurut Kepustakaan

Sejarah.

Bab III menjelaskan tentang Genealogi Islam Raden Fatah dalam

Historiografi Ulama Sunda.

Bab IV menjelaskan tentang Jaringan Islam dan Kekuasaan Raden Fatah.

Bab V yang merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran.

13

BAB II

RIWAYAT RADEN FATAH MENURUT KEPUSTAKAAN SEJARAH

Islam masuk ke Nusantara berarti Islam masuk ke wilayah yang sekarang

masuk dalam negara-negara Asia Tenggara. Istilah Nusantara digunakan untuk

enyebut wilayah yang sekarang disebut kepulauan yang meliputi Indonesia, Malaysia,

Brunei Darussalam, Singapura, Thailand Selatan, dan Filipina Selatan. Pada waktu itu

wilayah tersebut menyatu karena belum terbentuk negara-negara seperti sekarang ini.1

Agama Islam tersebar di Asia Tenggara dan Kepulauan Indonesia sejak abad

XII atau XIII. Sekarang di sejumlah daerah yang telah berabad-abad memeluknya,

nama mereka yang dianggap berjasa dalam menyebarkan agama itu disebut dengan

hormat dan khidmat. Masuk Islamnya berbagai suku bangsa di Kepulauan Indonesia

ini tidak berlangsung dengan jalan yang sama. Begitulah anggapan umum, legenda

mengenai orang suci dan cerita mengenai para penyebar agama Islam dan tanah asal

usul mereka sangat beragam. Belum lama berselang Dr. Drewes minta perhatian

terhadap soal-soal yang bertalian dengan Sejarah Agama Islam di Indonesia.2

Menurut Hamka bahwa pada permulaan tumbuhlah agama Islam pada abad

ke 7 Masehi, yaitu pada tahun 674-675 M telah ada utusan Raja Arab yang oleh orang

Tionghoa dibahasakan Ta Kheh datang ke Tanah Jawa meziarahi Kerajaan Kalingga.

Raja Ta Kheh itu tidak lain dari Muawiyyah, sahabat Rasulullah SAW dan saudara

dari istrinya, Ummu Habibah, dan pembangun dari Daulah Bani Umayah. Selain itu

perkuburan Fathimah binti Maimun di Desa Leran yang bertarikh 495 Hijriyah (1101

M) telah memberikan pertolongan yang sangat besar untuk membuktikkan perkiraan

itu. Orang-orang Indonesia dari Tanah Jawa sendiri pun berniaga pula ke luar negeri,

mengembara pula ke negeri orang. Di antaranya ialah Haji Purwa, abang dari Prabu

Mundingsari, Kerajaan Pajajaran. Kalau telah ada pada abad ke 11 di Jawa, niscaya

di Sumatera dan Semenanjung telah ada lebih dahulu karena letaknya lebih ke barat.

Perkuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik bertarikh tahun 1419 M.3

Suatu kenyataan yang sudah pasti ialah, di Sumatera Utara-di Aceh yang

sekarang ini-para penguasa di beberapa kota pelabuhan penting sejak paruh kedua

abad XIII sudah menganut Islam. Pada zaman ini hegemoni politik di Jawa Timur

masih ditangan raja-raja beragama Syiwa Buddha di Kediri dan di Singasari, di daerah

pedalaman. Besar sekali kemungkinan bahwa pada abad XIII di Jawa sudah ada orang

Islam yang menetap. Sebab, jalan perdagangan di laut, yang menyusuri pantai timur

Sumatera melalui Laut Jawa ke Indonesia bagian timur, sudah ditempuh sejak zaman

dahulu. Para pelaut itu, baik yang beragama Islam maupun yang tidak, dalam

1Didin Saefuddin, Sejarah Politik Islam, hal 325.

2H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 20. 3Hamka, Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara (Jakarta:

Gema Insani, 2016), hal 552.

14

perjalanan singgah di banyak tempat. Pusat-pusat permukiman di pantai utara Jawa

ternyata sangat cocok untuk itu.4

Di mana pun di kota-kota bandar bila telah terbentuk masyarakat Islam,

masjid niscaya segera dibangun. Itu merupakan suatu keharusan. Masjid menduduki

tempat penting dalam kehidupan masyarakat, merupakan pusat pertemuan orang

beriman dan menjadi lambang kesatuan jamaah. Wali-wali di Jawa kabarnya berpusat

di masjid keramat di Demak, masjid yang mereka dirikan bersama. Disitulah mereka

agaknya mengadakan pertemuan untuk bertukar pikiran tentang mistik. 5

Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun

pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara

Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan dapat

dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan

pintas itu untuk berlayar ke Rembang. Jepara terletak di seberang barat pegunungan

yang dahulu adalah Pulau Muria. Jepara mempunyai pelabuhan yang aman semula

dilindungi oleh tiga pulau kecil. Letak pelabuhan Jepara sangat menguntungkan bagi

kapal-kapal dagang yang lebih besar yang berlayar lewat pantai utara Jawa menuju

Maluku dan kembali ke barat. Pada abad XVI dan XVII kedua kota dwitunggal yang

perkasa.

Lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah di Demak sejak abad XVII

mendapat perhatian para pembawa cerita dan penulis Jawa.6 Maka dalam BAB ini

akan membahas tentang sumber-sumber yang terkait dengan genealogi Raden Fatah

menurut kepustakaan sejarah. Akan tetapi dari sumber-sumber yang penulis dapatkan

belum cukup memberikan informasi yang memuaskan. Hal tersebut dibuktikan

dengan terjadi perbedaan pendapat diantara para sejarawan dan naskah-naskah itu

sendiri. Sehingga menurut penulis silsilah Raden Fatah perlu adanya penelitian

kembali.

A. Diskursus tentang Persoalan Sumber

1. Pendapat Sejarawan mengenai Sumber-Sumber yang terkait Genealogi

Raden Fatah

Indonesia yang menganut agama Islam bukan hanya menciptakan kerajaan-

kerajaan tetapi juga sebuah warisan budaya yang beraneka ragam. Beberapa di

antaranya adalah warisan yang bersemangatkan Islam dan kebudayaan pra Islam.

Kebanyakan bukti dokumenter mengenai kebudayaan-kebudayaan klasik berasal dari

abad XVIII atau sesudahnya, maka tidak dapat selalu merasa pasti bahwa gambaran

tentang kegiatan-kegiatan budaya sebelum abad XVIII itu lengkap atau benar-benar

4H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 20.

5H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 29-31.

6H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 38-39.

15

tepat. Meskipun demikian, masih ada kemungkinan diperoleh suatu gambaran umum

mengenai kebudayaan-kebudayaan klasik itu.7

Lahirnya Kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah, di Demak, sejak abad XVII

mendapat perhatian para pembawa cerita dan penulis sejarah Jawa. Pada abad XVII

hegemoni di Jawa Tengah dan Jawa Timur jatuh ke tangan raja-raja Mataram di

pedalaman. Banten tidak pernah takluk kepada Mataram, tetapi kerajaan-kerajaan

bandar lainnya di sepanjang pantai utara Jawa selama abad XVII semuanya telah

direbut Mataram, atau terpaksa mengakui kekuasaan raja-raja Mataram. Munculnya

dan lamanya kekuasaan keluarga raja Islam kedua yang besar di Jawa Tengah

(Mataram), di daerah raja-raja Jawa Tengah (Surakarta dan Yogyakarta, de

vorstenlanden), mempengaruhi penulisan sejarah Jawa pada abad XVII dan abad-abad

berikutnya sedemikian rupa sehingga zaman sebelum Mataram dianggap kurang

penting. Cerita-cerita babad pada abad-abad sebelum munculnya Raja Mataram

pertama dipenuhi dengan legenda yang menghubungkan munculnya Kerajaan Demak

dengan runtuhnya Majapahit dari zaman pra-Islam. Raden Fatah menjadi pahlawan

besar dalam legenda ini.

Selain itu, asal usul legenda Majapahit dan Demak diolah dalam Babad

Mataram. Dan cerita tersebut terdapat dalam Serat Kanda pada abad XVII sudah

dikenal di Jawa Timur dan di pesisir.

Meskipun sifat legendaris dan kadang-kadang sifat mirip dongeng khayalan,

cerita tersebut ketara sekali, penulisan sejarah Jawa oleh orang Belanda selama abad

XIX dan lebih lama berdasarkan naskah cerita dan babad dari Jawa Timur dan Jawa

Tengah tersebut, karena tidak ada sumber lain yang lebih baik.

Baru akhir-akhir ini, karena ditemukannya Suma Oriental, terbukalah

kemungkinan menyusun sejarah Demak yang lebih dapat dipercaya. Ternyata,

pemberitaan Pires sesuai dengan apa yang diungkapkan dalam buku-buku sejarah

Banten. Redaksi buku-buku itu, yang berasal dari abad XVIII, sedikit banyak

terpengaruh oleh tradisi kesusastraan Mataram, tradisi Jawa Tengah yang berkuasa.

Tetapi buku itu masih memuat unsur-unsur lama yang mengungkapkan peristiwa

sejarah lebih baik daripada legenda-legenda yang tersebar luas. 8

Menurut HJ De Graaf dan TH Pigeaud bahwa antara buku Tome Pires dan

buku-buku sejarah Jawa Barat terdapat kesesuaian dalam hal pemberitaan bahwa

Dinasti Demak dimulai dengan 3 orang raja9 yaitu:

1. Tome Pires menyebutkan:

a. Moyang, yang tidak disebutkan namanya, berasal dari Gresik

b. Pate Rodin Sr

c. Pate Rodin Jr

2. Sadjarah Banten, buku sejarah Banten yang terbesar, menyebutkan

(Djajadiningrat, Banten):

a. Patih raja Cina yang tidak disebut namanya

7M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 76.

8H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 39-40. 9H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 40-42.

16

b. Cun-Ceh, meninggal dalam usia muda dan Cu-Cu, juga disebut Arya

Sumangsang dan Prabu Anom

c. Ki Mas Palembang

3. Hikayat Hasanuddin disebut Sadjarah Banten rante-rante, buku sejarah

Banten yang lebih kecil, tetapi sangat penting, menyebutkan:

a. Cek-Ko-Po dari Manggul

b. Pangeran Wirata meninggal dunia, Pangeran Palembang Tua meninggal

muda, Cek Ban-Cun, Pangeran Palembang Anom juga disebut Molana

Arya Sumangsang

c. Molana Tranggana putra dari Pangeran Palembang Anom

4. Musafir Belanda, Cornelis de Bruin pada 1706 mengunjungi Banten, di situ

kepadanya diserahkan keterangan keturunan berikut ini (yang tampaknya

kutipan dari Hikayat Hasanudin):

a. Co-Po dari Moechoel

b. Arya Sumangsang

c. Arya Tranggana

Sebagai bahan perbandingan, di bawah ini masih disebutkan 3 orang yang

menurut legenda Mataram, bertindak sebagai raja Demak:

a. Raden Patah

b. Pangeran Sabrang Lor

c. Pangeran Tranggana

Menurut hipotesa kerja dari HJ De Graaf dan TH Pigeaud, tersusun daftar

nama penguasa pertama di Demak beserta tarikh yang dikutip dari naskah-naskah

Jawa dan Eropa10 yaitu:

1. Cikal bakal dinasti berkebangsaan asing yaitu Cina bernama Cek-Ko-Po

dalam perempat terakhir abad XV.

2. Putra Cek-Ko-Po bernama Cu-Cu alias Arya Sumangsang dan Pate Rodin Sr.

Pate Rodin Sr menurutnya campuran dari Badruddin atau Kamaruddin. Pate

Rodin Sr hidup sampai sekitar 1504 M, secara tahun masih dibawah

kekuasaan seorang penguasa yang mewakili Raja Majapahit.

3. Anak atau adik laki-laki Cu-Cu bernama Tranggana atau Ki Mas Palembang

hidup hingga 1546 M menyatakan dirinya menjadi raja Islam dan sultan yang

berdaulat. Ia memperluas wilayah Demak ke barat dan ke timur serta

menaklukkan ibu kota lama Majapahit tahun 1527 M. Ipar Tranggana yaitu

Raja Jepara yaitu Pate Unus/Yunus yang diberi gelar Pangeran Sabrang Lor.

Ia melancarkan perang laut melawan orang Portugis di Malaka, dikalahkan

1512/1513 M. Konon ia agaknya memerintah di Demak mulai kira-kira 1518

M hingga meninggalkannya pada 1521 M.

Tome Pires yang hidup sezaman, cukup tetap menguraikan peristiwa sampai

kira-kira 1515 dalam bukunya Suma Oriental. Tetapi kelanjutan sejarahnya tidak

10H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 53.

17

dialaminya. Mungkin ia terlalu banyak menyoroti pribadi Pate Unus, tokoh yang

paling banyak dihubungi orang Portugis pada waktu itu. Dalam cerita-cerita tradisi

Jawa dari abad XVII dan XVIII, baik dari Jawa Timur dan Mataram maupun dari Jawa

Barat, terjadi kekacauan antara cerita mengenai raja-raja Demak dan Jepara yang

masih ada ikatan keluarga itu dan yang hidup dalam dasawarsa-dasawarsa pertama

abad XVI. Rouffaer mengira, berdasarkan pemberitaan Portugis bahwa berkuasanya

Pate Unus dari Jepara atas Demak selama beberapa tahun itu masuk akal. Namun,

babad Jawa dari abad-abad kemudian sama sekali melupakan pejuang muda yang

gagah berani melawan kekuasaan bangsa Portugis di Malaka.11

Berdasarkan berita para penulis Portugis, Pate Unus dari Jepara adalah orang

yang penting dalam sejarah Jawa, maka Rouffaer berusaha menemukannya kembali

dalam cerita tradisi Jawa. Malahan Rouffaer berani menduga bahwa yang dimaksud

dengan Pangeran Sabrang Lor dalam cerita tradisi itu adalah raja Jepara yang oleh

orang Portugis diberi nama Pate Unus. Pigafetta seorang Italia yang bekerja sebagai

juru mudi dalam armada Magelhaens, menulis seakan-akan lawan orang Portugis di

Malaka adalah seorang raja Majapahit yang telah meninggal sebelum 1522. 12

Adapun menurut M.C. Ricklefs, bahwa negara Islam paling penting di

wilayah pantai utara Jawa pada awal abad XVI adalah Demak. Pada masa itu Demak

merupakan sebuah pelabuhan laut yang baik walaupun lumpur yang sangat banyak di

pantai pada abad-abad berikutnya telah menjadikan letak Demak dewasa ini beberapa

kilometer jauhnya dari laut. Asal usul negara ini sangat tidak jelas. Tampaknya

Demak didirikan pada perempat terakhir abad XV oleh seorang asing beragama Islam,

yang kemungkinan besar seorang Cina yang bernama Cek-Ko-Po. Putranya adalah

seorang yang oleh orang-orang Portugis disebut dengan nama Rodim yang

kemungkinan besar sama dengan Badruddin atau Kamaruddin, tampaknya dia

meninggal sekitar tahun 1504 M.13

Apa yang telah terjadi di Majapahit sejak akhir abad XV juga tidak jelas dan

apabila tidak berhasil ditemukan sumber-sumber yang baru, kemungkinan besar tidak

akan pernah diketahui secara pasti. Pada masa pengluasan militer Demak, kerajaan

Hindu Buddha di Kediri berhasil ditaklukkan sekitar tahun 1527 M. Kronik-kronik

istana Jawa sesudah masa itu melukiskan penaklukkan itu dengan berbagai cara, tetapi

kesemuanya memperlihatkan suatu kecenderungan untuk membuktikkan bahwa

Demak kini mewarisi legitimasi Majapahit. Demak digambarkan sebagai pengganti

langsung Majapahit dan Sultan Demak yang pertama yaitu Raden Fatah disebutkan

sebagai putra raja Majapahit yang terakhir dengan seorang putri berkebangsaan Cina,

Putri Cina yang telah diusir dari istana sebelum putranya lahir.

Jatuhnya Majapahit di dalam naskah-naskah seperti itu biasanya ditempatkan

pada akhir abad XIV Jawa (1400 Saka/1478-1478 M). Pergantian abad kemudian

dianggap sebagai saat biasanya terjadi pergantian wangsa atau kerajaan. Legenda-

11H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 52.

12H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 50-51.

13M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2007), hal 54.

18

legenda semacam itu hanya dapat menceritakan sedikit tentang kejadian-kejadian

yang sesungguhnya tetapi menceritakan banyak mengenai keinginan istana-istana

yang muncul belakangan untuk melihat kesinambungan dan legitimasi kerajaan

sebagai unsur-unsur yang tidak diputus oleh islamisasi.14

Kesastraan klasik Jawa berbeda dengan kesastraan Melayu, meskipun

keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Selain tradisi-tradisi dari daerah-

daerah lain ada 2 sumber pengaruh yang dapat ditemukan di kesastraan Jawa yaitu

tradisi-tradisi India melalui bahasa Jawa Kuno dan tradisi-tradisi Islam. Perbedaan

yang paling mencolok antara tradisi Melayu dengan Jawa ialah lebih kecilnya

pengaruh Islam dalam tradisi Jawa.15 Sejarah kesastraan Jawa Kuno di Jawa setelah

runtuhnya kerajaan Hindu Buddha yang terakhir sekitar tahun 1527 M. Bagaimanapun

juga sebagian besar kesastraan Jawa dapat dilihat secara langsung dipengaruhi oleh

pemikiran-pemikiran dari masa pra Islam. Bukan hanya karya-karya yang disadur

secara langsung dari bahasa Jawa Kuno itu saja yang penuh dengan pengaruh Hindu

Buddha dan kenangan akan kisah-kisah dari masa pra Islam.16

Sedangkan menurut MC Ricklefs bahwa kronik-kronik (babad) merupakan

suatu bagian yang penting dari kesastraan klasik Jawa dan tampaknya berdasarkan

inspirasi asli. Kronik-kronik yang sangat panjang dan terinci yang ditemukan dalam

bahasa Jawa Baru tidak dikenal dalam bahasa Jawa Kuno dan tidak ada tanda inspirasi

Islam. Memang masalah-masalah keagamaan hanya mendapat sedikit perhatian

dalam kronik-kronik Jawa yang pada dasarnya lebih banyak memusatkan

perhatiannya pada raja-raja, para pahlawan, pertempuran-pertempuran, dan selingan-

selingan yang romantis. Beberapa kronik merupakan karya-karya yang menyerupai

ensiklopedi yang dimulai dari Adam maupun dewa-dewa Hindu, menceritakan masa

pra Islam yang legendaris dalam sejarah Jawa dan mencapai puncaknya pada abad

XVII atau XVIII karya-karya ini biasanya disebut dengan nama yang umum yaitu

Babad Tanah Jawi yang ditulis selesai di Surakarta pada tahun 1836 merupakan

naskah yang terdiri atas 18 jilid. Kronik-kronik lain menceritakan tentang sejarah

kerajaan-kerajaan, pahlawan-pahlawan, atau kejadian-kejadian tertentu. Kronik-

kronik Jawa memang beraneka ragam.

Suatu kenyataan yang aneh dari sejarah kebudayaan Jawa bahwa walaupun

banyak kesastraan yang penting dapat ditemukan dalam ribuan naskah, namun hanya

beberapa pengarang sajalah yang dikenal namanya dari masa sebelum abad XIX.

Memang sering sulit untuk dapat dipastikan apakah karya-karya yang secara

tradisional dianggap ditulis oleh segelintir orang itu benar-benar ditulis oleh mereka.

17

Selain itu, sumber-sumber yang sering digunakan untuk penelitian

sebelumnya menggunakan karya-karya sastra18 yaitu:

14M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 55. 15M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 80. 16M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 81. 17M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 83. 18Hasan Jafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya (Depok:

Komunitas Bambu, 1978), hal 20.

19

1. Kakawin Nagarakertagama. Kakawin pujian berbahasa Jawa Kuna ini ditulis

oleh Rakawi Prapanca pada 1365 M yaitu pada masa pemerintahan Raja

Hayam Wuruk. Nama asli kakawin ini adalah Desawarnana berarti uraian

tentang desa-desa, maka sebagian besar isinya menguraikan kisah perjalanan

Raja Hayam Wuruk ke daerah-daerah di wilayah Kerajaan Majapahit.

2. Serat Pararaton. Serat Pararaton atau Katuturanira Ken Anrok ini ditulis

dalam bentuk prosa berbahasa Jawa Tengah-an yang berasal dari periode

Majapahit akhir. Isinya menguraikan kisah raja-raja Singasari dan Majapahit

mulai dari Ken Anrok sampai Bre Pandansalas. Apabila melihat bentuk serta

susunan isinya, Serat Pararaton disusun berdasarkan sumber-sumber lain

yang ada pada waktu penyusunnya. Walaupun di dalamnya terdapat uraian

dan angka tahun yang tidak cocok dengan sumber-sumber lain seperti

prasasti, dengan bantuan sumber-sumber sejarah lain sebagai pembanding.

3. Serat Babad Tanah Jawi. Serat ini berisi uraian mengenai sejarah Jawa sejak

Nabi Adam sampai tahun 1647 M. Babad Tanah Jawi merupakan sebuah hasil

historiografi tradisional Jawa dari zaman Mataram Islam. Kita memperoleh

keterangan yang penting dari Babad Tanah Jawi untuk masalah Majapahit

akhir, yakni keterangan mengenai awal pertumbuhan Kerajaan Demak dan

gambaran terakhir keadaan Kerajaan Majapahit di bawah Raja Brawijaya.

Selain itu, ada juga keterangan mengenai penaklukan Majapahit oleh Demak.

Walaupun di dalamnya banyak keterangan mengenai tokoh-tokoh dan

kejadian-kejadian dari zaman kuna yang tidak dapat diterima.

4. Serat Kanda. Serat Kanda merupakan sebuah hasil historiografi tradisional

Jawa. Uraiannya mengenai keruntuhan Kerajaan Majapahit yang hampir

serupa dengan Babad Tanah Jawi. Keterangan penting dari Serat Kanda ialah

mengenai penyerbuan ke Sengguruh oleh tentara Demak untuk menaklukkan

Raja Majapahit Brawijaya.

5. Serat Darmagandul. Isinya menceritakan sejarah penaklukan Majapahit dan

dialog antara Prabu Brawijaya dan Sabdapalon mengenai agama Buddha dan

Islam. Pada waktu Majaphit diserang Demak, Prabu Brawijaya melarikan diri

ke Bali. Akan tetapi ketika hampir menyeberang ke Pulau Bali, Prabu

Brawijaya terkejar oleh Sunan Kalijaga dan di Islamkan.

Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, memang mendapatkan uraian genealogi

raja-raja di Jawa. Akan tetapi, tidak dapat memakai uraian genealogi tersebut untuk

menyusun genealogi raja-raja Majapahit seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan

sumber-sumber tersebut telah mencampuradukan genealogi historis dengan genealogi

yang didasarkan mitos, bahkan telah mencampuradukan genealogi dari panteon Hindu

dengan genealogi yang berdasarkan Islam.19

Bukti-bukti mengenai abad XVI terutama terdiri atas beberapa catatan orang

Portugis yang sezaman dan diantara yang paling lengkap keterangannya adalah karya

Tome Pires yang berjudul Suma Oriental. Sedangkan tradisi-tradisi sejarah Jawa dari

zaman belakangan yang merupakan campuran yang rumit antara dongeng dan sejarah.

19Hasan Jafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal 104.

20

Oleh karena itulah maka banyak peristiwa penting pada masa itu tidak dapat diketahui

secara lengkap.20

Tome Pires menceritakan dalam bukunya berdasarkan cerita-cerita yang

didengarnya di Jawa pada permulaan abad XVI, pada pokoknya ialah sebagai berikut

kakek Raja Demak yang memerintah pada 1513 adalah seorang budak belian dari

Gresik. Yang dimaksud dengan budak belian ialah kawula, abdi. Orang dari Gresik

ini konon telah mengabdi kepada penguasa di Demak pada waktu itu. Apa vasal atau

kerajaan dari Maharaja Majapahit? Penguasa Demak tersebut yang mengangkatnya

menjadi capitan dan kemudian menugasinya memimpin ekspedisi melawan Cirebon

dapat direbut pada 1470 dan capitan mendapat kemenangan itu dihadiahi gelar pate

oleh tuannya. Pires banyak menyebut pate, rupanya yang dimaksud itu patih. Di

tempat lain dalam bukunya menuliskan tentang orang dari Gresik itu elle veio teer a

Dema, yang oleh penerbitannya berkebangsaan Portugis, Cortesao, diterjemahkan

menjadi he happened to go to Demak. Dimana pun Pires tidak pernah mengatakan

dengan tegas bahwa orang dari Gresik itu orang Islam. Tetapi tempat asal Gresik,

pusat tertua agama Islam di Jawa Timur, dapat merupakan petunjuk keislamannya.21

Berdasarkan beberapa berita abad XVII dan yang dari Jawa Barat, yang

jarang tetapi sangat menarik perhatian itu dapat kita simpulkan bahwa asal usul

Dinasti Demak itu dari Cina pada waktu ini dapat dipercayai. Ia sudah memeluk

agama Islam ketika menetap di daerah Demak dan setelah menjadi patihnya raja, ia

jadi terhormat. Konon, ia datang dari Jawa Timur yaitu Gresik dan menetap di Demak.

Dapat pula dipercaya bahwa selama hidup ia tidak hanya mengakui kekuasaan

penguasa setempat, gubernur atau vasal raja Majapahit. Ia sendiri konon belum

menjadi raja, melainkan orang berpengaruh yang berasal dari Cina, yang termasuk

golongan pedagang menengah yang berada. Ia hidup di Demak pada perempat

terakhir abad XV.22

Hal menarik yang perlu ditelusuri kembali yaitu siapa kakek Raden Fatah

yang berasal dari Gresik. Hingga saat ini belum terpecahkan dan menemukan titik

terang dalam Sejarah Islam di Nusantara. Pembahasan ini akan dijelaskan pada bab 3.

2. Pendapat Sejarawan mengenai Cempa dan Campa

Suatu kenyataan yang sudah pasti ialah, di Sumatera Utara di Aceh yang

sekarang ini, para penguasa di beberapa kota pelabuhan penting sejak paruh kedua

abad XIII sudah menganut Islam. Pada zaman ini hegemoni politik di Jawa Timur

masih di tangan raja-raja beragama Syiwa Buddha di Kediri dan di Singasari, di

daerah pedalaman. Besar sekali kemungkinan bahwa abad XIII di Jawa sudah ada

orang Islam yang menetap.23 Sebab jalan perdagangan di laut, yang menyusuri pantai

20M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 54.

21H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 43. 22H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 44. 23H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 20.

21

timur Sumatera melalui Laut Jawa ke Indonesia bagian timur, sudah ditempuh sejak

dahulu. Para pelaut itu, baik yang beragama Islam maupun tidak dalam perjalanan

singgah di banyak tempat. Pusat-pusat permukiman di pantai utara Jawa ternyata

sangat cocok untuk itu.

Salah seorang yang paling terkenal dan tertua di antara para Wali di Jawa

dicatat dalam semua legenda orang soleh ialah Raden Rahmat dari Ngampel Denta.

Ia diberi nama sesuai dengan nama kampung di Surabaya tempat ia dimakamkan,

mungkin ia juga pernah tinggal di sana. Menurut cerita Jawa, ia berasal dari dari

Cempa.

Tokoh terpenting dalam cerita Jawa tentang Cempa adalah Putri Cempa. Ada

dua kelompok cerita Cempa, yaitu: Kelompok pertama meliputi cerita lisan, yang

dihubung-hubungkan dengan makam Islam, yang sekarang masih dapat ditunjukkan

di suatu daerah yang dahulu merupakan ibu kota Majapahit. Makam itu bertarikh Jawa

1370 (1448 M), mungkin sekali itulah makam Putri Cempa yang menjadi permaisuri

raja terakhir Majapahit yang legendaris, yaitu Brawijaya. Menurut suatu cerita Jawa,

Serat Kandha (diterbitkan oleh Brandes), konon ia sudah kawin dengan Putri Cempa

waktu masih menjadi putra mahkota. Nama putri itu sebagai ratu yaitu Darawati atau

Andarawati. Babad Meinsma memberikan uraian panjang lebar tentang putri itu.

Sebagai maskawin konon ia membawa barang yang sangat berharga dari Cempa, yang

kelak dijadikan barang-barang perhiasan kebesaran Keraton Mataram, atau pusaka

yaitu gong yang diberi nama Kiai Sekar Delima, kereta kuda tertutup yang diberi nama

Kiai Bale Lumur, dan pedati sapi yang diberi nama Kiai Jebat Betri. Barang-barang

berharga ini diperoleh Keraton Mataram sebagai rampasan perang ketika Demak

direbut. 24

Kelompok kedua cerita tradisional Jawa yang mengisahkan Cempa

berhubungan dengan orang suci yang telah menyebarkan agama Islam di Surabaya

dan Gresik. Konon mereka berasal dari Cempa. Putri Cempa tersebut meninggalkan

saudara perempuan di tanah airnya, yang sudah kawin dengan orang Arab. Ipar putri

ini dalam satu cerita tradisional Hikayat Hasanuddin dari Banten hanya disebut

sebagai orang suci dari Tulen, keturunan Syekh Parnen. Menurut babad lain ia diberi

nama Raja Pandita, dulu namanya Sayid Kaji Mustakim. Dalam Babad Meinsma ia

disebut Makdum Ibrahim Asmara, imam dari Asmara, Maulana Ibrahim Asmara lahir

di Tanah Arab, putra Syekh Jumadil Kubro.

Orang Arab itu, yang identitasnya belum jelas, konon mendapat 2 putra dari

istrinya, Putri Cempa yaitu:

a. Yang tua namanya Raja Pandita (dalam Hikayat Hasanuddin) atau Raden

Santri (dalam Babad Meinsma) atau Sayid Ngali Murtala (dalam Sadjarah

Dalem). Menurut Hikayat Hasanuddin, Raja Pandita diangkat menjadi imam

masjid yang terletak di tanah milik Tandes (seorang kakek di Gresik) dan

menjadi tokoh penting.

b. Yang muda bernama Pangeran Ngampel Denta atau Raden Rahmat atau

Sayid Ngali Rahmat (dalam Sadjarah Dalem) Dalam Sadjarah. Menurut

Hikayat Hasanuddin, sedangkan adiknya, Raden Rahmat diangkat oleh pecat

24H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 21.

22

tandha di Terung, yang bernama Arya Sena, sebagai iman di Surabaya dan

menjadi sangat terhormat di lingkungannya.

Dari cerita-cerita Jawa itu dapat disimpulkan bahwa Gresik dan Surabaya

dianggap sebagai pusat-pusat tertua agama Islam di Jawa Timur. Tradisi tersebut

sesuai dengan kenyataan bahwa di Gresik terdapat banyak makam Islam yang tua

sekali. Pertama-tama terdapat makam Fatimah binti Maimun yang meninggal pada

tanggal 7 Rajab 475 H (1082) dan kedua makam Malik Ibrahim yang meninggal pada

tanggal 12 Rabiulawal 822 H (1419). 25

Mengenai letak Cempa dalam cerita-cerita Jawa yang menyangkut tempat

asal para penyebar agama Islam pertama di Jawa Timur, telah diajukan 2 pendapat,

yaitu:

a. Dr. Rouffaer yaitu Sumatera, berdasarkan dugaan telah mengidentifikasikan

Cempa atau Campa ini dengan Jeumpa di Aceh, di perbatasan antara

Samalangan (Simelungan) dan Pasangan. Dr. Cowan memperkuat hipotesa

ini dalam sensinya mengenai karya R.A Kern. Pendapat yang

mengidentifikasikan Cempa dengan Jeumpa di Aceh kelihatannya diperkuat

juga oleh rute perjalanan yang telah ditempuh oleh orang suci Islam lain,

seperti Syekh Ibnu Maulana, dari Tanah Arab ke Jawa yaitu Aceh, Pasai,

Campa, Johor, Cirebon. Apabila Cempa adalah Jeumpa ditukar tempatnya

dengan Pasai, maka rute perjalanannya lebih masuk akal. Dalam sebuah

petikan Kroniek van Banjarmasin tentang sejarah Jawa terdapat nama Pasai

di tempat yang seharusnya menurut orang adalah Cempa. Ini menimbulkan

dugaan bahwa Cempa atau Jeumpa dan kota Pasai yang jauh lebih terkenal

itu saling berhubungan. Mungkin tempat itu pada abad XV dan XVI lebih

penting daripada sekarang sebagai pangkalan dalam perjalanan laut menyusur

pantai timur Sumatera. Menurut ilmu bahasa, ada juga hubungan antara

Jeumpa dan Cempa.26 Menurut Hamka, ada putri Islam dari Campa pada

mulanya berat taksiran orang bahwa putri Campa itu datang dari Campa (Indo

Cina). Akan tetapi, kemudian seorang penulis menerangkan bahwa tempat

asalnya ialah Jeumpa, satu negeri di Aceh. Menikah dengan Raja Majapahit

lalu ditemukan pula tarikh wafatnya pada nisannya, bertepatan dengan tahun

1448 M.27

b. Pendapat kedua tentang letak Cempa ini diperkuat oleh sastra sejarah Melayu

dan Jawa. Cerita Sadjarah Malayu memuat riwayat singkat Kerajaan Campa.

Di situ secara khusus diberitakan bahwa penduduknya tidak makan daging

sapi dan tidak menyembelih sapi. Ini mungkin juga menunjukkan bahwa

mereka beragama Hindu atau Buddha. Raja Campa bernama Pau Kubah yang

25H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 21-22. 26H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 23-24. 27Hamka, Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara , hal 553.

23

kawin dengan putri dari Lakiu. Ibu kota Campa bernama Bal dan dari sumber

lain tahun 1471 M direbut oleh orang Annam (Vietnam).28

Dengan demikian, menurut Hamka kalau benar bahwa Campa itu bukan yang

di Annam Indo Cina, tetapi di Aceh yaitu negeri Jeumpa. Maka Raden Rahmat adalah

keturunan Arab yang datang dari Aceh. Dikirimlah Raden Rahmat itu oleh kakeknya,

Raja Campa (Jeumpa), ke Tanah Jawa dan singgah dua bulan di Palembang.29

Hubungan antara Kerajaan Cempa dengan Kerajaan Majapahit berlangsung

secara harmonis. Mungkin Cempa harus dicari di tempat yang lebih jauh lagi, di

pesisir timur Indocina. Keraton Cempa secara khusus diberitakan bahwa

penduduknya tidak makan daging sapi dan tidak menyembelih sapi. Semula itu tlatah

taklukan Raja Majapahit. Cempa pada 1471 M direbut oleh orang Annam atau

Vietnam. Keraton Cempa ditaklukkan oleh raja dari Koci ketika Raden Rahmat

bermukim di Jawa. Raden Rahmat bersama saudaranya sebelum tahun 1471 M sudah

berangkat dari Cempa ke Jawa Timur.30 Hubungan darah antara Cempa dan Majapahit

nantinya akan melahirkan Raden Fatah sebagai pendiri Kerajaan Demak Bintoro.

Keraton Majapahit merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan yang sangat

maju. Sedangkan wali-wali di Jawa berpusat di Masjid Agung Demak Bintoro,

disitulah mereka mengadakan pertemuan untuk bertukar pikiran mengenai

keislaman.31 Kedudukan Majapahit nantinya dilanjutkan oleh Keraton Demak.32

Dalam tulisan Tome Pires tentang Pasai bahwa kerajaan Pasai menjadi

wilayah yang makmur dan kaya dengan pedagang-pedagang yang berdatangan dari

berbagai negeri Moor dan Keling. Mereka semua menjalankan perdagangan berskala

besar. Salah satu kelompok pedagang yang terpenting adalah orang-orang Bengal.

Selain mereka ada, ada pula pedagang-pedagang Rum, Turki, Arab, Persia, Gujarat,

Keling, Melayu, Jawa, dan Siam. Para pedagang yang melakukan jual beli di Pasai

merupakan orang-orang Gujarat, Keling, Bengal, pria-pria dari Pegu, Siam, pria-pria

Kedah dan Beruas dan mereka menyebar ada kelompok-kelompok yang sangat

banyak ke Pasai, Pedir dan sisanya ke Malaka.33

Dalam tulisan Tome Pires tentang Kerajaan Champa bahwa di seberang

wilayah Kamboja, di sepanjang pesisir, daerah pedalaman, terdapat Kerajaan

Champa. Negeri ini besar dan menghasilkan beras dalam jumlah besar, daging dan

bahan makanan lainnya. Negeri ini tidak memiliki pelabuhan untuk menampung jung-

jung besar. Di tempat ini terdapat sejumlah kota di sepanjang sungai. Kapal-kapal

yang bisa mencapai 1,5 depa air biasa berlayar di saar air pasang. Muara sungai akan

menjadi kering pada saat air surut. Banyak lanchara yang berlayar dari Siam hingga

28H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 24. 29Hamka, Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara , hal 553. 30Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa,

hal 29. 31Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa,

hal 30. 32Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa,

hal 31. 33Tome Pires, Suma Oriental, hal 201-204.

24

Pahang. Raja di wilayah ini adalah seorang pagan. Ia menguasai banyak taklukkan. Ia

kaya dan mendapatkan penghasilan dari peternakan. Rakyatnya memiliki kuda.

Champa tidak menjalin hubungan dagang yang besar dengan Malaka karena Malaka

mendapatkan barang-barangnya dari Siam. Orang-orang Champa lemah di lautan.

Negeri ini membutuhkan lanchara yang bisa berlayar di perairan dangkal, karena

negerinya hanya memiliki sedikit air. Negeri ini tidak memiliki pelabuhan. Mereka

juga tidak memiliki warga Moor di kerajaan.34

B. Riwayat Raden Fatah dalam berbagai Sumber Lokal menurut Sejarawan

1. Babad Tanah Jawi

Lahirnya kerajaan Islam pertama di Jawa Tengah, di Demak, sejak abad XVII

mendapat perhatian para pembawa cerita dan penulis sejarah Jawa.35 Cerita-cerita

babad pada abad-abad sebelum munculnya raja Mataram pertama dipenuhi dengan

legenda yang menghubungkan munculnya Kerajaan Demak dengan runtuhnya

Majapahit dari zaman pra-Islam. Raden Fatah atau Fattah atau Victor menjadi

pahlawan besar dalam legenda ini.36

Menurut cerita tradisi Mataram Jawa Timur, raja Demak yang pertama adalah

Raden Fatah, putra raja Majapahit yang terakhir (dari zaman sebelum Islam), yang

dalam legenda bernama Brawijaya. Ibu Raden Fatah konon seorang putri Cina dari

keraton Raja Majapahit. Waktu hamil putri itu dihadiahkan kepada seorang anak

emasnya yang menjadi gubernur di Palembang. Disitulah Raden Fatah lahir.

Dari cerita yang cukup rumit ini ternyata bahwa para pembawa cerita

menganggap kesinambungan sejarah dinasti Majapahit dan Demak itu sangat penting.

Yang istimewa ialah soal keturunan Cina dan asal dari palembang sang Putri Cina. 37

Raden Fatah adalah putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit terakhir. Raden

Fatah dikisahkan berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya dan kemudian dinikahkan

dengan putri sang guru yang bernama Dewi Murtosimah. Sebagai penguasa,

negarawan, seniman, ahli hukum, ahli ilmu kemasyarakatan, dan juga ulama, Raden

Fatah berperan penting dalam mengembangkan kesenin wayang agar sesuai dengan

ajaran Islam.38 Raden Fatah saat berkuasa menggunakan gelar Senapati Jimbun

Ningrat Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, dianggap

sebagai pendiri Kesultanan Demak. Makamnya terletak dibelakang Masjid Agung

Demak.39

Menurut Rachmad Abdullah bahwa Raden Fatah (Sultan Fattah) adalah putra

Prabu Brawijaya. Tentang siapa sebenarnya Prabu Brawijaya yang menjadi ayahanda

34Tome Pires, Suma Oriental, hal 156-158.

35H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 39. 36H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 40. 37H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 42. 38Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 318. 39Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 319.

25

Sultan Fattah, ternyata hingga kini belum ada titik temu sebagian menyatakan bahwa

Kertawijaya raja Majapahit yang berkuasa pada 1447-1451 M. Namun sebagian lagi

menyatakan ayah Sultan Fattah adalah Kertabhumi raja Majapahit yang berkuasa pada

1474-1478 M.40

Raden Fatah atau Sultan Fatah masa kecilnya bernama Raden Hasan atau

Raden Jinbun. Ia adalah putra Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V dengan Putri

Andarawati dari Cempa (termasuk wilayah Kamboja), setelah di majapahit diberi

nama Dewi Dharawati Murdaningrum. Meskipun ia seorang putra Majapahit, namun

sejak dalam kandungan ibunya, telah diberikan kepada Raden Haryo Damar (putra

Brawijaya V dengan Dewi Sumintapura) yang menjadi adipati di Palembang. Oleh

karenanya, Raden Hasan lahir di Palembang.41

Sesampainya di Blambangan, Prabu Brawijaya yang disertai Sabdapalon dan

Nayagenggong itu menghentikan langkah. Datanglah Sunan Kalijaga kepada Prabu

Brawijaya, Sunan Kalijaga kemudian menyampaikan pesan Raden Fatah, agar raja

kembali ke istana. Prabu Brawijaya tidak bersedia. Sebaliknya Prabu Brawijaya justru

akan meminta bantuan dari Prabu Dewa Agung di Kelungkung Bali untuk menyerang

Bali untuk menyerang Raden Fatah.42

Mendengar ungkapan Prabu Brawijaya, Sunan Kalijaga mengalihkan

pembicaraan. Pembicaraan yang diarahkan Sunan Kalijaga agar Prabu Brawijaya

bersedia memeluk agama Islam. Siasat untuk mengislamkan Prabu Brawijaya

berhasil, sesudah Sunan Kalijaga melafalkan kalimat syahadat dan menguraikan

makna yang tersirat di dalamnya. Prabu Brawijaya telah memeluk agama Islam.

Namun Sabdapalon dan Nayagenggong tetap memeluk agama Buddha.43 Sunan

Kalijaga berkata sebanyak-banyaknya sampai Prabu Brawijaya berkenan pindah

agama Islam dan bersyahadat. Sang Prabu pun sudah lahir batin berkenan masuk

agama Islam.44

Menurut Agus Sunyoto dalam Historiografi Jawa menuturkan bahwa Raden

Fatah adalah putra Prabu Brawijaya, Raja Majapahit terakhir. Tentang siapa Prabu

Brawijaya yang menjadi ayahanda Raden Fatah terjadi perbedaan pendapat. Sebagian

menyatakan Prabu Kertawijaya, Maharaja Majapahit yang berkuasa pada 1447-1451

Masehi. Sebagian lagi menyatakan Kertabhumi, Maharaja Majapahit yang berkuasa

pada 1474-1478 Masehi. Namun, karena dalam banyak sumber disebutkan bahwa

Brawijaya yang menjadi ayah Raden Fatah itu menikahi Putri Champa bernama

Darawati, tidak diragukan lagi yang dimaksud Brawijaya itu adalah Sri Prabu

Kertawijaya, Maharaja Majapahit yang berkuasa pada 1447-1451 Masehi, yang

menggunakan gelar Abhiseka Wijaya Parakramawardhana, yang saat mangkat

dikebumikan di Kertawijayapura. Sejumlah silsilah yang disusun oleh keturunan Arya

40Rachmad Abdullah, Sultan Fattah: Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa

(1482-1518), hal 70. 41Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 62.

42Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, Geger Bumi Majapahit

(Yogyakarta:Araska, 2014), hal 207. 43Krisna Bayu Adji dan Sri Wintala Achmad, Geger Bumi Majapahit, hal 208. 44Purwadi, Prabu Brawijaya Raja Agung Binathara Ambeg Adil Paramarta (Jakarta:

Oryza, 2013), hal 306.

26

Damar Adipati Palembang, tegas menyebutkan nama Prabu Kertawijaya sebagai ayah

dari Arya Damar dan sekaligus Raden Fatah.

Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Fatah lahir dari seorang perempuan Cina

yang diangkat menjadi selir oleh Prabu Brawijaya. Karena permaisuri Prabu

Brawijaya yang berasal dari Champa sangat cemburu dengan perempuan Cina yang

dikisahkan sehari bisa berganti rupa tiga kali itu, maka selir yang dalam keadaan hamil

itu dihadiahkan kepada putra sulungnya, Arya Damar, yang menjadi raja

Palembang.45

Raden Fatah adalah raja Demak yang pertama. Keraton Demak Bintoro

berdiri ditandai dengan sengkalan: geni siniraman janma atau tahun 1403 Saka atau

1478 Masehi, setelah mundurnya Sinuwun Prabu Brawijaya V dari Keraton

Majapahit. Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan sebagai berikuti: Sinuwun Prabu

Brawijaya V di Majapahit, memiliki istri selir seorang putri Cina, yang cantik

rupawan.46

Menurut Babad Tanah Jawi tentang silsilah raja-raja Jawa, Brawijaya V

menikahi putri Campa. Dikisahkan suatu malam dia bermimpi menikah dengan

seorang putri dari negeri Campa. Esok paginya dia memanggil Ki Patih, lalu

disuruhnya dia pergi ke Campa dengan membawa surat untuk raja Campa yang isinya

berupa lamaran. Yang lain mengatakan, dari Bhre Kertabhumi yang berdarah Jawa

dan putri berdarah Cina yang bernama Ling Ah lahirlah Sultan Fattah. Pendapat lain

menyatakan bahwa putri Campa tersebut bernama Siu Ban Cie, putri Syekh Bentong.

Dengan demikian Sultan Fattah berdarah bangsawan berdarah Jawa dan Cina.

Sultan Fattah dilahirkan pada tahun 1448 M di Palembang dan wafat pada

tahun 1518 M di Demak Bintoro pada usia 70 tahun. Nama kecilnya Jin-bun (Jimbun)

yang berarti orang yang kuat. Oleh Arya palembang (Sapu talang) beliau diberi nama

Hasan. Ibunya memberi nama Yusuf. Beliau oleh masyarakat Jawa lebih dikenal

dengan nama Raden Fatah. 47

Menurut versi Babad Tanah Jawi, nama Raden Fatah adalah Jin Bun yang

bergelar Senapati Jimbun. Dia adalah putra Brawijaya atau Bhetoro Wijoyo, raja

terakhir Majapahit dari selir keturunan China. Karena Ratu Dwarawati sang

permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, Brawijaya terpaksa

memberikan selir China tersebut kepada putra sulungnya yang bernama Arya Damar,

bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Fatah, putri China dinikahi oleh Arya

Damar dan melahirkan Raden Kusen.48

Asal usul Raden Fatah ada dalam tradisi babad, serat, dan kronik cina. Nama

Raden Fatah terdapat dalam Babad Tanah Jawi.49 Babad disusun pada masa

pemerintahan Paku Buwono I yang menjadi Sunan Mataram hingga 1719 M. Menurut

Serat Kanda, putri Campa ini dinikahi oleh Brawijaya V ketika Brawijaya V masih

45Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 320. 46Purwadi dan Maharsi, Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah Jawa,

hal 34. 47Rachmad Abdullah, Sultan Fattah: Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa

(1482-1518), hal 71. 48Rachmad Abdullah, Sultan Fattah: Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa

(1482-1518), hal 72. 49Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 62.

27

menjadi putra mahkota, belum menjadi raja Majapahit, dengan kedudukan sebagai

Pangeran Mangkubumi.

Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Fatah bergelar Senapati Jimbun Ningrat

Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, sedangkan menurut

Serat Pranitiradya, bergelar Sultan Syah Alam Akbar, dan dalam Hikayat Banjar

disebut Sultan Surya Alam. Namun gelar yang diberikan oleh para Wali sebagai Sultan

Demak Bintara yang pertama adalah Sultan Patah Senopati Bintoro Panembahan

Jimbuningrat Ahmad Abdur Rahman Arifin Syah Alam Akbar Kalifatullah Sayidin

Panatagama Ing Demak Bintoro.50

Raden Fatah dan prajurit Demaknya berhasil mengalahkan prajurit

Girindrawarddhana, dan bahkan berhasil membinasakannya. Kemudia sebagai

peringatan atas kemenangan Demak Bintoro terhadap Girindrawardhana Bhre Keling

tersebut diperingati dengan condrosengkolo: Sirna Hilang Kertaning Bhumi51 yang

diartikan sebagai tahun 1400 Saka atau bertepatan dengan tahun 1478 M. Sedangkan

makna dari condrosengkolo itu sendiri adalah: Hilang lenyap keburukan atau

kejahatan di bumi. Kertaning dari kata bentukkan Sukerta dan ning yang berarti

kotoran, keburukan, kejahatan.

Karena situasi dan kondisi Majapahit sudah tenang dan aman. Masyarakatpun

sudah kembali melakukan aktifitas sehari-harinya, maka Raden Fatah memohon

bantuan kepada Sunan Kalijaga supaya mencari Prabu Brawijaya V untuk diajak

pulang ke Demak Bintoro. Maka berangkatlah Sunan Kalijaga mencari Prabu

Brawijaya V ke lereng Gunung Lawu.

Sunan Kalijaga berhasil menemukan keberadaan Prabu Brawijaya V di lereng

Gunung Lawu bersama beberapa prajurit dan abdi dalam setianya yaitu Sabdo Palon

dan Naya Genggong. Beliau kemudian diajak pulang ke Ampel Denta dan bersedia

memeluk Agama Islam. Berita ini sebagaimana keterangan dari Jangka Jayabaya

Sabdo Palon-Naya Genggong.52 Setelah diislamkan oleh Sunan Kalijaga, Prabu

Brawijaya V diajak pulang ke Demak Bintoro, namun Sang Prabu tidak bersedia.

Sang Prabu Brawijaya V lebih memilih pulang ke Ampel Denta. Dalam keadaan yang

letih dalam usia tua Prabu Brawijaya V sampai juga di Ampel Denta dan disambut

dengan tangis kesedihan oleh Nyai Ageng Ampel.

Biarpun demikian Prabu Brawijaya V mengharap bahwa kisah perjalanan

hidupnya di usia lanjut ini, yang mengalami tragedi pelengseran yang tidak normatif

dan tidak susila ini tidak menjadikan kesedihan. Tentang nasib yang dialami Sang

Prabu tersebut sudah diterima dengan hati yang lapang. Setelah beberapa minggu

tingggal di Ampel Denta, Sang Prabu Brawijaya V berangsur-angsur menderita sakit,

selain karena usia sudah lanjut juga karena pukulan kejiwaan yang mendalam atas

ulah dari anak keturunannya sendiri. Sehingga menjelang wafat, beliau berpesan atau

berwasiat kepada Raden Sahid atau Sunan Kalijaga dan keluaga Ampel Denta. Isi

pesan atau wasiatnya adalah jika beliau meninggal hendaknya jasadnya tidak dibawa

ke Demak Bintoro namun dimakamkan di Sastrawulan,53 di pusat Kotanegara

50Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 63. 51Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 36. 52Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 37. 53Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 38.

28

Majapahit dan nisannya supaya dituliskan nama permaisurinya yaitu Dewi Putri

Cempa.54

Berbagai ragam ditulis dalam Babad Islam di Tanah Jawa tentang pribadi

Raja Demak yang pertama. Dikatakan bahwa baginda adalah salah seorang putra Raja

Majapahit yang penghabisan, Brawijaya. Akan tetapi, ibunya bukanlah bangsawan

jadi ia bukan putra Gahara. Ibuya ialah seorang dayang-dayang istana raja-raja besar

banyak terdapat dayang-dayang istana kiriman Tiongkok seperti terdapat juga dalam

istana sultan-sultan di Malaka. Kabarnya konon, hati Batara Brawijaya sangat

tertawan oleh kecantikan dayang itu sehingga kurang perhatiannya kepada permaisuri

sampai menimbulkan hasad dengki di istana. Ketika perempuan itu lagi hamil,

dikirimlah ia oleh raja ke negeri Palembang, ditumpangkan kepada putra baginda,

Arya Damar, yang menjadi Adipati Majapahit di Palembang.55

2. Serat Kanda

Menurut Serat Kandaning Ringgit Purwa bahwa asal usul Raden Fatah

sebagai putra Prabu Brawijaya dengan selir Cina itu dituturkan sebagai berikut: Arya

Damar memenuhi panggilan raja dan saat menghadap Sri Prabu bersabda wahai Arya

Damar, cepat bawalah istriku asal Cina yang lagi hamil ini ke Palembang. Jika sudah

melahirkan anakku, terserah sekehendakmu Damar. Putri Cina dikisahkan memiliki

kapal beserta isinya. Arya Damar buru-buru naik kapal bersama-sama dengan ibunya,

Ni Indhang, beserta uwanya berlayar para duruwiksa. Sudah banyak orang beragama

Buddha (Hindu-Buddha) yang masuk Islam. Banyak maulana yang datang dari

berbagai negeri, tinggal di negeri Jawa mencari penghidupan. Prabu Brawijaya tahu

bahwa istrinya yang hamil telah sampai di Palembang dan melahirkan putra yang

tampan, bercahaya seperti bintang yang dinamai Raden Fatah, yang sangat suka

kepada agama. Putri Cina itu lalu dinikahi oleh Arya Damar, melahirkan seorang putra

yang dinamai Raden Kusen.56

Versi lain menurut Serat Kanda, Sultan Fattah termasuk putra mahkota Bhre

Kertabhumi (Kung-Ta Bu Mi). Bhre Kertabhumi memiliki seorang permaisuri dari

Champa bernama Ratu Dwarawati yang beragama Islam. Dia diberi hadiah seorang

putri cantik dari China atas persetujuan permaisurinya, putri Kyai Bantong. Karena

kecantikan wajahnya dan terlalu disayang oleh Bhre Kertabhumi, membuat

Dwarawati merasa iri lalu dia memohon kepada suaminya agar dia dikembalikan ke

China. Bhre Kertabhumi akhirnya menghadiahkannya kepada Arya Damar, Adipati

Palembang.57

54Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro Pajang dan Mataram, hal 39. 55Hamka, Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di Nusantara , hal 559. 56Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 320. 57Rachmad Abdullah, Sultan Fattah: Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa

(1482-1518), hal 72.

29

3. Serat Pararaton

Dalam Serat Pararaton, raja di Keling, Kahuripan dengan gelar

Rajasawardana Sinagara. Bre Pamotan II alias Bre Keling II alias Bre Kahuripan V

alias Rajasanagara alias Si (nga) nagara bertahta tahun 1373 Saka dan wafat tahun

1375 Saka di makamkan di Sepang. Beliau memiliki 4 anak, yaitu Bre Kahuripan, Bre

Mataram, Bre Pamotan, dan Bre Kertabumi. Dalam 3 tahun tidak ada raja, mulai tahun

Saka 1375-1378 (1453-1456 Masehi).58

4. Carita Purwaka Caruban Nagari menurut Sejarawan

Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, nama asli selir Cina Prabu

Brawijaya adalah Siu Ban Ci. Ia putri hasil perkawinana Tan Go Hwat dengan Siu Te

Yo, penduduk muslim Cina asal Gresik. Tan Go Hwat adalah seorang saudagar dan

juga ulama yang dikenal dengan sebutan Syekh Bantong. Tome Pires dalam Suma

Oriental menegaskan bahwa pendiri Dinasti Demak yang bernama Pate Rodin, adalah

cucu seorang masyarakat dari keturunan rendah di Gresik. Catatan Carita Purwaka

Caruban Nagari yang menyatakan bahwa ibu Raden Fatah adalah anak perempuan

Tan Go Hwat, seorang muslim Cina asal Gresik bersesuaian dengan kesaksian Tome

Pires yang datang ke Jawa pada masa kebangkitan Demak menuju kebesaran, yaitu

pada 1512-1514 ketika Adipati Unus berkuasa.

Pandangan yang menyatakan bahwa kakek Raden Fatah yang bernama Tan

Go Hwat yang mahsyur disebut Juragan Bantong sebagai orang59 dari keturunan

rendah asal Gresik, kiranya berkaitan dengan struktur sosial masyarakat pada awal

abad ke 16 yang menempatkan penduduk pribumi sebagai orang mulia (wwang yukti)

dan sebaliknya penduduk asing dan keturunannya sebagai orang rendah sederajat

pelayan (wwang kilalan) sebagaimana tercatat pada Prasasti Sangguran. Dan jika

penduduk asing itu memeluk agama selain Hindu sebagaimana tatanan sosial

kemasyarakatan era Majapahit, digolongkan sebagai kaum Mleccha, yang

kedudukannya dibawah golongan Candala, yaitu dua tingkat di bawah golongan

Sudra.

Jadi keluarga dekat Raden Fatah (Adipati Demak) memiliki kakek bernama

Tan Go Hwat menikah dengan Siu Te Yo dan melahirkan seorang putri bernama Siu

Ban Ci. Sri Prabu Kertawijaya (Brawijaya) menikah dengan Putri Champa bernama

Darawati dan Putri Cina bernama Siu Ban Ci. Raden Fatah dilahirkan dari Putri Cina,

Siu Ban Ci.60 Pendidikan awal yang diperoleh Raden Fatah dipastikan berasal dari

sang ibu yang tentunya menanamkan kaidah-kaidah dasar ajaran Islam. Selain itu

Raden Fatah juga belajar masalah agama dan ilmu pemerintahan kepada Arya

Damar.61

58R.M Mangkudimedja dan Hardjana HP, Serat Pararaton Ken Arok (Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan

Daerah, 1980), hal 182-187. 59Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 320. 60Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 322. 61Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 323.

30

5. Sadjarah Banten

Karya besar Sadjarah Banten memuat riwayat Jawa Barat, meskipun

kemudian bercampur dengan sisipan tradisi Jawa Timur dan Mataram. Dalam cerita

tentang Aria Damar dari Palembang dalam Sadjarah tadi, terdapat suatu fragmen

mengenai raja-raja pertama di Demak. di Cina, muncul seorang Syekh Jumadil Akbar

yang mengislamkan raja. Usaha itu tidak berhasil. Suatu gaib menyatakan bahwa raja

Cina akan tetap kafir. Konon, Jumadil Akbar kemudian berangkat ke Jawa dengan

menumpang kapal seseorang dari Gresik. Tetapi setelah Jumadil Akbar berangkat,

rupanya raja Cina itu yakin akan keunggulan agama Islam.

Konon, Syekh Jumadil Akbar menanam biji durian di alun-alun raja, yang

secara menakjubkan cepat tumbuh menjadi pohon. Raja Cina itu mengutus patihnya,

untuk mencari dan mengajak kembali syekh yang sudah berangkat itu. Patih telah

mencarinya di Siam, Samboja, Sanggora, dan Pulau Atani, hingga akhirnya sampai

juga di Gresik. Tetapi syekh itu ternyata sudah menghilang. Di Gresik konon patih

Cina bersama kedua putranya, Cun-Ceh dan Cu-Cu masuk Islam. Patih itu dan

seorang putranya Cun-Ceh meninggal di Gresik. Menurut cerita, Cu-Cu kemudian

dapat mencapai status yang tinggi.62

Ki Dilah, vasal dari Palembang, agaknya mengabaikan kewajibannya untuk

menghadap maharaja di Majapahit pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu,

maharaja Majapahit memerintahkan penguasa di Demak, Cu-Cu untuk

memperingatkan penguasa di Palembang. Usaha itu berhasil: Ki Dilah tunduk waktu

Cu-Cu muncul di Palembang dengan membawa gong Mesa Lawung, dikiranya

maharaja sendiri yang datang. Ia ikut pergi ke Majapahit. Sebagai imbalan atas jasa-

jasanya, Cu-Cu diberi gelar Aria Sumangsang. Maharaja bahkan menghadiahkan

kepadanya seorang putri Majapahit sebagai istri.

Sadjarah Banten mengabarkan lebih lanjut, konon kemudian Arya Dilah dari

Palembang membangkang lagi. Sekali lagi Cu-Cu Sumangsang dikirim oleh maharaja

untuk menghadapinya. Dan untuk kedua kalinya Cu-Cu berhasil menundukkan Ki

Dilah dengan menggunakan nyala keris pusaka “Kala Cangak”. Sebagai hadiah atas

kemenangannya yang kedua ini, Cu-Cu Sumangsang dihadiahi gelar mulia Prabu

Anom oleh maharaja Majapahit. Anaknya, yang sementara itu sudah lahir, diberi gelar

Ki Mas Palembang.

Dalam buku Sadjarah Banten cerita itu kemudian masih disusul oleh

pemberitaan bahwa Prabu Anom di Demak yang beragama Islam mencoba

mengislamkan raja. Tetapi raja yang sudah tua itu menolak. Dengan ini berakhirlah

bagian cerita tentang Cu-Cu dari Demak dalam Sadjarah Banten.

Orang Kudus dari Ngampel Denta mengutus salah seorang muridnya untuk

mendirikan permukiman Islam di Bintara (dekat Demak). permukiman ini dalam

waktu singkat berkembang menjadi kota penting. Hal ini terdengar oleh Lembu Sora,

dan dilaporkannya kepada raja Majapahit. Perintis itu oleh raja Majapahit diberi gelar

tandha di Bintara. Konon tandha di Bintara bersama para pengikutnya yang beragama

62H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 43.

31

Islam merencanakan suatu komplotan untuk melawan raja yang kafir itu. Pada suatu

malam mereka menyerang raja di istananya. Raja gugur, tetapi anaknya, Lembu

Peteng, selamat. Menurut cerita, Lembu Peteng kemudian oleh tandha di Bintara

dijadikan anak angkat.63

6. Hikayat Hasanuddin

Buku sejarah Banten lain yang penting, Hikayat Hasanuddin, tidak memuat

cerita yang panjang lebar, tetapi banyak nama dan tahun kejadian. Teks itu

menyebutkan nama moyang Cina tersebut, Cek Ko-Po dari Munggul.

Cek ini tentu kata Cina yang berarti paman menurut Klinkert. Dalam bahasa

Melayu kata itu, dalam bentuk encek masih dipergunakan sebagai kata sapaan yang

sopan: tuan, nyonya. Kata “Munggul” ini mengingatkan kita akan kata “Mongolia”.

Nama “Moechoel”, yang disebut musafir Cornelis de Bruin, mungkin salah lafal dari

kata itu juga.

Seorang Belanda lain dari abad XVII, Hendrick van der Horst, juru bahasa

VOC di Batavia menulis bahwa menurut keterangan seseorang moyang tersebut

berasal dari tanah Mogael, berbatasan dengan Arabia. Rupanya, beberapa nama

geografis yang agak mirip dikacaukan satu sama lain. 64

Hikayat Hasanuddin menandaskan bahwa penguasa kedua Demak itu dikenal

juga dengan nama Aria Sumangsang dan menyebut juga sehubungan dengan

tindakannya nama kota Palembang.65

63H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 45-46.

64H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 43.

65H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 46.

32

BAB III

GENEALOGI ISLAM RADEN FATAH

DALAM HISTORIOGRAFI ULAMA SUNDA

Selama ini tulisan dan sanad riwayat para Ulama belum dilibatkan dalam

penelitian dan penulisan sejarah khususnya dalam sejarah Raden Fatah. Dalam BAB

ini akan membahas tentang Silsilah Raden Fatah dengan menggunakan sumber-

sumber dari Babon Sukapura, Catatan Rukun Warga Limbangan, Catatan KH. Atung

Aunillah, Kitab Al Fatawi, Sanad Riwayat para Ulama, dan Suma Oriental karya

Tome Pires. Tome Pires menuliskan bahwa kakek Raden Fatah adalah Penguasa

Cirebon, sedangkan Cirebon memiliki kaitan erat dengan Pajajaran. Maka dari itu,

pentingnya mengkaji genealogi Pajajaran serta keterkaitannya dengan kerajaan-

kerajaan lain.

A. Sumber-sumber yang digunakan

1. Sejarah Pencatatan Sejarah Sukapura

Babad Tanah Jawi dan Pararaton mempengaruhi riwayat-riwayat suku Jawa

terutama trah keraton Yogyakarta dan Surakarta, tetapi juga mempengaruhi masuk ke

wilayah tatanan Sejarah Pasundan termasuk Babon Sukapura. Hal tersebut

ditunjukkan dengan adanya tulisan sebagai berikut:

“iyeu sadjarah toeren noe djoemeneng Ratoe di Djawa atawa Soenda djaman

aki djaman Dewa nepi ka para Boepati noe djoemeneng di Soekapoera jeung nganggo

ditjaritakeun heula asal oesoelna noeroet boekoe. Poestaka Radja djeung njatet tina

boekoe Adjisaka serta tina Babad Tanah Jawa noe geus ditjicatk ku Walanda.”

“demi saladjengna ka sadjarah para Boepati Soekapoera djeung sapoetre-

poetra wayahna beunang ngoempoel-ngoempoel noeroen para leluhur atawa

meunang nanya-nanya ti para soepoeh.”

Jika diartikan ke Bahasa Indonesia, yaitu:

“Sejarah ini turun temurun mengenai Ratu Jawa atau Sunda dari zaman Dewa

sampai ke para Bupati Sukapura, terlebih dahulu diceritakan asal-usul mengambil dari

buku Pustaka Raja dan dari buku Ajisaka dan juga Babad Tanah Jawi yang sudah

dicetak oleh Pemerintah Belanda.”

Sehubungan pada Buku Pustaka Raja, Ajisaka, dan Babad Tanah Jawi

banyak keganjilan maka pada uraian berikutnya terdapat kata wayahna alias terpaksa,

yaitu: “dan selanjutnya karena banyak keganjilan, Sejarah Sukapura dari Raja Jawa

sampai kepada para Bupati Sukapura, dan para putra-putranya hasil dari pengumpulan

tulisan-tulisan yang disalin dari buku-buku para leluhur atau dari hasil bertanya dari

para sepuh-sepuh Sukapura.”

Dari uraian diatas maka sesungguhnya para penulis Sejarah Sukapura secara

halus sudah menolak isi dari Babad Tanah Jawi dan babad lainnya sehingga para

sesepuh menyalin kembali dari tulisan-tulisan warisan para leluhur di zaman tersebut,

33

diantara pada zaman Raden Indrayuda maupun Kyai Raden Abdullah Saleh. Dan hasil

tulisan tersebut dibawa oleh Pemerintah Belanda.

Dalam situasi politik yang tertekan maka para sesepuh Sukapura pun menulis

sejarah yang sesuai dengan Babad Tanah Jawi yang selaras dengan Pemerintah

Belanda, yaitu: “katjacita Raden Raditja lolos ninggalkeun indungna djalanan

poendoeng toeloey ngalalana. Lawas Raden Raditja dikabarkeun djoemeneng ratoe

di nagara Gilingwesi Priangan, itoengan waris ti boeyoetna nyaeta Prabu Heserta

diganti namana Praboe Watoe Goenoeng. Sanggeus djadi ratoe pareng papanggih

djeng indoengna tegesna nama Sinta tea. Tina kalawasan heunteu papanggih, djadi

pada poho di roepa. Gantjang na indoena ditanyaan, toeloey dipake pamajikan , nepi

ka boga anak hiji lalaki dingaranan Raden Raditja djoemeneng ratoe, ngadamel

nagara galoeh nama Prabu Sindula, Ratoe Galoeh I.”

Artinya: “Raden Radiya lolos meninggalkan ibundanya terus berkelana.

Lama-kelamaan Raden Radiya dikabarkan menjadi raja di negeri Gilingwesi

Priangan, mendapat waris dari kakek buyutnya yaitu Prabu Haserta. Sesudah menjadi

raja bertemu dengan ibundanya yang bernama Sinta, sehubungan terlalu lama tidak

bertemu maka keduanya menjadi lupa satu sama lain. Secara singkat akhirnya Sinta

dilamar oleh anaknya dan menikah dari pernikahan tersebut dikaruniai seorang anak

laki-laki yang bernama Prabu Sindula yang merupakan Raja Galuh I.”

Dari uraian diatas maka bisa dikatakan bahwa Raja-raja Galuh versi Babad

Tanah Jawi yang direstui oleh Belanda adalah hasil pernikahan antara ibu dan anak.

Karena hal tersebut, para penulis Sejarah Sukapura merenkonstruksi kembali sejarah

leluhur Sukapura atau Galuh dengan mengumpulkan berupa tulisan-tulisan para

sesepuh pada zaman itu dan bertanya kepada para sesepuh yang sebagian besar para

Ulama. Sehingga tulisan Silsilah Pajajaran versi Sukapura berbeda dengan tulisan

Silsilah Pajajaran versi Wangsekerta.

Pelopor penulis Sejarah Sukapura yaitu Kyai Raden Abdullah Saleh. Beliau

adalah seorang ulama tarekat pada zamannya. Beliau menulis pada tanggal 8

September 1886 M. Tulisan beliau selain bersumber dari tulisan-tulisan para sesepuh

Sukapura yang hidup sebelum beliau, juga tentu mengambil rujukan dari Raden

Indrayuda. Raden Indrayuda adalah seorang keluarga Ningrat Sukapura, pada zaman

Tumenggung Wiradadaha VIII atau 1807-1837 M.

Namun naskah asli dari Kyai Raden Abdullah Saleh sekarang sudah tidak bisa

ditemukan lagi, yang ada hanya salinan naskah tersebut yang disalin pada tahun 1889

M. Salinannya pun sudah tidak bisa didapatkan karena pada awal November 1889 M

diambil dari keluarga Sukapura di Manonjaya oleh Belanda. Naskah tersebut sekarang

berada di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Satu-satunya naskah yang tidak dibawa ke Belanda adalah tulisan Raden

Indrayuda yang ditulis pada tahun 1892 M. Naskah tersebut disimpan oleh ahli waris

dari Raden Indrayuda yaitu Drs. Haji Raden Herdiana, MM selaku Ketua Umum

Yayasan Wasiat Karuhun Sukapura Tasikmalaya.

Raden Idrayuda menulis naskah berupa wasiat bertepatan pada tanggal 16 Juli

1892 M. Beliau menulisnya setelah KH. Raden Abdullah Saleh menulis buku Sejarah

Sukapura. Usia Raden Indrayuda lebih tua dari pada KH. Raden Abdullah Saleh. Pada

saat menulis surat wasiat, Raden Indrayuda sudah berusia 93 tahun, berarti 1 tahun

setelah wafatnya Bupati ke 14 yaitu R.T Wiraadiningrat (1875-1901 M), dan pada

34

saat tersebut ibu kota Sukapura sudah beralih dari Sukaraja ke Manonjaya. Berarti

pada saat Surat Wasiat ditulis, KH. Raden Abdullah Saleh telah wafat tahun 1889 M.

Pada naskah Surat Wasiat yang ditulis Raden Indrayuda, dikutip dari Babon

Sukapura yang disusun oleh Raden Sulaiman Anggapraja, yaitu: “iyeu kaula Raden

Indrayuda di Sukapura, mangsa nulis umurna geus 93 tahun, lahir tahun 1805 M,

ngebatkeun carrita ti karuhun Regent Sukapura ka III, puputra 62 putra.”1

Isi wasiat tersebut diantaranya membahas tentang peninggalan keluarga-

keluarga Demak dan Pajajaran yang diterjemahkan, yaitu:

1. Pedang sintung yang berukuran panjang, pegangan Batara Karang yang

bermukim di Demak.

2. Pedang sintung yang pendek, pegangan Batara Susuk Tunggal, Parung.

3. Tombak yang besar dan panjang, Kabuyutan Batuwangi.

4. Tombak cagak besar, pegangan Kiansantang Pajajaran.

5. Tombak cagak besar, pegangan Batara Mandala.

6. Cis/keris pemberian Sultan Cirebon pada saat Sukapura bergabung dengan

Cirebon.

7. Goong Dayan Dayeuh, kepunyaaan Batara Anteg.

8. Goong Pajajaran kepunyaan Prabu Siliwangi.

Benda-benda diatas adalah benda-benda peninggalan yang terkait dengan Pajajaran

dan Demak. Selain itu peninggalan Pajajaran masih ada beberapa peninggalan lainnya

seperti dari Cirebon, Mataram, dan sebagainya.

Perlu diketahui juga berdasarkan tulisan Peter Carey bahwa masjid keluarga

Ronggo di Maospati Madiun yaitu Imam Masjid pada saat itu Kiai Nuryemengi yang

merupakan keturunan Sukapura telah dijarah. Pada saat terjadinya penjarahan

(sebelum terjadinya Perang Diponegoro) Kiai Nuryemengi bersama ke 29 muridnya

sedang pulang kampung ke Sukapura.2 Sebelum Kyai Raden Abdullah Saleh menulis

naskah Sejarah Sukapura, keluarga Sukapura mempunyai beberapa naskah yang

disusun oleh para leluhur Sukapura. Namun naskah tersebut telah dijarah dan dirusak.

Sebagian besar naskah-naskah tersebut telah dibawa ke Belanda.

2. Babon Sukapura dan Sanad Riwayat Ulama

Pada 27 September 1971 M atas inisiatif dari Raden Sulaiman Anggapraja,

beliau adalah Ketua Wargi Sukapura cabang Garut, menyusun sebuah buku yang

berjudul Sajarah Babon Luluhur Sukapura, beliau mengambil rujukan tulisan berupa

naskah yang dimiliki oleh Raden Haji Panghulu Mangunreja, beliau adalah adik dari

Kyai Raden Abdullah Saleh. Naskah tersebut ditulis dalam huruf arab. Kemudian

buku tersebut di sah kan oleh Kumpulan Wargi Sukapura Puseur dan ditandatangani

pada 1 Agustus 1977 oleh Dr. Raden Bachrum selaku Ketua KWS Pusat. Pada 15

September 1977 di sah kan oleh para Dewan Sesepuh Komisi Sejarah Sukapura yang

ditandatangani oleh Raden Muhammad Sapei dan R.O Wiradimadja.

1Sajarah Babon Leluhur Sukapura disusun Raden Sulaiman Anggapraja, hal 99. 2Peter Carey, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di

Jawa 1785-1855 Jilid 1 (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2011), hal 298.

35

Selain itu pada tahun yang sama 1971 M, Tim Komisi Sejarah Sukapura yang

dipelopori oleh Raden Eeng Hendriyana menyusun buku yang berjudul Babon

Sukapura yang mengambil rujukan dari Sejarah Babon Luluhur Sukapura yang

disusun oleh Raden Sulaiman Anggapraja dan Surat Wasiat yang disusun oleh Raden

Indrayuda.

Menurut keterangan dari Raden Eeng Hendriyana, sumber rujukan dari

Babon Sukapura adalah tulisan atau riwayat para sesepuh Sukapura dan data-data

peninggalan Belanda. Babon Sukapura mengalami beberapa penyempurnaan

sehubungan narasumber yang diterima oleh tim penyusun datang secara berangsur.

Maka dari itu Babon Sukapura dicetak beberapa kali. Babon Sukapura pun terdiri dari

beberapa buku yang saling bersambung dan melengkapi.

Sumber-sumber yang digunakan sebagai rujukan dari Sajarah Babon Luluhur

Sukapura disusun oleh Raden Sulaiman Anggapraja dan Babon Sukapura disusun

oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun Sukapura Tasikmalaya atau Tim Komisi Sejarah

Sukapura, bersumber dari tulisan para Ulama, yaitu:

1. Kyai Raden Abdullah Saleh, seorang Ulama Tarekat yang merupakan

pensiunan Wedana Galonggong Manonjaya.

2. Raden Indrayuda, penulis Surat Wasiat Sukapura.

3. Raden Haji Umar Penghulu Mangunreja, adik Kyai Raden Abdullah Saleh.

Dengan demikian pembahasan terkait Silsilah Pajajaran, mengambil rujukan

dari:

1. Terjemahan dari tulisan Raden Indrayuda berupa Wasiat ditulis 16 Juli 1892

yang sudah diterjemahkan oleh Tim Penerjemah Yayasan Wasiat Karuhun

Sukapura Tasikmalaya tahun 2013.

2. Sajarah Babon Luluhur Sukapura yang disusun oleh Raden Sulaiman

Anggapraja ditulis pada 27 September 1971.

3. Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun Sukapura

Tasikmalaya yang dipelopori oleh Raden Eeng Hendriyana ditulis pada 1971.

4. Ringkasan Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya.

Sumber lain berasal dari kalangan para Ulama berupa tulisan dan sanad

riwayat yang bersambung kepada Silsilah Pajajaran, yaitu:

1. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah

tahun 1970 yang bersumber dari catatan KH. Raden Ahmad Zakarsyi Maolani

tahun 1890.

2. Amanat Uyut Emit 17 Maret 1867 dijadikan Catatan Rukun Warga

Limbangan yang ditandatangani Raden I. Soehaeri dan Raden H.I. Ibrahim

pada 17 Maret 1998.

3. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan disusun oleh Raden Achmad Djubaedi

tahun 2013.

4. Catatan Keluarga KH. Raden Ahmad Royani ditulis tahun 1970 yang

mengambil sanad dari KH. Ahmad Dimyati/Mama Cimasuk.

5. Sanad riwayat dari keluarga besar KH. Aceng Mu’man Mansur yang

mengambil sanad dari KH. Raden Ahmad Dimyati di Pondok Pesantren

Cimasuk, panggilan akrab beliau adalah Mama Emed Cimasuk.

36

6. Sanad riwayat dari Raden Ahmad Dimyati dari KH. Raden Amin Muchidin

tahun 1985 di Pondok Pesantren Asyaadah Limbangan Garut.

7. Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Raden Husni

Mubarak bin KH. Raden Atung Aunillah tahun 2019 di Kediaman KH. Raden

Husni Mubarak.

8. Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Abdul Haq

Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Subang pada tahun 2009 di

Pondok Pesantren Miftahul Huda Subang.

9. Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Huban Zen

Pesantren Gelar Cianjur pada tahun 2009 di Pondok Pesantren Gelar Cianjur.

10. Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati didapat pada tahun 2011 dari

KH. Amang Syihabuddin yang beliau terima dari KH. Aceng Mu’man

Mansur Cimasuk pada tahun 1990 di Kediaman KH. Raden Umar Zen di

Pondok Pesantren Kubangsari Limbangan Garut.

11. Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati diterima pada tahun 1992 dari

gurunya KH. Aceng Mu’man Mansyur diterima dari ayahnya KH. Raden

Ahmad Dimyati diterima dari guru-guru beliau diantaranya KH. Raden

Muhammad Adro’i/Mama Bojong Garut, KH Raden Ahmad Satidi/Mama

Gentur Cianjur, KH. Raden Muhammad Syuja’i/Mama Gudang Tasik

diterima dari gurunya KH. Ahmad Sobari Ciwedus di Kediaman KH Aceng

Mu’man Mansyur.

12. Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari Raden Achmad Djubaedi

tahun 2013 di Kediaman Raden Haji Holil Aksan Umar Zen.

13. Sanad riwayat dari Navida Febrina Syafaaty dari Raden Haji Tiar Saiful Barri

tahun 2020 di PT Noor Abika Tours & Travel, dari KH Raden Usman

Muhyiddin dari KH Muhammad Iyad Pesantren Bunisari Tasikmalaya tahun

2017 di Pondok Pesantren Pinggirwangi Cicalengka Bandung.

14. Sanad Riwayat dari Raden Ahmad Dimyati tahun 2020 yang diterima dari

Kyai Raden Eeng Hendriyana dari kakek beliau Raden Suharma dari Raden

Sastrakusumah dari Raden Indrayuda di Kampung Sukapura Desa Sukaraja

Tasikmalaya.

15. Catatan Silsilah Pangeran Kornel yang dikeluarkan oleh Yayasan Pangeran

Sumedang.

16. Catatan Keluarga Dalem Cikundul dilihat oleh Raden Haji Ahmad Dimyati

tahun 1983 dan catatan tersebut milik Kyai Raden Abdul Karim bin KH.

Raden Toha Badruddin di Pesantren Al Badar Ciluluk, Cikancung, Bandung.

17. Catatan yang disimpan di Keluarga Pesantren Al Faruq Cicalengka Bandung.

18. Catatan Silsilah Keluarga Pangeran Raden Heru R Arya Natareja bin

Pangeran Yunus Sanusi.

19. Buku Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata Lainnya serta

Riwayat Leluhur Sumedang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden

Yeni Mulyani Sunarya, dan Raden Abdul Syukur.

20. Sanad Riwayat dari Navida Febrina Syafaaty tahun 2021 yang diterima dari

Kyai Raden Eeng Hendriyana dari kakek beliau Raden Suharma dari Raden

Sastrakusumah dari Raden Indrayuda di Kampung Sukapura Desa Sukaraja

Tasikmalaya.

37

Adapun buku Sejarah Pajajaran seperti Wangsekerta3 sebagai pembanding.

3. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan

a. Catatan Rukun Warga Limbangan

Perihal: Amanat Leluhur Pantjer-Uyut Emit. Geusan Ngalaksanakeun Bebela

Nagara/Lemah Cai Dong Ngamerdekakeun Doeloer-doelur salaku- Tuturus Tina

Rassa Katut Perasaanana Dina Tatanan Achlaqulkarimah Nu Nyunda tur Islami-

Kalawan Madjadjaran Hanteu Pakia-Kia. Terjemahan: amanat leluhur pantjer Uyut

Emit demi melaksanakan bela negara/ibu pertiwi demi memerdekakan saudara-

saudara selaku ikut serta dalam tanggung jawab dalam tatanan akhlakul karimah yang

nyunda dan islami serta majajaran-sejajar tidak merasa paling tinggi.

Tulisan ini memuat silsilah dan amanat-amanat para sesepuh leleuhur Galih

Pakuan dan Galuh Pakuan (Uyut Emit) dalam upaya tahun 1850. Amanat ini

ditujukkan kepada keturunan Galih Pakuan dan Galuh Pakuan.

Uyut Emit dalam naskah tersebut mempunyai jasa yang besar juga,

mempunyai kharisma dalam upaya melaksanakan pantjer berjuang untuk

memerdekakan negara, akidah, dari sifat keserakahan diri, dari sifat-sifat yang

ditanamkan oleh negeri jiran (VOC-Belanda) sampai keturunan Galuh Pakuan tidak

tahu jati dirinya.

Uyut Emit adalah yang membuat sebuah kabuyutan (kelompok) keturunan

Galuh Pakuan. Uyut Emit adalah sosok yang ditakuti oleh negeri jiran (VOC-

Belanda). Belanda menjulukki Uyut Emit dengan sebutan Smith. Hal tersebut

diucapkan setelah Uyut Emit mengadakan serangan kepada Belanda dan juga

menyatukan saudara-saudara dari negeri Belanda sampai zamannya ditahun 1850.

Perjuangan beliau diteruskan oleh putranya bernama Haji Abdul Gofur yang

bergelar Santana dan surat wasiat dari Uyud Emit kepada Haji Abdul Gofur sebagai

berikut: Geura prak tuluykeun perjuanganrana para karuhun sirra sakabeh, dina

enggoning upaya ngamerdekakeun Nagara katut rahajat jeung sapangeusi nagarina

kungkungan Nagri Jiran VOC: engke dimana Nagara geus Merdeka, merdekakeun

Jelemana tina kasarakahan dirina anu geus didera temen pisan ku alpukah wisayana

deungeun anu ngagunakeun dulur-dulur urang keneh kalawan turun tumurun, kahade

masing imeut tur rintih bisi melengkung bekas nyalahan, sebab geus lengit sifat-sipet

anu temah wadina, ngahalalkeun sagala cara, sangkan sagala anu dicita-

citakeunana bisa tereh kahontal, rasa jeung perasaan teh geus teu dipake asal

ngeunah aing teu deungeun, malah lamun berbuat kasalahan oge bari jeung sadar

tapi embung disalahkeun. Terjemahan: segera lanjutkan perjuangan para leluhur

kalian semua dalam memperjuangkan kemerdekaan negara dan juga rakyat dan seisi

negeri dari cengkraman negeri VOC atau jiran. Setelah negara merdeka dan manusia

3Wangsakerta-Negarakertabhumi adalah kumpulan naskah yang diyakini oleh

sebagian sejarawan disusun oleh Pangeran Wangsakerta. Akan tetapi naskah tersebut masih

berpolemik secara nasab dan riwayat, maka dari itu sudah menjadi kewajiban para sejarawan

untuk meluruskan dari polemik tersebut dengan merujuk naskah-naskah yang disusun oleh

para Ulama.

38

merdeka dari keserakahan dirinya yang sudah terkena pengaruh doktrin maka harus

penyampaiannya dengan tata krama yang baik.

Amanat ini disampaikan pada peringatan Negara Kertarahayu ke 417 yang

dipimpin oleh Uyut Emit pada hari Senin, tanggal 17 Maret 1867, yang disaksikan

oleh Raden Tatang Afandi. Amanat ini dijadikan naskah Rukun Warga Limbangan

yang ditandatangani Raden. I. Soehaeri Priyatna dan Raden. H. I. Ibrahim pada 17

Maret 1998 peringatan Negara Kertarahayu ke 548.

b. Catatan yang ditulis oleh KH. Atung Aunillah

Berdasarkan keterangan dari KH. Raden Husni Mubarak, catatan silsilah yang

ditulis oleh KH. Raden Atung Aunillah sekitar tahun 1970, beliau mengutip dari

riwayat yang disampaikan oleh mertuanya yaitu KH. Raden Uding Muhyidin

Pengasuh Ponpes Wates Limbangan. Adapun KH. Raden Uding Muhyidin adalah

putra dari KH. Raden Mahfud (Mama Wates Sepuh) bin KH. Raden Ahmad Zarkasyi

Maulani (Mama Cikelepu Wetan Limbangan) bin KH. Raden Nur Muhammad bin

Raden Wergadireja bin Raden Muhammad Said bin Dalem Faqih Ibrahim bin Kyai

Raden Ahmad Mas’ud bin Dalem Arsawiguna bin Dalem Sutabangsa bin Dalem

Wirabangsa bin dalem Demang Wanakerta bin Sunan Cipucung bin Sunan

Cipancar/Prabu Wijayakusumah.

KH. Raden Uding Muhyidin selain menerima sanad riwayat juga dari tulisan

KH. Raden Ahmad Zarkasyi Maolani. KH. Raden Ahmad Zakarsyi wafat 1946,

berarti tulisan tersebut ditulis sebelum tahun 1946. Beliau lahir tahun 1826. Beliau

KH. Raden Ahmad Zakarsyi Maolani murid dari Syaikhuna Kholil Bangkalan

Madura. Dilain pihak KH. Raden Atung Aunillah pun menerima riwayat dari yaitu

KH. Raden Muhammad Sobar bin Ali Abdurahman/Mama Cukelepu Kulon bin KH.

Raden Aunillah bin Kyai Raden Muhammad Asim bin Kyai Raden Muhammad

Mufid. Secara nasab kedua jalur diatas adalah keturunan Sunan Rumenggong.

4. Kitab Al Fatawi

Penulis pertama yang membuat Kitab Al Fatawi adalah Ki Meong

Tuntu/Datuk Meong Tuntu. Ki Meong Tuntu adalah adik dari Raja Syah Khan

Mahmud Majidilah ini juga merupakan adik dari Sultan Karim Mukji dari Kesultanan

Pasai. Di dalam sejarah Aceh, Sultan Karim Mukji adalah Sultan ke 11 dari Dinasti

Batak Gayo di Kesultanan Aru Barumun. Artinya dari penjelasan ini Ki meong Tuntu

dan Raja Syah Khan Majidillah merupakan keluarga besar dari Kesultanan Aru

Barumun yang dahulunya merupakan sebuah dinasti Islam yang cukup ternama di

wilayah Pasai. Kenapa mereka yang dari Pasai bisa ada di Sunda Kelapa pada masa

itu? Sebabnya adalah pada masa itu antara Pasai, Demak, dan Cirebon sudah menjalin

hubungan komunikasi. Setelah jatuhnya Pasai oleh Malaka, maka hubungan yang

paling mudah ditempuh adalah Palembang dan Sunda Kelapa. Sultan Barumun yang

ke X yang bernama Sultan Zulkifli Majid telah melakukan hubungan silahturahmi

yang kuat dengan pihak kerajaan Sunda Kelapa. Setelah beliau wafat hubungan itu

diteruskan oleh putra penggantinya yang bernama Sultan Karim Mukji.

39

Ki Meong Tuntu adalah orang pertama yang membuat kitab sejarah dengan

memakai huruf Wesig. Penulisan yang dilakukan beliau pada masa itu sudah memakai

bahasa Melayu dicampur dengan bahasa Sunda Buhun (semacam bahasanya orang

Rawayan/Baduy di Pandeglang). Setelah Ki Meong Tuntu tidak ada, posisi dan

kedudukannya digantikan oleh Datuk Syah Syarif Fadhilah Khan dengan gelar

Kertawiweka Negara tahun 1530 Masehi. Hurufnya tetap memakai Wesig dan

bahasanya Melayu campur bahasa Karo (Melayu asli Kesultanan Aru Barumun Pasai

Samudra).

Kitab ini kemudian dikerjakan oleh Syah Fadhilah Khan sampai pada

masanya Maulana Hasanuddin yang menjadi Pangeran Ratu yang pertama di

Jayakarta. Dikarenakan Maulana Hasanuddin menjadi Sultan Banten, maka

kedudukan seorang Mushonaf (pencatat sejarah) diserahkan kepada Ki Mas Wisesa

Adimerta pada tahun 1580 M. Mushonaf Ki Mas Wisesa Adimerta belum

mempergunakan huruf Arab/Al Quran. Beliau telah memperkenalkan huruf Jawa

Kuno. Beliau tidak bisa menulis dengan huruf Wesig, maka bahasa penulisan yang

dibuat mempergunakan bahasa Jawa Mataram.

Setelah era Ki Mas Wisesa Adimerta seluruh lembaran/catatan itu telah

dikumpulkan oleh Pangeran Mertakusuma yang telah menjabat sebagai Pangeran

Adiningrat yang ke 4 di Jayakarta. Naskah-naskah itu terdiri dari:

1. Kulit kerbau, kayu, tembikar (lempengan tanah liat yang dikeringkan) yang

dibuat oleh Ki Meong Tuntu.

2. Kulit kerbau, rotan, kayu, dan tulang-tulang ikan dibuat oleh Syah Fadhilah

Khan.

3. Kulit kerbau, lontar, dan lempengan-lempengan tembaga, dibuat Ki Mas

Wisesa Adimerta.

Pengeran Mertakusuma telah disalin semuanya ke dalam satu kitab besar

yang diberi nama Kitab Al Fatawi. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 7 Syawal 1036

Hijriyah atau menurut Bapak Parada Harahap (yang telah dimintakan keterangan oleh

Ratu Bagus Abdul Majid Asmuni bin KH. Ratu Bagus Ahmad Syar’i Meertakusuma,

pada tahun 1930 an) jatuh pada tahun 1626 M. Namun Pangeran Mertakusuma tidak

menjadi Mushonif. Beliau hanya menyalin naskah lama.

Sebelumnya kedudukan pencatatan sejarah dilakukan oleh

1. Raden Suryakawisa Adimerta Jayakarta pada tahun 1611-1625 M.

2. Pada tahun 1680 M proses pencatatan Kitab Al Fatawi dilakukan Ratu Bagus

Haji Abbas Mertakusuma.

3. Pada tahun 1840 M pencatatan dilanjutkan oleh Ratu Bagus Bahsin

Mertakusuma.

4. Pada tahun 1870 M pencatatan dilanjutkan oleh Ratu Bagus Arbain

Mertakusuma.

5. Pada tahun 1890 M pencatatan dilakukan oleh Ratu Bagus Abdul Wahab

Mertakusuma.

6. Pada tahun 1910 semua naskah disalin ulang kembali oleh KH. Ratu Bagus

Ahmad Syar’i Mertakusuma setelah belajar langsung huruf khot kaligrafi

kepada Guru Mansur Sawah Lio, sekaligus Guru Mansurlah yang

menganjurkan agar semua Kitab Al Fatawi lama disusun ulang kembali

40

dengan menggunakan arab melayu. Pada tahun yang sama KH. Ahmad Syar’i

Mertakusuma juga melakukan perjalanan napak tilas para pejuang dan

mujahidin Jayakarta sekaligus kembali mengumpulkan punti punti Jayakarta

yang menyebar di Jayakarta untuk bersatu melawan penjajah.

5. Suma Oriental karya Tome Pires

Catatan Tome Pires dan Francisco Rodrigues yang telah berusia setengah

milenia ini tak pelak lagi merupakan karya yang monumental, khususnya dalam

sejarah perdagangan dan kelautan yang meliputi wilayah Timur Tengah, Nusantara,

hingga Cina. Seperti yang dikatakan Armando Cortesao, bahwa karya tersebut sudah

barang tentu merupakan catatan yang paling penting dan lengkap mengenai Timur

dibuat pada paruh awal abad XVI.

Buku yang penerbit terjemahkan dan terbitkan seizin Hakluyt Society ini edisi

aslinya terbit kali pada 1944 dalam bahasa inggris terdiri dari catatan perjalanan Tome

Pires dan Francisco Rodrigues yang disunting oleh ilmuwan dan kartografer

berkebangsaan Portugal bernama Armando Cortesao. Buku tersebut, selain memuat

kedua catatan tersebut, juga disertai dengan berbagai peta dan ilustrasi yang dibuat

oleh Francisco Rodrigues serta naskah Tome Pires dan Francisco Rodrigues versi

bahasa Portugal. Dimana naskah berbahasa Portugal tersebut kemudian sengaja

penerbit hilangkan dalam edisi bahasa indonesia ini untuk menghindari kemubaziran,

karena isinya persis sama. Adanya inkonsistensi penulisan nama tempat, tokoh,

barang dagangan dan lain-lain. Hal tersebut tidak lain karena berbagai kesalah tulisan

yang dilakukan Tome Pires, sebagaimana yang juga dijelaskan oleh Armando

Cortesao. Dalam proses penyuntingan, banyak kata-kata istilah dan nama tokoh yang

sengaja tidak diubah untuk mempertahankan kekhasan tulisan Tome Pires dan nuansa

Abad Pertengahan. Meskipun demikian, mayoritas nama tempat diubah dan

disesuaikan dengan nama aslinya pada zaman sekarang. Selain itu catatan kaki yang

terdapat di buku Suma Oriental ini hampir seluruhnya ditulis oleh Armando Cortesao,

baik dalam isi dan kegunaannya dalam menganalisis, mengomentari, mengoreksi,

ataupun membenarkan pernyataan Pires maupun Rodrigues.

Dalam Pendahuluan: Paris Codex, fakta bahwa dokumen yang sangat penting

bagi sejarah geografi seperti Suma Oriental karya Tome Pires yang sudah barang tentu

merupakan catatan yang paling penting dan lengkap mengenai Timur yang dibuat

pada paruh awal abad XVI, meskipun catatan ini ditulis pada 1512-1515, ini

terlupakan dan nyaris tidak diketahui hingga kini, sangatlah mengejutkan apalagi

buku ini terdapat codex yang sama seperti yang ditemukan dalam karya kontemporer

dari Francisco Rodrigues yang di dalamnya mencakup peta-peta berharga, yang

membuatnya menjadi buku terkenal di seluruh dunia pada pertengahan abad terakhir.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 buku Suma Oriental karya

Tome Pires versi bahasa Inggris dan bahasa Indonesia yaitu 1) The Suma Oriental of

Tome Pires an acoount of the east, from the red sea to Japan, written in Malacca and

India in 1512-1515 and The Book of Francisco Rodrigues rutter of voyage in the red

sea, nautical rules almanack and maps, written and drawn in the east before 1515,

Translated from the Portuguese MS in the Bibliotheque de la Chambre des Deputes,

Paris and edited by Armando Cortesao, London printed for The Hakluyt Society 1944,

41

2) Suma Oriental Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku

Francisco Rodrigues diterjemahkan dari buku The Suma Oriental of Tome Pires An

Account of The East, From The Sea to China and The Book of Francisco Rodrigues,

edited by Armando Cortesao, 2 volume, The Hakluyt, 1944, diterbitkan pertama kali

dalam bahasa indonesia oleh Penerbit Ombak, Yogyakarta, 2015, penerjemah edisi

Indonesia oleh Adrian Perkasa dan Anggita Pramesti.

B. Silsilah Raja-Raja Sunda Pajajaran

1. Silsilah Pajajaran Versi Kitab Al Fatawi

Dalam Kitab Al Fatawi yang disusun oleh Raden Syar’i Mertakusuma pada

tahun 1910 M,4 tertulis Silsilah Pajajaran sebagai berikut:

1. Maharaja, berputra

2. Bumiwangi alias Bumisari, berputra

3. Niskala Wastu Kencana, berputra

4. Dewa Niskala, berputra

5. Sri Baduga Maharaja, berputra

6. Surawisesa, berputra

7. Singamanggala

Dalam Kitab Al Fatawi disebutkan Prabu Singamanggala menikah dengan

Nyai Mas Saribanar. Nyai Mas Saribanar adik dari Sayyid Fatahillah bin Hamid

Abdul Majid yang berputri Nyai Mas Jati Malabar yang menikah dengan Arya

Panangsang atau Arya Jipang.

Jika melihat keterangan di atas yang mana Singamanggala merupakan adik

ipar dari Sayyid Fatahillah, dan mengacu kepada Kitab Dirosah Finasbi Al Saadah

Bani Alawi5 maka dapat diprediksi bahwa masa hidup Prabu Bumisari sekitar abad ke

XIV atau lahir sekitar tahun 1370 M dan jika diberi angka toleransi 10 tahun maka

Prabu Bumiwangi pada tahun 1380 M.

Dari acuan tahun kelahiran Prabu Bumiwangi tersebut, maka tahun kelahiran

Sri Baduga Maharaja jatuh pada tahun 1450 M. Jika benar Sri Baduga Maharaja naik

tahta pada tahun 1482 M seperti yang ditulis pada Naskah Wangsekerta maka pada

saat beliau naik tahta berusia 32 tahun sedangkan pada saat wafat beliau berusia 71

tahun. Secara paralel dapat memprediksi Prabu Surawisesa naik tahta sekitar usia 51

tahun dan wafat di usia 65 tahun.

Dari uraian diatas bahwa Catatan Silsilah Pajajaran di Kitab Al Fatawi lebih

logis untuk bisa diterima sebagai susunan silsilah dibanding Wangsekerta, dan salah

4Kitab Al Fatawi adalah kitab yang ditulis oleh Raden Syar’i Mertakusuma tahun

1910 yang berisi tentang Silsilah Pajajaran, Riwayat Sayyid Fathahillah, Silsilah Demak dan

riwayat berdirinya kota Jakarta. 5Al Habib Assegaf bin Ali Al Kaff, Kitab Dirosah Finasbi Al Saadah Bani Alawi

Dzuriyyah Al Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa, hal 75. Kitab Dirosah Finasbi Al Saadah Bani

Alawi Dzuriyyah Al Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa adalah kitab yang ditulis oleh Al Habib

Assegaf bin Ali Al Kaff yang berisi tentang nasab bani alawiyyin atau ahli bait Rasulullah dan

membahas tentang tingkat generasi.

42

satu kekeliruan Wangsekerta dalam hal penempatan tokoh-tokoh seperti Sri Wastu

Kancana dan Dewa Niskala ditempatkan lebih tua dari Prabu Bumiwangi. Lebih

tepatnya Sri Wastu Kancana diidentifikasikan sebagai orang yang sama dengan Prabu

Lingga Wastu. Padahal menurut Babon Sukapura, generasi Prabu Lingga Wastu

diatas masa Prabu Wastu Kancana.6

Naskah Wangsekerta tidak membahas tentang keberadaan Prabu Bumiwangi.

Padahal dalam Catatan Silsilah Ningrat Limbangan terdapat tokoh bernama Prabu

Layaran Wangi alias Prabu Buniwangi alias Sunan Rumenggong.7 Sedangkan dalam

Kitab Al Fatawi tercatat dengan nama Prabu Siliwangi alias Prabu Cakraningrat, ayah

dari Prabu Cakrabuana. Dengan demikian secara kecocokan nama yaitu Prabu

Buniwangi alias Bumiwangi lebih sesuai dinisbatkan sebagai orang yang sama dengan

Prabu Siliwangi dibanding dengan Sri Baduga Maharaja putra dari Dewa Niskala.

2. Silsilah Raja-Raja Pajajaran Versi Babon Sukapura dan Para Ulama

Limbangan

a. Silsilah Pajajaran Versi Babon Sukapura dan Ningrat Limbangan

Dalam Babon Sukapura tertulis bahwa Prabu Siliwangi berputra Prabu

Munding Jayakawati berputra Raden Sangkan Welasan alias Batara Mandala.8

Berdasarkan penyesuaian Catatan Silsilah Ningrat Limbangan dan Catatan Museum

Sumedang bahwa Batara Mandala adalah anak dari Raden Sangkan Welasan.9

Prabu Siliwangi alias Prabu Banjaransari, berputra Prabu Munding

Jayakawati berputra Raden Sangkan Welasan berputra Batara Mandala, berputra:

1. Raden Jati Sunda di Anteg

2. Raden Bujangga Manik di Palembang

3. Raden Bujangga Malela di Mekkah

4. Raden Bujangga Lalang/Larang di Alas Peuntas

Sementara Raden Jati Sunda beristrikan Nyai Wajan Kasih, berputra:

1. Batara Galunggung

2. Batara Galuh

3. Batara Mandala

4. Nyai Nading Leuwih

5. Nyai Ijab Larang di Parung

6. Nyai Ijab Larangan di Karantenan, langkap Lancar

6Ringkasan Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya. 7Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah. 8Sajarah Babon Luluhur Sukapura yang disusun oleh Raden Sulaiman Anggapraja,

hal 111. 9Catatan Silsilah Ningrat Limbangan disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah dan

Catatan Silsilah Pangeran Kornel yang dikeluarkan oleh Yayasan Pangeran Sumedang.

43

Pada Babon Sukapura10, ditulis bahwa Ratu Sunda yang bertahta di Nusa

Jawa bernama Prabu Cakrawati, beliau Ratu Pajajaran. Prabu Cakrawati mempunyai

istri bernama Maharaja Kastori berputra Rangga Sunten alias Sunan Lingga Hyang.

Menurut analisis peneliti bahwa terdapat 2 dugaan:

1. Maharaja Kastori sebagai perempuan karena tulisan di Babon Sukapura

“Prabu Tjakrawati (Ratu Pajajaran) di Nusa Jawa kagungan garwa ka Maha

Radja Kastori” artinya Prabu Cakrawati (Ratu Pajajaran) di Nusa Jawa

mempunya istri kepada Maharaja Kastori.

2. Maharaja Kastori sebagai laki-laki, sehubungan gelar beliau adalah Maharaja

dan lazimnya Maharaja adalah seorang laki-laki.

Peneliti mengacu kepada versi pertama bahwa Prabu Cakrawati adalah laki-laki.

Rangga Sunten berputra Munding Jayakawati menikah dengan Nyai Ijab Larangan,

putri dari Raden Jati Sunda trah Mandala (ada tautan dari Majalengka), memiliki

putra:

1. Sareupeun Mandala

2. Sareupeun Sukakerta

3. Sareupeun Barangbang Parung bernama Sang Darma Siksa

4. Sareupeun Cibungur Parung

5. Sareupeun Sela Awi

Jika disusun uraian pertama, yaitu:

1. Prabu Banjaransari/Prabu Siliwangi, berputra

2. Prabu Munding Jayakawati, berputra

3. Raden Sangkan Welasan, berputra

4. Batara Mandala, berputra

5. Raden Jati Sunda

Pada uraian kedua tersusun silsilah, yaitu:

1. Prabu Cakrawati (Ratu Pajajaran) menikah dengan Maharaja Kastori,

berputra

2. Rangga Sunten alias Sunan Lingga Hyang, berputra

3. Prabu Munding Jayakawati dan memiliki istri bernama Ijab Larangan binti

Raden Jati Sunda bin Batara Mandala bin Raden Sangkan Welasan bin Prabu

Munding Jayakawati bin Prabu Siliwangi/Prabu Banjaransari. Berputra,

4. Sareupeun Sukakerta

Dari uraian diatas terdapat 2 nama Munding Jayakawati, yaitu:

1. Prabu Munding Jayakawati ayah dari Raden Sangkan Welasan, yaitu Prabu

Munding Jayakawati I.

2. Prabu Munding Jayakawati putra dari Rangga Sunten alias Sunan Lingga

Hyang, yaitu Prabu Munding Jayakawati II.

10Ringkasan Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya.

44

Garis persamaan di Sunan Sukakerta pada generasi yang paling bawah dan

Prabu Siliwangi di generasi paling atas. Pada Catatan Silsilah Ningrat Limbangan

tercatat susunan Silsilah Sunan Nusakerta11, yaitu:

1. Ratu Ibu Permana Dipuntang, berputra

2. Prabu Siliwangi, berputra

3. Sunan Dayeuh Manggung, berputra

4. Sunan Darmakingkin, berputra

5. Sunan Rumenggong/Buniwangi/Jayakusumah, berputra

6. Sunan Cisorok, berputra

7. Sunan Salalangu, berputra

8. Sunan Nusakerta

Pada Silsilah Pangeran Kornel tersusun Silsilah Lembu Agung alias Sunan

Rumenggong12, yaitu:

1. Prabu Guru Dewa Haji Putih, berputra

2. Prabu Tajimalela/Prabu Tutang Buana, berputra

3. Sunan Rumenggong/Prabu Jayakusumah I/Lembu Agung, berputa

4. Prabu Jayakusumah II, berputra

5. Sunan Salalangu, berputra

6. Sunan Sukakerta

Pada Babon Sukapura tersusun Silsilah Lembu Agung13, yaitu:

1. Ratu Permana, berputra

2. Ratu Komara/Mundingsari, berputra

3. Prabu Guru Aji Putih, berputra

4. Prabu Tajimalela/Resi Cakrabuana, berputra

5. Prabu Lembu Agung

Jika disusun garis silsilah dari bawah ke atas dimulai dari Sunan Sukakerta

alias Sareupeun Sukakerta alias Sunan Nusakerta, maka terjadi penyesuaian silsilah,

yaitu:

1. Ratu Ibu Permana Dipuntang, berputra

2. Ratu Komara/Mundingsari/Prabu Siliwangi/Prabu Banjaransari, berputra

3. Prabu Guru Aji Putih/Prabu Guru Haji Putih/Munding Jayakawati I/Sunan

Dayeuh Manggung, berputra

4. Prabu Tajimalela/Resi Cakrabuana/Prabu Tutang Buana/Raden Sangkan

Welasan/Sunan Darmakingkin, berputra

5. Prabu Lembu Agung/Batara Mandala/Sunan Rumenggong/Prabu

Buniwangi/Jayakusumah I/Prabu Cakrawati, berputra

6. Prabu Jayakusumah II/Sunan Cisorok/Sunan Lingga Hyang, berputra

11Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah

pada halaman 8-15. 12Silsilah Pangeran Kornel yang dikeluarkan oleh Yayasan Pangeran Sumedang. 13Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun Sukapura

Tasikmalaya yang dipelopori oleh Raden Eeng Hendriyana.

45

7. Sunan Salalangu/Munding Jayakawati II, berputra

8. Sunan Sukakerta/Sunan Nusakerta/Sareupeun Sukakerta

Pada Sajarah Babon Luluhur Sukapura, terkoreksi oleh Catatan Silsilah

Ningrat Limbangan dan Babon Sukapura terkait dengan Silsilah Lembu Agung,

bahwa “Prabu Siliwangi alias Prabu Banjaransari berputra Prabu Munding Jayakawati

I berputra Raden Sangkan Welasan berputra Batara Mandala.”

Batara Mandala alias Prabu Cakrawati (Ratu Pajajaran) di Nusa Jawa. Prabu

Cakrawati mempunyai istri kepada Maharaja Kastori dan memiliki putra bernama

Rangga Sunten alias Sunan Lingga Hyang. Sunan Lingga Hyang menikah dengan Ijab

Larangan, putri dari Raden Jati Sunda trah Mandala (ada tautan dari Majalengka)

berputra Munding Jayakawati II.

Mengacu kepada sumber Babon Sukapura, Limbangan, dan Sumedang:

1. Ratu Komara/Prabu Banjaransari/Prabu Siliwangi, berputra

2. Prabu Guru Haji Putih/Prabu Munding Jayakawati I/Sunan Dayeuh

Manggung, berputra

3. Prabu Taji Malela/Raden Sangkan Welasan/Sunan Darmakingkin, berputra

4. Batara Mandala/Prabu Cakrawati/Sunan Rumenggong/Prabu Lembu Agung,

berputra

Raden Jati Sunda Raden Lingga Hyang

Batara Galunggung Ijab Larangan x Munding Jayakawati II

Nyai Ajeng Sukakerta x Sareupeun Sukakerta

Dalem Himba

Pada Sajarah Babon Luluhur Sukapura bahwa Batara Mandala mempunyai

putra bernama Bujangga Malela yang bermukim di Mekkah,14 sementara tercatat

nama Bujangga Larang bermukim di Alas Peuntas.15 Yang dimaksud Alas Peuntas

dalam Bahasa Sunda adalah sebuah tempat yang sangat jauh di luar negara tempat

asalnya dan dapat dipastikan tempat tersebut adalah Mekkah.

14Sajarah Babon Luluhur Sukapura disusun oleh Raden Sulaiman Anggapraja, hal

111. 15Ringkasan Babon Sukapura disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya.

46

Dengan demikian Bujangga Larang adalah orang yang sama dengan

Bujangga Malela. Akan tetapi pada Surat Wasiat Sukapura menuliskan bahwa Batara

Karang bermukim di Denuh, Karang Pamijahan Tasikmalaya.16 Menurut Raden Eeng

Hendriyana bahwa Bujangga Larang adalah orang yang sama dengan Batara Karang.

Hal tersebut karena keduanya memiliki riwayat yang sama yaitu ditugaskan ke

wilayah Jawa tepatnya Demak. Setelah menyelesaikan tugasnya maka kembali ke

Denuh.17 Sedangkan yang bermukim di Demak pada Ringkasan Babon Sukapura

adalah Bujangga Malela.18 Jadi Bujangga Malela bermukim di Demak dan Mekkah.

Hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa Bujangga Malela alias Bujangga Larang alias

Batara Karang, yang pernah bermukim di Denuh, Mekkah, dan Demak.

Dengan demikian putra-putra Prabu Batara Mandala alias Prabu Buniwangi

alias Sunan Rumenggong dapat ditulis, yaitu:

1. Raden Jati Sunda di Anteg

2. Raden Bujangga Manik di Palembang

3. Raden Bujangga Malela/Bujangga Larang/Batara Karang pernah bermukim

di Mekkah, Demak, dan Denuh

4. Sunan Lingga Hyang

Pada Catatan Museum Sumedang dan Silsilah Pangeran Kornel, terdapat

beberapa hal yang harus dikoreksi, salah satunya dalam hal pencatatan tahun. Dalam

bagan Silsilah Pangeran Kornel ditulis bahwa Prabu Tajimalela alias Resi Cakrabuana

hidup pada tahun 980 M.19 Sementara pada Catatan Museum Sumedang bahwa Prabu

Tajimalela berkuasa pada tahun 1482-1492 M.20 Dan catatan tahun keduanya tidak

bisa diterima. Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa Sunan Rumenggong alias

Prabu Bumiwangi lahir pada tahun 1380 M dan jika ditarik keatas maka Prabu

Tajimalela diperkirakan lahir pada tahun antara 1340-1350 M.

Sebagaimana yang telah diuraikan pada Kitab Al Fatawi, disusunan raja-raja

terdapat nama Prabu Bumiwangi, sementara Catatan Silsilah Ningrat Limbangan

yang bersesuaian dengan Catatan Babon Sukapura dan Museum Sumedang terdapat

nama tokoh Raja Pajajaran yang bernama Prabu Buniwangi alias Sunan Rumenggong,

dari hal tersebut maka tokoh yang tertulis pada Kitab Al Fatawi yang bernama Prabu

Bumiwangi adalah orang yang sama dengan Sunan Rumenggong alias Prabu

Buniwangi alias Prabu Bumiwangi yang lahir pada tahun 1380 M.

16Surat Wasiat Sukapura disusun oleh Raden Indrayuda. 17Sanad riwayat dari Raden Ahmad Dimyati tahun 2020 yang diterima dari Raden

Eeng Hendriyana dari kakek beliau Raden Suharma dari Raden Sastrakusumah dari Raden

Indrayuda di Kampung Sukapura Desa Sukaraja Tasikmalaya. 18Ringkasan Babon Sukapura disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya. 19Silsilah Pangeran Kornel yang dikeluarkan oleh Yayasan Pangeran Sumedang. 20Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata lainnya serta Riwayat

Leluhur Sumedang yang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden Yeni Mulyani Sunarya,

dan Raden Abdul Syukur, hal 17.

47

b. Prabu Layakusumah dan Gelar Siliwangi

Dalam Catatan Silsilah Ningrat Limbangan tertulis21 sebagai berikut:

1. Prabu Siliwangi Pajajaran mempunyai putra bernama Prabu Layakusumah

yang berputra Prabu Limansenjaya yang berputra Sunan Cipancar.

2. Sunan Rumenggong Buniwangi atau Prabu Jayakusumah berputra Sunan

Cisorok berputra Sunan Salalangu Salamara berputra Sunan Nusakerta.

3. Prabu Siliwangi kang medal (putra dari) Ratu Permana Dipuntang, berputra

Sunan Dayeuh Manggung berputra Sunan Darmakingkin berputra 3 yaitu:

Sunan Ranggalawe, Sunan Kajeu alias Sunan Rumenggong, dan Sunan

Patinggi.

4. Sunan Nusakerta putra dari Prabu Salalangu putra dari Prabu Mangunjaya

Cisorok putra dari Sunan Rumenggong putra dari Sunan Darmakingkin putra

dari Sunan Dayeuh Manggung putra dari Prabu Siliwangi putra dari Ratu

Permana Dipuntang.

5. Prabu Siliwangi berputra Prabu Layakusumah berputra Prabu Limasenjaya

dan Prabu Wastu Dewa bermukim di Sagaranten.

6. Prabu Siliwangi bermukim di Kuningan.

Selain Catatan Silsilah Ningrat Limbangan dan ada riwayat bersanad secara

turun menurun dari KH. Raden Husni Mubarak bin KH. Raden Atung Aunillah bin

KH. Raden Mubarak bin KH. Raden Ali Abdurahman (Mama Cikelepu Kulon) bin

KH. Raden Aunillah bin KH. Raden Muhammad Asim bin KH. Raden Muhammad

Mufid bin KH. Raden Abdullah bin Raden Dita Manggala bin Raden Jibja Manggala

bin Raden Sutamanggala bin Raden Mayasuta bin Raden Abdullah bin Dalem

Jayatingkar bin Sunan Bunikasih (Raden Emas Suryamatri) bin Sunan Bunisari bin

Sunan Rumenggong, sanad riwayat yang lain didapat dari KH. Raden Amin Muchidin

tahun 1985, dan Raden Achmad Djubaedi tahun 2013, yaitu: “Prabu Layakusumah

menikah dengan putri angkat Sunan Rumenggong yang bernama Nyai Mas

Buniwangi atau Nyai Ambetkasih, adapun Nyai Mas Buniwangi adalah putri adik

Sunan Rumenggong yaitu Sunan Patinggi.”22

Jika mengikuti alur riwayat turun menurun yang mana Prabu Layakusumah

menikah dengan putri Sunan Patinggi, hal tersebut akan menjadi sangat rancu dan

tertolak jika Prabu Layakusumah dinisbatkan sebagai putra dari Prabu Siliwangi putra

dari Ratu Ibu Permana Dipuntang, sehubungan akan terjadi pernikahan sedarah juga

pernikahan antar 2 generasi yang jauh berbeda. Dengan demikian jelas nama

“Siliwangi” bukan hanya ditunjukkan kepada 1 orang saja melainkan kepada beberapa

orang secara berurutan sebagai “gelar dari Raja-raja Pajajaran.”

Mengacu kepada Babon Sukapura bahwa tertulis Batara Mandala yang telah

disesuaikan dengan Catatan Silsilah Ningrat Limbangan dan Museum Sumedang

21Catatan Silsilah Ningrat Limbangan disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah, hal

1-22. 22Sanad riwayat dari KH. Raden Husni Mubarak tahun 2019 di Kediaman beliau,

sanad riwayat dari KH. Raden Amin Muchidin tahun 1985 di Kediaman beliau, dan Raden

Achmad Djubaedi tahun 2013 di Kediaman Raden Haji Holil Aksan Umar Zen.

48

adalah orang yang sama dengan Sunan Rumenggong, mempunyai putra bernama

Raden Jati Sunda yang menikah dengan Nyai Mas Wajankasih, nama Wajankasih

merujuk kepada orang yang sama dengan Nyai Mas Ambetkasih putri Sunan Patinggi,

Dengan demikian, Raden Jati Sunda tertujukan sebagai orang yang sama dengan

Prabu Layakusumah. Hal tersebut sesuai dengan sanad riwayat yang mahsyur di

Catatan Keluarga KH. Raden Ahmad Royani (Mama Gempol Nagreg) dan Pesantren

Cimasuk bahwa “Prabu Layakusumah adalah putra dari Sunan Rumenggong.”23

Dari uraian tersebut bahwa nama “Siliwangi” lebih menunjukkan gelar

Kerajaan yang tidak ditujukkan hanya untuk 1 orang saja. Misalkan, gelar

Hemengkubuwono pada urutan Raja-raja Yogyakarta, lalu Kusumadinata pada urutan

Raja dan Adipati Sumedang. Di lain pihak gelar Mundingsari atau Munding Surya

Agung pun adalah hal serupa sebagaimana gelar Siliwangi, sehubungan terdapat nama

tersebut pada generasi di bawah Mundingsari I alias Sri Komara misalnya pada

Catatan Silsilah Dalem Cikundul Cianjur terdapat nama Mundingsari I dan II juga

Mundingsari Leutik, Catatan KH. Raden Muhammad Zen tertulis Raden Mundingsari

berputra Prabu Rangga Mantri berputra Prabu Haur Kuning, Catatan Silsilah Dalem

Cikundul bahwa Mundingsari Leutik anak dari Mundingsari dan Mundingsari

keturunan dari Prabu Siliwangi, dari hal tersebut tersusun gelar Siliwangi dan

Mundingsari sebagai berikut:

1. Ratu Ibu Permana Dipuntang, berputra

2. Ratu Komara/Prabu Mundingsari I/Munding Surya Agung I/Prabu

Banjaransari/Prabu Siliwangi I menikah dengan Ratu Kidang Kancana binti

Prabu Ciung Wanara, berputra

3. Prabu Aji Putih/Dewa Haji Guru Putih/ Prabu Mundingsari II/Munding

Jayakawati/Sunan Dayeuh Manggung/Prabu Siliwangi II, berputra

4. Prabu Taji Malela/Prabu Tutang Buana/Prabu Mundingsari III/Resi

Cakrabuana/Sunan Darmakingkin/Prabu Siliwangi III, berputra

5. Prabu Lembu Agung/Sunan Rumenggong/Bumiwangi/Batara

Mandala/Mundingsari IV/Prabu Cakrawati/Prabu Siliwangi IV/Prabu

Jayakusumah I, berputra

6. Prabu Layakusumah/Raden Jati Sunda/Batara Karang/Bujangga

Malela/Niskala Wastu Kencana/Mundingsari V/Prabu Siliwangi V, berputra

7. Prabu Wastu Dewa/Dewa Niskala/Prabu Siliwangi VI/Mundingsari VI,

berputra

8. Sri Baduga Maharaja/Prabu Siliwangi VII/Mundingsari VII (wafat tahun

1521 M), berputra

9. Prabu Purbawisesa/Prabu Surawisesa/Mundingsari VIII/Prabu Siliwangi VIII

(wafat tahun 1535 M)

Prabu Layakusumah penerus dari Dinasti Siliwangi IV, mengacu kepada

Kitab Al Fatawi yang mana Prabu Bumiwangi berputra Niskala Wastu Kancana

berputra Dewa Niskala, sementara dalam Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang

23Catatan Keluarga KH. Raden Ahmad Royani ditulis tahun 1970.

49

tertulis bahwa Prabu Layakusumah berputra Prabu Wastu Dewa.24 Dengan demikian,

tertujukan bahwa Prabu Wastu Dewa alias Dewa Niskala sementara Prabu

Layakusumah tertujukan sebagai orang yang sama dengan Prabu Niskala Wastu

Kancana alias Raden Jati Sunda.

Dalam Catatan Silsilah Keluarga Pangeran Raden Heru R Arya Natareja bin

Pangeran Yunus Sanusi tertulis bahwa Prabu Siliwangi berputra Cakrabuana berputra

Pangeran Wastu Dewa. Sementara dalam Catatan Ningrat Limbangan bahwa Prabu

Layakusumah mempunyai putra Raden Wastu Dewa dan Raden Liman Senjaya.

Dengan demikian Cakrabuana terujukkan sebagai orang yang sama dengan Prabu

Layakusumah.

c. Pangeran Cakrabuana

Pada Kitab Al Fatawi tersusun silsilah yang terkait dengan nama Cakrabuana,

yaitu:

1. Prabu Siliwangi/Cakraningrat

2. Prabu Cakrabuana bersaudara dengan Pangeran Walangsungsang. Prabu

Cakrabuana mempunyai putra yaitu: Pangeran Sang Hyang dan Syarifah

Mudaim yang menikah dengan Syarif Abdullah Mesir.

Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa Batara Mandala alias Sunan

Rumenggong alias Prabu Siliwangi IV mempunyai putra bernama Sunan Lingga

Hyang. Dengan demikian yang dimaksud dengan Prabu Cakrabuana pada Kitab Al

Fatawi adalah Batara Mandala alias Sunan Rumenggong alias Prabu Siliwangi IV.

Maka dari itu nama Cakrabuana adalah nama gelar yang dimulai dari Prabu Taji

Malela dan pada buku Museum Sumedang bernama Resi Cakrabuana, maka tersusun

silsilah, yaitu:

1. Prabu Siliwangi III/Prabu Cakrabuana I/Resi Cakrabuana/Prabu Taji Malela,

berputra

2. Prabu Siliwangi IV/Prabu Cakrabuana II/Batara Mandala/Sunan

Rumenggong/Cakraningrat, berputra

3. Prabu Siliwangi V/Prabu Cakrabuana III/Prabu Layakusumah/Raden Jati

Sunda, bersaudara dengan Pangeran Sang Hyang/Sunan Lingga Hyang dan

Syarifah Mudaim

Taji Malela/Cakrabuana I/Siliwangi III/Resi Cakrabuana

Cakrabuana II/Siliwangi IV/Sunan Rumenggong Walasungsang

Lingga Hyang Cakrabuana III/Siliwangi V Syarifah Mudaim

24Catatan Silsilah Ningrat Limbangan disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah, hal

22.

50

Dalam Kitab Al Fatawi tertulis bahwa Prabu Walangsungsang adalah paman

dari Prabu Cakrabuana. Dalam hal ini lebih merujukkan pada Kitab Al Fatawi yaitu

Pangeran Walangsunsang adalah paman dari Prabu Cakrabuana III.

Dan sebagaimana diketahui bahwa Raden Jati Sunda memiliki saudara

bernama Sunan Lingga Hyang, sesuai dengan uraian di atas bahwa Pangeran

Cakrabuana alias Cakrabuana III memiliki saudara bernama Pangeran Sang Hyang

dan Syarifah Mudaim. Dengan demikian, Pangeran Cakrabuana alias Cakrabuana III

adalah orang yang sama dengan Raden Jati Sunda alias Prabu Layakusumah. Menurut

Catatan Keluarga Dalem Cikundul bahwa nama Pangeran Cakrabuana saudara dari

Syarifah Mudaim dan nama asli beliau adalah Syekh Abdullah Iman Lumajang

Qudrat.25 Selain itu sanad riwayat dari Raden Achmad Djubaedi bahwa Pangeran

Cakrabuana adalah Syekh Abdullah Iman.26

Nama lain dari Pangeran Cakrabuana alias Ki Cakrabumi adalah Haji

Abdullah Iman.27 Dengan adanya gelar Haji menunjukkan bahwa beliau pernah

bermukim di Mekkah. Sementara telah diuraikan bahwa Pangeran Cakrabuana alias

Raden Jati Sunda pernah bermukim di Mekkah, sedangkan yang pernah bermukim di

Mekkah menurut Babon Sukapura adalah Bujangga Malela alias Bujangga Larang

alias Batara Karang. Berarti, Pangeran Cakrabuana alias Raden Jati Sunda adalah

orang yang sama dengan Bujangga Malela, Bujangga Larang, dan Batara Karang.

d. Kerajaan Sumedang Penerus Pajajaran

Dalam Catatan Silsilah Museum Sumedang yang berjudul Mengenal Museum

Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata Lainnya serta Riwayat Leluhur Sumedang, tertulis:

Nyai Mas Ratu Inten Dewata menikah dengan seorang Pangeran Ulama Islam dari

Cirebon, Pengeran Kusumadinata putra Pangeran Pamalekaran (Dipati Teterung),

putra Arya Damar Sultan Palembang keturunan Majapahit. Sedangkan dari pihak ibu,

Ratu Martasari alias Nyi Mas Rangga Wulung keturunan Sunan Gunung Jati alias

Syarif Hidayatullah.28

Pangeran Kusumadinata pada Catatan Silsilah Museum Sumedang disebut

juga dengan Pangeran Santri. Dengan demikian Pangeran Santri adalah putra dari

Dipati Teterung, putra dari Arya Damar Palembang. Prabu Geusan Ulun memerintah

25Catatan Keluarga Dalem Cikundul dilihat oleh Raden Haji Ahmad Dimyati tahun

1983 dan catatan tersebut milik Kyai Raden Abdul Karim bin KH. Raden Toha Badruddin di

Pesantren Al Badar Ciluluk, Cikancung, Bandung. 26Sanad riwayat dari Raden Achmad Djubaedi tahun 2013 di Kediaman Raden Haji

Holil Aksan Umar Zen. 27Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid Kesatu, hal 153. Pada gelar

Cakrabumi atau Cakrabuana, sebagai penyesuaian dan Sundanisasi dari Inni jailun fil ardhi

khalifah-Aku ciptakan manusia di bumi sebagai khalifah (QS 2:30). Dari nama Cakra tersebut

sebagai penerjemahan Khalifah. Sedangkan bumi tetap dengan bumi atau digantikan buana.

28Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata Lainnya serta Riwayat

Leluhur Sumedang yang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden Yeni Mulyani, dan

Raden Abdul Syukur, hal 19.

51

pada tahun 1578-1601 M dan Kerajaan Sumedang Larang pada hakikatnya sebagai

penerus dari Kerajaan Pajajaran yang hancur pada 8 Mei 1579 M.29

Pada Ringkasan Babon Sukapura tertulis bahwa susunan Prabu Geusan Ulun

sebagai berikut:

1. Arya Damar Sultan Palembang, berputra

2. Pangeran Pamakelaran, berputra

3. Pangeran Santri, berputra

4. Prabu Geusan Ulun

Sementara pada bagian lain Babon Sukapura tertulis silsilah dari Prabu Geusan Ulun,

yaitu:

1. Prabu Picuk Umum, berputra

2. Prabu Janton Dewata, berputra

3. Prabu Rangga Gading, berputra

4. Rangga Pupuk, berputra

5. Prabu Geusan Ulun

Jika dihubungkan dengan Babon Sukapura maka akan teridentifikasi nama-

nama, yaitu:

1. Prabu Picuk Umum/Pucuk Umum/Sunan Rumenggong/Batara Mandala,

berputra

2. Prabu Janton Dewata/Arya Damar/Bujangga Manik/Sultan Palembang,

berputra

3. Prabu Rangga Gading/Dipati Teterung/Pangeran Pamalekaran (menantu

Sunan Gunung Jati Cirebon), berputra

4. Rangga Pupuk/Pangeran Santri Kusumadinata, berputra

5. Prabu Geusan Ulun

Adapun dari pihak ibu dari Prabu Geusan Ulun yaitu Ratu Intan Dewata

merupakan keturunan langsung Prabu Siliwangi, dalam Babon Sukapura tertulis

bahwa beliau adalah adik dari Prabu Siliwangi. Yang dimaksud Prabu Siliwangi

adalah Prabu Siliwangi VII. Dalam hal ini silsilah Ratu Intan Dewata hanya merujuk

kepada Babon Sukapura, beliau adalah putri dari Sri Baduga Maharaja alias Prabu

Siliwangi VII.

29Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata Lainnya serta Riwayat

Leluhur Sumedang yang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden Yeni Mulyani, dan

Raden Abdul Syukur, hal 20-21.

52

Sunan Rumenggong/Pucuk Umum/Siliwangi IV

Bujangga Manik Niskala Wastu Kancana Sunan Lingga Hyang

(Arya Damar) (Siliwangi V) (Sunan Cisorok)

Dipati Teterung Dewa Niskala/Siliwangi VI Munding Jayakawati II

Sri Baduga Maharaja/Siliwangi VII/Wastu Dewa

Pangeran Santri X Intan Dewata Sekarmandapa Surawisesa/Siliwangi VIII

Prabu Geusan Ulun Jayamanggala

C. Silsilah Raden Fatah Sultan Demak

1. Hubungan Raden Fatah dengan Arya Damar

Pada Kitab Al Fatawi ditulis bahwa Arya Damar adalah paman dari Raden

Fatah. Tulisan tersebut menjadi koreksi terhadap Babad Tanah Jawi yang menuliskan

bahwa Raden Fatah saudara Arya Damar. Istri Brawijaya V saat mengandung Raden

Fatah, dihadiahkan kepada putra sulungnya yaitu Arya Damar, yang menjadi Raja

Palembang. Cerita tersebut juga dituliskan di Serat Kandaning Ringgit Purwa.30

Arya Damar orang yang sama dengan Bujangga Manik. Bujangga Manik alias

Arya Damar terujukan dari Catatan Museum Sumedang yang mana Prabu Geusan

Ulun memiliki pertalian darah dengan raja-raja Pajajaran.31 Dari hal tersebut maka

jelas Arya Damar alias Bujangga Manik adalah putra Prabu Siliwangi IV alias Sunan

Rumenggong. Dengan demikian, Raden Fatah adalah putra dari Cakrabuana III alias

Raden Jati Sunda alias Prabu Layakusumah alias Prabu Siliwangi V. Jadi, tokoh

Brawijaya V yang sering ditulis sebagai ayah dari Raden Fatah adalah orang yang

sama dengan Prabu Siliwangi V.

30Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 320. 31Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata lainnya serta Riwayat

Leluhur Sumedang yang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden Yeni Mulyani Sunarya,

dan Raden Abdul Syukur, hal 21.

53

2. Ayah Raden Fatah adalah Ksatria

Menurut tulisan Tome Pires bahwa ayah Pate Rodim alias Raden Fatah adalah

seorang kesatria dan bijak dalam mengambil keputusan.32 Raden Fatah adalah

keponakan Bujangga Manik alias Arya Damar Palembang. Ada 2 dugaan bahwa

Raden Fatah adalah: 1) anak dari Pangeran Cakrabuana alias Cakrabuana III, 2) anak

dari Sunan Lingga Hyang alias Pangeran Sang Hyang. Akan tetapi Raden Fatah

menurut beberapa naskah adalah anak dari seorang Raja. Sementara pengganti raja

setelah Sunan Rumenggong adalah Pangeran Cakrabuana alias Cakrabuana III.

Dengan demikian, Raden Fatah lebih sesuai sebagai putra dari Pangeran Cakrabuana

alias Cakrabuana III alias Prabu Siliwangi V alias Prabu Layakusumah alias Raden

Jati Sunda alias Batara Karang alias Syekh Abdullah Iman.

3. Penguasa Japura adalah Sepupu Raden Fatah

Menurut Catatan Silsilah Ningrat Sumedang bahwa Prabu Susuk Tunggal

adalah adik dari Ki Gedeng Sindangkasih.33 Sedangkan pada Catatan Silsilah Ningrat

Limbangan bahwa nama lain dari Sunan Rumenggong adalah Ki Gedeng

Sindangkasih.34 Maka, ayah Prabu Susuk Tunggal sama dengan ayah Sunan

Rumenggong yaitu anak dari Prabu Taji Malela. Lalu, mengacu pada Catatan Silsilah

Ningrat Limbangan menuliskan Prabu Susuk Tunggal adalah anak dari Prabu Lingga

Wastu.35 Dengan demikian Prabu Lingga Wastu adalah orang yang sama dengan

Prabu Taji Malela. Pada Catatan Silsilah Ningrat Sumedang bahwa Prabu Susuk

Tunggal memiliki anak bernama Amuk Murugul dan Amuk Murugul memiliki anak

Ki Ageng Japura.36 Sudah dijelaskan diatas bahwa Raden Fatah adalah anak dari

Pangeran Cakrabuna alias Cakrabuana III. Jadi, Ki Ageng Japura sebagai Penguasa

Japura adalah sepupu dari Raden Fatah. Dalam tulisan Tome Pires bahwa pate yang

berkuasa atas tempat Negeri Japura merupakan seorang ksatria, ia adalah sepupu

tertua dari Pate Rodim alias Raden Fatah.37

Menurut Tome Pires batas kekuasaan Sunda dibatasi oleh Sungai Cimanuk,38

tetapi kenyataannya dengan adanya kekerabatan antara Raden Fatah dan Ki Ageng

Japura maka kekuasaan Sunda meliputi Jawa bagian tengah dan sebagian timur.

32Tome Pires, Suma Oriental, hal 257. 33Catatan Silsilah Ningrat Sumedang yang ditulis oleh Kyai Raden Unang Abdul

Karim tahun 2013, hal 5. 34Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim. 35Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang ditulis oleh KH. Atung Aunillah. 36Catatan Silsilah Ningrat Sumedang yang ditulis oleh Kyai Raden Unang Abdul

Karim tahun 2013, hal 5. 37Tome Pires, Suma Oriental, hal 256. 38Tome Pires, Suma Oriental, hal 233.

54

Prabu Siliwangi

Prabu Guru Haji Putih

Prabu Taji Malela/Lingga Wastu

Sunan Rumenggong Prabu Susuk Tunggal

Prabu Cakrabuana 3 Ki Amuk Marugul

Raden Fatah Ki Ageng Japura

4. Gelar Brawijaya dan Susunan Silsilah Raden Fatah

Seperti yang diuraikan bahwa sosok Brawijaya disematkan kepada Raja-raja

Majapahit yang Hindu Buddha maka akan menimbulkan berbagai polemik yang

diantaranya dalam hal penempatan gelar Brawijaya. Berdasarkan catatan-catatan yang

tersebar sekarang ini, Raden Fatah adalah putra dari Brawijaya V. Prabu Brawijaya

disebut Brawijaya V sebagai Raja Majapahit versi naskah babad dan serat. Tokoh ini

diperkirakan sebagai tokoh yang sama dengan Bhre Kertabumi yaitu nama yang

ditemukan dalam penutupan naskah Pararaton.39 Pemberitaan Serat Pararaton tentang

raja-raja Majapahit akhir ini ternyata sangat berbelit-belit.40 Namun pendapat lain

mengatakan bahwa Brawijaya cenderung identik dengan Dyah Ranawijaya. Bre

Kertabhumi memerintah dari 1468-1478 M, sedangkan Dyah Ranawijaya

(Girindrawardhana) tahun 1474-1519 M.41 Babad Tanah Jawi menyebut nama asli

Brawijaya adalah Raden Alit. Ia naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama

Prabu Bratanjung, kemudian memerintah waktu yang sangat lama, yaitu sejak putra

sulungnya yang bernama Arya Damar belum lahir, sampai akhirnya turun tahta karena

dikalahkan oleh Dyah Ranawijaya.

Serat Kanda menyebut nama asli Brawijaya adalah Angkawijaya, putra Prabu

Mertawijaya dan Ratu Kencanawungu. Mertawijaya adalah nama gelar Darmawulan

yang menjadi Raja Majapahit setelah mengalahkan Menak Jingga bupati

39Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro, Pajang, dan Mataram, hal 44. 40Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal 93. 41Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal

166.

55

Blambangan. Sementara itu pendiri Kerajaan Majapahit versi babad dan serat

bernama Jaka Sesuruh, bukan Raden Wijaya. Menurut serat pranitiradya, yang

bernama Brawijaya bukan hanya raja terakhir saja, tetapi juga beberapa raja

sebelumnya. Serat ini menyebut urutan raja-raja Majapahit ialah: 1) Jaka Sesuruh, 2)

Prabu Brakumara, 3) Prabu Brawijaya I, 4) Ratu Ayu Kencawungu, 5) Prabu

Brawijaya II, 6) Prabu Brawijaya III, 7) Prabu Brawijaya IV, dan 8) Prabu Brawijaya

V. Meskipun sangat populer, nama Brawijaya ternyata tidak pernah dijumpai dalam

naskah Pararaton dan prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Majapahit. Oleh karena

itu, perlu ditelusuri dari mana para pengarang naskah babad dan serat memperoleh

nama Brawijaya tersebut.42 Berarti, terdapat perbedaan yaitu Brawijaya versi serat dan

babad memerintah dalam waktu yang sangat lama sedangkan pemerintahan Bre

Kertabumi relatif singkat 1468-1478 M.

Sementara di naskah Purwaka Caruban Nagari menulis bahwa salah satu istri

dari Pangeran Cakrabuana adalah Nyai Retna Rasajati putri Maulana Ibrahim

Asmaraqandi. Berarti Pangeran Cakrabuana menikah dengan saudara perempuan

Sunan Ampel. Secara hitungan tahun dan kurun Cakrabuana yang dimaksud adalah

Cakrabuana I.

Berdasarkan sumber-sumber sejarah Majapahit akhir yang berupa prasasti-

prasasti diantaranya Prasasti Surodakan, Prasasti Trawulan III, Prasasti

Sendangsedati, Prasasti-prasasti Girindrawardhana (Prasasti Ptak, Prasasti

Trailokyapuri I, II, III, dan IV), dan Prasasti Pabanolan43 bahwa tidak ada raja-raja

Majapahit yang bergelar Brawijaya. Adapun gelar Brawijaya hanya muncul di Babad

Tanah Jawi, Serat Kanda, dan Serat Darmagandul yang mana didalamnya banyak

keterangan mengenai tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian dari zaman kuna yang tidak

dapat diterima.44 Dari Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda memang mendapatkan

uraian genealogi raja-raja di Jawa. Akan tetapi, tidak dapat memakai genealogi

tersebut untuk menyusun genealogi raja-raja Majapahit seperti yang diharapkan. Hal

ini disebabkan sumber-sumber tersebut telah mencampuradukkan genealogi historis

dengan genealogi yang didasarkan pada mitos bahkan telah mencampuradukkan

genealogi dari panteon Hindu dengan genealogi yang berdasarkan Islam.45

Sumber-sumber tradisi seperti Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, dan

Darmagandul, raja terakhir di dalam sumber-sumber tradisi tersebut dikenal dengan

nama Prabu Brawijaya. Dan juga sumber-sumber tradisi tersebut tergolong ke dalam

jenis Kesastraan Babad yang jarang sekali merupakan sumber yang dapat dipercaya

sepenuhnya, tidak mustahil sumber-sumber tersebut masih menyimpan kesan-kesan

peristiwa sejarah dari masa dulu, meski sudah kabur dan kacau dikemukakan di

dalamnya.46

42Suparman, Babad Kesultanan Demak Bintoro, Pajang, dan Mataram, hal 44. 43Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal 9-

10. 44Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal 22. 45Hasan Jafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal 104. 46Hasan Jafar, Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya, hal 132.

56

Pada Catatan Silsilah Ningrat Limbangan tersusun Silsilah Ratu Kidang

Kancana,47 yaitu:

1. Ciung Wanara, berputri

2. Kidang Kancana, berputra

3. Lingga ....., berputra

4. Lingga Wesi, berputra

5. Prabu Lingga Wastu, berputra

6. Susuk Tunggal

Pada Babon Sukapura tertulis Silsilah Purbasari,48 yaitu:

1. Ciung Wanara, berputri

2. Purbasari, berputra

3. Prabu Lingga Hyang, berputra

4. Prabu Lingga Wesi, berputra

5. Lingga Wastu, berputra

6. Susuk Tunggal

Jika disusun garis silsilah dari bawah ke atas antara Catatan Silsilah Ningrat

Limbangan dan Babon Sukapura, yaitu:

1. Ciung Wanara, berputri

2. Ratu Kidang Kancana/Purbasari, berputra

3. Lingga Hyang, berputra

4. Lingga Wesi, berputra

5. Lingga Wastu, berputra

6. Susuk Tunggal

Di Silsilah Pajajaran terdapat Silsilah Kidang Kancana alias Purbasari yang

terujukkan dengan orang yang sama yaitu Ratu Ayu Kancana Wungu pada serat

pranitiradya. Pada Babon Sukapura yang disusun Raden Eeng Hendriyana terdapat

catatan Ki Gedeng Misri memiliki istri bernama Purbasari dan memiliki anak bernama

Lingga Hyang alias Lingga Buana. Namun Babon Sukapura terkoreksi dengan

Catatan Museum Sumedang bahwa tertulis Prabu Taji Malela alias Prabu Tutang

Buana49 dan merujuk pada orang yang sama dengan Lingga Buana. Prabu Tutang

Buana memiliki ayah bernama Prabu Guru Dewa Haji Putih. Dengan demikian, Prabu

Guru Dewa Haji Putih adalah orang sama dengan Lingga Hyang. Berarti mengacu

kepada Babon Sukapura50 bahwa Ki Gedeng Misri adalah Ratu Komara, ayah dari

Prabu Guru Dewa Haji Putih. Jika disusun, sebagai berikut:

47Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang disusun oleh KH. Atung Aunillah. 48Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun Sukapura

Tasikmalaya yang dipelopori oleh Raden Eeng Hendriyana. 49Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata lainnya serta Riwayat

Leluhur Sumedang yang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden Yeni Mulyani Sunarya,

dan Raden Abdul Syukur, hal 16. 50Sejarah Babon Kedaleman Sukapura dikeluarkan oleh Sukapura Ngadaunngora, hal

1.

57

1. Ki Gedeng Misri/Sri Komara/Ratu Komara menikah Kidang

Kancana/Purbasari, berputra

2. Lingga Hyang/Prabu Guru Dewa Haji Putih/Lingga Wesi, berputra

3. Lingga Buana/Prabu Tutang Buana/Prabu Taji Malela/Lingga Wastu,

berputra

4. Prabu Susuk Tunggal

Cariyosipun Redi Munggul adalah manuksrip yang dianggap oleh masyarakat

Perdikan Cahyana sebagai hasil karya historiografi tradisional. Teks kademangan

menceritakan asal usul Pangeran Jambu Karang. Tokoh leluhur itu berasal dari

Pajajaran yakni putra Prabu Brawijaya Mahesa Tandreman.51 Menurut Akhmad

Soetjipto dalam tradisi Cariyosipun Redi Munggul bahwa Pangeran Jambu Karang

atau Adipati Mendang (Mundingwangi) adalah putra Raja Pajajaran Prabu Brawijaya

Mahesa Tandreman. Tradisi Sadjarah Padjajaran Baboning Tjarios saking Adipati

Wiradhentaha Boepati Prijangan Manondjaja menyebutkan bahwa Jambu Karang

merupakan Raja Pajajaran yang bergelar Prabu Lingga Karang atau Prabu Jambudipa

Lingga Karang atau Pangeran Wali Syekh Jambukarang atau Haji Purwa.52

Menurut Catatan Silsilah Ningrat Limbangan bahwa Mundingwangi alias

Sunan Cisorok adalah anak Sunan Rumenggong. Berarti Prabu Brawijaya Mahesa

Tandreman adalah orang yang sama dengan Sunan Rumenggong. Menurut Kitab

Tarikhul Auliya bahwa Raden Fatah keturunan dari Raja Pajajaran.53

Oleh sebab itu, gelar Brawijaya lebih tepat dirujukkan kepada raja-raja Sunda.

Namun jika dimasukkan ke susunan raja-raja Majapahit akan menimbulkan polemik

dalam penempatan urutan gelar Brawijaya itu sendiri. Dengan demikian nama

Brawijaya adalah gelar Raja Sunda yang dimulai dari:

1. Sri Komara/Brawijaya I, berputra

2. Prabu Guru Dewa Haji Putih/Brawijaya II, berputra

3. Prabu Tajimalela/Brawijaya III, berputra

4. Sunan Rumenggong/Brawijaya IV, berputra

5. Prabu Cakrabuana III/Brawijaya V, berputra

6. Raden Fatah

Ada kekeliruan bahwa Lingga Karang disamakan dengan Mundingwangi,

seharusnya seorang tokoh yang berbeda. Lingga Karang adalah orang yang sama

dengan Batara Karang alias Prabu Layakusumah alias Prabu Cakrabuana III alias

Prabu Siliwangi V. Sedangkan Mundingwangi adalah orang yang sama dengan Sunan

Lingga Hyang alias Sunan Cisorok. Keduanya adalah anak dari Sunan Rumenggong.

51Sugeng Priyadi, “Perdikan Cahyana,” Jurnal Humaniora, Volume XIII, No. 1

Februari 2001 halaman 89-100, hal 92. 52Sugeng Priyadi, Perdikan Cahyana, hal 95. 53Bisri Mustofa, Kitab Tarikhul Auliya Tarikh Walisongo (Kudus: Menara Kudus,

1952), hal 5. Kitab Tarikhul Auliya Tarikh Walisongo adalah kitab yang disusun oleh KH.

Bisri Mustofa diselesaikan 12 Rabiul Awwal 1352 H/19 November 1952 berisi tentang silsilah

para Wali penyebar Islam di jawa dan membahas tentang silsilah Raden Fatah yang merupakan

keturunan Raja Pajajaran.

58

Menurut Kitab Al Fatawi, bahwa ayah Raden Fatah adalah Kertabumi alias

Brawijaya V dan ibunda Raden Fatah bernama Putri Cempa. Menurut Silsilah

Pangeran Kornel bahwa terdapat nama Kertabumi sebagai putra adik dari Sunan

Rumenggong yaitu Sunan Geusan Ulun alias Angkawijaya I.54 Sunan Geusan Ulun

memiliki anak bernama Kertabumi I, sementara dalam Catatan Museum Sumedang

bahwa Sunan Geusan Ulun menurunkan Ningrat Limbangan.55 Padahal di Catatan

Silsilah Ningrat Limbangan sendiri yang menurunkan Ningrat Limbangan adalah

Sunan Rumenggong. Dengan demikian seharusnya Sunan Geusan Ulun alias Sunan

Rumenggong. Berarti Kertabumi adalah anak Sunan Rumenggong. Uraian diatas

diperkuat oleh Catatan Silsilah Ningrat Limbangan bahwa Kertabumi adalah Raja

Galuh atau Raja Mendang.56 Haji Abdullah Iman disebut juga Ki Cakrabumi alias

Pangeran Cakrabuana. Pangeran Cakrabuana alias Ki Cakrabumi membangun

Cirebon Larang yang mendapat penghormatan dari Prabu Siliwangi dari Pakuan

Pajajaran.57 Adapun Prabu Siliwangi yang dimaksud merujuk ke Catatan Silsilah

Ningrat Limbangan bahwa bahwa Sunan Rumenggong pernah sebagai Penguasa

Labuan Cirebon yang berkedudukan di Sindangkasih (sekarang Majalengka).58 Maka

yang dimaksud Pangeran Cakrabuana adalah Prabu Cakrabuana III. Sebagaimana

yang telah diuraikan Silsilah Raden Fatah bahwa Cakrabuana III adalah ayah dari

Raden Fatah alias Cakrabumi, dengan demikian Cakrabumi adalah orang yang sama

dengan Kertabumi.

Sedangkan ibunda Raden Fatah adalah Putri Cempa. Letak Cempa terjadi

perbedaan pendapat diantara sejarawan. Berdasarkan Kitab Sejarah Hidup dan

Silsilah Asyaikh Kyai Muhammad Nawawi Tanara bahwa Cempa terletak di

Indonesia.59 Menurut Kyai Raden Eeng Hendriyana bahwa Cempa terletak di

Priyangan.60

Sementara berdasarkan tulisan Tome Pires mengenai Champa bahwa champa

berada di seberang wilayah Kamboja, di sepanjang pesisir daerah pedalaman. Champa

tidak memiliki pelabuhan untuk menampung jung-jung besar. Champa tidak menjalin

54Silsilah Pangeran Kornel yang dikeluarkan oleh Yayasan Pangeran Sumedang. 55Mengenal Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata lainnya serta Riwayat

Leluhur Sumedang yang disusun oleh Raden Anang Suryaman, Raden Yeni Mulyani Sunarya,

dan Raden Abdul Syukur, hal 19. 56Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim. 57Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid Kesatu, hal 153. Pada gelar

Cakrabumi atau Cakrabuana, sebagai penyesuaian dan Sundanisasi dari Inni jailun fil ardhi

khalifah-Aku ciptakan manusia di bumi sebagai khalifah (QS 2:30). Dari nama Cakra tersebut

sebagai penerjemahan Khalifah. Sedangkan bumi tetap dengan bumi atau digantikan buana. 58Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim. 59Haji Rofi’uddin Arromli Tanara, Sejarah Hidup dan Silsilah Asyaikh Kyai

Muhammad Nawawi Tanara, dikumpulkan oleh Ketua Yayasan Annawawi Tanara Banten Al

Hajj Muhammad Fakhul Aslamiy, ditulis 6 April 1979 atau 3 Jumadil Akhir 1399 H, hal 12.

60Sanad Riwayat dari Navida Febrina Syafaaty tahun 2021 yang diterima dari Kyai

Raden Eeng Hendriyana dari kakek beliau Raden Suharma dari Raden Sastrakusumah dari

Raden Indrayuda di Kampung Sukapura Desa Sukaraja Tasikmalaya.

59

hubungan dagang yang besar dengan Malaka karena Malaka mendapatkan barang-

barangnya dari Siam. Orang-orang Champa lemah di lautan. Champa membutuhkan

lanchara yang bisa berlayar di perairan dangkal, karena negerinya hanya memiliki

sedikit air. Champa tidak memiliki pelabuhan dan tidak memiliki warga Moor di

kerajaan.61

Dari uraian di atas maka terkait dengan ibunda Raden Fatah yang berasal dari

Cempa. Maka Cempa yang dimaksud secara fakta tertulis lebih tepat dirujukkan

kepada Jeumpa yang terletak di Priyangan, Indonesia. Sedangkan Champa, Kamboja

tidak memiliki pelabuhan maka tidak mungkin para pedagang internasional bisa

masuk ke wilayah tersebut. Selain itu tidak memiliki warga Moor di kerajaan. Dengan

demikian, nama Cempa dan Champa adalah 2 tempat yang berbeda.

5. Kakek Raden Fatah dari Gresik dan Penguasa Cirebon

Raden Fatah adalah keponakan Bujangga Manik alias Arya Damar dari

Palembang. Arya Damar adalah anak dari Sunan Rumenggong, berarti Raden Fatah

adalah cucu Sunan Rumenggong. Tome Pires menuliskan bahwa kakek Raden Fatah

berasal dari Gresik.62 Sementara berdasarkan Catatan Keluarga KH. Raden Ahmad

Royani yang mengambil sanad riwayat dari KH. Raden Ahmad Dimyati/Mama

Cimasuk Sepuh, bahwa Sunan Rumenggong adalah keturunan dari Syekh Jumadil

Kubro.63 Syekh Jumadil Kubro berdasarkan Kitab Syamsu Al Zahiro bahwa beliau

penyebar Islam di Gresik, sebagai leluhur para Walisongo.64

Menurut sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati diterima dari

gurunya KH. Aceng Mu’man Mansyur diterima dari ayahnya KH. Raden Ahmad

Dimyati diterima dari guru-guru beliau diantaranya KH. Raden Muhammad

Adro’i/Mama Bojong Garut, KH Raden Ahmad Satidi/Mama Gentur Cianjur, KH.

Raden Muhammad Syuja’i/Mama Gudang Tasik diterima dari gurunya KH. Ahmad

Sobari Ciwedus bahwa Sunan Rumenggong adalah cucu dari Syekh Jumadil Kubro.65

Perlu diketahui KH. Ahmad Sobari/Mama Ciwedus Kuningan adalah murid utama

dari Syekh Kholil Bangkalan dan beliau ahli nasab.

Tome Pires menuliskan juga bahwa Penguasa Cirebon merupakan kakek dari

Pate Rodim alias Raden Fatah.66 Sedangkan berdasarkan tulisan dari Catatan Silsilah

Ningrat Limbangan bahwa Sunan Rumenggong pernah sebagai Penguasa Labuan

Cirebon yang berkedudukan di Sindangkasih (sekarang Majalengka).67 Menurut

Catatan Silsilah Ningrat Limbangan bahwa Sunan Rumenggong alias Prabu

61Tome Pires, Suma Oriental, hal 156-158.

62Tome Pires, Suma Oriental, hal 257. 63Catatan Keluarga dari KH. Raden Ahmad Royani ditulis tahun 1970. 64Abdurahman bin Muhammad bin Husein Al Mansyur, Kitab Syamsu Al Zahiro fi

Nasabi Ahli Al Baiti min Bani Alawi furu Fathimah Al Zahra wa Amir wa Mu’minin RA Jilid

1, Jeddah: Alam Al Marifah. Kitab berisi tentang nasab Bani Alawi dan membahas nasab

Keluarga Walisongo. 65Sanad riwayat pada tahun 1992 di Kediaman KH. Aceng Mu’man Mansyur. 66Tome Pires, Suma Oriental, hal 255. 67Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim.

60

Wijayakusuma alias Ki Gedeng Sindangkasih beliau mempunyai karisma pada status

Maha Purahita (Raja semua raja-raja penguasa labuan senusantara, nusajawa, dan

jawadwipa. Ki Gedeng Sindangakasih pernah membenahi negara Pakuan secara

bijaksana dan berakhlak. Atas jasa itu Ki Gedeng Sindangkasih, semua raja-raja setuju

mengangkat Ki Gedeng Sindangkasih menjadi Maharaja dengan gelar Sri Baduga

Maharaja Prabu Guru Dewata Purana Ratu Haji Di Pakuan Pajajaran. Prabu

Wijayakusuma mendapat kepercayaan dari raja-raja labuan di Nusantara.68

Letak ibukota Pakuan Pajajaran, menurut Catatan Silsilah Ningrat Limbangan

tertulis Sunan Rumenggong adalah Raja Kertarahayu atau Raja Pakuan Pajajaran.

Letak Keraton Kertarahayu berada di Galuh Pakuan69 atau Cirebon Girang

(Limbangan sekarang).70 Pada Babon Sukapura tertulis Batara Mandala alias Sunan

Rumenggong sebagai Raja Pajajaran.71 Berdasarkan sanad riwayat dari KH. Raden

Amin Muhyidin Limbangan bahwa Sunan Rumenggong diangkat menjadi raja pada

tahun 1419 M yang berkeraton di Kertarahayu (Limbangan sekarang).72

Tome Pires menuliskan bahwa Cirebon adalah bagian wilayah kekuasaan dari

para penguasa Moor.73 Sedangkan menurut Catatan Silsilah Ningrat Limbangan

bahwa kekuasaan Sunan Rumenggong meliputi Parahyangan sampai seluruh

Nusantara.74 Dengan demikian, Cirebon yang dimaksud tulisan Tome Pires adalah

Cirebon yang dikuasai oleh Kerajaan Pajajaran.

Petunjuk lainnya terkait dengan Pakuan Pajajaran, yaitu:

1. Nama Pakuan Pajajaran ialah dengan menghubungkan kata pakwan dengan

paku (sejenis pohon, cycas circilanus) sedangkan pajajaran diartikan tempat

berjajar, sehingga pakuan pajajaran diartikan tempat dengan pohon paku yang

berjajar.75

2. Pada tahun 1690 M, Winkler sempat berkunjung ke tempat bekas

peninggalan Pakuan Pajajaran, ia mengatakan bahwa ibukota yang bernama

Pakuan terletak diantara dua buah sungai yang mengalir sejajar dan sama

besar.76 Maka yang dimaksud dengan pernyataan Winkler adalah ibukota

Kerajaan Sunda yang bernama Pakuan Pajajaran dan 2 sungai yang dimaksud

adalah Sungai Cimanuk yang terletak di Limbangan.

68Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim. 69Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim. 70Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati yang diterima dari KH. Raden Umar

Zen tahun 1990 di Pesantren Asyiradz Neglasari Limbangan Garut dan KH. Raden Amin

Muhyidin tahun 2018 di Pesantren Asyaadah Limbangan Garut. 71Sajarah Babon Leluhur Sukapura disusun Raden Sulaiman Anggapraja. 72Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati yang diterima dari KH. Raden Amin

Muhyidin tahun 2018 di kantor PT Noor Abika Tour Travel cabang Limbangan. 73Tome Pires, Suma Oriental, hal 255.

74Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim.

75Sartono Kartodirdjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, hal 234. 76Sartono Kartodirdjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia Jilid II, hal 231.

61

Itulah petunjuk-petunjuk terkait dengan letak Pakuan Pajajaran. Maka dari

itu, dapat memprediksi bahwa terletak di antara dua sungai maka jelas yang dimaksud

dua sungai tersebut adalah Limbangan. Dua sungai tersebut adalah Sungai Cimanuk

yeng membelah menjadi dua bagian, yaitu yang membelah kota Sumedang sampai ke

Cirebon, yang membelah kota Garut sampai ke Brebes, dan ditengah sungai tersebut

adalah Limbangan.

6. Silsilah Sunan Rumenggong versi Kedua, Kakek Raden Fatah

Versi yang kedua bahwa Cakrawati (Ratu Pajajaran) adalah perempuan dan

Maharaja Kastori adalah laki-laki. Maka dari itu, hubungan Sunan Rumenggong dan

Prabu Taji Malela adalah mertua dan menantu. Menurut sanad riwayat dari Raden

Haji Ahmad Dimyati diterima pada tahun 1992 dari gurunya KH. Aceng Mu’man

Mansyur diterima dari ayahnya KH. Raden Ahmad Dimyati diterima dari guru-guru

beliau diantaranya KH. Raden Muhammad Adro’i/Mama Bojong Garut, KH Raden

Ahmad Satidi/Mama Gentur Cianjur, KH. Raden Muhammad Syuja’i/Mama Gudang

Tasik diterima dari gurunya KH. Ahmad Sobari Ciwedus bahwa Maulana Malik

Ibrahim mempunyai 2 putra yaitu Sunan Ampel dan Sunan Santri alias Sunan

Rumenggong. Yang ditugaskan menyebarkan Islam, yaitu Sunan Ampel diutus ke

Jawa dan Sunan Rumenggong diutus ke Sunda Jawa Barat.77 Dan mengacu kepada

Catatan Keluarga KH. Ahmad Royani dari sumber KH. Raden Ahmad Dimyati/Mama

Cimasuk Sepuh bahwa Sunan Rumenggong pernah berkuasa di Cirebon.78

Dalam tulisan De Graaf dan Pigeaud bahwa terdapat cerita tradisional Jawa

yang mengisahkan Cempa berhubungan dengan orang suci yang telah menyebarkan

agama Islam di Surabaya dan Gresik. Orang Arab yang identitasnya ternyata belum

jelas, konon mendapat dua putra dari istrinya, Putri Cempa. Yang tua namanya Raja

Pandita (dalam Hikayat Hasanuddin) atau Raden Santri (dalam Babad Meinsma) dan

yang muda bernama Pangeran Ngampel Denta atau Raden Rahmat. Dari cerita-cerita

Jawa itu dapat disimpulkan bahwa Gresik dan Surabaya dianggap sebagai pusat-pusat

tertua agama Islam di Jawa Timur. Tradisi tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa

di Gresik terdapat banyak makam Islam yang tua sekali. Pertama terdapat makam

Fatimah binti Maimun wafat pada tanggal 7 Rajab 475 H (1082) dan kedua makam

Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tanggal 12 Rabiulawwal 822 H (1419).

Berdasarkan tuanya makam, Gresik lebih tua dari Surabaya sebagai pusat agama

Islam.79

Catatan yang disimpan di Keluarga Pesantren Al Faruq Cicalengka Bandung

mengenai nama Sunan Rumenggong alias Prabu Layaranwangi alias Jayakusumah

77Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati diterima pada tahun 1992 dari

gurunya KH. Aceng Mu’man Mansyur diterima dari ayahnya KH. Raden Ahmad Dimyati

diterima dari guru-guru beliau diantaranya KH. Raden Muhammad Adro’i/Mama Bojong

Garut, KH Raden Ahmad Satidi/Mama Gentur Cianjur, KH. Raden Muhammad Syuja’i/Mama

Gudang Tasik diterima dari gurunya KH. Ahmad Sobari Ciwedus di Kediaman KH Aceng

Mu’man Mansyur. 78Catatan Keluarga KH. Ahmad Royani ditulis tahun 1970.

79H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 21-23.

62

alias Syekh Muhammad. Dalam catatan di atas Syekh Muhammad alias Sunan

Rumenggong mempunyai putra bernama Sunan Bunisari.80 Sanad riwayat dari Raden

Haji Tiar Saiful Barri dari KH Raden Usman Muhyiddin dari KH Muhammad Iyad

Pesantren Bunisari Tasikmalaya tahun 2017 bahwa nama lain dari Sunan

Rumenggong adalah Sayyid Muhammad Yusuf.81 Sunan Gresik memiliki 11 orang

anak dari 4 orang istri, dan salah satu anak tersebut bernama Syekh Yusuf Al

Maghribi.82 Arti dari marga Al Maghribi adalah masih keturunan dari Sayyidina

Hasan83 dari pihak ibu.

Maka jika tulisan De Graaf dan Pigeaud disesuaikan dengan sanad riwayat

dari KH. Raden Ahmad Dimyati/Mama Cimasuk bahwa orang arab yang dimaksud

adalah Maulana Malik Ibrahim. Raden Santri yang dimaksud adalah Sunan

Rumenggong alias Sayyid Muhammad Yusuf.

Dengan demikian maka susunan Silsilah Sunan Rumenggong versi kedua

sebagai berikut:

1. Syekh Ahmad Jalaludin, berputra

2. Syekh Jamaludin Al Akbar/Syekh Jumadil Kubro, berputra

3. Barakat Zainal Alam, berputra

4. Maulana Malik Ibrahim, berputra

5. Sunan Rumenggong, berputra

6. Prabu Cakrabuana III, berputra

7. Raden Fatah

7. Pengertian Gelar Sunan versi Ulama dan Bukti Raja-Raja Pajajaran adalah

Islam

Adapun nama-nama yang didahului dengan sebutan Sunan, semuanya adalah

nama-nama julukan atau gelar Sunan yang berasal dari kata Susuhunan bermakna

Yang Mulia. Demikian Maulana yang bernama Pemimpin kita. Semua nama julukan

atau nama gelar tersebut diberikan oleh masyarakat Muslimin di Jawa pada masa

dahulu, karena ketika itu mereka belum mengenal sebutan Sayyid, Syarif, dan Habib

yang lazim digunakan menyebut nama-nama keturunan Ahli Bait Rasulullah. Pada

bagian yang lain dari buku tersebut yang dikutip oleh Sayyid Alwi Al Haddad,

dikatakan beberapa orang Arab asli yang menonjol peranannya, mempunyai pengaruh

lebih kuat dari pada pengaruh tokoh-tokoh Hindu. Mereka dikenal oleh penduduk

Jawa dengan gelar-gelar Wali, Kiai Ageng atau Sunan.84

Menurut Kitab Al Fatawi bahwa susuhunan yang diurus harta benda dan

kedudukannya sebagai Umaro. Sunan adalah Ulama Islam yang punya pangkat

80Catatan yang disimpan di Keluarga Pesantren Al Faruq Cicalengka Bandung. 81Sanad riwayat dari Raden Haji Tiar Saiful Barri dari KH Raden Usman Muhyiddin

dari KH Muhammad Ahyar Pesantren Bunisari Tasikmalaya tahun 2017 di Pondok Pesantren

Pinggirwangi Cicalengka Bandung. 82Rizem Aizid, Sejarah Islam Nusantara (Yogyakarta: Diva Press, 2016), hal 149. 83Ahmad bin Muhammad bin Umar bin Syihabuddin Al Alawi, Bayan Natijah Al

Ahshai Alladzi Qaama Bihi Maktab Ad Daimi (Jakarta: Sayyid usman Batavia Timur, 1358

H), hal 22. 84HMH Al Hamid Al Husaini, Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah, hal 710.

63

Waliyullah. Sebab itulah Sultan Raden Fattah diangkat oleh Sunan menurut sunnah

Rosulullah Muhammad SAW. Demikianlah percakapan Raden Fatah dengan

Maulanna Hasanuddin.

Sedangkan menurut Kitab Taj Al Ars bahwa kata Sunan dengan didhomahkan

huruf sin dan difatahkan huruf nun yang pertama bermana Hakim Muslim dan kata

Raden bermakna Al Amir. Maka telah selesai kalam Habib Assegaf dan kata Kanjeng

bermakna Sayyidi dan kata Kyai bermakna Asy Syekh.85

Bukti dari Catatan Silsilah Ningrat Limbangan terkait Sunan yaitu:

1. Ratu Ibu Permana Dipuntang, berputra

2. Prabu Siliwangi, berputra

3. Sunan Dayeuh Manggung, berputra

4. Sunan Darmakingkin, berputra

5. Sunan Rumenggong/Buniwangi/Jayakusumah, berputra

6. Sunan Cisorok, berputra

7. Sunan Salalangu, berputra

8. Sunan Nusakerta

8. Pengertian Gelar Raden versi Ulama

Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Abdul Haq bahwa

gelar Raden berarti Ruhuddin bermakna Ruhnya Agama.86 Selain itu, sanad riwayat

dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Huban Zen bahwa gelar Raden berarti

Rahadiyan bermakna lemah lembut dan dermawan.87 Sanad riwayat dari Raden Haji

Ahmad Dimyati didapat dari KH. Amang Syihabuddin yang beliau terima dari KH.

Aceng Mu’man Mansur Cimasuk bahwa gelar Raden berarti Sayyid dan yang bergelar

Raden itu berkerabat atau satu nasab dengan Sunan Gunung Jati.88

Jadi berarti gelar Raden, pertama secara nasab harus masuk ke jalur Sayyid,

kedua harus menjadi penghidup agama, dan ketiga harus memiliki sifat lemah lembut

dan dermawan. Menurut Kitab Al Fatawi bahwa Raden Fatah diangkat menjadi Sultan

Demak oleh Sunan Gunung Jati.

85Al Habib Ali bin Husain bin Jafar Al Atthas, Kitab Taj Al Ars ala Manaqib Al Habib

Al Qutub Solih bin Abdullah Al Atthas Jilid 2, Jeddah: Alam Al Marifah, hal 390. 86Sanad Riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Abdul Haq Pengasuh

Pondok Pesantren Miftahul Huda Subang pada tahun 2009 di Pondok Pesantren Miftahul Huda

Subang. 87Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati dari KH. Huban Zen Pesantren

Gelar Cianjur pada tahun 2009 di Pondok Pesantren Gelar Cianjur. 88Sanad riwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati didapat pada tahun 2011 dari KH.

Amang Syihabuddin yang beliau terima dari KH. Aceng Mu’man Mansur Cimasuk pada tahun

1990 di Kediaman KH. Raden Umar Zen Pondok Pesantren Kubangsari Limbangan Garut.

64

BAB IV

JARINGAN ISLAM DAN KEKUASAAN RADEN FATAH

Dalam BAB ini akan membahas tentang keterkaitan secara riwayat antara

Raden Fatah dengan Pajajaran dan keterkaitan dengan wilayah-wilayah lain yang

berhubungan dengan Demak dan Pajajaran. Dalam hal ini penulis membatasi

penelitian tentang Jaringan Islam dan Kekuasaan Raden Fatah meliputi wilayah

sebagai berikut yaitu Pajajaran, Palembang, Jambi, dan Malaka. Adapun terkait

kerajaan Sunda dimana terdapat 2 kerajaan yaitu Sunda Pedalaman dan Sunda

Pajajaran. Selain itu membahas mengenai polemik riwayat Raden Fatah dan Pati Unus

serta terdapat 3 tokoh yang bernama Yunus. Kemudian menguraikan secara fakta

hubungan ibu Raden Fatah dengan Cina, hubungan Raden Fatah dengan para Wali

Penyebar Islam, menguraikan secara fakta hubungan Raden Fatah dengan Kerajaan

Hindu Jawa, hubungan Raden Fatah dengan para penguasa pesisir pantai utara. Lalu

menjelaskan tentang kiprah dan wafatnya Raden Fatah.

A. Kerajaan Islam Pajajaran dan Kerajaan Hindu Daha

1. Pajajaran Barat, Pusat, dan Timur

a. Wilayah Kekuasaan

Ada 3 daerah yang disebut Pajajaran yaitu Pajajaran Barat, Pajajaran Tengah,

dan Pajajaran Timur. Menurut sumber-sumber tersebut Pajajaran Timur terletak di

daerah Banyumas, Pajajaran Barat terletak di daerah Banten sementara Pajajaran

Tengah terbentang antara Banten dan Banyumas. Pada buku tersebut dikemukakan

pula, pembagian penamaan Pajajaran yang terbagi 3 berasal dari sumber-sumber yang

menurut para sejarawan lebih bernilai sastra.1

Sedangkan berdasarkan Surat Wasiat Sukapura dan Babon Sukapura

sebagaimana yang telah kami bahas pada BAB III, terbukti kebenarannya. Hal

tersebut ditunjukkan dengan salah satu putra dari Batara Mandala alias Sunan

Rumenggong alias Prabu Siliwangi IV berputra Batara Karang alias Prabu

Cakrabuana III alias Prabu Siliwangi V yang bermukim di Demak. Maka dapat

disimpulkan saat masa Sunan Rumenggong, kekuasaan Pajajaran sudah meluas

sampai ke Demak dan sekitarnya, bahkan bisa jadi lebih dari itu (melampui Jawa

Tengah).

Bukti lainnya Pate yang berkuasa atas Japura merupakan seorang ksatria, ia

adalah sepupu tertua dari Pate Rodim alias Raden Fatah dan letak Japura adalah

setelah Cirebon dan sebelum Tegal.2 Sebagaimana yang telah diketahui di BAB III

bahwa Ki Ageng Japura adalah putra Ki Amuk Marugul bin Prabu Susuk Tunggal.

1Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2, hal 226. 2Tome Pires, Suma Oriental, hal 256.

65

Batas wilayah timur dari Kerajaan Sunda dibatasi Sungai Cimanuk.3 Jika

memang Kerajaan Sunda dibatasi oleh Sungai Cimanuk maka menimbulkan polemik.

Salah satu contohnya menurut Tome Pires, Cirebon tidak termasuk wilayah Kerajaan

Sunda, sementara naskah-naskah Pasundan menuliskan bahwa Cirebon bagian dari

Kerajaan Sunda Pajajaran. Uraian tersebut adalah sebagai gambaran awal bahwa

Kerajaan Sunda Pajajaran mempunyai wilayah kekuasaan yang cukup luas, bahkan

tidak menutup kemungkinan Kerajaan Sunda memiliki wilayah kekuasaan yang jauh

lebih luas dari gambaran tadi.

b. Nama Pajajaran

Nama Pakuan Pajajaran mengarah kepada pengertian kota atau pusat kota

kerajaan dan bukan nama dari kerajaan itu sendiri walaupun tidak jarang nama sebuah

negara dikenal dengan nama ibukotanya. Dengan demikian, istilah Pajajaran haruslah

diartikan Kerajaan Sunda yang ibukotanya di Pakwan Pajajaran.4 Dari hal tersebut

berarti terdapat 3 wilayah yang disebut Kerajaan Sunda yaitu Kerajaan Sunda Timur,

Kerajaan Sunda Barat, dan Kerajaan Sunda Tengah. Dan setiap wilayah atau raja

Sunda baik tengah, timur, dan barat mempunyai daerah bawahan masing-masing.

c. Struktur Pemerintahan Kerajaan Sunda Pajajaran dan Majapahit adalah

Kerajaan Sunda Timur

Dalam tulisan Tome Pires tahun 1513 M bahwa Kota Dayo adalah tempat di

mana raja paling banyak menghabiskan waktunya dalam setahun. Menurut Barros,

kota utama di Kerajaan Sunda ini disebut Daio terletak agak di pedalaman. Perjalanan

ke kota ini memakan waktu 2 hari dari pelabuhan utama bernama Sunda Kelapa. 5

Kerajaan Sunda memiliki 6 pelabuhan penting, yang masing-masing

dikepalai oleh seorang syahbandar atau nahkoda. Mereka bertanggung jawab kepada

raja dan bertindak sebagai wakil raja di bandar-bandar yang mereka kuasai.6 Ke 6

pelabuhan-pelabuhan yaitu: Banten (Bantam), Pontang (Pomdag), Cigede

(Chequjde), Tangerang (Tamgara), Sunda Kelapa (Calapa), dan Cimanuk

(Chemano).7

Sementara itu, sebuah naskah yang berasal dari tahun 1518, naskah

Sanghyang Siksakanda Karesian memberikan keterangan yang dapat dipergunakan

sebagai petunjuk dari struktur pemerintahan Kerajaan Sunda yang isinya setelah

diterjemahkan sebagai berikut: inilah peringatan yang disebut sepuluh kebaktian: anak

bakti kepada bapak, istri bakti kepada suami, rakyat bakti kepada majikan (tempat

bersandar), murid bakti kepada guru, petani bakti kepada wado (pejabat rendahan),

wado bakti kepada mantri (pegawai), mantri bakti kepada nungganan, nungganan

3Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2, hal 226. 4Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, hal 233. 5Tome Pires, Suma Oriental, hal 235. 6Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, hal 230. 7Tome Pires, Suma Oriental, hal 232.

66

bakti kepada mengkubumi, mengkubumi bakti kepada raja, raja bakti kepada dewata,

dewata bakti kepada hyang. 8

Dari kutipan diatas maka pejabat yang paling dekat hubungannya dengan

Raja adalah Mangkubumi. Ia bertanggungjawab atas segala sesuatu yang terjadi atau

dilakukan oleh yang disebut Mantri dan Wado. Maka struktur Kerajaan Sunda pada

masa tersebut di tingkat pemerintahan pusat, kekuasaan tertinggi berada ditangan

Raja.

Dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari Raja dibantu oleh Mangkubumi

yang membawahi beberapa orang nunggangan. Untuk mengurus daerah-daerah yang

luas, Raja dibantu oleh beberapa orang Raja Daerah. Raja-raja daerah tersebut dalam

melaksanakan tugasnya bertindak sebagai raja yang merdeka, tetapi mereka tetap

mengakui Raja Sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran sebagai junjungan mereka.9

Analisis terkait dengan struktur Kerajaan Sunda kurang lengkap. Sehubungan

naskah aslinya tertulis Raja berbakti kepada Dewata, Dewata berbakti kepada Hyang.

Menurut analisis, julukan Dewata dan Hyang belum tentu idektik dengan Tuhan bagi

agama Hindu. Dalam naskah tersebut menjelaskan struktur tata tertib

kewarganegaraan. Oleh sebab itu, tidak ada kaitannya dengan makna keyakinan.

Urutan tertinggi dari Raja-raja Sunda adalah sosok yang bergelar Hyang atau

Maharaja atau Maha Prabu, Batara atau Dewata (setingkat Gubernur), dan Prabu atau

Raja (setingkat Bupati). Hal tersebut sehubungan gelar-gelar Raja Pajajaran misalkan

Sunan Rumenggong bergelar Batara Mandala.

Analasis penyataan tersebut yaitu sebelum bertahta menjadi Maharaja Sunda,

Sunan Rumenggong pernah bertahta sebagai Raja Bawahan atau Batara di Mandala

atau Sindangkasih. Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Kerajaan Sunda terbagi

3 yaitu Sunda wilayah timur, tengah, dan barat. Maka Demak adalah wilayah Kerajaan

Sunda yang berada di timur dengan rajanya yaitu Prabu Cakrabuana III. Pada masa

pemerintahan Sunan Rumenggong, Kerajaan Sunda Pajajaran sudah menguasai

wilayah Daha. Adapun Kerajaan Majapahit adalah sebutan dari Kerajaan Timur

Sunda, sedangkan Kerajaan Sunda Barat bernama Surosowan Banten.

d. Bentuk Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda mempunyai 3 wilayah kerajaan bawahan yaitu Kerajaan

Sunda Barat, Sunda Tengah (pusat), dan Sunda Timur (Majapahit). Ketiga wilayah

kerajaan tersebut mempunyai cabang wilayah kekuasaan tersendiri yang berbentuk

kerajaan kecil yang tunduk kepada Raja wilayah Kerajaan Sunda, Raja Wilayah

tunduk kepada Raja Pusat yang berkedudukan di ibukota Pakwan Pajajaran. Maka

dari itu, analisis penulis bentuk Kerajaan Sunda adalah federasi.

Semua wilayah Kerajaan Sunda misalnya Kerajaan Sunda Timur boleh

memperluas kekuasaannya sendiri dan juga boleh menentukan aturan atau hukum

tersendiri. Akan tetapi khusus untuk pergantian kekuasaan harus diketahui dan

mendapat izin dari Pakwan Pajajaran. Raja Wilayah adalah putra atau kerabat dari

Raja Pusat yang bergelar SangHyang dan harus tunduk pada pusat.

8Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, hal 230. 9Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, hal 230.

67

Adapaun ideologi atau agama yang dianut oleh Raja-raja Sunda, sesuai

dengan pembahasan pada BAB III adalah Islam, begitu pula Raja-raja Wilayah,

sedangkan Raja-raja Bawahan Wilayah terdapat juga raja-raja yang bukan Islam. Hal

tersebut ditunjukkan dengan buku Sejarah Nasional Indonesia jilid II bahwa khusus

di Pelabuhan Cimanuk sudah banyak berdiam orang-orang beragama Islam walaupun

syahbandarnya masih seorang yang beragama Sunda atau pagan.10

Menurut tulisan Tome Pires bahwa negeri Demak merupakan yang terluas di

antara semua tempat yang sudah disebutkan sebelumnya, mulai dari Cirebon hingga

wilayah ini. Pate Rodim adalah penguasa di negeri ini, sekaligus pate tertinggi di

Jawa. Pate-pate lain telah mengangkatnya sebagai pemimpin dari semua penguasa di

Jawa yang berada di pihaknya. Pate Rodim memiliki hubungan yang erat dengan para

penguasa di Jawa, mengingat semua putri dari ayah dan kakeknya menikah dengan

pate-pate tertinggi. Beliau sangat berkuasa sehingga mampu menaklukkan seluruh

wilayah Palembang, Jambi, Kepulauan Monomby dan banyak pulau lainnya.11 Selain

itu tulisan lainnya adalah Pati Unus berhasil menjadikan negeri Jepara sebagai negeri

yang besar, Jepara memiliki banyak jung dan meskipun Jepara berada di bawah

kekuasaan Demak. Pati Unus merupakan penguasa yang hampir sama besarnya

dengan penguasa Demak.12 Pati Unus berhasil memperluas wilayah kekuasaannya

sampai seberang laut, sampai ke Bangka dan tempat-tempat di pantai Kalimantan,

memiliki banyak kapal jung. Meskipun begitu, ia masih juga mengakui Raja Demak

sebagai atasannya.13

Maka dari itu, dalam bidang diplomasi Kesultanan Demak selalu

mengusahakan kerjasama yang baik dengan daerah-daerah di pantai utara Pulau Jawa

yang telah menganut agama Islam, sehingga tercipta semacam federasi atau

persemakmuran dengan Demak sebagai pemimpinnya. Agama Islam ini merupakan

faktor yang menjadi unsur pemersatu yang menimbulkan kekuasaan yang besar.14

2. Penjelasan Tulisan Tome Pires mengenai Sunda

a. Kerajaan Sunda Pedalaman dan Kerajaan Sunda Pajajaran

Uraian Tome Pires mengenai Raja Sunda secara sepintas bertolak belakang

dengan uraian BAB III, dimana Raja-raja Sunda adalah Sayyid yang tentu

menjalankan syariat Islam dengan taat dan patuh. Raja-raja Sunda Pajajaran juga

bergelar Sunan. Menurut Catatan Silsilah Ningrat Limbangan bahwa Sunan

Rumenggong menetapkan sebuah ajaran yang harus dijalankan oleh masyarakat

10Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, hal 240-241. 11Tome Pires, Suma Oriental, hal 257. 12Tome Pires, Suma Oriental, hal 261. 13H.J De Graaf dan TH Piegeud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 49.

14Heru Arif Pianto, Keraton Demak Bintoro Membangun Tradisi Islam Maritim Di

Nusantara, hal 23.

68

mengacu kepada ajaran Islam diantaranya silih asah, asih, asuh antar sesama yaitu

yang disebut azas kesiliwangian.15

Dengan demikian jelas bahwa Pajajaran adalah Kerajaan Islam. Selain itu

berdasarkan riwayat bersanad yang diterima dari Kyai Haji Raden Umar Zen tahun

1990 di ponpes dimana beliau menyatakan jauh sebelum walisongo menyebarkan

Islam di Jawa, Cirebon Girang (Limbangan, Tasikmalaya, Ciamis atau Priangan

Timur) Islam sudah tersebar di wilayah tersebut dan sudah barang tentu yang

menyebarkan Islam di wilayah tersebut adalah keluarga Dinasti Siliwangi, bahkan

bisa jadi keluarga atau leluhur dari Prabu Ciung Wanara.16

Sedangkan uraian Tome Pires mengenai Raja Sunda dimana mereka

memegang tradisi yang jelas bukan ajaran Islam, diantaranya sebagai berikut:

1. Tradisi di Kerajaan Sunda, bahwa istri-istri raja dan para bangsawan akan

membakar diri ketika sang raja mangkat. Tradisi yang sama berlaku juga pada

kasta yang rendah. Mereka melakukan ini bukan atas dasar paksaan

melainkan atas kemauan mereka sendiri. Namun mereka yang menolak untuk

menjalankannya akan dianggap sebagai beguine (tidak harus diartikan wanita

yang mengabdikan diri kepada agama dan masyarakat tetapi pada zaman

Tome Pires wanita yang hidup dalam kemiskinan dan upaya penebusan dosa)

yang harus tinggal menyendiri dan tidak boleh dinikahi oleh siapapun.

Sebagian orang menikah 3 atau 4 kali. Sebagian kecil ini menjadi orang-orang

terasing di negeri tersebut. Sang Raja memiliki dua permaisuri yang berasal

dari kerajaannya sendiri, serta lebih dari seribu selir.17

2. Kedua tradisi di atas persis dengan tradisi yang dimiliki oleh Raja-raja

Pedalaman di wilayah Jawa yang dikuasai oleh Guste Pate. Adat mengenai

kematian sudah menjadi kebiasaan di Jawa bahwa ketika sang raja mangkat,

para permaisuri dan selir-selirnya akan membakar diri hidup-hidup, begitu

juga dengan beberapa bawahannya. Hal yang sama juga dilakukan ketika ada

penguasa dan tokoh penting lain yang mati. Kebiasaan ini dilakukan oleh

kaum pagan dan bukan oleh orang-orang Jawa beragama Moor. Wanita yang

menolak untuk membakar diri akan menenggelamkan diri atas keinginan

mereka sendiri, diiringi musik dan pesta. Apabila suami yang meninggal

merupakan orang penting atau bangsawan, maka para pria dan wanita yang

ingin mengikutinya akan membunuh diri menggunakan keris, begitu juga

dengan seseorang yang ingin mati mengikuti raja. Sedangkan orang-orang

biasa akan bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di lautan atau

membakar diri.18

15Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang dikeluarkan oleh Rukun Warga

Limbangan: Raden R.I Soehari Priyatna dan R.H.I Ibrahim. 16Sanad riiwayat dari Raden Haji Ahmad Dimyati diterima dari Kyai Haji Raden

Umar Zen tahun 1990 di Kediaman KH. Raden Umar Zen Pondok Pesantren Kubangsari

Limbangan Garut. 17Tome Pires, Suma Oriental, hal 233-235. 18Tome Pires, Suma Oriental, hal 246.

69

Analisis dari tradisi tersebut yaitu kedua kerajaan tersebut dipimpin oleh

seorang pagan (Non Muslim). Dengan demikian uraian terkait dengan Kerajaan Sunda

yang ditulis oleh Tome Pires adalah Kerajaan Sunda Pedalaman sebagaimana halnya

Kerajaan Jawa yang dikuasai oleh Guste Pate. Bedanya jika di Sunda Kerajaan

Bawahan disebut Paybu (Prabu) sedangkan di Jawa disebut Pate, dan gelar Pate juga

digunakan oleh penguasa-penguasa Muslim. Dari hal tersebut bisa disimpulkan

bahwa gelar Prabu tidak bisa ditunjukkan kepada Raja-raja Pedalaman Sunda saja.

Tradisi yang dimiliki oleh kedua kerajaan tersebut sama dengan tradisi

Kerajaan Bali. Sebagaimana yang diuraikan oleh Antonio Pigafetta tentang sati di

Jawa bahwa setengah league dari Jawa Besar adalah Pulau-pulau di Bali, yang disebut

Jawa Kecil dan Madura memiliki ukuran yang sama. Mereka memberi tahu kami

bahwa di Jawa Besar itu adalah kebiasaan salah kepala suku meninggal untuk

membakar tubuhnya dan kemudian istri utamanya yang dihiasi dengan karangan

bunga telah membawa dirinya sendiri di atas kursi oleh 4 lelaki di seluruh kota dengan

wajah tenang dan tersenyum sementara mempererat hubungannya yang menderita

karena dia akan membakar dirinya dengan mayat suaminya dan mendorong mereka

untuk tidak meratap berkata kepada mereka aku akan pergi malam ini untuk makan

bersama suamiku tercinta, dan untuk tidur dengan dia malam ini. Setelah itu ketika

dekat dengan tempat pembakaran kayu dia kembali berbalik ke arah hubungan dan

sekali lagi menghibur mereka, melemparkan dirinya ke dalam api dan dibakar. Jika

dia tidak melakukan ini, dia tidak akan dipandang sebagai wanita terhormat atau

sebagai istri yang setia.19

Dalam kesusatraan epik Veda dan Sansekerta, tindakan seorang istri yang

melakukan upacara membakar diri dalam api pengorbanan untuk mendukung dan

menolong suaminya di akhirat disebut sati. Menurut Titi Pudjiastuti dalam Helen

Creese bahwa dalam teks-teks Kakawin Jawa Kuna sati dilakukan oleh para

perempuan untuk mengikuti kematian suaminya, sedangkan dalam budaya Jawa sati

dikenal dengan istilah bela pati. Dalam Ramayana Kakawin Jawa Kuna, Sita

melakukan upacara bakar diri sebanyak 2 kali, pertama, berupa sati dilakukan Sita

untuk melakukan bela pati kepada Rama ketika ia mendengar dari Rahwana bahwa

Rama sudah mati. Ketika itu, ia menyuruh Trijata untuk menyiapkan api pengorbanan

untuk menjalankan upacara sati. Namun, upacara itu batal, karena sebelum Sita masuk

ke dalam api pengorbanan Wibisana, adik Rahwana mengatakan hal yang sebenarnya

kepada Sita bahwa Rahwana berbohong demi mendapatkan Sita, karena Rama masih

hidup. Upacara bakal diri yang kedua dilakukan Sita untuk membuktikkan kesucian

dirinya kepada Rama, bahwa ia masing suci meskipun telah cukup lama menjadi

tawanan Rahwana di Alengka.20

Dalam tradisi Hindu, yang mendapat legitimasi dari agama, seorang istri

mengikuti suaminya meninggal dunia dengan membakar diri (upacara sati). Para

penganut agama Hindu memandang bahwa praktik sati (perempuan yang menikah dan

berkorban untuk menyelamatkan suami) merupakan dharma kebaikan sedangkan

19Antonio Pigafetta, The First Voyage Around The World by Magellan 1519-1522,

London: Printed for The Hakluyt Society, hal 154. 20Titi Pudjiastuti, “Sita: Perempuan Dalam Ramayana Kakawin Jawa Kuna,” Jurnal

Manuskrip Nusantara Vol 1 No 2 (2010).

70

hidup menjanda merupakan dharma keburukan. Jika sang suami meninggal, seorang

istri dihadapkan pada 2 pilihan yaitu: 1) melakukan sati, yaitu ritual kejam yang harus

dijalankan para janda dengan membakar diri di atas timbunan kayu bakar pembakar

mayat suaminya dengan predikat kemuliaan atau 2) menjadi janda dengan status

kehinaan. Masyarakat memandang perempuan sati sebagai istri yang baik, yang

mendatangkan kehormatan dan kemuliaan bagi diri, keluarga, dan masyarakatnya.21

Praktik ini dibawa ke Bali dari India melalui Jawa bersama dengan praktik

budaya dan agama Hindu lainnya. Mesatia tidak diragukan lagi telah dipraktikkan di

Bali selama berabad-abad hingga saat pulau itu dijajah oleh Belanda. Bali dijajah

secara bertahap, mesatia juga dihapuskan secara bertahap. Perempuan dikorbankan di

Bali Utara (Kerajaan Buleleng dan Jembrana) hingga pertengahan abad ke 19 di Bali

Timur (Karangasem), dan di antara penduduk Bali di Lombok hingga akhir abad ke

19 dan di Bali Tengah dan Selatan (Bangli, Tabanan, Mengwi, Gianyar, Badong, dan

Klungkung) hingga awal abad ke 20. Kasus mesatia terakhir yang didokumentasikan

terjadi pada tahun 1903 ketika 2 wanita dikorbankan dikremasi Raja Ngurah Agung

di Tabanan.22

Selain itu negeri Jawa merupakan tanah para pemain pantomim dan berbagai

macam pemain topeng, baik pria maupun wanita melakukan pekerjaan ini. Mereka

melakukan aksi pantomim, mengenakan kostum sandiwara dan kelengkapannya.

Mereka amat luwes, memainkan musik dari lonceng suara bel yang dimainkan

bersama-sama akan terdengar seperti organ. Para pemain pantomim ini memainkan

seribu gerakan luwes seperti ini tiap siang dan malam hari. Pada malam hari, mereka

mempertontonkan pertunjukkan bayangan atau wayang dalam berbagai bentuk.23

Wayang adalah salah satu jenis kebudaayan Jawa yang telah ada dan dikenal

oleh masyarakat Jawa sejak kurang lebih 1500 tahun yang lalu. Kebudayaan Hindu

masuk ke Jawa membawa pengaruh pada pertunjukkan bayang-bayang, yang

kemudian dikenal dengan pertunjukkan wayang. Dalam penyebaran agama Hindu di

Pulau Jawa, para Brahmana menggunakan Kitab Mahabarata dan Ramayan selain

Kitab Weda sehingga kedua kitab ini dikenal dimasyarakat Jawa. Cerita wayang

semula menceritakan petualangan dan kepahlawanan nenek moyang kemudian

beralih ke cerita Mahabarata dan Ramayana. Pada zaman Hindu ini seni pewayangan

semakin populer terutama dengan disalinya ke dalam bahasa Jawa Kuno.24 Dimana

budaya menonton pertujukkan wayang sangat digemari dan sebagian cerita-cerita

perwayangan telah dijadikan tradisi oleh masyarakat Kerajaan Jawa Pedalaman dan

Kerajaan Sunda Pedalaman termasuk Bali. Maka dari itu, uraian Tome Pires mengenai

21Didi Suhendi, “Inferioritas Perempuan: Belenggu Jaya, Jani, dan Patni Dalam

Tradisi Agama Hindu,” Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se Indonesia, Vol 3 No

3 Agustus 2011. 22Alfons van der Kraan, “Human Sacrifice in Bali: Sources, Notes, and

Commentary,” Cornell University Press: Southeast Asia Program Publications at Cornell

University, Indonesia No. 40 October 1985, 89-121. 23Tome Pires, Suma Oriental, hal 247 24Bayu Anggoro, “Wayang dan Seni Pertunjukkan: Kajian Sejarah Perkembangan

Seni Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukkan dan Dakwah,” Jurnal Sejarah

Peradaban Islam Vol 2 No 2 tahun 2018.

71

Kerajaan Sunda menunjukkan bahwa Sunda yang dimaksud adalah Kerajaan Sunda

Pedalaman yang mana memiliki tradisi yang sama dengan Kerajaan Jawa Pedalaman.

Selain tradisi yang sama antara Kerajaan Sunda Pedalaman dan Kerajaan

Jawa Pedalaman, hal lain yang di uraian Tome Pires mengenai Kerajaan Sunda

menunjukkan bahwa Sunda yang dimaksud adalah Sunda Pedalaman. Tome Pires

menguraikan luas wilayah Kerajaan Sunda, yaitu:

1. Sebagian orang menegaskan bahwa Kerajaan Sunda menguasai setengah

Pulau Jawa. Sebagian lainnya, yakni orang-orang yang memiliki kedudukan

dalam pemerintahan, meyakini bahwa Kerajaan Sunda menduduki sepertiga

atau seperdelapan bagian pulau. Mereka menyatakan bahwa luas lingkar

Kerajaan Sunda adalah 300 league. Batasan kerajaan ini mencapai Sungai

Cimanuk. 25

2. Terdapat 3 keterangan mengenai luas wilayah Kerajaan Sunda, yaitu: 1)

setengah dari Pulau Jawa menurut sebagian orang, 2) adapun menurut orang-

orang yang mempunyai kedudukan dalam pemerintahan sepertiga, 3) atau

seperdelapan bagian pulau. Keterangan yang valid menurut penulis berasal

dari orang-orang yang duduk di pemerintahan. Akan tetapi terdapat 2

keterangan yaitu sepertiga atau seperdelapan dari luas Pulau Jawa.

Dalam hal ini penulis mengambil yang paling kecil yaitu seperdelapan,

sehubungan dengan Qumda (Sunda) adalah sebuah tempat yang kecil saja dimana

terdapat banyak lada.26 Jelas yang dimaksud adalah Sunda Pedalaman dengan luas

wilayah yang hanya seperdelapan dari luas Pulau Jawa dan tidak semua yang dibatasi

Sungai Cimanuk adalah wilayah kekuasaan Sunda Pedalaman.

Sebagai tambahan bukti bahwa hal tersebut adalah Sunda Pedalaman, yaitu:

1. Raja Sunda adalah seorang pagan, begitu juga dengan semua penguasa yang

berada di kerajaannya.27

2. Wilayah yang dimaksud, dibatasi oleh Sungai Cimanuk dari arah barat,

sedangkan Sungai Cimanuk jika di ambil dari hulu sungai yaitu Garut, terbagi

menjadi 2: 1) ke arah Cirebon membelah Garut, Sumedang, Majalengka

sampai ke Indramayu, dan 2) ke arah Brebes sampai ke Laut Jawa. Jika

berpatokan dimana wilayah Sunda dan Jawa hanya dibatasi Sungai Cimanuk,

maka timbul Garut Sunda-Garut Jawa, Sumedang Sunda-Sumedang Jawa,

dan hal tersebut akan menimbulkan polemik wilayah. Dengan demikian, yang

dimaksud Tome Pires adalah Kerajaan Sunda yang dibatasi oleh Sungai

Cimanuk ada di wilayah seberang Cirebon, berarti tidak semua yang

berbatasan dengan Sungai Cimanuk bisa dikategorikan sebagai wilayah

Kerajaan Sunda diuraikan oleh Tome Pires yaitu Kerajaan Sunda Pedalaman.

3. Raja Sunda ternyata hanya menguasai 1 pelabuhan yaitu Pelabuhan Cimanuk.

Hal tersebut dituliskan Tome Pires bahwa pelabuhan Cimanuk merupakan

pelabuhan keenam. Pelabuhan ini bukanlah tempat bagi jung untuk merapat,

melainkan hanya tiang pelabuhan, demikian kabar yang disampaikan oleh

25Tome Pires, Suma Oriental, hal 233. 26Sartono Kartodidjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, hal 227. 27Tome Pires, Suma Oriental, hal 233.

72

orang-orang, sebagian lainnya mengiyakan. Banyak orang Moor tinggal di

sini. Kaptennya adalah seorang pagan. Pelabuhan ini berada di bawah

kekuasaan Raja Sunda. Batas kerajaan berada di tempat ini (Pelabuhan

Cimanuk).28 Penjelasannya sebagai berikut:

a. Pelabuhan Cimanuk dibawah pengawasan Raja Sunda dan batas kerajaan

di pelabuhan ini. Pada pembahasannya Tome Pires memberikan

penekanan bahwa Kapten di Pelabuhan Cimanuk adalah seorang pagan,

sementara di pelabuhan-pelabuhan Sunda lainnya ia tidak memberikan

penekanan seperti terhadap Pelabuhan Cimanuk. Berarti pelabuhan-

pelabuhan Sunda selain Pelabuhan Cimanuk tidak dikuasai oleh seorang

pagan.

b. Kerajaan Sunda tidak memberi izin bagi orang-orang Moor untuk masuk

kecuali sedikit saja bagi mereka. Kerajaan Sunda takut bahwa dengan

kelicikannya, orang-orang Moor akan melakukan hal yang sama dengan

apa yang mereka lakukan di Jawa.

c. Pelabuhan ini memiliki kota yang besar dan bagus, sudah lazim ibukota

akan berdekatan dengan pusat-pusat ekonomi. Dengan demikian bisa

dipastikan kota yang disebut Dayo terletak tidak berjauhan dengan

Pelabuhan Cimanuk.

d. Perjalanan dari Cimanuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa memakan waktu

sehari semalam dengan angin yang baik. Perjalanan dari Pelabuhan Sunda

Kelapa ke kota Dayo memakan waktu 2 hari. Hal yang perlu diperhatikan

terdapat keterangan yaitu dengan angin yang baik artinya perjalanan yang

dimaksud adalah perjalanan dengan menggunakan kapal laut pada waktu

itu. Apalagi terdapat catatan lain dimana Pelabuhan Cimanuk adalah tiang

pelabuhan artinya hanya pelabuhan penunjang bukan pelabuhan utama.

Dengan demikian yang dimaksud oleh Tome Pires perjalanan 2 hari dari

Pelabuhan Sunda Kelapa ke kota Dayo, dengan memakai kapal laut

bukan lewat darat, sebab jika melewati darat biasanya Tome Pires akan

menjelaskan rute darat yang dilalui. Dengan demikian jika kota Dayo

Sunda terletak di Bogor jelas keliru karena tolak ukurnya adalah

perjalanan lewat laut dalam waktu 1 hari 1 malam atau 2 hari.

Dari ke 3 penjelasan terkait Kerajaan Sunda adalah Sunda Pedalaman. Maka

bisa diartikan bahwa ibukota Pedalaman baik di Jawa dan Sunda, disebut Dayo. Dari

hal tersebut, maka keliru jika sebutan Dayo dianalisis sebagai Pakwan Pajajaran,

sebagaimana yang ditulis oleh para sejarawan selama ini. Tome Pires tidak

menuliskan kota Dayo di Jawa sebagai ibukota Majapahit dan Dayo di Sunda tidak

dituliskan sebagai Pakwan Pajajaran.

Dapat penulis simpulkan bahwa luas Sunda Pedalaman adalah seperdelapan

dari luas Pulau Jawa atau sekitar 16.000 km persegi, hampir setengah luas Jawa Barat

sekarang, di luar Banten dan Jakarta. Jika wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda

Pedalaman memiliki luas hanya 16.000 km persegi maka sisa luas di luar wilayah

28Tome Pires, Suma Oriental, hal 241-242.

73

yang dikuasai oleh Kerajaan Sunda Pedalaman adalah milik kekuasaan Kerajaan

Sunda Pajajaran. Kesalahan analisis mengenai Sunda di Tome Pires bahwa Kerajaan

Sunda Pedalaman yang dianalisis sebagai Kerajaan Sunda Pajajaran. Sebagaimana

Kerajaan Jawa Pedalaman mengenai analisis kota Dayo di Jawa dianalisis sebagai

ibukota Majapahit. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya Hindunisasi Kerajaan

Sunda Pajajaran dan Kerajaan Majapahit.

Tome Pires dalam menjelaskan Sunda tidak sedetail seperti penjelasan

tentang Jawa, ia lebih banyak menerima kabar dari kerajaan yang ia kunjungi,

sehingga dalam menjelaskan Sunda banyak yang terputus dan bias. Selain itu, Tome

Pires mengunjungi Kerajaan Sunda pagan yang mana bisa diajak bersekutu dengan

Portugis untuk meruntuhkan Demak. Karena Tome Pires merupakan seorang

pengamat yang antusias, seorang pelajar yang giat dan selalu ingin tahu dan seorang

pencerita yang terpercaya, akurat, dan tak kenal lelah meskipun gaya literasinya

buruk.29 Tome Pires sebagai juru tulis bagi pialang dan akuntan pergi bersama armada

dan pengawas muatan.30 Pires dan ayahnya memiliki hubungan yang intim dengan

kerajaan Portugis dan mengenyam pendidikan yang lebih dibandingkan dengan

mayoritas bangsawan Portugal.31 Selain ia sebagai penulis untuk Portugis tetapi juga

sebagai mata-mata dan misionaris, tercermin dari tulisan prakatanya dalam Suma

Oriental.32 Kerajaan Sunda bukan sasaran utama Tome Pires, ia tidak menjelaskan

siapa saja Paybou atau Prabu yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Sunda yang

disebut Sang Briyang (Sang Hyang).33 Jauh berbeda ketika menjelaskan Jawa sampai

menjelaskan keterkaitan darah dan geneologi keluarga Demak dan para pate yang

berkuasa di sekitar Jawa.

Tome Pires pada penjelasan Sunda hanya bersifat umum. Misalnya Tome

Pires menuliskan bahwa wilayah ini berada di tanah Jawa, wilayah yang merupakan

milik pate, penguasa, dan gubernur dan dikenal dengan nama Sunda. Sebutan pate

sebagaimana yang dituliskan bahwa di Jawa para penguasa disebut pate sedangkan

dalam bahasa Sunda mereka dikenal dengan panggilan paybou.34 Pada saat Tome

Pires datang ke Jawa, wilayah Sunda secara keseluruhan sudah berada dibawah

kekuasaan Demak. Adapun Kerajaan Sunda Pedalaman diberi hak otonomi tetapi

dilindungi keberadaannya oleh Pate Rodim sehingga Raja Sunda bisa menjalankan

tradisi mereka dan beribadah sesuai keyakinan mereka. Pate Rodim telah membuat

aturan yang menjamin keselamatan dari Kerajaan Sunda Pedalaman sehingga tetap

merasa aman bahkan bisa melakukan perdagangan dengan masyarakat Kerajaan

Sunda Pajajaran.

Aturan yang dibuat tertulis pada penjelasan Pelabuhan Sunda Kelapa bahwa

komoditas dagang dari seluruh penjuru kerajaan dibawa ke Pelabuhan Sunda Kelapa.

Tempat ini dikelola dengan baik dengan adanya hakim, peradilan, dan juru tulis.

Dikabarkan bahwa peraturan di kota telah dicantumkan dalam tulisan sebagai contoh

29Tome Pires, Suma Oriental, hal XXIX. 30Tome Pires, Suma Oriental, hal XXXVII. 31Tome Pires, Suma Oriental, hal XI. 32Tome Pires, Suma Oriental, hal 1. 33Tome Pires, Suma Oriental, hal 234. 34Tome Pires, Suma Oriental, hal 232-234.

74

seseorang yang melakukan perbuatan A akan dikenakan hukuman B dan seterusnya

sesuai hukum kerajaan. Banyak jung yang merapat di Pelabuhan Sunda Kelapa.35

Tome Pires tidak menuliskan raja mana yang telah membuat peraturan, namun dengan

adanya hakim di pelabuhan tersebut telah menunjukkan bahwa ada seorang yang

berkuasa atas Sunda yaitu pate yang telah menempatkan seorang hakim. Dengan

demikian Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pelabuhan yang digunakan bersama oleh 2

kerajaan yaitu Kerajaan Sunda Pajajaran dan Kerajaan Sunda Pedalaman yang berada

di wilayah Sunda. Dalam menjaga kerukunan maka Pate Rodim menempatkan hakim

yang adil. Penjelasan tersebut sesuai dengan tulisan Tome Pires bahwa Kerajaan

Sunda diperintah dengan adil oleh orang-orang yang tulus. Masyarakat yang tinggal

di pesisir pantai berhubungan baik dengan para pedagang yang ada di pedalaman.36

Yang dimaksud dengan orang-orang tulus adalah pate pemilik wilayah Sunda

secara turun-menurun. Adapun masyarakat yang berada di pesisir pantai adalah

masyarakat Sunda yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda Pajajaran.

Sementara para pedagang dari wilayah Kerajaan Sunda Pedalaman yang pusat

kotanya bernama Dayo.

b. Pembahasan mengenai Polemik Riwayat antara Raden Fatah dan Pati Unus

1. Nama Sabrang Lor

Sebagaimana yang telah disampaikan bahwa Pati Unus 2 adalah putra dari

Pati Unus 1. Berdasarkan Catatan Keluarga Ningrat Sukapura bahwa nama Pati Unus

2 adalah Syarif Ahmad Abdul Qodir. Adapun silsilah dari Pati Unus 237 yaitu:

1. Raja Utara alias Syarif Aulia Muhammad keturunan Baghdad, berputra

2. Raja Baghdad alias Syaikh Syarif Muhammad Ali Zainal Abidin alias Syaikh

Ismail Maulana Ariffin Malaka, berputra

3. Pati Unus 1 bernama Syarif Ibrahim Yunus alias Nurrudin Ibrahim, berputra

4. Pati Unus 2 adalah Syarif Ahmad Abdul Qodir

De Graaf dan Pigeaud menuliskan gelar Pangeran Sabrang Lor. Gelar tersebut

menunjukan nama sebuah tempat asal-usul yang terletak di Seberang Utara. Tepatnya

di Sebrang Utara Aceh, sehingga gelar Pati Unus 2 adalah Pangeran Sabrang Lor. 38

Riwayat tersebut adalah riwayat pertama kali pendudukan Portugis atas Malaka, tetapi

melekat dicucu Pati Unus 2. Selain itu nama Seberang Utara tetap terbawa menjadi

cerita bersanad dikeluarga keturunan Pati Unus 2. Basis orang Tashi disebut ada di

Sumatera bagian utara. Bahkan Zhao Rugua menyebut pada sumber lama awal abad

12 bahwa bagian utara Sumatera itu dahulunya adalah negeri orang Tashi artinya

pernah dipimpin oleh orang keturunan Quraisy, sekaligus dari garis keturunan

35Tome Pires, Suma Oriental, hal 241. 36Tome Pires, Suma Oriental, hal 234. 37Data-data Keluarga Ningrat Sukapura di Tasikmalaya disimpan oleh Raden Haji

Ahmad Dimyati sebagai Penyimpan sebagian data-data Ningrat Sukapura. 38H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Seajarah

Politik Abad XV dan XVI, hal 53.

75

Rosulullah SAW. Dalam Chau Ju Kua bahwa identifikasi antara Tashi dan Sumatera

ini mendorong beberapa orang untuk mengaitkan nama Aceh dari asal kota Tashi ini.

Karena lidah orang Arab akan mengucap Aceh itu ya Asyi. 39

Sebagaimana yang telah dikemukakan nama asli Pati Unus 2 adalah Syarif

Abdul Qodir. Dan juga menurut Catatan Sayyid Bahruddin Ba’alawi tentang Asyraf

di Tanah Persia ditulis pada tanggal 9 September 1979 bahwa Pati Unus 2 adalah

menantu Raden Fatah. Nama aslinya adalah Raden Abdul Qadir putra Muhammad

Yunus dari Jepara. Raden Muhammad Yunus adalah putra seorang mubaligh

pendatang dari Persia yang dikenal dengan sebutan Syekh Kholiqul Idrus. Mubaligh

dan musafir besar ini datang dari Persia ke tanah Jawa mendarat dan menetap di Jepara

pada awal 1400-an M. Silsilah syekh ini yang bernama lengkap Abdul Khaliq Al Idrus

bin Syekh Muhammad Al Aisy bin Syekh Abdul Muhyi Al Khairi bin Syekh

Muhammad Akbar Al Ansari bin Syekh Abdul Wahhab bin Syekh Yusuf Al

Mukhrawi yang merupakan keturunan cucu Nabi Muhammad generasi ke 19. Ia

memiliki ibu bernama Syarifah Ummu Banin Al Hasani (keturunan Imam Hasan bin

Fatimah binti Nabi Muhammad) dari Persia. 40 Maka Syekh Kholiqul Idrus adalah

orang yang sama dengan Syaikh Ismail Maulana Ariffin Malaka.

Keterkaitan Pati Unus 1 dengan Kerajaan Pajajaran berdasarkan bahwa ibu

dari Pati Unus 1 adalah Putri Pajajaran dari Sunan Rumenggong. Pati Unus 1 menantu

dari Prabu Cakrabuana III, beliau juga masih cucu dari Sunan Rumenggong. Oleh

sebab itu, beliau menduduki posisi yang sangat strategis dan penting di Kerajaan

Sunda Pajajaran, sehubungan beliau masih berdarah Pajajaran. Berarti, Pati Unus 1

saudara sepupu dan besan dengan Sunan Gunung Jati Cirebon.41

Hal tersebut diperkuat oleh tulisan Pigafetta. Fakta-fakta tentang keberadaan

Kerajaan Sunda Pajajaran, penulis memaparkan beberapa tulisan pada zamannya dan

juga pendapat para ahli sejarah. Buku Relazione sul Primo Viaggio Interno al Mondo

merupakan laporan perjalanan penulis Italia Antonio Pigafetta. Ia pernah mengikuti

perjalanan armada Spanyol yang dipimpin oleh Fernao Magelhaes mengelilingi dunia

pada tahun 1511-1522 M. Pada tahun 1800 M, naskah Pigafetta ini diterbitkan oleh

Amoretti dan pada 1894 M diterbitkan lagi oleh Andrea da Mosto.42 In this island of

Java are the largest towns, the principal of them is Magepaher (Majapahit), the king

of which, when he lived, was the greatest of all the kings of the neighbouring island

and he was named Raja Pati Unus Sunda. Much pepper grows there. The other towns

are Daha, Dama, Gagiamada, Minutarangam, Ciparafidain, Tuban, Gressi (Gresik),

and Cirubaya (Surabaya). Terjemahannya yaitu di pulau Jawa ini adalah kota-kota

terbesar, Raja mereka adalah Majapahit, raja yang ketika masih hidup, ia adalah raja

39Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga

Walisongo, hal 95-96. 40Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli, hal 309-310. 41Naskah Sukapura yang ditulis oleh Raden Beben Abdullah tahun 1991, Babon

Sukapura, Catatan Silsilah Ningrat Majalengka ditulis oleh Sutirman Hadisaputra, dan Catatan

Silsilah Keluarga Kyai Raden Agus Ma’mun Cilamaya Kerawang tahun 1890. 42Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

29.

76

yang paling berkuasa dari semua raja di pulau-pulau tetangga dan dia bernama Raja

Pati Unus Sunda.43

Buku sejarah mengenai Asia ini ditulis oleh seorang penulis Portugis bernama

J. De Barros. Pada 1522-1564, buku ini baru selesai ditulis dekade I-III. Pada 1570,

De Barros meninggal sehingga buku Da Asia decade IV belum selesai ditulis. Buku

ini kemudian diteruskan oleh Lavanha berdasarakan catatan-catatan De Barros.

Selanjutnya sebagian dari decade IV sampai XII dari buku tersebut dikerjakan oleh

Diogo do Cauto. Buku De Asia ini pada tahun 1778-1788 seluruhnya dicetak kembali

di Lisabon.44 R.A. Kern telah menggunakan buku sejarah karya de Barros, Da Asia.

Di dalam Da Asia, de Barros menyebutkan Pati Unus (dari Jepara) sebagai seorang

Raja Sunda (Rey de Cunda).45 Adapun naskah yang dipakai De Barros untuk

menerangkan Pati Unus itu ialah naskah berbahasa Italia yang tersimpan di Milan.

Naskah ini dikenal sebagai naskah Amoretti.46 Diperkuat oleh tulisan Tome Pires

bahwa negeri Jepara adalah negeri Pati Unus, seorang ksatria yang banyak

dibicarakan oleh orang Jawa karena dia dikenal sebagai ksatria tangguh dan bijaksana

di Jawa.47 R.A. Kern, ia menulis bahwa Pati Unus adalah seorang Raja Sunda.48

Sedangkan menurut P.A. Tiele berpendapat bahwa Pati Unus adalah Raja Majapahit

terakhir.49 Dengan demikian, jelas berdasarkan fakta primer bahwa hubungan Demak

dengan Sunda Pajajaran memiliki keterkaitan secara nasab dan alur kekuasaan.

Adapun keterangan Tome Pires yang menyatakan kakek Pati Unus berasal

dari Kalimantan Barat.50 Sesuai dengan Catatan Keluarga Ningrat Sukapura bahwa

itu pun benar sehubungan kakek Pati Unus adalah seorang ulama penyebar Islam di

Sulu dan Kalimantan. Leluhur Pati Unus berkaitan dengan keberadaan Batu Bersurat

Terengganu yang bertarikh 702 H (sebagian pedapat tahun 711 H), dan juga Batu

Tarsilah/Prasasti dari abad ke-18 M yang terdapat di Bandar Sri Begawan, Brunei

Darussalam.51 Dari hal tersebut tidak mengherankan jika penulis asal Portugis, de

Barros menyebutkan Pati Unus (Pati Unus 1 dan Pati Unus 2) berpengaruh besar

berkat hubungan keluarga.52 Syekh Ismail adalah ulama keturunan Baghdad bernama

asli Ali Zainal Abidin yang merupakan leluhur Kesultanan Sulu dan Mindanau. Beliau

43Antonio Pigafetta, The First Voyage Around The World by Magellan 1519-1522,

hal 154. 44Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

30. 45R.A Kern, “Pati Unus En Sunda.” Journal Bijdragen tot de taal-, land- en

volkenkunde, 1952, Deel 108, 2de Afl. (1952) pp. 124-131, hal 126. 46Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

124. 47Tome Pires, Suma Oriental, hal 260. 48R.A Kern, Pati Unus En Sunda, hal 131. 49Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

124. 50Tome Pires, Suma Oriental, hal 260. 51Data-data Keluarga Ningrat Sukapura di Tasikmalaya disimpan oleh Raden Haji

Ahmad Dimyati sebagai Penyimpan sebagian data-data Ningrat Sukapura. 52H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 49.

77

juga adalah guru dari Walisongo dan memiliki panggilan Raja Baghdad.53 Untuk

membahas kiprah dan sejarah leluhur Pati Unus 1 perlu ada penelitian lanjutan.

2. Raden Yunus dan Pati Unus 2

Terkait dengan sosok Pangeran Sabrang Lor/Pati Unus sebenarnya ada 2 versi

yakni: dia anak Raden Fatah atau dia menantu Raden Fatah. Namun bisa jadi kedua

tokoh ini orangnya berbeda, namun nama hampir sama.54 Maka dari itu, menurut

Kitab Al Fatawi menuliskan bahwa Pati Unus adalah putra dari Raden Fatah dan

pengganti sultan setelah Raden Fatah wafat. Dalam Al Fatawi juga bahwa Pati Unus

menantu Sunan Gunung Jati wafat di Malaka dan putra dari Sultan Yunus. Menurut

Tome Pires bahwa Pati Unus menantu dari Pate Rodim alias Raden Fatah.55 Menurut

Catatan Sayyid Bahruddin Ba’alawi bahwa Pati Unus adalah menantu Raden Fatah.

Nama aslinya adalah Raden Abdul Qadir putra dari Muhammad Yunus dari Jepara.56

Maka, Pati Unus yang dimaksud Al Fatawi bukan Pati Unus 2 alias Syarif Abdul

Qodir, Raja Pati Unus Sunda Majapahit. Dengan demikian seharusnya terdapat 3

tokoh yang bernama Yunus, yaitu:

1. Syarif Ibrahim Yunus alias Muhammad Yunus alias Pati Unus 1 ayah dari

Pati Unus 2.

2. Syarif Abdul Qodir alias Pati Unus 2 menantu dari Raden Fatah dan Sunan

Gunung Jati.

3. Raden Yunus putra dari Raden Fatah dan menjadi sultan setelah Raden Fatah

wafat.

Beliau menggantikan ayahnya menjadi Adipati Jepara pada tahun 1507 M57

dan Pati Unus 2 menurut Kitab Al Fatawi wafat di lautan Malaka pada tahun 1521 M

dan dimakamkan di Pulo Besar Malaka.58 Artinya Yunus yang wafat di lautan Malaka

adalah Pati Unus 2 dan yang wafat di Demak yaitu Raden Yunus putra Raden Fatah.

Hal tersebut sesuai dengan uraian yaitu berita dari sumber Jawa, ialah sebuah

catatan pada tahun 1521 dalam Chronological Table dalam History of Java (Raffles,

History). Daftar tarikh itu berdasarkan buku Babad Sengkala. Menurut catatan itu,

konon 1521 ada tiga orang Raja Jawa yang meninggal, tetapi sayang sekali nama dan

kerajaan-kerajaannya tidak disebutkan. Mungkin sekali Pati Unus adalah salah satu

dari ketiga raja tersebut. 59

53Data-data Keluarga Ningrat Sukapura di Tasikmalaya disimpan oleh Raden Haji

Ahmad Dimyati sebagai Penyimpan sebagian data-data Ningrat Sukapura. 54Dhurorudin Mashad, Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang

(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2014), hal 110. 55Tome Pires, Suma Oriental, hal 261. 56Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli, hal 309. 57H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 50. 58Data-data Keluarga Ningrat Sukapura di Tasikmalaya disimpan oleh Raden Haji

Ahmad Dimyati sebagai Penyimpan sebagian data-data Ningrat Sukapura. 59H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 51.

78

Jika mengacu kepada riwayat Pati Unus dan Raden Fatah yang disesuaikan

dengan uraian diatas, maka tokoh raja-raja yang wafat, yaitu :

1. Raden Fatah wafat tahun 1518 M.

2. Raden Yunus bin Raden Fatah wafat tahun 1521 M. Pada saat perang

melawan serangan Kerajaan Hindu Daha, dimakamkan di Demak.

3. Pati Unus 2 alias Syarif Abdul Qodir alias wafat tahun 1521 M. Pada saat

perang ke 2 melawan Portugis yaitu Perang Malaka, dimakamkan di Malaka.

Uraian diatas diperkuat bersumber dari Babad Cirebon60 mengenai asal-usul

sebutan Panatagama dimana gelar tersebut dikhususkan untuk jabatan

Qadhi/Penghulu Kesultanan bukan untuk raja, yaitu:

1. Raja: Arya Palembang Raden Patah Sultan ing Demak Ratu Agami

Muhammad Tazzul Ariffin

2. Patih: Patih Wanasalam

3. Penghulu (Qadhi, Penatagama): Pangeran Kudus Panatagama Qodhi Amirul

Mukminin

4. Jaksa: Ki Jaksa Yuda Bintara (mantan Jaksa Majapahit)

Pada Babad Cirebon terdapat nama Pangeran Kudus sebagai Qody dan beliau

bergelar Pangeran Kudus Amirul Mukminin. Biasanya disertai juga dengan nama

Abdurahman atau Ngabdurahman Sayyidin Panagama dan disesuaikan dengan Babon

Sukapura dimana yang bergelar Pati Kudus adalah Pati Unus, baik Pati Unus 1

maupun Pati Unus 2.61

Kesalahan penulisan sejarah yang disengaja atau tidak, serat dan babad

menulis Pati Unus 2 bahwa ia sebagai Raja Demak kedua, wafat pada tahun 1521

karena paru-parunya membengkak, yang mungkin akibat dari tusukan keris.62

Sebagaimana yang ditulis oleh De Graaf dan Pigeaud bahwa baik dalam cerita babad

di Jawa Barat maupun yang di Jawa Timur, dan Mataram, nama Pate Unus tidak

pernah disebut. Selain itu, baik Jepara maupun perang laut melawan Malaka tidak

dianggap penting dalam babad Jawa selama perempat pertama abad XVI. Tetapi

mengingat bahwa berdasarkan berita para penulis Portugis, Pate Unus dari Jepara

adalah orang penting dalam sejarah Jawa.63

Atau bahkan bagian dari pembunuhan karakter bagi keturunan Pati Unus 2

sehingga sampai saat ini keturunan Pati Unus 2 secara mayoritas banyak yang

kehilangan jejak. Tokoh Pati Unus selain masalah nama akibat dari penyamaan tokoh

Pati Unus dan Sultan Yunus sehingga terjadi kesalahan penulisan sejarah. Dan juga

terjadi ketertukaran gelar yaitu dalam Hikayat Banjar gelar Sultan Surya Alam

60Babad Cirebon, Kode 75b/PNRI, hal 86-87. 61Ringkasan Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya. 62Tundjung dan Arief Hidayat, “Politik Dinasti Dalam Perspektif Ekonomi dari

Kerajaan Demak, Jurnal LPPM UNINDRA, Vol 3 No 1 2018. 63H.J De Graaf dan TH Pigeuad, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 51.

79

dinisbatkan untuk gelar Raden Fatah,64 padahal gelar Surya Alam adalah gelar

keluarga Pati Unus.65

Selain itu menurut Babad Cirebon66 yang bergelar Khalifatul Mukminin atau

Amirul Mukminin adalah Pangeran Kudus alias Pati Unus 2 alias Panatagama alias

Sabrang Lor. Beliau juga memangku jabatan Panglima Demak yang setingkat

Perdana Menteri Kesultanan Demak Pajajaran pada waktu itu, juga memangku

jabatan Qadhy Demak atau ketua para Ulama di wilayah kekuasaan Demak atau

Pajajaran dan juga bergelar Sunan Gunung Jati II.

Adapun Raden Fatah sendiri mengacu kepada sumber yang sama dan Babon

Sukapura sejarah luluhur, beliau bergelar Sultan Tajjul Ariffin Ratu Jawa yang artinya

Mahkota Raja-Raja atau Junjungan Raja-Raja, sedangkan nama asli beliau adalah

Syaikh Sayyid Muhammad Ariffin.67 Jika dilengkapi dengan Catatan Silsilah Ningrat

Limbangan maka nama lengkap Raden Fatah adalah Syaikh Sultan Muhammad Tajjul

Arriffin Ali Akbar Al-Fattah.68

c. Hubungan Raja Sunda Pajajaran dengan Cina

Tome Pires menuliskan69 bahwa:

a. Mereka mengatakan bahwa orang Jawa pernah memiliki hubungan dekat

dengan orang Cina. Seorang Raja Cina mengirimkan salah seorang putrinya

ke Jawa untuk menikah dengan Batara Raja Cuda. Ia dikirim bersama dengan

sejumlah besar orang Cina dan uang tunai yang kini digunakan sebagai satuan

uang. Kabarnya, uang ini berjumlah sangat besar.

b. Raja tersebut merupakan bawahan, bukan taklukkan Raja Cina. Orang-orang

Jawa pun membunuh semua orang Cina yang berada di Jawa melalui

pengkhianatan. Sebagian orang lainnya mengatakan bahwa peristiwa tersebut

tidak pernah terjadi.

c. Raja Jawa dan Raja Cina tidak pernah memiliki hubungan satu sama lain.

Uang tunai yang sekarang dipakai di Jawa dibawa ke tempat ini melalui

komoditas dagang, orang-orang Cina sudah melakukan perdagangan dengan

Jawa jauh sebelum Malaka ada. Tetapi kini, sudah seratus tahun berlalu sejak

orang Cina datang ke tempat ini untuk berdagang.

Pada tulisan nomer 1 bahwa seorang Raja Cina mengirim putrinya ke Jawa

untuk menikah dengan Batara Raja Cuda. Berita tersebut dijadikan tulisan Babad

Tanah Jawi bahwa hal tersebut ada kaitannya dengan Raden Fatah dimana ditulis

ibunda Raden Fatah berasal dari Cina karena Raden Fatah adalah putra Raja Jawa.

Sebagaimana menurut Agus Sunyoto bahwa Raden Fatah lahir dari seorang

perempuan Cina yang diangkat menjadi selir oleh Prabu Brawijaya. Karena

64Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli, hal 306. 65Sajarah Babon Leluhur Sukapura disusun Raden Sulaiman Anggapraja. 66Babad Cirebon Kode 75b/PNRI, hal 86-87. 67Sajarah Babon Leluhur Sukapura disusun Raden Sulaiman Anggapraja 68Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang disusun oleh KH. Raden Atung Aunillah. 69Tome Pires, Suma Oriental, hal 250.

80

permaisuri Brawijaya berasal dari Champa sangat cemburu maka selir tersebut dalam

keadaan hamil dihadiahkan kepada putra sulung Brawijaya yaitu Arya Damar yang

menjadi Raja Palembang.70

Tetapi terdapat polemik dalam penulisan tersebut, Tome Pires tidak menulis

tahun kejadiannya. Maka dari itu, kejadian tersebut tidak bisa dihubungkan dengan

sejarah orang tua Raden Fatah. Tome Pires juga tidak menuliskan bahwa Raja Cuda

memiliki hubungan dengan Raden Fatah.

Fakta bahwa Raja Cina mengirim putrinya ke Jawa untuk menikah dengan

Batara Raja Cuda, yaitu menurut Pararaton pada tahun 1376 M muncul sebuah gunung

baru, peristiwa tersebut dapat dianalisis sebagai munculnya kerajaan baru dan

menurut kronik Cina dari Dinasti Ming pada tahun 1377 M di jawa terdapat dua

kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina, Kerajaan Barat dipimpin

Wu Lao Po Wu sedangkan Kerajaan Timur dipimpin oleh Wu Lao Wang Chieh.

Menurut Pararaton Wu Lao Po Wu adalah ejaan Cina untuk Bhra Prabu yaitu nama

lain Prabu Hayam Wuruk sedangkan Wu Lao Wang Chieh adalah Bhre Wengker alias

Wijayarajasa suami dari Rajadewi. Hal tersebut perlu dikaji ulang karena tokoh raja

yang bergelar Prabu untuk gelar Raja di Sunda.

Menurut Pararaton, perang paregreg terjadi tahun 1404 M. Paregreg artinya

perang setahap demi setahap dalam tempo lambat. Pihak yang menang pun silih

berganti. Kadang pertempuran dimenangkan pihak timur, kadang dimenangkan pihak

barat. Kejadian tersebut sesuai dengan berita Cina yang berasal dari Dinasti Ming

(1368-1643 M). Menurut sejarah Dinasti Ming (Ming-Shih) menyebutkan bahwa

setelah Kaisar Cheng-tsu bertakhta pada 1403 M, ia mengadakan hubungan

diplomatik dengan Jawa. Ia mengirimkan utusan-utusannya kepada raja bagian barat

Tu-ma-pan dan kepada raja bagian timur Put-ling-ta-hah atau Pi-ling-da-ha. Pada

tahun 1405 M, Laksamana Cheng-Ho memimpin armada perutusan ke Jawa, ditulis

Laporan Umum Pantai Samudera (Ying-Yai-Sheng-Lan). Ma-Huan pernah mengikuti

pelayaran muhibah yang dipimpin oleh Laksamana Cheng-Ho pada tahun 1413 M.

Buku yang ditulis oleh Ma-Huan diterbitkan pada tahun 1416 M, didalamnya ditulis

tentang Pulau Jawa, khususnya tentang kota-kota pelabuhan di Jawa Timur, akan

tetapi sedikit mengenai uraian Majapahit. Jadi dalam hal perutusan Cina tersebut

terjadi beberapakali kunjungan yaitu pada tahun 1405 dan 1416 M. Pada tahun 1406

M Laksamana Cheng-Ho dan para perutusan Cina menyaksikan terjadinya perang di

Jawa. Disebutkan kerajaan bagian timur mendapat kekalahan dan kerajaannya

dirusak. Berita Cina tersebut menyebutkan pada waktu terjadinya peperangan antara

dua kerajaan, para perutusan Cina sedang berada di kerajaan bagian timur.71

Pembahasan terkait dengan Perang Paregreg maka dapat disimpulkan bahwa

jika Tu-Ma-Pan diartikan Tumapel, hal tersebut menimbulkan polemik sehubungan

dalam Pararaton disebutkan bahwa Bhre Hyang Parameswara berkedudukan di

Tumapel tampil sebagai pemenang yang ditandai dengan terbunuhnya Bhre

Wirabhumi. Bhre Hyang Wisesa atau Wikramawarddhana memerintah di Majapahit

tahun 1389-1429 M.

70Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, hal 320. 71Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 70-

71.

81

Namun catatan Cina ditafsirkan oleh sebagian sejarawan terjadi pertempuran

antara saudara di lingkungan keluarga Majapahit. Padahal pada catatan Cina jelas

menyebutkan kerajaan timur ditulis Kerajaan Daha. Dengan demikian, kerajaan barat

adalah Kerajaan Sunda Pajajaran atau kerajaan timur disebut Majapahit. Maka dapat

diartikan kerajaan barat adalah Kerajaan Sunda di wilayah timur dan Majapahit di

sebelah barat dari Kerajaan Daha. Pusat kota Kerajaan Sunda Timur saat itu di

Tumapel atau Kendal sekarang sedangkan Jepara termasuk wilayah tersebut. Sebab

jika merujuk ke Pararaton mengenai kerajaan barat akan menimbulkan polemik.

Dari uraian tersebut maka Kerajaan Hindu berdiri kembali pada tahun 1377

M, dan mereka memberontak kepada Kerajaan Islam Sunda Pajajaran sehingga

terjadilah Perang Paregreg. Dalam perang tersebut kemenangan silih berganti dan

puncaknya tahun 1468 M yaitu Bhre Kertabumi alias Prabu Cakrabuana III berhasil

merebut kembali Tumapel dengan ditandai terbunuhnya penguasa Jepara lama oleh

Pati Unus 1. Sedangkan Raja Daha yang bernama Dyah Suraprabbawa Sri

Singhawikramawardddhana pada tahun Saka 1390 (1468 M) menyingkir ke

pedalaman yaitu Daha.

Berdasarkan Prasasti-prasasti Girindrawarddhana tahun Saka 1408 (1486 M)

yaitu Prasasti Trailokyapuri I dan II menyebutkan adanya penyelenggaraan upacara

sraddha untuk memperingati 12 tahun mangkatnya Sri Paduka Bhattara rin

Dahanapura, ia adalah raja yang mangkat di Indrabhawana. Jadi raja mangkat pada

tahun Saka 1396 (1474 M) yaitu 12 tahun sebelum dibuatnya prasasti-prasasti

Girindrawarddhana pada Saka 1408. Tokoh Paduka Bhattara rin Dahanapura ini oleh

beberapa sarjana telah diidentifikasikan dengan tokoh Bhre Pandansalas Dyah

Suraprabhawa Sri Singhawikramawarddhana. Berdasarkan keterangan dalam

prasasti-prasasti Girindrawarddhana itu, maka dapat diduga bahwa ketika Kadaton

Tumapel diserang oleh Bhre Kertabhumi, Bhre Pandansalas menyingkir ke Daha. Di

Daha, ia kemudian meneruskan pemerintahannya sebagai Raja Majapahit dan pada

Saka 1395 mengeluarkan Prasasti Pamintihan.72

Pada Prasasti Ptak tahun 1486 M, putra Sri Singhawikramawarddhana yaitu

Dyah Girindrawarddhana Ranawijaya menyatakan adanya peperangan melawan

Majapahit (yuddha lawanin Majapahit). Ditulis yuddha lawaning Majapahit dan ia

tidak menyebut dirinya sebagai seorang Raja Majapahit namun ia menamakan diirnya

Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura Jangala Kadiri.73 Dari fakta tersebut dapat

dianalisis bahwa Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya adalah musuh Kerajaan

Majapahit, dengan kata lain musuh Kerajaan Sunda Pajajaran. Namun jika hal tersebut

diartikan sebagai perang saudara didalam keluarga Majapahit maka pasti ia

menamakan dirinya sebagai seorang Raja Majapahit bukan nama raja lainnya.

Dari uraian sebelumnya maka jelas tulisan Tome Pires bahwa Raja Cina

mengirim seorang putrinya ke Jawa untuk menikah dengan Batara Raja Cuda, tidak

ada kaitannya dengan silsilah Raden Fatah dari pihak ibunya. Tulisan Tome Pires

lebih sesuai dengan kejadian jauh sebelumnya yaitu pada saat terjadinya perang antara

kerajaan barat dan kerajaan timur pada tahun 1404 M. Dalam hal ini belum

72Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 75-

76. 73Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 14.

82

menemukan petunjuk yang tepat bahwa putri yang dikirim dari Cina ke kerajaan barat

atau ke kerajaan timur. Oleh sebab itu, belum bisa dikaitkan dengan riwayat lahirnya

tokoh Raden Fatah.

Pernikahan dengan Putri Cina justru terjadi jauh sebelumnya sebagaimana

yang tertulis pada tulisan Tome Pires bahwa Xaquem Darxa (Malaka) dari

pernikahannya dikaruniai putra bernama Rajapute. Rajapute merupakan nenek

moyang dari Raja-raja Pahang. Sementara kurun waktu Xaquem Darxa sezaman

dengan Batara Tumaril yang merupakan leluhur Batara Vigjaya dari Daha. Jika diurut

secara generasi maka pernikahan antara Xaquem Darxa terjadi sekitar pertengahan

abad ke 14 berdekatan dengan Raja Jawa mengirim perutusan ke Cina. Dengan

demikian, kejadian pernikahan Raja Jawa tidak bisa ditunjukkan sebagai ayah Raden

Fatah.74

Leluhur Raden Fatah terkait dengan Cina, lebih tepat kepada tulisan Raden

Fatah nomer 3 yaitu Raja Jawa dan Raja Cina tidak memiliki hubungan satu sama

lain, artinya secara nasab/silsilah. Uang tunai yang sekarang dipakai di Jawa dibawa

ke tempat ini mellaui komoditas dagang. Orang-orang Cina sudah melakukan

perdagangan dengan Jawa jauh sebelum Malaka ada. Tetapi kini sudah seratus tahun

yang berlalu sejak orang Cina datang ke tempat ini untuk berdagang. Tome Pires

menulis halaman 237 bahwa untuk pecahan kecil mereka menggunakan uang tunai

dari Cina.75 Mereka yang dimaksud adalah orang-orang Sunda Pajajaran dan Sunda

Pedalaman.

Dari pembahasan diatas bahwa Raden Fatah tidak ada kaitan secara nasab

dengan keluarga Raja Cina. Keterkaitan mereka adalah hubungan dagang

sebagaimana yang ditulis oleh Tome Pires yang dimulai sebelum Malaka berdiri.

Fakta bantahan lain bahwa ibunda Raden Fatah terkait dengan Putri Cina yaitu

kedatangan perutusan Kaisar Cina tahun 1405/1406 M. Setidaknya saat datang ke

Pulau Jawa usia putri antara 14 sampai 16 tahun, berarti Putri Cina menikah dengan

Raja Cuda berkisar tahun 1407 M, paling lambat 1408 M. Sementara mengacu pada

hitungan Tome Pires, tahun lahir Raden Fatah jatuh pada tahun 1483 M, paling

panjang 1473 M. Berarti Putri Cina saat melahirkan Raden Fatah ia sudah berumur

sekitar 80 tahun.

B. Hubungan Raden Fatah dengan Raja Hindu Jawa dan Para Wali Penyebar

Islam

1. Kerajaan Hindu Daha atau Kerajaan Jawa Pedalaman

a. Wilayah Kekuasaan

Menurut Prof. Dr. C. C Berg melalui tulisan-tulisannya telah menyatakan

pendapat bahwa wilayah Kerajaan Majapahit hanya meliputi wilayah Jawa Timur,

Bali, dan Madura.76 Berdasarkan sumber-sumber yang ada, sejak zaman keemasannya

74Tome Pires, Suma Oriental, hal 335. 75Tome Pires, Suma Oriental, hal 237.

76Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 53.

83

mengenal 21 negara daerah yang merupakan bagian dari Kerajaan Majapahit.77

Negara-negara daerah atau provinsi itu adalah:78

1. Daha (Kadiri)

2. Jagaraga

3. Kahuripan (Jangala, Jiwana)

4. Tanjungpura

5. Pajang

6. Kembangjenar

7. Wengker

8. Kabalan

9. Tumapel (Senguruh)

10. Singhapura

11. Matahun

12. Wirabhumi

13. Keling

14. Kalingapura

15. Pandansalas

16. Paguhan

17. Pamotan

18. Mataram

19. Lasem

20. Pekembangan

21. Pawwanawwan

Adapun yang tepat mengenai luas kekuasaan Daha, sebagaimana yang

ditulis oleh Tome Pires, yaitu:

1. Cirebon, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

2. Negeri Japura, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

3. Negeri Tegal, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

4. Negeri Semarang, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

5. Negeri Demak, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

6. Negeri Tidunan, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

7. Negeri Jepara, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

8. Negeri Rembang, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

9. Tuban, dibawah kekuasaan Hindu Daha/Guste Pate

10. Negeri Sidayu, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

11. Negeri Gresik, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

12. Negeri Surabaya, dibawah kekuasaan Islam Pajajaran/Majapahit

13. Negeri Gamda, dibawah kekuasaan Hindu Daha/Guste Pate

77No. 1-14 disebutkan di dalam Prasasti Warininpitu (Saka 1369); No. 1, 3, 5, 7-9,

11, 12, 16, 18, 19, dan 21 disebutkan di dalam Nagarakrtagama; No. 8-11 disebutkan di dalam

fragmen Prasasti Trawulan III (catatan pertengahan abad 15). Selain itu, satu-dua buah di

antara negara-negara daerah tersebut masih disebut-sebut di dalam beberapa prasasti

Majapahit yang lain. 78Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 56.

84

14. Negeri Canjtam, dibawah kekuasaan Hindu Daha/Guste Pate

15. Panarukan, dibawah kekuasaan Hindu Daha/Guste Pate

16. Pajarakan, dibawah kekuasaan Hindu Daha/Guste Pate

17. Negeri Blambangan, dibawah kekuasaan Hindu daha/Guste Pate

Dari ke 17 wilayah hanya ada 6 wilayah yang dikuasai oleh Guste Pate.

Artinya tidak semua wilayah Jawa Timur dibawah kekuasaan Hindu Daha/Guste Pate.

Luas kekuasaan Hindu Daha hanya sebagian wilayah Jawa Timur ditambah Pulau

Bali. Sedangkan kekuasaan Islam Sunda Pajajaran semua wilayah Jawa Tengah dan

sebagian Jawa Timur ditambah Madura. Wilayah kekuasaan Hindu Daha memang

cukup luas dan kuat tetapi tidak sekuat dan seluas kekuasaan Islam Sunda Pajajaran

wilayah timur atau Majapahit. Berbeda dengan Kerajaan Sunda Pedalaman dimana

mereka sudah menjadi kaum minoritas sehingga mereka memilih damai dan

berlindung dibawah kekuasaan Islam Sunda Pajajaran.

b. Silsilah Raja Jawa Pedalaman atau Raja Hindu Daha

Raja Jawa Pedalaman alias Batara Vojyaya teridentifikasi sebagai orang sama

dengan Dyah Girindrawarddhana Ranawijaya adalah tokoh yang berkuasa di Daha

tahun 1474-1518 M. Berdasarkan tulisan Tome Pires bahwa silsilah Batara Vojyaya79

adalah:

1. Batara Tamarill, berputra

2. Batara Caripan, berputra

3. Batara Mataram, berputra

4. Batara Sinagara, berputra

5. Batara Mataram, berputra

6. Batara Vojyaya

Menurut tulisan Tome Pires tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa

Kertabhumi adalah putra Sang Sinagara. Berarti jika mengacu Tome Pires seharusnya

bukan Sang Sinagara yang belum diketahui asal usulnya melainkan Kertabhumi yang

namanya ada di Pararaton sebagai putra dari Sang Sinagara. Kedudukan Kertabhumi

sebagai Raja Majapahit tidak lebih dari seorang raja tandingan.80 Maksudnya

Kertabhumi sebagai raja tandingan Kerajaan Hindu Daha dan Sang Sinagara adalah

Raja Hindu Daha.

Dari pembahasan tersebut maka permulaan tulisan bahwa Raden Fatah adalah

putra seorang Raja Hindu berawal dari Pararaton yang menulis Kertabhumi sebagai

putra Sang Sinagara. Padahal sesuai pembahasan BAB III, Kertabhumi adalah putra

Sunan Rumenggong alias Prabu Siliwangi IV Raja Pajajaran. Dalam silsilah nama-

nama Raja Daha, penulis tidak mengidentifikasikan dengan isi Pararaton dan Babad

Tanah Jawi karena pada kedua naskah tersebut terjadi percampuran tokoh-tokoh Raja

Sunda Pajajaran dengan Raja-raja Hindu Daha.

79Tome Pires, Suma Oriental, hal 318. 80Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

119.

85

Setelah Jepara dan Tumapel direbut Prabu Kertabhumi namun Daha tetap

berusaha ingin merebut Tumapel dan Jepara dari Pati Unus 1. Pati Unus 1 telah

diangkat menjadi raja di wilayah Majapahit (Pajajaran Timur). Menurut salah satu

prasasti-prasasti girindrawarddhana yaitu Prasasti Ptak tahun 1486 M yaitu yudha

lawaning majapahit artinya adanya peperangan melawan Majapahit.81 Bahkan sampai

pada masa pemerintahan Pati Unus 2, Daha terus menyerang Demak dan Jepara.

Sebagaimana tulisan Tome Pires, pada saat Pate Onus, saudara tirinya datang

untuk berperang 1512 M. Ia memiliki banyak prajurit perang. Setidaknya 30.000

orang di Jawa dan 10.000 orang di Palembang. Ia terus menerus berperang dengan

Guste Pate dan penguasa Tuban.82 Adapun alasan Daha tetap berusaha merebut Jepara

menurut Tome Pires, yaitu:

1. Pelabuhan Jepara berbatasan terletak di kaki gunung yang besar dan tinggi

bernama Muria. Negara Jepara berbatasan dengan Tidunan, di satu sisi

dengan Rembang. Jepara memiliki sebuah teluk dengan pelabuhan yang

indah. Di depan pelabuhan ini terdapat 3 pulau yang tampak seperti Upeh,

kapal-kapal besar bisa masuk ke wilayah ini. Orang-orang melewati Jepara

akan bisa melihat keseluruhan kota. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan

terbaik serta terbaik, yang telah kita bahas sejauh ini. Semua orang yang

hendak pergi ke Jawa dan Maluku akan singgah ke negeri Jepara.83

2. Jepara jelas menjadi kunci dari seluruh Jawa mengingat letaknya di puncak

dan tengah Pulau Jawa. Jarak dari tempat ini ke Cirebon sama dengan jarak

ke Gresik. Tempat ini berupa pelabuhan sehingga cocok untuk berdagang,

kabarnya dari tempat inilah pedagang-pedagang mulai tersebar ke berbagai

tempat termasuk Gresik.84

Dari kedua alasan tersebut maka jelas bahwa Jepara adalah jantung semua

kota yang ada di wilayah timur Kerajaan Islam Sunda Pajajaran, karena memiliki

pelabuhan sebagai kunci untuk semua orang yang hendak ke Jawa dan Maluku harus

transit terlebih dahulu ke Jepara. Jepara terletak di sebelah barat pegunungan yang

dahulu adalah Pulau Muria. Jepara mempunyai pelabuhan yang aman yang semula

dilindungi oleh 3 pulau kecil. Letak pelabuhan Jepara sangat menguntungkan bagi

kapal-kapal dagang yang lebih besar, yang berlayar lewat pantai utara Jawa menuju

Maluku dan kembali ke barat. Ketika jalan pelayaran pintas di sebelah selatan

pegunungan ini tidak lagi dapat dilayari dengan perahu besar karena telah menjadi

dangkal oleh endapan lumpur, maka Jepara menjadi Pelabuhan Demak. Kedua kota

itu merupakan dwitunggal yang perkasa. Yang menjadi penghubung antara Demak

dan daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang yang sekarang bermuara

di Laut Jawa antara Demak dan Jepara.85

81Hasan Djafar, Masa Akhir Majaphit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 14. 82Tome Pires, Suma Oriental, hal 259. 83Tome Pires, Suma Oriental, hal 260-261. 84Tome Pires, Suma Oriental, hal 262. 85H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 38-39.

86

Maka dari itu, suatu keharusan Daha untuk merebut Jepara sebagai jantung

ekonomi Pulau Jawa dan beberapa kali melakukan penyerangan ke Jepara dan Demak.

Pelabuhan Jepara diperebutkan oleh 2 kerajaan tersebut. Menurut Thomas Stamford

Raffles didalam bukunya The History of Java bahwa Kerajaan Majapahit diruntuhkan

oleh Demak pada Saka 1400 (1478 M), pendapat itu didasarkan atas keterangan yang

terdapat dalam kitab sejarah tradisional yaitu Serat Kanda.86 Menurut Hasa Djafar

bahwa dari bukti-bukti sejarah yang ada dapat diketahui bahwa pada waktu itu

Kerajaan Majapahit ternyata masih ada bahkan masih berdiri untuk beberapa waktu

yang lama.87 Akan tetapi, dalam tulisan Tome Pires bahwa Guste Pate selalu maju

dalam perang, ia selalu berperang dengan orang Moor di pesisir pantai, terutama

dengan peguasa Demak.88 Kerajaan Hindu Daha yang berkali-kali melakukan

penyerangan ke Majapahit tepatnya di Jepara, saat itu menjadi ibukota Kerajaan Islam

Sunda Pajajaran wilayah timur.

Kerajaan Hindu Daha terletak di pedalaman yaitu selatan Pulau Jawa. Dalam

tulisan Tome Pires bahwa tempat Tuban juga menjadi pelabuhan terdekat menuju

Kota Daha (Daya), tempat dimana Guste Pate tinggal. Daya atau yang kemudian dieja

sebagai Daha. Dalam Encylopedia van Nedelandsch-Indie menyatakan bahwa Daha

merupakan ibukota dari Imperium Hindu di Jawa. Letaknya ada di suatu tempat antara

Ponorogo dan Madiun yang memiliki keterkaitan dengan sisi barat Pegunungan

Willis. Menurut Crawfurd pada bagian Daha meyakini bahwa kerajaan kuno di Jawa

ini memiliki keterkaitan dengan provinsi yang kini dikenal sebagai Kadiri, yang

terletak di sisi timur pegunungan tersebut. Menurut Campbell, mengidentifikasikan

Daha dengan Kediri. Selain itu, sebuah peta bertanggalkan 31 Desember 1889

diterbitkan oleh Verbeck memunculkan Djaha, yakni sebuah tempat di mana

ditemukan berbagai sisa bangunan dan prasasti. Letaknya 8 mil di barat laut kota

Kediri. Tuban, tentunya merupakan pelabuhan yang paling dekat dengan Kediri.

Letaknya ada di pantai utara Jawa. Pelabuhan ini terbentang 55 mil ke arah utara di

sepanjang negeri yang datar ini. Tuban berjarak 49 mil dari Daha. Hal ini

mengkonfirmasi apa yang dikatakan Pires bahwa perjalanan dari Tuban ke Daha

memakan waktu 2 hari jika segalanya lancar dengan mengendarai kereta di jalan

darat.89

Girindrawarddhana Dyah Ranawijaya adalah penguasa kerajaan jawa yang

terdiri dari Jangala dan Kadiri.90 Dalam sebuah tulisan Dr. F.D.K Bosch yang berjudul

De Oorkonde van Sendang Sedati diterbitkan pada 1922, tulisan ini mengenai Prasasti

Pamintihan dari tahun Saka 1395 (1473 M). Prasasti ini dikeluarkan oleh

Sinhawikramawarddhana Dyah Suraprabhawa, di dalam prasastinya ia disebutkan

sebagai Penguasa tunggal di bumi Jawa yang terdiri dari Jangala dan Kadiri.91

86Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

126. 87Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

125. 88Tome Pires, Suma Oriental, hal 245. 89Tome Pires, Suma Oriental, hal 264. 90Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

108. 91Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 36.

87

Menurut salah satu prasasti-prasasti Girindrawarddhana yaitu Prasasti Ptak tahun

1486 M yaitu yudha lawaning majapahit artinya adanya peperangan melawan

Majapahit. Di dalam Prasasti Trailokyapuri I dan IV, Girindrawarddhana Dyah

Ranawijaya disebutkan sebagai Paduka Sri Maharaja Sri Wilwatiktapura Jangala

Kadiri.92 Menurut Krom, Daha sama dengan Kediri dan Daha adalah tempat asalnya.93

Selain itu, dalam Prasasti Trailokyapuri I dan II menyebutkan adanya

penyelenggaraan upacara sraddha untuk memperingati 12 tahun mangkatnya Sri

Paduka Bhattara rin Dahanapura.94

Mengacu kepada prasasti-prasasti disesuaikan dengan uraian Tome Pires,

maka Kerajaan Batara Vojyaya dan Guste Pate adalah Kerajaan Hindu Daha bukan

Kerajaan Majapahit. Hal tersebut ditegaskan dari Prasasti Ptak bahwa

Girindrawarddhan dari Daha mengadakan peperangan melawan Majapahit.

Berdasarkan bukti-bukti yang telah dijelaskan diatas teridentifikasikan bahwa Batara

Vojyaya adalah orang yang sama dengan Girindrawarddhana yang merupakan musuh

dari Demak dan Majapahit (Pajajaran Timur).

c. Prabu Cakrabuana III dan Batara Vojyaya

Menurut Tome Pires mengenai Raja Daha yaitu Batara Vojyaya dan patihnya

Guste Pate bernama Pate Amdura, tidak memiliki keterkaitan keluarga dengan Raden

Fatah. Tome Pires menuliskan bahwa Raden Fatah alias Pate Rodim memiliki

keterkaitan dengan Pati Unus dan keluarga Walisongo di Gresik. Sebaliknya Tome

Pires menulis bahwa Raja Pedalaman sebagai musuh besar Raden Patah. Dengan

demikian, tidak bisa menyimpulkan bahwa Batara Vojyaya sebagai tokoh ayah Raden

Fatah dan disamakan dengan tokoh Brawijaya.

Raden Fatah putra Brawijaya yang Hindu mengacu kepada Serat Kanda

bahwa Demak memberontak kepada Majapahit. Senopati yang memimpin tentara

Demak adalah Sunan Kudus. Sunan Kalijaga menasehati Raden Fatah agar jangan

menggunakan kekerasan terhadap Raja Majapahit. Serbuan tentara Demak berhasil.

Prabu Brawijaya mengungsi ke Sengguruh, dalam serbuan yang kedua kalinya, Prabu

Brawijaya melarikan diri ke Bali. Peristiwa itu terjadi pada tahun Saka: sirna ilang

kertaning bumi, yakni pada tahun 1400 atau tahun 1478 M.95

Akan tetapi, sebagaimana yang telah dibahas bahwa Raden Fatah lahir tahun

1473 M. Berarti pada saat penyerangan Demak ke Majapahit versi Hindu, usia Raden

Fatah adalah 5 tahun. Pernyataan Serat Kanda tidak dapat diterima karena diusia 5

tahun Raden Fatah sudah memimpin pasukan dan diangkat menjadi Sultan Demak.

Apalagi menurut hitungan Tome Pires bahwa tahun lahir Raden Fatah yaitu 1483 M,

berarti sebelum lahir Raden Fatah sudah memimpin pasukan Demak untuk menyerang

ayahnya.

92Hasan Djafar, Masa Akhir Majaphit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 14. 93Hasan Djafar, Masa Akhir Majaphit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 107. 94Hasan Djafar, Masa Akhir Majaphit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal 19. 95Slamet Mulyana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya Negara-Negara

Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKIS, 2005, hal 93.

88

Pada 6 Januari 1514, Rui de Brito, Kapten Malaka menulis surat kepada Raja

Manuel dan Alfonso de Albuquerque untuk memberitahukan bahwa pada Maret 1513,

ia telah mengirimkan satu armada yang terdiri atas empat kapal ke Jawa, guna

mengumpulkan rempah-rempah. Armada ini berada di bwah komando Joao Lopes de

Akvim. Tiga diantara kapalnya (navios) adalah Sao Cristovao, Santo Andre, dan

sebuah caravel, masing-masing dipimpin oleh Francisco de Melo, Martin Guedes, dan

Joao Silveira. Tome Pires, juru tulis bagi pialang sekaligus akuntannya, pergi bersama

armada ini sebagai pialang, sekaligus pengawas muatan. Mengingat saya telah

berhasil meneliti dan menginvestigasi, menguji kebenaran fakta-fakta yang saya

ketahui dengan banyak orang-orang, kita dapat melihat bahwa Pires mengunjungi

pantai utara kepulauan tersebut setidaknya dari Cirebon ke Gresik.96 Tome Pires

menuliskan bahwa saat ini ia (Pate Rodim) berusia setidaknya 30 tahun. 97

Maka dari itu, tulisan dari babad dan serat tentang Raden Fatah menyerang

ayahnya ditahun 1478 M, tertolak. Sebagaimana pendapat J.G. de Casparis bahwa

tulisan mengenai penaklukkan Majapahit yang terjadi pada tahun 1478 M oleh Kediri

harus hilang dari catatan sejarah Majapahit. Tulisan mengenai terjadinya penyarangan

Kediri ke Majapahit tahun 1478 M bertumpu kepada salah penafsiran mengenai tokoh

Bhattara ring Dahanapura yang telah dilakukan oleh Krom.98 Krom membantah

penaklukkan Majapahit tahun 1478 M oleh pasukan Demak, menurutnya penaklukkan

Majapahit tahun 1478 M adalah Kerajaan Hindu Kediri, maka Krom tetap berasumsi

bahwa Majapahit adalah Kerajaan Hindu.99 Menurut analisis kami seharusnya tulisan

tentang penaklukkan Majapahit oleh Kediri atau Demak tahun 1478 M harus dihapus

dalam sejarah Majapahit dan Demak dari catatan sejarah Indonesia.

Menurut Tome Pires bahwa ayah Pate Rodim adalah seorang kesatria dan

bijak dalam mengambil keputusan sedangkan kakek Pate Rodim berasal dari Gresik.

Pate Rodim memiliki hubungan yang erat dengan para penguasa di Jawa, mengingat

semua putri dari ayah dan kakeknya menikah dengan pate-pate tertinggi. Beliau

sangat berkuasa sehingga mampu menaklukkan seluruh wilayah Palembang, Jambi,

Kepulauan Manomby, dan banyak pulai lainnya. Penaklukkan ini dilakukan dengan

melawan Tanjungpura dan selanjutnya, semua wilayah tersebut tunduk padanya. Pate

Rodim sangat dihormati. Beras dan bahan makanan lain yang berasal dari wilayahnya

dikirimkan ke Malaka. Dulu, ayahnya mampu mengumpulkan 40 jung dari

wilayahnya.100

Pembahasan tentang ayah Pate Rodim yang berkaitan dengan pate-pate

tertinggi di Pulau Jawa dan ayah Pate Rodim tokoh yang sangat berkuasa. Jika

dirujukkan ke tokoh Batara Vojyaya, maka tidak tepat karena tidak ada catatan yang

menuliskan bahwa Batara Vojyaya memiliki kaitan nasab atau silsilah dengan Pate

96Tome Pires, Suma Oriental, hal XXXVII. 97Tome Pires, Suma Oriental, hal 258. 98Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

109. 99Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

107. 100Tome Pires, Suma Oriental, hal 257-258.

89

Rodim. Dan juga Batara Vojyaya hanya menguasai Kerajaan Jawa Pedalaman alias

Kerajaan Hindu Daha yang hanya menguasai sebagian wilayah Jawa Timur dan Bali.

Menurut Tome Pires, ayah Pate Rodim dahulunya mengumpulkan kapal jung

sebanyak 40 buah kapal. Sedangkan Batara Vojyaya kapal jung yang ia miliki101 yaitu:

1. Pelabuhan orang-orang Moor artinya pelabuhan yang dibawah kekuasaan

Daha tetapi bisa dipakai orang-orang Moor misal Tuban, Tuban yang menjadi

wilayah kekuasaan Daria Tima de raja. Pelabuhan yang bisa kerjasama

dengan Kerajaan Pedalaman misalnya Pelabuhan Surabaya.

2. Pelabuhan orang-orang pagan, artinya pelabuhan tersebut mutlak dikuasai

oleh Kerajaan Pedalaman, misal Blambangan yang dikuasai oleh Pate Pimtor.

3. Pelabuhan milik putra Guste Pate, artinya pelabuhan tersebut mutlak

dikuasasi oleh Kerajaan Hindu Daha. Gamda sekitar Pasuruan yang dikuasai

oleh putra Guste Pate.

Dari ketiga hal tersebut tidak ada petunjuk bahwa Batara Vojyaya memiliki

banyak jung dan penguasaan pelabuhan yang banyak. Jika ayah Pate Rodim

dirujukkan kepada Raja Sunda Pedalaman bahwa di wilayah Sunda Barat dan tengah

memiliki 5 pelabuhan dan 2 di antaranya adalah pelabuhan yang sangat besar yaitu

Pelabuhan Sunda Kelapa dan Banten, sedangkan pelabuhan yang dimiliki pagan

hanya Pelabuhan Cimanuk. Di wilayah Pajajaran Timur memiliki pelabuhan pusat

Pulau Jawa yaitu Pelabuhan Jepara, belum termasuk pelabuhan-pelabuhan di luar

Jawa misalnya Madura, Palembang dan lainnya.

Dengan demikian yang dimaksud ayah Pate Rodim memiliki 40 kapal jung

yang berasal dari wilayahnya, arti dari berasal dari wilayahnya ditujukkan kepada

wilayah kekuasaan Kerajaan Islam Sunda Pajajaran, yang sebelumnya beribukota di

Pakwan Pajajaran. Adapun arti dari kalimat Pate Rodim mempunyai kaitan dengan

pate-pate tertinggi di Pulau Jawa bahwa Pate Jawa adalah Pate Pajajaran

sebagaimana sebutan orang-orang Sunda Pedalaman terhadap Demak dan Cirebon.

2. Hubungan Raden Fatah dengan Para Wali Penyebar Islam

a. Hubungan Kekerabatan Raden Fatah dengan Para Penguasa Pantai Utara

Jawa

Tome Pires tidak menuliskan kekerabatan antara pate-pate pagan, Batara

Vojyaya, dan Guste Pate dengan Pate Rodim alias Raden Fatah. Sedangkan tulisan

mengenai hubungan kekerabatan antara pate-pate moor dengan Pate Rodim alias

Raden Fatah begitu detail dan rinci102 yaitu:

1. Negeri Cirebon terletak di samping Sunda. Penguasanya dikenal dengan Lebe

Upa, ia merupakan bawahan Pate Rodim, tuan Negeri Demak. Berdasarkan

catatan-catatan sejarah bahwa penguasa Cirebon pada masa Raden Fatah

adalah Sunan Gunung Jati. Dengan demikian nama Lebe Upa terujukkan

sebagai tokoh yang sama dengan Sunan Gunung Jati. Selain itu, pada Babad

101Tome Pires, Suma Oriental, hal 250-251.

102Tome Pires, Suma Oriental, hal 255-271.

90

Cirebon ditulis bahwa Penguasa Upeh Malaka adalah mertua Pati Unus 2.

Maka jelas keterkaitan Sunan Gunung Jati alias Lebe Upa dengan Raden

Fatah sudah tidak dapat dibantah sebab kakak perempuan Raden Fatah,

berlainan ibu adalah salah satu istri Sunan Gunung Jati I yaitu Nyai Mas

Pakuwati binti Prabu Cakrabuana III.

2. Pate Japura yang berkuasa di tempat ini merupakan kstaria, ia adalah sepupu

Pate Rodim. Ia selalu mematuhi semua yang dititahkan oleh Pate Rodim, sang

tuan Negeri Demak. Ia sudah seperti kapten di kawasan tersebut. Penulis

sudah menjelaskan keterkaitan keluarga antara Pate Rodim alias Raden Fatah

dengan Penguasa Japura alias Ki Ageng Japura.

3. Pate Tegal ini merupakan paman dari Pati Unus, ia tunduk terhadap penguasa

Demak.

4. Pate Semarang dikenal sebagai Pate Memet. Ia merupakan ayah mertua Pate

Rodim penguasa Demak.

5. Pate Tidunan yang berkuasa di tempat ini dikenal dengan nama Pate orob. Ia

adalah paman Pati Unus, saudara laki-laki ayahnya. Pati Unus berkeinginan

untuk menyatukan segala yang tersisa dari kekayaan yang dimiliki ayahnya

dan Pate Rodim. Ia pun memutuskan untuk merebut Malaka dari tangan

rajanya pada waktu itu.

6. Pate Rembang dikenal dengan nama Pate Murob. Ia adalah paman Pati Unus.

Pati Unus adalah anak laki-laki dari saudara perempuannya.

7. Negeri Sidayu dikenal dengan nama Pate Amiza. Ia merupakan keponakan

dari Pate Murob, penguasa Rembang dan ia merupakan sepupu tertua Pati

Unus dan sepupu kedua Pate Rodim.

8. Negeri Gresik. di Gresik terdapat 2 kota yang dipisahkan oleh sungai, kota

yang satu penguasanya bernama Pate Cucuf (Pate Yusuf) yang asal usulnya

berasal dari Melayu. Sedangkan kota lainnya dipimpin oleh Pate Zeynall. Pate

Zeynall merupakan seorang kesatria dan yang tertua di antara pate-pate lain

di Jawa. Ia memiliki hubungan keluarga dengan banyak pihak. Ia merupakan

paman dari Pate Amiza dari Sidayu dan Pati Unus, rekan prajurit Pate Rodim

dan kini ia juga menjadi rekan seprajurit bagi putra Pate Rodim.

91

Maulana Malik Ibrahim

Sunan Rumenggong Sunan Ampel

Cakrabuana III Nyai Mas Aci Debaya Sunan Lamongan

Raden Fatah Pate Orob

RT Bentang X Pati Unus 1 X Halimah Pate Murob Fulan Pate Zaenal

Raden Yunus Sultan Trenggono Putri X Pati Unus 2 X Andangsari Pate Amiza Hasanudin

Abdullah Arya Athoillah Kusumadiningrat Khodijah X Mwl Yusuf

(Panembahan Agung)

Ahmad Jalaludin Kusumadiningrat Mwl. Muhammad

(Pang. Kusuma Surya Adiningrat)

M. Hasan Ainul Yaqin

(Sunan Cibuni Agung)

P. Malik Demang Raksayuda

(Entol Wiraha Adiningrat)

Raden Wirawangsa

(Tumenggung Wiradadaha 1 Sukapura)

Tome Pires menulis bahwa Pati Unus (Pati Unus 2) dengan sebutan saudara

tiri103 maka pada bagan diatas bisa terbuktikan bahwa Pati Unus 2 memiliki ibu

bernama Halimah, istri ke 2 Pati Unus 1. Sedangkan istri pertama Pati Unus 2 adalah

Nyai Mas Bentang, beliau adalah saudara perempuan dari Raden Fatah namun lain

ibu. Dengan demikian Pati Unus 1 adalah saudara ipar dari Raden Fatah. Pada

beberapa catatan sejarah Demak bahwa Raden Fatah adalah menantu dari Sunan

Ampel padahal secara generasi lebih sesuai jika Raden Fatah menikah dengan cucu

perempuan dari Sunan Ampel.104 Dengan demikian tokoh bernama Pate Memet

merupakan penguasa Semarang diduga adalah putra dari Sunan Ampel. Dari bagan 2

tadi adalah benar jika Tome Pires menuliskan bahwa Raden Fatah memiliki hubungan

yang erat dengan penguasa Jawa.105 Maka dari itu, setiap pate yang berkaitan dengan

Pati Unus 1 dan Pati Unus 2 pasti berkaitan dengan Raden Fatah juga.

Tome Pires menuliskan bahwa para pate atau penguasa bukanlah orang Jawa

asli yang berasal dari negeri ini, melainkan berdarah Cina, Persia, Keling, dan

berbagai negeri yang sudah disebutkan di atas (Arab, Gujarat, Bengal, Melayu).106

Terkait dengan hubungan yang lebih jauh, harus ada pembahasan khusus tentang

berdarah Cina tetapi bukan keturunan Cina asli sebagaimana bangsa Moor yang

bermukim di Nusantara, melainkan orang Cina pendatang dari Tarim Yaman yang

103Tome Pires, Suma Oriental, hal 258. 104Hamka, Sejarah Umat Islam Pra Kenabian hingga Islam di Nusantara, hal 560. 105Tome Pires, Suma Oriental, hal 257. 106Tome Pires, Suma Oriental, hal 254.

92

merupakan penyebar Islam di daratan Cina. Hal tersebut diuraikan oleh Ahmad Baso,

yaitu:

1. Dalam hal ini jangan kemudian ditarik lebih jauh dari sumber-sumber Cina

bahwa orang-orang Cina punya peran berlebihan dalam Islamisasi Nusantara.

Hingga menyebut para Walisongo itu hampir semua keturunan Cina hanya

karena nama-nama mereka ditulis dalam tulisan Cina dalam satu sumber

Melayu asal klenteng Semarang. Jaringan Ulama Waliyullah dimana

transmisi pengetahuan Islam mengalir di satu pihak dari para ulama-

waliyullah dari Mekkah, Baghdad, Hadramaut kepada murid-murid Indonesia

mereka.107

2. Sailan, Male (Maladewa), dan Calliana (Kali atau Ma’bar dalam sebutan

orang Arab) adalah diantara pusat sirkuit lalu lintas perdagangan global

Samudera Hindia yang menghubungkan negeri Arab hingga Cina. Sejak awal

tahun 300 M orang-orang Arab selatan sudah membangun permukiman atau

koloni-koloni di sepanjang jalur emas itu. Ketika agama Islam mulai merayap

ke segenap penjuru dunia, orang-orang Arab terutama dari Hadramaut tinggal

memanfaatkan jaringan lama ini untuk proyek Islamisasi.108

3. Posisi jaringan komunitas Al Jailani sekaligus jaringan dagang tergambar

dalam beberapa nama asal usul penghuni makam dan prasasti Arab dan

bahasa lokal (paling dini dari tahun 1171 M) di kota Guangzhou (Canton):

Yaman, Hamdan, Siraf, Shiraz, Bukhara, Khwarazm, Khurasan, Isfahan,

Tabriz, dan Gilan (Jilan). Dari jaringan kota Mekkah, Baghdad, Jailan, dan

Mirbath itulah para keluarga Alawiyyin memperoleh momentum pas karena

volume perdagangan dunia sedang meningkat pesat di Samudera Hindia dan

proses Islamisasi. Mereka memainkan peran startegis dalam menguasai jalur

ekonomi dan pengislaman.109

4. Di Benggala tokoh-tokoh agamanya di abad 13-14 berasal dari Asia Tengah

seperti dari Tabriz, negeri Arab, suku Quraisy, dan Yaman. Jaringan

Benggala menjadi pangkalan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan di abad 13

yang menurunkan Syekh Jumadil Kubro dan para Walisongo.110

Menurut De Graaf dan Pigeaud bahwa mungkin Tome Pires yang hidup

sezaman cukup tepat menguraikan peristiwa sampai kira-kira tahun 1515 M dalam

bukunya Suma Oriental. Tetapi kelanjutan sejarahnya tidak dialaminya. Mungkin ia

terlalu banyak menyoroti pribadi Pati Unus, tokoh yang paling banyak dihubungi

orang Portugis pada waktu itu. Dalam cerita tradisi Jawa dari abad XVII dan XVIII,

baik dari Jawa Timur dan Mataram maupun dari Jawa Barat, telah terjadi kekacauan

antara cerita mengenai raja-raja Demak dan Jepara yang masih ada ikatan keluarga itu

107Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga

Walisongo, Jakarta: Pustaka Afid, 2018, hal 45 108Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga

Walisongo, hal 81-82. 109Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga

Walisongo, hal 85-86. 110Ahmad Baso, Islamisasi Nusantara: Dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga

Walisongo, hal 109.

93

dan yang hidup dalam dasawarsa-dasawarsa pertama abad XVI. Babad Jawa dari

abad-abad kemudian sama sekali melupakan pejuang muda yang gagah berani

melawan kekuasaan bangsa Portugis di Malaka. 111

b. Hubungan Erat Raden Fatah dengan Tokoh Walisongo

Dari sumber-sumber yang telah kami bahas sebelumnya, terdapat hubungan

kekerabatan yang erat antara Raden Fatah dengan beberapa tokoh Walisongo. Adapun

kekerabatan tersebut, yaitu:

1. Hubungan Raden Fatah dengan Sunan Kalijaga.

Silsilah Arya Baribin yang teridentifikasikan sebagai orang yang sama

dengan Raden Fatah. Raden Fatah alias Arya Baribin adalah putra dari Arya

Galuh alias Prabu Cakrabuana III alias Syeikh Haji Abdullah Iman.

Sedangkan pada Kitab Ahlal Musamaroh tercatat bahwa Sunan Kalijaga

adalah putra dari Arya Teja bin Arya Galuh. Maka jelas Sunan Kalijaga

adalah keponakan Raden Fatah, hanya dalam hal usia tidak berjauhan. Arya

Teja ditulis sebagai Adipati Tuban sehingga penulis sejarah

mengidentifikasikan Arya Teja112 sebagai orang yang sama dengan Pate Vira

alias Anatimao de Raja, yaitu Adipati Tuban zaman Guste Pate.113 Padahal

jika mengikuti alur riwayat dan kekerabatan, Tome Pires tidak menulis bahwa

Pate Vira memiliki kekerabatan dengan Raden Fatah. Maka menurut analisis

kami bahwa Arya Teja diangkat menjadi Adipati Tuban setelah tahun 1517

M, Tuban menjadi bawahan Demak. Berarti Arya Teja bukan orang yang

sama dengan Pate Vira. Sehubungan dengan tulisan Tome Pires bahwa

Demak terus menerus berperang dengan Guste Pate dan penguasa Tuban.114

2. Hubungan Raden Fatah dengan Sunan Gunung Jati.

Keduanya merupakan cucu dari Sunan Rumenggong, bedanya Raden Fatah

cucu dari jalur laki-laki sedangkan Sunan Gunung Jati I cucu dari jalur ibu

yang bernama Syarifah Mudaim alias Nyai Mas Rarasantang. Gelar syarifah

menunjukkan bahwa Nyai Mas Rarasantang adalah seorang syarifah.115

Itulah hubungan keluarga antara Raden Fatah dengan tokoh-tokoh Walisongo

dan sudah tentu beliau berkerabat dengan sunan-sunan lainya yaitu Sunan Giri, Sunan

Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Sunan Muria putra dari Sunan Kalijaga.

111H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 52. 112Tome Pires, Suma Oriental, hal 251. 113Tome Pires, Suma Oriental, hal 263. 114Tome Pires, Suma Oriental, hal 258. 115Ringkasan Babon Sukapura yang disusun oleh Tim Yayasan Wasiat Karuhun

Tasikmalaya.

94

C. Berdirinya Kesultanan Demak

1. Portugis merebut Malaka

Eropa bukanlah kawasan yang paling maju di dunia pada awal abad ke 15 dan

juga bukan merupakan kawasan yang paling dinamis. Kekuatan besar yang sedang

berkembang di dunia adalah Islam. Pada tahun 1453 M orang-orang Turki Ottoman

menaklukkan Konstantinopel dan di ujung timur dunia Islam agama ini berkembang

di Indonesia dan Filipinan. Akan tetapi, orang-orang Eropa terutama orang-orang

Portugis mencapai kemajuan-kemajuan dibidang teknologi tertentu yang akan

meibatkan bangsa Portugis dalam salah satu petualangan mengarungi samudera yang

paling berani sepanjang zaman. Dengan bekal pengetahuan geografi dan astronomi

yang bertambah baik maka bangsa Portugis telah menjadi mualim-mualim yang

semakin mahir.116

Atas dorongan Pangeran Henry dan para pelindung lainnya, para pelaut dan

petualang Portugis memulai usaha pencarian emas, kemenangan dalam peperangan,

dan suatu jalan untuk mengepung lawan yang beragama Islam dengan menyusuri

pantai barat Afrika. Mereka juga berusaha mendapatkan rempah-rempah, yang dalam

hal ini berarti mendapatkan jalan ke Asia dengan tujuan memotong jalur pelayaran

pada pedagang Islam, yang memulai tempat penjualan mereka di Venesia di Laut

Tengah memonopoli impor rempah-rempah ke Eropa. Rempah-rempah merupakan

soal kebutuhan dan cita rasa. Pada masa itu bangsa-bangsa Eropa sangat

membutuhkan rempah-rempah dari Asia terutama Indonesia, misalnya cengkih, lada,

buah pala, dan bunga pala. Oleh karena itu, kawasan itulah yang menjadi tujuan utama

Portugis.117

Pada tahun 1487 Bartolomeu Dias mengitari Tanjung Harapan dan dengan

demikian dia telah memasuki perairan Samudra Hindia. Pada tahun 1497 Vasco da

Gama sampai di India. Pada tahun 1503 Alfonso de Albuquerque berangkat menuju

India dan pada tahun 1510 dia menaklukkan Goa di pantai barat yang kemudian

menjadi pangkalan tetap Portugis. Alfonso de Albuquerque (1459-1515) merupakan

panglima angkatan laut yang terbesar pada masa itu. Pada tahun 1510, sasaran utama

Portugis adalah menyerang ujung timur perdagangan Asia di Malaka. Pada tahun

1509 raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk menjalin hubungan

persahabatan dengan penguasanya yaitu Sultan Mahmud Syah. Namun komunitas

dagang Islam Internasional yang ada di kota itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis

adalah ancaman berat. Maka Mahmud melawan dan menyerang empat kapal Portugis.

Pada bulan April 1511, Alfonso melakukan pelayaran dari Goa menuju Malaka. Di

Malaka terjadi peperangan sepanjang bulan Juli dan awal Agustus 1511 dan

dimenangkan oleh Portugis. Portugis kini telah menguasai Malaka tetapi tidak

menguasai perdagangan Asia yang berpusat di sana.118

116M.C Ricklefs, Sejarah Indonesi Modern, hal 31. 117M.C Ricklefs, Sejarah Indonesi Modern, hal 32. 118M.C Ricklefs, Sejarah Indonesi Modern, hal 33-34.

95

2. Raden Fatah dimata Bangsa Portugis

Dalam surat dari Jorge de Albuquerque Gubernur di Malaka kepada Raja

Portugis tanggal 8 Januari 1515 bahwa 3 orang dari Jawa yang membahayakan

penguasa Portugis di Malaka119 yaitu:

1. Pati Quitis, beliau Pati Unus 1 yang memiliki nama lain Qais Alaydrus

2. Pati Amoz, beliau Pati Unus 2

3. Pate Rodim, beliau Raden Fatah

Dengan adanya surat ini, jelas bahwa tokoh Pate Rodim alias Raden Fatah adalah

tokoh yang sangat diperhitungkan oleh penguasa-penguasa Portugis karena sangat

membahayakan kedudukan Portugis di Malaka dan menghambat usaha Portugis untuk

menguasai Pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya.

Menurut Tome Pires bahwa Pate Zaenal dari Gresik, ia berkata apabila

Kapten Mayor Alfonso de Albuquerque berdamai dengan penguasa Demak, maka

semua penguasa di Jawa diharuskan untuk berdamai pula. Ia berkata bahwa penguasa

Demak mewakili seluruh penjuru Jawa.120 Dengan demikian, jika ingin menaklukkan

Jawa maka harus terlebih dahulu menaklukkan Demak yang penguasanya saat itu

adalah Pate Rodim alias Raden Fatah.

3. Raden Fatah diangkat menjadi Sultan Demak

Kesultanan Demak berdiri sekitar tahun 1500 M121 artinya bisa lebih dari

tahun tersebut. Sumber lain menulis bahwa berdiri Kesultanan Demak ditandai

dibangunnya Masjid Agung Demak. Sedangkan dalam Babon Sukapura

pembangunan masjid terjadi pada 1 Syafar tahun Saka 1428 atau 1506 M.

Dari uraian tersebut bahwa Raden Fatah merubah sistem pemerintahan

Kerajaan Islam Pajajaran menjadi bentuk Kesultanan. Ketika Kerajaan Islam

Pajajaran pemimpin tertinggi disebut Hyang sedangkan ketika menjadi kesultanan

disebut Sultan. Untuk wilayah-wilayah tertentu Raden Fatah tidak memaksakan raja

wilayah untuk mengikuti pusat. Misalnya raja bawahan Sunda Tengah yang

dahulunya disebut Pakwan Pajajaran tetap menggunakan gelar Prabu sementara

Cirebon mengubah dengan gelar Sultan.

Tatanan dalam pengambilan keputusan juga diubah yang mana ketika

Kerajaan Islam Pajajaran semua keputusan berada di raja, sedangkan setelah berubah

menjadi Kesultanan maka Raden Fatah menyerahkan keputusan kepada Dewan Wali

atau Walisongo. Semua keputusan sebelumnya dimusyawarahkan dan diputuskan

melalui hasil musyawarah.

Pemimpin para wali saat itu adalah Sunan Gunung Jati I alias Syarif

Hidayatullah dari Cirebon dan menurut Kitab Al Fatawi yang melantik Raden Fatah

menjadi sultan adalah Sunan Gunung Jati I. Dengan demikian, Raden Fatah adalah

119Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya Negara-

Negara Islam Di Nusantara, hal 117. 120Tome Pires, Suma Oriental, hal 271. 121Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi Terlengkap dan Terasli, hal 295.

96

tokoh pertama di Nusantara sebagai pelopor dalam hal semua tatanan pemerintahan

melibatkan para alim ulama.

4. Pemicu terjadinya Perang Malaka

Pada awalnya imperialisme barat dilahirkan dari Perjanjian Tordesilas

Spanyol 7 Juni 1494 M. Suatu perjanjian yang dibuat oleh Kerajaan Katolik Portugis

dan Kerajaan Katolik Spanyol. Dipimpin oleh Paus Alexander VI, 1492-1503 M.

Dalam perjanjian ni, Paus Alexander VI memberi kewenangan kepada Kerajaan

Katolik Portugis untuk menguasai dunia belahan timur dan Kerajaan Katolik Spanyol

menguasai dunia belahan barat. Adapun tujuan dari imperialisme, yaitu Gold-emas

dengan menjajah akan memperoleh kekayaan yang dirampas dari tanah jajahan,

Gospel-pengembangan agama di tanah jajahan akan dikembangkan agama Katolik,

dan Glory-kejayaan. Praktiknya bertentangan dengan perikemanusiaan dan

perikeadilan. Perbudakan, penindasan, dan pemusnahan suatu bangsa dinilai benar.122

Pada bulan April 1511 Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa Portugis

menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1.200 orang dan 17 atau 18 buah kapal.

Peperangan terjadi sepanjang bulan Juli dan awal Agustus. Pihak Portugis menang

dan Malaka berhasil ditaklukkan. Albuquerque tinggal di Malaka sampai bulan

November 1511. Selama di Malaka dia mempersiapkan pertahanan guna menahan

setiap serangan dan memerintahkan supaya kapal-kapal yang pertama melakukan

pelayaran mencari Kepulauan rempah-rempah.123

Portugis kini telah menguasai Malaka, tetapi segera menjadi jelas bahwa

mereka tidak menguasai perdagangan Asia. Mereka tidak pernah dapat mencukupi

kebutuhannya sendiri dan sangat tergantung pada para pedagang pamasok bahan

makan dari Asia seperti penguasa Melayu sebelumnya di Malaka. Mereka kekurangan

dana dan sumber daya manusia. Organisasi mereka ditandai dengan perintah-perintah

yang saling tumpang tindih dan membingungkan, ketidakefisienan serta korupsi. Para

pedagang bangsa Asia mengalihkan sebagian besar perdagangan mereka ke

pelabuhan-pelabuhan lain dan menghindari monopoli Portugis dengan mudah.

Pedagang-pedagang Asia mengalihkan perdagangan ke pelabuhan lain yaitu

Pelabuhan Jepara. Oleh sebab itu, di sebelah barat Nusantara dengan cepat Portugis

tidak lagi menjadi suatu kekuatan yang revolusioner. Keunggulan teknologi mereka

yang terdiri atas teknik-teknik pelayaran dan militer dengan cepat berhasil dipelajari

oleh saingan-saingan mereka dari Indonesia. Meriam Portugis dengan cepat direbut

oleh orang-orang Indonesia yang merupakan musuh mereka.124 Dampak imperialis

Portugis memasuki perairan Asia Tenggara timbullah kekacauan sistem niaga secara

damai berubah menjadi sistem perampokan.125

Segera setelah Malaka ditaklukkan, maka dikirimlah misi penyelidikan yang

pertama ke arah timur di bawah pimpinan Fancisco Serrao. Pada tahun 1512 kapalnya

mengalami kerusakan tetapi dia berhasil mencapai Hitu, Maluku (Ambon sebelah

122Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid Kesatu, hal 158-159. 123M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 33. 124M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 33-34. 125Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid Kesatu, hal 160.

97

utara). Para penguasa kedua pulau yang bersaing yaitu Ternate dan Tidore untuk

menjajagi kemungkinan memperoleh bantuan Portugis. Portugis disambut baik di

daerah tersebut karena mereka juga dapat membawa bahan pangan dan membeli

rempah-rempah. Akan tetapi, perdagangan Asia segera bangkit kembali, sehingga

Portugis tidak pernah dapat melakukan suatu monopoli yang efektif dalam

perdagangan rempah-rempah. Orang-orang Portugis mengadakan persekutuan

dengan Ternate dan pada tahun 1522 mulai membangun sebuah benteng disana.

Hubungan mereka dengan penguasa yang beragama Islam berubah menjadi tegang

karena mereka berusaha secara yang agak lemah untuk melakukan kristenisasi dan

perilaku orang-orang Portugis sendiri pada umumnya tidak sopan.126 Portugis juga

mengimbangi dengan mendirikan bentengnya di Sunda Kelapa, 1522 M.127

Kesultanan Demak melancarkan perlawanan bersenajata merebut kembali

Malaka, 1512 M. Demikian pula juga Kesultanan Aceh.128 Pati Unus memutuskan

untuk merebut Malaka dari tangan rajanya pada waktu itu. Ia melakukan penyerangan

setelah menghina Malaka dengan cara menolak memberikan hormat, sesuai dengan

yang diperintahkan kepada kapten kapal pada saat dia berada di Malaka. Pada saat itu

Malaka tengah dikuasai oleh Gubernur India, Alfonso de Albuquerque. Mendengar

peristiwa ini para pemuka agama dan tokoh masyarakat disana mulai memikirkan

upaya apa yang bisa diambil, selain mengambil alih kota tersebut dari Portugal.

Setelah mengambil keputusan dalam waktu 5 tahun mereka berhasil membangun

armada dengan bantuan dari Palembang, merekapun berangkat ke Malaka dengan

kurang lebih 100 kapal layar jung terkecil, mengangkut beban yang tidak kurang dari

200 ton. 129

Menurut Tome Pires bahwa Pati Unus 2 seorang kesatria yang banyak

dibicarakan oleh orang Jawa karena dia dikenal sebagai kesatria tangguh dan

bijaksana di Jawa.130 Pati Unus memboikot semua pasokan dari Jawa, semua barang

harus masuk ke Pelabuhan Jepara terlebih dahulu bahkan termasuk kapal-kapal dari

Makassar. Ia juga membuat jalur dagang sendiri ke Aceh tidak melalui Malaka, dari

Aceh langsung ke India dan Eropa.

5. Perang Malaka 1512-1513 M

Setelah Malaka jatuh tahun 1511 M, tentu sangat mengganggu jalur

perdagangan Demak, biasanya para saudagar Demak melakukan rute perdagangan

mereka dimulai dari Jepara atau Gresik langsung menuju Malaka. Akan tetapi sejak

Malaka ditaklukkan, mereka terpaksa harus menyisir ke pantai bagian barat Sumatera

yang berakibat harga dagangan Demak kalah bersaing di pasaran internasional

sehubungan biaya transportasi yang cukup tinggi. Memang pada waktu itu pelayaran

dari Jawa dan Malaya ke pulau-pulau bagian timur untuk sementara waktu berkurang,

terutama disebabkan oleh hancurnya armada Jawa di Malaka pada tahun 1511. Karena

126M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 35. 127Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid Kesatu, hal 160. 128Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah Jilid Kesatu, hal 160. 129Tome Pires, Suma Oriental, hal 261. 130Tome Pires, Suma Oriental, hal 260.

98

Portugis pada dasarnya telah mengacaukan secara mendasar organisasi sistem

perdagangan Asia. Namun para pedagang bangsa Asia mengalihkan sebagian besar

perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhannya terutama ke Pelabuhan Jepara dan

menghindari monopoli Portugis dengan mudah. Akan tetapi perdagangan Asia segera

bangkit kembali, sehingga Portugis tidak pernah dapat melakukan suatu monopoli

yang efektif dalam perdagangan rempah-rempah.131

Setelah Portugis menguasai Malaka, mereka berencana ingin menghancurkan

Demak dari dalam, dengan menjalin kerjasama dengan raja-raja Pedalaman baik yang

ada di Jawa dan Sunda dengan saling mengirim utusan dan hadiah. Portugis juga

memberikan bantuan senapan kepada Raja Hindu Daha untuk menambah kekuatan

tempur Daha dalam menghadapi Demak dan Jepara. Hal ini sesuai dengan tulisan

Krom bahwa kepada Guste Pate inilah Albuquerque, Gubernur Jenderal Portugis di

India, mengirimkan utusannya setelah Portugis berhasil menaklukkan Malaka pada

1511. Hubungan diplomatik ini dilaporkan oleh Albuquerque dalam suratnya pada 30

November 1513 kepada Raja Portugis Dom Monoel. Kekuasaan dan peranan Guste

Pate yang sangat besar.132

Segera setelah mengadakan rapat, Raden Fatah memerintahkan para penguasa

bawahannya untuk membantu Pati Unus 2 dalam persiapan menyerang Malaka

dengan menyerahkan semua kapal jung yang dimiliki kepada Pati Unus 2. Raden

Fatah pun menyerahkan semua kapal jung yang beliau miliki kepada Pati Unus 2 dan

mengerahkan pasukan yang beliau mobilisasi dari hampir semua wilayah bekas

Kerajaan Islam Pajajaran dulu. Akan tetapi, Raden Fatah tidak secara total

mengerahkan semua kekuatannya sehubungan beliaupun harus jaga-jaga pula akan

serangan dari pihak Daha. Kekuatan dari Pasundan tidak dilibatkan untuk ikut

berperang ke Malaka, melainkan sebagian ditarik ke Demak untuk menjaga serangan

dari Daha. Pati Unus 2 pun sudah mulai mengerahkan mata-mata ke Malaka dan juga

menyimpan beberapa pasukan di Upeh untuk mengepung Malaka.

Kesultanan Demak memiliki 3 jenis kapal yaitu jung, pangajava, dan

lanchara. Sarana penunjang dalam kegiatan perniagaan adalah alat transportasi. Bagi

kerajaan-kerajaan di wilayah pantai alat transportasi yang paling utama adalah

kendaraan air. Jung adalah alat transportasi sejenis perahu dalam ukuran besar.

Mengenai para penguasa pantai yang memiliki gelar pate ada istilah yang khas

berkaitan dengan pemilikkannya atas sarana utama perdagangan, yaitu penguasa-

penguasa kapal dagang (lords of the junks). Sebutan ini tentunya dapat dianggap

sebagai petunjuk mengenai dominasi para penguasa di wilayah pantai atas kegiatan

niaga.

Jenis alat transportasi air lainnya adalah pangajava dan lanchara. Tidak ada

keterangan yang jelas mengenai perbedaan ketiga jenis alat trasnportasi air tersebut,

namun jenis jung memiliki nilai yang paling besar. Kekuatan suatu kerajaan dapat

diukur dari seberapa banyak negara tersebut memiliki jung. Jung dan pangajava

digunakan untuk memuat barang-barang dagangan yang dikirim untuk jarak jauh.

131M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 34-35. 132Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

123.

99

Sedangkan lanchara juga perahu muatan barang dengan memuat barang sampai 150

ton.133

Kapal yang digunakan untuk mengangkut perlengkapan dan prajurit terdiri

dari beberapa jenis antara lain disebut jung, merupakan kapal layar yang berukuran

ratusan ton. Penggeraknya adalah layar yang dipasang pada tiga buah tiang, yang

mempunyai bobot antara 400–800 ton. Jenis yang lain adalah lancara, merupakan

kapal layar atau dayung hampir sama halnya dengan jenis jung. Kemudian kapal

pangajava, merupakan kapal yang dibuat khusus untuk perang dan dapat dipersenjatai

dengan meriam, tenaga penggeraknya adalah layar dan dayung.134

Setelah orang Moor Jawa menjadi kuat dan mengambil alih Palembang,

mereka mengambil alih Jambi dan mereka tidak lagi disebut raja melainkan pate.

Wilayah Jambi berada dibawah kekuasaan Raden Fatah, sang pemimpin Demak.

Negeri Palembang merupakan negeri terbaik yang dimiliki oleh Pate Rodim.135

Ekspedisi Pati Unus 2 ke Malaka pada tahun 1512 M memiliki banyak prajurit

perang setidaknya 30.000 orang di Jawa dan 10.000 orang di Palembang.136 Dalam

waktu 5 tahun mereka berhasil membangun armada dengan bantuan dari Palembang.

Mereka pun berangkat ke Malaka dengan kurang lebih 100 kapal layar, kapal yang

terkecil mengangkut beban yang tidak kurang dari 200 ton.137

Jawa mengumpulkan kekuatannya dan datang untuk melawan Malaka.

Demak membawa 100 jenis kapal yang terdiri atas 40 jung, 60 lanchara, dan 100

calaluz. Armada tersebut merupakan armada terhebat yang pernah dilihat Portugal

dan para pejabat penting di Hindia. Kemenangan ini bukan berada di tangan

Portugis.138

Pertempuran pertama tahun 1512 M di Malaka dibawah pimpinan Pati Unus

2 namun mundur, dikarenakan angin berhembus ke arah yang berlawanan dengan

Malaka dan air pasang. Dari uraian di atas, Portugis mengakui bahwa armada yang

dimiliki Demak adalah armada terhebat.

6. Semua Tindakan Pati Unus atas Perintah dan Persetujuan Raden Fatah

Tulisan Tome Pires bahwa Pati Unus berkeinginan untuk menyatukan segala

yang tersisa dari kekayaan yang dimiliki ayahnya dan Pate Rodim. Ia pun

memutuskan untuk merebut Malaka dari tangan rajanya saat itu.139 Menurut analisis

penulis bahwa Raden Fatah memberikan semua jung kepada Pati Unus 2 dalam

penyerangan tahun 1512-1513. Raden Fatah juga memerintahkan seluruh pate yag

memiliki jung untuk diberikan kepada Pati Unus 2. Dalam hal ini, sebenarnya

penyerahan jung sangat beresiko sehubungan jung sebagai alat transportasi utama

133Wiwin Djuwita Ramelan, Kota Demak Sebagai Bandar Dagang Di Jalur Sutra

(Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1997), hal 66. 134K Subroto, “Melucuti Keprajuritan Orang Jawa.” Syamina, Edisi 7 Mei 2018, hal

8. 135Tome Pires, Suma Oriental, hal 217-219. 136Tome Pires, Suma Oriental, hal 258. 137Tome Pires, Suma Oriental, hal 261. 138Tome Pires, Suma Oriental, hal 385-386. 139Tome Pires, Suma Oriental, hal 261.

100

untuk perdagangan dan militer, karena jika kehilangan jung berarti ancaman untuk

ekonomi kerajaan. Raden Fatah mencari dukungan kepada seluruh pate dan ulama

untuk mendukung Pati Unus 2 melakukan serangan ke Malaka. Maka dari itu Raden

Fatah memastikan bahwa Demak harus segera merebut Malaka.

Tulisan Ricklefs bahwa Raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira

untuk menemukan Malaka, menjalin persahabatan dengan penguasanya, dan menetap

disana sebagai wakil raja Portugal di sebelah timur India. Tugas Sequiera tidak

mungkin terlaksana seluruhnya ketika dia tiba di Malaka pada tahun 1509. Pada

mulanya dia disambut dengan senang hati oleh Sultan Mahmud Syah (memerintah

1488-1528), tetapi kemudia komunitas dagang Islam Internasional yang ada di kota

itu meyakinkan Mahmud bahwa Portugis adalah suatu ancaman berat baginya.

Akhirnya dia berbalik melawan sequeira, menawan beberapa orang ana buahnya dan

membunuh beberapa diantaranya, serta mencoba menyerang 4 kapal Portugis, tetapi

telah berlayar ke laut lepas.140

Pati Unus 2 melakukan penyerangan setelah menghina Malaka dengan cara

menolak memberikan hormat, sesuai yang diperintahkan, kepada kapten kapal pada

saat ia berada di Malaka karena Malaka tengah dikuasai oleh Gubernur India, Alfonso

de Albuquerque. Mendengar peristiwa ini, para pemuka agama dam tokoh masyarakat

di sana mulai memikirkan upaya apa yang bisa diambil selain mengambil alih kota

tersebut dari Portugal.141 Penghinaan yang dimaksud itu adalah mengusir Portugis

tahun 1509 dari Malaka sebagaimana yang dituliskan oleh Ricklefs. Sedangkan

menolak memberikan hormat artinya Pati Unus 2 tidak mau berdamai dengan

Portugis, akibatnya Portugis melakukan serangan untuk taklukkan Malaka tahun

1511. Malaka kalah karena ada pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya

padahal Malaka telah dilengkapi secara baik dengan meriam.142

Setelah Malaka takluk 1511 maka mengadakan rapat untuk mengambil alih

kota itu dari Portugis. Namun dalam rapat tersebut lazimnya terjadi pro kontra. Raden

Fatah sebagai sultan mengukuhkan untuk melakukan penyerangan di Malaka tahun

1512 dan memerintahkan pate-pate untuk menyerahkan jung-jung kepada Pate

Rodim. Jung-jung diberikan kepada Pati Unus 2 sebagai Pemimpin Armada Maritim

Demak, dengan memiliki prajurit perang 30.000 orang di Jawa dan 10.000 orang di

Palembang.143

Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Alfonso de Albuquerque, ditulis

dari Cannanore pada 22 Februari 1513, Fernao Peres de Andrade, Kapten armada

yang berhasil menaklukkan Pate Unus berkata jung milik Pate Unus adalah jung

terbesar yang pernah terlihat di wilayah ini, hingga saat ini. Jung tersebut mengangkut

ribuan prajurit. Yang mulia tidak akan mempercayai saya. Ia adalah sesuatu yang

sangat menakjubkan untuk dilihat. Saat berada di sisinya, Anunciada sama sekali tidak

tampak menyerupai kapal. Kami memborbardir kapal tersebut. Akan tetapi, peluru

yang paling besar sekalipun tidak berhasil membuat lubang di bawah garis air,

sedangkan tembakan espera (sejenis bola meriam kuno berukuran besar) dari kapal

140M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 33. 141Tome Pires, Suma Oriental, hal 261. 142M.C Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, hal 33. 143Tome Pires, Suma Oriental, hal 258-259.

101

kita berhasil mengenai kapal mereka, namun tidak menembusnya. Jung tersebut

dilapisi oleh 3 pelindung yang tebal keseluruhannya melebih 1 cruzado. Ukurannya,

tentu saja, amatlah besar. Tidak seorang pun yang pernah melihat hal seperti itu.

Pembuatan jung tersebut memakan waktu 3 tahun, sebagaimana yang mungkin sudah

diketahui oleh Yang Mulia mengenai desas desus yang beredar di Malaka tentang

Sang Pate Unus orang yang membangun armada ini demi menjadi Raja Malaka.144

Maka dari itu, Pati Unus 2 diberi gelar Pangeran Atas Angin.145

Dari uraian diatas bahwa tergambarkan jung yang digunakan Pati Unus 2

dalam peperangan di Malaka. Tokoh Raden Fatah dan Pati Unus 2 adalah 2 tokoh

besar yang pernah dimiliki oleh bangsa ini. Pati Unus 2 mengawali karir beliau

dimulai dari seorang Imam Masjid Demak dengan gelar Panghulu Rahmatullah dari

Undung, Pandita Rabani, dan Pangeran Kudus.146 Contoh kecerdasan beliau adalah

memboikot seluruh perdagangan pelabuhan-pelabuhan harus masuk ke Pelabuhan

Jepara saat Malaka jatuh ke Portugis sedangkan keberaniannya adalah Pati Unus 2

berhasil melewati tempat yang berlawanan dengan Malaka melalui bantuan pasang

surut air karena angin di terusan telah berhembus ke arah yang berlawanan dengan

Malaka, ia berhasil mengubah keletihan menjadi angin segar dan pergi berlayar

menggunakan jung, tindakan berani ini pantas untuk dikenang.147 Semua tindakan Pati

Unus 2 seperti yang penulis uraikan di atas sudah barang tentu atas persetujuan dan

perintah Raden Fatah. Dengan demikian, Raden Fatah adalah seorang Sultan Demak

yang cerdas dalam mengambil keputusan sehubungan memilih Pati Unus 2 sebagai

patihnya. Jadi Raden Yunus meneruskan Pati Unus 2 sebagai patihnya untuk Perang

Malaka tahun 1521.

7. Kehancuran Kerajaan Hindu Daha

Tome Pires menceritakan pasca kekalahan Demak di Malaka tahun 1513 M,

Pati Unus 2 menjadi tidak aman di negerinya sendiri.148 Kondisi tersebut sudah bisa

dipastikan berkaitan dengan Daha. Melihat posisi Pati Unus 2 yang menurut mereka

lemah. Daha berkali-kali melakukan penyerangan terhadap Jepara akan tetapi ternyata

gagal, sehingga berubah haluan untuk memperlemah posisi Jepara dan Demak. Daha

mempererrat diplomatik dengan Portugis. Dengan demikian akhirnya mereka

memutuskan untuk mengerahkan kekuatan mereka berencana menyerang Demak

secara terbuka karena menurut mereka posisi Pati Unus sudah sangat lemah.

Menurut Hasan Djafar bahwa antara tahun 1518 dan 1521 yaitu pada masa

pemerintahan Adipati Unus dari Demak di Majapahit telah terjadi suatu pergeseran

politik. Pergeseran politik ini adalah beralihnya penguasaan Majapahit ke tangan

penguasa Demak, Adipati Unus. Dugaan tersebut didasarkan pada pemberitaan

144Tome Pires, Suma Oriental, hal 214. 145Naskah Sukapura yang ditulis oleh Raden Beben Abdullah tahun 1991. 146H.J De Graaf dan TH Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan Sejarah

Politik Abad XV Dan XVI, hal 55-56. 147Tome Pires, Suma Oriental, hal 214 148Tome Pires, Suma Oriental, hal 262.

102

Pigafetta tahun 1522 bahwa Raja Pati Unus adalah Raja Majapahit yang sangat

berkuasa ketika masih hidup.149

Dari tulisan tersebut analisis penulis yaitu tahun 1518 Demak dan Jepara

diserang oleh Kerajaan Hindu Daha secara besar-besaran. Perang ini dibantu oleh

Portugis. Namun Daha gagal menaklukkan Demak bahkan Batara Vojyaya dan Guste

Pate dapat dibinasakan. Maka dari itu, Daha secara politis sudah kehilangan

kedaulatan. Berarti semua bawahan Daha secara otomatis dibawah kekuasaan Demak.

Dan dugaan penulis bahwa Raden Fatah wafat saat terjadi penyerangan tersebut. Dan

sudah dijelaskan juga bahwa Pati Unus adalah penguasa Jepara, wilayah Kerajaan

Islam Sunda Pajajaran Timur atau Majapahit.

8. Wafat Raden Fatah

Berita lumpuhnya Daha sudah barang tentu diketahui oleh Portugis, sehingga

mereka secara diam-diam berbalik arah dengan mengadakan komunikasi dan

hubungan diplomatik yang lebih intensif dengan Kerajaan Sunda Pedalaman. Mereka

dikejutkan oleh kekuatan Demak, sehingga mereka selama Raden Fatah dan Sultan

Yunus berkuasa tidak berani masuk untuk mencoba menguasai Pulau Jawa.

Sementara Raden Fatah bersama Pati Unus 2 saat itu sudah mempersiapkan kembali

untuk penyerangan ke 2 dari Demak kepada Malaka. Semua tentara yang dahulunya

tentara Daha banyak yang ikut bergabung dalam persiapan penyerangan tersebut.

Dalam persiapan kali ini rupanya Raden Fatah tidak main-main, beliau mengerahkan

semua kekuatannya termasuk para kesatria dari Pasundan sudah dipersiapkan dan

kapal-kapal perang Demak sudah beliau persiapkan pula.

Akan tetapi pada saat persiapan tersebut Sang Sultan Pemberani dan

bijaksana tersebut dipanggil untuk menghadap kekasihnya yaitu Allah SWT, beliau

wafat pada saat tersebut tahun 1518 M. Beliau wafat setelah menunaikan tugas-

tugasnya dengan sangat baik, sebagai ulama maupun umaro. Beliau sebagaimana

datuknya yaitu Baginda Rasululloh SAW tidak meninggalkan harta maupun istana

megah sebagaimana biasanya seorang raja yang besar, beliau hanya meninggalkan

Masjid Demak yang dibangun bersama saudara iparnya yaitu Pati Unus 1 alias Syarif

Ibrahim Yunus dan para wali lainnya pada tahun 1506 M.

D. Perbandingan Silsilah dan Riwayat Raden Fatah dari berbagai Sumber

Sumber Silsilah Riwayat

Tulisan dari Jawa Silsilah Raden Fatah dari Babad

Tanah Jawi:

1. Prabu Brawijaya

menikah dengan selir

Putri Cina, berputra

2. Raden Fatah

Menurut Babad Tanah

Jawi, Raden Fatah lahir

dari seorang perempuan

Cina yang diangkat

menjadi selir oleh Prabu

Brawijaya. Karena

149Hasan Djafar, Masa Akhit Majapahit Girindrawarddhana dan Masalahnya, hal

130.

103

Silsilah Raden Fatah dari Serat

Kandha:

1. Prabu Brawijaya

menikah selir Putri

Cina, berputra

2. Raden Fatah

permaisuri Prabu

Brawijaya yang berasal

dari Champa sangat

cemburu dengan

perempuan Cina yang

dikisahkan sehari bisa

berganti rupa 3 kali itu,

maka selir yang dalam

keadaan hamil itu

dihadiahkan kepada putra

sulungnya, Arya Damar,

yang menjadi raja

Palembang.

Menurut Serat Kandaning

Ringgit Purwa, asal usul

Raden Fatah sebagai

putra Prabu Brawijaya

dengan selir Cina bahwa

Prabu Brawijaya tahu

istrinya yang hamil telah

sampai di Palembang dan

melahirkan putra yang

tampan, bercahaya seperti

bintang, yang dinamai

Raden Fatah yang sangat

suka pada agama. Putri

Cina itu lalu dinikahi oleh

Arya Damar.

Menurut cerita tradisi

Mataram Jawa Timur,

raja Demak yang pertama

Raden Fatah adalah putra

raja Majapahit yang

terakhir (dari zaman

sebelum Islam), yang

dalam legenda bernama

Brawijaya. Ibu Raden

Fatah konon seorang

Putri Cina dari keraton

raja Majapahit. Waktu

hamil putri itu

dihadiahkan kepada

seorang anak emasnya

yang menjadi gubernur di

Palembang. Disitulah

Raden Fatah lahir.

104

Tulisan dari sejarah

Jawa Barat

Silsilah Raden Fatah dari

Sadjarah Banten:

1. Patih raja Cina

2. a. Cun-Ceh, meninggal

dalam usia muda

b. Cu-Cu, disebut Arya

Sumangsang dan Prabu

Anom

3. Ki Mas Palembang

Silsilah Raden Fatah dari

Hikayat Hasanuddin:

1. Cek Ko-Po dari

Munggul

2. Memiliki putra:

a. Pangeran Wirata,

meninggal muda

b. Pangeran

Palembang Tua,

meninggal muda

c. Cek Bun-Cun

d. Pangeran

Palembang Anom,

disebut Molana

Arya Sumangsang

3. Molana Tranggana,

putra dari Pangeran

Palembang Anom

Silsilah Raden Fatah dari Carita

Purwaka Caruban Nagari:

1. Sri Prabu Kertawijaya

(Brawijaya) menikah

dengan Siu Ban Ci,

putri hasil perkawinan

Tan Go Hwat dan Siu

Te Yo penduduk

muslim Cina asal

Gresik

2. Raden Fatah

Di Cina muncul seorang

Syekh Jumadilakbar yang

mengislamkan raja.

Usaha itu tidak berhasil.

Konon, Jumadilakbar

kemudian berangkat ke

Jawa dengan menumpang

kapal seorang dari Gresik.

tetapi setelah

Jumadilakbar berangkat,

rupanya raja Cina itu

yakin akan keunggulan

agama Islam. Patih telag

mencarinya di Siam,

Samboja, Sanggora, dan

Pulau Atani hingga

akhirnya sampai juga di

Gresik. tetapi syekh itu

ternyata sudah

menghilang. Di Gresik

konon patih Cina bersama

kedua putranya Cun-Ceh

dan Cu-Cu masuk Islam.

Patih dan Cun-Ceh

meninggal di Gresik.

menurut cerita, Cu-Cu

kemudiandapat mencapai

status yang tinggi.

Tulisan dari Ulama Silsilah Raden Fatah versi

pertama:

1. Sri Komara/Brawijaya

I, berputra

Raden Fatah adalah

keponakan Bujangga

Manik alias Arya Damar

dari Palembang. Arya

Damar adalah anak dari

105

2. Prabu Guru Haji

Putih/Brawijaya II,

berputra

3. Prabu

Tajimalela/Brawijaya

III, berputra

4. Sunan

Rumenggong/Brawijaya

V, berputra

5. Prabu Cakrabuana

III/Brawijaya V,

berputra

6. Raden Fatah

Silsilah Raden Fatah versi

kedua:

1. Syekh Ahmad

Jalaludin, berputra

2. Syekh Jamaludin Al

Akbar/Syekh Jumadil

Kubro, berputra

3. Barakat Zainal Alam,

berputra

4. Maulana Malik

Ibrahim, berputra

5. Sunan Rumenggong,

berputra

6. Prabu Cakrabuana III,

berputra

7. Raden Fatah

Sunan Rumenggong,

berarti Raden Fatah

adalah cucu Sunan

Rumenggong. Menurut

sanad riwayat dari Raden

Haji Ahmad Dimyati

diterima pada tahun 1992

dari gurunya KH. Aceng

Mu’man Mansyur

diterima dari ayahnya

KH. Raden Ahmad

Dimyati diterima dari

guru-guru beliau

diantaranya KH. Raden

Muhammad

Adro’i/Mama Bojong

Garut, KH Raden Ahmad

Satidi/Mama Gentur

Cianjur, KH. Raden

Muhammad

Syuja’i/Mama Gudang

Tasik diterima dari

gurunya KH. Ahmad

Sobari Ciwedus bahwa

Maulana Malik Ibrahim

mempunyai 2 putra yaitu

Sunan Ampel dan Sunan

Santri alias Sunan

Rumenggong. Yang

ditugaskan menyebarkan

Islam, yaitu Sunan Ampel

diutus ke Jawa dan Sunan

Rumenggong diutus ke

Sunda Jawa Barat.

Berdasarkan Catatan

Silsilah Ningrat

Limbangan yang

dikeluarkan oleh Rukun

Warga Limbangan bahwa

Sunan Rumenggong

pernah sebagai Penguasa

Labuan Cirebon yang

berkedudukan di

Sindangkasih

(Majalengka sekarang).

Raden Fatah adalah putra

106

dari Kertabumi alias

Prabu Cakrabuana III

alias Cakrabumi alias

Haji Abdullah Iman.

Dalam Catatan Silsilah

Ningrat Limbangan yang

dikeluarkan oleh Rukun

Warga Limbangan bahwa

Kertabumi adalah Raja

Galuh atau Raja

Mendang. Prabu Susuk

Tunggal memiliki anak

bernama Ki Amuk

Marugul dan Ki Amuk

Marugul memiliki anak

bernama Ki Ageng

Japura. Raden Fatah

adalah sepupu dari Ki

Ageng Japura/Pate

Japura.

Tome Pires Silsilah Raden Fatah menurut

Tome Pires:

1. Kakek Raden Fatah

berasal dari Gresik dan

menjadi Penguasa

Cirebon

2. Ayah Raden Fatah

adalah seorang kesatria

dan bijak dalam

mengambil keputusan

yang memiliki 40 jung

dari wilayahnya

3. Pate Rodim/Raden

Fatah

Dalam tulisan Tome Pires

bahwa Pate Rodim

(Raden Fatah) memiliki

hubungan yang erat

dengan para penguasa di

Jawa, mengingat semua

putri dari ayah dan

kakeknya menikah

dengan pate-pate

tertinggi.

Pate Japura adalah

sepupu tertua dari Pate

Rodim.

107

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diakhir penelitian penulis akan menyajikan kesimpulan, yaitu:

1. Bagaimana silsilah Raden Fatah sebenarnya?

Setelah disesuaikan antara tulisan Tome Pires dan tulisan para Ulama bahwa

Raden Fatah adalah keponakan dari Bujangga Manik alias Arya Damar dari

Palembang. Arya Damar adalah anak dari Sunan Rumenggong, berarti Raden Fatah

cucu dari Sunan Rumenggong. Raden Fatah adalah putra dari Kertabumi alias Prabu

Cakrabuana III alias Brawijaya V alias Siliwangi V. Sunan Rumenggong adalah cucu

dari Syekh Jumadil Kubro. Sunan Rumenggong pernah sebagai Penguasa Cirebon

yang berkedudukan di Sindangkasih. Maulana Malik Ibrahim memiliki 2 putra yaitu

Sunan Ampel dan Sunan Santri alias Sunan Rumenggong. Gresik sebagai pusat agama

Islam tertua di Jawa Timur. Maulana Malik Ibrahmi bermakam di Gresik. Sunan

Rumenggong ditugaskan ke Sunda dan pernah berkuasa di Cirebon sedangkan Sunan

Ampel ditugaskan ke Jawa. Dengan demikian, susunan Silsilah Raden Fatah yaitu:

1. Syekh Ahmad Jalaludin, berputra

2. Syekh Jamaludin Al Akbar/Syekh Jumadil Kubro, berputra

3. Barakat Zainal Alam, berputra

4. Maulana Malik Ibrahim, berputra

5. Sunan Rumenggong, berputra

6. Prabu Cakrabuana III, berputra

7. Raden Fatah

Prabu Susuk Tunggal merupakan putra dari Prabu Taji Malela. Sunan Rumenggong

menantu dari Prabu Taji Malela, berarti Prabu Susuk Tunggal saudara ipar dengan

Sunan Rumenggong. Prabu Susuk Tunggal memiliki anak bernama Ki Amuk Marugul

dan Ki Amuk Marugul memiliki anak bernama Ki Ageng Japura. Dengan demikian

berdasarkan silsilah Raden Fatah versi tulisan Ulama bahwa Raden Fatah sepupu dari

Ki Ageng Japura/Pate Japura.

2. Bagaimana kedudukan Raden Fatah dengan para Wali penyebar Islam dan

hubungan Raden Fatah terhadap raja-raja Hindu?

Raden Fatah adalah penguasa di Negeri Demak dan pate tertinggi di Jawa.

Raden Fatah memiliki hubungan yang erat dengan para penguasa di Jawa, semua putri

dari ayah dan kakeknya menikah dengan pate-pate tertinggi. Raden Fatah sangat

dihormati. Mereka adalah orang-orang Moor (Islam) atau pengikut Nabi Muhammad

SAW. Jika mengacu dari Silsilah Raden Fatah yang sudah dijelaskan, sudah barang

tentu mempunyai hubungan kekerabatan yang erat dengan tokoh-tokoh Walisongo.

Misalnya, Sunan Kalijaga adalah keponakan dari Raden Fatah, Raden Fatah dan

Sunan Gunung Jati I adalah cucu dari Sunan Rumenggong.

108

Silsilah dari Raja Daha yaitu Batara Vojyaya dan patihnya Guste Pate

bernama Pate Amdura, tidak memiliki hubungan keluarga dengan Raden Fatah.

Sedangkan tulisan tentang hubungan kekerabatan antara pate-pate Moor dengan

Raden Fatah detail dan rinci. Raden Fatah memiliki keterkaitan kerabat dengan Pati

Unus dan kakeknya dari Gresik. Sebaliknya, bahwa Raja Daha Batara Vojyaya adalah

musuh dari Raden Fatah dan pihak Daha sering melalakukan penyerangan terhadap

Demak. Dengan demikian, tidak bisa menyimpulkan bahwa Batara Vojyaya sebagai

tokoh ayah Raden Fatah dan disamakan dengan tokoh Brawijaya.

Raden Fatah sangat berkuasa sehingga mampu menaklukkan seluruh wilayah

Palembang, Jambi, Kepulauan Manomby, dan banyak pulau lainnya. Ayah dari Raden

Fatah memiliki hubungan kekerabatan dengan pate-pate tertinggi di Jawa dan tokoh

yang sangat berkuasa. Sementara tidak ada catatan yang menuliskan bahwa Batara

Vojyaya memiliki kaitan nasab atau silsilah dengan Raden Fatah. Batara Vojyaya

hanya menguasai Kerajaan Jawa Pedalaman alias Kerajaan Hindu Daha yang hanya

menguasai sebagian wilayah Jawa Timur dan Bali. Ayah Raden Fatah dahulunya

mengumpulkan kapal jung sebanyak 40 buah kapal. Sedangkan Batara Vojyaya tidak

memiliki banyak jung dan penguasaan pelabuhan yang banyak.

Dengan demikian, kedudukan Raden Fatah adalah sebagai pate tertinggi di

Jawa dan memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan pate-pate Moor tertinggi

di Jawa. Raden Fatah tidak memiliki hubungan nasab atau silsilah dengan Raja Hindu

Daha yaitu Batara Vojyaya dan patihnya Guste Pate. Guste Pate sering melakukan

penyerangan dengan Demak.

B. Saran

Adapun saran untuk bidang Sejarah Islam di Nusantara, yaitu:

1. Untuk Sejarah Islam khususnya di Nusantara pentingnya Hukum Islam

(Fiqih) sebagai barometer dalam sebuah kebenaran tulisan sejarah silsilah dan

riwayat tentang tokoh-tokoh Islam sebagai tokoh penyebar Islam.

2. Penulisan Sejarah Islam di Nusantara masih banyak polemik sedangkan

kebesaran sebuah bangsa salah satunya tercermin dari sejarah bangsanya

dimasa lalu. Maka dari itu, menjadi tugas para sejarawan Indonesia untuk

terus mengkaji dan meneliti sejarah bangsa Indonesia karena secara fakta

bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan mandiri sejak berabad-abad

yang lalu.

109

DAFTAR PUSTAKA

Sumber-Sumber Primer

Buku Cetakan

Cortesao, Armando. Suma Oriental karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah

ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues diterjemahkan dari buku The Suma

Oriental of Tome Pires An Account of The East, From The Sea to China and

The Book of Francisco Rodrigues edited by Armando Cortesao 2 Volume

(The Hakluyt 1944), Yogyakarta, Ombak, 2015.

Pigafetta, Antonio. The First Voyage Around The World by Magellan 1519-1522,

London, Printed for The Hakluyt Society, 1519-1522.

Sumber-Sumber Sekunder

Naskah

Abdullah, Raden Beben. Naskah Sukapura, 1991.

Anggapraja, Raden Sulaiman. Sajarah Babon Luluhur Sukapura, 1971.

Aunillah, Raden Atung. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan

Babad Cirebon, PNRI, Kode 75b

Djubaedi, Raden Achmad. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan, 2013.

Djubaedi, Raden Achmad. Sejarah Prabu Wijayakusumah atau Sunan Cipancar

Limbangan dan leluhurnya, 2013

Hendriyana, Raden Eeng dan Tim Yayasan Wasiat Karuhun Sukapura. Babon

Sukapura, 1971.

Indrayuda, Raden. Terjemahan Surat Wasiat Raden Indrayuda ditulis 16 Juli 1892,

2013.

Mertakusuma, Raden Syar’i. Kitab Al Fatawi, 1920.

Priyatna, R.I Soehari dan R.H.I Ibrahim. Catatan Silsilah Ningrat Limbangan yang

dikeluarkan oleh Rukun Warga Limbangan.

Suryaman, Radeng Anang, Raden Yeni Mulyani, dan Raden Abdul Syukur. Mengenal

Museum Prabu Geusan Ulun Obyek Wisata Lainnya serta Riwayat Leluhur

Sumedang

Tim Yayasan Wasiat Karuhun Tasikmalaya. Ringkasan Babon Sukapura

Yayasan Pangeran Sumedang. Silsilah Pangeran Kornel

Abdurahman bin Muhammad bin Al Mahsyur. Kitab Syamsu al Zahiro, fi nasabi ahli

al baiti min bani alawi furu fathimah al zahra wa amir wa muminin ra Jilid

1, Jeddah, Alam Al Marifah.

Al Fadhil Abi Al Fadhol As Senori At Tubani. Kitab Ahla Al Musamaroh fi hikayati

al auliya al asroh, Tuban, Majelis At Ta’lif wal Khotot.

Al Habib Ali bin Husain bin Jafar Al Atthas. Kitab Taj Al Ars ala manaqib al habib

al qutub solih bin abdullah al atthas jilid 1, cetakan pertama, Kudus, Menara

Kudus.

110

Al Habib Assegaf bin Ali Al Kaff. Kitab Dirosah Finasbi Al Saadah Bani Alawi

Dzuriyyah Al Imam Al Muhajir Ahmad bin Isa, tidak ada tahun.

Mustofa, Bisri. Kitab Tarikhul Auliya Tarikh Walisongo, Kudus: Menara Kudus,

1952.

Serat Pararaton Ken Arok.

Buku Cetakan

Abdullah, Rachmad. Walisongo Gelora Dakwah dan Jihad Di Tanah Jawa

(1404-1482 M), Solo, Al Wafi, 2017

Abdullah, Rachmad. Sultan Fattah Raja Islam Pertama Penakluk Tanah Jawa

(1482-1518 M), Solo, Al Wafi, 2017.

Abdullah, Rachmad. Kerajaan Islan Demak Api Revolusi Islam Di Tanah Jawa

(1518-1549 M), Solo, Al Wafi, 2017.

Abimanyu, Soedjipto. Babad Tanah Jawi, Yogjakarta, Laksana, 2013.

Adji, Krisna Bayu dan Sri Wintala Achmad. Geger Bumi Majapahit Menelanjangi

Sisi Kelam Di Balik Pesona Majapahit, Yogyakarta, Araska, 2014.

Adji, Krisna Bayu. Sejarah Runtuhnya Kerajaan-Kerajaan Di Nusantara,

Yogyakarta, Araska, 2014.

Aizid, Rizem. Sejarah Islam Nusantara, Yogyakarta, Diva Press, 2016.

Akasah, Hamid dan Aby Azyzy. Babad Tanah Jawa (Majapahit- Demak-Pajang),

Cipta Adi Grafika, Tidak ada tahun.

Akasah, Hamid. Walisongo Antara Mitos dan Sejarah Periode I Sampai V, Cipta

Adi Grafika, Tidak ada tahun.

Al Husaini, HMH Al Hamid. Pembahasan Tuntas Perihal Khilafiyah, Bandung,

Yayasan Al Hamidy, 1997.

Al Jaziri, Abdurrahman. Kitab Al Fiqhi Ala Al Madzahib Al Arba’ah, Beirut, Dar Al

Kutub Al Ilmiyyah, 1999.

Al Zohiri, Abu Muhammad Al Qurthubi, Al Muhalla bi Al Atsar, Beirut, Dar Al Fikr.

Amar, Imron Abu. Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak, Kudus, Menara

Kudus, 1996.

Atmodarminto R. Babad Demak Dalam Tafsir Sosial Politik Keislaman dan

Kebangsaan, Jakarta, Millennium Publiser, 2000.

Azyumardi, Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara

Abad XVII Dan XVIII (Edisi Revisi), Jakarta, Kencana, 2007.

Baso, Ahmad. Islamisasi Nusantara dari Era Khalifah Usman bin Affan hingga

Walisongo, Jakarta, Pustaka Afid, 2018.

Budiman, Amen. Babad Dipenogoro ditulis oleh Pangeran Dipanegara Sendiri Di

Tempat Pengasingannya Di Manado, Semarang, Tanjung Sari, 1980.

Djafar, Hasan. Masa Akhir Majapahit: Girindrawardhana dan Masalahnya,

Jakarta, Komunitas Bambu, 2012.

De Graaf H.J dan TH Pigeaud. De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java,

Studien Over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 de Eeuw,

Pustaka Utama Grafiti, Kerajaan Islam Pertama Di Jawa Tinjauan

Sejarah Politik Abad XV Dan XV,. Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1985.

111

Hamka. Sejarah Umat Islam: Pra Kenabian hingga Islam di Nusantara, Jakarta,

Gema Insani, 2016.

Janutama, Herman Sinung. Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam, Jakarta,

Noura Books, 2014.

Kartodirdjo, Sartono dkk. Sejarah Nasional Indonesia, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1973.

Kasri, Muhammad Khafid. Sejarah Demak Matahari Terbit Di Glagah Wangi,

Demak, Syukur, 2008.

Khaldun, Ibnu. Mukaddimah Ibnu Khaldun, Jakarta, Pustaka Al Kautsar, 2001.

Kuntowijoyo. Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2003.

Kuntowijoyo. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 2013.

Laffan, Michael. The Makings of Indonesian Islam,. Indi Aunullah dan Rini Nurul

Badariah, Sejarah Islam Di Nusantara, Yogyakarta, Bentang Pustaka, 2015.

Lajoubert, Monique Zaini. Karya lengkap Abdullah bin Muhammad Al Misri, Depok,

Komunitas Bambu, 2008.

Mangkudimedja, R.M dan Hardjana HP, Serat Pararaton Ken Arok, Jakarta,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penerbitan Buku Sastra

Indonesia dan Daerah, 1980.

Mashad, Dhurorudin. Muslim Bali: Mencari Kembali Harmoni yang Hilang, Jakarta,

Pustaka Al Kautsar, 2014.

Muhammad, Abu Abdillah bin Muhammad Al Qurthubi. Al Jami’ li Ahkam Al

Qur’an, Qohiroh, Dar Al Kutub Al Misriyyah, 1964.

Muljana, Slamet. Menuju Puncak Kemegahan, Jakarta, Balai Pustaka, 1965.

Muljana, Slamet. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya, Jakarta, Bhratara, 1979.

Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara

Islam Di Nusantara, Yogyakarta, LKIS, 1968.

Olthof, W.L. Babad Tanah Jawi, Yogyakarta, Narasi, 2019.

Purwadi. Prabu Brawijaya Raja Agung Binathara Ambeg Adil Paramarta,

Yogyakarta, Oryza, 2013.

Purwadi dan Maharsi. Babad Demak Sejarah Perkembangan Islam di Tanah

Jawa, Yogyakarta, Pustaka Utama, 2012.

Ricklefs M.C. A History Of Modern Indonesi,. Dharmono Hardjowidjono, Sejarah

Indonesia Modern, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2007.

Ricklefs M.C, Bruce Lockhart, dkk. A New History of Southeast Asia, Komunitas

Bambu, Sejarah Asia Tenggara Dari Masa Prasejarah

SampaiKontemporer, Depok, Komunitas Bambu, 2013.

Saefuddin, Didin. Sejarah Politik Islam, Depok, Serat Alam Media, 2017.

Salam, Solichin. Sekitar Walisongo, Kudus, Menara Kudus, 1960.

Sunyoto, Agus. Atlas Walisongo, Bandung, Iiman, 2012.

Suparman. Babad Kesultanan Demak Bintoro, Pajang, dan Mataram, Demak,

Galang Ideapena Demak, 2015.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah I, Bandung, Surya Dinasti, 2015.

Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah II, Bandung, Surya Dinasti, 2016.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta, Rajawali Press,

2010.

112

Jurnal

Anggoro, Bayu. Wayang dan Seni Pertunjukkan: Kajian Sejarah Perkembangan Seni

Wayang di Tanah Jawa sebagai Seni Pertunjukkan dan Dakwah, Jurnal

Sejarah Peradaban Islam, Vol 2 No 2, 2018. (Diakses 25 Juni 2020,

http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/juspi/article/view/1679)

Dewi, Tri Tunggal, Wakidi, dan Suparman Arif. “Peranan Sultan Fattah dalam

Pengembangan Agama Islam di Jawa,” Jurnal Pendidikan dan Penelitian

Sejarah, Vol. 5 No. 8 (2017). (Diakses 27 Maret 2019,

http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/14339)

Farida, Umma. “Islamisasi Di Demak Abad XV M: Kolaborasi Dinamis Ulama-

Umara dalam Dakwah Islam di Demak,” Jurnal At Tabsyir Komunikasi

Penyiaran Islam, Vol. 3 No. 2, (Desember 2015): 299-318. (Diakses 20

Februari 2019, https://doi.org/10.21043/at-tabsyir.v3i2.1649 ) Guillot, Claude. La Necessaire Relecture de I’accord Luso-Soundanais de 1522, In

Archipel Vol 42, pp 53-76, 1991. (Di akses 25 Juni 2020,

https://www.persee.fr/doc/arch_0044-8613_1991_num_42_1_2748 )

Hasib, Kholili. “Menelusuri Mazhab Walisongo”, Jurnal Tsaqafah Peradaban Islam,

Vol. 11 No. 1, (Mei 2015): 137-150. (Diakses 20 Februari 2019,

https://ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/tsaqafah/article/vie/257 )

Johns, Anthony H. “The Role Of Structural Organisation and Myth Javanes

Historiography,” The Journal of Asian Studies, Vol. 24 No. 1 (November

1964): 91-99. (Diakses 20 Februari 2019,

https://www.jstor.org/stable/2050416 )

Kern, RA. Pati Unus En Sunda, Jjournal Bijdragen tot de taal- land- en volkenkunde,

Deel 108 2 de Afl, 1952. (Di akses 8 Juli 2020,

http://www.jstor.com/stable/27859765 ) Kholid, A.R Idham. “Walisongo: Eksistensi Dan Perannya Dalam Islamisasi Dan

Implikasinya Terhadap Munculnya Tradisi-Tradisi Di Tanah Jawa,” Jurnal

Tamaddun, Vol.4 No. 1, (Januari-Juni 2016): 1-47. (Diakses 20 Februari

2019, https://doi.org/10.24235/tamaddun.v1i1.934 ) Kraan, Alfons van der. Human Sacrifice in Bali: Sources, Notes, and Commentary,

Cornell University Press, Southeast Asia Program Publications at Cornell

University, Indonesia No 40, Oktober 1985. (Di akses 25 Juni 2020,

https://www.jstor.org/stable/3350877 )

Kusno, Abidin. “The Reality of One Which Two: Mosque Battles and Other Stories”

Notes on Architecture, Religion, and Politics in the Javanese World,”

Journal of Architecture Education, Vol. 57 No. 1 (September 2003): 57-67.

(Diakses 20 Februari 2019, https://www.jstor.org/stable/1425740 )

Maryam. “Transformasi Islam Kultural Ke Struktural (Studi Atas Kerajaan Demak),”

Jurnal Tsaqofah dan Tarikh, Vol. 1 No. 1, (Januari-Juni 2016): 63-76.

(Diakses 20 Februari 2019, https://doi.org/10.29300/ttjksi.v1i1.864 ) Ngationo, Ana. “Peranan Raden Fatah Dalam Mengembangkan Kerajaan Demak

Pada Tahun 1478-1518,” Kalpataru Jurnal Sejarah dan Pembelajaran

113

Sejarah, Vol. 4 No. 1, (Juli 2018): 17-28. (Diakses 27 Maret 2019,

https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/Kalpa/article/view/2445 )

Pianto, Heru Arif. “Keraton Demak Bintoro Membangun Tradisi Islam Maritim Di

Nusantara,” Jurnal Sosiohumaniora: Jurnal Imiah Ilmu Sosial dan

Humaniora, Vol. 3 No. 1, (April 2017): 18-26. (Diakses 20 Februari

2019, https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/sosio/article/view/1521 )

Priyadi, Sugeng. Perdikan Cahyana, Jurnal Humaniora Volume XIII No 1 Februari

2001 halaman 89-100. (Di akses 16 Agustus 2020,

https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/714/560 )

Pudjiastuti, Titi. Sita: Perempuan Dalam Ramayana Kakawin Jawa Kuna, Jurnal

Manuskrip Nusantara Vol 1 No 2, 2010. (Di akses 25 Juni 2020,

https://ejournal.perpusnas.go.id/jm/article/view/00100220106/110 )

Ras J.J. “The Genesis of The Babad Tanah Jawi: Origin and Function of The Javanese

Court Chronicle,” Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 143

2/3de Afl (1987): 343-356. (Diakses 20 Februari 2019,

https://www.jstor.org/stable/27863843 )

Rokhman, M Nur, Lia Yuliana, dan Zulkarnain. “Pengembangan Maket Pusat

Kerajaan Demak Sebagai Media Pembelajaran Sejarah Di SMA, Prosiding

Seminar Nasional, Universitas Negeri Yogyakarta. (Diakses 27 Maret 2019,

https://eprints.uny.ac.id/40063/ )

Subroto, K. Melucuti Keprajuritan Orang Jawa, Syamina, Edisi 7 Mei 2018.

Suhendi, Didi. Inferiorotas Perempuan: Belenggu Jaya, Jani, dan Patni Dalam Tradisi

Agama Hindu, Jurnal Mahasiswa dan Alumni Pascasarjana se Indonesia Vol

3 No 3, Agustus 2011. (Di akses 25 Juni 2020,

https://repository.unsri.ac.id/25385/)

Tundjung dan Arief Hidayat. “Politik Dinasti Dalam Perspektif Ekonomi dari

Kerajaan Demak,” Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 3 No. 1, (2018). (Diakses

20 Februari 2019,

https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/alursejarah/article/view/2847 )

114

GLOSARI

1. Aji Putih : Gelar raja pajajaran, Aji berarti pegangan atau

falsafah dan putih artinya suci bersih.

2. Batara : Gelar raja bawahan yang diberikan kepada

kerajaan bawahan dari kerajaan pusat.

3. Cakrabuana : Gelar raja pajajaran, cakra adalah khalifah atau

penguasa dan buana artinya dunia.

4. Darmakingkin : Gelar raja pajajaran, darma adalah melakukan

kebaikan dan kingkin adalah sungguh-sungguh.

5. Dayeuh Manggung : Gelar raja pajajaran, dayeuh adalah kota ilmu dan

manggung artinya berkibar, dikenal, dan

dakwah.

6. Dewa : Manusia yang memiliki derajat tinggi laksana

turun dari langit.

7. Hyang : Gelar raja yang memiliki arti memberi kebaikan

dan mengayomi serta memiliki kedudukan diatas

dewa.

8. Kertarahayu : Nama keraton pajajaran yang membawahi

pajajaran barat, tengah, dan timur yang memiliki

arti selamat dan sejahtera.

9. Pajajaran : Nama kerajaan islam sunda yang memiliki arti

semu sejajar jika dizaman Nabi Muhammad

SAW istilahnya sahabat, berdiri sama tinggi

duduk sama rendah.

10. Pakuan Pajajaran : Nama ibukota kerajaan islam sunda pajajaran.

11. Rumenggong : Nama raja pajajaran yang memiliki arti tokoh

yang dituakan dan ayah dari semua raja-raja.

12. Siliwangi : Gelar raja pajajaran dari kata silih dan wangi

yang memiliki makna saling memberi kebaikan.

13. Sri Komara : Gelar raja pajajaran yang memiliki arti dari sri

adalah raja dan komara adalah kependekan dari

komaruddin.

14. Taji Malela : Gelar raja pajajaran yang memiliki arti dari kata

taji adalah nama lain dari Baginda Nabi

Muhammad SAW dan Malela artinya Mulk yaitu

raja. Atau bisa diartikan Tajjul Mulk yaitu raja

diatas raja.

115

INDEKS

A

Alas Peuntas, 40, 43

Alfonso de Albuquerque, 70, 99, 110, 111,

114, 118

Antonio Pigafetta, 64, 72, 77

Anunciada, 118

Arya Baribin, 102, 103, 107

Arya Damar, 20, 21, 23, 25, 47, 48, 49, 50, 52,

89

B

babad, 6, 17, 19, 21, 28, 29, 35, 51, 52, 86,

100

Babad Tanah Jawi, 1, 3, 4, 5, 19, 21, 22, 24,

29, 30, 31, 35, 36, 49, 52, 53, 72, 84, 85,

86, 89, 101, 111, 112, 123, 124, 126

Bangka, 62, 70, 73, 111

Banten, 3, 17, 26, 27, 59, 60, 61, 67, 72, 75,

77, 78, 83, 86, 101

Barakat Zainal Alam, 58

Batara Caripan, 94, 95

Batara Galuh, 40

Batara Galunggung, 40, 43

Batara Mandala, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 45, 46,

47, 48, 59, 61, 74, 79

Batara Mataram, 97

Batara Sinagara, 94, 95, 97

Batara Tamarill, 94, 95

Batara Vojyaya, 94, 95, 97, 99, 100, 101, 102,

103, 115, 119

Bintoro, 1, 2, 3, 4, 6, 12, 13, 18, 20, 21, 22,

23, 51, 52, 63, 110, 124, 125

Blambangan, 20, 52, 94, 100

Brawijaya V, 1, 2, 5, 6, 16, 20, 21, 22, 24, 49,

51, 52, 55, 71, 95, 101, 102, 103, 108, 112

Bumiwangi, 34, 35, 44, 46

Buniwangi, 35, 41, 42, 43, 44, 45, 57

C

Cakrabuana, 35, 46, 47, 49, 50, 51, 52, 55, 58,

60, 77, 78, 82, 83, 87, 88, 90, 95, 96, 97,

102, 104, 107, 108, 109, 110, 111, 112

Cakrabumi, 55, 96

Cakraningrat, 35, 46, 47

Cakrawati, 40, 41, 42, 46, 57

Canjtam, 94

Cempa, 5, 6, 16, 17, 18, 20, 23

Cigede, 60

Cimanuk, 51, 59, 61, 62, 66, 67, 74, 81, 101

Cirebon, 3, 5, 18, 24, 31, 37, 47, 48, 55, 58,

59, 62, 66, 74, 75, 78, 79, 80, 81, 83, 84,

86, 87, 88, 92, 93, 96, 98, 100, 101, 103,

110, 112, 114, 122

Ciung Wanara, 45, 53, 88

D

Daha, 59, 61, 71, 72, 85, 90, 91, 93, 94, 95,

96, 97, 98, 99, 100, 101, 108, 110, 115,

116, 119, 120

Dayo, 60, 61, 67, 68, 69, 74

De Barros, 72

Demak, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 11, 12, 13, 14, 17, 18,

19, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 34,

37, 43, 49, 57, 59, 61, 62, 63, 68, 69, 70,

71, 73, 74, 75, 77, 78, 80, 81, 82, 84, 85,

86, 87, 88, 94, 97, 98, 99, 100, 101, 103,

104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111,

112, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120,

123, 124, 125, 126

Dewa Niskala, 34, 35, 46, 49, 78

Dinasti Ming, 89, 90

Diogo do Couto, 75

Dipati Teterung, 47, 48, 49

Duerte Coelho, 76

F

Francisco de Sa, 76

116

G

Gamda, 94, 101

Girindrawarddhana, 22, 24, 71, 72, 73, 90, 91,

93, 94, 95, 97, 98, 99, 100, 101, 107, 108,

113, 115, 119

Gresik, 3, 5, 15, 17, 25, 26, 27, 30, 31, 49, 50,

56, 72, 94, 98, 99, 100, 104, 110, 111, 115

Guste Pate, 63, 64, 94, 97, 99, 101, 103, 107,

113, 115, 119

H

Haji Purwa Galuh, 81

Henrique Leme, 75

I

Indonesia, 4, 6, 7, 10, 13, 15, 16, 26, 28, 29,

30, 35, 59, 60, 61, 62, 65, 66, 80, 81, 95,

100, 105, 109, 113, 114, 115, 118, 123,

124, 125, 126

Indramayu, 66, 81

Islam, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,

14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 47, 50,

53, 54, 55, 56, 57, 59, 62, 63, 65, 71, 74,

82, 83, 85, 86, 87, 88, 90, 92, 93, 94, 96,

97, 98, 99, 101, 102, 103, 105, 106, 107,

108, 109, 110, 111, 112, 114, 116, 117,

119, 123, 124, 125

J

Japura, 50, 51, 58, 59, 80, 87, 88, 93, 96, 104

Jawa, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,

18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,

30, 31, 35, 37, 40, 42, 51, 52, 56, 57, 59,

62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72,

73, 74, 75, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87,

88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 96, 97, 98, 99,

100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107,

108, 109, 110, 111, 114, 115, 116, 117,

118, 119, 120, 123, 124, 125, 126

Jayakusumah, 41, 42, 44, 46, 56, 57

Jepara, 3, 27, 62, 68, 70, 71, 72, 73, 74, 75,

81, 84, 85, 86, 90, 94, 96, 97, 98, 101, 106,

108, 110, 113, 114, 115, 119

Joao de Barros, 75

Jorge de Albuquerque, 75, 76, 111

jung, 62, 66, 69, 71, 77, 100, 101, 114, 116,

117, 118

K

Kepulauan Laue, 69

Kepulauan Monomby, 62

Kerajaan Hindu Daha, 95, 97, 99, 110

Kerajaan Jawa Pedalaman, 65, 68, 93, 100

Kerajaan Sunda Pedalaman, 63, 65, 66, 68, 69,

94, 120

Keraton Galuh Pakuan, 81

Kertabumi, 24, 51, 52, 55, 71, 90

Kesultanan Demak, 1, 2, 3, 4, 6, 10, 11, 12,

19, 20, 21, 22, 23, 24, 51, 52, 62, 87, 107,

110, 112, 114, 116, 124

Ki Ageng Japura, 50, 51, 58, 59, 87, 88, 104

Ki Amuk Marugul, 51, 58, 59

Ki Gedeng Misri, 53, 54

Kidang Kancana, 45, 53, 54

Kitab Al Fatawi, 34, 35, 44, 46, 47, 49, 55, 56,

57, 75, 85, 86, 92, 96, 112, 122

Kitab Syamsu al Zahiro, 122

Kitab Taj Al Ars, 56

L

Laksamana Cheng-Ho, 90

lancaran, 117

Limbangan, 35, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46,

50, 53, 54, 55, 56, 57, 75, 78, 79, 80, 81,

82, 87, 88, 108, 122

M

Maharaja Kastori, 40, 41, 42, 57, 88, 102

Majalengka, 40, 42, 58, 60, 66, 75, 79, 80, 88,

95, 109, 110

Majapahit, 1, 2, 5, 6, 7, 12, 14, 16, 18, 19, 20,

21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 47,

51, 52, 53, 55, 60, 61, 62, 67, 68, 71, 72,

73, 74, 75, 82, 86, 87, 90, 91, 93, 94, 95,

96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 107,

108, 109, 113, 115, 119, 123

Maluku, 70, 87, 92, 98, 113

Mataram, 1, 2, 3, 4, 6, 17, 19, 20, 21, 22, 23,

25, 27, 28, 30, 37, 51, 52, 86, 93, 94, 95,

97, 101, 106, 110, 124

117

Maulana Malik Ibrahim, 15, 57, 58, 102, 103,

104

Mekkah, 40, 43, 105, 106

Moor, 63, 66, 67, 76, 81, 83, 88, 99, 100, 105

Munding Jayakawati, 39, 40, 41, 42, 43, 45,

49, 102

Mundingsari, 15, 42, 45, 46, 78

N

Niskala Wastu Kencana, 46, 60

Nurrudin Ibrahim, 82

Nusantara, 2, 3, 4, 9, 11, 13, 31, 32, 56, 63,

64, 74, 85, 99, 103, 105, 106, 111, 112,

113, 123, 124, 125

Nyai Ambetkasih, 45

Nyai Ijab Larang, 40

Nyai Mas Buniwangi, 45

Nyai Nading Leuwih, 40

P

Pajajaran, 8, 9, 14, 15, 34, 35, 36, 37, 38, 39,

40, 44, 45, 47, 48, 49, 53, 54, 55, 59, 60,

61, 62, 63, 67, 68, 69, 72, 73, 74, 75, 77,

78, 79, 80, 81, 82, 83, 87, 88, 89, 90, 91,

92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 101, 102,

103, 107, 108, 109, 110, 111, 112, 116, 119

Pajarakan, 94

Pakwan Pajajaran, 60, 67, 81, 101, 108, 109,

112

Palembang, 3, 5, 6, 13, 18, 19, 20, 21, 22, 23,

25, 27, 40, 43, 47, 48, 49, 50, 62, 70, 86,

89, 97, 100, 101, 114, 116, 118

Panarukan, 94

pangajava, 71, 116, 117

Pangeran Pamakelaran, 48

Pangeran Sabrang Lor, 27, 82, 85

Pangeran Sang Hyang, 46, 47, 50

Pangeran Santri, 48

Parakanmuncang, 80

Pararaton, 24, 29, 30, 35, 51, 52, 72, 89, 90,

95, 96

Parung, 37, 40, 58, 60, 88

Pate Japura, 88

Pate Katir, 83, 84, 85

Pate Quedir, 84

Pate Rodim, 5, 50, 51, 58, 59, 62, 68, 70, 71,

75, 87, 88, 97, 99, 100, 101, 103, 104, 108,

109, 111, 117, 118

Pati Quitis, 111

Pati Unus, 62, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75,

77, 78, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 90, 92, 96,

97, 98, 99, 103, 104, 105, 106, 108, 110,

111, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 125

Pelabuhan Jepara, 98, 115

pohon paku, 80

Pontang, 60

Portugis, 13, 27, 28, 30, 31, 68, 69, 72, 74, 75,

76, 77, 78, 82, 83, 84, 85, 86, 88, 106, 109,

110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117,

118, 119, 120

Prabu, 1, 2, 5, 6, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 23, 25,

27, 30, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,

43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,

54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 64, 68, 71,

75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 87, 88,

89, 90, 95, 96, 97, 99, 102, 103, 104, 107,

108, 109, 110, 111, 112, 122, 124

Prabu Banjaransari, 40, 41, 42, 45, 102

Prabu Geusan Ulun, 38, 44, 47, 48, 49, 54, 55,

58, 78, 122

Prabu Guru Aji Putih, 42, 80

Prabu Guru Haji Putih, 42

Prabu Janton Dewata, 48

Prabu Layakusumah, 44, 45, 46, 47, 49, 50,

55, 59, 61, 71, 82

Prabu Lembu Agung, 42, 46, 79

Prabu Lingga Wesi, 53

Prabu Munding Jayakawati, 41

Prabu Picuk Umum, 48

Prabu Rangga Gading, 48

Prabu Siliwangi, 35, 37, 39, 40, 41, 42, 44, 45,

46, 47, 48, 49, 50, 51, 55, 57, 58, 59, 61,

75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 87, 88, 95,

96, 102, 108

Prabu Surawisesa, 34, 46, 75, 76, 77

Prabu Susuk Tunggal, 50, 54, 58, 59, 60, 75,

77, 87, 88

Prabu Taji Malela, 42, 45, 46, 47, 54, 88, 102

Prabu Tajimalela, 41, 42, 43, 55

Prabu Tutang Buana, 41, 42, 45, 54

Prabu Wastu Dewa, 44, 46, 78, 112

Purbasari, 53, 54

118

R

Raden, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14,

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 27, 28,

31, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42,

43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53,

54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 68, 71, 75, 78,

81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 91, 92,

95, 96, 97, 99, 100, 101, 102, 103, 104,

105, 106, 107, 108, 110, 111, 112, 114,

115, 116, 117, 118, 119, 120, 122, 125

Raden Fatah, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13,

14, 16, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 25, 27, 28,

31, 33, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 58, 59,

68, 71, 75, 81, 82, 84, 85, 86, 87, 88, 89,

91, 92, 95, 96, 97, 99, 100, 101, 102, 103,

104, 105, 106, 107, 110, 111, 112, 114,

115, 116, 117, 118, 119, 120, 125

Raden Jati Sunda, 40, 41, 42, 43, 45, 46, 47,

49, 50, 58

Raden Sangkan Welasan, 39, 40, 41, 42

Raja Baghdad, 82, 92

Raja Manuel, 99

Raja Samiam, 75, 76, 77

Raja Sunda, 34, 55, 61, 63, 66, 67, 68, 73, 74,

75, 76, 77, 81, 89, 95, 101, 102

Raja Utara, 82, 103

Rangga Pupuk, 48

Rangga Sunten, 40, 41, 42

Ratu Ibu Permana Dipuntang, 41, 42, 45, 56

Ratu Komara, 42, 45, 54

Ratu Pajajaran, 40, 41, 42, 57, 102

Ratu Permana, 42, 44

Rembang, 3, 70, 94, 97, 104

Resi Cakrabuana, 42, 43, 45, 46, 47

S

Sadjarah Banten, 25, 27

Samudera Pasai, 6, 32, 82

Sang Sinagara, 95, 97

Sareupeun Sukakerta, 40, 41, 42, 43

Semarang, 3, 93, 104, 105, 123

Senguruh, 71, 93, 96

Serat Kanda, 21, 23, 29, 30, 31, 52, 53, 72, 98,

99, 107

Sidayu, 94, 104

Siliwangi, 35, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 58,

59, 77, 87, 88, 95, 111

Sindangkasih, 61, 79, 80

Sri Baduga Maharaja, 34, 35, 46, 48, 49, 76,

78, 87, 108

Sri Komara, 45, 54, 55, 88, 102

Sukapura, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43,

44, 45, 48, 50, 53, 54, 58, 59, 72, 74, 79,

82, 83, 86, 87, 88, 92, 105, 112, 122

Sultan Yunus, 83, 84, 85, 86, 104, 119, 120

Sumedang, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46,

47, 48, 49, 54, 55, 58, 66, 68, 75, 78, 79,

81, 96, 110, 122

Sunan Ampel, 1, 6, 19, 52, 57, 104, 105, 107,

111

Sunan Baribin, 102, 103, 111

Sunan Bonang, 32, 107

Sunan Cipancar, 44, 75, 82, 122

Sunan Cisorok, 41, 42, 44, 49, 54, 55, 57

Sunan Darmakingkin, 41, 42, 44, 45, 57, 88

Sunan Dayeuh Manggung, 41, 42, 44, 45, 57,

88, 102

Sunan Drajat, 107

Sunan Geusan Ulun, 55

Sunan Giri, 2, 101, 107, 111

Sunan Kalijaga, 11, 13, 20, 22, 30, 99, 106,

107

Sunan Kudus, 99

Sunan Lingga Hyang, 40, 41, 42, 43, 46, 47,

49, 50, 55

Sunan Muria, 107

Sunan Nusakerta, 41, 42, 44, 57

Sunan Patinggi, 44, 45, 58, 88, 102

Sunan Rumenggong, 35, 41, 42, 43, 44, 45,

46, 47, 48, 49, 50, 51, 54, 55, 56, 57, 58,

59, 61, 81, 83, 92, 95, 102, 104, 107, 108,

109

Sunan Salalangu, 41, 42, 44, 57

Sunan Sukakerta, 41, 42

Sunda, 35, 40, 43, 45, 47, 51, 55, 57, 58, 59,

60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69, 72, 73,

74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 87,

88, 89, 90, 91, 92, 94, 95, 96, 98, 99, 101,

102, 103, 107, 108, 109, 110, 111, 112,

114, 115, 119, 120, 125

Sunda Kelapa, 60, 61, 67, 69, 74, 75, 77, 78,

81, 101, 114

Surabaya, 1, 16, 17, 19, 72, 94, 96, 100

Syaikh Abdullah Baharudin Al-Jawi, 81

Syaikh Ismail, 82, 83, 84

Syaikh Ismail Mawlana Ariffin, 82, 84

119

Syaikh Muhammad Yusuf, 82

Syarif Ibrahim Yunus, 82

Syarif Abdul Qodir, 84, 85

Syarif Aulia Muhammad, 82

Syarifah Mudaim, 46, 47, 107

Syekh Abdullah Iman, 47, 50

Syekh Ahmad Jalaludin, 58

Syekh Jumadil Kubro, 17, 50, 58, 106

T

Tangerang, 61, 78

Tidunan, 70, 94, 97, 104

Tome Pires, 5, 10, 25, 26, 27, 30, 49, 50, 51,

58, 59, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69,

70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 78, 81, 83, 84,

87, 88, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98,

99, 100, 101, 103, 105, 106, 107, 109, 111,

114, 115, 116, 117, 118, 119, 122

Tuban, 3, 11, 72, 94, 97, 100, 102, 107, 122

Tumapel, 71, 90, 91, 93, 96, 97, 108

U

Upeh, 70, 84, 98, 103, 116

V

Vasco de Gama, 76

W

Walangsungsang, 46, 47, 96

Walisongo, 2, 3, 6, 7, 13, 31, 33, 49, 50, 54,

89, 96, 99, 103, 105, 106, 107, 112, 123,

124, 125

Wangsakerta, 39, 50, 76, 77, 78, 79, 84, 87, 96

Wayang, 65, 124

Winkler, 80

120

BIODATA PENULIS

Navida Febrina Syafaaty, lahir di Depok, Jawa Barat, 3 Februari 1992. Ia

menamatkan sekolah menengah pertama di SMP Islam PB Sudirman Jakarta (2007),

Madrasah Aliyah di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta (2011) dan kuliah sarjana

di Jurusan Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi

Manusia IPB, Bogor (2015).

Penulis selama sekolah dan kuliah aktif dalam berbagai kegiatan organisasi.

Ketika SMP pernah menjadi Ketua OSIS, Ketua MPK dan wartawan siswa. Lalu saat

mondok pernah menjadi Ketua Kamar 308 Arafah, Ketua CLI, bagian persidangan

Keamanan OSDN 33, dan Ketua Bagian Keamanan Pusat OSDN 34. Penulis juga

selama di pondok aktif mengikuti berbagai perlombaan. Ketika kuliah pernah menjadi

Ketua RT lorong dua, BEM TPB bagian Kajian Strategi, BEM KM IPB bagian IPB

Social Politic Center, dan IPB Political School. Penulis selama kuliah juga aktif

menjadi panitia dan peserta diberbagai acara. Penulis pernah bekerja di Alif School

tahun 2016.

121

LAMPIRAN