Komik sebagai Ranah Publik Perkembangan Masyarakat Sipil Indonesia

12
1 Putri Andam Dewi 1106045733 Program Studi Susastra Komik Sebagai Ranah Publik dalam Perkembangan Masyarakat Sipil Di Indonesia Pendahuluan Pembahasan mengenai masyarakat sipil dan ranah publik, maka tidak dapat dipungkiri bahwa media massa (dibacamedia) mempunyai peran penting di dalam perkembangannya. Dalam konteks ini, media digambarkan sebagai sebuah kekuatan virtual yang dapat merubah opini publik dan mempengaruhi atau bahkan menciptakan arah perubahan sosial di dalam masyarakat. Media disini merupakan perangkat yang membantu menerapkan prinsip-prinsip masyarakat sipil menjadi sebuah tindakan yang nyata dan juga mengefektifkan partisipasi masyarakat dalam kerangka masyarakat sipil dengan menyediakan informasi yang akurat dan tepat. Di samping itu, media juga dapat meningkatkan kesadaran dan dukungan publik terhadap isu-isu sosial seperti hak azazi manusia dan aktivitas perdamaian. Tentu saja, hal-hal tersebut sebaikanya didukung oleh institusi-institusi dan individu-individu media yang bertanggung jawab sehingga dapat membantu menegakkan perilaku-perilaku yang akuntabel dalam masyarakat. Dalam hal ini, media dapat dikatakan sebagai ‗ranah publik’ dalam perkembangan masyarakat sipil. Ranah pulik bukanlah semata-mata sebuah ranah secara harafiah melainkan sebuah istilah metaforik yang digunakam untuk mendiskripsikan sebuah ruang publik dimana berjuta-juta individu berinteraksi satu sama lainnya. Di dalam ruang virtual ini, percakapan- percakapan, ide-ide, dan pikiran-pikiran setiap individu bertemu. Tempat dimana informasi, ide-ide, dan perdebatan berputar di dalam masyarakat, dan tempat opini politik terbentuk. Tempat dimana setiap individu dalam sebuah masyarakat mengetahui apa-apa saja yang sedang terjadi di sekelilingnya, dan isu-isu sosial, kebudayaan dan politik apa saja yang kita hadapai. Tempat dimana setiap individu terlibat di dalam isu-isu tersebut dan menambahkan

Transcript of Komik sebagai Ranah Publik Perkembangan Masyarakat Sipil Indonesia

1

Putri Andam Dewi

1106045733

Program Studi Susastra

Komik Sebagai Ranah Publik dalam Perkembangan

Masyarakat Sipil Di Indonesia

Pendahuluan

Pembahasan mengenai masyarakat sipil dan ranah publik, maka tidak dapat

dipungkiri bahwa media massa (dibaca—media) mempunyai peran penting di dalam

perkembangannya. Dalam konteks ini, media digambarkan sebagai sebuah kekuatan virtual

yang dapat merubah opini publik dan mempengaruhi atau bahkan menciptakan arah

perubahan sosial di dalam masyarakat. Media disini merupakan perangkat yang membantu

menerapkan prinsip-prinsip masyarakat sipil menjadi sebuah tindakan yang nyata dan juga

mengefektifkan partisipasi masyarakat dalam kerangka masyarakat sipil dengan menyediakan

informasi yang akurat dan tepat. Di samping itu, media juga dapat meningkatkan kesadaran

dan dukungan publik terhadap isu-isu sosial seperti hak azazi manusia dan aktivitas

perdamaian. Tentu saja, hal-hal tersebut sebaikanya didukung oleh institusi-institusi dan

individu-individu media yang bertanggung jawab sehingga dapat membantu menegakkan

perilaku-perilaku yang akuntabel dalam masyarakat. Dalam hal ini, media dapat dikatakan

sebagai ‗ranah publik’ dalam perkembangan masyarakat sipil.

Ranah pulik bukanlah semata-mata sebuah ranah secara harafiah melainkan sebuah

istilah metaforik yang digunakam untuk mendiskripsikan sebuah ruang publik dimana

berjuta-juta individu berinteraksi satu sama lainnya. Di dalam ruang virtual ini, percakapan-

percakapan, ide-ide, dan pikiran-pikiran setiap individu bertemu. Tempat dimana informasi,

ide-ide, dan perdebatan berputar di dalam masyarakat, dan tempat opini politik terbentuk.

Tempat dimana setiap individu dalam sebuah masyarakat mengetahui apa-apa saja yang

sedang terjadi di sekelilingnya, dan isu-isu sosial, kebudayaan dan politik apa saja yang kita

hadapai. Tempat dimana setiap individu terlibat di dalam isu-isu tersebut dan menambahkan

2

suara mereka untuk mendiskusikannya, dengan kata lain memainkan peranannya dalam

proses sebuah masyarakat mencapai sebuah konsensus atau kompromi tentang apa yang kita

pikirkan terhadap isu-isu tersebut dan apa yang harus kita lakukan terhadapnya. (McKee,

2005)

Ranah publik tidak sama persis dengan media. Akan tetapi, kedua istilah ini

digunakan dalam dua konteks dan situasi yang berbeda, yaitu dalam tulisan ilmiah dan tulisan

populer—diskusi yang membahas tentang isu-isu yang serupa misalnya bagaimana sebuah

komunitas yang besar mensirkulasikan ide-ide, mendiskusikan respon-respon yang

memungkinkan, dan mencapai semacam persetujuan bagaimana mengatasi isu-isu tersebut.

Hubungan antara kedua istilah ini rumit dan saling tumpang tindih. Di satu pihak, ‗ranah

publik‘ merupakan sesuatu hal yang lebih besar dari ‗media‘, di lain pihak, ‗media‘

mempunyai peran penting di dalam ‗ranah publik‘. Dalam hal ini, media massa berperan

sebagai sarana dimana populasi dalam jumlah besar bersama-sama saling bertukar ide-ide,

pendapat-pendapat, opini-opini. Media massa merupakan tempat untuk kita mengetahui

tentang ‗publik‘—yaitu jutaan individu lainnya yang hidup bersama-sama dalam sebuah

negara (McKee, 2005).

Masyarakat sipil secara umum didefinisikan sebagai kehidupan berasosiasi dalam

masyarakat yang secara bebas tanpa terikat dengan pemerintah dan pasar (Pharr, 2003). Salah

satu elemen masyarakat sipil yang berperan penting dalam perkembangannya adalah

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM adalah lembaga non pemerintah yang terdiri

dari sekelompok individu yang berfungsi sebagai fasilitator dan mediator antara pemerintah

dan masyarakat umum. Dengan kata lain, LSM berfungsi sebagai organisasi yang

memberdayakan masyarakat umum serta memberikan informasi dan pendidikan mengenai

isu-isu yang terjadi di dalam lingkungan sekitar mereka. Dalam rangka memberdayakan

masyarakat umum, LSM-LSM tersebut memasuki ‗ranah publik‘ dimana setiap masyarakat

umum mendapatkan informasi dan pengetahuan terhadap situasi dan kondisi isu-isu yang

sedang berlangsung di sekitar mereka.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, media massa mempunyai peran penting di

dalam ranah publik. Dengan kata lain, media massa merupakan sarana agar isu-isu tersebut

tersebar luas sehingga setiap individu dapat berinteraksi di dalam ranah publik tersebut.

Dalam rangka memberdayakan masyarakat LSM-LSM melakukan penyadaran masyarakat

dengan beberapa cara, salah satunya memberikan kesadaran umum dengan menggunakan

3

media komik. Penggunaan media komik sebagai sarana LSM-LSM marak digunakan sejak

pasca reformasi 1998. LSM-LSM seperti Komisi Pemilihan Umum, Common Ground,

International Catholic Migration Center, Aksi Stop Aids, HuMA, dan sebagainya.

Masyarakat Sipil

Masyarakat sipil (civil society) merupakan suatu konsep yang telah dikenal selama

puluhan tahun dan didiskusikan secara mendalam dan panjang lebar, baik oleh akademisi,

praktisi maupun orang yang berkepentingan lainnya. Konsep itu telah muncul sejak masa

awal Eropa modern, setelah itu sempat pada pertengahan abad 19 tidak dipergunakan, namun

mulai populer lagi sejak tahun 1970 an. Berbarengan dengan konsep-konsep yang biasanya

terkait dengannya, yaitu social capital dan public sphere, konsep civil society telah menjadi

suatu perangkat analitik yang kuat untuk pemikiran mengenai cara-cara bagaimana orang,

baik secara individual maupun dalam kelompok, berhubungan dengan tatanan politik, sosial,

dan ekonomi yang lebih luas (Pharr, 2003).

Terkandung dalam pengertian masyarakat sipil menurut Pharr (2003) adalah aktivitas

sosial yang terorganisir dan bertahan, yang berlangsung dalam kelompok-kelompok yang

terbentuk di luar wilayah negara, pasar dan keluarga. Kegiatan oleh kelompok-kelompok dan

individu-individu tersebut menciptakan suatu medan bagi terlaksananya wacana, yang secara

umum dikenal dengan istilah ‗ranah publik‘ (the public sphere).

Masyarakat sipil adalah suatu konsepsi mengenai ranah yang terdapat di antara

‗keluarga‘ dan ‗negara‘, yang di dalamnya para aktor sosial tidak mengejar keuntungan

dalam pasar maupun kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Masyarakat sipil dipenuhi

oleh asosiasi-asosiasi dan oleh suatu ranah publik dari berbagai institusi, yang mendorong

terjadinya perdebatan di antara orang-orang secara pribadi mengenai hal-hal yang

menyangkut kepentingan bersama (Schwartz, 2003).

Pelaku-pelaku dan kegiatan-kegiatan ‗non-negara‘, ‗non-pasar‘, dan ‗non-keluarga‘

tentunya tidak sedikit dalam masyarakat manapun. Maka pertanyaan selanjutnya adalah

macam pelaku dan kegiatan seperti apakah yang secara khusus dapat dianggap termasuk

dalam ranah luas, di mana orang dapat saling bertemu untuk menciptakan kehidupan sosial

dan wacana publik?

4

Bagaimanapun perdebatan yang ada atau apapun jawaban terhadap pertanyaan itu,

suatu hal yang dapat dicatat adalah bahwa masyarakat sipil sebagai suatu konsep sudah

menunjukkan manfaatnya sebagai perangkat analitik yang kuat untuk berpikir mengenai

kehidupan asosiasional yang terdapat dalam suatu negara, kekuatan-kekuatan yang

membentuknya, sifat kegiatan sosial di dalam kelompok-kelompok yang terdapat di

dalamnya, serta keanekaragaman bentuknya secara lintas nasional.

Sebagaimana hakekat sebuah konsep, masyarakat sipil merupakan konsep yang

mempunyai makna yang luas dimana hingga saat ini belum ada definisi yang kongkrit dan

mendasar tentang masyarakat sipil itu sendiri, akan tetapi dalam penelitian ini akan mengutip

salah satu definisi masyarakat sipil yang cukup sempit yaitu:

Civil society is the realm of the organized social life that is voluntary, self-

generating, (largely) self-supporting, autonomous from the state, and bound by

the legal order or shared rules. It is distinct from ―society‖ in general in that

involves citizens acting collectively in a public sphere to express their

interests, passions, preferences, and ideas to exchange information, to achive

collective goals, to make demands of the state, to improve the structure and

functioning of the state, and to hold state officials accountable (Diamond

dalam Hirata, 2002:10).

Menurut definisi di atas, masyarakat sipil adalah salah satu bagian dari kehidupan

sosial yang bersifat sukarela, self-generating, mandiri, otonomi dari pemerintah, dan terikat

dengan peraturan-peraturan yang disepakati bersama. Selain itu, masyarakat sipil berbeda

dengan ―masyarakat umum‖ yang mana di dalam masyarakat sipil terkandung makna warga

negara bertindak secara kolektif di dalam ranah publik untuk mengekspresikan kepentingan-

kepentingan, keinginan-keinginanm pilihan-pilihan, dan ide-ide untuk saling bertukar

informasi, meraih tujuan-tujuan secara kolektif, untuk menuntut terhadap pemerintah, untuk

meningkatkan struktur dan fungsi dari negara, dan meminta pertanggung jawaban pihak elit

pemerintahan. Hirata memaparkan beberapa batasan-batasan ataupun karakteristik yang dapat

membedakan masyarakat sipil dari masyarakat pada umumnya. Pertama, masyarakat sipil

adalah ranah yang berada di antara ranah pribadi dan negara sehingga tidak termasuk

didalamnya parochial society (kehidupan pribadi dan keluarga, aktivitas tertutup seperti

hiburan, rekreasi, dan aktivitas keagamaan) dan economic society (wiraswasta dan firma-

firma bisnis yang bertujuan mencari keuntungan). Kedua, masyarakat sipil berbeda dengan

political society (sistem partai politik). Ketiga, masyarakat sipil mempromosikan prularisme

dan keaneka-ragaman (Hirata, 2003:11-12).

5

Terlepas dari batasan-batasan ataupun karakteristik yang dipaparkan di atas,

masyarakat sipil terdiri dari organisasi masyarakat yang memiliki cakupan yang luas.

Diamond (dalam Hirata, 2003) memaparkan beberapa kategori umum organisasi masyarakat

sipil; (1) economic asociations (organisasi produktif dan komersial dan network), (2)

kelompok-kelompok kebudayaan yang mempromosikan hak-hak, nilai-nilai, keyakinan-

keyakinan, dan kepercayaan-kepercayaan kolektif (organisasi-organisasi berbasis keagamaan,

etnik, dan komunitas); (3) kelompok-kelompok yang memberikan informasi dan penyuluhan

yang mempromosikan penyebaran informasi dan pengetahuan; (4) interest groups yang

dibentuk sedemikian rupan guna mengedepankan kepentingan bersama dari anggotanya

(kelompok yang merepresentasikan veteran-veteran, buruh-buruh, pensiunan atau

profesional); (5) organisasi yang berbasis pembangunan yang mengumpulkan sumber-sumber

individual untuk meningkatkan infrastruktur dan kualitas kehidupan dalam sebuah

komunitas; (6) aksi-aksi yang berorientasi terhadap isu (kelompok perduli lingkungan,

organisasi hak-hak perempuan); (7) kelompok-kelompok sipil yang dibentuk untuk

meningkatkan partisipasi politik masyarakat melalui pengawasan hak-hak azazi manusia dan

pendidikan pemilihan umum; (8) organisasi dan institusi yang mempromosikan aktivitas-

aktivitas yang bersifat otonomi, kebudayaan dan intelektual (media massa dan penerbit

independen, universitas dan pusat kajian, asosiasi dan jaringan kesenian seperti kelompok-

kelompok produksi drama dan film)

Pharr (2003) mengusulkan penggunaan ‗masyarakat sipil‘ sebagai suatu istilah netral

yang mencakup semua macam kelompok sosial, organisasi, dan gerakan, sepanjang

kelompok-kelompok tersebut memenuhi kualifikasi minimal tertentu :

dual autonomy dalam pengertian ―secara relatif independen dari badan

kewenangan publik maupun unit-unit produksi dan reproduksi swasta‖;

capacity for collective action dalam melakukan pembelaan terhadap atau

memenuhi kepentingan dan kepedulian mereka;

nonusurption dalam arti bahwa mereka tidak bermaksud atau tidak berniat untuk

menggantikan tempat sebagai agen-agen negara atau untuk melangsungkan

kebijakan negara.

bersifat sukarela, paling tidak sampai sejauh bahwa keanggotaan atau inklusi ke

dalam kelompok-kelompok itu bukan karena paksaan.

6

Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dipilah-pilah mana kegiatan-kegiatan yang

dapat dan sebaliknya tidak dapat dimaksudkan ke dalam pengertian ‗masyarakat sipil‘.

Masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat, tetapi merupakan bagian yang lebih

kecil dari masyarakat. Keluarga, kerusuhan, pemberontakan, semua aktivitas kehidupan yang

berlangsung terus menerus, seperti yang berlangsung di tempat kerja, salon, kafe, pesta,

piknik, tidak dapat dimasukkan ke dalam wilayah pengertian ‗masyarakat sipil’. Memang

benar macam-macam aktivitas tersebut dapat menciptakan ‗modal sosial‘ (social capital) –

yang didefinisikan oleh Putnam (2000) sebagai ―jaringan-jaringan sosial beserta norma-

norma resiprositas dan trustworthiness yang muncul menyertainya‖ (hal mana tentunya

menunjang bagi pembentukan kehidupan asosional), tetapi aktivitas-aktivitas informal itu

tidak dengan sendirinya dapat dianggap sebagai bagian dari masyarakat sipil karena sifatnya

yang tidak bertahan secara terus menerus dan teratur.

Selain Diamond dan Pharr, The British Library juga memaparkan beberapa

karakteristik umum dari masyarakat sipil, yakni

All observers agree that civil society refers to voluntary participation by average

citizens and thus does not include behavior imposed or even coerced by the state.

For some observers, it only includes political activity engaged in through

nonprofit organizations such as nongovernmental organizations (NGOs). At the

other end of the spectrum, some observers include all forms of voluntary

participation, whether in the public or private sector, political or apolitical.

Civil society includes not just the individuals who participate but the institutions

they participate in. Thus, civil society is strong to the degree that those institutions

are large and powerful.

A civic culture is one in which most people think their government is legitimate

and that their institutions (if not the leaders at any particular moment) can be

trusted.

Social capital is the human equivalent of economic capital. It is an intangible

resource accumulated by civil society that can be expended when a society finds

itself in crisis, as some argue occurred in the United States after September 11.

Maka dari itu, masyarakat sipil adalah sebuah ranah dari asosiasi di dalam

masyarakat yang berada diluar Negara, dimana termasuk di dalamnya sebuah jaringan

7

institusi-institusi yang mana melalui institusi-institusi tersebut masyarakat dan

kelompok-kelompok di dalamnya merepresentasikan diri mereka secara kebudayaan,

ideologis, dan politis.

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Pasca reformasi tahun 1998 Lembaga Swadaya Masyarakat (baca—LSM)

berkembang pesat di dalam masyarakat Indonesia. LSM adalah sebuah organisasi yang

didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang yang secara sukarela memberikan

pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari

kegiatannya. LSM merupakan salah satu elemen civil society, selain di antaranya media

(pers), mahasiswa, kelas menengah, dan kelompok professional. LSM berperan sebagai

medium penghubung sekaligus penengah (intermediary) dari berbagai kepentingan yang

belum terwakili, baik oleh partai politik maupun lewat ormas (Fahrudin, 2003:37).

Sejak tahun 1998, pertumbuhan LSM sangat pesat di mana pada tahun 1985 hanya

berkisar 3000-an berkembang menjadi 19.000 lembaga tahun 2001. Pesatnya pertumbuhan

LSM dilatarbelakangi berbagai faktor. Pertama, terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah. Kedua, lembaga donor multilateral mensyaratkan adanya keterlibatan masyarakat

untuk memberikan pelayanan publik dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Ketiga,

eksistensi civil society, yang seringkali disebut sektor ketiga setelah Negara dan sektor

swasta, tidak kalah penting dalam mendorong proses pembangunan sosial.

LSM yang merupakan organ dari civil society merupakan alternatif solusi bagi

penyaluran bantuan, baik dari Negara maupun lembaga donor. Maka dari itu, segala bentuk,

macam, dan bidang organisasi LSM semakin bervariasi bahkan memiliki varian yang sangat

luas. Kegiatan LSM dapat dikategorikan sebagai lembaga karitatif, pengawasan

(controlling)m community development, advokasi, partisipasi dan pembelaan atas

pelanggaran terhadap HAM, lingkungan, persamaan hak perempuan, dan masih banyak lagi

dari sektor-sektor publik yang mengalami perlakuan marjinal (Fahrudin, 2003).

Berdasarkan pilihan orientasi visi dan misi, dan ragam kegiatannya, sedikitnya

terdapat lima karakteristik dasar LSM yang lazim ditemukan di setiap negara. Pertama, LSM

merupakan lembaga non-pemerintah, yang secara jelas membedakannya dari birokrasi dan

8

institusi kenegaraan. Kedua, LSM didirikan dan dijalankan berdasarkan asas kesukarelaan

(voluntary). Ketiga, LSM menjalankan kegiatannya tidak dengan tujuan mencari dan

membagikan keuntungan (nirlaba). Keempat, LSM dimaksudkan sebagai lembaga yang

melayani masyarakat umum, bukan anggota atau para aktivisnya sendiri. Kelima, LSM tidak

berorientasi pada kekuasaan politik secara langsung yang membedakannya dari partai politik

(Fahrudin, 2003).

Ranah Publik

Ranah publik merupakan wilayah bagi berlangsungnya diskursus atau wacana bebas

antara individu-individu dan kelompok-kelompok yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi

yang secara kumulatif membentuk masyarakat sipil. Istilah ‗ranah publik‘ muncul dalam

pembicaraan sehari-hari tentang masyarakat, diskusi dalam media populer dan dalam tulisan

para akademisi yang tertarik pada ‗budaya populer‘ (McKee, 2005).

Habermas pada tahun 1975 sebagaimana dikutip oleh McKee (2005) mengatakan

bahwa ‗ranah publik‘ merupakan suatu wilayah dari kehidupan sosial di mana apa yang

disebut ‗opini publik‘ dapat dibentuk dan di mana para warga negara dapat menangani

masalah-masalah kepentingan umum tanpa paksaan, untuk menyatakan dan mengumumkan

pandangannya.

‗Ranah publik‘ merupakan suatu istilah metaforik yang digunakan untuk

mendeskripsikan ―ruang jarak virtual‖ di mana manusia dapat berinteraksi. ‗Ranah publik‘

merupakan ‗ruang‘ di mana para warga negara dari suatu negara saling bertukar gagasan dan

mendiskusikan isu-isu, untuk mencapai kesepakatan tentang ― hal-hal yang menyangkut

kepentingan umum‖. Dalam ‗ruang‘ itu kita dapat mengetahui apa yang terjadi dalam

komunitas kita, serta isu-isu sosial, budaya dan politik apa saja yang kita hadapi. Dalam

‗ruang‘ itu juga kita dapat melibatkan diri dalam berbagai isu tersebut dengan turut

menyuarakan gagasan, pendapat dan aspirasi kita dalam diskusi-diskusi yang berkaitan

dengannya. Dalam hal demikian, setiap warga negara dapat memainkan peranan di dalam

proses masyarakat mengupayakan pencapaian suatu konsensus atau kompromi tentang

pemikiran bersama untuk penanganan atau pemecahan masalah atas berbagai isu, terutama

yang menyangkut hajat hidupnya.

9

‗Ranah publik‘ merupakan suatu bagian yang penting dari masyarakat demokratis.

Dalam masyarakat feodal, tidaklah merupakan suatu keharusan bagi raja atau pihak kerajaan

untuk mencari tahu atau mengetahui apa yang dikehendaki oleh warga negara biasa. Segala

keputusan penting diambil atau ditentukan oleh raja atau pemerintah sendiri. Sebaliknya,

suatu masyarakat yang menginginkan warganya untuk memiliki kebebasan, dan mendapat

perlakuan secara sama dan adil, memerlukan suatu ‗ranah publik‘ yang fungsional untuk

menjamin bahwa berbagai pendapat dan gagasan menyumbang pada pembentukan suatu

kesepakatan umum.

Komik

Komik adalah bacaan populer yang disukai tua dan muda. Kehadirannya dapat

diterima oleh hampir semua lapisan masyarakat. Fungsi utamanya adalah hiburan, namun

tidak sedikit pelajaran yang dapat dipetik dari komik. Ironisnya, pada suatu masa, komik

pernah dicerca dan tidak boleh dibaca oleh para pelajar, karena dianggap memberi pengaruh

yang kurang baik pada anak-anak (Zaimar dan Hidayat, 1994). Menurut DC‘S webpage,

definisi komik adalah

―Variously referred to as comics, comic strips and comic books, the comics

format as we know it today is a unique art form and literary medium that

originated in the U.S. in the late 1800s. Its popularity exploded in the U.S. in

1938 with the hugely popular introduction of SUPERMAN. Ironically, it has

become relatively more popular in many other countries around the world,

where adults and children read it avidly. At its simplest, a comic is a series of

words and pictures that is presented in a sequential manner to form a

narrative‖.

Kemudian, Marcel Boneff (1976) menyebutkan komik sebagai suatu cara komunikasi

yang khas, yang merupakan kesatuan gambar dan teks.

Komik diproduksi secara massa, murah dan cepat. Komik menggunakan bahasa

sehari-hari di dalam balon-balon dialog untuk mengkomunikasikan pendapat dengan cepat

dan langsung (Frank, 1944:221). Dengan menggunakan Gambar-gambar yang terdapat di

dalam komik, komikus mengontrol interpretasi pembaca terhadap kata-kata yang terdapat di

dalam komik. Gambar-gambar tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga pembaca secara

tidak sadar didorong untuk melihat apa yang diinginkan oleh komikus melaui kata-kata dan

gambar-gambarnya. Garis-garis dan balon-balon dialog membuat pembaca untuk

10

‗mendengar‘ pesan-pesan yang disampaikan komikus di kepala mereka, sehingga membawa

pembaca ke dalam dunia khayal komik (McGlaun, 2003).

Komik Pemberdayaan dan Kesadaran Hukum

Komik Petualangan Wening merupakan salah satu komik pemberdayaan masyarakat

yang mengangkat isu trafficking anak-anak dan perempuan Indonesia. Komik ini diterbitkan

oleh International Catholic Migration Center (ICMC) Indonesia, yaitu sebuah LSM yang

bergerak dalam bidang advokasi perburuhan, khususnya penanggulangan eksploitasi

perdagangan anak dan perempuan Indonesia. Menurut Ade Yuanita salah satu staff ICMC

Indonesia dalam surat kabar Kompas (Kompas, 2004) mengatakan minimnya informasi

tentang persoalan-persoalan yang dihadapi dalam mencari kerja dan rendahnya tingkat

pendidikan para korban trafficking menjadi alasan menggunakan komik sebagai media yang

cocok untuk sarana penyadaran atau sosialisasi kepada kelompok rentan korban trafficking.

Selanjutnya Ade Yuanita mengatakan, ―sebagian besar mereka lulusan SD dan paling tinggi

kelas 1 atau 2 SMP, bahkan banyak yang tidak lulus SD…Mereka bukan orang-orang yang

bisa membaca materi-materi peningkatan kesadaran dalam bentuk buku atau brosur. Kita

harus membuat lebih menarik daripada buku tentunya. Paling tidak mereka tertarik dulu

untuk membacanya. Targetnya supaya bisa menarik dan mudah dicerna. Itulah kelebihan

komik. Selain itu, kelebihannya komik bisa mereka simpan dengan lebih lama dan bisa

mereka bawa kemana mereka pergi‖ (Kompas, 2004).

Komik Petualangan Wening diluncurkan pada bulan Juli 2004 dicetak sebanyak

90.000 eksemplar. Komik ini dibagi-bagikan ke lima provinsi pengirim terbesar buruh

migran, yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Penyebarannya melalui fasilitator-fasilitator masyarakat yang tidak lain anggota masyarakat

yang mempunyai akses langsung ke kelompok sasaran, seperti ketua PKK, Karang Taruna,

Guru, dan kepala-kepala dusun yang sebelumnya sudah diberi pelatihan tentang trafficking

(Kompas, 2004).

Yayasan Kelompok Kerja Visi Anak Bangsa yang didukung oleh koalisi media untuk

pemilu bebas dan adil juga menggunakan komik sebagai media kesadaran publik. Dengan

dana sebesar 400 juta yang berasal dari partnership dan TIFA, menerbitkan enam buah judul

buku komik yang berisi pendidikan politik tentang pemilu. Kelompok sasaran dari komik

11

terbitan VAB adalah golongan masyarakat menengah ke bawah dan kelompok marjinal.

Beberapa judul komik terbitan VAB antara lain; Buku Panduan Pemilu 2004 untuk orang-

orang biasa, Perempuan Punya Pilihan!, Buku Pendidikan untuk Penyandang cacat: Kami

juga punya hak yang sama. Komik-komik ini diterbitkan antara 2000-3000 eksemplar,

dikarenakan keterbatasan dana komik ini dapat diperbanyak atau difotokopi tanpa izin dari

penerbit sebagaimana ditulis di sampul belakang komik-komik tersebut (Kompas, 2004).

Aksi Stop Aids (ASA) bersama Family Health International (FHI) merupakan LSM

yang mengangkat isu penanggulangan AIDS/HIV di Indonesia. salah satu programnya adalah

kampanye penanggulangan bahaya HIV/AIDS. Sejak tahun 2003 menggunakan media komik

sebagai sarana untuk penyadaran masyarakat umum akan bahaya HIV/AIDS. Komik terbitan

ASA ini mengadopsi iklan salah satu pabrik kondom. Komik terbitan ASA ini berbentuk

buku catatan kecil. Kelompok sasaran utamanya adalah laki-laki yang sudah menikah

maupun belum, yang berperilaku resiko tinggi, yaitu laki-laki yang suka membeli seks,

seperti supir truk, supir bis, dan anak buah kapal. Komik terbitan ASA dicetak sebanyak

15.000 eksemplar yang mana dibiayai oleh USAID. Selain kelompok sasaran utama, komik

buku catatan kecil ini juga dibagikan ke pekerja seks komersial dan para kaum gay dan waria

yang merupakan kelompok sasaran kedua (Kompas, 2004)

HuMA atau Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan

Ekologis sejak tahun 2002 menggunakan media komik atau cergam (cerita gambar) untuk

kampanye penyadaran hukum bagi masyarakat pedesaan. Pembuatan komik ini dipicu oleh

kepedulian HuMA akan kebingungan dan keresahan masyarakat tentang hukum yang

disampaikan kepada para pendaping hukum rakyat (PHR) yang umumnya berasal dari LSM,

akademisi, maupun perorangan. Menurut Sandra Moniaga, Direktur Ekesekutif HuMA,

komik-komik terbitan dijadikan alat berdiskusi antara PHR dan masyarakat pedesaan tentang

hukum itu apa sebenarnya? sejarah hukum bagaimana? terbentuknya hukum bagaimana? Seri

komik Hukum dan Masyarakat perserinya diterbitkan 2000 eksemplar dan dapat difotokopi

tanpa izin kepada penerbitnya (Kompas, 2004).

Dengan kata lain, komik-komik di atas adalah media yang digunakan LSM-LSM

untuk melakukan pemberdayaan masyarakat atau sosialisasi—sosialisasi komik yaitu yang

bersifat non komersial dan tidak untuk diperdagangkan. Distribusinya langsung ke target

pembaca yang mana pihak LSM juga berperan secara efektif mulai dari proses awal

pembuatan hingga distribusi ke target pembaca.

12

Bibliografi

Sumber Buku

Boneff, Marcel. 1998. Komik Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia

Fahrudin, Wawan. 2003. Akuntabilitas dan Transparansi LSM dalam Proses Transformasi

Sosial Menuju Masyarakat Demokratis Indonesia. CIVIC: journal for civil society

empowerment.

McKee, Alan (2005), The Public Sphere : An Introduction, Cambridge : Cambridge

University Press

Schwartz, Frank J. dan Pharr, Susan J., 2003. The State of Civil Society in Japan.

Cambridge : Cambridge University Press.

Sumber Internet

Saatnya Komik Memberdayakan Masyarakat. kompas.com/kompas-

cetak/0409/18/pustaka/1274854.htm

Menabur Pesan, Menuai Luapan Harapan. http://64.203.71.11/kompas-

cetak/0409/18/pustaka/1274853.htm.

McGlaum, Kris. 2003. What are Comic Books.

http://www.mccsc.edu/~kmcglaun/comicbk/what.htm