Komik sebagai Ranah Publik Perkembangan Masyarakat Sipil Indonesia
Transcript of Komik sebagai Ranah Publik Perkembangan Masyarakat Sipil Indonesia
1
Putri Andam Dewi
1106045733
Program Studi Susastra
Komik Sebagai Ranah Publik dalam Perkembangan
Masyarakat Sipil Di Indonesia
Pendahuluan
Pembahasan mengenai masyarakat sipil dan ranah publik, maka tidak dapat
dipungkiri bahwa media massa (dibaca—media) mempunyai peran penting di dalam
perkembangannya. Dalam konteks ini, media digambarkan sebagai sebuah kekuatan virtual
yang dapat merubah opini publik dan mempengaruhi atau bahkan menciptakan arah
perubahan sosial di dalam masyarakat. Media disini merupakan perangkat yang membantu
menerapkan prinsip-prinsip masyarakat sipil menjadi sebuah tindakan yang nyata dan juga
mengefektifkan partisipasi masyarakat dalam kerangka masyarakat sipil dengan menyediakan
informasi yang akurat dan tepat. Di samping itu, media juga dapat meningkatkan kesadaran
dan dukungan publik terhadap isu-isu sosial seperti hak azazi manusia dan aktivitas
perdamaian. Tentu saja, hal-hal tersebut sebaikanya didukung oleh institusi-institusi dan
individu-individu media yang bertanggung jawab sehingga dapat membantu menegakkan
perilaku-perilaku yang akuntabel dalam masyarakat. Dalam hal ini, media dapat dikatakan
sebagai ‗ranah publik’ dalam perkembangan masyarakat sipil.
Ranah pulik bukanlah semata-mata sebuah ranah secara harafiah melainkan sebuah
istilah metaforik yang digunakam untuk mendiskripsikan sebuah ruang publik dimana
berjuta-juta individu berinteraksi satu sama lainnya. Di dalam ruang virtual ini, percakapan-
percakapan, ide-ide, dan pikiran-pikiran setiap individu bertemu. Tempat dimana informasi,
ide-ide, dan perdebatan berputar di dalam masyarakat, dan tempat opini politik terbentuk.
Tempat dimana setiap individu dalam sebuah masyarakat mengetahui apa-apa saja yang
sedang terjadi di sekelilingnya, dan isu-isu sosial, kebudayaan dan politik apa saja yang kita
hadapai. Tempat dimana setiap individu terlibat di dalam isu-isu tersebut dan menambahkan
2
suara mereka untuk mendiskusikannya, dengan kata lain memainkan peranannya dalam
proses sebuah masyarakat mencapai sebuah konsensus atau kompromi tentang apa yang kita
pikirkan terhadap isu-isu tersebut dan apa yang harus kita lakukan terhadapnya. (McKee,
2005)
Ranah publik tidak sama persis dengan media. Akan tetapi, kedua istilah ini
digunakan dalam dua konteks dan situasi yang berbeda, yaitu dalam tulisan ilmiah dan tulisan
populer—diskusi yang membahas tentang isu-isu yang serupa misalnya bagaimana sebuah
komunitas yang besar mensirkulasikan ide-ide, mendiskusikan respon-respon yang
memungkinkan, dan mencapai semacam persetujuan bagaimana mengatasi isu-isu tersebut.
Hubungan antara kedua istilah ini rumit dan saling tumpang tindih. Di satu pihak, ‗ranah
publik‘ merupakan sesuatu hal yang lebih besar dari ‗media‘, di lain pihak, ‗media‘
mempunyai peran penting di dalam ‗ranah publik‘. Dalam hal ini, media massa berperan
sebagai sarana dimana populasi dalam jumlah besar bersama-sama saling bertukar ide-ide,
pendapat-pendapat, opini-opini. Media massa merupakan tempat untuk kita mengetahui
tentang ‗publik‘—yaitu jutaan individu lainnya yang hidup bersama-sama dalam sebuah
negara (McKee, 2005).
Masyarakat sipil secara umum didefinisikan sebagai kehidupan berasosiasi dalam
masyarakat yang secara bebas tanpa terikat dengan pemerintah dan pasar (Pharr, 2003). Salah
satu elemen masyarakat sipil yang berperan penting dalam perkembangannya adalah
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM adalah lembaga non pemerintah yang terdiri
dari sekelompok individu yang berfungsi sebagai fasilitator dan mediator antara pemerintah
dan masyarakat umum. Dengan kata lain, LSM berfungsi sebagai organisasi yang
memberdayakan masyarakat umum serta memberikan informasi dan pendidikan mengenai
isu-isu yang terjadi di dalam lingkungan sekitar mereka. Dalam rangka memberdayakan
masyarakat umum, LSM-LSM tersebut memasuki ‗ranah publik‘ dimana setiap masyarakat
umum mendapatkan informasi dan pengetahuan terhadap situasi dan kondisi isu-isu yang
sedang berlangsung di sekitar mereka.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, media massa mempunyai peran penting di
dalam ranah publik. Dengan kata lain, media massa merupakan sarana agar isu-isu tersebut
tersebar luas sehingga setiap individu dapat berinteraksi di dalam ranah publik tersebut.
Dalam rangka memberdayakan masyarakat LSM-LSM melakukan penyadaran masyarakat
dengan beberapa cara, salah satunya memberikan kesadaran umum dengan menggunakan
3
media komik. Penggunaan media komik sebagai sarana LSM-LSM marak digunakan sejak
pasca reformasi 1998. LSM-LSM seperti Komisi Pemilihan Umum, Common Ground,
International Catholic Migration Center, Aksi Stop Aids, HuMA, dan sebagainya.
Masyarakat Sipil
Masyarakat sipil (civil society) merupakan suatu konsep yang telah dikenal selama
puluhan tahun dan didiskusikan secara mendalam dan panjang lebar, baik oleh akademisi,
praktisi maupun orang yang berkepentingan lainnya. Konsep itu telah muncul sejak masa
awal Eropa modern, setelah itu sempat pada pertengahan abad 19 tidak dipergunakan, namun
mulai populer lagi sejak tahun 1970 an. Berbarengan dengan konsep-konsep yang biasanya
terkait dengannya, yaitu social capital dan public sphere, konsep civil society telah menjadi
suatu perangkat analitik yang kuat untuk pemikiran mengenai cara-cara bagaimana orang,
baik secara individual maupun dalam kelompok, berhubungan dengan tatanan politik, sosial,
dan ekonomi yang lebih luas (Pharr, 2003).
Terkandung dalam pengertian masyarakat sipil menurut Pharr (2003) adalah aktivitas
sosial yang terorganisir dan bertahan, yang berlangsung dalam kelompok-kelompok yang
terbentuk di luar wilayah negara, pasar dan keluarga. Kegiatan oleh kelompok-kelompok dan
individu-individu tersebut menciptakan suatu medan bagi terlaksananya wacana, yang secara
umum dikenal dengan istilah ‗ranah publik‘ (the public sphere).
Masyarakat sipil adalah suatu konsepsi mengenai ranah yang terdapat di antara
‗keluarga‘ dan ‗negara‘, yang di dalamnya para aktor sosial tidak mengejar keuntungan
dalam pasar maupun kekuasaan dalam penyelenggaraan negara. Masyarakat sipil dipenuhi
oleh asosiasi-asosiasi dan oleh suatu ranah publik dari berbagai institusi, yang mendorong
terjadinya perdebatan di antara orang-orang secara pribadi mengenai hal-hal yang
menyangkut kepentingan bersama (Schwartz, 2003).
Pelaku-pelaku dan kegiatan-kegiatan ‗non-negara‘, ‗non-pasar‘, dan ‗non-keluarga‘
tentunya tidak sedikit dalam masyarakat manapun. Maka pertanyaan selanjutnya adalah
macam pelaku dan kegiatan seperti apakah yang secara khusus dapat dianggap termasuk
dalam ranah luas, di mana orang dapat saling bertemu untuk menciptakan kehidupan sosial
dan wacana publik?
4
Bagaimanapun perdebatan yang ada atau apapun jawaban terhadap pertanyaan itu,
suatu hal yang dapat dicatat adalah bahwa masyarakat sipil sebagai suatu konsep sudah
menunjukkan manfaatnya sebagai perangkat analitik yang kuat untuk berpikir mengenai
kehidupan asosiasional yang terdapat dalam suatu negara, kekuatan-kekuatan yang
membentuknya, sifat kegiatan sosial di dalam kelompok-kelompok yang terdapat di
dalamnya, serta keanekaragaman bentuknya secara lintas nasional.
Sebagaimana hakekat sebuah konsep, masyarakat sipil merupakan konsep yang
mempunyai makna yang luas dimana hingga saat ini belum ada definisi yang kongkrit dan
mendasar tentang masyarakat sipil itu sendiri, akan tetapi dalam penelitian ini akan mengutip
salah satu definisi masyarakat sipil yang cukup sempit yaitu:
Civil society is the realm of the organized social life that is voluntary, self-
generating, (largely) self-supporting, autonomous from the state, and bound by
the legal order or shared rules. It is distinct from ―society‖ in general in that
involves citizens acting collectively in a public sphere to express their
interests, passions, preferences, and ideas to exchange information, to achive
collective goals, to make demands of the state, to improve the structure and
functioning of the state, and to hold state officials accountable (Diamond
dalam Hirata, 2002:10).
Menurut definisi di atas, masyarakat sipil adalah salah satu bagian dari kehidupan
sosial yang bersifat sukarela, self-generating, mandiri, otonomi dari pemerintah, dan terikat
dengan peraturan-peraturan yang disepakati bersama. Selain itu, masyarakat sipil berbeda
dengan ―masyarakat umum‖ yang mana di dalam masyarakat sipil terkandung makna warga
negara bertindak secara kolektif di dalam ranah publik untuk mengekspresikan kepentingan-
kepentingan, keinginan-keinginanm pilihan-pilihan, dan ide-ide untuk saling bertukar
informasi, meraih tujuan-tujuan secara kolektif, untuk menuntut terhadap pemerintah, untuk
meningkatkan struktur dan fungsi dari negara, dan meminta pertanggung jawaban pihak elit
pemerintahan. Hirata memaparkan beberapa batasan-batasan ataupun karakteristik yang dapat
membedakan masyarakat sipil dari masyarakat pada umumnya. Pertama, masyarakat sipil
adalah ranah yang berada di antara ranah pribadi dan negara sehingga tidak termasuk
didalamnya parochial society (kehidupan pribadi dan keluarga, aktivitas tertutup seperti
hiburan, rekreasi, dan aktivitas keagamaan) dan economic society (wiraswasta dan firma-
firma bisnis yang bertujuan mencari keuntungan). Kedua, masyarakat sipil berbeda dengan
political society (sistem partai politik). Ketiga, masyarakat sipil mempromosikan prularisme
dan keaneka-ragaman (Hirata, 2003:11-12).
5
Terlepas dari batasan-batasan ataupun karakteristik yang dipaparkan di atas,
masyarakat sipil terdiri dari organisasi masyarakat yang memiliki cakupan yang luas.
Diamond (dalam Hirata, 2003) memaparkan beberapa kategori umum organisasi masyarakat
sipil; (1) economic asociations (organisasi produktif dan komersial dan network), (2)
kelompok-kelompok kebudayaan yang mempromosikan hak-hak, nilai-nilai, keyakinan-
keyakinan, dan kepercayaan-kepercayaan kolektif (organisasi-organisasi berbasis keagamaan,
etnik, dan komunitas); (3) kelompok-kelompok yang memberikan informasi dan penyuluhan
yang mempromosikan penyebaran informasi dan pengetahuan; (4) interest groups yang
dibentuk sedemikian rupan guna mengedepankan kepentingan bersama dari anggotanya
(kelompok yang merepresentasikan veteran-veteran, buruh-buruh, pensiunan atau
profesional); (5) organisasi yang berbasis pembangunan yang mengumpulkan sumber-sumber
individual untuk meningkatkan infrastruktur dan kualitas kehidupan dalam sebuah
komunitas; (6) aksi-aksi yang berorientasi terhadap isu (kelompok perduli lingkungan,
organisasi hak-hak perempuan); (7) kelompok-kelompok sipil yang dibentuk untuk
meningkatkan partisipasi politik masyarakat melalui pengawasan hak-hak azazi manusia dan
pendidikan pemilihan umum; (8) organisasi dan institusi yang mempromosikan aktivitas-
aktivitas yang bersifat otonomi, kebudayaan dan intelektual (media massa dan penerbit
independen, universitas dan pusat kajian, asosiasi dan jaringan kesenian seperti kelompok-
kelompok produksi drama dan film)
Pharr (2003) mengusulkan penggunaan ‗masyarakat sipil‘ sebagai suatu istilah netral
yang mencakup semua macam kelompok sosial, organisasi, dan gerakan, sepanjang
kelompok-kelompok tersebut memenuhi kualifikasi minimal tertentu :
dual autonomy dalam pengertian ―secara relatif independen dari badan
kewenangan publik maupun unit-unit produksi dan reproduksi swasta‖;
capacity for collective action dalam melakukan pembelaan terhadap atau
memenuhi kepentingan dan kepedulian mereka;
nonusurption dalam arti bahwa mereka tidak bermaksud atau tidak berniat untuk
menggantikan tempat sebagai agen-agen negara atau untuk melangsungkan
kebijakan negara.
bersifat sukarela, paling tidak sampai sejauh bahwa keanggotaan atau inklusi ke
dalam kelompok-kelompok itu bukan karena paksaan.
6
Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dipilah-pilah mana kegiatan-kegiatan yang
dapat dan sebaliknya tidak dapat dimaksudkan ke dalam pengertian ‗masyarakat sipil‘.
Masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat, tetapi merupakan bagian yang lebih
kecil dari masyarakat. Keluarga, kerusuhan, pemberontakan, semua aktivitas kehidupan yang
berlangsung terus menerus, seperti yang berlangsung di tempat kerja, salon, kafe, pesta,
piknik, tidak dapat dimasukkan ke dalam wilayah pengertian ‗masyarakat sipil’. Memang
benar macam-macam aktivitas tersebut dapat menciptakan ‗modal sosial‘ (social capital) –
yang didefinisikan oleh Putnam (2000) sebagai ―jaringan-jaringan sosial beserta norma-
norma resiprositas dan trustworthiness yang muncul menyertainya‖ (hal mana tentunya
menunjang bagi pembentukan kehidupan asosional), tetapi aktivitas-aktivitas informal itu
tidak dengan sendirinya dapat dianggap sebagai bagian dari masyarakat sipil karena sifatnya
yang tidak bertahan secara terus menerus dan teratur.
Selain Diamond dan Pharr, The British Library juga memaparkan beberapa
karakteristik umum dari masyarakat sipil, yakni
All observers agree that civil society refers to voluntary participation by average
citizens and thus does not include behavior imposed or even coerced by the state.
For some observers, it only includes political activity engaged in through
nonprofit organizations such as nongovernmental organizations (NGOs). At the
other end of the spectrum, some observers include all forms of voluntary
participation, whether in the public or private sector, political or apolitical.
Civil society includes not just the individuals who participate but the institutions
they participate in. Thus, civil society is strong to the degree that those institutions
are large and powerful.
A civic culture is one in which most people think their government is legitimate
and that their institutions (if not the leaders at any particular moment) can be
trusted.
Social capital is the human equivalent of economic capital. It is an intangible
resource accumulated by civil society that can be expended when a society finds
itself in crisis, as some argue occurred in the United States after September 11.
Maka dari itu, masyarakat sipil adalah sebuah ranah dari asosiasi di dalam
masyarakat yang berada diluar Negara, dimana termasuk di dalamnya sebuah jaringan
7
institusi-institusi yang mana melalui institusi-institusi tersebut masyarakat dan
kelompok-kelompok di dalamnya merepresentasikan diri mereka secara kebudayaan,
ideologis, dan politis.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Pasca reformasi tahun 1998 Lembaga Swadaya Masyarakat (baca—LSM)
berkembang pesat di dalam masyarakat Indonesia. LSM adalah sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan atau sekelompok orang yang secara sukarela memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya. LSM merupakan salah satu elemen civil society, selain di antaranya media
(pers), mahasiswa, kelas menengah, dan kelompok professional. LSM berperan sebagai
medium penghubung sekaligus penengah (intermediary) dari berbagai kepentingan yang
belum terwakili, baik oleh partai politik maupun lewat ormas (Fahrudin, 2003:37).
Sejak tahun 1998, pertumbuhan LSM sangat pesat di mana pada tahun 1985 hanya
berkisar 3000-an berkembang menjadi 19.000 lembaga tahun 2001. Pesatnya pertumbuhan
LSM dilatarbelakangi berbagai faktor. Pertama, terkikisnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Kedua, lembaga donor multilateral mensyaratkan adanya keterlibatan masyarakat
untuk memberikan pelayanan publik dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Ketiga,
eksistensi civil society, yang seringkali disebut sektor ketiga setelah Negara dan sektor
swasta, tidak kalah penting dalam mendorong proses pembangunan sosial.
LSM yang merupakan organ dari civil society merupakan alternatif solusi bagi
penyaluran bantuan, baik dari Negara maupun lembaga donor. Maka dari itu, segala bentuk,
macam, dan bidang organisasi LSM semakin bervariasi bahkan memiliki varian yang sangat
luas. Kegiatan LSM dapat dikategorikan sebagai lembaga karitatif, pengawasan
(controlling)m community development, advokasi, partisipasi dan pembelaan atas
pelanggaran terhadap HAM, lingkungan, persamaan hak perempuan, dan masih banyak lagi
dari sektor-sektor publik yang mengalami perlakuan marjinal (Fahrudin, 2003).
Berdasarkan pilihan orientasi visi dan misi, dan ragam kegiatannya, sedikitnya
terdapat lima karakteristik dasar LSM yang lazim ditemukan di setiap negara. Pertama, LSM
merupakan lembaga non-pemerintah, yang secara jelas membedakannya dari birokrasi dan
8
institusi kenegaraan. Kedua, LSM didirikan dan dijalankan berdasarkan asas kesukarelaan
(voluntary). Ketiga, LSM menjalankan kegiatannya tidak dengan tujuan mencari dan
membagikan keuntungan (nirlaba). Keempat, LSM dimaksudkan sebagai lembaga yang
melayani masyarakat umum, bukan anggota atau para aktivisnya sendiri. Kelima, LSM tidak
berorientasi pada kekuasaan politik secara langsung yang membedakannya dari partai politik
(Fahrudin, 2003).
Ranah Publik
Ranah publik merupakan wilayah bagi berlangsungnya diskursus atau wacana bebas
antara individu-individu dan kelompok-kelompok yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi
yang secara kumulatif membentuk masyarakat sipil. Istilah ‗ranah publik‘ muncul dalam
pembicaraan sehari-hari tentang masyarakat, diskusi dalam media populer dan dalam tulisan
para akademisi yang tertarik pada ‗budaya populer‘ (McKee, 2005).
Habermas pada tahun 1975 sebagaimana dikutip oleh McKee (2005) mengatakan
bahwa ‗ranah publik‘ merupakan suatu wilayah dari kehidupan sosial di mana apa yang
disebut ‗opini publik‘ dapat dibentuk dan di mana para warga negara dapat menangani
masalah-masalah kepentingan umum tanpa paksaan, untuk menyatakan dan mengumumkan
pandangannya.
‗Ranah publik‘ merupakan suatu istilah metaforik yang digunakan untuk
mendeskripsikan ―ruang jarak virtual‖ di mana manusia dapat berinteraksi. ‗Ranah publik‘
merupakan ‗ruang‘ di mana para warga negara dari suatu negara saling bertukar gagasan dan
mendiskusikan isu-isu, untuk mencapai kesepakatan tentang ― hal-hal yang menyangkut
kepentingan umum‖. Dalam ‗ruang‘ itu kita dapat mengetahui apa yang terjadi dalam
komunitas kita, serta isu-isu sosial, budaya dan politik apa saja yang kita hadapi. Dalam
‗ruang‘ itu juga kita dapat melibatkan diri dalam berbagai isu tersebut dengan turut
menyuarakan gagasan, pendapat dan aspirasi kita dalam diskusi-diskusi yang berkaitan
dengannya. Dalam hal demikian, setiap warga negara dapat memainkan peranan di dalam
proses masyarakat mengupayakan pencapaian suatu konsensus atau kompromi tentang
pemikiran bersama untuk penanganan atau pemecahan masalah atas berbagai isu, terutama
yang menyangkut hajat hidupnya.
9
‗Ranah publik‘ merupakan suatu bagian yang penting dari masyarakat demokratis.
Dalam masyarakat feodal, tidaklah merupakan suatu keharusan bagi raja atau pihak kerajaan
untuk mencari tahu atau mengetahui apa yang dikehendaki oleh warga negara biasa. Segala
keputusan penting diambil atau ditentukan oleh raja atau pemerintah sendiri. Sebaliknya,
suatu masyarakat yang menginginkan warganya untuk memiliki kebebasan, dan mendapat
perlakuan secara sama dan adil, memerlukan suatu ‗ranah publik‘ yang fungsional untuk
menjamin bahwa berbagai pendapat dan gagasan menyumbang pada pembentukan suatu
kesepakatan umum.
Komik
Komik adalah bacaan populer yang disukai tua dan muda. Kehadirannya dapat
diterima oleh hampir semua lapisan masyarakat. Fungsi utamanya adalah hiburan, namun
tidak sedikit pelajaran yang dapat dipetik dari komik. Ironisnya, pada suatu masa, komik
pernah dicerca dan tidak boleh dibaca oleh para pelajar, karena dianggap memberi pengaruh
yang kurang baik pada anak-anak (Zaimar dan Hidayat, 1994). Menurut DC‘S webpage,
definisi komik adalah
―Variously referred to as comics, comic strips and comic books, the comics
format as we know it today is a unique art form and literary medium that
originated in the U.S. in the late 1800s. Its popularity exploded in the U.S. in
1938 with the hugely popular introduction of SUPERMAN. Ironically, it has
become relatively more popular in many other countries around the world,
where adults and children read it avidly. At its simplest, a comic is a series of
words and pictures that is presented in a sequential manner to form a
narrative‖.
Kemudian, Marcel Boneff (1976) menyebutkan komik sebagai suatu cara komunikasi
yang khas, yang merupakan kesatuan gambar dan teks.
Komik diproduksi secara massa, murah dan cepat. Komik menggunakan bahasa
sehari-hari di dalam balon-balon dialog untuk mengkomunikasikan pendapat dengan cepat
dan langsung (Frank, 1944:221). Dengan menggunakan Gambar-gambar yang terdapat di
dalam komik, komikus mengontrol interpretasi pembaca terhadap kata-kata yang terdapat di
dalam komik. Gambar-gambar tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga pembaca secara
tidak sadar didorong untuk melihat apa yang diinginkan oleh komikus melaui kata-kata dan
gambar-gambarnya. Garis-garis dan balon-balon dialog membuat pembaca untuk
10
‗mendengar‘ pesan-pesan yang disampaikan komikus di kepala mereka, sehingga membawa
pembaca ke dalam dunia khayal komik (McGlaun, 2003).
Komik Pemberdayaan dan Kesadaran Hukum
Komik Petualangan Wening merupakan salah satu komik pemberdayaan masyarakat
yang mengangkat isu trafficking anak-anak dan perempuan Indonesia. Komik ini diterbitkan
oleh International Catholic Migration Center (ICMC) Indonesia, yaitu sebuah LSM yang
bergerak dalam bidang advokasi perburuhan, khususnya penanggulangan eksploitasi
perdagangan anak dan perempuan Indonesia. Menurut Ade Yuanita salah satu staff ICMC
Indonesia dalam surat kabar Kompas (Kompas, 2004) mengatakan minimnya informasi
tentang persoalan-persoalan yang dihadapi dalam mencari kerja dan rendahnya tingkat
pendidikan para korban trafficking menjadi alasan menggunakan komik sebagai media yang
cocok untuk sarana penyadaran atau sosialisasi kepada kelompok rentan korban trafficking.
Selanjutnya Ade Yuanita mengatakan, ―sebagian besar mereka lulusan SD dan paling tinggi
kelas 1 atau 2 SMP, bahkan banyak yang tidak lulus SD…Mereka bukan orang-orang yang
bisa membaca materi-materi peningkatan kesadaran dalam bentuk buku atau brosur. Kita
harus membuat lebih menarik daripada buku tentunya. Paling tidak mereka tertarik dulu
untuk membacanya. Targetnya supaya bisa menarik dan mudah dicerna. Itulah kelebihan
komik. Selain itu, kelebihannya komik bisa mereka simpan dengan lebih lama dan bisa
mereka bawa kemana mereka pergi‖ (Kompas, 2004).
Komik Petualangan Wening diluncurkan pada bulan Juli 2004 dicetak sebanyak
90.000 eksemplar. Komik ini dibagi-bagikan ke lima provinsi pengirim terbesar buruh
migran, yaitu Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Penyebarannya melalui fasilitator-fasilitator masyarakat yang tidak lain anggota masyarakat
yang mempunyai akses langsung ke kelompok sasaran, seperti ketua PKK, Karang Taruna,
Guru, dan kepala-kepala dusun yang sebelumnya sudah diberi pelatihan tentang trafficking
(Kompas, 2004).
Yayasan Kelompok Kerja Visi Anak Bangsa yang didukung oleh koalisi media untuk
pemilu bebas dan adil juga menggunakan komik sebagai media kesadaran publik. Dengan
dana sebesar 400 juta yang berasal dari partnership dan TIFA, menerbitkan enam buah judul
buku komik yang berisi pendidikan politik tentang pemilu. Kelompok sasaran dari komik
11
terbitan VAB adalah golongan masyarakat menengah ke bawah dan kelompok marjinal.
Beberapa judul komik terbitan VAB antara lain; Buku Panduan Pemilu 2004 untuk orang-
orang biasa, Perempuan Punya Pilihan!, Buku Pendidikan untuk Penyandang cacat: Kami
juga punya hak yang sama. Komik-komik ini diterbitkan antara 2000-3000 eksemplar,
dikarenakan keterbatasan dana komik ini dapat diperbanyak atau difotokopi tanpa izin dari
penerbit sebagaimana ditulis di sampul belakang komik-komik tersebut (Kompas, 2004).
Aksi Stop Aids (ASA) bersama Family Health International (FHI) merupakan LSM
yang mengangkat isu penanggulangan AIDS/HIV di Indonesia. salah satu programnya adalah
kampanye penanggulangan bahaya HIV/AIDS. Sejak tahun 2003 menggunakan media komik
sebagai sarana untuk penyadaran masyarakat umum akan bahaya HIV/AIDS. Komik terbitan
ASA ini mengadopsi iklan salah satu pabrik kondom. Komik terbitan ASA ini berbentuk
buku catatan kecil. Kelompok sasaran utamanya adalah laki-laki yang sudah menikah
maupun belum, yang berperilaku resiko tinggi, yaitu laki-laki yang suka membeli seks,
seperti supir truk, supir bis, dan anak buah kapal. Komik terbitan ASA dicetak sebanyak
15.000 eksemplar yang mana dibiayai oleh USAID. Selain kelompok sasaran utama, komik
buku catatan kecil ini juga dibagikan ke pekerja seks komersial dan para kaum gay dan waria
yang merupakan kelompok sasaran kedua (Kompas, 2004)
HuMA atau Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan
Ekologis sejak tahun 2002 menggunakan media komik atau cergam (cerita gambar) untuk
kampanye penyadaran hukum bagi masyarakat pedesaan. Pembuatan komik ini dipicu oleh
kepedulian HuMA akan kebingungan dan keresahan masyarakat tentang hukum yang
disampaikan kepada para pendaping hukum rakyat (PHR) yang umumnya berasal dari LSM,
akademisi, maupun perorangan. Menurut Sandra Moniaga, Direktur Ekesekutif HuMA,
komik-komik terbitan dijadikan alat berdiskusi antara PHR dan masyarakat pedesaan tentang
hukum itu apa sebenarnya? sejarah hukum bagaimana? terbentuknya hukum bagaimana? Seri
komik Hukum dan Masyarakat perserinya diterbitkan 2000 eksemplar dan dapat difotokopi
tanpa izin kepada penerbitnya (Kompas, 2004).
Dengan kata lain, komik-komik di atas adalah media yang digunakan LSM-LSM
untuk melakukan pemberdayaan masyarakat atau sosialisasi—sosialisasi komik yaitu yang
bersifat non komersial dan tidak untuk diperdagangkan. Distribusinya langsung ke target
pembaca yang mana pihak LSM juga berperan secara efektif mulai dari proses awal
pembuatan hingga distribusi ke target pembaca.
12
Bibliografi
Sumber Buku
Boneff, Marcel. 1998. Komik Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia
Fahrudin, Wawan. 2003. Akuntabilitas dan Transparansi LSM dalam Proses Transformasi
Sosial Menuju Masyarakat Demokratis Indonesia. CIVIC: journal for civil society
empowerment.
McKee, Alan (2005), The Public Sphere : An Introduction, Cambridge : Cambridge
University Press
Schwartz, Frank J. dan Pharr, Susan J., 2003. The State of Civil Society in Japan.
Cambridge : Cambridge University Press.
Sumber Internet
Saatnya Komik Memberdayakan Masyarakat. kompas.com/kompas-
cetak/0409/18/pustaka/1274854.htm
Menabur Pesan, Menuai Luapan Harapan. http://64.203.71.11/kompas-
cetak/0409/18/pustaka/1274853.htm.
McGlaum, Kris. 2003. What are Comic Books.
http://www.mccsc.edu/~kmcglaun/comicbk/what.htm