Jawaban kompre no 1
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Jawaban kompre no 1
Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012/2013
Soal No. 1 :
Kaedah ini berarti ‘Hukum asal dari ibadah berdasarkan
mukallaf bukan kepada maknanya dan asal dari muamalat itu
berdasarkan pada maknanya’.
Kaidah diatas masih berhubungan dengan kaidah ‘Pada
dasarnya ibadah itu terlarang, sedangkan adat itu dibolehkan’.1
Dimana kaedah ini menurut Syaikh As Sa’di dalam Al Qowa’id wal
Ushul Jami’ah halaman 30 menjelaskan ibadah adalah semua yang
diperintahkan oleh Allah swt dan rasulNya, baik perintah yang
bersifat wajib ataupun sunnah.
Jadi pada dasarnya segala sesuatu yang tidak
diperintahkan, baik perintah yang bersifat wajib ataupun
sunnah adalah adat. Atau dalam bahasa lain bisa dikatakan
bahwa yang dimaksud ibadah disini adalah ibdah yang mahdhoh
yaitu ibadah yang tata cara dan aturannya sudah ditentukan
oleh Allah swt dan rasulnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan adat disini adalah ibadah
ghoiru mahdhoh, yang biasa disebut muamalah. Yang mana ini
mencakup makanan, minuman, pekerjaan, pakaian, rumah dan yang
semisalnya.1 Sabiq, Ahmad, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, (Jakarta:Pustaka Al-
Furqon, 2009) hal. 159
Jadi makna kaidah ini adalah pada dasarnya semua bentuk
ibadah adalah terlarang, tidak boleh diamalkan dan
disyariatkan kecuali datnganya dalilnya dari al qur’an dan
sunnah yang mensyaria’atkannya. Barang siapa yang
mensyariatkan sebuah ibadah tanpa dalil maka dia telah membuat
perkara baru (bid’ah) dalam agama.
Begitu pula sebaliknya, pada dasarnya semua bentuk adat
dipernolehkan, tidak boleh mengharamkan sedikitpun dari adat
kecuali yang datang dalilnya dari Al quran dan As Sunnah yang
mengaharamkannya. Barang siapa yang mengharamkan sebuah adat
yang tidak diharamkan oleh Allah swr dan Rasulnya, maka dia
telah membuat sebuah bid’ah dalam agama.
Dalil dari kaedah tersebut banyak terdapat dalam ayat dan
hadist dimana diantaranya adalah surat Asy Syura 21:
21. lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut
kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia
menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul.
Sedangkan hadist rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim
:
‘Barang siapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak ada contohnya
dari kami, maka amal perbuatan tersebut tertolak’.
‘Hati-hatilah kalian dengan perkaraan yang baru, karena semua perkara
yang baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat’
Adapun dalam masalah adat juga banyak dalil yang
menunjukkan kaidah tersebut, diantaranya :
Surat Al Baqarah ayat 29 :
29. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu
dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari
langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-
buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu
Mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, Padahal kamu mengetahui.
Juga firmannya surat Al A’raf ayat 32 :
32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan
dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya
dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"
Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang
beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di
hari kiamat." Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi
orang-orang yang mengetahui.
Dan dalam hadist rasul riwayat bazar dan hakim :
‘Dari Abu Darda secara marfu’ Rasulullah bersabda : ‘Apa yang dihalalkan
oleh Allah dalam kitabnya maka ia halal, dan apa yang diharamkan berarti haram,
sedangkan apa yang didiamkan olehNya berarti itu dimaafkan, maka terimalah
apa yang dimaafkan oleh Allah, karena Dia tidak akan pernah lupa. Kemudian
beliau membaca firman Allah : “dan tidaklah Rabbmu lupa’.
Penjelasan dan penerapan kaidah :
Kaidah ibadah memberikan sebuah pengertian bahwa tidak
boleh bagi seorangpun untuk menjalankan sebuah ibadah kecuali
kalau ada dalil yang mencontohkannya. Dalam masalah ini,
barang siapa yang melakukan ibadah tertentu, maka dialah yang
dituntut untuk mendatangkan dalil, sedangkan yang tidak
mensyariatkan maka tidak dituntut dalil karena dia berpegang
pada kaedah dasar.
Contoh : peringatan kematian seseorang
Kita tanya pada yang mengamalkannya : apakah menurut
kalian bahwa ini sebuah ibadah atau hanya main-main saja?
Mesti mereka akan menjawab: ‘ini adalah sebuah ibadah mulia’.
Kalau begitu datangkanlah pada kami dalil atas perbuatan
ini dari al quran atau as sunnah? Kalau ada dan shohih, maka
kita terima dan amalkan, namun kalau tidak ada, dan masalah
ini memang tidak ada dalam dalil, maka kita katakan peringatan
in haram, karena memang pada dasarnya asal sebuah ibadah
adalah haram.
Adapun kaedah adat, memberikan sebuah pemahaman bahwa
semua bentuk dan jenis adat dan muamalat, hukum dasarnya
adalah boleh. Maka barang siapa yang mengharamkan atau
memakruhkan sebuah adat, maka dialah yang dituntut untuk
mendatangkan dalil, baik dalil umum maupun khusus, kalau ada
dalilnya yang shohih, maka terima, namun kalau tidak ada maka
hukumnya boleh, karena hukum asal adat adalah boleh. Hal in
mencakup semua hal yang berkaitan dengan adat termasuk
makanan.
Kesimpulan dari kaedah ini :
Menurut Syaikh As Sa’di berkata :’ Ini adalah dua kaedah
yang sangat besar manfaatnya, dengannya bisa diketahui bid’ah
dalam ibadah dan adat, maka barang siapa yang emerintahkan
sebuah ibadah yang tidak ada contohnya, maka dia ahli bi’ah,
sebaliknya barang siapa yang mengahramkan sebuah adat tanpa
dalil, maka diapun telah berbuat bid’ah.
Kembali pada asal soal mengenai ibadah dan muamalah,
kaedah tersebut haruslah kita bedakan dalam 2 sudut pandang.
Pertama mengenai ibadah yang hukumnya dijatuhkan pada
mukallaf, bukan menurut makananya. Maksudnya disini adalah
pemberlakuan hukum dari ibadah tersebut pada dasarnya mengikut
pada objek yang mengerjakannya sesuai dengan aturan dari
alqura dan sunnah, bukan dari makna ibadah itu sendiri.
Sebagai contoh ibadah sholat, secara makna sholat berarti doa.
Disini yang harus kita camkan adalah sebuah ibadah sholat
tidak hanya cukup dilakukan dengan berdoa lima kali sehari
karena itu hanyalah pengertian sholat secara harfiah. Yang
sebenarnya adalah kita melakukan ibadah sholat dengan gerakan-
gerakan dan tuntunan yang telah disesuaikan menurut al quran
dan hadist.
Sedangkan untuk masalah muamalah pada dasarnya memang
mengikut pada makna karena apa yang diaplikasikan dalam hal
muamalah memang telah sesuai dengan makna dari tindakan
muamalah itu sendiri. Sebagai contoh tindakan jual beli.
Secara maknanya jual beli berarti transaksi yang dilakukan
anatara seorang penjual dan pembeli di tempat-temat ekonomi.
Secara pengaplikasiannya pun jual beli tersebut sama dengan
maknanya tanpa ada perbedaan sehingga apa-apa yang dijatuhi
hukum dalam mua’malat memang sesuai dengan makna yang
terkandung di dalam tindakan-tindakan muamalat itu sendiri.
Kesimpulannya dari kaidah ini adalah bahwa untuk
menjatuhkan hukum pada ibadah tidak dapat hanya dijatuhkan
berdasarkan pada makna dari ibadah itu sendiri secara harfiah.
Sebab ibadah memiliki kaidah ataupun aturan-aturan sendiri
dalam penjalanannya, sedangkan pada muamalah, kaidah hukum
dapat dijatuhkan sesuai dengan maknanya itu sendiri karena
pada dasarnya memang apa yang dijalankan pada praktek muamalah
sesuai dengan makna dari praktek muamalah itu sendiri.
Sumber :
Sabiq, Ahmad, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami,
(Jakarta:Pustaka Al-Furqon, 2009)
Soal No. 2
A. Masa Rasulullah
Rasulullah SAW adalah pemimpin Islam sekaligus sebagai
kepala negara kekhalifahan Islam. Ketika Islam baru disebarkan
di kota Mekah, tidak banyak peraturan yang dibuat Rasulullah
dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Kebijakan yang berkaitan dengan keuangan berkembang pada
masa Madinah dimana Negara Islam sedang membangun fondasi di
berbagai sector salah satunya adalah sector ekonomi. Sebagai
sebuah Negara yang berdaulat, Negara Madinah juga memiliki
prinsip dalam kebijakan ekonominya. Antara lain:
1. Allah SWT sebagai penguasa tertinggi sekaligus pemilik
absolute seluruh alam semesta
2. Manusia hanya khalifah Allah di muka bumi, bukan pemilik
sebenarnya
3. Semua yang dimiliki dan didapatkan menusia adalah seizing
Allah. Oleh karena itu manusia yang kurang beruntung
punya hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki manusia
lain yang lebih beruntung
4. Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun
5. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk
riba, harus dihilangkan
6. Menerapkan system warisan sebagai media redistribusi
kekayaan
7. Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu termasuk
orang-orang miskin
Setelah menetapkan prinsip dasar barulah dibuat kebijakan
yang merupakan turunan dari prinsip tersebuat.
A. Kebijakan Fiskal:
Instrument kebijakan fiscal Raulullah adalah
1. Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi
kerja, dengan cara distribusi pendapatan kaum anshar
dan muhajirin yang berimplikasi kepada meningkatnya
permintaan total di madinah, hal lain adalah
menyediakan lapangan kerja bagi kaum muhajirin
2. Kebijakan pajak. Penerapan pajak yang dilakukan
Rasulullah mendorong terciptanya kestabilan harga dan
mengurangi tingkat inflasi
3. Pengaturan anggaran (APBN) yang cermat, efektif dan
efisien
Kebijakan fiscal yang dilakukan oleh Rasulullah tersebut
hamper seluruhnya masih relevan bila dilakukan saat ini.
Contohnya ketika sebuah Negara mengalami inflasi,
kebijakan yang dilakukan dapat berupa menekan jumlah uang
beredar dengan pengaturan APBN yang efektif dan efisien,
cara lain misalnya dengan menggunakan pajak(menaikannya)
untuk menarik jumlah uang beredar
B. Kebijakan Moneter:
1. Mengatur kestabilan supply dan demand terhadap uang
dengan cara Pelarangan penimbunan baik uang maupun
komoditas.
2. Mempercepat peredaran uang dengan cara melarang praktek
kanz (menimbun uang secara berlebih) karena akan
cenderung mencegah dinar dan dirham berputar di
masyarakat. Mengurangi monopoli perdagangan yang
dilakukan kaum quraisy agar distribusi pendapatan dapat
berjalan dengan lebih baik
3. Mobilisasi dan utilisasi tabungan. Hal ini dilakukan
dengan dua cara yaitu mengembangkan peluang investasi
islami secara legal dan mencegah kebocoran penggunaan
tabungan untuk tujuan yang tidak islami
Berbeda dengan ekonomi modern, mengatur kestabilan supply
and demand terhadap uang dilakukan dengan cara menaik
turunkan tingkat suku bunga. Percepatan peredaran mata
uang juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan
namun pada prakteknya dimasa kini instrument yang dapat
digunakan adalah interest atau bunga
Persamaan kebijakan yang masih dipertahankan adalah
melarang praktek monopoli pasar agar setiap masyarakat
punya kesempatan yang sama untuk berdagang sehingga
distribusi pendapatan dapat berjalan dengan baik
B. Masa Sahabat (Khulafaurrasyidin)
1. Abu Bakar Ash-Shiddiq
Menjamin distribusi pendapatan dengan tidak membiarkan
harta bitul maal menumpuk terlalu lama. Kebijakan
tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate
demand dan aggregate supply yang pada akhirnya
meningkatkan total pendapatan nasional
2. Ummar Bin Khattab
Pada masa ini khalifah Umar Mendirikan bangunan Baitul
Mal untuk pertama kalinya kemudian diikuti dengan
pendirian cabang-cabangnya di ibukota provinsi.
Membentuk departemen-departemen untuk mendistribusikan
dana baitul mal.
Mengklasifikasikan pendapatan Negara ke dalam 4 bagian
yaitu:
1) Zakat dan ushr (pajak tanah)
2) Khumus dan sedekah
3) Kharaj, fai, jizyah dan ushr
4) Pendapatan lain-lain untuk membayar para pekerja
anak terlantar dan dana social
Selain itu khalifah umar juga menetapkan nilai dinar
yaitu satu mitsqal atau 20 qiratatau 100 grain barley,
dan dirham sebesar 14 qirat atau 70 grain barley
3. Usman bin affan
Khalifah usman banyak melakukan ekspansi ke berbagai
Negara seperti Armenia Tunis, Cyprus, Rhodes dan bagian
yang tersisan dari Persia.
Khalifah Usman mempertahankan system santunan kepada
orang miskin. Selain itu, membagikan tanah Negara
kepada individu agar tiap individu dapat berkontribusi
kepada baitul mal sehingga pendapatan baitul mal
meningkat
4. Ali bin Abi Thalib
Pada masa ali terjadi banyak perselisihan sehingga
pemerintahannya hanya berlangsung singkat yaitu 6
tahun. Kebijakan yang dilakukan antara lain pencetakan
mata uang koin atas nama Negara islam, dan perapihan
system administrasi Negara.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa yang menjadi focus
kebijakan ekonomi para khalifah adalah pembuatan lembaga
Negara yang fungsinya mengatur pemasukan dan pengeluaran
Negara. Selain itu adalah menjamin pemerataan distribusi
pendapatan agar tercipta kestabilan ekonomi.
Sumber :
DR. Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Gramata
Laurensius Julian P, Rumus Praktis Menguasai Ekonomi, Pustaka Book
Publisher
Soal No. 3
لي� ال�له ول ال�له ص� ال رس� ال: ق�� ه ق�� ي� ب�� ن� ا� ب ع� ي� ص� �ن ح ب� ال� ن� ص� ع�
ل ه و س� لي� هن�ع� ي� لاث3 ف�0 ه� وم ث�3 ارض0 مق� ل و ال� ج� لي� ا� عA ا@ ي� ب� ه� ال� رك� الب
ر لاط الب ج�0 الش3ا� اد ث� س�ن0 Rا ه� ث�� ن� م�اج .A )رواه اب� ع ي� لب� لا ل� ب� ي� لب� ر ل� عب�) ف0 عي� .ض�0
Artinya: “Dari Shalih bin Shuhaib R.A. bahwa Rasulullah SAW.
Bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(Mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah tangga bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu
Majah, no.2280, kitab at-Tijarah).2
Kandungan yang terdapat di dalam hadist ini adalah
tentang praktek-praktek muamalah yang biasa terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Dimana jika kita menjalankan praktek
tersebut maka akan diliputi oleh keberkahan.
Diantaranya adalah tentang jual beli secara tangguh.
Disini dijelaskan bahwa Rasulullah menyuruh umatnya untuk
melaksanakan jual beli secara sah. Dimana dalam jual beli yang
dilakukan secara tangguh dibolehkan asal didalamnya tidak
mengandung riba. Layaknya praktek-praktek yang terjadi saat
ini. Dimana pada praktek jual beli yang dilakukan secara
tangguh akan dibebankan bunga pada orang yang menjalankannya.
Hal ini tidak boleh dilakukan karena secara jelas Allah telah
2 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktik, (Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada) hlm. 96.
mengharamkan praktek riba dalam alquran yang salah satunya ada
dalm surat al baqarah ayat 275.
Kedua tentang mudharabah, disini dijelaskan kenapa
mudhorabah termasuk praktek yang diberkati karena memang dalam
mudhorabah terdapat unsur kerjasama antara dua pihak yang
saling membutuhkan dengan kontribusi yang berbeda. Dengan
adanya skema mudhorabah ini memungkinkan seseorang yang tidak
mampu secara ekonomi dapat melaksanakan praktek ekonomi karena
orang lain yang kelebihan modal akan menginvestasikan dananya
pada orang tersebut. Dengan ini berarti setiap masyarakat yang
kaya dan kekurangan modal dapat menempatkan dirinya sesuai
posisinya.
Ketiga, dalam hadist ini juga terdapat suatu pesan bahwa
kita sebagai seorang muslim harus berlaku secara jujur. Dimana
terdapat pernyataan apabila ingin mencampur sesuatu dengan
sesuatu yang kualitasnya berbeda untuk keperluan rumah tangga
bukan untuk di jual maka akan mendapatkan keberkatan,
sebaliknya apabila mencampur sesuatu dengan sesuatu yang
kualitasnya berbeda untuk jual beli maka mendapatkan
kemudharatan. Hal ini dapat terjadi karena dirumah tangga apa
yang kita lakukan tersebut akan kita nikmati sendiri sehingga
tidak menimbulkan kerugian pada orang lain, sedang pada
praktek jual beli apabila kita mencampur sesuatu yang tidak
sama maka hal tersebut telah termasuk kegiatan menipu yang
mana hal tersebut merupakan hal yang dilarang dalam praktek
jual beli karena akan menimbulkan kerugian pada orang yang
membeli ataupun menjual. Intinya mengajarakan kejujuran dalam
setiap praktek jual beli.
Sumber :
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktik, (Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada)
Soal No. 4
1. Pengertian Wakalah
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian,
atau pemberian mandat. Al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan
oleh seseorang (muwakil) kepada orang lain (wakil) dalam hal
– hal yang boleh diwakilkan.3
Hikmah dibalik dibolehkanya melakukan akad wakalah
adalah Karena tidak semua orang mempunyai keampuan untuk
menyelesaikan segala urusannya sendiri. Pada suatu
kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu pekerjaan
kepada orang lain untuk mewakili dirinya.4
Macam-Macam Wakalah
Wakalah dapat dibedakan dalam 2 bentuk yaitu:
1. Al- Wakalah Al- Khosshoh adalah wakalah diman prosesi
pendelegasian wewenang untuk menggantikan sebuah posisi
pekerjaan yang bersifat spesifik dan spesiknya telah
jelas contohnya membeli honda tipe X
2. Al-Wakalah al-‘ammah adalah akad wakalah dimana prosesi
pendelegasian wewenang bersifat umum, tanpa adanya
spesifikasi. Contoh belikan aku minuman apa saja
Selain itu dibedakan juga atas wakalah al-muqoyyadoh dan al-
wakalah mutlaqoh
1. Al-Wakalah al-muqoyyadoh adalah adalah akad wakalah
dimana wewenang dan tindakan si wakil dibatasi dengan
3 Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah,(Jakarta : PT. Prajagrafindo Persada, 2007).4 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001).
syarat-syarat tertentu. Misalnya jualah mobilku dengan
harga 100 juta jika kontan dan 150 juta jika kredit.
2. Al-wakalah al-muthlaqoh akad wakalah dimana wewenang dan
wakil tidak dibatasi dengan syarat atau kaidah
tertentu, misalnya jualah mobil ini, tanpa menyebutkan
harga yang diinginkan.
10 Contoh Akad Wakalah dalam Bidang harta
1. Rekening koran syariah
2. Makelar Mobil
3. Kliring
4. Reksa dana
5. Wesel Pos
6. Letter of Credit
7. Makelar tanah
8. Makelar Apartemen
9. Agency
10. Transfer Uang
Jelaskan Aplikasi Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
1. Reksa Dana Syariah
Akad antara pemodal dengan manajer investasi dalam
investasi menggunakan akad wakalah dengan hak dan mekanisme
hubungan sebagaimana diatur dalam Fatwa No. NO:
20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi
Untuk Reksa Dana Syari'ah, yaitu :
a. pemodal memberikan mandat kepada Manajer Investasi untuk
melaksanakan investasi bagi kepentingan Pemodal, sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam Prospektus.
b. Para pemodal secara kolektif mempunyai hak atas hasil
investasi dalam Reksa Dana Syari'ah.
c. Pemodal menanggung risiko yang berkaitan dalam Reksa Dana
Syari'ah.
d. Pemodal berhak untuk sewaktu-waktu menambah atau menarik
kembali penyertaannya dalam Reksa Dana Syari'ah melalui
Manajer Investasi.
e. Pemodal berhak atas bagi hasil investasi sampai saat
ditariknya kembali penyertaan tersebut.
f. Pemodal yang telah memberikan dananya akan mendapatkan
jaminan bahwa seluruh ananya akan disimpan, dijaga, dan
diawasi oleh Bank Kustodian.
g. Pemodal akan mendapatkan bukti kepemilikan yang berupa
Unit Penyertaan Reksa Dana Syariah.
2. Pembiayaan Rekening Koran Syariah
Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) adalah suatu bentuk
pembiayaan rekening koran yang dijalankan berdasarkan prinsip
syari’ah sebagaimana diatur dalam Fatwa No. 30/DSN-MUI/VI/2002
tentang Pembiayaan Rekening Koran Syari’ah dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Pembiayaan Rekening Koran Syariah (PRKS) dilakukan dengan
wa’d untuk wakalah dalam melakukan:
a. pembelian barang yang diperlukan oleh nasabah dan
menjualnya secara murabahah kepada nasabah tersebut; atau
b. menyewa (ijarah)/mengupah barang/jasa yang diperlukan
oleh nasabah dan menyewakannya lagi kepada nasabah
tersebut.
2. Besar keuntungan (ribh) yang diminta oleh LKS dalam angka 1
huruf a dan besar sewa dalam ijarah kepada nasabah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b harus disepakati
ketika wa’d dilakukan.
3. Transaksi murabahah kepada nasabah sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 huruf a dan ijarah kepada nasabah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 huruf b harus dilakukan dengan akad.
3. Letter Of Credit (L/C) Impor Syari’ah
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat
pernyataan akan membayar kepada
Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan
Importir dengan pemenuhan
persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Akad untuk L/C Impor yang sesuai dengan syariah dapat
digunakan beberapa bentuk:
1. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
Importir harus memiliki dana pada bank sebesar harga
pembayaran barang yang diimpor;
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumendokumen transaksi impor;
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
2. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
Importir tidak memiliki dana cukup pada bank untuk
pembayaran harga barang yang diimpor;
Importir dan Bank melakukan akad Wakalah bil Ujrah untuk
pengurusan dokumen-dokumen transaksi impor;
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase;
Bank memberikan dana talangan (qardh) kepada importir
untuk pelunasan pembayaran barang impor.
3. Akad Wakalah bil Ujrah dan Mudharabah, dengan ketentuan:
Nasabah melakukan akad wakalah bil ujrah kepada bank
untuk melakukan pengurusan dokumen dan pembayaran.
Bank dan importir melakukan akad Mudharabah, dimana bank
bertindak selaku shahibul mal menyerahkan modal kepada
importir sebesar harga barang yang diimpor.
Ketentuan lebih lengkap tentang hal ini diatur dalam Fatwa No.
34/DSN-MUI/IX/2002
4. Letter Of Credit (L/C) Ekspor Syari’ah
Letter of Credit (L/C) Ekspor Syariah adalah surat
pernyataan akan membayar kepada
Eksportir yang diterbitkan oleh Bank untuk memfasilitasi
perdagangan ekspor dengan
pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah.
Beberapa bentuk akad dalam L/C Ekspor syariah diantaranya :
1. Akad Wakalah bil Ujrah dengan ketentuan:
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank), selanjutnya dibayarkan
kepada eksportir setelah dikurangi ujrah;
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam prosentase.
2. Akad Wakalah bil Ujrah dan Qardh dengan ketentuan:
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank);
Bank memberikan dana talangan (Qardh) kepada nasabah
eksportir sebesar harga barang ekspor;
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Pembayaran ujrah dapat diambil dari dana talangan sesuai
kesepakatan dalam akad.
Antara akad Wakalah bil Ujrah dan akad Qardh, tidak
dibolehkan adanya keterkaitan (ta’alluq).
3. Akad Wakalah Bil Ujrah dan Mudharabah dengan ketentuan:
Bank memberikan kepada eksportir seluruh dana yang
dibutuhkan dalam proses produksi barang ekspor yang
dipesan oleh importir;
Bank melakukan pengurusan dokumen-dokumen ekspor;
Bank melakukan penagihan (collection) kepada bank
penerbit L/C (issuing bank).
Pembayaran oleh bank penerbit L/C dapat dilakukan pada
saat dokumen diterima (at sight) atau pada saat jatuh
tempo (usance);
Pembayaran dari bank penerbit L/C (issuing bank) dapat
digunakan untuk: Pembayaran ujrah; Pengembalian dana
mudharabah; Pembayaran bagi hasil.
Besar ujrah harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam
bentuk nominal, bukan dalam bentuk prosentase.
Ketentuan lebih lengkap tentang hal ini diatur dalam Fatwa No.
35/DSN-MUI/IX/2002
5. Asuransi Syariah
Asuransi syariah yang menjalankan akad wakalah bil ujrah
menurut fatwa DSN No. 52/DSN-MUI/III/2006 meliputi asuransi
jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah. ketentuan
dalam akad ini diantaranya :
Wakalah bil Ujrah boleh dilakukan antara perusahaan
asuransi dengan peserta.
Wakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta
kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta
dengan pemberian ujrah (fee).
Wakalah bil Ujrah dapat diterapkan pada produk asuransi
yang mengandung unsur tabungan (saving) maupun maupun
unsur tabarru' (non-saving).
6. Transfer Uang
Proses transfer uang ini adalah proses yang menggunakan konsep
akadWakalah, dimana prosesnya diawali dengan adanya
permintaan nasabah sebagai Al-Muwakkil terhadap banksebagai Al-
Wakil untuk melakukan perintah/permintaan kepada bank untuk
mentransfer sejumlah uang kepada rekening orang lain, kemudian bank
mendebet rekening nasabah(Jika transfer dari rekening ke rekening),
dan proses yang terakhir yaitu dimana bankmengkreditkan sejumlah dana
kepada kepada rekening tujuan. Berikut adalah beberapacontoh proses
dalam transfer uang ini:1.
1. Wesel Pos
Pada proses wesel pos, uang tunai diberikan secara langsung
dari Al-Muwakkil Kepada Al-Wakil , dan Al-Wakil memberikan uangnya secara
langsung kepada nasabah yang dituju.Berikut adalah proses
pentransferan uang dalam Wesel Pos.
2. Transfer uang melalui cabang suatu bank
Dalam proses ini, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai
kepada bank yangmerupakan Al-Wakil , namun bank tidak memberikannya
secara langsung kepada nasabahyang dikirim. Tetapi
bank mengirimkannya kepada rekening nasabah yang dituju
tersebut.Berikut adalah proses pentrasferan uang melalui cabang
sebuah bank.
3. Transfer melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian
untuk mengirimkan uang,tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-
Muwakkil kepada bank sebagaiAl-Wakil .Dalam model ini, Nasabah Al-
Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekeningtabungannya, dan kemudian
meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah.
Sumber :
Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah,(Jakarta : PT.
Prajagrafindo Persada, 2007).
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik
(Jakarta: Gema Insani, 2001)
Soal No. 5
Pada kasus diatas, ada dua akad yang digunakan didalam
produk yang akan diberikan pada kasus diatas. Produk yang
digunakan adalah produk pembiayaan salam yang didalamnya
terdapat akad salam dan akad wakalah.
A. Pembiayaan Salam
(1)akad Salam adalah transaksi jual beli dimana barang
yang akan diperjualbelikan belum ada. Oleh karena
itu barang diserahkan secara tangguh sementara
pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai
pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas
trasaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam
transaksi ini kuantitas, harga, dan waktu penyerahan
barang harus ditentukan secara pasti.
Dalam praktik perbankan, ketika barang telah
diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya
kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu
sendiri secara tunai atau cicilan. Harga jual yang
ditetapkan oleh bank adalah harga beli bank dari
nasabah ditambah keuntungan. Produk pada pembiayaan
salam ini sudah berdasarkan ketentuan fatwa DSN NO:
05/DSN-MUI/IV/2000
(2)Akad wakalah adalah penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat. Dalam bahasa arab, hal ini dapat
dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku
serahkan urusanku kepada allah” mewakili pengertian
terebut
Ilustrasi pada produk pembiayaan salam ini adalah
sebagai berikut:
Ilustrasi pembiayaan salam sebagai berikut:
Keterangan:
Nasabah (Bulog) ingin membeli membeli beras dari petani
dengan mewakilkan (wakalah) kepada bank untuk melakukan
pembelian padi dengan akad salam yang dilakukan bank dengan
petani. Setelah bank melakukan pembelian tunai kepada petani,
pada saat akan panen nasabah(bulog) melakukan pembayaran
Produsenpenjual
Nasabah
Banksyariah
4. KirimanPesanan
5. Bayar
1. Negosiasipesanan dengan
3. Kirimdokumen2. Pemesanan
barang nasabah
cicilan awal kepada bank dan setelah waktu panen,
nsabah(bulog) akan membayar angsuran cicilan berikutnya kepada
bank sesuai dengan akad yang telah disepakati
Contoh ilustrasi pada kasus soal:
Bank Syariah sebagai pihak 1, Bulog sebagai pihak 2, Petani
sebagai pihak 3, dan Pemborong sebagai Pihak 4.
1) Pihak 2 menginginkan kerjasama dengan Pihak 1 untuk
pembiayaan gabah. Dimana Pihak 2 ingin Membeli gabah
sebanyak 10 ton dari pihak 3 seharga Rp. 2.000.000/ton
dan menjualnya kepada Pihak 4 seharga Rp. 3.000.000/ton
menggunakan akad Salam Parallel untuk enam bulan ke
depan;
2) Pihak 1 memberikan uang tunai sebesar Rp. 20.000.000
kepada Pihak 2 dengan menginginkan keuntungan sebesar 10%
dari pembiayaan tersebut;
3) Pihak 1 membayar sejumlah Rp. 20.000.000 kepada pihak 3
untuk biaya panen gabah enam bulan ke depan.
4) Pihak 2 menjual gabah kepada Pihak 4 dengan harga Rp.
3.000.000/ton.
5) Pihak 4 membayar tunai kepada pihak 2 sebesar Rp.
30.000.000.
6) Setelah Pihak 2 mendapat Pembayaran dari pihak 4, Pihak 2
membayarkan sebesar Rp. 22.000.000 kepada Pihak 1.
7) Setelah enam bulan kemudian Pihak 3 mengirimkan gabah
kepada Pihak 2 sebanyak 10 ton.
8) Lalu Pihak 2 menyerahkan hasil panen kepada Pihak 4
9) Pihak 4 menjual di pasar dengan harga Rp. 4.000/kg
10) Pihak 1, 2, 3, dan 4 sama-sama mendapatkan
keuntungan.
Sumber :
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik
(Jakarta: Gema Insani, 2001)
Soal No 6.
Kebijakan fiscal memegang peranan penting dalam system
ekonomi, islam dibandingkan kebijakan moneter. Adanya larangan
tentang riba serta kewajiban tentang pengeluaran zakat
menyiratkan tentang pentingnya kedudukan kebijakan fiscal
dibanding moneter. Tujuan utamadari zakat berdasarkan sudut
pandang system ekonomi pasar adalah menciptakan distribusi
pendapatan menjadi lebih merata. Selain tujuan distribusi,
maka anilisa kebijakan fiscal dilakukan untuk melihat
bagaimana dampak dari zakat terhadap perekonomian Negara5.
Dalam ekonomi islam zakat juga tidak menimbulkan ekses
negative terhadap harga barang dan jasa yang diperdagangkan.
Mirip dengan pajak penghasilan 2,5% dari keuntungan bersih
atau sebagian ulama berpendapat 2,5% dari keuntungan sebelum
dikurangi biaya tetap penyusunan investasi, dengan cara ini,
ketika pengusaha berusaha memaksimalkan keuntungannya
sebenarnya mereka pun sedang memaksimalkan zakatnya. Harga
tidak naik, jumlah yang diperdagangkan tidak berkurang6.
5Mustafa Edwin Nasution, PengenalanEklusifEkonomi Islam, ( Jakarta:Kencana, 2006) Hal.2066AdiwarmanKarim, EkonomiMakro Islam, (Jakarta:PT.RajaGrafindoPersada, 2007) Hal.269
Mengapa zakat dapat member nilai tambah? Hal ini dapat
dikomparasikan dengan ilmu dan hokum ekonomi yang disebut
dengan nilai tambah (Added value). Teori tersebut menyatakan
meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan ekonomi
lemah, pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan
perdagangan yang jugadapat meningkatkan bagi pihak produsen.
Makadengan pemerataan distribusi harta yang berupa zakat yang
diterima golongan ekonomi lemah, yang selanjutnya digunakan
dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.
Demikian pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat,
yang secara ekonomi harta zakat itu akan berputar
secarasimbiosis antara orang kaya dengan orang miskin, dengan
hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi
khususnya (gol. Ekonomi lemah) dan perekonomian suatu Negara
umumnya. Zakat dapat member efek positif dari berbagai pihak
(multiplier effect) yang akan menumbuh suburkan kehidupan
social ekonomi masyarakat secara adil dan merata. Tujuan dari
zakat bagi kepentingan masyarakat :
- Menggalang jiwadan semangat saling menunjang solidaritas
sosial di kalangan masyarakat
- Menangulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana
- Menutup biaya-biaya yang timbul akibat konflik.
- Menyediakansesuatudanataktis dan khusus.
Jika kita tinjau dari aspek Perekonomian, bahwa tidak ada
unsur-unsur zakat yang menjadikan masyarakat melarat. Bahkan
kalau kita telusuri lebih dalam lagi, bahwa zakat mempunyai
peran penting dalam menciptakan masyarakat yang makmur dan
mengurangi tingkat kemiskinan.
Sebenarnya zakat dari sector non-produktif menghasilkan
dana zakat yang lebih besar dari pada sector produktif. Dengan
besarnya zakat di sector non-produktif diharapkan dapat
mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya ke sector
produktif. Dengan mengalihkan dana kesektor produktif, maka
input produksi akan meningkat ditandai dengan meningkatnya
permintaan atas sejumlah factor produksi, seperti meningkatnya
jumlah tenaga kerja.
Disamping dapat mempengaruhi aspek ekonomi, zakat juga
dapat mempengaruhi sector pemberdayaan sumber daya manusia.
Zakat memberikan kontribusi yang tak kalah besarnyadengan
pajak. Dengan adanya zakat mental para mustahik diharapkan
dapat biasa menjadi seorang yang lebih maju dan tidak
bergantung pada belas kasih orang lain. Berikut efek dari dana
zakat :
• Bersifat Pemberdayaan Ekonomi
– Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang
– Mustahik punyapotensi, skill, wirausaha
• Bersifat Pemberdayaan SDM
– Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang
– Mustahik punya potensi: cerdas dan atau bakat ketrampilan
Pelaksanaan ibadah zakat bila dilakukan secara sistematis
dan terorganisir akan memberikan efek multiplier yang tidak
sedikit terhadap peningkatan pendapatan, hal ini seperti yang
digambarkan Al-Quran Surat Al Baqarahayat 2617
7 Al-Quran ins
261. perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah
serupadengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki.dan Allah MahaLuas (karunia-Nya)
lagi Maha mengetahui.
[166] Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi
belanjauntuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah
sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
“Dari Ibnu Abbas ra meriwayatk n dari Rasulullah Saw, Beliau bersabda
menyampaikan apa yang diterimanya dari Tuhannya Allah azza wajalla.
“Sesungguhnya Allah menetapkan kebaikan dan keburukan kemudian
menjelaskannya :barang siapa berniat melakukan kebaikan dan tidak
melaksanakannya maka Allah mencatat di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang
sempurna. Jika ia berniat melakukan kebaikan dan benar-benar melakukannya
maka Allah akan mencatat di sisi-Nya sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali lipat
bahkan masih melipatgandakannnya lagi. Jika ia berniat melakukan suatu
kebaikan. Jika ia berniat melakukan keburukan dan tidak melakukan maka Allah
mencatanya sebagai satu kebaikan. Dan jika ia berniat melakukan keburukan lalu
ia benar-benar melakukannya, maka Allah hanya mencatat di sisi-Nya satu
keburukan”.(HR. Bukhari dan Muslim).
Pada ayat dan hadist tersebut digambarkan secara implicit
efek multiplier dari zakat. Mekanismenya secara ekonomi
digambarkan sebagai berikut : diamsusikan bantuan zakat
diberikan dalam bentuk konsumtif, bantuan konsumtif yang
diberikan kepada mustahik akan meningkatkan daya beli mustahik
tersebut atas suatu barang yang menjadi kebutuhannya.
Peninggkatan daya beli itu akan berimbas pada peningkatan
produksi suatu perusahaan imbasnya adalah penambahan kapasitas
produksi yang hal ini berarti perusahaan akan menyerap tenaga
kerja lebih banyak8.
SkemaEfek Multiplier Dalam Perekonomian
8M.Nur Rianto Al Arif, S.E., M.Si, Teori Makro Ekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis.(Jakarta : Alfabeta, 2010) Hal. 254
Ketika Muzaki mengeluarkan zakat maka ada peningkatan
daya beli oleh mustahik yang akan mempengaruhi peningkatan
konsumsi dari mustahik, pengingkatan konsumsi meningkatkan
tingkat produksi yang menambah penerimaan Negara dan
membantu pertumbuhan pembangunan.
Sementara disisi lain peningkatan produksi akan
meningkatkan pajak yang dibayarkan perusahaan kepada Negara.
Bila penerimaan Negara bertambah, maka Negara akan mampu
menyediakan sarana dan prasarana untuk pembangunan serta mampu
menyediakan fasilitas public bagi masyarakat. Dari gambaran
diatas terlihat bahwa zakat mampu menghasilkan efek berlipat
ganda (multilier effect) dalam perekonomian. Yang akhirnya
secara tidak langsung berimbas juga kepada kita sebagai
mustahik
Sumber :
M.Nur Rianto Al Arif, S.E., M.Si, Teori Makro Ekonomi Islam Konsep,
Teori dan Analisis. (Jakarta : Alfabeta, 2010)
Referensi :
Prof. H. Djazuli A. dan Drs. Janwari, M.Ag, Lembaga-
Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT.RajaGrafindoPersada,
2002)
DR. Amalia, Euis, M. Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,
(Jakarta:Gramata Publishing, 2010)
Dr. Hosen Muhammad Nadratuzzaman, MS, M.Ecdkk, Dasar-Dasa
rEkonomi Islam, (Jakarta:Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah,2008)
Sabiq, Ahmad, Kaedah-Kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami,
(Jakarta:Pustaka Al-Furqon, 2009)
Al Arif, M.NurRianto, S.E., M.Si, TeoriMakroEkonomi Islam
Konsep, TeoridanAnalisis. (Jakarta:Alfabeta, 2010)
Ir. A. Karim, Adiwarman, S.E., M.B.A, MAEP, Teori Makro
Islami, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007)
DR. Amalia, Euis, M.Ag, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa
Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta:Pustaka Asataruss , 2005)