Isu Ekonomi Dalam Urban Sprawl Kota Bukittinggi
Transcript of Isu Ekonomi Dalam Urban Sprawl Kota Bukittinggi
Isu Ekonomi Dalam Urban Sprawl Kota Bukittinggi
Hendro Muliarto
25414021
Abstrak
Fenomena urban sprawl menjadi fenomena yang dialami kota-kota di negara maju
maupun negara berkembang. Fenomena ini adalah fenomena dimana terjadinya kawasan-
kawasan permukiman yang tidak beraturan di daerah suburban tanpa diatur oleh
perencanaan tataguna lahan. Fenomena urban spawl menimbulkan banyak permasalahan,
baik masalah ekonomi, transportasi, sosial, lingkungan, budaya dll. Dari segi ekonomi
banyak permasalahan yang ditimbulkan urban sprawl, salah satunya terbentuknya pusat-
pusat perekonomian baru diwilayah suburban yang memperlebar wilayah pengaruh kota,
menaikan harga lahan dll. Dengan melihat fenomena urban sprawl secara umum, paper
ini akan menunjukan pengaruh terjadinya urban sprawl kepada perekonomian di sekitar
daerah urban sprawl.
Kota Bukittingi sebagai kota kedua terbesar di Sumatera Barat, memperlihatkan
pertumbuhan yang mengarah pada ketidak beraturan seperti definisi urban sprawl.
Perkembangan ini dikarnakan bertambahnya jumlah penduduk dan aktivitas kota yang
berkembang. Keadaan ini menghasilkan isu perekonomian baik positif maupun negatif.
Isu ini terkait dengan penggunaan lahan, transportasi, infrastruktur dll. Paper ini bertujuan
untuk melihat isu ekonomi yang ada pada perkembangan urban sprawl kota Bukittinggi
secara umum.
Pendahuluan
Kota sebagai tempat berkumpulnya penduduk dan aktivitas, berkembang seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk dan aktivitasnya. Bentukan kota merupakan hasil
dari tingkah laku, kecendrungan dan pola aktivitas penduduknya. Sejalan dengan
berkembangnya pola aktivitas dan jumlah penduduk maka bentuk kota juga harus
berkembang secara kualitas dan kuantitas. Secara kualitas kota harus mengembangkan
infrastruktur penunjang kota agar mencapai tahap kehidupan yang lebih sejahtera. Dari
segi kuantitas, kota harusmengembangkan ruang untuk bertambahnya jumlah penduduk
dan aktivitasnya.
Namun pengembangan kota secara kualitas dan kuantitas untuk mengakomodir
pertambahan penduduk dan aktivitasnya mengalami suatu hambatan, dikarnakan kota
adalah suatu wilayah administratif yang harusnya memiliki batas-batas yang jelas. Hal ini
menyebabkan perkembangan daerah yang disebut “daerah pengaruh kota” yaitu daerah
pinggiran yang terpengaruh aktivitas kota atau disebut daerah sub urban. Daerah
pinggiran ini dijadikan tempat untuk menampung jumlah penduduk yang tidak lagi
ditampung kota, dimana daerah ini adalah berupa tempat permungkiman yang
memungkinkan penduduk untuk bermungkim di daerah tersebut dan melakukan aktivitas
perekonomian/aktivitas lainnya di kota. Selain itu pertambahan penduduk dan aktivitas
menimbulkan urban sprawl yang merupakan fenomena timbulnya titik-titik
perkembangan baru yang tidak di pertimbangakan sebelumnya dan menimbulkan ketidak
beraturan dalam perencanaan kota.
Urban sprawl menimbulkan berbagai macam persoalan baru, diantaranya
persoalan lingkungan, sosial dan ekonomi. Persoalan urban sprawl biasanya terjadi pada
kota dengan perkembangan penduduk dan perkembangan aktivits yang cepat, biasanya
terjadi di kota besar dan kota berkembang.
Kota Bukitinggi sebagai salah satu kota berkembang di Sumatra Barat tidak
terlepas dari fenomena urban sprawl. Fenomena ini seharusnya dihindari mengingat kota
Bukittinggi belum mempunyai masterplan kota, sehingga kota Bukittinggi bisa terlepas
dari efek negatif urban sprawl dan mempertahankan lahan hijau juga membuat kota yang
kompak. Alur pikir dan pokok bahasan yang akan dibahas dapat dilihat dari grafik diatas
Gambar 1 Grafik isu ekonomi urban sprawl kota Bukittinggi
Dalam isu ekonomi urban sprawl kota Bukittinggi, pokok isu yang akan dibahas
adalah masalah housing atau perumahan, perubahan land use, isu travel atau transport,
penyediaan infrastruktur, dan perpindahan pasar.
Kota Bukittinggi
Kota Bukittinggi sebagai kota kedua terbesar di Sumatera Barat, merupakan kota
pusat perekonomian Sumatera Barat di sektor tekstil dan pariwisata. Kota ini pernah
menjadi ibukota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kota
ini juga pernah menjadi ibu kota propinsi Sumatera dan propinsi Sumatera Tengah. Pada
masa pemerintahan Belanda, bahwa kota Bukittinggi selalu di tingkatkan perannya dalam
ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah kota dan juga berfungsi
sebagai ibu kota. Sedangkan pada masa kependudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan
sebagai pusat pengendalian pemerintahan militer Jepang untuk kawasan Sumatera.
Akhirnya setalah kemerdekaan Indonesia Bukittinggi ditetapkan sebagai ibu kota
propinsi Sumatera dengan Gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Kemudian
Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan ketetapan
Gubernur Propinsi Sumatera No 391 tanggal 19 Juni 1947. Selanjutnya kota Bukittinggi
menjadi kota besar berdasarkan Undang-Undang nomor 9 tahun 1956 tentang
pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah propinsi sumatera
tengah pada masa itu.
Gambar 2 Kota Bukittinggi
(Sumber : google earth)
Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian bukit barisan yang membujur sepanjang
pulau sumatera dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu gunung Singgalang dan
Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909 – 941 m diatas permukaan laut, dan
memiliki hawa cukup sejuk dengan suhu berkisar antara 16,1 – 24,9 C. Sementara itu,
dari total luas wilayah kota Bukittinggi saat ini yaitu 25,24 KM, 82,8 % telah di
peruntukkan sebagai lahan budidaya sedangkan sisanya sebagai kawasan hutan lindung.
Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut
tersebar dalam wilayah perkotaan diantaranya bukit Ambacang, bukit Tambun Tulang,
Bukit Mandiangin, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah yang dikenal dengan
Ngarai Sianok. Dengan kedalaman yang bervariasi antara 75-110 m, yang didasarnya
mengalir sebuah sungai yang disebut Batang Masang.
Kota Bukittinggi berada pada posisi strategi “jalur lintas Sumatera”, yang
menghubungkan Medan, Padang dan Palembang dimana jalur ini berada diantara Padang
dan Pekanbaru. Berdasarkan catatan Dinas Pekerjaan Umum, seluruh jalan di kota ini
panjangnya mencapai 196 KM termasuk jalan negara dan jalan Propinsi.
Disebabkan luas wilayah yang kecil, sektor perdagangan merupakan salah satu
pilihan bagi Pemerintah Bukittinggi dalam meningkatkan pendapatan penduduknya.
Upaya pembentukan kawasan perekonomian di Bukittinggi dengan memeratakan
penyebaran pusat-pusat Ekonomi yang berupa pasar dimana pasar-pasar ini berlokasi
disekitar kawasan Jam Gadang dan Kawasan Wisata Lainnya serta pada Kawasan timur
perkotaan yang sekarang menjadi salah satu pusat perdagangan grosir di pulau Sumatera.
Industri pariwisata merupakan salah sektor andalan kota Bukittinggi. Dengan
banyaknya objek wisata yang menarik menjadikan kota ini dijuluki sebagai kota wisata.
Pada tahun 2012 jumlah wisatawan mancanegara yang mengunjungi kota ini mencapai
26629 orang. Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama taman panorama
yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat
keindahan pemandangan Ngarai Sianok.
Gambar 3 Ngarai sianok
Sumber: www.flickr.com
Selain itu juga ada bangunan peninggalan jaman kolonial yang menjadi lanmark
Sumatera Barat yaitu jam gadang.
Gambar 4 Jam gadang
Sumber : Joni Wongso
Keandalan kota Bukittinggi sendiri sebenarnya sudah disadari dari zaman
kolonial, terbukti dengan penempatan berbagai posisi strategis di kota ini, seperti militer,
pusat pemerintahan dan juga perekonomian. Dan sebagai kota yang dianggap strategis
sejak dari zaman kolonial, Bukittinggi memiliki identitas tersendiri. Identitas atau citra
ini yang menjadi daya jual kota Bukittinggi yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai
penggerak utama perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan kota Bukittinggi
sudah dimulai sejak dari zaman kolonial, seperti yang diperlihatkan pada gambar
dibawah, pertumbuhan lahan kota Bukittinggi dari masa kolonial sampai sekarang ini,
Gambar 5 Pertumbuhan kota Bukittinggi dari masa ke masa
Sumber : Joni Wongso
Urban sprawl kota Bukitinggi
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui tiga titik utama urban
sprawling kota Bukittinggi, dari ketiga titik tersebut dua merupakan kawasan sawah dan
satu lagi mengarah ke hutan lindung. Urban sprawling yang terjadi di kota Bukittinggi
dapat dilihat dari banyaknya lahan pertanian dan hutan sekitar kota yang berubah fungsi
menjadi daerah permukiman dan terjadinya penggunaan lahan yang bertentangan dengan
perencanaan kota dan lingkungan. Hal ini dikarnakan polemik urusan tanah yang
kebanyakan tanah ulayat dan proses jual beli lahan yang tidak mempertimbangkan
perencanaan pembangunan kota. Selain itu hal tersebut juga dikarnakan terbatasnya lahan
di dalam kota dan perkembangan kota yang berbentuk kipas kawasan yang permukiman
bergerak ke pinggiran selatan dan timur kota, yang menyebabkan perubahan lahan hijau
menjadi permukiman dan pusat kegiatan lain.
Gambar 6 Urban sprawl kota Bukittinggi
Dengan adanya perubahan tata guna lahan maka terjadi pula perubahan nilai
lahan, yang semula rendah menjadi lebih tinggi. Selain itu juga timbul permasalahan
sosial dan lingkungan akibat permukiman tersebut. Berdasarkan grafik alur pikir urban
sprawling ada lima pokok bahasan yang akan dibahas dalam isu ekonomi terkait urban
sprawl di kota Buittinggi, yaitu isu perumahan, isu perubahan lahan, isu transportasi, isu
penyediaan infrastruktur, dan isu perubahan pasar.
Dalam isu perumahan, urban sprawl di kota Bukittinggi menyebabkan timbulnya
perumahan-perumahan baru yang lebih luas dan harga terjangkau namun berada di
pinggiran daerah. Timbulnya perumahan-perumahan dikarnakan pertumbuhan penduduk
dan aktivitas di pusat kota bukittinggi menyebabkan harga lahan menjadi makin tinggi
dan sebagian besar lahan digunakan untuk kegiatan perekonomian bukan permukiman.
Berkembangnya kegiatan perekonomian di kota Bukittinggi dikarnakan kota
Bukittinggi berada dalam lokasi strategis di jalur yang menghubungkan Medan, Padang
dan Palembang dan juga diantara jalur Padang dan Pekanbaru. Lokasi yang strategis ini
mengakibatkan lokasi pusat kota Bukittinggi lebih difungsikan sebagai tempat kegiatan
perekonomian dibandingkan perumahan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
berkembangnya aktivitas, pilihan pertumbuhan perumahan berpindah pada lokasi-lokasi
baru yang awalnya yang pada awalnya bukan diperuntukan untuk perumahan. Hal ini
dikarenakan harga lahan yang sangat berbeda antara lokasi dipusat kota dan di pinggiran
kota. Sehingga akan lebih menguntungkan bagi pengembang untuk mengembangkan
perumahan di wilayah baru yang berada dipinggir kota dengan harga tanah yang lebih
murah.
Gambar 7 Teori sewa tanah William Alonso
(Sumber W. Alonso dalam Yunus, 2000)
Perpindahan ini menimbulkan masalah lain yaitu perubahan harga lahan disekitar
lokasi perumahan menjadi naik dan cendrung akan dijual untuk lokasi perumahan
lainnya. Kenaikan harga yang dipicu dari berkembangnya satu perumahan ini
menimbulkan ketidak seimbangan harga antar lahan, lahan yang awalnya berharga rendah
karna hanya dimanfaatkan untuk lahan pertanian atau kehutanan dirubah menjadi lahan
budidaya dan permikiman. Setelah harga naik kecendrungan untuk menjual lahan sekitar
untuk dijadikan perumahan atau lahan budidaya lainnya menjadi lebih tinggi, sesuai
dengan teori Von Thunen lahan akan berubah peruntukan perekonomian yang lebih
tinggi, contohnya dari agraris ke permukiman, dari permukiman ke perekonomian, dari
perekonomian ke tingkatan perekonomian yang lebih tinggi. Berdasarkan teori tersebut
dapat diartikan harga lahan akan terus naik dan perubahan lahan disekitarnya
menyebabkan percepatan teori tersebut. Hal ini akan menyebabkan makin tingginya
harga lahan disemua lokasi di kota Bukittinggi.
Berdasarkan teori Von Thunen dan fenomena urban sprawl di kota Bukittinggi
dapat dilihat perubahan penggunaan lahan dari agraris atau bahkan ke kehutanan menjadi
lahan dengan tingkat perekonomian yang lebih tinggi. Hal ini akan mempengaruhi
pendapatan daerah dari sektor yang diubah. Dalam sudut pandang perekonomian hal ini
tentu sangat baik karena selain harga lahan meningkat, nilai produk yang dihasilkan lahan
juga meningkat. Di kota Bukittinggi terdapat lahan kehutanan dan lahan agraris yang
terkena fenomena urban sprawl dimana lahan tersebut dirubah menjadi perumahan dan
ruko, sehingga nilai ekonominya menjadi lebih tinggi.
Selain itu fenomena urban sprawl kota Bukittinggi juga mendatangkan isu
transportasi. Semakin jauh pertumbuhan urban sprawl dari pusat kegiatan makin
dibutuhkan atau makin perlu transportasi. Dalam teori weber-mosses lokasi lokasi sebuah
industri adalah lokasi optimum dari bahan baku, pasar dan labor dengan
mempertimbangkan jarak dan transportasi. Dalam kasus ini penduduk yang tinggal di
urban sprawl adalah labor untuk perusahaan atau industri di pusat kota, hal ini
menghadirkan ketidak efisienan dalam pekerjaan yang dilakukan penduduk dimana
waktu untuk transportasi ke lokasi perusahaan akan lebih banyak.
Hal ini juga menyebabkan peningkatan permintaan terhadap moda transportasi
pribadi yang aksesibilitasnya tinggi agar bisa menghubungkan antara lokasi perumahan
dan perusahaan. Dengan kata lain pajak dari kendaraan pribadi akan meningkat dan
kepadatan jalan juga akan meningkat. Dapat dilihat pada gambar dibawah dimana
diilustrasikan jarak perjalanan dari lokasi perumahan ke lokasi perusahaan.
Gambar 8 jauhnya transportasi dari perumahan ke lokasi industri atau perusahaan
Sumber :
Pada kasus Bukittinggi terjadi lonjakan permintaan kendaraan pribadi yang cukup
signifikan, hali ini tentu bardampak positif bagi penambahan pendapatan daerah dari
pajak kendaraan bermotor. Namun hal ini juga menimbulkan potensi lain berupa ketidak
efisienan perjalanan, akibat dari waktu perjalanan yang lebih lama sebagi dampak dari
bertambahnya kepadatan jalan. Tampak pada gambar dibawah kepadatan kendaraan yang
mulai diperlihatkan kota Bukittinggi, hal ini dikarnakan lokasi dari perumahan yang
merupakan dampak dari urban sprawl yang cukup jauh dari lokasi pusat kota, sehingga
mengharuskan penggunaan moda transportasi pribadi.
Gambar 9 Jalan Sudirman, Salah Satu titik kepadatan Kota Bukittinggi
Sumber: www.klikpositif.com
Selain isu transportsi, urban sprawl juga membawa isu infrastruktur.
Terbentuknya urban sprawl disuatu lokasi menimbulkan tuntutan infrastruktur penunjang
kehidupan di lokasi tersebut.infrastruktur seperti air bersih, listrik, sekolah dll menjadi
tanggungan pemerintah yang sebenarnya tidak merencanakan pembangunan pusat
kegiatan di lokasi tersebut. Jauhnya lokasi urban sprawl dari lokasi infrastruktur utama
perkotaan menyebabkan perbedaan penggunaan infrastruktur antara pusat kota dan
kawasa urban sprawl. Hal ini tentu mengganggu jalannya suatu perencanaan kota. Jika
ditinjau secara umum, semakin jauh infrastruktur yang dibangun dari pusat kota maka
seharusnya semakin mahal biaya untuk pembangunan dan pengoperasian infrastruktur
tersebut, contohnya saja air bersih, jalan dan listrik. Namun dalam fenomena urban sprawl
perbedaan biaya ini jarang sekali diperhatikan. Sering kali tuntutan akan kesetaraan
menjadi isu yang dilontarkan para penduduk urban sprawl terkait perbedaan biaya.
Pada fenomena urban sprawl di kota Bukittinggi, infrastruktur yang dibangun di
kawasan urban sprawl adalah berupa infrastruktur umum seperti air bersih, listrik, rumah
sakit, sekolah dan jalan. Penyediaan infrastruktur ini tentu akan menambah
berkembangnya lokasi di sekitar daerah tersebut. Dengan kata lain akan terjadi lokasi
tersebut akan menjadi pusat perekonomian baru yang menupang lokasi-lokasi sekitarnya.
Dengan kata lain hal diatas menimbulkan pasar-pasar baru sebagai pusat
perekonomian pinggiran kota. Pasar-pasar ini akan berfungsi sebagai tempat
berkembangnya perekonomian disekitar pinggiran kota atau daerah urban sprawl yang
memungkinkan terjadinya kegiatan ekonomi yang lebih tinggi dari pusat perkotaan.
Kesimpulan
Dengan adanya isu-isu terkait fenomena urban sprawl di kota Bukittinggi seperti
yang dipaaprkan diatas, diperlukan suatu master plan untuk mengatur keberlansungan
kota Bukittinggi agar menjadi kota yang berkembang dan tetap mempertahankan
perekonomian pariwisata dan tekstilnya.
Data yang digunakan untuk membuat paper ini sangatlah sedikit dan dibuat
dengan berbagai asumsi dari penulis, untuk lebih akurat mungkin akan dibuat lagi artikel
serupa dengan data dan penelitian yang lebih dalam.
Daftar pustaka
Eckenrod, Sarah B;Holahan, William L (2004). Teaching the Economics of Urban
Sprawl in the Principles of Economics Course. Journal of Economic Education;
Summer 2004; 35, 3; ABI/INFORM Complete
Lynch, Kevin (1962). Site Planning. USA: The Massachusetts Institute of Technology.
Nechyba, Thomas J;Walsh, Randall P (2009). Urban Sprawl. The Journal of Economic
Perspectives; Fall 2004; 18, 4; ABI/INFORM Complete
Pontoh, Nia K., Iwan Kustiwan (2009). Pengantar Perencanaan Kota. Bandung: Penerbit
ITB.
Rancangan Peraturan Daerah (RANPERDA) Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bukittinggi Tahun 2010-2030
Weber, A. 1909. Alfred Weber’s Theory of the Location of Industries. Trans. by C.
Friedrich, Chicago: University of Chicago Press, 1929.
Wongso, Jonny (2005). Strategi Revitalisasi Kawasan Pusat Kota Bukittinggi. Padang:
Universitas Bung Hatta.
Wongso, Jonny., Syed Zainol Abidin Idid (2011). Bukittinggi: From “Koto Jolong” to
tourism City As An Approach for Urban Heritage Conservation in The Historic Cities of
Minangkabau. Tokyo: 11th International Congress of Asian Planning School Association
(APSA).
Yunus, Hadi Sabari (1999). Struktur Tata Ruang Kota.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.