BUKU PANDUAN KETRAMPILAN KLINIS ( SKILLS LAB ) BLOK I HUMANIORA DAN BIOETIK

29
BUKU PANDUAN KETRAMPILAN KLINIS ( SKILLS LAB ) BLOK I HUMANIORA DAN BIOETIK Edisi Revisi Kode : 13130111 Kredit : 5 SKS Semester : I TIM BLOK I HUMANIORA DAN BIOETIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2014 A. AREA KOMPETENSI BLOK 1. Area Profesionalitas yang Luhur a. Ber-Ketuhanan yang Maha Esa /Yang Maha Kuasa b. Bermoral, beretika dan disiplin c. Sadar dan taat hukum d. Berwawasan sosial budaya e. Berperilaku profesional 2. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri a. Menerapkan mawas diri b. Mempraktikan belajar sepanjang hayat c. Mengembangkan pengetahuan 3. Area Komunikasi Efektif a. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarga b. Berkomunikasi dengan mitra c. Berkomunikasi dengan masyarakat 4. Area Pengelolaan Informasi a. Mengakses dan menilai informasi pengetahuan

Transcript of BUKU PANDUAN KETRAMPILAN KLINIS ( SKILLS LAB ) BLOK I HUMANIORA DAN BIOETIK

BUKU PANDUAN

KETRAMPILAN KLINIS

( SKILLS LAB )

BLOK I

HUMANIORA DAN BIOETIK

Edisi Revisi

Kode :

13130111

Kredit : 5 SKS

Semester : I

TIM

BLOK I

HUMANIORA DAN BIOETIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2014

A. AREA KOMPETENSI BLOK

1. Area Profesionalitas yang Luhur

a. Ber-Ketuhanan yang Maha Esa /Yang Maha Kuasa

b. Bermoral, beretika dan disiplin

c. Sadar dan taat hukum

d. Berwawasan sosial budaya

e. Berperilaku profesional

2. Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri

a. Menerapkan mawas diri

b. Mempraktikan belajar sepanjang hayat

c. Mengembangkan pengetahuan

3. Area Komunikasi Efektif

a. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarga

b. Berkomunikasi dengan mitra

c. Berkomunikasi dengan masyarakat

4. Area Pengelolaan Informasi

a. Mengakses dan menilai informasi pengetahuan

b. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan

secara efektif kepada profesional kesehatan,

pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk

peningkatan mutu pelayanan kesehatan

Penjabaran Kompetensi

1. Profesionalitas yang luhur

1.1 Kompetensi Inti

Mampu melaksanakan praktik kedokteran yang

profesional sesua dengan nilai dan prinsip

ke-Tuhan-an, moral luhur, etika, disiplin,

hukum dan sosial budaya.

1.2 Lulusan Dokter mampu

a. Ber-Ketuhan-an ( Yang Maha Esa Yang Maha

Kuasa )

1) Bersikap dan berperilaku yang ber-Ketuhan-an

dalam praktik kedokteran

2) Bersikap bahwa yang dilakukan dalam pratik

kedokteran merupakan upaya maksimal

b. Bermoral, beretika, dan berdisiplin

1) Bersikap dan berperilaku sesua dengan

standar nilai moral yang luhur dalam praktik

kedokteran

2) Bersikap sesuai dengan prinsip dasar etika

kedokteran dan kode etik edokteran Indonesia

3) Mampu mengambil keputusan terhadap dilema

etik yang terjadi pada pelayanan kesehatan

individu, keluarga dan masyarakat

4) Bersikap disiplin dalam praktik kedokteran

dan bermasyarakat

c. Sadar dan Taat Hukum

1) Mengidentifikasi masalah hukum dan pelayanan

kedokteran dan memberikan saran cara

pemecahannya

2) Menyadari tanggung jawab dokter dalam hukum

dan ketertiban masyarakat

3) Taat terhadap perundang-undangan dan aturan

yang berlku

4) Membantu penegakkan hukum serta keadilan

d. Berwawasan sosial budaya

1) Mengenali sosial budaya ekonomi masyarakat

yang dilayani

2) Menghargai perbedaan persepsi yang

dipengaruhi oleh agama, usia, gender. Etnis,

difabilitas, dan sosial budaya ekonomi dalam

menjalankan praktik kedokteran dan

bermasyarakat

3) Menghargai dan melindungi kelompok rentan

4) Menghargai upaya kesehatan komplementer dan

alternatif yang berkembang di masyarakat

multikultural

e. Berperilaku profesional

1) Menunjukkan karakter sebagai dokteryang

profesional

2) Besikap dan berbudaya menolong

3) Mengutamakan keselamatan pasien

4) Mampu bekerja ama intra dan interprofesional

dalam tim pelayanan kesehatan demi

keselamatan pasien

5) Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan dalam

rangka sistem keehatan nasional dan global

b. Mawas Diri dan pengembanga Diri

2.1 Kompetensi inti

Mampu melakukan praktik kedokteran dengan

menyadari keterbatasan, mengatasi masalah

personal, mengembangkan diri, mengikuti

penyegaran dan peningkatan pengetahuan

secara berkesinambungan serta mengembangkan

pengetahuan demi keselamatan pasien.

2.2 Lulusan dokter mampu :

a. Menerapkan mawas diri

1) Mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan

fisik, psikis, sosial dan budaya diri

sendiri

2) Tanggap terhadap tantangan profesi

3) Menyadari keterbatasan kemampuan diri dan

merujuk kepada yang lebih mampu

4) Menerima dan merespons positif umpan balik

dari pihak lain untuk pengembangan diri

b. Mempraktikan belajar sepanjang hayat

1) Menyadari kinerja profesionalitas diri dn

mengidentifikasi kebutuhan belajar untuk

mengatasi kelemahan

2) Berperan aktif dlam upaya pengembangan

profesi

3) Mengembangkan pengetahuan baru

4) Melakukan penelitian ilmiah yang berkaitan

dengan masalah kesehatan pada individu,

keluarga, dan masyarakat serta

mendisemunasikan hasilnya

c. Komunikasi Efektif

3.1 Kompetensi inti

Mampu menggali dan bertukar informasi secara

verbal dan non verbal denan pasien pada

semua usia, anggota keluarga, masyarakat,

kolega, dan profesi lain.

3.2 Lulusan Dokter Mampu

a. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya

1) Membangun hubungan melalui komunikasi verbal

dan non verbal

2) Berempati secara verbal dan nonverbal

3)Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang

santun dan dapat dimengerti

4)Mendengarkan dengan aktif untuk menggali

permasalahan keehtan secara holistik dan

komprehensif

5)Menyampakan informasi yang terkait kesehatan

( termasuk berita buruk, informed consent )

dan melakukan konseling dengan cara yang

santun, baik dan benar

6)Menunjukkan kepekaan terhadap aspek

biopsikososiokultual dan spiritual pasien

dan keluarga

b. Berkomunikasi dengan mitra kerja ( sejawat

dan profesi lainnya )

1) Melakukan tatalaksana konsultasi dan

rujukkan yang baik dan benar

2) Membangun komunikasi interprofesional dalam

pelayanan kesehatan

3) Memberian informasi yang sebenarnya dan

relevan kepada penegak hukum, perusahaan

asuransi kesehatan, media massa dan pihak

lainnya jika diperlukan

4) Mempresentasikan informasi ilmiah seca

efekif

c. Berkomunikasi dengan masyarakat

1) Melakukan komunikasi denan masyarakat dalam

rangka mengidentifikasi masalah kesehatan

dan memecahkannya bersama-sama

2) Melakukan advokasi dengan pihak terkait

dalam rangka pemecahan masalah kesehatan

individu, keluarga dan masyarakat.

d. Pengelolaan Informasi

4.1 Kompetensi inti

Mampu memanfaatkan teknologi informaasi

komunikasi dan informasi kesehatan dalam

praktik kedokteran

4.2 Lulusan Dokter mampu

a. Mengakses dan menilai informasi dan

pengetahuan

1) Mengakses dan menilai informasi komunikasi

dan informasi kesehatan untuk meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan

2) Memanfaatkan ketrampilan pengelolaan

informai kesehatan untuk dapat belajar

sepanjang hayat

b. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan

secara efektif kepada profesi kesehatan

lain, pasien, masyarakat dan pihak terkait

untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan

Memanfaatkan ketrampilan pengelolaan

informasi untuk diseminasi informai dalam

bidang kesehatan

1. Daftar Ketrampilan

No. Komunikasi

Tingkat

Ketrampil

an

1.

Menyelenggarakan

komunikasi lisan maupun

tulisan

4A

2.

Edukasi, nasihat dan

melatih individu dan

kelompok mengenai

kesehatan (teknik dasar

)

4A

3. Komunikasi lisan dan

tulisan kepada teman

sejawat atau petugas

lainnya ( rujukan atau

4A

konsultasi )

METODE PEMBELAJARAN

1. Sesi Terbimbing

( mahasiswa akan diberikan ketrampilan kliis dipandu oleh

Instruktur)

2. Sesi belajar mandiri

( mahasiswa aktif berlatih sendiri di rumah maupun di ruang

skills lab

dengan ijin kepala skills lab )

3. Sesi Responsi

( mahasiswa akan dievaluasi kemampuan ketrampilan

SKILLS LAB I

TEKNIK KOMUNIKASI

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

Mahasiswa mampu melakukan teknik komunikasi

lisan dan tulisan

B. DASAR TEORI

Komunikasi adalah proses penyampaian

dan penerimaan pesan dari seseorang yang

dibagi kepada orang lain. Berkomunikasi

berarti membantu menyampaikan pesan untuk

kemudian diketahui dan pahami bersama. Pesan

dalam komunikasi digunakan dalam memilih dan

pengambilan keputusan.( Ariyanto )

Komunikasi melibatkan hubungan antar manusia

dan mengharuskan memiliki

peserta komunikasi dan persamaan pemahaman.

Persamaan bahasa dan gerak tubuh adalah

sarana utama yang orang mempengaruhi orang

lain. Dalam komunikasi antarpribadi proses

komunikasi yang berlangsung secara dinamis

dan transaksional demikian hal komunikasi

massa diperlukan untuk menyampaikan pesan

kepada publik yang lebih luas untuk mencapai

khalayak luas.

Seperti semua jenis komunikasi

antar manusia, komunikasi kesehatan dapat

mengambil berbagai bentuk dan terjadi dalam

konteks yang berbeda. Perbedaan dasar dalam

semua komunikasi antara manusia seperti,

komunikasi verbal (bahasabased) dan non-verbal.

Masing-masing dapat terjadi di sejumlah

tingkatan kontekskomunikasi yang berbeda.

Komunikasi verbal, proses berkomunikasi

berlangsung dalam konteks tingkatan diri-

sendiri (komunikasi intrapersonal) atau

dengan orang.

Indonesian patients still feel reluctant to

be actively involved in a communication with

health professional; which will lead to

ineffective and inefficient communication

session, (Kim YM, et al, 2002)

Komunikasi kesehatan melibatkan

dokter, pasien, dan keluarga adalah

komunikasi. Seorang pasien yang datang

berobat memiliki harapan akan kesembuha

penyakitnya, yang tidak dapat dihindari

dalam kegiatan kesehatan atau klinikal.

Pasien datang merobat menyampaikan

keluhannya, didengar, dan ditanggapi oleh

dokter sebagai respon dari keluhan tersebut

sedangkan seorang dokter mempunyai kewajiban

memberikan pengobatan sebaik mungkin.

Komunikasi dalam lingkup kesehatan begitu

penting. Hasil konferensi tentang komunikasi

kesehatan yang berlangsung di Toronto

menghasilkan ‘Toronto Consensus”,

menghasilkan 8 (delapan) point pernyataan

hubungan antara praktek komunikasi dan

kesehatan sebagai berikut :

1. Communication problems in medical practice are

important and common.

2. Patient anxiety and dissatisfaction are related to

uncertainty and lack of information, explanation and

feedback.

3. Doctors often misperceive the amount and type of

information that patients want to receive.

4. Improved quality of clinical communication is related to

positive health outcomes.

5. Explaining and understanding patient concerns, even

when they cannot be resolved, results in a fall in anxiety.

6. Greater participation by the patient in the encounter

improves satisfaction, compliance and treatment outcomes.

7. The level of psychological distress in patients with serious

illness is less when they perceive themselves to have received

adequate information.

8. Beneficial clinical communication is routinely possible in

clinical practice and can be achieved during normal clinical

encounters, without unduly prolonging them, provided that

the clinician has learned the relevant techniques. (Dianne

Berry, 2007:31)

Aplikasi definisi komunikasi dalam

interaksi antara dokter dan pasien di tempat

praktik diartikan tercapainya pengertian dan

kesepakatan yang dibangun dokter bersama

pasien pada setiap langkah penyelesaian

masalah pasien. Untuk sampai pada tahap

tersebut, diperlukan berbagai pemahaman

seperti pemanfaatan jenis komunikasi (lisan,

tulisan/verbal, non-verbal), menjadi

pendengar yang baik (active listener),

adanya penghambat proses komunikasi (noise),

pemilihan alat penyampai pikiran atau

informasi yang tepat (channel), dan mengenal

mengekspresikan perasaan dan emosi.

Selanjutnya definisi tersebut menjadi

dasar model proses komunikasi yang berfokus

pada pengirim pikiran-pikiran atau informasi

(sender/source), saluran yang dipakai

(channel) untuk menyampaikan pikiran-pikiran

atau informasi, dan penerima pikiran-pikiran

atau informasi (receiver). Model tersebut

juga akan adanya penghambat pikiran-pikiran

atau informasi sampai ke penerima (noise),

dan umpan balik (feedback) yang

memfasilitasi kelancaran komunikasi itu

sendiri.

tercapainya pengertian dan kesepakatan yang

dibangun dokter bersama pasien pada setiap

langkah penyelesaian masalah pasien.

Diperlukan pemahaman :

- jenis komunikasi (lisan, tulisan/verbal,

non-verbal),

- menjadi pendengar yang baik (active

listener),

- penghambat proses komunikasi (noise),

- pemilihan channel yang tepat

- mengenal mengekspresikan perasaan dan

emosi.

KOMUNIKASI LISAN/ VERBAL

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis

simbol yang menggunakan satu kata atau

lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai

sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005).

Bahasa dapat didefinisikan sebagai

seperangkat simbol, dengan aturan untuk

mengkombinasikan simbol-simbol tersebut,

yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

Bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan

(naming atau labeling), interaksi, dan

transmisi informasi.

1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada

usaha mengidentifikasikan objek, tindakan,

atau orang dengan menyebut namanya sehingga

dapat dirujuk dalam komunikasi.

2. Fungsi interaksi menekankan berbagi

gagasan dan emosi, yang dapat mengundang

simpati dan pengertian atau kemarahan dan

kebingungan.

3. Melalui bahasa, informasi dapat

disampaikan kepada orang lain, inilah yang

disebut fungsi transmisi dari bahasa.

Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi

informasi yang lintas-waktu, dengan

menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa

depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan

tradisi kita.

Cansandra L. Book (1980), dalam Human

Communication: Principles, Contexts, and

Skills, mengemukakan agar komunikasi kita

berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi

tiga fungsi, yaitu:

1. Mengenal dunia di sekitar kita.

Melalui bahasa kita mempelajari apa saja

yang menarik minat kita, mulai dari sejarah

suatu bangsa yang hidup pada masa lalu

sampai pada kemajuan teknologi saat ini.

2. Berhubungan dengan orang lain.

Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan

orang lain untuk kesenangan kita, dan atau

mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan

kita. Melalui bahasa kita dapat

mengendalikan lingkungan kita, termasuk

orang-orang di sekitar kita.

3. Untuk menciptakan koherensi dalam

kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita

untuk lebih teratur, saling memahami

mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan

kita, dan tujuan-tujuan kita.

Keterbatasan Bahasa:

1. Keterbatasan jumlah kata yang

tersedia untuk mewakili objek.

2. Kata-kata adalah kategori-kategori

untuk merujuk pada objek tertentu: orang,

benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan

sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk

merujuk pada objek. Suatu kata hanya

mewakili realitas, tetapi buka realitas itu

sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada

dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan

sesuatu secara eksak.

3. Kata-kata sifat dalam bahasa

cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-

buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.

4.  Kata-kata bersifat ambigu dan

kontekstual.

5. Kata-kata bersifat ambigu, karena

kata-kata merepresentasikan persepsi dan

interpretasi orang-orang yang berbeda, yang

menganut latar belakang sosial budaya yang

berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai

makna yang nuansanya beraneka ragam*.

Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala

sayaberat; ujian itu berat; dosen itu

memberikan sanksi yang berat kepada

mahasiswanya yang nyontek.

6. Kata-kata mengandung bias budaya.

7. Bahasa terikat konteks budaya. Oleh

karena di dunia ini terdapat berbagai

kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya

yang berbeda, tidak mengherankan bila

terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama

atau hampir sama tetapi dimaknai secara

berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun

dimaknai secara sama.

8. Konsekuensinya, dua orang yang

berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi

mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka

menggunakan kata yang sama. Misalnya

kata awak untuk orang Minang

adalah saya atau kita, sedangkan dalam

bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia)

berarti kamu.

9. Komunikasi sering dihubungkan

dengan kata Latin communis yang artinya

sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita

memiliki makna yang sama. Pada gilirannya,

makna yang sama hanya terbentuk bila kita

memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan

makna karena kesamaan pengalaman masa lalu

atau kesamaan struktur kognitif

disebut isomorfisme.Isomorfisme terjadi bila

komunikan-komunikan berasal dari budaya yang

sama, status sosial yang sama, pendidikan

yang sama, ideologi yang sama; pendeknya

mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang

sama. Pada kenyataannya tidak

ada isomorfisme total.

10. Percampuranadukkan fakta,

penafsiran, dan penilaian.Dalam berbahasa

kita sering mencampuradukkan fakta (uraian),

penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah

ini berkaitan dengan dengan kekeliruan

persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran

kita ketika melihat seorang pria dewasa

sedang membelah kayu pada hari kerja pukul

10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan

menyebut orang itu sedang bekerja. Akan

tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung

pada: Pertama, apa yang dimaksudbekerja?

Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk

mencari nafkah? …. Bila yang

dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan

tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu

memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila

pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai

dosen, yang pekerjaannya adalah membaca,

berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar

dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai

selingan di antara jam-jam kerjanya.

(dwiuwiq, 2012 )

Komunikasi Lisan dibagi tiga tahap :

4. Komunikasi personal

Hilangkan ambiguitas, bertanya untuk

memastikan, catat point-point penting,

gunakan alat bantu, sampaikan rangkuman

5. Presentasi atau beretorika

Persiapan yang matang, pembukaan yang

menarik, memberikan penekanan pada point-

point yang penting, gunakan fakta, gunakan

alat bantu, perhatikan bahasa tubuh dan

intonasi, kontak mata, libatkan audiensi.

6. Diskusi grup

KOMUNIKASI NON VERBAL

Komunikasi non verbal dokter yaitu kinesik

berupa ekspresi wajah dan kontak mata,

haptik contoh berupa sentuhan dan mengelus-

ngelus kepala anak/ bayi atau memegang

anggota tubuh pasien, proksemik berupa

proksemik jarak, proksemik ruang, dan

proksemik waktu, paralinguistik berupa cara

berbicara, dan artifak yang ditunjukkan

berupa pakaian yang dikenakan oleh dokter.

Hambatan yang terjadi ketika dokter

berkomunikasi dengan pasien adalah hambatan

psikologis karena kondisi atau keadaan

pasien, seperti rewel, cengeng, dalam

keadaan sakit dan perasaan takut pasien.

Hambatan ekologis disebabkan oleh gangguan

lingkungan dalam proses berlangsungnya

komunikasi. Hambatan tersebut adalah

lingkungan fisik yang berupa kondisi ruangan

dan suasana ruangan yang kurang memadai.

(Pratiwi dkk , 2010 )

MENDENGAR AKTIF

Hal mendengar aktif adalah salah

satu unsur penting dalam proses komunikasi

terutama proses konseling. Hal-hal yang

perlu diperhatikan dalam mendengar aktif

adalah :

1. Perhatian

Adalah suatu usaha yang serius dan kerja

keras , tidak hanya mendengarkan tetapi

mengkomunikasikan keterlibatan yang aktif.

Sehingga dapat memahami yang dialami pasien,

menunjukkan rasa hormat, dan terus terpusat

pada satu atau dua perhatian tertentu.Karena

ketiga hal tersebut dapat menolong pasien

dalm memahami masalah dan keluhannya.

Cara memperhatikan secara efektif yaiutu :

a. Menjaga kontak mata. Kontak mata menunjukka

anda sedang mendengarkan apa yang dikatakan

pasien dan membuat kita dapat dipercaya.

Perhatikan kapan pasien membuang

pandangannya , maka kitan akan mengetahu apa

yang membuat dia malu, terancam dan mencuri

perhatiannya.

b. Gunakan bahasa tubuh dengan fasih. Untuk

menunjukkan keterlibatan kita,dengan

menghadapkan badan ke arah kita. Pakailah

gerakan yang mengekspresikan semangat.

c. Iktilah apa yang dikatakan pasien, dengan

demikian ia melihat kita tertaik dan memberi

perhatian terhadap perkataanya. Jangan

pernah memotong pembicaraan pasien atau

melompat dari satu pokok ke pokok yang

lainnya dan jangan menceritakan pribadi dan

pengalaman endiri

2. Respon-respon selanjutnya

Setelah mendengarkan pasien, berikan espon

yng mendorong pasien untuk terus

menceritakan keluhannya. Respon tersebut

seperti “ O,ya?” , “ Hmmm” , “Lalu”, “Oke

saya mengerti. Dan bijak dalam

menggunakannya.

3. Menyatakan kembal

Setelah pasien menceritakan keluhannya, ada

baiknya mengulangi apa yang dibicarakannya.

Dengan demikian pasien bisa mengulangi

maksud penjelasan/ ceritanya, dan merupakan

sarana yang baik untuk meminta informasi

yang lebih banyak, sambil tetap tinggal pada

poko yang sama seperti yang dikemukkan

pasien.

4. Waktu Diam

Dalam satu komunikasi pembicaraan, jika satu

pihak diam, maka pihak yang lain akan

bicara. Apabila keduanya diam, maka suasana

akan tegang, dalam situasi seperti ini

jangan langsung memberikn pertanyaan,

menawarkan jaminan atau memberikan usulan

solusi. Coba untuk memandang saat idam itu

dari sudut pandang pasien. Bisa jadi pasien

sedang merenungkan kembali apa yang telah

diceritakannya kepada pemeriksa. Ketika kita

memberikan jeda untuk bicara ini adalah

langkah positif , bawa pemeriksa menghormati

pasien dan memberikan wakt kepadanya untuk

memikirkan masalahnya. Tetapi jangan berlama

karena pasien akan menanti reaksi pemeriksa

setelah mendengarkan keluhannya. Dan

gunakanlah saat diam inipada waktu awal-awal

pasien mengungkapkan isi hatinya dan bukan

pada perakapan selanjutnya. Hindari

konfrontasi yag tidak berguna, jika pasien

tidak tahu harus berkata apa maka berikanlah

nasehat atau edukasi diluar waktu diam.

Tetapi kembalilah kepada pokok yang menjadi

perhatian pasien.

5. Fokus

Pendengar yang aktif akan mempengaruhi apa

yang akan dibicarakan lawan bicaranya.

Respon pemeriksa terhadap suatu pernyataan

akan membuat respon pasien terfokus pada

pemeriksa. Kita memiliki kekuatan yang luar

biasa untuk mengarahkan pembicaraan, bahkan

hanya dengan jawaban-jawaban yang singkat

sekalipun. Pemeriksa sebainya memberikan

beberpa pandangan pada pasien. Akan tetapi

jangan berusaha menolong pasien jika

ternyata pasien kembali tidak fokus dan

seperti menolak pandangan pemeriksa.

6. Pertanyaan

Pertanyaan bertujuan menfokuskan pasien

supaya pemeriksa mampu menggali berbagai

informasi dari pasien. Ada cara agar

pertanyaan kita efektif yaitu :

a. Jangan menggunakan dua puluh pertanyaan,

artinya jangan mengubah proses edukasi atau

konseling menjadi tanya jawab yang hanya

menjawab ya dan tidak. Pertanyaan yang

panjang juga akan membantu untuk memahami

kasus yang dihadapi dengan lebih baik.

b. Mintalah jawaban satu persatu. Sehingga

tidak membuat pasien bingung.

c. Hindari pertanyaan yang memberikan pilihan

terbatas, pertanyaan ini akan membuat sikap

defensif

d. Berhemat dengan pertanyaan yang memakai kata

mengapa. Pertanyaan mengapa akan membuat

orang merasa tertakan dan akan bersikap

defensif

e. Berfikirlah sebelum bertanya, usahakan

membuat percakapan yang nyaman, dan pasien

mau memberi informasi serta sukarela, bukan

seperti menginterogasi terdakwa.

f. Pencerminan isi. Pemeriksa harus menyaring

informasi yang diperolehnya dari pasien dan

menyampaikan kembali apa yang dipahaminya

dengan bahasa sendiri. Hal ini berbeda

dengan menyatakan kembali isi cerita. Jika

pencerminan ini dilakukan dengan tepat dan

peka akan membuat lancar percakapan dan

menunjukkan pemeriksa terlibt akktif dalam

mendengarkan masalah pasien dan menolongnya

menjalankan masalah-masalahnya.

Konsep Lasswell yang menggambarkan

komunikasi secara sederhana menjawab

pertanyaan” Siapa mengatakan ApaSaluran Apa

kepada Siapa Dengan pengaruh Bagaimana?”

berikut :

Who ( sender )

Say what ( massage )

In what Channel ( channel)

To whom ( receiver )

With what effect ( effect )

Komunikasi tertulis

Komunikasi Tertulis adalah komunikasi yang

dilaksanakan dalam bentuk surat dan

dipergunakan untuk menyampaikan berita yang

sifatnya singkat, jelas tetapi dipandang

perlu untuk ditulis dengan maksud-maksud

tertentu. Contoh- contoh komunikasi tertulis

ini antara lain:

1.naskah, yang biasanya dipergunakan untuk

menyampaikan berita yang bersifat komplek.

2.blangko-blangko, yang dipergunakan untuk

mengirimkan berita dalam suatu daftar.

3.gambar clan foto, karena tidak dapat

dilukiskan dengan kata-kata atau kalimat.

4.spanduk, yang biasa dipergunakan untuk

menyampaikan informasi kepada banyak orang.

Dalam berkomunikasi secara tertulis,

sebaiknya dipertimbangkan maksud dan tujuan

komunikasi itu dilaksanakan. Disamping itu

perlu juga resiko dari komunikasi tertulis

tersebut, misalnya aman, mudah dimengerti dan

menimbulkan pengertian yang berbeda dari yang

dimaksud. ( Fauzi M.R, 2011)

Kelebihan komunikasi tulis

Secara historis, komunikasi tertulis

memiliki arti penting bagi sejarah peradaban

manusia. Tulisan merupakan titik awal sejarah

manusia. Dengan kata lain, manusia dapat

dikatakan memasuki zaman sejarah ketika

mereka telah mengenal tulisan. Selain itu,

komunikasi tertulis memiliki fungsi

dokumentasi dan transformasi budaya.

Dibandingkan dengan komunikasi lisan,

komunikasi tertulis memiliki beberapa

kelebihan. Pertama, komunikasi tertulis lebih

tahan lama. Artinya, komunikasi tertulis

memiliki bentuk fisik baik berupa kertas,

kulit binatang maupun prasasti batu.

Sedangkan komunikasi lisan tidak memiliki

bentuk fisik. Kita tidak tahu kemana perginya

kata atau kalimat setelah diucapkan.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa

komunikasi tertulis memiliki fungsi

dokumentasi. Sehingga pesan atau informasi

yang terkandung di dalamnya bisa tersampaikan

meski pemberi pesan sendiri sudah meninggal.

Sebagai contoh, pemikiran-pemikiran Plato,

Aristoteles dan filsuf lainnya hingga kini

masih bisa kita terima karena mereka

memahatkan ajaran mereka pada lempengan-

lempengan batu. Meski jasad Karl Marx,

Darwin, Max Weber sudah hancur dalam tanah,

kita dan generasi sesudah kita masih bisa

menerima informasi tentang pemikiran mereka

selama perpustakaan menyimpan buku-buku karya

mereka. Bukti lain yang tak kalah penting

adalah bahwa kita masih bisa meneruskan

tradisi dan ajaran agama karena adanya kitab-

kitab suci. Semua agama besar di dunia pasti

memiliki kitab suci. Di sini kita bisa

melihat bahwa kitab suci agama merupakan

sarana komunikasi tertulis yang memuat

seperangkat aturan, cerita masa lalu,

ancaman, kabar gembira tentang masa depan

yang semuanya bertujuan melestarikan dan

mempertahankan tradisi (Suseno, 1997:17).

Kedua, komunikasi tertulis berlangsung

secara massive dan dinamis. Berkat jasa

Gutenberg, informasi dapat diproduksi secara

massal dengan biaya yang lebih murah.

Sehingga informasi dapat tersebar dengan

cepat dan mudah. Suseno (1997:27) menyebutkan

bahwa keberhasilan Reformasi Gereja Martin

Luther di Jerman salah satunya dengan

menggunakan sarana pencetakan. Mereka

melemparkan gagasan dan argumen melalui

selebaran yang mereka sebar. Dikatakan pula

bahwa jika sebelumnya pikiran orang hanya

dapat dipengaruhi melalui orasi (yang

terbatas pada beberapa ratus orang dan

diucapkan sekali saja serta dengan mudah

dikontrol), kini pikiran orang dapat

dipengaruhi melalui leaflet, buku dan media cetak

lain yang dapat dibaca dan didiskusikan

berulang-ulang dengan angota masyarakat lain.

Ketiga, komunikasi tertulis relatif

lebih terstruktur dan terencana. Sebagai

sebuah tindakan strategis (Littlejohn,

2002:13), komunikasi lebih bisa direncanakan

dan disusun ketika disampaikan melalui media

tulisan. Komunikator dapat menyusun pesan,

menggunakan kata-kata pilihan, memilih topik

tertentu dan memperkirakan respon dari

audience. Sehingga proses komunikasi bisa

dievaluasi dan dikembangkan.

Keempat, ketika kita tidak memahami

sesuatu hal dari apa yang kita baca atau kita

menemui kata asing, kita bisa mengulangi

beberapa paragraf sebelumnya, menggunakan

kamus atau bertanya kepada seseorang untuk

memahaminya. Berbeda dengan komunikasi lisan

yang berlangsung hanya sekali, kita tentu tak

bisa serta merta meminta pembicara untuk

mengulangi kalimat yang tidak kita pahami.

Kelemahan komunikasi tertulis

Sebagai bagian dari komunikasi verbal,

komunikasi tertulis tak bisa lepas dari

penggunaan bahasa sebagai sarana bertukar

makna. Oleh karena itu, kelemahan unsur

kebahasaan dalam proses komunikasi tentunya

menjadi kelemahan dari komunikasi tertulis.

Larry L. Barker sebagaimana dikutip Dedy

Mulyana dalam Pengantar Ilmu Komunikasi

menyebutkan tiga fungsi bahasa: penamaan

(labeling), interaksi dan transmisi informasi.

Penamaan merupakan usaha manusia untuk

mengidentifikasi objek, tindakan dan perasaan

yang berbeda dengan memberi nama pada objek,

tindakan dan perasaan tersebut.

Meski bahasa merupakan unsur yang sering

kita gunakan dalam komunikasi sehari-hari,

bahasa memiliki sejumlah keterbatasan.

Mulyana (2002:245-255) menguraikan

keterbatasan bahasa sebagai sarana

komunikasi. Pertama, keterbatasan jumlah kata

yang tersedia untuk mewakili objek atau

perasaan. Tidak semua benda, peristiwa,

perasaan dapat diwakili oleh kata yang

berbeda. Suatu kata hanya mewakili realitas,

tetapi bukan merupakan realitas itu sendiri.

Kata hanya bisa mewakili sebagian dari

realitas, bukan keseluruhan realitas.

Keterbatasan bahasa dalam mewakili realitas

tampak pada penggunaan kata sifat. Kata sifat

cenderung dikotomis, maksudnya membagi

sesuatu hanya dalam dua kategori, semisal

kaya-miskin, bahagia-sengsara, pandai-bodoh,

baik-buruk dan lain sebagainya. Namun perlu

disadari bahwa realitas sesungguhnya tidaklah

sekaku itu. Kita tidak bisa memvonis bahwa

kalau tidak hitam berarti putih atau

sebaliknya. Antara warna hitam dan putih

terdapat puluhan bahkan ratusan warna abu-abu

yang pasti beda. Seringkali agar kata yang

kita ungkapkan lebih tepat, kita menggunakan

tambahan ‘agak’ atau ‘sangat’.

Untuk mengukur makna yang lebih akurat,

Charles E. Osgood, George Suci dan Percy

Tannenbaum merancang suatu instrumen yang

disebut Semantic Differential. Mereka mengukur

makna suatu konsep dalam skala 1 sampai 7.

dalam hal ini 1 menunjukkan kecenderungan

negative sedang angka 7 menunjukkan

kecenderungan positif (Mulyana,2002:246).

Kedua, kata bersifat ambigu dan

kontekstual. Setiap kata (meskipun sama)

berpotensi untuk dimaknai secara berbeda oleh

orang yang berbeda. Perbedaan makna tersebut

dipengaruhi oleh latar belakang tiap orang

yang tentunya berbeda. Pemaknaan kata juga

perlu memperhatikan konteks kalimatnya.

Ketiga, kata-kata mengandung bias

budaya. Budaya sangat mempengaruhi bahasa.

Menurut hipotesis Sapir-Whorf (Griffin,

2003:30) menyatakan bahwa struktur bahasa

suatu budaya membentuk persepsi dan perilaku

manusia. Dengan kata lain, struktur bahasa

menunjukkan budaya suatu masyarakat.

Misalnya, penggunaan tenses yang

memperhitungkan waktu dalam struktur bahasa

masyarakat Eropa menunjukkan penghargaan

mereka atas waktu. Penggunaan bahasa yang

bertingkat dalam budaya Jawa menunjukkan

sistem sosial masyarakat yang terbagi dalam

kelas-kelas tertentu. Oleh sebab itu, sangat

mungkin terjadi kita tidak menemukan padanan

yang tepat untuk kata tertentu dalam bahasa

asing.

Disamping kelemahan-kelemahan bahasa dalam

komunikasi tertulis tersebut, Beebe and Beebe

(1997:257) menyebutkan kelemahan dari

komunikasi tertulis adalah hubungan

antarpartisipan komunikasi berjarak.

Komunikator tidak bisa merinteraksi dengan

audien secara langsung, melihat perubahan

sikap yang terjadi atau merespon sikap

audien. Sehingga feedback dalam proses

komunikasi tersebut bersifat tidak langsung

dan tertunda (no immediate interaction). Sedang

dalam komunikasi lisan, hubungan pembicara

dengan audien berlangsung akrab, hangat dan

lebih personal.

Komunikasi tertulis bersifat lebih formal

daripada komunikasi lisan. Dalam komunikasi

tertulis kita terikat dengan konsep atau

aturan ejaan tertentu untuk memenuhi syarat

sebagai komunikasi tertulis yang baik. Kita

harus memperhatikan struktur kalimat yang

njelimet agar bisa dipahami oleh pembaca.

Sedangkan dalam komunikasi lisan pembicara

bisa memakai kalimat-kalimat pendek tanpa

harus mematuhi aturan kalimat yang baik

dengan alasan efisien.

(Maulinni’am MA , 2008)

C. ALAT DAN BAHAN

1. Meja dan kursi

2. Check List

3. Bolpoint

D. PRASYARAT :

1.Pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan

benar

2. Memakai Jas Skills lab dengan rapi

3. Mematuhi tata tertib dan aturan bagian

laboratorium ketrampilan klinis

4. Mahasiswa wajib membawa alat tulis sendiri

E. PROSEDUR PELAKSANAAN

1. Mahasiswa mempersilahkan pasien masuk ,

dengan menggunakan bahasa Indonesia yang

baik dan benar.

2. Mahasiswa mengucapkan :

a. Basmallah

“Bismillahirrahmanirrahiim”

b. salam “ assalamu’alaikum” dan

menjabat tangan pasien ( Islam :

menjabat tangan pasien yang sama

jenis kelaminnya/ orangtua) ,

c. menyapa pasien “ Selamat

pagi/siang/sore”,

d. Mempersilahkan pasien duduk

e. Menjaga kontak mata, senyum dan

tenang

3. Mahasiswa memperkenalkan diri : nama “

dr....” dan menanyakan identitas pasien

dan menuliskan pada lembar medis pasien:

a. Nama

b. Umur

c. Alamat

d. Pekerjaan

e. No telp yang bisa dihubungi

f. Pendidikan terakhir

4. Mahasiswa menanyakan maksud kedatangan

pasien

a. Keluhan utama : ingin konsultasi

b. Keluhan tambahan : sesuai skenario

5. Mendengar aktif ketika pasien

mengungkapkan keluhannya

“ skenario : seorang Ibu umur 34 tahun,

bekerja sebagai ibu rumah tangga, datang

ke dokter Fahmi untuk berkonsultasi,

merasa lelah, jantung selalu berdetak,

nafas seperti tertahan, kencing terus

jika minumnya banyak sudah sejak tiga

hari yang lalu setelah anaknya mengalami

kecelakan lalu lintas dan harus dirawat

di Rumah sakit “

Keluhan tambahan : susah tidur,

memikirkan anaknya apakah akan sebuh atau

cacat

6. Mahasiswa sebagi dokter menjaga kontak

mata, sesekali mengangguk, atau

menegaskan dengan kata ya atau baiklah

ketika pasien selesai menceritakan

keluhannya

7. Mahasiswa yang berperan sebagi Dokter

menanyakan kesedian nya untuk diperiksa,

hasil pemeriksaan normal ( tidak

memeriksa fisik )

8. Dokter mengumpulkan informasi :

Cemasnya datang pada saat apa

saja ? ( pasien menjawab : tidur )

Cemas berkurang pada saat apa?

( pasien menjawab : saat aktivitas

atau kegiatan , atau tidak sedang

sendirian )

Apakah anaknya sudah pulang ?

jawabnya sudah

Apakah anaknya sudah berangkat

sekolah? Belum, masih bengkak

kakinya, dokter berpesan jangan

untuk jalan terlalu lama.

Apakah ananya dioperasi atau di

gips? Jawabnya tidak

9. Mahasiswa sebagai Dokter mengulang

kembali dan menegaskan apa yang didapat

saat mengumpulkan informasi dengan

membuat ringkasan

Ringkasan dalam bentuk tulisan

dilembar medis pasien

10. Mahasiswa sebagai dokter menanyakan

kembali apakah ada yang terlewat?

11. Mahasiswa sebagai dokter memberikan

edukasi / saran kepada pasien

Bahwa pasien sehat

Pasien hanya diharapkan lebih

tenang dan ikhlas dalam menghadapi

kejadiannya yang menimpa anaknya

Pasien disarankan tidak berfikir

yang belum terjadi , misal anaknya

pasti nanti jalannya jadi pincang,

karena dokter yang memeriksa tidak

melakukan tindakan diarea kaki

anaknya

Dokter menegaska kembali pasien

sehat dan tidak perlu diberikan

resep obat.

12. Mengakhiri dengan :

Mengucapkan Hamdallah

Mengucapkan salam

Menjabat tangan pasien

Mengantar dan membukakan pintu

Penilaian Ketrampilan Klinis “ Teknik

Komunikasi”

No

.

Ketrampilan Bob

ot

Skor Tot

al

Nil

ai3 0 1 2 3

1 Mahasiswa mempersilahkan

pasien masuk , dengan

menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan

benar2 Mahasiswa mengucapkan :

a.Basmallah

“Bismillahirrahmanirrahii

3

m”

b.salam “

assalamu’alaikum” dan

menjabat tangan pasien

( Islam : menjabat tangan

pasien yang sama jenis

kelaminnya/ orangtua) ,

c.menyapa pasien “

Selamat pagi/siang/sore”,

d.Mempersilahkan pasien

duduk

e,Menjaga kontak mata,

senyum dan tenang

3 Mahasiswa memperkenalkan

diri dan menanyakan

kesediaan utuk wawancara:

nama “ dr....” dan

menanyakan identitas

pasien dan menuliskan

3

pada lembar medis pasien:

a.Nama

b.Umur

c.Alamat

dPekerjaan

e.No telp yang bisa

dihubungi

f.Pendidikan terakhir

4 Mahasiswa menanyakan

maksud kedatangan

pasien

a.Keluhan utama : ingin

konsultasi

b.Keluhan tambahan :

sesuai skenario

5 Mendengar aktif ketika

pasien mengungkapkan

keluhannya

6 Mahasiswa sebagi dokter

menjaga kontak mata,

sesekali mengangguk, atau

menegaskan dengan kata ya

atau baiklah ketika

pasien selesai

menceritakan keluhannya

7 Mahasiswa yang berperan

sebagi Dokter menanyakan

kesedian nya untuk

diperiksa, hasil

pemeriksaan normal

( tidak memeriksa fisik )

3

8 Dokter mengumpulkan

informasi :

Cemasnya datang pada

saat apa saja ? ( pasien

menjawab : tidur )

Cemas berkurang pada

saat apa? ( pasien

menjawab : saat

aktivitas atau

kegiatan , atau tidak

sedang sendirian )

Apakah anaknya sudah

pulang ? jawabnya sudah

Apakah anaknya sudah

berangkat sekolah?

Belum, masih bengkak

kakinya, dokter

berpesan jangan untuk

jalan terlalu lama.

Apakah ananya

dioperasi atau di

gips? Jawabnya tidak

9 Mahasiswa sebagai Dokter

mengulang kembali dan

menegaskan apa yang

didapat saat mengumpulkan

informasi dengan membuat

ringkasan

Ringkasan dalam bentuk

tulisan dilembar medis

pasien

10 Mahasiswa sebagai dokter

menanyakan kembali

apakah ada yang

terlewat?11 Mahasiswa sebagai dokter

memberikan edukasi /

saran kepada pasien

Bahwa pasien sehat

Pasien hanya

diharapkan lebih

tenang dan ikhlas

dalam menghadapi

kejadiannya yang

menimpa anaknya

Pasien disarankan tidak

berfikir yang belum

terjadi , misal

anaknya pasti nanti

jalannya jadi pincang,

karena dokter yang

memeriksa tidak

melakukan tindakan

diarea kaki anaknya

Dokter menegaska kembali

pasien sehat dan tidak

perlu diberikan resep

obat.

12 Mengakhiri dengan :

Mengucapkan

Hamdallah

Mengucapkan

3

salam

Menjabat

tangan pasien

Mengantar dan

membukakan

pintu

Penilaian : Total nilai x100%

50

dr..........................................

....................................