BAB I UP CD

53
IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT (CD) DI KABUPATEN BINTAN (Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA) A. Latar Belakang Kabupaten Bintan memiliki PAD sebesar 136 Milyar Rupiah yang terserap melalui sector pariwisata, industry, dan pertambangan. Pengelolaan sumber daya mineral di Bintan khususnya telah diatur dalam Peraturan Daerah Bintan Nomor 1 Tahun 2012. Sebagai salah satu tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan ekstraktif maka program Corporate social responsibility dan community development (pengembangan masyarakat) perlu mendapat perhatian, khususnya bagi masyarakat lokal. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi geologi yang beragam menyebabkan potensi sumber daya mineral menjadi tidak merata, yang pada umumnya keberadaan pertambangan berada didaerah yang terpencil 1

Transcript of BAB I UP CD

IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

(CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT (CD) DI KABUPATEN

BINTAN

(Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA)

A. Latar Belakang

Kabupaten Bintan memiliki PAD sebesar 136

Milyar Rupiah yang terserap melalui sector pariwisata,

industry, dan pertambangan. Pengelolaan sumber daya

mineral di Bintan khususnya telah diatur dalam

Peraturan Daerah Bintan Nomor 1 Tahun 2012. Sebagai

salah satu tanggung jawab sosial perusahaan

pertambangan ekstraktif maka program Corporate social

responsibility dan community development (pengembangan

masyarakat) perlu mendapat perhatian, khususnya bagi

masyarakat lokal. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi

geologi yang beragam menyebabkan potensi sumber daya

mineral menjadi tidak merata, yang pada umumnya

keberadaan pertambangan berada didaerah yang terpencil

1

disekitar masyarakat lokal yang masih relative

terbelakang.

Program Corporate social responsibility dan community

development merupakan bagian tidak terpisahkan dari

tanggung jawab moral perusahaan untuk ikut berperan

dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping

itu program ini juga merupakan bagian membentuk citra

baik perusahaan dimata masyarakat lokal, nasional

maupun internasional, ditengah gencarnya issue

degradasi kualitas lingkungan yang ditujukan kepada

proses penambangan sebagai penyebabnya.

Industri ekstraktif sumber daya alam khususnya

pertambangan bauksit atau sumber daya mineral yang

bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources)

merupakan salah satu industri yang menjadi penyumbang

untuk pendapatan asli daerah, khususnya di kabupaten

Bintan. Dalam beberapa kasus, sektor pertambangan

bauksit merupakan tulang punggung dalam pembangunan

ekonomi dan sosial yang ada di kabupaten Bintan. Dalam

perkembangannya industri pertambangan bauksit yang ada

2

di kabupaten Bintan dapat membuka peluang bagi

masyarakat yang ada disekitar tambang untuk

keberlangsungan ekonominya. Sesuai dengan Keputusan

Bupati Bintan nomor : 332 / XI /2007 tentang Penetapan

Besar dan Tata Cara Dana Jaminan Pengelolaan

Lingkungan dan Dana Kepedulian Terhadap Masyarakat

dari Pertambangan Bauksit, mewajibkan perusahaan untuk

menyisihkan dana penjualannya sebagai dana kepedulian

terhadap masyarakat disekitar lokasi tambang yang

terkena dampak langsung dari kegiatan usaha yang

dilakukan oleh perusahaan.

Didalam kontrak karya pertambangan kewajiban

program Corporate social responsibility dan community development

telah tersurat sebagai bagian dari kewajiban

perusahaan yang dituangkan dalam bentuk perusahaan

pertambangan sebagai pusat pertumbuhan (growt centre)

bagi daerah sekitarnya yang tertuang dalam UU no 40

Tahun 2007 tentang perseroan terbatas pasal 74 yang

menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan

kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan

3

sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab

sosial dan lingkungan. Program Corporate social responsibility

dan community development di perusahaan pertambangan di

Indonesia menjadi perhatian masyarakat yang luas

karena dianggap sebagai suatu kunci jawaban dalam

tuntutan masyarakat yang menuntut kepedulian

perusahaan.

Kepedulian yang dirasakan masyarakat masih

sangat minim yang dilakukan oleh perusahaan.

Perusahaan pertambangan yang dalam proses produksinya

telah melakukan penggalian dan pengambilan material

yang dikandung bumi di suatu daerah sehingga

menimbulkan perubahan geomorfologi yang signifikan,

dituntut oleh masyarakat sekitar untuk dapat membagi

hasil dari sumber daya alam tersebut.

Tuntutan ini sangat wajar mengingat perusahaan

telah mengambil bahan yang sifatnya non-reneable yang

menurut pandangan masyarakat lokal bagian dari hak

miliknya. Kondisi ini dapat dimaklumi karena

dibeberapa daerah yang terpencil dimana masyarakat

4

lokal masih terisolir, ikatan emosional yang

menganggap tanah sebagai warisan leluhur serta bagian

dari budaya yang tidak terpisahkan dengan

kehidupannya. Didalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat

adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat,

baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi

lebih baik tingkat kehidupannya.

Dibalik tuntutan masyarakat adalah adanya

berbagai kesenjangan antara kehidupan perusahaan

dengan kondisi masyarakat sekitar tambang. Justru

sebenarnya didalam Undang-undang petambangan secara

teoritis mengamanatkan bahwa sebenarnya kehidupan di

pertambangan akan berbaur dengan masyarakat, bahkan

kegiatan pertambangan harus dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat lokal, daerah dan negara serta

menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya

kesejahteraan rakyat.

5

Sumbangan industri pertambangan meliputi

pertumbuhan ekonomi nasional dan regional berupa nilai

eksport, pajak, pembukaan lapangan kerja, pembangunan

infrastruktur. Namun di sisi lain dari industri

pertambangan menimbulkan dampak negative bagi

lingkungan dan sosial baik secara lokal maupun

regional. Seperti tercemarnya air laut, menyusutnya

sumberdaya kehutanan sarta dampak yang dirasakan oleh

kehidupan masyarakat sekitar tambang.

Sejak pertama kali Pihak pertama yang

memanfaatkan tambang bauksit adalah perusahaan

Belanda, NV Nibem, dari tahun 1935 sampai 1942. Pada

tahun 1942 sampai 1945, usaha ini diambil alih Jepang

melalui perusahaan Furukawa Co Ltd. Namun, pada tahun

1945 hingga 1959, usaha ini kembali ditangani NV

Nibem, hingga akhirnya diambil alih Pemerintah

Republik Indonesia dan dikelola PT Antam Tbk pada

tahun 1968 hingga sekarang. Kehadiran PT. Aneka

Tambang Tbk sejak tahun 1968 yang bergerak di bidang

pertambangan bauksit di kabupaten Bintan tidak

6

terlepas dari program Corporate social responsibility dan

community development untuk masyarakat sekitar tambang.

Seperti yang dilaksanakan di Kecamatan Bintan Timur

adalah merupakan wilayah dimana perusahaan melakukan

kegiatan produksinya. Perusahaan terikat dalam

perjanjian Kuasa Pertambangan, didalam perjanjian

tersebut telah ditetapkan peraturan-paraturan yang

mewajibkan perusahaan untuk memberikan kontribusi

kepada daerah.

Kemudian perusahaan berkewajiban juga untuk

menyisihkan sebagian dari hasil penjualannya untuk

masyarakat disekitar tambang yang disebut sebagai dana

kepedulian terhadap masyarakat (DKTM) sekarang menjadi

Dana Pemberdayaan Peduli Masyarakat (DPPM). Dana

tersebut disimpan dalam rekening bank devisa atas nama

perusahaan melalui Bupati Bintan yang peruntukan serta

pertanggung jawaban dana DPPM ini dilakukan secara

terbuka dan transparan yang mekanisme pengawasannya

dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah

kabupaten Bintan sesuai dengan Keputusan Bupati

7

Bintan nomor : 36 / II / 2007 tentang Tim Evaluasi dan

Tata Cara Pencairan Dana Kepedulian Terhadap

Masyarakat (DKTM) Bauksit.

Dana kepedulian terhadap masyarakat ini dapat

diajukan oleh masyarakat desa/kelurahan dengan

diketahui oleh camat dan kepala desa / lurah setempat

yang ditujukan ke perusahaan. Masyarakat

desa/kelurahan dapat mengajukan bentuk-bentuk program

yang dibutuhkan dalam usaha untuk pengembangan

perekonomian yang disesuaikan dengan kebutuhan

masyarakat. Pengajuan bentuk-bentuk program terlebih

dahulu dapat dimusyawarahkan dengan berbagai elemen

yang ada di masyarakat, seperti Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)

dan tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Setelah

mendapatkan hasil dari musyawarah tersebut, langkah

selanjutnya adalah masyarakat desa/kelurahan dapat

mengajukan proposal permohonan DPPM ke pihak

perusahaan.

8

Seperti yang dilakukan oleh masyarakat yang ada

di kecamatan Bintan Timur mewujudkan dana kepedulian

terhadap masyarakat ini dalam bentuk pengajuan untuk

program pengadaan motor pompong dan pengadaan jaring

nilon untuk di serahkan kepada masyarakat sebanyak 63

kepala keluarga (KK). Masyarakat yang tinggal di

Bintan Timur yang sangat membutuhkan fasilitas yang

lebih memadai untuk pekerjaan mereka yang

kesehariannya sebagai nelayan.

Pengelolaan berbagai sumberdaya alam selama

ini, belum sepenuhnya, memberikan kesejahteraan yang

optimal kepada masyarakat, baik yang dekat maupun yang

jauh dari lokasi. Padahal, dalam konstitusi sudah

ditegaskan bahwa penguasaan negara terhadap segala

kekayaan alam yang terkandung di bumi Republik

Nusantara ini, termasuk sumberdaya tambang harus,

bermuara pada kesejahteraan rakyat dengan sebenar-

benarnya, karena itu, diperlukan kaidah keseimbangan

dalam pengaturan berbagai pengelolaan sumberdaya alam.

Yang selama ini dianggap banyak kalangan terdapat

9

kekeliruan pada pengambil kebijakan, yang menilai

bahwa eksploitasi sumberdaya alam adalah suatu

pendapatan dan bukannya dianggap sebagai suatu modal,

karenanya harus diubah. Yang dimaksudkan dengan

eksploitasi sumberdaya alam yaitu mengurangi peluang

tatanan untuk berkembang, sehingga setiap eksplorasi

sumberdaya alam harus dikompensasi dengan kemajuan

sumberdaya lainnya, misalnya sumberdaya manusia harus

lebih cerdas, sumberdaya ekonomi harus lebih

makmur, sumberdaya sosial dan budaya maupun

infrastruktur harus ikut terbangun. Kaidah

keseimbangan ini tidak pernah menolak eksploitasi

sumberdaya alam melainkan mengingatkan bahwa dalam

pengelolaan sumberdaya alam harus ada

kompensasi setara sesuai yang diambil. Selain itu

ditekankan perlunya harmonisasi antar sumberdaya alam,

misalnya bagaimana mengelola pertambangan dengan

memperhatikan fungsi-fungsi lingkungan, bagaimana

memberikan peluang pertambangan untuk menambang tapi

fungsi-fungsi kehutanan tetap berjalan, bagaimana

pasar, pemukiman dan pertanahan dikelola tapi tidak10

merusak infrastruktur lain, pertanian dan perkebunan

misalnya. Selama ini kaidah keseimbangan dalam

pengelolaan sumberdaya alam belum efektif khususnya

dalam pemberian kompensasi yang setara, hal ini dapat

dibuktikan masih banyak masyarakat kita di sekitar

lingkar tambang yang belum dapat menikmati kemajuan

pendidikan akibat dampak pengelolaan sumberdaya alam,

oleh karenanya perlu adanya perubahan paradigma

terutama mengenai kebijakan-kebijakan.

Didalam kontrak karya untuk penanaman modal

swasta, pelaksanaan Corporate social responsibility dan

Community Development (selanjutnya disingkat dengan CSR

dan CD) karena tidak jelas pelaksanaannya sehingga

sering di interprestasikan sebagai bantuan sehingga

didalam programnya banyak berupa charity yang lebih

banyak didasarkan pada pertimbangan belas kasihan. Ada

juga perusahaan yang menghitung Comunity Development

adalah investasi yang harus memberikan keuntungan

kepada perusahaan. Dalam prakteknya pelaksanaan CD

dapat langsung dilaksanakan oleh perusahaan

11

pertambangan, atau dalam beberapa hal perusahaan

menunjuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun

yayasan yang khusus dibentuk untuk melaksanakan

program CD.

Pada masa yang lalu program CD dilakukan lebih

banyak oleh pihak perusahaan dalam berbagai tahapan

mulai dari perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Dengan demikian sangat kental kepentingan perusahaan

yang menyusun program sehingga menguntungkan

perusahaan saja. Masyarakat hanya sebagai objek CD,

sementara pemerintah daerah lebih banyak sebagai

konsultan yang tidak aktif kalau tidak dikatakan

sebagai penonton. Pemerintah pusat lebih banyak

melakukan pengawasan. Oleh karena itu perusahaan

bersifat inisiatif serta penganggaran yang tidak jelas

dan tidak transparan maka sudah barang tentu program

CD lebih diarahkan untuk kepentingan perusahaan.

Program bantuan dikaitkan dengan return yang harus

diterima perusahaan dalam berbagai bentuk terukur

maupun tidak terukur.

12

Pada era otonomi daerah saat ini maka hal

tersebut harus berubah. Inisiatif program CD harus

dari masyarakat yaitu peran dari tokoh masyarakat,

tokoh agama, tokoh adat, tokoh informal yang menjadi

panutan masyarakat merupakan kunci dalam penyusunan

program CD. Public Resaearch Appraisal (PRA), Fokus Group

Discussion (FGD), menjadi metoda penting dalam menjaring

keinginan pemangku kepentingan (stake holder) untuk

merumuskan program CD. Keterlibatan lembaga swadaya

masyarakat yang berkualitas atau lembaga perguruan

tinggi menjadi institusi mediator penting dalam

menjembatani berbagai kepentingan perusahaan,

masyarakat dan pemerintah daerah,

Dalam program Corporate social responsibility dan

community development yang dilaksanakan di desa Mantang

Besar kecamatan Mantang adalah merupakan suatu

kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten

Bintan yang selalu memperhatikan masyarakat disekitar

tambang untuk bisa mendapatkan haknya dari perusahaan

yang melakukan kegiatan produksinya. Pemerintah

13

kabupaten Bintan berusaha melakukan upaya untuk

mengeliminasi gejolak yang mungkin terjadi, dengan

mewajibkan perusahaan menyisihkan dari dana

penjualannya untuk kepentingan masyarakat.

Sejak awal pemerintah mengharapkan bahwa

perusahaan pertambangan haruslah bertindak sebagai

pusat pertumbuhan yang menjadi pendorong dalam

menggerakan roda pembangunan tidak hanya sektor

perekonomian tapi juga sektor lainnya di suatu

wilayah. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa pada

saat penutupan tambang (mining closure), akan terjadi

pertumbuhan pembangunan di wilayah tersebut yang tidak

lagi tertumpu pada pertambangan, dengan demikian

tercipta pembangunan berkelanjutan (sustainable

development).

Kepentingan pemerintah daerah menjadi sentral

untuk mensinkronkan program CD dengan program yang

telah direncanakan daerah, sedangkan pemerintah pusat

diharapkan memberikan acuan yang bersifat fleksibel

mengingat program CD akan sangat bervariasi dan

14

spesifik untuk setiap daerah tergantung karakter

masyarakat dan kepentingan wilayah pada umumya

sehingga panduan tidak diharapkan dalam bentuk uniform.

Konsep multi stakeholder dalam pengelolaan CD

menekankan pentingnya kemitraan dan kerja sama dengan

berbagai pihak. Secara garis besar dapat dirumuskan

tiga stakeholders utama yang memiliki andil dalam

pelaksanaan CD di industri pertambangan, yaitu

masyarakat, pemerintah, dan pelaku bisnis (korporasi).

Meski begitu, tidak boleh dilupakan juga peran

lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penyangga,

pendukung, atau penunjang dalam proses pelaksanaan

program Corporate social responsibility dan community development.

15

Masyarakat

Pemerintah

PelakuBisnis

Lembagapenyangga

Gambar. 1.1

Elemen Penting Dalam Pengelolaan Community

Development

Keterangan :

Stakeholder inti

---------------- Stakeholder pendukung/penunjang

program CD

Sumber : Diklat Pengembangan Masyarakat di WilayahPertambangan (Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara , Bandung).

Keempat elemen ini merupakan bagian inti

pengelolaan CD yang saling terkait dan harus dipenuhi

dalam setiap tahap pelaksanaannya. Terdapat beberapa

tahapan dalam pengelolaan program Corporate social

responsibility dan community development yaitu tahap

perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dalam

pelaksanaannya ketiga tahapan ini mengacu kepada

konsep sustainable, partispatif (bottom-up), pemberdayaan yang

berbasiskan pada kearifan lokal dan multi stakeholder.

Pembangunan industri pertambangan akan dapat terus

16

berkelanjutan bila implementasinya pembangunan

industri memperhatikan keberadaan , keberlanjutan

lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap

masyarakat, tentunya dengan didukung alokasi dana yang

proporsional.

Dari uraian yang telah disampaikan ditemukan

beberapa permasalahan yang dijadikan sebagai gejala-

gejala dalam penelitian diantaranya adalah :

1. Masyarakat yang tinggal disekitar lokasi

tambang belum semuanya terakomodir untuk

mendapatkan program ini, disebabkan oleh

kurangnya komunikasi antara masyarakat dengan

koordinator pelaksana program.

2. Kurangnya perencanaan yang baik dari

masyarakat desa dalam pengajuan bentuk program

Corporate Social Responsibility dan community development

yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh masyarakat

mengajukan untuk pengadaan motor pompong beserta

mesinnya, yang dalam kenyataannya untuk saat ini

bahan baku kayu yang akan digunakan untuk

17

pembuatan pompong sulit didapat dengan cepat

sehingga akan berdampak pada lamanya proses

penyelesaian pompong tersebut

3. Dalam pelaksanaan program Corporate social

responsibility dan community development ini tidak

direncanakan waktu dalam penyelesaian pembuatan

pompong sehingga hasil dari pelaksanaan program

ini butuh waktu lama untuk dapat digunakan oleh

seluruh masyarakat yang menerima program Corporate

social responsibility dan community development ini.

4. Proposal DPPM yang diajukan oleh masyarakat

desa harus melalui beberapa tahapan seperti harus

mendapatkan persetujuan dari perusahaan dan

pemerintah daerah kabupaten Bintan, sehingga

dibutuhkan waktu untuk sampai tahap pencairannya.

5. Masih minimnya pemahaman dari masyarakat desa

selaku penerima bantuan tentang laporan hasil

kerja yang harus mereka lakukan terhadap program

yang dilaksanakan, sehingga tahapan program yang

dilaksanakan tidak berjalan dengan baik sehingga

berdampak pada hasil selanjutnya.18

Corporate Social Responsibility dan Community development

merupakan suatu elemen yang penting dalam kerangka

sustainability, yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan

dan sosial budaya. Keberhasilan community development

tidak hanya ditentukan oleh satu pihak melainkan

melalui komitmen dan kesinergian dari berbagai pihak,

baik perusahaan, pemerintah, masyarakat, maupun

lembaga penyangga.

Dari uraian latar belakang yang telah

disampaikan, maka saya tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PROGRAM

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN COMMUNITY

DEVELOPMENT (CD) DI KABUPATEN BINTAN (Studi PT.

LOBINDO NUSA PERSADA)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas,

maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi

adalah sebagai berikut : “Bagaimana Implentasi

program Corporate Social Responsibility dan community development

19

PT. Lobindo di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan

?”

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

a Untuk mengetahui Implementasi program

Corporate social responsibility dan community development

yang dilakukan PT. Lobindo di Kabupaten Bintan.

b Penelitian dilakukan untuk mengetahui

seberapa besar manfaat dari program Corporate social

responsibility dan community development dampak langsung

dari proses produksi yang dilakukan perusahaan.

2. Kegunaan Penelitian

a Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menjadi media untuk mengaplikasikan dan

menambahkan teori yang berkaitan dengan objek

penelitian yaitu implementasi Corporate social

responsibility dan community development yang dilakukan

oleh PT Lobindo Nusa Persada kabupaten Bintan.

20

b Sebagai wahana bagi penulis untuk

menuangkan ilmu dan teori yang didapatkan selama

dibangku kuliah, terutama dari aspek kebijakan

pemerintah daerah, pelaksanaannya dan dampak yang

diperoleh masyarakat.

c Dapat memberikan tambahan referensi

bagi penelitian berikutnya tentang evaluasi

program Corporate social responsibility dan community

development bagi perusahaan yang melakukan

kegiatannya di lingkungan masyarakat.

D. Landasan Teori

1. Kebijakan Publik

Menurut Thomas R. Dye sebagaimana dikutip

Nugroho (2003:3) mendefinisikan kebijakan publik

sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah,

mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat

sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Sementara

menurut Harold Laswell (Nugroho; 2003:3-4)

mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program

21

yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,

nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.

Menurut Charles O. Jones (Winarno; 2007:16) istilahkebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan ataukeputusan yang sangat berbeda. Istilah ini seringdipertukarkan dengan tujuan (goals), program,keputusan (decesions), standard, proposal dan (granddesign)

Winarno (2007:16) menyebutkan secara umum,

istilah kebijakan atau (policy) digunakan untuk

menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang

pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga

pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang

tertentu.

Menurut Robert Eyestone (Winarno;2007:17)

mendefinisikan kebijakan publik bahwa secara luas

kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan

suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.

Menurut Anderson sebagaimana dikutip Nugroho

(2003:18) kebijakan merupakan arah tindakan yang

mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor

atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah

atau suatu persoalan. 22

Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena

memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya

dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau

dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan

kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di

antara berbagai alternatif yang ada. Namun demikian,

suatu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan

kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap

harus mempunyai pengertian mengenai apa yang

sebenarnya dilakukan, dari pada apa yang diusulkan

dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal

ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses

yang mencakup tahap implementasi dan evaluasi

sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan

pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.

2. Evaluasi

Menurut Cronbach sebagaimana dikutip Tayibnapis

(2000:3) mendefinisikan evaluasi sebagai penyediaan

informasi untuk pembuat keputusan.

Suatu kegiatan dilakukan melalui suatu proses.Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan

23

dilakukanlah proses evaluasi. Soemardi (1992 : 165)berpendapat bahwa Penilaian (evaluation) dapat diberikanpengertian / definisi sebagai suatu proses ataurangkaian kegiatan pengukuran dan pembandingan daripada hasil-hasil pekerjaan atau produktifitas kerjayang telah dicapai dengan target yang direncanakanatau ditetapkan.

Sedangkan Winarno (2002 : 184) mengemukakan bahwa

evaluasi acapkali hanya di pahami atas implementasi

suatu tindakan/kegiatan saja. Demikian pula Nugroho

(2003 : 184) menjelaskan bahwa sesungguhnya evaluasi

kebijakan publik mempunyai tiga lingkup makna, yaitu

evaluasi perumusan kebijakan, evaluasi implementasi

kebijakan dan evaluasi lingkungan kebijakan.

Lebih lanjut Nugroho (2003 : 185-186) menjelaskanbahwa mengikuti William N.Dunn, istilah evaluasidapat disamakan dengan penaksiran (Appraisal),pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment).Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi yangvalid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kegiatan,yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatantelah dapat dicapai melaui tindakan publik; danevaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dankritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihantujuan dan target; dan evaluasi memberi sumbanganpada aplikasi metode-metode analisis kegiatanlainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.

Lebih lanjut Norman (1989:2) menjelaskan bahwa

evaluasi adalah proses mengumpulkan dan menyediakan

informasi untuk mengambil keputusan. Pophan (1975:33)24

menyebutkan evaluasi diperlukan sebagai sarana untuk

menyediakan informasi sehingga dapat diambil

keputusan terhadap suatu program. Sebagai informasi

evaluasi juga merupakan alat untuk belajar dari

pengalaman.

Basaib (1995:72) evaluasi adalah suatu upayayang sistematis dalam mengumpulkan informasi ataupermasalahan dan hambatan yang dialami dalam tahappelaksanaan serta mencatat pula berbagai keberhasilanyang dicapai guna memberikan kesimpulan dan saransebagai bahan masukan pada proses perencanaan proyekyang akan datang agar lebih efisien dan efektif.

Selanjutnya Nugroho (2003:186) menjelaskan bahwasecara umum Dun menggambarkan kriteria-kriteriaevaluasi kebijakan sebagai berikut:1. Efektifitas, yaitu apakah hasil yang diinginkan

telah tercapai2. Efesiensi, yaitu seberapa banyak usaha diperlukan

untuk mencapai hasil yang diinginkan.3. Kecukupan, yaitu seberapa jauh pencapaian hasil

yang diinginkan memecahkan masalah.4. Perataan, yaitu apakah biaya manfaat di

distribusikan dengan merata kepada kelompok –kelompok yang berbeda.

5. Responsivitas, yaitu apakah hasil kebijakanmemuaskan kebutuhan preferensi, atau nilaikelompok-kelompok tertentu.

6. Ketepatan, yaitu apakah hasil (tujuan) yangdiinginkan benar-benar berguna atau bernilai.

Menurut Donabedian (Khotimah, 2002) evaluasidikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:a) Evaluasi input adalah: evaluasi yang dilakukan

pada atribut atau ciri-ciri tempat pemberian25

pelayanan yang meliputi sumber daya sebagaiberikut: personil, peralatan, keuangan, danfasilitas.

b) Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukanterhadap barbagai kegiatan yang dilakukan untukmencapai tujuan, yang berkaitan dengan penyediaandan penerimaan pelayanan.

c) Evaluasi output adalah evaluasi yang dilakukanterhadap hasil pelayanan, berkaitan dengan hasilyang dicapai dalam pelaksanaan pelayanantersebut.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2004)

mendefinisikan evaluasi sebagai penaksiran (Appraisal),

pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment) yang

mempunyai karakteristik tertentu.

3. Corporate Social Responsibility (CSR)

Corporate Social Responsibility terhadaplingkungan

yang pertama kali dikemukakanoleh Howard R. Bowen,

dikemukakan dalamkonsep cost benefit ratio versus

social benefit ratio, yaitu setiap perusahaan

berskala besar hendaknya jangan hanya bermotivasi

mencapai profit sebesar-besarnya dengan membandingkan

cost dan benefit (least cost combination), tanpa Sama

sekali melihat ratio antara cost dengan social

benefit (manfaat sosial), keberadaan perusahaan

26

terhadap lingkungan. Diingatkan, jangan sampai

perusahaan berskal abesa rmenjadi enclave (pulau) di

tengan-tengah samudra kemiskinan, ata uperusahaan

tidak mampu menjadi sentral pertumbuhan ekonomi

lingkungan. Menjadikan perusahaan berskala besar

menjadi pusat pertumbuhan dan perkembangan lingkungan

merupakan tanggung jawab social perusahaan berskala

besar (Ardianto. 2011: 39-40). Lain lagi menurut

The World Bussiness Council For Sustainable

Development (WBCSD) yaitu lembaga yang menangani

Permasalahan keberlangsungan usaha perusahaan yang

mendefinisikan Corporate Social Responsibility

yaitu :

”Continuing commitment by business to behave ethically and contribute

to economic development while improving the quality of life of the

workforce and their families as well as of the local community and

society at large”

Artinya adalah komitmen dunia usaha untuk terus

menerus bertindaketis, beroperasi secara legal dan

berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan

dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan

27

keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas

komunikasi local dan masyarakat lebih luas. Menjadi

jelas bahwa Corporate Social Responsibility atau

tanggung jawab Perusahaan kepada pemangku kepentingan

untuk berlakuetis, Meminimalkan dampak negatef dan

memaksimalkan dampak positif Yang mencakup aspek

ekonomi, social dan lingkungan (triple bottom line :

People, Profit, Planet) dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan berkelanjutan (Wibisono. 2007: 7-8).

Kotler and Lee (2005: 22) menggunakan istilahCorporate Social Initiatives untuk mendeskripsika nusaha yangpaling utama Dibawah payung Corporate social Responsibility.Mereka Menjelaskan ada 6 aktivitas utama yaitu : 1. Cause Promotion, sebuah perusahaan menyediakan

dana, kontribusi yang setimpal, atau sumberdayaperusahaanlainnya untuk meningkatkan kesadarandan perhatiantentang masalah social atau untukmendukung pengumpulan uang, partisipasi atauperekrutan sukarelawan untuk suatu tujuan.

2. Cause-Related Marketing, sebuah perusahaanberkomitmen untuk berkontribus imengkoordinasikansejumlah persentase dari pendapatan untuk sebuahmasalah spesifik berdasarkan penjualan produk.

3. Corporate Social Marketing, sebuah perusahaan mendukungpengembangan dan penerapan kampanye perubahanperilaku yang diharapkan dapa tmeningkatkankesehatan masyarakat, keselamatan, lingkungan dankesejahteraan komunitas.

4. Corporate Philanthropy, perusahaan membuat kontribusilangsung untuk sumbangan,

28

seringkalidalambentukhibah, tunai, donasi, danpelayanan yang sepadan.

5. Community Volunteering, perusahaan mendukung danmenguatkan karyawan, partner retail dan anggotafranchise untuk menyumbangkan waktu merekamendukung organisasi komunikasi local.

6. Socially Responsible Bussiness Practice, perusahaanmengadopsi Dan menggunakan aktivitas bisnis daninvestasi sukarela yang mendukung permasalahansocial untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat dan melestarikan lingkungan. (Kotler,dan Lee. 2005: 22)

4. Community Development (CD)

Budimanta (2002:1) menyebutkan bahwa community

development dapat diartikan sebagai kegiatan

pengembangan masyarakat yang dilakukan secara

sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar

akses mayarakat guna mencapai kondisi sosial ekonomi

dan kulaitas kehidupan yang lebih baik. Sementara itu

Rudito (2003:6) secara hakekatnya community development

merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang

dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah

terhadap kehidupan komunitas-komunitas lokal.

Sebagai salah satu elemen penting dalam

pembangunan, industri pertambangan termasuk kedalam

struktur sosial komuniti setempat dan berfungsi29

terhadap elemen lainnya yang sudah ada. Dengan

kesadarannya, industri harus dapat membawa komuniti

lokal bergerak menuju kemandiriannya tanpa merusak

tatanan sosial budaya yang sudah ada.

Pada sektor pertambangan, community development

merupakan bagian dari tanggung jawab sosial korporat

(corporate social responsibility) sebagai wujud internalisasi

dari biaya eksternalitas yang timbul sebagai akibat

dari pemanfaatan sumber daya yang tidak terbaharui.

Program community development dilakukan salah satunya

adalah dalam rangka mempersiapkan life after mining

(kehidupan pasca tambang) bagi daerah maupun komunity

sekitarnya. Dan bagi perusahaan community development

merupakan upaya investasi yang memiliki keuntungan

jangka panjang.

Menurut Budimanta (2008:2). Community developmentdalam realisasinya mencakup beberapa lingkuppengelolaan yaitu:1. Community relation, merupakan kegiatan-kegiatan yang

menyangkut pengembangan kesepahaman melaluikomunikasi dan informasi kepada para pihak yangterkait, seperti konsultasi publik, penyuluhan dansebagainya. Hal ini menjadi suatu hal yang vital,

30

mengingat pihak korporasi merupakan pihak pendatangdi lingkungan komuniti.

2 Community service, merupakan pelayanan perusahaan untukmemenuhi kepentingan komuniti atau kepentinganumum, seperti pembangunan fasilitas umum antaralain pembangunan atau peningkatan saranatransportasi (penyediaan alat tangkap baginelayan), sarana pendidikan, sarana kesehatan,sarana peribadatan, peningkatan/perbaikan sanitasilingkungan, pengembangan kualitas pendidikan(penyediaan guru, operasional sekolah), kesehatan(bantuan tenaga paramedis, obat-obatan, penyuluhanpeningkatan kualitas sanitasi lingkunganpermukiman), keagamaan dan lain sebagainya.

3 Community Empowerment, merupakan program – programyang berkaitan dengan pemberian akses yang lebihluas kepada komuniti untuk menunjangkemandiriannya. Program ini berkaiatan denganpengembangan atau penguatan kelompok-kelompokswadaya masyarakat, pendirian koperasi, kelembagaanlokal serta peningkatan kapasitas usaha komunitiyang berbasis sumber daya setempat. Program yangmenitik beratkan pada bidang ini diperlukan untukmenciptakan komuniti yang mandiri. Diharapkanapabila program telah berlangsung didapatkan hasilyang mengakibatkan komuniti menjadi berdaya dammemiliki kemampuan untuk berkembang kearah yangpositif.

Dalam pelaksanaan, community development tidak

dapat dilakukan secara parsial (hanya bagian tertentu

saja) tetapi harus dilakukan dengan mencakup ketiga

lingkup yang telah disebutkan diatas. Hal ini menjadi

penting mengingat agar terciptanya suatu pemberdayaan

31

secara menyeluruh. Ketiga ruang lingkup pengelolaan

community development ini memilki pengertian, batasan

dan fokus kegiatan yang berbeda-beda.

Saat ini telah berkembang paradigma baru,

semakin pentingnya makna community development untuk

keberlangsungan usaha industri pertambangan.

Pengelolaan CD yang melibatkan partisipasi dari multi

stakeholders merupakan salah satu elemen penting yang

harus dipenuhi agar suatu program CD dapat terkelola

dengan baik.

Menurut Budimanta (2008:6) menyebutkan terdapat

beberapa tahapan dalam pengelolaan community

development, yaitu tahap perencanaan, implementasi

dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya ketiga tahapan

ini mengacu kepada konsep sustainable, partisipatif

(bottom-up), pemberdayaan yang berbasiskan pada

kearifan lokal, dan multi stakeholder.

5. Implementasi atau Pelaksanaan

32

Tahapan selanjutnya adalah implementasi atau

pemantauan kebijakan, yaitu pelaksanaan ataupun

implementasi kebijakan lima hari kerja. Pada tahapan

ini William N Dunn (2003:28) mengatakan pada tahap

pemantauan atau implementasi kebijakan menyediakan

pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang

akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Pada

tahap implementasi ini, merupakan aplikasi dari

kebijakan yang telah diputuskan sebalumnya dalam tahap

rekomendasi kebijakan dimana alternatif yang ada

diputuskan untuk menjadi sebuah kebijakan. Selanjutnya

tentang apa yang dilaksanakan pada tahapan

implementasi kebijakan, AG Subarsono (2005:12)

mengatakan pada tahapan ini perlu dukungan sumberdaya,

dan penyusunan organisasi pelaksanaan kebijakan. Dalam

implementasi kebijakan sering ada mekanisme insentif

dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan

dengan baik. James Anderson dalam AG Subarsono

(2005:12) mengatakan pada tahapan implementasi ini

yang menjadi fokusnya adalah siapa saja yang terlibat

33

dalam kebijakan, apa yang mereka kerjakan, dan apa isi

serta dampak dari kebijakan tersebut. Michael Howles

dan M. Ramesh dalam AG Subarsono (2005:13) mengatakan,

pada tahapan implementasi adalah proses untuk

melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.

Dalam sebuah kebijakan, tahapan yang menjadi

penentu berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan

tersebut adalah pada tingkatan implementasi.

Selanjutnya menurut William N Dunn (2003:133)

memberikan pengertian tentang implementasi kebijakan

sebagai pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan

di dalam kurun waktu yang tertentu. Terkait dengan

pelaksanaan sebuah kebijakan, diperlukan pula siapa

yang melaksanakan kebijakan tersebut. Selanjutnya

William N Dunn (2003:133) memberikan pengertian

tentang siapa pelaku dari sebuah kebijakan tersebut

dalam tingkatan operasional pada implementasinya

sebagai berikut Individu-individu atau kelompok-

kelompok yang mempunyai andil di dalam suatu kebijakan

karena mereka mempengaruhi dipengaruhi oleh keputusan

34

pemerintah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan

Anderson dalam Hanif Nurcholis (2005:158) mengatakan

bahwa dalam mengklasifikasikan kebijakan, kebijakan

atau policy dapat dibedakan menjadi dua yaitu substantif

dan prosedural. Kebijakan substantive yaitu apa yang

seharusnya dikerjakan oleh pemerintah. Sedangkan

kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana arah

dari kebijakan tersebut. Dengan demikian dalam sebuah

kebijakan harus ada pelaku yang melaksanakan kebijakan

tersebut pada tahapan pelaksanaan atau

implementasinya.

Disamping adanya pelaku dari kebijakantersebut, diperlukan juga aksi kebijakan seperti yangdikatakan William N Dunn (2003:131) yaitu serangkaiantindakan rumit yang dituntut oleh alternatif-alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapainilai-nilai tertentu. Aksi dalam sebuah kebijakanadalah pelaksanaan atau operasional dari kebijakantersebut di lapangan. Dalam pelaksanaan sebuahkebijakan, perlu adanya koordinasi. Menurut HanifNurcholis (2005:164) agar koordinasi berjalan denganbaik maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Adanya kesesuaian antara kebijakan dasardengan keputusan pelaksanaannya

b. Adanya perlakuan yang sama terhadap semuaactor yang terlibat.

35

c. Adanya perilaku yang konsisten antara parapejabat dalam menyelenggarakan tugasnya sesuaidengan deskripsi tugas masing-masing.

d. Adanya tindakan para pejabat yang taat asasterhadap prosedur dan batas waktu yangditentukan.

e. Adanya kejelasan kebijakan itu sendiri dengancara melaksanakannya.

Dalam implementasi sebuah kebijakan akan

ditemukan hasil dari kebijakan tersebut. Seperti yang

dikatakan William N Dunn (2003:132) sebagai berikut :

Konsekuensi yang teramati dari sebuah aksi kebijakan.

Hasil dari kebijakan inlah yang diuji pada tahapan

evaluasi, sejauh mana pelaksanaan atau implementasi

dari kebijakan tersebut di lapangan dalam kurun waktu

yang telah ditentukan.

Selanjutnya William N Dunn (2003:240 memberikan

karakteristik tentang implementasi kebijakan sebagai,

“Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-

unit administrasi yang memobilisasi sumberdaya

finansial dan manusia.”

E. Konsep Operasional dan Pengukuran

36

Untuk mengukur variable diperlukan konsep

operasional agar tidak terjadi kesalahan dalam

penafsiran variable tersebut sebagai berikut :

1. Efektifitas, hasil yang diinginkan dari

program Corporate Social Responsibility (CSR) dan

Community Development (CD) dalam bentuk dana

kepedulian terhadap masyarakat (DPPM) Kabupaten

Bintan dengan pengukuran sebagai berikut :

a. Masyarakat dapat memiliki peralatan

tangkap ikan yang lebih baik dari sebelumnya.

b. Adanya peningkatan volume tangkapan

ikan yang diperoleh setelah masyarakat

menggunakan pompong sebagai alat transportasi

untuk menangkap ikan.

2. Efesiensi, dengan melakukan usaha-usaha

sehingga apa yang masyarakat inginkan dapat

terpenuhi. Dengan pengukurannya adalah :

a. Dengan peralatan yang lebih baik,

masyarakat dapat menghemat biaya untuk

37

memenuhi kebutuhan makan dan minum mereka

selama dilaut untuk mencari ikan.

b. Masyarakat dapat menghemat waktu yang

mereka perlukan untuk mencari tempat yang

dimungkinkan lebih banyak ikannya jika

dibandingkan sebelumnya.

3. Kecukupan, dengan program Corporate social

responsibility dan community development ini masyarakat

telah mendapatkan hasilnya, sehingga masalah yang

mereka hadapi dapat teratasi. Pengukurannya dapat

dilihat sebagai berikut :

a. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan ekonomi

sehari-hari dengan lebih baik.

b. Kebutuhan masyarakat lainnya juga dapat

terpenuhi dengan baik seperti kebutuhan

pendidikan untuk anak-anak mereka, kesehatan

dan lain-lainnya.

4. Perataan, mayoritas masyarakat disekitar

tambang adalah nelayan, dengan adanya kebijakan

pemerintah kabupaten Bintan yang sangat

memperhatikan dampak dari hasil tambang yang38

dilakukan oleh perusahaan tentunya kebijakan yang

diambil harus dapat dirasakan oleh seluruh

komponen masyarakat sekitar tambang dengan asas

kebersamaan dan keadilan. Pengukurannya adalah

sebagai berikut :

a.Adanya keadilan pembagian dalam bentuk DPPM

kepada masyarakat sekitar tambang yang terkena

langsung dampak dari proses produksi yang

dilakukan oleh perusahaan.

b.Adanya pendataan seluruh masyarakat sekitar

tambang yang berhak menerima DPPM yang

dilakukan oleh perangkat Kecamatan, desa yang

diwakili oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

ditingkat desa dan Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat ( LPM ) ditingkat Kelurahan.

5. Responsivitas, dengan adanya program Corporate

social responsibility dan community development dalam

bentuk DPPM ini tentunya pemerintah kabupaten

Bintan berharap agar kegiatan ini dapat

memberikan nilai tambah sehingga masyarakat akan

39

mendapatkan keuntungan dari kegiatan tambang yang

dilakukan oleh perusahaan. Pengukurannya dapat

dilihat dari :

a. Masyarakat yang ada disekitar tambang merasa

sangat diperhatikan oleh pemerintah daerah

kabupaten Bintan dengan kebijakan yang

dilaksanakan. Masyarakat merasa terpenuhi

kebutuhannya dengan mendapatkan dari program

Corporate social responsibility dan community development

yang dilaksanakan.

b. Pihak perusahaan selalu tanggap dalam program

CSR dan CD ini dan selalu siap menerima segala

masukan dari masyarakat untuk tercapainya

tujuan dari program ini.

6. Ketepatan, masyarakat sekitar tambang

tentunya telah membuat perencanaan yang baik,

sehingga apa yang mereka inginkan benar-benar

sangat berguna untuk mensejahterakan dan

memberikan taraf hidup yang lebih baik. Ketepatan

ini diukur dari :

40

a.Sasaran masyarakat Bintan Timur untuk

mendapatkan peralatan yang lebih baik guna

membantu pekerjaan mereka sebagai nelayan

dapat terpenuhi.

b.Pelaksanaan program Corporate social responsibility dan

community development ini adalah merupakan waktu

yang tepat untuk masyarakat Bintan Timur dalam

usaha pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih

baik.

Dalam penelitian kuantitatif penulis akan

menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data.

Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk

melakukan pengukuran dengan tujuan untuk

menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka

setiap instrumen harus mempunyai skala. Skala yang

digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.

Sugiyono (2008:93) mengatakan bahwa skala Likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial. Dengan skala Likert maka variabel

41

yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator

variabel.

Jawaban setiap item instrumen yang

menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari

positif sampai negatif, yang dapat berupa kata-kata

antara lain : setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju.

Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban

itu dapat diberi skor, misalnya :

1. Perlu/Ada peningkatan/Dapat menghemat/Dapat

terpenuhi diberi skor 3

2. Cukup perlu/Cukup dapat dihemat/Cukup terpenuhi

diberi skor 2

3. Tidak perlu/Tidak ada peningkatan/Tidak

cepat/Tidak hemat diberi skor 1

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah bersifat

deskriptif, yaitu penulis berupaya menjelaskan

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki, kemudian dipaparkan

42

secara jelas guna memberikan gambaran tentang

adanya suatu fenomena sosial.

Sugiyono (2008:8) menjelaskan bahwa metode

penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai

metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi

dan sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan

instrumen penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapakan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di tiga (3)

kecamatan Kabupaten bintan yang merupakan tempat

dimana program Corporate social responsibility dan community

development tersebut dilaksanakan oleh perusahaan

yang melakukan penambangan bauksit. Penulis

memandang bahwa masalah tersebut sangat menarik,

mengingat program community development merupakan

Implementasi kebijakan dari pemerintah daerah yang

43

dapat menyelaraskan hak dan kewajiban dari

masyarakat dan perusahaan.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Tim

Pelaksana Program pemberdayaan dari dana Corporate

social responsibility Dan Community Development dengan

jumlah total 51 orang yang terdiri dari, 1orang

Manager PT. Lobindo, 4 orang Lurah, 7 orang

kepala desa yang di bawahi masing-masing 2 staf

yaitu : Lurah Kelurahan Kijang Kota, Lurah

Kelurahan Sungai Lekop, Lurah Kelurahan Sungai

Enam, Lurah Kelurahan Gunung Lengkuas, kepala

desa Mantang Besar, kepala desa mantang Baru,

kepala desa Mantang Lama, kepala desa dendun,

kepala desa Kelong, Kepala Desa Numbing, kepala

Desa Air Gelubi dan tiga (3) Camat sebagai key

informan.

b. Sampel

44

Teknik pengambilan sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sampling purposive. yaitu

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu dengan tujuan agar sampel yang dipilih

dapat relevan dengan rancangan penelitian.

Kriteria purposive sampling dalam penelitian ini

adalah masyarakat yang diwakili LPM dan BPD

sebagai tim pengusulan program CSR dan CD PT.

Lobindo sebanyak 11 orang, ketua HNSI 1 orang dan

, dengan jumlah sampel yang diambil berjumlah 51

orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 1.1

TABEL I.1POPULASI DAN SAMPEL

No. Profesi Populasi Sampel

(Orang) (Orang)

1

2

3

4

Camat

Lurah

Kepala Desa

Staff

3

4

7

24

3

4

7

45

5

6

7

Kelurahan/Desa

Ketua HNSI Bintan

LPM/BPD

Manager PT Lobindo

1

11

1

24

1

11

1Jumlah 51 51

Sumber : Data Tim Pengelola Program DPPM

4. Sumber dan Jenis Data

a. Data primer

Data ini diperoleh dari responden yang

bersangkutan di tempat penelitian dengan

melakukan wawancara dengan responden untuk

memperoleh data yang akurat dan agar lebih

memudahkan dalam menganalisa data. Data ini

meliputi:

1. Jenis kelamin responden.

2. Tentang umur responden.

3. Tentang tingkat pendidikan responden

b. Data skunder

46

Data informasi dan keterangan lain yang

diperoleh dari tempat penelitian atau bersumber

dari bahan laporan, buku-buku serta dokumen-

dokumen lain berupa hasil catatan yang menunjang

dalam proses penelitian yang dilakukan.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

a. Teknik Wawancara

Yaitu penulis melakukan wawancara secara langsung

dengan Camat Bintan Timur sebagai key informant

dalam penelitian ini yang berpedoman kepada

daftar pertanyaan yang telah penulis susun

sedemikian rupa mengenai variabel Implementasdi

program Corporate social responsibility (CSR) dan community

development (CD) di Kecamatan Bintan Timur

b. Kuesioner

Yaitu penulis melakukan teknik pengumpulan data

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya. Dalam hal ini kuesioner ditujukan

47

kepada masyarakat Kecamatan Bintan Timur yang

menerima program Corporate social responsibility (CSR) dan

community development (CD)

c. Observasi

Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

pengamatan langsung dilapangan. Pengamatan ini

dilakukan pada faktor – faktor seperti: kondisi

tempat, keadaan lingkungan masyarakat serta

kegiatan – kegiatan yang dilakukan. Observasi ini

dilakukan guna mencari data tambahan agar data –

data yang diperoleh lebih akurat.

6. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data

tentang program Corporate social responsibility (CSR) dan

community development (CD) oleh PT Lobindo di

kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.

Penulis mencoba melakukan analisa data dari hasil

wawancara, selanjutnya disesuaikan dengan tujuan

penelitian sehingga penulis dapat menarik suatu

kesimpulan yang akan dikemukan pada bagian akhir

48

penelitian. Analisa data ini akan dipaparkan

dalam bentuk statistik deskriptif secara ringkas

dan jelas.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan ini,

maka sistematika disusun sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini diuraikan tentang latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

dan kegunaan penelitian, kerangka teori,

konsep operasional dan pengukuran, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam Bab ini dijelaskan mengenai gambaran

lokasi penelitian, tentang keadaan

masyarakat di Bintan Timur serta keadaan

geografisnya.

BAB III IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL

RESPONSIBILITY (CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT

49

(CD) DI KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN

BINTAN (Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA)

Dalam Bab ini diuraikan tentang hasil-hasil

penelitian terhadap variabel implementasi

program Corporate social responsibility (CSR) dan

community development (CD) PT Lobindo di

Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan

terhadap hasil penelitian Implementasi

Program Corporate Social Responsibility dan

Community Development di Kecamatan Bintan

Timur Kabupaten Bintan Studi PT. Lobindo

Nusa Persada di ikuti dengan saran-saran.

50

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU :

Abidin, Said Zainal, 2002, Kebijakan Publik, Jakarta,Yayasan Pancur Siwah.

Nugroho, Riant, 2003, Kebijakan Publik Formulasi Implementasidan Evaluasi, Jakarta, Elex Media Komputindo.

Sarwoto, 1980, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen,

Jakarta, Ghalia Indonesia

Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfa

Beta.

Sudradjat, Adjat, 2007. Otonomi Pengelolaan SumberdayaMineral dan Pengembangan Masyarakat, Bandung, TigaGrafika Design.

Siagian, Sondang P, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia,Jakarta, Bumi Aksara.

Sudita, Indiro G, 2000, Meningkatkan AkuntabilitasPemerintahan, Yogyakarta, BPFE.

Simanjuntak, Payaman J, 2005, Manajemen dan EvaluasiKinerja, Jakarta, Lembaga Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.

Tayibnapis, Farida Yusuf, 2000, Evaluasi Program, Jakarta,

Rieneka Cipta

51

Wibisono, Yusuf, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR,Gresik, Fascho Publishing.

Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses,Yogyakarta, Media Pressindo.

DOKUMEN :

Budimanta, Arif, 2008, Community Development di SektorPertambangan, Bandung Diklat PengembanganMasyarakat di Wilayah Pertambangan.

Sulaksana, Nana, 2008, Tanggung Jawab Sosial PerusahaanPertambangan di Indonesia, Bandung, Departemen Energidan Sumber Daya Mineral

IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT (CD)

DI KABUPATEN BINTAN(Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA)

USULAN PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MengikutiSeminar Usulan Penelitian Skripsi pada Sekolah Tinggi

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji

52

Disusun Oleh:

HASRIAWADYNIM : 11122145

NIRM : 11103035204145

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHANSEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

RAJA HAJI TANJUNGPINANG2013

53