BAB I UP CD
-
Upload
stisipolrajahaji -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of BAB I UP CD
IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT (CD) DI KABUPATEN
BINTAN
(Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA)
A. Latar Belakang
Kabupaten Bintan memiliki PAD sebesar 136
Milyar Rupiah yang terserap melalui sector pariwisata,
industry, dan pertambangan. Pengelolaan sumber daya
mineral di Bintan khususnya telah diatur dalam
Peraturan Daerah Bintan Nomor 1 Tahun 2012. Sebagai
salah satu tanggung jawab sosial perusahaan
pertambangan ekstraktif maka program Corporate social
responsibility dan community development (pengembangan
masyarakat) perlu mendapat perhatian, khususnya bagi
masyarakat lokal. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi
geologi yang beragam menyebabkan potensi sumber daya
mineral menjadi tidak merata, yang pada umumnya
keberadaan pertambangan berada didaerah yang terpencil
1
disekitar masyarakat lokal yang masih relative
terbelakang.
Program Corporate social responsibility dan community
development merupakan bagian tidak terpisahkan dari
tanggung jawab moral perusahaan untuk ikut berperan
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Disamping
itu program ini juga merupakan bagian membentuk citra
baik perusahaan dimata masyarakat lokal, nasional
maupun internasional, ditengah gencarnya issue
degradasi kualitas lingkungan yang ditujukan kepada
proses penambangan sebagai penyebabnya.
Industri ekstraktif sumber daya alam khususnya
pertambangan bauksit atau sumber daya mineral yang
bersifat tidak terbarukan (unrenewable resources)
merupakan salah satu industri yang menjadi penyumbang
untuk pendapatan asli daerah, khususnya di kabupaten
Bintan. Dalam beberapa kasus, sektor pertambangan
bauksit merupakan tulang punggung dalam pembangunan
ekonomi dan sosial yang ada di kabupaten Bintan. Dalam
perkembangannya industri pertambangan bauksit yang ada
2
di kabupaten Bintan dapat membuka peluang bagi
masyarakat yang ada disekitar tambang untuk
keberlangsungan ekonominya. Sesuai dengan Keputusan
Bupati Bintan nomor : 332 / XI /2007 tentang Penetapan
Besar dan Tata Cara Dana Jaminan Pengelolaan
Lingkungan dan Dana Kepedulian Terhadap Masyarakat
dari Pertambangan Bauksit, mewajibkan perusahaan untuk
menyisihkan dana penjualannya sebagai dana kepedulian
terhadap masyarakat disekitar lokasi tambang yang
terkena dampak langsung dari kegiatan usaha yang
dilakukan oleh perusahaan.
Didalam kontrak karya pertambangan kewajiban
program Corporate social responsibility dan community development
telah tersurat sebagai bagian dari kewajiban
perusahaan yang dituangkan dalam bentuk perusahaan
pertambangan sebagai pusat pertumbuhan (growt centre)
bagi daerah sekitarnya yang tertuang dalam UU no 40
Tahun 2007 tentang perseroan terbatas pasal 74 yang
menyebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
3
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan. Program Corporate social responsibility
dan community development di perusahaan pertambangan di
Indonesia menjadi perhatian masyarakat yang luas
karena dianggap sebagai suatu kunci jawaban dalam
tuntutan masyarakat yang menuntut kepedulian
perusahaan.
Kepedulian yang dirasakan masyarakat masih
sangat minim yang dilakukan oleh perusahaan.
Perusahaan pertambangan yang dalam proses produksinya
telah melakukan penggalian dan pengambilan material
yang dikandung bumi di suatu daerah sehingga
menimbulkan perubahan geomorfologi yang signifikan,
dituntut oleh masyarakat sekitar untuk dapat membagi
hasil dari sumber daya alam tersebut.
Tuntutan ini sangat wajar mengingat perusahaan
telah mengambil bahan yang sifatnya non-reneable yang
menurut pandangan masyarakat lokal bagian dari hak
miliknya. Kondisi ini dapat dimaklumi karena
dibeberapa daerah yang terpencil dimana masyarakat
4
lokal masih terisolir, ikatan emosional yang
menganggap tanah sebagai warisan leluhur serta bagian
dari budaya yang tidak terpisahkan dengan
kehidupannya. Didalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat
adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat,
baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi
lebih baik tingkat kehidupannya.
Dibalik tuntutan masyarakat adalah adanya
berbagai kesenjangan antara kehidupan perusahaan
dengan kondisi masyarakat sekitar tambang. Justru
sebenarnya didalam Undang-undang petambangan secara
teoritis mengamanatkan bahwa sebenarnya kehidupan di
pertambangan akan berbaur dengan masyarakat, bahkan
kegiatan pertambangan harus dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat lokal, daerah dan negara serta
menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat.
5
Sumbangan industri pertambangan meliputi
pertumbuhan ekonomi nasional dan regional berupa nilai
eksport, pajak, pembukaan lapangan kerja, pembangunan
infrastruktur. Namun di sisi lain dari industri
pertambangan menimbulkan dampak negative bagi
lingkungan dan sosial baik secara lokal maupun
regional. Seperti tercemarnya air laut, menyusutnya
sumberdaya kehutanan sarta dampak yang dirasakan oleh
kehidupan masyarakat sekitar tambang.
Sejak pertama kali Pihak pertama yang
memanfaatkan tambang bauksit adalah perusahaan
Belanda, NV Nibem, dari tahun 1935 sampai 1942. Pada
tahun 1942 sampai 1945, usaha ini diambil alih Jepang
melalui perusahaan Furukawa Co Ltd. Namun, pada tahun
1945 hingga 1959, usaha ini kembali ditangani NV
Nibem, hingga akhirnya diambil alih Pemerintah
Republik Indonesia dan dikelola PT Antam Tbk pada
tahun 1968 hingga sekarang. Kehadiran PT. Aneka
Tambang Tbk sejak tahun 1968 yang bergerak di bidang
pertambangan bauksit di kabupaten Bintan tidak
6
terlepas dari program Corporate social responsibility dan
community development untuk masyarakat sekitar tambang.
Seperti yang dilaksanakan di Kecamatan Bintan Timur
adalah merupakan wilayah dimana perusahaan melakukan
kegiatan produksinya. Perusahaan terikat dalam
perjanjian Kuasa Pertambangan, didalam perjanjian
tersebut telah ditetapkan peraturan-paraturan yang
mewajibkan perusahaan untuk memberikan kontribusi
kepada daerah.
Kemudian perusahaan berkewajiban juga untuk
menyisihkan sebagian dari hasil penjualannya untuk
masyarakat disekitar tambang yang disebut sebagai dana
kepedulian terhadap masyarakat (DKTM) sekarang menjadi
Dana Pemberdayaan Peduli Masyarakat (DPPM). Dana
tersebut disimpan dalam rekening bank devisa atas nama
perusahaan melalui Bupati Bintan yang peruntukan serta
pertanggung jawaban dana DPPM ini dilakukan secara
terbuka dan transparan yang mekanisme pengawasannya
dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pemerintah
kabupaten Bintan sesuai dengan Keputusan Bupati
7
Bintan nomor : 36 / II / 2007 tentang Tim Evaluasi dan
Tata Cara Pencairan Dana Kepedulian Terhadap
Masyarakat (DKTM) Bauksit.
Dana kepedulian terhadap masyarakat ini dapat
diajukan oleh masyarakat desa/kelurahan dengan
diketahui oleh camat dan kepala desa / lurah setempat
yang ditujukan ke perusahaan. Masyarakat
desa/kelurahan dapat mengajukan bentuk-bentuk program
yang dibutuhkan dalam usaha untuk pengembangan
perekonomian yang disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Pengajuan bentuk-bentuk program terlebih
dahulu dapat dimusyawarahkan dengan berbagai elemen
yang ada di masyarakat, seperti Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) atau Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
dan tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Setelah
mendapatkan hasil dari musyawarah tersebut, langkah
selanjutnya adalah masyarakat desa/kelurahan dapat
mengajukan proposal permohonan DPPM ke pihak
perusahaan.
8
Seperti yang dilakukan oleh masyarakat yang ada
di kecamatan Bintan Timur mewujudkan dana kepedulian
terhadap masyarakat ini dalam bentuk pengajuan untuk
program pengadaan motor pompong dan pengadaan jaring
nilon untuk di serahkan kepada masyarakat sebanyak 63
kepala keluarga (KK). Masyarakat yang tinggal di
Bintan Timur yang sangat membutuhkan fasilitas yang
lebih memadai untuk pekerjaan mereka yang
kesehariannya sebagai nelayan.
Pengelolaan berbagai sumberdaya alam selama
ini, belum sepenuhnya, memberikan kesejahteraan yang
optimal kepada masyarakat, baik yang dekat maupun yang
jauh dari lokasi. Padahal, dalam konstitusi sudah
ditegaskan bahwa penguasaan negara terhadap segala
kekayaan alam yang terkandung di bumi Republik
Nusantara ini, termasuk sumberdaya tambang harus,
bermuara pada kesejahteraan rakyat dengan sebenar-
benarnya, karena itu, diperlukan kaidah keseimbangan
dalam pengaturan berbagai pengelolaan sumberdaya alam.
Yang selama ini dianggap banyak kalangan terdapat
9
kekeliruan pada pengambil kebijakan, yang menilai
bahwa eksploitasi sumberdaya alam adalah suatu
pendapatan dan bukannya dianggap sebagai suatu modal,
karenanya harus diubah. Yang dimaksudkan dengan
eksploitasi sumberdaya alam yaitu mengurangi peluang
tatanan untuk berkembang, sehingga setiap eksplorasi
sumberdaya alam harus dikompensasi dengan kemajuan
sumberdaya lainnya, misalnya sumberdaya manusia harus
lebih cerdas, sumberdaya ekonomi harus lebih
makmur, sumberdaya sosial dan budaya maupun
infrastruktur harus ikut terbangun. Kaidah
keseimbangan ini tidak pernah menolak eksploitasi
sumberdaya alam melainkan mengingatkan bahwa dalam
pengelolaan sumberdaya alam harus ada
kompensasi setara sesuai yang diambil. Selain itu
ditekankan perlunya harmonisasi antar sumberdaya alam,
misalnya bagaimana mengelola pertambangan dengan
memperhatikan fungsi-fungsi lingkungan, bagaimana
memberikan peluang pertambangan untuk menambang tapi
fungsi-fungsi kehutanan tetap berjalan, bagaimana
pasar, pemukiman dan pertanahan dikelola tapi tidak10
merusak infrastruktur lain, pertanian dan perkebunan
misalnya. Selama ini kaidah keseimbangan dalam
pengelolaan sumberdaya alam belum efektif khususnya
dalam pemberian kompensasi yang setara, hal ini dapat
dibuktikan masih banyak masyarakat kita di sekitar
lingkar tambang yang belum dapat menikmati kemajuan
pendidikan akibat dampak pengelolaan sumberdaya alam,
oleh karenanya perlu adanya perubahan paradigma
terutama mengenai kebijakan-kebijakan.
Didalam kontrak karya untuk penanaman modal
swasta, pelaksanaan Corporate social responsibility dan
Community Development (selanjutnya disingkat dengan CSR
dan CD) karena tidak jelas pelaksanaannya sehingga
sering di interprestasikan sebagai bantuan sehingga
didalam programnya banyak berupa charity yang lebih
banyak didasarkan pada pertimbangan belas kasihan. Ada
juga perusahaan yang menghitung Comunity Development
adalah investasi yang harus memberikan keuntungan
kepada perusahaan. Dalam prakteknya pelaksanaan CD
dapat langsung dilaksanakan oleh perusahaan
11
pertambangan, atau dalam beberapa hal perusahaan
menunjuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun
yayasan yang khusus dibentuk untuk melaksanakan
program CD.
Pada masa yang lalu program CD dilakukan lebih
banyak oleh pihak perusahaan dalam berbagai tahapan
mulai dari perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Dengan demikian sangat kental kepentingan perusahaan
yang menyusun program sehingga menguntungkan
perusahaan saja. Masyarakat hanya sebagai objek CD,
sementara pemerintah daerah lebih banyak sebagai
konsultan yang tidak aktif kalau tidak dikatakan
sebagai penonton. Pemerintah pusat lebih banyak
melakukan pengawasan. Oleh karena itu perusahaan
bersifat inisiatif serta penganggaran yang tidak jelas
dan tidak transparan maka sudah barang tentu program
CD lebih diarahkan untuk kepentingan perusahaan.
Program bantuan dikaitkan dengan return yang harus
diterima perusahaan dalam berbagai bentuk terukur
maupun tidak terukur.
12
Pada era otonomi daerah saat ini maka hal
tersebut harus berubah. Inisiatif program CD harus
dari masyarakat yaitu peran dari tokoh masyarakat,
tokoh agama, tokoh adat, tokoh informal yang menjadi
panutan masyarakat merupakan kunci dalam penyusunan
program CD. Public Resaearch Appraisal (PRA), Fokus Group
Discussion (FGD), menjadi metoda penting dalam menjaring
keinginan pemangku kepentingan (stake holder) untuk
merumuskan program CD. Keterlibatan lembaga swadaya
masyarakat yang berkualitas atau lembaga perguruan
tinggi menjadi institusi mediator penting dalam
menjembatani berbagai kepentingan perusahaan,
masyarakat dan pemerintah daerah,
Dalam program Corporate social responsibility dan
community development yang dilaksanakan di desa Mantang
Besar kecamatan Mantang adalah merupakan suatu
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten
Bintan yang selalu memperhatikan masyarakat disekitar
tambang untuk bisa mendapatkan haknya dari perusahaan
yang melakukan kegiatan produksinya. Pemerintah
13
kabupaten Bintan berusaha melakukan upaya untuk
mengeliminasi gejolak yang mungkin terjadi, dengan
mewajibkan perusahaan menyisihkan dari dana
penjualannya untuk kepentingan masyarakat.
Sejak awal pemerintah mengharapkan bahwa
perusahaan pertambangan haruslah bertindak sebagai
pusat pertumbuhan yang menjadi pendorong dalam
menggerakan roda pembangunan tidak hanya sektor
perekonomian tapi juga sektor lainnya di suatu
wilayah. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa pada
saat penutupan tambang (mining closure), akan terjadi
pertumbuhan pembangunan di wilayah tersebut yang tidak
lagi tertumpu pada pertambangan, dengan demikian
tercipta pembangunan berkelanjutan (sustainable
development).
Kepentingan pemerintah daerah menjadi sentral
untuk mensinkronkan program CD dengan program yang
telah direncanakan daerah, sedangkan pemerintah pusat
diharapkan memberikan acuan yang bersifat fleksibel
mengingat program CD akan sangat bervariasi dan
14
spesifik untuk setiap daerah tergantung karakter
masyarakat dan kepentingan wilayah pada umumya
sehingga panduan tidak diharapkan dalam bentuk uniform.
Konsep multi stakeholder dalam pengelolaan CD
menekankan pentingnya kemitraan dan kerja sama dengan
berbagai pihak. Secara garis besar dapat dirumuskan
tiga stakeholders utama yang memiliki andil dalam
pelaksanaan CD di industri pertambangan, yaitu
masyarakat, pemerintah, dan pelaku bisnis (korporasi).
Meski begitu, tidak boleh dilupakan juga peran
lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penyangga,
pendukung, atau penunjang dalam proses pelaksanaan
program Corporate social responsibility dan community development.
15
Masyarakat
Pemerintah
PelakuBisnis
Lembagapenyangga
Gambar. 1.1
Elemen Penting Dalam Pengelolaan Community
Development
Keterangan :
Stakeholder inti
---------------- Stakeholder pendukung/penunjang
program CD
Sumber : Diklat Pengembangan Masyarakat di WilayahPertambangan (Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara , Bandung).
Keempat elemen ini merupakan bagian inti
pengelolaan CD yang saling terkait dan harus dipenuhi
dalam setiap tahap pelaksanaannya. Terdapat beberapa
tahapan dalam pengelolaan program Corporate social
responsibility dan community development yaitu tahap
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Dalam
pelaksanaannya ketiga tahapan ini mengacu kepada
konsep sustainable, partispatif (bottom-up), pemberdayaan yang
berbasiskan pada kearifan lokal dan multi stakeholder.
Pembangunan industri pertambangan akan dapat terus
16
berkelanjutan bila implementasinya pembangunan
industri memperhatikan keberadaan , keberlanjutan
lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat, tentunya dengan didukung alokasi dana yang
proporsional.
Dari uraian yang telah disampaikan ditemukan
beberapa permasalahan yang dijadikan sebagai gejala-
gejala dalam penelitian diantaranya adalah :
1. Masyarakat yang tinggal disekitar lokasi
tambang belum semuanya terakomodir untuk
mendapatkan program ini, disebabkan oleh
kurangnya komunikasi antara masyarakat dengan
koordinator pelaksana program.
2. Kurangnya perencanaan yang baik dari
masyarakat desa dalam pengajuan bentuk program
Corporate Social Responsibility dan community development
yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh masyarakat
mengajukan untuk pengadaan motor pompong beserta
mesinnya, yang dalam kenyataannya untuk saat ini
bahan baku kayu yang akan digunakan untuk
17
pembuatan pompong sulit didapat dengan cepat
sehingga akan berdampak pada lamanya proses
penyelesaian pompong tersebut
3. Dalam pelaksanaan program Corporate social
responsibility dan community development ini tidak
direncanakan waktu dalam penyelesaian pembuatan
pompong sehingga hasil dari pelaksanaan program
ini butuh waktu lama untuk dapat digunakan oleh
seluruh masyarakat yang menerima program Corporate
social responsibility dan community development ini.
4. Proposal DPPM yang diajukan oleh masyarakat
desa harus melalui beberapa tahapan seperti harus
mendapatkan persetujuan dari perusahaan dan
pemerintah daerah kabupaten Bintan, sehingga
dibutuhkan waktu untuk sampai tahap pencairannya.
5. Masih minimnya pemahaman dari masyarakat desa
selaku penerima bantuan tentang laporan hasil
kerja yang harus mereka lakukan terhadap program
yang dilaksanakan, sehingga tahapan program yang
dilaksanakan tidak berjalan dengan baik sehingga
berdampak pada hasil selanjutnya.18
Corporate Social Responsibility dan Community development
merupakan suatu elemen yang penting dalam kerangka
sustainability, yang mencakup aspek ekonomi, lingkungan
dan sosial budaya. Keberhasilan community development
tidak hanya ditentukan oleh satu pihak melainkan
melalui komitmen dan kesinergian dari berbagai pihak,
baik perusahaan, pemerintah, masyarakat, maupun
lembaga penyangga.
Dari uraian latar belakang yang telah
disampaikan, maka saya tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI PROGRAM
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DAN COMMUNITY
DEVELOPMENT (CD) DI KABUPATEN BINTAN (Studi PT.
LOBINDO NUSA PERSADA)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada pembatasan masalah di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi
adalah sebagai berikut : “Bagaimana Implentasi
program Corporate Social Responsibility dan community development
19
PT. Lobindo di Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan
?”
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
a Untuk mengetahui Implementasi program
Corporate social responsibility dan community development
yang dilakukan PT. Lobindo di Kabupaten Bintan.
b Penelitian dilakukan untuk mengetahui
seberapa besar manfaat dari program Corporate social
responsibility dan community development dampak langsung
dari proses produksi yang dilakukan perusahaan.
2. Kegunaan Penelitian
a Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi media untuk mengaplikasikan dan
menambahkan teori yang berkaitan dengan objek
penelitian yaitu implementasi Corporate social
responsibility dan community development yang dilakukan
oleh PT Lobindo Nusa Persada kabupaten Bintan.
20
b Sebagai wahana bagi penulis untuk
menuangkan ilmu dan teori yang didapatkan selama
dibangku kuliah, terutama dari aspek kebijakan
pemerintah daerah, pelaksanaannya dan dampak yang
diperoleh masyarakat.
c Dapat memberikan tambahan referensi
bagi penelitian berikutnya tentang evaluasi
program Corporate social responsibility dan community
development bagi perusahaan yang melakukan
kegiatannya di lingkungan masyarakat.
D. Landasan Teori
1. Kebijakan Publik
Menurut Thomas R. Dye sebagaimana dikutip
Nugroho (2003:3) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah,
mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat
sebuah kehidupan bersama tampil berbeda. Sementara
menurut Harold Laswell (Nugroho; 2003:3-4)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program
21
yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu,
nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.
Menurut Charles O. Jones (Winarno; 2007:16) istilahkebijakan (policy term) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan ataukeputusan yang sangat berbeda. Istilah ini seringdipertukarkan dengan tujuan (goals), program,keputusan (decesions), standard, proposal dan (granddesign)
Winarno (2007:16) menyebutkan secara umum,
istilah kebijakan atau (policy) digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang
pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang
tertentu.
Menurut Robert Eyestone (Winarno;2007:17)
mendefinisikan kebijakan publik bahwa secara luas
kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan
suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.
Menurut Anderson sebagaimana dikutip Nugroho
(2003:18) kebijakan merupakan arah tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah
atau suatu persoalan. 22
Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena
memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya
dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau
dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan
kebijakan dari keputusan yang merupakan pilihan di
antara berbagai alternatif yang ada. Namun demikian,
suatu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan
kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap
harus mempunyai pengertian mengenai apa yang
sebenarnya dilakukan, dari pada apa yang diusulkan
dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal
ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses
yang mencakup tahap implementasi dan evaluasi
sehingga definisi kebijakan yang hanya menekankan
pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.
2. Evaluasi
Menurut Cronbach sebagaimana dikutip Tayibnapis
(2000:3) mendefinisikan evaluasi sebagai penyediaan
informasi untuk pembuat keputusan.
Suatu kegiatan dilakukan melalui suatu proses.Untuk mengetahui keberhasilan suatu kegiatan
23
dilakukanlah proses evaluasi. Soemardi (1992 : 165)berpendapat bahwa Penilaian (evaluation) dapat diberikanpengertian / definisi sebagai suatu proses ataurangkaian kegiatan pengukuran dan pembandingan daripada hasil-hasil pekerjaan atau produktifitas kerjayang telah dicapai dengan target yang direncanakanatau ditetapkan.
Sedangkan Winarno (2002 : 184) mengemukakan bahwa
evaluasi acapkali hanya di pahami atas implementasi
suatu tindakan/kegiatan saja. Demikian pula Nugroho
(2003 : 184) menjelaskan bahwa sesungguhnya evaluasi
kebijakan publik mempunyai tiga lingkup makna, yaitu
evaluasi perumusan kebijakan, evaluasi implementasi
kebijakan dan evaluasi lingkungan kebijakan.
Lebih lanjut Nugroho (2003 : 185-186) menjelaskanbahwa mengikuti William N.Dunn, istilah evaluasidapat disamakan dengan penaksiran (Appraisal),pemberian angka (rating), dan penilaian (assessment).Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi yangvalid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kegiatan,yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatantelah dapat dicapai melaui tindakan publik; danevaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dankritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihantujuan dan target; dan evaluasi memberi sumbanganpada aplikasi metode-metode analisis kegiatanlainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi.
Lebih lanjut Norman (1989:2) menjelaskan bahwa
evaluasi adalah proses mengumpulkan dan menyediakan
informasi untuk mengambil keputusan. Pophan (1975:33)24
menyebutkan evaluasi diperlukan sebagai sarana untuk
menyediakan informasi sehingga dapat diambil
keputusan terhadap suatu program. Sebagai informasi
evaluasi juga merupakan alat untuk belajar dari
pengalaman.
Basaib (1995:72) evaluasi adalah suatu upayayang sistematis dalam mengumpulkan informasi ataupermasalahan dan hambatan yang dialami dalam tahappelaksanaan serta mencatat pula berbagai keberhasilanyang dicapai guna memberikan kesimpulan dan saransebagai bahan masukan pada proses perencanaan proyekyang akan datang agar lebih efisien dan efektif.
Selanjutnya Nugroho (2003:186) menjelaskan bahwasecara umum Dun menggambarkan kriteria-kriteriaevaluasi kebijakan sebagai berikut:1. Efektifitas, yaitu apakah hasil yang diinginkan
telah tercapai2. Efesiensi, yaitu seberapa banyak usaha diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan.3. Kecukupan, yaitu seberapa jauh pencapaian hasil
yang diinginkan memecahkan masalah.4. Perataan, yaitu apakah biaya manfaat di
distribusikan dengan merata kepada kelompok –kelompok yang berbeda.
5. Responsivitas, yaitu apakah hasil kebijakanmemuaskan kebutuhan preferensi, atau nilaikelompok-kelompok tertentu.
6. Ketepatan, yaitu apakah hasil (tujuan) yangdiinginkan benar-benar berguna atau bernilai.
Menurut Donabedian (Khotimah, 2002) evaluasidikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:a) Evaluasi input adalah: evaluasi yang dilakukan
pada atribut atau ciri-ciri tempat pemberian25
pelayanan yang meliputi sumber daya sebagaiberikut: personil, peralatan, keuangan, danfasilitas.
b) Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukanterhadap barbagai kegiatan yang dilakukan untukmencapai tujuan, yang berkaitan dengan penyediaandan penerimaan pelayanan.
c) Evaluasi output adalah evaluasi yang dilakukanterhadap hasil pelayanan, berkaitan dengan hasilyang dicapai dalam pelaksanaan pelayanantersebut.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) (2004)
mendefinisikan evaluasi sebagai penaksiran (Appraisal),
pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment) yang
mempunyai karakteristik tertentu.
3. Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility terhadaplingkungan
yang pertama kali dikemukakanoleh Howard R. Bowen,
dikemukakan dalamkonsep cost benefit ratio versus
social benefit ratio, yaitu setiap perusahaan
berskala besar hendaknya jangan hanya bermotivasi
mencapai profit sebesar-besarnya dengan membandingkan
cost dan benefit (least cost combination), tanpa Sama
sekali melihat ratio antara cost dengan social
benefit (manfaat sosial), keberadaan perusahaan
26
terhadap lingkungan. Diingatkan, jangan sampai
perusahaan berskal abesa rmenjadi enclave (pulau) di
tengan-tengah samudra kemiskinan, ata uperusahaan
tidak mampu menjadi sentral pertumbuhan ekonomi
lingkungan. Menjadikan perusahaan berskala besar
menjadi pusat pertumbuhan dan perkembangan lingkungan
merupakan tanggung jawab social perusahaan berskala
besar (Ardianto. 2011: 39-40). Lain lagi menurut
The World Bussiness Council For Sustainable
Development (WBCSD) yaitu lembaga yang menangani
Permasalahan keberlangsungan usaha perusahaan yang
mendefinisikan Corporate Social Responsibility
yaitu :
”Continuing commitment by business to behave ethically and contribute
to economic development while improving the quality of life of the
workforce and their families as well as of the local community and
society at large”
Artinya adalah komitmen dunia usaha untuk terus
menerus bertindaketis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan
dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan
27
keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas
komunikasi local dan masyarakat lebih luas. Menjadi
jelas bahwa Corporate Social Responsibility atau
tanggung jawab Perusahaan kepada pemangku kepentingan
untuk berlakuetis, Meminimalkan dampak negatef dan
memaksimalkan dampak positif Yang mencakup aspek
ekonomi, social dan lingkungan (triple bottom line :
People, Profit, Planet) dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan berkelanjutan (Wibisono. 2007: 7-8).
Kotler and Lee (2005: 22) menggunakan istilahCorporate Social Initiatives untuk mendeskripsika nusaha yangpaling utama Dibawah payung Corporate social Responsibility.Mereka Menjelaskan ada 6 aktivitas utama yaitu : 1. Cause Promotion, sebuah perusahaan menyediakan
dana, kontribusi yang setimpal, atau sumberdayaperusahaanlainnya untuk meningkatkan kesadarandan perhatiantentang masalah social atau untukmendukung pengumpulan uang, partisipasi atauperekrutan sukarelawan untuk suatu tujuan.
2. Cause-Related Marketing, sebuah perusahaanberkomitmen untuk berkontribus imengkoordinasikansejumlah persentase dari pendapatan untuk sebuahmasalah spesifik berdasarkan penjualan produk.
3. Corporate Social Marketing, sebuah perusahaan mendukungpengembangan dan penerapan kampanye perubahanperilaku yang diharapkan dapa tmeningkatkankesehatan masyarakat, keselamatan, lingkungan dankesejahteraan komunitas.
4. Corporate Philanthropy, perusahaan membuat kontribusilangsung untuk sumbangan,
28
seringkalidalambentukhibah, tunai, donasi, danpelayanan yang sepadan.
5. Community Volunteering, perusahaan mendukung danmenguatkan karyawan, partner retail dan anggotafranchise untuk menyumbangkan waktu merekamendukung organisasi komunikasi local.
6. Socially Responsible Bussiness Practice, perusahaanmengadopsi Dan menggunakan aktivitas bisnis daninvestasi sukarela yang mendukung permasalahansocial untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat dan melestarikan lingkungan. (Kotler,dan Lee. 2005: 22)
4. Community Development (CD)
Budimanta (2002:1) menyebutkan bahwa community
development dapat diartikan sebagai kegiatan
pengembangan masyarakat yang dilakukan secara
sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar
akses mayarakat guna mencapai kondisi sosial ekonomi
dan kulaitas kehidupan yang lebih baik. Sementara itu
Rudito (2003:6) secara hakekatnya community development
merupakan suatu proses adaptasi sosial budaya yang
dilakukan oleh industri, pemerintah pusat dan daerah
terhadap kehidupan komunitas-komunitas lokal.
Sebagai salah satu elemen penting dalam
pembangunan, industri pertambangan termasuk kedalam
struktur sosial komuniti setempat dan berfungsi29
terhadap elemen lainnya yang sudah ada. Dengan
kesadarannya, industri harus dapat membawa komuniti
lokal bergerak menuju kemandiriannya tanpa merusak
tatanan sosial budaya yang sudah ada.
Pada sektor pertambangan, community development
merupakan bagian dari tanggung jawab sosial korporat
(corporate social responsibility) sebagai wujud internalisasi
dari biaya eksternalitas yang timbul sebagai akibat
dari pemanfaatan sumber daya yang tidak terbaharui.
Program community development dilakukan salah satunya
adalah dalam rangka mempersiapkan life after mining
(kehidupan pasca tambang) bagi daerah maupun komunity
sekitarnya. Dan bagi perusahaan community development
merupakan upaya investasi yang memiliki keuntungan
jangka panjang.
Menurut Budimanta (2008:2). Community developmentdalam realisasinya mencakup beberapa lingkuppengelolaan yaitu:1. Community relation, merupakan kegiatan-kegiatan yang
menyangkut pengembangan kesepahaman melaluikomunikasi dan informasi kepada para pihak yangterkait, seperti konsultasi publik, penyuluhan dansebagainya. Hal ini menjadi suatu hal yang vital,
30
mengingat pihak korporasi merupakan pihak pendatangdi lingkungan komuniti.
2 Community service, merupakan pelayanan perusahaan untukmemenuhi kepentingan komuniti atau kepentinganumum, seperti pembangunan fasilitas umum antaralain pembangunan atau peningkatan saranatransportasi (penyediaan alat tangkap baginelayan), sarana pendidikan, sarana kesehatan,sarana peribadatan, peningkatan/perbaikan sanitasilingkungan, pengembangan kualitas pendidikan(penyediaan guru, operasional sekolah), kesehatan(bantuan tenaga paramedis, obat-obatan, penyuluhanpeningkatan kualitas sanitasi lingkunganpermukiman), keagamaan dan lain sebagainya.
3 Community Empowerment, merupakan program – programyang berkaitan dengan pemberian akses yang lebihluas kepada komuniti untuk menunjangkemandiriannya. Program ini berkaiatan denganpengembangan atau penguatan kelompok-kelompokswadaya masyarakat, pendirian koperasi, kelembagaanlokal serta peningkatan kapasitas usaha komunitiyang berbasis sumber daya setempat. Program yangmenitik beratkan pada bidang ini diperlukan untukmenciptakan komuniti yang mandiri. Diharapkanapabila program telah berlangsung didapatkan hasilyang mengakibatkan komuniti menjadi berdaya dammemiliki kemampuan untuk berkembang kearah yangpositif.
Dalam pelaksanaan, community development tidak
dapat dilakukan secara parsial (hanya bagian tertentu
saja) tetapi harus dilakukan dengan mencakup ketiga
lingkup yang telah disebutkan diatas. Hal ini menjadi
penting mengingat agar terciptanya suatu pemberdayaan
31
secara menyeluruh. Ketiga ruang lingkup pengelolaan
community development ini memilki pengertian, batasan
dan fokus kegiatan yang berbeda-beda.
Saat ini telah berkembang paradigma baru,
semakin pentingnya makna community development untuk
keberlangsungan usaha industri pertambangan.
Pengelolaan CD yang melibatkan partisipasi dari multi
stakeholders merupakan salah satu elemen penting yang
harus dipenuhi agar suatu program CD dapat terkelola
dengan baik.
Menurut Budimanta (2008:6) menyebutkan terdapat
beberapa tahapan dalam pengelolaan community
development, yaitu tahap perencanaan, implementasi
dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya ketiga tahapan
ini mengacu kepada konsep sustainable, partisipatif
(bottom-up), pemberdayaan yang berbasiskan pada
kearifan lokal, dan multi stakeholder.
5. Implementasi atau Pelaksanaan
32
Tahapan selanjutnya adalah implementasi atau
pemantauan kebijakan, yaitu pelaksanaan ataupun
implementasi kebijakan lima hari kerja. Pada tahapan
ini William N Dunn (2003:28) mengatakan pada tahap
pemantauan atau implementasi kebijakan menyediakan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang
akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya. Pada
tahap implementasi ini, merupakan aplikasi dari
kebijakan yang telah diputuskan sebalumnya dalam tahap
rekomendasi kebijakan dimana alternatif yang ada
diputuskan untuk menjadi sebuah kebijakan. Selanjutnya
tentang apa yang dilaksanakan pada tahapan
implementasi kebijakan, AG Subarsono (2005:12)
mengatakan pada tahapan ini perlu dukungan sumberdaya,
dan penyusunan organisasi pelaksanaan kebijakan. Dalam
implementasi kebijakan sering ada mekanisme insentif
dan sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan
dengan baik. James Anderson dalam AG Subarsono
(2005:12) mengatakan pada tahapan implementasi ini
yang menjadi fokusnya adalah siapa saja yang terlibat
33
dalam kebijakan, apa yang mereka kerjakan, dan apa isi
serta dampak dari kebijakan tersebut. Michael Howles
dan M. Ramesh dalam AG Subarsono (2005:13) mengatakan,
pada tahapan implementasi adalah proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
Dalam sebuah kebijakan, tahapan yang menjadi
penentu berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan
tersebut adalah pada tingkatan implementasi.
Selanjutnya menurut William N Dunn (2003:133)
memberikan pengertian tentang implementasi kebijakan
sebagai pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan
di dalam kurun waktu yang tertentu. Terkait dengan
pelaksanaan sebuah kebijakan, diperlukan pula siapa
yang melaksanakan kebijakan tersebut. Selanjutnya
William N Dunn (2003:133) memberikan pengertian
tentang siapa pelaku dari sebuah kebijakan tersebut
dalam tingkatan operasional pada implementasinya
sebagai berikut Individu-individu atau kelompok-
kelompok yang mempunyai andil di dalam suatu kebijakan
karena mereka mempengaruhi dipengaruhi oleh keputusan
34
pemerintah. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
Anderson dalam Hanif Nurcholis (2005:158) mengatakan
bahwa dalam mengklasifikasikan kebijakan, kebijakan
atau policy dapat dibedakan menjadi dua yaitu substantif
dan prosedural. Kebijakan substantive yaitu apa yang
seharusnya dikerjakan oleh pemerintah. Sedangkan
kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana arah
dari kebijakan tersebut. Dengan demikian dalam sebuah
kebijakan harus ada pelaku yang melaksanakan kebijakan
tersebut pada tahapan pelaksanaan atau
implementasinya.
Disamping adanya pelaku dari kebijakantersebut, diperlukan juga aksi kebijakan seperti yangdikatakan William N Dunn (2003:131) yaitu serangkaiantindakan rumit yang dituntut oleh alternatif-alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapainilai-nilai tertentu. Aksi dalam sebuah kebijakanadalah pelaksanaan atau operasional dari kebijakantersebut di lapangan. Dalam pelaksanaan sebuahkebijakan, perlu adanya koordinasi. Menurut HanifNurcholis (2005:164) agar koordinasi berjalan denganbaik maka perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya kesesuaian antara kebijakan dasardengan keputusan pelaksanaannya
b. Adanya perlakuan yang sama terhadap semuaactor yang terlibat.
35
c. Adanya perilaku yang konsisten antara parapejabat dalam menyelenggarakan tugasnya sesuaidengan deskripsi tugas masing-masing.
d. Adanya tindakan para pejabat yang taat asasterhadap prosedur dan batas waktu yangditentukan.
e. Adanya kejelasan kebijakan itu sendiri dengancara melaksanakannya.
Dalam implementasi sebuah kebijakan akan
ditemukan hasil dari kebijakan tersebut. Seperti yang
dikatakan William N Dunn (2003:132) sebagai berikut :
Konsekuensi yang teramati dari sebuah aksi kebijakan.
Hasil dari kebijakan inlah yang diuji pada tahapan
evaluasi, sejauh mana pelaksanaan atau implementasi
dari kebijakan tersebut di lapangan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
Selanjutnya William N Dunn (2003:240 memberikan
karakteristik tentang implementasi kebijakan sebagai,
“Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-
unit administrasi yang memobilisasi sumberdaya
finansial dan manusia.”
E. Konsep Operasional dan Pengukuran
36
Untuk mengukur variable diperlukan konsep
operasional agar tidak terjadi kesalahan dalam
penafsiran variable tersebut sebagai berikut :
1. Efektifitas, hasil yang diinginkan dari
program Corporate Social Responsibility (CSR) dan
Community Development (CD) dalam bentuk dana
kepedulian terhadap masyarakat (DPPM) Kabupaten
Bintan dengan pengukuran sebagai berikut :
a. Masyarakat dapat memiliki peralatan
tangkap ikan yang lebih baik dari sebelumnya.
b. Adanya peningkatan volume tangkapan
ikan yang diperoleh setelah masyarakat
menggunakan pompong sebagai alat transportasi
untuk menangkap ikan.
2. Efesiensi, dengan melakukan usaha-usaha
sehingga apa yang masyarakat inginkan dapat
terpenuhi. Dengan pengukurannya adalah :
a. Dengan peralatan yang lebih baik,
masyarakat dapat menghemat biaya untuk
37
memenuhi kebutuhan makan dan minum mereka
selama dilaut untuk mencari ikan.
b. Masyarakat dapat menghemat waktu yang
mereka perlukan untuk mencari tempat yang
dimungkinkan lebih banyak ikannya jika
dibandingkan sebelumnya.
3. Kecukupan, dengan program Corporate social
responsibility dan community development ini masyarakat
telah mendapatkan hasilnya, sehingga masalah yang
mereka hadapi dapat teratasi. Pengukurannya dapat
dilihat sebagai berikut :
a. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
sehari-hari dengan lebih baik.
b. Kebutuhan masyarakat lainnya juga dapat
terpenuhi dengan baik seperti kebutuhan
pendidikan untuk anak-anak mereka, kesehatan
dan lain-lainnya.
4. Perataan, mayoritas masyarakat disekitar
tambang adalah nelayan, dengan adanya kebijakan
pemerintah kabupaten Bintan yang sangat
memperhatikan dampak dari hasil tambang yang38
dilakukan oleh perusahaan tentunya kebijakan yang
diambil harus dapat dirasakan oleh seluruh
komponen masyarakat sekitar tambang dengan asas
kebersamaan dan keadilan. Pengukurannya adalah
sebagai berikut :
a.Adanya keadilan pembagian dalam bentuk DPPM
kepada masyarakat sekitar tambang yang terkena
langsung dampak dari proses produksi yang
dilakukan oleh perusahaan.
b.Adanya pendataan seluruh masyarakat sekitar
tambang yang berhak menerima DPPM yang
dilakukan oleh perangkat Kecamatan, desa yang
diwakili oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
ditingkat desa dan Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat ( LPM ) ditingkat Kelurahan.
5. Responsivitas, dengan adanya program Corporate
social responsibility dan community development dalam
bentuk DPPM ini tentunya pemerintah kabupaten
Bintan berharap agar kegiatan ini dapat
memberikan nilai tambah sehingga masyarakat akan
39
mendapatkan keuntungan dari kegiatan tambang yang
dilakukan oleh perusahaan. Pengukurannya dapat
dilihat dari :
a. Masyarakat yang ada disekitar tambang merasa
sangat diperhatikan oleh pemerintah daerah
kabupaten Bintan dengan kebijakan yang
dilaksanakan. Masyarakat merasa terpenuhi
kebutuhannya dengan mendapatkan dari program
Corporate social responsibility dan community development
yang dilaksanakan.
b. Pihak perusahaan selalu tanggap dalam program
CSR dan CD ini dan selalu siap menerima segala
masukan dari masyarakat untuk tercapainya
tujuan dari program ini.
6. Ketepatan, masyarakat sekitar tambang
tentunya telah membuat perencanaan yang baik,
sehingga apa yang mereka inginkan benar-benar
sangat berguna untuk mensejahterakan dan
memberikan taraf hidup yang lebih baik. Ketepatan
ini diukur dari :
40
a.Sasaran masyarakat Bintan Timur untuk
mendapatkan peralatan yang lebih baik guna
membantu pekerjaan mereka sebagai nelayan
dapat terpenuhi.
b.Pelaksanaan program Corporate social responsibility dan
community development ini adalah merupakan waktu
yang tepat untuk masyarakat Bintan Timur dalam
usaha pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih
baik.
Dalam penelitian kuantitatif penulis akan
menggunakan instrumen untuk mengumpulkan data.
Karena instrumen penelitian akan digunakan untuk
melakukan pengukuran dengan tujuan untuk
menghasilkan data kuantitatif yang akurat, maka
setiap instrumen harus mempunyai skala. Skala yang
digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
Sugiyono (2008:93) mengatakan bahwa skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial. Dengan skala Likert maka variabel
41
yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel.
Jawaban setiap item instrumen yang
menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari
positif sampai negatif, yang dapat berupa kata-kata
antara lain : setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju.
Untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban
itu dapat diberi skor, misalnya :
1. Perlu/Ada peningkatan/Dapat menghemat/Dapat
terpenuhi diberi skor 3
2. Cukup perlu/Cukup dapat dihemat/Cukup terpenuhi
diberi skor 2
3. Tidak perlu/Tidak ada peningkatan/Tidak
cepat/Tidak hemat diberi skor 1
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah bersifat
deskriptif, yaitu penulis berupaya menjelaskan
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki, kemudian dipaparkan
42
secara jelas guna memberikan gambaran tentang
adanya suatu fenomena sosial.
Sugiyono (2008:8) menjelaskan bahwa metode
penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi
dan sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapakan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di tiga (3)
kecamatan Kabupaten bintan yang merupakan tempat
dimana program Corporate social responsibility dan community
development tersebut dilaksanakan oleh perusahaan
yang melakukan penambangan bauksit. Penulis
memandang bahwa masalah tersebut sangat menarik,
mengingat program community development merupakan
Implementasi kebijakan dari pemerintah daerah yang
43
dapat menyelaraskan hak dan kewajiban dari
masyarakat dan perusahaan.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Tim
Pelaksana Program pemberdayaan dari dana Corporate
social responsibility Dan Community Development dengan
jumlah total 51 orang yang terdiri dari, 1orang
Manager PT. Lobindo, 4 orang Lurah, 7 orang
kepala desa yang di bawahi masing-masing 2 staf
yaitu : Lurah Kelurahan Kijang Kota, Lurah
Kelurahan Sungai Lekop, Lurah Kelurahan Sungai
Enam, Lurah Kelurahan Gunung Lengkuas, kepala
desa Mantang Besar, kepala desa mantang Baru,
kepala desa Mantang Lama, kepala desa dendun,
kepala desa Kelong, Kepala Desa Numbing, kepala
Desa Air Gelubi dan tiga (3) Camat sebagai key
informan.
b. Sampel
44
Teknik pengambilan sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sampling purposive. yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu dengan tujuan agar sampel yang dipilih
dapat relevan dengan rancangan penelitian.
Kriteria purposive sampling dalam penelitian ini
adalah masyarakat yang diwakili LPM dan BPD
sebagai tim pengusulan program CSR dan CD PT.
Lobindo sebanyak 11 orang, ketua HNSI 1 orang dan
, dengan jumlah sampel yang diambil berjumlah 51
orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
tabel 1.1
TABEL I.1POPULASI DAN SAMPEL
No. Profesi Populasi Sampel
(Orang) (Orang)
1
2
3
4
Camat
Lurah
Kepala Desa
Staff
3
4
7
24
3
4
7
45
5
6
7
Kelurahan/Desa
Ketua HNSI Bintan
LPM/BPD
Manager PT Lobindo
1
11
1
24
1
11
1Jumlah 51 51
Sumber : Data Tim Pengelola Program DPPM
4. Sumber dan Jenis Data
a. Data primer
Data ini diperoleh dari responden yang
bersangkutan di tempat penelitian dengan
melakukan wawancara dengan responden untuk
memperoleh data yang akurat dan agar lebih
memudahkan dalam menganalisa data. Data ini
meliputi:
1. Jenis kelamin responden.
2. Tentang umur responden.
3. Tentang tingkat pendidikan responden
b. Data skunder
46
Data informasi dan keterangan lain yang
diperoleh dari tempat penelitian atau bersumber
dari bahan laporan, buku-buku serta dokumen-
dokumen lain berupa hasil catatan yang menunjang
dalam proses penelitian yang dilakukan.
5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
a. Teknik Wawancara
Yaitu penulis melakukan wawancara secara langsung
dengan Camat Bintan Timur sebagai key informant
dalam penelitian ini yang berpedoman kepada
daftar pertanyaan yang telah penulis susun
sedemikian rupa mengenai variabel Implementasdi
program Corporate social responsibility (CSR) dan community
development (CD) di Kecamatan Bintan Timur
b. Kuesioner
Yaitu penulis melakukan teknik pengumpulan data
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Dalam hal ini kuesioner ditujukan
47
kepada masyarakat Kecamatan Bintan Timur yang
menerima program Corporate social responsibility (CSR) dan
community development (CD)
c. Observasi
Yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pengamatan langsung dilapangan. Pengamatan ini
dilakukan pada faktor – faktor seperti: kondisi
tempat, keadaan lingkungan masyarakat serta
kegiatan – kegiatan yang dilakukan. Observasi ini
dilakukan guna mencari data tambahan agar data –
data yang diperoleh lebih akurat.
6. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data
tentang program Corporate social responsibility (CSR) dan
community development (CD) oleh PT Lobindo di
kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.
Penulis mencoba melakukan analisa data dari hasil
wawancara, selanjutnya disesuaikan dengan tujuan
penelitian sehingga penulis dapat menarik suatu
kesimpulan yang akan dikemukan pada bagian akhir
48
penelitian. Analisa data ini akan dipaparkan
dalam bentuk statistik deskriptif secara ringkas
dan jelas.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan ini,
maka sistematika disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab ini diuraikan tentang latar
belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
dan kegunaan penelitian, kerangka teori,
konsep operasional dan pengukuran, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Dalam Bab ini dijelaskan mengenai gambaran
lokasi penelitian, tentang keadaan
masyarakat di Bintan Timur serta keadaan
geografisnya.
BAB III IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT
49
(CD) DI KECAMATAN BINTAN TIMUR KABUPATEN
BINTAN (Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA)
Dalam Bab ini diuraikan tentang hasil-hasil
penelitian terhadap variabel implementasi
program Corporate social responsibility (CSR) dan
community development (CD) PT Lobindo di
Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan.
BAB IV PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan
terhadap hasil penelitian Implementasi
Program Corporate Social Responsibility dan
Community Development di Kecamatan Bintan
Timur Kabupaten Bintan Studi PT. Lobindo
Nusa Persada di ikuti dengan saran-saran.
50
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU :
Abidin, Said Zainal, 2002, Kebijakan Publik, Jakarta,Yayasan Pancur Siwah.
Nugroho, Riant, 2003, Kebijakan Publik Formulasi Implementasidan Evaluasi, Jakarta, Elex Media Komputindo.
Sarwoto, 1980, Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen,
Jakarta, Ghalia Indonesia
Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Administrasi, Bandung, Alfa
Beta.
Sudradjat, Adjat, 2007. Otonomi Pengelolaan SumberdayaMineral dan Pengembangan Masyarakat, Bandung, TigaGrafika Design.
Siagian, Sondang P, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia,Jakarta, Bumi Aksara.
Sudita, Indiro G, 2000, Meningkatkan AkuntabilitasPemerintahan, Yogyakarta, BPFE.
Simanjuntak, Payaman J, 2005, Manajemen dan EvaluasiKinerja, Jakarta, Lembaga Fakultas EkonomiUniversitas Indonesia.
Tayibnapis, Farida Yusuf, 2000, Evaluasi Program, Jakarta,
Rieneka Cipta
51
Wibisono, Yusuf, 2007, Membedah Konsep dan Aplikasi CSR,Gresik, Fascho Publishing.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses,Yogyakarta, Media Pressindo.
DOKUMEN :
Budimanta, Arif, 2008, Community Development di SektorPertambangan, Bandung Diklat PengembanganMasyarakat di Wilayah Pertambangan.
Sulaksana, Nana, 2008, Tanggung Jawab Sosial PerusahaanPertambangan di Indonesia, Bandung, Departemen Energidan Sumber Daya Mineral
IIMPLEMENTASI PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) DAN COMMUNITY DEVELOPMENT (CD)
DI KABUPATEN BINTAN(Studi PT. LOBINDO NUSA PERSADA)
USULAN PENELITIAN
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk MengikutiSeminar Usulan Penelitian Skripsi pada Sekolah Tinggi
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji
52