BAB I PENDAHULUAN 1.1
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang
lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan
sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada
lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman.
Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai
dengan prinsip Islam ádalah terbebas dari unsur riba. Kontrak
keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem
riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan
mudharabah (bagi hasil).
Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah
dalam satu dasawarsa belakangan ini mengalami
kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah,
asuransi syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah,
obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal wat Tamwil
(BMT). Demikian pula di sektor riil,
seperti Hotel Syariah,Multi Level Marketing Syariah, dsb.
Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia,
maka muncul juga permintaan akan standar akuntansi syariah
yang relevan di terapkan dalam suatu entitas syariah. pada
dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman atau ketentuan
resmi yang dikeluarkan badan berwenang di lingkungan tertentu
tentang pedoman umum yang dapat digunakan manajemen untuk
menghasilkan laporan keuangan. Dengan adanya standar akuntansi
syariah, laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan
informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya.
Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan
seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum
sebagai acuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan
sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang
benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan
penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan
sehingga timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas
informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa saja jenis entitas syariah yang ada di Indonesia?
2. Kapan sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut?
3. Apa saja produk yang ditawarkannya?
4.Bagaimana perkembangannya sekarang?
5. Siapa organisasi yang menyusun standar akuntansi syariah
di Indonesia dan internasional?
6. Apa saja standar akuntansi syariah yang berlaku di
Indonesia sampai sekarang?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui jenis entitas syariah yang ada di Indonesia.
2. Mengetahui sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut.
3. Mengetahui produk yang ditawarkannya.
4. Mengetahui perkembangannya sekarang.
5. Mengetahui organisasi penyusun standar akuntansi syariah.
6. Mengetahui standar akuntansi syariah yang berlaku di
Indonesia sampai sekarang.
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Bank Syariah
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha
pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama
islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang
disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha
yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan/minuman haram) dimana hal ini tidak dapat
dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
2.1.1 Sejarah perbankan syariah di dunia dan di Indonesia
a. Sejarah lahirnya bank syariah pertama di dunia
Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa
menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran
rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar,
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit
sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.
Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu
sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-
bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,
sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan
Masih di Negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank
didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial
bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak
disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada
tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung
dalam organisasi konferensi Islam, walaupun utamanya bank
tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara
anggotanya. IDB menyediakan jasa pinjaman berbasis fee dan
profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara
eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank
berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain
berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of
Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta
Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine
Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit
presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang
ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.
b. Sejarah lahirnya bank syariah pertama di Indonesia
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank
Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai
oleh majelis ulama indonesia (MUI) dan pemerintah serta
dukungan dari ikatan cendekiawan muslim Indonesia (ICMI) dan
beberapa pengusaha muslim. Pada saat pertama didirikan
terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Milliar dan
pada tanggal 3 Nopember 1991 dalam acara silaturrahmi
presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total
komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000.
Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 01 Mei 1992, BMI
mulai beroperasi, namun masih menggunakan UU No. 7 tahun
1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil
diuraikan hanya sepintas lalu. BMI sampai September 1999,
telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta,
Bandung, Semarang, Balikpapan dan Makasar.
Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada
akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan
dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 akhirnya
dapat bangkit dan menghasilkan laba .Saat ini keberadaan
bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang
yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun
1992 tentang Perbankan.
2.1.2 Prinsip Dasar Perbankan Syariah dan Produk yang ditawarkan
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan
kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank
syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan
tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-
prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari
satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
ketika si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang
dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan
atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan
perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun
aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe
deposit box.
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat
memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung
jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang
titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh
dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak
penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk
giro dan tabungan
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara
pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan
pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
adalah:
a. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah
dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad
mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah
bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan
mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada
shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.Dua jenis al-
musyarakah:
1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu
aset oleh dua orang atau lebih.
2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan
dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang
dari mereka memberikan modal musyarakah.
3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan
tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih
dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah
sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama
bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli ditambah
Keuntungan (margin). Implikasinya berupa :
a. Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan
penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya
dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan
tersebut diterima sesuai syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk
menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal
ini disebut salam paralel.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan
produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara
pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan,
atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang
pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual.
Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel.
4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri.
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni.
(2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan
beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki
barang pada akhir masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan
yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan
prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili
dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti
transfer.
b. Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditanggung.
c. Al-Hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang
kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak
hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring
(anjak piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak
sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang
tersebut.
d. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang
yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jaminan utang atau gadai.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang
dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini
digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan
sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan
shadaqah.
f. Pelayanan Jasa
1. Letter of credit (L/C) impor Syariah
Bank Syariah – Basis Bank Modern L/C adalah surat
pernyataan akan membayar eksportir yang diterbitkan
oleh bank atas permintaan imprtir dengan pemenuhan
prasyaratan tertentu.
2. Bank Garansi Syariah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak
ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban
tertentu nasabah bank selaku pihak yang di jamin
kepada pihak ketiga dimaksud.
3. Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlainan jenis,
baik membeli atau menjual kepada nasabah.
2.1.3 Perkembangan Bank Syariah
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah
menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah.
Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi
pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu
menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998
telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak yang
dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara
perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis
dan mampu bertahan.
Hingga tahun 1998 praktis bank syariah tidak
berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual Banking System melalui
UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik.
Dalam 5 tahun saja sejak diberlakukan Dual Banking System,
pelaku bank syariah bertambah menjadi 10 bank dengan
perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank
Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit/divisi syariah
bank konvensional.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan
global yang melanda dunia pada penghujung akhir tahun 2008,
lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya
dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap
stabil dan memberikan keuntungan, kenyamanan serta keamanan
bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat berharga,
peminjam, dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum
ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar
tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan.
Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk
merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang
telah di upayakan adalah pemberian izin kepada bank umum
konvensional untuk membuka kantor cabang unit usaha syariah
(UUS) atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank
syariah. Langkah strategis ini merupakan respon dan
inisiatif dari perubahan Undang – Undang perbankan no. 10
tahun 1998. Undang-undang pengganti UU no.7 tahun 1992
tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan jenis-
jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan
oleh bank syariah.
Untuk menilai perkembangan bank syariah dari tahun ke
tahun biasanya menggunakan beberapa standar, diantaranya :
1. Jumlah aktiva.
2. dana pihak ketiga (DPK).
3. pembiayaan bank.
Tabel 1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking
Network)
KETERANGANTAHUN
2005 2006 2007 2008 2009 Jan-
10Bank Umum Syariah - Jumlah bank 3 3 3 5 6 6- Jumlah kantor 304 349 401 581 711 815Unit Usaha Syariah- Jumlah bank 19 20 26 27 25 25- Jumlah kantor 154 183 196 241 287 268Bank pembiayaan rakyat
syariah- Jumlah bank 92 105 114 131 138 140 - jumlah kantor 92 105 185 202 225 263
Sumber : BI, statistik perbankan syariah januari 2010
Tabel 1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah
berdasarkan laporan tahunan BI sampai dengan januari 2010.
Secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah sungguh
membanggakan dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah
bank. Jika pada tahun 1998 hanya ada satu bank umum syariah
dan 76 bank perkreditan rakyat syariah, maka pada Januari
2010 jumlah bank syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri
atas 6 bank umum syariah dan 25 unit usaha syariah. Selain
itu, jumlah bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) telah
mencapai 140 unit pada periode yang sama.
Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar
rupiah)
INDIKASITAHUN
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Aset 7.945 15.21 20.88
28.72
2
36,53
7
49.55
5 66.09
DPK 5.725
11.71
8
15.58
4
20.67
2
28.01
1
36.85
2
52.27
1Pembiaya
an 5.561
11.32
4 15.27
20.44
5
27.94
4
38.19
8
46.88
6
FDR
97,14
%
96,64
%
97,76
%
98,90
%
99.76
%
103.6
5%
89.70
%NPF 2,34% 2,38% 2,82% 4,75% 4,07% 3.95% 4.01%
Sumber : BI, statistik perbankan syariah januari 2010
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikasi-
indikasi perbankan syariah. Perkembangan asset perbankan
syariah meningkat sangat signifikan dari akhir tahun 2008
sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar lebih dari 33.37
persen. Penghimpunan dana dan pembiayaan mencapai peningkatan
sebesar 41,84 dan 22,74 persen.
Jika dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan
dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK) yang dinyatakan
dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR), maka bank
syariah memiliki rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya, pada
tahun 2008 Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari
100 %. Tingginya tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang
disalurkan selama bulan Maret – November lebih besar dari
dana pihak ke tiga.
Yang perlu di catat disini adalah, meskipun pembiayaan
yang disalurkan lebih besar dari DPK, tetapi tingkat
kegalalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing
Financing (NPF) ternyata lebih sedikit dari periode tahun
2006-2007, yakni hanya sebesar 3.95%, masih dibawah batas
ketentuan minimal sebesar 5 persen. Artinya bank syariah
betul betul menjalankan fungsinya sebagai lembaga
intermediasi keuangan dengan tidak mengabaikan prinsip
kehati-hatian. Selain itu juga, secara keseluruhan perbankan
syariah relatif lebih sehat.
Tabel 1.3. Perbandingan Pangsa Perbankan Syariah Terhadap
Total Bank
Bank Syariah
(Des 08) Total
Bank
Bank Syariah
(Des 09) Total
BankNomina
l Share
Nomina
l ShareTotal
Asset 49,56 2.14%
2,310
.60 66,09 2.61%
2,534
.10Deposit
Fund 36,85 2.10%
1,753
.30 52,27 2.65%
1,973
.00Credit
Financial
Extended 38,20 - - 46,88 - -
FDR/LDR
103.66
% - - 89.70% - - Sumber : BI, statistik perbankan syariah januari 2010
Pada tabel 1.3 terlihat bahwa pangsa perbankan syariah
meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2008 pada bulan yang
sama, yaitu asset menjadi 2.61% meningkat sebesar 0.47% ,
Deposit Fund atau DPK juga mengalami pertumbuhan menjadi
2,02%, meningkat 0,24%. hal ini menunjukkan kinerja dan
potensi perbankan syariah mengalami perkembangan yang baik.
a. Faktor-Faktor Pendukung Perkembangan Perbankan syariah
Keberadaan bank Islam di Indonesia masih memiliki peluang
yang mengembirakan dan perlu dioptimalkan guna membangun
kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung
program pemulihan dan pendayaan ekonomi nasional, selain
restrukturisasi perbankan. Hal itu dikarenakan adanya
beberapa pertimbangan, antara lain ;
1. Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak
dapat menerima konsep bunga.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam
merupakan faktor penggerak kebutuhan akan hadirnya
perbankan syariah yang tidak menggunakan sistem bunga
yang mendekati dengan riba yang jelas-jelas dilarang
dalam islam.
2. Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha
berdasarkan prinsip kemitraan.
Dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang
diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang
antagonis (debitor to creditor relationship). Seorang debitur
harus dan wajib mengembalikan pokok pinjaman dan
bunganya, apakah debitur mendapatkan untung atau rugi.
Kreditur tidak mau ambil peduli. Hal ini berbeda dengan
sistem perbankan syariah. Konsep yang diterapkan adalah
hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor
relationship), sehingga adanya saling kerjasama dan
kepercayaan karena dalam perbankan syariah menerapkan
nilai ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat
transendental dan nilai keadilan, persaudaraan,
kepedulian sosial yang bersifat horisontal.
3. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan
Sistem perbankan syariah memiliki keunggulan
komparatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang
berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi
kegiatan spekulasi yang tidak produktif dan pembiayaan
yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur
moral (halal). Produk perbankan seperti berupa tabungan,
giro dan deposito yang menerapkan prinsip-prinsip
simpanan (depository), bagi hasil (profit sharing), jual beli
(sale and purchase), sewa (operational lease and financial lease),
jasa (fee based services).
4. Peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah
Gairah perbankan nasional, baik keinginan untuk
membuka kantor bank umu syariah ataupun kantor unit
syariah dapat terlihat dari perkembangan yang pesat
jumlah perbankan syariah di Indonesia
5. Adanya pelayanan yang meluruskan pelanggan
dengan cara sesuai Islam
Hal itu dapat terbukti dengan diraihnya penghargaan
Quality Assurance Service Australia, predikat ISO 9001 tahun 2000
untuk pelayanan bank khususnya customer service dan taller
banking diberikan pada BMI, serta Market Research Indonesian
tahun 2000, yang memasukkan BMI masuk deretan unggulan
terbaik dari 5 bank dalam pelayanan.
b. Faktor-Faktor Penghambat
Tidak obyektif kiranya jika kita hanya menampilkan
faktor pendorong perkembangan perbankan syariah di
Indonesia tanpa menjelaskan juga faktor penghambat yang
merupakan tantangan bagi kita, terutama berkaitan dengan
penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu sistem
yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip-prinsip dengan
sistem yang dominan dan telah berkembang pesat di
Indonesia. Faktor-faktor penghambat itu adalah sbb. :
1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap
kegiatan operasional bank syariah
Hal demikian, dikarenakan masih dalam tahap awal
pengembangan dapat dimaklumi bahwa pada saat ini
pemahaman sebagian masyarakat mengenai sistem dan
prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada
dasarnya, Sistem Ekonomi Islam telah jelas, yaitu
melarang praktek riba serta akumulasi kekayaan hanya
pada pihak tertentu secara tidak adil, akan tetapi,
secara praktis, bentuk produk dan jasa pelayanan,
prinsip-prinsip dasar hubungan antar bank dan nasabah,
serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah,
masih perlu disosialisasikan secara luas. Adanya
perbedaan karakteristik produk bank konvensional dengan
bank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi
pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara
lain disebabkan oleh hilangnya kesempatan mendapatkan
penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Oleh
karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana
pada bank syariah juga dapat memberikan keuntungan
finansiil yang kompetitif.
2. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas
Pengembangan jaringan kantor bank syariah
diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan
kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank
syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerjasama
antar bank syariah. Kerjasama yang sangat diperlukan
antara lain, berkenaan dengan penempatan dana antar
bank dalam hal mengatasi masalah likuiditas sebagai
suatu badan usaha, bank syariah perlu beroperasi dengan
skala yang ekonomis. Karenanya, jumlah jaringan kantor
bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha.
Berkembangnya jaringan bank syariah juga diharapkan
dapat meningkatkan komposisi ke arah peningkatan
kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan
jasa bank syariah.
3. Kecilnya market share
Adanya bank syariah yang beroperasi dengan tujuan
utama menggerakan perekonomian secara produktif. Di
samping sungguh-sungguh menjalankan fungsi intermediasi
karena secara syariah tugas bank selaku mudharib
(pengelola dana) harus menginvestasikan pada sektor
ekonomi secara riil untuk kemudian berbagi hasil dengan
sahibul maal (pemilik dana) sesuai dengan nisbah yang
disepakati.
Masih kecilnya market share itu disebabkan antara lain
karena bank syariah mempunyai keterbatasan dana baik
dari segi permodalan maupun jumlah dana masyarakat yang
berhasil dihimpun karena alasan-alasan seperti yang
diungkapkan di atas.
4. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam
bank syariah masih sedikit
Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia
dalam pengembangan perbankan syariah disebabkan karena
sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping
itu, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan dibidang
ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan
berpengalaman dibidang non perbankan syariah, baik dari
sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas
dan peneliti bank), masih sangat sedikit.
2.2 Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional
(DSN) adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset
dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko /bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para
partisipan/anggota/peserta mendonasikan/menghibahkan sebagian
atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar
klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian
partisipan/anggota/peserta. Peranan perusahaan disini hanya
sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta
investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan
kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang
artinya tolong menolong atau saling membantu . Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah
dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia
untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang
dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT
dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan
dan jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan"
2.2.1 Dasar Syariah dalam Asuransi Syariah
a.Perintah Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari Depan.
Allah SWT berfirman QS. An-Nisa/ 04 : 09 :
دا ي�� د ولا س وا ق� ول ق� ي� ول وا اهلل� ق� ي�� لي� هم ف� لي� وا ع اق� ا خ� عاف� ة� ض� ي�� ر� هم ذ� لف� ن0 خ� وا م رك و ت� ن0 ل ي�6 د� ش9 ال� خ� ي� ول“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.”
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya
planning atau perencanaan yang matang dalam mempersiapkan
hari depan. Nabi Yusuf as, dicontohkan dalam Al-QurÂ’an
membuat sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk
di masa depan (QS. Yusuf/ 12 : 43 – 49)
b. Berasuransi tidaklah berarti menolak takdir atau
menghilangkan ketawakalan kepada Allah SWT, karena :
Karena segala sesuatunya terjadi setelah berpikir dengan
baik, bekerja dengan penuh kesungguhan, teliti dan
cermat.
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, semuanya
ditentukan oleh Allah SWT. Adapun manusia hanya diminta
untuk berusaha semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman QS. Attaghabun/ 64 : 11)
اهلل� ن0 ذ� إ< لا� ي@ Aا ة� Dب Fي ص ن0 م ابD م ص Kإ ا م“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang
kecuali dengan izin Allah.”
Jadi pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan,
musibah dan kematian merupakan qodho dan qodar Allah yang
tidak dapat ditolak. Hanya kita diminta untuk membuat
perencanaan hari depan (QS. A-Hasyr/ 59 : 18)
عملون0 ما ت� Dر ب ي� ب@ خ� ن�0 اهلل� Aا وا اهلل� ق� د وات�� ع� ت� ل م د إ ف� ش م ف� ر ت� ظ] ن� ي ول وا اهلل� ق� وا ات�� ن� ن0 ءام ي�6 د� ها ال� � ي�� Kإا ي�“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
2.2.2 Sejarah asuransi syariah di Indonesia
Kebangkitan sektor keuangan syariah yang kedua setelah
perbankan, dialami oleh asuransi. Itu terjadi pada tahun
1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan
asuransi berlandaskan syariah di Indonesia yaitu PT Syarikat
Takaful Indonesia (STI) dengan modal dasar Rp 25 miliar dan
modal disetor Rp 9 miliar. PT STI sendiri memiliki dua anak
perusahaan, yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan PT
Asuransi Takaful Umum (ATU).
Pada tiga tahun pertama beroperasi, yaitu 1994, 1995
dan 1996, PT ATK mengalami kerugian kumulatif sebesar Rp
1,383 miliar. Namun mulai tahun 1997, PT ATK mulai berhasil
membukukan laba yaitu sebesar Rp 135 juta. Laba itu terus
tumbuh pada tahun 1998 menjadi Rp 312 juta, namun menurun
kembali pada 1999 menjadi Rp 221. Kondisi ini sebetulnya
relatif baik, mengingat pada tahun-tahun itu ekonomi
Indonesia tengah dilanda krisis.
Dibandingkan di sejumlah negara bahkan negara yang
mayoritas penduduknya adalah nonmuslim- keberadaan asuransi
Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg,
Geneva dan Bahamas misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak
tahun 1983. Sementara di negara-negara yang penduduknya
mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti
di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979), Bahrain (1983),
Malaysia (1984) dan Brunei Darussalam (1992).
2.2.3 Perbedaan asuransi syariah dan konvensional
1.Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong
menolong). Dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang
lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad
asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual beli antara
nasabah dengan perusahaan).
2.Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi
syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan
sistem bagi hasil (mudharabah).Sedangkan pada asuransi
konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang
sektor dengan sistem bunga.
3.Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana
milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah
untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional,
premi menjadi milik perusahaan dan perusahaanlah yang
memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan
pengelolaan dana tersebut.
4.Bila ada peserta yang terkena musibah untuk pembayaran
klaim nasabah dana diambilkan dari rekening tabarru’(dana
sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk
keperluan tolong menolong. Sedangkan dalam asuransi
konvensional dana pembayaran klaim diambil dari rekening
milik perusahaan.
5.Keuntungan investasi di bagi dua antara nasabah selaku
pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola dengan
prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional
keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tidak
ada klaim nasabah tak memperoleh apa-apa.
6.Adanya Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi
syariah yang merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan
dalam mengawasi manajemen produk serta kebijakan investasi
supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam.
2.2.4 Produk asuransi syariah
1.Takaful dana pendidikan (fulnadi)
Fulnadi adalah program asuransi untuk perseorangan yang
bertujuan untuk menyediakan dana pendidikan untuk putra-
putri peserta sampai pendidikan tingkat sarjana dengan
manfaat proteksi atas resiko meninggal.
2.Takaful asuransi jiwa murni (Al-Khairat)
Takaful Al-Khairat adalah suatu bentuk perlindungan
yang manfaat proteksinya diperuntukkan bagi ahli waris
apabila pemegang polis ditakdirkan meninggal dalam masa
perjanjian.
3.Asuransi jiwa kesehatan (takaful falah)
Adalah produk Asuransi Takaful Keluarga yang dirancang
secara khusus bagi peserta yang menginginkan manfaat
asuransi secara menyeluruh, ketika peserta mengalami
musibah meninggal baik karena sakit ataupun kecelakaan.
4.Asuransi kesehatan group/kumpulan (fulmedicare)
Adalah Program Asuransi Kesehatan yang memberikan
manfaat pelayanan kesehatan bagi peserta yang mengalami
sakit karena resiko penyakit atau kecelakaan.
5.Asuransi kesehatan keluarga (family care)
Takaful Family Care adalah program asuransi kesehatan
yang khusus diperuntukkan bagi keluarga. Jumlah minimal
peserta adalah 2 orang.
6.Asuransi mobil (tafakul abror)
Produk Takaful yang menggantikan kerugian atas kendaraan
bermotor yang disebabkan musibah kecelakaan, pencurian
serta tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.
7.Asuransi perlindungan rumah (tafakul baituna)
Merupakan paket istimewa dari Takaful yang melindungi
rumah dari risiko kebakaran yang dilengkapi dengan
perangkat perlindungan ekstra.
2.2.5 Perkembangan asuransi syariah
Hingga Januari 2008, di Indonesia sudah ada 3
perusahaan yang full asuransi syariah, 32 cabang asuransi
syariah, dan 3 cabang reasuransi syariah. Pertumbuhan premi
industri bisa menembus Rp 1 trilun tahun ini. Rencana
masuknya asuransi raksasa di pasar asuransi syariah
diharapkan mendukung pencapaian target itu.
Perolehan premi industri asuransi syariah tanah air
diperkirakan kembali mengulang prestasi tahun lalu dengan
tumbuh sebesar 60%-70%. pada 2006, industri asuransi syariah
membukukan pertumbuhan premi sebesar 73% dengan nilai total
Rp 475 miliar. Kendati asuransi syariah mengalami
pertumbuhan yang pesat, kontribusi terhadap total industri
baru mencapai 1,11% per 2006 dan diperkirakan meningkat ke
posisi 1.33% tahun ini. Hal itu tidak terlepas dari jumlah
pelaku industri asuransi syariah yang masih terbatas dan
baru menunjukkan peningkatan dalam dua tahun terakhir.
a.Tantangan Perkembangan Asuransi Syariah
Tantangan terbesar yang dihadapi oleh industri asuransi
syariah bersumber pada dua hal utama yaitu permodalan dan
sumber daya manusia. Tantangan-tantangan lain seperti
masalah, ketidaktahuan masyarakat terhadap produk asuransi
syariah, image dan lain sebagainya merupakan akibat dari
dua masalah utama tersebut.
1. Minimnya Modal
Beberapa hal yang menjadi penyebab relatif rendahnya
penetrasi pasar asuransi syariah dalam sepuluh tahun
terakhir adalah rendahnya dana yang memback up
perusahaan asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar
yang relatif belum dilakukan secara efektif (terkait
dengan lemahnya dana), belum timbulnya industri
penunjang asuransi syariah seperti broker-broker
asuransi syariah, agen, adjuster, dan lain sebagainya.
2. Kurangnya SDM yang Profesional
Terus bertambahnya perusahaan asuransi syariah
merupakan kabar baik bagi perkembangan industri
tersebut. Namun, sayangnya hal itu tidak diimbangi
dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) asuransi
syariah yang berkualitas. Seringkali, pembukaan cabang
atau divisi asuransi syariah baru hanya didukung
jumlah SDM terbatas. Berdasarkan data Islamic Insurance
Society (IIS) per Maret lalu, sekitar 80 persen dari
seluruh cabang atau divisi asuransi syariah belum
memiliki staf ahli syariah. Padahal, keahlian staf ahli
syariah sangat dibutuhkan dalam mendorong perkembangan
inovasi produk asuransi syariah. Hal tersebut berdampak
pada kurang berkembangnya produk inovatif di industri
asuransi syariah. Saat ini, sebagian besar cabang atau
divisi asuransi syariah lebih memilih untuk meniru
produk asuransi konvensional lalu dikonversi menjadi
syariah (mirroring).
3. Ketidaktahuan Masyarakat Terhadap Produk Asuransi
Syariah
Ketidaktahuan mengenai produk asuransi syariah
(takaful) dan mekanisme kerja merupakan kendala terbesar
pertumbuhan asuransi jiwa ini. Akibatnya, masyarakat
tidak tertarik menggunakan asuransi syariah, dan lebih
memilih jasa asuransi konvensional.
4. Dukungan Pemerintah Belum Memadai
Kendala lainnya adalah masalah regulasi. Penerapan
syariah yang makin meluas dari industri keuangan dan
permodalan membutuhkan regulasi yang tidak saling
bertentangan atau tumpang tindih dengan aturan sistem
ekonomi konvensional. Para pelaku ekonomi syariah sangat
mengharapkan regulasi untuk sistem ekonomi syariah ini
bisa memudahkan mereka untuk berekspansi bukan
membatasi. Saat ini, peraturan tentang permodalan masih
menjadi kendala perbankan syariah untuk melakukan
penetrasi dan ekpansi pasar.
5. Image
Salah satu tantangan besar bisnis asuransi syariah
di Indonesia dan negara lainnya adalah meyakinkan
masyarakat akan keuntungan menggunakan asuransi syariah.
Perlu sekali mensosialisasikan asuransi syariah bukan
saja berasal dari agama, tetapi memperlihatkan
keuntungan..
b.Strategi Pengembangan Asuransi Syariah
1. Struktur permodalan yang kuat sangat dibutuhkan
untuk mengangkat industri asuransi syariah. Dengan
modal yang kuat perusahaan asuransi syariah akan dapat
melaksanakan fungsi-fungsi yang semestinya, antara lain
edukasi pasar melalui berbagai media komunikasi untuk
menjelaskan keberadaan asuransi syariah, keunggulannya,
manfaatnya serta kebersihan dari keraguan, pengembangan
produk secara berkelanjutan, back-uo keuangan yang
kokoh untuk membangkitkan kepercayaan publik.
2. Untuk Mengatasi kekurangan SDM yang Profesional
dapat diatasi dengan akan mendorong peningkatan
kuantitas dan kualitas SDM asuransi syariah melalui
beberapa program sertifikasi.
3. Untuk memasyarakatkan dan meningkatkan asuransi
syariah maka LKS harus mengembangkan teknologi
informasi yang terdepan, serta meningkatkan promosi dan
sosialisasi di segala lapisan masyarakat.
2.3 Pegadaian Syariah
Gadai dalam fiqh diebut Rahn, yang menurut bahasa adalah
tetap, kekal, dan jaminan. Menurut beberapa
mazhab, Rahn berarti perjanjian penyerahan harta oleh
pemiliknya dijadikan sebagai pembayar hak piutang tersebut,
baik seluruhnya maupun sebagian. Penyerahan jaminan tersebut
tidak harus bersifat actual (berwujud), namun yang terlebih
penting penyerahan itu bersifat legal misalnya berupa
penyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah
suatu harta jaminan. Menurut mahab Syafi’i dan Hambali, harta
yang dijadikan jaminan tersebut tidak termasuk manfaatnya.
Gadai syariah adalah produk jasa berupa pemberian
pinjaman menggunakan sistem gadai dengan berlandaskan pada
prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak
menentukan tarif jasa dari besarnya uang pinjaman.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha
di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk
melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam
bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai
seperti dimaksud dalm Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal
1150 di atas. Tugas pokoknya adalah memberikan pinjaman kepada
masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak
dirugikan oleh kegiatan lembaga keuangan informal yang
cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak dari
masyarakat.
2.3.1 Dasar Syariah Dalam Pegadaian Syariah
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka
landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada
syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi
SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Al-Quran Surat Al Baqarah : 283
”Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Dalam Q.S. An-Nisa : 29 Allah SWT berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
2.7.2 Sejarah lahirnya pegadaian syariah di Indonesia
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan
menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang
perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban
oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak
berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai
landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang.
Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi
Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang
Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus
diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis
anggapan itu. Berkat Rahmat Allah SWT dan setelah melalui
kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian
unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan
divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah.
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem
administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan
efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi
operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-
kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah
(ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi
Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis
mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari
usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali
berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah
( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003.
Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar,
Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga
September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor
Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian
Syariah.
2.7.3 Teknik Transaksi Pegadaian Syariah
Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan atas dua akad
transaksi syariah, yaitu :
1.Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya,
pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil
kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
2.Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan
atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme
operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai
berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang
bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di
tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang
timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya
yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya
perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini
dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada
nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah
pihak.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari
bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga
atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman..
Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang
hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat konsumen
untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.
2.7.4 Produk – Produk yang di Kembangkan
1.Ar-rahn (gadai syariah) adalah produk jasa gadai yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, dimana nasabah
hanya akan dipungut biaya asministrasi dan ijaroh (biaya
jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan).
2.Mulia (murabahah logam mulia untuk investasi abadi)
adalah penjualan logam mulia oleh pegadaian kepada
masyarakat secara tunai, dan agunan dengan jangka waktu
fleksibel.
3.Penaksirannilai barang Jasa ini diberikan bagi mereka
yang menginginkan informasi tentang taksiran barang yang
berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan
adalah ongkos penaksiran barang.
4.Penitipan barang (ijaroh)
Barang yang dapat dititipkan antara lain : sertifikat
motor, tanah, ijazah. Pegadaian akan mengenakan biaya
penitipan bagi nasabahnya Ar-Ruum atau gadai untuk
pembiayaan usaha kelompok mikro kecil dan menengah (UMKM)
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup
mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah
dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu :
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus
dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal,
dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad
perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang
bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum
konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai
bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa
tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan
kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan
Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan
bea jasa simpan.
2.7.5 Perkembangan terkini
Untuk tahun 2010 menargetkan pertumbuhan gadai syariah
bisa lebih tinggi lagi dibanding tahun 2009. Khusus pada Ar-
rahn misalnya, perusahaannya akan menargetkan pertumbuhan
hingga Rp 4,4 triliun.
Hingga akhir Desember 2009 lalu, Pegadaian Syariah
sudah menawarkan tiga produk pegadaian syariah kepada
masyarakat. Ketiganya yaitu Ar-Rahn (gadai syariah), Ar-Ruum
atau gadai untuk pembiayaan usaha kelompok mikro kecil dan
menengah (UMKM), dan Mulia atau gadai emas.
Pada tahun 2009 lalu, pertumbuhan Ar-Rahn tercatat
mencapai Rp2,7 triliun, naik hampir 60% dari realisasi
sepanjang 2009 senilai Rp1,6 triliun. Ar-Ruum, berhasil
dibukukan pembiayaan sekitar Rp45 miliar sepanjang tahun
lalu. Begitu juga produk Mulia, berhasil menjual logam
mulia (emas) sebanyak 142 kilogram. Selain Ar-rahn, target
pertumbuhan yang lebih tinggi juga dilakukan pada dua produk
yang lain, Ar-Ruum ditargetkan bisa naik lagi menjadi Rp45
miliar sepanjang tahun ini. Sedang logam mulia kami
targetkan bisa terjual sekurangnya 300 kilogram.
a.Kendala Pengembangan pegadaian syariah
Dalam realisasi terbentuknya pegadaian syariah dan
praktek yang telah dijalankan bank yang menggunakan gadai
syariah ternyata menghadapi kendala-kendala sebagai
berikut:
1. Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem
keuangan.
2. Masyarakat kurang familiar dengan produk rahn
dilembaga keuangan syariah.
3. Kebijakan Pemerintah tentang gadai syariah belum
akomodatif terhadap.
4. Keberadaan pegadaian syariah kurang popular
dimasyarakat.
b.Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
Adapun usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk
mengembangkan pegadaian syariah antara lain :
1. Banyak mensosialisasikan kepada masyarakat
2. Pemerintah perlu mengakomodir keberadaan keberadaan
pegadaian syariah dengan membuat peraturan pemerintah
atau undang-undang pegadaian syariah
2.7.6 Aspek Pendanaan
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian
operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi
nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar
terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan
Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan
kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah
dana pihak ketiga dari sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan . Pegadaian telah melakukan kerja sama
dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian
juga akan melakukan kerja sama dengan Lembaga Keuangan
Syariah lin untuk memback up modal kerja.
2.4 Pasar Modal Syariah
Pasar Modal Syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang
menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi
ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba,
perjudian, spekulasi dan lain-lain.
2.4.1 Sejarah Lahirnya Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah secara resmi diluncurkan pada
tanggal 14 Maret 2003 bersamaan dengan penandatanganan MOU
antara BAPEPAM-LK dengan Dewan Syariah Nasional – Majelis
Ulama Indonesia (DSN – MUI).
Walaupun secara resmi diluncurkan pada tahun 2003, namun
instrumen pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada
tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa
Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT. Danareksa Investment
Management. Selanjutnya Bursa Efek Indonesia berkerjasama
dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan
Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang
bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan
dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut,
maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat
dijadikan sarana berivestasi dengan penerapan prinsip
syariah.
Perkembangan selanjutnya, instrumen investasi syariah di
pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi
Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen
ini merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan
dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004,
terbit untuk pertama kali obligasi syariah dengan akad sewa
atau dikenal dengan obligasi syariah Ijarah.
Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrumen baru yaitu
Reksa Dana Indeks dimana indeks yang dijadikan sebagai
underlying adalah Indeks JII.
2.4.2 Produk Pasar Modal Syariah
1.Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga yang merepresentasikan
penyertaan modal kedalam suatu perusahaan. Sementara dalam
prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada
perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip
syariah, seperti bidang perjudian, riba, memproduksi
barang yang diharamkan seperti bir, dan lain-lain.
Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara
syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun
non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham
yang memenuhi prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini, di
Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Indeks (JII)
yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah
yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII
dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama
dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM).
Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan
sebagai tolak ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja
suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui
index ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan
investor untuk mengembangkan investasi dalam modal secara
syariah.
Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang
dipilih dari saham-saham yang sesuai dengan Syariah Islam.
Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic
Index melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa
Invesment Management.
Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah
emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan
syariah seperti:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi
atau perdagangan yang dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi)
termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta
memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong
haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau
menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak
moral dan bersifat mudarat.
Selain kriteria diatas, dalam proses pemilihan saham
yang masuk JII Bursa Efek Indonesia melakukan tahap-tahap
pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan
kondisi keuangan emiten, yaitu:
a. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sudah
tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10
kapitalisasi besar).
b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan
atau tengah tahun berakhir yang meiliki rasio Kewajiban
terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.
c. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas
berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi pasar (market
capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat
likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler selama
satu tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan
penentuan komponen index pada awal bulan Januari dan Juli
setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten
akan dimonitoring secara terus menerus berdasarkan data-data
publik yang tersedia.
2. Obligasi Syariah
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:
32/DSN-MUI/IX/2002, "Obligasi Syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo".
Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah.
Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, beberapa persyaratan
berikut harus dipenuhi:
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak
bertentangan dengan substansi Fatwa No:
20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tsb menjelaskan bahwa jenis
kegiatan usaha yg bertentangan dengan syariah Islam
diantaranya: (i) usaha perjudian dan permainan yang
tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii)
usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk
perbankan dan asuransi konvensional; (iii) usaha yg
memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan
makanan dan minuman haram; (iv) usaha yg memproduksi,
mendistribusi, dan atau menyediakan barang2 ataupun
jasa yg merusak moral dan bersifat mudarat.
2. Peringkat investment grade: (i) memiliki fundamental
usaha yg kuat; (ii) memiliki fundamental keuangan yg
kuat; (iii) memiliki citra yg baik bagi publik.
3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen JII.
Di Indonesia terdapat 2 skema obligasi syariah yaitu
obligasi syariah mudharabah dan obligasi syariah ijarah.
Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah
yang menggunakan akad bagi hasil sedemikian sehingga
pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut
diperoleh setelah mengetahui pendapatan emiten.
Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah
yang menggunakan akad sewa sedemikian sehingga kupon (fee
ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan
sejak awal obligasi diterbitkan.
3. Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah merupakan Reksa Dana yang
mengalokasikan seluruh dana/portofolio kedalam instrument
syariah seperti saham-saham yang tergabung dalam Jakarta
Islamic Indeks (JII), obligasi syariah, dan berbagai
instrument keuangan syariah lainnya.
Pangsa pasar reksa dana syariah saat ini makin
menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan. Sejak dari
kegiatan perbankan dan investasi syariah yang baru muncul
beberapa tahun belakangan, pertumbuhan reksa dana syariah
terus mengalami kenaikan. jumlah tersebut diproyeksi akan
terus meningkat dengan makin banyaknya investor yang kini
mulai melirik berinvestasi di reksa dana syariah yang
dianggap lebih menguntungkan.
Fatwa dan Peraturan Pasar Modal Syariah
Ketentuan operasional pasar modal syariah diatur
melalui fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional
– Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI) dan peraturan yang
diterbitkan BAPEPAM-LK, yaitu adalah:
1. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.
2. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
3. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudharabah.
4.Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal)
dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip dengan
sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk
merupakan bukti (claim) kepemilikan.
Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia
No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga
jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang
dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah. Sukuk
mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee,
serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo.
Sedangkan menurut Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI)
berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi
tersebut, sukuk adalah sebagai sertifikat dari suatu nilai
yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran,
bukti terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai
rencana. Sama halnya dengan bagian dan kepemilikan atas
aset yang jelas, barang, atau jasa, atau modal dari suatu
proyek tertentu atau modal dari suatu aktivitas inventasi
tertentu
Sukuk ritel negara merupakan sukuk yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan ditujukan bagi individu warga negara
Indonesia. Meski sukuk memiliki pengertian yang sama
dengan obligasi konvensional, tetapi sukuk memiliki
perbedaan mendasar. Jika obligasi konvensional tidak
mengharuskan adanya aset yang menjamin (underlying asset),
sukuk harus memiliki underlying asset yang jelas sebagai
penjamin.
Instrumen ini pun dijamin oleh pemerintah dan bebas
risiko gagal bayar atau tidak dibayar pemerintah. Sukuk
ritel mulai ditawarkan pada 30 Januari hingga 20 Februari
2009 dengan harga Rp 1 juta per unit. Individu dapat
membeli sukuk ritel tersebut minimal Rp 5 juta melalui 13
agen penjualan yang ditunjuk oleh pemerintah. Di antaranya
adalah Bank Syariah Mandiri, Bank Mandiri, BNI Sekuritas,
CIMB-GK Securities Indonesia, Citibank, HSBC, Reliance
Sekuritas, Trimegah Securities, Andalan Artha Advisindo
Sekuritas, Anugerah Securindo Indah, Bahana Sekuritas,
Danareksa Sekuritas, dan Bank Internasional Indonesia.
2.5 Koperasi syariah
Koperasi Syariah merupakan sebuah konversi dari koperasi
konvensional melalui pendekatan yang sesuai dengan syariat
Islam dan peneladanan ekonomi yang dilakukan Rasulullah dan
para sahabatnya.
Konsep pendirian Koperasi Syariah menggunakan konsep
Syirkah Mufawadhoh yakni sebuah usaha yang didirikan secara
bersama-sama oleh dua orang atau lebih, masing-masing
memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan
berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula.
Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam
hak dan kewajiban.
Dan tidak diperkenankan salah seorang memasukan modal yang
lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula
dibanding dengan partner lainnya.
Azas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong royong,
dan tidak dimonopoli oleh salah seorang pemilik modal. Begitu
pula dalam hal keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang
diderita harus dibagi secara sama dan proporsional.
Penekanan manajemen usaha dilakukan secara musyawarah (Syuro)
sesama anggota dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan
melibatkan seluruhnya potensi anggota yang dimilikinya.
Kelahiran Koperasi Syariah di Indonesia dilandasi oleh
Kepututsan Menteri (Kepmen) Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004
tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah .
2.5.1 Usaha Koperasi Syariah
Usaha koperasi syariah meliputi semua kegiatan usaha
yang halal, baik dan bermanfaat (thayyib) serta
menguntungkan dengan sistem bagi hasil, dan tidak riba,
perjudian (masyir) serta ketidakjelasan.
Untuk menjalankan fungsi perannya, koperasi syariah
menjalankan usaha sebagaimana tersebut dalam sertifikasi
usaha koperasi.Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi
syariah harus dinyatakan sah berdasarkan fatwa dan
ketentuan dewan syariah nasional majelis ulama
Indonesia.Usaha-usaha yang diselenggarakan koperasi syariah
harus dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.5.2 Tujuan dan Peran Koperasi Syariah
Koperasi syariah bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya serta turut membangun tatanan perekonomian yang
berkeadilan sesuai prinsip islam.
Koperasi syariah mempunyai fungsi dan peran, diantaranya :
1.Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, guna
meningkatkan, kesejahteraan sosial ekonominya.
2. Memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar
menjadi lebih amanah, professional (fathonah), konsisten,
dan konsekuen (istiqomah) di dalam menerapkan prinsip-
prinsip ekonomi islam.
3.Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan azas
kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
4.Sebagai mediator antara menyandang dana dengan penggunan
dana, sehingga tercapai optimalisasi pemanfaatan harta.
5.Menguatkan kelompok-kelompok anggota, sehingga mampu
bekerjasama melakukan kontrol terhadap koperasi secara
efektif.
6.Mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja.
7.Menumbuhkan kembangkan usaha-usaha produktif anggota.
2.5.3 Perkembangan Koperasi Syariah
Koperasi syariah ternyata telah memberikan dampak yang
cukup positif terhadap pelaku usaha mikro di tanah air,
Dalam waktu yang singkat koperasi syariah telah membantu
lebih dari 920 ribu usaha mikro di tanah air dan telah
merambah ke seluruh kabupaten di Indonesia. Jenisnya sangat
beragam dari koperasi pondok pesantren (kopontren), koperasi
masjid, koperasi Perkantoran hingga koperasi pasar.
Sistem bagi hasil yang dikenalkan masyarakat ternyata
cukup mudah diterima dan sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia yang mengedepankan asas gotong royong dan
kejujuran. Terdapat lebih dari 3020 koperasi syariah yang
berkembang dengan berbagai macam ragam kondisi
kelembagaannya.
Disisi lainnya kesulitan mengakses perbankan dihadapi
oleh usaha mikro, dikarenakan standar kelayakan perbankan
yang sulit dipenuhi oleh pelaku usaha mikro. Kondisi ini
diatasi dengan keberadaan Koperasi Syariah yang terbiasa
dengan usaha yang skala dan transaksi kecil (mikro) serta
berada di lokasi-lokasi yang selama ini sulit tersentuh
sepenuhnya oleh jaringan perbankan.
Kenyataannya jumlah koperasi syariah masih sangat
sedikit dibandingkan dengan kebutuhan pembiayaan usaha mikro
yang mencapai 39,72 juta usaha dan menyerap 88% tenaga kerja
Karena itu penumbuhan koperasi syariah merupakan upaya
strategis untuk mendongkrak tingkat pertumbuhan ekonomi dan
mengetaskan kemiskinan.
Pertumbuhan koperasi syariah juga penting dalam rangka
meningkatkan keluarga prasejahtera, sehingga bukan sekedar
intermediasi finansial, melainkan juga intermediasi sosial.
Menurut data BPS, terdapat lebih dari 10 juta usaha
kecil dan mikro yang belum tersentuh jasa layanan
perbankan. Kondisi ini menjadi perluang bagi tumbuh dan
berkembangnya koperasi syariah bagi rakyat Indonesia yang
mayoritas muslim Apalagi dari data pertumbuhan Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) ternyata perkembangan usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) cenderung meningkat seiring
dengan meningkatnya LKM.
2.6 Sejarah standar Akuntansi Syariah dan yang berlaku di
Indonesia
Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan
baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak
memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan
berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama DSAK – IAI
untuk entitas syariah perlu diajungkan jempol dan merupakan
awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi
syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tanggal 1 Mei 2002,
berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir
tahun 2003 . hanya berlaku hanya dalam tempo 5 tahun.
PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah
hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis karena
ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari
perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian
syariah, koperasi syariah. Maka seiring tuntutan akan
kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka
komite akuntansi syariah dewan standar akuntasi keuangan (KAS
DSAK) menerbitkan enam pernyataan standar akuntansi keuangan
(PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang
disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1
Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008.
Keenam PSAK itu adalah PSAK No 101 tentang penyajian
laporan keuangan syariah, PSAK No 102 tentang akuntansi
Murabahah (Jual beli), PSAK No 103 tentang Akuntansi Salam,
PSAK No 104 tentang Akuntansi Isthisna, PSAK No 105 tentang
Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil), dan PSAK No 106 tentang
Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur
seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam
penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada pernyataan
akuntansi perbankan syariah indonesia (PAPSI) Bank Indonesia.
Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada
sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh
dewan syariah nasional majelis ulama indonesia (DSN MUI).
Berikut ini perbedaan utama antara PSAK 59 dengan PSAK 106.
Perbedaan Utama PSAK 59 vs PSAK 101-106
No PSAK 59 PSAK 101-1061 Hanya 1 Standar. Ada 7 Standar.
2Hanya untuk entitas bank
syariah (Umum, BPRS).
Berlaku untuk entitas
syariah & konvensional.
3
Tujuan LK tidak ada dalam
PSAK 59.
Ada 4 Tujuan LK (shariah
compliance, accountability
on fund, profitability).
4
Tidak ada metode Pengukuran
di atur.
Dikenal 3 metode pengukuran
(historis, current value, Ne
realizable value).
5Tidak mengatur pihak terkait
dengan entitas syariah.
Mengatur pihak terkait
dengan entitas syariah
Seiring berkembangnya kebutuhan akan PSAK syariah, KAS
DSAK kembali mengeluarkan 2 PSAK di tahun 2009 yaitu PSAK No
107 mengenai Ijarah, dan PSAK No 108 mengenai akuntansi
transaksi syariah. Sampai saat ini DSAK telah mengeluarkan
Kerangka dasar Penyajian dan Penyusunan Laporan Keuangan
Syariah (KDPPLK Syariah), 8 Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Syariah (6 standar diterbitkan dalam bahasa
Indonesia, Inggris dan Arab) dan 3 Eksposure Draft PSAK
Syariah yaitu ED PSAK Syariah 109 Akuntansi Zakat dan
Infaq/Sedekah, ED PSAK Syariah 110 Akuntansi Hawalah, dan ED
PSAK Syariah 111 Akuntansi Penyelesaian Utang Piutang
Murabahah Bermasalah. Berikut ini penjelasan singkat tentang
PSAK syariah yang telah terbit (PSAK 101-108) dan 3 Eksposure
Draft nya.
1.PSAK 101 Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur penyajian
dan pengungkapan laporan keuangan untuk tujuan umum
(general purpose financial statements) untuk entitas syariah, yang
selanjutnya disebut “laporan keuangan”, agar dapat
dibandingkan baik dengan laporan keuangan entitas syariah
periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas
syariah lain. Pengakuan, pengukuran, penyajian, dan
pengungkapan transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam
PSAK terkait.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan dalam
penyajian laporan keuangan entitas syariah untuk tujuan
umum yang disusun dan disajikan sesuai dengan PSAK.
Entitas syariah yang dimaksud di PSAK ini adalah entitas
yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha
berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan dalam
anggaran dasarnya.
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian
laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory)
seperti pemerintah, lembaga pengawas independen, bank
sentral, dan sebagainya.
komponen laporan keuangan entitas syariah yang lengkap :
neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan
perubahan ekuitas, laporan sumber dana penggunaan dana
zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan
catatan atas laporan keuangan.
Lembaga keuanagan harus menyajikan komponen laporan
keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik utama
entitas tersebut jika substansi informasinya belum
tercakup dalam komponen laporan keuangan diatas.
2.PSAK 102 Akuntansi Murabahah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan Transaksi
murabahah :
Ruang lingkup pernyataan ini diterapkan untuk
lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang
melakukan transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun
pembeli; dan pihak-pihak yang melakukan transaksi
murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi
syariah.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga
jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang
disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya
perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain,
adalah:
perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti lembaga
keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga
pembiayaan, dan dana pensiun; dan lembaga keuangan lain
yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah.
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan
akad murabahah.
3.PSAK 103 Akuntansi Salam
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi salam.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas
yang melakukan transaksi salam, baik sebagai penjual atau
pembeli. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan
perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang
menggunakan akad salam.
Salam adalah akad jual beli barang pesanan (muslam fiih)
dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (muslam
illaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat
akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.
a. Akuntansi pembeli
Modal usaha salam asset non kas dinilai sebesar nilai
wajar (selisih nilai wajar dan nilai tercatat diakui
sebagai keuntungan atau kerugian).
Penerima barang
a. Sesuai dengan akad
b. Berbeda dengan akad
c. Tidak menerima sebagian atau seluruh, maka
pengiriman dapat diperpanjang, dibatalkan sebagian
atau seluruh, atau dibatalkan sebagian atau
seluruh (ada jaminan)
b. Akuntansi penjual
Asset non kas yang diterima dicatat sebesar nilai
wajar.
Salam pararel : pembayaran pembeli akhir – biaya
perolehan – keuntungan atau kerugian.
4.PSAK 104 Akuntansi Istishna'
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
istishna’.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk lembaga
keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan
transaksi istishna’, baik sebagai penjual maupun pembeli.
Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli,
mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’).
Berdasarkan akad istishna’, pembeli menugaskan penjual
untuk menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai
spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada
pembeli, dengan cara pembayaran di muka atau tangguh.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh
pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang
pesanan tiak dapat berubah selama jangka waktu akad.
a. Akuntansi penjual
Segmentasi akad jika proposal terpisah untuk setiap
asset, dinegosiasikan terpisah untuk setiap aset, dan
biaya serta pendapatan tiap asset bisa di identifikasi.
Penyatuan akad jika dinegosiasika sebagai satu paket,
asset berhubungan erat sekali, dan dilakukan serentak
(berkesinambungan).
Pendapatan : metode persentase penyelesaian dan metode
akad selesai.
Pendapatan istishna pembayara tangguh (lebih dari satu
tahun) terdiri dari margin keuntungan (jika dihitung
secara tunai) dan selisih nilai akad dengan nilai tunai.
Pengakuan taksiran rugi jika total biaya perolehan
meebihi pendapatan.
b. Akuntansi pembeli
Beban istishna’ tangguhan : selisih antara harga beli
dan biaya perolehan tunai.
Beban istishna’ tangguhan diamortisasi secara
proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang
istishna’
Pernyataan ini berlaku efektif untuk laporan keuangan
entitas yang mencakup periode laporan yang dimulai pada
atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
Pernyataan ini menggantikan PSAK No. 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan
transaksi istishna’.
5.PSAK 105 Akuntansi Mudharabah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
mudharabah.
Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk entitas
yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik
dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan
akad mudharabah.
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua
pihak di mana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan
seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi di
antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian
finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
6. PSAK 106 Akuntansi Musyarakah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
musyarakah. Ruang Lingkup Pernyataan ini diterapkan untuk
entitas yang melakukan transaksi musyarakah
Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan
akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan
akad musyarakah.
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak
atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan
bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan
kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut
meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh
syariah.
7.PSAK Syariah 107 Akuntansi Ijarah
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa
(ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset
itu sendiri. PSAK ini mengatur untuk obligasi syariah
(sukuk) yang menggunakan akad ijarah.
Karakteristik Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek
ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait
kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk
memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada
penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan
jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian.
Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas
diketahui dan tercantum dalam akad.
8.PSAK Syariah 108 Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi asuransi
syariah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 111, pernyataan
ini diterapkan untuk transaksi asuransi syariah yang
dilakukan oleh entitas asuransi syariah. Transaksi
asuransi syariah yang dimaksud dalam PSAK ini adalah
transaksi yang terkait dengan kontribusi peserta, alokasi
surplus atau defisit underwriting, penyisihan teknis, dan
cadangan dana tabarru’.
Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian
laporan keuangan untuk tujuan khusus (statutory) misalnya
untuk regulator asuransi syariah atau lembaga pengawas
asuransi syariah.
Karakteristik asuransi syariah adalah sistem
menyeluruh yang pesertanya mendonasikan sebagian atau
seluruh kontribusinya yang digunakan untuk membayar klaim
atas kerugian akibat musibah pada jiwa, badan, atau benda
yang dialami oleh sebagian peserta yang lain. Donasi
tersebut merupakan donasi bersyarat yang harus
dipertanggungjawabkan oleh entitas asuransi syariah.
Peranan entitas asuransi syariah dibatasi hanya mengelola
operasi asuransi dan menginvestasikan dana peserta.
Prinsip dasar dalam asuransi syariah adalah saling
tolong menolong (ta’awuni) dan saling menanggung
(takafuli) antara sesama peserta asuransi. Akad yang
digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan
akad tijari. Akad tabarru’ digunakan di antara para
peserta, sedangkan akad tijari digunakan antara peserta
dengan entitas asuransi syariah.
a. ED PSAK Syariah 109 Akuntansi Zakat dan
Infaq/Sedekah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi zakat
dan infak/sedekah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 109, pernyataan
ini berlaku untuk amil yang menerima dan menyalurkan
zakat dan infak/sedekah. Amil yang menerima dan
menyalurkan zakat dan infak/sedekah, yang selanjutnya
disebut “amil”, merupakan organisasi pengelola zakat
yang pembentukannya dimaksudkan untuk mengumpulkan dan
menyalurkan zakat dan infak/sedekah.
Pernyataan ini tidak berlaku untuk entitas syariah yang
menerima dan menyalurkan zakat dan infak/sedekah, tetapi
bukan kegiatan utamanya. Entitas tersebut mengacu ke
PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh
muzakki sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya (mustahiq).
Infak/sedekah adalah harta yang diberikan secara
sukarela oleh pemiliknya, baik peruntukannya dibatasi
(ditentukan) maupun yang tidak dibatasi. Karakteristik
zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan
oleh muzakki kepada mustahiq baik melalui amil maupun
secara langsung. Ketentuan zakat mengatur mengenai
persyaratan nisab, haul (baik yang periodik maupun yang
tidak periodik), tarif zakat (qadar), dan
peruntukkannya.
Infak/sedekah merupakan donasi sukarela, baik tertentu
maupun tidak tertentu peruntukannya. Zakat dan
infak/sedekah yang diterima oleh amil harus dikelola
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan tata kelola
yang baik.
b. ED PSAK Syariah 110 Akuntansi Hawalah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengakuan transaksi hawalah.
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas keuangan syariah
yang melakukan transaksi hawalah.
Entitas keuangan syariah yang dimaksud, antara lain,
adalah:
perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
entitas keuangan syariah nonbank, seperti lembaga
pembiayaan; dan entitas keuangan lain yang diizinkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan
transaksi hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak kepada
pihak lain, terdiri atas hawalah muqayyadah dan hawalah
muthlaqah.
c. ED PSAK Syariah 111 Akuntansi Penyelesaian Utang
Piutang Murabahah Bermasalah
Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
penyelesaian utang piutang murabahah bermasalah.
Ruang Lingkup dalam ED PSAK Syariah 108, pernyataan ini
diterapkan untuk entitas yang melakukan penyelesaian atas
utang piutang murabahah bermasalah. Pernyataan ini
mengatur perlakuan akuntansi keuangan dan pelaporan
penyelesaian utang piutang murabahah bermasalah, baik bagi
kreditur (penjual) maupun debitur (pembeli). Pernyataan
ini tidak mencakup akuntansi untuk penyisihan piutang
tidak tertagih dan tidak mengatur metode estimasi piutang
tidak tertagih.
Penyelesaian piutang murabahah melalui
restrukturisasi piutang murabahah dapat dilakukan terhadap
debitur yang mengalami penurunan kemampuan dalam membayar
angsuran atau tagihan murabahah.
Kreditur yang melakukan restrukturisasi atas piutang
murabahah-nya yang bermasalah akibat penurunan kemampuan
pembayaran dari debitur dapat dilakukan dengan cara, satu
atau lebih kombinasi berikut:
1. Memberi potongan tagihan murabahah;
2. Melakukan penjadualan kembali tagihan murabahah;
3. Melakukan konversi akad murabahah.
2.7 Organisasi Penyusun Standar Akuntansi Syariah di
Indonesia
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan
yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan
disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal
badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan
Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk
pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan
mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah
bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun
1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus
diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun
1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar
Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September
1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi
untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu,
juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan
Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite
Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005
untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang
terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang
dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri
atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili
para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah
dan pengembangan SAK di Indonesia.
2.8 Organisasi Penyusun Standar Akuntansi Internasional dan
Standar yang dikembangkannya
2.8.1 Pengenalan AAOIFI
Akuntansi dan Auditing Organization for Islamic
Financial Institutions (AAOIFI) adalah organisai
internasional Islam non-badan hukum nirlaba yang menyiapkan
standar akuntansi, audit, pemerintahan, etika dan standar
Syariat Islam lembaga keuangan dan industri. Program
kualifikasi profesional (terutama CIPA, Penasihat syariat dan
Auditor "CSAA", dan program kepatuhan perusahaan) yang
disajika oleh AAOIFI dalam upaya untuk meningkatkan sumber
daya manusia industri dasar dan struktur pemerintahan.
AAOIFI didirikan sesuai dengan Perjanjian Asosiasi yang
ditandatangani oleh lembaga-lembaga keuangan Islam pada 1
Safar, 1410H berkorespondensi dengan 26 Februari 1990 di
Aljazair. Kemudian terdaftar pada tanggal 27 Maret 1991 di
Negara Bagian Bahrain.
Sebagai organisasi internasional yang independen,
AAOIFI didukung oleh kelembagaan anggota (200 anggota dari 45
negara, sejauh ini) termasuk bank sentral, lembaga keuangan
Islam, dan peserta lain dari industri perbankan islam
internasional dan keuangan, di seluruh dunia.
AAOIFI telah memperoleh dukungan untuk memastikan
pelaksanaan standar, yang sekarang diadopsi di Kerajaan
Bahrain, Dubai International Financial Centre, Yordania,
Lebanon, Qatar, Sudan dan Suriah., yang relevan di Australia,
Indonesia, Malaysia, Pakistan, Kerajaan Arab Saudi, dan
Afrika Selatan telah mengeluarkan panduan yang didasarkan
pada standar AAOIFI dan pernyataan-pernyataan.
2.8.2 Tujuan dari AAOIFI adalah:
1. Untuk mengembangkan pemikiran akuntansi dan audit yang
relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam;
2. Untuk menyebarluaskan pikiran akuntansi dan audit yang
relevan dengan lembaga-lembaga keuangan Islam dan
penerapannya melalui pelatihan, seminar, penerbitan surat
kabar berkala, melaksanakan penelitian dan sarana lainnya;
3. Untuk menyiapkan, menyebarkan dan menafsirkan standar
akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan Islam.
4. Untuk meninjau dan mengubah standar akuntansi dan audit
untuk lembaga keuangan Islam.
AAOIFI melaksanakan tujuan tersebut sesuai dengan
ajaran syariat Islam yang merupakan sistem yang komprehensif
untuk semua aspek kehidupan, sesuai dengan lingkungan di
mana institusi keuangan Islam telah berkembang. Kegiatan ini
dimaksudkan baik untuk meningkatkan kepercayaan pengguna
dari laporan keuangan lembaga keuangan Islam dalam informasi
yang dihasilkan tentang lembaga-lembaga ini, dan untuk
mendorong para pengguna untuk melakukan investasi atau
deposito dana mereka di lembaga keuangan Islam dan untuk
menggunakan layanan mereka.
AAOIFI telah berhasil menyusun beberapa hal, yakni:
1.Tujuan dan konsep akuntansi keuangan untuk lembaga
keuangan
2.Standar akuntansi untuk lembaga keuangan khususnya bank
3.Tujuan dan standar auditing untuk lembaga keuangan
4.Kode etik untuk akuntan dan auditor lembaga keuangan
2.8.3 Standar syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI
1. Perdagangan dalam mata uang.
2. Debit Card, Charge Card dan Kartu Kredit.
3. Default di Pembayaran oleh Debitur.
4. Penyelesaian Utang oleh Set-Off.
5. Jaminan.
6. Konversi dari Bank Konvensional Bank Islam.
7. Hawala.
8. Murabahah untuk Orderer Pembelian.
9. Ijarah dan Ijarah Muntahia Bittamleek.
10. Salam dan Paralel Salam.
11. Paralel Istisna'a dan Istisna'a.
12. Sharika (Musyarakah) dan Modern Korporasi.
13. Mudharabah.
14. Documentary Credit.
15. Jua'la.
16. Commercial Papers.
17. Investasi Sukuk.
18. Kepemilikan (Qabd).
19. Pinjaman (Qardh).
20. Komoditas di Pasar terorganisir.
21. Keuangan Papers (Saham dan Obligasi).
22. Concession Contracts.
23. Agency.
24. Pembiayaan sindikasi.
25. Kombinasi Kontrak.
26. Islamic Insurance.
27. Indeks.
28. Layanan Perbankan.
29. Etika dan ketentuan untuk fatwa.
30. Monetisasi (Tawarruq)
31. Gharar Ketentuan dalam Transaksi Keuangan
32. Arbitrase
33. Waqf
34. Ijarah pada Buruh (Individu)
35. Zakat
PERKEMBANGAN ENTITAS SYARIAH DAN STANDAR AKUNTANSI
SYARIAH YANG BERLAKU
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Akuntansi Syariah
Oleh :
Apep